Volume 18, No.2, Agustus 2015
Volume 18, No.2, Agustus 2015: 77-173 No. 2
Hal 77-174
AGUSTUS 2015
WAHANA Volume 18, No. 2 Agustus 2015
SUSUNAN REDAKSI JURNAL WAHANA AKADEMI AKUNTANSI YAYASAN KELUARGA PAHLAWAN NEGARA
Pelindung
Direktur Akademi Akuntansi Yayasan Keluarga Pahlawan Negara
Pengarah
Al. Haryono Jusup Narko
Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Dewan Editor
Krismiaji Zaki Baridwan
Arief Suadi Hani Handoko Djoko Susanto Indra Wijaya Kusuma Redaktur Pelaksana
Supardi
Sekretaris Eksekutif
Lienna
Administrasi Alamat Redaksi
Bank
Susanto Aimun Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Akademi Akuntansi YKPN Yogyakarta Jl. Gagak Rimang No. 2-4, Balapan, Kotak Pos 6417 YKGK Telp. (0274) 560159, 562317, 513413, 563516 Fax. (0274) 561591 Yogyakarta 55222 Rek. Bank CIMB Niaga Cab. Sudirman, Yogyakarta a/n Drs. Budhi Purwantoro Jati, M.M., Ak No. Rek. : 019-01-00711.12.8 ISSN 1410-8224
Diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Akademi Akuntansi Yayasan Keluarga Pahlawan Negara sebagai media untuk mengkaji berbagai fenomena atau permasalahan maupun hasil penelitian yang berhubungan dengan Ilmu Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi dalam arti luas. Jurnal WAHANA terbit setahun 2 kali, setiap bulan Pebruari dan Agustus. Redaksi menerima artikel dari siapapun baik yang ditulis dalam Bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris. Untuk informasi berlangganan, dipersilakan menghubungi Redaksi pada alamat di atas.
i
WAHANA Volume 18, No. 2 Agustus 2015
DAFTAR ISI
Daftar Isi ......................................................................................................................................
iii
SEGMENTASI KONSUMEN PRODUK ELEKTRONIK HEMAT ENERGI LISTRIK (STUDI PADA KELOMPOK KONSUMEN RUMAH TANGGA DI KOTA MALANG) Etsa Astridya Setiyati & Lidia Halim...........................................................................................
77
PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP HARGA SAHAM PERUSAHAAN PERBANKAN DI INDONESIA (Studi Empiris pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 - 2011) Sapto Bayu Aji .............................................................................................................................
99
PENGARUH PENALARAN MORAL, RETALIASI DAN GENDER TERHADAP KECENDERUNGAN WHISTLEBLOWING INTERNAL Mesri Welhelmina N.Manafe .......................................................................................................
113
NIAT MEMBELI DAN ELECTRONIC WORD OF MOUTH DI SITUS JEJARING SOSIAL: PENGUJIAN TERHADAP KUALITAS SITUS WEB, KEAMANAN BERTRANSAKSI, REPUTASI PERSEPSIAN, NORMA SUBYEKTIF DAN KEPERCAYAAN Camelia L. Numberi .............................................................................................................................
127
PENGARUH PENDIDIKAN, PENGALAMAN KERJA DAN KOMPOSISI GENDER TERHADAP KINERJA PELAKSANAAN PELAPORAN KEUANGAN SKPD DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Renya Rosari .........................................................................................................................................
151
PENGARUH BELANJA LANGSUNG SEKTOR PENDIDIKAN, KESEHATAN, INFRASTRUKTUR, DAN PERTANIAN TERHADAP IPM (Studi Kasus Pada Kabupaten/Kota Propinsi NTT) Helda Marlin Ala ..................................................................................................................................
163
ii
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
SEGMENTASI KONSUMEN PRODUK ELEKTRONIK HEMAT ENERGI LISTRIK (STUDI PADA KELOMPOK KONSUMEN RUMAH TANGGA DI KOTA MALANG) Etsa Astridya Setiyati & Lidia Halim Universitas Ma Chung Email:
[email protected];
[email protected]
ABSTRACT Electricity consumption needs to be managed well considering the demand for electricity is high, especially in household sector. Energy-saving electronic products is part of the green products which are offered to consumers in the attempt to create environmental sustainability. The study aims to identify the segmentation of green consumers for electronic products in Malang based on demographic variables (gender, age, education level and income level), psychographics (lifestyle, personality, and social class), and behavior (attitude toward the product and the use of the product). K-means cluster is employed to analyze data and to identify this segmentation. The results consist cluster 1 (curious consumers), cluster 2 (energy-saving-oriented consumers), and cluster 3 (selfish consumers). Implications for developing marketing strategy for each customer clusters are suggested. Keywords: sustainable marketing, green consumers, electronics, segmentation
PENDAHULUAN Kebutuhan akan energi listrik merupakan salah satu kebutuhan primer dalam kehidupan manusia modern. Data statistik listrik menurut Badan Pusat Statistik (2013) menunjukkan bahwa kelompok pelanggan rumah tangga merupakan kelompok pelanggan terbanyak dengan jumlah mencapai 50.145.466 pelanggan, atau sekitar 92,8% dari total pelanggan. Konsumsi listrik pelanggan rumah tangga mencapai 41,3% dari total banyaknya listrik terjual (atau sebesar 77.869,3 GWh); dimana jumlah tersebut memiliki porsi terbesar dalam konsumsi listrik, bahkan dibandingkan pelanggan industri. Hal ini disebabkan karena jumlah sektor rumah tangga lebih besar dari kelompok lainnya dan frekuensi penggunaan listrik rumah tangga lebih besar karena penggunaan secara kontinyu dalam kehidupan sehari-hari. Konsumsi energi listrik tersebut bahkan diprediksi akan semakin meningkat seiring dengan perkembangan pembangunan di berbagai daerah.
Konsumsi energi listrik yang besar menjadi perhatian banyak pihak karena emisi karbon yang dihasilkan dari pembangkit listrik (dimana 60 persen diantaranya menggunakan bahan bakar fosil) juga akan semakin besar, dan berdampak pada meningkatnya pemanasan global (WWF Indonesia, 2006). Upaya untuk menghemat konsumsi listrik, karenanya, merupakan upaya untuk menyelamatkan lingkungan yang harus dilakukan bersamasama oleh berbagai pihak secara komprehensif: konsumen, perusahaan, dan pemerintah. Pemerintah Indonesia telah melakukan ratifikasi perundang-undangan/UU No. 17 tahun 2001 sebagai bentuk kepedulian pemerintah Indonesia dalam menjaga dan merawat kondisi lingkungan (Arifin, 2012). Berbagai perusahaan juga mulai menunjukkan upaya dalam menawarkan produk elektronik hemat energi dan ramah lingkungan yang banyak digunakan oleh konsumen rumah tangga, di antaranya: lampu, komputer, mesin cuci, AC, televisi, dan kulkas. elektronik hemat energi tersebut. Beberapa perusahaan 77
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
juga melakukan eco-design yang ramah lingkungan dengan memperhitungkan aktivitas untuk mengurangi dampak lingkungan ditinjau dari sisi pengembangan, bahan produksi, dan sirkulasi dari produk. Manfaat atau keuntungan seperti hemat biaya listrik, hemat penggunaan energi dan pengurangan emisi karbondioksida/CO2 sering ditekankan dalam promosi produk sebagai upaya sustainability marketing, yaitu pemasaran yang berwawasan atau berorientasi pada kelestarian lingkungan (Tjahjaningsih, 2007). Meraih dukungan konsumen dalam upaya menyukseskan sustainability marketing dan memenangkan persaingan tentunya memerlukan pemahaman akan perilaku konsumen sasaran yang peduli terhadap lingkungan (green consumers). Berangkat dari permasalahan tersebut, penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait segmentasi konsumen produk elektronik hemat energi pada konsumen kelompok rumah tangga di Kota Malang. Pemilihan obyek difokuskan pada kategori produk elektronik hemat energi di sektor rumah tangga dianggap menarik untuk diteliti mengingat sektor rumah tangga merupakan sektor yang mendominasi konsumsi listrik. Apalagi, Jawa Timur merupakan provinsi dengan jumlah pelanggan rumah tangga terbanyak kedua di Indonesia dengan jumlah 8.434.763 (Badan Pusat Statistik, 2013), dimana kota Malang memiliki jumlah penduduk terbanyak kedua di Provinsi Jawa Timur (setelah Surabaya). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi segmen konsumen produk elektronik hemat energi listrik pada kelompok konsumen rumah tangga di Kota Malang berdasarkan variabel demografis, variabel psikografis, dan variabel perilaku.
keinginan konsumen untuk membayar lebih bagi produk ramah lingkungan. Variabel tersebut meliputi a. demografi meliputi umur, jenis kelamin, pendapatan, tingkat pendidikan, status pekerjaan, kepemilikan property, status pernikahan, dan ukuran keluarga. b. environmental knowledge, yaitu ecoliteracy c. values, meliputi individualism, collectivism, security, dan fun/enjoyment d. sikap/attitudes terhadap isu lingkungan dan green products e. perilaku/behaviors dalam aktivitas peduli lingkungan
KAJIAN LITERATUR
Berdasarkan tingkat kepedulian konsumen terhadap lingkungan dan perilaku pembelian, Ogily dan Mather (dalam Rex dan Baumman, 2007) mengidentifikasi pembagian tipe segmen pasar menjadi 4 yaitu: Activist, Realist, Complacents, dan Alienated (Tabel 1). Sementara itu, Vlosky, Ozanne, dan Fontenot (1999) mengidentifikasi kesadaran lingkungan konsumen dengan mengukur kecenderungan konsumen terhadap lingkungan secara keseluruhan (Tabel 2), dan mengkategorikan konsumen dalam 5 segmen yakni: True-blue greens, Greenback greens, Sprouts, Grousers, dan Basic browns. Kedua segmentasi tersebut dilakukan dengan latar belakang masyarakat Amerika Serikat. Sementara, literature segmentasi green consumers di Indonesia masih sangat terbatas. Apabila perusahaan tertarik untuk mengembangkan kesadaran masyarakat akan adanya produk ramah lingkungan, Yaacob dan Zakaria (n.d.) menyarankan agar perusahaan memperbanyak pengetahuan konsumen terhadap produk dan atribut lingkungan dengan harapan dapat membawa konsumen untuk melakukan keputusan pembelian yang tepat.
1. Green Consumers
2. Green Electronics
Green consumers, menurut Govoni (2004), adalah konsumen yang peduli terhadap lingkungan dan perilaku konsumsi mereka juga menunjukkan dukungan terhadap kelestarian lingkungan, yakni melalui pembelian produk-produk ramah lingkungan. Laroche, Bergeron, dan Forleo (dalam Jaolis, 2011) mengajukan beberapa variabel penelitian dalam memprediksi tingkat
VTT Technical Research Centre of Finland (2010) mendefinisikan green electronics sebagai produk dan komponen elektronik yang memiliki dampak minimum terhadap lingkungan pada keseluruhan jalan kehidupan produk elektronik itu sendiri. Green electronics memiliki 2 ciri-ciri, dimana ciri pertama memiliki 4 karakteristik yaitu (1) bahan material yang digunakan tidak
78
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
membahayakan lingkungan (WEE/Waste in Electronic Equipment or RoHS/Restriction of Hazardous Substances), (2) proses pembuatan bersifat eco-efficient, (3) daya konsumsi listrik yang rendah (baik dalam beroperasi maupun dalam kondisi stand-by), (4) secara keseluruhan dapat didaur ulang, tidak ada pemborosan yang berbahaya. Ciri yang kedua adalah produk elektronik dapat diaplikasikan secara berkesinambungan dan merupakan solusi ramah lingkungan untuk sektor industri dan sektor rumah tangga. Di Indonesia, Pusat Standardisasi Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri (n.d.) menyatakan produk elektronik yang mengklaim mampu menghemat energi harus memiliki label yang memiliki standar tanda hemat energi untuk pemanfaatan tenaga listrik untuk keperluan rumah tangga dan sejenisnya. Standar tersebut dapat meliputi bentuk, ukuran, warna, dan makna logo pada label tanda hemat energi, pembubuhan label tanda hemat energi, kriteria tanda hemat energi. Kriteria tanda hemat energi didasarkan atas hasil pengujian yang mengikuti standar dan prosedur uji yang baku (SNI). 3. Segmentasi Pasar Segmentasi pasar merupakan proses membagi pasar yang heterogen ke dalam beberapa kategori kelompok konsumen yang memiliki kesamaan kebutuhan, kesamaan karakter, dan memiliki respon yang sama dalam membelanjakan uangnya (Kasali, 2005, p.119). Ariyani, Sukaatmadja dan Rimbawan (2009) menyatakan segmentasi dapat menghasilkan kesesuaian yang lebih baik antara apa yang ditawarkan perusahaan dan apa yang diharapkan pasar, karena melalui segmentasi perusahaan dapat mengidentifikasikan kemampuan untuk melayani kebutuhan/selera segmen tersebut. Kotler dan Armstrong (2008, p.225) menjelaskan segmentasi sebagai kegiatan membagi pasar menjadi kelompok-kelompok kecil berdasarkan kebutuhan, karakteristik, atau perilaku yang berbeda yang memerlukan bauran pemasaran tersendiri. 3.1 Segmentasi Demografis Kotler dan Armstrong (2008, p.227) mendefinisikan segmentasi demografis merupakan segmentasi yang membagi pasar
menjadi kelompok berdasarkan variabel seperti usia, jenis kelamin, ukuran keluarga, siklus hidup keluarga, pendapatan, pekerjaan, pendidikan, agama, ras, generasi, dan kebangsaan. Penelitian ini membahas segmentasi demografis berdasarkan variabel usia, gender, pendapatan, tingkat pendidikan. Segmentasi demografis merupakan dasar paling umum yang digunakan untuk menetapkan segmentasi pelanggan. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing variabel segmentasi demografis. a.
Age/usia Usia merupakan variabel yang banyak diteliti oleh beberapa peneliti dalam kaitannya dengan studi ekologi dan green marketing. Kotler dan Armstrong (2008, p.227) menyatakan kebutuhan dan keinginan konsumen berubah setiap usia. Straughan dan Roberts (1999) menyimpulkan kepercayaan umum bahwa individu muda lebih sensitif dalam pokok permasalahan lingkungan. Ada beberapa teori yang ditawarkan untuk mendukung kepercayaan ini, tapi pendapat yang sama adalah orang yang tumbuh dalam periode dimana kepedulian lingkungan yang penting dalam tingkatan level tertentu, menjadi lebih sensitif dalam pokok permasalahan tersebut. b. Sex/gender Sex/gender dalam pengembangan peran gender, kemampuan, dan perhatian memimpin kebanyakan peneliti untuk berpendapat bahwa wanita lebih konsisten dalam perhatian perubahan lingkungan dibandingkan pria (Straughan dan Roberts, 1999). Hasil penelitian yang dilakukan Diamantopoulos, Schlegelmich, Sinkovics, dan Bohlen (2003) juga membuktikan bahwa wanita lebih peduli pada kualitas lingkungan dan berpartisipasi pada aktivitas lingkungan. c. Income/pendapatan Straughan dan Roberts (1999) menyatakan pembenaran paling umum terhadap kepercayaan ini adalah individual memiliki tingkat pendapatan yang tinggi, menunjang pertumbuhan biaya margin yang diasosiasikan dengan alasan dukungan lingkungan, kemurahan penawaran green products. d. Education level/tingkat pendidikan 79
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
Tingkat pendidikan seseorang mampu membentuk intelektual seseorang. Bui (2005) menyatakan banyak studi menunjukkan korelasi positif antara pendidikan green consumers dan perhatian/perilaku. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi proses keputusan dan pola konsumsi seseorang. Straughan dan Roberts (1999) menyatakan bahwa tingkat pendidikan berhubungan secara konsisten dengan kepedulian terhadap lingkungan dan gaya hidup berdasarkan beberapa penelitian terdahulu. Secara khusus, tingkat pendidikan berkorelasi positif terhadap perhatian lingkungan dan gaya hidup. 3.2 Segmentasi Psikografis Kotler dan Armstrong (2008, p.229) mendefinisikan segmentasi psikografis sebagai segmentasi yang membagi pembeli menjadi kelompok berbeda berdasarkan kelas sosial, gaya hidup dan karakteristik kepribadian. Segmentasi psikografis dapat diukur berdasarkan Value and Lifestyle (VALS) maupun Activities-Interest-Opinion (AIO). Goenawan (2008) menjelaskan VALS diperkenalkan pertama kali pada tahun 1978 dan menjadi satu-satunya segmentasi psikografis komersial yang dapat diterima semua golongan dan sering digunakan dalam mengukur segmentasi psikografis. Penelitian terkait mengenai values and lifestyles (VALS) berdasarkan perhatian dan pengetahuan lingkungan yang dilakukan oleh Fraj dan Martinez (2006) di Spanyol mendeskripsikan profil green consumers sebagai konsumen yang memiliki gaya hidup peduli lingkungan, memiliki kesadaran lingkungan, menyeleksi dan mendaur ulang produk, ikut ambil bagian dalam kegiatan yang melindungi lingkungan, dan memiliki ketertarikan pada perusahaan yang berkomitmen pada lingkungan. Selain VALS, penelitian segmentasi psikografis juga dapat ditinjau berdasarkan activities/kegiatan, interest/minat, dan opinion/pendapat pelanggan (AIO) (Kunto dan Khoe, 2007). Vyncke (2002) menjabarkan Activities/aktivitas sebagai kegiatan yang jelas (seperti pekerjaan, hobi, kegiatan sosial, liburan, hiburan, komunitas, berbelanja, olahraga, dan lain-lain), sedangkan Interest/minat adalah beberapa obyek, kegiatan/topik (yang meliputi keluarga, rumah, 80
pekerjaan, komunitas, rekreasi, gaya berpakaian, makanan, media, penghargaan, dan lain-lain). Sementara itu, Opinion/opini merupakan deskripsi kepercayaan mengenai persoalan sosial, politik, bisnis, ekonomi, pendidikan, produk, dan lain-lain. Schiffman dan Kanuk (dalam Kunto dan Khoe, 2007) mendefinisikan riset AIO sebagai suatu bentuk riset pelanggan yang memberikan profil jelas dan praktis mengenai segmen-segmen pelanggan, tentang aspek-aspek kepribadian pelanggan yang penting, motif beli, minat, sikap, keyakinan, dan nilai-nilai yang dianutnya. Churchill (2005, p.288) menjelaskan AIO sebagai suatu analisis yang mengidentifikasi kelompok-kelompok konsumen yang kemungkinan besar berperilaku serupa terhadap produk dan memiliki profil gaya hidup yang juga serupa. Dimensi gaya hidup dikelompokkan berdasarkan 3 kategori yaitu activity, interest, dan opinion yang dapat dilihat pada Tabel 3. 3.3 Segmentasi Perilaku Kotler dan Armstrong (2008, p.230) mendefinisikan segmentasi perilaku yang membagi pembeli berdasarkan situasi, manfaat, status pengguna, tingkat pengguna, status loyalitas, tahap kesiapan, dan sikap terhadap produk. Jaolis (2011) melakukan penelitian tentang profil green consumers Indonesia dengan menggunakan metode analisis diskriminan dua grup/two-group discriminant analysis. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara grup green dan non-green purchasers. Variabel yang memberikan perbedaan signifikan antara grup green dan non-green purchasers adalah variabel motivasi religius dan variabel nilai individualisme. Diamantopoulos et al., (2003) mengeksplorasi peran variabel sosiodemografis dalam memprofilkan green consumers yang meliputi gender, status pernikahan, usia, banyaknya anak, tingkat pendidikan, dan kelas sosial. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa berdasarkan pengukuran pengetahuan lingkungan tidak ditemukan cukup bukti yang mengindikasikan pria memiliki pengetahuan lingkungan yang lebih apabila dibandingkan dengan wanita. Berdasarkan perhatian lingkungan, wanita
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
memiliki perhatian lingkungan lebih kuat dibandingkan pria, dan wanita lebih menyukai untuk ambil bagian aktivitas daur ulang dan menunjukkan perilaku belanja ramah lingkungan dibandingkan pria. Terkait dengan status pernikahan, hasil pengujian hipotesis tidak menemukan perbedaan adanya pengetahuan lingkungan antara responden yang sudah menikah dengan lajang. Berkenaan dengan usia, hasil pembuktian hipotesis menyatakan bahwa usia memiliki korelasi negatif yang signifikan pada pengukuran pengetahuan lingkungan, sebaliknya variabel usia berpengaruh signifikan terhadap pengukuran perhatian lingkungan. Terkait dengan banyaknya anak tidak ditemukan asosiasi yang signifikan dalam beberapa pengukuran kesadaran lingkungan. Selanjutnya, berkenaan dengan tingkat pendidikan, dan tingkat sosial, pengujian hipotesis membuktikan bahwa variabel tingkat pendidikan dan tingkat sosial memiliki pengaruh signifikan terhadap kesadaran lingkungan. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan beberapa penelitian terdahulu terdapat pada perbedaan subyek, alat/teknik analisis, obyek, dan variabel. Penelitian ini mengidentifikasi segmentasi konsumen produk elektronik hemat energi pada kelompok konsumen rumah tangga di Kota Malang berdasarkan variabel segmentasi demografis, psikografis, dan perilaku. Alat analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis cluster yang merupakan cara untuk menyatukan obyek ke dalam kelompok atau grup dengan alasan bahwa setiap kelompok homogen memiliki sikap yang sama atau setiap kelompok berbeda dari kelompok yang lain (Hidayani dan Syafrizal, 2008). Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perusahaan, pemasar, dan pemerintah untuk memperoleh informasi mengenai segmentasi konsumen produk elektronik hemat energi listrik di Kota Malang. Kebutuhan teknologi yang selalu dibutuhkan konsumen saat ini dan ketergantungan terhadap listrik secara berkelanjutan membentuk keterbaruan penelitian yang diharapkan dapat melengkapi informasi mengenai konsumen yang peduli terhadap lingkungan khususnya yang peduli terhadap penghematan energi listrik.
METODA PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Burns dan Bush (2006, p.121) menyatakan penelitian deskriptif berusaha untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan mengenai siapa, apa, dimana, kapan, dan bagaimana. Penelitian deskriptif diperlukan ketika mengukur populasi yang lebih besar. Variabel yang diteliti adalah 3 variabel yang meliputi: 1. Segmentasi demografis Penelitian ini membahas segmentasi demografis dengan 4 dimensi variabel yaitu variabel usia, gender, pendapatan, dan tingkat pendidikan. a. Age/usia Acuan pengelompokan umur didasarkan pada konsep usia dewasa apabila ia sudah berusia 17 tahun (Kasali, 2005, p.200-201). Variabel umur dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan skala ordinal yang terdiri dari 1. usia 17-23 tahun 2. usia 24-30 tahun 3. usia 31-40 tahun 4. usia 41-50 tahun 5. usia ≥ 51 tahun b. Sex/gender Konsumen dikelompokkan berdasar jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan. c. Income/pendapatan Income/pendapatan adalah hasil yang diterima seseorang dari pekerjaan yang dilakukannya dalam bentuk uang. Skala pengukuran yang digunakan untuk variabel ini menggunakan skala ordinal yang terdiri dari 1. ≤ Rp 999.999 2. Rp 1.000.000-Rp 2.999.999 3. Rp 3.000.000-Rp 4.999.999 4. Rp5.000.000-Rp 6.999.999 5. Rp 7.000.000-Rp 8.999.999 6. ≥ Rp 9.000.000 d. Education level/tingkat pendidikan terakhir Tingkat pendidikan akan mempengaruhi proses keputusan dan pola konsumsi seseorang. Skala pengukuran yang 81
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
digunakan untuk variabel ini menggunakan skala ordinal yang terdiri dari 1. SMA 2. Diploma (D1/D3) 3. Sarjana (S1) 4. Pascasarjana (S2/S3) 2. Segmentasi psikografis Segmentasi yang membagi pembeli menjadi kelompok berbeda berdasarkan gaya hidup dan karakteristik kepribadian (Kotler dan Armstrong, 2008, p.229). Kunto dan Khoe (2007) mendefinisikan gaya hidup/lifestyle sebagai bagaimana seorang hidup/how one lives, termasuk bagaimana seseorang menggunakan uangnya, bagaimana ia mengalokasikan waktunya, dan sebagainya. Selain itu, penelitian psikografis ditinjau berdasarkan activities/kegiatan, interest/minat, dan opinion/pendapat pelanggan. Setiadi (2003, p.136) menyatakan kepribadian dan konsep diri adalah pola perilaku yang konsisten dan bertahan lama/enduring. Skala pengukuran yang digunakan untuk mengukur kedua aspek ini menggunakan skala likert yang terdiri dari 1. Sangat Tidak Setuju/STS 2. Tidak Setuju/TS 3. Netral/TT 4. Setuju/S 5. Sangat Setuju/SS 3. Segmentasi perilaku Penelitian ini membahas 2 dimensi variabel yang terdiri dari tingkat penggunaan (menggunakan skala ordinal: ringan, menengah, berat), dan sikap terhadap produk (menggunakan skala Likert 5 poin). Metode pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah survei. Alat atau instrumen dalam penelitian ini berupa angket atau kuesioner. Alasan peneliti mengumpulkan data melalui pembagian kuesioner secara personal adalah karena responden yang menjadi sampel banyak, terdapat materi yang sama ditanyakan pada setiap responden, efisiensi waktu, dan peneliti dapat memberikan penjelasan yang diperlukan kepada responden. Selain itu teknik ini juga lebih memungkinkan 82
peneliti untuk mendapat response rate yang tinggi. Populasi dalam penelitian ini adalah konsumen yang menggunakan produk elektronik hemat energi dalam kelompok rumah tangga di Kota Malang. Sedangkan sampel merupakan bagian dari populasi yang dianggap mewakili kecocokan dari keseluruhan kelompok (Burns dan Bush, 2006, p.330). Teknik pengambilan sampel untuk penelitian ini adalah teknik purposive sampling dengan pendekatan non probability sampling yang didasarkan pada pertimbanganpertimbangan tertentu (seperti sifat-sifat, karakteristik, ciri, kriteria) yang mencerminkan populasinya (Kinnear dan Taylor, 2002, p.205). Kriteria yang digunakan dalam pengambilan sampel pada penelitian ini adalah konsumen yang menggunakan produk elektronik hemat energi (produk elektronik yang memiliki daya watt rendah dibandingkan dengan produk elektronik konvensional lainnya) pada kelompok konsumen rumah tangga di Kota Malang (bertempat tinggal di Kota Malang) dengan ketentuan minimal 1 produk, usia minimal 17 tahun, dan memiliki peranan dalam pengambilan keputusan produk elektronik yang digunakan secara bersama di rumah tangga. Penentuan ukuran sampel pada penelitian multivariat harus beberapa kali lebih besar (10 kali) dari jumlah variabel yang akan dianalisis (Busnawir, n.d.). Penelitian ini menggunakan 3 segmentasi dengan mengukur segmentasi demografi sebanyak 4 variabel, segmentasi psikografis sebanyak 3 variabel, dan segmentasi perilaku sebanyak 2 variabel. Berdasarkan penghitungan ukuran minimum sampel yang digunakan di dalam penelitian ini adalah 90 sampel namun peneliti menggunakan 150 sampel dengan tujuan menghindari kehilangan sampel pada saat melakukan penelitian. Sebelum melakukan analisis data, uji validitas dan reliabilitas dilakukan terlebih dahulu. Kemudian, data yang valid dan reliable dianalisis dengan menggunakan analisis cross-tab dan analisis k-means cluster dimana kedua alat analisis tersebut berfungsi untuk mengolah data berdasarkan kegunaan yang diperoleh. Analisis tabulasi silang atau crosstab adalah tabel silang yang terdiri atas satu baris atau lebih, dan satu kolom atau lebih dengan tujuan apakah ada hubungan antara
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
baris (sebuah variabel) dengan kolom (sebuah variabel yang lain). Sementara itu, Analisis Kluster Non-Hierarki (K-Means Cluster) adalah analisis yang mengelompokkan elemen yang mirip sebagai obyek penelitian menjadi kelompok (cluster) yang berbeda dan mutually exclusive/saling asing (Supranto, 2010, p.26). Analisis kluster tidak memiliki variabel bebas dan variabel terikat dan bertujuan mengklasifikasi obyek (kasus/elemen) seperti konsumen, produk, dan lain-lain ke dalam kelompok-kelompok relatif homogen yang diukur dalam suatu set variabel yang diteliti. Berdasarkan data kuesioner yang terkumpul, peneliti kemudian melakukan analisis dengan menggunakan teknik K-Means Cluster untuk menentukan banyaknya kluster dimana banyaknya kluster dipilih menurut pandangan subyektifitas dari peneliti. Analisis kluster non-hierarki digunakan dalam penelitian ini karena dapat digunakan untuk mengelompokkan data yang mempunyai kesamaan. Peneliti menentukan 3 segmen kluster untuk mengetahui karakteristik/profil 3 kelompok responden pada penelitian ini. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisis Segmentasi Pasar 1.1 Final Cluster Centers Final cluster centers merupakan hasil akhir dari proses clustering setelah melalui iterasi (proses pengulangan dengan ketepatan lebih tinggi dari sebelumnya) sehingga hasil initial cluster centers tidak dianalisis. Final cluster centers digunakan untuk menafsirkan angka pada tiap cluster/kelompok responden yang masing-masing kelompok tentunya mempunyai ciri yang berbeda dengan cluster/kelompok yang lain. Perbedaan bisa ditelusuri per butir pertanyaan dengan dasar besaran angka itu sendiri. Apabila butir pertanyaan dari suatu atribut memiliki nilai tertinggi pada satu cluster berarti atribut tersebut memiliki penilaian yang dominan terhadap cluster tersebut dengan ketentuan semakin tinggi nilai skala dalam kuesioner maka semakin positif jawaban responden. Menurut Suliyanto (2005, p.151-152) jika angka pada tabel < nilai tengah skala maka sikap responden pada kelompok/atribut tersebut adalah negatif tetapi jika angka pada tabel ≥ nilai tengah maka sikap responden
pada kelompok/atribut tersebut adalah positif. Pada penelitian ini nilai tengah yang digunakan adalah 3 karena peneliti menggunakan skala likert dengan skala 5. Karaketristik dari tiap-tiap cluster dapat dilihat pada Tabel 5. 1.2 Hasil Uji ANOVA Uji ANOVA digunakan untuk menganalisis perbedaan antar cluster. Apabila ada variabel yang memiliki tingkat signifikansi > 0,05 maka tidak terdapat perbedaan yang berarti pada tiap cluster yang berhubungan dengan variabel atau item tersebut. Sedangkan jika tingkat signifikansi≤ 0,05 maka terdapat perbedaan yang berarti antara cluster. Tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar butir pertanyaan terdapat perbedaan yang berarti di antara ketiga cluster yang dapat diukur dari tingkat signifikansi≤ 0,05. Butir pertanyaan aktivitas 3 memiliki tingkat signifikansi 0,428 kemudian butir pertanyaan aktivitas 4 memiliki tingkat signifikansi 0,076. Butir pertanyaan aktivitas 3 dan aktivitas 4 memiliki tingkat signifikansi > 0,05 dengan kata lain tidak terdapat perbedaan yang berarti pada tiap cluster yang berhubungan dengan variabel atau item tersebut. Semakin besar angka F pada tabel menunjukkan ada perbedaan antar cluster yang paling besar. Butir pertanyaan yang paling besar ditemukan pada konatif 1 yang menyatakan responden selalu membeli produk elektronik hemat energi listrik dengan nilai F statistik sebesar 30.571. Butir pertanyaan opini 2 dalam hal inovasi mengenai produk elektronik yang hemat energi listrik yang ditawarkan banyak perusahaan memiliki nilai F statistik sebesar 26.056 yang merupakan nilai F statistik terbesar kedua. Nilai F statistik terbesar ketiga terdapat pada butir pertanyaan konatif 3 dalam hal responden selalu mencari tahu apakah produk elektronik yang hendak dibeli dapat menghemat energi listrik yaitu sebesar 23.207. Nilai F terkecil dimiliki butir pertanyaan aktivitas 3 yaitu sebesar 0.853 dalam hal ketergantungan dengan produk elektronik ketika bekerja/beraktivitas. Dari total keseluruhan 150 responden, mayoritas responden berada pada cluster 2 (Jumlah responden pada tiap cluster dapat dilihat pada Tabel 7).
83
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
2.3 Hasil Uji Crosstab Analisis crosstab biasanya digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara baris (sebuah variabel) dengan kolom (sebuah variabel yang lain) dengan melihat pada frekuensi atau persentase. Penelitian ini menggunakan uji crosstab untuk menunjukkan hubungan antara tiap cluster dengan variabel demografi yang meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendapatan, dan tingkat pendidikan terakhir (Tabel 8, 9, 10, 11). 2. Pembahasan Tabel 12 menyajikan rangkuman hasil analisis segmentasi demografi, segmentasi psikografis dan segmentasi perilaku dari keseluruhan variabel. a. Profil Cluster 1 (Curious consumers) Cluster 1 memiliki jenis kelamin pria dan wanita yang seimbang apabila dibandingkan dengan cluster yang lain. Responden pada cluster 1 memiliki kecenderungan untuk menyukai kegiatan alam, cenderung mau mendukung kegiatan peduli lingkungan, cenderung mematikan produk elektronik namun dalam tiap aktivitas/bekerja kelompok ini mengandalkan produk elektronik untuk mempermudah pekerjaannya. Responden yang berada di cluster ini suka mempengaruhi orang-orang di sekitar untuk memiliki perilaku yang sama dengan mereka. Responden yang berada dalam cluster ini memulai pengaruh dari keluarga kemudian orang lain agar mau melestarikan alam. Peneliti melihat responden yang berada dalam cluster ini cenderung mengikuti perkembangan produk elektronik hemat energi listrik melalui media elektronik sehingga dapat mendorong responden untuk cenderung membeli produk elektronik yang bersifat hemat energi. Responden pada cluster ini menyadari bahwa kondisi lingkungan di masa depan semakin memburuk. Peneliti menyimpulkan kesadaran yang muncul dari kelompok responden ini berasal dari informasi yang mereka peroleh ketika mereka mengikuti perkembangan produk elektronik hemat energi dari media elektronik. Penyampaian informasi yang up-to-date juga membantu responden yang tergolong dalam cluster ini untuk meyakini bahwa banyak perusahaan menawarkan informasi produk elektronik hemat energi listrik yang merupakan peluang bagi perusahaan dalam melihat kondisi 84
lingkungan saat ini. Munculnya inovasi produk elektronik yang hemat energi dari banyak perusahaan juga membuat responden untuk cenderung menyadari promosi yang dilakukan banyak perusahaan dalam memperkenalkan kecanggihan produk elektronik terkini yaitu hemat energi listrik. Penyampaian informasi yang berkaitan dengan aspek hemat energi listrik dari media elektronik juga menambah wawasan responden mengenai kampanye pemerintah dan pembatasan penggunaan listrik akan menganggu kegiatan ekonomi masyarakat. Secara umum, responden dalam cluster ini memiliki kepribadian yang cukup positif seperti memiliki rasa percaya diri, mudah mendapat teman baru, suka menginstropeksi diri, dan menambah wawasan baru demi memperdalam wawasan yang sudah dimiliki. Apabila responden yang tergolong dalam cluster ini memiliki produk elektronik hemat energi mereka menunjukkan sikap bangga dan senang namun kelompok ini cenderung tidak setuju untuk membeli produk elektronik hemat energi secara berkala sehingga peneliti dapat menyimpulkan responden pada cluster ini merupakan tipe curious/selalu ingin tahu. b. Profil Cluster 2 (Electrical energy saving oriented consumers) Cluster 2 didominasi oleh pria. Responden pada cluster 2 memiliki kecenderungan menyukai kegiatan alam, cenderung bersedia mendukung kegiatan peduli lingkungan, cenderung tergantung dengan produk elektronik tetapi bersikap peduli dengan mematikan produk elektronik apabila tidak diperlukan. Responden dalam cluster ini memiliki kesamaan karakteristik dengan responden pada cluster 1, namun pada cluster ini lebih banyak ditemukan nilai positif yang tinggi seperti sikap peduli hemat energi yang ditanamkan pada keluarga, selalu mendapatkan informasi mengenai produk elektronik hemat energi listrik sehingga informasi yang diperoleh responden pada cluster 2 jauh lebih besar daripada cluster 1 maka responden pada cluster ini lebih yakin jika kondisi lingkungan di masa depan akan semakin memburuk, setuju bahwa banyak perusahaan menawarkan inovasi produk elektronik hemat energi dan kegiatan promosi yang dilakukan banyak perusahaan. Responden pada cluster ini memiliki
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
kepribadian percaya diri yang lebih jika dibandingkan dengan cluster 1, mudah mendapat teman baru, dan sering memperkaya wawasan sendiri dengan mencari informasi baru. Apabila cluster ini memiliki produk elektronik yang bersifat hemat energi mereka merasa lebih bangga dan lebih senang jika dibandingkan dengan cluster 1. Adanya pengetahuan serta informasi yang luas mendorong responden pada kelompok ini untuk cenderung membeli produk elektronik hemat energi secara berkelanjutan dan selalu mencari tahu apakah produk elektronik yang dibeli bisa menghemat energi listrik. Oleh karena itu peneliti memberikan label untuk responden pada cluster ini dengan istilah electrical energy saving oriented/berorientasi pada produk elektronik hemat energi. 3. Profil Cluster 3 (Selfish consumers) Karakteristik pada cluster ini berdasarkan jenis kelamin secara mayoritas adalah responden pria. Responden pada cluster ini cenderung menyukai kegiatan yang berhubungan dengan alam, cenderung tergantung dengan produk elektronik, cenderung mendukung kegiatan peduli lingkungan dan bersikap peduli dengan mematikan produk elektronik apabila tidak digunakan. Responden yang tergolong dalam cluster ini tidak memiliki pengaruh yang kuat untuk mengajak orang lain berperilaku sama dalam menghemat energi listrik. Kurangnya bentuk ajakan untuk keluarga membuat responden yang berada pada cluster ini tidak memiliki keinginan untuk mempengaruhi orang lain dalam melestarikan alam. Responden yang tergolong dalam cluster ini kurang mengikuti perkembangan mengenai produk elektronik hemat energi listrik sehingga kurang mendapat informasi mengenai produk elektronik hemat energi listrik dan kurang meyakini bahwa kondisi lingkungan di masa depan semakin memburuk. Kepribadian responden untuk cluster ini adalah mereka yang percaya diri namun sering memperkaya wawasan untuk dirinya sendiri. Responden yang berada dalam cluster ini kurang menyadari bahwa tiap individu harusnya berperan serta dalam menghemat energi listrik. Peneliti menyimpulkan bahwa minimnya informasi mengenai produk elektronik hemat energi yang diterima
kelompok ini dan pencarian informasi yang terbatas hanya untuk diri sendiri menjadi dasar peneliti untuk melabelkan cluster 3 sebagai individu yang egois/selfish. 4. Implikasi Penelitian Bagi kelompok konsumen yang menyukai informasi terbaru mengenai produk hemat energi listrik namun tidak tertarik secara berkelanjutan (sebagaimana ditampilkan dalam cluster 1), sebaiknya perusahaan menetapkan strategi perusahaan dengan memberikan nilai tambah/value creation pada produk elektronik hemat energi yang ditawarkan mengingat karakteristik konsumen pada cluster 1 merupakan kelompok yang ingin tahu/curious. Pemberian nilai tambah/value creation terdiri atas 4 P (Product, Place, Price, Promotion). Penulis menyarankan kepada perusahaan agar memberikan strategi pada produk seperti keuntungan yang diperoleh ketika menggunakan produk elektronik hemat energi jika dibandingkan dengan produk elektronik biasa, dimana saat ini kebutuhan listrik sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Strategi terhadap harga yang bisa disarankan kepada perusahaan adalah dengan melakukan pendekatan dalam menentukan harga yaitu market based pricing. Market based pricing merupakan strategi harga yang melihat posisi produk perusahaan di pasar. Perusahaan sebaiknya melakukan strategi market based pricing yang ditinjau dari perceived value pricing/menentukan harga dari kebutuhan konsumen/posisi pesaing atau menggunakan segmen pricing/menyesuaikan harga berdasarkan karakteristik segmen. Pada cluster 1, mayoritas tingkat pendapatan berada pada rentang Rp 3.000.000-Rp 4.999.999 sehingga penulis menyimpulkan perusahaan sebaiknya menawarkan produk elektronik hemat energi dengan harga yang terjangkau. Dari sisi place, perusahaan bisa melakukan distribusi intensif karena konsumen semakin aware dengan produk elektronik hemat energi listrik, kemudian dari sisi promotion perusahaan bisa memperkenalkan produk terlebih dahulu berupa iklan yang dikaitkan dengan media elektronik (media yang paling banyak diakses konsumen) sebelum peluncuran produk untuk mendorong rasa ingin tahu dari konsumen. Untuk kelompok konsumen yang suka berorientasi pada produk elektronik hemat 85
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
energi listrik secara berkelanjutan (sebagaimana ditampilkan dalam cluster 2), sebaiknya perusahaan menetapkan strategi perusahaan seperti di cluster 1 namun perusahaan sebaiknya mencari tahu dari mana sumber-sumber informasi yang diperoleh konsumen pada cluster ini dengan memilih media promosi yang tepat. Kelompok ini cenderung lebih cepat mencari informasi mengenai produk elektronik hemat energi listrik daripada konsumen di cluster 1. Penulis menyarankan kepada perusahaan sebaiknya menggunakan iklan yang mengandung rational appeal karena karakteristik konsumen pada cluster ini lebih memiliki kesadaran mengenai kondisi lingkungan saat ini dibandingkan dengan cluster 1. Dewasa ini, perkembangan media elektronik yang pesat seperti internet dapat mendukung perusahaan untuk menawarkan produknya ke konsumen melalui website yang menarik atau melakukan promosi di media jejaring sosial untuk menarik konsumen dan tertarik untuk melakukan keputusan pembelian dengan adanya info dan penawaran menarik yang dapat menguntungkan konsumen. Terhadap kelompok konsumen yang suka memperhatikan kepentingan diri sendiri (sebagaimana ditampilkan dalam cluster 3), sebaiknya perusahaan menawarkan produk elektronik hemat energi yang bisa dinikmati secara individu mengingat karakteristik konsumen pada cluster ini lebih suka memperhatikan diri sendiri daripada orang lain. Perusahaan sebaiknya melakukan pendekatan yang bersifat personal seperti customized targeting strategy. 5. Simpulan Hasil penelitian menemukan bahwa terdapat persamaan profil konsumen antara ketiga cluster, dimana mayoritas konsumen berada pada rentangan usia 41-50 tahun dengan tingkat pendidikan terakhir sarjana (S1). Hasil penelitian untuk tiap cluster dapat dirangkum sebagai berikut a. Kelompok konsumen yang berada dalam cluster 1 (The Curious) memiliki karakteristik suka mempengaruhi orang lain dan cenderung menyukai perkembangan produk elektronik hemat energi listrik. Perkembangan informasi yang senantiasa dicaritahu oleh kelompok 86
b.
c.
konsumen ini membuat mereka menyadari mengenai kondisi lingkungan dan bangga ketika menggunakan produk elektronik hemat energi. Kelompok konsumen yang berada dalam cluster 2 (The Energy-Saving-Oriented) memiliki karakteristik yang hampir sama dengan cluster 1 namun memiliki sikap yang jauh lebih peduli dibandingkan dengan cluster 1. Aspek yang paling menonjol adalah konsumen pada cluster 2 memiliki akses informasi yang lebih tinggi mengenai produk elektronik hemat energi listrik. Adanya pengetahuan serta informasi yang luas mendorong responden pada kelompok ini untuk cenderung membeli produk elektronik hemat energi secara berkelanjutan dan selalu mencari tahu apakah produk elektronik yang dibeli bisa menghemat energi listrik. Kelompok konsumen yang berada dalam cluster 3 (The Selfish) memiliki karakteristik tidak memiliki pengaruh yang kuat untuk mengajak orang lain menghemat energi listrik. Konsumen pada cluster ini lebih suka memperhatikan diri sendiri seperti memperkaya wawasan untuk dirinya sendiri, namun kurang menyadari bahwa setiap orang seharusnya turut berperan serta dalam menghemat listrik.
6. Keterbatasan Penelitian dan Saran bagi Penelitian Selanjutnya Peneliti menggunakan satu responden dalam tiap rumah tangga dikarenakan keterbatasan waktu dan biaya. Responden yang ditunjuk merupakan responden yang dianggap mewakili dalam 1 rumah tangga (merupakan pemegang peranan dalam pengambilan keputusan produk elektronik yang digunakan secara bersama di rumah tangga). Oleh karena itu, hasil penelitian ini mungkin tidak dapat merefleksikan pendapat masing-masing individu anggota rumah tangga secara rinci. Penelitian selanjutnya dapat melakukan pembagian kuesioner kepada responden yang terdiri dari seluruh anggota keluarga (dengan ketentuan minimal usia responden adalah 17 tahun karena pada usia tersebut seseorang diasumsikan dapat berpikir secara dewasa) sehingga besaran angka untuk
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
mengukur variabel tingkat penggunaan listrik pada tiap produk elektronik dan banyaknya produk elektronik dalam 1 rumah tangga menjadi lebih rinci dan akurat.
DAFTAR PUSTAKA Arifin, Zainul. (2012). Analysis of Green Marketing Strategy on Real Estate Company to Achieve Competitive Advantage: A Case Study of Ijen Nirwana Residence, Malang, East Java. International Journal of Academic Research Vol. 4 No. 1 January, 145-49. Diunduh dari http://www.ijar.lit.az/pdf/15/2012(15A24).pdf Ariyani, Ni Wayan Sri, I Putu Gde Sukaatmadja, dan Nym Dayuh Rimbawan. (2009). Analysis Positioning of Notebook Produced By Hewlett Packard (HP) in Bali Province. Teknologi Elektro Vol. 8 No. 2 Juli-Desember, 99108. Diunduh dari http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/sri_16_. pdf Bui, My.H. (2005). Environmental Marketing: A Model of Consumer Behavior. Proceedings of The Annual Meeting of The Association of Collegiate Marketing Educators, 20-28. Diunduh dari http://www.sbaer.uca.edu/research/acme/ 2005/04.pdf Burns, Lvin C dan Ronald F Bush. (2006). Marketing Research Fifth Edition. New Jersey, USA: Pearson Education. Busnawir. (n.d.). Penentuan Sampel dalam Penelitian. Diunduh dari http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/161 096267.pdf Churhill, Gilbert A. (2005). Dasar-dasar Riset Pemasaran Edisi Keempat Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Diamantopoulos, Adamantios, Bodo B. Schlegelmilch, Rudolf R. Sinkovics, dan Greg M. Bohlen. (2003). Can Socio-
Demographics Still Play A Role in Profiling Green Consumers? A Review of the Evidence and An Empirical Investigation. Journal of Business Research 56, 465-480. Diunduh dari Science Direct Database Goenawan, Felicia. (2008). Nilai dan Gaya Hidup Masyarakat di dalam Media. Jurnal Ilmiah SCRIPTURA, Vol. 2 No. 2, Juli, 183-190. Diunduh dari http://puslit.petra.ac.id/journals/pdf.php?P ublishedID=IKO08020208 Harsanto, Samudin dan Surjani, Agus Tri. (2013). Statistik Listrik 2011-2013. Badan Pusat Statistik Indonesia. Jakarta. Hidayani, Sari Dewi dan Syafrizal. (2008). Analisis Segmentasi, Targeting, dan Positioning Program Pendidikan Magister (Studi Pada Institusi Penyelenggara MM di Kota Padang). Jurnal Lipi Vol. 13 No. 2, November, 298-305. Diunduh dari http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/132 08298305.pdf Jaolis, Ferry. (2011). Profil Green Consumers Indonesia: Identifikasi Segmen dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pembelian Green Products. Jurnal Mitra Ekonomi dan Manajemen Bisnis Vol. 2 No. 1, April, 115-136. Diunduh dari http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.ph p/idei/article/viewFile/18195/18082 Kasali, Renald. (2005). Membidik Pasar Indonesia (Segmenting, Targeting, dan Positioning). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Kinnear, Thomas C dan James R. Taylor. (2002). Riset Pemasaran Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Kotler, Philip dan Gary Amstrong. (2008). Prinsip-Prinsip Pemasaran Edisi 12 Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Kunto, Yohanes Sondang dan Inggried Kurniawan Khoe. Analisis Pasar Pelanggan Pria Produk Facial Wash di Kota Surabaya. Jurnal Manajemen 87
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
Pemasaran Vol. 2 No. 1 April, 21-30. Diunduh dari http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/210 72130.pdf Setiadi, Nugroho. (2003). Perilaku Konsumen. Jakarta: Prenada. Rex, Emma dan Henrikke Baumann. (2007). Beyond Ecolabels: What Green Marketing Can Learn From Conventional Marketing. Journal of Cleaner Production 15, 567-576. Diunduh dari Science Direct Database Schiffman, L.G dan Kanuk,L.L. (2007). Consumer Behavior (9th ed). New Jersey: Prentice Hall. Straughan, Robert D dan James A Roberts. (1999). Environmental Segmentation Alternatives: A Look At Green Consumer Behavior in The New Millenium. Journal of Consumer Marketing Vol. 16 No. 6, 558-575. Diunduh dari Emerald Insight Database Suliyanto. (2005). Analisis Data dalam Aplikasi Pemasaran. Bogor: Ghalia Indonesia. Supranto, J.(2010). Analisis Multivariat Arti dan Interpretasi. Jakarta: Rineka Cipta. Tjahjaningsih, Endang. (2007). Penggunaan Strategi Lingkungan Kompetitif dalam Pemasaran Lingkungan. Jurnal Fokus Ekonomi (FE) Desember, 188-197. Diunduh dari http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/630 7188197.pdf Vlosky, Richard P, Lucie K Ozanne, dan Renee J Fontenot. (1999). A Conceptual
88
Model of US Consumer Willingness-ToPay For Environmentally Certified Wood Products. Journal of Consumer Marketing Vol. 16 No. 2, 122-136. Diunduh dari Emerald Insight Database Vyncke, Patrick. 2002. Lifestyle Segmentation: From Attitudes, Interests and Opinions, to Values, Aesthetic Styles, Life Visions and Media Preferences. European Journal of Communication, Vol 17 (4): 445-463. London, Thousand Oaks, CA dan New Delhi: SAGE Publications. Diunduh dari http://www.udec.edu.mx/BibliotecaInvest igacion/Documentos/2009/Julio/Comunic aci%F3n%20Lifestyle%20Segmentation %20From%20Attitudes,%20Interests%20 and%20Opinions,%20to%20Values,%20 Aesthetic%20Styles,%20Life%20Visions %20and%20Media%20Preferences.pdf VTT Technical Research Centre of Finland. (2010). Green Electronic [AdobeAcrobatDocument]. Diunduh dari http://www.vtt.fi/files/events/Green_VTT _esitykset_071010/8_Palve_VTT_Green_ electronics.pps.pdf WWF Indonesia. (2006). Hemat Listrik Bukan Sekedar Hemat Biaya. 23 Juli 2006. http://www.wwf.or.id Yaacob, Mohd Rafi dan Azman Zakaria. (n.d.). Customers’ Awareness, Perception and Future Prospects of Green Products in Pahang, Malaysia. The Journal of Commerce Vol. 3 No. 2, 1-10. Hailey College of Commerce, University of The Punjab, Pakistan. Diunduh dari http://joc.hcc.edu.pk/articlepdf/joc_3_2_0 1_10.pdf
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
Tabel 1. Tipologi Green Customers menurut Ogilvy dan Mather Persentase 16%
Tipe konsumen Aktivis/Activists
Karakteristik Lebih suka untuk membeli produk dan jasa ramah lingkungan 34% Realis/Realists Khawatir mengenai lingkungan tetapi raguragu dalam pihak lingkungan yang populer 28% Orang yang puas dengan Melihat solusi dari permasalahan orang dirinya sendiri/Complacents lain 22% Orang asing/Alienated Tidak peduli dengan pokok permasalahan lingkungan dan melihat pokok permasalahan lingkungan sebagai hal yang bersifat sementara. Sumber: Ogily dan Mather (dalam Rex dan Baumman, 2007) Tabel 2. Tipe Profil Konsumen Sadar Lingkungan di Amerika Serikat Tipe
Persentase Deskripsi Populasi True-blue greens 11 Konsumen yang memimpin dalam pergerakan lingkungan, merupakan tipe konsumen yang memiliki pendapatan dan pendidikan yang lebih. Greenback 11 Konsumen yang memiliki kemauan untuk membayar lebih greens produk-produk lingkungan yang dapat diterima, memiliki persamaan dengan true-blues, mayoritas memiliki pendidikan lebih tinggi, tetapi sangat sibuk untuk mengubah gaya hidup mereka untuk mengakomodasi kepedulian lingkungan. Sprouts 26 Konsumen yang memiliki pendidikan yang baik dan pendapatan yang tinggi cenderung mengatur gaya hidup merekadalam merefleksikan kepercayaan lingkungan. Sebagai “swing” grup, pendapat mereka penting bagi pengusaha-pengusaha pabrik dan pengembangan ekonomis. Grousers 24 Konsumen yang memiliki pendapatan di bawah rata-rata dan pendidikan yang rendah yang memiliki kesibukan untuk melakukan sesuatu terhadap lingkungan. Basic browns 28 Konsumen yang memiliki tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan terendah, yang mempercayai bahwa sedikit individu berusaha terhadap lingkungan, sehingga mereka tidak melakukan usaha apapun terhadap lingkungan. Sumber: Vlosky, Ozanne, dan Fontenot (1999) Tabel 3. Dimensi Gaya Hidup Berdasarkan Activity, Interest, dan Opinion (AIO) Aktivitas Pekerjaan Hobi Acara-acara sosial Liburan Hiburan Keanggotaan klub Masyarakat Belanja Olahraga Sumber: Churchill, (2005, p.288)
Minat Keluarga Rumah Pekerjaan Masyarakat Rekreasi Busana Makanan Media Prestasi
Pendapat Mereka sendiri Masalah sosial Politik Bisnis Ekonomi Pendidikan Produk Masa depan Budaya
89
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
Tabel 4. Profil Responden No 1
2
3
4
5
90
Variabel Jenis kelamin a. Pria b. Wanita Total Usia a. 17-23 tahun b. 24-30 tahun c. 31-40 tahun d. 41-50 tahun e. ≥51 tahun Total Tingkat pendapatan per bulan a. ≤ Rp 999.999 b. Rp 1.000.000-Rp 2.999.999 c. Rp 3.000.000-Rp 4.999.999 d. Rp 5.000.000-Rp 6.999.999 e. Rp 7.000.000-Rp 8.999.999 f. ≥ Rp 9.000.000 Total Tingkat pendidikan terakhir yang sudah ditempuh a. SMA b. Diploma (D1/D3) c. Sarjana (S1) d. Pascasarjana (S2/S3) Total Status dalam keluarga a. Suami b. Istri c. Anak d. Menantu e. Saudara di luar keluarga kandung f. Lajang Total
Banyaknya Responden
Persen
83 67 150
55,3 44,7 100
18 21 47 46 18 150
12 14 31,3 30,7 12 100
6 27 52 37 20 8 150
4 18 34,7 24,7 13,3 5,3 100
41 17 73 19 150
27,3 11,3 48,7 12,7 100
64 53 20 4 5 4 150
42,7 35,3 13,3 2,7 3,3 2,7 100
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
Tabel 5. Final Cluster Centers
A1 A3 A4 A5 M1 M2 M3 M4 M5 O1 O2 O3 O4 O5 K1 K2 K4 K5 AF1 AF2 AF3 KG1 KG2 KG3 KG4 KN1 KN2
1 3,45 4,00 3,61 3,69 3,57 3,35 3,61 3,55 3,61 3,94 3,71 3,67 3,29 3,59 3,49 3,49 3,45 3,78 3,31 3,57 3,20 3,80 3,67 3,92 4,02 2,71 3,04
Cluster 2 3,91 3,84 3,95 4,30 4,16 3,54 3,97 3,86 4,08 4,40 4,23 4,15 3,67 3,84 4,09 4,08 3,88 4,14 4,02 4,31 3,89 4,43 4,06 4,18 4,54 3,80 3,86
3 3,67 3,67 3,83 4,17 2,83 1,67 2,00 3,17 2,50 2,50 2,00 1,83 3,00 2,33 4,17 3,83 3,83 4,17 3,33 3,83 3,67 3,17 2,50 3,33 3,83 3,83 3,50
91
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
Tabel 6. ANOVA
A1 A3 A4 A5 M1 M2 M3 M4 M5 O1 O2 O3 O4 O5 K1 K2 K4 K5 AF1 AF2 AF3 KG1 KG2 KG3 KG4 KN1 KN2 KN3
Cluster Mean Square 3.550 .580 1.886 6.245 9.385 9.951 11.887 2.575 9.322 12.115 16.457 17.117 3.109 6.813 6.092 5.641 3.087 2.148 8.801 9.230 7.988 9.583 8.444 2.774 5.201 20.077 11.114 14.043
df 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Error Mean Square .852 .680 .719 .662 .666 .831 .783 .698 .668 .535 .632 .749 .852 1.063 .700 .721 .729 .698 .900 .512 .778 .528 .806 .700 .510 .657 .766 .605
df 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147
Tabel 7. Jumlah Responden Tiap Cluster Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3 Valid Missing
92
51 93 6 150 0
F
Sig.
4.166 .853 2.622 9.427 14.088 11.980 15.186 3.688 13.964 22.657 26.056 22.862 3.649 6.409 8.703 7.819 4.234 3.077 9.781 18.019 10.274 18.137 10.479 3.962 10.203 30.571 14.509 23.207
.017 .428 .076 .000 .000 .000 .000 .027 .000 .000 .000 .000 .028 .002 .000 .001 .016 .049 .000 .000 .000 .000 .000 .021 .000 .000 .000 .000
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
Tabel 8. Crosstab Jenis Kelamin dengan Tiap-Tiap Cluster 1 Pria
Wanita
Jenis kelamin
Total
Count % Within jenis kelamin % within Cluster % of Total Count % Within jenis kelamin % within Cluster % of Total Count % Within jenis kelamin % within Cluster % of Total
25 30.1% 49.0% 16.7% 26 38.8% 51.0% 17.3% 51 34.0% 100.0% 34.0%
Cluster Number of Case 2 3 53 5 63.9% 6.0% 57.0% 83.3% 35.3% 3.3% 40 1 59.7% 1.5% 43.0% 16.7% 26.7% .7% 93 6 62.0% 4.0% 100.0% 100.0% 62.0% 4.0%
Total 83 100.0% 55.3% 55.3% 67 100.0% 44.7% 44.7% 150 100.0% 100.0% 100.0%
Tabel 9. Crosstab Usia dengan Tiap-Tiap Cluster 1 17-23 tahun
24-30 tahun Usia 31-40 tahun
41-50 tahun
≥51 tahun
Total
Count % Within usia % within Cluster % of Total Count % Within usia % within Cluster % of Total Count % Within usia % within Cluster % of Total Count % Within usia % within Cluster % of Total Count % Within usia % within Cluster % of Total Count % Within usia % within Cluster % of Total
11 61.1% 21.6% 7.3% 7 33.3% 13.7% 4.7% 12 25.5% 23.5% 8.0% 14 30.4% 27.5% 9.3% 7 38.9% 13.7% 4.7% 51 34.0% 100.0% 34.0%
Cluster Number of Case 2 3 7 0 38.9% .0% 7.5% .0% 4.7% .0% 13 1 61.9% 4.8% 14.0% 16.7% 8.7% .7% 32 3 68.1% 6.4% 34.4% 50.0% 21.3% 2.0% 30 2 65.2% 4.3% 32.3% 33.3% 20.0% 1.3% 11 0 61.1% .0% 11.8% .0% 7.3% .0% 93 6 62.0% 4.0% 100.0% 100.0% 62.0% 4.0%
Total 18 100.0% 12.0% 12.0% 21 100.0% 14.0% 14.0% 47 100.0% 31.3% 31.3% 46 100.0% 30.7% 30.7% 18 100.0% 12.0% 12.0% 150 100.0% 100.0% 100.0%
93
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
Tabel 10. Crosstab Tingkat Pendapatan dengan Tiap-Tiap Cluster
≤ Rp 999.999
Rp 1.000.000-Rp 2.999.999 Tingkat pendapatan Rp 3.000.000-Rp 4.999.999
Rp 5.000.000-Rp 6.999.999
Rp 7.000.000-Rp 8.999.999
≥ Rp 9.000.000
Total
Sumber: Data primer diolah (2012).
94
1 Count % Within tingkat pendapatan % within Cluster % of Total Count % Within tingkat pendapatan % within Cluster % of Total Count % Within tingkat pendapatan % within Cluster % of Total Count % Within tingkat pendapatan % within Cluster % of Total Count % Within tingkat pendapatan % within Cluster % of Total Count % Withi tingkat pendapatan % within Cluster % of Total Count % Within tingkat pendapatan % within Cluster % of Total
Cluster Number of Case 2 3 Total 4 2 0 6
66.7%
33.3%
.0% 100.0%
7.8% 2.7% 10
2.2% 1.3% 15
37.0%
55.6%
19.6% 6.7% 19
16.1% 10.0% 31
36.5%
59.6%
37.3% 12.7% 14
33.3% 20.7% 22
37.8%
59.5%
27.5% 9.3% 4
23.7% 14.7% 16
20.0%
80.0%
.0% 100.0%
7.8% 2.7% 0
17.2% 10.7% 7
.0% .0% 1
.0%
87.5%
.0% .0% 51
7.5% 4.7% 93
34.0%
62.0%
.0% .0% 2
4.0% 4.0% 27
7.4% 100.0% 33.3% 1.3% 2
18.0% 18.0% 52
3.8% 100.0% 33.3% 1.3% 1
34.7% 34.7% 37
2.7% 100.0% 16.7% .7% 0
24.7% 24.7% 20
13.3% 13.3% 8
12.5% 100.0% 16.7% .7% 6
5.3% 5.3% 150
4.0% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 34.0% 62.0% 4.0% 100.0%
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
Tabel 11. Crosstab Tingkat Pendidikan dengan Tiap-Tiap Cluster 1 SMA
Tingkat pendidikan
Count % Within tingkat pendidikan % within Cluster % of Total Diploma Count (D1/D3) % Within tingkat pendidikan % within Cluster % of Total Sarjana (S1) Count % Within tingkat pendidikan % within Cluster % of Total Pascasarjana Count (S2) % Within tingkat pendidikan % within Cluster % of Total Total Count % Within tingkat pendidikan % within Cluster % of Total
Cluster Number of Case 2 3 Total 18 21 2 41
43.9%
51.2%
4.9%
100.0%
35.3% 12.0% 8
22.6% 14.0% 9
33.3% 1.3% 0
27.3% 27.3% 17
52.9%
.0%
100.0%
15.7% 5.3% 20
9.7% 6.0% 50
.0% .0% 3
11.3% 11.3% 73
27.4%
68.5%
4.1%
100.0%
39.2% 13.3% 5
53.8% 33.3% 13
50.0% 2.0% 1
48.7% 48.7% 19
26.3%
68.4%
5.3%
100.0%
9.8% 3.3% 51
14.0% 8.7% 93
16.7% .7% 6
12.7% 12.7% 150
34.0%
62.0%
4.0%
100.0%
100.0% 34.0%
100.0% 62.0%
100.0% 4.0%
100.0% 100.0%
Tabel 12. Rangkuman Hasil Analisis Segmentasi Pasar Butir pertanyaan
Jenis kelamin Usia Tingkat pendapatan Pendidikan terakhir Aktivitas 1: suka kegiatan alam Aktivitas 3: tergantung dengan produk elektronik ketika bekerja/beraktivitas Aktivitas 4: mendukung kegiatan peduli lingkungan
Segmen 1 Curious Consumers
Rp 3.000.000-Rp 4.999.999 Sarjana (S1) Cenderung menyukai kegiatan alam Tergantung dengan produk elektronik ketika bekerja/beraktivitas
Segmen 2 Energy-savingoriented Consumers Mayoritas responden pria 31-40 tahun dan 41-50 tahun Rp 3.000.000-Rp 4.999.999 Sarjana (S1) Cenderung menyukai kegiatan alam Cenderung tergantung dengan produk elektronik ketika bekerja/beraktivitas
Mayoritas responden pria 31-40 tahun dan 41-50 tahun Rp 1.000.000-Rp 2.999.999 Sarjana (S1) Cenderung menyukai kegiatan alam Cenderung tergantung dengan produk elektronik ketika bekerja/beraktivitas
Cenderung mendukung kegiatan peduli lingkungan
Cenderung mendukung kegiatan peduli lingkungan
Cenderung mendukung kegiatan peduli lingkungan
Responden pria dan wanita seimbang 41-50 tahun
Segmen 3 Selfish Consumers
95
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
Butir pertanyaan
Segmen 1 Curious Consumers
Aktivitas 5: mematikan produk elektronik jika tidak diperlukan Minat 1: mengajak keluarga untuk menghemat energi
Cenderung mematikan produk elektronik apabila tidak diperlukan Cenderung mengajak keluarga untuk menghemat energi
Minat 2: mempengaruhi orang lain untuk melestarikan alam Minat 3: mengikuti perkembangan produk elektronik hemat energi listrik Minat 4: berbelanja produk elektronik hemat energi listrik Minat 5: mendapatkan informasi produk elektronik hemat energi listrik dari media elektronik Opini 1: meyakini lingkungan di masa depan memburuk Opini 2: banyak perusahaan menawarkan inovasi elektronik hemat energi listrik
Cenderung mempengaruhi orang lain untuk melestarikan alam Cenderung mengikuti perkembangan produk elektronik hemat energi listrik Cenderung berbelanja produk elektronik hemat energi listrik Cenderung mendapatkan informasi produk elektronik hemat energi listrik dari media elektronik
Opini 3: banyak perusahaan berpromosi produk elektronik hemat energi listrik Opini 4: kampanye pemerintah tentang hemat energi listrik sudah baik Opini 5: pembatasan penggunaan listrik akan menganggu kegiatan ekonomi masyarakat 96
Cenderung meyakini lingkungan di masa depan memburuk Cenderung setuju bahwa banyak perusahaan menawarkan inovasi elektronik hemat energi listrik Cenderung setuju bahwa banyak perusahaan berpromosi produk elektronik hemat energi listrik Cenderung setuju apabila kampanye pemerintah tentang hemat energi listrik sudah baik Cenderung setuju apabila pembatasan penggunaan listrik akan menganggu kegiatan ekonomi masyarakat
Segmen 2 Energy-savingoriented Consumers Bersikap peduli dengan mematikan produk elektronik apabila tidak diperlukan Bersikap peduli dengan mengajak keluarga untuk menghemat energi Cenderung mempengaruhi orang lain untuk melestarikan alam Cenderung mengikuti perkembangan produk elektronik hemat energi listrik Cenderung berbelanja produk elektronik hemat energi listrik Selalu mendapatkan informasi produk elektronik hemat energi listrik dari media elektronik
Segmen 3 Selfish Consumers Bersikap peduli dengan mematikan produk elektronik apabila tidak diperlukan Kurang mengajak keluarga untuk menghemat energi Tidak ada keinginan mempengaruhi orang lain untuk melestarikan alam Kurang mengikuti perkembangan produk elektronik hemat energi listrik Cenderung berbelanja produk elektronik hemat energi listrik Kurang mendapatkan informasi produk elektronik hemat energi listrik dari media elektronik
Meyakini lingkungan di Kurang meyakini masa depan memburuk lingkungan di masa depan memburuk Setuju bahwa banyak Tidak setuju bahwa perusahaan banyak perusahaan menawarkan inovasi menawarkan inovasi elektronik hemat energi elektronik hemat energi listrik listrik Setuju bahwa banyak perusahaan berpromosi produk elektronik hemat energi listrik Cenderung setuju apabila kampanye pemerintah tentang hemat energi listrik sudah baik Cenderung setuju apabila pembatasan penggunaan listrik akan menganggu kegiatan ekonomi masyarakat
Sangat tidak setuju bahwa banyak perusahaan berpromosi produk elektronik hemat energi listrik Cenderung setuju apabila kampanye pemerintah tentang hemat energi listrik sudah baik Cenderung setuju apabila pembatasan penggunaan listrik akan menganggu kegiatan ekonomi masyarakat
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
Butir pertanyaan
Segmen 1 Curious Consumers Cenderung percaya diri
Segmen 2 Energy-savingoriented Consumers Percaya diri
Kepribadian 1: Orang yang percaya diri Kepribadian 2: mudah mendapat teman baru Kepribadian 4: menginstropeksi diri sendiri mengenai hal-hal yang bersifat buruk Kepribadian 5: memperkaya wawasan sendiri dengan mencari informasi baru Afektif 1: bangga ketika menggunakan produk elektronik hemat energi listrik Afektif 2: merasa senang turut mengurangi dampak lingkungan dengan menggunakan produk hemat energi listrik Afektif 3: memilih membeli produk hemat energi listrik daripada produk biasa Kognitif 1: percaya bahwa produk elektronik hemat energi listrik dapat mengurangi listrik Kognitif 2: menyadari bahwa tiap individu harusnya berperan serta dalam menghemat energi listrik Kognitif 3: menyadari bahwa jumlah persediaan energi listrik
Percaya diri
Cenderung mudah mendapat teman baru
Mudah mendapat teman baru
Cenderung mudah mendapat teman baru
Cenderung menginstropeksi diri
Cenderung menginstropeksi diri
Cenderung menginstropeksi diri
Cenderung memperkaya wawasan sendiri dengan mencari informasi baru
Sering memperkaya wawasan sendiri dengan mencari informasi baru
Sering memperkaya wawasan sendiri dengan mencari informasi baru
Cenderung bangga ketika menggunakan produk elektronik hemat energi listrik
Sering memiliki perasaan bangga ketika menggunakan produk elektronik hemat energi listrik Sering memiliki perasaan senang turut mengurangi dampak lingkungan dengan menggunakan produk hemat energi listrik
Cenderung bangga ketika menggunakan produk elektronik hemat energi listrik
Cenderung memilih membeli produk hemat energi listrik daripada produk biasa
Cenderung memilih membeli produk hemat energi listrik daripada produk biasa
Cenderung memilih membeli produk hemat energi listrik daripada produk biasa
Cenderung percaya bahwa produk elektronik hemat energi listrik dapat mengurangi listrik Cenderung menyadari bahwa tiap individu harusnya berperan serta dalam menghemat energi listrik
Sering percaya bahwa produk elektronik hemat energi listrik dapat mengurangi listrik Sering menyadari bahwa tiap individu harusnya berperan serta dalam menghemat energi listrik
Cenderung percaya bahwa produk elektronik hemat energi listrik dapat mengurangi listrik Kurang menyadari bahwa tiap individu harusnya berperan serta dalam menghemat energi listrik
Cenderung menyadari bahwa jumlah persediaan energi listrik terbatas
Sering menyadari bahwa tiap individu harusnya berperan serta dalam menghemat
Cenderung menyadari bahwa jumlah persediaan energi listrik terbatas
Cenderung senang turut mengurangi dampak lingkungan dengan menggunakan produk hemat energi listrik
Segmen 3 Selfish Consumers
Cenderung senang turut mengurangi dampak lingkungan dengan menggunakan produk hemat energi listrik
97
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
Butir pertanyaan
terbatas Kognitif 4: mengetahui ada sumber energi lain selain sumber energi listrik Konatif 1: membeli produk elektronik hemat energi listrik Konatif 2:tidak merasa keberatan untuk membayar lebih mahal produk elektronik hemat energi listrik Konatif 3: mencari tahu apakah produk elektronik yang dibeli bisa menghemat listrik
98
Segmen 1 Curious Consumers
Segmen 2 Energy-savingoriented Consumers energi listrik Sering mengetahui ada sumber energi lain selain sumber energi listrik
Cenderung mengetahui ada sumber energi lain selain sumber energi listrik
Kurang setuju untuk membeli produk elektronik hemat energi listrik Cenderung tidak merasa keberatan untuk membayar lebih mahal produk elektronik hemat energi listrik
Cenderung membeli produk elektronik hemat energi listrik
Cenderung membeli produk elektronik hemat energi listrik
Cenderung tidak merasa keberatan untuk membayar lebih mahal produk elektronik hemat energi listrik
Cenderung tidak merasa keberatan untuk membayar lebih mahal produk elektronik hemat energi listrik
Cenderung mencari tahu apakah produk elektronik yang dibeli bisa menghemat listrik
Selalu mencari tahu apakah produk elektronik yang dibeli bisa menghemat listrik
Cenderung mencari tahu apakah produk elektronik yang dibeli bisa menghemat listrik
Sering mengetahui ada sumber energi lain selain sumber energi listrik
Segmen 3 Selfish Consumers
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP HARGA SAHAM PERUSAHAAN PERBANKAN DI INDONESIA (Studi Empiris pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 - 2011) Sapto Bayu Aji Akademi Akuntansi YKPN Yogyakarta Email:
[email protected]
ABSTRACT CSR is a company's commitment to improve the well-being of the community through the wisdom business practices and contributions of resources of the company. The study aims to determine the impact of CSR which is expressed by spending funds on the reaction of investors in the capital market. This study examines whether the Corporate Social Responsibility (CSR) with several control variables has an influence on the company's financial performance. Financial performance is proxied with the company's stock price. Using data of annual financial statements and sustainability reports banking companies listed in Indonesia Stock Exchange from 2009 to 2011, the study reports that CSR has a relationship and positive effect on company's stock price. Keywords: Corporate Social Responsibility, Stock Price, and Banking.
PENDAHULUAN Sebuah Perusahaan tidak dapat mengabaikan permasalahan sosial dan lingkungan di dalam aktivitas bisnisnya, karena perusahaan merupakan bagian dari lingkup sosial dan lingkungan. Keberlanjutan perusahaan hanya akan terjamin apabila perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup. Bolanle, Adebiyi, dan Muyideen (2012) mengemukakan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan merupakan aset perusahaan, perusahaan dapat memperoleh keuntungan besar dalam hal reputasi perusahaan (corporate reputations) dan penciptaan nilai perusahaan (corporate value) pada generasi saat ini dan masa yang akan datang. Keuntungan besar adalah harapan dari setiap perusahaan, sehingga perusahaan selalu membuat keputusan untuk meningkatkan keuntungan dari waktu ke waktu, karena keuntungan yang diperoleh dapat digunakan untuk mengem-bangkan perusahaan sehingga dapat selalu bersaing
dengan perusahaan lain dan memberikan return kepada shareholder. Survei tentang hubungan CSR terhadap citra perusahaan telah dilakukan oleh tiga lembaga internasional independen dari tiga negara, yaitu Environics InternationalCanada; Conference Board-United States; dan Prince of Wales Business Leader ForumEngland. Survei dengan responden 25.000 konsumen di 23 negara tersebut menghasilkan 60% responden berpendapat bahwa tanggung jawab sosial perusahaan menjadi poin utama dalam menilai suatu perusahaan baik atau tidak, 40% responden memilih faktor fundamental bisnis sebagai alat untuk menilai perusahaan, seperti kinerja keuangan, ukuran perusahaan, strategi perusahaan, dan kinerja manajemen (Prastowo dan Huda, 2011). Keadaan tersebut didukung oleh pemerintah yang pada tanggal 20 Juli 2007 telah mengeluarkan UU No. 40 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) khususnya pasal 74 yang mewajibkan adanya tanggung jawab sosial perusahaan bagi perusahaan di Indonesia. 99
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
Undang-Undang tersebut mewajib-kan seluruh perusahaan yang berbentuk PT untuk melaksanakan tanggung jawab sosial terhadap lingkungan sekitar, tidak terkecuali perusahaan Perbankan. Meskipun tidak secara langsung memberikan dampak terhadap lingkungan, namun permasalahan yang muncul di sektor perbankan menjadi suatu keadaan yang dapat mempengaruhi tatanan global. Contoh kasus perbankan di Indonesia yang kemungkinan besar dapat mengakibatkan gejolak perekonomian dan masih dalam pembicaraan adalah kasus Bank Century pada tahun 2008. Keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menetapkan Bank Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemik pada tanggal 21 November 2008 menuai banyak pro dan kontra baik dari kalangan pemerintah sendiri maupun dari para ekonom dan mahasiswa. Menurut Perpu Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) berdampak sistemik adalah suatu kondisi sulit yang ditimbulkan oleh suatu Bank, LKBB, dan/atau gejolak pasar keuangan yang apabila tidak diatasi dapat menyebabkan kegagalan sejumlah Bank dan/atau LKBB lain sehingga menyebabkan hilangnya kepercayaan terhadap sistem keuangan dan perekonomian nasional. Penurunan tingkat kepercayaan masyarakat pada bank akan menimbulkan keinginan untuk menarik dana yang disimpan di bank. Salah satu upaya pemerintah dalam pencegahan dan penanganan situasi tersebut dengan mengeluarkan biaya penyelamatan sebesar 6,7 triliun rupiah untuk menyuntikkan dana ke Bank Century. Kasus tersebut membuat banyak pihak (termasuk para wakil rakyat di DPR) tersita perhatiannya pada masalah itu, sehingga mengakibatkan penanganan untuk permasalahan-permasalahan masyarakat (contoh: kemiskinan, kesehatan, pendidikan) sedikit terabaikan, keadaan inilah yang dikatakan dapat mempengaruhi tatanan global. Pada saat ini, pandangan para pemegang saham (shareholder) yang menekankan mengenai profitabilitas di atas tanggungjawab dan melihat perusahaan sebagai alat bagi pemiliknya telah berubah. Kesadaran para shareholder tentang pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan sudah sangat tinggi. Bagi para pemakai informasi keuangan khususnya para investor di pasar modal, informasi mengenai pelaksanaan CSR oleh perusahaan merupakan alternatif baru dalam 100
melakukan penilaian terhadap kinerja keuangan suatu emiten. Penelitian yang telah dilakukan oleh Bolanle, et al. (2012) menunjukkan bahwa CSR berkorelasi positif dan signifikan dengan kinerja keuangan. Implikasi dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Bolanle, et al. tersebut adalah kinerja keuangan perusahaan akan meningkat jika emiten melaksanakan CSR dengan jumlah dana yang reliable. Dengan demikian, investor yang rasional akan menggunakan CSR sebagai informasi penting dalam pengambilan keputusan investasi saham yang akan dilakukan. Hal ini mengingat bahwa pelaksanaan CSR merupakan salah satu alternatif perusahaan untuk meningkatkan corporate value yang pada akhirnya akan meningkatkan keuntungan perusahaan, sehingga investor yang rasional akan lebih memprioritaskan untuk menginvestasikan dananya pada perusahaan tersebut. Uraian di atas yang mengemukakan peran CSR dalam meningkatkan corporate value dan alternatif baru dalam melakukan penilaian terhadap kinerja keuangan suatu emiten, maka konteks tersebut menimbulkan pertanyaan apakah pelaksanaan CSR di perusahaan perbankan berhubungan dan berpengaruh terhadap kenaikan maupun penurunan harga saham perusahaan di pasar modal. Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan untuk memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. LANDASAN TEORI CSR merupakan sebuah tanggungjawab sosial yang tidak dapat dipandang sebelah mata oleh perusahaan dan juga merupakan strategi yang digunakan perusahaan untuk mengakomodasi kepentingan serta kebutuhan lingkungan sekitar-nya. Penerapan CSR akan dimulai sejak adanya kesadaran dari perusahaan bahwa keberlangsungan perusahaan dalam jangka waktu panjang lebih penting dibandingkan keuntungan (profit) perusahaan. Dari uraian tersebut, maka beberapa landasan teori yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Stakeholder Theory Teori stakeholder adalah suatu teori yang menekankan bahwa perusahaan merupakan sebuah sistem operasi pemegang saham yang
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
terkait dengan sistem yang lebih besar yaitu masyarakat yang menyediakan keperluan hukum dan infrastruktur pasar untuk kegiatan perusahaan. Tujuan dari perusahaan adalah untuk menciptakan kekayaan atau nilai pemegang saham dengan mengkonversi saham mereka ke dalam barang dan jasa (Clarkson, 1994). Stakeholder merupakan individu atau kelompok yang dipengaruhi oleh tercapainya tujuan-tujuan organisasi dan dapat mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan organisasi tersebut (Freeman, 2004). Duran dan Radojicic (2004) berpendapat bahwa yang berperan sebagai stakeholder adalah pemegang saham, tenaga kerja, pemasok, bank, pelanggan, pemerintah, dan komunitas yang memegang peranan penting dalam organisasi. Oleh karena itu perusahaan harus memperhitungkan semua kepentingan dan nilai-nilai dari para stakeholdernya. Karsberg dan Persson (2005) berpendapat bahwa masyarakat dan media merupakan stakeholder terpenting bagi perusahaan. Masyarakat dapat memberikan penilaian secara langsung terhadap kinerja perusahaan, sedangkan media memiliki kekuatan untuk meng-komunikasikan atau membeberkan informasi mengenai keadaan perusahaan, apakah dalam keadaan baik atau malah dalam keadaan buruk. Stakeholder merupakan seluruh subyek yang berpartisipasi dan berkontribusi pada aktivitas perusahaan serta yang sangat peduli dengan segala keputusan yang diambil perusahaan (Biscaccianti, 2003). Stakeholder merupakan individu atau kelompok yang memiliki kepentingan dan dapat pula mempengaruhi jalannya operasional organisasi (Savage, et al., 1991). Uraian di atas menunjukkan bahwa stakeholder merupakan bagian yang tidak dapat dikesampingkan oleh perusahaan. Keadaan tersebut sesuai dengan teori stakeholder yang mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri namun harus mampu memberkan manfaat bagi stakeholder-nya. Oleh karena itu, keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder perusahaan tersebut (Ghozali dan Chariri, 2007).
2. Legitimacy Theory Teori legitimasi adalah suatu keadaan atau status yang ada ketika suatu sistem nilai perusahaan sejalan dengan sistem nilai dari sistem sosial yang lebih besar dimana perusahaan merupakan bagiannya. Pada saat kedua sistem tersebut selaras, kondisi legitimasi perusahaan juga akan terjaga. Namun, apabila terdapat suatu perbedaan antara kedua sistem nilai tersebut, maka akan menimbulkan ancaman terhadap legitimasi perusahaan (Ghozali dan Choriri, 2007). Organisasi bisnis, baik yang berskala kecil maupun yang berskala besar akan berusaha untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat luas akan eksistensinya sehingga legitimasi masyarakat dapat diperoleh. Legitimasi masyarakat merupakan faktor strategis bagi organisasi untuk mengembangkan perusahaan di masa yang akan datang, mengingat bahwa legitimasi merupakan keadaan psikologi keberpihakan orang dan kelompok orang yang sangat peka terhadap gejala lingkungan sekitarnya baik fisik maupun yang non fisik (O’Donovan, 2002). Organisasi bisnis berusaha untuk menciptakan keselarasan antara nilai-nilai yang melekat pada aktivitas bisnisnya dengan norma-norma perilaku yang ada dalam sistem sosial masyarakat, yang mana organisasi juga merupakan bagian dari sistem tersebut. Selama kedua sistem nilai tersebut selaras, kita dapat melihat hal tersebut sebagai legitimasi perusahaan. Ketika ketidakselarasan aktual atau potensial terjadi diantara kedua sistem tersebut, maka akan ada ancaman terhadap legitimasi perusahaan (Van der Laan, 2009). Ghozali dan Choriri (2007) juga mendefinisikan teori legitimasi merupakan suatu keadaan atau status yang ada ketika suatu sistem nilai perusahaan sejalan dengan sistem nilai dari sistem sosial yang lebih besar dimana perusahaan merupakan bagiannya. Pada saat kedua sistem tersebut selaras, kondisi legitimasi perusahaan juga akan terjaga. Namun, apabila terdapat suatu perbedaan antara kedua sistem nilai tersebut, maka akan menimbulkan ancaman terhadap legitimasi perusahaan. Legitimasi merupakan kondisi yang sangat diharapkan setiap organisasi (perusahaan), sehingga perusahaan akan berusaha dari 101
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
waktu ke waktu untuk dapat menyelaraskan dengan sistem sosial di sekitarnya. Karena dengan hancurnya legitimasi perusahaan, maka lambat laun menyebabkan keberadaan (eksistensi) perusahaan juga akan berakhir. Barkemeyer (2007) mengungkapkan bahwa penjelasan tentang kekuatan teori legitimasi organisasi dalam konteks tanggung jawab sosial perusahaan di negara berkembang terdapat dua hal; pertama, kapabilitas untuk menempatkan motif maksimalisasi keuntungan membuat gambaran lebih jelas tentang motivasi perusahaan memperbesar tanggung jawab sosialnya; kedua, legitimasi organisasi dapat untuk memasukkan faktor budaya yang membentuk tekanan institusi yang berbeda. Uraian di atas menekankan dan memaparkan bahwa teori legitimasi merupakan salah satu teori yang mendasari pelaksanaan program CSR. Program tanggung jawab sosial perusahaan dilakukan untuk mendapatkan nilai positif dan legitimasi dari masyarakat. Artinya, dengan mekanisme tata kelola dan profitabilitas yang memadai, perusahaan tetap akan mendapatkan keuntungan positif, yaitu mendapat-kan legitimasi dari masyarakat yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan keuntungan perusahaan di waktu yang akan datang. Corporate Social Responsilbility (CSR) Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) telah mulai dikenal sejak tahun 1970-an dengan berbagai macam definisi dari setiap peneliti, tidak ada definisi CSR secara universal yang dianggap sebagai standar definisi umum. Setiap organisasi mempunyai kerangka definisi yang berbeda mengenai CSR, tetapi cenderung memiliki kesepakatan yang sama mengenai ruang lingkupnya. Ioannou dan Serafeim (2010) mengemukakan bahwa CSR merupakan suatu kerangka tindakan yang menekankan pada empat (4) komponen utama: tanggung jawab ekonomik kepada investor dan konsumen, tanggung jawab hukum kepada pemerintah dan aturan yang berlaku, tanggung jawab yang bersifat etis kepada masyarakat, dan tanggung jawab kepada komunitas. Kotler dan Lee (2005) mendifinisikan CSR sebagai suatu komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas melalui kebijaksanaan praktek bisnis dan kontribusi 102
sumber daya dari perusahaan. CSR didefinisikan ISO 26000 sebagai tanggung jawab organisasi terhadap dampak dari keputusan serta pelaksanaannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan yang berkelanjutan dan kesejah-teraan masyarakat, dan tindakan ini di-lakukan dengan mempertimbangkan harapan stakeholder, sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional, serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh. Ambadar (2008), CSR didefinisikan sebagai komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan, melalui kerjasama dengan para karyawan serta perwakilan mereka, keluarga mereka, komunitas setempat maupun masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas kehidupan dengan cara yang bermanfaat baik bagi bisnis maupun untuk pembangunan. Dari berbagai macam definisi CSR tersebut, secara umum CSR melingkupi tata kelola perusahaan terkait dengan komitmen aktivitas bisnis perusahaan untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dengan menitikberatkan pada keseimbangan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan disekitarnya (seperti masalah kemiskinan, perburuhan, hak asasi manusia, dan isu-isu lingkungan hidup). Konsekuensi yang akan diterima perusahaan cukup berat, mengingat bahwa masyarakat merupakan sumber daya manusia, sumber daya alam, dan konsumen dari produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan. Keadaan ini memaksa perusahaan perlu untuk melaksanakan tanggung jawab sosialnya dengan baik, agar terbentuk hubungan yang positif dengan masyarakat maupun stakeholder yang lain. Perumusan Hipotesis Pengeluaran dana CSR secara langsung akan meningkatkan (menambah) pembiayaan yang harus ditanggung perusahaan. Peningkatan biaya perusahaan pada akhirnya akan mengurangi profit perusahaan. Profit yang semakin kecil dari suatu perusahaan secara umum akan mengakibatkan kurangnya ke-tertarikan investor untuk meng-investasikan dananya. Hal ini akan menyebabkan penurun-
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
an pembelian saham perusahaan. Namun menurut Bolanle et.al. (2012) tanggung jawab sosial perusahaan akan meningkatkan reputasi perusahaan dan nilai perusahaan. Peningkatan reputasi dan nilai perusahaan akan meningkatkan kepercayaan nasabah terhadap perusahaan perbankan, sehingga pada akhirnya profitabilitas juga akan meningkat. Kenaikan profitabilitas akan meningkatkan ketertarikan para investor untuk menanamkan dananya pada perusahaan. Semakin banyak investor yang berinvestasi maka harga saham perusahaan semakin meningkat, hal ini mengingat adanya hukum permintaan dan penawaran dalam ilmu ekonomi. Sehingga pengeluaran dana perusahaan dalam rangka pelaksanaan CSR akan meningkatkan ketertarikan investor di dalam menginvestasikan dananya melalui pembelian saham perusahaan. Dalam penelitiannya, Bolanle, et al. (2012) meneliti tentang hubungan antara corporate social responsibility dan kinerja keuangan di industri perbankan di Nigeria – studi kasus pada First Bank of Nigeria. Sumber data menggunakan laporan keuangan tahunan dari periode tahun 2001 – 2010 sebagai bahan perhitungan eksperimen. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang positif (+) antara pengeluaran dana untuk CSR dan kinerja keuangan bank. Hasil serupa juga didapatkan dari penelitian Orlitzky, Schmidt, dan Rynes (3003) yang mengungkapkan bahwa antara CSR dan kinerja keuangan terdapat hubungan yang sangat kuat. Namun hasil tersebut tidak didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Tjia dan Setiawati (2012). Tjia dan Setiawati (2012) meneliti tentang pengaruh pengungkapan CSR terhadap nilai perusahaan – Studi empiris pada industri perbankan di Indonesia. Sampel penelitian menggunakan perusahaan perbankan yang listing di BEI pada periode 2008 – 2010 dengan jumlah 21 perusahaan. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa pengungkapan CSR tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Dari uraian tersebut maka rumusan hipotesis adalah sebagai berikut: H1: Corporate Social Responsibility berhubungan positif dengan harga saham perusahaan perbankan di Indonesia. Survei tentang hubungan CSR terhadap citra perusahaan yang dilakukan oleh tiga lembaga internasional independen dari tiga
negara menghasilkan 60% responden berpendapat bahwa tanggung jawab sosial perusahaan menjadi poin utama dalam menilai suatu perusahaan baik atau tidak, 40% responden memilih faktor fundamental bisnis sebagai alat untuk menilai perusahaan, seperti kinerja keuangan, ukuran perusahaan, strategi perusahaan, dan kinerja manajemen (Prastowo dan Huda, 2011). Hasil survei tersebut didukung oleh penelitian Weshah, Dahiyat, Awwad, dan Hajjat. (2012) yang meneliti tentang pengaruh CSR pada kinerja keuangan perusahaan – Studi kasus pada perusahaan perbankan di Yordania. Sampel penelitian menggunakan perusahaan perbankan yang terdaftar di bursa efek Yordania dan sumber data yang digunakan adalah laporan keuangan di tahun 2011. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa CSR berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan pada perusahaan perbankan di Yordania. Hasil tersebut juga didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Cellier dan Chollet (2010). Namun hasil penelitian tersebut berkebalikan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kamal (2013). Kamal (2013) meneliti tentang pengaruh CSR pada kinerja keuangan perusahaan – Studi kasus pada perusahaan perbankan di Mesir. Sampel penelitian menggunakan perusahaan perbankan yang beroperasi di Mesir dan sumber data yang digunakan adalah laporan keuangan dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2011. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa CSR berhubungan negatif terhadap kinerja keuangan yang diukur dengan profitabilitas pada perusahaan perbankan di Mesir. Berdasarkan uraian tersebut maka rumusan hipotesis adalah sebagai berikut: H2: Corporate Social Responsibility berpengaruh positif terhadap harga saham perusahaan perbankan di Indonesia.
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan data sekunder. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan periode penelitian tahun 2009 - 2011. Sampel penelitian dipilih dengan menggunakan metode purpose sampling.
103
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
Definisi Operasional Variabel Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen, variabel dependen, dan variabel kontrol. 1. Variabel Independen (Independent Variable) dalam penelitian ini adalah Corporate Social Responsibility yang dalam penelitian ini disimbolkan CSR. Sampai dengan saat ini, sebagian besar penelitian mengenai tanggung jawab sosial perusahaan masih menitik-beratkan laporan kegiatan CSR perusahaan dengan mengacu pada Global Reporting Initiative (GRI) sebagai data yang digunakan dalam penelitian, tetapi masih belum banyak yang menggunakan nilai nominal sesungguhnya dari pengeluaran yang telah dilakukan perusahaan untuk program CSR sebagai data dalam penelitian. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha untuk menguji sejauh mana kepedulian perusahaan terhadap sosial dan lingkungan dengan menggunakan nilai nominal sesungguhnya yang dikeluarkan perusahaan dalam rangka pelaksanaan program-program CSR sebagai data yang digunakan dalam penelitian. Pengambilan data dari jumlah dana yang dikeluarkan perusahaan untuk program CSR dalam penelitian ini dilakukan secara non repeated pada laporan keuangan tahunan atau sustainability report perusahaan (artinya hanya mengambil satu informasi mengenai jumlah dana yang dikeluarkan perusahaan dari informasi yang tertuang pada laporan keuangan tahunan perusahaan atau sustainability report perusahaan). Variabel CSR diukur dengan LOG nilai nominal pengeluaran dana yang dilakukan perusahaan untuk program CSR. 2. Variabel Dependen (Dependent Variable) dalam penelitian ini adalah harga saham dari perusahaan yang disimbolkan SP (stock price). SP merupakan harga dari saham di pasar bursa pada saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar (Jogiyanto, 2010). Variabel SP yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga saham saat penutupan pada tanggal 31 Desember. 3. Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah laba per lembar saham/earning per 104
share (EPS), laba bersih/earning after tax (EAT), dan price earning ratio (PER). EPS merupakan rasio yang bermanfaat untuk mengukur besarnya laba yang dapat dihasilkan dan berpotensi untuk dibagikan sebagai dividen kepada setiap pemegang satu lembar saham biasa (Gibson, 2012). Variabel kontrol EPS diukur dengan total laba bersih dibagi jumlah lembar saham biasa yang beredar. EAT merupakan selisih dari total pendapatan dikurangi total biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan. Variabel kontrol EAT diukur dengan LOG total laba bersih. PER merupakan rasio dari harga saham terhadap earnings. Rasio ini menunjukkan berapa besar investor menilai harga dari saham terhadap kelipatan earnings (Jogiyanto, 2010). Variabel kontrol PER diukur dengan harga pasar saham dibagi laba per lembar saham (EPS). Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis korelasi Pearson dan regresi linear berganda (multiple linier regression methode). Analisis korelasi Pearson dan regresi linear berganda dilakukan dengan pengolahan data melalui software SPSS (Statistical Package for Social Science). Untuk model analisis regresi dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut: SP = a + b1CSR + b2EPS + b3EAT + b4PER + e Keterangan: SP = Stock Price CSR = Corp. Social Responsibility EPS = Earning per Share EAT = Earning after Tax PER = Price Earning Ratio e = Error Term Persamaan regresi linear berganda tersebut dapat menunjukkan nilai koefisien regresi atas variabel bebas (independent variable), positif atau negatif. Koefisien regresi b akan bernilai positif (+) jika menunjukkan hubungan searah antara varibel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Artinya kenaikan variabel bebas akan mengakibatkan kenaikan variabel terikat dan sebaliknya, penurunan
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
variabel bebas akan mengakibatkan penurunan variabel terikat. Koefisien regresi b akan bernilai negatif (-) jika menunjukkan hubungan berlawanan arah antara variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Artinya kenaikan variabel bebas akan mengakibatkan penurunan variabel terikat dan sebaliknya, penurunan variabel bebas akan mengakibatkan kenaikan variabel terikat. Kesalahan pengganggu yang biasa disimbolkan dengan e bukan hanya berupa penyimpangan individual, tetapi adanya variabel lain yang dapat mempengaruhi perubahan variabel terikat, namun tidak dimasukkan dalam model persamaan. HASIL ANALISIS DATA dan PEMBAHASAN Objek penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI dari tahun 2009 – 2011. Berdasarkan pemilihan sampel dengan menggunakan metode purpose sampling diperoleh jumlah sampel perusahaan perbankan sebanyak 19 perusahaan dari 31
perusahaan bank yang terdaftar di BEI. Total observasi yang digunakan dalam sampel perusahaan perbankan sebanyak 46 observasi. Data sampel perusahaan dapat dilihat di lampiran. Pengolahan data penelitian menggunakan software SPSS versi 16. Hasil pengujian asumsi klasik pada perusahaan perbankan dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini tidak ada masalah heterokedasti sitas, autokorelasi, multikolinearitas, dan terdistribusi secara normal. Hasil uji asumsi klasik tersebut menunjukkan bahwa data (observasi) yang tersedia telah memenuhi syarat untuk model regresi berganda (multiple regression method). Hasil korelasi dan regresi perusahaan perbankan ditunjukkan sebagai berikut: Output SPSS pada tabel 1 menunjukkan besarnya nilai koefisien korelasi dan probabilitas atau sig. (1-tailed) dari variabel independen tanggung jawab sosial pada perusahaan perbankan sebesar 0,747 dan 0,000.
Tabel 1 Hasil Statistik Deskriptif dan Analisis Korelasi Perusahaan Perbankan
Statistik Mean Deskriptif St. D N Korelasi Pearson
Harga Saham Tanggung Jawab Sosial Laba Per Lembar Saham Laba Bersih Price Earning Ratio
Harga Saham 1,000 ,747 46
Tanggung Jawab Sosial ,747 1,000 46
Laba Per Lembar Saham ,959 ,727 46
Laba Bersih ,573 ,578 46
Price Earning Ratio -,120 -,059 46
1,000 ,747 ,959 ,573 -,120
1,000 ,727 ,578 -,059
1,000 ,611 -,178
1,000 ,249
1,000
Nilai probabilitas atau sig. (1-tailed) tersebut lebih kecil dari ketentuan 0,05 (0,000 < 0,05), hasil tersebut menunjukkan korelasi positif yang signifikan antara tanggung jawab sosial (CSR) dengan harga saham perusahaan perbankan. Hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis 1 (H1) yang merumuskan Corporate Social Responsibility berhubungan positif dengan harga saham perusahaan perbankan di Indonesia diterima. Hasil ini mendukung
penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Orlitzky, Schmidt, dan Rynes (2003) serta Bolanle, et al. (2012). Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi variabel CSR bernilai positif sebesar 296,029 dan memiliki nilai thitung sebesar 1,920 dengan tingkat signifikansi 0,062. Hasil ttabel sebesar 1,680 pada signifikansi 0,1, sehingga nilai thitung > ttabel (1,920 > 1,680) dan signifikansi < 0,1 (0,062 < 105
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
0,1). Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel CSR pada perusahaan perbankan merupakan salah satu variable yang berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham perusahaan sehingga tidak dapat dikesampingkan oleh perusahaan, karena variabel CSR dapat meningkatkan maupun menurunkan harga saham perusahaan di pasar modal. Dengan demikian, hasil ini membuktikan bahwa CSR berkorelasi dan berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham perusahaan perbankan di Indonesia. Hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis 2 (H2) yang merumuskan Corporate Social Responsibility berpengaruh positif terhadap harga saham perusahaan perbankan di
Indonesia diterima. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Cellier dan Chollet (2010) serta Weshah, et al. (2012). Variabel kontrol laba per lembar saham (EPS) juga menunjukkan korelasi dan pengaruh positif signifikan terhadap harga saham perusahaan perbankan, sedangkan variabel kontrol rasio harga saham dengan laba per lembar saham (PER) menunjukkan korelasi negatif tidak signifikan dan tidak berpengaruh terhadap harga saham. Hasil variabel kontrol laba bersih (EAT) menunjukkan bahwa EAT mempunyai korelasi positif signifikan, namun tidak berpengaruh terhadap harga saham perusahaan perbankan.
Tabel 2 Hasil Analisis Regresi Perusahaan Perbankan Variable
Coefficients Std. Error t-Statistic
(Constant) Tanggung Jawab Sosial Laba per Lembar Saham Laba Bersih Price Earning Ratio
-1374,72 296,029 13,090 -112,789 4,650
Berdasarkan output SPSS pada tabel 3 menunjukkan bahwa nilai adjusted R square perusahaan perbankan sebesar 0,924 atau 92,4%. Hal ini menunjukkan bahwa persentase sumbangan pengaruh variabel CSR, EPS, EAT, dan PER terhadap variabel harga saham sebesar 92,4%. Dengan demikian variabel CSR, EPS, EAT, dan PER yang digunakan dalam penelitian ini mampu mempengaruhi sebesar 92,4% variasi variabel harga saham, sedangkan sisanya sebesar 7,6% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak digunakan dalam
1383,303 154,147 ,948 75,256 2,857
-,994 1,920 13,801 -1,499 1,628
Sig. ,326 ,062 ,000 ,142 ,111
penelitian ini. Keadaan ini lebih diperkuat lagi dengan hasil pada tabel 4. Pada output SPSS tabel 4 dapat dilihat nilai signifikansi sebesar 0,000 sedangkan kriteria tingkat signifikansi (α) = 0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai signifikansi uji ini sebesar 0,000 lebih kecil dari tingkat signifikansi 0,05 (0,000 < 0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa model regresi pada perusahaan perbankan merupakan model yang fit, yaitu model regresi yang layak atau dapat digunakan dalam penelitian.
Tabel 3 Model Summaryb R ,965a
R Square ,931
Adjusted R Square ,924
Kesimpulan Penelitian ini telah menguji hubungan dan pengaruh CSR terhadap harga saham di pasar modal. Pertanyaan apakah pelaksanaan CSR di 106
S. E. of the Estimate 672,57567
perusahaan perbankan berhubungan dan berpengaruh terhadap kenaikan maupun penurunan harga saham perusahaan di pasar modal mendapat penjelasan dari hasil penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
investor semakin selektif dalam menentukan perusahaan yang akan diinvestasi. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Bolanle et. al. (2012) bahwa CSR akan meningkatkan nilai serta reputasi perusahaan, peningkatan tersebut pada akhirnya akan diikuti dengan peningkatan keuntungan yang akan diperoleh perusahaan. Hasil ini membuktikan bahwa pelaksanaan CSR oleh perusahaan perbankan akan memberikan respon balik positif bagi perusahaan.
bahwa CSR berkorelasi dan berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham perusahaan perbankan di Indonesia. Penelitian ini fokus untuk mengetahui dampak dari pelaksanaan CSR yang dinyatakan dengan jumlah pengeluaran dana untuk keperluan CSR terhadap kinerja keuangan perusahaan perbankan yang diproxikan dengan harga saham. Dalam penelitian ini, saya mempertimbangkan tingginya kesadaran investor untuk menjaga keberlangsungan lingkungan hidup. Keadaan ini membuat
Tabel 4 ANOVAb
Regression Residual Total
Sum of Squares 2,490E8 1,855E7 2,676E8
Keterbatasan Periode pengamatan yang relatif pendek. Hal ini dikarenakan UU No. 40 2007 tentang Perseroan Terbatas baru disahkan dan diberlakukan mulai 20 Juli 2007. Oleh karena itu periode pengamatan dimulai dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011, keadaan tersebut disebabkan sebagian besar data pengeluaran dana CSR perusahaan tidak banyak ditemukan dalam laporan tahunan maupun sustainability report dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2008, namun lebih banyak ditemukan pada tahun 2009 – 2011. Untuk periode tahun 2012 belum digunakan dalam penelitian ini dikarenakan pada periode tersebut laporan keuangan perusahaan yang terdaftar di BEI masih dalam masa transisi penerapan IFRS, sehingga beberapa data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari bentuk laporan keuangan perusahaan sebelum tahun 2012 dengan tujuan untuk mendapatkan data yang dapat dibandingkan.SaranPeneliti yang tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut diharapkan menggunakan periode pengamatan yang lebih lama dan disesuaikan dengan adanya perubahan pelaporan IFRS, sehingga akan memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk memperoleh kondisi yang
Df
Mean Square 4 6,225E7 41 452358,027 45
F 137,621
Sig. ,000a
sebenarnya, mengingat UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas baru dikeluarkan pada tanggal 20 Juli 2007. Periode yang lebih lama dan penyesuaian terhadap pelaporan keuangan perusahaan dengan berbasis IFRS akan dapat memberikan gambaran mengenai ketaatan perusahaan di dalam melaksanakan dan mengikuti peraturan yang telah ditetapkan pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA Ambadar, J. 2008. Corporate Social Responsibility dalam Praktik di Indonesia. PT Elek Media Komputindo, Jakarta. Arx, U.v., and A. Ziegler. 2008. The Effect of CSR on Stock Performance: New Evidence for the USA and Europe. Paper Eidgenössische Technische Hochschule (ETH), Swiss Federal Institute of Technology Zurich, Switzerland. Babalola, Y.A. 2012. The Impact of Corporate Social Responsibility on Firms’ Profitability in Nigeria. Journal of 107
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
Economics, Finance, and Administrative Sciences, Issue 45, Inc. Bolanle, A.B., S.O. Adebiyi, and A.A. Muyideen. 2012. Corporate Social Responsibility and Profitability of Nigeria Banks – A Causal Relationship. Research Journal of Finance and Accounting, Vol 3, No. 1. Cellier, A., and P. Chollet. 2010. The Impact of Corporate Social Responsibility on Stock Prices: An Event Study of Vigeo Rating Announcement. Paper Institut de Recherche en Gestion, France. Clarkson, M. 1994. A risk based model of stakeholder theory. Proceedings of the Second Toronto Conference on Stakeholder Theory. Toronto: Centre for Corporate Social Perfor-mance & Ethics, University of Toronto. Dabbas, M., and S.T. Al-rawashdeh. 2012. The Effect of Corporate Social Responsibility on the Profitability of the Industrial Companies in Jordan. Canadian Social Science, Vol. 8, No. 3: 32-37. Dwijayanti, N.M.A., M.G. Wirakusuma, dan I.M.S. Suardhika. 2012. Pengaruh Tingkat Pengungkapan CSR Pada Hubungan Antara Kinerja Keuangan dan Return Saham. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Vol. 1, No. 1. Emilsson, L.M., M. Classon, and K. Bredmar. 2012. CSR and the quest for profitability – using Economic Value Added to trace profitability. International Journal of Economics and Management Sciences. Vol. 2, No. 3: 43-54. Gibson, Charles H. 2012. Financial Statement Analysis: Using Financial Accounting Information. 12th Edition. Cincinnati, Ohio: South-Western Publishing Co. (G) Hartono, J. 2010. Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan PengalamanPengalaman. BPFE UGM, Yogyakarta.
108
Hidayati, N.N., dan S. Murni. 2009. Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Earnings Response Coefficient Pada Perusahaan High Profile. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 11, No. 1: 1-18. Ioannou, I., and G. Serafeim. 2010. The Impact of Corporate Social Responsibility on Investment Recommendations. Best Paper Proceedings, Academy of Management. Kamal, M. 2013. The Role of Corporate social Responsibility (CSR) in the Egyptian Banking Sector. Munich Personal Repec Archive. Paper No. 44697. Kotler, P., dan N. Lee. 2005. Corporate Social Responsibility; Doing the Most Good for Your Company and Your Cause. New Jersey; John Wiley & Sons, Inc. Nahda, K., dan D.A. Harjito. 2011. Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Corporate Governance Sebagai Variabel Moderasi. Jurnal Siasat Bisnis. Vol. 15, No.1: 1-12. Nuryaman. 2013. The Effect of Corporate Social Responsibility Activities on Profitability and Stock Price. International Conference on Bussiness and Economic Research, Bandung – Indonesia. Orlitzky, Marc; Frank L. Schmidt, Sara L. Rynes. 2003. Corporate social and Financial Performance a Meta-analysis. Organization Studies 24 (3): pp 403–441. London: SAGE Publication. Poddi, L., and S. Vergalli. 2008.”Does Corporate Social Responsibility Affect Firms’ Performance?. Paper Presented at Colloquio Scientifico sull’Impresa Sociale, Bari. Pradipta, D.A., dan A. Purwaningsih. 2011. Pengaruh Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan Terhadap Earning Response Coefisient (ERC) – Dengan Ukuran Perusahaan dan Leverage Sebagai Variabel Kontrol. Paper dipresentasikan
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
pada Simposium Nasional Akuntansi XV, Banjarmasin. Prastowo, J., dan M. Huda. 2011. Corporate Social Responsibility – Kunci Meraih Kemuliaan Bisnis. Edisi 1, Penerbit Samudra Biru, Yogyakarta. Tjia, O., and L. Setiawati. 2012. Effect of CSR Disclosure to Value of the Firm: Study for Banking Industry in Indonesia. World Journal of Social Sciences. Vol. 2, No. 6: 169-178. Uadiale, O.M., and T,O. Fagbemi. 2011. Corporate Social Responsibility and
Financial Performance in Developing Economies: The Nigerian Experience. New Orleans International Academic Conference, Louisiana. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UU PT). Weshah, S.R., A.A. Dahiyat, M.R.A. Awwad, and E.S. Hajjat. 2012. The Impact of Adopting Corporate Social Responsibility on Corporate Financial Performance: Evidence From Jordanian Banks. Journal of Contemporary Research in Business. Vol. 4, No. 5.
109
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
LAMPIRAN Tabel - Sumber Data EMITEN AGRO BABP BABP BABP BBCA BBCA BBCA BBKP BBKP BBKP BBNI BBNI BBNI BBRI BBRI BBRI BCIC BCIC BDMN BDMN BDMN BEKS BMRI BMRI BMRI BNBA BNBA BNII BNII BNII BNLI BNLI BNLI BVIC INPC INPC MAYA
110
Tahun 2011 2009 2010 2011 2009 2010 2011 2009 2010 2011 2009 2010 2011 2009 2010 2011 2010 2011 2009 2010 2011 2010 2009 2010 2011 2009 2010 2009 2010 2011 2009 2010 2011 2011 2010 2011 2009
SP 118.00 120.00 135.00 168.00 4850.00 6700.00 7201.69 375.00 650.00 580.00 1980.00 3875.00 3800.00 7201.69 5250.00 6750.00 50.00 50.00 4550.00 5700.00 4100.00 139.00 4700.00 6500.00 6600.00 133.00 164.00 330.00 780.00 420.00 800.00 1790.00 1360.00 129.00 107.00 96.00 1670.00
CSR 7.60 7.86 8.92 7.92 10.10 10.13 10.07 9.28 8.91 9.16 10.18 10.21 9.88 10.58 10.71 11.07 9.65 8.30 10.00 10.04 8.58 7.93 10.63 10.88 11.16 7.74 7.35 9.31 9.26 9.37 9.61 9.32 9.99 7.35 9.61 9.21 9.53
EPS 9.28 1.01 5.60 -17.38 279.00 348.00 444.00 63.09 81.10 94.67 163.00 266.00 312.00 524.63 478.36 524.63 0.32 0.39 186.36 342.92 378.78 -25.96 341.72 439.38 524.63 12.21 11.68 -1.00 8.00 12.00 62.00 126.00 125.00 35.25 9.76 11.71 15.95
LB 10.65 9.70 10.26 0.00 12.83 12.94 13.03 11.56 11.69 11.87 12.40 12.67 12.78 12.86 13.06 13.18 11.34 11.42 12.19 12.47 12.54 4.86 13.04 13.10 12.97 10.45 10.43 4.86 11.66 11.83 11.68 12.01 12.07 11.27 10.92 11.00 10.61
PER 12.72 118.81 24.11 -9.67 17.38 19.25 18.02 5.94 8.01 6.13 12.15 14.57 12.18 12.55 10.97 10.73 144.89 129.84 24.42 16.62 10.82 -5.35 13.75 14.79 12.47 10.89 14.04 -108.9 97.50 35.00 12.90 14.21 10.88 3.66 10.96 8.20 104.70
SIZE 12.54 12.85 12.94 12.86 14.45 14.51 14.58 13.57 13.68 13.76 14.36 14.40 14.48 14.50 14.61 14.67 13.03 13.12 13.99 14.07 14.15 12.19 14.60 14.65 14.74 12.38 12.43 13.78 13.88 13.98 13.75 13.87 14.01 13.07 13.23 13.28 12.88
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
EMITEN MAYA MAYA MEGA NISP NISP NISP SDRA SDRA SDRA
Tahun 2010 2011 2010 2009 2010 2011 2009 2010 2011
SP 1330.00 1430.00 3175.00 750.00 1700.00 1080.00 280.00 290.00 220.00
CSR 9.63 9.24 9.18 9.34 9.55 9.72 8.84 8.45 8.34
EPS 24.89 55.40 279.00 75.15 59.45 106.88 23.73 26.47 38.88
LB 10.89 11.23 11.98 11.72 11.62 11.88 10.55 10.73 11.00
PER 53.44 25.81 11.38 9.98 28.60 10.10 11.80 10.96 5.66
SIZE 13.00 13.11 13.71 13.62 13.70 13.78 12.38 12.51 12.71
111
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
PENGARUH PENALARAN MORAL, RETALIASI DAN GENDER TERHADAP KECENDERUNGAN WHISTLEBLOWING INTERNAL Mesri Welhelmina N. Manafe Universitas Kristen Artha Wacana Kupang Email:
[email protected]
ABSTRACT Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran atau Whistleblowing System (WBS) by the Peraturan Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) is expected to determine whistleblower in Indonesia as one of the form of effective internal controls to prevent fraud and wrong-doing by individuals or corporations. In practice, the regulation is strongly influenced by the individual's intentions. This study uses variable of moral reasoning and retaliate by including gender variables to test its effect on the tendency orintention to do whistleblowing. To answer the research question, this research uses experimental design which is then analyzed using ANOVA for hypothesis testing. Subjects in this study were accounting students UKAW. The results showed that retaliation and moral reasoning affects the tendency of whistleblowing, while gender is not striving against the tendency to blow the whistle. Keywords: Whistleblowing, moral reasoning, retaliation, gender
PENDAHULUAN Kasus-kasus akuntansi yang terjadi pada dekade terakhir ini menarik perhatian masyarakat, ketika terungkap bahwa dalam laporan keuangan terdapat penipuan akuntansi yang sistematis, terstruktur, dan direncanakan secara matang. Fenomena pelanggaran etika atas skandal akuntansi menyebabkan munculnya beberapa whistleblowers, misalnya Sherron Watkins dan Cynthia Cooper yang mengungkapkan skandal korporasinya kepada publik (Lacayo dan Ripley, 2002). dalam banyak kasus perusahaan (Enron, World Com) praktisi akuntansi secara luas terlibat, oleh karena itu pengetahuan mengenai bagaimana whistleblowing beroperasi menjadi sangat vital. Near dan Miceli (1995) menyatakan bahwa: “ketidak efektifan whistleblowing tidak menguntungkan siapapun; kenyataanya, ini menjadi hal kritis, untuk mendeterminasi prediktor yang meningkatkan kemungkinan whistleblowing yang
efektif”. Praktik whistleblowing cukup menjadi perhatian di Indonesia dengan terungkapnya kasus-kasus yang melibatkan peran whistleblower, antara lain Agus Condro dalam kasus suap Bank Indonesia dan Yohanes Waworuntu dalam kasus Sistem Administrasi Badan Hukum (Semendawai dkk., 2011). Berbagai kasus whistleblowing yang terjadi di Indonesia telah mendorong Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) untuk menerbitkan Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran atau Whistleblowing System (WBS) yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk mengembangkan sistem manual pelaporan pelanggaran. Hal ini serupa dengan yang telah dilakukan oleh negara lain seperti New Zealand, pengembangan signifikan pada whistleblowing lebih mendapat perhatian dengan diperkenalkan Protected Disclosure Act of 2000, bertujuan untuk menyediakan perlindungan dan memudahkan pengung-kapan dan investigasi 113
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
(Scholtens, 2003). Hasilnya menunjukan dengan adanya PDA, terjadi peningkatan komplain wishtleblowing setiap tahunnya. Di Amerika Serikat dikeluarkannya Sarbane Oxley Act of 2002 dapat mempengaruhi motivasi whistleblowing (Schmidt, 2005). King (2007) mengisyaratkan bahwa whistleblowing diakui sebagai mekanisma yang penting untuk menyingkapkan keterlibatan orang dalam tindakan salah yang serius. Penelitian ini fokus pada faktor-faktor yang mennentukan kecenderungan seseorang melakukan whistleblowing, karena apabila dapat diketahui faktor-faktor tersebut maka dapat diterapkan dalam kebijakan perekrutan dan penempatan karyawan/pegawai dengan tujuan mereduksi tindakan salah akuntansi (penyesatan laporan keuangan, korupsi, dan slack anggaran) dan berusaha untuk meningkatkan faktor-faktor tersebut melaui mekanisme yang tepat Hasil studi empiris pada whistleblowing menunjukan dua faktor penting yang relevan dengan pemahaman kecenderungan seseorang melakukan whistleblowing yaitu level penalaran moral dan retaliasi (Near dan Micheli, 2005; Rocha dan Kleiner, 2005). Dalam penelitian ini memasukan variabel gender terhadap kecenderungan whistle blowing. Pada penelitian sebelumnya faktor gender tidak berpengaruh terhadap kecenderungan untuk melakukan whistleblowing (Liyanarachchi dan Newdick, 2009). Sedangkan penelitian yang lain (Chung dan Trivedi, 2003; Serwinek, 1992) mengindikasikan adanya pengaruh gender terhadap perilaku etis dan perilaku ketaatan (mis.,whistle blowing). Selanjutnya, Liyanarachchi dan Newdick (2009) menguji efek interaksi gender pada kecenderungan whistle blowing. Hasilnya menunjukan adanya efek signifikan gender pada hubungan antara level penalaran moral dan kecenderungan melakukan whistle blowing. Berdasarkan pemaparan diatas maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah menguji pengaruh penalaran moral, retaliasi, dan gender terhadap kecenderungan whistleblowing. Penelitian ini berkontribusi untuk menjelaskan perbedaan hasil pada penelitian Liyanarachchi dan Newdick (2009) dengan penelitian Arnold dan Ponemon (1991) dan sebagai wacana kebijakan perekrutan dan penempatan karyawan 114
atau pegawai dengan tujuan mereduksi tindakan salah akuntansi (penyesatan laporan keuangan, korupsi, dan slack anggaran) dan sebagai masukan bagi perusahaan dalam pertimbangan pembentukan peraturan sistem internal yang mendukung whistle blowing. REVIU LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 1.
Teori Prososial
Penelitian ini menggunakan perilaku sosial yang dapat menjelaskan perilaku whistleblower sebagai seorang individual. Brief dan Motowidlo (1986) mendefinisi perilaku prososial dalam lingkup organisasional sebagai perilaku yang ditampilkan oleh anggota organisasi yang ditujukan langsung kepada individual, kelom-pok, atau organisasi yang di dalamnya dia berinteraksi dengan membawa peran organisa-sionalnya dan dilakukan dengan tujuan menguntungkan individual, kelompok, atau organisasi tersebut. Greener (2000) mendefinisi perilaku prososial sebagai perilaku sukarela dan bertujuan menghasilkan dampak yang menguntungkan bagi orang lain. Penner dkk.(1995) mengemukakan bahwa perilaku sosial terdiri dari dua aspek, yaitu aspek otheroriented empathy yang merupakan komponen kognisi dan afeksi, sedangkan aspek helpfulness merupakan komponen tendensi perilaku. Membantu, berbagi, menyumbang, bekerjasama, dan bertindak secara sukarela. Karyawan merupakan bentuk-bentuk dari perilaku prososial (B-rief dan Motowidlo, 1986). Baum (dalam Supanto, 2007) menyatakan bahwa perilaku pro-sosial dianggap memberikan kesejahteraan dan manfaat bagi orang lain, sekaligus memberikan manfaat bagi individu yang melakukannya. Manfaat melakukan perilaku sosial, antara lain dapat menimbulkan perasaan positif, misalnya merasa berharga karena dirinya berguna bagi orang lain, perasaan kompeten, dan terhindar dari perasaan bersalah apabila tidak menolong. Karyawan merupakan bagian penting dari organisasi yang dapat berperan mencegah terjadinya pelangga-ran. Perilaku prososial dapat menjelaskan motivasi karyawan dalam melakukan whistleblowing.
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
Karyawan berperilaku prososial karena perilaku tersebut dipersepsikan benar secara moral dan dapat memberi manfaat kepada organisasi. Perilaku prososial dapat bermanfaat bagi organisasi karena dapat meningkatkan komunikasi, kepuasan kerja, kepuasan pelanggan atau klien, dan efisiensi secara organisasional (Brief dan Motowidlo, 1986). Dozier dan Miceli (1985) menyatakan bahwa whistleblowing merupakan suatu bentuk perilaku prososial yang melibatkan motivasi egoistik dan altruistik. Dengan demikian, walaupun whistleblowing memberikan manfaat bagi whistleblower secara personal, whistleblowing juga dapat dilihat sebagai perilaku prososial karena pada umumnya memberikan manfaat bagi organisasi. Greenberger dkk. (1987) menjelaskan langkahlangkah dalam proses pembuatan keputusan prososial terkait dengan whistleblowing. Pertama, focal member (individu yang mengobservasi whistleblowing) memper-timbangkan apakah focalactivity merupakan perbuatan yang salah.Kedua, focal member memutuskan apakah situasi tersebut memerlukan suatu tindakan. Ketiga, focal member memutuskan apakah merasa bertanggung jawab terhadap focal activity.Keempat, focal member melihat apakah tindakan yang cukup ampuh tersedia. Kelima, focalmember mempertimbangkan apakah tindakan yang akan diambil cukup memadai. Keenam, focal member mempertimbangkan apakah manfaat ekspektasian dari tindakan yang diambil lebih besar dari kos ekspektasian. 2.
Whistle Blowing
Whistleblowing merupakan salah satu mekanisme untuk menilai akuntabilitas organisasi publik dan privat. Near dan Miceli (1985) mendefinisi whistleblowing sebagai pengungkapan yang dilakukan oleh karyawan organisasi atau mantan karyawan organisasi atas suatu praktik ilegal, tidak bermoral, atau tanpa legitimasi hukum di bawah kendali pimpinan mereka kepada individu atau organisasi yang dapat menimbulkan efek tindakan perbaikan. Near dan Miceli (1995) menyatakan bahwa whistleblowing merepresentasi sebuah proses pengaruh, yaitu seorang anggota organisasi
berupaya menghasilkan kekuasaan untuk mengubah perilaku beberapa anggota organisasi. Surat Edaran Menteri Pendaya gunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi Nomor: 08/M.PANRB/06/2012 tentang Sistem Penanganan Pengaduan (Whistleblower System) Tindak Pidana Korupsi di Lingkungan Kementerian/ Lembaga dan Pemerintah Daerah mendefinisi whistleblower system sebagai mekanisma penyampaian pengaduan dugaan tindak pidana korupsi yang telah terjadi atau akan terjadi yang melibatkan pegawai dan orang lain yang berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan di dalam organisasi tempatnya bekerja. Gobert dan Punch (2000) mendefinisi whistleblower sebagai individual dalam sebuah organisasi yang mengungkap informasi negatif tentang organisasi, praktik-praktik organisasi, atau personel-personel organisasi. Informasi tersebut terkait dengan penyalahgunaan kekuasaan, fraud, salah kelola, pemborosan, korupsi, rasial atau pelecehan seksual, atau bahaya yang mengancam kesehatan dan keamanan. Georgiana (2011) mendefinisi whistleblower sebagai seorang yang mengungkapkan kepada publik atau seseorang yang memiliki autoritas mengenai aktivitas ilegal atau tidak jujur yang terjadi pada departemen pemerintah, organisasi publik atau privat, atau perusahaan. Aktivitas ilegal tersebut, meliputi pelanggaran hukum, aturan, peraturan, dan/atau ancaman langsung terhadap kepentingan publik, misalnya fraud, ancaman keamanan/kesehatan, dan korupsi. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor: 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Terhadap Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborators) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu menjelaskan bahwa whistleblower merupakan pihak yang mengetahui dan melaporkan tindak pidana tertentu dan bukan merupakan bagian dari pelaku kejahatan yang dilaporkannya. Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi Nomor: 08/M.PAN-RB/06/2012 tentang Sistem Penanganan Pengaduan (Whistleblower System) Tindak Pidana Korupsi di Lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah mendefinisi whistleblower adalah seseorang 115
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
yang melaporkan perbuatan yang berindikasi tindak pidana korupsi yang terjadi di dalam organisasi tempatnya bekerja, atau pihak terkait lainnya yang memiliki akses informasi yang memadai atas terjadinya indikasi tindak pidana korupsi tersebut. Near dan Miceli (1985) menjelaskan mengenai empat karakteristik yang dimiliki oleh whistleblower. Pertama, whistleblower adalah karyawan atau mantan karyawan organisasi yang organisasinya mengalami pelanggaran. Kedua, whistleblower tidak memiliki kewenangan untuk mengubah atau menghentikan pelanggaran yang berada di bawah kendalinya. Ketiga, whistleblower diizinkan membuat atau tidak diizinkan membuat laporan. Keempat, whistleblower tidak memegang posisi yang mensyaratkan untuk melakukan pelaporan pelanggaran korporat. Barnett dkk.(1993) menjelaskan bahwa telah terjadi peningkatan kepedulian terhadap pentingnya whistleblowing di tempat kerja yang dibuktikan dengan tren peningkatan adopsi kebijakan whistlebowing. Brennan dan Kelly (2007) menginvestigasi pengaruh struktur organisasional kantor akuntan, karakteristik personal whistleblower, dan variabel-variabel situasional terhadap kecenderungan whistleblowing di antara para auditor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kantor akuntan yang memiliki struktur formal yang memadai bagi pelaporan pelanggaran, para auditornya akan cenderung melaporkan pelanggaran dan memiliki kayakinan yang tinggi bahwa pelaporan tersebut tidak akan berpengaruh terhadap karier mereka. MacNab dkk. (2007) menguji hubungan budaya terhadap kecenderungan dan keefektifan potensial pada pelaporan internal dan whistleblowing sebagai alat manajemen etika dalam konteks negaranegara di Amerika Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa uncertainty avoidance dan power distance memiliki hubungan yang paling konsisten dan signifikan terhadap kecenderungan pelaporan internal dan whistleblowing, sedangkan collectivism tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kecenderungan pelaporan internal dan whistleblowing. Zhang dan Wei (2009) melakukan survei terhadap para karyawan Cina pada sepuluh bank di Cina terkait dengan pertimbangan etis, suasana hati 116
yang positif, dan budaya etis organisasional sebagai prediktor niat melakukan whistleblowing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keefektifan peran suasana hati yang positif dalam hubungan antara pertimbangan whistleblowing individual dan niat melakukan whistleblowing tergantung pada level budaya etis organisasi. Suasana hati yang positif berpengaruh ketika budaya organisasi dianggap tidak etis. Definisi operasional whistleblowing dalam penelitian ini adalah menurut Rocha dan Kleiner (2005) yaitu pernyataan atau pengungkapan yang dilakukan oleh seseorang karywan secara sukarela (Courtemanche, 1988) dalam organisasi terhadap praktek illegal, imoral, atau ilegitimasi dibawa kendali manager/atasan dengan level posisi lebih tinggi (Arnold dan Ponemon, 1991) dalam temuan auditnya. Hal ini dilakukan untuk dibedakan dengan whistleblowing dari luar organisasi. a.
Penalaran Moral dan Whistle Blowing Fokus penelitian akuntansi tentang dilema etis pada tiga lingkup besar yaitu pengembangan etika, pertimbangan etika dan pendidikan etika. Penalaran moral merupakan bagian dari dilema akuntansi pertimbangan etis yang menguji hubungan antara penalaran etis dan perilaku etis dalam konteks akuntansi dan audit (Chiu, 2003; Gul dkk., 2003; Ponemon dan Gabhart, 1990). Penelitian penalaran moral berdasarkan literature psikologi, teori Kholbergpengembangan moral kognitif secara luas diterima sebagai teori yang paling sesuai pada penalaran moral (Lovell, 1997; Rest 1986). Berdasarkan Kohlberg, penalaran moral dikembangkan melalui tahapan level kognitif yang disimpulkan dalam model enam-tingkatan. Operasionalan penalaran moral yaitu dalam term P-score (skor prinsipal) Defining Issues Test (DIT) oleh Rest (1979). Near dan Micheli (2005) mengisyaratkan faktor utama yang mempengaruhi keputusan individu pada whistleblowing adalah perilaku moral mereka. Dozier dan Miceli (1986) menyatakan kemampuan individu untuk menyelesaikan atau menginterpretasi dilema etis dipengaruhi oleh penalaran moral mereka. Chang dan Leung (2006), Uddin dan Gillett
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
(2002) mengindikasi-kan level penalaran moral atau pertimbangan etis individu berpengaruh terhadap perilaku etis mereka. Sedangkan penelitian pada hubungan antara whistleblowing dan penalaran moral auditor menunjukan auditor dengan level penalaran moral yang tinggi lebih cenderung untuk melakukan whistle-blowing (Liyanarachchi dan Newdick, 2009). Hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah: H1 : Individu dengan level penalaran moral tinggi lebih cenderung melakukan whistleblowing daripada individu dengan level penalaran moral rendah b.
Retaliasi dan Whistleblowing Salah satu faktor penting dalam pengambilan keputusan individu melakukan whistleblowing adalah kekhawatiran terhadap retaliasi (Near dan Miceli, 1996). Bok (1980) memerinci berbagai bentuk retaliasi yang terjadi diantaranya: penurunan level atau posisi dalam organisasi, memberikan lebih banyak pekerjaan, dan memberikan pekerjaan tanpa pertanggungjawaban. Retaliasi mungkin merupakan tindakan koersi untuk membungkam whistleblower atau menghentikan tindakan whistle-blowing. Individu yang mengungkapkan permasalahan dalam organisasinya akan dihadapkan pada retaliasi (Fouts, 2000).Alasan utama individu untuk kegagalan mereka melaporkan tindakan salah adalah perasaan kesia-siaan dan kekhawatiran retaliasi (Rebecca Walker, 2008). Retaliasi mempunyai dampak negatif pada kecenderungan seseorang mengungkapkan tindakan salah organisasi (Arnold and Ponemon 1991; Near and Miceli 1986). Sedangkan kekhawatiran terhadap retaliasi meyebabkan mereka cenderung untuk tidak melakukan whistleblowing (Duval et al., 2001). Pada saat ancaman terhadap retaliasi rendah kecenderungan melakukan whistle-blowing menjadi tinggi (Masser and Brown, 1996). Hipotesis yang dikembangkan dalam peneltian ini adalah: H2: Individu dengan tingkat kekhawatiran retaliasi rendah lebih cenderung melakukan whistle-blowing daripada individu dengan tingkat kekhawatiran retaliasi tinggi.
c.
Gender dan Whistleblowing Korabik (1999) mendiskripsikan model undimensional gender mendukung ide “jenis kelamin” dan “gender” adalah ekuivalen. Pada padangan ini esensi biologikal meyakinkan bahwa biologi individu mengontrol psikologinya; jadi meretia adalah sama. Model bidimensional gender berasumsi gender adalah gagasan psikososial dan mengarah kepada keseimbangan maskulin dan feminin individu sedangkan jenis kelamin adalah konsep biologikal mengarah kepada anatomi individu. Bias gender secara spesifik berhubungan dengan lingkungan, kontek, atau subjek yang di dalamnya pria lebih mendominasi (Betz and Hackett, 1986; Hackett and Betz, 1989). Gambaran ideal dari gender adalah individu harus membatasi diri mereka untuk bertindak dalam kesepakatan ketepatan perilaku jenis kelamin.Pria harus maskulin dan wanita harus feminin. Ini adalah bukti gambaran gender adalah tidak berubah di Amerika Serikat (Street dkk., 1995) dan seluruh dunia (Williams dan Best, 1994). Hasil penelitian gender mengisyaratkan wanita lebih beretika daripada pria (Sikula and Costa, 1994) .Wanita muncul sebagai kunci utama dalam membawa keterbukaan masalah dalam institusi Amerika. Cynthia Cooper (WorldCom), Coleen Rowley (FBI), dan Sherron Watkins (PostEnron).Kekuatan dan tanggungjawab, yang menyebabkan wanitawanita ini mengungkapkan tindakan salah, ketika yang lainnya tidak melakukannya (Lacayo and Ripley, 2002). Pemahaman yang baik tentang potensi gender mempengaruhi kecenderungan melakukan whistle-blowing internal akan membawa keuntungan untuk organisasi dalam penguatan sistem pelaporan sehingga menjadi lebih efektif (MacNab, 2008). Penelitian Miceli and Near (1992) mengindikasikanatribut intra-personal termasuk kemanjuran diri dan gender berpengaruh terhadap keputusan melakukan whistleblowing. Wise (1995) menemukan bauran hasil antara gender dan faktor demografi yang lainnya dalam mempengaruhi kecenderungan untuk melakukan whistle-blowing. Miceli dkk. (1991) mengisyaratkan kencenderungan yang lebih tinggi dari pria untuk melakukan whistle-blowing. Sims and 117
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
Keenan (1998) mendukung hasil penelitian Miceli, dkk. (1991). Analisis meta pengembangan moral mengindikasikan wanita tidak secara signifikan berbeda dengan pria dalam level pengambilan keputusan moral (Walker, 1984). Sedangkan hasil penelitian Lacayo and Ripley (2003), Street (1995) menunjukan pria lebih cenderung melakukan whistleblowing daripada wanita. Studi pada hubungan antara gender dan penalaran moral mengindikasikan, pria mencapai level penalaran moral lebih tinggi daripada wanita (Bussey and Maughan, 1982). Sedangkan pada penelitian untukmenguji efek interaksi gender terhadap kecenderungan whistleblowing hasilnya adalah signifikan (Liyanarachchi dan Newdick, 2009, p 46). Penelitian lain mengindikasikan, tidak ada perbedan gender dalam level penalaran moral (Walker, 2004; Weber dan Wasieleski, 2001).Hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah: H3: Gender berpengaruh terhadap kecenderungan whistleblowing individu METODA PENELITIAN 1.
Metoda penelitian
Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen laboratorium, dengan desain 2 x 2 faktorial. Perlakuan memasukan dua level retaliasi (kuat dan lemah) dan dua level penalaran moral (tinggi dan rendah). Subjek secara random dibagi dalam empat kelompok perlakuan.Retaliasi diklasifikasi ke dalam kondisi ke-khawatiran retaliasi kuat (pinalti) dan kekhawatiran retaliasi lemah (afiliasi). Pinalti mengacu pada konsekuensi secara disiplin dalam bentuk perlakuan terhadap pribadi atau properti, tuntutan hukum, terminasi kerja, atau ancaman penjara. Afiliasi mengacu pada bentuk hubungan dengan orang lain di luar atau di dalam organisasi, yang menjadi subjek retaliasi dibandingkan whisltleblower (Arnold dan Ponemon, 1991). 2.
Tugas Eksperimen
Penelitian ini menggunakan skenario untuk setiap variabel. Penggunaan skenario 118
dalam penelitian adalah hal yang lazim. Cavanagh and Fritzsche (1985) mengisyaratkan salah satu keunggulan penggunaan skenario adalah meretia memberi peneliti kemampuan untuk menstruktur sebuah pertanyaan penelitian dalam sebuah metoda yang menyertakan isu komplek yang muncul pada saat pengambilan keputusan di dunia nyata. Untuk uji spesifik akuntansi dan skenario adalah berdasarkan pengembangan oleh: Thorne (2002, 2001), Welton et. al. (1994), Massey (2002). Penelitian ini menggunakan instrumen pengem-bangan oleh Arnold dan Ponemon (1991) untuk mengukur kecenderungan whistleblowing. Instrumen mengikut sertakan dua skenario whistle-blowing dan setiap subjek diminta untuk mengindikasikan kecenderungan setiap individu pada setiap skenario, untuk setiap kasus hipotetikal. Subjek mengindikasikan kecende-rungan whistle-blowing pada lima poinskala Likert untuk setiap skenario. Ini tidak sesuai dengan skenario yang dikembangkan Arnold dan Ponemon (1991) yang menggunakan tiga skenario. Skenario ketiga tidak sesuai dengan konteks lokal akan menimbulkan bias pada subjek . Setelah melengkapi tugas pertama subjek melanjutkan mengisi instrumen untuk mengukur level penalaran moral mereka. Instrumen yang digunakan adalah pengembangan oleh Welton et. al (1994). Instrumen ini dikembangkan mengikuti patron Rest (1979) dengan menyesuaikan kasus spesifik akuntansi. 3.
Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa ekonomi akuntansi strata 1 pada Universitas Kristen Artha Wacana Kupang, dengan ketentuan; subjek telah menempuh mata kuliah etika bisnis, akuntansi keperilakuan, auditing, dan akuntansi manajemen dan semua subjek secara sukarela. a.
Analisis Statistik Setelah dilakukan eksperimen laboratorium, selanjutnya untuk menjawab hipotesis, alat analisis yang digunakan adalah Analysis of Variance (ANOVA). Pengujian menggunakan Two-Way Anova untuk
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
masing variabel terhadap kecenderungan melakukan whistleblowing Seperti terlihat pada tabel 4.1 kecenderungan seseorang melakukan whistleblowing menjadi kuat pada kondisi tingkat retaliasi rendah dan menjadi lemah pada tingkat retaliasi yang tinggi (tabel 4.1: 4,62>4,00). Kondisi ini juga tercermin pada variabel penalaran moral. Individu dengan penalaran moral yang lebih tinggi lebih cenderung melakukan whistleblowing dibandingkan individu dengan penalaran moral rendah (tabel 4.1: 4,50>4,33). Sedangkan untuk perbedaan gender dengan proksi laki-laki untuk maskulin dan perempuan untuk feminine terlihat bahwa perempuan lebih cenderung melakukan whistleblowing dalam kondisi moral dan retaliasi tinggi ataupun rendah (tabel 4.1: 3,17>3,00). Hasil pengujian berdasarkan nilai mean menunjukan bahwa terdapat perbedaan antar kelompok yang diuji.
menganalisis data dan menjawab hipotesis. Pada pengujian Anova dihitung mean dan deviasi standar untuk masing-masing level variabel (penalaran moral, retaliasi, dan retaliasi) terhadap kecenderungan whistle blowing. Selanjutnya diuji dampak dari level penalaran moral, retaliasi, dan gender terhadap kecenderungan whistle blowing. ANALISIS DAN BAHASAN HASIL ANALISIS Berdasarkan hasil pengujian untuk normalitas distribusi data menunjukan bahwa data terdistribusi secara normal melalui garis lurusQQ plot. Pengujian menggunakan Shapiro-Wilk test mendukung asumsi distibusi normal (p=0,11). Levene’s test tidak signifikan pada level 0.05. Hasil pengujian menunjukan keterdukungan dalam penggunaan ANOVA untuk pengujian hipotesis. Selanjutnya akan ditampilkan mean dan deviasi standar masing-
Tabel 4.1 Mean dan Deviasi Standar untuk Kecenderungan Whistleblowing Variabel Retaliasi Rendah Retaliasi Tinggi Moral Rendah Moral Tinggi Gender Maskulin Gender Feminin Hasil ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Liyanarachchi dan Newdick (2009) khusus untuk variabel moral dan retaliasi, sedangkan untuk hasil uji pada variabel gender pada penelitian ini menunjukan ada perbedaan mean yang tidak sama dengan penelitian sebelumnya. Selanjutnya disajikan hubungan pengaruh kecenderungan whistle-blowing dengan retaliasi, penalaran moral, dan gender. Tabel 4.2 menunjukan hasil analisis untuk melakukan pengujian pengaruh antar variabel penalaran moral, retaliasi, dan gender. Hasil pengujian menunjukan bahwa level penalaran moral berpengaruh terhadap kecenderungan seseorang melakukan
n 16 14 15 15 12 18
Mean 4,62 4,00 4,33 4,50 3,00 3,17
DS 0,647 0,577 0,506 1,000 1,651 1,659
whistleblowing pada tingkat signifikansi >0,01 dengan nilai F 44,23. Penalaran moral merupakan bagian dari dilema akuntansi pertimbangan etis yang menguji hubungan antara penalaran etis dan perilaku etis dalam konteks akuntansi dan audit (Chiu, 2003; Gul dkk., 2003; Ponemon dan Gabhart, 1990). Near dan Micheli (2005) mengisyaratkan faktor utama yang mempengaruhi keputusan individu pada whistleblowing adalah perilaku moral mereka.Dozier dan Miceli (1986) menyatakan kemampuan individu untuk menyelesaikan atau menginterpretasi dilema etis dipengaruhi oleh penalaran moral mereka. Chang dan Leung (2006), Uddin dan Gillett (2002) mengindikasikan level penalaran moral atau pertimbangan 119
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
etis individu berpengaruh terhadap perilaku etis mereka. Sedangkan penelitian pada hubungan antara whistleblowing dan penalaran moral auditor menunjukan individu dengan level penalaran mora yang tinggi lebih cenderung untuk melakukan whistle-blowing
(Liyanarachchi dan Newdick, 2009). Dalam penelitian ini terindikasi bahwa individu dengan penalaran moral yang tinggi memilki cenderungan melakukan whistle-blowing dibandingkan dengan individu dengan level penalaran moral rendah (H1 terdukung).
Tabel 4.2 Dampak Penalaran Moral, Retaliasi, dan Gender terhadap Kencenderungan Whistleblowing Variabel Gender Moral Retaliasi
Df 1 4 4
Mean Square 0,200 17,237 16,211
Tabel 4.2 pada variabel retaliasi menunjukan bahwa individu dengan tingkat retaliasi rendah lebih cenderung melakukan wistleblowing dengan level signifikasi >0,01 pada nilai F 29.24. Salah satu faktor penting dalam pengambilan keputusan individu melakukan whistle-blowing adalah kekhawatiran terhadap retaliasi (Near dan Miceli, 1996). Individu yang mengungkapkan permasalahan dalam organisasinya akan diperhadapkan pada retaliasi (Fouts, 2000). Alasan utama individu untuk kegagalan mereka melaporkan tindakan salah adalah perasaan kesia-siaan dan kekhawatiran retaliasi (Rebecca Walker, 2008). Retaliasi mempunyai dampak negatif pada kecenderungan seseorang mengungkapkan tindakan salah organisasi (Arnold and Ponemon 1991; Near and Miceli 1986).Sedangkan kekhawatiran terhadap retaliasi meyebabkan mereka cenderung untuk tidak melakukan whistleblowing (Duval et al., 2001).Pada saat ancaman terhadap retaliasi rendah kecenderungan melakukan whistle-blowing menjadi tinggi (Masser and Brown, 1996). Dalam penelitian ini individu dengan tingkat kekhawatiran retaliasi yang tinggi cenderung untuk tidak melakukan whistleblowing karena ketakutan terhadap akibat dari tindakan tersebut, walaupun tindakan tersebut sesuai dengan nilai etis individu yang bersangkutan. Selain itu, ketiadaan aturan dan sistem yang melindungi whistle-blower menyebabkan persepsi retaliasi menjadi lebih tinggi 120
F 0,071 44,237 29,246
Sig 0,791 0,000 0,000
dibandingkan pada kondisi adanya aturan dan sistem perlindungan whistle-blower (H2 terdukung). Tabel 4.2 pada variabel gender menunjukan gender tidak berpengaruh terhadap kecenderu-ngan seseorang melakukan whistleblowing dengan level signifikasi 0,01dengan nilai F 0.07. Gender pada level moral tinggi dan rendah dan retaliasi pada level kuat atau lemah menunjukan tidak ada pengaruh. Hasil ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang mengisyaratkan wanita lebih beretika daripada pria (Sikula and Costa, 1994). Wanita muncul sebagai kunci utama dalam membawa keterbukaan masalah dalam institusi Amerika.Cynthia Cooper (WorldCom), Coleen Rowley (FBI), dan Sherron Watkins (PostEnron). Kekuatan dan tanggungjawab, yang menyebabkan wanitawanita ini mengungkapkan tindakan salah, ketika yang lainnya tidak melakukanny (Lacayo and Ripley, 2002). Penelitian Miceli and Near (1992) mengindikasikan atribut intra personal termasuk kemanjuran diri dan gender berpengaruh terhadap keputusan melakukan whistleblowing. Wise (1995) menemukan bauran hasil antara gender dan faktor demografi yang lainnya dalam mempengaruhi kecenderungan melaku-kan whistle-blowing. Miceli, dkk. (1991) mengisyaratkan kencenderungan yang lebih tinggi dari pria untuk melakukan whistle blowing.Sims and Keenan (1998) mendukung hasil penelitian Miceli, dkk. (1991). Analisis meta pengembangan moral mengindikasikan
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
wanita tidak secara signifikan berbeda dengan pria dalam level pengambilan keputusan moral (Walker, 1984). Sedangkan hasil penelitian Lacayo and Ripley (2003), Street (1995) menunjukan pria lebih cenderung melakukan whistleblowing daripada wanita. Selanjutnya studi pada hubungan antara gender dan penalaran moral mengindikasikan, pria mencapai level penalaran moral lebih tinggi daripada wanita (Bussey and Maughan, 1982). Sedangkan pada penelitian untuk menguji efek interaksi gender terhadap kecenderungan whistleblowing hasilnya adalah signifikan (Liyanarachchi dan Newdick, 2009, p 46). Hasil penelitian ini didukung oleh Walker (2004), Weber dan Wasieleski (2001) yang menunjukan tidak ada perbedan gender dalam level penalaran moral (H3 tidak terdukung). KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN KETERBATASAN PENELITIAN 1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa level penalaran moral berpengaruh terhadap kecen-derungan individu melakukan whistle-blowing. Individu dengan level penalaran moral lebih tinggi lebih cenderung melakukan whistleblowing disbandingkan dengan individu dengan level penalaran moral rendah. Tingkat retaliasi berpengaruh terhadap kencenderungan individu melakukan whistleblowing. Individu dengan tingkat retaliasi lemah lebih cenderung melakukan whistleblowing dibandingkan dengan individu dengan tingkat retaliasi tinggi. Gender tidak berpengaruh terhadap kecenderung-an individu melakukan whistle-blowing. 2.
Implikasi
Secara teoretis penelitian ini dapat mengisi gap pada penelitian-penelitian sebelumnya pada hubungan antara kecenderungan seseorang mengungkap-kan tindakan salah dalam organisasi dengan variabel-variabel yang mempengaruhinya. Dalam penelitian ini variabel penalaran moral dan retaliasi berpengaruh terhadap
kecenderungan whistle-blowing, sedangkan variabel gender tidak berpengaruh terhadap kecenderungan whistle-blowing. Dua variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat dipertimbangkan oleh organisasi dalam hal pembuatan kebijakan-kebijakan untuk meminimalisir kemungkinan tindakan kecurangan akuntansi oleh karyawan. Penempatan karyawan pada bidang akuntansi dapat mempertimbangkan moral individu dan untuk meningkatkan kecenderungan individu untuk melaporkan tindakan salah, yaitu dengan pembuatan kebijakan yang melindungi seorang atau sekelompok orang yang melakukan tindakan pelaporan. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah berdasarkan keterbatasan dalam penelitian ini. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan variabel-variabel lain, misalnya status manajerial (Keenan, 2002), locus of control (Chiu, 2003; Near dan Miceli, 1985), personal cost (Jos dkk., 1989), komitmen organisasional (Somers dan Casal, 1994), keseriusan pelanggaran (Kaplan dan Schultz, 2007), status pelanggar (Near dan Miceli, 199), demografis (Schultz dkk., 1993; Keenan, 2007). Penelitian selanjutnya juga bisa mempertimbangkan penggunaan alat analisis untuk melihat hubungan pengaruh menggunakan regresi, ataupun pengembangan model teori baru menggunakan SEM atau PLS. Penelitian selanjuntya juga mempertimbangkan menggunakan instrumen yang tepat sesuai alat analisis dengan subjek atau sampel yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA Arnold, D. F. and L. A. Ponemon: 1991, ‘Internal Auditors Perceptions of Whistleblowing and the Influence of Moral Reasoning: An Experiment’, Auditing: A Journal of Practice and Theory 10, 1–15. Betz, N. and G. Hackett: 1986, 'Applications of Self Efficacy Theory to Understanding Career Choice Behavior', Journal of
121
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
Social and Clinical Psychology 4, 279 289. Bok, S.: 1980, ‘Whistleblowing and Professional Responsibilities’, in D. Callahan and S. Bok (eds.), Ethics Teaching in Higher Education (Plenum Press, New York). Brabeck, M. M.: 1984, ‘Ethical Characteristics of Whistle-Blowers’, Journal of Research in Personality 18, 41–53. doi:10.1016/0092-6566(84)90037-0 Brent R. MacNab and Reginald, ‘Self-Efficacy as an Intrapersonal Predictor for Internal Whistleblowing: A US and Canada’, Journal of Business Ethics, Vol. 79, No. 4 (Jun., 2008), pp. 407-421 Bussey, K. and B. Maughan: 1982, ‘Gender Differences in Moral Reasoning, Journal of Personality and Social Psychology 42(4), 701–706. Cavanagh, S. and D. Fritzsche: 1985, ‘Using Vignettes in Business Ethics Research’, in L. Preston (ed.), Research in Corporate Social Performance and Policy (JAI, Greenwich, CT), pp. 279–293. Chan, S. Y. and P. Leung: 2006, ‘The Effects of Accounting Students Ethical Reasoning and Personal Factors on Their Ethical Sensitivity’, Managerial Auditing Journal 21, 436–457. doi:10.1108/02686900610661432. Chiu,
R.K. (2003), “Ethical Judgment AndWhistleblowing Intention: Examining The Moderating Role of Locus of Control”, Journal of Business Ethics, Vol. 43 No. 1/2, pp. 65-74.
Chung, J. and V. U. Trivedy: 2003, ‘ The Effect of Friendly Persuasion and Gender on Tax Compliance Behavior’, Journal of Business Ethics 47: 133-145.
Courtemanche, G.: 1988, 'The Ethics of Whistle Blowing, The Internal Auditor’, 45(1), 3642. England, P.: 1979. Dozier, J. B. and M. P. Miceli: 1985, ‘Potential Predictors of Whistle Blowing: A Prosocial Behaviour Perspective’, Academy of Management Review 10, 823–836. Doi:10.2307/258050. DuVal, G., L. Sartorius, B. Clarridge, G. Gensler and M. Danis: 2001, ‘What Triggers Requests for Ethics Consults?’, Journal of Medical Ethics 27(Supplement 1), 24–29. Fishbein, M. and I. Ajzen: 1975, ‘Belief, Attitude, Intensions and Behavior: An Introduction to Theory and Research’, (Addison-Wesley, Boston, MA). Fouts, S.F.: 2000, ‘Two Nurses and a Doctor: Health Care Workers Allege Retaliation for Blowing the Whistle on Understaffing’, Journal of Emergency Nursing 26(6), 598–600. Gul, F.A., Ng, A.Y. and Tong, M.W. (2003), ‘Chinese Auditors’ Ethical Behavior in an Audit Conflict Situation’, Journal of Business Ethics, Vol. 42 No. 4, pp. 37992. King, G: 2000, 'The Implications of Differences in Cultural Attitudes and Styles of Communication on Peer Reporting Behavior', Cross-Cultural Management 7(2), 11-17. King,
A.: 2007, Protected Disclosures Amendment Bill – First Reading, Parliament of New Zealand, Hansard 642, 12551, ‘Protected Disclosures Act: 2000’, Available Online: http://www.legislation.govt.nz/act/public/ 2000/0007/latest/DLM53466.html. Accessed 6 November 2008.
Keenan, J.P. and McLain, D.L. (1992), ‘Whistleblowing: a conceptualization and model’, Academyof Management Best 122
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
Papers Proceedings, August 10-12, pp. 348-52. Keenan, J. and C. Krueger: 1992, 'Whistleblowing and the Professional', Management Accounting 74(2), 21-25. Lacayo, R. and A. Ripley: 2002, ‘The Whistleblowers, Persons of the Year’, Time Magazine 160(27), 30-60. Liyanarachchi, G. and C. Newdick: 2009, ‘The Impact of Moral Reasoning and Reataliation on Whistle Blowing: New Zealand Evindence’, Journal of Business Ethics 89:37-57. doi: 10.1007/s10551008-9983-x Lovell, A. (1997), “Some thoughts on Kohlberg’s Hierarchy of Moral Reasoning and its Relevancefor Accounting Theories of Control”, Accounting Education, Vol. 6 No. 2, pp. 147-62. Korabik, K.: 1999, ‘Sex and Gender in the New Millennium’, in G. N. Powell (ed.), Handbook of Gender & Work (Sage Publications Inc., Thousand Oaks, CA). Masser, B. and R. Brown: 1996, ‘When Would you do it? anInvestigation into the Effects of Retaliation, Seriousness of Malpractice, and Occupation on Willingness to Blow the Whistle’, Journal of Community & Applied Social Psychology 6, 127–130. Near, J. P. and M. P. Miceli: 1986, ‘Retaliation Against WhistleBlowers:PredictorsEffects’,The Journal of Applied Psychology 71, 137– 145. doi:10.1037/0021-9010.71.1.137. Massey, D. W.: 2002, ‘The Importance of Context in Investigating Auditors’ Moral Abilities’, in B. M. Schwartz (ed.), Research on Accounting Ethics, Vol. 8 (JAI, Greenwich, CT), pp. 195–247.
Controlled Field Experiment’, Journal of Applied Social Psychology 21(4), 271– 295. doi:10.1111/j.15591816.1991.tb00521.x. Near, J. P. and M. P. Miceli: 1992, ‘Blowing the Whistle (Lex ington Books, New York, NY). Near, J. P. and M. P. Miceli: 1995, ‘Effective Whistle-Blowing’, Academy of Management Review 20(3), 679–708. doi:10.2307/258791. Near, J. P. and M. P. Miceli: 1996, ‘WhistleBlowing: Myth and Reality’, Journal of Management 22(3), 507– 526. doi:10.1177/014920639602200306 Near, J. P. and M. P. Miceli: 2005, ‘Standing Up or Standing By: What Predicts Blowing the Whistle on Organizational Tindakan salah?’, Research in Personnel and Human Resource Management 24, University of Illinois, USA. Ponemon, L.A. and Gabhart, D.R.L. (1990), “Auditor Independence Judgments: a Cognitive Development Model and Experimental Evidence”, Contemporary Accounting Research, Vol. 7 No. 1, pp. 227-51. ________ Profesional Standards Responsibilities committee: 1985
and
Radtke, R. R.: 2000, The Effects of Gender and Setting on Accountants Ethically Sensitive Decisions, Journal of Business Ethics 24, 299–312. Rest, J.R.: 1979, ‘Development in Judging Moral Issue’, University of Minnesota Press, Minneapolis, MN. Rest, J.R.:1986, ‘Moral Development, Advances in Research and Theory’, Praeger, New York, NY.
Miceli, M. P., J. B. Dozier and J. P. Near: 1991, ‘Blowing the Whistle on Data-Fudging: A 123
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
Rocha, E. and B. H. Kleiner: 2005, ‘To Blow or Not to Blow the Whistle? That is the Question’, Management Research News 28(11/12), 80–87. Doi:10.1108/01409170510785264. Sarbanex Oxley Act: 2002, public Law 107-204, 107th Congress, 2nd Session, July 30 2002 Schmidt, M.: 2005, ‘’Whistle Blowing’ Regulation and Accounting Standards Enforcment in Germany and Europe – An Economic Perspective’, International Review of Law and Economics, 25: 143168 Scholtens, M. T.: 2003, Review of the Operation of the Protected Disclosures Act 2000: Report to the Minister of State Services. Serwinek. P. J.: 1992, ‘Demographic and Related Differences in Ethical Views Among Small Business’, Journal of Business Ethics 11: 555-566, Kluwer Academic Publisher. Sims, R. L. and J. P. Keenan: 1998, ‘Predictors of External Whistleblowing’, Organizational and Intra- 56 Gregory, Journal of Business Ethics 17, 411–421. Doi:10.1023/a: 1005763807868 Singer, A.: 1996, 'The Whistle Blower: Patriot or Bounty Hunter?', Across the Board 29(11), 16-22. Sikula, A., Sr. and A. D. Costa: 1994, ‘Are Women More Ethical than Men?’, Journal of Business Ethics 13, 859–871. Street,
M. D.: 1995, ‘Cognitive Moral Development and Organizational Commitment: Two Potential Predicators of Whistle-blowing’, Journal of Applied Business Research 11(4), 104–111.
Street, S., E. B. Kimmel and J. D. Kromrey: 1995, ’Revisiting University Student Gender Role Perceptions, Sex Roles’, 33(3/4), 183–200. 124
Thorne, L.: 2000, ‘The Development of Two Measures to Assess Accountants’ Prescriptive and Deliberative Moral Reasoning, Behavioral Research in Accounting 12(1), 139–169. Thorne, L.: 2001, ‘Refocusing Ethics Education in Accounting: An Examination of Accounting Students’ Tendency to Use Their Cognitive Moral Capability’, Journal of Accounting Education 19(2), 103–117. Uddin, N. and P. R. Gillett: 2002, ‘The Effects of Moral Reasoning and Self-Monitoring on CFO Intention to Report Fraudulently on Financial Statements’, Accounting Organizations and Society 40(1), 41–51 Walker, L. J.: 1984, ‘Sex Differences in the Development of Moral Reasoning: A Critical Review’, ChildDevelopment 55, 677–691. Walker, L. J.: 2004, ‘Progress and Prospects in the Psychology of Moral Development’, Merrill-Palmer Quarterly 50(4), 546–557 Walker, R.: 2008, ‘Mitigating the Fear of Retaliation: Helping Employees Feel Comfortable Reporting Suspected Misconduct’, Journal of Health Care Compliance, ABI/INFORM Complete, pg. 19 Weber, J. and D. Wasieleski: 2001, ‘Investigating Influences on Managers_ Moral Reasoning: The Impact of Context and Personal and Organizational Factors’, Business & Society 40(1), 79–111. Welton, R. E., J. R. Davis and M. LaGrone: 1994, ‘Promoting the Moral Development of Accounting Graduate Students: An Instructional Design and Assessment’, Accounting Education. International Journal (Toronto, Ont.) 3(1), 35–50.
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
Williams, J. E. and B. Best: 1994, ‘Crosscultural Views of Women and Men’, in W. J. Lonner and R. Malpass (eds.), Psychology and Culture (Allyn and Bacon, Needham Heights, MA), pp. 191– 196.
Wise, T.: 1995, ‘An Analysis of Factors Proposed to Affect the Decision to Blow the Whistle on Unethical Acts’ (Doctoral Dissertation Louisiana Tech. University, Ruston, LA).
125
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
NIAT MEMBELI DAN ELECTRONIC WORD OF MOUTH DI SITUS JEJARING SOSIAL: PENGUJIAN TERHADAP KUALITAS SITUS WEB, KEAMANAN BERTRANSAKSI, REPUTASI PERSEPSIAN, NORMA SUBYEKTIF DAN KEPERCAYAAN Camelia L.Numberi Staf Dosen Fakultas Ekonomi Unipa Email:
[email protected]
ABSTRACT This research is supported by the emergence of the phenomenon of online communities that become a popular online place for users to search for and gather information about online shopping experiences through online shop or social networking site that aimed to reduce the risk of their transaction. The purpose of this research is to show empirical evidence about the influence of the quality of website, transaction safety, and subjective norm toward purchase intention and electronic word of mouth behavior with mediated of trust and perceived reputation in social networking site. From online survey that conducted we obtain 430 respondents of Facebook users account in Indonesia, and then processed using structural equation modeling (SEM) with the help of the application of Amos 22. Statistical analysis showed that 11 hypothesis that proposed existed four hypothesis unsupported, that is influence of the system quality to perceived reputation, the information quality to trust, the system quality to trust and the perceived reputation to shopping intention. In generally, this research is predicted online consumers behavior in the social networking site with regard to their activities to shopping online, especially about shopping intention and electronic wordof-mouth. Keywords: Social Commerce (S-commerce), Theory of Reasoned Action (TRA), Information Quality, System Quality, Transaction Safety, Perceived Reputation, Trust, Subjective Norms, Shopping Intention, electronic Word-of-Mouth (eWOM), Structural Equation Modeling (SEM).
PENDAHULUAN Meningkatnya pengguna internet di dunia memudahkan para pebisnis untuk memasarkan dan mengembangkan lahan bisnisnya (Al-Kasasbeh et al., 2011; Zarrella, 2010 dalam Supradono dan Harun, 2011). Pengguna internet merupakan konsumen pontensial untuk bisnis online. Hal tersebut terjadi karena teknologi informasi mengubah cara orang untuk bekerja dan mengubah cara berkompetisi dalam bisnis (Martin, 2005). Konsumen yang bertransaksi secara online mengandalkan informasi yang didapat dari website yang menjual produk dan jasa tersebut (Zhang et al., 2009). Oleh karena itu, web menjadi salah
satu bagian yang penting dari internet yang mendapatkan perhatian dari konsumen dan penjual. Web telah mendukung aktivitas transaksi bisnis online atau yang lebih dikenal dengan istilah electronic commerce (ecommerce). E-commerce merupakan penggunaan Teknologi Informasi (TI) untuk melakukan kegiatan bisnis antara dua atau lebih organisasi, atau antara sebuah organisasi dengan satu atau lebih pelanggan akhir (endconstomer), melalui satu atau lebih jaringan komputer (Martin et al., 1999 dalam Hartono, 2005). Seiring dengan hal tersebut dapat 127
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
meningkatkan popularitas situs jejaring sosial dan telah membuka peluang baru model bisnis dari electronic commerce (e-commerce) yang disebut sebagai social commerce. S-commerce merupakan bagian dari ecommerce. Marsden (2010) s-commerce mendefinisikan bahwa s-commerce merupakan bagian dari e-commerce yang menggabungkan media sosial dengan elektonik commerce (ecommerce) untuk memfasilitasi pembelian dan penjualan dari barang dan jasa dengan menggunakan berbagai teknologi internet. Sedangkan bagi Stephen dan Toubia (2010) menyebutkan bahwa s-commerce adalah bagian dari e-commerce dan sebuah grup dan hubungan berbasis pasar terbuka online. Kini media sosial dapat menjadi salah satu strategi pemasaran yang lebih baik karena dapat memberikan manfaat berupa dukungan interaksi sosial dan sumbangan pengguna untuk membantu dalam jual beli online produk dan jasa. Dengan bertransaksi di jejaring sosial, konsumen dapat pula berkonsultasi dengan komunitas sosial mereka untuk mencari nasihat serta masukan-masukan berupa informasi yang membantu mereka dalam membuat keputusan membeli. Komunitas-komunitas online sudah menjadi tempat yang populer untuk pengguna online mencari dan mengumpulkan informasi mengenai pengalaman berbelanja, penilaianpenilaian, dan pendapat-pendapat konsumenkonsumen lain (Kozinets, 2002; Park dan Lee, 2009). Komunitas online tidak saja meningkatkan kecepatan di mana informasi dikirimkan, tetapi juga menurunkan asimetri informasi. Fenomena ini disebut sebagai pengaruh electronic word of mouth (e-WOM) (Tseng dan Hsu, 2010). Sedangkan menurut Sun et al., (2006) electronic word of mouth adalah pengalaman dan pandangan konsumen yang disampaikan melalui kata-kata tertulis berdasarkan teknologi internet. Katz, Lazarsfeld, & Roper (1955) dan Bickart (2002) menyatakan bahwa komunikasi e-WOM mempunyai pengaruh persuasi yang lebih tinggi dan lebih efektif dibanding alat-alat pemasaran tradisional. Sebagian besar konsumen memiliki kecenderungan untuk membaca semua informasi yang tersedia dan lengkap, secara khusus dalam kasus produkproduk inovatif terbaru. Oleh karena itu, perusahan-perusahaan seharusnya memperhatikan penggunaan sistem dan informasi yang 128
akan mempunyai pengaruh pada pemakainya dan pada sistemnya (Hartono, 2007b) serta memahami perilaku konsumen karena semakin baik memahami faktor yang mendasari perilaku konsumen, semakin memungkinkan untuk mengembangkan strategi pemasaran agar kebutuhan konsumen terpenuhi (Assael, 1998). Dalam kolom www.kompas.com yang mengambil judul tentang kasus Penipuan Dominasi Kejahatan “Cyber” dimana Indonesia didominasi oleh kasus penipuan baik penipuan lewat internet maupun telpon yang ditulis Norma Gesita, Dari hasil perlaporan yang diungkapkan oleh Kepala Subdirektorat IV Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Audie Latuheru mengatakan, jumlah laporan penipuan itu mencapai 40 persen dari seluruh kasus cyber crime. "Dilanjutkan dengan kasus pencemaran nama baik sekitar 30 persen dan sisanya adalah kejahatan pencurian data (hacking) dan kejahatan cyber lainnya”. Namun menurut Audie kasus pencemaran nama baik banyak terjadi karena maraknya penggunaan situs jejaring sosial. Namun, jumlahnya belum bisa menyaingi kasus penipuan yang marak terjadi. Menurut Pavlou (2003) adanya jarak jauh yang memisahkan konsumen, dan situs belanja dan infrastruktur internet, menghasilkan ketidakpastian dalam bertransaksi dengan electronic vendor (e-vendor) sehingga pelanggan memiliki risiko kehilangan uang dan privasinya. Ketidakpastian sosial dan risiko dengan e-vendor menjadi lebih meningkat karena perilaku e-vendor tidak dapat dimonitor (Reichheld dan Schefter, 2000 dalam Gefen et al., 2003). Ketika melakukan transaksitransaksi online, konsumen tidak bisa secara fisik memeriksa kualitas produk sebelum membuat keputusan membeli atau memonitor keselamatan dan keamanan dari informasi personalnya atau nomor kartu kreditnya (Lee danTurban, 2001). Hal ini karena media sosial sebagai platform yang mampu menfasilitasi berbagai kegiatan seperti mengintegrasikan situs web, interaksi sosial, dan pembuatan konten berbasis komunitas yang dapat juga berpengaruh terhadap ketidakamanan informasi privasi dari konsumen sehingga berdampak kepada ketidakpuasan dan kepercayaannya (O’Reilly, 2005). Konsumen belajar dari pengalaman masa lalunya, dan perilaku di masa akan datang
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
diprediksi berdasarkan pada perilaku masa lalunya. Ketika pengalaman masa lalunya menyenangkan pada suatu merek tertentu, maka konsumen mungkin akan lebih menunjukkan perilaku yang konsisten sepanjang waktu terhadap merek tersebut. Perilaku konsisten sepanjang waktu menggambarkan loyalitas terhadap suatu objek tertentu. Sekitar 74% dari pengguna-pengguna online di Taiwan menunjukkan bahwa penilaian-penilaian dari komunitas-komunitas online atau blog-blog memungkinkan untuk mempengaruhi niat membeli mereka (MIC, 2008 dalam Tseng &Hsu, 2010). Menurut Bloom (2006) dalam Jayadewi (2012) mengatakan bahwa survei di Amerika serikat membuktikan bahwa lebih dari 90% konsumen mempercayai rekomendasi dari orang yang pernah mengkonsumsi sebuah produk, sementara kepercayaan terhadap iklan hanya paling tinggi sekitar 40%. Kini orangorang akan cenderung lebih percaya pada referensi dari teman, keluarga atau rekomendasi dari suatu komunitas di sebuah media sosial. Berdasarkan fenomena yang dipaparkan di atas, peneliti termotivasi untuk menemukan fakta tentang kepercayaan konsumen online terhadap situs jejaring sosial, dimana dalam penelitian yang dilakukan oleh Bansal dan Chen (2011) menyimpulkan bahwa konsumen online lebih cenderung mempercayai situs e-commerce di bandingkan s-commerce.
dari tindakan-tindakan yang dilakukan. Menurut Hartono (2007a), niat perilaku (behavioral intention) dan perilaku (behavior) adalah dua hal yang berbeda. Niat perilaku masih berupa niat sedangkan perilaku adalah tindakan nyata yang dilakukan. Niat atau intensi merupakan keinginan untuk melakukan perilaku. Oleh karena itu niat dapat dijelaskan dalam bentuk sikap-sikap terhadap perilaku. Niat-niat dapat berubah menurut waktu, semakin lebar interval waktu, maka akan semakin memungkinkan terjadinya perubahanperubahan terhadap niat-niat. Niat tidak selalu statis atau tetap. Pengukuran dari niat yang diperoleh sebelum terjadi tidak dapat diharapkan memprediksi perilaku secara akurat. Akurasi dari prediksi biasanya akan menurun dengan jumlah waktu yang terjadi antara pengukuran niat tersebut dengan observasi dari perilaku. Niat-niat merupakan suatu fungsi dan dapat ditentukan oleh dua penentu dasar yaitu hubungan dengan faktor pribadi dan hubungan dengan pengaruh sosial. Faktor pribadi disini adalah sikap terhadap perilaku (attitude toward the behavior) individual. Sedangkan untuk penentu kedua adalah pengaruh sosial yang merupakan norma subyektif (subjective norm). Sikap terhadap Perilaku (Attitude towards Behavior) Niat Perilaku (Behavioral Intention)
KAJI TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 1.
Norma Subyektif (Subjective Norm)
Teori Tindakan Beralasan (theory of reasoned action)
Teori tindakan beralasan atau theory of reasoned action (TRA) merupakan teori yang dikembangkan oleh Icek Ajzen dan Martin Fishbein (1980). Teori TRA menjelaskan tentang perilaku (behavior) dilakukan karena individual mempunyai niat atau keinginan untuk melakukannya (behavioral intention). Sedangkan niat ditentukan oleh sikap terhadap perilaku dan norma subyektif. Teori tindakan beralasan atau TRA berasumsi bahwa manusia biasanya berperilaku dengan cara yang sadar, bahwa mereka mempertimbangkan informasi yang tersedia, dan secara implisit dan eksplisit juga mempertimbangkan implikasi-implikasi
Perilaku (Behavior)
Gamber 1. Model TRA(Sumber: Fishbein, M., & Ajzen, I. 1975). 2.
Teori Kesuksesan Delone dan McLean (1992)
Teori kesuksesan Delone dan Mclean merupakan teori yang mengukur keberhasilan sistem informasi dengan menghubungkan antara enam variabel keberhasilan sistem informasi antara lain: Kualitas sistem, kualitas informasi, penggunaan sistem informasi, kepuasan pemakai, dampak individu dan 129
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
dampak organisasi. Model tersebut memberikan kontribusi penting untuk memahami kesuksesan sistem informasi. System Quality
Use Individu al Impact
Organizatio nal Impact
Sichtmann (2007)
User Satisfa ction
Informati on Quality
Gamber 2. Model Kesuksesan (Sumber: DeLone dan McLean. 1992)
3.
Penelitian Terdahulu Pengembangan Hipotesis
dan
Penelitian terdahulu mengenai kualitas situs web dan kepercayaan serta hubungannya dengan niat berbelanja memang sudah banyak dilakukan. Sehingga hubungan antara konstruk dalam penelitian terdahulu yang dipakai dalam pengembangan model penelitian ini dapat dilihat pada tabel1. Tabel 1. Penelitian Terdahulu Penelitianpenelitian Liang dan Chen (2009)
Jarvenpaa et al (1999)
Kim dan Park (2013)
130
Konstruk -perceived information quality. - perceived system quality. - perceived service quality. - customer satisfaction. - customer trust. - relationship length. - relationship depth. - relationship breadth. - Perceived size - Perceived reputation - Trust in store - Attitude - Risk perception - Willingness to purchase - Reputation - Size - Information quality - Transaction
Hasil Penelitian Menemukan pengaruh signifikan dari kualitas sistem dan kualitas pelayanan terhadap kepercayaan pelanggan.
Menemukan bahwa reputasi berpengaruh terhadap internet store dengan lintas budaya Menemukan bahwa karakteristik dari scommerce dapat
Safety - Communication - Economic Feasibility - Word of Mouth referrals - Trust - Purchase Intentions - Word of Mouth Intentions - Competence - Credibility - Trust - Current purchase intention - Purchase intention for product innovation - WOM Behavior
berpengaruh terhadap kinerja kepercayaan
Menemukan bahwa kepercayaan dapat berpengaruh terhadap niat membeli saat ini, niat membeli untuk produk inovasi dan perilaku WOM.
PENGEMBANGAN HIPOTESIS 1.
Hubungan Kualitas Website dengan Reputasi Persepsian
Saeed et al. (2003) dalam Liang dan Chen (2009) telah mengusulkan bahwa kualitas sistem, kualitas informasi dan kualitas pelayanan merupakan penggerak penting dari persepsi konsumen dan perilaku online. Sedangkanmenurut Kim et al. (2008) dan Zhang, (2009) pembeli online akan bergantung pada informasi yang diberikan oleh situs web karena mereka memiliki sumber informasi yang terbatas tentang produk dan jasa. Gregg dan Walczak (2010) menguji pengaruh kualitas situs web di berbagai jenis produk dan reputasi vendor untuk menentukan kualitas situs web yang dapat menjelaskan beberapa variasi dalam kepercayaan (trust) dan harga premium dilihat dalam penelitian online auction. Sedangkan Pada online shop seperti yang ada di facebook.com para penjual sering mengumpulkan tertimoni-testimoni dari pembeli untuk dipublis di wall online shop mereka sehingga dapat meningkatkan reputasi penjual. Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai berikut. H1a: Kualitas informasi berpengaruh positif terhadap reputasi persepsian. H1b: Kualitas sistem berpengaruh positif terhadap reputasi persepsian.
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
2.
Hubungan Kualitas Website dengan Kepercayaan
Menurut Kim et al. (2008) pembeli online akan bergantung pada informasi yang diberikan oleh situs web karena mereka memiliki sumber informasi yang terbatas tentang produk dan jasa. Sehingga situs web yang dapat memberikan informasi akurat dan tepat waktu cenderung lebih dipercayai. Pernyataan ini pun didukung oleh Fung dan Lee (1999) yang menyatakan bahwa kualitas informasi memiliki pengaruh langsung terhadap kepercayaan konsumen pada perusahaan-perusahaan online. Dukungan dari pernyataan ini juga dari penelitian yang dilakukan oleh Kim (2011) dalam Kim dan Park (2013) bahwa kualitas informasi merupakan penentu kepercayaan konsumen terhadap s-commerce. Liang dan Chen (2009) menguji kualitas situs web yang terdiri dari kualitas sistem, kualitas informasi dan kualitas pelayanan terhadap kepercayaan. Hasilnya menunjukkan signifikan bahwa kualitas sistem persepsian dan kualitas pelayanan persepsian signifikan terhadap kepercayaan, tetapi kualitas informasi tidak signifikan terhadap kepercayaan. Penelitian Fung and Lee (1999) serta Chiu et al., (2005) menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara kualitas informasi persepsian terhadap kepercayaan konsumen di perusahaan online. Sedangkan Kim (2011) menemukan bahwa kualitas informasi merupakan penentu utama kepercayaan konsumen dalam s-commerce. Semakin tinggi kualitas informasi yang dihasilkan suatu sistem informasi, diprediksi akan berpengaruh pada kepercayaan terhadap sistem informasi. Hipotesis yang diajukan sebagai berikut. H2a: Kualitas informasi berpengaruh positif terhadap kepercayaan.
signifikan terhadap kepercayaan. Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai berikut. H2b: Kualitas sistem berpengaruh positif terhadap kepercayaan. 3.
Hubungan Keamanan Bertransaksi dengan Kepercayaan Menurut Cheung dan Lee (2006) keamanan bertransaksi adalah sejauh mana pengguna s-commerce percaya bahwa scommerce menyediakan tingkat keamanan yang tinggi baik dari segi transaksi dan informasi terkait transaksi. Namun bagi Cheung & Lee (2006) serta Kim et al. (2008) dalam Kim dan Park (2013) bahwa studi terdahulu telah meneliti keamanan bertransaksi dan menemukan itu sebagai suatu faktor penting dari kepercayaan konsumen pada perusahaanperusahaan e-commerce. Pengguna e-commerce umumnya cemas tentang tingkat keselamatan selama proses pembelian (Koufaris dan Hampton-Sosa, 2004). Sedangkan Hoffman, Novak, dan Peralta (1999) menjelaskan keamanan bertransaksi sebagai faktor utama yang membatasi belanja online dan diverifikasikan bahwa kontrol privasi dan keamanan merupakan faktor penting yang mempengaruhi kepercayaan konsumen. Dalam penelitian lain seperti Yoon (2002) telah menentukan bahwa keamanan bertransaksi merupakan faktor penting konsumen di konteks e-commerce. Dari pandangan ini, konsumen akan mempertimbangkan tingkat keamanan bertransaksi yang tinggi sebagaimana relevan dengan tingkat kepercayaan mereka dapat mempertimbangkan s-commerce sebagai pasar online pontensial. H3: Keamanan bertransaksi berpengaruh positif terhadap kepercayaan. 4.
Vance et al. (2008) menguji kualitas sistem dan kultur berpengaruh terhadap kepercayaan pelanggan, dan hasilnya adalah kualitas sistem dengan kultur berpengaruh signifikan terhadap kepercayaan pelanggan. Liang dan Chen (2009) menguji kualitas situs web yang terdiri dari kualitas sistem, kualitas informasi dan kualitas pelayanan terhadap kepercayaan. Hasilnya menunjukkan signifikan bahwa kualitas sistem persepsian dan kualitas pelayanan persepsian signifikan terhadap kepercayaan, tetapi kualitas informasi tidak
Hubungan Reputasi Persepsian dengan Kepercayaan
Reputasi vendor menurut Pennington et al. (2004) dan Chen (2007), merupakan faktor yang mempengaruhi kepercayaan. Pennington et al. (2004) membuktikannya dengan melakukan penelitian eksperimental dalam kasus perusahaan yang telah memiliki reputasi dan yang tidak. Sedangkan Jarvenpaa et al. (1999) menguji reputasi persepsian suatu situs web yang berpengaruh terhadap kepercayaan (trust) di e-commerce. Sedangkan menurut 131
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
Koufaris dan Hampton-Sosa (2004) menyatakan bahwa persepsi konsumenkonsumen dari reputasi suatu situs e-commerce memainkan peran kunci dalam membangun kepercayaan mereka di situs tersebut. Sehingga reputasi menjadi faktor penting yang memberikan kontribusi bagi kepercayaan konsumen terhadap organisasi penjualan (Anderson & Weits, 1989; Donney & Cannon, 1997; Ganesan, 1994). Para peneliti juga telah menemukan bahwa reputasi yang negatif akan merugikan (Buskens, 2003; Buskens & Weesie, 2000; Kollock, 1994 dalam Dunn, 2007). Reputasi mungkin lebih kritis dalam lingkungan online daripada lingkungan tradisional karena dalam lingkungan yang kompetitif saat ini, kelangsungan hidup utama perusahaan bergantung pada membangun dan mempertahankan reputasi perusahaan yang baik (Gray dan Balmer, 1998). Sehingga reputasi baik membantu perusahaan-perusahaan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan (Porter, 1985; Yoon et al., 1993; Robertson, 1993; dan Andreassen & Lindestad, 1998). Maka diajukan hipotesis sebagai berikut. H4: Reputasi persepsian berpengaruh positif terhadap kepercayaan.
Hennig-Thurau.et.al.,(2004) menunjukkan bahwa e-WOM terjadi ketika konsumen potensial, konsumen saat ini, atau konsumen masa depan membuat komentar positif atau negatif secara online mengenai perusahaan atau produk. Komentar positif dapat terjadi ketika konsumen memiliki pandangan bahwa pedagang online bereputasi baik. Sebaliknya, komentar negatif terjadi ketika konsumen memiliki pandangan bahwa pedangan online bereputasi buruk. Oleh karena itu, keinginan konsumen untuk memberikan komentar positif atau negatif sangatlah ditentukan oleh reputasi pedagang online. Komentar-komentar yang diberikan konsumen secara elektronik melalui internet (electronic word-of-mouth) akan menjadi referensi bagi setiap konsumen lain yang membutuhkan informasi mengenai pedagang online. Menurut penelitian Hess (2008) menemukan bahwa reputasi perusahaan memiliki hubungan positif langsung dengan niat berbelanja kembali dan word-of-mouth. Oleh karena itu, diajukan hipotesis sebagai berikut. H6: Reputasi persepsian berpengaruh positif terhadap e-WOM. 7.
5.
Hubungan Reputasi Persepsian dengan Niat Berbelanja Reputasi mungkin lebih kritis dalam lingkungan online daripada lingkungan tradisional. Reputasi merupakan anteseden yang signifikan dari niat bertransaksi (intention to transact) yang menunjukkan bahwa reputasi situs web memainkan peran dalam niat membeli dan niat bertransaksi konsumen (Yoon et al., 1993 dan Pavlou, 2003). Reputasi juga memberikan indikasi apa yang konsumen lakukan yang dapat menjadi prediktor yang kuat dalam perilaku pembelian (Resnick et al., 2000; Li et al., 2006; McDonald & Slawson, 2002; Standifird, 2001 dalam Fuller et al., 2007). Sedangkan Hess (2008) menemukan bahwa reputasi perusahaan memiliki hubungan positif langsung dengan niat membeli kembali dan word-of-mouth. Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai berikut. H5: Reputasi persepsian berpengaruh positif terhadap niat berbelanja. 6.
132
Hubungan Reputasi Persepsian dengan Perilaku e-WOM
Hubungan Kepercayaan dengan Niat Berbelanja Studi-studi terdahulu telah menyatakan bahwa jika perusahaan e-commerce bisa meyakinkan konsumen untuk mempercayai mereka, maka konsumen merespon dengan menunjukkan niat membeli yang menguntungkan atau WOM (Jang, 2005). Kim & Park (2013) dalam penelitian mereka mengenai pengaruh dari berbagai karakteristik s-commerce terhadap kepercayaan dan kinerja kepercayaan, dan menemukan pengaruh positif yang signifikan dari kepercayaan terhadap niat berbelanja dan WOM. Banyak penelitian yang menguji pengaruh dari kepercayaan didasarkan pada TRA telah menemukan kepercaya anmemiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja kepercayaan, khususnya niat membeli dan niatWOM (Pavlou &Geven, 2004;Teo&Liu, 2007). Jang(2005) meneliti pengaruh dari kepercayaan terhadap berbelanja melalui internet (internet shopping) dan menemukan hubungan yang signifikan antara kepercayaan dan niat membeli konsumen. Kuan dan Bock(2007) mengusulkan berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja kepercayaan online
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
dalam konteks e-commerce dan menemukan bahwa kepercayaan online memiliki pengaruh positif pada niat membeli online. Menurut Kim et al. (2007) dan Sam et al. (2009), serta Delafrooz et al. (2011) kepercayaan mempunyai dampak yang positif terhadap niat digunakannya sistem e-commerce. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa kepercayaan (trust) dalam komunitas penjual secara keseluruhan merupakan faktor penting dalam apakah pembeli akan mempertimbangkan untuk membeli produk dari penjual tertentu (Pavlou & Geven, 2004). Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai berikut. H7: Kepercayaan berpengaruh positif terhadap niat berbelanja. 8.
Hubungan Kepercayaan dengan Perilaku e-WOM Penelitian sebelumnya telah meneliti hubungan antara kepercayaan dan niat WOM lingkungan online maupun lingkungan offline. Sebagai contoh, Kim dan Kim (2010) mengemukakan bahwa kepercayaan merupakan prasyarat untuk niat WOM offline dan menemukan bahwa kepercayaan, terutama dalam kemampuan dan kesungguhan (sincerity) dari pemasok, memiliki efek positif pada niat WOM online. Kim & Park (2013) berpendapat bahwa pengguna s-commerce secara aktif berinteraksi dengan satu sama lain. Banyak pengguna dipengaruhi oleh pendapat dan pengalaman pengguna lain untuk alasan yang berbeda, termasuk membeli produk atau jasa, berbagi informasi, dan mengusulkan pendapat. Oleh karena itu, pembeli dengan tingkat kepercayaan yang tinggi pada suatu situs e-commerce/scommerce/m-commerce cenderung untuk berbagi pengalamannya atau informasi terkait (misalnya, reputasi situs/penjual, tingkat layanan pelanggan, dan tingkat kepercayaan) dengan pembeli yang ada dan pembeli potensial melalui online platform (Kim &Kim, 2010).Kim & Park (2013) dalam penelitian mereka mengenai pengaruh dari berbagai karakteristik s-commerce terhadap kepercayaan dan kinerja kepercayaan, menemukan pengaruh positif yang signifikan dari kepercayaan terhadap niat e-WOM. Maka hipotesisyang diajukan sebagai berikut. H8: Kepercayaan berpengaruh positif terhadap perilaku e-WOM.
9.
Hubungan Norma Subyektif dengan Kepercayaan Menurut Picazo-Velaet al. (2010) mendefinisikan norma subyektif sebagai sejauh mana individual mempersepsikan pemberian online reviews sebagai norma di antara orangorang yang penting baginya. Norma-norma subyektif yang berupa penentu kedua dari niatniat juga diasumsikan sebagai suatu fungsi kepercayaan-kepercayaan (Hartono, 2007a). Dimana suatu titik referensi untuk mengarahkan perilaku, individual-individual atau grup-grup tersebut dikenal sebagai referents. Secara umum, mengacu pada konsumenkonsumen individual penting yang menghargai komentar-komentar sebelumnya mengenai produk-produk group-buying. Komentarkomentar ini membentuk suatu tekanan sosial tentang membeli secara online produk-produk kelompok-membeli (group-buying). Dengan demikian, studi ini menganggap referensi eWOM sebagai jenis norma subyektif. Refensi WOM yang mengarah pada aktifitas online atau referensi e-WOM dimana konsumen bertukar informasi atau pengalaman untuk membantu yang lainnya dalam membuat keputusan membeli (Kim dan Prabhakar, 2000; Park, Chaiy, dan Lee, 1998). Bagi beberapa studi terdahulu yang pernah dilakukan oleh Davidon (2003); Maxham dan Netemeyer (2002); Kau dan Loh (2006); Spreng et al. (1995); Otani et al. (2010) dan Lovelock dan Wirtz (2008) bahwa apabila pelanggan merasa puas, maka mereka akan cenderung memberikan referensi yang baik terhadap produk kepada orang lain. Sedangkan Kim dan Prabhakar (2000) serta Kim dan Park (2013) menyatakan bahwa refensi WOM memainkan peran utama dalam meningkatkan kepercayaan dalam e-commerce dan s-commerce. Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai berikut. H9: Norma subyektif berpengaruh positif terhadap kepercayaan. 10. Hubungan Norma Subyektif dengan Niat Berbelanja Fishbein dan Ajzen (1975) berpendapat bahwa norma subyektif secara langsung mempengaruhi niat perilaku. Norma subyektif dalam penelitian ini ditunjukkan oleh referensi e-WOM yang terdapat di situs web-situs toko online atau situs web group-buying. Hennig133
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
Thurau et.al. (2004) menunjukkan bahwa eWOM terjadi ketika konsumen potensial, konsumen saat ini, atau konsumen masa depan membuat komentar positif atau negatif secara online mengenai perusahaan atau produk. Riegner(2007) menemukan bahwa dengan pertumbuhan aksesibilitas sarana internet, konsumen semakin terbiasa menerima informasi dan komentar-komentar digital mengenai produk dan merek online yang selanjutnya mengubah perilaku membeli dari konsumen. Ye, Law, dan Gu (2009) mengeksplorasi hubungan antara review pengguna online dan penjualan kamar hotel, dan menunjukkan bahwa peningkatan penjualan kamar hotel seiring dengan jumlah review positif. Atiglan-Inan dan Karaca (2011) dalam Hartono (2013) mencoba meneliti faktor-faktor yang menyebabkan niat konsumen muda untuk membeli lewat internet. Penelitian tersebut melibatkan sebanyak 281 mahasiswa Turkish University berumur sekitar 18-24 tahun. Dengan menggunakan teori perilaku rencanaan (theory of planned behavior—TPB) untuk menjelaskan perilaku konsumen muda, penelitian Atiglan-Inan dan Karaca menemukan hasil bahwa norma-norma subyektif (subjective norms) merupakan pengaruh terbesar terhadap niat (intention) konsumen muda untuk membeli lewat internet. Ini berarti bahwa niat membeli konsumen muda lebih dipengaruhi oleh orang lain dibandingkan yang muncul dari dirinya sendiri. Opini dan keputusan membeli dari orang lain akan memengaruhi niat konsumen muda untuk membeli. Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai berikut. H10: Norma subyektif berpengaruh positif terhadap niat berbelanja. 11. Hubungan Niat Berbelanja dengan Perilaku e-WOM e-WOM sebenarnya adalah suatu hubungan berbentuk U, dalam mana pelapor yang terpuaskan akan menyebarkan rekomendasi yang positif. Sedangkan pelapor yang tidak puas akan menyebarkan rekomendasi word-of-mouth yang negatif (Tax dan Chandrashekaran, 1992 dalam Davidow, 2003). konsumen melalui proses pengambilan keputusan pembelian yang diawali dengan mengenal akan kebutuhan pencarian informasi, pengevaluasian alternatif, dan terakhir yaitu keputusan pembelian. Hsu et al. (2006) 134
berkesimpulan bahwa e-WOM dari grup-grup referensi terkemuka dengan jelas secara signifikan mempengaruhi partisipasi konsumen dalam online group-buying. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Wirtz dan Chew (2002) serta Sichtmann (2007) menemukan bahwa niat membeli berpengaruh positif terhadap perilaku WOM pelanggan. Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai berikut. H11: Niat berbelanja berpengaruh positif terhadap perilaku e-WOM MODEL PENELITIAN
Kualitas informasi
H1a(+ )
H5(+
Reputasi persepsian
H2a(
+) Kualitas sistem
H1b(+ )
H6(+ )
H4(+ )
H`11(+) H7(+)
Kepercayaan
Keamanan Bertransaksi
e-WOM
H8(+)
H2b(+ ) H3(+ )
Niat berbelanja
H9(+)
H10(+ )
Norma subyektif
Gamber 3. Model Penelitian
METODA PENELITIAN 1.
Sampel
Pemilihan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metoda pengambilan sampel bertujuan (Purposive sampling). Pengambilan sampel bertujuan adalah pengambilan sampel terbatas pada jenis orang tertentu yang dapat memberikan informasi yang diinginkan, baik karena mereka adalah satu-satunya yang memilikinya, atau memenuhi beberapa kriteria yang ditentukan oleh peneliti (Sekaran, 2006). Dalam pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil sampel dari populasi berdasarkan suatu kriteria tertentu. Kriteria yang dimaksud adalah konsumen yang pernah melakukan transaksi berbelanja online di internet, serta beberapa kriteria sampel lain sebagai berikut: - Pernah melakukan transaksi belanja secara online (barang atau jasa termasuk tiket online),
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
-
Transaksi yang dilakukan adalah dengan vendor Indonesia, dengan menggunakan metoda pembayaran apapun (ATM, paypal, credit card, dll.), Untuk banyaknya sampel dalam penelitian ini akan disesuaikan dengan alat analisis yang digunakan yaitu structural equation modeling (SEM). Dalam penggunaan SEM, beberapa peneliti mensyaratkan jumlah data minimal yang harus digunakan adalah sebanyak 200 data (Foster, et al., 2006 dalam Gudono, 2012). 2.
Definisi Operasionalisasi Pengukuran Variabel
dan
a. e-WOM(electronic word-of-mouth) Definisi e-WOM (electronic Word-ofMouth) dalam penelitian ini adalah pengalaman dan pandangan konsumen yang disampaikan melalui kata-kata tertulis berdasarkan teknologi internet (Sun et al., 2006). Sedangkan untuk WOM sendiri mengisyaratkan upaya potensial untuk bertukar pengalaman langsung dan tidak langsung mengenai produk dan jasa dalam cara sederhana (Andereson, 1998; Westbrook, 1978). Perilaku WOM ini dapat diperluas dari lingkungan offline ke lingkungan online melalui internet yang disebut e-WOM. b. Kualitas informasi (Information Quality) Kualitas informasi pada penelitian ini mengacu pada informasi terbaru, akurat dan lengkap yang diberikan oleh suatu situs web untuk para penggunanya (Kim dan Park, 2013). Karena konsumen cenderung mempercayai situs web yang memberikan informasi yang akurat dan tepat waktu. c. Kualitas sistem (System Quality) Kualitas sistem pada penelitian ini mengacu pada kualitas pemprosesan dari sistem informasi (SI) di situs jejaring sosial. Variabil ini diukur dalam hal kemudahan penggunaan (ease of use), fungsionalitas (functionality), ketersediaan (availability), fleksibilitas (flexibility), keandalan (reliability), dan lama respon (respon time) (DeLone dan McLean, 2003; Shih, 2004). d. Keamanan Bertransaksi (Transaction Safety) Keamanan bertransaksi adalah sejauh mana pengguna s-commerce percaya bahwa s-
commerce menyediakan tingkat keamanan yang tinggi baik dari segi transaksi dan informasi terkait transaksi (Cheung & Lee, 2006). e. Norma Subyektif (Subjective norm) Norma subyektif adalah sejauh mana individual mempersepsikan pemberian online reviews sebagai norma di antara orang-orang yang penting baginya (Picazo-Vela et al., 2010). Dalam penelitian ini, referensi e-WOM (electronicword-of-mouth referrals) mempengaruhi kepercayaan individu dalam grup beli mengenai produk-produk. Komentarkomentar ini membentuk suatu tekanan sosial tentang membeli secara online produk-produk dalam grup beli. Dengan kata lain referensi eWOM sebagai norma subyektif dalam penelitian ini. f.
Reputasi Persepsian (Perceived reputation) Reputasi persepsian di dalam penelitian ini didefinisikan sebagai keyakinan percaya konsumen bahwa perusahaan jujur dan peduli tentang pelanggannya (Donney dan Cannon, 1997 dalam Kim dan Park, 2013). Suatu perusahaan dengan reputasi atau citra yang baik akan dapat menikmati tingkat kepercayaan yang lebih tinggi dari pelanggannya (Donney dan Cannon, 1997 dalam Kim dan Park, 2013). g. Kepercayaan (trust) Ada banyak defenisi tentang kepercayaan salah satunya adalah dari Ba dan Pavlou (2002) yang menyatakan bahwa kepercayaan adalah penilaian hubungan seseorang dengan orang lain yang akan melakukan transaksi tertentu menurut harapan kepercayaan orang dalam suatu lingkungan yang penuh ketidakpastian. Sedangkan menurut Gefen (2000) kepercayaan adalah kemauan untuk membuat dirinya peka pada tindakan yang diambil oleh orang yang dipercayainya berdasarkan pada rasa kepercayaan dan tanggung jawab. h. Niat berbelanja (Purchase Intention) Niat berbelanja pada penelitian ini didefinisikan sebagai keadaaan mental yang mencerminkan keputusan konsumen untuk memperoleh suatu produk atau jasa dalam waktu dekat (Howard, dalam Alcaniz et al., 2008). 135
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
ANALISIS DATA 1.
Gambaran Umum Responden
Untuk gambaran umum secara keseluruhan jumlah responden yang digunakan dalam penelitian adalah 441 orang. Berdasarkan jenis kelamin memiliki proporsi pembagian yaitu sebanyak 51,47% atau 227 orang responden adalah wanita sedangkan untuk responden pria dalam penelitian ini berjumlah 214 orang responden atau sekitar 48,53%. Dengan usia responden berkisar antara 26–35 tahun yang mendominasi karakteristik usia responden pada penelitian ini yaitu sejumlah 201 orang atau sekitar 45,58% hampir setengah dari responden sedangkan untuk urutan kedua terbanyak adalah usia 19–25 tahun dengan jumlah 126 orang responden atau sebanyak 28,57%. Responden yang berusia lebih kecil adalah kurang dari 18 tahun atau sampai dengan 18 tahun hanya sebesar 6,12% atau 27 orang. Sedangkan untuk berusia lebih tua atau diatas 56 tahun hanya sebanyak 0,45% atau 2 orang responden. Pendidikan terakhir yang ditempuh oleh responden penelitian, diketahui mayoritas responden adalah berpendidikan sarjana (S1) dengan jumlah 166 orang responden atau sebanyak 37,64%. Untuk urutan kedua terbanyak adalah yang memiliki pendidikan terakhir pasca sarjana (S2) adalah sebesar 35,60% atau dengan jumlah 157 orang responden. Sedangkan untuk pendidikan yang lebih rendah atau dimulai dari pendidikan dasar sampai menengah atas, jumlah respondennya adalah 16,33% atau 72 orang responden. Minoritas responden berdasarkan pendidikan terakhir adalah yang menempuh pendidikan S3 dengan jumlah 1,81% atau 8 orang responden. 2.
Hasil Uji
Metode yang digunakan dalam pengujian validitas adalah nilai average variance extracted (AVE) yang dihitung dari jumlah kuadrat standardized regression weights di bagi jumlah aitem pengukuran (Hair dkk., 2010). Nilai AVE yang lebih tinggi dari 0,5 menunjukkan konvergensi yang cukup. Berikut pada Tabel 2. merupakan hasil dari nilai AVE dari setiap konstruk dalam penelitian ini. 136
Tabel 2. Nilai Average VarianceExtracted (AVE) Konstruk Penelitian Konstruk Kualitas Informasi Kualitas Sistem Keamanan Bertransaksi Reputasi Persepsian Kepercayaan Norma Subyektif Niat Berbelanja eWOM Sumber: Hasil Pengolahan Data
AVE 0,5 0,6 0,7 0,5 0,7 0,7 0,7 0,7
Untuk uji reliabilitas dilakukan untuk mengukur konsistensi internal pengukurannya sejauh mana item-item instrument homogeny dan merefleksikan konstruk yang diukur (Cooper & Sclinder, 2008). Metode yang dipakai adalah Cronbach’s Alpha karena merupakan salah satu koefisien reliabilitas yang paling mudah dan sering digunakan. Reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik jika memiliki nilai Cronbach’s Alpha > 0,70, meskipun nilai 0,6 masih dapat di terima (Hair dkk., 2010). Semakin tinggi nilai cronbach’s alpha berarti semakin tinggi tingkat reliabilitas alat ukur yang digunakan. Tabel 3.Hasil Uji Reliabilitas Konstruk
Cronbac h’s Alpha
N of Item s
Kualitas informasi 0,799 5 Kualitas sistem 0,852 4 Keamanan bertransaksi 0,912 4 Reputasi persepsian 0,818 4 Kepercayaan 0,935 7 Norma subyektif 0,886 4 Niat berbelanja 0,895 4 Perilaku eWOM 0,914 4 Sumber: Hasil Pengolahan Data
Ket
Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
ANALISIS HASIL 1.
Uji Kesesuaian Model (Goodness of Fit Test) Untuk menguji kesesuaian dari model, model mengalami perbaikan dengan menghubungkan error tiap konstruk. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dianjurkan oleh Ghozali (2001) bahwa untuk melakukan perbaikan dengan cara menghubungkan error pada masing-masing konstruk. Hasil uji kesesuaian terhadap model dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel 4. Hasil Goodness of Fit Test Goodness of Fit
Cut-off Standards
Chi-Square (X2) P CMIN/DF RMSEA GFI AGFI TLI CFI
Diharapkan Kecil ≥0,05 ≤2,00 ≤0,08 ≥0,90 ≥0,90 ≥0,95 ≥0,95
Model Hasil Perhitungan
Ket
2096.157
Kurang fit
.000 3,639 .078 .798 .766 .880 .890
Kurang fit marginal Cukup fit kurang fit Kurang fit marginal marginal
Berdasarkan pada Tabel 4. hasil goodness of fit test menunjukkan bahwa nilai chi-square sebesar 2096. 157 dan probabilitas dari model lebih kecil dari batasan nilai yang ditentukan. Hal tersebut dapat dikarenakan faktor jumlah sampel yang digunakan besar. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa model dalam penelitian masih dapat diterima karena hasil perhitungan tidak terlalu jauh dari nilai cut-off. Dimana CMIN/DF, TLI, CFI, dan RMSEA, memiliki nilai dengan kategori cukup fit dan mendekati marginal cut off standards. Sedangkan GFI, AGFI, termasuk kategori Kurang fit. Pengujian model yang dilakukan menghasilkan konfirmasi yang baik atas dimensi-dimensi faktor dan hubungan kausalitas antar faktor.Karena itu, model penelitian ini masuk dalam kategori fit dan dapatditerima. 2.
Uji Kausalitas Uji kausalitas merupakan pengujian terhadap hipotesis yang dikembangkan dalam model penelitian. Hasil pengujian kausalitas dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Sumber : Hasil analisis SEM.
Tabel 5.Hasil Uji Kausalitas H
Hubungan Kausalitas
Kualitas Informasi → Reputasi Persepsian. Kualitas Sistem → H1b Reputasi Persepsian. Kualitas Informasi → H2a Kepercayaan. Kualitas Sistem → H2b Kepercayaan. Keamanan Bertransaksi → H3 Kepercayaan Reputasi Persepsian → H4 Kepercayaan. Reputasi Persepsian → H5 Niat berbelanja. Reputasi Persepsian → H6 Perilaku e-WOM Kepercayaan → H7 Niat berbelanja H8 Kepercayaan → H1a
Prediksi Estimate + + + + + + + + +
S.E
C.R
P
Kesimpulan
1.021
.255
4.003
***
Terdukung
-.004
.217
-.017
.987
-.159
.244
-.650
.515
-.011
.128
-.087
.930
.173
.033
5.189
***
Terdukung
1.019
.147
6.912
***
Terdukung
.032
.254
.128
.898
Tidak Terdukung
1.535
.292
5.251
***
Terdukung
.879
.245
3.582
***
Terdukung
1.563
.370
4.226
***
Terdukung
Tidak Terdukung Tidak Terdukung Tidak Terdukung
137
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
Perilaku e-WOM
+
Norma Subyektif → .150 .021 Kepercayaan + Norma Subyektif → H10 .163 .047 Niat berbelanja + Niat berbelanja → H11 .652 .169 Perilaku e-WOM + Keterangan : *** = signifikan pada 1%; ** = signifikan pada 5% H9
KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN 1.
Kesimpulan
Reputasi persepsian dipengaruhi oleh kualitas informasi yang dibuat oleh vendor, karena konsumen lebih melihat informasi yang disampaikan oleh vendor untuk mengetahui jenis produk, kualitas produk akan dibelinya serta cara bertransaksi karena di jejaring sosial, komunitas-komunitas online sudah menjadi tempat yang popular untuk pengguna online mencari dan mengumpulkan informasi mengenai pengalaman-pengalaman berbelanja serta kualitas dari suatu produk yang dapat mengurangi resiko dari konsumen. Sedangkan kualitas sistem di jejaring sosial seperti facebook tidak berpengaruh terhadap reputasi karena adanya ekspertasi yang tidak terpenuhi dari konsumen sehingga setiap konsumen memiliki lebih dari akun jejaringfacebook. Untuk Kepercayaan di Jejaring sosial justru lebih dipengaruhi oleh reputasi persepsian, keamanan bertransaksi, serta norma subyektif karena reputasi yang baik dapat mengurangi resiko dan kecemasan dalam bertransaksi, sedangkan keamanan bertransaksi memberikan kenyamanan dan untuk norma subyektif dapat mempengaruhi keyakinan seseorang terutama di jejaring sosial. kepercayaan yang dipengaruhi oleh reputasi yang baik dan norma subyektif dapat mempengaruhi konsumen untuk niat berbelanja serta menyampaikannya ke konsumen lainnya dalam bentuk informasi positif di jejaring sosial serta dapat mempengaruhi kembali terhadap reputasi. Sedangkan kualitas informasi dan kualitas sistem tidak akan mempengaruhi lagi kepercayaan konsumen online yang sudah pernah berhasil melakukan transaksi berbelanja online karana ada pengalaman masalalu yang membuatnya kepercaya mereka terhadap 138
7.321
***
Terdukung
3.501
***
Terdukung
3.855
***
Terdukung
vendor sehingga kepercayaan konsumen lebih dipengaruhi oleh keamanan bertansaksi. Niat berbelanja dijejaring sosial ditentukan oleh kepercayaan konsumen terhadap vendor, atas kenyaman yang didapat pada saat bertansaksi ini juga dipengaruhi oleh norma subyektif dalam bentuk referensi eWOM yang didapat baik dari kolega, teman atau keluarga. Umumnya referensi yang didapat dari anggota keluarga umumnya lebih mempengaruhi kepercayaan seseorang ketimbang informasi lain yang didapat dari pihak penjual dalam berbentuk iklan, reklamen dan sebagainya. Perilaku eWOM di Jejaring sosial dipengaruhi oleh reputasi persepsian, niat berbelanja dan kepercayaan karena reputasi yang baik serta kepercayaan dan niat berbelanja dapat menyebabkan perilaku eWOM di Jejaring sosial. Sebab reputasi yang baik akan menghasilkan eWOM positif, sedangkan kepercayaan dapat menyebabkan seseorang atau individu untuk bertukar informasi atau information share seputar pengalaman mereka. Sedangkan niat berbelanja akan mempengaruhi perilaku eWOM karena didorong dari keinginan untuk mencari informasi yang lebih jelas untuk mengurangi resiko dan kecemasan pembeli. 2.
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang ditemukan oleh penulis, antara lain : (1) Penelitian ini hanya menggunakan SJS Facebook, sehingga adanya kemungkinan temuan penelitian ini tidak dapat di generalisasikan untuk SJS lainnya seperti twitter, histogram dan lain-lain, (2) Responden penelitian hanya terbatas di Indonesia. Hasil penelitian mungkin mencerminkan pengguna facebook di Indonesia saja.
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
3.
Saran
Penelitian mengenai perilaku konsumen terutama niat berbelanja dan perilaku eWOM di jejaring sosial seperti facebook di Indonesia sangatlah penting terutama untuk pertimbangan market yang lebih berkompetitif. Banyak hal bisa saja mempengaruhi dunia bisnis baik karena kurangnya kenyamana dalam bertransaksi dapat berpengaruh terhadap kepercayaan konsumen yang dapat menurunkan niat berbelanja yang berdampak dengan menurunnya omset penjualan dari suatu toko online. terutama bagi jenis-jenis toko online yang termasuk dalam usaha Kecil dan menengah (UKM) yang memanfaatkan facebook sebagai market dalam bisnis mereka. Untuk vendor mengupayakan dan menyediakan sistem yang mampu menjaga keamanan dan kenyamanan bagi konsumen adalah hal yang sangat penting karena berhubungan dengan kepercayaan mereka serta niat berbelanja dari konsumen online dan perilaku eWOM di situs jejaring sosial. Terutama hambatan terbesar yang dirasakan konsumen adalah pada saat melakukan pembelian dengan memanfaatkan kartu kredit, menyebabkan kebocoran informasi privasi mereka serta kualitas produk tidak sesesuai. Sehingga kepercayaan konsumen serta tanggapan–tanggapan berupa eWOM negative yang dapat mempengaruhi reputasi vendor dalam bisnis dapat dihindari. Hal ini semuanya menjadi sangat penting dan perlu menjadi perhatian bagi vendor di Indonesia. Penelitian ini memberikan sejumlah implikasi antara praktis dan teori dalam bidang sistem informasi dan marketing, terutama dalam hal memahami perilaku pengguna situs jejaring sosial. Untuk memperkarya kajian dari ilmu sistem informasi dan perilakuan konsumen terutama konsumen online dalam penggunaan teknologi informsi dari situs jejaring sosial serta faktor-faktor yang berupa variabel laten yang mempengaruhinya.
Alcaniz, E.B., C.R. Mafe, J.A. Manzano, dan S.S. Blas, (2008)., “ Influence of online information dependency and innovativeness on internet shopping adoption”, Online Information Review, Vol. 32, No. 5, pp. 648-667. Al-kasasbeh, MM., Dasgupta, S., Al-faouri, A.H. (2011). Factors Affecting Eservice Satisfaction.Communication of the IBIMA. Ajzen,
Ajzen, I, (1991).The Theory of Planned Behavior.Organizational Behavior and Human Decision Processes, Vol.50, pp.179-211. Anderson, E., Weitz, B. (1989). Determinants of continuity in conventional industrial channel dyads. Marketing Science, Vol.8, No.4, pp. 310-323. Anderson, E and Weitz, B. (1992).The Use of Pledges to Build and Sustain Commitment in Distribution Channels.Journal of Marketing Research, No. 29, pp.18-34. Anderson, E.W. (1998). Customer satisfaction and word of mouth’’, Journal of Service Research, Vol. 1, pp. 5-17. Armida, E. E., & Park, Jungkun. (2006). ETrust For Mexican Consumers: Empirical Investigation for Three Dimensions. Advances in Consumer Research – Latin American Conference Proceedings, Vol.1, pp. 49-52, 4p. APJII
DAFTAR PUSTAKA Ahituv, Niv. (1980). A Systematic Approach Toward Assuring the Value of an Information System. MIS Quarterly, Vol.4, No. 4, pp. 61-75.
I., & Fishbein, M. (1980). Understanding Attitude and Predicting Social Behavior.NJ, Englewood Cliffs: Prentice-Hall, Inc.
(2012).Profil Pengguna Internet Indonesia. Jakarta: Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia.
Assael, H. (1998). Consumer Behavior and Marketing Action 6th edition. New York : International Thomson Publishing. 139
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
Ba, S., and Pavlou, P. A. (2002). Evidence of the effect of trust building technology in electronic markets: price premium and buyer behavior, MIS Quarterly, Vol. 26, No.3, pp. 243-268. Bagozzi, R. P., & Moore, D. J. (1994). Public service advertisements: Emotions and empathy guide prosocial behavior. Journal of Marketing, Vol. 58, pp. 5670. Bansal, G., and Chen, L. (2011). If they trust our e-commerce site, will they trust our social commerce site too? Differentiating the trust in e-commerce and s-commerce: the moderating role of privacy and security concerns, Association for Information Systems Electronic Library (AISeL), MWAIS proceedings. Bearden, W.O., Netemeyer, R. G., and Teel, J. E. (1989).Measurement of Consumer Susceptibility to Interpersonal Influence.Journal of Consumer Research, Vol. 15, No. 4, pp. 473-481. Bei, L. T., Chen, E. Y., & Widdows, R. (2004). Consumers’ online information search behavior and the phenomenon of search and experience products. Journal of Family and Economic Issues, Vol. 25, No.4, pp. 449-467. Bennett, R.; and Kottasz, R. (2000).Practitioners perceptions of corporate reputation: An empirical investigation, Corporate Communications: An International Journal, Vol.5, No. 4, pp. 224-234. Bhattacherjee, A. (2000). Acceptance of Internet Applications Services: The Case of Electronic Brokerages. IEEE Transactions on System, Man and Cybernetics-Part A: Systems and Humans, Vol. 30, pp. 411-420. Bickart, B., and Schindler, R. (2001). Internet forums as influential sources of consumer information. Journal of 140
Interactive Marketing, Vol. 15, No. 3, pp. 31-40. Bickart, B. (2002). Expanding the scope of word of mouth : Consumer-toconsumer information on the internet. Advances in Consumer Research, Vol.29, No.1, pp.428-430. Boyd, d.m, & Ellison, N.B. (2007). Social network sites : Definition, history, and scholarship. Journal of ComputerMediated Communication, Vol.13, No.1, article 11. Brown, J. J. and Reingen, P. H. (1987).Social Ties and Word-of-Mouth Referral Behavior.Journal of Consumer Research, Vol. 14, pp. 350-362. Casalo, L., Flavian, C., & Guinaliu, M. (2007). The impact of participation in virtual brand communities on consumer trust and loyalty: the case of free software. Online Information Review, Vol.31, No.6, pp.775-792. Chang, H.H., and Liu, Y.M. (2009). The impact of brand equity on brand preference and purchase intentions in the service industries. The Service Industries Journal, Vol.29, No.12, pp. 1687-1706. Chatterjee, P. (2001). Online reviews: do consumers use them?. Advances in Consumer Research, Vol. 28, pp.129133. Chen, S. J., & Chang, T.Z. (2003), “ A descriptive model of online shopping process: some empirical results” International Journal of Service Industry Management, Vol.14, No.5, pp. 556-569. Chen, Wei-An. (2007). The Study of Website’s Trust Transference to User’s Purchase Intention-A Case Study of Blog. http://ethesys.lib.ccu.edu.tw/ETD -db/ETD-search/view_etd?URN=etd....
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
Cheng, Hsiu-Hua., & Huang, Shih-Wei. (2013). Exploring antecedents and consequence of online group-buying intention: An extended perspective on theory of planned behavior.International Journal of Information Management, Vol. 13, pp. 185-198. Chiu, Hung-Chang., Hsieh, Yi-Ching., & Kao, Ching-Yi. (2005). Website Quality and Customer’s Behavioural Intention: An Exploratory Study of the Role of Information Asymmetry. Total Quality Management, Vol. 16, No. 2, pp. 185197. Cooper, D. R., & Schindler, P.S., (2006). Bussiness Research Methods. Eight Edition. McGraw-Hill, New York. Davidon, M. (2003). Have You Heard The Word? The Effect of Word of Mouth on Perceived Justice, Satisfaction and Repurchaxe Intentions Folowing Complaint Handling.Journal of Consumer Satisfaction, Dissatisfaction and Complaining Behavior.Vol.16, pp.67-79. Davis, F. D. (1989). Perceived usefulness, perceived ease of use, and user acceptance of information technology. MIS Quarterly, Vol.13, No. 3, pp. 319340. Davis, F., Bagozzi, R., & Warshaw, P. (1989). User acceptance of computer technology: a comparison of two theoretical models. Management Science, Vol. 35, No. 8, pp. 982-1003. DeLone, W.H. dan McLean, E.R. (1992). Information systems success: the quest for the dependent variable. Information Systems Research, Vol. 3, pp. 60-95. Delafrooz, N.; Paim, K.H.J. & Khatibi, A. (2011).A Research Modeling to Understand Online Shopping Intention.Australian Journal of Basic and Applied Science, Vol. 5, no. 5, pp. 70-77.
Donney, P.M., and Cannon, J.P.(1997), An Examination of the nature of trust in buyer-seller relationships. Journal of Marketing, Vol. 61, No. 1, pp. 35-51. Doolin, B., Dillon, S., Thompson, F. and Corner, J. L. (2005). Perceived risk, the internet shopping experience and online purchasing behavior: a new Zealand perspective, Journal of global information management, Vol. 13, No. 2, pp. 66-88. Duan, W., Gu, B., & Whinston, A. B. (2008). The dynamics of online word-of-mouth and product sales—An empirical investigation of the movie industry. Journal of Retailing, Vol. 84, No. 2, pp. 233-242. Dunn, J. R. (2007). Reputation and trust: A multidimensional perspective. Fourth Workshop on Trust Within and Between Organizations. Vu University, Amsterdam, the Netherlands. Erdem, Tulin, Swait dan Loviere. (2002). The Impact of Brand Credibility on Consumer Price Sensitivity. International Journal in Marketing, Vol 19. Pp. 235-255. Fang, Y. H, Chiu, C.M, dan Wang, E. T.G. (2011). Understanding customers satisfaction and repurchase intentions an integration of IS success model, trust, and justice. Journal of Internet Research. Vol. 21, No. 4, pp. 479-503. Fagerstrom, A., & Ghinea, G. (2011). On the motivating impact of price and online recommendations at the point of online purchase. International Journal of Information Management, Vol. 31, pp. 103-110. Fishbein, M., & Ajzen, I. (1975). Belief, Attitude, Intention, and Behavior: an Introduction to Theory and Research.New York: Addison-Wesley. Fung, R., and Lee, M.(1999). EC-Trust (trust in electronic commerce): Exploring the 141
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
antecendent factors. In Proceedings of Information Systems Americas Conference Milwaukee, Wisconsin, USA. Fuller, M. A., Serva, M. A., & Benamati, John. (2007). Seeing Is Believing: The Transitory Influence of Reputation Information on E-Commerce Trust and Decision Making. Journal Compilation, Vol. 38, No. 4. Furnel, S.M., Kaweni, T. (1999) Security Implications of Electronic Commerce: A Survey of Consumer and Business. Electronic Networking Applications and Policy. Freeze, T., Alshare, K., Lane, P., Wen, J. (2010). IS Success Model in ELearning Context Based on Students’ Perceptions. Journal of Information Systems Education, Vol. 21, pp. 173184. Ganesan, Shankar (1994). Determinants of Long-Term Orientation in BuyerSellerRelationships, Journal of Marketing, Vol.58, pp.1-19. Gefen, D., Silver. M,. (1999). Lesson Learned From The Successful Adoptio of On ERP System. Proceeding of the proceeding of the 5th International Conference of The Decision Sciences Institute. Athens, Greece, pp.10541057. Gefen, D. (2000). E-commerce: the role of familiarity and trust. Omega: The International Journal of Management Science, Vol.28, No.6, pp.725-737. Gefen, D., Karahanna, E., & Straub, D.W. (2003). Trust and TAM in Online Shopping: An Integrated Model. MIS Quarterly, Vol.27, No.1, pp.51-90. Giffin. K,. (1967). The Contribution of Studies of Source Credibility to a Theory of Interpersonal trust in the communication process, Psychological Bulletin. pp.104-120. 142
Gillette,
C.P. (2002). Reputation and Intermediaries in Electronic Commerce. Working Paper #CLB-02002. Artikel diunduh dari http://papers.ssrn.com/abstract=30 8440. Gudono. (2012) .Analisis Data Multivariat. BPFE, Yogyakarta, pp.242-254.
Graay, E.R.; and Balmer, J.M.T. (1998).Managing corporate image and corporate reputation.Long Range Planning, Vol. 31, No.5, pp. 695-702. Gregg, Dawn G., Steven, Walczak. (2010). The relationship between website quality, trust and price premiums at online auctions. Electron Commerces, Vol. 10, pp. 1-10. Hartono, J. (2004). Metode Penelitian Bisnis : Salah Kaprah dan Pengalaman Pengalaman. Yogyakarta: BPFE Hartono, J. (2007a). Sistem Informasi Keprilakuan. Edisi Revisi. Yogyakarta : Andi. ________. (2007b). Model Kesuksesan Sistem Teknologi Informasi.Yogyakarta : Andi ________. (2008). Metode Penelitian Sistem Informasi. Yogyakarta : Andi. ________. (2009). Pedoman Survei Kueioner : Mengembangkan Kuesioner, Mengatasi Bias dan Meningkatkan Respon. Yogyakarta: BPFE. ________. (2013). Sistem Teknologi Informasi Bisnis: Pendekatan Strategis. Jakarta: Salemba Empat. Hair, J. F., Black, W. C., Babin, B. J., & Anderson, R. E. (2010). Multivariate Data Analysis A Global Perspective 7th edition. Pearson Education Inc Hennig-Thurau, T., Gwinner, K. P., Walsh, G., & Gremler, D. D. (2004). Electronic word-of-mouth via consumer-opinion platforms: What motivates consumers to articulate them selves on the
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
Internet? Journal of Interactive Marketing, Vol.18, No.1, pp. 38-52. Hess, R.L. (2008), The impact firm of reputation and failure severity on customers’ responses to servicefailures. Journal of Services Marketing, Vol. 22 No. 5, pp. 385-98. Hong and Youl, Ha. (2004). Factors influencing consumer perceptions of brand trust online. Journal of Product and Brand Management, Vol. 13, No. 5, pp. 329 – 342. Hong, S.Y., & Yang, S.U. (2009). Effects of reputation, relational satisfaction, and customer-company identification on positive word-of-mouth intentions. Journal of Public Relations Research, Vol. 21, No. 4, pp. 381-403. Hosmer, L.T., (2000). Trust the Between organizational theory connecting link and Philosophical Ethics. Academy of management rewiew, Vol. 20, No. 2, pp. 379-403. Hsu, M. H., Yen, C. H., Chiu, C. M., & Chang, C. M. (2006). A longitudinal investigation of continued online shopping behavior: An extension of the theory of planned behavior. International Journal of HumanComputer Studies, Vol. 64, Vol. 9, pp. 889-904. http://inet.detik.com/read/2012/04/03/140117/1 883911/398/social-commercepenggerak-e-commerce-indonesia. http://tekno.kompas.com/read/2013/04/15/2209 5149/kasus.penipuan.dominasi.kejahata n.quotcyberquot. http://en.wikipedia.org/wiki/Social_commerce Jalilvand, M. R. and Samiei, N. (2012). The effect of electronic word-of-mouth on brand image and purchase intention an empirical study in the automobile industry in Iran. Journal of Marketing Inteligence and planning, Vol. 30, No. 4, pp. 460-476.
Janda, S., Trocchia, P.J., & Gwinner, K.P. (2002). Consumer perceptions of Internet retail service quality. International Journal of Service Industry Management, Vol. 13, No. 5, pp. 412-431. Jang, M. H. (2005). The effects of trust and perceived risk on attitude and purchase intention in Internet shopping malls. The Journal of Information Systems, Vol. 14, No. 1, pp. 227-249. Jarvenpaa, S.L., and Grazioli, S (1999). Surfing Among Sharks : How to Gain Trust in Cyberspace. Financial Times, Mastering Information Technology Section, March 15, pp. 2-3 Jarvenpaa, S.L., Tractinsky, N. and Saarinen, L. (1999). Consumer trust in an internet store : a cross-cultural validation, Journal of ComputerMediated Communication, Vol. 5, No. 2, pp. 1-36. Jarvenpaa, S.L., Tractinsky,J., & Vitale, M. (2000). Consumer trust in an internet store.Information Teknology and Management, Vol.1, No.2, pp.45-71 Jayadewi N.K. (2012). Pengaruh Nilai Budaya Individualisme dan Penghindaran Ketidakpastian dalam Komunikasi dari Mulut ke Mulut pada Mahasiswa Di Yogyakarta.Unpublished Skripsi S1, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Jia and Shen. (2008). User Acceptance of Social Shopping Situs : A Research Proposal, Pacific Asia Conference on Information Systems proceedings. Kassim, N and Abdullah, N. A. (2010). The effect of perceived service quality dimensions on customer satisfaction, trust, and loyalty in e-commerce settings: A cross cultural analysis. Asia Pacific Journal of Marketing and Logistics, Vol. 22, No. 3, pp.351 – 371. Katz, E., Lazarsfeld, P. F., & Roper, E (1955).Personal influence. New York : Free Press 143
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
Kau, A., Elizabeth, W.Loh. (2006). The Effects of Service Recovery on Consumer Satisfaction : a Comparison Between Complainants and Non-Complainants. Journal of Services Marketing.Vol.20, No.2, pp.101-111. Keser, C. (2002). Trust and Reputation Building in E-Commerce. Artikel diunduh dari www.cirano.qc.ca/pdf/publication/ 2002s-75.pdf. Kim, K., & Prabhakar, B. (2000). Initial trust, perceived risk, and the adoption of internet banking. In Proceedings of Information Systems International Conference. Atlanta, Georgia, USA. Kim, D. J.., Ferrin, D. L., & Rao, H. R., 2007. A trust-based consumer decision making model in electronic commerce : The role of trust, perceived risk, and their antecedents, proceeding of Ninth Americas Conference on Information Systems, pp. 157-167. Kim, D.J., Ferrin, D.L., and Rao, H. R. (2008). A trust–based consumer decisionmaking model in electronic commerce : the role of trust and their antecedents. Decision Support Systems, Vol. 44, No. 2, pp. 544-564. Kim, J., Jin, B., & Swinney, J. L. (2009), “ The role of etail quality, e-satisfaction and trust in online loyalty development process”, Journal of Retailing and Consumer Services, Vol.16, No.4, pp. 239-247. Kim, Y.J., & Kim, H.Y. (2010). The effect of justice and trust on eWOM in social media marketing: focused on power blog and meta blog. The Journal of Internet Electronic Commerce Research, Vol. 10, No. 3, pp. 131-155. Kim, S., and Park, H. (2013).Effects of Various Characteristics of social commerce (scommerce) on consumers, trust and trust performance.International Journal 144
of Information Management. Vol. 33, pp. 318-332. Kim, J., and Lennon, S. J. (2013).Effects of reputation and website quality on online consumers’ emotion, perceived risk and purchase intention based on the stimulus-organism-response model. Journal of Research in Interactive Marketing, Vol. 7, No. 1, pp. 33-56. Koufaris, M., & Hampton-Sosa, W. (2004). The development of initial trust in an online company be new customers. Information & Management, Vol. 44, No. 2, pp. 377-397. Kozinets, R.V. (2002). The field behind the screen: Using netnography for marketing research in online communities. Journal of Marketing Research, Vol. 39, No. 1, pp. 61-72 Kuan, H. H., & Bock, G. W. (2007). Trust transference in brick and click retailer: an investigation of the before-onlinevisit phase. Information & Management, Vol. 44, No. 2, pp. 175187. Keser, C. (2002). Trust and Reputation Building in E-Commerce. Artikel diunduh dari www.cirano.qc.ca/pdf/publication/ 2002s-75.pdf. Larzerlere, R.E., and Huston, T.L. (1980). The Dyadic Trust Scale: Toward Understanding Interpersonal Trust in Close Relationship. Journal of Marriage and the Family. pp. 595-604. Lau, G.T. & Lee, S.H. (1999) “Consumer’s Trust in a Brand and The Link to Brand Loyalty”. Journal of Market Focused Management, no.4, pp.341-370. Lee, MKO & Turban, E. (2001). A Trust Model for Consumer Internet Shopping, International Journal of Electronic Commerce. Vol. 6, No. 1, pp. 75-91. Li, D., Browne, G. J., & Chau, P. Y. K. (2006). An empirical investigation of Web site
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
use using a commitment-based model. Decision Sciences, Vol. 37, pp. 427– 444.
Miniard, P. W., Blackwell, R. D., & Engel, J. F. (2001). Consumer behavior. New York: The Dryden Press.
Liang, C and Chen, H. (2009). A Study of The Impacts of Website Quality on Customer Relationship Performance. Total Quality Management. Vol. 20, No.9, pp. 971-988.
Morgan, R.M., Hunt, S. (1994). The commitment-trust theory of relationship marketing. Journal of Marketing, 58(1), 20-38.
Luhmann, N. (1988). Familiarity, confidence, trust: problems and alternatives,. in: D Gambetta (Ed.), Trust: Making and Breaking Cooperative Relations, New York: Basil Blackwell, Oxford, pp. 94107. Magdalena, Merry. (2013). Ini Dia, 7 Jenis Social Commerce. Sumber: http://netsains.net/2013/05/inidia-7-jenis-social-commerce/ diakses pada Tanggal 13 Mei 2014. Marsden, Paul. (2009). The 6 Dimensions of Social Commerce : Rate and Reviewed.http://socialcommercetoday.c om/the-6-dimensions-of-socialcommerce-rated-and-reviewed. Marsden, P. (2010). Social Commerce : Monetizing social media. Syzygy Group. Mathieson, K. (1991). Predicting user intentions: Comparing the technology acceptance model with the theory of planned behaviour. Information Systems Research, Vol. 2, No. 3, pp. 173-191. McKnight, D.H., Cummings, L.L., Chervany, N.L. (1998). Initial trust formation in new organizational relationships. Academy of Management Review, Vol. 23, No. 3, pp. 473-490. McKnight, D.H., Choudhoury, H., & Kacmar, C. (2002). Developing and validating trust measures for E-commerce: an integrative typology. Information Systems Research, 13(3), 334-359.
Money, Carla. 2009. Online social netwoeking. USA: Lucent Books Publishing. Moorman, C., Zaltman, G., & Deshpande, R. (1992). Relationships between providers and users of market research: the dynamics of trust within and between organization. Journal of Marketing, Vol. 29, No. 3, pp. 314-328. Martin, G. (2005). Tehnology and people management, the opportunity and the challenge, research report, London : CIPD. Maxham, J.G., Richard, G. Netemeyer (2002) Modeling Customer Perrceptions of Complaint Handling Over Time : The Effects of Perceived Justice on Satisfaction and Intent. Journalof Retailing. Vol. 78, No.4, pp.239-252. Mayer, RC.; Davis, JH; and Schoorman, F.D. (1995). An integrative model of organizational trust. Academy of Management Review, Vol.20, No.3, pp.709-734. McDonald, C.G.; V.C. Slawson, Jr. (2002): Reputation in an Internet Auction Market, Economic Inquiry, Vol. 40, pp. 633-650. Moorman, C., Zaltman, G., and Deshpande, R. (1992). Relationships between providers and users of market research : the dynamics of trust within and between organization. Journal of Marketing, Vol.29, No.3, pp.314-328. Murthy, U. S. (2004). An analysis of the Effects of electronic commerce : integrating trust and risk with technology acceptance model. International
145
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
journal of electronic commerce.Vol.18, No.2, pp.29-47. O’Reilly (2005). What I Web 2.0 Design patters and Busines Model for the Next Generation of Software, http://www.orellynet.com/pu b/a/oreilly/../what-is-web2.0.h Otani, K., Brian, W., Kevin M.F., Sarah B., W.Claiborne, D. (2010). How Patient Reactions to Hospital Care Attributes Affect the Evaluation of Overall Quality of Care, Willingness to Recommend, and Willingness to Return. Journal of Healthcare Management, Vol.55, No.1, pp.25-38. Park, J. E., Chaiy, S.I., & Lee, S. H. (1998). The moderating role of relationship quality in the effect of service satisfaction on repurchase intention. Korea Marketing Review, Vol.13, No. 2, pp.119-139. Park, C.H., & Kim, Y. G. (2003), “ Identifying key factors affecting consumer purchase behavior in an online shopping context”, International Journal of Retail & Distribution Management, Vol.31, No.1, pp.16-29. Park, D. H. & Kim, S. (2008). The effects of consumer knowledge on message processing of electronic word-ofmouth via online consumer reviews. Electronic Commmerce Research and Applications. Vol: 7, No. 4, pp. 399. Park, C., and Lee, T.M. (2009). Information direction, website reputation and eWOM effect: A moderating role of product type. Journal of Business Research, Vol. 62, No. 1, pp. 61-67. Pavlou, P. A., (2003). Consumer Acceptance of Electronic Commerce: Integrating Trust and Risk with the Technology Acceptance Model. International Journal of Electronic Commerce / Spring, Vol. 7, No. 3, pp. 101-134. Pavlou, P.A., & Gefen, D. (2004). Building effective online marketplaces with 146
institution-based trust. Information Systems Research, Vol.15, No.1, pp. 37-59. Pennanen, K. (2009). The Initial Stages of Consumer Trust Building in eCommerce A Study on Finnish Consumers. Business Administration 83 Marketing. Universitas Wasaensis. Pennington, R., Wilcox, D., & Grover, V. (2004). The role of system trust in business-to-consumer transactions. Journal of Management Information Systems, 20(3), 197-226. Pesandesign.(2013). Tahun 2013 Masa Terbaik Usaha Online. Sumber: http://pesandesign.com/tahun2013-masa-terbaik-usahaonline/diakses pada Tanggal 2 Mei 2014. Picazo-Vela, S., Chou, S. Y., Melcher, A. J., & Pearson, J. M. (2010). Why provide an online review? An extended theory of planned behavior and the role of BigFive personality traits.Computers in Human Behavior, Vol.26, No. 4, pp.685-696. Profil Pengguna Internet Indonesia.(2012). Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. Pusat Bahasa.(2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi IV. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Reichheld, F.F., Schefter, P. (2000), “ ELoyalty : your secret weapon on the web”, Havard Business Review, pp.105-113. Rempel, J.K., Holmes, J.G., & Zanna, M.P. (1985). Trust in close relationships. Journal of Personality and Social Psychology, Vol.49, No.1, pp. 95-112. Resnick, P., Zeckhanser, R., Friedman, E., and Kouwabara,K,. (2000). Reputation Systems. Communications of The Acm, Vol.43, No.12, pp. 45-48.
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
Rotter, J. (1967). A new scale for the measurement of interpersonal trust. Journal of Personality and Social Psychology, Vol.35, No.4, pp.651-665.
Sichtmann, C. (2007). An analysis of antecedents and consequences of trust in a corporate brand.European Journal of Marketing. Vol. 41, No. 9, pp. 9991015.
Richardson, P., Jain, A.K., Dick, A., (1996a). The influence of store aesthetics on evaluation of private label brands. Journal of Product and Brand Management . Vol.5, No.1, pp. 19-28.
Sigit, T. H. (2012). Etika Bisnis Modern : Pendekatan Pemangku Kepentingan. Yogyakarta : UPP STIM YKPN.
Rempel, J.K., Holmes, J.G., & Zanna, M.P. (1985). Trust in close relationships. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 49, No. 1, pp. 95-112.
Smith, R. E. (1993). Integrating information from advertising and trial: Process and effects on consumer response to product information. Journal of Marketing Research, Vol.30, No.2, pp. 204-219.
Riegner, C. (2007). Word of mouth on the web: The impact of web 2.0 on consumer purchase decisions. Journal of Advertising Research, Vol. 47, pp. 436447. Rotter, J. (1967). A new scale for the measurement of interpersonal trust. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 35, No. 4, pp. 651665. Shapiro, S. P. (1987). The Social Control of Impersonal Trust. American Journal of Sociology, Vol. 9, No. 3, pp. 623-658. Satria, R. D dan Radhi, F. (2004). Bahaya Penipuan Internet : study tentang kemampuan konsumen mendeteksi penipuan e-commerce. Jurnal Akuntansi dan Manajemen, No.2, pp.13-24. Schiffman & Kanuk.(2004). Perilaku Konsumen (edisi 7).Jakarta : Prentice Hall Sekaran, U. (2003). Research Methods For Business 4th edition. John Wiley and Sons Inc. Setyowati, Retno. (2012). Prospek Belanja “Online”. Sumber: http://tekno.kompas.com/read/2012/10/ 05/02371027/prospek.belanja.quotonlin equot diakses pada Tanggal 12 Mei 2014.
Spreng, Richard A., Gilbert D. Harrell and Robert D. Mackoy (1995). Service recovery: Impact on satisfaction and intentions. The Journal of Services Marketing.Vol.9, No.1, pp.15-23. Standifird, S.S. (2001). Reputation and ecommerce : eBay auctions and the asymmetrical impact of positive and negative ratings. Journal of Marketing.Vol.27, pp.279-295. Stephen, A.T., & Toubia.O. (2010).Deriving value from social commerce networks. Journal of Marketing Research.Vol.42, No.2, pp.215-228. Supradono B, dan Harun N.A. (2011). Peran Sosial Media Untuk Manajemen Hubungan dengan Pelanggan pada Layanan e-commerce.Jurnal Universitas Muhammadiyah Semarang. Vol.7, No.2, Hal.33-45. Supranto, J. (2007). Teknik Sampling untuk Survey dan Eksperimen.Jakarta : Rineka Cipta. Sun, T., Youn, S., Wu, G., & Kuntaparaporn, M. (2006). Online word-of-mouth (or mouse): an exploration of its antecedents and consequences. Journal of Computer-Mediated Communication, Vol.11, No.4, pp. 1104-1127.
147
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
Sun, Y. C., & Wu, S. C. (2008). The effect of emotional state on waiting in decision making. Social Behavior and Personality, Vol.36, No.5, pp. 591-602. Szymanky, D. M., & Hise, R. T. (2000), “ Esatisfaction: an initial examination”, Journal of Retailing, Vol.76, No.3, pp.309-322. Teo, T.S.H., & Liu, J. (2007). Consumer trust in e-commerce in the United States, Singapore and China. Omega, Vol.35, No.1, pp. 22-38.
Turban, E., King, D. et al. (2010).Electronic Commerce 2010: A Managerial Perspective. Prentice Hall: New York. Vance, Anthony., Cosaque, Christophe E, Straub, Detmar E. (2008). Examining Trust in Information Technology Artifacts: The Effects of System Quality and Culture. Journal of Management Information Systems/Spring 2008, Vol. 24,No. 4, pp. 73-100.
Taylor, S. and Todd, P. A. (1995a).Assessing IT usage: The role of prior experience.MIS Quarterly, Vol. 19, No. 4, pp. 561-570.
Wikipedia.( 2014, 18 februari). Social commerce. http://en.wikipedia. org/wiki/Social_commerce
Taylor,
Walsh, G., Mitchell, V.W., Jackson, P.R and Beatty, S.E. (2009).Examining the antecedents and consequences of corporate reputation : a customer perspective. British journal of Management, Vol. 20, pp. 187-203.
S. and Todd, P. A. (1995b). Understanding information technology usage: A test of competing models. Information Systems Research, Vol. 6, No. 2, pp. 144-176.
Teo, T.S. H, & Wong, P. K.(1998). An Empirical Study of Computerization in Retail Industry, “ Omega-The International Jurnal of Management Science, Vol.26, No.5, pp. 611-621. Tobing, Debora. (2014). Pertumbuhan Internet Banking dan e-Commerce di Indonesia: ATM dan CoD Mendominasi. Sumber: http://startupbisnis.com/pertu mbuhan-internet-banking-dan-ecommerce-diindonesia-atm-dan-codmendominasi/ diakses pada Tanggal 2 Mei 2014. Trisnawati E, Suroso A dan Kumorohadi U. (2012) Analisis Faktor-faktor kunci dari Niat Pembelian Kembali secara Online ( study kasus pada konsumen fesh shop). Journal Bisnis dan Ekonomi (JBE).Vol.19, No.2, Hal.126-141. Tseng, FM and Hsu, FY. (2010). The Influence of eWOM within The Online Community on Consumers’ Purchasing Intentions-The Case of The Eee PC.International Conference on Innovation and Management, July 7-10. 148
Wirtz, J and Chew, P. (2002). The Effects of Incentives, Deal Proneness, Satisfaction and Tie Strength on Word-of Mouth Behavior. International Journal of Service Industry Management, Vol.13, No.2, pp. 141-162. Westbrook, R. (1987). Product/consumptionbased affective responses and postpurchase processes. Journal of Marketing Research, Vol.24, No.3, pp. 258-270. Yaghoubi, Nour M., Khani, Razieh Yekkeh., Esmaeali, Mohammad J. (2011). Trust Models in e-Business: AnalyticalCompare Approach. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business, Vol. 2, No. 9. Ye, Q., Law, R., & Gu, B. (2009). The impact of online user reviews on hotel room sales. International Journal of Hospitality Management, Vol. 28, No.1, pp. 180-182.
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
Yoon, E; Gu!ey, H.G; Kijewski, V. (1993). The elects of information and company reputation on intentions to buy a business service.Journal of Business Research, 27: 215-228. Zhang, X., Prybutok, V. R., Ryan, S., and Pavur, R. (2009). A Model of the Relationship among Consumer Trust, Web Design and User Attributes. Journal of Organizational and End User Computing.Vol. 21, No.2. Zhang, J. Q., Craciuna, G. and Shin, D. (2010). When does electronic word-of-mouth matter? A study of consumer product review.Journal of Business Research, in press. Zucker, L. (1986). Production of trust : Institutional sources of economic structure (1840-1920). Research in Organizational Behavior, Vol. 8, pp.53-111. Zeithaml, V. A; Berry, L; and Parasuramah, A (1996), “The behavioral consequences of service quality, “ Journal of Marketing, Vol.60, No.2, pp.31-46.
149
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
PENGARUH PENDIDIKAN, PENGALAMAN KERJA DAN KOMPOSISI GENDER TERHADAP KINERJA PELAKSANAAN PELAPORAN KEUANGAN SKPD DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Renya Rosari Universitas Kristen Artha Wacana Kupang Email:
[email protected]
ABSTRACT The purpose of this study is to find empirical evidence of the influence of education, work experience, and gender composition on the performance of the implementation of financial reporting in the sectors in the province of East Nusa Tenggara. The research is explanatory. The approach used in this study was survey method. The population of this study came from 40 sectors in the NTT provincial government. Research using non-random sampling and survey respondent is the head of Sub - Division of Finance of SKPDs. There were 40 questionnaires which distributed and used as a sample of 40 respondents. Technical analysis of the data using PLS Regression (Partial Last Square) with WarpPLS 3.0 software. Testing was conducted in two phases, namely assessing the outer model (measurement model) and the inner model (structural model). The results of the study among the three exogenous variables: education, work experience and gender composition showed that the positive effect of work experience on the performance of the implementation of financial reporting. Based on the results obtained in this study is expected for the area of financial management officer with regard to the implementation of financial reporting, when choosing to place employees at existing fields, should also be considered to be qualified competence in accordance with their duties and functions. In a subsequent study, researcher recommends to conduct similar studies to expand research. Keywords: Level of Education, Work Experience, gender composition, performance of financial reporting
PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia telah memberlakukan otonomi daerah sejak tahun 2004, sebagaimana diamanatkan dalam UndangUndang (UU) No. 32/2004 yang menggantikan UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33/2004 menggantikan UU No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Sejalan dengan itu, pengelolaan keuangan daerah juga mengalami perubahan dengan diterbitkannya UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU No. 1/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Pengelolaan keuangan daerah selanjutnya diatur dengan
Peraturan Pemerintah (PP) No.58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 13 / 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang direvisi dengan Permendagri Nomor 59/2007 dan Permendagri No. 21/2011. Peraturanperaturan tersebut mengamanatkan penyelenggaraan akuntansi dan pelaporan keuangan sebagai tanggung-jawab kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku Pengguna Anggaran SKPD. Konsekuensi dari perubahan sistem pengelolaan keuangan daerah tersebut adalah pemerintah daerah harus mempersiapkan perangkat yang diperlukan, termasuk diantaranya adalah penataan sumberdaya aparatur dan upaya peningkatan kemampuannya. Keberhasilan 151
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
penerapan sistem pengelolaan keuangan daerah tersebut sangat bergantung pada kompetensi para pengelolanya. Mengacu pada Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara nomor 46A tahun 2013, kompetensi diartikan sebagai kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang PNS berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya sehingga PNS tersebut dapat melaksanakan tugasnya secara professional, efektif dan mandiri. Penatausahaan keuangan daerah sebagai bagian dari pengelolaan keuangan daerah memegang peranan penting dalam proses keuangan daerah secara keseluruhan (Haryanto, dkk. 2007). Penatausahaan keuangan daerah pada tingkat SKPD membutuhkan sumberdaya manusia yang memiliki kompetensi yang memadai. Sumber daya manusia merupakan sumber daya yang digunakan untuk menggerakkan dan menyinergikan sumber daya lainnya untuk mencapai tujuan organisasi (Wirawan, 2009). Selanjutnya, kinerja suatu organisasi merupakan hasil dari kinerja individu yang melaksanakan fungsi-fungsi organisasi tersebut, sehingga kinerja SKPD dalam pelaksanaan akuntansi dan pelaporan keuangan merupakan luaran dari kinerja individu yang melaksanakan proses akuntansi dan pelaporan keuangan SKPD, khususnya pada Sub Bagian Keuangan SKPD. Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja individu dalam organisasi tersebut adalah kompetensi individual, sehingga kinerja pelaksanaan akuntansi dan pelaporan keuangan SKPD dipengaruhi oleh kompetensi dari sumberdaya manusia yang melaksanakan proses akuntansi dan pelaporan keuangan SKPD tersebut. Menurut Spencer dan Spencer (1993) karakteristik dasar seorang individu yang secara kausal berkaitan dengan kriteria yang diperlukan untuk menghasilkan kinerja yang efektif dan/atau superior dalam suatu jabatan atau situasi. Terdapat 5 (lima) elemen karakteristik dasar individu tersebut, yakni motivasi, kemampuan diri (ability), perilaku (behavior), pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill). Karakteristik individu tersebut kemudian dikelompokkan menjadi karakteristik yang dapat diukur yakni pengetahuan dan keterampilan, dan karakteristik yang bersifat tersembunyi yakni motivasi, kemampuan diri dan perilaku. Pengetahuan berkaitan latar belakang pendidikan formal dan pengalaman kerja (on job training) melaksanakan tugas sejenis, sedangkan 152
motivasi dan perilaku dapat dipengaruhi oleh perbedaan gender. Selain kinerja dipengaruhi kompetensi berupa pendidikan dan pengalaman kerja juga dipengaruhi perilaku individu dan motivasi yakni pada komposisi gender terhadap peranannya dalam organisasi tempat bekerja. Wirawan (2009) menyatakan bahwa kinerja individu adalah perwujudan perilaku individu dan kinerja organisasi adalah akumulasi kinerja individu dalam organisasi tersebut. Akhir – akhir ini faktor demografi yang mendapat perhatian dalam kajian-kajian berkaitan dengan kinerja dan pengelolaan keuangan adalah gender. Kepuladze (2010) mendefenisikan gender stereotype sebagai “a set of shared beliefs prescribe men and women to behave and be motivated in certain manner”. Terdapat perbedaan motivasi antara pria dan wanita berkaitan dengan motivasi dan harapan tersebut, yang berbasis pada gender stereotype. Gender stereotype secara sempit diartikan sebagai pelabelan atau keyakinan tentang perilaku lakilaki (maskulin) dan perempuan (feminim). Kebutuhan yang bersifat maskulin meliputi kesuksesan ekonomi, otonomi dan prestasi, yang merupakan ciri dari laki-laki, oleh karena itu, pendapatan, kebebasan, kemajuan, kesempatan, peluang menggunakan keahlian merupakan motivator kinerja yang penting. Sedangkan wanita membutuhkan hubungan interpersonal yang baik, keamanan, keuntungan dan lingkungan sebagai motivator utama. Berkaitan dengan teori harapan yang dikemukakan oleh Victor Vroom, argumentasi yang dikemukakan oleh Manolova, dkk. (2007) dan Kepuladze (2010) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan valensi antara laki-laki dan perempuan dalam pembentukan motivasi, usaha dan menghasilkan kinerja. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur NTT tentang Pejabat Pengelola Keuangan pada SKPD tahun 2014, terlihat adanya perimbangan komposisi antara laki-laki dengan perempuan yang menduduki jabatan-jabatan bendahara pada SKPD yang ada, namun terdapat keragaman komposisi laki-laki dan perempuan dalam jabatan tersebut antar SKPD. Kusumastuti, dkk (2007) mengungkapkan jika wanita memiliki sikap kehati-hatian yang sangat tinggi, cenderung menghindari risiko, dan lebih teliti dibandingkan pria. Sehingga di sisi inilah yang membuat wanita tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan. Dengan demikian, dapat
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
disimpulkan bahwa komposisi gender dalam sebuah tim turut berkontribusi dalam keberhasilan pada pengelolaan keuangan daerah. Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu daerah yang masih mendapatkan opini wajar dengan pengecualian (WDP). Salah satu penyebabnya adalah dalam hal penyajian laporan keuangan daerah yang masih terdapat beberapa hal yang tidak sesuai dengan ketentuan standar akuntansi pemerintahan. Berdasarkan penyebab masih mendapatkan opini wajar dengan pengecualian tersebut dipertegas dengan adanya salah satu temuan rendahnya kinerja pengelolaan keuangan daerah pada aras pemerintah provinsi NTT (AIPD 2009) berkaitan dengan kinerja pengelolaan keuangan daerah pada aras SKPD sebagai entitas terendah dalam pengelolaan keuangan pemerintah daerah yakni terkait rendahnya kualitas SDM pada pelaporan keuangan. Kinerja pengelolaan keuangan daerah pada aras SKPD tersebut tercermin dalam kualitas Laporan Keuangan Tahunan SKPD dan kesesuaiannya dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) yang berlaku. Terkait dengan penelitian ini, sebelumnya telah ada beberapa hasil penelitian yakni hasil penelitian AIPD (2009) menemukan bahwa kinerja penyelenggaraan akuntansi dan pelaporan keuangan daerah oleh pemerintah provinsi NTT masih rendah, yang disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM pengelola keuangan daerah. Selain itu, analisis terhadap Surat Keputusan Gubernur NTT Tahun 2014 tentang Pejabat Pengelola Keuangan pada SKPD, memperlihatkan adanya keragaman komposisi laki-laki dan perempuan yang menjabat bendahara antar SKPD. Kualitas SDM pengelola keuangan daerah merupakan kompetensi individu pengelola keuangan daerah, yang dipengaruhi oleh kesesuaian latar belakang pendidikan, pengalaman kerja di bidang akuntansi dan komposisi gender dari tim pelaksana proses akuntansi dan pelaporan keuangan SKPD. Pada aras SKPD, pelaksanan akuntansi dan pelaporan keuangan tersebut dilaksanakan secara teknis oleh pimpinan dan staf pada Sub Bagian Keuangan pada setiap SKPD, sehingga kinerja akuntansi dan pelaporan keuangan SKPD dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan formal (formal education), pengalaman bekerja dalam bidang pengelolaan keuangan daerah (on job training) dan komposisi gender dari tim pelaksana proses
akuntansi dan pelaporan keuangan SKPD yang terdiri dari pimpinan dan staf Sub Bagian Keuangan SKPD. Beberapa penelitian telah dilakukan dan ditemukan bukti empirik dengan hasil yang berbeda terkait hubungan pengetahuan terhadap kinerja individual. Hasil penelitian Hollingsworth (2008), Hunton, dkk (2000) dan Sihite (2012) menemukan adanya hubungan antara latar belakang pendidikan formal dengan kinerja, sedangkan Eriva, dkk (2013), Gabala dan Ning (2010) tidak menemukan bukti empiris hubungan tersebut. Hasil penelitian Stone, dkk (2000) menemukan bahwa kemampuan dalam bidang akuntansi manajerial berkorelasi positif dengan masa kerja, karena keterampilan teknis dan analitis lebih banyak diperoleh dari rekan sejawat dan hanya sedikit yang diperoleh dari pendidikan formal. Hasil penelitian Hunton, dkk. (2000) juga menyimpulkan bahwa pengalaman kerja mempengaruhi pengetahuan yang dimiliki oleh manajer akuntansi, dan pengetahuan tersebut mempengaruhi kinerja. Hasil penelitian berbeda ditemukan oleh Hollingswort (2008) yang menyimpulkan bahwa kualitas kinerja auditor tidak berbasis pada pengalamannya dalam melakukan audit namun berbasis pada pengetahuan dasar-dasar akuntansi yang diperoleh dari pendidikan formal dan pelatihan-pelatihan formal yang diikutinya. Demikian juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gabala dan Ning (2010) yang menyimpulkan bahwa pengalaman kerja dan aras pendidikan formal di bidang akuntansi tidak mempengaruhi kinerja auditor. Penelitian yang berbasis pada perbedaan gender juga telah dilakukan untuk memperoleh bukti empiris pengaruh keragaman gender terhadap kinerja manajerial Kesetaraan gender dalam profesi akuntansi juga diperkuat oleh hasil penelitian Gallego, dkk. (2010) yang menyimpulkan bahwa perbedaan gender tidak mempengaruhi kinerja perusahaan, dan hasil penelitian Carter, dkk. (2010) yang menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara perbedaan gender dari board committee dengan kinerja keuangan perusahaan. Penelitian Hardies, dkk. (2010) menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan kualitas audit antara auditor perempuan dengan auditor laki-laki. Berkaitan dengan kelompok auditor penelitian Hardies, dkk. (2010) tersebut juga menemukan bahwa bahwa tidak ada perbedaan kualitas audit antara 153
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
tim auditor perempuan dengan tim auditor lakilaki, namun tim auditor dengan komposisi gender yang seimbang antara perempuan dan laki-laki menunjukkan tingkat kualitas audit yang lebih baik daripada tim auditor perempuan dan tim auditor laki-laki. Penelitian-penelitian yang dilaksanakan di Indonesia yang menghubungkan variabel pendidikan formal, pengalaman kerja, dan gender dengan variabel kinerja dalam bidang pengelolaan keuangan daerah juga menunjukkan adanya kesenjangan hasil penelitian. Hasil penelitian Sihite (2012) menyimpulkan bahwa latar belakang pendidikan dan pelatihan mempengaruhi kinerja, sedangkan penelitian Eriva, dkk. (2013) menemukan hasil yang sebaliknya yakni pendidikan dan masa kerja tidak berpengaruh sedangkan pelatihan mempengaruhi pemahaman Laporan Keuangan Pemerintah. Penelitian Teg Teg dan Utami (2013) menemukan bahwa keragaman gender berpengaruh positif terhadap kinerja pasar dan kinerja internal perusahaan, namun hasil penelitian Noviwijaya dan Rohman (2013) menyimpulkan bahwa keragaman gender berpengaruh negatif terhadap kinerja penyerapan anggaran. Berdasarkan adanya fenomena dan berbedanya hasil penelitian yang disajikan di atas, penelitian ini dilakukan untuk menemukan bukti empiris pengaruh pendidikan, pengalaman kerja dan komposisi gender dari pelaksana proses akuntansi dan pelaporan keuangan pada aras SKPD lingkup Pemerintah Provinsi NTT terhadap kinerja pelaksanaan pelaporan keuangan SKPD. Teori Harapan Penelitian ini mengacu pada teori motivasi yang dikemukakan oleh Victor Vroom tahun 1964 dalam bukunya yang berjudul “Work and Motivation”. Teori motivasi yang dikembangkan oleh Victor Vroom dinamakan sebagai Teori Harapan (Expectancy Theory), Teori harapan memprediksi bahwa karyawan akan mengeluarkan tingkat usaha yang tinggi apabila mereka merasa bahwa terdapat hubungan yang kuat antara usaha dan kinerja, kinerja dan penghargaan, serta penghargaan dan pemenuhan tujuan-tujuan pribadi (Fred, 2011). Sejalan dengan teori tersebut pelaksana akuntansi dan laporan keuangan pemerintah dalam hal ini pada sub bagian keuangan akan melakukan usaha atau effort apabila pelaksana 154
tersebut memiliki harapan dalam mencapai kinerja yang diharapkan, harapan tersebut terhadap kemapuan pelaksana bisa atau tidaknya mencapai kinerja berdasarkan penilaian terhadap kapabilitas pribadi. Terkait teori harapan Manolova, dkk. (2007) memberikan argumen terhadap teori harapan, bahwa harapan dipengaruhi oleh faktor-faktor individual, seperti kemampuan, usaha dan pengalaman masa lalu. Pendidikan dan pengalaman sebelumnya merupakan komponen penting dari sumberdaya manusia yang merefleksikan kapabilitas. Pendidikan yang tinggi dan lamanya pengalaman kerja seseorang akan meningkatkan kepercayaan diri bahwa usaha yang dilakukan tidak salah arah dan dapat menuntun tercapainya hasil atau kinerja yang diinginkan. Ini berarti bahwa prediksi seseorang terhadap usaha yang dapat dilakukan dan menghasilkan kinerja yang diharapkan juga dipengaruhi oleh kompetensi yang dimilikinya. Apabila pelaksana tersebut merasa memiliki kompetensi untuk mencapai kinerja yang diharapkan maka ia akan melakukan usaha untuk mencapai kinerja tersebut. Selain itu, dalam melaksanakan tugas pelaporan keuangan dimotivasi oleh harapan penghargaan atau peningkatan kinerja. Kompetensi Teori harapan memprediksi bahwa karyawan akan mengeluarkan tingkat usaha yang tinggi apabila mereka merasa bahwa terdapat hubungan yang kuat antara usaha dan kinerja, kinerja dan penghargaan, serta penghargaan dan pemenuhan tujuan-tujuan pribadi (Fred, 2011). Manolova, dkk. (2007) memberikan argumen terhadap teori harapan, bahwa harapan dipengaruhi oleh faktor-faktor individual, seperti kemampuan, usaha dan pengalaman masa lalu. Pendidikan dan pengalaman sebelumnya merupakan komponen penting dari sumberdaya manusia yang merefleksikan kapabilitas. Pendidikan yang tinggi dan lamanya pengalaman kerja seseorang akan meningkatkan kepercayaan diri bahwa usaha yang dilakukan tidak salah arah dan dapat menuntun tercapainya hasil atau kinerja yang diinginkan. Ini berarti bahwa prediksi seseorang terhadap usaha yang dapat dilakukan dan menghasilkan kinerja yang diharapkan juga dipengaruhi oleh kompetensi yang dimilikinya. Spencer dan Spencer (1993) mendefinisikan kompetensi professional individu
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
sebagai “an underlying characteristic of an individual that is causally related to criterionreferenced effective and/or superior performance in a job or situation” (karakteristik dasar seorang individu yang secara kausal berkaitan dengan kriteria yang diperlukan untuk menghasilkan kinerja yang efektif dan/atau superior dalam suatu jabatan atau situasi). Spencer dan Spencer juga mengidentifikasi 5 elemen kompetensi individual tersebut, yakni: motif (kemauan konsisten sekaligus menjadi sebab dari tindakan), faktor bawaan (karakter fisik dan respon yang konsisten terhadap situasi atau informasi), konsep diri (sikap pribadi, gambaran diri), pengetahuan (informasi yang dimiliki dalam bidang tertentu) dan keterampilan (kemampuan untuk melaksanakan tugas fisik atau mental). Ini berarti bahwa kompetensi individual merupakan kemampuan seseorang untuk mengaplikasikan atau menggunakan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), bakat atau kemampuan bawaan (ability), perilaku (behavior) dan karakter pribadi (personal characteristic) untuk berhasil dalam melaksanakan suatu tugas, pekerjaan, fungsi tertentu dalam jabatan yang diembannya yang dapat berdampak terhadap kinerja perusahaan. Model kompetensi individual yang dikembangkan oleh Spencer dan Spencer tersebut dikenal sebagai Iceberg Model of Competencies sebagaimana gambar di bawah ini. Gambar 2.1 Iceberg Model of Competecies
against well-accepted standards, and that can be improved via training and development”. Berdasarkan defenisi Lucia dan Lepsinger tersebut, Hsieh, Lin dan Lee (2012) menyatakan bahwa: a. Kompetensi tidak hanya berkaitan dengan keterampilan dan pengetahuan namun juga berkaitan dengan perilaku, b. Kompetensi berhubungan dengan kinerja c. Kompetensi dapat diukur menggunakan standar yang dapat diterima d. Kompetensi dapat ditingkatkan melalui pelatihan dan pengembangan. Julius (1999) mengembangkan kerangka kon-septual hubungan antara kompetensi dengan kinerja sebagaimana gambar di bawah ini. Pada kerangka konseptual tersebut, elemen-elemen kompetensi yang dapat diukur berupa keterampilan, pengetahuan dan pengalaman dapat mempengaruhi kinerja secara langsung dan secara tidak langsung melalui pembentukan elemen-elemen kompetensi yang sifatnya tersembunyi, seperti konsep diri, motivasi dan kemampuan bawaan atau bakat. Gambar 2.2 Hubungan antara Kompetensi dan Kinerja Kompetensi: - Keterampilan - Pengetahuan - Pengalaman
Kinerja:
Perilaku - konsep diri, - bakat/kemampuan bawaan - motivasi
Sumber : Julius, 1999
Sumber : Spencer dan Spencer, 1993 Lucia dan Lepsinger (1999) mendefenisikan kompetensi sebagai berikut: “A competency is a cluster of related knowledge, skills, and attitudes that affects a major part of one’s job (a role or responsibility), that correlates with performance on the job, that can be measure
Dilingkup pemerintahan di Indonesia, Mengacu pada Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara nomor 46A Tahun 2013, kompetensi diartikan sebagai kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang PNS berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya sehingga PNS tersebut dapat melaksanakan tugasnya secara professional, efektif dan mandiri. Sejalan dengan teori harapan, maka untuk mencapai kinerja yang diharapakan organisai yakni SKPD pada Sub 155
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
Bagian Keuangan akan termotivasi dengan melakukan usaha apabila dia memiliki harapan dalam mencapai kinerja yang diharapkan ketika dia merasa memiliki kompetensi untuk mencapai kinerja tersebut. Motivasi merupakan salah satu elemen kompetensi yang merupakan elemen tersembunyi. Menurut teori harapan yang dikembangkan oleh Vroom, motivasi merupakan akibat atau hasil dari harapan (expentancy) terhadap kinerja yang ingin dicapai. Argumentasi lain dari Manolova, dkk. (2007) terhadap teori harapan yang dikemukakan oleh Victor Vroom adalah bahwa laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan pengalaman sosialisasi, seperti pengalaman sebelumnya dan afiliasi jejaring social, yang turut membentuk motivasi, harapan, usaha, kinerja dan pilihan strategis yang berbeda. Kepuladze (2010) menjelaskan bahwa gender stereotype memiliki peranan yang signifikan dalam proses evaluasi motivasi berbasis gender. Gender stereotype secara sempit diartikan sebagai pelabelan atau keyakinan tentang perilaku laki-laki (maskulin) dan perempuan (feminim). Kepuladze (2010) mendefenisikan gender stereotype sebagai “a set of shared beliefs prescribe men and women to behave and be motivated in certain manner”. Terdapat perbedaan motivasi antara pria dan wanita berkaitan dengan motivasi dan harapan tersebut, yang berbasis pada gender stereotype. Kebutuhan yang bersifat maskulin meliputi kesuksesan ekonomi, otonomi dan prestasi, yang merupakan ciri dari laki-laki, oleh karena itu, pendapatan, kebebasan, kemajuan, kesempatan, peluang menggunakan keahlian merupakan motivator kinerja yang penting. Sedangkan wanita membutuhkan hubungan interpersonal yang baik, keamanan, keuntungan dan lingkungan sebagai motivator utama. Berkaitan dengan teori harapan yang dikemukakan oleh Victor Vroom, argumentasi yang dikemukakan oleh Manolova, dkk (2007) dan Kepuladze (2010) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan valensi antara laki-laki dan perempuan dalam pembentukan motivasi, usaha dan menghasilkan kinerja. Pendidikan Berkaitan dengan kompetensi profesional akuntan, IFAC (2003) mendefenisikan pendidi-kan sebagai suatu proses yang sistematis yang bertujuan untuk memperoleh dan 156
mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan lain dalam individu. Menurut Achmad (1982) pendidikan merupakan proses belajar mengajar dengan sistem yang senantiasa berbeda dan berubah-ubah, dari masyarakat yang satu kepada masyarakat yang lain. Dengan demikian, pendidikan merupakan usaha sadar yang sengaja dirancangkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pelaksanaan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah pada tingkat SKPD membutuhkan pengetahuan dan pemahaman yang memadai berkaitan dengan prinsip dasar dan proses akuntansi pelaporan, baik oleh pimpinan SKPD maupun staf pada Sub-Bagian Keuangan pada setiap SKPD dalam melaksana-kan fungsi tata usaha keuangan SKPD. Proses penatausahaan keuangan tersebut membutuhkan pengetahuan dan keterampilan dalam bidang akuntansi. Menurut Sukirman (2009), secara hitungan kasar kebutuhan tenaga akuntansi di pemerintah daerah seluruh Indonesia adalah sekitar 25.000 orang. Kenyataannya, tenaga yang berlatar belakang akuntansi masih sangat minim. Sangat penting untuk menempatkan SDM yang potensial dan bertanggungjawab, serta menempatkan SDM dengan kompetensi yang memadai baik secara teknis maupun administrasi dalam bidang pengelolaan keuangan daerah. Pengalaman Kerja Pengalaman kerja mengacu pada aktivitas kerja yang relevan dengan pengembangan kompe-tensi. Menurut Nitisemito (1996) senioritas atau masa kerja adalah lamanya seorang karyawan menyumbangkan tenaganya pada perusahaan tertentu. Masa kerja merupakan hasil penyerapan dari berbagai aktivitas manusia, sehingga mampu menumbuhkan keterampilan yang muncul secara otomatis dalam tindakan yang dilakukan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan. Masa kerja seseorang berkaitan dengan pengalaman kerjanya. Pengalaman kerja seseorang berdampak positif dalam melakukan sesuatu pekerjaan dengan lebih terampil, berwawasan luas dan mudah beradaptasi dengan lingkungan (Galuh dan Deviani, 2010). Gender Salah satu komponen dalam teori harapan yang dikembangakn oleh Victor Vroom
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
adalah harapan yang merupakan motivator kinerja, sehingga motivasi merupakan hasil dari harapan tersebut. Terdapat perbedaan motivasi antara pria dan wanita berkaitan dengan harapan, yang berbasis pada gender stereotype model (Kepuladze, 2010). Kinerja Kinerja diartikulasikan sebagai suatu prestasi atau tingkat keberhasilan yang dicapai oleh suatu organisasi atau individu dalam suatu periode tertentu. Stone (2000) menjelaskan bahwa kinerja (performance) merupakan kuantitas dan kualitas pekerjaan yang diselesaikan oleh individu, kelompok atau organisasi. World Bank (2008) menyatakan bahwa kinerja pengelolaan keuangan dari suatu pemerintah daerah tercermin baik dalam kualitas proses yang dilaksanakannya untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan, maupun dalam keberhasilan proses-proses ini pada saat diwujudkan dalam bentuk hasil. PP No. 58/2005, Permendagri No. 13/2006 mendefiniskan kinerja sebagai keluaran/hasil dari kegiatan/program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur. Berdasarkan pengertian kinerja yang dikemukakan oleh Stone (1996), World Bank (2008), PP No. 58/2005 dan Permendagri No. 13/2006, kinerja pelaksanaan akuntansi dan pelaporan keuangan SKPD diartikan sebagai proses dan hasil (kuantitas dan kualitas) pekerjaan yang diselesaikan oleh sumberdaya aparatur (pimpinan dan staf) pada Sub Bagian Keuangan pada setiap SKPD. Pelaporan Keuangan Daerah pada SKPD Laporan keuangan merupakan hasil dari proses akuntansi, dimana pada umumnya dijelaskan bahwa akuntansi adalah proses pencatatan, penggolongan, peringkasan, pelaporan dan penganalisisan data keuangan dari suatu entitas. PP No. 71/2010 menjelaskan bahwa Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan terutama digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan, belanja, transfer, dan
pembiayaan dengan anggaran yang telah ditetapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundangundangan (Abdul, 2006). Singkatnya, Laporan Keuangan Pemerintah Daerah disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh Pemerintah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif untuk mengetahui pengaruh variabel pendidikan, pengalaman kerja dan komposisi gender terhadap kinerja pelaksanaan pelaporan keuangan pada SKPD di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatori untuk menguji pengaruh pendidikan, pengalaman kerja dan komposisi gender terhadap kinerja pelaksanaan pelaporan keuangan pada SKPD di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Populasi dalam penelitian ini adalah 40 SKPD (Kantor, Badan dan Dinas) di lingkungan pemerintah provinsi NTT. Penelitian ini menggunakan non random sampling. Responden dalam penelitian ini adalah kepala sub bagian keuangan yang terlibat langsung dan bertanggung jawab dalam penyusunan dan pelaporan keuangan SKPD.Pengumpulan data menggunakan teknik survey, dengan cara menyebarkan kuesioner untuk diisi oleh Kepala Sub Bagian Keuangan SKPD di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Data penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis yang meliputi : Statistik Deskriptif, Uji Non Response –Bias. Pengujian non-response bias dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah karakteristik responden yang mengembalikan jawaban kuesioner sesuai tanggal cut-off dengan responden yang tidak sesuai tanggal cut-off (terlambat) mengembalikan kuesioner yang berbeda. Kemungkinan hal tersebut bisa terjadi, jika demikian maka akan berpengaruh pada hasil analisa data yaitu hasil analisis data tanpa nonreponse. Ini akan menjadi masalah serius jika tingkat pengembalian (response rate) sangat rendah. Uji Kualitas Data. Uji kualitas data pada penelitian ini dilakukan meliputi uji reliabilitas dan uji validitas serta indicator weight dan goodness of fit dengan software Partial Least Square (PLS). Teknik pengolahan data dengan menggunakan software WarpPLS 3,0 yakni dengan alogaritma warp3 PLS regression dengan metode resampling yaitu 157
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
jackknifing. Teknik analisis data ini menggunakan dua tahap untuk fit model dari sebuah penelitian. Tahap tersebut adalah : menilai outer model (measurement model) dan inner model (structural model) Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Pengaruh pendidikan terhadap kinerja pelaksanaan pelaporan keuangan SKPD di Provinsi Nusa Tenggara Timur Berdasarkan hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa pendidikan tidak berpengaruh terhadap kinerja pelaporan keuangan. Hasil temuan ini mendukung hasil penelitian Eriva dkk (2013) dengan Gabala dan Ning (2010) yang menunjukan pendidikan tidak mempengaruhi pemahaman laporan keuangan pemerintah begitu pula dengan hasil temuan Gabala dan Ning (2010) yakni kualifikasi pendidikan formal tidak mempengaruhi kinerja auditor di Libya. Perspektif Teori Harapan yang dikemukakan oleh Victor Vroom memprediksi bahwa seseorang akan mengeluarkan tingkat usaha yang tinggi apabila mereka merasa bahwa terdapat hubungan yang kuat antara usaha dan kinerja (Fred 2011). Selanjutnya Manolova, dkk. (2007) memberikan argumentasi terhadap teori harapan tersebut, yakni harapan tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor individual, seperti pendidikan dan pengalaman kerja sebelumnya yang merefreksikan kapabilitas individu. Spencer dan Spencer (1993) mendefiniskan kompetensi professional individu sebagai “an underlying characteristic of an individual that is causally related to criterionreferenced effective and/or superior performance in a job or situation” (karakteristik dasar seorang individu yang secara kausal berkaitan dengan kriteria yang diperlukan untuk menghasilkan kinerja yang efektif dan/atau superior dalam suatu jabatan atau situasi). Salah satu elemen kompensi individual yang dijelaskan oleh spencer dan spencer adalah pengetahuan (knowledge) yang dimiliki dalam bidang tertentu. Ini berarti bahwa kompetensi individual merupakan kemampuan seseorang untuk mengaplikasikan atau menggunakan pengetahuan (knowledge) untuk berhasil dalam melaksanakan suatu tugas, pekerjaan, fungsi tertentu dalam jabatan yang diembannya yang dapat berdampak terhadap kinerja perusahaan. 158
Hasil penelitian ini tidak mendukung argumenttasi diatas bahwa pendidikan berpengaruh terhadap kinerja pelaksanaan pelaporan keuangan. Fenomena persentase pendidikan menunjukan bahwa latar belakang pendidikan dan tingkat pendidikan non akuntansi tidak cukup dapat meningkatkan kualitas pelaporan keuangan yang pada akhirnya tidak mampu meningkatkan kinerja pelaporan keuangan dalam penyusunan sampai dengan pelaporan keuangan yang sesuai dengan Permendagri No. 8 Tahun 2008 dan SAP No.71 tahun 2010 serta karakteristik kualitatif sebagai syarat normatif laporan keuangan yakni yang relevan, andal, dapat dibandingkan dan dapat dipahami. Pengaruh Pengalaman kerja terhadap kinerja pelaksanaan pelaporan keuangan pada SKPD di Provinsi Nusa Tenggara Timur Berdasarkan hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa pengalaman kerja berpengaruh terhadap kinerja pelaporan keuangan. Temuan ini konsisten dengan hasil temuan dari Hunton dkk. (2000), Delanno dan deviani (2013) yang menunjukan bahwa variabel pengalaman kerja berpengaruh positif pada kinerja keuangan. Hasil penelitian sejalan dengan pendapat Manolava, dkk. (2007) yang memberikan argumen terhadap teori harapan, bahwa harapan dipengaruhi oleh faktor-faktor individual seperti kemampuan, usaha, dan pengalaman masa lalu. Pengalaman sebelumnya merupakan komponen sumberdaya manusia yang mereflesikan kapabilitas. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa semakin lama seseorang memiliki pengalaman kerja maka semakin meningkatkan kinerja karena dengan pengalaman yang diperoleh dapat membentuk kompetensi seseorang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya yang dimana dapat meningkatkan kinerja. Hal ini didukung pernyataan oleh Galuh dan Deviani (2010), pengalaman kerja seseorang berdampak positif dalam melakukan sesuatu pekerjaan dengan lebih terampil, berwawasan luas dan mudah beradaptasi dengan lingkungan demikian juga hasil penelitian Stone, dkk. (2000) yang menemukan bahwa kemampuan dalam bidang akuntansi manajerial berkorelasi positif dengan masa kerja, karena keterampilan teknis dan analitis lebih banyak diperoleh dari rekan sejawat dan hanya sedikit yang diperoleh dari pendidikan formal.
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
2. Pengaruh Komposisi Gender terhadap kinerja pelaksanaan pelaporan keuangan pada SKPD di Provinsi Nusa Tenggara Timur Berdasarkan hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa komposisi gender tidak berpengaruh terhadap kinerja pelaporan keuangan. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Gallego, dkk. (2010) yang menunjukan bahwa perbedaan gender tidak mempengaruhi kinerja perusahaan. Berkaitan dengan perbedaan gender, Manolova, dkk (2007) memberikan argumentasi terhadap teori harapan yakni bahwa laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan pengalaman sosialisasi, seperti pengalaman sebelumnya dan afiliasi jejaring social, yang turut membentuk motivasi, harapan, usaha, kinerja dan pilihan strategis yang berbeda. Perbedaan motivasi kerja antara laki-laki dan perempuan yang berbasis pada perbedaan aspekaspek psikologi sosial tersebut apabila digabungkan dapat menjadi kekuatan valensi yang seimbang dalam menca-pai kinerja yang diinginkan. Hasil penelitian ini tidak mendukung argumentasi diatas. Dengan demikian hasil temuan ini tidak mendukung penelitian Wayan Teg-Teg dan Wiwik Utami (2013) yang menemukan bahwa gender diversity berpengaruh positif terhadap kinerja pasar perusahaan dan kinerja internal perusahaan. Penelitian Hardies dkk. (2010) yang menemukan bahwa tim auditor dengan komposisi gender yang seimbang antara perempuan dan laki-laki menunjukan tingkat kausalitas audit yang lebih baik daripada tim auditor perempuan dan tim auditor laki-laki. Dengan demikian hasil inipun menjelaskan dengan adanya keragaman gender yang tergambar dalam komposisi gender tidak memiliki pengaruh terhadapatpelaksanaan kinerja pelaporan keuangan SKPD. KESIMPULAN
3.
Pengalaman kerja pada sub bagian keuangan SKPD di Provinsi NTT berpengaruh positif terhadap kinerja pelaksanaan pelaporan keuangan Komposisi gender pada sub bagian keuangan SKPD Provinsi NTT tidak berpengaruh terhadap kinerja pelaksanaan pelaporan keuangan
Keterbatasan Penelitian ini memiliki keterbatasan antara lain : 1. Pada penelitian ini menggunakan satu objek yaitu pada lingkup pemerintahan Provinsi Nusa Tengara Timur, dikarenakan keterbatasan peneliti untuk menambahkan objek yang ada (Kota dan Kabupaten) dan ukuran sampel pada penelitian ini relatif kecil. 2. Pengukuran kinerja dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan instrumen penelitian yang dapat menimbulkan self-rating bias. Saran Berdasarkan keterbatasan penelitian yang ada, maka penelitian ini memiliki saran antara laian : 1. Pada penelitian mendatang diharapkan dapat memperbanyak sampel dan responden agar temuan penelitian ini dapat teruji generalisasinya. 2. Penelitian mendatang diharapkan apabila datanya tersedia, peneliti dapat menggunakan data sekunder untuk mengukur secara objektif kinerja pelaporan keuangan. 3. Selanjutnya pada penelitian mendatang dapat memperluas variabel yang dapat diteliti di sektor publik seperti budaya, usia, motivasi, jabatan, leadership, Sistem Pengendalian Internal dan pengukuran kinerja menggunakan balanced scorecard
Berdasarkan hasil analisis serta pembahasan bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pendidikan pada Sub bagian keuangan SKPD di Provinsi NTT tidak berpengaruh terhadap kinerja pelaksanaan pelaporan keuangan. 159
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
DAFTAR PUSTAKA Achmad, N. 1982. Pendidikan dan Masyarakat. Yogyakarta : CV. Bina Usaha. AIPD, 2009. Laporan Survey Pengukuran Manajemen Keuangan Publik Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kerjasama Pemerintah Australia melalui AustraliaNusa Tenggara Assistance for Regional Autonomy (ANTARA) Program Dengan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Almanidar, E. 2009. “Pemahaman Aparatur Terhadap Proses Penyusunan Laporan Keuangan Entitas Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Pidie”. Tesis Magister Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Arfan dan Faisal. 2009. “Pengaruh Masa Kerja, Jabatan dan Jenjang Pendidikan Terhadap Tingkat Pemahaman Aparatur Pemerintah Tentang Prinsip-prinsip Good Governance di Pemerintah Kota Banda Aceh”. Jurnal Telaah & Riset Akuntansi. Vol.2:1-14. Arnania-Kepuladze, T. (2010). “Gender Stereotype and Gender Feature of Job Motivation: defference or similarity?”. Problems and Perspective in Management vol 8, issue 2, tahun 2010. Carter, D. A., F. D’Souza, B. J. Simkins, and W. G. Simpson. (2010). “The Gender and Ethnic Diversity of US Boards and Board Committees and Firm Financial Performance”. Corporate Governance: An International Review, vol 18 (No. 5): p. 396–414 Cornejo, J. M. (2007). “An Examination Of The Relationships Among Perceived Gender Discrimination, Work Motivation, And Performance (Disertasi)”. University of Central Florida, Orlando, Florida Delanno, G. F dan Deviani (2013). “Pengaruh Kapasitas SDM, Pemanfaatan TI dan Pengawasan Keuangan Terhadap Nilai Informasi Pelaporan Keuangan 160
Pemerintah Daerah”. Jurnal WRA, Vol 1 April 2013 Eriva., Islahuddin dan Darwanis. (2011). “Pengaruh Pendidikan, Pelatihan, Masa Kerja Dan Jabatan Terhadap Pemahaman Laporan Keuangan Daerah (Studi Pada Pemerintah Aceh)”. Jurnal Akuntansi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, Vol 1, No.2, Februari 2013 pp. 1- 14 Francis, B., I. Hasan, J. C. Park dan Q. Wu. (2014). “Gender differences in financial reporting decision-making: Evidence from accounting conservatism”. Bank of Finland Research Discussion Papers No. 1 Tahun 2014. 70 Fred C. Lunenburg. (2011). “Expectancy Theory of Motivation : Motivating by Altering Expectation”. International Journal of Management, Business, and Administration, Vol 15, Number 1. Gaballa A. S. M. and Z. Ning. (2010). “An Analytical Study of The Effects of Experience on the Performance of the External Auditor”. International Conference on Business and Economics Research,, Vol.1. IACSIT Press, Kuala Lumpur, Malaysia Gallego, I., I.M. García, dan L. Rodríguez. (2010). “The Influence Of Gender Diversity On Corporate Performance”. Revista de Contabilidad-Spanish Accounting Review, Vol. 13 - Nº 1 pp. 53-88 Ghozali, I. (2006). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, edisi 3. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Ghozali, I dan Latan, H (2012), “Partial Least Squares : Konsep,Teknik dan Aplikasi Menggunakan Program SmartPLS 2.0 M3, Badan PenerbitUniversitas Diponegoro, Semarang-Jawa Tengah Hardies, K., D. Breesch dan J. Branson. (2010). “Leading Your Audit Team: On the Importance of Team Gender dalam Husu, L., Hearn J., A-M Lamsa dan S. Vanhala
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
(eds): Leadership Through The Gender Lens”. Helsinki, Finland (hal. 171 – 184) : Penerbit Edita Prima Ltd. Haryanto, Sahmuddin dan Arifuddin. (2007). Akuntansi Sektor Publik. Edisi Pertama. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hollingsworth, B. A. (2008). “Validating Auditors’ Assumptions: A Measure of the Quality of Performance”. Journal of Business & Economics Research Vol 6, Number 10, October 2008, pp. 1 – 26 Hsieh, S-C, J-S. Lin dan H-C. Lee. (2012). “Analysis on Literature Review of Competency”. International Review of Business and Economics Vol.2 pp.25-50, October 2012 Hunton, J.E., B. Wier dan , D.N. Stone. (2000). “Succeeding in managerial accounting. Part 2: a structural equations analysis”. Accounting, Organizations and Society No. 25 Tahun 2000, pp. 751-762 IFAC, (2003). Towards Competent Professional Accountants. International Education Paper IEP 2, April 2003, International Federation of Accountants. Julius, O. (1999). “Management Competencies, Attitude Towards Accessing Finance and Performance of SMEs : A Case of Selected SMEs in Masindi and Hoima Districts”. A Dissertation Submitted to the School of Graduate Studies in Partial Fulfillment for the Award of a Master of Science in Accounting and Finance Degree of Makerere University. Kawedar, W., Rohman, A. dan Handayani, S. (2008). Akuntansi Sektor Publik. Pendekatan Penganggaran Daerah dan Akuntansi Keuangan Daerah. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Kornberger, M. C. Carter dan A. Ross-Smith. (2010). “Changing gender domination in a Big Four accounting firm: Flexibility, performance and client service in practice”. Accounting, Organizations and Society, doi:10.1016/j.aos.2010.09.005
Kusumastuti, s.,Supatmi dan Perdana. S. (2007). ”Pengaruh Board Diversity Terhadap Nilai Perusahaan Dan Perspektif Corporate Governance”. Jurnal Ekonomi Akuntansi, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra. http://puslit,petra.ac.id.journals/accounti ng Lucia, A. D. dan R. Lepsinger. (1999). “A review ofThe Art and Science of Competency Models”. Penerbit: JosseyBass / Pfeiffer, San Francisco Manolva, T.S.,Carter, N.M.,Manev, I.M and Gyoshev, B.S (2007) “The Differential Effect of Men and Women Entrepreneurs’ Human Capital and Networking on Growth Expectancies in Bulgaria”. Baylor University Mardiasmo, (2009). Perpajakan. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset. Nitisemito, A. S. (1996). Manajemen Personalia : Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Gholia Indonesia. Noviwijaya, A. dan A. Rohman (2013). “Pengaruh Keragaman Gender dan Usia Pejabat Perbendaharaan terhadap Penyerapan Anggaran Satuan Kerja (Studi Empiris pada Satuan Kerja Lingkup Pembayaran KPPN Semarang I)”. Diponegoro Journal of Accounting vol 2 No. 3 Tahun 2-13, hal.1-10. Okafor, C.A. dan O. Egbon. (2011). “Academic Performance of Male versus Female Accounting Undergraduate Students: Evidence from Nigeria”. Higher Education Studies Vol. 1, No. 1; pp. 9 – 19 Qimyatussa’adah, B, Subroto dan G. Irianto. (2013). “Pengaruh Gender Auditor dan Gender Klien terhadap Audit Judgement (Sebuah Kajian Kuasi Eksperimen)”. Prosiding Simposium Nasional Akuntansi XVI, 25-28, Manado, hal.1789-1820 Rohman, A. (2009). “Akuntansi Sektor Publik Telaah dari Dimensi : Pengeloaan Keuangan Daerah, Good Governance, 161
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
Pengendalian, Pengawasan, dan Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah”. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Sholihin, M dan Ratmono, D. (2013). Analisis SEM-PLS dengan WarpPls untuk hubungan nonlinear dalam penelitian ilmu sosial. Peneribt Andi Offset, Jakarta. Sihite, T. H. (2012). “Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) serta Motivasi terhadap Kinerja Pegawai di Sekretariat Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah”. Tugas Akhir Program Magister, Program Pasca Sarjana Universitas Terbuka, Jakarta. Solanas, A, R. M. Selvam, J, Navarro dan D. Leiva. (2012). “Some Common Indices of Group Diversity: Upper Boundaries dalam Spink A.J., F.Grieco, O. E. Krips, L.W.S Loijens, L.P.J.J”. Noldus dan P.H.Zimmerman (eds): Proceeding of Measuring Behavior, Utrech, The Netherland, pp. 412 – 413. Spencer, L. M. dan S. M. Spencer (1993). “Competence at Work: Models for Superior Performance”. Jhon Willey & Sons, Inc., New York. Stone, D. N., J. E. Hunton dan B. Wier. (2000). “Succeeding in managerial accounting.
162
Part 1: knowledge, ability, and rank”. Accounting, Organizations and Society No. 25 Tahun 2000, pp. 697-715. Sukirman, D. (2009). “Terbatasnya Kompetensi SDM Salah Satu Penyebab Buruknya Pengelolaan Keuangan Daerah”. Warta Pengawasan Vol. XVI No.1. Tahun 2009. Teg Teg, W. dan W. Utami. (2013). Pengaruh Gender Diversity dan Remunerasi Direksi Terhadap Kinerja Perusahaan di Bursa Efek Indonesia. Prosiding Simposium Nasional Akuntansi XVI, 25-28 September 2013, Manado hal. 4216-4240. The World Bank. (2007). Pengelolaan Keuangan Publik di Aceh: Mengukur Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah di Aceh. Jakarta: World Bank Office. The World Bank. (2008). Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah (LGPM). Jakarta: Decentralization Support Facility,World Bank Office.
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
PENGARUH BELANJA LANGSUNG SEKTOR PENDIDIKAN, KESEHATAN, INFRASTRUKTUR, DAN PERTANIAN TERHADAP IPM (Studi Kasus Pada Kabupaten/Kota Propinsi NTT) Helda Marlin Ala Universitas Kristen Artha Wacana Kupang Email:
[email protected]
ABSTRACT . This study aims to examine the effect of direct expenditures of education sector, health sector infrastructure and agriculture on the human development index (HDI) is often used as successfulness indicator of the development in a nation or a region. This research is motivated that the direct expenditure of education sector, health sector, infrastructure, and agriculture are important components of the human development index (HDI). The population of this study were the entire area of the district / city in the province of East Nusa Tenggara. The data in this study were secondary data obtained from the Secretariat of the Provincial Finance Bureaue of East Nusa Tenggara and Central Bureau of Statistics of East Nusa Tenggara Province. A total data of 60 observations were used for analysis tool used to test hypotheses is multiple linear regresion. Results of this study show that the direct expenditures of education sector and infrasructure sector have significant positive effects on the human development index. This study, however, does not find evidence that expenditures of health and agriculture sector affect human development index. Keywords : Direct expenditure, education sector expenditure, direct health expenditure, direct infrastructure, direct agriculture, human development index
PENDAHULUAN Berdasarkan Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam upaya penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Semangat desentralisasi, demokratisasi, transparansi dan akuntabilitas menjadi sangat dominan dalam mewarnai proses penyelenggaraan pemerintah pada umumnya dan proses pengelolaan keuangan daerah pada khususnya. Dengan pengaturan tersebut diharapkan terdapat keseimbangan yang lebih transparan dan akuntabel dalam pendistribusian kewenangan, pembiayaan dan penataan sistem pengelolaan keuangan yang lebih baik dalam
mewujudkan pelaksanaan otonomi daerah secara optimal sesuai dinamika dan tuntutan masyarakat yang berkembang. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dimana kebijakan pengelolaan keuangan daerah mempunyai sasaran agar pengeluaran pemerintah dapat teridentifikasi dengan jelas dan terukur mengenai sesuatu yang ingin dicapai dalam satu tahun anggaran. Sasaran yang ingin dicapai tersebut dituangkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang memuat rencana keuangan yang diperoleh dan digunakan Pemerintah Daerah dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Adapun di dalam belanja daerah, pembiayaan terbagi dua belanja tidak langsung dan belanja langsung, belanja tidak langsung merupakan belanja yang untuk 163
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
kegiatan rutin seperti belanja pegawai sedangkan untuk belanja langsung merupakan investasi pemerintah daerah untuk peningkatan pembangunan secara umum. Secara empiris pemerintah daerah adalah sebagai pelayan masyarakat dalam menyiapkan anggaran masukan (input) maupun keluaran (output) karena sangat jarang dijumpai dalam pelaksanaan pembangunan bisa teroganisasi antara pemerintah daerah yang satu sama dengan pemerintah daerah yang lain karena setiap pemerintah daerah mempunyai kebijakan anggaran yang berbedabeda disesuaikan dengan kebutuhan daerah. Dengan latar belakang seperti itu, dalam program/kegiatan orientasi Pemerintah Daerah dalam suatu pelaksanaan pembangunan daerah yang relatif homogen cenderung mengejar efisiensi teknis yang dalam pelaksanaannya diterjemahkan sebagai upaya memaksimalkan hasil pembangunan. Dalam menyiapkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah, Pemerintah telah mengeluarkan Kebijakan yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2008 tentang Tahapan Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Yang disesuaikan dari Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Menggunakan analisis standar belanja, standar satuan harga dan standar pelayanan minimal anggaran berdasarkan prestasi kerja diharapkan dapat mengoptimalkan penggunaan dana masyarakat yang selama ini dinilai cenderung lebih besar untuk belanja publik. Penjelasan Permendagri tersebut mengisyaratkan semua pengeluaran daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), sehingga menjadi dasar bagi kegiatan pengendalian pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah. Mengkaji persoalan tentang pelaksanaan anggaran sebenarnya adalah mengkaji masalah efisiensi teknis karena ukuran penyediaan anggaran pada hakekatnya menunjukkan pada seberapa besar keluaran (output) dapat dihasilkan per unit masukan (input) tertentu. Jika faktor hasil di asumsikan output, efisiensi teknis pada akhirnya menentukan hasil pembangunan yang diterima pemerintah dan masyarakat. 164
Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) bertujuan penyediaan anggaran lebih berorientasi pada kepentingan publik dan memenuhi prinsip transparansi, dan akuntabilitas. Maka untuk menyusun anggaran pendapatan dan belanja daerah yang memenuhi azas tertib, transparansi, akuntabilitas, konsistensi, komparabilitas, akurat dapat dipercaya dan mudah dimengerti, sesuai dengan tahapannya maka disusun Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), prioritas dan plafon anggaran sementara yang selanjutnya menjadi pedoman bagi perangkat daerah dalam menyusun usulan program. Kegiatan dan anggaran yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip anggaran prestasi kerja dan dituangkan dalam rencana kerja dan anggaran (RKA) Satuan Kerja Perangkat Daerah(SKPD) dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan keuangan daerah. Berkaitan dengan itu, Engineer (2005) menjelaskan penggunaan indeks pembangunan manusia (IPM) sebagai kriteria perencanaan pembangunan ekonomi, dengan strategi memaksimalkan indeks pembangunan manusia (IPM) melalui perencanaan pendidikan dan kesehatan yang secara langsung mempengaruhi indeks pendidikan dan indeks kesehataan dan tidak langsung mempengaruhi pendapatan per kapita. Terbatasnya kemampuan fiskal pemerintah daerah Kabupaten dalam lingkup Provinsi NusaTenggara Timur (NTT) menyulitkan alokasi anggaran belanja daerah, sehingga untuk memaksimalkan pencapaian tujuan pembangunan, maka alokasi belanja daerah perlu diarahkan pada upaya memaksimalkan indeks pembangunan manusia (IPM).Indeks pembangunan manusia (IPM) merupakan indeks komposit yang didasarkan atas indeks kesehatan, indeks pendidikan dan pendapatan per kapita. Sejalan dengan itu, maka pelayanan kebutuhan dasar yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah daerah adalah pelayanan di bidang pendidikan, kesehatan dan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat. Berkaitan dengan itu, maka alokasi belanja pemerintah daerah pada sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Dimana pada sektor pendidikan masalah tingginya angka putus sekolah dan rendahnya proporsi murid yang melanjutkan dari sekolah dasar (SD) ke sekolah menengah pertama (SMP) dipengaruhi
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
oleh beberapa faktor yang saling terkait. Beberapa faktor yang berpengaruh secara langsung adalah rendahnya pendapatan keluarga dan jarak ke sekolah, khususnya bagi murid sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA), karena sekolah terletak di ibukota kecamatan. Hal ini semakin mengurangi akses anak untuk bersekolah. Kualitas guru dan mutu kurikulum yang rendah juga menghambat perkembangan kemampuan siswa, sedangkan masalah kekerasan terhadap murid menyebabkan kegiatan belajar menjadi kurang menyenangkan dan anak-anak menjadi malas bersekolah. Masalah kualitas pendidikan juga dihadapkan pada masalah menyangkut distribusi guru yang tidak merata, yang menyebabkan kebanyakan guru berada di daerah perkotaan, sektor kesehatan dihadapkan pada masalah penyakit menular, khususnya malaria dan TBC (tuberculosis), tingginya kematian ibu melahirkan, dan kematian bayi memengaruhi kondisi kesehatan dan produktivitas masyarakat, dan juga menyebabkan tingginya kematian ibu melahirkan dipengaruhi oleh cara pertolongan persalinan. Dan pembangunan infrastruktur belum mampu mengatasi masalah penyediaan sarana prasarana kesehatan. Meskipun pembangunan tersebut telah meningkatkan rasio fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan terhadap pasien, ketersediaan fasilitas dan tenaga kesehatan masih kurang memadai. Selain itu, untuk Provinsi NusaTenggara Timur (NTT) dengan tingkat kemiskinan yang masih tinggi dan struktur ekonomi daerah masih bertumpu pada sektor primer terutama sektor pertanian maka pembangunan sektor pertanian perlu menjadi bagian dari prioritas pembangunan daerah. Walaupun kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sangat besar, tetapi belanja pertanian relatif kecil dan cenderung menurun. Dimana produksi pertanian tidak terlepas dari adanya suatu kegiatan penyuluhan pertanian yang baik pula. Penyuluhan pertanian tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tanaman pertanian tetapi juga bertujuan untuk menambah pengetahuan dan keahlian para petani. Namun seringkali kegiatan penyuluhan pertanian menghadapi kendala yang disebabkan oleh luasnya wilayah, masalah jarak dan letak geografis wilayah dengan sebagian besar wilayahnya bergunung dan berbukit, hanya
sedikit dataran rendah sehingga terkadang membuat pelayanan penyuluhan kurang bisa dilakukan dengan cepat dan tepat serta tidak menjangkau seluruh pelosok daerah. Maka belanja publik sektor pertanian juga perlu mendapatkan perhatian dalam alokasi belanja pemerintah, dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas pertanian yang akan berdampak pada peningkatan pendapatan per kapita masyarakat. Banyak penelitian yang menghubungkan variabel indeks pembangunan manusia (IPM) dengan variabel belanja publik di sektor pendidikan, kesehatan dan infrastruktur telah dilakukan dan dipublikasikan, namun hubungan antara belanja publik di sektor pertanian dengan indeks pembangunan manusia (IPM) belum banyak dilakukan. Belanja publik pada setiap sektor dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dikelompokkan menjadi belanja langsung dan belanja tidak langsung. Menurut Cardiman (2006) belanja tidak langsung aparatur pemerintah berpengaruh nyata terhadap indeks pendidikan dan indeks pendapatan namun berpengaruh tidak nyata terhadap indeks kesehatan, sedangkan belanja langsung belanja publik berpengaruh nyata terhadap indeks pendidikan, indeks kesehatan dan indeks pendapatan. Menurut Christy dan Adi (2009) alokasi belanja langsung pemerintah berupa belanja modal berpengaruh nyata terhadap indeks pembangunan manusia (IPM). Sedangkan Menurut Vegirawati (2012) belanja langsung pemerintah tidak dapat digunakan untuk memprediksi indeks pembangunan manusia (IPM). Berdasarkan pemikiran tersebut, maka dirasa perlu untuk dilakukannya penelitian yang menghubungkan variabel alokasi belanja langsung di sektor pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan pertanian dengan indeks pembangunan manusia (IPM). Laporan Biro Pusat Statistik (BPS) Provinsi Nusa Tenggara Timur perkembangan indeks pembangunan manusia sepanjang tahun 1996 sampai 2011 menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Sepanjang tahun 2009 sampai 2011, indeks pembangunan manusia Nusa Tenggara Timur cukup baik yaitu sebesar 1, 86 per tahun yang dapat dikategorikan masuk dalam kelompok indeks pembangunan manusia sedang. Hal ini banyak memberi indikasi awal keberhasilan pembangunan manusia di Nusa Tenggara 165
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
Timur, walaupun masih lebih rendah dibanding angka indeks pembangunan manusia nasional, yaitu 71, 76 dan 72, 77 untuk periode tahun yang sama. Model hubungan antara variabel-variabel alokasi belanja langsung sektoral tersebut dengan capaian indeks pembangunan manusia dapat digunakan untuk memprediksi alokasi belanja setiap sektor layanan dasar tersebut dalam rangka memaksimalkan capaian indeks pembangunan manusia. Pengamatan dilakukan pada tahun 2008 sampai tahun 2012 di Provinsi Nusa Tenggara Timur. TELAAH TEORI 1.
Teori Good Governance
Secara etimologis good governance terdiri dari dua kata yaitu “good” dan “governance”, “good” merupakan kata yang berasal dari bahasa inggris yang berarti baik sedangkan ”governance” berasal dari bahasa Perancis kuno “gouvernance” yang berarti pengenda-lian dan suatu keadaan yang berada dalam kondisi terkendali. Secara istilah, pengertian good governance dapat ditijau dari dua segi yang berbeda, yaitu good goverment governance dan good corporate governance. Good goverment governance dilihat dari sudut pandang pemerintah sedangkan good corporate governance dilihat dari sudut pandang korporasi atau perusahaan swasta. Dalam penelitian ini, good governance yang dimaksud adalah good goverment governance karena yang dibahas lebih lanjut mengacu pada sudut pandang pemerintahan. Political governance mengacu pada proses pembuatan kebijakan (policy strategy formulation). Economic governance mengacu pada proses pembuatan keputusan di bidang ekonomi yang berimplikasi pada masalah pemerataan, penurunan kemiskinan dan peningkatan kualitas hidup. Administrative governance mengacu pada sistem implementasi kebijakan. Good governance merupakan salah satu isu yang mengemuka dalam pengelolaan keuangan dan administrasi pemerintahan dewasa ini. Dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat dan tingkat globalisasi, masyarakat gencar untuk menuntut agar Pemerintah melaksanakan penyelenggaraan 166
pemerintahan dengan baik. Oleh karena itu, tuntutan tersebut merupakan hal yang wajar dan sudah seharusnya direspon oleh pemerintah dengan melakukan perubahan yang terarah pada terwujudnya penyeleng-garaan yang baik. 2.
Akuntansi Sektor Publik
Istilah sektor publik pertama kali digunakan pada tahun 1952. Pada saat itu, sektor publik sering dikaitkan sebagai bagian dan manajemen ekonomi makro yang terkait dengan pembangunan dan lembaga pelaksana pembangunan. Tahun 1980-an reformasi sektor publik dilakukan di negara-negara industri maju dan reformasi sektor publik tersebut diwujudkan dengan mengadopsi pendekatan New Public Management (NPM) and reinventing goverment. Menurut Bastian (2006) Sejak awal 1990-an, paradigma pemerintahan diberbagai negara bergeser dari pemeritah formal (ruling government), menuju ke tata pemerintahan yang baik (good governance), dalam rangka menempatkan administrasi pemerintahan menjadi lebih berhasil guna, berdaya guna, dan berkeadilan bagi setiap warga masyarakat. Aparat pemerintahan berubah menjadi tanggap akan tuntutan lingkungannya, sehingga pelayanan yang diberikan yang terbaik dengan prosedur yang transparan dan berakuntanbilitas. Dan akuntansi sektor publik di identifikasikan sebagai mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat di lembaga-lembaga tinggi negara dan departemen-departemen dibawahnya, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, LSM, dan yayasan sosial, maupun pada proyek-proyek kerja sama sektor publik swasta. 3.
Otonomi Daerah
Menurut Bastian (2006) desentralisasi dan penguatan demokrasi di tingkat lokal merupakan elemen dasar yang melandasi kelahiran Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, dimana Undang-Undang ini menggantikan UndangUndang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah yang bernuansa sentralistik dan mengabaikan aspirasi
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
masyarakat lokal selama Rezim Orde Baru. Desentralisasi merupakan instrumen untuk mencapai tujuan tertentu yang ingin dicapai suatu negara, yaitu pencapaian nilai-nilai dan komunitas bangsa, terciptanya pemerintahan yang demokratis, kemandirian masyarakat sebagai perwujudan dari otonomi, peningkatan efisiensi administrasi, dan pembangunan sosial ekonomi. Tujuan pemberian otonomi luas kepada daerah sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UndangUndang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejateraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Melalui otonomi luas daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem (NKRI) 4.
Penganggaran Daerah
Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah dalam rangka penyeleng-garaan pemerintahan yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD), dan ditetapkan dengan peraturan daerah, dan setiap penganggaran penerimaan dan pengeluaran dalam anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) harus memiliki dasar hukum penganggaran yang diprioritaskan untuk melaksanakan kewajiban pemerintah daerah sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Haryanto., dkk (2007) menjelaskan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) sebagai rencana keuangan tahunan, menggambarkan semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang, segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah dalam kurun waktu satu tahun dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara yang berfungsi sebagai instrumen otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
5.
Pendapatan Daerah
Standar akuntansi pemerintah yang berlaku di indonesia saat ini diatur dalam peraturan pemerintah Nomor 71 Tahun 2010. Standar akuntansi pemerintah dalam PP ini dinyatakan dalam bentuk Pedoman Standar Akuntansi Pemerintah (PASP). PASP dibuat oleh komite Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP). PSAP dalam PP Nomor 71 Tahun 2010 merupakan SAP basis akrual atau SAP acrual basis. Dengan basis ini, entitas pelaporan menyelenggarakan akuntansi dan penyajian laporan keuangan dengan menggunakan basis akrual baik dalam pendapatan dan beban, maupun pengakuan aset, kewajiban, ekuitas. 6.
Belanja Daerah
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Klasifikasi belanja sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tersebut di atas dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006. 7.
Belanja langsung.
Haryanto dan Sahmudin (2008) menjelaskan belanja langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja modal. Belanja pegawai untuk pengeluaran honorarium upah dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah. 8.
Belanja Tidak Langsung
Haryanto dan Sahmudin (2008) menjelaskan belanja tidak langsung belanja yang penganggarannya tidak dipengaruhi secara langsung oleh adanya usulan program atau kegiatan. 9.
Teori Pertumbuhan Ekonomi
Teori pertumbuhan ekonomi historis dibangun berdasarkan pengalaman empiris, sehingga teori dapat dijadikan sebagai dasar untuk memprediksi dan membuat suatu 167
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
kebijakan. Teori yang mengungkapkan tentang konsep pertumbuhan ekonomi. 10.
Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik
Ricardo (1823:45) dalam (Herlan 2009) mengemukakan faktor pertumbuhan penduduk yang semakin besar sampai menjadi dua kali lipat pada suatu saat akan menyebabkan jumlah tenaga kerja melimpah. Kelebihan tenaga kerja akan mengakibatkan upah menjadi turun. Sehingga upah tersebut hanya dapat digunakan untuk membiayai taraf hidup minimum sehingga perekonomian akan mengalami kemandegan (statonary state). Dan teori pertumbuhan ekonomi klasik adalah pertumbuhan ekonomi tergantung pada faktorfaktor produksi. Laju pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh produktivitas sektorsektor dalam menggunakan faktor-faktor produksinya. produktivitas dapat di tingkatkan melalui berbagai sarana, pendidikan, pelatihan dan manajemen yang lebih baik. 11.
Teori Pertumbuhan Ekonomi NeoKlasik
Solow (1962:63) dalam Herlan (2009) mengemukakan pertumbuhan ekonomi merupakan rangkaian kegiatan yang bersumber pada manusia, akumulasi modal, pemakaian teknologi modern dan hasil atau output. Adapun pertumbuhan penduduk dapat berdampak positif dan dapat berdampak negatif, pertambahan penduduk harus dimanfaatkan sebagai sumber daya yang positif. Sedangkan Domar (1947:72) dalam Herlan (2009) mengemukakan modal harus dipakai secara efektif, karena pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh peranan pembentukan modal, pendapatan nasional, dan kesempatan kerja. Dan teori pertumbuhan ekonomi neo-klasik adalah sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya, kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya. 12.
168
Indeks Pembangunan Manusia
United Nations Program (UNDP) menerbitkan laporan indeks pembangunan manusia (IPM)/Human Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia, dimana indeks pembangunan manusia (IPM) digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksaan terhadap kualitas hidup. HIPOTESIS PENELITIAN H1
Belanja langsung sektor pendidikan berpengaruh positif terhadap indeks pembangunan manusia (IPM). H2: Belanja langsung sektor kesehatan berpengaruh positif terhadap indeks pembangunan manusia (IPM). H3 : Belanja langsung sektor infrastruktur berpengaruh positif terhadap indeks pembangunan manusia (IPM). H4 : Belanja langsung sektor pertanian berpengaruh positif terhadap indeks pembangunan manusia (IPM). :
PEMBAHASAN Hasil pengujian masing-masing variabel independen terhadap variabel dependenya dapat dianalisis sebagai berikut : 1.
Pengaruh Belanja Langsung Sektor Pendidikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia
Hipotesis H1 yang diajukan menyatakan bahwa belanja langsung sektor pendidikan berpenga-ruh positif terhadap indeks pembangunan manusia. Hasil pengujian menunjukan bahwa diperoleh nilai t hitung lebih besar dari nilai signifikansi yang dipersyaratkan. Hasil ini berarti bahwa belanja langsung sektor pendidikan berpengaruh positif terhadap indeks pembangunan manusia. Bukti empiris yang terdapat pada tabel 4.3 tentang hasil statistik deskriptif penelitian menunjukan bahwa secara umum total belanja langsung sektor pendidikan terhadap indeks pembangunan manusia
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
mencapai rata-rata (mean) sebesar 32, 0552 atau 96%, kondisi tersebut memberikan bukti empiris bahwa belanja langsung sektor pendidikan berpengaruh sangat tinggi terhadap indeks pembangunan manusia untuk proporsi belanja pendidikan 30% dari total belanja daerah. Pera (2013). Dengan demikian hasil pengujian H1 sesuai dengan hasil penelitian Fattah dan Muji (2012) menyatakan bahwa alokasi belanja pemerintah pada sektor pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap indeks pembangunan manusia (IPM). Demikian pula hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Cardiman (2006) yang menemukan bahwa belanja langsung daerah berpengaruh positif terhadap peningkatan indeks pembangunan manusia. Dengan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada sektor pendidikan dimana tingginya angka putus sekolah dan rendahnya proporsi murid yang melanjutkan dari tingkat sekolah dasar (SD) ke sekolah menengah pertama (SMP) dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling terkait rendahnya pendapatan keluarga dan jarak ke sekolah, khususnya bagi murid Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA), karena sekolah terletak di ibukota kecamatan. Hal ini semakin mengurangi akses anak untuk bersekolah. Kualitas guru dan mutu kurikulum yang rendah juga menghambat perkembangan kemampuan siswa, sedangkan masalah kekerasan terhadap murid menyebabkan kegiatan belajar menjadi kurang menyenangkan dan anak-anak menjadi malas bersekolah. Masalah kualitas pendidikan juga dihadapkan pada masalah menyangkut distribusi guru yang tidak merata, yang menyebabkan kebanyakan guru berada di daerah perkotaan. Teori Good Governance sebagai tata kelola organisasi secara baik dengan prinsip- prinsip keterbukaan, keadilan, dan dapat dipertanggungjawabkan dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Todaro (2006). Menurut Pera (2013) Dengan adanya perbaikan struktur belanja pendidikan dengan memberi porsi yang lebih besar pada belanja modal dari total belanja pendidikan dan pengendalian yang lebih baik, terutama pada tahapan perencanaan dan penganggaran dengan berfokus pada prioritas program dan kegiatan sehingga anggaran dapat dimanfaatkan secara efektif, dan belanja pegawai lebih
difokuskan pada penambahan guru pada semua jenjang pendidikan berdampak terhadap peningkatan indeks pembangunan manusia di Provinsi Nusa Tenggara Timur. 2.
Pengaruh Belanja Langsung Sektor Kesehatan terhadap Indeks Pembangunan Manusia
Hipotesis H2 yang diajukan menyatakan bahwa belanja langsung sektor kesehatan berpengaruh positif terhadap indeks pembangunan manusia. Hasil pengujian menunjukan bahwa nilai t hitung lebih kecil dengan nilai signifikansi yang dipersyaratkan. Hasil ini berarti bahwa tidak ditemukan hubungan antara belanja langsung kesehatan dengan indeks pembangunan manusia. Bukti empiris yang terdapat pada tabel 4.3 tentang hasil statistik deskriptif penelitian menunjukan bahwa secara umum total belanja langsung sektor kesehatan terhadap indeks pembangunan manusia mencapai rata-rata sebesar 20, 8208 atau 25% kondisi tersebut memberikan bukti empiris bahwa belanja langsung sektor kesehatan belum secara signifikan berpengaruh walaupun total belanja langsung sektor kesehatan cukup tinggi untuk proporsi belanja kesehatan sebesar 12 % dari total belanja daerah. Pera (2013). Dengan demikian hasil pengujian H2 menunjukan bahwa tidak terbukti pengaruh belanja langsung sektor kesehatan terhadap indeks pembangunan manusia. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian Badrudin dan Khasanah (2011) yang menyatakan bahwa belanja kesehatan tidak berpengaruh terhadap indeks pembangunan manusia. Sektor kesehatan dihadapkan pada masalah penyakit menular, khususnya malaria dan TBC (tuberculosis), tingginya kematian ibu melahirkan, dan kematian bayi memengaruhi kondisi kesehatan dan produktivitas masyarakat, dan juga menyebabkan tingginya kematian ibu melahirkan dipengaruhi oleh cara pertolongan persalinan. Pembangunan infrastruktur belum mampu mengatasi masalah penyediaan sarana prasarana kesehatan, meskipun pembangunan tersebut telah meningkatkan rasio fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan terhadap pasien, ketersediaan fasilitas dan tenaga kesehatan masih kurang memadai. Mengingat urusan kesehatan merupakan bagian penting dari program 169
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
prioritas pembangunan daerah, maka belanja langsung sektor kesehatan perlu ditingkatkan dari total belanja daerah dengan melihat permasalahan yang terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Menurut Pera (2013) Pemanfaatan sumber dana melalu belanja langsung sektor kesehatan melalui program Revolusi Kesehatan Ibu dan Anak perlu mendapat perhatian dan peningkatan kapasitas rumah sakit, puskesmas, jumlah tenaga kesehatan sehingga kualitas layanan kesehatan yang semakin meningkat, sehingga berdampak pada peningkatan indeks pembangunan manusia. 3.
Pengaruh Belanja Langsung Sektor Infrastuktur terhadap Indeks Pembangunan Manusia
Hipotesis H3 yang diajukan menyatakan bahwa belanja langsung sektor infrastuktur berpengaruh positif terhadap indeks pembangunan manusia. Hasil pengujian menunjukan bahwa diperoleh nilai t hitung lebih besar dari nilai signifikansi yang dipersyaratkan. Hasil ini berarti bahwa belanja langsung sektor pendidikan berpengaruh positif terhadap indeks pembangunan manusia. Bukti empiris yang terdapat pada tabel 4.3 tentang hasil statistik deskriptif penelitian menunjukan bahwa secara umum total belanja langsung sektor infrastruktur terhadap indeks pembangunan manusia mencapai rata-rata sebesar 49, 3278 atau 34%, kondisi tersebut memberikan bukti empiris bahwa belanja langsung sektor infrastruktur berpengaruh sangat tinggi terhadap indeks pembangunan manusia untuk proporsi belanja sektor infrastruktur yaitu sebesar 70 % dari total belanja daerah. Pera (2013). Dengan demikian hasil pengujian H3 sesuai dengan hasil penelitian Fattah dan Muji (2012) menyatakan bahwa alokasi belanja pemerintah pada sektor infrastruktur berpengaruh positif dan signifikan terhadap indeks pembangunan manusia (IPM). Hasil penelitian Kusharjantoa dan Kimb (2011) juga menemukan bahwa belanja langsung infrastruktur berpengaruh positif terhadap peningkatan indeks pembangunan manusia. Sektor infrastruktur dihadapkan pada permasalahan kurangnya penyediaan sarana prasarana yang berkaitan dengan jalan, jembatan, irigasi, air bersih, perumahan dan 170
kelistrikan yang berdampak pada kurangnya akses masyarakat terhadap aktivitas pendidikan, kesehatan, dan ekonomi masyarakat. Teori Good Governance menjelaskan kegiatan suatu lembaga pemerintah yang dijalankan berdasarkan kepentingan rakyat dan norma yang berlaku untuk mewujudkan cita-cita negara dimana kekuasaan dilakukan oleh masyarakat yang diatur dalam berbagai tingkatan pemerintahan negara yang berkaitan dengan sumber-sumber sosial-budaya, politik, dan ekonomi. Todaro (2006). Menurut Pera (2013) Dengan struktur belanja yang mngutamakan belanja modal dan proporsi belanja infrastruktur dan program pemeliharaan perlu dipertahankan berdampak pada perbaikan peningkatan sarana prasarana yang telah mendorong peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat, sehingga berdampak pada peningkatan indeks pembangunan manusia. 4.
Pengaruh Belanja Langsung Sektor Pertanian terhadap Indeks Pembangunan Manusia
Hipotesis H4 yang diajukan menyatakan bahwa belanja langsung sektor pertanian berpengaruh positif terhadap indeks pembangunan manusia. Hasil pengujian menunjukan bahwa diperoleh nilai t hitung lebih kecil dengan nilai signifikansi yang dipersyaratkan. Hasil ini berarti bahwa belanja langsung pertanian tidak bepengaruh terhadap indeks pembangunan manusia. Bukti empiris yang terdapat pada tabel 4.3 tentang hasil statistik deskriptif penelitian menunjukan bahwa secara umum total belanja langsung sektor pertanian terhadap indeks pembangunan manusia mencapai rata-rata sebesar 11, 2375 atau % kondisi tersebut memberikan bukti empiris bahwa belanja langsung sektor pertanian belum secara signifikan berpengaruh walaupun total belanja langsung sektor pertanian cukup tinggi terhadap indeks pembangunan manusia untuk proporsi belanja pertanian dari total belanja daerah yaitu sebesar 10 % dari total belanja daerah. Pera (2013). Dengan demikian hasil pengujian H4 menunjukan bahwa tidak terbukti pengaruh belanja langsung sektor pertanian terhadap indeks pembangunan manusia. Namun
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
demikian, hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian Schneider dan Gugerty (2011) yang menyatakan bahwa belanja pemerintah daerah di sektor pertanian tidak berpengaruh positif terhadap indeks pembangunan manusia. Dengan tingkat kemiskinan yang masih tinggi dan struktur ekonomi daerah masih bertumpu pada sektor primer terutama sektor pertanian maka pembangunan sektor pertanian perlu menjadi bagian dari prioritas pembangunan daerah. Walaupun kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sangat besar, tetapi belanja pertanian relatif kecil dan cenderung menurun. Dimana produksi pertanian tidak terlepas dari adanya suatu kegiatan penyuluhan pertanian yang baik pula. Penyuluhan pertanian tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tanaman pertanian tetapi juga bertujuan untuk menambah pengetahuan dan keahlian para petani. Namun seringkali kegiatan penyuluhan pertanian menghadapi kendala yang disebabkan oleh luasnya wilayah, masalah jarak dan letak geografis wilayah dengan sebagian besar wilayahnya bergunung dan berbukit, hanya sedikit dataran rendah sehingga terkadang membuat pelayanan penyuluhan kurang bisa dilakukan dengan cepat dan tepat serta tidak menjangkau seluruh pelosok daerah. Belanja publik sektor pertanian juga perlu mendapatkan perhatian dalam alokasi belanja pemerintah pada alokasi belanja modal, dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas pertanian yang akan berdampak pada peningkatan pendapatan per kapita masyarakat. Menurut Pera (2013) diperlukan alokasi belanja langsung sektor pertanian perlu diperhatikan dengan peningkatan tanaman pangan dan perkebunan perlu dilakukan melalui penyedian pendanaan yang murah bagi petani untuk memperbesar skala usahanya, dan peningkatan pengusaan teknologi pengolahan pada petani, jaringan pemasaran hasil pertanian, peningkatan peran penyuluh dan perbaikan teknologi pertanian, sehingga berdampak pada peningkatan indeks pembangunan manusia. Dengan kata lain, tidak hanya peningkatan belanja langsung yang menjadi fokus perhatian tetapi juga efektifitas dari program yang dibiayai dengan dana tersebut perlu mendapat perhatian.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dibahas kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut : Pelaksanaan program kegiatan yang dibiayai oleh anggaran dan pendapatan belanja daerah (APBD) dalam melaksanakan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui indeks pembangunan manusia. Hasil penelitian membuktikan bahwa belanja langsung sektor pendidikan berpengaruh positif signifikan terhadap indeks pembangunan manusia. Belanja langsung sektor kesehatan tidak berpengaruh positif signifikan terhadap indeks pembangunan manusia. Belanja langsung sektor infrastruktur berpengaruh positif signifikan terhadap indeks pembangunan manusia. Belanja langsung sektor pertanian tidak berpengaruh positif signifikan terhadap indeks pembangunan manusia.
DAFTAR PUSTAKA Anand, Sudhir and Martin Ravallion (1993). Human Development in Poor Countries: On the. Journal of Human Development. Vol. 1. No 148. pp 150-162 Anand, Sudhir and Amartya Sen (2000). The Income Component of the Human Development Index, Journal of Human Developmen. Vol. 1. No. 147, pp.143-157 Azril (2000). Pembangunan Sumber Daya Manusia dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia.Vol. 15. No 1. pp.127-148 Andika (2010). Jurnal Meningkatkan Budaya Membaca, Kepustakawanan Indonesia; LPAKI. Vol 12 No. 2 pp. 213-227 Allen,
S. L. dan M. Qaim (2012). Agricultural Productivity and Publik Expenditures in Sub-Saharan Africa. International Food Policy Research 171
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
nstitute (IFPRI) Discussion Paper No. 01173. Vol 1, pp.109-129
operation and Development, Brazil. N0.712. Vol, pp.116-127
Astri, M., S. I. Nikensari dan H. Kuncara (2012). Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Daerah pada Sektor Pendidikan dan Kesehatan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia. Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Bisnis Vol. 1 No.065, pp.178-184
Engineer, M., I. King and N. Roy (2005). The human development index as a criterion for optimal planning. Economics Discussion Papers No. 0517, University of Otago, Dunedin, New Zealand. Vol 2. No 517. pp.107-121 Fattah,
Bastian (2005). Akuntansi Sektor Publik, Suatu Pengantar. Jakarta : Erlangga Badan Pusat Statistik (2007). Laporan Indeks Pembangunan Manusia. Jakarta, Indonesia. Badrudin R. dan M. Khasanah (2011). Pengaruh Pendapatan Dan Belanja Daerah Terhadap Pembangunan Manusia Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Manajemen, Akuntansi dan Ekonomi Pembangunan Vol.9 No.1, pp 110128 Cardiman (2006). Strategi Alokasi Belanja Publik Untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Tesis Magister Sekolah Pasca Sarjana, IPB, Bogor. Christy, F. A.dan P. H. Adi (2009). Hubungan Antara DAU, Belanja Modal dan Kualitas Pembangunan Manusia. Paper The 3rd National Conference UKWMS, Surabaya. Cervantes, Godoy, D. and J. Dewbre (2010), Economic Importance of Agriculture for Poverty Reduction, OECD Food, Journal Agriculture and Fisheries Working Papers, No. 23. Vol 1, pp.129-148 De Mello, L. dan M. Pisu (2009). The Effectiveness Of Education And Health Spending Among Brazilian Municipalities. ECONOMICS DEPARTMENT WORKING PAPER. Organisation for Economic Co172
S. dan A. Muji (2012). Local Government Expenditure Allocation toward Human Development Index at Jeneponto Regency, South Sulawesi, Indonesia. IOSR Journal Of Humanities And Social Science (JHSS). Vol 5. No. 1, pp 40-45.
Ghozali (2006). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Universitas Diponegoro. Ghozali
dan Ratmono (2013) Analisis Multivariat dan Ekonometrika. Teori, Konsep, dan Aplikasi dengan EVIEWS 8. Semarang : Universitas Diponegoro
Husein dan Umar (2002). Evaluasi Kinerja Perusahaan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Halim dan Abdul (2004). Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta : UPP AMP YKPN. Haryanto, Sahmuddin, dan Ariffudin (2007) , Akuntansi Sektor Publik. Semarang : Universitas Diponegoro. Haryanto dan Sahmuddin (2008). Akuntansi Sektor Publik. Semarang : Universitas Diponegoro. Herlan (2009). Jurnal Ekonomi Pembangunan : Wikipedia. Vol.12 No.2, pp 113119 Ichsan, Moch, Ratih Nur Pratiwi, Trilaksono Nugroho (1997). Administrasi Keuangan Daerah, Pengelolaan dan penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
Malang: PT Danar Wijaya, Brawijaya University Perss.
Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta : Andi Offset.
Ikhwan.M, (2004), Analisis Efisiensi Lembaga Pendidikan (Study Kasus : SMA di kota Semarang, Semarang : Universitas Diponegoro
Mardiasmo (2009). Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta : Andi Offset.
Jogiyanto
(2005). Metodologi Penelitian Bisnis Salah Kaprah dan Pengalaman Pengalaman. Yogyakarta: BPFE
Komite
Nasional Kebijakan Governance (2010). Pedoman Umum Good Public Governance, Jakarta
Kusharjantoa, H. dan D. Kimb (2011). Infrastructure and human development: the case of Java, Indonesia. Journal of the Asia Pacific Economy Vol. 16, No. 1, pp.113124 Kate,
S. dan M. K Guegerty (2011). Agricultural Productivity and Poverty Reduction : linkages and pathways. The Evans School Review Vol 1. No. 1. pp. 153-167
Joseph Riwu Kaho (1997). Prospek Otonomi Daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Mapfumo, A., A. Mushunje dan C. Chidoko (2012). The Impact Of Government Agricultural Expenditure On Poverty In Zimbabwe. Russian Journal of Agricultural and Socio-Economic Sciences, No. 7 Vol 7. pp 105-127 Mirza, D. S. (2012). Pengaruh Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi, Dan Belanja Modal Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Di Jawa Tengah Tahun 2006-2009. Economics Development Analysis Journal Vol. 1 No.1. pp 183-194 Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Pattinasarany D. dan C. Kusuma (2008). Pelayanan Kesehatan dan Pendidikan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Temuan GDS Tahun 2006. Decentralization Support Facility (DSF) Working Paper, Jakarta. Pedoman
Lincoln Arsyad. (1999). Jurnal Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta : STIE YKPN. Vol 2. No 2. Pp 132-145 Lena Dina Pertiwi (2007) Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 12 No. 2. pp. 123-139 Laporan Analisis Penerimaan dan Pengeluaran Publik/ Public Expediture and Revenue Analysis ( PERA) Nusa Tenggara Timur (2013). Mamesah (1997). Sistem Administrasi Keuangan Daerah. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Mardiasmo (2002). Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta : Andi Offset Mardiasmo (2004).
Standar Akuntansi Pemerintah (PASP). Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP). PSAP dalam PP Nomor 71 Tahun 2010.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Role of Private Incomes and Publik Services (1993). The Journal of Economic Perspectives. Vol. 7. No.1. pp 162172 Siagian
dan Sondang (1984). Filsafat Adminitrasi. Jakarta: Gunung Agung
Sukirno
dan Sadono (1985). Ekonomi Pembangunan masalah dan kebijakan 173
WAHANA Volume 18, No. 2, Agustus 2015
Pers. Jakarta: Bima Grafika. Syamsi
dan Ibnu (1992). Dasar-dasar Kebijakan Keuangan Negara. Jakarta : PT Bina Aksara.
Sunaryo (2001) Ekonomi Manajerial Aplikasi Teori Ekonomi Mikro. Jakarta : Erlangga. Sugiyono
(2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : CV. Alfabeta.
Schneider, K. and M. K. Gugerty (2011). Agricultural Productivity and Poverty Reduction: Linkages and Pathways. Journal The Evans School Review Vol. 1.No. 1. pp 189-196 Sasana,
H. (2012). Pengaruh Belanja Pemerintah Daerah Dan Pendapatan Perkapita Terhadap Indeks Pembangunan Manusia (Studi Kasus Di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah). Media Ekonomi Dan Manajemen Vol 25. No 1. pp 113124
Setiawan, H. dan S. A. Damayanty (2013). Causality Analysis Between Financial Performance and Human Development Index: Case Study on Province in Eastern Indonesia. Paper The 23rd Pasific Conference of the Regional Science Association International (RSAI) & The 4th Indonesia Regional Science Association (IRSA) Institute Bandung, Indonesia.
174
Todaro,
Michael. P dan Stephen C. Smith (2006) Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga, Edisi Kedelapan. Erlangga, Jakarta.
UNDP (1990). Human Development Report, (1997) Human Development Report Human Development Indicator. UNESCO (2007). Human Development Report and Human Development Indicator. Vegirawati, T. (2012). Pengaruh Alokasi Belanja Langsung Terhadap Kualitas Pembangunan. Jurnal Dinamika Ekonomi Pembangunan.Vol 2 No 2. pp 101- 107 Warsito,
Abdul, dan Handayani (2007). Akuntansi Sektor Publik, Pendekatan Penganggaran Daerah dan Akuntansi Keuangan Daerah. Semarang : Universitas Diponegoro.
Warsito,
Abdul, dan Handayani (2008). Akuntansi Sektor Publik, Pendekatan Penganggaran Daerah dan Akuntansi Keunangan Daerah. Semarang : Universitas Diponegoro Semarang.
Widodo,
Waridin dan Maria (2011). Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Di Sektor Pendidikan Dan Kesehatan Terhadap Pengentasan Kemiskinan Melalui Peningkatan Pembangunan Manusia Di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Dinamika Ekonomi Pembangunan Vol 1, No. 1. pp 107-115
WAHANA Volume 18, No. 2 Agustus 2015
PEDOMAN PENULISAN JURNAL WAHANA AKADEMI AKUNTANSI YAYASAN KELUARGA PAHLAWAN NEGARA
Ketentuan Umum 1. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris sesuai dengan format yang ditentukan. 2. Penulis mengirim tiga eksemplar naskah dan satu compact disk (CD) yang berisikan naskah tersebut kepada redaksi. Satu eksemplar dilengkapi dengan nama dan alamat sedang dua lainnya tanpa nama dan alamat yang akan dikirim kepada mitra bestari. Naskah dapat dikirim juga melalui email. 3. Naskah yang dikirim belum pernah diterbitkan di media lain yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh semua penulis bahwa naskah tersebut belum pernah dipublikasikan. Pernyataan tersebut dilampirkan pada naskah. 4. Naskah dan CD dikirim kepada Editorial Secretary Jurnal Wahana Jl. Gagak Rimang 2-4, Balapan Yogyakarta Telpon (0274) 513413, 563516, 560159, 562317, 552532 ext. 252/253. Fax. (0274) 561591 Email:
[email protected]. Standar Penulisan 1. Naskah diketik menggunakan program Microsoft Word pada ukuran kertas A4 berat 70 gram, jarak 2 spasi, jenis huruf Times New Roman berukuran 12 point, margin kiri 4 cm, serta margin atas, kanan, dan bawah masing-masing 3 cm. 2. Setiap halaman diberi nomor secara berurutan. Gambar dan tabel dikelompokkan bersama pada lembar terpisah di bagian akhir naskah. 3. Angka dan huruf pada gambar, tabel, atau histogram menggunakan jenis huruf Times New Roman berukuran 10 point. 4. Naskah ditulis maksimum sebanyak 15 halaman termasuk gambar dan tabel. Urutan Penulisan Naskah 1. Naskah hasil penelitian terdiri atas Judul, Nama Penulis, Alamat Penulis, Abstrak, Pendahuluan, Materi dan Metode, Hasil, Pembahasan, Ucapan Terima Kasih, dan Daftar Pustaka. 2. Naskah kajian pustaka terdiri atas Judul, Nama Penulis, Alamat Penulis, Abstrak, Pendahuluan, Masalah dan Pembahasan, Ucapan Terima Kasih, dan Daftar Pustaka. 3. Judul ditulis singkat, spesifik, dan informatif yang menggambarkan isi naskah maksimal 15 kata. Untuk kajian pustaka, di belakang judul harap ditulis Suatu Kajian Pustaka. Judul ditulis dengan huruf kapital dengan jenis huruf Times New Roman berukuran 14 point, jarak satu spasi, dan terletak di tengahtengah tanpa titik. 4. Nama Penulis ditulis lengkap tanpa gelar akademis disertai alamat institusi penulis yang dilengkapi dengan nomor kode pos, nomor telepon, fax, dan email. 5. Abstrak ditulis dalam satu paragraf tidak lebih dari 200 kata menggunakan bahasa Inggris. Abstrak mengandung uraian secara singkat tentang tujuan, materi, metode, hasil utama, dan simpulan yang ditulis dalam satu spasi. 6. Kata Kunci (Keywords) ditulis miring, maksimal 5 (lima) kata, satu spasi setelah abstrak. 7. Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan, dan pustaka yang mendukung. Dalam mengutip pendapat orang lain dipakai sistem nama penulis dan tahun. Contoh: Krismiaji (2014); Supardi dkk. (2013). 8. Materi dan Metode ditulis lengkap.
WAHANA Volume 18, No. 2 Agustus 2015
9. 10.
11. 12. 13.
Hasil menyajikan uraian hasil penelitian sendiri. Deskripsi hasil penelitian disajikan secara jelas. Pembahasan memuat diskusi hasil penelitian sendiri yang dikaitkan dengan tujuan penelitian (pengujian hipotesis). Diskusi diakhiri dengan simpulan dan pemberian saran jika dipandang perlu. Pembahasan (review/kajian pustaka) memuat bahasan ringkas mencakup masalah yang dikaji. Ucapan Terima Kasih disampaikan kepada berbagai pihak yang membantu sehingga penelitian dapat dilangsungkan, misalnya pemberi gagasan dan penyandang dana. Ilustrasi: a. Judul tabel, grafik, histogram, sketsa, dan gambar (foto) diberi nomor urut. Judul singkat tetapi jelas beserta satuan-satuan yang dipakai. Judul ilustrasi ditulis dengan jenis huruf Times New Roman berukuran 10 point, masuk satu tab (5 ketukan) dari pinggir kiri, awal kata menggunakan huruf kapital, dengan jarak 1 spasi. b. Keterangan tabel ditulis di sebelah kiri bawah menggunakan huruf Times New Roman berukuran 10 point jarak satu spasi. c. Penulisan angka desimal dalam tabel untuk bahasa Indonesia dipisahkan dengan koma (,) dan untuk bahasa Inggris digunakan titik (.). d. Gambar/Grafik dibuat dalam program Excel. e. Nama Latin, Yunani, atau Daerah dicetak miring sedang istilah asing diberi tanda petik. f. Satuan pengukuran menggunakan Sistem Internasional (SI). g. Daftar Pustaka h. Hanya memuat referensi yang diacu dalam naskah dan ditulis secara alfabetik berdasarkan huruf awal dari nama penulis pertama. Jika dalam bentuk buku, dicantumkan nama semua penulis, tahun, judul buku, edisi, penerbit, dan tempat. Jika dalam bentuk jurnal, dicantumkan nama penulis, tahun, judul tulisan, nama jurnal, volume, nomor publikasi, dan halaman. Jika mengambil artikel dalam buku, cantumkan nama penulis, tahun, judul tulisan, editor, judul buku, penerbit, dan tempat. i. Diharapkan dirujuk referensi 10 tahun terakhir dengan proporsi pustaka primer (jurnal) minimal 80%. j. Hendaknya diacu cara penulisan kepustakaan seperti yang dipakai pada Jurnal WAHANA berikut ini:
Jurnal Yetton, Philip W., Kim D. Johnston, and Jane F. Craig. Summer 1994. "ComputerAided Architects: A Case Study of IT and Strategic Change."Sloan Management Review: 5767. Buku Paliwoda, Stan. 2004. The Essence of International Marketing. UK: PrenticeHall, Ince. Prosiding Pujaningsih, R.I., Sutrisno, C.L., dan Sumarsih, S. 2006. Kajian kualitas produk kakao yang diamoniasi dengan aras urea yang berbeda. Di dalam: Pengembangan Teknologi Inovatif untuk Mendukung Pembangunan Peternakan Berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional dalam Rangka HUT ke40 (Lustrum VIII) Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman; Purwokerto, 11 Pebruari 2006. Fakutas Peternakan UNSOED, Purwokerto. Halaman 5460. Artikel dalam Buku Leitzmann, C., Ploeger, A.M., and Huth, K. 1979. The Influence of Lignin on Lipid Metabolism of The Rat. In: G.E. Inglett & S.I.Falkehag. Eds. Dietary Fibers Chemistry and Nutrition. Academic Press. INC., New York.
WAHANA Volume 18, No. 2 Agustus 2015
Skripsi/Tesis/Disertasi Assih, P. 2004. Pengaruh Kesempatan Investasi terhadap Hubungan antara Faktor Faktor Motivasional dan Tingkat Manajemen Laba. Disertasi. Sekolah Pascasarjana S3 UGM. Yogyakarta. Internet Hargreaves, J. 2005. Manure Gases Can Be Dangerous. Department of Primary Industries and Fisheries, Queensland Govermment. http://www.dpi.gld.gov.au/pigs/ 9760.html. Diakses 15 September 2005. Dokumen [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman. 2006. Sleman Dalam Angka Tahun 2005. Mekanisme Seleksi Naskah 1. Naskah harus mengikuti format/gaya penulisan yang telah ditetapkan. 2. Naskah yang tidak sesuai dengan format akan dikembalikan ke penulis untuk diperbaiki. 3. Naskah yang sesuai dengan format diteruskan ke Editorial Board Members untuk ditelaah diterima atau ditolak. 4. Naskah yang diterima atau naskah yang formatnya sudah diperbaiki selanjutnya dicarikan penelaah (MITRA BESTARI) tentang kelayakan terbit. 5. Naskah yang sudah diperiksa (ditelaah oleh MITRA BESTARI) dikembalikan ke Editorial Board Members dengan empat kemungkinan (dapat diterima tanpa revisi, dapat diterima dengan revisi kecil (minor revision), dapat diterima dengan revisi mayor (perlu direview lagi setelah revisi), dan tidak diterima/ditolak). 6. Apabila ditolak, Editorial Board Members membuat keputusan diterima atau tidak seandainya terjadi ketidaksesuaian di antara MITRA BESTARI. 7. Keputusan penolakan Editorial Board Members dikirimkan kepada penulis. 8. Naskah yang mengalami perbaikan dikirim kembali ke penulis untuk perbaikan. 9. Naskah yang sudah diperbaiki oleh penulis diserahkan oleh Editorial Board Members ke Managing Editors. 10. Contoh cetak naskah sebelum terbit dikirimkan ke penulis untuk mendapatkan persetujuan. 11. Naskah siap dicetak dan cetak lepas (off print) dikirim ke penulis.