Kejadian Gerakan Tanah di Indonesia Periode Mei-Agustus 2009 (Yukni Arifianti)
KEJADIAN GERAKAN TANAH DI INDONESIA PERIODE MEI-AGUSTUS 2009 Yukni ARIFIANTI Bidang Pengamatan Gempabumi dan Gerakan Tanah, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
Sari Pada periode bulan Mei hingga Agustus 2009, di Indonesia telah terjadi gerakan tanah sebanyak 13 kali. Periode bulan Mei hingga Agustus 2009 ini merupakan periode akhir musim hujan dan awal musim kemarau. Gerakan tanah yang terjadi pada periode ini adalah gerakan tanah yang terjadi jenis longsoran bahan rombakan, retakan dan nendatan.
Pendahuluan Bulan Mei merupakan periode akhir musim penghujan. Musim kemarau terjadi di bulan Juli dan puncak musim kemarau terjadi di bulan Agustus. Intensitas curah hujan pada periode ini rendah, kecuali sebagian kecil wilayah di Sumatera bagian Barat, sebagian Kalimantan, Maluku Tengah dan Irian¹. Pada periode tersebut umumnya tingkat kejenuhan tanah sudah berkurang karena sudah terjadi evaporasi sehingga gerakan tanah tidak banyak terjadi. Jika terjadi gerakan tanah umumnya rayapan dengan skala besar atau longsoran dalam skala kecil. Potensi debris flow dan flash flood (banjir bandang) sudah berkurang kecuali untuk daerah-daerah yang masih mempunyai intensitas curah hujan yang tinggi.
Kejadian gerakan tanah bulan Mei – Agustus 2009, menunjukan bahwa gerakan tanah yang terjadi jenis longsoran bahan rombakan, retakan dan nendatan. Curah hujan yang tinggi dan lama adalah pemicu utama terjadinya gerakan tanah. Sedangkan kemiringan lereng yang terjal serta kurang memadainya sistem drainase merupakan pengontrol terjadinya gerakan tanah. Kejadian Gerakan Tanah Kejadian gerakan tanah di Indonesia selengkapnya selama bulan Mei hingga Agustus 2009 dapat dilihat pada tabel 1.
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 2, Agustus 2009 : 53-57
Hal :53
Kejadian Gerakan Tanah di Indonesia Periode Mei-Agustus 2009 (Yukni Arifianti)
Tabel 1. Kejadian Gerakan Tanah Periode Mei - Agustus 2009 Lokasi Kejadian Gerakan Tanah Kecamatan
Kabupaten/ Kota
Propinsi
Waktu Kejadian
1.
Cisewu
Garut
Jawa Barat
4 Mei 2009
2.
Bumijawa
Tegal
Jawa Tengah
4 Mei 2009
3.
Cibinong
Cianjur
Jawa Barat
11 Mei 2009
4.
Cimenyan
Bandung
Jawa Barat
13 Mei 2009
5.
Kota Barat
Gorontalo
Gorontalo
19 Mei 2009
6.
Jenawi
Karanganyar
Jawa Tengah
25 Mei 2009
7.
Situraja
Sumedang
Jawa Barat
29 Mei 2009
8.
Mengkendek
Tana Toraja
Sulawesi Selatan
29 Mei 2009
9.
Bungbulang
Garut
Jawa Barat
31 Mei 2009
10.
Bangkinang
Kampar
Riau
30 Juni 2009
11.
Cijeruk
Bogor
Jawa Barat
10 Juli 2009
1 rumah rusak, badan jalan yang menghubungkan Cisewu-Caringin terputus, dan beberapa hektar sawah tertimbun longsor. (HU, Pikiran Rakyat, 5-5-2009). Jalan desa nendat dan retak-retak sepanjang 500 m, 10 rumah retak-retak, 5 tiang listrik roboh, pipa PDAM rusak, puluhan hektar sawah dan ladang amblas. (Badan Geologi, 2009). Jalan Desa yang menghubungkan Desa Cikangkareng dan Kec. Cibinong terputus, 13 rumah terancam (HU, Pikiran Rakyat, 13-5-09). Badan jalan tertutup longsoran, tembok rumah dan beteng rumah setinggi 30 m dan panjang 40 m ambruk (HU, Pikiran Rakyat, 15-5-09). 88 rumah terkena longsoran, diantaranya 8 rumah rusak parah, 7 rumah rusak sebagian, dan 1 rumah hancur. (www.antaranews.com, 20-05-09). 1 rumah rusak di Desa Lempong dan 1 rumah rusak di Dusun Karangrejo, Desa Balong. (www.detik.com, 22-05-09). Saluran irigasi sepanjang 20 m dengan ketinggian 2 m longsor, 10 rumah terancam. (www.galamedia.com, 29-05-2009) 6 orang tewas, 2 rumah hancur, 1 rumah rusak, 1 gereja terancam. (Badan Geologi, 2009). 5 rumah rusak parah, 10 titik di ruas jalan tertimbun longsor, Persawahan tertimbun longsor (HU, Pikiran Rakyat, 1-06-09). Jalur jalan Riau-Sumatera Barat terputus, di KM 65, dan Km 77 – 80, akibatnya kendaraan yang akan menuju Pekanbaru di alihkan via Kabupaten Siak Hulu dan Kabupaten Kuansing. (www.detiknews.com Rakyat, 30-06-09). 5 orang tewas, 2 orang luka-luka, 2 rumah hancur. (Badan Geologi, 2009).
12.
Lubuk Kilangan
Padang
Sumatera Barat
12 Juli 2009
Jalur jalan Padang –Solok terputus selama 11 jam. (Badan Geologi, 2009).
13.
Padang
Kota Padang
Sumatera Barat
20 Agustus 2009
1 rumah rusak, 3 rumah terancam, daerah makam retak-retak. (Badan Geologi, 2009).
No.
Hal :54
Dampak (Korban/Kerusakan)
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 2, Agustus 2009 : 54-57
Kejadian Gerakan Tanah di Indonesia Periode Mei-Agustus 2009 (Yukni Arifianti)
Bencana Gerakan Tanah di Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah Bencana gerakan tanah terjadi pada hari Senin 4 Mei 2009, pukul 06.00 WIB berlokasi di Blok Golempang, Karanganyar dan Dukuh Tengah, Desa Dukuh Benda, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Gerakan tanah ini mengakibatkan badan jalan yang menghubungkan Dukuh Tengah, Dusun Karanganyar dan Kampung Golempang mengalami nendat dan retak-retak sepanjang 500 m, jalan ini merupakan jalur untuk evakuasi bila terjadi peningkatan aktivitas G. Slamet. Kemudian 10 (sepuluh) rumah mengalami retak-retak pada bagian dinding dan lantainya, 5 (lima) tiang listrik miring dan rubuh, saluran pipa air PDAM patah dan rusak, serta puluhan hektar sawah dan ladang ambles. Bencana Gerakan Tanah di Kabupaten Tana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan Bencana gerakan tanah terjadi di Kampung AA’ Rarukan, Kelurahan Lembang Lemo, Kecamatan Mengkendek, Kabupaten Tana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan. Secara geografis terletak pada koordinat 119° 54' 21” 119° 54' 24” BT, dan 03° 07’ 3” - 03° 07’ 5” LS. Gerakan tanah terjadi pada tanggal 29 Mei 2009, pukul 23.00 WIT yang didahului dengan terjadinya hujan deras selama 6 jam secara terus menerus. Gerakan tanah ini mengakibatkan 6 (enam) orang meninggal dunia, 2 (dua) rumah hancur dan 1 rumah rusak, dan 1 (satu) bangunan gereja terancam. Bencana Gerakan Tanah di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat Bencana gerakan tanah terjadi pada hari Jumat, 10 Juli 2009, Pukul 05.30 WIB di selatan Kp. Cijeruk Rt 01/04, Desa Palasari, Kec. Cijeruk, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.Gerakan tanah ini mengakibatkan 5 (lima) orang meninggal dunia, 2 orang luka berat dan 2 (dua) rumah hancur.
Bencana Gerakan Tanah di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat Lokasi bencana gerakan tanah terjadi pada lereng bukit yang berada di atas badan jalan di sekitar Kampung Lubuk Peraku, Desa Indarung, Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat. Gerakan tanah terjadi pada hari Minggu 12 Juli 2009, pukul 05.00 WIB, setelah daerah ini diguyur hujan hampir seharian. Gerakan tanah ini mengakibatkan badan jalan di kawasan Kp. Lubuk Perahu tertimbun material longsoran setinggi lebih dari 2 m, sehingga jalur transportasi yang menghubungkan Kota Padang dengan Solok lumpuh, menimbulkan kemacetan selama hampir 11 jam, yaitu dari pukul 05.00- 16.00 WIB. Bencana Gerakan Tanah di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat Bencana gerakan tanah terjadi pada hari Kamis, 20 Agustus 2009 di Kampung Pengalangan, RW 03 dan di Kampung Teleng, RW 01, Kelurahan Batang Arau, Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat. Secara Geografi terletak pada 100° 21' 30.7" BT -00° 58' 03.1" "LS dan 100° 21' 48.1" BT -00° 57' 50.5" "LS. Gerakan tanah ini mengakibatkan; 1 (satu) rumah di Kp. Teleng RW 01 rusak ringan karena tertimbun material longsoran dan mengancam 3 rumah di bawahnya, Di Kp. Pengalangan RW 03 terjadi retakan merusak makam dan berpotensi mengancam pemukiman di bawahnya. Akibatnya penduduk khawatir dan mengungsi pada saat turun hujan. Pembahasan Bencana Gerakan Tanah di Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah Gerakan tanah yang terjadi berupa nendatan dan retakan. Nendatan terjadi di beberapa lokasi dengan bentuk yang melingkar memotong lereng dan Sungai Cikoneng dengan panjang antara 10 – 50 m dengan penurunan antara 0,2 – 1,5 m. Nendatan banyak juga terjadi pada daerah yang bergerak dengan arah umumnya barat – timur dan penurunan antara 10 – 50 cm.
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 2, Agustus 2009 : 55-57
Hal :55
Kejadian Gerakan Tanah di Indonesia Periode Mei-Agustus 2009 (Yukni Arifianti)
Retakan banyak terjadi pada daerah yang bergerak dan di atas nendatan utama dengan panjang antara 10 – 50 m, dan searah dengan nendatan dengan lebar rekahan antara 1 – 40 cm. Nendatan dan retakan ini merusak jalur jalan dan areal pesawahan. Gerakan tanah ini pada saat penelitian masih aktif bergerak dengan kecepatan lambat. Faktor pemicu terjadinya gerakan tanah adalah hujan lebat yang berlangsung lama sehingga menyebabkan tanah jenuh air. Gerakan tanah ini dikontrol oleh tata guna lahan yang didominasi oleh pesawahan irigasi yang selalu berair sehingga membebani lereng, serta sifat fisik batuan breksi dan tufa yang bersifat meloloskan air menumpang di atas batuan napal yang mudah hancur dan kedap air. sehingga kontak keduanya menjadi bidang lemah dan bertindak sebagai bidang gelincir longsoran. Bencana Gerakan Tanah di Kabupaten Tana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan Jenis gerakan tanah berupa longsoran bahan rombakan dengan panjang 150 m, lebar 50 m dengan arah gerakan tanah N 125º E. Faktor pemicu terjadinya gerakan tanah adalah hujan lebat yang berlangsung lama. Sedangkan faktor pengontrolnya, banyak hutan yang gundul sehingga air hujan akan mengalir mudah masuk ke dalam pori – pori tanah dan kurangnya sistem perakaran yang kuat dan dalam sebagai pengikat tanah pada lereng, serta sifat fisik tanah pelapukan yang gembur dan meluluskan air. Bencana Gerakan Tanah di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat Gerakan tanah yang terjadi berupa longsoran dengan panjang antara 12,5 meter dan lebar 10 meter. Material longsor bergerak ke arah lembah menimpa 2 rumah yang ada di bawahnya. Faktor penyebab terjadinya gerakan tanah adanya kolam ikan pada bagian atas permukiman yang sudah lama dikeringkan (sekitar 2 tahun) sehingga tanahnya retak-retak, yang kemudian diisi air, kemiringan lereng yang terjal, dan sifat fisik tanah pelapukan yang gembur dan meluluskan air. Hal :56
Bencana Gerakan Tanah di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat Gerakan tanah terjadi di dua lokasi pada lereng bukit. Jenis gerakan tanah berupa longsoran bahan rombakan (debris slide) dengan panjang longsoran berkisar antara 10-15 m dan di bagian utara berupa aliran bahan rombakan (debris flow), panjangnya > 25 m. Kedua jenis longsoran ini telah menimbun badan jalan di lokasi tersebut. Gerakan tanah di daerah ini terjadi akibat beberapa faktor, yaitu pengupasan lereng di bagian kaki lereng, sifat batuan kurang kompak dengan tanah pelapukan kurang padat, curah hujan yang tinggi dan lama, akumulasi air yang berlebihan di lereng atas, dan lereng bukit yang sangat terjal lebih 30°. Bencana Gerakan Tanah di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat Gerakan tanah di Kampung Teleng berupa longsoran dengan arah N 350° E dan membentuk tapal kuda dengan lebar mahkota 6 meter dan panjang material yang longsor 5 meter. Lalu di Kp. Pengalangan jenis gerakan tanah berupa retakan dengan panjang 8 meter dan lebar retakan 10 cm. Gerakan tanah di daerah ini terjadi akibat beberapa faktor, yaitu adanya material koluvial (endapan longsoran lama), adanya kontak antara tanah pelapukan dengan batuan dasar yang berfungsi sebagai bidang lincir, tata guna lahan bagian atas lereng sebagai pemukiman, kurangnya tanaman berakar kuat dan dalam. Gerakan tanah ini dipicu oleh gempabumi sesaat sebelum kejadian dan hujan deras selama 2 jam pada saat kejadian, serta kemiringan lereng terjal > 40°. Rekomendasi Umum dan Upaya Penanggulangan Bencana Gerakan Tanah • Penduduk yang bermukim di bawah lereng yang terjal di dekat daerah sekitar longsoran harap waspada pada saat dan sesudah hujan dengan intensitas tinggi dan berlangsung lama karena daerah tersebut masih berpotensi untuk terjadinya gerakan tanah. • Retakan-retakan yang terjadi agar segera ditutup dengan tanah lempung yang
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 2, Agustus 2009 : 56-57
Kejadian Gerakan Tanah di Indonesia Periode Mei-Agustus 2009 (Yukni Arifianti)
•
•
• •
• • •
•
•
dipadatkan, agar air hujan tidak masuk ke dalam tanah yang dapat menyebabkan terjadinya longsor susulan. Memperbaiki drainase lereng agar air tidak masuk ke dalam tanah dengan cara membuat saluran pengelak dan pembuang air yang baik. Perlu reboisasi kembali dengan penanaman pohon yang berakar kuat dan dalam di daerah lereng atas pada daerah yang rentan gerakan tanah. Serta merubah pola penggunaan lahan dari persawahan basah dengan tanaman palawija lainnya yang tidak banyak memerlukan air. Tidak melakukan pemotongan lereng yang berlebihan pada lereng baik untuk pembuatan jalan maupun pemukiman. Tidak membangun pemukiman di atas, pada dan di bawah bukit dengan sudut lereng sedang (15 – 30o) hingga curam (>30o). Tidak membangun pemukiman pada alur lembah dan sempadan sungai. Tidak membuat kolam ikan di atas daerah permukiman, karena dapat menjenuhkan tanah dan membuat lereng tidak stabil. Rumah-rumah yang rusak parah akibat longsoran serta permukiman yang tanahnya mengalami retakan yang terus berkembang sebaiknya direlokasikan ke daerah yang aman dari bencana gerakan tanah. Perlu kewaspadaan pada daerah jalur jalan yang rentan gerakan tanah, antara lain dengan pemasangan rambu lalu lintas peringatan bahaya longsor agar masyarakat pengguna jalan berhati-hati. Pembuatan dinding penahan untuk memperkuat kaki lereng bukit. Pemerintah daerah perlu meningkatkan sosialisasi tentang ancaman bencana gerakan tanah dan cara penanggulangannya.
Kesimpulan : Bencana gerakan tanah pada bulan Mei hingga Agustus 2009 yang terbanyak terjadi di Provinsi Jawa Barat dengan 6 kejadian. Bencana gerakan tanah pada periode ini umumnya terjadi pada bulan Mei. Bencana gerakan tanah ini telah mengakibatkan 11 (sebelas) orang tewas, puluhan rumah terancam longsoran, jalur jalan terputus akibat tertimbun material longsoran, beberapa hektar sawah dan saluran irigasi tertutup longsoran, serta puluhan Kepala Keluarga (KK) mengungsi. Gerakan tanah yang terjadi adalah jenis longsoran bahan rombakan dan aliran bahan rombakan (gerakan tanah tipe longsoran/cepat) dan retakan serta nendatan (gerakan tanah tipe rayapan/ lambat). Daftar Pustaka Pola Hujan Rata-Rata Bulanan Wilayah Indonesia : Tinjauan Hasil Kontur Data Penakar dengan Reolusi Echam T-42, Elvin Aldrian.
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 2, Agustus 2009 : 57-57
Hal :57