KERAGAMAN SENGON SOLOMON (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) PADA UJI KETURUNAN DI HUTAN PERCOBAAN CIRANGSAD
FIFI GUS DWIYANTI
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN FIFI GUS DWIYANTI. Keragaman Sengon Solomon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) Pada Uji Keturunan di Hutan Percobaan Cirangsad. Dibimbing oleh Iskandar Zulkarnaen Siregar dan Ulfah Juniarti Siregar. Sengon Solomon merupakan salah satu provenans Sengon yang direkomendasikan untuk dibudidayakan karena produktivitas Solomon lebih tinggi dibandingkan provenans lokal yang kini banyak dibudidayakan pekebun. Program pemulian ini memerlukan informasi dasar seperti fenotipa pertumbuhan, keragaman pertumbuhan dan keragaman genetik. Uji keturunan Sengon Solomon dievaluasi dari karakter morfologi dan keragaman genetik menggunakan penanda RAPD. Uji keturunan dibangun di Hutan percobaan Cirangsad dengan menggunakan single tree plot, menyertakan 9 Famili yang ditanam di 4 blok. Karakter morfologi yang diobservasi adalah persen hidup, tinggi tanaman, tinggi bebas cabang, diameter batang, ration tinggi tanaman dengan tinggi bebas cabang, diameter cabang, sudut cabang, bentuk batang dan ketahanan terhadap hama dan penyakit. Analisis data menggunakan program Microsoft Office Excel 2007 dan MINITAB 13. Analisis RAPD dilakukan dengan menggunakan daun dari 15 individu terpilih, yang diklasifikasikan kedalam 2 kelas, yaitu individu yang memiliki pertumbuhan yang baik dan yang buruk, menggunakan 5 primers, yaitu OPU 05, OPO 10, OPY 16, OPA 05 dan OPA 14. Data yang dihasilkan dianalisis dengan program POPGENE 32 dan NTSYS Versi 2.0, untuk mengukur parameter keragaman genetik, yaitu heterozigositas harapan (He) dan jarak genetik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 4 Famili memiliki persentase hidup 100 %, yaitu Famili No. 1, 2, 3 dan 8, sedangkan Famili No. 4 memiliki persentase hidup terkecil (25 %). Keragaman pertumbuhan (fenotipe) tertinggi yang dinyatakan oleh keragaman masing-masing parameter, ditemukan pada Famili No. 7 dan 8, sementara itu keragaman terendah ditemukan pada Famili No. 9. Skoring parameter pertumbuhan untuk menyeleksi Famili terbaik menunjukkan bahwa Famili No. 3 memiliki skor tertinggi (57,25 poin), sementara Famili No. 4 memiliki skor terendah. Dari analisis RAPD, keragaman genetik tertinggi ditemukan (He = 0, 2183) di dalam uji keturunan. Jarak genetik dan pengelompokan indivudu menunjukkan bahwa pohon induk Sengon Solomon mengalami perkawinan acak. Pengelompokan bersama dari individu yang memiliki persamaan karakter fenotipe terbaik berlawanan dengan individu yang memiliki karakter tidak baik mengindikasikan bahwa individu tersebut memiliki perbedaan genotipe.
Kata kunci :
Sengon Solomon, parameter pertumbuhan, keragaman genetik, RAPD, jarak genetik.
ABSTRACT FIFI GUS DWIYANTI. Variation of Sengon Solomon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) on Progeny Testing in Cirangsad Experimental Forest. Under the direction of Iskandar Zulkarnaen Siregar dan Ulfah Juniarti Siregar. Sengon Solomon , is one of the recommended Sengon provenance for cultivation because Solomon productivity tree times higher than local adapted provenance which is widely cultivated by farmers nowdays. Improvment program for this species requires basic genetic information such as growth performance, growth diversity and genetic diversity of Sengon Solomon. A progeny testing of Sengon Solomon was evaluated on their morphological characters and their genetic diversity using RAPD marker. The progeny testing was established in Cirangsad Experimental Forest, Jasinga, Bogor using single tree plot, involving 9 families, which were transplanted in 4 blocks. Morphological character observed were survival percentage, plant height, trunk diameter, clear length bole, ratio of plant height and clear length bole, branch diameter, branch angle, trunk shape and presence of pest and diseases. Generated data was analyzed using Microsoft Office Excel 2007 dan MINITAB 13 computer program. RAPD analysis were conducted using leaves from 15 selected individuals, which were classified into 2 classes, i.e. having superior or worst growth, employing 5 primers, i.e. OPU 05, OPO 10, OPY 16, OPA 05 and OPA 14. Generated data was analyzed using POPGENE 32 and NTSYS version 2.0 computer program to estimate genetic diversity parameter, i.e. heterozygosity and genetic distance. Results showed that 4 families had 100 % survival rate, i.e. Family No. 1, 2, 3 and 8, whereas Family No. 4 had the lowest (25 %). Highest variation on morphological characters as expressed by standard deviation of each measurement, was found in Famili No. 7 and 8, while the lowest variation was found in Famili No. 9. Scoring on growth performance to select the best family showed that Family No. 3 had highest score (57.25 point), while Family No.4 had the lowest. From RAPD analysis, high genetic diversity was found (He 0.2813) in the progenies tested. Genetic distance and clustering of individuals showed that Sengon Solomon mother trees had undergone random mating. Clustering together of individuals having similar superior phenotypic characters against those having worst characters indicated that those individuals have distinctive different genotype.
Keywords:
Sengon Solomon, growth performance, genetic diversity, RAPD, genetic distance.
KERAGAMAN SENGON SOLOMON (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) PADA UJI KETURUNAN DI HUTAN PERCOBAAN CIRANGSAD
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
FIFI GUS DWIYANTI E44051533
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keragaman Sengon Solomon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) Pada Uji Keturunan di Hutan Percobaan Cirangsad adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Oktober 2009
Fifi Gus Dwiyanti NRP E44051533
ii
Judul skripsi
: Keragaman Sengon Solomon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) Pada Uji Keturunan di Hutan Percobaan Cirangsad
Nama
: Fifi Gus Dwiyanti
NIM
: E44051533
Menyetujui: Komisi Pembimbing
Ketua,
Anggota,
Dr.Ir.Iskandar Zulkarnaen Siregar, M.For.Sc
Dr.Ir.Ulfah Juniarti Siregar, M.
Agr NIP.19660320 199002 1 001
NIP. 19580606 198303 2 001
Mengetahui: Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Dr.Ir. Hendrayanto, M. Agr NIP. 19611126 1986 011 001
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juli 2009 adalah uji keturunan Sengon Solomon, dengan judul Keragaman Sengon Solomon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) Pada Uji Keturunan di Hutan Percobaan Cirangsad. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Iskandar Zulkarnaen Siregar, M.For.Sc dan Ibu Dr. Ir. Ulfah Juniarti Siregar, M.Agr selaku pembimbing. penghargaan penulis sampaikan pula kepada Ir. Joko Pramono, M.Sc dari KOICA yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di Hutan Percobaan Cirangsad, Bapak Andik Vetriawan, S.Hut dan Bapak Nuri selaku pembimbing lapangan, Bapak Awis dan
Bapak Amsori yang telah
membantu selama pengumpulan data di lapangan, Bapak Tedi Yunanto dan Ibu Rima, Ibu Yuli dan Ibu Dida yang telah membantu selama pengumpulan data di laboratorium silvikultur serta Ibu Utami selaku konsultan dalam pengolahan data. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Isa, Andin, Ira, Malia, Indri, Rifa, Emma, Doddy, Asep, Kiki, Vica, Tyas, Shita dan Reiza atas dukungannya selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, kakak dan adik tercinta atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2009 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 15 Agustus 1987. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Dawar dan Ibunda Nurzawati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 04 Pagi Jakarta Timur pada tahun 1999 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTPN 109 Jakarta. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMUN 81 Jakarta diselesaikan pada tahun 2005. Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Setelah melalui seleksi MayorMinor pada tahun 2006, penulis diterima pada Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti pendidikan di Perguruan Tinggi, penulis tercatat sebagai Ketua Divisi Scientific Improvement pada Tree Grower Community (TGC). Selain itu penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dendrologi, Silvikultur dan Pemuliaan Pohon Hutan pada tahun ajaran 2008/2009 serta Genetika Hutan pada tahun ajaran 2009/2010. Penulis pernah mendapatkan beasiswa BBM dan Korindo.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .........................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
v
BAB I
PENDAHULUAN .........................................................................
1
1.1 Latar Belakang .........................................................................
1
1.2 Tujuan Penelitian .....................................................................
3
1.3 Hipotesis .................................................................................
3
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................
4
2.1 Deskripsi Sengon (Paraseriathes falcataria (L.) Nielsen) ......
4
2.1.1 Taksonomi dan Tata Nama .............................................
4
2.1.2 Ekologi dan Penyebaran Alami ......................................
4
2.1.3 Ciri Morfologi .................................................................
5
2.1.4 Kegunaan dan Manfaat ...................................................
6
2.2 Keragaman Genetik Tanaman Hutan.......................................
6
2.3 Seleksi Pohon Plus...................................................................
8
2.4 Kebun Benih ............................................................................
9
2.5 Uji Keturunan ..........................................................................
9
2.6 Penanda Genetik RAPD ..........................................................
10
2.7 PCR (Polymerase Chain Reaction) .........................................
11
BAB III METODE PENELITIAN...............................................................
13
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................
13
3.2 Alat dan Bahan Penelitian .......................................................
13
3.2.1 Bahan Tanaman ..............................................................
13
3.2.2 Alat dan Bahan................................................................
14
3.2.2.1 Pengukuran Parameter Pertumbuhan Tanaman .
14
3.2.2.2 Pengambilan Contoh Daun .................................
15
3.2.2.3 Analisis Genetik dengan Penanda RAPD ..........
15
3.3 Metode Penelitian ....................................................................
16
3.3.1 Pengukuran Parameter Pertumbuhan Tanaman ..............
16
ii
3.3.2 Skoring Parameter Pertumbuhan Tanaman ....................
17
3.3.3 Analisis Genetik dengan Penanda RAPD .......................
19
3.3.3.1 Ekstraksi DNA ...................................................
20
3.3.3.2 Seleksi Primer.....................................................
21
3.3.3.3 PCR (Polymerase Chain Reaction) ....................
23
3.4 Analisis Data .............................................................................
24
3.4.1 Analisis Data Pertumbuhan Tanaman.............................
24
3.4.2 Analisis Data RAPD .......................................................
24
BAB IV KONDISI UMUM .........................................................................
26
4.1 Letak dan Luas .........................................................................
26
4.2 Kondisi Iklim dan Geografis ...................................................
26
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................
27
5.1 Analisis Pertumbuhan Tanaman ...............................................
27
5.1.1 Persen Hidup Tanaman ...................................................
27
5.1.2 Keragaman Pertumbuhan Tanaman ................................
28
5.1.3 Parent Offspring Relation ...............................................
32
5.1.4 Skoring Parameter Pertumbuhan Tanaman ....................
34
5.2 Analisis DNA ............................................................................
35
5.2.1 Uji Kualitas DNA Sengon Solomon ...............................
35
5.2.2 PCR (Polymerase Chain Reaction) ................................
36
5.2.2.1 Seleksi Primer.....................................................
36
5.2.2.2 RAPD (Random Amplified Polimorphic DNA) .
38
5.2.3 Analisis Data ...................................................................
40
5.2.3.1 Keragaman Genetik Populasi Sengon Solomon .
40
5.2.3.2 Jarak Genetik dan Pengelompokkan ..................
42
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI .......................................
45
6.1 Kesimpulan ...............................................................................
45
6.2 Saran .........................................................................................
45
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
46
LAMPIRAN - LAMPIRAN..........................................................................
49
iii
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1. Variasi genetik Paraserianthes falcataria .............................................
8
2. Kode tanaman Sengon Solomon ............................................................
9
3. Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik .........................................
12
4. Urutan basa nukleotida 25 primer (Operon Technology) ......................
14
5. Komposisi bahan untuk reaksi PCR .......................................................
16
6. Tahapan-tahapan dalam proses PCR......................................................
19
7. Persentase hidup tanaman Sengon Solomon pada 4 blok ......................
20
8. Rata-rata rangking standard deviasi seluruh parameter partumbuhan setiap famili Sengon Solomon ...............................................................
25
9. Rekapitulasi nilai korelasi pohon induk dan keturunan Sengon Solomon ................................................................................................
28
10. Hasil skoring parameter pertumbuhan Sengon Solomon umur 2 tahun
34
11. Data skoring pohon induk Sengon Solomon..........................................
35
12. Individu tanaman Sengon Solomon yang dilakukan analisis DNA .......
35
13. Kualitas pita pada DNA tanaman Sengon Solomon ..............................
37
14. Hasil pengukuran Variasi Genetik dalam populasi (Nei’s 1972)...........
41
15. Rata-rata jarak genetik antar populasi Sengon Solomon .......................
42
iv
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1. Morfologi Sengon Solomon ...................................................................
5
2. Bagan Kebun Benih dengan Uji Keturunan Terpisah (Seedling Seed Orchard with Separate Progeny Test) ...................................................
9
3. Skema siklus PCR ..................................................................................
12
4. Alat-alat pengukur parameter pertumbuhan...........................................
14
5. Foto alat-alat penelitian ..........................................................................
16
6. Bagan prosedur teknik PCR-RAPD .......................................................
19
7. Proses pemisahan supernatan .................................................................
20
8. Cara penilaian pita dengan sistem skoring .............................................
25
9. Grafik keragaman pertumbuhan tanaman Sengon Solomon ..................
28
10. Kurva korelasi pohon induk dengan Keturunan Sengon Solomon ........
33
11. Hasil ekstraksi 36 individu tanaman Sengon Solomon ..........................
36
12. Foto hasil seleksi primer pada DNA Sengon Solomon..........................
37
13. Profil DNA Sengon Solomon ................................................................
38
14. Dendrogram jarak genetik antar famili Sengon Solomon ......................
43
v
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1. Layout penanaman Sengon Solomon di Blok I Hutan Percobaan Cirangsad ...............................................................................................
49
2. Layout penanaman Sengon Solomon di Blok II Hutan Percobaan Cirangsad ...............................................................................................
50
3. Layout penanaman Sengon Solomon di Blok III Hutan Percobaan Cirangsad ...............................................................................................
51
4. Layout penanaman Sengon Solomon di Blok IV Hutan Percobaan Cirangsad ...............................................................................................
52
5. Tanaman Sengon Solomon di Blok I .....................................................
53
6. Tanaman Sengon Solomon di Blok II ....................................................
54
7. Tanaman Sengon Solomon di Blok III ..................................................
55
8. Tanaman Sengon Solomon di Blok IV ..................................................
56
9. Skoring Bentuk Batang ..........................................................................
57
10. Rekapitulasi hasil pengukuran seluruh parameter partumbuhan Sengon Solomon ....................................................................................
58
11. Tinggi dan diameter pohon pembanding................................................
60
12. Analisis ragam pengaruh famili terhadap tinggi, tinggi bebas cabang dan diameter Sengon Solomon ..............................................................
61
13. Rekapitulasi hasil perhitungan keragaman pertumbuhan tanaman Sengon Solomon ....................................................................................
62
14. Rekapitulasi rangking standard deviasi tinggi, tinggi bebas cabang dan diameter ...........................................................................................
63
15. Hasil analisis Anderson-Darling Normality Test ...................................
64
16. Data pertumbuhan pohon induk Sengon Solomon.................................
65
17. Hasil skoring seluruh parameter pertumbuhan tanaman Sengon Solomon .................................................................................................
66
18. Hasil analisis RAPD populasi Sengon solomon ....................................
68
19. Hasil analisis RAPD populasi Sengon Solomon skor tertinggi .............
69
20. Hasil analisis RAPD populasi Sengon Solomon skor tertinggi .............
70
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sengon (Paraserianthes falcataria) adalah tanaman yang termasuk famili Leguminoceae yang merupakan tanaman asli di Maluku, Papua, Papua New Guinea, Pulau Bismark dan Pulau Solomon. Tanaman ini dibawa oleh Teysmann untuk ditanam di Kebun Raya Bogor pada tahun 1871 (Achmad et al. 2004). Sengon merupakan pohon yang sangat cocok untuk dibudidayakan, baik dalam skala besar (Hutan Tanaman Industri, HTI) maupun dalam skala kecil (hutan rakyat). Peluang untuk mengusahakan Sengon dalam skala besar atau kecil semakin terbuka lebar mengingat permintaan ekspor yang kian meningkat dan para pengusaha dalam negeri pun masih terus mengeluh tentang kurangnya bahan baku kayu (Siregar et al. 2008). Manfaat tanaman Sengon bagi petani, selain daunnya dapat dijadikan makanan ternak, kayunya juga dapat digunakan untuk materi pertukangan dan bangunan. Tanaman ini termasuk jenis cepat tumbuh dan memiliki daur tebang yang pendek, sehingga hasil kayu dapat cepat diperoleh. Pada umur lima tahun pohon Sengon sudah dapat dimanfaatkan kayunya sebagai kayu pertukangan, bahan baku pabrik kertas atau kayu bakar. Umur masak tebang pohon Sengon adalah 9 tahun (Anonim 2009). Jenis ini juga mampu tumbuh pada lahan yang kurang subur, sehingga dapat merehabilitasi lahan kritis dan menciptakan iklim mikro yang lebih baik untuk lingkungan (ICRAF 2006, diacu dalam Widyastuti 2007). Tanaman Sengon yang banyak dibudidayakan pada saat ini memiliki pertumbuhan yang sangat beragam dan produktivitasnya rendah. Oleh sebab itu dibutuhkan tanaman Sengon yang memiliki pertumbuhan yang relatif homogen dan produktivitasnya tinggi. Salah satu provenans Sengon yang direkomendasikan adalah Sengon Solomon. Menurut Agus (2008) diacu dalam Trubusid (2008), pada umur yang sama (20 bulan) dan dengan perlakuan awal tanam yang sama, yakni pemberian pupuk kandang 18 kg per lubang tanam berjarak 3 m x 3 m, pohon Sengon Solomon memiliki tinggi pohon rata-rata 12 meter dan berdiameter 12 cm, sedangkan pohon Sengon lokal memiliki tinggi pohon rata-rata 10 m dan
2
diameter 9 cm. Dengan kecepatan tumbuh 2-3 m per tahun, pada umur 7 tahun jenis Sengon Solomon setinggi 17 m dan berdiameter 30 cm sehingga menghasilkan 2 m3 kayu. Hal ini menunjukkan produktivitas Sengon Solomon 3 kali lipat dibandingkan Sengon lokal yang kini banyak dibudidayakan pekebun. Di Indonesia, Sengon Solomon masih jarang dibudidayakan oleh pekebun, sehingga benih masih sulit diperoleh karena benihnya belum tersedia karena pohon Sengon Solomon sulit berbunga dan berbuah. Salah satu upaya untuk mengembangkan jenis Sengon Solomon adalah dengan
menyediakan
benih-benih
yang
memiliki
kualitas
tinggi
agar
menghasilkan pohon dan hasil kayu yang bermutu. Benih berkualitas diperoleh dari pohon-pohon yang memiliki fenotipe yang baik, seperti batang lurus, bebas cabang tinggi dan tahan serangan hama dan penyakit. Pohon-pohon itu disebut pohon plus dan merupakan sumber benih. Pemilihan pohon-pohon ini dari habitat alaminya, merupakan hal penting untuk pemuliaan tanaman hutan (Widyastuti 2007). Cara terbaik untuk mengevaluasi keunggulan pohon plus yang telah dipilih adalah melalui uji keturunan untuk memisahkan pohon plus yang disebabkan karena tumbuh pada lingkungan yang baik dengan pohon plus yang keunggulannya disebabkan karena genotipanya unggul (Leksono 2009). Melalui uji keturunan dapat dipilih sumber benih mana yang menghasilkan fenotipe terbaik pada suatu lokasi. Sebagai syarat untuk memperbaiki mutu genetik tanaman, diperlukan adanya keragaman genetik yang cukup luas. Keragaman genetik yang tinggi pada suatu populasi menunjukkan potensi populasi tersebut untuk beradaptasi pada berbagai kondisi lingkungan (Widyastuti 2007). Keragaman genetik dapat diduga dengan metode penanda genetik. Penanda molekuler yang telah digunakan dalam penilaian keragaman suatu populasi tanaman hutan adalah isoenzim, RFLP, SSR, AFLP dan RAPD (Linhart 2002). Salah satu metode yang sudah banyak dan berhasil digunakan adalah RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). Teknik RAPD memiliki keunggulan karena dapat dengan cepat mendeteksi polimorfisme fragmen DNA, relatif mudah dilakukan dan hanya memerlukan sejumlah kecil DNA. Penggunaan penanda RAPD memungkinkan dapat
3
mendeteksi polimorfisme fragmen DNA yang diseleksi dengan menggunakan satu primer yang bersifat acak (Ulfah 2008). Sekalipun demikian konsistensi hasil teknik ini relatif rendah. Hal ini antara lain disebabkan karena kepekaan pola pita RAPD terhadap kondisi reaksi, khususnya suhu alat PCR atau thermocycler (Rimbawanto et al. 2004, diacu dalam Ulfah 2008). 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mempelajari keragaman pertumbuhan (fenotipe) populasi Sengon Solomon yang ditanam di Hutan Percobaan Cirangsad melalui penanda morfologi. 2. Menduga keragaman genetik populasi Sengon Solomon yang ditanam di Hutan Percobaan Cirangsad melalui penanda genetik RAPD.
1.3 Hipotesis Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah : 1. Ada keragaman pertumbuhan (fenotipe) pada populasi Sengon Solomon di Hutan Percobaan Cirangsad. 2. Ada keragaman genetik pada populasi Sengon Solomon di Hutan Percobaan Cirangsad.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai keragaman pertumbuhan (fenotipe) dan keragaman genetik hasil uji keturunan Sengon Solomon yang ditanam di Hutan Percobaan Cirangsad.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Sengon (Paraseriathes falcataria (L.) Nielsen) 2.1.1 Taksonomi dan Tata Nama Paraserianthes falcataria
(L.) Nielsen memiliki nama lokal Sengon
Solomon. Taksonomi dari Sengon Solomon adalah sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Bangsa Famili Sub Famili Marga Jenis
: Fabales : Leguminoceae : Mimosoidae : Paraserianthes : Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen Solomon
2.1.2 Ekologi dan Penyebaran Alami Pohon Sengon dapat tumbuh mulai dari pantai sampai daerah dengan ketinggian 1600 m di atas permukaan laut (dpl), dengan ketinggian optimum 0800 m di atas permukaan laut. Secara alami Sengon tersebar di Maluku, Papua Nugini, Kepulauan Solomon dan Bismark. Akan tetapi, pohon Sengon tersebut dapat beradaptasi dengan iklim monsoon dan lembap dengan curah hujan 2002.700 mm/tahun serta bulan kering 4 bulan. Pohon Sengon banyak ditanam di daerah tropis (Siregar 2008). Sengon juga ditemukan di Tempala, Sulawesi Selatan, sedangkan penanaman di pulau Jawa dilakukan pada Tahun 1971 (Dephut 2005). Jenis Sengon Solomon berasal dari Kepulauan Solomon, Samudera Pasifik, yang bertanah vulkanik nan subur (Agus 2008 dalam Trubusid 2008). Sengon dapat ditanam pada tapak yang kurang subur tanpa dipupuk. Akan tetapi tidak tumbuh subur pada lahan dengan drainase jelek. Pohon Sengon merupakan salah satu jenis yang memerlukan cahaya untuk pertumbuhannya. Pohon sengon merupakan salah satu jenis paling cepat tumbuh (fast growing
5
spesies) di dunia. Sengon juga merupakan salah satu jenis pohon pionir, terutama di hutan hujan dataran rendah yang mengalami degradasi (penurunan kualitas).
2.1.3 Ciri Morfologi Pohon Sengon Solomon berukuran sedang sampai besar, tinggi dapat mencapai 40 m, tinggi batang bebas cabang 20 m. Tidak berbanir, kulit licin, berwarna kelabu muda, bulat agak lurus. Diameter pohon dewasa bisa mencapai 100 cm atau lebih. Tajuk berbentuk perisai, jarang, selalu hijau. Daun Sengon tersusun majemuk menyirip ganda panjang dapat mencapai 40 cm, terdiri dari 8 – 15 pasang anak tangkai daun yang berisi 15 – 25 helai daun, dengan anak daunnya kecil-kecil dan mudah rontok. Warna daun hijau pupus, berfungsi untuk memasak makanan dan sekaligus sebagai penyerap nitrogen dan karbon dioksida dari udara bebas. Morfologi batang, tajuk dan daun Sengon Solomon disajikan pada Gambar 1. Bunga tersusun dalam bentuk malai berukuran sekitar 0,5 – 1 cm, berwarna putih kekuning-kuningan dan sedikit berbulu. Setiap kuntum bunga mekar terdiri dari bunga jantan dan bunga betina, dengan cara penyerbukan yang dibantu oleh angin atau serangga (Sanusi 2008).
(a) Gambar 1
(b)
(c)
Morfologi Sengon Solomon. Ket: (a) Batang Sengon Solomon, (b) Tajuk Sengon Solomon, (c) Daun Sengon Solomon (Foto: Pribadi).
Buah Sengon Solomon berbentuk polong, pipih, tipis, tidak bersekat-sekat dan panjangnya sekitar 6 – 12 cm. Setiap polong buah berisi 15 – 30 biji. Jumlah biji dalam setiap buahnya lebih sedikit dari Sengon laut & Sengon Morotai. Polong yang telah masak berwarna hijau gelap atau coklat. Ketika polong kering biji akan keluar dari polong (Laboratorium Silvikultur 2007). Bentuk biji mirip
6
perisai kecil, pipih, lonjong, 3 – 4 x 6 – 7 mm, waktu muda berwarna hijau, bagian tengah coklat dan jika sudah tua biji akan berubah kuning sampai berwarna coklat kehitaman, agak keras dan berlilin (Sanusi 2008). Harga sekilo benih Rp 2,5-juta terdiri atas 20.000-25.000 biji (Agus 2008, diacu dalam Trubusid 2008). Kayu Sengon Solomon lebih lunak, hampir seperti sengon merah. Sengon Solomon , pada umur kira - kira 5 - 6 tahun biasanya patah terkena angin kencang (Lee 2009).
2.1.4 Kegunaan dan Manfaat Tanaman Sengon memiliki beragam manfaat dari semua bagian pohonnya. Karakteristik yang dimiliki oleh kayu Sengon sangat sesuai dengan kebutuhan industri. Dibandingkan kayu jenis lain, masa tebang Sengon relatif cepat, budi daya mudah dan dapat tumbuh diberbagai jenis tanah. Oleh karena itu, kayu Sengon banyak diusahakan untuk berbagai keperluan dalam bentuk kayu olahan berupa papan-papan dengan ukuran tertentu sebagai bahan baku pembuat peti, papan penyekat, pengecoran semen dalam konstruksi, industri korek api, pensil, papan partikel serta bahan baku industri pulp dan kertas (Siregar 2008). Daun Sengon dapat digunakan untuk makanan ternak. Kulit kayunya yang memiliki tannin dapat digunakan sebagai penyamak. Sebagai tanaman hutan, Sengon juga memiliki jasa ekologis. Tegakan murninya dapat menahan erosi tanah dan air dan berfungsi sebagai naungan pada penanaman campuran dengan teh, kopi dan coklat. Untuk reklamasi lahan, Sengon telah berhasil ditanam pada tailing bekas penambangan timah dan telah ditanam secara luas untuk reforestasi dan aforestasi di lahan-lahan kritis (ICRAF 2006).
2.2 Keragaman Genetik Tanaman Hutan Keragaman genetik merupakan perbedaan gen yang terkandung dalam individu suatu populasi dan berhubungan dengan kemampuan beradaptasi suatu individu dalam mengalami perubahan selama proses perkembangannya. Keragaman genetik suatu jenis tanaman dapat dievaluasi pada dua tingkatan, yaitu keragaman dalam populasi (intra-population) dan keragaman antar populasi (inter-population). Keragaman genetik dalam populasi dapat diukur dari nilai
7
heterozigitas individual, ukuran-ukuran yang sering digunakan untuk mencirikan variasi genetik dalam populasi adalah persentase lokus polimorfik (PLP), jumlah alel yang diamati (na), jumlah alel yang efektif (ne) dan keragaman gen (He). Sedangkan keragaman genetik antar populasi dapat diukur dari jarak genetik, diferensiasi genetik (Gst) dan analisis gerombol (Finkeldey 2005). Tingkat keragaman genetik merupakan suatu indikasi atas kemampuan beradaptasi tanaman terhadap lingkungan tumbuhnya. Jenis tanaman yang mempunyai sebaran alam yang luas akan mempunyai keragaman genetik yang tinggi, karena eksistensi tanaman pada suatu lingkungan tumbuh merupakan manifestasi kemampuan jenis tersebut tumbuh dan berkembang dalam lingkungan tumbuh yang ada (Hartl dan Clark 1989). Dua sebab utama yang menyebabkan keragaman, yaitu perbedaan lingkungan (environmental variation) dan perbedaan susunan genetik yang diturunkan dari tetua kepada keturunannya (genetic variation). Adanya keragaman dalam suatu jenis perlu diketahui terlebih dahulu sebelum memulai pemuliaan pohon, karena adanya keragaman genetik merupakan prasyarat mutlak dalam pemuliaan, yaitu untuk memungkinkan seleksi dan untuk mencegah dihasilkannya tanaman yang tidak bermutu (Soerianegara dan Djamhuri 1979). Menurut Finkeldey (2005), keragaman genetik pada suatu populasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu mutasi dan aliran gen yang meningkatkan keragaman genetik. Sedangkan faktor yang menurunkan keragaman genetik adalah seleksi serta hanyutan genetik. Keragaman genetik tanaman dapat dianalisis
menggunakan
teknik
penanda
genetik
sebagai
alat
bantu
mengidentifikasi genotipe suatu individu. Penanda genetik yang dipilih untuk diamati adalah penanda yang terpaut dengan sifat/karakter yang menjadi sasaran penelitian. Macam penanda genetik yang sering digunakan antara lain penanda morfologi, penanda biokimia/penanda isoenzim dan penanda molekuler. Pohon hutan termasuk ke dalam organisme dengan variasi genetik yang tinggi. Sehingga, perubahan permanen secara evolusi adalah mungkin dan cenderung terjadi. Hutan tropis adalah hutan yang memiliki keragaman yang tinggi, akan tetapi jumlah setiap jenisnya rendah. Jenis yang dijumpai dalam kerapatan yang rendah di hutan tropis kurang bervariasi dibandingkan dengan
8
jenis-jenis yang dijumpai dalam populasi dengan kerapatan yang tinggi. Akan tetapi, nilai heterozigositas harapan adalah tinggi untuk banyak jenis walaupun pada populasi dengan kerapatan rendah (Finkeldey 2005). Hutan tropis memiliki variasi genetik yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan hutan temperit dan boreal. Keragaman genetik Sengon yang ada di Jawa menurut beberapa hasil penelitian tergolong rendah (Seido dan Widyatmoko 1993, Suharyanto et al. 2002). Penelitian-penelitian yang berhubungan dengan variasi genetik, khususnya pada jenis Paraserianthes falcataria telah banyak dilakukan. Pada Tabel 1, disajikan variasi genetik berdasarkan nilai heterozigositas harapan (He) hasil beberapa penelitian dengan beberapa metode yang berbeda pada jenis Paraserianthes falcataria .
Tabel 1 Variasi genetik Paraserianthes falcataria No. 1 2 3 4 5
Jenis Paraserianthes falcataria Paraserianthes falcataria Paraserianthes falcataria Paraserianthes falcataria Paraserianthes falcataria
Metode Isoenzim RAPD Isoenzim Isoenzim RAPD
He 0.226 0.187 0.235 0.172 0.185
Sumber Basyuni 1998 Thielges et al. 2001 Gunawan 2005 Wulan 2003 Widyastuti 2007
2.3 Seleksi Pohon Plus Pohon plus adalah pohon yang memiliki keunggulan dalam beberapa fenotipe seperti pertumbuhan tinggi dan diameter, bentuk batang, percabangan, ketahanan terhadap hama dan penyakit, produksi getah dan sebagainya, terpilih karena memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Pohon tersebut belum diuji keunggulan genetiknya. Pohon plus yang telah diuji keunggulan genetiknya disebut pohon elit. Menurut Finkeldey (2005), seleksi pohon plus adalah suatu metode seleksi massa, yakni metode pemuliaan menggunakan campuran keturunan tetua-tetua yang diseleksi berdasarkan fenotipenya, untuk pembangunan generasi keturunan. Pohon-pohon yang terpilih adalah pohon-pohon yang berfenotipe unggul. Tujuan dari seleksi pohon plus tersebut adalah untuk mendapatkan pohonpohon berfenotipe unggul yang dalam jangka pendek dapat digunakan sebagai sumber benih untuk kegiatan penanaman dan dalam jangka panjang digunakan
9
sebagai populasi pemuliaan untuk membangun kebun benih atau kebun pangkas dan merupakan salah satu upaya konservasi sumberdaya genetik. (Laboratorium Silvikultur 2006).
2.4 Kebun Benih Kebun benih merupakan suatu areal dimana suatu fenotipe atau genotipe yang unggul dibangun dan dikelola secara intensif dan berkelanjutan untuk menghasilkan benih (Zobel dan Talbert 1984). Menurut Soerianegara (1976), kebun benih (seed orchard) dibuat dengan tujuan untuk menghasilkan biji-biji unggul. Ada dua tipe kebun benih yang dikenal selama ini yaitu kebun benih semai (seedling seed orchard) dan kebun benih klonal (clonal seed orchard). Kebun benih semai adalah kebun benih yang material tanamnya diperbanyak secara generatif, sedangkan kebun benih klonal, material tanamnya diperbanyak secara vegetatif (Murtiyoso dan Tridasa 1996). Minimal terdapat 15-25 klon atau famili dalam suatu areal kebun benih untuk memastikan kecukupan genetik dasar (genetic base) dan batas jumlah selanjutnya dapat dibuat sendiri (Schmidt 1993). Seleksi Pohon plus dari Tegakan Alami atau Tanamantanaman dari provenan Terbaik Koleksi Benih Persemaian
Koleksi Benih Penjarangan terhadap famili dan individu dalam famili yang bermutu rendah dengan menyisakan satu pohon per plot sebagai tegakan tinggal
Uji Keturunan Evaluasi Uji Keturunan Hasil Uji Keturunan
Kebun Benih Semai (Hasil Penjarangan) Benih untuk Program Penanaman
Gambar 2 Bagan Kebun Benih dengan Uji Keturunan Terpisah (Seedling Seed Orchard with Separate Progeny Test). Sumber: Schmidt (1993). 2.5 Uji Keturunan Uji keturunan (progeny test) merupakan suatu cara untuk mengevaluasi individu melalui perbandingan keturunan dalam suatu eksperimen (Leksono
10
2009). Uji keturunan merupakan suatu metode seleksi pohon tetua berdasarkan fenotipe turunannya (Zobel dan Talbert 1984). Metode ini disebut dengan penurunan sifat, dilakukan dengan mengamati keragaman fenotipe pada keturunanya dari induk-induk yang diseleksi. Manfaat dari nilai uji keturunan dalam suatu pola seleksi adalah memungkinkan seleksi dilaksanakan atas dasar genotipe dibandingkan dengan fenotipe-nya, dan memisahkan genotipe dari pengaruh-pengaruh interaksi genotipa dan lingkungan. Tujuan dari kegiatan uji keturunan adalah menguji nilai genetik pohon tetua melalui keturunanya. Melalui uji keturunan ini dapat diperoleh informasiinformasi genetik dari tanaman tersebut yang diperlukan untuk kegiatan selanjutnya. Menurut pengalaman, evaluasi cukup akurat bila dilakukan pada tanaman sampai berumur setengah rotasi (daur tanaman) (Laksono 2009).
2.6 Penanda Genetik RAPD Analisis keragaman suatu tanaman dapat dilakukan dengan pengukuran terhadap performans fenotipe ataupun melalui marka (penanda) tertentu (Siregar dan Kusmana 2002). Menurut Finkeldey (2005), penanda genetik dapat digunakan untuk identifikasi klon-klon, identifikasi hibrid, pengukuran keragaman genetik antar dan dalam populasi, pengamatan sistem reproduksi (sistem perkawinan dan aliran gen), bukti selektifitas (praktek pengelolaan hutan dan perubahan lingkungan) dan identifikasi lokus sifat kuantitatif/QTL (Quantitative Trait Loci). RAPD merupakan salah satu metode penanda genetik yang dapat digunakan diberbagai keperluan penelitian pada tingkat molekuler. Dalam analisis RAPD mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan teknik lainnya antara lain relatif mudah dilakukan, cepat, hanya memerlukan sejumlah kecil DNA, informasi tentang susunan nukleotida dalam DNA tidak perlu diketahui terlebih dahulu dan tidak memerlukan pereaksi radioaktif serta primer acak yang dipakai dapat dibeli dan dapat digunakan untuk analisis genetik semua jenis organisme (Wels dan McClelland 1990; William et al. 1990). Penanda RAPD menggunakan prinsip kerja mesin PCR (Polymerase Chain Reaction). Metode ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1990 oleh J. Williams (William et al. 1990), dengan menggunakan primer tunggal/sekuen
11
nukleotida pendek (10-20 mer) yang susunan basanya dibuat secara acak. Perbedaan pokok RAPD dengan PCR adalah RAPD menggunakan satu primer pendek berukuran panjang 10 basa, sedangkan PCR menggunakan primer ganda berukuran panjang 20 basa. Urutan basa yang cocok dengan primer ini akan muncul di sepanjang genom. Teknik RAPD akan mendeteksi polimerfisme DNA yang akan diakibatkan oleh tidak munculnya amplifikasi pada suatu lokus. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan urutan pada titik pertemuan primer. Ini berakibat primer tidak dapat menempel pada bagian tersebut sehingga tidak terjadi amplifikasi. Oleh karenanya hanya dua kemungkinan alel pada penanda RAPD, yaitu timbulnya pita pendek sebagai hasil amplifikasi atau tidak adanya pita karena tidak adanya amplifikasi. Penanda yang demikian disebut sebagai dominant marker. Pita yang berbeda ukurannya dari satu primer RAPD diasumsikan berasal dari lokus RAPD yang berbeda. Metode RAPD ini mampu mendeteksi sekuen nukleotida dengan hanya menggunakan suatu primer atau nukleotida yang disusun acak (Widyastuti 2007).
2.7 PCR (Polymerase Chain Reaction) Polymerase Chain Reaction ("reaksi berantai polimerase", PCR) merupakan suatu reaksi in vitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu dengan cara mensintesis molekul DNA baru yang berkomplemen dengan molekul DNA target tersebut dengan bantuan enzim dan oligonukleotida sebagai primer dalam suatu thermocycler. Panjang target DNA berkisar antara puluhan sampai ribuan nukleotida yang posisinya diapit sepasang primer. Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Kary B. Mullis pada tahun 1985 yang merupakan seorang peneliti di perusahaan CETUS Corporation (Kusuma 2008). PCR memungkinkan sejumlah kecil sekuens DNA tertentu disalin jutaan kali untuk diperbanyak (sehingga dapat dianalisis) atau dimodifikasi secara tertentu. Sebagai contoh, PCR dapat digunakan untuk menambahkan situs enzim restriksi, atau untuk memutasikan (mengubah) basa tertentu pada DNA. Proses PCR untuk memperbanyak DNA melibatkan serangkaian siklus temperatur yang berulang dan masing-masing siklus terdiri atas tiga tahapan. Secara prinsip, PCR
12
merupakan proses yang diulang-ulang antara 20–30 kali. Setiap satu siklus terdiri dari tiga tahap yang meliputi: 1. Tahap peleburan (melting) atau denaturasi. Pada tahap ini (berlangsung pada suhu tinggi, 94–96°C) ikatan hidrogen DNA terputus (denaturasi) dan DNA menjadi berberkas tunggal. Biasanya pada tahap awal PCR tahap ini dilakukan agak lama (sampai 5 menit) untuk memastikan semua berkas DNA terpisah. Pemisahan ini menyebabkan DNA tidak stabil dan siap menjadi templat ("patokan") bagi primer. Durasi tahap ini 1–2 menit. 2. Tahap penempelan atau annealing. Primer menempel pada bagian DNA templat yang komplementer urutan basanya. Ini dilakukan pada suhu antara 45–60°C. Penempelan ini bersifat spesifik. Suhu yang tidak tepat menyebabkan tidak terjadinya penempelan atau primer menempel di sembarang tempat. Durasi tahap ini 1–2 menit. 3. Tahap pemanjangan atau elongasi. Suhu untuk proses ini tergantung dari jenis DNA-polimerase yang dipakai. Dengan Taq-polimerase, proses ini biasanya dilakukan pada suhu 76°C. Durasi tahap ini biasanya 1 menit. Lepas tahap 3, siklus diulang kembali mulai tahap 1. Tahapan bekerjanya PCR di atas disajikan pada Gambar 3. Akibat denaturasi dan renaturasi, beberapa berkas baru menjadi templat bagi primer lain. Akhirnya terdapat berkas DNA yang panjangnya dibatasi oleh primer yang dipakai. Jumlah DNA yang dihasilkan berlimpah karena penambahan terjadi secara eksponensial (Laboratorium Silvikultur 2007).
Gambar 3 Skema siklus PCR (Agung et al. 2007).
BAB III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua bagian. Pertama, analisis pertumbuhan tanaman dan pengambilan contoh daun dilakukan di Hutan Percobaan RPH Cirangsad, BKPH Jasinga, KPH Bogor selama 1 bulan, yakni pada bulan Mei 2009. Kedua, analisis keragaman genetik dengan penanda RAPD dilaksanakan di Ruang Analisis Genetika, Laboratorium Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor selama 2 bulan dari bulan Juni hingga Juli 2009.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Bahan Tanaman Bahan tanaman yang digunakan untuk analisis genetika adalah tanaman Sengon Solomon umur 2 tahun yang ditanam di area species trial pada Hutan Percobaan Cirangsad. Design yang digunakan dalam pembangunan area spesies trial adalah single tree plot dengan rancangan acak lengkap berblok. Tanaman terletak pada 4 blok yang lokasinya berbeda-beda. Di dalam setiap blok terdapat 9 individu tanaman. Setiap individu tanaman di dalam setiap blok berasal dari pohon induk (mother tree) yang berbeda-beda yang selanjutnya disebut famili. Famili merupakan kumpulan individu tanaman Sengon Solomon dari satu induk yang sama. Layout penanaman Sengon Solomon disajikan pada Lampiran 1, 2, 3 dan 4. Kode tanaman Sengon Solomon yang digunakan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Kode tanaman Sengon Solomon Blok
1
No. Famili
Kode Tanaman
No. Famili
Kode Tanaman
1
S1B1
Blok
1
S1B2
2
S2B1
2
S2B2
3
S3B1
3
S3B2
4
S4B1
4
S4B2
5
S5B1
5
S5B2
6
S6B1
6
S6B2
7
S7B1
7
S7B2
8
S8B1
8
S8B2
9
S9B1
9
S9B2
2
14
Tabel 2 Lanjutan Kode tanaman Sengon Solomon Blok
3
No. Famili
Kode Tanaman
1 2
Blok
No. Famili
Kode Tanaman
S1B3
1
S1B4
S2B3
2
S2B4
3
S3B3
3
S3B4
4
S4B3
4
S4B4
5
S5B3
5
S5B4
6
S6B3
6
S6B4
7
S7B3
7
S7B4
8
S8B3
8
S8B4
9
S9B3
9
S9B4
4
Pohon induk Sengon Solomon di atas berasal dari 9 pohon plus yang selanjutnya disebut mewakili 9 famili. Kesembilan pohon plus ini ditanam pada lokasi yang sama, yakni Desa Haurwangi, Bojong Picung, Cianjur, Jawa Barat. Pohon plus tersebut merupakan hasil eksplorasi tim IPB-KOICA di Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten.
3.2.2 Alat dan Bahan 3.2.2.1 Pengukuran Parameter Pertumbuhan Tanaman Alat yang digunakan dalam pengukuran parameter kuantitatif pertumbuhan tanaman Sengon Solomon umur 2 tahun adalah tongkat pengukur tinggi pohon yang panjangnya berukuran 250 cm, kaliper analitik untuk mengukur diameter pohon (Gambar 4), tally sheet dan alat tulis.
(a)
(b)
Gambar 4 Alat-alat pengukur parameter pertumbuhan. Ket: (a) Tongkat pengukur tinggi, (b) Kaliper analitik.
15
3.2.2.2 Pengambilan Contoh Daun Alat dan bahan yang digunakan dalam pengambilan contoh daun Sengon Solomon adalah silika gel, klip plastik, gunting, kertas label, alat tulis dan kamera digital.
3.2.2.3 Analisis Genetik dengan Penanda RAPD Alat dan bahan yang digunakan untuk teknik analisis genetik dengan penanda RAPD terbagi dalam berbagai tahap pekerjaan, yaitu tahapan ekstraksi DNA, uji kualitas dan kuantitas DNA. Untuk pengujian kuantitas DNA dilakukan proses PCR-RAPD. Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik disajikan pada Tabel 3 dan Gambar 5.
Tabel 3 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik Tahapan Pekerjaan Analisis Ekstraksi DNA Alat: Sarung tangan, mortar, pestel, sudip, mikro pipet, tips, tube 2 ml, rak tube, mesin vortex, mesin water bath fisherbrand, mesin sentrifugasi, freezer, desikator.
Uji Kualitas DNA Alat: Sarung tangan, timbangan analitik, gelas ukur, tabung elenmeyer, microwave, bak agar, mikro pipet, mesin elektroforesis fisher scientific, bak EtBr, kamera, DNA, mesin UV transiluminator
Bahan:Bufer ekstrak, PVP 100%, chloroform, isopropanol dingin, NaCl, etanol 90%, buffer TE.
Bahan:Agarose, buffer TAE 1x, DNA hasil ekstraksi, blue juice 10x, EtBr.
RAPD
PCR-RAPD Alat: Sarung tangan, mikro tube 0,2 ml, rak mikrotube, mesin PCR PTC-100 Programmable Thermal Cycler, timbangan analitik, gelas ukur, tabung elenmeyer, microwave, bak agar, mikro pipet, mesin elektroforesis fisher scientific, bak EtBr, kamera, DNA, mesin UV transiluminator, laptop. Bahan:Aquabidest, primer, DNA target, Green Go Taq Polymerase, nukleas free-water.
Analisis Data Alat: Komputer, softwere POPGENE 32 dan NTSYS versi 2.0.
16
(a)
(d)
(g)
(b)
(e)
(h)
(c)
(f)
(i)
Gambar 5 Foto alat-alat penelitian. Ket: (a) Pipet mikro effendrof, (b) Mesin Vortex, (c) Mesin water bath fisherbrand, (d) Mesin sentrifugasi, (e) Freezer, (f) Desikator, (g) Timbangan analitik, (h) Mesin elektroforesis Fisher scientific, (i) Mesin PCR PTC-100 Programmable Thermal Cycler (foto pribadi). 3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Pengukuran Parameter Pertumbuhan Tanaman Pengukuran yang dilakukan pada tanaman Sengon Solomon yang berumur 2 tahun terbagi menjadi 2 bagian, yakni pengukuran parameter kuantitatif dan parameter kualitatif. Parameter kuantitatif dibutuhkan untuk mengetahui keragaman pertumbuhan tanaman Sengon Solomon dan men-skoring parameter
17
pertumbuhan tanaman Sengon Solomon. Parameter kualitatif dibutuhkan untuk melakukan skoring parameter pertumbuhan tanaman Sengon Solomon. Parameter kuantitatif meliputi pertumbuhan tanaman yang diukur adalah tinggi tanaman, tinggi bebas cabang, diameter batang, diameter cabang dan sudut cabang.Sedangkan parameter kualitatif, meliputi bentuk batang, warna kulit batang dan ketahanan terhadap hama & penyakit. Analisis keragaman seluruh parameter pertumbuhan Sengon Solomon dilakukan dengan memberikan ranking pada setiap ragam di seluruh parameter. Rangking 1 menunjukkan bahwa nilai ragam besar, sedangkan ranking 9 menunjukkan bahwa nilai ragam kecil.
3.3.2 Skoring Parameter Pertumbuhan Tanaman Skoring pada tanaman Sengon Solomon ditujukan untuk mendapatkan data skor total seluruh parameter yang diukur pada setiap individu. Setiap parameter yang diukur memiliki skor tertentu. Jumlah total skor maksimal adalah 90 poin. Cara men-skoring pada Sengon Solomon ini didasarkan pada cara men-skoring seleksi pohon terbaik, yakni : a. Tinggi Tanaman (10 poin) Skor tergantung kepada berapa persen lebih tinggi dari rata-rata tinggi tanaman pembanding. Nilai skor tinggi tanaman, meliputi : < 5%
lebih tinggi
: 0 poin,
15 - <20% lebih tinggi
: 6 poin
5 - <10% lebih tinggi
: 2 poin,
20 - <25% lebih tinggi
: 8 poin
10 - <15% lebih tinggi
: 4 poin,
≥25%
: 10 poin
lebih tinggi
Pada penelitian ini tanaman pembanding yang digunakan adalah tanaman Sengon biasa yang jaraknya berada 4 m dari tanaman uji Sengon Solomon. Dari jumlah total tanaman uji Sengon Solomon (36 individu) hanya digunakan tanaman pembanding sejumlah 18 individu. Tanaman pembanding yang digunakan terletak di dekat blok 1 dan blok 3 Sengon Solomon. b. Diameter Batang (20 poin) Skor tergantung kepada berapa persen lebih besar dari rata-rata diameter batang tanaman pembanding (Sengon biasa yang ditanam dengan jarak 4 m dari tanaman uji Sengon Solomon). Nilai skor diameter batang, meliputi :
18
< 5%
lebih besar
: 0 poin,
15 - <20% lebih besar
: 15 poin
5 - <10% lebih besar
: 5 poin,
≥20%
: 20 poin
10 - <15% lebih besar
: 10 poin
lebih besar
c. Tinggi Bebas Cabang (10 poin) Skor tergantung kepada persentase antara tinggi batang bebas cabang dengan tinggi tanaman Sengon Solomon dan tidak dibandingkan dengan tanaman pembanding: < 30%
: 0 poin,
50 - <60%
: 6 poin
30 - <40%
: 2 poin,
60 - <70%
: 8 poin
40 - <50%
: 4 poin,
≥70%
: 10 poin
d. Bentuk Batang (30 poin) Batang lurus
: 30 poin
Batang berbentuk S
: kurangi 3 - 15 poin
Batang berbentuk busur
: kurangi 3 - 15 poin
Batang berbentuk J
: kurangi 2 - 5 poin
Batang spiral
: kurangi 5 - 20 poin
Batang tidak silindris*)
: kurangi 1 - 5 poin
Bentuk batang disajikan pada Lampiran 9. e. Diameter Cabang (5 poin) Skor tergantung kepada persentase antara diameter cabang rata-rata dengan diameter batang tempat kedudukan cabang yang bersangkutan, tidak dibandingkan dengan tanaman pembanding : > 50%
: 0 poin,
30 - 50%
: 2 poin,
< 30%
: 5 poin
f. Sudut Cabang (5 poin) Skor tergantung kepada sudut cabang rata-rata tanaman Sengon Solomon, tidak dibandingkan dengan tanaman pembanding : < 500
: 0 poin
50 - 700
: 2 poin
0
: 5 poin
>70
g. Persen Hidup / survival (5 poin) Tanaman mati
: 0 poin
Tanaman hidup
: 5 poin
19
h. Ketahanan terhadap Hama-Penyakit (5 poin) Skor tergantung dari tingkat ketahanan tanaman Sengon Solomon terhadap hama dan penyakit, tidak dibandingkan dengan tanaman pembanding : Sakit (luas tanda-tanda serangan hama penyakit >20%)
: 0 poin
Sehat (luas tanda-tanda serangan hama penyakit <20%)
: 5 poin
Analisis skoring parameter pertumbuhan pada setiap individu Sengon Solomon dilakukan untuk mengetahui famili terbaik. Cara analisis skoring adalah memberikan ranking pada setiap rata-rata skoring setiap famili. Rangking 1 menunjukkan bahwa nilai rata-rata skoring di famili tersebut besar, sedangkan ranking 9 menunjukkan bahwa nilai rata-rata skoring di famili tersebut kecil.
3.3.3 Analisis Genetik dengan Penanda RAPD Metode analisis DNA dengan RAPD dibagi menjadi tiga tahapan yaitu ekstraksi dan isolasi DNA, Reaksi RAPD, skoring & analisis data. Secara umum prosedur penelitian dengan metode RAPD dapat dilihat pada Gambar 6. Sampel (Daun)
Ekstraksi DNA Tidak
Elektroforsis Agar 1%, V : 100 Volt)
PCR (Seleksi primer random)
PCR (Seleksi primer) )spesifik)
PCR (Primer Terbaik)
Tidak
Elektroforsis (Agar 2%, V : 100 Volt)
Foto Interpretasi dan Analisis Data
Deskriptif
POPGEN E
NTSYS
Gambar 6 Bagan prosedur teknik PCR-RAPD.
20
3.3.3.1 Ekstraksi DNA Ekstraksi dan isolasi DNA pada tanaman Sengon Solomon secara umum dilakukan dengan prosedur yang sama dengan kegiatan ekstraksi untuk jenis-jenis pohon kehutanan yang lain. Ektraksi DNA atau isolasi DNA, merupakan metode pemisahan DNA dari bahan-bahan yang tidak diperlukan (Laboratorium Silvikultur 2007). Bahan yang dianalisis berupa sampel daun Sengon Solomon sebanyak 10 helai digerus dengan 500 µl buffer ekstrak dan 100 µl PVP 1 % di dalam pestel yang bersih sampai daun halus merata. Fungsi buffer ekstrak dan PVP adalah mempercepat proses penghancuran. Hasil gerusan dipindahkan ke dalam tube 2 ml dan di vortex agar homogen. Oleh karena penggerusan yang telah dilakukan tidak cukup untuk merusak jaringan atau sel, maka hasil gerusan direbus dalam air panas atau disebut dengan inkubasi. Proses inkubasi dilakukan selama 45 menit-1 jam dalam water bath dan setiap 15 menit sekali dibolakbalikkan. Suhu optimal yang digunakan dalam proses inkubasi berkisar antara 65o-70o C. Apabila proses inkubasi melebihi suhu optimal maka DNA yang ada dalam tube akan rusak. Jika proses inkubasi telah selesai maka tube diangkat dan didinginkan ± 15 menit. Tube yang telah dingin ditambahkan chloroform sebanyak 500 µl, lalu di sentrifuse pada kecepatan 13,000 rpm selama 2 menit. Proses sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan bahan-bahan kimia atau fase organik dari fase air berupa supernatan (Gambar 7). Yang digunakan untuk tahapan selanjutnya adalah fase air yang berisi benang-benang nukleat. Untuk itu fase air dipisahkan dari fase organik dengan menggunakan mikro pipet lalu fase air dipindahkan ke dalam tube baru. Kegiatan di atas dilakukan sebanyak dua kali.
Gambar 7 Proses pemisahan supernatan.
21
Supernatan yang telah dipindahkan ke tube baru ditambahkan 500 µl isopropanol dingin dan 300 µl NaCl. Campuran ini disimpan dalam freezer selama 45 menit - 1 jam. Penyimpanan bertujuan untuk mengendapkan dan membentuk benang-benang nukleat yang akan menjadi DNA. Hasil pengendapan tersebut disentrifugasi pada kecepatan 13,000 rpm selama 2 menit, kemudian cairan dalam tube dibuang. Pembuangan cairan dilakukan dengan hati-hati agar pellet DNA yang mengendap tidak ikut terbuang. Hasil pengendapan berupa pellet DNA dicuci dengan menggunakan etanol 90 % sebanyak 300 µl. Kemudian disentrifugasi dan membuang cairan etanol. Proses ini dilakukan sebanyak dua kali dengan tujuan mendapatkan pellet DNA yang cukup murni. Pellet DNA yang telah dicuci dikeringkan dalam desikator ± 15 menit. Posisi tube yang berisi pellet DNA dalam keadaan terbalik agar silikagel di dalam desikator dapat menyerap cairan yang ada dalam tube. DNA yang telah kering ditambahkan buffer TE sebanyak 50 µl dengan tujuan untuk memekatkan dan melarutkan pellet DNA. Pellet DNA yang telah ditambahkan buffer TE, disentil-sentil dan disentrifugasi kembali pada kecepatan 13,000 rpm selama 2 menit. Karakteristik pita DNA dapat diamati dengan melakukan elektroforesis menggunakan gel agarose dengan konsentrasi sebesar 1% (b/v). Hasil elektroforesis berupa gel yang berisi DNA dilarutkan dalam larutan EtBr ± 15 menit. Kualitas DNA dapat dilihat di UV Transiluminator.
3.3.3.2 Seleksi Primer Primer adalah rantai pendek DNA yang dihasilkan secara buatan biasanya terdiri antara 10 – 25 nukleotida. (Finkeldey 2005). Sepasang primer yang sekuennya telah ditentukan untuk dapat menemukan sekuen target pada DNA digunakan dalam PCR. Segmen DNA diantara kedua titik pertemuan primer akan diamplifikasi dalam reaksi PCR. Primer berfungsi sebagai titik awal sintesis oleh enzim yang disebut DNA polymerase yang diperoleh dari bakteri Thermus aquaticus. Enzim ini juga biasa disebut Taq DNA polymerase. Enzim ini sesuai untuk proses amplifikasi karena dapat bertahan pada suhu tinggi hingga 95oC meskipun suhu optimum bagi aktivitas enzim adalah 72oC. Setelah terjadi
22
annealing selanjutnya dilakukan perbanyakan fragmen DNA melalui proses ekstensi pada suhu 72oC. Dalam
teknik
RAPD,
umumnya
primer
yang
digunakan
berupa
oligonukleotida yang memiliki panjang sebesar 10-mer yang dipilih secara acak dan minimum memiliki lima basa G dan C. Primer yang mempunyai panjang kurang dari 9-mer dapat digunakan tetapi akan menghasilkan produk amplifikasi yang lebih sedikit dan diperlukan metode pewarnaan yang lebih sensitif untuk mendeteksinya. Seleksi primer dilakukan untuk memperoleh primer-primer yang dapat mengamplifikasi DNA, karena tidak semua primer nukleotida dapat menghasilkan produk. Pada kegiatan ini dilakukan survei terhadap 23 primer, yaitu primer dari golongan OPA, OPB, OPO, OPU dan OPY yang diproduksi oleh Operon Technology (Tabel 4). Primer dari Golongan OPA memiliki kode primer A.5, A.7, A.12, A.14 dan A.16. Primer dari golongan OPB memiliki kode primer B.3, B.8, B.9, B.13 dan B.20. Primer dari golongan OPO memiliki kode primer O.5, O.10, O.13 dan O.16. Primer dari golongan OPU memiliki kode primer U.4, U.5, U.8 dan U.14. Primer dari golongan OPY memiliki kode primer Y.12, Y.13, Y.16, Y.18 dan Y.20. Dari hasil seleksi hanya dipilih 5 primer yang polimorfik dengan pita yang jelas.
Tabel 4 Urutan basa nukleotida 23 primer (Operon Technology) No.
Primer
Urutan Basa
No.
Primer
Urutan Basa
1
OPA-05
5' AGGGGTCTTG '3
13
OPO-13
5' GTCAGAGTCC '3
2
OPA-07
5' GAAACGGGTG '3
14
OPO-16
5' TCGGCGGTTC '3
3
OPA-12
5' TCGGCGATAG '3
15
OPU-04
5’ ACCTTCGGAC '3
4
OPA-14
5' TCTGTGCTGG '3
16
OPU-05
5’ TTGGCGGCCT '3
5
OPA-16
5' AGCCAGCGAA '3
17
OPU-08
5’ GGCGAAGGTT '3
6
OPB-03
5' CATCCCCCTG '3
18
OPU-14
5’ TGGGTCCCTC '3
7
OPB-08
5' GTCCACACGG '3
19
OPY-12
5' AAGCCTGCGA '3
8
OPB-09
5' TGGGGGACTC '3
20
OPY-13
5' CACAGCGACA '3
9
OPB-13
5' TTCCCCCGCT '3
21
OPY-16
5' GGGCCAATGT '3
10
OPB-20
5' GGACCCTTAC '3
22
OPY-18
5' GTGGAGTCAG '3
11
OPO-05
5' CCCAGTCACT '3
23
OPY-20
5' AGCCGTGGAA '3
12
OPO-10
5' TCAGAGCGCC '3
23
3.3.3.3 PCR (Polymerase Chain Reaction) Proses PCR membutuhkan 4 komponen utama yaitu DNA target, Green Go Taq Polymerase, primer dan nukleas free-water (Tabel 5). DNA hasil proses ekstraksi sebelum dilakukan proses amplifikasi PCR harus dilakukan pengenceran dengan menggunakan aquabidest. Besarnya perbandingan antara DNA dengan aquabidest tergantung dari tebal dan tipisnya DNA genomik hasil ekstraksi.
Tabel 5 Komposisi bahan untuk reaksi PCR No.
Nama Bahan
1 sampel reaksi
X sample reaksi
1
DNA target
2 µl
X x 2 µl
2
Grren Go Taq Polymerase
7.5 µl
X x 7.5 µl
3
Primer
1.5 µl
X x 1.5 µl
4
Nukleas free water
2.5 µl
X x 2.5 µl
DNA yang akan diperbanyak pada proses PCR pada umumnya adalah DNA total atau DNA genomik yang diekstraksi dari sel. Sedangkan jumlah cetakan DNA yang diperlukan dalam proses PCR sangat sedikit yaitu sekitar 1 µl atau ≤ 10 ng/µl (Promega 2003, diacu dalam Yunanto 2006). Untuk mengetahui konsentrasi
DNA
hasil
ekstraksi
dapat
ditetapkan
dengan
melakukan
elektroforesis dengan menggunakan gel agarose. Pada proses amplifikasi DNA dengan PCR karena kekhususannya, maka hasilnya sangat ditentukan oleh primer oligonukleotida yang digunakan. Pada penelitian ini terdapat 36 individu tanaman Sengon Solomon yang telah dilakukan pengukuran parameter pertumbuhan tanaman, namun hanya 15 individu tanaman saja yang akan dilakukan analisis keragaman genetik dengan penanda RAPD. Individu yang dipilih untuk di analisis genetiknya merupakan individu tanaman yang memiliki nilai skoring tertinggi dan terendah. Dalam hal ini yang dimaksud dengan nilai skoring adalah nilai dari hasil skoring parameter pertumbuhan tanaman (skoring seleksi pohon terbaik). Tujuan pemilihan individu yang
akan
dianalisis
genetiknya
ini
agar
dapat
memudahkan
dalam
membandingkan keragaman genetik bagi individu yang memiliki skoring tertinggi dan individu yang memiliki skoring terendah. Reaksi PCR dilakukan dengan menggunakan 13.5 uL volume larutan yang terdiri dari nukleas free water 2.5 µl, primer 1.5 ul, Green Go Taq Polymerase 7.5
24
µl dan 2 µl genomik DNA. Amplifikasi DNA dilakukan dengan menggunakan mesin PTC-100 progammable Thermal Cycler (MJ Research, Massachussetts, USA). Proses PCR dilakukan dengan menggunakan primer hasil dari seleksi. Hasil proses PCR kemudian dianalisis dengan melakukan elektroforesis menggunakan 2.0 % gel agarose dalam larutan buffer 1 x TE dan distaining didalam Ethidium Bromide. Pengaturan suhu pada mesin PTC-100 untuk reaksi PCR didasarkan atas penelitian Ratih et al. 1998 yang dimodifikasi (Yunanto 2006) terdapat pada Tabel 6.
Tabel 6 Tahapan-tahapan dalam proses PCR Tahapan Pre-denaturation Denaturation
Suhu 950C 950C
Waktu 10 menit 1 menit
Jumlah Siklus 1
Annealing
370C
3 menit
35
Extension
0
72 C
2 menit
0
10 menit
Final Extension
72 C
1
3.4 Analisis Data 3.4.1 Analisis Data Pertumbuhan Tanaman Data pertumbuhan tanaman yang berupa tinggi, tinggi bebas cabang dan diameter dianalisis dengan menggunakan statistika deskripsi, seperti ukuran pemusatan dan ukuran penyebaran. Ukuran pemusatan data yang digunakan adalah nilai tengah (rataan) dan ukuran penyebaran data yang digunakan adalah standard deviasi. Analisis data untuk statistika deskripsi menggunakan program Microsoft Office Excel 2007 dan software MINITAB 13.
3.4.2 Analisis Data RAPD Hasil PCR yang telah dielektroforesis difoto dan dianalisis dengan melakukan skoring pola pita yang muncul. Pola pita yang muncul (positif) diberi nilai 1 dan pola pita yang tidak muncul (negatif) diberi nilai 0. Hasil perhitungan kemudian dianalisis untuk mengetahui frekuensi dan keragaman dalam jenis dan antar populasi Paraserianthes falcataria (Sengon Solomon) dengan menggunakan software POPGENE 32. Pendugaan hubungan kekerabatan dilakukan berdasarkan jumlah pita polimorfik yang dimiliki bersama (Nei dan Lei 1979, diacu dalam
25
Yunanto 2006), sedangkan pengelompokan kerabat berdasarkan metode UPGMA (Unweighted Pair Group with Arithmatic Average) dengan software NTSYS Versi 2.0 (Rohlf 1998, diacu dalam Yunanto 2006). Contoh proses skoring dapat dilihat pada Gambar 8.
L-1
1 0 1 1 1
1 1 0 1 1
1 1 1 1 1
1 0 1 1 1
1 0 1 1 0
Lokus
1
2
3
4
5
L-5
L-5
L-4
L-4
L-3
L-3 L-2
L-2 L-1 Lokus
1
2
3
4
5
Hasil Skoring Pita DNA pada Individu
Posisi Pita DNA pada Individu
Gambar 8 Cara penilaian pita dengan sistem skoring (1 = ada pita, 0 = tidak ada pita).
Parameter variasi genetik yang dicari dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (Finkeldey 2005, diacu dalam Yunanto 2006):
( LP ) ( LP ) ( LM )
1. Persentase Lokus Polimorfik (PLP) = Keterangan : Σ(LP) : jumlah lokus polimorfik Σ(LM) : jumlah lokus monomorfik 2. Jumlah alel yang diamati (ne) = 3. Jumlah alel yang efektif (na) =
Alel Lokus 1
pi
2
i
Keterangan : pi = frekuensi genetik tipe ke i 4. Heterozigitas harapan (He)
= 1-
pi
2
i
Keterangan : pi = frekuensi genetik tipe ke i
x 100%
BAB IV. KONDISI UMUM
4.1 Letak dan Luas Hutan percobaan Cirangsad merupakan hasil kerjasama antara Perhutani dengan Rumpin Seed Source Nursery Center (RSSNC). Tujuan pembangunan Hutan
Percobaan
Cirangsad
adalah
untuk
membangun
sumber
benih,
mengkonservasi material genetik dan menguji kecocokan lahan pada jenis yang dikoleksi. Sumber benih pada Hutan Percobaan Cirangsad berguna sebagai penyedia benih yang akan digunakan untuk rehabilitasi hutan dan penanaman komesial. Benih yang digunakan dalam pembangunan Hutan Percobaan Cirangsad disediakan oleh Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan Universitas Gadjah Mada melalui proyek “Seleksi material genetik dan pengoleksian jenis pohon potensial” yang dibiayai oleh Korean Internasional Cooperation Agency (KOICA). Hutan Percobaan Cirangsad terletak di RPH Cirangsad, BKPH Jasinga, KPH Bogor yang merupakan tanah milik Perhutani dibawah management Unit III Perum Perhutani Jawa Barat. Secara geografis lokasi ini berada pada posisi 92o80’134 BT - 92o82’079 BT dan 67o19’78 LS - 67o33’15 LS dengan ketinggian tempat 600-700 m di atas permukaan air laut. Hutan percobaan Cirangsad dibangun tahun 2006 dengan luas total 83 ha. Pada Hutan Percobaan Cirangsad terdapat area untuk progeny test, species trial, demonstration plot dan untested seed orchard.
4.2 Kondisi Iklim dan Geografis Area Hutan Percobaan Cirangsad memiliki topografi landai dan bergelombang (berbukit). Tekstur tanah di Hutan Percobaan Cirangsad adalah liat dengan KTK 25.02 (meq/100g tanah). Tanahnya berwarna coklat kekuningan dan memiliki pH 4.84. Kandungan nitrogen tanah 0.14%, sedangkan kandungan Corganik 1.30%. Kemudian bahan organik yang terkandung di dalam tanah sebesar 2.23%. Iklim di Cirangsad tergolong tipe A (Schmidt dan Ferguson) dengan curah hujan rata-rata 2,000 – 2,500 mm/tahun.
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisis Pertumbuhan Tanaman 5.1.1 Persen Hidup Tanaman Hasil analisis persentase hidup tanaman Sengon Solomon pada 4 blok di Hutan Percobaan Cirangsad menunjukkan bahwa % hidup tanaman tertinggi dimiliki oleh Famili 1, 2, 3 dan 8, yaitu 100 %, sedangkan persentase hidup tanaman terkecil dimiliki oleh Famili 4, yaitu 25 %. Hal ini menunjukkan bahwa Famili 1, 2, 3 dan 8 memiliki tingkat ketahanan hidup (survival rate) di setiap blok lebih tinggi dibandingkan dengan famili lainnya dan Famili 4 memiliki tingkat ketahanan hidup di setiap blok yang lebih rendah dibandingkan famili lainnya. Banyaknya individu yang mengalami kematian pada famili 4 dapat disebabkan oleh kurangnya kemampuan individu dari famili 4 untuk bertahan hidup di areal meladai atau berbukit seperti areal pada Hutan Percobaan Cirangsad ini. Persentase hidup seluruh famili pada 4 blok disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Persentase hidup tanaman Sengon Solomon pada 4 blok No. Famili Sengon Solomon 1
Jumlah Individu
% Hidup
No. Famili
Jumlah Individu
% Hidup
4
100
Kontrol 1
9
100
2
4
100
Kontrol 2
7
78
3
4
100
Rata-rata
8
89
4
1
25
5
3
75
6
3
75
7
2
50
8
4
100
9
2
50
Rata-rata
3
75
Pada tabel persentase hidup tanaman Sengon Solomon (Tabel 7) diketahui bahwa rata-rata % hidup tanaman Sengon Solomon lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata % hidup kontrol, dalam hal ini tanaman kontrol merupakan Sengon lokal yang ditanam berjarak 4 m dari Sengon Solomon pada blok 1 (kontrol 1) dan blok 3 (kontrol 2). Rendahnya % hidup Sengon Solomon dibandingkan dengan Sengon lokal ini disebabkan oleh adanya faktor bencana alam (longsor) yang melanda blok Sengon Solomon (Blok 1), selain itu faktor
28
lingkungan seperti topografi yang melandai juga mempengaruhi rendahnya ratarata % hidup Sengon Solomon.
5.1.2 Keragaman Pertumbuhan Tanaman Analisis ragam pertumbuhan tanaman Sengon Solomon dilakukan pada parameter pertumbuhan seperti tinggi, tinggi bebas cabang dan diameter batang. Rekapitulasi hasil pengukuran seluruh parameter disajikan pada Lampiran 10. Keragaman
pertumbuhan
tanaman
Sengon
Solomon
dianalisis
dengan
menggunakan analisis ragam dengan rancangan acak kelompok lengkap. Program yang digunakan untuk menganalisis ragam pertumbuhan adalah SAS 9.1. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa famili dan blok tidak mempengaruhi pertumbuhan tinggi, tinggi bebas cabang dan diameter tanaman Sengon Solomon. Hasil analisis ragam disajikan pada Lampiran 12. Berdasarkan hal ini maka keragaman pertumbuhan Sengon Solomon dijelaskan dengan menggunakan analisis statistik deskriptif. Keragaman pertumbuhan untuk setiap famili dan blok disajikan pada Gambar 9, sedangkan rekapitulasi hasil perhitungan keragaman pertumbuhan tanaman disajikan pada Lampiran 13. Hasil analisis pertumbuhan tinggi tanaman setiap famili dan setiap blok (Gambar 9a dan 9b) menunjukkan bahwa Famili 6 memiliki rata-rata tinggi tanaman terbesar (526.67 cm), Famili 4 memiliki rata-rata tinggi tanaman terkecil (440 cm), Blok 1 yang memiliki nilai rata-rata tinggi tanaman terbesar (498.75 cm) dan Blok 3 memiliki nilai rata-rata tinggi tanaman terkecil (370 cm). Berdasarkan hasil analisis ragam pertumbuhan tinggi tanaman setiap famili dan setiap blok (Lampiran 13) menunjukkan bahwa Famili 7 memiliki keragaman tinggi tanaman terbesar (10,1250), Famili 4 memiliki keragaman tinggi tanaman terkecil (0) namun kecilnya nilai keragaman pada Famili 4 disebabkan tanaman yang hidup hanya berjumlah 1 individu saja, Hal ini tidak dapat dijadikan acuan sehingga keragaman tinggi dilihat dari famili yang memiliki individu dalam keadaan hidup cukup banyak di seluruh blok, oleh sebab itu keragaman tinggi tanaman terkecil adalah Famili 5 (1,300). Blok 1 memiliki keragaman tinggi tanaman terbesar (52,155.36) dan Blok 3 memiliki keragaman tinggi tanaman terkecil (6,228.57).
29
Gambar 9
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Grafik keragaman pertumbuhan tanaman Sengon Solomon. (a) Tinggi tanaman setiap famili, (b) Tinggi tanaman setiap blok, (c) Tinggi bebas cabang tanaman setiap famili, (d) Tinggi bebas cabang tanaman setiap blok, (e) Diameter batang tanaman setiap famili, (f) Diameter batang tanaman setiap blok.
Hasil analisis pertumbuhan tinggi bebas cabang tanaman setiap famili dan setiap blok (Gambar 9c dan 9d) menunjukkan bahwa Famili 7 memiliki rata-rata tinggi bebas cabang tanaman terbesar (275 cm), Famili 4 memiliki rata-rata tinggi bebas cabang tanaman terkecil (170 cm), Blok 4 yang memiliki nilai rata-rata tinggi bebas cabang tanaman terbesar (272 cm) dan Blok 3 memiliki nilai rata-rata tinggi bebas cabang tanaman terkecil (195.13 cm). Berdasarkan hasil analisis ragam pertumbuhan tinggi bebas cabang tanaman setiap famili dan setiap blok
30
(Lampiran 13) diketahui bahwa Famili 2 memiliki keragaman tinggi bebas cabang terbesar (10,373), Famili 6 memiliki keragaman tinggi bebas cabang terkecil (2,233), jika keragaman tinggi bebas cabang dilihat dari famili yang memiliki individu dalam keadaan hidup cukup banyak di seluruh blok. Kemudian Blok 4 memiliki keragaman tinggi bebas cabang terbesar (7,320) dan Blok 3 memiliki keragaman tinggi bebas cabang terkecil (1,152.98). Pada hasil analisis pertumbuhan diameter tanaman setiap famili dan setiap blok (Gambar 9e dan 9f) diketahui bahwa Famili 9 memiliki rata-rata diameter batang terbesar (6.58 cm), Famili 4 memiliki rata-rata diameter batang terkecil (4.031 cm), Blok 1 yang memiliki nilai rata-rata diameter batang terbesar (5.72 cm) dan Blok 2 memiliki nilai rata-rata diameter batang terkecil (4.22 cm). Berdasarkan hasil analisis ragam pertumbuhan diameter setiap famili dan setiap blok (Lampiran 13), Famili 8 memiliki keragaman diameter batang terbesar (18.84), Famili 9 miliki keragaman diameter batang terkecil (0.01) jika keragaman diameter dilihat dari famili yang memiliki individu dalam keadaan hidup cukup banyak di seluruh blok. Blok 4 memiliki keragaman diameter batang terbesar (10.62) dan Blok 3 memiliki keragaman diameter batang terkecil (2.85). Hasil perhitungan ragam pada parameter pertumbuhan (tinggi, tinggi bebas cabang dan diameter) di atas selanjutnya di-ranking. Rekapitulasi rangking seluruh parameter disajikan pada Lampiran 14 dan hasil rata-rata rangking disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Rata-rata rangking ragam seluruh parameter pertumbuhan setiap famili Sengon Solomon Rangking Ragam Setiap Famili Sengon Solomon No.
Parameter 1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
Tinggi Tanaman
6
7
4
9
8
2
1
3
5
2
Tinggi Bebas Cabang
5
1
7
9
3
8
2
4
6
3
Diameter batang
6
4
2
9
7
3
5
1
8
Rata-Rata
5.7
4.0
4.3
9.0
6.0
4.3
2.7
2.7
6.3
Hasil rata-rata rangking ragam seluruh parameter pertumbuhan setiap famili Sengon Solomon (Tabel 8) menunjukkan bahwa Famili 7 dan 8 memiliki keragaman pertumbuhan (fenotipe) tertinggi karena memiliki nilai rata-rata rangking ragam pada seluruh parameter terkecil (2.7), sedangkan Famili 4
31
memiliki keragaman pertumbuhan (fenotipe) terendah karena memiliki nilai ratarata rangking ragam pada seluruh parameter terbesar (9.0), namun nilai pada Famili 4 tidak dapat dijadikan acuan karena tanaman yang hidup pada Famili 4 hanya berjumlah 1 individu saja. Oleh sebab itu, keragaman pertumbuhan (fenotipe) terkecil dilihat dari famili yang memiliki individu dalam kondisi hidup cukup banyak pada seluruh blok, yaitu Famili 9 yang memiliki rata-rata rangking ragam (6.3). Keragaman pertumbuhan (fenotipe) yang tinggi pada suatu famili dapat menguntungkan di bidang pemulian pohon
hutan karena famili ini dapat
diekplorasi lebih mendalam lagi untuk kegiatan seleksi pohon plus. Keragaman fenotipe yang tinggi juga menguntungkan di bidang konservasi tanaman hutan untuk pelestarian keanekaragaman hayati. Keragaman pertumbuhan (fenotipe) yang rendah pada famili yang memiliki karakter fenotipe yang unggul sangat menguntungkan untuk keperluan pembuatan kebun benih semai (seedling seed orchard) karena famili yang memiliki karakter tinggi, tinggi bebas cabang dan diameter yang unggul dan homogen merupakan famili yang cocok untuk dijadikan pohon induk atau sumber benih sehingga diharapkan keturunannya memiliki sifat yang mirip dengan induknya. Hutan Percobaan Cirangsad merupakan hutan yang akan ditujukan untuk pembangunan sumber benih, oleh sebab itu diperlukan keragaman fenotipe yang rendah pada famili yang memiliki karakter fenotipe yang unggul pada penelitian ini. Hasil pengukuran tinggi, tinggi bebas cabang dan diameter batang tanaman Sengon Solomon juga dianalisis dengan Anderson-Darling Normality Test. Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata tinggi tanaman adalah 422.96 cm, rata-rata tinggi bebas cabang tanaman adalah 224.67 cm dan rata-rata diameter batang adalah 5.17 cm. Kemudian ragam tinggi tanaman adalah 23,706.3, ragam tinggi bebas cabang tanaman adalah 4,579.15 dan ragam diameter batang adalah 5.98. Kurva sebaran normal berdasarkan Anderson-Darling Normality Test pada parameter tinggi, tinggi bebas cabang dan diameter batang tanaman Sengon Solomon lebih condong ke arah kiri. Hal ini menandakan bahwa sebaran individu tanaman Sengon Solomon lebih banyak berkumpul pada tinggi tanaman < 400
32
cm, tinggi bebas cabang < 210 cm dan diameter batang < 4.8 cm. Hasil analisis dan kurva sebaran normal disajikan pada Lampiran 15.
5.1.3 Parent-Offspring Relation Korelasi antara pohon induk dan keturunan Sengon Solomon dianalisis dengan persamaan regresi. Data pertumbuhan pohon induk Sengon Solomon disajikan pada Lampiran 16. Hasil penghitungan nilai korelasi antara tinggi (0.77), tinggi bebas cabang (0.72) dan diameter pohon induk (0.74) dengan keturunan (Sengon Solomon umur 2 tahun) menunjukkan pada tingkat nyata 5 % tinggi, tinggi bebas cabang dan diameter batang pohon induk tidak berpengaruh terhadap keturunannya. Rekapitulasi nilai korelasi pohon induk dan keturunan Sengon Solomon disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Rekapitulasi nilai korelasi pohon induk dan keturunan Sengon Solomon Parameter Pertumbuhan Tinggi Tinggi Bebas Cabang Diameter
Model Regresi y = 4.97871 - 0.0303226 x y = 2.03187 + 0.0125530 x y = 0.0674651 - 0.0006349 x
R-square (%) 0.3 0.5 0.4
P-value 0.77 ns 0.72 ns 0.74 ns
Model regresi antara tinggi dan diameter pohon induk dengan keturunan Sengon Solomon berhubungan negatif. Hal ini menunjukkan bahwa naiknya nilai tinggi dan diameter pohon induk akan diikuti oleh penurunan nilai tinggi dan diameter keturunannya. Sedangkan pada model regresi antara tinggi bebas cabang pohon induk dengan keturunan Sengon Solomon berhubungan positif yang menunjukkan bahwa meningkatnya nilai tinggi bebas cabang pohon induk akan diikuti oleh peningkatan tinggi bebas cabang keturunannya dan sebaliknya. Kurva hubungan korelasi pohon induk dengan keturunan Sengon Solomon disajikan pada Gambar 10.
33
(a)
(b)
(c) Gambar 10 Kurva korelasi pohon induk dengan Keturunan Sengon Solomon. Ket: (a) Tinggi pohon, (b) Tinggi bebas Cabang, (c) Diameter batang.
34
5.1.4 Skoring Parameter Pertumbuhan Tanaman Skoring dilakukan pada seluruh parameter kuantitatif maupun kualitatif. Skor tertinggi hanya berjumlah 90 poin. Hasil kegiatan skoring seluruh parameter pertumbuhan tanaman Sengon Solomon, baik parameter kuantitatif dan kualitatif (kecuali warna kulit batang) menunjukkan bahwa famili 1 yang ditanam di blok 2 mendapat skor tertinggi, yaitu 83 poin dan famili 4 yang ditanam di blok 1 mendapat skor terendah, yaitu 30. Jumlah individu tanaman Sengon Solomon yang memiliki nilai skoring ≥ 60 poin adalah 8 individu dan jumlah individu yang mendapat nilai skoring < 60 poin adalah 28 individu. Cara skoring disajikan pada Lampiran 17 dan hasil skoring disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10 Hasil skoring parameter pertumbuhan Sengon Solomon umur 2 tahun Skoring Setiap Famili Sengon Solomon Umur 2 Tahun (Poin) 3 4 5 6 7
Blok
1
2
1
41
35
41
30
0
59
8
9
71
57
36
2
83
40
55
0
53
3
59
55
76
0
68
47
0
36
0
76
40
40
73
4 Rata-rata
39 55.5
60 47.5
57 57.25
0 7.5
49 42.5
0 45.50
0 27.75
60 48.25
0 27.25
Rangking
2
4
1
9
6
5
7
3
8
Hasil rangking pada Tabel 10 menunjukkan bahwa Famili 3 mendapat ranking 1 karena memiliki nilai rata-rata skor tertinggi (57.25 poin), artinya famili ini memiliki karakter unggul di seluruh parameter pertumbuhan. Sedangkan Famili 4 mendapat rangking 9 karena memiliki nilai rata-rata skor terendah (7.5 poin), artinya famili ini memiliki karakter kurang unggul di seluruh parameter pertumbuhan, terutama persen hidupnya karena dari 4 individu yang diamati pada Famili 4, hanya 1 individu saja yang masih dalam kondisi hidup. Data skoring pohon induk Sengon Solomon umur 13 tahun yang ditanam di Desa Haurwangi menunjukkan bahwa Famili 1 dan 5 mendapat skor tertinggi, kemudian Famili 6 dan 8 mendapat skor terendah. Hal ini tidak sesuai dengan data skoring keturunannya, yaitu Famili 3 mendapat skor tertinggi dan Famili 4 mendapat skor terendah. Namun nilai skoring pada ke-4 individu dari Famili 3 tidak seluruhnya tinggi. Beragamnya nilai skoring pada Famili 3 dapat disebabkan adanya perkawinan acak pada pohon induk Famili 3 sehingga keturunan yang
35
dihasilkan memiliki karakter bervariasi. Data skoring pohon induk Sengon Solomon disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11 Data skoring pohon induk Sengon Solomon Skoring Pohon Induk Sengon Solomon No. Pohon Induk
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Skor (Poin)
92
88
88
79
92
75
88
75
79
Hasil skoring parameter pertumbuhan Sengon Solomon yang telah didapat (Tabel 10) merupakan acuan penentuan jumlah individu yang akan dianalisis DNA-nya. Individu yang akan dilakukan analisis DNA dengan penanda RAPD merupakan individu yang memiliki perbedaan skor yang sangat ekstrim, yakni nilai skoring tertinggi (≥ 60 poin) dan nilai skoring terendah (≤ 40 poin). Berdasarkan hasil skoring pada Tabel 10, dari 27 individu yang masih hidup pada 4 blok, dipilih 15 individu yang memiliki nilai tertinggi dan nilai terendah tersebut. Individu yang terpilih disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12 Individu tanaman Sengon Solomon yang dilakukan analisis DNA No. 1 2 3 4 5 6 7 8
No. Famili
Skor Rendah Blok Kode Tanaman
2 4 9 2 8 7 8 1
1 1 1 2 2 3 3 4
S2B1 S4B1 S9B1 S2B2 S8B2 S7B3 S8B3 S1B4
No. 1 2 3 4 5 6 7
No. Famili
Skor Tinggi Blok Kode Tanaman
7 1 3 5 6 9 8
1 2 3 3 3 3 4
S7B1 S1B2 S3B3 S5B3 S6B3 S9B3 S8B4
5.2 Analisis DNA 5.2.1 Uji Kualitas DNA Sengon Solomon Hasil pengujian kualitas DNA Sengon Solomon, menunjukkan bahwa tidak semua sampel individu pada setiap famili menghasilkan pita DNA secara konsisten. Hasil pengujian kualitas DNA tersebut disajikan pada Gambar 11. Secara umum telah diketahui, bahwa penanda genetik RAPD memiliki konsistensi yang rendah pada pemunculan pita DNA (Widyastuti 2007).
36
S1B1S2B1 S3B1 S4B1 S6B1 S7B1 S8B1 S9B1 S1B2 S2B2 S3B2 S5B2 S6B2 S8B2 S1B3 S2B3 S3B3 S5B3 S6B3 S7B3 S8B3 S9B3 S1B4 S2B4 S3B4S5B4 S8B4
Gambar 11 Hasil ekstraksi 27 individu tanaman Sengon Solomon.
Pola pita yang tidak muncul dapat disebabkan oleh tidak ada/kurang memadainya DNA yang terisolasi untuk proses elektroforesis, adanya kemungkinan DNA masih berada di dalam tube karena tidak tercampur merata, jumlah ekstrak yang kurang banyak atau terbuang pada saat pencucian. Kemungkinan lain adalah terkontaminasinya DNA atau DNA tidak/kurang cukup murni. Untuk dapat melakukan analisis genetik molekuler diperlukan DNA dengan tingkat kemurnian dan berat molekul yang tinggi, akan tetapi ekstraksi DNA dari jaringan tanaman dengan tingkat kemurnian yang tinggi sering kali sulit diperoleh.
5.2.2 PCR (Polymerase Chain Reaction) 5.2.2.1 Seleksi Primer Pada seleksi primer digunakan untuk analisis RAPD, 23 primer 10-mer dipakai untuk mengamplifikasi DNA hasil ekstraksi populasi tanaman. Hasil percobaan menunjukkan bahwa terdapat 15 primer yang mampu menghasilkan produk amplifikasi yaitu OPA-05, OPA-07, OPA-14, OPB-03, OPB-08, OPB-13, OPB-20, OPO-10, OPO-16, OPU-05, OPU-08, OPU-14, OPY-13, OPY-16 dan OPY-18. Delapan primer yang tidak menghasilkan produk amplifikasi yaitu, OPA-12, OPB-09, OPO-05, OPO-13, OPU-04, OPO-09, OPY-12 dan OPY-20. Hasil seleksi primer pada tanaman Sengon Solomon disajikan pada Gambar 12.
37
M
U8 B13 O5 U5 B9 O10 O16 B8 B20 B3 U4 Y20 A14 Y16 A16 Y18 U14 O13 A5 Y12 A7 Y13 A12
Gambar 12 Foto hasil seleksi primer pada DNA Sengon Solomon. Keterangan : M merupakan marker/penanda
Berdasarkan foto hasil seleksi primer pada Gambar 12 dapat diketahui kualitas pita pada DNA tanaman Sengon Solomon untuk masing-masing primer. Untuk menganalisis sampel DNA Sengon Solomon, dari 15 primer yang menghasilkan pita polimorfik, dipilih 5 primer yang menunjukkan kualitas terbaik, yaitu OPU-05, OPO-10, OPY-16, OPA-05 dan OPA-14. Kualitas pita tersebut disajikan pada Tabel 13. Seleksi primer dimaksudkan untuk mencari primer acak yang dapat menghasilkan amplifikasi, karena tidak semua primer nukleotida dapat menghasilkan produk amplifikasi (primer positif) dan dari primer positif tidak semuanya menghasilkan fragmen DNA polimorfik (Yunanto 2006).
Tabel 13 Kualitas pita pada DNA tanaman Sengon Solomon No
Primer
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
OPU-08 OPB-13 OPO-05 OPU-05 OPB-09 OPO-10 OPO-16 OPB-08 OPB-20 OPB-03 OPU-04 OPY-20
Jumlah Lokus 3 1 0 4 0 2 3 1 1 1 0 0
Keterangan : * : ada pita, kurang jelas ** : ada pita, jelas - : tidak ada pita
Kualitas Pita ** ** ** ** ** ** * ** -
No
Primer
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
OPA-14 OPY-16 OPA-16 OPY-18 OPU-14 OPO-13 OPA-05 OPY-12 OPA-07 OPY-13 OPA-12
Jumlah Lokus 3 3 0 3 1 0 2 0 2 2 0
Kualitas Pita ** * * * * * * * -
38
5.2.2.2 RAPD (Random Amplified Polimorphic DNA) Analisis DNA Sengon Solomon dengan penanda RAPD dilakukan pada individu tanaman yang telah dipilih melalui skoring seleksi pohon terbaik. Dari 27 individu tanaman dipilih 15 individu tanaman, yakni 7 individu tanaman yang memiliki nilai skoring tinggi dan 8 individu tanaman yang memiliki nilai skoring rendah. Profil pita DNA Sengon solomon yang dihasilkan pada primer OPU-05, OPO-10, OPY-16, OPA-05 dan OPA-14 ditujukan pada Gambar 13.
M 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 8
M 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 8
Individu Skor Tertinggi Individu Skor Terendah
Individu Skor Tertinggi Individu Skor Terendah
(a)
M 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 8
(b)
M 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 8
Individu Skor Tertinggi Individu Skor Terendah
Individu Skor Tertinggi Individu Skor Terendah
(c)
(d) L-5 L-4 L-3 L-2 L-1
M 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 8
Lokus 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 1 5 Posisi Pita DNA pada Individu
Individu Skor Tertinggi Individu Skor Terendah
(e)
(f)
Gambar 13 Profil DNA Sengon Solomon. Ket: (a) Pada primer OPU-05, (b) Pada primer OPO-10, (c) Pada primer OPY-16, (d) Pada primer OPA-05, (e) Pada primer OPA-14, (f) Interpretasi DNA pada primer OPA-05.
39
Individu yang memiliki nilai skor tinggi berada pada sumur gel agarose sebelah kiri dan individu yang memiliki nilai skor rendah berada pada sumur gel agarose sebelah kanan. Pada metode RAPD, dari 5 primer yang digunakan dihasilkan 63 lokus. Pada Gambar 13a terlihat bahwa ukuran pita DNA pada primer OPU-05 setelah dibandingkan dengan marka DNA pembanding (M) berkisar antara 100 bp – 1500 bp. Individu yang memiliki ukuran pita 100 bp adalah S1B2 dan S1B4. Individu yang memiliki ukuran pita 1500 bp adalah S7B1, S3B3, S6B3, S9B3, S8B4 dan S9B1. Jumlah lokus yang dihasilkan pada primer OPU-05 adalah 12 lokus. Gambar 13b menunjukkan bahwa ukuran pita DNA pada primer OPO-10 setelah dibandingkan dengan marka DNA pembanding (M) berkisar antara 350 bp – 2500 bp. Individu yang memiliki ukuran pita 350 bp adalah S1B2. Individu yang memiliki ukuran pita 2500 bp adalah S9B3. Jumlah lokus yang dihasilkan pada primer OPO-10 adalah 17 lokus. Pada Gambar 13c, terlihat bahwa ukuran pita DNA pada primer OPY-16 setelah dibandingkan dengan marka DNA pembanding (M) berkisar antara 500 bp – 3000 bp. Individu yang memiliki ukuran pita 500 bp adalah individu dari S1B2. Individu yang memiliki ukuran pita 3000 bp adalah individu dari S5B3. Jumlah lokus yang dihasilkan pada primer OPY-16 adalah 18 lokus. Jumlah lokus pada primer OPY-16 merupakan lokus terbanyak dibandingkan dengan 4 primer lainnya. Gambar 13d menunjukkan bahwa ukuran pita DNA pada primer OPA-05 setelah dibandingkan dengan marka DNA pembanding (M) berkisar antara 500 bp – 1200 bp. Profil pita DNA pada primer OPA-05 tampak homogen, terbukti seluruh individu memiliki ukuran pita 500 bp. Individu yang memiliki ukuran pita 3000 bp adalah S7B1, S1B2, S3B3, S5B3, S9B3, S8B4, S4B1, S9B1, S7B3 dan S8B3. Jumlah lokus yang dihasilkan pada primer OPA-05 adalah 5 lokus. Jumlah lokus pada primer OPA-05 ini paling sedikit dibandingkan dengan 4 primer lainnya. Kemudian pada Gambar 13e, terlihat bahwa ukuran pita DNA pada primer OPA-14 setelah dibandingkan dengan marka DNA pembanding (M) berkisar
40
antara 350 bp – 2500 bp. Individu yang memiliki ukuran pita 350 bp adalah S6B3. Individu yang memiliki ukuran pita 2500 bp adalah S4B1. Jumlah lokus yang dihasilkan pada primer OPA-14 adalah 11 lokus.
5.2.3 Analisis Data 5.2.3.1 Keragaman Genetik Populasi Sengon Solomon Parameter yang dilihat dari variasi dalam populasi adalah jumlah alel yang diharapkan (Na). jumlah alel yang diamati (Ne), keragaman gen (He) dan persen lokus polimorfik (PLP). Hasil analisis RAPD menunjukkan rata-rata jumlah alel (Na) yang diharapkan pada populasi Sengon Solomon umur 2 tahun di hutan percobaan Cirangsad adalah 1.9683 dan rata-rata jumlah alel yang diamati (Ne) adalah 1.4523. Kemudian nilai rata-rata keragaman genetik (He) pada total populasi Sengon Solomon sebesar 0.2813 dan persen lokus polimorfik (PLP) pada total populasi Sengon Solomon adalah 97 %. Hasil analisis RAPD disajikan pada Lampiran 18, 19 dan 20. Menurut Weising (2005), dominant marker seperti RAPD dan AFLP hanya dapat memproduksi dua alel pada masing-masing lokus, oleh sebab itu nilai maksimum He adalah 0.5. Berdasarkan hal ini, maka nilai He Sengon Solomon di atas menunjukkan keragaman genetik populasi tinggi. Nilai He di atas mirip dengan hasil penemuan Gunawan (2005) yang mengukur keragamana genetik Sengon dengan penanda isoenzim sebesar 0.235 dan hasil penemuan Basyuni (1998) sebesar 0.226. Nilai ini tidak berbeda jauh dari hasil penemuan Thielges et al. (2001) yang mengukur keragaman genetik Sengon dengan penanda RAPD sebesar 0.187. Keragaman genetik yang tinggi pada suatu famili dapat menguntungkan di bidang konservasi tanaman hutan untuk pelestarian keanekaragaman genetic tanaman hutan. Keragaman genetik yang rendah pada famili yang memiliki karakter fenotipe yang unggul sangat menguntungkan untuk keperluan pembuatan kebun benih semai (seedling seed orchard) seperti pada Hutan Percobaan Cirangsad karena famili yang memiliki karakter tinggi, tinggi bebas cabang dan diameter yang unggul dan homogen merupakan famili yang cocok untuk dijadikan
41
pohon induk atau sumber benih sehingga diharapkan keturunannya memiliki sifat yang mirip dengan induknya. Menurut Sidman et al. (1997), diacu dalam Widyastuti (2007), analisis keragaman genetik suatu populasi dengan penanda genetik yang berlainan, sebenarnya tidak menghasilkan nilai keragaman yang berbeda. Perbedaan nilai keragaman yang diperoleh dari beberapa penelitian terhadap populasi Sengon, disebabkan oleh adanya perbedaan sampel yang diambil. Analisis RAPD juga dilakukan pada populasi yang memiliki nilai skoring seleksi pohon tertinggi dan pada populasi yang memiliki nilai skoring seleksi pohon terendah. Hasil dari pengolahan data mengenai parameter variasi dalam populasi disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Hasil pengukuran Variasi Genetik dalam populasi (Nei’s 1972) No. 1 2
Kategori Skor tertinggi Skor terendah
Jumlah Sampel 7 8
Na 1.7143 1.7460
Ne 1.3762 1.4181
PLP 71 % 75 %
He 0.2345 0.2535
Keterangan : na
: Jumlah alel yang diamati
ne
: Jumlah alel yang efektif [Kimura dan Crow (1964)]
He : Heterozigitas harapan = keragaman gen PLP : Persentase Lokus Polimorfik
Pada Tabel hasil pengukuran variasi genetik (Tabel 14), diketahui bahwa populasi Sengon Solomon skor terendah memiliki rata-rata nilai parameter keragaman genetik (Na = 1.7460, Ne = 1.4181, PLP 75 % dan He = 0.2535) yang lebih besar dibandingkan dengan populasi Sengon Solomon skor tertinggi. Hal ini menunjukkan keragaman genetik populasi Sengon Solomon skor terendah lebih besar bila dibandingkan dengan keragaman genetik populasi Sengon Solomon skor tertinggi. Keragaman genetik yang kecil pada populasi Sengon Solomon skor tertinggi sangat menguntungkan karena suatu populasi yang memiliki karakter pertumbuhan tanaman yang unggul diharapkan memiliki keragaman yang kecil, sehingga jika tanaman dari populasi ini dijadikan tanaman induk pada kebun
42
benih maka keturunan yang dihasilkan memiliki karakter pertumbuhan yang sama dengan induknya. 5.2.3.2 Jarak Genetik dan Pengelompokkan Variasi antar populasi menunjukkan jarak genetik antar populasi atau hubungan kekerabatan antar 2 populasi yang berbeda. Berdasarkan perhitungan jarak genetik antar populasi (Tabel 15), individu Sengon Solomon yang memiliki jarak terjauh (d = 0.6774) adalah antara individu S4B1 dengan S1B2 dan individu S1B4 dengan S4B1. Sementara itu jarak terdekat (d = 0.1358) adalah antara individu S8B3 dengan S7B3.
Tabel 15 Rata-rata jarak genetik antar populasi Sengon Solomon Populasi S 7 B 1 S 1 B 2 S 3 B 3 S 5 B 3 S 6 B 3 S 9 B 3 S 8 B 4 S 2 B 1 S 4 B 1 S 9 B 1 S 2 B 2 S 8 B 2 S 7 B 3 S 8 B 3 S1B4 S 7 B 1
****
S 1 B 2
0.3365 * * * *
S 3 B 3
0.2311 0.3589 * * * *
S 5 B 3
0.3589 0.2719 0.239 ****
S 6 B 3
0.2719 0.4055 0.2513 0.293 * * * *
S 9 B 3
0.2311 0.4543 0.3365 0.4796 0.4296 ****
S 8 B 4
0.1919 0.4055 0.2513 0.4296 0.3365 0.1728 ****
S 2 B 1
0.2113 0.2113 0.3145 0.2719 0.3145 0.3145 0.2719 ****
S 4 B 1
0.4543 0.6774 0.4296 0.4796 0.6466 0.5322 0.4296 0.5596 ****
S 9 B 1
0.293 0.3189 0.2719 0.4055 0.5596 0.4055 0.4055 0.2113 0.4543 ****
S 2 B 2
0.2513 0.3189 0.2719 0.4055 0.4055 0.3145 0.2719 0.1728 0.4543 0.2513 * * * *
S 8 B 2
0.293 0.3189 0.3145 0.4543 0.5055 0.3145 0.2719 0.2113 0.4543 0.3365 0.1728 ****
S 7 B 3
0.2513 0.3189 0.2719 0.3145 0.4543 0.5055 0.3589 0.2513 0.4543 0.2113 0.2513 0.293 ****
S 8 B 3
0.2513 0.3189 0.3145 0.3145 0.4543 0.5055 0.3589 0.293 0.5055 0.3365 0.4296 0.4296 0.1358 ****
S 1 B 4
0.4296 0.4796 0.5055 0.5055 0.6168 0.4543 0.5055 0.3189 0.6774 0.4296 0.3365 0.3365 0.3365 0.4296 ****
Hasil analisis pengelompokan pada dendrogram jarak genetik antar populasi (Gambar 14), menunjukkan famili-famili yang memiliki kedekatan genetik. Famili yang berasal dari satu populasi yang sama, ternyata tidak selalu memiliki jarak genetik yang berdekatan dan dalam kelompok yang sama (Widyastuti 2007). Pada Tabel rata-rata jarak genetik antar populasi Sengon Solomon (Tabel 15), diketahui bahwa S7B1 yang nilai skoringnya tinggi dengan S7B3 yang nilai skoringnya rendah memiliki jarak yang jauh (d = 0.2513). Hal ini menandakan bahwa Famili 7 berasal dari pohon induk yang mengalami perkawinan acak. S1B2 yang nilai skoringnya tinggi dengan S1B4 yang nilai skoringnya rendah memiliki
43
jarak yang jauh (d = 0.4796). Hal ini menandakan bahwa Famili 1 berasal dari pohon induk yang mengalami perkawinan acak. Sementara itu pada S2B1 dengan S2B2 memiliki jarak yang dekat (d = 0.1728). Hal ini menandakan bahwa Famili 2 berasal dari pohon induk yang mengalami perkawinan tidak acak. S8B4 yang nilai skoringnya tinggi dengan S8B2 yang nilai skoringnya rendah memiliki jarak yang jauh (d = 0.2719). Kemudian pada S8B4 yang nilai skoringnya tinggi dengan S8B3 yang nilai skoringnya rendah memiliki jarak yang jauh (d = 0.3589). Sedangkan, S8B2 yang nilai skoringnya rendah dengan S8B3 yang nilai skoringnya rendah memiliki jarak yang lebih jauh (d = 0,4296). Hal ini menandakan bahwa Famili 8 berasal dari pohon induk yang mengalami perkawinan acak. Hasil rata-rata jarak genetik antar populasi Sengon Solomon (Tabel 15), menunjukkan S9B3 yang nilai skoringnya tinggi dengan S9B1 yang nilai skoringnya rendah memiliki jarak yang jauh (d = 0.4055) ), walaupun kedua individu ini berasal dari 1 induk yang sama. Hal ini menandakan bahwa Famili 9 berasal dari pohon induk yang mengalami perkawinan acak.
Gambar 14 Dendrogram jarak genetik antar famili Sengon Solomon. Keterangan : Famili * merupakan famili skor tertinggi
44
Pada dendrogram jarak genetik antar famili Sengon Solomon (Tabel 14), terlihat bahwa famili skor tertinggi membentuk 1 klaster dan tidak bergabung dengan famili skor terendah. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun telah terjadi perkawinan acak pada pohon induk Sengon Solomon, namun gen-gen yang terbaik akan tetap dapat dibedakan dengan gen-gen yang tidak baik.
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah : 1. Persentase hidup tanaman tertinggi dimiliki oleh Famili 1, 2, 3 dan 8, yaitu 100 %. Sedangkan persentase hidup tanaman terkecil dimiliki oleh Famili 4, yaitu 25 %. 2. Famili 7 dan 8 memiliki keragaman pertumbuhan (fenotipe) tertinggi dan Famili 9 memiliki keragaman pertumbuhan (fenotipe) terkecil jika dilihat dari famili yang memiliki individu dalam kondisi hidup cukup banyak pada seluruh blok. Kemudian Famili 3 memiliki nilai rata-rata skor tertinggi (57.25 poin) dan Famili 4 memiliki nilai rata-rata skor terendah (7.5 poin). 3. Total populasi Sengon Solomon memiliki keragaman genetik (He) sebesar 0,2813. Populasi Sengon Solomon yang nilai skoring parameter pertumbuhan individunya rendah, memiliki keragaman genetik (He = 0,2535) yang lebih tinggi dibandingkan dengan populasi Sengon Solomon nilai skoring parameter pertumbuhan individunya tinggi (He = 0,2345). 4. Pohon induk Sengon Solomon mengalami perkawinan acak. Walaupun telah terjadi perkawinan acak, namun gen-gen yang terbaik pada keturunannya akan tetap dapat dibedakan dengan gen-gen yang tidak baik.
6.2 Saran Saran dari penelitian ini adalah : 1. Penyulaman tanaman Sengon Solomon yang mati pada hutan percobaan Cirangsad diperlukan, agar jumlah tanaman yang akan dijadikan sumber benih maksimal. 2. Famili 3 dapat dimanfaatkan sebagai pohon induk untuk menghasilkan benih yang unggul. 3. Menambah jumlah sampel yang dianalisis, baik untuk analisis dengan penanda genetik RAPD maupun lapangan. 4. Melakukan pendugaan nilai heritabilitas pada umur tanaman dewasa.
DAFTAR PUSTAKA Achmad B, Mulyana S, Badrunasar A. 2004. Pemeliharaan Hutan Rakyat Jenis Sengon. Al. Basia Vol.1 No.2 Maret 2004 Loka Penelitian dan Pengembangan Hutan Monsoon, Ciamis Agung AB, Sylvia M, Budi YA, Tan Y. 2007. Reaksi rantai polimerase. http://reaksichainpolimerase.blogspot.com/2007_07_01 [25 AGST 2009]. [Anonim]. 2009. Budidaya Sengon untuk meningkatkan perekonomian masyarakat pedesaan (bagian III-akhir). http://www.pekalongankab.go.id [26 AGST 2009]. Boyle T, Liengsiri C. 1992. Design, Measurement and analysis of Field Trial for Genetic Analysis. ASEAN-Canada Forest Tree Seed Centre. Thailand: MuakLek Saraburi 18180. Finkeldey R. 2005. Pengantar Genetika Hutan Tropis. Djamhuri E, Siregar IZ, Siregar UJ, Kertadikara AW, penerjemah. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Terjemahan dari: An Indtroduction to Tropical Forest Genetics. Gunawan R. 2005. Struktur dan variasi genetik bibit tanaman sengon, mangium, durian dan rambutan untuk GNRHL berdasarkan isoenzim[skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Hartl DL, Clark AG. 1989. Principles of Population Genetics. Sinauer Inc. Sunderland USA. [ICRAF] World Agroforestry Center. 2006. Agroforestry Tree database. Paraserianthes falcataria. http://www.worldagroforestrycenter.org/sea/ copyright.html [3 OKT 2006]. Kusuma A. 2008. Polymerase chain reaction. http://infobioteknologi.blogspot.com/2008_09_01 [25 AGST 2009]. [Laboratorium Silvikultur IPB]. 2006. Petunjuk Teknis Seleksi Pohon Plus Damar (Agathis loranthifolia Salibs). Bogor: Laboratorium Silvikultur IPB.
47
[Laboratorium Silvikultur IPB]. 2007. Final Report Seed Source and Nursery Technology Development Project Genetic Material Selection and Collection of Potential-Plantation Tree Species. Bogor: Laboratorium Silvikultur IPB. Lee R. 2009. Berkebun Sengon. http://
[email protected] [19 OKT 2009]. Leksono B. 2009. Uji Keturunan (Progeny Test) Dalam Pemuliaan Pohon. Bogor: Forest Tree Seed Sources Management and Development Project KoreaIndonesia. Linhart YB. 2002. Variation in woody plants: molecular biology, evolutionary processes and conservation biology. Di dalam: Forestry sciences, Molecular biology of woody plant. Jain SM, Minocha SC (editor). Kluwer Academic Publisher. Netherland. Murtiyoso H, Tridoso AM. 1996. Pengalaman pengadaan benih unggul Acacia mangium di HTI Sumalindo Group dalam Prosiding Seminar Nasional Penerapan Prinsip-Prinsip Pemuliaan Pohon dalam Pengelolaan Hutan Tanaman Industri. Bogor. Nai’em M. 1996. Peran Pemuliaan Pohon terhadap Keberhasilan HTI. Bahan Kuliah Diklat Manejer HTI. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan UGM - PT Forest Citera Sejahtera. Schmidt L. 1993. Seed Orchard. Guidelines on Estabishment and Management Practises. Fiel Manual No. 4 Ras/91/004. Seido K, Widyatmoko AYPBC. 1993. Genetic Variation at Four Allozyme Loci in Paraserianthes falcataria at Wamena in Irian Jaya. Yogyakarta: Forest Tree Improvement Project Technical Report. Siregar IZ, Yunanto T, Ratnasari J. 2008. Prospek Bisnis, Budi Daya, Panen & Pascapanen Kayu Sengon. Jakarta: Penebar Swadaya. Siregar UJ, Kusmana C. 2002. Laporan Akhir Penelitian Studi Keragaman Rhizophora mucronata Lamk. Pada Hutan Alam di Sumatera Utara Berdasarkan Analisis Isoenzim. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Soerianegara I. 1976. Pemuliaan Pohon Hutan Fakultas Kehutanan IPB dan Lembaga Penelitian Hutan Bogor. Institut Pertanian Bogor. [Proyek Peningkatan Pengembangan Perguruan Tinggi. Institut Pertanian Bogor].
48
Suharyanto, Rimbawanto A, Isoda K. 2002. Genetic Diversity and Relationship Analysis on Paraserianthes falcataria Revealed by RAPD Marker. In A. Rimbawanto and M. Susanto (eds.). Proceedings International Seminar “Advances in Genetic Improvement of Tropical Tree Species”. Yogyakarta: Centre for Forest Biotechnology and Tree Improvement. Thielges BA, Sastrapradja SD, Rimbawanto A. 2001. In situ and ex situ conservation of commercial tropical trees. Yogyakarta: Departement of Forest Science, Faculty of Forest, Gadja Mada University. Trubusid. 2008. Trubus majalah pertanian Indonesia dari timur menggapai langit. http://www.trubus-online.co.id [ 25 AGST 2009]. Ulfah M. 2008. Analisis keragaman genetic Agathis loranthifolia Salibs. Di Jawa Barat[skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Weising K, Nybom H, Wolff K, Kahl G. 2005. DNA Fingerprinting in Plants Principles, Methods and Applications. Boca Raton: CRC Press. Wels J, McClelland M. 1990. Fingerprinting Genomes Using PCR with Arbitrary Primers. Nucleic Acids Research, 18(24), 7213-7218. Widyastuti DE. 2007. Keragaman genetik dengan penanda RAPD, fenotipa pertumbuhan dan pendugaan heritabilitas pada sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut pertanian Bogor. Wulan R. 2003. Struktur dan Keragaman Genetik Populasi Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) pada Hutan Rakyat di jawa. [Tesis]. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Yunanto T. 2006. Implifikasi Genetik Sistem Silvikultur TPTJ pada jenis Shorea johorensis di HPH PT. Sari Bumi Kusuma berdasarkan Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) [skripsi]. Bogor: Departement Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Zobel B, Talbert J. 1984. Applied Forest Tree Improvement. New York: John Wiley & Sons.
LAMPIRAN
49
Lampiran 1 Layout penanaman Sengon Solomon di Blok I Hutan Percobaan Cirangsad. Ket : (a) Sketsa Blok I, (b) Foto kondisi Blok I
Famili 1 Famili 2 Famili 3 Famili 4 Famili 5 Famili 6
Melandai
Famili 7 Famili 8 Famili 9
(a)
(b)
50
Lampiran 2 Layout penanaman Sengon Solomon di Blok II Hutan Percobaan Cirangsad. Ket : (a) Sketsa Blok II, (b) Foto kondisi Blok II
Famili 1 Famili 2 Famili 3 Famili 4 Famili 5 Famili 6
Melandai
Famili 7 Famili 8 Famili 9
(a)
(b)
51
Lampiran 3 Layout penanaman Sengon Solomon di Blok III Hutan Percobaan Cirangsad. Ket : (a) Sketsa Blok III, (b) Foto kondisi Blok III
Famili 1 Famili 2 Famili 3 Famili 4 Famili 5 Famili 6
Melandai
Famili 7 Famili 8 Famili 9
(a)
(b)
52
Lampiran 4 Layout penanaman Sengon Solomon di Blok IV Hutan Percobaan Cirangsad. Ket : (a) Sketsa Blok IV, (b) Foto kondisi Blok IV
Famili 9 Famili 8 Famili 7 Famili 6 Famili 5 Famili 4
Melandai
Famili 3 Famili 2 Famili 1
(a)
(b)
53
Lampiran 5 Tanaman Sengon Solomon di Blok I. Ket: (a) Famili No.1, (b) Famili No.2, (c) Famili No.3, (d) Famili No.4, (e) Famili No.5, (f) Famili No.6, (g) Famili No.7, (h) Famili No.8, (i) Famili No.9
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
54
Lampiran 6 Tanaman Sengon Solomon di Blok II. Ket: (a) Famili No.1, (b) Famili No.2, (c) Famili No.3, (d) Famili No.5, (e) Famili No.6, (f) Famili No.7
(a)
(d)
(b)
(e)
(c)
(f)
55
Lampiran 7 Tanaman Sengon Solomon di Blok III. Ket: (a) Famili No.1, (b) Famili No.2, (c) Famili No.3, (d) Famili No.5, (e) Famili No.6, (f) Famili No.7, (g) Famili No.8, (h) Famili No.9
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
56
Lampiran 8 Tanaman Sengon Solomon di Blok IV, Ket: (a) Famili No.1, (b) Famili No.2, (c) Famili No.3, (d) Famili No.5, (e) Famili No.8
(a)
(d)
(b)
(e)
(c)
57
Lampiran 9 Skoring bentuk batang
58
Lampiran 10 Rekapitulasi hasil pengukuran seluruh parameter pertumbuhan Sengon Solomon No. Blok
1
2
No. Famili
Tinggi pohon (cm)
Diameter (cm)
TBC (cm)
Rasio TBC (%)
Bentuk Batang
Diameter Cabang
Sudut cabang
1
440
5.423
245
55.68
S3
DC3
SC1
2
310
2.803
210
67.74
B4
DC2
SC1
3
170
1.351
100
58.82
S4
DC3
SC3
4
330
4.031
170
51.51
B5
DC2
SC2
5
.
.
.
.
.
.
.
6
800
8.293
300
37.50
B3
DC1
SC2
7
740
6.818
340
45.95
Lurus
DC3
SC2
8
700
10.446
225
32.14
C3,S2
DC2
SC1
9
500
6.061
290
58.00
S4
DC3
SC1
1
540
7.346
300
55.56
Lurus
DC2
SC2
2
390
3.190
225
57.69
S3
DC2
SC1
3
400
6.087
195
48.75
C2, S3
DC2
SC1
4
.
.
.
.
.
.
.
5
420
4.027
210
50.00
J3
DC3
SC2
6
300
3.520
230
76.67
C2
DC2
SC1
7
.
.
.
.
.
.
.
8
190
1.171
105
55.26
S4
DC3
SC1
9
.
.
.
.
.
.
.
Warna Kulit Batang Abu-abu Kehitaman Abu-abu Kehitaman Abu-abu Kecoklatan Abu-abu Keputihan . Abu-abu Keputihan Abu-abu Kehitaman Abu-abu Kehitaman Abu-abu Kehitaman Abu-abu Keputihan Abu-abu Kehitaman Abu-abu Keputihan . Abu-abu Kehitaman Abu-abu Kehitaman . Abu-abu Kehitaman .
Ketahanan Terhadap Hama dan Penyakit Sehat Sehat Sehat, kulit batang bagian bawah rusak karena diseruduk babi Sehat, kulit batang bagian bawah rusak karena diseruduk babi & batang miring terkena longsor Mati Sehat Sehat, kulit batang bagian atas rusak karena terserang bajing Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Mati Sehat Sehat Mati Sehat Mati
59
Lampiran 10 Lanjutan Rekapitulasi hasil pengukuran seluruh parameter pertumbuhan Sengon Solomon No. Blok
No. Famili
Tinggi pohon (cm)
Diameter (cm)
TBC (cm)
Rasio TBC (%)
Bentuk Batang
Diameter Cabang
Sudut cabang
1
300
4.819
150
50.00
J3
DC2
SC1
2
330
4.882
190
57.58
J5
DC2
SC1
Abu-abu Kehitaman
3
500
7.609
175
35.00
Lurus
DC2
SC2
Abu-abu Keputihan
4
.
.
.
.
.
.
.
5
370
5.224
160
43.24
Lurus
DC2
SC2
6
480
7.87
210
43.75
Lurus
DC2
SC1
7
290
3.622
210
72.41
S2, C2
DC1
SC1
8
330
3.417
256
77.58
B3
DC1
SC1
9
360
6.551
210
68.33
Lurus
DC3
SC1
1
440
3.077
250
56.82
S3
DC2
SC1
2
500
8.032
410
82.00
C3, B3
DC1
SC1
3
580
8.878
220
37.93
C4, S2
DC3
SC1
4
.
.
.
.
.
.
.
3
4
Warna Kulit Batang Abu-abu Kehitaman
. Abu-abu Kehitaman Abu-abu Keputihan Abu-abu Keputihan Abu-abu Kehitaman Abu-abu Kehitaman Abu-abu kecoklatan Abu-abu Kehitaman Abu-abu Kehitaman
Ketahanan Terhadap Hama & Penyakit Sehat Sehat, kulit batang bawah rusak diseruduk babi Sehat, kulit batang bawah rusak diseruduk babi Mati Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat
.
Mati
Abu-abu Kehitaman
Sehat
5
440
3.684
290
65.91
S3
DC3
SC1
6
.
.
.
.
.
.
.
.
Mati
7
.
.
.
.
.
.
.
.
Mati
Abu-abu Kehitaman
Sehat
.
Mati
8
270
9
.
1.418
190
70.37
Lurus
DC3
SC3
.
.
.
.
.
bagian karena bagian karena
60
Lampiran 11 Tinggi dan diameter pohon pembanding (Sengon lokal)
No. Blok
1
No. Pohon 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Rata-rata
3
Rata-rata
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tinggi pohon (cm) 350 600 500 550 400 550 500 700 750 544.44 350 . 420 440 360 . 270 380 300 360
Diameter (cm) 5.117 8.224 6.763 7.182 3.309 7.595 4.020 8.326 2.513 5.894 3.712 . 5.312 4.517 3.627 . 3.073 4.360 2.924 3.932
61
Lampiran 12 Analisis ragam pengaruh famili terhadap tinggi, tinggi bebas cabang dan diameter Sengon Solomon
The SAS System
20:01 Wednesday, June 24, 2009
2
The GLM Procedure Dependent Variable: tinggi Source blok perlakuan
DF 3 8
Type III SS 110566.5587 100565.7253
Mean Square 36855.5196 12570.7157
F Value 1.29 0.44
Pr > F 0.3154 0.8796
Mean Square 9806.57499 4990.03333
F Value 2.50 1.27
Pr > F 0.0995 0.3282
Mean Square 2.52424237 2.39148069
F Value 0.30 0.28
Pr > F 0.8282 0.9627
Dependent Variable: TBC Source blok perlakuan
DF 3 8
Type III SS 29419.72498 39920.26665
Dependent Variable: diameter Source blok perlakuan
DF 3 8
Type III SS 7.57272712 19.13184551
62
Lampiran 13 Rekapitulasi hasil perhitungan keragaman pertumbuhan tanaman Sengon Solomon
Tinggi Tanaman Setiap Famili Sengon Solomon Umur 2 Tahun (m) 2
3
4
5
6
7
8
9
RataRata
Ragam
1 1
440
310
170
330
.
800
740
700
500
498.75
52155.36
2
540
390
400
.
420
300
.
190
.
373.33
13986.67
3
300
330
500
.
370
480
290
330
360
370.00
6228.57
446.00
12980.00
Blok
4
440
500
580
.
440
.
.
270
.
RataRata
430.00
382.50
412.50
330.00
410.00
526.67
515.00
372.50
430.00
Ragam
9733
7292
31558
0
1300
64133
101250
50958
9800
Tinggi Bebas Cabang Setiap Famili Sengon Solomon Umur 2 Tahun (m) 2
3
4
5
6
7
8
9
RataRata
Ragam
1 1
245
210
100
170
.
300
340
225
290
235.00
5935.71
2
300
225
195
.
210
230
.
105
.
210.83
3994.17
3
150
190
175
.
160
210
210
256
210
195.13
1152.98
4
250
410
220
.
290
.
.
190
.
272.00
7320.00
RataRata
236.25
258.75
172.5
170
220
246.67
275
194
250
Ragam
3923
10373
2675
0
4300
2233
8450
4248
3200
Blok
Diameter Batang Setiap Famili Sengon Solomon Umur 2 Tahun (cm) 2
3
4
5
6
7
8
9
RataRata
Ragam
1 1
5.423
2.803
1.351
4.031
.
8.293
6.818
10.446
6.601
5.72
8.78
2
7.346
3.190
6.087
.
4.027
3.520
.
1.171
.
4.22
4.83
3
4.819
4.882
7.609
.
5.224
7.870
3.622
3.417
6.551
5.50
2.85
4
3.077
8.032
8.878
.
3.684
.
.
1.418
.
5.02
10.62
RataRata
5.17
4.73
5.98
4.03
4.31
6.56
5.22
4.11
6.58
Ragam
3.10
5.67
10.83
0.00
0.65
6.98
5.11
18.84
0.001
Blok
63
Lampiran 14 Rekapitulasi rangking ragam tinggi, tinggi bebas cabang dan diameter
Ragam Setiap Famili Sengon Solomon No.
Parameter 1
2
3
4
5
6
7
8
9
31558
0.00
1300
64133
101250
50958
9800
1
Tinggi Tanaman
9733
7292
2
Tinggi Bebas Cabang
3923
10373
2675
0.00
4300
2233
8450
4247
3200
3
Diameter batang
3.10
5.67
10.83
0.00
0.65
6.98
5.11
18.84
0.001
No.
Parameter
Rangking Ragam Setiap Famili Sengon Solomon 1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
Tinggi Tanaman
6
7
4
9
8
2
1
3
5
2
Tinggi Bebas Cabang
5
1
7
9
3
8
2
4
6
3
Diameter batang
6
4
2
9
7
3
5
1
8
64
Lampiran 15 Hasil analisis Anderson-Darling Normality Test. Ket: (a) Tinggi tanaman, (b) Tinggi bebas cabang, (c) diameter batang Descriptive Statistics Variable: Tinggi Anderson-Darling Normality Test A-Squared: P-Value:
200
300
400
500
600
700
Mean StDev Variance Skewness Kurtosis N
800
Minimum 1st Quartile Median 3rd Quartile Maximum
95% Confidence Interval for Mu
0.545 0.147 422.963 153.968 23706.3 0.807988 0.576643 27 170.000 310.000 400.000 500.000 800.000
95% Confidence Interval for Mu 362.055 350
400
450
500
483.871
95% Confidence Interval for Sigma 121.253
211.003
95% Confidence Interval for Median 95% Confidence Interval for Median
330.000
480.593
(a) Descriptive Statistics Variable: TBC Anderson-Darling Normality Test A-Squared: P-Value:
100
150
200
250
300
350
400
Mean StDev Variance Skewness Kurtosis N Minimum 1st Quartile Median 3rd Quartile Maximum
95% Confidence Interval for Mu
0.460 0.241 224.667 67.669 4579.15 0.619232 1.18045 27 100.000 190.000 210.000 256.000 410.000
95% Confidence Interval for Mu 197.898 190
200
210
220
230
240
250
251.436
95% Confidence Interval for Sigma 53.291
92.736
95% Confidence Interval for Median 95% Confidence Interval for Median
194.852
245.148
(b) Descriptive Statistics Variable: Diameter Anderson-Darling Normality Test A-Squared: P-Value:
1
3
5
7
Mean StDev Variance Skewness Kurtosis N
9
Minimum 1st Quartile Median 3rd Quartile Maximum
95% Confidence Interval for Mu
0.284 0.603 5.17222 2.44631 5.98446 0.230505 -6.6E-01 27 1.1710 3.4170 4.8820 7.3460 10.4460
95% Confidence Interval for Mu 4.2045 3.5
4.5
5.5
6.5
6.1400
95% Confidence Interval for Sigma 1.9265
3.3525
95% Confidence Interval for Median 95% Confidence Interval for Median
(c)
3.6190
6.5589
65
Lampiran 16 Data pertumbuhan pohon induk Sengon Solomon No. Famili
Tinggi Pohon Induk (m)
Tinggi Keturunan (m)
TBC Pohon Induk (m)
TBC Keturunan (m)
Diameter Pohon Induk (cm)
Diameter Keturunan (cm)
26
4.4
22
2.45
29.2
5.423
26
5.4
22
3
29.2
7.346
26
3
22
1.5
29.2
4.819
26
4.4
22
2.5
29.2
3.077
25
3.1
17
2.1
25
2.803
25
3.9
17
2.25
25
3.19
25
3.3
17
1.9
25
4.882
25
5
17
4.1
25
8.032
21
1.7
15
1
25.5
1.351
21
4
15
1.95
25.5
6.087
21
5
15
1.75
25.5
7.609
21
5.8
15
2.2
25.5
8.878
25
3.3
15
1.7
27
4.031
25
*
15
*
27
*
25
*
15
*
27
*
25
*
15
*
27
*
30
*
25
*
24.5
*
30
4.2
25
2.1
24.5
4.027
30
3.7
25
1.6
24.5
5.224
30
4.4
25
2.9
24.5
3.684
26
8
14
3
20
8.293
26
3
14
2.3
20
3.52
26
4.8
14
2.1
20
7.87
26
*
14
*
20
*
21
7.4
16
3.4
23.6
6.818
21
*
16
*
23.6
*
21
2.9
16
2.1
23.6
3.622
21
*
16
*
23.6
*
26
7
14
2.25
23
10.446
26
1.9
14
1.05
23
1.171
26
3.3
14
2.56
23
3.417
26
2.7
14
1.9
23
1.418
20
5
13
2.9
25.5
6.061
20
*
13
*
25.5
*
20
3.6
13
2.1
25.5
6.551
20
*
13
*
25.5
*
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Keterangan : tanda * menunjukkan individu mati
66
Lampiran 17 Hasil skoring seluruh parameter pertumbuhan tanaman Sengon Solomon No. Blok
1
2
1
Tinggi pohon (cm) 0
Diameter (cm) 0
TBC (cm) 6
Bentuk Batang 20
Diameter Cabang 5
Sudut cabang 0
Persen Hidup 5
Ketahanan Terhadap Hama & Penyakit 5
Jumlah Skor 41
2
0
0
8
15
2
0
5
5
35
3
0
0
6
15
5
5
5
5
41
4
0
0
6
10
2
2
5
5
30
5
.
.
.
.
.
.
0
.
0
6
10
20
2
15
0
2
5
5
59
7
10
10
4
30
5
2
5
5
71
8
8
20
2
15
2
0
5
5
58
9
0
0
6
15
5
0
5
5
36
1
10
20
6
30
2
5
5
5
83
2
2
0
6
20
2
0
5
5
40
3
4
20
4
15
2
0
5
5
55
4
.
.
.
.
.
.
0
.
0
5
4
0
6
26
5
2
5
5
53
6
0
0
10
25
2
0
5
5
47
7
.
.
.
.
.
.
0
.
0
8
0
0
6
15
5
0
5
5
36
9
.
.
.
.
.
.
0
.
0
No. Famili
67
Lampiran 17 Lanjutan Hasil skoring seluruh parameter pertumbuhan tanaman Sengon Solomon No. Blok
3
4
1
Tinggi pohon (cm) 0
Diameter (cm) 15
TBC (cm) 6
Bentuk Batang 26
Diameter Cabang 2
Sudut cabang 0
Persen Hidup 5
Ketahanan Terhadap Hama & Penyakit 5
Jumlah Skor 59
2
0
15
6
22
2
0
5
5
55
3
10
20
2
30
2
2
5
5
76
No. Famili
4
.
.
.
.
.
.
0
.
0
5
0
20
4
30
2
2
5
5
68
6
10
20
4
30
2
0
5
5
76
7
0
0
10
20
0
0
5
5
40
8
0
0
10
20
0
0
5
5
40
9
0
20
8
30
5
0
5
5
73
1
6
0
6
15
2
0
5
5
39
2
10
20
10
10
0
0
5
5
60
3
10
20
2
10
5
0
5
5
57
4
.
.
.
.
.
.
0
.
0
5
6
0
8
10
5
0
5
5
49
6
.
.
.
.
.
.
0
.
0
7
.
.
.
.
.
.
0
.
0
8
0
0
10
30
5
2
5
5
60
9
.
.
.
.
.
.
0
.
0
68
Lampiran 18 Hasil analisis RAPD populasi Sengon Solomon Lokus
Ukuran Sampel
na
ne
h
Lokus
Ukuran Sampel
na
ne
h
Lokus
Ukuran Sampel
na
ne
h
u5-1
15
2.0000
1.9231
0.4800
o10-14
15
2.0000
1.4706
0.3200
a5-4
15
2.0000
1.1421
0.1244
u5-2
15
2.0000
1.3006
0.2311
o10-15
15
2.0000
1.1421
0.1244
a5-5
15
1.0000
1.0000
0.0000
u5-3
15
2.0000
1.9231
0.4800
o10-16
15
2.0000
1.1421
0.1244
a14-1
15
2.0000
1.1421
0.1244
u5-4
15
2.0000
1.3006
0.2311
o10-17
15
2.0000
1.1421
0.1244
a14-2
15
2.0000
1.4706
0.3200
u5-5
15
2.0000
1.1421
0.1244
y16-1
15
2.0000
1.1421
0.1244
a14-3
15
2.0000
1.9231
0.4800
u5-6
15
2.0000
1.9231
0.4800
y16-2
15
2.0000
1.1421
0.1244
a14-4
15
2.0000
1.4706
0.3200
u5-7
15
2.0000
1.9912
0.4978
y16-3
15
2.0000
1.1421
0.1244
a14-5
15
2.0000
1.4706
0.3200
u5-8
15
2.0000
1.9912
0.4978
y16-4
15
2.0000
1.4706
0.3200
a14-6
15
2.0000
1.9912
0.4978
u5-9
15
2.0000
1.4706
0.3200
y16-5
15
2.0000
1.6423
0.3911
a14-7
15
2.0000
1.1421
0.1244
u5-10
15
2.0000
1.1421
0.1244
y16-6
15
2.0000
1.3006
0.2311
a14-8
15
2.0000
1.6423
0.3911
u5-11
15
2.0000
1.3006
0.2311
y16-7
15
2.0000
1.1421
0.1244
a14-9
15
2.0000
1.3006
0.2311
u5-12
15
2.0000
1.3006
0.2311
y16-8
15
2.0000
1.4706
0.3200
a14-10
15
2.0000
1.1421
0.1244
o10-1
15
2.0000
1.1421
0.1244
y16-9
15
2.0000
1.3006
0.2311
a14-11
15
2.0000
1.1421
0.1244
o10-2
15
2.0000
1.3006
0.2311
y16-10
15
2.0000
1.9912
0.4978
Mean
15
1.9683
1.4523
0.2813
o10-3
15
2.0000
1.1421
0.1244
y16-11
15
2.0000
1.6423
0.3911
St.Dev
0.1767
0.3101
0.1455
o10-4
15
2.0000
1.1421
0.1244
y16-12
15
2.0000
1.1421
0.1244
o10-5
15
2.0000
1.4706
0.3200
y16-13
15
2.0000
1.4706
0.3200
o10-6
15
2.0000
1.8000
0.4444
y16-14
15
2.0000
1.4706
0.3200
o10-7
15
2.0000
1.8000
0.4444
y16-15
15
2.0000
1.4706
0.3200
o10-8
15
2.0000
1.6423
0.3911
y16-16
15
2.0000
1.9912
0.4978
o10-9
15
2.0000
1.9231
0.4800
y16-17
15
2.0000
1.8000
0.4444
o10-10
15
2.0000
1.4706
0.3200
y16-18
15
2.0000
1.1421
0.1244
o10-11
15
2.0000
1.3006
0.2311
a5-1
15
2.0000
1.8000
0.4444
o10-12
15
2.0000
1.9912
0.4978
a5-2
15
1.0000
1.0000
0.0000
o10-13
15
2.0000
1.6423
0.3911
a5-3
15
2.0000
1.4706
0.3200
69
Lampiran 19 Hasil analisis RAPD populasi Sengon Solomon skor tertinggi Lokus
Ukuran Sampel
na
ne
h
Lokus
Ukuran Sampel
na
Ne
h
Lokus
Ukuran Sampel
na
ne
H
u5-1
7
2.0000
1.6897
0.4082
o10-14
7
2.0000
1.6897
0.4082
a5-4
7
1.0000
1.0000
0.0000
u5-2
7
2.0000
1.3243
0.2449
o10-15
7
2.0000
1.3243
0.2449
a5-5
7
1.0000
1.0000
0.0000
u5-3
7
2.0000
1.6897
0.4082
o10-16
7
2.0000
1.0000
0.0000
a14-1
7
1.0000
1.0000
0.0000
u5-4
7
2.0000
1.3243
0.2449
o10-17
7
2.0000
1.3243
0.2449
a14-2
7
2.0000
1.6897
0.4082
u5-5
7
1.0000
1.0000
0.0000
y16-1
7
2.0000
1.3243
0.2449
a14-3
7
2.0000
1.3243
0.2449
u5-6
7
2.0000
1.6897
0.4082
y16-2
7
1.0000
1.0000
0.0000
a14-4
7
2.0000
1.3243
0.2449
u5-7
7
2.0000
1.6897
0.4082
y16-3
7
2.0000
1.3243
0.2449
a14-5
7
2.0000
1.9600
0.4898
u5-8
7
2.0000
1.9600
0.4898
y16-4
7
2.0000
1.3243
0.2449
a14-6
7
2.0000
1.3243
0.2449
u5-9
7
1.0000
1.0000
0.0000
y16-5
7
2.0000
1.9600
0.4898
a14-7
7
1.0000
1.0000
0.0000
u5-10
7
2.0000
1.3243
0.2449
y16-6
7
2.0000
1.3243
0.2449
a14-8
7
1.0000
1.0000
0.0000
u5-11
7
2.0000
1.3243
0.2449
y16-7
7
1.0000
1.0000
0.0000
a14-9
7
2.0000
1.6897
0.4082
u5-12
7
2.0000
1.3243
0.2449
y16-8
7
1.0000
1.0000
0.0000
a14-10
7
2.0000
1.0000
0.0000
o10-1
7
2.0000
1.3243
0.2449
y16-9
7
1.0000
1.0000
0.0000
a14-11
7
2.0000
1.3243
0.2449
o10-2
7
1.0000
1.0000
0.0000
y16-10
7
2.0000
1.3243
0.2449
Mean
7
1.7143
1.3762
0.2345
o10-3
7
2.0000
1.3243
0.2449
y16-11
7
1.0000
1.0000
0.0000
St.Dev
0.4554
0.3219
0.1725
o10-4
7
2.0000
1.3243
0.2449
y16-12
7
1.0000
1.0000
0.0000
o10-5
7
2.0000
1.3243
0.2449
y16-13
7
2.0000
1.3243
0.2449
o10-6
7
2.0000
1.9600
0.4898
y16-14
7
2.0000
1.3243
0.2449
o10-7
7
2.0000
1.9600
0.4898
y16-15
7
2.0000
1.6897
0.4082
o10-8
7
2.0000
1.6897
0.4082
y16-16
7
2.0000
1.9600
0.4898
o10-9
7
2.0000
1.9600
0.4898
y16-17
7
2.0000
1.6897
0.4082
o10-10
7
2.0000
1.9600
0.4898
y16-18
7
2.0000
1.3243
0.2449
o10-11
7
1.0000
1.0000
0.0000
a5-1
7
2.0000
1.3243
0.2449
o10-12
7
2.0000
1.6897
0.4082
a5-2
7
1.0000
1.0000
0.0000
o10-13
7
2.0000
1.3243
0.2449
a5-3
7
2.0000
1.3243
0.2449
70
Lampiran 20 Hasil analisis RAPD populasi Sengon Solomon skor terendah Lokus
Ukuran Sampel
na
ne
h
Lokus
Ukuran Sampel
Na
Ne
h
Lokus
Ukuran Sampel
na
ne
H
u5-1
8
2.0000
1.2800
0.2188
o10-14
8
2.0000
1.2800
0.2188
a5-4
8
2.0000
1.2800
0.2188
u5-2
8
2.0000
1.2800
0.2188
o10-15
8
1.0000
1.0000
0.0000
a5-5
8
1.0000
1.0000
0.0000
u5-3
8
2.0000
2.0000
0.5000
o10-16
8
2.0000
1.2800
0.2188
a14-1
8
2.0000
1.2800
0.2188
u5-4
8
2.0000
1.2800
0.2188
o10-17
8
1.0000
1.0000
0.0000
a14-2
8
2.0000
1.2800
0.2188
u5-5
8
2.0000
1.2800
0.2188
y16-1
8
1.0000
1.0000
0.0000
a14-3
8
2.0000
1.8824
0.4688
u5-6
8
2.0000
2.0000
0.5000
y16-2
8
2.0000
1.2800
0.2188
a14-4
8
2.0000
1.6000
0.3750
u5-7
8
2.0000
1.6000
0.3750
y16-3
8
1.0000
1.0000
0.0000
a14-5
8
2.0000
1.0000
0.0000
u5-8
8
2.0000
1.8824
0.4688
y16-4
8
2.0000
1.6000
0.3750
a14-6
8
2.0000
1.6000
0.3750
u5-9
8
2.0000
1.8824
0.4688
y16-5
8
1.0000
1.0000
0.0000
a14-7
8
2.0000
1.2800
0.2188
u5-10
8
2.0000
1.0000
0.0000
y16-6
8
2.0000
1.2800
0.2188
a14-8
8
2.0000
2.0000
0.5000
u5-11
8
2.0000
1.2800
0.2188
y16-7
8
2.0000
1.2800
0.2188
a14-9
8
2.0000
1.0000
0.0000
u5-12
8
2.0000
1.2800
0.2188
y16-8
8
2.0000
1.8824
0.4688
a14-10
8
2.0000
1.2800
0.2188
o10-1
8
2.0000
1.0000
0.0000
y16-9
8
2.0000
1.6000
0.3750
a14-11
8
2.0000
1.0000
0.0000
o10-2
8
2.0000
1.6000
0.3750
y16-10
8
2.0000
1.2800
0.2188
Mean
8
1.7460
1.4181
0.2535
o10-3
8
2.0000
1.0000
0.0000
y16-11
8
2.0000
2.0000
0.5000
St.Dev
0.4388
0.3418
0.1780
o10-4
8
2.0000
1.0000
0.0000
y16-12
8
2.0000
1.2800
0.2188
o10-5
8
2.0000
1.6000
0.3750
y16-13
8
2.0000
1.6000
0.3750
o10-6
8
2.0000
1.6000
0.3750
y16-14
8
2.0000
1.6000
0.3750
o10-7
8
2.0000
1.2800
0.2188
y16-15
8
2.0000
1.2800
0.2188
o10-8
8
2.0000
1.6000
0.3750
y16-16
8
2.0000
1.8824
0.4688
o10-9
8
2.0000
1.8824
0.4688
y16-17
8
2.0000
1.8824
0.4688
o10-10
8
2.0000
1.0000
0.0000
y16-18
8
1.0000
1.0000
0.0000
o10-11
8
2.0000
1.6000
0.3750
a5-1
8
2.0000
2.0000
0.5000
o10-12
8
2.0000
1.8824
0.4688
a5-2
8
1.0000
1.0000
0.0000
o10-13
8
2.0000
1.8824
0.4688
a5-3
8
2.0000
1.6000
0.3750