DETERMINAN INTENSI ANGGOTA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM MEMANFAATKAN LAYANAN FINANSIAL UNTUK MENCIPTAKAN USAHA BARU (Andri Kurniawan, Ratna Winandi, Heny Kuswanti Suwarsinah)
DETERMINAN INTENSI ANGGOTA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM MEMANFAATKAN LAYANAN FINANSIAL UNTUK MENCIPTAKAN USAHA BARU DETERMINANT INTENTION OF MICROFINCANCE INSTITUTION MEMBERS IN USING FINANCIAL SERVICES TO CREATE A NEW BUSINESS Andri Kurniawan, Ratna Winandi, dan Heny Kuswanti Suwarsinah Institut Pertanian Bogor (IPB) Email:
[email protected] Diterima 23 Desember 2013; diedit 15 November 2014; disetujui 2 Desember 2014 Abstrak
Kewirausahaan berperan sebagai faktor utama dalam menggerakkan perekonomian khususnya bagi perempuan di wilayah pedesaan. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) berperan mendukung kewirausahaan perempuan di pedesaan dengan menyediakan layanan keuangan dan pendampingan ekonomi. Kesediaan anggota LKM untuk memanfaatkan layanan finansial secara produktif dipengaruhi oleh ketersediaan peluang ekonomi dan intensi berwirausaha perempuan. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mendukung terbentuknya intensi berwirausaha pada anggota LKM dalam kaitannya dengan pemanfaatan layanan finansial untuk menciptakan usaha baru. Penelitian dilakukan pada 96 anggota Koperasi Sejahtera Bangsaku (KSB) melalui survei dengan kuesioner. Pemilihan sampling dilakukan dengan purposive yang berdasarkan pada kriteria anggota yang telah menjadi anggota KSB minimal 1 tahun dan pekerjaan utamanya adalah kerajinan serta belum memiliki usaha sendiri. Analisis dilakukan dengan analisis deskriptif dan kuantitatif melalui pendekatan Partial Least Square (PLS) dengan program SmartPLS2.0M3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor anteseden yang mempengaruhi intensi anggota dalam memanfaatkan layanan keuangan mikro untuk menciptakan usaha baru secara berturut-turut dari yang paling kuat adalah keyakinan keinginan, keyakinan kelayakan, dan keyakinan kebutuhan pekerjaan baru. Faktor internal dan eksternal yang secara berturut-turut berpengaruh terhadap intensi anggota KSB untuk memanfaatkan layanan keuangan secara produktif adalah dimensi sosial, keterampilan berwirausaha, demografi, KSB, faktor lingkungan, dan karakteristik psikologi.
kata kunci: intensi berwirausaha, lembaga keuangan mikro, partial least square
Abstract
Entrepreneurship plays a major factor in driving the economy, especially for women in rural areas. Microfinance Institutions (MFIs) act to support women’s entrepreneurship in rural areas by providing financial and economic assistance. Willingness MFI members to utilize financial services productively is influenced by the availability of economic opportunities and intentions of female entrepreneurship. This paper aims to analyze the factors that favor the formation of entrepreneurial intentions on MFI members in relation to the use of financial services to create new businesses. The study was conducted on 96 members of the Koperasi Sejahtera Bangsaku (KSB) through a questionnaire survey. Selection is done by purposive sampling based on the criteria of KSB members who have been a member of at least one year and its main job is a craft and not have their own business. The analysis was performed with quantitative analysis approach
25
JURNAL VOLUME 9 - Desember 2014: 25-47
Partial Least Square (PLS) with SmartPLS2.0M3 program. The results showed that the factors that influence the antecedents of intention members in the use of microfinance services to create new business in a row of the most powerful is the perceived desireability, perceived feasibility, and perceived needs a new job. Internal and external factors that are successively affect the intention KSB members to utilize financial services productively is a social dimension, entrepreneurship skills, demographics, KSB, environmental factors, and psychological characteristics.
keywords: entrepreneurial intention, microfinance institution, partial least square
Pendahuluan Kewirausahaan dinilai sebagai faktor utama dalam menggerakkan perekonomian dengan memperkenalkan inovasi, menyediakan pekerjaan, meningkatkan persaingan dan kesejahteraan yang pada akhirnya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi (Mazzarol et al. 1999, Wennekers and Thurik 1999, Vincent 2005, Acs 2006, Acs et al. 2008). Kewirausahaan diperlukan untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan dalam rangka menciptakan pertumbuhan yang berkualitas dan berkelanjutan terutama di negara berkembang (Pambudy 2010), khususnya dalam mengenali kesempatan cara pemanfaatan sumber daya yang memberikan keuntungan lebih tinggi (Acs 2006). Salah satu bentuk kewirausahaan yang berkembang luas di Indonesia adalah Usaha Mikro dan Kecil (UMK). UMK memiliki peran dalam menciptakan lapangan pekerjaan, ouput dan nilai tambah, serta sebagai pusat kreativitas, inovasi dan titik awal pertumbuhan kewirausahaan di masyarakat (Baig 2007, Musnidar dan Tambunan 2007).
informal, berdampak pada kesejahteraan rumah tangga berpendapatan rendah dan pembangunan, terutama di pedesaan (Omari 1988, Musnidar and tambunan 2007, Duflo 2012), sehingga peran perempuan dalam ekonomi rumah tangga secara keseluruhan relatif setara dengan laki-laki (Kung and Lee 2010).
Wirausaha perempuan menghadapi banyak kendala, seperti dukungan pemerintah, stereotype wirausaha, serta pengakuan legalitas dan formalitas. Hal ini menyebabkan sebagian besar wirausaha perempuan bergerak dalam sektor informal dengan teknologi yang sederhana serta kemampuan sumber daya manusia yang belum berkembang sehingga berpengaruh terhadap sistem manajemen usaha yang lemah dan kapabilitas kewirausahaan yang masih terbatas (Baig 2007, Jamali 2009). Kendala utama yang dihadapi oleh wirausaha perempuan dalam mengembangkan usahanya adalah ketersediaan ekuitas keuangan (Gnyawali and Fogel 1994), terutama modal Keberadaan UMK yang sebagian besar jangka panjang (Baig 2007), dan kemampuan berada di pedesaan memiliki peran penting atau kapabilitas manajemen (Karnani 2007, dalam pengembangan kewirausahaan, Chowdhury 2009). Kemampuan mengakses khususnya bagi perempuan (Tambunan 2008). layanan keuangan merupakan faktor kunci bagi Perkembangan UMK dalam beberapa tahun UMK untuk berhasil dalam mengembangkan terakhir terus mengalami pertumbuhan dan kapasitas produktif dan daya saing serta 60 persennya merupakan usaha yang dikelola menciptakan pekerjaan dan berkontribusi oleh perempuan (Hani et al. 2012). UMK yang dalam pengurangan kemiskinan di negara dikelola perempuan biasanya berbasis rumahan berkembang (Christopher 2011). (home-based) sehingga cenderung terlupakan Pengembangankewirausahaantelahdilihat dan menjadi invisible entreprenerus (Ndemo sebagai instrumen dalam menghadapi tantangan and Maina 2007). Keterlibatan perempuan sosial dan ekonomi sehingga menggerakkan dalam kewirausahaan, khususnya dalam sektor penelitian yang bertujuan mengidentifikasi
26
DETERMINAN INTENSI ANGGOTA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM MEMANFAATKAN LAYANAN FINANSIAL UNTUK MENCIPTAKAN USAHA BARU (Andri Kurniawan, Ratna Winandi, Heny Kuswanti Suwarsinah)
elemen penting untuk menjelaskan dan mempromosikan serta mendukung aktivitas berwirausaha. Peran pemerintah dalam mendorong dan mendukung kewirausahaan, khususnya UMK, telah dilakukan baik secara konstitusional, institusional maupun program pembangunan. Layanan keuangan merupakan instrumenpengembanganUMKyangsejaklama dilakukan oleh pemerintah untuk mendukung kewirausahaan kecil di Indonesia (Miyashita 2000, Martowijoyo 2007, Tambunan 2008). Disamping kredit bersubsidi, pemerintah juga mengembangkan berbagai Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang menopang perekonomian masyarakat di pedesaan seperti Bank Rakyat Indonesia Unit. Menurut Martowijoyo (2007), pada pertengahan tahun 2005, 54.000 outlet LKM berdiri di Indonesia dan telah melayani 29 juta debitur (13 persen populasi) dan 43 juta penabung (19 persen populasi). Salah satu model LKM yang dianggap berhasil dan mendapat perhatian banyak kalangan sebagai contoh keberhasilan model pelayanan kepada UMK di pedesaan adalah Grameen Bank. Model Grameen memberikan alternatif yang berbeda dalam menyediakan layanan kepada masyarakat berpendapatan rendah, khususnya perempuan, melalui pendekatan pelayanan yang mendasarkan pada kekuatan modal sosial kelompok. Keberadaan model LKM ini dapat dilihat sebagai kegagalan skema kredit pedesaan oleh pemerintah dalam menjangkau secara luas pada masyarakat yang berpendapatan rendah dan dinilai kurang menguntungkan oleh perbankan, khususnya perempuan (Stewart et al. 2010, Duvendack et al. 2011, Armendariz and Morduch 2010, Martowijoyo 2007, Masyita and Ahmed 2012). Meskipun demikian, secara umum, keuangan mikro belum memberikan bukti dampak peningkatan kesejahteraan masyarakat berpendapatan rendah bahkan beberapa kasus dapat menyebabkan keterpurukan apabila kondisi pasar mengalami stagnasi (Chowdhury 2009). Para anggota layanan LKM bertanggung jawab tidak hanya terhadap pembiayaan
yang diterima, tetapi juga diharapkan mampu menemukan dan menjalankan usaha yang produktif (Yasid 2010). Pembiayaan atau pinjaman yang diterima oleh anggota dapat berpengaruh terhadap kesejahteraan bila digunakan untuk tujuan produktif (Imai et al. 2010, Khandker 2005). Kesediaan masyarakat berpendapatan rendah, khususnya perempuan, dalam memanfaatkan layanan keuangan secara produktif dipengaruhi oleh pertimbangan dalam menilai peluang ekonomi (Mayoux and Harti 2009). Mereka akan mempertimbangkan sejauh mana peningkatan pendapatan dapat diperoleh sebagai dampak dari kehadiran layanan tersebut. Keputusan memanfaatkan layanan keuangan mikro untuk aktivitas kewirausahaan, khususnya penciptaan usaha baru, lebih dilatarbelakangi oleh persepsi bahwa berwirausaha merupakan aktivitas yang diinginkan dan layak untuk dijalani sehingga memunculkan intensi individu terhadap kewirausahaan. LKM menekankan bahwa kewirausahaan merupakan elemen penting dalam solusi pengembangan pendapatan dan kesejahteraan dengan menciptakan kesempatan langka untuk memahami perkembangan intensi berwirausaha pada kondisi ekonomi yang tidak menguntungkan. Intensi berwirausaha dipertimbangkan sebagai elemen kunci untuk memahami proses pembentukan usaha baru atau proses keputusan individu untuk terlibat dalam aktivitas kewirausahaan (Bird 1988, Shapero and Sokol 1982, Krueger and Brazeal 1994, Linan et al. 2011a, 2011b). Hal ini didasarkan bahwa keputusan individu untuk mendirikan usaha dianggap sebagai tindakan yang berdasarkan alasan atau perilaku yang direncanakan (Bird 1988, Bagozzi et al. 1989, Ajzen 1991, Davidsson 1995). Intensi berwirausaha memiliki peran penting yang menghubungkan kehadiran keuangan mikro dengan kewirausahaan. Anggota yang memiliki intensi berwirausaha akan memiliki kesiapan dan perilaku yang berbeda dalam memanfaatkan layanan keuangan serta dalam mengelola usahanya.
27
JURNAL VOLUME 9 - Desember 2014: 25-47
Seorang individu yang tidak memiliki intensi berwirausaha akan memanfaatkan layanan keuangan mikro untuk tujuan konsumtif dibandingkan produktif. Hal ini dapat juga dikatakan bahwa keputusan pemanfaatan keuangan mikro secara produktif, baik mendirikan usaha baru maupun menambah modal kerja usaha yang sudah berdiri, adalah direncanakan dan bukan sesuatu yang dilakukan secara tiba-tiba. Konsep Intensi juga dapat menjadi landasan informasi bagi program keuangan mikro untuk mengembangkan layanan yang dapat menstimuli preferensi anggotanya dalam berwirausaha karena menurut Fretschner and Weber (2013) wirausaha itu bukan dilahirkan melainkan diciptakan untuk menghasilkan bisnis yang sukses.
Perumusan Masalah
Koperasi Sejahtera Bangsaku (KSB) merupakan salah satu LKM di Indonesia, khususnya Jawa barat, yang memberikan pelayanan keuangan kepada masyarakat berpendapatan rendah dengan pendekatan Grameen.KSBpertamakaliberoperasi didaerah Rajapolah, Kab. Tasikmalaya, Jawa Barat sejak tahun 2008. Kehadiran KSB memiliki tujuan untuk menopang perekonomian masyarakat ketika mengalami penurunan kesejahteraan sebagai akibat dari menurunnya kinerja industri kerajinan pandan Rajapolah yang berdampak secara luas terhadap perekonomian masyarakat Rajapolah. Tujuan ini dilakukan dengan membangun kapasitas sosial dan ekonomi keluarga berpenghasilan rendah agar mereka mampu memenuhi kebutuhan dasar Hubungan antara keuangan mikro, melalui pemanfaatan layanan untuk kegiatan- kewirausahaan dan keberlanjutan dapat terjadi kegiatan usaha serta pengelolaan aset-aset dengan adanya pertumbuhan kewirausahaan di produktif. Selain itu, KSB juga memberikan masyarakat yang didorong oleh kesadaran sosial pendampingan ekonomi yang bertujuan untuk (social-concious-driven entrepreneurship). membantu masyarakat Rajapolah mengelola Jenis kewirausahaan ini dapat terjadi melalui ekonomi rumah tangga lebih baik sehingga keberadaan akses finansial yang berkelanjutan dapat meningkatkan kesejahteraan. tanpa menimbulkan eksternalitas negatif pada Koperasi Sejahtera Bangsaku mengalami masyarakat dan lingkungan (Vincent 2005). perkembangan yang positif sejak pertama Pada akhirnya kewirausahaan mikro dalam kali diintroduksi tahun 2008 sampai 2012. bentuk UMK merupakan kegiatan ekonomi Perkembangan kinerja keuangan yang terus yang secara aktif diinisiasi oleh masyarakat meningkat memberikan nilai positif bagi berpendapatan rendah untuk membantu dirinya pengelola KSB karena indikator-indikator sendiri terlepas dari kemiskinan. Oleh karena tersebut masih searah dengan tujuan pendirian, itu, penelitian ini akan mengkaji faktor-faktor yaitu peningkatkan kesejahteraan masyarakat. yang mempengaruhi keputusan anggota LKM Meskipun demikian, kondisi lain yang harus dalam memanfaatkan layanan keuangan untuk diperhatikan oleh pengelola adalah sejak tujuan produktif, khususnya untuk mendirikan tahun 2008 sampai 2012 terjadi penurunan usaha baru, melalui kerangka model intensi proporsi pemanfaatan layanan pembiayaan berwirausaha. untuk tujuan produktif (gambar 1). Kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik itu internal maupun eksternal.
28
DETERMINAN INTENSI ANGGOTA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM MEMANFAATKAN LAYANAN FINANSIAL UNTUK MENCIPTAKAN USAHA BARU (Andri Kurniawan, Ratna Winandi, Heny Kuswanti Suwarsinah)
Gambar 1.
Distribusi Pemanfaatan Layanan Keuangan di KSB Tahun 2008-2012
Sumber : Laporan Koperasi Sejahtera Bangsaku 2008-2012 (Diolah)
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pengelola untuk meningkatkan kembali proporsi pembiayaan secara produktif. Salah satunya adalah pelatihan bagi petugas lapangan dan persiapan modul pendampingan dalam setiap pertemuan kelompok. Kesediaan anggota keuangan mikro dalam memanfaatkan layanan pembiayaan untuk aktivitas kewirausahaan akan dipengaruhi oleh ketersediaan peluang ekonomi dan kemampuan dalam mengeksploitasi kesempatan tersebut. Sejauh mana peluang tersebut dapat mempengaruhi kesejahteraan mereka sendiri menjadi pertimbangan pilihan-pilihan dalam memanfaatkan layanan keuangan mikro untuk aktivitas kewirausahaan, khususnya penciptaan usaha baru.
pribadi individu anggota itu sendiri berkaitan dengan proses pra pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan pembiayaan untuk menciptakan usaha baru atau disebut dengan intensi berwirausaha. Dorongan anggota dalam memanfaatkan pembiayan untuk menciptakan usaha baru dapat dipengaruhi oleh faktor individual serta lingkungan sosial dan ekonomi anggota itu sendiri. Oleh karena itu, kesempatan untuk memahami kewirausahaan dengan lebih baik adalah dengan menguraikan keyakinan- keyakinan yang berada dibalik intensi berwirausaha (Krueger 2007). Berdasarkan uraian-uraian tersebut, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi intensi anggota layanan KSB dalam memanfaatkan Penelitian tentang peningkatan efektivitas layanan keuangan mikro secara produktif, keuangan mikro sudah banyak dilakukan. khususnya untuk menciptakan usaha baru? Sebagian besar penelitian tersebut lebih menekankan kepada aspek dampak pelayanan Kerangka Teoritis dengan berbagai difikasi bentuk ske a Kewirausahaan dan Intensi Berwirausaha pembiayaan seperti pembiayaan dengan atau Kewirausahaan diartikan sebagaimana tanpa pelatihan dan pembiayaan berbasis rt ur le endefinisikannya sebagai individu atau kelompok (Karlan et al. 2006, aktivitas yang menginisiasi, mengelola atau Karlan and Valdivia 2011) serta pembiayaan memperluas unit bisnis yang beroerientasi dengan e bayaran yang eksibel ield pada keuntungan baik melalui produksi et al. 2009). Namun, penelitian-penelitian maupun distribusi barang dan jasa, sedangkan sebelumnya kurang memperhatikan kondisi
29
JURNAL VOLUME 9 - Desember 2014: 25-47
wirausaha diartikan sebagai individu yang bertanggung jawab atas aktivitas tersebut (Shapero and Sokol 1982). Proses kewirausahaan memiliki dua komponen, yaitu pelaku (agent) dan kejadian (event) (Linan et al. 2011a). Pendekatan yang paling sering digunakan untuk menduga perilaku berwirausaha adalah intensi kewirausahaan. Perspektif ini dianggap sebagai prediktor terbaik dalam menduga perilaku seseorang untuk mendirikan usaha baru (Davidsson 1995, Krueger and Brazeal 1994, Krueger et al. 2000, Linan et al. 2011a, Guerrero et al. 2006). Intensi atau minat diartikan sebagai keadaan pikiran yang mengarahkan perhatian seseorang terhadap suatu tujuan untuk mencapai sesuatu, yang tercermin dari pengalaman dan tindakan atau langkah tertentu (Bird 1988). Intensi dapat diartikan sebagai komitmen untuk melakukan suatu perbuatan tertentu (Krueger et al. 2000), sehingga intensi selalu dikaitkan dengan suatu tindakan berdasarkan rencana atau keputusan yang disadari (Conner and Armitage 1998, Bagozzi et al. 1989, Bird 1988). Pengembangan teori dan model intensi kewirausahaan ini telah banyak dilakukan. Teori yang paling umum digunakan dalam menduga intensi kewirausahaan adalah Teori Perilaku Direncanakan (TPD) dari Ajzen dan Model Kejadian Kewirausahaan (MKK) dari Shapero and Sokol (Lorz 2011). Sedangkan Model Potensi Kewirausahaan (MPK) dari Krueger and Brazeal (1994) merupakan model yang berusaha untuk mengkombinasikan kedua model tersebut. Model MKK menjelaskan bahwa terjadinya peristiwa kewirausahaan (entrepreneurial event) dipengaruhi oleh faktor lingkungan sosial dan kultural. Shapero and Sokol (1982) menyatakan bahwa intensi untuk mendirikan usaha disebabkan oleh persepsi yang diinginkan (desireability) dan yang layak dijalankan (feasibility). Di sisi lain, TPD dari Ajzen berpusat pada niat individu untuk melakukan perilaku tertentu. Model MPK dari Krueger and Brazeal menempatkan penelitian Shapero dalam konteks proses intensi.
30
Faktor-faktor
seperti
perbedaan
produktivitas antar wilayah, interaksi sosial, dan karaktersitik individu berpengaruh terhadap keputusan individu untuk menjadi seorang wirausaha yang berkaitan dengan tingkat keuntungan aktivitas kewirausahaan dan investasi (Giannetti and Simonov 2005). Beberapa kelompok sosial beranggapan bahwa menjadi wirausaha merupakan sesuatu yang memiliki kebanggaan karena utilitas menjadi wirausaha yang tinggi. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah faktor-faktor apa saja yang menentukan pilihan individu dalam menentukan pekerjaan atau karirnya. Hasil berbagai penelitian menunjukkan bahwa fakor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi dua sudut pandang, yaitu domain internal yang mengkaji karakteristik individu seperti demografi, kepribadian, karakter psikologi, dan pengalaman serta keterampilan dan pendidikan (Luthje and Franke 2003, Linan and Chen 2009, Turker and Selcuk 2008, Leroy et al. 2009, Linan et al. 2011a, Frestchner and Weber 2013) serta domain eksternal yang bekaitan dengan konteks lingkungan sosial, budaya dan ekonomi (Shapero and Sokol 1982, Veciana et al. 2005, Gnyawali and Fogel 1994, Fogel 2001, Bruno and Tyebjee 1982, WB 2009, Fini et al. 2012, Thornton et al. 2011). Maka dari itu, pada bagian selanjutnya akan ditelusuri faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kewirausahaan yang akan dijadikan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap intensi kewirausahaan. Domain Internal yang Keputusan Berwirausaha
Mendukung
Faktor domain internal individu, yang meliputi demografi, kepribadian, dan keterampilan memiliki peran penting dalam mempengaruhi keputusan seorang individu (Turker and Selcuk 2008). Faktor demografi yang dinilai berpengaruh terhadap kewirausahaan adalah jender (Leroy et al. 2009), suku, agama, dan umur (Linan et al. 2011a). Pendidikan dan keterampilan memiliki peran penting dalam meningkatkan keinginan individu untuk terlibat dalam kewirausahaan. Pendidikan mempengaruhi intensi individu
DETERMINAN INTENSI ANGGOTA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM MEMANFAATKAN LAYANAN FINANSIAL UNTUK MENCIPTAKAN USAHA BARU (Andri Kurniawan, Ratna Winandi, Heny Kuswanti Suwarsinah)
melalui peningkatkan keterampilan (Fini et al. 2012). Hal ini mempertegas hasil dari berbagai penelitian yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan elemen penting dalam mengembangkan intensi kewirausahaan (Turker and Selcuk 2008, Frestchner and Weber 2013). Faktor terakhir dari domain internal yang berpengaruh terhadap intensi kewirausahaan adalah kepribadian atau karakteristik psikologi dari individu. Tinjauan literatur yang dilakukan oleh Brockhaus (1982) menyimpulkan terdapat 4 karakteristik individu yang berperan penting, yaitu kebutuhan berprestasi (need for achievement), keyakinan kontrol internal (control locus), kecenderungan mengambil risiko (propensity risk-taking), dan nilai-nilai personal (personal values). Secara empiris, beberapa penelitian mendapatkan bahwa lokus kontrol internal (Brockhaus 1975, Luthje and Franke 2003), kepercayaan diri (Busenitz 1999), optimis (Trevelyan 2008, Puri and Robinson 2006, WB 2009), hasrat (passion) (Cardon et al. 2009), dan kecenderungan mengambil risiko (Luthje and Franke 2003, Fini et al. 2012) berpengaruh terhadap intensi berwirausaha individu.
seseorang dan keberlanjutan usaha yang dijalankan. Perspektif kedua ini dapat meliputi dukungan finansial, in rastruktur, akses pasar dan pemasok, inkubator, lembaga penelitian, ketersediaan tenaga kerja terlatih, dukungan pemerintah, dan prospek ekonomi yang positif (Bruno and Tyebjee 1982, Gnyawali and Fogel 1994, Fogel 2001). Pengembangan Model Penelitian dan Hipotesis
Peran teori intensi kewirausahaan dalam menduga proses keterlibatan individu dalam berwirausaha dilakukan dalam dua proses (Lucas et al. 2008), yaitu: (1) norma sosial dan nilai-nilai personal yang berpengaruh terhadap pilihan karir individu; (2) pengalaman dan pelatihan yang meningkatkan kepercayaan individu untuk sukses. Kemudian teori tersebut berkembang ketika Shapero and Sokol (1982) yang mengembangkan model Entrepreneurial Event, Bird (1988) yang berpendapat bahwa intensi kewirausahaan dipengaruhi oleh keyakinan dan sikap, dan Ajzen (1991) yang mengembangkan model TPD. Dari kedua model tersebut dapat diperoleh suatu kesimpulan umum bahwa keyakinan keinginan Konteks Lingkungan Sosial dan Ekonomi dan kelayakan menjadi faktor penting dalam Faktor lingkungan memiliki peranan mempengaruhi intensi untuk berperilaku. yang besar dalam mempengaruhi keputusan Krueger et al. (2000) menyatakan bahwa seseorang untuk menjadi wirausaha (Krueger keyakinan kelayakan dipengaruhi oleh and Brazeal 1994, Krueger et al. 2000, keyakinan efikasi diri erdasarkan pengertian Shapero and Sokol 1982, Veciana et al. 2005, tersebut, Krueger et al. mengajukan model Gnyawali and Fogel 1994, Fogel 2001, Bruno intensi kewirausahaan yang disebut Model and Tyebjee 1982, WB 2009, Fini et al. 2012). Intensi Kewirausahaan Shapero-Krueger. Istilah lingkungan kewirausahaan berkaitan Model ini menggambarkan bahwa pilihan dengan kombinasi faktor sosial-ekonomi yang terhadap suatu perilaku tergantung pada memiliki peran mendukung berkembangnya “kredibilitas” relatif dari perilaku alternatif kewirausahaan (Fogel 2001). Secara umum, serta “kecenderungan untuk bertindak”. faktor lingkungan kewirausahaan dapat dibagi Kredibilitas mensyaratkan bahwa perilaku menjadi 2 perspektif, yaitu perspektif nilai yaitu tersebut dianggap diinginkan dan layak. konteks sosial dan budaya yang berpengaruh Model dari Krueger et al. (2000) tersebut terhadap norma, nilai, dan persepsi pada suatu mengindikasikan bahwa meskipun pendirian individu (Krueger and Brazeal 1994, Shapero usaha dianggap kredibel (sesuatu yang and Sokol 1982, Veciana et al. 2005). Perspektif diinginkan dan layak), namun karena faktor kedua berkaitan dengan ekonomi kelembagaan pendorongnya kurang maka tindakan untuk yang meliputi aktor fisik dan in rastruktur merealisasikannya belum muncul. Shapero yang mendukung intensi berwirausaha and Sokol (1982) juga menekankan bahwa
31
JURNAL VOLUME 9 - Desember 2014: 25-47
faktor keinginan (desireability) dan kelayakan (feasibility) saja belum cukup memadai dalam memprediksi pilihan individu untuk berwirausaha. Model MKK Shapero and Sokol menyatakan bahwa faktor displacement berupa tekanan eksternal dapat memunculkan intensi dan aksi kewirausahaan. Tekanan eksternal ini dapat berupa pemecatan kerja, emigrasi, penghinaan, dan bahkan kebosanan dalam pekerjaan. Selain itu, Krueger and Brazeal (1994) juga memasukkan faktor pemicu (precipitating factor) dalam model teoritisnya dan menyatakan peran faktor eksogenus yang menjembatani atau memfasilitasi kewirausahaan.
intensi anggota keuangan mikro untuk memanfaatkan layanan keuangan secara produktif melalui model intensi kewirausahaan yang meliputi konstruk keyakinan keinginan berwirausaha, kecenderungan bertindak, dan keyakinan kelayakan berwirausaha serta keyakinan kebutuhan pekerjaan baru. Keempat konstruk tersebut diduga berpengaruh terhadap intensi kewirausahaan secara langsung. Keyakinan keinginan berwirausaha diduga dipengaruhi oleh: (1) karakteristik kepribadian dan psikologi yang direfleksikan oleh tingkat kepercayaan diri, lokus kontrol internal, kecenderungan terhadap risiko, dan optimis; (2) demografi yang direfleksikan oleh umur, pendidikan formal, dan pengalaman Faktor displacement secara teoritis telah menjadi perhatian, terutama dalam model berwirausaha; (3) dimensi sosial yang MKK dan MPK. Namun secara empiris kurang direfleksikan oleh dukungan kelompok dieksplorasi untuk menjustifikasi peran faktor sosial, jejaring sosial dan modal keluarga; tersebut dalam mendorong intensi seseorang (4) Persepsi peran lembaga keuangan mikro untuk berwirausaha. Meskipun karakteristik yang direfleksikan oleh jasa pelayanan, displacement belum dijabarkan secara rinci, peran anggota lain (kelompok/majelis), namun menurut Lucas et al. (2008) faktor dan tenaga pendamping lapang; serta (5) tersebut dapat berupa penemuan peluang, keterampilan berwirausaha yang direfleksikan ketersediaan dana awal, dan dapat juga berasal oleh kemampuan manajerial dan keahlian dari kebutuhan ekonomi atau faktor lain kewirausahaan. Konstruk berikutnya adalah yang menyebabkan perubahan pilihan karir kecenderungan untuk bertindak yang diduga dipengaruhi oleh karakteristik kepribadian, seseorang. demografi, dan dimensi sosial. Konstruk Untuk mengkaji faktor displacement ini keyakinan kelayakan berwirausaha diduga dalam membentuk atau menciptakan intensi dipengaruhi oleh persepsi peran lembaga anggota KSB dalam memanfaatkan layanan keuangan mikro, keterampilan berwirausaha, finansial untuk menciptakan usaha baru, serta faktor lingkungan ekonomi yang penelitian ini mengadopsi pendekatan Lucas direfleksikan oleh akses ke pasar, keberadaan et al. dengan mengembangkan konstruk baru pengusaha sukses (role model), akses finansial, sebagai proksi dari faktor displacement, yaitu inkubator usaha, dan peran pemerintah. keyakinan kebutuhan pekerjaan baru (perceived Terakhir adalah konstruk keyakinan kebutuhan need new work). Konstruk ini diduga sebagai pekerjaan baru yang merupakan konstruk untuk anteseden yang berpengaruh secara langsung mengeksplorasi faktor displacement dalam terhadap intensi kewirausahaan. kondisi ekonomi yang kurang menguntungkan. Berdasarkan kerangka teoritis intensi Konstruk yang dikembangkan oleh Lucas et al. kewirausahaan dari Shapero and Sokol (1982), ini, sejauh tinjauan literatur yang dilakukan Krueger and Brazeal (1994), Krueger et al. oleh penulis, belum pernah direplikasi untuk menguji reliabilitas dan validitasnya. Untuk (2000), dan Lucas et al. (2008) serta berbagai tinjauan literatur faktor yang berpengaruh mengetahui faktor anteseden dari konstruk ini, maka dari itu, seluruh variabel internal terhadap aktivitas dan intensi kewirausahaan, maka penelitian ini mencoba mengidentifikasi dan eksternal diduga mempengaruhi konstruk dan menduga faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut.
32
DETERMINAN INTENSI ANGGOTA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM MEMANFAATKAN LAYANAN FINANSIAL UNTUK MENCIPTAKAN USAHA BARU (Andri Kurniawan, Ratna Winandi, Heny Kuswanti Suwarsinah)
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Dalam Penelitian
Semua variabel ini diduga positif mendorong para pekerja industri kerajinan anggota lembaga keuangan mikro untuk terlibat dalam aktivitas kewirausahaan melalui intensi berwirausaha dengan mendorong persepsi keyakinan keinginan dan kelayakan berwirausaha pada individu serta kecenderungan untuk bertindak dan keyakinan kebutuhan pekerjaan baru. Model kerangka berpikir operasional pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.
Metode Penelitian Pengumpulan Data Penelitian ini dilaksanakan di Koperasi Sejahtera Bangsaku (KSB) yang dikhususkan di Kecamatan Rajapolah Kabupaten Tasikmalaya. Pemilihan Rajapolah ditentukan berdasarkan purposive sampling dengan alasan bahwa daerah ini merupakan lokasi pertama pelayanan KSB dilakukan. Selain itu Rajapolah merupakan pusat kerajinan anyaman pandan di Kab. Tasikmalaya yang memiliki dampak terbesar terhadap penurunan kinerja industri anyaman (Latifah 2008). Adapun waktu penelitian lapangan dilakukan selama 3 bulan. Data yang digunakan merupakan data
primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan sampel yang dipilih dengan metode purposive sampling. Kriteria sampel adalah adalah perempuan anggota KSB minimal selama 1 tahun dan pekerjaan utamanya dalam industri kerajinan serta tidak memiliki usaha mandiri pada saat penelitian dilakukan. Jumlah anggota yang dijadikan sampel sebanyak 125 orang dan setelah dilakukan evaluasi kecocokan, maka yang dijadikan sampling dalam penelitian ini berjumlah 96 orang. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai lembaga yang dinilai kompeten dan kredibel terkait data yang dipublikasikan.
Variabel Penelitian Variabel-variabel yang digunakan untuk menjawab tujuan tersebut terdiri dari variabel laten dan variabel manifest yang merupakan indikator dari variabel laten. Semua variabel diukur dengan skala ordinal menggunakan skala likert 1 sangat tidak setuju sampai sangat setuju. dentifikasi ariabel laten dan manifest disajikan pada tabel 1 dan operasionalisasi variabel diuraiakan di bawah ini.
33
JURNAL VOLUME 9 - Desember 2014: 25-47
Tabel 1. Variabel Laten dan Indikator dalam Penelitian
Analisis Data
34
DETERMINAN INTENSI ANGGOTA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM MEMANFAATKAN LAYANAN FINANSIAL UNTUK MENCIPTAKAN USAHA BARU (Andri Kurniawan, Ratna Winandi, Heny Kuswanti Suwarsinah)
Untuk menganalisis data yang diperoleh, penelitian ini menggunakan Partial Least Square (PLS). PLS terdiri dari model pengukuran dan model struktural. Yang pertama menjelaskan hubungan antara item yang diobsevasi dengan variabel laten, sedang model struktural menjelaskan hubungan antara variabel laten (Latan dan Ghozali 2012). Oleh karena itu Model PLS diinterpretasikan dalam dua tahap, yaitu pertama evaluasi pengukuran dan evaluasi model struktural. Secara singkat rule of thumb evaluasi model pengukuran dan model struktural dapat dilihat pada tabel 2.
kewirausahaan dapat dilihat pada gambar 3.
Evaluasi Pengukuran
Dari hasil evaluasi pengukuran pada model awal diperoleh beberapa variabel indikator yang dinilai tidak merefleksikan konstruknya. Oleh karena itu perlu dilakukan perlakuan untuk memperbaiki validitas dan reliabilitas model. Perbaikan model dilakukan dengan menghilangkan variabel indikator dan laten yang tidak memenuhi titik kritis kelayakan model pengukuran. Variabel tersebut antara lain: a. Variabel indikator yang memiliki nilai Hasil Analisis Model loading factor (λ) kurang dari 0.5 akan Model awal intensi kewirausahaan pada dikeluarkan dari model, antara lain: D1 anggota lembaga keuangan mikro yang terlibat (umur), D2 (pendidikan), DS1 (dukungan dalam industri kerajinan dikembangkan kelompok sosial), DS2 (jaringan sosial), berdasarkan pada teori dan hasil penelitian dan KPB3 (kecukupan pendapatan saat ini). terdahulu. Hasil dari analisis model awal intensi
Tabel 2. Aturan Evaluasi Model Pengukuran dan Model Struktural
Sumber : Latan dan Ghozali (2012)
35
JURNAL VOLUME 9 - Desember 2014: 25-47
Gambar 3. Tampilan Hasil PLS Algorithm pada Model Awal
b.
36
Variabel indikator dengan nilai terkecil pada konstruk yang memiliki nilai AVE kurang dari 0.5 akan dicoba untuk dikeluarkan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai AVE pada konstruk tersebut. Konstruk laten yang variabel indikatornya dihilangkan antara lain Kepribadian dan Psikologi (KP) terdiri atas variabel indikator KP1 (percaya diri), KP3 (kecenderungan terhadap risiko) serta konstruk faktor lingkungan kewirausahaan (FL) yang terdiri atas variabel indikator FL3 (inkubator usaha) dan FL4 (akses finansial).
Gambaran model intensi yang diperbarui dapat dilihat pada gambar 4 yang selanjutnya dilakukan evaluasi pengukuran pada model tersebut. Proses algoritma PLS pada model yang telah diperbarui memberikan hasil yang valid dan reliabel berdasarkan kriteria evaluasi model pengukuran. Validitas konvergen masing-masing konstruk pada model final sudah sesuai dengan nilai kritis atau rule of thumb. Selain itu, tingkat reliabilitas masing- masing konstruk sudah meyakinkan karena nilai CR seluruh konstruk lebih besar dari 0.7 (tabel 3).
DETERMINAN INTENSI ANGGOTA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM MEMANFAATKAN LAYANAN FINANSIAL UNTUK MENCIPTAKAN USAHA BARU (Andri Kurniawan, Ratna Winandi, Heny Kuswanti Suwarsinah)
Gambar 4. Tampilan Hasil PLS pada Model yang Diperbarui (Model Final)
Tabel 3 Loading Individual, Composite Reliabilities, T-value, dan Average
37
JURNAL VOLUME 9 - Desember 2014: 25-47
Validitas diskriminan ditunjukkan dengan nilai akar kuadrat AVE yang lebih tinggi dibandingkan korelasi satu konstruk dengan konstruk lainnya. Tabel 4 menunjukkan bawah terdapat validitas diskriminan diantara konstruk yang dinilai dalam model karena seluruh nilai akar kuadrat AVE lebih tinggi dibandingkan korelasi antar konstruk. Secara umum, hasil evaluasi model pengukuran yang meliputi uji validitas dan reliabilitas model sudah memuaskan dan dianggap baik serta dapat digunakan untuk menguji hipotesis, yaitu korelasi dan signifikansi hubungan antar konstruk. selanjutnya akan dilakukan evaluasi model struktural sebagai kelanjutan dari evaluasi model pengukuran.
1.
Evaluasi Struktural
0.72 yang dapat diinterpretasikan bahwa variabilitas konstruk intensi kewirausahaan dapat dijelaskan secara relatif kuat (0.5- 0.75) oleh variabilitas konstruk keyakinan keinginan berwirausaha, keyakinan kelayakan/ kemampuan berwirausaha, dan keyakinan kebutuhan pekerjaan baru sebesar 72 persen sedangkan sisanya 28 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Dari Tabel 5, dapat dihitung nilai kesesuaian model terhadap data yang ada dengan mencari nilai Q2 sebagai berikut: Q2
= 1 - (1-0.72)(1-0.56)(1-0.31)(1- 0.15)(1-0.22) = 1 – 0.06 = 0.94 atau 94 persen Galat Model = 100 – 94 = 6 persen
Evaluasi model struktural dilakukan Nilai Q2 adalah 94 persen yang artinya dengan beberapa tahap. Evaluasi pertama dilakukan dengan melihat R-square (R2) pada model hasil analisis dapat menjelaskan variabel laten endogen yang digunakan dalam 94 persen terhadap fenomena yang dikaji. model. Tabel 5 memberikan sebaran R2 masing- Sedangkan sisanya merupakan error dari masing konstruk tersebut. Konstruk intensi model, yaitu 6 persen, dijelaskan oleh variabel berwirausaha menghasilkan nilai R2 sebesar lain yang belum terdapat di dalam model.
Tabel 4. Matriks Korelasi Variabel Laten dan Akar Kuadrat AVE Model Final
38
DETERMINAN INTENSI ANGGOTA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM MEMANFAATKAN LAYANAN FINANSIAL UNTUK MENCIPTAKAN USAHA BARU (Andri Kurniawan, Ratna Winandi, Heny Kuswanti Suwarsinah)
Tabel 5. Nilai R-square Variabel Laten Endogen
Variabel Laten Endog
Intensi Berwirausaha 0
Keyakinan Keinginan Berwirausaha
Keyakinan Kelayakan Berwirausaha Kecenderungan untuk Bertindak
Keyakinan Kebutuhan Pekerjaan Baru
R-Square .723
0.559 0.309 0.152 0.223
Selanjutnya dilakukan overall fit index dengan menggunakan goodness of fit (Indeks GoF). Nilai GoF pada model diperoleh dengan rumus:
ks en P duga Keyakinan Keinginan Berwirausaha Keyakinan Kelayakan Berwirausaha Keyakinan Kebutuhan Pekerjaan Baru Keterampilan Berwirausaha Demografi Dimensi Sosial Persepsi terhadap peran LKM Keterampilan Berwirausaha Faktor Lingkungan Kepribadian dan Psikologi Demografi Kepribadian dan Psikologi Demografi Dimensi Sosial Keterampilan Berwirausaha Faktor Lingkungan
dikembangkan tersebut diperoleh bahwa anteseden intensi berwirausaha yang ber engaruh signifikan adalah keyakinan keinginan berwirausaha dan keyakinan kelayakan berwirausaha serta keyakinan GoF = = 0.54 kebutuhan pekerjaan baru dengan R2 sebesar Karena nilai GoF yang dihasilkan adalah 72 persen. Hasil ini sangat memuaskan 0.54 > 0.36, maka dapat disimpulkan bahwa mengingat penelitian sebelumnya yang sama-sama menggunakan model struktural GoF model termasuk dalam kategori besar. menjelaskan kurang dari 60 persen, yaitu 55.5 erakhir adalah u i signifikansi hubungan persen (Linan and Chen 2009) dan 26 persen antar konstruk yang dipergunakan sebagai dasar (Fini et al. 2012) serta 40 persen (Lucas et al. dalam melakukan uji hipotesis. Uji ini dapat 2008). dilihat dari nilai koefisien ara eter dan nilai Hasil penelitian mendapatkan bahwa signifikansi statistiknya e ara lebih lengka nilai-nilai tersebut disajikan dalam tabel 6. intensi berwirausaha pada anggota KSB Tabel 6 menunjukkan hubungan konstruk dipengaruhi oleh keyakinan keinginan berwirausaha (KKB), keyakinan kelayakan yang signifikan ada tingkat ke er ayaan 0.1 dan 0.05. Untuk menduga pengaruh faktor berwirausaha (KKmB), dan keyakinan internal dan eksternal tersebut, hubungan kebutuhan pekerjaan baru (KPB). Temuan ini sebab akibat yang dihipotesiskan diuji pada memiliki hasil yang berbeda dengan penelitian tingkat ke er ayaan serta di oba ada lain yang menggunakan basis teori model yang tingkat untuk e eroleh ers ekti sama dalam menduga intensi berwirausaha yaitu Krueger et al. (2000) serta Veciana et al. yang lebih luas. (2005) dan Guerrero et al. (2006). Krueger et al. menemukan bahwa seluruh konstruk, yaitu Diskusi Faktor Yang Berpengaruh terhadap Intensi keyakinan keinginan bewirausaha, keyakinan kelayakan berwirausaha, dan kecenderungan Berwirausaha Anggota KSB untuk bertindak berpengaruh terhadap intensi Hasil penelitian memberikan temuan berwirausaha. Veciana et al. dan Guerrero et al. yang menarik. Berdasarkan model yang menemukan bahwa keyakinan kelayakan tidak
39
JURNAL VOLUME 9 - Desember 2014: 25-47
Tabel 6 Koefisien Jalur: Rataan, Simpangan Baku, T-values
signifikan, sedangkan keyakinan keinginan signifikan dalam mempengaruhi intensi berwirausaha.
faktor anteseden dalam membentuk model intensi kewirausahaan, maka perlu dilakukan evaluasi effect size (f2). Nilai f2 0.02, 0.15, Perbedaan ini kemungkinan disebabkan dan 0.35 secara berturut-turut memiliki pada perbedaan umur dan jenis kelamin interpretasi bahwa prediktor variabel laten responden. Penelitian oleh Krueger et al. memiliki pengaruh kecil, menengah, dan besar (2000), Veciana et al. (2005), dan Guerrero et al. pada level struktural. Tabel 7 menunjukkan (2006) dilakukan pada mahasiswa laki-laki dan nilai f2 pada masing-masing faktor anteseden. Dari evaluasi f2 tersebut diketahui bahwa perempuan yang memiliki rata-rata umur 20- konstruk displacement memiliki nilai atau level 25 tahun. Sedangkan penelitian ini dilakukan yang kecil. Temuan ini menunjukkan bahwa hanya pada ibu rumah tangga dengan kisaran penggunaan konstruk keyakinan kebutuhan umur 30-40 tahun yang dibatasi oleh persepsi jender khususnya di wilayah Asia (Ahl 2006). pekerjaan baru dapat dikatakan belum Selain itu, Linan et al. (2011a) juga menegaskan mampu untuk menangkap persepsi konteks bahwa laki-laki cenderung lebih percaya diri displacement pada ruang lingkup penelitian ini. Sebagai perbandingan dengan konstruk dan mereka lebih mampu untuk menginisiasi anteseden lainnya, yaitu keyakinan keinginan aktivitas kewirausahaan. dan keyakinan kelayakan berwirausaha, dapat Faktor displacement yang diproksikan diketahui bahwa kedua konstruk ini memiliki oleh keyakinan kebutuhan terhadap pekerjaan nilai effect size yang tinggi. Temuan ini mampu baru memiliki tingkat signifikansi yang mengkonfirmasi hasil dari penelitian-penelitian positif sebesar 0.05 dalam mempengaruhi tentang wirausaha potensial sebelumnya intensi berwirausaha anggota KSB. Lucas bahwa konstruk keyakinan keinginan dan et al. (2008) juga mendapatkan hasil yang kelayakan diterima sebagai variabel penting sama dengan tingkat alpha (α) 0.01. Untuk dalam menduga intensi berwirausaha individu. mengetahui tingkat peran masing-masing
40
DETERMINAN INTENSI ANGGOTA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM MEMANFAATKAN LAYANAN FINANSIAL UNTUK MENCIPTAKAN USAHA BARU (Andri Kurniawan, Ratna Winandi, Heny Kuswanti Suwarsinah)
Tabel 7. Hasil Perhitungan Nilai ffect ize Masing-Masing Faktor Anteseden
Gambar 5. Ikhtisar Hasil Eksplorasi Model Intensi Berwirausaha
Model Intensi Berwirausaha Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, intensi berwirausaha juga dipengaruhi oleh dimensi konteks internal atau karakteristik individu dan lingkungan eksternal. Kedua dimensi tersebut mempengaruhi intensi berwirausaha melalui faktor antesedennya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel keyakinan keinginan berwirausaha secara signifikan (α 0.0 ) dipengaruhi oleh aktor demografi, dimensi sosial, dan keterampilan berwirausaha. Sedangkan keyakinan kelayakan ber irausaha se ara signifikan dipengaruhi oleh persepsi terhadap manfaat lembaga keuangan mikro dan keterampilan berwirausaha dengan tingkat alpha 0.05. Terakhir adalah keyakinan kebutuhan pekerjaan baru yang secara signifikan pada tingkat α 0.0 dipengaruhi
oleh karakteristik kepribadian dan psikologi, demografi, dimensi sosial, dan aktor ligkungan serta pada α dipengaruhi oleh keterampilan individu. Ikhtisar dari hasil eksplorasi model konseptual penelitian ini ditampilkan pada gambar 5. Faktor-faktor eksternal dan internal yang diduga berpengaruh terhadap intensi berwirausaha menunjukkan gambaran hubungan yang kompleks dan rumit. Satu faktor eksternal atau internal yang berpengaruh dapat melalui lebih dari satu faktor anteseden sehingga kurang bermanfaat sebagai dasar pengembangan instrumen intervensi pengembangan kewirausahaan pada anggota KSB. Untuk mendapatkan variabel penting yang bermanfaat dalam pengembangan kewirasuahaan, maka dilakukan proses
41
JURNAL VOLUME 9 - Desember 2014: 25-47
Tabel 8. Ikhtisar Faktor Konteks Internal dan Eksternal yang Berpengaruh Terhadap Intensi Berwirausaha pada Anggota KSB
Original Sample (O)
Variabel Indikator
.603 2 0.392 0
.198 3 0.193
Kepribadian dan Psikologi
0
*t(0.05): 1.96
klasifikasi berdasarkan faktor yang berpengaruh paling kuat sampai terlemah. Bila dilihat dari besarnya tingkat signifikansi serta hubungan yang paling kuat antara faktor internal dan eksternal dengan intensi kewirausahaan, variabel yang paling berpengaruh dapat dilihat pada tabel 8. Dari tabel tersebut dapat diketahui variabel yang berpengaruh terhadap intensi berwirausaha anggota KSB secara berturu- turut adalah dimensi sosial, keterampilan berwirausaha, faktor lingkungan, lembaga keuangan mikro, karakteristik kepribadian dan psikologi, serta demografi.
.177 3 0.165
T Statistics (|O/STERR|) 3.7* 9.004* .751* 5.738* .509* 5.853*
Sedangkan pendampingan sosial dan ekonomi meliputi, pendampingan sosial dan ekonomi berbasis kelompok, penguatan keterampilan tenaga pendamping lapang penguatan potensi bisnis dan keahlian lokal, keterlibatan pasangan dalam proses pendampingan, serta LKM atau KSB sebagai mediator masyarakat dengan lembaga keuangan perbankkan, kebijakan pemerintah, dan pengusaha sukses.
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan pembahasan Pengembangan Strategi Pelayanan KSB yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini : kepada Anggota Layanan 1. Faktor-faktor anteseden yang Berdasarkan hasil penelitian yang mempengaruhi intensi anggota dalam diperoleh dapat disusun atau direkomendasikan memanfaatkan layanan keuangan mikro suatu pengembangan strategi pelayanan untuk menciptakan usaha baru secara KSB yang diharapkan dapat meningkatkan berturut-turut dari yang paling kuat proporsi pemanfaatan pembiayaan untuk adalah keyakinan keinginan, keyakinan tujuan produktif. Pengembangan strategi kelayakan, dan keyakinan kebutuhan yang direkomendasikan dalam penelitian pekerjaan baru. ini bersifat umum, bukan secara teknis. 2. Faktor internal dan eksternal yang Dari elaborasi berbagai variabel tersebut berpengaruh terhadap intensi anggota KSB diperoleh beberapa strategi dalam rangka untuk memanfaatkan layanan keuangan pengembangan pelayanan, yang diuraiakan secara produktif, secara berturut-turut, pada dua aspek, yaitu pengembangan layanan adalah dimensi sosial, keterampilan keuangan serta pendampingan sosial dan berwirausaha, demografi, pelayanan ekonomi. Pengembangan layanan keuangan Koperasi Sejahtera Bangsaku (KSB), ditujukan untuk mengembangkan jenis-jenis faktor lingkungan, dan karakteristik pelayanan finansial kepada anggota yang psikologi. meliputi pembiayaan, tabungan, dan asuransi.
42
DETERMINAN INTENSI ANGGOTA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM MEMANFAATKAN LAYANAN FINANSIAL UNTUK MENCIPTAKAN USAHA BARU (Andri Kurniawan, Ratna Winandi, Heny Kuswanti Suwarsinah)
Saran Beberapa saran yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah berkaitan dengan pengembangan penelitian lebih lanjut, yang diuraiakan sebagai berikut: 1. Perspektif jender dalam penelitian kewirausahaan penting diterapkan apabila melibatkan perempuan sebagai unit analisis. Penerapan perspektif jender akan berpengaruh terhadap pendefinisian dan pengukuran variabel kewirausahaan. 2. Pengembangan proksi faktor displacement dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu membuat konstruk baru atau mengembangkan alat atau cara pengukuran yang lebih tepat pada variabel yang telah digunakan dalam penelitian ini. Salah satu bentuk konstruk baru yang diusulkan adalah “keyakinan kebutuhan untuk berwirausaha”. Sedangkan pengembangan pengukuran variabel konstruk “keyakinan kebutuhan pekerjaan baru” diusulkan agar dikaitkan dengan tekanan untuk mendirikan usaha sendiri dibandingkan bekerja.
43
JURNAL VOLUME 9 - Desember 2014: 25-47
Daftar Pustaka
Acs ZJ. 2006. State of Literature on Small to Medium-Size Enterprises and Entrepreneurship in Low-Income Communitites. Proceedings: Community Affairs Dept. Conferences, Federal Reserve Bank of Kansas City. (Jul 2006): 21-54
Acs ZJ, Desai S,0 Hessels J. 2008. Entrepreneurship, economic development and institutions. Small Bus Econ.31:219- 234.doi: 10.1007/s11187-008-9135-9
Bruno AV, & Tyebjee TT. 1982. The Environment for Entrepreneurship. Di Dalam: C Kent, D Sexton, K Vesper, editor. The Encyclopedia of Entrepreneurship. Englewood Cliffs (US): Prentice-Hall. hlm 288-307
Busenitz LW, Barney JB. 1997. Differences Between Entreprenurs and Managers in Large Organizations: Biases and Heuristic in Strategic Decision-Making. JBV. 12(1):9-30.doi:10.1016/S0883- 9026(96)00003-1
Ajzen I. 1991. The theory of planned behavior. OBHDP. 50:179-211 Cardon MS, Wincent J, Singh J, Drnovsek M. 2009. The Nature and Experience of Armendariz B, Morduch J. 2010. The Entrepreneurial Passion. AMR. 34(3):511- Economics of Microfinance. London(GB): 531.doi:10.5465/AMR.2009.40633190 The MIT Pr Chowdhury A. 2009. Microfinance as poverty Bagozzi RP, Baumgartner J, Yi Y. 1989. An reduction tool – a critical assessment. investigation into the role of intentions Economic and Social Affairs. DESA as mediators of the attitude-behaviour Working Paper No 89 relationship. JEP. 10(1989):35- 62.doi:10.1016/0167-4870(89)90056-1 Conner M, Armitage CJ. 1998. Extending the theory of planned behaviour: a review and Baig A. 2007. Integrated Report. Di dalam: avenues for further research. Journal of Entrepreneurship Development for Applied Social Psychology. 28(15):1429- Competitive Small and Medium 1464 Enterprise. Tokyo (JP): Asian Productivity Organization. hlm 112-136. Tersedia pada: Davidsson P. 1995. Determinants of http://www.apo-tokyo.org/publications/ Entreprenurial Intentions Paper presented files/ind-26-ed_csme.pdf. . Diunduh pada at the annual meeting of the RENT IX 5 Juni 2013 Workshop, Piacenza Italy. Tersedia pada: http://eprints.qut.edu.au/2076/1/RENT_ Bird B. 1988. Implementing Entrepreneurial IX.pdf. Diunduh 13 Februari 2013 Ideas: The Case for Intentinon. AMR. 13(3): 442–453.doi: 10.5465/ Duflo E. 2012. Women empowerment and AMR.1988.4306970 economic development. JEL. 50(4):1051- 1079.doi:10.1257/jel.50.4.1051 Brockhaus RH Sr. 1982. The Psychology of the Entrepreneur. Di dalam: in KH Vesper, Field E, Pande R, Papp J. 2009. Does editor. Di Dalam: C Kent, D Sexton, Microfinance Repayment Flexibility K Vesper, editor. The Encyclopedia of Affect Entrepreneurial Behaviour and Entrepreneurship. Englewood Cliffs Loan Default?. Centre for MicroFinance. (US): Prentice-Hall. hlm 39-57 Working Paper 34 (2009)
44
DETERMINAN INTENSI ANGGOTA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM MEMANFAATKAN LAYANAN FINANSIAL UNTUK MENCIPTAKAN USAHA BARU (Andri Kurniawan, Ratna Winandi, Heny Kuswanti Suwarsinah)
Fini R, Grimaldi R, Marzochi GL, Sobrero M. 2012. The Determinants of Corporate Entrepreneurial Intention Within Small and Newly Established Firms. ET&P. 36:387–414.doi:10.1111/j.1540- 6520.2010.00411.x
Jamali D. 2009. Constraints and opportunities facing women entrepreneurs in developing countries - a relational perspective. GM. 24(2):232-251.doi:10.1108/17542410910 961532
Fogel G. 2001. An Analysis of Entrepreneurial Environment and Enterprise Development in Hungary. JSBM. 39(1):103-109. doi:10.1111/0447-2778.00010
arnani A. 200 . Microfinance misses it mark. Stanford Social Innovation Review. Summer (2007). Tersedia pada: http://www.ssireview.org/articles/entry/ microfinance_misses_its_mark. Diunduh pada 24 Februari 2013
Fretschner M, Weber S. 2013. Measuring and Understanding the Effects of Karlan D, Validivia M. 2011. Teaching Entreprenurial Awareness Education. entrepreneurship: impact of business JSBM. 51(3):410-428.doi: 10.1111/ trainin on microfinance c ients and jsbm/1209 institutions. The Review of Economics and Statistics. 93(2):510-527.doi:10.1162/ Giannetti M, Simonov A. On the determinants REST_a_00074. of entrepreneurial activity: social norms, economic environment and individual Karlan D, HarigayaT, Nadel S. 2006. Evaluating characteristics. Swedish Economic Policy microfinance pro ram innovation with Review. 11(2004):269-313 randomized controlled trials: examples from business training and group versus Gnyawali DR, Fogel DS. 1994. Environments individual liability. Tersedia pada: http:// for entrepreneurship development: key poverty-action.org/sites/default/files/ dimensions and research implications. RCTforMicrofinance.Au 16-2006.pdf. ET&P. (summer):43-62 Diunduh pada 2 Agustus 2013
Guerrero M, Rialp J, Urbano D. 2006. The impact of desireability and feasibility on entrepreneurial intentions: a structural equation model. Int Entrep Manag J. 4(1):35-50.doi:10.1007/s11365-006- 0032-x
Khandker SR. 1998. Fighting poverty with microcredit: experience in Bangladesh. New York (US): Oxford University Pr
Krueger NF, Brazeal DV. 1994. Entrepreneurial potential and potential entrepreneurs. ET&P. 18(3):91-104
Hani U, Ilma NR, Santi S, Rucita CP. 2012. Patterns of Indonesian Women Kung JK, Lee DY. 2010. Women’s contribution Entrepreneurship. Proc Econ and Fin. to the household economy in pre-1949 4(2012):274-285.doi:10.1016/S2212- China: evidence from the lower yangzi 5671(12)00342-5 region. Modern China. 36(2):210-238. doi: 10.1177/0097700409355798. Imai KS, Arun T, Annim SK. 2010. Microfinance and househo d poverty Lepoutre J, Tilleuil O, Crijns H. 2010. A reduction: new evidence from India. new approach to testing the effects World Development. 38(12):1760-1774. of entrepreneurship education among doi:10.1016/j.worlddev. 2010.04.006 secondary school pupils. Vlerick Leuven ent orkin aper Series No1
45
JURNAL VOLUME 9 - Desember 2014: 25-47
Leroy H, Maes J, Sels L, Debrulle J. 2009. Musnidar, Tambunan T. 2007. Development Gender on Entreprenurial Intentions : A Strategy and Overview of SMEs in TPD Multi-Group Analysisi at Factor and Indonesia. Di dalam: Entrepreneurship Indicator Level. Di dalam Meuleman M, Development for Competitive Small and editor. Working Paper Series. Academy Medium Enterprise. Tokyo (JP): Asian of Management Annual Meeting; 2009 Productivity Organization. hlm 112-136. Aug 7-11; Illinois, USA. Illiois (US): Tersedia pada: http://www.apo-tokyo.org/ Katholieke Universiteit Leuven. hlm 1- publications /files/ind-26-ed_csme.pdf. 28 Diunduh pada 5 juni 2013
Linan F, Chen YW. 2009. Development and cross-cultural application of a specific instrument to measure entrepreneurial intentions. ET&P. 33(3):593-617. doi:10.1111/j.1540-6520.2009.00318.x
Linan F, Rodriguez-Cohard JC, Rueda- Cantuche JM. 2011a. Factors Affecting Entrepreneurial Intention Levels: A Role for Education. Int Entrep Manag J. 7(2):195-218.doi: 10.1007/s11365-010- 0154-z.
LinanF,UrbanoD,GuerreroM.2011b.Regional variations in entrepreneurial cognitions: Start-up intentions of university students in Spain. Entrepreneurship & Regional Development. 23(3-4):187-215.doi: 10.1 080/08985620903233929.
Lorz M. 2011. The impact of entrepreneurship education on entrepreneurial intention. [Disertasi]. St Gallen (CH): University of St. Gallen
Lucas WA, Cooper SY, MacFarlane S. 2008. Necessity-Driven Intention at Dounray and The Shapero Displacement Model (Interactive Paper). Frontiers of Entrepreneurship. 28(6): Article 17. Tersedia pada: http://digitalknowledge. babson.edu/fer/vol28/iss6/17. Research. Diunduh 2013 Desember 26
Luthje C, Franke N. 2003. The ‘making’ of an entrepreneur: testing a model of entrepreneurial intent among engineering students at MIT. R&D Management. 33(2):135-147.doi:10.1111/1467- 9310.00288
46
Martowijoyo S. 2007. Indonesian microfinance at the crossroads. Caught between popular and populist policies. Essay on Regulation and Supervision (23)
Mayoux L, Harti M. 2009. Gender and Rural Microfinance: Reaching and Empowering Women-Guide for Practitioner. Tersedia pada: http://www.ifad.org/gender/pub/ gender_finance.pdf. Diunduh 3 Januari 2013
Miyashita Y. 2000. Microfinance and poverty alleviation: lessons from indonesia’s village banking system. Pacific Rim Law & Policy Journal. 10 (1):147-189
Ndemo B, Maina FW. 2007. Women entrepreneurs and strategic decision making. Management Decision. 45(1):118-130.doi:10.1108/00251740710 719006
Omari CK. 1989. Rural women, informal sector and household economy in Tanzania. Helsinski (FI): World Institute for Development Economic Research
Pambudy R. 2010. Membangun Entrepreneur Agribisnis yang Berdaysaing dalam Kewirausahaan dan DayasaingAgribisnis. Di dalam: Lukman MB, Anna F, Siti J, editor. Kewirausahaan dan Daya Saing Agribisnis. Bogor (ID): IPB Pr.
Poon JPH, Thai DT, Naybor D. 2012. Social capital and female entrepreneurship in rural regions: evidence from Vietnam. Applied Geography. 35(2012):308-315. doi:10.1016/j.apgeog.2012.08.002
DETERMINAN INTENSI ANGGOTA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM MEMANFAATKAN LAYANAN FINANSIAL UNTUK MENCIPTAKAN USAHA BARU (Andri Kurniawan, Ratna Winandi, Heny Kuswanti Suwarsinah)
Pejic-Bach M, Sasvari P, Skok MM, Dwivedi R, Turker D, Selcuk S. 2008. Which FactorsAffect Yee LW, Simicevic V, Abramovic K. 2012. Entrepreneurial Intention of University Gender perspective on entrepreneurial Students?. Journal of European Industrial intention and innovation cognitive style: Training. 33(2):142-159.doi: 10.1108/03 cross-country study. Di dalam: Cingula 090590910939049 M, editor. Knowledge and Business hallenge of lobalization in 2012. Veciana JM, Aponte M, Urbano D. 2005. University students’ attitude toward international scientific conference 2012 entrepreneurship: a two countries ov 1 -16 el e lovenia. Celje(SV): comparison. Int Entrep Manag J. 1(2):165- Faculty of Commercial and Business 182.doi:10.1007/s11365-005-1127-5 Sciencess. hlm 228-234
Puri M, Robinson DT. 2006. Optimism and economic choice. Journal of Finance conomics 2007 .doi: 0. 0 j.jfineco. 2006.09.003
Scheier MF, Carver CS. 1985. Optimism, coping, and health: assessment and implication of generalized outcome expectancies. Health Psychology. 4:219- 247
Stewart R, Van Rooyen C, Dickson K, Majoro M, De Wet T. 2010. What is the impact microfinance on poor people systematic review of evidence from sub- saharan africa. London PP - Centre, Social Research Unit, Institute of Education
Vincent G. 2005. Sustainable microentrepreneurship: the roles of microfinance entrepreneurship and sustainability in reducing poverty in developing countries. Tersedia pada: http //www.gdrc.org/icm/micro/gu _sust- micro.pdf. Diunduh 3 April 2013
[WB] World Bank. 2009. The environment for women s entrepreneurship in the middle east and north africa region. Washington (US): The World Bank
Wennekers S, Thurik R. 1999. Linking Entrepreneurship and Economic Growth. SBE. 13(1):27-56.doi: 10.1023/ A:1008063200484
Yasid, M. 2010. Perilaku Menabung Ibu Rumah Tangga “Keluar Miskin” Peserta Program Shapero A, Sokol L. 1982. The social Ikhtiar Lembaga Keuangan Mikro Syariah dimensions of entrepreneurship. Di Berbasis Kelompok di Bogor, Jawa Barat Dalam: C Kent, D Sexton, K Vesper, editor. [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian The Encyclopedia of Entrepreneurship. Bogor Englewood Cliffs (US): Prentice-Hall. hlm 72–90
revelyan R. 200 . ptimism overconfidence and entreprenurial activity. Management Decision. 46(7):986-1001.doi:10.1108/00 251740810890177
47