1
Orientasi religi intrinsik, empati dan intensi aksi solidaritas pada anggota Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) – DIY komisariat Universitas Islam Indonesia Sri Astuti Sonny Andrianto INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara orientasi religi intrinsik, empati dan intensi aksi solidaritas. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan antara orientasi religi intrinsik, empati dan intensi aksi solidaritas. Semakin tinggi orientasi religi intrinsik dan empati maka semakin tinggi intensi aksi solidaritas. Sebaliknya, semakin rendah orientasi religi intrinsik dan empati maka semakin rendah pula intensi aksi solidaritas. Subjek dalam penelitian ini adalah 77 orang anggota KAMMI DIY komisariat Universitas Islam Indonesia. Tekhnik pengembilan subjek yang digunakan adalah incidental sampling. Pengukuran terhadap subjek dilakukan melalui kuesioner yang didalamnya memuat skala orientasi religi intrinsik yang digunakan diadaptasi dari skala orientasi religi intrinsik Wicaksono (2003) dan sebagian lagi disusun oleh penulis berdasarkan penafsiran Hunt dan King (1977) terhadap intrinsic/ekstrinsic scale dari Allport – Feagin. Skala empati diadaptasi dari skala empati Wardani (1996) dan sebagian lagi disusun oleh penulis berdasarkan teori empati Davis (1983). Skala intensi aksi solidaritas disusun oleh penulis sendiri dengan mengacu pada komponen yang dikemukakan oleh Gamson (Klandermans, 1997). Metode analisis data penelitian ini menggunakan analisis regresi dengan fasilitas program SPSS versi 11,5 for windows. Hasil pengujian hipotesis bahwa ada hubungan antara orientasi religi intrinsik, empati dan intensi aksi solidaritas adalah 0,924 dengan p = 0,000 atau p < 0,05 . Berarti hipotesis yang diajukan diterima. Prediktor dari variabel orientasi religi intrinsik terhadap intensi aksi solidaritas sebesar 0,781, prediktor dari variabel empati terhadap intensi aksi solidaritas sebesar 0,072. Dan prediktor dari variabel orientasi religi intrinsik dan empati secara bersama-sama terhadap intensi aksi solidaritas sebesar 0,853.
Kata Kunci: Orientasi Religi Intrinsik, Empati, Intensi Aksi Solidaritas.
2
I.
Pengantar
Kurun waktu satu tahun terakhir ini banyak sekali dapat di jumpai peristiwa-peristiwa menggemparkan yang terjadi pada bangsa Indonesia. Peristiwa-peristiwa tersebut meninggalkan sebuah persoalan sosial yang menuntut perhatian dan solusi dari semua elemen bangsa. Misalnya; peristiwa gempa bumi dan badai tsunami yang terjadi di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan pulau Nias (Republika, 2005). Bencana alam ini menyebabkan banyaknya anak-anak NAD dan pulau Nias terpaksa sekolah di tenda-tenda darurat karena gedung sekolah mereka runtuh dan terpaksa diajar oleh guru-guru bantuan karena para guru mereka banyak yang meninggal dunia. Selain bencana gempa bumi, terdapat pula bencana tanah longsor, banjir, polio, kasus korupsi di KPU, penyimpangan dana BLT (Bantuan Langsung Tunai) dan busung lapar yang banyak melanda daerah-daerah di Republik Indonesia ini. Begitu kompleksnya permasalahan yang melanda bangsa Indonesia ini, menuntut keperdulian dan solusi dari berbagai elemen bangsa, baik itu dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), organisasi massa (ormas), termasuk juga perhatian dari gerakan mahasiswa. Menurut Ishak (1991) mahasiswa pada esensinya adalah lapisan sosial sementara, atau kelompok manusia muda yang dilihat dari segi upaya adaptasi sosial secara total masih dalam kerangka proses. Dalam kaitan dengan pendidikan tinggi, mahasiswa adalah seorang individu yang sedang menjalani kurun waktu tertentu dalam dunia pendidikan, dimana terjembataninya / dikomunikasikannya antara masa pendidikan teoritis introvert dengan masa pendidikan teoritis
3
ekstrovert yang mulai mencocok-cocokan realitas di luar lingkungan kampus dengan kaidah-kaidah teoritis yang mereka pelajari. Dan disinilah bermula wawasan idealismenya sebagai akibat hasil refleksinya antara kenyataan sosial yang ada dengan kaidah-kaidah universal yang mereka pelajari atau yakini. Dalam diri mahasiswa itu sesungguhnya terdapat dilema. Jika dihadapkan pada kenyataan yang pada satu sisi mereka menggunakan perguruan tinggi sebagai sarana mobilitas vertikalnya atau sarana yang dapat mengantarkan mereka pada lapisan sosial yang lebih tinggi dan bersifat elite baik dari segi ekonomi maupun kekuasaan sebab dengan selesainya menjalani pendidikan tinggi tersebut, mereka dapat memasuki mekanisme birokrasi atau kelompok-kelompok fungsional dalam organisasi negara. Dengan demikian mereka lebih bermartabat dan mendapat “kedudukan” ditengah masyarakat. Tetapi pada sisi lain, mahasiswa tetap secara nyata memiliki keterpanggilan yang kuat pula pada idealismenya dan semangat keperduliannya yang tinggi pada berbagai kenyataan sosial yang tidak menguntungkan bagi rakyat banyak, karenanya semangat tersebut dapat disalurkan dengan berbagai kegiatan yang mendukung pada kearah perbaikan sosial, baik melalui organisasi intra kampus maupun ekstra kampus (Ishak, 1991). Bagi sebagian mahasiswa yang perduli dengan kondisi sulit yang menimpa masyarakat, organisasi dapat dijadikan sebagai sarana untuk mengkritisi dan mengajukan solusi terhadap permasalahan yang timbul akibat kebijakan dari pemerintah. Negara Indonesia sendiri pernah mencatat peranan penting mahasiswa dalam mengubah sejarah kebangsaan dan perjalanan demokrasi. Misalnya; Gerakan Mahasiswa Tahun 1966 yang mengangkat isu komunis
4
sebagai bahaya laten. Dari gerakan angkatan ’66 ini kemudian dikeluarkannya SUPERSEMAR (surat perintah sebelas maret) dari Presiden Sukarno kepada penerima mandat
Suharto. Peralihan ini menandai berakhirnya ORLA (orde
lama) dan berpindah kepada ORBA (orde baru), gerakan mahasiswa tahun 1972. Gerakan ini dikenal dengan terjadinya peristiwa MALARI (Malapetaka Lima Belas Januari) dan gerakan mahasiswa tahun 1998. Gerakan mahasiswa tahun 1998 ini mengusung agenda reformasi dengan menggulingan rezim orde baru (Sudarma, 2005). Kesuksesan dari aksi-aksi solidaritas yang pernah dilakukan itu tentu saja tidak lepas dari partisipasi para anggota gerakan mahasiswa tersebut. Partisipasi dari masing-masing anggota sangat diperlukan karena apa yang menjadi tuntutan gerakan mahasiswa tidak akan mempunyai daya tekan yang kuat bagi pihak yang dituntut apabila aksi solidaritas dilakukan hanya segelintir anggota. Akibatnya, apa yang menjadi tuntutan gerakan mahasiswa itu akan sulit tercapai. Tetapi, fenomena yang penulis amati saat ini justru menunjukkan kuantitas anggota yang berpartisipasi dalam aksi solidaritas yang diselenggarakan relatif sedikit. Fenomena ini penulis amati terjadi pada gerakan mahasiswa Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) DIY khususnya komisariat Universitas Islam Indonesia. Tetapi sayangnya, sampai saat penelitian ini berlangsung memang belum ada data pasti seberapa besar jumlah penurunan partisipasi para anggota KAMMI dalam aksi solidaritas yang diselenggarakan. Menurut Munawwir (1984), solidaritas banyak terjadi dan dilakukan oleh golongan yang memiliki kesamaan paham. Artinya, seorang individu termotivasi untuk melakukan aksi solidaritas karena individu tersebut memiliki prinsip dan
5
nilai-nilai yang sama dengan individu yang lain dimana individu-individu tersebut tergabung dalam sebuah organisasi. Dalam konteks ini anggota KAMMI memiliki kesamaan prinsip dan nilai-nilai yang sama yaitu bersumber dari Al qur’an dan Hadits. Sejalan
dengan
pernyataan
Munawwir
diatas,
Cahyono
(2003)
mengungkapkan pada tataran teologis KAMMI memiliki doktrin pemahaman yang cukup kuat bahwa Islam sebagai suatu sistem yang total (kaffah) merupakan solusi terbaik dalam menjawab tantangan kemanusian. Bagi KAMMI, Islam tidak hanya berbicara mengenai pribadi individu, tapi Islam juga mengatur tentang hubungan sosial. Karena itu kemenangan Islam dalam keyakinan KAMMI adalah suatu keniscayaan. Tradisi pendekatan wacana yang berkembang di KAMMI adalah upaya pencarian keabsahan gerakannya melalui teks-teks suci. Hampir setiap kali muncul wacana pemikiran KAMMI akan selalu diikuti sumber pembenarannya dari teks Al Qur’an dan Hadits. Pembacaan terhadap teks-teks suci tersebut telah memberikan semangat juang (ghiroh) tersendiri bagi KAMMI. Pada akhirnya, kontekstualisasi teks dengan realitas sosial sekarang mendorong KAMMI berkiprah lebih banyak di bidang pelayanan sosial, pendidikan politik, dan advokasi umat. Sementara itu, Sidiq (2003) mengungkapkan cita-cita moral dan sekaligus cita-cita politik KAMMI adalah tegaknya Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai nilai dan acuan dasar. Menurut KAMMI tidak ada basa-basi dalam hal keyakinan. Karenanya jika seorang muslim meyakini bahwa Islam adalah acuan nilai dan pedoman tertinggi, maka kenapa tidak nilai Islam
6
diperjuangkan menjadi nilai dan acuan dalam bermasyarakat dan bernegara. Keberanian untuk merumuskan cita-cita semacam itu ditopang oleh keyakinan bahwa nilai Islam itu universal, sehingga demokrasi, rule of law, HAM, dan lainlain adalah agenda yang sama sekali tidak asing, apalagi aneh bagi KAMMI. Ketika deklarasi KAMMI di Malang pada tahun 1998 dibacakan, salah satu titik tekan perbaikan sistem dan reformasi pada semua tatanan hukum, ekonomi, politik, dan lain-lain. Hal ini berarti bahwa visi, misi, landasan, arah gerakan organisasi dan profil anggota KAMMI semuanya bersumber dari Al Qur’an dan Hadits. Dengan kata lain, aksi solidaritas yang dilakukan anggota KAMMI semuanya diselaraskan dengan nilai-nilai keislaman. Selain memiliki prinsip dan nilai-nilai yang sama, Munawwir (1984) juga mengungkapkan bahwa dalam solidaritas terdapat kemampuan untuk merasakan dan menghayati apa yang dirasakan oleh pihak lain. Hal ini menunjukkan bahwa, untuk mewujudkan aksi solidaritas diperlukan kemampuan para anggota KAMMI untuk dapat merasakan penderitaan yang dialami orang lain tanpa harus secara nyata para anggota KAMMI mengalami penderitaan tersebut. Dari uraian diatas, penulis menilai bahwa kemampuan menginternalisasi nilai-nilai keislaman sehingga nilai-nilai keislaman tersebut mempengaruhi setiap aspek kehidupan dalam diri anggota KAMMI dan kemampuan untuk dapat memahami dan menghayati penderitaan orang lain tanpa harus secara nyata mengalami penderitaan tersebut memiliki hubungan terhadap keikutsertaan anggota KAMMI dalam aksi solidaritas. Tetapi sebelumnya penulis ingin menekankan bahwa aksi solidaritas yang penulis maksudkan lebih ditekankan
7
pada aksi protes (demonstrasi atau unjuk rasa) terhadap pihak pemegang kebijakan. Sampai disini, dengan mengharap bimibingan dan keridhaan dari Allah Swt, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian yang mencoba mengetahui apakah ada hubungan antara orientasi religi intrinsik, empati dan intensi aksi solidaritas pada anggota KAMMI DIY komisariat UII. II. Metode Penelitian A. Subjek penelitian Subjek penelitian ini adalah anggota KAMMI DIY komisariat Universitas Islam Indonesia. Karakteristik subjek : 1. Mahasiswa / alumni Universitas Islam Indonesia Berdasarkan Anggaran Rumah Tangga (ART ) KAMMI, masa keanggotaan bagi anggota biasa yang menempuh pendidikan di jenjang pendidikan S-1 adalah maksimal 10 (sepuluh) tahun dan apabila anggota tersebut telah selesai masa studinya di perguruan tinggi tersebut maka tidak berarti berakhir pula keanggotaannnya. Jadi, walaupun anggota tersebut sudah berstatus alumni UII, orang tersebut masih dapat mengisi skala penelitian ini dengan syarat masih tercatat sebagai anggota KAMMI komisariat UII. 2. Lulus dauroh Marhalah I (Proses rekrutmen KAMMI). 3. Masa keanggotaan sudah lebih dari 3 bulan. Pertimbangannya, setelah sah menjadi Anggota Biasa(AB) 1, setiap anggota diwajibkan mengikuti Madrasah KAMMI (MK) yang tujuannya untuk pembentukan Indeks Jati Diri KAMMI (IJDK). Program ini dilakukan secara
8
reguler selama kurang lebih 12 kali pertemuan atau dalam waktu 3 bulan. Persyaratan ini penulis masukkan karena menurut observasi penulis, anggota KAMMI yang masuk sebagian besar masih merasa takut untuk ikut demonstrasi atau dengan kata lain mereka belum punya alasan yang kuat kenapa mereka harus aksi turun kejalan. Dengan program MK ini, harapannya anggota KAMMI bisa lebih paham terhadap organisasi KAMMI termasuk alasan kenapa perlunya demonstrasi. Anggota yang belum mencapai tiga bulan masa keanggotaannya kemungkinan materi tentang aksi demonstrasi belum sempat disampaikan, sehingga mereka belum punya pengetahuan dan kepemahaman. Khawatirnya mereka tidak ikut aksi lebih karena belum punya pengetahuan bukan karena faktor lain. B. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, subjek dibagikan skala yang berisi 78 item. Skala tersebut terdiri atas; 26 item skala intensi aksi solidaritas, 29 item skala orientasi religi intrinsik, dan 23 item skala empati. Penentuan subjek pada penelitian ini menggunakan tekhnik incidental sampling, yaitu dengan langsung menemui subjek yang dinilai memenuhi karakteristik subjek penelitian, di beberapa tempat sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Tekhnik ini penulis gunakan, karena dari informasi yang penulis dapatkan pada bulan Januari 2005, agenda kegiatan besar KAMMI hanya bakti sosial di desa terpencil dalam rangka perayaan Idul adha. Pada acara ini diharapkan akan banyak anggota yang berpartisipasi tetapi menurut perkiraan penulis tidak semua anggota bisa berpartisipasi dalam acara
9
tersebut mengingat hari raya dimana kemungkinan banyak anggota kAMMI yang pulang kerumah masing-masing. C. Metode Analisis Data Metode analisis data dalam penelitian ini adalah menggunakan metode kuantitatif dengan tekhnik anlisis statistik. Alasannya adalah bahwa tekhnik statistik bekerja dengan angka-angka, bersifat objektif dan universal, dalam arti bahwa tekhnik ini dapat digunakan hampir dalam semua bidang penelitian (Hadi, 1995). Berdasarkan hipotesis yang diajukan bahwa, ada hubungan antara orientasi religi intrinsik, empati dan intensi aksi solidaritas. Maka data yang didapat akan dianalisis dengan tekhnik analisis regresi. Analisis data akan menggunakan komputer SPSS versi 11, 5 for windows. III. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Subjek Penelitian Subjek penelitian merupakan anggota KAMMI komisariat UII. Deskripsi subjek dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel. Deskripsi subjek penelitian No 1
Faktor Usia
Kategori a. 18 tahun b. 19 tahun c. 20 tahun d. 21 tahun e. 22 tahun f. 23 tahun g. 24 tahun h. 25 tahun i. 26 tahun
Jumlah 3 5 15 23 15 11 4 0 1
Prosentase 3,9 % 6,5 % 19,5 % 29,9 % 19,5 % 14,3 % 5,2 % 0% 1,3 %
10
2
Jenis kelamin
a. Laki-laki b. Perempuan
24 53
31,2 % 68,9 %
3
Lama keanggotaan
a. 3 bulan =x= I thn b. 2 tahun c. 3 tahun d. 4 tahun
34 32 10 1
44,6% 41,6% 13% 1,3 %
4
Fakultas
a. FTI b. FTSP c. FIAI d. F.MIPA e. F.Psi f. FK g. FH h. FE
16 2 9 14 13 1 10 12
20,8 % 2,6 % 11,7 % 18,9 % 16,9 % 1,3 % 13% 15,6 %
2. Deskripsi Data Penelitian Untuk mengetahui gambaran umum mengenai data penelitian, secara singkat dapat dilihat dalam tabel deskripsi data penelitian yang berisi fungsifungsi statistik dasar. Masing-masing variabel untuk skala orientasi religi intrinsik, skala empati dan skala intensi aksi solidaritas dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 2. Deskripsi data penelitian Deskripsi data penelitian Variabel
O.R .I Empati I.A.S
Skor x yang dimungkinkan (Hipotetik) Xmin 29 23 26
Xmax 116 92 104
Rerata 72,5 57,5 65
SD 14,5 11,5 13
Skor x yang diperoleh (empirik)
Xmin 40 41 39
Xmax 188 161 154
Rerata 97,91 70,84 82
SD 15,2 12,5 11,75
11
Deskripsi data diatas memberikan gambaran penting mengenai keadaan distribusi skor skala pada kelompok subjek yang dikenai pengukuran dan berfungsi sebagai sumber informasi mengenai keadaan subjek pada aspek atau variabel yang diteliti (Azwar, 2005). Skor pada skala psikologis yang ditentukan lewat prosedur penskalaan akan menghasilkan angka-angka pada level pengukuran interval namun dalam interpretasinya hanya dapat dihasilkan kategori-kategori atau kelompok-kelompok skor yang berada pada level ordinal (Azwar, 1999). Penulis dalam penelitian ini menggolongkan subjek ke dalam lima kategori diagnosis, yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Penetapan penggolongan kategori ini dilakukan setelah terlebih dahulu menetapkan
batasan
berdasarkan
satuan
deviasi
standar
dengan
memperhitungkan rentangan angka-angka minimum-maksimum teoritisnya. a. Skala Orientasi Religi Intrinsik (O.R.I) Berdasarkan sebaran hipotetik dari skor Orientasi Religi Intrinsik dalam deskripsi penelitian diatas dapat dijelaskan hasil kategorisasi dari skala tersebut untuk mengetahui keadaan kelompok subjek penelitian melalui tabel 9.
Tabel 3 Kriteria kategorisasi skala Orientasi Religi Intrinsik No
Kategori
Skor
Frekuensi
Persentase
1 2 3 4 5
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
X = 21,75 21,75 < X = 36,25 36,25 < X = 50,75 50,75 < X = 65,25 65,25 < X
0 0 1 0 76
0% 0% 1,3% 0% 98,7%
12
Dari kategorisasi diatas dapat diketahui bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki orientasi religi intrinsik yang berada dalam taraf sangat tinggi. b. Skala empati Berdasarkan sebaran hipotetik dari skor empati dalam deskripsi penelitian diatas dapat dijelaskan hasil kategorisasi dari skala tersebut untuk mengetahui keadaan kelompok subjek penelitian melalui tabel 10. Tabel 4 Kriteria kategorisasi skala empati No Kategori Skor
Frekuensi
Persentase
1.
Sangat rendah
X = 17,25
0
0%
2.
Rendah
17,25< X = 28,75
0
0%
3.
Sedang
28,75< X = 40,25
0
0%
4.
Tinggi
40,25< X = 51,75
2
2,6%
5.
Sangat tinggi
51,75 < X
75
97,4%
Dari kategorisasi diatas dapat diketahui bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki empati yang berada dalam taraf sangat tinggi. b. Skala intensi aksi solidaritas Berdasarkan sebaran hipotetik dari skor intensi aksi solidaritas dalam deskripsi penelitian diatas dapat dijelaskan hasil kategorisasi dari skala tersebut untuk mengetahui keadaan kelompok subjek penelitian melalui tabel 11. Tabel 5 Kriteria kategorisasi skala intensi aksi solidaritas No Kategori Skor
Frekuensi
Persentase
1.
Sangat rendah
X = 19,5
0
0%
2.
Rendah
19,5< X = 32,5
0
0%
3.
Sedang
32,5< X = 45,5
1
1,3%
4.
Tinggi
45,5< X = 58,5
0
0%
13
5.
Sangat tinggi
58,5< X
76
98,7%
Dari kategorisasi diatas dapat diketahui bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki intensi aksi solidaritas yang berada dalam taraf sangat tinggi. 1. Uji Asumsi Sebelum melakukan analisa data, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang mencakup uji normalitas, dan uji linieritas. Uji normalitas dan uji linearitas merupakan syarat sebelum melakukan pengetesan terhadap nilai korelasi dengan maksud agar kesimpulan yang ditarik tidak menyimpang dari kebenaran yang seharusnya (Hadi, 1996(b)). Uji analisis yang akan dilakukan menggunakan faslitas program komputer SPSS 11,5 for windows. a. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah data dari masing-masing variabel terdistribusi secara normal atau tidak. Uji normalitas ini menggunakan one sample kolmogrov-smirnov. Taraf signifikansi pada variabel orientasi religi intrinsik adalah 1,273 dengan p =0,078 atau p > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa skor pada skala orientasi religi intrinsik berdistribusi normal. Sedangkan pada variabel empati taraf signifikansinya adalah 2,124 dengan p = 0,000 atau p < 0,05 dan pada variabel intensi aksi solidaritas taraf signifikansinya adalah 1,535 dengan p = 0,018 atau p < 0,05. Sehingga hal ini menunjukkan bahwa variabel empati dan intensi aksi solidaritas berdistribusi tidak normal. Variabel empati dan intensi aksi solidaritas berdistribusi tidak normal, hal ini dapat terjadi, kemungkinan karena aitem-aitem dari skala-skala tersebut mengandung social desirability, yaitu aitem-aitem yang isinya sesuai dengan keinginan sosial umumnya atau dianggap baik oleh norma sosial. Aitem yang
14
bermuatan social desirability cenderung akan disetujui atau didukung oleh semua orang semata-mata karena orang berfikir normatif, bukan karena isi aitem itu sesuai dengan perasaan atau keadaan dirinya (Azwar, 1999). Konsekuensi dari keadaan seperti ini adalah bahwa aitem-aitem dari skala yang telah dibuat belum dapat mendeskripsikan kondisi subjek penelitian sebenarnya. b. Uji Linieritas Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui linieritas skor pada variabel orientasi religi intrinsik dengan intensi aksi solidaritas dan skor pada variabel empati dengan intensi aksi solidaritas. Hasil uji linieritas antara orientasi religi intrinsik dengan intensi aksi solidaritas adalah F linerity sebesar 376,339 dengan p = 0,000 atau p < 0,05 dan hasil uji linieritas antara empati dengan intensi aksi solidaritas adalah F linerity sebesar 284,134 dengan p = 0,000 atau p < 0,05. Dengan demikian hasil ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel orientasi religi intrinsik dengan intensi aksi solidaritas dan hubungan antara variabel empati dengan intensi aksi solidaritas bersifat linier.
1. Uji hipotesis Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan tekhnik analisis regresi dengan persamaan regresi linear berganda (multiple linear regression) karena pada penelitian ini terdiri dari dua variabel bebas (Alhusin, 2002). Hasil pengujian hipotesis bahwa ada hubungan antara orientasi religi intrinsik, empati dan intensi aksi solidaritas adalah 0,924 dengan p = 0,000 atau p < 0,05 . Berarti
15
hipotesis yang diajukan diterima. Prediktor dari variabel orientasi religi intrinsik terhadap intensi aksi solidaritas sebesar 0,781, prediktor dari variabel empati terhadap intensi aksi solidaritas sebesar 0,072. Dan prediktor dari variabel orientasi religi intrinsik dan empati secara bersama-sama terhadap intensi aksi solidaritas sebesar 0,853. IV. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara orientasi religi intrinsik, empati dan intensi aksi solidaritas anggota KAMMI komisariat UII. Artinya, semakin tinggi oreintasi religi intrinsik dan empati, maka semakin tinggi pula intensi aksi solidaritas. Hal yang cukup menarik dari penelitian ini adalah lebih dari separuh subjek dalam penelitian ini ternyata memiliki orientasi religi intrinsik pada kategori sangat tinggi dan tidak ada satupun subjek yang memiliki orientasi religi intrinsik pada level rendah atau sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa dengan kategori sangat tinggi itu berarti anggota KAMMI komisariat UII dalam perspektif Allport & Ross (Nashori, 1998) adalah individu yang memiliki motivasi dan visi psikologis yang bersifat religius. Mereka memandang agama sebagai comprehensive commitment dan driving integrating motive. Bagi mereka, agama adalah pemandu dalam kehidupannya. Mereka memiliki kerelaan untuk mewujudkan ajaran-ajaran agama dalam kehidupannya. Setiap gerak langkahnya diupayakan dapat dilakukan sebagaimana agama mengajarkannya. Orang-orang semacam ini memiliki kesediaan untuk mengorbankan waktu dan tenaganya untuk menghidupkan agamanya. Dalam konteks ini, aksi solidaritas yang dilakukan
16
anggota KAMMI-DIY diarahkan untuk menegakkan eksistensi agama Islam dalam kehidupan nyata. Disamping itu, hasil penelitian ini juga menunjukkan lebih dari separuh subjek dalam penelitian ini ternyata juga memiliki empati pada kategori sangat tinggi dan tidak ada satupun subjek yang memiliki empati pada level rendah atau sangat rendah. Hal ini berarti bahwa anggota KAMMI komisariat UII memiliki kemampuan untuk menempatkan diri dalam perasaan atau pikiran orang lain tanpa harus secara nyata terlibat dalam perasaan atau tanggapan orang tersebut (Koestner dan Franz, 1990). Selain itu, dari hasil penelitian juga menunjukkan variabel orientasi religi intrinsik memberikan sumbangan sebesar 78,1 %. Artinya, orientasi religi intrinsik cukup besar kaitannya dengan intensi aksi solidaritas. Sedangkan variabel empati hanya memberikan sumbangan sebesar 7,2 %, hal ini berarti empati memiliki keterkaitan yang cukup kecil terhadap intensi aksi solidaritas, walaupun begitu empati tetap memiliki korelasi yang sangat signifikan terhadap intensi aksi solidaritas. Perbedaan sumbangan antara orientasi religi intrinsik dan empati yang cukup besar, menimbulkan sebuah pertanyaan pada diri penulis kenapa hal ini bisa terjadi. Menurut dugaan penulis, hal ini ada hubungannya dengan kelemahan penelitian, yaitu Pertama, aitem-aitem pada skala orientasi religi intrinsik mengandung social desirability yang cukup tinggi. Artinya aitem yang isinya sesuai dengan keinginan sosial umumnya atau dianggap baik oleh norma sosial, sehingga cenderung untuk disetujui oleh semua orang semata-mata karena orang
17
berfikir normatif, bukan karena isi aitem itu sesuai dengan dirinya (Azwar, 2005). Kedua, aitem-aitem pada skala empati cenderung kurang relevan dengan kondisi anggota KAMMI. Sebagai contoh, untuk aspek fantasy yang artinya adalah merupakan kemampuan seseorang untuk mengubah diri mereka secara imajinatif dalam mengalami perasaan dan tindakan dari karakter khayal dalam buku, film atau sandiwara yang dibaca atau ditontonnya. Disini penulis membuat aitem dengan pernyataan, “Saya sering ikut menangis bila melihat film dengan cerita yang menyedihkan”. Penulis kira pernyataan ini kurang relevan dengan kondisi anggota KAMMI komisariat UII. Menurut pengamatan penulis anggota KAMMI menonton film hanya sebatas hiburan saja, sehingga peristiwa sedih maupun gembira yang ada pada film tidak terlalu mempengaruhi diri mereka. Sehingga jawaban dari pernyataan tersebut bernilai unfavorable padahal pernyataan tersebut bersifat favorable. Selain dua kelemahan diatas, penulis kira kelemahan lainnya adalah dalam hal adaptasi aitem-aitem dari penelitian sebelumnya. Adaptasi yang dilakukan penulis kurang mempertimbangkan kesamaan karakteristik subjek penelitian sehingga aitem-aitem yang ada kurang relevan dengan kondisi subjek penelitian. Oleh karena itu, demi hasil penelitian yang lebih akurat yang benarbenar dapat mendeskripsikan kondisi subjek penelitian, hendaknya peneliti yang akan datang juga memperhatikan hal-hal tersebut. V. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan sesuai dengan permasalahan yang diajukan sebelumnya, yaitu:
18
2. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara orientasi religi intrinsik dengan intensi aksi solidaritas pada anggota KAMMI DIY komisariat UII. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi orientasi religi intrnsik maka semakin tinggi pula intensi aksi solidaritas. Sebaliknya semakin rendah orientasi religi intrinsik maka semakin rendah pula intensi aksi solidaritas. 3. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara empati dengan intensi aksi solidaritas pada anggota KAMMI DIY komisariat UII. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi empati maka semakin tinggi pula intensi aksi solidaritas. Sebaliknya semakin rendah empati maka semakin rendah pula intensi aksi solidaritas. 4. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara orientasi religi intrinsik, empati dan intensi aksi solidaritas pada anggota KAMMI DIY komisariat UII. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi empati maka semakin tinggi pula intensi aksi solidaritas. Sebaliknya semakin rendah orientasi religi intrinsik, empati maka semakin rendah pula intensi aksi solidaritas.
A. Saran Dari kesimpulan yang telah dikemukakan, maka penulis ingin memeberikan beberapa saran, yaitu : 1. Saran bagi subjek penelitian Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara orientasi religi intrinsik, empati dan intensi aksi solidaritas. Pada penelitian ini, subjek memiliki taraf orientasi religi intrinsik, empati dan intensi aksi
19
solidaritas yang sangat tinggi. Hal ini merupakan hal yang sangat baik dan patut dipertahankan. Karena hanya dengan mempertahankan nilai-nilai positif (nilainilai agama) dalam diri lah seseorang akan tetap berani untuk melawan segala bentuk kemungkaran dan senantiasa termotivasi untuk melakukan kebaikan. Sehingga kemurnian perjuangan akan tetap terjaga tanpa ditunggangi tujuantujuan yang sifatnya egoistis serta idealisme dalam diri akan tetap hidup tidak tergerus oleh waktu ataupun jabatan. 2. Saran bagi orang tua Hendaknya mereka senantiasa mendukung anak-anaknya untuk menjadi sosok manusia yang perduli terhadap lingkungan sekitarnya terutama kepada orang-orang yang mengalami penderitaan. 3. Saran bagi organisasi Melihat tingginya taraf orientasi religi intrinsik, empati dan intensi aksi solidaritas pada anggota KAMMI DIY komisariat UII, hendaknya para pengurus organsisasi dapat senantiasa melahirkan program-program kerja yang dapat menumbuh suburkan idealisme-idealisme perjuangan kepada para anggotanya serta dapat menjaga soliditas antar anggota agar semangat perjuangan tetap menyala karena dengan kebersamaan beban berat yang dipikul akan terasa ringan. 4. Saran bagi peneliti selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya, penulis menyarankan apabila hendak melakukan penelitian yang sejenis sebaiknya mempertimbangkan terlebih dahulu apabila akan mengadaptasi aitem-aitem dari penelitian sebelumnya dan perlu dipertimbangkan juga kemiripan karakteristik subjek penelitian antara penelitian
20
sebelumnya dengan subjek pada penelitian yang akan dilakukan. Kemudian hendaknya peneliti juga menambahkan dengan analisis secara kuantitatif, agar peneliti dapat mendapatkan informasi yang diinginkan lebih dalam lagi dan menyeluruh. Tidak hanya terbatas pada data secara tulisan tetapi juga data secara verbal, nonverbal dan lain-lain yang harapannya hasilnya nanti dapat benar-benar mendeskripsikan kondisi anggota organisasi tersebut terhadap penelitian yang dilakukan.