Kesiapan Pemerintah Indonesia dalam Meyambut ASEAN Free Trade Area (AFTA) Ocktavianus Hartono, S.H., M.Hum Fakultas Hukum, Universitas Kristen Maranatha, Bandung
Abstract Asean Free Trade Area (AFTA) is conducted by countries in ASEAN area. Hence, every nation in ASEAN is not allowed to hinder the influx of goods, services, and workforce from other ASEAN countries. The realization of AFTA gives a lot of benefits, such as cheaper goods and services, more competent workforce, etc. However, AFTA also give a number of disadvantages; for example, if a country is fundamentally not ready, then “economic colonialization” will appear, in which a strong country will control other countries. Noticing the positive and negative sides of AFTA, the Indonesian government needs to consider and prepare themselves in order to compete in AFTA. The method of this research is deductive, starting from the analysis of the regulation used to arrange the matters mentioned above. This legal research is based on library research or secondary data available. On the other hand, normative research refers to legal research done to gain normative knowledge about the relation between one regulation and another as well as its application. Observing the readiness of Indonesia in terms of socio-economy, and culture, and in particular referring to the existing regulation, Indonesia is not ready to face AFTA. There are several ways the government can do to overcome the unreadiness of Indonesia to face AFTA; however, they are not easy. Therefore, they must make great efforts to face AFTA. Keywords : AFTA, readiness, and government strategy
I.
Pendahuluan
Pasar adalah suatu tempat bertemunya pelaku usaha dengan orang-orang yang membutuhkan barang-barang atau jasa yang disediakan oleh pelaku usaha. Dulu penjualan barang dan jasa hanya melingkupi area yang terbatas karena keterbatasan sarana dan prasarana seperti jalan, alat-alat transportasi dan lain sebagainya, saat ini penjualan barang dan jasa telah melingkupi area yang jauh lebih luas, baik itu lingkup nasional bahkan internasional. Hal ini terjadi karena semakin majunya sarana dan prasarana transortasi dan angkutan barang. Selain itu, faktor yang paling mendorong perkembangan dalam bidang jual beli ini adalah kebutuhan manusia yang semakin beragam dan ketersediaan barang atau jasa yang semakin beragam juga yang berasal dari daerah atau Negara lain yang tersedia dengan harga yang lebih murah, bahkan kualitas barang yang lebih baik. Sebagai contoh, harga beras di daerah Jawa akan lebih murah dibandingkan harga beras di Papua karena memang Pulau Jawa adalah penghasil beras, begitu juga sebaliknya, bila warga Jawa menginginkan sagu, tentu saja harga sagu akan lebih murah di Papua dibandingkan di Pulau Jawa, karena Papua memang penghasil utama sagu. Pasar internasional juga memiliki karakteristik yang sama seperti pasar nasional, beberapa barang dari Negara lain bisa lebih baik secara kualitas dan lebih murah dibandingkan dengan barang yang sama yang berasal dari Negara lain. Hal ini dikarenakan karakteristik setiap Negara berbeda tergantung pada kondisi geografis Negara tersebut, dan kebijakan pemerintah masing-masing Negara. Pada awalnya belum ada pengaturan mengenai jua beli yang dilakukan antar Negara. Pada jaman dahulu, setiap orang yang memiliki fasilitas dan sarana prasarana yang baik dapat dengan sendirinya melakukan jual beli ke Negara lain yang akan menguntungkan mereka. Hal ini terjadi pada jaman kerajaan-kerajaan di Indonesia. Mereka secara aktif berjual dengan bangsa asing. Namun dengan semakin berkembangnya suatu Negara, proses jual-beli dengan Negara lain mulai diatur. Hal ini dapat 171
Zenit Volume 3 Nomor 3 Desember 2014
kita lihat dengan adanya bea masuk dan non-bea di suatu Negara. Pada dasarnya penerapan bea masuk ataupun non bea di suatu Negara adalah baik untuk sebuah Negara yang sedang berkembang karena penerapan bea masuk dan non bea akan melindungi produk-produk ataupun jasa yang dihasilkan oleh warga Negara itu sendiri. Contohnya, Indonesia adalah Negara berkembang. Di Indonesia banyak terdapat perusahaan textile dan garment yang menghasilkan berbagai produk seperti baju, celana, jaket, seprai dan lain sebagainya yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia. Namun apabila dibandingkan dengan Negara China, hasil perusahaan textile dan garment dari Indonesia kalah secara kualitas dan harga. Apabila produk dari China tersebut dapat masuk ke Indonesia tanpa dikenai bea masuk ataupun biaya non bea hal ini tentu saja akan berdampak tidak baik bagi perekonomian Indonesia karena ketika perusahaan textile dan garment Indonesia tidak mampu bersaing, maka yang akan terjadi, mereka akan menutup usaha mereka yang efeknya berarti pemutusan hubungan kerja oleh pelaku usaha kepada tenaga kerja Indonesia. Pemutusan Hubungan Kerja akan menciptakan banyak pengangguran di Indonesia. Sedangkan efek dari pengangguran itu sendiri adalah menurunya perekonomian Indonesia secara makro. Untuk mencegah hal seperti itu, maka Negara-negara khususnya Indonesia biasanya menerapkan bea masuk dan non bea terhadap barang-barang yang dibeli dari luar negeri. Hal ini dilakukan untuk melindungi perekonomian Indonesia itu sendiri. Namun penerapan bea masuk dan non bea itu sendiri bukan tanpa masalah karena penerapan bea masuk dan non bea menyebabkan para pengusaha di Indonesia menjadi malas untuk berinovasi yang akibatnya produk-produk dari pelaku usaha di Indonesia tidak memiliki daya saing. Dengan tidak adanya daya saing, maka produk-produk dari Indonesia tidak akan mampu bersaing dalam pasar dunia. Hal ini tentu saja menghambat atau mempersempit area ekspansi usaha yang sebenarnya dapat dilakukan oleh para pelaku usaha di Indonesia. Selain itu, penerapan bea masuk dan non bea masuk sedikit banyak secara tidak langsung akan membatasi investasi asing ke Negara Indonesia karena penanam modal merasa perusahaanperusahaan di Indonesia tidak memiliki daya saing, tidak memiliki efisiensi dan efektifitas. Dalam rangka meningkatakan kualitas barang hasil produksi tersebut sehingga dapat bersaing dalam pasar dunia maka Negara-negara di ASEAN membuat suatu persetujuan untuk membebaskan bea masuk dan non bea atau yang kita kenal dengan AFTA ( ASEAN Free Trade Area). Inti dari AFTA ini adalah untuk menghilangkan hambatan tarif bea masuk dan Non Bea antar Negara yang tergabung dalam ASEAN. Free Trade Area yang dilaksanakan dengan baik akan menciptakan ASEAN menjadi kawasan basis produksi di dunia, hal ini tentu saja dapat menyaingi Negara-negara lain yang telah menjadi basis produksi seperti China dan India. Namun mimpi besar ini tidak akan mudah dicapai seperti membalikan telapak tangan saja karena penerapan AFTA akan memiliki banyak tantangan khususnya untuk Negara-negara di ASEAN. II.
Pembahasan
2.1
Sistem Perekonomian di Dunia
Perekonomian di suatu Negara dapat berjalan apabila memiliki sistem yang baik atau yang sering kita kenal dengan sistem perekonomian. Tanpa sebuah sistem segala sesuatu tidak akan berjalan dengan baik. Sistem itu sendiri adalah sesuatu yang terdiri dari subsistem-subsistem lainnya yang harus sama-sama bergerak untuk mencapai suatu tujuan utama. Sedangkan definisi dari sistem perekonomian adalah sesuatu yang terdiri dari subsistem-subsistem dalam bidang ekonomi yang saling berhubungan dan bergerak untuk mencapai suatu tujuan sistem ekonomi tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Gregory Grossman yang dikutip oleh Prathama Rahardja dalam bukunya pengantar ilmu ekonomi yaitu “sekumpulan komponen-komponen atau unsur-unsur terdiri atas unit-unit dan agen-agen ekonomi serta lembaga-lembaga ekonomi, yang bukan saja saling berhubungan dan berinteraksi, melainkan juga sampai tingkat tertentu saling menopang dan mempengaruhi”. 1 Setiap Negara tentu saja memiliki tujuan yang berbeda-beda sesuai dengan konstitusinya masing-masing. Hal ini menyebabkan mereka memiliki sistem perekonomian yang berbeda antara Negara yang satu dengan Negara yang lain. Namun dari sekian banyak sistem perekonomian yang ada di dunia, ada dua sistem perekonomian utama yang ada yaitu sistem perekonomian tertutup dan sistem perekonomian 1
Prathama Rahardja, Pengantar Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2008, Jakarta, hlm;464.
172
Kesiapan Pemerintah Indonesia dalam Meyambut ASEAN Free Trade Area (AFTA) (Ocktavianus Hartono)
terbuka. Perbedaan utama dari sistem perekonomian ini adalah sifat dari sistem perekonomian itu sendiri. Sistem perekonomian tertutup biasanya menyerahkan kebijakan produksi, konsumsi dan distribusai kepada lembaga yang memegang kekuasaan. Perencanaan ekonomi biasanya bersifat terpusat. Sistem perencanaan terpusat apabila dilasanakan dengan baik akan jauh lebih efektif dan efisien apabila dibandingkan dengan sistem ekonomi terbuka. Sistem ekonomi terbuka adalah sistem perekonomian yang mengandalkan pasar, dimana harga diserahkan kepada pasar, penentuan harga adalah kewenangan dari pasar itu sendiri. Pemeritah dalam sistem perekonomian ini tidak turut campur, mereka hanya mengawasi dan akan mengambil peran apabila terjadi masalah didalam perekonomian. Sistem ekonomi terbuka akan menciptakan perusahaan-perusahaan yang efektif dan efisien karena mereka harus bersaing secara terbuka dengan pelaku-pelaku usaha lain tanpa adanya bantuan dari pemerintah berupa bea masuk ataupun non bea. Selain itu, kelebihan dari sistem ekonomi terbuka bagi masyarakat adalah: 2 1. “Harga jual barang dan jasa adalah yang termurah 2. Jumlah output paling banyak sehingga rasio output per penduduk maksimal 3. Masyarakat merasa nyaman dalam mengonsumsi karena tidak perlu membuang waktu untuk memilih barang dan jasa dan tidak takut ditipu dalam kualitas dan harga.” Berdasarkan dua sistem perekonomian yang saling bertentangan di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa kedua sistem tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Namun Indonesia sendiri menganut sistem perekonomian tertutup walaupun tidak diterapkan sepenuhnya. Sistem ini dipilih dengan tujuan melindungi pelaku usaha di Indonesia, dimana dengan dilindunginya pelaku usaha, dengan sendirinya hal itu akan mensejahterakan seluruh masyarakat Indonesia sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke empat. Dengan bersifat tertutup artinya pemerintah memiliki fungsi sebagai pembuat kebijakan yang diharapkan dapat menyembatani semua kebutuhan masyarakat yang timbul akibat adalanya praktek perekonomian. Untuk menciptakan stabilitas perekonomian, pemeritnah dapat menggunakan 4 instrumen yaitu: 3 1) “Kebijakan fiskal Kebijakan fiskal adalah kebijakan pemerintah dalam bidang anggaran dan belanja Negara dengan maskud untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Sebagaimana juga layaknya suatu rumah tangga individu, maka pemerintah sebagai suatu rumah tangga nasional juga memerlukan pendapatan utuk membiayai operasionalnya sehari-hari, seperti menggaji pegawai negeri, mengatur dan mengurus Negara dan pemerintahan 2) Kebijakan moneter Kebijakan moneter adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah melalui bank sentra gua mengatur penawaran uang dan tingkat bungan dalam tingkat yang wajar dan aman. Kebijakan ini umumnya terbagi dua yaitu kebijakan kuantitatif yaitu kebijakan yang bertujuan untuk mempengaruhi penawaran uang dan tingkat bungan dalam perekonomian dan kebijakan kualitatif yaitu kebijakan yang sifatnya non intervensi dan lebih banyak menekankan pada kesadaran pihak perbankan umumnya. 3) Kebijakan upah dan pendapatan Kebijakan upah dan pendapatan adalah kebijakan untuk menetapkan besarnya upah minimum regional dalam sebuah wilayah di Indonesia. 4) Kebijakan industry dan perdagangan Kebijakan ini adalah kebijakan yang memiliki keterkaitan denga 3 kebijakan diatas, dimana ketiga kebijakan diatas akan mempengarui kebijakan industry dan perdagangan.” Namun berdasarkan perkembangan jaman, sistem perekonomian yang Indonesia saat ini tidak dapat diterapkan lagi karena memang dengan memberikan bea masuk dan non bea, pelaku usaha di Indonesia mendapatkan perlindungan dari produk-produk ataupun jasa lain. Namun yang mendapatkan perlindungan hanyalah pelaku usaha, dimana masyarakat Indonesia sendiri secara keseluruhan tidak mendapatkan perlindungan karena mereka tidak dapat menikmati harga murah yang 2 3
Ibid, hlm; 159. Iskandar Putong, Pengantar Ekonomi Makro, Mitra Wacana Media, 2010, Jakarta, hlm;94.
173
Zenit Volume 3 Nomor 3 Desember 2014
seharusnya mereka dapatkan apabila sistem perekonomian bersifat terbuka. Selain itu, pelaku usaha menjadi manja dan membiasakan diri untuk tidak bersaing sehingga produk hasil pelaku usaha tersebut tidak dapat bersaing dengan produk yang dihasilkan oleh Negara-negara lain. Oleh karena itu, ASEAN berusaha untuk menghilangkan hambatan bea masuk dan non bea dengan harapan Negaranegara di ASEAN dapat bersaing dengan Negara-negara lain yang bukan berasal dari Negara ASEAN. 2.2
Keuntungan Indonesia dalam ASEAN Free Trade Area
AFTA akan memiliki dampak positif bagi Negara Indonesia apabila Pemerintah dapat menerapkan kebijakan-kebijakan yang tepat mengingat Indonesia adalah Negara yang memiliki wilayah yang luas, sumber daya manusia yang melimpah dan keadaan lingkungan alam yang menarik untuk dijadikan tempat pariwisata. Apabila kebijakan-kebijakan pemerintah untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berlimpah ini telah dilaksanakan dengan baik semenjak SEAN SUMMIT ke 4 yang dilakukan pada 1992, maka hal ini akan mendatangkan devisa yang sangat banyak karena tenaga kerja kita yang melimpah dapat dengan mudah bekerja di Negara lain selain di Indonesia, Dengan mudahnya akses untuk bekerja di Negara lain selain Indonesia, maka salah satu beban pemerintah Indonesia yaitu untuk meningkatkan lapangan pekerjaan menjadi berkurang karena tenaga kerja kita dapat bekerja di Negara lain. Dan tenaga kerja kita akan dengan senang hati bekerja di Negara lain mengingat gaji yang mereka terima akan lebih besar apabila dibandingkan dengan bekerja di Indonesia itu sendiri. Keuntungan berikutnya dengan adanya AFTA adalah meningkatnya devisa Negara Indonesia karena Indonesia kaya akan potensi pariwisata. Dengan dimudahkanya izin untuk memasuki Negara di ASEAN maka seharusnya Indonesia dapat menarik keuntungan yang jauh lebih banyak bila dibandingkan dengan Singapura, Malaysia, Brunai, Laos dan beberapa Negara yang tergabung dalam ASEAN. Namun ini menjadi tantangan yang berat mengingat pemerintah harus mempersiapkan sarana dan prasarana yang baik yang dapat menunjang pertumbuhan pariwisata di Indonesia, selain itu AFTA juga seharusnya manjadi keuntungan yang besar bagi Indonesia karena Indonesia memiliki luas wilayah yang sangat besar, dengan luas wilayah yang besar kita harusnya dapat bersaing, khususnya dalam bidang pertanian karena dengan luas wilayah yang luas kita dapat menghasilkan hasil pertanian yang lebih banyak. Itu adalah 3 hal utama yang merupakan keuntungan bagi Indonesia apabila AFTA diterapkan di lingkup wilayah ASEAN. 2.3
Tantangan AFTA bagi Negara Indonesia
AFTA memiliki banyak dampak positif bagi Indonesia seperti perluasan lapangan pekerjaan, peningkatan devisa Negara melalui sektor pariwisata, peningkatan devisa Negara dengan mengandalkan bidang pertanian. Namun hal itu semua harus dipersiapkan dengan baik dan matang karena tanpa persiapan, semua hanya angan-angan yang tidak akan terwujud. AFTA memang akan memperluas lingkup lapangan pekerjaan, sehigga orang-orang Indonesia dapat bekerja di Negaranegara lain yang tergabung dalam ASEAN dengan lebih mudah, namun tenaga kerja yang terdidik dan terlatih yang dapat bekerja di Negara-negara lain. Oleh sebab itu tantangan bagi Pemerintah Indonesia yang pertama adalah menciptakan tenaga kerja yang terdidik dan terlatih dengan baik. Beberapa cara yang dapat ditempuh untuk dapat menciptakan tenaga kerja yang terdidik dan terlatih adalah: 1. Meningkatkan anggaran APBN dalam bidang pendidikan 2. Meningkatkan mutu pendidikan 3. Menurunkan biaya pendidikan bahkan menggratiskan Tiga syarat diatas adalah cara yang dapat pemerintah terapkan untuk dapat menciptakan tenaga kerja yang terdidik dan terlatih. Namun tentu saja yang terutama adalah meningkatkan anggaran APBN dalam bidang pendidikan, dengan sendirinya apabila APBN dalam bidang pendidikan ditingkatkan, mutu pendidikan juga akan meningkat, dan dengan sendirinya juga apabila anggaran APBN ditingkatkan khususnya dalam bidang pendidikan maka biaya pendidikan dapat ditekan bahkan bukan tidak mugkin biaya pendidikan menjadi gratis. 174
Kesiapan Pemerintah Indonesia dalam Meyambut ASEAN Free Trade Area (AFTA) (Ocktavianus Hartono)
Tantangan kedua bagi pemerintah Indonesia adalah meningkatkan devisa Negara dari sektor pariwisata. Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dari sektor pariwisata mengingat Indonesia adalah Negara yang terdiri dari ribuan pulau. Akan tetapi, sektor pariwisata tidak akan berkembang begitu saja apabila sarana dan prasaran pendukung pariwisatan tidak dikembangkan. Sarana dan prasarana yang wajib disediakan agar pariwisata dapat berkembang dengan baik adalah sarana dan prasarana transportasi karena transportasi adalah jantung utama yang harus diperbaiki. Setelah akses menuju tempat pariwisata tersebut tersedia maka hal berikutnya yang harus dipersiapkan adalah sarana penunjang pariwisata lainnya seperti tersedianya hotel dan tempat makan yang memadai di daerah pariwisata tersebut. Tantangan berikutnya bagi pemerintah adalah memperbaiki sistem pertanian yang ada di Indonesia sehingga hasil pertanian dapat menjadi komoditi utama yang menjadikan Indonesia dapat bersaing dengan Negara-negara lain di ASEAN. Hal-hal yang harus ditempuh untuk meningkatkan sektor pertanian: 1. memperluas lahan pertanian dengan membuka lahan baru. Hal ini memungkinkan mengat Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas dan masih terdapat lahan yang tidak produktif. Apabila kita dapat mengaktifkan lahan-lahan yang tidak produktif menjadi produktif maka hal ini adalah suatu hal yang positif bagi pertanian Indonesia. 2. meningkatkan hasil pertanian dengan bantuan alat-alat atau mesin-mesin yang memang dapat membantu peningkatan hasil pertanian seperti penggunaan traktor untuk mengolah tanah, dan berbagai alat-alat lainnya. 3. meningkatkan pengolahan lahan pertanian yang telah ada dengan metode yang lebih baik sehingga menghasilkan hasil yang lebih banyak dibandingkan dengan metode sebelumnya. 4. penganekaragaman jenis usaha pertanian. Hal ini dilakukan dalam rangka agar petani tidak tergantung pada salah satu hasil pertanian saja. 5. membangkitkan kembali lahan yang telah mati. Hal ini dapat dilakukan dengan menanami lahan yang telah mati tersebut dengan mengganti tanaman yang di tanam di lahan tersebut. 2.4
Kesiapan Pemerintah dalam Menghadapi AFTA
Berdasarkan hal diatas kita dapat melihat bahwa sistem perekonomian tertutup yang diterapkan di Indonesia dengan menerapkan bea masuk dan biaya non bea sudah tidak dapat diterapkan lagi mengingat kondisi yang ada saat ini karena penerapan bea masuk hanya memanjakan para pelaku usaha di Indonesia. Karena terbiasa dimanjakan maka barang-barang hasil produksi pelaku usaha di Indonesia tidak memiliki daya saing apabila dibandingkan dengan barang-barang hasil produksi dari Negara lain. Hal ini menjadi berbahaya karena dengan rendahnya daya saing maka kita tidak dapat memasarkan barang-barang hasil produksi pelaku usaha di Indonesia ke Negaranegara lain. Hal ini telah menutup peluang bagi Indonesia untuk memperluas pangsa pasar di dunia. Sedangkan seperti yang kita ketahui bahwa export adalah salah satu cara unuk meningkatkan devisa Negara. Oleh karena itu, untuk meningkatkan daya saing produk dari pelaku usaha di Indonesia maka Indonesia harus siap untuk masuk dalam AFTA yang konsekuensinya Indonesia tidak dapat menerapkan bea masuk dan biaya lain non bea bagi pelaku usaha yang berasal dari Negara yang berada dalam kawasan ASEAN. Bergabungnya Indonesia dalam AFTA adalah hal yang baik karena akan banyak hal positif yang akan didapat oleh Indonesia. Namun untuk memperoleh keuntungan tersebut Pemerintah harus melakukan persiapan yang matang. Karena jika kita mau jujur, Indonesia saat ini belum siap untuk turut serta dalam AFTA karena berbagai hal yang belum diperbaiki. Dalam bidang tenaga kerja, saat ini tenaga kerja yang terdidik dan terlatih masih sangat kurang hal ini disebabkan belum baiknya sistem pendidikan yang ada di Indonesia. Dalam pengembangan pariwasata juga, masih belum ada perbaikan yang signifikan yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan pariwisata di Indonesia, begitu juga untuk peningkatan dalam bidang pangan, hal ini belum terlihat bahkan cukup tragis karena beberapa kali Indonesia harus mengimpor beras dan gula untuk kebutuhan dalam negeri sendiri. Melihat keadaan diatas maka begitu banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Pemerintah Indonesia untuk menghadapi AFTA yang akan dimulai pada 2015. Ketidaksiapan Indonesia dalam menyambut AFTA dikarenakan berbagai kebijakan yang salah yang telah dilakukan oleh Pemerintahan pada masa sebelumnya. Karena seperti yang kita ketahui bahwa persetujuan akan 175
Zenit Volume 3 Nomor 3 Desember 2014
diselenggarakannya AFTA di Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN sendiri telah dibuat di tahun 1992 dalam Konperensi Tingkat TInggi ASEAN ke IV di Singapura. Seharusnya dalam waktu 13 tahun adalah waktu yang cukup untuk memperbaiki hal-hal yang harus dipersiapkan dalam menyambut AFTA. 2.5
Kebijakan Pemerintah dalam Rangka Menghadapi AFTA
Mengingat ketidaksiapan Indonesia dalam menyambut AFTA maka saran penulis adalah agar Pemerintah kembali mempertimbangkan untuk mengajukan penundaan AFTA kepada Negara – Negara Anggota ASEAN nya hingga minimal 5 tahun kedepan. Hal ini dapat dilakukan asalkan adanya persetujuan dari Negara-negara lain untuk menunda penerapan AFTA. Setelah AFTA ini ditunda maka pemerintah benar-benar harus mempersiapakan Indonesia untuk menyambut AFTA dengan mengeluarkan produk-produk hukum baik itu peraturan perudang-undangan ataupun berbagai kebijakan yang dapat menstimulus perkembangan perekonomian di Indonesia sehingga siap untuk menghadapi AFTA. Namun, dalam hal permintaan penundaan AFTA tidak dapat dilakukan maka Indonesia harus turut serta dan terus menyiapkan hal-hal yang harus dilakukan agar Indonesia tidak tertinggal dengan Negara – Negara lainnya. 2.6
Persiapan Indonesia menyambut AFTA
Salah satu yang harus dipersiapkan oleh pemerinta Indonesia dalam menyambut AFTA adalah mempersiapkan sarana hukum yang dapat mengakomodir persiapan-persiapan Indonesia dalam segala aspek, khususnya percepatan perbaikan dalam bidang pendidikan, pembangunan sarana dan prasarana dalam bidang pariwisata dan peningkatan kualitas dan kuantitas hasil pertanian di Indonesia. Hal ini dapat dilakukan apabila kita mempunyai produk hukum yang baik, karena Indonesia adalah Negara hukum, maka konsekuensinya apabila kita mempunyai hukum yang mengakomodir ke arah perubahan, maka mau tidak mau pemerintah akan melaksanakan hukum itu sendiri. Hukum berasal dari bahasa latin yaitu: “recht yang artinya bimbingan atau tuntutan atau pemerintahan dan ius yang artinya mengatur atau memerintah.”4 Kesimpulan dari dua kata tersebut maka hukum adalah sesuatu yang memberikan bimbingan atau tuntutan yang tujuannya adalah untuk mengatur atau memerintah. Dengan kata lain kita dapat mengatakan bahwa hukum adalah segala aturan yang dibuat oleh orang yang diberi kuasa (pemerintah dalam hal ini adalah DPR) untuk membuat peraturan, dimana peraturan tersebut dibuat dengan tujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat. Beberapa definisi hukum menurut para ahli hukum: 1. “Plato, hukum adalah sistem peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat.”5 2. “Aristoteles, hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim.”6 3. “Van Kan, hukum ialah keseluruhan ketentuan-ketentuan penghidupan yang bersifat memaksa yang diadakan untuk melindungi kepentingan orang dalam masyarakat.” 7 4. “Utrecht, hukum adalah himpunan petunjuk hidup yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karena pelanggaran terhadap petunjuk hidup itu dapat menimbulkan tindakan dari pemerintah masyarakat itu.”8 Dari pendapat para ahli hukum diatas dapat disimpulkan bahwa hukum adalah sekelompok aturan yang tersusun dan mengikat bagi setiap orang yang bertujuan untuk mengatur masyarakat 4
Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm.24. Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinar Frafika, Jakarta, 2008, hlm.2. 6 Ibid, hlm.2. 7 Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm.37. 8 Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonensia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm.6. 5
176
Kesiapan Pemerintah Indonesia dalam Meyambut ASEAN Free Trade Area (AFTA) (Ocktavianus Hartono)
sehingga tercipta ketertiban dan keadilan dalam masyarakat tersebut, bagi yang akan mendapatkan sanksi dari pemerintah atau orang yang memang diberi kuasa untuk menjatuhkan hukuman. Dengan adanya sarana hukum yang mendukung persiapan AFTA maka mau tidak mau pemerintah baik pusat maupun daerah akan secara tidak langsung mempersiapkan dirinya untuk menyabut AFTA. Salah satu contohnya, apabila memang telah ditetapkan suatu kebijakan bahwa APBN dalam bidang pendidikan akan dinaikan, maka secara otomatis juga dana untuk pendidikan akan naik, hal ini tentu akan memacu peningkatan dalam bidang pendidikan. III.
Simpulan
AFTA pada dasarnya adalah suatu hal yang baik bagi Indonesia mengingat Indonesia memiliki potensi yang sangat besar jika dibandingkan dengan Negara – Negara lainnya di kawasan ASEAN. Hal –hal yang dapat dijadikan unggulan oleh Indonesia adalah bahwa Indonesia memiliki Sumber daya manusia yang sangat melimpah. Apabila AFTA diberlakukan maka dapat kita bayangkan betapa banyaknya tenaga kerja dari Indonesia yang dapat bekerja di Negara lain. Dalam bidang pariwisata, Indonesia juga memiliki keunggulan karena Indonesia terdiri dari ribuan pulau yang artinya bahwa Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam bidang Pariwisata, begitu juga dalam bidang pertanian. Dengan tersediannya lahan yang begitu luas, seharusnya Indonesia dapat menguasai ASEAN dalam bidang pertanian. Namun cukup disayangkan karena potensi yang begitu besar yang dimiliki oleh Indonesia belum dimanfaatkan dengan baik. Kita memiliki sumber daya manusia yang sangat banyak, namun bukan tenaga kerja yang terdidik dan terlatih dengan baik. Begitu juga potensi dalam bidang pariwisata belum dapat dikembangkan karena masih terkendala dalam bidang sarana dan prasarana. Begitu juga sektor pertanian yang tidak berkembang dengan baik, hal ini terlihat dari harus mengimpornya beberapa bahan kebutuhan pokok dalam bidang pertanian kepada Negara lain. Berdasarkan hal diatas, maka Indonesia harus berfikir ulang untuk mengajukan penundaan pelaksanaan AFTA, karena apabila tidak diajukan penundaan, maka bukan keuntungan yang akan didapatkan oleh Indonesia melainkan kerugian. Penundaan adalah hal yang mungkin apabila Negaranegara lain juga setuju untuk melakukan penundaan. Oleh karena itu diperlukan lobi-lobi yang baik sehingga Negara – Negara yang lain setuju untuk melakukan penundaan. Setelah penundaan disetujui, maka pemerintah harus secara serius untuk mempersiapkan Indonesia dalam menyambut AFTA. Untuk mendorong keseriusan dalam mempersiapkan diri, hal ini perlu ditopang dengan produk hukum mengingat Indonesia adalah Negara hukum, maka apabila secara hukum telah ditetapkan, maka dengan sendirinya pemerintah, baik itu pusat ataupun daerah akan membangun daerahnya masing-masing. Pembangunan yang baik tentu saja akan memberikan kesiapan yang lebih bagi Indonesia untuk menyambut AFTA.
177
Zenit Volume 3 Nomor 3 Desember 2014
IV.
Daftar Pustaka
Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinar Frafika, Jakarta, 2008. Iskandar Putong, Pengantar Ekonomi Makro, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2010. Prathama Rahardja, Pengantar Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2008. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2008. Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonensia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.
178