KERAGAAN PRODUKSI TELUR ITIK TEGAL DITINGKAT PETERNAK DAN UPAYA PENINGKATANNYA DALAM MENDUKUNG KECUKUPAN PANGAN HEWANI Subiharta, Dian Mahrso Yuwono dan Agus Hermawan Balai engkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah ABSTRAK Itik Tegal merupakan salah satu bangsa itik lokal asli Jawa Tengah berkembang disepanjang pantau Utara Jawa. Terkait dengan tingginya produksi telur dan populasi yang masih tinggi, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui produksi telur itik Tegal ditingkat peternak dan permasalahan yang dihadapi. Penelitian dilakukan di desa Grinting, Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes, kerjasama dengan kelompok ternak itik “Amalia”. Penelitian bekerja sama dengan 3 peternak anggota kelompok ternak “Amalia”, masingmasing peternak memelihara 200 ekor induk itik Tegal yang produksi pada bulan kedua. Dalam penelitian sistem pemeliharaan maupuk pakan susuai dengan kebiasaan petani. Itik dipelihara secara intensif (terkurung). Pada peternak pertama pakan terdiri dari Nasi kering (aking), limbah pengalengan ikan, katul dan mineral itik, sedang pada peternak kedua dan tiga jumlah nasi kering dan ikannya dikurangi ditambah dengan sorgum yang telah digiling. Hasil perhitungan kandungan protein ransum peternak pertama 13,1% dan peternak kedua dan tiga hanya 10,4%. Parameter yang diambil dalam penelitian ini meliputi, produksi telur selama 3 bulan produksi, konsumsi pakan dan analisa ekonomi berdasarkan selisih penjualan telur dengan biaya pakan (income over feed cost). Hasil penelitian menunjukkan produsi telur tertinggi pada peternak pertama 51,20%, nyata (P<0,05) lebih tinggi dibanding produksi telur peternak kedu dan tiga, masing-masing 39,6% dan 36,03 %. Produksi telur peternak kedua dan tiga tidak berbeda nyata. Konsumsi pakan berkorelasi positif dengan produksi telur, makin tinnggi produksi telurnya makin banyak konsumsi pakannya. Konsumsi pakan dari peternak pertama, kedua dan ketiga berturutturut 137,09 gram; 128,60 gram; 135,0 gram dan tidak berbeda antar peternak. Pendapatan tertinggi pada peternak pertama, diikuti dengan peternak kedua dan tiga berturut-turut adalah Rp 831.634,3; Rp 570.779,9 dan Rp 477.492,5. Produksi telur itik Tegal ditingkat peternak masih dapat ditingkatkan dengan dilakukan seleksi dan perbaikan kualitas pakan, terbukti produksi telur itik Tegal generasi 4 hasil seleksi mencapai 71,23% dengan pakan kandungan protein 17%. Kata kunci: Itik Tegal, produksi telur dan pangan hewani.
PENDAHULUAN Ternak itik merupakan salah satu ternak unggas air yang perananannya cukup tinggi dalam menyumbang kebutuhan telur maupun daging sebagai sumber pangan hewani. Pasar dari produk itik yaitu telur maupun daging tidak menjadi kendala, bahkan masih jauh dari kecukupan, sebagai contoh kebutuhan
71
akan daging itik di Pulau Jawa baru terpenuhi 50%. Akhir-akhir ini daging itik sudah dapat diteriam oleh masyarakat terbukti maskan daging itik dapat ditemui mulai dari tempat makan kaki lima sampai restoran hotel berbintang. Sedangkan kebutuhan bibit itik petelur baru terpenuhi 30%, hal ini menunjukkan masih besarnya kebutuhan akan telur itik (Utomo, 2010). Ternak itik oleh Direktorat Jendral Peternakan dijadikan sebagai salah satu komoditas unggulan untuk dikembangkan sebagai sumber pendapatan, mengingat ternak tersebut populasi terus meningkat dan perannya sebagai sumber pendapatan makin dirasakan peternak (Direktur Jendral Peternakan2001). Hal ini sejalan dengan pendapat Hardjosworo (1990) yang melaporkan itik merupakan ternak unggas pertama yang dibudidayakan sebagai sumber pendapatan . Populasi itik sebanyak 50% diusahakan oleh peternak di Pulau Jawa, walaupun luas Pulau Jawa hanya 10 % dari luas Indonesia. Populasi itik Jawa Tengah menempati urutan kedua nasional, setelah Jawa Baarat. Itik Tegal merupakan salah satu bangsa itik asli Jawa Tengah yang tepatnya berasal dari Kabupaten Tegal. Itik Tegal aslinya banyak diusahakan oleh peternak dari Desa Gumalar, Kabupaten Tegal. Berdasarka ciri fisiknya itik Tegal termasuk bangsa itik keturunan Indian Runner yang dikenal sebagai itik produksi telurnya tinggi (Barlet, 1984; Hardjosworo, 1990). Raharjo (1988) melaporkan produksi telur itik Tegal dengan pakan sesuai dengan kebutuhan nutrisinya mencapai 72,23%. Karena dikenal sebagai itik yang produksinya tinggi sehingga itik Tegal banyak diusahakan oleh peternak, terbukti itik Tegal tidak hanya berkembang di Kabupeten Tegal dan sekitarnya tapi juga berkembang di Jawa Barat, Papua, Aceh, Lampung dan Sulawes Selatan ( Susanti dan Prasetyo, 2007). Hasil karakterisasi Susanti dan Prasetyo, (2007) itik Tegal termasuk salah satu dari 15 bangsa itik lokal yang populasinya masih cukup tinggi, karena tidak hanya berkembang di wilayah asalanya tapi juga berkembang sampai keluar provinsi. Melihat perkembangannya itik Tegal yang begitu luas, maka dilakukan identifikasi permasahan yang terjadi pada itik Tegal ditingkat peternak pada pemeliharaan intensif. Hal ini perlu dilakukan mengingat dengan makin terbatasnya sawah sebagai tempat penggembalaan akibat makin intensifnya penggunaan pestisida dan meningkatnya indek tanam padi, menyebabkan peternak beralih mengusahakan itik Tegal secara intensif. Pada pemeliharaan intensif pakan menjadi faktor utama yang berpengaruh terhadap produksi telur, mengingat pada pemeliharaan intensif semua pakan tergantung pada peternaknya di samping manajemen pemeliharaan. Untuk melihat usahatani itik Tegal di sentra pengembangan dilakukan kajian dengan tujuan untuk mengetahui produksi telur itik Tegal ditingkat peternak dan permasalahan yang dihadapi.
72
MATERI DAN METODE Penelitian ini merupakan tindak lanjut dari penelitian sebelumnya tentang identifikasi masalah dan kendala dalam usaha itik Tegal di daerah kantong produksi. Hasil identifikasi pada peternak itik Tegal di sentra pengembanan itik Tegal oleh Kantor Peternakan Kabupaten Brebes menunjukkan tingkat produksi itik Tegal yang rendah dan bervariasi di antara peternak. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui produksi telur itik Tegal di tingkat peternak sebagai dasar untuk melakukan inovasi teknologi. Penelitian dilakukan di Desa Grinting, Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes bekerja sama denga kelompok Ternak Itik Amalia. Penelitian menggunakan materi ternak itik Tegal milik 5 peternak, masing – masing yang digunakan untuk penelitian sebanyak 200 ekor induk produksi pada bulan ke 2. Namun dalam perjalanannya 2 peternak tidak dipakai lagi untuk penelitian dengan pertimbangan peternak kurang kooperatif yang suka mengganti pakan, utamanya di komposisinya di samping kurang cermat dalam mencatat produksi telur. Itik Tegal tersebut dipelihara dalam kandang kelompok, tiap kelompok diisi 100 ekor, sehingga tiap peternak dipakai 2 kandang. Pakan ternak sesuai dengan kebiasaan petani. Bahan pakan ternak itik Tegal yang digunakan oleh peternak disajikan pada Tabel 1. Salah satu bahan berupa limbah pengalengan ikan yang terdiri kepala dan tulang diberikan dalam bentuk basah, namun dalam penelitian ini sudah dikonversikan dalam bentuk kering. Hasil perhitungan kandungan protein dari ransum peternak pertama 13,1% dan peternak kedua dan tiga masing-masing 10,4%. Penyajian dalam penelitian ini dalam betuk persen untuk memudahkan perhitungan. Parameter yang diamati meliputi konsumsi pakan, produksi telur selama 4 bulan dan analisa ekonomi berdasarkan selisih antara penjualan telur dengan biaya pakan (income over feed cost ratio). Tabel 1. Bahan pakan itik Tegal ditingkat peternak (%) Bahan pakan Katul Nasi kering (aking) Limbah ikan Sorgum Mineral itik
Peternak 1 71,43 18,61 6,22 O,79
Peternak 2 63,10 14,55 1,96 19,41 O,98
Peternak 3 63,10 14,55 1,96 19,41 0,98
HASIL DAN PEMBAHASAN Kinerja Produksi Telur Itik Tegal Produksi telur itik Tegal hasil penelitian ini menunjukkan peternak 1 produksi telur paling tinggi (51,20 6,40 %), diikuti peternak 2 dan peternak 3 masing-masing 39,62 5,68% dan 36,03 1,35%. Tingginya produksi telur itik Tegal pada peternak 1 karena kandungan protein ransum mencapai 13,1%,
73
sedang pada peternak 2 dan peternak 3 hanya 10,4%. Menurut Sinurat (1994), kandungan ransum itik petelur yang harus tercukupi yaitu: protein, Energy Metabilis, mineral Ca dan P, asam amini Lysine dan Methionine. Hardjosworo et al. (2001) menyampaikan potokan kebutuhan nutrisi itik petelur sebagai berikut: protein: 17 – 19%, Energi Metabolis 2.700 k kal, mineral Ca:2,9 – 3,25%, P:0,6%, Lysine ;0,37% dan Methionine:1,05%. Produksi telur itik tegal hasil penelitian Srigandono dan Sarebgat (1990) tidak jauh berbeda yaitu 39,7%, rendahnya produksi sebagai salah satu sebab kandungan protein 15,1%. Lebih lanjut Srigandono dan Sarengat (1990) menyampaikan, produksi telur masih dapat ditingkatkan kalau kandungan protein ditingkatkan. Hasil penelitian Raharjo (1988) pada itik Tegal yang dilakukan seleksi awal dan ransum dengann kandungan protein 17% dan Energy Metabolis 2.700 k kal produksi mencapai 72,23%. Konsumsi pakan hasil penelitian ini berkorelasi positif dengan produkdi telur, makin tinggi produksi telur makin besar konsumsi pakan (Tabel2). Itik memerlukan pakan untuk hidup pokok dan produksi. Itik akan makan sebanyak mungkin sampai kebutuhan nutrisinya tercukupi. Faktor pembatas konsumsi pakan adalah kecukupan nutrisi dan kapasitas tembolok, walaupun nutrisi belum tercukupi namun tembolok sudah penuh, itik akan berhenti makan. Kalau dibandingkan dengan penelitian Subiharta et al. (2011) konsumsi pakan pada penelitian in jauh lebih rendah (185 gram/ekor) dengan produksi telur di tingkat peternak mencapai 61,7% (Subuharta et al., 2003). Konsumsi pakan yang rendah pada penelitian ini karena peternak hanya menyediakan pakan sebanyak 150 gram/ekor/hari. Pakan tersebut tidak terkonsumsi semua karena banyak yang tercecer akibat letak tempat pakan yang berjauhan. Itik setiap kali makan akan lansung minum, kalau tempat pakan dan minum berjauhan akan banyak pakan yang tercecer. Menurut Prasetyo et al. (2005), penempatan tempat minum di antara tempat pakan dapat memperbaiki konversi pakan sampai 82%. Tabel 2. Keragaan produksi telur dan konsumsi pakan itik Tegal Parameter Jumlah itik (ekor) Produksi telur (%) Konsumsi pakan (gram)
Peternak 1 200 51,20±6,40 137,09
Peternak 2 200 39,62±5,68 128,60
Peternak 3 200 36,03±1,35 135,0
Analisis Ekonomi Usahatani Itik Tegal Hasil analisis ekonomi berdasarkan pada selisih penjualan telur dengan biaya pakan (income over feed cost) disajikan pada Tabel 3. Harga pakan antara peternak 1 berbeda dengan peternak 2 dan peterna 3 karena perbedaan bahan pakan yang digunakan. Ransum pada peternak 1 lebih mahal karena penggunaan ikan yang sampai 6,22% dan nasi kering 18,61% dari total ransum. Untuk menekan biaya pakan, peternak 2 dan peternak 3 mengganti nasi kering dengan sorgun, juga mengurangi jumlah pemberian ikan. Biaya pakan pada ternak itik dengan system pemeliharaan intensif memang menjadi salah satu
74
kendala, mengingat biaya pakan merupakan komponen terbesar (70 - 80%) dalam pemeliharaan itik. Masalah yang terkait dengan mahalnya harga bahan pakan adalah musim, pada saat produksi tinggi harga bahan pakan murah, tapi pada saat keberadaan bahan langka maka harga akan mahal. Penerimaan dari usahatani itik ini berasal dari penjualan telur, dengan harga telur diambil selama penelitian. Penerimaan tertinggi diperoleh dari peternak 1, diikuti peternak 2 dan peternak 3, berturut-turut adalah Rp 1.536.000; Rp 1.188.600; dan Rp 1.080.900. Pendapatan dalam usahatani yang merupakan selisih penjualan telur dengan biaya pakan diperoleh berturut-turut dari peternak1, peternak 2 dan peternak 3 adalah Rp 831.634,3; Rp 570.779,9 dan Rp 477.492,5 Tabel 3. Analisa ekonomi usahatani itik Tegal berdasarkan selisih penjualan telur dengan biaya pakan Uraian A. Input Jumlah ternak (ekor) Konsumsi pakan (kg/bln) Harga pakan (Rp) Total biaya pakan (Rp) B. Out put Harga telur (Rp) Produksi telur ‐ Persen (%) ‐ Butir (bulan) Total penjualan telur (Rp) C. Pendapatan A-B / bulan
Peternak 1
Peternak 2
Peternak 3
200 822,5
200 771,6
200 753,6
856,3 704.365,7
800,7 617.820,1
800,7 603.407,5
500
500
500
51,2 3.072 1.536.000
39,62 2.377 1.188.600
36,03 2.161 1.080.900
831.634,3
570.779,9
477.492,5
KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan, bahwa produktivitas itik Tegal ditingkat peternak pada pemeliharaan intensif masih rendah akibat pakan yang belum memenuhi standar kebutuhan nutrisi itik petelur. Peternak dalam menyusun ransum pertimbangan utama adalah harga, bukan kandungan nutrisi. Produksi itik Tegal pada pemeliharaan intensif ditingkat peternak masih dapat ditingkatkan dengan perbaikan pakan sesuai dengan kebutuhan nutrisinya. DAFTAR PUSTAKA Barlet, P. 1984. Duck and Geese, Aquide to management, Th Crowood Press
75
Direktur Jendar Peternakan. 2001. Kebijakan pengembangan ternak itik. Makalah disampaikan pada Serasehan Pengembangan Ternak Itik: Itik sebagai alternatif Usaha Agribisnis. Puslitbangtek-Lemlit UNDIP, Semarang. Hardjosworo, P.S. 1990. Usaha – usaha pemanfaatan ternak itik Tegal untuk produksi telur. Prosiding Temu Tugas Sub Sektor Peternakan, Pembangunan Usaha Ternak Itik di Jawa Tengah. Sub Balai Penelitian Ternak Klepu. Hardjosworo, P.S, S. Setioko,P. Ketaren, L.H Prasetyo, A.P. Sinurat dan Rukmiasih, 2001. Perkembangan teknologi unggas air di Indonesia. Disampaikan pada Lokakarya Nasional Dies Natalis IPB ”38 di Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor. Prasetyo, L.H, P. Ketaren dan P.S Hardjosworo, 2005. Perkembangan Teknologi Budidaya Ternak Itik di Indonesia. Prosiding Lokakarya Unggas Air II. Merebut Peluang Agribisnis melalui Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah Unggas Air.Kerjasama Balai Penelitian Ternak, Masarakat Perunggasan dan Fakultas Peternakan Institute Pertanian Bogor. Raharjo, Y.C. 1988. Pengaruh berbagai tingkat protein dan energi terhadap produksi dan kualitas telur itik Tegal. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Forum Peternak, Unggas dan Aneka Ternak II. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak, Bogor. Sinurat, A.P. 1994.Penyusunan dan pemberian pakan itik. Brosur dalam penyusunan pakan itik. Balai Penelitian Ternak, Bogor. Srigandono,B dan W. Sarengat, 1990. Ternak itik beridentitas Jawa Tengah.Temu Tugas Sub Sektor Peternakan. Pengembangan Usaha Ternak Itik di Jawa Tengah. Sub Balai Penelitian Ternak Klepu dengan Balai Informasi Pertanian dan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah. Subiharta, L.H. Prasetyo,S, Prawirodigdo, D. Pramono, Y.C. Raharjo, B. Budiharta dan Hartono. 2003. Seleksi Itik Tegal berdaya hasil tinggi. Laporan Penelitian kerjasama Pemerintah Kabupaten Brebes dengan BPTP Jawa Tengah. Susanti. T dan L.H. Prasetyo. 2007. Panduan karakterisasi ternak itik. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternaakan, Bogor. Utomo, D. B. 2010. Industrialisai ternak unggas lokal.Prosiding tentang unggas lokal II, Strategi pembangunan industri perunggasan berbasis komoditas ternak unggas lokal dalam rangka menghadapin krisis pangan, guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, Fakutas Peternakan UNDIP, Semarang.
76