KODIFIKASI BAHASA ARAB: VALIDITAS SASTRA JAHILIYAH DAN ORISINILITAS AL-QUR’AN
Fajar Adi Santoso 0906641144
Tugas Akhir untuk Syarat Kelulusan Sarjana Program Studi Sastra Arab
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA Juli 2013
Kodifikasi bahasa ..., Fajar Adi Santosa, FIB UI, 2013
Kodifikasi bahasa ..., Fajar Adi Santosa, FIB UI, 2013
Kodifikasi bahasa ..., Fajar Adi Santosa, FIB UI, 2013
Kodifikasi bahasa ..., Fajar Adi Santosa, FIB UI, 2013
KODIFIKASI BAHASA ARAB: VALIDITAS SASTRA JAHILIYAH DAN ORISINILITAS AL-QUR’AN
Fajar Adi Santoso Program Studi Arab, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui lebih mendalam hubungan antara bahasa Arab dan al-Qur’an. Dengan metode kajian pustaka, penulis menggunakan buku Fi Al-Syi’r al-Jahili karya Thaha Husein sebagai bahan utama kajian. Dalam bukunya Thaha Husein meragukan validitas eksistensi Sastra Jahiliyah dan meragukan ceritacerita yang terdapat dalam al-Qur’an. Padahal di satu sisi validitas sastra Jahiliyah digunakan sebagai data dalam kodifikasi bahasa Arab dan acuan dalam mentafsir ayat-ayat al-Qur’an yang multi-interpretasi. Pendapat tersebut menimbulkan perdebatan diantara para sastrawan, menuai kritik keras dari para ulama dan menyita perhatian para pemikir. Kesimpulan dari polemik tersebut adalah para pengamat sastra dan para perawi sastra sepakat bahwa keraguan pada sebagian sastra Jahiliyah tidak berarti menegasikan keseluruhan validitas sastra Jahiliyah. Hal tersebut juga sekaligus mematahkan pendapat secara ilmiah yang meragukan orisinilitas Al-Qur’an.
ARABIC CODIFICATION: THE VALIDITY OF JAHILIYAH LITERATURE AND THE ORIGINALITY OF AL-QUR’AN Abstract The purpose of this research is to observe deeper the relationship between Arabic and Al-Qur’an. By using library study method, researcher chooses Thaha Husein’s book entitled Fi Al-Syi’r al-Jahili as the main corpus of the research. In the book, Husein doubts the existential validity of Jahiliyah literature and the existing stories in Al-Qur’an. In fact, in one side, the validity of Jahiliyah literature is used as data in Arabic codification and as references in interpreting Qur’anic verses, which are actually multi-interpretation. Husein’s opinion causes debate to appear between many literalists, sharp criticisms are flowing from many ulamas, and these absorb the attention of many philosophers. The conclusion of the polemic is; literary critics and literalists come to an agreement that the doubtfulness to some Jahiliyah literatures does not negate the entire validity of Jahiliyah literature. This agreement also, scientifically, breaks the opinion that questions the originality of Al-Qur’an. Keywords: Arabic, Al-Qur’an, Codification, Jahiliyah literature
Kodifikasi bahasa ..., Fajar Adi Santosa, FIB UI, 2013
hal ini dialek Quraisy menjadi standar bahasa baku bahasa Arab fusha. Pendapat yang menyatakan
1. Pendahuluan
ketidak-valid-an akan eksistensi sastra Jahiliyah, secara Kawasan Arab memang menjadi wilayah yang kaya
tidak langsung juga menyatakan pendapatnya akan
akan sejarah dan budayanya. Maka tema yang
ketidak-absah-an kandungan al-Qur’an. Hal tersebut
membahas akan dunia timur tengah menjadi sesuatu
terjadi karena al-Qur’an menggunakan bahasa Arab
yang menarik dan berdampak luas. Ketika kita
fusha dan memiliki sifat muli-interpretasi yang tinggi.
membahas dunia Arab maka tidak bisa terlepas
Sehingga kodifikasi bahasa Arab menjadi sangat
kaitannya
penting bagi standarisasi dalam pentafsiran ayat-ayat
dengan
Islam.
Begitu
juga
dengan
bahasanya, yaitu bahasa Arab. Sebagai bahasa yang
al-Qur’an.
sama digunakan dalam Al-Qur’an, bahasa Arab menjadi daya tarik tersendiri bagi penulis untuk
Perdebatan topik tersebut semakin menarik untuk
mendalaminya dan menjadikannya sebagai tema
dikaji, ketika akhirnya Thaha Husein menarik kembali pendapatnya dan kemudian merevisi serta menerbitkan
tulisan.
kembali bukunya dengan judul baru. Pada penulisan jurnal ini, penulis ingin mengetahui bagaimanakah hubungan antara bahasa Arab dan AlQur’an secara mendalam bukan hanya pada konteks kesamaan bahasanya, tetapi juga berkaitan dengan sejarah dan perkembangan bahasa tersebut. Bagaimana sejarah tentang standarisasi atau kodifikasi bahasa Arab yang baku dan kaitannya dengan validitas sastra Jahiliyah dimana hal tersebut menjadi hal penting
2. Metode Penulisan Metode
penulisan
yang
saya
gunakan
dalam
pembuatan jurnal ini adalah dengan menggunakan kajian pustaka, baik berupa buku cetak dan sumber online. Sebagai bahan kajian utama penulis berfokus pada tulisan Thaha Husein pada bukunya “Fii Al-Syi’r al-Jahily”.
dalam pembuktian ilmiah atas orisinilitas Al-Qur’an. Dalam jurnal ini penulis menggunakan metode kajian
3. Isi dan Pembahasan
pustaka baik berupa buku dan sumber online. Penulis
Bahasa adalah bersifat sesuatu yang hidup. Sebagai
menggunakan tulisan Thaha Husein pada bukunya
sesuatu
yaitu “Fii Al-Syi’r al-Jahily”sebagai bahan utama
perkembangan dan perubahan. Hal tersebut terjadi
kajian.
yang
hidup,
maka
mengalami
Dalam bukunya
tersebut
Thaha
Husein
karena bahasa tidak pernah lepas dari segala
menyatakan pendapatnya
tentang
ketidak-absahan
kegiatan dan gerak manusia sebagai makhluk yang
eksistensi sastra Jahiliyah dan keraguannya akan
berbudaya dan bermasyarakat. Keterikatan dan
kandungan cerita-cerita yang ada dalam al-Qur’an.
keterkaitan bahasa dengan manusia itulah yang
Dimana hal tersebut menuai banyak kritikan keras dan
mengakibatkan bahasa menjadi tidak statis, atau
menimbulkan perdebatan para sastrawan dan menyita
meminjam istilah Chaer (1994:53) bahwa bahasa itu
perhatian para pemikir.
dinamis.
Topik tersebut menjadi perdebatan karena dalam
Bahasa dalam pandangan sosiolinguistik adalah
kodifikasi bahasa Arab yang baku sangat bergantung
keaktifan kemasyarakatan yang berkembang dari
pada sastra Jahiliyah. Dimana sastra Jahiliyah dalam
hari ke hari. Bahasa dapat berkembang dengan
Kodifikasi bahasa ..., Fajar Adi Santosa, FIB UI, 2013
menerima unsur-unsur pinjaman dari luar ataupun
Dalam proses kodifikasi bahasa Arab itu sendiri
secara kreatif mengembangkan unsur-unsur yang
muncul polemik dikarenakan naskah Arab yang
telah lama ada dalam dirinya, memperkaya dirinya
paling tua yang dapat digunakan sebagai data
untuk memperoleh perkenalan yang lebih luas. Hal
penelitian bahasa yaitu naskah Sastra Zaman
tersebut ditentukan oleh tingkah laku pemakai
Jahiliyah, diragukan validitasnya. 3 Tidak seperti
terhadap bahasa itu sendiri. Dan diantara tingkah
kodifikasi hadis yang untuk mendapatkan validitas
laku kemasyarakatan terhadap bahasa yang paling
sebuah hadis harus melalui seleksi secara ketat,
dikenal adalah kodifikasi atau sering disebut
sastra jahiliyah memiliki beberapa kelemahan.
standarisasi.
Sastra Jahiliyah, setelah periwayat hilang satu demi
Kodifikasi atau standarisasi dan atau pembakuan bahasa adalah salah satu syarat bahasa itu disebut sebagai bahasa baku (standar).1 Kodifikasi bahasa adalah pembakuan dan penerimaan yang dilakukan oleh masyarakat pemakainya terhadap norma-norma yang dianggap benar dalam bahasa itu. Normanorma yang dianggap benar dalam sebuah bahasa diformulasikan
kemudian
kemudian diseleksi (al-jam’ tsumma al-tamhîsh). Padahal di satu sisi signifikansi sastra Jahiliyah sangat penting, karena dijadikan acuan dalam mentafsir lafadz Al-Quran yang multi-interpretasi. Sastra Jahiliyah juga dijadikan sebagai standar bahasa Arab yang sah dan orisinil (fushâ). 4
kepada
Menurut sebagian sastrawan, sastra Arab telah ada
seluruh masyarakat pemakai dalam bentuk tata
beberapa abad sebelum Masehi. Akan tetapi karya
bahasa, kamus pedoman ejaan, pegangan tentang
sastra (syair) tersebut yang ada sampai sekarang
gaya bahasa teks contoh secara tertulis. Lembaga-
adalah karya sastra yang lahir dua abad sebelum
lembaga seperti pemerintah, pendidikan formal,
Islam. Hal ini bukan berarti bahwa sebelum itu
media
dan
orang Arab tidak mengenal sastra, tetapi yang dapat
2
direkam hanya sampai pada zaman Muhalhil saja.
massa,
disebarkan
satu, syair-syair tersebut segera dikumpulkan dan
kemudian
mendukung
mengembangkan ragam yang telah dikodifikasi.
Oleh sebab itu ia dianggap sebagai perintis pertama Bahasa Arab standar yang telah ditetapkan saat ini
sastra Arab jahiliyah.
juga tak lepas dari arus perubahan, sebagai konsekuensi
logis
dari
perkembangan
dan
Masyarakat
Arab
jahiliyah
dikenal
sebagai
perubahan konstruksi sosial masyarakat. Sebagai
masyarakat yang tidak bisa membaca dan menulis
respon dari perkembangan dan perubahan tersebut,
(‘ummi). Maka satu-satunya yang dapat diandalkan
maka dalam perkembangannya bahasa Arab terus
ketika mereka menerima informasi adalah kekuatan
mengalami pembakuan.
hafalan. Di samping itu, juga adanya faktor eksternal yang sangat dominan, yaitu mereka
Hudson (1995 : 44-46) menyebutkan empat aspek yang menjadi syarat bahasa baku, yakni: 1) aspek pemilihan, 2) aspek kodifikasi, 3) aspek perluasan fungsi, dan 4) aspek penerimaan.
Ahmad Hadidul Fahmi, “Kritik Atas Kritik Sastra Islam”, 22 Maret 2010. http://lakpesdam.numesir.com/index.php?option=com_ content&view=article&id=23:kritik-atas-kritik-sastrapra-islam&catid=3:artikel&Itemid=10 . Diakses pada 2 Mei 2012.
2
4
3 1
Lihat Hudson, R.A. Sosiolinguistik (1994: 45).
Ibid
Kodifikasi bahasa ..., Fajar Adi Santosa, FIB UI, 2013
terdorong untuk menghafal al-Ayyam (peristiwa
bukan lahir pada masa jahiliyah, tetapi diciptakan pada
penting) dan al-Ansab (genealogi) yang menjadi
zaman Islam (Husein, tt:65). Tesis kedua, adanya
kebanggan. Dua jenis pengetahuan ini banyak
kesenjangan antara gaya intelektual yang ada pada
tersimpan dalam karya sastra baik berupa syair
sastra (syair) jahili dan kondisi intelektual masyarakat
maupun berupa prosa (Yatim, 1997:29-39). Maka
Arab jahiliyah (Husein, tt:67). Tesis ketiga, keberadaan
amat wajar kalau pada masa jahiliyah karya sastra
syair lebih awal dari pada prosa, karena prosa
disosialisaikan melalui sarana tradisi oral. Dengan
membutuhkan bahasa rasional yang diperlukan dalam
kata lain, seorang penyair meriwayatkan gubahan
ketrampilan dan kepandaian menulis. Dimaklumi, pada
syair kepada generasi penyair lainnya, kemudian
saat itu masyarakat jahiliyah adalah masyarakat ‘ummi
penyair tersebut meriwayatkannya kepada penyair
(tidak bisa membaca dan menulis) (Husein, tt:326-
berikutnya. Pada akhirnya proses penyampaian
329).
semacam
ini
mengenal
istilah
riwayah
yang
sekaligus terkait dengan sanad (transmisi), matan (materi/isi),
dan
al-‘ardh
wa
al-
ada’
Selain itu, Margoliouth seperti diutarakan dalam majalah Himpunan Kerajaan Asia (JRAS) edisi tahun 1925 halaman 417-449, Margoliouth berpendapat puisi
(penyampaian).
zaman Berdasarkan
transmisi
tidak
pernah
diungkapkan secara lisan maupun tulisan oleh para
terhadap
penyair zaman jahiliyah. Puisi tersebut disusun oleh
penyampai riwayat, maka konsekuensinya adalah
beberapa pemalsu karya fiksi pada zaman Islam dan
timbul kritik yang meragukan eksistensi syair
kemudian dikatakan sebagai puisi dari masa jahiliyah.
jahiliyah.
syair
Pendapat ini menuai kritik dari orientalis yang lain
jahiliyah sendiri sudah muncul sejak abad ke-II H,
seperti Lyall dalam kajian filologisnya terhadap sejarah
dan semakin merebak saat memasuki abad ke III
Ibn al-Anbari “al-Mufadhdhaliyat” yang meyakini
dan IV H. Hal tersebut kemudian dimunculkan lagi
puisi zaman jahiliyah valid adanya.5
Keraguan
tidak
sesungguhnya
dapat
dipertanggungjawabkan
yang
Jahiliyah
kualifikasi
terhadap
eksistensi
oleh Thaha Husein dengan fî syi’ir al-jâhilî-nya. Cacatnya transmisi sastra ini pun disinggung oleh
Buku Thaha Husein “Fi al-Syi’r al-Jahili” ini
Musthafa Shadiq Rafi’i. Akan tetapi, analisa ini
menimbulkan kemarahan masyarakat pada masa itu,
sejatinya sudah dimunculkan oleh sarjana Islam klasik,
bukan karena dia meragukan validitas puisi jahiliyah
Muhammad bin Salam al-Jamhi dalam thabaqât al-
dan menolak keberadaannya, tetapi karena ia juga
syu’arâ-nya, walaupun konklusi yang dihasilkan
meragukan cerita-cerita yang terdapat di dalam al-
berbeda sepenuhnya. Demikian juga dengan Orientalis
Qur’an. Dalam bukunya “Fi al-Syi’r al-Jahili” ia
Jerman, Theodor Noldeke yang 65 tahun lebih dahulu menemukan konklusi serupa, tepatnya tahun 1891 M.
mengatakan: “Memang kitab Taurat berbicara tentang nabi Ibrahim dan Ismail, al-Quran juga berbicara tentang mereka, tetapi adanya cerita tentang mereka
Thaha Husein dengan sejumlah argumen untuk
dalam Taurat dan al-Qur’an tidak cukup untuk
membangun
memberikan pembenaran bahwa antara orang Yahudi-
teorinya
melalui
pendekatan
sosiologi/ekstrinsik, merasa keberatan (menolak) akan keberadaan
sastra
Arab
jahiliyah.
Dari
hasil
penelitiannya ia mengajukan tiga tesis. Tesis pertama, sebagian besar dari apa yang disebut syair Arab jahili
Basuni Imamuddin, “Problematika Kodifikasi Bahasa Arab”. https://groups.google.com/group/sastra5
arabUI2009/browse_thread/thread/e0520e75eb26b374?pli =1 . Diakses pada 27 April 2012.
Kodifikasi bahasa ..., Fajar Adi Santosa, FIB UI, 2013
Arab benar-benar ada hubungan di satu pihak, dan
Syi’r al-Jahily” dengan judul baru “Fi al-Adab al-
adanya hubungan antara agama Islam-agama yahudi,
Jahily” (Sastra Jahiliyah). 8
serta antara Al-Qur’an dan Taurat di lain pihak.” 6 Dr. Nasiruddin al-Asad mengungkapkan persoalan ini Munculnya
statemen
ulama
dan merangkum pendapat-pendapat yang dikemukakan
konservatif Mesir marah, dan menuntut Thaha Husein
oleh para orientalis yang meragukan validitas puisi
harus
akademik
Jahiliyah dan termasuk juga pandangan Thaha Husein.
Universitas al-Azhar dan bahkan ia dituduh kafir. Baik
Kemudian beliau menulis bab khusus tentang para
dalam bentuk buku maupun tulisan lepas, kritik arus
perawi (transmisi) puisi Jahiliyah dan meyanggah
balik juga bermunculan guna mengkritisi pikiran-
pernyataan yang menganggap para perawi telah
pikiran dan teori-teori yang dibangun Thaha Husein.
berbohong dan membuat puisi adalah tidak benar.
Mereka khawatir metode kritik yang ditransformasi
Menurut Dr. Nasir, kemungkinan adanya ketidak
dari Barat itu akan menggugurkan dasar-dasar struktur
objektifan
tradisional penafsiran al-Qur’an dan pengajaran sastra
ashabiah (fanatisme kesukuan) yang terjadi di antara
Arab.
para ilmuwan periode pertama Islam, sehingga
dikeluarkan
di
dari
atas,
membuat
lingkungan
karena
permusuhan,
persaingan
dan
pernyataan tersebut tidak benar seluruhnya. Lalu Dr. Kritik-kritik
terhadap
pemikiran
Thaha
Husein
mencuat kepermukaan, diantaranya: 1) Musthafa Shadiq al-Rafi’i dengan sebuah buku yang berjudul “Tahta Rayat al-Qur’an” (Di Bawah Panji Al-Qur’an). 2) Al-Sayyid Muhammad al-Khudr Husein dalam
Nasir menambahkan: “Meskipun demikian kita juga tidak boleh menganggap bahwa semua puisi yang disebut orang sebagai puisi jahiliyah semuanya valid atau sahih dan tidak ada pemalsuan.” 9
bukunya “Naqdu Kitab al-Syi’r al-Jahily” (Kritik atas
Problema dalam kodifikasi bahasa Arab tersebut
Buku al-Syi’r al-Jahily). 3) Muhammad Luthfi Jum’ah
mengakibatkan
dalam karyanya “Al-Syihab al-Rashid” (Lentera yang
mengkritisi antara para pengamat puisi Jahiliyah.
Terang). 4) Muhammad Ahmad al-Ghamrawi dalam
Secara umum ada pendapat yang menyatakan bahwa
bukunya “Al-Naqd al-Tahlily li Kitab fi Al-Adab al-
puisi Jahiliyah itu dibagi menjadi tiga macam:10
Jahily”
terjadinya
perbedaan
dan
saling
(Kritik terhadap Buku Sastra Jahiliyah). 6)
Sayyid Muhammad al Khudry dalam karyanya
Pertama, Puisi jahiliyah palsu, sastra yang dikatakan
“Muhadarat fi Bayan al-Akhta’ al-‘Ilmiyyah allati
sebagai sastra Jahiliyah, namun kepalsuannya telah
Isytamala ‘Alayha Kitab fi Al-Syi’r al-Jahily” (Kuliah
jelas-jelas diketahui secara pasti maupun diketahui
untuk Menjelaskan Kesalahan-kesalahan Ilmiah Dalam
setelah dilakukan penelitian. Puisi seperti ini sebagian besar dibuat oleh penyair dengan intensi menarik
Buku Fi Al-Syi’r al-Jahily).7
simpati dan meyakinkan pembaca atau pendengar. Thaha Husein menarik kembali pendapatnya yang
Mereka membuat cerita atas nama nabi-nabi atau atas
meragukan cerita-cerita yang terdapat dalam al-Qur’an
nama orang Arab kuno, untuk menunjukkan bahwa
setelah menuai kritik keras dari para tokoh. Kemudian
puisi yang mereka buat berasal dari mereka, atau
merevisi dan menerbitkan kembali bukunya “Fi Al8 6
Ibid. 7 Ibid.
Ibid. Ibid. 10 Op.cit. 9
Kodifikasi bahasa ..., Fajar Adi Santosa, FIB UI, 2013
menunjukkan bahwa puisi-puisi itu benar-benar karya
mempergunakan metode ini untuk menganalisa seputar
orang Arab kuno.
sastra jahiliyah pra-Islam. 11
Kedua,
Puisi-puisi
Arab
zaman
jahiliyah
yang
Berpijak dari landasan skeptisme, muncul gagasan
validitasnya benar-benar diakui. Puisi semacam ini
yang mempertanyakan orisinilitas Al-Qur’an melalui
tidak perlu diragukan, karena para pengamat puisi dan
bahasa, transmisi, dan sastra jahiliyah yang menjadi
perawi hadis telah sepakat atas validitas puisi tersebut
pakem kodifikasi bahasa Arab. Mereka mendasarkan
setelah mereka melakukan penelitian secara cermat atas
tesisnya pada bahasa baku yang dipergunakan kaum
puisi-puisi tersebut.
Arab modern sama persis dengan syair jahiliyah. Sedangkan bahasa Arab sendiri baru dibakukan dengan
Ketiga, Puisi yang validitasnya masih diragukan oleh para pengamat puisi. Dalam kaitan ini Ibn Sallam mengatakan: “Para pengamat sastra masih berbeda pendapat tentang sejumlah puisi, sebagaimana mereka berbeda pendapat dalam persoalan-persoalan yang lain.” Sejumlah puisi yang dimaksud Ibn Sallam adalah puisi yang dinisbahkan (dikaitkan) dengan lebih dari satu orang penyair. Puisi semacam ini jumlahnya tidak
dialek
Quraisy.
Jika
sastra
jahiliyah
baru
dikodifikasikan pada masa dinasti Umawi, maka hal ini bermuara pada dua kemungkinan: pertama, bahasa baku sastra jahiliyah adalah dialek Quraisy; kedua, sastra jahiliyah yang ada sekarang bukanlah bentukan peradaban
jahiliyah.
Tampaknya
kritikus
sastra
jahiliyah, dengan beberapa argumen di atas lebih condong pada kemungkinan kedua. 12
banyak. Perbedaan pendapat tentang nisbah puisi itu kepada lebih dari satu orang penyair Jahiliyah, tidak
Ahmad ‘Utsman dalam bukunya Fî Syi’r al-Jâhilî wa
berarti sifat kejahiliyahan
puisi itu tidak ada.
al-Lughahatsar menuturkan, Thaha Husein tidak total
Kejahiliyahan puisi itu tidak diragukan menurut
mempergunakan metodenya. Dalam arti, jika ada
pandangan para perawi puisi dan para pengamat sastra,
konsistensi dengan metode Descartes, seharusnya ia
meskipun mereka berbeda pendapat tentang puisi
mempertanyakan dialek Quraisy sebagai bahasa Arab
Jahiliyah.
baku. Bahasa Arab baku yang dipergunakan semenjak zaman dahulu (abad ke14 SM) - sebagaimana
Kajian terhadap syair jahiliyah menyita perhatian pemikir, baik Arab-Islam atau Orientalis, semisal Theodor Noldeke (w. 1931 M), Wilhem Ahlwardt (w. 1909 M), D. S. Margoliouth (w. 1940 M). Di kalangan Arab-Islam, kajian progresif terhadap sastra jahiliyah dimunculkan kembali oleh Thaha Husein. Dengan melalui metode “skeptisisme” sebagaimana yang dipergunakan untuk mengkritik sastra jahiliyah oleh peniliti lainnya. Ernest Renan (w. 1892 M) dalam bukunya Histoire générale et système comparé des langues sémitiques,
adalah orang pertama yang
Homerus, dialek sastrawan Yunani dan Qibti Mesir— merupakan bahasa sastra dan tulisan, bukan bahasa lisan. Dan hal tersebut mencakup unsur-unsur bahasa dari bermacam dialek yang berbeda-beda, sebagaimana yang terekam dalam “Surat Imaranah” –sebuah surat yang ditulis oleh raja Palestina, Fenisia, dan Suria, walaupun secara resmi penulisannya mempergunakan Akkadia.
Bahasa
Arab
baku
yang berkembang
sekarang merupakan perpanjangan dari percampuran dialek ini. Ahmad ‘Utsman mengatakan bahwa sastrasastra jahiliyah ditulis mempergunakan bahasa ini. Hal senada juga diungkapkan oleh Dr. Khalid al-Tuwaijiri 11 12
Op.cit. Ibid.
Kodifikasi bahasa ..., Fajar Adi Santosa, FIB UI, 2013
yang menegaskan bahwa bahasa Arab yang baku
Hal tersebut bukan berarti sifat kejahiliyahan karya
adalah dialek Quraisy tidak sepenuhnya benar. Karena
sastra yang masih diragukan validitasnya, tidak ada
faktanya dalam bahasa Arab yang baku ditemukan
sama sekali. Para perawi sastra dan pengamat sastra
bahasa Yunani serta Persia. Hal tersebut dikarenakan
berpandangan
akar historis bahasa Arab sendiri erat kaitannya dengan
tersebut tidak diragukan.
sejarah Mesir kuno.
bahwa
kejahiliyahan
karya
sastra
13
Dengan demikian, keraguan pada sebagian puisi Jahiliyah tidak berarti menegasikan validitas puisi Arab
4. Kesimpulan
jahiliyah secara keseluruhan. Mayoritas puisi Jahiliyah Dari pembahasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa karena keterikatan dan keterkaitan bahasa dengan manusia mengakibatkan bahasa itu menjadi dinamis.
Dengan
sifatnya
yang
dinamis,
maka
kodifikasi bahasa menjadi syarat bahasa itu disebut
telah diakui validitasnya. Karena itu perlu ditetapkan kaidah-kaidah bahasa Arab berdasarkan puisi Arab Jahiliyah itu. Hal tersebut juga sekaligus mematahkan pendapat secara ilmiah yang meragukan orisinilitas kandungan Al-Qur’an.
sebagai bahasa baku (standar). Dalam proses kodifikasi bahasa Arab itu sendiri
5. Daftar Pustaka
muncul polemik dikarenakan data yang digunakan
Chaer,
Abdul
dan
dalam penelitian bahasa yaitu Sastra Zaman Jahiliyah,
Sosiolinguistik:Perkenalan
diragukan validitasnya. Padahal di satu sisi sastra
Cipta, 1995.
Leonie Awal.
Agustina.
Jakarta:
Rineka
Jahiliyah sangat penting, karena dijadikan acuan dalam mentafsir lafadz al-Qur’an yang multi-interpretasi. Salah satu orang yang meragukan validitas sastra Jahiliyah adalah Thaha Husein. Dalam bukunya Fi Al-
Hudson, R.A. Sosiolinguistik. Diterjemahkan oleh Rochayah
&
Misbach
Djamil.
Jakarta:
Pusat
Pembinanaan dan pengembangan Bahasa. 1995.
Syi’r al-Jahili, ia juga meragukan kandungan cerita-
Husein, Thaha. Fii al-Adab al-Jahily. Kairo: Dar al-
cerita yang ada dalam al-Qur’an. Pendapat tersebut
Ma’arif.
menuai
banyak
kritik
dari
para
ulama
dan
menimbulkan perdebatan diantara para sastrawan.
Yatim, Badri. Historiografi Islam. Jakarta: Logos.
Hingga akhirnya Thaha Husein menarik kembali
1997.
pendapatnya dan mervisi serta menerbitkan kembali
Basuni Imamuddin. “Problematika Kodifikasi Bahasa Arab.”
bukunya dengan judul baru. Secara umum ada pendapat yang menyatakan sastra jahiliyah terbagi menjadi 3 macam, yaitu; Pertama Sastra Jahiliyah Palsu; Kedua Sastra Jahiliyah yang validitasnya
benar-benar
diakui;
Ketiga
Sastra
Jahiliyah yang masih diragukan validitasnya. Keraguan ini biasanya terjadi pada kasus karya sastra yang dinisbahkan (dikaitkan) kepada lebih dari satu penyair. 13
. 27 April 2012. Ahmad Hadidul Fahmi. “Kritik Atas Kritik Sastra Islam” . 2 Mei 2012.
Ibid.
Kodifikasi bahasa ..., Fajar Adi Santosa, FIB UI, 2013