KEBIJAKAN DALAM MEMPERCEPAT PENCAPAIAN MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs) KOTA MALANG Ida Nuraini1 1
Universitas Muhammadiyah Malang Alamat Korespondensi : Jl. Raya Tlogomas 246, 0341-464318/Fax :0341-460435 E-mail: 1)
[email protected]
Abstrak Target pemerintah untuk mencapai Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015 pada kenyataannya tidak bisa tercapai. Beberapa daerah Kabupaten dan Kota di Indonesia belum dapat mencapai indikator target Pembangunan Millenium. Seperti Kota Malang target pencapaian MDGs tahun 2015 belum bisa tercapai. Masalah terbesar yang dihadapi adalah masih banyaknya jumlah penduduk miskin. Oleh sebab itu penting diketahui faktor apa saja yang berkontribusi besar terhadap tingginya angka kemiskinan di Kota Malang. Dengan menggunakan alat analisis regresi diperoleh hasil bahwa variabel inflasi, pertumbuhan ekonomi dan jumlah Kredit Usaha Kecil mampu mempengaruhi jumlah penduduk miskin sebesar 80,08% sedangkan sisanya sebesar 19.92% dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Kebijakan percepatan pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs) khususnya dalam mengurangi angka kemiskinan di Kota Malang dapat dilakukan melalui kebijakan-kebijakan ekonomi daerah di bidang fiskal maupun moneter. Bidang fiskal seperti Peraturan Pemerintah Daerah yang mempermudah perizinan usaha kecil, keringanan tarif pajak bagi usaha kecil, penambahan anggaran subsidi bagi usaha kecil untuk peningkatan kualitas sumberdaya manusia, teknologi dan informasi. Bidang moneter yaitu dengan penurunan suku bunga kredit sektor perbankan agar pertumbuhan ekonomi meningkat serta pengendalian laju inflasi daerah dengan pemantauan dan pengaturan laju pertumbuhan antara sektor riil dan sektor moneter. Key Words: Kemiskinan, Kota Malang, Millenium Development Goals (MDGs).
1. PENDAHULUAN 570
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
Perhatian khusus pemerintah dalam bidang pembangunan sumberdaya manusia dibuktikan dengan keikutsertaan pemerintah dalam meratifikasi deklarasi Millennium Development Goals (MDGs). Semakin terukurnya indikator penuntasan kemiskinan adalah salah satu dari dampak Deklarasi Millenium Perserikatan Bangsa-bangsa (United Nation) pada bulan September 2000. Indonesia sebagai salah satu anggota Perserikatan Bangsa-bangsa telah bersepakat untuk bersama-sama berusaha mencapai 8 (delapan) tujuan atau obyektif pada tahun 2015 yang dikenal sebagai Millenium Development Goals (MDGs). Untuk mencapai 8 tujuan tersebut maka Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) telah membuat perencanaan yang didokumentasikan dalam Peta Jalan Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Delapan tujuan yang dimaksud masing‐masing adalah: (i) menghapuskan kemiskinan yang ekstrim dan kelaparan; (ii) memenuhi kebutuhan pendidikan dasar; (iii) mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; (iv) mengurangi angka kematian anak; (v) meningkatan kualitas kesehatan ibu; (vi) memberantas HIV/AIDS, malaria, dan beragam penyakit lainnya; (vii) menjamin keberlanjutan lingkungan hidup; dan (viii) mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan. Dari kedelapan tujuan tersebut maka tujuan utamanya adalah untuk memperbaiki kualitas ekonomi dan sosial dari masyarakat miskin yang masih sangat banyak jumlahnya tersebar di negara‐negara tersebut. Dari tiap‐tiap tujuan tersebut memiliki sejumlah target dan indikator pencapaiannya masing‐masing agar dapat terukur. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan peneliti mengenai Pelaksanaan Pembangunan Millenium di Kota Malang hingga tahun 2015 diperoleh hasil bahwa target MDGs sebanyak 8 indikator masih belum bisa tercapai. 8 (delapan) goals atau obyektif pada tahun 2015 yang dikenal sebagai Millenium Development Goals (MDGs). Seperti diketahui bersama, 8 (delapan) obyektif yang dimaksud masing‐masing adalah: (i) menghapuskan kemiskinan yang ekstrim dan kelaparan; (ii) memenuhi kebutuhan pendidikan dasar; (iii) mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; (iv) mengurangi angka kematian anak; (v) meningkatan kualitas kesehatan ibu; (vi) memberantas HIV/AIDS, malaria, dan beragam penyakit lainnya; (vii) menjamin keberlanjutan lingkungan hidup; dan (viii) mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan. Jumlah penduduk miskin masih 43.400 orang, Pengangguran terbuka sebesar 5,19% (22,185%). Angka melek huruf sebesar 4,57% atau 34.717 orang. Prosentase penduduk 10 tahun ke atas yang tidak punya ijasah sebesar 21,21%, tamat SD/MI sebesar 23,77% serta tamat SMP sebesar 18,17%. Dalam bidang kesetaraan gender, kontribusi perempuan dalam bidang politik masih sangat rendah. Dalam bidang kesehatan masih ada 245 jumlah kematian bayi dan 10 kasus kematian ibu. Penderita HIV hingga maret 2013 mencapai 2.134 dan AIDS sebanyak 341 orang dengan faktor resiko tinggi melalui jarum suntik narkoba dan resiko tinggi pada kaum laki-laki (65%) dengan usia 25-49 tahun. Bidang kelestarian lingkungan hidup beberapa segi banyak yang menurun seperti kualitas air minum, kualitas udara dan suhu. Tujuan MDGs terakir yaitu membantu kemitraan global untuk pembanguan. Pada indikator ini telah mengalami kemajuan dilihat dari pertumbuhan jumlah bank, jumlah dana perbankan, pinjaman valas serta tabungan masyarakat. Kepemilikan alat komunikasi cenderung meningkat demikian pula dengan jumlah masyarakat pengguna jaringan internet. Berdasar hal tersebut maka perlunya dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui sebabsebab kurang berhasilnya tujuan MDGs khususnya pada indikator pertama yaitu menghapus kemiskinan di Kota Malang. Dengan demikian nantinya bisa dirumuskan strategi untuk percepatan pencapaian indikator-indikator dalam MDGs, khususnya indikator pertama. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menentukan variabel-variabel apa saja yang berpengaruh terhadap keberhasilan target indikator pertama MDGs yaitu menghapus kemiskinan serta merumuskan kebijakan yang tepat dalam mencapai target indikator pertama MDGs di Kota Malang. Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
571
Kontribusi Penelitian Penelitian terhadap pencapaian target MDGs di kota Malang ini penting dilakukan mengingat pada tingkat nasional target pencapaian MDGs sulit dicapai pada tahun 2015. Pada tingkat nasional ada beberapa indikator yang sulit dicapai seperti masih tingginya Angka Kematian Ibu melahirkan, masih tingginya tingkat kemiskinan dan pengangguran serta rendahnya angka melek huruf. Dengan mengambil satu wilayah yaitu Kota Malang diharapkan dapat dideteksi variabelvariabel apa saja yang dapat menghambat serta yang dapat mempercepat target pencapaian indikator keberhasilan MDGs, dapat dideteksi kekuatan, kelemahan, peluang dan strategi percepatan dalam pencapaian MDGs. Dengan kasus kota Malang diharapkan dapat dijadikan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah-Pemerintah Daerah untuk pengambilan kebijakan dalam percepatan pencapaian target MDGs sehingga secara Nasional pencapaian target MDGs dapat dilakukan percepatannya. 2. METODE Penelitian ini mempunyai tujuan utama membangun model kebijakan dalam mempercepat pencapaian target Millenium Developmen Goals (MDGs) Kota Malang. Lokasi penelitian adalah Kota Malang yang terdiri dari 5 Kecamatan (kecamatan Sukun, Klojen, Lowokwaru, Blimbing, Kedungkandang).Data yang digunakan dalam penelitian ini adala data sekunder. Data ini merupakan data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain yaitu Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Masyarakat (BKBPM) Kota Malang dan BPS. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya seperti; inflasi, PDRB, jumlah penduduk miskin dan jumlah penyaluran kredit usaha kecil perbankan. Metode yang digunakan dalam pengumpulan informasi dan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) dokumentasi, 2) Focus Group Discussion (Diskusi Kelompok).Kegiatan ini dilakukan untuk mensosialisasikan pelaksanaan pengumpulan data kepada para pejabat kantor BKBPM. Berbagai informasi yang disampaikan dalam kegiatan sosialisasi ini, antara lain meliputi: pemetaan indikator pencapaian MDGs. Diskusi kelompok kedua dilakukan pada saat menjelang kegiatan ini berakhir yaitu untuk merumuskan strategi percepatan pencapaian MDGs. Dikusi kelompok ini diarahkan kepada upaya-upaya mengklarifikasi hasil temuan lapangan, mendapatkan koreksi dan masukan, serta kesepakatan tentang hasil akhir kegiatan ini. Analisis yang digunakan adalah analisis ekonometrik untuk mengetahui pengaruh inflasi, pertumbuhan ekonomi, jumlah kredit usaha kecil yang disalurkan sektor perbankan terhadap jumlah kemiskinan di Kota Malang. Model persamaan regresi adalah sebagai berikut: M= 1 + 11INFi + 12Gi + 13KUKi + 1 dimana: M =jumlah penduduk miskin INF = inflasi G = pertumbuhan ekonomi KUK = Jumlah Kredit Usaha Kecil Untuk membuktikan apakah ketiga variabel bebas memiliki pengaruh yang nyata atau tidak terhadap varibel terikat maka uji statistik yang digunakan adalah uji statistik F dan uji T 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Indikator Ekonomi Kota Malang. Inflasi merupakan salah satu indikator makro ekonomi suatu wilayah. Angka inflasi yang tinggi akan berdampak pada lesunya perekonomian masyarakat. Perkembangan inflasi Kota Malang adalah sebagai berikut: Tabel 1 . Inflasi Kota Malang Tahun 2005-2014 Tahun 2005 2006 572
Inflasi (%) 15.72 5.92
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Sumber: BPS Kota Malang
5.93 10.49 3.39 6.7 4.05 4.6 7.92 8.14
Tingkat inflasi Kota Malang selalu fluktuatif. Inflasi tertinggi yang terjadi di Kota Malang selamakurun waktu 2005-2014 terjadi pada tahun 2005 dengan tingkat inflasi mencapai 15.72%. dan inflasi terendah terjadi pada tahun 2014 yaitu mencapai 3.32%. Inflasi Kota Malang dapat dikatakan terkendali setelah enam tahun terakhir yaitu dibawah dua digit. Perekonomian Kota Malang selain dapat dilihat dari indicator inflasi dapat dilihat pula dari laju pertumbuhan ekonomi. Tabel berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi Kota Malang.
Tabel 2 Pertumbuhan Ekonomi Kota Malang Tahun 2005-2014 Tahun PertumbuhanEkonomi (%) 2005 6.907 2006 7.031 2007 7.057 2008 7.083 2009 7.121 2010 7.497 2011 7.522 2012 7.548 2013 7.575 2014 7.599 Sumber: BPS Kota Malang Pertumbuhan ekonomi Kota Malang selama kurun waktu 2005-2014 terus mengalami peningkatan. Pertumbuhan Ekonomi terendah terjadi pada 2005 yaitu hanya sebesar 6,9% sedangkan pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi pada tahun 2014 yaitu sebesar 7,59%. Pemerintah Kota Malang saat ini terus terus meningkatkan target pertumbuhan ekonomi. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu daerah maka tingkat kesejahteraan masyarakat daerah tersebut juga akan semakin baik. Pertumbuhan ekonomi Kota Malang yang relative baik tersebut nampaknya tidak diikuti oleh keberhasilan Kota Malang dalam menurunkan angka kemiskinan (lihat tabel berikut). Tabel 3 Jumlah Penduduk Miskin Kota Malang Tahun 2005-2014 Tahun 2005 2006 2007 2008 2009
Jumlah Penduduk Miskin (jiwa) 3.739 3.774 3.753 3.757 3.647
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
573
2010 2011 2012 2013 2014 Sumber: BPS Kota Malang
3.686 3.657 3.638 3.613 3.609
Indikator perekonomian lainnya yang tidak menunjukkan adanya peningkatan adalah perkembangan sektor Usaha Kecil Menengah (UMKM). Perkembangan potensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tidak terlepas dari dukungan perbankan dalam penyaluran kredit kepada UMKM. Kredit Usaha Kecil tentunya sangat membantu pemilik usaha sebagai tambahan modal sehingga dapat menambah hasil produksi. Pertambahan hasil produksi ini diharapkan mampu menambah pertumbuhan ekonomi daerah. Perkembangan Kredit Usaha Kecil Kota Malang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4 Kredit Usaha Kecil Kota Malang Tahun 2005-2014 Jumlah Kredit Tahun Usaha Kecil (juta Rp) 2005 9.536 2006 9.679 2007 9.722 2008 9.602 2009 9.783 2010 9.413 2011 9.543 2012 9.645 2013 9.575 2014 9.494 Sumber: Bank Indonesia (BI) Malang 3.2 Hasil Analisis Data Berdasar hasil analisis regresi dengan menggunakan aplikasi E-Views maka dapat dilihat sebagai berikut: Variable C X1 X2 X3 R-squared AdjustedRsquared S.E.of regression 574
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
8.986641 -0.006978 -0.294924 -0.322665
2.24832 0.005322 0.074610 0.183703
3.996990 1.311275 -3.952895 -1.756445
Prob. 0.0071 0.2377 0.0075 0.1295
0.800896
Mean dependent var
3.687276
0.701344
S.D. dependent var
0.063234
0.034557
Akaike info criterion
3.603235
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
Sum squared resid 0.007165 Log likelihood 22.01617 F-statistic 8.045011 Prob(Fstatistic) 0.015921
Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-3.482201 -3.736009 2.060557
Dalam model persamaan regresi adalah sebagai berikut: Y=8.98664121073–0.00697818677447X1–0.294923974471X2– 32266498934X3+0,034557 Dengan R-squared sebesar 0.800896 yang berarti bahwa variable inflasi, pertumbuhan ekonomi dan Kredit Usaha Kecil mampu menjelaskan jumlah penduduk miskin sebesar 80,08% sedangkan sisanya sebesar 19.92% dijelaskan oleh variable lain di luar model yang digunakan ini. Pertumbuhan ekonomi memiliki koefisien -0,29 signifikan yang berarti apabila pertumbuhan ekonomi meningkat 1% maka jumlah penduduk miskin akan berkurang 0,29%. Sementara itu untuk variable inflasi dan kredit usaha kecil tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin. Dari hasil analisis tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pertumbuhan ekonomi sangat berperan dalam mengurangi angka kemiskinan. Untuk varibel inflasi dan jumlah kredit Usaha Kecil secara bersama-sama dapat berpengaruh terhadap pengurangan angka kemiskinan, meskipun secara parsial tidak signifikan pengaruhnya. Oleh sebab itu dalam percepatan pencapaian target indikator Pembangunan Millenium khususnya pencapaian indicator pertama yaitu mengurangi angka kemiskinan maka Pemerintah Daerah harus mampu meningkatkan pertumbuhan ekonominya dari waktu ke waktu. 3.3 Uji Asumsi Klasik Uji Multikoleniaritas Multikolinearitas adalah adanya hubungan linier (korelasi) antar variabel-variabel independen. Ada dua jenis multikolinearitas, yaitu multikolinearitas sempurna dan tidak sempurna. Cov. Correlation
X1
X1
11.97802 1.000000
X2
-0.369968 -0.410164
X3
-0.145178 -0.398529
X2
X3
0.067925 1.000000 -0.013588 -0.495316
0.011079 1.000000
Pada model ini menunjukkan tanda koefisien semua variabel prediktor sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu, tidak ada korelasi yang tinggi antar variable bebas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak terjadi multikolinearitas. Uji Heterokedastisitas Heteroskedasticity Test: White
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
575
F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
3.934210 9.692058 3.169740
Prob. F(8,1) Prob.Chi-Square(8) Prob.Chi-Square(8)
0.3723 0.2873 0.9233
Berdasarkan hasil uji White diperoleh nilai Prob.F=0.3723 yang mana lebih besar dari 0.10, sehingga asumsi non-heteroskedastisitas tidak dilanggar. Uji Autokorelasi Variable C X1 X2 X3 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
Coefficient Std. Error t-Statistic 8.986641 -0.006978 -0.294924 -0.322665 0.800896 0.701344 0.034557 0.007165 22.01617 8.045011 0.015921
Prob.
2.248352 3.996990 0.005322 -1.311275 0.074610 -3.952895 0.183703 -1.756445 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.0071 0.2377 0.0075 0.1295
3.687276 0.063234 -3.603235 -3.482201 -3.736009 2.060557
Nilai statistik uji Durbin-Watson untuk model ini adalah d=2.060557, sedangkan nilai dL=0,5253, dU=2,0163, dan 4-dU=1.9837. Karena d>dL tidak ada autokorelasi.
4. KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan diperoleh hasil bahwa variabel tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan jumlah kredit usaha kecil 80,08% mampu mempengaruhi jumlah kemiskinan di Kota Malang, sedangkan sisanya 19,92% dijelaskan oleh variable lain di luar model ini. Strategi percepatan pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs) khususnya indicator pertama yaitu mengurangi angka kemiskinan di Kota Malang dapat dilakukan melalui kebijakan-kebijakan ekonomi daerah seperti peningkatan pertumbuhan ekonomi, pengendalian laju inflasi daerah dan pelibatan sector perbankan dalam penambahan jumlah kredit usaha kecil. Kebijakan peningkatan pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan oleh Pemerintah Kota Malang melalui kebijakan fiskal maupun moneter. Kebijakan fiskal dapat dilakukan dengan memperingan pajak untuk usaha kecil serta mempermudah proses perizinan dan memangkas biayabiaya perizinan untuk usaha kecil. Peningkatan anggaran untuk member subsidi pada usaha kecil melalui peningkatan sumberdaya manusia dan peningkatan teknologi informasi bagi usaha kecil. Melalui kebijakan sektor moneter dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui kebijakan yang berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat melalui penurunan bunga pinjaman sektor perbankan bagi usaha kecil. Dengan itu sektor usaha khususnya usaha kecil dapat dengan mudah mengakses permodalan pada sektor perbankan yang pada akhirnya dapat digunakan untuk peningkatan volume usaha yang akan dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto daerah.
576
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
DAFTAR PUSTAKA
[1] Adioetomo, Sri Moertiningsih. 2010. Dasar-dasar Demografi. Salemba Empat. Jakarta. [2] BPS, Malang dalam angka, 2016. [3] Bank Indonesia Malang, statistik keuangan, 2016. [4] Burhan Bungin, 2007, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,
dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta, Prenada Media Group [5] Damodar,Dawn C. Porter.2013. Dasar-Dasar Ekonometrika. Salemba Empat. Jakarta [6] Sunusi, Dewi Kurniawati. Anderson K., D. Rotinsulu. 2014. “Analisis Pengaruh Jumlah Tenaga Kerja, Tingkat Pendidikan, Pengeluaran Pemerintah Pada Pertumbuhan Ekonomi dan Dampaknya Terhadap Kemiskinan di Sulawesi Utara Tahun 2001-2010”. Jurnal Efisiensi.Volume 14 No. 2. Halaman 120-137 [7] Tjiptoherijanto, Prijono.1999. Keseimbangan Penduduk, Manajemen Sumber Daya Manusia dan Pembangunan Daerah. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
577