Kendali Optimal Model Siklus ..................... (Sriwahyuni, et. al)
Kendali Optimal Model Siklus Hidup Cacing Schistosoma japonicum dengan Prinsip Minimum Pontryagin Optimal Control of Schistosoma japonicum Cycle Model using Minimum Pontryagin Principle Sriwahyuni*, Rina Ratianingsih, Hajar Program Studi Matematika, Jurusan Matematika FMIPA, Universitas Tadulako, Jalan Soekarno-Hatta Km. 09 Tondo, Palu 94118, Indonesia
INFO ARTIKEL Article History: Received: 2 Nov. 2016 Revised: 25 Nov. 2016 Accepted: 14 Des 2016 Keywords: optimal control, Pontryagin minimum principle, Schistosoma japonicum
A B S T R A C T / A B S T R A K Schistosomiasis is an infectious disease caused by trematodes, of the genus Schistosoma. In Indonesia the disease is caused by Schistosoma japonicum. The worm life cycle is specific because its habitat is not only on human body or some other mammal but also in snail. This research is aimed to a mathematical model of the worm cycle and investigates the optimal control of the model. The mathematically control was conducted by put a time dependent parameter ρ (t) to the model that represents a medical treatment to infected humans. The governed model, that has an endemic stable critical point, describes a transferred worm cycle of several phases. The optimal control is determined by the Minimum Pontryagin Principle. The simulation of the model shows that, for such initial condition of the uncontrolled model, the number of adult worms will increase up to 4700 in 80 days. This number could reduce to 4500 on the day of 100 and converge to 4400for unbounded time growth. It means that schistosomiasis is permanently occurring ì æ (endemic). The controlled model gives as the drug dose of æ l W ö öü r t ) = min 20, ç maks 1 ,60 ÷ í î
ç è
ç ÷ è L ø
÷ý øþ
praziquantel. The drug doze of 20 mg praziquantel could minimize the growth of worms and decreasethe number of adult worm population to 8 in 6 months.
Kata kunci: kendali optimal, prinsip minimum Pontryagin, Schistosoma japonicum
Schistosomiasis adalah salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh cacing darah trematoda dari genus Schistosoma. Di Indonesia, schistosomiasis disebabkan oleh cacing Schistosoma japonicum. Penelitian ini mengkaji secara matematis kendali optimal siklus hidup cacing S. japonicum. Pengendalian dilakukan dengan pemberian obat pada manusia yang terjangkit schistosomiasis. Kendali optimal ditentukan dengan prinsip minimum Pontryagin. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebelum pemberian obat, banyaknya cacing dewasa mengalami peningkatan hingga mencapai 4700 ekor pada hari ke 80, selanjutnya menurun hingga 4500 ekor pada hari ke 100. Penurunan banyaknya cacing dewasa terus berlanjut hingga stabil mulai hari ke 140 sebanyak 4400 ekor. Hasil tersebut menunjukan bahwa schistosomiasis bersifat menetap (endemik). Untuk mengoptimalkan pertumbuhan cacing S. japonicum dilakukan pengendalian dengan parameter ρ (dosis obat praziquantel) menggunakan prinsip minimum Pontryagin diperoleh persamaan kendali ì æ æ l1W ö öü r t ) = min í20, çç maksç ÷,60 ÷÷ý è L ø øþ î è
.Kendali optimal untuk meminimalkan pertumbuhan cacing S. japonicum adalah dengan pemberian obat dalam dosis 20 mg dan memberikan hasil yang efektif, dilihat dari jumlah cacing dewasa dalam tubuh manusia yang mengalami penurunan dan akan habis setelah dilakukan pengobatan selama enam bulan sehingga siklus hidup cacing S. japonicum dapat dikendalikan. © 2016 Jurnal Vektor Penyakit. All rights reserved.
*Alamat Korespondensi : email :
[email protected]
51
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 10 No. 2, 2016 : 51–58
telur yang dihasilkan paling banyak, ukuran PENDAHULUAN telur yang kecil mempermudah terjadinya Kesehatan merupakan aspek yang sangat penting bagi kehidupan manusia, namun back washing, banyak memiliki reservoir host, dan dapat mengakibatkan belum banyak masyarakat yang mampu sulit diobati 12,14 kematian. Hospes utamanya adalah mengambil keputusan tentang perawatan manusia dan beberapa jenis hewan seperti kesehatan yang mereka butuhkan dan babi hutan, sapi dan anjing tanggung jawab untuk menjaga kesehatan tikus sawah, 15 secara optimal. Saat ini banyak orang yang hutan. Manusia merupakan hospes terkena penyakit akibat kurangnya kesadaran definitive S. japonicum (oriental blood akan pola hidup sehat sehingga mudah fluke), sementara babi, anjing, kucing, terserang penyakit menular salah satunya kerbau, sapi, kambing, kuda, dan rodensia 1 merupakan hospes reservoir..16 adalah schistosomiasis. Daur hidup cacing S. japonicum mengikuti Schistosomiasis adalah penyakit menular y a n g d i s e b a b k a n o l e h c a c i n g dua pola siklus hidup yakni pola siklus I mulai 2,3 Schistosoma. Schistosoma berbeda dari dari manusia kemudian ke siput perantara Trematoda jenis lainnya karena mereka dan akhirnya kembali ke manusia, pola siklus hidup di dalam sistem pembuluh darah dan II mulai dari siput perantara kemudian ke 1 memiliki jenis kelamin jantan dan betina yang hewan dan akhirnya kembali ke siput. 4,5 terpisah. Ada lima spesies Schistosoma yang Penelitian ini hanya meninjau pola siklus I. ditemukan pada manusia, tetapi > 90 % dari Kedudukan siput perantara sangat penting semua infeksi ini hanya disebabkan oleh 3 dalam siklus hidup cacing, karena pada tubuh spesies penting yaitu : Schistosoma mansoni, siput ini serkaria dihasilkan, yang selanjutnya Schistosoma japonicum, dan Schistosoma menginfeksi manusia maupun hewan. haematobium. Dua spesies lainnya yang jarang Oleh sebab itu, pentingnya kajian tentang terjadi adalah Schistosoma intercalatum dan daur hidup cacing S. japonicum untuk Schistosoma mekongi.6 dimasukan pada model utuh antara manusia, Schistosomiasis endemik di 76 negara cacing, keong dan hewan. Dalam penelitian ini, dengan pendapatan rendah.7 Lebih dari 700 penulis hanya mengkaji tentang siklus hidup juta orang di dunia berisiko terkena infeksi, cacing S. japonicum yakni dari cacing dewasa dengan lebih dari 207 juta orang yang yang hidup dalam tubuh manusia kemudian terinfeksi schistosomiasis.8 Distribusi umum menghasilkan telur yang mana telur akan schistosomiasis mencakup wilayah yang keluar dari tubuh manusia bersama feses dan sangat besar, terutama di Afrika, tetapi juga di berubah menjadi larva. Larva (mirasidium) Timur Tengah, Amerika Selatan dan Asia inilah yang nantinya masuk ke dalam tubuh keong kemudian berkembang menjadi Tenggara.9 sporakista I dan II yang berkembang menjadi Di Indonesia, schistosomiasis disebabkan oleh cacing S. japonicum yang serkaria. Serkaria yang berada dalam menginfeksi manusia dan ditemukan endemik di tiga daerah di genangan air siap 3,17 hewan lainnya. Penularan schistosomiasis Sulawesi Tengah, yaitu di Dataran Tinggi dapat dikendalikan dengan memberikan Lindu, Dataran Tinggi Napu dan Dataran 10,11,12 Tinggi Bada. Inang perantaranya baru pengobatan terhadap manusia yang terinfeksi 15 ditemukan pada tahun 1971 di daerah schistosomiasis . Pengobatan schistosomiasis pada pesawahan paku yaitu siput (snail) yang diidentifikasi sebagai subspesies dari dasarnya adalah mengurangi dan mencegah Oncomelania hupensis dan diberi nama kesakitan dan mengurangi sumber penular. 13 Pada saat ini obat yang dipakai adalah Oncomelania hupensis lindoensis. 12 praziquantel. Praziquantel sangat efektif S. japonicum adalah salah satu jenis Trematoda darah dari genus Schistosoma terhadap semua bentuk schistosomiasis , baik sebagai penyebab schistosomiasis pada dalam fase akut, kronik maupun yang sudah manusia. S. japonicum dianggap sebagai mengalami splenomegali atau bahkan yang cacing yang paling berbahaya dibandingkan mengalami komplikasi lain. Obat tersebut dengan Schistosoma yang lain, karena jumlah sangat manjur, efek samping ringan dan hanya 52
Kendali Optimal Model Siklus ..................... (Sriwahyuni, et. al)
diperlukan dosis 20 mg - 60 mg diberikan alur sebagai berikut : 18 selama 6 bulan. Pemodelan matematika merupakan salah satu tahap dari pemecahan masalah matematika. Pemodelan matematika bertujuan untuk mendiskripsikan fenomena alam ke dalam bentuk persamaan matematika. Pada penelitian ini dilakukan tinjauan matematis terhadap penyebaran siklus hidup cacing S. japonicum yang direpresentasikan ke dalam model matematika. Model matematika dibangun berdasarkan asumsi-asumsi dan kemudian dianalisis untuk mengetahui bagaimana perilaku siklus hidup cacing S. japonicum Gambar 1. Diagram alur perpindahan setiap fase S. japonicum seiring dengan berjalannya waktu. BAHAN DAN METODE Metode penelitian ini menggunakan penelusuran literatur dengan menelaah artikel dan jurnal ilmiah terkait siklus hidup cacing S. japonicum, kemudian membangun dan menganalisis siklus hidup cacing S. japonicum serta menyelesaikan kendali optimal menggunakan Prinsip Minimum Pontryagin. Kendali optimal merupakan suatu upaya penentuan tingkat pengelolaan program pengendalian penyebaran schistosomiasis secara matematis sehingga endemisitas penyakit tersebut dapat ditekan sekecil mungkin. Tingkat tersebut merupakan nilai terbaik yang disarankan untuk mengendalikan penyebaran schistosomiasis. HASIL Penelitian ini merupakan tinjauan matematis terhadap siklus hidup cacing S. japonicum yang direpresentasikan ke dalam model matematika. Model matematika dibangun berdasarkan asumsi-asumsi dan kemudian dianalisis 19,20untuk mengetahui bagaimana perilaku siklus hidup cacing S. japonicum seiring dengan berjalannya waktu. Kontruksi Model Matematika Untuk mendapatkan kontruksi model, perlu digambarkan siklus hidup yang menggambarkan perpindahan fase cacing S. japonicum. Sebagian fase berada dalam tubuh manusia, sebagian fase pertumbuhan lainnya berada di air dan dalam tubuh keong air. Fasefase tersebut digambarkan dalam diagram
Diagram pada Gambar 1 memperlihatkan alur perpindahan setiap fase S. japonicum dari satu fase ke fase lainnya. Dari diagram tersebut dibangun model matematika yang dinyatakan dalam sistem persamaan diferensial (SPD) sebagai berikut :
dW = A - mW - bW + aC - rW dt dT = bW - qT - mT dt dM = qT - YM - mM dt dS1 = YM - mS1 - sS1 dt dS 2 = sS1 - mS 2 - gS 2 dt dC = gS 2 - mC - a# dt Keterangan : W : Banyaknya populasi cacing dewasa T : Banyaknya populasi telur M : Banyaknya populasi mirasidium S1 : Banyaknya populasi sporakista 1 S2 : Banyaknya populasi sporakista 2 C : Banyaknya populasi serkaria α : Laju perubahan dari serkaria menjadi cacing dewasa β : Laju perubahan dari cacing dewasa ke telur ƴ : Laju perubahan dari sporakista2 ke serkaria 53
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 10 No. 2, 2016 : 51–58
S. japonicum adalah sebagai berikut :
A : Tingkat rekruitmen pada populasi cacing dewasa σ : Laju perubahan dari sporakista 1 ke populasi sporakista 2 θ : Laju perubahan dari telur ke populasi mirasidium μ : Laju kematian alami Ψ : Laju perubahan dari populasi mirasidium ke populasi sporakista1 ρ : Parameter obat
tf
L æ ö J r ]= ò çW (t )+ r 2 (t )÷dt 2 ø 0è
Untuk meminimumkannya, prinsip Minimum Pontryagin menyatakan penentuan fungsi Hamiltonian sebagai berikut : H = f x, r , t )+ lg (x, r , t ) L ù é H = êW + r 2 ú + l1 [A + aC - mW - bW - rW ]+ l2 [bW - mT - qT ] 2 û ë + l3 [qT - mM - YM ]+ l4 [YM + mS - sS ]+ l5 [sS - mK - gK ]
Titik kritis model yang dibangun diperoleh dengan meninjau SPD pada keadaan stagnan, sehingga diperoleh titik kritis tak nol sebagai berikut: AsgbY
C=
[ m + a )(m + g )(m + s )(m + Y )(m + b + r )],
S1 =
T=
(
)
bqYA m 2 + ma + mg + ag [(m + a )(m + g )(m + s )(m + Y )(m + q )(m + b + r )],
bA(m + s )(m + Y )(m 2 + ma + mg + ag ) [(m + a )(m + g )(m + s )(m + Y )(m + q )(m + b + r )],
(1) + l6 [gK - mC - aC ] Berdasarkan prinsip minimum Pontryagin, diperoleh solusi dari fungsi Hamilton berupa dosis obat yang optimal jika berlaku persamaan state, co-state dan kondisi 24,25 stasioner. Penyelesaian kendali optimal dengan parameter ρ diperoleh melalui persamaan state, co-state dan kondisi stasioner sebagai berikut: a. Persamaan State
M=
bqA(m + s )(m 2 + ma + mg + ag ) [(m + a )(m + g )(m + s )(m + Y )(m + q )(m + b + r )],
W=
S2 =
bqYsA(m + a ) [(m + a )(m + g )(m + s )(m + Y )(m + q )(m + b + r )],
T=
W=
A m 3 + m 2s + m 2 Y + msY + m 2q + mqs + mqY + sqY m 2 + ma + mg + ag [(m + a )(m + g )(m + s )(m + Y )(m + q )(m + b + r )]
(
¶H = A - mW - bW + aC - rW ¶l1
·
·
)(
)
¶H = bW - qT - mT ¶l2
·
M= ·
S1 =
¶H = qT - YM - mM ¶l3 ¶H = YM - mS1 - sS1 ¶l4
Titik kritis menggambarkan banyaknya · populasi pada tiap fase pertumbuhan cacing S. ¶H S2 = = sS1 - mS 2 - gS 2 japonicum dalam kondisi stagnan. Kestabilan ¶l5 · dari titik kritis tersebut ditentukan ¶H C= = gS 2 - mC - a# berdasarkan nilai eigen yang diperoleh ¶l6 dengan memperhatikan koefisien dari b. Persamaan Co-State persamaan karakteristik melalui bagian real · ¶H dari akar-akar karateristik yang dihitung di l1 = = -1 - l1 - m - b - r )- l2 b 21,22,23 ¶W titik tersebut. · ¶H Pengendalian pertumbuhan cacing S. l2 = = -l2 (- m - q )- l3q ¶T japonicum dengan pemberian obat pada · ¶H manusia akan menurunkan populasi cacing l3 = = -l3 (- m - Y )- l4 Y ¶ M dewasa. Secara matematis hal ini dilakukan · ¶H dengan menempatkan parameter kontrol ρ l4 = = -l4 (- m - s )- l5s ¶S1 pada persamaan (1). · ¶H Pada penyelesaian kendali optimal, l5 = = -l5 (- m - g )- l6g ¶S 2 dibangun suatu performance index · ¶H pertumbuhan cacing S. japonicum dengan l6 = = -l6 (- m - a )- l1a ¶C tujuan meminimalkan banyaknya populasi cacing dalam tubuh manusia. Performance index untuk mengontrol pertumbuhan cacing 54
Kendali Optimal Model Siklus ..................... (Sriwahyuni, et. al)
c. Kondisi Stasioner dH =0 dr Lr - l1W = 0 l1W ,
r=
Karena batas aman obat sehingga: ì20, r (t )£ 20 ï r t ) = í r (t ), 20 < r (t )< 60 ï60, r (t )£ 60 î
Kurva pertumbuhan cacing digambarkan untuk kondisi awal cacing dewasa (W) berjumlah 27 ekor, telur cacing 2700 (T), mirasidium (M) 2400, sporakista1 (S1) 2200, sporakista2 (S2) 2000 dan serkaria (C) 42. Nilai-nilai parameter yang digunakan dalam menggambarkan kurva pertumbuhan tersebut dinyatakan dalam Tabel 1. Tabel 1. Nilai parameter
Jadi, kendali optimal ρ(t) sebagai berikut : ì æ æ l W ö öü r t ) = min í20, çç maksç 1 ÷,60 ÷÷ý è L ø øþ è î
Sistem optimal jika dengan memasukkan kendali optimal ρ(t) ke dalam sistem persamaan state dan costate sehingga diperoleh sistem sebagai berikut : a. Persamaan State dengan memasukan kendali optimal. æ ì æ ¶H æ l W ö öü ö = A - mW - bW + aC - ç min í20, çç maksç 1 ÷,60 ÷÷ý ÷W ç ¶l1 è L ø øþ ÷ø î è è · ¶H T= = bW - qT - mT ¶l2 ·
W=
·
M=
¶H = YM - mS1 - sS1 ¶l4
·
S1 = ·
S2 = ·
C=
¶H = qT - YM - mM ¶l3
Kurva pertumbuhan setiap fase tanpa pemberian obat pada manusia, ditampilkan pada Gambar 2.
¶H = sS1 - mS 2 - gS 2 ¶l5
¶H = gS 2 - mC - a# ¶l6
b. Persamaan Co-State dengan memasukkan kendali optimal ·
l1 = -
æ æ ì æ ¶H æ l W ö öü ö ö = -1 - l1 ç - m - b - ç min í20, çç maksç 1 ÷,60 ÷÷ý ÷ ÷ - l2 b ç ç ¶W è L ø øþ ÷ø ÷ø è î è è
¶H = -l2 - m - q )- l3q ¶T · ¶H l3 = = -l3 (- m - Y )- l4 Y ¶M · ¶H l4 = = -l4 (- m - s )- l5s ¶S1 · ¶H l5 = = -l5 (- m - g )- l6g ¶S 2 · ¶H l6 = = -l6 (- m - a )- l1a ¶C ·
l2 = -
Gambar 2. Pertumbuhan tiap fase cacing S. japonicum tanpa pemberian obat pada manusia
55
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 10 No. 2, 2016 : 51–58
Kurva pertumbuhan setiap fase tanpa PEMBAHASAN pemberian obat pada manusia, ditampilkan Untuk mengatasi pertumbuhan cacing S. pada Gambar 3. japonicum yang tidak terkendali dalam tubuh manusia, pemberian obat pada host utama (manusia) merupakan hal yang selama ini dilakukan. Hal tersebut merupakan upaya pemberantasan cacing S. japonicum secara kimia. Secara matematis, masalah pemberantasan cacing direpresentasikan melalui parameter ρ sebagai tingkat pemberian obat pada manusia yang terkena schistosomiasis. Berdasarkan hasil penelitian, Gambar 2 memperlihatkan bahwa sebelum pemberian Gambar 3. Populasi tiap fase pertumbuhan o b a t p a d a m a n u s i a ya n g t e r j a n g k i t cacing S. japonicum setelah schistosomiasis, jumlah populasi cacing dilakukan kendali pengobatan 20 dewasa dalam tubuhnya meningkat mencapai 4700 pada hari ke-80 dan mengalami mg penurunan dari hari ke-83 sampai hari ke-140 kemudian stabil pada hari ke-21 sampai hari Ku r va Pe r fo r m a n s i ke n d a l i o p t i m a l ke-200. Jumlah telur mengalami penurunan ditampilkan pada Gambar 4. dengan jumlah populasi 1100 pada hari ke-30 dan mengalami peningkatan pada hari ke-31 sampai hari ke-100 mencapai 1600 populasi kemudian stabil pada hari ke-145 sampai hari ke-200, sedangkan jumlah mirasidium mengalami penurunan hingga 700 pada hari ke-50 dan meningkat pada hari ke-51 sampai hari ke-100 dengan jumlah populasi sebanyak 900 kemudian stabil pada hari ke-140 sampai hari ke-200. Populasi sporakista 1 meningkat mencapai jumlah 2300 pada hari ke-10, hari ke-22 sampai hari ke-70 mengalami l Gambar 4. Performansi kendali optimal penurunan mencapai 800 tetapi mengalami peningkatan lagi pada hari ke-65 sampai hari Kurva jumlah cacing dewasa dalam tubuh manusia dengan dosis 20 mg ditampilkan ke-100 kemudian stabil pada hari ke-130 sampai hari ke-200. Untuk populasi sporakista pada Gambar 5. 2 meningkat pada hari ke-20 dengan jumlah populasi mencapai 2200 dan mengalami penurunan dari hari ke-21 sampai hari ke-100 dengan jumlah populasi 900 kemudian stabil pada hari ke-130 sampai hari ke-200. Jumlah populasi serkaria mangalami peningkatan pada hari ke-30 dengan jumlah populasi 1000 dan mengalami penurunan dari hari ke-35 sampai hari ke-100 kemudian populasi stabil pada hari ke-130 sampai hari ke-200. Hasil tersebut menunjukan bahwa tanpa pemberian obat pada manusia, cacing dewasa akan Gambar 5. Jumlah populasi cacing dewasa menetap dalam tubuh manusia. Fenomena dalam tubuh manusia dengan penurunan kurva pertumbuhan di tiap fase disebabkan oleh tingkat perpindahan populasi dosis obat 20 mg 56
Kendali Optimal Model Siklus ..................... (Sriwahyuni, et. al)
yang masuk lebih sedikit dari tingkat p e r p i n d a h a n p o p u l a s i ya n g ke l u a r. Sebaliknya, peningkatan kurva pertumbuhan diakibatkan oleh tingkat perpindahan populasi yang masuk lebih tinggi dari tingkat perpindahan populasi yang keluar. Gambar 3 memperlihatkan kurva pertumbuhan tiap fase cacing S. japonicum setelah pemberian obat dengan dosis 20 mg yang mengakibatkan penurunan drastis pada populasi cacing dewasa dalam tubuh manusia. Untuk populasi telur mengalami penurunan dari 2600 menjadi 200 pada hari ke-60 dan akan habis pada hari ke-130. Mirasidium mengalami penurunan populasi dari 2400 menjadi 500 pada hari ke-40 dan akan habis pada hari ke-155, sedangkan sporakista 1 meningkat dengan jumlah populasi 2300 pada hari ke-5 dan mengalami penurunan jumlah populasi menjadi 300 pada hari ke-100 dan akan habis pada hari ke-170. Populasi sporakista 2 meningkat pada hari ke-15 dengan jumlah populasi 2400 dan mengalami penurunan jumlah populasi menjadi 500 pada hari ke-80 kemudian akan habis pada hari ke175, sedangkan populasi serkaria meningkat dengan jumlah populasi 1050 pada hari ke-25 kemudian mengalami penurunan dan akan habis pada hari ke-200. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa pemberian dosis obat sebesar 20 mg merupakan dosis optimal untuk mengendalikan pertumbuhan cacing dewasa dalam tubuh manusia. Performansi dari pengendalian yang telah optimal dengan tingkat pemberian obat sebesar 20 mg diperlihatkan pada Gambar 4. Po p u l a s i c a c i n g d e wa s a m e n g a l a m i penurunan hingga delapan ekor yang habis pada hari ke 180 (selama enam bulan pengobatan). Efektifitas pemberian obat selama enam bulan diperlihatkan pada Gambar 5, dimana pemberian obat praziquantel dengan dosis 20 mg juga mampu mengurangi jumlah cacing dewasa dalam tubuh manusia. KESIMPULAN Berdasarkan pada hasil simulasi di atas, menunjukan bahwa dari dosis obat yang disarankan antara 20 mg – 60 mg, pemberian obat praziquantel dengan dosis 20 mg juga
mampu meminimalkan pertumbuhan cacing S. japonicum dalam tubuh manusia dan memberikan hasil yang efektif. Dengan demikian siklus hidup cacing S. japonicum dapat terkendali dalam waktu 180 hari. SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah disimpulkan di atas, diharapkan kepada pemerintah agar melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya schistosomiasis dan memberikan kesadaran kepada masyarakat untuk memperhatikan lingkungan tempat tinggal mereka dengan cara menjaga kebersihan dan gaya hidup sehat, mengoptimalkan pemberian obat praziquantel pada penderita schistosomiasis serta terus mendukung dan menjalankan program pengendalian pertumbuhan cacing S. japonicum. UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Balai Litbang P2B2 Donggala. Terima kasih kepada Ketua Jurusan Matematika, Ketua Prodi Matematika dan Dosen-dosen di lingkungan Matematika FMIPA Universitas Tadulako yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam penyelesaian penelitian ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah menumbuhkan ide atau gagasan dalam pemikiran penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA 1. Barrington, e.r.s., a.j. willis, and M. A. Sleich. A Series of Student Texts in Contemporary Biology. Edward Arnold Limited, London. 1979. 2. Andrew D. Schistosomiasis. In: Gordon C. Cook, Alimuddin L Z, editors. Manson's Tropical Diseases. 21 ed. China: Saunders Elsevier: 2009;82:1425 3. Miyazaki, I. An Illustrated Book of Helminthic Zoonosis. International Medical Foundation of Japan, Tokyo. 1991. 4. Fischer PR, Summer AP, White CA, Jr. In: Ralph D. Feigin, James DC, Gail JDH, Sheldon L Kaplan, editors. Textbook of Pediatric Infectious Diseases. 6 ed. United States of America: Saunders Elsevier: 2009;240:3023.
57
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 10 No. 2, 2016 : 51–58 5. Safar R. Parasitologi Kedokteran. Protozoologi, Helmintologi, Entomologi. 1 st ed. Bandung: CV. Yrama Widya; 2009.h: 208. 6. Zhou XN, Bergquist R, Leonardo L, Olveda R. Schistosomiasis: The Disease and its Control. 2008 September. Accessed September 18, 2 0 1 3 . Av a i l a b l e f r o m : http://www.rnas.org.cn/upload/inFile/2008 -9-25160310-Schistosomiasis.pdf 7. Weekly epidemiological record 30 April No. 18, 2 0 1 0 , 8 5 , 1 5 7 - 1 6 4 . Wo r l d H e a l t h Organization. Accessed September 18, 2013. Available from: http://www.who.int/wer. 8. Chistulo L, Loverde P, Engels D. Disease Watch: Schistosomiasis. TDR Nature Reviews Microbiology. 2004; 2:12 9. Steinmann P. Epidemiology and Diagnosis of Schistosoma japonicum other helminth infections and multiparasitism in Yunan province, People's Republic of China. (dissertation). (German): University of Basel; 2008. 10. Hadidjaja, P. Beberapa penelitian mengenai aspek biologik dan klinik schistosomiasis di Sulawesi Tengah, Indonesia. Thesis Doktor Universitas Indonesia. 1982. 2013;3(3):31–42. 11. Jastal, Gardjito TA, Anastasia H, Mujiyanto. Analisis Spasial epidemiologi schistosomiasis menggunakan pengindraan jauh dan system informasi geografis di Lembah Napu dan Lindu Kab. 12. Sudomo M. Penyakit Parasitik Yang Kurang Diperhatikan di Indonesia.Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. 13. Davis, G.M., and W.P. carney.. Descriptionof Oncomelania hupensis lindoensis: first intermediate host of Schistosoma japonicum in Sulawesi. Proc. Acad. Nat. Sci. Philadelphia.
58
1973.125:1-34. 14. Sandjaja B. Parasitologi Kedokteran. Helmintologi Kedokteran. Jakarta: Prestasi Pustaka; 2007. 15. Natadisastra, D., Agoes, R. Parasitologi Kedokteran: ditinjau dari organ tubuh yang diserang. EGC, Jakarta. 2005. 16. Hariyanto, M.E., 2007.'Pemanfaatan Air Sungai dan Infeksi Schistosoma Japonicum di Napu Poso Sulawesi Tengah Tahun Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2006. 1 (5): 219-225.Kesehatan Masyarakat Nasional. 2006. 1 (5): 219-225. 17.Garcia L.S, Bruckner D.A. Diagnostic Parasitologi kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1996. p. 256-72. 18. Tjay, Tan Hoan & Rahardja, Kirana. Obat-obat penting: khasiat, penggunaan dan efek-efek sampingnya. Elex Media Komputindo. 2007. 19. Luknanto, D, Model Matematika, Bahan Kuliah Hidraulika Komputasi, Jurusan Teknik Sipil FT UGM, Yogyakarta. 2003. 20. Mayer, J. walter. Concepts of mathematical modeling. Mcgrow-hill book company. New York. 1985. 21. Anton, H. Aljabar Linier Elementer, Terjemahan oleh Pantur Silaban.. Jakarta. 1998. Erlangga. 22. Campbell, S.L., & Haberman, R. Introduction to Differensial Equitions with Dinamycal System. New Jersey: Princeton University Pree. 2008. 23. Finizio, J. & Lads, T. Persamaan Differensial Biasa dengan penerapan Modern. Alih Bahasa oleh Widiarti Santoso. 1982. 24. Boyce, W.E. and Diprima R.C. Elementary Differential Equation and Boundary Value Problem, 6thed. United States of America, 1996.
25. Naidu, D.S.,. Optimal control system.CRC, London. 2002.