I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Berlakunya Asean Free Trade Area (AFTA) pada tahun 2003 menyebabkan perusahaan di setiap negara khususnya di wilayah ASEAN dihadapkan pada situasi persaingan global. Persaingan global ini memberikan banyak pilihan kepada pelanggan di mana mereka semakin sadar biaya (cost conscious) dan sadar nilai (value conscious) dalam meminta produk dan jasa yang berkualitas tinggi. Agar dapat bertahan dan berhasil dalam lingkungan seperti itu, perusahaan harus menciptakan value bagi pelanggan dalam bentuk produk dan jasa serta pelayanan berkualitas, sehingga perusahaan juga akan memperoleh value. Perusahaan jasa perlu mengutamakan konsistensi melalui pengembangan suatu sistem yang dapat mendukung kinerja para pekerjanya (Narsa dan Yuniawati, 2003). Perusahaan pesaing tidak hanya meningkat dari sisi jumlah pesaing saja tetapi juga dari sisi intensitas persaingan. Oleh karena itu, agar dapat mempertahankan eksistensi dalam persaingan, perusahaan harus lebih efektif dan efisien serta menguntungkan, dalam hal ini adalah strategi merebut pasar, strategi pemasaran ataupun strategi dalam sistem manajemen yang ada. Kebutuhan perusahaan untuk meningkatkan mutu produk/jasa serta kepuasan pelanggan semakin besar. Oleh karena itu, perusahaan berusaha memenangkan persaingan dengan meningkatkan mutu produk/jasa, sehingga dapat memberikan kepuasan pelanggan (Susilawati et al., 2005). Pengukuran kinerja yang tepat sangat diperlukan agar perusahaan mengetahui sejauh mana kondisi baik dan buruknya perusahaan bila ditinjau dari segi keuangan maupun
non keuangan, baik jangka pendek maupun jangka panjang, sehingga perusahaan akan tetap mampu memicu keunggulan dalam rangka memenangkan persaingan bisnis yang kompetitif saat ini. Dewasa ini banyak perusahaan yang masih menggunakan sistem pengukuran tradisional, dalam sistem tersebut masih terdapat kekurangan dalam menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk mengukur dan mengelola semua kompetensi yang dapat memicu keunggulan kompetitif perusahaan. Sistem pengukuran tradisional hanya menekankan pada aspek pengukuran yang bersifat keuangan, sehingga tidak mampu mencerminkan kompleksitas dari seluruh kegiatan perusahaan yang ada karena tidak memperhitungkan aspek-aspek lain. Padahal diketahui bahwa sisi keuangan hanyalah outcome dari keseluruhan proses yang dilakukan oleh perusahaan. Oleh karena itu, dibutuhkan sistem pengukuran yang dapat menghubungkan pengukuran-pengukuran keuangan dan non keuangan yang lebih berfokus pada tindakan pengukuran penting bagi inisiatif strategi yang dapat membantu para manajer kunci untuk memahami tidak hanya pada apa yang akan dicapai, tetapi juga bagaimana tujuan dapat dicapai secara lebih baik. Sistem pengukuran kinerja strategi yang baik adalah sistem yang seimbang dan mengintegrasikan berbagai faktor penting perusahaan yang meliputi variabelvariabel input, proses dan output. Salah satu sistem pengukuran kinerja strategi yang mampu mengatasi keterbatasan dalam sistem pengukuran tradisional adalah sistem pengukuran Balanced Scorecard yang dirancang oleh Robert S. Kaplan dan David F. Norton, yaitu suatu sistem pengukuran yang mampu mengevaluasi kinerja dengan menghubungkan aspek keuangan dan non keuangan.
2
Balanced Scorecard System merupakan indikator dan ukuran mengenai berbagai aspek strategi bisnis, di samping itu Balanced Scorecard tidak hanya mengukur hasil akhir (outcome) tetapi juga aktivitas-aktivitas penentu hasil akhir (Driver). Dengan sistem Balanced Scorecard, perusahaan diharapkan dapat melihat dan menentukan di mana nilai dapat diciptakan, di mana investasi dan perbaikan perlu dilakukan dan di mana strategi bisnis tertentu dapat sukses diimplementasikan. Balanced Scorecard digunakan untuk menerjemahkan strategi ke dalam tindakan berdasarkan visi yang dimiliki perusahaan. Penerapan Balanced Scorecard dapat menunjang kebutuhan perusahaan untuk memperoleh gambaran pengukuran kinerja searah menyeluruh agar dapat mencapai keberhasilan di masa mendatang. Balanced Scorecard membantu para manajer untuk melihat bisnis dari empat sudut pandang penting yang seimbang, yaitu perspektif keuangan (financial), perspektif pelanggan (customer), perspektif proses bisnis internal (internal business process) dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth). Melalui Balanced Scorecard, fokus perusahaan tidak hanya dititikberatkan pada perspektif keuangan saja, tetapi para manajer juga dituntut memperhatikan perspektif lainnya dalam rangka mencapai tujuan jangka panjang perusahaan. Pembangunan di Kalimantan Timur terus berkembang pesat sebagai sambutan atas bergulirnya otonomi daerah. Pembangunan tersebut didanai melalui PAD (Pendapatan Asli Daerah). www.samarinda.go.id (2006) menyampaikan bahwa pada tahun 2006 PAD Kalimantan Timur mencapai Rp 812.167.000.000. Kaltimpost (2006) menambahkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kutai
3
Kartanegara dari sektor pertambangan meningkat tajam pada tahun 2006. Berdasarkan data yang diterima Komisi III Kabupaten Kutai Kartanegara, PAD sektor pertambangan kini hampir mencapai Rp 4,5 miliar per bulan, pada tahun sebelumnya berada pada kisaran Rp 200 juta per bulan. http://pertambangan.kaltim.go.id (2006) mengatakan bahwa secara umum, investasi subsektor pertambangan umum di Kalimantan Timur pada tahun 2005 menunjukkan perkembangan cukup baik. Realisasi investasi sepanjang tahun 2005 diperkirakan mencapai US$ 880,04 juta dengan investasi KK dan PKP2B menempati porsi terbesar terhadap peningkatan investasi. Jenis pertambangan utama di Kalimantan timur adalah batu bara, minyak bumi dan gas alam. Salah satu sumber PAD berasal dari pajak yang dibayar oleh usaha pertambangan. Pemerintah sejak 1 Februari 2005 menunjuk kontraktor, yang terikat dalam kontrak perjanjian kerja sama dengan pemerintah RI di bidang pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi (kontraktor migas), untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 11/PMK.03/2005. Pemungutan PPN dan PPnBM dilakukan kontraktor migas kepada rekanan atau Pengusaha Kena Pajak (PKP), pada saat penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP). Besarnya PPN adalah 10 persen dari daftar pengenaan pajak, sementara PPnBM sesuai dengan UU Nomor 18 Tahun 2000. Kontraktor migas tidak akan memungut PPN dan PPnBM apabila pembayarannya hanya berjumlah paling banyak Rp 10 juta dan bukan pembayaran yang terpecah-pecah, pembayaran atau penyerahan BKP/JKP yang memperoleh fasilitas tidak dipungut PPN atau
4
dibebaskan dari pengenaan PPnBM, pembayaran atas penyerahan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan bukan BBM oleh Pertamina, pembayaran atas rekening telepon dan pembayaran atas jasa angkutan udara (Flamboyan, 2005). Rekanan juga diwajibkan untuk membuat faktur pajak standar untuk setiap penyerahan BKP/JKP kepada kontraktor. Kontraktor wajib menyetorkan PPN dan PPnBM yang dipungut paling lambat pada hari ke-15 bulan berikutnya setelah pemungutan, serta wajib melaporkannya kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) paling lambat pada hari ke-20 bulan berikutnya setelah pemungutan. Sementara itu, atas penyerahan BKP/JKP oleh rekanan kepada kontraktor yang dilakukan hingga 31 Januari 2005, PPN dan PPnBM dipungut oleh rekanan. Namun, apabila telah dipungut oleh kontraktor, maka wajib dilaporkan dan disetorkan paling lambat 15 Februari 2005. Ini untuk memudahkan kontraktor migas melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya (Flamboyan, 2005). Berbagai usaha pertambangan yang hadir seiring dengan lahirnya otonomi daerah adalah peluang yang dimanfaatkan daerah untuk mengelola dan memanfaatkan kekayaan alamnya. Namun, perusahaan pertambangan tidak dapat bekerja sendiri, mereka membutuhkan kontraktor yang lebih ahli dalam berbagai bidang pekerjaan, misalnya untuk menyewa kendaraan operasional, menyediakan tenaga kerja yang berkompeten dan menyediakan berbagai alat atau sparepart, selain untuk meminimalkan risiko dan memperkecil biaya produksi; penelitian Chandra et al. (2002) menunjukkan bahwa saat ini pelaku bisnis mulai mencari jalan yang lebih baik dan efektif untuk menyelesaikan proyek-proyek sesuai jadwal yang ditentukan dengan biaya yang lebih ekonomis dan kualitas yang baik. Namun dalam kenyataannya, beberapa proyek yang paling potensial dalam
5
menghasilkan keuntungan merupakan proyek yang kompleks dan mahal. Dengan alasan tersebut, mulai terpikirkan untuk membentuk suatu kerja sama sementara dalam suatu hubungan kontraktual (kemitraan). PT. Nova Bersaudara Jaya merupakan perusahaan kontraktor yang berdiri sejak tahun 2003 di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. PT. Nova Bersaudara Jaya memfokuskan usahanya dalam melayani berbagai jenis pekerjaan, yakni jasa penyewaan alat angkutan darat, laut dan udara; man power (penyediaan tenaga kerja); pengadaan alat, peralatan, suku cadang kendaraan bermotor dan pengujian.
1.2. Identifikasi Masalah Seiring dengan semakin banyak dan berkembangnya berbagai perusahaan kontraktor, PT. Nova Bersaudara Jaya harus dapat mempertahankan eksistensinya dalam dunia usaha dan guna memperoleh laba yang terus meningkat. Sehubungan dengan berkembangnya alat pengukuran kinerja yang ada, juga banyaknya perusahaan yang bergerak dalam sektor sejenis serta usaha untuk menyikapi selera pelanggan yang selalu berubah dari waktu ke waktu mendorong PT. Nova Bersaudara Jaya untuk selalu berupaya mencari konsep sistem pengukuran kinerja yang dapat sejalan dengan perkembangan zaman. Selama ini, kinerja perusahaan hanya diukur dari sisi keuangan dan pengambilan keputusan hanya didasarkan pada data-data keuangan tersebut, belum ada penilaian kinerja secara menyeluruh. Penilaian kinerja hanya pada aspek keuangan dapat menyulitkan perusahaan untuk mengambil suatu keputusan strategik karena hanya berorientasi pada jangka pendek dan kinerja aspek
6
keuangan hanyalah hasil akhir (outcome) dari keseluruhan proses yang telah dilakukan perusahaan di masa lalu. Tentu saja hal ini tidak rasional karena perusahaan harus mempertimbangkan keadaan faktor-faktor lain sebelum mengambil keputusan atau menentukan strategi. Pengukuran kinerja perusahaan yang terlalu ditekankan pada sudut pandang keuangan, sering menghilangkan sudut pandang lain yang tentu saja tidak kalah pentingnya, seperti pengukuran kepuasan/loyalitas pelanggan dan loyalitas karyawan, sehingga dalam suatu pengukuran kinerja, diperlukan suatu keseimbangan antara pengukuran kinerja keuangan dan non keuangan. Keseimbangan antara pengukuran kinerja keuangan dan non keuangan ini akan dapat membantu perusahaan dalam mengetahui dan mengevaluasi kinerjanya secara keseluruhan (Ciptani, 2000). PT. Nova Bersaudara Jaya melakukan kemitraan (vendor) dengan berbagai pihak, salah satunya adalah PT. X yang merupakan salah satu perusahaan migas di Kalimantan Timur. PT. X merupakan perusahaan penyewa kendaraan terbesar bagi PT. Nova Bersaudara Jaya (60-70% dari total unit yang dimiliki PT. Nova Bersaudara Jaya), namun PT. Nova Bersaudara Jaya bukan merupakan vendor terbesar bagi PT. X. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan strategi untuk mengatasi bila mana PT. X tidak lagi bersedia menerima PT. Nova Bersaudara Jaya sebagai salah satu vendor-nya. PT. X sebagai pelanggan terbesar bagi PT. Nova Bersaudara Jaya sering menggunakan bargaining power-nya untuk menekan PT. Nova Bersaudara Jaya. PT. X beranggapan bahwa kontrak didasarkan pada harga unit/bulan dan jumlah bulan dalam kontrak adalah haknya, tanpa memperhitungkan jangka waktu
7
per tanggal kontrak. Masalah utama di sini ialah PT. X sering melakukan pengembalian unit yang tidak dipakainya. Walaupun PT. X tetap membayar sesuai dengan nilai kontrak, unit tersebut akan menganggur dan ini menimbulkan biaya bagi PT. Nova Bersaudara Jaya. Sementara PT. X menginginkan unit yang dikembalikan tersebut dapat dipakainya sewaktu-waktu. Hal tersebut tidak hanya dilakukan oleh PT. X, namun juga oleh beberapa pelanggan lain. PT. Nova Bersaudara Jaya juga merupakan vendor terbesar dalam penyewaan kendaraan operasional bagi PT. Y yang merupakan perusahaan HTI (Hutan Tanaman Industri) di Kalimantan Timur. Namun, pelayanan PT. Nova Bersaudara Jaya yang dirasakan oleh PT. Y belum maksimal. Salah satunya ialah lambatnya PT. Nova Bersaudara Jaya dalam menyediakan kendaraan pengganti saat kendaraan yang disewa rusak. Harga sparepart dan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang terus mengalami kenaikan juga mempersulit PT. Nova Bersaudara Jaya karena harga atau nilai kontrak unit kendaraan tetap atau dengan kata lain tidak ada penyesuaian nilai kontrak terhadap kenaikan beban operasional tersebut. Di sisi lain, seluruh perusahaan penyewa kendaraan PT. Nova Bersaudara Jaya menginginkan agar PT. Nova Bersaudara Jaya memiliki kendaraan pengganti (cadangan) dengan jumlah memadai yang dapat mereka gunakan bila kendaraan yang disewa mengalami kerusakan. Sementara bagi PT. Nova Bersaudara Jaya, unit cadangan berarti unit yang menganggur. Pembayaran invoice/tagihan oleh beberapa perusahaan penyewa yang sering terlambat menyulitkan PT. Nova Bersaudara Jaya untuk melakukan perputaran uang tunainya. Belum lagi peningkatan biaya operasional yang timbul bila unit
8
beroperasi pada medan/daerah yang buruk. Selain itu, persaingan yang ketat di antara sesama perusahaan kontraktor di daerah operasi PT. Nova Bersaudara Jaya menuntut perusahaan bekerja secara efektif dan efisien agar keuntungan dari setiap kontrak akan menjadi lebih besar dengan harga sewa yang murah. PT. Nova Bersaudara Jaya membutuhkan supir yang berkualitas, kendaraan dengan keadaan yang baik, kendaraan pengganti (cadangan) yang siap sedia namun dalam jumlah memadai dan mekanik yang mampu memperbaiki kendaraan dalam waktu yang singkat namun memiliki hasil yang prima. Selain harga sewa, berbagai hal di atas menjadi poin penting bagi perusahaan yang akan menyewa kendaraan dari PT. Nova Bersaudara Jaya. Kesemuanya itu adalah demi mencapai kepuasan pelanggan dalam berkendara dengan unit yang disewa dari PT. Nova Bersaudara Jaya, sehingga nantinya akan tercipta loyalitas pelanggan. Kepuasan dan loyalitas pelanggan akan berdampak positif pada sisi keuangan perusahaan. Dengan kata lain, dibutuhkan alat ukur kinerja yang mampu merangkum keseluruhan perspektif di atas, yakni Balanced Scorecard.
1.3. Perumusan Masalah Berdasarkan hal tersebut di atas, perumusan masalah difokuskan pada analisis kinerja perusahaan dengan kerangka Balanced Scorecard pada PT. Nova Bersaudara Jaya dengan memperhatikan: 1. Key Performance Indicators (KPI) apa yang sesuai dalam penilaian kinerja PT. Nova Bersaudara Jaya pada perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif
proses
bisnis
internal,
pembelajaran?
9
dan
perspektif
pertumbuhan
dan
2. Bagaimana kinerja PT. Nova Bersaudara Jaya dari perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran? 3. Upaya apa yang harus dilakukan PT. Nova Bersaudara Jaya dalam upaya meningkatkan kinerjanya?
1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan
rumusan
permasalahan
tersebut,
tujuan
dilakukannya
penelitian ini ialah: 1. Mengidentifikasi Key Performance Indicators (KPI) guna merancang Balanced Scorecard PT. Nova Bersaudara Jaya berdasarkan perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. 2. Mengukur kinerja PT. Nova Bersaudara Jaya dengan menggunakan rancangan Balanced Scorecard berdasarkan perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif
proses
bisnis
internal,
dan
perspektif
pertumbuhan
dan
pembelajaran. 3. Merumuskan upaya-upaya peningkatan kinerja PT. Nova Bersaudara Jaya.
1.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat: 1. Memberi usulan rancangan dan hasil pengukuran Balanced Scorecard kepada perusahaan. 2. Memberi masukan tentang kinerja perusahaan, sehingga perusahaan dapat meningkatkan kinerjanya.
10
3. Penulis juga berharap hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan bagi pihak yang berkepentingan, menjadi referensi dalam institusi pendidikan dan sebagai sarana pembelajaran bagi diri penulis.
1.6. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menggunakan Balanced Scorecard yang dibatasi pada tingkat perusahaan. Penelitian ini dititikberatkan pada pembahasan penyewaan kendaraan darat karena walaupun PT. Nova Bersaudara Jaya juga mampu melayani jasa lainnya, namun hingga saat ini PT. Nova Bersaudara Jaya hanya pernah mendapatkan tender penyewaan kendaraan darat ataupun ditunjuk secara langsung oleh sebuah perusahaan untuk menjadi rekanannya. Jenis pekerjaan penyediaan tenaga kerja (man power) dan pengadaan suku cadang ditangani oleh perusahaan lain se-grupnya, yakni CV. Tiga Delima. Jenis pekerjaan penyediaan tenaga kerja (man power) dan pengadaan suku cadang baru didapatkan oleh PT. Nova Bersaudara Jaya pada pertengahan 2006, sementara belum terdapat data audit eksternal oleh lembaga audit independen untuk data keuangan tahun 2006. Penyewaan alat angkutan laut dan udara tidak pernah didapatkan oleh grup Nova Bersaudara. Penelitian ini dititikberatkan pada pengukuran kinerja perusahaan dengan empat perspektif, yaitu perspektif keuangan (financial), perspektif pelanggan (customers), perspektif proses bisnis internal (internal business process) dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth). Aplikasi dan implementasi dari sistem penilaian kinerja diserahkan sepenuhnya kepada pihak manajemen perusahaan.
11