0
KISAH HIDUP PEREMPUAN YANG DIPERDAGANGKAN DAN BENTUK BANTUAN SOSIAL PSIKOLOGIS PENANGANAN KORBAN (Studi Pada Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR) (Skripsi)
Oleh DARA PRAMONITHA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG 2010
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Provinsi Lampung, tepatnya di Kampung Karang Jaya, Kelurahan Karang Maritim, Kecamatan Panjang, selama tahun 2001 kejadian trafficking - perempuan dan anak perempuan - untuk kepentingan bisnis pelayanan jasa seksual komersial sebanyak lima orang. Kelima korban trafficking itu adalah yang terpantau dan terekspose di media massa lokal. Di antara kelima korban trafficking itu ada seorang korban (14 tahun) yang sampai saat ini belum diketahui keberadaannya. Berita terakhir (14 Januari 2003) yang diterima oleh keluarga korban melalui telpon yang diterima oleh bibinya menunjukkan bahwa korban, saat ini, berada di Tawau, Malaysia. Hanya seorang – di antara kelima korban - yang melaporkan kejadiannya serta memproses perkaranya dengan berakhir pada dijatuhkannya putusan pengadilan selama 3,5 tahun bagi pelaku karena melanggar pasal 55 KUHP jo pasal 328 KUHP sebagai dakwaan primair dan pasal 55 jo pasal 330 KUHP dan pasal 55 jo pasal 247 sebagai dakwaan subsidair dan lebih subsidair.
Kejadian yang hampir sama terjadi
juga di Desa Tanjung Ratu, Kecamatan
Katibung, Provinsi Lampung pada tahun 2003, dengan korban yang jumlahnya lebih banyak lagi (9 orang) yang direkrut oleh Maas Setiawan dengan cara dijanjikan untuk bekerja di restauran yang ada di Bangka Belitung. Tetapi dalam proses menuju Bangka Belitung salah satu korban diperkosa oleh Maas Setiawan.
Di samping itu, janji untuk dipekerjakan sebagai pelayan kafe milik Asnita dan Herman alias Manlago yang berada di Kecamatan Toboali, Kepulauan Bangka Belitung tidak hanya sebagai pelayan tetapi juga melayani tamu yang ingin melakukan hubungan seks. Atas kejadian ini, Maas Setiawan didakwa oleh jaksa penuntut umum dengan dakwaan pidana sebagaimana diatur dalam pasal 332 ayat (1) ke-2 KUHP primair, dan subsidair pasal 332 ayat (1) ke-1 KUHP, atau lebih subsidair pasal 297 KUHP dengan tuntutan pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun. Pada 23 Juni 2003 persidangan dengan pelaku Maas berakhir dengan dijatuhkannya putusan pengadilan selama 4 (empat) tahun, 6 (enam) bulan.
Isu dan Wacana trafficking di Provinsi Lampung dapat dikatakan relatif baru menjadi isu dan wacana, meskipun sebenarnya kriminalisasi perdagangan manusia sendiri bukanlah masalah yang baru dan cukup banyak kejadian yang pernah dipaparkan di media massa dan telah ada beberapa kasus yang dapat diputuskan di pengadilan. Hal ini tercermin dari telah adanya perangkat hukum (KUHP Pasal 297) yang isinya pemidanaan atau mengancam akan menjatuhkan hukuman paling lama enam tahun penjara bagi siapa pun yang memperdagangkan perempuan (usia tidak ditentukan) dan anak laki-laki yang belum cukup umur.
Trafficking yang sebenarnya merupakan isu lokal yang kemudian ditarik menjadi isu global
dan memperoleh perhatian pemerintah pusat – dengan telah
dirumuskannya program kerja melawan trafficking oleh beberapa departemen dengan koordinasi kementerian negara pemberdayaan perempuan -
setelah
Indonesia dimasukkan ke dalam kelompok negara-negara Tier-3. Negara yang masuk kategori Tier-3 dianggap tidak sepenuhnya memenuhi (not fully comply)
standar penanganan trafficking yang seperti yang ada dalam The Trafficking Victim Protection Act of 2000, dan tidak melakukan usaha-usaha yang berarti (significant efforts) untuk memenuhi standar tersebut.
Usaha-usaha yang semestinya dilakukan oleh pemerintah mencakup 3 kegiatan, yaitu (a) pencegahan (prevention) di mana pemerintah perlu melakukan kampanye dan dapat juga pendidikan ―melawan trafficking‖, (b) perlindungan (protection) di mana pemerintah melindungi dan memberikan bantuan kepada korban trafficking serta memastikan korban tidak dipidana, (c) penindakan hukum (prosecution) di mana pemerintah dengan sungguh-sumgguh menyelidiki dan menindak
kegiatan
trafficking,
termasuk
pejabat
publik
yang
terlibat,
memfasilitasi atau membiarkan terjadinya trafficking. Tentunya, sebelum merumuskan kembali program/kegiatan untuk menaikkan peringkat yang lebih baik dalam penanganan trafficking perlu dilakukan kajian berdasarkan situasi, kondisi, dan kebutuhan korban.
Kajian life herstory korban trafficking dapat menggambarkan korban trafficking berdasarkan situasi dan kondisi yang menjadi akselerasi terjadinya trafficking dan kebutuhan korban sebelum kejadian, pada saat kejadian, dan setelah menjadi korban trafficking. Hanya saja belum banyak dan sulit diperoleh hasil kajiannya – untuk mengatakan tidak ada yang telah dipublikasikan dan hanya dilakukan untuk kajian
komunitas/wilayah
tertentu.
Kekosongan
atau
kelangkaan
kajian
lifeherstory perempuan dan anak perempuan korban trafficking menjadi minat peneliti untuk dikaji dengan tujuan mengungkap situasi dan kondisi serta
kebutuhan perempuan dan anak perempuan korban trafficking yang berasal dari Provinsi Lampung.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana karakteristik perempuan korban trafficking serta kondisi lingkungan sosialnya? 2. Bagaimanakah modus operasi trafficking perempuan untuk kepentingan bisnis pelayanan jasa seksual komersial yang digunakan oleh traffickers dan bentuk bantuan sosial psikologis penangan korban ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah : 1.
Untuk memperoleh karakteristik perempuan korban trafficking serta gambaran kondisi lingkungan sosialnya.
2.
Untuk memperoleh gambaran tentang modus operasi trafficking perempuan untuk kepentingan bisnis pelayanan jasa seksual komersial yang sering digunakan oleh traffickers dalam menjerat korbannya.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian tentang trafficking perempuan sebagai pekerja seks diharapkan memiliki kegunaan, secara praktis, untuk menambah atau memulai dilakukan
diskursus/wacana trafficking perempuan dengan perspektif sosiologis psikologis yang menekankan pada kebutuhan korban yang hingga kini belum begitu banyak dilakukan oleh para akademisi, maupun pengamat masalah sosial. Adapun kegunaan lainnya, secara strategis, di antaranya sebagai masukan dalam penyusunan program maupun kegiatan sehingga pemerintah memiliki formula (contents, structure, culture) anti trafficking agar Indonesia dapat memenuhi standar penanganan trafficking seperti yang ada dalam The Trafficking Victim Protection Act of 2000 dan juga dapat merubah tingkatannya, saat ini ada pada tingkkatan tier 3, kelompok negara-negara yang tidak memiliki program atau kebijakan penanganan dan perlawanan terhadap trafficking.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Perdagangan Manusia
Protokol Perserikatan Bangsa-Bangsa Untuk Mencegah, Menanggulangi dan Menghukum Trafficking (Perdagangan Manusia), terutama Perempuan dan Anak Perempuan (2000) membatasi pengertian Trafficking sebagai: ―Kegiatan mencari, mengirim, memindahkan, menampung, atau menerima tenaga kerja dengan ancaman, kekerasan atau bentuk-bentuk pemaksaan lainnya, dengan cara menculik, menipu, memperdaya (termasuk membujuk dan mengimingimingi) korban, menyalahgunakan kekuasaan/wewenang atau memanfaatkan ketidaktahuan, keingintahuan, kepolosan, ketidakberdayaan dan tidak adanya perlindungan
terhadap korban, atau dengan memberikan atau menerima
pembayaran atau imbalan untuk mendapatkan ijin/persetujuan dari orang tua, wali, atau orang lain yang mempunyai wewenang atas diri korban, dengan tujuan untuk mengisap dan memeras tenaga (mengeksploitasi) korban‖.
Eksploitasi mencakup, sedikitnya, eksploitasi prostitusi atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja paksa, perbudakan atau praktik -praktik sejenisnya, perhambaan atau pengambilan organ-organ tubuh. Kunci dari protokol tersebut adalah :
Menjelaskan tentang perdagangan manusia sebagai sesuatu bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan yang ditandai dengan maksud untuk menipu dan mengeksploitasi.
Memperluas jarak aksi dengan mempertimbangkan bagian dari proses perdagangan
manusia
meliputi
proses
perekrutan,
pengangkutan,
pemindahtanganan, penampungan atau penerimaan manusia pada akhir kebiasaannya.
Menunjuk cakupan yang luas dari makna-makna yang digunakan, dari paksaan yang kasar sampai dengan bujukan yang halus yang menjadi modal untuk mencapai persetujuan.
Membuat persetujuan untuk eksploitasi dengan tujuan yang berhubungan, dimana maksud setiap maksud-maksud rancangan digunakan di dalam definisi.
Pengakuan bahwa laki-laki juga termasuk korban perdagangan manusia, walaupun menitik beratkan perdagangan manusia tersebut kepada perempuan dan anak-anak
Mengenali batas-batas tujuan perdagangan manusia dengan tujuan eksploitasi sex.
Mengandung hak-hak dasar dan perlindungan sosial, ekonomi, politik, dan ukuran-ukuran yang sah untuk mencegah perdagangan manusia, melindungi, membantu, dan mengembalikan korban ke dalam masyarakat dan untuk menghukum pelaku perdagangan manusia dan kejahatan yang berhubungan dengan perdagangan manusia; dan merupakan panggilan untuk suatu
kerjasama internasional untuk mencegah dan memerangi perdagangan manusia. 1. Bentuk dan Modus Operasi serta Pelaku Perdagangan Perempuan
Dari hasil pemetaan bentuk kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh Komnas Perempuan (2001) setidaknya ada tujuh bentuk perdagangan perempuan yang terjadi di Indonesia, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Perempuanperempuan tersebut diperdagangkan sebagai: 1. Pekerja domestik 2. Pengemis 3. Pengedar napza (obat adiktif) 4. Pekerja nondomestik dengan kondisi kerja yang sangat buruk 5. Pekerja seks 6. Pemuas pedofil 7. Pengantin perempuan dalam perkawinan transnasional
Menurut Global Alliance Against Traffic in Women (2000) bentuk-bentuk perdagangan perempuan dapat diidentifikasikan menurut jenis pekerjaan, yaitu: 1. Perdagangan perempuan sebagai pekerja seks; 2. Perdagangan perempuan untuk pekerja domestik; 3. Perdagangan perempuan untuk perkawinan (mail bride order); 4. Perdagangan perempuan untuk kerja paksa; 5. Perdagangan perempuan untuk mengemis.
Modus operasi yang sering digunakan untuk memperoleh sasarannya dengan (1) menyebar agen-agen mereka (berkedok jasa tenaga kerja atau entertainment)
untuk mencari anak-anak perempuan yang berasal dari kalangan miskin dan anakanak perempuan yang ingin mencari pekerjaan, (2) memacari atau menikahi untuk kemudian anak-anak perempuan tersebut mereka jual dengan mendapatkan untung yang berlipat, dan (3) merayu, menjanjikan berbagai kesenangan dan kemewahan, menipu, menjebak, membohongi, mengancam, menyalahgunakan wewenang, menjerat dengan hutang, menculik, menyekap, memperkosa.
Menurut Ruth Rosenberg (2003:23), pelaku perdagangan perempuan dan anak perempuan adalah (1) Agen Perekrut Tenaga Kerja; (2) Agen/calo; (3) Pemerintah; (4) Majikan; (5) Pemilik dan Pengelola Rumah Bordir; (6) Calo Pernikahan; (7) Orang Tua dan Sanak Saudara; (8) Suami.
2. Situasi dan Kondisi Perempuan Diperdagangkan
Berdasarkan penelitian Pelapor Khusus PBB (2000) teridentifikasi situasi yang menyebabkan terjadinya perempuan diperdagangkan, yaitu: 1. Kelompok pertama mencakup perempuan yang ditipu mentah-mentah dan dipaksa dengan kekerasan. Perempuan tersebut tidak tahu sama sekali ke mana mereka akan pergi atau pekerjaan apa yang akan mereka lakukan. 2. Kelompok kedua terdiri atas perempuan yang diberitahu separuh kebenaran oleh orang yang merekrut mereka mengenai pekerjaan yang akan dilakukan dan kemudian dipaksa bekerja untuk apa yang sebelumnya tidak mereka setujui dan mereka hanya mempunyai sedikit atau tidak sama sekali pilihan lainnya. Baik gerak dan kekuasan mereka untuk mengubah situasi mereka sangat dibatasi oleh jeratan hutang dan penyitaan dokumen perjalanan atau paspor mereka.
3. Kelompok ketiga adalah perempuan yang mendapat informasi mengenai jenis pekerjaan yang akan mereka lakukan. Walaupun mereka tidak mau mengerjakan pekerjaan semacam itu, mereka tidak melihat adanya pilihan ekonomi lain yang bisa mereka kerjakan, dan karena itu mempercayakan kendali pada pedagang yang mengeksploitasi kerentanan ekonomi dan hukum mereka untuk keuntungan uang, sementara mereka dipertahankan, sering berlawanan dengan keinginan mereka, dalam jeratan hutang. 4. Kelompok keempat terdiri atas perempuan yang mendapat informasi sepenuhnya mengenai pekerjaan yang akan mereka lakukan, tidak keberatan untuk mengerjakannya, memiliki kendali atas keuangan mereka, secara relatif gerakannya tidak terbatas. Kelompok keempat adalah satusatunya dari keempat situasi di atas yang tidak dapat digolongkan sebagai perdagangan perempuan.
Berdasarkan situasi di atas
dapat dinyatakan bahwa perubahan hakikat
pengalaman perempuan yang berpindah dan yang dipindahkan dimana status perempuan seringkali tidak tetap, posisi mereka dapat berubah diantara keempat kategori itu. Sepanjang perpindahan mereka, terlepas dari bagaimana, mengapa atau di mana mereka pindah, perempuan dihadapkan pada begitu banyak bentuk kekerasan.
Kekerasan dan ancaman kekerasan merupakan bentuk-bentuk paksaan dengan kekerasan yang biasa muncul seperti perkosaan dan bentuk-bentuk lain kekerasan seksual sering digunakan untuk mematahkan perempuan yang diperdagangkan
secara fisik, mental, dan emosional dan untuk mendapatkan kerelaan yang terpaksa dalam situasi kerja paksa dan praktik seperti perbudakan lainya. 3. Penyebab Terjadinya Perdagangan Perempuan
Hasil penelitian Suyanto (2001) menunjukkan bahwa kasus perdagangan perempuan disebabkan beberapa faktor, di antaranya (1) perdagangan perempuan dan anak perempuan merupakan salah satu kegiatan shadow economy (ekonomi bayangan) yang menghasilkan keuntungan yang terbesar di antara kegiatan shadow economy lainnya, seperti perdagangan senjata dan narkoba; (2) sering dijadikan sebagai perangkap pengaruh narkoba yang sengaja dipasang para mucikari untuk menciptakan kondisi ketergantungan para korban; (3) di samping adanya dukungan oknum-oknum aparat yang bertindak sebagai beking, sebagai pelindung atau bahkan merangkap pemilik; (4) sebagai dampak dari model penanganan aparat yang bersifat kuratif dari pada preventif; dan (5) aparat cenderung lebih baik mengurus tindak kejahatan lain yang dinilai lebih mendesak seperti curanmor, unjuk rasa, penodongan, dan lain-lain.
Aparat penegak hukum memiliki kontribusi yang besar terhadap banyaknya kasus perdagangan anak perempuan dikarenakan aparat penegak hukum dalam penanganan kasus perdagangan anak perempuan dirasakan kurang profesional seperti yang dilaporkan oleh ILO (2001), yakni: aparat penegak hukum tidak melihat perdagangan anak sebagai masalah dan tidak mengetahui kasus perdagangan anak, tidak secara efektif mengawasi dan memonitor para anggotanya yang terlibat dalam kejahatan yang terorganisir, keterlibatannya dalam kegiatan-kegiatan illegal merupakan strategi untuk bertahan hidup.
4. Faktor-faktor yang Mengakibatkan Perdagangan
Menurut Ruth Rosenberg (2003:24), faktor-faktor yang membuat perempuan dan anak semakin rentan terhadap perdagangan yaitu, kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah, peran perempuan dalam keluarga, status dan kekuasaan, peran anak dalam keluarga, asal mula buruh ijon, pernikahan dini, kebijakan dan undangundang yang bias gender, korupsi.
Perempuan dan anak perempuan lebih rentan menjadi korban perdagangan manusia karena :
Tabel 1. Faktor-faktor yang menyebabkan perdagangan Faktor-Faktor yang Menyebabkan
Faktor-Faktor yang Menyebabkan
Permintaan
Pensuplai-an
Perempuan merasa cocok untuk
Hak pendidikan yang tidak
berkerja sebagai tenaga kerja
seimbang yang membatasi
produksi yang intensif dan
kesempatan perempuan untuk
bekerja di sektor informal
meningkatkan pendapatan mereka
tumbuh yang memiliki ciri upah
dari pekerjaan yang lebih baik;
yang rendah, kepegawaian yang
Kurangnya legitimasi dan
biasa, kondisi kerja yang
pemenuhan kesempatan bekerja
berbahaya dan tidak adanya
khususnya bagi komunitas
mekanisme penawaran secara
pinggiran;
kolektif;
Permintaan yang meningkat atas
Kebijakan migrasi selektif berdasarkan jenis kelamin dan
pekerja asing untuk pekerjaan
kebijakan/hukum yang
domestik dan peranan pemberi
mengekang, yang sering
perawatan, dan sedikitnya
dilembagakan sebagai tindakan
peraturan yang kuat untuk
―perlindungan‖, yang membatasi
mendukung;
legitimasi migrasi perempuan.
Pertumbuhan industri seks dan
Kebanyakan saluran migrasi yang
hiburan yang bernilai jutaan
legal menawarkan kesempatan
dollar, yang ditolerir sebagai
dalam sektor yang biasanya
―kepentingan setan‖; sementara
didominasi oleh laki-laki
perempuan dalam prostitusi
(konstruksi dan pekerjaan di
dianggap sebagai kriminal dan
bidang agrikultur);
didiskriminasikan.
Sedikitnya akses informasi
Risiko yang kecil dan
mengenai kesempatan
keuntungan yang besar dari
migrasi/kerja, saluran perekrutan,
perdagangan manusia yang
dan tingginya tingkat ke
didorong oleh sedikitnya
tidaksadaran risiko untuk
keinginan agensi untuk
bermigrasi dibanding dengan laki-
menghukum pelaku
laki
perdagangan manusia (yang
Gangguan sistem pendukung oleh
termasuk pemilik/manajer
karena alam dan kekacauan yang
ditempat kejadian perdagangan
diciptakan oleh manusia; dan
manusia)
Kemampuan untuk mengendalikan dan
Perilaku komunitas dan praktekpraktek, yang mentolerir
memanipulasi perempuan
kekerasan terhadap perempuan
Sedikitnya akses untuk memberikan hukuman yang setimpal bagi pelaku perdagangan manusia atau pengobatan untuk korban perdagangan manusia; dan
Devaluasi hak-hak asasi perempuan dan anak-anak
5. Rute Perdagangan Perempuan
Rute perdagangan manusia mengikuti perjalanan migrasi: perpindahan secara tradisional bergerak dari Selatan ke Utara. Namun, kecenderungan modern memperlihatkan bahwa perdagangan juga terjadi di dalam wilayah-wilayah maupun di dalam negara-negara. Seperti rute migrasi, rute perdagangan dan negara asal, transit dan tujuan, bisa dengan cepat berubah karena perubahan politik dan ekonomi.
Hasil Sidang Umum PBB tahun 1994 mendefinisikan bahwa: 1. Negara asal : Negara di mana perempuan itu tinggal sebelum ia bermigrasi atau diperdagangkan. 2. Negara transit : Negara yang dikunjungi selama perjalanan dari negara asal ke negara tujuan, seringkali dengan tujuan memperoleh dokumen perjalanan, dokumen perkawinan atau visa.
3. Negara tujuan : Negara di mana orang itu tinggal setelah ia menikah atau diperdagangkan.
Pelapor Khusus PBB (2000)
ingin menyoroti negara-negara berikut, yang
menjadi perhatiannya sebagai negara asal dan/atau negara tujuan. Namun, ini bukanlah daftar lengkap dari negara-negara atau wilayah-wilayah asal atau tujuan. Negara atau wilayah asal: Afganistan, Albania, Banglades, Belarusia, Bulgaria, Kamboja, Cina, Colombia, Kroasia, Hongaria, India, Indonesia, Yamaica, Kosovo, Latvia, Lithuania, Meksiko, Myanmar, Nepal, Pakistan, Filipina, Polandia, Rusia, Rumania, Slovakia, Thailand, Ukraina, negara-negara bekas Uni Soviet, Vietnam.
Negara atau wilayah tujuan: Austria, Australia, Belgia, Canada, Cina (termasuk Hong kong dan Macao), Cyprus, Dubai, Republik Federasi Yugoslavia, Yunani, Jerman, Hongaria, India, Israel, Italia, Jepang, Malaysia, Belanda, Pakistan, Polandia, Saudi Arabia, Singapura, Spanyol, Swiss, Taiwan, Thailand, Turki, Inggris, Amerika Serikat, dan Uni Emirat Arab.
Namun, perdagangan ini tidak selalu melibatkan perlintasan perbatasan internasional. Perdagagangan internal terjadi di sebagian besar negara-negara atau wilayah-wilayah tersebut. Di Indonesia, daerah-daerah yang biasanya dijadikan sebagai daerah asal, daerah tujuan, dan daerah transit. Selain itu, perdagangan tidaklah stagnan. Rute perdagangan terus saja berubah.
B. Masalah dalam Penanganan Perdagangan Perempuan
Upaya penanganan perdagangan perempuan menurut Mansour Fakih (1998) tidak terlepas dari sejarah perkembangan hubungan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan jender telah menciptakan suatu hubungan yang tidak adil, menindas, serta mendominasi antara jenis kelamin tersebut. Manifestasi ketidakadilan jender yang dapat muncul dalam bentuk kekerasan kerja terhadap perempuan, salah satunya adalah pelacuran, yang merupakan suatu mekanisme ekonomi yang merugikan perempuan selama tidak diakui sebagai suatu profesi kerja yang sama dengan profesi kerja lainnya. Perempuan korban perdagangan selalu dirugikan karena pola penanganan perempuan korban perdagangan ditempatkan sebagai ―korban‖ atau pelaku tindak kriminal karena kegiatan seksual komersilnya (Irwanto, 2002).
Irwin Leslie Magryta (1993) mengungkapkan masalah umum yang dialami perempuan korban perdagangan dalam penanganan kasusnya, seperti: Penyuapan perempuan korban, saksi, atau petugas hukum oleh pedagang. Proses persidangan yang panjang akan menambah tekanan pada si perempuan. Memberikan peluang yang luas bagi pedagang manusia untuk mengintimidasi saksi, perempuan korban dan keluarga. Hilangnya saksi jika persidangan terlalu lama. Pedagang manusia menyewa pengacara dengan kemampuan yang sangat baik namun tidak bermoral. Tidak adanya belas kasihan dari pihak penguasa, yang melihat para perempuan korban sebagai penjahat atau migran gelap. Dalam beberapa
kasus, perempuan korban perdagangan yang mengajukan tuntutan sering dikenai tahanan kerena status keimigrasian mereka. Sedangkan lainnya, banyak yang langsung dideportasi dan tidak mempunyai kesanggupan untuk mengajukan gugatan hukum (Pertemuan Stockholm 1996 dan Yokohama 2001 sepakat bahwa anak-anak adalah ―korban‖ – bukan pelaku kejahatan. Di Thailand, Kamboja, Filipina dan bahkan AS telah merumuskan UU yang mengakui bahwa individu yang berusia di bawah 18 tahun dan terlibat dalam trafficking dianggap sebagai korban dan diperlakukan seperti layaknya korban dengan berbagai entitlements atau pelayanan-pelayanan medis dan lain-lain yang seharusnya diterima oleh korban). Aparat penegak hukum seperti polisi tidak mengerti tentang undangundang terkait (undang-undang perdagangan manusia, perburuhan, imigrasi, perlindungan anak, dan lain-lain), yang dapat digunakan untuk menjatuhkan hukuman kepada pedagang manusia. Petugas berwenang mungkin frustasi dengan banyaknya jumlah gugatan, jaringan operasi perdagangan manusia yang besar, keengganan perempuan untuk memberikan informasi (yang sekaligus juga dianggap sebagai saksi yang paling dapat dipercaya). Mereka mungkin memilih untuk menangani kasus yang dapat mengacu pada satu gugatan. Tidak adanya kerja sama bilateral antarnegara yang terlibat. Keterbatasan jangkauan hukum dan kebutuhan perubahan legislatif untuk hukuman yang lebih berat.
Kemungkinan
tidak
dilaksanakannya
hukuman
dan
diperlukan
pengawasan. Prosedur hukum yang tidak memihak perempuan Prasangka kultural, rasial dan seksual oleh petugas.
C. Bentuk Bantuan Sosial Psikologis
Ketika negara menangani perempuan dan anak perempuan yang direkrut menjadi pekerja seks, penanganan dilakukan tanpa membedakan anak-anak dari orang dewasa dan pendekatan yang dilakukan bersifat pemenuhan kebutuhan korban. Bentuk bantuan yang sering diterima oleh perempuan dan anak perempuan korban trafficking, di antaranya tinggal di rumah aman (shelter), pengobatan fisik dan penguatan psikis; di samping bantuan hukum (litigasi).
Semua perempuan yang terlibat pelacuran, baik yang masih anak-anak maupun yang dewasa, dianggap secara sukarela mau menjadi pekerja seks dan dijatuhi sanksi hukum. Dalam hal ini polisi atau aparat penegak hukum dapat menggunakan Pasal 281 (a) KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang menghukum mereka yang dengan sengaja mengabaikan norma-norma etika dalam masyarakat.
Aturan hukum lainnya yang dapat digunakan untuk penanggulangan perdagangan perempuan tertera pada pasal 297 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 297 KUHP Perdagangan wanita dan perdagangan anak laki-laki (tidak dibatasi umur), diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
Sayangnya, pasal ini tidak pernah dilaksanakan, setidak-tidaknya karena tiga alasan. Pertama, perdagangan perempuan sering dihubungkan (atau dianggap berkaitan) dengan pelacuran atau proses jual beli dan ada harga yang disepakati. Kedua, perdagangan anak perempuan tidak dibedakan dari perdagangan perempuan dewasa. Ketiga, penegak hukum jarang menemukan kasus anak lakilaki yang diperdagangkan.
Dalam kasus polisi menemukan anak perempuan dikurung untuk tujuan prostitusi, pasal 332 digunakan untuk menjerat pelaku. Pasal 332 menetapkan: 1. Diancam dengan pidana penjara: Ke-1. Paling lama tujuh tahun, barang siapa membawa pergi seorang wanita yang belum cukup umur, tanpa dikehendaki orang tuanya atau walinya tetapi dengan persetujuannya, dengan maksud untuk memastikan penguasaannya terhadap wanita itu, baik di dalam maupun di luar pernikahan; Ke-2. Paling lama sembilan tahun barangsiapa membawa seorang wanita dengan tipu muslihat, kekerasan atau ancaman kekerasan, dengan maksud untuk memastikan penguasaannya terhadap wanita itu, baik di dalam maupun di luar pernikahan; 2. Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan 3. Pengaduan dilakukan a. Jika wanita ketika dibawa pergi belum cukup umur, oleh dia sendiri, atau orang lain yang harus memberi ijin bila dia nikah; b. Jika wanita ketika dibawa pergi sudah cukup umur, oleh dia sendiri atau oleh suaminya;
Hakim dapat mempertimbangkan hukuman tambahan berdasarkan pasal 334 dan 335 tentang pembatasan kebebasan dengan paksaan.
Aparat penegak hukum lainnya mengunakan peraturan pemerintah daerah (misalnya, Perda No.11/ 1995 di DKI Jakarta) mengenai keamanan umum gangguan ketertiban umum. Hal ini berlawanan dengan hukum karena menurut
hukum, hukuman harus ditujukan kepada orang yang merekrut perempuan untuk dijadikan pekerja seks dan mucikarinya (Irwanto dkk, 2001).
Aturan-aturan (perangkat hukum) yang dapat digunakan untuk menangani masalah perdagangan perempuan dan anak perempuan untuk tujan seks sangat terbatas dan sangat tidak jelas untuk dapat digunakan menjerat atau menjatuhkan sanksi hukum terhadap agen yang terlibat dalam prostitusi.
III. METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lifeherstory dengan pendekatan pada kebutuhan korban dan bersifat kualitatif. Hal ini dikarenakan masalah yang akan dijawab dalam penelitiann ini lebih bersifat kualitatif dan sangat membutuhkan pemahaman (verstehen) peneliti dalam mengungkap atau menggali pengalaman hidup perempuan korban trafficking. Di samping itu, untuk tiidak menjadikan informan atau korban trafficking menjadi korban kedua kalinya dari peneliti atau dalam bahasa penelitian untuk tidak hanya menjadi obyek peneliti maka digunakan pendekatan kkebutuuhan korban attau menjadikan informan atau korban traffiicking sebagai subyek yang ingin berbagai pengalaman dan menyampaikan pengalamannya.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR, salah satu Lembaga Perempuan yang ada di Kotamadya Bandar Lampung. Bersamaan dengan pesatnya perkembangan kota, tentunya dibarengi pula dengan semakin kompleksnya masalah sosial, di antaranya trafficking. Berdasar data yang ada yang dihimpun oleh Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR, kasus trafficking yang terekspose di media massa lokal tahun 2007 sebanyak 22 kasus.
C. Informan dan Penentuan Informan
Informan awal penelitian ini dipilih mengunakan cara purposive dengan mendasarkan pada subjek yang menguasai permasalahan, memiliki data dan bersedia memberikan data dengan kriteria sebagai berikut:
Informan adalah perempuan atau anak perempuan (usia belum genap 18 tahun ketika menjadi korban trafficing in persons);
Belum menikah;
Pernah atau masih berkerja sebagai pekerja seks;
Berdomisili di Bandar Lampung.
Sebagai titik awal dalam penentuan informan, peneliti mulai dengan beberapa informan yang telah dikenal dan didampingi Lembaga Advokasi Perempuan (DAMAR). Penetuan informan semacam ini dikenal dengan sebutan purposive incidental. Dengan purposive dimaksudkan bahwa pencuplikan informan dilakukan dengan memperhatikan ciri atau sifat yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya, sedangkan incidental dimaksudkan bahwa informan dengan karakteristik tersebut yang alamatnya dapat dijumpai sesuai dengan catatan yang ada di Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR.
D. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini mengunakan teknik pengumpulan data yang sifatnya kualitatif dikarenakan metode tersebut memberi kelonggaran bagi peneliti untuk berkreasi dalam memilih dan menerapkan cara-cara pengumpulan data. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan digunakan metode pengumpulan data dengan wawancara mendalam (indepht interview). Wawancara mendalam digunakan untuk
memperoleh informasi yang sifatnya sangat pribadi yang menuntut interviewer untuk melakukan probing dalam mendalam mendapatkan informasi tersebut.
Wawancara mendalam akan dilakukan dengan mengunakan pedoman wawancara. Hal ini dimaksudkan agar pertanyaan yang diajukan oleh peneliti akan terarah, tanpa mengurangi kebebasan dalam mengembangkan pertanyaan, serta suasana tetap dijaga agar terkesan dialogis dan nampak informal.
Wawancara mendalam akan dilakukan pada 5 informan yang ditentukan. Berdasarkan Data Kekerasan terhadap Perempuan di Lampung Januari-Desember 2007 termonitor kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dalam berbagai bentuk di antaranya:
Tabel 2. Tabel Data Kekerasan Terhadap Perempuan di Lampung
No.
Bentuk
1.
Jumlah
Kekerasan dalam Ranah Privat
Seksual
Perkosaan
22
Pelecehan Seksual Fisik
Penganiayaan
35
Pembunuhan
2
Ekonomi 2.
2
6
Kekerasan dalam Ranah Publik
Seksual
Fisik
Perkosaan
90
Pelecehan Seksual
14
Perdagangan Perempuan
22
Penganiayaan
12
Pelarian Perempuan
3
Sumber Data : Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR Tahun 2007
Ditentukannya 5 informan sebagai subyek untuk memperoleh data dikarenakan kelima informan yang dimaksud merupakan informan yang mengadukan kasusnya untuk diselesaikan secara hukum dan memperoleh pendampingan secara litigasi dan non litigasi dari Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR serta kasusnya telah berakhir dengan terbitnya putusan pengadilan. Kelima informan yang dimaksud bertempat tinggal di wilayah Bandar Lampung dan Lampung Selatan. Namun, kelima informan masih melakukan aktivitasnya dalam bentuk peer group sebagai sarana penguatan dan pemulihan kondisi fisik dan psikologis korban trafficking yang diadakan leh DAMAR setiap bulan. Hal ini menjadi pertimbangan peneliti untuk melakukan wawancara pada informan mengingat informan mudah ditemui dan siap (dalam arti telah memperoleh penguatan) sehingga akan memudahkan proses wawancara. Masalah-masalah dalam membangun hubungan baik (rapport) dan kepercayaan (trust) sebagai unsur penting dalam melakukan wawancara mungkin sudah tidak lagi menjadi kendala dalam proses penggalian informasi dari informan.
Wawancara mendalam dilakukan kepada setiap informan agar didapat gambaran yang lengkap dan utuh tentang karakteristik korban (usia, agama, pendidikan,
pekerjaan, dan pendapatan) dan kondisi lingkungan sosialnya, modus operasi, relasi korban dan pelaku, proses pengiriman,
cara transaksi/ pengalihan,
perlakuan majikan, upaya-upaya yang dilakukan perempuan dan anak perempuan ketika berada di tempat majikan, bentuk bantuan non litigasi dan litigasi yang diinginkan
perempuan
dan
anak
perempuan
korban
trafficking
dalam
menyelesaikan masalahnya.
E. Teknik Pengolahan Data
Setelah data terkumpul, tahap selanjutnya adalah dilakukannya pengolahan data. Adapun langkah-langkah pengolahan data melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: 1. Seleksi data Tahap pengolahan data yang dilakukan dengan cara meneliti ulang datadata yang diperoleh mencakup kelengkapan jawaban, kejelasan tulisan, serta kesesuaian antara jawaban yang satu dengan yang lain serta untuk mengetahui apakah ada kekurangan data/tidak sesui dengan pokok permasalahan.
2. Klarifikasi data Yaitu menempatkan atau mengelompokkan data sesuai dengan pokok gagasan atau pokok permasalahan yang telah disusun.
3. Penyusunan data Yaitu kegiatan menyusun data secara sistematis menurut tata urutan yang telah ditetapkan sehingga menjadi mudah dianalisis.
F. Analisis Data
Tahapan analisis data meliputi: 1. Pembuatan transkripsi hasil wawancara. 2. Mengkategorikan informasi yang terkumpul yang ada di transkripsi hasil wawancara. 3. Mencari persamaan dan perbedaan serta melakukan perbandingan informasi setiap kasus. 4. Reduksi Data Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanan, pengabstrakan dan transformasi data ―kasar‖ yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan dengan membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi dan menulis memo. 5. Penyajian Data (Display Data) Penyajian data sebagai kumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan yang dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan. Lebih jauh lagi menganalisis atau mengambil tindakan berdasarkan atau pemahaman yang didapat dari penyajian-penyajian tersebut. 6. Penarikan Kesimpulan Kegiatan analisis yang terakhir adalah penarikan kesimpulan. Meninjau ulang catatan-catatan yang diperoleh di lapangan sebagai upaya yang
luas untuk mendapatkan temuan-temuan dalam seperangkat data yang ada. 7. Melakukan penafsiran data yang menggambarkan satu kesatuan sebagai jawaban dari permasalahan yang telah dirumuskan.
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Berdirinya DAMAR
Pada tanggal 5 Oktober 1995, sekelompok orang yang terdiri dari aktivis ornop mahasiswa dan pengacara perempuan di Bandar Lampung mendirikan sebuah kelompok studi yang bernama Elsapa (Lembaga studi Advokasi Perempuan dan Anak) bersamaan dengan maraknya kasus – kasus kekerasan, perkosaan, diskriminasi, dan ekspoitasi terhadap anak, khususnya anak jalanan yang memiliki profesi seperti pemulung, penjual koran, tukang semir dan pedagang asongan. Kondisi seperti di atas dialami oleh kaum perempuan karena kuatnya nilai – nilai patriakhi di masyarakat dan sistem masyarakat yang tidak adil bila dipandang dari relasi perempuan dan laki – laki, serta sistem yang ekspolitatif terhadap perempuan dan kondisi perempuan yang tersubordinasi, sedangkan persoalan mendasar yang dihadapi pekerja anak jalanan yang tidak terlepas dari masalah ekonomi, urban development dan kekerasan dalam rumah tangga.
Pada tahap perkembangannya untuk mengantisipasi kondisi perempuan dan anak perempuan. Elsapa kemudian berubah menjadi organisasi non pemerintahan dengan bentuk yayasan yang secara legal dikuatkan dengan Akte Notaris Erdy Muluk, SH no. 19/1997 tanggal 4 Desember 1997. seiring dengan berjalannya waktu dan menjawab kondisi yang ada di Propinsi Lampung. Lembaga Advokasi
Perempuan Damar terbentuk karena Elsapa berencana mengubah bentuk organisasi dari yayasan menjadi perkumpulan terbatas yang merupakan bentuk organisasi yang sesuai dengan nafas pembangunan gerakan perempuan dengan struktur dan kepengurusan yang jelas agar dapat menunjang pelaksanaan atau diterapkannya manajemen organisasi yang didukung oleh Sumber Daya Manusia yang professional, kesejahteraan karyawan yang terjamin, fasilitas kantor yang memadai, adanya deskripsi tugas dan sumber dana yang kuat.
Lembaga Advokasi Perempuan Damar dikukuhkan dan dicatat sebagai badan hukum dengan Akte Notaris Erdy Muluk, SH. Tanggal 23 Desember 1999 yang berdomisili di Kota Bandar Lampung tepatnya di JL. Wijaya Kusuma no. 1 Rawa Laut, dengan wilayah kerja di Propinsi Bandar Lampung. Program Lembaga Advokasi Perempuan Damar secara keseluruhan mengarah pada melakukan pemberdayaan dengan dimensi pemberdayaan untuk menumbuhkan kesadaran kritis
perempuan
miskin
korban
kekerasan
agar
tidak
tersubordinasi,
termaginalisasi dan tereksploitasi sehingga tidak menjadi rentan terhadap tindak kekerasan melakukan advokasi litigasi dan non litigasi korban kekerasan secara integrative.
1. Visi dan Misi
Lembaga Advokasi Perempuan dammar adalah organisasi yang terbentuk perkumpulan terbatas berbasiskan keanggotaan dan merupakan organisasi paying dari beberapa lembaga . Lembaga Advokasi Perempuan Damar menjalankan program advokasi terhadap perempuan miskin perkotaan maupun pedesaan, buruh, petani dan korban kekerasan domestik, publik dan negara.
Visi Lembaga Advokasi Perempuan Damar adalah bertujuan mewujudkan tatanan masyarakat yang demokratis dengan memberikan kehormatan kepada HAM, khususnya perempuan miskin perkotaan, pdesaan, buruh, dan petani dari kekerasan domestik, publik, dan negara.
Misi Lembaga Advokasi Perempuan Damar adalah : 1. Mulai terlindungnya perempuan dari tindak kekerasan domestik, publik dan negara melalui kajian kebijakan, pendidikan politik dan lobby. 2. Tertanganinya kasus – kasus kekerasan terhadap perempuan secara litigasi dan non litigasi dengan baik. 3. Terbangunnya kerjasama dengan organisasi non pemerintah dalam perorganisasian komunitas untuk pemberdayaan dan advokasi anti kekerasan terhadap perempuan. 4. menguatnya organisasi dan kelembagaan serta manajemen Lembaga Advokasi Perempuan Damar sebagai sebuah organisasi masyarakat sipil yang mampu meningkatkan tranparansi, tanggung gugat social dan kinerjanya.
Program lembaga Advokasi Perempun Damar secara keseluruhan mengarah pada melakukan pemberdayaan dengan dimensi pemberdayaan untuk menumbuhkan kesadarn kritis perempuan miskin korban kekerasan agar tidak mudah tersubordinasi, termaginalisasi, tereksploitasi, sehingga tidak menjadi rentan terhadap tindak kekerasan dan melakukan advokasi litigasi dan non litigasi korban kekerasan secara integratife.
Perencanaan dan arah program diharapkan dapat dilaksanakan Lembaga Advokasi Perempuan Damar untuk mencapai visi dan misi secara rinci dijabarkan dalam tujuan strategis dan tujuan program dengan melakukan (1) kajian dan pendidikan opini publik, (2) penanganan kasus perempuan miskin korban perkosaan yang berdimensi publik dan kasus – kasus lainnya baik secara litigasi maupun non litigasi dan (3) pembenahan organisasi da kelembagaan serta manajemen Lembaga Advokasi Perempuan Damar agar mampu meningkatkan tanggung gugat kinerjanya.
2. Struktur Organisasi Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR
Struktur Organisasi Lembaga Advokasi Perempuan Damar terdiri dari struktur organisasi perkumpulan Lembaga Advokasi Perempuan Damar dan sruktur Lembaga Advokasi Perempuan Damar sendiri. Struktur organisasi perkumpulan lembaga Advokasi Perempuan Damar terdiri dari Rapat Umum Anggota (RUA) dan Dewan Pengurus Perkumpulan (DPP). RUA adalah forum pengambil keputusan tertinggi organisasi. Kepengurusan DPP terdiri dari seorang ketua dan empat orang anggota. Sedangkan struktur organisasi Lembaga Advokasi Perempuan Damar terdiri dari seorang Direktur Rksekutif dengan dibantu oleh Divisi Kajian dan Pendidikan Publik (KPP) dan Divisi penanganan Kasus dan pengembangan Jaringan (PKPJ) serta didukung oleh Divisi pengembangan Sumber Daya dan Organisasi (PSDO). Berikut adalah gambaran struktur organisasi perkumpulan Damar.
RAPAT UMUM ANGGOTA
Majelis Kehormatan Perkumpulan
Dewan Pengurus Perkumpulan Ketua Anggota Direktur Eksekutif Pengembangan Sumber Daya & Organisasi PO FO Kasir Janitor
Kajian dan Pendidikan Publik Koordinator Pelaksana Pendidikan Kajian Pelaksana Pendidikan Publik
Penanganan Kasus dan Pengembangan Jaringan Koordinator Pelaksana Penanganan Kasus Pelaksana Pengembangan
Struktur Lembaga Advokasi Perempuan Damar
B. Gambaran Umum Sub Bagian Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR
Berdasarkan Bagan struktur organisasi lembaga Advokasi perempuan Damar, fungsi dan tugas pokok masing–masing unit kerja tersebut adalah sebagai berikut :
1. Rapat Umum Anggota Fungsi Pokok : 1. Sebagai forum pengambil keputusan tertinggi organisasi. 2. mengangkat atau memberhentikan Majelis Kehormatan Perkumpulan dan Direktur Eksekutif. 3. Menerima/
menolak
pertanggung
jawaban
Majelis
Kehormatan
Perkumpulan, dewan Pengurus perkumpulan dan Eksekutif. 4. Sebagai forum menetapkan pengesahan atau pembubaran organisasi.
Tugas pokok : 1. Menyelenggarakan RUA atau Rapat Umum Anggota Luar Biasa/ Istimewa. 2. Membuat/ menetapkan/ mengubah anggaran dasar rumah tangga organisasi dan kebijakan – kebijakan yang berkenaan dengan organisasi. 3. membuat/ menetapkan Garis Besar Haluan Organisasi (GBHO).
2. Majelis Kehormatan Perkumpulan Fungsi Pokok : 1. Membuat prosesing kewenangan Majelis Kehormatan Perkumpulan 1. Menerima Laporan 2. Pra siding
• Cross cek fakta/ data • Memanggil pihak yang bersangkutan • Analisa/ kesimpulan 3. Persidangan 2. Rapat – rapat 1. In casuss 2. Rutin (tiga bulan sekali) 3. Implementasi kewenangan temporal
Tugas Pokok : Memberiakan laporan hasil tugas Majelis Kehormatam Perkumpulan pada Rapat Umum Anggota.
3. Dewan Pengurus Perkumpulan
Fungsi Pokok: Forum konsultasi antar dewan Pengurus Perkumpulan dan Direktur Eksekutif dalam menjalani amanah. Tugas Pokok : 1. Menjalankan control monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan oleh Direktur Eksekutif atau keputusan – keputusan yang telah dibuat oleh RUA. 2. Membuat laporan hasil pekerjaannya kepada RUA.
4. Direktur Eksekutif Fungsi Pokok : 1. Pelaksana dari keputusan – keputusan RUA. 2. berwenang melakukan perjanjian – perjanjian atau tindakan hokum dengan pihak eksternal sepanjang tidak menyimpang dari garis kebijakan organisasi. 3. Berwenang mengankat dan memmberhentikan staf.
Tugas Pokok : 1. Menjabarkan GBHO dalam bentuk program kerja. 2. Mengkoordinir unit – unit kerja. 3. Melaksanakan rapat – rapat dari tingkat divisi hingga kerja tahunan. 4. membuat Laporan kerja per enam bulan kepada DPP dan laporan pertanggung jawaban diakhiri masa jabatan kepengurusannya.
5. Pengembangan Sumber Daya dan Organisasi Fungsi Pokok : 1. Sebagai pusat pengembangan pengurus dan anggota dalam hal keterampilan dan skill 2. Perencana, pelaksana, dan penyusun laporan atau anggaran untuk setiap kegiatan pengembangan sumber daya organisasi.
Tugas Pokok : 1. Membentuk kelembagaan DAMAR sebagai perkumpulan terbatas, berbadan hukum, memiliki anggota pengurus dan berjalan efektif.
2. Melaksanakan manajemen personalia, keuangan, SIM dan SIAyang efektif. 3. Menyediakan kantor dan fasilitas yabg mendukung pelaksanaan program. 4. Menyelenggarakan pelatihan – pelatihan yang meliputi ID dan OD, gender, CO dan Advokasi. 5. Merekrut tenaga pengacara dan mendapatkan izin praktek pengacara bagi staf Lembaga Advokasi Perempuan Damar. 6. Menyelenggarakan rapat keanggotaan untuk memilih kepengurusan. 7. Rapat kerja bagi pengurus baru. 8. Menyusun laporan keuangan dan mengundang tim audit. 9. Monitoring, evaluasi dan pelaporan.
6. Kajian dan Pendidikan Publik Fungsi Pokok : 1. Sebagai pusat kajian adanya kekerasan terhadap perempuan. 2. Perencanaan, pelaksana dan penyusun laporan anggaran untuk setiap kegiatan program kajian dan pendidikan publik.
Tugas Pokok : 1. Melakukan kajian – kajian terhadap pola – pola kekerasan terhadap perempuan se- Sumbagsel. 2. Melakukan kajian – kajian terhadap Perda yang melanggengkan kekerasan terhadap perempuan. 3. Menyusun daftar Perda yang melindungi perempuan dari kekerasan. 4. Pengembangan opini publik.
7. Penanganan Kasus dan Pengembangan Jaringan.
Fungsi Pokok : 1. Sebagai tempat penanganan persoalan – persoalan kekerasan terhadap perempuan. 2. Perencana, pelaksana, dan penyusun laporan atau anggaran untuk setiap kegiatan program penanganan kasus pengembangan organisasi kelompok basis.
Tugas Pokok : 1. Menangani kasus kekerasan terhadap perempuan. 2. Mendokumentasikan proses penanganan kasus. 3. Menerbitkan buku tentang keberhasilan penanganan kasus. 4. Membangun kelompok dampingan ornop atau mitra kerja. C. Nama – nama personil dalam organisasi Lembaga Advokasi Perempuan Damar adalah sebagai berikut :
A. Dewan Pengurus Perkumpulan No.
Nama
Jabatan
1.
Y. Joko Purwanto
Ketua
2.
Budi Susilo, SE
Anggota
3.
Heri Hermianto
Anggota
4.
Drs. Miftahul Huda
Anggota
5.
A. Imam Ghozali, SH
Anggota
B. Majelis Kehormatan Perkumpulan No.
Nama
Jabatan
1.
Budi Marwadi, SH
Anggota
2.
Suster Maria Katarina
Anggota
3.
Muhammad Sukemi
Anggota
C. DAMAR No.
Nama
Jabatan
1.
SN. Laila, SH
Direktur Eksekutif
2.
Sofiyan, Hd
Kepala Rumah Tangga dan Rumah Tangga
3.
Shinta. P
Kepala Keuangan
4.
Teguh Tapip. P
Kasir
5.
Syamsuri
Janitor
6.
Drs. Ikram, M. Si
Koordinator Kajian dan Pendidikan Publik
7.
Alfu Zamratin, S. Ag
Pelaksana Kajian
8.
Qony‘ Khoiriyah, SE
Pelaksana Pendidikan Publik
9.
SN. Laila, SH
Koordinator Penandanan Kasus dan Pengembangan Jaringan
10.
Agus Triani, SH
Pelaksana Penanganan Kasus
11.
Mahmuda dan Novi R. Sos
Pelaksana Pengembangan Jaringan
D. Rangkaian Kegiatan Utama Perdivisi 1. Divisi KPP Divisi ini mendapatkan tugas untuk melaksanakan tujuan strategis (a) mulai terlindunginya perempuan dari tindak kekerasan domestic, publik dan negara melalui kajian, pendidikan publik dan lobi. Tujuan operasionalnya adalah : Terlaksanakannya kajian – kajian tentang (a) pola – pola kekerasan terhadap perempuan se- Sumbagsel dan (b) Perda yang melanggengkan kekerasan terhadap perempuan.
Mulai berkembangnya opini publik dan adanya perubahan sikap pemerintah yang menolak tindak kekerasan sebagai legal draft yang akan diusulkan pada Pemda setempat. Untuk mencapai tujuan strategis dan operasional dilakukan serangkaian kegiatan utama sebagai berikut.
a. Studi Kajian Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui pola – pola kekerasan terhadap perempuan se – Sumbagsel dan budaya Lampung yang melanggengkan terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Dalam pelaksanaannya dilakukan dengan studi kebijakan – kebijakandan studi pola kebijakan domestik, publik dan negara terhadap perempuan khususnya perempuan miskin di pedesaan dan perkotaan, buruh dan petani serta studi budaya Lampung yang melanggengkan kekerasan. Kegiatan ini meliputi : 1. Pembuatan Rancangan Penelitian, 2. Pengumpulan Data, 3. Pengolahan dan Analisa Data, 4. Pembuatan Laporan Penelitian, 5. Seminar, 6. Penerbitan dan Buku Hasil Penelitian.
b. Kampanye Anti Kekerasan Kegiatan ini dilakukan untuk menstimulus masyarakat demi berkembangnya opini publik dan adanya perubahan sikap masyarakat dan pemerintah yang menolak tindak kekerasan terhadap perempuan. Dalam pelaksanaannya dilakukan dengan lobby ke pemerintah daerah, dialog dengan aparat yang menangani kasus
perkosaan dan kekerasan, aksi yang akan dilakukan sendiri oleh DAMAR maupun melibatkan jaringan serta pembuatan sarana – sarana kampenye.
Kegiatan ini meliputi : 1. Lobby ke Pejabat Pemerintah, 2. Dialog dengan Hakim, Jaksa dan Kepolisian, 3. Penyelenggaraan Dialog Publik, 4. Membuat dan Menyebarkan brosur, stiker, poster, info sheet, fact sheet, bulletin, jingle anti kekerasan, 5. Menyelenggarakan Bulan Anti Kekerasan.
c. Penyusunan Draft Perda Draft perda dibuat drngan maksud memberi perlindungan hukum bagi setiap perempuan dari tindak kekerasan domestik, publik dan negara. Dalam pelaksanaannya dilakukan dengan studi kebijakan (Perda). Hearing dengan pengambil kebijakan dan penggalanagan kekuatan dengan aparat yang berwenang menangani kasus kekerasan (hakim, jaksa, dan kepolisian) dan ornop/ mitra jaringan untuk pemberdayaan dan advokasi anti kekerasan terhadap perempiuan. Kegiatan ini meliputi : 1. Membentuk tim kerja penyusunan Draft Perda. 2. Mengumpulkan bahan – bahan untuk pembuatan Draft Perda. 3. Konsultasi dengan ahli hukum dan bahasa. 4. Workshop. 5. Sosialisasi
Draft Perda kepada lembaga
Kepolisian dan Mitra jaringan.
Kehakiman, Kejaksaan,
6. Mengusulkan draft ke DPRD.
2. Divisi Penanganan Kasus dan Pengembangan Jaringan Divisi ini mendapatkan tugas untuk melakanakan tujuan startegis (b) tertanganinya kasus kekerasan terhadap perempuan berdimensi publik kasus – kasus lainnya secara litigasi dan non litigasi dengan baik dan (c) terbangunnya kerja sama dengan organisasi non Pemerintah/ mitra kerja dalam pengorganisasian komunitas untuk pemberdayaan dan advokasi terhadap perempuan. Tujuannya operasinalnya adalah : 1. Penanganan kasus terhadap perempuan berdimensi publik dan kaus – kasus lainnya berjalan efektif. 2. Pendokumentasian kasus kekerasan terhadap perempuan berdimensi publik dan kasus – kasus lainnya berjalan efekktif. 3. Penerbitan buku tentang keberhasilan penanganan kasus berdimensi publik dan kasus – kasus lainnya berjalan efektif. 4. Terbentuknya 14 kelompok dampingan organisasi non pemerintah/ mitra kerja di Propinsi Lampung yang menolak kekerasan perempuan.
Untuk mencapai tujuan strategis dan operasional dilakukan serangkaian kegiatan utama sebagai berikut :
a. Penangan Kasus Kegiatan ini dilakukan untuk menangani kasus korban kekerasan khususnya berdimensi publik dan lainnya yang diterima Lembaga Advokasi Perempuan Damar dari mitra kerja ditingkat basis. Penanganan kasus – kasus kekerasan
berdimensi publik selain dimaksudkan untuk pembelaan korban tetapi juga untuk membangun opini publik, baik melalui persidangan yang berlangsung maupun pemberitaan media massa. Penanganan kasus – kasus secara non litigasi bertujuan untuk penguatan diri dan rehabilitas korban melalui penanganan kasus – kasus secara litigasi melalui persidangan.
Pembelaan secara litigasi dan pendokumentasian proses persidangan yang berlangsung daris sudut pandang sosial politik dari kasus tersbut dapat dimanfaatkan untuk perbaikan stategis pembelaan. Kegiatan penangan kasus meliputi
1. Investigasi. 2. Pembentukan tim penanganan kasus. 3.
Penyusunan Kronologis kasus.
4. Melakukan analisis kasus. 5. Penyusunan gugatan. 6. Gelar perkara. 7. Testimoni/ kesaksian. 8. Persidangan (litigasi). 9. Rehabilitasi korban dengan penanganan oleh tenaga medis, psikolog, dan rohaniawan (non – litigasi).
b. Pendokumentasian Kegiatan ini dilakukan untuk mendokumentasikan proses penanganan kasus kekerasan yang berdimensi publik dan yang lainnya untuk bahan pembuatan buku,
pemberitaan media massa dan strategi memenangkan kasus – kasus kekerasan berdimensi publik dan strategi pembelaan. Kegiatan pendokumentasian meliputi : 1. Pengumpulan data. 2. Analisis data. 3. Membuat kronologis kasus.
c. Penerbitan Buku Kegiatan ini dilakuakan untuk menyusun dan menerbitkan buku tentang penanganan kasus kekerasan yang berdimensi publik yang dimenangkan oleh Lembaga Advokasi Damar. Buku yang dimaksudkan diperlukan untuk kampanye anti kekerasan terhadap perempuan dan pembentukan opini publik serta menambah koleksi pustaka tentang strategi penanganan kasus khususnya kasus – kasus kekerasan.
Kegiatan ini meliputi : 1. Penyusunan buku oleh tim penyusun. 2. Pra cetak (setting dan lay out naskah). 3. Pencetakan buku. 4. peluncuran dan penbistribusian buku.
d. Pelatihan Kegiatan ini dilakukan untuk penyadaran gender dan pemahaman tentang kekerasan terhadap perempuan bagi calon pelatih sehingga dapat melakukan pelatihan dan pengorganisasian ditingkat basis mereka agar dapat membentuk
kelompok yang memiliki kesadaran kritis dan maupun membangun kolektif untuk advokasi anti kekerasan terhadap perempuan.
Dalam pelaksanaannya dilakukan dengan pelatihan gender dan kekerasan bagi calon pelatih dengan output berupa modul untuk pelatihan penyadaran gender dan kekerasan bagi komunitas basis dan komunitas perempuan korban perkosaan dengan harapan nantinya akan muncul kelompok yang menolak kekerasan terhadap perempuan.
Kegiatan ini meliputi : 1. Pelatihan. 2. Penyusunan modul. 3. Workshop. 4. Pertemuan berkala bagi komunitas basis.
e. Pendataan Kasus Kegiatan ini dilakukan dengan maksud untuk mengumpulkan data kasus perkosaan dan kekerasan yang terjadi dikomunitas jaringan sehingga dapat dideskripsikan tentang besaran kasus perkosaan dan kekerasan serta keragamanan korban maupun pelaku untuk perencanaan penyusunan strategis penanganan kasus. Pelaksanaannya kan dijalankan oleh masing – masing komunitas jaringan dengan Lembaga Advokasi Perempuan Damar sebagai pusat pengaduannya. Kegiatannya meliputi : 1. Survei atau investigasi kasus untuk menghasilkan data kasus. 2. Pendampingan paada korban untuk penanganan selanjutnya.
3. Divisi pengembangan Sumber Daya dan Organisasi Divisi ini mendapaatkan tugas untuk melaksanakan tujuan stategis (d) menguatnya organisasi dan kelembagaan serta menagemen Lembaga Advokasi Perempuan
sebagai
perkumpulan
terbatas
yang
mampu
meningkatkan
transparansi, tanggung gugat sosial dan kinerjanya. Tujuan operasionalnya adalah Terbentuknya kelembagaan DAMAR menjadi perkumpulan yang berbadan hukum, adanya sistem keanggotaan dan terpilihnya kepengurusan.
1. Tersedianya managemen personalia, keuangan, SIM, SIA yang efektif. 2. Tersedianya kantor dan fasilitas yang mendukung pelaksanaan program. 3. Tersedianya sistem perencanaan, monitoring, evaluasi dan pelaporan. 4. Tersedianya laporan audit tahunan Lembaga Advokasi Perempuan Damar dan diterbitkannya sertifikat oleh tim audit.
Untuk mencapai tujuan strategis dan operasional dilakukan serangkaian kegiatan utama sebagai berikut :
1. Persiapan, penyusunan dan pembentukan perkumpulan terbatas. 2. Penyusunan AD/ART. 3. Pelatihan organisasi dan kelembagaan. 4. Membuka pendaftaran dan menerima anggota perkumpulan. 5. Menyelenggarakan rapat anggota untuk memilih kepengurusan . 6. Mengadakan rapat kerja bagi kepengurusan baru. 7. Magang, in – house traiinning gender, community organizer dan advokasi serta mengkursuskan staffnya untuk kursus computer dan bahasa inggris. 8. Merekrut tenaga pengacara siap pakai dan beberapa tenaga relawan.
9. Penyusunan sistem manajemen personalia, keuangan, komprnsasi dan ketenagaan serta menyediakan fasilitas antara lain kantor, computer, filling cabinet, meja – kursi lainnya. 10. Monitoring dan evaluasi terhadap hasil kerja serta disusunnya laporan yang akan diberikan kepada funding dan anggota perkumpulan.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kronologis Kasus W ( Inisial ) 1. Kronologis Kejadian Korban mendatangi sponsor di Kupang, sebutan untuk orang yang merekrut di daerah, dengan tujuan untuk bekerja sebagai PRT di Malaysia. Korban mencontoh teman sekampungnya yang berhasil menjadi TKI di Negeri Jiran tersebut. Karena menurut keterangan yang ia dapatkan gaji yang diperoleh cukup lumayan, sehingga hal itulah yang menbulatkan hatinya untuk mendaftarkan diri pada H sebagai sponsor calon TKI di NTT. Keinginan itu didorong dengan berbagai kemudahan yaitu dalam pendaftaran tersebut korban dan beberapa calon lainnya tidak dipungut biaya. Ditambah lagi pembuatan passport dan surat – menyurat lainnya tidak dilakukan sendiri oleh mereka melainkan oleh pihak pelaku.
Korban dan 7 orang lainnya sebagai calon TKI kemudian diberangkatkan dengan menggunakan perahu menuju Kupang. Di Kupang mereka ditampung dalam sebuah asrama selama 1 bulan. Calon TKI tersebut mengikuti sponsor yang terus membawanya menuju Tanjung Periok Jakarta dengan kapal laut selama 1 minggu. Di Jakarta ia ditampung di Tebet (Cabang PJTKI A-SKM) selama 1 bulan. Penampungan itu dijalani untuk melakukan medical checking/ pemeriksaan kesehatan. Selanjutnya ia dan teman – temannya dibawa Bekasi dengan tujuan
pembuatan passport. Di cabang Bekasi ini ia di tampung selama 3 minggu. Dan akhirnya dibawa oleh sponsor ke asrama TKI A-SKM Pringsewu untuk menjalani pendidikan. Sesampainnya di Jakarta ia dan teman – temannya tetap dijanjikan akan diterbangkan ke Malaysia meski janji itu tidak terlaksana hingga akhirnya dibawa ke Lampung di Asrama TKI A-SKM Pringsewu. Di asrama tersebut korban mendapatkan pendidikan di BLK Pringsewu selama 3 bulan. Pelajaran yang didapat antara lain menjadi baby sitter, menggunakan mesin cuci, memasak, menata tempat tidur, membersihkan kamar tidur serta urusan rumah tangga lainnya. PJTKI A-SKM berjanji untuk menerbangkannya setelah 3 bulan pendidikan tersebut. Sudah sekian lama mereka menanti untuk mendapatkan pekerjaan di negeri orang tersebut. Sebagian ada yang ingin balik kampung halaman tetapi ada yang malu kembali ke rumahnya dan memilih mendapatkan kerja apapun dan tidak harus ke Malaysia. Bukan karena sakit mereka yang ditinggal dari teman – temannya yang telah deberangkatkan ke Malaysia tapi karena belum ada majikan dan surat – suratnya belum lengkap.
Kehidupan dipenampungan tidak seperti yang diketahui orang selama ini. Mereka disekap dalam rumah itu dan tidak diizinkan keluar. Apabila terpaksa harus keluar mereka selalu dikawal oleh penjaga. Tidur beramai – ramai dalam satu kamar yang lumayan besar. Tiap kamar terdiri dari 20 orang, dengan kasur yang mulai usang bahkan tidak mencukupi jumlah mereka. Suhu udara yang lembab mewarnai kamar mereka yang kusam. Makan dua kali sehari dengan menu yang yang seadanya dan sering makan makanan sisa dari makanan sebelumnya.
Kebutuhan sehari – hari yang tidak pernah dipenuhi, seperti keperluan mandi dan mencuci. Apalagi kebutuhan bulanan perempuan. Awalnya mereka dapat memenuhi semua kebutuhan itu dengan uang yang mereka bawa dari rumah. Setelah persediaan itu habis mereka hanya bias bertahan dengan meminjam dari rumah Sulaiman walau jarang diberi. Dan untuk membeli keperluan tersebut mereka bertransaksi pada penjaga warung dengan saling melemparkan uang dan barang. Belum lagi perawatan kesehatan yang tidak pernah diperhatikan.
Sudah 4 bulan ia mendekam di penampungan tersebut tetapi pekerjaan belum kunjung juga ia dapatkan. Korban dan teman – temannya telah sekian kali menagih janji pekerjaan tersebut pada staf asrama maupun pada pelaku, tetapi jawabannya selalu berasalan pada passport yang belum turun. Ia juga pernah memberikan penawaran untuk memberikan pekerjaan didaerah sekitar (tidak perlu membawanya ke Malaysia), tetapi mereka tidak mengizinkan. Dengan kondisi yang tidak nyaman dan tidak menentu tersebut membuat korban memilih untuk kabur.
Suatu malam ketika waktu menunjukkan pukul 02.00WIB dini hari ia dan seorang temannya berasal dari Palembang melarikan diri dengan melompati pagar tembok. Tas besar yang berisi seluruh pakaiannya dilemparkan terlebih dahulu kemudian ia melompati tembok itu dari lantai dua asrama tersebut. Selanjutnya ia lari tak tahu kemana pergi, tujuannya hanya Bandar Lampung. Karena korban memiliki kenalan dari berbagai LSM, ketika mereka mengunjungi asrama tersebut. Akhirnya ia berhasil menghubungli Makmuri (staf KBH lampung). Oleh Makmuri korban langsung dijemput dan dibawa ke kantornya.
Hari itu juga Yudi (staf KBH Lampung) menghubungi DAMAR dan Lada untuk melakukan diskusi untuk menindaklanjuti korban. Akhirnya didapat kesimpulan untuk memulangkannya ke NTT ( sesuai keinginan korban) dan melanjutkan kasus dengan melaporkannya ke Polsek Pringsewu. Dan untuk beberapa waktu sementara menunggu biaya pemulangan dan kelanjutan di kepolisian korban ditampung dirumah aman. 2. Usaha – Usaha yang Dilakukan Damar Tim Penanganan Kasus yaitu Eka, Uci dan Novie mendapatkan informasi via hot line service tentang korban trafficking yang kabur dari penyekapan di Asrama ASKM. Dari diskusi tersebut diperoleh kesimpulan bahwa kasus didampingi oleh Damar dan KBH. Serta sesuai keinginan korban maka ia akan dipulangkan. Tetapi untuk sementara waktu selagi kasusnya berjalan di kepolisian dan menunggu biaya pemulangan korban ditampung dirumah aman milik Damar.
Kemudian, Tim Penanganan Kasus yaitu Eka, Uci, dan Novie mendampingi korban yang melapor kejadian itu pada polsek Pringsewu. Hari itu polisi Bripda Okta Devi langsung melakukan penyidikan pada korban. Selanjutnya, menunggu selang beberapa hari untuk dipanggil kembali memberikan kesaksiannya, tetap Tim Penanganan Kasus yaitu Eka, Uci, dan Novie mendampingi korban yang dipanggil kembali .oleh Polsek Pringsewu untuk dimintai keterangan tambahan untuk kasusnya.
3. Analisis Kasus ini merupakan kasus yang dapat dikategorikan Trafficking walaupun unsur – unsur lintas batas negara tidak ada. Adapun unsur – unsur yang dapat diterapkan adalah : 1. Unsur – unsure perekrutan dan pemindahtanganan ada dalam proses kasus ini. Jadi Wt direkrut oleh H dn dalam proses pelatihan dipindahtanganan ke asrama A-SKM Jakarta, Bekasi, akhirnya ke Pringsewu. 2. Korban memiliki posisi kerentanan, yakni situasi dimana seseorang tidak memiliki pilihan bebas. 3. Dalam proses penempatan ini, sarat dengan penipuan, baik penipuan yang bersangkutan dengan jenis kerja, kondisi kerja, maupun standar upah. 4. Dan dalam hal ini termasuk dalam kelompok False Promises (Dzuhyantin dan Silawati 2001 : 79).
B. Kronologis Kasus Rnk ( Inisial ) 1. Kronologis Kejadian Pada saat korban sedang mencari sayur dikebun dekat rumah bersama Gimen bulenya, korban dipanggil oleh teman mainnya, Yana. Yana adalah anak dari SI, berpesan bahwa ibunya ingin bertemu. Dengan penuh kepatuhan korban langsung mendatangi rumah temannya itu. Di rumah SI ternyata telah menunggu seorang lelaki separuh baya. SI mengatakan pada korban bahwa lelaki itu adalah Jm, orang paling kaya di Gemah Ripah, sawahnya luas, punya mobil, dan sangat baik hati. SI membujuk korban agar mau berkenalan dengan pelaku, maka korban akan dibelikan baju bagus dan diajak jalan – jalan naik mobilnya. Tak lupa SI mengajarkan agar korban mengaku bernama Dewi dan duduk kelas II SMP.
Kemudian korban berkenalan dengan pelaku, itulah kali pertama korban mengenalnnya. Meski letak rumah mereka tidak terlalu jauh namun baru kali ini korban melihat pelaku. Pelaku telah mempunyai 2 orang istri, dari istri pertama ia memiliki 2 orang anak, sementara istri keduanya sedang hamil. Hari itu tepatnya pada pertengahan bulan Februari pelaku langsung mengajak korban jalan – jalan ke Tanjung Karang. Semula korban menolak karena takut pada pelaku yang baru dikenalnya. Tetapi SI terus membujuk korban, dengan mengatakan bahwa jika korban mau ikut ia akan dibelikan baju bagus, bedak dan akan diberi uang banyak untuk bayaran sekolah dan uang jajan. Mendengar perkataan SI korban langsung teringat bahwa ia belum bayar uang sekolah dan uang ulangan. Serta terbayang olehnya akan baju – baju yang bagus dan uang yang banyak. Apalagi SI berkali – kali meyakinkan bahwa pelaku adalah orang yang sangat baik dan sering membantu orang lain.
Siang itu korban termakan bujuk rayu SI. Mobil Suzuki Carry warna merah yang dikendarai pelaku membawa korban pergi ke Tanjung karang. Setelah menempuh perjalanan yang jauh akhirnya mobil berhenti di Pasar Bambu Kuning. Di pasar itu pelaku turun untuk berbelanja sementara korban menunggu di dalam mobil. Tak lama pelaku kembali membawa beberapa bungkusan untuk korban yang berisi antara lain, 1 buah baju pesta, 2 pasang baju stelan, 2 buah baju ―you can see‖, 1 buah bedak ―fanbo dan sebotol minyak wangi yang bermerk Harmoni. Setelah itu pelaku sempat mengajak korban berkeliling Tanjung Karang sebelum mengantarkan korban kembali ke Gemah Ripah. Setiba dari perjalanan ke Tanjung Karang korban diantarkan ke rumah SI. Tak lupa pelaku memberikan uang sebesar Rp.120.000, dengan rincian Rp.100.000 untuk membayar biaya
sekolah dan Rp20.000 untuk uang jajan. Tetapi uang Rp20.000 itu harus diberikan pada SI. Ajakan pertama ini korban tidak diapa – apakn oleh pelaku, hanya diajak jalan – jalan saja.
Kejadian berulang pada selang seminggu di bulan Februari akhir, korban kembali dibujuk oleh SI agar ikut dengan pelaku ke Tanjung Karang. Saat itu SI kembali mengatakan akan baju dan uang yang akan korban dapatkan apabila mau diajak pelaku pergi. Korban sempat menolak karena takut, namun SI membujuk dengan mengatakan bahwa pelaku adalah orang baik, sering membelikan baju, dan kemarin (kepergian yang pertama) korban tidak dicelakai oleh pelaku malah diajak jalan – jalan. Karen iming – imingan itu akhirnya korban mau diajak jalan – jalan lagi dengan mobil, dibelikan baju, kalung, dan diberi uang. Sebelum berangkat tak lupa SI berpesan pada korban bahwa jika korban mau kurus, langsing serta terlihat cantik maka korban harus mau disuntik dan meminum jamu yang diberikan oleh pelaku. Dan menyuruh korban untuk meminta baju, uang serta perhiasan sebanyak – banyaknya pada pelaku, ―Karena dia orang kaya jadi harus banyak diminta,‖ujar SI. Korban yang tidak mengerti maksud dan tujuan perkataan SI mengiyakan sementara terpikir dibenaknya bahwa ia memang ingin memiliki banyak baju, kalung, uang yang banyak agar bisa jajan.
Pelaku dan korban kembali pergi bersama menuju Tanjung Karang. Sudah dua kali kepergian itu korban tidak melihat ada orang lain yang mengetahui kepergian mereka. Mobil pergi menuju ke Bandar Lampung dan sempat berhenti di Pasar Pringsewu. Di pasar itu pelaku meninggalkan korban di dalam mobil untuk membelikan sebuah kalung emas seberat 3,5gr. Kemudian mereka kembali
melanjutkan perjalanan, tetapi di tengah perjalanan korban sempat pusing, dan oleh pelaku korban diberi obat berupa pil kecil berwarna kuning dengan tujuan agar korban tidak muntah. Namun setelah korban meminum obat tersebut, ia merasakn kepalanya bertambah pusing kemudian ia tertidur di dalam mobil tersebut.
Pelaku tetap mengendarai mobil tersebut. Tetapi ia membawa mobil itu menuju ―Hotel Jk‖ di Sukarame Bandar Lampung. Waktu menunjukkan pukul 18.30WIB saat mobil yang korban tumpangi memasuki sebuah hotel. Korban yang setengah terbangun dari tidurnya sempat membaca nama ―Jk‖ dan menyadari bahwa mobil masuk garasi dan pintunya langsung tertutup. Korban juga ingat mereka masuk sebuah kamar yang berada pertama dari pintu masuk hotel tersebut. Pada saat itu korban sempat bertanya tentang tempat yang mereka datangi dan siapa pemiliknya. Ia juga meminta pelaku untuk mengantarnya pulang karena ia takut. Namun pelaku menenangkan korban dan mengatakan bahwa tempat itu adalah rumah temannya, yang orangnya sangat baik.
Di dalam kamar korban diberi sebotol kecil minuman berwarna merah tua. Pelaku juga mengatakan bahwa jika korban meminum – minuman itu maka ia akan cantik dan langsing. Mendengar hal itu korban langsung teringat kata – kata SI ketika ia akan berangkat sehingga korban bersedia meminumnya meski tanpa dipaksa pelaku. Setelah minum, korban merasakan kepalanya semakin pusing dan seluruh tubuhnya terasa lemas. Melihat reaksi korban, pelaku kembali mendekati korban sambil membawa sebuah suntikan yang berisi cairan berwarna putih seperti santan. Pelaku kemudian mengatakn pada korban bahwa suntikan itu
mempercantik dirinya dan tubuhnya kembali segar. Korban yang masih anak – anak dan sedikit mabuk diam saja, ia tidak pernah mengerti akibat yang akan terjadi dengan suntikan itu. Ia hanya membayangkan dirinya akan menjadi perempuan dewasa yang cantik dan langsing, seperti yang ia lihat di TV. Korban masih sadar ketika pelaku menyuntik pantatnya yang sebelah kiri dan setelahnya korban sadarkan diri. Kira – kira pukul 04.30WIB korban tersadar dan bangun. Ia mendapatkan restleting celananya rusak dan seprei terdapat bercak darah, sementara disebelahnya masih tertidur pelaku. Masih dalam kondisi kepala pusing, sempoyongan dan badan yang terasa sakit serta nyeri, juga kebingungan yang teramat sangat. Ia mencoba bangkit dari tempat tidurnya menuju kamar mandi yang terdapat didalam kamar. Di dalam kamar mandi ketika hendakuang air kecil, ia merasakan kemaluannya sakit dan terasa nyeri, ia melihat disela – sela pahanya ada bercak – bercak darah bercampur cairan lender begitu juga didalam lubang kemaluannya. Saat buang air kecil itu darah kembali keluar bercampur dengan air seni. Merasakan kemaluannya yang perih korban hanya menangis dan tidak tahu apa yang telah terjadi. Ia juga belum mengerti bahwa saat itu dirinya telah menjadi korban perkosaan.
Tepat pada pukul 08.00WIB korban diantarkan pulang oleh pelaku. Tetapi ia sempat dititipkan di rumah teman pelaku di daerah pagelaran karena pelaku akan bekerja. Pelaku berpesan pada korban untuk tidak pergi kemana – mana ketika menunggu ia pulang dari kerja dan berjanji akan mengantarkan korban pulang. Sepulang kerja sekitar pukul 14.00WIB pelaku mengantarkan korban ke rumah
SI, kemudian SI mengantarkan korban pulang ke rumah pamannya karena korban merasa takut semalam tidak pulang. Sesampainya di rumah, pamannya bertanya mengapa semalaman korban tidak pulang dan mengapa tidak sekolah, namun korban diam saja dan tidak menjawab. Pamannya tidak menduga bahwa kemenakannya telah menjadi korban perkosaan, dan hanya mengira bahwa korban bermalam di rumah saudara dari pihak ayahnya di Babakan.
Beberapa hari kemudian korban demam, namun ia masih ke sekolah dan mengangon kambing seperti biasanya. Ketika korban sedang melakukan pekerjaan yang setiap hari dilakoninya, mengangon kambing, seorang tetangganya bertanya mengapa korban terlihat pucat dan dijawab oleh korban bahwa ia masuk angin. Tetangga itu langsung menyampaikan pada paman korban. Kemudian pamannya segera menghubungi W, ibu korban, untuk mengabari korban yang sedang sakit. Disinilah kasus perkosaan itu terungkap. Pada malam hari di rumah pamannya, Gito, dihadapkan ibu, bibi dan pamannya yang lain, dengan berlinang air mata korban menceritakan semua yang telah ia alami. Yaitu bahwa dirinya telah menjadi korban perkosaan oleh tetangganya yang juga berprofesi sebagai seorang mantra desa. Cerita ini membuat seluruh keluarganya sangat terkejut, sedih, kecewa serta marah terhadap SI dan Jm.
Berita tentang perkosaan itu dengan cepat menyebar di desa Gemah Ripah. Tetapi tidak semua orang punya rasa empaty terhadap korban, banyak anggapan miring yang harus diterima korban. Cibiran ia dapat dari para tetangga, teman – teman bermainnya dan teman – teman sekolahnya. Sejak saat itu korban jadi enggan keluar rumah dan hanya melamun di dalam rumah. Ia juga tidak mau lagi pergi ke
sekolah karena malu dan jadi bahan ejekan teman – temannya, padahal sebentar lagi korban akan menghadapi ulangan umum.
Musibah itu akhirnya diketahui pula oleh Ustadz Ikhsan, guru ngaji korban. Beliau sangat terkejut mandengar kasus perkosaan yang menimpa murid ngajinya dan tidak menyangka bahwa pelakunya adalah watga pagelaran, tetangga dekat korban. Guru ngaji yang sangat prihatin terhadap peristiwa itu, segera memanggil korban untuk meminta keterangan lengkap pada korban, dan korban kembali menceritakan semua yang telah dialami. Ustadz Ikhsan juga meminta izin pada keluarga korban agar korban dapat tinggal di pondok pesantrennya ―AL Ikhsan‖ dalam beberapa waktu. Menurutnya di pesantren itu beliau akan memberikan bimbingan konseling kerohanian untuk penyembuhan fisik mentalnya, korban juga dapat kembalimengaji serta ditempat itu banyak teman – temannya agar korban tidak minder dan merasa sendiri lagi. Bukan itu saja, Ustadz juga menghubungi kepala sekolah korban untuk membicarakan masalah yang dialami korban serta meminta bantuan pada guru – guru sekolahnya untuk membantu mengawasi korban yang akan kembali bersekolah agar teman – temannya tidak mengejiknya lagi. Atas usaha ustadz tersebut akhirnya korban kembali sekolah, serta tetap tinggal di pondok pesantren itu.
Sudah lewat dari seminggu kejadian perkosaan itu, tepatnya pada hari itu korban diantar oleh Pak Rahmat tokoh masyarakat desa tersebut, pak Ikhsan, serta Pak Muhajir saudara korban, melaporkan kasus tersebut ke Polsek Pagelaran. Saat itu ibu korban dipaksa keterangannya mengenai kasus ini dan dibuatkan BAP, sedangkan untuk korban dilakukan pada besok hari.
2. Usaha – Usaha yang dilakukan Damar Pertama, Tim Penanganan Kasus yaitu Uci menerima laporan pengaduan via hot line service dari basis KoAK di pagelaran. Mereka menyampaikan bahwa telah terjadi kasus perkosaan yang menimpa warganya, korban masih duduk di Sekolah Dasar, berumur 13 tahun. Pelaku adalah PNS RSUD Pringsewu dan mantra desa di Pagelaran. Saat itu kami berjanji akan dating kerumah korban.
Kedua, Tim Penanganan Kasus yaitu Uci melakukan investigasi kasus perkosaan terhadap anak dibawah umur di Pagelaran. Sebelumnya kami ke Desa Bumintoro dulu untuk menemui Misno Dani, kontak person dari basis KoAK. Beliau yang melaporkan telah terjadinya kasus perkosaan via hot line service. Dari sana kami lalu menuju rumag Pak Rahmat ( orang yang mengetahui rumah korban), tetapi tidak bertemu. Akhirnya kami menuju rumah Ustadz Muhajir dan kembali kami tidak menemukan orang yang dimaksud karena ia mendampingi korban sedang di Polsek pagelaran sejak pukul 08.00WIB pagi dan kami langsung menuju Polsek Pagelaran. Di tempat itu kami bertemu dengan korban, pamannya, Ustadz Muhajir, Ustadz Ikhsan, sementara korban sedang diverbal. Kami berusaha bias mendampingi korban dalam pembuatan BAPnya, namun saat itu penyidiknya Briptu Rizal keberatan karena kami tidak membawa kuasa. Melihat bahwa dalam kasus ini korban perlu pendampingan maka kami menawarkan pendampingan terhadap korban.
Ketiga, Selang 3 hari Tim Penanganan Kasus yaitu Uci dating kepagelaran untuk menemui korban, sebelumnnya kami ke rumah Misno dulu beliau yang tahu dimana saat ini korban tinggal. Dari sana kami langsung menuju ke Yayasan
Yatim Piatu Al Ikhsan tempat kami mengadakan pertemuan dengan keluarga korban. Disana ternyata banyak berkumpul tokoh – tokoh masyarakat dari basis KoAK, FPI, Forum Pemuda Pagelaran, Tamtama, Ketua dan pengurus Yayasan Al Ikhsan, NU dsb. Namun kami tidak melihat keluarga korban, menurut keterangan mereka saat ini korban dan ibunya mengungsi di desa Babakan kec. Pugung (sekitar 10KM dari Patemon). Menurut keterangan masyarakat bahwa Kepala Desa telah mendatangi paman korban dan meminta agar kasus ini tidak diteruskan dengan alasan akan mencelakai keluarga mereka sendiri. Dan ia membujuk agar W (ibu korban) mau menanda tangani surat damai. Namun W tetap menolak dan ingin menuntaskan kasusnya melalui jalur hokum. Ketegasan sikap ibu korban ini patut untuk dihargai dan perlu untuk didukung, mereka memperjuangkan nasib anak tunggalnya yang telah menjadi korban . Di sana kami juga membicarakan tindak lanjut upaya – upaya yang akan kami lakukan untuk menjaga korban dan keluarganya serta mempengaruhi masyarakat agar memberikan dukungan moral. Sedangkan bantuan hokum, pemulihan fisik dan pemulihan psikis korban Lembaga Advokasi Perempua Damar yang akan bertanggung jawab.
Kami kemudian mendatangi ibu W untuk menawarkan pendapingan kasus tanpa dipungut biaya. Ibu korban bersedia lalu membaca dan menanda tangani surat kuasa tersebut. Kami jelaskan bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan hokum akan ditangani oleh kami. Dari rumah korban kami menuju kerumah Ustadz Ikhsan, kemudian bersama – sama dengan pak Rahmat kami menuju Polsek Pagelaran untuk menanyakan perkembangan kasusnya. Kami langsung menemui Pak Bismark (Kapolsek) dan Pak Rizal (Penyidik). Menurut Keterangan
beliau bahwa sampai saat ini Polsek Pagelaran sedang mengumpulkan bukti – bukti untuk mendukung kasusnya. Mereka juga sudah melakukan pemanggilan terhadap tersangka (Jm) untuk dimintai keterangan nya. Kami kecewa karena tersangka tidak ditahan padahal ancaman hukumannya lebih dari 5 tahun dan tersangka wajib untuk ditahan sesuai dengan KUHAP. Mereka menjawab indikasi kearah sana belum cukup bukti, ada indikasi bahwa tersangka bukan pelaku utama. Keempat, Tim Penannganan Kasus yaitu Uci mendatangi rumah korban untuk mendampinginya di Polsek Pagelaran sehubungan adanya pemanggilan dengan surat panggilan no. SP.Gil/26/III/03/SERSE, yang ditanda tangani oleh Ipda Bismark. Sebelum mendatangi Polsek Pagelaran kami terlebih dahulu ke rumah Pak Rahmat saait itu sekitar pukul 08.50WIB, disana sudah berkumpul tokoh masyarakat, LSM , PDIP, Para tokoh Pemuda Gemah Ripah, Serta wartawan Radar, mereka menceritakan tentang perkembangan kasusnya. Juga mengatakan bahwa telah membuat Surat Pernyataan bersama yang ditanda tangani oleh seluruh element masyarakat yang inti isinya desakan terhadap Polsek Pagelaran untuk mengusut tuntas kasus perkosaan yang menimpa Rn dan menahan pelaku secepatnya. Pukul 10.00WIB kami bersama – sama tokoh masyarakat, korban dan ibunya menuju polsek Pagelaran. Kami segera menemui Kapolseknya Ipda Bismar, beliau menjelaskan maksud tujuannya memanggil korban dan ibunya. Menurutnya bahwa BAP yang dibuat penyidik (Rizal) belum lengkap dan masih kurang tajam oleh karena itu perlu dibuatkan BAP tambahan untuk melengkapi proses penyidikan. Kapolsek juga menjelaskan bahwa beliau dan jajarannya serius menangani kasus tersebut, saat ini pelaku telah diamankan. (Namun kami tidak
melihat pelaku berada di sel tahanan, kami sempat tanyakan tetapi jawabannya tidak memuaskan. Menurut Kapolsek, pelaku diamankan ditempat yang tidak diketahui orang luar karena takut terjadi hal – hal yang tidak diinginkan).
Sekitar pukul 11.45WIB dilakukan BAP lanjutan oleh Penyidik Brigadir Imam Subagyo selaku Kanit Reskim Polsek Pagelaran yang baru, materi pemeriksaan lebih tertuju pada proses perkenalan korban dengan pelaku, serta proses perjalanan pelaku ke Bandar Lampung. Dan ada beberapa point yang sempat kami interupsi karena menurut kami terlalu menyudutkan korban. Selanjutnya pemeriksaan tambahan terhadap ibu wt, namun karena tidak didapat keterangan baru pemeriksaan tidak dilanjutkan, hanya mengacu pada BAP terdahulu. Selesai proses verbal lanjutan kami dipanggil oleh Kapolsek Ipda Bismark. Beliau, berpesan agar kita bisa menjadi tim kerjasama yang baik. Kami mengatakan pada beliau bahwa kami mempercayakan semua proses penanganan kasus ini pada Polsek Pagelaran, karena kami tahu bahwa aparat kepolisian adalah yang mewakili kepentingan korban. Oleh karenanya kami juga berharap agar Kapolsek Pagelaran serius dalam penanganan kasus ini. Kapolsek juga meminta kami untuk membantu manghadirkan saksi petunjuk dari keluarga korban yang lain, misalnya orang yang rumahnya menjadi tempat tinggal korban sebelum kejadian, orang yang melihat pergi bersama pelaku, orang yang melihat korban dan pelaku berada di rumah SI. Selain itu kami juga diminta untuk membantu menyerahkan barang – barang bukti seperti pakaian yang dikenakan korban saat kejadian, serta pakaian dan barang barang yang dibeli Jm. Sekita pukul 19.45WIB kami permisi pulang dan melanjutkan perjalanan dengan mengantarkan ibu korban pulang ke Babakan Pagelaran.
Kelima, Selang sepuluh hari setelah pemanggilan itu, Tim Penanganan Kasus Damar yaitu Uci mendapat informasi dari Pak Rahmat via hot line service mengenai kondisi ibu korban yang mendapat intimidasi dari pihak pelaku. Sehingga untuk menghindari intervensi tersebut kami memindahkan ibu W ke tempat aman. Ketika akan menuju Pagelaran, Pak Rahmat mendatangi Damar dengan membawa barang bukti yang dibutuhkan penyidik. Setelah berkoordinasi kami memutuskan untuk pergi bersama. Sesampainya di Pringsewu kami menuju ke Podomoro (kediaman keluarga suami ke-2 ibu W). Ditermpat tersebut ternyata ibu W telah dibawa suaminya ke rumah kakaknya di Kaliwungu – Kalirejo. Kemudian kami pun segera menuju kesana. Sesampainya di Kaliwungu, ternyata ibu W masih trauma. Bila ada orang yang datang, ia lari dan bersembunyi ke kebun rambutan di belakang rumah. Lalu kami pun menjelaskan maksud dan tujuan membawanya ke Damar yaitu memberikan keamanan dan membantu pemulihan psikis akibat dari musibah yang menimpanya. Akhirnya ibu W bersedia, kemudian kami membawanya ke tempat aman.
Keenam, Hari keempat setelah mengamankan ibu W, Tim Penanganan Kasus Damar yaitu Uci mendatangi Polsek Pagelaran untuk memberikan barang bukti. Ditempat itu kami bertemu dengan Kaplosek Pagelaran. Pada beliau kami serahkan barang bukti tersebut serta meminta surat keterangan penyerahan barang bukti. Tak lupa kami juga meminta keterangan tentang perkembangan kasus tersebut. Menurutnya ia belum dapat menemukan SI sedangkan Jm telah ditahan ditempat yang aman, tetapi tidak di polsek tersebut dan ia tidak memberikan keterangan tempatnya. Dari Polsek Pagelaran kami menemui Pak Rahmat untuk memberikan perkembangan kasus yang telah dimonitoring.
Ketujuh, Sudah lebih dari tujuh hari dari penyerahan barang bukti, Tim Penangan Kasus Damar melakukan monitoring melalui via hot line ke Kanitreskim Polsek Pagelaran untuk menanyakan perkembangan kasus. Kami mendapatkan informasi yaitu tentang penahan pelaku, tetapi ia tidak dapat memberikan bukti tertulis bahwa pelaku pernah ditahan di polsek atau
ditempat yang diamankan oleh
Kapolsek. Menurutnya kasus ini juga sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Talang Padang. Pelaku dijerat dengan pasal 285 jo 290, pasal 287 jo pasal81 UU No.23 th 2002 tentang Perlindungan Anak. Monitoring ini dilakukan setelah kami mendatangi Polsek tersebut untuk memberikan penekanan kasus ini yang telah berjalan selama 3 bulan.
Kedelapan, Memasuki bulan keempat Tim Penanganan Kasus Damar kembali mendatangi Polsek Pagelaran untuk memonitoring perkembangan kasus. Serta menemui ibu W untuk klasifikasi pencabutan surat kuasa dan mengajaknya kembali untuk tinggal di Damar. Sebelumnya kami mendatangikediaman Pak Rahmat yang mengetahui keberadaan ibu W. Di tempat itu kami mengikuti pertemuan tokoh masyarakat di rumah Naseb di Patemon yang membahas kasus tersebut. Selanjutnya kami beserta Pak Rahmat dan Misno Dani mendatangi Polsek Pagelaran. Ditempat itu kami mendapat intimidasi dari Kapolsek karena kami membawa 2 tokoh masyarakat yang peduli akan kasus tersebut. Beliau yang tidak menghendaki turut campurnya pihak lain yang menurutnya memperkeruh suasana memberikan intimidasi kepada kami. Kemudian informasi yang kami dapatkan dari Kapolsek tersebut yaitu pelaku telah ditangkap dan ditahan di Polres Tanggamus.
Kemudian kami mendatangi rumah ibu W di Kaliwungu – Pringsewu untuk klarifikasi pencabutan surat kuasa. Menurutnya ia terjepit untuk menandatangani surat pencabutan yang telah dbuat oleh Musli (kerabat ayah korban), karena korban ingin turut serta Musli untuk sekolah di Tanjung Karang atas biaya Musli. Setelah Berkoordinasi akhirnya ibu W bersedia ikut ke Tanjung Karang untuk tinggal di dammar dan membuat pernyataan bahwa ia membantah pencabutan kuasa tersebut. Tetapi sebelum ia tinggal di Damar ia akan menjemput anaknya di rumah Musli dan kami pun mengantarnya.
3. Analisis Kasus ini merupakan kasus yang dapat dikategorikan trafficking dan perkosaan, karena termasuk didalam definisi Protokol Perserikatan Bangsa – Bangsa yaitu termasuk menipu, memperdaya (termasuk mambujuk dan mengiming – imingi) korban, menyalahgunakan dan memanfaatkan ketidaktahuan, keingintahua, kepolosan, ketidakberdayaan dan tidak adanya perlindungan terhadap korban, serta ekspoitasi seksual.
C. Kronologis Kasus Sr (Inisial) 1. Kronologis Kejadian Hari itu korban bertandang ke rumah Fatmawati, temanya di Panjang dengan izin kepada orang tuannya hendak ke rumah Purnawati, bibinya di Kec. Karang Maritim Panjang. Sesampainya di Panjang korban sempat menghubungi pelaku di no. 0815 – 4023322—selama ini hubungan korban dan pelaku adalah sepasang kekasih,unjtuk sekerdar memberitahukan keberadaan dirinya pada pelaku. Ketika dihubungi pelaku meminta korban untuk menunggunya sebelum pergi ke rumah
Fatmawati. Setelah menunggu disamping gedung Teater Panjang selama 30 menit pelaku datang dengan mengendarai sepeda motor. Kemudian mereka mendatangi rumah Fatmawati yang letaknya di depan Teater Panjang tersebut.
Dirumah Fatmawati pelaku menawarkan kepada korban untuk bekerja di Bangka, dan krban menjawab : ―ya sudah kalau memang ada kerjaan‖. Setelah menjawab pertanyaan tersebut ia pamit untuk ke kamar kecil. Pada saat itu pelaku berbicang – bincang dengan Fatmawati. Setelah korban kembali, pelaku mengajak korban pamit. Kemudian pelaku mengajak korban pergi ke tempat saudaranya di Teluk. Tetapi dalam perjalanan pelaku beralasan kalau rumah saudaranya tersebut sedang ramai dan ia membawa korban ke Hotel R panjang. Dihotel tersebut mereka berbincang – bincang sampai malam. Pelaku kemudian merayu korban untuk melakukan hubungan badan, tetapi ditolak oleh korban dengan alasan mereka belum menikah. Pelaku memaksa korban untuk melakukan hubungan badan, tetapi ditolak oleh korban dengan alasan mereka belum menikah. Pelaku kembali memaksa korban dengan janji akan menikahi korban setibanya di Bangka, dan korban terus menolak. Akhirnya karena terus dipaksa dan dibuaian janji bertanggungjawab menikahi sesampainnya di Bangka, korban terpaksa menuruti kemauan pelaku yaitu melakukan hubungan badan. Siang harinya, datanglah Ida ke Hotel R menemui pelaku dengan tujuan untuk ikut pergi ke Bangka. Korban yang tidak mempunyai hubungan apapun dengan Ida turut bertemu dan terlibat perbincangan. Setelah menyampaikan tujuannya kepada pelaku Ida pun pulang.
Malam hari pelaku kembali memaksa korban untuk melakukan hubungan badan seperti malam sebelumnya, hal itu kembali ditolak oleh korban. Tetapi dengan alasan yang sama pelaku berhasil melakukan hubungan badan yang ke – 2 kalinya pada korban. Pada siang hari orang tua pelaku datang diiringi kedaatangan Ida, dan selanjutnya adik pelaku, Ipan. Kemudian mereka semua meninggalkan Hotel R menuju Dusun Suka Tinggi Desa Parda Suka Kec. Katibung Lampung Selatan.
Setelah menunggu 30 menit dirumah yang korban tidak kenal itu, pelaku, korban dan Ida berangkat ke Bangka dengan mobil travel berwarna putih dengan merk Purnama, disaksikan oleh orang tua pelaku, Ipan serta pasangan suami istri pemilik rumah tersebut. Mobil tersebut transit di Palembang sebelum melanjutkan perjalanan ke Bangka dan mereka bermalam di Pul Purnama tersebut. Di tempat itulah korban mengetahui kalau di Bangka ia terlebih dahulu harus bekerja di sebuah diskotik, bukan seperti yang dijanjikan pelaku yaitu akan menikahi ataupun selajuntnya bekerja di sebuah rumah makan. Saat itu pelaku juga mengatakan pada korban : ―Kamu harus bekerja dulu untuk biaya nikah kita‖. Setelah mengetahui hal itu korban hanya bisa menerima dan tidak bisa berbuat apapun karena janji pelaku akan menikahinya.
Di Bangka ternyata korban dipekerjakan di sebuah diskotik sebagai pelayan tamu untuk minum dan tidur di kamar, singkatnya sebagai PSK ( Pekerja Seks Komersial ). Selama 17 hari di tempat itu korban sempat ‗melayani tamu‘ sebanyak 5 kali. Tarif dalam sekali dalam melayani tamu seharga Rp.100.000. Tetapi uang tersebut harus dibagi dua dengan ―Mami‖ pemilik diskotik. Pada hari
ke-5 pada saat berada di Bangkan korban pernah disetubuhi lagi oleh pelaku. Saat yang sama korban sempat pula menanyakan pada pelaku tentang pernikahan yang ia janjikan. Hal itu terjadi karena pelaku bekerja sebagai kasir ditempat yang sama. Namun ketika ia tanyakan hal itu tidak pernah dijawab oleh pelaku. Korban akhirnya dapat kembali pulang ke Lampung dengan dijemput pamannya yang mengetahui nasib kemenakannya dari orang tua korban.
2. Analisis Kasus ini merupakan kasus yang dapat dikategorikan trafficking, karena modus yang digunakan yaitu mencari atau menikahi untuk kemudian Srj dijual dengan mendapatkan keuntungan yang berlipat, dan merayu, menjanjikan berbagai kesenangan dan kemewahan, menipu, menjebak, membohongi, Promises (Dzuhayantin dan Silawati 2001: 79) mengancam, menyalahgunakan wewenang, memperkosa. Dan dikelompokkan kedalam Seduction dan False.
D. Kronologis Kasus Asn ( Inisial ) 1. Kronologis Kejadian Pada siang hari sekitar pukul 14.00WIB pelaku ( Asnita ) mendatangi rumah korban dengan tujuan mencari orang untuk bekerja di rumah makan di Cirebon. Korban yang terkena bujuk rayu pelaku akan pekerjaan tersebut meminta isin pada orangtuannya untuk bekerja. Karena hanya bekerja di rumah makan dan letaknya di Cirebon orang tua korban lantas mengizinkan anaknya bekerja. Selain itu dengan alasan mencari nafkah untuk korban yang tidak lagi memiliki ayah karena telah meninggal.
Tepat pukul 16.00WIB korban meninggalkan rumah bersama pelaku. Oleh pelaku korban diajak kesebuah rumah yang tidak dikenalnya. Dirumah itu ternyata telah menunggu seorang perempuan. Kemudian dari tempat itu korban beserta perempuan tersebut dibawa ole pelaku ke rumahnya di Desa Tanjungan Kec. Katibung Lampung Selatan. Setelah menunggu sampai pukul 20.00WIB korban dibawa pelaku ke Palembang dengan menggunakan sebuah mobil travel. Dalam perjalanan itu korban yang merasa janggal menanyakan tujuan keberangkatan pada pelaku, tetapi selalu dijawab dengan kemarahan. Korban juga diintimidasi untuk tidak banyak bertanya, serta mengatakan ―Kamu ini mau kerja apa gak!!‖ karena takut akhirnya korban memilih diam.
Setibanya di Bangka tepatnya di daerah Toboali korban tidak dipekerjakan di rumah makan tetapi dibawa oleh pelaku ke sebuah kafe miliknya yang berada ditengah hutan. Di kafe tersebut korban dipaksa untuk melayani tamu laki – laki yang datang untuk sekedar minum bahkan hingga tidur. Selama bekerja disana korban pernah mengalami intimidasi fisik berupa pukulan dari pelaku ( Manlago ) karena korban menolak melakukan pekerjaan tersebut. Pada masa awal kedatangan. Korban pernah meminta izin kepada pelaku ( Asnita ) tetapi ia tidak diizinkan malah dimarahi dan mendapat caci maki pelaku.
Perjanjian yang berlaku ditempat itu yang berkaitan dengan pendapatan dalam sekali melayani tamu harus dibagi dua. Perhitungannya jika sekali melayani tamu mendapatkan bayaran sebesar Rp.100.000, dibagi dua dengan pelaku. Setengah bagian diberikan kepada korban untuk kebutuhan sehari – harinya. Setengahnya dibagi dua lagi untuk biaya sewa kamar dan tabungan untuk kepulangan, yang
kesemua bagian tersebut dipegang pelaku, walaupun pada akhirnya korban tidak dapat mengambil tabungannya tersebut.
Selama dua bulan korban tersekap di kafe tersebut dan dipaksa bekerja sebagai Pekerja Seks Komersial ( PSK ). Namun akhirnya ia dapat keluar dari tempat itu dengan bantuan kenalannya yaitu Maas Setiawan yang kemudian membawanya pulang ke Lampung. Setelah menceritakan seluruh kejadiannya pada keluarga akhirnya korban memberanikan diri melaporkan kejadian tersebut pada Polsek lampung selatan. 2. Usaha – Usaha yang dilakukan Damar Pertama, Tim Penanganan Kasus Damar yaitu Uci dan KBH yang mengetahui adanya kasus trafficking langsung melakukan investigasi. Karena Tim PK tidak mengetahui identitas dan alammat korban tapi hanya mengetahui bahwa korban pernah melapor ke Polres Lampung Selatan maka mereka langsung mendatangi polres tersebut. Ditempat itu Tim PK yang disambut kedatangannya oleh Bripda Abkhoiriyah lansung menanyakan tentang kasus dan perkembangannya setelah sebelunmnya memperkenalkan diri. Bripda Khoiriyah lantas menceritakan kronologis kasus tersebut serta memberikan salinan BAP saksi korban. Serta mengatakan bahwa kasus ini akan segera dilimpahkan ke Kejaksaan Lampung Selatan.
Kedua, Dengan menunggu perkembangan kasus selama seminggu, Tim Penanganan Kasus melakukan monitoring dengan mendatangi Kejaksaan Lampungg Selatan. Kedterangan yang kami dapatkan dari bapak Suwardi selaku kasi Pidum bahwa perkara kasus belum terregistrer di Kejaksaaan tersebut.
Mendengar informasi tersebut Tim PK mendatangi Porles Kalianda untuk meminta keterangan. Oleh Bripda Abkhoiriyah Tim PK membahas kasus yang ternyata masih di kepolisian untuk ditambahkan beberapa bukti lain.
Ketiga, Sudah hampir sebulan kasus ini berlangsung, Tim Penanganan Kasus kembali melakukan monitoring perkembangan kasus dengan mendatangi Porles Lampung selatan. Dalam perkembangannya kasus masih berada di kepolisisn dan belum dilimpahkan ke Kejaksaan karena masih dalam proses. Dengan kemudian menunggu dalam waktu sepuluh hari, Tim Penanganan Kasus Memonitoring lagi perkembangan kasus yang masih berada di Polres Kalianda. Menurut Bripda Abkhoiriyah SPDP kasus tersebut akan segera dibuat.
3. Analisis Kasus ini dapat dikategorikan dalam trafficking, karena didalamnya terdapat perekrutan, pengangkutan, pemindahtanganan, pemberangkatan, dan penerimaan, posisi kerentanan (situasi dimana seseorang tidak memiliki pilihan bebas), Eksploitasi seksual dimana korban dipaksa melayani laki – laki dalam jumlah yang banyak dan dipekerjakan sebagai pekerja seks, Penipuan, berdasarkan Pelaporan Khusus PBB. Dan termasuk kelompok False Promises ( Dzhuyantin dan Silawati 2001:79)
E. Kronologis Kasus Fr ( Inisial ) 1. Kronologis Kejadian Saat itu pada hari jumat korban diajak teman yang juga tetangganya, Rina untuk berkunjung ke kost Rina di Sukaraja Raden Intan Bandar Lampung. Sebelum pergi ke tempat yang dituju, Rina membawa korban ke Terminal Panjang.
Ditempat itu korban dikenalkan pada pacarnya, Yadi kakak pelaku. Kemudian korban dibawa oleh Rina dan Yadi ke tempat kaka Yadi yaitu Khoiri di Pantai ( dekat terminal panjang ). Ketika berada dirumah khoiri, Rina berangkat lebih dulu ke kostannya dengan alasan untuk beres – beres. Pada pukul 12.00WIB Yadi serta korban menuju ke tempat kostan Rina, pada saat itu Yadi bersedia mengantarkan korban. Tetapi Yadi tidak langsung mengantarkan korban pelang ke rumahnya, ia kembali membawa korban ke Terminal Panjang menuju rumah Imran, yang disebut pamannya. Diam – diam pada istri Imran, yang ternyata mucikari di Bangka, Yadi mengatakan akan berangkat dan ia meminta uang Rp.150ribu untuk keberangkatan yang korban sendiri tidak tahu tujuannya.
Pada pukul 20.00WIB sebuah mobil Travel Purnama datang kerumah Imran dan ternyata mobil tersebut ditujukan untuk membawa korban. Di dalam mobil yang belum berangkat tersebut, korban meminta tolong pada salah satu penumpang untuk menyatakan pada sopir akan tujuan mobil yang akan dia naiki. Dan teryata tujuannya ke Palembang. Merasa ada yang aneh korban kembali meminta tolong agar mengatakan pada sopir untuk mengantarnya ke Way Halim dan jangan memberitahukan hal tersebut kepada Yadi. Tetapi sial sopir tersebut, belakangan diketahui turut bekerjasama untuk mengantar perempuan – perempuan ke Bangka, dan memberikan informasi itu kepada Yadi. Karena merasa dibohongi korban berusaha lari, sayangnya Yadi masih sempat memegang tangan korban. Akhirnya Yadi menyarankan untuk kembali ke kostan Rina. Sesampainya kembali di kostan tersebut, Yadi dan Rina tetap mendesak korban untuk bermalam. Korban sempat menolak karena ketika akan berangkat menuju ke kostan Rina korban mengatakan tidak berniat untuk bermalam. Tetapi Rina menyuruh korban tidak pulang karena
hari sudah malam dan ia tidak memiliki uang untuk ongkos pulang. Kemudian Yadi dan Rina berjanji untuk mengantarkan korban pada esok pagi sehingga korban pun menuruti kemauan mereka.
Keesokan harinya, korban tidak juga diantar pulang oleh Yadi. Melainkan dibawanya ke Menggala tepatnya di Desa Bujuk Agung dengan kendaraan umum. Di tengah perjalanan Yadi sempat mengancam: ―Kamu jangan sampai pergi, Awas!‖. Sesampainya di Menggala korban dikenalkan Yadi pada pelaku yaitu Ef, yang diakui sebagai adiknya. Pada saat perkenalan itu pelaku mengatakan belum mempunyai istri/bujangan. Kebohongan itu terungkap ketika istrinya datang dan marah – marah pada korban. Kemudian korban kabur menuju ke rumah RT Bujuk Agung untuk mengadukan nasibnya. Selang beberapa waktu Yadi datang menjemputnya dan berunding dengan Pak RT, kemudian Yadi berhasil membawa korban pulang. Hari itu korban terpaksa bermalam di Menggala, dirumah Yadi. Karena Yadi berjanji besok akan mengantarkannya pulang dengan menumpang mobil Bumi Waras ( BW ) pengantar sagu di Way Lunik.
Sesuai janji, tetapi korban diantar oleh pelaku ke BW, tepatnya ke Mes BW tempat tinggal Darmadi, kakak pelaku. Mereka menanyakan mobil yang akan berangkat tersebut. Tetapi sampai malam mobil yang dimaksud tidak datang juga, dan pelaku berjanji akan mengantarkan korban besok pagi. Tiba – tiba pada pukul 20.00WIB Yadi datang bersama 5 orang lainnya, yang disebutnya sebagai paman mereka. Kemudian Yadi mengancam, menampar, dan membentak korban sambil mengeluarkan golok: ―Kamu ngelunjak, kok mau pulang masih disini!‖. ―Kamu harus tidur dengan adik saya, nurut dengan adik saya, kalau tidak kamu akan saya
umpani dengan orang rame‖, ancam Yadi. Kemudian Yadi dan kelima orang lainnya pulang pada pukul 22.00WIB, dan tinggallah Darmadi dan istri, korban serta pelaku. Pada malam itu korban terpaksa tidur satu kamar dengan pelaku,sambil mengancam seperti yang diungkapkan Yadi sebelumnya,anehnya Darmadi beserta istrinya tidak keberatan. Tetapi Ef sempat mengatakan ― Kamu nurut dengan saya nanti kamu saya lindungi.‖
Keesokannya, pada pukul 16.00 korban dibawa ke Unit 6 Menggala menuju kerumah Leman, paman mereka. Disana korban terpaksa untuk tinggal selama 2 hari, dan untungnya mereka tidak menempati satu kamar, karena Leman melarang dan sempat menanyakan tentang hubungan mereka. Menjawab pertanyaan Leman, pelaku mengatakan bahwa mereka mau menikah tetapi korban mengatakan bahwa mereka belum menikah. Di tempat itu korban sempat disuruh membuat surat segel untuk menikah agar terhindar dari tuntutan keluarga korban, tetapi korban menganjurkan untuk datang baik-baik ke rumah korban.
Setelah dua hari di Unit 6 Menggala, korban tiba sekitar pukul 21.00 di rumah Yanti di daerah Palang Besi Kemiling (dekat rumah Bidan Asti). Menurut pelaku yanti adalah adik ibunya. Pada saat itu Yanti sedang berada di Bangka, di rumah tersebut dihuni oleh nenek, dan 2 adik pelaku. Di rumah itu korban ditahan selama 1 minggu dan kembali menempati kamar yang sama dengan pelaku. Selama dalam sekapan itu korban diperkosa. Dan ia tidak dapat kabur karena pintu rumah itu selalu di kunci dan gerak geriknya selalu diawasi.
Di hari ketiga penyekapan tersebut Yadi datang dengan menggunakan kendaraan dan sopir yang sama sewaktu ia akan dilarikan dari rumah Imran. Ia akan datang
bersama 3 orang perempuan untuk dibawa ke Bangka, hal ini diketahui korban karena sopir tersebut menanyakan mengapa korban belum juga berangkat ke Bangka. Tujuan Yadi datang ke tempat itu untuk kembali membawa korban ke Bangka. Yadi kembali mengancam korban ―Kamu harus menikah dengan Ef atau saya dibawa ke Bangka.‖
Untuk menutupi aksinya korban disuruh menghubungi orang tuanya melalui telpon agar orang tuanya tidak khawatir. Tetapi harus berbohong tentang keberadaan yang sebenarnya. Telp. yang pertama korban dipaksa pelaku untuk mengatakan bahwa ia sedang berada di Kotabumi. Sedang beberapa hari korban kembali di suruh menghubungi orang tuanya. Korban memberitahu bahwa ia berada di Kemiling. Mendengar hal itu pelaku langsung marah dan sempat ingin membawanya lagi ke Menggala. Untuk bisa terlepas dari jeratan tersebut korban melakukan berbagai cara, seperti berusaha kabur, lari ke RT, dll. Sampai pada setelah empat hari, korban berbicara baik – baik atau merayu pelaku agar diantarkan pulang ke rumah orang tuanya dengan tujuan mengutarakan keinginan mereka menikah. Pelaku setuju dan mengantarkan korban pulang. Pukul 16.00WIB mereka sampai di rumah korban, tetapi di rumah tersebut tidak ada orang. Karena tidak bertemu orang tua korban, akhirnya pelaku pulang tepat pukul 16.30WIB.
Setelah paman orang tuanya tiba kembali ke rumah, pukul 19.00WIB korban menceritakan seluruh kejadian itu pada pamannya dan didengarkan oleh anggota keluarga. Keesokannya korban detemani pamannya melapor ke Polsek Tanjung Karang Barat. Sekarang pelaku ditahan di Polsek Tersebut.
2. Usaha – Usaha Yang Dilakukan Damar Pertama, Memasuki Hari kesepuluh setelah pelaporan, Tim Penanganan Kasus mendatangi Polsek Tanjung Karang Barat untuk meminta keterangan tentang kasus Frd. Kasus ini kami dapat dari hasil monitoring kasus pada Harian Umum Lampung Post. Surat kabar tersebut memberitakan bahwa telah terjadi tindak criminal yaitu perkosaan dan bertempat tinggal di Kemiling Tanjung Karang Barat. Setelah melakukan analisa terhadap kasus tersebut kami menggolongkan kasus tersebut pada dua sisi yaitu pemerkosaan dan perdagangan perempuan ( Trafficking ).
Kedua, Tim penanganan kasus Trafficking melakukan
investigasi dengan
mendatangi rumah korban. Untuk meminta sejumlah keterangan tentang kasus tersebut dan kronologis kejadian serta menawarkan bantuan secara psikis untuk pemulihan traumatiknya. Karena terlihat keluarga itu masih trauma terhadap kejadian yang baru menimpa mereka. Kedatangan kami di sambut rasa curiga oleh keluarga itu, tetapi setelah menjelaskan asal dan tujuan kami mereka mulai terbuka tentang kasus tersebut. Beberapa anggota keluarga hadir menemani korban, kemudian kami memintanya untuk menceritakan kronologis kejadian tersebut. Kami berjanji untuk datang kembali memberikan surat kuasa, dan keesokannya kami kembali untuk menandatangani surat kuasa. Setelah penandatanganan surat itu yang tergolong perdagangan perempuan ini akhirnya ditangani oleh pihak Damar.
Ketiga, Selanjutnya Tim Penanganan Kasus melakukan pendampingan terhadap korban dalam menjalani pemeriksaan tambahan di Polsek Tanjung Karang Barat.
Kemudian Polsek Tanjung Karang Barat mengadakan pemeriksaan saksi. Dalam hal ini kami selaku kuasa hukum korban melakukan pendampingan pada ayah korban, yang turut dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus tersebut.
Keempat, Setelah lewat beberapa hari, Tim Penanganan kasus memonitoring melalui telpon ke Polsek Tanjung Karang Barat. Tujuannya untuk mengetahui perkembangan kasus Frd lebih lanjut. Pak Rahmat selaku penyidik Polsek Tanjung Karang Barat menginformasikan bahwa BAP kasus Frd telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri. Kelima, Setelah menunggu selama seminggu, Tim Penanganan Kasus memonitoring kasus Frd yang telah dilimpahkan ke Pngadilan Negeri Tanjung Karang. Yang dipimpin oleh Manalu Rambe, SH sebagai hakim ketua dan Ujang Suryana, SH sebagai JPU, yang akan disidangkan sepuluh hari mendatang.
Keenam, Tim Penanganan Kasus menghadiri sidang perdana kasus tersebut. Dalam persidangan ini DAMAR juga mendampingi korban yang dihadirkan sebagai saksi korban dalam persidangan, yaitu saksi Rojali dan Samsiah ( keluarga korban ) dalam memberikan kesaksian atas kasus tersebut. Sidang ini menegaskan akan perlu dihadirkannya Yadi dan Rina untuk didengar kesaksiannya, yang menyebabkan peristiwa naas yang terjadi pada korban. Hakim lalu menugaskan kepada Jaksa untuk menghadirkan Yadi bin Zainal dan Rina bin Semi.
Selanjutnya setelah beberapa hari siding dilanjutkan kembali, Tim Penanganan kasus menghadiri sidang yang menghadirkan saksi Wati binti Winarno ( Tante Korban ) dan Rina Binti Efendi ( Keluarga Pelaku ), dilanjutkan dengan
pemeriksaan terdakwa. Sidang selesai dan menunggu untuk waktu yang lumayan lama untuk pengagendan pembacaan tuntutan.
Ketujuh, Tiba pada persidangan, Tim Penanganan kasus memonitoring sidang dengan pembacaan tuntutan kepada terdakwa. JPU menuntut terdakwa dengan Pasal 289 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP dan tuntutan selama 4 tahun penjara.
Kedelapan, Tim Penanganan Kasus Memonitoring kembali ke Pengadilan Negeri Tanjung Karang. Ditempat itulah tengah berlangsung sidang dengan agenda pembacaan putusan kepada terdakwa. Hakim akhirnya memutuskan hukuman 3 tahun penjara atas perbuatannya yan sangat merugikan orang lain tersebut.
3. Analisis Kasus ini termasuk dalam kategori trafficking karena sesuai dengan Pelapor khusus PBB yaitu perekrutan, transportasi, pembelian, penjualan, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan orang dengan ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan, penculikan, pemerkosaan, dan tekanan terhadap korban.
Tabel 4. Matriks Analisis Hasil
Karakteristik W
Rnk
Sr
Asn
Fr
Demografis
(Inisial)
(Inisial)
(Inisial)
(Inisial)
(Inisial)
Usia
22
13
18
23
19
Pendidikan
SD
SD
SD
SD
PT
Status
Miskin
Miskin
Miskin
Miskin
Miskin
Ekonomi
Modus
Penipuan
Penipuan
Pemerkosaan
Pemerkosaan
Pemerkosaan
Hukum
Psikologis
Psikologis
Hukum
Psikologis
Operandi Bentuk Bantuan
Pada gambar di atas dapat penulis gambarkan bahwa korban trafficking terjadi pada usia 13 tahun hingga 23 tahun. Kemiskinan merupakan faktor yang membuat modus operandi berjalan lancar, kemiskinan pula yang membuat mereka hanya dapat menyelesaikan pendidikan sampai SD. Bentuk bantuan psikologis yang di berikan DAMAR dapat membantu para korban dalam memulihkan mental dan menyelesaikan masalah serta kebingungan untuk masa depan hidupnya.
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan dengan adanya realita yang ada yaitu perempuan korban trafficking untuk kepentingan bisnis jasa pelayanan seksual komersial di Provinsi Lampung, terlihat bahwa daerah tersebut adalah daerah transit dan juga sebagai daerah pengirim anak perempuan.
1. Dengan karakteristik dan kondisi lingkungan sosialnya, modus operasinya, relasi yang membawanya, proses pengirimannya, cara transaksi/ pengalihannya dari traffickers kepada majikannya, perlakuan majikan terhadap perempuan korban trafficking, upaya – upaya yang dilakukan korban trafficking ketika berada ditempat majikannya, serta bentuk bantuan sosial psikologis yang diinginkan perempuan korban trafficking dalam menyelesaikan masalah. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga korban berasal dari keluarga miskin dengan latar belakang pendidikan yang sangat minim dan juga pada saat perekrutan umur korban yang masih sangat belia menyebabkan perempuan korban trafficking menjadi sangat rentan terhadap praktik trafficking. 2. Dengan modus yang digunakan yaitu menipu, menjerat korban, memacari, menjanjikan berbagai kemewahan dengan ancaman, pemaksaan, atau penculikan dan relasi yang membawanya merupakan jaringan yang cukup
luas, transportasi yang digunakan yaitu menggunakan kapal, ataupun kendaraan roda empat yaitu mobil, perlakuan yang sangat kasar yang didapat oleh korban trafficking ketika berada ditempat majikan yaitu mencoba melarikan diri dan berusaha mengadukan aparat yang berwajib. Bantuan yang dibutuhkan korban trafficking dalam menyelesaikannya masalahnya adalah perlindungan hukum dan menghukum pelaku trafficking sesuai dengan undang – undang dan perlindungan korban serta pemulihan psikis korban.
Kelima perempuan korban trafficking mengalami prosedur yang tidak memihak dimana mereka dijadikan korban utuk kedua kalinya ( viktimidasi ) dan ketika mereka mengadukan kasusnya ke pihak yang berwajib mereka diperlakukan sebagai pelanggar hukum ( deskriminasi ) sementara para pelaku trafficking terlepas dari jeratan hukuman. Kekerasan yang dialami kelima perempuan korban trafficking baik kekerasan fisik, mental ataupun psikis membuat mereka takut umengulangi yang telah mereka lakukan seperti mencoba melarikan diri ataupun berontak dengan mengurung dikamar. Cara – cara tersebut adalah hal yang biasanya dilakukan untuk membuat perempuan menjadi takut mengambil keputusan penting untuk hidupnya. Sampai saat ini kelima korban mengakui mereka masih bingung dengan masa depannya.
Trauma psikologis bisa juga timbul akibat trauma fisik atau tanpa ada trauma fisik sekalipun. Penyebab trauma psikologis antara lain pelecehan seksual, kekerasan, ancaman, atau bencana. Namun tidak semua penyebab tersebut punya efek sama terhadap tiap orang. Ada orang yang bisa mengatasi masalah tersebut, namun ada pula yang tidak bisa mengatasi emosi dan ingatan pada
peristiwa traumatik yang dialami. Gejala dan Perawatan trauma psikologis dapat diantisipasi sebagai berikut: 1. Gejala, Penderita trauma biasanya menghindari tiap hal yang memicu timbulnya ingatan akan penyebab trauma. Jika mereka melihat pemicu, apapun jenisnya, mereka akan panik, depresi, marah-marah, atau disosiasi. 2. Perawatan, Perawatan untuk penderita trauma psikologis atara lain meliputi:
a. Membangun kepercayaan dengan orang lain. b. Belajar mengatur emosi. c. Terapi proses yang berhubungan dengan kenangan dan perasaan
B. Saran Dengan maraknya kasus trafficking perempuan di Indonesia umumnya dan di Provinsi Lampung khususnya yang menimbulkan dampak cukup komplek bagi para korban, beberapa langkah aksi penanggulangan trafficking perempuan untuk tujuan kepentingan pelayanan jasa seksual komersil.
Pertama, hendak nya masyarakat lebih takut akan jeratan hukum dan lebih menekankan lagi pada Undang – Undang khususnya tentang penanggulangan trafficking yaitu Undang – Undang Anti Perdagangan Terhadap Perempuan, yang bersifat menjerat para aktor pelaku dan pelanggan dengan melindungi korban berdasarkan situasi, kondisi serta kebutuhan korban.
Kedua, kepada masyarakat sebaiknya jangan memusuhi dan memvonis para pekerja seks yang sudah kembali ke tengah – tengah masyarakat sebagai manusia
yang hina. Justru masyarakat seharusnya merangkul mereka dengan memahami bahwa mereka adalah korban bukan pelaku kejahatan, mereka melakukan pekerjaan tersebut bukan karena keinginan mereka tetapi dikondisikan untuk seperti itu. Dan untuk masyarakat luas sebaiknya berhati – hati terhadap para pelaku trafficking perempuan yang melakukan berbagai cara untuk menarik atau menjerat korbannya yaitu dengan janji – janjinya menawarkan pekerjaan dan berpura – pura menjadi pacar.