perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KEHAMILAN DAN PREVALENSI TERJADINYA MELASMA DI RSUD Dr. MOEWARDI
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
MARWAN SOFYAN G 0008125
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KEHAMILAN DAN PREVALENSI TERJADINYA MELASMA DI RSUD Dr. MOEWARDI
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
MARWAN SOFYAN G 0008125
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Kehamilan dan Prevalensi Terjadinya Melasma di RSUD Dr. Moewardi
Marwan Sofyan, NIM : G0008125, Tahun : 2011 Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada hari Rabu, Tanggal 16 November 2011
Pembimbing Utama Nama : Muhammad Eko Irawanto, dr., SpKK NIP : 19751225 200812 1 003
(..................................)
Pembimbing Pendamping Nama : Dr. Kiyatno, dr., MOR, PFK, AIFO NIP : 19480118 197603 1 002
(..................................)
Penguji Utama Nama : Nugrohoaji Dharmawan, dr., SpKK., M.Kes NIP : 19751030 200812 1 001 (..................................) Anggota Penguji Nama : Arie Kusumawardani, dr., SpKK NIP : 19750718 201001 2 001
(..................................)
Surakarta,........................
Ketua Tim Skripsi
Muthmainah, dr., M.Kes NIP 19660702 199802 2 001
Dekan FK UNS
Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM
NIP 19510601 197903 1 002 commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 16 November 2011
Marwan Sofyan NIM. G0008125
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Marwan Sofyan, G0008125, 2011. Kehamilan dan Prevalensi Terjadinya Melasma di RSUD Dr. Moewardi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui hubungan antara kehamilan dengan prevalensi terjadinya melasma. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian observational analitik dengan pendekatan cross sectional yang dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan September 2011 di RSUD Dr. Moewardi. Jumlah sampel adalah 38 wanita hamil dan 37 wanita tidak hamil. Lokasi penelitian di Poliklinik Obsgyn, Ruang Rawat Inap Mawar 1 dan Mawar 3 RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Masingmasing sampel mengisi lembar biodata dan inform consent sebagai tanda persetujuan kemudian sampel difoto untuk selanjutnya dikonsultasikan ke dokter spesialis kulit. Teknik analisis data yang digunakan adalah Analisis Regresi Logistik yang diolah dengan menggunakan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17.00 for Windows. Hasil Penelitian: Melasma terjadi pada 15,8% wanita hamil di RSUD Dr. Moewardi. Tidak terdapat hubungan yang signiifikan antara kehamilan dan prevalensi terjadinya melasma setelah mengontrol variabel perancu paparan sinar matahari, obat, kosmetik, dan kontrasepsi. Simpulan Penelitian: Tidak terdapat hubungan antara kehamilan dengan prevalensi terjadinya melasma dimana kehamilan tidak meningkatkan risiko terjadinya melasma.
Kata kunci : wanita hamil, prevalensi melasma
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Marwan Sofyan, G0008125, 2011. Pregnancy and Prevalency the Occurance of Melasma in RSUD Dr. Moewardi. Medical Faculty of Sebelas Maret University Surakarta. Research Purpose: To detect the relationship between pregnancy and prevalency the occurance of melasma. Research Method: This research was an observational analytic research with cross-sectional approach that held on Juny until September 2011 at RSUD Dr. Moewardi. Sample that used in this research was 38 pregnant women and 37 unpregnant women. The research was located at Obsgyn Clinic, Mawar 1 and Mawar 3 ward RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Each sample were instructed to fill the identity form and inform consent as agreement, and then got their photo taken for further consultation with ermatologist. The data was analyzed by using regression logistic model, run on Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17.00 for Windows. Research Result: The Research shows that 15.8% pregnant woman in RSUD Dr. Moewardi are suffered from melasma. There is no correlation between pregnancy and prevalency the occurance of melasma after adjusting the false variable of sunlight shelf, drug, cosmetic, and contraception. Research Conclusion: There is no corelation between pregnancy and the occurance of melasma where the pregnancy not increase the risk of melasma. Keyword: pregnant woman, prevalency of melasma
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PRAKATA
Alhamdulillaah, segala puji syukur bagi Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan taufik, hidayah, dan kekuatan serta kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan laporan penelitian dengan judul “Kehamilan dan Prevalensi Terjadinya Melasma di RSUD Dr. Moewardi”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kendala dalam penyusunan skripsi ini dapat teratasi atas pertolongan Allah SWT melalui bimbingan dan dukungan banyak pihak. Untuk itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Zaenal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku ketua tim skripsi beserta tim skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Muhammad Eko Irawanto, dr., SpKK, selaku Pembimbing Utama yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan nasehat. 4. Dr. Kiyatno, dr., MOR, PFK, AIFO, selaku Pembimbing Pendamping yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan nasehat. 5. Nugrohoaji Dharmawan, dr., SpKK., M. Kes selaku Penguji Utama yang telah memberikan bimbingan dan nasehat. 6. Arie Kusumawardani, dr., SpKK, selaku Anggota Penguji yang telah memberikan bimbingan dan nasehat. 7. Bapak, Ibu, kakak serta seluruh keluarga yang telah memberi dukungan moral, material, serta senantiasa mendoakan untuk terselesaikannya skripsi ini. 8. Teman-teman Kos “Techno House” yang selalu memotivasi penulis dengan tawa dan semangatnya. 9. Teman-teman mahasiswa angkatan 2008 atas bantuannya selama penelitian ini. 10. Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, pendapat, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan. Surakarta, 10 November 2011
Marwan Sofyan commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
PRAKATA ............................................................................................................
vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii DAFTAR TABEL .................................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................
xi
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah .....................................................................
1
B. Perumusan Masalah ...........................................................................
3
C. Tujuan Penelitian ...............................................................................
3
D. Manfaat Penelitian .............................................................................
3
BAB II. LANDASAN TEORI .............................................................................
5
A. Tinjauan Pustaka ................................................................................
5
1. Melasma ...........................................................................................
5
2. Kulit ..................................................................................................
7
3. Sistem Pigmentasi Kulit ...................................................................
9
4. Kehamilan ........................................................................................ 12 5. Hubungan antara Kehamilan dan Timbulnya Melasma .................. 15 B. Kerangka Pemikiran ........................................................................... 18 C. Hipotesis ............................................................................................ 18 BAB III. METODE PENELITIAN ...................................................................... 19 A. Jenis Penelitian..................................................................................... 19 commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Lokasi Penelitian............................................................................ 19 C. Subjek Penelitian .......................................................................... 19 D. Teknik Sampling .......................................................................... 19 E.
Besar sampel ................................................................................. 19
F.
Kriteria Inklusi dan Eksklusi ........................................................ 20
G. Identifikasi Variabel Penelitian..................................................... 20 H. Definisi Operasional Variabel....................................................... 20 I.
Alat dan Bahan ............................................................................. 22
J.
Cara Kerja ..................................................................................... 22
K. Rancangan Penelitian .................................................................... 23 L.
Teknik Analisis Data..................................................................... 23
BAB IV. HASIL PENELITIAN ........................................................................... 25 BAB V. PEMBAHASAN .................................................................................... 35 BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 43 A. Simpulan .......................................................................................... 43 B. Saran ................................................................................................ 43 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 44 LAMPIRAN
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Umur .................................................. 26 Tabel 4.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Pekerjaan ........................................... 26 Tabel 4.3 Analisis Bivariat tentang Kehamilan dan Prevalensi Melasma............ 27 Tabel 4.4 Analisis Bivariat tentang Penggunaan Obat dan Prevalensi Melasma……………………………………………………………… 28 Tabel 4.5 Analisis Bivariat tentang Pemakaian Kosmetik dengan Prevalensi Melasma................................................................................................ 30 Tabel 4.6 Analisis Bivariat tentang Paparan Sinar Matahari dengan Prevalensi Melasma ............................................................................................... 31 Tabel 4.7 Analisis Bivariat tentang Penggunaan Kontrasepsi dengan Prevalensi Melasma .............................................................................................. 32 Tabel 4.8 Perbandingan Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda Dengan Analisis Bivariat tentang Hubungan antara Kehamilan dengan Prevalensi Melasma................................................................................................ 34
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Alur Sintesis Melanin .......................................................... 27 Gambar 4.1 Grafik Persentase antara Kehamilan dengan Prevalensi Melasma.. 27 Gambar 4.2 Persentase antara Konsumsi Obat dengan Prevalensi Melasma...... 29 Gambar 4.3 Persentase antara Pemakaian Kosmetik dan Prevalensi Melasma............................................................................................ 30 Gambar 4.4 Persentase antara Paparan Sinar Matahari dan Prevalensi Melasma.. ......................................................................................... 31 Gambar 4.5 Persentase antara Penggunaan Kontrasepsi dengan Prevalensi Melasma............................................................................................ 33
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Lampiran 2. Obat-obatan dan Zat Kimia yang Menyebabkan Hiperpigmentasi Lampiran 3. Surat Izin Penelitian dari RSUD Dr. Moewardi Lampiran 4. Contoh Foto Hasil Penelitian Lampiran 5. Hasil Analisis Data Penelitian
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perubahan pigmentasi kulit merupakan masalah yang harus diwaspadai oleh setiap orang agar mampu menyikapinya dengan benar. Penelitian yang dilakukan Taylor et al (2008) menunjukkan dari 140 sampel yang diteliti, 80 % di antaranya mengalami gangguan pigmentasi kulit. Salah satu penyakit yang terkait dengan pigmentasi kulit adalah melasma. Di Asia Tenggara, sekitar 0,25% sampai 4% pasien yang berkunjung ke klinik kulit menderita melasma (Goh and Dlova, 1999). Secara medis melasma merupakan masalah kesehatan, dan secara estetika dapat merusak kecantikan wanita (Yani, 2008). Walaupun tidak memberikan gejala, melasma terbukti akan memberi dampak pada kehidupan sosial dan psikologis seseorang sehingga perlu dilakukan lebih banyak penelitian mengenai masalah ini (Arellano and Saul, 2009; Taylor, et al., 2008). Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti empiris adanya hubungan antara kehamilan dan timbulnya melasma. Diperkirakan jumlah ibu hamil di Indonesia pada tahun 2010 mencapai 6.532.800, sedangkan untuk Kota Surakarta diperkirakan berjumlah 13.768 (Depkes, 2009; BPS, 2010). Jika terbukti memiliki hubungan yang kuat antara kehamilan dengan melasma diharapkan ibu hamil dapat tetap waspada akan perubahan pigmentasi kulit yang akan dideritanya dan dapat berkonsultasi dengan dokter ahli untuk dilakukan pemeriksaan. Sedangkan jika tidak terbukti, maka ibu hamil diharapkan tidak khawatir mengalami commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
gangguan sosial dan psikologis akibat melasma selama masa kehamilan. Melasma adalah hipermelanosis didapat yang umumnya simetris berupa makula yang tidak merata berwarna coklat muda sampai coklat tua, mengenai area yang terpajan sinar ultra violet dengan tempat predileksi pada pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu (Soepardiman, 2007). Melasma sendiri lebih banyak mengenai wanita daripada laki-laki, hingga 90 % dari semua kasus, dan umumnya mengenai wanita pada usia reproduktif dengan jumlah terbanyak pada usia 30-44 tahun (Wijaya, 2010). Namun, penelititan terhadap orang latin menunjukkan bahwa melasma sering dijumpai pria dan juga dikaitkan dengan kualitas hidup seseorang (Pichardo, 2009). Melasma lebih sering dijumpai pada orang kulit cokelat atau kulit hitam (seperti dari Asia, India, dan Amerika Selatan) (Wolff and Johnson, 2007). Etiologi melasma sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Faktor kausatif yang dianggap berperan pada patogenesis melasma adalah sinar ultraviolet, hormon, obat, genetik, ras, dan kosmetika (Soepardiman, 2007). Pengaruh hormonal dinilai cukup berperan dalam timbulnya melasma dan sering dikaitkan dengan kehamilan serta penggunaan kontrasepsi oral. Kehamilan merupakan suatu fase alamiah yang dilewati oleh kebanyakan wanita. Kehamilan adalah suatu keadaan mengandung embrio atau fetus di dalam tubuh setelah penyatuan sel telur dengan spermatozoa (Dorland, 2006). Terdapat beberapa perubahan anatomik dan fisiologik pada wanita hamil, khususnya pada alat genitalia eksterna dan interna. Perubahan lain yang juga signifikan dapat terlihat pada sistem endokrin, metabolisme tubuh, sirkulasi darah, traktus commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
digestivus, serta kulit (Sulin, 2008). Perubahan kulit terjadi pada sekitar 90 % wanita hamil (Szamkolowicz, et al., 2005). Perubahan ini antara lain dipengaruhi oleh faktor endokrin, metabolisme, psikologi, dan imunologis (Evans, 2007). Faktor endokrin yang berperan antara lain karena terdapat peningkatan hormon estrogen dan progesteron pada wanita hamil (Nading, 2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa melanosit dalam tubuh yang berperan dalam pigmentasi kulit mengekspresikan reseptor estrogen. Namun, sampai saat ini masih terdapat kontroversi mengenai patogenesis terjadinya melasma dan kaitannya dengan pengaruh estrogen (Slominski, et al., 2010). Bertolak dari hal-hal tersebut di atas penulis bermaksud mengadakan penelitian yang dapat menjelaskan apakah terdapat hubungan antara kehamilan dengan timbulnya melasma.
B. Perumusan Masalah Apakah terdapat hubungan antara kehamilan dengan prevalensi terjadinya melasma?
C. Tujuan Penelitian Mengetahui hubungan antara kehamilan dengan prevalensi terjadinya melasma.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti empiris adanya hubungan antara kehamilan dan timbulnya melasma. Bagi dunia penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan acuan untuk penelitian yang akan datang. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadikan ibu hamil lebih waspada terhadap perubahan kulit yang akan diderita dan mengurangi kekhawatiran yang akan berdampak pada kondisi sosial dan psikologisnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1.
Melasma a.
Definisi Melasma adalah suatu bercak hipermelanosis berwarna coklat muda sampai coklat tua yang timbul pada daerah muka yang sering terpapar sinar matahari, yaitu pada kedua pipi, dagu, bibir atas, dan dapat meluas sampai ke leher (Harahap, 2000; Arellano and Saul, 2009). Lesi pada melasma berupa makula dengan batas tidak jelas dan biasanya terdistribusi simetris bila mengenai pipi (Wolff and Johnson, 2007).
b.
Etiologi Faktor kausatif yang dianggap berperan pada patogenesis melasma adalah sinar ultraviolet, hormon, obat, genetik, ras, kosmetika (zat kimia), dan idiopatik (Soepardiman, 2007). Obatobatan dan zat kimia yang dapat menyebabkan hiperpigmentasi terdiri dari berbagai jenis (lihat lampiran). Melasma disebabkan karena peningkatan jumlah dan aktivitas melanosit walaupun patogenesisnya belum diketahui secara pasti. Dalam banyak kasus, terdapat hubungan yang erat dengan aktivitas hormonal pada wanita karena dapat timbul dalam masa commit to user
5
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kehamilan ataupun penggunaan kontrasepsi oral (Montemarano, 2010). c.
Klasifikasi Terdapat beberapa jenis melasma ditinjau dari gambaran klinis, pemeriksaan histopatologik, dan pemeriksaan dengan sinar wood. Berdasarkan gambaran klinis terdapat 3 bentuk melasma, yaitu: 1). Bentuk sentro-fasial (63%), meliputi daerah dahi, hidung, dagu, dan di atas bibir. 2). Bentuk malar (21%) meliputi hidung dan pipi. 3). Bentuk mandibular (16%) meliputi daerah mandibula (Wolff and Johnson, 2007). Ada kalanya dada depan dan lengan bagian belakang dapat juga terkena melasma (Wolff and Johnson, 2007). Berdasarkan pemeriksaan dengan sinar wood, melasma dibagi menjadi 4 tipe, yaitu: 1). Tipe epidermal, melasma tampak lebih jelas dengan sinar wood dibanding dengan sinar biasa. 2). Tipe dermal, dengan sinar wood tak tampak warna kontras dibanding dengan sinar biasa. 3). Tipe campuran, tampak beberapa lokasi lebih jelas sedang lainnya tidak jelas. commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4). Tipe sukar dinilai karena warna kulit yang gelap, dengan sinar wood lesi ini menjadi tidak jelas, sedangkan dengan sinar biasa lebih jelas terlihat (Soepardiman, 2007). d.
Patogenesis Masih banyak yang belum diketahui. Banyak faktor yang menyangkut proses ini, antara lain: 1). Peningkatan produksi melanosom karena hormon maupun karena sinar ultraviolet. Kenaikan melanosom ini juga dapat disebabkan karena bahan farmakologik seperti perak dan psoralen. 2). Penghambatan dalam malphigian cell turnover, keadaan ini dapat terjadi karena obat sitostatik (Soepardiman, 2007).
e.
Diagnosis Diagnosis melasma ditegakkan hanya dengan pemeriksaan klinis. Untuk menentukan tipe melasma dilakukan pemeriksaan sinar wood, sedangkan pemeriksaan histopatologik hanya dilakukan pada kasus-kasus tertentu (Soepardiman, 2007).
2.
Kulit Kulit merupakan pembungkus elastik yang melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan. Fungsi dari kulit adalah sebagai pelindung, pengatur suhu, penyerap, indera perasa, dan kelenjar sekretoris. Kulit terbagi menjadi tiga lapisan pokok, yaitu epidermis, dermis atau korium, commit to user dan jaringan subkutan (Harahap, 2000).
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Epidermis Epidermis terdiri atas lima lapisan (stratum), yaitu stratum germinativum
(lapisan
basal),
stratum
spinosum,
stratum
granulosum, stratum lusidum, dan stratum korneum. Lapisan basal terdiri dari satu lapis sel-sel kuboid yang tegak lurus terhadap dermis. Di dalam sel terdapat sitoplasma yang basofilik dengan inti yang besar, lonjong, dan berwarna hitam. Sel-sel basal ini tersusun sebagai tiang pagar (palisade). Lapisan basal merupakan lapisan paling bawah dari epidermis dan berbatas dengan dermis. Dalam lapisan basal terdapat juga melanosit yang mengandung butir-butir pigmen (melanosom) (Wasitaatmadja, 2007). b. Dermis Dermis atau korium merupakan lapisan di bawah epidermis dan di atas jaringan subkutan. Dermis terdiri dari jaringan ikat yang di lapisan atasnya terjalin rapat (pars paillaris), sedangkan di bagian bawahnya terjalin lebih longgar (pars reticularis). Lapisan pars reticularis mengandung pembuluh darah, saraf, rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea (Harahap, 2000). c.
Jaringan Subkutan Jaringan subkutan merupakan lapisan yang terletak langsung di bawah dermis. Batas antara dermis dan jaringan subkutan tidak tegas. Sel-sel yang terbanyak adalah liposit yang menghasilkan banyak lemak. Jaringan subkutan juga mengandung saraf, pembuluh commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
9 digilib.uns.ac.id
darah, pembuluh limfe, dan di lapisan atasnya terdapat kelenjar keringat. Fungsi jaringan subkutan adalah penyekat panas, bantalan terhadap trauma, dan tempat penumpukan energi (Harahap, 2000).
3.
Sistem Pigmentasi Kulit Warna kulit sangat beragam, dari yang berwarna putih mulus, kuning, coklat, kemerahan atau hitam. Setiap warna kulit mempunyai keunikan tersendiri yang jika dirawat dengan baik dapat menampilkan karakter yang menarik. Warna kulit terutama ditentukan oleh : a. Oxyhemoglobin yang berwarna merah b. Hemoglobin tereduksi yang berwarna biru c. Melanin yang berwarna coklat d. Karoten yang memberi warna kuning (Wolff, et al., 2007; Arellano and Saul, 2009). Dari semua bahan-bahan pembangun warna kulit, yang paling menentukan warna kulit adalah pigmen melanin. Banyaknya pigmen melanin di dalam kulit ditentukan oleh faktor-faktor ras, individu, dan lingkungan. Jumlah, tipe, ukuran dan distribusi pigmen melanin ini akan menentukan variasi warna kulit berbagai golongan ras atau bangsa di dunia (Wolff, et al, 2007; Arellano and Saul, 2009). Proses pembentukan pigmen melanin kulit terjadi pada butir-butir melanosom yang dihasilkan oleh sel-sel melanosit. Melanosit terbanyak ditemukan di kulit dan folikel rambut. Pada manusia, melanosit terletak commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pada epidermis khususnya di lapisan basal. Melanosit akan mensintesis melanin yang kemudian disimpan dalam organel melanosom untuk selanjutnya dipindahkan ke dalam keratinosit melalui proses dendritik melanosit (melanocyte dendritic processes). Dibutuhkan sintesis dan perpindahan melanosom dari melanosit menuju kerationosit secara konstan untuk mengatur pigmentasi kulit. Pigmentasi, meliputi sintesis dan distribusi melanin yang terjadi di epidermis, harus melewati beberapa langkah, yaitu transkripsi protein yang dibutuhkan untuk melanogenesis sehingga menghasilkan tirosin, biogenesis melanosom, pemindahan protein melanogenik menuju melanosom, pemindahan melanosom menuju ujung melanosit, dan pemindahan melanosom menuju keratinosit (Park, et al., 2008). Proses melanogenesis ini diperantarai oleh perlekatan dari α-melanocyte stimulating hormone pada Human Melanocortin 1 Receptor (MC1-R) di dalam melanosit (Lieberman and Moy, 2008). Ada 2 jenis melanin yang disintesis dalam melanosom, yaitu eumelanin dan pheomelanin. Melanin merupakan turunan dari DOPA yang terbentuk dalam melanosom melalui beberapa tahapan oksidasi. Sintesis melanin dimulai dari proses oksidasi asam amino tirosin menjadi L-DOPA dengan bantuan enzim tirosinase. Selanjutnya L-DOPA akan dioksidasi menjadi DOPA-quinone yang selanjutnya akan diubah menjadi 5,6-dihydroxyindole (DHI) yang nantinya akan menghasilkan melanin berwarna hitam atau 5,6commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dyhidroxyindole-2-carboxylic acid (DHICA) yang akan menghasilkan melanin berwarna coklat (Gambar 2.1).
Tyrosine Tyrosinase L-DOPA Tyrosinase DOPAquinone DOPAchrome TRP-2 DHICA
DHI
Glutathione or cysteine
CysteinylDOPA
Tyrosinase Indole 5,6quinone
Indole 5,6-quinone carboxylic acid
Alanyl-hydroxybenzothiazine
Tyrosinase or TRP-2 DHI melanin
DHICA melanin
Pheomelanin
Gambar 2.1 Alur mekanisme biosintesis melanin (Masuda, et al., 1996)
Fungsi utama dari melanin adalah sebagai pelindung dari sinar UV yang dapat menyebabkan kerusakan DNA dengan menyerap dan menghamburkan sinar UV. Sinar UV yang diserap oleh melanin akan diubah menjadi panas. Namun, pada orang kulit terang, paparan sinar UV yang terus-menerus bukan hanya dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan melanin dalam melindungi dari kerusakan DNA melainkan juga akan menyebabkan mutasi pada melanin itu sendiri (Park, et al., 2008). Pigmen melanin yang terdapat pada manusia bersifat heterogen commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pada masing-masing individu dan juga berbeda dalam distribusinya di berbagai anggota tubuh (Costin and Hearing, 2007).
4.
Kehamilan a.
Definisi Kehamilan adalah suatu keadaan mengandung embrio atau fetus di dalam tubuh setelah penyatuan sel telur dengan spermatozoa (Dorland, 2006). Terdapat perubahan anatomi, fisiologi, dan biokimia pada ibu hamil. Banyak dari perubahan ini timbul segera setelah proses fertilisasi dan dilanjutkan pada masa gestasi. Perubahan yang terjadi ini akan kembali normal hampir seperti sebelum masa kehamilan setelah kelahiran dan laktasi (Sulin, 2008).
b.
Siklus ovarium pada kehamilan Siklus ovarium pada wanita terkait dengan interaksi dari hypothalamic-pituitary axis (Cunningham, 2007). Pada waktu lahir di dalam ovarium terdapat 2 juta oosit yang kemudian akan terus berkurang jumlahnya sampai 400.000 folikel pada masa pubertas. Setelah itu, folikel masih akan dibuang sekitar 1.000 folikel tiap bulan sampai usia 35 tahun. Hanya sekitar 400 folikel yang dapat mengalami ovulasi selama masa reproduksi (Cunningham, 2007). FSH akan dikeluarkan dari glandula pituitari untuk membantu perkembangan folikel. Folikel yang berkembang kemudian
mensekresikan estrogen yang akan menstimulus commit to user proliferasi endometrium. Tingginya kadar estrogen akan memberi
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
feedback negative pada pituitari (Olive and Palter, 2007). Selain itu, folikel yang berkembang juga akan memproduksi inhibin-B yang juga menekan sekresi FSH dari pituitari (Olive and Palter, 2007; Cunningham, 2007). Di samping itu, kadar LH mengalami penurunan sebagai respon dari meningkatnya estrogen. Setelah estrogen menurun, LH kemudian akan meningkat secara signifikan yang disebabkan rangsangan dari hipotalamus (Olive and Palter, 2007;
Schwartz,
2005).
Peningkatan
LH
kemudian
akan
menginduksi sekresi progesteron dan prostaglandin yang akan memicu terjadinya ovulasi. Selanjutnya sisa jaringan folikel akan membentuk corpus luteum melalui proses yang disebut luteinisasi (Cunningham, 2007; Guyton, 2007). Pada kehamilan, corpus luteum dipertahankan dan akan terus mensekresikan progesteron sehingga dapat menekan kontraksi uterus agar embrio melekat kuat di uterus. Ketika embrio telah tertanam di uterus, plasenta akan menghasilkan HCG (Human Chorionic Gonadotropin) untuk mempertahankan corpus luteum dan juga membentuk hormon lain yang penting dalam kehamilan, yaitu estrogen, progesteron, dan human chorionic somatomammotropin. Selain itu, kelenjar endokrin dari ibu juga memberi reaksi nyata pada kehamilan, di antaranya peningkatan produksi glukokortikoid yang berfungsi untuk mobilisasi asam-asam amino dari jaringan ibu sehingga asam–asam amino dapat dipakai untuk sintesis jaringan fetus (Guyton, 2007). commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c.
Perubahan hormonal lainnya dalam kehamilan Terdapat peningkatan kortisol yang cukup tinggi selama kehamilan. Pada awal
kehamilan kadar Adrenocorticotropic
Hormone (ACTH) justru sedikit menurun. Namun, selama proses kehamilan berlangsung, kadar dari ACTH dan kortisol bebas akan meningkat. Peningkatan ini dibutuhkan untuk menjaga homeostasis sebagai respon dari meningkatnya kadar progesteron (Cunningham, 2007). Sewaktu terjadi sekresi ACTH oleh kelenjar hipofisis anterior, beberapa jenis hormon lain yang mempunyai sifat-sifat kimiawi yang serupa akan disekresikan juga. Alasan untuk peristiwa ini adalah karena molekul RNA yang menyebabkan pembentukan ACTH pada awalnya menyebabkan pembentukan suatu molekul protein sangat besar, yaitu preprohormon (proopiomelanokortin), yang mengandung ACTH sebagai subunitnya. Preprohormon yang sama ini juga mengandung beberapa hormon lain, termasuk Melanocyt Stimulating Hormone (MSH) (Guyton, 2007). Diperkirakan karena adanya pembesaran pada lobus tengah dari glandula pituitari, kadar Melanocyte Stimulating Hormone (MSH) meningkat secara signifikan terutama pada minggu ke-8 kehamilan. (Cunningham, 2007). MSH akan menyebabkan melanosit, yang banyak terdapat di antara dermis dan epidermis kulit, membentuk pigmen gelap melanin dan menyebarkannya di sel-sel epidermis. Penyuntikan MSH pada commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
15 digilib.uns.ac.id
seseorang selama 8 sampai 10 hari lamanya dapat menyebabkan kulit menjadi sangat gelap. Efek ini lebih berpengaruh pada orang yang secara genetik mempunyai kulit yang gelap daripada orang yang mempunyai kulit yang lebih terang (Guyton, 2007).
5.
Hubungan antara kehamilan dan timbulnya melasma Kejadian melasma dikaitkan dengan peningkatan estrogen, progesteron, dan MSH, terutama di trimester kedua dan ketiga pada masa kehamilan. Hasil uji in vitro menunjukkan kultur melanosit manusia mengekspresikan reseptor estrogen. Estradiol meningkatkan kadar enzim melanogenik terutama Tyrosinase-Related Proteins-2 (TRP-2) dalam melanosit manusia normal. Bukti lain juga menunjukkan peningkatan ekspresi reseptor estrogen pada lesi kulit penderita melasma. Hal ini mengisyaratkan bahwa melanosit pada pasien melasma lebih sensitif terhadap peningkatan konsentrasi estrogen dan mungkin juga hormon seks lainnya (Kang and Ortonne, 2010). Sedangkan menurut Sulin (2008), peningkatan kadar serum MSH pada akhir bulan kedua masih sangat diragukan sebagai penyebabnya. Namun, telah diketahui bahwa estrogen dan progesteron mempunyai peran dalam proses melanogenesis dan diduga bisa menjadi faktor pendorongnya (Sulin, 2008). Terdapat beberapa studi yang menunjukkan bahwa estrogen diduga menjadi faktor utama dari patogenesis terjadinya melasma. Telah commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dipahami bahwasanya melanogenesis diperantarai oleh perlekatan dari αmelanocyte stimulating hormone pada Human Melanocortin 1 Receptor (MC1-R) di dalam melanosit dan ditemukan bahwa ß-estradiol meningkatkan level dari MC1-R dan tirosinase (Lieberman and Moy, 2008; Miot, et al., 2010). Selain itu, kultur melanosit menunjukkan bahwa melanosit mengekspresikan reseptor estrogen dan progesteron di dalam sitosol dan nukleus. Telah diketahui juga bahwa keratinosit merespon sinar ultraviolet melalui peningkatan ekspresi dari α-MSH dan ACTH. Akan tetapi, hubungan paparan sinar ultraviolet pada ekspresi reseptor estrogen masih belum diselidiki. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk mengetahui mekanisme bertambahnya ekspresi reseptor estrogen pada melanosit terkait interaksinya dengan sinar ultraviolet. Hipotesis yang ada adalah reseptor estrogen menyebabkan melanogenesis dari pengikatan estradiol melalui peningkatan kadar MC1R (Lieberman and Moy, 2008). Beberapa penelitian menunjukkan penumpukan jumlah melanin pada penderita melasma. Tidak ditemukan peningkatan jumlah melanosit, tetapi melanosit bertambah besar dan menunjukkan peningkatan aktivitas melanogenesis,
terutama
dalam
menghasilkan
eumelanin.
Pada
kehamilan, khususnya trimester ketiga, peningkatan kadar estrogen dan progesteron dikaitkan dengan timbulnya melasma. Hormon steroid ini juga bisa meningkatkan transkripsi gen enzim melanogenik dalam melanosit, terutama Dopachrome Tautomerization (DCT) dan tirosinase commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang memicu proses melanogenesis. Hal ini terlihat secara konsisten pada beberapa sampel yang menunjukkan peningkatan aktivitas tirosinase dan sintesis melanin. Juga telah dilaporkan terdapat peningkatan aktivitas mitosis dari keratinosit pada epidermis wanita dalam responnya terhadap estrogen (Costin and Hearing, 2007).
commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran
Kehamilan
Kontrasepsi hormonal
ACTH
Estrogen dan progesteron
MC1-R
DCT, TRP-2, dan tirosinase
Aktivitas mitosis dari keratinosit
Melanogenesis
Kosmetik Obat-obatan Sinar matahari
Melasma
Faktor genetik Idiopatik
C. Hipotesis Terdapat hubungan yang positif antara kehamilan dengan prevalensi terjadinya melasma pada ibu hamil di RSUD Moewardi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan menggunakan metode cross sectional yaitu menentukan hubungan kehamilan dengan timbulnya melasma yang dilakukan dengan pengukuran sesaat. B. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Poliklinik Obsgyn, Ruang Rawat Inap Mawar 1 dan Mawar 3 RSUD Dr. Moewardi. C. Subyek Penelitian Populasi penelitian ini adalah pasien yang berada di Poliklinik Obsgyn, Ruang Rawat Inap Mawar 1 dan Mawar 3 RSUD Dr. Moewardi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. D. Teknik Sampling Penelitian ini mengambil sampel dengan menggunakan teknik Purposive Sampling, yaitu suatu teknik pemilihan sampel yang dipilih berdasarkan kelompok yang sesuai dengan kriteria inklusi, kemudian subjek dipilih secara acak, sehingga setiap subjek dalam populasi yang telah dikelompokkan memiliki kemungkinan yang sama untuk dipilih (Hadi, 2000). E. Besar Sampel Jumlah sampel ditentukan dari variabel independen x (15-20 observasi) (Hair, et al., 1998: 166). Dalam penelitian ini terdapat 5 variabel commit to user
19
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
independen sehingga jumlah sampel minimum yang diperlukan adalah 5 x 15 = 75 F. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 1. Kriteria Inklusi a. Wanita yang berkunjung ke Poliklinik Obsgyn, Ruang Rawat Inap Mawar 1 dan Mawar 3 RSUD Dr. Moewardi b. Berusia 15 - 45 tahun c. Bersedia menjadi subjek penelitian 2. Kriteria Eksklusi Tidak bersedia mengikuti penelitian G. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel bebas
: Hamil
2. Variabel terikat
: Melasma
3. Variabel Perancu a. Terkendali
:
Obat,
kosmetik,
sinar
matahari,
dan
kontrasepsi b. Tidak terkendali
: Genetik dan idiopatik
H. Definisi operasional variabel 1. Melasma Melasma adalah timbulnya bercak hiperpigmentasi kecoklatan pada daerah muka, yaitu pipi, dahi, bibir atas, dan dapat meluas sampai ke leher. Alat ukur yang digunakan adalah pengamatan oleh indera penglihatan yang dikonsulkan ke dokter spesialis kulit melalui foto. Hasilnya adalah melasma commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
atau tidak. Skala pengukuran yang digunakan adalah nominal. 2. Kehamilan Kehamilan adalah kondisi hamil yang sedang dialami pasien. a. Alat ukur
: kuesioner
b. Skala pengukuran : nominal 3. Sinar matahari Terpaparnya responden dengan sinar matahari
yang dinilai
berdasarkan paparan sinar matahari dalam kegaitan sehari-hari. a. Alat ukur
: kuesioner
b. Skala pengukuran : nominal 4. Kosmetik Suatu bahan berupa krim wajah yang mengandung bahan-bahan kimia tertentu pemicu hiperpigmentasi yang dipakai oleh responden secara terus-menerus. a. Alat ukur
: kuesioner
b. Skala pengukuran : nominal 5. Obat-obatan Obat-obatan oral tertentu pemicu hiperpigmentasi yang dikonsumsi responden untuk terapi penyakit yang sedang dialami. a. Alat ukur
: kuesioner
b. Skala pengukuran : nominal 6. Kontrasepsi hormonal Alat kontrasepsi yang mengandung hormon berupa pil, suntikan, commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
maupun susuk yang dipakai oleh responden a. Alat ukur
: kuesioner
b. Skala pengukuran : nominal I. Alat dan Bahan 1. Data diri dan persetujuan responden sebagai sampel penelitian 2. Kuesioner yang diisi oleh responden 3. Kamera digital Sony 7,2 megapixel J. Cara Kerja 1. Peneliti mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada bagian penelitian RSUD Moewardi. 2. Membagikan kuesioner penelitian kepada pasien wanita yang berkunjung ke Poliklinik Obsgyn maupun yang dirawat di Ruang Rawat Inap Mawar 1 dan Mawar 3 RSUD Dr. Moewardi. 3. Peneliti melakukan restriksi terhadap
kelompok sampel dengan
menerapkan kriteria inklusi dan eksklusi pada hasil pengisian kuesioner sehingga didapatkan jumlah total akhir sampel yang memenuhi kriteria tersebut 4. Peneliti
memfoto
wajah
pasien
yang
diteliti
mengkonsultasikannya kepada dokter spesialis kulit. 5. Teknik analisis data
commit to user
dan
kemudian
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
K. Rancangan Penelitian
Populasi
Sampel
Hamil
Melasma +
Tidak hamil
Melasma -
Melasma +
Melasma -
Analisis data
L. Teknik Analisis Data Analisis statistik dalam penelitian ini adalah analisis regresi ganda logistik. Analisis regresi ganda logistik adalah alat statistik yang sangat kuat untuk menganalisis pengaruh antara sebuah paparan dan penyakit (yang diukur ordinal) dan dengan serentak mengontrol pengaruh sejumlah faktor perancu potensial. Menurut Murti (1997: 368-369), model regresi logistik selanjutnya dapat digunakan untuk: 1. Mengukur pengaruh antara variabel respon dan variabel prediktor setelah mengontrol pengaruh prediktor (kovariat) lainnya. commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Keistimewaan analisis regresi ganda logistik dibanding dengan analisis ganda linier adalah kemampuannya mengkonversi koefisien regresi (bi) menjadi Odds Ratio (OR). Untuk variabel prediktor yang berskala katagorial, maka rumus OR = Exp (bi). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Murti, 1997: 368-369):
P ln
1
P
= a+b1x1+b2x2+b3x3+b4x4+b5x5
di mana : p
: Probabilitas untuk terjadinya melasma
1-p
: Probabilitas untuk tidak terjadinya melasma
a
: Konstanta
b1...b5 : Konstanta regresi variabel bebas x1…x5 x1 : riwayat kehamilan
x2 : sinar matahari
0 : tidak hamil
0 : terpapar
1 : hamil
1 : tidak terpapar
x3 : kosmetik
x4 : obat-obatan
0 : tidak memakai
0 : tidak mengkonsumsi
1 : memakai
1 : mengkonsumsi
x5 : kontrasepsi 0 : tidak menggunakan 1 : menggunakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN
Penelitian mengenai Kehamilan dan Prevalensi Terjadinya Melasma di RSUD Dr. Moewardi telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai September 2011 di Poliklinik Obsgyn, Ruang Rawat Inap Mawar 1 dan Mawar 3 RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Berikut ditampilkan hasil penelitian yang telah didapat. A. Karakteristik Sampel Penelitian 1. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur Dalam penelitian ini didapatkan bahwa subjek penelitian paling banyak adalah wanita usia 31 - 44 tahun (51%), sedangkan yang paling sedikit adalah wanita yang berumur 15 - 20 tahun (5%) (Tabel 4.1). Tabel 4.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Umur No
Umur
Frekuensi
Persen (%)
1
15 - 20 tahun
4
5
2
21 - 30 tahun
33
44
3
31 - 44 tahun
38
51
Jumlah
75
100
2. Distribusi Sampel Berdasarkan Pekerjaan Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa subjek penelitian yang paling banyak adalah ibu rumah tangga (76%), sedangkan yang paling sedikit bekerja sebagai pegawai negeri (4%) (Tabel 4.2). commit to user
25
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Pekerjaan No
Pekerjaan
Frekuensi
Persen (%)
1
Petani
4
5
2
Pelajar/Mahasiswa 4
5
3
Pegawai negeri
3
4
4
Wiraswasta
7
10
5
Ibu rumah tangga
57
76
Jumlah
75
100
B. Analisis Bivariat Uji Tabulasi Silang atau Chi Square Data dalam penelitian ini dianalisis dengan uji Chi Square, dengan uji tersebut dapat diketahui apakah hubungan yang teramati antara kedua variabel secara statistik bermakna. Penelitian ini mengamati hubungan antara variabel bebas kehamilan dengan variabel terikat melasma dan variabel perancu kontrasepsi, obat, kosmetik, dan paparan sinar matahari. Adanya variabel perancu berpengaruh terhadap hasil analisis data yang didapat. Untuk mengendalikannya, dilakukan analisis regresi logistik. Setelah hasil Chi Square didapat maka dapat dilihat nilai signifikasinya. Hubungan signifikan jika p < 0.05. Selain itu, jika p < 0.25, maka variabel tersebut memenuhi syarat analisis regresi logistik. 1. Analisis Bivariat tentang Kehamilan dan Prevalensi Melasma Hasil penelitian ini menunjukkan kelompok wanita hamil dengan melasma negatif sebanyak 32 orang (84.2 %) dan melasma positif sebanyak 6 orang (15.8 %). Pada kelompok wanita tidak hamil dengan melasma negatif sebanyak 35toorang commit user (94.6 %) dan kejadian melasma
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
positif sebanyak 2 orang (5.4 %). Analisis bivariat terhadap hubungan antara kehamilan dengan melasma menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p = 0.145) tetapi memenuhi syarat untuk dilakukan uji regresi logistik (p < 0.25). Kelompok sampel dengan kehamilan memiliki risiko untuk menderita melasma 3,3 kali lebih besar daripada kelompok sampel tidak hamil (OR = 3.2; CI95 % 0.617 s.d 17.44), tetapi hasil ini belum mengontrol pengaruh dari variabel perancu. Dari hasil ini juga diperoleh bahwa 15,8 % wanita hamil menderita melasma (Tabel 4.3 dan Gambar 4.1). Tabel 4.3 Analisis bivariat tentang kehamilan dan prevalensi melasma
Variabel Hamil Tidak hamil
Kejadian melasma negatif n (%) positif n (%) 32 (84.2) 6 (15.8) 35 (94.6)
2 (5.4)
Total
OR
p
38 (100)
3.281
0.145
37 (100)
-
-
commit to user Gambar 4.1 Grafik Persentase antara Kehamilan dengan Prevalensi Melasma
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Analisis Bivariat tentang Konsumsi Obat dan Prevalensi Melasma Hasil
penelitian
ini
menunjukkan
kelompok
yang
mengkonsumsi obat dengan melasma negatif sebanyak 14 orang (77.8 %) dan melasma positif sebanyak 4 orang (22.2 %). Pada kelompok yang tidak mengkonsumsi obat dengan melasma negatif sebanyak 53 orang (93.0 %) dan kejadian melasma positif sebanyak 4 orang (7.0 %). Analisis bivariat terhadap hubungan antara konsumsi obat dengan prevalensi melasma menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p = 0.068) tetapi variabel obat memenuhi syarat analisis regresi logistik (Tabel 4.4 dan Gambar 4.2). Tabel 4.4 Analisis Bivariat tentang Penggunaan Obat dengan Prevalensi Melasma Variabel
Kejadian melasma negatif n (%) positif n (%)
Total
Konsumsi obat
14 (77.8)
4 (22.2)
18 (100)
Tidak konsumsi obat
53 (93.0)
4 (7.0)
57 (100)
commit to user
OR
P
3.768 0.068
-
-
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 4.2 Persentase antara Konsumsi Obat dengan Prevalensi Melasma
3. Analisis Bivariat tentang Penggunaan Kosmetik dan Prevalensi Melasma Hasil penelitian ini menunjukkan kelompok yang memakai kosmetik dengan melasma negatif sebanyak 10 orang (71.4 %) dan melasma positif sebanyak 4 orang (28.6 %). Pada kelompok yang tidak memakai kosmetik dengan melasma negatif sebanyak 57 orang (93.4 %) dan kejadian melasma positif sebanyak 4 orang (6.6 %). Analisis bivariat terhadap hubungan antara pemakaian kosmetik dengan prevalensi melasma menunjukkan hubungan yang signifikan (p = 0.016) sehingga variabel kosmetik memenuhi syarat analisis regresi logistik (Tabel 4.5 dan Gambar 4.3). commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.5 Analisis Bivariat tentang Pemakaian Kosmetik dengan Prevalensi Melasma Variabel Memakai kosmetik Tidak memakai kosmetik
Kejadian melasma negatif n (%) positif n (%) 10 (71.4) 4 (28.6) 57 (93.4)
4 (6.6)
Total 14 (100) 61 (100)
OR
P
5.70 0.016 -
-
Gambar 4.3 Persentase antara Pemakaian Kosmetik dengan Prevalensi Melasma
4. Analisis Bivariat tentang Paparan Sinar Matahari dan Prevalensi Melasma Hasil penelitian ini menunjukkan kelompok yang terpapar sinar matahari dengan melasma negatif sebanyak 16 orang (72.7 %) dan commit to user melasma positif sebanyak 6 orang (27.3 %). Pada kelompok yang tidak
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terpapar sinar matahari dengan melasma negatif sebanyak 51 orang (96.2 %) dan kejadian melasma positif sebanyak 2 orang (3.8 %). Analisis bivariat terhadap hubungan antara paparan sinar matahari dengan prevalensi melasma menunjukkan hubungan yang signifikan (p = 0.003) sehingga variabel sinar matahari memenuhi syarat analisis regresi logistik (Tabel 4.6 dan Gambar 4.4). Tabel 4.6 Analisis Bivariat tentang Paparan Sinar Matahari dengan Prevalensi Melasma Variabel
Kejadian melasma
Total
OR
P
negatif n (%) positif n (%) Paparan sinar matahari Tidak terpapar sinar matahari
16 (72.7)
6 (27.3)
22 (100) 9.563 0.003
51 (96.2)
2 (3.8)
53 (100)
-
-
Gambar 4.4 Persentase antara Paparan Sinar Matahari dengan Prevalensi commit to user Melasma
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Analisis Bivariat tentang Penggunaan Kontrasepsi dan Prevalensi Melasma Hasil penelitian ini menunjukkan kelompok yang menggunakan kontrasepsi dengan melasma negatif sebanyak 10 orang (83.3 %) dan melasma positif sebanyak 2 orang (16.7 %). Pada kelompok yang tidak menggunakan kontrasepsi dengan melasma negatif sebanyak 57 orang (90.5 %) dan kejadian melasma positif sebanyak 6 orang (9.5 %). Analisis bivariat terhadap hubungan antara penggunaan kontrasepsi dengan prevalensi melasma menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p = 0.463) dan variabel kontrasepsi tidak dapat dianalisis regresi logistik (Tabel 4.7 dan Gambar 4.5). Tabel 4.7 Analisis Bivariat tentang Penggunaan Kontrasepsi dengan Prevalensi Melasma Variabel
Kejadian melasma
Total
OR
P
negatif n (%)
positif n (%)
Menggunakan kontrasepsi
10 (83.3)
2 (16.7)
12 (100) 1.900 0.463
Tidak menggunakan kontrasepsi
57 (90.5)
6 (9.5)
63 (100)
commit to user
-
-
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 4.5 Persentase antara Penggunaan Kontrasepsi dengan Prevalensi Melasma
C. Analisis Regresi Logistik Ganda Berdasarkan hasil di atas, variabel yang dapat dilakukan analisis regresi logistik ganda adalah kehamilan, obat, kosmetik, dan paparan sinar matahari. Hasil analisis regresi logistik menunjukkan tidak terdapat hubungan signifikan secara statistik antara kehamilan dengan prevalensi melasma (p = 0.098). Wanita hamil berisiko untuk mengalami melasma 5 kali lebih besar daripada wanita tidak hamil (OR = 5.0; CI 95 % 0.743 s.d 34.384). Hubungan ini sudah mengontrol variabel perancu obat, kosmetik, dan paparan sinar matahari (Tabel 4.8). Karena Odds Ratio (OR) yang tanpa mengendalikan pengaruh faktor perancu (tabel 4.3) berbeda dengan commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
OR dengan mengendalikan faktor perancu (tabel 4.8), maka OR yang digunakan adalah yang mengendalikan pengaruh faktor perancu.
Tabel 4.8 Perbandingan Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda dengan Analisis Bivariat tentang Hubungan antara Kehamilan dengan Prevalensi Melasma
Variabel
Model 1 (Analisis Multivariat Regresi Logistik)
Model 2 (Analisis Bivariat)
CI 95%
Adjusted OR
p
Batas bawah
Batas atas
Kehamilan Hamil
5.0
0.098
0.743
Tidak
1.0
-
Obat Pakai
4.0
Tidak
CI 95%
Crude OR
P
Batas bawah
Batas atas
34.384
3.28
0.145
0.617
17.440
-
-
-
-
-
-
0.136
0.646
25.187
3.78
0.068
0.840
17.066
1.0
-
-
-
-
-
-
-
Kosmetik Pakai
3.4
0.205
0.512
22.661
5.70
0.016
1.222
26.594
Tidak
1.0
-
-
-
-
-
-
-
Sinar matahari Terpapar
8.1
0.031
1.212
55.196
9.563
0.03
1.754
52.135
Tidak terpapar
1.0
-
-
-
-
-
-
-
N observasi -2 log likelihood Negelkerke R2
75 35.4 37.8
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PEMBAHASAN
Penelitian yang berjudul “Kehamilan dan Prevalensi Terjadinya Melasma di RSUD Dr. Moewardi” dilakukan sejak bulan Juni sampai dengan September 2011 di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan didapatkan 75 sampel yang terdiri dari 38 sampel wanita hamil dan 37 sampel wanita tidak hamil. Dalam penelitian ini seluruh sampel berjenis kelamin wanita. Hal ini dikarenakan penyakit melasma lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria, hingga 90 % dari semua kasus (Wolff and Johnson, 2007). Bahkan menurut penelitian Febrianti et al. (2005), kejadian melasma terjadi pada 97,93 % pada wanita dan 2,07 % pada pria. Kejadian melasma sering dikaitkan dengan hormon seks, khususnya estrogen yang mana hormon ini lebih banyak dimiliki oleh wanita. Berdasarkan karakteristik umur, sampel berkisar dari usia 15 – 44 tahun, dengan terbanyak pada usia 31 – 44 tahun berjumlah 38 orang (51%), dan paling sedikit berusia 15 - 20 tahun bejumlah 4 orang (5 %). Penetapan umur sampel didasarkan pada usia reprodukti wanita, yaitu antara umur 15 – 44 tahun (Olive and Palter, 2007). Selain itu, melasma umumnya juga mengenai wanita dengan usia terbanyak sekitar 30-44 tahun (Wijaya, 2010). Faktor pekerjaan dapat juga berpengaruh kepada kejadian melasma. Berdasarkan penelitian Siska (2008), melasma terjadi pada 90 % wanita yang bekerja sebagai penyapu jalan. Pekerjaan yang diduga berperan menimbulkan melasma adalah pekerjaan yang dilakukan di luar rumah/gedung yang commit to user
35
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memungkinkan sesorang terpapar sinar matahari secara berlebihan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar sampel berprofesi sebagai ibu rumah tangga yang berjumlah 57 orang (76 %), dan paling sedikit bekerja sebagai pegawai negeri sebanyak 3 orang (4 %). Kehamilan merupakan salah satu faktor yang memicu terjadinya melasma. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 38 orang (50,7 %) responden sedang hamil. Berdasarkan kejadian melasma, sampel positif melasma lebih banyak diderita wanita hamil yaitu sebanyak 6 orang (75 %) dan sampel positif melasma yang tidak sedang hamil sebanyak 2 orang (15 %). Hasil pada penelitian ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kehamilan dan terjadinya melasma dilihat dari uji Chi Square (p = 0.098) dan melasma terjadi pada 15,8 % wanita hamil. Selain itu, didapatkan bahwa faktor kehamilan meningkatkan risiko terjadinya melasma sebesar 5 kali. Hal ini pun sejalan dengan penelitian Moin et al. (2006) yang menyebutkan bahwa melasma terjadi pada 15,8 % wanita hamil. Pada masa kehamilan terjadi peningkatan pigmentasi sampai 90 % pada wanita hamil dan kebanyakan lebih ditonjolkan pada tipe kulit yang lebih gelap. Dalam kelompok kecil wanita hamil, hiperpigmentasi terjadi di ketiak atau paha atas bagian dalam, sedangkan melasma atau sering disebut topeng kehamilan terjadi pada 50 % wanita hamil (Lapeere, et al., 2008). Melasma dapat hilang dengan sendirinya setelah beberapa saat setelah melahirkan atau juga dapat bertahan hingga beberapa bulan atau beberapa tahun (Leffel, 2000). commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kejadian melasma dikaitkan dengan peningkatan estrogen, progesteron, dan MSH, terutama di trimester kedua dan ketiga pada masa kehamilan. Hasil uji in vitro menunjukkan kultur melanosit manusia mengekspresikan reseptor estrogen. Estradiol meningkatkan kadar enzim melanogenik terutama TyrosinaseRelated Proteins-2 (TRP-2) dalam melanosit manusia normal. Bukti lain juga menunjukkan peningkatan ekspresi reseptor estrogen pada lesi kulit penderita melasma. Hal ini mengisyaratkan bahwa melanosit pada pasien melasma lebih sensitif terhadap peningkatan konsentrasi estrogen dan mungkin juga hormon seks lainnya (Kang and Ortonne, 2010). Menurut Bolanca et al. (2008.), kejadian melasma pada wanita hamil lebih disebabkan karena peningkatan hormon progesteron dibanding estrogen. Hal ini juga didukung dengan lebih tingginya prevalensi melasma pada wanita menopause yang menggunakan terapi hormon progesteron dibanding wanita menopause yang menggunakan terapi estrogen. Sedangkan menurut Sulin (2008), peningkatan kadar serum MSH pada akhir bulan kedua masih sangat diragukan sebagai penyebabnya. Namun, telah diketahui bahwa estrogen dan progesteron mempunyai peran dalam proses melanogenesis dan diduga bisa menjadi faktor pendorongnya. Pada penelitian ini sampel wanita hamil dipilih tidak berdasarkan usia kehamilan. Sebaiknya penelitian lebih ditekankan pada wanita hamil trimester kedua atau ketiga di mana terjadi peningkatan estrogen, progesteron, dan MSH yang lebih signifikan. Selain itu, diperlukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel wanita hamil yang lebih representatif dan populasi yang lebih luas. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
38 digilib.uns.ac.id
Hasil penelitian ini menunjukkan kelompok yang mengkonsumsi obat dengan melasma negatif sebanyak 14 orang (77.8 %) dan melasma positif sebanyak 4 orang (22.2 %). Pada kelompok yang tidak mengkonsumsi obat dengan melasma negatif sebanyak 53 orang (93.0 %) dan melasma positif sebanyak 4 orang (7.0 %). Analisis bivariat terhadap hubungan antara konsumsi obat dengan prevalensi melasma, menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p = 0.068) tetapi variabel obat dapat dianalisis regresi logistik. Setelah dianalisis regresi logistik, variabel obat tetap menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (0.136). Penggunaan bahan kimia yang berlebihan baik dalam bentuk obat-obatan tertentu menimbulkan efek samping bagi kulit, khususnya kulit wajah sehingga berpotensi terhadap terjadinya melasma. Penggunaan obat-obatan yang bersifat fotosensitisasi ini dapat memicu/memperberat terjadinya melasma sehingga nantinya perlu dihindari dalam proses penanganan melasma. Penggunaan obat tersebut memicu peningkatan pigmentasi kulit yang akhirnya mengarah pada kontribusinya terhadap gejala-gejala melasma. Unsur kimia yang terkandung dalam obat-obatan tersebut dewasa ini cenderung banyak mengandung unsurunsur bahan berbahaya yang relatif sensitif terhadap metabolisme tubuh. Kaitannya dengan kejadian melasma penggunaan obat-obat tersebut tergantung pada sensitif atau tidaknya reaksi tubuh terhadap obat tersebut khususnya pada peningkatan pigmentasi kulit seperti kulit wajah (Djuanda, 2007). Hasil penelitian ini menunjukkan kelompok yang memakai kosmetik dengan melasma negatif sebanyak 10 orang (71.4 %) dan melasma positif commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebanyak 4 orang (28.6 %). Pada kelompok yang tidak memakai kosmetik dengan melasma negatif sebanyak 57 orang (93.4 %) dan kejadian melasma positif sebanyak 4 (6.6 %). Analisis bivariat terhadap hubungan antara pemakaian kosmetik dengan prevalensi melasma, menunjukkan hubungan yang signifikan (p = 0.016) sehingga variabel kosmetik dapat dianalisis regresi logistik. Setelah dilakukan analisis regresi logistik, variabel penggunaan kosmetik dapat dikendalikan dan menunjukkan hubungan yang tidak signifikan dengan melasma (p = 0.205.). Hasil ini sejalan dengan penelitian Suahrtono (2001) yang tidak menunjukkan hubungan signifikan antara penggunaan kosmetik dengan terjadinya melasma. Akan tetapi, secara proporsi hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Fitzpatrick dan Rookhsar (2005), bahwa dari sepuluh responden yang diperiksa melasmanya, secara keseluruhan menggunakan kosmetik wajah. Pada penelitian ini hanya sedikit sampel yang menggunakan kosmetik, yaitu sebanyak 12 orang (16%) sehingga kurang mencakup secara keseluruhan hubungan antara penggunaan kosmetik dengan terjadinya melasma. Namun, menurut Hilde (2008), penggunaan kosmetik secara permanen baik sedang atau tidak beraktivitas akan menimbulkan perubahan warna kulit wajah, dan jika kosmetik tersebut mengandung bahan kimia yang tidak dapat ditoleransi oleh kulit wajah akan menyebabkan hiperpigmentasi. Penggunaan kosmetik juga dapat memicu melasma karena bahan kosmetik yang bersifat fotosensitisasi dapat mencetus peningkatan pigmen kulit (hiperpigmentasi) yang disebabkan oleh agen toksik dalam kosmetik.
commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hasil penelitian ini menunjukkan kelompok yang terpapar sinar matahari dengan melasma negatif sebanyak 16 orang (72.7 %) dan melasma positif sebanyak 6 orang (27.3 %). Pada kelompok yang tidak terpapar sinar matahari dengan melasma negatif sebanyak 51 orang (96.2 %) dan kejadian melasma positif sebanyak 2 (3.8 %). Analisis bivariat terhadap hubungan antara paparan sinar matahari dengan prevalensi melasma, menunjukkan hubungan yang signifikan (p = 0.003) sehingga variabel sinar matahari dapat dianalisis regresi logistik. Setelah dilakukan analisis regresi logistik, variabel paparan sinar matahari dapat dikendalikan dan menunjukkan hubungan yang signifikan dengan melasma (p = 0.031). Paparan sinar matahari satu sisi memberikan manfaat bagi makhluk hidup namun di sisi lain juga berdampak negatif terhadap kesehatan makhluk hidup. Paparan sinar matahari merupakan faktor risiko terjadinya melasma. Pajanan sinar matahari akan menyebabkan proses melanogenesis yaitu pembentukan melanin yang menyebabkan hiperpigmentasi dan mengarah pada melasma. Hal ini sejalan dengan penelitian Maeda, et al. (2007) dan juga mengingat semenjak dua dekade terakhir ini, lapisan ozon di stratosphere yang berfungsi untuk menyaring radiasi ultraviolet sudah semakin menipis dan mengakibatkan radiasi ultraviolet yang sampai di bumi intensitasnya semakin tinggi dan berdampak cukup serius terhadap makhluk di bumi khususnya terhadap kesehatan kulit.
commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan laporan Fitzpatrick dan Rokhsar (2005), di mana kasus melasma terbanyak diderita oleh wanita oleh karena paparan matahari di wajah. Melasma merupakan keluhan yang sering dijumpai pada individu kulit berwarna, seperti keturunan Hispanik dan orang Asia. Indonesia merupakan negara tropis yang terletak pada garis katulistiwa di mana matahari bersinar sepanjang hari. Di negara Indonesia, kebanyakan penduduk belum terbiasa menggunakan perlindungan terhadap sinar matahari sehingga kasus melasma banyak dijumpai. Di negara tropis, pajanan sinar matahari merupakan faktor utama timbulnya melasma, selain beberapa faktor lainnya seperti kehamilan, kontrasepsi hormonal, genetik, dan zat kimia (Soepardiman, 1997). Hasil
penelitian
ini
menunjukkan
kelompok
yang menggunakan
kontrasepsi dengan melasma negatif sebanyak 10 orang (83.3 %) dan melasma positif sebanyak 2 orang (16.7 %). Pada kelompok yang tidak menggunakan kontrasepsi dengan melasma negatif sebanyak 57 orang (90.5 %) dan kejadian melasma positif sebanyak 6 (9.5 %). Analisis bivariat terhadap hubungan antara penggunaan kontrasepsi dengan prevalensi melasma menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p = 0.463) dan variabel kontrasepsi tidak dapat dianalisis regresi logistik. Pada penelitian ini sampel yang diteliti lebih difokuskan pada wanita hamil sehingga jumlah sampel yang menggunakan kontrasepsi terlalu sedikit dan tidak menunjukkan angka yang signifikan. commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Di Indonesia, frekuensi melasma pada peserta KB yang menggunakan kontrasepsi sistemik sekitar 40,9 % dan biasanya timbul pada 3 tahun pertama penggunaan kontrasepsi. Suhartono (2001) melaporkan bahwa melasma terjadi pada 31,3 % pengguna kontrasepsi hormonal. Faktor hormon estrogen dan progesteron berperan penting dalam kejadian melasma ini sehingga melasma terutama dijumpai pada wanita usia subur, namun demikian mekanisme terjadinya masih belum jelas. Melasma merupakan penyakit multifaktorial yang seringkali mengganggu aktivitas seseorang, terutama wanita. Melasma merupakan masalah kosmetik pada wanita karena letaknya pada wajah sehingga sangat mempengaruhi penampilan seseorang. Bagi wanita wajah adalah bagian yang penting dan seringkali merupakan aspek yang pertama kali dilihat pada hubungan antar pribadi dan dalam hubungan masyarakat. Secara keseluruhan, penelitian ini menunjukkan wanita hamil memiliki risiko untuk mengalami melasma 5 kali lebih besar daripada wanita tidak hamil (OR=5.0; CI 95% 0.743 s.d. 34.384). Namun, hubungan tersebut secara statistik tidak signifikan setelah mengontrol pengaruh dari faktor paparan sinar matahari, obat, kosmetik, dan kontrasepsi. Paparan sinar matahari akan meningkatkan kejadian melasma pada seseorang sebesar 8,1 kali dibanding yang tidak terkena paparan sinar matahari. Paparan sinar matahari merupakan satu-satunya faktor yang signifikan dalam menyebabkan/memicu timbulnya melasma pada penelitian ini. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN Berdasarkan
hasil
penelitian
yang
telah
dilakukan
dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara kehamilan dengan prevalensi terjadinya melasma dimana kehamilan tidak meningkatkan risiko terjadinya melasma.
B. SARAN Wanita hamil diharapkan tidak khawatir mengalami gangguan sosial dan psikologis akibat melasma selama masa kehamilan.
commit to user
43