KINERJA BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL DALAM PELAYANAN DAN PERLINDUNGAN SOSIAL LANJUT USIA TERLANTAR DI PROVINSI BANTEN TAHUN 2015 SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Pada Konsentrasi Manajemen Publik Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh CIKITA RAHMAWATI 6661112199
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA SERANG 2015
PERNYATAAN ORISINALITAS
Nama
: CIKITA RAHMAWATI
Nim
: 6661112199
Tempat Tanggal Lahir
: Serang, 27 Oktober 1993
Program Studi
: Ilmu Administrasi Negara
Menyatakan skripsi yang berjudul “KINERJA BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL DALAM PELAYANAN DAN PERLINDUNGAN SOSIAL LANJUT USIA TERLANTAR DI PROVINSI BANTEN TAHUN 2015”. Adalah hasil karya saya sendiri, dan sumber yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Apabila dikemudian hari skripsi ini terbukti mengandung unsur plagiat, maka gelar kesarjanaan saya bisa dicabut.
Serang, Oktober 2015
Cikita Rahmawati
Pengetahuan yang benar tidak diukur dari seberapa banyak Anda menghafal dan seberapa banyak yang mampu Anda jelaskan, melainkan, pengetahuan yang benar adalah ekspresi kesalehan (melindungi diri dari apa yang Allah larang dan bertindak atas apa yang Allah amanatkan). (Abu Na’im) Pendidikan adalah senjata paling mematikan di dunia, karena dengan itu Anda dapat mengubah dunia. (Nelson Mandela)
“Skripsi Ini Kupersembahkan untuk Kedua Orangtuaku Tercinta yang tidak pernah lelah untuk memberikan dukungan dan doa yang tidak pernah putus serta Adik-adikku, Suamiku dan Anakku Tercinta yang selalu memberikan semangat, motivasi dan doanya, dan tak lupa untuk Teman-temanku yang aku Sayangi.”
ABSTRAK CIKITA RAHMAWATI, NIM. 6661112199. Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten. Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I : Arenawati, S. Sos, M. Si. Pembimbing II: Listyaningsih, S. Sos, M. Si. Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten. Dalam penelitian ini ada beberapa permasalahan yaitu: masih banyaknya jumlah lansia terlantar di Provinsi Banten, minimnya sosialisasi dan informasi tentang keberadaan balai, kurang tanggapnya pegawai balai terhadap kesehatan, belum optimalnya aturan pelayanan penerimaan. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten. Ditinjau dari indikator Efisiensi, Efektifitas, Keadilan, dan Daya Tanggap. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif deskriptif. Data didapatakan dengan cara penyebaran kuesioner, teknik sampling yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah sampel jenuh. Hasil penelitian ini adalah kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial lanjut usia terlantar di Provinsi Banten sudah baik. Hal itu dapat dilihat dari nilai hasil pencapaian skor 68%. Jadi kesimpulannya adalah bahwa dari keempat indikator yang dapat dijadikan tolak ukur ada satu indikator yang memiliki skor rendah yaitu indikator efisiensi sebesar 63%. Saran yang diajukan peneliti yaitu: dilakukannya perekrutan pegawai sesuai dengan kebutuhan, disediakan fasilitas khusus dan fasilitas yang lebih luas untuk para lanjut usia yang ada di balai, lanjut usia disabilitas lebih diperhatikan dan tersedianya dokter tetap di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten. Kata Kunci : Kinerja, Pelayanan, Perlindungan Sosial.
ABSTRACT CIKITA RAHMAWATI, NIM. 6661112199. Performance of Social Protection Public house of parliament in Attendance and Social Protection on Derelict Old Fellow at Province Banten. Program Study Administration State of Science. Faculty Science of Social and Politic. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Advisor I : Arenawati, S. Sos, M. Si. Advisor II : Listyaningsih, S. Sos. M. Si. Performance of Social Protection Public house of parliament in Attendance and Social Protection on Derelict Old Fellow at Province Banten. In this research there is some problems: many old fellow derelict at Province Banten, less socialization and information about house of parliament, less service house of parliament worker concerning healthy of occupant, there is no have explicit rule about occupant receive. The purpose of this research is to find out performance of social protection public house of parliament in attendance, and social protection on derelict old fellow at Provinci Banten. The indicator observations there is from: efficiency, effectiveness, justness, and shrewdness. This research use a method quantitative descriptive. The result of data obtained with distributing questioner. The sampling technical used for sampling is simple jenuh. The result of research is performance of social protection public house of parliament in attendance and protection social on derelict of old fellow at Province Banten already good. That result we can see from out put value accomplishment score 68%. The conclusion is from 4 (four) indicator in using criterion, only one indicator having low score that is efficiency indicator in amount 63%. The suggestion submitted researchers is: do the recruitment according to the needs, the availability of special facilities and more extensive facilities for the elderly in house of parliament , elderly disability more attention and availability of doctors remain in house of parliament Social Protection Banten Province. Keyword : Performance, Attendance, Protection Social.
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas berkah dan inayah-Nya, Alhamdulillah skripsi ini dapat diselesaikan yang berjudul “Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten”. Beranjak dari ketidak sempurnaan dan keterbatasan kemampuan yang peneliti miliki, peneliti menyadari bahwa dalam menyelesaikan Skripsi ini memerlukan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada : 1. Bapak Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd sebagai Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 2. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos, M.Si sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. 3. Ibu Rahmawati, S.Sos, M.Si sebagai Wakil Dekan I. 4. Bapak Imam Mukhroman, S. Sos, M. Si Sebagai Wakil Dekan II 5. Bapak Kandung Sapto Nugroho, S.Sos, M.Si Sebagai Wakil Dekan III. 6. Ibu Listyaningsih,S. Sos, M.Si, sebagai Ketua Prodi Administrasi Negara dan juga sebagai Dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.
i
ii
7. Bapak Riswanda, S.Sos, MPA sebagai Sekretaris Prodi Administrasi Negara. 8. Ibu Arenawati, M.Si sebagai Dosen Pembimbing I yang dengan sabar memberikan arahan dan pengetahuan dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi ini. 9. Ibu Titi Stiawati, S.Sos, M.Si sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak membantu dari awal sampai akhir kuliah dan juga sebagai Penguji Seminar Proposal yang telah banyak memberikan saran dan masukan kepada peneliti. 10. Seluruh Dosen dan staf Jurusan Ilmu Administrasi Negara yang telah memberikan ilmu selama belajar di Kampus Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 11. Bapak/ibu pegawai Dinas Sosial Provinsi Banten dan Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten yang telah memberikan serta membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini dengan memberikan data-data yang dibutuhkan yang namanya tidak bisa disebutkan satu persatu. 12. Bapak dan mamahku tercinta terima kasih atas dukungan dan do’anya, adik-adikku, suamiku Tercinta dan anakku terima kasih atas dukungan dan do’anya yang senantiasa memberikan semangat kepada peneliti untuk segera menyelesaikan skripsi ini. 13. Teman-teman seperjuanganku angkatan 2011 Jurusan Ilmu Administrasi Negara Indri DP, Reni Indri, Ida Komala, Hasanahtun, Jelita Amalia, Wida R, Nita Soraya, Amelia Rizky, Nisa, Amel, Mayang, Vera, Ucha,
iii
Lita, Kantina, Nia, Danang, Jaka, Nendy, Tomy, Novega, Oky, Ervin, Ardi, Randi, Ubay, dan lainnya yang sudah bersama-sama dalam menyelesaikan tugas-tugas kuliah selama perkuliahan serta motivasi yang diberikan kepada peneliti. 14. Dan untuk semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Tidak lupa juga peneliti memohon maaf atas semua kekurangan dan kesalahan yang terdapat dalam skripsi ini. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat dan turut serta memperkaya dalam bidang Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, serta dapat dijadikan sebagai landasan bagi peneliti-peneliti berikutnya. Hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, dan masih terdapat banyak kesalahan berupa ejaan, tanda baca, dan urutan yang tidak sistematis, serta gagasan yang belum tepat sehingga penulis masih membutuhkan saran dan kritik para cendekia yang membangun agar dapat dijadikan sebagai masukan untuk perbaikan di masa yang akan datang. Dengan demikian penulis berserah diri kepada Allah SWT, semoga apa yang telah dilakukan ini mendapat ridho-Nya. Amin. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Serang, Oktober 2015
Peneliti
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN KATA PENGANTAR ....................................................................
i
DAFTAR ISI ....................................................................................
iv
DAFTAR TABEL ...........................................................................
viii
DAFTAR DIAGRAM……………………………………………..
ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...........................................................................
1
1.2 Identifikasi Masalah ..................................................................
10
1.3 Batasan dan Rumusan Masalah .................................................
10
1.4 Tujuan Penelitian .......................................................................
10
1.5 Manfaat Penelitian .....................................................................
11
1.6 Sistematika Penulisan ................................................................
12
BAB II DESKRIPSI TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 Deskripsi Teori ......................................................................
19
2.1.1 Definisi Kinerja ….......................................................
20
2.1.2 Pengertian Kinerja Organisasi …………………….....
21
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja .................
25
iv
2.1.4 Deskripsi Pelayanan Publik ………………………….
28
2.1.5 Asas Pelayanan Publik .................................................
29
2.1.6 Prinsip Pelayanan Publik ……………………………..
30
2.1.7 Definisi Lansia ………………………………………..
31
2.1.7.1 Batasan Umur Lansia .......................................
36
2.1.7.2 Klasifikasi Lansia .............................................
37
2.1.7.3 Karakteristik Lansia …………………………..
37
2.1.7.4 Tipe Lansia ........................................................
38
2.1.8 PMKS .............................................................................
39
2.2 Penelitian Terdahulu ................................................................
44
2.3 Kerangka Berfikir ....................................................................
47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Dan Metodologi Penelitian ...................................
49
3.2 Ruang Lingkup/Fokus Penelitian ..............................................
49
3.3 Lokasi Penelitian .......................................................................
50
3.4 Variabel Penelitian ....................................................................
50
3.4.1 Definisi Konsep ...............................................................
50
3.4.2 Definisi Operasional ........................................................
51
3.5 Instrumen Penelitian ..................................................................
51
3.5.1 Jenis dan Data Sumber ....................................................
52
3.5.1.1 Jenis Data ....................................................
52
3.5.1.2 Sumber Data..................................................
53
v
3.5.2 Teknik Pengumpulan Data ..............................................
53
3.6 Populasi dan Sampel Penelitian .................................................
54
3.6.1 Populasi ...........................................................................
54
3.6.2 Sampel ............................................................................
55
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data .......................................
56
3.7.1 Uji Validitas ...................................................................
57
3.7.2 Uji Reliabilitas ..............................................................
58
3.7.3 Uji Normalitas ..............................................................
58
3.7.4 Uji t-Test .........................................................................
59
3.7.5 Uji Pihak Kanan ..............................................................
60
3.8 Jadwal Penelitian ........................................................................
61
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian .........................................................
63
4.1.1 Gambaran Umum Provinsi Banten ...................................
63
4.1.2 Gambaran Umum Balai Perlindungan Sosial ...................
64
4.1.3 Visi dan Misi Balai Perlindungan Sosial ..........................
68
4.1.4 Tugas Pokok dan Fungsi ………………..........................
69
4.1.5 Struktur Organisasi Balai Perlindungan Sosial ...............
72
4.2 Deskripsi Data ..............................................................................
73
4.2.1
Uji Validitas Instrumen ..................................................
73
4.2.2
Identitas Responden …..................................................
75
4.3 Pengujian Prasyaratan Statistik ................................................... 4.3.1 Uji Reliabilitas Instrumen ....................................................
vi
132 132
4.3.2 Uji Normalitas …………......................................................
133
4.4 Pengujian Hipotesis .......................................................................
134
4.5 Interprestasi Hasil Penelitian ........................................................
137
4.6 Pembahasan ..................................................................................
139
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ...................................................................................
145
5.2 Saran ..............................................................................................
146
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Data Lanjut Usia Terlantar Di Provinsi Banten Tahun 2013 – 2014 .4 Tabel 1.2 Tenaga Kerja di Balai Perlindungan Sosial (BPS) Provinsi Banten ...5 Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian ............................................51 Tabel 3.2 Skoring Item Insrumen........................................................................52 Tabel 3.3 Jadwal Penelitian.................................................................................62 Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Insrumen ..............................................................73 Tabel 4.2 Uji Reliabilitas Data ............................................................................133 Tabel 4.3 Uji Normalitas Data ............................................................................134 Tabel 4.4 Indikator Skor Hasil Penelitian ...........................................................139 Tabel 4.5 Skor Masing-masing Jawaban Dari Indikator Kinerja ........................143
viii
DAFTAR DIAGRAM Diagram 4.1 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin...................................... 76 Diagram 4.2 Identitas Responden Berdasarkan Usia ..................................................... 77 Diagram 4.3 Ketersedian Pegawai di Balai Perlindungan Sosial Sudah Mencukupi .............................................................................................. 78 Diagram 4.4 Bapak/ibu mengetahui adanya standar oprasional prosedur (SOP) di Balai Perlindungan Sosial ....................................................................... 80 Diagram 4.5 Pegawai yang ada di Balai Perlindungan Sosial dalam melakukan pelayanan sesuai dengan Tupoksi ........................................................... 81 Diagram 4.6 Balai Perlindungan Sosial dapat mengurangi jumlah Lanjut Usia Terlantar yang ada di Provinsi Banten .................................................... 82 Diagram 4.7 Bapak/ibu mengetahui adanya donatur untuk membantu kebutuhan di Balai Perlindungan Sosial ....................................................................... 84 Diagram 4.8 Alat-alat yang di sediakan di Balai Perlindungan Sosial sesuai dengan kebutuhan Bapak/ibu dan tepat guna (Toilet duduk, alat-alat kesehatan standar, tongkat dan kursi roda) ............................................. 85 Diagram 4.9 Biaya pemeliharaan Fasilitas umum di Balai Perlindungan Sosial dilakukan secara rutin (Fasilitas umum berfungsi baik) ......................... 87 Diagram 4.10 Pegawai yang ada di Balai Perlindungan Sosial sudah sesuai Tupoksinya ............................................................................................. 88 Diagram 4.11 Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan pelayanan kepada Bapak/ibu selalu tepat waktu .................................................................. 89 Diagram 4.12 Pelayanan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial dilakukan dengan cepat ........................................................................................... 90 Diagram 4.13 Pelayanan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial Bapak/ibu
ix
sudah sesuai dengan Standar Oprasional Prosedur (SOP) yang ada di Balai Perlindungan Sosial ....................................................................... 92 Diagram 4.14 Balai Perlindungan Sosial memberikan bantuan sesuai dengan kebutuhan Bapak/ibu .............................................................................. 93 Diagram 4.15 Adanya perubahan fisik yang dirasakan setelah tinggal di Balai Perlindungan Sosial ................................................................................ 94 Diagram 4.16 Bantuan yang diberikan dapat memperbaiki kehidupan Bapak/ibu ................................................................................................ 96 Diagram 4.17 Pelatihan yang diberikan sesuai dengan keinginan Bapak/ibu................ 97 Diagram 4.18 Pelatihan membuat kerajinan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial kepada Bapak/ibu memberikan dapak yang baik ......................... 98 Diagram 4.19 Pembinaan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial sesuai dengan kebutuhan Bapak/ibu .............................................................................. 100 Diagram 4.20 Prosedur penerimaan Bapak/ibu yang tersedia mudah diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial ....................................................................... 101 Diagram 4.21 Aturan penerimaan lanjut usia mudah dipahmi oleh Bapak/ibu ............. 102 Diagram 4.22 Pelayanan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial sesuai dengan tujuan Balai Perlindungan Sosial untuk memberikan perlindungan kepada Bapak/ibu.................................................................................... 104 Diagram 4.23 Pembinaan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial merata kepada seluruh lansia yang ada di Balai Perlindungan Sosial ................ 105 Diagram 4.24 Fasilitas yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial sudah sesuai dengan kebutuhan bapak/ibu .................................................................. 106 Diagram 4.25 Balai Perlindungan Sosial memberikan fasilitas kesehatan yang sama kepada seluruh lansia yang ada di Balai Perlindungan Sosial ................ 108
x
Diagram 4.26 Balai Perlindungan Sosial memberikan fasilitas yang sama kepada para lanjut usia berupa kamar, tempat tidur, tivi, dll ...................................... 109 Diagram 4.27 Bantuan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial baik berupa materil atau non materil sudah mencukupi kebutuhan Bapak/ibu .......... 110 Diagram 4.28 Rumah huni yang disediakan oleh Balai Perlindungan Sosial untuk Bapak/ibu sudah layak ............................................................................ 112 Diagram 4.29 Rumah huni bagi Bapak/ibu yang disediakan oleh Balai Perlindungan Sosial sesuai dengan kapasitas lanjut usia yang ada ............................... 113 Diagrma 4.30 Bantuan materil yang diberikan oleh donatur untuk Bapak/ibu melalui Balai Perlindungan Sosial merata kepada seluruh lanjut usia................. 115 Diagram 4.31 Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan bantuan dan pelayanan kepada Bapak/ibu tidak dibeda-bedakan ................................................ 116 Diagram 4.32 Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan makanan lima sehat empat sempurna setiap hari sudah cukup baik ....................................... 118 Diagram 4.33 Balai Perlindungan Sosial cepat dalam menanggapi usulan-usulan dan keluhan dari Bapak/ibu .......................................................................... 119 Diagram 4.34 Kemampuan Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan pelayanan dengan cepat kepada Bapak/ibu .............................................................. 121 Diagram 4.35 Tanggung jawab yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial kepada Bapak/ibu sangat baik ............................................................................ 122 Diagram 4.36 Balai Perlindungan Sosial cepat dalam memberikan bantuan yang diperlukan Bapak/ibu .............................................................................. 123 Diagram 4.37 Daya tanggap yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial terhadap keluhan Bapak/ibu dilakukan dengan cepat ........................................... 125 Diagram 4.38 Balai Perlindungan Sosial memberikan kesempatan kepada Bapak/ibu
xi
untuk ikut menjaga dan memelihara fasilitas yang disediakan ............... 126 Diagram 4.39 Balai Perlindungan Sosial selalu mengontrol kebutuhan yang dibutuhkan oleh Bapak/ibu tiap bulanya................................................. 127 Diagram 4.40 Balai Perlindungan Sosial selalu melakukan pengawasan pemeliharaan fasilitas yang ada guna menunjang kebutuhan kepada Bapak/ibu .......... 129 Diagram 4.41 Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan perawatan kepada lanjut usia yang sudah bedtrest dilakukan dengan baik .................................... 130 Diagram 4.42 Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan kebutuhan kepada Bapak/ibu dengan cepat .......................................................................... 131
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir ............................................................
48
Gambar 4.1 Struktur Organisai Balai Perlindungan Sosial .................
72
Gambar 4.2 Kurva Penolakan dan Penerimaan Hipotesis ……………
137
xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) adalah seseorang,
keluarga atau kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan atau gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya dan karenanya tidak dapat menjalin hubungan yang serasi dan kreatif dengan lingkungannya sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya (jasmani, rohani dan sosial) secara memadai dan wajar.Hambatan, kesulitan dan gangguan tersebut dapat berupa kemiskinan, keterlantaran, kecacatan, ketunasosialan, keterbelakangan atau keterasingan dan kondisi atau perubahan lingkungan (secara mendadak) yang kurang mendukung atau menguntungkan. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dapat dibagi menjadi tujuh kriteria kelompok yaitu : 1) Anak/Keterlantaran, 2) Kemiskinan, 3) Kedisabilitasan, 4) Ketunaan Sosial dan Penyimpangan Perilaku, 5) Korban Tindak Kekerasan, Eksploitasi dan Diskriminasi , 6) Keterpencilan, dan 7) Korban Bencana Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 28 huruf H menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Sedangkan dalam UndangUndang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia juga menegaskan bahwa Pemerintah berkewajiban memberikan pelayanan dan perlindungan sosial bagi lanjut usia agar mereka dapat mewujudkan dan 1
2
menikmati taraf hidup yang wajar. Mewujudkan dan memelihara taraf kesejahteraan dapat pula diartikan sebagai upaya untuk memperpanjang usia harapan hidup, penghormatan dan penghargaan kepada lanjut usia agar dapat menikamati taraf hidup yang wajar. Lanjut usia merupakan salah satu dari delapan kelompok penyandang masalah kesejahteraan sosial, dimana lanjut usia merupakan seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas dan dilihat secara fungsional, mereka cenderung mengalami penurunan baik dari segi fisik maupun mental. Berbagai permasalahan lanjut usia sangat beragam, salah satunya adalah keterlantaran. Menurunnya kemampuan secara fisik dan mental serta tidak terpenuhinya kebutuhan, yang kondisinya diperparah dengan tidak mempunyai sanak saudara mengakibatkan mengalami berbagai permasalahan lainnya seperti keadaan fisik yang lemah (sering sakit-sakitan) dan tidak berdaya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga harus bergantung pada orang lain, yang pada akhirnya mengalami kerentanan secara ekonomi (Undang-Undang No. 13 Tahun 1998). Pada umumnya, setiap orang memiliki kebutuhan di tiap-tiap fase kehidupannya, termasuk juga dalam rentang kehidupan lanjut usia. Masalah lanjut usia terlantar biasanya disebabkan kerena ketidak berdayaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan pada rentang kehidupan lanjut usia seperti kebutuhan primer (kebutuhan biologis, kebutuhan ekonomi, kebutuhan kesehatan, kebutuhan psikologis dan kebutuhan sosial) dan kebutuhan sekunder (kebutuhan dalam melakukan aktifitas, kebutuhan yang bersifat keagamaan, kebutuhan dalam pengisian waktu luang, kebutuhan yang bersifat kebudayaan dan kebutuhan yang
3
bersifat politis). Dengan terpenuhinya kebutuhan baik lahir maupun batin serta kebutuhan sosial adalah dambaan setiap orang termasuk lanjut usia terlantar karena mereka ingin hidup secara layak. Pada saat ini terdapat tiga kategori orang lanjut usia. Pertama, orang lanjut usia (jompo) tidak terlantar; dalam kategori ini mempunyai fungsi sosial yang baik, terutama kemampuan berinteraksi sosial, maupun faktor ekonomi (mampu mencukupi kebutuhan hidupnya dengan layak secara mandiri) sehingga mencapai tataran hidup yang sejahtera. Beberapa dari kelompok ini, sering dijumpai masih produktif. Kedua, orang lanjut usia terlantar ; kelompok ini terdiri dari para lanjut usia yang kurang beruntung. Penyebabnya, karena faktor ekonomi sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari secara layak. Selain itu, lanjut usia kelompok ini memiliki keterbatasan dalam mengakses fasilitas umum, dan rendah dalam berinteraksi sosial. Ketiga, orang lanjut usia yang diterlantarkan; lanjut usia kelompok ini bertolak belakang dengan kondisi yang sebenarnya. Secara umum, keadaan ekonomi keluarga lanjut usia cukup mapan atau berkecukupan, namun karena alasan kesibukkan bekerja, asumsi yang keliru terhadap peran dan tanggung jawab anak dalam mengasuh/merawat orang tua, atau karena adanya konflik keluarga sehingga keberadaan orang tua cenderung diabaikan. Berdasarkan Keputusan Mentri Sosial RI No. 06/Huk/1979 tentang kesejahteraan lanjut usia, maka didirikan Panti Tresna Wreda di Banten, tepatnya pada tanggal 28 Februari 1979. Panti tersebut dinamakan Sasana Tresna Wreda (STW).Karena lokasinya di Kelurahan Cipocok Jaya Kabupaten Serang, masyarakatnya lebih mengenalnya sebagai Panti Wreda Cipocok Jaya. Pada tahun
4
1994 berganti nama kembali menjadi Panti Sosial Tresna Wreda (PSTW) Cipocok Jaya Serang, pergantian nama tersebut dikuatkan dalam Surat Keputusan Mentri Sosial RI No. 14 tahun 1994 tanggal 23 April 1994. Delapan tahun kemudian, seiring dengan diberlakukannya Otonomi Daerah dan dimekarkannya Banten menjadi Provinsi tersendiri, maka status Panti Sosial Tresna Wreda (PSTW) Cipocok Jaya Serang juga berganti nama kembali menjadi Balai Perlindungan Sosial. Jumlah lanjut usia yang dititipkan dipanti sekitar 60 orang di antaranya 24 lansia laki-laki dan 36 lansia perempuan, dalam jumlah keseluruhan lanjut usia yang ada di Provinsi Banten kurang lebih sekitar 26.873 orang . Tabel 1.1 Data Lanjut Usia Terlantar Di Provinsi Banten Tahun 2013 – 2014
No
Lajut Usia Terlantar 2013
Lanjut Usia Telantar 2014
L
P
Jumlah
L
P
Jumlah
Kabupaten/kota
1
Kab. Pandeglang
935
968
1.903
2.006
2.767
4.773
2
Kab. Lebak
5.971
5.628
11.599
4.779
5.643
10.422
3
Kab. Tanggerang
1.502
2.156
3.658
2.671
3.242
5.913
4
Kab. Serang
1.454
4.007
5.461
2.843
3.153
5.996
5
Kota Tanggerang
-
-
1.816
877
1.647
2.524
6
Kota Cilegon
149
537
686
351
314
665
7
Kota Serang
427
1.106
1.533
427
1.533
1.533
8
Kota Tangsel
90
127
217
841
1.109
1950
Jumlah
26.873
Sumber : Dinas Sosial Provinsi Banten Tahun 2013-2014
33.796
5
Dari data tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah lanjut usia terlantar di Provinsi Banten pada tahun 2013 berjumlah 26.873 jumlah ini lebih meningkat pada tahun 2014 yang berjumlah 33.796 akan tetapi jumlah lanjut usia terlantar tidak sebanding dengan tempat yang disediakan untuk menampung para lanjut usia terlantar di Provinsi Banten. Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten memiliki luas 11.970 m2, dengan jumlah wisma 8 unit, ruang kamar tidur 38 unit dengan masing-masing kamar menampung 2 orang lanjut usia. Tabel 1.2 Tenaga Kerja di Balai Perlindungan Sosial (BPS) Provinsi Banten. NO
JABATAN
JUMLAH
1
Kepala Balai
1 Orang
2
Kepala Seksi
3 Orang
3
Peksos
2 Orang
4
Tenaga Perawat
6 Orang
5
Supir Oprasional
1 Orang
6
OB
3 Orang
7
Tukang Kebun
2 Orang
8
Tukang Cuci
2 Orang
9
Tukang Masak
3 Orang
10
Tenaga Admin
1 Orang
11
Satpam
3 0rang Jumlah
31 Orang
Sumber : Balai Perlindungan Sosial (BPS) Provinsi Banten
Dari tabel 1.1 di atas dapat dilihat bahwa jumlah tenaga kerja balai perlindungan sosial Provinsi Banten berjumlah 31 orang yang terdiri dari kepala
6
balai berjumlah 1 orang, kepala seksi berjumlah 3 orang, pekerja sosial berjumlah 2 orang, tenaga perawat berjumlah 6 orang, supir operasional berjumlah 1 orang, OB berjumlah 3 orang, tukang kebun berjumlah 2 orang, tukang cuci berjumlah 2 orang, tukang masak berjumlah 3 orang, tenaga admin berjumlah 1 orang dan satpam berjumlah 3 orang, sedangkan jumlah lanjut usia yang ada dipanti berjumlah 60 orang. Dilihat dari jumlah sumber daya manusia (SDM) yang ada di balai perlindungan sosial Provinsi Banten yang berjumlah 31 orang tidak sebanding dengan jumlah lanjut usia yang berjumlah 60 orang. Keberadaan pelayanan Lanjut usia atau Panti jompo mendukung upaya mengidentifikasi, artinya, bahwa panti jompo menjadi pilihan terakhir masyarakat dalam menyantuni anggota keluarganya, atau lanjut usia yang memerlukan penanganan secara kelembagaan. Ketika struktur sosial, ekonomi, keluarga dan masyarakat tidak berfungsi dengan semestinya, maka panti jompo merupakan tempat yang dianggap tepat. Mereka yang menerima pelayanan sosial dalam panti adalah para lanjut usia yang termasuk kategori tidak mampu atau tidak mempunyai sanak saudara, dari kategori tersebut biasa dikenal dengan istilah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Salah satu fungsi Panti Sosial atau Panti Jompo, yaitu; untuk menghilangkan pandangan masyarakat yang terkadang menganggap bahwa orang jompo adalah orang yang sudah “tidak berguna lagi”. Melalui adanya panti ini, para lanjut usia memiliki banyak teman dengan usia yang sebaya. Para lanjut usia dapat saling bercengkerama, bertukar cerita pada masa mudanya yang penuh kejayaan, maupun obsesinya yang belum terwujud.
7
Menurut Bapak, Tajul arifin merupakan salah satu pegawai Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten. Pelayanan Peningkatan Interaksi Antar Lansia adalah pelayanan untuk memberikan kesempatan dan meningkatkan hubungan sosial antar lansia melalui Karang Werda atau Karang Lansia, kelompok atau paguyuban lansia.Tujuan pelayanan ini bertujuan agar lansia dapat memanfaatkan waktu luang secara efektif dan membantu mengatasi masalahmasalah yang kemungkinan dialami lansia. Sementara itu dibalai perlindungan sosial Provinsi Banten untuk meningkatkan hubungan sosial lanjut usia di adakan kegiatan seperti pembutan kerajianan tangan, pengajian, dan senam bersama. Tujuan Pelayanan ini bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kondisi kesehatan dan gizi lansia. Sementara didalam balai perlindungan sosial Provinsi Banten memiliki pelayanan seperti poliklinik namun, tidak ada pekerja medis sepeti dokter yang menangani ketika ada lanjut usia yang sakit. Tetapi pihak balai perlindungan sosial bekerjasama dengan puskesmas terdekat. Maka dari itu penulis ingin mengangkat tema penelitian yang berjudul; Kinerja Balai Perlindungan Sosial Dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten. Dengan berbagai hambatan dalam pemenuhan kebutuhan bagi lanjut usia, maka diperlukan suatu pelayanan sosial bagi lanjut usia, khususnya lanjut usia terlantar. Pelayanan sosial bagi lanjut usia dibedakan menjadi dua bentuk yakni pelayanan sosial di dalam panti (pemenuhan kebutuhan hidup, pemeliharaan kesehatan, pelaksanaan kegiatan dalam pengisian waktu luang) dan pelayanan sosial di luar panti (memberikan pembinaan dan bimbingan sosial bagi lanjut usia,
8
keluarga maupun masyarakat, memberikan bantuan usaha ekonomi produktif bagi lanjut usia yang secara fisik masih mampu melaksanakan). Dengan adanya pelayanan sosial bagi lanjut usia diharapkan permasalahan yang dihadapi dapat ditangani. Berdasarkan temuan lapangan yang peneliti temukan ada beberapa masalah diantaranya adalah: Pertama, masih banyaknya jumlah lanjut usia terlantar di Provinsi Banten. Lanjut usia yang ada di Provinsi Banten pada tahun 2014 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2013 jumlah lanjut usia di Provinsi Banten berjumlah 26.873 sedangkan ditahun 2014 berjumlah 33.796. dapat dilihat bahwa pihak Dinas Sosial Provinsi Banten belum secara maksimal meminimalisir pada lanjut usia terlantar yang ada di Provinsi Banten. Hal ini tidak sesuai dengan tujuan balai dan dinas sosial yang memiliki misi-misi dan tujuan dari organisasi tersebut yaitu meminimalisir permasalahan kesejahteraan sosial yang ada di masyarakat salah satunya permasalahan lanjut usia terlantar di Provinsi Banten. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bapak Tajul Arifin salah satu pegawai Balai Perlindungan Sosial di Provinsi Banten. Kedua, minimnya sosialisasi dan informasi tentang keberdaan Balai Perlindungan Sosial untuk para lanjut usia terlantar yang didapatkan dari Dinas Sosial, dimana kurangnya sosialisasi untuk menyampaikan informasi tentang adanya Balai Perlindungan Sosial di Provinsi Bantenyang terletak di daerah Serang tepatnya di Kecamatan Cipocok Jaya. Hal ini dapat dilihat dari jumlah lanjut usia terlantar yang meningkat pada tahun 2014 dibandingkan dengan tahun sebelumnya dan dapat diperluat dengan pernyataan dari ibu Suryati dari Kota
9
Tanggerang yang menyatakan bahwa dia tidak mengetahui keberdaan balai maupun prosedur, dan syarat-syarat untuk mendaftarkan diri ke Balai Perlindungan Sosial. Ketiga, kurangnya tanggapnya pegawai balai terhadap kesehatan yang diderita lanjut usia, di balai perlindungan sosial terdapat 60 lanjut usia yang masingmasing lanjut usia memiliki masalah kesehatan yang berbeda-beda dintaranya memiliki masalah kesehatan seperti pikun, katarak, kurangnya pendengaran (tuli), dan asma. Berdasarkan pernyataan dari salah satu lanjut usia yang berada di balai menyatakan bahwa ketika para lanjut usia mengeluhkan kesehatan yang dirasa tidak nyaman kepada pegawai maupun perawat tidak langsung menanggapi, ketika sudah parah baru di tangani. Keempat, belum optimalnya aturan pelayanan penerimaan lanjut usia terlantar di balai perlindungan sosial di Provinsi Banten, dikarenakan aturan dalam penerimaan lanjut usia terlanntar berbelit-belit sehingga lanjut usia yang ingin mendaftar terlebih dahulu membawa surat rekomendasi dari Dinas Sosial terkait sesuai dengan wilayah tempat tinggal lanjut usia. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ibu Tuty Herawaty salah satu pegawai Balai Perlindungan Sosial di Provinsi Banten.
10
1.2
Identifikasi Masalah Dilihat dari latar belakang masalah diatas maka identifikasi masalah ini
adalah sebagai berikut: 1. Masih banyaknya jumlah lanjut usia terlantar di Provinsi Banten. 2. Minimnya sosialisasi dan informasi tentang keberadaan balai untuk para lanjut usia terlanatar yang didapatkan Dinas Sosial Provinsi Banten. 3. Kurang tanggapnya pegawai balai terhadap kesehatan yang diderita lanjut usia. 4. Belum optimalnya aturan pelayanan penerimaan lanjut usia terlantar di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten. 1.3
Batasan Masalah dan Rumusan Masalah Mengingat masalah yng diteliti merupakan masalah yng kompleks, maka
peneliti akan membatasi ruang lingkup, kajian dengan memfokuskan penelitian pada Kineja Balai Perlindungan Sosial Dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar Di Provinsi Banten. Pada penelitian ini peneliti akan mengkaji permasalahan dengan rumusan masalah mengenai “Bagaimana Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten?” 1.4
Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk :
11
1.4.1
Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
bagaimana Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten . 1.4.2
Tujuan Khusus Adapun tujuan Khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah
untuk
memperoleh
gambaran
sejauhmana
kinerja
balai
perlindungan sosial dalam pelayanan dan perlindungan sosial lanjut usia terlantar di Provinsi Banten. 1.5
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat,
antara lain: 1.5.1
Manfaat Teoritis 1. Menemukan dan
menambah pengetahuan baru mengenai
kinerja balai perlindungan sosial dalam pelayanan dan perlindungan sosial lanjut usia terlantar di Provinsi Banten. 2. Untuk mengembangkan teori-teori yang telah diperoleh selama perkuliahan.
12
3. Memberi pengetahuan baru menganai upaya pemerintah dalam meningkatkan pelayanan dan perlindungan sosial lanjut usia terlantar di Provinsi Banten. 1.5.2
Manfaat Praktis 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan
pemahaman bagi semua pihak yang berperan sebagai pemangku kepentingan atau lembaga terkait dalam mengatasi masalah yang terjadi dalam pelayanan dan perlindungan sosial lanjut usia terlantar di Provinsi Banten. 2. Bagi peneliti hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan untuk penelitian berikutnya. 1.6
Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran yang sistematis serta dapat dengan mudah
dipahami maka tugas metode penelitian administrasi ini disusun berdasarkan ketentuan yang biasa digunakan sesuai petunjuk dari perguruan tinggi dimana penulis belajar, dengan ketentuan sebagai berikut : BAB I Pendahuluan 1.1
Latar Belakang Masalah Latar belakang masalah menggambarkan ruang lingkup dan kedudukan
yang akan diteliti dalam bentuk uraian secara deduktif, dari lingkup yang paling umum hingga menukik kea rah yang paling spesifik dan relevan dengan judul.
13
Materi dari uraian ini dapat bersumber pada hasil penelitian dari yang sudah ada sebelumnya, hasil pengamatan dan wawancara terkait. 1.2
Identifikasi Masalah Menjelaskan identifikasi penelitian terhadap permasalahan yang muncul
dari uraian pada latar belakang masalah di atas, identifikasi masalah dapat diajukan dalam bentuk pernyataan. 1.3
Batasan Masalah dan Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah, dalam penelitian ini peneliti membatasi
masalah yang akan dibahas yaitu menenai Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten. Perumusan masalah bertujuan untuk memilih dan menetapkan masalah yang paling urgen yang berkaitan dengan judul penelitian.Perumusan masalah mendefinisikan permasalahan yang telah diterapkan dalam bentuk definisi konsep dan oprasional, kalimat yang digunakan adalah kalimat pertanyaan. 1.4
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian mengungkapkan tentang sasaran yang ingin dicapai
dengan dilaksanakannya penelitian terhadap masalah yang telah dirumuskan.Isi dan tujuan penelitian sejalan dengan isi dari tujuan penelitian. 1.5
Manfaat Penelitian Menjelaskan manfaat teoritis dan praktis dari hasil penelitian.
1.6
Sistematika Penulisan
14
Untuk memberikan gambaran yang sistematis serta dapat dengan mudah dipahami maka tugas Metode Penelitian Administrasi ini disusun berdasarkan ketentuan yang biasa digunakan sesuai petunjuk dari perguruan tinggi dimana penulis belajar. BAB II DESKRIPSI TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1
Deskripsi Teori Mengkaji terhadap sejumlah teori yang relevan dengan permasalahan yang
variable penelitian, kemudiannya menyusunnya secara teratur dan rapi yang digunakan untuk merumuskan hipotesis. Dengan mengkaji berbagai teori, maka akan dimiliki konsep penelitian yang jelas, dapat menyusun pertanyaan yang rinci untuk penelitian. 2.2
Penelitian Terdahulu Adalah gambaran dari penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya, yang
mempunyai kaitan dan persaan variabel dengan variabel yang peneli lakuakn. 2.2
Kerangka Berfikir Kerangka berfikir menggambarkan alur pikiran peneliti sebagai kelanjutan
dari deskripsi teori untuk memberikan penjelasan kepada pembaca dapat dilengkapi sebuah bagan yang menunjukkan alur pikiran peneliti serta kaitan antar teori yang diteliti.
15
2.3
Hipotesis Penelitian Merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang diteliti, dan
akan diuji kebenarannya. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1
Metode Penelitian Bagian ini menjelaskan tentang metode yang digunakan dalam penelitian.
3.2
Ruang Lingkup/Fokus Penelitian Membatasi dan menjelaskan substansi materi kajian penelitian yang akan dilakukan.
3.3
Lokasi Penelitian Menjelaskan tempat (locus) penelitian dilaksanakan.
3.4
Variabel Penelitian 3.4.1 Definisi Konsep Memberikan penjelasan tentang konsep dari variabel yang akan diteliti. 3.4.2 Definisi Operasional Penjabaran konsep atau variabel penelitian dalam rincian yang terukur.
3.5
Instrumen Penelitian Menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis alat pengumpulan data
yang digunakan, proses penyusunan daya dan teknik penentuan kualitas instrument penelitian.
16
3.6
Populasi dan Sampel Penelitian Dalam penelitian dijelaskan populasi dan sampel yang dapat digunakan
sebagai sumber data. 3.7
Teknik Pengolahan dan Analisis Data Teknik Pengolahan Data dan Teknik Analisis Data menjelaskan mengenai
cara menganalisis data yang dilakukan dalam penelitian 3.8
Jadwal Penelitian Menjelaskan tentang tempat dan waktu penelitian diadakan mulai dari
pelaksanaan penelitian sampai penelitian tersebut berakhir. BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1
Deskripsi Objek Penelitian Menjelaskan tentang objek penelitian yang meliputi lokasi penelitian
secara jelas, struktur organisasi dari populasi atau sampel yang telah ditentukan, serta yang berhubungan dengan objek penelitian. 4.2
Deskripsi Data Menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah dengan
mempergunakan teknik analisis data yang relevan, baik data kualitatif maupun data kuantitatif. 4.3
Pengujian Persyaratan Statistik
17
Melakukan pengujian terhadap persyaratan statistik dengan menggunakan uji statistik. 4.4
Pengujian Hipotesis Melakukan pengujian terhadap hipotesis dengan menggunakan teknik
analisi statistik yang sudah ditentukan semula, seperti korelasi dan atau regresi baik sederhana maupun ganda.Masing-masing hipotesis di uji dalam subjudul sendiri.Hasil akhir dari analisi statistik itu adalah teruji tidaknya hipotesis nol penelitian.Hasil perhitungan akhir dari statistik dilaporkan dalam batang tubuh, sedangkan perhitungan selengkapnya di tempatkan dalam lampiran. 4.5
Interpretasi Hasil Penelitian Melakukan penafsiran terhadap hasil akhir pengujian hipotesis.
4.6
Pembahasan Melakukan pembahasan lebih lanjut terhadap hasil analisis data terhadap
hipotesis yang diterima barangkali tidak ada persoalan, tetapi terhadap hipotesis yang ditolak harus diberikan berbagai dugaan yang menjadi penyebabnya. BAB V PENUTUP 5.1
Kesimpulan Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara jelas, singkat dan
juga mudah dipahami.Kesimpulan juga harus sejalan dengan permasalahan serta asumsi dasar penelitian.
18
5.2
Saran Berisi tindak lanjut dari sumbangan penelitian terhadap bidang yang
diteliti baik secara teoritis maupun praktis.Saran praktis lebih operasional sedangkan aspek teoritis lebih mengarah pada pengembangan konsep atau teori. DAFTAR PUSTAKA Berisi daftar referensi yang digunakan dalam penyusunan Skripsi. LAMPIRAN Berisi mengenai daftar dokumen yang menunjang data penelitian.
BAB II DESKRIPSI TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Deskripsi Teori Teori adalah seperangkat konstruk (konsep), definisi dan proposisi yang
berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik melalui spesifikasi hubungan antara variabel, sehingga dapat berguna untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena. (Neumen dalam Sugiyono, 2009;80) Deskripsi teori dalam suatu penelitian merupakan uraian sistematis tentang teori (bukan sekedar pendapat pakar atau penulis buku) dan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan variabel yang diteliti. Berapa jumlah kelompok teori yang perlu dikemukakan, akan tergantung pada luasnya permasalahan dan secara teknis tergantung pada jumlah variabel yang diteliti. Bila dalam suatu penelitian terhadap tiga variabel independendan satu dependen, maka kelompok teori yang perlu dideskripsikan ada empat kelompok teori, yaitu kelompok teori yang berkenaan dengan variabel independen dan satu dependen. Oleh karena itu, semakin banyak variabel yang diteliti, maka akan semakin banyak teori yang dikemukakan. Deskripsi teori paling tidak berisi tentang penjelasan terhadap variabelvariabel yang diteliti, melalui pendefinisian, dan uraian yang lengkap dan mendalam dari berbagai referensi, sehingga ruang lingkup kedudukan dan 19
20
prediksi terhadap hubungan antar variabel yang akan diteliti menjadi lebih jelas dan terarah. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberpa istilah yang berkaitan dengan masalah penelitian dengan mengklasifikasikan ke dalam teori yaitu. Adapun penjelasannya sebagai berikut : 2.1.1 Definisi Kinerja Konsep kinerja pada dasarnya dapat dilihat dari dua segi, yaitu kinerja pegawai (perindividu) dan kinerja organisasi. Kinerja pegawai adalah hasil kerja perseorangan dalam suatu organisasi. Sedangkan kinerja organisasi adalah totalitas hasil kerja yang dicapai suatu organisasi. Kinerja pegawai dan kinerja organisasi memiliki keterkaitan yang sangat erat. Tercapainya tujuan organisasi tidak bisa dilepaskan dari sumber daya yang dimiliki oleh organisasi yang digerakkan atau dijalankan pegawai yang berperan aktif sebagai pelaku dalam upaya mencapai tujuan organisasi tersebut. Ada berbagai pendapat tentang kinerja, seperti dikemukakan oleh Gibson (1990:40), mengatakan bahwa kinerja seseorang ditentukan oleh kemampuan dan motivasinya untuk melaksankan pekerjaan. Dikatakan bahwa pelaksanaan pekerjaan ditentukan oleh interaksi antara kemampuan dan motivasi. Keban (1995:1), kinerja adalah merupakan tingkat pencapaian tujuan. Timpe (1998:9), kinerja adalah prestasi kerja, yang ditentukan oleh faktor lingkungan dan perilaku manajemen. Hasil penelitian Timpe menunjukkan bahwa lingkungan kerja yang menyenangkan begitu penting untuk mendorong tingkat kinerja pegawai yang
21
paling efektif dan produktif dalam interaksi sosial organisasi akan senantiasa terjadi adanya harapan bawahan terhadap atasan dan sebaliknya. Mangkunegara (2002:67), mengatakan bahwa kinerja adalah merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oelh seseorang dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Prawirosentono (1999:2), mengatakan kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh pegawai atau sekelompok pegawai dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hokum dan sesuai dengan moral dan etika. Sinambela dkk. (2006:136), mendefinisikan kinerja pegawai sebagai kemampuan pegawai dalam melakukan sesuatu dengan keahlian tertentu. Hal senada dikemukakan oleh Stephen Robbins (1989:439), bahwa kinerja adalah hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai dibandingkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. 2.1.2 Pengertian Kinerja Organisasi Sebuah
organisasi
dapat
berjalan
karena
ada
orang-orang
yang
menjalankannya, karena itu manusia merupakan elemen utama yang dibutuhkan sebuah organisasi untuk dapat menjalankan visi misinya. Begitu juga sebaliknya orang-orang membutuhkan organisasi sebagai alat untuk mencapai tujuannya. Untuk mencapai tujuan yang maksimal diperlukan orang-orang yang mampu bekerja dengan baik. Seorang pegawai dapat dikatakan baik apabila kinerjanya dapat sesuai dengan target dan tanggung jawab yang diembannya. Kinerja seseorang dapat dikembangkan setiap saat seiring dengan perkembangan zaman
22
yang terus maju. Kualitas kinerja sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting untuk mencapai tujuan organisasi, oleh karena itu diperlukan sumber daya manusia yang mempunyai kemampuan dan keahlian tinggi sehingga dapat mendukung peningkatan kinerja organisasi. Terkait dengan konsep kinerja, Rummler dan Brache (1995) dalam Sudarmanto (2009:5) mengemukakan ada 3 (tiga) level kinerja, yaitu: 1. Kinerja Organisasi; merupakan pencapaian hasil (outcome) pada level atau unit analisis organisasi. Kinerja pada level organisasi ini terkait dengan tujuan organisai, rancangan organisasi, dan manajemen organisasi. 2. Kinerja proses; merupakan kinerja pada proses tahapan dalam menghasilkan produk atau pelayanan. Kinerja pada level proses ini dipengaruhi oleh tujuan proses, rancangan proses, dan manajemen proses. 3. Kinerja individu/pekerjaan; merupakan pencapaian atau efektivitas oada tingkat pegawai atau pekerjaan. Kinerja pada level ini dipengaruhi oleh tujuan pekerjaan, rancangan pekerjaan, dan manajemen pekerjaan serta karakteristik individu. Kinerja merupakan terjemahan dari performance yang sering diartikan sebagai “penampilan”, “unjuk kerja”, atau “prestasi”. Kinerja organisasi merupakan pencapaian hasil (outcome) pada level atau unit analisis organisasi. Kinerja pada level organisasi terkait dengan tujuan organisasi, rancangan organisasi
dan
manajemen
organisasi
(Sudarmanto,
2009:7).
Bastian
menggambarkan kinerja organisasi tentang tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi, dalam upaya mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi (Tangkilisan, 2005:175).
23
Sementara menurut Gibson, dkk (2003: 355) kinerja adalah: “job performance adalah hasil dari pekerjaan yang terkait dengan tujuan organisasi, efisiensi dan kinerja kefektifan kinerja lainnya. Sementara menurut Ilyas (1999: 99), kinerja adalah penampilan hasil kerja personil maupun dalam suatu organisasi. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personil di dalam organisasi”. Menurut Irawan (2002:11), bahwa kinerja (performance) adalah hasil kerja yang bersifat konkret, dapat diamati, dan dapat diukur. Jika kita mengenal tiga macam tujuan, yaitu tujuan organisasi, tujuan unit, dan tujuan pegawai, maka kita juga mengenal tiga macam kinerja, yaitu kinerja organisasi, kinerja unit, dan kinerja pegawai. Penetapan indikator kinerja menurut LAN RI (1999) dalam Pasolong (2013:178), yaitu merupakan proses identifikasi dan klasifikasi indikator kinerja melalui sistem pengumpulan dan pengelolahan data atau informasi untuk menentukan kinerja kegiatan, program, dan atau kebijakan. Penetapan indikator kinerja harus didasarkan pada masukan (input), keluaran (output), hasil (outcome), manfaat (benefit), dampak (impact). Dengan demikian indikator kinerja dapat digunakan untuk mengevaluasi: (1) tahapan perencanaan, (2) tahap pelaksanaan, (3) tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan indikator kinerja, yaitu: (1) spesifik dan jelas, (2) dapat terukur secara objektif baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif, (3) dapat menunjukan pencapaian keluaran, hasil, manfaat dan dampak, (4) harus cukup fleksibel dan sensitif terhadap perubahan, (5) efektif yaitu dapat dikumpulkan, diolah, dianalisis datanya secara efisien dan efektif.
24
“Organisasi adalah sekelompok orang (dua atau lebih) yang secara formal dipersatukan dalam suatu kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Suatu organisasi di bentuk karena mempunyai dasar dan tujuan yang ingin dicapai, sebagaimana yang dikemukakan oleh James D Mooney: Organisasi adalah bentuk perserikatan manusia untuk mencapai suatu tujuan bersama.akan tetapi perlu kita fahami bahwa yang menjadi dasar organisasi,bukan “siapa” akan tetapi “apanya” yang berarti bahwa yang dipentingkan bukan siapa orang yang akan memegang organisasi,tetapi “apakah” tugas dari organisasi.(Money,1996:23) Kinerja organisasi merupakan indikator tingkatan prestasi yang dapat dicapai dan mencerminkan keberhasilan suatu organisasi, serta merupakan hasil yang dicapai dari perilaku anggota organisasi. Kinerja bisa juga dikatakan sebagai sebuah hasil (output) dari suatu proses tertentu yang dilakukan oleh seluruh komponen organisasi terhadap sumber-sumber tertentu yang digunakan (input). Selanjutnya, kinerja juga merupakan hasil dari serangkaian proses kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu organisasi. Bagi suatu organisasi, kinerja merupakan hasil dari kegiatan kerjasama diantara anggota atau komponen organisasi dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi. Kinerja organisasi adalah totalitas hasil kerja yang dicapai suatu organisasi tercapainya tujuan organisasi berarti bahwa, kinerja suatu organisasi itu dapat dilihat dari tingkatan sejauh mana organisasi dapat mencapai tujuan yang didasarkan pada tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya (Surjadi,2009:7). Menurut Baban Sobandi Kinerja organisasi merupakan sesuatu yang telah dicapai oleh organisasi dalam kurun waktu tertentu, baik yang terkait dengan input, output, outcome, benefit, maupun impact. (Sobandi, 2006:176). Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah
25
ditetapkan. Indicator kinerja harus merupakan suatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan maupun setelah kegiatan selesai dan berfungsi. Indicator kinerja digunakan untuk meyakinkan bahwa kinerja hari demi hari organisasi atau unit kerja yang bersangkutan menunjukan kemampuan dalam rangka dan/atau menuju tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan (sedarmayanti, 2010:198). Menurut Kumorotomo (dalam Pasolong 2010:180) menggunakan beberapa indikator kinerja untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja birokrasi publik, antara lain : 1. Efisiensi, yaitu menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi pelayanan publik dalam memanfaatkan faktor-faktor produksi serta pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis. 2. Efektivitas yaitu apakah tujuan yang didirikan organisasi pelayanan publik tersebut tercapai. Hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan organisasi serta fungsi agen pembangunan. 3. Keadilan yaitu mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. Kriteria ini erat kaitannya dengan konsep ketercukupan atau kepantasan. 4. Daya Tanggap yaitu organisasi pelayanan publik merupakan bagian dari daya tanggap Negara atau pemerintah akan kebutuhan masyarakat yang mendesak. Karena itu organisasi secara keseluruhan harus dapat di pertanggungjawabkan secara transparan demi memenuhi kriteria daya tanggap ini. 2.1.3. Faktor-faktor yang memengaruhi kinerja. Pelaksanaan kinerja akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang bersumber dari pekerja sendiri maupun yang bersumber dari organisasi. Menurut Wirawan (2009:6) kinerja merupakan hasil sinergi dari sejumlah faktor, faktor-faktor tersebut adalah :
26
1. Faktor internal pegawai, yaitu faktor-faktor dari dalam diri pegawai yang merupakan faktor bawaan dari lahir meliputi bakat, sifat pribadi, serta keadaan fisik kejiwaan dan faktor yang diperoleh ketika ia berkembang
meliputi
pengetahuan,
keterampilan,
etos
kerja,
pengalaman kerja, dan motivasi kerja. 2. Faktor lingkungan internal organisasi, manajemen organisasi harus menciptakan lingkungan internal organisasi yang kondusif sehingga dapat mendukung dan meningkatkan produktivitas karyawan. 3. Faktor lingkungan eksternal organisasi, merupakan keadaan, kejadian, atau situasi yang terjadi dilingkungan eksternal organisasi yang mempengaruhi kinerja karyawan. Sedangkan menurut Mahmudi (2005:7) faktor yang berpengaruh langsung terhadap tingkat pencapaian kinerja organisasi yaitu sebagai berikut : 1. Teknologi yang meliputi, perlatan dan metode kerja yang digunakan untuk menghasilkan produk atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi. Semakin berkualitas teknologi yang digunakan, maka akan semakin tinggi tingkat kinerja organisasi tersebut. 2. Kualitas input atau material yang digunakan oleh organisasi. 3. Kualitas lingkungan fisik yang meliputi keselamatan kerja, penataan ruangan, dan kebersihan. 4. Budaya organisasi sebagai pola tingkah laku dan pola kerja yang ada dalam organisasi yang bersangkutan. 5. Kepimpinan sebagai usaha untuk mengendalikan anggota organisasi agar bekerja sesuai dengan standar dan tujuan oragnisasi. 6. Pengelolaan sumber daya manusia yang meliputi aspek organisasi, imbalan, promosi, dan lainnya.
Pendapat lain tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, antara lain dikemukakan oleh Armstrong dan Baron dalam Wibowo (2012:100), yaitu sebagai berikut:
27
1. Personal factors, ditunjukan oleh tingkat keterampilan, kompetensi yang dimiliki, motivasi dan komitmen individu. 2. Leadership factor, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan dukungan yang dilakukan manajer dan team leader. 3. Team factors, ditunjukan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan kerja. 4. System factors, ditunjukan oleh adanya system kerja dan fasilitas yang diberikan oleh organisasi. 5. Contextual/situational factors, ditunjukan oleh tingginya tingkat tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.
Selain itu Hersey, Blanchard, dan Johnson dalam Wibowo (2012:101) merumuskan adanya tujuh faktor kinerja yang mempengaruhi kinerja dan dirumuskan dengan akronim ACHIVE : A = Ability (knowledge dan skill) C = Clarity (understanding atau role perception) H = Help (organizational support) I = Incentive (motivation atau willingness) V = Validity (valid dan legal personnel practices) E = Environment (environmental fit) Berdasarkan uraian diatas, jelas bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi dalam kinerja dan pendorong pencapaian kerja organisasi publik yaitu bersumber dari individu masing-masing, seperti apa gaya kepemimpinan di organisasi publik tersebut, adanya kerja sama tim yang saling mendukung, system kerja dan fasilitas yang memadai. Apa bila semua faktor-faktor tersebut dimiliki oleh suatu organisasi publik, maka bukan tidak mungkin organisasi tersebut akan mencapai keberhasilan kerja sesuai yang telah di targetkan bersama. Menurut Mangkunegara (2006) terdapat aspek-aspek standar pekerjaan yang terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif meliputi :
28
1. Aspek kuantitatif yaitu : a. Proses kerja dan kondisi pekerjaan, b. Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan, c. Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan, dan d. Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja 2. Aspek kualitatif yaitu : a. Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan, b. Tingkat kemampuan dalam bekerja, c. Kemampuan menganalisis data/informasi, kemampuan/kegagalan menggunakan mesin/peralatan, dan d. Kemampuan mengevaluasi (keluhan / keberatan konsumen / masyarakat). 2.1.4. Deskripsi Pelayanan Publik Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan upaya Negara untuk memenuhi kebutuhan dasar dan hak-hak sipil setiap warga Negara atas barang, jasa, dan pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan kepada Negara untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga Negara dan kesejahteraannya, sehingga efektivitas suatu system pemerintahan sangat ditentukan oleh baik buruknya penyelenggara pelayanan publik.Pengertian umum pelayanan publik menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63 Tahun 2003 dalam (Ratminto dan Atik 2012:5) adalah: “Segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Mengikuti definisi tersebut di atas, pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di
29
Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan. Sedangkan menurut Bab 1 Pasal 1 Ayat 1 UU No. 25/2009,yang dimaksud dengan pelayanan publik yaitu: “kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik” Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 menyatakan bahwa Hakikat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. 2.1.5. Asas Pelayanan Publik Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna jasa, penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan sebagai berikut (keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004): a. Transparansi Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. b. Akuntabilitas Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. c. Kondisional Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektifitas. d. Partisipatif Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat. e. Kesamaan Hak Tidak diskriminitif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi.
30
f. Keseimbangan Hak dan Kewajiban Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memnuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak. Sedangkan menurut pasal 4 UU No. 25/2009, penyelenggaraan pelayanan publik berasaskan: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l.
Kepentingan umum; Kepastian hukum; Kesamaan hak; Keseimbangan hak dan kewajiban; Keprofesionalan; Partisipatif; Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif; Keterbukaan Akuntabilitas; Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan; Ketepatan waktu; dan Kecepatan,kemudahan,dan keterjangkauan.
2.1.6. Prinsip Pelayanan Publik Penyelengaraan pelayanan publik perlu memperhatikan dan menerapkan prinsip pelayanan publik. Di dalam keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2003 disebutkan bahwa penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut: a. Kesederhanaan Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan. b. Kejelasan Kejelasan ini mencakup kejelasan dalam hal: a) Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik b) Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaiankeluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik c) Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran. c. Kepastian Waktu
31
d. e.
f.
g.
h.
i.
j.
2.1.7
Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Akurasi Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah. Keamanan Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum. Tanggung Jawab Pimpinan penyelenggaraan pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik. Kelengkapan Sarana dan Prasarana Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika). Kemudahan Akses Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika. Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin , sopan dan santun, ramah, seta memberikan pelayanan dengan ikhlas. Kenyamanan Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, sampah, tempat ibadah dan lain-lain. Definisi Lansia Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008). Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia
32
adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan. Penetapan usia 65 tahun ke atas sebagai awal masa lanjut usia (lansia) dimulai pada abad ke-19 di negara Jerman. Usia 65 tahun merupakan batas minimal untuk kategori lansia. Namun, banyak lansia yang masih menganggap dirinya berada pada masa usia pertengahan. Usia kronologis biasanya tidak memiliki banyak keterkaitan dengan kenyataan penuaan lansia. Setiap orang menua dengan cara yang berbeda-beda, berdasarkan waktu dan riwayat hidupnya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lansia menjadi 4 yaitu: usia pertengahan (middle age) adalah 45 – 59 tahun, lanjut usia (elderly) adalah 60 – 74 tahun, lanjut usia tua (old) adalah 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Nugroho, 2008). Usia lanjut menurut Keliat (1999) dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4), UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008:32). Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke atas baik pria maupun wanita, yang masih aktif beraktivitas dan bekerja ataupun mereka yang tidak berdaya untuk mencari nafkah sendiri sehingga bergantung kepada orang lain untuk menghidupi dirinya (Ineko, 2012).
33
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004). Pengertian lansia (lanjut usa) menurut UU no 4 tahun 1965 adalah seseorang yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000) sedangkan menuru UU no.12 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Depsos, 1999). Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005). Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pengertian lansia digolongkan menjadi 4, yaitu: 1. Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun 2. Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun 3. Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun 4. Lansia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
34
Lansia (lanjut usia) adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan
terhadap
infeksi
dan
memperbaiki
kerusakan
yang
terjadi
(Constantinides, 1994).
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998).
Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.
Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat.
35
Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputuan serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun. Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda (Suara Pembaharuan 14 Maret 1997).
Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya. Tetapi bagi orang lain, periode ini adalah permulaan kemunduran. Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran, masa kelemahan manusiawi dan sosial sangat tersebar luas dewasa ini. Pandangan ini tidak memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia bukanlah kelompok orang yang homogen. Usia tua dialami dengan cara yang berbeda-beda. Ada orang berusia lanjut yang mampu melihat arti penting usia tua dalam konteks eksistensi manusia, yaitu sebagai masa hidup yang memberi mereka kesempatan-kesempatan untuk tumbuh berkembang dan bertekad berbakti . Ada juga lanjut usia yang memandang usia tua dengan sikapsikap yang berkisar antara kepasrahan yang pasif dan pemberontakan, penolakan, dan keputusasaan. Lansia ini menjadi terkunci dalam diri mereka sendiri dan dengan demikian semakin cepat proses kemerosotan jasmani dan mental mereka sendiri.
36
Disamping itu untuk mendefinisikan lanjut usia dapat ditinjau dari pendekatan kronologis. Menurut Supardjo (1982) usia kronologis merupakan usia seseorang ditinjau dari hitungan umur dalam angka. Dari berbagai aspek pengelompokan lanjut usia yang paling mudah digunakan adalah usia kronologis, karena batasan usia ini mudah untuk diimplementasikan, karena informasi tentang usia hampir selalu tersedia pada berbagai sumber data kependudukan.
Sedangkan menurut Prayitno dalam Aryo (2002) mengatakan bahwa setiap orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari. Saparinah ( 1983) berpendapat bahwa pada usia 55 sampai 65 tahun merupakan kelompok umur yang mencapai tahap praenisium pada tahap ini akan mengalami berbagai penurunan daya tahan tubuh/kesehatan dan berbagai tekanan psikologis. Dengan demikian akan timbul perubahan-perubahan dalam hidupnya.
2.1.7.1 Batasan Umur Lanjut Usia Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut: a. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”. b. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun,
37
lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun. c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu : pertama (fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 4055 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup usia. d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric age): > 65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75 80 tahun), dan very old ( > 80 tahun) (Efendi, 2009). 2.1.7.2 Klasifikasi Lansia Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia berdasarkan Depkes RI (2003) dalam Maryam dkk
(2009) yang terdiri dari :
(prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun,
pralansia
lansia ialah
seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan,
lansia potensial ialah lansia yang masih mampu
melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa, lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. 2.1.7.3 Karakteristik Lansia
38
Lansia memiliki karakteristik sebagai berikut: berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang kesehatan), kebutuhan dan \masalah yang bervariasi dari rentang
sehat sampai sakit, dari kebutuhan
biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif, lingkungan tempat tinggal bervariasi (Maryam dkk, 2008). 2.1.7.4 Tipe Lansia Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kodisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho 2000 dalam Maryam dkk, 2008). Tipe tersebut dijabarkan sebagai berikut. Tipe arif bijaksana. Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan. Tipe mandiri. Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan. Tipe tidak puas. Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut. Tipe pasrah. Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja. Tipe bingung. Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh. Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe independen (ketergantungan), tipe defensife (bertahan), tipe militan dan serius, tipe
39
pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri). 2.1.8 PMKS Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) adalah Seseorang keluarga atau kelompok masyarakat, yang karena suatu hambatan, kesulitan atau gangguan, tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya ,dan karenanya tidak dapat menjalin hubungan yang serasi dan kreatif dengan lingkungannya sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya (jasmani, rohani dan sosial) secara memadai dan wajar. Hambatan, kesulitan dan gangguan tersebut dapat berupa kemiskinan, keterlantaran, kedisabilitasan, ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku, korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi, keterasingan/ketertinggalan, dan bencana alam maupun bencana sosial. Peraturan Mentri Sosial Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2012 tentang peraturan pendataan dan pengelolaan data penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) sebagai 26 jenis kelompok marjinal Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial, yaitu sebagai berikut: 1. Anak Balita Terlantar, adalah anak yang berusia 0 – 4 tahun yang karena sebab tertentu, orang tuanya tidak dapat melakukan kewajibanya (karena beberapa kemungkinan: Miskin/tidak mampu, salah seorang sakit, salah seorang/kedua–duanya meninggal, anak balita sakit) sehingga terganggu kelangsungan hidupnya, pertumbuhan dan perkembangannya baik secara jasmani, rohani, maupun sosial.
40
2. Anak Terlantar, adalah anak yang berusia 5 – 18 tahun yang karena sebab tertentu (karena beberapa kemungkinan: miskin/tidak mampu, salah seorang dari orang tuanya/wali pengampu sakit , salah seorang/kedua orang tuanya/wali pengampu atau pengasuh meninggal, keluarga tidak harmonis, tidak ada pengampu/pengasuh), sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar baik secara jasmani, rohani maupun sosial. 3. Anak berhadapan dengan hukum, adalah anak yang berusia 12 - 18 tahun yang berperilaku menyimpang dari norma dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat, lingkungannya, sehingga merugikan dirinya , keluarganya dan orang lain, akan mengganggu ketertiban umum, akan tetapi (karena usia) belum dapat di tuntut secara hukum. 4. Anak Jalanan, adalah anak yang berusia 5 – 18 tahun yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan atau berkeliaran di jalanan maupun ditempat – tempat umum. 5. Anak Korban Tindak Kekerasan, adalah anak yang terancam secara fisik dan nonfisik karena tindak kekerasan, diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan keluarga atau lingkungan social terdekatnya, sehingga tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar baik secara jasmani, rohani maupun sosial. 6. Anak Dengan Kedisabilitasan (ADK), adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun yang mempunyai kelainan fisik atau mental yang dapat
41
mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan bagi dirinya untuk melakukan fungsi-fungsi jasmani, rohani maupun sosialnya secara layak, yang terdiri dari anak dengan disabilitas fisik, anak dengan disabilitas mental dan anak dengan disabilitas mental dan fisik. 7. Anak Yang Memerlukan Perlindungan Khusus, adalah anak yang berusia 6-18 tahun dalam situasi darurat, dari kelompok minoritas dan terisolasi, dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, diperdagangkan, menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainya (napza), korban penculikan, penjualan, perdagangan, korban kekerasan baik fisik, dan atau mental, yang menyandang disabilitas dan korban perlakuan salah dan penelantaran. 8.
Perempuan Rawan Sosial Ekonomi, adalah Seseorang wanita dewasa yang berusia 18 – 59 tahun belum menikah atau janda yang tidak mempunyai penghasilan cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari – hari.
9. Korban Tindak Kekerasan (KTK), adalah wanita yang berusia 18 – 59 tahun yang terancam secara fisik atau non fisik (psikologis) karena tindak kekerasan, diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan keluarga atau lingkungan sosial terdekatnya. 10. Lanjut Usia Terlantar, adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, karena faktor-faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosialnya.
42
11. Penyandang Disabilitas, adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan bagi dirinya untuk melakukan fungsi-fungsi jasmani, rohani maupun sosialnya secara layak, yang terdiri dari penyandang cacat fisik dan penyandang cacat mental. 12. Tuna Susila, adalah seseorang yang melakukan hubungan seksual dengan sesama atau lawan jenisnya secara berulang-ulang dan bergantian diluar perkawinan yang sah dengan tujuan mendapatkan imbalan uang, materi atau jasa. 13. Pengemis, adalah orang-orang yang mendapat penghasilan dengan meminta-minta ditempat umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan orang lain. 14. Gelandangan, adalah orang – orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai pencaharian dan tempat tinggal yang tetap serta mengembara di tempat umum. 15. Pemulung, adalah orang-orang yang melakukan pekerjaan dengan cara memungut dan mengumpulkan barang-barang bekas yang berada di berbagai tempat pemukiman penduduk, pertokoan dan/atau pasar-pasar yang bermaksud untuk didaur ulang atau dijual kembali, sehingga memiliki nilai ekonomis.
43
16. Kelompok Minoritas, adalah kelompok yang mengalami gangguan keberfungsian sosialnya akibat diskriminasi dan marginalisasi yang diterimanya sehingga karena keterbatasannya menyebabkan dirinya rentan mengalami masalah sosial, seperti gay, waria, dan lesbian. 17. Bekas Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan (BWBLP), adalah seseorang yang telah selesai atau dalam 3 bulan segera mengakhiri masa hukuman atau masa pidananya sesuai dengan keputusan pengadilan dan mengalami hambatan untuk menyesuaikan diri kembali dalam kehidupan masyarakat, sehingga mendapat kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan atau melaksanakan kehidupannya secara normal. 18. Korban Penyalahgunaan NAPZA, adalah seseorang yang menggunakan narkotika, psikotropika dan zat – zat adiktif lainya termasuk minuman keras di luar pengobatan atau tanpa sepengetahuan dokter yang berwenang. 19. Fakir Miskin, adalah seseorang atau kepala keluarga yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan atau tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok atau orang yang mempunyai sumber mata pencaharian akan tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok keluarga yang layak bagi kemanusiaan. 20. Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis, adalah keluarga yang hubungan antar anggota keluarganya terutama antar suami-istri kurang serasi,
44
sehingga tugas-tugas dan fungsi keluarga tidak dapat berjalan dengan wajar. 21. Komunitas Adat Terpencil, adalah kelompok orang atau masyarkat yang hidup dalam kesatuan :kesatuan sosial kecil yang bersifat local dan terpencil, dan masih sangat terkait pada sumber daya alam dan habitatnya secara sosial budaya terasing dan terbelakang dianding dengan masyarakat Indonesia pada umumnya, sehingga memerlukan pemberdayaan dalam menghadapi perubahan lingkungan dalam arti luas. 22. Korban Bencana Alam, adalah perorngan, keluarga dan kelompok masyarakat yang menderita baik secara fisik, mental maupun sosial ekonomi sebagai akibat dari terjadinya bencana alam yang menyebabkan mereka
mengalami
hambatan
dalam
melaksanakan
tugas-tugas
kehidupannya. Termasuk dalam korban bencana alam adalah korban bencana gempa bumi tektonik, letusan gunung merapi, tanah longsor, banjir, gelombang pasang atau tsunami, angin kencang, kekeringan, dan kebakaran hutan atau lahan, kebakaran pemukiman, kecelakaan pesawat terbang, kereta api, perahu dan musibah industry (kecelakaan kerja). 23. Korban Bencana Sosial, adalah perorangan, keluarga atau kelompok masyarakat yang menderita baik secara fisik, mental maupun sosial ekonomi sebagai akibat dari terjadinya bencana sosial kerusuhan yang menyebabkan mereka mengalami hambatan dalam melaksanakan tugastugas kehidupannya.
45
24. Pekerja Migran Bermasalah Sosial (PMBS), adalah seseorang yang bekerja di luar tempat asalanya dan menetap sementara ditempat tersebut dan mengalami permasalahan sosial sehingga menjadi terlantar. 25. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA), adalah seseorang yang dengan rekomendasi professional (dokter) atau petugas laboratorium terbukti tertular virus HIV sehingga mengalami sindrom penurunan dayya tahan tubuh (AIDS) dan hidup terlantar. 26. Korban Trafficking, adalah seseorang yang mengalami penderitaan psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi dan social yang diakibatkan tindak pidana perdagangan orang. 2.2
Penelitian Terdahulu Pertama, skripsi Rian Lamandani (2014) melakukan penelitian dengan
judul Implementasi Program Jaminan Sosial Lanjut Usia (PJSLU) di Kabupaten Serang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih jauh mengenai implementasi program jaminan sosial lanjut usia di Kabupaten Serang. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Model Analisis Implementasi Kebijakan oleh Merille S. Grindle yang membagi implementasi kebijakan ke dalam dua bagian, yaitu: Isi Kebijakan (Content of policy) dan Konteks Implementasi (Context of policy). Hasil dari penelitian ini adalah kebijakan tersebut dirasakan belum berjalan optimal karena belum mampu mencapai tujuan
46
dari program tersebut, yaitu peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia terlantar penerima dan bantuan. Persamaan, dari penelitian terdahulu dan penelitian sekarang terdapat kesamaan dari penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang Lanjut Usia Terlantar. Perbedaan, antara penelitian terdahulu dan penelitian sekarang yaitu perbedaanya adalah judul, lokus, dan metode yang digunakan berbeda. Kedua, skripsi Ami Prihandara (2012) melakukan penelitian dengan judul kinerja dinas sosial dalam pembinaan anak jalanan di Kota Serang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Kinerja Dinas Sosial dalam Pembinaan Anak Jalanan di Kota Serang. Hipotesis yang digunakan adalah Kinerja Dinas Sosial dalam Pembinaan Anak Jalanan di Kota Serang masih kurang baik atau ≤ 70%. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif. Dengan menggunakan Teori Kinerja menurut kumorotomo dalam pasolong. Hasil dari penelitian ini adalah kinerja Dinas Sosial dalam Pembinaan Anak Jalanan di Kota Serang dengan perhitungan secara keseluruhan masih kurang baik karena baru mencapai hasil sebesar 69% dari angka maksimal 70%. Persamaan, dari penelitian terdahulu dan penelitian sekarang yaitu persamaanya adalah sama-sama menggunakan teori Kinerja dan metode yang digunakan adalah metode Kuantitatif. Perbedaan, antara penelitian terdahulu dan sekarang yaitu perbedaannya adalah judul dan lokus penelitian yang berbeda.
47
2.3 Kerangka Berfikir Secara teoritis dikatakan bahwa Kumorotomo dalam Pasolong, (2010:180) menggunakan beberapa indikator kinerja untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja birokrasi publik, antara lain : 1. Efisiensi, yaitu menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi pelayanan publik dalam memanfaatkan faktor-faktor produksi serta pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis. 2. Efektivitas yaitu apakah tujuan yang didirikan organisasi pelayanan publik tersebut tercapai. Hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan organisasi serta fungsi agen pembangunan. 3. Keadilan yaitu mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. Kriteria ini erat kaitannya dengan konsep ketercukupan atau kepantasan. 4. Daya Tanggap yaitu organisasi pelayanan publik merupakan bagian dari daya tanggap Negara atau pemerintah akan kebutuhan masyarakat yang mendesak. Karena itu organisasi secara keseluruhan harus dapat di pertanggungjawabkan secara transparan demi memenuhi kriteria daya tanggap ini. Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimna teori hubungan antara berbagai faktor yang telah didefinisikan sebagai masalah yang penting. Dan berdasarkan judul penelitian, maka kerangka berfikir dalam penelitian ini membahas mengenai Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten menggunakan metode penelitian kuantitatif. Berdasarkan teori - teori diatas maka kerangka berfikir yang digunakan oleh peneliti adalah sebagai berikut :
48
Kerangka Berfikir
Permasalahan : 1. 2.
3. 4.
Masih banyaknya jumlah lanjut usia terlantar di Provinsi Banten. Minimnya sosialisasi dan informasi tentang keberadaan balai untuk para lanjut usia terlanatar yang didapatkan Dinas Sosial Provinsi Banten. Kurang tanggapnya pegawai balai terhadap kesehatan yang diderita lanjut usia. Belum optimalnya aturan pelayanan penerimaan lanjut usia terlantar di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten.
Metode Penelitian Kuantitatif
Menurut Kumorotomo (dalam Pasolong 2010:180) menggunakan beberapa indikator kinerja untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja birokrasi publik, antara lain : 1. Efisiensi 2. Efektivitas 3. Keadilan 4. Daya Tanggap
Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten.
Lansia menerima pelayanan dan perlindungan dari Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten dengan baik. Gambar 2.1 Kerangka Berfikir
BAB III METODELOGI PENEITIAN
3.1. Pendekatan Dan Metodologi Penelitian Menurut Sugiyono (2008:2) metode penelitian pada dasarnya adalah merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif, sesuai dengan rumusan masalah yang bersifat deskriptif. Metode penelitian ini digunakan oleh peneliti untuk memperoleh dan menyajikan data secara maksimal dan menyeluruh sesuai dengan teori yang digunakan dalam penelitian sehingga data yang diperoleh benar-benar memkualifikasi temuan. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang benar-benar hanya memaparkan apa yang terdapat atau terjadi dalam sebauah kacah, lapangan, atau wilayah taertentu. Data yang terkumpul diklasifikasikan atau dikelompok-kelompokkan menurut jenis, sifat, dan kondisnya. Sesudah datanya lengkap, kemudian dibuat kesimpulan (Arikunto, 2010:3). 3.2 Ruang Lingkup / Fokus Penelitian Dengan memperhatikan identifikasi masalah yang sudah dikemukakan sebelumnya maka Fokus Penelitian ini adalah Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam pelayanan dan perlindungan sosial lanjut usia terlantar di Provinsi Banten, bagaimana kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam pelayanan dan perlindungan
49
50
sosial lanjut usia terlantar di Provinsi Banten, serta sejauh mana kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam pelayanan dan perlindungan sosial lanjut usia terlantar di Provinsi Banten. 3.3 Lokasi Penelitian Dengan melihat tema/judul penelitian ini mengenai kinerja balai perlindungan sosial dalam
pelayanan dan
perlindungan sosial lanjut usia
terlantar, maka peneliti menunjuk tempat penelitian atau yang menjadi lokus penelitian ini adalah berlokasi di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten. 3.4 Variabel Penelitian 3.4.1
Definisi Konsep 1. Efisiensi,
yaitu
menyangkut
pertimbangan
tentang
keberhasilan
organisasi pelayanan publik dalam memanfaatkan faktor-faktor produksi serta pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis. 2. Efektivitas yaitu apakah tujuan yang didirikan organisasi pelayanan publik tersebut tercapai. Hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan organisasi serta fungsi agen pembangunan. 3. Keadilan yaitu mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. Kriteria ini erat kaitannya dengan konsep ketercukupan atau kepantasan. 4. Daya Tanggap yaitu organisasi pelayanan publik merupakan bagian dari daya tanggap Negara atau pemerintah akan kebutuhan masyarakat yang mendesak. Karena itu organisasi secara keseluruhan harus dapat di
51
pertanggungjawabkan secara transparan demi memenuhi kriteria daya tanggap ini. 3.4.2
Definisi Operasional Berdasarkan teori yang telah melandasi dan definisi konsep yang telah
dibuat maka dirumuskan suatu variabel penelitian sebagai berikut : Tabel 3.1 Definisi Oprasional Variabel Penelitian Variabel Penelitian
Indikator Efisiensi
Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten Kumorotomo dalam Pasolong, (2010:180)
Efektifitas Keadilan
Daya Tanggap
Sub Indikator 1. Sumber daya manusia 2. Sumber dana 3. Waktu 4. Keberhasilan Organisasi 5. Ketetapan 6. Kesederhanaan Birokrasi 7. Distribusi dan alokasi merata 8. Ketercukupan bantuan 9. Kepantasan 10. Tanggung Jawab 11. Kesigapan
No item Instrument 1,2,3,4 5,6,7, 8,9,10 11,12,13,14 15,16,17, 18,19,20 21,22,23,24, 25,26,27, 28,29,30 31,32,33,34, 35,36,37,38, 39,40
(Sumber : Analisis Konsep Peneliti, 2015)
3.5 Instrumen Penelitian pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran, maka harus ada alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakan instrumen penelitian. Jadi instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena maupun sosial yang diamati Sugiyono (2007:1). Secara spesifik semua fenomena ini disebut variabel penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah berupa angket dengan jumlah variabel sebanyak satu variabel, dan menggunakan skala likert dalam pengukuran jawaban
52
dari para responden. Dengan skala likert, maka variabel yang akan diukur akan dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan tolak ukur untuk menyusun item-item instrumen dalam bentuk pertanyaan. Jawaban setiap item instrument memiliki tingkatan nilai dari sangat positif dan sangat negatif. Sehingga, untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban dari setiap item instrumen diberi skor, yakni sebagai berikut : Tabel 3.2 Skoring Item Instrumen Jawaban
Skor
Keterangan
A
4
Sangat Setuju (SS)
B
3
Setuju (S)
C
2
Tidak Sutuju (TS)
D
1
Sangat Tidak Setuju (STS)
(Sumber: Sugiyono. 2007)
3.5.1
Jenis dan Sumber Data
3.5.1.1 Jenis Data 1. Data primer, adalah data yang langsung diperoleh peneliti melalui Kuesioner (angket), wawancara (interview), dan observasi (pengamatan). 2. Data Sekunder adalah data yang tidak langsung di peroleh melalui orang lain maupun dokumen, seperti hasil penelitian yang relevan, laporan dan catatan-catatan atau melalui informan yaitu, pegawai balai perlindungan sosial Provinsi Banten yang memberikan keterangan dan informasi kepada peneliti.
53
3.5.1.2 Sumber Data 1. Responden, yaitu Lanjut usia yang ada di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten. 2. Literature, yaitu menggunakan data kepustakaan yang memiliki hubungan dengan penelitian ini. 3.5.2
Teknik Pengumpulan Data Tekhik pengumpulan data terbagi menjadi beberapa, yaitu:
1. Angket (Kuesioner) Menurut Sugiyono (2007:162) Angket atau kuisioner merupakan tekhnik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Angket merupakan tekhnik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variable yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden. Angket dapat berupa pertanyaan/pernyataan tertutup atau terbuka, dapat diberikan kepada responden secara langsung atau dikirim memalui pos, atau internet. 2. Observasi Nasution menyatakan bahwa observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi nonpartisipatoris dan hanya menjadi pengamat yang independen. Kemudian penelitian ini juga menggunakan observasi langsung. Dimana peneliti dalam melakukan pengumpulan data
54
menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa ia sedang melakukan penelitian. Merekan yang diteliti mengetahui sejak awal samapi akhir tentang aktivitas peneliti. Tetapi tidak semua hal kita bisa terus terang kepada sumber data, karena kemungkinan kali dilakukan dengan terus terang kepada orang yang tidak berkenan, maka peneliti tidak akan di ijinkan untuk melakuakan observasi. 3. Wawancara Wawancara (interview) adalah merupakan pertemuan dua orang untik bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat di konstruksikan makna dalam suatu tofik tertentu. Peneliti menggunakan tekhnik wawancar tidakk terstruktur dan wawancara mendalam dengan sumber data atau sumber informan yang menguasai dan memahami dan yang dibutuhkan peneliti. Wawancara mendalam digunakan untuk mencari dat ayang akan dugunakan dalam mencari jawaban atas perumusan masalah. 4. Kepustakaan Model kepustakaan digunakan dalam penelitian ini, gunanya adalah untuk mendapatkan uraian yang benar dari beberapa ahli. Dengan cara mempelajarai dan membaca buku-buku, literature sertakarya ilmiah yang pernah dibuat dan dipublikasikan sebagai bahan referansi yang ada hubungannya dengan penulisan penelitian ini. 3.6
Populasi Dan Sampel Penelitian
3.6.1
Populasai
55
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007:80). Populasi ditunjukan pada lanjut usia yang ada di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten dalam rangka mengetahui kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam pelayanan dan perlindungan sosial lanjut usia terlantar di Provinsi Banten. Maka dari itu dalam penelitian ini, sesuai denga judul yang tertera yakni “Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten”, maka yang dijadikan populasi adalah Lanjut usia yang ada di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten, dengan jumlah sebanyak 60 Orang Lansia. 3.6.2
Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto 2006 :
131). Sedangkan menurut sugiyono (2012 : 81) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Untuk mengetahui jumlah sampel dari populasi yang ada, maka perhitungan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Taro Yamane dengan populasi (N) sebanyak 60 Lanjut Usia. Dan menetapkan taraf kesalahan (d) sebesar 5 % (0,05), yaitu sebagai berikut : Rumus Taro Yamane: n= n = Banyaknya Unit Sampel N = Banyaknya Populasi d2 = Presisi Tingkat Kesalahan
56
n=
n= n = 52,17
n = 52 Responden
berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus Taro Yamane, dapat diketahui bahwa dari jumlah populasi sebanyak 60 Lanjut Usia dengan tingkat kesalahan sebesar 5% (0,05) maka diperoleh hasil sebanyak 52 responden. Maka, penentuan teknik sampling yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah sampel jenuh. Sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sempel.hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relative kecil atau peneletian yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil. Istilah lain sampel jenuh adalah sensus, dimana semua anggota populasi dijadikan sampel (Sugiyono, 2007:85). 3.7 Teknik Pengelolaan Dan Analisis Data Pengolah data merupakan awal dari proses analisis data. Proses pengolahan
data
merupakan
data
tahapan,
dimana
data
dipersiapkan,
diklasifikasikan, dan diformat menurut aturan tertentu untuk keperluan proses berikutnya yaitu analisis data. Data yang dikumpulkan diolah menjadi beberapa proses berikut ini : 1. Editing data. Adalah tahap mengoreksi kesalahan yang ada pada data serta harus dilakukan secara berulang-ulang dan cermat. 2. Coding data, yaitu tahap mengklasifikasikan data berdasarkan kategori tertentu;
57
3. tabulating data, yaitu tahapan penyusunan data berdasarkan jenis-jenis data, serta perhitungan kualitas dan frekuensi data yang disajikan dalam bentuk tabel-tabel. Pada penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data-data kuantitatif yang diperlukan adanya perhitungkan matematis atau menggunakan teknik statistik sebagai alat bantu analisis. Adapun teknik analisis data yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: 3.7.1 Uji Validitas Validitas menunjukan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Kevaliditasan instrument menggambarkan bahwa suatu instrument benar-benar mampu mengukur variabel-variabel yang akan diukur dalam penelitian serta mampu menunjukan tingkat kesesuaian antar konsep dan hasil pengukuran. Pada penelitian ini, pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan rumus product moment coralation. Adapun rumus product moment coralation adalah sebagai berikut:
Rr = Keterangan: r ∑X ∑Y ∑XY ∑ ∑ n
= Koefisien korelasi product moment = Jumlah skor dalam sebaran X = Jumlah skor dalam sebaran Y = Jumlah hasil kali skor X dan Y yang berpasangan = Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran X = Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran Y = Jumlah sampel
58
3.7.2
Uji Reliabilitas Tahap selanjutnya adalah uji reliabilitas, dimana hasil penelitian yang
reliable, bila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda. Sugiyono (2007:137) mendefinisikan instrumen yang reliable merupakan instrumen yang bila digunakan untuk diuji reliabilitas adalah pendekatan reliabelitas konsistensi internal. Adapun teknik yang digunakan untuk mengukur konsistensi internal adalah Cronbach’s Alpha. Variabel dikatakan reliabel jika nilai alphanya lebih dari 0,30. Dengan dilakukannya uji reliabilitas maka akan menghasilkan suatu instrumen yang benar-benar tepat atau akurat dan mantap. Pengujian Reliabilitas kuesioner pada penelitian ini menggunakan bantuan perangkat lunak Statistic Program For Social Sclence (SPSS) 16. Rumus Alpha Cronbach yang digunakan untuk menguji reliabilitas:
r
=
Keterangan: r k ∑
= Reliabilitas instrument = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal = Jumlah varians butir = Varians total
3.7.3 Uji Normalitas Guna memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang data hasil penelitian, normalitas data digunakan untuk menjaga ketetapan metode statistik yang digunakan, karena apabila data yang dihasilkan tidak normal maka statistika yang
59
digunakan adalah statistika non parametric sedangkan apabila data yang dihasilkan adalah normal maka statistika yag digunakan adalah statistic parametric. 3.7.4
Uji t-Test Setelah pengolahan data dilakukan, tahap selanjutnya adalah analisis data.
Analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Kegiatan dalam analisis data adalah: mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan. Sehingga untuk melakukan pengujian hipotesis deskriptif dipakai t-test satu sampel dan menggnakan uji pihak kanan, karena ttabel berada disebelah kanan thitung. Berikut merupakan rumus pengujian hipotesis deskriptif yang diajukan dalam penelitian ini, sebagai berikut:
Keterangan : X = keterangan rata-rata µ0 = nilai yang di hipotesiskan s = simpangan baku sampel n = jumlah angguta sampel
60
3.7.5 Uji Pihak Kanan Hipotesis peneliti dalam penelitian Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten sebagai berikut: Hipotesis nol: Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam pelayanan dan perlindungan sosial lanjut usia terlantar di Provinsi Banten < 65% dari nilai ideal yaitu 100% (hipotesis nol/Ho). Hipotesis alternatif: Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam pelayanan dan perlindungan sosial lanjut usia terlantar di Provinsi Banten > 65% dari nilai ideal yaitu 100% (hipotesis alternetif/ Ha). H0 :µ < 65% Ha :µ > 65% Dengan melihat hipotesis statistik tersebut, maka pengujian hipotesis dalam penelitian Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten adalah menggunakan Uji Pihak Kanan. Uji Pihak Kanan digunakan jika hipotesis nol (H0) berbunyi “lebih kecil atau sama dengan (<) sedangkan pada Hipotesis alternative (Ha) berbunyi “lebih besar (>)”.
61
3.8
Jadwal Penelitian Tempat penelitian ini berada di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten.
Adapun waktu pelaksanaan penelitian ditunjukkan pada tabel 3.3 berikut:
Tabel 3.3 Jadual Penelitian
Tahun Okt
2014 Nov
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
2015 Mei Juni
Juli
Agt
Sep
Okt
Nov
Kegiatan Pengajuan Judul Acc Judul Penelitian Observasi Awal Penyusunan Proposal Bimbingan dan Perbaikan Proposal Penyerahan Proposal Seminar Proposal Revisi Proposal Kuesioner Penyusunan Hasil Penelitian Sidang Skripsi Sumber : Peneliti, 2015
62
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Provinsi Banten Wilayah Banten secara geografis berada pada batas astronomi 5º 7' 50” - 7º 1' 11” Lintang Selatan dan 105º 1' 11” - 106º 7' 12” Bujur Timur. Sebelum menjadi provinsi, Banten termasuk wilayah Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan UU RI Nomor 23 tahun 2000, luas wilayah Banten adalah 9.160,70 km² atau sekitar 0,51% dari luas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketika menjadi provinsi, wilayah ini hanya terdiri dari empat kabupaten yaitu Kabupaten Serang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Tangerang dan dua kota yaitu Kota Tangerang dan Kota Serang. Sementara saat ini, wilayah pemerintahan Provinsi Banten sudah terdiri dari empat kota yaitu Kota Serang, Kota Cilegon, Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan serta empat kabupaten yaitu Kabupaten Serang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Tangerang. Provinsi ini terus berkembang karena telah
menjadi salah satu tujuan investasi di Indonesia. Sementara itu jumlah
penduduk di Banten 13 menurut data BPS tahun 2011 berjumlah 10.632.166 orang. Provinsi Banten mempunyai batas wilayah Sebelah Utara : Laut Jawa, Sebelah Timur, Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat, Sebelah Selatan : Samudra Hindia, Sebelah Barat : Selat Sunda.
63
64
4.1.2 Gambaran Umum Balai Perlindungan Sosial
Berdasarkan Keputusan Menteri Sosial RI No. 06/Huk/1979 tentang kesejahteraan lanjut usia, maka didirikanlah Panti Wreda di Banten, tepatnya pada 28 Februari 1979. Panti tersebut dinamakan Sasana Tresna Wreda (STW). Karena lokasinya di Kelurahan Cipocok Jaya Kabupaten Serang, masyarakat lebih mengenalnya sebagai panti wreda Cipocok Jaya. Pada tahun 1994, berganti nama kembali menjadi Panti Sosial Tresna Wreda (PSTW) Cipocok Jaya Serang. Pergantian nama tersebut dikuatkan dalam Surat Keputusan Menteri Sosial RI No. 14 tahun 1994 tanggal 23 April 1994. Delapan tahun kemudian, seiring dengan diberlakukannya Otonomi Daerah dan dimekarkannya Banten menjadi provinsi tersendiri, maka status Panti Sosial Tresna Wreda (PSTW) Cipocok Jaya Serang juga berganti nomenklatur menjadi 'Balai Perlindungan Sosial'.
65
Dari segi struktur, Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Dinas Sosial Provinsi Banten yang memiliki tugas dan tanggung jawab memberikan pelayanan dan perlindungan sosial kepada lanjut usia (lansia) terlantar, balita terlantar, Wanita Korban Tindak Kekerasan (WKTK), dan tuna grahita. Penetapan ini diatur dalam Surat Keputusan Gubernur Banten No. 40 Tahun 2002 tanggal 13 Desember 2002. Tahun 2008, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja mengalami perubahan susunan organisasi dan tata kerja sehingga menjadi Dinas Sosial sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2008. Namun begitu posisi Balai Perlindungan Sosial (BPS) tetap tidak berubah.
66
Sasaran dan Kriteria Garapan UPTD Balai Perlindungan Sosial (BPS) Provinsi Banten, antara lain : 1. Lanjut Usia Terlantar Setiap warga negara pria dan wanita yang berusia mencapai 60 tahun ke atas, baik potensial maupun tidak potensial yang oleh karena sesuatu sebab mengalami hambatan fisik, psikologis dan sosialnya. Kriteria : 1) Usia 60 tahun ke atas 2) Tidak mempunyai penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan pokok, meliputi sandang, pangan, dan kesehatan yang layak. 3) Tidak ada keluarga, sanak saudara, dan atau orang lain yang mau dan mampu mengurus 4) Tidak mempunyai penyakit menular 5) Mampu mengurus diri sendiri 2. Wanita Korban Tindak Kekerasan Adalah seseorang yang mengalami gangguan fisik, psikis, dan sosialnya akibat dari perlakuan dan atau tindakan manusiawi seperti pemerkosaan, penyiksaan, penyekapan maupun tindak kekerasan lainnya yang berdalih penipuan. Kriteria : 1) Wanita yang teraniaya/mengalami penyiksaan 2) Korban pemerkosaan 3) Korban penipuan dengan dalih lapangan kerja
67
4) Berusia 6-45 tahun 5) Tidak mempunyai penyakit menular 3. Penyandang Cacat Grahita/ Retradasi Adalah seseorang yang mengalami kelainan fisik, kelainan psikis dan sosialnya akibat kecacatan lahir sehingga menghambat untuk melakukan kegiatan sehari-hari dan tidak mungkin lagi untuk diberdayakan secara optimal. Kriteria : 1) Usia 6 – 18 tahun 2) Mengalami cacat mental retradasi 3) Tidak mempunyai penyakit menular 4) Tidak mengalami gangguan jiwa 5) Tidak menderita epilepsy 6) Mampu mengurus diri sendiri 4. Anak Balita Terlantar Adalah anak berusia dibawah 5 tahun yang karena sesuatu
sebab
sehingga
orang
tuanya
melalaikan
kewajiban
yang
mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan anak dengan wajar baik jasmani, rohani dan sosialnya. Kriteria 1) Usia dibawah 5 tahun 2) Ibu sibuk di luar rumah 3) Ditinggalkan di rumah sakit (ibunya melarikan diri setelah melahirkan)
68
4) Mengalami kekurangan gizi 5) Kurang dan atau tidak terurus. 4.1.3 Visi dan Misi Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten Visi Kesejahteraan Sosial bagi Penyangdang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Misi
1.
Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumberdaya aparatur
2.
Meningkatkan akses penyandang masalah kesejahteraan sosial dalam memperoleh pelayanan sosial melalui rehabilitasi sosial, pemberdayaan sosial, perlindungan sosial da jaminan sosial
3.
Mengembangkan prakarsa, peran aktfi masyarakat dan dunia usaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial
Visi dan misi tersebut diturunkan dalam program dan kegiatan yang mengacu pada maksud dan tujuan Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah yang menangani permasalahan sosial Lanjut Usia terlantar, Wanita Korban Tindak Kekerasan, Tuna Grahita, dan Balita terlantar yaitu : " Memberikan perlindungan dan pelayanan dalam suatu penampungan guna terselenggaranya proses rehabilitasi fisik, mental, dan sosial serta bimbingan keterampilan"
69
Adapun tujuan secara spesifik diantaranya : 1)
Terlindungi dan terawatnya para Lanjut Usia terlantar, Wanita Korban Tindak Kekerasan (WKTK), Tuna Grahita dan Balita terlantar.
2)
Meminimalisasi permasalahan kesejahteraan sosial yang ada di masyarakat
3)
Pemenuhan Kebutuhan dasar dalam rangka perubahan sikap dan perilaku para penyandang masalah kesejahteraan sosial
4)
Pemulihan kemauan, kemampuan dan harga diri penyandang masalah kesejahteraan sosial sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya dalam kehidupan bermasyarakat
5)
Menumbuhkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang keadaan, permasalahan, dan kebutuhan Lanjut Usia terlantar, Wanita Korban Tindak Kekerasan (WKTK), Tuna Grahita, dan Balita terlantar sehingga masyarakat dapat mendukung dan berpartisipasi dalam kegiatan usaha kesejahteraan sosial.
4.1.4 Tugas Pokok dan Fungsi
Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten adalah salah satu alternatif dari sekian banyak lembaga pemerintah atau swasta yang memberikan pelayanan sosial kepada para penyandang masalah kesejahteraan sosial khususnya Lanjut Usia terlantar, Wanita Korban Tindak Kekerasan (WKTK), Tuna Grahita dan balita terlantar.
70
Tugas dan fungsi Balai Perlindungan Sosial merujuk pada tugas dan fungsi panti sosial pada Departemen Sosial RI tahun 1998, yaitu :
1.
Sebagai Pusat Pelayanan dan Kesejahteraan Sosial 1) Menggugah, meningkatkan dan mengembangkan kesadaran sosial, tanggung jawab sosial, prakarsa, dan peran serta perorangan, kelompok dan masyarakat. 2) Memberikan pelayanan dan perlindungan kepada Lanjut Usia terlantar, Wanita Korban Tindak Kekerasan, Balita Terlantar dan Tuna Grahita. 3) Penyantunan dan penyediaan bantuan sosial 4) Mengadakan bimbingan lanjut
2.
Sebagai Pusat Informasi Masalah Kesejahteraan Sosial 1) Menyiapkan dan menyebarluaskan informasi tentang data penyadang masalah kesejahteraan sosial dan teknis penanganannya 2) Menyelenggarakan konsultasi pelayanan sosial bagi masyarakat
3.
Sebagai Pusat Pengembangan Kesejahteraan Sosial 1) Mengembangkan kebijaksanaan dan perencanaan sosial 2) Mengembangkan metode pelayanan sosial
4.
Fungsi Pendidikan dan Pelatihan kepada klien secara langsung dalam meningkatkan kemampuan pelayanan kesejahteraan sosial (Menurut Tim Peneliti Depsos RI tahun 2003).
Tugas Pokok dan Fungsi Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten Berdasarkan Keputusan Gubernur Banten No. 40 tahun 2002 tentang pembentukan, susunan organisasi, dan tata kerja Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten.
71
1. Tugas Pokok
Melaksanakan sebagian kewenangan Dinas di bidang desentralisasi, dekosentrasi, dan tugas pembantuan yang berkaitan dengan urusan pelayanan dan perlindungan sosial. 2. Fungsi Dalam pelaksanaan tugas tersebut, Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mempunyai fungsi sebagai berikut : 1. Pengelolaan di bidang pelayanan sosial 2. Pengelolaan di bidang perawatan 3. Pengelolaan di bidang pelatihan dan keterampilan
72
4.1.5 Struktur Organisasi Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten
Kepala Balai Hj. Dede Siti Eka M. SH, M. Si
SUB BAGIAN TATA USAHA
Kelompok Jabatan Fungsional Edi Suprihatin, S. Km, M. Si
SEKSI PENERIMAAN DAN PENYALURAN
SEKSI PELAYANAN DAN PERAWATAN
Iin Irawati, S. SOS, M. Si
Agus Triyanto, S. Pd, M. Si
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Balai Perlindungan Sosal Provinsi Banten
73
4.2 Deskripsi Data
4.2.1 Uji Validitas Instrumen
Analisis data penlitian yang dilakukan pertama kali adalah dengan melakukan uji validitas instrumen guna menjaga ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melaksanakan fungsi ukurnya. Uji validitas digunakan untuk sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Kevaliditasan instrumen menggambarkan bahwa suatu instrumen benar-benar mampu mengukur variabel-variabel yang akan diukur dalam penelitian serta mampu menunjukan tingkat kesesuaian antar konsep dan hasil pengukuran. Adapun rumus yang digunakan adalah menggunakan product momen dengan hasil sebagai berikut: Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Instrumen
No Item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
R Hitung 0,137165479 0,623439776 0,117975328 0,576927983
0,126958198 0,550649905 0,615790208 0,574454021 0,402034433 0,47978681 0,515696431 0,624731831 0,493398565 0,477663155 0,657440977
R Tabel
Keputusan
0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361
tidak valid valid tidak valid valid tidak valid valid valid valid valid valid valid valid valid valid valid
74
0,61096369 16 0,361 valid 0,515696431 17 0,361 valid 0,515696431 18 0,361 valid 0,61096369 19 0,361 valid 0,559485122 20 0,361 valid 0,477663155 21 0,361 valid 0,377290214 22 0,361 valid 0,169277598 23 0,361 tidak valid 0,659633454 24 0,361 valid 0,530603489 25 0,361 valid 0,537528566 26 0,361 valid 0,03342322 27 0,361 tidak valid 0,502856255 28 0,361 valid 0,487907507 29 0,361 valid 0,646818032 30 0,361 valid 0,374871996 31 0,361 valid 0,342919967 32 0,361 tidak valid 0,487876664 33 0,361 valid 0,613323747 34 0,361 valid 0,386325847 35 0,361 valid 0,582068004 36 0,361 valid 0,43632018 37 0,361 valid 0,247321621 38 0,361 tidak valid 0,569067342 39 0,361 valid 0,046971619 40 0,361 tidak valid Sumber: Peneliti, Output Mc. Excel yang diolah, 2015 Adapun kriteria item/butir instrumen yang digunakan adalah dimana jika r hitung > r tabel, berarti item/butir instrumen bisa dinyatakan valid, dan jika r hitung ≤ r tabel, berarti item/butir instrumen bisa dinyatakan tidak valid. Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa instrumen nomor 1, 3, 5, 23, 27, 32, 38 dan 40 adalah tidak valid dengan dibuktikan dari nilai r hitung ≤ r tabel pada taraf signifikan 5 persen.
75
4.2.2 Identitas Responden Responden dalam penelitian yang berjudul “Kinerja Balai Perlindungan Sosial Dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar Di Provinsi Banten” ini adalah lanjut usia terlantar yang telah mendapatkan penanganan dari Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten.
Dalam rangka memudahkan penelitian, peneliti mengelompokan dan mengolah data hasil penelitian, maka peneliti membagi pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner sesuai dengan indikator-indikator yang akan diukur berdasarkan teori yang peneliti anggap sesuai dengan tujuan penelitian yang peneliti lakukan. Dalam pengisian kuesioner peneliti meminta responden untuk memberikan data identitas dirinya sebagai penunjangdata. Adapun data identitas diri responden yang diminta adalah jenis kelamin dan usia responden. Berikut pemaparan data identitas diri responden yang terdapat dalam kuesioner.
76
Diagram 4.1 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
70% 60% 50% 40% 63%
30% 20%
37%
10% 0% LAKI-LAKI PEREMPUAN
Sumber: Hasil Lapangan Penelitian, 2015
Berdasarkan diagram 4.1 terlihat bahwa responden sebagian besar berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 63% atau sebanyak responden dan responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 37% atau sebanyak responden. Hal ini menunjukan bahwa mayoritas yang ada di dalam Balai Perlindungan Sosial adalah perempuan.
77
Diagram 4.2 Identitas Responden Berdasarkan Usia
60% 50% 40% 59%
30% 20%
38%
10% 1%
0% 60-69
70-79
80-89
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015 Berdasarkan diagram 4.2 identitas responden berdasarkan usia yaitu 60-69 tahun sebanyak 38% atau sebanyak 20 responden, 70-79 tahun sebanyak 59% atau 31 responden, 80-89 tahun sebanyak 1% atau sebanyak 1 responden. Jadi, terlihat bahwa responden sebagian besar berusia 70-79 tahun dan sebagian kecil berusia 80-89 tahun. 4.2.2 Analisis Data Dalam tahap ini peneliti akan mendeskripsikan data dari hasil penelitian yang dilakukan melalui metode penyebaran kuesioner. Kuesioner ini disebarkan kepada 52 lanjut usia yang ada di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten. Dalam melakukan analisis data, peneliti menggunakan beberapa indikator kinerja menurut Kumorotomo
78
dalam Pasolong, yaitu untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja birokrasi publik, antara lain: Efisiensi, Efektifitas, keadilan, dan Daya tanggap. Skala yang dipakai dalam kuesioner adalah skala likert. Pilihan jawaban dalam kuesioner terdiri dari 4 item yaitu sangat setuju dengan nilai 4, setuju dengan nilai 3, tidak setuju dengan nilai 2, dan sangat tidak setuju dengan nilai 1. Terkait dengan nilai jawaban, peneliti menggunakan kuesioner berbentuk pernyataan. Pemaparan tanggapan responden atas kuesioner ini akan digambarkan dalam bentuk diagram batang disertai pemaparan dan kesimpulan hasil jawaban dari pernyataan yang diajukan melalui kuesioner tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Efisiensi Diagram 4.3 Ketersedian Pegawai di Balai Perlindungan Sosial Sudah Mencukupi
50% 45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%
50% 38% 12% 0% Sangat Setuju
Setuju
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
79
Berdasarkan diagram 4.3 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 6 orang (12%), setuju sebanyak 26 orang (50%), tidak setuju sebanyak 20 orang (38%), dan yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 0 atau tidak ada (0%). Mayoritas responden menjawab setuju sebanyak 26 orang atau 50% dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 6 orang atau (12%), hal ini menyimpulkan bahwa Kinerja Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai ketersedian pegawai yang ada di Balai Perlindungan sosial sudah mencukupi, itu dikarenakan mereka menganggap bahwa pegawai yang ada di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten berjumlah 31 pegawai yang terdiri dari kepala balai berjumlah 1 orang, kepala seksi berjumlah 3 orang, pekerja sosial berjumlah 2 orang, tenaga perawat berjumlah 6 orang, supir operasional berjumlah 1 orang, OB berjumlah 3 orang, tukang kebun berjumlah 2 orang, tukang cuci berjumlah 2 orang, tukang masak berjumlah 3 orang, tenaga admin berjumlah 1 orang dan satpam berjumlah 3 orang. Namun, ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 20 orang atau (38%), dikarenakan mereka menganggap bahwa jumlah lanjut usia yang ada dipanti berjumlah 60 orang, dilihat dari jumlah sumber daya manusia (SDM) yang ada di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten yang berjumlah 31 orang tidak sebanding dengan jumlah lanjut usia yang berjumlah 60 orang. Dan pegawai yang ada di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten belum mencukupi sehingga pelayanan yang dirasakan kurang.
80
Diagram 4.4 Bapak/ibu mengetahui adanya standar oprasional prosedur (SOP) di Balai Perlindungan Sosial
60% 50% 40% 56%
30% 38%
20% 10% 0%
6%
0% Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.4 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 0 atau tidak ada (0%), setuju sebanyak 20 orang atau (38%), tidak setuju sebanyak 29 orang atau (56%), dan sangat tidak setuju sebanya 3 orang atau (6%). Mayoritas responden menjawab tidak setuju yaitu sebanyak sebanyak 29 orang atau (56%) dan yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 3 orang atau (6%), hal ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden menyatakan tidak setuju mengenai adanya standar oprasional prosedur (SOP) di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten belum baik. Itu dikarenakan mereka menganggap pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten dalam menangani lanjut usia yang terlantar belum bisa memberikan pelayanan kepada lanjut usia dengan baik.
81
Namun, ada juga yang menjawab setuju sebanyak 20 orang atau (38%), dikarenakan mereka menganggap bahwa adanya standar oprasional prosedur (SOP) di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten dalam menangani lanjut usia yang terlantar dalam memberikan pelayanan dan penerimaan kepada lanjut usia mereka sudah melalui tahapan sesuai dengan prosedur yang ada dan dirasa sudah baik. Diagram 4.5 Pegawai yang ada di Balai Perlindungan Sosial dalam melakukan pelayanan sesuai dengan Tupoksi
80% 70% 60% 50% 73%
40% 30% 20% 10%
19%
8%
0%
0% Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.5 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 4 orang atau (8%), setuju sebanyak sebanyak 38 orang atau (73%), tidak setuju sebanyak 10 orang atau (19%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0 tidak ada atau (0% ). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 38 orang atau (73% ) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 4 orang atau (8%), Hal ini mengenai bahwa pegawai yang ada di Balai Perlindungan Sosial
82
dalam melakukan pelayanan sudah sesuai dengan tugas dan fungsinya sudah terlihat baik. Itu dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai tugas dan fungsinya dalam memberikan pelayanan dan perlindungan terhadapat lanjut usia yang ada di panti sudah sesuai dengan tugas dan fungsi Balai Perlindungan Sosial itu sendiri. Namun, ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 10 orang atau (19%), dikarenakan ada beberapa lanjut usia yang menganggap bahwa pegawai yang ada di Balai Perlindungan Sosial dalam melakukan pelayanan dirasa belum cukup baik dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Diagram 4.6 Balai Perlindungan Sosial dapat mengurangi jumlah Lanjut Usia Terlantar yang ada di Provinsi Banten
70% 60% 50% 40%
63%
30% 20% 23%
10% 0%
13%
0% Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Sangat Tidak Setuju
83
Berdasarkan diagram 4.6 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju 0 tidak ada atau (0%), setuju sebanyak sebanyak 12 orang atau (23%), tidak setuju sebanyak 33 orang atau (63%) dan sangat tidak setuju sebanyak 7 orang atau (13%). Mayoritas responden menjawab tidak setuju yaitu sebanyak 33 orang atau (63%) dan yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 7 orang atau (13%). Hal ini mengenai Balai Perlindungan Sosial dapat mengurangi jumlah lanjut usia terlantar yang ada di Provinsi Banten karena jumlah lanjut usia yang ada di Provinsi Banten mencapai 26.873 orang pada tahun 2013, sedangkan jumlah penerimaan lanjut usia terlantar di Balai Perlindungan Sosial hanya bisa menampung maksimal 60 orang lanjut usia saja. Dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten belum bisa memberikan daya tampung yang cukup untuk lanjut usia terlantar. Namun, ada juga yang menjawab setuju sebanyak 12 orang atau (23%), dikarenakan mereka menganggap bahwa adanya Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten dapat mengurangi jumlah lanjut usia terlantar yang ada di Provinsi Banten dan dalam penerimaan lanjut usia yang terlantar ada prosedur yang harus dijalani terlebih dahulu sehingga pihak Balai Perlindungan Sosial dalam penerimaan lanjut usia yang sudah masuk kriteria baru bisa diterima dan dapat diberikan pelayanan dan perlindungan terhadapat lanjut usia yang sudah tidak punya sanak saudara yang ada di tempatnya.
84
Diagram 4.7 Bapak/ibu mengetahui adanya donatur untuk membantu kebutuhan di Balai Perlindungan Sosial
80% 70% 60% 50% 79%
40% 30% 20% 10%
17% 4%
0%
0% Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.7 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 2 oarang tau (4%), setuju sebanyak 9 orang atau (17%), tidak setuju sebanyak 41 orang atau (79%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0 tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab tidak setuju yaitu sebanyak 41 orang atau (79%). Hal ini mengenai adanya donatur untuk membantu memenuhi kebutuhan di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten, dikarenakan ada beberapa lanjut usia yang tinggal di dalam panti tidak mengetahui adanya bantuan dari donatur di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten karena lajut usia yang ada di panti hanya mengenalnya sebagai tamu saja dan dari pihak Balai Perlindungan Sosial juga tidak menerima adanya bantuan dari donatur atau bantuan apapun dari pihak lain selain dari bantuan pemerintah sajah pihak Balai Perlindungan Sosial hanya
85
menganggap tamu yang datang untuk memberikan bantuan atau amal terhadap lanjut usia yang ada di dalam panti. Namun, ada juga yang menjawab setuju sebanyak 9 orang atau (19%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 2 orang atau (4%), dikarenakan mereka menganggap bahwa tamu yang datang untuk memberikan bantuannya mereka anggap donatur untuk membantu memenuhi kebutuhan lanjut usia yang ada di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten. Diagram 4.8 Alat-alat yang di sediakan di Balai Perlindungan Sosial sesuai dengan kebutuhan Bapak/ibu dan tepat guna (Toilet duduk, alat-alat kesehatan standar, tongkat dan kursi roda)
90% 80% 70% 60% 50%
85%
40% 30% 20% 10%
13%
2%
0% Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
0% Sangat Tidak Setuju
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.8 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 7 orang atau (13%), setuju sebanyak 44 orang atau
86
(85%), tidak setuju sebanyak 1 orang atau (2%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0 tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 44 orang atau (85%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 7 orang atau (7%). Hal ini mengenai alat-alat yang disediakan di Balai Perlindungan Sosial sesuai dengan kebutuhan dan tepat guna (Toilet duduk, alat-alat kesehatan standar, tongkat dan kursi roda) sudah tertata baik. Dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai alat-alat yang disediakan sudah sesuai dengan kebutuhan dan tepat guna sesuai dengan kebutuhan para lanjut usia yang ada di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten. Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 1 orang atau (2%), dikarenakan responden tersebut menganggap bahwa alat-alat yang disediakan oleh Balai Perlindungan Sosial belum baik masih ada beberapa alat-alat yang disediakan tidak layak pakai seperti kursi roda yang sudah karatan, dan toilet jongkok dalam hal ini keterdesedian kebutuhan para lanjut usia yang ada di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten dirasa belum baik.
87
Diagram 4.9 Biaya pemeliharaan Fasilitas umum di Balai Perlindungan Sosial dilakukan secara rutin (Fasilitas umum berfungsi baik)
50% 45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%
50%
44%
6%
0% Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.9 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju 0 tidak ada atau (0%), setuju sebanyak 26 orang atau (50%), tidak setuju sebanyak 23 orang atau (44%) dan sangat tidak setuju sebanyak 3 orang atau (6%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 26 orang atau (50%). Hal ini mengenai biaya pemeliharaan fasilitas umum di Balai Perlindungan Sosial dilakukan secara rutin (fasilitas umum berfungsi baik). Dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai pemeliharaan fasilitas umum dilakukan secara rutin dan sudah tertata baik. Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 23 orang atau (44%) dan yang mejawab sangat tidak setuju sebanyak 3 orang atau (6%), dikarenakan mereka menganggap bahwa biaya pemeliharaan fasilitas umum di Balai Perlindungan
88
Sosial belum tertata baik karena fasilitas yang ada belum lengkap seperti pegangan untuk berjalan dari tempat satu ke tempat yang lainnya, lanjut usia yang menderita katarak dan yang penglihatannya sudah menurun tidak bisa berjalan dengan baik. Diagram 4.10 Pegawai yang ada di Balai Perlindungan Sosial sudah sesuai tupoksinya
50% 45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%
50% 38%
6% Sangat Setuju
6% Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.10 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebnayak 3 orang atau (6%), setuju sebanyak 20 orang atau (38%), tidak setuju sebanyak 26 orang atau (50%) dan sangat tidak setuju sebanyak 3 orang atau (6%). Mayoritas responden menjawab tidak setuju yaitu sebanyak 26 orang atau (50%) dan yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 3 orang atau (6%). Hal ini mengenai tugas dan fungsi pegawai yang ada di Balai Perlindungan Sosial belum sesuai dengan tugas dan fungsi, dikarenakan pelayanan yang diberikan dirasa belum cukup baik.
89
Namun ada juga yang menjawab setuju sebanyak 20 orang atau (38%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 3 orang atau (6%), dikarenakan mereka menganggap bahwa tugas dan fungsi pegawai yang ada di Balai Perlindungan Sosial sudah sesuai dengan tugas dan fungsinya yang diberikan kepada lanjut usia yang ada di dalam Balai Perlindungan Sosial seperti pelayanannya yang dirasa sudah cukup baik. Diagram 4.11 Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan pelayanan kepada Bapak/ibu selalu tepat waktu
60% 50% 40% 58%
30%
38%
20% 10% 4%
0%
0% Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.11 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 2 orang atau (4%), setuju sebanyak 30 orang atau (58%), tidak setuju sebanyak 20 orang atau (38%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0 tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 30 orang atau (58%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 2 orang atau (2%). Hal ini
90
mengenai Balai Perlindungan Sosial dalam memeberikan pelayanan dan kebutuhan kepada Bapak/ibu selalu tepat waktu, dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai pelayanan dan kebutuhan yang diberikan pegawai kepada para lanjut usia tidak pernah telat dalam memberikan pelayanan seperti makan setiap hari tiga kali sehari dan ada yang sakit langsung diberikan pengobatan itu dirasa sudah cukup baik. Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 20 orang atau (38%), dikarenakan mereka menganggap bahwa Balai Perlindungan Sosial dalam memeberikan Pelayanan kepada lanjut usia yang ada di dalam belum cukup baik. Diagram 4.12 Pelayanan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial dilakukan dengan cepat
50% 45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%
50% 37% 13% 0% Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Sangat Tidak Setuju
91
Berdasarkan diagram 4.12 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 7 orang atau (13%), setuju sebanyak 19 orang atau (37%), tidak setuju sebanyak 26 orang atau (50%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0 tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab tidak setuju yaitu sebanyak 26 orang atau (50%). Hal ini mengenai pelayanan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial dilakukan tidak cepat, dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial dalam melakukan pelayanan masih belum cukup baik disebabkan prosedur dalam pelayanan harus dilakukan dengan baik sehingga dapat dirasakan oleh penghuni panti sehingga pelayanannya terhambat. Namun ada juga yang menjawab setuju sebanyak 19 orang atau (37%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 7 orang atau (13%), dikarenakan mereka menganggap bahwa Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai pelayanan yang diberikan kepada lanjut usia yang ada di Balai sudah cukup baik sesuai dengan tugas dan fungsinya.
92
2. Efektifitas Diagram 4.13 Pelayanan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial Bapak/ibu sudah sesuai dengan Standar Oprasional Prosedur (SOP) yang ada di Balai Perlindungan Sosial
50% 45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%
48%
46%
6% Sangat Setuju
0% Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.13 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 3 orang atau (6%), setuju sebanyak 25 orang atau (48%), tidak setuju sebanyak 24 orang atau (46%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0 tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 25 orang atau (48%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 3 orang atau (6%). Hal ini mengenai pelayanan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial Bapak/ibu sudah sesuai dengan Standar Oprasional Prosedur (SOP) yang ada di Balai Perlindungan Sosial sudah baik, dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai pelayanan yang diberikan sudah sesuai dengan standar oprasional prosedur
93
yang diberikan kepada para lanjut usia yang ada dipanti salah satunya terlihat dari penerimaan lanjut usia yang ada di Provinsi Banten mereka yang mau masuk Balai Perlindungan Sosial harus melalui Prosedur yang ada dan harus melalui proses terlebih dahulu sehingga kriteria yang sudah cukup bisa diterima oleh Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten . Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 24 orang atau (46%), dikarenakan mereka menganggap bahwa pelayanan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial terhadap lanjut usia yang terlantar belum sesuai dengan Standar Oprasional Prosedur karena prosesnya sangat rumit. Diagram 4.14 Balai Perlindungan Sosial memberikan bantuan sesuai dengan kebutuhan Bapak/ibu
60% 50% 40% 30%
54%
20% 10%
31% 15% 0%
0% Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.14 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 8 orang atau (15%), setuju sebanyak 28 orang atau
94
(54%), tidak setuju sebanyak 16 orang atau (31%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0 tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 28 orang atau (54%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 8 orang atau (15%). Hal ini mengenai Balai Perlindungan Sosial memberikan bantuan sesuai dengan kebutuhan para lannjut usia yang ada di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten sudah baik, dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai pelayanan atau bantuan sudah sesuai dengan kebutuhan para lanjut usia dan sudah dirasa baik. Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 16 orang atau (31%), dikarenakan mereka menganggap bahwa Balai Perlindungan Sosial memberikan bantuan belum sesuai dengan kebutuhan para lannjut usia yang ada di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten. Diagram 4.15 Adanya perubahan fisik yang dirasakan setelah tinggal di Balai Perlindungan Sosial
45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%
44%
42%
13% 0% Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Sangat Tidak Setuju
95
Berdasarkan diagram 4.15 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 7 orang atau (13%), setuju sebanyak 22 orang atau (42%), tidak setuju sebanyak 23 orang atau (44%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0 tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab tidak setuju yaitu sebanyak 23 orang atau (44%). Hal ini mengenai adanya perubahan fisik yang dirasakan setelah tinggal di Balai Perlindungan Sosial, dikarenakan mereka yang tinggal merasakan hal yang berbeda saat-saat mereka merasakan kangen sama cucu, anak dan menantu sehingga tidak ada perubahan yang cukup baik yang dirasakan. Cuma ada berbeda sedikit dengan yang menjawab setuju dengan apa yang mereka rasakan sendiri setelah tinggal di panti. Hal ini berarti pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai perubahan fisik yang dirasakan para lanjut usia belum cukup baik. Namun ada juga yang menjawab setuju sebanyak 22 orang atau (42%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 7 orang atau (13%), dikarenakan mereka menganggap bahwa Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan pelayanan dan perlindungan sudah dirasa baik karena apa yang mereka rasakan sendiri setelah tinggal di Balai Perlindungan Sosial merasa nyaman dan tenang kumpul bareng teman-teman yang ada di Balai Perlindungan Sosial sehingga rasa rindu sanak saudara hilang sejenak.
96
Diagram 4.16 Bantuan yang diberikan dapat memperbaiki kehidupan Bapak/ibu
50% 45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%
48%
42%
10% 0% Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.16 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 5 orang atau (10%), setuju sebanyak 22 orang atau (42%), tidak setuju sebanyak 25 orang atau (48%) dan sangat tidak setuju sebanyak tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab tidak setuju yaitu sebanyak 25 orang atau (48%). Hal ini mengenai bantuan materil dan non materil yang diberikan dapat memperbaiki kehidupan para lajut usia karena ada beberapa orang yang tidak atau adanya bantuan yang diberikan oleh donatur, dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai bantuan yang diberikan kepada lanjut usia yang ada di Balai Perlindungan Sosial hanya bantuan dari pemenrintah saja kalau bantuan yang diberikan oleh donatur pihak Balai Perlindungan Sosial hanya menganggapnya sebagai tamu yang ingin memberikan bantuan dan memberikan
97
amalnya sehingga siapa saja yang ingin membrikan bantuan dipersilahkan itu hanya sebagai tamu bukan donatur. Namun ada juga yang menjawab setuju sebanyak 22 orang atau (42%) dan ada juga yang menjawab sangat setuju sebanyak 5 orang atau (10%), dikarenakan mereka menganggap bahwa Balai Perlindungan Sosial mengenai bantuan yang diberikan sangat sembantu para lanjut usia yang ada di dalam panti. Sehingga pihak Balai Perlindungan Sosial dirasa cukup baik dalam memberikan bantuan. Diagram 4.17 Pelatihan yang diberikan sesuai dengan keinginan Bapak/ibu
50% 45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%
46%
38%
10% Sangat Setuju
6% Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.17 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 5 orang atau (10%), setuju sebanyak 20 orang atau (38%), tidak setuju sebanyak 24 orang atau (46%) dan sangat tidak setuju sebanyak 3 orang atau (6%). Mayoritas responden menjawab tidak setuju yaitu sebanyak 24
98
orang atau (46%) dan yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 3 orang atau (6%). Hal ini mengenai pelatihan yang diberikan kepada lanjut usia yang ada di Balai Perlindungan Sosial belum cukup baik karena ada beberapa lanjut usia yang fisiknya tidak bisa melakukaan aktifitas atau pelatihan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial. Namun ada juga yang menjawab setuju sebanyak 20 orang atau (38%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 5 orang atau (10%), dikarenakan mereka menganggap bahwa pelatihan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial sangat membantu lanjut usia yang mempunyai keterampilan dan mereka mempunyai kegiatan yang tidak bikin mereka bosan dalam keseharian di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten. Diagram 4.18 Pelatihan membuat kerajinan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial kepada Bapak/ibu memberikan dapak yang baik
45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%
42% 33% 13%
Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
12%
Sangat Tidak Setuju
99
Berdasarkan diagram 4.18 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 17 orang atau (33%), setuju sebanyak 22 orang atau (42%), tidak setuju sebanyak 7 orang atau (13%) dan sangat tidak setuju sebanyak 6 orang atau (12%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 22 orang atau (42%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 17 orang atau (33%). Hal ini mengenai pelatihan membuat kerajinan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial kepada lajut usia yang ada di dalam Balai Perlindungan Sosial memberikan dampak yang baik bagi para lanjut usia, memberikan dapak positif dan memberikan kegiatan dalam waktu luang mereka sehingga para lanjut usia yang ada di Balai Perlindungan Sosial tidak jenuh. Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 7 orang atau (13%) dan yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 6 orang atau (12%), dikarenakan mereka menganggap bahwa pelatihan dalam membuat kerajinan yang mereka berikan belum cukup baik karena ada beberapa lanjut usia yang ada di Balai mempunyai penurunan fisik seperti penglihatannya kurang jelas.
100
Diagram 4.19 Pembinaan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial sesuai dengan kebutuhan Bapak/ibu
50% 45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%
48% 38% 13% 0% Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.19 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 7 orang atau (13%), setuju sebanyak 20 orang atau (38%), tidak setuju sebanyak 25 orang atau (48%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0 tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab tidak setuju yaitu sebanyak 25 orang atau (48%). Hal ini mengenai pembinaan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial belum sesuai dengan kebutuhan, dikrenakan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai pembinaan yang diberikan kepada para lanjut usia belum cukup baik sehingga tidak dapat dirasakan secara merata. Namun ada juga yang menjawab setuju sebanyak 20 orang atau (38%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 7 orang atau (13%), dikarenkan mereka menganggap bahwa pembinaan yang dilakukan oleh pihak Balai Perlindungan Sosial
101
sangat sesuai dengan kebutuhan para lanjut usia yang ada di Balai Perlindungan Sosial sehingga mereka dapat merasakan dengan baik. Diagram 4.20 Prosedur penerimaan Bapak/ibu yang tersedia mudah diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial
45% 40% 35% 30% 25%
42%
42%
20% 15% 10% 5%
8%
8%
0% Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.20 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 4 orang atau (8%), setuju sebanyak 22 orang atau (42%), tidak setuju sebanyak 22 orang atau (42%) dan sangat tidak setuju sebanyak 4 orang atau (8%). Mayoritas responden menjawab setuju sebanyak 22 orang atau (42%) dan yang menjawan sangat setuju 4 orang atau (8%). Hal ini mengenai prosedur penerimaan para lanjut usia yang tersedia mudah diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial sebanyak 22 orang yang menyatkan mudah dipahami, karena prosedur yang ada di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten hanya menerima
102
lanjut usia yang telah di seleksi oleh Dinas Sosial Kota dan kabupaten yang terkait sehingga pihak Balai hanya melihat dari keriteria yang ada. Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 22 orang atau (42%) dan yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 4 orang atau (8%), dikarenakan mereka menganggap bahwa prosedur penerimaan lanjut usia yang ada di Balai Perlindungan Sosial tidak bisa memberikan wewenang penerimaan lanjut usia terlantar, pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai prosedur penerimaan bekerja sama dengan Dinas Sosial Kota dan Kabupaten karena Provinsi Banten luas sehingga lanjut usia yang mau masuk dalam Balai Perlindungan Sosial harus melalui prosedur dan keriteria. Diagram 4.21 Aturan penerimaan lanjut usia mudah dipahmi oleh Bapak/ibu
50% 45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%
48% 27%
21%
4% Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Sangat Tidak Setuju
103
Berdasarkan diagram 4.21 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 11 orang atau (21%), setuju sebanyak 25 orang atau (48%), tidak setuju sebanyak 14 orang atau (27%) dan sangat tidak setuju sebanyak 2 orang atau (4%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 25 orang atau (48%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 11 orang atau (21%). Hal ini mengenai aturan penerimaan lanjut usia mudah dipahami oleh para lanjut usia yang mendaftarkan masuk ke Balai Perlindungan Sosial, karena pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai aturan penerimaan sudah cukup baik. Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 14 orang atau (27%) dan yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 2 orang atau (4%), dikarenakan mereka menganggap bahwa aturan dalam penerimaan lanjut usia terlantar sulit untuk dipahami dan prosedur penerimaan bekerja sama dengan Dinas Sosial Kota dan Kabupaten karena Provinsi Banten memiliki 4 Kabupaten dan 4 Kota sehingga lanjut usia yang mau masuk dalam Balai Perlindungan Sosial harus melalui prosedur dan keriteria.
104
Diagram 4.22 Pelayanan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial sesuai dengan tujuan Balai Perlindungan Sosial untuk memberikan perlindungan kepada Bapak/ibu
60% 50% 40% 56%
30% 20%
23%
21%
10%
0%
0% Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.22 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 11 orang atau (21%), setuju sebanyak 29 orang atau (56%), tidak setuju sebanyak 12 orang atau (23%) dan sangat tidak setuju sebanyak tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 29 orang atau (56%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 11 orang atau (21%). Hal ini mengenai pelayanan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial sudah sesuai dengan tujuan Balai Perlindungan Sosial untuk memberikan pelayanan dan perlindungan sosial kepada para lanjut usia yang ada di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten, sehingga mereka yang tinggal dapat merasakan kenyaman tinggal seperti rumah sendiri.
105
Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 12 orang atau (23%), dikarenakan mereka menganggap bahwa pelayanan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial belum sesuai dengan tujuan Balai Perlindungan Sosial untuk memberikan pelayanan dan perlindungan sosial kepada para lanjut usia yang ada di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten, sehingga mereka yang tinggal dirasa belum cukup baik. 3. Keadilan Diagram 4.23 Pembinaan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial merata kepada seluruh lansia yang ada di Balai Perlindungan Sosial
50% 40% 30%
48% 35%
20% 10%
17% 0%
0% Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.23 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 9 orang atau (17%), setuju sebanyak 25 orang atau (48%), tidak setuju sebanyak 18 orang atau (35%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0 tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 25 orang atau (48%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 9 orang atau (17%). Hal ini
106
mengenai pembinaan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial merata kepada seluruh lanjut usia yang ada di Balai Perlindungan Sosial sudah cukup baik dalam pembinaan yang diberikan kepada lanjut usia, dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai pembinaan yang diberikan kepada seluruh lanjut usia dirasa sudah cukup baik. Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 18 orang atau (35%), dikarenakan mereka menganggap bahwa pembinaan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial dirasa belum merata kepada lanjut usia yang ada sehingga pembinaan belum sesuai dengan kebutuhan para lanjut usia yang ada di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten. Diagram 4.24 Fasilitas yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial sudah sesuai dengan kebutuhan bapak/ibu
80% 70% 60% 50% 77%
40% 30% 20% 10%
19% 4%
0%
0% Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Sangat Tidak Setuju
107
Berdasarkan diagram 4.24 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 2 orang atau (4%), setuju sebanyak 40 orang atau (77%), tidak setuju sebanyak 10 orang atau (19%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0 tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 40 orang atau (77%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 2 orang atau (4%). Hal ini mengenai fasilitas yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial sudah sesuai dengan kebutuhan para lanjut usia yang ada di dalam panti, dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai fasilitas yang diberikan kepada seluruh lanjut usia dirasa sudah cukup baik. Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 10 orang atau (19%), dikarenakan mereka menganggap bahwa fasilitas yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial belum sesuai dengan kebutuhan seperti fasilitas umum sehingga para lanjut usia yang ada di Balai dirasa belum cukup baik.
108
Diagram 4.25 Balai Perlindungan Sosial memberikan fasilitas kesehatan yang sama kepada seluruh lansia yang ada di Balai Perlindungan Sosial
90% 80% 70% 60% 50%
83%
40% 30% 20%
17%
10%
0%
0%
Sangat Setuju
0% Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.25 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju 0 tidak ada atau (0%), setuju sebanyak 43 orang atau (83%), tidak setuju sebanyak 9 orang atau (17%) dan sangat tidak setuju sebanyak0 tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 43 orang atau (83%). Hal ini mengenai fasilitas kesehatan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial kepada para lanjut usia yang ada di Balai sudah cukup baik, dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai fasilitas kesehatan yang diberikan kepada seluruh lanjut usia dirasa sudah cukup baik dengan adanya perawat yang ada di Balai.
109
Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 9 orang atau (17%), dikarenakan mereka menganggap bahwa fasilitas kesehatan yang ada di Balai Perlindungan Sosial belum cukup baik karena tidak adanya dokter di Balai Perlindungan dan fasilitas klinik yang tidak lengkap sehingga ada lanjut usia yang sakit hanya bisa di bawa ke puskesmas terdekat dari Balai Perlindungan. Diagram 4.26 Balai Perlindungan Sosial memberikan fasilitas yang sama kepada para lanjut usia berupa kamar, tempat tidur, tivi, dll
90% 80% 70% 60% 50%
83%
40% 30% 20% 10%
10%
8%
0% Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
0% Sangat Tidak Setuju
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.26 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 5 orang atau (10%), setuju sebanyak 43 orang atau (83%), tidak setuju sebanyak 4 orang atau (8%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0 tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 43 orang atau (83%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 5 orang atau (10%). Hal ini mengenai fasilitas yang sama kepada para lanjut usia yaitu berupa kamar, tempat
110
tidur, tivi, dll. Dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai fasilitas yang diberikan kepada seluruh lanjut usia dirasa sudah cukup baik. Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 4 orang atau (8%), dikarenakan mereka menganggap bahwa fasilitas yang diberikan dirasa belum cukup baik. fasilitas khusus bagi lanjut usia yang tidak dapat melihat dengan jelas, seperti disetiap rumah satu kerumah lainya dipasang pegangan besi agar para lanjut usia bisa leluasa untuk berjalan. Diagram 4.27 Bantuan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial baik berupa materil atau non materil sudah mencukupi kebutuhan Bapak/ibu
50% 45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%
48% 40%
10% 2% Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.27 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 1 orang atau (2%), setuju sebanyak 21 orang atau (40%), tidak setuju sebanyak 25 orang atau (48%) dan sangat tidak setuju sebanyak 5
111
orang atau (10%). Mayoritas responden menjawab tidak setuju yaitu sebanyak 25 orang atau (48%) dan yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 5 orang atau (10%). Hal ini mengenai Bantuan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial baik berupa materil atau non materil belum mencukupi kebutuhan para lanjut usia yang ada di panti, dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai bantuan yang diberikan berupa materil atau non materil hanya didapatkan dari bantuan pemerintah jadi para lanjut usia yang ada di Balai ada beberapa lanjut usia yang tau adanya bantuan itu bukan sebagai donatur tetapi hanya sebagai tamu yang ingin membantu saja. Namun ada juga yang menjawab setuju sebanyak 21 orang atau (40%) dan yang menjawab sangat setuju seabanyak 1 orang atau (2%), dikarenakan mereka menganggap bahwa bantuan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial baik berupa materil dan non materil sudah mencukupi kebutuhan para lanjut usia yang ada di Balai, sehingga bantuan yang didapatkan dapatkan entah itu dari Balai Perlindungan Sosial atau dari tamu yang ingin memberikan bantuan mereka rasakan dengan baik.
112
Diagram 4.28 Rumah huni yang disediakan oleh Balai Perlindungan Sosial untuk Bapak/ibu sudah layak
80% 70% 60% 50% 75%
40% 30% 20% 10%
15%
10%
0%
0% Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.28 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 5 orang atau (10%), setuju sebanyak 39 orang atau (75%), tidak setuju sebanyak 8 orang atau (15%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0 tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 39 orang atau (75%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 5 orang atau (10%). Hal ini mengenai rumah huni yang disediakan oleh Balai Perlindungan Sosial untuk lanjut usia yang ada di dalam panti sudah layak, dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai rumah huni yang disediakan kepada seluruh lanjut usia mendapakan bantuan dari pemerintah untuk kebutuhan lanjut usia yang ada di Balai perlindungan salah satunya rumah yang di tempati dan dirasa sudah cukup baik.
113
Namum ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 8 orang atau (15%), dikarenakan mereka menganggap bahwa rumah huni yang disediakan kepada lanjut usia oleh Balai Perlindungan Sosial belum cukup baik. Bantaun yang diberikan oleh pemerintah dirasa belum cukup baik dalam menyediakan tempat tingal seharusnya ada tempat untuk lanjut usia yang udah di tempat tidur saja tidak dijadikan satu dengan yang masih sehat sehingga lanjut usia yang tinggal merasakan nyaman. Diagram 4.29 Rumah huni bagi Bapak/ibu yang disediakan oleh Balai Perlindungan Sosial sesuai dengan kapasitas lanjut usia yang ada
70% 60% 50% 40%
65%
30% 20% 10%
21%
13%
0%
0% Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.29 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 7 orang atau (13%), setuju sebanyak 34 orang atau (65%), tidak setuju sebanyak 11 orang atau (21%) dan sangat tidak setuju sebanyak tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 34 orang atau (65%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 7 orang atau (13%). Hal ini
114
mengenai rumah huni bagi para lajut usia yang disedikan oleh Balai Perlindungan Sosial sesuai dengan kapasitas lanjut usia yang ada, dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai rumah huni yang disediakan untuk lanjut usia sudah sesuai dengan kapasitas lanjut usia yang ada di panti dan dirasa sudah cukup baik sehingga lanjut usia yang ingin tinggal di Balai Perlindungan Sosial belum bisa tinggal di Balai sebelum ada yang keluar dari panti atau meninggal dunia. Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 11 orang atau (21%), dikarenakan mereka menganggap bahwa rumah huni yang disediakan oleh Balai Perlindungan Sosial belum cukup baik dengan adanya lanjut usia terlantar di Provinsi Banten mencapai 26.873 jiwa. Sedangkan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten hanya bisa menampung 60 Lanjut usia terlantar dan kapasitas tempat tinggal pun terbatas untuk lanjut usia yang ingin tinggal di Balai.
115
Diagrma 4.30 Bantuan materil yang diberikan oleh donatur untuk Bapak/ibu melalui Balai Perlindungan Sosial merata kepada seluruh lanjut usia
60% 50% 40% 56%
30% 42%
20% 10% 0%
2% Sangat Setuju
0% Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.30 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 1 orang atau (2%), setuju sebanyak 22 orang atau (42%), tidak setuju sebanyak 29 orang atau (56%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0 tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab tidak setuju yaitu sebanyak 29 orang atau (56%). Hal ini mengenai bantuan materil yang diberikan oleh donatur untuk para lajut usia yang ada di dalam panti melalui Balai Perlindungan Sosial merata kepada seluruh lajut usia yang ada karena ada beberapa saja yang tau adanya bantuan dari donatur, sehingga pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai bantuan yang diberikan oleh donatur dirasa belum merata karena ada beberapa saja yang tau adanya bantuan dari donatur.
116
Namun ada juga yang menjawab setuju sebanyak 22 orang atau (42%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 1 orang atau (2%), dikarenkan mereka menganggap bahwa bantuan materil yang diberikan oleh donatur untuk para lajut usia yang ada di dalam panti melalui Balai Perlindungan Sosial merata kepada seluruh lajut usia yang ada tetapi dari pihak Balai hanya mendapatkan bantuan dari pemerintah saja kalau ada yang ingin memberikan bantuan dari luar Balai itu dianggap sebagai tamu yang ingin memberikan bantuannya kepada lanjut usia yang ada di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten. Diagram 4.31 Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan bantuan dan pelayanan kepada Bapak/ibu tidak dibeda-bedakan
80% 70% 60% 50% 75%
40% 30% 20% 10%
13%
12%
0%
0% Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Sangat Tidak Setuju
117
Berdasarkan diagram 4.31 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 6 orang atau (12%), setuju sebanyak 39 orang atau (75%), tidak setuju sebanyak 9 orang atau (13%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0 tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 39 orang atau (75%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 9 orang atau (13%). Hal ini mengenai Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan bantuan dan pelayanan kepada para lanjut usia yang ada di dalam panti tidak dibeda-bedakan, sehingga pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai bantuan dan pelayanan yang diberikan kepada para lanjut usia tidak dibeda-bedakan dirasa sudah cukup baik dan merata. Namun ada juga yang menjawan tidak setuju sebanyak 9 orang atau (13%), dikarenakan mereka menganggap bahwa Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan bantuan dan pelayanan kepada lanjut usia yang ada di panti dirasa belum cukup baik.
118
Diagram 4.32 Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan makanan lima sehat empat sempurna setiap hari sudah cukup baik
50% 45% 40% 35% 30% 46%
25%
37%
20% 15% 10% 5%
12%
6%
0% Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.32 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 6 orang atau (12%), setuju sebanyak 24 orang atau (46%), tidak setuju sebanyak 19 orang atau (37%) dan sangat tidak setuju sebanyak 3 orang atau (6%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 24 orang atau (46%) dan yang menjawab sangat sebanyak 6 orang atau (12%). Hal ini mengenai Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan makanan lima sehat empat sempurna setiap hari sudah cukup baik karena dalam pemberian makanan para lanjut usia diberi makan 3 kali sehari setaiap harinya. Jadi pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai pemberian makanan lima sehat empat sempurna sudah baik.
119
Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 19 orang atau (37%) dan yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 3 orang atau (6%), dikarenakan mereka menganggap bahwa Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan makanan lima sehat empat sempurna setiap hari sudah cukup baik karena dalam pemberian makanan para lanjut usia diberi makan 3 kali sehari setaiap harinya, tetapi dalam pemberian makan seharusnya sesuai dengan lanjut usia yang udah tidak bisa mengunyah dengan baik diberikan makanan yang bisa dikunyah seperti makanan yang lembek-lembek. 4. Daya Tanggap Diagram 4.33 Balai Perlindungan Sosial cepat dalam menanggapi usulan-usulan dan keluhan dari Bapak/ibu
70% 60% 50% 40%
69%
30% 20% 10%
17%
12%
2%
0% Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Sangat Tidak Setuju
120
Berdasarkan diagram 4.33 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 6 orang atau (12%), setuju sebanyak 36 orang atau (69%), tidak setuju sebanyak 9 orang (17%) dan sangat tidak setuju sebanyak 1 orang atau (2%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 36 orang atau (69%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 6 orang atau (12%). Hal ini mengenai Balai Perlindungan Sosial cepat dalam menanggapi usulan-usulan dan keluhan dari para lajut usia, sehingga pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai usulan-usulan dan keluhan dari para lajut usia yang ada di panti dirasa sudah cukup baik dalam menangapi usulan dan keluhan. Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 9 orang atau (17%) dan yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 1 orang atau (2%), dikarenakan mereka menganggap bahwa Balai Perlindungan Sosial dalam menanggapi usulanusulan dan keluhan dari para lajut usia belum cukup baik masih ada usulan-usulan dan keluhan yang tidak ditanggapi, jadi dalam menanggapi usulan-usulan dan keluhan para lanjut usia dirasa belum cukup baik.
121
Diagram 4.34 Kemampuan Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan pelayanan dengan cepat kepada Bapak/ibu
60% 50% 40% 30%
54% 44%
20% 10% 0%
2% Sangat Setuju
0% Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.34 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 1 orang atau (2%), setuju sebanyak 28 orang atau (54%), tidak setuju sebanyak 23 orang atau (44%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0 tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 28 orang atau (54%) dan yang menjawab sangat setuju seabanyak 1 orang atau (2%). Hal ini mengenai kemampuan Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan pelayanan dengan cepat kepada lajut usia yang ada di dalam panti. Jadi pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai pelayanan yang diberikan kepada para lajut usia yang ada di dalam panti dirasa sudah cepat.
122
Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 23 orang atau (44%), dikarenakan mereka menganggap bahwa kemampuan Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan pelayanan dengan cepat belum bisa dirasakan seperti pelayanan penerimaan lanjut usia terlantar, usulan dan keluhan belum cukup baik. Diagram 4.35 Tanggung jawab yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial kepada Bapak/ibu sangat baik
60% 50% 40% 56%
30%
35%
20% 10%
10% 0%
0% Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.35 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 5 orang atau (10%), setuju sebanyak 29 orang atau (56%), tidak setuju sebanyak 18 orang atau (35%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0 tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 29 orang atau (56%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 5 orang atau (10%). Hal ini mengenai tanggung jawab yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial kepada para lanjut usia baik, dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten
123
mengenai tanggung jawab yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial kepada para lanjut usia seperti waktu makan, ada yang sakit dan apabila ada lanjut usia yang bertengkar pihak Balai langsung menangani maunya seperti apa. Mereka merasakan baik mengenai tanggunng jawab yang diberikan. Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 18 orang atau (35%), dikarenakan mereka menganggap bahwa tanggung jawab yang diberikan kepada lanjut usia dirasa belum cukup baik karena pihak Balai Perlindung Sosial punya prosedur yang harus ditaati dan di patuhi tidak sewenang-wenang memberikan tanggung jawab seperti kebutuhan dan pelayana kepada lanjut usia yang ada di Balai. Diagram 4.36 Balai Perlindungan Sosial cepat dalam memberikan bantuan yang diperlukan Bapak/ibu
50% 45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%
48% 27%
23% 2%
Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Sangat Tidak Setuju
124
Berdasarkan diagram 4.36 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 14 orang atau (27%), setuju sebanyak 25 orang atau (48%), tidak setuju sebanyak 12 oranga atau (23%) dan sangat tidak setuju sebanyak 1 orang atau (2%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 25 orang atau (48%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 14 orang atau (27%). Hal ini mengenai Balai Perlindungan Sosial cepat dalam memberikan bantuan yang di perlukan bagi para lajut usia yang ada di panti, dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai pegawai dalam memberikan bantuan dirasa sudah cepat seperti bantuan dan pelayanan terhadap lanjut usia untuk memenuhi kebutuhannya. Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 12 orang atau (23%), dikarenakan mereka menganggap bahwa bantuan yang diberikan kepada lanjut usia untuk memenuhi kebutuhanya dirasa belum cukup baik walau pun mereka tinggal di Balai perlindungan Sosial Provinsi Banten karena bantuan dan pelayanan yang diberikan disesuaikan dengan kemampuan Balai.
125
Diagram 4.37 Daya tanggap yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial terhadap keluhan Bapak/ibu dilakukan dengan cepat
60% 50% 40% 30%
52%
46%
20% 10% 0%
2% Sangat Setuju
0% Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.37 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 1 orang atau (2%), setuju sebanyak 24 orang atau (46%), tidak setuju sebanyak 27 orang atau (52%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0 tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab tidak setuju yaitu sebanyak 27 orang atau (52%). Hal ini mengenai daya tanggap yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial terhadap keluhan para lajut usia dilakukan dengan cepat, dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai tanggapan pegawai terhadap keluhan para lanjut usia yang ada di panti belum baik karena pihak Balai berfikir keluhan lanjut usia harus dicari penyebabnya terlebih dahulu sebelum menanggapinya lebih lanjut.
126
Namun ada juga yang menjawab setuju sebanyak 24 orang atau (46%) dan yang mejawab sangat setuju sebanyak 1 orang atau (2%), dikarenakan mereka menganggap bahwa tanggapan yang yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial terhadap keluhan para lajut usia dilakukan dengan baik, dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai tanggapan terhadap keluhan para lanjut usia yang ada di panti dirasa baik. Diagram 4.38 Balai Perlindungan Sosial memberikan kesempatan kepada Bapak/ibu untuk ikut menjaga dan memelihara fasilitas yang disediakan
60% 50% 40% 54%
30% 20% 10%
21%
21% 4%
0% Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.38 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 11 orang atau (21%), setuju sebanyak sebanyak 28 orang atau (54%), tidak setuju sebanyak 11 orang atau (21%) dan sangat tidak setuju sebanyak 2 orang atau (4%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 28 orang atau (54%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 11 orang atau
127
(21%). Hal ini mengenai Balai Perlindungan Sosial memberikan kesempatan kepada seluruh lajut usia yang ada di dalam panti untuk ikut menjaga dan memelihara fasilitas yang disediakan, dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai pegawai panti dalam memberikan kesempatan kepada para lanjut usia untuk ikut menjaga dan memelihara fasilitas yang ada sudah cukup baik. Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 11 orang atau (21%) dan
sangat tidak setuju sebanyak 2 orang atau (4%), dikarenakan mereka
menganggap bahwa Balai Perlindungan Sosial memberikan kesempatan kepada seluruh lajut usia yang ada di dalam panti untuk ikut menjaga dan memelihara fasilitas yang disediakan, akan tetapi ada yang lebih kompeten dalam memelihara fasilitas yang ada yaitu pegawai Balai. Diagram 4.39 Balai Perlindungan Sosial selalu mengontrol kebutuhan yang dibutuhkan oleh Bapak/ibu tiap bulanya
80% 70% 60% 50% 77%
40% 30% 20% 10%
13%
10%
0%
0% Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Sangat Tidak Setuju
128
Berdasarkan diagram 4.39 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 5 orang atau (10%), setuju sebanyak 40 oranga tau (77%), tidak setuju sebanyak 7 orang atau (13%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0 tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 40 orang atau (77%). Hal ini mengenai Balai Perlindungan Sosial selalu mengontrol kebutuhan yang dibutuhkan oleh para lanjut usia tiap bulanya, dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai mengontrol kebutuhan untuk para lanjut usia setiap bulanya dirasa sudah cukup baik. Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 7 orang atau (13%), dikarenakan mereka menganggap bahwa Balai Perlindungan Sosial selalu mengontrol kebutuhan yang dibutuhkan oleh para lanjut usia tiap bulanya sehingga kebutuhan yang diberikan dirasa belum cukup baik.
129
Diagram 4.40 Balai Perlindungan Sosial selalu melakukan pengawasan pemeliharaan fasilitas yang ada guna menunjang kebutuhan kepada Bapak/ibu
70% 60% 50% 40%
67%
30% 20% 10%
29% 4%
0%
0% Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.40 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 2 orang atau (4%), setuju sebanyak 35 orang atau (67%), tidak setuju sebanyak 15 orang atau (29%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0 tidak ada atau (0%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 35 orang atau (67%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 2 orang atau (4%). Hal ini mengenai Balai Perlindungan Sosial selalu melakukan pengawasan pemeliharaan fasilitas yang ada guna menunjang kebutuhan semua para lanjut usia yang ada di panti, dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai pengawasan yang dilakukan dalam pemeliharaan fasilitas guna menunjang kebutuhan semua para lanjut usia sudah dirasa baik.
130
Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 15 orang atau (29%), dikarenakan mereka menganggap bahwa Balai Perlindungan Sosial mengenai pengawasan yang dilakukan dalam pemeliharaan fasilitas guna menunjang kebutuhan semau lanjut usia yang ada di Panti dirasa belum baik karena ada beberapa fasilitas yang kurang menunjang kebutuhan lanjut usia yang ada. Diagram 4.41 Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan perawatan kepada lanjut usia yang sudah bedtrest dilakukan dengan baik
70% 60% 50% 40%
62%
30% 20% 10% 0%
31% 6%
2% Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.41 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 1 orang atau (2%), setuju sebanyak 16 orang atau (31%), tidak setuju sebanyak 32 orang atau (62%) dan sangat tidak setuju sebanyak 3 orang atau (6%). Mayoritas responden menjawab tidak setuju yaitu sebanyak 32 orang atau (62%) dan yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 3 orang atau (6%). Hal ini mengenai Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan perawatan kepada lanjut usia
131
yang sudah bedtrest dilakukan dengan baik, dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai pegawai dalam memberikan perawatan terhadap lanjut usia yang sudah bedtrest dirasa belum cukup baik sehingga masih ada lanjut usia yang merawat lanjut usia yang sudah bedtrest. Namun ada juga yang menjawab setuju sebanyak 16 orang atau (31%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 1 orang atau (2%), dikarenakan mereka menganggap bahwa mengenai Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan perawatan kepada lanjut usia yang sudah bedtrest dilakukan dengan baik, jadi para lanjut usia yang melihatnya dirasa sudah cukup baik. Diagram 4.42 Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan kebutuhan kepada Bapak/ibu dengan cepat
50% 40% 30%
48%
44%
20% 10%
8%
0%
0% Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2015
Berdasarkan diagram 4.41 di atas, didapatkan jawaban responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 4 orang atau (8%), setuju sebanyak 25 orang atau
132
(48%), tidak setuju sebanyak 23 orang atau (44%) dan sangat tidak setuju sebanyak 0 atau tidak ada (0%). Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebanyak 25 orang atau (48%) dan yang menjawab sangat setuju sebanyak 4 orang atau (4%). Hal itu menyatakan mengenai Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan kebutuhan kepada para lanjut usia yang ada di panti sudah cepat dalam memberikan pelayanan. Dikarenakan pihak Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten mengenai pegawai dalam memberikan kebutuhan untuk lanjut usia yang ada di dalam panti dirasa sudah cukup baik. Namun ada juga yang menjawab tidak setuju sebanyak 23 orang atau (44%), dikarenakan mereka menganggap bahwa Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan kebutuhan kepada lanjut usia dirasa belum cukup baik sehingga pelayanan dan memberikan bantuan tidak cepat ditangagapi. 4.3 Pengujian Prasyaratan Statistik 4.3.1
Uji Reliabilitas Instrumen
Guna menjaga kehandalan dari sebuah instrumen atau alat ukur maka peneliti melakukan uji reliabilitas, dimana instrumen yang dilakukan uji reliabilitas adalah instrumen yang dinyatakan valid, sedangkan instrumen yang dinyatakan tidak valid maka tidak bisa dilakukan uji reliabilitas. Dalam pengukuran reliabilitas menggunakan alpha cronbach dengan bantuan SPSS 16. Adapun hasil dari uji reliabilitas yang telah dilakukan dalam penelitian adalah nilai alpha cronbach sebesar 0,926. Suatu variabel dikatakan reliabel jika nilai alphanya lebih dari 0,30
133
(Sugiyono,2008:126) maka hal ini dapat diartikan bahwa 0,926 > 0,30 sehingga instrumen yang diuji bisa reliabel. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4.2 Uji Reliabilitas Data Reliability Statistics Cronbach's Alpha
,926
N of Items
32
Sumber: Peneliti, Output SPSS 16,0, 2015
4.3.2
Uji Normalitas Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang data hasil penelitian ini maka
peneliti mencoba untuk mengetahui nilai mean, median, modus, dan nilai normalitas data guna menjaga ketepatan metode statistik yang digunakan, karena apabila data yang dihasilkan untuk normal maka statistik yang digunakan adalah statistik non parametric sedangkan apabila data yang dihasilkan adalah normal maka statistik yang digunakan adalah statistik parametric. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan bantuan SPSS statistic 16.
134
Tabel 4.3 Uji Normalitas Data Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Mean
Std.
Skewness
Kurtosis
Deviation Statistic
Statistic
Statistic
Statist
Statistic
ic VAR0000 1 Valid N (listwise)
52
75,00
209,00
109,5 192
18,84039
Statisti
Std.
c
Error
2,977
,330
Statistic
Std. Error
14,793
,650
52
Sumber: Peneliti, Output SPSS 16,0, 2015
Dari hasil uji normalitas diatas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata pada penelitian ini yaitu sebesar 109,5192. Kemudian nilai terendah sebesar 75 dan nilai tertinggi adalah sebesar 209. Dalam uji normalitas ini terdapat skewness sebesar 2.977 dan kurtosis sebesar 14,793. Untuk mengetahui penyebaran data tersebut normal atau tidaknya dilakukan perhitungan skewness dibagi dengan standar erornya yaitu (2,977/0,330 = 9.02 ) dan kurtosis juga dilakukan perhitungan nilai standar erornya yaitu (14,793/650 = 0,022) dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa data dalam penelitian ini normal dan menggunakan statistik parametric. 4.4 Pengujian Hipotesis Dalam penelitian mengenai Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten peneliti memiliki hipotesis sebagai berikut:
135
“Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten paling rendah 65% dari nilai ideal 100%”. Pengujian hipotesis dimaksudkan untuk mengetahui tingkat signifikan dari hipotesis yang diajukan. Berdasarkan metode penelitian, maka pada tahap pengujian hipotesis ini peneliti mengunakan rumus t-test satu sampel. Adapun perhitungan pengujian hipotesis tersebut yaitu sebagai berikut: Berdasarkan data penelitian yang diperoleh, maka skor ideal yang diperoleh adalah 4 x 32 x 52 = 6656 (4 = nilai tertinggi dari item pernyataan yang ada menurut skala likert, 32 = jumlah item pernyataan yang ada, dan 52 = jumlah responden yang ada). Sehingga mean atau rata-rata pada skor ideal instrument adalah 6656 : 52 = 128. Sehingga untuk kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial lanjut usia terlantar di Provinsi Banten, nilai yang di hipotesiskan tertinggi mencapai 65% dari yang diharapkan, ini berarti bahwa 65% = 0,65 x 128 =83,2. Hipotesis statistiknya dapat ditulis dengan rumus: H0 = µ < 65% < 0,65 x 6656 : 52= 83,2 Ha = µ > 65% > 0,65 x 6656 : 52 = 83,2 Diketahui: Χ = 4554 : 52 = 87,5 µ0 = 83,2
136
S= n-1 =
52-1 = 51 =
= 28,72
Ditanya: t? Jawab:
X–
t=
0
S
=
=
87,5 – 83,2 28,72
4,3 3,98
=
1.0
Nilai thitung tersebut selanjutnya dibandingkan dengan nilai ttabel dengan derajat kebebasan (dk) = (n-1) = (52 - 1) = 51 dan taraf kesalahan α = 5% untuk uji satu pihak (one tail test) uji pihak kanan, didapat nilai ttabel yaitu 1,675. Karena nilai thitung lebih kecil dibandingkan dengan nilai ttabel (1,0 < 1,675) dan jatuh pada daerah penerimaan H0. Maka hipotesis (H0) diterima dan (Ha) ditolak.
137
Dari perbandingan jumlah data yang terkumpul dengan skor ideal, ditemukan bahwa kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam pelayanan dan perlindungan sosial lanjut usia terlantar di Provinsi Banten adalah:
X 100% = 68%
Jadi, telah diketahui bahwa Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten adalah sebesar 68%. Gambar 4.2 Kurva Penolakan dan Penerimaan Hipotesisi Daerah Penerimaan H0
Daearah Penerimaan H0
0
1,0
1,675
4.5 Interprestasi Hasil Penelitian
Penelitian dengan berjudul Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten bahwa hal yang paling penting dan utama adalah rumusan masalah tersebut adalah
138
“Bagaimana Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten” Untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini, kita dapat melihat dari pembahasan yang memaparkan pengujian hipotesis dengan menggunakan rumus t-test satu sampel dengan menguji pihak kanan bahwa nilai t-hitung lebih kecil (<) dari nilai t-tabel, dalam hal ini dapat diberikan bahwa H0 diterima dan Ha ditolak. Karena menghasilkan 68% dari angka yang dihipotesiskan yaitu 65%. Sehingga dari data pengujian hipotesis tersebut dapat dijelaskan bahwa “Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten mencapai angka 68%” dari angka minimal yang dihipotesiskan 65%, hal ini dapat diartikan bahwa tingkat kualitas Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten sudah baik, hal itu dapat dilihat pada kategori berikut: Kategori Instrumen: 0
1664
Tidak baik
3328
4992
Kurang baik
Baik
6656 Sangat baik
4554 Nilai 4554 termasuk dalam kategori kurang baik dan baik, tetapi lebih mendekati kategori baik. Dapat dilihat dari ketentuannya sebagai berikut:
139
Tabel 4.4 Kategori hasil penelitian Nilai
Kategori
4X52X32 = 6656
Sangat Baik
3X52X32 = 4992
Baik
2X52X32 = 3328
Kurang Baik
1X52X32 = 1664
Tidak Baik
(Sumber : Peneliti 2015)
4.6 Pembahasan Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten menunjukan hasil perhitungan yang variatif. Dilihat dari teori yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan beberapa indikator kinerja untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja birokrasi publik menurut Kumorotomo (dalam Pasolong 2010:180) yaitu, Efisiensi, Efektifitas, Keadilan, dan Daya tanggap. Adapun presentase indikator skor hasil penelitian dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.5 Indikator Skor Hasil Penelitian No
Nilai
Keterangan
1
0%-24,99%
Tidak Baik
2
25%-49,99%
Kurang Baik
3
50%-74,99%
Baik
4
75%-100%
Sangat Baik
Sumber : Skala Likert, Pengolahan Data, 2015
140
1. Indikator Efisiensi Merupakan hal yang berkenaan kinerja Balai Perlindungan Sosial tentang pegawai, standart oprasional prosedur (SOP), Tupoksi, mengurangi jumlah lanjut usia terlantar, donatur, alat-alat yang disediakan, fasilitas umum, pelayanan yang selalu cepat dan tepat waktu . Dari hasil pengolahan data yang dalam indikator penelitian ini memuat 10 instrumen pernyataan untuk indikator efisiensi didapatkan hasil tersebut diperoleh dari skor ideal dari indikator efisiensi adalah 4 x 52 x 7 = 1456 (4 = nilai tertinggi dari setiap jawaban pernyataan yang diajukan pada responden, kriteria skor berdasarkan pada skala likert, 52 = jumlah sampel yang dijadikan responden, 7 = jumlah pernyataan yang valid pada indikator efisiensi). Setelah menemukan skor ideal kemudian dibagikan dengan rill yang diisi oleh responden yaitu sebesar 921 : 1456 = 0,63 x 100% = 63%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan perlindungan sosial lanjut usia terlantar di Provinsi Banten baik dilihat dari indikator efisiensi. 2.
Indikator Efektifitas Merupakan hal yang berkenaan dengan kinerja Balai Perlindungan Sosial
tentang pelayanan, bantuan, pelatihan, pembinaan, prosedur penerimaan dan aturan dalam penerimaan. Dari hasil pengolahan data yang dalam indikator penelitian ini memuat 10 instrumen pernyataan untuk indikator efektifitas didapatkan hasil tersebut diperoleh dari skor ideal dari indikator efektifitas adalah 4 x 52 x 10 = 2080 (4 = nilai tertinggi dari setiap jawaban pernyataan yang diajukan pada responden, kriteria skor
141
berdasarkan pada skala likert, 52 = jumlah sampel yang dijadikan responden, 10 = jumlah pernyataan yang valid pada indikator efektifitas). Setelah menemukan skor ideal kemudian dibagikan dengan rill yang diisi oleh responden yaitu sebesar 1416: 2080 = 0,68 x 100% = 68%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam pelayanan dan perlindungan sosila lanjut usia terlantar di Provinsi Banten baik apabila dilihat dari indikator efektifitas. 3. Indikator Keadilan Merupakan hal yang berkenaan dengan kinerja Balai Perlindungan Sosial tentang pembinaan, fasilitas umum dan fasilitas kesehatan yang diberikan sama rata kepada lanjut usia sama dirasakan. Dari hasil pengolahan data yang dalam indicator keadilan penelitian ini memuat 10 instrumen pernyataan untuk indikator keadilan didapatkan hasil tersebut diperoleh dari skor ideal dari indikator keadilan adalah 4 x 52 x 8 = 1664 (4 = nilai tertinggi dari setiap jawaban pernyataan yang diajukan pada responden, kriteria skor berdasarkan pada skala likert, 52 = jumlah sampel yang dijadikan responden, 8 = jumlah pernyataan yang valid pada indikator keadilan). Setelah menemukan skor ideal kemudian dibagikan dengan rill yang diisi oleh responden yaitu sebesar 1147 : 1664 = 0,69 x 100% = 69%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam pelayanan dan perlindungan sosial lanjut usia terlantar di Provinsi Banten baik apabila dilihat dari indikator keadilan.
142
4.
Indikator Daya Tanggap Merupakan hal yang berkenaan dengan kinerja Balai Perlindungan Sosial
tentang pelayanan, tanggung jawab pegawai terhadap lansia, daya tanggap terhadap keluhan lansia dilakukan dengan cepat atau tidak, menanggapi usulan-usulan dan keluhan dari lanjut usia yang ada di dalam panti . Dari hasil pengolahan data yang dalam indikator penelitian ini memuat 10 instrumen pernyataan untuk indikator daya tanggap didapatkan hasil tersebut diperoleh dari skor ideal dari indikator daya tanggap adalah 4 x 52 x 7 = 1456 (4 = nilai tertinggi dari setiap jawaban pernyataan yang diajukan pada responden, kriteria skor berdasarkan pada skala likert, 52 = jumlah sampel yang dijadikan responden, 7 = jumlah pernyataan yang valid pada indikator daya tanggap ). Setelah menemukan skor ideal kemudian dibagikan dengan rill yang diisi oleh responden yaitu sebesar 1005 : 1456 = 0,69 x 100% = 69%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten baik apabila dilihat dari indikator daya tanggap. Berdasarkan pengamatan penelitian melalui presentase jawaban kuesioner dari responden dan melalui wawancara, peneliti dapat mengetahui bahwa dalam kinerja birokrasi publik terdapat indikator-indikator yang dapat dijadikan tolak ukur. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan indikator kinerja birokrasi publik menurut Kumorotomo (dalam Pasolong 2010:180) yang terdiri dari: efisiensi, efektifitas, keadilan dan daya tanggap. Dari keempat indikator tersebut maka peneliti dapat
143
mengetahui bahwa penyebab kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten. yaitu dengan nilai skor terendah pada indikator efisiensi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut: Tabel 4.6 Skor Masing-masing Jawaban Dari Indikator Kinerja Indikator Efisiensi
Nilai 63
Kategori Baik
Efektifitas
68
Baik
Keadilan Daya Tanggap
69 69
Baik Baik
Sumber: Pengolahan Data, Peneliti 2015 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa indikator yang memiliki skor terendah yaitu dari indikator efisiensi, dimana indikator efisiensi menghasilkan kinerja yang cukup baik. Oleh karena itu, kesadaran para pegawai atau pimpinannya akan pengaruh positif terhadap produktivitas kerja yang lebih tinggi untuk menghasilkan kinerja organisasi yang lebih baik lagi. Keberhasilan suatu organisasi atau instansi ditentukan oleh kinerja organisasi itu sendiri. Pengukuran terhadap kinerja organisasi tersebut berarti dapat memberikan kesempatan bagi semua instansi untuk mengetahui tingkat kinerja instansi tersebut, serta memberi kesempatan untuk memperbaiki kinerja dari suatu organisasi. Sehingga terciptalah kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten yang menginginkan segala pelaksanaan tugas yang lebih efektif dan efisien, yang dikembangkan dengan
144
menggunakan indikator kinerja birokrasi publik menurut Kumorotomo (dalam Pasolong 2010:180) yaitu: Efisiensi, Efektifitas, Keadilan, dan Daya Tanggap. Kemudian kemampuan atau keahlian para pegawai dalam menangani para lanjut usia juga mempengaruhi dalam bekerja sehingga dapat menghasilkan kinerja yang baik, sehingga hal ini juga mengacu kepada pencapaian hasil kerja secara efisiensi. Demikian hasil penelitian ini, terbukti dalam pengujian hipotesis yang dinyatakan bahwa Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut usia terlantar di Provinsi Banten dapat diterima. Dalam penelitian yang dilakukan sekarang kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam pelayanan dan perlindungan sosial lanjut usia terlantar di Provinsi Banten sebesar 68%.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil uji hipotesis penelitian, adapun peneliti sudah melakukan penelitian yang berjudul Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten dapat ditarik kesimpulan yaitu bahwa kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar yang ada di Provinsi Banten sudah mencapai sebesar 68%, artinya bahwa kinerja Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten dapat dikatakan baik. Berdasarkan perbandingan antara skor yang terkumpul dengan skor yang ditetapkan bahwa Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten sebesar 68% dan telah diperkuat dengan teori Kinerja birokrasi publik menurut Kumorotomo dalam Pasolong, (2010:180) yaitu sebagai berikut: 1.
indikator efisinsi sebesar 63%, ini menunjukan bahwa kinerja Balai Perlindungan Sosial tentang pegawai, standart oprasional prosedur (SOP), Tupoksi, mengurangi jumlah lanjut usia terlantar, donatur, alatalat yang disediakan, fasilitas umum, pelayanan yang selalu cepat dan tepat waktu cukup baik.
145
146
2.
indikator efektifitas sebesar 68% ini menunjukan bahwa kinerja Balai Perlindungan Sosial tentang pelayanan, bantuan, pelatihan, pembinaan, prosedur penerimaan dan aturan dalam penerimaan lanjut usia sudah baik.
3.
Indikator keadilan sebesar 69% ini menunjukan bahwa kinerja Balai Perlindungan Sosial tentang pembinaan, fasilitas umum dan fasilitas kesehatan yang diberikan kepada lanjut usia sudah baik.
4.
indikator daya tanggap sebesar 69% ini menunjukan bahwa kinerja Balai Perlindungan Sosial tentang pelayanan, tanggung jawab pegawai terhadap lansia, daya tanggap terhadap keluhan lansia dilakukan dengan cepat, menanggapi usulan-usulan dan keluhan dari lanjut usia yang ada di dalam panti sudah baik. Jadi jika dilihat dari teori tersebut, Kinerja Balai Perlindungan Sosial
dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten sudah baik dikarena sudah mencapai hasil sebesar 68% dari angka minimal 65%.
5.2 Saran Berdasarkan hasil
dari
penelitian
yang berjudul
‘Kinerja Balai
Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten’. Dari hasil penelitian terdapat indikator yang rendah, yaitu indikator efisiensi sebesar 63%, maka peneliti dapat memberikan saran yaitu:
147
1. Dilakukan perekrutan pegawai di Balai Perlindungan Sosial karena jumlah pegawai yang ada di Balai Perlindungan Sosial tidak sesuai dengan jumlah lanjut usia yang ada di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten. 2. Untuk pemerintah agar lebih memperhatikan lanjut usia yang ada di Balai Perlindungan Sosial, seperti penyediaan fasilitas berupa tempat tinggal yang lebih luas lagi sehingga para lanjut usia yang ada di Provinsi Banten dapat ditampung. 3. Diberikan fasilitas khusus bagi lanjut usia yang tidak dapat melihat dengan jelas, seperti disetiap rumah satu kerumah lainya dipasang pegangan besi agar para lanjut usia bisa leluasa untuk berjalan. 4. Disediakannya klinik dan dokter tetap di dalam Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten sehingga jika ada lanjut usia yang sakit cepat ditangani dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA Buku : Dessler, Gary. 2009. Manajemen SDM buku I. Jakarta: Indeks. Maryam, S. Dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika. Mahmudi. 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta Pasolong, Harbani. 2013. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta. Ratminto & Atik Septi Winarsih. 2005. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta. PUSTAKA PELAJAR. Ruky, Ahmad. 2002. Sistem Manajemen Kinerja. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sudarmanto, 2009. Kinerja dan Pengembangan Kompetensi SDM (Teori, Dimensi Pengukuran dan Implementasi dan Organisasi). Yogyakarta: Pustaka Pelajar Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. ----------. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. ----------. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sedarmayanti. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Refika Aditama. Simanjuntak, Payaman J. 2005. Manajemen dan Evaluasi Kerja. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI. Wirawan. 2009. Evalusia Kinerja Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba Empat. Wibowo. 2012. Manajemen Kinerja. Jakarta: PT. Raya GrafindoPersada.
Dokumen : Undang-undang NO. 13 Tahun 1998 Tentang Lanjut Usia. Keputusan Mentri Sosial RI NO. 06/HUK/1979 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004. Peraturan Mentri Sosial Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pelayanan Sosial Lanjut Usia. Peraturan Mentri Sosial Republik Indonesia Nomor 08 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pendataan Dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi Dan Sumber Kesejahteraan Sosial. Keputusan
Mentri
Penyalahgunaan
Aparatur
Negara
Nomor
63/KEP/M.PAN/2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Brosur Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten. Sumber Lainnya : Ami Prihandara. 2012. Kinerja Dinas Sosial dalam Pembinaan Anak Jalanan di Kota Serang. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Serang: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Rian Lamandani. 2014. Implementasi Program Jaminan Sosial Lanjut Usia (PJSLU) di Kabupaten Serang. Tidak dipublikasikan. Serang : Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Buku Pemutakhiran Data Dinas Sosial Provinsi BantenTahun 2013-2014 http://balinsos-banten.com/diakses November 2014 http://regionalinvestment.bkpm.go.id/diakses November 2014 http://repository.unhas.ac.id http://banten.bps.go.id/diakses 12 Febuari 2015 https://teorionline.wordpress.com/teori-kinerja/diakses23 Febuari 2015
SALINAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
:
a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota perlu disusun Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) Bidang Sosial; b. bahwa semakin meningkatnya usia harapan hidup dan jumlah lanjut usia dengan kompleksitas permasalahannya sehingga memerlukan penanganan secara komprehensif; c. bahwa pelayanan sosial lanjut usia baik dalam panti maupun luar panti perlu ditingkatkan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Menteri Sosial tentang Pedoman Pelayanan Sosial Lanjut Usia;
Mengingat
:
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 190, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3796); 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
SALINAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
3.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
4.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
5.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967);
6.
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575);
7.
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
8.
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
9.
Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4584);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 2
SALINAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
11. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4815); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5294); 13. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011; 14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007; 15. Peraturan Menteri Sosial Nomor 129/HUK/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Sosial Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota; 16. Keputusan Menteri Sosial Nomor 111/HUK/2009 tentang Indikator Kinerja Pembangunan Kesejahteraan Sosial; 17. Keputusan Menteri Sosial Nomor 80/HUK/2010 tentang Panduan Perencanaan Pembiayaan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Sosial Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota; 18. Peraturan Menteri Sosial Nomor 86/HUK/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Sosial Republik Indonesia;
3
SALINAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI SOSIAL TENTANG PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA.
PEDOMAN
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Lanjut Usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. 2. Lanjut Usia Telantar adalah seseorang yang berusia 60 (enam puluh) tahun atau lebih, karena faktor-faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. 3. Lanjut Usia Potensial adalah lanjut usia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan/atau jasa. 4. Pelayanan Sosial Lanjut Usia adalah upaya yang ditujukan untuk membantu lanjut usia dalam memulihkan dan mengembangkan fungsi sosialnya. 5. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dalam Panti adalah pelayanan sosial yang dilaksanakan melalui institusi/Lembaga Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia dengan menggunakan sistem pengasramaan. 6. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Luar Panti adalah pelayanan sosial yang dilaksanakan dengan berbasiskan keluarga atau masyarakat dan tidak menggunakan sistem pengasramaan. 7. Lembaga di Bidang Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia yang selanjutnya disebut Lembaga Lanjut Usia adalah lembaga yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial lanjut usia baik yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, maupun masyarakat. 8. Lembaga Kesejahteraan Sosial, yang selanjutnya disingkat LKS adalah organisasi sosial atau perkumpulan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
4
SALINAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
Pasal 2 Pedoman Pelayanan Sosial Lanjut Usia dimaksudkan untuk memberikan acuan bagi Pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, pemerintahan daerah kabupaten/kota, dan masyarakat dalam melaksanakan pelayanan sosial lanjut usia. Pasal 3 Pedoman Pelayanan Sosial Lanjut Usia bertujuan agar : a. memberikan arah dan pedoman kinerja bagi Pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, pemerintahan daerah kabupaten/kota dan masyarakat dalam pelayanan sosial lanjut usia; dan b. meningkatkan kualitas pelayanan sosial lanjut usia. Pasal 4 Pedoman Pelayanan Sosial Lanjut Usia diperuntukan bagi : a. Pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota yang memiliki tugas dan fungsi dalam pelayanan sosial lanjut usia; b. berbagai LKS yang melaksanakan pelayanan sosial lanjut usia; dan c. pemangku kepentingan lain yang peduli dan berperan serta dalam pelayanan sosial. Pasal 5 Pedoman Pelayanan Sosial Lanjut Usia, meliputi kegiatan: a. pelayanan dalam panti dan luar panti; b. perlindungan; dan c. pengembangan kelembagaan sosial lanjut usia.
5
SALINAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
BAB II PELAYANAN DALAM PANTI DAN LUAR PANTI Bagian Kesatu Umum Pasal 6 (1)
Pelayanan Sosial Lanjut Usia dapat dilakukan baik dalam panti maupun luar panti.
(2)
Pelayanan Sosial Lanjut Usia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan baik oleh Pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota maupun masyarakat.
(3)
Pelayanan yang dilakukan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan oleh Kementerian Sosial.
(4)
Pelayanan yang dilakukan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan oleh dinas/instansi sosial provinsi dan dinas/instansi sosial kabupaten/kota
(5)
Pelayanan yang dilakukan oleh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan oleh LKS. Bagian Kedua Pelayanan Dalam Panti Pasal 7
Pelayanan dalam panti, dilakukan dengan tujuan untuk : a. meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan lanjut usia; b. terpenuhinya kebutuhan dasar lanjut usia; dan c. meningkatkan peran serta masyarakat, Pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota dalam melaksanakan maupun menyediakan berbagai bentuk pelayanan sosial lanjut usia.
6
SALINAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
Pasal 8 Pelayanan dalam panti dilaksanakan dengan menempatkan lanjut usia dalam panti lanjut usia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak. Pasal 9 Jenis pelayanan yang diberikan dalam panti, meliputi: a. pemberian tempat tinggal yang layak; b. jaminan hidup berupa makan, pakaian, pemeliharaan kesehatan; c. pengisian waktu luang termasuk rekreasi; d. bimbingan mental, sosial, keterampilan, agama; dan e. pengurusan pemakaman atau sebutan lain. Bagian Ketiga Pelayanan Luar Panti Pasal 10 (1) Pelayanan luar panti dilakukan dengan tujuan untuk: a. meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan lanjut usia; b. terpenuhinya kebutuhan dasar lanjut usia; dan c. meningkatkan peran serta masyarakat, Pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota dalam melaksanakan maupun menyediakan berbagai bentuk pelayanan sosial lanjut usia. (2) Tenaga Pelaksana Lanjut Usia di luar panti dilaksanakan oleh para pendamping yang terdidik atau dilatih dalam melakukan pelayanan sosial lanjut usia. Pasal 11 Pelayanan luar panti dilaksanakan dengan menempatkan lanjut usia dalam keluarga, atau keluarga pengganti yang ada di masyarakat. Pasal 12 Jenis pelayanan yang diberikan kepada lanjut usia di luar panti, meliputi: a. pelayanan pendampingan dan perawatan sosial lanjut usia di lingkungan keluarga; 7
SALINAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
b. c.
pelayanan harian lanjut usia; dan penguatan usaha ekonomis produktif melalui pendekatan kelembagaan sebagai investasi sosial. Pasal 13
(1)
Pelayanan pendampingan dan perawatan sosial lanjut usia di lingkungan keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a, merupakan pelayanan terhadap lanjut usia yang tidak potensial dan berada di lingkungan keluarga atau keluarga pengganti.
(2)
Pelayanan pendampingan dan perawatan sosial lanjut usia di lingkungan keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa bantuan pendampingan, perawatan sosial, termasuk pemenuhan kebutuhan dasar agar kebutuhan hidup lanjut usia dapat terpenuhi secara layak. Pasal 14
(1) Pelayanan harian lanjut usia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b, merupakan pelayanan terhadap lanjut usia potensial yang sifatnya sementara, dilaksanakan siang hari, dalam waktu maksimal 8 (delapan) jam sehari dan tidak menginap. (2) Pelayanan harian lanjut usia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pengisian waktu luang, olah raga, bimbingan mental, dan kesenian. Pasal 15 (1)
Penguatan usaha ekonomis produktif melalui pendekatan kelembagaan sebagai investasi sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c, merupakan bantuan yang diberikan kepada lanjut usia potensial yang kurang mampu.
(2)
Penguatan usaha ekonomis produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan kepada perorangan melalui LKS dengan pendampingan, yang didahului dengan bimbingan sosial dan keterampilan.
(3)
Penguatan usaha ekonomis produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pemberian paket bantuan usaha ekonomis produktif.
8
SALINAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
BAB III PERLINDUNGAN Bagian Kesatu Umum Pasal 16 Perlindungan sosial bagi lanjut usia dimaksudkan untuk mencegah dan menangani resiko dari guncangan dan kerentanan sosial agar kelangsungan hidup lanjut usia dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar minimal. Pasal 17 Perlindungan sosial bagi lanjut usia, meliputi: a. b. c. d.
asistensi sosial; kedaruratan; aksesibilitas; dan pelayanan lanjut usia dalam keluarga pengganti. Bagian Kedua Asistensi Sosial Pasal 18
(1) Asistensi sosial merupakan bentuk perlindungan sosial yang dimaksudkan untuk membantu lanjut usia telantar guna memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. (2) Asistensi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk meringankan beban hidup lanjut usia terlantar agar dapat hidup secara layak dan wajar. Pasal 19 Asistensi sosial dilaksanakan dalam bentuk pemberian bantuan berupa uang yang disertai dengan pendampingan sosial.
9
SALINAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
Bagian Ketiga Kedaruratan Pasal 20 (1)
Pelayanan sosial kedaruratan lanjut usia dimaksudkan sebagai tindakan yang mendesak untuk menyelamatkan, melindungi, dan memulihkan kesejahteraan lanjut usia dalam situasi darurat.
(2)
Pelayanan sosial kedaruratan diselenggarakan dengan melakukan identifikasi masalah dan kebutuhan lanjut usia, merumuskan mekanisme pelaksanaan kegiatan dan rujukan. Pasal 21
Pelayanan sosial kedaruratan meliputi lanjut usia: a. dalam situasi bencana alam dan bencana sosial; dan b. yang mengalami perlakuan salah. Pasal 22 (1)
Lanjut usia dalam situasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a, merupakan penyelamatan dan evakuasi lanjut usia korban bencana ke tempat penampungan sementara, pemulihan kondisi fisik dan mental, serta pemberian bantuan pemenuhan kebutuhan dasarnya.
(2)
Lanjut usia yang mengalami perlakuan salah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b, merupakan pemberian bantuan dan pelayanan khusus kepada lanjut usia yang mengalami penelantaran, penipuan, tindak kekerasan, eksploitasi, diskriminasi dan tindak pidana. Pasal 23
Pelayanan kedaruratan bagi lanjut usia dilakukan dalam bentuk: a. b. c. d.
layanan pengaduan; rujukan untuk pemulihan fisik dan mental; pendampingan; dan penempatan di tempat penanganan trauma lanjut usia.
10
SALINAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
Bagian Keempat Aksesibilitas Pasal 24 Aksesibilitas dimaksudkan untuk menyediakan berbagai kemudahan untuk memperoleh dan menggunakan fasilitas pelayanan, sarana dan prasarana umum untuk mendukung dan memperlancar mobilitas lanjut usia. Pasal 25 Aksesibilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 mencakup: a. sarana dan prasarana umum; dan b. kemudahan dalam penggunaan fasilitas umum. Bagian Kelima Pelayanan Lanjut Usia Dalam Keluarga Pengganti Pasal 26 (1) Pelayanan sosial lanjut usia dalam keluarga pengganti merupakan pelayanan sosial kepada lanjut usia di luar keluarganya dan di luar lembaga. (2) Pelayanan lanjut usia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan cara lanjut usia tinggal bersama keluarga lain atau keluarga pengganti karena keluarganya tidak dapat memberikan pelayanan yang dibutuhkan atau lanjut usia berada dalam kondisi telantar. (3) Pelayanan lanjut usia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa bantuan pendampingan, perawatan, termasuk pemenuhan kebutuhan dasar.
11
SALINAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
BAB IV PENGEMBANGAN LEMBAGA LANJUT USIA Bagian Kesatu Umum Pasal 27 Pelayanan sosial lanjut usia yang dilaksanakan dalam panti diselenggarakan oleh Lembaga Lanjut Usia baik milik Pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, pemerintahan daerah kabupaten/kota maupun masyarakat. Pasal 28 (1) Untuk keberlanjutan dan profesionalitas pelayanan sosial lanjut usia oleh lembaga diperlukan pengembangan kelembagaan lanjut usia. (2) Pengembangan kelembagaan sosial lanjut usia dilakukan melalui: a. pembinaan lembaga dan kerjasama kelembagaan; dan b. pelembagaan nilai-nilai kelanjutusiaan. Bagian Kedua Pembinaan Lembaga dan Kerja sama Kelembagaan Pasal 29 Pembinaan lembaga lanjut usia bertujuan untuk : a. menguatkan sistem pelayanan lanjut usia berbasiskan masyarakat; b. memantapkan mekanisme kerjasama dan koordinasi antar lembaga pelayanan lanjut usia; c. mendorong tumbuhnya institusi/LKS lanjut usia; d. mempertahankan dan membina institusi/ LKS lanjut usia yang ada; e. mengembangkan institusi/ LKS lanjut usia yang sudah berjalan; dan f. meningkatkan kapasitas pengurus LKS lanjut usia. Pasal 30 Kerja sama kelembagaan bertujuan untuk: a. memperkuat kerja sama antar LKS lanjut usia; 12
SALINAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
b. membangun jejaring kerja sama antar LKS lanjut usia; c. membangun jejaring kerja dalam bentuk forum atau jejaring kerja lainnya; dan d. terciptanya koordinasi antar LKS lanjut usia. Pasal 31 Pembinaan lembaga dan kerjasama kelembagaan lanjut usia mempunyai fungsi sebagai: a. penyedia pelayanan sosial bagi lanjut usia; b. wadah koordinasi dan kerjasama lintas kelembagaan; dan c. wadah penanaman dan pembudayaan nilai-nilai kebangsaan kesetiakawanan sosial.
dan
Pasal 32 Pembinaan lembaga dan kerjasama kelembagaan lanjut usia mempunyai sasaran yang meliputi : a. LKS lanjut usia yang memberikan pelayanan langsung kepada lanjut usia; dan b. Lembaga Koordinatif yang memberikan dukungan terhadap LKS lanjut usia. Bagian Ketiga Pelembagaan Nilai-Nilai Kelanjutusiaan Pasal 33 Pelembagaan nilai-nilai kelanjutusiaan bertujuan untuk menanamkan nilainilai kemasyarakatan dan kelanjutusiaan kepada seluruh komponen bangsa terutama kepada generasi muda, serta menguatkan komitmen berbagai pemangku kepentingan dalam mengapresiasi dan memberikan pelayanan sosial lanjut usia. Pasal 34 (1) Pelembagaan nilai-nilai kelanjutusiaan dimaksudkan untuk melembagakan nilai-nilai sosial yang ada di masyarakat secara terus menerus. 13
SALINAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
(2) Pelembagaan nilai-nilai kelanjutusiaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui penghormatan dan penghargaan terhadap lanjut usia. (3) Penghargaan dan penghormatan terhadap lanjut usia sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan dalam bentuk : a. Peringatan Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN) dan Hari Lanjut Usia Internasional (HLUIN); b. penganugrahan penghargaan terhadap tokoh, lembaga, keluarga, perorangan; c. sosialisasi, kampanye dan publikasi program pelayanan sosial lanjut usia; dan d. memberikan aksesibilitas pada ruang publik. BAB V KEWENANGAN Bagian Kesatu Pemerintah Pasal 35 Menteri memiliki kewenangan: a. merumuskan dan menetapkan kebijakan dan pemberian bimbingan teknis serta evaluasi pelayanan sosial lanjut usia; b. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria pelayanan sosial lanjut usia; c. melaksanakan kebijakan, memfasilitasi peningkatan sumber daya manusia dan pemberian bimbingan teknis serta evaluasi pelayanan sosial lanjut usia; d. melaksanakan pelayanan sosial lanjut usia melalui Unit Pelaksana Teknis Pusat; e. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelayanan sosial lanjut usia; f. melakukan koordinasi dengan instansi sosial provinsi atau kabupaten/kota terhadap pelayanan sosial lanjut usia; g. melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelayanan sosial lanjut usia; dan h. menyediakan aksesibilitas dan melakukan advokasi serta koordinasi kepada lembaga lain untuk menyediakan aksesibilitas bagi lanjut usia.
14
SALINAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
Bagian Kedua Pemerintah Daerah Provinsi Pasal 36 Gubernur memiliki kewenangan: a. melaksanakan kebijakan pelayanan sosial lanjut usia; b. mengkoordinasi pelaksanaan kebijakan, pelayanan sosial lanjut usia antar kabupaten/kota di wilayahnya; c. melakukan kerja sama dengan pemangku kepentingan lainnya; d. melakukan penguatan kapasitas kelembagaan, peningkatan sumber daya manusia; e. memfasilitasi pelaksanaan pelayanan sosial lanjut usia; f. menghimpun dan mengkompilasikan data lanjut usia di wilayah provinsi; g. menyediakan aksesibilitas; dan h. melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelayanan sosial lanjut usia. Bagian Ketiga Pemerintah Kabupaten/Kota Pasal 37 Bupati atau Walikota memiliki kewenangan: a. melaksanakan pelayanan sosial lanjut usia; b. mengkoordinasikan pelayanan sosial lanjut usia dalam kabupaten/kota; c. melakukan kerja sama dengan kabupaten/kota lain di dalam dan di luar provinsi; d. melaksanakan kegiatan pembentukan dan peningkatan kapasitas serta pelayanan sosial lanjut usia; e. melakukan kerja sama dengan pemangku kepentingan lainnya; f. melakukan pemantapan terhadap sumber daya manusia yang sudah dididik dan dilatih oleh Pemerintah dan pemerintahan daerah provinsi; g. melakukan pendataan lanjut usia. h. merencanakan kebutuhan sumber daya manusia sebagai tenaga pendamping untuk meningkatkan aksesibilitas kepada lanjut usia; i. menyediakan aksesibilitas; dan j. melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelayanan sosial lanjut usia.
15
SALINAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
BAB VI PENDANAAN Pasal 38 (1) Pendanaan pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan pelayanan sosial lanjut usia oleh Pemerintah bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. (2) Pendanaan pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan pelayanan sosial lanjut usia oleh pemerintahan daerah provinsi bersumber dari anggaran pendapatan belanja daerah provinsi. (3) Pendanaan pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan pelayanan sosial lanjut usia oleh pemerintahan daerah kabupaten/kota bersumber dari anggaran pendapatan belanja daerah kabupaten/kota.
BAB VII MONITORING DAN EVALUASI Pasal 39 (1) Pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota melakukan monitoring untuk menjamin sinergi, kesinambungan, dan efektifitas langkah-langkah secara terpadu dalam pelaksanaan kebijakan dan kegiatan pelayanan sosial lanjut usia. (2) Monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk mengetahui perkembangan dan hambatan dalam pelaksanaan kebijakan dan kegiatan pelayanan sosial lanjut usia. (3) Monitoring dilakukan secara berkala melalui koordinasi dan pemantauan langsung terhadap pelaksanaan kebijakan dan kegiatan pelayanan sosial lanjut usia. Pasal 40 (1) Menteri Sosial, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan kegiatan yang dilakukan secara berkala. 16
SALINAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
(2) Hasil evaluasi pelaksanaan kebijakan dan kegiatan pelayanan sosial lanjut usia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digunakan untuk perencanaan tahun berikutnya dalam rangka perbaikan program. (3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 41 (1) Menteri Sosial melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan kebijakan dan kegiatan pelayanan sosial lanjut usia secara nasional. (2) Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan kebijakan dan kegiatan pelayanan sosial lanjut usia di wilayah provinsi. (3) Bupati/walikota melakukan pembinaan pelaksanaan kegiatan pelayanan sosial kabupaten/kota.
dan pengawasan atas lanjut usia di wilayah
Pasal 42 Masyarakat dapat melakukan pengawasan terhadap kegiatan pelayanan sosial lanjut usia sesuai dengan mekanisme dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 43 Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dan Pasal 42, bertujuan untuk meningkatkan motivasi guna keberlanjutan kegiatan pelayanan sosial lanjut usia.
17
SALINAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
BAB IX PELAPORAN Pasal 44 (1)
Bupati/walikota menyampaikan laporan pelaksanaan pelayanan sosial lanjut usia di daerah kepada Menteri Sosial melalui Gubernur.
(2)
Gubernur menyampaikan laporan pelaksanaan kebijakan dan kegiatan pelayanan sosial lanjut usia di daerah kepada Menteri Sosial dan Menteri Dalam Negeri.
(3)
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi : a. Laporan pelaksanaan; dan/atau b. Laporan pertanggung jawaban
(4)
Laporan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, berupa hasil pelaksanaan kegiatan.
(5)
Laporan pertanggung jawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, berupa laporan keuangan.
(6)
Bentuk dan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB X KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 45 Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, syarat, tata cara dan standardisasi pelayanan sosial dalam panti dan luar panti, perlindungan dan kelembagaan diatur dalam Peraturan Menteri.
18
SALINAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 46 Peraturan ini ditetapkan oleh Menteri Sosial sebagai Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) sebagai pedoman pelayanan sosial lanjut usia yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota. Pasal 47 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Sosial ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal16 Agustus 2012 MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, ttd. SALIM SEGAF AL JUFRI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 28 Agustus 2012 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 862
19
Dokumen Foto
Tempat Tinggal Lanjut usia di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten
Wisma yang ditempati Lansia di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten
Salah satu Wisma di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten
Salah satu Pegawai yang merawat lansia yang ada di Balai Perlindungan Sosial
Khasidah Rebana Salah Satu Kegiatan dan Menjadi Hiburan bagi Lansia di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten.
Fasilitas yang ada di Balai Perlindungan Sosial
Pengisian Kuesioner Oleh Nenek Hartini di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten
Pengisian Kuesioner Oleh Nenek Kasminah di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten
Pengisian Kuesioner Oleh Nenek Narsiah dan nenek Kasminah di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten
Pengisian Kuesioner Oleh Nenek Maiah di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten
Pengisian Kuesioner Oleh Nenek Ook di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten
Pengisian Kuesioner Oleh Lansia yang ada di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten
JUDUL PENELITIAN:
KINERJA BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL DALAM PELAYANAN DAN PERLINDUNGAN SOSIAL LANJUT USIA TERLANTAR DI PROVINSI BANTEN
INFORMASI RESPONDEN Kuesioner I.
Petunjuk 1. Berikan tanda ceklis ( ) pada jawaban yang anda pilih 2. Untuk memudahkan dalam mengisi data, mohon diisi sesuai dengan keadaan dan kondisi yang terjadi di lapangan 3. Keterangan dari jawaban
II.
SS
= Sangat Setuju
S
= Setuju
TS
= Tidak Setuju
STS
= Sangat Tidak Setuju
Identitas Responden 1. 2. 3. 4.
Kode Responden Nama Jenis Kelamin Usia
: : : :
(diisi oleh peneliti)
KINERJA Indikator I: Efisiensi Pernyataan 1. Ketersedian pegawai di Balai Perlindungan Sosial sudah mencukupi 2. Bapak/ibu mengetahui adanya standar oprasional prosedur (SOP) di Balai Perlindungan Sosial 3. Pegawai yang ada di Balai Perlindungan Sosial dalam melakukan pelayanan sudah sesuai dengan Tupoksi 4. Balai Perlindungan Sosial dapat mengurangi jumlah lanjut usia terlantar yang ada di Provinsi Banten 5. Bapak/ibu mengetahui adanya donatur untuk membantu memenuhi kebuthan di Balai Perlindungan Sosial 6. Alat-alat yang disediakan di Balai Perlindungan Sosial sesuai dengan kebutuhan Bapak/ibu dan tepat guna (Toiletduduk, alat-alat kesehatan standar, tongkat dan kursi roda) 7. Biaya pemeliharaan fasilitas umum di Balai Perlindungan Sosial dilakukan secararutin (fasilitas umum berfungsi baik) 8. Pegawai yang ada di Balai Perlindungan Sosial sudah sesuai Tupoksinya 9. Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan pelayanan kepada Bapak/ibu selalu tepat waktu 10. Pelayanan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial dilakukan dengan cepat Indikator II: Efektifitas 11. Pelayanan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial Bapak/ibu sudah sesuai dengan Standar oprasional prosedur (SOP) yang ada di Balai Perlindungan Sosial 12. Balai Perlindungan Sosial memberikan bantuan sesuai dengan kebutuhan Bapak/ibu 13. Adanya perubahan fisik yang dirasakan setelah tinggal di Balai Perlindungan Sosial 14. Bantuan materil yang diberikan dapat memperbaiki kehidupan Bapak/ibu 15. Pelatihan yang diberikan sesuai dengan
SS
S
TS
STS
keinginan Bapak/ibu 16. Pelatihan membuat kerajinan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial kepada Bapak/ibu memberikan dampak yang baik 17. Pembinaan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial sesuai dengan kebutuhan Bapak/ibu 18. Prosedur penerimaan Bapak/ibu yang tersedia mudah diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial 19. Aturan penerimaan lanjut usia mudah dipahami oleh Bapak/ibu 20. Pelayanan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial sesuai dengan tujuan Balai Perlindungan Sosial untuk memberikan Perlindungan kepada Bapak/ibu Indikator III: Keadilan 21. Pembinaan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial merata kepada seluruh lansia yang ada di Balai Perlindungan Sosial 22. Fasilitas yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial sudah sesuai dengan kebutuhan Bapak/ibu 23. Balai Perlindungan Sosial memberikan fasilitas kesehatan yang sama kepada seluruh lansia yang ada di Balai Perlindungan Sosial 24. Balai Perlindungan Sosial memberikan fasilitas yang sama kepada para lanjut usia berupa kamar, tempat tidur, tivi, dll 25. Bantuan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial baik berupa materil atau non materil sudah mencukupi kebutuhan Bpak/ibu 26. Rumah huni yang disediakan oleh Balai Perlindungan Sosial untuk Bapak/ibu sudah layak 27. Rumah huni bagi Bapak/ibu yang disediakan oleh Balai Perlindungan Sosial sesuai dengan kapasitas lansia yang ada 28. Bantuan materil yang diberikan oleh donatur untuk Bapak/ibu melalui Balai Perlindungan Sosial merata kepada seluruh
lansia 29. Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan bantuan dan pelayanan kepada Bapak/ibu tidak dibeda-bedakan 30. Balai Peerlindungan dalam memberikan makanan lima sehat empat sempurna setiap hari sudah cukup baik Indikator IV: Daya Tanggap 31. Balai Perlindungan Sosial cepat dalam menanggapi usulan-usulan dan keluhan dari Bapak/ibu 32. Kemampuan Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan pelayanan dengan cepat kepada Bapak/ibu 33. Tanggung jawab yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial kepada Bapak/ibu sangat baik 34. Balai Perlindungan Sosial cepat dalam memberikan bantuan yang diperlukan Bapak/ibu 35. Daya tanggap yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial terhadap keluhan Bapak/ibu dilakukan dengan cepat 36. Balai Perlindungan Sosial memberikan kesempatan kepada Bapak/ibu untuk ikut menjaga dan memelihara fasilitas yang disediakan 37. Balai Perlindungan Sosial selalu mengontrol kebutuhan yang dibutuhkan oleh Bapak/ibu tiap bulannya 38. Balai Perlindungan Sosial selalu melakukan pengawasan pemeliharaan fasilitas yang ada guna menunjang kebutuhan kepada Bapak/ibu 39. Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan perawatan kepada lanjut usia yang sudah bedtrest dilakukan dengan baik 40. Balai perlindungan sosial dalam memberikan kebutuhan kepada Bapak/ibu dengan cepat
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama
: Cikita Rahmawati
NIM
: 6661112199
Fak / Jur
: FISIP / Ilmu Administrasi Negara
TTL
: Serang, 27 Oktober 1993
Status
: Menikah
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. K.H. Sulaeman Link. Kelapa Dua Rt/Rw: 02/07 (42116) Kec. Serang, Prov. Banten
Tel/Hp
: 087809566990
Email
:
[email protected]
DATA ORANG TUA Nama Ayah
: Abdurachman
Pekerjaan
: Wirasuwasta
Nama Ibu
: Iis Iswati
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga (IRT)
Alamat
: Jl. K. H. Sulaeman Link. Kelapa Dua Rt/Rw: 02/07 (42116) Kec. Serang Prov. Banten
PENDIDIKAN Tahun 1997 - 1999
: TK Nurul Huda Kelapa Dua Kota Serang
Tahun 1999 - 2005
: SD Negeri 19 Kota Serang
Tahun 2005 - 2008
: SMP YP 17-2 Kota Serang
Tahun 2008 - 2011
: SMA Prisma Sanjaya Kota Serang
Tahun 2011 - 2015
: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA)