Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016 ISBN .........................
Keragaan Tanaman Bawang Merah Di Lahan Rawa Lebak Tengahan Kalimantan Selatan Shallot Profile at Middle Swampy Land in South Kalimantan Lelya Pramudyani dan Aulia Dina Pramesti BPTP Kalimantan Selatan Jl Panglima Baturbarat no 4 Banjarbaru Kalimantan Selatan Email :
[email protected] HP : 081334520136
ABSTRACT Shallots are horticultural commodities have an important role in public life and economic value is high enough. On the other hand the potential of lowland swamp land in South Kalimantan is quite large. The purpose of this study was to determine the adaptive shallot varieties in swampy lands. The assessment was done in middle of swampy land in Muning village, Hulu Sungai Selatan District, South Kalimantan Province. Middle Swampy land are having flood for 3-6 months with water depths around 50-100 meters. This assessment uses 9 varieties of shallot, namely Manjung, Bima Brebes, Super Philip, Keta Monca, Biru Lancor, Tiron, Crok Kuning, Sri Kayangan, Rubaru. Each unit of this assessment is 40 m2 and repeated 3 times. Totally of the assessment area is 9 x 2 x 40 = 720 m2. The whole area is (100/65) x 720 m2 = 1107.7 m2. For reducing the rate of evapotranspiration was used Salvinia molesta dried. Results showed that the varieties which have highest productivity is Biru Lancor is 24.5 tonnes / ha with an average diameter bulbs 26 mm and an average weight of 35.33 grams of tubers per hill. It can be concluded that Biru Lancor is the most adaptive in swampy land. Keywords: swamp land, shallot varieties, adaptive ABSTRAK Bawang merah merupakan komoditas hortikultura mempunyai peran penting dalam kehidupan masyarakat dan memiliki nilai ekonomi cukup tinggi. Disisi lain potensi lahan rawa lebak di Kalimantan Selatan cukup besar. Tujuan dari pengkajian ini adalah mengetahui varietas bawang merah yang adaptif di lahan rawa lebak. Pengkajian dilakukan di lahan rawa lebak tengahan di desa Muning Kabupaten Hulu Sungai Selatan Provinsi Kalimantan Selatan. Rawa lebak tengahan merupakan lahan rawa lebak yang mempunyai masa genangan selama 3-6 bulan dengan kedalaman air antara 50-100 meter. Pengkajian ini menggunakan 9 varietas yaitu Manjung, Bima Brebes, Super Philip, Keta Monca, Biru Lancor, Tiron, Crok Kuning, Sri Kayangan, Rubaru. Luas petak pengkajian masing-masing varietas berukuran 40 m2 dan diulang sebanyak 3 kali sehingga jumlah luas pengkajian adalah 9 x 2 x 40 = 720 m2. Total luas luas pengkajian adalah (100/65) x 720 m2 = 1.107,7 m2. Untuk mengurangi laju evapotranspirasi digunakan mulsa alami dari gulma air Salvinia molesta yang telah dikeringkan. Hasil menunjukkan bahwa varietas yang mempunyai rata-rata produktivitas tertinggi adalah Biru Lancor yaitu 24.5 ton/ha dengan rata-rata diameter umbi 26 mm dan rata-rata bobot umbi per rumpun 35,33 gram. Kata Kunci : rawa lebak,varietas bawang merah, adaptif
504
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016 ISBN .........................
PENDAHULUAN Luas lahan rawa di Indonesia mencapai 33,4 juta ha yang tersebar di pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Luas lahan rawa lebak yang sudah direklamasi mencapai 480 ribu ha dan yang belum di reklamsi lebih dari 13 juta ha (Fagi dan Ananto, 2005; Widjaya-Adhi. et. al., 1992). Lahan rawa digolongkan ke dalam lahan basah tropik atau tropical wetlands (Lawoo, 1994). Di Indonesia lahan rawa dibedakan menjadi lahan rawa lebak dan lahan rawa pasang surut. Lahan rawa memiliki potensi yang besar untuk pengembangan pertanian.Salah satu teknologi penting untuk mendukung program tersebut adalah ketersediaan varietas unggul yang mampu beradaptasi dengan agroekosistem rawa (Harahap et al., 1984; Suriadiakrta, 2005) Lahan rawa lebak selalu tergenang air pada musim hujan dan kering pada musim kemarau. Tingkat dan lama kekeringan pada musim kemarau tergantung kepada tipe genangannya. Berdasarkan kedalaman dan lama genangannya, lahan rawa lebak di bagi dalam tiga katagori yaitu; lahan rawa lebak dangkal dengan kedalaman airnnya <50 cm dan lama genangan <3 bulan; lahan rawa lebak tengahan dengan kedalaman airnnya 50100 cm dan lama genangan 3-6 bulan; lahan rawa lebak dangkal dengan kedalaman airnnya >100 cm dan lama genangan > 6 bulan. Awal datangnya air, tinggi dan lama genangan sangat tergantung dengan curah hujan di cathment area dan kondisi vegetasinya, karena itu awal datangnya air dan fluktuasi air di lahan sulit diprediksi secara tepat (Fagi dan Ananto, 2005). Tanah lahan rawa lebak didominasi oleh jenis tanah alluvial, baik pada dataran sungai (riverine) maupun pantai (marine), dengan tekstur tanah medium sampai ringan, berdrainase jelek dan tergenang secara musiman. Di daerah endapan sungai tingkat kesuburan asli tanah (inherent fertility status) adalah medium sampai tinggi. Kesuburan tersebut disebabkan oleh terutama kandungan bahan organic medium sampai tinggi, kandungan liat yang cukup dan sedimentasi baru terjadi terus menerus (Fagi dan Ananto, 2005). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendapatkan varietas bawang merah yang adaptif di lahan rawa lebak. BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu
Percobaan lapang (on farm) dilaksanakan pada bulan Juni – Oktober 2015 di lahan rawa lebak tengahan Kabupaten Hulu Sungai Selatan Provinsi Kalimantan Selatan. Lahan rawa lebak tengahan di Desa Muning Kabupaten Hulu Sungai Selatan Provinsi Kalimantan Selatan merupakan lahan rawa lebak dengan kedalaman airnnya 50-100 cm dan lama genangan ± 6-8 bulan. Bahan dan Metode Benih bawang merah ditanam dengan menggunakan jarak tanam15 cm x 15 cm, sedangkan pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang yang telah difermentasikan sebanyak 5 ton/ha, pupuk majemuk NPK (16:16:16) dengan dosis 400 kg/ha, TSP 200 kg/ha dan KCL 200kg/ha (Sumarni dan Hidayat, 2005). Kapur pertanian (dolomit) diberikan sebanyak 2 ton/ha, arang sekam sebanyak 5kg/ha ,pupuk kandang dan pupuk TSP diberikan setelah pengolahan lahan selesasi dan sebelum tanam. Kemudian pupuk susulan I berupa setengah dosis pupuk NPK dan setengah dosis pupuk KCL diberikan pada umur 7 hari setelah tanam. Sisanya diberikan pada umur 16 hari setelah tanam. Untuk mengantisipasi kekeringan dan laju pertumbuhan gulma maka digunakan Salvinia 505
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016 ISBN .........................
molesta yang kering sebagai mulsa. Selain mulsa plastic, mulsa yang digunakan sebagai penutup tanah dapat berasal dari sisa-sisa tanaman. Pengkajian dilaksanakan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 2 ulangan. Perlakuannya adalah varietas bawang merah sebanyak 9 varietas yaitu Bima Brebes, Sri Kahyangan, Rubaru, Biru Lancor, Tiron, Manjung, Super Philip, Crok kuning, dan Keta monca. Luas petak pengkajian masing-masing varietas berukuran 40 m2, sehingga jumlah luas pengkajian adalah 9 x 2 x 40 = 720 m2 . Total luas luas pengkajian adalah (100/65) * 720 m2 = 1.107,7 m2. Data dianalisis menggunakan analisis ragam. Jika perlakuan berpengaruh nyata, dilakukan uji beda nilai tengah menggunakan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf = 5%. HASIL Sifat kimia tanah Dari hasil analisis laboratorium (Tabel 1), kondisi awal tanah pada lokasi pengkajian tergolong sangat masam dengan derajad kemasaman tanah sangat rendah yaitu 3.84. Untuk itu pada saat pengolahan lahan diberikan dolomit sebanyak 2 ton/ha. Dari Tabel 1 juga dapat dilihat bahwa kandungan bahan organiknya tinggi, kadar N dan P rendah, sedangkan kadar K sangat rendah dengan kapasitas tukar kation yang tinggi. Pada lokasi tersebut mempunyai kadar Ca-dd yang rendah dan Mg-dd yang sedang. Tekstur tanah tergolong pasir debu berliat. Tabel 1. Hasil analisis laboratorium pada tanah lokasi pengkajian Sifat Tanah
Nilai
Keterangan
pH H2O
3.84
Sangat masam
C –Organik (%)
5.881
Tinggi
N2 (Kjeldahl) (%)
0.826
Rendah
K dd (cmol(+)/kg)
0.140
Sangat rendah
Na dd (cmol(+)/kg)
0.243
rendah
Ca-dd (cmol(+)/kg)
2.783
rendah
Mg-dd (KCl 1 N) (cmol(+)/kg)
0.934
sedang
KTK (NH4OAc 1 M, pH 7) (cmol(+)/kg)
70.10
tingggi
P2O5 Bray 1 (ppm)
11.643
rendah
Tekstur : pasir
5.27
Liat debu berpasir
Debu
41.11
Liat debu berpasir
53.62 Liat Liat debu berpasir Sumber : Laboratorium Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa Kalimantan Selatan
Persentase benih tumbuh, jumlah umbi dan diameter umbi (mm). Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa data persentase pertumbuhan bibit bawang merah tidak berbeda nyata antar varietas. Rata-rata persentase pertumbuhan bibit masing-masing varietas menunjukkan angka yang tidak jauh berbeda sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2.
506
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016 ISBN .........................
Tabel 2. Data % tumbuh, diameter umbi (mm) dan jumlah umbi tanaman bawang merah yang ditanam di Desa Muning, Kecamatan Daha Selatan Kabupaten Hulu Sungai Selatan tahun 2015 Parameter Varietas Jumlah umbi Diameter umbi % tumbuh (buah) (mm) Bima Brebes 97 ns 8.1 abc 30.2 a Sri Kayangan 98 ns 9.7 a 27.1 ab Keta Monca 95 ns 4.3 def 6.13 d Biru Lancor 97 ns 8.0 abc 26.0 ab Crok Kuning 95 ns 9.7 a 25.2 bc Super Philip 97 ns 3.7 ef 24.8 bc Rubaru 95 ns 2.7 f 23.4 bc Manjung 97 ns 6.6 bcd 27.8 ab Tiron 97 ns 5.2 def 20.3 de Keterangan : angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf nyata 95%.
Pada Tabel 2 juga dapat diketahui bahwa varietas yang menghasilkan jumlah umbi terbanyak adalah Sri Kayangan dan Crok kuning yaitu 9,7 umbi. Sedangkan varietas yang mempunyai diameter umbi terbesar adalah Manjung (27.8 mm) dan Sri Kayangan dengan diameter umbi 27,1 mm. Varietas Rubaru mempunyai jumlah umbi yang sedikit dengan ukuran diameter umbi yang sama dengan rata-rata varietas lainnya. Sedangkan varietas Keta Monca mempunyai jumlah umbi sedikit dengan ukuran diameter umbi yang paling kecil. Bobot per rumpun (gram) ,umur panen (hari setelah tanam) dan produktivitas (ton/ha) Dari kesembilan varietas yang ditanam di Desa Muning, Kecamatan Daha Selatan Kabupaten Hulu Sungai Selatan varietas yang mempunyai bobot per rumpun tertinggi adalah varietas Biru Lancor yaitu 46,286 gram dan varietas yang mempunyai bobot umbi terendah adalah Rubaru yaitu 19,4 gram (Tabel 3). Sedangkan untuk umur penen tidak berbeda nyata pada semua varietas yaitu semua varietas dapat dipanen pada umur 7 minggu setelah tanam. Tabel 3. Bobot per rumpun (gram), umur panen (mst) dan produktivitas (t/ha) tanaman bawang merah yang ditanam di Desa Muning, Kecamatan Daha Selatan Kabupaten Hulu Sungai Selatan tahun 2015 Umur panen (MST) Provitas (t/ha) Bobot/rumpun (g) Varietas 12.00 b Bima Brebes 24.85 bc 7 3.25 c Sri Kayangan 23.85 c 7 6.75 bc Keta Monca 23.70 c 7 24.5 a Biru Lancor 46.286 a 7 13.5 b Crok Kuning 29.3 b 7 13.5 b Super Philip 35.33 ab 7 6.5 bc Rubaru 19.4 c 7 10.0 bc Manjung 29.09 b 7 13.00 b Tiron 39.4 ab 7 Keterangan : angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf nyata 95%. 507
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016 ISBN .........................
Varietas yang mempunyai produktivitas tertinggi adalah varietas Biru Lancor yaitu 24,5 ton/ha saat panen (bobot panen) sedangkan varietas Rubaru mempunyai produktivitas terendah yaitu 6.5 ton/ha (Tabel 3). PEMBAHASAN Persentase pertumbuhan bibit bawang merah semua varietas yang ditanam di lahan rawa lebak tengahan Desa Muning Kecamatan Daha Selatan Kabupaten Hulu Sungai Selatan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar varietas. Hampir semua varietas menunjukkan angka persentase pertumbuhan bibit yang sama yaitu berkisar antara 97%98%. Kisaran yang hampir sama ini menunjukkan keseragaman bibit yang digunakan, baik keseragaman umur panen maupun ukuran umbi bibit. Dalam pengkajian ini memang sebelumnya diupayakan untuk mendapatkan bibit yang seragam, asal bibit yang sama dan umur siap tanam yang seragam sehingga kondisi awal penelitian bisa se-homogen mungkin untuk menghindari bias data atau tingginya keragaman bibit bawang merah. Di sisi lain, keseragaman persentase pertumbuhan bibit juga menunjukkan bahwa kesembilan varietas yang ditanam di lahan rawa lebak Desa Muning Kecamatan Daha Selatan Kabupaten Hulu Sungai Selatan mempunyai kemampuan tumbuh bibit yang seragam di lahan rawa lebak. Tidak hanya mampu tumbuh di lahan irigasi ataupun lahan kering tetapi di lahan rawa lebak dengan tingkat kemasaman yang lebih rendah pun ke sembilan varietas bawang merah ini bibitnya mampu tumbuh sebanyak 97-98%. Hal ini menunjukkan bahwa bawang merah juga merupakan komoditas yang tidak hanya bisa dikembangkan di lahan sawah dan lahan kering saja tapi juga bisa dikembangkan di lahan rawa lebak bahkan pada kategori lebak tengahan. Sedangkan untuk produktivitas terdapat perbedaan antar varietas bawang merah. Produktivitas tertinggi dihasilkan oleh varietas Biru Lancor yaitu24,5 ton per hektar. Tingginya produktivitas ini didukung oleh jumlah umbi per rumpun, bobot umbi per rumpun dan diameter umbi. Varietas Biru Lancor mempunyai oleh jumlah umbi per rumpun, bobot umbi per rumpun dan diameter umbi yang lebih tinggi dibanding varietas lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa varietas ini mampu menyerap unsur hara dan memanfaatkan asimilat lebih optimal dari varietas lainnya. Proporsi asimilat yang dialokasikan untuk perbesaran umbi lebih banyak dibanding varietas lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa dari kesembilan varietas yang ditanam, varietas Biru Lancor merupakan varietas paling adaptif di lahan rawa lebak dibanding varietas lainnya. Termasuk ketahanan terhadap kekeringan dan serangan organisme pengganggu.Kekeringan dan kebanjiran (luapan air sangat tinggi) merupakan resiko yang sering terjadi di lahan rawa lebak terutama lebak tengahan. Pada saat penelitian berlangsung yaitu tahun 2015, tidak terjadi luapan air yang tinggi. Sebaliknya, ancaman kekeringan merupakan hal yang harus diantisipasi sejak awal tanam karena selama masa penelitian tidak turun hujan sama sekali. Kekeringan merupakan penurunan kelembaban tanah pada daerah perakaran yang dapat menghambat fungsi fisiologi tanaman (Takane et al, 1995). Mengacu pada penelitian sebelumnya yaitu penelitian Hamdani (2009) penggunaan mulsa jerami dapat meningkatkan bobot kering kentang dan bobot umbi kentang dan penelitian Baskoro (2005) yang mengatakan bahwa pemberian seresah tanaman dengan cara ditebar sebagai mulsa pada tanaman jagung menghasilkan produksi biji kering yang lebih baik. Sehingga upaya yang dilakukan untuk mengurangi laju evaporasi adalah dengan menggunakan penutup tanah (mulsa) dari gulma air Salvinia molesta yang telah dikeringkan.Pemberian mulsa dari Salvinia molesta kering ini dilakukan pada saat sebelum tanam untuk antisipasi kekeringan sekaligus menjaga suhu tanah di bedengan supaya tidak terlalu tinggi. Pengaruh penyinaran matahari, ketersediaan air dan gulma merupakan salah satu faktor pembatas dalam pertumbuhan bawang merah. Penggunaan mulsa merupakan salah satu 508
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016 ISBN .........................
cara untuk mengurangi penguapan air dan mengurangi pertumbuhan gulma. Mulsa adalah bahan yang dipakai pada permukaan tanah dan berfungsi untuk menghindari kehilangan air melalui penguapan dan menekan pertumbuhan gulma. Salah satu bahan alami yang dapat digunakan sebagai mulsa adalah jerami (Adisarwanto & Wudianto, 1999 dalam Mariano., 2003). Fungsi mulsa jerami adalah untuk menekan pertumbuhan gulma, mempertahankan agregat tanah dari hantaman air hujan, memperkecil erosi permukaan tanah, mencegah penguapan air, dan melindungi tanah dari terpaan sinar matahari. Juga dapat membantu memperbaiki sifat fisik tanah terutama struktur tanah sehingga memperbaiki stabilitas agregat tanah (Thomas et al., 1993). Varietas Rubaru mempunyai produktivitas paling rendah yaitu 6,5 ton/ha. Rendahnya varietas ini dibandingkan varietas lainnya juga didukung oleh rata-rata jumlah umbi paling sedikit, rata-rata bobot umbi per rumpun paling rendah walaupun rata-rata diameter umbinya berukuran sedang. Hal ni bisa disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah kemampuan genetis varietas ini untuk tumbuh optimal di lahan rawa lebak tengahan dan pengaruh factor lingkungan seperti ketahanan terhadap serangan Trips sp dan Altenaria porii dan kekeringan. Serangan Trips sp dan Altenaria porii dapat merusak jaringan daun. Rusaknya jaringan daun ini mengakibatkan proses fotosintesis maupun translokasi asimilat tidak berjalan secara optimal (Gardner et al 1991). Bercak ungu yang disebabkan oleh cendawan Altenaria porii merupakan penyakit yang banyak muncul selama masa penelitian.Hal ini bisa disebabkan karena pathogen ini mampu bertahan dari musim ke musim pada sisa-sisa tanaman (Semangun, 2004) Akibatnya pertumbuhan tanaman bawang merah juga kurang optimal. Baik pertumbuhan daun maupun pertumbuhan umbi. Selama pengkajian berlangsung, varietas Rubaru merupakan varietas yang paling rentan terhadap serangan Trips sp dan Altenaria porii yaitu sekitar 40%, sedangkan varietas lainnya hanya mengalami serangan sekitar 10-20%. KESIMPULAN Lahan rawa lebak yang cukup luas keberadaannya mempunyai potensi untuk pengembangan bawang merah. Varietas Biru Lancor merupakan varietas yang adaptif untuk ditanam dilahan rawa lebak. Produktivitasnya mencapai 24,5 ton/ha yang didukung oleh jumlah umbi per rumpun, diameter umbi dan bobot umbi per rumpun yang cukup tinggi dari varietas lainnya menunjukkan bahwa varietas ini mampu tumbuh dan beradaptasi dengan baik di lahan rawa lebak.
UCAPAN TERIMA KASIH Kami berterimakasih kepada Bapak Dr M Yasin, MP selaku kepala BPTP Kalimantan Selatan yang telah memberi kesempatan untuk melaksanakan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Baskoro, D.P.T. 2005. Pengaruh Cara Pemberian Sisa Tanaman dan irigasi terhadap Sifat Fisik Tanah dan Produksi Tanaman. J. Tanah Lingkungan 7:66-70. Fagi, A.M. dan Eko Ananato. 2005. Lahan rawa dalam persfektif Pembangunan Pertanian ke-Depan. Dalam prosiding Seminar Nasional Inoveasi Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Lahan rawa dan pengendalian Pencemaran Lingkungan, Banjarbaru. Gardner, Franklin P., R. Brent Pearce, Roger L.Mitchell.1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press 509
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016 ISBN .........................
Hamdani,J.S.2009.Pengaruh Jenis Mulsa terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tiga Kultivar Kentang (Solanum tuberosum L.) yang ditanam di dataran medium. J. Agron.Indonesia 37 : 14-20. Harahap, Z.,S. Partohardjoso, G.S. Khush.1984. Strategies for Varietal Improvement in Tidal Swamp Rice. P 175-181. In W.H. Smith (Ed). Workshop on Research Priorities in Tidal Swamp Rice. Banjarmasin 22-25 June 1981. Hidayat, Dj, Noor., Dakhyar Nazemi dan Nurul Fauziati. 2006. Budidaya Sayuran di Lahan Rawa Lebak. Dalam Monograf Sayuran di Lahan Rawa : Teknologi Budidaya dan Peluang Bisnis. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian.Balai PenelitianPertanian Lahan Rawa.140 p LAWOO,1994. Land and Water Research in The Tropic. Priority rating. ILRI dan DLO Takane, M., K. Kumuzawa, R. Ishii, K. Ishira, H. Hirahata. 1995. Science of the Rice Plant, Volume 2. Food and Agriculture Policy Research Center, Tokyo Japan Thamrin, M., Ramlan, Armiati, Ruchjaniningsih, dan Wahdania, 2003. Pengkajian Sistem Usahatani Bawang Merah Di Sulawesi Selatan. J. Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 6(2):141-153 Semangun,Haryono, 2004. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura. Gadjah Mada University Press Sumarni,N dan A. Hidayat. 2005. Panduan Teknis Budidaya Bawang Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 20 hal Widjaya-Adhi,I.P.G ., K. Nugroho, D. Ardi dan A.S. Karama. 1992. Sumber daya Lahan Rawa: Potensi Keterbatasan dan Pemanfaatan. Dalam Partohardjono, S dan M. Syam (eds). Risalah Pertemuan Nasional Pengembangan Pertanian Lahan Pasang Surut dan Rawa. Cisarua 3-4 Maret. Bogor. Hal 19-38
510