JLBG
JURNAL LINGKUNGAN DAN BENCANA GEOLOGI Journal of Environment and Geological Hazards ISSN: 2086-7794, e-ISSN: 2502-8804 Akreditasi LIPI No. 692/AU/P2MI-LIPI/07/2015 e-mail:
[email protected] - http://jlbg.geologi.esdm.go.id/index.php/jlbg
Manajemen Data Kejadian Gerakan Tanah dalam Penyusunan Basis Data Spasial Longsor Indonesia (Studi Kasus: Kabupaten Garut) Management of Ground Movement Occurrence Data in Building Indonesian Landslide Spatial Database (Case Study: Garut Regency) Sukristiyanti1, Hilda Lestiana1, Andarta F. Khoir2, dan Afnindar Fakhrurrozi1 1
Pusat Penelitian Geoteknologi – LIPI Jalan Sangkuriang, Kompleks LIPI Gedung 70, Bandung 40135 - Indonesia 2 UPT Kebun Raya Purwodadi-LIPI Jalan Raya Surabaya Malang Km. 65, Purwodadi, Pasuruan - Jawa Timur 67163 – Indonesia Naskah diterima 17 April 2016, selesai direvisi 16 Januari 2017, dan disetujui 15 Maret 2017 e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Data kejadian gerakan tanah adalah informasi yang penting dalam upaya mitigasi bencana gerakan tanah. Data bersumber dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana (PVMBG) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Namun, data tersebut masih tabular nonspasial, dengan beragam format. Makalah ini membahas mengenai manajemen data gerakan tanah dalam proses penyusunan basis data spasial untuk kejadian longsor di Kabupaten Garut. Basis data spasial tersebut merupakan bagian dari basis data longsor Indonesia. Metode yang dilakukan dalam manajemen data gerakan tanah meliputi pendekatan spasial dan filtering data. Pendekatan spasial digunakan untuk melakukan konversi data nonspasial menjadi spasial. Filtering data dilakukan untuk membuat sebuah format data baru berupa tabel normal yang dapat menampung semua data. Hasil yang diperoleh dari pendekatan spasial berkaitan dengan pemetaan data gerakan tanah di Kabupaten Garut adalah (1) sistem proyeksi geografis (LL/ Latitude-Longitude) sebagai sistem proyeksi yang dipilih, (2) kenampakan titik untuk memetakan lokasi kejadian gerakan tanah, dan (3) pendekatan wilayah lokasi kejadian untuk mengeplot data yang tidak memiliki informasi koordinat lintang-bujur. Hasil filtering data adalah satu tabel normal yang berisi empat belas kolom data gerakan tanah. Manajemen data telah memberikan solusi berupa strategi penyusunan basis data spasial yang dibangun dari data nonspasial. Kata kunci: basis data spasial, data nonspasial, data kejadian gerakan tanah
ABSTRACT Ground movement occurrence data are important information in ground movement disaster mitigation. The sources of the data in Indonesia are Centre for Volcanology and Geological Hazard Mitigation (PVMBG) and Regional Disaster Management Agencies (BPBDs). However, the data are still tabular and in various formats. This paper discusses about the management of ground movement occurrence data in building landslide spatial database of Garut Regency. The database is part of landslide spatial database of Indonesia. Two methods were conducted i.e. spatial approach and data filtering. Spatial approach was needed in converting data from nonspatial to spatial. Data filtering was done to arrange a new form/normal table which can accommodate the whole landslide data. The results of spatial approach regarding to ground movement data mapping in Garut were (1) the geographic projection system (LL/ Latitude-Longitude) as the chosen system, (2) the feature of point to map ground movement occurrence data, and (3)
47
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 8 No. 1, April 2017: 47 - 56
the regional approach of the locations for plotting data that do not have the latitude-longitude coordinate information. The result of the data filtering was a normal table that contained fourteen columns of landslide data. Data management has given a solution in the form a strategic of spatial database building which is constructed from non spatial data. Keywords: landslide spatial database, nonspatial data, ground movement occurrence data
PENDAHULUAN Gerakan tanah menyebabkan banyak kematian, luka-luka, dan kerugian ekonomi yang besar karena merusak bangunan, jalan, dan infrastruktur lain (Sassa et al., 2005). Oleh karena itu, mitigasi bahaya gerakan tanah harus dilakukan sebagai usaha mengurangi risiko bencana-bencana tersebut. Gerakan tanah menurut proses terjadinya, dikelompokkan menjadi runtuhan, robohan, longsoran, pencaran, dan aliran (SNI, 2005). Longsor merupakan istilah awam bagi semua tipe bencana gerakan tanah, baik itu aliran, luncuran, maupun jatuhan (McGeary et al., 2004). Dengan demikian, seringkali istilah longsor dipakai untuk mengganti istilah gerakan tanah. Kumpulan data kejadian gerakan tanah merupakan informasi yang penting dalam upaya memitigasi bencana karena lokasi yang pernah mengalami gerakan tanah merupakan lokasi yang rentan dan memiliki kemungkinan untuk terjadi gerakan tanah kembali (USGS, 2013). Pentingnya data
tersebut mendorong dibuatnya basis data longsor dalam skema GIS/ Geographic Information System (Ciampalini et al., 2015; Xu et al., 2015; Damm dan Klose, 2015; Pennington et al., 2015; Komac dan Hribernik, 2015; Taylor et al., 2015). Basis data gerakan tanah merupakan kumpulan sistematik informasi longsor yang telah terjadi (Taylor et al., 2015). Data kejadian gerakan tanah di Indonesia telah dikumpulkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) sejak tahun 1970-an. Saat ini untuk kejadian di daerah, data dikumpulkan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Selama ini data gerakan tanah di Indonesia masih dicatat secara manual, tidak dalam bentuk basis data yang terstruktur. Pengarsipan data secara manual memiliki risiko hilangnya atau rusaknya data. Dengan demikian, basis data longsor dalam skema GIS untuk Indonesia sangat perlu untuk dibangun.
Gambar 1. Tampilan web GIS Sistem Informasi Kebencanaan Longsor/ SIK-L.
48
Manajemen Data Kejadian Gerakan Tanah dalam Penyusunan Basis Data Spasial Longsor Indonesia (Studi Kasus: Kabupaten Garut)
Gambar 2. Lokasi penelitian.
PVMBG dan BNPB sebagai institusi nasional yang mengelola kebencanaan di Indonesia, telah membuat website untuk menyampaikan informasi kejadian gerakan tanah (http://dibi.bnpb.go.id/ dan http://www.vsi.esdm.go.id). Akan tetapi, kedua infomasi dalam web tersebut masih dalam bentuk peta analog, tabel, atau uraian deskriptif. Oleh karena itu, Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI melakukan inisiasi untuk membangun basis data longsor (gerakan tanah) berskema GIS. Basis data longsor tersebut ditampilkan dalam Bentuk Sistem Informasi Kebencanaan Longsor (SIK-L) yang berbasis web (Sukristiyanti drr., 2013; 2014). Sistem tersebut dapat diakses pada alamat http:// sik.geotek.lipi.go.id/index.php/webgis (Gambar 1). Sebagai pilot project/projek awal dalam membangun SIK-L, dipilih lima kabupaten di Propinsi Jawa Barat bagian selatan. Kelima kabupaten tersebut adalah Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Cianjur, dan Sukabumi. Daerah tersebut didominasi oleh perbukitan, sehingga menyebabkan banyak terjadi peristiwa gerakan tanah. Makalah ini membahas mengenai manajemen data kejadian gerakan tanah dengan mengambil studi kasus Kabupaten Garut (Gambar 2). Data kejadian longsor daerah kajian diperoleh dari
BPBD Kabupaten Garut dan PVMBG. Sumber data yang berbeda menyebabkan data tabular yang terkumpul memiliki beragam format (Kohler et al., 2006). Data tersebut harus memiliki format data yang seragam dan memiliki informasi spasial agar data dapat masuk ke dalam basis data dalam kerangka GIS (basis data spasial). Oleh karena itu, perlu suatu upaya agar data tabular/ nonspasial yang beragam formatnya dapat menjadi bagian dari basis data spasial. Berdasarkan permasalahan di atas, maka makalah ini membahas bagaimana mengelola data kejadian gerakan tanah (nonspasial yang beragam formatnya) menjadi data yang seragam dalam basis data spasial. METODE PENELITIAN Data meliputi 36 kejadian gerakan tanah yang terjadi dalam kurun waktu 2007 - 2010. Data kejadian gerakan tanah tersebut secara umum berisi informasi lokasi kejadian, tanggal kejadian, dan dampaknya. Setiap tabel berisi rekaman data kejadian longsor dari waktu ke waktu. Tabel 1 menggambarkan perbedaan format yang disampaikan dalam data kejadian gerakan tanah dari dua sumber yang berbeda yaitu PVMBG dan BPBD Kabupaten Garut. Perbedaan format tersebut adalah jumlah kolom, level kolom,
49
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 8 No. 1, April 2017: 47 - 56
Tabel 1. Perbandingan Format Data Gerakan Tanah Yang Bersumber Dari PVMBG Dan BPBD Kabupaten Garut
Sumber data
Level 1
PVMBG
No. (1)
Level 2
Level 3
Desa (2) Kecamatan (3) Kabupaten (4) Propinsi (5) Tanggal kejadian (6) Korban
Meninggal dunia (7) Luka-luka (8) Rumah rusak (9) Rumah hancur (10) Rumah terancam (11) Bangunan lain rusak (12) Bangunan lain hancur (13) Lahan pertanian rusak (14) Jalan (15) Saluran irigasi putus (16) Keterangan (17)
BPBD Kab. Garut
No. (1) Lokasi
Kecamatan (2) Desa/ kelurahan (3)
Tanggal kejadian (4) Manusia
Terdampak
KK (5) Jiwa (6)
Hilang (7) Meninggal (8) Luka-luka (9) Mengungsi
KK (10) Jiwa (11)
Perumahan
Hancur (12) Rusak berat (13) Rusak sedang (14) Rusak ringan (15)
Dampak fisik
Sosial
Sekolah (16) Tempat ibadah (17)
50
Manajemen Data Kejadian Gerakan Tanah dalam Penyusunan Basis Data Spasial Longsor Indonesia (Studi Kasus: Kabupaten Garut)
Infrastruktur
Irigasi (18) Jalan (19) Jembatan (20)
Ekonomi
Pos ekonomi
Darat (21) Sawah (22) Kolam (23)
Ternak
Unggas (24) Kambing (25) Sapi (26) Ikan (27) Perkiraan dampak ekonomi (28) Keterangan (29)
Gambar 3. Bagan manajemen data kejadian gerakan tanah.
maupun penamaan judul kolom. Data kejadian gerakan tanah dari PVMBG berisi 17 informasi yang disajikan dalam dua level kolom. Data dari BPBD Kabupaten Garut berisi 29 informasi yang dibagi ke dalam tiga level. Beberapa kolom pada level 1 dibagi menjadi beberapa sub-kolom level 2 dan beberapa subkolom tersebut dibagi menjadi beberapa subkolom level 3. Subkolom-subkolom menunjukkan informasi yang lebih detail yang menjelaskan informasi yang diperlukan pada kolom-kolom di level atasnya. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa data gerakan tanah memiliki bentuk tabular/
tabel nonspasial dengan beragam format. Oleh karena itu, untuk dapat menyusun data gerakan tanah ke dalam basis data spasial perlu dilakukan manajemen data (Gambar 3). Manajemen data yang dilakukan meliputi pendekatan spasial dan filtering data. Pendekatan spasial digunakan untuk melakukan konversi data nonspasial menjadi spasial, yaitu membuat data kejadian longsor yang berupa data tabular/ nonspasial dapat disajikan secara spasial dengan baik. Filtering data dilakukan untuk membuat sebuah format data baru berupa tabel normal yang dapat menampung semua data kejadian longsor di dalam basis data spasial. Filtering data bertujuan untuk merangkum 51
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 8 No. 1, April 2017: 47 - 56
semua informasi serta menghindari pengulangan informasi (redundansi data). Pendekatan spasial dilakukan untuk (1) menentukan sistem proyeksi peta, (2) menentukan kenampakan/ feature setiap kejadian longsor pada peta, dan (3) mengeplot kejadian longsor pada peta. Peta topografi yang digunakan dalam SIK-L adalah peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1:25.000 yang dikeluarkan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG). Terdapat dua sistem proyeksi yang digunakan dalam peta RBI, yaitu sistem proyeksi geografis dan UTM (Universal Transverse Mercator). Penentuan sistem proyeksi untuk basis data longsor disesuaikan dengan wilayah pemetaan, apakah untuk wilayah nasional atau regional. Sistem proyeksi UTM hanya terbatas pada wilayah regional karena sistem ini mencakup wilayah-wilayah dalam sebuah zona tertentu (selebar 60 atau berkisar 667 km arah barat ke timur dan 80 atau berkisar 889 km arah utara ke selatan), sehingga dalam memetakan wilayah menjadi terpotong-potong sesuai dengan zonanya. Sebagai contoh zona 48 S yang hanya memetakan wilayah Jawa bagian barat, dan tidak ditampilkan bersama dengan zona 49 S untuk wilayah Jawa bagian tengah. Sistem geografis dapat memetakan wilayah Indonesia dalam satu kerangka peta. Penentuan kenampakan/ feature dari fenomena geografik yang dipetakan, dalam hal ini kejadian gerakan tanah, merupakan hal penting dalam desain basis data spasial (de By, 2000). Apakah objek tersebut lebih baik dipresentasikan sebagai sebuah titik, garis, atau poligon. Titik digunakan untuk mempresentasikan objek yang memiliki satu informasi lokasi dan tidak memiliki ukuran. Garis digunakan untuk mempresentasikan objek berdimensi satu dan memiliki dua informasi lokasi atau lebih seperti jalan, sungai, pipa listrik, dan sebagainya (de By, 2000). Poligon digunakan untuk mempresentasikan objek yang memiliki informasi luasan/ area dan banyak informasi lokasi yang membatasi poligon tersebut. Dimensi kenampakan/ feature paling sederhana pada peta adalah titik. Pembuatan kenampakan titik pada peta membutuhkan informasi X dan Y atau nilai koordinat geografis bujur dan lintang. Akan tetapi, tidak semua data kejadian longsor dilengkapi dengan informasi lintang dan bujur. Oleh karenanya, pendekatan spasial digunakan untuk mengatasi cara penyampaian data yang tidak lengkap informasi lokasinya ke dalam peta. 52
Filtering data dalam dunia teknologi informasi merupakan sebuah strategi untuk menyaring sekumpulan data. Kumpulan data disaring untuk memperoleh data yang dibutuhkan tanpa menyertakan data lain yang mengandung pengulangan atau tidak relevan. Filtering data dilakukan dengan menghilangkan informasi yang tidak penting atau bahkan membingungkan (Anonim, 2016). Proses filtering data mempertimbangkan hasil FGD (Focus Group Discussion) yang melibatkan BNPB, BPBD Propinsi Jawa Barat, beberapa BPBD kabupaten daerah kajian, dan kantor dinas di kabupaten terkait. Hal ini dilakukan agar diperoleh kesepakatan mengenai sejumlah informasi yang harus disajikan dalam sebuah data gerakan tanah. Format data baru yang dihasilkan dari filtering data merupakan sebuah format data yang sederhana dalam bentuk tabel normal. Tabel normal terdiri atas beberapa kolom tanpa memiliki subkolom-sub kolom. Langkah pertama yang dilakukan dalam filtering data adalah dengan mencatat karakteristik data seperti jumlah kolom, jumlah level kolom, dan penamaan kolom setiap data. Hal ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan dan persamaan antarkelompok data yang berasal dari sumber yang berlainan. Penyusunan format baru juga disertai dengan penentuan tipe data setiap kolom (field). Tipe data ada lima, yaitu (1) string untuk menyimpan jenis data berupa teks, (2) integer untuk menyimpan semua jenis data berupa angka, (3) real untuk menyimpan data berupa bilangan desimal, (4) date untuk menyimpan tanggal, bulan, tahun, dan (5) boolean untuk menyimpan nilai benar atau salah (Anonim, 2012). HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Informasi Kebencanaan Longsor (SIK-L) merupakan sistem yang didesain untuk menyimpan dan mendiseminasi data kejadian gerakan tanah untuk seluruh wilayah Indonesia. Sistem proyeksi peta yang dipilih adalah sistem proyeksi geografis. Meskipun pada tampilannya, wilayah Kabupaten Garut merupakan wilayah regional, tetapi sistem proyeksi menyesuaikan dengan sistem yang dimiliki oleh SIK-L. Pendekatan spasial menghasilkan (1) sistem proyeksi peta, (2) kenampakan/feature setiap
Manajemen Data Kejadian Gerakan Tanah dalam Penyusunan Basis Data Spasial Longsor Indonesia (Studi Kasus: Kabupaten Garut)
kejadian longsor pada peta, dan (3) cara pengeplotan kejadian longsor pada peta. Sistem proyeksi geografis dipilih untuk basis data longsor, bukan sistem proyeksi UTM (Universal Transverse Mercator). Sistem proyeksi geografik dapat menampung cakupan seluruh wilayah Indonesia dalam satu tampilan peta. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu basis data longsor disusun untuk dapat menyimpan dan mendiseminasikan data kejadian longsor di seluruh wilayah Indonesia. Sistem proyeksi geografis juga digunakan dalam pembangunan basis data spasial penurunan tanah karena ditujukan untuk menampung data dari semua wilayah di Indonesia, meskipun baru berisi data dari dua daerah yaitu Semarang dan Bandung (Hafidzah drr., 2015).
sebaran titik pada peta wilayah. Hal ini dapat mempresentasikan banyaknya gerakan tanah yang terjadi di setiap wilayah. Untuk dipresentasikan sebagai poligon, data kejadian gerakan tanah/ longsor tidak memenuhi syarat karena tidak memiliki informasi lokasi yang cukup untuk dipetakan sebagai luasan tertentu. Sebagian besar informasi lokasi gerakan tanah di dalam data longsor tidak dilengkapi dengan nilai koordinat geografis. Dengan demikian, solusi pengeplotan setiap kejadian gerakan tanah pada peta menggunakan pendekatan wilayah lokasi gerakan tanah. Hal ini dilakukan agar semua data, baik yang memiliki informasi koordinat geografis maupun yang tidak, dapat ditampung dan ditampilkan secara spasial pada peta.
Kenampakan titik digunakan untuk mempresentasikan setiap kejadian gerakan tanah pada peta. Banyaknya data kejadian gerakan tanah di dalam sebuah wilayah dipresentasikan menjadi
Lokasi gerakan tanah yang memiliki informasi koordinat diplot pada peta sesuai dengan nilai koordinatnya, sedangkan data yang tidak memiliki koordinat diplot secara random di dalam wilayah
Tabel 2. Daftar Tipe Data Untuk Setiap Kolom/ Field Dalam Format Baru Data Gerakan Tanah No.
Daftar kolom/field
Tipe data
1
Desa
String
2
Kecamatan
String
3
Kabupaten
String
4
Propinsi
String
5
Koordinat lintang (satuan derajad)
Real
6
Koordinat bujur (satuan derajad)
Real
7
Waktu kejadian
Date
8
Penyebab
String
9
Batuan penyusun
String
10
Korban meninggal
Integer
11
Korban hilang
Integer
12
Korban luka
Integer
13
Jumlah Kepala Keluarga/ KK
Integer
14
Rumah rusak ringan
Integer
15
Rumah rusak sedang
Integer
16
Rumah rusak berat
Integer
17
Penanganan
String
18
Taksiran kerugian (Rp.)
Integer
19
Keterangan lain
String
53
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 8 No. 1, April 2017: 47 - 56
Gambar 4. Formulir penambahan data gerakan tanah baru melalui web SIK-L.
desa yang bersangkutan. Kejadian gerakan tanah yang memiliki informasi koordinat menjadi informasi kejadian gerakan tanah dengan lokasi yang akurat, sementara yang tidak memiliki informasi koordinat menjadi informasi kejadian gerakan tanah yang kurang akurat.
penanganan, dan taksiran kerugian merupakan informasi penting yang harus masuk ke dalam format kejadian longsor yang baru. Hasil FGD juga menyebutkan bahwa kolom keterangan sangat diperlukan dalam format baru untuk memberikan deskripsi kejadian gerakan tanah yang terjadi.
Filtering pada data longsor/gerakan tanah dilakukan untuk mempertahankan informasiinformasi penting dan mengabaikan hal-hal yang dianggap tidak/ kurang penting. Hasil FGD digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam proses filtering data gerakan tanah.
Hasil kajian data gerakan tanah menunjukkan bahwa lokasi dan tanggal kejadian merupakan informasi yang selalu ada dalam setiap sumber data, sehingga informasi lokasi kejadian merupakan informasi wajib untuk dapat menyajikan data gerakan tanah secara spasial. Penyebab gerakan tanah dan batuan penyusun dinilai menjadi informasi penting dalam data kejadian gerakan tanah karena dapat bermanfaat dalam kajian mitigasi bencana gerakan tanah.
Hasil FGD menyebutkan bahwa suatu kejadian gerakan tanah yang dicatat dalam data adalah yang merugikan manusia, baik secara ekonomi ataupun fisik. Oleh karena itu, dampak longsor,
54
Manajemen Data Kejadian Gerakan Tanah dalam Penyusunan Basis Data Spasial Longsor Indonesia (Studi Kasus: Kabupaten Garut)
Berdasarkan hasil filtering data gerakan tanah, diperoleh sejumlah informasi yang dimasukkan ke dalam format baru sebagai bentuk penyeragaman. Sejumlah informasi tersebut antara lain lokasi, waktu kejadian, penyebab, batuan penyusun, dampak, penanganan, taksiran kerugian, dan keterangan lain. Informasi lokasi terdiri atas desa, kecamatan, kabupaten, propinsi, koordinat lintang, dan koordinat bujur. Informasi dampak terdiri atas korban meninggal, korban hilang, korban luka, jumlah Kepala Keluarga/ KK, rumah rusak ringan, rumah rusak sedang, dan rumah rusak berat. Masing-masing informasi tersebut menjadi kolom/ field di dalam format baru data longsor/gerakan tanah. Penyusunan format baru juga dilengkapi dengan penentuan tipe datanya. Tiga tipe data digunakan dalam pengisian kolom-kolom dalam format baru tersebut, antara lain real digunakan untuk bilangan desimal, integer digunakan untuk bilangan bulat, dan string digunakan untuk jenis data teks. Daftar kolom/field beserta tipe datanya dalam format baru data longsor/gerakan tanah ditampilkan oleh Tabel 2. Semua data kejadian gerakan tanah ditampung dengan format baru/tabel normal yang dibuat. Informasi koordinat lintang dan bujur tidak menjadi informasi wajib/mandatory karena tidak semua data gerakan tanah memiliki informasi tersebut. Tabel normal tersebut dijadikan desain untuk membuat formulir penambahan data gerakan tanah baru (Gambar 4) melalui web Sistem Informasi Kebencanaan Longsor/ SIK-L. Formulir tersebut sebagai sarana untuk pemutakhiran basis data longsor Indonesia. Hasil pemutakhiran data longsor ditunjukkan dengan penambahan data longsor baik pada web GIS maupun basis data longsor yang ada di dalam SIK-L. KESIMPULAN Manajemen data gerakan tanah yang terdiri atas pendekatan spasial dan filtering data diperlukan dalam penyusunan basis data spasial longsor/ gerakan tanah. Melalui manajemen data gerakan tanah, diperoleh strategi pemrosesan data gerakan tanah nonspasial ke dalam basis data spasial dan sebuah tabel normal yang berisi sejumlah kolom yang dapat menampung semua data kejadian gerakan tanah dalam basis data yang dibuat.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr. Heru Santoso yang telah memberi arahan dan dukungan pada kegiatan penelitian penyusunan SIK-L. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada para pimpinan dan staf di BPBD lima kabupaten terkait serta BPBD Propinsi Jawa Barat yang telah membantu memberikan masukan dan informasi yang berkaitan dengan proses penanganan data bencana gerakan tanah. Ucapan terima kasih juga tidak lupa disampaikan kepada semua anggota tim penelitian SIK-L di Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2016. Technopedia: Data Filtering. https:// www.techopedia.com/definition/26202/datafiltering. diakses tanggal 31 Maret 2016. Anonim. 2012. The Free Quantum GIS: Training Manual. http://manual.linfiniti.com/id/postgres/ db_intro.html. diakses tanggal 31 Maret 2016. Ciampalini, A., Raspini, F., Bianchini, S., Frodella, W., Bardi, F., Lagomarsino, D., Di, F., Moretti, S., Proietti, C., Pagliara, P., Onori, R., Corazza, A., Duro, A., Basile, G., and Casagli, N. 2015. Remote sensing as tool for development of landslide databases: The case of the Messina Province ( Italy ) geodatabase. Geomorphology, vol. 249, pp. 103–118. Damm, B. dan Klose, M. 2015. The landslide database for Germany: Closing the gap at national level. Geomorphology, vol. 249, pp. 82–93. De By, 2000. R.A. Principles of Geographic Information System. ITC, Enschede, The Netherlands. Hafidzah, D.S., Abidin, H.Z., Andreas, H., Riqqi, A. 2015. Pembangunan Model Basisdata Spasial dari Fenomena Penurunan Tanah di Indonesia. Jurnal Ilmiah Geomatika. Volume 21. No. 1: 1724. Kohler, P., Muller, M., Sanders, M., Wachter, J. 2006. Data Management and GIS in the Center for Disaster Management and Risk Reduction Technology (CEDIM): from integrated spatial data to the mapping of risk. Natural Hazards and Earth System Sciences, 6. p. 621-628. Komac, M. dan Hribernik, K. 2015. Slovenian national landslide database as a basis for statistical assessment of landslide phenomena in Slovenia. Geomorphology, vol. 249, pp. 94–102. McGeary, D., Plummer, C.C., Carlson, D.H. 2004. Physical Geology: Earth Revealed. Mc Graw Hill. New York. p. 314. Pennington, C., Freeborough, K., Dashwood, C., Dijkstra, T., Lawrie, K. 2015. The National Landslide Database of Great Britain: Acquisition,
55
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 8 No. 1, April 2017: 47 - 56
communication and the role of social media. Geomorphology, vol. 249, pp. 44–51. Sassa, K., Hiroshi, F., Fawu, W., Gonghui, W. 2005. Landslides: Risk Analysis and Sustainable Disaster Management. Proceeding of the First General Assembly of the International Consortium on Landslides. SNI (Standar Nasional Indonesia), 2005. Penyusunan Peta Zona Kerenanan Gerakan Tanah. SNI 127124-2005. Sukristiyanti, Yunarto, Fakhrurrozi, A., Khoir, A.F., Mulyadi, D. 2013. Metode Penentuan Lokasi Potensi Evakuasi Longsor dengan Pendekatan Sistem Informasi Geografis pada Basis Data Longsor Kabupaten Garut, Jawa Barat. Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Pusat Penelitian Geoteknologi Tahun 2013. hal. 87-94. Sukristiyanti, Fakhrurrozi, A., Khoir, A.F., Mulyadi, D., Yunarto. 2014. Sistem Informasi Kebencanaan
56
Longsor Berbasis Web untuk Jawa Barat. Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Pusat Penelitian Geoteknologi Tahun 2014. hal. 187 – 194. Taylor, F.E., Malamud, B.D., Freeborough, K., Demeritt, D. 2015. Enriching Great Britain’s National Landslide Database by searching newspaper archives, Geomorphology, vol. 249, pp. 52–68. USGS, 2013. Landslide Preparedness. http://landslides. usgs.gov/learn/prepare.php. diakses tanggal 25 September 2014. Xu, C., Xu, X., Shyu, J.B.H. 2015. Database and spatial distribution of landslides triggered by the Lushan, China Mw 6.6 earthquake of 20 April 2013. Geomorphology, vol. 248, pp. 77–92. http://dibi.bnpb.go.id/ diakses tanggal 4 Februari 2014. http://www.vsi.esdm.go.id diakses tanggal 4 Februari 2014. http://sik.geotek.lipi.go.id/index.php/webgis diakses tanggal 9 Januari 2015.