Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Agroteknologi/Agroekoteknologi Surakarta 21-22 Juli 2016
KETAHANAN BEBERAPA GENOTIPE PADI TERHADAP PENYAKIT HAWAR DAUN BAKTERI (XANTHOMONAS ORYZAE PV. ORYZAE) RESISTANCE OF SOME RICE GENOTYPES TO BACTERIAL LEAF BLIGHT (XANTHOMONAS ORYZAE PV. ORYZAE) 1*
2
1
Bakhtiar , Lukman Hakim , Erita Hayati Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Univesitas Syiah Kuala, Banda Aceh 23111 2 Program Studi Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Univesitas Syiah Kuala, Banda Aceh 23111 * email korespondensi:
[email protected]. 1
ABSTRACT Bacterial leaf blight (BLB) caused by Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) is one of the most important rice disease. This study aimed to investigate the growth and to examine the resistance of several rice genotypes against BLB caused by Xoo. This experiment ware conducted in screen house at the Faculty of Agriculture Syiah Kuala University, Banda Aceh. The plant materials were Sigupai, Sikuneng, IR-BB27, S/I-1 and S/I-2. BLB inoculation carried out when the plant before the phase of primordia.The variables observed were plant height, number of tillers, latent perode, lesions and the intensity of BLB disease. The results showed that plant height Sigupai reaches 135 cm, Sikuneng reach 145 cm, and IRBB-27 reached 110 cm. Highest number of seedlings found in the IR-BB27 followed by S/I-2, S/I-1 Sikuneng and Sigupai. The latent perode of Xoo ranges from 2-4 days after inoculation. The length of lesions and intensity of of BLB disease at 14 days after inoculation on Sigupai and Sikuneng higher than IRBB-27, S/I-1 and S/ I-2. Sigupai and Sikuneng included were susceptible to Xoo, while IRBB-27, S/I-1 and S/I-2 were resistant to Xoo. ABSTRAK Hawar daun bakteri (HDB) yang disebabkan oleh Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pertumbuhan dan ketahanan beberapa genotipe padi terhadap HDB (Xanthomonas oryzae pv. oryzae). Penelitian dilaksanakan di rumah kasa Fakultas pertanian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Bahan tanam yang digunakan adalah Sigupai, Sikuneng, IR-BB27, S/I-1 and S/I-2. Inokulasi Xoo dilakukan sebelum fase primordia bunga. Peubah yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah anakan, perode laten, panjang lesio dan intensitas penyakit. Hasil pengujian menunjukkan bahwa tinggi tanaman Sigupai mencapai 135 cm, Sikuneng mencapai 145 cm, IRBB-27 mencapai 110 cm. Jumlah anakan terbanyak dijumpai pada IR-BB27 diikuti oleh S/I-1, S/I-2, Sikuneng dan Sigupai. Perode laten pada genotipe yang diuji berkisar 2-4 hari setelah inokulasi. Panjang lesio dan intensitas serangan Xoo pada 14 hari setelah inokulasi pada Sigupai dan Sikuneng lebih tinggi dibandingkan panjang lesio pada IRBB-27, S/I-1 dan S/I-2. Sigupai dan Sikuneng termasuk dalam katagori rentan terhadap infeksi Xoo, sedangkan IRBB-27, S/I-1 dan S/I-2 termasuk katagori tahan terhadap infeksi Xoo. Kata kunci: genotipe padi; hawar daun bakteri; ketahanan; Xanthomonas oryzae pv. oryzae PENDAHULUAN Hawar daun bakteri (HDB) yang disebabkan oleh Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) merupakan faktor pembatas upaya peningkatan produksi padi. Penyakit ini tersebar hampir diseluruh daerah
pertanaman padi di Indonesia, baik di dataran rendah maupun dataran tinggi dan selalu timbul baik pada musim kemarau maupun musim hujan. Penyakit ini tidak hanya merusak tanaman pada pada fase bibit tetapi juga pada fase generatif.
Ketahanan Beberapa Genotipe Padi terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) (Bakhtiar, Lukman Hakim, Erita Hayati) ISBN………
Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Agroteknologi/Agroekoteknologi Surakarta 21-22 Juli 2016
Kerugian yang ditimbulkan oleh HDB bervariasi berkisar antara 20-30%, bergantung pada varietas yang ditanam dan musim tanam (Hifni et al. 1996). Wibowo (2002) melaporkan bahwa penurunan hasil bisa mencapai 30-40%. Mew et al. (1993) melaporkan kehilangan hasil mencapai 50%. Kerusakan terberat terjadi apabila penyakit menyerang tanaman muda yang peka sehingga menimbulkan gejala kresek, dapat menyebabkan tanaman mati (BBPADI, 2013) sehingga kerugian dapat mencapai 100%. Penggunaan varietas tahan dalam menanggulangi penyakit HDB cukup efektif dan efisien, aman, murah dan tidak mencemari lingkungan. Dengan varietas tahan, kehilangan hasil dan biaya pestisida dapat ditekan, aman terhadap lingkungan dan dapat mencegah residu pestisida pada manusia. Varietas yang tahan dapat diperoleh melalui perakitan varietas dengan menggabungkan gen ketahanan ke tetua yang telah beradaptasi dan berdaya hasil tinggi. Perakitan varietas tahan diawali dengan identifikasi genotipe sebagai tetua untuk pembentukan populasi dasar. Bakhtiar et al. (2011) telah mengidentifikasi varietas lokal padi Aceh yang memiliki daya adaptasi baik dan disukai masyarakat setempat tetapi berbatang tinggi, berumur dalam dan rentan terhadap penyakit HDB. Gu et al. (2005) melaporkan bahwa galur IRBB27 sangat tahan terhadap 27 strain HDB dari berbagai negara di dunia, termasuk strain dari Indonesia, berbatang rendah dan berumur genjah. Bakhtiar et al. (2015) telah mendapatkan turunan F1 yang tergolong katagori tahan Xoo strain Aceh Besar berdasarkan masa inkubasi, panjang lesio dan intensitas serangan. Genotipegenotipe tersebut perlu dievaluasi kembali pada populasi bersegreasi (F2) untuk sifat tahan terhadap HDB dan karakter agronominya. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi karakter agronomi dan ketahanan terhadap HDB dari galur hasil persilangan antara genotipe tahan HDB dengan genotipe yang sudah beradaptasi baik di Aceh dan berproduksi tinggi.
BAHAN DAN METODE Bahan tanam yang digunakan adalah Sigupai, Sikuneng, IR-BB27, S/I-1 dan S/I-2. Isolat bakteri Xoo diisolasi dari daun padi terinfeksi HDB di Kecamatan Blang Bintang, Aceh Besar. Tanah sebagai media tanam diperoleh dari tanah sawah. Selanjutnya tanah dimasukkan kedalam ember sebanyak 10 kg/ember dan dilumpurkan dengan sempurna. Benih semua bahan tanam yang telah dikecambahkan, disemai media persemaian pada kondisi macak-macak. Semaian dipelihara selama 21 hari sebelum pindah tanam. Persemaian dipupuk dua kali. Pertama, pada saat tanaman berumur 8 hari setelah semai dengan menggunakan pupuk urea setara dengan 30 kg/ha, pemupukan kedua dilakukan 15 hari setelah semai atau 5 hari sebelum penanaman dengan menggunakan urea setara dengan 20 kg/ha. Bibit semua bahan tanam yang berumur 21 HST atau mempunyai 4-6 helai daun ditanam ke dalam ember. Setiap ember ditanam satu tanaman dan setiap genotipe ditanami sebanyak 15 ember. Selanjutnya ditempatkan dalam rumah kasa Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Pemupukan diberikan dengan dosis setara 250 kg Urea, 100 kg SP36, 150 kg KCl per hektar. Seluruh dosis pupuk dicampur dengan Furadan 3G sebanyak 1 g per kg tanah dan diberikan sehari sebelum tanam dengan cara sebar merata dan ditutup kembali dengan tanah. Pada saat tanaman berumur 45 hari setelah pindah tanam atau sebelum fase primordia bunga dilakukan inokulasi Xoo yang telah dipersiapkan sebelumnya. Inokulasi dilakukan menjelang sore, antara pukul 16.00-18.00. Tanaman diinokulasi dengan metode gunting (Kauffman et al., 1973). ). Suspensi bakteri berumur 48 jam 6 dengan kepekatan 10 cfu/ml disiapkan sebanyak 500 mL dalam erlenmeyer yang dibalut dengan aluminium foil agar bakteri tidak terpapar langsung dengan matahari. Pengguntingan dilakukan 5 cm dari ujung daun sebanyak 5 daun per tanaman menggunakan gunting yang telah
Ketahanan Beberapa Genotipe Padi terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) (Bakhtiar, Lukman Hakim, Erita Hayati) ISBN………
Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Agroteknologi/Agroekoteknologi Surakarta 21-22 Juli 2016
dicelupkan kedalam suspensi bakteri selama ±10 detik. Pengamatan dilakukan dua minggu setelah inokulasi. Peubah yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah anakan, perode laten panjang lesio dan intensitas penyakit. Tanaman dikatagorikan tahan atau rentan berdasarkan panjang lesio: jika panjang lesion < 3 cm tahan; 3–6 cm moderat tahan; > 6 cm rentan (Chen et al.,2003). Data dianalisis dengan secara statistik deskriptif untuk mendapatkan rataan dan simpang baku dari 15 tanaman untuk setiap genotipe HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman Hasil pengamatan terhadap tinggi tanaman pada fase berbunga disajikan pada Tabel 1. . Sedangkan pola pertumbuhan tinggi tanaman setiap minggu sampai 56 HST disajikan pada Gambar 1. Tabel 1 dan Gambar 1 menunjukkan bahwa tanaman terrendah pada 56 HST dijumpai pada IRBB-27, sedangkan yang tertinggi dijumpai pada S/I-2. Sigupai dan Sikuneng tergolong tanaman padi berperawakan tinggi dan mudah rebah. 160 140 ) 120 cm ( 100 n a m a 80 an Ti 60 gg n iT
Sigupai Sikuneg
40
IRBB-27
20
S/I-1 S/I-2
0 0
10
20
30
40
50
60
Umur tanaman (hari)
Gambar 1. Pola tanaman padi
pertumbuhan
tinggi
Menurut KNPN, (2003) tinggi tanaman dikatakan pendek untuk padi sawah jika tingginya kurang dari 110 cm, tingi tanaman sedang untuk padi sawah jika tingginya 110-130 cm, tanaman tinggi untuk padi sawah jika tingginya dibeh dari
130 cm. Dengan demikian turunan hasil persilangan dari dua tetua tersebut dengan IRBB-27 juga masih memperlihatkan tinggi tanaman yang sebanding dengan kedua tetuanya yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman padi hasil persilangan tersebut tergolong tinggi. Jumlah Anakan Hasil pengamatan terhadap jumalah anakan pada fase berbunga disajikan pada Tabel 1. Sedangkan pola pertumbuhan anakan setiap tiga hari sekali disajikan pada Gambar 2. 14 12 ) n a k 10 a n a ( n 8 a k a n 6 A h la 4 m u J 2
Sigupai Sikuneg IRBB-27 S/I-1 S/I-2
0 0
20
40
60
80
Umur Tanaman (hari)
Gambar 2. Pola pertumbuhan anakan padi Gambar 2 menujukkan bahwa pola pertumbuhan anakan tanaman padi IRBB27 dan turunan hasil persilangan dengan Sigupai dan Sikuneng mengikuti pola pertumbuhan sigmoid. Pertumbuhan anakan lebih cepat mulai anam sampai umur 30 HST, selanjutnya mengalami pelambatan pertambahan jumlah anakan. Pertambahan anakan Sigupai dan Sikuneng bertambah cepat sampai umur 40 HST, selanjutnya juga tidak mengalami penambahan anakan secara signifikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yohida (1981) bahwa anakan akan mencapai jumlah maksimum pada saat tanaman padi memasuki fase perpanjangan batang sebelum inisiasi primordia bunga. Anakan terbanyak pada umur 56 HST dijumpai pada IRBB-27 dan diikuti oleh S/I-1dan S/I-2 (Tabel 1).Anakan paling sedikit pada umur 56 HST dijumpai pada Sikuneng dan Sigupai (Tabel 1).
Ketahanan Beberapa Genotipe Padi terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) (Bakhtiar, Lukman Hakim, Erita Hayati) ISBN………
Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Agroteknologi/Agroekoteknologi Surakarta 21-22 Juli 2016
Tabel 1. Tinggi Tanaman dan Jumlah Anakan Genotipe Sigupai Sikuneng IRBB-27 S/I-1 S/I-2
Tinggi Tanaman (cm) 133,38 ± 22,98 143,22 ± 22,49 108,05 ± 5,33 142,40 ± 16,84
Jumlah Anakan (anakan) 4,73 ± 2,12 4,87 ± 4,55 11,80 ± 2,40 10,77 ± 3,73
145,93 ± 13,30
8,60 ± 2,32
Keterangan : Nilai dalam tabel merupakan rataan dan simpang baku dari 15 tanaman.
Periode Laten Periode laten merupakan waktu yang diperlukan oleh bakteri untuk dapat menimbulkan gejala penyakit mulai dari saat inokulasi sampai timbulnya gejala awal pada daun padi yang diamati setiap hari hingga 14 hari setelah inokulasi (HSI). Rata-rata dan simpang baku periode laten dapat dilihat pada Tabel 2 Tabel 2. menunjukan bahwa periode laten terlama dijumpai pada IRBB27 yaitu sekitar 12,05 hari. Bakteri Xoo memerlukan waktu yang lama untuk dapat menyerang genotipe tersebut yang mengindikasikan bahwa IRBB-27 tahan terhadap Xoo. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Hadianto et al., (2015) yang menyatakan bahwa IRBB-27 merupakan varietas yang tahan terhadap bakteri Xoo. Periode laten bakteri Xoo pada Sigupai, Sikuneng dan keturunannya tergolong cepat, dengan demikian bakteri dapat mematahkan pertahanan tanaman tersebut dengan mudah. Periode laten merupkan salah penentu tingkat virulensi suatu patogen. Periode laten yang lama menandakan suatu varietas tahan terhadap suatu patogen (Rahimi et al., 2012). Panjang Lesio Hasil pengamatan panjang lesion pada 7 HSI dan 14 HSI disajikan pada Tabel 2. Lesio terpanjang pada 7 HSI dijumpai pada IR64, diiukuti oleh S/I-2 dan IRBB-27. Lesio terpendek dijumpai pada Sikuneng yaitu sekitar 0,12 cm. Hal ini menunjukan bahwa pada 7 HSI, Sikuneng lebih tahan dibandingkan genotipe lainnya. Panjang lesio bakteri pada 14 HSI terpanjang dijumpai pada Sigupai yang diikuti oleh IR 64 dan Sikuneng. Hal ini mengidikasikan bahwa Sigupai dan Sikuneng hanya bertahan selama satu minggu setelah inokulasi dan makin lama
pertahanannya akan menjadi patah sehingga dapat diserang oleh bakteri Xoo. IRBB-27 dan keturunan hasil persilangan antara Sigupai dan IRBB-27 serta keturunan hasil persilangan antara Sikuneng dan IRBB-27 masih menunjukkan lesio yang pendek pada 14 HSI. Dengan demikian tingkat ketahanan hasil persilangan tersebut sebanding dengan tetua donornya IRBB-27 sehingga dapat diduga genotipe tersebut sudah memiliki gen tahan terhadap HDB. Hal ini dapat terjadi karena lesio yang terdapat pada genotipe tersebut tidak dapat berkembang sehingga lesionya tetap pendek. Menurut Nayak et al., (1986), perkembangan bakteri pada tanaman tahan dapat dihambat oleh fitoaleksi yang dihasilkan oleh tanaman. Intensitas Serangan Hasil pengamatan intensitas serangan bakteri Xoo pada beberapa genotipe padi pada 7 HSI dan 14 HSI dapat dilihat pada Tabel 2. Intensitas serangan pada 7 dan 14 HSI tertinggi dijumpai pada IR64 diikuti oleh Sigupai dan Sikuneng. Berdasarkan intensitas serangan pada 14 HSI, Sigupai dan sikuneng termasuk dalam katagori padi rentan terhadap penyakit HDB. Intensitas serangan Xoo pada IRBB-27 pada 14 HST hanya sekitar 1 %. Intensitas serangan Xoo pada keturunan hasil persilangan IRBB-27 dengan Sigupai dan Sikuneng sebanding dengan intensitas serangan pada tetua donornya IRBB-27. Hal ini menunjukkan bahwa S/I-1 dan S/I-2 termasuk katagori tahan terhadap penyakit HDB. Sudir dan Suparyono (2001) menyatakan bahwa pebedaan intensitas
Ketahanan Beberapa Genotipe Padi terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) (Bakhtiar, Lukman Hakim, Erita Hayati) ISBN………
Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Agroteknologi/Agroekoteknologi Surakarta 21-22 Juli 2016
serangan penyakit ditentukan oleh tingkat virulensi patogen dan ketahanan tanaman tergadap patogen secara genetik. Dengan
demikian S/I-1 dan S/I-2 dapat dijadikan sebagai kandidat tanaman padi tahan terdadap penyakit HDB.
Tabel 2. Periode Laten, Panjang Lesio dan Intensitas Serangan Genotipe Sigupai Sikuneng IRBB-27 S/I-1 S/I-2 IR64
Periode laten (hari) 3,21 ± 0,41 3,23 ± 0,42 12,05 ± 0,34 3,20 ± 0,40 3,23 ± 0,42 3,43 ± 0,50
Panjang Lesio (cm) Hari ke-7 Hari ke-14 0,18 ± 0,08 6,42 ± 1,97 0,12 ± 0,06 2,86 ± 2,99 0,20 ± 0,07 0,49 ± 0,14 0,17 ± 0,08 0,34 ± 0,19 0,21 ± 0,11 0,63 ± 0,98 0,22 ± 0,08 5,39 ± 3,16
Intensitas Serangan (%) Hari ke-7 Hari ke-14 0,32 ± 0,17 11,15 ± 4,20 0,24 ± 0,19 5,06 ± 5,57 0,36 ± 0,13 0,86 ± 0,25 0,24 ± 0,12 0,49 ± 0,27 0,30 ± 0,17 0,91 ± 1,46 0,59 ± 0,20 14,27 ± 8,55
Keterangan : Nilai dalam tabel merupakan rataan dan simpang baku dari 15 tanaman.
KESIMPULAN 1. Sigupai dan Sikuneng berbatang tinggi, anakan sedikit dan tidak tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri. 2. IRBB-27 berbatang rendah, anakan banyak dan tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri. 3. Keturunan hasil persilangan antara IRBB-27 dan Sigupai maupun Sikuneng memiliki batang tinggi, anakan sedang dan tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri.
Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala. BBPADI. 2013. Hawar daun bakteri. Balai Besar Penelitian Padi, Subang Jawa Barat. Chen, S., Xu, C.G,, Lin, X.H and Zhang, Q. 2003. Improving bacterial blight resistance of 6078, an elite restorer line of hybrid by molecular marker assisted selection. Plant Breed.120: 133-137.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Universitas Syiah Kuala, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, yang telah membiayai penelitian ini dengan skim Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi Tahun Anggaran 2016.
Gu, K., Yang, B., Tian, D., Wu, L., Wang, D., Sreekala, C., Yang, F., Chu, Z., Wang, G.L., White, F.F. 2005. R gene expression induced by a type-III effector triggers disease resistance in rice. Nature. 435: 1122–1125
DAFTAR PUSTAKA Bakhtiar, Hakim L,, Hayati, E. 2014. Evaluasi ketahanan padi lokal Aceh terhadap penyakit hawar daun bakteri. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional dan Lokakarya FKPTPI, di Univiversitas Andalas, Padang 8-10 September 2014.
Hadianto, W., Hakim, L., Bakhtiar. 2015. Ketahanan beberapa genotipe padi terhadap penyakit Hawar daun bakteri (xanthomonas oryzae pv. Oryzae). J. HPT Tropika. 15 (2): 152 – 163.
Bakhtiar, Kesumawati E, Hidayat T dan Rahmawati M. 2011. Karakterisasi plasma nutfah padi lokal Aceh. Agrista. 15 (3): 79-86. Bakhtiar, Zakaria, Z., Hayat, E. 2015. Perakitan varietas padi tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri dan berdaya hasil tinggi. Laporan tahunan tahun ke dua.
Herlina, L dan Silitonga, T.S. 2011. Seleksi lapang ketahanan beberapa varietas padi terhadap infeksi hawar daun bakteri strain iv dan viii. Buletin Plasma Nutfah.17(2):80-87. Hifni, H.R., Mihardja, S., Sutarno, E., Yusida, dan Kardin, M,K. 1996. Penyakit hawar daun bakteri pada padi sawah: Masalah dan pemecahannya. Bul. AgroBio. 1(1): 18-23.
Ketahanan Beberapa Genotipe Padi terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) (Bakhtiar, Lukman Hakim, Erita Hayati) ISBN………
Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Agroteknologi/Agroekoteknologi Surakarta 21-22 Juli 2016
Hifni,
H.R. dan Kardin, M.K. 1998. Pengelompokan isolate Xanthomonas oryzae pv. oryzae dengan menggunakan galur isogenik padi IRRI. J. Hayati 5(3):66-72.
Kadir, T.S. 2009. Menangkal HDB dengan menggilir varietas. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 31(5):1-3. KNPN.
2003. Panduan Sistem Karakterisasi dan Evaluasi Tanaman Padi. Komisi Nasional Plasma Nutfah, Departemen Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Kauffman, H.E., Reddy, A.P.K., Hsien, S.P.Y., Merca, S.D. 1973. An improved technique for evaluating resistance of rice varieties to Xanthomonas oryzae. Plant Dis. Rep. 57: 537-541. Mew, T.W., Alvarez, A.M., Leach, J.E., and Swings, J. 1993. Focus on bacterial blight of rice. Plant Dis.77:5-12. Nayak, P., Rao, A.V.S., Chakrabarti, N.K. 1986. Components of Resistance to Bacterial Blight Diseases of rice. http:??www3.interscience. wiley.com/journal/119481585. Ou, S.H .1985. Rice diseases. Kew, Surrye: Commonwealth Agricultural Bureau. Rahim A, Khaeruni A, & Taufik M. 2012. Reaksi ketahanan beberapa varietas padi komersial terhadap patotipe Xanthomonas oryzae pv. oryzae isolat Sulawesi Tenggara.
Berkala Penelitian Agronomi. 1(2): 132–138 Shehzad, F.D., Farhatullah, Iqbal, N., Shah, M.A. and Ahmad, M. 2012. Screening of local rice germplasm against bacterial leaf blight caused by Xanthomonas Oryzae pv. oryza. Sarhad J. Agric. 28(4): 565569. Sudir dan Suparyono. 2001. Interaksi antara berbagai stadium tumbuh tanaman padi dengan patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae penyebab penyakit Hawar daun Bakteri. Laporan Penelitian. Sukamandi: Balai Penelitian Padi. Sudir dan Suprihanto. 2006. Perubahan virulensi strain Xanthomonas oryzae pv. oryzae, penyebab penyakit hawar daun bakteri pada tanaman padi. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan, 25 (2): 100107. Wahyudi, A.T, Meliah, S., dan Nawangsih, A.A. 2011. Xanthomonas oryzae pv. oryzae bakteri penyebab hawar daun pada padi: Isolasi, karakterisasi, dan telaah mutagenesis dengan transposon. Makara Sains, 15(1): 89-96. Wibowo, B.S. 2002. Pengamatan, peramalan dan pengendalian penyakit hawar daun bakteri (Xanthomonas campestris pv. oryzae). Makalah dalam Pelatihan Pengamatan, Peramalan dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman Pangan. Jatisari, 16-27 September 2002. BPOPT Jatisari. .
Ketahanan Beberapa Genotipe Padi terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) (Bakhtiar, Lukman Hakim, Erita Hayati) ISBN………