Kata Pengantar Executive Summary Report
kegiatan ” Penelitian Penyusunan
Sispro di Bidang Transportasi ASDP” adalah merupakan salah satu rangkaian dari beberapa laporan yang harus dikerjakan oleh konsultan. Laporan ini pada hakekatnya menggambarkan sispro di bidang transportasi ASDP yang meliputi; sispro penetapan lintas ASDP, sispro penempatan kapal ASDP, sispro penanganan keadaan darurat di kapal dan di pelabuhan, sispro pemuatan barang berbahaya dan B3 melalui kapal ASDP, dan sispro pelayanan penumpang di atas kapal ASDP. Formulasi sispro tersebut adalah didasarkan pada data dan informasi dari lokasi studi serta beberapa literatur atau peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan sispro tersebut.
Penelitian Penyusunan
Sispro di Bidang Transportasi ASDP
dilaksanakan atas dasar kerjasama antara PT. Diksa Intertama Consultan dan Puslitbang Darat Perhubungan dengan No. PL:. 102/5/1 – BLTD – 2009.
Penyusunan
substansi
Executive
Summary Report ini adalah atas kerjasama dan masukan Tim Pengarah dan Tim Pendamping.
Jakarta,
2009
PT. Diksa Intertama Consultan
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelenggara transportasi ASDP yang terkait dengan operasi, pembangunan dermaga serta perambuan dan navigasi masih terkait dengan transportasi laut. Sehubungan dengan hal tersebut di atas diperlukan adanya koordinasi kewenangan dan wilayah operasi antara transportasi laut, Pemerintah Daerah (pemda ) dan PT. ASDP Indonesia Ferry. Oleh karena itu diperlukan Sistem dan Prosedur ( sispro ) yang baku dan tidak saling tumpang tindih kewenangan.
Direktorat (ASDP)
Angkutan Sungai Danau dan ternyata
tidak
hanya
Penyeberangan
membina
kapal
pada
penyeberangan jarak dekat, tetapi juga jarak jauh misalnya lintas pulau Jawa ke Kalimantan dan sebaliknya. Jadi, domain regulasi keselamatannya menjadi tanggung jawab Ditjen Perhubungan Laut, Departemen Perhubungan.
Oleh karena
itu, harus ada harmonisasi agar masalah keselamatan pada transportasi public terutama angkutan sungai, danau dan penyeberangan menjadi perhatian bersama secara serius.
Untuk menjamin keselamatan angkutan
transportasi publik terutama
sungai, danau dan penyeberangan diperlukan
adanya berbagai perangkat. Salah satu di antaranya adalah sispro angkutan
transportasi
PT. Diksa Intertama Concultan I - 1
ASDP yang hingga sekarang
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP masih banyak diminati pengguna jasa . Sispro dalam hal ini lebih
ditekankan
pada
aspek
penyelenggaraan
yang
tampaknya hingga sekarang belum diatur secara terklasifikasi dan sistematis Manfaat
pada setiap aspek penyelenggaraan ASDP.
sispro penyelenggaraan transportasi ASDP adalah
sebagai berikut; Pertama, terlihat secara jelas instansi/unit yang bertanggung jawab di dalam melaksanakan tugas. Kedua, rangkaian kegiatan dapat ditampilkan ataut diketahui sejak awal hingga terakhir pelaksanaan kegiatan. Ketiga, bilamana ada sesuatu permasalahan di dalam penyelenggaraan
angkutan
ASDP, maka secara dini dapat diketahui dimana letak permasalahan. Mengingat peran sispro yang relatif begitu besar untuk
menjamin
keselamatan
dan
penyelenggaraana angkutan ASDP, maka sispro
transportasi
bidang
permasalahan dan manfaat
ASDP.
efektifitas
perlu dirumuskan Dengan
adanya
seperti dijelsakan sebelumnya,
maka diperlukan perlu adanya penyusunan sispro di bidang transportasi ASDP agar pelayanan terhadap masyarakat pengguna
jasa
ASDP
lebih
terjamin
baik
dari
segi
keselamatan, keamanan dan kenyamanannya. Karena itu, dengan memperhatikan urgensinya, maka beberapa sispro yang perlu dirumuskan adalah sebagai berikut;
1)
Sispro penetapan lintas penyeberangan;
2)
Sispro penetapan lintas angkutan danau/ sungai;
3)
Sispro penempatan kapal pada lintas penyeberangan;
PT. Diksa Intertama Concultan I - 2
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 4)
4.Sispro penempatan kapal pada lintas angkutan sungai dan danau;
5)
5 Sispro penanganan kebakaran kapal penyeberangan;
6)
Sispro penanganan kebakaran kapal sungai dan danau;
7)
Sispro penanganan kebakaran di pelabuhan;
8)
sispro penanganan orang jatuh ke laut;
9)
Sispro penanganan bom/bahan peledak di pelabuhan penyeberangan;
10) Sispro penanganan bom/bahan peledak di pelabuhan sungai dan danau; 11) Sispro penanganan tubrukan kapal penyeberangan; 12) Sispro penanganan meninggalkan kapal; 13) Sispro pengangkutan bahan/ barang berbahaya dan beracun melalui angkutan Penyeberangan; 14) Sispro pengangkutan bahan/barang berbahaya dan beracun melalui angkutan sungai dan danau; 15) Sispro pelayanan penumpang kapal penyeberangan; 16)
Sispro pelayanan penumpang di
kapal
sungai dan
danau;
Untuk merumuskan beberapa sispro seperti disebutkan di atas, maka dalam tahun anggaran 2009 perlu dilakukan
suatu
kegiatan “Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP.
PT. Diksa Intertama Concultan I - 3
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP
B. Pengertian SISPRO Sebelum memformulasikan
teknis perumusan hasil yang
diharapkan dalam kegiatan “Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP” perlu dirumuskan terlebih dahulu pengertian “sispro” atau disebut “sistem dan prosedur”. Hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan adanya kesamaan pendapat di dalam proses pelaksanaan kegiatan implisit perumusan hasil yang diharapkan sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja (TOR). Sispro
berasal dari dua terminilogi yaitu, “sistem” dan
“prosedur”. Secara teoritis sistem adalah kesatuan sejumlah sarana/elemen yang saling berkaitan satu dengan lainnya dan secara
bersama-sama
masukan atau
mengolah
adanya
rangsangan
(
input ) yang berasal dari lingkungan untuk
menghasilkan suatu reaksi/output ( R. Matindas, Manejemen SDM, 2002 ). Pendapat lain menyatakan, sistem adalah kumpulan bagian-bagian yang saling terkait, berfungsi secara bersama untuk mencapai tujuan yang sama ( Richard L. Daft, Manajemen, 2003). Sementara prosedur adalah metode atau tata cara untuk penyelenggaraan pemerintahan daerah ( Pasal 9 ayat (1) dalam Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian
Urusan
Antara
Pemerintah
Pusat,
Pemerintahan Provinsi dan Pemerintahan Kabupaten/Kota ).
Berdasarkan
rangkaian
pengertian
seperti
sebelumnya dapat diambil suatu kesimpulan, adalah
suatu tata cara ( metode )
dimulai pada tahap
diikhtisarkan bahwa sispro
pelaksanaan kegiatan
awal hingga pada tahap akhir secara
PT. Diksa Intertama Concultan I - 4
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP berkesinambungan untuk mewujudkan suatu tujuan yang telah ditetapkan. Atau dengan kata lain, sispro adalah suatu proses kegiatan yang terdiri dari berbagai tahapan aktivitas yang harus dilaksanakan secara berkesinambungan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini berarti, ada titik awal ( starting point ) dan titik akhir ( ending point ) yang harus dilakukan dalam rangka mencapai tujuan. Bilamana pengertian tersebut dikaitkan dengan
beberapa sispro yang harus dirumuskan
sebagai hasil yang diharapkan dalam TOR, maka dalam hal ini akan terlihat sebagai berikut;
Berdasarkan pengertian seperti telah dijelaskan sebelumnya, dikaitkan dengan sispro penetapan lintas penyeberangan, maka
Sispro Penetapan Lintas Penyeberangan
adalah
suatu proses kegiatan yang dimulai dari tahap awal hingga tahapan akhir
dan saling berkesinambungan hingga pada
akhirnya ditetapkannya lintas penyeberangan.
Dalam hal ini perlu dibedakan lintas penyeberangan dengan alur pelayaran. Sekilas dua terminologi tersebut adalah relatif sama, namun di dalam kenyataannya dua terminologi tersebut adalah saling komplementer, artinya alur pelayaran adalah bersifat menjelaskan secara detail apa yang dimaksud lintas penyeberangan. Hal ini dapat dilihat, bahwa
“Lintas
Penyeberangan” adalah suatu alur perairan di laut, selat, teluk, sungai dan/atau danau yang ditetapkan sebagai lintas
PT. Diksa Intertama Concultan I - 5
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP penyeberangan ( Keputusan Menteri Perhubungan No. 32 Tahun
2001
tentang
Penyelenggaraan
Angkutan
Penyeberangan ). Sementara alur pelayaran adalah bagian dari perairan yang alami maupun buatan yang dari segi kedalaman, lebar dan hambatan pelayaran lainnya dianggap aman untuk dilayari
( Penjelasan Umum, di Dalam
SK.
Dirjen Perhubungan Darat No. HK. 2006/1/20/DRPD/93 tentang Pedoman Teknis Pemeliharaan dan Pengerukan Alur Pelayaran Daratan dan Penyeberangan).
Berkenaan dengan itu, alur pelayaran
dapat diambil kesimpulan, bahwa
lebih memperjelas pengertian lintas
penyeberangan dan juga bersifat
teknis, kerena sudah
menyebutkan kedalaman, lebar dan hambatan. Ini berarti, penetapan
lintas penyeberangan telah memperhitungkan
berbagai faktor yang sifatnya
kohesif terutama yang
berkaitan dengan keselamatan dan kelayakan ditetapkannya lintas penyeberangan
C. Maksud dan tujuan
Maksud studi adalah merumuskan konsep sispro yang mampu mengakomodir semua kepentingan instansi terkait di bidang transportasi
ASDP.
Tujuan
studi
adalah
meningkatnya
penyelenggaraan transportasi ASDP yang efektif dan efisien.
PT. Diksa Intertama Concultan I - 6
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP D. Hasil Yang Diharapkan
Hasil yang diharapkan dari studi ini adalah terwujudnya sispro ASDP yang meliputi sebagai berikut; 1)
Sispro penetapan lintas penyeberangan;
2)
Sispro penetapan lintas angkutan danau/ sungai;
3)
Sispro penempatan kapal pada lintas penyeberangan;
4)
Sispro penempatan kapal pada lintas angkutan sungai dan danau;
5)
Sispro penanganan kebakaran kapal penyeberangan;
6)
Sispro penanganan kebakaran kapal
sungai dan
danau; 7)
Sispro penanganan kebakaran di pelabuhan;
8)
sispro penanganan orang jatuh ke laut;
9)
Sispro penanganan bom/bahan peledak di pelabuhan penyeberangan;
10) Sispro penanganan bom/bahan peledak di pelabuhan sungai dan danau; 11) Sispro penanganan tubrukan kapal penyeberangan; 12) Sispro penanganan meninggalkan kapal; 13) Sispro pengangkutan bahan/ barang berbahaya dan beracun melalui angkutan Penyeberangan; 14) Sispro pengangkutan bahan/barang berbahaya dan beracun melalui angkutan sungai dan danau; 15) Sispro pelayanan penumpang kapal penyeberangan; 16)
Sispro pelayanan penumpang di kapal sungai dan danau;
PT. Diksa Intertama Concultan I - 7
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP E. Lokasi Studi Lokasi penelitian penyusunan sispro di bidang transportasi ASDP ditetapkan di beberapa daerah yaitu sebagai berikut : Denpasar, Lampung dan Banjarmasin.
F. Ruang Lingkup Kegiatan Secara
garis besar,
ruang lingkup
kegiatan
”Penelitian
Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP adalah sebagai berikut;
1. Invetarisasi ;
Kegiatan inventarisasi dilakukan terhadap data sekunder maupun data yang bersifat primer. Data
sekunder
diperoleh dari intansi terkait berupa dokumen dan atau dalam bentuk laporan yang berkaitan dengan kegiatan – kegiatan transportasi pada masing – masing instansi terkait. Di sisi lain dapat juga kepada beberapa individu dan atau para pejabat yang memiliki pengengetahun atau wawasan di bidang
transportasi ASDP. Karena itu,
beberapa keiatan inventarisasi yang dilakukan adalah sebagai berikut;
a. Inventarisasi kegiatan-kegiatan trasportasi ASDP yang terkait dengan instansi lain;
PT. Diksa Intertama Concultan I - 8
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP Untuk
menginventarisasi
kegiatan
–
kegiatan
transportasi ASDP yang terkait dengan instansi lain dilakukan pendekatan dari segi tingkat kewenangan yaitu, kewenangan kabupaten/kota pada kegiatan – kegiatan transportasi ASDP, kewenangan Pemerintah Provinsi
pada
kegiatan
–
kegiatan
ASDP,
dan
kewenangan Pemerintah Pusat pada kegiatan – kegiatan ASDP. Kewenangan kabupaten/kota pada kegiatan-kegiatan transportasi ASDP adalah kegiatankegiatan
transportasi
antar
desa
di
dalam
kabupaten/kota. Sedangkan kewenangan pemerintah provinsi
pada
kegiatan-kegiatan
kegiatan-kegiatan ASDP
antar
ASDP
adalah
kabupaten/kota
di
dalam provinsi. Dan kewenangan Pemerintah pusat pada kegiatan-kegiatan transportasi
ASDP adalah
kegiatan-kegiatan ASDP antar provinsi maupun antar Negara. Dalam hal ini yang perlu diinventarisasi adalah instansi – instansi apa saja yang terkait pada setiap tingkatan
kewenangan.
instansi
yang
terkait
Karena dalam
itu,
diperkirakan kewenangan
kabupatan/kota pada kegiatan –kegiatan ASDP adalah antata lain sebagai berikut;
1) Instansi yang terkait di dalam pelaksanaan kegiatankegiatan transportasi angkutan Sungai dan Danau di dalam kabupaten/kota, antar kabupaten/kota di
PT. Diksa Intertama Concultan I - 9
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP dalam provinsi serta antar provinsi adalah sebagai berikut; a) Pemerintah
Kabupaten/Kota
Perhubungan
Kabupaten/kota
cq.
Dinas
dan
Dinas
Pekerjaan Umum di dalam pembanunan jalan; b) Direktorat ASDP; c) PT ASDP Indonesia Ferry.
2)
Kegiatan
–
kegiatan
transportasi
angkutan
Penyeberangan di dalam kabupaten/kota, antar kabupaten/kota di dalam provinsi serta antar provinsi, instansi terkait adalah sebagai berikut; a) Pemerintah
Kabupaten/Kota
cq.
Dinas
Perhubungan Kabupaten/kota; b) Pemerintah
Provinsi cq. Dinas Perhubungan
Provinsi; c) Direktorat ASDP; d) PT ASDP Indonesia Ferry; e) Administrator Pelabuhan; f) Ditjen Perhubungan Laut.
3) Pada instansi seperti dijelaksan sebelumnya, akan diinventarisasi terutama kegiatan yang dilakukan di bidang ASDP 2. Melakukan
identifikasi
beberapa sispro yang menjadi
hasil yang diharapkan/ output 3. Melakukan kajian permasalahan meliputi;
PT. Diksa Intertama Concultan I - 10
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP
a.
Kajian permasalahan dan kelemahan koordinasi instansi terkait di dalam pelaksanaan kegiatan – kegiatan
di
bidang
transportasi
ASDP
serta
perumusan skenario solusi alternatif pemecahan permasalahan
dan
kelemahan
terutama
pada
beberapa sispro seperti dijelaskan sebelumnya. b.
Kajian permasalahan dan kelemahan kebijakan instansi terkait di dalam pengembangan ASDP serta perumusan skenario solusi alternatif
pemesahan
permasalahan dan kelemahan pada beberapa sispro seperti dijelaskan sebelumnya. c.
Kajian dan evalusi tingkat kepentingan masing – masing instansi yang terkait di dalam kegiatan transportasi ASDP terutama pada beberapa sispro seperti dijelaskan sebelumnya.
4. Berdasarkan hasil kajian seperti dijelaskan sebelumnya, maka selanjutnya dirumuskan konsep sispro bidang transportasi ASDP
PT. Diksa Intertama Concultan I - 11
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP
BAB II SISPRO BIDANG TRANSPORTASI ASDP
A. Umum Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari lokasi studi serta peraturan perundang-undangan yang
diformulasikan
di dalam
Laporan Antara, maka dalam Bab ini akan dirumuskan sispro di bidang transportasi ASDP. Beberapa sispro transportasi ASDP yang disusun adalah sebagai berikut: Sispro penelatan lintas penyeberangan meliputi;
1. Sispro penetapan lintas penyeberangan yang meliputi; a. Sispro penetapan lintas angkutan penyeberangan. b. Sispro penetapan lintas angkutan danau/ sungai.
2. Sispro penempatan kapal pada lintas penyeberangan ASDP meliputi a. Sispro
penempatan
kapal
pada
lintas
angkutan
penyeberangan. b. Sispro penempatan kapal pada lintas angkutan danau/sungai
3. Sispro penanganan keadaan darurat di kapal dan di pelabuhan ASDP meliputi; a. Sispro penanganan kebakaran penyeberangan. b. Sispro penanganan kebakaran kapal danau/sungai
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 1
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP c. Sispro penanganan kebakaran di pelabuhan d. sispro penanganan orang jatuh ke laut e. Sispro
penanganan
bom/bahan
peledak
di
pelabuhan
bom/bahan
peledak
di
pelabuhan
penyeberangan. f. Sispro
penanganan
danau/sungai g. Sispro penanganan tubrukan kapal penyeberangan h. Sispro penanganan meninggalkan kapal
3. Sispro pemuatan barang berbahaya dan B3 melalui ASDP meliputi; a. Sispro pengangkutan barang berbahaya dan B3 melalui angkutan Penyeberangan. b. Sispro pengangkutan barang berbahaya dan B3 melalui angkutan danau/sungai
4. Sispro pelayanan penumpang di atas kapal ASDP meliputi. a. Sispro pelayanan penumpang di atas kapal penyeberangan. b. Sispro pelayanan penumpang di atas kapal danau/sungai.
Dengan demikian, dalam Bab ini jumlah rumusan sispro di bidang transportasi ASDP terdapat 16 ( enam belas ) dalam bentuk konsep peraturan.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 2
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP
B. Sispro di Bidang Transportasi ASDP
1.Sispro Penetapan Lintas Angkutan Penyeberangan
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR. .................................................................. TENTANG SISPRO PENETAPAN LINTAS ANGKUTAN PENYEBERANGAN
MENTERI PERHUBUNGAN
Menimbang
:
bahwa
untuk
keselamatan
penyelenggaraan
dan
angkutan
keamanan
penyeberangan
perlu diatur lebih lanjut ketentuan mengenai lintas angkutan penyeberangan.
Mengingat :
1. Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran pada Pasal 22 dan Pasal 23 2. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan pada Pasal 75 dan Pasal 77 3. Keputusan Menteri Tahun
PT. Diksa Intertama Consultan
2001
II - 3
Perhubungan No. 32
tentang
Penyelenggaraan
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP Angkutan Penyeberangan pada Pasal 2, Pasal 7 dan Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) 4. Keputusan Menteri Perhubungan No. 52 Tahun 2004
tentang
Penyelenggaraan
Penyeberangan
pada Pasal
2,
Pelabuhan Pasal 4,
Pasal 5, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18 5. PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota
MEMUTUSKAN: Menetapkan:
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG SISPRO PENETAPAN LINTAS ANGKUTAN PENYEBERANGAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan;
1. Angkutan penyeberangan adalah angkutan yang berfungsi sebagai jembatan bergerak yang menghubungkan jaringan jalan atau jaringan jalur kereta api yang terputus karena adanya
perairan,
untuk
mengangkut
penumpang
dan
kendaraan beserta muatannya.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 4
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 2. Lintas angkutan penyeberangan adalah suatu alur perairan di laut, selat, teluk, sungai dan/atau danau yang ditetapkan sebagai lintas penyeberangan. 3. Simpul adalah dua wilayah dan atau dua pelabuhan yang dihubungkan lintas angkutan penyeberangan. 4. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi. 5. Keselamatan dan Keamanan Pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan, kepelabuhanan, dan lingkungan maritim. 6. Kelaiklautan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan, garis muat, pemuatan, kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang, status hukum kapal, manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal, dan manajemen keamanan kapal untuk berlayar di perairan tertentu. 7. Keselamatan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan dan
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 5
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian. 8. Badan Klasifikasi adalah lembaga klasifikasi kapal yang melakukan pengaturan kekuatan konstruksi dan permesinan kapal,
jaminan
mutu
material
marine,
pengawasan
pembangunan, pemeliharaan, dan perombakan kapal sesuai dengan peraturan klasifikasi. 9. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah. 10. Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) adalah wilayah perairan dan daratan pada pelabuhan atau terminal khusus yang digunakan secara langsung untuk kegiatan pelabuhan. 11. Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) adalah perairan di sekeliling daerah lingkungan kerja perairan pelabuhan yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran. 12. Awak Kapal adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas kapal oleh pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan jabatannya yang tercantum dalam buku sijil. 13. Nakhoda adalah salah seorang dari Awak Kapal yang menjadi pemimpin tertinggi di kapal dan mempunyai wewenang dan
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 6
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP tanggung jawab tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 14. Anak Buah Kapal adalah Awak Kapal selain Nakhoda. 15. Kenavigasian adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran, Telekomunikasi-Pelayaran, hidrografi dan meteorologi, alur dan perlintasan, pengerukan dan reklamasi, pemanduan, penanganan kerangka kapal, salvage
dan
pekerjaan
bawah
air
untuk
kepentingan
keselamatan pelayaran kapal. 16. Navigasi adalah proses mengarahkan gerak kapal dari satu titik ke titik yang lain dengan aman dan lancar serta untuk menghindari bahaya dan/atau rintangan-pelayaran. 17. Alur-Pelayaran adalah perairan yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari. 18. Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran adalah peralatan atau sistem yang berada di luar kapal yang didesain dan dioperasikan untuk meningkatkan keselamatan dan efisiensi bernavigasi kapal dan/atau lalu lintas kapal. 19. Syahbandar adalah pejabat pemerintah di pelabuhan yang diangkat oleh Menteri dan memiliki kewenangan tertinggi untuk menjalankan dan melakukan pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran 20. Otoritas
Pelabuhan
(Port
Authority)
adalah
lembaga
pemerintah di pelabuhan sebagai otoritas yang melaksanakan
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 7
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP fungsi pengaturan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan yang diusahakan secara komersial. 21. Unit Penyelenggara Pelabuhan adalah lembaga pemerintah di pelabuhan
sebagai
pengaturan,
otoritas
yang
pengendalian,
kepelabuhanan,
dan
melaksanakan
pengawasan
pemberian
fungsi
kegiatan
pelayanan
jasa
kepelabuhanan untuk pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial. 22. Badan Usaha Pelabuhan adalah Badan Usaha yang kegiatan usahanya khusus di bidang pengusahaan terminal dan fasilitas pelabuhan lainnya. 23. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi 24. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan
Negara
Republik
Indonesia
sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 25. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan
perangkat
daerah
sebagai
unsur
penyelenggara
pemerintahan daerah. 26. Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pelayaran. BAB II PETIMBANGAN DAN KRITERIA PENETAPAN LINTAS PENYEBERANGAN Bagian Pertama Pertimbangan
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 8
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP Pasal 2
(1) Dinas Perhubungan harus memperhatikan secara seksama, bahwa di dalam penetapan lintas
penyeberangan perlu
mempertimbangkan beberapa aspek yaitu;
a. Rencana tata ruang kabupaten/kota, provinsi dan tata ruang tingkat nasional b. hubungan antara dua pelabuhan, antara pelabuhan dan terminal, dan antara dua terminal penyeberangan dengan jarak tertentu c. tidak mengangkut barang yang diturunkan dari kendaraan pengangkutnya d. jaringan trayek angkutan laut yang
dapat mencapai
optimalisasi keterpaduan angkutan antar dan intermoda e. tatanan kepelabuhan
(2) Angkutan penyeberangan dilaksanakan dengan menggunakan trayek yang teratur Bagian kedua Kriteria Pasal 3
(1) Dinas Perhubungan di dalam penetapan lintas penyeberangan harus memperhatikan beberapa kriteria;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 9
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP a. menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang terputus oleh laut, selat, teluk, b. melayani lintas dengan
tetap dan teratur, berdasarkan
jadwal yang ditetapkan c. berfungsi sebagai sebagai jembatan bergerak d. tidak mengangkut barang lepas e. adanya demand angkutan penyeberangan f. rencana dan/atau ketersediaan pelabuhan penyeberangan g. ketersediaan kapal penyeberangan ( supply ) sesuai dengan spesifikasi teknis kapal dan spesifikasi pelabuhan pada lintas yang dilayani h. Potensi perekonomian daerah
BAB III PENETAPAN LOKASI PELABUHAN Bagian Pertama Pertimbangan Penetapan Pelabuhan Pasal 4
(3) Dinas Perhubungan di dalam penetapan lokasi pelabuhan harus mempertimbangkan beberapa
aspek yaitu sebagai
berikut;
a. Tatanan kepelabuhanan nasional b. Rencanata tata ruang wilayah kabupaten/kota dan rencana tata ruang wilayah provinsi serta rencana umum jaringan transportasi jalan
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 10
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP c. Kelayakan
teknis
dengan
memperhatikan
kondisi
geografis, hidrooceanografi dan topografi d. Kelayakan ekonomis dengan memperhatikan kondisi produk domestik regional bruto, aktivitas perdagangan dan industri yang ada serta prediksi dimasa mendatang, perkembangan aktivitas volume barang dan penumpang, kontribusi pada peningkatan taraf hidup penduduk dan perhitungan ekonomis/finansial e. Pertumbuhan ekonomi dan perkembangan sosial yang berdampak pada peningkatan aktivitas penumpang, barang
dan
hewan
dari
dan
ke
luar
pelabuhan
penyeberangan f. Kelayakan ekonomi dan berdampak barang
pada
dan
perkembangan sosial yang
peningkatan
hewan
dari
aktifitas
dan
ke
penumpang,
luar
pelabuhan
penyeberangan g. Keterpaduan intra dan antar moda transportasi h. Adanya
aksesibilitas
terhadap
hinterland
untuk
kelancaran ditribusi dan industri i.
Keamanan dan keselamatan pelayaran
j.
Pertahanan dan keamanan negara
Bagian Kedua Kriteria Penetapan Pelabuhan Pasal 5
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 11
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (1) Dinas Perhubungan dan BMG serta Badan Pertahanan perlu melakukan kerjasama di dalam menetapkan pelabuhan dengan kriteria; a. faktor geografis terutama luas dan kondisi lahan yang akan diperuntukkan sebagai pelabuhan penyeberangan b. kondisi topografi meliputi tinggi rendahnya permukaan tanah (2) Dinas Perhubungan dan BMG
bekerjasama
di dalam
menetapkan kriteria penetapan pelabuhan dengan kriteria kondisi hidrooceanografi meliputi; a. luas lahan dan kedalaman perairan b. arah dan kecepatan angin c. karakteristik pasang surut d. karakteristik gelombang e. arah dan kecepatan arus f. erosi dan pengendapan
BAB IV JARINGAN JALAN DAN POTENSI EKONOMI Bagian Pertama Jaringan Jalan
Pasal 6
(1) Dinas Perhubungan melakukan kajian RTRW kabupaten/kota, provinsi dan nasional dengan berkoordinasi dengan Bappeda, Dinas PU dengan maksud untuk mengetahui;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 12
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP a. Dinas
Perhubungan
melakukan
koordinasi
dengan
Bappeda, Dinas PU untuk melakukan kajian RTRW yang diperuntukkan untuk
pengembangan dua simpul yang
dihubungkan lintas angkutan Penyeberangan
b. Dinas
Perhubungan
melakukan
koordinasi
dengan
Bappeda, Dinas Pu untuk melihat akses/ antar jaringan jalan desa ke antar jaringan jalan kabupaten/kota dan ke antar jaringan jalan provinsi dan jaringan jalan nasional yang sudah ada
pada dua simpul yang dihubungkan
lintas angkutan Penyeberangan
c. Dinas Perhubungan Bappeda,
dan
Dinas
melakukan koordinasi dengan PU,
untuk
melihat
rencana
pembangunan antar jaringan jalan desa ke antar jaringan jalan kabupaten, dan ke antar jaringan jalan provinsi dan jalan nasional menuju dua simpul yang dihubungkan lintas angkutan Penyeberangan
d. Dinas Pekerjaan PU merencanakan dan membangun pelabuhan lintas penyeberangan di dua simpul yang dihubungkan lintas penyeberangan
e. Dinas Perhubungan merencanakan dan membangun pelabuhan
lintas
penyeberangan
sesuai
dengan
kaharakteristik gelombang
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 13
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP Bagian Kedua Perhitungan Potensi dan Dmand Pasal 7 (1) Dinas Perhubungan melakukan kajian dan perhitungan potensi sosek dan demand pada dua simpul yang dihubungkan lintas angkutan penyeberangan, dengan berkoordinasi dengan Bappeda, Dinas Pertanian dan BPS, dimana hasil kajian harus menggambarkan sebagai berikut; a. Dinas Perhubungan dengan melakukan koordinasi dengan Dinas Pertanian untuk melakukan perhitungan potensi produksi komoditas pada dua simpul
yang
dihubungkan lintas angkutan penyeberangan b. Dinas
Perhubungan
memperkirakan
pergerakan
berbagai komoditas di sua simpul yang dihubungkan lintas angkutan penyeberangan dengan berkoordinasi dengan Bappeda, Dinas Pertanian, Dinas perdagangan dan BPS c. Dinas Perhubungan dengan berkoordinasi dengan BPS melakukan perhitungan potensi penduduk di dua simpul yang dihubungkan lintas angkutan penyeberangan. d. Dinas Perhubungan dengan berkoordinasi dengan BPS melakukan perhitungan pergerakan orang/penumpang antar dua simpul yang
dihubungkan lintas angkutan
Penyeberangan. e. BPS melakukan perhitngan pendapatan per kapita pada dua
simpul
yang
dihubungkan
lintas
angkutan
Penyeberangan sebagai masukan untuk menentukan
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 14
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP apakah lintas tersebut dapat menjadi komersial
atau
perlu disubsidi. f. Dinas
Perhubungan
menetapkan/memperhitungkan
demand lintas penyeberangan. (2) Dinas
Pekerjaan
pelabuhan
PU
lintas
merencanakan
penyeberangan
di
dan dua
membangun simpul
yang
dihubungkan lintas penyeberangan (3) Dinas
Perhubungan
pelabuhan
lintas
merencanakan
dan
penyeberangan
membangun
sesuai
dengan
kaharakteristik gelombang BAB V KARAKTERISTIK LINTASAN DAN KETERSEDIAAN KAPAL Bagian Pertama Pasal 8 KARAKTERISTIK LINTASAN
(1) Pemerintah dengan berkoordinasi dengan BMG melakukan identifkasi dan kajian karakteristik lintasan yang dihubungkan dua simpul (2) Hasilkajian
yang
dilakukan
oleh
Pemerintah
dengan
koordinasi dengan BMG dari kajian karakteristik lintasan akan menggambarkan; a. tinggi gelombang b. kecepatan angin c. kedalaman alur
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 15
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (3) Dinas
Pekerjaan
pelabuhan
lintas
PU
merencanakan
penyeberangan
dan
di
dua
merencanakan
dan
membangun simpul
yang
dihubungkan lintas penyeberangan (4) Dinas
Perhubungan
pelabuhan
lintas
penyeberangan
membangun
sesuai
dengan
kaharakteristik gelombang
Bagian Kedua Pasal 9 INFORMASI SPESIFIKASI KAPAL
(1)
Dinas Perhubungan menginformasikan kriteria lintasan angkutan penyeberangan kepada para pengusaha kapal.
(2)
Pengusaha kapal angkutan penyeberangan mendisain kapal sesuai dengan karakteristik lintasan yang akan dilayani.
(3)
Dinas Perhubungan memperhatikan keterpaduan antar dan intermoda transportasi pada dua simpul yang dihubungkan.
BAB VI PERMOHONAN DAN KEWENANGAN Bagian Pertama PERMOHONAN Pasal 10
(1)Permohonan penetapan lokasi
pelabuhan diajukan oleh
penyelenggara pelabuhan penyeberangan kepada Menteri
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 16
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP melalui Direktur
Jenderal dengan melampirkan sebagai
berikut; d. rekomendasi
dari
Bupati/Walikota
dan
Gubernur
setempat mengenai keterpaduannya dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan rencana tata ruang wilayah provinsi e. studi kelayakan yang memuat pertimbangan kelayakan dari teknis ( kondisi geografis, hidroeceanografi dan topografi) dan kelayakan /perdagangan mendatang,
dan
ekonomis ( PDRB, aktifitas
industri serta
perkembangan
prediksi dimasa
volume barang dan
penumpang, kontribusi pada peningkatan taraf hidup penduduk dan perhitungan ekonomis/finansial ) (4) Direktur Jenderal menyampaikan hasil penelitian tentang kelengkapan data dan informasi berikuat kelayakan kepada Menteri selambat-lambatnya 14 ( empat belas ) hari kerja sejak diterima (5) Penolakan permohonan disampaikan secara tertulis dengan disertai alasan penolakan (6) Bentuk
permohonan dan penolakan/persetujuan penetapan
lokasi pelabuhan penyeberangan adalah terlampir Bagian Kedua KEWENANGAN Pasal 11 (1) Lintas angkutan
penyeberangan ditetapkan
sesuai dengan
kewenangan
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 17
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (2)
Kewenangan
yang
menetapkan
lintas
angkutan
Dana/Penyeberangan ditetapkan sebagai berikut; a Lintas angkutan Penyeberangan dalam Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota b Lintas angkutan Penyeberangan antar Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Gubernur c
Lintas angkutan Penyeberangan antar Provinsi ditetapkan oleh Pemerintah Pusat
(3) Khusus untuk penetapan lintas angkutan Penyeberangan antar provinsi,
Dinas Perhubungan Provinsi
mengajukan
ke
Pemerintah yang dalam hal ini Menteri Perhubungan untuk mendapat pengesahan.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 18
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 2. Sispro Penetapan Lintas Angkutan Sungai/ danau
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR. ......................................... TENTANG SISPRO PENETAPAN LINTAS ANGKUTAN SUNGAI DAN DANAU
MENTERI PERHUBUNGAN
Menimbang
: bahwa
untuk
keselamatan
dan
keamanan
penyelenggaraan angkutan penyeberangan perlu diatur lebih lanjut ketentuan mengenai lintas angkutan penyeberangan.
Mengingat : 1. Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 18 Ayat (4), Ayat (5) dan Ayat ( 6) 2. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan, Pasal 12 dan Pasal 14 3. Keputusan Menteri Perhubungan No. 73 Tahun 2004
tentang
Penyelenggaraan
Angkutan
Sungai dan Danau Pada Pasal 14 4.
Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembangian Urusan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 19
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP MEMUTUSKAN: Menetapkan:
KEPUTUSAN TENTANG
MENTERI
SISPRO
PERHUBUNGAN
PENETAPAN
LINTAS
ANGKUTAN SUNGAI DAN DANAU BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan; 1. Angkutan Sungai dan Danau adalah kegiatan angkutan dengan menggunakan kapal yang dilakukan di sungai, danau, waduk, rawa, anjir, kanal dan terusan untuk mengangkut penumpang, barang dan/atau hewan yang diselenggarakan oleh pengusaha angkutan sungai dan danau. 2. Kapal Sungai dan Danau adalah kapal yang dilengkapi dengan alat penggerak motor atau bukan motor yang digunakan untuk angkutan sungai dan danau. 3. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 20
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 4. Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) adalah wilayah perairan dan daratan pada pelabuhan atau terminal khusus yang digunakan secara langsung untuk kegiatan pelabuhan. 5. Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) adalah perairan di sekeliling daerah lingkungan kerja perairan pelabuhan yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran. 6. Otoritas
Pelabuhan
(Port
Authority)
adalah
lembaga
pemerintah di pelabuhan sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan yang diusahakan secara komersial. 7. Unit Penyelenggara Pelabuhan adalah lembaga pemerintah di pelabuhan
sebagai
pengaturan,
otoritas
yang
pengendalian,
kepelabuhanan,
dan
melaksanakan
pengawasan
pemberian
fungsi
kegiatan
pelayanan
jasa
kepelabuhanan untuk pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial. 8. Badan Usaha Pelabuhan adalah Badan Usaha yang kegiatan usahanya khusus di bidang pengusahaan terminal dan fasilitas pelabuhan lainnya. 9. Keselamatan dan Keamanan Pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan, kepelabuhanan, dan lingkungan maritim. 10. Kelaiklautan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan, garis muat, pemuatan, kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang, status
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 21
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP hukum kapal, manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal, dan
manajemen keamanan kapal
untuk berlayar di perairan tertentu. 11. Keselamatan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian. 12. Badan Klasifikasi adalah lembaga klasifikasi kapal yang melakukan pengaturan kekuatan konstruksi dan permesinan kapal, jaminan mutu material, pengawasan pembangunan, pemeliharaan,
dan
perombakan
kapal
sesuai
dengan
peraturan klasifikasi. 13. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah. 14. Nakhoda adalah salah seorang dari Awak Kapal yang menjadi pemimpin tertinggi di kapal dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 15. Anak Buah Kapal adalah Awak Kapal selain Nakhoda. 16. Syahbandar adalah pejabat pemerintah di pelabuhan yang diangkat oleh Menteri dan memiliki kewenangan tertinggi
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 22
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP untuk menjalankan dan melakukan pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran. 17. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi. 18. Kemasan adalah tempat/pelindung yang berada lebih luar dari wadah
dan
tidak
bahan/barang
berhubungan
berbahaya
dan
langsung
beracun
dengan
(bahan/barang
berbahaya dan beracun). 19. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang tugas tanggungjawabnya di bidang angkutan sungai dan danau. 20. Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang pelayaran. 21. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi 22. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan
Negara
Republik
Indonesia
sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 23. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan
perangkat
daerah
sebagai
unsur
penyelenggara
pemerintahan daerah. 24. Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pelayaran.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 23
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP BAB II KRITERIA DAN WILAYAH OPERASI PENETAPAN LINTAS ANGKUTAN SUNGAI DAN DANAU
Bagian Pertama Kriteria Penetapan Pasal 2
(1) Dinas Perhubungan menetapkan lintas angkutan sungai dan danau harus memperhatikan beberapa kriteria sebagai berikut; a. Kegiatan angkutan sungai dan danau disusun dan dilaksanakan secara terpadu dengan memperhatikan intra dan antarmoda yang merupakan suatu kesatuan sistem transportasi nasional b. Kegiatan
angkutan
sungai
dan
danau
dapat
dilaksanakan dengan menggunakan trayek tetap dan teratur atau trayek tidak tetap dan tidak teratur c. Kegiatan angkutan sungai dan danau dilarang dilakukan di laut kecuali mendapat izin dari Syahbandar dengan tetap memenuhi persyaratan kelaiklautan d. Menghubungkan dua daratan atau wilayah yang terputus oleh sungai dan danau e. Menghubungkan dua jaringan jalan yang terputus oleh sungai dan danau f. Kesesuaian dengan tata ruang daerah kabupaten/kota, provinsi dan tata ruang nasional
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 24
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP g. Adanya perlintasan angkutan sungai dan danau antar dua simpul yang terputus oleh sungai dan danau
Bagian Kedua Wilayah Operasi Pasal 3 (1) Dinas Perhubungan harus memperhatikan beberapa aspek di dalam penetapan lintas angkutan sungai dan danau yaitu sebagai berikut;
a. penetapan trayek dilakukan dengan memperhatikan pengembangan wilayah potensi angkutan dan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang tersusun dalam suatu kesatuan tatanan transportasi nasional b. trayek berfungsi sebagai untuk menghubungkan simpul pada pelabuhan sungai dan danau, dan pelabuhan laut yang berada dalam satu alur c. wilayah operasi angkutan sungai dan dan
danau
meliputi sungai, danau, rawa, anjir, kanal dan terusan
BAB IV TRAYEK DAN KEBERADAAN JARINGAN JALAN Bagian Pertama Trayek Tetap dan Teratur Pasal 4 (1) Dinas Perhubungan harus memperhatikan, bahwa jaringan trayek terdiri dari;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 25
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP
a. trayek untama, yaitu menghubungkan antar pelabuhan sungai dan danau yang berfungsi sebagai pusat penyeberan b. trayek cabang, yaitu menghubungkan antara pelabuhan sungai dan danau yang berfungsi sebagai pusat penyeberan dengan yang bukan berfungsi sebagai pusat penyeberan atau antar pelabuhan sungai dan danau yang bukan berfungsi sebagai pusat penyebaran (2) Dinas Pehubungan harus memperhatikan, bahwa untuk penetapan jaringan trayek
angkutan sungai dan danau
mempertimbangkan beberapa hal yaitu sebagai berikut; a. tatanan kepelabuhanan nasional b. adanya demand ( kebutuhan angkutan ) c. rencana dan/atau ketersediaan pelabuhan sungai dan danau d. ketersediaan kapal sungai dan danau ( supply ) sesuai dengan
spesifikasi
teknis
kapal
dan
spesifikasi
pelabuhan pada trayek yang akan dilayani e. potensi perekonomian daerah
Bagian KeduaI Keberadaan Jaringan Jalan Tata Ruang Wilayah Pasal 5 (1) Dinas Perhubungan melakukan koordinasi dengan Bappeda serta
Dinas
Pekerjaan
PT. Diksa Intertama Consultan
Umum
II - 26
menelaah
RTRW
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP kabupaten/kota, provinsi dan tata RTRW
nasional
dengan
maksud untuk mengetahui: a. Ruang yang diperuntukkan untuk
pengembangan dua
simpul yang dihubungkan lintas angkutan Sungai dan danau b. Jaringan
jalan
desa
ke
antar
jaringan
jalan
kabupaten/kota dan ke antar jaringan jalan provinsi, serta ke antar jaringan jalan nasional yang sudah ada pada dua simpul yang dihubungkan
lintas angkutan sungai
dan danau c. Melihat rencana pembangunan antar jaringan jalan desa ke antar jaringan
jalan kabupaten/kota , dan ke antar
jaringan jalan provinsi serta ke
antar jaringan jalan
nasional menuju dua simpul yang dihubungkan lintas angkutan sungai dan danau (2) Dinas Pehubungan memperhatikan secara seksama adanya jaringan jalan dengan kelas yang sama yang terputus oleh sungai dan danau BAB V POTENSI EKONOMI DAN TATA KEPALBUHANAN Bagian Pertama Potensi Ekonomi dan Demand Pasal 6 (7) Dinas Perhubungan melakukan koordinasi dengan Bappeda, Dinas Pertanian, Dinas Perdagangan serta BPS untuk melakukan kajian dan perhitungan potensi ekonomi dan demand pada dua simpul yang dihubungkan lintas angkutan
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 27
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP sungai
dan
danau.
Dari
hasil
hasil
kajian
akan
menggambarkan beberapa aspek yaitu sebagai berikut; a. Dinas
Perhubungan
menghitung
melakukan
koordinasi
untuk
potensi produksi komoditas pada dua
simpul yang dihubungkan lintas angkutan Sungai dan danau b. Dinas Perhubungan melakukan koordinasi dengan Bappeda, Dinas Pertanian, Dinas Perdagangan dan BPS
untuk
memperkirakan
pergerakan
berbagai
komoditas antar dua simpul yang dihubungkan lintas angkutan sungai dan danau. c. Dinas Perhubungan melakukan koordinasi dengan BPS untuk menghitung potensi penduduk di dua simpul yang dihubungkan lintas angkutan Sungai dan danau. d. Dinas
Perhubungan
melakukan
kajian
perkiraan
pergerakan orang/penumpang antar dua simpul yang dihubungkan lintas sungai dan danau. e. BPS melakukan kajian perhitungan pendapatan per kapita di dua simpul yang dihubungkan lintas sungai dan danau. f. Dinas Perhubungan memperkirakan jumlah kapal yang dibutuhkan pada lintas angkutan sungai dan danau. Bagian Kedua Tata Kepelabuhanan Pasal 7 (1) Dinas Perhubungan memperhatikan secara seksama serta menyesuaikan tata pelabuhan tingkat nasional untu dijadikan
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 28
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP sebagai pedoman pembangunan pelabuhan lintas angkutan sungai dan danau (2) Dinas
Perhubungan
melakukan
kajian
kelayakan
pembangunan pelabuhan di dua simpul yang dihubungkan angkutan lintas angkutan sungai dan danau dengan maksud untuk mengetahui
kelayakan
dari segi teknis, lingkungan,
finansial dan ekonomi serta dari segi aspek sosial
BAB VI KARAKTERISTIK LINTASAN DAN INFORMASI Bagian Pertama Kharakteristik Lintasan Angkutan Sungai Pasal 8
(1) Dinas
Perhubungan
melakukan
identifkasi
dan
kajian
karakteristik lintasan angkutan Sungai dan danau. (2) Hasil kajian
yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan
menyangkut karakteristik lintasan angkutan sungai dan danau yang menggambarkan beberapa aspek yaitu sebagai berikut; a. Kesecapatan arus; b. Luas sungai dan danau; c. Bangunan yang ada di sepanjang sungai dan danau d. Kedalaman air e. Disain kapal sesuai dengan kecepatan arus, luas sungai dan danau, dan kedalaman air
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 29
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (3) Dinas Pekerjaan umum merencanakan dan membangun kelas jaringan jalan yang sama di dua simpul yang dihubungkan lintas angkutan sungai dan danau (4) Dinas
Perhubungan
merencanakan
dan
membangun
pelabuhan di dua simpul yang dihubungkan lintas angkutan sungai dan danau
Bagian Kedua Informasi Kharakteristik Lintasan Angkutan Sungai dan Danau Pasal 9
(1)
Dinas
Perhubungan
menginformasikan
lintasan angkutan sungai dan danau
karakteristik
kepada
para
pengusaha kapal (2)
Pengusaha kapal angkutan sungai dan danau mendisain kapal
sesuai dengan
karakteristik lintasan angkutan
Sungai dan danau yang dilayani (3)
Dinas Perhubungan memperhatikan keterpaduan antar dan intermoda transportasi pada dua simpul yang dihubungkan lintas angkutan Sungai dan danau BAB VI PERMOHONAN DAN KEWENANGAN Bagian Pertama Permohonan Pasal 10
(1)
Permohonan penetapan lokasi
pelabuhan diajukan oleh
penyelenggara pelabuhan penyeberangan kepada Menteri
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 30
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP melalui Direktur
Jenderal dengan melampirkan sebagai
berikut; g. rekomendasi
dari
Bupati/Walikota
dan
Gubernur
setempat mengenai keterpaduannya dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan rencana tata ruang wilayah provinsi h. studi kelayakan yang memuat pertimbangan kelayakan dari teknis ( kondisi geografis, hidroeceanografi dan topografi) dan kelayakan /perdagangan mendatang,
dan
ekonomis ( PDRB, aktifitas
industri serta
perkembangan
prediksi dimasa
volume barang dan
penumpang, kontribusi pada peningkatan taraf hidup penduduk dan perhitungan ekonomis/finansial ) (2)
Direktur Jenderal menyampaikan hasil penelitian tentang kelengkapan data dan informasi berikuat kelayakan kepada Menteri selambat-lambatnya 14 ( empat belas ) hari kerja sejak diterima
(3)
Penolakan
permohonan
disampaikan
secara
tertulis
dengan disertai alasan penolakan
Bagian Kedua Kewenangan Pasal 11
(1) Kewenangan yang menetapkan lintas angkutan sungai dan danau ditetapkan sebagai berikut;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 31
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP d Lintas angkutan angkutan sungai dan danau antar desa di dalam kabupaten/kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota e Lintas angkutan sungai dan danau
antar kabupaten/kota
ditetapkan oleh Gubernur f
Lintas angkutan sungai dan danau antar provinsi ditetapkan oleh Pemerintah Pusat
(2) Khusus untuk penetapan lintas angkutan Penyeberangan antar provinsi, Gubernur
Dinas Perhubungan Provinsi, Bupati/Wwalikota dan mengajukan
ke Pemerintah melalui
Menteri
Perhubungan untuk mendapat pengesahan.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 32
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 3.
Sispro
Penempatan
Kapal
Pada
Lintas
Angkutan
Penyeberangan
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR. ......................................... TENTANG SISPRO PENEMPATAN KAPAL PADA LINTAS ANGKUTAN PENYEBERANGAN
MENTERI PERHUBUNGAN
Menimbang
:
bahwa
untuk
keselamatan
penyelenggaraan
dan
angkutan
keamanan
penyeberangan
perlu diatur lebih lanjut ketentuan mengenai penempatan
kapal
pada
lintas
angkutan
penyeberangan.
Mengingat : 1. Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 75, Pasal 117, Pasal 124 2. Peraturan Pemerintah No.
82 Tahun 1999
tentang Angkutan di Perairan, Pasal 16, Pasal 31, 3. Peraturan
Pemerintah
No.51
Tahun
2002
tentang Perkapalan, Pasal 2
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 33
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 4. Keputusan Menteri Perhubungan No. 32 Tahun 2001
tentang
Penyelenggaraan
Angkutan
Penyeberangan, Pasal 10, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 37, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, dan Pasal 51 5. SOLAS
MEMUTUSKAN: Menetapkan: KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG SISPRO PENEMPATAN KAPAL PADA LINTAS ANGKUTAN PENYEBERANGAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan; 1. Angkutan penyeberangan adalah angkutan yang berfungsi sebagai jembatan bergerak yang menghubungkan jaringan jalan atau jaringan jalur kereta api yang terputus karena adanya
perairan,
untuk
mengangkut
penumpang
dan
kendaraan beserta muatannya. 2. Lintas angkutan penyeberangan adalah suatu alur perairan di laut, selat, teluk, sungai dan/atau danau yang ditetapkan sebagai lintas penyeberangan. 3. Simpul adalah dua wilayah dan atau dua pelabuhan yang dihubungkan lintas angkutan penyeberangan.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 34
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 4. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi. 5. Keselamatan dan Keamanan Pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan, kepelabuhanan, dan lingkungan maritim. 6. Kelaiklautan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan, garis muat, pemuatan, kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang, status hukum kapal, manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal, dan manajemen keamanan kapal untuk berlayar di perairan tertentu. 7. Keselamatan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 35
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 8. Badan Klasifikasi adalah lembaga klasifikasi kapal yang melakukan pengaturan kekuatan konstruksi dan permesinan kapal,
jaminan
mutu
material
marine,
pengawasan
pembangunan, pemeliharaan, dan perombakan kapal sesuai dengan peraturan klasifikasi. 9. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah. 10. Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) adalah wilayah perairan dan daratan pada pelabuhan atau terminal khusus yang digunakan secara langsung untuk kegiatan pelabuhan. 11. Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) adalah perairan di sekeliling daerah lingkungan kerja perairan pelabuhan yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran. 12. Awak Kapal adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas kapal oleh pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan jabatannya yang tercantum dalam buku sijil. 13. Nakhoda adalah salah seorang dari Awak Kapal yang menjadi pemimpin tertinggi di kapal dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 14. Anak Buah Kapal adalah Awak Kapal selain Nakhoda.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 36
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 15. Kenavigasian adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran, Telekomunikasi-Pelayaran, hidrografi dan meteorologi, alur dan perlintasan, pengerukan dan reklamasi, pemanduan, penanganan kerangka kapal, salvage
dan
pekerjaan
bawah
air
untuk
kepentingan
keselamatan pelayaran kapal. 16. Navigasi adalah proses mengarahkan gerak kapal dari satu titik ke titik yang lain dengan aman dan lancar serta untuk menghindari bahaya dan/atau rintangan-pelayaran. 17. Alur-Pelayaran adalah perairan yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari. 18. Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran adalah peralatan atau sistem yang berada di luar kapal yang didesain dan dioperasikan untuk meningkatkan keselamatan dan efisiensi bernavigasi kapal dan/atau lalu lintas kapal. 19. Syahbandar adalah pejabat pemerintah di pelabuhan yang diangkat oleh Menteri dan memiliki kewenangan tertinggi untuk menjalankan dan melakukan pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran 20. Otoritas
Pelabuhan
(Port
Authority)
adalah
lembaga
pemerintah di pelabuhan sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan yang diusahakan secara komersial. 21. Unit Penyelenggara Pelabuhan adalah lembaga pemerintah di pelabuhan
sebagai
PT. Diksa Intertama Consultan
otoritas
II - 37
yang
melaksanakan
fungsi
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP pengaturan,
pengendalian,
kepelabuhanan,
dan
pengawasan
pemberian
kegiatan
pelayanan
jasa
kepelabuhanan untuk pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial. 22. Badan Usaha Pelabuhan adalah Badan Usaha yang kegiatan usahanya khusus di bidang pengusahaan terminal dan fasilitas pelabuhan lainnya. 23. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi 24. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan
Negara
Republik
Indonesia
sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 25. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan
perangkat
daerah
sebagai
unsur
penyelenggara
pemerintahan daerah. 26. Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pelayaran. BAB II PELABUHAN DAN PERSYARATAN KAPAL Bagian Pertama Pelabuhan Pasal 2 (1) Dinas Perhubungan
perlu mengidentifikasi dan melakukan
kajian di dalam menempatkan kapal angkutan penyeberangan terutama menyangkut
beberapa aspek yang berkaitan dengan
Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan meliputi;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 38
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP a.wilayah
perairan
yang
digunakan
untuk
kegiatan
alur
pelayaran b. tempat labuh c. tempat alih muat antarkapal d. kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal e. kegiatan pemanduan f. tempat perbaikan kapal g. penahan gelombang h. kolam pelabuhan i. alur pelayaran j. sarana bantu navigasi k. sistem keamanan dan ketertiban di pelabuhan l. fasilitas naik turun kendaraan (2) Dinas Perhubungan perlu melakukan kajian secara detail Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan sebagai perairan pelabuhan di luar Daerah Lingkungan Kerja
perairan yang
digunakan sebagai; a. untuk alur pelayaran dari dan ke pelabuhan b. keperluan keadaan darurat c. penempatan kapal mati e. percobaan berlayar f. kegiatan pemanduan PT. Diksa Intertama Consultan
II - 39
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP g. fasilitas pembangunan h. pemeliharaan kapal Dari hasil kajian tersebut di atas, maka Dinas Perhubungan akan dapat menetapkan
kriteria kapal ( lebar, tinggi kapal, panjang
kapal, dan GT kapal ) yang ditempatkan pada pelabuhan. Bagian Kedua Keselamatan dan Keamanan Angkutan Penyeberangan Pasal 3 (1) Dinas Perhubungan mengharuskan kepada setiap Pengusaha kapal untuk memenuhi kelaiklautan kapal sesuai dengan daerah pelayarannya dan dibuktikan dengan sertifikat meliputi; a. keselamatan kapal b. pencegahan pencemaran dari kapal c. pengawakan dari kapal d. garis muat kapal dan pemuatan e. kesejahteraan awak kapal dan kesehatan penumpang f. status hukum kapal g. manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal h. manajemen dan surat kapal (2) Dinas Perhubungan mengharuskan kepada setiap Pengusaha Kapal untuk memenuhi persyaratan keselamatan kapal yang dibuktikan dengan sertifikasi meliputi sebagai berikut;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 40
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP a. material b. konstrukdi c. bangunan d. permesinan e. stabilitas f. tata susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio g. elektronika kapal (3) Untuk menjamin keselamatan berlayar, maka Pemerintah bertugas melakukan pengadaan, pengoperasian, pemeliharaan dan pengawasan kenavigasian yang meliputi; a.
sarana bantu navigasi – pelayaran
b.
telekomunikasi - pelayaran
c.
hidrografi dan meteorologi
d.
alur dan perlintasan
e.
pengerukan dan reklamasi
f.
pemanduan
g.
penanganan kerangka kapal; dan
h.
salvage dan pekerjaan bawah air
(4) Pengusaha kapal dan Dinas Perhubungan memperhatikan secara seksama kondisi kapal terutama dari segi kualitas, dan kesesuaian terhadap kondisi pelabuhan. PT. Diksa Intertama Consultan
II - 41
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP Bagian Ketiga Persyaratan Kapal Pasal 4 (1) Pengusaha angkutan kapal penyeberangan dengan GT hingga 300 dengan jarak lintasan yang dilayani hingga 15 mil, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut; a. Resque Boat (Perahu Penyelamat) 1 unit b. Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang c. Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya) d.
Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
e. Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya) f. Means Of Rescue (alat penolong) g. Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%) h. Helicopter Pick Up Area (area helikopter) i.
Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
j.
Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
k. Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 2 units) l.
SART (1 Unit)
m. Distress Flare 12 n. Emergency Communication (alat komunikasi darurat) o. General Emergency Alarm (alarm darurat umum) p. Public Address System (sistem informasi umum) q. Life Buoys (pelampung) 4 unit PT. Diksa Intertama Consultan
II - 42
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (2)
Pengusaha angkutan kapal
penyeberangan
dengan GT
hingga 500 dengan jarak lintasan yang dilayani 15 - 100 mil, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut; a. Resque Boat (Perahu Penyelamat) 1 unit b. Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang c. (Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya) d. Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang e. Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya) f. Means Of Rescue (alat penolong) g. Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%) h. Helicopter Pick Up Area (area helikopter) i.
Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
j.
Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
k. Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units) l.
SART (2 Unit)
m. Distress Flare 12 n. Emergency Communication (alat komunikasi darurat) o. General Emergency Alarm (alarm darurat umum) p. Public Address System (sistem informasi umum) q. Life Buoys (pelampung) 8 unit r. Muster list and Emergency instruction s. (tanda berkumpul dan instruksi bahaya) t. 1 Unit Survival Craft (perahu kerja)
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 43
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP u. 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship v. (sekoci penolong pada dua sisi kapal) (3) Pengusaha angkutan kapal
penyeberangan
dengan GT
hingga 800 dengan jarak lintasan yang dilayani 100 mil ke atas, harus memenuhi persyaratan keselamatan
sesuai
dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut; a. Life Buoys/pelampung 8 unit b. Fast Resque Boat/perahu cepat penyelamat 2 unit c. Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang d. (Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya) e. Life Raft provided By Float Free Stowage (rakit penolong) f. Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang g. Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya) h. Means Of Rescue (alat penolong) i.
Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
j.
Helicopter Pick Up Area (area helikopter)
k. Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi) l.
Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
m. Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units) n. SART (2 Unit) o. Distress Flare 12 p. Emergency Communication (alat komunikasi darurat) q. General Emergency Alarm (alarm darurat umum) r. Public Address System (sistem informasi umum)
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 44
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP s. Muster list and Emergency instruction (tanda berkumpul dan instruksi bahaya) t.
2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship
(sekoci
penolong pada dua sisi kapal) (4) Pengusaha angkutan kapal penyeberangan dengan GT hingga 1.300 dengan jarak lintasan yang dilayani 100 mil ke atas, harus memenuhi persyaratan keselamatan
sesuai
dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut; a. Life Buoys/pelampung 8 unit b. Fast Resque Boat/perahu cepat penyelamat 2 unit c. Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang d. (Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya) e. Life Raft provided By Float Free Stowage (rakit penolong) f. Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang g. Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya) h. Means Of Rescue (alat penolong) i.
Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
j.
Helicopter Pick Up Area (area helikopter)
k. Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi) l.
Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
m. Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units) n. SART (2 Unit) o. Distress Flare 12 p. Emergency Communication (alat komunikasi darurat) PT. Diksa Intertama Consultan
II - 45
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP q. General Emergency Alarm (alarm darurat umum) r. Public Address System (sistem informasi umum) s. Muster list and Emergency instruction (tanda berkumpul dan instruksi bahaya) t. 2 Unit Survival Craft (perahu kerja) u. 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship
(sekoci
penolong pada dua sisi kapal)
(5) Pengusaha angkutan kapal
penyeberangan
dengan GT
hingga 1.800 dengan jarak lintasan yang dilayani 100 mil ke atas, harus memenuhi persyaratan keselamatan
sesuai
dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut; a.
Life Buoys/pelampung 12 unit
b.
Fast Resque Boat/perahu cepat penyelamat 2 unit
c.
Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
d.
(Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
e.
Life Raft provided By Float Free Stowage (rakit penolong)
f.
Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
g.
Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
h.
Means Of Rescue (alat penolong)
i.
Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
j.
Helicopter Pick Up Area (area helikopter)
k.
Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
l.
Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 46
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP m.
Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units)
n.
SART (2 Unit)
o.
Distress Flare 12
p.
Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
q.
General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
r.
Public Address System (sistem informasi umum)
s.
Muster list and Emergency instruction (tanda berkumpul dan instruksi bahaya)
t.
2 Unit Survival Craft (perahu kerja)
u.
2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship (sekoci penolong pada dua sisi kapal)
(6) Pengusaha angkutan kapal
penyeberangan
dengan GT
hingga 2.500 dengan jarak lintasan yang dilayani 100 mil ke atas, harus memenuhi persyaratan keselamatan
sesuai
dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut; a.
Life Buoys/pelampung 12 unit
b.
Fast Resque Boat/perahu cepat penyelamat 2 unit
c.
Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
d.
(Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
e.
Life Raft provided By Float Free Stowage (rakit penolong)
f.
Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
g.
Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 47
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP h.
Means Of Rescue (alat penolong)
i.
Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
j.
Helicopter Pick Up Area (area helikopter)
k.
Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
l.
Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
m.
Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units)
n.
SART (2 Unit)
o.
Distress Flare 12
p.
Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
q.
General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
r.
Public Address System (sistem informasi umum)
b.
s. Muster list and Emergency instruction
(tanda
berkumpul dan instruksi bahaya) a.
2 Unit Survival Craft (perahu kerja)
b.
2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship (. (sekoci penolong pada dua sisi kapal)
(8) Pengusaha angkutan kapal
penyeberangan
dengan GT
hingga 3.200 dengan jarak lintasan yang dilayani 100 mil ke atas, harus memenuhi persyaratan keselamatan
sesuai
dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut;
a.
Life Buoys/pelampung 12 unit
b.
Fast Resque Boat/perahu cepat penyelamat 2 unit
c.
Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 48
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP d.
Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
e.
Life Raft provided By Float Free Stowage (rakit penolong)
f.
Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
g.
Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
h.
Means Of Rescue (alat penolong)
i.
Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
j.
Helicopter Pick Up Area (area helikopter)
k.
Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
l.
Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
m.
Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units)
n.
SART (2 Unit)
o.
Distress Flare 12
p.
Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
q.
General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
r.
Public Address System (sistem informasi umum)
s.
Muster list and Emergency instruction ((tanda berkumpul dan instruksi bahaya)
t.
2 Unit Survival Craft (perahu kerja)
u.
2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship (sekoci penolong pada dua sisi kapal)
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 49
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP BAB III TINGGI GELOMBANG DAN SPESIFIKASI KAPAL Bagian Pertama Tinggi Gelombang Pasal 5 (1) Pemerintah melakukan koordinasi dengan
BMG
melakukan identifikasi dan kajian tinggi gelombang acuan
untuk sebagai
bagi pengusaha kapal dan Dinas Perhubungan
menempatkan kapal.
Tinggi gelombang semua lintasan
dikelompokkan pada tujuh ( 7 ) region dengan rincian sebagai berikut;
a. Region A dengan tinggi gelombang maksimum 1,25 meter, terdapat pada lintasan sebagai berikut; -
Pulang Pisau – Kelawa (Belum Ops)
-
Banjar Raya – Saka Kajang (Belum Ops)
-
Kuin Alalak – Jelapat (Belum Ops)
-
Mantuli – Tambang Muara (Belum Ops)
-
Siwa – Lasusua (Belum Ops)
-
Ajibata – Tombok (Komersil)
-
Palembang – Muntok (Komersil)
-
Pontianak Kota – Siantan (Komersil)
-
Tebas Kuala – Tebas Sbrg (Perintis I)
-
Tayan – Terayu (Perintis I)
-
Taipa – Kariangau (Perintis I)
-
Tj.Harapan – Tl.Kalong (Perintis I)
-
Palembang – Kayuarang (Tidak Ops)
-
K.Kapuas – K.Kapauas Sbrg (Tidak Ops)
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 50
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP -
Kuala Pembuang – Kualu Pembuang (Tidak Ops)
-
P.Telo – P.Telo Sbrg (Tidak Ops)
-
Palangkaraya – P.R.Sbrg (Tidak Ops)
-
Cerbon – Marabahan (Tidak Ops)
-
Kartiasa Barat – Kartiasa Timur (Tidak Ops)
-
Semuntai – Sekadau (Tidak Ops)
b. Region B, dengan tinggi gelombang maksimum 1,5 meter terdapat pada lintasan sebagai berikut; -
Daruba – Tobelo (Perintis I)
-
Tobelo – Subaim (Perintis I)
c. Region C, dengan tinggi gelombang maksimum 2 meter terdapat pada lintasan sebagai berikut; - Patani – Sorong (Belum Ops) - Poso – Wakay (Belum Ops) - Luwuk – Sabang (Belum Ops) - Taliabu – Banggai (Belum Ops) - Bastiong – Babang/Payahe (Belum Ops) - Payahe – Sakete (Belum Ops) - Sakete – Babang (Belum Ops) - Sanana – Tlk.Bara (Belum Ops) - Sanana – Mangole (Belum Ops) - Mangole- Taliabu (Belum Ops) - Mangole- Laiwui (Belum Ops) - Laiwui – Labuha (Belum Ops) - Sibolga – Nias (Komersil) - Pagimana – Gorontalo (Komersil)
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 51
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP - Bastiong – Sidangole (Komersil) - Bastiong – Rum (Komersil) - Bitung – Ternate (Komersil) - Biak – Serui (Perintis I) - Serui – Waren (Perintis I) - Numfor – Manokwari (Perintis I) - Saumlaki – Tepa (Perintis I) - Dobo – Benjina (Perintis I) - Sorong – Seget (Perintis I) - Seget – Mogem – Inawalan (Perintis I) - Mogem – Teminabuan (Perintis I) - Sorong – Saonek (Perintis I) - Sorong – Waigama (Perintis I) - Gorontalo – Wakai (Perintis I) - Luwuk – Salakan (Perintis I) - Salakan – Banggai (Perintis I) - Kendari – Langgara (Perintis I) - Bitung – Pananaro (Perintis I) - Bitung – P.Lembeh (Perintis I) - Bitung – Siau (Perintis I) - Bastiong – Geti/Tidore (Perintis II) - Tarakan – Tg.Selor (Perintis II) - Waren – Nabire (Tidak ops) - Biak – Nabire (Tidak Ops) - Biak – Numfor (Tidak Ops) - Serui – Nabire (Tidak Ops) - Sorong – Jefman (Tidak Ops)
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 52
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP - Jefman – Kalabo (Tidak Ops) - Sorong – Teminabuan (Tidak Ops) - Bitung – Dago (Tidak Ops) d. Region D, dengan tinggi gelombang maksimum 2,5 meter terdapat pada lintasan sebagai berikut; - Balohan – Malahayati, Komersil - Cilacap – Kalipuncang, Komersil - Ujung – Kamal, Komersil - Jangkar – Kalianget, Komersil - Kalianget – P.Kangean, Komersil - Kupang - Waingapu, Komersil - Bajoe – Kolaka, Komersil - Torobulu – Tampo, Komersil - Meolaboh – Sinabang, Perintis I - Sinabang – Labuhan Haji, Perintis I - Singkil – P Banyak – Sinabang, Perintis I - Padang – Sikakap/Mentawai, Perintis I - Padang – P.Siberut, Perintis I - Padang – Tuapejat, Perintis I - Pulau Bai – P.Enggano, Perintis I - Cilacap – Majingklak
, erintis I
- Aimere – Waingapu, Perintis I - Ende – Waingapu, Perintis I - Wara – Bau Bau, Perintis I - Tarakan – Ancam, Perintis II - Tarakan – Sembakung, Perintis II - Marina – P. Kelapa, Tidak Ops
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 53
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP - Marina – P. Tidung, Tidak Ops - Marina – P. Pramuka, Tidak Ops - P.Pramuka – P.Kelapa, Tidak Ops - P.Pramuka – P.Tidung, Tidak Ops - Marina – P.Untung Jawa, Tidak Ops - P.Untung Jawa – P.Tidung, Tidak Ops
e. Region E, dengan tinggi gelombang maksimum3 meter terdapat pada lintasan sebagai berikut; - Stagen – Tarjun, Belum Ops - Tarakan – ToliToli, Belum Ops - Garongkong – Batulicin, Belum Ops - Sape – Waingapu, Belum Ops - Sulamu – Kadya Kupang, Belum Ops - Toboali – P.Lepar, Belum Ops - Batu Licin-Tj.Serdang, Komersil - Balikpapan – Mamuju, Komersil - Balikpapan – Penajam, Komersil - Kupang – Aimere, Komersil - Padang Bai- Lembar, Komersil - Kayangan/Lombok – Pototano, Komersil - Sape – Waikelo, Perintis I - Kalabahi –Tl.gurita, Perintis I - Tl.Gurita – Kisar, Perintis I - Kupang – Waikelo, Perintis I - Aimere – Waikelo, Perintis I - Tual – Larat, Perintis I - Sadai – Tanjung Rum, Perintis I
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 54
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP - Dongkala – Mawasangka, Perintis I - Kalabahi – Kabir, Perintis II - Dongkala – Bau Bau, Tidak ops - Pare Pare – Balikpapan, Tidak Ops - Batulicin – Kotabaru, Tidak Ops - Kupang – Naikliu, Tidak Ops - Kupang – Hansisi, Tidak Ops - Kalabahi – Maritaing, Tidak Ops - Dili – P.Atauro, Tidak Ops - Dili – Maritaing, Tidak Ops - Tual – Elat, Tidak Ops - Bau Bau – Tolandano, Tidak Ops - Tampo – Maligano, Tidak Ops f. Region F, dengan tinggi gelombang maksimum 3,5 meter terdapat pada lintasan sebagai berikut; - Ciwandan – Srengseng, Belum Ops - Hansisi – Pantai Baru, Belum Ops - Atapupu – Iilwaki, Belum Ops - Atapupu – Wonreli, Belum Ops - Tl.Gurita – Ilwaki, Belum Ops - Kalabahi – Balauring, Belum Ops - Tj.Pandan – Pontianak, Belum Ops - Ketapang – Manggar, Belum Ops - K.Tungkal – Tj.Uban, Belum Ops - Bengkalis – Tanjung Balai, Belum Ops - Belawan – Penang, Belum Ops - Merak – Bakauheni, Komersil
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 55
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP - Ketapang – Gilimanuk, Komersil - Sape – Labuhan Bajo, Komersil - Kupang – Sawu/Seba, Komersil - Kalabahi – Kupang, Komersil - Kupang – Ende, Komersil - Rasau Jaya – Tlk.Batang, Komersil - Bira – Pamatata, Komersil - Galala – Namlea, Komersil - Poka – Galala, Komersil - Rumbai Jaya – Mumpa, Komersil - Waiwerang – Lowelaba, Perintis I - Balauring – Baranusa, Perintis I - Kalabahii – Baranusa, Perintis I - Waingapu – SawuSeba, Perintis I - Lewoleba – Balauring, Perintis I - Kupang – Lewoleba, Perintis I - Tual – Dodo, Perintis I - Larat – Saumlaki, Perintis I - Pomako I – Pomako II, Perintis I - Sape – P.Komodo, Perintis II - Labuhan Bajo – P.Komodo, Perintis II - Mapura Jaya – Pamako, Perintis II - Telaga Pungkur –Tj. Uban, Perintis II - Bengkalis – Mengkapan, Perintis II - Benoa-Senggigi, Tidsk ops - Merak – Srengseng, Tidak Ops - Merak – Panjang, Tidak Ops
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 56
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP - Atapupu – Kalabahi, Tidak Ops - Balauring – Kabir, Tidak Ops - Bakalang – Baranusa, Tidak Ops - Sawu – Raijua, Tidak Ops - Kariabela – Wonreli, Tidak Ops - Dili – Wonreli, Tidak Ops - Dili – Ilwaki, Tidak Ops - Tl. Batang – Ketapang, Tidak Ops - Negeri Lima – Namlea, Tidak Ops - BT Bedarah – DS Pintas, Tidak Ops - K.Kuning – M.Tebo, Tidak Ops - Pangkal Pinang – Tj.Pandan, Tidak Ops - S.Pakning – Bengkalis, Tidak Ops g. Region G, dengan tinggi gelombang maksimum 4 meter terdapat pada lintasan sebagai berikut; - Semarang – Kumai, Belum Ops - Bambea – Sikeli, Belum Ops - Kendal – Kumai, Belum Ops - Ilwaki – Wonreli, Belum Ops - Saumlaki – Adaut, Belum Ops - Wonreli – Serwaru, Belum Ops - Kupang – Rote, Komersil - Kupang – Larantuka, Komersil - Hunimua – Waipirit, Komersil - Jepara – Karimun Jawa, Perintis I - Larantuka – Waiwerang, Perintis I - Tanah Merah – Kepi, Perintis I
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 57
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP - Merauke – Atsy, Perintis I - Atsy – Senggo, Perintis I - Atsy – Asgon, Perintis I - Pamatata – Marapokot, Perintis I - Bira –Tondasi, Perintis I - Hurnala/Tulehu – Pelauw/Haruku, Perintis I - Pelauw/Haruku – Umeputih/Saparua, Perintis I - Wailey – Umeputih/Saparua, Perintis I - Bitung – Melanguane, Perintis I - Merauke – Tanah Merah, Perintis I - Lewoleba – Larantuka, Perintis II - Kalabahi – Bakalang, Perintis II - Merauke – Poo, Perintis II - Atsy – Agat, Tidak ops - Larantuka – Kalabahi, Tidak Ops - Ende – Aimere, Tidak Ops - Agast – Ewer, Tidak Ops - Hurnala/Tulehu – Umeputih/Saparua, Tidak Ops - Dago – Talaud, Tidak Ops - Gresik – Bawean, Tidak Ops
Bagian Kedua Spesifikasi Kapal Pasal 6 1) Pemerintah menetapkan disain kapal sebagai acuan bagi pegusaha kapal berdasarkan tinggi gelombang. Dalam hal ini, spesifikasi teknis kapal desain baru dapat ditentukan melalui PT. Diksa Intertama Consultan
II - 58
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP perbandingan ukuran kapal dengan memperhatikan tinggi gelombang serta faktor kapasitas ruang muat mapun kondisi pelabuhan/dermaga atau alur pelayaran (2) Perbandingan ukuran utama kapal sesuai ayat (1) di atas, ada 6 (enam) hubungan antar ukuran utama kapal yang dapat dijadikan sebagai patokan, yaitu diantara L, B, H, dan T. Hubungan tersebut dapat disederhanakan dalam persamaan sebagai berikut B = f (L) H = f (L) H = f (B) T = f (L) T = f (H) T = f (B) (3) Teknis penentuannya dapat dilakukan sebagai berikut;
a. Perbandingan L/B yaitu perbandingan antara panjang dan lebar kapal. Ukuran L/B yang besar sesuai untuk kapal-kapal dengan kecepatan tinggi dan mempunyai perbandingan ruangan yang baik, akan tetapi mengurangi kemampuan manuver dan stabilitas kapal. Ukuran
L/B yang kecil dapat
memberikan stabilitas yang baik serta di lain pihak dapat menambah tahanan. b. Perbandingan L/H yaitu perbandingan panjang kapal dan tinggi kapal, yang berpengaruh pada kekuatan memanjang kapal.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 59
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP Ukuran
L/H yang kecil dapat memberikan kekuatan
memanjang yang lebih bagus, tetapi tahanan menjadi lebih kecil. Kekuatan memanjang itu akan sangat berguna untuk dapat meredam defleksi pada penegar/penguat lambung apabila
mengalami momen
lengkung akibat
adanya
gelombang saat pelayaran serta distribusi beban muatan pada kapal.
c. Perbandingan B/H yaitu perbandingan lebar kapal dan tinggi kapal. Ukuran B/H yang besar akan meningkatkan stabilitas yang tinggi, meningkatkan kemampuan muat dari cargo dan turunnya titik KG (titik berat melintang kapal dari keel). d. Perbandingan L/T yaitu perbandingan panjang kapal dan
sarat kapal.
Ukuran L/T yang besar akan meningkatkan kecepatan kapal namun stabilitas menjadi menurun. e. Perbandingan
H/T
yaitu
perbandingan
antara
tinggi
geladak dengan tinggi sarat kapal. Ukuran
H/T berhubungan dengan reserve displacement
atau daya apung cadangan. Ukuran H/T yang besar dapat dijumpai pada kapal-kapal penumpang.
f. Perbandingan B/T yaitu perbandingan antara lebar dengan tinggi sarat kapal. PT. Diksa Intertama Consultan
II - 60
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP Ukuran B/T yang besar menyebabkan stabilitas kapal lebih baik. Hal semacam ini dapat dijumpai pada kapal-kapal sungai dan danau karena dibatasi oleh kedalaman sungai dan danau. Lebih jelasnya perbandingan ukuran utama kapal berdasarkan region dapat diligat pada tabel berikut. Dari hasil perhitungan
yang telah dilakukan, maka
Pemerintah menetapkan bahwa
perbandingan ukuran
utama kapal berdasarkan tinggi gelombang per region dapat dilihat pada tabel berikut. Perbandingan Ukuran Utama Kapal Desain Baru Berdasarkan Gelombang Per Region Lintasan Tinggi Kecepatan Region Gelombang Kapal (meter) (knot) A
1.25
Perbandingan Ukuran Kapal L/B
L/H
B/H
L/T
H/T
B/T
10
3.780
7.897
2.089
16.684
2.113
4.413
15
3.780
7.980
2.111
16.932
2.122
4.479
B
1.5
15
3.905
8.570
2.195
17.425
2.033
4.462
C
2
10
4.155
9.501
2.286
18.224
1.918
4.386
15
4.155
9.589
2.308
18.441
1.923
4.438
10
4.405 10.396 2.360
19.271
1.854
4.375
15
4.405 10.486 2.380
19.477
1.857
4.421
10
4.655 11.225 2.411
20.327
1.811
4.366
15
4.655 11.316 2.431
20.526
1.814
4.409
10
4.905 12.013 2.449
21.387
1.780
4.360
15
4.905 12.108 2.468
21.581
1.783
4.400
10
5.155 12.775 2.478
22.451
1.757
4.355
15
5.155 12.870 2.496
22.642
1.760
4.392
D
E
F
G
2.5
3
3.5
4
Sumber: Laporan Studi Kelaikan Kapal ASDP Dengan Daerah Operasi, Balitbang Perhubungan -Dephub RI, 2007
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 61
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (4)
Berdasarkan tertuang
hasil perhitungan
dalam tabel di atas,
merencanakan
spesifikasi kapal seperti Pemerintah juga dapat
spesifikasi kapal untuk lintasan-litasan baru
yang belum beroperasi atau masih direncanakan. Penentuan spesifikasi kapal untuk lintasan-lintasan ini adalah dengan mengacu pada spesifikasi kapal dimana lintasan tersebut tergabung pada kelompok lintas per region. (5) Spesifikasi kapal untuk lintasan yang direncanakan termasuk Region A adalah; lintasan Pulang Pisau – Kelawa, Banjar Raya - Saka Kajang, Kuin Alalak – Jelapat, Mantuli - Tambang Muara, dan Siwa – Lasusua. (6) Spesifikasi kapal untuk lintasan yang direncanakan termasuk Region C adalah Patani – Sorong, Poso – Wakay, Luwuk – Sabang, Taliabu – Banggai, Bastiong - Babang, Payahe – Sakete, Sakete – Babang, Sanana - Tlk.Bara, Sanana – Mangole, Mangole- Taliabu, Mangole- Laiwui, dan Laiwui – Labuha. (7) Spesifikasi kapal untuk lintasan yang direncanakan termasuk Region E adalah;
Stagen – Tarjun, Tarakan – ToliToli,
Garongkong – Batulicin, Sape – Waingapu, Sulamu - Kadya Kupang, dan Toboali - P.Lepar. (8) Spesifikasi kapal untuk lintasan yang direncanakan termasuk Region F adalah; Ciwandan – Srengseng, Hansisi - Pantai Baru, Atapupu – Iilwaki, Atapupu – Wonreli, Tl.Gurita – Ilwaki, Kalabahi – Balauring, Tj.Pandan – Pontianak, Ketapang –
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 62
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP Manggar, K.Tungkal - Tj.Uban, Bengkalis - Tanjung Balai, dan Belawan – Penang. (9) Spesifikasi kapal untuk lintasan yang direncanakan termasuk Region G adalah;
Semarang – Kumai, Bambea – Sikeli,
Kendal – Kumai, Ilwaki – Wonreli, Saumlaki – Adaut, dan Wonreli - Serwaru.
BAB IV PENGUJIAN STABILITAS DAN PENEMPATAN KAPAL Bagian Pertama Pengujian Stabilitas Kapal Yang Sudah Ada Pasal 7
(1)
Dinas
Perhubungan
memperhatikan
dan
pengusaha
kapal
harus
penempatan kapal pada lintas angkutan
Penyeberangan dengan
mengunakan kriteria stabilitas.
Kriteria dan kemampuan stabilitas kapal dapat dikaji dengan memanfaatkan kurva G-Z. Kurva G-Z disajikan dalam Dokumen Stabilitas atau dikenal dengan Stability Booklet, yang harus tersedia di kapal. (2)
Berdasarkan dokumen stabilitas kapal seperti disebutkan di atas,
Nakhoda dapat mengetahui kemampuan stabilitas
kapal kuantitas
pemuatan, tiupan angin namun dalam
keadaan laut tenang.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 63
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (3)
Nahkoda harus memperhatikan
maksimum yang diijinkan
untuk membawa muatan, dengan sarat kapal yang ditandai oleh tanda lambung timbul. (4)
Nahkoda harus memperhatikan kondisi pemuatan kapal yang termuat di dalam dokumen stabilitas yaitu IMO Regulation yang meliputi: a.
kapal muatan penuh dengan bahan-bakar penuh saat bertolak,
b.
kapal muatan penuh dengan bahan-bakar dan air tawar sisa 10% saat tiba,
c.
kapal muatan kosong dengan ballast dan bahan bakar penuh saat bertolak,
d.
kapal muatan kosong dengan ballast dan bahan-bakar dan air tawar sisa 10% saat tiba.
Bagian Kedua Penempatan Kapal Baru Pasal 8 (1)
Dinas Perhubungan harus memperhatikan, bahwa dalam penempatan kapal pada setiap lintas penyeberangan harus sesuai dengan spesifikasi teknis lintas dan fasilitas pelabuhan penyeberangan yang akan dilayani
(2)
Bilamana kapal tidak memenuhi persyaratan spesifikasi teknis lintas dan fasilitas pelabuhan penyeberangan, kapal tersebut tidak diperbolehkan melakukan operasi
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 64
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP Bagian Ketiga Penambahan Kapasitas Angkutan Pasal 9 (1)
Dinas Perhubungan harus memperhatikan bahwa dalam rangka
penempatan
penyeberangan
kapal
harus
pada
memperhatikan
setiap
lintas
keseimbangan
antara kebutuhan pengguna jasa dan penyedia jasa angkutan (2)
Dinas
Perhubungan
harus
memperhitungkan
secara
seksama, bahwa dalam rangka penambahan kapasitas angkutan pada setiap lintas penyeberangan
dilakukan
dengan mempertimbangkan; a. faktor
muat
rata-rata
kapal
pada
lintas
penyeberangan tersebut sudah mencapai sekurangkurangnya 70 ( tujuh puluh ) % per tahun; dan b. belum optimalnya frekuensi pelayanan kapal yang ditempatkan (3)
Penambahan frekuensi
kapal atau penambahan jumlah
kapal atau penggantian ukuran kapal yang ditempatkan pada setiap lintas penyeberangan, Dinas Perhubungan harus
mempertimbangkan spesifikasi teknis lintas dan
fasilitas prasarana yang tersedia (4)
Dalam rangka penambahan kapasitas angkut kapal pada setiap lintas penyeberangan, Dinas Perhubungan tetap
harus
memperhatikan faktor muatan rata-rata sekurang-
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 65
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP kurangnya 50 ( lima puluh ) % per tahun dengan tidak menambah waktu sandar dan waktu berlayar dari masingmasing kapal Pasal 10 (1) Dalam
rangka
pengembangan
atau
pengisian
lintas
penyeberangan yang membutuhkan penambahan atau penempatan
kapal,
Dinas
Perhubungan
harus
mempertimbangan pada; a. untuk pengembangan lintas penyeberangan yang sudah beroperasi harus memperhatikan beberapa aspek; 1) jumlah trip per hari dan jumlah kapal yang diizinkan melayani lintas yang ditetapkan 2) jumlah kapasitas kapal rata-rata tersedia 3) jumlah kapasitas kapal rata-rata terpakai 4) faktor muat 5) fasilitas
prasarana
pelabuhan
yang
tersedia
dan/atau; 6) tingkat kemampuan pelayaran alur b. untuk pengisian lintas baru harus memperhatikan beberapa faktor sebagai berikut; 1) tersedia prasarana pelabuhan yang memadai 2) potensi bangkitan angkutan 3) potensi ekonomi wilayah PT. Diksa Intertama Consultan
II - 66
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (2) Dinas Perhubungan di dalam rangka penambahan atau penempatan kapal, perlu melakukan dilandasi dari hasil evaluasi sebagai pertimbangan untuk memberikan persetujuan BAB V PERMOHONAN PERIZINAN DAN PERSETUJUAN Bagian Pertama Permohonan Perizinan Pasal 11 (1)
Permohonan perizinan penempatan lintas pernyeberangan hanya dapat diberikan kepada perusahaaan yang mengajukan permohonan dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut; a. perorangan warga negera Indonesia, Badan Hukum Indonesia
berbentuk
Perseroan
Terbatas,
Badan
Usaha Milik Negara ( BUMN ), Badan Usaha Milik Daerah ( BUMD ) atau Koperasi, yang didirikan khusus untuk usaha itu. b. Memiliki Akte Pendirian Perusahaan bagi pemohon berbentuk Badan Hukum Indonesia atau Kartu Tanda Penduduk bagi warga Negara Indonesia perorangan yang mengajukan permohonan izin usaha angkutan penyeberangan c. Pernyataan tertulis sanggup untuk memiliki sekurangkurangnya 1(satu ) berbendera
PT. Diksa Intertama Consultan
Indonesia
II - 67
unit kapal penyeberangan yang
memenuhi
yang
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP memenuhi persyaratan keselamatan kelaiklautan kapal yang diperuntukkan bagi angkutan penyeberangan dan kepastian rencana lintas yang akan dilayani, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku d. Memiliki
tenaga
ahli
dalam
pengelolaan
usaha
angkutan penyeberangan e. Memiliki surat keterangan domisili perusahaan f. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP ) g. Permohonan telah dilengkapi dengan dokumen yang meliputi: 1) surat izin usaha angkutan penyeberangan, 1) bukti kesiapan kapal untuk dioperasikan, antara lain: a) memiliki sertifikat kesempurnaan dari Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut dan dikelaskan
oleh Biro Klasifikasi Indonesia, b)
kapal yang sesuai dengan spesifikasi teksis lintas dan pelabuhan penyeberangan yang akan dilayani,
c. nama dan ukuran kapal (GRT), d. lintas yang akan dilayani, e. nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) (2) Permohonan izin usaha angkutan penyeberangan diberikan kepada Bupati/Walikota, Gubernur/Kepala Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, untuk pemohon yang berdomisili di Daerah Khusus Ibukota Jakarta
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 68
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (3) Pemberian atau penolakan atas permohonan izin usaha, diberikan oleh pejabat pemberi izin selambat-lambatnya dalam jangka waktu 14 ( empat belas ) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap (4) Penolakan
atas
disampaikan
permohonan
secara
tertulis
izin
usaha
dengan
angkutan
disertai
alasan
penolakan Bagian Kedua Uji Coba Persyaratan Laik Laut Pasal 12
(1) Pengusaha kapal dan Dinas Perhubungan harus melakukan koordinasi dan bekerjasama untuk melakukan pemeriksaan persyaratan kapal sebelum ditempatkan yaitu meliputi; a. Persyaratan teknis meliputi: a) memenuhi persyaratan teknis laik laut dan standar pelayan minimal kapal
angkutan penyeberangan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku; b) memiliki fasilitas sesuai dengan spesifikasi teknis prasarana pelabuhan pada lintas yang dilayani, c) memiliki dan/atau mempekerjakan awak kapal yang memenuhi persyaratan kualifikasi yang diperlukan untuk kapal penyeberangan dan dapat berbahasa Indonesia serta mengetahui kondisi wilayah operasi yang dilayani, d) memiliki fasilitas untuk kebutuhan awak kapal maupun penumpang dan kendaraan beserta muatannya sesuai dengan persyaratan teknis yang berlaku, PT. Diksa Intertama Consultan
II - 69
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP e) mencantumkan identitas perusahaan dan nama kapal yang ditempatkan pada sebelah samping kiri dan kanan kapal, f) mencantumkan
informasi/petunjuk
yang
diperlukan
dengan menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, (2) Dinas Perhubungan harus melakukan pemeriksaan, bahwa kapal
angkutan penyeberangan
memiliki persyaratan
keselamatan yang meliputi; a) Material, b) Konstruksi, c) Bangunan, d) Permesinan dan perlistrikan, e) Stabilitas, f) Tata
susunan
serta
perlengkapan
termasuk
perlengkapan alat penolong dan radio, g) Elektronika kapal,
(3) Sebelum diberikan persetujuan penempatan kapal angkutan penyeberangan, Dinas Perhubungan dan Pengusaha Kapal secara bersama-sama melakukan uji coba
kapal
pada
pelayaran pada lintasan (4) Bilamana
masih terdapat ketidak sesuaian
terutama
persyaratan teknis dan persyaratan keselamatan, maka Pengusaha Kapal
diharuskan memenuhinya sesuai dengan
perayaratan yang telah ditetapkan.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 70
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP Bagian Ketiga Kewenangan Pasal 13
(1)Untuk mendapatkan persetujuan, pengusaha kapal mengajukan permohonan pengoperasian kapal angkutan penyeberangan kepada: a. Pemerintah Pusat , untuk lintas penyeberangan antara negara dan lintas penyeberangan antar propinsi, b. Gubernur,
untuk
lintas
penyeberangan
antar
kabupaten/kota dalam propinsi, c. Bupati/Walikota,
untuk
lintas penyeberangan
dalam
kabupaten/kota.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 71
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 4. Sispro Penempatan Kapal Pada Lintas Angkutan Sungai dan Danau KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR. ......................................... TENTANG SISPRO PENEMPATAN KAPAL PADA LINTAS ANGKUTAN SUNGAI DAN DANAU
MENTERI PERHUBUNGAN Menimbang
:
bahwa
untuk
keselamatan
penyelenggaraan
dan
angkutan
keamanan
penyeberangan
perlu diatur lebih lanjut ketentuan mengenai penempatan
kapal
pada
lintas
angkutan
penyeberangan. Mengingat :
1. Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 18 ayat ( 1), Ayat (2), dan Ayat (3) dan Pasal 19 2. Peraturan Pemerintah No.
82 Tahun 1999
tentang Angkutan Di Perairan, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 30 3. Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 2002 tentang Perkapalan 4. Keputusan Menteri Perhubungan No. 73 Tahun
2004
tentang
Penyelenggaraan
Angkutan Sungai dan Danau, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40,
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 72
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43,
Pasal 44,
Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49, dan Pasal 50 5. SOLAS
MEMUTUSKAN: Menetapkan: KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG SISPRO PENEMPATAN KAPAL PADA LINTAS ANGKUTAN SUNGAI DAN DANAU BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan;
1. Angkutan Sungai dan Danau adalah kegiatan angkutan dengan menggunakan kapal yang dilakukan di sungai, danau, waduk, rawa, anjir, kanal dan terusan untuk mengangkut penumpang, barang dan/atau hewan yang diselenggarakan oleh pengusaha angkutan sungai dan danau. 2. Kapal Sungai dan Danau adalah kapal yang dilengkapi dengan alat penggerak motor atau bukan motor yang digunakan untuk angkutan sungai dan danau. 3. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 73
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi. 4. Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) adalah wilayah perairan dan daratan pada pelabuhan atau terminal khusus yang digunakan secara langsung untuk kegiatan pelabuhan. 5. Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) adalah perairan di sekeliling daerah lingkungan kerja perairan pelabuhan yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran. 6. Otoritas
Pelabuhan
(Port
Authority)
adalah
lembaga
pemerintah di pelabuhan sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan yang diusahakan secara komersial. 7. Unit Penyelenggara Pelabuhan adalah lembaga pemerintah di pelabuhan
sebagai
pengaturan,
otoritas
pengendalian,
kepelabuhanan,
dan
yang
melaksanakan
pengawasan
pemberian
fungsi
kegiatan
pelayanan
jasa
kepelabuhanan untuk pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial. 8. Badan Usaha Pelabuhan adalah Badan Usaha yang kegiatan usahanya khusus di bidang pengusahaan terminal dan fasilitas pelabuhan lainnya. 9. Keselamatan dan Keamanan Pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan, kepelabuhanan, dan lingkungan maritim.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 74
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 10. Kelaiklautan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan, garis muat, pemuatan, kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang, status hukum kapal, manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal, dan
manajemen keamanan kapal
untuk berlayar di perairan tertentu. 11. Keselamatan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian. 12. Badan Klasifikasi adalah lembaga klasifikasi kapal yang melakukan pengaturan kekuatan konstruksi dan permesinan kapal, jaminan mutu material, pengawasan pembangunan, pemeliharaan,
dan
perombakan
kapal
sesuai
dengan
peraturan klasifikasi. 13. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah. 14. Nakhoda adalah salah seorang dari Awak Kapal yang menjadi pemimpin tertinggi di kapal dan mempunyai wewenang dan
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 75
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP tanggung jawab tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 15. Anak Buah Kapal adalah Awak Kapal selain Nakhoda. 16. Syahbandar adalah pejabat pemerintah di pelabuhan yang diangkat oleh Menteri dan memiliki kewenangan tertinggi untuk menjalankan dan melakukan pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran. 17. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi. 18. Kemasan adalah tempat/pelindung yang berada lebih luar dari wadah
dan
tidak
bahan/barang
berhubungan
berbahaya
dan
langsung
beracun
dengan
(bahan/barang
berbahaya dan beracun). 19. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang tugas tanggungjawabnya di bidang angkutan sungai dan danau. 20. Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang pelayaran. 21. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi 22. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan
Negara
Republik
Indonesia
sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 23. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan
perangkat
daerah
sebagai
unsur
penyelenggara
pemerintahan daerah.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 76
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 24. Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pelayaran.
BAB II KARAKTERISTIK LINTASAN DAN PERSYARATAN OPERASIONAL Bagian Pertama Kharakteristik Lintasan Sungai dan Danau Pasal 2
(1) Dinas
Perhubungan
melakukan
identifikasi
dan
kajian
karakteristik lintasan sungai dan danau yang hasilnya menggambarkan beberapa aspek yaitu sebagai beriku; a. kecepatan arus sungai b. kedalaman air sungai dan danau c.
lebar sungai dan danau
d. bangunan di sekitar sungai dan danau e. fungsi air sungai dan danau f. daerah lingkungan kerja daratan yang digunakan kegiatan fasilitas pokok dan fasilitas penunjang g. daerah lingkungan kerja perairan yang digunakan untuk kegiatan alur pelayaran,
perairan tempat labuh, kolam
pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal sungai dan danau serta perairan untuk
pengembangan
pelabuhan sungai dan danau jangka panjang.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 77
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (2) Dinas perhubungan mengidentifikasi besaran dan kondisi pelabuhan lintasan sungai dan danau yang menghubungkan dua simpul (3) Dinas Perhubungan menginformasikan kepada pengusaha kapal tentang spesifikasi kapal pada lintasan sungai dan danau Bagian Kedua Persyaratan Operasional Kapal Angkutan Sungai dan Danau Pasal 3 (1) Setiap kapal
yang melayani angkutan sungai dan danau
diwajibkan memenuhi persyaratan sebagai berikut; a. memenuhi persyaratan teknis/ kelaikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku b. memiliki fasilitas sesuai dengan spesifikasi teknis prasarana pelabuhan pada trayek yang dilayani c. memiliki
awak
kapal
sesuai
dengan
ketentuan
persyaratan pengawakan untuk kapal kapal sungai dan danau d. memiliki fasilitas utama dan/atau fasilitas pendukung baik bagi kebutuhan awak kapal maupun penumpang, barang dan/atau hewan sesuai dengan persyaratan teknis yang berlaku e. mencantumkan identitas perusahaan/pemilik dan nama kapal yang ditempatkan pada bagian kapal yang mudah dibaca dari samping kiri dan kanan kapal PT. Diksa Intertama Consultan
II - 78
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP f. mencantumkan
informasi/petunjuk
yang
diperlukan
dengan menggunakan bahasa Indonesia (3) Dinas Perhubungan harus memberlakukan ukuran operasional kapal angkutan sungai dan danau dengan ketentuan sebagai berikut; a. setiap kapal yang memiliki ukuran di bawah GT 7 ( < 7 GT ) yang akan dioperasikan untuk melayani angkutan sungai dan danau dapat
diukur, didaftarkan dan memenuhi
persyaratan kelaikan kapal dan
pengawakan kapal dan
mendapat surat ukur sekaligus surat tanda pendaftaran b. setiap kapal yang memiliki ukuran mulai dari GT 7 ke atas (
≥ 7 GT )
yang akan
dioperasikan untuk melayani
angkutan sungai dan danau wajib diukur, didaftarkan, memenuhi
persyaratan
kelaikan
kapal,
persyaratan
pengawakan kapal, dan dapat diberikan tanda kebangsaan dan
mendapat
surat
ukur
sekaligus
surat
tanda
pendaftaran c.
pemberian surat ukur, surat tanda pendaftaran dan tanda pendaftaran,
sertifikat
kelaikan
kapal
dan
pengawakan kapal untuk di bawah GT 7 (
sertifikat
≤ 7 GT )
diberikan oleh Bupati/Walikota sebagai tugas desentralisasi d. Pemberian surat ukur, surat tanda pendaftaran dan tanda pendaftaran,
sertifikat
kelaikan
kapal,
sertifikat
pengawakan kapal, dan surat tanda kebangsaan untuk kapal yang memiliki ukuran mulai dari GT 7 ke atas ( ≥ 7
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 79
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP
GT ) diberikan oleh oleh Bupati/Walikota setempat sebagai tugas pembantuan BAB III LAIK SUNGAI DAN PERSYARATAN KESELAMATAN Bagian Pertama Persyaratan Laik Sungai dan Danau Pasal 4
(1) Pengusaha kapal angkutan sungai dan danau serta Dinas Perhubungan harus melakukan koordinasi dan bekerjasama untuk
memeriksa
persyaratan kapal sebelum ditempatkan
meliputi; a. Persyaratan teknis meliputi: a. memenuhi persyaratan teknis laik berlayar dan standar pelayan minimal kapal
angkutan sungai dan danau
sesuai dengan ketentuan yang berlaku; b. memiliki fasilitas sesuai dengan spesifikasi teknis prasarana pelabuhan angkutan sungai dan danau pada lintas yang dilayani, c. memiliki dan/atau mempekerjakan awak kapal yang memenuhi persyaratan kualifikasi yang diperlukan untuk kapal
angkutan
berbahasa
sungai
Indonesia
dan
danau
dengan
serta
baik
dapat
termasuk
mengetahui kondisi wilayah operasi yang dilayani, d. memiliki fasilitas untuk kebutuhan awak kapal sungai dan danau maupun penumpang dan muatannya sesuai dengan persyaratan teknis yang berlaku, PT. Diksa Intertama Consultan
II - 80
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP e. mencantumkan identitas perusahaan dan/atau
nama
kapal yang secara pribadi ditempatkan pada sebelah samping kiri dan kanan kapal, f. mencantumkan
informasi/petunjuk
yang
diperlukan
dengan menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, (2) Dinas Perhubungan harus melakukan pemeriksaan, bahwa kapal
angkutan sungai dan danau
memiliki persyaratan
keselamatan yang meliputi; a. Material, b. Konstruksi, c. Bangunan, d. Permesinan dan perlistrikan, e. Stabilitas, f. Tata
susunan
serta
perlengkapan
termasuk
perlengkapan alat penolong dan radio, g. Elektronika kapal,
Bagian Kedua Persyaratan Peralatan Keselamatan Pasal 5 (1) Pengusaha kapal dengan GT > 7 memenuhi
sungai dan danau yang memiliki kapal dan /atau geladak tertutup
ketentuan
SOLAS
dengan
diharuskan persyaratan
keselamatan sebagai berikut; a. Resque Boat (Perahu Penyelamat) 1 unit
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 81
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP b. Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang c. Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang d. Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%) e. Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 2 units) f. Emergency Communication (alat komunikasi darurat) g. General Emergency Alarm (alarm darurat umum) h. Life Buoys (pelampung) 4 unit i.
Ruang Perawatan untuk orang sakit
(2) Pengusaha Kapal yang memiliki kapal angkutan Sungai dan danau dengan GT ≤ 7, diwajibakan memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut; a. Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang b. Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya) c. Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%) d. Emergency Communication (alat komunikasi darurat) e. Kompas f. Alat pemadam kebakaran untuk penanganan keadaan darurat, g. Kotak P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan).
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 82
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP BAB IV PENEMPATAN KAPAL Bagian Pertama Penempatan Kapal Baru Pasal 6
(3)
Dinas Perhubungan harus memperhatikan, bahwa dalam penempatan kapal pada setiap lintas angkutan sungai dan danau harus sesuai dengan spesifikasi teknis lintas dan fasilitas pelabuhan penyeberangan yang akan dilayani
(4)
Bilamana kapal tidak memenuhi persyaratan spesifikasi teknis lintas dan fasilitas pelabuhan penyeberangan, kapal tersebut tidak diperbolehkan melakukan operasi Bagian Kedua Penambahan Kapasitas Angkutan Pasal 9
(1)
Dinas Perhubungan harus memperhatikan bahwa dalam rangka penempatan kapal pada setiap lintas angkutan sungai dan danau
harus memperhatikan keseimbangan
antara kebutuhan pengguna jasa dan penyedia jasa angkutan (2)
Dinas
Perhubungan
harus
memperhitungkan
secara
seksama, bahwa dalam rangka penambahan kapasitas
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 83
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP angkutan pada setiap lintas angkutan sungai dan danau dilakukan dengan mempertimbangkan; c. faktor
muat rata-rata kapal pada lintas angkutan
sungai
dan
danau
tersebut
sudah
mencapai
sekurang-kurangnya 70 ( tujuh puluh ) % per tahun; dan d. belum optimalnya frekuensi pelayanan kapal yang ditempatkan (3)
Penambahan frekuensi
kapal atau penambahan jumlah
kapal atau penggantian ukuran kapal yang ditempatkan pada setiap lintas angkutan sungai dan danau, Dinas Perhubungan harus mempertimbangkan spesifikasi teknis lintas dan fasilitas prasarana yang tersedia (4)
Dalam rangka penambahan kapasitas angkut kapal pada setiap
lintas
angkutan
sungai
dan
danau,
Dinas
Perhubungan harus tetap memperhatikan faktor muatan rata-rata sekurang-kurangnya 50 ( lima puluh ) % per tahun dengan tidak menambah waktu sandar dan waktu berlayar dari masing-masing kapal Pasal 10 (1)Dalam rangka pengembangan atau pengisian lintas angkutan sungai dan danau penempatan
yang membutuhkan penambahan atau
kapal,
Dinas
Perhubungan
harus
mempertimbangan pada;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 84
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP a. untuk pengembangan lintas angkutan sungai dan danau yang sudah beroperasi harus memperhatikan beberapa aspek; 1) jumlah trip per hari dan jumlah kapal yang diizinkan melayani lintas yang ditetapkan 2) jumlah kapasitas kapal rata-rata tersedia 3) jumlah kapasitas kapal rata-rata terpakai 4) faktor muat 5) fasilitas prasarana pelabuhan yang tersedia dan/atau; 6) tingkat kemampuan pelayaran alur
b. untuk pengisian lintas baru harus memperhatikan beberapa faktor sebagai berikut; 1) tersedia prasarana pelabuhan yang memadai 2) potensi bangkitan angkutan 3) potensi ekonomi wilayah
(2)Dinas
Perhubungan
di
dalam
rangka
penambahan
atau
penempatan kapal, harus dilandasi dari hasil evaluasi sebagai pertimbangan untuk memberikan persetujuan
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 85
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP BAB V PERMOHONAN, UJI COBA DAN KEWENANGAN Bagian Pertama Permohonan Pasal 11 (1) Pengusaha kapal angkutatan sungai dan danau mengajukan permohonan dilengkapi dengan beberapa persyaratan yaitu sebagai berikut; a. memiliki izin usaha angkuitan sungai dan danau b. memiliki kapal berbendera Indonesia yang memenuhi persyaratan teknis/kelaikan; c. memiliki tenaga ahli dibidang angkutan sungai dan danau d. telah sesuai dengan lintas/trayek yang ditetapkan (2) Kapal yang diajukan oleh pengusaha kapal angkutan sungai dan danau sebelumnya telah diperiksa oleh pejabat yang berwenang (Dinas Perhubungan ) yang berkaitan dengan kondisi kapal dengan persyaratan sebagai berikut; a. memenuhi
persyaratan
teknis/kelaikan
sesuai
dengan
ketentuan yang berlaku; b. memiliki
fasilitas
sesuai
dengan
spesifikasi
teknis
prasarana pelabuhan pada trayek yang dilayani; c. memiliki awak kapal sesuai dengan ketentuan persyaratan pengawakan untuk kapal sungai dan danau d. memiliki fasilitas utama dan/atau fasilitas pendukung baik bagi kebutuhan awak kapal maupun penumpang, barang
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 86
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP dan/atau hewan, sesuai dengan persyaratan teknis yang berlaku; e. mencantumkan identitas perusahaan/pemilik dan nama kapal yang ditempatkan pada bagian kapal yang mudah dibaca dari samping kiri dan kanan kapal; f. mencantumkan informasi/petunjuk yang diperlukan dengan menggunakan bahasa Indonesia”. g. memiliki tenaga ahli dalam pengelolaan usaha angkutan sungai dan danau h. memiliki surat keterangan domisili perusahaan i. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP ) j. permohonan telah dilengkapi dengan dokumen yang meliputi; 1) surat izin usaha angkutan sungai dan danau 2) bukti kesiapan kapal angkutan sungai dan danau untuk dioperasikan, antara lain; a) memiliki
surat
kesempurnaan
dari
Dinas
Perhubungan b) kapal sesuai dengan spesifikasi teknis lintas dan pelabuhan angkutan sungai dan danau yang akan dilayani c) nama dan ukuran kapal ( GRT ) d) lintas yang akan dilayani e) NPWP
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 87
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP Bagian Kedua Uji Coba Pasal 12 (1) Sebelum diberikan persetujuan penempatan
kapal angkutan
sungai dan danau , Dinas Perhubungan dan Pengusaha Kapal secara bersama-sama melakukan uji coba pelayaran
pada
lintasan yang akan dilayani. (2) Bilamana persyaratan
masih
terdapat
teknis
dan
ketidak
persyaratan
sesuaian
terutama
keselamatan,
peralatan keselamatan, maka Pengusaha Kapal
serta
angkutan
sungai dan danau diharuskan memenuhinya sesuai dengan perayaratan yang telah ditetapkan
Bagian Ketiga Kewenangan Pasal 13 Kewenangan ijin penempatan angkutan lintas sungai dan danau adalah sebagai berikut;: a. Ijin penempatan angkutan lintas sungai dan danau dalam Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota. b. Ijin penempatan angkutan lintas sungai dan danau antar Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Gubernur. c. Ijin penempatan angkutan lintas sungai dan danau
antar
Provinsi dan atau antar negara ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 88
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP
5. Sispro
Penanganan
Kebakaran
Kapal
Penyeberangan
KEPUTUSAN
DIREKTUR
JENDERAL
PERHUBUNGAN
DARAT NOMOR. .............................................................................. TENTANG SISPRO PENANGANAN KEBAKARAN KAPAL PENYEBERANGAN
DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT
Menimbang
:
Keadaan
Darurat
Penanganan
Kebakaran
Kapal
Penyeberangan selama ini belum ada Sispro yang mengatur dalam penanganan Keadaan darurat adanya kecelakaan maupun insiden yang tidak diinginkan berupa kejadian Kebakaran Kapal Penyeberangan. Sispro ini dimaksudkan untuk
mengatur langkah-langkah yang
harus dilaksanakan dalam penanganan keadaan darurat secara cepat dan tepat.
Mengingat : 1.
Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pasal 244, Pasal 245 - Pasal 249, Pasal 258 dan Pasal 259.
2.
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan pada Pasal 92 ayat (1.a)
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 89
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 3.
Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan Pasal 81, Pasal 83, Pasal 84, dan Pasal 86 .
4.
Keputusan Menteri 2001
Perhubungan No. 32
tentang
Penyelenggaraan
Tahun
Angkutan
Penyeberangan Pasal 10 5.
Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor:
SK.
2681/AP.005/DRJD/2006
tentang
Pengoperasian Pelabuhan Penyeberangan Pasal19 Ayat (1, 2 dan 4). MEMUTUSKAN: Menetapkan: KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG SISPRO PENANGANAN KEBAKARAN KAPAL PENYEBERANGAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan;
1. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun, yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawa permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah 2. Keadaan darurat adalah keadaan dimana prosedur yang berlaku dalam pe
layanan pelabuhan tidak berjalan sesuai dengan peraturan yang
berlaku 3. Awak kapal adalah orang yang bekerja atau diperkerjakan di atas kapal oleh
pemilik atau operator kapal untuk melaksanakan tugas di atas
kapal sesuai
dengan jabatannya yang tercantum dalam buku sijil
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 90
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 4. Nahkoda adalah seorang dari awak kapal yang menjadi pimpinan umum di atas serta mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan
peraturan yang berlaku
BAB II PEMBERITAHUAN KEADAAN DARURAT Pasal 2
1. Setiap orang termasuk ABK/Crew yang mengetahui kejadian adanya kebakaran di atas kapal, segera menginformasikan kepada petugas jaga/Nahkoda 2. Nahkoda selaku pemimpin tertinggi dalam Kapal, segera mengambil alih Komando dan melakukan koordinasi pada ABK untuk menangani Kebakaran dan secara simultan membunyikan tanda bahaya alarm 3. ABK memberikan pengumuman, agar penumpang semua tenang dan menempati tempat semula, dan menangani kebakaran sesuai dengan SIJIL KEBAKARAN 4. Apabila kebakaran semakin tinggi dan kapal tidak sulit melanjutkan perjalanan, maka tindakan secara simultan
yang dilakukan oleh
Nahkoda adalah menghubungi; Kapal yang sedang berlayar, TNI AL, dan Syahbandar melalui Petugas STC 5. Apabila kebakaran dapat diatasi, maka perjalanan kapal dapat dilanjutkan 6.
Bilamana kebakaran tidak dapat diatasi, Nahkoha memerintahkan penumpang meninggalkan kapal, dan ABK menyiapkan berbagai peralatan
7. Untuk
mengurangi tingkat kebakaran yang semakin tinggi, Nahkoda
segera memerintahkan untuk membuang barang/kendaraan ke laut
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 91
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP BAB III PENANGANAN KEADAAN DARURAT DI KAPAL Pasal 3
1. Tugas Jaga di Anjungan menentukan posisi kapal pada saat kejadian kebakaran dan ditulis dalam jurnal kapal 2. Juru mudi siap dianjungan dan melaksanakan instruksi dari Nahkoda 3. Makronis melakukan tugasnya sbb; a. Menyiapkan peralatan komunikasi untuk hubungan dengan darat atau dengan kapal lain jika dibutuhkan b. Menyiapkan surat – surat kapal c. Menyiapkan alat komunikasi ( H.T ) untuk regu pengendali kejadian d. Memberitahu awak kapal dan penumpang tentang keadaan darurat yang terjadi di Kapal melalui Publicaddreseor 4. Masinis Jaga segera menuju tempat Pompa Pemadam Kebakaran untuk Menyiapkan dan menghidupkan Pompa Bilga di Kamar Mesin 5. Regu Pemadam Kebakaran segera menyiapkan Peralatan Breating Aparatus, peralatan P3K, dan melaksanakan pemadam kebakaran sesuai dengan Sijil Kebakaran
BAB IV TIM TANGGAP DARURAT Pasal 4
1. Nahkoda segera mengirim berita kebakaran kapal kepada petugas STC ( Ship Traffic Control) 2. Petugas Radio di Pelabuhan yaitu Bagian STC ( Ship Trafic Control ) yg
menerima keadaan darurat segera meneruskan ke Manajer
Operasional.
Bilamana Kapal Memiliki GMDSS, petugas radio darat
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 92
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP dapat berhubungan
langsung dengan Kapal yang sedang mengalami
kebakaran 3. Manajer operasional segera menghubungi Kepala Pelabuhan tentang keadaan darurat kapal penyeberangan, berikut lokasi Lokasi Kejadian, jumlah penumpang dan jenis bantuan yang diperlukan 4. Kepala Pelabuhan, segera melakukan koordinasi dengan SAR, Polisi Air 5. SAR
Pemadam Kebakaran, TNI AL mengevakuasi
penumpang, sementara Pemadam Kebakaran
dan Polisi Air berusaha memadamkan kebakaran 6. Penumpang yang mengalami luka maupun yang tewas, petugas SAR membawa ke Rumah Sakit untuk diotopsi.
BAB V TINGKATAN KEADAAN DARURAT Pasal 5 1. Peringatan Tingkat 1 Setiap insiden/kecelakaan yang dapat ditangani, wajib dikomunikasikan oleh Nahkoda dan setiap awak pada instansi terkait 2. Peringatan 2 Setiap insiden/kecelakaan yang memerlukan Tim untuk mengatasi ter masuk mengevakuasi penumpang. 3. Peringatan 3 Setiap insiden/kecelakaan yang memerlukan Tim/Pasukan untuk mengendalikan dan mengatasinya termasuk mengevakuasi penumpang dan semua awak kapal BAB VI KOMUNIKASI DARAT Pasal 6 1. Untuk memudahkan komunikasi dalam keadaan darurat/kebakaran kapal,Nahkoda harus memiliki Daftar Kontak berupa No. telepon Kantor
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 93
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP Pelabuhan yang dilintasi, Rumah dan Handpone Pejabat PT. ASDP Indonesia Ferry ( Persero ), dan seluruh anggota Tim Tanggap Darurat serta Instansi yang terkait 2. Daftar Kontak telepon alamat penumpang dan Awak Kapal
BAB VII SISTEM KOMUNIKASI Pasal 7 1. Pemilik Kapal, menyediakan frekuensi Radio, sehingga bilamana terjadi keadaan darurat, Nahkoda dapat menggunakan untuk memancarkan ke berbagai radio di darat, misalnya dengan frekuensi 2182 KHZ, 6215 KHZ, 8291 KHZ, 156.8 MHZ. 2. Kapal yang dilengkapai dengan fasilitas GMDSS dapat berhubungan langsung dengan petugas pelabuhan di darat 3. Kepala Pelabuhan harus menyiapkan personil di darat untuk memonitor pe
layaran kapal.
4. Stasiun radio di darat standby di frekuensi 9158 KHZ sebagai media komunikasi dengan kantor Pusat atau dengan stasiun cabang lainnya serta memantau operasional 5. Sistem komunikasi dengan Tim Tanggap Darurat untuk pelayaran jarak dekat dapat menggunakan VHF, SSB, HT, Handpone, Telepon Satelit
BAB VIII ANALISA DAN EVALUASI TERHADAP KEJADIAN Pasal 8
Nahkoda berkewajiban untuk membuat analisa/evaluasi kecelakaan yang terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang serupa
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 94
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP BAB IX LAPORAN DAN RETENSI ARSIP Pasal 9 1. Nahkoda berkewajiban untuk mengirim semua dokumen kejadian ke kantor
Cabang
2. Semua dokumen hasil analisa/evaluasi oleh Kantor Cabang dikirim ke Kantor Pusat 3. Nahkoda dan Kantor Cabang berkewajiban untuk mengarsip semua dokumen jadian ( laporan kejadian, proses penanganan, berita acara, hasil evaluasi dan analisa ) dengan masa retensi 2 tahun.
BAB X PEMELIHARAAN PERALATAN PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT Pasal 10
Bagian Peralatan Pelabuhan
penanggulangan keadaan darurat
harus
diinventarisir, dipelihara agar selalu siap untuk dipergunakan sesuai rencana yang ditetapkan dan dicatat kinerjanya berikut pemeliharaannya
BAB XI PELATIHAN KEADAAN DARURAT Pasal 11
1. Oleh
ABK
dan
Awak
Pelabuhan,
perlu
melakukan
sistem
penanggulangan dan kesiagaan keadaan darurat secara periodik, sehingga profesionalisme orang tersebut dapat lebih handal 2. Latihan Keadaan Darurat/Bahaya perlu dilakukan secara periodik untuk menguji kemampuan peralatan, komunikasi dan sistem evakuasi yang di tetapkan.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 95
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 3. Latihan peran kebakaran kapal 1(satu) kali dalam 1 (satu) minggu atau paling sedikit 1 (satu) kali dalam pelayaran jika lama berlayar kurang dari 1(satu) minggu. 4. Peralatan yang digunakan setiap latihan harus digunakan secara bergiliran dan bergantian.
6. Sispro Penanganan Meninggalkan Kapal
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR. ...................................................................................... TENTANG SISPRO PENANGANAN MENINGGALKAN KAPAL DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT
Menimbang
:
Keadaan Darurat
Penanganan Meninggalkan Kapal
selama ini belum ada Sispro yang mengatur dalam penanganan
Keadaan
darurat
adanya
kecelakaan
maupun insiden yang tidak diinginkan berupa kejadian Kebakaran Kapal , kapal kandas, dan tumbrukan kapal yang perlu dilakukan penanganan meninggalkan kapal. Sispro ini dimaksudkan untuk mengatur langkah-langkah yang harus dilaksanakan dalam penanganan keadaan darurat secara cepat dan tepat.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 96
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP Mengingat : 1.
Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pasal 244, Pasal 245 - Pasal 249, Pasal 258 dan Pasal 259.
2.
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan pada Pasal 92 ayat (1)
3.
Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan Pasal 81, Pasal 83, Pasal 84, dan Pasal 86 .
4.
Keputusan Menteri 2001
tentang
Perhubungan No. 32 Penyelenggaraan
Tahun
Angkutan
Penyeberangan Pasal 10 5.
Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor:
SK.
2681/AP.005/DRJD/2006
tentang
Pengoperasian Pelabuhan Penyeberangan Pasal 19 Ayat ( 1,2 dan 4).
MEMUTUSKAN: Menetapkan:
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG SISPRO PENANGANAN MENINGGALKAN KAPAL BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
1. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun, yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawa permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah
2. Keadaan darurat adalah keadaan dimana prosedur yang berlaku dalam pe
layanan pelabuhan tidak berjalan sesuai dengan peraturan yang
berlaku
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 97
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 3. Awak kapal adalah orang yang bekerja atau diperkerjakan di atas kapal oleh
pemilik atau operator kapal untuk melaksanakan tugas di atas
kapal sesuai
dengan jabatannya yang tercantum dalam buku sijil
4. Nahkoda adalah seorang dari awak kapal yang menjadi pimpinan umum di atas serta mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan
peraturan yang berlaku
BAB II PEMBERITAHUAN KEADAAN DARURAT Pasal 2 (1) Nakhoda memerintahkan kepada semua penumpang dan ABK untuk meninggalkan kapal apabila kondisi kapal mengalami kerusakan yang fatal sehingga kapal tidak bisa melanjutkan pelayaran . (2) Sebagai tanda untuk segera meninggalkan kapal, maka Nakhoda membunyikan Alarm / tanda bahaya sesuai dengan kejadiannya. (3) Marconis melakukan tugasnya dengan memancarkan Berita Mara Bahaya. (4) Nakhoda memerintahkan kepada ABK untuk menghubungi SAR, Stasiun Pantai atau Kapal sekitarnya untuk meminta bantuan untuk kondisi darurat kapal dengan mengikuti prosedur komunikasi yang berlaku.
BAB III PENANGANAN KEADAAN DARURAT DI KAPAL Pasal 3 1. ABK melaksanakan tugasnya sesuai dengan SIJIL MENINGGALKAN KAPAL 2. ABK
membimbing
para
penumpang
untuk
menggunakan
Life
Jacket/Pelampung. Kemudian Life Jacket/Pelampung ikatkan dan kencangkan sesuai dengan aturan pemakaian
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 98
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 3. ABK menurunkan Sekoci penolong dan melaporkan kepada Nakhoda bahwa persiapan telah dilakukan. 4. Para penumpang yang meninggalkan kapal dengan sekoci/ILR sesuai dengan nomor sekoci/ILR dan ABK .membantu dalam menurunkan sekoci ke air, menstart mesin, dan melepaskan kaitan sekoci dengan kapal. 5. Penumpang yang akan melakukan tindakan terjun ke laut, oleh ABK diberi petunjuk mengenai tata cara terjun dilaut: a.
Sebelum terjun ke air, berusaha untuk turun sedekat mungkin dengan permukaan air.
b.
Pakai dan ketatkan alat pelampung
c.
Sebelum terjun ke air, perhatikan apakah tempat jatuh anda bebas dari orang lain, benda-benda yang mencuat atau reruntuhan.
d.
Lindungi mulut dan pencet hidung dengan jari.
e.
Eratkan pelampung dengan jalan menyilangkan lengan yang bebas di depan dada dan memegang tali pangkal alat pelampung.
6. Para Penumpang yang berada di laut dengan cara terjun kelaut, segera dilakukan pertolongan untuk naik ke Sekoci/ILR.
BAB IV TIM TANGGAP DARURAT Pasal 4 (1) Tim Tanggap Darurat meliputi Tim Tanggap Darurat Pusat dan Tim Tanggap Darurat Cabang. Bertanggung jawab atas semua aktifitas di darat berkaitan dengan semua tugas pelaksanaan keadaan darurat di atas kapal. termasuk Pengendali Dokumen dan Petugas STC (Ship Traffic Control). (2) Petugas Radio di Pelabuhan yaitu di bagian STC (Ship Traffic Control) yang menerima keadaan darurat dari kapal yang meminta bantuan harus segera memberitahukan kepada Manajer Operasional. Apabila
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 99
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP kapal dilengkapi dengan fasilitas GMDSS petugas radio darat dapat langsung berhubungan dengan kapal. Berita yang diterima harus dicatat dibuku jurnal radio. (3) Manajer Operasional segera menghubungi Kepala Pelabuhan mengenai keadaan darurat kapal dengan merinci kondisi yang ada, yaitu lokasi kejadian, jumlah penumpang dan jenis bantuan yang diperlukan. (4) Kepala Pelabuhan sebagai Tim Tanggap Darurat yang bertanggung jawab didarat untuk keadaan darurat di kapal, segera menghubungi SAR dan petugas yang berwenang untuk segera mengirim tim SAR untuk mencari dan menyelamatkan penumpang (5) Tim Tanggap Darurat cabang yang menerima informasi keadaan darurat Kapal, harus segera menghubungi Tim Tanggap Darurat Pusat dan sebaliknya.. (6) Semua Anggota Tim Tanggap Darurat berkumpul (7) Ruang dan peralatan penunjang Tim Tanggap darurat telah disiapkan (8) Melakukan Jalur Komunikasi antara : a.
Kapal dengan Tim Tanggap Darurat Kantor Cabang
b.
Kapal dengan Tim Tanggap Darurat Kantor Pusat
c.
Tim Tanggap Darurat Kantor Cabang dengan kantor Pusat
d.
Tim Tanggapa Darurat dengan Direksi
(9) Merinci Laporan dari Kapal / Cabang yang meliputi informasi data-data : a.
Jenis Kejadian yang dialami
b.
Posisi kapal/lokasi kejadian yang telah diplot dalam peta
c.
Waktu kejadian (Jam, Hari, Tanggala, Bulan dan Tahun)
d.
Jumlah Muatan (Penumpang/Kendaraan/Barang)
e.
Ada tidaknya korban dalam insiden atau kecelakaan yang terjadi
f.
Tindakan penanganan yang sudah dilakukan
g.
Jenis pertolongan yang diminta oleh kapal/cabang .
(10) Melakukan kontak dengan instansi yang terkait, antara lain: a.
Syahbandar
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 100
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP b.
Badan SAR Nasional
c.
Rumah Sakit
d.
KPPP
e.
TNI AL
f.
Kepolisian
g.
Instansi terkait lainnya.
(11) Mengambil tindakan penanganan yang diperlukan untuk memberikan dukungan ke kapal sesuai dengan permintaan Nakhoda (12) Melakukan peninjauan terhadap tambahan tenaga yang dikirim ke lokasi kejadian (13) Bila dianggap perlu, melakukan kontak langsung dengan keluarga terdekat awak kapal dan menjelaskan kejadian serta tindakan bantuan yang sudah/akan dilakukan. (14) Menunjuk personil yang mengatur keberangkatan Direksi ke Lokasi kejadian (15) Melakukan peninjauan perlu tidaknya dilakukan evakuasi (16) Bila diperlukan evakusi, segera disampaikan kepada semua anggota Tim. (17) Untuk
mempercepat
pertolongan
,
segera
disiapkan
tempat
penampungan dan pengobatan semetara bagi penumpang yang mengalami luka. Tim Medis, obat-obatan dan kendaraan ambulan siap siaga selama proses evakuasi korban berlangsung. (18) Penumpang yang mengalami luka ringan bisa ditangani di lokasi penampungan, korban yang luka parah dan meninggal segera di bawa ke rumah sakit terdekat untuk proses pengobatan dan identifikasi bagi yang meninggal. (19) Korban musibah baik penumpang maupun awak kapal yang meninggal
yang
telah
diidentifikasi
segera
diumumkan
kepada
masyarakat umum melalui media cetak,audio dan visual. Keluarga
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 101
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP korban yang bisa dihubungi segera dihubungi mengenai kondisi korban yang sebenarnya. (20) Bila dianggap perlu , menunjuk personil yang bertugas untuk menjelaskan tentang insiden/kecelakaan kapal kepada media masa atas izin Direksi. (21) Tim Tanggap Darurat segera memberikan penjelasan mengenai proses pertolongan dan kondisi Korban.
BAB V TINGKATAN KEADAAN DARURAT Pasal 5 4. Peringatan Tingkat 1 Setiap insiden/kecelakaan yang dapat ditangani, wajib dikomunikasikan oleh Nahkoda dan setiap awak pada instansi terkait 5. Peringatan 2 Setiap insiden/kecelakaan yang memerlukan Tim untuk mengatasi ter masuk mengevakuasi penumpang. 6. Peringatan 3 Setiap insiden/kecelakaan yang memerlukan Tim/Pasukan untuk mengendalikan dan mengatasinya termasuk mengevakuasi penumpang dan semua awak kapal
BAB VI KOMUNIKASI DARAT Pasal 6 2. Untuk memudahkan komunikasi dalam keadaan darurat/kebakaran kapal,Nahkoda harus memiliki Daftar Kontak berupa No. telepon Kantor Pelabuhan yang dilintasi, Rumah dan Handpone Pejabat PT. ASDP Indonesia Ferry ( Persero ), dan seluruh anggota Tim Tanggap Darurat serta Instansi yang terkait
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 102
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 2. Daftar Kontak telepon alamat penumpang dan Awak Kapal BAB VII SISTEM KOMUNIKASI Pasal 7 6. Pemilik Kapal, menyediakan frekuensi Radio, sehingga bilamana terjadi keadaan darurat, Nahkoda dapat menggunakan untuk memancarkan ke berbagai radio di darat, misalnya dengan frekuensi 2182 KHZ, 6215 KHZ, 8291 KHZ, 156.8 MHZ. 7. Kapal yang dilengkapai dengan fasilitas GMDSS dapat berhubungan langsung dengan petugas pelabuhan di darat 8. Kepala Pelabuhan harus menyiapkan personil di darat untuk memonitor pe
layaran kapal.
9. Stasiun radio di darat standby di frekuensi 9158 KHZ sebagai media komunikasi dengan kantor Pusat atau dengan stasiun cabang lainnya serta memantau operasional 10. Sistem komunikasi dengan Tim Tanggap Darurat untuk pelayaran jarak dekat dapat menggunakan VHF, SSB, HT, Handpone, Telepon Satelit
BAB VIII ANALISA DAN EVALUASI TERHADAP KEJADIAN Pasal 8 Nahkoda berkewajiban untuk membuat analisa/evaluasi kecelakaan yang terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang serupa
BAB IX LAPORAN DAN RETENSI ARSIP Pasal 9 2. Nahkoda berkewajiban untuk mengirim semua dokumen kejadian ke kantor
Cabang
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 103
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 4. Semua dokumen hasil analisa/evaluasi oleh Kantor Cabang dikirim ke Kantor Pusat 5. Nahkoda dan Kantor Cabang berkewajiban untuk mengarsip semua dokumen jadian ( laporan kejadian, proses penanganan, berita acara, hasil evaluasi dan analisa ) dengan masa retensi 2 tahun.
BAB X PEMELIHARAAN PERALATAN PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT Pasal 10 Bagian Peralatan Pelabuhan
penanggulangan keadaan darurat
harus
diinventarisir, dipelihara agar selalu siap untuk dipergunakan sesuai rencana yang ditetapkan dan dicatat kinerjanya berikut pemeliharaannya
BAB XI PELATIHAN KEADAAN DARURAT Pasal 11
5. Oleh
ABK
dan
Awak
Pelabuhan,
perlu
melakukan
sistem
penanggulangan dan kesiagaan keadaan darurat secara periodik, sehingga profesionalisme orang tersebut dapat lebih handal 6. Latihan Keadaan Darurat/Bahaya perlu dilakukan secara periodik untuk menguji kemampuan peralatan, komunikasi dan sistem evakuasi yang di tetapkan. 7. Latihan peran meninggalkan kapal 1(satu) kali dalam 1 (satu) minggu atau paling sedikit 1 (satu) kali dalam pelayaran jika lama berlayar kurang dari 1(satu) minggu. 8. Peralatan yang digunakan setiap latihan harus digunakan secara bergiliran dan bergantian.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 104
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP
7.Sispro Penanganan Kebakaran di Pelabuhan
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR. ...................................................................................... TENTANG SISPRO PENANGANAN KEBAKARAN DI PELABUHAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT
Menimbang
:
Keadaan Darurat Penanganan Kebakaran di Pelabuhan selama ini belum ada Sispro yang mengatur dalam penanganan
Keadaan
darurat
adanya
kecelakaan
maupun insiden yang tidak diinginkan berupa kejadian Kebakaran di Pelabuhan. Sispro ini dimaksudkan untuk mengatur langkah-langkah yang harus dilaksanakan dalam penanganan keadaan darurat secara cepat dan tepat.
Mengingat : 1.
Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pasal 87 dan Pasal 121
2.
Peraturan Pemerintah No 69 tahun 2001 tentang Kepelabuhanan Pasal 38.
3.
Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor:
SK.
2681/AP.005/DRJD/2006
tentang
Pengoperasian Pelabuhan Penyeberangan Pasal 5 Ayat (3), Pasal 6 Ayat (1), Pasal 19 Ayat (3 dan 4).
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 105
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP MEMUTUSKAN: Menetapkan:
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG SISPRO PENANGANAN KEBAKARAN DI PELABUHAN.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan;
1. Keadaan darurat adalah keadaan dimana prosedur yang berlaku dalam pe
layanan pelabuhan tidak berjalan sesuai dengan peraturan yang
berlaku. 2. Kepala Pelabuhan adalah kepala Pelabuhan ASDP 3. Penyelenggara pelabuhan adalah unit pelaksana teknis/satuan 4 kerja pelabuhan ASDP 4. Tim Tanggap Darurat adalah satuan tugas yang bertanggung jawab di darat pada saat terjadinya keadaan darurat di kapal maupun di area pelabuhan, yang melekat pada jabatan struktural di kantor Pusat ( dirangkap oleh pejabat struktural Kantor Pusat ) 5. Tim Tanggap Darurat Cabang adalah satuan tugas yang bertanggung jawab di darat pada saat terjadinya keadaan darurat
kapal
di
pelabuhan maupun area pelabuhan, yang melekat pada jabatan struktural di Kantor Cabang BAB II PEMBERITAHUAN KEADAAN DARURAT Pasal 2
1. Setiap orang yang mengetahui adanya kapal kebakaran di pelabuhan dan/atau
barang yang ada di area pelabuhan wajib diinformasikan
kepada Awak Pelabuhan/keamanan pelabuhan
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 106
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 2. Awak
pelabuhan/keamanan
pelabuhan
segera
menginformasikan
kepada Kepala Pelabuhan untuk segera mengambil tindakan. 3. Untuk
kapal
yang
mengalami
kebakaran,
Nahkoda
segera
menginformasikan kepada ABK . BAB III PENANGANAN KEADAAN DARURAT DI PELABUHAN Pasal 3
Kepala Pelabuhan segera mengambil tindakan sebagai berikut;
1. Menginstruksikan
Masinis Kapal mematikan mesin, bilamana dalam
kondisi hidup. 2. Menginstruksikan semua Awak Pelabuhan memadamkan kebakaran, dengan menggunakan Tabung Gas Dorong dan Dranf Air 3. Menginstrusikan Pejaga Pintu masuk pelabuhan untuk menutup pintu, agar
kendaraan/orang tidak masuk, sekaligus mengarahkan semua
kendaraan /orang yg ada di dalam pelabuhan ke luar 4. Kapal
yang sedang berlabuh, segera meningalkan pelabuhan ke
tempat yang lebih nyaman. 5. Kepala Pelabuhan segera menggunakan CCTV ( Control Condition Televisi ) pelabuhan, untuk mengetahui di bagian mana yang perlu segera
dibantu
untuk
mengatasi
kebakaran,
dan
segera
menginstruksikan semua Awak Pelabuhan untuk mengatasinya. 6. Pemadaman kebakaran dioptimalkan dengan memberdayakan semua Awak Pelabuhan termasuk
peralatan yang ada, namun bilamana
kebakaran tidak dapat di atasi, maka Kepala Pelabuhan segera bertindak sebagai berikut; a.
Meminta bantuan kepada Pemadam Kebakaran,
Pemerintah
daerah setempat / terdekat
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 107
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP b.
Meminta bantuan kepada SAR, Polisi Air, Angkatan Laut, Pelindo untuk segera memadamkan kebakaran
c. Menginstruksikan kepada ABK, segera mengeluarkan dan/atau membuang ke laut barang yang justru dapat memicu kebakaran yg lebih hebat BAB IV ANALISA DAN EVALUASI TERHADAP KEJADIAN Pasal 4 Kepala
Pelabuhan
berkewajiban
kebakaran Yang terjadi
untuk
membuat
sebagai bahan pelajaran
analisa/evaluasi untuk mencegah
terulang kembali BAB V LAPORAN DAN RETENSI ARSIP Pasal 5
1. Kepala Pelabuhan
berkewajiban untuk mengirim semua dokumen
kejadian ke Kantor Pusat 2. Kepala Pelabuhan peristiwa
berkewajiban untuk mengarsip semua dokumen
kebakaran ( laporan kejadian, proses penanganan, berita
acara, hasil evaluasi dan analisa )
BAB VI PEMELIHARAAN PERALATAN PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT Pasal 6
Bagian Peralatan Pelabuhan penanggulangan keadaan darurat/Kebakaran wajib menginventarisasi, memelihara semua peralatan agar selalu siap untuk digunakan, sekaligusn kinerjanya
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 108
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP BAB VII PELATIHAN KEADAAN DARURAT Pasal 7 1. Awak Pelabuhan, perlu kesiagaan
melakukan sistem penanggulangan dan
keadaan darurat secara periodik, sehingga
profesionalisme Awak Pelabuhan
menangani kebakaran/darurat
tetap terjamin 2. Latihan Keadaan Darurat/Kebakaran perlu dilakukan secara periodik untuk
menguji
evakuasi yang di
kemampuan
peralatan, komunikasi dan sistem
tetapkan
8. Sispro Penanganan Orang Jatuh ke Laut KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR. ...................................................................................... TENTANG SISPRO PENANGANAN ORANG JATUH KE LAUT
DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT
Menimbang
: Keadaan Darurat
Penanganan Orang Jatuh ke Laut
selama ini belum ada Sispro yang mengatur dalam penanganan
Keadaan
darurat
adanya
kecelakaan
maupun insiden yang tidak diinginkan berupa kejadian Orang Jatuh ke Laut. Sispro ini dimaksudkan untuk mengatur langkah-langkah yang harus dilaksanakan
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 109
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP dalam penanganan keadaan darurat secara cepat dan tepat.
Mengingat :
1.
Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pasal 244 Ayat ( 1- 3), Pasal 245 – 246, Pasal 248 - 249, Pasal 258 dan Pasal 259.
2.
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan pada Pasal 92 ayat (1)
3.
Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan Pasal 82, Pasal 83, Pasal 84, dan Pasal 86 .
4.
Keputusan Menteri 2001
Perhubungan No. 32
tentang
Penyelenggaraan
Tahun
Angkutan
Penyeberangan Pasal 10
MEMUTUSKAN: Menetapkan:
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG SISPRO PENANGANAN ORANG JATUH KE LAUT
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 110
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 1. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun, yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah 2. Keadaan darurat adalah keadaan dimana prosedur yang berlaku dalam pe
layanan pelabuhan tidak berjalan sesuai dengan peraturan yang
berlaku 3. Kepala Pelabuhan adalah kepala Pelabuhan ASDP 4. Penyelenggara pelabuhan adalah unit pelaksana teknis/satuan 4 kerja pelabu
han ASDP
5. Tim Tanggap Darurat adalah satuan tugas yang bertanggung jawab di darat pada saat terjadinya keadaan darurat di kapal maupun di area pelabuhan, yang melekat pada jabatan struktural di kantor Pusat ( dirangkap oleh pejabat struktural Kantor Pusat ) 6. Tim Tanggap Darurat Cabang adalah satuan tugas yang bertanggung jawab
di darat pada saat terjadinya keadaan darurat kapal di
pelabuhan maupun area pelabuhan, yang melekat pada jabatan struktural di Kantor Cabang
BAB II PEMBERITAHUAN KEDAAN DARURAT Pasal 2
1. Setiap orang yang mengetahui, ada orang jatuh ke laut dari atas kapal harus
memberitahukan “ SEKUAT-KUATNYA BERTERIAK ADA
ORANG JATUH KE LAUT “
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 111
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 2. Orang yang mendengan Teriakan tersebut segera
diberitahukan
kepada ABK dan segera membunyikan alarm/suling
sebagai tanda
mesin Kepal segera
dimatikan, dan secara simultan ABK tersebut
segera melaporkan ke Nahkoda BAB III PERSIAPAN PERTOLONGAN SESUAI DENGAN SIJIL Pasal 3
1. Nahkoda segera memerintahkan peralatan
kepada ABK mempersiapkan
pertolongan ( tali, pelampung, boat kecil yang ada )
2. Melemparkan pelampung kepada orang yang jatuh atau benda lainnya sebagai pegangan sementara 3. Nahkoda melakukan tindakan sebagai berikut : a.
Menyiapkan stand by olah gerak/siap Bantu,
b.
Mengkomunikasikan dengan dengan sekitarnya
kapal yang berlayar
di
atau kepada para nelayan di sekitarnya
BAB IV TINDAKAN PERTOLONGAN Pasal 4 1. ABK
menurunkan tangga, sebagai jalan
ke bahwah atau ke laut
sekaligus membawa pelampung dan tali. 2. ABK menurunkan sekoci ke bawah untuk digunakan menolong korban. 3. ABK melempar tali kepada korban, sebagai pegangan untuk dapat naik ke atas boat/ sekoci. 4. ABk membawa korban ke atas kapal melalui tangga yang telah disediakan,
dan selanjutnya
dibawa ke Ruang
Pemeriksaan
Kesehatan.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 112
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 5. Bilamana korban, mengalami luka, Dokter langsung melakukan pertolongan. 6. Korban dipersilahkan ke luar, bilamana korban sudah sehat.
BAB V PENCATATAN Pasal 5 Nahkoda, harus mencatat kronologis jatuhnya orang
dari Kapal, dan
menyimpan sebagai dokumentasi
9.Sispro Penanganan Kebakaran Kapal Sungai
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR. ...................................................................................... TENTANG SISPRO PENANGANAN KEBAKARAN KAPAL SUNGAI
DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT
Menimbang
: Keadaan Darurat Penanganan Kebakaran Kapal Sungai selama ini belum ada Sispro yang mengatur dalam penanganan
Keadaan
darurat
adanya
kecelakaan
maupun insiden yang tidak diinginkan berupa kejadian Kebakaran Kapal Sungai. Sispro ini dimaksudkan untuk mengatur langkah-langkah yang harus dilaksanakan
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 113
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP dalam penanganan keadaan darurat secara cepat dan tepat.
Mengingat :
1. Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pasal 244, Pasal 245 - Pasal 249, Pasal 258 dan Pasal 259. 2. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan pada Pasal 92 ayat (1.a). 3. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan Pasal 81, Pasal 83, Pasal 84, dan Pasal 86 . 4.
Keputusan Menteri 2004 tentang
Perhubungan No. 73
Tahun
Penyelenggaraan Angkutan
Sungai
dan Danau Pasal 4 ayat (1)
MEMUTUSKAN: Menetapkan:
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG SISPRO PENANGANAN KEBAKARAN KAPAL SUNGAI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan; 1. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun, yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawa permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 114
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 2. Keadaan darurat adalah keadaan dimana prosedur yang berlaku dalam pe
layanan pelabuhan tidak berjalan sesuai dengan peraturan yang
berlaku. 3. Awak kapal adalah orang yang bekerja atau diperkerjakan di atas kapal oleh
pemilik atau operator kapal untuk melaksanakan tugas di atas
kapal sesuai
dengan jabatannya yang tercantum dalam buku sijil
4. Nahkoda adalah seorang dari awak kapal yang menjadi pimpinan umum di
atas serta mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu
sesuai dengan
peraturan yang berlaku
BAB II PEMBERITAHUAN KEADAAN DARURAT Pasal 2
1. Setiap orang termasuk ABK serta orang yang ada di darat mengetahui kebakaran di atas kapal sungai dan danau segera meginformasikan kepada Nahkoda 2. Nahkoda selaku pemimpin tertinggi dalam Kapal, segera mengambil alih Komando dan melakukan koordinasi pada ABK untuk menangani kebakaran dan secara simultan membunyikan tanda bahaya alarm. 3. ABK memberikan pengumuman, agar penumpang semua tenang dan menempati tempatnya, dan menangani kebakaran sesuai dengan SIJIL KEBAKARAN 4. Apabila kebakaran semakin tinggi dan kapal tidak sulit melanjutkan perjalanan, maka tindakan secara simultan
yang dilakukan oleh
Nahkoda adalah menghubungi; Kapal yang sedang berlayar, Petugas/ Syahbandar melalui Petugas STC, dan Masyarakat di sekitar Sungai dan Danau. 5.
Apabila kebakaran dapat diatasi, maka perjalanan kapal dapat dilanjutkan, dan diinformasikan kepada Syahbandar
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 115
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 6.
Bilamana kebakaran tidak dapat diatasi, Nahkoha memerintahkan pe numpang
meninggalkan
kapal,
dan
ABK
menyiapkan
berbagai
peralatan. 7. Untuk
mengurangi tingkat kebakaran yang semakin tinggi, Nahkoda
segera memerintahkan untuk membuang barang/kendaraan ke laut
BAB III PENANGANAN KEADAAN DARURAT DI KAPAL Pasal 3
Kapten/Nahkoda segera mengambil tindakan sebagai berikut;
1. Nahkoda segera memimpin langsung melalui bantuan peralatan HT dan Public Addresor untuk memberikan instruksi pada semua ABK menangaani kebakaran. 2. Nahkoda segera memberitahukan kepada ABK posisi kebakaran di kapal, agar
lebih efektif untuk penanganan kebakaran kapal.
3. Nahkoda memerintahkan kepada ABK untuk memadamkan kebakaran dengan
alat Pemadam Jinjing atau Slang Pemdam kebakaran,
sekaligus ABK member
isyarat bahaya kebakaran.
4. Bilamana kebakaran tidak dapat dikendalikan oleh ABK, maka Nahkoda sege
ra meminta bantuan kepada; Syahbandar/pelabuhan, SAR,
Polisi Perairan,
dengan menggunakan Stasiun Radio.
5. Syahbandar dan Bagian STC segera melaporkan kepada Kepala Pelabuhan
Cabang/Pusat, dan segera melakukan koordinasi dengan
SAR, Polisi Air, dan Personil pemadam kebakaran ke lokasi kapal kebakaran 6. SAR segera mengevakuasi penumpang, Polisi Air dan Petugas Pemadam ke
bakaran segera memadamkan kebakaran
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 116
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 7. Bagi penumpang dan ABK yang mengalami luka dan tewas SAR membawa ke
Rumah Sakit Terdekat.
BAB IV TIM TANGGAP DARURAT Pasal 4
1. Nahkoda segera mengirim berita kebakaran kapal kepada petugas STC ( Ship Traffic Control) 2. Petugas Radio di Pelabuhan yaitu Bagian STC ( Ship Trafic Control )yg menerima
keadaan
darurat
segera
meneruskan
ke
Manajer
Operasional. 3. Bilamana
Kapal
berhubungan
Memiliki
GMDSS,
petugas
radio
darat
dapat
langsung dengan Kapal yang sedang mengalami
kebakaran 4. Manajer operasional segera menghubungi Kepala Pelabuhan tentang kea
daan darurat kapal penyeberangan, berikut lokasi Lokasi
Kejadian, jumlah
penumpang dan jenis bantuan yang diperlukan.
5. Kepala Pelabuhan, segera melakukan koordinasi dengan SAR, Polisi Air
Pemadam Kebakaran, Kelompok masyarakat terdekat.
6. Pemadam Kebakaran dan Polisi Air berusaha memadamkan kebakaran 7. Penumpang yang mengalami luka maupun yang tewas, petugas SAR membawa ke Rumah Sakit terdekat untuk diotopsi. BAB V TINGKATAN KEADAAN DARURAT Pasal 5
7. Peringatan Tingkat 1 Setiap insiden/kecelakaan yang dapat ditangani, wajib dikomunikasikan oleh Nahkoda dan setaip awal pada instansi terkait
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 117
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 2. Peringatan 2 Setiap insiden/kecelakaan yang memerlukan Tim untuk mengatasi termasuk mengevakuasi penumpang 3. Peringatan 3 Setiap insiden/kecelakaan yang memerlukan Tim/Pasukan untuk mengen
dalikan dan mengatasinya termasuk mengevakuasi
penumpang dan semua awak kapal
BAB VI KOMUNIKASI DARAT Pasal 6
3. Untuk memudahkan komunikasi dalam keadaan darurat/kebakaran kapal,
Nahkoda harus memiliki Daftar Kontak berupa No. telepon
Kantor Pelabu
han yang dilintasi, Rumah dan Handpone Pejabat PT.
ASDP Indonesia Ferry ( Persero ), dan seluruh anggota Tim Tanggap Darurat serta Instansi yang terkait 2. Daftar Kontak telepon alamat penumpang dan Awak Kapal.
BAB VII SISTEM KOMUNIKASI Pasal 7 1. Pemilik terjadi
Kapal, menyediakan frekuensi Radio, sehingga bilamana keadaan darurat, Nahkoda dapat menggunakan untuk
memancarkan ke berbagai radio di darat, misalnya dengan frekuensi 2182 KHZ, 6215 KHZ,
8291 KHZ, 156.8 MHZ.
2. Kapal yang dilengkapai dengan fasilitas GMDSS dapat berhubungan lang
sung dengan petugas pelabuhan di darat.
3. Kepala Pelabuhan harus menyiapkan personil di darat untuk memonitor pe
layaran kapal.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 118
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 4. Stasiun radio di darat standby di frekuensi 9158 KHZ sebagai media komu
nikasi dengan kantor Pusat atau dengan stasiun cabang
lainnya serta me
mantau operasional.
5. Sistem komunikasi dengan Tim Tanggap Darurat untuk pelayaran jarak dekat dapat menggunakan VHF, SSB, HT, Handpone, Telepon Satelit BAB VIII ANALISA DAN EVALUASI TERHADAP KEJADIAN Pasal 8 Nahkoda berkewajiban untuk membuat analisa/evaluasi kecelakaan yang terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang serupa BAB IX LAPORAN DAN RETENSI ARSIP Pasal 9
1. Nahkoda berkewajiban untuk mengirim semua dokumen kejadian ke kantor
Cabang
2. Semua dokumen hasil analisa/evaluasi oleh Kantor Cabang dikirim ke Kantor Pusat. 3. Nahkoda dan Kantor Cabang berkewajiban untuk mengarsip semua doku
men kejadian ( laporan kejadian, proses penanganan, berita
acara, hasil
evaluasi dan analisa ) dengan masa retensi 2 tahun
BAB X PEMELIHARAAN PERALATAN PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT Pasal 10 Bagian Peralatan Pelabuhan
penanggulangan keadaan darurat
harus
diinventarisir, dipelihara agar selalu siap untuk dipergunakan sesuai rencana yang ditetapkan dan dicatat kinerjanya berikut pemeliharaannya
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 119
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP BAB XI PELATIHAN KEADAAN DARURAT Pasal 11
9. Oleh
ABK
dan
penanggulangan
Awak
Pelabuhan,
perlu
melakukan
sistem
dan kesiagaan keadaan darurat secara periodik,
sehingga profesionalisme
orang tersebut dapat lebih handal
10. Latihan Keadaan Darurat/Bahaya perlu dilakukan secara periodik untuk menguji kemampuan peralatan, komunikasi dan sistem evakuasi yang di
tetapkan
11. Latihan peran kebakaran kapal 1(satu) kali dalam 1 (satu) minggu atau paling sedikit 1 (satu) kali dalam pelayaran jika lama berlayar kurang dari 1(satu) minggu. 12. Peralatan yang digunakan setiap latihan harus digunakan secara bergiliran dan bergantian.
10.
Sispro
Penanganan
Bom/Bahan
Peledak
di
Pelabuhan Penyeberangan
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR. ...................................................................................... TENTANG SISPRO PENANGANAN BOM/BAHAN PELEDAK DI PELABUHAN PENYEBERANGAN
DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 120
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP Menimbang
: Keadaan Darurat Penanganan Bom/Bahan Peledak di Pelabuhan Penyeberangan selama ini belum ada Sispro yang mengatur dalam penanganan Keadaan darurat adanya kecelakaan maupun insiden yang tidak diinginkan berupa
kejadian
adanya
Bom/Bahan
Peledak
di
Pelabuhan Penyeberangan. Sispro ini dimaksudkan untuk
mengatur
langkah-langkah
yang
harus
dilaksanakan dalam penanganan keadaan darurat secara cepat dan tepat.
Mengingat : 1.
Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pasal 87 dan Pasal 121
2.
Peraturan Pemerintah No 69 tahun 2001 tentang Kepelabuhanan Pasal 33 Ayat (2).
3.
Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor:
SK.
2681/AP.005/DRJD/2006
tentang
Pengoperasian Pelabuhan Penyeberangan Pasal 19 Ayat (3) dan Ayat (4)
MEMUTUSKAN: Menetapkan:
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG SISPRO PENANGANAN BOM/BAHAN PELEDAK DI PELABUHAN PENYEBERANGAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 121
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 1. Keadaan darurat adalah keadaan dimana prosedur yang berlaku dalam pela
yanan pelabuhan tidak berjalan sesuai dengan peraturan yang
berlaku. 2. Kepala Pelabuhan adalah kepala Pelabuhan ASDP. 4. Penyelenggara pelabuhan adalah unit pelaksana teknis/satuan 4 kerja pelabuhan ASDP 5. Tim Tanggap Darurat adalah satuan tugas yang bertanggung jawab di darat pada saat terjadinya keadaan darurat di kapal maupun di area pelabuhan, yang melekat pada jabatan struktural di kantor Pusat ( dirangkap oleh pejabat struktural Kantor Pusat ) 6. Tim Tanggap Darurat Cabang adalah satuan tugas yang bertanggung jawab di darat pada saat terjadinya keadaan darurat
kapal
di
pelabuhan maupun area pelabuhan, yang melekat pada jabatan struktural di Kantor Cabang
BAB II PEMBERITAHUAN KEADAAN DARURAT Pasal 2 1. Setaip orang yang mengetahui, adanya Bom/Bahan Peledak di pelabuhan wajib
memberitahukan kepada Awak Pelabuhan dan
segera menginformasikan 2. Kepala Pelabuhan semua Awak
kepada Kepala Pelabuhan
segera memberikan menginformasikan
kepada
pelabuhan untuk berkumpul, dan membunyikan alar
adanya darurat di Pelabuhan BAB III PENANGANAN KEADAAN DARURAT DI PELABUHAN Pasal 3
1. Kepala Pelabuhan segera mengarahkan untuk me
semua Awak Pelabuhan
nangani dampak /akibat meledaknya Bom/Bahan Peledak
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 122
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 2. Kepala Pelabuhan menginstruksikan kepada semua Awak Pelabuhan untuk
melokalisir area Bom/Bahan Peledak, supaya tidak terjadi
adanya korban jiwa 3. Awak Pelabuhan segera menutup pintu pelabuhan •
Awak Pelabuhan segera menyiagakan kebakaran, untuk
peralatan pemadam
mengatasi bilamana terjadi kebakaran sebagai
akibat adanya Bom/Bahan Pe
ledak di pelabuhan, dan merembet
ke barang lainnya. 4. Kepala Pelabuhan segera menginformasikan kepada Pihak Kepolisian untuk
melakukan penyisiran/pengecekan pada area, bilamana masih
ada Bom 5. Awak Pelabuhan segera menyingkirkan barang/bahan lainnya yang sensitif dari area pelabuhan ke tempat yang lebih nyaman. 6. Awak Pelabuhan segera mengevakuasi Bam/Bahan
korban akibat adanya
Peledak di Pelabuhan
7. Awak Pelabuhan segera membawa korban ke Rumah Sakit terdekat untuk
pertolongan pertama
8. Pihak kepolisian segera melakukan
penyelidikan jenis Bom/Bahan
Peledak yang terjadi di Pelabuhan 9. Pihak Kepolisian segera melakukan Olah TKP Bom/Bahan Peledak di Pelabuhan dan hasilnya disampaikan kepada Kepala Pelabuhan dan dipublikasikan 10. Kepala Pelabuhan segera membuat laporan kronologis terjadnya Bom/Bahan Peledak di Pelabuhan
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 123
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP
11.
Sispro
Penanganan
Bom/Bahan
Peledak
di
Pelabuhan Sungai / Danau KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR. ...................................................................................... TENTANG SISPRO PENANGANAN BOM/BAHAN PELEDAK DI PELABUHAN SUNGAI DAN DANAU
DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT
Menimbang
: Keadaan Darurat Penanganan Bom/Bahan Peledak di Pelabuhan Sungai dan Danau selama ini belum ada Sispro yang mengatur dalam penanganan Keadaan darurat adanya kecelakaan maupun insiden yang tidak diinginkan berupa kejadian adanya Bom/Bahan Peledak di Pelabuhan Sungai dan Danau. Sispro ini dimaksudkan untuk
mengatur
langkah-langkah
yang
harus
dilaksanakan dalam penanganan keadaan darurat secara cepat dan tepat.
Mengingat : 1.
Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pasal 87 dan Pasal 121
2.
Peraturan Pemerintah No 69 tahun 2001 tentang Kepelabuhanan Pasal 33 Ayat (2).
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 124
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP MEMUTUSKAN: Menetapkan:
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG SISPRO PENANGANAN BOM/BAHAN PELEDAK DI PELABUHAN SUNGAI DAN DANAU BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan; 1.
Keadaan Darurat adalah keadaan dimana prosedur yang berlaku dalam pelayanan pelabuhan tidak berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku
2. Kepala Pelabuhan adalah Kepala Pelabuhan Sungai dan Danau; 3. Penyelenggara
Pelabuhan
Sungai
dan
Danau
adalah
Unit
Pelaksana Teknis/Satuan Kerja Pelabuhan Sungai dan Danau atau Badan Usaha Pelabuhan Sungai dan Danau; 5. Kepala Dinas Propinsi atau Kepala Dinas Kabupaten/Kota adalah Kepala Dinas yang bertanggung jawab di bidang pelabuhan Sungai dan Danau 6. Ancaman Bom / Bahan Peledak adalah indikasi adanya ancaman peledakan bom yang akan membahayakan manusia.
BAB II PEMBERITAHUAN KEADAAN DARURAT Pasal 2
1)
Karyawan yang menerima Laporan/Telepon atau mengetahui kejadian adanya Ancaman Bom/ Bahan Peladak di lingkungan pelabuhan, segera memberitahu / menginformasikan ke Supervisor/Manajer Operasi / Pimpinan Cabang.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 125
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 2)
Semua informasi dari memberi informasi/Penelpon, agar dicatat setiap ada perkembangan oleh bagian penerima telepon.
3)
Pimpinan Cabang segera menghubungi ke Pihak Kepolisian/Brimob guna dilakukan penanganan lebih lanjut.
4)
Pengawas Lapangan yang berwenang mengumumkan kepada seluruh karyawan untuk menghentikan kegiatan disekitar Pelabuhan
BAB III PENANGANAN KEADAAN DARURAT DI PELABUHAN Pasal 3 1)
Pimpinan Cabang langsung bertindak sebagai komando untuk melakukan penanganan awal dengan melakukan tindakan untuk menglokalisir area Bom/Bahan Peladak supaya tidak terjadi bahaya yang menimbulkan korban jiwa.
2)
Untuk menghindari korban jiwa, khususnya pada penumpang yang berada di dekat lokasi Bom/Bahan Peledak, untuk dilakukan evakuasi ke lokasi yang lebih aman dari lokasi kejadian.
3)
Pihak Kepolisian/Brimob melakukan tindakan pengamanan dengan melakukan penyisiran/pengecekan pada lokasi yang teridentifikasi adanya Bom/Bahan Peledak.
4)
Apabila hasil pengecekan dari pihak kepolisian/Brimob menyatakan lokasi aman, maka aktifitas pelabuhan dibuka kembali. Apabila hasil pengecekan menyatakan tidak aman, namun tidak terjadi ledakan, maka Kepolisian/Brimob melakukan tindakan pengamanan.
5)
Bila terjadi ledakan pada Bom/Bahan Peledak yang
menimbulkan
korban jiwa, maka secepatnya dilakukan evakusi & identifikasi korban untuk dibawa ke Rumah Sakit terdekat.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 126
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 6)
Pada lokasi ledakan/ sekitar ledakan yang mengakibatkan adanya kerusakan pada fasilitas pelabuhan, segera diidentifikasi tingkat kerusakan yang terjadi.
7)
Pimpinan Cabang bisa memerintahkan
penghentian sementara
kegiatan operasional di pelabuhan. 8)
Pihak Kepolisian/Brimob melakukan tindakan pengamanan di wilayah Pelabuhan.
12.Sispro Penanganan Tubrukan Kapal Penyeberangan KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR. ...................................................................................... TENTANG SISPRO PENANGANAN TUBRUKAN KAPAL PENYEBERANGAN
DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Menimbang
: Keadaan
Darurat
Penanganan
Tubrukan
Kapal
Penyeberangan selama ini belum ada Sispro yang mengatur dalam penanganan Keadaan darurat adanya kecelakaan maupun insiden yang tidak diinginkan berupa kejadian Tubrukan Kapal Penyeberangan. Sispro ini dimaksudkan untuk
mengatur langkah-langkah yang
harus dilaksanakan dalam penanganan keadaan darurat secara cepat dan tepat.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 127
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP Mengingat : 1. Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pasal 244, Pasal 245 - Pasal 249, Pasal 258 dan Pasal 259. 2. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan pada Pasal 92 ayat (1) 3. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan Pasal 82, Pasal 83, Pasal 84, dan Pasal 86 . 4.
Keputusan Menteri 2001
tentang
Perhubungan No. 32 Penyelenggaraan
Tahun
Angkutan
Penyeberangan Pasal 10 5.
Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor:
SK.
2681/AP.005/DRJD/2006
tentang
Pengoperasian Pelabuhan Penyeberangan Pasal 19 Ayat (1,2 dan 4).
MEMUTUSKAN: Menetapkan:
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG SISPRO PENANGANAN TUBRUKAN KAPAL PENYEBERANGAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan;
1.
Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun, yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin kendaraan yang
termasuk
berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawa
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 128
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah 2.
Keadaan darurat adalah keadaan dimana prosedur yang berlaku dalam pe
layanan pelabuhan tidak berjalan sesuai dengan
peraturan yang berlaku 3.
Awak kapal adalah orang yang bekerja atau diperkerjakan di atas kapal oleh
pemilik atau operator kapal untuk melaksanakan tugas
di atas kapal sesuai
dengan jabatannya yang tercantum dalam
buku sijil 4.
Nahkoda adalah seorang dari awak kapal yang menjadi pimpinan umum di atas serta mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan
peraturan yang berlaku
BAB II PEMBERITAHUAN KEADAAN DARURAT Pasal 2 1. Dalam pelayaran apabila terjadi peristiwa tabrakan kapal , maka Perwira Jaga segera memerintahkan STOP MESIN , untuk mengurangi kerusakan yang semakin parah pada badan kapal. 2. Perwira Jaga harus mencatat Posisi Kapal dan waktu kejadian di Buku Jurnal Kapal lalu melaporkan kejadiannya ke Nakhoda.
BAB III PENANGANAN KEADAAN DARURAT DI KAPAL Pasal 3 1.
Nakhoda selaku pimpinan tertinggi dalam kapal segera mengambil alih Komando dan melakukan tindakan penanganan yang diperlukan, yaitu memeriksa keadaan Penumpang dan Crew Kapal serta memeriksa besarnya kerusakan yang terjadi pada kapal.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 129
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 2.
Apabila akibat kejadian Tabrakan pada kapal mengakibatkan kerusakan yang fatal pada kapal sehingga kapal tidak dapat meneruskan perjalanan pelayaran, maka segera menghubungi SAR, Stasiun Pantai atau Kapal sekitarnya untuk meminta bantuan untuk kondisi darurat kapal.
3.
Nakhoda
segera
memerintahkan
penumpang kapal untuk
kepada
semua
ABK
dan
meninggalkan kapal. Dalam proses
meninggalkan kapal agar sesuai dengan penanganan meninggalkan kapal (SIJIL Meninggalkan Kapal) 4.
Apabila akibat kejadian tabrakan pada kapal mengakibatkan dampak berupa Kebakaran, Orang Jatuh kelaut/Cedera, Kebocoran & Tumpahan Minyak, maka Nakhoda memerintahkan penanganan sesuai dengan jenis kejadiannya.
5.
Jika pada kapal tidak terjadi kerusakan yang fatal, maka Nakhoda segera memerintahkan untuk melanjutkan perjalanan.
BAB IV TIM TANGGAP DARURAT Pasal 4 (1) Tim Tanggap Darurat meliputi Tim Tanggap Darurat Pusat dan Tim Tanggap Darurat Cabang. Bertanggung jawab atas semua aktifitas di darat berkaitan dengan semua tugas pelaksanaan keadaan darurat di atas kapal. termasuk Pengendali Dokumen dan Petugas STC (Ship Traffic Control). (2) Petugas Radio di Pelabuhan yaitu di bagian STC (Ship Traffic Control) yang menerima keadaan darurat dari kapal yang meminta bantuan harus segera memberitahukan kepada Manajer Operasional. Apabila kapal dilengkapi dengan fasilitas GMDSS petugas radio darat dapat langsung berhubungan dengan kapal. Berita yang diterima harus dicatat dibuku jurnal radio.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 130
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (3) Manajer Operasional segera menghubungi Kepala Pelabuhan mengenai keadaan darurat kapal dengan merinci kondisi yang ada, yaitu lokasi kejadian, jumlah penumpang dan jenis bantuan yang diperlukan. (4) Kepala Pelabuhan sebagai Tim Tanggap Darurat yang bertanggung jawab didarat untuk keadaan darurat di kapal, segera menghubungi SAR dan petugas yang berwenang untuk segera mengirim tim SAR untuk mencari dan menyelamatkan penumpang (5) Tim Tanggap Darurat cabang yang menerima informasi keadaan darurat Kapal, harus segera menghubungi Tim Tanggap Darurat Pusat dan sebaliknya.. (6) Semua Anggota Tim Tanggap Darurat berkumpul (7) Ruang dan peralatan penunjang Tim Tanggap darurat telah disiapkan (8) Melakukan Jalur Komunikasi antara : e.
Kapal dengan Tim Tanggap Darurat Kantor Cabang
f.
Kapal dengan Tim Tanggap Darurat Kantor Pusat
g.
Tim Tanggap Darurat Kantor Cabang dengan kantor Pusat
h.
Tim Tanggap Darurat dengan Direksi
(9) Merinci Laporan dari Kapal / Cabang yang meliputi informasi data-data : a.
Jenis Kejadian yang dialami
b.
Posisi kapal/lokasi kejadian yang telah diplot dalam peta
c.
Waktu kejadian (Jam, Hari, Tanggala, Bulan dan Tahun)
d.
Jumlah Muatan (Penumpang/Kendaraan/Barang)
e.
Ada tidaknya korban dalam insiden atau kecelakaan yang terjadi
f.
Tindakan penanganan yang sudah dilakukan
g.
Jenis pertolongan yang diminta oleh kapal/cabang .
(10) Melakukan kontak dengan instansi yang terkait, antara lain: h. Syahbandar i.
Badan SAR Nasional
j.
Rumah Sakit
k. KPPP
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 131
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP l.
TNI AL
m. Kepolisian n. Instansi terkait lainnya. (11) Mengambil tindakan penanganan yang diperlukan untuk memberikan dukungan ke kapal sesuai dengan permintaan Nakhoda (12) Bila dianggap perlu, melakukan kontak langsung dengan keluarga terdekat awak kapal dan menjelaskan kejadian serta tindakan bantuan yang sudah/akan dilakukan. (13) Menunjuk personil yang mengatur keberangkatan Direksi ke Lokasi kejadian (14) Melakukan peninjauan perlu tidaknya dilakukan evakuasi (15) Bila diperlukan evakusi, segera disampaikan kepada semua anggota Tim. (16)
Untuk
mempercepat
pertolongan
,
segera
disiapkan
tempat
penampungan dan pengobatan semetara bagi penumpang yang mengalami luka. Tim Medis, obat-obatan dan kendaraan ambulan siap siaga selama proses evakuasi korban berlangsung. (17) Penumpang yang mengalami luka ringan bisa ditangani di lokasi penampungan, korban yang luka parah dan meninggal segera di bawa ke rumah sakit terdekat untuk proses pengobatan dan identifikasi bagi yang meninggal. (18) Korban musibah baik penumpang maupun awak kapal yang meninggal yang telah diidentifikasi segera diumumkan kepada masyarakat umum melalui media cetak,audio dan visual. Keluarga korban yang bisa dihubungi
segera
dihubungi
mengenai
kondisi
korban
yang
sebenarnya. (19) Bila dianggap perlu , menunjuk personil yang bertugas untuk menjelaskan tentang insiden/kecelakaan kapal kepada media masa atas izin Direksi.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 132
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (20) Tim Tanggap Darurat segera memberikan penjelasan mengenai proses pertolongan dan kondisi Korban.
BAB V TINGKATAN KEADAAN DARURAT
1. Peringatan Tingkat 1 Setiap
insiden/kecelakaan
yang
dapat
ditangani,
dikomunikasikan oleh Nahkoda dan setiap awak
wajib
pada instansi
terkait 2. Peringatan 2 Setiap insiden/kecelakaan yang memerlukan Tim untuk mengatasi ter masuk mengevakuasi penumpang. 3. Peringatan 3 Setiap insiden/kecelakaan yang memerlukan Tim/Pasukan untuk mengendalikan
dan
mengatasinya
termasuk
mengevakuasi
penumpang dan semua awak kapal BAB VI KOMUNIKASI DARAT
1. Untuk memudahkan komunikasi dalam keadaan darurat/kebakaran kapal,Nahkoda harus memiliki Daftar Kontak berupa No. telepon Kantor Pelabuhan yang dilintasi, Rumah dan Handpone Pejabat PT. ASDP Indonesia Ferry ( Persero ), dan seluruh anggota Tim Tanggap Darurat serta Instansi yang terkait 2. Daftar Kontak telepon alamat penumpang dan Awak Kapal
BAB VII SISTEM KOMUNIKASI Pasal 7
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 133
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP
1. Pemilik Kapal, menyediakan frekuensi Radio, sehingga bilamana terjadi keadaan darurat, Nahkoda dapat menggunakan untuk memancarkan ke berbagai radio di darat, misalnya dengan frekuensi 2182 KHZ, 6215 KHZ, 8291 KHZ, 156.8 MHZ. 2. Kapal yang dilengkapai dengan fasilitas GMDSS dapat berhubungan langsung dengan petugas pelabuhan di darat 3. Kepala Pelabuhan harus menyiapkan personil di darat untuk memonitor pe
layaran kapal.
4. Stasiun radio di darat standby di frekuensi 9158 KHZ sebagai media komunikasi dengan kantor Pusat atau dengan
stasiun cabang
lainnya serta memantau operasional 5. Sistem komunikasi dengan Tim Tanggap Darurat untuk pelayaran jarak dekat
dapat menggunakan VHF, SSB, HT, Handpone,
Telepon Satelit
BAB VIII ANALISA DAN EVALUASI TERHADAP KEJADIAN Pasal 8
Nahkoda berkewajiban untuk membuat analisa/evaluasi kecelakaan yang terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang serupa
BAB IX LAPORAN DAN RETENSI ARSIP Pasal 9 1. Nahkoda berkewajiban untuk mengirim semua dokumen kejadian ke kantor
Cabang
2. Semua dokumen hasil analisa/evaluasi oleh Kantor Cabang dikirim ke Kantor Pusat
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 134
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 6. Nahkoda dan Kantor Cabang berkewajiban untuk mengarsip semua dokumen jadian ( laporan kejadian, proses penanganan, berita acara, hasil evaluasi dan analisa ) dengan masa retensi 2 tahun.
BAB X PEMELIHARAAN PERALATAN PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT Pasal 10 Bagian Peralatan Pelabuhan
penanggulangan keadaan darurat
harus diinventarisir, dipelihara agar selalu siap untuk dipergunakan sesuai rencana yang ditetapkan dan
dicatat kinerjanya berikut
pemeliharaannya BAB XI PELATIHAN KEADAAN DARURAT Pasal 11 1. Sistem Penanggulangan dan Kesiagaan Keadaan Darurat secara periodik perlu diuji untuk membuktikan efisiensi dan efektifitasnya. 2. Latihan Keadaan bahaya perlu dilakukan untuk menguji kinerja peralatan, komunikasi dan system evakuasi yang ditetapkan. 3. Peralatan yang digunakan setiap latihan harus digunakan secara bergiliran dan bergantian. 4. Latihan peran meninggalkan kapal 1(satu) kali dalam 1 (satu) minggu atau paling sedikit 1 (satu) kali dalam pelayaran jika lama berlayar kurang dari 1(satu) minggu.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 135
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP
13. Sispro Pemuatan Bahan/Barang Berbahaya Dan Beracun Melalui Angkutan Penyeberangan KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR. ...................................................................................... TENTANG SISPRO PENGANGKUTAN BAHAN/BARANG BERBAHAYA DAN BERACUN MELALUI ANGKUTAN PENYEBERANGAN
MENTERI PERHUBUNGAN
Menimbang :
bahwa
untuk
keselamatan
dan
keamanan
pengoperasian angkutan bahan/barang berbahaya dan beracun di angkutan penyeberangan perlu diatur
lebih
pengangkutan
lanjut
ketentuan
bahan/barang
mengenai
berbahaya
dan
beracun di angkutan penyeberangan.
Mengingat
: 1. Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 44,45,46,47,48,49 dan Pasal 126 2. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan, Pasal 87, 88, dan Pasal 89 3. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan, Pasal 92 4. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No.
SK.
PT. Diksa Intertama Consultan
725/AJ.302/DRJD/2004
II - 136
tentang
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP Penyelenggaraan Pengangkutan Bahan Berbahaya dan Beracun ( B3 ) di Jalan 5. Keputusan Menteri Perhubungan No. 32 Tahun 2001 tentang Angkutan Penyeberangan.
5. Keputusan Menteri Perhubungan No.17 Tahun 2000 tentang
Pedoman
Penanganan
Bahan/Barang
Berbahaya Dalam Kegiatan Pelayaran di Indonesia, Pasal 1 dan Pasal 2 6. International Mariteme Dangerous Code (IMD Code)
MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG SISPRO PENGANGKUTAN BAHAN/BARANG BERBAHAYA DAN BERACUN MELALUI ANGKUTAN PENYEBERANGAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan: 1.
Angkutan penyeberangan adalah angkutan yang berfungsi sebagai jembatan bergerak yang menghubungkan jaringan jalan atau jaringan jalur kereta api yang terputus-putus karena adanya perairan untuk mengangkut penumpang dan kenderaan beserta muatannya.
2.
Bahan/barang berbahaya dan beracun adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 137
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. 3.
Pengangkutan bahan/barang berbahaya dan beracun adalah kegiatan bongkar muat, pemindahan, penumpukan, penyerahan dan penerimaan bahan/barang berbahaya dan beracun pada angkutan penyeberangan.
4.
Pelabuhan dan/atau
adalah
tempat yang terdiri atas daratan
perairan dengan batas-batas tertentu sebagai
tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi. 5.
Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) adalah wilayah perairan dan daratan pada pelabuhan atau terminal khusus yang digunakan secara langsung untuk kegiatan pelabuhan.
6.
Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) adalah perairan di sekeliling daerah lingkungan kerja perairan pelabuhan yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran.
7.
Otoritas Pelabuhan (Port Authority) adalah lembaga pemerintah
di
melaksanakan
pelabuhan fungsi
sebagai
pengaturan,
otoritas
pengendalian,
yang dan
pengawasan kegiatan kepelabuhanan yang diusahakan secara komersial.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 138
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 8.
Unit
Penyelenggara
pemerintah
di
Pelabuhan
pelabuhan
melaksanakan
fungsi
adalah
sebagai
lembaga
otoritas
pengaturan,
yang
pengendalian,
pengawasan kegiatan kepelabuhanan, dan
pemberian
pelayanan jasa kepelabuhanan untuk pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial. 9.
Badan Usaha Pelabuhan adalah Badan Usaha yang kegiatan usahanya khusus di bidang pengusahaan terminal dan fasilitas pelabuhan lainnya.
10. Keselamatan dan Keamanan Pelayaran adalah suatu keadaan keamanan
terpenuhinya yang
persyaratan
menyangkut
keselamatan
angkutan
di
dan
perairan,
kepelabuhanan, dan lingkungan maritim. 11. Kelaiklautan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan, garis muat, pemuatan, kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang, status
hukum
kapal,
manajemen
keselamatan
pencegahan pencemaran dari kapal, dan
dan
manajemen
keamanan kapal untuk berlayar di perairan tertentu. 12. Keselamatan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 139
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 13. Badan Klasifikasi adalah lembaga klasifikasi kapal yang melakukan
pengaturan
permesinan
kapal,
pengawasan
kekuatan
jaminan
pembangunan,
mutu
konstruksi material
dan
marine,
pemeliharaan,
dan
perombakan kapal sesuai dengan peraturan klasifikasi. 14. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah. 15. Nakhoda adalah salah seorang dari Awak Kapal yang menjadi pemimpin tertinggi di kapal dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 16. Anak Buah Kapal adalah Awak Kapal selain Nakhoda. 17. Syahbandar adalah pejabat pemerintah di pelabuhan yang diangkat oleh Menteri dan memiliki kewenangan tertinggi untuk menjalankan dan melakukan pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran. 18. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi. 19. IMDG Code adalah singkatan dari ”the International Maritime Dangerous Goods Code” yang diterbitkan oleh ”the International Maritime Organization (IMO)” 20. Kendaraan pengangkut bahan/barang berbahaya dan beracun adalah kendaraan bermotor, kereta gandengan,
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 140
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP kereta tempelan yang secara khusus dirancang dan dilengkapi
peralatan
untuk
pengangkutan
bahan
berbahaya. 21. Kemasan adalah tempat/pelindung yang berada lebih luar dari wadah dan tidak berhubungan langsung dengan bahan/barang berbahaya dan beracun (bahan/barang berbahaya dan beracun). 22. Pengirim
adalah
menjalankan
setiap
fungsi
orang
pengiriman
atau
badan
dan/atau
yang yang
menyebabkan terkirimnya bahan/barang berbahaya dari satu tempat ke tempat lain. Termasuk dalam pengertian ini adalah
pengawas
gudang,
ekspedisi
muatan
dan
23. Pengangkut adalah setiap orang atau badan
yang
penghubung.
melakukan fungsi pengangkutan yang diatur oleh peraturan perundang-undangan, termasuk pemilik, pemborong, agen, pengemudi dan/ atau setiap orang yang bertanggung jawab atas kendaraan pengangkut serta pekerja angkutan terkait lainnya. 24. Plakat adalah tanda yang harus dipasang pada bagian luar kendaraan pengangkut yang menunjukkan tingkat bahaya dari bahan yang diangkut sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku. 25. Marking adalah tulisan atau lambang yang ditempel di bagian luar kemasan bahan/barang berbahaya yang menunjukkan jenis bahan/barang berbahaya yang ada di dalam kemasan.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 141
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 26. Label adalah penandaan dengan kode warna berbentuk belah ketupat dengan ukuran sekurang-kurangnya 10 cm x 10 cm, dipasang di bagian luar kemasan bahan/barang berbahaya untuk menunjukkan tingkat bahayanya. 27. Awak
kendaraan
adalah
pengemudi
dan
pembantu
pengemudi; 28. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang tugas tanggungjawabnya di bidang angkutan penyeberangan. 29. Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang pelayaran.
BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 (1) Sispro pengangkutan bahan/barang berbahaya dan beracun ini berlaku untuk kegiatan pengangkutan bahan/barang berbahaya dan beracun yang melalui angkutan penyeberangan baik di daerah
lingkungan
kerja
pelabuhan,
daerah
lingkungan
kepentingan pelabuhan dan di kapal penyeberangan. (2) Pengangkutan bahan/barang berbahaya dan beracun yang melalui angkutan penyeberangan hanya diperuntukan bagi bahan/barang berbahaya dan beracun yang dimuat khusus dalam kendaraan pengangkut. (3) Ruang lingkup sispro pengangkutan bahan/barang berbahaya dan beracun ini meliputi: a. Ketentuan kendaraan dan awak kendaraan pengangkut bahan/barang berbahaya dan beracun.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 142
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP b. Ketentuan
kapal
penyeberangan
yang
mengangkut
bahan/barang berbahaya dan beracun. c. Ketentuan
kendaraan
pengangkut
bahan/barang
berbahaya dan beracun memasuki areal pelabuhan. d. Ketentuan pemuatan kendaraan pengangkut bahan/barang berbahaya dan beracun ke kapal penyeberangan. e. Ketentuan
kapal
penyeberangan
yang
mengangkut
bahan/barang berbahaya dan beracun. f.
Ketentuan
pengawasan
kendaraan
pengangkut
bahan/barang berbahaya dan beracun selama pelayaran. g. Ketentuan
pembongkaran
bahan/barang
berbahaya
kendaraan dan
beracun
pengangkut dari
kapal
penyeberangan.
BAB III BAHAN/BARANG BERBAHAYA DAN BERACUN SERTA KENDARAAN PENGANGKUT
Pasal 3 Klasifikasi Bahan/Barang Berbahaya Dan Beracun
Setiap pemilik barang, angkutan barang jalan raya dan pemilik kapal dan penyelenggara pelabuhan penyeberangan harus memperhatikan ketentuan International
Maritime Dangerous
Goods Code ( IMDG Code ) yang diterbitkan dalam International Maritime Organization (IMO), dimana bahan/barang berbahaya
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 143
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP dan beracun dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) kelas yaitu sebagai berikut; (1) Kelas 1: Bahan/Barang Peledak adalah bahan atau zat yang berbentuk padat, cair, atau campuran dan bahan-bahan tersebut yang dapat dengan sendirinya mengalami reaksi kimia dan menghasilkan gas pada temperatur dan tekanan tertentu yang dengan cepat dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan sekelilingnya. Bahan-bahan pyrotecnic termasuk dalam kelompok ini tidak menghasilkan gas (2) Kelas 2; Gas-gas yang dimampatkan, dicairkan atau dilarutkan dengan tekanan. Bahan yang termasuk kelompok ini adalah gas mampat, gas cair, gas dalam larutan, gas cair yang dibekukan, campuran satu atau lebih gas dengan satu atau lebih uap bahan kelas lainnya, barang yang diisi gas, tellurium hexafluoride dan aerosol. Berdasarkan IMO, pengertiannya adalah sebagai berikut; a. Gas mampat adalah gas yang dikemas dalam tabung dengan menggunakan tekanan tertentu pada suhu 200 C. b. Gas cair adalah gas yang dikemas dalam tabung dalam bentuk cair pada suhu 200 C. c. Gas cair yang didinginkan adalah gas yang dikemas dalam tabung dalam bantuk cair pada suhu yang rendah d. Gas yang dilarutkan adalah gas yang dapat larut ke dalam zat pelarut dengan tekanan sehingga dapat diserap oleh pori-pori zat lain.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 144
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (3) Kelas 3 : Barang cairan mudah menyala/terbakar artinya adalah cairan atau cairan yang mengandung larutan padat atau larutan jenuh, misalnya cat, pernis, dempul dan sebagainya, akan tetapi tidak mencakup zat-zat yang karena sifat bahayanya dimasukkan ke dalam kelas yang lain. Cairan jenis ini dapat mengeluarkan uap pada suhu 610 C (1410 F) Close Cup Test (sama dengan 65,60C/1500 F Open Cup Test) atau kurang, yang secara normal disebut titik nyala. (4) Kelas 4 : Bahan/Barang padat mudah menyala/terbakar adalah bahan/barang
padat yang mudah menyala karena
sumber api dari luar ( percikan api dan nyala api ), menyala sendiri dan mudah terbakar karena gesekan. Bahan/barang kelas 4 terbagi menjadi tiga sub kelas yaitu sebagai berikut; a. Kelas 4.1: mencakup bahan/barang padat yang dapat menyala/terbakar dengan mudah, jika kena api ataupun yang mudah terbakar b. Kelas 4.2: mencakup bahan/barang yang dapat terbakar sendiri, dalam bentuk padat/kering ataupun cair c. Kelas 4.3:mencakup bahan/barang dalam bentuk padat atau kering yang jika kena air (basah) mengeluarkan gas mudah menyala dan beberapa jenis dapat mengakibatkan kebakaran sendiri (5) Kelas 5 : Bahan/Barang pengoksiidir dan peroksida organik, yaitu bahan/barang yang mempunyai sifat mengeluarkan oksigen dan bila ikut terbakar akan memperbesar kejadian kebakaran. Sedangkan peroksida organic adalah bahan/barang yang mudah busuk karena pengaruh eksotermis pada suhu
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 145
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP yang normal. Tercampurnya bahan/barang pengoksidir dengan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti gula, tepung, minyak goreng atau minyak mineral akan menimbulkan bahaya yang besar bahkan dapat meledak. Kebanyakan bahan/barang pengoksidir akan bereaksi keras terhadap asam cuka kadar tinggi dalam bentuk cairan dan akan menghasilkan gas yang sangat beracun. Gas beracun dapat juga timbul apabila bahan/barang pengoksiidir terbakar. Karena bahan/barang pengoksidir mempunyai kandungan corosif dan beracun yang dapat membahayakan lingkungan.
(6) Kelas 6 : Bahan/barang beracun dan yang mudah menular, yaitu bahan/barang
yang
dapat
mengakibatkan
kematian
atau
kerusakan kesehatan manusia apabila tertelan, terhirup atau terkena
kulit.
bahan/barang
Bahaya
racun
yang
terkandung
dalam
ini tergantung dari cara masuknya ke dalam
tubuh manusia, yakni karena terhirup oleh orang yang
tidak
tahu dari jarak tertentu atau karena persentuhan fisik antara barang tersebut dengan manusia.
(7) Kelas 7 : Bahan/barang radioaktif adalah barang yang dalam jumlah kecil maupun besar bersifat sangat berbahaya karena dapat menimbulkan bahaya radiasi yang tidak kelihatan dan dapat merusak pori-pori. Bahan/barang radioaktif mempunyai sifat emisi panas akibat dari aktifitas radiasi yang besar dan adanya
pelepasan
atom
radioaktif
yang
menyebabkan
perubahan bentuk dan konfigurasi
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 146
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (8). Kelas 8 : Bahan/barang perusak adalah bahan/barang berbentuk padat atau cair yang secara umum dapat merusak jaringan sel. Kebocoran bahan/barang ini dapat mengakibatkan kerusakan pada barang/bahan lainnya.
(9) Kelas 9 : Bahan/barang berbahaya jenis lainnya adalah bahan/barang yang tidak termasuk di dalam kelas 1 sampai dengan kelas 8, akan tetapi menunjukkan sifat-sifat berbahaya. Bahan/barang yang diangkut dengan suhu sama atau lebih dan 10.000 dalam bentuk cair, dan dengan suhu sama atau lebih dan 24.000 untuk barang padat dan bahan/barang yang diangkut sesuai dengan ketentuan annex 3 Konvesi MARPOL 73 – 78. Kendaraan Pengangkut Bahan/Barang Berbahaya Dan Beracun Pasal 4 (1)
Setiap
pemilik
kendaraan
pengangkut
bahan/barang
berbahaya dan beracun harus memenuhi persyaratan umum dan
persyaratan
khusus
sesuai
dengan
karakteristik bahan/barang berbahaya dan B3
jenis
dan
bialamana
diangkut melalui angkutan penyeberangan. (2) Persyaratan Umum yang harus dipenuhi oleh pemilik kendaraan angkutan barang adalah
harus memenuhi
persyaratan teknis dan laik jalan serta dilengkapi dengan : a. Plakat yang dilekatkan pada sisi kiri, kanan, depan dan belakang kendaraan dengan ukuran, b. Nama perusahaan yang dicantumkan pada sisi kiri, kanan dan belakang kendaraan
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 147
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP c. Jati diri pengemudi yang ditempatkan pada dashboard; d. Kotak obat lengkap dengan isinya; e. Alat pemantau unjuk kerja pengemudi, yang sekurangkurangnya dapat merekam kecepatan kendaraan dan perilaku
pengemudi
dalam
mengoperasikan
kendaraannya; f. Alat pemadam kebakaran; g. Nomor telepon pusat pengendali operasi yang dapat dihubungi jika terjadi keadaan darurat (emergency call), yang dicantumkan pada sebelah kiri dan kanan kendaraan pengangkut. h. Persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan pengangkut bahan/barang berbahaya dan beracunsebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuktikan dengan surat tanda lulus uji kendaraan. i.
Setiap kendaraan pengangkut bahan/barang berbahaya dan beracun harus harus dilengkapi perlengkapan keadaan darurat sebagai berikut : a) Alat komunikasi antara pengemudi dengan pusat pengendali operasi dan/atau sebaliknya; b) Lampu tanda bahaya berwarna kuning yang ditempatkan diatas atap ruang kemudi; c) Rambu portabel; d) Kerucut pengaman; e) Segitiga pengaman; f) Dongkrak; g) Pita pembatas;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 148
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP h) Serbuk gergaji; i) Sekop yang tidak menimbulkan api; j) Lampu senter; k) Warna kendaraan khusus; l) Pedoman pengoperasian kendaraan yang baik untuk keadaan normal dan darurat; m) Ganjal roda yang cukup kuat dan diletakan pada tempat yang mudah dijangkau oleh pembantu pengemudi. (3) Persyaratan khusus yang harus dipenuhi pemilik kendaraan pengangkut
bahan/barang
berbahaya
dan
beracun
disesuaikan dengan jenis dan karakteristik bahan/barang berbahaya dan beracun yang diangkut, dengan klasifikasi sebagai berikut; a. Kendaraan pengangkut bahan/barang berbahaya dan beracun kelas 1, kelas 2 dan kelas 3; b. Kendaraan pengangkut bahan/barang berbahaya dan beracun kelas 4, kelas 5 dan kelas 6; c. Kendaraan pengangkut bahan/barang berbahaya dan beracun kelas 7, kelas 8 dan kelas 9. (4) Setiap pemilik barang dan pemilik kendaraan angkutan bahan/barang
berbahaya
mengklasifikasikan/memisahkan
dan dengan
B3 isiyarat
harus sebagai
berikut; a. mudah meledak; b. gas mampat, gas cair, gas terlarut pada tekanan atau pendinginan tertentu;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 149
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP c. cairan mudah menyala; d. padatan mudah menyala; e. oksidator, peroksida organik; f. bahan beracun dan mudah menular; g. bahan radioaktif; h. bahan korosif; i.
bahan berbahaya lainnya.
(5) Pemilik
kendaraan
angkutan
barang
dapat
melakukan
pengangkutan bahan berbahaya dan beracun (B3)
dalam
bentuk curah maupun dan non curah (6) Di dalam pengangkutan bahan berbahaya dan beracun (B3) dalam bentuk curah, pemilik kendaraan angkutan barang melakukan dengan cara: a.
kemasan besar, seperti tangki portabel atau truk tangki; atau,
b.
kendaraan
yang
dirancang
dan
dibuat
dengan
persyaratan khusus. (7) Pengangkutan bahan berbahaya dan beracun (B3) dalam bentuk non-curah, pemilik angkutan
barang melakukan
dengan cara; a. kemasan dalam (inside container) yang digabung dengan kemasan luar (outside container); b. kemasan dengan berbagai bentuk, seperti botol, drum, jerigen, tong, kantong, kotak / peti dan kemasan gabungan. (8) Dalam pengangkutan
bahan berbahaya dan beracun (B3)
yang dikemas dalam jenis botol atau kemasan kecil lainnya, pemilik angkutan barang
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 150
dapat mengangkut
dengan
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP menggunakan
kendaraan
pengangkut
biasa
sepanjang
keamanan bahan berbahaya dan beracun (B3) dapat dijamin selama dalam perjalanan dengan menggunakan kemasan tersebut. (9) Pemilik angkutan barang, harus memperhatikan bahwa setiap jenis kemasan harus memenuhi persyaratan kekuatan bahan berdasarkan serangkaian pengujian yang meliputi : b.Test jatuh; c.Test anti bocor; d.Test tekanan internal; e.Test penumpukan. (10) Industri kemasan harus melakukan pengujian pada saat bahan kemasan pertama dibuat dan secara periodik /pada periode tertentu oleh pemilik angkutan barang bersama-sama dengan pemilik kemasan harus melakukan pengujian. (11) Pemilik barang dan pemilik angkutan barang harus mengikuti tata cara pemberian kode identifikasi dan pengepakan bahan berbahaya dan beracun (B3) harus mengikuti tata cara yang ditetapkan
dalam
konvensi
internasional
yang
diakui
Perserikatan Bangsa-bangsa. (12)
Setiap
pemilik
angkutan
barang
/
pemilik
kendaraan
pengangkut bahan berbahaya dan beracun (B3) harus menggunakan plakat yang sesuai dengan jenis bahan berbahaya yang diangkut. (13) Setiap pemilik angkutan barang dan pemilik angkutan barang harus menetapkan bahwa kemasan bahan berbahaya dan
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 151
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP beracun (B3)
dilengkapi marking dan label yang sesuai
dengan jenis bahan berbahaya yang diangkut. Pasal 5 KENDARAAN PENGANGKUT
(1) Berat kendaraan pengangkut bahan/barang berbahaya dan beracun berikut muatan penuh, tidak boleh melebihi jumlah berat yang diperbolehkan (JBB). (2) Beban
pada
setiap
sumbu
kendaraan
pengangkut
bahan/barang berbahaya dan beracun tidak boleh melebihi : a. kekuatan sumbu yang diizinkan; b. beban sumbu yang mampu didukung jalan dan jembatan; c. kekuatan ban yang digunakan. (3) Pengemudi wajib mengawasi kendaraan pengangkut bahan berbahaya
dan
beracun
(B3)
setiap
saat.
Ketentuan
sebagaimana dimaksud tidak berlaku bagi Pengemudi, apabila : a. kendaraan tersebut milik penerima dan berada dalam keadaan terlindung atau kendaraan tersebut bermuatan bahan berbahaya dan beracun (B3) sebanyak-banyaknya 25 kilogram; b. kendaraan tersebut mempunyai jaminan asuransi apabila terjadi kecelakaan; c. kendaraan berada di tempat terlindung;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 152
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP d. kendaraan tersebut berada dalam ruang muatan moda lain, seperti kapal penyeberangan, kapal laut, atau kereta api. (4) Pengangkutan bahan berbahaya dan beracun (B3), harus memenuhi ketentuan : a. aspek keselamatan dan keamanan pada saat bongkarmuat, yaitu dengan menerapkan sistem tertutup (close loading and un-loading system) terutama untuk bahan gas cair (liquid gas), yang mudah terbakar (flamable) dan meledak (exploation) dan mempunyai sifat beracun; b. sebelum
pelaksanaan
muat
dan
bongkar
harus
dipersiapkan dan dilakukan pemeriksaan terhadap : a) kendaraan pengangkut, khususnya ban; b) tangki; c) peralatan bongkar muat; d) peralatan pengaman darurat; e) dokumen yang diperlukan, seperti Surat Persetujuan Pengangkutan B3, MSDS (Material Safety Data Sheet) (5) pedoman pengoperasian kendaraan yang ditempatkan pada kendaraan pengangkut, baik untuk keadaan normal maupun darurat; (6) pelaksanaan pengangkutan dilengkapi dokumen pengiriman, yang memuat deskripsi bahan berbahaya yang diangkut, identitas pengirim, identitas penerima, identitas pengangkut dan nomor telepon yang harus dimintai bantuan dalam keadaan darurat;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 153
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (7) pemisahan bahan berbahaya yang tidak boleh diangkut atau disimpan bersama; (8)
pelaksanaan muat dan bongkar dilakukan pada tempattempat yang telah ditetapkan dan tidak mengganggu keamanan, keselamatan, kelancaran dan ketertiban lalu lintas dan masyarakat sekitarnya, serta sesuai prosedur yang ditetapkan perusahaan yang bersangkutan;
(9) apabila dalam pelaksanaan diketahui ada wadah atau kemasan yang rusak, maka kegiatan pengangkutan tersebut harus dihentikan; (10) selama pelaksanaan pemuatan, istirahat dan bongkar-muat harus diawasi oleh pengawas yang memiliki kualifikasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; (11)
batas kecepatan maksimum 60 km/jam. Pasal 6 PEDOMAN PENGOPERASIAN
(1) Di dalam pelaksanaan muat dan bongkar, sopir angkutan barang harus memperhatikan sebagai berikut: a. radius keamanan terhadap resiko kecelakaan; b. sifat dan tingkat bahaya bahan; c. volume maksimum muat dan bongkar yang diizinkan; d. peralatan pengaman yang dipersiapkan secermat mungkin, khususnya
rem parkir kendaraan pengangkut
harus
diaktifkan; e. pemakaian alat pelindung untuk tenaga muat dan bongkar.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 154
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (2) Sopir angkutan bahan berbahaya dan beracun (B3) harus memperhatikan bahwa barang yang akan diangkut harus terlindung dalam wadah dan / atau kemasan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Sopir dan kenek angkutan bahan berbahaya dan beracun (B3) harus memastikan bahwa barang tersebut diikat dengan kuat dan disusun dengan baik sehingga beban terdistribusi secara proporsional pada sumbu-sumbu kendaraan dapat dijamin. (4) Sopir dan kenek harus memperhatikan, bahwa pada saat melaju di jalan,, kendaraan pengangkut bahan berbahaya dan beracun (B3) harus mampu berjalan dengan suatu tingkat kestabilan aman , pada belokan terutama pada pengangkut bahan berbahaya dan beracun (B3) berbentuk cairan. (5) Sopir harus memperhatikan, bahwa kendaraan pengangkut bahan berbahaya dan beracun (B3) dilarang berhenti pada tempat yang tidak dipersiapkan untuk itu. (6) Sopir harus memperhatikan, bahwa tempat pemberhentian kendaraan pengangkut bahan berbahaya dan beracun (B3), harus memenuhi : a. radius keamanan terhadap resiko kecelakaan; b. dilengkapi peralatan pengaman; c. ada penanggung jawab yang mempunyai kecakapan pengamanan bahan berbahaya. (7) Sopir angkutan/kendaraan pengangkut bahan berbahaya dan beracun (B3) harus memperhatikan beberapa hal larangan; a. parkir di tempat-tempat sebagai berikut :
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 155
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP a) daerah milik pribadi atau rumah makan, tanpa izin pemiliknya; b) sepanjang 100 meter dari jembatan, terowongan, perumahan, bangunan dan kantor; c) kurang dari 100 meter dari daerah kebakaran atau dekat sumber panas yang dapat memanaskan isi tangki; b. melewati daerah kebakaran, kecuali pengemudi sudah melakukan pengamanan agar dapat melewati daerah tersebut; c. berjalan beriringan dengan kendaraan pengangkut bahan berbahaya lainnya; d. mengangkut penumpang, selain pengemudi, pembantu pengemudi dan petugas lainnya; e. mengangkut bahan makanan atau barang lain yang dapat membahayakan keselamatan atau kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya; f. menggunakan kereta gandengan dengan 2 (dua) roda. (8) Dalam keadaan terpaksa sopir kendaraan pengangkut bahan berbahaya dan
beracun (B3) diperbolehkan berhenti pada
jalur aman. (9)
Untuk berhenti dalam keadaan terpaksa, sopir dan kenek kendaraan pengangkut bahan berbahaya dan beracun (B3) harus : a. memasang tanda darurat yang jelas dan dapat dibaca pada jarak 50 meter; b. mengidentifikasi lingkungan sekitar;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 156
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP c. menetapkan daerah aman; d. melapor
kepada
aparat
keamanan
setempat
dan
secepatnya menyelesaikan permasalahan. (10) Sopir
dan
kenek harus memperhatikan
dan
melarang
masyarakat bahwa pada jarak kurang dari 8 meter dari kendaraan pengangkut bahan berbahaya dan beracun (B3), dilarang merokok atau membawa korek api. (11) Sopir dan kenek angkutan barang harus memperhatikan bahwa pada saat kendaraan pengangkut bahan berbahaya dan beracun (B3) mengisi bahan bakar, harus memperhatikan : a. mesin kendaraan dimatikan; b. ada seseorang yang mengawasi pengisian bahan bakar. Pasal 7 PENGEMUDI (1)
Pengemudi kendaraan pengangkut bahan/barang berbahaya dan beracun
wajib
memenuhi persyaratan umum
dan
persyaratan khusus. (2)
Persyaratan umum yang harus dipenuhi pengemudi angkutan bahan/barang berbahaya dan B3 adalah meliputi : a. memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan golongan dan kendaraan yang dikemudikannya; b. memiliki pengetahuan mengenai : a) jaringan jalan dan kelas jalan; b) kelaikan kendaraan bermotor; c) tata cara mengangkut barang.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 157
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (3) Persyaratan khusus yang harus dimiliki pengemudi angkutan bahan/barang berbahaya dan B3 adalah meliputi : a. memiliki
pengetahuan
mengenai
bahan/barang
berbahaya dan beracun yang diangkutnya, seperti klasifikasi, sifat dan karakteristik bahan/barang berbahaya dan beracun; b. memiliki pengetahuan mengenai bagaimana mengatasi keadaan jika terjadi suatu kondisi darurat, seperti cara menanggulangi kecelakaan; c. memiliki pengetahuan dan keterampilan mengenai tata cara
pengangkutan
beracun,
seperti
bahan/barang
berbahaya
pengemudian
secara
dan aman,
pemeriksaan kesiapan kendaraan, hubungan muatan dengan pengendalian kendaraan, persepsi keadaan bahaya/darurat; d. memiliki pengetahuan mengenai ketentuan pengangkutan bahan/barang
berbahaya
dan
beracun,
seperti
penggunaan plakat, label dan simbol bahan/barang berbahaya dan beracun; e. memiliki kemampuan psikologi yang lebih tinggi daripada pengangkut bahan/komoditi yang tidak berbahaya, seperti tidak mudah panik, sabar, bertanggung jawab, tidak mudah jenuh menghadapi pekerjaan dan situasi yang monoton; f.
memiliki fisik yang sehat dan tangguh.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 158
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (4) Pemenuhan
persyaratan
khusus
pengemudi
angkutan
bahan/barang berbahaya dan B3 harus dibuktikan dengan adanya: a. Sertifikat,
yang
diberikan
oleh
Direktorat
Jenderal
Perhubungan Darat b. Surat Keterangan Dokter, untuk persyaratan khusus . (5) Untuk mendapatkan sertifikat
dan surat keterangan bagi
pengemudi angkutan bahan/barang berbahaya dan B3 harus mengikuti pelatihan menyangkut tata cara pengangkutan, pemuatan, pembongkaran, penggunaan alat-alat K3 dan penanggulangan
dalam
keadaan
darurat
yang
diselenggarakan oleh lembaga pendidikan dan pelatihan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal.
Pasal 8 PEMBANTU PENGEMUDI (1) Pembantu pengemudi bertugas memberikan bantuan yang diperlukan
kepada
pengemudi
agar
pengangkutan
bahan/barang berbahaya dan beracun dapat dilaksanakan sesuai kaidah keselamatan, keamanan dan kesehatan kerja dan tidak diizinkan mengemudi kendaraan. (2) Pembantu pengemudi kendaraan pengangkut bahan/barang berbahaya dan beracun wajib memenuhi persyaratan : a. memiliki pengetahuan mengenai bahan/barang berbahaya yang diangkutnya, seperti klasifikasi, sifat dan karakteristik bahan berbahaya;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 159
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP b. memiliki pengetahuan mengenai bagaimana mengatasi keadaan jika terjadi suatu kondisi darurat, seperti cara menanggulangi kecelakaan; c. memiliki pengetahuan mengenai ketentuan pengangkutan bahan berbahaya, seperti penggunaan plakat, label dan simbol bahan berbahaya; d. memiliki kemampuan psikologi yang lebih tinggi daripada pengangkut bahan/komoditi yang tidak berbahaya, seperti tidak mudah panik, sabar, bertanggung jawab, tidak mudah jenuh menghadapi pekerjaan dan situasi yang monoton; e. memiliki fisik yang sehat dan tangguh. (3) Pemenuhan persyaratan pembantu pengemudi
dibuktikan
dengan: a. Sertifikat,
yang
diberikan
oleh
Direktorat
Jenderal
Perhubungan Darat untuk persyaratan khusus. b. Surat Keterangan Dokter, sebagai persyaratan khusus. (4) Untuk mendapatkan sertifikat, pembantu pengemudi harus telah mengikuti pemuatan,
pelatihan
mengenai
pembongkaran,
tata
cara
penggunaan
pengangkutan, alat-alat
K3
(Keselamatan dan Kesehatan Kerja) dan penanggulangan dalam keadaan darurat yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan dan pelatihan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal. Pasal 9 KESEHATAN PENGEMUDI DAN PEMBANTU PENGEMUDI
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 160
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (1) Untuk kesehatan dan keselamatan kerja, pengemudi dan pembantu pengemudi kendaraan pengangkut bahan/barang berbahaya dan beracun wajib memiliki peralatan pelindung diri, meliputi : a. Pelindung pernafasan / masker; b. Pelindung anggota badan; c. Helm; d. Kacamata pengaman; e. Sarung tangan, baik dengan bahan karet, kain ataupun kulit sesuai
bahan/barang
berbahaya
dan
beracun
yang
ditangani; f. Sepatu pengaman; g. Pakaian kerja.
Pasal 10 PERSETUJUAN PENGANGKUTAN BAHAN/BARANG BERBAHAYA DAN BERACUN
(1) Dalam
rangka
menjamin
keselamatan
dan
keamanan
pengangkutan bahan berbahaya dan beracun (B3) yang tingkat bahayanya besar dengan jangkauan luas, penjalaran cepat serta penanganan dan pengamanannya sulit, pemilik angkutan bahan berbahaya wajib mengajukan permohonan persetujuan kepada Direktur Jenderal sebelum pelaksanaan pengangkutan. (2) Dalam rangka mengajukan permohonan, pemilik angkutan bahan/barang berbahaya dan beracun
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 161
dapat mengajukan
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP permohonan
persetujuan
kepada
Direktur
Jenderal
Perhubungan Darat dengan dilengkapi : a. surat keterangan tentang nama, jenis dan jumlah bahan berbahaya yang akan diangkut (MSDS / Material Safety Data
Sheet)
yang
dikeluarkan
perusahaan
yang
bersangkutan; b. rekomendasi
pengangkutan
bahan
berbahaya
dari
instansi yang berwenang; c. keterangan tentang tempat pemuatan, lintasan yang dilalui,
tempat
pemberhentian,
dan
tempat
pembongkaran; d. daftar dan foto kendaraan yang akan digunakan untuk mengangkut, yang dilengkapi salinan STNK dan Buku Uji; e. waktu dan jadwal pengangkutan; f.
identitas dan tanda kualifikasi awak kendaraan;
g. izin usaha angkutan, bagi pengangkutan yang dilakukan dengan kendaraan umum; h. prosedur
penanggulangan
keadaan
darurat
yang
diterapkan oleh perusahaan yang bersangkutan. (3) Berkaitan dengan pengangkutan bahan/barang berbahaya dan beracun, maka instansi
yang berwenang
diharuskan
melakukan pengendalian sebagai berikut; a. Instansi yang berwenang yang dalam hal ini instansi lingkungan hidup
melakukan pengendalian dampak
lingkungan, berkaitan dengan
pengelolaan bahan
berbahaya dan beracun (B3);
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 162
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP b. Dinas Perhubungan Kota / Kabupaten sesuai domisili pengangkut,
bahan/barang berbahaya
diharuskan
memenuhi
dan
persyaratan
beracun
kendaraan
pengangkut. (4) Dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap, Direktur Jenderal memberikan jawaban tertulis. (5) Surat persetujuan, berlaku untuk jangka waktu 6 (enam) bulan.
Pasal 11 PERSYARATAN KHUSUS KENDARAAN PENGANGKUT B3 YANG MUDAH MELEDAK, HAS MANPAT, GAS CAIR, GAS TERLARUT PADA TEKANAN ATAU PENDINGINAN TERTENTU DAN CAIRAN MUDA MENYALA
Mengingat bahan/barang
berbahaya dan B3 yang mudah
meledak, gas manpat, gas cair, gas terlarut pada tekanan atau pendinginan tertentu dan cair mudah menyala, maka industri angkutan
barang
harus
membuat/menetapkan
bahwa
persyaratan angkutan kendaraan yang mengangkut barang tersebut adalah sebagai berikut;
a. Indutri angkutan barang harus memenuhi aspek perancangan kendaraan sebagai berikut : a) perancangan dilakukan dibawah pengawasan automotive engineer terdaftar;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 163
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP b) rancangan kendaraan memenuhi persyaratan teknologi, kelaikan jalan, keselamatan dan kelestarian lingkungan; c) rancangan kendaraan harus mendapat sertifikat uji tipe dari Direktur Jenderal; b. Industri angkutan barang harus memenuhi aspek konstruksi sebagai berikut : a) konstruksi kendaraan harus kuat dan dibuat dari bahan yang tahan api; b) konstruksi kendaraan harus memberikan pertimbangan teknologi pada berat kendaraan dan muatan, daya penggerak, kerangka landasan, perangkat rem, ban, karakteristik jalan, dsb; c) sistim suspensi dan ban yang digunakan harus dapat menjamin kestabilan kendaraan, terutama pada saat membelok; d) jarak
tanah
untuk
komponen
tangki
dan
peralatan
pengaman / pelindung tidak boleh kurang dari 250 mm pada jarak 1 meter dari setiap sumbu atau 350 mm pada lokasi lain, pada saat kendaraan belum dimuati; e) sambungan bongkar / muat harus dipasangkan pada tangki secara kaku dan berjarak tidak lebih dari 40 mm dibawah bidang datar melalui garis sumbu gandar; f) tangki yang tidak dipasang secara permanen / tetap pada kendaraan pengangkut B3 harus menggunakan pengikat “twislocks” yang memenuhi persyaratan : (a)
mampu menahan gaya-gaya yang timbul pada saat beban maksimum (muatan penuh);
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 164
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (b)
dapat dioperasikan secara mekanik dengan baik;
(c)
pada arah vertikal mampu menahan beban 1,25 – 2 kali
berat
tangki
bermuatan
penuh
berikut
peralatannya; (d)
pemilihan
dan
mendapat
pemasangan
persetujuan
dan
twist
locks
harus
pengesahan
serta
ditunjukkan dengan sertifikat; (e)
twist locks harus diuji sekurang-kurangnya setiap 12 bulan sekali;
g) jarak antara bagian belakang ruang kemudi dengan bagian tangki yang terdekat dengan ruang kemudi tidak boleh kurang dari 75 mm; h) bumper untuk melindungi dari kemungkinan benturan langsung dari belakang yang memenuhi persyaratan : (a) jenis material dan bentuk yang dipilih dapat menyerap energi benturan yang terjadi sebanyak mungkin; (b) sekurang-kurangnya 40 cm dari bagian belakang tangki dan paling sedikit 15 cm di belakang setiap peralatan kendaraan pengangkut B3 untuk keperluan proses bongkar-muat; (c) lebar bumper tidak boleh kurang dari lebar maksimum tangki
dan
peletakannya
harus
sedemikian
rupa
sehingga dapat melindungi dari setiap kemungkinan terjadinya benturan dari belakang; (d) rancangannya didasarkan pada beban yang besarnya sama dengan 2 kali jumlah berat total kendaraan beserta muatan penuhnya;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 165
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (e) dudukan bumper harus dikonstruksi langsung pada kerangka landasan (chassis) dengan sambungan jenis mur-baut dan tidak boleh sama sekali dipasangkan langsung pada tangki; i) pada komponen dimana terjadi kemungkinan kebocoran yang dapat
menyebabkan
bahaya,
harus
dilengkapi
dengan
pelindung atau penyalur kebocoran tersebut seperti akibat korosi, percikan api, temperatur tinggi, kejutan dinamik, semprotan
akibat
putaran
suatu
komponen,
kerusakan
penyekat, dsb; j) sistim saluran gas buang harus diletakkan sedemikian rupa agar kemungkinan terjadinya bahaya dapat dihindarkan dan memenuhi persyaratan : (a)
tidak boleh ada kebocoran;
(b)
sistim pipa gas buang harus diletakkan jauh dari tangki;
(c)
ujung pipa gas buang harus diarahkan dan dirancang sedemikian rupa, sehingga letak tangki jauh dari kemungkinan timbulnya percikan api;
k) ban yang digunakan memperhatikan beban maksimum yang dapat diterima setiap ban dan tidak boleh melebihi “load rating” ban tersebut; l) sistim rem harus memenuhi persyaratan : (a) setiap sumbu kendaraan dilengkapi perangkat rem yang sesuai dan memadai dan dapat dikendalikan terpusat oleh pengemudi, sehingga perangkat rem pada setiap sumbu dapat bekerja bersamaan (hampir bersamaan);
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 166
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (b) .dilengkapi perangkat rem parkir yang sesuai dan harus dalam keadaan siap dan dapat bekerja dengan baik; (c) unjuk kerja rem dan rem parkir harus memenuhi persyaratan ambang batas kelaikan jalan sesuai KM.8 Tahun 1989; (d) waktu yang dibutuhkan untuk mengaktifkan rem sekitar 0,35 detik sedangkan waktu releasenya 0,65 detik; (e) dimungkinkan untuk penambahan atau pengurangan gaya rem dari tuas pengontrol; (f) rem harus mampu menghentikan kendaraan pada kecepatan tertentu dalam jarak pengereman tertentu; (g) sistim rem harus mempunyai minimum brake efisiensi 60% pada pedal force < 70 kg atau perlambatan 2
minimum 5 m/detik pada saat dimuati sebesar GCWnya; (h) dilengkapi rem darurat yang dapat berfungsi meskipun terjadi kehilangan tekanan rem; (i) sistim rem harus mempunyai kemampuan minimal 60% dari kemampuan maksimumnya, setelah dipakai 20 kali pengereman dengan selang waktu antar pengereman tidak lebih dari 60 detik; (j) rem parkir harus dapat menahan kendaraan pada kemiringan maksimum (baik tanjakan maupun turunan) yang ada pada lintasan kendaraan tersebut; (k) kemampuan pengereman harus mampu bekerja dengan baik, meskipun dalam keadaan sempat terendam air atau pada cuaca hujan;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 167
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP m) sistim suspensi harus dapat membagi beban pada setiap roda secara
merata
kemanapun
kendaraan
bergerak
dan
memenuhi persyaratan : (a) konstanta pegas yang sesuai dengan kebutuhan yang diminta oleh B3 yang akan diangkut; (b) jarak transversal pegas harus diusahakan semaksimum mungkin; (c) batas kendor pegas suspensi pada saat ditekan maupun ditarik harus dibatasi; (d) peralatan anti-rolling harus dipasang pada suspensi; (e) peredam
kejut
memberikan
efek
(shock-absorber) peredaman
harus
yang
tepat
mampu untuk
menghindari goyangan dan kesulitan lain pada saat berbelok; n) bagian-bagian berputar yang beroperasi pada saat kendaraan melakukan proses bongkar-muat dan karena lokasinya dapat menimbulkan bahaya, harus diberi pelindung yang sesuai; o) kendaraan harus dilengkapi peralatan pengaman bagi tangki atau komponen lainnya dari kemungkinan kerusakan akibat kegagalan pada tail shaft; p) pemasangan batere kendaraan harus memenuhi ketentuan : (a) batere harus diletakkan sedemikian rupa sehingga dapat menahan gerakan kendaraan berlebihan dan harus diberi ventilasi yang baik; (b) penempatan batere harus mudah dijangkau, dilindungi dengan bahan tahan api dan tahan terhadap bahan
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 168
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP asam, serta pada terminalnya harus diberikan isolasi listrik untuk mencegah hubungan singkat; q) alat pemadam kebakaran kendaraan pengangkut B3 yang mudah meledak, gas mampat, gas cair, gas terlarut pada tekanan atau pendinginan tertentu, dan cairan mudah menyala, harus memenuhi persyaratan : (a) tipenya harus sesuai atau kompatibel dengan B3 yang akan diangkut dengan jumlah minimum 1 buah; (b) pemasangannya harus kuat dan aman, tetapi harus mudah dilepas dan mudah dijangkau; r) peralatan listrik bagi kendaraan pengangkut umum dapat dianggap memenuhi persyaratan bagi kendaraan pengangkut B3 yang tidak mudah atau tidak dapat terbakar; s) Industri angkutan barang harus menetapkan/membuat bahwa konstruksi tangki harus memenuhi persyaratan sebagai berikut; (a) ketentuan IMO1, IMO2 atau IMO5, baik untuk isocontainer (isotank) maupun tangki fabrikasi lokal; (b) tegangan rancangan maksimum untuk sembarang titik pada dinding tangki tidak boleh melebihi tegangan maksimum yang diizinkan yang dinyatakan dalam ASME Code, atau 25% dari kekuatan tarik bahan dinding tangki; (c) kekuatan tarik bahan yang digunakan untuk perancangan tidak boleh lebih besar dari 120% kekuatan tarik yang dinyatakan dalam ASME Code atau ASTM; (d) corrosion allowance tidak boleh ikut dimasukkan dalam perhitungan tegangan;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 169
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (e) perhitungan tegangan harus mencakup tegangan akibat tekanan internal, berat buatan, berat struktur yang ditumpu oleh dinding tangki, dan tegangan normal akibat perbedaan suhu muatan dengan suhu udara sekitarnya; (f) tegangan yang terjadi karena beban statik dan dinamik atau gabungannya; (g) tegangan karena gaya aksial dan momen lentur yang terjadi karena adanya percepatan sebesar 1 kali berat kendaraan bermuatan penuh; (h) tegangan tarik / tekan karena momen lentur yang terjadi karena gaya vertikal sebesar 3 kali berat statis kendaraan bermuatan penuh; (i) tegangan rancangan maksimum untuk sembarang titik pada dinding tangki harus dihitung secara terpisah untuk keadaan isi dan kosong; (j) tegangan
yang
terjadi
karena
tabrakan
dihitung
berdasarkan tekanan rancangan tangki ditambah tekanan dinamik akibat perlambatan sebesar 2g; (k) ketebalan minimum dinding dan kepala tangki harus dihitung berdasarkan tekanan rancangan serta bebanbeban
luar
lain,
ditambah
ketebalan
untuk
corrosionallowance dan mechanical allowance sesuai dengan B3 yang diangkut; (l) bila terjadi kerusakan atau kegagalan tidak menyebabkan kebocoran atau tumpahnya muatan yang ada dalam tangki;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 170
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (m)tempelan yang ringan seperti pemegang plakat dan pengikat rem harus dibuat dari bahan dengan kekuatan yang lebih kecil daripada kekuatan dinding tangki dan tebalnya tidak boleh melebihi 72% dari tempat dimana tempelan tersebut dilekatkan, dan harus ditempelkan pada tangki dengan menggunakan las kontinyu; (n) pengelasan dilakukan
peralatan
pada
dinding
tangki
harus
melalui landasan (pad) sehingga tidak ada
dampak negatif terhadap kekuatan tangki bila ada gaya yang bekerja pada peralatan tersebut; (o) plat
yang berisi sejumlah informasi harus secara
permanen terpasang pada tangki atau strukturnya, terbuat dari logam yang kompatibel dengan bahan dinding tangki dan tidak berkarat, diletakkan di sebelah kiri tangki, menghadap ke depan dan mudah dilihat. Informasi pada plat tangki terdiri dari :
nama pembuat;
nomor izin rancangan tangki;
nomor seri tangki;
tanggal pembuatan;
tanggal pengujian;
bahan kepala tangki (kualitas dan tebal);
bahan dinding tangki (kualitas dan tebal);
kapasitas setiap rongga tangki, dari depan ke belakang;
beban maksimum (dalam kg);
laju pemuatan (liter per menit);
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 171
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP
laju pembongkaran (liter per menit);
t) Industri angkutan barang menetapkan/membuat bahwa tangki yang digunakan harus memenuhi persyaratan IMO dan dilakukan sertifikasi setiap 5 (lima) tahun sekali; u) Industri angkutan barang harus menetapkan bahwa khusus tangki untuk bahan gas dan gas-cair, memenuhi persyaratan sebagai berikut; (a)
perancangan dan pembuatannya harus sesuai dengan Section VIII ASME Code;
(b)
tekanan rancangan harus tidak kurang dari tekanan uap bahan cair yang dimuat dalam tangki pada suhu 0
46 Celcius, atau kurang dari 700 kPa, diambil yang terbesar; (c)
bahan konstruksi tangki adalah baja paduan yang sesuai dan cocok dengan jenis B3 yang diangkut dan memenuhi persyaratan sebagaimana dinyatakan dalam ASME Code atau ASTM;
(d)
a.4.arah pengerolan terakhir pada plat yang digunakan untuk dinding tangki harus sesuai dengan arah melingkar dinding tangki;
(e)
diameter sambungan ulir ke tangki tidak boleh lebih besar dari 50 mm, kecuali pemakaian sambungan tersebut untuk peralatan tertentu yang tidak dapat dielakkan;
(f)
penyekat (baffle) harus dipasang pada tangki dengan kapasitas lebih besar dari 15.000 liter, dengan dasar 1
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 172
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP penyekat untuk setiap 15.000 liter dan luasnya tidak kurang dari 50% luas penampang melintang tangki; (g)
tangki dengan kapasitas lebih dari 5.000 liter harus dilengkapi dengan manhole yang berdiameter tidak kurang dari 400 mm;
(h)
katup pengaman harus dilindungi sedemikian rupa, sehingga bila kendaraan terguling maka lubang saluran keluar katup harus tetap terbuka;
(i)
Industri angkutan barang menetapkan bahwa setiap tangki harus dicat dengan warna logam mengkilat atau putih mengkilat;
(j)
Industri angkutan barang
menetapkan bahwa setiap
tangki harus dilengkapi komponen sebagai berikut :
fitting untuk pengisian;
fitting untuk pengeluaran, yang dapat juga berfungsi untuk pengisian;
peralatan untuk pengeluaran dalam keadaan darurat;
fitting untuk pengembalian uap (vapour return);
alat penduga isi muatan;
alat pengukur tekanan muatan;
alat pengukur suhu muatan (jika diperlukan);
v) Industri angkutan barang harus menetapkan bahwa khusus tangki untuk bahan berbahaya cair, juga harus memperhatikan :
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 173
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (a)
beban rancangan untuk tangki dan tumpuannya tidak boleh lebih kecil daripada 2 kali massa total tangki dengan perlengkapan dan muatannya;
(b)
tegangan karena tekanan uap dan head statik cairan harus ditambahkan pada tegangan karena beban statik. Tekanan uap ini harus tidak lebih kecil dari 10 kPa untuk tangki kecil dan 30 kPa untuk tangki besar;
(c)
beban karena berat peralatan, reaksi tumpuan dan gradien suhu harus ikut dipertimbangkan;
(d)
tegangan kelelahan harus dihitung dan ditambahkan pada tegangan statik;
(e)
resultan beban, bila dimungkinkan harus dihitung dengan penjumlahan vektor komponen-komponennya;
(f)
bahan tangki dibuat dari baja atau aluminiun sesuai persyaratan yang ditetapkan dalam Section VIII ASME Code atau ASTM, dan harus kompatibel dengan muatannya;
(g)
bentuk tangki kecil dapat sembarang, sedangkan tangki besar harus berbentuk silinder;
(h)
dilengkapi rangka penguat untuk kepala dan sekat tangki, dengan kecembungan sekat harus menghadap kedepan untuk mengrangi dampak beban pengereman;
(i)
tangki harus diperkuat dalam arah melingkar dengan rangka penguat dan sekat (bulkhead);
(j)
sekat
tangki
harus
diberi
manhole
untuk
menghubungkan rongga di kedua sisi sekat;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 174
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (k)
beban yang berasal dari tumpuan harus dikenakan pada rangka penguat melalui suatu bantalan (pad) atau sirip (gusset) dengan luas bidang tumpu sebesar mungkin;
(l)
bila diperlukan pemisah cairan yang berbeda dalam 1 tangki, maka ketentuan mengenai sekatnya :
untuk
tangki
kecil,
harus
dilengkapi
sekat
berdinding ganda atau sekat dengan cincin pembersih atau sekat berdinding tunggal dengan sambungan las di kedua sisinya;
(2)untuk tangki besar, harus bdilengkapi 2 buah sekat dengan kecembungan saling berhadapan;
(m) rongga udara yang terjadi diantara 2 sekat atau cincin pembersih atau cincin penguat luar / dalam harus dilengkapi lubang berulir (terletak dibagian atas tangki dan harus diberi sumbat) untuk keperluan venting dan draining; (n) bila dimungkinkan, perlengkapan tangki harus diikat pada rangka bawah (skirt), jika tidak maka harus dirancang sedemikian rupa agar patah lebih dahulu daripada dinding tangki; (0) setiap tangki harus dilengkapi alat pelindung pada saat terguling, yang dapat berupa perisai, kubah (dome) yang dipasang pada tangki, atau penempatan komponen peralatan didalam tangki; (p)
pengelasan dinding tangki dan perlengkapannya harus sesuai dengan Section VIII ASME Code;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 175
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (q)
setiap tangki harus dilengkapi manhole dengan ukuran tidak lebih kecil dari 300 mm x 400 mm dan tutupnya harus memenuhi syarat uji tekan;
(r) setiap lubang pengeluaran cairan harus dilengkapi dengan internal shut-off valve yang dapat berfungsi dengan baik pada tekanan rancangan pipa; (s) setiap rongga tangki harus dilengkapi dengan vent normal dan vent darurat yang harus dirancang dan dipasang sedemikian rupa sehingga kebocoran cairan melalui vent dapat dicegah pada waktu kendaraan terguling; (t)
tangki yang dirancang untuk bongkar muat dengan tutup tertutup harus dilengkapi saluran vent cairan yang memadai;
(u) motor penggerak pompa tangki harus dari jenis disel dan tidak diizinkan memasang peralatan listrik pada motor penggerak; w) Industri angkutan barang menetapkan bahwa tangki portabel harus memenuhi ketentuan : (a)
dirancang dan dibuat dngan dudukan yang kuat untuk menahan beban yang terjadi dalam perjalanan;
(b)
perlengkapan yang dirancang untuk menahan beban (skid, pengikat, bracket, cradles, lifting lug, hold-downlug, dll) harus terpasang permanen pada tangki sesuai dengan persyaratan untuk pembuatan tangki;
(c)
dudukan tangki harus dirancang sedemikian rupa untuk mencegah konsentrasi beban pada dinding tangki;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 176
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP x) Industri angkutan barang menetapkan bahwa sambungan pada tangki harus memenuhi persyaratan : (a)
ASME Code yang merinci pengerjaan dinding dan kepala tangki;
(b)
tata cara pengelasan dan keterampilan tukang las harus sesuai dengan Section IX dari ASME Code dan memperhatikan jumlah lintasan las, tebal pelat, panas yang diberikan setiap lintasan las, elektroda las dan catatan tentang proses pengelasan harus disimpan pembuat tangki paling sediit 5 tahun;
(c)
semua sambungan las memanjang harus diletakkan di sisi atas badan tangki;
(d)
tepi-tepi yang akan disambung dengan las dapat disiapkan dengan proses pemotongan dengan las, asal permukaan tersebut mengalami pencairan ulang pada proses pengelasannya. Apabila tidak akan terjadi pencairan ulang, maka permukaan tersebut harus dipotong akhir sedalam 1,27 mm dengan alat potong mekanik;
Pasal 12 PERSYARATAN PERAKITAN/PEMBUATAN KENDARAAN ANGKUTAN BARANG B3
Karena barang
B3 sangat sensisitif terhadap gesekan maupun
cuaca, maka industri perakitan angkutan barang /kendaraan barang B3
harus
mematuhi dan membuat/ dan memenuhi
persyaratan
sebagai berikut;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 177
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP a. rancangan kendaraan pengangkut B3 disetujui dan disahkan instansi yang berwenang; b. untuk kendaraan built-up, importir harus dapat menunjukkan bukti tertulis kepada pejabat yang berwenang mememberikan persetujuan dan pengesahan berupa sertifikat persetujuan c. pengesahan yang dilegalisir pejabat negara asal yang berwenang; d. persetujuan dan pengesahan tersebut meliputi : a) kendaraan; b) wadah dan/atau kemasan; c) peralatan dan perlengkapan lain yang biasa digunakan untuk pengangkutan B3; e. perakitan dan pembuatan kendaraan pengangkut B3 dilakukan dibawah pengawasan automotive engineer terdaftar; f. perakitan dan pembuatan kendaraan pengangkut B3 harus dilakukan pada bengkel yang bersertifikat; g. prototipe
kendaraan
pengangkut
B3
harus
mendapat
persetujuan dan pengesahan; h. perakitan dan pembuatan kendaraan pengangkut B3 yang memerlukan pengelasan harus dilakukan tenaga ahli las bersertifikat. i.
modifikasi dan/atau reparasi kendaraan pengangkut B3 hanya boleh
dilakukan
mekanik
dibawah
pengawasan
automotiveengineer terdaftar pada bengkel yang mempunyai sertifikat;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 178
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP j.
hasil modifikasi dan/atau reparasi hanya boleh dioperasikan setelah mendapat persetujuan tertulis dari penguji khusus kendaraan pengangkut B3 yang ditunjuk Direktur Jenderal;
k. modifikasi dan/atau reparasi besar hanya boleh dilakukan apabila wadah dan/atau kemasan telah dinyatakan bebas dari cairan dan uap mudah terbakar, dengan metode yang disetujui dan disahkan; l.
modifikasi
dan/atau
reparasi
dinyatakan
besar,
apabila
modifikasi dan/atau reparasi tersebut mempengaruhi rangka landasan,
wadah
dan/atau
kemasan,
jaringan
pipa,
pemasangan kembali wadah dan/atau kemasan, perubahan rancangan wadah dan/atau kemasan, dan pekerjaan secara umum dinyatakan sebagai pekerjaan panas; m. modifikasi dan/atau reparasi yang memerlukan pengelasan harus dilakukan tenaga ahli las bersertifikat; n. hanya kendaraan pengangkut B3 yang telah bebas cairan dan uap mudah terbakar yang boleh dirawat di setiap lokasi atau setiap ruangan; o. perawatan kendaraan pengangkut B3 yang bukan pekerjaan panas yang belum bebas dari cairan dan gas mudah terbakar harus dilakukan di ruangan khusus untuk reparasi dan p. perawatan, dengan ketentuan ruangan harus disahkan oleh penguji khusus kendaraan pengangkut B3; q. perawatan hanya boleh dilakukan apabila tidak terdapat sumber api pada jarak kurang dari 8 (delapan) meter;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 179
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP r. perawatan
harus
dilakukan
oleh
dan/atau
dibawah
pengawasan mekanik yang mempunyai wewenang untuk melakukan perawatan; s. dalam kasus akan dilakukan reparasi darurat yang tidak mengganggu wadah dan/atau kemasan, dapat dilakukan dengan ketentuan : a) pengemudi atau yang dinyatakan bertanggung jawab, harus menunggu kendaraan yang bersangkutan selama reparasi; b) kendaraan harus ditempatkan di lokasi yang tidak terdapat api dan/atau temperatur tinggi; c) tidak ada sumber api yang berjarak kurang dari 8 (delapan) meter; d) reparasi darurat harus dilakukan oleh dan/atau dibawah pengawasan mekanik yang ditunjuk.
Pasal 13 PERSYARATAN KHUSUS KENDARAAN PENGANGKUT B3 BERUPA PADATAN MUDAH MENYALA, OKSIDATOR, PEROKSIDA ORGANIK, BAHAN BERACUN DAN MUDAH MENULAR
(1) Dalam rangka menjamin keselamatan dan keamanan Persyaratan khusus kendaraan pengangkut B3 berupa padatan mudah menyala, oksidator, peroksida, bahan beracun dan mudah menular, maka industri kendaraan harus memperhatikan dan
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 180
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP membuat
serta
memenuhi
aspek
perancangan
dengan
persyaratan sebagai berikut;
a. perancangan dilakukan dibawah pengawasan automotive engineer terdaftar; b. rancangan
kendaraan
memenuhi
persyaratan
teknologi,
kelaikan jalan, keselamatan dan kelestarian lingkungan; c. rancangan kendaraan harus mendapat sertifikat uji tipe dari Direktur Jenderal; d. massa total maksimum tangki dan muatannya tidak melebihi kapasitas
kendaraan
yang
dinyatakan
oleh
pabrik
pembuatnya. e. pengikat tangki ke kendaraan harus dirancang sebagai tumpuan tangki; f. bumper belakang dan pengikatnya harus dirancang dengan dasar beban rancangan sebesar 40 ton atau 2 kali massa kendaraan bermuatan penuh (diambil yang terkecil), terbagi rata pada batang bumper dengan arah horizontal dan sejajar dengan sumbu panjang kendaraan, atau dalam daerah yang dibatasi oleh sudut 300 dari sumbu panjang kendaraan pada bidang horizontal, dan tegangan kerja sebesar tegangan luluh bahan bumper; g. sistim rem udara untuk keadaan darurat pada kendaraan yang ditarik harus dirancang dengan menggunakan katup darurat “no-bleed back”, sehingga
luapan
kembali udara
atau
pengurangan tekanan udara ke kendaraan penarik dapat dijaga;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 181
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP h. kendaraan dan kopling penghubungnya untuk 2 kendaraan atau lebih yang dioperasikan secara bergandengan, harus dirancang
agar
lintasan
kendaraan
yang
ditarik
tidak
menyimpang lebih dari 75 mm ke samping kiri maupun kanan dari lintasan kendaraan yang menariknya; i.
tegangan rancangan maksimum tangki di sembarang titik tidak boleh melebihi yang diizinkan dalam Section VIII ASME Code, atau 25% dari kekuatan tarik bahan dinding tangki;
j.
harus dirancang dan dibuat berdasarkan Section VIII ASME Code, dengan kriteria : (a) beban rancangan tangki dan tumpuannya tidak boleh lebih kecil dari 2 kali massa total tangki dengan perlengkapan dan muatannya; (b) tegangan karena tekanan uap dan head static cairan harus ditambahkan pada tegangan karena beban statik; (c) beban karena berat peralatan, reaksi tumpuan dan gradien suhu harus diperhitungkan; (d) tegangan kelelahan harus ditambahkan pada tegangan statik, kecuali bila dapat ditentukan dengan pengetesan;
(2)
Dalam
rangka
menjamin
keselamatan
dan
keamanan
Persyaratan khusus kendaraan pengangkut B3 berupa padatan mudah menyala, oksidator, peroksida, bahan beracun dan mudah menular, maka industri kendaraan harus memperhatikan dan membuat serta memenuhi aspek konstruksi dengan persyaratan sebagai berikut;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 182
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP a.
tangki
kendaraan dibuat dengan persyaratan sebagai
berikut;
a) kekuatan tarik bahan dinding tangki tidak boleh lebih besar dari 120% kekuatan tarik yang dinyatakan dalam AME Code atau ASTM; b) Coorosion
allowance
(cadangan
korosi)
tidak
boleh
dimasukkan dalam perhitungan tegangan, yang mencakup tegangan karena tekanan dari dalam, berat muatan, berat struktur yang ditumpu dinding tangki, dan tegangan termal akibat perbedaan suhu muatan dengan suhu udara sekitarnya; c) konsentrasi tegangan tarik, lentur dan puntir yang terjadi pada tumpuan dinding tangki harus dihitung berdasarkan ASME Code; d) ketebalan minimal dinding dan kepala tangki adalah 4,75 mm untuk baja dan 6,85 mm untuk aluminium, kecuali untuk tangki chlorine atau belerang dioksida; e) ketebalan minimal dinding dan kepala tangki untuk mengangkut
chlorine
atau
belerang
dioksida
harus
ditambah cadangan korosi 20% atau 2,54 mm (diambil yang terkecil); f) tempelan yang ringan pada dinding tangki, seperti plakat dan pengikat saluran rem, tebalnya tidak boleh lebih dari 72% dinding tangki dan harus dilas kontinu untuk menghindari lubang yang mungkin menyebabkan korosi;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 183
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP g) sudut alas segitiga sama kaki pada penampang lintang tangki tidak boleh melebihi 620, kecuali untuk : (a)
tangki portabel dengan kapasitas < 10.000 liter, sudut alas terbesar 640;
(b) tangki permanen, sudut alas terbesar 640; h) kendaraan
yang
mengangkut
kemasan
tangki
(tank
container) tidak dapat dipandang sebagai tangki; i) jarak ke tanah dari komponen tangki dan peralatan pelindung yang berada dalam daerah 1 meter dari poros roda harus ≥ 250 mm, bila kendaraan dalam keadaan kosong dan untuk titik lain diluar daerah 1 meter dari poros roda harus ≥ 350 mm; j) tangki harus dilindungi terhadap bahaya yang dapat terjadi karena kerusakan pada tail shaft; k) setiap tangki harus dilengkapi alat pemadam kebakaran dengan jenis dan jumlah yang kompatibel dengan bahan muatan; l) tangki harus dilengkapi dengan saklar pemutus aki, kecuali sirkuit yang mencatu instrumen tertentu yang tidak boleh dimatikan, dan harus dipasang di sebelah kanan sisi belakang ruang pengemudi sehingga terlihat jelas dan mudah dijangkau seseorang dari luar ruang dan diberi tanda dengan jelas; m) tangki
harus
mempunyai
tempat
untuk
menyimpan
peralatan keamanan yang mungiin diperlukan untuk muatan khusus, dan harus mudah dijangkau dan tidak berada dekat sambungan pengeluaran;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 184
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP n) jarak dari sisi belakang ruang pengemudi ke titik terdekat dari tangki tidak boleh kurang dari 75 mm; b.penempatan
alat
pemadam
kebakaran
harus
memenuhi
persyaratan : a) terikat dengan kokoh dan dapat dilepas dengan cepat; b) mudah dijangkau, tapi jauh dari titik sambungan slang; c) bila diperlukan 2 alat pemakam kebakaran untuk 1 tangki, maka 1 harus ditempatkan di sisi kiri belakang dan 1 di sisi kanan depan; d) bila hanya diperlukan 1 alat pemakam kebakaran, maka alat tersebut harus dipasang di sisi keluaran tangki; c. pipa pengisi dan pengeluaran yang terpasang tetap pada tangki tidak boleh menjulur ≥ 40 mm dibawah bidang datar yang melalui garis sumbu poros kendaraan; (3) Industri kendaraan harus mematuhi atau membuat bahwa setiap tangki harus dilengkapi bumper untuk perlindungan terhadap tumbukan dari belakang, dengan memenuhi persyaratan : a. jarak dari bagian dalam bumper ke bagian tangki yang paling belakang harus tidak kurang dari 150 mm; b. lebar bumper harus ≥ lebar tangki maksimum; c. bumper harus dapat meneruskan gaya yang terjadi karena tumbukan langsung ke rangka kendaraan; d. bumper harus diikat pada rangka kendaraan dan tidak boleh diikat langsung pada tangki; e. dilengkapi pelindung terhadap kendaraan kecil yang mungkin menerobos kebawah bumper, jika roda terletak
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 185
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 600 mm dari permukaan bidang tumbukan dan jarak dari bumper ke tanah lebih dari 600 mm; (4)
Industri kendaraan harus menetapkan, bahwa perisai harus dipasang di tempat dimana tumpahan atau kebocoran bahan muatan dapat menimbulkan bahaya;
(5) Industri kendaraan harus menetapkan bahwa pipa gas buang harus diarahkan menjauhi tangki dan peralatannya; (6)
Industri
kendaraan
harus
menetapkan
bahwa
beban
maksimum pada tiap ban tidak boleh melebihi daya dukung tiap ban; (7)
Industri kendaraan harus menetapkan bahwa mesin dengan poros berputar yang dioperasikan pada saat kendaraan berhenti yang karena penempatannya dapat menimbulkan bahaya, harus diberi pengaman secukupnya;
(8) Industri kendaraan harus menetapkan bahwa aki harus diikat dengan kokoh supaya tidak bergeser pada waktu kendaraan terguling, harus diberi ventilasi, dipasang di tempat yang mudah dijangkau, diberi penutup yang tahan asam dan diberi insulasi listrik di sekitar terminalnya; (9) Industri kendaraan bahwa sistim kelistrikan ditetapkan dengan syarat sebagai berikut : a. kabel untuk kelistrikan harus dari jenis dengan 7 helai lilitan dengan kapasitas arus yang memadai dan dilengkapi dengan terminal dari jenis insulation gripping, kecuali kabel aki dan starter;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 186
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP b. perkabelan di luar dan di belakang ruang pengemudi atau pada kereta gandeng harus dipasang didalam pipa conduit dengan “flared fitting” atau yang setaraf yang disetujui; c. setiap sirkuit, kecuali sirkuit starter dan pengapian, harus diproteksi memakai sekring atau pemutus sirkuit yang direset secara manual; d. sambungan saluran listrik antara kendaraan penarik dan keretanya harus sesuai dengan persyaratan kelaikan jalan yang berlaku; e. tahanan listrik antara tangki dan rangka tangki, chassis kereta, chassis kendaraan penarik, dan antar tangki dan pipa penghubung ke slang keluaran tidak boleh melebihi 10 Ohm; f. tahanan listrik antara
semua komponen penghantar
kendaraan, dan antar tangki dan tanah tidak boleh melebihi 1 Mega Ohm; (10) lampu untuk bongkar muat harus dilindungi dengan kawat anyam berdiameter 3 mm dengan jarak anyam 12 mm, dan dipasang di depan lensa dengan jarak 12 mm, kecuali bila lensa tersebut dari jenis yang tahan pecah; (11) kereta gandeng dan kereta tempel harus dilengkapi dengan kait yang memenuhi persyaratan; (12) kereta gandeng harus dilengkapi batang penarik dan alat-alat untuk mengikatnya yang mempunyai struktur yang mampu menarik beban dengan aman, dan dilengkapi alat pengaman kegagalan batang penarik;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 187
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (13) Industri kendaraan roda kelima pada kendaraan penarik diharuskan memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. bagian bawahnya harus dipasang pada rangka kendaraan yang memiliki bracket, pelat pemegang atau besi siku dengan menggunakan baut yang memiliki ukuran dan kekuatan yang memadai, serta tidak boleh mengakibatkan retak, bengkok atau deformasi pada rangka; b. bagian atasnya harus diikat ke kendaraan yang ditarik dengan baut yang mempunyai keamanan yang sama dengan bagian bawah roda kelima pada kendaraan penarik; c. harus
memiliki
mekanisme
pengunci
yang
mampu
mencegah terpisahnya bagian atas dan bagian bawah roda kelima, kecuali pelepas manual diaktifkan; d. harus dapat mendistribusikan berat kotor kendaraan penarik dan kendaraan yang ditarik pada gandar-gandar kedua kendaraan tersebut, dan tidak mengganggu kemudi, rem dan manuver dan operasi kendaraan; (14) Industri
kendaraan
harus
menetapkan
bahwa
untuk
pentanahan (grounding) harus ada paling tidak 1 batang logam tahan karat yang dilas menjadi bagian terpadu dengan tangki, kecuali menggunakan kabel yang digulung; (15) Industri kendaraan harus menetapkan sistim rem dengan persyaratan sebagai berikut : a. sistim rem kendaraan atau gabungan beberapa kendaraan bermotor terdiri dari : a) sistim rem operasi normal;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 188
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP b) sistim rem parkir; c) sistim rem darurat; (16) Industri kendaraan harus menetapkan bahwa alat kendali rem darurat harus ditempatkan pada lokasi yang mudah dijangkau pengemudi, meskipun terikat sabuk pengaman, dan dapat digabungkan dengan sistim rem untuk berhenti; (17) Industri kendaraan harus menetapkan bahwa sistim rem parkir harus dapat menjaga kendaraan dalam kondisi muatan apapun tetap berhenti, dan tidak dapat dilepaskan kecuali diberikan energi yang cukup untuk pelepasannya; (18) Industri kendaraan harus menetapkan atau membuat bahwa sistim rem darurat pada kendaraan penarik harus dapat menghentikan seluruh kendaraan apabila berhenti dengan tiba-tiba; (19) Industri kendaraan harus membuat atau menetapkan bahwa untuk kendaraan dengan JBB kurang dari 5.000 kg harus mampu berhenti dari kecepatan 35 km/jam pada jarak yang tidak melebihi 22 m; (20) Industri kendaraan harus menetapkan bahwa untuk kendaraan dengan JBB lebih dari 5.000 kg harus mampu berhenti dari kecepatan 35 km/jam pada jarak yang tidak melebihi 28 m; (21) Industri kendaraan harus membuat kendaraan yang dilengkapi rem udara, pada waktu menarik kendaraan lain yang dilengkapi
rem
udara,
harus
dilengkapi
2
alat
untuk
mengaktifkan sistim rem darurat kendaraan yang ditarik dan salah satunya harus bekerja secara otomatis, sehingga
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 189
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP tekanan udara pada kendaraan penarik tidak kurang dari 20 psi dan tidak lebih dari 45 psi; (22) Industri kendaraan harus membuat bahwa kendaraan harus dilengkapi tanda (sinyal) yang terdengar dan terlihat oleh pengemudi
yang
memberikan
peringatan
ketika
terjadi
kerusakan pada pelayanan sistim rem; (23) Industri kendaraan harus membuat bahwa kereta tempel harus dilengkapi rem pada setiap roda, termasuk rem parkir; (24) Industri kendaraan menetapkan bahwa untuk sambungan / pengelasan dilaksanakan dengan prosedur sebagai berikut : a. tata cara pengelasan dan keterampilan tukang las harus sesuai dengan Section IX ASME Code; b. faktor yang harus diperhatikan : a) jumlah lintasan las; b) tebal pelat; c) panas yang diberikan untuk setiap lintasan las; d) elektroda las; c. penyimpangan tidak boleh melebihi 25% dari tata cara yang tercantum dalam ASME Code; d. catatan tentang pengelasan harus disimpan pembuat tangki sekurangnya 5 tahun dan harus dapat ditunjukkan kepada yang berwenang atau pemilik tangki; e. semua sambungan las memanjang harus diletakkan di sisi atas badan tangki; (24) khusus untuk tangki bahan berbahaya cair , industri kendaraan harus membuat dengan persyaratan sebagai berikut:
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 190
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP a. bahan tangki dapat dibuat dari baja atau aluminium dan harus kompatibel dengan muatannya, serta sesuai dengan Section VIII ASME Code atau ASTM; b. bentuk tangki kecil dapat sembarang, tetapi tangki besar harus berbentuk silinder; c. kepala tangki ; d. untuk tangki besar harus berbentuk cembung (dished) dengan kedalaman tidak lebih kecil dari 250 mm, tidak termasuk flange dengan jari-jari knuckle tidak lebih kecil dari 50 mm; e. untuk tangki kecil tidak lebih kecil dari 80 mm; f. kecembungan dished bulkhead harus menghadap ke depan untuk mengurangi dampak beban pengereman; g. pemasangan sekat ke dinding tangki dengan perantaraan suatu dudukan kadang-kadang diperlukan untuk muatan korosif; h. tangki harus diperkuat dalam arah melingkar dengan rangka penguat, sekat atau bulkhead; i.
sekat harus diberi manhole untuk menghubungkan rongga diantara kedua sisi sekat;
j.
beban tumpuan harus dikenakan pada rangka penguat melalui suatu bantalan (pad) dengan luas bidang tumpu semaksimum mungkin;
k. pemisahan cairan dalam rongga yang bersebelahan : a) untuk
tangki
kecil
harus
dilengkapi
bulkhead
berdinding ganda atau bulkhead dengan cincin pembersih;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 191
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP b) untuk tangki besar harus dilengkapi 2 bulkhead dengan kecembungan saling berhadapan; l. rongga udara yang terjadi diantara diantara 2 bulkhead atau cincin pembersih harus dilengkapi lubang berulir untuk keperluan “venting dan draining”; m. perlengkapan tangki harus diikat pada rangka bawah atau skirt, dan bila diikat pada bantalan yang dilas ke dinding tangki, maka bantalan tersebut harus lebih tipis dari dinding tangki dan meluas 25 mm diluar keliling ikatan serta konsentrasi tegangannya minimum; n. setiap tangki harus dilengkapi alat pelindung pada saat terguling, yaitu : a) untuk
tangki
kecil,
berupa
”coaming”
dengan
penampang U terbalik; b) untuk tangki besar, berupa perisai atau kubah (dome) yang
dipasang
pada
tangki
atau
penempatan
komponen peralatan didalam tangki; o. pengelasan dinding tangki dan perlengkapannya harus sesuai dengan Section VIII ASME Code, dan logam pengisi harus kompatibel dengan bahan dinding tangki dan muatannya; p. setiap tangki harus dilengkapi manhole dengan ukuran tidak lebih kecil dari 300 mm x 400 mm dan tutup yang memenuhi uji tekan; q. setiap lubang pengeluaran harus dilengkapi internal shutoff valve yang dapat berfungsi dengan baik pada tekanan rancangan pipa;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 192
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP r. setiap rongga tangki harus dilengkapi vent normal dan vent darurat yang dirancang dan dipasang sehingga jika terjadi surge pada waktu kendaraan terguling, kebocoran dapat dicegah; s. tangki yang dirancang untuk diisi melalui sisi bawah harus dilengkapi
dengan
perlindungan
terhadap
pengisian
berlebih; t. perlengkapan pengisian terdiri dari : a) pipa pengisi, dimana untuk pengisian melalui sisi atas harus berakhir pada jarak lebih kecil dari 50 mm dan untuk pengisian melalui sisi bawah lebih besar dari 35 mm, dan ujungnya harus dipotong miring 450 supaya pancaran tidak menumbuk bagian tangki yang dapat menimbulkan percikan; b) penutup pipa pengisi, yang tidak boleh bocor setelah melalui uji jatuh; c) tongkat penduga; d) pipa pengeluaran; e) slang dan kopling; f) pompa, dengan jenis yang sesuai dengan bahan muatan dan dengan head dan kapasitas sesuai kapasitas
yang
diperlukan,
serta
dilengkapi
alat
pengatur tekanan otomatis; g) motor bakar penggerak pompa dari jenis diesel, yang dilengkapi
pencekik
(strangler)
yang
dioperasikan
secara manual dan alternator; u. pelat merek yang dipasang pada tangki harus berisi informasi :
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 193
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP a) nama pembuat; b) nomor izin rancangan tangki; c) nomor seri tangki; d) tanggal pembuatan; e) tanggal pengujian; f) bahan kepala tangki (kualitas dan tebal); g) bahan dinding tangki (kualitas dan tebal); h) kapasitas setiap rongga tangki, dari depan ke belakang; i)
beban maksimum (kg);
j) laju pemuatan (liter per menit); k) laju pembongkaran (liter per menit); v. pelat merek harus dipasang permanen dan terbuat dari logam yang kompatibel dengan bahan dinding tangki dan tahan karat, serta tidak boleh dicat; (25) khusus untuk tangki bahan berbahaya gas dan gas cair, industri kendaraan harus membuat dan menetapkan dengan persyaratan sebagai berikut : a. perancangan dan pembuatannya harus sesuai Section VIII ASME Code; b. tekanan rancangan harus tidak kurang dari tekanan uap bahan cair yang dimuat dalam tangki pada suhu 460 Celcius, atau tidak kurang dari 700 kPa (diambil yang terbesar); c. perhitungan beban dinamik harus dihitung berdasarkan rasio isi massa; d. bahan konstruksi tangki adalah baja paduan yang sesuai dan cocok dengan muatannya;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 194
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP e. arah pengerolan terakhir dinding tangki harus sesuai dengan arah melingkar dinding tangki; f. penyekat harus dipasang pada tangki dengan kapasitas lebih dari dari 15.000 liter, dengan dasar 1 penyekat untuk setiap 15.000 liter; g. tangki dengan kapasitas lebih dari 5.000 liter harus dilengkapi dengan manhole dengan diameter tidak kurang dari 400 mm; h. katup pengaman harus dilindungi, sehingga bila kendaraan terguling maka katup lubang saluran keluar harus tetap terbuka; i.
setiap tangki harus dicat dengan warna logam mengkilat atau putih mengkilat;
j.
setiap tangki harus dilengkapi komponen sebagai berikut : a) fitting untuk pengisian; b) fitting untuk pengeluaran, yang dapat juga sebagai fitting pengisian; c) peralatan untuk pengeluaran dalam keadaan darurat; d) fitting untuk pengembalian uap; e) alat penduga isi muatan; f) alat pengukur tekanan muatan; g) alat pengukur suhu muatan (jika diperlukan);
k. komponen tangki harus mempunyai tekanan rancangan tidak kurang dari tekanan rancangan tangki, dan dibuat dari bahan yang kompatibel dengan bahan tangki;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 195
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP l.
semua katup harus terbuat dari baja, besi malleable atau besi liat (ductile iron) dengan pelumas yang kompatibel dengan bahan muatan;
m. semua lubang, kecuali untuk katup pengaman dan lubang pengukur tekanan dan level yang diameternya kurang dari 1,4 mm, harus dilengkapi katup dengan persyaratan : a) untuk lubang dengan diameter lebih dari 25 mm harus dipasang 1 internal excess-flow dan 1 quick closing internal valve, atau 1 internal safety control valve; b) untuk lubang dengan diameter kurang dari 25 mm harus dipasang 1 internal excess-flow bersama dengan shut-off valve manual; c) satu internal non-return valve dan satu shut-off valve manual, atau 1 internal safety control valve harus dipasang pada lubang yang dipakai untuk aliran balik by pass pompa; n. sebuah shut-off valve harus dipasang pada ujung setiap saluran cairan atau uap; o. setiap lubang pengeluaran harus diberi tutup pelindung yang diikat dengan rantai; p. tangki dengan kapasitas sampai 15.000 liter harus mempunyai mekanisme pengontrol quick-closing valve yang dilengkapi 1 penutup jarak jauh, untuk lebih dari 15.000 liter diperlukan 2 penutup jarak jauh; q. excess flow valve harus dipasang agar laju aliran pada saluran di sisi hilir lebih besar dari laju aliran pada katup tersebut;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 196
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP r. katup pengaman harus dipasang dengan persyaratan : a) arah pancaran harus vertikal; b) dirancang untuk dipasang didalam, kecuali bila bahan muatan dapat menyebabkan katup tidak berfungsi dapat dipasang diluar denga diberi pelindung; c) pancaran uap harus langsung menuju atmosfer dan tidak boleh menyemprot dinding tangki; d) katup pelepas tekanan hidrostatik harus dipasang diantara sepasang shut-off valve pada saluran cairan untukmelepas tekanan hidrostatik ke atmosfer; e) katup penutup manual harus dilengkapi roda atau tangkai yang terpasang tetap; f) perlengkapan untuk pengeluaran dalam keadaan darurat harus mempunyai diameter tidak kurang dari 32 mm dan dilengkapi sarana untuk memasang slang; s. perpipaan ditetapkan dengan persyaratan sebagai berikut : a) tekanan rancangan perpipaan tidak boleh melebihi tekanan rancangan tangki dan tekanan maksimum yang dapat ditimbulkan sumber tekanan, seperti pompa; b) sambungan pipa harus dari jenis sambungan las, sambungan ulir, sambungan flens atau dengan union yang digerinda mukanya, dengan gasket dan bahan perapat sambungan yang kompatibel dengan bahan muatan; c) pipa yang difabrikasi harus diuji secara hidrostatis pada tekanan 1,5
kali tekanan rancangan sebelum dirakit
dengan tangki;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 197
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP d) pipa yang telah dirakit dengan tangki harus diuji dengan udara atau gas inert pada tekanan sebesar 700 kPa; e) sambungan fleksibel hanya dipakai apabila diperlukan untuk meredam getaran dengan panjang tidak lebih dari 1 meter, dan terbuat dari logam (bellow type) yang tahan pecah atau slang karet dengan diameter tidak lebih dari 50 mm; f) setiap katup pembuang tekanan (bleed valve) harus mempunyai sebuah lubangdengan diameter lebih kecil dari 6 mm, dan diarahkan agar tidak menyemprot dinding tangki, pipa dan perlengkapannya dan bahaya terhadap manusia; t. setiap tangki harus dilengkapi dengan alat pengukur level cairan yang
tetap dan variabel untuk menunjukkan
ketinggian pengisian standar; u. alat pengukur level harus dilengkapi : a) sensor pengukur; b) lubang pengempes / pelepas tekanan alat pengukur level yang tidak lebih besar dari 1,4 mm dengan pemutar katup yang tidak terbuka pada saat operasi normal (alat ukur yang mengempes ke atmosfer tidak boleh digunakan jika bahan yang diangkut adalah vinyl chloride atau methylamines); c) tanda yang dipasang dekat alat ukur yang menunjukkan standar pengisian “level pengisian standar ditetapkan v. setiap tangki harus dilengkapi dengan alat pengukur tekanan untuk menunjukkan tekanan didalam ruang uap, dengan
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 198
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP diameter pipa penghubung ke tangki tidak boleh lebih dari 1,4 mm dan bahannya harus kompatibel dengan bahan yang diangkut; w. tangki yang mungkin diisi dengan bantuan alat pengukur level variabel sampai level diatas alat pengukur level harus dilengkapi
termometer
dengan
jangkauan
pengukuran
sekurangnya dari –300 sampai +300; x. pompa dan kompresor harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a) untuk menangani muatan harus sesuai dengan muatan tersebut dan dilengkapi dengan perangkat otomatis yang mencegah tekanan rancangan tangki terlampaui; b) pompa harus dilengkapi dengan alat ukur tekanan seperti yang diapakai pada tangki, dan katup bypass yang dipasang pada sisi keluar pompa perpindahan positif atau sisi masuk; c) sisi masuk dan keluar kompresor harus dihubungkan dengan ruang uap tangki, dan harus dilengkapi sarana untuk mencegah masuknya cairan dari dalam tangki ke kompresor dan alat ukur tekanan; d) penempatan alat pengatur pompa dan kompresor harus diberi tanda jelas dan mudah dijangkau; e) slang
pemindah
harus
tebuat
dari
bahan
yang
kompatibel dengan bahan yang diangkut dan lulus uji kebocoran; y. tangki harus dilengkapi perangkat untukmenympan slang dan melindunginya selama perjalanan;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 199
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (26) khusus tangki bahan beracun industri kendaraan membuat dengan persyaratan sebagai berikut : a. tangki bahan beracun terdiri dari : a) tangki jenis 1, yaitu tangki yang dirancang dengan tekanan uap dari muatan pada 460C ditambah 1 Mpa; b) tangki jenis 2, yaitu tangki yang dirancang dengan tekanan uap dari muatan pada 460C ditambah 0,75 Mpa; c) tangki jenis 3, yaitu tangki yang dirancang dengan tekanan uap dari muatan pada 460C, atau tekanan kerja untuk tangki yang tidak dibebani dengan tekanan gas; d) tangki jenis 4; e) tangki jenis 5; b. tangki jenis 1, 2 dan 3 dengan syarat sebagai berikut; a) harus terbuat dari material yang cukup kebal terhadap serangan muatan tangki, dilapisi bahan yang kebal terhadap reaksi muatan, dan dibuat dari logam yang cukup tebal; b) harus dipasang 1 sekat melintang untuk tiap 15.000 kg muatan atau 15.000 liter volume muatan; c) setiap tangki dengan kapasitas lebih dari 5.000 liter harus dilengkapi manhole yang diletakkan di kepala tangki belakang, di tempat tersembunyi atau di atas tangki;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 200
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP d) semua katup harus dilindungi dengan selubung yang mampu menahan 2 kali massa tangki bermuatan penuh pada arah sembarang; e) tiap lubang pada tangki harus dilengkapi katup penutup manual; f) tiap tangki harus dilengkapi 1 – 2 alat pelepas tekanan yang memenuhi standar tekanan bejana yang berlaku dengan arah bukaan vertikal, dan bila muatannya mudah
terbakar
maka
kemampuan
alat
pelepas
tekanan harus ditentukan berdasarkan kapasitas tahan apinya; g) hubungan
saluran
menggunakan
keluar
kopling
tangki
cepat
tidak lepas
boleh (quick-
releasecoupling); h) khusus untuk muatan yang memerlukan tangki jenis 1 tidak boleh memasang pipa permanen, tidak boleh dilengkapi pompa, dan tidak boleh memiliki bukaan selain untuk manhole, katup pengaman, katup pembalik uap dan katup pemindah cairan; c. tangki jenis 4 dan 5 dengan syarat sebagai berikut; a) bahan konstruksi harus mengikuti standar, yaitu baja paduan rendah (AS1204, AS1205, AS1449), paduan aluminium (AS1734, AS1866, AS1874), baja paduan tinggi (yang disetujui pejabat berwenang), plastik yang diperkuat fibreglass (AS2634 atau yang setara); b) harus terbuat dari material yang cukup kebal terhadap serangan muatan tangki, dilapisi bahan yang kebal
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 201
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP terhadap reaksi muatan, dan dibuat dari logam yang cukup tebal; d. tangki tidak boleh bocor, peyot atau menunjukkan tandatanda kegagalan bila diisi air dengan temperatur tidak lebih dari 380C dan tekanan dibawah 30 kPa untuk tangki berbilik kecil atau 45 kPa untuk tangki berbilik besar; e. ketebalan
dinding
tangki,
rancangan
tumpuan
dan
penyambungannya yang dibuat dari logam harus dihitung berdasarkan
Standar
Konstruksi
Baja
atau
standar
konstruksi yang sesuai bila digunakan material lain; f. tangki berbilik besar harus berpenampang lingkaran, sedangkan tangki berbilik kecil dapat dibentuk sembarang; g. tangki harus diperkuat kelilingnya dengan pengencang, bulkhead atau sekat, atau kombinasinya; h. sekat harus memiliki bukaan sebesar manhole, jika tidak memiliki saluran keluar; i.
beban penyangga harus diterima oleh komponen penguat dan terdistribusi seluas mungkin melalui pad, gusset dan sebagainya;
j.
untuk mencegah berkontaknya 2 cairan yang berbeda dalam 2 bilik yang berdampingan, harus dipisahkan dengan dinding bulkhead ganda;
k.
ruang udara antara bulkhead ganda atau didalam / diluar cincin pengencang harus dilengkapi dengan bukaan berulir untuk keperluan pengudaraan dan pengeringan;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 202
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP l.
komponen pembantu dan perlengkapan pemegangnya harus ditempelkan pada rangka bawah atau skirting bila memungkinkan;
m.
setiap tangki harus dilengkapi dengan alat pelindung pada saat terguling, berupa : a) coaming” dengan penampang U terbalik; b) perisai atau kubah (dome);
n.
pengelasan untuk sambungan struktur atau tempelan peralatan, landasan pemegang dan sebagainya harus memenuhi standar pengelasan, dengan bahan yang sesuai dengan bahan tangki dan muatannya;
o.
bila muatan tangki tergolong bahan berbahaya Kelas 6.1, maka tiap bilik tangki harus dilengkapi lubang angin atau alat untuk melepas tekanan kompartemen secara manual;
p.
pipa
dan
perlengkapan
yang
dimaksudkan
untuk
menangani muatan tangki harus cocok dengan sifat muatan, laju aliran dan tekanan yang diperlukan, serta dilengkapi peralatan pengaman terhadap kegagalan sistim pemipaan; q.
pompa untuk menangani muatan tangki harus cocok dengan muatan tangki, laju aliran dan tekanan yang diperlukan, serta dirancang untuk menjamin tekanan dari bagian manapun tidak dilampaui dan harus dilengkapi pengatur yang ditandai dengan jelas dan mudah dijangkau;
r.
pelat merek yang dipasang pada tangki harus berisi informasi :
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 203
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP a) nomor persetujuan rancangan tangki yang dikeluarkan pihak berwenang; b) nomor Standar Indonesia; c) nomor seri tangki; d) tanggal pembuatan; e) tanggal pengujian; f) bahan kepala tangki (kualitas dan tebal); g) bahan dinding tangki (kualitas dan tebal); h) kapasitas setiap rongga tangki, dari depan ke belakang; i) muatan cairan maksimum (kg); j) laju pemuatan maksimum (liter per menit); k) laju pembongkaran maksimum (liter per menit);
s. tangki portabel dengan syarat sebagai berikut; a) spesifikasi tangki portabel untuk benda padat berbahaya berbentuk serbuk atau serpihan : (a)
dapat berbentuk silinder, konis, kotak dan lainnya;
(b)
kapasitas gross tangki untuk operasional tidak boleh melebihi perancangan, kualifikasi, uji getar dan uji jatuh;
(c)
semua bahan konstruksi harus dari logam dan harus tidak akan mengalami corrosion cracking, kecuali gasket, alat pelepas tekanan, dudukan katup, pelapis dan lapisannya;
(d)
alat untuk mengangkat, pelindung fitting, katup-katup, alat pelepas tekanan dan penutup harus terbuat dari
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 204
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP bahan yang secara elektrolitik kompatibel dengan muatan; b) persyaratan bahan tangki portabel (semua plat tipis, plat, bahan yang diekstrusi untuk dinding tangki, kepala tangki, sekat pembatas dan pemisah) dengan klasifikasi; (a) paduan aluminium
dengan persyaratan sebagai
berikut;
kekuatan yield minimum 165,475 MPa;
kekuatan ultimate minimum 206,845 MPa;
perpanjangan minimim 8% untuk benda uji standar 5 cm;
(b) baja sedang (mild steel) dengan persyaratan sebagai berikut;
kekuatan yield minimum 172,370 MPa;
kekuatan ultimate minimum 310,265 MPa;
perpanjangan minimim 20% untuk benda uji standar 5 cm;
(c)
baja
paduan
rendah
karbon
rendah
dengan
persyaratan sebagai berikut;
kekuatan yield minimum 310,370 MPa;
kekuatan ultimate minimum 413,690 MPa;
perpanjangan minimim 25% untuk benda uji standar 5 cm;
(d) baja tahan karat dengan persyaratan sebagai berikut;
kekuatan yield minimum 172,370 MPa;
kekuatan ultimate minimum 482,636 MPa;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 205
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP
perpanjangan minimim 30% untuk benda uji standar 5 cm;
(e) paduan magnesium, harus sesuai dengan ASTM B-9069, Grade ZE-10A; c) sambungan antara dinding tangki, kepala, sekat pembatas dan pemisah harus memenuhi persyaratan : (a) untuk kekuatan sambungan las paduan aluminium dan paduan magnesium dengan syarat sebagai berikut;
semua sambungan harus dibuat dengan cara praktek yang dikenal baik;
efisiensi sambungan tidak boleh kurang dari 85% kekuatan bahan aslinya;
sambungan
harus
dilakukan
dengan
proses
pengelasan gas inert dan logam pengisi sesuai saran pemasok; (b) untuk kekuatan sambungan baja sedang (mild steel), baja paduan rendah berkekuatan tinggi (highstrength low alloy steel) dan baja tahan karat austenitik dengan syarat; semua sambungan harus dibuat dengan cara praktek yang dikenal baik; efisiensi sambungan tidak boleh kurang dari 85% kekuatan bahan induk; (c) untuk semua persyaratan tersebut, harus memenuhi uji kesesuaian yang dilakukan sampai benda uji putus untuk menentukan kekuatan tariknya dengan syarat;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 206
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP
benda uji terdiri dari 2, yaitu 1 dari bahan induk dan 1 dari
sambungan lasan yang digunakan pada
tangki;
setiap spesimen harus dibuat menurut ASTM Standard E8-81 untuk bahan logam dan ASTM Standard B557-81 untuk paduan aluminium dan paduan magnesium.
d) tangki yang direncanakan untuk ditumpuk pada waktu penyimpanan harus dilengkapi penyangga beban yang mampu menahan beban paling tidak 3 kali kapasitas gross tangki; e) setiap tangki harus dikonstruksi dengan mounting yang kuat sebagai dudukan pada waktu diangkut; f) sistim pengikat tangki harus mampu menahan beban statik berikut tanpa menyebabkan deformasi permanen yang signifikan pada tangki; g) kapasitas tangki tidak boleh leboh dari 3.850 kg; h) setiap lubang pengisian dan pengeluaran harus diberi penutup; i) penutup berbentuk cincin pengunci drum dengan diameter maksimim 584 mm dapat digunakan, dan terbuat dari pelat setebal 12 gage dan dilengkapi sepasang luabang untuk baut beserta mur pengaman; i) tangki yang memunyai lubang keluaran berbentuk hooper harus dilengkapi tutup yang dapat menahan isi tangki sesuai uji getar dan uji jatuh;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 207
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP k) pengujian kebocoran dilakukan secara pneumatik atau hidrostatik dengan tekanan minimum 13.790 Pa (2 psi) dikenakan pada seluruh bagian tangki; l) dudukan tangki portabel harus dirancang dan dibuat dengan dudukan berupa skid yang kuat untuk menahan beban yang terjadi dalam perjalanan dan dapat mencegah konsentrasi beban pada dinding tangki;
Pasal 14 PERSYARATAN PERAKITAN KENDARAAN (1) Untuk menjamin keselamatan dan keamanan kendaraan dalam
pengangkutan
B3,
maka
persyaratan
perakitan
kendaraan yang akan dipenuhi oleh industri kendaraan adalah sebagai berikut
(a) rancangan
kendaraan
pengangkut
B3
disetujui
dan
disahkan instansi yang berwenang; (b) untuk
kendaraan
built-up,
importir
harus
dapat
menunjukkan bukti tertulis kepada pejabat yang berwenang mememberikan
persetujuan
dan
pengesahan
berupa
sertifikat persetujuan dan pengesahan yang dilegalisir pejabat negara asal yang berwenang; (c) persetujuan dan pengesahan tersebut meliputi : a) kendaraan; b) wadah dan/atau kemasan; c) peralatan dan perlengkapan lain yang biasa digunakan untuk pengangkutan B3;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 208
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (d) perakitan dan pembuatan kendaraan pengangkut B3 dilakukan
dibawah
pengawasan
automotive
engineer
terdaftar; (e) perakitan dan pembuatan kendaraan pengangkut B3 harus dilakukan pada bengkel yang bersertifikat; (f)
prototipe kendaraan pengangkut B3 harus mendapat persetujuan dan pengesahan;
(g) perakitan dan pembuatan kendaraan pengangkut B3 yang memerlukan pengelasan harus dilakukan tenaga ahli las bersertifikat. (h) Memenuhi aspek modifikasi, reparasi dan perawatan sebagai berikut : a) modifikasi dan/atau reparasi kendaraan pengangkut B3 hanya boleh dilakukan mekanik dibawah pengawasan automotiveengineer
terdaftar
pada
bengkel
yang
reparasi
hanya
boleh
mempunyai sertifikat; b) hasil
modifikasi
dan/atau
dioperasikan setelah mendapat persetujuan tertulis dari penguji khusus kendaraan pengangkut B3 yang ditunjuk Direktur Jenderal; c) persyaratan kondisi untuk perawatan tangki : d) isi tangki harus diukur untuk meyakinkan tangki tidak diisi melebihi batas; e) pekerjaan panas tidak boleh dilakukan diluar atau didalam ruang bengkel, jika tangki atau komponennya belum terbebas dari cairan atau bas berbahaya dan izin pengerjaan belum dikeluarkan;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 209
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP f) pekerjaan pembebasan gas harus dilakukan di tempat yang jaraknya terhadap nyala api > 15 m, baik di udara terbuka atau ruang khusus dengan dinding setengah terbuka; g) jika pekerjaan panas diizinkan meskipun tangki belum terbebas dari gas, maka :
(a) sekeliling tangki harus bebas gas selama pekerjaan berlangsung; (b) alat pemadam kebakaran tersedia di tempat; (c) slang pemadam kebakaran harus dalam jangkauan; (d) kendaraan tidak boleh diparkir dekat sumber panas yang dapat memanaskan isi tangki, sehingga isi tangki keluar melalui vent; (e) jika personil perlu masuk kedalam tangki, maka harus dikeluarkan izin sebelum pekerjaan dimulai; (2) Dalam menjamin keandalan midifikasi/perbaikan tangki, maka industri membuat dengan persyaratan sebagai berikut;
a. bila tangki pecah karena kecelakaan, maka tangki dapat dibangun kembali ke rancangan aslinya dan harus diuji seperti tangki baru sebelum disetujui dipakai kembali; b. bila rancangan dasar atau struktur dasarnya berubah, maka rancangan tersebut harus dikaji kembali dan disetujui kembali sesuai standar yang berlaku; c. pengujian secara berkala sekurang-kurangnya setiap 2 tahun, harus dilakukan terhadap kekedapan penutup
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 210
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP lubang masuk, katup, termasuk katup penangkap uap dengan tekanan 25 kPa; d. sekurang-kurangnya setiap 2 tahun, P/V vent (pressurevacuum
vents)
harus
dilepas,
dibongkar
dan
dibersihkan, dan O-ring dan seal harus diganti yang baru, serta jika telah dirakit kembali harus diuji sesuai tata cara yang ditentukan;
Pasal 15 PERSYARATAN KHUSUS KENDARAAN PENGANGKUT B3 BERUPA BAHAN RADIOAKTIF, BAHAN KOROSIF DAN BAHAN BERBAHAYA LAINNYA
(1) Mengingat barang
beracun atau B3 berupa bahan radioaktif,
bahan korosif dan bahan lainnya cukup berbahaya di dalam proses pengangkutan, maka indsutri kendaraan harus memenuhi aspek perancangan kendaraan dengan persyaratan sebagai berikut; a. perancangan dilakukan dibawah pengawasan automotive engineer terdaftar; b. rancangan kendaraan memenuhi persyaratan tekhnologi, kelaikan jalan, keselamatan dan kelestarian lingkungan; c. rancangan kendaraan harus mendapat sertifikat uji tipe dari Direktur Jenderal; (2) Dalam
rangka
menjamin
keselamatan
dan
keamanan
pengangkutan, maka industri kendaraan membuat konstruksi kendaraan dengan ketentuan sebagai berikut ;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 211
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP a. konstruksi kendaraan harus kuat dibuat dari bahan yang tahan api dan tidak mudah korosi b. konstruksi kendaraan harus memberikan pertimbangan tekhnologi pada berat kendaraan dan muatan, daya penggerak,
kerangka
landasan,
perangkat
rem,
ban,
karakteristik jalan, dsb; c. sistim suspensi harus dapat membagi beban pada setiap roda secara merata kemanapun kendaraan bergerak dan memenuhi persyaratan : a) konstanta pegas yang sesuai dengan kebutuhan yang diminta oleh B3 yang akan diangkut; b) jarak transfersal pegas harus diusahakan semaksimum mungkin; c) batas kendor pegas suspensi pada saat ditekan maupun ditarik harus dibatasi; d) peralatan anti rolling harus dipasang pada suspensi; e) peredam
kejut
memberikan
(shock-absorber)
efek
peredam
harus
yang
mampu
tepat
untuk
menghindari goyangan dan kesulitan lain pada saat berbelok; (3) Persyaratan komponen laiinya yang harus dilakukan industri untuk
menjamin
keselamatan
dan
keamanan
dalam
pengangkutan barang B3 dan sejenis adalah sebagai berikut; a. jarak dari setiap komponen kendaraan ke tanah harus memenuhi
persyaratan
bahwa
jarak
ke
tanah
dari
komponen tangki serta peralatan pelindung yang berada dalam daerah 1 m dari poros roda harus sama atau lebih
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 212
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP besar dari 250 mm, bila kendaraan dalam keadaan kosong. Jarak ketanah dari titik lain di luar daerah 1 m dari poros roda harus tidak kurang dari 350 mm; b. pipa pengisi dan pengeluaran yang terpasang tetap pada tengki tidak boleh menjulur lebih dari 40 mm di bawah bidang datar yang melalui garis sumbu poros kendaraan; c. pengikat tangki ke kendaraan harus dirancang sebagai tumpuan tangki; d. jarak dari sisi belakang ruang pengemudi ke titik terdekat dari tangki tidak boleh lebih kecil dari 750 mm. Untuk kendaraan dengan kereta tempel jarak ini diukur pada semua sudut dudukan kereta tempel; e. bumper untuk melindungi kemungkinan tumbukan dari belakang dengan persyaratan : f. jarak dari bidang tumbukan ke bagian tangki yang paling belakang harus tidak kurang dari 150 mm ; g. bagian dalam dari bemper harus berjarak tidak kurang dari 150 mm dari tangki atau komponennya ; h. lebar bemper harus sama atau lebih besar dari pada lebar tengki maksimum ; i.
bemper harus dapat meneruskan gaya dari tumbukan ke rangka kendaraan ;
j.
bemper harus diikat pada rangka kendaraan dan tidak boleh diikat langsung pada tengki ;
k. bemper belakang dan pengikatnya harus dirancang tahan menerima beban sebesar 40 ton atau dua kali massa kendaraan bermuatan penuh (diambil dari yang terkecil)
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 213
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP terbagi rata pada batang bemper, dengan arah horizontal dan sejajar dengan sumbu panjang kendaraan atau dalam daerah yang dibatasi oleh sudut 30 derajat dari sumbu panjang kendaraan pada bidang horizontal, tegangan kerja sebesar tegangan luluh dari bahan bemper ; l.
bila roda terletak pada 600 mm dari permukaan bidang tumbukan pada bemper, dan bila jarak dari bemper ke tanah lebih dari 600 mm, maka kendaraan harus dilengkapi dengan perisai kolong.
m. pada komponen dimana terjadi kemungkinan kebocoran yang dapat menyebabkan bahaya, harus dilengkapi dengan pelindung atau penyalur kebocoran tersebut akibat korosi,percikan api, temperatur tinggi, kejutan dinamik, semprotan akibat putaran suatu komponen, kerusakan penyekat, dsb; n. sistim saluran gas buang harus diletakan sedemikian rupa agar kemungkinan terjadinya bahaya dapat dihindarkan dan memenuhi persyaratan : o. tidak boleh ada kebocoran; p. sistim pipa gas buang harus diletakan jauh dari tangki; q. ujung pipa gas buang harus diarahkan dan dirancang sedemikian
rupa,
sehingga
letak
tangki
jauh
dari
kemungkinan timbulnya percikan api; r. ban yang digunakan memperhatikan beban maksimum yang dapat diterima setiap ban dan tidak boleh melebihi “load rating” ban tersebut;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 214
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP s. sistim rem terdiri dari sistim rem utama dan sistim rem darurat
,
dan
sistim
rem
utama
harus
memenuhi
persyaratan : t. setiap sumbu kendaraan dilengkapi dengan perangkat rem yang sesuai dan memadai serta dapat dikendalikan secara terpusat oleh pengemudi, sehingga perangkat rem pada setiap sumbu dapat bekerja bersamaan; u. dilengkapi dengan perangkat rem parkir yang sesuai dan harus dalam keadaan siap serta dapat bekerja dengan baik; v. unjuk kerja rem (hand brake) dan rem parkir harus memenuhi persyaratan ambang batas kelaikan jalan sesuai KM. 8 Tahun 1989; w. waktu yang dibutuhkan untuk mengaktifkan rem sekitar 0,35 detik sedangkan waktu realisasinya 0,65 detik; x. dimungkinkan untuk penambahan atau pengurangan gaya rem dari tuas pengontrol; y. rem
harus
mampu
menghentikan
kendaraan
pada
kecepatan tertentu dalam jarak pengereman tertentu; z. sistim rem harus mempunyai minimum brake efisiensi 60% pada pedal porce < 70 kg. atau perlambatan minimum 5 m/detik2 pada saat dimuati GCW-nya; (4) Dalam keadaan darurat, dimana diperlukan pengereman secara tiba-tiba maka industri kendaraan harus membuat
dengan
persyaratan sebagai berikut; a. dilengkapi rem darurat yang dapat berfungsi meskipun terjadi kehilangan tekanan rem;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 215
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP b. sistim rem harus mempunyai kemampuan minimal 60% dari kemampuan maksimumnya, setelah dipakai 20 kali pengereman dengan selangwaktu antara pengereman tidak lebih dari 60 detik; c. rem
parkir
harus dapat
menahan
kendaraan
pada
kemiringan maksimum (baik tanjakan maupun turunan) yang ada pada lintasan kendaraan tersebut; d. kemampuan pengereman harus mampu bekerja dengan baik dalam keadaan sempat terendam air atau pada cuaca hujan; e. rem pada kereta full trailer, semi trailer, pol trailer yang mempunyai JBB 1.500 kg atau kurang, harus dilengkapi dengan rem jika berat kereta yang digandeng melebihi 40% dari JBB kendaraan penariknya; f.
full trailer atau pole trailer ber-roda 4 yang beratnya 1500 kg atau kurang, harus dilengkapi dengan rem jika berat gandengan yang ditarik lebih besar dari 40% kendaraan penariknya;
g. Sistim rem darurat harus memenuhi persyaratan : a)
dapat dioperasikan oleh pengemudi walaupun dalam keadaan kritis;
b)
rem darurat ditempatkan sedemikian rupa, sehingga mudah dijangkau oleh pengemudi;
h. kendaraan harus dilengkapi peralatan pengaman bagi tangki atau komponen lainnya dari kemungkinan kerusakan akibat kegagalan pada tail shaft;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 216
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (5) Pemasangan batere oleh industri atau pemilik kendaraan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut;
a. pemasangan batere harus memenuhi ketentuan : b. batere harus diletakkan sedemikian rupa sehingga dapat menahan
gerakan kendaraan berlebihan dan harus
diberi ventilasi yang baik; c. penempatan batere harus mudah dijangkau, dilindungi dengan bahan tahan api dan tahan terhadap bahan asam, serta pada terminalnya diberikan isolasi listrik untuk mencegah hubungan singkat; (6) Industri kendaraan harus mendisain kendaraan memiliki alat pemadam kebakaran kendaraan pengangkut B3 yang mudah meledak, gas mampat, gas cair, gas terlarut pada tekanan atau pendinginan tertentu, dan cairan mudah menyala, harus memenuhi persyaratan : a) tipenya harus sesuai dengan atau kompatibel dengan B3 yang akan diangkut dengan jumlah minimum 1 unit; b) pemasangannya harus kuat dan aman tetapi harus mudah dilepas dan mudah dijangkau; (7)peralatan listrik bagi kendaraan pengangkut umum dapat dianggap memenuhi persyaratan laik jalan bagi kendaraan pengangkut B3 yang tidak mudah atau tidak dapat terbakar; (8) Di dalam menentukan konstruksi tangki, industri kendaraan harus
harus mempertimbangkan dan mematuhi ketentuan
sebagai berikut :
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 217
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP a. ketentuan IMO1, IMO2 atau IMO5, baik untuk iso-container (isotank) maupun tangki pabrikasi lokal; b. tegangan rancangan maksimum untuk sembarang titik pada dinding tangki tidak boleh melebihi tegangan maksimum yang diizinkan yang dinyatakan dalam ASME Code, atau 25% dari kekuatan tarik bahan dinding tangki; c. kekuatan tarik bahan yang digunakan tidak boleh lebih besar dari 120% kekuatan tarik yang dinyatakan dalam ASME Code atau ASTM; d. corrosion allowance tidak boleh ikut dimasukkan dalam perhitungan tegangan; e. perhitungan tegangan harus mencakup tegangan akibat tekanan internal, berat muatan, berat struktur yang ditumpu oleh dinding tangki, dan tegangan normal akibat perbedaan suhu muatan dengan suhu udara sekitarnya; f.
tegangan yang terjadi karena beban statik dan dinamik atau gabungannya;
g. tegangan karena gaya aksial dan momen lentur yang terjadi karena adanya percepatan sebesar satu kali berat kendaraan bermuatan penuh; h. tegangan tarik atau tekan karena momen lentur yang terjadi karena gaya vertikal sebesar tiga kali berat statis kendaraan bermuatan penuh; i.
tegangan rancangan maksimum untuk sembarang titik pada dinding tangki harus dihitung secara terpisah untuk keaadaan isi dan kosong;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 218
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP j.
tegangan
yang
terjadi
karena
tabrakan
dihitung
berdasarkan tekanan rancangan tangki ditambah tekanan dinamik akibat perlambatan sebesar 2 gram; k. ketebalan minimal dinding dan kepala tangki harus adalah 4,75 mm untuk baja dan 6,85 mm untuk alumunium, kecuali untuk tangki chlorine atau belerang dioksida; l.
tangki cargo yang digunakan untuk mengangkut chlorine atau belerang dioksida harus dibuat dari baja;
m. ketebalan dinding dan kepala tangki harus ditambah cadangan korosi (corrosion allowance) 20% atau 2,54 mm; n. untuk tangki chlorine ketebalan dindingnya paling sedikit 3,2 mm setelah ditambah cadangan korosi; o. bila terjadi kerusakan atau kegagalan tidak menyebabkan kebocoran atau tumpahnya muatan yang ada dalam tangki; p. tempelan yang ringan seperti pemegang plakat dan pengikat rem harus dibuat dari bahan dengan kekuatan yang lebih kecil dari pada kekuatan dinding tangki dan tebalnya tidak boleh melebihi 72% dari tempat dimana tempelan tersebut dilekatkan, dan harus ditempelkan pada tangki dengan menggunakan las kontinyu; q. pengelasan peralatan pada dinding tangki harus dilakukan melalui landasan (pad) sehingga tidak ada dampak negatif terhadap kekuatan tangki bila ada gaya yang bekerja pada peralatan tersebut; r. plat yang berisi sejumlah informasi harus secara permanen terpasang pada tangki atau strukturnya, terbuat dari logam yang kompatibel dengan bahan dinding dan tidak berat,
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 219
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP diletakan disebelah kiri tangki, menghadap ke depan dan mudah dilihat. Informasi pada plat tangki terdiri dari : a) nama pembuat; b) nomor izin rancangan tangki; c) nomor seri tangki; d) tanggal pembuatan; e) tanggal pengujian; f) bahan kepala tangki (kualitas dan tebal); g) bahan dinding tangki (kualitas dan tebal); h) kapasitas setiap rongga tangki, dari depan ke belakang; i) beban maksimum (dalam kg); j) laju pemuatan (liter permenit); k) laju pembongkaran (liter permenit). s. perancangan dan pembuatan tangki untuk bahan B3 bahan gas dan gas cair, tumpuan dan penghubunganya harus sesuai dengan Section VIII ASME Code; t.
tangki untuk bahan gas dan gas cair harus memenuhi
ketentuan : u. tekanan rancangan tidak kurang dari tekanan uap dari bahan cair yang dimuat dalam tangki pada suhu 46 derajat celcius, atau tidak kurang dari 700 kPa, diambil yang terbesar; v. bahan konstruksi tangki adalah bahan baja paduan yang sesuai dan cocok dengan muatannya dan memenuhi persayaratan seperti yang dinyatakan dalam ASME Code atau ASTM;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 220
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP w. arah pengerolan terakhir pada plat yang digunakan untuk dinding tangki harus sesuai dengan arah melingkar dinding tangki; x. diameter sambungan ulir ke tangki tidak boleh lebih besar dari 50 mm, kecuali pemakaian sambungan tersebut untuk peralatan tertentu tidak dapat dielakan; y. penyekat (baffle) harus dipasang pada tangki dengan kapasitas lebih besar dari 15.000 L, dengan dasar satuuntuk
setiap
15000
L.
Setiap
penyekat
harus
mempunyai luas tidak kurang dari 50% luas penampang lintang tangki; z. tangki dengan kapasitas 5.000 L, harus dilengkapi dengan manhole yang berdiameter tidak kurang dari 400 mm; (9) Industri kendaraan harus membuat pengaman tangki dengan persyaratan sebagai berikut; a. katup
pengaman
harus
dilindungi
sedemikian
rupa
sehingga bila kendaraan terguling maka lubang saluran katup harus tetap terbuka; b. setiap tangki harus dicat dengan warna logam mengkilap atau putih mengkilap; c. tangki dilengkapi dengan komponen-komponen fitting untuk pengisian dan fitting untuk pengeluaran atau fitting kombinasi, peralatan untuk pengeluaran dalam keadaan darurat, fiiting untuk pengembalian uap (vapour return), alat penduga isi muatan, alat pengukur tekanan muatan, alat pengukur suhu muatan;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 221
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP d. katup,
fitting,
komponen
dan
perlengkapan
yang
berhubungan dengan tekanan tangki harus mempunyai tekanan rancangan tidak kurang dari tekanan rancangan tangki dan dibuat dari bahan yang kompatibel dengan bahan tangki; e. semua katup terbuat dari baja, besi malleable atau besi liat (ductile iron) memenuhi persyaratan memiliki elongasi (elongation) 15% untuk panjang spesimen 50 mm, roda pemutar atau tangkai tangki terbuat dari bahan yang sama, tidak boleh dilekatkan pada dudukan (seating) katup pengaman, pelumas untuk katup terbuat dari jenis yang kompatibel dengan bahan muatan tangki; f. katup, katup penutup saluran, pelindung untuk lubang pengeluaran, pengaturan quick-closing valve, excess flow valve, katup pengaman, katup pelepas tekanan hidrostatik, katup
penutup
pengeluaran
manual
dalam
dan
keadaan
perlengkapan darurat,
untuk
merupakan
komponen tangki untuk melindungi dari kebocoran; g. semua
lubang,
kecuali
yang
dipakai
untuk
katup
pengaman, dan diameternya kurang dari 1,4 mm yang dipakai untuk pengukur tekanan dan pengukur level, harus dilengkapi : a) pada lubang berdiameter lebih besar dari 25 mm harus dipasang sebuah internal excess-flow valve dan sebuah quick closing internal valve, atau sebuah internal safety control valve (ISC);
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 222
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP b) lubang pengisian harus dilengkapi dengan internal nonreturn valve atau shut-off valve manual yang dipasang diluar dekat dengan tangki; c) pada lubang berdiameter lebih besar dari 25 mm harus dipasang sebuah internal excess flow valve bersama dengan shut-off valve manual yang dipasang diluar sedekat mungkin dengan tangki; d) sebuah internal non-return valve dan sebuah shut-off valve manual, atau sebuah internal safety control valve harus dipasang pada lubang yang dipakai untuk aliran balik bypass pompa; e) sebuah katup dalam (internal valve) yang dipakai untuk memenuhi
persyaratan
di
atas,
harus
sedemikian
rupa
dipasang
sehingga
tetap
dapat berfungsi
dengan aman bila terjadi kerusakan akibat kecelakaan; f) pada ujung setiap saluran cairan atau uap, harus dipasang sebuah shut-off valve manual; g) pada setiap lubang pengeluaran, dipasang tutup pelindung yang diikat dengan rantai dan antara katup dan tutup pelindung harus diberi lubang pembuang (bleed system); h) tangki dengan kapasitas sampai dengan 15.000 L, harus mempunyai mekanisme pengontrol quick-closing valve yang dilengkapi dengan paling sedikit sebuah penutup jarak jauh yang aktuator peka suhu sehingga secara otomatis terturup bila suhu melebihi 120 derajat C;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 223
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP i) excess flow valve, dipasang sedemikian rupa sehingga laju aliran pada saluran disisi hilirnya lebih dari laju aliran pada katup yang dapat menutup secara otomatis bila laju aliran uap melebihi 150% dari laju aliran rancangan dari sistim yang dilengkapi dengan lubang bypass berdiameter tidak lebih dari 1 mm untuk keseimbangan tekanan; j) pada kondisi tangki beroperasi pada kedudukan normal, katup pengaman harus dihubungkan dengan rongga uap di dalam tangki; k) tekanan pada saat katup pengaman mulai terbuka, tidak boleh lebih dari 110% dari tekanan rancangannya; l) katup pengaman harus dipasang dengan arah pancar vertikal dan pancaran uap harus langsung menuju atmosfer, dirancang untuk dipasang di dalam kecuali bila bahan muatan dapat menyebabkan katup tidak berfungsi, dapat dipasang di luar di ujung tangki dengan diberi pelindung terhadap kerusakan atau masuknya air hujan; m) katup pelepas tekanan, harus dipasang diantara sepasang shut-off valve pada saluran cairan untuk melepas
tekanan
didrostatik
ke
atmosfer,
harus
membuka pada tekanan tidak kurang dari 1,4 kali dan tidak lebih dari 2 kali tekanan rancangan tangki, arah pancarang tekanan tidak menyemprot tangki, pipa dan sambungannya serta menyebabkan kecelakaan;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 224
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP n) katup penutup manual, harus dilengkapi dengan roda pemutar atau tangkai yang terpasang tetap dan sedemikian rupa sehingga katup dapat terbuka bila tangkai terletak pada posisi sejajar arah aliran; o) perlengkapan
untuk
pengeluaran
dalam
keadaan
darurat harus mempunyai diameter tidak kurang dari 32 mm, dilengkapi sarana untuk memasang selang, pancaran diarahkan menjauh dari didnding tangki atau perlengkapan pemasangan
lain
dan
terlindung
sejajar oleh
dengan
tanah,
komponen
rangka
kendaraan, rangka tangki atau suspensi dalam hal terjadi kecelakaan;
(10) Untuk menjamin keselamatan dan keamanan pengangkutan barang, maka industri kendaraan
(a)
sistem pemipaan :
tekanan
rancangnya
tidak
melebihi
tekanan
rancang terbesar dari tangki atau maksimum dan tidak dapat menimbulkan sumber tekanan seperti pompa, dll;
dirancang
sedemikian
rupa
sehingga
memungkinkan terjadinya pemuaian, pengerutan dan getaran;
pipa harus dipasang heat tretmen, bila terjadi korosi atau retak
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 225
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (b)
sambungan fleksibel hanya dapat digunakan apabila dibutuhkan
untuk
meredam
getaran
atau
bila
sambungan kaku tidak memungkinkan digunakan; (c)
setiap katup digunakan untuk pembuang tekanan, harus mempunyai lobang dengan diameter kurang dari 6 mm dan diarahkan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi penyemprotan pada dinding tangki dan perlengkapan lainnya;
(d)
dilengkapi dengan alat ukur level cairan yang tetap untuk
dapat
menunjukan
ketinggian
cairan
dan
dilengkapi dengan sensor, dilengkapi dengan alat ukur tekanan dan alat ukur suhu; (5) tangki untuk bahan berbahaya cair harus memenuhi ketentuan : (a)
dirancang dan dibuat berdasarkan Section VIII ASME Code;
(b)
beban rancangan tangki dan tumpuannya tidak boleh lebih kecil dari pada dua kali massa total tangki dengan perlengakapan dan muatannya;
(c)
tegangan karena pada tekanan uap dan head statik cairan harus ditambahkan pada tegangan karena beban statik, tekanan uap harus tidak lebih kecil dari 10 kPa untuk tangki kecil dan 30 kPa untuk tangki besar;
(d)
beban karena berat peralata, reaksi tumpuan dan gradien suhu harus ikut diperhitungkan;
(e)
tegangan
kelelahan
harus
dihitung
dan
dapat
ditambahkan pada tegangan statik;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 226
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (f)
resultan beban harus dihitung dengan penjumlahan vektor komponen-komponennya;
(g)
bahan tangki dibuat dari baja atau alumunium sesuai perysratan yang ditetapkan dalam Section VIII ASME code atau ASTM, dan harus kompatibel dengan muatannya;
(h)
tangki besar harus berbentuk selinder, dan kepalnya harus berbentuk cembung (dished) dengan kedalaman tidak lebih dari pada 250 mm tidak termasuk flange dengan jari-jari knuckle tidak lebih kecil dari pada 50 mm;
(i)
bentuk tangki kecil dapat sembarang dan kepala tengki harus berbentuk cembung;
(j)
tangki harus diperkuat dalam arah melingkar dengan rangka penguat dan sekat (bilkhead);
(k)
baik tengki besar maupun kecil, sekatnya tangki harus berbentuk cembung dengan kedalaman lebih besar dari 80 mm per meter sumbu minor penampang lintang tengki,
dan
diberi
sebuah
manhole
untuk
menghubungkan rongga dikedua sisi sekat; (l)
beban yang berasal dari tumpuan, harus dikenakan pada rangka penguat melalui suatu bantalan (pad) atau sirip (gusset) dengan luas bidang tumpu sebesar mungkin;
(m) bila diperlukan pemisahan, antara cairan dalam rongga tangki yang bersebalahan, maka harus memenuhi ketentuan :
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 227
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP
untuk tangki kecil, dilengkapi bulkhead berdinding ganda
atau sekat dengan cincin pembersih atau
bulkhead berdinding tunggal dengan sambungan las dikedua sisinya;
untuk tangki besar, dilengkapi dengan 2 buah sekat dengan kecembungan saling berhadapan; (n)
rongga udara yang terjadi diantara 2 bulkhead atau cincin pembersih atau cincin penguat luar/dalam, dilengkapi dengan lubang berulir untuk keperluan “venting dan draining”;
(o)
perlengkapan
dan
ikatannya
harus
dirancang
sedemikian rupa sehingga akan patah terlebih dulu dari pada dinding tangki; (p)
bila ikatan dibuat pada bantalan (pad) yang dilas ke dinding, maka bantalan (pad) harus tipis dari pada dinding tangki di titik tersebut, dan meluas 25 mm di luar keliling ikatan dan dibentuk sedemikian rupa sehingga
konsentrasi
tegangannya
minimum,
mencegah adaya kantong yang dapat korosi sehingga pengelasan bantalan (pad) pada dinding tangki harus kontinu kecuali disediakan celah dibagian bawahnya atau bantalan dibuat lubang pemeriksa; (q)
dilengkapi dengan alat pelindung pada saat terlindung :
untuk tangki berukuran kecil alat pelindung berupa “coaming” dengan penampang U terbalik, rongga diantara coaming harus ditutup teinggi coaming
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 228
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP dibangian
depan
sedangkan
bagian
belakang
setinggi 50 mm;
untuk tangki berukuran besar alat pelindung berupa perisai, kubah (dome) yang dipasang pada kaki dan komponen peralatan ditempatkan di dalam tangki;
untuk tangki portable dapat berupa keduanya, kecuali bila kapasitas tangki melebihi 2.500 L harus dipasang besi strip setebal 4,5 mm diata peralatan yang dilindungi;
setiap perisai, dome atau coaming harus 25 mm lebih tinggi dari peralatan yang dilindungi;
bahan pelindung yang digunakan harus kompatibel dengan bahan dinding tangki;
rongga udara yang tertutup oleh coaming, perisai atau kubah harus diberi lubang untuk pengurasan atau pembersihan sebelum perbaikan;
tangki dengan kapasitas lebih besar dari 2.500 L, harus dilengkapi dengan lubang drain (penguras) untuk
menghindari
cairan
di
atas
tangki,
penempatan drain tersebut harus berada jauh dari mesin, di bawah mesin dan pipa gas, jaraknya > 2,5 meter dibelakang kabin; (r)
las kampuh (butt weld) pada dinding tangki harus “full penetration”, logam pengisi harus kompatibel dengan bahan
dinding
tangki
dan
bahan
muatan
untuk
menghindari stress corrosion cracking, pengelasan
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 229
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP dinding tangki dan perlengkapannya harus sesuai dengan Section VIII ASME Code; (s)
setiap
tangki
dilengkapi
dengan
manhole
yang
berukuran tidak kurang dari 300 mm x 400 mm yang memenuhi syarat uji tekan; (t)
memenuhi persyaratan katup :
setiap
lubang
pengeluaran,
dilengkapi
dengan
internal shut-off valve yang berfungsi dengan baik pada tekanan rancangan pipa;
dudukan katup (valve seat) terletak di dalam atau di dalam tank flange untuk menghindari kerusakan akibat terguling atau tabrakan;
internal shut-off valve, memiliki perangkat penutup secara normal, dilengkapi dengan alat penutup otomatis yang bekerja pada 100o C – 120 o untuk melindungi bahaya api disekitarnya, kecuali tangki portable dengan kapasitas lebih kecil dari 2.500 L;
tangki yang dirancang untuk diisi melalui bagian bawahnya, harus dilengkapi dengan detector aliran di atas internal shut-off valve;
tangki yang dirancang untuk diisi melalui lubang di sisi atasnya, harus dilengkapi dengan peralatan untuk mengurangi kemungkinan benda asing lepas dari dalam tangki dan mengganjal internal shut-off valve sehingga tidak terjadi semprotan caian pada saat pengisian;
(u) memenuhi persyaratan vents :
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 230
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP
setiap vents diberi tanda tentang pabrik, model, kapasitas aliran dan tekanan;
kapasias aliran dan jenis vents setiap model, harus ditentukan sebelum digunakan;
vents harus dihubungan dengan rongga uap;
shut-off valve tidak boleh dipasang diantara lubang dan vent;
vents harus dirancang dan dipasang sedemikian rupa sehingga tidak terjadi surge pada waktu kendaraan terguling, harus lulus dalam pengetesan;
perlengakapan vents normal erdiri dari vents bebas, vents tekanan dan vents vakum;
vents bebas dapat berupa vents erpisah atau bagian dari vents tekan sebagai bypass atau pilot bleed device, saluran vents bebas tidak boleh lebih besar dari 15 mm2, harus tertutup rapat, bila kedudukannya miring membentuk sudut vertical 30o atau lebih < 60o;
vents tekan atau vakum tidak boleh lebih dari 280 mm2, bila miring membentuk sudut lebih besar dari 30o atau lebih < 90o, dapat berfungsi terbuka atau tertutup pada tekanan tertentu dan tetap dapat bekerja bila sudut kemiringan > 30o;
vents tekan dioperasikan berdasarkan tekanan atau diinterlock dengan peralatan muatan, akan membuka vents tekan bila internal shut-off valve terbuka maka harus dilengkapi dengan peralatan luar yang dapat memutuskan hubungan tersebut;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 231
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP
vents darurat digunakan untuk perlindungan terhadap bahaya api di sekeliling, berupa vent tekan;
(v) tangki untuk bongkar muat dengan tutup pertutup, harus dilengkapi dengan saluran vents cairan yang memadai, cairan dari dalam tangki dapat dipompa keluar sesuai kapasitas pompa, dilengkapi dengan saluran vents udara masuk yang seimbang dengan kecepatan pengeluaran cairan; (w) memiliki perlengkapan pengisian :
pipa pengisi untuk tangki dengan pengisian melalui sisi atas, harus berakhir pada jarak < 50 mm dan > 35 mm dari dinding bawah tangki, dihubungkan dengan rongga uap di dalam tangki melalui lubang pengimbang berdiameter > 3 mm, lubang pengimbang harus diberi selongsong untuk mengarahkan aliran ke bawah, ujung pipa pengisi harus dipotong miring 45o dan pancaran harus diarahkan agar tidak menimbulkan percikan;
(x)
penutup pipa pengisi lulus uji jatuh (drop test);
memiliki perlengkapan tongkat penduga :
tongkat penduga dioperasikan dengan menyentuhkan bagian
ujungnya pada dinding bawah tangki, harus
dilengkapi
dengan
pipa
penduga
dan
lubang
pengimbang tekanan;
dipasang lapisan penahan tumbukkan tongkat penduga pada dinding tangki setebal 5 mm;
jarak ujung pipa penduga dari dasar tangki < 50 mm;
tutup pipa penduga telah lulus uji tes jatuh;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 232
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (y)
memenuhi
persyaratan
kekuatan
pemipaan,
dan
perlengkapannya harus dirancang untuk tekanan kerja yang terjadi pada operasi, diberi tumpuan yang memungkinkan terjadinya pemuaian dan pengerutan serta getaran, slip joint tidak bolah digunakan untuk keperluan ini;
pipa pengeluaran dipasang terlindung sedemikian rupa sehingga terlindung dari kerusakan;
slang kopling harus dari jenis yang memenuhi syarat, tidak boleh untuk menghubungkan katup dalam dan katup luar pertama;
pompa yang digunakan untuk memompa muatan, harus dari jenis yang sesuai dengan bahan muatan dan kapasitas yang diperlukan;
sistim pemompaan dilengkapi dengan alat pengatur otomatis;
motor bakar penggerak pompa dari jenis diesel;
tidak boleh memasang peralatan listrik pada motor penggerak pompa;
(z) tangki portable memenuhi persyaratan :
dudukan tangki portable berupa skid yang kuat;
perlengkapan seperti skid, pengikat, bracket, cradles, lifting lug, hold-down lug, dsb, dirancang secara permanent pada tangki, sesuai dengan persyaratan untuk pembuatan tangki dengan beban static dalam segala arah sebesar 2 kali lipat berat tangki dan isinya, factor keamanan minimum 4 kali;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 233
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP
berat jenis muatan yang dipakai untuk menghitung beban static adalah berat jenis muatan yang akan tercantum pada plat merk tangki;
dudukan tangki dirancang sedemikian rupa untuk mencegah konsentrasi beban pada dinding tangki;
c) Memenuhi aspek perakitan sebagai berikut Dalam ranka menjamin kehandalan kendaraan pengangkut B3 bahan radioaktif, bahan korosif dan bahan berbahaya lainyya, maka perakitan perlu diawasi melalui pemberian persetujuan sebagai berikut;
(1) rancangan kendaraaan pengangkut B3 bahan radioaktif, bahan korosif dan bahan berbahaya lainnya disetujui dan disyahkan instansi yang berwenang; (2) untuk kendaraan built-up, importir harus dapat menunjukkan bukti tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan persetujuan dan pengesahan yang dilegalisir pejabat negara asal yang berwenang; (3) persetujuan dan pengesahan tersebut butir 1) meliputi : (a) kendaraan; (b) wadah dan/atau kemasan; (c) peralatan dan perlengkapan lain yang biasa digunakan untuk pengangkutan B3; (d) perakitan dan pembuatan kendaraan pengangkut B3 bahan radioaktif, bahan korosif dan bahan berbahaya lainnya dilakukan dibawah automotive engineer terdaftar;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 234
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (e) perakitan dan pembuatan kendaraan pengangkut B3 bahan radioaktif, bahan korosif dan bahan berbahaya lainnya harus dilakukan pada bengkel yang bersertifikat; (f) prototipe kendaraan pengangkut B3 bahan radioaktif, bahan korosif dan bahan berbahaya lainnya harus mendapat persetujuan dan pengesahan; (g) perakitan dan pembuatan kendaraan pengangkut B3 bahan radioaktif, bahan korosif dan bahan berbahaya lainnya yang memerlukan pengelasan harus dilakukan tenaga ahli las bersertifikat ;
d Memenuhi aspek pengujian sebagai berikut Untuk
menjamin
efektifitas
dan
ketangguhan
kendaraan
pengangkut B3, maka diperlukan pengujian yang selektif dengan aspek sebagai berikut; 1) pengujian kendaraan pengangkut B3 terdiri dari : (a) aspek keselamatan kendaraan; (b) aspek kompartemen pengangkut bahan berbahaya truk tangki dan wadah berbahaya; 2) pengujian kendaraan untuk aspek keselamatan kendaraan dilakukan sebagaimana terhadap pengujian kendaraan umum; 3) pengujian kompertemen dilakukan terhadap tangki dan bak muatan yang ditekankan pada pengukuran laju penipisan akibat korosif dan tingkat kontaminasi; 4) pada tangki muatan harus dilakukan pengujian secara berkala terhadap lubang masuk (hatch), vents dan katup minimal 2 tahun sekali;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 235
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP e Memenuhi aspek perawatan, reparasi dan modifikasi sebagai berikut : 1) modifikasi dan/atau reparasi kendaraan pengangkut B3 bahan radioaktif, bahan korosif dan bahan berbahaya lainnya hanya boleh dilakukan mekanik dibawah pengawasan automotive engineer terdaftar pada bengkel yang mempunyai sertifikat; 2) hasil modifikasi dan/atau reparasi hanya boleh dioperasikan setelah mendapat persetujuan tertulis dari penguji khusus kendaraan pengangkut B3 bahan radioaktif, bahan korosif dan bahan berbahaya lainnya; 3) modifikasi dan/atau reparasi besar hanya boleh dilakukan apabila wadah dan/atau kemasan telah dinyatakan bebas dari cairan dan uap mudah terbakar, kontaminasi dan radiasi dengan metode yang disetujui dan disyahkan; 4) modifikasi
dan/atau
reparasi
dinyatakan
besar,
apabila
modifikasi dan atau reparasi tersebut mempengaruhi rangka landasan, tangki, jaringan pipa, wadah dan/atau kemasan, pemasangan kembali wadah dan/atau kemasan perubahan rancangan wadah dan/atau kemasan dan pekerjaan secara umum dinyatakan sebagai pekerjaan panas; 5) modifikasi dan/atau reparasi yang memerlukan pengelasan harus dilakukan tenaga ahli las bersertifikat; 6) perawatan kendaraan pengangkut B3 bahan radioaktif, bahan korosif dan bahan berbahaya lainnya yang bebas cairan dan uap mudah terbakar yang boleh dirawat di setiap lokasi atau setiap ruangan;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 236
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 7) perawatan kendaraan pengangkut B3 bahan radioaktif, bahan korosif dan bahan berbahaya lainnya yang belum bebas dari bahan tersebut, harus dilakukan di ruangan khusus dengan persyaratan memiliki ventilasi yang baik, sistim pembilasan yang baik, sistim limbah yang baik, jaringan listrik dan peralatan pendukung sesuai dengan persyaratan bagi daerah berbahaya dan ruangan memiliki alat pemadam kebakaran yang memadai, dilakukan oleh dan/atau dibawah pengawasan penguji kendaraan pengangkut B3 yang memiliki sertifikat. BAB IV KAPAL PENYEBERANGAN Pasal 10 (1) Pengangkutan bahan/barang berbahaya dan beracun melalui angkutan penyeberangan wajib memenuhi persyaratan: a. Awak Kendaraan dan petugas pelabuhan menempatkan pengangkut
bahan/barang
beracun,menempatkan
/parkir
berbahaya di
pelabuhan,
dan dan
penanganan bongkar muat, serta penempatan selama berada di kapal harus
sesuai dengan ketentuan IMDG -
Code b. Awak Kendaraan dan Petugas Pelabuhan harus memiliki pengetahun tentang penanganan bahan/barang berbahaya dan beracun. c. Awak Kendaraan dan Petugas Pelabuhan wajib memberikan tanda-tanda
tertentu
sesuai
dengan
bahan/barang
berbahaya dan beracun yang diangkut.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 237
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (2)
Pemilik kendaraan untuk digunakan dalam pengangkutan bahan/barang berbahaya dan beracun harus memenuhi persyaratan teknis dan kelaikan jalan. Pasal 11
(1) Pemilik kapal pengangkutan bahan/barang berbahaya dan beracun
pada
kapal
penyeberangan
harus
memenuhi
persyaratan kelaiklautan kapal. (2) Untuk memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal, pemilik kapal pengangkutan bahan/barang berbahaya dan beracun pada kapal penyeberangan ,
harus memperoleh persetujuan dari
Direktorat Jenderal setelah mendapatkan rekomendasi dari Biro Klasifikasi dan instansi yang bertanggung jawab di bidang pengendalian dampak lingkungan. (3) Pemilik kapal
penyeberangan yang mengangkut kendaraan
pengangkut bahan/barang berbahaya dan beracun harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. memiliki kelengkapan fasilitas keselamatan tambahan yang khusus untuk penanganan bahan/barang berbahaya dan beracun, meliputi: b. memasang plakat yang memuat tanda khusus yang harus melekat pada sisi kiri, kanan, depan dan belakang kapal; c. menyediakan peralatan pencegah dan penanggulangan kebakaran; d. radio komunikasi, yang berfungsi sebagai alat untuk berkomunikasi
antara
pemimpin
kapal
dengan
pusat
pengendali operasi dan/atau sebaliknya;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 238
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP e. kaca mata dan masker untuk awak kapal; f. sarung tangan dan baju pengaman; g. lampu tanda bahaya berwarna kuning yang ditempatkan di atas atap kapal; h. perlengkapan
pencegahan
dan
penanggulangan
pencemaran di perairan. (4) Kapal penyeberangan memiliki ABK yang mempunyai kualifikasi tertentu tentang penanganan bahan/barang berbahaya dan beracun, meliputi: a. memiliki pengetahuan mengenai bahan/barang berbahaya dan beracun, seperti klasifikasi, sifat dan karakteristik bahan/barang berbahaya dan beracun; b. memiliki pengetahuan mengenai bagaimana mengatasi keadaan jika terjadi suatu kondisi darurat; c. memiliki pengetahuan dan keterampilan mengenai tata cara pengangkutan bahan/barang berbahaya dan beracun, seperti pemeriksaan
kendaraan,
hubungan
muatan
dengan
pengendalian kendaraan, persepsi keadaan bahaya/darurat; d. memiliki pengetahuan mengenai ketentuan pengangkutan bahan/barang berbahaya dan beracun, seperti penggunaan plakat, label dan simbol bahan/barang berbahaya dan beracun; e. memiliki kemampuan psikologi yang lebih tinggi daripada pengangkut bahan/komoditi yang tidak berbahaya, seperti tidak mudah panik, sabar, bertanggung jawab, tidak mudah jenuh menghadapi pekerjaan dan situasi yang monoton; f. memiliki fisik yang sehat dan tangguh.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 239
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP g. pedoman kendaraan
pemuatan,
pengawasan
pengangkut
dan
bahan/barang
pembongkaran berbahaya
dan
beracun yang ditempatkan pada ruang kemudi, ruang penumpang dan geladak kendaraan. h. instruksi dan prosedur yang harus dikerjakan apabila terjadi keadaan darurat yang ditempatkan pada ruang kemudi, ruang penumpang dan geladak kendaraan. i.
selama pelaksanaan bongkar-muat harus diawasi oleh ABK yang memiliki kualifikasi tertentu tentang penanganan bahan/barang berbahaya dan beracun.
(5) ABK harus memiliki sertifikat yang dibuktikan dengan : a. Sertifikat, yang diberikan oleh Direktorat Jenderal b. Surat Keterangan Dokter. (6) Untuk mendapatkan sertifikat ABK, dan pengemudi harus telah mengikuti
pelatihan
mengenai
pemuatan, pembongkaran,
tata
cara
pengangkutan,
penggunaan alat-alat
K3 dan
penanggulangan dalam keadaan darurat yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan dan pelatihan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal. BAB V PROSEDUR PELAYANAN Bagian Pertama Pemeriksaan Kendaraan Pengangkut Bahan/Barang Berbahaya Memasuki Areal Pelabuhan Penyeberangan Pasal 16 (1) Saat memasuki areal pelabuhan, awak kendaraan pengangkut bahan/barang berbahaya dan beracun harus melaporkan
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 240
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP kepada
pengelola
pelabuhan
perihal
jenis
bahan/barang
berbahaya dan beracun yang diangkut dengan menunjukkan dokumen muatan meliputi; a. surat
keterangan
tentang
nama,
jenis
dan
jumlah
bahan/barang berbahaya dan beracun yang akan diangkut (MSDS/Material
Safety
Data
Sheet)
yang
dikeluarkan
perusahaan yang bersangkutan; b. rekomendasi
persetujuan
pengangkutan
bahan/barang
berbahaya dan beracun dari instansi yang berwenang, yaitu instansi
yang
berwenang
dalam
pengendalian
dampak
lingkungan; c. surat
persetujuan
berbahaya
dan
kendaraan
pengangkut
beracun
dari
Dinas
bahan/barang Perhubungan
Kota/Kabupaten sesuai domisili pengangkut;. d. surat keterangan tentang tempat pemuatan, lintasan yang dilalui, tempat pemberhentian, dan tempat pembongkaran; e. daftar dan foto kendaraan yang digunakan untuk mengangkut, yang dilengkapi salinan STNK dan Buku Uji; f. waktu dan jadwal pengangkutan; g. identitas dan tanda kualifikasi awak kendaraan; h. izin usaha angkutan, bagi pengangkutan yang dilakukan dengan kendaraan umum; i. prosedur penanggulangan keadaan darurat yang diterapkan oleh perusahaan yang bersangkutan. (2) Petugas/pengawas pemeriksaan
pelabuhan
terhadap
yang
kendaraan
ditunjuk
mengadakan
pengangkut
dan
bahan/barang berbahaya dan beracun yang diangkut melalui
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 241
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP alat pendeteksi atau cara metode lainnya dan dicocokan dengan dokumen jenis bahan/barang berbahaya dan beracun yang disampaikan. (3) Bilamana
dokumen yang diserahkan sesuai dengan barang
yang diangkut, maka pertugas/pengawas mempersilahkan masuk dan membayar pas masuk pelabuhan dan biaya lainnya yang
terkait
dengan
jasa
penyeberangan,
kendaraan
pengangkut bahan/barang berbahaya dan beracun dapat menaiki kapal jika kapal telah siap di pelabuhan. Pasal 17 (1)
Jika hasil pemeriksaan tidak sesuai dengan dokumen yang disampaikan, maka pengelola pelabuhan berhak menahan kendaraan pengangkut bahan/barang berbahaya dan beracun tersebut hingga ada klarifikasi lebih lanjut dari pengangkut.
(2) Jika kendaraan pengangkut bahan/barang berbahaya dan beracun masih menunggu untuk naik kapal ataupun tertahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), awak kendaraan dan pertugas pelabuhan penempatan/parkir angkutan di pelabuhan dilakukan dengan terpisah sesuai kelasnya sebagaimana IMDG Code, yaitu: a. Ditempatkan secara berjauhan b. Ditempatkan secara berlainan lokasi c. Ditempatkan secara terpisah dengan ruang antara d. Ditempatkan secara mendatar dan dipisah ruang antara (3) Petugas pelabuhan/pengawas pelabuhan harus memperhatikan kendaraan yang mengangkut yang memuat bahan/barang
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 242
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP peledak yang mungkin dapat menimbulkan bahaya ledakan dan sedapat meungkin harus dipisahkan dari denator-denator dan alat–alat yang dapat menimbulkan percikan api. (4) Petugas pelabuhan harus menempatkan kendaraan yang memuat bahan/barang berbahaya yang mengeluarkan uap berbahaya harus ditempatkan pada areal pelabuhan yang relatif tidak sempit. (5) Selama berada di pelabuhan, petugas pelabuhan/ pengawas pelabuhan
diharuskan
melakukan
pengawasan
terhadap
angkutan barang yang memuat barang berbahaya cair atau gas yang mudah menyala harus diawasi secara khusus oleh petugas pelabuhan agar tidak terjadi kebakaran atau ledakan. (6) Petugas pelabuhan/pengawa pelabuhan melarang kendaraan memuat bahan/barang berbahaya yang dapat memanas atau terbakar sendiri tidak diperkenankan untuk diangkut, kecuali dilakukan tindakan-tindakan pengawasan secara khusus guna mencegah terjadinya kebakaran. (7) Petugas
pelabuhan/pengawas
kebakaran pelabuhan
harus
dan
personil
pemadam
menyediakan alat pemadam
kebakaran dan peralatan lainnya yang dapat digunakan secara cepat untuk memadamkan kebakaran bilamana terjadi keadaan darurat selama berada di pelabuhan (8) Selama kendaraan pengangkut bahan/barang berbahaya dan beracun di pelabuhan, pengawas di pelabuhan, personil untuk penanganan bahaya berikut awak kendaraan masing–masing harus siaga, yang dimaksudkan untuk melakukan pengamatan
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 243
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP dan mencegah sedini mungkin supaya tidak terjadi kebakaran atau keadaan darurat lainnya.
Bagian Kedua Pemuatan Kendaraan Pengangkut Bahan/Barang Berbahaya Memasuki Kapal Pasal 18 (1) Sebelum kendaraan pengangkut bahan/barang berbahaya dan beracun memasuki/naik kapal, petugas pelabuhan dan awak kendaraan
yang
bersangkutan
harus
memeriksa
bahan/barang berbahaya dan beracun
kondisi
yang ada dalam
kendaraan berikut kondisi kendaraannya untuk memastikan posisi bahan/barang berbahaya dan beracun pada tempatnya dan memperhitungkan bahan/barang berbahaya dan beracun tidak bergeser/bergerak waktu menaiki kapal. (2) Awak kendaraan pengangkut bahan/barang berbahaya dan beracun baru boleh memasuki/menaiki kapal, jika kapal telah sandar dengan sempurna dan terikat dan pintu rampa telah terbuka oleh Awak Kapal petugas/pengawas
serta sudah ada perintah dari
pelabuhan,
dengan
mendahulukan
kendaraan pengangkut bahan/barang berbahaya dan beracun yang sensitif terhadap kebakaran, seperti halnya barang kelas 3 dan kelas 4. (3) Awak kendaraan dan ABK
menempatkan posisi kendaraan
pengangkut bahan/barang berbahaya dan beracun menghadap laut, dengan maksud, jika terjadi kebakaran atau keadaan
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 244
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP darurat lainnya tidak bisa terhindarkan maka alternatif yang ditempuh adalah mudah dievakuasi atau diterjunkan ke laut (4) ABK
di
dalam
menempatkan
kendaraan
pengangkut
bahan/barang berbahaya dan beracun di kapal diupayakan pada tempat yang benar-benar diperuntukkan dan tidak terlalu panas dan dipisah sesuai dengan ketentuan IMDG-Code.
Bagian Ketiga Pengawasan Kendaraan Pengangkut Bahan/Barang Berbahaya Selama Pelayaran Pasal 20 (1) Selama di dalam kapal, awak kendaraan harus mamatikan mesin kendaraan pengangkut bahan/barang berbahaya dan beracun. (2) Awak
kendaraan
diperkirakan
dan
ABK
selama
pelayaran,
dimana
akan ada pengaruh gelombang yang dapat
mengeser kendaraan dalam kapal, kendaraan
harus dilasing
dengan badan/lantai kapal untuk memastikan kendaraan selalu pada posisinya. Pasal 21 (1) Awak
kendaraan
kendaraan
pengangkut
bahan/barang
berbahaya dan beracun harus turun dari kendaraannya dan menempati ruang kapal yang disediakan untuk penumpang. (2) Awak kendaraan dan ABK diharuskan mengecek kendaraan dan muatan bahan/barang berbahaya dan beracun setidaknya sekali
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 245
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP dalam 30 menit, untuk memastikan posisi kendaraan dan muatan B3 pada posisinya Pasal 22 (1) Awak kendaraan dan ABK diharuskan mengecek sedini mungkin bilamana terjadi gelombang tinggi secara tiba-tiba dan dapat mengguncang perjalanan kapal. (2) Awak kendaraan dan ABK harus selalu dalam keadaan siap siaga, jika terjadi kondisi darurat, misalnya kebakaran, tubrukan, kebocoran, dan juga menyiagakan berbagai peralatan tanggap darurat
di
dalam
kapal,
termasuk
alat-alat
keselamatan/penolong.
Pasal 23 Penumpang
dan
ABK
dilarang
melakukan
kegiatan
yang
menyebabkan terjadinya api/bunga api yang dapat membahayakan muatan bahan/barang berbahaya dan beracun. Bagian Keempat Pembongkaran Kendaraan Pengangkut Bahan/Barang Berbahaya Dari Kapal Pasal 24 (1) Nahkoda kapal yang mengangkut bahan/barang berbahaya dan beracun harus memberitahukan rencana sandar dan bongkar muat kepada Administrator Pelabuhan atau Syahbandar dan Penyelenggara Pelabuhan atau Kepala Kantor Pelabuhan dan
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 246
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP Pengelola Pelabuhan sebelum kapal tiba selambat- lambatnya 1 jam sebelum tiba di pelabuhan tujuan atau pada saat berangkat meninggalkan pelabuan asal. (2) Nahkoda melaporkan kepada Syahbandar perihal kendaraan pengangkut
bahan/barang
berbahaya
dan
beracun
yang
diangkutnya untuk dapat ditangani secara khusus. (3) Syahbandar
memerintahkan/melakukan
koordinasi dengan
dengan petugas pelabuhan untuk mempersiapkan tempat sandar yang diupayakan bebas dari bahaya terkait dengan rencana pembongkaran kendaraan pengangkut bahan/barang berbahaya dan beracun, sekaligus menginformasikan balik kepada Nahkoda perihal lokasi sandar kapal. Pasal 25 (1) Sebelum sandar, ABK dan petugas pelabuhan mempersiapkan alat pemadam kebakaran dan peralatan kesiap siagaan darurat lainnya, untuk mengantisipasi kondisi darurat yang mungkin terjadi. (2) Setelah kapal sandar dan terikat dengan sempurna di pelabuhan, ABK membuka rampa, dan setelah benar-benar terbuka penuh kendaraan
baru dapat turun dari kapal, dan
diusahakan kendaraan pengangkut bahan/barang berbahaya dan beracun turun/keluar dari kapal lebih dahulu. (3) Awak kendaraan pengangkut bahan/barang berbahaya dan beracun menurunkan kendaraan
dan melaporkan kepada
pengelola pelabuhan serta menunjukkan keseluruhan dokumen,
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 247
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP dan penjaga pelabuhan serta pengawas pelabuhan melakukan pemeriksaan dengan menggunakan teknologi deteksi. (4) Bilamamana di dalam pemeriksaan penjaga pelabuhan dan pengawas pelabuhan ternyata sama,
maka
awak
isi dokumen dengan muatan
kendaraan
mempersilahkan
jalan
meninggalkan pelabuhan. (5) Setelah pemeriksaan selesai, lengkap dan sesuai, kendaraan pengangkut bahan/barang berbahaya dan beracun dapat diijinkan keluar pelabuhan.
14.Sispro Pemuatan Bahan/Barang Berbahaya Dan Beracun Melalui Angkutan Sungai dan Danau KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR. ...................................................................................... TENTANG SISPRO PENGANGKUTAN BAHAN/BARANG BERBAHAYA DAN BERACUN MELALUI ANGKUTAN SUNGAI DAN DANAU
MENTERI PERHUBUNGAN
Menimbang :
bahwa
untuk
keselamatan
dan
keamanan
pengoperasian angkutan bahan/barang berbahaya dan beracun di angkutan sungai dan danau perlu diatur
PT. Diksa Intertama Consultan
lebih
lanjut
II - 248
ketentuan
mengenai
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP pengangkutan
bahan/barang
berbahaya
dan
beracun di angkutan sungai dan danau.
Mengingat
: 1. Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran 2. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan. 3. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan. 4. Keputusan Menteri Perhubungan No. 73 Tahun 2004 tentang Angkutan Sungai dan Danau. 5. Keputusan Menteri Perhubungan No.17 Tahun 2000 tentang
Pedoman
Penanganan
Bahan/Barang
Berbahaya Dalam Kegiatan Pelayaran di Indonesia. 6. International Mariteme Dangerous Code (IMD Code)
MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG SISPRO PENGANGKUTAN BAHAN/BARANG BERBAHAYA DAN BERACUN MELALUI ANGKUTAN SUNGAI DAN DANAU. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan: 1. Angkutan Sungai dan Danau adalah kegiatan angkutan dengan menggunakan kapal yang dilakukan di sungai, danau, waduk, rawa, anjir, kanal dan terusan untuk mengangkut
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 249
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP penumpang, barang dan/atau hewan yang diselenggarakan oleh pengusaha angkutan sungai dan danau. 2. Kapal Sungai dan Danau adalah kapal yang dilengkapi dengan alat penggerak motor atau bukan motor yang digunakan untuk angkutan sungai dan danau. 3. Bahan/barang berbahaya dan beracun adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. 4. Pengangkutan bahan/barang berbahaya dan beracun adalah kegiatan
bongkar
muat,
pemindahan,
penumpukan,
penyerahan dan penerimaan bahan/barang berbahaya dan beracun pada angkutan sungai dan danau. 5. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi. 6. Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) adalah wilayah perairan dan daratan pada pelabuhan atau terminal khusus yang digunakan secara langsung untuk kegiatan pelabuhan.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 250
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 7. Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) adalah perairan di sekeliling daerah lingkungan kerja perairan pelabuhan yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran. 8. Otoritas
Pelabuhan
(Port
Authority)
adalah
lembaga
pemerintah di pelabuhan sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan yang diusahakan secara komersial. 9. Unit Penyelenggara Pelabuhan adalah lembaga pemerintah di pelabuhan
sebagai
pengaturan,
otoritas
yang
pengendalian,
kepelabuhanan,
dan
melaksanakan
pengawasan
pemberian
fungsi
kegiatan
pelayanan
jasa
kepelabuhanan untuk pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial. 10. Badan Usaha Pelabuhan adalah Badan Usaha yang kegiatan usahanya khusus di bidang pengusahaan terminal dan fasilitas pelabuhan lainnya. 11. Keselamatan dan Keamanan Pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan, kepelabuhanan, dan lingkungan maritim. 12. Kelaik
Kapal
adalah
keadaan
kapal
yang
memenuhi
persyaratan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan, garis muat, pemuatan, kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang, status hukum kapal, manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal, dan
manajemen keamanan kapal
untuk berlayar di perairan tertentu.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 251
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 13. Keselamatan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian. 14. Badan Klasifikasi adalah lembaga klasifikasi kapal yang melakukan pengaturan kekuatan konstruksi dan permesinan kapal, jaminan mutu material, pengawasan pembangunan, pemeliharaan,
dan
perombakan
kapal
sesuai
dengan
peraturan klasifikasi. 15. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta
alat
apung dan
bangunan
terapung yang tidak
berpindah-pindah. 16. Nakhoda adalah salah seorang dari Awak Kapal yang menjadi pemimpin tertinggi di kapal dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 17. Anak Buah Kapal adalah Awak Kapal selain Nakhoda. 18. Syahbandar adalah pejabat pemerintah di pelabuhan yang diangkat oleh Menteri dan memiliki kewenangan tertinggi untuk menjalankan dan melakukan pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 252
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 19. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi. 20. IMDG Code adalah singkatan dari ”the International Maritime Dangerous
Goods
Code”
yang
diterbitkan
oleh
”the
International Maritime Organization (IMO)” 21. Kemasan adalah tempat/pelindung yang berada lebih luar dari wadah dan tidak berhubungan langsung dengan bahan/barang
berbahaya
dan
beracun
(bahan/barang
berbahaya dan beracun). 22. Pengirim adalah setiap orang atau badan yang menjalankan fungsi pengiriman dan/atau yang menyebabkan terkirimnya bahan/barang berbahaya dari satu tempat ke tempat lain. Termasuk dalam pengertian ini adalah pengawas gudang, ekspedisi muatan dan penghubung. 23. Pengangkut
adalah
setiap
orang
atau
badan
yang
melakukan fungsi pengangkutan yang diatur oleh peraturan perundang-undangan, termasuk pemilik, pemborong, agen, pengemudi dan/ atau setiap orang yang bertanggung jawab atas kendaraan pengangkut serta pekerja angkutan terkait lainnya. 24. Plakat adalah tanda yang harus dipasang pada bagian luar kendaraan pengangkut yang menunjukkan tingkat bahaya dari
bahan
yang
diangkut
sesuai
dengan
ketentuan
perundangan yang berlaku. 25. Marking adalah tulisan atau lambang yang ditempel di bagian luar kemasan bahan/barang berbahaya yang menunjukkan jenis bahan/barang berbahaya yang ada di dalam kemasan.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 253
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 26. Label adalah penandaan dengan kode warna berbentuk belah ketupat dengan ukuran sekurang-kurangnya 10 cm x 10 cm, dipasang di bagian luar kemasan bahan/barang berbahaya untuk menunjukkan tingkat bahayanya. 27. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang tugas tanggungjawabnya di bidang angkutan sungai dan danau. 28. Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pelayaran. BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 (1) Sispro pengangkutan bahan/barang berbahaya dan beracun ini berlaku untuk kegiatan pengangkutan
bahan/barang
berbahaya dan beracun yang melalui angkutan sungai dan danau baik di daerah lingkungan kerja pelabuhan, daerah lingkungan kepentingan pelabuhan dan di kapal sungai dan danau. (2) Ruang lingkup sispro pengangkutan bahan/barang berbahaya dan beracun ini meliputi: a. Ketentuan kemasan dan label bahan/barang berbahaya dan beracun. b. Ketentuan penumpukan dan pemindahan di pelabuhan. c. Ketentuan kapal sungai dan danau yang mengangkut bahan/barang berbahaya dan beracun. d. Ketentuan
pemuatan
bahan/barang
berbahaya
dan
beracun ke kapal.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 254
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP e. Ketentuan penempatan dan pengawasan bahan/barang berbahaya dan beracun di kapal. f. Ketentuan pembongkaran bahan/barang berbahaya dan beracun dari kapal. BAB III KLASIFIKASI DAN KEMASAN SERTA LABEL LABEL BAHAN/BARANG BERBAHAYA DAN BERACUN Bagian Pertama Klasifikasi dan Pengetahuan Bahan/Barang Berbahaya Dan Beracun Pasal 3 (1)
Pemilik
bahan/barang berbahaya dan beracun dan
petugas/pengawas pelabuhan serta ABK angkutan sungai dan danau diharuskan mengetahui pengelompokan jenias bahan/barang
berbahaya
dan
beracun
menjadi
9
(sembilan) kelas sebagaimana ketentuan MDG Code, yaitu sebagai berikut; a. Kelas 1: Bahan/Barang Peledak adalah bahan atau zat yang berbentuk padat, cair, atau campuran dan bahanbahan
tersebut
yang
dapat
dengan
sendirinya
mengalami reaksi kimia dan menghasilkan gas pada temperatur dan tekanan tertentu yang dengan cepat dapat
mengakibatkan
kerusakan
lingkungan
sekelilingnya. Bahan-bahan pyrotecnic termasuk dalam kelompok ini tidak menghasilkan gas b. Kelas 2; Gas-gas yang dimampatkan, dicairkan atau dilarutkan dengan tekanan.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 255
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP Bahan yang termasuk dalam kelompok ini adalah gas mampat, gas cair, gas dalam larutan, gas cair yang dibekukan, campuran satu atau lebih gas dengan satu atau lebih uap bahan kelas lainnya, barang yang diisi gas, tellurium hexafluoride dan aerosol. Berdasarkan IMO, pengertiannya adalah sebagai berikut; Gas mampat adalah gas yang dikemas dalam tabung dengan menggunakan tekanan tertentu pada suhu 200 C. a) Gas cair adalah gas yang dikemas dalam tabung dalam bentuk cair pada suhu 200 C. b) Gas cair yang didinginkan adalah gas yang dikemas dalam tabung dalam bantuk cair pada suhu yang rendah c) Gas yang dilarutkan adalah gas yang dapat larut ke dalam zat pelarut dengan tekanan sehingga dapat diserap oleh pori-pori zat lain c. Kelas 3 : Barang cairan mudah menyala/terbakar artinya adalah cairan atau cairan yang mengandung larutan padat atau larutan jenuh, misalnya cat, pernis, dempul dan sebagainya, akan tetapi tidak mencakup zat-zat yang karena sifat bahayanya dimasukkan ke dalam kelas yang lain. Cairan jenis ini dapat mengeluarkan uap pada suhu 610 C ( 140C ( 1410 F ) Close Cup Test ( sama dengan 65,60 C/1500 F Open Cup Test ) atau kurang, yang secara normal disebut titik nyala
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 256
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP d. Kelas 4 : Bahan/Barang padat mudah menyala/terbakar adalah
bahan/barang
padat yang mudah menyala
karena sumber api dari luar ( percikan api dan nyala api ), menyala sendiri dan mudah terbakar karena gesekan. Bahan/barang kelas 4 terbagi menjadi tiga sub kelas yaitu sebagai berikut; Kelas 4.1:mencakup bahan/barang padat yang dapat menyala/terbakar dengan mudah, jika kena api ataupun yang mudah terbakar Kelas 4.2. : mencakup bahan/barang yang dapat terbakar sendiri, dalam bentuk padat/kering ataupun cair Kelas 4.3. : mencakup
bahan/barang
dalam
bentuk
padat atau kering yang jika kena air ( basah ) mengeluarkan gas mudah menyala dan beberapa
jenis
dapat
mengakibatkan
kebakaran sendiri e.Kelas 5 : Bahan/Barang pengoksiidir dan peroksida organik,
yaitu
mengeluarkan
bahan/barang oksigen
dan
yang bila
mempunyai
ikut
sifat
terbakar akan
memperbesar kejadian kebakaran. Sedangkan peroksida organic adalah bahan/barang yang mudah busuk karena pengaruh eksotermis pada suhu yang normal. Tercampurnya bahan/barang pengoksidir dengan bahanbahan yang mudah terbakar seperti gula, tepung, minyak goreng atau minyak mineral akan menimbulkan bahaya yang
besar
PT. Diksa Intertama Consultan
bahkan
II - 257
dapat
meledak.
Kebanyakan
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP bahan/barang pengoksidir akan bereaksi keras terhadap asam cuka kadar tinggi dalam bentuk cairan dan akan menghasilkan gas yang sangat beracun. Gas beracun dapat juga timbul apabila bahan/barang pengoksiidir terbakar. Karena bahan/barang pengoksidir mempunyai kandungan
corosif
dan
beracun
yang
dapat
membahayakan lingkungan. f. Kelas 6 : Bahan/barang beracun dan yang mudah menular, yaitu bahan/barang yang dapat mengakibatkan kematian atau kerusakan kesehatan manusia apabila tertelan, terhirup atau terkena kulit. Bahaya racun yang terkandung dalam bahan/barang ini tergantung dari cara masuknya ke dalam tubuh manusia, yakni karena terhirup oleh orang yang
tidak tahu dari jarak tertentu atau
karena
persentuhan fisik antara barang tersebut dengan manusia. g.
Kelas 7 : Bahan/barang radioaktif adalah barang yang dalam
jumlah
kecil
maupun
besar
bersifat
sangat
berbahaya karena dapat menimbulkan bahaya radiasi yang tidak kelihatan dan dapat merusak pori-pori. Bahan/barang radioaktif mempunyai sifat emisi panas akibat dari aktifitas radiasi yang besar dan adanya pelepasan atom radioaktif yang menyebabkan perubahan bentuk dan konfigurasi h. Kelas 8 : Bahan/barang perusak adalah bahan/barang berbentuk padat atau cair yang secara umum dapat merusak jaringan sel. Kebocoran bahan/barang ini dapat mengakibatkan kerusakan pada barang/bahan lainnya.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 258
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP i.
Kelas 9 : Bahan/barang berbahaya jenis lainnya adalah bahan/barang yang tidak termasuk di dalam kelas 1 sampai dengan kelas 8, akan tetapi menunjukkan sifat-sifat berbahaya. Bahan/barang yang diangkut dengan suhu sama atau lebih dan 10.000 dalam bentuk cair, dan dengan suhu sama atau lebih dan 24.000 untuk barang padat dan bahan/barang yang diangkut sesuai dengan ketentuan annex 3 Konvesi MARPOL 73 – 78.
(2) Untuk menjamin pengenalan, pemahaman dan pengetahuan jenis bahan/barang berbahaya dan beracun, masyarakat umum yang memiliki kegiatan
usaha bahan/barang berbahaya dan
beracun serta petugas/pengawas pelabuhan angkutan sungai dan
danau, berikut ABK angkutan sungai dan danau
diwajibankan
mengikuti
pendidikan
dan
pelatihan
yang
dislenggrakan oleh Pemerintah atau lembaga yang ditunjuk dan mendapat sertifikat
Bagian Kedua Kemasan Bahan/Barang Berbahaya Dan Beracun Pasal 4 (1) Pemilik bahan/barang berbahaya dan beracun harus mengemas sesuai kelasnya masing-masing. (2) Pemilik bahan/barang berbahaya dan beracun dengan Kelas 1, diharuskan memenuhi kemasan sesuai dengan
ketentuan
IMDG-Code yaitu sebagai berikut;:
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 259
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP a. Pemilik bahan/barang peledak yang mempunyai sifat yang berbeda-beda harus menggunakan suatu bentuk pembungkus yang khusus sebagai yaitu berikut: a) Kelompok kemasan I (Packaging Group I) bagi barang yang sangat berbahaya. b) Kelompok kemasan II (Packaging Group II) bagi barang yang cukup berbahaya. c) Kelompok kemasan III (Packaging Group III) bagi barang yang kurang berbahaya. b. Pemilik beberapa jenis bahan/barang peledak/amunisi harus memperhatikan bahwa yang tidak memerlukan pembungkus luar, maka pembalut bungkus yang ada di dalamnya telah dianggap sebagai pembungkusnya. c. Alat penutup dari kemasan yang memuat barang cair yang mudah meledak, maka pemilik barang tersebut
diharuskan
memasang pengaman ganda untuk mencegah kemungkinan kebocoran. d. Pemilik barang mengupayakan, bahwa pembungkus harus bersih dan bebas dari benda asing dan bahan kemasannya harus sesuai dengan sifat isinya. (3) Pemilik bahan/barang berbahaya dan beracun dengan Kelas 2, harus memenuhi ketentuan IMDG – Code yaitu sebagai berikut: a. Pemilik barang memperhatikan bahwa dengan jenis tabung yang digunakan untuk gas yang dimampatkan, dicairkan atau dilarutkan dengan menggunakan tekanan harus terbuat dari bahan : a) Baja karbon atau baja khusus
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 260
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP b) Campuran tembaga c) Campuran aluminium d) Tabung gelas tebal atau tabung logam berkapasitas rendah serta cocok untuk dimasukkan ke dalam peti kayu yang kuat dan diberi lapis logam. b. Pemilik tabung gas harus memenuhi persyaratan umum sebagai berikut: a) Tabung tidak bereaksi terhadap isinya b) Tabung harus cukup kuat untuk menahan tekanan yang mungkin timbul selama pengangkutan secara normal (tidak meledak, pecah atau berubah bentuk) c) Alat
penutupnya,
seperti
katup
pengaman
dan
sebagainya tidak akan bereaksi terhadap isi tabung d) Pemasangan penutup tabung harus kedap e) Katup pengaman harus dirancang sehingga dapat menjamin
tidak
terjadi
kekendoran
selama
pengangkutan secara normal f) Alat penutup tabung harus terlindung dari goncangan dan/atau benturan dan
bertahan di tempatnya selama
perjalanan dengan cara sebagai berikut : 1)
Penutup logam dipasangkan secara aman ke
tabung 2)
Katup penutup harus ditanam dalam lekukan
tabung 3)
Tabung harus dimuat ke dalam peti atau kerangka kayu yang kuat
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 261
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 4) Peti atau kerangka kayu harus diberi tanda perhatian “RECEPTACLES
INSIDE
COMPLY
WITH
PRESCRIBED SPECIFICATIONS” dan harus diberi label. (4) Pemilik barang dengan Kelas 3, harus memenuhi ketentuan IMDG – Code yaitu sebagai berikut: a. Kemasan harus dapat melindungi isinya dari sulutan nyala api yang bersumber dari luar. b. Kemasan harus tahan terhadap daya muai sisinya sehingga tidak terjadi kebocoran. c. Kemasan bahan yang harus dibasahi dengan jenis cairan yang mudah menyala harus diperiksa secara terus menerus dari kemungkinan adanya kebocoran cairan. d. Kemasan bahan/barang yang mengalami kerusakan atau kebocoran, harus di tolak dan tidak boleh dilayani di pelabuhan
kecuali mendapat
izin
dari instasi
yang
berwenang. e. Kemasan yang berisi cairan mudah menyala/terbakar harus di tutup secara kedap dan disegel. f. Kemasan
yang dirancang untuk cairan yang mudah
menyala/terbakar dai kelompok-kelompok titik nyala rendah dapat dipergunakan untuk kelompok titik nyala yang lebih tinggi. g. Kemasan
berbentuk
botol,
guci,
dan
gelas
dapat
menggunakan porselin karena bahan ini dianggap cukup kuat daya tahannya.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 262
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (5) Pemilik bahan/barang berbahaya dan beracun dengan Kelas 4, diharuskan memenuhi ketentuan IMDG – Code yaitu sebagai berikut: a. Kemasan harus tertutup rapat (Effectively Closed) sesuai dengan sifat dari masing-masing barang. b. Jika menggunakan gelas atau guci sebagai kemasan untuk bahan/barang
jenis
ini,
maka
dapat
digunakan
tembikar/porselin bila kekuatannya memenuhi persyaratan. c. Jika menggunakan karung rami atau goni atau hessian sebagai kemasan suatu jenis bahan/barang dari kelas ini, maka karung anyaman plastik yang diberi lapisan dalam dapat dipergunakan. d. Kemasan untuk bahan/barang yang titik nyalanya rendah dan
tekanan
uap/gasnya
tinggi,
maka
kekuatan
kemasannya harus mampu menjamin keselamatan dari kemungkinan meningkatnya tekanan dari dalam. e. Bagian-bagian dari kemasan yang berhubungan langsung dengan bahan/barang berbahaya tidak boleh terpengaruh oleh zat kimia atau pergerakan dari bahan-bahan tersebut. f.
Apabila diperlukan kemasan harus dilengkapi dengan pelapis bagian dalam yang memadai.
g. Kekuatan kemasan untuk bahan/barang cair kelas 4.2 harus cukup kuat untuk menahan tekanan yang timbul dari tekanan uap yang tinggi. h. Bahan/barang yang tergolong dalam kelas 4.3 harus dikemas sesuai dengan tingkat bahayanya yakni : a) Tingkat bahaya tinggi (Packaging Group I)
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 263
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP b) Tingkat bahaya sedang (Packaging Group II) c) Tingkat bahaya rendah (Packaging Group IIII) (6) Pemilik bahan/barang berbahaya dan beracun dengan Kelas 5, diharuskan memenuhi ketentuan IMDG – Code yaitu sebagai berikut; a. Karena keanekaragaman sifat-sifat bahan/barang pengoksidir ini maka masing-masing bahan/barang, sesuai sifatnya harus dikemas sendiri-sendiri. b. Jumlah isi setiap jenis barang serta tipe kemasan harus disesuaikan dengan kebiasaaan yang berlaku. c. Kemasan untuk bahan/barang peroksida organik harus dibuat dari material yang memenuhi persyaratan Annex I dari IMDGCode dan harus sesuai dengan isi dan jenis masing-masing bahan/barang. d. Pengemasan bahan/barang peroksida organik harus sesuai dengan petunjuk pengemasan peroksida organik cair dan peroksida organik padat sebagaimana IMDG Code. (7) Pemilik bahan/barang berbahaya dan beracun dengan Kelas 6, diharuskan memenuhi ketentuan IMDG-Code yaitu harus dikemas sesuai dengan kategori tingkat bahaya sebagai berikut : a) Kelompok kemasan I : bahan/barang dan obat-obatan yang sifat beracunnya sangat tinggi. b) Kelompok kemasan II : bahan/barang dan obat-obatan yang sifat beracunnya tinggi. c) Kelompok kemasan III : bahan/barang dan obat-obatan yang sifat beracunnya rendah.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 264
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (8) Pemilik bahan/barang berbahaya dan beracun dengan Kelas 7, diharuskan memenuhi ketentuan IMDG – Code sebagai berikut: a. Kemasan yang dikecualikan adalah kemasan yang dapat memuat jumlah terbatas dari bahan radioaktif atau kemasan kosong bekas memuat bahan radioaktif yang dirancang sesuai dengan
pesrayaratan
yang
ditetapkan
oleh
Asosiasi
Internasional Energi Atom (IAEA). b. Kemasan industri tipe 1 (Industrial Package Type 1) adalah kemasan, petikemas muatan atau tanki yang dapat memuat bahan radioaktif berspesifikasi rendah atau objek kontaminasi permukaan yang harus dirancang sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh IAEA. c. Kemasan industri tipe 2 (Industrial Package Type 2) adalah kemasan, petikemas muatan atau tanki yang dapat memuat bahan radioaktif berspesifikasi rendah atau objek kontaminasi permukaan yang harus dirancang sesuai dengan persyaratan ayat (519), (521), (522), dan (523) persyaratan IAEA. d. Kemasan industri tipe 3 (Industrial Package Type 3) adalah kemasan, petikemas muatan atau tanki yang dapat memuat bahan radioaktif berspesifikasi rendah atau objek kontaminasi permukaan yang harus dirancang sesuai dengan persyaratan ayat (5120), (521), (522), dan (523) persyaratan IAEA. e. Kemasan Tipe A adalah kemasan, petikemas tanki atau petikemasn barang yang dapat memuat bahan radioaktif sampai pada aktivitas A1 sampai dengan A2 sesuai dengan ketentuan ayat (524) sampai dengan (540) persyaratan IAEA.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 265
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP f. Kemasan Tipe B adalah kemasan, petikemas tanki atau petikemasn barang yang dapat memuat bahan radioaktif sampai pada aktivitas A1 sampai dengan A2 sesuai dengan ketentuan ayat (505) sampai (514), (525) sampai (538) dan (542) sampai (548) persyaratan IAEA. g. Kemasan Tipe B (U) adalah kemasan tipe B, yang telah memenuhi persyaratan IAEA ayat (549) sampai (556) dan telah mendapat persetujuan unilateral dari negara asalnya. h. Kemasan Tipe B (M) adalah kemasan tipe B, yang telah memenuhi persyaratan IAEA ayat (557) sampai (558) dan telah mendapat persetujuan multilateral dari negara-negara yang dilewati oleh kemasan tersebut. (9) Pemilik bahan/barang berbahaya dan beracun dengan Kelas 8, diharuskan memenuhi ketentuan IMDG – Code
yaitu sebagai
berikut: a. Pengemasan terhadap bahan/barang kelas 8 harus dilakukan dalam beberapa kategori pengemasan berdasarkan tingkat bahaya sebagai berikut : a) Kelompok Kemasan I - sangat berbahaya b) Kelompok Kemasan II - berbahaya sedang c) Kelompok Kemasan III - berbahaya rendah b. Kemasan harus ditutup dengan baik, dan lubang penguapan harus terpasang sedemikian rupa sehingga isinya tidak tumpah, sedangkan kemasan harus berdiri tegak sehingga tidak mengganggu fungsi lubang penguapan. c. Kemasan harus dapat ditutup dengan rapat, agar tidak menimbulkan bahaya dan bereaksi dengan air.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 266
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP d. Kemasan yang menggunakan botol gelas, dalam pengertian ini termasuk tembikar/porselin, agar mampu menahan reaksi dari isi kemasan yang bersangkutan. e. Apabila kemasan menggunakan karung goni, rami, atau hessain, maka dalam pengertian ini termasuk juga karung plastik anyam dengan lapisan dalam dari plastik. f. Karena gas cair dengan titik didih yang rendah biasanya mempunyai tekanan yang tinggi, kemasannya harus kuat menahan tekanan gas dari dalam yang timbul pada waktu penanganan barang. (10) Pemilik bahan/barang berbahaya dan beracun dengan Kelas 9, diharuskan memenuhi ketentuan IMDG – Code sebagai berikut: a. Kemasan
dari
masing-masing
bahan/barang
kelas
9
dikelompokan berdasarkan tingkat bahayanya sebagai berikut : a) Kelompok kemasan I - Tingkat bahaya tinggi b) Kelompok kemasan II - Tingkat bahaya sedang c) Kelompok kemasan III - Tingkat bahaya rendah b. Kelompok dari masing-masing bahan/barang kelas 9 ini didasarkan
pada
pengelompokan
barang-barang
yang
mempunyai sifat dan jenis yang sama. c. Apabila tidak ditentukan lain didalam daftar masing-masing jenis bahan/barang kelas 9, maka pada dasarnya kemasan harus tertutup dengan sempurna. d. Bagian-bagian dari kemasan yang mempunyai hubungan langsung
dengan
bahan/barang
berbahaya
tidak
boleh
terpengaruh oleh reaksi kimia atau reaksi lainnya dari bahan-
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 267
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP bahan tersebut. Apabila perlu kemasan harus dilengkapi dengan lapisan dalam atau perlindungan yang memadai. e. Kemasan harus kuat menahan tekanan dari dalam yang timbul dari gas akibat peningkatan suhu atau penyebab lainnya. f. Ventilasi udara dapat dipasang apabila gas yang timbul tidak berbahaya, tidak beracun
dan tidak mudah terbakar serta
dalam jumlah yang sedikit. g. Untuk kemasan yang didalamnya mengandung uap dari bahan cair dengan titik didih rendah yang menghasilkan tekanan tinggi, maka kekuatan kemasan harus mempu menahan tekanan yang timbul. h. Pada saat pengisian kemasan dengan cairan, harus dipastikan tidak terdapat gangguan atau kebocoran yang permanen. i. Pengisian kemasan harus dilakukan pada temperatur tidak melebihi 550C sesuai dengan ketentuan nasional atau internasional. (11) Persyaratan
pengemasan
bahan/barang
berbahaya
dan
beracun selengkapnya dijelaskan dalam IMDG Code. Bagian Ketiga Label Bahan/Barang Berbahaya Dan Beracun Pasal 5
(1) Setiap pemilik
bahan/barang berbahaya dan beracun harus
mencantumkan secara jelas: a. Nama
bahan/barangberbahaya
dan
beracun
(Technical
Name). b. Nomor IMDG Code
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 268
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP c. Nomor PBB (UN. No.) d. Golongan Penyimpanan (Compability Group) e. Pengelompokan bahaya (Division) f. Kode Kelas (Classification Code) g. Label sesuai dengan kelas dan tingkat bahaya (2) Pemilik barang harus mencantumlan Label bahan/barang berbahaya dan beracun dengan klasifikasi sebagai berikut; a. Kelas 1, Label bahan/barang berbahaya kelas 1 harus mampu mencerminkan bahwa bahan/barang yang dibawahnya adalah bahan/barang peledak, yaitu bahan atau zat yang berbentuk padat, cair, atau campuran dan bahan-bahan tersebut dapat dengan sendirinya mengalami reaksi kimia dan menghasilkan gas pada temperatur dan tekanan tertentu yang dengan cepat dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan sekelilingnya. Bahan pyrotechnic termasuk dalam kelompok ini meskipun tidak menghasilkan gas b. Kelas 2, Label barang berbahaya kelas 2 harus mampu mencerminkan bahwa bahan/barang yang dibawahnya adalah bahan/barang termasuk dalam kelompok gas mampat, gas cair, gas dalam larutan, gas cair yang dibekukan, campuran satu atau lebih gas dengan satu atau lebih uap bahan kelas lainnya, barang yang diisi gas, tellurium hexafluoride dan aerosol c. Kelas 3, Label barang berbahaya kelas 3, harus
mampu
mencerminkan bahwa bahan/barang yang dibawahnya adalah cairan mudah menyala yaitu cairan atau campuran dan atau cairan yang mengandung larutan padat atau larutan jenuh,
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 269
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP misalnya cat, pernis, dempul dan sebagainya, akan tetapi tidak mencakup zat-zat yang karena sifat bahayanya dimasukkan ke dalam kelas yang lain. d. Label 4, Label kelas 4 yaitu bahan/barang padat mudah menyala/terbakar, atau label yang mampu menggambarkan bahwa barang berbahaya yang dibawanya mempunyai sifat umum dan peka terhadap pemanasan secara spontan atau secara spontan terbakar. Bahan-bahan ini terdiri dari bahan pyrophinic dan bahan/barang yang dapat menjadi panas dengan sendirinya. e. Label 5, Label kelas 5 yaitu bahan/barang pengoksidir dan peroksida organik. Atau label yang mampu menggambarkan bahwa bahan/barang berbahaya dan beracun yang dibawanya mempunyai sifat mengeluarkan oksigen dan bila ikut terbakar akan memperbesar kejadian kebakaran. Sedangkan peroksida organic adalah bahan/barang yang mudah busuk karena pengaruh eksotermis pada suhu yang normal. f. Label 6, Label kelas 6 yaitu bahan/barang beracun dan yang mudah menular. Atau label yang menggambarkan bahwa bahan/barang yang diangkutnya adalah bahan/barang beracun yang
dapat
mengakibatkan
kematian
atau
kerusakan
kesehatan manusia apabila tertelan, terhirup atau terkena kulit. g. Label 7, Label bahan/barang kelas 7 yaitu bahan/barang radioaktif.
Atau
label
yang
menggambarkan
bahwa
bahan/barang yang diangkutnya adalah bahan/barang yang dalam jumlah kecil maupun besar adalah bersifat sangat
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 270
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP berbahaya karena dapat menimbulkan bahaya radiasi yang tidak kelihatan dan dapat merusak pori-pori. h. Label 8, Label bahan/barang kelas 8 yaitu bahan/barang perusak.
Atau
label
yang
menggambarkan
bahwa
bahan/barang yang diangkutnya adalah bahan/barang yang berbentuk padat atau cair yang secara umum dapat merusak jaringan
sel.
Kebocoran
bahan/barang
ini
dapat
mengakibatkan kerusakan pada barang/bahan lainnya. i. Label 9, Label bahan/barang kelas 9 yaitu bahan/barang berbahaya jenis lainnya. Atau label yang menggambarkan bahwa bahan/barang yang diangkutnya adalah bahan/barang yang termasuk dalam kelas 1 sampai dengan kelas 8, akan tetapi menunjukkan sifat-sifat berbahaya. Bahan/barang yang diangkut dengan suhu sama atau lebih dan 10,000 dalam bentuk cair, dan dengan suhu sama atau lebih dan 24.000 untuk barang padat dan bahan/barang yang diangkut sesuai dengan ketentuan annex 3 Konvensi MARPOL 73 – 78. BAB IV MEMASUKI PELABUHAN DAN PENUMPUKAN Pasal 6 (1) Penjaga pintu masuk/petugas pelabuhan angkutan sungai dan danau harus memeriksa
setiap barang
termasuk bahan/
barang berbahaya dan beracun yang memasuki pelabuhan untuk diangkut melalui kapal. (2) Penjaga pintu/petugas pelabuhan angkutan sungai dan danau melakukan pemeriksaan bahan/barang PT. Diksa Intertama Consultan
II - 271
berbahaya dan Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP beracun dengan teknologi pendeteksi, dengan maksud untuk mengetahui jenis bahan/barang berbahaya dan beracun (3) Petugas pelabuhan angkutan sungai dan danau, melakukan pemeriksaan
dan
pengawasan
serta
penanganan
bahan/barang berbahaya dan beracun berikut kemasan dan label bahan/barang berbahaya dan beracun. (4) Bilamana terdapat
ada kemasan dan label bahan/barang
berbahaya dan beracun yang mengalami kerusakan dan dapat menimbulkan pengawas
bahaya,
maka
pelabuhan
penjaga
angkutan
pelabuhan
sungai
dan
dan danau
memerintahkan kepada pemilik barang untuk diperbaiki sesuai dengan IMDG – Code. PENUMPUKAN Pasal 7
(1)
Bilamana
bahan/barang
berbahaya
dan
beracun
harus
menunggu waktu untuk diangkut melalui angkutan sungai dan danau, maka denah pemisah untuk
jenis bahan/barang
berbahaya dan beracun di pelabuhan angkutan sungai dan danau harus sesuai dengan ketentuan IMDG Code yaitu sebagai berikut: a. Petugas pelabuhan / pengawas pelabuhan angkutan sungai dan danau menempatkan secara berjauhan bahan/barang berbahaya dan beracun,
sekurang-kurangnya 3 meter dari
barang lain yang berlawanan sifat dengannya, sehingga tidak saling mempengaruhi yang dapat menimbulkan bahaya, tetapi masih diperbolehkan dalam ruangan yang sama.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 272
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP b. Petugas
pelabuhan/pengawas
pelabuhan
menempatkan
bahan/barang berbahaya dan beracun secara berlainan ruangan. Bilamana bahan/barang berbahaya yang sifatnya berlawanansebaiknya berlainan
dengan
harus disimpan dalam ruangan yang jarak
sekurang-kurangnya
6
meter
mendatar, dan untuk ruangan yang bersusun secara tegak, lantai pemisah harus tahan api an kedap cairan. c. Petugas
pelabuhan/pengawas
pelabuhan
menempatkan
secara terpisah pada rungan yang dipisah secara mendatar dengan ruang antara yang berjarak sekurang-kurangnya 12 meter dan secara tegak lurus dipisah dengan ruangan antara yang kedap air. d. Petugas
pelabuhan/pengawas
bahan/barang
berbahaya
pelabuhan
dan
beracun
menempatkan yang
sifatnya
berlawanan harus disimpan di ruangan masing-masing yang dipisahkan secara mendatar dengan ruang antara yang berjarak sekurang-kurangnya 24 meter. (2) Pemilik bahan/barang peledak dan petugas pelabuhan/pengawas pelabuhan angkutan sungai dan danau harus memperhatikan, bahwa bilamana barang tersebut
dapat menimbulkan bahaya
ledakan harus dipisahkan dari detonator-detonator dan alat-alat yang dapat menimbulkan percikan api. (3) Pemilik
bahan/barang
berbahaya
berbahaya
secara
yang
bersama-sama
mengeluarkan dengan
uap
petugas
pelabuhan/pengawas pelabuhan harus menempatkan barang tersebut dalam ruangan yang mempunyai ventilasi yang baik atau di lapangan penumpukan.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 273
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (4) Pemilik bahan/barang berbahaya dan beracun bersama-sama dengan
petugas
pelabuhan/pengawas
bersama-sama mengawasi
pelabuhan
secera
kapal yang mengangkut barang
berbahaya cair atau gas yang mudah menyala selama berada di pelabuhan, bilamana terjadi kebakaran atau ledakan yang dapat membahayakan. (5) Petugas pelabuhan/pengawas pelabuhan tidak memperkenankan bahan/barang berbahaya dan beracun yang dapat memanas atau terbakar sendiri
untuk diangkut melalui kapal angkutan sungai
dan danau sesuai dengan ketentuan IMDG – Code , kecuali telah dilakukan tindakan-tindakan pengawasan secara khusus guna mencegah terjadinya kebakaran. (6) Petugas
pelabuhan
/
pengawas
menumpukkan di gudang untuk
pelabuhan
diharuskan
bahan/barang yang mudah
menyala dan bahan/barang pengoksidir, beracun dan merusak dengan kadar tinggi, apabila tidak dibongkar atau dimuat secara langsung. (7) Petugas pelabuhan/pengawas pelabuhan herus menumpukkan di gudang/lapangan
atau
ditempat
penumpukan
untuk
bahan/barang pengoksidir, beracun dan merusak dengan kadar rendah. Pasal 9 TEMPAT PENUMPUKAN (1)Petugas/Pengawas pelabuhan angkutan sungai dan danau harus memperhatikan,
bahwa
tempat
penumpukan
bahan/barang
berbahaya dan beracun yang karena sifatnya memerlukan penanganan khusus, di bedakan dalam tiga jenis sebagai berikut:
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 274
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP a. Tertutup, adalah gudang yang mempunyai dinding dan atap dengan ventilasi yang cukup. Jenis tempat penumpukan ini digunakan untuk menumpuk Bahan/Barang Berbahaya yang sangat pekat terhadap sinar matahari, air atau hujan. b. Setengah terbuka, adalah gudang yang mempunyai atap terapi tanpa dinding atau dengan setengah dinding. Jenis tempat penumpukan ini di gunakan untuk menumpuk Bahan/Barang Berbahaya yang tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung dan /atau basah kena air atau hujan. c. Terbuka,
adalah
lapangan
penumpukan
Bahan/Barang
Berbahaya.
(2) Petugas/pengawas
pelabuhan
dan
Bagian
Pergudangan
melakukan pelaksanaan penumpukan bahan/barang berbahaya di gudang/ lapangan/ penumpukan di
daerah lingkungan kerja
pelabuhan sesuai dengan ketentuan IMDG Code. (3) Bagian Pergudangan memperhatikan penumpukan bahan/barang berbahaya di gudang/lapangan/penumpikan mengikuti petunjuk yang tercantum pada kemasannya. (4) Penjaga pergudangan/lapangan/penumpukan melarang setiap orang
menggunakan forklift dan alat mekanik lainnya yang
memakai bahan bakar minyak. Pasal 10 PENGELOLAAN FASILITAS PENUMPUKAN
(1) Pengelolaan fasilitas dan instalasi penanganan bahan/barang berbahaya di daerah lingkungan kerja pelabuhan harus dilakukan oleh pengelola yang khusus berusaha di bidang itu.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 275
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (2) Pengelolaan fasilitas penumpukan harus mempunyai tenaga terlatih dan peralatan yang memadai untuk penanganan Bahan/Barang Berbahaya
Pasal 11 (1) Penjaga
gudang
/lapangan
penumpukan
bahan/barang
berbahaya harus menyediakan adanya jalur-jalur bebas untuk melaksanakan kegiatan pengamanan dan pengawasan secara cermat (2) Kepala Pelabuhan/Syahbandar melarang memasang instalasi listrik
tambahan
di
gudang/lapangan
penumpukan
Bahan/Barang Berbahaya.
Pasal 12 Peralatan Pemindahan Bahan/Barang Berbahaya dan Beracun (1) Pengawas pelabuhan harus mengisyaratkan kepada setiap orang yang menggunakan alat angkut yang digunakan untuk menangani bahan peledak harus selalu mengikuti petunjuk ahli yang ditunjuk oleh instansi yang terkait. (2) Dalam mengangkut bahan/barang yang sifatnya berbahaya dapat merusak kesehatan, karena itu Pengangkut Barang Berbahaya
harus memakai alat-alat pelindung diri sesuai
dengan petunjuk ahli yang ditunjuk oleh instansi yang terkait. (3) Pengankut Barang Berbahaya yang mengetahui kemasan yang sudah rusak harus ditumpuk di tempat yang telah ditentukan sesuai petunjuk Administrator Pelabuhan atau Kepala Kantor Pelabuhan dan berkoordinasi dengan instansi yang terkait.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 276
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (4) Setiap alat angkut yang digunakan Pengangkut bahan/barang berbahaya
dan
beracun
harus
dilengkapi
dengan
alat
beracun
dan
pencegahan/penaggulangan bahaya kebakaran. (5) Pengangkut
bahan/barang
berbahaya
dan
menggunakan alat untuk digunakan dalam pemindahan bahan radioaktif harus mengikuti petunjuk Ahli yang ditunjuk oleh instansi yang terkait.
Pasal 13 (1) Petugas penanganan bahan/barang berbahaya yang diberi tugas menyusun bahan/barang berbahaya dan beracun ke atas alat
pemindahan
harus tenaga
kerja
yang terlatih
dan
profesional (2) Pengawas Pelabuhan harus memperhatikan, bahwa berat dan atau
volume
bahan/barang
Pengangkut Barang
berbahaya
yang
diangkut
untuk dimuat ke atas alat pemindahan
harus sesuai dengan kapasitas alat yang bersangkutan. (3) Pengawas Pelabuhan angkutan sungai dan danau harus memperhatikan,
bahwa
posisi
dari
setiap
kemasan
bahan/barang berbahaya harus sesuai dengan petunjuk yang tertera/dituliskan/digambarkan pada kemasan. (4) Pengawas pelabuhan melarang memuat dua jenis bahan/barang berbahaya yang saling berlawanan sifatnya ke dalam sebuat alat pemindahan.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 277
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP BAB V KAPAL SUNGAI DAN DANAU Pasal 14 (1) Kapal angkutan bahan/barang berbahaya dan beracun melalui angkutan sungai dan danau harus memiliki persyaratan sebagai berikut; a. tersedianya tempat serta fasilitas perlengkapan untuk memuat dan membongkar bahan/barang berbahaya dan beracun b. mempunyai dokumen khsusus kapal angkutan bahan/barang berbahaya dan beracun dari instansi yang berwenang; c. memiliki tanda-tanda khusus untuk bahan berbahaya. d. memiliki peralatan keselamatan (2) Untuk memenuhi persyaratan kelaikan kapal, Pemilik Kapal angkutan sungai dan danau harus memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal setelah mendapatkan rekomendasi dari Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota dan instansi yang bertanggung jawab di bidang pengendalian dampak lingkungan. (3) Pemilik kapal angkutan sungai dan danau yang mengangkut bahan/barang
berbahaya
dan
beracun
harus
memenuhi
persyaratan sebagai berikut: a. memiliki kelengkapan fasilitas keselamatan tambahan yang khusus untuk penanganan bahan/barang berbahaya dan beracun, meliputi: a) memasang plakat yang memuat tanda khusus yang harus melekat pada sisi kiri, kanan, depan dan belakang kapal;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 278
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP b) menyediakan peralatan pencegah dan penanggulangan kebakaran; c) memiliki radio komunikasi, yang berfungsi sebagai alat untuk berkomunikasi antara pemimpin kapal dengan pusat pengendali operasi dan/atau sebaliknya; d) adanya kaca mata dan masker untuk awak kapal; e) adanya sarung tangan dan baju pengaman; f) adanya lampu tanda bahaya berwarna kuning yang ditempatkan di atas atap kapal; g) memiliki
perlengkapan
pencegahan
dan
penanggulangan pencemaran di perairan. b. memiliki Nahkoda dan/atau ABK yang mempunyai kualifikasi tertentu terutama penanganan bahan/barang berbahaya dan beracun, meliputi: a) memiliki kecakapan teknis sebagai nakhoda dan ABK kapal sungai dan danau yang dibuktikan dengan Sertifikat Pelaut atau Sertifikat Awak Kapal Sungai diberikan oleh Direktorat Jenderal; b) mengetahui alur pelayaran sungai atau danau pada trayek yang akan dilalui; c) mengetahui kelaikan kapal sungai dan danau; d) mengetahui
tata
cara
mengangkut
bahan/barang
mengenai
bahan/barang
berbahaya dan beracun. e) memiliki
pengetahuan
berbahaya yang diangkutnya, seperti klasifikasi, sifat dan karakteristik bahan berbahaya;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 279
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP f) memiliki pengetahuan mengenai bagaimana mengatasi keadaan jika terjadi suatu kondisi darurat, seperti cara menanggulangi kecelakaan/kebakaran; g) memiliki pengetahuan dan keterampilan mengenai tata cara
pengangkutan
mengemudikan kesiapan
bahan
berbahaya,
seperti
kapal secara aman, pemeriksaan
kapal,
hubungan
muatan
dengan
pengendalian kapal, persepsi keadaan bahaya/darurat; h) memiliki
pengetahuan
mengenai
ketentuan
pengangkutan bahan berbahaya, seperti penggunaan plakat, label dan simbol bahan berbahaya; i) memiliki
kemampuan
daripada
pengangkut
berbahaya,
seperti
psikologi
yang
lebih
tinggi
bahan/komoditi
yang
tidak
tidak
mudah
panik,
sabar,
bertanggung jawab, tidak mudah jenuh menghadapi pekerjaan dan situasi yang monoton; j) memiliki fisik yang sehat dan tangguh dibuktikan dengan Surat Keterangan Dokter. k) Untuk kesehatan dan keselamatan kerja, Nahkoda dan ABK wajib dilengkapi peralatan pelindung diri, meliputi : 1) Pelindung pernafasan / masker; 2) Pelindung anggota badan; 3) Helm; 4) Kacamata pengaman; 5) Sarung tangan, baik dengan bahan karet, kain ataupun kulit sesuai bahan/barang berbahaya dan beracun yang ditangani;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 280
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 6) Sepatu pengaman; 7) Pakaian kerja. c. pedoman
pemuatan,
pengawasan
dan
pembongkaran
kendaraan pengangkut bahan/barang berbahaya dan beracun yang ditempatkan pada ruang kemudi, ruang penumpang dan/atau geladak kendaraan. d. instruksi dan prosedur yang harus dikerjakan apabila terjadi keadaan darurat yang ditempatkan pada ruang kemudi, ruang penumpang dan/atau geladak kendaraan. e. selama
pelaksanaan
bongkar-muat
harus
diawasi
oleh
nahkoda atau ABK yang memiliki kualifikasi tertentu tentang penanganan bahan/barang berbahaya dan beracun. (5) Pemenuhan persyaratan khusus yang dimiliki Nahkoda dan ABK dibuktikan dengan: a. Sertifikat, yang diberikan oleh Direktorat Jenderal b. Surat Keterangan Dokter. (6) Untuk mendapatkan sertifikat mengikuti
pelatihan
Nahkoda dan ABK
mengenai
pemuatan, pembongkaran,
tata
cara
harus telah
pengangkutan,
penggunaan alat-alat
K3 dan
penanggulangan dalam keadaan darurat yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan dan pelatihan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal.
Pasal 16 (1) Nahkoda dan ABK dalam rangka menjamin
keselamatan dan
keamanan pengangkutan bahan/barang berbahaya dan beracun yang tingkat bahayanya besar dengan jangkauan luas, penjalaran
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 281
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP cepat serta penanganan dan pengamanannya sulit, maka wajib mengajukan permohonan persetujuan kepada Direktur Jenderal sebelum pelaksanaan pengangkutan. (2) Permohonan
persetujuan
dapat
diajukan
kepada
Direktur
Jenderal Perhubungan Darat dengan dilengkapi : a. surat
keterangan
tentang
nama,
jenis
dan
jumlah
bahan/barang berbahaya yang akan diangkut (MSDS/Material Safety Data Sheet) yang dikeluarkan perusahaan yang bersangkutan; b. rekomendasi pengangkutan bahan/barang berbahaya dari instansi yang berwenang; c. keterangan tentang tempat pemuatan, lintasan yang dilalui, tempat pemberhentian, dan tempat pembongkaran; d. spesifikasai tenis kapal sungai; e. waktu dan jadwal pengangkutan; f. identitas dan kualifikasi nahkoda dan ABK; g. izin usaha angkutan kapal sungai; h. prosedur penanggulangan keadaan darurat.
Pasal 17 (1) Untuk keselamatan dan keamanan pengangkutan bahan/barang berbahaya dan beracun, Nahkoda dan ABK sebagai pengangkut wajib
melaporkan
angkutannya
Provinsi/Kabupaten/Kota
setempat
kepada sesuai
Kepala
Dinas
kewenangannya
sebelum pelaksanaan pengangkutan. (2) Laporan Nahkoda dan ABK
memuat keterangan sekurang-
kurangnya mengenai:
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 282
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP a. nama, jenis dan jumlah bahan berbahaya yang akan diangkut serta dilengkapi dengan dokumen pengangkutan bahan berbahaya dari instansi yang berwenang yaitu instansi yang bertanggung jawab terhadap pengedalian dampak lingkungan; b. tempat
pemuatan,
alur
yang
akan
dilalui,
tempat
pemberhentian, dan tempat pembongkaran; c. identitas dan tanda kualifikasi awak kapal; d. waktu dan jadwal pengangkutan; e. jumlah
dan
jenis
kapal
yang
akan
digunakan
untuk
mengangkut. (3) Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak laporan
diterima secara lengkap, Kepala Dinas
Provinsi/Kabupaten/Kota
setempat
sesuai
kewenangannya
memberikan tanggapan secara tertulis atas laporan yang diajukan. (4) Apabila setelah 14 (empat belas) hari kerja sejak laporan diterima secara lengkap, tidak ada tanggapan secara tertulis, Kepala Dinas yang bersangkutan dianggap menyetujui laporan pengangkut. (5) Nahkoda harus memberikan lampiran dokumen pengangkutan kepada Administrator Pelabuhan atau Syahbandar dan Pegelola Pelabuhan asal sebelum pengangkutan
dilakukan dan kepada
Syahbandar atau pengelola pelabuhan angkutan sungai dan danau tujuan setelah tiba. BAB V MENAIKAN KE KAPAL Bagian Pertama Pemuatan Bahan/Barang Berbahaya dan Beracun Ke Kapal
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 283
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP
Pasal 18 (1) Syahbandar atau petugas pelabuhan memeriksa persyaratan kelaikan kapal dan dokumen bahan/barang berbahaya dan beracun yang akan diangkut. (2) Syahbandar atau petugas pelabuhan memeriksa persyaratan pengemasan dan pelabelan bahan/barang berbahaya dan beracun sebelum naik kapal. (3) Jika persyaratan dokumen, kemasan, label dan kapal telah lengkap
dan
sesuai,
maka
Syahbandar
memerintahkan
bahan/barang berbahaya dan beracun dinaikkan ke kapal, dengan perlakuan khusus, jika diperlukan dengan bantuan peralatan khusus untuk meminimalkan bahaya, serta selalu dalam pengawasan selama pemuatan. (4) ABK harus memastikan, bahwa penempatan bahan/barang berbahaya dan beracun di atas kapal angkutan sungai diusahakan pada tempat yang tidak terlalu panas, dan terpisah satu sama lain, sehingga dapat terhindar dari kebakaran. (5) Tenaga
pengangkut
harus
memiliki
kualifikasi
tersendiri,
sehingga dapat mengetahui perlakuan yang akan dilakukan pada setiap jenis bahan/barang berbahaya dan beracun selama proses pengangkutan Pasal 19 (1) Sebelum bahan/barang berbahaya dan beracun dinaikkan ke atas kapal atau menurunkan, Petugas/Pengawas pelabuhan angkutan sungai dan danau harus memenuhi ketentuan :
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 284
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP a. Mempersiapkan
dan memeriksa alat bongkar muat serta
peralatan pengamanan darurat; b. dilakukan pada tempat-tempat yang telah ditentukan dan tidak mengganggu
keamanan,
keselamatan,
kelancaran
dan
ketertiban lalu lintas serta masyarakat di sekitarnya; c. apabila dalam pelaksanaan diketahui ada tempat atau kemasan yang rusak, maka kegiatan menurunkan/menaikkan harus dihentikan; d. selama pelaksanaan harus diawasi oleh pengawas yang memiliki kualifikasi, sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. (2) Bahan/barang
berbahaya dan beracun yang akan diangkut
harus terlindung dalam tempat atau kemasan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Bahan/barang
berbahaya dan beracun
harus diikat dengan
kuat dan disusun dengan baik, sehingga beban muatan dapat merata secara proporsional pada kapal angkutan sungai dan danau (4) Pengawas atau petugas di pelabuhan dan di kapal harus selalu memantau selama pemuatan berlangsung, agar dapat segera mengetahui
jika terjadi kebakaran atau keadaan darurat
lainnya. Bagian Kedua Penempatan dan Pengawasan Muatan Bahan/Barang Berbahaya dan Beracun di Kapal Pasal 20 (1) ABK harus memperhatikan, susunan bahan/barang berbahaya dan beracun di atas kapal, harus diatur sesuai dengan tata cara
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 285
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP yang benar, sehingga kapal tidak kehilangan kestabilan yang dapat mengakibatkan miring dan tenggelam; (2) ABK harus mentaati tata cara pemuatan bahan/ barang berbahaya dan beracun sesuai dengan ketentuan IMDG – Code , sehingga kapal selalu dalam keadaan tetap stabil, baik pada waktu memuat, berlayar, maupun pada waktu membongkar muatan; (3 ) ABK harus memastikan, bahwa muatan bahan/barang berbahaya dan beracun yang ada di
atas geladak terbuka
(weather deck), harus di atur dan dibatasi jumlahnya, sehingga tidak mengganggu stabilitas kapal, khususnya dalam pelayaran; (5) ABK harus memperhitungkan, bahwa sistem pemuatan barang (cargo plan), harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak menyulitkan pada waktu pembongkaran di tempat tujuan; (6) ABK harus menempatkan, bahwa muatan harus diatur secara benar, sehingga berat muatan berada di bagian bawah ruangan kapal; (7) ABK harus memperhatikan, bahwa pemuatan bahan/barang berbahaya dan beracun harus dikelompokkan sesuai dengan jenisnya masing-masing; (8) Penempatan muatan bahan/barang berbahaya dan beracun khususnya barang yang mudah terbakar dan/atau mudah meledak, oleh ABK harus menempatkan di bagian kapal yang jauh dari muatan lain, jauh dari ruang awak kapal, dapur/api, mesin/motor dan sebagainya yang dapat menimbulkan api secara terbuka, sehingga sewaktu-waktu dapat segera dengan
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 286
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP mudah di buang ke air bilamana tidak dapat dipadamkan kebakaran atau dalam keadaan darurat lainnya. Pasal 21 Sebelum berlayar, Nahkoda kapal memeriksa kembali yaitu sbb: a. tanda lambung timbul, b. surat-surat dan sertifikat kapal, c. persetujuan pengangkutan bahan/barang berbahaya dan beracun, d. jenis dan jumlah muatan, e. Jumlah Nahkoda dan ABK khususnya yang mempunyai keahlian khusus penanganan bahan/barang berbahaya dan beracun. Pasal 22 (1) Bilamana diperkirakan selama pelayaran akan ada goncangan yang dapat
dapat mengeser
kestabilan bahan/barang
berbahaya dan beracun , maka ABK dan pemilik barang mengikat
barang tersebut
dengan badan/lantai kapal untuk
memastikan tetap selalu pada posisinya. Pasal 23 (1)
Selamana pelayaran, pemilik bahan/barang berbahaya dan beracun serta ABK diharuskan mengecek posisi barang dengan makusd
untuk memastikan posisi muatan
pada
posisinya. (2)
ABK harus selalu dalam keadaan siap siaga, jika terjadi kondisi darurat, misalnya kebakaran, tubrukan, kebocoran,
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 287
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP termasuk peralatan tanggap darurat,
termasuk alat-alat
keselamatan/penolong. (3)
Orang yang ada dan ABK di atas kapal angkutan sungai dan danau dilarang melakukan kegiatan yang menyebabkan terjadinya api/bunga api yang dapat membahayakan muatan bahan/barang berbahaya dan beracun. Bagian Keempat
Pembongkaran Bahan/Barang Berbahaya dan Beracun Dari Kapal Pasal 24 (1) Nahkoda kapal kapal angkutan sungai dan danau yang mengangkut bahan/barang berbahaya dan beracun harus memberitahukan rencana sandar dan bongkar muat kepada Administrator
Pelabuhan/
Syahbandar
pelabuhan selambat- lambatnya
atau
pengelola
1 jam sebelum tiba di
pelabuhan tujuan. (2) Nahkoda melaporkan kepada Syahbandar perihal muatan bahan/barang berbahaya dan beracun yang diangkutnya untuk dapat ditangani secara khusus. (3) Syahbandar
memerintahkan/melakukan
koordinasi dengan
petugas pelabuhan untuk mempersiapkan tempat sandar yang bebas dari bahaya terkait dengan rencana pembongkaran muatan bahan/barang berbahaya dan beracun, sekaligus menginformasikan balik kepada Nahkoda perihal lokasi sandar kapal dan kesiapan berbagai peralatan yang dibutuhkan
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 288
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP Pasal 26 (1) Sebelum sandar, Petugas Pelabuhan mempersiapkan alat pemadam kebakaran dan peralatan kesiap siagaan darurat lainnya, untuk mengantisipasi kondisi darurat yang mungkin terjadi. (2) Setelah kapal sandar dan terikat dengan sempurna di pelabuhan, ABK atau petugas pelabuhan mempersiapkan tangga,
dan
setelah
benar-benar
siap
diusahakan
bahana/barang berbahaya dan beracun yang lebih sensitif terlebih dahulu diturunkan. (3) ABK atau pemilik muatan bahan/barang berbahaya dan beracun melaporkan
Syahbandar/Pengelola
Pelabuhan
serta
menunjukkan keseluruhan dokumen dan selanjutnya diteruskan dengan pemeriksaan lebih lanjut dokumen tersebut dan pengecekan muatan bahan/barang berbahaya dan beracun. (4) Petugas/Pengawas terhadap
Pelabuhan
melakukan
pengecekan
kondisi kemasan bahan/barang berbahaya dan
beracun dengan maksud untuk memastikan masih dalam kondisi baik. (5) Setelah pemeriksaan selesai, lengkap dan sesuai, muatan bahan/barang berbahaya dan beracun pemilik bahan/barang berbahaya dan beracun dapat diijinkan keluar pelabuhan. (6) Jika muatan bahan/barang berbahaya dan beracun masih menunggu
untuk
Pelabuhan/Pengawas
diambil
oleh
Pelabuhan
pemiliknya,
Petugas
penempatan
atau
penumpukan di pelabuhan harus dilakukan sesuai dengan tempatnya
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 289
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP
15. Sispro Pelayanan Penumpang di Kapal Penyeberangan KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR. .............................................................................. TENTANG SISPRO PELAYANAN PENUMPANG DI KAPAL PENYEBERANGAN
MENTERI PERHUBUNGAN
Menimbang :
bahwa untuk menjamin kepastian dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat akan jasa angkutan penyeberangan yang aman, nyaman, tertib dan lancar, diperlukan ketentuan lebih lanjut mengenai mengenai
sistem
dan
prosedur
pelayanan
penumpang di kapal penyeberangan.
Mengingat
: 1. Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pasal 40. 2. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan Pasal 86. 3. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan Pasal 69, Pasal 70, Pasal 78, Pasal 79, dan Pasal 80. 4. Keputusan Menteri Perhubungan No. 32 Tahun 2001 tentang Angkutan Penyeberangan.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 290
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 6. Safety Of Life Of Sea (SOLAS 1973) beserta keseluruhan amandemennya yang diterbitkan oleh IMO
MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG SISPRO PELAYANAN PENUMPANG DI KAPAL PENYEBERANGAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan: 1.
Angkutan penyeberangan adalah angkutan yang berfungsi sebagai jembatan bergerak yang menghubungkan jaringan jalan atau jaringan jalur kereta api yang terputus-putus karena adanya
perairan
untuk
mengangkut
penumpang
dan
kenderaan beserta muatannya. 2.
Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 291
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 3.
Unit Penyelenggara Pelabuhan adalah lembaga pemerintah di pelabuhan
sebagai
pengaturan,
otoritas
yang
pengendalian,
kepelabuhanan,
dan
melaksanakan
pengawasan
pemberian
fungsi
kegiatan
pelayanan
jasa
kepelabuhanan untuk pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial. 4.
Keselamatan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian.
5.
Badan Klasifikasi adalah lembaga klasifikasi kapal yang melakukan pengaturan kekuatan konstruksi dan permesinan kapal,
jaminan
mutu
material
marine,
pengawasan
pembangunan, pemeliharaan, dan perombakan kapal sesuai dengan peraturan klasifikasi. 6.
Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta
alat
apung dan
bangunan
terapung yang tidak
berpindah-pindah. 7.
Nakhoda adalah salah seorang dari Awak Kapal yang menjadi pemimpin tertinggi di kapal dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 292
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 8.
Anak Buah Kapal adalah Awak Kapal selain Nakhoda.
9.
Syahbandar adalah pejabat pemerintah di pelabuhan yang diangkat oleh Menteri dan memiliki kewenangan tertinggi untuk menjalankan
dan
melakukan
pengawasan
terhadap
dipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran. 10. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi. 11. Awak
kendaraan
adalah
pengemudi
dan
pembantu
pengemudi; 12. Safety
Of
Life
Of
Sea
(SOLAS
1973)
adalah
konvensi/peraturan dalam menjamin keselamatan penumpang di dalam kapal selama dalam pelayaran yang diterbitkan oleh International Maritime Organitation (IMO) pada tahun 1973 beserta keseluruhan amandemennya yang telah diratifikasi oleh Pemerintah. 13. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang tugas tanggungjawabnya di bidang angkutan penyeberangan. 14. Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang pelayaran. BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 (1) Sispro pelayanan penumpang di kapal penyeberangan ini berlaku
untuk
kegiatan
pelayanan
penumpang
di
kapal
penyeberangan baik di pelabuhan dan di kapal penyeberangan. (2) Ruang
lingkup
sispro
pelayanan
penumpang
di
kapal
penyeberangan ini meliputi:
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 293
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP a. Ketentuan pelayanan penumpang di pelabuhan. b. Ketentuan pelayanan penumpang memasuki kapal. c. Ketentuan pelayanan penumpang selama di atas kapal. d. Ketentuan pelayanan penumpang turun dari kapal.
BAB III PELAYANAN PENUMPANG DI PELABUHAN Pasal 3 (1) Pihak pengelola pelabuhan wajib menyediakan fasiltas ruang tunggu bagi calon penumpang kapal , sesuai kelas pelayanan. (2) Kelas pelayanan ruang tunggu penumpang di pelabuhan dikategorikan 3 kelas yaitu: a Kelas Ekonomi; bagi calon penumpang yang telah membeli karcis/tiket kapal kelas ekonomi. b Kelas Bisnis; bagi calon penumpang yang telah membeli karcis/tiket kapal kelas bisnis. c Kelas Eksekutif/VIP; bagi calon penumpang yang telah membeli karcis/tiket kapal kelas eksekutif/VIP. (3) Fasilitas ruang tunggu di pelabuhan
harus memenuhi
ketentuan: a. Kelas Ekonomi, memiliki fasilitas sebagai berikut: 1)Tempat duduk (luas m2) : Bangku/0,30 m2 2)Urinoir/WC 3)Sistem Sirkulasi Udara : Terbuka/Fan 4)TV, Video b. Kelas Bisnis, memiliki fasilitas sebagai berikut: 1)Tempat duduk (luas m2) : Kursi/0,40 m2
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 294
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 2)Urinoir/WC/K. Mandi 3)Sistem Sirkulasi Udara : Fan/AC 4)TV, Video c. Kelas Eksekutif, memiliki fasilitas sebagai berikut: 1)Tempat duduk (luas m2) : K.Reklening/0,50 m2 2)Urinoir/WC. K. Mandi 3)Sistem Sirkulasi Udara : AC 4)TV, Video Pasal 4 (1) Setiap penumpang diharuskan membeli karcis sesuai dengan kebutuhan dan keinginan, dan untuk angkutan barang dan/atau hewan wajib diberi surat angkutan sebagai tanda bukti atas pembayaran biaya angkutan yang telah disepakati. (2) Untuk penumpang, barang dan/atau kendaraan yang telah diberikan karcis/surat angkutan berhak mendapatkan pelayanan sesuai dengan perjanjian yang tercantum dalam karcis/surat angkutan angkutan sungai dan danau (3) Bagi penumpang yang telah memiliki karcis, tidak dibenarkan dibebani biaya tambahan atau kewajiban lainnya di luar kesepakatan. (4) Untuk lebih menjamin kepastian jadwal perjalanan kapal bagi pemakai jasa , pengelola perusahaan angkutan penyeberangan wajib mengumumkan jadwal perjalanan kapal yang telah ditetapkan pada papan pengumuman di pelabuhan setempat. (5) Apabila pengusahaan angkutan penyeberangan yang melayani pada lintas tertentu tidak dapat melaksanakan pelayanan angkutan, pengusaha yang bersangkutan harus melaporkan
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 295
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP secara tertulis beserta alasannya kepada Kepala Pelabuhan setempat dengan tembusan kepada pemberi persetujuan pengoperasian kapal.
Pasal 5 (1) Untuk pembelian karcis , pihak pengelola pelabuhan atau perusaaan angkutan wajib menyediakan tempat pembelian/loket karcis bagi calon penumpang. (2) Pihak pengelola pelabuhan wajib menyediakan tempat istirahat dan/atau tempat ibadah bagi calon penumpang yang masih menunggu
lama
baik
kerena
jadwal
maupun
karena
keterlambatan datangnya kapal. (3) Pihak pengelola pelabuhan wajib menyediakan areal parkir yang cukup baik untuk kendaraan calon penumpang maupun penjemput/pengantar.
BAB IV PELAYANAN PENUMPANG MEMASUKI KAPAL Pasal 6 (1) Pihak pengelola pelabuhan wajib menyediakan jalan atau gang khusus bagi penumpang menuju ke dermaga dan memasuki/naik ke kapal. (2) Pihak pengelola pelabuhan wajib memberikan fasilitas khusus dan kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak di bawah usia 5 (lima) tahun, orang sakit, dan orang lanjut usia menuju dermaga dan memasuki/naik ke kapal. (3) Pengusaha menyediakan
angkutan
atau
perangkat
PT. Diksa Intertama Consultan
pengelola
peralatan
II - 296
atau
pelabuhan
wajib
papan,
untuk
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP memudahkan penumpang penyandang cacat yang menggunakan kursi roda dapat naik dan turun ke dan dari kapal dengan mudah. (4) Apabila dalam pengangkutan terdapat orang sakit, penderita diupayakan untuk dapat ditempatkan pada tempat yang memadai. (5) Penumpang naik kapal dengan tertib, dan diusahakan tidak saling berebut atau bersamaan dengan pemuatan kendaraan ke kapal. Pasal 7 (1) ABK mengarahkan penumpang untuk menempati ruangan atau tempat duduk sesuai tiket/karcis yang dimilikinya. (2) Saat
kapal
mendapatkan
akan
meninggalkan
informasi
tentang
pelabuhan, jenis,
tempat
penumpang dan
cara
pemakaian alat-alat keselamatan/ penolong, dan diupayakan dengan peragaan pemakaian jaket pelampung.
BAB V PELAYANAN PENUMPANG SELAMA DI KAPAL Pasal 8 (1) Penumpang memperoleh informasi yang jelas letak fasilitas publik, misalnya kamar mandi/WC, kantin, tempat ibadah, klinik, tempat merokok, informasi larangan, dan informasi jika keadaan darurat (2) Setiap kapal yang mengangkut penumpang wajib menyediakan fasilitas kesehatan bagi penumpang. (3) Fasilitas kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. ruang pengobatan atau perawatan; b. peralatan medis dan obat-obatan; dan
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 297
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP c. tenaga medis, meliputi dokter dibantu oleh juru rawat. Pasal 9 (1) Di kapal harus tersedia ruangan yang dapat digunakan untuk akomodasi awak kapal, termasuk taruna, yang dipisahkan oleh sekat-sekat dari ruangan lainnya sesuai dengan persyaratan. (2) Ruang akomodasi tidak boleh berhubungan langsung dengan ruang mesin dan ruang ketel. (3) Jalan masuk keruang akomodasi dan keruang kerja anak buah kapal bagian mesin, harus mudah dicapai dari luar ruang mesin dan ruang ketel. (4) Di ruang akomodasi harus terdapat perlengkapan akomodasi awak kapal dan ventilasi udara yang cukup serta terpisah dari ventilasi udara untuk ruang mesin untuk ruang mesin dan ruang muatan. (5) Di setiap kapal harus tersedia kamar kecil dan kamar mandi serta dapur bagi awak kapal sesuai dengan persyaratan. Pasal 10 (1) Ruang penumpang harus dipisahkan dengan sekat dari kamar awak kapal, ruang muatan dan ruang lainnya. (2) Ruang
penumpang
harus memenuhi persyaratan
tingkat
kebisingan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (3) Ruang penumpang harus dilengkapi ventilasi dan penerangan yang cukup. (4) Ruang penumpang tidak boleh berhubungan langsung dengan ruang mesin dan ruang ketel. (5) Ruang penumpang harus aman terhadap hujan, angin dan panas matahari.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 298
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (6) Geladak terendah yang boleh digunakan sebagai geladak penumpang adalah geladak teratas yang terletak dibawah garis air, dengan ketentuan geladak dimaksud harus mendapatkan ventilasi,penerangan dan tingkap sisi yang cukup. (7) Dikapal harus tersedia perlengkapan akomodasi penumpang yang cukup sesuai kelasnya. (8) Untuk setiap penumpang geladak harus tersedia ruangan degan luas geladak sekurang-kurangnya 1,12 m2 ditambah dengan 0,37 m2 luas geladak untuk ruang peranginan. (9) Untuk setiap penumpang kamar harus tersedia ruangan sekurang-kurangnya 3,10 m2, ditambah dengan 0,37 m2 luas geladak untuk ruang peranginan. (10) Di kapal, berdasarkan lama pelayarannya, harus tersedia perbekalan yang cukup bagi penumpang. (11) Di kapal harus tersedia kamar kecil dan kamar mandi serta dapur untuk penumpang sesuai dengan persyaratan. Pasal 11 (2) Penumpang memperoleh pelayanan akomodasi terdiri dari: a. pelayanan minimal kenyamanan penumpang; b. persyaratan minimal konstruksi kapal untuk pelayanan penumpang. (1) Persyaratan
pelayanan
minimal
kenyamanan
penumpang
ditentukan berdasarkan: a. waktu atau lama berlayar; b. kelas-kelas tempat duduk penumpang. Pasal 12
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 299
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (1) Persyaratan pelayanan minimal kenyamanan penumpang yang didasarkan pada waktu atau lama berlayar yang dikelompokkan pada 4 (empat) kategori sebagai berikut: a. Kategori 1, dengan lama pelayaran sampai dengan 4 jam, yang terdiri dari: 1) lama pelayaran dari 0 – 1,5 jam; 2) lama pelayaran dari 1,5 – 4 jam; b. Kategori 2, dengan lama pelayaran di atas 4 jam sampai dengan 8 jam; c. Kategori 3, dengan lama pelayaran di atas 8 jam sampai dengan 12 jam; d. Kategori 4, dengan lama pelayaran di atas 12 jam. (2) Persyaratan pelayanan minimal kenyamanan penumpang yang didasarkan pada kelas-kelas tempat duduk penumpang terdiri dari 3 (tiga) kategori sebagai berikut: a. tempat duduk kelas ekonomi; b. tempat duduk kelas bisnis; c. tempat duduk kelas eksekutif/VIP. (3) Persyaratan pelayanan minimal kenyamanan penumpang adalah sebagai berikut: a. Jam berlayar sampai dengan 1,5
jam, fasilitas ruang
akomodasi untuk beberapa kelas adalah sebagai berikut: a)Kelas Ekonomi Geladak Terbuka memiliki fasilitas sebagai berikut: 1) Tempat duduk (luas m2)
: Bangku/0,30 m2
2) Urinoir/WC. K. Mandi
: Urinoir/WC
3) Sistem Sirkulasi Udara
: Terbuka
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 300
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 4) P.Addreser Musik
: Ada
5) TV, Video
: -
b)Kelas Ekonomi Geladak Tertutup memiliki fasilitas sebagai berikut: 1) Tempat duduk (luas m2)
: Bangku/0,30 m2
2) Urinoir/WC. K. Mandi
: Urinoir/WC
3) Sistem Sirkulasi Udara
: Terbuka
4) P. Addreser Musik
: Ada
5) TV, Video
: -
c)Kelas Bisnis memiliki fasilitas sebagai berikut: 1) Tempat duduk (luas m2)
: Kursi/0,40 m2
2) Urinoir/WC. K. Mandi
: Urinoir/WC
3) Sistem Sirkulasi Udara
: Fan
4) P. Addreser Musik
: Ada
5) TV, Video
: -
b. Di atas 1,5 jam s/d 4 jam, fasilitas ruang akomodasi untuk beberapa kelas adalah sebagai berikut: a)Kelas Ekonomi, memiliki fasilitas sebagai berikut: 1) Tempat duduk (luas m2)
: Bangku/0,30 m2
2) Urinoir/WC. K. Mandi
: Urinoir/WC
3) Sistem Sirkulasi Udara
: Terbuka
4) P.Addreser Musik
: Ada
5) TV, Video
: -
b)Kelas Bisnis, memiliki fasilitas sebagai berikut: 1) Tempat duduk (luas m2)
: Kursi/0,40 m2
2) Urinoir/WC. K. Mandi
: Urinoir/WC
3) Sistem Sirkulasi Udara
: Fan
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 301
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 4) P. Addreser Musik
: Ada
5) TV, Video
: Ada
c)Kelas Eksekutif, memiliki fasilitas sebagai berikut: 1) Tempat duduk (luas m2)
: K.Reklening/0,50 m2
2) Urinoir/WC. K. Mandi
: Urinoir/WC
3) Sistem Sirkulasi Udara
: AC
4) P. Addreser Musik
: Ada
5) TV, Video
: Ada
c. Di atas 4 jam s/d 8 jam, fasilitas ruang akomodasi untuk beberapa kelas adalah sebagai berikut: a)Kelas Ekonomi, memiliki fasilitas sebagai berikut: 1) Tempat duduk (luas m2)
: Bangku/0,30 m2
2) Urinoir/WC. K. Mandi
: Urinoir/WC
3) Sistem Sirkulasi Udara
: Fan
4) P.Addreser Musik
: Ada
5) TV, Video
: Ada
b)Kelas Bisnis, memiliki fasilitas sebagai berikut: 1) Tempat duduk (luas m2)
: Kursi/0,40 m2
2) Urinoir/WC. K. Mandi
: Urinoir/WC
3) Sistem Sirkulasi Udara
: Fan/WC
4) P. Addreser Musik
: Ada
5) TV, Video
: Ada
c)Kelas Eksekutif, memiliki fasilitas sebagai berikut: 1) Tempat duduk (luas m2)
: K.Reklening/0,50 m2
2) Urinoir/WC. K. Mandi
: Urinoir/WC
3) Sistem Sirkulasi Udara
: AC
4) P. Addreser Musik
: Ada
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 302
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 5) TV, Video
: Ada
d. Di atas 8 jam s/d 12 jam, fasilitas ruang akomodasi untuk beberapa kelas adalah sebagai berikut: a)Kelas Ekonomi, memiliki fasilitas sebagai berikut: 1) Tempat duduk (luas m2)
: Bangku/0,30 m2
2) Urinoir/WC. K. Mandi
: Urinoir/WC
3) Sistem Sirkulasi Udara
: Fan
4) P.Addreser Musik
: Ada
5) TV, Video
: Ada
b)Kelas Bisnis, memiliki fasilitas sebagai berikut: 1) Tempat duduk (luas m2)
: Kursi/ 0,40 m2
2) Urinoir/WC. K. Mandi
: Urinoir/WC
3) Sistem Sirkulasi
: Fan/WC
Udara
4) P. Addreser Musik
: Ada
5) TV, Video
: Ada
c)Kelas Eksekutif, memiliki fasilitas sebagai berikut: 1) Tempat duduk (luas m2)
: K.Reklening/0,50 m2
2) Urinoir/WC. K. Mandi
: Urinoir/WC/KM
3) Sistem Sirkulasi Udara
: AC
4) P. Addreser Musik
: Ada
5) TV, Video
: Ada
e. Di atas 12 jam, fasilitas ruang akomodasi
untuk beberapa
kelas adalah sebagai berikut: a)Kelas Ekonomi, memiliki fasilitas sebagai berikut: 1) Tempat duduk (luas m2)
: Bangku/ 0,30 m2
2) Urinoir/WC. K. Mandi
: Urinoir/WC
3) Sistem Sirkulasi Udara
: Fan
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 303
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 4) P.Addreser Musik
: Ada
5) TV, Video
: Ada
b)Kelas Bisnis, memiliki fasilitas sebagai berikut: 1) Tempat duduk (luas m2)
: Kursi/0,40 m2
2) Urinoir/WC. K. Mandi
: Urinoir/WC
3) Sistem Sirkulasi Udara
: Fan/WC
4) P. Addreser Musik
: Ada
5) TV, Video
: Ada
c)Kelas Eksekutif, memiliki fasilitas sebagai berikut: 1) Tempat duduk (luas m2)
: K.Reklening/0,50 m2
2) Urinoir/WC. K. Mandi
: Urinoir/WC/KM
3) Sistem Sirkulasi Udara
: AC
4) P. Addreser Musik
: Ada
5) TV, Video
: Ada
Pasal 13 (1) Persyaratan
minimal
konstruksi
kapal
untuk
pelayanan
penumpang sebagaimana meliputi: a. luas ruangan b. ruang penumpang, terdiri dari: a) penumpang geladak terbuka; b) penumpang geladak tertutup; c) penumpang kamar. c. tempat duduk; d. gang/jalan lewat orang; e. kamar mandi dan WC/kakus; f. sistem lubang angin/ventilasi;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 304
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP g. dapur dan kafetaria; h. ruang rekreasi (public area) dan ruang ibadah. (2) Persyaratan minimal konstruksi kapal penumpang
adalah
sebagai berikut: a. Luas
ruangan;
luas
lantai
tempat
duduk/tempat
tidur
penumpang kurang lebih 60 persen luas geladak ruangan b. Ruang penumpang a) penumpang geladak terbuka; luas lantai untuk kursi/bangku per orang berukuran 0,30-0,45 m2. b) penumpang geladak tertutup : 1) Tinggi atap minimal 1,90 m 2) Luas lantai untuk kursi/bangku per orang berukuran 0,300,60 m2. c. penumpang kamar: a) Kapasitas maksimal tiap kamar untuk 6 orang b) Dilengkapi tempat tidur tetap, berukuran minimal 1,80 m panjang dan 0,70 m lebar. c) Luas lantai per orang minimal 1,36 m2. d) Khusus untuk kapal-kapal sungai karena keterbatasan ruangan, diperbolehkan membuat ruangan tidur secara tatami (tanpa ranjang/bed) dengan luas lantai per oaring minimal 1,26 m2. d. tempat duduk: a) bangku: 1) untuk tempat duduk penumpang kelas ekonomi. 2)
tempat duduk memanjang yang menjadi satu, tanpa sekat sandaran tangan.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 305
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 3) Kapasitas tiap bangku tidak boleh melebihi 6 (enam) orang untuk satu sisi keluar menuju gang/jalan
lalu
lintas orang. 4) Luas bangku per orang minimal 0,30 m 2, dengan ukuran lebar 0,4 d dan panjang 0,75 m. 5) Bangku dapat ditempatkan pada ruangan penumpang geladak terbuka atau tertutup. b) Kursi: 1) Tempat duduk bersandaran tangan untuk masing-masing penumpang dan ditempatkan secara berderet pada ruangan penumpang geladak tertutup dan setiap kursi dilapisi bantalan dan sandaran jok. 2)Luas ukuran kursi minimal 0,40 m2 tiap kursi. c) Kursi Reklining (Reclining Seat) 1) Tempat duduk dengan sandaran punggung yang dapat diatur dan setiap kursi dilapisi bantalan dan sandaran jok, ditempatkan pada ruangan penumpang geladak tertutup. 2) Luas ukuran kursi minimal 0,50 m2 tiap kursi. e. Gang/Jalan melintas untuk orang/ penumpang: a) Jarak
antara
(lebar)
dari
gang
untuk
melintas
orang/penumpang, adalah sebagai berikut: b) Sampai dengan 100 orang penumpang, jarak minimal 0,80 m. c) Di atas 100 orang penumpang, jarak minimal 1,00 m. d) Di atas 1.000 orang penumpang, jarak minimal 1,20 m.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 306
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP e) Sudut kemiringan tangga penumpang penumpang yang menghubungkan antar geladak tidak boleh melebihi 45 0. f. Kamar Mandi dan WC/Kakus: Untuk penumpang harus tersedia kamar dan WC/Kakus, dengan jumlah minimal sebagai berikut: a) Dari 13 sampai 50 penumpang, 2 (dua) kamar mandi dan WC/kakus, selanjutnya untuk setiap setiap 50 penumpang atau bagian dari 50 penumpang sampai 500 penumpang harus ada tambahan 1 kamar mandi WC/kakus; b) Lebih dari 500 penumpang, untuk setiap 100 atau bagian dari 100 penumpang, harus ada tambahan 1 WC/kakus; c) Kamar mandi dan WC/kakus dibagi untuk pria dan wanita serta harus dilengkapai dengan dinding-dinding pemisah yang cukup; d) Harus
terdapat persediaan air pada tempat-tempat air
dengan jumlah sedikitnya 1/6 dari jumlah kamar mandi dan WC/kakus,
sejauh
perlengkapan
kamar
mandi
dan
WC/kakus masih belum memenuhi hal tersebut secara cukup; e) Untuk kapal dengan penumpang tidak lebih dari 12 orang, paling sedikit harus ada satu kamar mandi dan satu WC/kakus bagi awak kapal, yang harus dapat digunakan juga untuk penumpang; f)
Untuk kapal yang melayani kategori 3 dan 4 (pembagian menurut jam berlayar), harus tersedia cukup waktu bagi penumpang untuk mandi;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 307
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP g) Kamar mandi dan
WC/kakus harus terpisah dari ruang
akomodasi dengan baik dan ruang-ruang tersebut harus cukup luas serta cukup sirkulasi udaranya, dengan penataan ruang dan konstruksi sehingga memudahkan penyaluran air dan kotoran dalam pembersihannya. g. Sistem lubang angin/ventilasi udara penumpang adalah sbb; a) Ruang akomodasi penumpang harus diberikan lubang angin/ventilasi udara yang cukup; b) Ruang akomodasi penumpang di geladak tertutup, harus memakai sistem pengisap (exhaust) dan sirkulasi udara minimal 10 kali per jam; c) Ruang akomodasi penumpang kelas bisnis dan eksekutif, harus memakai fan (kipas angin) atau sistem air conditioning (penyejuk udara); d) Ruang akomodasi penumpang yang dilengkapi dengan fan untuk setiap 25 m2 disediakan 1 (satu) fan berdiameter minimal 40 cm; e) Ruang akomodasi penumpang yang dilengkapi dengan sistem air conditioning (penyejuk) temperatur ruang berkisar antara 23°C-20°C; f)
Ruang akomodasi penumpang harus
mendapat cukup
cahaya melalui kaca pada tingkat-tingkat sisi, atau melalui kaca-kaca lain yang dipasang untuk itu; g) Pada
malam
hari tiap-tiap
ruangan
harus diberi
penerangan yang cukup; h. Dapur dan kantin/kafetaria;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 308
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP a) Dapur dan kantin/kafetaria harus memenuhi standar sebagai berikut: b) Dapur tidak boleh ditempatkan di geladak kendaraan; c) Dapur harus mempunyai sistem lubang angin/ventilasi udara dan pembuanagn air kotor yang terpisah dengan ruangan akomodasi; d) Kompor yang digunakan harus jenis kompor listrik; e) Bila menggunakan sistem pembakaran
dengan gas,
tangki penyimpan harus terpisah dan pada saluran gas masuk harus dipasang minimal satu buah keran penutup cepat (shut-of valve ) yang terletak di luar ruang dapur f)
Untuk pelayanan
penumpang,
diizinkan penempatan
kafetaria di ruang penumpang; g) Kafetaria harus menggunakan kompor/alat pemanas listrik h) Sistem lubang angin/ventilasi udara dan pembuangan air kotor harus terpisah dengan ruang penumpang; i)
Pengelola/petugas kafetaria wajib menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan.
i. Ruang rekreasi (public area) dan ruang ibadah; a) Kapal yang memuat lebih dari 50 penumpang, dapat menyediakan ruangan terbuka untuk tempat santai/rekreasi penumpang; b) Kapal penumpang wajib menyediakan ruangan untuk tempat ibadah, dengan luas yang sesuai dengan jumlah penumpang dan ruang kapal yang tersedia, serta harus selalu dijaga kebersihan dan kerapihannya.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 309
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP BAB VI PELAYANAN PENUMPANG TURUN DARI KAPAL Pasal 14 (1) Nahkoda kapal harus memberitahukan rencana sandar dan bongkar
muat
kepada
Administrator
Pelabuhan
atau
Syahbandar dan Penyelenggara Pelabuhan atau Kepala Kantor Pelabuhan
dan
Pengelola
Pelabuhan
sebelum
kapal
di
pelabuhan tujuan atau pada saat berangkat meninggalkan pelabuhan asal. (3) Sesampainya di pelabuhan tujuan, sebelum kapal sandar, ABK mempersiapkan alat pemadam kebakaran dan peralatan kesiap siagaan darurat lainnya, untuk antisipasi kondisi darurat yang mungkin terjadi. (4) Setelah kapal sandar dan terikat penuh di pelabuhan, ABK membuka rampa/tangga kapal, dan setelah benar-benar terbuka penuh penumpang baru dapat turun dari kapal dengan tertib, dan diusahakan setelah selesai semua, barulah kendaraan dapat turun dari kapal.
Pasal 15 Nahkoda harus melaporkan realisasi kegiatan bongkar/muat kepada Administrator Pelabuhan dan Penyelenggara Pelabuhan atau Kepala Kantor Pelabuhan dan Pengelola Pelabuhan tentang jumlah muatan baik penumpang dan kendaraan.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 310
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 16. Sispro Pelayanan Penumpang di Kapal Sungai dan
Danau
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR. ...................................................................................... TENTANG SISPRO PELAYANAN PENUMPANG DI KAPAL SUNGAI DAN DANAU
MENTERI PERHUBUNGAN
Menimbang :
bahwa untuk menjamin kepastian dalam pemberian pelayan kepada masyarakat akan jasa angkutan sungai dan danau yang aman, nyaman, tertib dan lancar, diperlukan ketentuan lebih lanjut mengenai mengenai
sistem
dan
prosedur
pelayanan
penumpang di kapal sungai dan danau.
Mengingat
: 1. Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pasal 40 2. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan Pasal 86. 3. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan Pasal 69, Pasal 70, Pasal 78, Pasal 79 dan Pasal 80.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 311
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 4. Keputusan Menteri Perhubungan No. 73 Tahun 2004 tentang Angkutan Sungai dan Danau. 6. Safety Of Life Of Sea (SOLAS 1973) beserta keseluruhan amandemennya yang diterbitkan oleh IMO
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan: 1.
Angkutan Sungai dan Danau adalah kegiatan angkutan dengan menggunakan kapal yang dilakukan di sungai, danau, waduk, rawa, anjir, kanal dan terusan untuk mengangkut penumpang, barang dan/atau hewan yang diselenggarakan oleh pengusaha angkutan sungai dan danau.
2.
Kapal Sungai dan Danau adalah kapal yang dilengkapi dengan alat penggerak motor atau bukan motor yang digunakan untuk angkutan sungai dan danau.
3.
Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 312
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 4.
Unit Penyelenggara Pelabuhan adalah lembaga pemerintah di pelabuhan
sebagai
pengaturan,
otoritas
yang
pengendalian,
kepelabuhanan,
dan
melaksanakan
pengawasan
pemberian
fungsi
kegiatan
pelayanan
jasa
kepelabuhanan untuk pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial. 5.
Keselamatan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian.
6.
Badan Klasifikasi adalah lembaga klasifikasi kapal yang melakukan pengaturan kekuatan konstruksi dan permesinan kapal, jaminan mutu material, pengawasan pembangunan, pemeliharaan,
dan
perombakan
kapal
sesuai
dengan
peraturan klasifikasi. 7.
Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta
alat
apung dan
bangunan
terapung yang tidak
berpindah-pindah. 8.
Nakhoda adalah salah seorang dari Awak Kapal yang menjadi pemimpin tertinggi di kapal dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 313
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 9.
Anak Buah Kapal adalah Awak Kapal selain Nakhoda.
10. Syahbandar adalah pejabat pemerintah di pelabuhan yang diangkat oleh Menteri dan memiliki kewenangan tertinggi untuk menjalankan
dan
melakukan
pengawasan
terhadap
dipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran. 11. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi. 12. Safety
Of
Life
Of
Sea
(SOLAS
1973)
adalah
konvensi/peraturan dalam menjamin keselamatan penumpang di dalam kapal selama dalam pelayaran yang diterbitkan oleh International Maritime Organitation (IMO) pada tahun 1973 beserta keseluruhan amandemennya yang telah diratifikasi oleh Pemerintah. 13. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang tugas tanggungjawabnya di bidang angkutan sungai dan danau. 14. Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang pelayaran.
BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 (1)
Sispro pelayanan penumpang di kapal sungai dan danau berlaku untuk kegiatan pelayanan penumpang di pelabuhan dan di kapal sungai dan danau.
(2)
Ruang lingkup sispro pelayanan penumpang di kapal sungai dan danau adalah meliputi: a. Ketentuan pelayanan penumpang di pelabuhan.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 314
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP b. Ketentuan pelayanan penumpang memasuki kapal. c. Ketentuan pelayanan penumpang selama di atas kapal. d. Ketentuan pelayanan penumpang turun dari kapal.
BAB III PELAYANAN PENUMPANG DI PELABUHAN Pasal 3 (1)
Pihak pengelola pelabuhan wajib menyediakan fasiltas ruang tunggu bagi calon penumpang kapal.
(2)
Fasilitas ruang tunggu di pelabuhan
setidaknya memiliki
fasilitas: a. Tempat duduk (luas m2) : Bangku/0,30 m2 b. Urinoir/WC c. Sistem Sirkulasi Udara : Terbuka/Fan d. TV
Pasal 4 (1) Setiap penumpang wajib membeli karcis sesuai dengan kebutuhan dan keinginan, dan sebagai tanda bukti pembelian pengelola angkutan penumpang wajib
memberikan
karcis
pada setiap penumpang, dan untuk angkutan barang dan/atau hewan wajib diberi surat angkutan sebagai tanda bukti atas pembayaran biaya angkutan yang telah disepakati. (2) Untuk penumpang, barang dan/atau hewan yang telah diberikan karcis/surat angkutan , berhak mendapatkan pelayanan sesuai dengan perjanjian yang tercantum dalam karcis/surat angkutan.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 315
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (3) Bagi penumpang yang telah memiliki karcis, tidak dibenarkan dibebani biaya tambahan atau kewajiban lainnya di luar kesepakatan. (4) Untuk lebih menjamin kepastian jadwal perjalanan kapal bagi pemakai jasa angkutan, perusahaan angkutan sungai dan danau wajib mengumumkan jadwal perjalanan kapal yang telah ditetapkan pada papan pengumuman di pelabuhan sungai dan danau setempat. (5) Apabila pengusaha angkutan sungai dan danau yang melayani pada trayek tertentu tidak dapat melaksanakan pelayanan angkutan, pengelola angkutan sungai dan danau
yang
bersangkutan harus melaporkan secara tertulis maupun berupa pengumuman beserta alasannya kepada Kepala Pelabuhan setempat dengan tembusan kepada pemberi persetujuan pengoperasian kapal.
Pasal 5 (1) Untuk pembelian karcis, pihak pengelola pelabuhan angkutan sungai dan danau wajib menyediakan tempat pembelian/loket karcis bagi calon penumpang. (2) Penyandang
cacat
dan
orang
sakit
diberikan
prioritas
kemudahan dalam pembelian karcis dan memyediakan fasilitas sesuai dengan kebutuhan (3) Pihak pengelola pelabuhan wajib menyediakan tempat istirahat dan/atau tempat ibadah bagi calon penumpang yang masih menunggu
lama
baik
kerena
jadwal
maupun
karena
keterlambatan datangnya kapal.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 316
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP (4) Pihak pengelola pelabuhan wajib menyediakan areal parkir yang cukup baik untuk kendaraan calon penumpang maupun penjemput/pengantar. BAB IV PELAYANAN PENUMPANG MEMASUKI KAPAL (1) Sebelum
penumpang
Pasal 6 memasuki
kapal,
pihak
pengelola
pelabuhan dan ABK wajib menyediakan jalan/tangga untuk naik ke kapal yang dapat menjamin keselamatan penumpang. (2) ABK mempersilahkan penumpang masuk kapal dan memasuki ruangan sesuai karcis yang dibeli (3) Pihak pengelola pelabuhan wajib memberikan fasilitas khusus dan kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak di bawah usia 5 (lima) tahun, orang sakit, dan orang lanjut usia menuju dermaga dan memasuki/naik ke kapal. (4) Pengusaha
angkutan
menyediakan memudahkan
atau
perangkat
pengelola
peralatan
penumpang
pelabuhan
wajib
atau
papan,
untuk
penyandang
cacat
yang
menggunakan kursi roda dapat naik dan turun ke dan dari kapal dengan mudah. (5) Apabila dalam pengangkutan terdapat orang sakit, penderita diupayakan untuk dapat ditempatkan pada tempat yang memadai. (6) Penumpang naik kapal dengan tertib, setelah muatan yang akan dibawa sudah termuat semua di atas kapal.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 317
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP Pasal 7 (1) ABK mengarahkan penumpang untuk menempati ruangan atau tempat duduk yang tersedia. (2) Penempatan penumpang
diatur sedemikan hingga agar
stabilitas kapal tetap seimbang baik saat pemuatan, berlayar dan penurunan penumpang. (3) Jika
kapal
membawa
ditempatkan
barang, harus didahulukan dan
sedemikian
hingga
mudah
dalam
pembongkaran/muat serta evakuasi jika keadaan darurat. (4) Sebelum
kapal
mendapatkan
meninggalkan
informasi
tentang
pelabuhan, jenis,
tempat
penumpang dan
cara
pemakaian alat-alat keselamatan/ penolong, diupayakan dengan peragaan pemakaian jaket pelampung serta informasi mengenai larangan dan informasi jika keadaan darurat.
BAB V PELAYANAN PENUMPANG SELAMA DI KAPAL Pasal 8 (1) Selama dalam pelayaran, penumpang diusahakan tetap duduk pada tempatnya dan dilarang melakukan aktivitas yang dapat membahayakan stabilitas kapal atau keselamatan kapal dan penumpang. (2) Untuk pelayanan keselamatan penumpang , kapal harus memiliki: a. Alat penolong berupa Life Jacket untuk 100% penumpang dan ABK, b. Emergency Communication/Radio Commnication c. Kompas
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 318
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP d. Alat pemadam kebakaran untuk penanganan keadaan darurat, e. Kotak P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan). Pasal 9 (1) Jika kapal dengan geladak tertutup, penumpang memperoleh pelayanan akomodasi meliputi: a. Ruangan di geladak tertutup, b. Ruangan di Geladak Terbuka, c.
Tempat Duduk,
d. Gang/jalan melintas untuk penumpang, e. Kamar mandi dan WC/kakus, f.
Sistem lubang angin/ventilasi udara,
g. Dapur dan kantin/ kafetaria, h. Ruang publik, i.
Ruangan di geladak tertutup
(2) Ruangan di geladak tertutup , dengan persyaratan konstruksi dengan syarat sebagai berikut: a. Tinggi atap minimal 1,90 m b. Luas lantai untuk kursi/bangku per orang berukuran 0,300,65 m2. (3) Ruangan di geladak terbuka , dengan persyaratan luas lantai untuk kursi/bangku per orang berukuran 0,30-0,45 m2. (4) Tempat duduk , dengan persyaratan konstruksi sebagai berikut: a. Tempat duduk memanjang yang menjadi satu, tanpa sekat sandaran tangan, b. Kapasitas tiap bangku tidak boleh melebihi 6 (enam) orang untuk satu sisi keluar menuju gang/jalan lalu lintas orang,
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 319
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP c. Luas bangku per orang minimal 0,30 m2, dengan ukuran lebar 0,4 m dan panjang 0,75 m, d. Bangku dapat ditempatkan pada ruangan penumpang geladak terbuka atau tertutup. (5) Gang/jalan melintas untuk orang/penumpang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, mempunyai jarak antara (lebar) dari gang tempat untuk melintas orang/penumpang, adalah sebagai berikut: a. sampai dengan 100 penumpang, jarak minimal 0,80 m, b. di atas 100 penumpang, jarak minimal 1,00 m, c. sudut kemiringan tangga penumpang yang menghubungkan antar geladak tidak boleh melebihi 450. (6) Kamar mandi dan WC/kakus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e, dengan jumlah minimal sebagai berikut: a. dari 13 sampai 50 penumpang, 2 kamar mandi dan WC/kakus, selanjutnya untuk setiap 50 atau bagian dari 50 penumpang sampai 500 penumpang telah ada tambahan 1 kamar mandi dan WC/kakus; b. kamar mandi dan WC/kakus dibagi untuk pria dan wanita, serta telah dilengkapi dengan dinding-dinding pemisah yang cukup; c.
terdapat persediaan air pada tempat-tempat air dengan jumlah sedikitnya 1/6 dari jumlah kamar mandi dan WC/kakus,
sejauh
perlengkapan
kamar
mandi
dan
WC/kakus masih belum memenuhi hal tersebut secara cukup;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 320
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP d. untuk kapal dengan penumpang tidak lebih dari 12 orang, paling sedikit ada satu kamar mandi dan satu WC/kakus bagi awak kapal, yang dapat digunakan juga untuk penumpang; e. untuk kapal yang berlayar lebih lama (8 jam) telah tersedia cukup waktu bagi penumpang untuk mandi; f.
kamar mandi dan WC/kakus telah terpisah dari ruang akomodasi cukup
dengan baik dan ruang-ruang tersebut telah
luas serta
cukup
sirkulasi udaranya,
dengan
penataan ruangan dan konstruksi sehingga memudahkan penyaluran air dan kotoran dalam pembersihannya. (7) Sistem lubang angin/ventilasi udara adalah dengan
jumlah
minimal sebagai berikut: a. ruang akomodasi penumpang telah diberikan lubang lubang angin/ventilasi udara yang cukup; b. ruang akomodasi penumpang yang memakai sistem pengisap (exhaust) dengan sirkulasi udara minimal 10 kali per jam; c. ruang akomodasi penumpang yang dilengkapi dengan fan untuk setiap 25 m2 disediakan 1 (satu) fan berdiameter minimal 40 cm; d. ruang akomodasi penumpang yang dilengkapi dengan sistem air conditioning (penyejuk udara) temperatur ruang berkisar antara 230C-200C; e. ruang akomodasi penumpang mendapat cukup cahaya melalui kaca pada tingkap-tingkap sisi, atau melalui kacakaca lain yang dipasang untuk itu;
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 321
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP f. pada malam hari tiap-tiap ruangan telah telah diberi penerangan yang cukup; (8) Dapur dan kantin/kafetaria sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf f, dengan persyaratan sebagai berikut: a. dapur tidak boleh ditempatkan di geladak kendaraan; b. dapur telah mempunyai sistem lubang angin/ventilasi udara dan pembuangan air kotor yang terpisah dengan ruang akomodasi; c. kompor yang digunakan telah jenis kompor listrik; d. bila menggunakan sistem pembakaran dengan gas, tangki penyimpan gas telah terpisah dan pada saluran gas masuk telah dipasang minimal satu buah keran penutup cepat (shutoff valve) yang terletak di luar ruang dapur; e. untuk pelayanan penumpang, diizinkan penempatan kafetaria di ruang penumpang; f. sistem lubang angin/ventilasi udara dan pembuangan air kotor telah terpisah dengan ruang penumpang; g. pengelola/petugas kafetaria wajib menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan. (9) Ruang publik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf g, dengan persyaratan sebagai berikut: a. kapal yang memuat lebih dari 50 penumpang, dapat menyediakan ruangan terbuka untuk tempat santai/rekreasi penumpang; b. kapal penumpang wajib menyediakan ruangan untuk tempat ibadah, dengan luas yang sesuai dengan jumlah penumpang
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 322
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP dan ruang kapal yang tersedia, serta telah selalu dijaga kebersihan dan kerapihannya. Pasal 10 Kapal dengan geladak tertutup yang berukuran di atas 2.500 m2, wajib menyediakan ruangan untuk keperluan perawatan orang sakit (kilinik dan kamar perawatan) dengan sistem ventilasi udara tersendiri, begitu pula untuk pembuangan air dan kotoran telah dengan sistem pencuci kuman sebelum dibuang ke luar kapal.
BAB VI PELAYANAN PENUMPANG TURUN DARI KAPAL Pasal 11 Nahkoda kapal harus memberitahukan rencana sandar dan bongkar muat kepada Administrator Pelabuhan atau Syahbandar dan Penyelenggara Pelabuhan atau Kepala Kantor Pelabuhan dan Pengelola Pelabuhan sebelum kapal di pelabuhan tujuan atau pada saat berangkat meninggalkan pelabuhan asal. Pasal 12 (1) Sesampainya di pelabuhan tujuan, sebelum kapal sandar, petugas pelabuhan mempersiapkan alat pemadam kebakaran dan peralatan kesiap siagaan darurat lainnya, untuk antisipasi kondisi darurat yang mungkin terjadi. (2) Setelah kapal sandar dan terikat penuh di pelabuhan, ABK atau petuga
pelabuhan
penumpang,
dan
mempersiapkan setelah
tangga
benar-benar
untuk
terbuka
turun penuh
penumpang baru dapat turun dari kapal dengan tertib, dan
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 323
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP setelah selesai semua, barulah muatan dapat dibongkar dari kapal. Pasal 13 Nahkoda harus melaporkan realisasi kegiatan bongkar/muat kepada Administrator Pelabuhan dan Penyelenggara Pelabuhan atau Kepala Kantor
Pelabuhan dan
Pengelola
Pelabuhan
tentang
jumlah
penumpang serta jenis dan jumlah barang yang dimuatnya.
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 324
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 325
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 326
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP
PT. Diksa Intertama Consultan
II - 327
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP
BAB III KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dari kajian dan perumusan sispo di bidang transportasi ASDP dapat diambil kesimpulan
antara lain sebagai
berikut;
1. Rumusan sispro di bidang transportasi ASDP
Sispro di bidang transportasi ASDP adalah dirumuskan dengan
input
dari berbagai
peraturan
perundang-
undangan yang telah dikeluarkan. Bilamana ada yang kurang dan ternyata sangat dibutuhkan di lapangan, selanjutnya dikembangkan namun tetap berlandaskan aturan yang berlaku. Hal ini dimaksudkan menjamin
efektifitas
menghindarkan
pelaksanaan
adanya
kontradiktif
untuk sekaligus
pada
berbagai
peraturan di bidang ASDP yang telah ditetapkan sebelumnya.
2. Substansi sipro di bidang transportasi ASDP
Secara harfiah substansi sispro di bidang transportasi ASDP sudah ada di dalam peraturan perundangundangan, namun belum ada terminologi sispro secara eksplisit dan juga masih tersebar pada beberapa peraturan yang sudah ditetapkan PT. Diksa Intertama Consultan
III - 1
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 3.
Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP dalam pekerjaan ini meliputi:
a Sispro penetapan lintas penyeberangan; b Sispro penetapan
lintas angkutan
danau/
sungai; c
Sispro
penempatan
kapal
pada
lintas
penyeberangan; d Sispro penempatan kapal pada lintas angkutan sungai dan danau; e Sispro
penanganan
kebakaran
kapal
penyeberangan; f
Sispro penanganan kebakaran kapal sungai dan danau;
g Sispro penanganan kebakaran di pelabuhan; h sispro penanganan orang jatuh ke laut; i
Sispro
penanganan
bom/bahan
peledak
di
peledak
di
pelabuhan penyeberangan; j
Sispro
penanganan
bom/bahan
pelabuhan sungai dan danau; k
Sispro
penanganan
tubrukan
kapal
penyeberangan; l
Sispro penanganan meninggalkan kapal;
m Sispro pengangkutan bahan/ barang berbahaya dan beracun melalui angkutan Penyeberangan; n Sispro pengangkutan bahan/barang berbahaya dan beracun melalui angkutan
sungai dan
danau; PT. Diksa Intertama Consultan
III - 2
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP o Sispro
pelayanan
penumpang
kapal
penyeberangan; p
Sispro pelayanan penumpang di kapal sungai dan danau;
B. Rekomendasi Dalam rangka menjamin efektifitas pelaksanaan sispro di bidang transportasi ASDP, maka diperlukan beberapa rekomendasi yaitu antara lain sebagai berikut;
1. Sispro di bidang transportasi ASDP sebaiknya ditetapkan
dalam bentuk keputusan Menteri
Perhubungan. Hal ini dimaksudkan agar semua instansi terkait benar – benar memperhatikan dan melaksanakan sesuai dengan yang ditetapkan. Dengan demikian, keamanan dan keselamatan operasi ASDP dapat lebih terjamin 2. Sebelum ditetapkan dengan Keputusan
Menteri
Perhubungan, sebaiknya dikoordinasikan terlebih dahulu
dengan
dimaksudkan
pihak untuk
kesepahaman dalam
operator
Hal
menjamin
ini
adanya
operasi sispro di bidang
transportasi ASDP. 3. Sosialisasi sispro di bidang transportasi ASDP pada dengan
pemerintah daerah sangat diperlukan, maksud
kesepakatan
untuk
dan
PT. Diksa Intertama Consultan
III - 3
menjamin
pemahaman
yang
adanya lebih
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP mendalam,
sehingga
pelaksanaannya
dapat
dijamin secara kosnisten.
PT. Diksa Intertama Consultan
III - 4
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP
DAFTAR PUSTAKA
1.
Anonim, Code on Intact Satbility, IMO, London, 1995.
2.
Anonim, IMDG Code 2000 Edition, IMO, London, 2000.
3.
Anonim, SOLAS Consolidated Edition 2001, IMO, London, 2001.
4.
Rawson, K.J., dan Tupper, E.C., Basic Ship Theory Volume 1, Butterworth Heinemann Publishing.
5.
Anonim, Laporan Pekerjaan Studi
Kelaikan Kapal ASDP
dengan Daerah Operasi, Balitbang Perhubungan Dephub RI, 2007. 6.
Anonim, Laporan Pekerjaan Studi Kebutuhan Standar, Norma, Pedoman, Kriteria Dan Sispro di Bidang ASDP, Balitbang Perhubungan Dephub RI, 2008.
7.
UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
8.
PP No. 7 tahun 2000 tentang Kepelautan
9.
PP No. 51 tahun 2000 tentang Perkapalan
10. PP No. 69 tahun 2001 tentang Kepelabuhan 11. PP No. 81 tahun 2000 tentang Kenavigasian 12. PP No 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan 13. KM 8 tahun 2005 tentang Telekomunikasi Pelayaran 14. KM 7 tahun 2005 tentang Sarana Bantu Navigasi Pelayaran 15. KM 4 tahun 2005 tentang Pencegahan Pencemaran Dari Kapal 16. KM 3 tahun 2005 tentang Lambung Timbul Kapal 17. KM 73 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Danau 18. KM No 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan PT. Diksa Intertama Consultan
1
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP 19. Kepmenhub No. KM. 33. TAHUN 2003 tentang Pemberlakuan Amandemen Solas 1974 tentang Pengamanan Kapal dan Fasilitas
Pelabuhan
(Internasional
Ships and Port Facility
Security / ISPS Code) di Wilayah Indonesia. 20. KM
14
Tahun
2002
Tentang
Penyelenggaraan
dan
Pengusahaan Bongkar Muat Barang Dari Dan Ke Kapal. 21. KM 32 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan 22. KM 17 tahun 2000 tentang
Pedoman Penanganan
Bahan/
Barang Berbahaya Dalam Kegiatan Pelayaran di Indonesia. 23. KM No 71 Tahun 1999 tentang Aksesibilitas Bagi Penyandang Cacat
dan
Orang
Sakit
Pada
Sarana
dan
Prasarana
Perhubungan 24. KM No 32 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan 25. KM 29 tahun 1999 tentang Keselamatan Kapal Kecepatan Tinggi. 26. KM 36 Tahun 1997 tentang Kewenangan dan Prosedur Penunjukan PNS di Lingkungan UPT Lalu Lintas dan Angkutan Sungai dan Danau dalam Pelaksanaan Tugas Keselamatan Berlayar di Sungai dan Danau. 27. Peraturan
Dirjen
SK.
2681/AP.005/DRJD/2006
Tentang
Pengoperasian Pelabuhan Penyeberangan. 28. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor: SK.725/AJ.302/DRJD/2004
Tentang
Penyelenggaraan
Pengangkutan Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3) Di Jalan. 29. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat SK.1280/AJ.302/DRJD/2004 PT. Diksa Intertama Consultan
Tentang 2
Bentuk,
Nomor:
Warna
Dan
Executive Summary
Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi ASDP Ukuran Surat Persetujuan Pengangkutan Alat Berat Dan Pengangkutan Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3) 30. SK Dirjen No. 73/AP005/DRJD/2003 tentang Persyaratan Pelayanan Minimal Angkutan Penyeberangan. 31. SK Dirjen AP.005/3/13/DRPD/94 tentang Petunjuk Teknis Persyaratan Pelayanan Minimal Kapal Sungai, Danau dan Penyeberangan 32. SK Dirjen HK.206/1/20/DRPD/93 tentang Pedoman Teknis Perambuan di Perairan Daratan dan Penyeberangan. 33. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor : UM 48/4/2-01 Tentang Pedoman Pelaksanaan Penanganan Bahan / Barang Berbahaya Di Seluruh Pelabuhan Di Indonesia.
PT. Diksa Intertama Consultan
3
Executive Summary