KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat illahi robbi yang telah memberikan nikmat dan segala kemampuan sehingga kami dapat menulis karya tulis yang berjudul “Islamic Liberalism” ini dengan baik walaupun masih banyak kekurangan. Shalawat beserta salam Allah semoga terabadikan bagi baginda kita Muhammad SAW yang menjadi suri tauladan kita semua umat muslim. Penulis menulis karya tulis ini guna menjalankan tugas yang telah diberikan kepada penulis guna menunjang materi perkuliahan yang akan kami tempuh selama satu semester kedepan. Penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan ini. namun harap dimaklumi karena segala keterbatasan yang ada dan ini adalah salah satu proses belajar penulis. Maka dari itu, mohon kritik dan saran agar dilain waktu bisa lebih baik lagi dalam pembuatan karya tulis ini. Akhir kata, kami memohon petunjuk kepada Allah SWT agar karya tulis ini bisa bermanfaat bagi kami semua dan bisa dijadikan acuan materi dalam satu semester kedepan.
Semarang,21 Oktober 2014
Uyun Imania Ulya
1
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………….1 DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………2 BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………3 A. LATAR BELAKANG…………………………………………………………………….3 B. MANFAAT PENULISAN………………………………………………………………..3 C. RUMUSAN MASALAH…………………………………………………………………3 BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………4-11 1. Definisi Islam Liberal…………………………………………………………………...4-5 2. Islam Liberal di Indonesia……………………………………………………………..6-11 A. Islam Liberal di Indonesia Era Orde Baru…………………………………………….6 B. Islam Liberal di Indonesia Era Reformasi………………………………………....7-11 BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………...…12 A. KESIMPULAN…………………………………………………………………………..12 B. KRITIK DAN SARAN…………………………………………………………………..12 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………13
2
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Istilah Islam Liberal sudah tidak asing lagi bagi telinga kita, Liberal sendiri memiliki arti kebebasan, sedangkan Islam adalah suatu agama yang tentu saja memiliki peraturan. Liberalisme memperlakukan agama sebagai pendapat, dan karenanya mentolelir keanekaragaman dalam bidang yang justru diyakini secara hitam putih oleh kaum tradisionalis. Islam Liberal istilah katanya tidak kontradikrif, keduanya memiliki arti yang tidak berkesinambungan. Paradigma masyarakat terhadap Islam Liberal telah dipandang negative, tanpa mengetahui dan mendalami secara langsung apa yang sebenarnya ada pada Islam Liberal. Dengan demikian, masyarakat sangat perlu pencerahan untuk merubah persepsi yang salah, dan menyamakan persepsi. dan untuk menjawab pertanyaan, mengapa terjadi kesalahan persepsi dalam melihat islam? jawabannya adalah karena umat islam tidak memiliki paradigma yang tepat.
B. MANFAAT PENULISAN Manfaat menulis makalah ini adalah kami dapat mengetahui bersama tentang seperti apa Islam Liberal yang sebenarnya, dan bagaimana keadaan Islam liberal di Negara kita serta apa pengaruh terhadap masyarakat luas.
C. RUMUSAN MASALAH 1. Apa itu Islam Liberal? 2. Bagaimana Islam Liberal di Indonesia?
3
BAB II PEMBAHASAN 1. Definisi Islam Liberal Liberalisme adalah paham yang berusaha memperluas wilayah kebebasan individu dan mendorong kemajuan sosial. Liberalisme merupakan paham kebebasan, artinya manusia memiliki kebebasan atau jika kita lihat dari perspektif filosofis, merupakan tata pemikiran yang landasan pemikirannya adalah manusia bebas. Bebas, karena mampu berpikir dan bertindak sesuai dengan apa yang dinginkan. Liberalisme adalah paham pemikiran yang optimis tentang manusia. 1
Liberalisme berkaitan erat dengan Hak Asasi Manusia. Secara umum DUHAM mengandung empat hak pokok meliputi hak individual, hak kolektif atau hak yang hanya dapat dinikmati bersama orang lain, lalu hak sipil dan politik antara lain seperti hak kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama, dan hak atas kehidupan, dan yang terakhir hak ekonomi, sosial, dan budaya antara lain hak untuk menikmati kebebasan dari rasa ketakutan dan kemiskinan, larangan atas deskriminasi ras, warna kulit dll.
Jika dilihat dari segi bahasa, istilah liberalisme tidak berasal dari dunia islam, melainkan dari barat. Tetapi kemudian nilai-nilai islam beradaptasi dengan paham liberalisme sesuai situasi dan kondisi budaya diberbagai Negara dibelahan dunia. Sehingga islam pun hadir dimana-mana. Liberalisme bukan berarti kebebasan tanpa batas, liberalisme juga tidak lepas untuk mengerjakan kewajiban- kewajibannya. Liberalisme sendiri bukanlah memberikan kebebasan yang benar-benar bebas kepada manusia, sementara agama dimana didalamnya terdapat sumber yang absolute dan kebenarannya melampaui pemikiran manusia justru terabaikan. Justru, menurut Leones Rakhmat-pengajar Sekolah Tinggi Teologi Jakarta- Liberalisme maupun penafsiran
11
Rizal Malarangeng, “Demokrasi dan Liberalisme” dalam, HamidBasyaib (ed.), membela kebebasan percakapan tentang demokrasi liberal (Jakarta : freedom Institut, 2006), h.135-136
4
liberal terhadap agama tidak bermaksud menyingkirkan Allah tetapi ditempuh lebih karena ketaatan terhadap prosedur menjalankan ilmu pengetahuan. Ada dua jenis Liberalisme Islam, yang pertama ialah bahwa islam sedikit atau tidak, memiliki ketentuan mengenai lembaga politik, dan tidak banyak tuntunan keagamaan yang diwajibkan pengamalannya kepada otoritas politik masa kini atau unsurunsur dibawahnya. kaum liberal islam dalam kategori pertama ini tidak menyatakan bahwa islam memisahkan agama dari Negara. Jenis liberal islam yang kedua membenarkan dibentuknya isntitusi-institusi liberal(parlemen,pemilu dan hak-hak sipil) dan beberapa kebijakan kesejahteraan sosial, bukan berdasarkan tiadanya UU islam yang kontradiktif, melainkan berdasarkan ketentuan islam yang sangat khusus. Zainun Kamal pernah beragumen mengenai perihal liberalisme dan kaitannya dengan ajaran islam “menjadi liberal artinya bagaimana seseorang dapat memahami teks menyebut itu sebagai ta’aqqul menyaratkan adanya fikrat al hurriyah, berfikir secara bebas. Bebas artinya kita tidak dikurung, terikat dan terpenjara oleh teks; sebaliknya, bebas secara rasional. apa yang rasional tentu saja terkait hokum-hukum logika. artinya, kalau mengenai persoalan-persoalan yang empiris, seperti persoalanpersoalan sosial, logikanya harus logika empiris” Pembenaran terhadap suatu agama tidak terletak pada keyakinan-keyakinan dan dongeng-dongeng, tetapi pembenaran agama terletak pada pemahaman yang rasional dan dapat teruji, dan menganjurkan perlunya mengkaji ulang sejarah. Pandangan liberalisme idealnya adalah menyatakan bebas dari ketaatan mutlak terhadap interpretasi manusia. sebab, umat beragama selalu mendapat agamanya dari manusia, tidak pernah langsung dari Allah. Agama adalah sebuah realitas, sebuah komunitas historis. Namun demikian, baginya tradisi itu sangat penting. tradisi tidak boleh dianggap sepi. semua orang yang masuk dalam suatu agama berarti sekaligus juga masuk kedalam tradisi yang turun- temurun diterima begitu saja. maka dari itu agama harus dilihat secara kritis.2
2
argument islam untuk liberalisme, hal 25
5
2. Islam Liberal di Indonesia A. Islam Liberal di Indonesia Era Orde Baru Awal tahun 1970-an, bersamaan dengan munculnya Orde Baru yang memberikan tantangan tersendiri bagi umat Islam, beberapa cendekiawan Muslim mencoba memberikan respon terhadap situasi yang dinilai tidak memberi kebebasan berpikir. Dari beberapa kelompok modernis di Indonesia lahirlah neo-modernisme islam yang diwakili tokoh seperti Nurcholish Madjid dan Syafii Maarif yang kemudian bermetamorfosis menjadi gerakan islam liberal yang kemudian dipopulerkan dengan nama JIL (jaringan islam liberal). Kelompok inilah yang kemudian memunculkan ide-ide tentang "Pembaharuan Pemikiran Islam". Kelompok ini mencoba menafsirkan Islam tidak hanya secara tekstual tetapi justru lebih ke penafsiran kontekstual. Mereka dapat digolongkan sebagai Islam liberal dalam arti menolak taklid, menganjurkan ijtihad, serta menolak otoritas bahwa hanya individu atau kelompok tertentu yang berhak menafsirkan ajaran Islam. Ahmad Wahib pernah mengatakan dalam “mencari Islam”: “Aku belum tahu apakah islam itu sebenarnya. aku baru tahu islam itu menurut Hamka; islam menurut Natsir; islam menurut abduh;…islam menurut yang lain-lain. terus terang, aku tidak puas. yang kucari belum kutemukan, belum terdapat, yakni islam menurut Allah, pembuatnya. bagaimana? langsung dari studi al Qur’an dan al sunnah? akan kucoba. tapi oranglain pun beranggapan bahwa yang kudapat itu adalah islam menurut aku sendiri. tapi biar, yang penting adalah keyakinan dalam akal sehatku bahwa yang kupahami itu adalah islam menurut Allah. Aku harus yakin itu.”3
Pernyataan Ahmad Wahid ini setidaknya menyadarkan generasi muda para muslim (yang liberal) betapa islam selalu ditafsirkan oleh benyak orang dengan beragam penafsiran. Dan inilah yang menginpirasikan generasi santri baru yang lebih banyak berkesempatan mempelajari islam dan melakukan refleksi lebih serius atas berbagai isu sosial-keagamaan yang kritis terhadap berbagai indoktrinasi agama, konservatisme dan dogmatism dalam studi Islam, mencoba menjadikan pemikiran islam liberal sebagai alat 3
pergolakan pemikiran islam catatan harian ahmad wahib, LP3ES, Jakarta,1983
6
bantu analisis untuk menghadirkan islam yang ramah, toleran, inklusif, liberal, dan membebaskan. B. Islam Liberal di Indonesia Era Reformasi Sejak akhir tahun 1990an muncul kelompok-kelompok anak muda yang menamakan diri kelompok "Islam Liberal" yang mencoba memberikan respon terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul pada akhir abad ke- 20. Islam liberal di Indonesia era reformasi nampak lebih nyata setelah didirikannya sebuah "jaringan" kelompok diskusi pada tanggal 8 Maret 2001, yang tujuannya adalah untuk kepentingan pencerahan dan pembebasan pemikiran Islam Indonesia. Usahanya dilakukan dengan membangun milis. Kegiatan utama kelompok ini adalah berdiskusi tentang hal-hal yang berkaitan dengan Islam, negara, dan isu-isu kemasyarakatan. Menurut hasil diskusi yang dirilis pada tanggal 1 Maret 2002, Jaringan Islam Liberal (JIL) mengklaim telah berhasil menghadirkan 200 orang anggota diskusi yang berasal dari kalangan para penulis, intelektual dan para pengamat politik. Di antara mereka muncul nama-nama seperti; Taufik Adnan Amal, Rizal Mallarangeng, Denny JA, Eep Saefullah Fatah, Hadimulyo, Ulil Abshar-Abdalla, Saiful Muzani, Hamid Basyaib, Ade Armando dan Luthfi Assaukanie. Tentu tidak semua orang yang hadir diskusi berarti mendukung ide-ide JIL. Diskusi awal yang diangkat oleh JIL adalah seputar definisi dan sikap Islam Liberal seputar isu-isu Islam, negara dan isu-isu kemasyarakatan. Pendefinisian Islam Liberal diawali dengan kajian terhadap buku Kurzman yang memilah tradisi keislaman dalam tiga kategori yakni, customary Islam, fundamentalis atau Wahabis atau Salafis, dan liberal Islam. Kategori ketiga diklaim sebagai koreksi dan respon terhadap dua kategori yang disebut pertama. Pertanyaan yang muncul dalam diskusi awal itu adalah apakah Islam Liberal di Indonesia akan bersifat elitis dan sekedar membangun wacana atau Islam Liberal yang menyediakan refleksi empiris, dan memiliki apresiasi terhadap realitas? Kalau Islam Liberal itu paralel dengan civicculture (pro pluralisme, equal opportunity, moderasi, trust, tolerance, memiliki sence of community yang nasional, lalu di mana Islamnya? Atau Islam Liberal adalah skeptisisme dan agnostisme yang hidup dalam 7
masyarakat Islam? Diskusi dalam milis yang panjang akhirnya tidak menyepakati sebuah definisi tentang Islam Liberal. Tetapi mereka menandai sebuah gerakan dan pemikiran yang mencoba memberikan respon terhadap kaum modernis, tradisional, dan fundamentalis. Ini adalah beberapa pendapat dari JIL yang dianggap sesat 1. Al-Qur’an adalah teks yang harus di kaji dengan hermeunetika 2. Kitab-kitab tafsir klasik itu tidak diperlukan lagi 3. Poligami harus dilarang 4. Mahar perkawinan boleh dibayar oleh suami maupun istri 5. Masa iddah juga harus dikenakan kepada laki-laki baik cerai hidup maupun cerai mati 6. Pernikahan untuk waktu jangka tertentu diperbolehkan 7. Perkawinan berbeda agama diperbolehkan untuk lelaki ataupun perempuan muslim 8. Pembagian warisan antara anak lelaki dan permpuan harus sama 1:1 9. Anak yang lahir diluar nikah dan diketahui siapa ayah biologisnya bisa tetap mendapatkan hak waris dari ayahnya. Majelis Ulama Indonesia (MUI) melihat betapa bahayanya pemikiran-pemikiran yang dikembangkan oleh kelompok ini, sehingga pada Munasnya yang ke-7 pada tanggal 25-29 Juli 2005 mengeluarkan fatwa bahwa pluralisme, sekularisme dan liberalism merupakan paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. Oleh sebab itu umat Islam haram hukumnya mengikuti paham pluralisme, sekularisme dan liberalisme agama (Adian Husaini, t.th: 2-4). Dalam Keputusan MUI No. 7/MUNAS VII/11/2005 dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan liberalisme adalah memahami nash-nash agama (Al Qur’an dan AsSunnah) menggunakan akal pikiran yang bebas, dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata.
8
Dengan dikeluarkannya fatwa MUI tersebut Islam Liberal semakin berkembang melalui media masa, dan tanpa diduga fatwa tersebut mengundang tindakan anarkhi dan kekerasan para penganut Islam Liberal karena fatwa MUI yang juga memandang sesat sejumlah organisasi, aliran agama, dan ajaran (interprestasi) dalam agama islam, seperti kesesatan Ahmadiyah, kesesatan Jaringan Islam Liberal (JIL) dan masih banyak yang lain. misalnya fatwa MUI mengharamkan liberalisme dengan satu alasan bahwa liberalisme diartikan sebagai penggunaan akal sebebas-bebasnya tanpa batas. Padahal, yang dimaksudkan dengan liberalisme adalah paham mengenai kebebasan, khususnya kebebasan beragama dan berkeyakinan berpikir. Fatwa yang menghakimi sejumlah aliran lain yang dianggap tidak sejalan dengan nilai-nilai normativitas islam adalah sesuatu hal yang over acting. Fatwa yang sebagaimana kita ketahui, memiliki fungsi sebagai pegangan umat yang sifatnya tidak mengikat, namun memiliki signifikasi moral yang tinggi, karena merupakan hasil ijtihad yang dihargai oleh islam. Justru berjalan tidak harmonis ditengah-tengah umat. Dan cap atau klaim inilah yang mengganggu banyak orang. klaim-klaim tersebut telah membatasi ekspresi keberagaman yang diyakini oleh penganutnya sebagai suatu kebenaran dengan dasar pemikiran dan dasar agama yang valid dan legal. Dalam buku “Aliran dan paham sesat Indonesia” yang ditulis oleh Hartono ahmad jaiz, disitu dituliskan beberapa pemikiran-pemikiran para penggagas Islam liberal yang dianggap sesat salah satunya adalah pernyataan Ulil abshar abadalla “Semua agama sama. Semuanya menuju jalan kebenaran. Jadi, Islam bukan yang paling benar. Pemahaman serupa sudah terjadi di kristen selama berabad-abad. Tidak ada jalan keselamatan di luar gereja. Baru pada 1965 masehi, gereja katolik di vatikan merevisi paham ini. Sedangkan Islam, yang berusia 1.423 tahun dari hijrah Nabi, belum memiliki kedewasaan yang sama seperti katolik.” Telah jelas bagi kita bahwa semua agama itu berbeda (walaupun dilihat secara definisi mungkin tujuannya sama). Contohnya dalam konsep theologi yahudi, nasrani dan Islam jelas beda. Orang yahudi meyakini bahwa Uzair adalah anak Alloh, begitupun
9
orang nasrani mempercayai bahwa Isa adalah anak Allah, sedangkan Islam meyakini bahwa Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan (QS al ikhlash). Salah satu penggagas dan pemikir terdepan dalam Jaringan Islam Liberal di Indonesia adalah Ulil Abshar abadalla, mengatakan jalan satu-satunya menuju kemajuan islam adalah dengan mempersoalkan cara kita menafsirkan agama ini.4 Untuk menuju kearah itu, menurutnya memerlukan beberapa hal. 1. Diperlukan adanya penafsiran Islam yang non-literal, substansial, kontekstual, dan sesuai dengan peradaban manusia yang sedang dan terus berubah. 2. Diperlukan adanya penafsiran islam yang dapat memisahkan mana unsure-unsur didalamnya yang merupakan kreasi budaya setempat, dan mana unsure-unsur didalamnya yang merupakan kreasi budaya setempat, dan mana yang merupakan nilai fundamental. 3. Umat islam hendaknya tidak memandang dirinya sebagai masyarakat atau umat yang terpisah dari golongan yang lain. 4. Membuuhkan struktur sosial yang dengan jelas memisahkan mana kekuasaan politik dan mana kekuasaan agama. Islam Liberal adalah suatu bentuk penafsiran tertentu atas Islam dengan landasan sebagai berikut : a. Membuka pintu Ijtihad pada pintu semua dimensi Islam b. Mengutamakan semangat religio etik, bukan makna literal teks c. Mempercayai kebenaran yang relative, plural dan terbuka d. Memihak pada yang minoritas atau tertindas e. Meyakini kebebasan beragama f. Memisahkan otoritas duniawi dan ukhrawi, otoritas keagamaan dan politik.
Luthfi Assyaukanie-pengajar Universitas Paramadina- yang juga salah satu penggagas jaringan islam liberal, merumuskan adanya empat agenda Islam Liberal membebaskan. 4
lihat, Ulil Abshar Abdalla, menjadi Muslim Liberal (Jakarta: Nalar, 2005) h. 3-4
10
1. Agenda politik 2. Mengenai kehidupan antaragama kaum muslim 3. Mengajak kaum muslim untuk memikirkan kembali beberapa doktrin agama. 4. Kebebasan berpendapat “Jika islam dikatakan agama yang menghormati HAM, maka islam harus menghormati kebebasan berpendapat. tak ada alasan bagi islam untuk takut dengan kebebasan berpendapat”5. Kuntowijoyo, dalam menerjemahkan kemajuan islam yang juga dicita-citakan oleh-oleh Nurcholish Majid maupun Ulil dan pemikir Liberal lainnya, adalah perhatiannya yang tinggi akan teori sosial yang bisa menjembatani ideal islam dan realitas sosial umat.
6
Dalam membangun teori sosial Islam ini, khususnya dalam
lingkungan akademis di Indonesia, kurang memadai. Dengan demikian, pengertian liberal dalam islam liberal, tidak sepenuhnya liberal. Karena disana ada batasan islamnya. Nilai islam itu yang menjadi dasarnya. Kebebasan, tidak mungkin menjadi kebebasan untuk berbuat apa saja, karena manusia yang bebas pada akhirnya akan menciptakan hukum-hukum yang melindungi kebebasannya dan kebebasan orang lain. Islam memberikan ruang luas untuk berpikir bebas dan menyampaikan pendapat. Dalam konteks itu liberalisme menjadi gagasan yang positif. Liberalisme dalam islam yang sebenarnya adalah keinginan menjembatani antara masa lalu dan masa sekarang. Jembatannya adalah melakukan penafsiran-penafsiran ulang sehingga islam menjadi agama yang hidup. agar ada kesinambungan antara islam masa lalu dan masa sekarang. Wallahu a’lam
5 6
Luthfie Assyaukanie, islam benar vs islam salah, h 71-76 Kuntowijoyo, Paradigma Islam, Interpretasi Untuk aksi (Bandung: Mizan, 1993)
11
BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Islam Liberal bukanlah islam yang membebaskan kepada penganutnya untuk berbuat sesuka hati untuk menafsirkan Ajaran islam, melainkan Islam Liberal hanya memberikan kembali terhadap pemikiran, paham, pendapat, gagasan, pranata yang dihasilkan masa lalu untuk dikonstektualkan dan dirubah sesuai tuntutan zaman. Pengertian liberal dalam islam liberal, tidak sepenuhnya liberal. Karena disana ada batasan islamnya. Nilai islam itu yang menjadi dasarnya. Kebebasan, tidak mungkin menjadi kebebasan untuk berbuat apa saja, karena manusia yang bebas pada akhirnya akan menciptakan hukum-hukum yang melindungi kebebasannya dan kebebasan orang lain. B. KRITIK DAN SARAN Kami mengetahui bahwa banyak sekali kekurangan dalam penulisan makalah atau karya tulis ini, maka dari itu kami memohon kritik dan saran agar dilain waktu kami bisa memperbaiki penulisan ini menjadi lebih baik. Dan semoga karya tulis ini atau makalah ini bisa bermanfaat untuk semua pembaca terurtama dalam mengikuti mata kuliah pengantar study islam. Kurang dan lebihnya kami mohon maaf.
12
DAFTAR PUSTAKA
Munawar Budhy, Rahman, Argumen Islam untuk Liberalisme, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2010)
Binder, Leonardo, Islam Liberal, (Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2001)
Ahmad Jaiz, Hartono, Ada Pemurtadan di IAIN,( Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2006)
http://fuui.wordpress.com/anti-pemurtadan/mengenal-aliran-sesat-jaringan-islam-liberal/
13