KECERDASAN EMOSIONAL MENURUT PERSPEKTIF AL-QURAN Dewi Murni Dosen Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indragiri E-Mail:
[email protected] Abstrak Kecerdasan emosional dapat diartikan kemampuan, merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh manusia. Apabila berpikir itu bersifat objektif, maka emosional itu bersifat subjektif karena lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan diri. Apa yang indah, baik, dan menarik bagi seseorang belum tentu indah, baik, dan menarik bagi orang lain. Implementasi kecerdasaan emosional dapat terlihat dalam sikap seseorang; pertama adalah istiqamah yaitu dengan cara teguh pendirian terhadap jalan-jalan yang telah ditetapkan Allah Swt, serta tidak mengurangi atau mengabaikan, dan melampaui batas terhadap ajaran-ajaran tersebut. Kedua yaitu rendah hati yaitu mereka berjalan dengan tenang, penuh dengan ketawadhu’an, tidak congkak dan sombong. Ketiga adalah tawakal, yakni timbulnya ketulusan di dalam hati kepada Allah dalam menggapai keridhaan-Nya. Terakhir adalah ikhlas, yakni suatu upaya memurnikan dan menyucikan hati sehingga benar-benar hanya terarah kepada Allah semata. Kata kunci: Kecerdasan, Emosional dan Al-Quran
96 | Jurnal Syahadah Vol. V, No. 1, April 2016
A. Pendahuluan Al-Quran adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad secara mutawatir,1 sebagai pedoman bagi makhluk-Nya. Oleh karena itu, Al-Quran memiliki keistimewaan yang tidak dapat diukur dengan perhitungan manusia.
Di antara
keistimewaannya adalah keterpeliharaan Al-Quran dari perubahan akibat tangan-tangan kotor manusia. Allah SWT telah menjamin keterpeliharaan Al-Quran sepanjang zaman. Sebagaimana dalam firman Allah:
َّ ح ۡ ُ ح َّ ۡ ح ذ ۡ ح َّ ح ُ ح ح ُ ح ٩ حَٰفِظون إِنا َنن نزۡلا ٱلِكر ِإَونا لۥ ل
Artinya: Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya. (Q.S alHijr: 9) Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw adalah mukjizat terbesar yang memiliki sifat universal dan berlaku untuk seluruh umat manusia serta mengandung informasi yang ditetapkan sebagai pedoman manusia sepanjang hidupnya, di mana dan kapan saja. Al-Quran sebagai mukjizat tidak hanya menjadi bahan bacaan meskipun membacanya mendapat pahala, melainkan juga untuk dipahami, dipedomani, diamalkan dan diselidiki rahasia kebanarannya. Hal ini dimaksudkan untuk memperluas cakrawala ilmu pengetahuan tentang bukti-bukti kebesaran dan keagungan Allah, di samping untuk
1
Mutawatir secara bahasa berarti beriringan atau berurut, menurut istilah yaitu hadis yang diriwayatkan sejumlah orang yang secara tradisi tidak mungkin mereka berdusta, mulai dari awal hingga akhir sanad, lebih lanjut lihat M. Ajaj al-Khatib, Ushul al-Hadis,(Beirut: Dar al-Fikri, 1975), h. 301-302.
Kecerdesan Emosional Menurut Persepektif al-Qur’an | 97
Dewi Murni
memenuhi kebutuhan hidup manusia, agar dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan kesejahteraan hidup di akhirat.2 Di dalam Al-Quran, terdapat isyarat tentang adanya dimensidimensi yang membedakan antara manusia dan seluruh makhluk hidup lain, yaitu potensi, kemampuan belajar dan menuntut ilmu yang tidak terbatas. Namun kemampuan ini berada dalam dua arah positif dan negatif.3 Firman Allah Swt:
ۡ ح ح ۡ ح ح ۡ ح ۡ ح َٰ ح ٓ ح ۡ ح ح ُ َّ ح ح ۡ ح َٰ ُ ح ۡ ح ح ح ح َٰ ٥ ثم رددنه أسفل سفِلِني٤ يم ٖ ِٱۡلنسن ِِف أحس ِن تقو ِ لقد خلقنا Artinya: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka). (Q.S. at-Tin:4-5)
Manusia mempunyai potensi dan kemampuan mencapai kedudukan tertinggi di alam eksistensi (yaitu kedudukan malakuti dan Ilahi), akan tetapi dia juga memiliki potensi untuk jatuh terjerumus pada posisi terendah yang bahkan lebih rendah dari kedudukan yang dimiliki oleh binatang dan setan, yang kelak akan menjadi bagian manusia dari dua titik ini hanya bergantung dari proses pembelajaran yang dilaluinya di dunia ini, di mana proses tersebut yang akan melahirkan kecerdasan terhadap diri seseorang.4 Kecerdasan ialah istilah umum
yang digunakan untuk
menjelaskan sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan, seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir 2
M. Chadziq Charisma, Tiga Aspek Kemukjizatan Al-Quran, (Surabaya: Bina Ilmu, 1991), h. 14 3 Ibid 4 Ibid, h. 15.
98 | Jurnal Syahadah Vol. V, No. 1, April 2016
abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, dan belajar. Cerdas dapat diartikan sebagai sikap manusia yang mampu mengambil pelajaran dan hikmah dari setiap persoalan sekaligus upaya mereka untuk menjadi lebih baik lagi di masa depan.5 Menurut Howard Gardner kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan masalah atau menciptakan suatu produk yang bernilai dalam satu latar belakang budaya atau lebih. Dengan kata lain, kecerdasan dapat bervariasi menurut konteksnya.6 Melalui keterangan di atas dapat dipahami bahwa, pengertian kecerdasan ialah kemampuan mengarahkan pikiran atau tindakan ke arah yang lebih baik dan bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Hal ini dijelaskan di dalam Al-Quran:
ۡ ذ ح ح ح ۡ ح ح ُ ح ُ ۡ حح ُۡ حُۡ ح ححُۡ ُ ح ح ون ۡٱلك حِتَٰبح َّ ب وتنسون أنفسكم وأنتم تتل ِ ِ ۞أتأمرون ٱۡلاس ب ِٱل ححح حۡ ُ ح ٤٤ أفَل تعقِلون
Artinya: Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu membaca Al kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?.(Q.S.al-Baqarah: 44) Dalam tafsir Ma’alim al-Tanzȋl dijelaskan bahwa penggunaan akal pada ayat tersebut adalah seseorang yang terhindar dari kebodohan sehingga dirinya dapat melakukan kebaikan.7 Jadi, seseorang yang
5 Tim Penyusun Kamus,Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Terbaru, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h. 108. 6 Julia Jasmine, Panduan Praktis Mengajar Berbasis Multiple Intlligences, (Bandung: Nuansa, 2007), h. 11-12 7 Abu Muhammad al-Husin bin Mas’ud al-Baghawi, Ma’alim al-Tanzȋl, Juz 1, h. 88
Kecerdesan Emosional Menurut Persepektif al-Qur’an | 99
Dewi Murni
memiliki kecerdasan dapat diketahui salah satunya dengan cara bagaimana ia menggunakan akalnya sebaik-baik mungkin. Menurut keterangan para pakar ilmu psikologi, 8 ada 14 lebih jenis kecerdasan.9 Dari jenis-jenis tersebut, yang akan penulis bahas hanyalah kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional dapat diartikan kemampuan, merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh manusia.10 Apabila berpikir itu bersifat objektif, maka emosional itu bersifat subjektif karena lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan diri. Apa yang indah, baik, dan menarik bagi seseorang belum tentu indah, baik, dan menarik bagi orang lain.11 Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa, kecerdasan emosional dapat dipahami sebagai kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kamampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain. Dalam surat alBaqarah Allah SWT menegaskan sebagai berikut:
8
Di antara para ahli tersebut adalah David Wechsler (Psikolog AS), William Stren (Psikolog Jerman), Alfred Binet (psikolog Prancis), Lewis Madison Terman (Psikolog AS) dan lain sebagainya.http/blogspot.Com/2012/10/20/defenisikecerdasan menurut para ahli. Html. (diakses pada hari sabtu tanggal 5 Oktober 2016). 9 Meliputi; kecerdasan Intelektual, Majemuk, Praktis, Emosional, Berwiraswasta, Advesitas, Aspirasi, Kekuatan, Imajinasi, Intuitif, Moral, Spiritual, Kesuksesan. Lih. Agus Efendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21, (Bandung, Alfabeta, 2005), Cet. I, h. 58. 10 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual- ESQ, (Jakarta: Penerbit Arga, 2001), h. 199 11 Hamdani Bakran Adz-Dzakiey, Prophetic Intelligence – Kecerdasan Kenabian, (Yogyakarta : Islamika, 2004), h. 631
100 | Jurnal Syahadah Vol. V, No. 1, April 2016
َّ ُ ح ُ ُ ُ َّ ُ َّ ۡ ٓ ح ۡ ح َٰ ُ ۡ ح ح ُ ُ ُح َٰ خذكم ب ِ حما ا ؤ ي ن ك ل ِ ِ ّل يؤا ِ خذكم ٱّلل ب ِٱللغوِ ِِف أيمنِكم و ُ ُ ُُ ۡ ح ح ح ُ َّ ك ۡمۗۡ حو ٞ ِ ور ححل ٌ ٱّلل حغ ُف ٢٢٥ يم كسبت قلوب Artinya: Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu.dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (Q.S. al-Baqarah: 225) Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah tidak akan menyiksa manusia yang melakukan kelalaian karena tidak tidak disengaja sekalipun dalam bersumpah, ia hanya akan menimpakan siksa bila kelalaian itu disengaja atas kehendak hati. Hal ini menunjukkan bahwa hati tersebut telah terinfeksi dengan akhlak buruk dan keinginan hawa nafsu yang menerobos batas-batas kebaikan.12 Semua implementasian dari kecerdasan emosional itu dinamakan akhlak al-karȋmah,yang sebenarnya telah ada di dalam Al-Quran dan telah diajarkan oleh Rasulullah Saw seribu empat ratus tahun yang lalu, jauh sebelum konsep EQ diperkenalkan saat ini sebagai sesuatu yang lebih penting dari IQ. Dalam kecerdasan emosional, hal itulah yang menjadi tolok ukur kecerdasan emisonal (EQ). Kecerdasan emosional ini sangat penting terhadap pengendalian diri seseorang maupun terhadap orang lain, agar hidup mendapat kebahagian di manapun kita berada. Demikian juga menyikapi teori kecerdasan yang telah dirumuskan para pakar ilmuwan tentang jenis kecerdasan tersebut, bahwa dalam pantauan penulis kecerdasan linguistik, musical dan lain sebagainya semuanya itu didasari oleh hasil 12
Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran, (Bandung: Mizan, 2010, h.139
Kecerdesan Emosional Menurut Persepektif al-Qur’an | 101
Dewi Murni
pengamatan, penghayatan dan pemahaman dari diri seseorang. Hal itu dipandang hanya sebatas kecerdasan praktis saja. Dalam penafsiran kecerdasan emosional yang menjadi pokok masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana menafsirkan ayat-ayat yang berbicara tentang mengimplementasikan kecerdasan emosional. Seperti implemenatsi sikap konsisten, rendah diri, berusaha dan berserah diri serta bersifat tulus (ikhlas).
B. Pembahasan 1. Implementasi Sikap Konsisten (Istiqomâh) Istiqâmah berarti berdiri tegak di suatu tempat tanpa pernah bergeser, karena akar kata Istiqâmah dari kata “qāma” yang berarti berdiri. Dengan kata lain, istiqâmah juga berarti tegak lurus serta sikap teguh pendirian dan selalu konsekuen.13 Jadi, muslim yang beristiqâmah adalah muslim yang selalu mempertahankan keimanan dan akidahnya dalam situasi dan kondisi apapun. Ia bak batu karang yang tegar menghadapi gempuran ombak-ombak yang datang silih berganti. Ia tidak mudah loyo dalam menjalankan perintah agama. Ia senantiasa sabar dalam menghadapi seluruh godaan. Itulah manusia muslim yang sesungguhnya, selalu Istiqâmah dalam sepanjang jalan.
َّ ح ح ح ح ح ُ ح ٱس حتق ۡم حك حما ٓ أُم ِۡر ح ۡ ح ت حو حمن تح ح اب حم حعك حوّل ت ۡطغ ۡوا إِن ُهۥ ب ِ حما ت ۡع حملون ِ ف ح ١١٢ ٞصري ِ ب
13
Azyumardi Azra, Ensiklopedi Tasawuf, (Bandung: Angkasa Group, 2008),
h. 1202
102 | Jurnal Syahadah Vol. V, No. 1, April 2016
Artinya: Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan.(Q.S. Huud:112) Ayat di atas menjelaskan bahwa Nabi Muhammad Saw diperintahkan Allah SWT untuk bersikap konsisten, yakni bersungguh-sungguh memelihara, mempercayai, mengamalkan serta mengajarkan tuntunan-tuntunan-Nya, baik yang menyangkut prinsip ajaran dan rinciannya, menyangkut dirimu secara pribadi maupun penyampaiannya kepada masyarakat tanpa menghiraukan gangguan dan kecaman orang lain.14 Setelah memerintahkan berbuat segala macam kebaikan yang sesuai tuntutan wahyu, kini dilarangnya melakukan segala macam keburukan dengan menyatakan janganlah kamu melampaui batas yang ditetapkan Allah dan yang digariskan oleh fitrah kesucian kamu, antara lain dengan mempersekutukan dan mendurhakai Allah, melakukan perusakan di bumi atau membebani diri melebihi kemampuan. Kata fastaqim terambil dari kata قامyang berarti mantap, terlaksana, berkonsentrasi serta konsisten. Sementara ulama memahaminya terambil dari kata berdiri karena manusia akan mampu melakukan sekian banyak hal yang tidak dapat dilaksanakannya dalam keadaan selain berdiri, misalnya duduk atau berbaring. Kata tersebut digunakan untuk menggambarkan keadaan 14
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 6,
h. 359
Kecerdesan Emosional Menurut Persepektif al-Qur’an | 103
Dewi Murni
yang terbaik dan sempurna bagi segala sesuatu sesuai dengan sifat dan cirinya.15 Dengan demikian, kata istaqim adalah perintah untuk menegakkan sesuatu sehingga ia menjadi sempurna, dan seluruh yang diharapkan darinya wujud dalam bentuk sesempurna mungkin, tidak disentuh oleh kekurangan atau keburukan dan kesalahan. Redaksi ayat di atas memisahkan Nabi dengan orang-orang yang telah bertaubat. Hal ini bukan saja untuk menunjukkan betapa tinggi kedudukan Nabi Saw tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa tugas dan beban yang diletakkan di pundak Nabi Muhammad Saw dalam soal perintah ini lebih berat daripada selain beliau. Beliaulah yang berkewajiban tampil lebih dahulu, setelah itu kaum mukminin mencontoh perbuatan Nabi Saw tersebut. Dalam konteks ini, al-Qur’an menjelaskan sebagai berikut:
ح ٌ حح ح َّ َّ ح ح ُ ح ُّ ح َّ ُ ُ َّ ۡ ح ُ ح ٱس حتقَٰ ُموا فَل خ ۡوف حعل ۡي ِه ۡم حوّل ه ۡم إِن ٱلِين قالوا ربنا ٱّلل ثم ُ ُ ح َٰٓ ح ح ۡ ح َٰ ُ ۡ ح َّ ح َٰ ح ح ح ح ٓ ح َۢ ح ح حۡ ُ ح أولئِك أصحب ٱۡلنةِ خ ِِلِين فِيها جزاء بِما َكنوا١٣ َي حزنون ُ ح ١٤ حي ۡع حملون
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.(Q.S. al-Ahqaaf: 13-14)
15
Ibid
104 | Jurnal Syahadah Vol. V, No. 1, April 2016
Al-Biqâi, al-Lusi dan Sayyid Quthub menggarisbawahi bahwa perintah istaqim ini mengandung makna perintah untuk terus menerus memelihara moderasi dan berada pada jalan pertengahan di antara dua titik ekstrim, yakni tidak melebihkan (melampaui batas) dan tidak juga mengurangi. Kendati demikian, Thabâthabâ’i menolak memahami perintah istaqȋm dalam arti moderasi.“Makna tersebut tidak didukung oleh lanjutan ayat yang hanya melarang melampaui batas. Seandainya yang dimaksud adalah moderasi, tentu lanjutan ayat akan melarang melampaui batas dan melarang juga pengurangan hak dan kewajiban, bukan sekedar melarang pelampauan batas.”16 Sayyid Quthub menggugurkan keberatan Thabâthabâ’i yang menolak memahami kata istaqȋm mengandung makna moderasi, menurut Sayyid Quthub istiqamah adalah moderasi serta menelusuri jalan yang ditetapkan tanpa penyimpangan. Ini menuntut kewaspadaan terus-menerus, perhatian bersinambung, upaya pengamatan terhadap batas-batas jalan, pengendalian emosi yang dapat memalingkan sedikit atau banyak, karena perintah ini merupakan tugas abadi dalam setiap gerak dari gerak-gerak hidup ini.”17 Larangan yang datang sesudah perintah istiqâmah itu bukannya larangan pengabaian atau pengurangan, tetapi larangan pelampauan batas. Ini karena perintah istaqȋm serta apa yang
16
ath-Thabathaba’i,al-Mizan Fi Tafsir Al-Quran,(Beirut: Muassasat al‘Alamiy li al-Mathbu’at, 1991), , h. 54 17 Sayyid Quthub, Fi Zhilal Al-Quran,(tt,: Dar Syuruq, t.th), h. 275
Kecerdesan Emosional Menurut Persepektif al-Qur’an | 105
Dewi Murni
diakibatkannya dalam jiwa manusia boleh jadi mengantar seseorang melampaui batas dan berlebihan sehingga mengalihkan ajaran agama ini dari kemudahan menjadi kesukaran. Padahal Allah Swt menghendaki agar agama-Nya dilaksanakan sebagaimana Ia diturunkan. Allah Swt menghendaki agar istiqâmah ini sesuai dengan yang diperintahkan-Nya, tidak berkurang dan tidak berlebih. Kelebihan dan pelampauan batas serupa dengan pengabaian dan pengurangan, keduanya mengantar agama ini menyimpang dari cirinya yang dikehendaki Allah Swt. Ini adalah pesan yang sangat berharga untuk memantapkan jiwa dalam jalan lurus dan lebar, tanpa penyimpangan menuju pelampauan batas atau pengabaian.18 Dapat disimpulkan bahwa, ayat-ayat tentang istiqâmah ini memerintahkan untuk bersikap teguh pendirian terhadap jalan-jalan yang telah ditetapkan Allah Swt, serta tidak mengurangi atau mengabaikan, dan melampaui batas terhadap ajaran-ajaran tersebut. Hal tersebut mengakibatkan tidak lagi sesuai dengan perintah-Nya. Dengan kata lain, makna subtantif dari istiqâmah itu adalah sesuatu yang tidak menyimpang atau berlainan dari prinsip-prinsip yang ditetapkan Allah Swt, pelampauan batas hanya sebagai salah satu simbol dari bentuk penyimpangan. Sikap istiqâmahini lahir dari kekuatan jiwa, sebab tanpa keteguhan hati tidakkan dapat melahirkan sikap istiqâmah tersebut. Menurut Thabâthabâ’i keteguhan hati (rabth ‘ala qulūb) merupakan
18
Ibid
106 | Jurnal Syahadah Vol. V, No. 1, April 2016
kinayah bagi pemutusan rasa cemas dan kegoncangan jiwa dari dalam hati, juga kinayah bagi tasyji’ (pemberian rasa berani) dan tsabâtul qulūb atau pengokohan hati.19 Firman Allah SWT dalam surat al-Anfal sebagai berikut:
ٓ ٓ َّ ۡ ُ ح ذ ُ ُ ُّ ح ح ح ح ح ٗ ذ ۡ ُ ح ُ ح ذ ُ ح ح ۡ ُ ذ ح ٱلس حماءِ حما ٗء نل عليكم مِن ِ إِذ يغ ِ شيكم ٱۡلعاس أمنة مِنه وي ُذُح ذ ح َّ ح ُ ۡ ح ح ُ ۡ ۡ ح ۡ ٱلش ۡي حطَٰن حول ح َٰ ِريب حط ح ح لَع ز ج ر م نك ع ِب ه ذ ي و ۦ ه ب م ك ِّلط ِهر ِ ِ ِ ِ ِ ُُ ُ ت بهِ ۡٱۡلح ۡق حد ح ك ۡم حويُثح ذب ح ١١ ام وب ِ ِ ِ قل
Artinya: (Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki(mu). (Q.S. al-Anfal: 11) Keteguhan hati pada ayat di atas dapat tercermin dalam kisah Nabi Ibrahim ketika diuji oleh Allah Swt ketika untuk menyembelih anaknya Ismail as. Karena kecintaan kepada Allah sudah berkurang dengan lahirnya Ismail as, maka Alah mencoba kesetiaan Ibrahim as. terhadap Allah swt. Ujian itupun juga berhasil dilaluinya. Jadilah Ibrahim as. itu seorang yang hanif, seorang yang lurus dalam mencintai Allah swt. Hingga hari kiamat, nama Nabi Ibrahim as selalu disebut di dalam shalat. Jadilah Ibrahim as itu mendapat julukan Khalilullăh, teman Allah.20
19
ath-Thabathaba’i,op cit., h. 56 Ibid
20
Kecerdesan Emosional Menurut Persepektif al-Qur’an | 107
Dewi Murni
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keistiqamahan Nabi Ibrahim mencintai Allah tidaklah berkurang sama sekali, meskipun ia harus mengorbankan putra kesayangannya, yang dahulu sangat ia nanti-nanti kelahiran. Namun untuk mewujudkan bukti keistiqamahannya kepada Allah ia ikhlas menjalankannya. 2. Implementasi Sikap Kerendahan Hati (Tawadhu’) Tawadhu’ adalah sikap rendah hati yang dimiliki orang yang dapat mengendalikan nafsunya tatkala mendapat nikmat yang lebih dari orang lain. Sikap ini akan membuahkan prilaku baik, baik kepada Allah maupun kepada sesama makhluk-Nya. Tawadhu’ adalah sikap tenang, sederhana, sungguh-sungguh dan menjauhi sikap takabbur, beringas, maupun membangkang. 21 Fudail bin ‘Iyad pernah ditanya maksud dari tawadhu’. Ia menjawab, tunduk dan taat melaksanakan yang hak (benar), serta mau menerima kebenaran itu dari siapa pun yang mengatakannya. 22 Pendapat lain mengatakan, “Tawadhu’ adalah merendahkan sayap dan melembutkan sisinya. 23 Lawan dari sikap tawadhu’ adalah takabbur (sombong), sifat yang sangat dibenci Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah Saw mendefenisikan sombong dengan sabdanya,
عن عبداهلل بن مسعود عن النبي صلى اهلل عليه و سلم قا ل الكبر بطر .الحق وغمط الناس 21
Azyumardi Azra,op cit., h. 1301 Muhammad Musa asy-Syarif, Ibadah Qalbu, Pengaruhnya dalam Kehidupan Kaum Mukmin, (Jakarta: Media Eka Sarana, 2005), h. 184 23 Ibid 22
108 | Jurnal Syahadah Vol. V, No. 1, April 2016
Artinya: Kesombongan adalah menolak kebenaran dan melecehkan orang”. (HR. Muslim)24 Jadi, tawadhu’ merupakan salah satu bagian dari akhlak mulia, sudah selayaknya sebagai umat muslim untuk bersikap tawadhu’, karena tawadhu’ merupakan salah satu akhlak terpuji yang wajib dimiliki oleh setiap umat Islam. Sabda Nabi Saw berikut ini:
ِ َع ْن أَبِى ُهريْ رةَ َع ْن ر ُس ال « َما َ َ ق-صلى اهلل عليه وسلم- ول اللَّ ِه َ ََ ِ َح ٌد ْ ص َ اد اللَّهُ َع ْب ًدا بِ َع ْف ٍو إِالَّ ِع ًّزا َوَما تَ َوا َ ص َدقَةٌ م ْن َم ٍال َوَما َز َ ت َ نَ َق َ ض َع أ » ُلِلَّ ِه إِالَّ َرفَ َعهُ اللَّه
Artinya: Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Sedekah tidak mengurangi harta. Alalh tidak akan menambah sesuatu karena sikap pemaaf hamba kecuali kemulian, dan tidaklah sesorang bersikap tawadhu’ melainkan Allah akan mengangkat derajatnya. (HR. Muslim)25
إن اهلل أمرني وساق في الحديث بمثل:عن عياض بن حمار قال حديث هشام عن قتادة وزاد فيه وإن اهلل أوحى إلى أن تواضعوا حتى ال يفخر أحد على أحد وال يبغي أحد على أحد Artinya: Hadis dari Iyadh bin Himar bahwa Rasul bersabda, “Sesungguhnya Allah Swt mewahyukan kepadaku agar kalian bersikap tawadhu’, mewahyukan kepadaku agar kalian bersikap tawadhu’ sehingga seseorang tidak
24
Muslim bin Hujjaj Abu Husin al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim, (Beirut: Daar Ihya at-Turats al-‘Arabi, t.th), h. 93 25 Abu Husin Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi an-Naisaburi, Shahih Muslim, Kitab al-Jannah wa na’imiha wa ahliha,Bab Sifah ahlil Jannah wa annar fi ad-dunya, (Beirut: Daar al-jail, t.th), h. 21
Kecerdesan Emosional Menurut Persepektif al-Qur’an | 109
Dewi Murni
menyombongkan diri kepada yang lain dan seseorang tidak menzalimi yang lain. (HR. Muslim)26 Demikianlah Rasulullah Saw mengingatkan untuk bersikap tawadhu’, sebab tersebarnya persatuan dan persamaan derajat, keadilan dan kebaikan di tengah-tengah manusia sebagaimana sifat sombong akan melahirkan keangkuhan yang mengakibatkan memperlakukan orang lain dengan kesombongan. Tanda orang yang tawadhu’ adalah disaat seseorang semakin bertambah ilmunya maka semakin bertambah pula sikap tawadhu’ dan kasih sayangnya.Dan semakin bertambah amalnya maka semakin meningkat pula rasa takut dan waspadanya.Setiap kali bertambah usianya maka semakin berkuranglah ketamakan nafsunya.Bertambah hartanya maka bertambahlah kedermawanan dan kemauannya untuk membantu sesama, Bertambah tinggi kedudukan dan posisinya maka semakin dekat pula dia dengan manusia dan berusaha untuk menunaikan berbagai kebutuhan mereka serta bersikap rendah hati kepada mereka.27 Seorang mukmin hendaknya menjauhi sikap sombong dan sebab-sebab yang dapat mendorong prilaku tersebut, antara lain; ilmu, amal ketaatan, keturunan, keindahan, kekuatan, harta dan pendukung yang banyak.28Sebenarnya substansi sifat tersebut terpuji, tetapi bisa saja menyebabkan sikap sombong. Orang saleh
26
Ibid. Sa’id Hawa, Mensucikan Jiwa, (Jakarta: Robbani Press, 1998), h. 228 28 Ibid, h. 233 27
110 | Jurnal Syahadah Vol. V, No. 1, April 2016
hendaknya tidak termakan oleh sifat takabbur yang dapat timbul dari ketujuh perkara di atas. 3. Implementasi
Sikap
Berusaha
dan
Berserah
Diri
(Tawakkal) Secara etimologi bahasa, tawakkal berarti menyerahkan suatu urusan. Misalnya, menyerahkan suatu urusan kepada Fulan, artinya ia mengandalkan urusannya kepada Fulan. Atau si Fulan menyerahkan urusannya kepada yang lain, jika ia percaya akan kemampuan orang itu, atau karena ia tidak mampu melakukannya sendiri.29 Menurut pengertian syariat, orang yang bertawakal kepada Allah berarti ia telah mengerti benar bahwa Allahlah yang menjamin rezeki dan urusannya, sehingga dia hanya bergantung kepada-Nya semata, tanpa melibatkan pihak lain. Oleh karenanya, hakikat tawakal adalah ketulusan dalam menggantungkan
hatinya
kepada
Allah
dalam
menggapai
kepentingannya dan menghalau marabahaya, baik dalam urusan dunia maupun akhirat. Segala sesuatunya diserahkan kepada-Nya, sebagai realisasi keimanan bahwa hanya Dia semata sang pemberi dan hanya Dia yang menolak, menghindarkan marabahaya dan yang mendatangkan manfaat, bukan yang lain. Di antara ayat-ayat Al-Quran yang menyerukan manusia agar bersikap tawakal dengan baik dan sempurna antara lain,
29
Muhammad Musa asy-Syarif, Ibadah Qalbu- Pengaruhnya dalam Kehidupan Kaum Mukmin, (Jakarta: Media Eka Sarana, 2005), h. 131
Kecerdesan Emosional Menurut Persepektif al-Qur’an | 111
Dewi Murni
ۡ َّ َّ ح ح ح ۡ ح ح ح َّ ۡ ح ح ۡ ح ح ح ۡ ح ح ۡ ح ُ ص ح ٤ ري م ِ ربنا عليك توَّكنا ِإَوّلك أنبنا ِإَوّلك ٱل Artinya: Ya Tuhan Kami hanya kepada Engkaulah Kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah Kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali. ( Q.S. AlMumtahanah: 4) Sikap tawakal ini dicontohkan oleh Nabi Ibrahim as. yaitu ketika dilempar ke dalam kobaran api, beliau mengucapkan “Hasbunallăh wanikmal wakȋl” Allah menjadikan api yang panas menjadi dingin sehingga Nabi Ibrahim selamat dari kobaran api yang membara. Demikian juga ketika Nabi Muhammad Saw dan para sahabatnya mendapatkan ancaman juga mengucapkan “Hasbunallăh wanikmal wakȋl” yang membuatnya selamat dari marabahaya. Ketika Ibrahim as diuji, seberapa besar cintanya kepada Allah Swt ataukah lebih rela dibakar hidup-hidup oleh Raja Namrud. Seperti diketahui bahwa Raja Namrud setelah kalah berdebat dengan Ibrahim, malunya demikian besar. Dalam debat itu, Ibrahim mengatakan Tuhanku adalah Yang menghidupkan dan Yang Mematikan. Aku juga bisa menghidupkan dan mematikan, kata Namrud dengan sombong. Maka Ibrahim menjawab lagi, Tuhanku dapat menerbitkan matahari dari Timur, kalau memang kamu tuhan, silahkan terbitkan matahari dari barat? Namrud tak dapat menjawab. Sehingga kebenciannya terhadap Ibrahim as. bertambah besar. Rasulullah saw menjelaskan balasan terhadap orang yang tawakal pada Allah SWT dalam salah satu sabdanya
112 | Jurnal Syahadah Vol. V, No. 1, April 2016
ِ َّْخط « -صلى اهلل عليه وسلم- ول اللَّ ِه ُ ال َر ُس َ َال ق َ َاب ق َ َع ْن عُ َم َر بْ ِن ال لَ ْو أَنَّ ُك ْم ُك ْنتُ ْم تَ َوَّكلُو َن َعلَى اللَّ ِه َح َّق تَ َوُّكلِ ِه لَ ُرِزقْتُ ْم َك َما تُ ْرَز ُق الطَّْي ُر تَغْ ُدو ِ ِ ِ يث حسن ِ يح َ َ ق.» وح بِطَانًا َ ٌ َ َ ٌ يسى َه َذا َحد ً خ َم ٌ صح ُ اصا َوتَ ُر َ ال أَبُو ع Artinya: Seandainya kalian bertawakal pada Allah dengan tawakal yang sebenarnya, maka sungguh Dia akan melimpahkan rezki kepada kalian, sebagaimana Dia melimpahkan rezki kepada burung yang pergi (mencari makan) di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang”. (HR. Tirmidzi)30
Tawakal yang sebenarnya kepada Allah SWT akan menumbuhkan dalam hati seorang mukmin perasaan ridha kepada segala ketentuan dan takdir Allah, yang ini merupakan ciri utama orang yang telah merasakan kemanisan dan kesempurnaan iman. 4. Implementasi Sikap Ketulusan ( ikhlas) Ikhlas adalah bentuk ibadah qalbu yang paling agung dan sensitif. Banyak sekali ayat-ayat Al-Quran maupun hadis yang menguraikan keutamaannya dan memperingatkan akan sikap melalaikannya. Pengertian ikhlas secara kebahasaan berasal dari kata khalasha - yakhlushu-khulushan, mengacu pada pengertian terikat dan terbelenggu, lalu terbebas dan selamat darinya. al-mukhlish adalah orang yang hanya mengesakan Allah dengan setulustulusnya. Kata al-mukhlash, mengandung pengertian orang yang tulus kepada Allah, yaitu orang pilihan yang terbebas dari kotoran.
30
Muhammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa bin adh-Dhahak at-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi,Kitab az-Zuhud, Bab Fiat Tawakul ‘ala Allah, (Mishriyah: alJami’ah al-Maknaz al-Islamiy, t.th), h. 149
Kecerdesan Emosional Menurut Persepektif al-Qur’an | 113
Dewi Murni
Ikhlas terdiri dari tingkatan dan derajat yang berbeda satu dengan lainnya. Antara lain, batin seseorang lebih besar dan agung dari yang tampak secara lahir. Sifat ikhlas akan tercapai jika keseimbangan antara lahir dan batin, namun demikian, derajat tertinggi dari sifat ikhlas adalah jika yang tampak lebih baik dan agung dari yang tampak. Di dalam Al-Quran banyak disebutkan ayat-ayat tentang ikhlas, antara lain:
َّ ٓ ُ ُ ٓ ح ح ٓ ح حُ ذ ح ُ حح ۡ ُ َّ ح ۡ ُ ُ ُ ُ ح ح ح صني ل ٱلِين حنفاء ويقِيموا ِ ِ وما أمِروا إِّل ِّلعبدوا ٱّلل ُمل َّ ح َٰ ح ح ُ ۡ ُ َّ ح َٰ ح ح ح َٰ ح ُ ۡ ح ٥ ِِين ٱلق ذي ِ حمة ٱلصلوة ويؤتوا ٱلزكوة وذل ِك د
Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.” (Q.S. al-Bayyinah: 5) Ayat di atas menjelaskan tentang sikap Ahl al-Kitab dan kaum musyrikin yang enggan percaya serta berselisih satu sama lain, yakni beribadah dan tunduk kepada Allah Swt dengan memurnikan secara bulat untuk-Nya semata-mata, serta ketaatan sehingga tidak mempersekutukan-Nya dengan suatu apapun, dan juga mereka diperintahkan supaya melaksanakan shalat dan menunaikan zakat secara sempurna sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan, bukan seperti yang selama ini mereka lakukan.31 Kata mukhlishin terambil dari kata خلصyang berarti murni setelah sebelumnya diliputi atau disentuh kekeruhan. Dari sini 31
Qurasih Shihab, op cit., vol.15, h. 445
114 | Jurnal Syahadah Vol. V, No. 1, April 2016
ikhlas adalah upaya memurnikan dan menyucikan hati sehingga benar-benar hanya terarah kepada Allah semata, sedang sebelum keberhasilan usaha itu, hati masih diliputi atau dihinggapi oleh sesuatu selain Allah SWT, misalnya pamrih dan semacamnya. 32 Dengan demikian, sikap ikhlas ini dapat dipahami dengan sifat ikhlas yang dimilki oleh Nabi Yusuf as yang tidak menghendaki dari amalnya tersebut, kecuali wajah Allah dan keridhaan-Nya. Tidak terpengaruh dengan apa-apa yang berada dibalik keridhaan dan pujian manusia, selalu berbuat kebajikan, menolong orang lain dan memberi makan karena mengharap wajah Allah serta hanya mencari keridhaan Allah SWT.
C. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap kecerdasan emosional menurut Al-Quran dapat disimpulkan bahwaAl-Quran menjelaskan kecerdasan yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia dengan sangat rinci, di antaranya kecerdasan emosional. Penafsiran Al-Quran tentang kecerdasan emosional yaitu hati yang teguh dan kuat, hati yang tawadhu’, hati yang bertawakal, dan hati yang tulus. Mengemplementasian sikap istiqamah yaitu dengan cara teguh pendirian terhadap jalan-jalan yang telah ditetapkan Allah SWT, serta tidak mengurangi atau mengabaikan, dan melampaui batas terhadap ajaran-ajaran tersebut. Bersikap tawadhu’ dapat dilakukan dengan
32
Ibid, h. 446
Kecerdesan Emosional Menurut Persepektif al-Qur’an | 115
Dewi Murni
tunduk dan taat melaksanakan yang hak (benar), serta mau menerima kebenaran itu dari siapa pun yang mengatakannya hingga terhindar dari sikap menyombongkan diri. Bersikap tawakal yaitu timbulnya ketulusan di dalam hati kepada Allah untuk menggapai kepentingannya dan menghalau marabahaya, baik dalam urusan dunia maupun akhirat. Segala sesuatunya diserahkan kepada-Nya, setelah ia berusaha dengan sebaik-baiknya. Bersikap ikhlas yaitu tidak menghendaki dari amalnya tersebut, kecuali wajah Allah dan keridhaan-Nya serta tidak terpengaruh dengan apa-apa yang berada dibalik keridhaan dan pujian manusia, selalu berbuat kebajikan dan menolong orang lain hanya mencari keridhaan Allah SWT semata. Juga berupaya memurnikan dan menyucikan hati sehingga benar-benar hanya terarah kepada Allah semata.
116 | Jurnal Syahadah Vol. V, No. 1, April 2016
DAFTAR PUSTAKA Abu Fadl, Mahmud al-Lusi,Ruhul Ma’ani Fi Tafsir Quran wa as-Sab’i al-l Matsani, Beirut: Dar Ihya at-Turats al-‘Arabiy, t.th. Adz-Dzakiey, Hamdani Bakran,Prophetic Intelligence – Kecerdasan Kenabian, Yogyakarta : Islamika, 2004. Agustian,Ary Ginanjar,Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual- ESQ, Jakarta: Penerbit Arga, 2001. Baghawi, Abu Muhammad al-Husin bin Mas’ud al-.,Ma’alim al-Tanzȋl, Juz 1, t.th. Khatib,.M. Ajaj,Ushul al-Hadis,Beirut: Dar al-Fikri, 1975. Naisaburi, Muslim bin Hujjaj Abu Husin al-Qusyairi al-, Shahih Muslim, (Beirut: Daar Ihya at-Turats al-‘Arabi, t.th. Syarif, Muhammad Musa asy-,Ibadah Qalbu, Pengaruhnya dalam Kehidupan Kaum Mukmin, Jakarta: Media Eka Sarana, 2005. Thabathaba’i, Husein ath-,al-Mizan Fi Tafsir Al-Quran,(Beirut: Muassasat al-‘Alamiy li al-Mathbu’at, 1991. Tirmidzi, Muhammad bin ‘Isa at,. Sunan at-Tirmidzi,Kitab az-Zuhud, Bab Fit Tawakul ‘ala Allah, (Mishriyah: al-Jami’ah al-Maknaz al-Islamiy, t.th. Azra, Azyumardi, Ensiklopedi Tasawuf, Bandung: Angkasa Group, 2008. Charisma,M. Chadziq,Tiga Aspek Kemukjizatan Al-Quran, Surabaya: Bina Ilmu, 1991. Dahlan, Ahmad,Asbābun Nuzūl: Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat Al-Quran, Bandung: Diponegoro, 2000. Efendi, Agus, Revolusi Kecerdasan Abad 21, Bandung, Alfabeta, 2005.
Kecerdesan Emosional Menurut Persepektif al-Qur’an | 117
Dewi Murni
Shihab, Quraish, Mukjizat Al-Quran, Bandung: Mizan, 2010. ---------.Tafsir al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 2002. Tim Penyusun Kamus,Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Terbaru, (Jakarta: Balai PusJulia Jasmine, Panduan Praktis Mengajar Berbasis Multiple Intlligences, Bandung: Nuansa, 2007. Quthub, Sayyid, Fi Zhilal Al-Quran,tt,: Dar Syuruq, t.th.
118 | Jurnal Syahadah Vol. V, No. 1, April 2016