ANALISIS DAMPAK ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) TERHADAP KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI INDONESIA
FAHMI ABDURAHMAN
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Dampak Asean Free Trade Area (AFTA) terhadap Kesejahteraan Petani Padi di Indonesia adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, November 2011
Fahmi Abdurahman H44070095
RINGKASAN FAHMI ABDURAHMAN. Analisis Dampak Asean Free Trade Area (AFTA) terhadap Kesejahteraan Petani Padi di Indonesia. Dibimbing Oleh NOVINDRA Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2010) jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian sebesar 41.49 juta jiwa yang merupakan urutan pertama dalam hal lapangan pekerjaan. Oleh karena itu sektor pertanian bagi Indonesia memiliki peranan yang cukup penting dalam pembangunan perekonomian. Pentingnya sektor pertanian dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang cukup besar yaitu 15.90 persen pada tahun 2010. Namun, produksi komoditas pertanian di Indonesia belum mencukupi kebutuhan permintaan dalam negeri, maka diperlukan perdagangan yang terkait dengan komoditas pertanian untuk memenuhi permintaan dalam negeri. Perkembangan perdagangan yang semakin kompleks menuntut adanya sebuah aturan atau hukum yang tertulis dan berlaku universal, maka dibentuk Asean Free Trade Area (AFTA) untuk perdagangan bebas di antara negara-negara Assocation of Southeast Asian Nations (ASEAN). Beras merupakan komoditas pertanian yang diperdagangkan didalam perdagangan bebas AFTA. Partisipasi Indonesia dalam perdagangan bebas AFTA disadari sebagai upaya untuk memperoleh keuntungan dengan adanya perdagangan tersebut. Hal ini disebabkan karena produk Indonesia akan memiliki pangsa pasar yang lebih luas dan mekanisme melakukan ekspor-impor komoditas menjadi lebih mudah dan menguntungkan akibat adanya penurunan tarif ekspor. Namun, muncul berbagai kekhawatiran akan kesiapan Indonesia dalam menghadapi perdagangan bebas. Kekhawatiran tersebut berupa masuknya barang-barang impor yang lebih murah dengan kualitas yang sama yang menjadi ancaman bagi produk lokal. Hal ini dapat ditunjukan pada kasus beras impor dari Thailand dan Vietnam yang harganya lebih murah dan berkualitas tinggi, kondisi tersebut menjadi ancaman bagi petani padi di domestik. Tujuan penelitian ini adalah : (1) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia (2) mengevaluasi dampak Asean Free Trade Area (AFTA) terhadap perubahan kesejahteraan petani padi di Indonesia. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan rentang waktu (time series) dari tahun 1980 sampai dengan tahun 2009. Sumber data penelitian ini diperoleh dari beberapa instansi yang terkait yaitu Badan Pusat Statistik (BPS), Kementrian Pertanian (Kementan), Badan Urusan Logistik (BULOG), dan publikasi lainnya. Pengolahan data dilakukan dengan program komputer yaitu yaitu : SAS 9.2 dan Excel. Model permintaan dan penawaran beras di Indonesia menggunakan persamaan simultan, yang terdiri dari 7 persamaan struktural dan 4 persamaan identitas. Model yang telah dirumuskan terdiri dari 7 persamaan, dan 20 predetermined variable terdiri dari 14 variabel eksogen dan 6 lag variabel endogen, sehingga total variabel dalam model (K) adalah 31 variabel. Berdasarkan kriteria order condition disimpulkan setiap persamaan struktural
yang ada dalam model adalah overidentified. Selanjutnya, metode estimasi model yang digunakan adalah 2SLS. Simpulan dari penelitian ini sebagai berikut : (1) faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia, yaitu (a) Permintaan beras Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh jumlah penduduk Indonesia dan permintaan beras t-1; (b) Luas areal panen padi dipengaruhi secara nyata oleh luas areal panen padi t-1 dan total kredit usahatani; (c) Harga riil gabah tingkat petani secara nyata dipengaruhi oleh harga riil pembelian pemerintah, total produksi padi, harga riil impor beras Indonesia, dan harga riil gabah tingkat petani t-1; (d) Harga riil beras Indonesia dipengaruhi secara nyata terhadap harga riil beras Indonesia adalah tren waktu dan penawaran beras; (e) Harga riil beras impor Indonesia dipengaruhi secara nyata terhadap harga riil beras impor Indonesia adalah harga riil beras dunia dan harga riil beras impor Indonesia t-1; (f) Jumlah impor beras Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh jumlah impor beras Indonesia t-1; (2) Adanya komitmen dalam Asean Free Trade Area (AFTA) yang menyebabkan kesejahteraan petani menjadi menurun; (3) Menghadapi penurunan tarif impor beras menuju tarif impor beras nol, sebagai akibat komitmen dalam AFTA, maka kebijakan yang paling efektif adalah dengan peningkatan harga pembelian pemerintah Saran yang bisa dikemukakan dalam penelitian ini adalah : (1) Sebagai upaya untuk mempertahankan kesejahteraan petani padi akibat adanya AFTA, maka sebaiknya pemerintah meningkatkan harga riil pembelian pemerintah; (2) Sebaiknya pemerintah memperhatikan harga beras eceran yang meningkat dengan cara melakukan operasi pasar yang tepat; (3) Sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas padi sebaiknya pemerintah memberikan insetif seperti suku bunga kredit yang murah dan menerapkan kebijakan subsidi pupuk; (4) Sebagai upaya mengurangi jumlah impor beras pemerintah dapat menerapkan kebijakan program diverifikasi konsumsi pangan (substitusi beras) dan program KB agar dapat menanggulangi tingkat pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi.
Kata kunci : Asean Free Trade Area (AFTA), kesejahteraan petani padi, permintaan dan penawaran beras.
iv
ANALISIS DAMPAK ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) TERHADAP KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI INDONESIA
FAHMI ABDURAHMAN H44070095
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Skripsi
:
Analisis Dampak Asean Free Trade Area (AFTA) terhadap Kesejahteraan Petani Padi di Indonesia
Nama
:
Fahmi Abdurahman
NIM
:
H44070095
Disetujui Dosen Pembimbing
Novindra, S.P, M.Si NIP. 19811102 200701 1 001
Diketahui Ketua Departemen Ekonomi Sumbedaya dan Lingkungan
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP. 19660717 199203 1 003
Tanggal Lulus:
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu baik moril maupun materil untuk menyelesaikan skripsi ini, yaitu kepada : 1. Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya skripsi penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Ayahanda (Agus Miraz), Ibunda (Surti Trisilowati), Kakak dan Adikku tercinta yang selalu memberikan semangat dan doa yang tulus serta kasih sayang dan dukungan kepada penulis selama ini. 3. Bapak Novindra S.P, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan semangat, perhatian, bimbingan, motivasi, saran, dan pengarahan kepada penulis dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Bapak Ir. Ujang Sehabudin dan Ibu Hastuti S.P, MP sebagai dosen penguji yang bersedia meluangkan waktunya untuk menguji dan memberikan saran demi penyempurnaan skripsi ini. 5. Pihak Pusdiklat BULOG dan Kementrian Pertanian yang telah memberikan izin dan membantu penelitian ini. 6. Suci Hariani yang senantiasa memberikan semangat dan dukungannya untuk menyelesaikan skripsi ini. 7. Teman-teman sebimbingan Alfian, Anggun, Rini, Yusuf. Teman-teman ESL 44 dan teman se-kostan DR C11 atas kebersamaannya selama ini. 8. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, FEM IPB.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Dampak Asean Free Trade Area (AFTA) terhadap Kesejahteraan Petani Padi di Indonesia. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan agar dapat menyelesaikan studi Program Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor. Sebagaimana manusia yang tidak luput dari kesalahan, penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis berharap untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan topik ini dapat menyempurnakan kekurangan yang masih terdapat pada skripsi ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri, akademisi, pemerintah maupun masyarakat luas.
Bogor, November 2011
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR........................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................
xv
I.
PENDAHULUAN .....................................................................
1
1.1. Latar Belakang..................................................................... 1.2. Perumusan Masalah ............................................................. 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................. 1.4. Manfaat Penelitian ............................................................... 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................
1 5 6 6 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................
8
2.1. Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia .................... 2.1.1. Produksi .................................................................... 2.1.2. Konsumsi .................................................................. 2.1.3. Stok, Pengadaan dan Penyaluran Beras ...................... 2.1.4. Jumlah Penduduk....................................................... 2.1.5. Impor Beras. .............................................................. 2.2. Peran Beras .......................................................................... 2.3. Kebijakan Beras Nasional .................................................... 2.3.1. Kebijakan Produksi. ................................................... 2.3.2. Kebijakan Harga. ....................................................... 2.3.3. Kebijakan Distribusi. .................................................. 2.3.4. Kebijakan Impor ........................................................ 2.4. Perdagangan Internasional .................................................. 2.5. Asean Free Trade Area (AFTA). ......................................... 2.5.1. Common Effective Preferential Tarif (CEPT). ............ 2.6. Penelitian Terdahulu ............................................................ 2.7. Kebaruan Penelitian .............................................................
8 8 9 10 11 12 13 13 14 15 16 17 18 19 20 23 24
III. KERANGKA PEMIKIRAN .....................................................
27
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................ 3.1.1. Fungsi Produksi dan Penawaran ................................. 3.1.2. Fungsi Permintaan ...................................................... 3.1.3. Persamaan Simultan ................................................... 3.1.4. Elastisitas ................................................................... 3.1.5. Surplus Produsen ....................................................... 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional .........................................
27 27 29 31 32 32 33
IV. METODE PENELITIAN .........................................................
37
4.1. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................. 4.2. Jenis dan Sumber Data ......................................................... 4.3. Metode Analisis Data........................................................... 4.3.1. Analisis Kualitatif ......................................................
37 37 37 38
4.3.2. Analisis Kuantitatif ...................................................... 4.4. Perumusan Model ................................................................. 4.4.1. Luas Areal Panen Padi ................................................. 4.4.2. Produktivitas Padi ........................................................ 4.4.3. Produksi Padi .............................................................. 4.4.4. Produksi Beras............................................................. 4.4.5. Harga Riil Gabah Tingkat Petani ................................. 4.4.6. Permintaan Beras ......................................................... 4.4.7. Penawaran Beras ......................................................... 4.4.8. Harga Riil Beras Indonesia .......................................... 4.4.9. Harga Riil Beras Impor Indonesia ................................ 4.4.10.Jumlah Impor Beras Indonesia .................................... 4.4.11.Marjin Pemasaran Beras ............................................. 4.5. Identifikasi Model ................................................................. 4.6. Metode Pendugaan Model ..................................................... 4.6.1. Uji Statistik F .............................................................. 4.6.2. Uji Statistik t ............................................................... 4.6.3. Uji Statistik Durbin-h .................................................. 4.7. Validasi Model ...................................................................... 4.8. Simulasi Model ..................................................................... 4.9. Perubahan Kesejahteraan ....................................................... 4.10. Definisi Operasional ............................................................
38 39 40 40 41 41 41 42 42 43 43 44 44 44 46 46 47 47 48 49 51 51
V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA……. ......................................................................
55
5.1. Hasil Estimasi Model ........................................................... 5.1.1. Luas Areal Panen Padi ............................................... 5.1.2. Produktivitas Padi ...................................................... 5.1.3. Produksi Padi .............................................................. 5.1.4. Produksi Beras ............................................................ 5.1.5. Harga Riil Gabah Tingkat Petani ................................. 5.1.6. Permintaan Beras ........................................................ 5.1.7. Penawaran Beras ......................................................... 5.1.8. Harga Riil Beras Indonesia .......................................... 5.1.9. Harga Riil Beras Impor Indonesia ............................... 5.1.10. Jumlah Impor Beras Indonesia .................................. 5.1.11. Marjin Pemasaran Beras ............................................
55 56 57 59 60 60 62 63 64 65 66 67
VI.EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) TERHADAP KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI INDONESIA ...............................................................
69
6.1. Validasi Model ...................................................................... 6.2. Simulasi Historis ................................................................... 6.2.1. Penurunan Tarif Impor Sebesar 20 Persen ................... 6.2.2. Tarif Impor Nol ...........................................................
69 69 70 71
x
6.2.3. Skenario Simulasi Kebijakan Pemerintah Dalam Menghadapi Tarif Impor Beras Nol Sesuai Dengan Perjanjian AFTA ........................................................ 6.2.3.1. Menaikkan Harga Riil Pembelian Pemerintah Sebesar 10 Persen dan Tarif Impor Nol ......... 6.2.3.2. Menaikkan Harga Riil Pembelian Pemerintah Sebesar 10 Persen, Menurunkan Harga Riil Pupuk Urea Sebesar 10 Persen, dan Tarif Impor Nol ...................................................... 6.2.3.3 Menaikkan Total Kredit Usahatani Sebesar 15 Persen, Menaikkan Harga Riil Pembelian Pemerintah Sebesar 10 persen, dan Tarif Impor Nol ...................................................... 6.2.3.4. Ringkasan ......................................................
71 71
72
72 73
VII. SIMPULAN DAN SARAN .....................................................
74
7.1. Simpulan ……. ................................................................... 7.2. Saran Kebijakan………… ...................................................
74 75
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................
76
LAMPIRAN .....................................................................................
78
xi
DAFTAR TABEL Nomor 1
Halaman Penduduk 15 Tahun ke atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan di Indonesia Tahun 2006-2010 ........
1
Kontribusi Setiap Sektor Terhadap Produk Domestik Bruto di Indonesia Tahun 2006-2010 ...............................
2
Laju Pertumbuhan Luas Areal Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi di Indonesia Periode 1984-1990, 19911997, 1998-2004, dan 2005-2010 ....................................
4
Luas Areal Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi di Indonesia Tahun 2006-2010 ............................................
8
Konsumsi Beberapa Macam Bahan Makanan di Indonesia Tahun 2007-2010 ............................................
9
Stok, Pengadaan, dan Penyaluran Beras di Indonesia Tahun 2005-2009 ...........................................................
11
7
Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 2005-2010 ...............
12
8
Perkembangan Volume dan Nilai Impor Beras di Indonesia Tahun 2006-2010 ............................................
12
Perkembangan Kebijakn Peningkatan Produksi Padi dan Paket Teknologi Tahun 1959-2007 .................................
14
Common Effective Preferential Tariff for Asean Free Trade Area (CEPT-AFTA) untuk Komoditas Beras .........
22
Persamaan dan Perbedaan Penelitian “Analisis Dampak Skema CEPT-AFTA Terhadap Kesejahteraan Produsen Padi di Indonesia dengan Penelitian Sebelumnya .............
26
Hasil Identifikasi Model dari Masing-Masing Persamaan.. .....................................................................
46
13
Hasil Estimasi Persamaan Luas Areal Panen Padi ............
56
14
Hasil Estimasi Persamaan Produktivitas Padi ...................
58
15
Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Gabah Tingkat Petani ..............................................................................
60
16
Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Beras ....................
62
17
Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Beras Indonesia .....
64
18
Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Beras Impor Indonesia .........................................................................
65
19
Hasil Estimasi Jumlah Impor Beras Indonesia..................
67
20
Hasil Validasi Model Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia .....................................................................
69
2 3
4 5 6
9 10 11
12
xii
21
Hasil Simulasi Historis terhadap Model Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia .........................................
70
xiii
DAFTAR GAMBAR Nomor 1
Halaman Kerangka Pemikiran Operasional ....................................
35
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1
Model Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia .....
79
2
Data Time Series Model Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia …… ..................................................
80
Nama Variabel Model Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia………… .....................................................
84
4
Hasil Estimasi Persamaan Luas Areal Panen Padi ............
86
5
Hasil Estimasi Persamaan Produktivitas Padi ...................
87
6
Hasil Estimasi Persamaan Harga Gabah Tingkat Petani ...
88
7
Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Beras ....................
89
8
Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Beras Indonesia .....
90
9
Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Beras Impor Indonesia ………….. ......................................................
91
10
Hasil Estimasi Persamaan Jumlah Impor Beras Indonesia
92
11
Hasil Validasi Model Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia Tahun 2000-2009 ........................................
93
Hasil Simulasi Model Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia………… .....................................................
96
3
12
xv
I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata
pencaharian di sektor pertanian. Menurut data BPS (2010), jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian sebesar 41.49 juta jiwa yang merupakan urutan pertama dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Penduduk 15 Tahun ke atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2006-2010 Jumlah Tenaga Kerja (Juta Jiwa) No. Lapangan Pekerjaan 2006 2007 2008 2009 2010 1. Pertanian 40.14 41.21 41.33 41.61 41.49 2. Pertambangan 0.92 0.99 1.07 1.16 1.25 3. Industri Pengolahan 11.89 12.37 12.55 12.84 13.82 4. Listri, Gas, dan Air 0.23 0.17 0.20 0.22 0.23 5. Bangunan 4.70 5.25 5.44 5.49 5.59 6. Perdagangan dan Hotel 19.22 20.55 21.22 21.95 22.49 7. Angkutan dan Komunikasi 5.66 5.96 6.18 6.12 5.62 8. Keuangan, dan Persewaan 1.35 1.40 1.46 1.49 1.74 9. Jasa-Jasa 11.36 12.02 13.10 14.00 15.96 Total 95.46 99.93 102.55 104.87 108.21 Sumber : BPS, 2010
Oleh karena itu, sektor pertanian bagi Indonesia memiliki peranan yang cukup penting dalam pembangunan perekonomian. Sektor pertanian bermanfaat dalam proses pembangunan Indonesia antara lain mencakup (1) penyediaan kebutuhan pangan untuk penduduk yang semakin bertambah (2) penyediaan kesempatan kerja dan menghasilkan pendapatan bagi penduduk (3) penyediaan bahan mentah untuk agroindustri (4) menghasilkan devisa untuk negara, dan (5) menciptakan kelestarian lingkungan hidup (Amang, 1999). Pentingnya sektor pertanian dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang cukup besar yaitu 15.90 persen pada tahun 2010 yang dapat ditunjukan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kontribusi Setiap Sektor terhadap Produk Domestik Bruto di Indonesia Tahun 2006-2010 (%) No Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009 2010 1 Pertanian 13.00 13.70 14.46 15.29 15.90 2 Pertambangan 11.00 11.20 10.92 10.54 11.10 3 Industri Pengolahan 27.50 27.10 27.89 26.38 25.20 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0.90 0.90 0.82 0.83 0.80 5 Konstruksi 7.50 7.70 8.48 9.89 10.10 6 Perdagangan, dan Restoran 15.00 14.90 13.97 13.37 13.80 7 Pengangkutan dan Komunikasi 6.90 6.70 6.31 6.28 6.20 8 Keuangan dan Real Estat 8.10 7.70 7.43 7.20 7.10 9 Jasa-jasa 10.10 10.10 9.73 10.22 9.80 Total 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 Sumber : BPS, 2010
Produksi komoditas pertanian di Indonesia belum mencukupi kebutuhan permintaan dalam negeri. Oleh karena itu, diperlukan perdagangan yang terkait dengan komoditas pertanian untuk memenuhi permintaan dalam negeri. Negara yang produksi pertaniannya surplus dapat mengekspor produk pertaniannya ke negara yang membutuhkan, sehingga dapat menguntungkan kedua belah pihak. Perkembangan perdagangan yang semakin kompleks menuntut adanya sebuah aturan atau hukum yang tertulis dan berlaku universal, maka dibentuk Asean Free Trade Area (AFTA) untuk perdagangan bebas di antara negara-negara Assocation of Southeast Asian Nations (ASEAN). Hubungan ekonomi antara negara-negara ASEAN yang digariskan oleh Masyarakat Ekonomi ASEAN dan merupakan hasil dari Visi ASEAN 2020 yang berisi berbagai langkah yang telah diambil oleh ASEAN untuk tujuan integrasi ekonomi. Tujuan dasar ekonomi negara-negara ASEAN adalah untuk menciptakan stabilitas dan kemakmuran ekonomi secara keseluruhan. Negara-negara ASEAN juga ingin menciptakan zona ekonomi dimana penyediaan barang, investasi, dan jasa tanpa hambatan. Negara-negara ASEAN ingin memastikan bahwa tingkat kesenjangan ekonomi dan kemiskinan menurun. Tujuan dasar di bentuknya AFTA adalah untuk 2
mendapatkan keragaman regional negara-negara anggotanya, dapat saling melengkapi satu sama lain dan menciptakan peluang bisnis. Salah satu kebijakan dari ASEAN yaitu melalui AFTA dapat menempatkan ASEAN sebagai salah satu nama besar dalam rantai pasokan dunia1. Partisipasi Indonesia dalam perdagangan bebas AFTA disadari sebagai upaya untuk memperoleh keuntungan dengan adanya perdagangan tersebut. Hal ini disebabkan karena produk Indonesia akan memiliki pangsa pasar yang lebih luas dan mekanisme melakukan ekspor-impor komoditas menjadi lebih mudah dan menguntungkan akibat adanya penurunan tarif ekspor. Namun, muncul berbagai kekhawatiran akan kesiapan Indonesia dalam menghadapi perdagangan bebas. Kekhawatiran tersebut berupa masuknya barang-barang impor yang lebih murah dengan kualitas yang sama yang menjadi ancaman bagi produk lokal. Hal ini dapat ditunjukan pada kasus beras impor dari Thailand dan Vietnam yang harganya lebih murah dan berkualitas tinggi, kondisi tersebut menjadi ancaman bagi petani padi di domestik. Beras merupakan komoditas pertanian yang diperdagangkan di dalam perdagangan bebas AFTA. Beras memiliki peran yang strategis dan politis karena komoditas ini menjadi makanan pokok bagi 90 persen rakyat Indonesia sehingga perlu mendapat perhatian khusus. (Firdaus et al. 2008). Peran pemerintah dalam pemantapan ketahanan pangan telah diatur di dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1966 tentang pangan. Sebagai upaya memenuhi kebutuhan pangan terutama beras di Indonesia,
maka diperlukan peran pemerintah dalam meningkatkan
produktivitas padi. Adapun perkembangan laju pertumbuhan luas areal panen, 1
http://www.depdag.go.id/files/publikasi/djkipi/afta.htm diakses pada tanggal 23 April 2011 3
produktivitas, dan produksi padi di Indonesia pada periode 1984-1997 (Orde Baru) dan 1998-2010 (Orde Reformasi) ditunjukan pada Tabel 3. Laju pertumbuhan produksi padi pada orde baru 2.86 persen pada periode tahun 19841990, tetapi pada periode tahun 1991-1997 laju pertumbuhan produksi padi menjadi 1.93 persen disebabkan laju pertumbuhan produktivitas padi yang lebih rendah pada periode 1991-1997. Orde reformasi laju pertumbuhan produksi padi 1.60 persen per tahun dalam periode 1998-2004 dan menjadi sebesar 4.29 persen per tahun dalam periode 2005-2010, hal ini disebabkan laju pertumbuhan luas panen dan produktivitas meningkat. Tabel 3. Laju Pertumbuhan Luas Areal Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi di Indonesia Periode 1984-1990, 1991-1997, 1998-2004, dan 2005-2010. No. Uraian 1984-1990 1991-1997 1998-2004 2005-2010 (%) (%) (%) (%) 1. Luas Areal Panen 0.80 1.42 0.29 2.28 2.
Produktivitas
1.60
0.32
1.31
1.86
3.
Produksi
2.86
1.93
1.60
4.29
Sumber : Kementrian Pertanian (diolah), 2010
Perdagangan bebas AFTA yang sudah diterapkan saat ini mempengaruhi penjualan beras domestik karena harus bersaing dengan beras impor dari negaranegara ASEAN seperti beras dari Thailand dan Vietnam. Harga beras dunia saat ini sekitar Rp 6,500/kg-Rp 7,500/kg seperti beras Vietnam seharga Rp 6,400/kg dan Thailand Rp 6,500/kg-Rp 7,500/kg, sedangkan di Indonesia harganya mencapai Rp 7,000/kg-Rp 8,500/kg. Di tingkat mikro, produsen padi domestik merasakan dampak langsung dengan adanya penurunan tarif impor beras sebagai salah satu implikasi perdagangan bebas AFTA. Beras lokal yang umumnya masih belum berdaya saing tinggi harus menghadapi beras impor yang lebih murah, menyebabkan produksi beras dalam negeri menjadi kurang diminati. Bagi petani 4
domestik, hal ini sangat merugikan karena mereka harus menjual beras dengan harga yang lebih rendah dari beras impor. Hal itu terjadi karena petani domestik harus menjual dengan harga yang setara dengan harga beras impor agar laku terjual, akibatnya dapat mempengaruhi produksi dan produktivitas padi domestik. 1.2.
Perumusan Masalah Manfaat adanya AFTA adalah untuk memudahkan perdagangan bebas antar
negara ASEAN sehingga setiap negara anggota ASEAN akan memperoleh keuntungan pasar yang semakin luas. Perdagangan bebas AFTA juga dapat menjadi ancaman bagi Indonesia jika tidak mampu mengontrol produk impor yang masuk. Selain itu dengan adanya AFTA produsen domestik juga akan menghadapi kompetitor-kompetitor besar dari negara-negara ASEAN. Dalam perdagangan bebas AFTA terdapat skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT) adalah pengurangan tarif regional dan menghapus hambatan non-tarif selama 15 tahap yang dimulai pada 1 Januari 1993. Produk CEPT meliputi seluruh produk industri yang termasuk di dalamnya produk olahan hasil pertanian dan produk lainnya. Berdasarkan CEPT Produk List komoditas beras termasuk ke dalam high sensitive list, jadi komoditas tersebut termasuk dalam skema penurunan tarif dan hambatan non-tarif dalam jangka waktu yang lebih lama daripada CEPT Produk List yang lain. Adanya skema CEPT-AFTA membuat produk-produk pertanian dari negara-negara ASEAN memiliki pangsa pasar yang semakin luas, tetapi produk lokal harus bersaing dengan produk impor. Permasalahan yang dikhawatirkan terjadi dengan adanya AFTA, jika pada akhirnya tarif impor beras menuju nol yang akan menyebabkan harga beras impor lebih murah daripada harga beras domestik dan jumlah impor beras meningkat.
5
Pada penelitian ini akan dianalisis apakah dengan adanya AFTA tingkat kesejahteraan petani padi di indonesia akan menurun atau meningkat. Hal tersebut karena produk pertanian (beras) Indonesia akan bersaing dengan produk impor negaranegara ASEAN. Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia? 2. Bagaimana dampak Asean Free Trade Area (AFTA) terhadap perubahan kesejahteraan petani padi di Indonesia ? 1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka secara
spesifik tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia. 2. Mengevaluasi dampak Asean Free Trade Area
(AFTA) terhadap perubahan
kesejahteraan petani padi di Indonesia. 1.4.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Penelitian ini diharapkan dapat berguna di dalam pengembangan ilmu pengetahuan baik bagi penulis sendiri maupun bagi kepentingan orang lain. 2. Dapat dijadikan sebagai referensi dalam mengkaji dampak AFTA terhadap sektor pertanian khususnya komoditas beras.
6
3. Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambilan keputusan pada instansi yang terkait seperti Badan Urusan Logistik (BULOG). 1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan dan penawaran beras di Indonesia kemudian mengestimasi perubahan kesejahteraan petani padi di Indonesia akibat adanya AFTA. Data yang digunakan dalam penelitian ini dari tahun 1980 sampai dengan tahun 2009. Karena keterbatasan data, maka untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini dibangun suatu model yang merefleksikan fenomena ekonomi dengan keterbatasan yaitu : 1. Permintaan beras domestik tidak dilakukan pemisahan berdasarkan jenis beras. Demikian juga penawaran dan permintaan beras domestik tidak didisagregasi berdasarkan wilayah tetapi secara agregasi nasional. 2. Jenis dan harga beras impor yang digunakan adalah beras Thailand patahan 25 persen yang merupakan jenis beras yang paling banyak diimpor indonesia. Harga beras Thailand patahan 5 persen menjadi acuan dalam perdagangan internasional beras. 3. Beras domestik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah beras eceran kualitas medium varietas beras IR 64 II. Pemilihan varietas tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa varietas tersebut menghasilkan jenis beras yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia Kondisi penawaran dan permintaan beras di Indonesia dapat diidentifikasi
berdasarkan perkembangan komponen utamanya yaitu produksi, konsumsi, stok beras, jumlah penduduk, dan impor beras. Perkembangan dari hal-hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut. 2.1.1. Produksi Menurut Putong (2003), produksi adalah menambah nilai guna suatu barang, proses produksi membutuhkan faktor-faktor produksi, yaitu alat dan sarana untuk melakukan proses produksi. Dalam pertanian, proses produksi sangat kompleks dan terus-menerus berubah seiring dengan kemajuan teknologi. Produksi padi nasional ditentukan oleh luas areal panen dan tingkat produktivitasnya. Adapun perkembangan luas areal panen, produktivitas dan produksi padi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Luas Areal Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi di Indonesia Tahun 2006-2010 Luas Areal Produktivitas Produksi Laju Pertumbuhan Tahun Panen (Ha) (Ton/Ha) (Ton) Produksi (%) 2006 11,786,430 4.62 54,454,937 0.56 2007 12,147,637 4.71 57,157,435 4.96 2008 12,327,425 4.89 60,325,925 5.54 2009 12,883,576 5.00 64,398,890 6.75 2010 13,244,184 5.01 66,411,469 3.13 4.19 Rata-Rata Laju Pertumbuhan Produksi (%) Sumber : Kementrian Pertanian (diolah) 2010
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa luas areal panen padi dan produksi padi dari tahun 2006 sampai dengan 2010 cenderung meningkat. Tingkat pertumbuhan produksi padi rata-rata sekitar 4.19 persen per tahun. Luas areal panen
padi dan produksi padi yang cenderung meningkat dari tahun 2006 sampai dengan 2010, mengakibatkan produktivitas padi meningkat. 2.1.2. Konsumsi Beras merupakan makanan pokok yang dikonsumsi 90 persen penduduk Indonesia (Firdaus et al., 2008), hal ini menyebabkan beras menjadi bahan makanan yang superior daripada bahan makanan lainnya. Hal itu dapat terlihat pada Tabel 5. Tabel 5. Konsumsi Beberapa Macam Bahan Makanan di Indonesia Tahun 20072010 (Kg/Kap/Tahun) Jenis Makanan 2007 2008 2009 2010 Beras 90.73 93.70 91.51 90.36 Jagung 3.13 2.29 1.83 1.56 Ketela Pohon 6.99 7.67 5.53 5.06 Ketela Rambat 2.40 2.66 2.24 2.29 Ikan dan Udang 13.56 13.71 12.98 14.13 Daging Sapi 0.42 0.37 0.31 0.37 Daging Ayam 4.12 3.81 3.60 4.17 Telur Ayam 6.36 6.00 6.05 10.43 Tahu 8.50 7.14 7.04 6.99 Tempe 7.93 7.25 7.04 6.94 Kacang Kedelai 0.10 0.05 0.05 0.05 Sumber : BPS, 2010
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui konsumsi bahan makanan di Indonesia yang paling banyak adalah beras daripada bahan makanan yang lain. Data tahun 2007-2010, menunjukan bahwa pada tahun 2007 konsumsi beras perkapita di Indonesia sebesar 90.73 kg, kemudian pada tahun 2008 konsumsi beras meningkat menjadi 93.70 kg. Tingginya konsumsi beras daripada bahan makanan lain dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya rasa beras yang lebih enak, mudah diolah, kandungan gizi beras, rendahnya pengembangan teknologi pengolahan, sosialisasi pangan non beras masih rendah, dan pendapatan masyarakat yang masih rendah.
9
2.1.3. Stok, Pengadaan, dan Penyaluran Beras Pengelolaan stok, pengadaan, dan penyaluran beras yang dilakukan oleh lembaga pemerintah melalui lembaga Badan Urusan Logistik (BULOG), bertujuan menjaga kestabilan harga dan ketersediaan pangan. Kemampuan pengadaan beras yang dilakukan BULOG ditentukan oleh dua variabel penting yaitu selisih harga dasar dan market clearing. Semakin tinggi selisih harga dasar dengan market clearing maka akan memberikan insentif bagi petani untuk menjual gabah atau berasnya ke pemerintah (BULOG). Tugas BULOG berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan RI (Permendag) No.22/M-DAG/PER/10/2005 tentang penggunaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) untuk pengendalian gejolak harga. (1) CBP adalah sejumlah tertentu beras milik pemerintah pusat yang pengadaannya didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai cadangan stok beras nasional dan dikelola oleh BULOG dengan arah penggunaan untuk penanggulangan keadaan darurat, kerawanan pangan pasca bencana, pengendalian gejolak harga beras, dan untuk memenuhi kesepakatan Cadangan Beras Darurat. (2) gejolak harga beras adalah kenaikan harga beras ditingkat konsumen mencapai lebih dari 25 persen dari harga normal dan berlangsung selama seminggu. (3) harga normal adalah harga rata-rata beras kualitas medium di tingkat konsumen yang telah berlangsung selama tiga bulan sebelum terjadinya gejolak harga beras. (4) beras kualitas medium adalah dengan kualitas yang setara dengan CBP. Pengadaan beras nasional yang dibeli pemerintah dari petani disimpan dan disalurkan pada gudang-gudang BULOG. Apabila pengadaan dalam negeri tidak mencukupi untuk kebutuhan dalam negeri, dilakukan pengadaan dari luar negeri 10
(impor). Saat musim paceklik, BULOG melaksanakan operasi pasar murni (penjualan beras ke pasar) untuk mengurangi laju kenaikan harga sehingga tidak melampaui batas tertinggi dan mengatasi fluktuasi antar musim. Hal ini bertujuan untuk menjamin pasokan pangan yang cukup pada tingkat harga yang wajar sebagai unsur penting dalam pengamanan pangan nasional. Pengadaan pangan dalam negeri diharapkan dapat meningkatkan produksi beras melalui jaminan harga yang memadai bagi petani (Amang, 1999). Tabel 6. Stok, Pengadaan, dan Penyaluran Beras di Indonesia Tahun 2005-2009 (Ton) Tahun
Stok Beras
Pengadaan Beras
Penyaluran Beras
2005 2006 2007 2008
1,470,502 1,093,370 1,274,048 1,443,936
1,529,718 1,434,127 1,765,987 2,931,776
2,233,216 1,842,680 2,934,449 3,757,111
2009
1,912,413
3,611,695
3,613,321
9.32
26.52
16.49
Rata-Rata Laju Pertumbuhan (%) Sumber : BULOG, 2010
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa rata-rata laju pertumbuhan stok beras 9.32 persen, pengadaan beras 26.52 persen dan penyaluran beras 16.49 persen. 2.1.4. Jumlah Penduduk Pada sisi penawaran, pertambahan populasi dapat diartikan sebagai penambahan tenaga kerja untuk memproduksi komoditas ekspor, sedangkan penambahan populasi pada sisi permintaan akan meningkatkan konsumsi domestik yang berarti meningkatkan jumlah permintaan domestik akan suatu komoditas (Salvatore, 1997). Adapun perkembangan jumlah penduduk di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 7. Jumlah penduduk Indonesia yang cenderung meningkat dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 1.54 persen. Jumlah penduduk yang terus meningkat menyebabkan konsumsi akan beras menjadi meningkat. 11
Tabel 7. Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 2005 - 2010 Penduduk Laju Pertumbuhan Tahun (juta jiwa) Penduduk (%) 2005 219.85 2006 222.74 2007 225.64 2008 228.52 2009 231.37 2010 237.64 Rata - Rata Laju Pertumbuhan Penduduk
1.40 1.32 1.30 1.28 1.25 2.71 1.54
Sumber : BPS (diolah) 2010
2.1.5. Impor Beras Impor beras dilakukan di setiap negara untuk memenuhi permintaan beras di dalam negeri. Produksi beras domestik yang belum dapat mencukupi kebutuhannya, menyebabkan pemerintah perlu mengimpor beras. Adapun perkembangan impor beras di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Perkembangan Volume dan Nilai Impor Beras di Indonesia Tahun 2006-2010 Tahun Volume (Ton) Nilai 000 (US$) 2006 439,782 133,905 2007 482,103 157,772 2008 289,274 123,783 2009 250,276 107,955 2010 687,582 360,790 Sumber : Kementrian Pertanian, 2010
Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa jumlah Impor beras nasional terkecil terdapat pada tahun 2009 sebesar 250,276 ton, sedangkan jumlah impor beras nasional terbesar pada tahun 2010 sebesar 687,582 ton. Jumlah impor beras dari tahun 2007 sampai 2009 cenderung menurun tetapi pada tahun 2010 jumlah impor beras meningkat menjadi 687,582 ton.
12
2.2.
Peran Beras Beras merupakan makanan pokok bagi masyarakat Indonesia. Menurut
Suryana dan Mardianto (2001) beras mempunyai peran yang strategis dalam memantapkan ketahanan pangan, ketahanan ekonomi dan stabilitas politik nasional. Masyarakat masih tetap menghendaki adanya pasokan dan harga beras yang stabil, tersedia sepanjang waktu terdistribusi secara merata dan dengan harga terjangkau. Kondisi ini menunjukan bahwa beras masih menjadi komoditas strategis secara politis. Menurtut Suryana dan Mardianto (2001) Beras memiliki karakteristik menarik antara lain: (1) 90 persen produksi dan konsumsi beras dilakukan di Asia (2) pasar beras dunia sangat rendah, yaitu hanya empat sampai dengan lima persen dari total produksi, berbeda dengan komoditas tanaman pangan lainnya seperti gandum, jagung dan kedelai yang masing-masing mencapai 20 persen, 15 persen, dan 30 persen dari total produksi : (3) harga beras sangat tidak stabil dibanding dengan produk lainnya (4) 80 persen perdagangan beras dikuasai oleh enam negara, yaitu Thailand, Amerika Serikat, Vietnam, Pakistan, Cina, dan Myanmar (5) struktur pasar oligopolistik (6) Indonesia merupakan negara net importir sejak tahun 1998 dan (7) sebagian besar negara di Asia umumnya beras diperlakukan sebagai wage goods dan political goods. 2.3.
Kebijakan Beras Nasional Menurut Firdaus et al. (2008) kebijakan adalah suatu peraturan yang telah
dirumuskan dan disetujui untuk dilaksanakan yang berguna untuk mempengaruhi suatu keadaan. Kebijakan berguna sebagai alat pemerintah untuk campur tangan dalam mempengaruhi perubahan secara sektoral pada masyarakat, begitu pula termasuk di dalamnya kebijakan pada sektor pertanian. Berdasarkan Inpres
13
No.2/2005 kebijakan perberasan di Indonesia terbagi menjadi kebijakan produksi, kebijakan harga, kebijakan distribusi, dan kebijakan impor. 2.3.1. Kebijakan Produksi Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa program kebijakan produksi padi nasional diawali dengan dikeluarkannya program padi sentra tahun 1959. Tabel 9. Perkembangan Kebijakan Peningkatan Produksi Padi dan Paket Teknologi Tahun 1959-2007 Hard Soft Program Tahun Technology Technology Varietas Si, Gadis, Jelita Komando operasi Padi Sentra 1959 Dara gerakan makmur Varietas Si, Gadis, Jelita Perbaikan kelembagaan BIMAS 1965 Dara dan kredit Varietas PB5 Perbaikan kelembagaan Inmas 1968 dan PB 8(IRRI) BIMAS Penggunaan varietas PB5 Penguatan kelembagaan 1969 Gotong Royong dan PB 8 modal swasta Pembentukan Insus 1979 Panca Usahatani kelompok tani Penguatan kelompok Supra Insus 1987 Sapta Usahatani tani Varietas Cibodas Diversfikasi Pertanian SUTPA 1995 dan Membramo Varietas Cibodas Pendampingan Pertanian INBIS 1997 dan Membramo Gama Palagung 1998 Sapta Usahatani Kredit Usaha Tani Corparate Varietas Cibodas Konsolidasi petani 2000 Farming dan Membramo sehamparan dan dana Kelompok agrbisnis dan PTT 2001 Perpaduan Sumberdaya penguatan modal Bantuan benih, perbaikan Pengendalian OPT, P2BN 2007 irigasi dan pupuk bersubsidi Manajamen pascapanen Sumber : Firdaus et al. (2008)
Program ini dilakukan dengan dua paket teknologi yaitu bantuan alat dan bahan (hard techonology) dan pendekatan sosial individu (soft technology) akan tetapi program ini kurang berhasil sehingga pemerintah terus melakukan perubahan 14
kebijakan dalam upaya meningkatkan produksi padi. Kemudian pemerintahan orde baru mengeluarkan berbagai paket teknologi seperti Bimbingam Massal (BIMAS) tahun 1965, Intensifikasi Khusus (Insus) tahun 1979, dan Supra insus pada tahun 1987. Indonesia dapat mencapai swasembada beras pada tahun 1984 melalui teknologi pasca usahatani. Kebijakan produksi UU No.7 Tahun. 1996 tentang pangan untuk mendorong peningkatan produksi beras nasional. Kebijakan tersebut memiliki dua cara yaitu intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi dilakukan dengan cara meningkatkan produktivitas tanaman. Ekstensifikasi kebijakan produksi pangan melalui Inpres No.9 Tahun 2002 tentang dukungan dalam rangka meningkatkan produktivitas padi di Indonesia. Kebijakan produksi yang berlaku saat ini dikenal dengan sebutan Program Peningkatan Beras Nasional (P2BN) yang dimulai sejak awal tahun 2007. 2.3.2. Kebijakan Harga Kebijakan pengendalian harga dilakukan dengan tujuan untuk melindungi petani dan konsumen beras melalui mekanisme stabilisasi harga. Guna melindungi petani, sejak tahun 1970 pemerintah mengeluarkan harga dasar (floor price) gabah dan beras. Tujuannya untuk memberikan jaminan kepada petani bahwa hasil produksinya akan dibeli sesuai harga yang ditetapkan pemerintah agar dapat merangsang peningkatkan produksi. Guna melindungi konsumen, pemerintah menerapkan harga konsumen (ceilling price), yaitu harga tertinggi yang boleh diterapkan pedagang kepada konsumen. Ceilling price digunakan untuk menjamin harga pasar masih dalam jangkauan daya beli konsumen sehingga seluruh lapisan masyarakat dapat mengakses beras.
15
Melalui Inpres No.9 Tahun 2002, pemerintah merubah Harga Dasar Gabah (HDG) menjadi Harga Dasar Gabah Pembelian Pemerintah (HDGP) atau lebih dikenal dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Kebijakan HPP hanya menjamin harga gabah pada tingkat tertentu di lokasi yang telah ditetapkan, tetapi tidak menjamin harga dasar gabah minimum di tingkat petani. HPP juga berlaku di gudang BULOG, bukan di tingkat petani sebagaimana kebijakan HDG. Bentuk kebijakan harga yang lain pada beras yang masih berlaku hingga saat ini adalah Operasi Pasar Murni (OPM) dan Operasi Pasar Khusus (OPK). OPM digunakan pada saat harga beras terlalu tinggi akibat adanya excess demand di pasar. OPM dilakukan dengan cara pemotongan harga sekitar 10 sampai 15 persen di bawah harga pasar. OPK adalah penyaluran bantuan pangan pada masyarakat miskin yang rawan pangan. Sejak tahun 2002, OPK diubah namanya menjadi Raskin (Beras untuk Keluarga Miskin). Program Raskin juga masih terus dilakukan sebagai salah satu jaring pengaman sosial yang volumenya semakin meningkat dari tahun ke tahun karena adanya kecenderungan kenaikan harga beras di tingkat konsumen. 2.3.3. Kebijakan Distribusi Tujuan kebijakan distribusi adalah untuk menjamin ketersediaan pangan sepanjang tahun secara merata dan terjangkau seluruh lapisan masyarakat. Sejak tahun 1967 pemerintah menunujuk BULOG untuk mengatur penyediaan beras dalam negeri dan menstabilkan harga. Proses distribusi beras di Indonesia dilakukan dengan dua cara yaitu melalui BULOG dan mekanisme pasar. BULOG hanya menguasai sekitar 10 persen dari pangsa pasar nasional, sedangkan sisanya 90 persen melalui mekanisme pasar. BULOG mendistribusikan berasnya pada 16
gudang-gudang (divre dan subdivre) di seluruh provinsi Indonesia, untuk mencegah terjadinya kerawanan pangan. 2.3.4. Kebijakan Impor Kebijakan impor bertujuan untuk menekan jumlah dan mengurangi tingkat ketergantungan impor beras Indonesia. Kebijakan impor diimplementasikan melalui dua instrumen pokok yaitu hambatan tarif dan kuota tarif. Tahun 2000, pemerintah mengeluarkan kebijakan protektif dengan menetapkan tarif impor spesifik sebesar Rp 430 per kg (setara dengan ad valorem 30 persen). Kemudian nilai tarif tersebut dikoreksi kembali pada akhir tahun 2004 menjadi sebesar Rp 450 per kg yang berlaku pada awal tahun 2005. Tahun 2004 pemerintah mengeluarkan ketentuan impor beras dalam SK Menperindag No.9/MPP/Kep/1/2004. SK ini menyangkut beberapa ketentuan penting adalah (1) bahwa impor beras hanya dapat dilakukan oleh importir yang telah mendapat pengakuan sebagai Importir Produsen Beras (IP) dan importir yang telah mendapat penunjukan sebagai Importir Terdaftar Beras (IT Beras) (2) pelarangan impor selama 1 bulan sebelum panen raya, selama panen raya, dan dua bulan setelah panen raya (sekitar bulan Januari-Juni) (3) pelaksanaan importisasi beras oleh IT beras hanya dapat dibongkar di pelabuhan yang tujuan sesuai dengan persetujuan impor yang diberikan oleh direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri dan (4) beras yang diimpor oleh IP beras hanya boleh digunakan sebagai bahan baku untuk proses industri yang dimilikinya dan dilarang diperjualbelikan.
17
2.4.
Perdagangan Internasional Indonesia termasuk negara berkembang yang berani dalam mengarahkan
kebijakan perdagangan sesuai dengan tuntutan mekanisme pasar. Indonesia terikat untuk mematuhi ketentuan-ketentuan perdagangan internasional yang telah disepakati dalam perundingan General Agreement on Tariffs and trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO). Ketentuan-ketentuan tersebut memberikan pengaruh terhadap sistem dan pranata hukum nasional di sektor perdagangan. Masuknya Indonesia sebagai anggota perdagangan dunia melalui ratifikasi terhadap Undang-Undang No.7 Tahun 1994 tentang pengesahan Agreement on Establishing WTO. Indonesia wajib mematuhi semua perjanjian yang ada di dalamnya termasuk perjanjian pertanian (Agreement on Agriculture/AOA). Perjanjian ini bertujuan untuk melancarkan liberalisasi perdagangan dunia termasuk produk pertanian. Perjanjian ini terdapat tiga pilar utama yaitu: (1) akses pasar (Market Access) (2) subsidi domestik (Domestic Support) (3) subsidi export (export Subsidies). Keikutsertaannya membawa konsekuensi baik eksternal maupun internal. Konsekuensi eksternal, Indonesia harus mematuhi seluruh hasil kesepakatan WTO. Konsekuensi internal Indonesia harus melakukan harmonisasi peraturan perundangundangan nasional dengan ketentuan hasil kesepakatan WTO. Keikutsertaan Indonesia dalam perjanjian perdagangan internasional baik pada global (GATT-WTO) maupun regional (Asean Free Trade Area, Asia Pacific Economic Cooperation, dan China-Asean Free Trade Area) diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
18
2.5.
ASEAN Free Trade Area (AFTA) Asean Free Trade Area (AFTA) adalah bentuk dari kerjasama perdagangan
dan ekonomi di wilayah ASEAN yang berupa kesepakatan untuk menciptakan situasi perdagangan yang seimbang dan adil melalui penurunan tarif barang perdagangan dimana tidak ada hambatan tarif (bea masuk nol sampai dengan lima persen) maupun hambatan non tarif bagi negara-negara anggota ASEAN. AFTA disepakati pada tanggal 28 Januari 1992 di Singapura. Awalnya ada enam negara yang menyepakati AFTA, yaitu: Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Vietnam bergabung dalam AFTA tahun 1995, sedangkan Laos dan Myanmar pada tahun 1997 kemudian Kamboja pada tahun 1999. Tujuan AFTA adalah meningkatkan daya saing ekonomi negara-negara ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi pasar dunia, untuk menarik investasi dan meningkatkan perdagangan antar anggota ASEAN. Dalam kesepakatan, AFTA direncanakan beroperasi penuh pada tahun 2008 namun dalam perkembangannya dipercepat menjadi tahun 2003. Mekanisme utama untuk mencapai tujuan di atas adalah skema “Common Effective Preferential Tariff”(CEPT) yang bertujuan agar barang-barang yang diproduksi di antara negara ASEAN yang memenuhi ketentuan setidak-tidaknya 40 persen kandungan lokal akan dikenai tarif hanya nol sampai dengan lima persen. Anggota ASEAN mempunyai tiga pengecualian CEPT dalam tiga kategori : 1. Pengecualian sementara 2. Produk pertanian yang sensitif 19
3. Pengecualian umum lainnya (Sekretariat ASEAN, 2004) Pada kategori pertama, pengecualian bersifat sementara karena pada akhirnya diharapkan akan memenuhi standar yang ditargetkan, yakni nol sampai dengan lima persen. Adapun untuk produk pertanian sensitif akan diundur sampai 2010. Dapat disimpulkan, paling lambat 2015 semua tarif di antara negara ASEAN diharapkan mencapai titik nol persen. AFTA dicanangkan dengan instrumen CEPT, yang diperkenalkan pada Januari 1993. ASEAN pada 2002, mengemukakan bahwa komitmen utama di bawah CEPT-AFTA hingga saat ini meliputi empat program, yaitu : 1. Program pengurangan tingkat tarif yang secara efektif sama di antara negaranegara ASEAN hingga mencapai nol sampai dengan lima persen. 2. Penghapusan hambatan-hambatan kuantitatif (quantitative restrictions) dan hambatan-hambatan non-tarif (non-tariff barriers). 3. Mendorong
kerjasama
untuk
mengembangkan
fasilitasi
perdagangan
terutama di bidang bea masuk serta standar dan kualitas. 4. Penetapan kandungan lokal sebesar 40 persen. 2.5.1. Common Effective Preferential Tarif (CEPT) Common Effective Preferential Tarif (CEPT) dalam kerangka kesepakatan AFTA adalah program tahapan penurunan tarif dan penghapusan hambatan nontarif yang disepakati bersama oleh negara-negara ASEAN. Maka dalam melakukan pedagangan sesama anggota biaya operasional mampu ditekan sehingga akan menguntungkan. Ada empat klasifikasi produk yang termasuk dalam kesepakatan CEPT-AFTA, yakni :
20
1. Inclusion List (IL), yaitu daftar yang berisi produk-produk yang memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Jadwal penurunan tarif b. Tidak ada pembatasan kuantitatif c. Hambatan non-tarifnya harus dihapuskan dalam waktu lima tahun. 2. General Exception List (GEL), yaitu daftar produk yang dikecualikan dari skema CEPT oleh suatu negara karena dianggap penting untuk alasan perlindungan keamanan nasional, moral masyarakat, kehidupan dan kesehatan dari manusia, binatang atau tumbuhan, nilai barang-barang seni, bersejarah atau arkeologis. Ketentuan mengenai General Exceptions dalam perjanjian CEPT konsisten dengan Artikel dari General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). 3. Temporary Exclusions List (TEL). yaitu daftar yang berisi produk-produk yang dikecualikan sementara untuk dimasukkan dalam skema CEPT. Produk-produk TEL barang manufaktur harus dimasukkan ke dalam IL paling lambat 1 Januari 2002. Produk-produk dalam TEL tidak dapat menikmati konsensi tarif CEPT dari negara anggaota ASEAN lainnya. Produk dalam TEL tidak ada hubungannya sama sekali dengan produk-produk yang tercakup dalam ketentuan General Exceptions. 4. Sensitive List, yaitu daftar yang berisi produk-produk pertanian bukan olahan (Unprocessed Agricultural Products = UAP). a. Produk-produk pertanian bukan olahan adalah bahan baku pertanian dan produkproduk bukan olahan yang tercakup dalam pos tarif 1 sampai 24 dari Harmonized System Code (HS) dan bahan baku pertanian yang sejenis serta produk-produk bukan olahan yang tercakup dalam pos-pos tarif HS.
21
b. Produk-produk yang telah mengalami perubahan bentuk sedikit dibanding bentuk asalnya. Produk dalam SL harus dimasukkan kedalam CEPT dengan jangka waktu untuk masing-masing negara sebagai berikut: Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand tahun 2003; Vietnam tahun 2013; Laos dan Myanmar tahun 2015; Kamboja tahun 2017. Negara anggota juga menyetujui untuk membagi produk kategori sensitif menjadi (1) sensitif, dan (2) sangat sensitif. Indonesia memasukkan beras dan gula pasir sebagai produk yang sangat sensitif (highly sensitive). CEPTAFTA untuk komoditas beras secara ringkas diuraikan pada Tabel 10. Tabel 10. Common Effective Preferential Tarif for Asean Free Trade Area (CEPTAFTA) untuk Komoditas Beras Indicative CEPT DESCRIPTION MFN Rates CC AHTN 2007 Status OF GOODS Tariff 2008 2009 2010 10.06 Rice. Rice in the husk Rp ID 1006.10.00.00 HSL 30 30 30 (paddy or rough) 450/kg Husked (brown) 1006.20 rice : Thai Hom Mali Rp ID 1006.20.10.00 HSL 30 30 30 rice 450/kg Rp ID 1006.20.90.00 Other HSL 30 30 30 450/kg 1006.30 Fragrant rice Thai Hom Mali Rp ID 1006.30.15.00 HSL 30 30 30 rice 450/kg Rp ID 1006.30.19.00 Other HSL 30 30 30 450/kg Rp ID 1006.30.20.00 Parboiled rice HSL 30 30 30 450/kg Glutinous rice Rp ID 1006.30.30.00 HSL 30 30 30 (pulot) 450/kg Rp ID 1006.30.90.00 Other HSL 30 30 30 450/kg Rp ID 1006.40.00.00 Broken Rice HSL 30 30 30 450/kg Sumber: Assocation of Southeast Asian Nations (ASEAN), 2010
22
2.6.
Penelitian Terdahulu Menurut Widya (2011) faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan
penawaran beras di Indonesia, yaitu (1) permintaan beras secara nyata dipengaruhi oleh harga riil beras Indonesia, jumlah penduduk, dan permintaan bertas sebelumnya; (2) penawaran beras dipengaruhi oleh produksi beras, jumlah impor beras, stok beras, dan stok beras tahun sebelumnya; (3) harga riil gabah tingkat petani secara nyata dipengaruhi oleh harga riil pemebelian pemerintah, produksi padi, dan harga riil gabah tingkat petani tahun sebelumnya, dan (4) harga riil beras Indonesia secara nyata dipengaruhi oleh harga riil pembelian pemerintah. Beberapa alternatif kebijakan pemerintah dalam penelitian, pemerintah sebaiknya tetap menerapkan kebijakan subsidi pupuk, meningkatkan harga pembelian terhadap harga gabah dan beras, mendorong peningkatkan produksi beras melalui program intensifikasi. Andriana (2007) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa jumlah penawaran impor beras dunia terhadap Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya produksi beras dunia. Peningkatan tersebut dikarenakan dukungan pemerintah negara eksportir pada petani melalui pemberian insentif untuk meningkatkan produksi secara berkelanjutan. Selain itu harga beras impor relatif lebih murah dibanding dengan harga beras domestik. Jumlah impor beras Indonesia cenderung menurun karena adanya peningkatan produksi dalam negeri dan menurunnya konsumsi beras per kapita. Beberapa kebijakan pemerintah sudah dilakukan untuk melindungi petani maupun konsumen beras. Namun, kebijakan pemerintah untuk melindungi petani maupun konsumen belum berjalan dengan efektif, karena Harga Pembelian Pemerintah (HPP), Operasi Pasar dan Raskin belum efektif dalam menstabilkan harga. 23
Situmorang (2005) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan impor beras Indonesia menunjukan jumlah penggunaan urea dan lag produktivitas berpengaruh nyata terhadap produktivitas. Jumlah impor beras Indonesia dipengaruhi oleh harga impor beras, produksi beras, jumlah penduduk, nilai tukar rupiah terhadap dollar dan lag impor beras Indonesia. Variabel harga beras yang berpengaruh nyata terhadap jumlah impor beras Indonesia. Harga impor beras Indonesia dipengaruhi oleh harga beras dunia, tarif impor, dan lag harga impor. Semua variabel berpengaruh nyata terhadap harga beras impor Indonesia kecuali variabel tarif impor. Sitepu (2002) melakukan penelitian tentang dampak kebijakan ekonomi dan liberalisasi perdagangan terhadap penawaran dan permintaan beras di Indonesia menunjukan bahwa respon produksi terhadap harga inelastis, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Hal ini menunjukan bahwa harga bukanlah faktor utama dalam peningkatan produksi, karena luas areal panen dan produktivitas padi sudah mendekati batas maksimum. Permintaan beras untuk konsumsi dipengaruhi nyata oleh perubahan harga beras eceran dan harga jagung, namun respon inelastis artinya perubahan harga beras dan harga jagung hanya berdampak kecil pada permintaan beras. Faktor lain yang mempengaruhi permintaan beras adalah besarnya jumlah penduduk Indonesia, responnya inelastis dalam jangka pendek dan elastis dalam jangka panjang. 2.4. Kebaruan Penelitian Penelitian ini memiliki kesamaan dan juga kebaruan dibandingkan penelitian Widya (2011), Adriana (2007), Situmorang (2005), dan Sitepu (2002). Persamaan penelitian ini dengan penelitian Widya (2011) yaitu dalam penggunaan 24
metode analisis datanya dengan menggunakan persamaan simultan, lokasi penelitian di Indonesia, dan sama-sama mengunakan software analisis data aplikasi SAS, sedangkan perbedaannya terletak pada jumlah persamaan simultannya dimana dalam penelitian ini persamaan dan variabel yang digunakan lebih banyak. Selain itu perbedaan terletak pada tahun penelitian, jumlah persamaan model, dan simulasi. Tahun penelitian ini periode 1980 sampai 2009, sedangkan tahun penelitian Widya (2011) periode 1971 sampai 2008. Model yang digunakan dalam penelitian ini lebih banyak yaitu 11 persamaan, sedangkan Widya (2011) memiliki 10 persamaan. Simulasi model yang digunakan dalam penelitian ini tentang dampak AFTA, sedangkan penelitian Widya (2011) simulasi model tentang kebijakan pemerintah. Penelitian ini juga memiliki kesamaan dengan penelitian Adriana (2007) yaitu sama-sama membahas permintaan dan penawaran beras Indonesia dan lokasi penelitian di Indonesia. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian Adriana (2007) adalah dalam hal metode analisis. Penelitian Adriana (2007) hanya menggunakan metode analisis data secara kualitatif, sedangkan dalam penilitian ini menggunakan analisis data secara kualitatif dan kuantitatif. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Situmorang (2005) dalam komoditas beras dan lokasi penelitian di Indonesia, sedangkan perbedaannya ditunjukkan oleh tahun penelitian dan software yang digunakan untuk mengolah datanya. Tahun penelitian ini periode 1980-2009, sedangkan tahun penelitian Situmorang (2005) periode 1980-2003. Selain itu perbedaannya terletak pada penggunaan software, pada penelitian ini menggunakan software SAS 9.2 sedangkan penelitian Situmorang (2005) menggunakan SPSS. 25
Penelitian ini memiliki persamaan dengan Sitepu (2002) dalam penggunaan metode analisis datanya dengan menggunakan persamaan simultan, sama-sama membahas perdagangan beras dan lokasi penelitian di Indonesia. Perbedaannya penelitian ini dengan Sitepu (2002) adalah jumlah persamaan simultan yang digunakan Sitepu (2002) lebih banyak daripada penelitian ini. Selain itu perbedaannya terletak pada simulasinya. Penelitian terdahulu menjadi masukan untuk kesempurnaan penelitian ini. Tabel 11 berikut menunjukkan persamaan dan perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Tabel 11. Persamaan dan Perbedaan Penelitian “Analisis Dampak Skema CEPT-AFTA’’ terhadap Kesejahteraan Produsen Padi di Indonesia Penelitian Sebelumnya Persamaan Perbedaan Widya (2011) 1.Metode Analisis 1.Jumlah Persamaan Simultan 2.Software Analisis Data 2.Tahun Penelitian 3.Lokasi Penelitian 3.Simulasi Model Adriana (2007) 1.Komoditas Beras 1.Tahun Penelitian 2.Lokasi Penelitian 2.Metode Analisis Data Situmorang (2005) 1.Lokasi Penelitian 1.Tahun Penelitian 2.Komoditas Beras 2.Software Analisis Data Sitepu (2002) 1.Metode Analisis Data 1.Jumlah Persamaan Simultan 2.Perdagangan Beras 2.Tahun Penelitian 3.Software Analisis Data 3.Simulasi Model
26
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.
Kerangka Pemikiran Teoritis Komponen utama pasar beras mencakup kegiatan produksi dan konsumsi.
Penelitian ini menggunakan persamaan simultan karena memiliki lebih dari satu variabel endogen. Berikut ini dipaparkan teori dari fungsi produksi dan penawaran, fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen. 3.1.1. Fungsi Produksi dan Penawaran Fungsi produksi dapat didefinisikan sebagai hubungan secara teknis dalam transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara hubungan antara input dengan output (Doll dan Orazem, 1984). Secara umum hubungan antara input-output untuk menghasilkan produksi suatu komoditas pertanian (Y) secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : Y = f (X1, X2, X3, X4) ………………………………………………….(3.1) Y X1 X2 X3 X4
= Output (Kg/Ha) = Luas areal produksi (Ha) = Modal (Rp/Ha) = Tenaga Kerja (HOK/Ha) = Faktor produksi lainnya
Produsen yang rasional berusaha memaksimumkan keuntungannya pada tingkat produksi optimal dengan tingkat harga tertentu. Produksi optimal harus memenuhi syarat FOC (First Order Condition) dan SOC (Second Order Condition). Syarat pertama yang harus dipenuhi apabila turunan pertama dari fungsi keuntungan sama dengan nol, yang berarti nilai produk marginal faktor produksi sama dengan harga faktornya, sedangkan syarat kedua yang harus dipenuhi yaitu, jika produksinya cembung, dan nilai determinan Hessian lebih besar dari nol. Jika digambarkan secara sederhana fungsi produksi dari padi adalah :
Y= f ( A, P, L) …………………………………………………………...(3.2) Keterangan : Y= Produksi padi (Ton) A= Luas areal produksi (Ha) P= Jumlah pupuk (Kg/Ha) L= Tenaga kerja (HOK/Ha) Sehingga fungsi keuntungan produksi padi dapat dirumuskan sebagai berikut : π = HY * f (A, P, L) – HA * A – HP * P – HL * L ………………………(3.3) Keterangan : π HY HA HP HL
= Keuntungan (Rp) = Harga output (Rp/Kg) = Harga sewa lahan (Rp/Ha) = Harga pupuk (Rp/Kg) = Upah tenaga kerja (Rp/HOK)
Fungsi keuntungan maksimum diperoleh jika turunan pertama dari fungsi keuntungan sama dengan nol dengan turunan keduanya mempunyai nilai Hessian Determinan lebih besar dari nol. Dengan melakukan prosedur penurunan secara matematis dari persamaan 3.3 maka diperoleh: …………………………………………....(3.4) ………………………………………….....(3.5) …………………………………………….(3.6)
Dimana
,
, dan
adalah produk marginal dari masing-masing faktor produksi.
Keuntungan maksimum diperoleh jika produk marginal sama dengan rasio harga faktor produksi terhadap harga produk (gabah). Dari persamaan 3.4, 3.5, dan 3.6 fungsi permintaan faktor produksi oleh petani dirumuskan sebagai berikut : A = g (HA, HY, HL, HP) ………………………………………………..(3.7) P = h (HP, HY, HA, HL) ………………………………………………...(3.8) 28
L = i (HL, HY, HA, HP) ………………………………………………(3.9) Persamaan 3.7, 3.8, dan 3.9 disubstitusikan ke persamaan 3.2 maka diperoleh fungsi penawaran padi sebagai berikut : Qs = qs (HY, HA, HP, HL) ……………………………………………..(3.10) Menurut Dolan (1974), faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran suatu komoditas, yaitu harga komoditas itu sendiri, harga komoditas lain (sebagai substitusinya), biaya faktor produksi, biaya perusahaan, tujuan perusahaan, tingkat teknologi, pajak, subsidi, harapan harga, dan keadaan alam. 3.1.2. Fungsi Permintaan Secara umum, fungsi permintaan konsumen terhadap suatu barang diturunkan dari fungsi utilitas konsumen. Diasumsikan fungsi utilitas konsumen adalah : U = u (Cb, Cn) ………………………………………………………….(3.11) Dimana U adalah total utilitas konsumen dari konsumsi beras (Cb) dan komoditas lain (Cn). Konsumen yang rasional akan berupaya memaksimumkan utilitas pada tingkat harga yang berlaku dan sesuai dengan kendala pendapatan (I). Pb * Cb + Pn * Cn = I……………………………………………………(3.12) atau Pb * Cb + Pn * Cn – I = 0 dimana Pb adalah harga beras dan Pn adalah harga komoditas lain. Dengan pendekatan Lagrangian Multipliers, persoalan maksimisasi berkendala di atas dapat dinyatakan sebagai berikut : Maksimum : U = u (Cb, Cn) Kendala : Pb * Cb + Pn * Cn = I Fungsi komposit berupa gabungan dari kedua fungsi di atas atau disebut sebagai fungsi Lagrangian dapat ditulis sebagai berikut :
29
U = u (Cb, Cn) + (Pb * Cb + Pn * Cn – I) ………………………………………....(3.13) Dimana persamaan 3.13 adalah lagrange Multiplier, jika syarat pertama dan kedua terpenuhi maka fungsi utilitas dapat dirumuskan sebagai berikut : ⁄
⁄
( )
……………………………………...(3.14)
⁄
⁄
( )
……………………………………...(3.15) – )
(
⁄
…………………………..(3.16)
Dari persamaan (3.14), (3.15), dan (3.16) di atas diperoleh : ⁄
( ) ……………………………………………………….(3.17)
⁄
( ) ……………………………………………………….(3.18) –
……………………………………………….(3.19) Sedangkan
⁄
dan
⁄
maka :
λ = MUb/Pb = MUn/Pn ………………………………………………......(3.20) dan
MUb/MUn = Pb/Pn = MRSs,n ……………………………………………(3.21)
yang merupakan bahwa kepuasan konsumen akan maksimum pada kondisi dimana rasio marjinal utilitas terhadap harga sama untuk semua komoditas, yaitu sebesar koefisien pengganda Lagrangian (λ). Penyelesaian Pb dan Pn pada persamaan (3.21) dan kemudian substitusikan ke dalam persamaan (3.19), maka dapat diperoleh fungsi permintaan terhadap beras, yaitu : Cb = f (Pb, Pn, I) ………………………………………………………...(3.22)
30
yang menyatakan bahwa konsumsi atau permintaan konsumen terhadap beras ditentukan oleh harga beras itu sendiri, harga komoditas alternatif, dan pendapatan konsumen. Dengan asumsi permintaan tersebut bersifat dinamis maka elastisitas permintaan beras terhadap harga beras, harga komoditas lain, dan terhadap pendapatan dapat dihitung, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Menurut Dolan, (1974) permintaan suatu barang dipengaruhi oleh harga barang tersebut, harga barang lain, selera, pendapatan, distribusi pendapatan, jumlah penduduk, dan harapan harga. 3.1.3. Model Persamaan Simultan Menurut Gujarati (1978) sistem persamaan simultan dapat memberikan gambaran yang lebih baik tentang dunia nyata dibandingkan dengan model persamaan tunggal. Hal ini disebabkan karena peubah-peubah dalam persamaan satu dengan lainnya dalam model dapat berinteraksi satu sama lain. Persamaan simultan tidak hanya memiliki satu persamaan yang menghubungkan antara satu variabel endogen tunggal dengan sejumlah variabel eksogen non stokastik atau didistribusikan secara bebas dari unsur gangguan stokastik. Suatu ciri unik dari persamaan simultan adalah variabel endogen dari satu persamaan mungkin muncul sebagai variabel yang menjelaskan (eksogen) dalam persamaan lain dari sistem. Bentuk umum dari persamaan simultan dapat dirumuskan sebagai berikut : Y1i = β10 + β12 Y2i + γ11 X1i + u1i ………………………………………..(3.23) Y2i = β20 + β21 Y1i + γ21 X1i + u2i ………………………………………..(3.24) Dimana Y1 dan Y2 merupakan variabel yang saling bergantung, atau bersifat endogen, dan Xt merupakan variabel yang bersifat eksogen, dimana u1 dan u2 adalah unsur gangguan stokastik, variabel Y1 dan Y2 kedua-duanya stokastik. Pemilihan model
31
yang akan digunakan berdasarkan tujuan penelitian, yaitu untuk mendapatkan faktorfaktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia.
3.1.4. Elastisitas Konsep elastisitas digunakan untuk mendapatkan nilai kuantitatif dari respon suatu fungsi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya. Model yang dinamis dapat dihitung elastisitas jangka pendek dan jangka panjang. Adapun rumus untuk mendapatkan nilai elastisitas jangka pendek dan jangka panjang sebagai berikut : Elastisitas Jangka Pendek (ESR) …….…………………………………………..(3.25) Elastisitas Jangka Panjang (ELR) ………………………………………………………....(3.26) Keterangan : b blag
= Parameter dugaan dari peubah eksogen = Parameter dugaan dari lag endogen = rata-rata peubah eksogen = rata-rata peubah endogen (mean predicted hasil validasi model)
3.1.5. Surplus Produsen Kebijakan harga dasar untuk melindungi produsen dan harga batas tertinggi dilakukan untuk melindungi konsumen sementara dalam hal perdagangan dunia, pemerintah dapat melindungi produsen maupun konsumen domestik berupa kebijakan tarif, dan kuota. Dampak yang ditimbulkan dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan teori ekonomi kesejahteraan (welfare economics), yaitu dengan konsep pengukuran surplus konsumen (consumer’s surplus) dan surplus produsen (producer’s surplus). 32
Surplus konsumen dapat didefinisikan dengan kesedian membayar dikurangi jumlah yang sebenarnya dibayarkan konsumen untuk mempeoleh suatu komoditas. Adapun surplus produsen adalah jumlah pembayaran yang diterima penjual dikurangi biaya dalam memproduksi suatu komoditas (Mankiw, 2000). Menurut Vesdapunt (1984) menyatakan ada tiga dasar yang penting dalam penggunaan surplus produsen dan surplus konsumen untuk mengukur kesejahteraan yaitu : (1) permintaan merupakan refleksi dari keinginan untuk membayar, (2) penawaran merupakan refleksi dari biaya marginal (marginal cost) dan (3) perubahan pendapatan individu bersifat penambahan (additive). Secara matematis, surplus produsen diukur dengan mengintegralkan fungsi penawaran (Chiang, 1984). ∫
( )
...………………………………………………….(3.27)
dimana : QS PS Pe Pm
= Fungsi Penawaran = Surplus produsen (Rp) = Harga keseimbangan (Rp) = Harga pada perpotongan kurva penawaran dengan sumbu harga
3.2.
Kerangka Pemikiran Operasional Kerangka pemikiran operasional secara ringkas disajikan pada Gambar 1.
Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Sektor pertanian bagi Indonesia merupakan salah satu faktor penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Beras merupakan komoditas pertanian yang memiliki peran strategis karena menjadi makanan pokok bagi 90 persen rakyat Indonesia. Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kebutuhan beras nasional mendorong usaha pemerintah untuk terus meningkatkan persediaan beras dan produksi beras.
33
Guna memenuhi kebutuhan beras dalam negeri maka pemerintah melakukan impor beras. Beras merupakan komoditas pertanian yang termasuk ke dalam perdagangan Asean Free Trade Area (AFTA). Perdagangan bebas AFTA yang sudah diterapkan saat ini mempengaruhi penjualan beras domestik karena harus bersaing dengan beras impor dari negara-negara ASEAN seperti beras dari Thailand dan Vietnam. Melihat perkembangan produksi, konsumsi, dan perdagangan beras, maka perlu dilakukan penelitian mengenai dampak kebijakan AFTA terhadap permintaan dan penawaran di Indonesia, kemudian dilihat kesejahteraan petani padi di Indomesia.
34
Beras merupakan makanan pokok penduduk Indonesia
Pertambahan jumlah penduduk à peningkatan kebutuhan beras
Impor beras meningkat disertai implementasi AFTA
Permintaan dan penawaran beras di Indonesia
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia à Model Persamaan Simultan
Menganalisis dampak perubahan variabel eksogen terhadap variabel endogen dengan simulasi à Analisis Simulasi
Rekomendasi Kebijakan
Keterangan : = Hubungan satu arah = Respon Positif Sumber : Peneliti, 2011
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional
35
Permintaan dan penawaran atas suatu komoditas produk berkaitan erat dengan perkembangan harga komoditas tersebut. Menurut teori ekonomi, apabila penawaran meningkat maka harga akan turun dan jika penawaran turun maka harga akan naik. Adapun jumlah yang diminta akan meningkat jika harga turun dan jumlah yang diminta akan menurun jika harga naik. Guna menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia, serta mengevaluasi dampak AFTA terhadap kesejahteraan petani padi di Indonesia dengan menggunakan salah satu model ekonometrika yaitu model persamaan simultan. Model persamaan simultan tersebut kemudian diestimasi dan divalidasi. Setelah model divalidasi dan memenuhi kriteria secara statistik, maka model tersebut dapat dijadikan sebagai model dasar simulasi terhadap variabel endogen dan eksogen. Simulasi ini betujuan untuk melihat adanya perubahan variabel yang disimulasi (eksogen maupun endogen) terhadap variabel endogen.
36
IV. METODE PENELITIAN 4.1.
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilaksanakan di wilayah
Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia dan mengevaluasi dampak Asean Free Trade Area (AFTA) terhadap kesejahteraan petani padi di Indonesia. 4.2.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder
dengan rentang waktu (data time series) dari tahun 1980 sampai dengan tahun 2009. Adapun data sekunder yang digunakan adalah data luas areal panen padi, produktivitas padi, produksi padi, harga gabah tingkat petani, harga jagung tingkat petani, harga beras Thailand broken 5 persen, harga beras Thailand broken 25 persen, harga beras eceran tingkat konsumen, harga pembelian pemerintah terhadap gabah, harga pupuk urea, indeks harga konsumen, nilai tukar rupiah terhadap dollar, GDP Indonesia, jumlah penduduk Indonesia, curah hujan, total kredit usahatani, stok beras, jumlah impor beras, dan tarif impor. Data sekunder diperoleh melalui pengumpulan data dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS-RI), Kementrian Pertanian, Kementrian Perdagangan, dan Badan Urusan Logistik (BULOG). Selain itu, referensi diambil juga dari jurnal-jurnal, internet, dan perpusatakaan IPB. 4.3.
Metode Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara kuantitatif dan
kualitatif. Metode analisis data kuantitatif yaitu dengan membentuk perumusan
model yang terkait erat dengan tujuan penelitian. Penelitian ini menggunakan model ekonometrika untuk menjawab tujuan penelitian, yaitu model sistem persamaan simultan. Model ekonometrika dalam penelitian ini terdiri dari 11 persamaan simultan yang terdiri dari tujuh persaman struktural (luas areal panen padi, produktivitas padi, harga riil gabah tingkat petani, permintaan beras, harga riil beras Indonesia, harga riil beras impor Indonesia, dan jumlah impor beras Indonesia) dan empat persamaan identitas (produksi padi, produksi beras, penawaran beras, pemasaran beras). Data sekunder kemudian dianalisis dengan menggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excel 2010 dan SAS 9.2 untuk mengolah data mentah yang diperoleh dari berbagai sumber. 4.3.1. Analisis Kualitatif Analisis kualitatif digunakan untuk memberikan penjelasan terhadap perkembangan permintaan dan penawaran beras dan dampak AFTA terhadap kesejahteraan produsen padi di Indonesia. Selain itu, analisis deskriptif juga akan memberikan penjelasan dari hasil analisis kuantitatif yang telah diolah untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen. 4.3.2. Analisis Kuantitatif Analisis kuantitatif digunakan untuk menghitung seberapa besar faktorfaktor yang telah mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia, serta dampak AFTA terhadap kesejahteraan produsen padi di Indonesia. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia tidak bisa diselesaikan dengan model persamaan tunggal, sehingga dalam penelitian ini menggunakan persamaan simultan yang diselesaikan dengan metode Two Stage Least Square (2SLS). 38
4.4.
Perumusan Model Guna menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan
penawaran beras di Indonesia, serta mengevaluasi dampak AFTA terhadap kesejahteraan produsen padi di Indonesia dengan menggunakan salah satu model ekonometrika yaitu model persamaan simultan. Terdapat empat tahapan dalam membangun model ekonometrika yaitu: (1) spesifikasi, (2) pendugaan, (3) evaluasi parameter estimasi, dan (4) evaluasi peramalan model (Koutsoyiannis, 1977). Spesifikasi model merupakan tahapan yang paling penting karena pada tahap ini model yang digunakan dalam penelitian atas dasar gambaran ekonomi, teknis, dan kelembagaan dari fenomena ekonomi yang dipelajari ke dalam hubungan matematik dan statistik. Tahapan spesfikasi model menurut Koutsoyiannis (1977) meliputi penentuan (1) variabel dependen dan variabel penjelas yang akan dimasukkan ke dalam model, (2) harapan teoritis apriori mengenai tanda dan besaran parameter dari setiap persamaan. Dasar apriori adalah pengetahuan mengenai teori, logika, dan fakta empiris yang ada dalam hubungan ekonomi antar variabel dependen dan penjelas (3) bentuk matematis dari model (linier atau non linier, jumlah persamaan). Model yang digunakan dalam penelitian ini disebut model permintaan dan penawaran di Indonesia. Model tersebut terdiri dari atas tujuh persamaan struktural dan empat persamaan identitas yang disajikan pada Lampiran 1.
39
4.4.1. Luas Areal Panen Padi Luas areal panen padi merupakan fungsi dari harga riil gabah tingkat petani, harga riil jagung di tingkat petani, total kredit usahatani, harga riil pupuk urea t-1, curah hujan, dan luas areal panen padi t-1. Persamaan luas areal panen padi dirumuskan sebagai berikut : LAPt = α0 + α1HRGTPt + α2HRJTPt + α3TKUt + α4LHRPUKt + α5CRAHt + α6LLAPt + ε1 ………………………………………………..(4.1) dimana : LAPt = Luas areal panen padi tahun ke-t (Ha) HRGTPt = Harga riil gabah tingkat petani tahun ke-t (Rp/Kg) HRJTPt = Harga riil jagung tingkat petani tahun ke-t (Rp/Kg) TKUt = Total kredit usahatani padi tahun ke-t (Rp) LHRPUKt = Harga riil pupuk urea tahun ke-t-1 (Rp/Kg) CRAHt = Curah hujan tahun ke-t (mm/tahun) LLAPt = Luas areal panen padi tahun ke-t-1 (Ha) ε1 = Standar error Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah α1, α3, α5> 0 ; α2, α4< 0 ,dan 0 < α6 < 1. 4.4.2. Produktivitas Padi Produktivitas padi dipengaruhi oleh harga riil gabah di tingkat petani, perubahan penggunaan pupuk, luas areal irigasi sawah, total kredit usahatani, dan produktivitas padi t-1. Persamaan produktivitas padi adalah sebagai berikut : PRDVt = b0 + b1HRGTPt + b2STPPUKt + b3 LAIt + b4TKUt + b5 LPRDVt + ε2 …………………………………………………………(4.2) dimana : PRDVt = Produktivitas padi tahun ke-t (Ton/Ha) HRGTPt = Harga riil gabah tingkat petani tahun ke-t (Rp/Kg) STPPUKt = Perubahan penggunaan pupuk tahun ke-t (Kg/Ha) LAIt = Luas areal irigasi sawah tahun ke-t (Ha) TKUt = Total kredit usahatani padi tahun ke-t (Rp) LPRDVt = Produktivitas padi tahun ke-t-1(Ton/Ha) ε2 = Standar error Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : b1, b2, b3,b4> 0 ; dan 0 < b5< 1.
40
4.4.3. Produksi Padi Produksi padi merupakan hasil perkalian antara luas areal panen padi dengan produktivitas padi. Secara matematis produksi padi dapat dirumuskan sebagai berikut : TPPt = LAPt * PRDVt …………………………………………………(4.3) dimana : TPPt = Total produksi padi tahun ke-t (Ton) LAPt = Luas areal panen padi tahun ke-t (Ha) PRDVt = Produktivitas padi tahun ke-t (Ton/Ha) 4.4.4. Produksi beras Produksi beras diperoleh dari hasil perkalian antara produksi padi dengan faktor konversi. Berdasarkan hal tersebut, maka produksi beras dapat dirumuskan sebagai berikut : PBt = TPPt * FKt ………………………………………………………(4.4) dimana : PBt TPPt FKt
= Produksi beras tahun ke-t (Ton) = Total produksi padi tahun ke-t (Ton) = Faktor Konversi (0,63)
4.4.5. Harga Riil Gabah Tingkat Petani Harga riil gabah di tingkat petani merupakan fungsi dari harga riil pembelian pemerintah, total produksi padi, harga riil beras impor Indonesia dan harga riil gabah di tingkat petani t-1. Secara matematis harga riil gabah di tingkat petani dapat dirumuskan sebagai berikut : HRGTPt = c0 + c1HRPPt + c2TPPt + c3HRIMBt + c4LHRGTPt + ε3 …..(4.5) dimana : HRGTPt HRPPt TPPt
= Harga riil gabah tingkat petani tahun ke-t (Rp/Kg) = Harga riil pembelian pemerintah tahun ke-t (Rp/Kg) = Total produksi padi tahun ke-t (Ton) 41
HRIMBt = Harga riil beras impor Indonesia tahun ke-t (US$/Ton) LHRGTPt = Harga riil gabah tingkat petani tahun ke-t-1 (Rp/Kg) ε3 = Standar error Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan yakni : c1, c3> 0 ; c2 < 0 dan 0 < c4< 1. 4.4.6. Permintaan Beras Menurut Dolan (1974) permintaan terhadap suatu komoditas akan dipengaruhi oleh harga komoditas itu sendiri, harga komoditas lain, selera, pendapatan, distribusi pendapatan, jumlah penduduk, dan harapan harga. Berdasarkan studi ini persamaan permintaan beras dipengaruhi oleh rasio harga riil beras Indonesia dengan harga riil gandum, pendapatan riil perkapita Indonesia, jumlah penduduk Indonesia, dan permintaan beras t-1. Secara matematis persamaan permintaan beras dapat dirumuskan sebagai berikut : QDBRt = d0 + d1RHBRGDt + d2 PPRIt + d3JPIt + d4LQDBRt + ε4 …..(4.6) dimana : QDBRt RHBRGDt
= Permintaan beras indonesia tahunke-t (Kg) = Rasio harga riil beras Indonesia dengan harga riil gandum tahun ke-t (Rp/Kg) PPRIt = Pendapatan perkapita riil penduduk Indonesia tahun ke-t (Rp) JPIt = Jumlah penduduk Indonesia tahun ke-t (Jiwa) LQDBRt = Permintaan beras tahun ke-t-1 (Ton) ε4 = Standar error Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : d1< 0 ; d2, d3 > 0 dan 0 < d4<1 4.4.7. Penawaran Beras Penawaran beras merupakan fungsi dari produksi beras, jumlah impor beras Indonesia, stok beras, dan stok beras t-1. Persamaan penawaran beras dapat dirumuskan sebagai berikut : QSBRt = PBt + JIMBt + LSTOKt – STOKt …………………………...(4.7)
42
dimana : QSBRt PBt JIMBt STOKt LSTOKt
= Penawaran beras tahun ke-t (Ton) = Produksi beras tahun ke-t (Ton) = Jumlah impor beras Indonesia tahun ke-t (Ton) = Stok beras tahun ke-t (Ton) = Stok beras tahun ke-t-1 (Ton)
4.4.8. Harga Riil Beras Indonesia Harga riil beras Indonesia dipengaruhi oleh penawaran beras dan tren waktu. Persamaan harga riil beras Indonesia dapat dirumuskan sebagai berikut : HRBERt = e0 + e1QSBRt + e2TRENt + ε5 ……………………………..(4.8) dimana : HRBERt = Harga riil beras Indonesia tahun ke-t (Rp/Kg) QSBRt = Penawaran beras tahun ke-t (Ton) TRENt = Tren waktu ε5 = Standar error Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : e1< 0 dan e2 > 0 4.4.9. Harga Riil Beras Impor Indonesia Harga riil beras impor dipengaruhi oleh harga riil beras dunia, tarif impor nilai tukar riil, tren waktu, dan harga riil beras impor Indonesia t-1. Secara matematis harga riil beras impor Indonesia dapat dirumuskan sebagai berikut : HRIMBt = f0 + f1HRBDt + f2TRIFt + f3EXCTt + f4TRENt + f5 LHRIMBt + ε6 ………………………………………………………...(4.9) dimana : HRIMBt = Harga riil beras impor Indonesia tahun ke-t (US$/Ton) HRBDt = Harga riil beras dunia tahun ke-t (US$/Ton) TRIFt = Tarif impor beras tahun ke-t (Rp/Kg) EXCTt = Nilai tukar riil (Rp/US$) TRENt = Tren waktu LHRIMBt = Harga riil beras impor Indonesia tahun ke-t-1 (US$/Ton) ε6 = Standar error Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : f1,f2 > 0; f3,f4 < 0, dan 0 < f5<1
43
4.4.10. Jumlah Impor Beras Indonesia Model jumlah impor beras Indonesia merupakan fungsi dari harga riil beras impor Indonesia, nilai tukar riil, stok beras t-1, jumlah penduduk Indonesia dan jumlah impor beras Indonesia t-1. Fungsi dari persamaan jumlah impor beras Indonesia adalah sebagai berikut : JIMBt
= g0 + g1HRIMBt + g2EXCTt + g3LSTOKt + g4JPIt + g5LJIMBt + ε7 …………………………………………..(4.10)
dimana : JIMBt = Jumlah impor beras Indonesia tahun ke-t (Ton) HRIMBt = Harga riil beras impor Indonesia tahun ke-t (US$/Ton) EXCTt = Nilai tukar riil tahun ke-t (Rp/US$) LSTOKt = Stok beras tahun ke-t-1 (Ton) JPIt = Jumlah penduduk Indonesia tahunke-t (Jiwa) LJIMBt = Jumlah impor beras Indonesia tahun ke-t-1 (Ton) ε7 = Standar error Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan yakni : g4 > 0 ; g1,g2,g3 < 0 dan 0 < g5< 1. 4.4.11. Marjin Pemasaran Beras Marjin pemasaran beras dapat didefinisikan sebagai selisih antara harga riil beras Indonesia dengan harga riil gabah tingkat petani. Persamaan marjin pemasaran beras dapat dirumuskan sebagai berikut : MPBt = HRBERt – HRGTPt ………………………………………..(4.11) dimana : MPBt HRGTPt HRBERt
= Marjin pemasaran beras tahun ke-t (Rp/Kg) = Harga riil gabah tingkat petani tahun ke-t (Rp/Kg) = Harga riil beras Indonesia tahun ke-t (Rp/Kg)
4.5. Identifikasi Model Identifikasi model ditentukan atas dasar order condition sebagai syarat keharusan dan rank condition sebagai syarat kecukupan. Menurut Koutsoyiannis
44
(1977), rumusan identifikasi model persamaan struktural berdasarkan order condition ditentukan oleh : (K-M) > (G-1) …………………………………………………………(4.12) dimana : K
=Total variabel di dalam model, yaitu variabel endogen dan predetermined variable (current exogenous variable, lagged exogenous variable, dan lagged endogenous variable). M =Jumlah variabel endogen dan eksogen yang termasuk dalam satu persamaan tertentu dalam model. G =Total persamaan di dalam model, yaitu jumlah peubah endogen dalam model. Jika dalam suatu persamaan model menunjukan kondisi sebagai berikut : (K-M) ≥ (G-1) (K-M) < (G-1) (K-M) > (G-1) (K-M) = (G-1)
= maka persamaan dalam model tersebut dinyatakan teridentifikasi (identified). = maka persamaan dalam model tersebut dinyatakan tidak teridentifikasi (underidentified). = maka persamaan dalam model tersebut dinyatakan teridentifikasi secara berlebih (overidentified). =maka persamaan dalam model tersebut dinyatakan teridentifikasi secara tepat (exactly identified).
Hasil Identifikasi untuk setiap persamaan struktural haruslah excactly identified atau overidentified untuk dapat menduga parameter-parameternya. Suatu persamaan memenuhi order condition, tetapi mungkin saja persamaan itu tidak teridentifikasi. Oleh karena itu, dalam proses identifikasi diperlukan suatu syarat perlu sekaligus cukup. Hal ini terdapat dalam rank condition untuk identifikasi yang menyatakan, bahwa dalam suatu persamaan teridentifikasi jika dimungkinkan untuk membentuk minimal satu determinan bukan nol pada order condition (G-1) dari parameter struktural peubah yang tidak termasuk dalam persamaan tersebut (Koutsoyiannis, 1977). Berdasarkan Tabel 12 dapat disimpulkan persamaan struktural yang ada di dalam model penelitian ini adalah overidentified.
45
Tabel 12. Hasil Identifikasi Model dari Masing-Masing Persamaan Persamaan K M G (K-M) (G-1) Keterangan LAP 34 7 11 27 10 Overidentified PRDV 34 6 11 28 10 Overidentified HRGTP 34 5 11 29 10 Overidentified QDBR 34 5 11 29 10 Overidentified HRBER 34 3 11 31 10 Overidentified HRIMB 34 6 11 28 10 Overidentified JIMB 34 6 11 28 10 Overidentified Sumber : Data diolah, (2011)
Model yang telah dirumuskan dalam penelitian ini terdiri dari 11 persamaan atau 11 variabel endogen (G), dan 23 predetermined variable terdiri dari 17 variabel eksogen dan 6 lag variabel endogen, sehingga total variabel dalam model (K) adalah 34 variabel. Berdasarkan Tabel 12 jumlah variabel endogen dan eksogen yang termasuk dalam satu persamaan tertentu dalam model (M) adalah maksimum 7 variabel. 4.6.
Metode Pendugaan Model Berdasarkan
hasil
identifikasi
model,
maka
model
dinyatakan
overidentified. Oleh karena itu, pendugaan model dapat dilakukan dengan dengan metode Two Stage Least Square (2SLS). Model tersebut kemudian diuji dengan uji statistik F dan uji statistik t. Guna mengetahui dan menguji apakah variabel penjelas secara bersama-sama berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel endogen, maka pada setiap persamaan digunakan uji statistik F, dan untuk menguji apakah masing-masing variabel penjelas berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel endogen, maka pada setiap persamaan digunakan uji statistik t. 4.6.1. Uji Statistik–F Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui dan menguji apakah variabel endogen dan eksogen secara bersama-sama berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel endogen (Koutsoyiannis, 1977). 46
Hipotesis : H0 H1
: β1 = β2......= βi = 0 : minimal ada satu βi ≠ 0
dimana : i = banyaknya variabel bebas dalam suatu persamaan Apabila nilai peluang (P-value) uji statistik-F < taraf α = 20% maka tolak H0. Tolak H0 berarti variabel eksogen secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel endogen. 4.6.2. Uji Statistik–t Uji statistikik-t bertujuan untuk mengetahui dan menguji apakah variabel endogen eksogen secara bersama-sama berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel endogen (Koutsoyiannis, 1977). Hipotesis : H0 H1
: βi = 0 : Uji satu arah a. βi > 0; b. βi < 0 Uji dua arah c. βi ≠ 0
Kriteria Uji : Jika H1 : a.βi > 0, bila P-value uji t < α maka disimpulkan tolak H0 H1 : b.βi < 0, bila P-value uji t < α maka disimpulkan tolak H0 H1 : c.βi ≠ 0, bila P-value uji t < α/2 maka disimpulkan tolak H0 Pada penelitian ini menggunakan uji satu arah dan taraf α = 20% sehingga nilai peluang (P-value) uji statistik t < taraf α = 20% maka tolak H0. Tolak H0 berarti suatu variabel eksogen berpengaruh nyata terhadap variabel endogen. 4.6.3.
Uji Statistik Durbin-h Apabila dalam persamaan terdapat variabel bedakala (lag endogenous
variable) maka uji serial korelasi dengan menggunakan statistik d w (Durbin 47
Watson Statistic) tidak valid untuk digunakan (Pindyck and Rubinfield, 1991). Sebagai penggantinya untuk mengetahui apakah ada serial korelasi atau tidak dalam persamaan maka digunakan statistik dh (Durbin-h statistic). Pengujian uji statistik durbin-h √
dimana : h d n varβ
= Angka statistik durbin-h = Nilai durbin Watson = Jumlah observasi = Varian koefisien regresi untuk lagged dependent variabel
Jika ditetapkan taraf α = 5%, diketahui -1.96 ≤ hhitung ≤ 1.96, maka dalam persamaan tidak mempunyai masalah serial korelasi. Selanjutnya jika diketahui hhitung < -1.96 maka terdapat autokorelasi negatif, sebaliknya jika diketahui hhitung > 1.96 maka terdapat autokorelasi positif (Pindyck and Rubinfield, 1991). 4.7.
Validasi Model Validasi model digunakan untuk mengetahui tingkat representasi model
dibandingkan dengan dunia nyata sebagai dasar untuk melakukan simulasi. Berbagai kriteria statistik dapat digunakan untuk validasi model ekonometrika dengan membandingkan nilai-nilai aktual dan dugaan peubah-peubah endogen. Kriteria validasi nilai pendugaan model ekonemetrika yang digunakan adalah: Root Means Square Percent Error (RMSPE) dan Theil’s Inequality Coefficient (U) (Pindyck and Rubinfield, 1991). Kriteria-kriteria dirumuskan sebagai berikut :
√ ∑
48
√ ∑ √ ∑
√ ∑
dimana :
n
= Nilai hasil simulasi dasar dari variabel observasi = Nilai aktual variabel observasi = Jumlah periode observasi Statistik RMSPE dapat digunakan untuk mengukur nilai-nilai peubah
endogen hasil pendugaan menyimpang dari nilai-nilai aktualnya dalam ukuran relatif (persen), atau seberapa dekat nilai dugaan itu mengikuti perkembangan nilai aktualnya. Nilai statistik U berguna untuk mengetahui kemampuan model untuk analisis simulasi peramalan. Nilai koefisien Theil (U) berkisar antara 0 dan 1. Jika U = 0 pendugaan model sempurna, jika U = 1 maka pendugaan model naif. Adapun untuk melihat keeratan arah (slope) antara aktual dengan hasil yang disimulasi dilihat dari nilai koefisien determinasinya (R2). Pada dasarnya semakin besar R2 dan semakin kecil RMSPE, maka pendugaan model semakin baik. 4.8.
Simulasi Model Menurut Pindick dan Rubinfeld (1991), tujuan simulasi model pada
dasarnya adalah untuk (1) mengevaluasi kebijakan pada masa lampau dan (2) membuat peramalan untuk masa yang akan datang. Simulasi model diperlukan untuk mempelajari sejauh mana dampak dari perubahan variabel-variabel eksogen terhadap variabel-variabel endogen di dalam model. Kajian simulasi ini dilakukan untuk mengevaluasi dampak Asean Free Trade Area (AFTA) terhadap kesejahteraan petani padi melalui simulasi historis (ex-post simulation). Simulasi historis dilakukan untuk menjawab tujuan kedua dari penelitian ini. 49
Beberapa skenario simulasi historis yang dilakukan pada penelitian ini adalah : 1. Penurunan tarif impor beras sebesar 20 persen. Kebijakan penurunan tarif impor merupakan bagian dari komitmen Asean Free Trade Area (AFTA). Adanya penurunan tarif impor beras menyebabkan harga beras impor Indonesia akan lebih murah dan jumlah impor beras Indonesia akan meningkat. 2. Tarif Impor menjadi nol. Kebijakan tarif impor beras menjadi nol pada perdagangan Asean Free Trade Area (AFTA) akan terjadi pada tahun 2018. Tarif impor beras menjadi nol menyebabkan harga beras impor Indonesia akan lebih murah dan jumlah impor beras Indonesia akan meningkat. 3. Menaikkan harga riil pembelian pemerintah sebesar 10 persen dan tarif impor menjadi nol. Kebijakan ini dimaksudkan untuk melindungi petani padi agar mendapatkan harga yang layak. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan produksi padi dan kesejahteraan petani padi. 4. Menurunkan harga riil pupuk urea (subsidi pupuk) sebesar 10 persen, menaikkan harga riil pembelian pemerintah sebesar 10 persen, dan tarif impor menjadi nol. Kebijakan subsidi pupuk urea untuk menjaga stabilitas harga pupuk sehingga mendorong petani padi meningkatkan produksinya. Adanya kombinasi kebijakan menurunkan harga riil pupuk urea dan meningkatkan harga riil pembelian pemerintah diharapkan dapat meningkatkan produksi padi dan kesejahteraan petani padi. 50
5. Menaikkan total kredit usahatani sebesar 15 persen, menaikkan harga riil pembelian pemerintah sebesar 10 persen, dan tarif impor menjadi nol. Dari sisi permodalan, dengan meningkatnya total kredit usahatani menjadi insentif bagi petani padi dalam meningkatkan produksinya. Adanya kombinasi dua kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan produksi padi dan kesejahteraan petani padi. 4.9.
Perubahan Kesejahteraan Dalam penelitian ini alternatif simulasi kebijakan digunakan untuk
menghitung dan menganalisis perubahan kesejahteraan petani padi dengan adanya Asean Free Trade Area (AFTA). Indikator yang dijadikan sebagai perubahan kesejahteraan petani padi adalah surplus produsen padi. Indikator perubahan surplus produsen padi tersebut akan digunakan sebagai dasar evaluasi dan dapat menentukan kebijakan yang akan diambil. Analisis perubahan surplus produsen padi dapat dirumuskan sebagai berikut (Sinaga, 1989). TPPA (HRGTPB – HRGTPA ) + ½(TPPB - TPPA) (HRGTPB – HRGTPA) dimana : A= nilai dasar, B= nilai akhir 4.10. Definisi Operasional 1. Padi yang dimaksud adalah gabah kering tingkat penggilingan (GKG). 2. Beras adalah hasil proses penggilingan dari buliran padi atau gabah. 3. Produksi padi adalah jumlah total produksi padi yang dihasilkan dari seluruh wilayah pertanian Indonesia yang dinyatakan dalam satuan ton. 4. Produksi beras adalah jumlah total produksi beras yang dihasilkan dari seluruh wilayah pertanian Indonesia yang dinyatakan dalam satuan ton.
51
5. Luas areal panen padi adalah luas seluruh areal produktif padi di Indonesia dinyatakan dalam satuan hektar. 6. Luas areal irigasi meruapakan lahan sawah yang diirigasi di Indonesia, dinyatakan dalam satuan hektar. 7. Produktivitas padi merupakan hasil bagi antara produksi padi dengan luas areal panen padi di Indonesia, dinyatakan dalam satuan ton per hektar. 8. Permintaan beras adalah jumlah beras yang diminta untuk keperluan pangan oleh seluruh penduduk Indonesia, dinyatakan dalam satuan ton. 9. Penawaran beras merupakan jumlah beras yang ditawarkan untuk keperluan pangan oleh seluruh penduduk Indonesia, dinyatakan dalam satuan ton. 10. Stok Beras merupakan jumlah beras yang disimpan sebagai cadangan beras pemerintah yang dikelola oleh BULOG, dinyatakan dalam satuan ton. 11. Harga riil gabah tingkat petani adalah harga gabah yang terdapat di tingkat petani setelah dideflasi dengan indeks harga konsumen (2005=100) Indonesia, yang dinyatakan dengan satuan rupiah per kilogram. 12. Harga riil beras Indonesia adalah harga beras di tingkat konsumen setelah dideflasi dengan indeks harga konsumen (2005=100), dinyatakan dengan satuan rupiah per kilogram. 13. Harga riil jagung tingkat petani adalah harga jagung tingkat petani setelah dideflasi dengan indeks harga konsumen (2005=100), dinyatakan dengan satuan rupiah per kilogram. 14. Harga riil pupuk urea adalah harga pupuk urea setelah dideflasi dengan indeks harga konsumen (2005=100), dinyatakan dengan satuan rupiah per kilogram.
52
15. Harga riil pembelian pemerintah merupakan harga pembelian terhadap gabah kering giling setelah dideflasi dengan indeks harga konsumen (2005=100) Indonesia, dinyatakan dengan satuan rupiah per kilogram. 16. Harga riil beras impor merupakan harga beras impor Indonesia setelah dideflasi dengan indeks harga konsumen (2005=100) Indonesia, dinyatakan dengan satuan US dollar per ton. 17. Harga riil beras dunia merupakan harga beras dunia setelah dideflasi dengan indeks harga konsumen (2005=100) Indonesia, dinyatakan dengan satuan US dollar per ton. 18. Harga riil gandum dunia merupakan harga gandum dunia setelah dideflasi dengan indeks harga konsumen Amerika (2005=100), dinyatakan dengan US dollar per ton. 19. Jumlah impor beras Indonesia adalah jumlah total beras yang diimpor Indonesia dinyatakan dalam ton. 20. Tarif impor beras dinyatakan dengan satuan rupiah per kilogram. 21. Total penggunaan pupuk urea merupakan jumlah penggunaan pupuk urea di Indonesia, dinyatakan dalam satuan kilogram per hektar. 22. Total kredit usahatani adalah sejumlah uang yang disediakan pemerintah melalui bank untuk dipinjamkan kepada petani, dinyatakan dalam satuan rupiah. 23. Curah hujan adalah curah hujan yang ada di wilayah Indonesia yang dinyatakan dalam mm/tahun.
53
24. Pendapatan rill per kapita adalah rasio antara produk domestik bruto setelah dideflasi dengan indeks harga konsumen (2005=100) dengan jumlah penduduk Indonesia, dinyatakan dalam satuan rupiah per jiwa. 25. Jumlah penduduk
Indonesia
adalah
banyaknya
populasi
Indonesia,
dinyatakan dalam satuan jiwa.
54
V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA 5.1.
Hasil Estimasi Model Hasil estimasi model dalam penelitian ini ditunjukkan secara lengkap pada
Lampiran 4 sampai Lampiran 10, dapat dijelaskan bahwa secara umum variabel penjelas yang dimasukkan ke dalam persamaan struktural mempunyai besaran dan tanda parameter estimasi yang sesuai dengan harapan dari sudut pandang teori ekonomi. Kriteria-kriteria statistika yang umum digunakan dalam mengevaluasi hasil estimasi model cukup menyakinkan. Nilai koefisien determinasi (R2) dari masing-masing persamaan struktural berkisar antara 0.26 sampai 0.96. Sebagian besar persamaan memilik nilai R2 di atas 0.7 dan hanya persamaan jumlah impor beras Indonesia (JIMB) yang memiliki nilai R2 di bawah 0.5. Berdasarkan nilai R2 tersebut menunjukan bahwa secara umum variabel endogen dapat dijelaskan dengan baik oleh variabel-variabel eksogen dalam persamaan struktural. Berdasarkan P-value uji F yang berkisar antara 0.0001 sampai 0.1970, yang berarti variabel eksogen dalam setiap persamaan struktural dapat menjelaskan dengan baik variabel endogennya pada taraf α = 0.01 sampai 0.20. Berdasarkan hasil uji statistik durbin-w (dw) didapatkan nilai sebesar 0.542 dan hasil uji statistik durbin-h (dh) didapatkan kisaran nilai -1.90 sampai 1.80. Dari hasil tersebut diperoleh empat persamaan yang tidak mengalami masalah serial korelasi, juga terdapat dua persamaan yang tidak terdeteksi serial korelasinya yaitu persamaan jumlah impor beras Indonesia (JIMB) dan permintaan beras (QDBR). Selain itu terdapat satu persamaan mengalami masalah serial korelasi yaitu harga riil beras Indonesia (HRBER). Menurut Pindyck dan Rubinfeld (1991), masalah serial korelasi mengurangi efisiensi estimasi parameter dan serial
korelasi tidak menimbulkan bias parameter regresi, maka hasil dalam estimasi model dalam penelitian ini cukup representatif dalam menggambarkan fenomena ekonomi beras di Indonesia. P-value uji t, digunakan untuk menguji masing-masing variabel eksogen dalam penelitian ini apakah berpengaruh nyata terhadap variabel endogen. Hasil P-value uji t yang diperoleh menunjukan bahwa sebanyak 43.75 persen variabel eksogen yang tidak berpengaruh nyata terhadap variabel endogennya pada taraf α = 0.20. Adapun variabel eksogen yang berpengaruh nyata sebanyak 56.25 persen. 5.1.1. Luas Areal Panen Padi Hasil estimasi parameter persamaan luas areal panen padi secara lengkap disajikan pada Lampiran 4. Adapun secara ringkas, terlihat pada Tabel 13 sebagai berikut : Tabel 13. Hasil Estimasi Persamaan Luas Areal Panen Padi Variabel
Parameter Estimate
Elastisitas SR LR
Intercept
1036.86200
HRGTP
21.12838
0.03
HRJTP
-20.29070
Variabel
Pr > |t|
Label
0.23660
Intercept
0.30
0.30220
Harga Riil Gabah Tingkat Petani
-0.03
-0.28
0.31795
Harga Riil Jagung Tingkat Petani
0.00699
0.02
0.22
0.17735
Total Kredit Usahatani
-7.89445
-0.01
-0.10
0.31190
Harga Riil Pupuk Urea t-1
CRAH
0.07094
0.01
0.13
0.35000
Curah Hujan
LLAP
0.89247
0.00005
Luas Areal Panen Padi t-1
0.00010
Durbin-h stat -1.900576
TKU LHRPUK
R-Square 0.90731 Sumber : Data diolah (2011)
Pr > |F|
Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa variabel yang secara nyata mempengaruhi luas areal panen padi pada taraf α = 0.05 adalah luas areal panen padi t-1 (LLAP), sedangkan total kredit usahatani berpengaruh nyata pada taraf α = 0.20 Adapun variabel yang tidak berpengaruh nyata adalah harga riil gabah
56
tingkat petani, harga riil jagung tingkat petani, harga riil pupuk urea t-1, dan curah hujan. Hal ini berarti harga input maupun output bukan merupakan faktor utama untuk mendorong peningkatan luas areal panen padi. Variabel total kredit usahatani berpengaruh positif sebesar 0.00699. Artinya peningkatan total kredit usahatani sebesar satu juta rupiah maka luas areal panen padi akan bertambah sebesar 6,99 hektar. Sebaliknya jika terjadi penurunan total kredit usahatani sebesar satu juta rupiah maka luas areal panen padi akan menurun sebesar 6,99 hektar, ceteris paribus. Respon luas areal panen padi terhadap total kredit usahatani inelastis untuk jangka pendek (0.02) dan jangka panjang (0.22). Hal ini berarti kenaikan total kredit usahatani satu persen hanya akan meningkatkan luas areal panen padi sebesar 0.02 persen untuk jangka pendek dan 0.22 persen untuk jangka panjang. Variabel luas areal panen padi t-1 berpengaruh nyata terhadap luas areal panen padi. Artinya luas areal panen padi pada tahun sebelumnya mempengaruhi besarnya luas areal panen padi yang digunakan petani pada masa sekarang. Hal ini berarti luas areal panen padi relatif lamban dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi, karena variabel dirinya sendiri yang lebih mempengaruhi perubahan tersebut. 5.1.2. Produktivitas Padi Hasil estimasi persamaan produktivitas padi secara lengkap disajikan pada Lampiran 5. Adapun secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 14 sebagai berikut :
57
Tabel 14. Hasil Estimasi Persamaan Produktivitas Padi Variabel
Parameter
Elastisitas
Estimate
SR
Intercept
0.738218
HRGTP
0.004071
0.02
STPPUK
0.000180
LAI TKU LPRDV
0.812015
LR
Variabel
Pr > |t|
Label
0.01680
Intercept
0.09
0.19120
Harga Riil Gabah Tingkat Petani
0.00
0.00
0.46335
Perubahan Penggunaan Pupuk Urea
0.000009
0.01
0.04
0.40495
Luas Areal Irigasi Sawah
0.000002
0.01
0.07
0.10165
Total Kredit Usahatani
0.00005
Produktivitas Padi t-1
0.00010
Durbin-h stat 0.635044
R-Square 0.963680 Sumber : Data diolah (2011)
Pr > |F|
Jika dilihat pada Tabel 14 variabel yang secara nyata mempengaruhi produktivitas padi pada taraf α = 0.05 adalah produktivitas padi t-1 sedangkan total kredit usahatani dan harga riil gabah tingkat petani berpengaruh nyata pada taraf α = 0.15 dan α = 0.20. Sementara variabel perubahaan penggunaan pupuk urea dan luas areal irigasi tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi. Variabel yang tidak berpengaruh nyata tersebut hanya menyebabkan perubahan yang kecil dibandingkan dengan variabel eksogen yang berpengaruh secara nyata. Hal tersebut menunjukkan bahwa perubahaan penggunaan pupuk urea dan luas areal irigasi tidak mengubah produktivitas padi. Variabel harga riil gabah tingkat petani berpengaruh positif terhadap produktivitas padi sebesar 0.004071. Artinya jika terjadi kenaikan harga riil gabah tingkat petani sebesar satu rupiah per kilogram, maka produktivitas padi akan bertambah sebesar 4.071 kilogram per hektar. Sebaliknya jika terjadi penurunan harga riil gabah tingkat petani sebesar satu rupiah per kilogram, maka produktivitas padi akan menurun 4.071 kilogram per hektar, ceteris paribus. Respon produktivitas padi terhadap perubahan harga riil gabah tingkat petani inelastis baik jangka pendek (0.02) jangka panjang (0.09). Hal ini berarti kenaikan
58
harga riil gabah tingkat petani satu persen hanya akan meningkatkan produktivitas padi kurang dari satu persen untuk jangka pendek dan jangka panjang. Total kredit usahatani berpengaruh positif terhadap produktivitas padi sebesar 0.000002. Hal ini berarti jika total kredit usahatani naik sebesar satu juta rupiah maka produktivitas padi akan bertambah sebesar 0.002 kilogram per hektar, ceteris paribus. Kondisi ini sesuai dengan tabulasi data historis dari tahun 1980 sampai dengan 2009, diketahui bahwa laju pertumbuhan rata-rata total kredit usahatani (114 persen) lebih besar daripada laju pertumbuhan rata-rata produktivitas padi (1.47 persen). Respon produktivitas padi terhadap perubahan total kredit usahatani inelastis baik jangka pendek (0.01) maupun jangka panjang (0.07). Artinya kenaikan total kredit usahatani satu persen hanya akan meningkatkan produktivitas padi sebesar 0.01 persen untuk jangka pendek dan 0.07 persen untuk jangka panjang. Variabel produktivitas padi t-1 berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi. Artinya produktivitas padi pada tahun sebelumnnya mempengaruhi besarnya produktivitas padi yang dihasilkan pada tahun sekarang. Hal ini berarti produktivitas padi relatif lamban dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi karena variabel dirinya sendiri yang lebih mempengaruhi perubahan tersebut. 5.1.3. Produksi Padi Pada penelitian ini, total produksi padi dalam bentuk gabah di Indonesia merupakan persamaan identitas yaitu perkalian antara luas areal panen padi dengan produktivitasnya, sebagai berikut : TPPt = LAPt * PRDVt
59
Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi luas areal panen padi, ceteris paribus maka total produksi padi akan semakin besar. Begitu pula jika produktivitas padi semakin meningkat ceteris paribus maka total produksi padi juga akan semakin meningkat. 5.1.4. Produksi Beras Produksi beras diperoleh dengan menentukan terlebih dahulu faktor konversi gabah kering giling (GKG) menjadi beras. Ada beberapa pendapat tentang angka konversi gabah kering giling yaitu, IRRI (1995) menggunakan angka konversi 0.68, sedangkan BPS menggunakan angka konversi tahun 19831988 sebesar 0.68, tahun 1989-1996 sebesar 0.65 dan tahun 1997-1999 sebesar 0.632. Adapun penelitian ini menggunakan faktor konversi gabah kering giling dari badan pusat statistik tahun 1997-1999 yaitu sebesar 0.632, maka jumlah produksi beras di Indonesia diperoleh persamaan sebagai berikut : PBt = TPPt * 0.632
PBt = TPPt * FKt
5.1.5. Harga Riil Gabah Tingkat Petani Hasil estimasi persamaan harga riil gabah di tingkat petani disajikan secara lengkap pada Lampiran 6. Adapun secara ringkas terdapat pada Tabel 15 sebagai berikut : Tabel 15. Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Gabah Tingkat Petani Variabel Intercept HRPP
Parameter Estimate
Elastisitas SR LR
-0.88770
Variabel
Pr > |t|
Label 0.39170
Intercept
0.64932
0.81
1.09
0.00005
Harga Riil Pembelian Pemerintah
-0.00009
-0.27
-0.36
0.10245
Total Produksi Padi
HRIMB
1.85099
0.27
0.37
0.00005
Harga Riil Beras Impor Indonesia
LHRGTP
0.26073
0.01840
Harga Riil Gabah Tingkat Petani t-1
0.00010
Durbin-h stat 1.40446
TPP
R-Square 0.93999 Sumber : Data diolah (2011)
Pr > |F|
60
Jika dilihat pada Tabel 15 variabel yang berpengaruh secara nyata pada taraf α = 0.05 terhadap harga riil gabah tingkat petani adalah harga riil pembelian pemerintah, harga riil beras impor Indonesia, dan harga riil gabah tingkat petani t-1. Adapun variabel total produksi padi berpengaruh nyata pada taraf α = 0.15. Variabel harga riil pembelian pemerintah berpengaruh positif terhadap harga riil gabah tingkat petani sebesar 0.64932. Artinya peningkatan harga riil pembelian pemerintah sebesar satu rupiah per kilogram, dapat menyebabkan harga riil gabah di tingkat petani naik sebesar 0.64932 rupiah per kilogram. Jika harga riil pembelian pemerintah turun sebesar satu rupiah per kilogram, maka harga riil gabah tingkat petani turun sebesar 0.64932 rupiah per kilogram, ceteris paribus. Respon harga riil gabah tingkat petani terhadap perubahan harga riil pembelian pemerintah inelastis untuk jangka pendek (0.81) tetapi elastis untuk jangka panjang (1.09). Hal ini berarti dalam jangka panjang kenaikan harga riil pembelian pemerintah sebesar satu persen akan meningkatkan harga riil gabah tingkat petani sebesar 1.09 persen. Variabel total produksi padi berpengaruh negatif terhadap harga riil gabah di tingkat petani sebesar 0.00009. Artinya apabila terjadi peningkatan total produksi padi sebesar seribu ton akan menurunkan harga riil gabah tingkat petani turun sebesar 0.09 rupiah per ton. Sebaliknya jika ada penurunan total produksi padi sebesar seribu ton, maka harga riil gabah tingkat petani naik sebesar 0.09 rupiah per ton, ceteris paribus. Respon harga riil gabah tingkat petani terhadap perubahan total produksi padi inelastis baik jangka pendek (-0.27) maupun jangka panjang (-0.36). Hal ini berarti kenaikan total produksi padi sebesar satu persen
61
akan menurunkan harga riil gabah tingkat petani sebesar 0.27 persen untuk jangka pendek dan 0.36 persen untuk jangka panjang. Variabel harga riil beras impor Indonesia berpengaruh positif terhadap harga riil gabah tingkat petani sebesar 1.85099. Hal ini berarti jika harga riil beras impor Indonesia naik sebesar satu US$ per ton (Rp 9,700/ ton), maka harga riil gabah tingkat petani naik sebesar 1,850.99 rupiah per ton, ceteris paribus. Respon harga riil gabah tingkat petani terhadap perubahan harga riil beras impor Indonesia inelastis baik jangka pendek (0.27) maupun jangka panjang (0.37). Hal ini berarti kenaikan harga riil beras impor Indonesia sebesar satu persen akan meningkatkan harga riil gabah tingkat petani sebesar 0.27 persen untuk jangka pendek dan 0.37 persen untuk jangka panjang. Variabel harga riil gabah di tingkat petani t-1 berpengaruh nyata terhadap harga riil gabah di tingkat petani. Hal ini berarti tenggang waktu harga riil gabah di tingkat petani relatif lamban dalam merespon situasi perubahan ekonomi karena variabel dirinya sendiri yang lebih mempengaruhi perubahan tersebut. 5.1.6. Permintaan Beras Hasil estimasi persamaan permintaan beras disajikan secara lengkap pada Lampiran 7. Adapun secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 16 sebagai berikut : Tabel 16. Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Beras Variabel Intercept RHBRGD
Parameter Estimate
Elastisitas SR
LR
-1872.9900 -12.8002
-0.01
-0.02
Variabel
Pr > |t|
Label 0.3150
Intercept
0.3740
Rasio Harga Riil Beras Indonesia dengan Harga Riil Gandum
PPRI
1.3059
0.00
0.00
0.4839
Pendapatan Riil perkapita Indonesia
JPI
0.0879
0.61
1.14
0.0497
Jumlah penduduk Indonesia
LQDBR
0.4634
0.0306
Permintaan Beras t-1
0.0001
Durbin-h stat tidak terdefinisi
R-Square 0.9322 Sumber : Data diolah (2011)
Pr > |F|
62
Berdasarkan Tabel 16 variabel yang berpengaruh secara nyata pada taraf α = 0.05 terhadap permintaan beras adalah jumlah penduduk Indonesia dan permintaan beras t-1. Adapun variabel rasio harga riil beras Indonesia dengan harga riil gandum dan pendapatan riil perkapita Indonesia tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan beras. Pengaruh rasio harga beras Indonesia dengan harga gandum terhadap permintaan beras tidak berpengaruh nyata. Hal tersebut mengindikasikan komoditas subtitusi beras yaitu gandum tidak dapat mengubah permintaan beras. Variabel jumlah penduduk Indonesia berpengaruh positif terhadap permintaan beras sebesar 0.0879. Artinya peningkatan jumlah penduduk Indonesia sebesar satu juta jiwa, maka permintaan beras akan meningkat sebesar 87.9 ton. Sebaliknya jika ada penurunan jumlah penduduk sebesar satu juta jiwa, maka permintaan beras naik sebesar 87.9 ton, ceteris paribus. Respon permintaan beras Indonesia terhadap perubahan jumlah penduduk Indonesia inelastis untuk jangka pendek (0.61), sedangkan untuk jangka panjang elastis (1.14). Hal ini menunjukkan bahwa dalam jangka panjang komoditas beras masih merupakan makanan pokok untuk sebagian besar penduduk Indonesia. Variabel permintaan beras t-1 berpengaruh nyata terhadap permintaan beras. Hal ini berarti tenggang waktu permintaan beras relatif lamban dalam merespon perubahan ekonomi karena variabel dirinya sendiri yang lebih mempengaruhi perubahan tersebut. 5.1.7. Penawaran Beras Penawaran beras di Indonesia merupakan persamaan identitas dari produksi beras Indonesia ditambah dengan jumlah impor beras, stok beras tahun sebelumnya, dan selanjutnya dikurangi stok beras tahun sekarang. Secara
63
matematis persamaan identitas dari total penawaran beras dirumuskan sebagai berikut : QSBRt = PBt + JIMBt + STBt-1 – STBt Dari persamaan tersebut menunujukkan bahwa setiap perubahan kebijakan atau perubahan faktor lain yang mempengaruhi produksi beras domestik atau stok beras yang tersedia atau jumlah impor beras pada akhirnya akan mempengaruhi jumlah penawaran beras di pasar domestik. Selanjutnya perubahan penawaran beras akan memberikan pengaruh kepada peubah endogen yang lain baik secara langsung maupun tidak langsung. 5.1.8. Harga Riil Beras Indonesia Hasil estimasi persamaan harga riil beras Indonesia secara lengkap disajikan pada Lampiran 8. Adapun secara ringkas terdapat pada Tabel 17 sebagai berikut : Tabel 17. Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Beras Indonesia Parameter Elastisitas Variabel Variabel Pr > |t| Estimate SR LR Label Intercept 22.4064 0.1631 Intercept QSBR -0.0011 -1.01 0.1420 Penawaran Beras TREN 2.2828 1.47 0.0006 Tren Waktu R-Square 0.7630 Pr > F 0.0001 Durbin-w 0.542043 Sumber : Data diolah (2011)
Berdasarkan Tabel 17 variabel yang berpengaruh secara nyata pada taraf α = 0.05 terhadap harga riil beras Indonesia adalah tren waktu, sedangkan variabel penawaran beras berpengaruh secara nyata pada taraf α = 0.15. Variabel penawaran beras berpengaruh negatif terhadap harga riil beras Indonesia sebesar 0.0011. Artinya jika penawaran beras naik satu ton, maka harga riil beras Indonesia akan turun sebesar 1.1 rupiah per ton. Adapun jika penawaran beras turun satu ton, maka harga riil beras Indonesia akan naik sebesar 1.1 rupiah 64
per ton, ceteris paribus. Respon harga riil beras Indonesia terhadap perubahan penawaran beras elastis sebesar (-1.01). Hal ini berarti kenaikan penawaran beras sebesar satu persen akan menurunkan harga riil beras Indonesia lebih dari satu persen. Adapun harga riil beras Indonesia sebagai akibat tren adalah elastis (1.47). Hal ini berarti terjadi peningkatan harga riil beras Indonesia yang semakin besar dari tahun ke tahun selama periode pengamatan. 5.1.9. Harga Riil Beras Impor Indonesia Hasil estimasi harga riil beras impor Indonesia secara lengkap disajikan pada Lampiran 9. Adapun secara ringkas terdapat pada Tabel 18 sebagai berikut : Tabel 18. Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Beras Impor Indonesia Variabel
Parameter Estimate
Elastisitas SR LR
Variabel
Pr > |t|
Label
Intercept
0.30399
0.25880
Intercept
HRBRD
0.72815
0.98
0.00005
Harga Riil Beras Dunia
TRIF
0.00070
0.86
0.19580
Tarif Impor
EXCT
-0.00001
-0.02
-0.02
0.45635
Nilai Tukar Riil
TREN
-0.01764
-0.16
-0.16
0.23360
Tren Waktu
0.13815
Harga Riil Beras Impor Indonesia t-1
0.00010
Durbin-h stat 1.81491
LHRIMB
0.83 0.11
0.15005
R-Square 0.87022 Sumber : Data diolah (2011)
Pr > |F|
Berdasarkan Tabel 18 variabel yang berpengaruh secara nyata pada taraf α = 0.05 adalah harga riil beras dunia, sedangkan variabel harga riil beras impor Indonesia t-1 berpengaruh nyata pada taraf α = 0.15 dan tarif impor berpengaruh nyata pada taraf α = 0.20. Adapun variabel nilai tukar riil dan tren waktu terhadap harga riil beras impor Indonesia tidak berpengaruh nyata. Hal ini menunjukkan variabel nilai tukar riil dan tren waktu hanya menyebabkan perubahan kecil terhadap harga riil beras impor.
65
Variabel harga riil beras dunia berpengaruh positif terhadap harga riil beras impor Indonesia sebesar 0.72815. Artinya peningkatan harga riil beras dunia sebesar satu US$ per ton, maka harga riil beras impor Indonesia naik sebesar 0.72815 US$ per ton. Sebaliknya jika harga riil beras dunia turun sebesar satu US$ per ton, maka harga riil impor beras Indonesia turun sebesar 0.72815 US$ dollar per ton, ceteris paribus. Variabel tarif impor berpengaruh positif terhadap harga riil beras impor Indonesia sebesar 0.0007. Hal ini berarti peningkatan tarif impor sebesar satu rupiah per kilogram, maka akan menyebabkan kenaikan harga riil beras impor Indonesia sebesar 0.007 rupiah per kilogram. Respon harga riil beras impor Indonesia terhadap perubahan tarif impor inelastis jangka pendek (0.11) maupun jangka panjang (0.86). Hal ini berarti kenaikan tarif impor sebesar satu persen akan meningkatkan harga riil beras impor Indonesia lebih rendah dari satu persen untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Variabel harga riil beras impor Indonesia t-1 berpengaruh nyata terhadap harga riil beras impor Indonesia. Hal ini berarti tenggang waktu harga riil beras impor Indonesia relatif lamban dalam merespon situasi perubahan ekonomi karena variabel dirinya sendiri yang lebih mempengaruhi perubahan tersebut. 5.1.10. Jumlah Impor Beras Indonesia Hasil estimasi jumlah impor beras Indonesia secara lengkap disajikan pada Lampiran 10. Adapun secara ringkas terdapat pada Tabel 19 sebagai berikut :
66
Tabel 19. Hasil Estimasi Persamaan Jumlah Impor Beras Indonesia Variabel
Parameter Estimate
Intercept
-1253.4000
HRIMB
-134.3540
Elastisitas SR -0.28
LR
Variabel
Pr > |t|
Label Intercept
-0.50
0.3686 0.3141
-1.09
0.2685
Nilai Tukar Riil Stok Beras t-1
Harga Riil Beras Impor Indonesia
EXCT
-0.0837
LSTOK
-0.2401
-0.28
-0.50
0.2779
JPI
0.0153
2.57
4.58
0.2245
Jumlah Penduduk Indonesia
LJIMB
0.4393
0.0181
Jumlah Impor Beras Indonesia t-1
0.1970
Durbin-h stat tidak terdefinisi
-0.61
R-Square 0.2594 Sumber : Data diolah (2011)
Pr > |F|
Jika dilihat pada Tabel 18 variabel yang secara nyata mempengaruhi produktivitas padi pada taraf α = 0.05 adalah jumlah impor beras Indonesia t-1. Sementara variabel harga riil beras impor Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dollar, stok beras t-1, dan jumlah penduduk Indonesia tidak berpengaruh nyata. Variabel harga riil beras impor Indonesia tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah impor beras Indonesia karena Indonesia melakukan impor beras berdasarkan kebutuhan beras dalam negeri bukan berdasarkan faktor harga. Variabel jumlah impor beras Indonesia t-1 berpengaruh nyata terhadap harga riil beras impor Indonesia. Hal ini berarti tenggang waktu harga riil beras impor Indonesia relatif lamban dalam merespon situasi perubahan ekonomi karena variabel dirinya sendiri yang lebih mempengaruhi perubahan tersebut. 5.1.11. Marjin Pemasaran Beras Marjin pemasaran beras dalam penelitian ini merupakan persamaan identitas yaitu selisih harga riil beras Indonesia dengan harga riil gabah di tingkat petani. Persamaan marjin pemasaran beras adalah sebagai berikut : MPBt = HRBERt – HRGTPt Dari persamaan tersebut, jadi yang dimaksud dengan marjin pemasaran beras ini adalah biaya penyimpanan, transportasi dan biaya lainnya yang berkaitan dengan
67
penyaluran beras dari produsen ke konsumen, serta keuntungan yang diterima lembaga pemasaran yang terlibat dalam tataniaga beras. Marjin pemasaran beras yang semakin kecil mengindikasikan harga gabah (bagian yang diterima petani) semakin besar.
68
VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) TERHADAP KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI INDONESIA 6.1.
Validasi Model Hasil validasi model tahun 2000 sampai dengan tahun 2009 dapat dilihat
pada Tabel 20. Berdasarkan Tabel 20 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata RMSPE sebesar 26.65 persen dan statistik U-Theil sebesar 0.07. Hal ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar persamaan di dalam model memiliki daya prediksi yang baik. Model yang dibangun juga mempunyai daya prediksi yang cukup valid untuk melakukan simulasi historis. Tabel 20. Hasil Validasi Model Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia Variabel RMSPE R UM UR UD US UC U 0.96 0.65 0.16 0.18 0.22 0.13 0.01 LAP 2.42 0.99 0.46 0.06 0.48 0.09 0.45 0.00 PRDV 0.92 0.99 0.35 0.42 0.23 0.46 0.19 0.01 TPP 2.13 0.99 0.35 0.42 0.23 0.46 0.19 0.01 PB 2.13 0.96 0.01 0.04 0.95 0.00 0.99 0.04 HRGTP 9.20 0.63 0.00 0.05 0.95 0.06 0.94 0.02 QDBR 4.49 0.97 0.70 0.07 0.23 0.11 0.19 0.02 QSBR 3.55 0.66 0.11 0.07 0.81 0.47 0.42 0.11 HRBER 17.97 0.99 0.00 0.00 1.00 0.00 1.00 0.03 HRIMB 6.76 0.55 0.58 0.04 0.37 0.01 0.40 0.33 JIMB 211.20 MPB 32.41 -0.50 0.10 0.62 0.28 0.02 0.88 0.21 Rata-rata 26.65 0.74 0.30 0.18 0.52 0.17 0.53 0.07 Sumber : Data diolah (2011)
6.2.
Simulasi Historis Evaluasi dilakukan dengan lima skenario simulasi historis pada tahun
2000 sampai dengan 2009. Variabel yang disimulasikan pada penelitian ini, yaitu tarif impor, harga riil pembelian pemerintah, harga riil pupuk urea, dan total kredit usahatani. Tujuan dari skenario simulasi untuk mengetahui bagaimana dampak perubahan faktor eksternal berupa penurunan tarif impor atau bahkan tarif impor beras menjadi nol sebagai komitmen dalam AFTA, terhadap kesejahteraan petani
padi di Indonesia. Berikut ini disajikan hasil simulasi dari masing-masing skenario pada Tabel 21. Tabel 21. Hasil Simulasi Historis terhadap Model Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia Keterangan Luas Areal Panen Padi (000 Ha)
Nilai Dasar
Perubahan Dari Setiap Skenario Simulasi (%) I II III IV V
12148.8
-0.11
-0.55
0.64
1.10
1.75
4.5828
-0.05
-0.23
0.27
0.26
0.84
Total Produksi Padi (000 Ton)
55719.2
-0.16
-0.79
0.93
1.38
2.65
Produksi Beras (000 Ton) Harga Riil Gabah Tingkat Petani (Rp/Kg)
35103.1
-0.16
-0.79
0.93
1.38
2.65
18.5269
-0.86
-4.32
5.47
5.31
4.88
Permintaan Beras (Ton)
31437.2
0.00
-0.01
0.01
0.02
0.04
Penawaran Beras (Ton)
36337.9
-0.11
-0.55
1.11
1.55
2.78
Harga Riil Beras Indonesia (Rp/Kg) Harga Riil Beras Impor Indonesia (US$/Ton) Jumlah Impor Beras Indonesia (000 Ton)
39.5553
0.12
0.57
-1.16
-1.61
-2.88
2.7274
-2.58
-12.94
-12.94
-12.94
-12.94
1296.4
1.20
6.01
6.01
6.01
6.01
Marjin Pemasaran Beras (Rp/Kg)
21.0284
0.98
4.89
-6.99
-7.71
-9.73
-8.92
-44.47
56.69
55.18
51.06
Produktivitas Padi (Ton/Ha)
Surplus Produsen Sumber : Data diolah (2011)
Rp miliar
Keterangan : I II III IV V
:Tarif impor turun 20 persen :Tarif impor nol :Harga riil pembelian pemerintah naik 10 persen dan tarif impor nol :Harga riil pembelian pemerintah naik 10 persen, harga riil pupuk urea turun 10 persen, dan tarif impor nol :Total kredit usahtani naik 15 persen, harga riil pembelian pemerintah naik 10 persen, dan tarif impor nol
6.2.1. Penurunan Tarif Impor Sebesar 20 Persen Berdasarkan Tabel 21 dampak penurunan tarif impor menyebabkan penurunan paling besar terhadap harga riil beras impor Indonesia sebesar 2.58 persen sehingga jumlah impor beras yang masuk ke Indonesia akan semakin meningkat sebesar 1.20 persen. Selain itu jika harga riil beras impor Indonesia menurun, maka harga riil beras Indonesia tidak akan mampu bersaing dengan beras impor sehingga memungkinkan terjadinya penyulundupan beras. Penurunan
70
harga riil gabah tingkat petani sebesar 0.86 persen merupakan disinsentif bagi petani sehingga produksi padi menurun sebesar 0.16 persen. Hal tersebut merugikan petani karena dengan turunnya harga riil gabah tingkat petani dan produksi padi menyebabkan surplus produsen padi menjadi berkurang sebesar Rp 8.92 miliar. 6.2.2. Tarif Impor Nol Tabel 21 menunjukkan bahwa tarif impor menjadi nol dapat menyebabkan penurunan paling besar pada harga riil beras impor Indonesia sebesar 12.94 persen sehingga jumlah impor beras yang masuk ke Indonesia akan semakin meningkat sebesar 6.01 persen. Simulasi ini juga menurunkan harga riil gabah tingkat petani sebesar 4.32 persen dapat merugikan petani, karena surplus produsen padi menurun sebesar Rp 44.47 miliar. 6.2.3. Skenario Simulasi Kebijakan Pemerintah dalam Menghadapi Tarif Impor Beras Menjadi Nol Sesuai dengan Perjanjian AFTA Dalam studi ini dilakukan alternatif simulasi kebijakan pemerintah dalam menghadapi tarif impor beras menjadi nol dengan dilakukan tiga skenario simulasi yaitu : (1) menaikkan harga riil pembelian pemerintah, (2) menaikkan harga riil pembelian pemerintah dan menurunkan harga riil pupuk urea, (3) menaikkan total kredit usahatani dan harga riil pembelian pemerintah. Berikut ini dikemukakan hasil simulasi pada masing-masing skenario. 6.2.3.1.Menaikkan Harga Riil Pembelian Pemerintah Sebesar 10 Persen dan Tarif Impor Nol Simulasi
kebijakan
menaikkan
harga
riil
pembelian
pemerintah
dimaksudkan untuk melindungi petani padi agar mendapatkan harga yang layak. Hal ini dilakukan karena peningkatan harga riil pembelian pemerintah sebesar 10 persen dapat menyebabkan harga riil gabah tingkat petani meningkat sebesar 5.47 71
persen. Peningkatan harga riil gabah tingkat petani tersebut menyebabkan total produksi padi meningkat sebesar 0.93 persen. Peningkatan harga riil gabah tingkat petani dan total produksi padi tersebut menyebabkan surplus produsen meningkat sebesar Rp 56.69 milliar. Walaupun pemerintah tidak diperkenankan membatasi jumlah impor, tetapi dengan adanya kebijakan harga pembelian pemerintah dapat memberikan insentif kepada petani agar tetap mempertahankan dan meningkatkan total produksi padinya. 6.2.3.2.Menaikkan Harga Riil Pembelian Pemerintah Sebesar 10 Persen, Menurunkan Harga Riil Pupuk Urea Sebesar 10 Persen, dan Tarif Impor Nol Peningkatan harga riil pembelian pemerintah dapat menyebabkan peningkatan harga riil gabah tingkat petani dan total produksi padi. Adapun penurunan harga riil pupuk urea karena (subsidi pupuk) menyebabkan luas areal panen padi meningkat selanjutnya meningkatkan total produksi padi. Kombinasi peningkatan harga riil pembelian pemerintah sebesar 10 persen dan penurunan harga riil pupuk urea sebesar 10 persen dapat menyebabkan total produksi padi meningkat sebesar 1.38 persen. Peningkatan total produksi padi dapat menyebabkan surplus produsen yang diterima petani meningkat sebesar Rp 55.18 miliar. 6.2.3.3.Menaikkan Total Kredit Usahatani Sebesar 15 Persen, Menaikkan Harga Riil Pembelian Pemerintah Sebesar 10 Persen, dan Tarif Impor Nol Peningkatan total kredit usahatani dapat meningkatkan luas areal panen padi maupun produktivitas padi yang pada akhirnya total produksi padi meningkat Sementara peningkatan harga riil pembelian pemerintah dapat meningkatkan harga riil gabah tingkat petani dan total produksi padi. Oleh karena itu kombinasi peningkatan total kredit usahatani sebesar 15 persen dan harga riil pembelian
72
pemerintah sebesar 10 persen dapat meningkatkan total produksi padi sebesar 2.65 persen, yang selanjutnya dapat meningkatkan surplus produsen sebesar Rp 51.06 milliar. 6.2.3.4. Ringkasan Berdasarkan hasil simulasi yang telah dijelaskan sebelumnya dapat diketahui bahwa peningkatan harga riil pembelian pemerintah merupakan kebijakan yang memberikan dampak positif paling besar (peningkatan surplus produsen paling besar yaitu sebesar Rp 56.69 milliar) dibandingkan dengan kebijakan yang lain.
73
VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut : 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi model persaaman permintaan dan penawaran beras di Indonesia sebagai berikut : a. Permintaan beras Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh jumlah penduduk Indonesia dan permintaan beras t-1. b. Luas areal panen padi dipengaruhi secara nyata oleh luas areal panen padi t-1 dan total kredit usahatani. c. Harga riil gabah tingkat petani secara nyata dipengaruhi oleh harga riil pembelian pemerintah, total produksi padi, harga riil impor beras Indonesia, dan harga riil gabah tingkat petani t-1. d. Harga riil beras Indonesia dipengaruhi secara nyata terhadap harga riil beras Indonesia adalah tren waktu dan penawaran beras. e. Harga riil beras impor Indonesia dipengaruhi secara nyata terhadap harga riil beras impor Indonesia adalah harga riil beras dunia dan harga riil beras impor Indonesia t-1. f. Jumlah impor beras Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh jumlah impor beras Indonesia t-1. 2. Adanya komitmen dalam Asean Free Trade Area (AFTA) yang menuntut setiap anggota untuk menetapkan kebijakan penurunan tarif impor beras hingga akhirnya menjadi nol, akan menyebabkan kesejahteraan petani menjadi menurun.
3 Menghadapi penurunan tarif impor beras menuju tarif impor beras menjadi nol, sebagai akibat komitmen dalam AFTA, maka kebijakan yang paling efektif adalah dengan peningkatan harga pembelian pemerintah. Hal ini disebabkan kebijakan ini memberikan dampak peningkatan surplus produsen paling besar. Adapun kombinasi peningkatan total kredit usahatani dan peningkatan harga pembelian pemerintah dapat memberikan dampak peningkatan produktivitas padi paling besar. 7.2.
Saran Kebijakan Berdasarkan simpulan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
disampaikan beberapa saran kebijakan sebagai berikut : 1. Sebagai upaya untuk mempertahankan kesejahteraan petani padi akibat adanya AFTA, maka sebaiknya pemerintah meningkatkan harga riil pembelian pemerintah. 2. Sebagai upaya menstabilkan harga beras yang tidak wajar dengan cara melakukan operasi pasar yang tepat (penetapan batasan harga beras tertinggi). 3. Sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas padi sebaiknya pemerintah memberikan insentif seperti suku bunga kredit yang lebih rendah dan tetap memberikan subsidi pupuk untuk menjaga stabilitas harga pupuk. 4. Sebagai upaya memenuhi permintaan beras domestik, pemerintah perlu menerapkan program diverifikasi konsumsi pangan (substitusi beras) dan program KB agar dapat menanggulangi tingkat pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi.
75
DAFTAR PUSTAKA Amang, B., dan M. H. Sawit. 1999. Kebijakan Beras dan Pangan Nasional (Pelajaran dari Orde Baru dan Era Reformasi). Institut Pertanian Bogor Press, Jakarta. Adriana, R. 2007. Penawaran Beras Dunia dan Permintaan Impor Beras Serta Kebijakan Perberasan di Indonesia. Skripsi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Assocation of Southeast Asian Nations (ASEAN). 2010. Common Effective Preferential Tarif for Asean Free Trade Area (CEPT-AFTA) untuk Komoditas Beras, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2010. Penduduk 15 Tahun ke atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan di Indonesia Tahun 2006-2010, Jakarta. _________________. 2010. Kontribusi Setiap Sektor terhadap Produk Domestik Bruto di Indonesia Tahun 2006-2010, Jakarta. _________________. 2010. Konsumsi Beberapa Macam Bahan Makanan di Indonesia Tahun 2007-2010, Jakarta. _________________. 2010. Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 2005-2010, Jakarta. BULOG. 2010. Stok, Pengadaan, dan Penyaluran Beras Tahun 2005-2009, Jakarta. Chiang, C. A. 1984. Fundamental Methods of Matematical Economics. Third Edition. Mc Graw-Hill Book Company, New York. Dolan, E.G. 1974. Basic Microeconomics : Principles and Reality. The Dryden Press, Illinois. Doll, J.P., and F. Orazem. 1984. Production Economics : Theory with Applications. Second Edition. John Wiley & Sons, New York. Firdaus, M., L.M. Baga, dan P. Pratiwi. 2008. Swasembada Beras dari Masa ke Masa : Telaah Efektivitas Kebijakan dan Perumusan Strategi Nasional. IPB Press, Bogor. Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Erlangga, Jakarta. Kementrian Pertanian. 2010. Luas Areal Panen, Produktivitas, dan Produksi padi di Indonesia Tahun 2006-2010, Jakarta. _________________. 2010. Perkembangan Volume dan Nilai Impor Beras di Indonesia Tahun 2006-2010, Jakarta. Koutsoyiannis, A. 1977. Theory of Econometrics. The Macmillan Press. Ltd, London. Mankiw, G. 2000. Teori Makroekonomi. Edisi Keempat. Erlangga, Jakarta.
Novindra. 2011. Dampak Kebijakan Domestik Perubahan Faktor Eksternal Terhadap Kesejahteraan Produsen dan Konsumen Minyak Sawit di Indonesia. Tesis. Program Pascasarjana IPB, Bogor. Pindyck, R.S., and D.L. Rubinfeld. 1991. Econometric Models and Economic Forecasts. Third Edition. Mc Graw-Hill Inc, New York. Putong, I. 2003. Pengantar Ekonomi Mikro Indonesia, Jakarta.
dan
Makro
(Edisi
2).
Ghalia
Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Erlangga, Jakarta. Sinaga, B.M. 1989. Econometric Model of The Indonesian Hardwood Product Industry : A Policy Simulation Analysis. Ph.D Dissertation. University of the Philippines at Los Banos, Los Banos. Sitepu, R.K. 2002. Dampak Kebijakan Ekonomi dan Liberalisasi Perdagangan terhadap Penawaran dan Permintaan Beras di Indonesia. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sitepu, R.K., dan B. M. Sinaga. 2006. Aplikasi Model Ekonometrika. Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. Situmorang, M.T. 2005. Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan impor beras Indonesia. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suryana, A., dan S. Mardianto. 2001. Bunga Rampai Ekonomi Beras. LPEM FEUI, Jakarta. Vesdapunt, K. 1984. Thailand Rice Policy Model: A Simulation Analysis. Ph.D. Dissertation. University of the Philipines, Los Banos. Widya, L.R. 2011. Dampak Kebijakan Pemerintah dan Perubahan Faktor Lain Terhadap Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia: Analisis Simulasi Kebijakan. skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Intstitut Pertanian Bogor, Bogor.
77
LAMPIRAN
Lampiran 1. Model Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia Lag Harga Rill Pupuk Urea
Harga Riil Beras Dunia
Harga Riil Jagung Tingkat Petani
Tarif Impor Beras
Lag Stok Beras
Stok Beras
Nilai Tukar Riil
Lag Jumlah Impor Beras Penawaran Beras
Lag Luas Areal Panen Padi
Lag Harga Rill Beras Impor Indonesia Harga Riil Beras Impor Indonesia
Curah Hujan
Luas Areal Panen Padi Produksi Beras
Total Kredit Usaha Tani
Jumlah Penduduk
Jumlah Impor Beras Indonesia
Total Produksi Padi
Produktivitas Padi
Lag Produktivitas Padi
Permintaan Beras
Rasio Harga Riil Beras Indonesia dengan Harga Gandum
Marjin Pemasaran Beras Lag Permintaan Beras
Faktor Konversi Harga Riil Gabah Tingkat Petani Harga Riil Beras Indonesia
Perubahan Penggunaan Pupuk Urea Lag Harga Riil Gabah Tingkat Petani
Luas Areal Irigasi Sawah
Harga Riil Pembelian Pemerintah
Sumber: Peneliti, 2011 : Variabel Eksogen
: Variabel Endogen
Pendapatan Rill Penduduk Indonesia
Tren Waktu
79
Lampiran 2. Data Time Series Model Permintaan dan Penawaran Beras Indonesia TAHUN
TREN
IHK
IHKAS
EXCT
1980
1
22.38
43.63
626.99
1981
2
25.12
45.89
1982
3
27.50
1983
4
1984
LAP
TPP
PB
9005.06
29652.09
18680.81
631.76
9381.84
32744.18
48.14
661.42
8988.46
30.75
50.39
909.26
5
33.95
53.21
1985
6
35.56
1986
7
1987
PRDV
QDBR
QSBR
HGTP
HBER
HJTP
3.29
18740.87
19808.92
189.32
198.82
70.73
20628.83
3.49
19268.87
20617.21
212.16
226.74
96.28
33583.68
21157.72
3.74
20584.11
22017.96
229.61
254.68
125.75
9162.47
35303.11
22240.96
3.85
21899.35
23488.08
274.69
304.73
122.69
1025.94
9763.58
38136.47
24025.97
3.91
21452.96
23274.12
284.81
328.21
129.13
55.10
1110.58
9902.29
39032.95
24590.76
3.94
22702.19
24653.91
288.59
320.37
145.54
37.64
56.12
1282.56
9988.45
39726.76
25027.86
3.98
23736.87
25652.03
167.27
346.12
158.58
8
41.13
58.22
1643.85
9992.59
40078.20
25249.26
4.01
23858.26
25916.34
184.73
387.57
170.92
1988
9
44.44
60.56
1685.70
10140.16
41676.17
26255.99
4.11
24993.15
27058.82
381.62
469.20
176.13
1989
10
47.28
63.48
1770.06
10531.27
44725.58
28177.12
4.25
24799.56
27308.94
475.48
500.93
217.05
1990
11
47.55
66.91
1842.81
10502.37
45178.75
28462.61
4.30
26542.76
29010.49
466.68
525.17
228.33
1991
12
57.30
69.74
1950.30
10281.52
44688.25
28153.60
4.35
26431.69
28324.59
517.47
557.84
241.55
1992
13
62.91
71.85
2029.90
11103.32
48240.01
30391.21
4.34
26005.16
30307.69
303.70
603.68
257.19
1993
14
64.24
73.97
2087.10
11012.78
48181.09
30354.08
4.38
28088.33
30825.00
284.05
592.25
285.01
1994
15
66.52
75.90
2160.80
10733.83
46641.52
29384.16
4.35
28549.21
31111.21
352.83
660.37
302.63
1995
16
72.85
78.03
2248.60
11438.76
49744.14
31338.81
4.35
28398.69
31835.89
419.81
776.38
342.41
1996
17
78.55
80.32
2383.00
11569.73
51101.51
32193.95
4.42
30196.43
34000.01
432.75
880.00
398.76
1997
18
83.79
82.20
4650.00
11140.59
49337.05
31082.34
4.43
29012.11
32202.62
498.27
1063.80
427.92
1998
19
88.87
83.47
8025.00
11730.33
49236.69
31019.12
4.20
27932.84
33150.34
933.01
2099.03
644.60
1999
20
96.34
85.29
7100.00
11963.20
50866.39
32045.82
4.25
28189.18
37663.72
1157.40
2665.58
987.11
2000
21
100.00
88.18
9595.00
11793.48
51898.85
32696.28
4.40
29378.69
34247.87
981.52
2424.22
952.34
80
Lampiran 2. Lanjutan TAHUN
TREN
IHK
2001
22
80.64
2002
23
2003
IHKAS
EXCT
LAP
TPP
PB
90.67
10265.67
11500.00
50460.78
31790.29
84.45
92.11
9261.17
11521.17
51489.69
24
88.27
94.20
8571.17
11488.03
2004
25
113.20
96.72
9030.42
2005
26
125.10
100.00
2006
27
141.50
2007 2008
28
2009
PRDV
QDBR
QSBR
HGTP
HBER
HJTP
4.39
29016.00
32198.47
1105.61
2537.09
1105.75
32438.51
4.47
29665.00
33911.01
1202.30
2826.06
1241.34
52137.60
32846.69
4.54
31123.49
33907.97
1204.89
2785.85
926.26
11922.97
54088.47
34075.73
4.54
33621.32
34225.31
1200.72
2850.76
948.83
9750.58
11839.06
54151.10
34115.19
4.57
34301.57
34980.11
1498.12
3475.05
1668.40
103.23
9141.25
11786.43
54454.94
34306.61
4.62
30995.19
35123.52
2016.64
4462.68
1802.02
150.60
106.17
9142.42
12147.64
57157.44
36009.18
4.71
30618.67
36310.61
2315.59
5157.74
2238.43
29
109.80
106.74
9772.17
12327.43
60325.93
38005.33
4.89
31799.02
38124.71
2438.11
5484.53
2501.47
30
114.12
109.00
10356.17
12883.58
64398.89
40571.30
5.00
33893.00
40353.10
2687.59
5993.74
2744.74
81
Lampiran 2. Lanjutan TAHUN
HPUK
HPP
HBRD
HIMB
JIMB
HGDM
TRIF
TKU
CRAH
FK
PPI
JPI
STOK
LAI
TPPUK
1980
72.01
105.00
211.62
193.94
2011.71
432.20
0.00
50.12
2498.49
0.63
189295.00
147490.00
1666.80
4570.22
138.71
1981
72.11
120.00
216.93
198.09
538.28
422.21
0.00
62.50
2232.72
0.63
204300.00
151315.00
2216.70
4620.13
152.69
1982
81.98
135.00
222.23
202.23
309.64
412.22
0.00
59.35
1926.97
0.63
208889.00
154662.00
1666.10
4949.85
158.23
1983
92.66
145.00
227.53
246.61
1168.82
402.24
0.00
23.49
1962.23
0.63
217648.00
158083.00
1587.80
4948.88
174.27
1984
96.24
165.00
232.83
235.23
414.35
491.31
0.00
5.65
2096.56
0.63
232830.00
161580.00
2754.00
5111.19
170.00
1985
100.21
175.00
238.13
198.14
33.85
478.72
0.00
10.96
1894.08
0.63
238563.00
165154.00
2724.70
5206.27
169.33
1986
105.57
175.00
243.44
172.10
27.77
466.13
0.00
13.07
2343.66
0.63
253251.00
167881.00
2128.30
5202.08
185.54
1987
125.00
190.00
248.74
202.35
54.98
453.53
0.00
74.83
2138.36
0.63
263057.00
170653.00
1516.20
5196.56
173.75
1988
135.00
210.00
254.04
283.23
32.73
440.94
0.00
137.42
2637.53
0.63
266318.00
173472.00
746.10
4729.22
172.86
1989
165.00
250.00
320.44
295.51
268.32
428.34
0.00
37.33
2729.65
0.63
301246.00
176336.00
1882.60
4710.29
185.25
1990
185.00
270.00
288.54
254.00
49.58
415.75
0.00
164.80
2296.74
0.63
322759.00
179379.00
1384.30
4698.80
186.39
1991
210.00
295.00
312.31
244.13
170.99
160.00
0.00
161.00
1717.49
0.63
342875.00
182940.00
1384.30
4641.22
181.81
1992
220.00
330.00
286.08
235.17
597.58
166.96
0.00
166.80
1916.71
0.63
365023.00
186043.00
2065.40
4603.32
182.80
1993
240.00
340.00
259.39
215.63
24.32
171.50
0.00
158.00
2115.94
0.63
388735.00
186136.00
1618.80
4588.02
179.58
1994
260.00
360.00
357.67
270.78
633.05
188.00
0.00
161.00
1586.69
0.63
418046.00
192217.00
524.80
4582.01
174.82
1995
318.60
400.00
327.39
304.25
1807.88
207.89
0.00
279.90
2605.70
0.63
452381.00
195283.00
1835.60
4580.79
182.49
1996
330.00
450.00
365.83
331.80
2149.76
238.19
0.00
346.30
2352.78
0.63
490683.00
198320.00
2179.30
4518.39
170.17
1997
400.00
525.00
337.83
289.96
349.68
205.78
0.00
998.50
2507.23
0.63
627695.00
201353.00
1408.70
4419.77
188.05
1998
1115.00
800.00
314.72
275.99
2895.12
169.19
0.00
2878.60
2173.88
0.63
955754.00
204393.00
2172.60
4446.38
189.73
1999
1088.40
1400.00
248.49
216.21
4742.00
145.40
0.00
59436.00
2952.74
0.63
1099732.00
207437.00
1296.70
4400.95
191.42
2000
1352.81
1400.00
202.79
173.56
1356.09
134.77
430.00
28107.00
3060.59
0.63
1389770.00
205132.00
1101.20
4290.86
193.11
82
Lampiran 2. Lanjutan TAHUN
HPUK
HPP
HBRD
HIMB
JIMB
HGDM
TRIF
TKU
CRAH
FK
PPI
JPI
STOK
LAI
TPPUK
2001
1334.29
1500.00
172.59
152.76
645.97
152.35
430.00
20863.00
2515.63
0.63
1646322.00
207995.00
1338.99
4113.20
194.79
2002
1400.32
1519.00
192.12
175.13
1810.00
161.93
430.00
22332.00
2026.00
0.63
1821833.00
210898.00
1676.49
4053.18
196.48
2003
1596.87
1725.00
196.75
181.55
1428.51
199.94
430.00
23950.00
2556.36
0.63
2013675.00
213841.00
2043.72
4005.86
198.17
2004
1626.77
1725.00
237.65
225.43
246.26
211.85
430.00
32376.00
2506.80
0.63
2295826.00
216826.00
2140.40
3893.67
199.85
2005
1758.06
1740.00
286.27
265.43
195.02
213.47
450.00
36678.00
2524.53
0.63
2774281.00
219852.00
1470.50
3484.06
201.54
2006
1865.46
2250.00
305.05
277.22
439.78
199.60
450.00
45003.00
1657.64
0.63
3339217.00
222747.00
1093.37
4679.29
203.23
2007
1200.00
2575.00
326.56
306.49
482.10
260.18
450.00
55905.00
2391.40
0.63
3949321.00
225642.00
1274.05
4754.84
204.91
2008
1200.00
2800.00
650.38
534.31
289.27
448.53
430.00
66160.00
3010.00
0.63
4954029.00
228523.00
1443.94
4841.58
206.60
2009 2336.37 3000.00 570.88 464.20 250.28 142.58 430.00 75392.00 1878.41 0.63 Sumber : Badan Pusat Statistik, Kemetrian Pertanian, Kementrian Perdagangan,dan Badan Urusan Logistik
5631441.00
231370.00
1912.41
4898.82
208.29
83
Lampiran 3. Nama Variabel yang Digunakan dalam Model Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia TREN IHK IHKAS EXCT LAP LLAP TPP PB PRDV LPRDV QDBR LQDBR QSBR LQSBR HRGTP LHRGTP HRBER HRJTP HRPUK LHRPUK HRPP HRIMB LHRIMB HRBRD HRGDM RHBRGD JIMB LJIMB TRIF TKU CRAH FK
= Trend Waktu = Indeks Harga Konsumen Indonesia = Indeks Harga Konsumen Amerika Serikat = Nilai Tukar Riil (Rp/US$) = Luas area panen padi (000 Ha) = Luas area panen padi t-1 (000 Ha) = Total produksi padi (000 Ton) = Produksi beras (000 Ton) = Produktivitas padi (Ton/Ha) = Produktivitas padi t-1 (Ton/Ha) = Permintaan beras indonesia (Ton) = Permintaan beras indonesia t-1 (Ton) = Penawaran beras (Ton) = Penawaran beras t-1 (Ton) = Harga riil gabah tingkat petani (Rp/Kg) = Harga riil gabah tingkat petani t-1 (Rp/Kg) = Harga riil beras Indonesia (Rp/Kg) = Harga riil jagung tingkat petani (Rp/kg) = Harga riil pupuk urea (Rp/Kg) = Harga riil pupuk urea t-1 (Rp/Kg) = Harga riil pembelian pemerintah (Rp/Kg) = Harga riil beras impor Indonesia (US$/Ton) = Harga riil beras impor Indonesia t-1 (US$/Ton) = Harga riil beras dunia (US$/Ton) = Harga riil Gandum (US$/Ton) = Rasio harga riil beras Indonesia dengan harga riil gandum = Jumlah impor beras (000 Ton) = Jumlah impor beras t-1 (000 Ton) = Tarif impor beras (Rp/Kg) = Total kredit usahatani padi (Rp Juta) = Curah hujan (mm/tahun) = Faktor Konversi (0,63)
84
Lampiran 3. Lanjutan LAI JPI PPI TPPUK STPPUK STOK LSTOK MPB
= Luas areal irigasi sawah (000 Ha) = Jumlah penduduk indonesia (000 jiwa) = Pendapatan perkapita penduduk Indonesia (Rp) = Total penggunaan pupuk urea (Kg/Ha) = Perubahan penggunaan pupuk urea (Kg/Ha) = Stok beras (000 Ton) = Stok beras t-1 (000 Ton) = Marjin pemasaran beras (Rp/Kg)
85
Lampiran 4. Hasil Estimasi Persamaan Luas Areal Panen Padi The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
LUAS_ARE LAP LUAS AREAL PANEN PADI
Analysis of Variance
Source Model Error Corrected Total
DF 6 22 28
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
Sum of Squares 26196460 2676345 28799022
Mean Square 4366077 121652.0
348.78651 10984.0452 3.17539
F Value 35.89
R-Square Adj R-Sq
Pr > F <.0001
0.90731 0.88203
Parameter Estimates
Variable Intercept HRGTP
DF 1 1
Parameter Estimate 1036.862 21.12838
Standard Error 1420.720 40.19645
t Value 0.73 0.53
Pr > |t| 0.23660 0.30220
HRJTP
1
-20.2907
42.26457
-0.48
0.31795
TKU
1
0.006990
0.007393
0.95
0.17735
LHRPUK
1
-7.89445
15.87096
-0.50
0.31190
CRAH LLAP
1 1
0.070937 0.892467
0.181716 0.135944
0.39 6.56
0.35000 0.00005
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
2.499002 29 -0.26479
Variable Label Intercept HARGA RIIL GABAH TINGKAT PETANI HARGA RIIL JAGUNG TINGKAT PETANI TOTAL KREDIT USAHATANI HARGA RIIL PUPUK UREA t-1 CURAH HUJAN LUAS AREAL PANEN PADI t-1
86
Lampiran 5. Hasil Estimasi Persamaan Produktivitas Padi The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
PRDV_PDI PRDV PRODUKTIVITAS PADI
Analysis of Variance
Source Model Error Corrected Total
DF 5 23 28
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
Sum of Squares 2.968915 0.111911 3.082083
Mean Square 0.593783 0.004866
0.06975 4.30183 1.62151
F Value 122.03
R-Square Adj R-Sq
Pr > F <.0001
0.96368 0.95578
Parameter Estimates
Variable Intercept HRGTP
DF 1 1
Parameter Estimate 0.738218 0.004071
Standard Error 0.326940 0.004571
t Value 2.26 0.89
Pr > |t| 0.01685 0.19120
STPPUK
1
0.000180
0.001933
0.09
0.46333
LAI
1
8.856E-6
0.000036
0.24
0.40495
TKU
1
1.585E-6
1.21E-6
1.31
0.10165
LPRDV
1
0.812015
0.054076
15.02
0.00005
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.770012 29 0.114623
Variable Label Intercept HARGA RIIL GABAH TINGKATPETANI PERUBAHAN PENGGUNAAN PUPUK UREA LUAS AREAL IRIGASI SAWAH TOTAL KREDIT USAHATANI PRODUKTIVITAS PADI t-1
87
Lampiran 6. Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Gabah Tingkat Petani The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
HRGA_GBH HRGTP HARGA RIIL GABAH TINGKAT PETANI
Analysis of Variance
Source Model Error Corrected Total
DF 4 24 28
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
Sum of Squares 940.3766 60.03979 1008.028
Mean Square 235.0942 2.501658
1.58166 12.61008 12.54284
F Value 93.98
R-Square Adj R-Sq
Pr > F <.0001
0.93999 0.92998
Parameter Estimates
Variable Intercept HRPP
DF 1 1
Parameter Estimate -0.88770 0.649323
Standard Error 3.193479 0.094685
t Value -0.28 6.86
Pr > |t| 0.39170 0.00005
TPP
1
-0.00009
0.000068
-1.30
0.10245
HRIMB
1
1.850987
0.356181
5.20
0.00005
LHRGTP
1
0.260733
0.117920
2.21
0.01840
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.585179 29 0.205311
Variable Label Intercept HARGA RIIL PEMBELIAN PEMERINTAH TOTAL PRODUKSI PADI HARGA RIIL BERAS IMPOR INDONESIA HARGA RIIL GABAH TINGKAT PETANIt-1
88
Lampiran 7. Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Beras The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
DEMD_BRS QDBR PERMINTAAN BERAS
Analysis of Variance
Source Model Error Corrected Total
DF 4 24 28
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
Sum of Squares 4.2226E8 30704763 4.5296E8
Mean Square 1.0556E8 1279365
1131.09024 27484.6094 4.11536
F Value 82.51
R-Square Adj R-Sq
Pr > F <.0001
0.93221 0.92092
Parameter Estimates
DF 1 1
Parameter Estimate -1872.99 -12.8002
Standard Error 3837.549 39.36567
t Value -0.49 -0.33
Pr > |t| 0.3150 0.3740
PPRI
1
1.305922
32.05297
0.04
0.4839
JPI
1
0.087986
0.051335
1.71
0.0497
LQDBR
1
0.463377
0.235959
1.96
0.0306
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.679676 29 0.123424
Variable Intercept RHBRGD
Variable Label Intercept RASIO HARGA RIIL BERAS INDONESIA DENGAN HARGA RIIL GANDUM PENDAPATAN RIIL PER KAPITA INDONESIA JUMLAH PENDUDUK INDONESIA PERMINTAAN BERAS t-1
89
Lampiran 8. Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Beras Indonesia The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
HRGA_BRS HRBER HARGA RIIL BERAS INDONESIA
Analysis of Variance
Source Model Error Corrected Total
DF 2 26 28
Sum of Squares 5503.927 1710.022 7208.914
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
Mean Square 2751.964 65.77008
8.10988 24.32809 33.33543
F Value 41.84
Pr > F <.0001
R-Square Adj R-Sq
0.76296 0.74472
Parameter Estimates
Variable Intercept QSBR TREN
DF 1 1 1
Parameter Estimate 22.40641 -0.00113
Standard Error 22.39169 0.001029
2.282774
0.619109
t Value 1.00 -1.09
Pr > |t| 0.1631 0.1420
3.69
0.0006
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
Variable Label Intercept PENAWARAN BERAS TREND WAKTU
0.542043 29 0.592892
90
Lampiran 9. Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Beras Impor Indonesia The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
HRGA_IMP HRIMB HARGA RIIL BERAS IMPOR INDONESIA
Analysis of Variance
Source Model Error Corrected Total
DF 5 23 28
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
Sum of Squares 22.02465 3.284766 25.30941
Mean Square 4.404929 0.142816
0.37791 3.41582 11.06353
F Value 30.84
R-Square Adj R-Sq
Pr > F <.0001
0.87022 0.84200
Parameter Estimates
Variable Intercept HRBRD
DF 1 1
Parameter Estimate 0.303992 0.728149
Standard Error 0.462624 0.114121
t Value 0.66 6.38
Pr > |t| 0.25880 0.00005
TRIF EXCT
1 1
0.000700 -7.66E-6
0.000809 0.000069
0.87 -0.11
0.19780 0.45635
TREN LHRIMB
1 1
-0.01764 0.150052
0.023862 0.134569
-0.74 1.12
0.23360 0.13815
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.521936 29 0.224619
Variable Label Intercept HARGA RIIL BERAS DUNIA TARIF IMPOR BERAS NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR TREND WAKTU HARGA RIIL BERAS IMPOR INDONESIAt-1
91
Lampiran 10. Hasil Estimasi Persamaan Jumlah Impor Beras Indonesia The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
IMPR_BRS JIMB JUMLAH IMPOR BERAS
Analysis of Variance
Source Model Error Corrected Total
DF 5 23 28
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
Sum of Squares 8076684 23063278 31015159
Mean Square 1615337 1002751
1001.37466 807.30962 124.03849
F Value 1.61
R-Square Adj R-Sq
Pr > F 0.1970
0.25937 0.09836
Parameter Estimates
DF 1 1
Parameter Estimate -1253.40 -134.354
Standard Error 3690.553 273.7519
t Value -0.34 -0.49
Pr > |t| 0.3686 0.3141
EXCT LSTOK JPI
1 1 1
-0.08369 -0.24008 0.015252
0.133503 0.401541 0.019796
-0.63 -0.60 0.77
0.2685 0.2779 0.2245
LJIMB
1
0.439261
0.197420
2.23
0.0181
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.806325 29 0.091006
Variable Intercept HRIMB
Variable Label Intercept HARGA RIIL BERAS IMPOR INDONESIA NILAI TUKAR RIIL STOK BERAS t-1 JUMLAH PENDUDUK INDONESIA JUMLAH IMPOR BERAS t-1
92
Lampiran 11. Hasil Validasi Model Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia Tahun 2000-2009 The SAS System The SIMNLIN Procedure Model Summary Model Variables Endogenous Exogenous Parameters Range Variable ID Variables Equations Number of Statements Program Lag Length
24 11 13 38 TAHUN 1 11 20 1
The SAS System The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Data Set Options DATA= OUT=
VALIDASI A
Solution Summary Variables Solved Simulation Lag Length Solution Range First Last Solution Method CONVERGE= Maximum CC Maximum Iterations Total Iterations Average Iterations
11 1 TAHUN 2000 2009 NEWTON 1E-8 4.8E-12 2 20 2
Observations Processed Read Lagged Solved First Last
Variables Solved For
11 1 10 21 30
LAP PRDV TPP PB HRGTP QDBR QSBR HRBER HRIMB JIMB MPB
93
Lampiran 11. Lanjutan The SAS System The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range TAHUN = 2000 To 2009
Variable LAP
Descriptive Statistics Actual Predicted Mean Std Dev Mean Std Dev 11921.0 435.7 12148.8 297.4
N Obs 10
N 10
PRDV
10
10
4.6124
0.2015
4.5828
0.1879
TPP
10
10
55056.4
4395.9
55719.2
3591.5
PB
10
10
34685.5
2769.4
35103.1
2262.6
HRGTP
10
10
18.6872
5.6731
18.5269
5.7598
QDBR
10
10
31441.2
1924.7
31437.2
1547.0
QSBR
10
10
35338.3
2366.5
36337.9
1948.8
HRBER
10
10
42.7777
11.9958
39.5553
5.1157
HRIMB
10
10
2.7304
1.0909
2.7274
1.0804
JIMB
10
10
714.3
590.8
1296.4
496.4
MPB
10
10
24.0905
6.3473
21.0284
4.9404
Mean % Error 1.9543
Statistics of fit Mean Abs Mean Abs Error % Error 242.6 2.0691
RMS Error 281.6
Label LUAS AREAL PANEN PADI PRODUKTIVITAS PADI TOTAL PRODUKSI PADI PRODUKSI BERAS HARGA RIIL GABAH TINGKAT PETANI PERMINTAAN BERAS PENAWARAN BERAS HARGA RIIL BERAS INDONESIA HARGA RIIL BERAS IMPOR INDONESIA JUMLAH IMPOR BERAS MARJIN PEMASARAN BERAS
Variable LAP
N 10
Mean Error 227.8
RMS % Error R-Square 2.4229 0.5359
PRDV
10
-0.0296
-0.6309
0.0313
0.6679
0.0435
0.9227
0.9482
TPP
10
662.8
1.3126
909.8
1.6965
1124.6
2.1281
0.9273
PB
10
417.6
1.3126
573.2
1.6965
708.5
2.1281
0.9273
HRGTP
10
-0.1603
-0.3170
1.2806
7.7894
1.4777
9.2005
0.9246
QDBR
10
-3.9636
0.1469
1198.4
3.7414
1461.7
4.4927
0.3592
QSBR
10
999.7
2.9190
1023.9
2.9791
1196.9
3.5475
0.7158
HRBER
10
-3.2225
-3.6974
7.0165
14.7118
9.5435
17.9671
0.2967
HRIMB
10
-0.00292
0.4683
0.1478
5.6638
0.1703
6.7605
0.9729
JIMB
10
582.1
170.6
718.4
178.8
762.8
211.2
-.8523
MPB
10
-3.0622
-6.2698
7.5656
28.4439
9.7848
32.4064
-1.641
94
Lampiran 11. Lanjutan The SAS System The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range TAHUN = 2000 To 2009 Theil Forecast Error Statistics MSE Decomposition Proportions Bias Reg Dist Var Covar Inequality Coef (UM) (UR) (UD) (US) (UC) U1 U 0.65 0.16 0.18 0.22 0.13 0.0236 0.0117
Variable LAP
N 10
MSE 79296.1
Corr (R) 0.96
PRDV
10
0.00189
0.99
0.46
0.06
0.48
0.09
0.45
0.0094
0.0047
TPP
10
1264697
0.99
0.35
0.42
0.23
0.46
0.19
0.0204
0.0101
PB
10
501958
0.99
0.35
0.42
0.23
0.46
0.19
0.0204
0.0101
HRGTP
10
2.1835
0.96
0.01
0.04
0.95
0.00
0.99
0.0760
0.0381
QDBR
10
2136640
0.63
0.00
0.05
0.95
0.06
0.94
0.0464
0.0232
QSBR
10
1432560
0.97
0.70
0.07
0.23
0.11
0.19
0.0338
0.0167
HRBER
10
91.0791
0.66
0.11
0.07
0.81
0.47
0.42
0.2156
0.1135
HRIMB
10
0.0290
0.99
0.00
0.00
1.00
0.00
1.00
0.0583
0.0292
JIMB
10
581830
0.55
0.58
0.04
0.37
0.01
0.40
0.8401
0.3335
MPB
10
95.7433
-0.50
0.10
0.62
0.28
0.02
0.88
0.3940
0.2110
Theil Relative Change Forecast Error Statistics
Variable LAP
Relative Change Corr N MSE (R) 10 0.000577 0.81
MSE Decomposition Bias Reg Dist (UM) (UR) (UD) 0.65 0.05 0.30
Proportions Var Covar Inequality Coef (US) (UC) U1 U 0.16 0.18 1.0215 0.4499
PRDV
10
0.000090
0.91
0.47
0.22
0.31
0.35
0.19
0.4542
0.2854
TPP
10
0.000453
0.86
0.37
0.20
0.43
0.39
0.23
0.5841
0.2793
PB
10
0.000453
0.86
0.37
0.20
0.43
0.39
0.23
0.5841
0.2793
HRGTP
10
0.00820
0.90
0.03
0.02
0.95
0.14
0.83
0.4033
0.2198
QDBR
10
0.00211
0.52
0.00
0.20
0.80
0.00
1.00
0.8843
0.4515
QSBR
10
0.00118
0.93
0.70
0.06
0.24
0.12
0.19
0.7279
0.3514
HRBER
10
0.0426
0.36
0.08
0.23
0.69
0.01
0.91
1.0308
0.5634
HRIMB
10
0.00412
0.98
0.01
0.22
0.77
0.32
0.67
0.2396
0.1285
JIMB
10
3.0505
0.56
0.50
0.35
0.15
0.15
0.35
2.1554
0.6336
MPB
10
0.1421 -0.11
0.06
0.73
0.20
0.12
0.82
2.0071
0.766
95
Lampiran 12. Hasil Simulasi Model 1. Penurunan Tarif Impor Sebesar 20 persen No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Variabel LAP PRDV TPP PB HRGTP QDBR QSBR HRBER HRIMB JIMB MPB
Nilai Dasar 12148.8 4.5828 55719.2 35103.1 18.5269 31437.2 36337.9 39.5553 2.7274 1296.4 21.0284
Nilai Akhir 12135.4 4.5806 55630.6 35047.3 18.3667 31436.8 36297.7 39.6008 2.6569 1312 21.2341
Perubahan (%) -0.11 -0.05 -0.16 -0.16 -0.86 0.00 -0.11 0.12 -2.58 1.20 0.98
Label Luas Areal Panen Padi Produktivitas Padi Total Produksi Padi Produksi Beras Harga Riil Gabah Tingkat Petani Permintaan Beras Penawaran Beras Harga Riil Beras Indonesia Harga Riil Beras Impor Indonesia Jumlah Impor Beras Indonesia Marjin Pemasaran Beras
Nilai Akhir 12081.6 4.5721 55276.9 34824.4 17.7257 31435.1 36137.1 39.7822 2.3746 1374.3 22.0565
Perubahan (%) -0.55 -0.23 -0.79 -0.79 -4.32 -0.01 -0.55 0.57 -12.94 6.01 4.89
Label Luas Areal Panen Padi Produktivitas Padi Total Produksi Padi Produksi Beras Harga Riil Gabah Tingkat Petani Permintaan Beras Penawaran Beras Harga Riil Beras Indonesia Harga Riil Beras Impor Indonesia Jumlah Impor Beras Indonesia Marjin Pemasaran Beras
2. Tarif Impor Nol No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Variabel LAP PRDV TPP PB HRGTP QDBR QSBR HRBER HRIMB JIMB MPB
Nilai Dasar 12148.8 4.5828 55719.2 35103.1 18.5269 31437.2 36337.9 39.5553 2.7274 1296.4 21.0284
3. Harga Riil Pembelian Pemerintah Naik Sebesar 10 Persen dan Tarif Impor Nol No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Variabel LAP PRDV TPP PB HRGTP QDBR QSBR HRBER HRIMB JIMB MPB
Nilai Dasar 12148.8 4.5828 55719.2 35103.1 18.5269 31437.2 36337.9 39.5553 2.7274 1296.4 21.0284
Nilai Akhir 12227.1 4.5952 56237.6 35429.7 19.5396 31441.8 36742.4 39.0982 2.3746 1374.3 19.5586
Perubahan (%) 0.64 0.27 0.93 0.93 5.47 0.01 1.11 -1.16 -12.94 6.01 -6.99
Label Luas Areal Panen Padi Produktivitas Padi Total Produksi Padi Produksi Beras Harga Riil Gabah Tingkat Petani Permintaan Beras Penawaran Beras Harga Riil Beras Indonesia Harga Riil Beras Impor Indonesia Jumlah Impor Beras Indonesia Marjin Pemasaran Beras
96
Lampiran 12. Lanjutan 4. Harga Riil Pembelian Pemerintah Naik Sebesar 10 Persen, Harga Riil Pupuk Urea Turun Sebesar 10 Persen, dan Tarif Impor Nol No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Variabel LAP PRDV TPP PB HRGTP QDBR QSBR HRBER HRIMB JIMB MPB
Nilai Dasar 12148.8 4.5828 55719.2 35103.1 18.5269 31437.2 36337.9 39.5553 2.7274 1296.4 21.0284
Nilai Akhir 12282.2 4.5949 56490.6 35589.1 19.5104 31443.6 36901.7 38.9182 2.3746 1374.3 19.4078
Perubahan (%) 1.10 0.26 1.38 1.38 5.31 0.02 1.55 -1.61 -12.94 6.01 -7.71
Label Luas Areal Panen Padi Produktivitas Padi Total Produksi Padi Produksi Beras Harga Riil Gabah Tingkat Petani Permintaan Beras Penawaran Beras Harga Riil Beras Indonesia Harga Riil Beras Impor Indonesia Jumlah Impor Beras Indonesia Marjin Pemasaran Beras
5. Total Kredit Usahatani Naik Sebesar 15 Persen, Harga Riil Pembelian Pemerintah Naik Sebesar 10 Persen, dan Tarif Impor Nol No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Variabel LAP PRDV TPP PB HRGTP QDBR QSBR HRBER HRIMB JIMB MPB
Nilai Dasar 12148.8 4.5828 55719.2 35103.1 18.5269 31437.2 36337.9 39.5553 2.7274 1296.4 21.0284
Nilai Akhir 12361.8 4.6212 57198.3 36034.9 19.4313 31448.4 37347.6 38.4143 2.3746 1374.3 18.983
Perubahan (%) 1.75 0.84 2.65 2.65 4.88 0.04 2.78 -2.88 -12.94 6.01 -9.73
Label Luas Areal Panen Padi Produktivitas Padi Total Produksi Padi Produksi Beras Harga Riil Gabah Tingkat Petani Permintaan Beras Penawaran Beras Harga Riil Beras Indonesia Harga Riil Beras Impor Indonesia Jumlah Impor Beras Indonesia Marjin Pemasaran Beras
97
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta 19 Februari 1989, anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Agus Miraz dan Surti Trisilowati. Tahun 2001 penulis lulus dari SD Islam PB Soedirman Jakarta Timur dan pada tahun 2004 penulis lulus dari SMP Islam PB Soedirman Jakarta Timur. Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 48 Jakarta Timur, dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB), Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama masa kuliah penulis aktif dalam kepanitian seperti sportakuler, greenation, BGTC, dan ESL-day. Selain itu, penulis juga pernah mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK) di tahun 2010.
98