KEBIASAAN SARAPAN, KONSUMSI BUAH DAN SAYUR, DAN STATUS GIZI SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI BOGOR
FARADINA MUTARI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kebiasaan Sarapan, Konsumsi Buah dan sayur, dan Status Gizi Siswa Sekolah Menengah Pertama di Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014 Faradina Mutari NIM I14124054
* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama terkait
ABSTRAK FARADINA MUTARI. Kebiasaan Sarapan, Konsumsi Buah dan Sayur, dan Status Gizi Siswa Sekolah Menengah Pertama di Bogor. Dibimbing oleh SITI MADANIJAH. Buah dan sayur sangat penting untuk dikonsumsi terutama bagi anak-anak khususnya anak usia sekolah dan remaja. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kebiasaan sarapan, konsumsi buah dan sayur, dan status gizi siswa sekolah menengah pertama di Bogor. Desain penelitian ini menggunakan crosssectional study dengan teknik penarikan contoh secara purposive sebanyak 50 siswa di SMP Negeri 8 Bogor. Konsumsi buah dan sayur siswa termasuk kategori kurang. Siswa laki-laki lebih sering sarapan dibandingkan perempuan. Status gizi siswa berada pada kategori normal. Uji korelasi menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara karakteristik individu dan keluarga, kecuali pendapatan keluarga dengan kebiasaan sarapan. Terdapat hubungan yang tidak signifikan (p>0.05) antara karakteristik individu dan keluarga, ketersediaan buah dan sayur di rumah, dan kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur, kecuali pendapatan keluarga dengan konsumsi buah. Kebiasaan sarapan dan konsumsi buah dan sayur tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) dengan status gizi siswa. Kata kunci: buah dan sayur, kebiasaan sarapan, siswa, status gizi
ABSTRACT FARADINA MUTARI. Breakfast Habits, Fruits and Vegetables Consumption, and Students’s Nutritional Status of Junior High School in Bogor. Supervised by SITI MADANIJAH. Fruits and vegetables are very important for consumption, especially for school-age children and adolescents. The purpose of this study were to analyze breakfast habits, fruits and vegetables consumption, and students’s nutritional status of junior high school in Bogor. The design of this study was cross-sectional with purposive sampling technique as much as 50 students in SMP Negeri 8 Bogor. Fruits and vegetables that consumed by students was included low as category. The result showed there was male students consumed breakfast more frequent than female students. Students’s nutritional status were categorized as normal. Correlation test showed there were no significant relationship (p>0.05) between individual and family characteristic, except households income with breakfast habits. There were no significant relationship (p>0.05) between individual and family characteristic, availability of fruits and vegetables at home, and parental habits of fruits and vegetables consumption, except households income with students of fruits consumption. Breakfast habits and fruits and vegetables consumption there were no significantly associated (p>0.05) with students’s nutritional status. Keywords: breakfast habits, fruits and vegetables, nutritional status, students
KEBIASAAN SARAPAN, KONSUMSI BUAH DAN SAYUR, DAN STATUS GIZI SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI BOGOR
FARADINA MUTARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Kebiasaan Sarapan, Konsumsi Buah dan Sayur, dan Status Gizi Siswa Sekolah Menengah Pertama di Bogor Nama : Faradina Mutari NIM : I14124054
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Siti Madanijah, MS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Rimbawan Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2014 ialah Kebiasaan Sarapan, Konsumsi Buah dan Sayur, dan Status Gizi Siswa Sekolah Menengah Pertama di Bogor. Terima kasih penulis sampaikan kepada : 1. Prof Dr Ir Siti Madanijah, MS selaku pembimbing skripsi yang telah membimbing penulis sejak awal perumusan tema hingga selesainya karya tulis ini, dan juga atas segala bentuk dukungan lain yang telah diberikan. 2. Prof Dr Ir Dadang Sukandar, MSc selaku dosen pemandu seminar dan penguji sidang yang telah memberikan masukan yang teramat berharga bagi penulis. 3. Yayat Heryatno, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan memberikan dukungan selama menjalankan studi di Departemen Gizi Masyarakat. 4. SMP Negeri 8 Kota Bogor yang telah bersedia menjadi mitra dalam penelitian yang dilakukan penulis. 5. Ayah dan Ibunda tercinta, M. Syahiri dan Salmah yang selalu memberikan dukungan dan semangat yang tanpa henti atas terselesaikannnya penelitian ini, dan juga adikku tersayang Faridah, Zaidah, Hendri, Arti Sintia, Syarifuddin, dan M. Akbar atas segala dukungan yang diberikan. 6. Syarifah Hayatun Nufus, Winda Armelia, Renny Noor Dwi Astuti, dan Edward Aditya Siahaan sebagai rekan seperjuangan dalam penelitian yang selalu mendukung dalam terselesaikannya penelitian ini serta teman-teman lain yang telah membantu dalam proses pengambilan data. 7. Sahabat seperjuangan selama menempuh pendidikan sarjana (Syarifah Hayatun Nufus, Winda Armelia, Fadhillah Safriani, Pina Yasinta, Eva Oktavera Saragih, Tita Nia Fanina, Widia, Dahlia Wardhani, dan Agung Kurnia yunawan) serta teman-teman Alih Jenis Departemen Gizi Masyarakat Angkatan 6 (Nutrigenomic) yang telah memberikan banyak inspirasi, semangat, ruang untuk diskusi dan berbagi, bantuan lainnya, serta penghantarnya menuju seminar hingga sidang. 8. Seluruh keluarga besar Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Riau (IKPMR) (Rusman Asikin, M. Ilham, Weveri Dilahari, Mira Andriani, Dedi Ramdani, Diana Sriwisuda Putri, Sri Wahyuni, Aulia Rahmi, dan Amanah Fitria) yang telah memberikan doa dan semangat kepada penulis. Akhir kata, penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak yang belum disebutkan yang juga turut membantu dalam proses penyelesaian karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2014 Faradina Mutari
DAFTAR ISI PRAKARTA
i
DAFTAR TABEL
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR LAMPIRAN
iv
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan
2
Hipotesis
2
Manfaat
2
KERANGKA PEMIKIRAN
3
METODE
5
Desain, Tempat dan Waktu
5
Teknik Penarikan Contoh
5
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
6
Pengolahan dan Analisis Data
7
Definisi Operasional
11
HASIL DAN PEMBAHASAN
12
Gambaran Umum Sekolah
12
Karakteristik Individu
13
Karakteristik Keluarga
14
Konsumsi Buah dan Sayur
16
Ketersediaan Buah dan Sayur
19
Kebiasaan Orang Tua
20
Kebiasaan Sarapan
21
Status Gizi
24
Uji Korelasi antar Variabel
24
KESIMPULAN DAN SARAN
28
DAFTAR PUSTAKA
29
LAMPIRAN
33
RIWAYAT HIDUP
36
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Jenis, sumber, dan cara pengumpulan data Pengkategorian variabel penelitian Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan karakteristik individu Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan karakteristik keluarga Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan konsumsi buah dan sayur Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan jenis buah dan sayur yang paling sering dikonsumsi Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan pengolahan buah dan sayur yang paling sering dikonsumsi Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan ketersediaan buah dan sayur di rumah Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan frekuensi sarapan Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan waktu sarapan Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan tempat sarapan Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan cara memperoleh sarapan Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan jenis makanan sarapan Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan status gizi
6 9 14 15 16 17 18 19 20 21 22 22 23 23 24
DAFTAR GAMBAR 1 Bagan kerangka pemikiran kebiasaan sarapan, konsumsi buah dan sayur, dan status gizi
4
DAFTAR LAMPIRAN 1 Persentil IMT menurut umur (IMT/U) remaja 2 Hasil uji beda antara variabel karakteristik individu dan keluarga, kebiasaan sarapan, konsumsi buah dan sayur, dan status gizi dengan jenis kelamin siswa 3 Hasil uji korelasi antara variabel karakteristik individu dan keluarga dengan kebiasaan sarapan siswa 4 Hasil uji korelasi antara variabel karakteristik individu dan keluarga, ketersediaan buah dan sayur, kebiasaan orang tua dengan konsumsi buah dan sayur siswa 5 Hasil uji korelasi antara variabel kebiasaan sarapan dan konsumsi buah dan sayur dengan status gizi siswa 6 Dokumentasi penelitian
33
34 34
34 34 35
1
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Sarapan adalah suatu kegiatan penting sebelum melakukan aktivitas fisik pada hari tersebut, mengingat tubuh tidak mendapatkan makanan selama sekitar 10 jam sejak malam hari, serta melakukan sarapan dapat menyumbang 25% dari kebutuhan total energi harian. Sarapan dengan aneka ragam pangan yang terdiri nasi, lauk pauk, sayur/buah, dan susu dapat memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral (Khomsan 2002). Berdasarkan hasil penelitian Anne et al. (2006) yang dipublikasi oleh Nutritional Journal tahun 2006 pada sejumlah siswa sekolah menengah atas (SMA) di Norwegia membuktikan bahwa kelompok siswa yang diberi intervensi sarapan memiliki status gizi yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol. Penelitian Kral et al. (2011) di Amerika Serikat bahwa anak-anak dan remaja yang terbiasa melewatkan sarapan akan memiliki risiko 3 kali lebih tinggi untuk ngemil dan sulit mengontrol nafsu makan mereka sehingga dapat menyebabkan obese. Penelitian Lazeeri et al. (2013) pada remaja usia 11-15 tahun, diketahui bahwa remaja yang mengonsumsi sarapan tidak teratur berhubungan erat dengan asupan buah dan sayur yang rendah. Remaja yang sering melewatkan sarapan lebih memilih mengonsumsi makanan yang kurang sehat jika dibandingkan dengan remaja yang mengonsumsi sarapan setiap hari. Menurut Andaya (2011), konsumsi buah dan sayur lebih tinggi pada remaja usia sekolah yang mempunyai kebiasaan sarapan setiap hari. Buah dan sayur merupakan sumber pangan yang kaya akan vitamin dan mineral yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, perkembangan, dan pertumbuhan. Meskipun kebutuhannya relatif kecil, namun fungsi vitamin dan mineral hampir tidak dapat digantikan sehingga terpenuhinya kebutuhan konsumsi zat tersebut menjadi esensial. Buah dan sayur sangat penting untuk dikonsumsi terutama bagi anak-anak khususnya anak usia sekolah (AUS). Walaupun demikian, saat ini anak-anak cenderung kurang mengonsumsi buah dan sayur, padahal buah dan sayur sangat bermanfaat sebagai sumber pemenuhan kebutuhan gizi yang baik. Anak usia 5-14 tahun memiliki kecenderungan 20% mengonsumsi buah dan sayur lebih rendah dibandingkan dengan orang dewasa. Di Asia Tenggara ratarata konsumsi buah dan sayur anak usia 5-14 tahun sangat rendah yaitu 182 g/hari (Lock et al. 2005). Hasil tersebut berbeda jauh dengan rekomendasi WHO, yaitu 400 g/hari (5 porsi) untuk semua kelompok usia (WHO 2003). Penelitian Mikkila et al. (2004) menunjukkan bahwa pola makan anak usia 3-18 tahun lebih banyak mengonsumsi makanan tinggi lemak jenuh dibandingkan mengonsumsi buah dan sayur, sehingga dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler di kemudian hari. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013 menunjukkan bahwa konsumsi buah dan sayur di Indonesia masih rendah, hanya 6.4% penduduk usia ≥10 tahun yang mengonsumsi buah dan sayur 5 porsi/hari selama 7 hari dalam seminggu. Di Provinsi Jawa Barat hanya 3.6% penduduk usia ≥10 tahun yang mengonsumsi buah dan sayur 5 porsi/hari selama 7 hari dalam seminggu. Siswa SDN BEJI 5 dan 7 Kota Depok hanya 18.9% yang mengonsumsi buah dan sayur dengan baik, yaitu konsumsi buah ≥ 2 porsi/hari dan sayur ≥ 1½ porsi/hari (Fibrihirzani 2012).
2
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “kebiasaan sarapan, konsumsi buah dan sayur, dan status gizi siswa sekolah menengah pertama (SMP)”.
Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis kebiasaan sarapan, konsumsi buah dan sayur, dan status gizi siswa SMP. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi karakteristik individu dan karakteristik keluarga siswa. 2. Mengidentifikasi konsumsi buah dan sayur, ketersediaan buah dan sayur, kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur, dan kebiasaan sarapan siswa. 3. Mengidentifikasi status gizi siswa. 4. Menganalisis hubungan antara karakteristik individu dan keluarga, ketersediaan buah dan sayur, dan kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur dengan konsumsi buah dan sayur siswa. 5. Menganalisis hubungan antara karakteristik individu dan keluarga dengan kebiasaan sarapan siswa. 6. Menganalisis hubungan antara kebiasaan sarapan dan konsumsi buah dan sayur dengan status gizi siswa.
Hipotesis Terdapat beberapa hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Terdapat hubungan antara karakteristik individu dan keluarga, ketersediaan buah dan sayur, dan kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur dengan konsumsi buah dan sayur siswa. 2. Terdapat hubungan antara karakteristik individu dan keluarga dengan kebiasaan sarapan siswa. 3. Terdapat hubungan antara kebiasaan sarapan dan konsumsi buah dan sayur dengan status gizi siswa.
Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu orang tua dan remaja dalam menyadarkan pentingnya meningkatkan kebiasaan sarapan secara teratur. Selain itu, informasi ini juga dapat digunakan pihak sekolah dalam memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya sarapan dengan makanan lengkap dan bergizi. Bagi pemerintah informasi mengenai kebiasaan sarapan remaja dapat digunakan sebagai dasar dalam mengambil kebijakan dalam bidang pangan dan gizi.
3
KERANGKA PEMIKIRAN
Khomsan (2002) menjelaskan bahwa pada masa remaja terjadi perubahan fisik dan psikologis. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi remaja dalam menentukan makanan apa yang akan dikonsumsi dan frekuensinya yang akan berpengaruh pada keadaan gizi remaja itu sendiri. Kebutuhan zat gizi remaja meningkat karena sedang mengalami pertumbuhan cepat. Tetapi masukan zat gizi mereka sering tidak sesuai dengan kebiasaan makan karena kelompok remaja merupakan kelompok yang mudah terpengaruh oleh hal-hal yang baru termasuk konsumsi makanan. Kebiasaan sarapan sering kali ditingggalkan, tentunya dengan berbagai alasan. Sarapan adalah kegiatan makan yang penting dilakukan setiap hari sebelum melakukan aktivitas sehari. Bagi pelajar, sarapan berperan penting dalam meningkatkan konsentrasi belajar. Buah dan sayur merupakan sumber vitamin dan mineral yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, perkembangan, dan pertumbuhan. Saat ini anak-anak cenderung tidak menunjukkan peningkatan perilaku konsumsi yang signifikan terhadap buah dan sayur, padahal buah dan sayur sangat bermanfaat sebagai sumber pemenuhan kebutuhan gizi yang baik. Mereka jarang mengonsumsi menu makanan yang justru sangat penting bagi tubuh seperti buah-buahan dan sayursayuran. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, sebagian besar anak-anak dan remaja kurang mengonsumsi buah dan sayur dan berdampak terhadap meningkatnya konsumsi pangan tinggi karbohidrat yang berkaitan dengan kejadian obese. Hal tersebut yang mengakibatkan anak-anak dan remaja rentan akan terkena penyakit-penyakit degeneratif seperti diabetes, hipertensi, jantung, dan lain-lain. Beberapa faktor yang diduga mempengaruhi kebiasaan sarapan dan konsumsi buah dan sayur, yaitu karakteristik individu (jenis kelamin, usia, uang saku, dan pengetahuan gizi), dan karakteristik keluarga (pendidikan, pekerjaan, besar keluarga, dan pendapatan orang tua). Kebiasaan sarapan semakin berkurang dengan bertambahnya usia. Kebiasaan sarapan juga dapat menghemat uang saku dengan mengurangi kemungkinan jajan di sekolah. Berdasarkan penelitian, pekerjaan seorang ibu mempengaruhi frekuensi sarapan anak. Faktor kesibukan ibu, khususnya yang bekerja mengakibatkan ibu tidak sempat untuk membuat sarapan. Besar keluarga mempengaruhi konsumsi energi dan protein seorang anak, dimana semakin besar keluarga maka semakin kecil peluang terpenuhinya kebutuhan seorang individu. Kebiasaan sarapan secara teratur pada akhirnya akan mempengaruhi status gizi siswa. Demikian pula, ketersediaan buah dan sayur di rumah dan kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur merupakan faktor penting yang mempengaruhi konsumsi buah dan sayur pada siswa. Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara ketersediaan buah dan sayur di rumah dan kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur dengan konsumsi buah dan sayur. Semakin banyak ketersediaan buah dan sayur di rumah atau semakin sering orang tua mengonsumsi buah dan sayur maka semakin tinggi pula tingkat konsumsi buah dan sayur siswa. Kerangka pemikiran penelitian kebiasaan sarapan, konsumsi buah dan sayur, dan status gizi dapat dilihat pada Gambar 1.
4
Karakteristik individu: Jenis kelamin Umur Uang saku Pengetahuan gizi
Aktivitas fisik: Jenis Durasi
Karakteristik keluarga: Pendidikan orang tua Pekerjaan orang tua Besar keluarga Pendapatan keluarga
Kebiasaan sarapan: Frekuensi Waktu Tempat Cara memperoleh Jenis sarapan
Konsumsi pangan: Frekuensi makan Jenis makanan Jumlah makanan yang dikonsumsi
Asupan zat gizi: Energi Protein Besi Vitamin A dan C
Konsumsi buah dan sayur: Frekuensi dan porsi asupan Jenis dan pengolahan
Karakteristik lingkungan dan orang tua: Ketersediaan buah dan sayur di rumah Kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur Angka kecukupan gizi: Umur Berat badan (BB) Tinggi badan (TB)
Tingkat kecukupan gizi: Energi Protein Besi Vitamin A dan C
Status gizi: BB TB
Status kesehatan: Penyakit infeksi
Keterangan : = Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti = Hubungan yang dianalisis = Hubungan yang tidak dianalisis Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran kebiasaan sarapan, konsumsi buah dan sayur, dan status gizi
5
METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross-secsional study, yaitu semua data yang dibutuhkan dikumpulkan dalam satu waktu. Pemilihan sekolah yang menjadi lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling dengan pertimbangan (1) keragaman latar belakang sosial ekonomi siswa, (2) tempat strategis (pusat kota) yang berkembang dengan pesat, dan (3) kemudahan untuk memperoleh perizinan. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 8 Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-Juli 2014.
Teknik Penarikan Contoh Populasi penelitian adalah siswa kelas 1 Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 8 Bogor. Pemilihan contoh di SMP Negeri 8 Bogor sebagai tempat penelitian dilakukan secara purposive dengan kriteria: 1) duduk di kelas 1, dan 2) siswa bersedia menjadi contoh untuk diwawancarai. Pertimbangan pemilihan siswa kelas 1 adalah siswa yang bersangkutan tingkat perkembangan dan kemampuan anak untuk berpikir secara logis terhadap hal konkrit yang sudah baik sehingga dapat menjawab pertanyaan. Siswa kelas 2 sedang matrikulasi pelajaran sehingga tidak bisa diganggu. Kemudian siswa kelas 3 tidak dijadikan contoh karena dikhawatirkan menganggu konsentrasi untuk Ujian Akhir Nasional (UAS). Jumlah minimal siswa untuk dijadikan contoh diambil dengan menggunakan rumus Lameshow et al. (1997), yaitu : n = [Z2(1-α/2) X (p.q)] d2 n = [(1.645)2 x(0.811x0.189] (0.1)2 n = 42 siswa Keterangan: n = Besar siswa yang diambil p = Prevalensi siswa SDN BEJI 5 dan 7 Kota Depok yang terkategi kurang konsumsi buah & sayur, yaitu 81.1% (Fibrihirzani 2012) q = 1-p d = Presisi/tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (10%) 2 Z (1-α/2) = Tingkat signifikansi pada 90% (α = 0.1) = 1.645 Berdasarkan perhitungan diatas maka contoh mininum yang dibutuhkan adalah 42 siswa di sekolah tersebut. Total siswa yang bersedia menjadi contoh adalah 110 siswa di SMP Negeri 8 Bogor. Namun, siswa yang dijadikan contoh adalah siswa yang mengembalikan kuesionernya terisi dengan lengkap dan jelas. Jumlah siswa terpilih dalam penelitian ini berdasarkan kelengkapan kuesionernya adalah 50 siswa (10 siswa dari laki-laki dan 40 siswa dari perempuan).
6
Jenis dan Cara Pengambilan Data Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan alat bantu kuesioner yang meliputi data karakteristik individu (jenis kelamin, umur, uang saku, dan pengetahuan gizi), data karakteristik keluarga (pendidikan, pekerjaan, besar keluarga dan pendapatan orang tua), konsumsi buah dan sayur (frekuensi, jenis, dan pengolahan buah dan sayur), ketersediaan buah dan sayur di rumah, kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur, kebiasaan sarapan (frekuensi, waktu, tempat, cara memperoleh, dan jenis sarapan), dan data antropometri berat badan dan tinggi badan (BB dan TB). Data pengetahuan gizi berupa (berapa) pertanyaan mengenai sarapan dan buah dan sayur. Demikian pula, data konsumsi buah dan sayur diperoleh dari informasi frekuensi dan porsi asupan buah dan sayur dikumpulkan dengan menghitung jumlah hari konsumsi dalam seminggu dan jumlah porsi rata-rata dalam sehari. Data kebiasaan sarapan meliputi frekuensi, waktu, tempat, cara memperoleh dan jenis sarapan diperoleh melalui Food Record selama 1 minggu. Jenis, sumber, dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 1. Data sekunder meliputi keadaan umum sekolah diperoleh dari arsip sekolah dan wawancara langsung dengan pihak sekolah. Tabel 1 Jenis, sumber dan cara pengumpulan data No. 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Jenis data Karakteristik individu: Jenis kelamin dan umur Uang saku Pengetahuan gizi Karakteristik keluarga: Pendidikan Besar keluarga Pekerjaan Pendapatan Konsumsi buah dan sayur: Frekuensi dan porsi asupan Jenis dan pengolahan Karakteristik lingkungan: Ketersediaan buah dan sayur di rumah Karakteristik orang tua: Kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur Kebiasaan sarapan: Frekuensi sarapan Waktu dan tempat sarapan Cara memperoleh sarapan Jenis makanan sarapan Status gizi: Berat badan (kg) Tinggi badan (cm)
Sumber data Siswa
Cara pengumpulan data Kuesioner diisi oleh siswa dengan dipandu oleh peneliti
Siswa
Kuesioner diisi oleh siswa dengan dipandu oleh peneliti
Siswa
Kuesioner diisi oleh siswa dengan dipandu oleh peneliti Kuesioner diisi oleh siswa dengan dipandu oleh peneliti Kuesioner diisi oleh siswa dengan dipandu oleh peneliti Kuesioner food record selama 1 minggu diisi oleh siswa dengan dipandu oleh peneliti
Siswa
Siswa
Siswa
Siswa
Pencatatan dan pengukuran yang dilakukan oleh peneliti
7
Pengolahan dan Analisis Data Data primer yang telah didapatkan melalui kuesioner dianalisis secara statistik, sedangkan data sekunder tentang keadaan umum sekolah dijelaskan secara deskriptif. Tahapan pengolahan data primer dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning) dan dilakukan analisis. Tahapan pengkodean (coding) dilakukan dengan cara menyusun code book sebagai panduan entri dan pengolahan data. Setelah dilakukan pengkodean (coding) kemudian data dimasukan ke dalam tabel yang telah ada (entry). Selanjutnya, dilakukan pengecekan ulang (cleaning) untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Pengolahan dan analisis data menggunakan program komputer Microsoft Excel 2007 dan Statistical Product and Service Solutions (SPSS) versi 16.0 for Windows. Pengkategorian variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. Data primer terdiri dari data karakteristik individu (jenis kelamin, umur, uang saku, dan pengetahuan gizi), data karakteristik keluarga (pendidikan, pekerjaan, besar keluarga, dan pendapatan orang tua), konsumsi buah dan sayur (frekuensi, jenis, dan pengolahan buah dan sayur), ketersediaan buah dan sayur di rumah, kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur, kebiasaan sarapan (frekuensi, waktu, tempat, cara memperoleh, dan jenis sarapan), dan data antropometri berat badan dan tinggi badan (BB dan TB). Karakteristik individu meliputi data jenis kelamin, umur, uang saku dan pengetahuan gizi. Jenis kelamin contoh dihitung menurut kelompok laki-laki dan perempuan, kemudian dihitung persentasenya. Umur contoh dihitung dalam tahun kemudian dikategorikan menjadi 12 tahun, 13 tahun, dan 14 tahun. Uang saku dikategorikan menjadi 4 berdasarkan sebaran contoh yaitu rendah (< Rp 5000/hari), sedang (Rp 5 000-Rp 10 000/hari), tinggi (Rp 10 000-Rp 15 000/hari), dan sangat tinggi (≥ Rp 15 000/hari). Tingkat pengetahuan gizi contoh diukur dengan cara pemberian skor terhadap jawaban contoh atas 16 pertanyaan berbentuk multiple choice yang diajukan. Pengetahuan gizi terdiri 8 pertanyaan mengenai sarapan dan 8 pertanyaan mengenai buah dan sayur. Data pengetahuan gizi diperoleh dengan memberikan skor atas jawaban pertanyaan; jawaban benar diberi skor 1, dan salah diberi skor 0. Menurut Khomsan (2004), seluruh skor dijumlahkan dan selanjutnya dihitung dengan membagi dengan skor maksimum dikalikan 100% dan dan diklasifikasi menjadi pengetahuan gizi menjadi tiga, yaitu baik (>80%), cukup (60-80%), dan kurang (<60%). Karakteristik sosial ekonomi keluarga meliputi pendidikan, pekerjaan, besar keluarga, dan pendapatan orang tua. Pendidikan orang tua dilihat dari lamanya menempuh pendidikan formal terakhir kemudian dikategorikan berdasarkan tingkat pendidikan yaitu tidak tamat SD, SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, serta akademi/Perguruan Tinggi (PT). Pekerjaan orang tua contoh dikategorikan menjadi tidak bekerja/meninggal/ibu rumah tangga (IRT), buruh, wiraswata/dagang/jasa, TNI/Polisi/PNS/BUMN, pegawai swasta, dan lainnya. Besar keluarga dikategorikan menjadi 3 berdasarkan Hurlock (1998) yaitu keluarga kecil jika jumlah anggota keluarga ≤ 4 orang, sedang jika 5-7 orang, dan besar jika ≥ 8 orang. Menurut batas garis kemiskinan untuk kota Bogor pada tahun 2010, pendapatan orang tua dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu miskin (< Rp 278 530.00/kap/bulan) dan tidak miskin (≥ Rp 278 530.00/kap/bulan).
8
Perhitungan konsumsi buah dan sayur berdasarkan pada frekuensi dan jumlah buah dan sayur yang dikonsumsi. Merumuskan cara menghitung konsumsi buah dan sayur masing-masing berdasarkan frekuensi (hari per minggu) dengan jumlah buah dan sayur (porsi) kemudian dibagi tujuh (jumlah hari dalam seminggu) sehingga didapatkan jumlah konsumsi buah dan sayur per hari. Hasil konsumsi buah dan sayur kemudian digabung menjadi konsumsi buah dan sayur dengan kategori baik (jika konsumsi buah ≥ 2 porsi/hari dan konsumsi sayur ≥ 1½ porsi/hari) dan kurang (jika konsumsi buah < 2 porsi/hari dan konsumsi sayur < 1½ porsi/hari). Kemudian mengetahui gambaran jenis dan pengolahan buah dan sayur yang paling sering dikonsumsi oleh siswa. Ketersediaan buah dan sayur di rumah adalah ada tidaknya buah dan sayur di rumah. Data ketersediaan buah dan sayur didapatkan melalui hasil kuesioner yang diisikan oleh siswa. Ketersediaan buah dan sayur terbagi menjadi dua, yaitu positif dan negatif. Ketersediaan buah dan sayur di rumah positif artinya tersedia buah dan sayur di rumah, sedangkan ketersediaan buah dan sayur di rumah negatif artinya tidak tersedia buah dan sayur di rumah. Data ketersediaan buah dan sayur di rumah diperoleh dengan memberikan skor atas jawaban pertanyaan; jawaban ya, setiap hari diberi skor 2; jawaban ya, hampir setiap hari diberi skor 1; kadangkadang diberi skor 0; jarang diberi skor -1; dan tidak pernah diberi skor -2. Seluruh skor dijumlahkan, dan selanjutnya dihitung dengan membagi dengan jumlah pertanyaannya sehingga diketahui rata-rata skornya. Ketersediaan buah dan sayur di rumah positif bila skor jawaban ketersediaan buah atau sayur masingmasing ≥0.5, sedangkan negatif bila skor jawaban ketersediaan buah atau sayur di rumah masing-masing <0.5 (Sandivik et al. 2005). Kebiasaan orang tua dalam penelitian ini adalah kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur. Data kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur didapatkan melalui hasil kuesioner yang dilihat dan diketahui oleh siswa. Kebiasaan orang tua terbagi menjadi dua, yaitu positif dan negatif. Kebiasaan orang tua positif artinya orang tua memiliki kebiasaan baik dalam mengonsumsi buah dan sayur, sedangkan kebiasaan orang tua negatif artinya orang tua tidak memiliki kebiasaan baik dalam mengonsumsi buah dan sayur. Data kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur diperoleh dengan memberikan skor atas jawaban pertanyaan; jawaban ya, setiap hari diberi skor 2; jawaban ya, hampir setiap hari diberi skor 1; kadang-kadang diberi skor 0; jarang diberi skor -1; dan tidak pernah diberi skor -2. Seluruh skor dijumlahkan, dan selanjutnya dihitung dengan membagi dengan jumlah pertanyaannya sehingga diketahui rata-rata skornya. Kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur positif bila skor jawaban kebiasaan orang tua mengonsumsi buah atau sayur masing-masing ≥0.5, sedangkan negatif bila skor jawaban kebiasaan orang tua mengonsumsi buah atau sayur masing-masing <0.5 (Sandivik et al. 2005). Data kebiasaan sarapan meliputi frekuensi sarapan, waktu sarapan, tempat sarapan, cara memperoleh sarapan dan jenis makanan sarapan. Menurut Fitriana (2011) frekuensi sarapan dikategorikan menjadi 3 kategori, yaitu tidak pernah (< 0 kali/minggu), jarang (< 4 kali/minggu), dan sering sarapan (≥ 4 kali/minggu). Waktu sarapan berdasarkan hasil wawancara dengan siswa dikategorikan menjadi tiga, yaitu 05.00-06.00, 06.00-07.00, dan 07.00-10.00. Data tempat sarapan dikategorikan menjadi di rumah, di sekolah, di perjalanan, dan lainnya. Cara memperoleh sarapan dikategorikan menjadi memasak, pembelian, dan pemberian.
9
Data jenis makanan sarapan diperoleh melalui Food Record dan dikelompokkan menjadi delapan jenis hidangan yang dikonsumsi oleh anak sekolah untuk sarapan (Harahap et al. 1998 dalam Faridi 2002). Status gizi contoh ditentukan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT dihitung dengan membandingkan berat badan (kg) dengan kuadrat dari tinggi badan (m2), kemudian IMT dibandingkan berdasarkan umur untuk memperoleh status gizi contoh. Pada masa remaja, IMT/U direkomendasikan sebagai indikator terbaik untuk remaja (Riyadi 2003). Indeks IMT/U yang digunakan adalah untuk yang berumur 9-24 tahun berdasarkan persentil. Klasifikasi pengkategorian IMT per umur atau status gizi dibagi menjadi 3, yaitu kurus (< persentil ke-5), normal (persentil ke-5<x
Variabel Karakteristik individu Jenis kelamin Umur (tahun) Uang saku (Rp/hari)
Pengetahuan gizi
2.
Pendidikan orang tua
Pekerjaan orang tua
Karakteristik keluarga Besar keluarga (orang) Pendapatan keluarga (Rp/kap/bulan)
Kategori
Keterangan
1. Laki–laki 2. Perempuan Remaja awal (10-14) 1. Rendah (< 5 000) 2. Sedang (5 000-10 000) 3. Tinggi (10 000-15 000) 4. Sangat tinggi (≥ 15 000) 1. Kurang, skor <60% 2. Cukup, skor 60%-80% 3. Baik, skor >80% 1. Tidak sekolah 2. SD/ sederajat 3. SMP/ sederajat 4. SMA/ sederajat 5. Perguruan tinggi 1. PNS/ABRI/Polisi 2. Swasta 3. Wiraswasta/dagang/jasa 4. Buruh 5. Ibu rumah tangga/IRT 6. Lainnya
Sebaran contoh Indrawagita (2009) Sebaran contoh
Khomsan (2004)
Sebaran contoh
Sebaran contoh
1. 1. 2. 3. 1. 2.
Keluarga kecil (≤ 4) Keluarga sedang (5-7) Keluarga besar (≥ 8) Miskin (<278 530) Tidak miskin (≥278 530)
Hurlock (1998)
BPS (2010) Kota Bogor
10
Tabel 2 Pengkategorian variabel penelitian (lanjutan) No. Variabel 3. Kebiasaan sarapan Frekuensi sarapan
Waktu sarapan
Tempat sarapan
Cara memperoleh sarapan Jenis makanan sarapan
4.
Konsumsi buah dan sayur Rata-rata jumlah buah dan jumlah sayur yang dikonsumsi oleh siswa per hari Jenis buah dan sayur yang paling sering dikonsumsi Pengolahan buah dan sayur yang paling sering dikonsumsi
5. 6. 7.
Ketersediaan buah dan sayur di rumah Kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur Status gizi
Kategori
Keterangan
1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 4.
Fitriana (2011)
Tidak pernah : < 0 kali/minggu Jarang : < 4 kali/minggu Sering : ≥ 4 kali/minggu Pukul 05.00-06.00 Pukul 06.00-07.00 Pukul 07.00-10.00 Di rumah Di sekolah Di perjalanan dan lainnya Memasak Pembelian Pemberian Makanan pokok Makanan pokok & hewani Makanan pokok dan nabati Makanan pokok, hewani, & nabati 5. Makanan pokok, hewani, nabati, & sayuran 6. Makanan pokok, nabati, & sayuran 7. Makanan pokok, hewani, nabati, sayuran, & makanan jajanan 8. Makanan jajanan 1. Baik: Bila konsumsi buah ≥2 porsi dan konsumsi sayur ≥1½ porsi per hari 2. Kurang: Bila konsumsi buah <2 porsi dan konsumsi sayur < 1½ porsi per hari Buah: Sayur: 1. Apel 1. Bayam 2. Jeruk 2. Kangkung 3. Lainnya 3. Lainnya Buah: 1. Buah segar 2. Jus 3. Rujak Sayur: 1. Rebus 2. Rujak 3. Sayur segar (lalapan) dan dikukus 1. Positif, skor ≥ 0.5 2. Negatif, skor < 0.5 1. Positif, skor ≥ 0.5 2. Negatif, skor < 0.5 1. Kurus (< persentil ke-5) 2. Normal (persentil ke-5<x
Sebaran contoh Darmayanti (2010) Sebaran contoh Harahap et al. (1998) dalam Faridi (2002)
Almatsier (2004)
Sebaran contoh
Sebaran contoh
Sandivik et al. (2005) Sandivik et al. (2005) Riyadi (2003)
11
Definisi Operasional Contoh adalah siswa dan siswi SMP Negeri 8 Bogor kelas 7. Karakteristik individu adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri manusia, yaitu jenis kelamin, umur, uang saku dan pengetahuan gizi. Jenis kelamin adalah jenis kelamin contoh yang dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan. Umur adalah usia contoh pada saat penelitian dilakukan yang dinyatakan dalam tahun dan berada pada usia remaja. Uang saku adalah jumlah uang dalam rupiah yang diterima anak sekolah per hari, per minggu, atau per bulan untuk kebutuhan transportasi, jajan, pulsa, peralatan sekolah, dan lain-lain. Pengetahuan gizi adalah pengetahuan gizi contoh yang diukur dengan cara menanyakan pertanyaan tentang kebiasaan sarapan, dan konsumsi buah dan sayur. Karakteristik keluarga adalah pertanyaan yang meliputi pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, besar keluarga, dan pendapatan keluarga. Pendidikan orang tua adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh oleh orang tua contoh. Pekerjaan orang tua adalah jenis pekerjaan yang dilakukan oleh ayah dan ibu untuk memenuhi kebutuhan keluarga, meliputi tidak bekerja, buruh, wiraswasta, TNI/PNS/Polisi, pengawai swasta, dan lainnya. Besar keluarga adalah jumlah keluarga inti contoh, keluarga kecil ≤ 4 orang, keluarga sedang 5-7 orang, dan keluarga besar ≥ 8 orang. Pendapatan keluarga adalah jumlah pendapatan yang diperoleh keluarga contoh dalam sebulan yang dinyatakan dalam satuan rupiah per kapita per bulan. Sarapan adalah kegiatan makan contoh yang dapat memenuhi 25% dari kebutuhan total energi harian dan dilakukan pada pagi hari sampai dengan pukul 10.00 WIB. Kebiasaan sarapan adalah pertanyaan yang meliputi frekuensi sarapan, waktu sarapan, tempat sarapan, cara memperoleh sarapan, dan jenis makanan sarapan. Frekuensi sarapan adalah frekuensi contoh dalam melakukan sarapan dipagi hari selama satu minggu yang terdiri dari kategori sering sarapan (lebih dari atau empat kali dalam satu minggu), jarang sarapan (kurang dari empat kali dalam satu minggu), dan tidak sarapan. Waktu sarapan adalah waktu yang dikategorikan menjadi tiga, yaitu 05.0006.00, 06.00-07.00, dan 07.00-09.00. Tempat sarapan adalah lokasi dimana contoh biasa melakukan kegiatan sarapan, yaitu rumah, sekolah, perjalanan dan lainnya. Cara memperoleh sarapan adalah cara memperoleh sarapan terdiri dari memasak, membeli, dan pemberian. Jenis makanan sarapan adalah jenis menu sarapan yang baik terdiri dari makanan pokok, hewani, nabati, sayuran dan makanan jajanan. Buah dan sayur adalah bagian dari tanaman yang dapat berupa daun, bunga, buah, dan akar yang dapat dimakan sebagai pelengkap makan nasi atau dimakan secara terpisah.
12
Konsumsi buah dan sayur adalah konsumsi buah ≥ 2 porsi/hari dan konsumsi sayur ≥ 1½ porsi/hari termasuk kategori baik, sedangkan konsumsi buah < 2 porsi/hari dan konsumsi sayur < 1½ porsi/hari termasuk kategori kurang. Jenis buah dan sayur adalah jenis buah & sayur yang paling sering dikonsumsi. Pengolahan buah dan sayur adalah pengolahan buah (buah segar, jus, dan rujak) dan sayur (sayur segar/lalapan, direbus, ditumis, dan dikukus) yang paling sering dikonsumsi. Ketersediaan buah dan sayur di rumah adalah ada tidaknya buah dan sayur di rumah. Ketersedian buah dan sayur positif bila skor jawaban ketersediaan buah dan sayur masing-masing ≥ 0.5, sedangkan negatif bila skor jawaban ketersediaan buah dan sayur masing-masing < 0.5. Kebiasaan orang tua adalah kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur. Kebiasaan orang tua positif bila skor jawaban kebiasaan orang tua masingmasing ≥ 0.5, sedangkan negatif bila skor jawaban kebiasaan orang tua masing-masing < 0.5. Berat badan adalah massa tubuh dalam satuan kilogram yang diukur menggunakan timbangan ketelitian 0.1 kg. Tinggi badan adalah pengukuran tinggi badan contoh dalam posisi berdiri tegak sempurna menempel ke dinding dan menghadap ke depan diukur dengan menggunakan microtoise ketelitian 0.1 cm. Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh contoh berdasarkan IMT per umur yang dibedakan menjadi kurus, normal, dan gemuk.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Sekolah SMP Negeri 8 Kota Bogor merupakan sekolah dengan akreditas A terletak di Jalan Jendral Ahmad Yani No.68 Kecamatan Tanah Sareal Kabupaten Kota Bogor. Sekolah Menengah Pertama ini terdiri dari dua lantai dan memiliki tiga ruangan kelas pada setiap lantainya. Sekolah yang memiliki luas tanah 4.332,71 m2 terdiri dari ruang Kepala Sekolah, guru, laboratorium, perpustakaan, studio band, pantry, tata usaha, tempat ibadah, WC, ruang BP, Ruang UKS, dan kantin. Selain itu terdapat pula lahan terbuka yang merupakan sarana penunjang bagi kegiatan olahraga siswa, taman sekolah, dan tempat parkir. Sejarah perjalanan SMP Negeri 8 Kota Bogor didirikan pada tanggal 31 Mei 1980. SMP Negeri 8 Kota Bogor dikepalai oleh Warsadi, S.Pd. Tenaga pengajar di sekolah terdiri dari guru tetap dan guru honorer. Jumlah tenaga pengajar sebanyak 43 orang, yaitu sebanyak 42 orang guru yang berstatus PNS, dan 1 orang guru non PNS. Selain itu juga terdapat 16 orang tenaga pendukung diantaranya adalah staf usaha, laboran laboratorium, penjaga perpustakaan, penjaga sekolah, dan petugas kebersihan. Pada tahun pelajaran 2013/2014 SMP Negeri 8 Kota Bogor memiliki jumlah siswa sebanyak 513 siswa. Kegiatan pendidikan di sekolah tidak hanya terpaku pada kegiatan belajar mengajar, namun disediakan pula beberapa program ekstrakurikuler bagi para siswa, sehingga mereka dapat mengembangkan diri dengan lebih baik.
13
Karakteristik Individu Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan karakteristik individu dapat dilihat pada Tabel 3. Siswa dalam penelitian ini berjumlah 50 orang, dengan persentase jenis kelamin perempuan (80.0%) lebih banyak daripada jenis kelamin laki-laki (20.0%). Usia siswa dalam penelitian ini berkisar antara 12-14 tahun. Sebagian besar siswa laki-laki dan perempuan berada pada usia 13 tahun, sedangkan siswa yang berusia 14 tahun berjumlah satu orang pada jenis kelamin laki-laki. Rata-rata usia siswa laki-laki (12.9±0.6 tahun) hampir sama dengan siswi perempuan (12.8±0.4 tahun). Menurut Indrawagita (2009), usia siswa berada pada masa remaja awal (10-14 tahun). Sebagian besar (40.0%) uang saku siswa termasuk ke dalam kategori tinggi (Rp 10 000-Rp 15 000/hari). Rata-rata uang saku siswi perempuan (Rp 15 825.0 ± 9 789.5) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa laki-laki (Rp 13 133.3 ± 2 957.3). Menurut Suci (2011), pengeluaran uang saku yang lebih banyak tidak menjamin keberagaman pola makan yang baik, faktor pribadi dan kesukaanlah yang mempengaruhi jumlah dan jenis yang dikonsumsi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Darmayanti (2010) tentang alokasi uang saku pada siswa menyimpulkan bahwa semakin besar pendapatan keluarga maka semakin besar uang saku yang diterima oleh siswa. Pengetahuan gizi siswa sebagian besar tentang sarapan (82.0%) dan buah dan sayur (84.0%) termasuk ke dalam kategori baik. Rata-rata pengetahuan gizi siswa tentang sarapan (95.6±12.8) lebih tinggi daripada pengetahuan gizi siswa tentang buah dan sayur (93.0±10.3). Pengetahuan gizi pada sekolah tersebut sangat beragam pada masing-masing kategori. Berdasarkan data yang diperoleh, sebagian besar pengetahuan gizi siswa mengenai pengertian sarapan, waktu sarapan, mengapa perlu sarapan, akibat jika tidak sarapan, manfaat sarapan, perbedaan anak yang sarapan dan tidak sarapan, manfaat konsumsi buah dan sayur, sumber vitamin A dan C, dan manfaat vitamin A dan C tergolong baik, akan tetapi masih tergolong kurang dalam hal kontribusi sarapan dan kandungan zat-zat gizi yang terdapat pada buah dan sayur serta mengapa perlu makan buah dan sayur, dan akibat kurang konsumsi buah dan sayur. Hal ini diduga karena siswa masih belum mendapatkan pengetahuan yang mendalam tentang sarapan dan buah dan sayur. Tingginya pesentase seseorang yang memiliki pengetahuan gizi baik dapat disebabkan oleh tingginya tingkat pendidikan mereka (Banwat et al. 2012). Pengetahuan gizi dan tingkat pendidikan berhubungan dengan kemampuan remaja dalam memilih makanan yang beragam (Vijayapuspham et al. 2003). Semakin tinggi sikap gizi seseorang maka semakin tinggi pula praktik gizinya (Paramita 2013). Tingginya pengetahuan gizi belum tentu dapat mengindikasikan praktik gizi yang baik, dimana dalam penelitian Banwat et al. (2012) pada masyarakat dewasa kota Nigeria Utara, hampir seluruh responden memiliki pengetahuan gizi yang baik mengenai buah dan sayur, namun persentase responden menerapkan kebiasaan konsumsi buah dan sayur yang baik sesuai dengan anjuran masih jauh lebih rendah, yaitu 62.9%. Menurut Agustina (2003) bahwa semakin tinggi pengetahuan orang tua maka akan semakin banyak pula pengetahuan orang tua yang diberikan kepada anaknya. Secara statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara usia, uang saku, dan pengetahuan gizi siswa laki-laki dan perempuan (p>0.05).
14
Tabel 3 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan karakteristik individu Karakteristik individu Usia (rata-rata±SD, tahun) 12 13 14 Uang saku (rata-rata±SD, Rp/hari) Rendah (< 5 000) Sedang (5 000-9 999) Tinggi (10 000 -14 999) Sangat tinggi (≥ 15 000) Pengetahuan gizi Sarapan (rata-rata±SD, skor) Kurang (<60%) Cukup (60-80%) Baik (>80%) Buah dan sayur (rata-rata±SD, skor) Kurang (<60%) Cukup (60-80%) Baik (>80%)
Laki Perempuan n % n % 12.9±0.6 12.8±0.4 2 20.0 7 17.5 7 70.0 33 82.5 1 10.0 0 0.0 13133.3±2957.3 15825.0±9789.5 0 0.0 0 0.0 2 20.0 16 40.0 6 60.0 14 35.0 2 20.0 10 25.0 97.5±12.9 0.0 20.0 80.0 95.0±8.7 0 0.0 1 10.0 9 90.0 0 2 8
93.8±12.7 0.0 17.5 82.5 90.9±12.0 1 2.5 6 15.0 33 82.5 0 7 33
Total n % 12.8±0.5 9 18.0 40 80.0 1 2.0 14479.0±6373.4 0 0.0 18 36.0 20 40.0 12 24.0 95.6±12.8 0.0 18.0 82.0 93.0±10.3 1 2.0 7 14.0 42 84.0 0 9 41
Karakteristik Keluarga Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan karakteristik keluarga dapat dilihat pada Tabel 4. Sebanyak 38.0% jenis pekerjaan ayah siswa adalah PNS/ABRI/Polisi, sedangkan 92.0% ibu siswa adalah ibu rumah tangga (IRT). Pekerjaan dapat berpengaruh terhadap besar-kecilnya perhatian seseorang terhadap makanan yang akan dikonsumsi. Jika seseorang terlalu sibuk bekerja, seringkali ia lalai dalam memenuhi kebutuhan gizinya dan lebih memilih mengkonsumsi makanan cepat saji (Bahria 2009). Tingkat pendidikan ayah dan ibu siswa adalah SMA, yaitu sebanyak 56.0% dan 60.0%. Tingkat pendidikan orang tua yang baik akan memungkinkan orang tua dapat memantau dan menerima informasi tentang kesehatan anaknya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka diasumsikan bahwa kemampuannya akan semakin baik dalam mengakses dan menyerap informasi demi memenuhi kebutuhan gizi (Isnani 2011). Ibu yang berpendidikan tinggi cenderung akan memberikan makanan yang sehat kepada anaknya, sedangkan ibu yang berpendidikan rendah akan cenderung memberikan makanan yang enak tetapi kurang sehat (Marzuki 2006). Secara statistik tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pekerjaan dan pendidikan orang tua siswa laki-laki dan perempuan (p>0.05). Sebagian besar (56.0% ) pendapatan keluarga/kap/bulan siswa termasuk ke dalam kategori tinggi (Rp 500 000-Rp 1 000 000). Menurut Little et al. (2002), keadaan sosial ekonomi keluarga khususnya pendapatan akan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makan yang akan dikonsumsi. Penelitian Zenk et al. (2005) ditemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat ekonomi dan perilaku konsumsi individu.
15
Rata-rata pendapatan keluarga yang didapatkan dalam penelitian ini sama dengan hasil penelitian Darmayanti pada tahun 2010 di salah satu sekolah menengah pertama negeri di kota Bogor. Menurut Darmayanti (2010), rata-rata pendapatan keluarga/kap/bulan di sekolah menengah pertama negeri tersebut antara Rp 500 000-Rp 1 000 000. Hal ini menunjukkan semua keluarga sekolah menengah pertama negeri tersebut memiliki pendapatan yang homogen. Pendapatan pada suatu keluarga dapat dikategori menjadi miskin dan tidak miskin dengan menggunakan garis kemiskinan. Batas garis kemiskinan untuk kota Bogor pada tahun 2010 sebesar Rp 278 530.00. Sebagian besar siswa tergolong tidak miskin sebesar 96.0% dan selebihnya tergolong miskin sebesar 4.0%. Persentase tertinggi siswa laki-laki (80.0%) dan perempuan (62.5%) memiliki besar keluarga yang tergolong kecil (≤4 orang). Menurut Sediaoetama (2004), keluarga dengan banyak anak dan jarak kelahiran antar anak amat dekat akan menimbulkan masalah. Pengaturan pengeluaran untuk pangan sehari-hari akan lebih sulit jika jumlah anggota keluarga banyak. Hal ini menyebabkan kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi anggota keluarga tidak mencukupi kebutuhan. Selain dalam hal konsumsi pangan, besar keluarga juga akan berpengaruh terhadap perhatian orang tua, bimbingan, petunjuk, dan perawatan kesehatan. Secara statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pendapatan keluarga/kap/bulan dan besar keluarga siswa laki-laki dan perempuan (p>0.05). Tabel 4 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan karakteristik keluarga Karakteristik keluarga Pekerjaan ayah PNS/ABRI/Polisi Swasta Wiraswasta Buruh Lainnya Pekerjaan ibu PNS/ABRI/Polisi Swasta Wiraswasta Buruh Ibu RT Lainnya Pendidikan ayah Tidak sekolah SD SMP SMA PT Pendidikan ibu Tidak sekolah SD SMP SMA PT
Laki
Perempuan n %
n
%
40.0 0.0 20.0 30.0 10.0
15 2 8 7 8
37.5 5.0 20.0 17.5 20.0
19 2 10 10 9
38.0 4.0 20.0 20.0 18.0
0 0 0 0 10 0
0.0 0.0 0.0 0.0 100.0 0.0
2 1 0 1 36 0
5.0 2.5 0.0 2.5 90.0 0.0
2 1 0 1 46 0
4.0 2.0 0.0 2.0 92.0 0.0
0 0 0 7 3
0.0 0.0 0.0 70.0 30.0
0 2 4 21 13
0.0 5.0 10.0 52.5 32.5
0 2 4 28 16
0.0 4.0 8.0 56.0 32.0
0 0 3 5 2
0.0 0.0 30.0 50.0 20.0
0 2 6 25 7
0.0 5.0 15.0 62.5 17.5
0 2 9 30 9
0.0 4.0 18.0 60.0 18.0
n
%
4 0 2 3 1
Total
16
Tabel 4 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan karakteristik keluarga (lanjutan) Karakteristik keluarga Pendapatan (rata-rata±SD, Rp/kap/bulan) Rendah (< 200 000) Sedang (200 000 - 500 000) Tinggi (500 000 - 1 000 000) Sangat tinggi (≥ 1 000 000) Besar keluarga (rata-rata±SD, orang) Kecil (≤4) Sedang (5-7) Besar (≥8)
Laki n % 909117±296753 0 0.0 2 20.0 4 40.0 4 40.0 3.9±1.0 8 80.0 2 20.0 0 0.0
Perempuan n % 895417±404083 0 0,0 8 20.0 26 65,0 6 15.0 4.4±0.7 25 62.5 15 37.5 0 0.0
Total n % 902267±350418 0 0.0 12 24.0 28 56.0 10 20.0 4.2±0.4 33 66.0 17 34.0 0 0.0
Konsumsi Buah dan Sayur Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan konsumsi buah dan sayur dapat dilihat pada Tabel 5. Sebagian besar siswa konsumsi buah (80.0%) dan sayur (64.0%) termasuk kategori kurang, artinya konsumsi buah < 2 porsi/hari dan konsumsi sayur < 1 ½ porsi/hari. Menurut Almatsier (2004) anjuran konsumsi buah dan sayur yaitu 200-300 g atau 2-3 porsi per hari untuk konsumsi buah dan 150-200 g atau 1½-2 porsi per hari untuk konsumsi sayur. Rata-rata konsumsi buah siswa adalah 1.0 porsi/hari, padahal seharusnya konsumsi buah adalah 2-3 porsi/hari. Selanjutnya rata-rata konsumsi sayur siswa adalah 1.1 porsi/hari, padahal seharusnya konsumsi sayur adalah 1½-2 porsi/hari. Tabel 5 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan konsumsi buah dan sayur Konsumsi buah dan sayur Konsumsi buah (rata-rata±SD, porsi/hari) Baik Kurang Konsumsi sayur (rata-rata±SD, porsi/hari) Baik Kurang
Laki n % 1.0±0.7 1 10.0 9 90.0 1.1±0.6 3 30.0 7 70.0
Perempuan n % 1.0±0.7 9 22.5 31 77.5 1.1±0.7 15 37.5 25 62.5
Total n % 1.0±0.7 10 20.0 40 80.0 1.1±0.7 18 36.0 32 64.0
Faktor kebiasaan dan ekonomi dapat menjadi alasan rendahnya angka konsumsi buah dan sayur pada siswa.WHO (2005) menjelaskan bahwa kurangnya kemampuan dalam menyiapkan buah dan sayur untuk dikonsumsi menjadi faktor lain yang menghambat konsumsinya. Hal tersebut membentuk kebiasaan makan seseorang yang sulit untuk diubah meskipun telah dilakukan peningkatan pengetahuan gizi. Studi Widyawati (2010) menyatakan bahwa preferensi pangan yang menjadi sumber karbohidrat yang dikonsumsi oleh penduduk Bogor masih dominan pada kelompok padi-padian. Penelitian yang dilakukan Story (2002) ditemukan bahwa konsumsi buah dan sayur pada masyarakat dapat dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu faktor individu (pengetahuan dan alasan seseorang mengonsumsi buah dan sayur), faktor lingkungan sosial (keluarga dan teman sebaya), faktor lingkungan fisik dan faktor media massa (pemasaran).
17
Khomsan et al. (2006) menunjukkan bahwa di Bogor dan Indramayu, baik rumahtangga miskin maupun tidak miskin mengonsumsi buah dengan frekuensi yang hampir sama yaitu umumnya kurang dari satu kali per minggu. Sedangkan untuk rumahtangga miskin maupun tidak miskin, terdapat variasi frekuensi sayursayuran antara rumahtangga di Bogor dan Indramayu. Rumahtangga di Bogor terlihat memiliki frekuensi konsumsi lebih tinggi untuk semua jenis sayuran, kecuali kacang panjang. Bogor sebagai wilayah dataran tinggi menghasilkan sayuran lebih banyak dibandingkan Indramayu sebagai wilayah pantai. Dauchet et al. (2006) dalam studinya menemukan bahwa konsumsi buah dan sayur berhubungan signifikan negatif dengan kejadian penyakit jantung kronis. Setiap kenaikan satu porsi konsumsi buah dan sayur, terdapat penurunan risiko terkena penyakit jantung kronis sebanyak 4.0%. Penelitian Mikkila et al. (2004) bahwa pola makan anak usia 3-18 tahun yang lebih banyak mengkonsumsi makanan tinggi lemak jenuh dibandingkan mengkonsumsi buah dan sayur dapat meningkat resiko penyakit kardiovaskuler dikemudian hari. Secara statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara konsumsi buah dan sayur siswa laki-laki dan perempuan (p>0.05). Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan jenis buah dan sayur yang paling sering dikonsumsi dapat dilihat pada Tabel 6. Jenis buah dan sayur yang paling sering dikonsumsi oleh siswa adalah buah apel (20.0%) dan sayur bayam (26.0%). Kelompok buah yang disukai yaitu buah apel diduga karena segar, manis, dan warna menarik. Pada anak usia sekolah menengah pertama di Bogor ini menemukan bahwa sayur bayam merupakan sayur yang paling disukai karena alasan rasanya yang enak dan banyak mengandung zat besi. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan jenis buah dan sayur yang paling sering dikonsumsi Jenis buah dan sayur Jenis buah Apel Pisang Jeruk Mangga Melon Nanas Jambu manis Pepaya Anggur Alpukat Kelengkeng Jambu Biji Rambutan Pir Semangka
Laki n
%
2 1 0 1 2 0 2 1 0 1 0 0 0 0 0
20.0 10.0 0.0 10.0 20.0 0.0 20.0 10.0 0.0 10.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Perempuan n %
n
%
8 7 7 4 2 3 1 1 2 0 1 1 1 1 1
10 8 7 5 4 3 3 2 2 1 1 1 1 1 1
20.0 16.0 14.0 10.0 8.0 6.0 6.0 4.0 4.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0
20.0 17.5 17.5 10.0 5.0 7.5 2.5 2.5 5.0 0.0 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5
Total
18
Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan jenis buah dan sayur yang paling sering dikonsumsi (lanjutan) Jenis buah dan sayur Jenis sayur Bayam Kangkung Wortel Kentang Brokoli Daun singkong Ketimun Jagung muda Tomat Buncis Toge Sawi
Laki n
%
2 0 1 0 2 0 2 1 1 1 0 0
20.0 0.0 10.0 0.0 20.0 0.0 20.0 10.0 10.0 10.0 0.0 0.0
Perempuan n %
n
Total %
11 13 8 3 1 2 0 0 0 0 1 1
13 13 9 3 3 2 2 1 1 1 1 1
26.0 26.0 18.0 6.0 6.0 4.0 4.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0
27.5 32.5 20.0 7.5 2.5 5.0 0.0 0.0 0.0 0.0 2.5 2.5
Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan pengolahan buah dan sayur yang paling sering dikonsumsi dapat dilihat pada Tabel 7. Pengolahan buah dan sayur yang paling sering dikonsumsi adalah dalam bentuk buah segar (76.0%) dan sayur adalah ditumis (52.0%). Alasan pemilihan pengolahan buah dengan cara langsung dimakan atau dalam keadaan buah segar antara lain karena lebih segar, enak dan lebih banyak mengandung vitamin dibandingkan dengan pengolahan lainnya. Mengonsumsi buah dalam bentuk jus juga bisa memberikan manfaat yang lebih optimal bagi tubuh karena mudah dicerna oleh tubuh. Pemilihan pengolahan sayur dengan cara ditumis antara lain karena lebih enak, gurih dan lezat dibandingkan pengolahan sayur lainnya. Pengolahan sayuran dengan minyak (ditumis atau disantan merupakan cara yang paling baik apabila sayuran tersebut digunakan sebagai sumber vitamin A. Tabel 7 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan pengolahan buah dan sayur yang paling sering dikonsumsi Pengolahan buah dan sayur Pengolahan buah Buah segar Jus Rujak Pengolahan sayur Ditumis Direbus Sayur segar (lalapan) Dikukus
Laki
Perempuan n %
n
%
60.0 40.0 0.0
32 5 3
80.0 12.5 7.5
38 9 3
76.0 18.0 6.0
30.0 20.0 40.0 10.0
23 17 0 0
57.5 42.5 0.0 0.0
26 19 4 1
52.0 38.0 8.0 2.0
n
%
6 4 0 3 2 4 1
Total
19
Ketersediaan Buah dan Sayur Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan ketersediaan buah dan sayur di rumah dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan data yang diperoleh, tidak terdapat data ketersediaan buah dan sayur di sekolah SMP Negeri 8 Bogor. Hasil survei menunjukkan sekolah tersebut tidak menyediakan kantin dan makanan yang berupa buah-buahan maupun sayur-sayuran, tetapi cenderung memiliki banyak jajanan di luar sekolah. Oleh karena itu, data yang digunakan pada penelitian ini adalah ketersediaan buah dan sayur berdasarkan ketersediaan di rumah. Sebagian besar siswa memiliki ketersediaan buah (50.0%) dan sayur (62.0%) di rumah positif artinya tersedia buah dan sayur di rumah. Tabel 8 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan ketersediaan buah dan sayur di rumah Ketersediaan buah dan sayur di rumah Ketersediaan buah Positif Negatif Ketersediaan sayur Positif Negatif
Laki n %
Perempuan n %
Total n %
6 4
60.0 40.0
19 21
47.5 52.5
25 25
50.0 50.0
7 3
70.0 30.0
24 16
60.0 40.0
31 19
62.0 38.0
Sebagian besar anak usia 11-12 tahun di sembilan negara di Eropa memiliki ketersediaan buah dan sayur yang cukup di rumah setiap hari. Namun, sayangnya hal tersebut tidak didukung dengan ketersediaan buah dan sayur di sekitar rumah dan sekolahnya. Hanya seperempat anak yang mengatakan terdapat ketersediaan buah dan sayur di sekitar rumah dan sekolahnya (Sandvik et al. 2005). Ketersediaan buah dan sayur terutama di rumah dapat menjadi faktor yang berpengaruh paling besar dalam mencapai tingkat konsumsi buah dan sayur pada anak usia sekolah. Tingginya ketersediaan dan keterjangkauan buah dan sayur terutama di rumah dapat meningkatkan konsumsi buah dan sayur pada anak usia sekolah (Sylvestre 2003). Menurut Andika (2014) bahwa di SDN Cibanteng sebagian besar (53.7%) tidak tersedia buah di rumah setiap hari, sedangkan di SDN Papandayan sebagian besar (51.9%) tersedia setiap hari. Ketersediaan sayur di rumah sebagian besar tersedia sayur setiap kali makan di SDN Cibanteng dan SDN Papandayan. Selanjutnya, menurut penelitian Annisa (2014) bahwa ketersediaan buah dapat dilihat bahwa sebanyak 53.7% di SDN Cibanteng hanya menyediakan buah kurang dari dua hari dalam seminggu di rumah dan sebanyak 51.9% di SDN Papandayan sudah menyediakan buah setiap hari di rumah. Sebagian besar keluarga di SDN Cibanteng dan SDN Papandayan sudah menyediakan sayur untuk setiap waktu makan di rumah. Penelitian Koui dan Jago (2008) bahwa terdapat hubungan signifikan antara ketersediaan buah dan sayur di rumah dengan tingkat konsumsi buah dan sayur pada anak. Kemudian penelitian Andika (2014) bahwa terdapat hubungan signifikan antara ketersediaan buah di rumah dengan tingkat konsumsi buah pada anak, kecuali ketersediaan sayur di rumah. Secara statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara ketersediaan buah dan sayur siswa laki-laki dan perempuan (p>0.05).
20
Kebiasaan Orang Tua Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan data yang diperoleh, bahwa sebagian besar (60.0%) orang tua siswa memiliki kebiasaan mengonsumsi buah dan sayur negatif. Kebiasaan orang tua negatif artinya orang tua tidak memiliki kebiasaan baik dalam mengonsumsi buah dan sayur. Annisa (2014) bahwa sebagian besar ibu di kabupaten dan kota selalu mencontohkan untuk mengonsumsi buah dan sayur kepada anaknya. Tabel 9 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur Kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur Kebiasaan orang tua mengonsumsi buah Positif Negatif Kebiasaan orang tua mengonsumsi sayur Positif Negatif
n
Laki %
Perempuan n %
n
Total %
4 6
40.0 60.0
16 24
40.0 60.0
20 30
40.0 60.0
4 6
40.0 60.0
16 24
40.0 60.0
20 30
40.0 60.0
Konsumsi buah dan sayur pada anak berhubungan positif dengan kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur terutama kebiasaan ibu dimana ibu sebagai individu utama yang harus selalu memperhatikan kebutuhan makanan di rumah (Blanchette dan Brug 2005). Orang tua sebagai panutan dapat memberikan kepercayaan diri dan keyakinan anak untuk mengonsumsi buah dan sayur. Semakin sering orang tua mengonsumsi buah dan sayur maka semakin tinggi tingkat konsumsi buah dan sayur pada anak (Kristjansdottir et al. 2006). Orang tua yang memiliki kebiasaan mengonsumsi buah dan sayur yang positif akan memberikan dampak positif pula pada kesukaan anak dan ketersediaan buah dan sayur di rumah. Semakin tinggi kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur maka kesukaan dan ketersediaan buah dan sayur di rumah pun juga meningkat (Pearson et al. 2008). Preferensi pangan didefinisikan sebagai derajat suka atau tidak suka tehadap suatu pangan. Preferensi pangan berkembang sejak awal, bahkan sejak dalam kandungan tergantung diet ibu. Berbagai macam pilihan (preferensi) makanan merupakan hasil interaksi dari kondisi-kondisi saling mempengaruhi yang berbeda, apa yang dipilih seorang anak untuk dimakan atau apa yang membuat makanan menjadi bagian dari konsumsi anak sehari-hari adalah kumpulan atau hasil interaksi dari beberapa faktor, antara lain: keturunan (genetik), budaya, serta status sosial ekonomi. Hal ini merupakan suatu titik kritis sebab preferensi pangan dapat mempunyai konsekuensi kekal, artinya preferensi pangan dibentuk sejak dini dan cenderung akan tetap berlaku untuk mempengaruhi preferensi pangannya saat dewasa sehingga apa yang dipelajari seorang anak pada tahun awal kehidupannya dapat membangun berbagai macam preferensi pangannya pada saat dewasa (Contento 2011). Secara statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur siswa laki-laki dan perempuan (p>0.05).
21
Kebiasaan Sarapan Kebiasaan sarapan terbentuk oleh keluarga. Orang tualah yang membiasakan anak untuk sarapan sehingga anak merasa bahwa sarapan adalah kebiasaan yang harus dilakukan. Frekuensi Sarapan Frekuensi sarapan siswa dalam satu minggu berkisar antara nol (tidak pernah sarapan) sampai dengan tujuh kali. Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan frekuensi sarapan dapat dilihat pada Tabel 10. Lebih dari separuh siswa (88%) memiliki frekuensi sering sarapan. Siswa laki-laki lebih sering sarapan dibandingkan perempuan. Namun, sebanyak 5.0% siswa perempuan tidak pernah melakukan sarapan dan hal ini tidak terdapat pada siswa laki-laki. Tabel 10 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan frekuensi sarapan Frekuensi sarapan Tidak Pernah (0 kali/minggu) Jarang (<4 kali/minggu) Sering (≥4 kali/minggu) Rata-rata±SD, kali/minggu
Laki n % 0 0.0 1 10.0 9 90.0 6.5±1.3
Perempuan n % 2 5.0 3 7.5 35 87.5 6.2±1.9
Total n 2 4 44
% 4.0 8.0 88.0
Kecenderungan remaja perempuan untuk meninggalkan sarapan lebih besar daripada remaja laki-laki diduga berhubungan dengan adanya body image. Hampir 70% remaja perempuan yang diteliti berkeinginan untuk menurunkan berat badan karena menganggap dirinya gemuk dan sekitar 59.0% remaja laki-laki menginginkan tubuh yang lebih berisi karena menganggap dirinya terlalu kurus (Khomsan 2002). Menurut Kral et al. (2011) ketika seseorang tidak melakukan sarapan pagi, tingkat konsumsi kalorinya lebih rendah 362 kalori dibandingkan dengan seseorang yang melakukan sarapan pagi, anak yang tidak terbiasa melakukan sarapan pagi akan berisiko mengalami hipoglikemia dan akan cenderung mengonsumsi jajanan di sekolah yang mengandung bahan tambahan pangan yang berbahaya. Kadar glukosa darah akan berpengaruh terhadap peningkatan produktifitas dan kondisi aktivitasnya. Anak yang tidak terbiasa melakukan sarapan pagi dapat disebabkan karena kebiasaan tidak sarapan tersebut dibangun oleh keluarganya yang memang tidak terbiasa melakukan sarapan pagi. Kebiasaan orang tua tersebut akhirnya dilakukan juga oleh anak tersebut. Selain faktor keluarga penyebab lain anak tidak sarapan pagi adalah berasal dari faktor fisiologis dari dalam diri anak tersebut yang membuat anak menjadi malas sarapan pagi dan faktor biologis dimana anak sering sakit perut setelah sarapan pagi. Kondisi kurangnya nafsu makan juga menjadi salah satu permasalahan yang sering kali dialami oleh anak usia sekolah. Tidak terbiasanya melakukan sarapan pagi akan dapat membuat organ lambung selalu berada dalam keadaan kosong pada pagi hari dan hal tersebut jika dibiarkan secara terus menerus maka akan dapat menimbulkan efek yang negatif bagi kondisi tubuh. Secara statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara frekuensi sarapan siswa laki-laki dan perempuan (p>0.05).
22
Waktu Sarapan Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan waktu sarapan dapat dilihat pada Tabel 11. Sebagian besar (70.9%) siswa lebih banyak melakukan sarapan pukul 06.00-07.00. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Darmayanti (2010) lebih dari 90.0% siswa biasanya melakukan sarapan pada pukul 06.0007.00 di rumah, sedangkan siswa yang melakukan sarapan pada pukul 07.0010.00 umumnya melakukan sarapan di sekolah pada waktu istirahat. Tabel 11 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan waktu sarapan Waktu sarapan 05.00-06.00 06.00-07.00 07.00-10.00
Laki n 0 59 6
% 0.0 90.8 9.2
Perempuan n % 41 16.5 163 65.7 44 17.7
Total n 41 222 50
% 13.1 70.9 16.0
Sarapan dapat dilakukan antara pukul 06.00-08.00, namun waktu ini bukan acuan keharusan. Sebagai bagian dari pola makan, sarapan dapat disesuaikan dengan ritme dimulainya aktivitas pagi hari (Khomsan 2002). Menurut Martianto (2006), sarapan dilakukan teratur setiap hari pukul 06.00-09.00. Tempat Sarapan Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan tempat sarapan dapat dilihat pada Tabel 12. Sebagian besar siswa laki-laki (100,0%) dan perempuan (98,4%) melakukan sarapan di rumah. Berdasarkan penelitian Darmayanti (2010) bahwa tempat siswa melakukan sarapan biasanya berhubungan dengan jarak antara rumah siswa dan lokasi sekolah. Tabel 12 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan tempat sarapan Tempat sarapan Rumah Sekolah Perjalanan Lainnya
Laki n 65 0 0 0
% 100.0 0.0 0.0 0.0
Perempuan n % 244 98.4 4 1.6 0 0.0 0 0.0
Total n 309 4 0 0
% 98.7 1.3 0.0 0.0
Jarak rumah dan sekolah yang tidak terlalu jauh memungkinkan siswa untuk sarapan di rumah, sedangkan jarak rumah ke sekolah yang jauh membuat siswa lebih sering melakukan sarapan di perjalanan ataupun di sekolah. Namun hal tersebut tidak menutup kemungkinan untuk tetap melakukan sarapan di rumah hanya waktu sarapan menjadi lebih pagi. Cara Memperoleh Sarapan Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan cara memperoleh sarapan dapat dilihat pada Tabel 13. Sebagian besar siswa laki-laki (74,0%) dan perempuan (72,8%) memperolehnya dengan cara memasak rumah dan juga dilakukan oleh ibu. Penelitian ini sejalan dengan Darmayanti (2010) bahwa cara memperoleh sarapan dengan cara memasak di rumah dan juga dilakukan oleh ibu.
23
Tabel 13 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan cara memperoleh sarapan Cara memperoleh sarapan Memasak Pembelian Pemberian
Laki n 111 39 0
Perempuan n % 431 72.8 151 25.5 10 1.7
% 74.0 26.0 0.0
Total n 542 190 10
% 73.0 26.0 1.0
Jenis Makanan Sarapan Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan jenis makanan sarapan dapat dilihat pada Tabel 14. Makanan pokok dan hewani merupakan makanan sarapan yang banyak dikonsumsi oleh siswa laki-laki (71.9%) dan perempuan (67.9%). Makanan pokok dan hewani yang dimaksud pada penelitian ini adalah nasi dan lauk-pauk. Hal ini sejalan dengan penelitian Faridi (2002) bahwa sebagian besar siswa SD (38%) mengonsumsi nasi dan lauk-pauk. Tabel 14 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan jenis makanan sarapan Jenis makanan sarapan Makanan pokok Makanan pokok & hewani Makanan pokok & nabati Makanan pokok, hewani & nabati Makanan pokok, hewani, nabati & sayuran Makanan pokok, nabati & sayuran Makanan pokok, hewani, nabati, sayuran & jajanan Makanan jajanan
n 4 46 0 2 2 8 0
Laki % 6.25 71.9 0.0 3.1 3.1 12.5 0.0
2
3.1
Perempuan n % 9 3.61 169 67.9 9 3.61 14 5.62 37 14.9 9 3.61 0 0.0 2
0.8
Total n % 13 4.2 215 68.7 9 2.9 16 5.1 39 12.5 17 5.4 0 0.0 4
1.3
Sebagian besar siswa lebih banyak mengonsumsi pangan sumber karbohidrat seperti nasi, bihun, mie, roti, bubur ayam, dan lain-lain tanpa disertai makanan sumber vitamin dan mineral. Selain itu konsumsi pangan sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi seperti ikan, telur, ayam, nugget, sedangkan sumber protein nabati pada saat tempe, dan tahu. Jenis makanan sarapan berupa makanan pokok dan hewani belum mencukupi 25% dari total kalori per hari, sehingga konsumsinya dengan makanan sarapan yang lain. Susu dan teh manis dapat dijadikan sebagai minuman pada saat sarapan karena mengandung energi dan zat gizi yang cukup lengkap. Namun untuk mencukupi 25% dari total kalori per hari maka konsumsinya harus dikombinasikan dengan makanan sarapan lain seperti biskuit, sandwich, roti dan sebagainya. Konsumsi pangan sumber karbohidrat (nasi) perlu disertai makanan lain sumber vitamin dan mineral dari buah dan sayur sehingga mekanisme proses pencernaan menjadi lancar (Khomsan 2005). Hasil penelitian menunjukkan makanan sarapan yang dikonsumsi siswa belum memenuhi syarat gizi seimbang (kandungan gizi yang seimbang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral). Jenis hidangan untuk sarapan sebaiknya terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayur dan buah-buahan yang diolah dengan cara praktis dan cepat misalnya nasi goreng dengan lalapan timum atau tomat (Khomsan 2002).
24
Status Gizi Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan status gizi (IMT/U) dapat dilihat pada Tabel 15. Sebagian besar (60.0%) status gizi siswa berada pada kategori normal. Status gizi gemuk lebih banyak pada siswi perempuan dibandingkan siswa laki-laki. Tabel 15 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan status gizi (IMT/U) Status gizi Kurus Normal Gemuk Rata-rata±SD, persentil IMT/U
Laki n % 2 20.0 7 70.0 1 10.0 20.9±5.3
Perempuan n % 4 10.0 23 57.5 13 32.5 17.9±3.3
Total n 6 30 14
% 12.0 60.0 28.0
Hal ini sejalan dengan penelitian Nasar dalam Hidayah et al. (2007) yang menyatakan bahwa kasus obesitas pada remaja lebih banyak ditemukan pada wanita (10.2%) dibandingkan pada laki-laki. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gutierrez-Fisac et al. (2004) dan Janghorbani et al. (2007) yang menyatakan bahwa prevalensi obesitas lebih tinggi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki karena adanya perbedaan tingkat aktivitas fisik dan asupan energi pada laki-laki dan perempuan. Weiss et al. (2007) peningkatan IMT (status gizi) berhubungan dengan penurunan aktivitas fisik jangka panjang, dimana antara IMT dan aktivitas fisik memiliki hubungan yang saling mempengaruhi. Secara statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara status gizi siswa laki-laki dan perempuan (p>0.05).
Uji Korelasi antar Variabel Hubungan antara Karakteristik Individu dan Keluarga dengan Kebiasaan Sarapan Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) dan positif antara uang saku dengan kebiasaan sarapan siswa. Hal ini diasumsikan sebagian besar siswa tidak mengalokasikan uang sakunya untuk membeli makanan berjenis sarapan. Menurut Suci (2011), pengeluaran uang saku yang lebih banyak tidak menjamin keberagaman pola makan yang baik, faktor pribadi dan kesukaanlah yang mempengaruhi jumlah dan jenis yang dikonsumsi. Hal ini sejalan dengan penelitian Fitriana (2011) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara uang saku dengan kebiasaan sarapan siswa. Pengetahuan gizi menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) dan negatif dengan kebiasaan sarapan siswa. Hal ini berarti terdapat kecenderungan dimana tingkat pengetahuan gizi yang semakin tinggi belum tentu diikuti dengan semakin baiknya kebiasaan sarapan siswa. Jadi belum tentu siswa yang tingkat pengetahuannya tinggi dapat memahami dan mengaplikasikan dengan baik pengetahuannya tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sejalan dengan Darmayanti (2010) bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara antara pengetahuan gizi dengan kebiasaan sarapan.
25
Terdapat hubungan yang tidak signifikan (p>0.05) dan positif antara pekerjaan ibu dengan kebiasaan sarapan siswa. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan ibu tidak berpengaruh terhadap kebiasaan sarapan siswa. Hal ini sejalan dengan penelitian Darmayanti (2010) bahwa tidak terdapat hubungan antara pekerjaan ibu dengan kebiasaan sarapan. Namun tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Rohayati (2001) pada anak sekolah di provinsi NTT, diketahui bahwa pekerjaan ibu mempengaruhi kebiasaan sarapan anak. Ibu sangat berperan dalam membentuk kebiasaan sarapan seorang anak karena ibu terlibat langsung dalam penyediaan makanan rumah tangga. Hasil yang berbeda diduga disebabkan karena walaupun ibu bekerja dan tidak bekerja dapat menyiapkan sarapan bagi keluarganya, namun anak tetap dapat melakukan sarapan dengan membeli baik itu di perjalanan ataupun di kantin sekolah. Pendapatan per kapita menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) dan positif dengan kebiasaan sarapan siswa. Pernyataan ini menunjukkan bahwa semakin besar pendapatan orang tua atau semakin baik keadaan ekonomi suatu keluarga maka kebiasaan sarapan semakin baik pula. Hal ini terkait dengan kemampuan keluarga dalam menyediakan makanan sarapan. Penelitan ini sejalan dengan Darmayanti (2010) bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pendapatan per kapita dengan kebiasaan sarapan. Menurut Khomsan et al. (2008), meningkatnya status ekonomi maka pengeluaran bahan pangan akan meningkat. Terdapat hubungan yang tidak signifikan (p>0.05) dan negatif antara besar keluarga dengan kebiasaan sarapan siswa. Hal ini menunjukkan bahwa besar keluarga tidak mempengaruhi kebiasaan sarapan pada siswa, tetapi terdapat faktor lain yang mempengaruhi kebiasaan sarapan. Penelitian ini tidak sejalan dengan Darmayanti (2010) bahwa terdapat hubungan antara besar keluarga dengan kebiasaan sarapan. Semakin besar keluarga maka semakin kecil peluang terpenuhinya kebutuhan individu. Hubungan antara Karakteristik Individu dan Keluarga, Ketersediaan Buah dan Sayur, dan Kebiasaan Orang Tua dengan Konsumsi Buah dan Sayur Hasil uji korelasi Spearman, tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara uang saku dengan konsumsi buah dan sayur siswa. Hal ini diasumsikan sebagian besar siswa tidak mengalokasikan uang sakunya untuk membeli makanan berjenis buah dan sayur. Menurut Suci (2011), pengeluaran uang saku yang lebih banyak tidak menjamin keberagaman pola makan yang baik, faktor pribadi dan kesukaanlah yang mempengaruhi jumlah dan jenis yang dikonsumsi. Terdapat hubungan yang tidak signifikan (p>0.05) antara pengetahuan gizi dengan konsumsi buah dan sayur siswa. Hal ini berarti terdapat kecenderungan dimana tingkat pengetahuan gizi yang semakin tinggi belum tentu diikuti dengan semakin baiknya konsumsi buah dan sayur siswa. Jadi belum tentu siswa yang tingkat pengetahuannya tinggi dapat memahami dan mengaplikasikan dengan baik pengetahuannya tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian Husein (2011) menunjukkan bahwa pengetahuan gizi saja tidak dapat memprediksi konsumsi buah dan sayur. WHO (2005) menjelaskan bahwa kurangnya kemampuan dalam menyiapkan buah dan sayur untuk dikonsumsi menjadi faktor lain yang menghambat konsumsinya. Hal tersebut membentuk kebiasaan makan seseorang yang sulit untuk diubah meskipun telah dilakukan peningkatan pengetahuan gizi.
26
Pekerjaan ibu menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) dengan konsumsi buah dan sayur siswa. Hal ini berarti konsumsi buah dan sayur tidak terlalu dipengaruhi oleh status pekerjaan dan diduga terdapat faktor lain yang berhubungan dengan konsumsi buah dan sayur. Hasil ini sejalan dengan Wulansari (2009) yang menemukan bahwa tidak terdapat hubungan antara pekerjaan orang tua dengan konsumsi buah dan sayur. Namun tidak sejalan dengan penelitian Rita (2002), ditemukan bahwa pekerjaan berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku konsumsi individu, karena jenis pekerjaan akan berpengaruh langsung terhadap jumlah pendapatan yang akan diterima seseorang. Terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara pendapatan keluarga per kapita dengan konsumsi buah siswa. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pendapatan keluarga maka akan tinggi konsumsi buah pada keluarga dan sebaliknya. Hal ini sejalan dengan penelitian Riediger et al. (2007) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara pendapatan orang tua dengan konsumsi buah. Pendapatan keluarga tidak berhubungan (p>0.05) dengan konsumsi sayur siswa. Hal ini diduga karena harga sayuran yang relatif lebih terjangkau di kalangan masyarakat. Menurut Berg (1986) penambahan pendapatan tidak selalu membawa perbaikan pada pola konsumsi pangan, karena walaupun banyak pengeluaran untuk pangan belum tentu kualitas dan kuantitas makanan yang dibeli menjadi lebih baik. Hal ini sejalan dengan Wulansari (2009) dan Attorp et al. (2014) yang menemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendapatan orang tua dengan konsumsi sayur. Menurut Hartoyo (1997) dalam Bahria (2009) bahwa secara ekonomi, buah termasuk ke dalam kategori barang normal dengan nilai elastisitas pengeluaran (pendapatan) bertanda positif. Hal ini berarti bahwa, pendapatan yang meningkat maka pengeluaran untuk konsumsi buah akan meningkat. Sebaliknya konsumsi sayuran tidak berpengaruh terhadap pendapatan karena harga sayuran yang relatif terjangkau di kalangan masyarakat dengan ekonomi miskin maupun kaya. Besar keluarga menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) dengan konsumsi buah dan sayur siswa. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya keluarga tidak mempengaruhi konsumsi buah dan sayur pada keluarga, tetapi terdapat faktor lain yang mempengaruhi konsumsi buah dan sayur seperti faktor ketersediaan pangan. Remaja yang memiliki jumlah anggota keluarga kecil, namun jika ketersediaan buah dan sayur tidak mencukupi, maka mereka akan tetap kekurangan dalam mengonsumsi buah dan sayur (Bahria 2009). Hasil sejalan dengan penelitian Rasmussen et al. (2006), Pratiwi (2006), dan Wulansari (2009) menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara keluarga kecil maupun besar terhadap perilaku konsumsi buah dan sayur pada anak. Menurut Sediaoetama (2004), pengaturan pengeluaran untuk pangan sehari-hari akan lebih sulit jika jumlah anggota keluarga banyak. Hal ini menyebabkan kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi anggota keluarga tidak mencukupi kebutuhan. Terdapat hubungan yang tidak signifikan (p>0.05) antara ketersediaan buah dan sayur dengan konsumsi buah dan sayur siswa. Hal ini diduga bahwa tersedia nya buah dan sayur di rumah belum tentu dikonsumsi oleh siswa. Hasil ini sejalan dengan Story et al. (2002), berdasarkan studi di Amerika pada remaja nonhispanic black dan non-hispanic white didapatkan bahwa ketersediaan makanan di rumah tangga tidak berhubungan dengan konsumsi buah dan sayur pada remaja
27
dan juga berdampak kecil terhadap kecenderungan dalam mengonsumsi buah dan sayur. Hal ini tidak sejalan dengan Andika (2014), bahwa terdapat hubungan signifikan antara ketersediaan buah di rumah, kecuali ketersediaan sayur di rumah dengan tingkat konsumsi buah pada anak. Menurut Sylvestre (2003) bahwa ketersediaan buah dan sayur terutama di rumah dapat menjadi faktor yang berpengaruh paling besar dalam mencapai tingkat konsumsi buah dan sayur pada anak usia sekolah. Tingginya ketersediaan dan keterjangkauan buah dan sayur terutama di rumah dapat meningkatkan konsumsi buah dan sayur pada anak usia sekolah. Kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) dengan konsumsi buah dan sayur siswa. Hal ini diduga bahwa kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur baik belum tentu di ikuti oleh anak karena diduga disebabkan oleh faktor konsumsi buah dan sayur yang lain. Konsumsi buah dan sayur dapat dipengaruhi oleh ketersediaan buah dan sayur sehingga bisa saja seorang anak menyukai buah dan sayur tertentu, tetapi buah dan sayur tersebut tidak tersedia di lingkungan sekitarnya (Ventura dan Birch 2008). Hubungan antara Kebiasaan Sarapan dan Konsumsi Buah dan Sayur dengan Status Gizi Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) dan negatif antara kebiasaan sarapan dengan status gizi siswa. Hal ini berarti terdapat kecenderungan dimana siswa yang memiliki kebiasaan sarapan yang baik belum tentu memiliki status gizi yang baik. Menurut Riyadi (2003) status gizi dipengaruhi oleh faktor langsung seperti intake makanan dan status kesehatan. Kedua faktor tersebut saling tergantung satu sama lainnya. Melakukan sarapan secara teratur belum tentu meningkatkan status gizi seseorang karena makanan sarapan hanya mengandung 25% dari kebutuhan total energi harian apabila mengandung semua unsur gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Terdapat hubungan yang tidak signifikan (p>0.05) antara konsumsi buah dan sayur dengan status gizi siswa. Kecenderungan yang tampak dari hasil uji hubungan tersebut adalah berbanding terbalik meskipun tidak signifikan, dimana semakin tinggi konsumsi buah dan sayur maka semakin rendah status gizinya. Penilaian status gizi bertujuan untuk identifikasi ketidakseimbangan intake dan kebutuhan dari berbagai zat gizi, sehingga konsumsi buah dan sayur saja belum dapat menggambarkan status gizi seseorang (Khomsan et al. 2004). Kebiasaan sarapan menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) dengan konsumsi buah dan sayur siswa. Hal ini berarti bahwa kebiasaan sarapan yang baik belum menentukan baiknya konsumsi buah dan sayur. Penelitian ini tidak sejalan dengan Lazeeri et al. (2013) dan Andaya (2011) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kebiasaan sarapan dengan konsumsi buah dan sayur siswa. Ia juga mengatakan bahwa pada remaja usia sekolah yang mengonsumsi sarapan tidak teratur memiliki hubungan yang erat dengan konsumsi buah dan sayur yang rendah. Brown et al. (2005) anak yang tidak sarapan cenderung mengonsumsi makanan ringan sepanjang pagi dan kurang mengonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran. Studi Widyawati (2010) menyatakan bahwa preferensi pangan yang menjadi sumber karbohidrat yang dikonsumsi oleh penduduk Bogor masih dominan pada kelompok padi-padian.
28
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Siswa dalam penelitian ini berjumlah 50 orang, yaitu siswa laki-laki (10 orang) dan siswi perempuan (40 orang) yang berusia 12-14 tahun. Siswa memiliki uang saku sebesar Rp 10000-Rp 15000/hr. Tingkat pengetahuan gizi siswa termasuk kategori baik. Sebagian besar tingkat pendidikan ayah dan ibu siswa adalah SMA. Lebih dari separuh siswa yang memiliki besar keluarga ≤4 orang. Sebagian besar pekerjaan ayah siswa adalah PNS/ABRI/Polisi, sedangkan pekerjaan ibu siswa adalah ibu rumah tangga (IRT). Sebagian besar siswa memiliki pendapatan keluarga/kap/bulan tergolong tidak miskin. Sebagian besar siswa memiliki konsumsi buah (80%) dan sayur (64.0%) yang kurang. Ketersediaan buah (50.0%) dan sayur (62.0%) siswa positif di rumah, sedangkan 40.0% kebiasaan orang tua siswa mengonsumsi buah dan sayur positif. Siswa memiliki frekuensi sering sarapan sebanyak 88.0%. Siswa banyak melakukan sarapan pada pukul 06.00-07.00 di rumah dan memperolehnya dengan cara memasak sendiri oleh ibu. Makanan pokok dan hewani merupakan makanan sarapan yang banyak dikonsumsi oleh siswa laki-laki (71.9%) dan perempuan (67.9%). Sebagian besar (60.0%) status gizi siswa berada pada kategori normal. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman, tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara karakteristik individu dan keluarga, ketersediaan buah dan sayur di rumah, dan kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur, kecuali pendapatan/kap/bulan dengan konsumsi buah siswa. Selanjutnya, tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara karakteristik individu dan keluarga, kecuali pada pendapatan/kap/bulan dengan kebiasaan sarapan siswa. Kebiasaan sarapan dan konsumsi buah dan sayur tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) dengan status gizi siswa.
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan kebiasaan sarapan dengan peningkatan prestasi belajar siswa. Perlu melibatkan para orang tua siswa sehingga penelitian tidak hanya tergambar dari siswa itu sendiri, tetapi juga dari orang tuanya siswa. Menjalin kerja sama antara pihak sekolah dengan pengelola warung/kantin agar dapat menyediakan sarapan dan buah dan sayur untuk dikonsumsi secara aman, sehat dan murah. Mengadakan berbagai kegiatan yang dapat meningkat kesadaran siswa untuk mengonsumsi buah dan sayur seperti lomba membuat poster inspiratif serta membuat kebun buah dan sayur mini di sekolah.
29
DAFTAR PUSTAKA Almatsier Sunita. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Agustina H. 2003. Alokasi waktu anak untuk leisure dan hubungan dengan prestasi belajar siswa SD di Kota Medan [tesis]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Andaya AA, Arredondo EM, Alcaraz JE, Lindsay SP, Elder JP. 2011. The association between family meals, tv viewing during meals, and fruit, vegetables, soda, and chips intake among Latino children. J Nutr Educ Behav. 43(5):308-315. doi: 10.1016/j.jneb.2009.11.005. Andika M. Faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi buah dan sayur anak usia sekolah dasar di Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Anne S, Sigrunn H, Ingebjorg A, Gaute J, Margaretha H. 2006. Changes in dietary pattern in 15 year old adolescents following a 4 month dietary intervention with school breakfast-a pilot study. J Nutr. 5:33. doi:10.1186/1475-2891-5-33. Annisa S. Pola asuh makan ibu serta preferensi dan konsumsi buah dan sayur anak usia sekolah dasar di Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Attorp A, Scott JE, Yew AC, Rhodes RE, Barr SI, Naylor PJ. 2014. Associations between socioeconomic, parental, and home enviromental factors and fruit and vegetable consumption of children in grades five and six in British Columbia, Canada. Int J BMC Public Health. 14:150. doi:10.1186/14712458-14-150. Bahria. 2009. Hubungan antara pengetahuan gizi, kesukaan dan faktor lain dengan konsumsi buah dan sayur pada remaja di 4 SMA di Jakarta Barat Tahun 2009 [skripsi]. Jakarta (ID): FKM UI. Banwat ME, Lar LA, Daboer J, Audu S, Lassa S. 2012. Knowledge and intake of fruit and vegetable consumption among adults in an Urban Community in North Central Nigeria. The Nigerian Health Juornal. 12(1). Berg A. 1986. Gizi dalam pembangunan Nasional. Sayogyo, penerjemah. Jakarta (ID). Rajawali. Blanchette dan Brug. 2005. Determinants of fruit and vegetable consumption among 6-12 year old children and effective interventions to increase consumption. J Hum Nutr Diet. 18(6):431-443. BPS [Badan Pusat Statistik]. 2010. Garis Kemiskinan Kota Bogor tahun 2010. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik. Brown, Judith E. et al. 2005. Nutrition Through the Life Cycle. (2nd ed). Wadsworth: USA. Contento IR. 2011. Nutrition Education: Lingking Research, Theory, and Practice. Sudbury (CA): Jones and Bartlett Publishers.
30
Darmayanti C. 2010. Kebiasaan sarapan pada remaja siswa sekolah menengah pertama dan faktor-faktor yang mempengaruhinya [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Dautchet L, Amouyel P, Hercberg S, Dallongeville J. 2006. Fruit and vegetable consumption and risk of coronary heart disease: a meta-analysis of cohort studies. The Journal of Nutrition. 136 (10):2588-2593. Faridi A. 2002. Hubungan sarapan pagi dengan kadar glukosa darah dan konsentrasi belajar pada siswa sekolah dasar [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Fibrihirzani H. 2012. Hubungan antara karakteristik individu, orang tua dan lingkungan dengan konsumsi buah dan sayur pada siswa SDN Beji 5 dan 7 Depok [skripsi]. Jakarta [ID]: FKM UI. Fitriana N. 2010. Kebiasaan sarapan, aktivitas fisik, dan status gizi mahasiswa mayor ilmu gizi dan konsevasi sumberdaya hutan dan ekowisata IPB [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Gutierrez-fisac JL, Lopez E, Banegas JR, Graciani A, Ridriguez-Artalejo F. 2004. Prevalence of overweight and obesity in elderly people in Spain obesity. Obesity. 12:710-715. Hidayah D, Endang DL, Suci M, Harsono S. 2007. Kematangan Sosial pada Anak dengan Obesitas di Sekolah Dasar Bromantakan. Surakarta (ID): Cermin Dunia Kedokteran. 34 (6):307-311. Hurlock EB. 1994. Pskologi Perkembangan. Jakarta (ID): Erlangga. Husein RA. 2011. Can knowledge alone predict vegetable and fruit consumption among adolescents? A transtheoretical model perspective. J Egypt Public Health Assoc. 86 (5-6): 95-103. Indrawagita L. 2009. Kebugaran mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat UI dan faktor yang mempengaruhi status gizi [skripsi]. Jakarta (ID): Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Isnani F. 2011. Praktik hidup sehat dan persepsi tubuh ideal remaja putri SMA Negeri 1 Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Janghorbani M et al. 2007. First nationwide survey of prevalence of overweight, underweight, and abdominal obesity inIranian adults. Obesity. 15:27972808. Khomsan A. 2002. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. IPB. 2004. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan 2. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. IPB. Khomsan et al. 2006. Studi tentang pengetahuan gizi ibu dan kebiasaan makan pada rumah tangga di daerah dataran tinggi dan pantai. Jurnal Gizi dan Pangan. 1(1):23-28. Khomsan A dan Anwar F. 2008. Sehat itu Mudah, Wujudkan Hidup Sehat dengan Makanan Tepat. Jakarta (ID): Hikmah. Koui, Eleni dan Russell Jago. 2008. Associations between self-reported fruit and vegetable consumption and home availability of fruit and vegetables among greek primary-scool children. Public Health Nutrition. 11 (11):1142-114. Kral TVE, Whiteford LM, Heo M. 2011. Effect of eating breakfast compared with skipping breakfast on rating of appetite and intake at subsequent meals in 8to 10-y-old children. J Am Clinical Nutrition.
31
Kristjansdottir et al. 2006. Determinants of fruit and vegetable intake among 11year-old schoolchildren in a country of traditionally low fruit and vegetable consumption. Int J Behav Nutr Phys Act. 3:41. Lameshow S, David WH, Janelle K. 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Pramoni D, penerjemah. Yogyakarta (ID): UGM Press. Lazzeri G, Giacchi MV, Dalmasso P, Vieno A, Nardone P, Lamberti A, Spinelli A, and Cavallo F. 2013. Association between fruits and vegetables intake and frequency of breakfast and snacks consumption. Nutrition journal. 25(3):12-123. doi:10.1186/1475-2891. Little JC, Perry DR, Volpe SL. 2002. Effect of nutrition supplement education on nutrition supplement knowledge among high school student from a lowincome community. J Comm Health. 27:433-450. Lock K, Pomerleau J, Causer L, Altmann DR, McKee M. 2005. The global burden of disease attributable to low consumption of fruit and vegetables: implications for the global strategy on diet. Bull World Health Organ. 83(2): 100-108. doi.org.1590/S0042-96862005000200010. Martianto D. 2006. Kalau mau sehat, jangan tinggalkan kebiasaan sarapan [Internet]. [diunduh 2014 Sept 10]. Tersedia pada: http//www.republika.co.id. Marzuki. 2006. Analisis hubungan sosial ekonomi dengan tingkat kecukupan protein mahasiswa di asrama TPB IPB 2005-2006 [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Mikkila et al. 2004. Longitudinal changes in diet from childhood into adulthood with respect to risk of cardiovaskular diseases: the cardiovaskular risk in young finns study. European Journal of Clinical Nutrition. 58:1038-1045. Paramita I. 2013. Analisis hubungan konsumsi buah dan sayur dengan ukuran lingkar pinggang pada perempuan usia dewasa muda [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Pearson et al. 2008. Family correlates of fruit and vegetable consumption in children and adolescents: A systematic review. Public Health Nutrition. 12(2):267-283. Pratiwi W. 2006. Analisis hubungan pengetahuan gizi, sikap dan preferensi dengan kebiasaan makan sayuran ibu rumah tangga di perkotaan dan pendesaan Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Rasmussen M, Krolner R, Klepp KL, Lytle L, Brug J, Bere E, Due P, 2006. Determinants of fruit and vegetable consumption among children and adolescents: a review of the literature. part I: quantitative studies. Int J Behav Nutr Phys Act. 3(22):479-5868. Riediger ND, Shooshtari S, Moghadasian MH. 2007. The influence of sociodemographic factors on patterns of fruit and vegetable consumption in Canadian adolescents. J Am Diet Assoc. 107:1511-1518. [RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar. 2013. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Rita E. 2002. Preferensi konsumen terhadap pangan sumber karbohidrat non-beras [skripsi]. Bogor (ID): IPB Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia.
32
Riyadi H. 2003. Metode Penilaian Status Gizi Secara Antropometri [diktat]. Bogor (ID): Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rohayati. 2001. Perilaku makan pagi dan jajan anak sekolah penerima PMT AS di daerah pantai dan pengunungan Provinsi NTT [skripsi]. Bogor (ID): Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sandivik et al. 2005. Personal, social and environmental factors regarding fruit and vegetable intake among schoolchildren in nine european countries. Annals of Nutrition and Metabolism. 49:255-266. Sediaoetama AD. 2004. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid 1. Jakarta (ID): Dian Rakyat. Story M, Sztainer DN, French S. 2002. Individual and environmental influence on adolencent eating behaviors. J Am Diet Assoc. 102:40-51. doi: 10.1016/S0002-8223(02)90421-9. Suci SP. 2011. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pola makan mahasiswa kesehatan masyarakat fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan universitas islam negeri Syarif Hidayatullah [skripsi]. Jakarta (ID): UIN Syarif Hidayatullah. Sylvestre MP. 2003. Association between fruit and vegetable consumption in children and mothers in low income, urban neighbourhoods in montreal [thesis]. Montreal (CA): University of McGill. Ventura AK, Birch LL. 2008. Does parenting affect children’s eating and weight status?. IJ of Behavioral Nutrition and Physical Activity. 5:15. Vijayapuspham T, Menon KK, Rao DR, Antony GM. 2003. A qualitative assessment of nutrition knowledge levels and dietary intake of schoolchildren in hyderabad. Public Health Nutrition. 6(7):683-688. doi: 10.1079/PHN2003478. Weiss D, O’loughlin J, Platt R, Paradis G. 2007. Five-year predictors of physical activity decline among adults in low-income communities: a prospective study. Int J Behav Nutr Phys Act. 4:2. doi:10.1186/1479-5868-4-2. [WHO] World Health Organization. 2003. Fruit and Vegetable Intake in a Sample of 11-Years-Old Children in 9 Europian Countries: The Pro Children Cross- Sectional Survey. Ann Nutr Metab. Jul-Aug;49; 236-245. Epub 2005 jul 2008. [WHO] World Health Organization. 2005. Effectiveness of interventions and programmes promoting fruit and vegetable intake. Geneva, Switzerland (SW): WHO. Widyawati IK. 2010. Analisis preferensi pangan masyarakat dan daya dukung gizi menuju pencapaian diversifikasi pangan Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Gizi Masyarakat. Fkaultas Ekologi Manusia Bogor, IPB. Wulansari. 2009. Konsumsi serta preferensi buah dan sayur pada remaja SMA dengan status sosial ekonomi yang berbeda di Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Zenk et al. 2005. Fruit and vegetable intake in African Americans: income and store characteristics. Am J Prev Med. 29(1):1-9.
33
Lampiran 1 Persentil IMT menurut umur (IMT/U) remaja Tabel 16 Data referensi persentil IMT menurut umur (IMT/U) remaja putera usia 9-24 tahun Usia (tahun) 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20-24
Ke-5 14.03 14.42 14.83 15.24 15.73 16.18 16.59 17.01 17.31 17.54 17.80 18.66
Ke-15 14.71 15.15 15.59 16.06 16.62 17.20 17.76 18.32 18.68 18.89 19.20 20.21
Persentil Ke-50 16.17 16.72 17.28 17.87 18.53 19.22 19.92 20.63 21.12 21.45 21.86 23.07
Ke-85 18.85 19.60 20.35 21.12 21.93 22.77 23.63 24.45 25.28 25.92 26.36 26.87
Ke-95 21.47 22.60 23.73 24.89 25.93 26.93 27.76 28.53 29.32 30.02 30.66 31.26
Tabel 17 Data referensi persentil IMT menurut umur (IMT/U) remaja puteri usia 9-24 tahun Usia (tahun) 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20-24
Ke-5 13.87 14.23 14.60 14.98 15.36 15.67 16.01 16.37 16.59 16.71 16.87 17.38
Ke-15 14.66 15.09 15.53 15.98 16.43 16.79 17.16 17.54 17.81 17.99 18.20 18.64
Persentil Ke-50 16.33 17.00 17.67 18.35 18.95 19.32 19.69 20.09 20.36 20.57 20.80 21.46
Ke-85 19.19 20.19 21.18 22.17 23.08 23.88 24.29 24.74 25.23 25.56 25.85 26.14
Ke-95 21.78 23.20 24.59 25.95 27.07 27.97 28.51 29.10 29.72 30.22 30.72 31.20
34
Lampiran 2 Hasil uji beda antara variabel karakteristik individu dan keluarga, kebiasaan sarapan, konsumsi buah dan sayur, dan status gizi dengan jenis kelamin Variabel Usia Uang saku Pengetahuan gizi Pendidikan orang tua Pekerjaan orang tua Pendapatan keluarga Besar keluarga
p 0.590 0.971 0.227 0.348 1.000 0.435 0.141
Variabel Konsumsi buah dan sayur Ketersediaan buah dan sayur di rumah Kebiasaan orang tua Frekuensi sarapan Status gizi
p 0.417 1.000 0.914 0.802 0.138
Lampiran 3 Hasil uji korelasi antara variabel karakteristik individu dan keluarga dengan kebiasaan sarapan siswa Kebiasaan sarapan
Variabel
p 0.866 0.895 0.559 0.000** 0.678
Uang saku Pengetahuan gizi Pekerjaan ibu Pendapatan keluarga Besar keluarga
r 0.025 -0.019 0.085 0.491 -0.060
** correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Lampiran 4 Hasil uji korelasi antara variabel karakteristik individu dan keluarga, ketersediaan buah dan sayur, dan kebiasaan orang tua dengan konsumsi buah dan sayur siswa Variabel Uang saku Pengetahuan gizi Pekerjaan ibu Pendapatan keluarga Besar keluarga Ketersediaan buah di rumah Ketersediaan sayur di rumah Kebiasaan orang tua mengonsumsi buah Kebiasaan orang tua mengonsumsi sayur
Konsumsi buah p r 0.646 0.067 0.666 0.063 0.102 -0.234 0.018** -0.333 1.000 0.000 0.569 0.082 1.000 0.000 -
Konsumsi sayur p r 0.144 0.210 0.963 -0.007 0.352 -0.134 0.848 -0.028 0.907 -0.017 0.619 0.072 0.639 0.068
** correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Lampiran 5 Hasil uji korelasi antara variabel kebiasaan sarapan dan konsumsi buah dan sayur dengan status gizi siswa Variabel Kebiasaan sarapan Konsumsi buah Konsumsi sayur
Status gizi p r 0.355 -0.134 0.475 0.103 0.336 -0.139
Kebiasaan sarapan p r 0.372 -0.129 0.052 0.276
35
Lampiran 6 Dokumentasi penelitian
Penimbangan berat badan
Pengukuran tinggi badan
Penjelasan kuesioner dan food model
Siswa SMP Negeri 8 Bogor
36
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sintong pada tanggal 01 September 1989 dari ayah Muhammad Syahiri dan ibu Salmah. Penulis merupakan anak pertama dari tujuh bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 028 Sintong Kabupaten Rokan Hilir pada tahun 2002, sekolah menengah pertama di MTs Hubbulwathan Duri Kabupaten Bengkalis pada tahun 2005 dan sekolah menengah atas di MAN 2 Model Pekanbaru pada tahun 2008. Penulis melanjutkan kuliah Diploma III di Politeknik Kesehatan Kemenkes Pekanbaru, Jurusan Gizi. Beberapa prestasi yang diraih oleh penulis antara lain ialah Juara 1 di Jurusan D III Gizi dan Juara Umum di Politeknik Kesehatan Kemenkes Pekanbaru. Penulis pernah aktif pada kegiatan HIMAGI (Himpunan Mahasiswa Gizi) saat Diploma III sebagai staff divisi mading. Penulis melakukan Praktek Kerja Lapang di Desa/Kelurahan Okura di Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru, di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung (RSHS) dan Puskesmas Simpang Tiga Desa/Kelurahan Maharatu di Kecamatan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru. Penulis menyelesaikan pendidikan Diploma III pada tahun 2011. Pada tahun 2012, penulis melanjutkan studi ke jenjang pendidikan sarjana pada program alih jenis Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui ujian mandiri (UM) tahun 2012 dan menyelesaikan pendidikan Sarjana Gizi pada tahun 2014. Penulis masuk ke IPB juga memperoleh bantuan dari Beasiswa Utusan Daerah (BUD) pada tahun 20122014.