228
JURNAL PENDIDIKAN PROFESIONAL, VOLUME 4, NO. 2, AGUSTUS 2015
PENGAWASAN OMBUDSMAN DAN KOMISI PELAYANAN PUBLIK DALAM RANGKA MENGURANGI MALADMINISTRASI (STUDI DI OMBUDSMAN RI PERWAKILAN JAWA TIMUR, KOMISI PELAYANAN PUBLIK DAN BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU KOTA MALANG)
Oleh: Cynthia Su’udia*), Bambang Supriyono**), Irwan Noor**) *) Jurusan Kebijakan Publik, Magister Administrasi Publik, Universitas Brawijaya **) Dosen Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya
Abstrak. Pelayanan publik merupakan hak warga negara yang tertuang dalam UUD 1945
dan diatur dalam UU No. 25 Tahun 2009. Dalam penyelenggaraannya, pelayanan publik diwarnai dengan penyimpangan dan penyelewengan yang disebut dengan maladministrasi. Agar pelayanan publik di Jawa Timur selalu prima diperlukan adanya pengawasan dari lembaga pengawas. Di Jawa Timur memiliki keunikan dengan memiliki dua lembaga pengawas eksternal yaitu Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur dan Komisi Pelayanan Publik. Berdasarkan atas laporan tahunan periode tahun 2014 Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur dan Komisi Pelayanan Publik menunjukkan minimnya laporan pengaduan dari masyarakat Kota Malang. Studi ini fokus pada mengidentifikasi penyimpangan pelayanan perizinan di Kota Malang yang diselenggarakan oleh Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T), peran Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur dan Komisi Pelayanan Publik dalam upayanya mengurangi maladminstrasi di Kota Malang dan mengetahui faktor yang mendorong dan mencegah terjadinya maladministrasi di bidang pelayanan perizinan di Kota Malang. Penelitian ini mengunakan pendekatan deskriptif dengan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk pengaduan masyarakat di BP2T tidak sesuai dengan kategori pengaduan pada lembaga pengawas eksternal dan masih adanya maladministrasi dalam BP2T, peran kedua lembaga pengawas eksternal dalam melaksanakan fungsinya tidak terjadi tumpang tindih dan pada tahun 2014 kedua lembaga pengawas eksternal belum melaksanakan fungsi pengawasan secara signifikan dalam rangka pencegahan maladministrasi untuk mengurangi maladministrasi di Kota Malang, dan penyebab terjadinya maladministrasi di BP2T dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Kata kunci: pengawasan, pelayanan publik, maladministrasi
Pelayanan publik merupakan hak warga negara seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945. Ratminto (2006:5) menjelas-kan bahwa pelayanan publik adalah sebuah pelayanan yang diberikan kepada publik oleh pemerintah baik berupa barang atau jasa publik. Agar penyeleng-garaan pelayanan publik dapat berjalan dengan prima maka diperlukan pengawas-an untuk memenuhi azas governance yang memegang prinsip partisipasi, transparansi dan akuntabilitas. Dwivedi dan Jabbra (1989) mengungkapkan bahwa akuntabili-tas pelayanan publik
merupakan metode yang digunakan oleh pemerintah dalam mempertanggungjawabkan tindakan yang telah dilakukan. Siagian (1990:135) mengatakan bahwa pengawasan adalah suatu usaha atau kegiatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang telah dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Penyelenggaraan pelayanan publik diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Pelayanan publik dapat dijadikan tolok ukur
Cynthia Su’udia, Bambang Supriyono, & Irwan Noor, Pengawasan Ombudsman...
keberhasilan dalam pemerintahan. Sehingga perbaikan dan kualitas yang prima dalam pelayanan publik merupakan pekerjaan bagi penyelenggara pelayanan publik dan pemerintahan yang senantiasa harus terus ditingkatkan. Pada kenyataannya, pelayanan publik masih memiliki citra yang kurang baik dimata masyarakat ditandai dengan masih banyaknya penyelewengan dan penyimpangan. Dengan begitu, diperlukan pengawasan dalam penyelenggaraan pelayanan publik dan pemerintahan karena lemahnya pengawasan terhadap pemerintah maka lemah pula akuntabilitas pemerintah terutama pada pelayanan publik. Pengawasan menurut Nitisemito (1984:17) adalah usaha untuk dapat mencegah kemungkinankemung-kinan penyimpangan daripada rencana-rencana, instruksi-instruksi, saransaran dan sebagianya yang telah ditetapkan”. Penyimpangan atau penyalahgunaan dalam pelayanan publik disebut dengan maladministrasi atau sengketa pelayanan publik. Dikaitkan dengan administrasi publik, antara maladministrasi dan etika dapat ditarik benang merah bahwa permasalahan etika negara merupakan standar penilaian etika administrasi publik mengenai tindakan administrasi publik yang menyimpang dari etika administrasi publik (maladministrasi). Sehingga dapat disimpulkan bahwa maladministrasi merupakan suatu tindakan yang menyim-pang dari nilai etika (Maulidar, 2010:2). Maka maladministrasi berbanding lurus dengan buruknya etika. Dalam penyelenggaraan pelayanan publik diawasi oleh lembaga pengawas salah satunya lembaga pengawas eksternal. Di Provinsi Jawa Timur memi-liki keunikan tersendiri dengan adanya dua lembaga pengawas eksternal, yaitu Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur dan Komisi Pelayanan Publik. Dengan adanya dua lembaga pengawas eskternal ini menimbulkan dua akibat, yaitu sisi negatif; adanya tumpang tindih dan titik singgung dalam pelaksanaan pengawasan dan penerimaan pengaduan serta membingungkan masya-
229
rakat dalam menyampaikan pengaduan. Sedangkan sisi positifnya yaitu dengan adanya dua lembaga pengawas eksternal akan membuka peluang yang lebih luas kepada masyarakat di Jawa Timur untuk mengajukan pengaduan sengketa pelayanan publik/maladmministrasi yang mereka alami. Untuk di Kota Malang, berdasarkan laporan pengaduan tahun 2014 dari Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur, Kota Malang hanya mengadukan 5 pengaduan. Sedangkan untuk laporan tahunan Komisi Pelayanan Publik, pada tahun 2014 Kota Malang tidak ada pengaduan atau nol. Berdasarkan atas fakta tersebut diatas, maka peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian untuk mengetahui mengapa tidak ada atau minimnya pengaduan warga Kota Malang. Pada penelitian ini difokuskan pada pelayanan perizinan di Kota Malang yaitu di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Malang. Mengingat pelayanan perizinan sarat dengan transaksi antara masyarakat dengan penyelenggara pelayanan public akan sangat memungkinkan terjadinya malapraktik dalam pelayanan publik yang disebut dengan maladministrasi atau sengketa pelayanan publik. Sehingga pengaduan maladministrasi dapat dilihat dari tiga sisi sumber yaitu dari sisi provider disini adalah Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur dan Komisi Pelayanan Publik, sisi citizen adalah masyarakat sebagai pengguna layanan dan sisi instansi penyelenggara pelayanan publik yaitu BP2T Kota Malang. Akhirnya sampai pada rumusan masalah: 1) Bagaimanakah maladministrasi yang terjadi dibidang perizinan di Kota Malang?; 2) Bagaimanakah peran Ombudsman RI dan KPP dalam bidang pengawasan untuk mengurangi maladministrasi?; dan 3) Faktor-faktor apakah yang mendorong dan mencegah terjadinya maladministrasi di Kota Malang? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk maladministrasi yang terjadi di BP2T dan melihat sejauh mana kedua lembaga pengawas
230
JURNAL PENDIDIKAN PROFESIONAL, VOLUME 4, NO. 2, AGUSTUS 2015
eksternal melakukan perannya dalam mengurangi maladministrasi di Kota Malang, serta mengetahui faktor yang mendorong dan faktor yang mencegah maladministrasi. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menggunakan hasil observasi, wawancara dan penelahaan dokumen. Sedangkan jenis penelitian dikategorikan penelitian deskriptif. Pendekatan kualitatif deskriptif ini untuk memudahkan penggalian secara menda-lam fenomena pengawasan yang dila-kukan Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur dan Komisi Pelayanan Publik terhadap penyelenggaraan pelayanan publik di bidang perizinan yang dilaksanakan oleh Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) Kota Malang dalam rangka mengurangi maladminis-trasi. Metode pengumpulan data yang digunakan, yaitu observasi dan memperpanjang masa observasi selama beberapa minggu dan melakukan beberapa wawancara dengan informan dan penelaahan dokumen yang terkait dengan pengawas-an, pelayanan publik dan maladministrasi/ sengketa pelayanan publik pada Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur, Komisi Pelayanan Publik dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Malang. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan interactive model analysis yang dikemukakan oleh Miles, Huberman dan Saldana (2013). Sebagaimana dijelaskan, bahwa metode interaktif ini digunakan untuk proses analisa terhadap data yang diperoleh dilapangan dan bergerak timbal balik antara kondensasi data, menyajikan data dan kemudian bagaimana penarikan kesimpulan/ verifikasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Bentuk maladministrasi dibidang pelayanan perizinan di Kota Malang Di BP2T Kota Malang pada tahun 2014 terdapat 50 pengaduan. Dari dokumen pengaduan tersebut dapat dilihat bahwa
pengaduan yang selama ini ada di BP2T merupakan pengaduan masyarakat yang satu terhadap masyarakat yang lain terkait dengan produk izin dan non izin yang diterbitkan BP2T. Pengaduan tersebut misalnya tentang keberatan izin tower BTS (provider), keberatan izin usaha tertentu, keberatan izin reklame ataupun dobel IMB dan lain sebagainya. Dalam laporan pengaduan Ombuds-man RI Perwakilan Jawa Timur dan Komisi Pelayanan Publik memiliki kategori tersendiri dalam menentukan bentuk maladministrasi atau sengketa pelayanan publik. Kategori maladminis-trasi tersebut antara lain diskriminasi, penyalahgunaan wewenang, tidak patut, tidak melayani, imbalan (uang, barang dan jasa), waktu pelayanan yang tidak jelas dan lain sebagainya. Sehingga dapat dilihat bahwa pengaduan yang diterima oleh BP2T dan pengaduan yang diterima oleh kedua lembaga pengawas eksternal memiliki perbedaan karakteristik. Pada tahun 2014, Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur menerima pengaduan sebanyak 336 pengaduan sedangkan Komisi Pelayanan Publik menerima 684 pengaduan. Dari sekian banyak pengaduan yang diterima oleh Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur tersebut, Kota Malang hanya mengadukan 6 pengaduan maladministrasi. Untuk pengaduan dari KPP, dari sejumlah 684 pengaduan seluruh Kabupaten dan Kota di Jawa Timur, tidak ada pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat Kota Malang. Dalam penelitian ini, peneliti mengidentifikasi dugaan maladministrasi yang terjadi di Kantor BP2T Kota Malang dengan mengacu pada teori maladminis-trasi Caiden yang berjumlah 11 bentuk maladministrasi, antara lain seperti overkill/ diseconomy, Inertia, Ineffective-ness, Under-
Cynthia Su’udia, Bambang Supriyono, & Irwan Noor, Pengawasan Ombudsman...
and-over organization, Tail casing, Wastage, Big stick syndrome, Negative demonstration, Time lags, Suboptimization dan Professional fragmantation. Maka temuan dalam penelitian ini adalah pengaduan pada BP2T memiliki perbedaan standar atau kategori dengan pengaduan yang ditangani oleh Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur dan Komisi Pelayanan Publik serta menunjukkan bahwa maladminis-trasi masih terjadi di Kantor BP2T seperti imbalan uang/pungli (overkill/diseconomy) dan penundaan berlarut/waktu yang tidak jelas (time lags). Peran Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur dan Komisi Pelayanan Publik dalam rangka mengurangi maladministrasi Didalam perannya melakukan pengawasan pelayanan publik, kedua lembaga pada awalnya sering terjadi tumpang tindih dan titik singgung dalam operasionalisasinya seperti halnya menangani satu pengaduan bersama-sama. Penelitian menunjukkan hal tersebut sudah tidak terjadi karena telah diatur dengan jelas dalam Perda No. 8 Tahun 2011 Tentang Pelayanan Publik dan berdasarkan dari hasil observasi menunjukkan bahwa adanya koordinasi kedua lembaga dalam penanganan pengaduan masyarakat. Dari hasil penelitian menyebutkan bahwa kedua lembaga memiliki fungsi yang sama yaitu mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang didanai oleh APBN dan APBD. Sedangkan dalam tugas dan wewenangnya kedua lembaga memiliki berbagai perbedaan mulai dari payung hukum, sifat lembaga, SDM, Sumber dana, ujung keputusan, tugas, proses penangan pengaduan sampai dengan upaya mengurangi maladministrasi. Dalam rangka mengurangi maladministrasi, Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur memiliki Bidang Pencegahan.
231
Sedangkan KPP memiliki 4 Divisi yang secara tidak langsung mencegah sengketa pelayanan publik yaitu Divisi Litbang, Divisi Hubungan Antar Lembaga, Divisi Sosialisasi dan Publikasi dan Divisi Teknologi Informasi. Dalam upayanya mencegah maladministrasi, Ombudsman RI Perwakilan dilandasi dengan Peraturan Ombudsman RI No. 4 Tahun 2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Di Lingkungan Ombudsman Republik Indonesia. Sedangkan dalam KPP sendiri tidak ada aturan perundang-undangan yang mengatur tentang peran pencegahan sengketa pelayanan publik. Mengacu pada pernyataan diatas maka peneliti menggunakan Peraturan Ombudsman RI No. 4 Tahun 2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Di Lingkungan Ombudsman RI sebagai acuan dalam penelitian ini sebagai upaya pencegahan maladministrasi dalam rangka mengurangi maladministrasi. Disebutkan dalam Bab V Asisten Utama Pencegahan bahwa Masingmasing tugas tersebut meliputi: 1. Pengembangan Pelayanan Publik; Peran Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur dalam memberikan bantuan dan konsultasi serta membangun jaringan kerja dalam rangka mengembangkan kualitas pelayanan publik, serta melakukan kajian dalam rangka usulan perubahan kebijakan pelayanan publik. 2. Pendidikan, Pelatihan, dan Penyadaran Masyarakat; Peran yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pelatihan kepada internal Ombudsman, aparat pelaksana pelayanan publik, dan masyarakat. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk tugas pertama tidak dilakukan Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur di Kota Malang. Kegiatan dilakukan atas dasar persetujuan Om-budsman RI. KPP melakukan secara rutin melalui Divisi-
232
JURNAL PENDIDIKAN PROFESIONAL, VOLUME 4, NO. 2, AGUSTUS 2015
divisinya namun tidak dilakukan di Kota Malang. Untuk tugas kedua Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur dan KPP juga tidak melaksanakan terkait kurangnya dana operasional. Faktor pendorong dan pencegah terjadinya maladministrasi Faktor pendorong maladministrasi, meliputi: 1. Faktor internal: Faktor internal yang menjadi faktor pendorong terjadinya maladministrasi imbalan uang (overkill diseconomy) dan penundaan berlarut (time lags) di BP2T ialah kurangnya wawasan dan pengetahuan pegawai BP2T tentang bentuk maladministrasi beserta sanksinya dan kurang dijunjungnya etika sehingga masih adanya keinginan untuk melakukan perbuatan menyimpang. Faktor internal yang mendorong terjadinya maladministrasi di BP2T Kota Malang diminimalisir dengan diadakannya bimbingan teknis/bimbingan etika setiap tahun sekali. Didalamnya terdapat materi tentang peran Ombudsman dalam pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik. Diharapkan dengan adanya penambahan wawasan tentang lembaga eksternal ini, mampu mengurangi bahkan mencegah terjadinya maladministrasi di BP2T. 2. Faktor eksternal: faktor eksternal yang mendorong maladministrasi seperti (1) Lemahnya peraturan perundangan; Peraturan terkait Standar Pelayanan sudah sangat jelas. SPP dapat dengan mudah diakses masyarakat melalui website BP2T. Namun di front office tidak terdapat Standar Pelayanan yang dipampang. Sehingga masyarakat awam banyak
yang kurang memahami Standar Pelayanan di BP2T. Hal tersebut memungkinkan peluang terjadinya maladministrasi lebih luas karena kurangnya pengetahuan masyarakat perihal standar pelayanan di BP2T. (2) Lemahnya lembaga pengawasan; Lemahnya pengawasan dari lembaga pengawas baik pengawas internal maupun eksternal dalam melaksanakan fungsi pengawasannya merupakan salah satu penyebab munculnya tindakan maladministrasi. Pengawasan melekat yang dilakukan oleh Kepala Badan di BP2T hanya berupa pengawasan yang bersifat informal. Karena dinilai pegawai BP2T melakukan kelalaian yang tidak bersifat urgent. Sedangkan pengawasan lembaga eksternal daari Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur dan KPP pada tahun 2014 tidak ada. (3) Lingkungan kerja; Lingkungan kerja di BP2T tidak mendukung terjadinya praktek maladministrasi. Selain letak front office dilantai 1 dan back office yang terletak dilantai 2, mekanisme pengurusan perizinan yang sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Namun ada beberapa pengguna layanan perizinan yang mempunyai akses keluar masuk back office dengan mudah. Faktor pencegah maladministrasi, meliputi: 1. Sosialisasi; Tahun 2014 sosialisasi hanya diadakan di Blitar, hal tersebut disebabkan keterbatasan anggaran. Sedangkan untuk KPP, sosialisasi diadakan terus menerus melalui radio dan talk show. Sosialisasi juga diadakan ke dinas-dinas penyeleng-gara pelayanan publik. 2. Own motion investigation; Untuk tahun 2014 tidak ada kegiatan OMI yang dilakukan oleh Ombudsman RI
Cynthia Su’udia, Bambang Supriyono, & Irwan Noor, Pengawasan Ombudsman...
Perwakilan Jawa Timur dan Komisi Pelayanan Publik di Kota Malang. 3. Supervisi pelayanan publik; Supervisi pelayanan publik merupaka metode investigasi secara tertutup/tanpa pemberitahuan atau penyamaran/mysterious shopper yang dilakukan dalam 5 hari. Tahun 2014 tidak ada kegiatan ini. 4. Uji kepatuhan UU No. 25/2009. Upaya pencegahan maladministrasi uji kepatuhan UU No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik hanya dilakukan oleh Ombudsman RI sedangkan Ombudsman di daerah dalam hal ini Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur hanya bersifat membantu. PENUTUP Kesimpulan Dari data yang didapat dan diolah oleh Peneliti didapat beberapa temuan utama antara lain: 1. Terkait bentuk maladministrasi dibidang perizinan di Kota Malang ditemukan bahwa pengaduan di BP2T tidak sesuai dengan kategori pengaduan Lembaga pengawas eksternal, masih terdapat maladministrasi berupa imbalan uang (overkill /diseconomy) dan undue delay (time-lags) 2. Terkait peran Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur dan KPP dalam melaksanakan fungsinya dan peran dalam rangka mengurangi maladministrasi ditemukan bahwa tidak terjadi tumpang tindih dalam peran fungsi pengawasan; pengembangan Pelayanan Publik: tidak dilakukan; dan Pendidikan, Pelatihan dan Penyadaran Masyarakat: Pendidikan dan Pelatihan tidak dilakukan; penyadaran masyarakat dilakukan. 3. Terkait faktor-faktor yang mendorong dan mencegah maladministrasi, ditemukan bahwa faktor yang mendorong terjadinya maladministrasi secara internal yaitu kurangnya wawasan dan pengetahuan pegawai BP2T tentang
233
bentuk maladministrasi dan masih kurang dijunjungnya etika administrasi publik sehingga menimbulkan adanya keinginan untuk melakukan tindakan penyimpangan; dan faktor eksternal yaitu kurangnya sosialisasi kedua lembaga perihal fungsi pengawasannya sehingga masyarakat maupun pegawai BP2T mengalami kekurang jelasan perihal fungsi pengawasan kedua lembaga; Pengawasan internal kurang tegas; dan Tidak dipampangnya Standar Pelayanan diruang front office yang menyebabkan kurangnya informasi yang diterima masyarakat mengenai pelayanan yang seharusnya diterima. Sedangkan faktor yang mencegah terjadinya maladministrasi pada penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan hasil pembahasan menunjukkan indikasi maladministrasi di BP2T tidak terjadi pada tahun 2014 karena kategori bentuk pengaduan pada BP2T tidak sesuai dengan Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur maupun Komisi Pelayanan Publik. Hal tersebut menyebabkan faktor pencegah yang diuraikan peneliti sebelumnya tidak dapat digunakan. Saran Dari beberapa kesimpulan di atas Peneliti memberikan saran antara lain: 1. Pengadaan sarana dan prasarana yang menunjang mekanisme pelayanan pengaduan masyarakat, mempertimbangkan diadakannya pengawasan pasca izin yang telah dikeluarkan, dan memper-timbangkan alokasi pegawai untuk kegi-atan pengawasan, pelayanan pengaduan dan pelayanan penyediaan data dan informasi serta re-check perkembangan pelaksanaan izin yang telah diterbitkan dilapangan serta diperlukan adanya pelibatan pihak ketiga dalam pengukuran IKM. 2. Sebaiknya mengintensifkan dan meningkatkan pelaksanaan sosialisasi mengenai eksistensi Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur dan Komisi Pelayanan
234
JURNAL PENDIDIKAN PROFESIONAL, VOLUME 4, NO. 2, AGUSTUS 2015
Publik kepada penyelenggara pelayanan publik dan masyarakat, sebaiknya meningkatkan intensitas sosialisasi mengenai pelayanan publik sebagai hak warga, mempertimbangkan untuk meningkatkan dana operasional sehingga peran, tugas dan tanggungjawab dapat dilaksanakan dengan baik, sebaiknya mempertimbangkan pembaharuan dan upgrade sistem pendataan maladminstrasi dan khusus bagi KPP hendaknya
mempertimbangkan untuk membuat panduan mengenai standarisasi bentuk sengketa pelayanan public. 3. Sebaiknya BP2T mempertimbangkan untuk meningkatkan intensitas bombingan etika dan briefing kepada pegawainya dan meningkatkan intensitas pengawasan eksternal dan sosialisasi maladministrasi kepada pegawai BP2T dan sosialisasi pelayanan publik kepada masyarakat.
DAFTAR RUJUKAN Alwasilah, A. Chaedar. 2002. Pokoknya Kualitatif: Dasar-Dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Dunia Pustaka Jaya dan Pusat Studi Sunda. Anwar, Saiful, Marzuki Lubis. 2004. SendiSendi Hukum Administrasi Negara. Medan: Glora Madani Press. BPS Kota Malang. Geografis dan iklim Kota Malang. Caiden, Gerald E. 1991. “What Really Is Public Administration?”. Public Administration Review. Vol. 51, No. 6: 486-493. Dunn, William N. 2000. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjahmada University Press. Dwiyanto, Agus. 2011. Manajemen Pelayanan Publik: Peduli, Inklusif dan Kolaboratif. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Eklund, N., & Wimelius, M. E. 2008. Globalization, Europeanization and Administrative Reform. Dalam J. Killian, & N. Eklund. (Eds), Handbook of Administrative Reform. Boca Raton: Auerbach Publication. Handayaningrat, Soewarno. 1986. Pengantar Studi Ilmu Adminstrasi dan Manajemen. Jakarta: CV Haji Masagung. Islami, Irfan. 2003. Dasar-Dasar Administrasi Publik dan Manajemen
Publik. Malang: Universitas Brawijaya Press. Kusdi. 2013. Teori Organisasi dan Administrasi. Jakarta: Salemba Humanika. Kusuma, Hilda. 2009. Sistem Pengawasan Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil (Studi Kasus Pada Dinas Pendidikan Kota Malang). Malang: FIA UB. Nasution, S. 2003. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito: Nitisemito, A.S. 1984. Manajemen Personalia. Jakarta: Ghalia Indonesia. Nurtjahjo, Hendra, Yustus Maturbongs, & Diani Indah Rachmitasari. 2013. Memahami Maladministrasi. Ombudsman Republik Indonesia. Ombudsman Republik Indonesia. 2013. Laporan Hasil Penelitian Kepatuhan Kementerian dalam Pelaksanaan Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Ombudsman Republik Indonesia. 2013. Kepatuhan Lembaga dalam Pelaksanaan UU 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Parsons, Wayne. 2011. Public Policy: Pengantar Teori dan Praktek Analisis Kebijakan. Jakarta: Kencana. Pasolong, Harbani. 2007. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta.
Cynthia Su’udia, Bambang Supriyono, & Irwan Noor, Pengawasan Ombudsman...
Ratminto. 2006. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rusdianto. Keberadaan Dan Kedudukan Komisi Pelayanan Publik Daerah Provinsi Jawa Timur Dan Ombudsman Daerah Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia. Surabaya.
235
Siagian, Sondang P. 1998. Manajemen Stratejik. Bumi Aksara. Jakarta. Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Wahab, Abdul, Solichin. 2006. Analisis Kebijakan: dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.