KEBIJAKAN FORMULASI KEADILAN RESTORATIF DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK Oleh I Made Wahyu Chandra Satriana Program Magister, Program Studi Ilmu Hukum Program Pascasarjana, Universitas Udayana
ABSTRAK Pembahasan pada jurnal ini mengangkat mengenai Kebijakan Formulasi Keadilan Restoratif Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak. Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu agar dapat menganalisa dengan baik ide dasar yang terdapat dalam keadilan restoratif, kaitannya dengan anak yang berhadapan dengan hukum serta dapat menganalisis kebijakan formulasi yang diatur dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak untuk mewujudkan keadilan restoratif terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Sedangkan jenis penelitian yang digunakan dalam jurnal ilmiah ini adalah jenis penelitian hukum normatif, karena berdasarkan penilaian bahwa terdapat konflik norma antara UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dengan norma yang terdapat dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam hal ini terhadap perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh anak yang belum genap berusia 18 (delapan belas tahun) dilakukan upaya diversi yang mempunyai tujuan agar terciptanya keseimbangan fokus perhatian antara kepentingan pelaku dan korban serta memperhatikan pula dampak penyelesaian perkara pidana yang terjadi di masyarakat untuk menjamin dan melindungi anak serta hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Kata Kunci : Kebijakan Formulasi, Keadilan Restoratif dan Perlindungan Anak .
ABSTRACT
The discussion on this journal raised regarding policy formulation Restorative Justice in the Criminal Justice System Children . The objectives of this research that in order to properly analyze the basic ideas contained in restorative justice , to do with children in conflict with the law and to analyze policy formulation set forth in the Law. 11 2012 on the Criminal Justice System Kids for restorative justice to children in conflict with the law . While this type of research used in scientific journals this is the kind of normative legal research , because it is based on the assessment that there is a conflict between the norms of Law. 11 of 2012 on the Criminal Justice System Children with the norms contained in the draft - Criminal Code ( Criminal Code ) . In this case the unlawful act committed by the child who has not reached the age of 18 (eighteen years ) diversion efforts which have the purpose for the creation of a balance between the interests of focus and attention to the perpetrator and the victim also impact the completion of the criminal case that happens in the community to ensure and protecting children and their rights in order to live , grow, develop and participate optimally in accordance with the dignity of humanity , as well as protection from violence and discrimination .
Keywords : Policy Formulation , Restorative Justice and Child Protection .
1
I.
PENDAHULUAN
pornografi 1 kasus.1 Sedangkan anak
1.1
Latar Belakang
sebagai pelaku kekerasan di POLDA
Periode
anak-anak
Bali
adalah
untuk
periode
yang
sama
terdapat 120 kasus.
masa dimana anak belum mandiri,
PBB
belum memiliki kesadaran penuh
telah
mengesahkan
kepribadian
Konvensi Hak Anak.2 Konvensi ini
masih labil atau pribadi yang belum
adalah merupakan suatu komponen
terbentuk secara utuh yang sangat
internasional yang secara yuridis
rentan dalam kondisi mental dan
mengikat negara-negara yang telah
kejiwaaan. Dengan kata lain keadaan
meratifikasi
psikologinya
serta
akan
perbuatannya,
masih
labil,
tidak
agar
mewujudkannya
Negara-negara
tersebut
independent, dan mudah terpengaruh
mempunyai
oleh kondisi disekitarnya. Dengan
internasional untuk menerapkannya
kondisi demikian perbuatan yang
ke
dilakukan
tidak
positif
dapat
sehingga berlaku dan mempunyai
oleh
anak
sepenuhnya
dalam
kewajiban
hukum
aturan-aturan
masing-masing
hukum Negara,
dipertanggungjawabkan, karena anak
kekuatan hukum mengikat ke dalam.
sebagai pelaku
Konvensi Hak Anak.
bukanlah sebagai
Penjabaran
pelaku murni akan tetapi dapat juga
dan
jiwa
Convention on the Rights of the
sebagai korban.
yang
isi
Berdasarkan bahan hukum
Child dalam undang-undang pidana
diperoleh
di Indonesia, dapat dilihat pada
terhadap
kasus
kejahatan anak sebagai pelaku di
Undang-Undang
POLDA Bali
Tahun 2002 tentang Perlindungan
beserta
jajarannya
RI
Nomor
23
Anak.
untuk periode bulan Januari sampai dengan Desember 2012, tercatat 19 kasus
penganiayaan,
kemudian
1
Kasubdit IV, Kepolisian Negara RI Daerah Bali Dir. Reserse Kriminal Umum
pencurian sebanyak 33 kasus, dan kasus-kasus melarikan kasus,
lainnya perempuan
persetubuhan
seperti terdapat 5
2
Konvensi Hak Anak (UN’s Convention on the Rights of the Child) tanggal 20 November 1989, memuat 4 (empat) prinsip dasar hak-hak anak yaitu: hak hidup; Hak kelangsungan hidup atau tumbuh kembang; kepentingan terbaik anak; Hak partisipasi/ mengemukakan pendapat.
1
kasus,
pelecehan seksual 4 kasus, dan
1
Di terdapat
dalam suatu
seseorang
hukum
pidana
diadili di Pengadilan Negeri Stabat
pendapat
bahwa
Cabang,
tidak
dapat
Pangkalan
Brandan,
dihukum
Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
karena melakukan suatu kesalahan,
Kasus Raju ini mendapat perhatian
apabila
melakukan
publik khususnya pada penahanan
kesalahan itu belum ada undang –
Raju didalam tahanan orang dewasa
undang
dan didalam persidangan, hakim
sebelum
ia
yang menyatakan bahwa
kesalahan
yang
diperbuatnya
itu
mengenakan seragam. Kasus lain
diancam dengan hukuman (Nullum
yang juga melibatkan anak adalah
Delictum, Nulla Poena Sine Praevia
upaya kasasi yang dilakukan Jaksa
lege Poenali). Asas ini terdapat
Penuntut
dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP.3
lanjutan pembacaan putusan sela dan
Penerapan Pidana yang lazim
Umum
pada
sidang
memvonis bebas siswa SMP yang
berdasarkan Kitab Undang – Undang
dituduh
Hukum
tidak
senilai Rp. 10 ribu, alasannya Jaksa
mendidik anak menjadi lebih baik,
Penuntut Umum masih menganut
melainkan
memperburuk
asas legalitas.
kondisi serta dapat meningkatkan
Kedua
tingkat
Pidana
(KUHP)
dapat
kejahatan anak.
Hal
ini
mencuri voucher pulsa
dengan
kasus
sebuah
didekatkan
pendekatan
yang
disebabkan karena paradigma aparat
legalistik
penegak hukum yang mengganggap
mengabaikan pendekatan psikologis
anak tersebut sebagai anak nakal dan
dan
bukan sebagai korban melainkan
melalui
semata-mata sebagai pelaku tindak
(BAPAS)
pidana.
berperan untuk melakukan penelitian
Kisah bernama
seorang
anak
yang
formal,
sosiologis,
dimana
Badan
pertimbangan
Negara
Pemasyarakatan
seharusnya
kemasyarakatan
Muhammad Azwar atau
sehingga
dan
sangat
menjadi
utama
untuk
yang dikenal dengan nama Raju,
memutuskan sanksi hukum sehingga
sebagai pelaku penganiayaan dan
akan ditemukan bentuk rehabilitasi bagi
anak
yang
bermasalah/
3
Pasal 1 ayat (1) KUHP menentukan bahwa: tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan.
berhadapan dengan hukum.
2
Perlindungan
yang
Restoratif adalah model penyelesaian
berhadapan dengan hukum sangat
perkara pidana yang mengedepankan
diperlukan, mengingat anak yang
pemulihan kembali terhadap korban,
berhadapan dengan hukum berada
pelaku,
pada
keadilan restoratif adalah adanya
situasi dan
anak
kondisi diluar
dan
masyarakat.
kemampuan mental dan psikisnya
partisipasi
serta dalam proses pemeriksaan pada
partisipasi warga sebagai fasilitator
tahap penyidikan, penyidik hanya
dalam penyelesaian kasus, sehingga
melihat kepentingan proses hukum
ada jaminan anak atau pelaku tidak
tanpa memperhatikan
lagi
kepentingan
dan kesejahteraan anak. Untuk itu harus
mendapat
korban
Tujuan
dan
pelaku,
mengganggu harmoni
yang
sudah tercipta di masyarakat.
perlindungan
Keadilan
restoratif,
dapat
hukum, mengingat mereka sangat
terwujud melalui: mediasi antara
peka terhadap berbagai ancaman
korban dengan pelaku, musyawarah
gangguan mental, fisik dan sosial.
keluarga korban dan keluarga pelaku,
Keadilan yang selama ini
dan pelayanan di masyarakat yang
berlangsung dalam sistem peradilan
bersifat pemulihan baik bagi korban
pidana
adalah
maupun pelaku.
atau
keadilan
Keadilan
sedangkan
yang
di
retributive
Indonesia justice
retributif,
restoratif
adalah
salah satu alternatif penyelesaian
diharapkan adalah restorative justice
sengketa
atau keadilan restoratif, yaitu suatu
dikenal
proses dimana semua pihak yang
Dispute Resolution/ADR. ADR pada
terlibat dalam suatu tindak pidana
umumnya digunakan dilingkungan
tertentu bersama-sama memecahkan
kasus-kasus perdata, tidak untuk
masalah,
kasus-kasus Pidana.
bagaimana
menangani
Pidana
pengadilan
dengan
Dalam
akibatnya dimasa yang akan datang.
2012
diluar
istilah
proses
atau
Alternatif
peradilan
Dalam UU No. 11 tahun
pidana anak, yang diharapkan adalah
tentang
Peradilan
proses
konsep
artinya
Anak,
Sistem menganut
yang
dapat
perkara
memulihkan,
ditangani
oleh
keadilan restoratif yang diwujudkan
penegak hukum yang mempunyai
melalui upaya
minat,
diversi.
Keadilan
3
perhatian,
dedikasi
dan
memahami masalah anak, dan telah
merupakan
karunia Tuhan,
mengikuti
rentan
terhadap
keadilan terjadi yang
pelatihan restoratif,
penahanan
mewujudkan serta
apabila
terhadap
berhadapan
dengan
diskriminasi
anak
membela
hukum
dan diri
perlakuan belum
mampu
sendiri
bertanggungjawab yang
yang
dan terhadap
maka harus memperhatikan prinsip –
perbuatan
dilakukannya
prinsip dasar dari konvensi hak-hak
sehingga memerlukan perlindungan
anak yang telah diadopsi kedalam
hukum demi kepentingan terbaik
UU Perlindungan Anak
anak. .
Berdasarkan pada uraian latar belakang tersebut di atas, dapat dirumuskan
permasalahan
2.1 Metode Penulisan:
yang
Dalam metode penulisan ini,
diangkat dalam tulisan ini yaitu:
menggunakan pendekatan masalah
Apakah ide dasar keadilan restoratif
secara
dalam sistem peradilan pidana anak?
pendekatan peraturan perundang –
dan
kebijakan
undangan yang berhubungan dengan
formulasi keadilan restoratif dalam
masalah yang dibahas. Bahan hukum
Undang – Undang No. 11 tahun 2012
dengan menggunakan metode studi
Tentang Sistem Peradilan Pidana
pustaka (library research) dimana
Anak?
bahan hukum yang diperoleh dari
bagaimanakah
yuridis
literatur-literatur,
normatif
yaitu
buku-buku
dan
dokumen-dokumen yang berkenaan
II. Isi Makalah
dengan masalah yang dibahas.
Ide dasar keadilan restoratif dalam sistem peradilan pidana anak merupakan suatu hal yang baru
2.2
dalam sistem hukum pidana di
2.2.1 Kerangka
Hasil dan Pembahasan
Indonesia. Keadilan restoratif adalah
Sistem
keadilan
Anak
terhadap
bermasalah
dengan
anak
yang
hukum,
baik
1.
anak sebagai pelaku, maupun anak sebagai
korban.
mensyaratkan
Hal
karena
Konseptual Peradilan
Pidana
Peradilan Pidana Anak Anak dalam peradilan pidana
ini
anak adalah anak yang berhadapan
anak
dengan hukum yaitu anak yang
4
berkonflik dengan hukum, anak yang
Konsep
keadilan
Restoratif
menjadi korban tindak pidana, dan
telah ada sejak kurang lebih dua
anak yang menjadi saksi tindak
puluh tahun yang lalu sebagai pilihan
pidana. Sistem peradilan pidana anak
dalam menyelesaikan perkara pidana
merupakan juga sistem peradilan
anak. Organisasi Peradilan Anak
pidana, maka di dalam memberikan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
pengertian sistem peradilan pidana
memberikan pengertian restorative
anak, terlebih dahulu menguraikan
justice adalah suatu proses yang
tentang
pidana.
menuntut keterlibatan semua pihak
Sistem peradilan pidana (Criminal
yang berhubungan dengan tindak
justice system) menunjukkan cara
pidana tertentu agar mencari solusi
kerja dalam menanggulangi tindak
bersama untuk memecahkan masalah
kejahatan
dan
sistem
peradilan
dengan
pendekatan
berdasarkan
sistematis
yang
memikirkan
bagaimana
mengatasi akibat pada masa yang
didalamnya terdapat bagian-bagian
akan
yang merupakan subsistem antara
pada dasarnya dilakukan melalui
lain: Instansi Kepolisian, Instansi
diskresi
(kebijakan)
Kejaksaan, Lembaga Peradilan dan
yaitu
menyelesaikan
Lembaga
(Lembaga
musyawarah dengan cara pengalihan
Pemasyarakatan), yang mempunyai
perkara dari proses formal peradilan
tujuan-tujuan
antara
pidana ke proses nonformal untuk
jangka
pendek
Koreksi
lain
tujuan yaitu
memasyarakatkan
kembali
pelaku
tindak
tujuan
jangka
pidana,
dan
panjangnya
tujuan adalah
Restorative
dan
Justice
diversi, secara
diselesaikan secara musyawarah.
3. Sejarah Ide Dasar Keadilan
menengah yaitu mencegah terjadinya kejahatan,
datang.
Restoratif di Beberapa Negara
jangka
Sebelum
untuk
menerapkan
kesejahteraan sosial.
di
keadilan
Indonesia restoratif,
ternyata di beberapa Negara telah menerapkan konsep ini. Tidak hanya
2.
Ide
Dasar
dalam aturan yang tertuang dalam
Keadilan
KUHP
Restoratif
Negara
tersebut,
tetapi
terdapat dalam peraturan perundang
5
– undangan Sebagai
yang lebih khusus.
contoh,
dari
bahwa suatu klaim penting tentang
restoratif
keadilan restoratif adalah cara kuno
kontemporer secara tradisional yang
untuk menangani kejahatan. Dalam
ditelusuri oleh eksperimen di Kanada
VORPS,
dengan melakukan mediasi antara
mengambil bentuk pertemuan antara
korban-pelaku di Elmira, Ontario
korban dan pelaku, yang difasilitasi
tahun 1974. Menurut sejarah, bahwa
oleh mediator yang terlatih, yang
percobaan
dipilih
gerakan
asal-usul
kembali karena sejarah mengatakan
keadilan
yang
dilakukan
oleh
keadilan
dari
relawan
restoratif
masyarakat.
petugas Markus Yantzi (anggota
Penggunaan secara resmi pertama
radikal; sekte Kristen, Mennonities),
dari lingkaran hukum terjadi pada
yang frustrasi dalam proses untuk
tahun 1992 di Pengadilan Teritorial
menangani para pelaku kriminal usia
Yukon Kanada. Hakim Barry Stuart
muda,
yang menangani kasus pelanggaran,
memiliki
Ide
gemilang.
Markus meminta hakim, pada kasus
mengundang
pengerusakan yang dilakukan oleh
yang
dua pemuda yang mengaku bersalah
komunitas
pelaku
untuk
telah merusak 22 properti, untuk
berpartisipasi
dalam
lingkaran
menyuruh pelaku menemui korban-
hukum. Dalam lingkaran hukum,
korban mereka, di perusahaan Yantzi
komunitas
dan
Dave
mengambil bagian dalam diskusi
Worth. Yang mengejutkan mereka,
tentang apa yang terjadi, mengapa itu
hakim
memerintahkan
terjadi, apa yang harus dilakukan
pelanggar untuk pergi ke Yantzi dan
tentang itu dan apa yang harus
Worth
dilakukan untuk
pemuda
Mennonite,
setuju
bertemu
korban
dan
membawa kembali laporan tentang
percobaan
sebenarnya
orang
masyarakat merupakan
yang
tertarik
mencegah
lebih
lanjut insiden tersebut.
kerusakan yang telah mereka alami. Dari
anggota
Hakim
spontan
memutuskan
kemudian hukuman
dengan
idealis ini, keadilan restoratif dalam
membuat perintah dan rekomendasi,
bentuk
berdasarkan apa yang diusulkan oleh
Program
Korban-Pelanggar
Rekonsiliasi (VORPs)
lahir
peradilan.
atau lebih tepatnya dimunculkan
Meskipun
disebut
lingkaran hukum, harus dibuat jelas
6
bahwa
diskusi
berjalan
dan
keputusan
oleh praktisi keadilan dan filsuf suku
dengan
baik
bahkan
apa
yang
secara
pelanggaran hukum dan kejahatan
konvensional dicakup dalam proses
yang terjadi, jangkauan orang-orang
hukuman. Secara khusus, lingkaran
yang terlibat dalam proses mediasi
mengatasi masalah seperti sejauh
dalam FGCs lebih luas, meliputi
mana tanggung jawab komunitas
anggota keluarga dari pelaku dan
untuk
mempertanggung jawabkan
terkadang oleh orang lain
suatu
kejahatan
memiliki
melampaui
dan
Maori.
untuk
melakukan sesuatu tentang hal itu. Dalam
kasus
Namun penyelesaian
hubungan
dengan
tersebut,
mereka.
yang
perawatan
Korban
juga
membawa anggota dari badan-badan peradilan
pidana
seperti
polisi.
bahwa mereka tidak ingin pelaku
Perjanjian
yang
bertujuan
untuk
untuk di penjara dan bahwa mereka
restitusi
bersedia
membantu
(represif) tetapi dirancang sebuah
merehabilitasi pelaku. Hakim Stuart,
rencana aksi mengatasi penyebab
yang
(preventif) yang mendasari perilaku
komunitas
pelaku
untuk
bertindak
masyarakat,
menunjukkan
atas
keinginan
memutuskan
tidak
masa
kejahatan
percobaan dua tahun dan pelaku
mencegah
menerima
kejahatan.
dengan
mengubah
hidupnya menjadi lebih baik.
dan
hanya
dengan
kembali
terlibat
demikian terjadinya
Pada awal tahun 1990-an
Suatu bentuk 'keadilan asli'
polisi di Wagga Wagga, sebuah kota
yang telah tersebar lebih luas adalah
kecil di New South Wales, Australia
Konferensi Kelompok Keluarga atau
memulai
Familly Group Conventions (FGC).
dipengaruhi tidak hanya oleh FGCs
FGCs diperkenalkan oleh undang-
Selandia Baru, tetapi juga oleh teori
undang di Selandia Baru pada tahun
Jhon Braithwaite dari reintegrasi
1989 sebagai forum baru untuk
malu.
menangani kejahatan remaja serta
bahwa keluarga dan masyarakat yang
perawatan
isu-isu
malu diarahkan pada pelaku dalam
perlindungan. FGCs serupa dengan
kaitan menghormati pelanggar dan
VORPs yang konon diperkenalkan
diikuti oleh upaya untuk reintegrasi
pemuda
dan
7
percobaan
Braithwaite
yang
sangat
berpendapat
mereka adalah bentuk yang sangat
mulai
kuat dari kontrol sosial. Dalam
diciptakan
"Model
FGCs
Kejahatan dan Gangguan 1998 dan
dikonseptualisasikan sebagai forum
Undang-Undang Keadilan Pemuda
di mana pelanggar akan dihadapkan
dan
dengan reintegrasi malu tersebut.
memperkenalkan keadilan restoratif
Wagga'
FGCs
dan
dengan
model
mengeksplorasi
Bukti
dalam
peluang
Undang-Undang
Pidana
sistem
1999,
peradilan
untuk
remaja.
Wagga, mengalami perkembangan
Dalam upaya-upaya ini, pentingnya
yang pesat dan menakjubkan. Saat
pengembangan atau berpegang pada
itu diperkenalkan di Inggris pada
suatu konsepsi yang lebih luas akan
pertengahan
keadilan
seorang
tahun
polisi
1990-an
bernama
oleh
Thames
restoratif
semakin
ditekankan.
Valley dan sejak itu telah diadopsi oleh banyak pasukan polisi Inggris lainnya.
Meskipun
4. Kebijakan Hukum Pidana
telah
ada
Usaha pembaharuan hukum di
berskala
kecil
Indonesia yang sudah dimulai sejak
dengan rekonsiliasi korban-pelaku di
lahirnya UUD 1945, tidak dapat
Inggris pada awal tahun 1980-an,
dilepaskan pula dari landasan dan
dan meskipun Martin Wright telah
sekaligus tujuan yang ingin dicapai
menjelaskan ide-ide restoratif dan
seperti telah dirumuskan juga dalam
prinsip VORPS, itu hanya ketika
pembukaan UUD 1945. Tujuan yang
polisi mulai bereksperimen dengan
telah digariskan dalam UUD 1945,
'peringatan restoratif' bahwa gerakan
secara singkat adalah “melindungi
keadilan restoratif benar-benar lepas
segenap bangsa Indonesia dan untuk
landas di UK. Salah satu hasil dari
memajukan
ini
berdasarkan Pancasila”. Inilah garis
percobaan
bahwa,
yang
di
Inggris
restoratif telah erat
keadilan
diidentifikasi
kebijakan
kesejahteraan
umum
yang
umum
menjadi
dengan teori ‘reintegrasi malu’ dari
landasan dan sekaligus tujuan politik
Braithwaite dan model konferensi
hukum di Indonesia. Inipulalah yang
Wagga.
menjadi landasan dan tujuan dari
Diantara
beberapa
aktivis
setiap usaha pembaharuan hukum,
keadilan restoratif di Inggris, yang
termasuk pembaharuan di bidang
8
hukum
pidana
dan
kebijakan
dan
yang
apa
yang
dikenakan;
penanggulangan kejahatan. Penanganan
sanksi
terhadap
berhadapan dengan
dapat
kekuasaan
yudikatif/aplikatif dalam penerapan
anak
hukum
hukum
pidana;
dan
kekuasaan
adalah bagian dari kebijakan atau
eksekutif/administratif
upaya
penanggulangan
melaksanakan hukum pidana.5
karena
tujuan
kejahatan
utamanya
perlindungan
dalam
adalah
anak
5.
dan
Pendekatan Integral Antara
mensejahterakan anak dimana anak
Kebijakan Penal dan Non
merupakan bagian dari masyarakat.
Penal Salah
Menurut Barda Nawawi Arief,
satu
usaha
kebijakan penegakan hukum pidana
penanggulangan
merupakan serangkaian proses yang
terjadi
terdiri dari tiga tahap kebijakan,
dengan menggunakan hukum pidana
yaitu
dengan
sanksinya
pidana.
Namun
(1) tahap
kebijakan
legislatif/
masyarakat
adalah
yang
berupa
demikian
usaha
Perbedaan mengenai peranan pidana
(2) tahap kebijakan yudikatif/
dalam
aplikatif; dan administratif.4
penegakan
hukum
terkandung
di
masalah
hukum yang penting dalam rangka perlindungan
Lebih lanjut dijelaskan bahwa tahap
menghadapi
kejahatan ini mempunyai dimensi
(3) tahap kebijakan eksekutif/
ketiga
yang
inipun masih sering dipersoalkan.
formulatif;
dalam
dalam
kejahatan
dalamnya
dan
penegakkan hukum.
kebijakan pidana
masyarakat
itu
Konsepsi
tiga
penanggulangan
kebijakan kejahatan
yang
yaitu
integral mengandung konsekwensi
kekuasaan legislatif/formulatif dalam
bahwa segala usaha yang rasional
menetapkan
untuk
kekuasaan/kewenangan,
atau
merumuskan
menanggulangi
kejahatan
harus merupakan satu kesatuan yang
perbuatan apa yang dapat dipidana
terpadu. Ini berarti kebijakan untuk 4
Barda Nawawi Arief III, 1998, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, PT.Citra Aditya Bakti,Bandung,hal. 30, (selanjutnya disebut Arief Barda Nawawi III)
menanggulangi 5
9
Ibid
kejahatan
dengan
menggunakan sanksi pidana, harus
6.
Kebijakan
Formulasi
pula dipadukan dengan usaha –
Hukum
usaha lain yang bersifat non-penal.
Sistem Perumusan Sanksi
Tujuan usaha
utama
non-penal
dari
usaha-
ini
adalah
Dalam
Pidana
dalam
kebijakan
legislatif/
formulasi selama ini terlihat ada peluang
memperbaiki kondisi-kondisi sosial
yang
tertentu yang secara tidak langsung
pidana penjara. Faktor pendorong yang
mempunyai terhadap
pengaruh
preventif
kejahatan.
Dengan
utama
keseluruhan
preventif
yang
kegiatan
non-penal
perkara
professional
kesejahteraan
dan social,
tetap
ancaman
hakekatnya
terciptanya
berbeda
keharusan
lainnya.
Kebijakan
menetapkan
sanksi
untuk
dalam
pidana
juga
Suatu
pada
merupakan
kebijakan
kriminal
harus dapat mengintegrasikan dan mengharmonisasikan
suasana
seluruh
kegiatan preventif yang non-penal itu
kekeluargaan dalam setiap tahapan
kedalam
proses pemeriksaan. Demikian juga
suatu
sistem
kegiatan
Negara yang teratur dan terpadu.
dalam hal penjatuhan sanksi pidana yang
tidak
mengoperasionalkan sanksi pidana.
wajib
bagi anak dan mengusahakan agar
anak
memuat
kebijakan untuk menerapkan atau
memperhatikan kepentingan terbaik
terhadap
yang
hakekatnya
dan advokat atau pemberi bantuan
tetap
tunggal
– sama dengan jenis sanksi pidana
penyidik, penuntut umum, hakim,
lainnya
perumusan
menjatuhkan pidana penjara bersama
saksi, pembimbing kemasyarakatan,
hukum
adanya
dengan perumusan tunggal, karena
anak, anak korban, dan/atau anak
tenaga
adalah
mengandung
menangani
sosial
penjara
pada
yang sangat strategis.
pekerja
bagi aparat penegak hukum
penjara saja. Perumusan komulatif
itu
sebenarnya mempunyai kedudukan
Dalam
dijatuhkannya
dalam hal ini hakim menjatuhkan pidana
demikian dilihat dari sudut politik kriminal,
memperbesar
Sehubungan dengan hal tersebut,
berhadapan
Radzinovicz menyatakan: kebijakan
dengan hukum diupayakan agar tetap
kriminal harus mengkombinasikan
memperhatikan kepentingan terbaik
bermacam-macam kegiatan preventif
bagi si anak.
itu dan mengaturnya sedemikian
10
rupa
sehingga
membentuk
suatu
didalamnya kontradiksi ide konsepsi
mekanisme tunggal yang luas dan
pemasyarakatan yang bertolak dari
akhirnya
mengkoordinasikan
ide rehabilitasi dan resosialisasi yang
keseluruhannya itu ke dalam suatu
menghendaki adanya individualisasi
sistem kegiatan Negara-negara yang
dan kelonggaran dalam menetapkan
teratur.6
pidana yang sesuai untuk terdakwa.
Kebijakan hakekatnya
legislatif
juga
pada
Kelonggaran ini tidak hanya dalam
merupakan
arti
menetapkan
ukuran
pidana
kebijakan operasional yang berarti
(strafmaat)
apabila
pembinaannya (Strafmodus), tetapi
penggunaan
atau
pengoperasionalisasian penjara
hendak
pidana
juga
dilakukan secara
dan
dalam
pelaksanaan
menetapkan
jenis
pidananya (strafsoort).
selektif atau limitatif dan mempunyai
Dilihat
fleksibelitas, maka kebijakan yang
pengoperasionalisasian
dituangkan
perundang-
penjara secara selektif dan fleksibel,
undangan haruslah bersifat sama.
perumusan ancaman pidana penjara
Dengan sistem perumusan tunggal
yang bersifat perintah dan mutlak
ini, jelas tidak sesuai dengan ide
(imperative dan absolute) seperti
dasar yang terdapat dalam sistem
halnya dengan perumusan tunggal
peradilan
dan
dalam
pidana
anak
yang
dari
komulatif,
sudut
hanya
proses pidana
dapat
mengedapankan keadilan restoratif.
dibenarkan apabila disertai dengan
Selain itu tidak sesuai pula dengan
perumusan kebijakan yang dapat
ide dasar yang dikembangkan di
memperlunak penerapan kebijakan
Indonesia
sistem
yang sifatnya imperatif dan absolut
masih
itu.
pemasyarakatan.
dengan Dengan
Perumusan
kebijakan
yang
adanya sistem perumusan tunggal
memperlunak perumusan kebijakan
ini, maka sebenarnya terkandung
yang kaku itu dapat dirumuskan sebagai
6
Karl O. Christiansen,1974. Some consideration on the Possibility of a Rational Criminal Policy. Resource Material Series No.7, UNAFEI, Tokyo. Hal. 74: “Criminal policy must combine the various preventive machine and finally coordinate the whole into an organized sistem of state activity”
suatu
kebijakan
yang
preventif maupun represif. Kebijakan preventif adalah kebijakan
yang
undang-undang
11
diberikan kepada
oleh aparat
penegak hukum untuk mencegah
moral
masyarakat
atau tidak mengajukan tersangka ke
umunya. 7 Menurut
pengadilan. Jadi untuk mencegah
pada
Hiroshi Ishikawa,
besar
terdakwa
direktur UNAFEI di Tokyo Jepang,
pidana
penjara
faktor-faktor yang termasuk dalam
sehubungan dengan adanya sistem
kelompok pertama (a) berhubungan
perumusan ancaman pidana penjara
dengan
yang bersifat imperatif. Menganai
pelaku (the personal characteristics
kebijakan preventif
of offenders); kelompok kedua (b)
kemungkinan dikenakan
tersebut,
karakteristik
pribadi
diterapkan juga di beberapa Negara
berhubungan
selain Indonesia yaitu: Jepang dan
pencegahan
Polandia. Dalam sistem peradilan
(“general derrence” effect of the
pidana di Jepang. Tidak semua
punishment). Dan kelompok ketiga
perkara
(c) berhubungan dengan pengaruh
di
Jepang
oleh
polisi
dengan
si
umum
dari
pidana
diserahkan atau diteruskan ke Jaksa
pencegahan
untuk dituntut. Begitu pula Jaksa
(“special deterrence” effect of the
berwenang
punishment).
untuk
menunda
khusus
pengaruh
dari
pidana
Berdasarkan
bukti-bukti
faktor
melakukan
Ishikawa, penuntut umum di Jepang
penuntutan, adapun pertimbangannya
berwenang menguji perkara pidana
adalah
tidak hanya dari sudut hukum, tetapi
penuntutan telah
walaupun
cukup
untuk
apabila
menunjukkan
tersangka
penyesalan
diatas,
maka
ketiga menurut
juga dari sudut politik kriminal. 8
yang
sungguh-sungguh dan menunjukkan
Kebijakan
preventif
juga
tanda-tanda yang baik untuk menjadi
dapat dilihat dalam perumusan bab
warga
IV pasal 27 – 29 KUHP Polandia,
pada
masyarakat yang patuh hukum,
yang mereka tidaklah
dengan
serta tindak pidana
atau
conditional
lakukan demikian
7
Minoru Shikita, 1982. Integrated Approach to Effective Administration of Criminal and Juvinille Justice, dalam Criminal Justice in Asia, UNAFEI. Hal. 37. 8 Hiroshi Ishikawa, 1984. Characteristic Aspects of Japannese Criminal Sistem – A Succesful Example of Integrated Approach, Seminar on the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders, January 1984, Jakarta, hal. 11-12.
serius
sehingga tindakan tidak memidana tidak
judul
akan menyinggung
mengganggu perasaan
12
Discontinuance of the Proceedings.
dikemukakan diatas jelas terlihat
Penghentian
penundaan
bahwa, hal itu memang tidak secara
bersyarat (conditional dismissal atau
khusus untuk menghadapi kekakuan
conditional
dari
atau
discontinuance)
dari
proses pidana
sistem
pidana
perumusan
ancaman
bersifat
imperatif,
yang
Dalam hal-hal tertentu dilihat
khususnya perumusan tunggal. Oleh
dari sudut kepentingan si pelanggar
karena itu kebijakan yang demikian
dan bahkan juga dari sudut politik
perlu
kriminal
menyediakan perumusan kebijakan
yang
rasional,
tidaklah
pidana.
Pemidaan
pengadilan
dengan
represif.
cukup sederhana untuk menunda eksekusi
diimbangi
Dengan
oleh
kebijakan
represif
dimaksudkan, suatu kebijakan yang
mengharuskan
disimpannya catatan atau riwayat
ditetapkan
kejahatan dari si pelanggar kedalam
untuk
berkas,
dapat
sistem perumusan pidana penjara
menyebabkan kerugian yang tidak
yang bersifat imperatif dan absolut.
dapat
Termasuk
perumusan
bersangkutan. Sementara itu adalah
represif
misalnya
bermanfaat
bagi
administrasi
mengenai
pidana
pengadilan
apabila
tahap-tahap
perumusan pedoman bagi hakim
prosedur yang tidak esensial dapat
dalam menetapkan pidana penjara
dihindari.
yang dirumuskan secara imperatif,
dan
hal
diperbaiki
ini
bagi
Penundaan
yang
penuntutan
oleh
undang-undang
memperlunak
kebijakan perumusan
bersyarat
baik
untuk mewujudkan tujuan – tujuan
maupun
pidana bersyarat tetapi pada tahap
Dengan demikian ketentuan ini dapat
permulaan proses pidana. Penundaan
dilihat sebagai “katup pengaman”
penuntutan
(Veiligheidsklep)
posisi
perumusan
dan
bersyarat ini merupakan suatu alat
menempati
berupa
penerapan
perumusan
kumulatif.
yang
diperlukan
tuntutan secara absolute dan pidana
termasuk sistem pidana khususnya
bersyarat.9
dalam menghadapi sistem pidana
kebijakan 9
kedua
preventif
contoh
yang kaku.
yang
Ibid, hal. 96-97
13
setiap
memang
menengah antara penarikan kembali
Dari
dalam
tunggal
sistem,
Berdasarkan
uraian
diatas,
memiliki
dapatlah ditegaskan bahwa dilihat
sebagai
dari
untuk
sudut
kebijakan
harkat
dan
manusia
martabat
seutuhnya
memberikan
dan
perlindungan
pengoperasionalan pidana penjara,
hukum dan untuk kesejahteraan anak
ketentuan pidana bersyarat selama
yang berhadapan dengan hukum.
ini perlu ditinjau kembali untuk
Aspek yuridis ide dasar keadilan
memperlunak
mengimbangi
restoratif tertuang dalam pembukaan
sistem perumusan pidana penjara
UUD 1945 yang secara singkat
yang bersifat imperatif dan absolut,
menyatakan:
maka harus ada ketentuan yang
segenap bangsa Indonesia dan untuk
memungkinkan
bersyarat
memajukan
kesejahteraan
umum
dijatuhkan secara imperatif dalam
berdasarkan
Pancasila”
serta
hal-hal tertentu khususnya terhadap
mengingat bangsa Indonesia telah
anak-anak.
meratifikasi Konvensi Hak Anak
atau
pidana
tahun
the
Child)
pada
tanggal
20
tentang
sistem
anak
lebih
November 1989 yang merupakan
mengarah pada kebijakan preventif,
suatu instrumen internasional yang
hal ini terlihat dalam penjatuhan
secara
pidana dan tindakan yang diatur
negara
dalam pasal-pasal berikut antara lain:
mempunyai
Pidana tindakan terdapat dalam pasal
internasional untuk menerapkannya
69, pasal 70, pasal 71dan pasal 72
ke dalam norma hukum. Sedangkan
UU No.11 tahun 2012 tentang
ditinjau dari aspek sosiologis ide
Sistem Peradilan Pidana Anak.
dasar
peradilan
2012
melindungi
(UN’s Convention on the Rights of
Dalam Undang – undang No. 11
“untuk
pidana
hukum
mengikat
peratifikasi
kewajiban
keadilan
mensyaratkan III. a.
dan
negarajuga hukum
restoratif
adalah
agar
adanya
keseimbangan fokus perhatian antara
Kesimpulan Ide dasar keadilan restoratif
kepentingan pelaku dan korban serta
dalam sistem peradilan pidana anak
memperhitungkan
adalah ditinjau dari aspek filosofis
penyelesaian perkara pidana tersebut
yaitu: Anak merupakan amanah dan
dalam masyarakat.
karunia Tuhan Yang Maha Esa yang
14
pula
dampak
b.
Kebijakan formulasi keadilan
orang itu jelas-jelas telah melakukan
restoratif dalam Undang – Undang
suatu tindak pidana.
No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak merupakan suatu
kebijakan
kebijakan
yang
undang-undang
Saran
preventif
yaitu
Dengan dikeluarkannya UU
diberikan
oleh
No. 11 tahun 2012 Tentang Sistem
aparat
Peradilan Pidana Anak di Indonesia,
kepada
penegak hukum untuk mencegah
sebaiknya
atau tidak mengajukan tersangka ke
mempersiapkan
pengadilan. Sesuai dengan landasan
yang
filosofis
pemeriksaan
yang
terdapat
dalam
diikuti
pula
dengan
sarana prasarana
memadai
seperti
khusus
ruang
untuk
anak,
Undang – undang ini yaitu untuk
ruang tahanan anak yang terpisah
memberikan
dari tahanan orang dewasa,
perlindungan
terhadap
anak
dengan
hukum,
mewujudkan
yang
hukum
berhadapan
dalam
keadilan
sumber daya manusia (SDM) yang
upaya
terlatih/profesional dan mempunyai
restoratif
minat khusus terhadap perlindungan
(pemulihan) melalui upaya diversi
anak
dari proses penerimaan laporan oleh
Restoratif.
pihak
kepolisian
agar
terwujud
keadilan
proses
Sebaiknya ide dasar keadilan
pemeriksaan di sidang pengadilan.
restoratif dijadikan landasan dalam
Hal ini dilakukan untuk mencegah
perumusan
kemungkinan
kedepannya.
dikenakan
sampai
serta
besar
terdakwa
pidana
penjara
setiap
Undang-undang Tidak
hanya
diberlakukan untuk anak-anak tetapi
sehubungan dengan adanya sistem
dapat
perumusan ancaman pidana penjara
terhadap
yang bersifat imperatif. Kebijakan ini
melakukan
dapat ditempuh dengan memberikan
dengan ancaman pidana dibawah 5
kewenangan kepada aparat penegak
(lima) tahun, dengan kriteria jenis-
hukum untuk
jenis
melakukan
seleksi
menjadi setiap
pertimbangan orang
pelanggaran
perbuatan
yang
yang hukum
tergolong
terhadap para tersangka yang akan
tindak
diajukan ke pengadilan walaupun
menyampingkan asas legalitas dan
pidana
ringan
rasa keadilan masyarakat.
15
tanpa
IV. DAFTAR PUSTAKA Kasubdit IV, Kepolisian Negara RI Daerah Bali Dir. Reserse Kriminal Umum Konvensi Hak Anak (UN’s Convention on the Rights of the Child) tanggal 20 November 1989. Barda Nawawi Arief III, 1998, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, PT.Citra Aditya Bakti,Bandung. Minoru Shikita, 1982. Integrated Approach to Effective Administration of Criminal and Juvinille Justice, dalam Criminal Justice in Asia, UNAFEI. Karl O. Christiansen,1974. Some consideration on the Possibility of a Rational Criminal Policy. Resource Material Series No.7, UNAFEI, Tokyo. Hal. 74: “Criminal policy must combine the various preventive machine and finally coordinate the whole into an organized sistem of state activity” Hiroshi Ishikawa, 1984. Characteristic Aspects of Japannese Criminal Sistem – A Succesful Example of Integrated Approach, Seminar on the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders, January 1984.
16