BioSMART Volume 6, Nomor 1 Halaman: 57-64
ISSN: 1411-321X April 2004
Keanekaragaman Mesofauna dan Makrofauna Tanah pada Berbagai Tanaman Sela di Hutan Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) RPH Jatirejo Kediri Diversity of soil meso- and macrofauna on alley cropp at sengon’s forest (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) in RPH Jatirejo, Kediri CAHYANTO MUKTI, SUGIYARTO♥, EDWI MAHAJOENO Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta 57126 Diterima: 6 Juli 2003. Disetujui: 31 Agustus 2003
ABSTRACT The aims of the research are to identify diversity of soil meso- and macrofauna in sengon’s undergrowth (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) and to identify relationship between soil macro- and mesofauna diversity and the environmental factors. This research establishes the survey method using some P. falcataria that have different ages, i.e. 1-5 years old and 6-8 years old. They comprise of papaya, papaya and pineapple, papaya and corn, and papaya and grass. Hand sorting and Barber trap methods are used for macrofauna sampling, while Barber trap and extractor Barlese-Tulgreen methods are used for mesofauna sampling. The result indicated that highest diversity of soil mesofauna can be found in the 1-5 years old sengon, with intercrop papaya and pineapple, while the lowest diversity can be found in the 1-5 years old sengon that intercrop papaya and grass. The highest diversity of soil macrofauna can be found in the 15 years old sengon that intercrop corn and papaya, and the lowest diversity can be found in the years old sengon that intercrop papaya and pineapple. Then, the highest diversity of soil surface macrofauna can be found in 6-8 years old sengon that plant papaya, and the lowest diversity can be found in the 6-8 years old sengon that intercrop corn and papaya. The soil mesofauna and the soil surface macrofauna have negative correlation. The mesofauna and soil macrofauna have positive correlation. Soil surface macrofauna and soil macrofauna have positive correlation. The environmental parameter shows that the high correlation values are mesofauna, soil macrofauna and soil surface macrofauna. It also shows that the high correlation values are soil suhue, air suhue, and sunlight intensity of the forest. Key words: combined plants, diversity, mesofauna, macrofauna,and variety.
PENDAHULUAN Peningkatan jumlah penduduk Indonesia mengakibatkan peningkatan kebutuhan pangan. Usaha memenuhi kebutuhan pangan antara lain dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Konversi hutan menjadi lahan pertanian sering menyebabkan erosi, banjir, dan kemunduran produktivitas lahan. Degradasi lahan dapat menurunkan peran fauna dalam perbaikan kesuburan tanah serta pengendalian populasi organisme yang berpotensi sebagai hama dan penyakit. Fauna tanah berperan penting dalam proses mendayai secara langsung (aktif) atau tidak langsung (pasif) pengangkutan bahan organik dan bahan anorganik di dalam tanah. Pendayaan langsung melibatkan pembawaan pakan atau pembuangan kotoran. Pendayaan tidak langsung berkenaan dengan pengubahan gerakan air, pembuatan butiran dan bahan terlarutkan yang kemudian diangkut angin, air, serta penggemburan tanah, sehingga memperlancar daya antar air, memudahkan pertukaran gas, menyediakan medium pertumbuhan akar dan menurunkan kerapatan tanah (Anderson, 1988; Lal, 1988 dalam Notohadiprawiro, 1998). Agroforestry (wanatani) adalah menanam pohon
kehutanan dengan tanaman pertanian dan hewan ternak di atas lahan yang sama (Puryono, 1993). Penerapan agroforestry pada tegakan hutan tanaman industri umumnya dapat meningkatkan produktivitas lahan, yaitu dengan adanya kayu bernilai ekonomi tinggi, produktivitas tanaman yang ditumpangsarikan, dan efisiensi tenaga kerja. Kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) Resort Polisi Hutan (RPH) Jatirejo, BKPH Pare Kediri mempunyai luas area 1.869,20 ha (Perum Perhutani, 2000). Hampir semua area hutan merupakan kawasan hutan tanaman sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) dengan daur 8 tahun secara monokultur. Pada lahan ini telah diterapkan sistem agroforestry dengan pola tumpang sari sejak tahun 1985. Tanaman pertanian yang sering di tanam di bawah tegakan sengon antara lain jagung, cabe, nanas, pepaya, singkong, ubi jalar, dan rumput gajah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (i) keanekaragaman mesofauna tanah dan makrofuna tanah pada berbagai tanaman sela di bawah tegakan sengon; dan (ii) mengetahui hubungan antara keanekaragaman mesofauna dengan makrofauna tanah serta faktor lingkungan. BAHAN DAN METODE
♥ Alamat korespondensi: Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126 Tel. & Fax.: +62-271-663375. e-mail:
[email protected]
Bahan yang diperlukan berupa formalin 4%, alkohol 70%, deterjen, air, dan akuades. Peralatan yang diperlukan 2004 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta
58
B i o S M A R T Vol. 6, No. 1, April 2004, hal. 57-64
meliputi: cangkul, kantong kain, pinset, botol sampel, perangkap Barber, cawan petri, nampan plastik, mikroskop binokuler, lux-meter, higrometer, termometer, pH-meter, timbangan, oven, kertas label, pensil, alat tulis, alat ekstraksi Barless-Tulgreen, sarung tangan, botol film, pipet tetes, dan kamera mikroskop. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode survey pada 2 kelompok umur sengon yaitu umur 1-5 tahun dan umur 6-8 tahun yang lahannya dikelola dengan sistem agroforestry, masingmasing stasiun diambil 3 titik sampling dengan 3 pengulangan pada petak yang berbeda. Pengambilan sampel fauna tanah menggunakan metode hand sorting, perangkap Barber, dan ekstraktor Barlese-Tulgreen.
Tabel 1. Klasifikasi mesofauna tanah di RPH Jatirejo. Kelas Ordo Arachnida Acarina
Araneae
Dicthinidae Linyphiidae Mimetidae Oonipidae
HASIL DAN PEMBAHASAN Keanekaragaman mesofauna tanah Dalam penelitian ini diperoleh 60 spesies mesofauna tanah yang terbagi dalam 2 kelas, yaitu Insekta dan Arachnida. Kelas Insekta meliputi beberapa ordo yaitu Collembola (familia Entomobrydae, Hypogastridae, Isotomidae, Neelidae, dan Paronnelidae), Coleoptera (familia Chrysomelidae dan Scotylidae), Diptera (familia Drosophilidae, dan Muscidae), Hemiptera (familia Miridae), Hymenoptera (familia Dipriomidae dan Formicidae), Lepidoptera (familia Geleichidae), Orthoptera (familia Tridactylidae), dan Psocoptera (familia Trogidae). Kelas Arachnida meliputi ordo Acarina (familia Cepheidae, Euthiracaridae, Hermannidae, Mycobatidae, dan Perlohmannidae), dan ordo Araneae (familia Agelenidae, Dicthinidae, Linyphiidae, Mimetidae, Oonipidae, Oxypidae, dan Theriidae (Tabel 1.). Indeks keanekaragaman mesofauna tertinggi terdapat pada tanaman sela pepaya dan nanas, umur tegakan 1-5 tahun (VII) yaitu 1,3414, sedangkan indeks keanekaragaman terendah 1,1156 terdapat pada tanaman sela pepaya dan rumput gajah, umur tegakan 1-5 tahun (VI) (Tabel 2.). Stasiun VII mengalami lebih sedikit gangguan pada lapisan serasah dan pembalikan tanah dibandingkan stasiun lain. Serasah merupakan sumber makanan mesofauna tanah dan tempat perlindungan. Daun nanas mempunyai kandungan serat tinggi dan lapisan lilin tebal, sehingga dapat menjaga kelembaban tanah dan proses dekomposisi bahan organik berjalan lambat, sehingga ketersediaan sumber energi dan bahan makanan terjamin lebih lama (Sugiyarto, 2000). Notohadiprawira (1998) menyatakan bahan organik dengan kandungan lignin tinggi lebih sulit terurai. Tabel 2. Jumlah jenis dan indeks keanekaragaman mesofauna tanah pada tanaman sela di bawah tegakan sengon umur 6-8 tahun dan 1-5 tahun. Umur (tahun) I 6-8 II 6-8 III 6-8 IV 6-8 V 1-5 VI 1-5 VII 1-5 VIII 1-5 Sta
Jenis tanaman sela Pepaya Pepaya dan rumput gajah Pepaya dan nanas Pepaya dan jagung Pepaya Pepaya dan rumput gajah Pepaya dan nanas Pepaya dan jagung
Jumlah Indeks jenis diversitas 42 1,1891 30 1,2810 17 1,3012 28 1,1720 31 1,2646 22 1,1156 38 1,3414 26 1,2400
Familia Cepheidae Eupthiracaridae Hermannidae Mycobatidae Perlohmannidae Agelenidae
Insekta
Collembola
Oxypidae Theridiidae Entomobrya
Hypogastridae
Isotomidae
Neelidae
Coleoptera
Dicyrtoma Neelus Neosminthurus Paronellidae Chrysomelidae Scotylidae
Insekta
Dermeptera Diptera
.......... *) Drosophilidae Muscidae
Hemiptera Hymenoptera
Mydidae Miridae Dipriomidae Formicidae
Lepidoptera Geleihidae Orthoptera Tridactylidae Psocoptera Trogidae Keterangan: .......... *) belum teridentifikasi.
Genus/Spesies .......... *) .......... *) Hermanni .......... *) .......... *) Cybeus Cybeus .......... *) Lathys Lepthypanthes .......... *) Oonopsis Oonopsis Oxypus .......... *) Entomobrya Harlomillsia Orchesella Seira Sinella Tomocerus Brachystomatella Friesea Hypogastrura Odontella Coloberella Cryptopygus Folsomia Isotoma Isotomurus Semicecura .......... *) .......... *) .......... *) Salina Oulema Oulema .......... *) .......... *) .......... *) Drosophila .......... *) Fannia .......... *) Mydas Lygidae .......... *) Ephebomyrmex 1 Ephebomyrmex 2 Formica 1 Formica 2 Lasius Leptothorax Solenopsis .......... *) Pronolepis .......... *) .......... *) .......... *) Trogium
MUKTI dkk. – Fauna tanah di hutan Paraserianthes falcataria RPH Jatirejo Kediri Tabel 3. Kepadatan relatif mesofauna tanah di RPH Jatirejo. Spesies Brachystomatella Cepheidae Coloberella Cryptophagus Cybeus Cybeus Dermeptera Dicyrtoma Dipryomidae Drosophylla Drosophylla Entomobrya Ephebomyrmex Ephebomyrmex Eupthiracaridae Fannia Folsomia Formica Formica Formicidae Formicidae Friesea Gelechiidae Harlomillsia Hermanni Hypogastrura Isotoma Isotomurus Lasius Lathys Lepthypanthes Leptothorax Lygidae Muscidae Mycetosoritis Mycobatidae Mydas Mymetidae Neelus Neosminthurus Odontella Oonopsis Oonopsis Orchesella Oulema Oulema Oxypes Perlohmanni Pholcomma Salina Scotylidae Scotylidae Semicerura Siera Sinella Solenopsis Tomocerus Tridactylidae Troglidae Willowsia
Stasiun (%) IV V VI
I
II
III
0,84 0,84 0,42 0,42 0,42 0,42 2,53 0,42 8,02 0,42 1,26 0,84 0,42 0,42 0,84 8,86 6,33 0,84 0,42 1,26 0,84 0,84 1,26 0,42 0,42 21,10 11,81 0,42 0,84 4,22 4,22 1,26 3,37 0,84 0,84 0,42 0,42 1,26 0,84 5,91 1,69 0,42 -
8,27 1,38 3,45 0,69 0,69 0,69 4,14 5,52 2,76 2,07 1,38 1,38 4,83 6,90 2,07 2,07 0,69 1,38 11,72 0,69 3,45 18,62 0,69 0,69 3,45 1,38 3,45 1,38 2,76 1,38
2,90 1,45 0,07 0,03 13,04 0,03 5,80 1,45 0,03 0,14 1,45 4,35 17,39 2,90 0,11 5,80 2,90
8,02 0,94 2,83 1,89 13, 68 4,47 5,66 0,47 0,47 2,24 4,24 1,47 7,07 2,83 1,41 0,94 0,47 2,36 22,6 0,94 1,89 0,47 1,41 1,41 0,47 0,94 1,89 5,19 -
5,31 2,65 0,88 0,88 9,73 2,65 1,77 2,65 0,88 3,54 10,62 0,88 3,54 2,65 7,96 1,77 0,88 1,77 2,65 0,88 12,39 1,77 1,77 3,54 0,88 0,88 0,88 0,88 2,65 3,54 6,19 -
2,52 0,84 0,84 27,73 5,88 10,08 2,52 5,04 7,56 1,68 0,84 0,84 2,52 1,68 3,36 5,04 1,68 2,52 10,92 0,84 2,52 -
VII VIII
2,43 0,97 2,43 0,48 1,46 6,80 0,48 0,97 0,97 0,97 2,91 4,85 10,19 2,43 4,85 1,46 5,82 0,48 1,94 0,48 0,48 2,43 0,48 6,80 0,48 3,40 2,91 12,13 1,94 1,46 0,97 0,48 1,46 0,97 0,48 0,97 6,31 2,52 2,43
5,63 1,41 2,82 0,09 0,04 0,47 11,27 0,03 0,06 0,03 0,47 1,41 5,63 2,82 0,04 0,13 5,63 10,80 3,29 0,94 1,41 1,88 1,88 2,82 0,01 1,41
Suhardjono (1998) melaporkan bahwa jumlah individu fauna tanah berkaitan dengan tebal-tipisnya serasah, semakin tebal serasah, maka semakin banyak fauna yang ditemukan. Mesofauna tanah yang paling banyak ditemukan, baik jumlah atau jenisnya adalah Collembola.
59
Dari ordo ini ditemukan 24 spesies yang terbagi dalam 5 familia. Dindal (1970) menyatakan bahwa Collembola mempunyai sebaran habitat yang sangat luas dan jumlah spesiesnya banyak. Collembola merupakan anggota Arthropoda terbanyak. Ordo ini dapat ditemukan pada semua jenis tanah dan sangat melimpah pada serasah. Takeda (1981, dalam Suwondo, 2002) menyebutkan bahwa Collembola merupakan mikroarthropoda dominan di tanah, Collembola menyukai permukaan tanah yang banyak mengandung serasah dan sisa tumbuhan lainnya. Berdasarkan perhitungan nilai kesamaan Renkonen, tanaman sela pepaya dan rumput gajah di bawah tegakan sengon 1-5 tahun (VI) mempunyai nilai kesamaan paling rendah 39,56%. Parameter lingkungan yang terukur pada stasiun ini sangat berbeda dengan ke-7 stasiun lainnya. Suhu udara, suhu tanah, dan intensitas cahaya mempunyai nilai tertinggi, sedangkan kadar air tanah dan kelembaban udara relatif mempunyai nilai terendah. Perbedaan kondisi lingkungan tersebut mempengaruhi komposisi mesofauna di dalamnya. Mesofauna yang paling banyak ditemukan pada stasiun ini adalah Drosophylla, Siera, dan Formica masing-masing dengan kepadatan relatif 27,73%, 10,97%, dan 10,08%. Stasiun VI memiliki indeks keanekaragaman terkecil (1,1156) dibandingkan ke-7 stasiun lain (Tabel 3). Stasiun yang mempunyai nilai kesamaan Renkonen terbesar adalah tanaman sela pepaya di bawah tegakan sengon umur 1-5 tahun (V) dengan tanaman sela pepaya dan nanas di bawah tegakan sengon umur 1-5 tahun (VII). Kondisi lingkungan di kedua stasiun ini hampir sama, sehingga komposisi mesofauna di dalamnya juga serupa, baik jenis maupun jumlahnya. Pada stasiun V ditemukan 31 spesies dan pada stasiun VII ditemukan 38 spesies, dimana 23 spesies di antaranya ditemukan pada kedua stasiun tersebut. Nilai kesamaan Renkonen yang tinggi antara dua stasiun menunjukkan tingginya kesamaan komposisi mesofauna tanah pada kedua stasiun tersebut (Gambar 1.). V
VII
56,79
II
IV
III
I
VII
VI
49,92 47,52
56,31 54,07 42,76
39,56 Gambar 1. Dendrogram kesamaan Renkonen mesofauna tanah.
Keanekaragaman makrofauna dalam tanah Dalam penelitian ini ditemukan 20 spesies makrofauna dalam tanah, meliputi 5 kelas yaitu; Insekta, Chaetopoda, Diplopoda, Chilopoda, dan Arachnida. Kelas Insekta terdiri atas 6 ordo yaitu Coleoptera, Orthoptera, Isoptera, Diptera, Hymenoptera, dan Blattaria. Kelas Chaetopoda terdiri atas satu ordo Olygochaeta. Kelas Diplopoda terdiri dari 2 ordo, Polydesmida dan Spirobolidae. Kelas Chilopoda terdiri atas 2 ordo, Scolopendomorpha dan Geophilomorpha. Kelas Arachnida terdiri atas satu ordo, Araneae (Tabel 4.).
B i o S M A R T Vol. 6, No. 1, April 2004, hal. 57-64
60
13 individu dengan kepadatan relatif 46,43%. Pada tanaman sela pepaya dan jagung, umur tegakan 6-8 tahun (IV) indeks keanekaragaman Kelas Ordo Famili Genus/ Spesies makrofauna tanah 0,6145, larva Phyllophaga Insekta Coleoptera Carabiidae Calosoma Scarabaeidae Phyllophaga paling banyak ditemukan, yaitu 7 individu Holotrichia javana dengan kepadatan relatif 36,8%. Indeks Holotrichia helleri keanekaragaman makrofauna dalam tanah pada Euchlora viridis tanaman sela pepaya, umur tegakan 1-5 tahun Tenebrionidae Eleodes (V) 0,5396 dan Phyllophaga paling banyak Blattaria Blattidae Blatta orientalis ditemukan, yaitu 3 individu dengan kepadatan Blatta relatif 50%. Pada tanaman sela pepaya dan Diptera Tipulidae .......... *) rumput gajah, umur tegakan 1-5 tahun (VI) Orthoptera Acrididae .......... *) diperoleh indeks keanekaragaman 0,5624 dan Hymenoptera Formicidae Odontomachus larva Phyllophaga paling banyak ditemukan, .......... *) yaitu 18 individu dengan kepadatan relatif Isoptera Rhinotermitidae Reticulitermis 42,85%. Indeks keanekaragaman makrofauna .......... *) tanah pada tanaman sela pepaya dan nanas, Chilopoda Scolo-pendromorpha Scolopendridae Scolopendra absura umur tegakan 1-5 tahun (VII) 0,4186, dan paling Geophilomorpha Geophilidae .......... *) Blatta banyak ditemukan, yaitu 13 individu Diplopoda Spirobolida Narceidae Narceus dengan kepadatan relatif 52%, disusul Polydesmida Polydesmus .......... *) Chaetopoda Olygochaeta Glossoscolecidae Pontoscolex corenthurus Phyllophaga sebanyak 9 individu dengan Arachnida Araneae Theridiidae Crustulina kepadatan relatif 36%. Indeks keanekaragaman Keterangan: .......... *) belum teridentifikasi. pada tanaman sela pepaya dan jagung, umur tegakan 1-5 tahun (VIII) 0,8465, serta Reticulitermis dan Blatta paling banyak Tabel 5. Kepadatan relatif makrofauna dalam tanah di RPH dijumpai, masing-masing sebanyak 9 individu dengan Jatirejo. kepadatan relatif 23,07%, disusul Phyllophaga sebanyak 7 Stasiun (%) individu dengan kepadatan relatif 17,95% (Tabel 5). Spesies Tabel 4. Klasifikasi makrofauna dalam tanah di RPH Jatirejo.
Acriidae Blatta orientalis Blatta sp. Calosoma Crustulina Eleodes sp. Euchlora viridis Formica Geophilidae Holotricha helleri Holotricha javana Narceus Odontomachus Phyllophaga Polydesma Pontoscolex corenthurus Reticulitermis Rhinotermitidae Scolopendra absura Tipulidae
I
II
III
IV
V
VI
3,03 15,15 3.03 21,21 3,03 27,27 9,09
4,17 4,17 14,58 58,33 2,08 6,25
10,71 3,57 3,57 25,00 3,57 46,43 7,14
10,52 15,77 36,84 31,79
16,67 50,00 16,67 16,67
7,14 7,14 7,14 42,85 35,71
4,00 4,00 40,00 52,00
2,56 2,56 2,56 2,56 2,56 2,57 17,95 17,95 23,08
8,33 3,03 15,15 2,08
-
-
-
-
-
2,56 9 -
-
-
5,26
-
-
-
-
-
VII VIII
Keanekaragaman makrofauna dalam tanah pada tanaman sela pepaya dan umur tegakan 6-8 tahun (I) 0,8198 dan makrofauna yang paling banyak ditemukan adalah Phyllophaga (9 individu) dengan kepadatan relatif 27,27% (Tabel 6.). Pada tanaman sela pepaya dan rumput gajah umur tegakan 6-8 tahun (II) didapatkan indeks keanekaragaman 0,6083 dan spesies yang paling banyak ditemukan adalah Phyllophaga sebanyak 28 individu dengan kepadatan relatif 58,33%. Pada lahan yang tanaman selanya pepaya dan nanas, umur tegakan 6-8 tahun (III) didapatkan indeks keanekaragaman makrofauna 0,6457, dimana larva Phyllophaga paling banyak ditemukan, yaitu
Tabel 6. Jumlah jenis dan indeks diversitas makrofauna dalam tanah pada tanaman sela di bawah tegakan sengon umur 6-8 tahun dan 1-5 tahun. Sta I II III IV V VI VII VIII
Umur sengon (thn) 6-8 6-8 6-8 6-8 1-5 1-5 1-5 1-5
Jenis tanaman sela Pepaya Pepaya dan rumput gajah Pepaya dan nanas Pepaya dan jagung Pepaya Pepaya dan rumput gajah Pepaya dan nanas Pepaya dan jagung
Jumlah Indeks jenis diversitas 9 8 7 5 4 5 4 11
0,8198 0.6083 0,6457 0,6145 0,5396 0,5624 0,4186 0,8465
Secara umum indeks keanekaragaman makrofauna dalam tanah pada tegakan tanaman sengon umur 1-5 tahun (H’=0,5918) lebih kecil dibandingkan umur tegakan 6-8 tahun (H’=0,72672). Sugiyarto (2000) dalam penelitiannya melaporkan bahwa indeks keanekaragaman makrofauna dalam tanah pada berbagai umur tegakan sengon sebesar 0,62. Rata-rata indeks keanekaragaman fauna tanah di bawah tegakan sengon berumur 1-5 tahun sebesar 0,595 dan di bawah tegakan sengon berumur 6-8 tahun 0,675. Tingginya keanekaragaman makrofauna tanah pada tegakan sengon berumur 6-8 tahun ini antara lain disebabkan kondisi suhu udara, suhu tanah, pH, kelembaban udara relatif dan kadar air tanah cenderung lebih stabil daripada tegakan sengon umur 1-5 tahun. Larva Phyllophaga merupakan makrofauna tanah paling banyak ditemukan. Dari 8 stasiun penelitian larva ini mendominasi 6 stasiun penelitian dan 2 stasiun lainnya didominasi oleh
MUKTI dkk. – Fauna tanah di hutan Paraserianthes falcataria RPH Jatirejo Kediri
Pontoscolex corenthurus, dimana Phyllophaga menjadi makrofauna kedua yang dominan. Larva Phyllophaga merupakan hewan yang berpotensi sebagai hama pada perakaran tumbuhan dan pada fase dewasa Phyllophaga menyerang daun dan bunga tanaman. Banyaknya larva Phyllophaga pada areal penelitian diperkirakan karena proses pembalikan tanah yang menjadikan tanah lebih gembur, sehingga Phyllophaga lebih mudah meletakkan telurnya dan berkembang biak. Sugiyarto (2002) melaporkan bahwa dari 7 stasiun pengamatan di lahan tegakan sengon dengan sistem tumpangsari didapatkan 4 stasiun diantaranya didominasi oleh Phyllophaga, sedangkan 3 stasiun lainnya didominasi oleh Reticulitermis, Scolopendra absura dan Calosoma scrutator. Indeks keanekaragaman makrofauna dalam tanah tertinggi terdapat pada tanaman sela pepaya dan jagung, umur tegakan 1-5 tahun (VIII), 0,8465 dengan jumlah jenis terbesar yaitu 11 spesies. Pada lahan dengan tanaman sela pepaya dan jagung ini pengolahan lahan lebih intensif dengan cara pembalikan tanah sehingga tanah lebih gembur dan berongga, serta penambahan pupuk kandang. Suin (1989) dalam penelitiannya melaporkan bahwa penambahan pupuk kandang dapat meningkatkan jumlah spesies dan indeks keanekaragaman fauna. Stasiun yang mempunyai indeks keanekaragaman terkecil, yaitu stasiun VII, 0,4186 dan jumlah jenis terkecil yaitu 4 spesies.
VI
VII
IV
I
V
II
III
VIII
71,4 63,3
71,4 70,6
59,4 50,7 38,5
61
Keanekaragaman makrofauna permukaan tanah Makrofauna permukaan tanah pada lahan yang dikelola dengan sistem agroforestry di RPH Jatirejo berjumlah 17 spesies, meliputi kelas Insekta, Arachnida dan Chaetopoda. Kelas Insekta terdiri atas ordo Blattaria (familia. Blattellidae), Hymenoptera (familia Formicidae, Andrenidae, dan Scolitydae), Coleoptera (familia Rutelidae dan Tenebrionidae), Isoptera (familia Rhinotermitidae), dan Hemiptera (familia Nabidae dan Alydidae). Kelas Arachnida meliputi ordo Araneae (familia Lycosidae dan Agelenidae). Kelas Chaetopoda hanya terdiri atas ordo Olygochaeta (familia Glossoscolecidae) (Tabel 7). Genus Camponatus merupakan makrofauna permukaan tanah yang paling banyak ditemukan. Dari 8 stasiun penelitian, Camponatus mendominasi 6 stasiun di antaranya, sedangkan 2 stasiun lainnya didominasi Oleodes. Kelompok hewan dari familia Formicidae ini bersifat omnivora, tetapi antara satu spesies dengan spesies yang lain kadang-kadang berlainan, tergantung ketersediaan pangan dan kebutuhan koloni (Stradling, 1978 dalam Curry, 1994). Spesies Camponatus tidak berperan sebagai hama pertanian, tetapi malah berfungsi sebagai hewan pemindah bahan organik dari dalam tanah ke permukaan tanah maupun membawa serasah dari permukaan ke dalam lubang-lubang tanah dan juga memperlancar aerasi tanah dengan lorong-lorong yang dibuatnya. Larva Oleodes merupakan pemakan akar-akar tanaman, sedangkan pada fase dewasa menjadi hama tanaman budidaya. Menurut Damerman (1925, dalam Partaya, 2002) fauna permukaan tanah yang paling tinggi kepadatannya adalah Hymenoptera, Coleoptera, Oniscoidea, Myriapoda, dan Arachnida. Indeks keanekaragaman makrofauna permukaan tanah terbesar diperoleh pada lahan dengan tanaman sela pepaya dan nanas di bawah tegakan sengon umur 1-5 tahun, yaitu 0,7161. Hal ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh kondisi serasah di bawah tanaman sela, karena pada umumnya lahan yang ditanami tanaman sela pepaya dan nanas frekuensi pembersihan serasah maupun gulma lebih jarang dibandingkan dengan tanaman sela pepaya dan jagung. Pada lahan yang ada serasahnya makrofauna tanah
Gambar 2. Dendrogram nilai kesamaan Renkonen makrofauna dalam tanah. Berdasarkan perhitungan nilai kesamaan Tabel 7. Keanekaragaman makrofauna permukaan tanah di RPH Jatirejo.
Renkonen didapatkan bahwa tanaman sela pepaya dan jagung di bawah tegakan sengon umur 1-5 tahun (VIII) merupakan stasiun yang paling kecil nilai kesamaannya (38,55%) dibandingkan tujuh stasiun lainnya, karena stasiun VIII mempunyai keanekaragaman jenis dan jumlah spesies yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun lain. Stasiun VI dan VII merupakan stasiun yang mempunyai nilai kesamaan Renkonen terbesar yaitu 79,71%. Besarnya nilai kesamaan Renkonen menunjukkan besarnya kesamaan kepadatan relatif dan kesamaan komposisi fauna tanah yang dibandingkan. Dari 5 spesies yang ditemukan pada stasiun VI, 3 diantaranya juga ditemukan pada stasiun VII dengan kepadatan relatif yang hampir sama, yaitu Phyllophaga (42,85% dan 40,00%), Pontoscolex corenthurus (35,71% dan 52,00%) dan Blatta orientalis (7,14% dan 4,00%).
Kelas Insekta
Ordo Coleoptera
Blattaria Orthoptera Hemiptera
Famili Scarabidae Tenebrionidae Scolitydae Blattidae Tridactylidae Eumastacidae Nabidae Alydidae Formicidae
Andrenidae Rhinotermitidae Arachnida Lycosidae Agelenidae Chaetopoda Olygochaeta Glossoscolecidae Keterangan: .......... *) belum teridentifikasi. Isoptera Araneae
Genus/Spesies Euchlora viridis Eleodes 1 Eleodes 1 .......... *) Blatta orientalis .......... *) .......... *) Nabis Leptocorixa Sysphincta Camponatus Lasius .......... *) Reticulitermis Trochosa Cybaeus Pontiscolex corenthurus
B i o S M A R T Vol. 6, No. 1, April 2004, hal. 57-64
62
cenderung lebih banyak karena adanya tempat tinggal dan makanan. Ahren and Yen (1977, dalam Suhardjono, 1998) menyatakan secara alami heterogenitas jenis dan jumlah serasah mempengaruhi keanekaragaman dan jumlah individu fauna tanah, semakin tinggi jenis dan jumlahnya maka keanekaragaman dan jumlah individu yang ditemukan semakin tinggi pula. Gunadi dkk. (1993, dalam Suhardjono dkk., 2000) melaporkan adanya perbedaan yang sangat jelas pada lantai hutan Pinus merkusii yang serasahnya dibersihkan sama sekali dan yang dibiarkan. Pada areal yang dibersihkan jumlah ordo tinggal 61% dari 91%, sedangkan jumlah familinya tinggal 50% dari 80%. Lahan dengan tanaman sela pepaya dan jagung di bawah tegakan sengon umur 1-5 tahun mempunyai indeks keanekaragaman terendah yaitu 0,1323 pada lahan ini pengolahan dilakukan secara optimal yaitu dengan pembersihan serasah dan gulma, serta pembalikan dan penggemburan tanah. Pengolahan tersebut menyebabkan penurunan jumlah jenis maupun individu makrofauna permukaan tanah karena serasah yang menjadi tempat berlindung dan berkurang (Tabel 9.). Tabel 8. Kepadaran relatif makrofauna permukaan tanah di RPH Jatirejo. Spesies Andrenidae Blatta orientalis Camponatus Cybeus Euchlora viridis Eumastacidae Lasius Leptocorixa Nabis Oleodes Oleodes Pntoscolex Reticulitermis Scoliidae Sysphincta Tridactylidae Trochosa Rhinotermitidae Scolopendra absura Tipulidae
I
Stasiun (%) IV V VI
II
III
5,26 5,26 5,26 5,26
50,00 -
90,00 -
90,91 -
33,33 -
-
30,00 10,00 -
VII VIII 40,00 -
5,26 42,11 5,26 26,32 3,03 15,15
4,55 9,09 4,55 13,63 9,09 9,09 2,08
10,00 -
9,09 -
33,33 33,33 -
60,00 20,00 20,00 -
10,00 10,00 40,00 10,00 -
40,00 20,00 9 -
-
-
-
5,26
-
-
-
-
Tabel 9. Jumlah jenis dan indeks diversitas makrofauna permukaan tanah pada tanaman sela di bawah tegakan sengon umur 6-8 tahun dan 1-5 tahun. Umur Sta sengon (thn) I 6-8 II 6-8 III 6-8 IV 6-8 V 1-5 VI 1-5 VII 1-5 VIII 1-5
Jenis tanaman sela Pepaya Pepaya dan rumput gajah Pepaya dan nanas Pepaya dan jagung Pepaya Pepaya dan rumput gajah Pepaya dan nanas Pepaya dan jagung
Jumlah Indeks jenis diversitas 8 7 2 2 3 3 6 3
0,7146 0,6747 0,1412 0,1323 0,4770 0,4127 0,7161 0,4582
Nilai kesamaan Renkonen tertinggi diperoleh pada stasiun V dan stasiun VII yaitu 93,33%, pada 2 stasiun ini Camponatus dan Reticulitermis mempunyai kepadatan relatif yang hampir sama, sedangkan stasiun yang mempunyai kesamaan terendah adalah stasiun I dibandingkan stasiun sisanya, yaitu 16,23% (Tabel 8). Stasiun I mempunyai indeks keanekaragaman yang tinggi 0,7146 dengan jumlah spesies paling besar yaitu 8 spesies (Gambar 2.). V
VII
VIII
VI
II
III
93,33
90,00
56,82
68,33
I
32,42 16,23 Gambar 3. Dendrogram nilai kesamaan Renkonen makrofauna permukaan tanah.
Hubungan keanekaragaman mesofauna dengan makrofauna tanah Hubungan antara mesofauna tanah dengan makrofauna dalam tanah menunjukkan nilai korelasi positif 0,2519 (Tabel 10.). Hal ini berarti peningkatan jumlah mesofauna tanah diikuti peningkatan makrofauna dalam tanah, sebaliknya penurunan mesofauna tanah diikuti penurunan makrofauna dalam tanah. Nilai korelasi positif ini kemungkinan karena mesofauna dan makrofauna dalam tanah mempunyai habitat mikro serupa, sehingga sering hadir bersama-sama dalam suatu tempat. Mesofauna tanah dan makrofauna dalam tanah mempunyai koefisien korelasi positif dengan suhu udara, suhu tanah, pH, intensitas cahaya di atas tajuk tanaman sela, serta mempunyai koefisien korelasi negatif dengan intensitas cahaya di dasar hutan, kelembaban udara relatif, dan kadar air tanah (Tabel 11.). Tabel 10. Nilai koefisien korelasi indeks diversitas antara makrofauna dengan mesofauna tanah 1
2
3
0,0394 0,2519 1 0,0394 -0,3208 2 0,2519 -0,3208 3 Keterangan: 1. makrofauna dalam tanah; 2. makrofauna permukaan tanah; 3. mesofauna tanah.
Hubungan antara mesofauna tanah dengan makrofauna permukaan tanah menunjukkan nilai negatif -0,3208. Hal ini berarti peningkatan indeks keanekaragaman mesofauna diikuti penurunan indeks keanekaragaman makrofauna permukaan tanah, sebaliknya penurunan indeks keanekaragaman mesofauna tanah diikuti peningkatan indeks keanekaragaman makrofauna permukaan tanah. Suhardjono (1998) mengungkapkan bahwa kenaikan populasi semut (Formicidae) di Kebun Raya Bogor diimbangi oleh penurunan populasi Collembola, sebaliknya penurunan populasi semut diikuti peningkatan populasi Collembola.
MUKTI dkk. – Fauna tanah di hutan Paraserianthes falcataria RPH Jatirejo Kediri
Hubungan makrofauna permukaan dan makrofauna dalam tanah menunjukkan nilai korelasi positif sebesar 0,0394. Keduanya mempunyai hubungan yang berbanding lurus. Pada penelitian didapatkan beberapa spesies yang bersifat makrofauna permukaan tanah maupun makrofauna dalam tanah, seperti Eleodes, Reticulitermis, Blatta orientalis, dan Pontoscolex corenthurus. Hal ini menunjukkan adanya hubungan di antara keduanya, meskipun dengan koefisien korelasi kecil. Hubungan keanekaragaman makrofauna dan mesofauna tanah dengan parameter lingkungan. Nilai korelasi keanekaragaman antara makrofauna dan mesofauna tanah dengan parameter lingkungan disajikan pada Tabel 11. Hubungan antara suhu udara dengan keanekaragaman mesofauna tanah memiliki nilai koefisien korelasi negatif -0,2861. sehingga apabila suhu udara naik, maka keanekaragaman mesofauna tanah berkurang. Perubahan suhu udara secara langsung dapat direspon oleh mesofauna permukaan tanah. Respon tersebut dapat berupa memilih tempat yang lebih sesuai dengan mikroklimatnya. Bagi mesofauna dalam tanah perubahan suhu udara tidak berpengaruh langsung karena perubahan tersebut terlebih dahulu mempengaruhi suhu tanah, setelah pengaruh tersebut terasa baru direspon oleh mesofauna dalam tanah. Perubahan suhu udara yang sempit tidak signifikan untuk mempengaruhi distribusi mesofauna kelompok Collembola. Percobaan terhadap Isotoma klovstadi menunjukkan bahwa spesies ini dapat bertahan dan berkembang biak pada suhu -30oC, sedangkan Gomphiocephalus hodgsoni mempunyai kondisi optimum 11oC dan dapat bertahan dan berkembang di bawah suhu -20oC (Wallwork, 1970). Koefisien korelasi antara suhu tanah dengan keanekaragaman mesofauna tanah bernilai negatif -0,5781, sehingga setiap kenaikan suhu tanah akan diikuti penurunan indeks keanekaragaman mesofauna tanah, dan sebaliknya. Abdulkadir (1980 dalam Sastrodiharjo, 1987) menyebutkan bahwa serasah, kelembaban udara, suhu udara, serta suhu dan kelembaban tanah di hutan menyebabkan komposisi arthropoda permukaan tanah berbeda-beda. Suhu udara pada lahan yang ditanami pepaya dan nanas adalah 31,05oC, pada kondisi tersebut indeks keanekaragaman mesofauna tanahnya paling tinggi. Indeks keanekaragaman terkecil terdapat pada lahan yang ditanami pepaya dan rumput gajah di bawah tegakan sengon dengan umur 6-8 tahun, yaitu 1,1156 dengan suhu 31,33oC. Koefisien korelasi antara pH tanah dengan indeks keanekaragaman mesofauna tanah diperoleh nilai negatif 0,3847. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kondisi areal penelitian bersifat masam yaitu berkisar 4,12-5,51. Nilai pH yang sangat rendah mempengaruhi kehidupan mikroarthropoda tanah sekaligus sebagai pembatas bagi pertumbuhan dan perkembangan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa mesofauna tanah dari kelompok Collembola merupakan mesofauna tanah yang paling banyak ditemukan. Russel (1988, dalam Suwondo dkk., 1996) menyatakan bahwa Collembola merupakan mikroarhropoda tanah yang paling melimpah, baik jumlah maupun jenisnya, serta mempunyai agihan sangat luas. Suwondo dkk (1996) melaporkan bahwa komposisi
63
mikroarthropoda tanah di sekitar kawah Sikidang dengan pH 1,9-5,0, didominasi oleh anggota-anggota ordo Collembola dan Acarina, baik cacah spesies maupun cacah individunya. Intensitas cahaya di atas tajuk dengan mesofauna tanah mempunyai hubungan korelasi negatif, yaitu -0,3874, sedangkan dengan intensitas cahaya dasar hutan didapatkan 0,0576. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan intensitas cahaya akan diikuti peningkatan indeks keanekaragaman mesofauna tanah, sebaliknya setiap penurunan intensitas cahaya akan diikuti penurunan indeks keanekaragaman mesofauna tanah. Pada penelitian di Kebun Raya Bogor Suhardjono (1998) melaporkan bahwa lahan yang penetrasi cahaya matahari ke lantai hutan sedikit, memiliki jumlah individu yang lebih banyak dibandingkan lahan yang mempunyai tajuk pohon pelindung tidak begitu rapat. Kelembaban udara relatif berkorelasi positif terhadap indeks keanekaragaman mesofauna tanah (0,3866). Partaya (2002) melaporkaan bahwa kelembaban udara mempengaruhi keanekaragaman fauna tanah, semakin tinggi kelembaban udara maka keanekaragaman fauna tanah semakin tinggi pula. Koefisien korelasi kadar air tanah dengan indeks keanekaragaman mesofauna tanah didapatkan 0,234. Sebagian besar mesofauna tanah menyukai tanah yang lembab tetapi tidak basah (Schoeder, 1984 dalam Notohadiprawiro 1998). Tabel 11. Parameter lingkungan di delapan stasiun penelitian Sta I II III IV V VI VII VIII Rerata
TU
TT
pH
ICA
ICD
KUR
KAT
32,21 31,94 31,66 32,21 33,11 34,16 33,50 32,61 32,67
29,62 29,78 28,08 29,83 29,16 31,33 31,05 30,28 29,77
4,68 5,51 4,29 4,87 4,73 4,93 4,12 4,32 4,68
19494 15922 20716 20188 38033 57700 34611 31600 29783
75,66 56,88 40,16 12,50 7,73 17,73 6,99 8,24 28,24
71,86 76,99 72,00 70,78 69,22 66,33 69,11 70,55 71,33
20,33 19,20 20,87 18,26 15,80 14,60 16,20 18,91 18,02
Keterangan: TU: suhu udara, TT: suhu tanah, pH: keasaman tanah, ICA: intensitas cahaya di atas tajuk tanaman sela, ICD: intensitas cahaya di dasar hutan, KUR: kelembaban udara relatif, KAT: kadar air tanah.
Makrofauna dalam tanah mempunyai hubungan korelasi negatif -0,4830 dengan suhu udara. Suhu udara tidak secara langsung mempengaruhi aktivitas makrofauna dalam tanah, tetapi berkaitan erat dengan suhu tanah, kelembaban udara relatif dan kadar air tanah. Suhu tanah mempunyai koefisien korelasi negatif -0,0598, terhadap indeks keanekaragaman makrofauna dalam tanah. Peningkatan suhu tanah akan menurunkan indeks keanekaragaman makrofauna dalam tanah, suhu memiliki efek langsung maupun tidak langsung pada aktifitas biologi dalam tanah, efek langsung yaitu terhadap laju reaksi fisik dalam tanah dan efek tidak langsung adalah mempengaruhi aktifitas mikrobia tanah melalui aspek lainnya (Killman, 1994). Perubahan suhu yang lebar akan direspon oleh cacing secara spontan dengan menggali lubang yang lebih dalam dan mencari lingkungan yang lebih sesuai.
64
B i o S M A R T Vol. 6, No. 1, April 2004, hal. 57-64
Koefisien korelasi antara pH tanah dengan indeks keanekaragaman makrofauna dalam tanah menunjukkan korelasi negatif -0,0182. Pada umumnya makrofauna dalam tanah tidak tahan terhadap kondisi tanah yang terlalu asam. Schoeder (1984, dalam Notohadiprawiro, 1998) menyatakan bahwa makrofauna lebih menyukai keadaan lembab dan masam lemah sampai netral. Cacing mempunyai kisaran pH optimum untuk perkembangan dan pertumbuhan antara 6,0-7,2. (Lee, 1959 dalam Sudharto dan Suwardjo, 1987). Intensitas cahaya di atas tajuk tanaman sela mempunyai koefisien korelasi -0,3560, sedangkan untuk intensitas cahaya di dasar hutan mempunyai koefisien korelasi 0,4412. Cahaya juga mempengaruhi kegiatan biota tanah yakni mempengaruhi distribusi dan aktivitas organisme (Killman, 1994). Kelembaban udara relatif dengan makrofauna dalam tanah mempunyai koefisien korelasi positif 0,2721, sedangkan koefisien korelasi kadar air tanah dengan indeks keanekaragaman makrofauna dalam tanah mempunyai koefisien korelasi paling besar dibandingkan dengan parameter lingkungan lainnya yaitu 0,6521 Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh kondisi lingkungan yang pada saat pengambilan data merupakan awal musim penghujan sehingga kadar air tanah masih relatif rendah dan masih membutuhkan tambahan air hujan guna untuk memenuhi kebutuhan hidup makrofauna tanah, tetapi apabila kadar air tanah terlalu tinggi pada umumnya juga akan menganggu kehidupan makrofauna dalam tanah misalnya cacing, larva Phyllophaga sp, gangsir, dan lainlain. Sugiyarto (2000) menyatakan bahwa peningkatan kandungan air tanah dapat mengurangi kandungan udara dalam tanah, dengan demikian berbagai jenis makrofauna tanah yang mengambil oksigen langsung dari udara tidak akan dapat beradaptasi pada kandungan air yang tinggi. Sebaliknya, fauna tanah yang mampu mangambil oksigen dari air dapat beradaptasi pada lingkungan tersebut. Indeks keanekaragaman makrofauna permukaan tanah dengan suhu udara mempunyai koefisien korelasi positif 0,2481, sehingga apabila suhu udara mengalami kenaikan maka indeks keanekaragaman makrofauna permukaan tanah akan mengalami kenaikan pula. Suhu tanah juga mempunyai koefisien korelasi positif 0,3074. Keasaman tanah (pH) dengan indeks keanekaragaman makrofauna permukaan tanah mempunyai koefisien korelasi 0,1180, sehingga tidak berpengaruh besar terhadap makrofauna tanah. Intensitas cahaya di atas tajuk tanaman sela mempunyai koefisien korelasi positif 0,2156, sedangkan di dasar hutan mempunyai koefisien korelasi positif 0,3305. Kelembaban udara relatif dengan makrofauna permukaan tanah mempunyai koefisien korelasi 0,1918, sehingga peningkatan kelembaban udara relatif akan diikuti peningkatan indeks keanekaragaman makrofauna permukaan tanah. Kadar air tanah dengan makrofauna permukaan tanah mempunyai koefisien korelasi negatif -0,1317. Pada makrofauna permukaan tanah ini, korelasi antara parameter lingkungan dengan indeks keanekaragaman kecil, antara 0,1180-0,3305. Hal ini diperkirakan karena makrofauna permukaan tanah bergerak dinamis, sehingga apabila terjadi perubahan kondisi lingkungan secara cepat akan mencari lingkungan yang kondisinya lebih sesuai.
KESIMPULAN Keanekaragaman mesofauna tanah tertinggi ditemukan pada tegakan sengon umur 1-5 tahun dengan tanaman sela pepaya dan nanas, sedangkan yang terendah terdapat pada tegakan sengon umur 1-5 tahun dengan tanaman sela pepaya dan rumput gajah. Keanekaragaman makrofauna dalam tanah yang tertinggi terdapat pada tegakan sengon umur 1-5 tahun dengan tanaman sela pepaya dan jagung, sedangkan yang terendah terdapat pada tegakan sengon umur 1-5 tahun dengan tanaman sela pepaya dan nanas. Keanekaragaman makrofauna permukaan tanah yang tertinggi terdapat pada tegakan sengon umur 6-8 tahun dengan tanaman sela pepaya, sedangkan yang terendah terdapat pada tegakan sengon umur 6-8 tahun dengan tanaman sela pepaya dan jagung. Mesofauna tanah dengan makrofauna permukaan tanah menunjukkan hubungan negatif, hubungan mesofauna dengan makrofauna dalam tanah menunjukkan hubungan yang positif, dan hubungan makrofauna permukaan dengan makrofauna dalam tanah menunjukkan hubungan positif. Parameter lingkungan yang menunjukkan nilai korelasi tertinggi dengan mesofauna tanah adalah suhu tanah, dengan makrofauna permukaan tanah adalah intensitas cahaya dasar hutan serta nilai korelasi tertinggi antara parameter lingkungan dengan makrofauna dalam tanah adalah suhu udara. DAFTAR PUSTAKA Curry, J.P. 1994. Grassland Invertebrates: Ecology, Influence on Soil Fertility and Effect on Plant Growth. London: Chapman & Hall. Dindal, D.L. (ed). 1990. Soil Biology Guide. New York: John Wiley and Sons. Killham, K., and Aberdeen. 1994. Soil Ecology. Cambridge: Cambridge University Press. Notohadiprawiro, T. 1998. Tanah dan Lingkungan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Partaya. 2002. Komunitas fauna tanah dan analisis bahan organik di TPA Kota Semarang. Seminar Nasional: Pengembangan Biologi Menjawab Tantangan Kemajuan IPTEK. Universitas Negeri Semarang, 29 April 2002. PERUM Perhutani KPH Kediri. 2000. Risalah 2000/2009 Luas Wilayah RPH Jatirejo. Kediri : BKPH Pare KPH Kediri Puryono, K.S. 1993. Prospek agroforestry dalam tegakan hutan tanaman industri sengon (Paraserianthes falcataria) dari aspek biologis. Majalah Kehutanan Indonesia. 6: 7-13. Sastrodihardjo, F.X.S. 1987. Fauna tanah hutan pinus di Merapi Daerah Jurangjero Kecamatan Srumbung. Seminar Ilmiah Ekologi Tanah dan Ekotoksikologi, 20-22 November 1987. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana. Sudharto, T., dan H. Suwardjo. 1987. Peranan bahan organik terhadap aktivitas cacing tanah (Perionyx exavatus) dalam perbaikan ekologi tanah. Seminar Ilmiah Ekologi Tanah dan Ekotoksikologi, 20-22 November 1987. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana. Sugiyarto, Y. Sugito, E. Handayanto, dan L. Agustina. 2002. Pengaruh sistem penggunaan lahan hutan terhadap diversitas makroinverbrata tanah di RPH Jatirejo Kediri Jawa Timur. BioSMART. 4 (2): 6-69. Sugiyarto. 2000. Keanekaragaman makrofauna tanah pada berbagai umur tegakan sengon di RPH Jatirejo Kabupaten Kediri. Biodiversitas 1 (2): 11-15. Suhardjono, Y.R., Adianto, dan S. Adisoemarto. 2000. Strategi pengembangan pengelolaan arthropoda tanah. Simposium Keanekaragaman Hayati Arthropoda pada Sistem Produksi Pertanian, 16-18 Oktober 2000. Cipayung: Aventis. Suin, N.M. 1989. Ekologi Hewan Tanah. Jakarta: Bumi Aksara. Suwondo, S.D. Tandjung, dan S.D.T. Harminani. 1996. Komposisi dan keanekaragaman mikroarthropoda tanah sebagai bioindikator deposisi asam di sekitar kawah Sikidang Dataran Tinggi Dieng Jawa Tengah. BPPS 9 (1c): 175-186. Wallwork, J.A. 1970. Ecology of Soil Animal. London: McGraw-Hill.