KEHENDAK SANG RATU PART I: WHO ARE WE? By Ryan Maulana Copyright © 2017 by Ryan Maulana All rights reserved Diterbitkan pertama kali oleh:
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta Pasal 2: 1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan Pidana: Pasal 27 1. Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagai dimaksud pada Ayat 1 (satu) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2
Untuk Omran dan Malaikat Kecil lainnya yang tertimbun di bawah reruntuhan
3
HE Di dalam bara yang meletup, manusia menjerit pada dosa dan lentera harapan. Di dalam api yang membunuh kematian, sang cahaya menaklukan nafsu tak terbantahkan. Sungguh… Engkaulah sang Pemaaf. Di atas meja Mahogani, terhampar ratusan arsip yang baru saja dikirimkan Paramiliter sang Ratu. Tugasku meninjau arsip-arsip itu untuk menemukan cara menghancurkan pemain konspirasi. Di luar sana mereka membidikku, mengintai setiap pergerakanku di tempat yang pengap dan berbatu ini. Dua jam lagi waktuku, terasa terbakar di setiap detiknya saat menyiapkan presentasi jahanam untuk satu tujuan: menciptakan Kehendak sang Ratu. “Pagi, Prof. Hopkins. Ada masalah, Sir?” Asistenku, Mary Sue, berjalan mendekat karena aku beranjak untuk mengambil Holy Script di berangkas besi. Holy Script, kumpulan mushaf kuno yang terkubur selama 2.000 tahun, dan baru ditemukan di Turki beberapa minggu lalu. Mereka menyelundupkannya ke Headquarter, lalu memandatkanku mengubah isi di dalamnya sebelum Ratu bertemu Camerlengo. “Anda butuh teh, Sir?” “Tidak. Terima kasih,” jawabku dengan mata pucat. “Dimengerti,” Mary Sue begitu anggun keluar dari ruanganku, menyimpan kebusukan yang dimandatkan sang Ratu untuk membunuhku jika saja aku berontak tanpa perhitungan yang pasti. Kuku Mary 4
Sue yang tajam begitu asik merangkai sistem keamanan statik, mengaktifkan bom waktu sebagai ancaman agar ku tetap menuruti perintah… menanti komando selanjutnya. Ratu memaksaku menyiapkan pidato untuk sang Pope yang akan mengumumkan kebenaran di dalam ratusan lembaran kayu itu. Tentunya, kebenaran yang sudah dipalsukan. Sang Ratu ingin dipersiapkan sematang mungkin sebelum Pemerintah Turki menyadari bahwa peti besi mereka hanya menyimpan salinan palsu, sebelum mereka beringas dengan menyatakan perang pada penyusup yang tak diketahui. Mushaf kuno, begitu agung bertuliskan rangkaian huruf Syriac bertinta emas, menguak seluruh kebenaran antara Tuhan dan Utusan-Nya. Ratusan mushaf itu mengungkap bahwa tak ada proses penyaliban Messiah oleh tentara Yahudi, setelah Messiah menyatakan jika ada Utusan terakhir yang akan memimpin umat ke kebenaran sang Khalik. Sayangnya, para cendekiawan di masa itu telah mengetahui ramalan tentang sang Utusan Terakhir, yang menjadi kekasih Tuhan untuk menyempurnakan segala ajaran dari para Utusan sebelumnya, untuk menyempurnakan alasan mengapa Tuhan menciptakan manusia sebagai Pemimpin di Bumi. Para cendekiawan itu merangkai ulang kebenaran sejarah tentang penyusup yang rela menyerahkan hidupnya untuk dikenang sebagai 5
Messiah. Hingga sekarang. Beberapa umat percaya jika Messiah masih hidup di sisi Tuhan, menunggu saatnya diturunkan kembali untuk menghancurkan salah satu kekuatan terkuat, kekuatan yang memancing dahaga sang Ratu untuk menggunakannya sebagai inti pemerintahan absolut. Itulah alasan mengapa sang Ratu merekrutku dan para cendekiawan jenius — bertalenta di setiap ilmu pengetahuan— untuk menopang proyeknya menjadi Pemimpin Teragung, termasuk menghentikan atau bahkan membunuh para Pemimpin Umat yang menyebarkan kebenaran tentang ramalan Messiah. Ketika usiaku 14 tahun, Pemerintah berhasil mengekspos kecerdasanku yang mengungkap formula extraterrestrial-random-commanding sebagai solusi pencarian bintang rapuh. Formula itu berisikan teori pembungkusan energi elektromagnetik yang timbul dari ledakan momentum tak-stabil dan relativitas waktu. Teori yang kutemukan bisa dijadikan patokan eksploitasi energi untuk menopang sebuah benua hingga ribuan tahun, meskipun masih memiliki kendala dalam penanganan radiasinya yang menyimpan daya ledak melebihi hulu nuklir. Namun, teori itu menggugah orang tua sang Ratu untuk menjebakku sebagai pembunuh Ibuku sendiri. Mereka menggunakan sidik jariku, menyusupi kandungan obat terlarang ke pembuluh darahku, dan menggiringku ke penjara remaja sebagai konspirasi tak terbantahkan. Saat itu, seorang agen CIA 6
memberitahuku sebuah program yang bisa menghilangkan traumaku pasca melihat pembantaian Ibu. Ikutlah denganku. Kau bisa mengeksplor intelegensimu yang sempurna. Kataku: aku tak memiliki tempat untuk pergi… ataupun pulang. Dan itulah kesalahan terbesar yang pernah kubuat. Seharusnya, kubiarkan mereka mengurungku di rumah sakit jiwa terkejam… hingga akhirnya kumati. Pikiranku kembali sadar untuk menyusun urutan kejadian dari terjemahan sebuah Kitab, mengenai awal ketika Tuhan berbicara pada Bunda Maria tentang bayi Messiah yang bersemayam di dalam rahimnya. Tanpa proses pembuahan, Utusan itu tidur nyaman di dalam perut Perawan Suci sebagai kehendak mutlak sang Ilahi. Aku percaya jika Tuhan mengawasiku saat ini —membuat pemalsuan mushaf kuno dan naskah pidato sang Pope. Aku seharusnya bisa menyadarkan manusia bahwa yang akan mereka percayai adalah kesalahan fatal. Namun jika kuberontak, Ratu pasti membunuhku tepat sebelum misi utamaku terselesaikan: mengajari anak ciptaanku tentang kebenaran yang hakiki. Jadi, jalan keluar terakhirnya adalah, “aku siap.” Mary Sue datang mengambil mushaf kuno di atas mejaku, kemudian menuntunku menuju ruang pertemuan di mana sang Ratu telah menunggu.
7
“Sebelah sini, Sir.” Tahap pertama: memastikan pengikut setia sang Ratu. Aku duduk di dalam bilik kristal yang diselimuti rangkaian simbol rumit. Nomor dan abjad virtual mengikuti sidik jariku, persis seperti kemacetan yang terjadi di Kota New York jam 9 pagi. Algoritma dari sistem keamanan ini menggunakan persentase kepercayaan tertinggi terhadap objek yang akan mengakses ruang kerja sang Ratu. Tentu, hukuman bagi penyusup yang mengkhianati sang Ratu adalah eksekusi mati tanpa diketahui mata publik. Paling tidak, sudah ada ratusan mayat pembangkang yang masih utuh di ruang bawah tanah Headquarter. “Tolong konfirmasi tujuanmu, Sir.” Tahap kedua: mengonfirmasi komando suaraku terhadap tiga kata dasar —naskah, mushaf, dan Pope. “Naskah pidato sang Pope telah dirancangulang. Mushaf kuno telah selesai ditransformasi.” “Ikuti saya, Sir.” Langkah terakhir adalah mengidentifikasi perilaku darahku untuk memperlihatkan indikasi antara kebohongan dan kejujuran. Mary Sue menyuntik lenganku dengan jarum elektrik agar elektron-elektron kasar bisa merajai setiap sarafku, untuk menghitung level gangguan kesadaran otakku, memprediksi aktivitas retinaku saat menyerap cahaya, dan kelenjarku saat memproduksi keringat di batas kelakuan para pendusta. “Bisakah anda mendeskripsikannya, Sir?” Layar hologram menyebar pecahan puzzle yang harus 8
dirangkai menjadi anagram sempurna sebagai jawaban terakhir. “Di tahun 1971, ketika usiaku 14 tahun, seorang pemuda membunuh Ibunya dan diduga menderita kelainan jiwa.” Sang Ratu tahu, selagi dia memiliki kartu As-ku, dia bisa menghancurkan hidupku jika saja aku mengacaunya dalam satu langkah telak. “Terima kasih, Prof. Hopkins. Ratu menunggumu,” Mary Sue diam di bibir portal saat kakiku melangkah ke lorong putih yang disinari garis LED. Aku berdiri tepat di depan pintu besi bewarna biru, dengan rangkaian huruf Hebrew Arbeit Macht Frei. Sungguh sebuah konspirasi besar yang memaksa seorang gadis, penuh harapan, bekerja keras untuk membuat mata dunia berempati pada hidupnya yang terlukis di catatan harian. Dia tak berdosa… wanita di hadapanku-lah sang pendosa. “Prof. Hopkins.” Suara anggun dari dalam ruangan redup membuat bulu kudukku bergidik. Kakiku kupaksa melangkah mendekati sumber cahaya dari meja bundar. Di sanalah, seorang wanita berfigur tenang, dengan rambut emasnya yang bersinar dan jatuh sampai ke pundaknya, memiliki aura Iblis yang terus mengintaiku dalam kegelapan. Mata birunya seperti samudera ganas yang siap melahap kapal di bawah langit badai. Kedua bibirnya sungguh merah, seperti meminum darah 9
perawan Eropa Timur untuk mempertahankan kulitnya semakin bersinar terang. Dialah Pemimpin Agung, sang Ratu terbengis yang pernah diciptakan Tuhan di muka Bumi. “Selamat pagi… Yang Mulia,” sapaku dengan nada datar. Kakiku tepat berdiri di hadapan aliansi Paramiliter yang sudah tak sabar mendengar ocehanku. Carmalengo, Pejabat Kakap United States, dan seorang Jenderal Perang Rusia. Mereka tampak menikmati seruputan teh beraroma melati yang disuguhkan Ratu sebagai hidangan pembuka. “Terima kasih,” Ratu pun memberiku satu yang langsung kuletakkan di atas meja tanpa kuteguk sama sekali. “Gentlemen, bisa kita mulai?” Tanya Ratu dengan suara yang merangsang Iblis di dalam tubuh para Petinggi itu. Ekpresi mereka langsung tajam, begitu antusias sambil memainkan tangan mereka, ketika aku menampilkan presentasi proyek Waktu Kematian sang Pope. “Transformasi mushaf kuno telah dilakukan dengan mengubah simbol-simbol yang menyatakan tak ada penyaliban pada Messiah menjadi terjadi. Naskah ini…” genggam jemariku pada secarik kertas yang kuberikan ke hadapan mereka, “… adalah pidato yang akan disampaikan Pope pada siang ini. Seorang agenmu, Sir…” mataku menatap Pejabat Paman Sam itu, “… Jamal al-Kahlil, telah bersiaga sebagai penembak jitu di arah pukul tiga, 15 mil dari St. Pieter’s Basilica. Interpol akan mengontrol Polisi 10
Vatikan dan membiarkan media mengetahui bahwa alKahlil di bawah komando Pemimpin Al-Qaeda. Seperti momen Oswald, Allocator akan membunuh agenmu di depan publik dan awak media.” Rima nafasku tetap mengendalikan emosiku ketika para makhluk bengis itu bertepuk tangan, begitu puas dan girang dengan rencana yang kupersiapkan untuk membunuh salah satu Pemimpin Umat. Terkutuklah aku, Wahai Pencipta. “Well…” bidik mata hijau Jenderal Perang Rusia pada wajahku yang mulai geram, “… kau harus ikut bersama kami malam ini. Pangeran Abdul sudah menyiapkan jamuan mewah untuk kita di istananya. Tentu, para pelacur mahal dari Eropa Timur sudah siap memuaskan dahagamu, Prof. Hopkins. Pilih saja salah satu: American, Asian, African!” Mungkin, ada sejenis alkohol yang Ratu sisipkan di dalam teh orang Rusia itu, membuat tawanya seperti Iblis yang membakar manusia di dalam Neraka. “Bagaimana?” “Maafkan saya, Sir. Saya punya janji mengajar besok pagi,” jawabku tenang. “Ayolah.” Kini, sang Ratu menatapku tajam setelah meneguk tehnya dalam posisi elegan. Ekspresinya seperti Merak betina saat melihat kegagahan pejantan yang mau menerkamnya sekali waktu. Namun bedanya, dia memiliki siratan busuk untuk membunuh para pejantan di dalam ruangan ini. “Bersenang-senganlah, Hopkins. Para mahasiswamu pasti mengerti. Ikutlah bersama kami.” Bibirku hanya 11
tersenyum menanggapi ekspresinya yang kelam. Namun, pikirannya teralihkan ketika Pejabat United States hendak beranjak pergi. Tubuhku pun langsung mengikutinya, mengingat waktu kerjaku telah usai di tempat ini, begitu lega karena mataku sudah melihat kebebasan yang akan dibawa Matahari di atas sana. Sayangnya, kesepakatan mutlak bagi para pengikut Ratu, termasuk aku, adalah harus melupakan di mana lokasi sesungguhnya tempat kuberpijak sekarang. Prime Headquarter. Para Dokter mulai menyuntik pembuluh darahku dengan serum yang mampu menghapus beberapa memori di dalam otak, memori perjalananku dari rumah, hingga mengetahui lokasi keberadaan benteng pertahanan sang Ratu. Di atas permukaan tanah, Pejabat Kakap United States dengan ramah menawariku tumpangan menuju destinasiku. Aku menerimanya, mengingat pesawat kepresidenannya adalah fasilitas ternyaman dan teraman bagiku saat ini. Dengan senyum ramah, pria itu menerima permintaanku untuk terbang menuju Paris. Selama penerbangan, pria penting di sampingku terus berkicau tentang rencana kelamnya untuk memperkuat nilai tukar Dollar hingga tiga tahun ke depan. Dia bahkan ingin meruntuhkan perekonomian China dengan mengekspos bahwa seluruh Industri Pangan Tiongkok menggunakan senyawa sintetis yang bisa merusak otak konsumen dalam jangka waktu lama. 12
“Proyek ini berkolaborasi dengan tiga perusahaan makanan terbesar U.S. untuk menyerang mereka. Para manusia kerdil itu sama saja tingkahnya dengan saudara serumpun mereka, Korea Utara. Mereka pikir bisa menghancurkan Negeri Paman Sam? Tukang mimpi!” Tawa pria itu mencekam otakku yang semakin penat saat serum bertingkah radikal menghapus memori pentingku. “Prof. Hopkins… tanpa kau… dia bukanlah siapa-siapa… Ha-Ha-Ha…” Pesawat Pejabat Amerika itu terlalu cepat, bahkan memberiku keberuntungan untuk berhenti mendengar kicauannya mengenai proyek penaklukan pasar global. Dia bahkan berencana menghancurkan seperempat wilayah Bumi hanya untuk menekan populasi manusia non-produktif. Di landasan pacu, aku berterima kasih padanya dan berjalan secepat mungkin menuju bandara untuk lenyap dari hadapan manusia bengis itu. *** Link: tertera pada halaman nulisbuku.com
13
WRITER’S NOTES.
Sahabatku, Kehendak Sang Ratu Part I: Who Are We? ditujukan untuk Proyek: Sejuta Surat untuk Syria. Durasi Proyek ini dimulai sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai 15 Maret 2017, dengan target penjualan satu juta pembaca. 75% royalti yang penulis terima akan dialirkan ke dalam proyek sebagai berikut: 1. 2. 3.
25% royalti pertama untuk membantu Pemerintah Turki yang dengan tangan terbuka menerima dan mengayomi jutaan pengungsi Syria di camp pengungsian Turki. 25% royalti kedua untuk membantu para the White Helmet yang terus berusaha mengevakuasi masyarakat Syria yang terjebak di zona perang, seperti Aleppo. 25% royalti ketiga untuk proses pembuatan film dokumenter Sejuta Surat untuk Syria yang akan dipublish di YouTube dan Social Media.
Sahabat-sahabatku yang membeli Novel ini dapat berpartisipasi dalam proyek Sejuta Surat untuk Syria 2017. Pembaca dapat mengirimkan surat atau video, berisikan doa, semangat, dan pesan untuk para pengungsi, volunteer, dan pejuang Syria, tanpa mengandung SARA (Syarat dan ketentuan partisipasi dapat dilihat pada link di halaman awal). Jika sahabat menggunakan Bahasa Asing, harus disertai dengan terjemahannya dalam Bahasa Indonesia. Surat atau video dari sahabat akan menjadi fitur di dalam Film Dokumenter. Namun, jika target penjualan satu juta pembaca tidak tercapai hingga deadline, berapa pun 75% royalti yang terkumpul akan diprioritaskan untuk membantu Pemerintah Turki dalam mengayomi Pengungsi Syria. Atas izin ALLAH, insya ALLAH, proyek Sejuta Surat untuk Syria akan mencapai target yang direncanakan. Hati-hati dengan penipuan! Segala yang berkaitan dengan Proyek Sejuta Surat untuk Syria dapat diakses pada link resmi yang bisa dilihat di bio Instagram @ryanadammaulana. Semoga, di Yaummul Mashar kelak, kita termasuk ke dalam golongan yang saling memberi syafaat dan bergabung bersama para Syuhada. Amiin
14