RESPONSE BASED UNITS PARTIAL LEAST SQUARE (REBUS PLS) DAN FINITE MIXTURE MODEL PARTIAL LEAST SQUARE (FIMIX PLS) PADA DATA BERGEROMBOL
TRIA SOFA PURNAMA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Response Based Units Segmentation Partial Least Square (REBUS PLS) dan Finite Mixture Model Partial Least Square (FIMIX PLS) pada Data Bergerombol adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2017 Tria Sofa Purnama NIM G151120221
RINGKASAN TRIA SOFA PURNAMA. Response Based Units Segmentation Partial Least Square (REBUS PLS) dan Finite Mixture Model Partial Least Square (FIMIX PLS) pada Data Bergerombol. Dibimbing oleh ERFIANI dan INDAHWATI. Analisis regresi adalah model statistik yang digunakan untuk menggambarkan hubungan kausal antara dua peubah atau lebih. Peubah-peubah yang digunakan dalam analisis regresi merupakan peubah terukur atau peubah yang dapat langsung diketahui nilai/besarannya melalui suatu pengamatan. Analisis regresi tidak dapat menganalisis antar peubah tak terukur (peubah laten) atau peubah yang tidak dapat langsung diketahui nilai/ besarannya. Structural Equation Modeling (SEM) merupakan salah satu analisis statistik yang dapat digunakan untuk menganalisis hubungan kausal dengan melibatkan peubah laten. SEM merupakan model pendekatan model struktural, analisis faktor dan analisis lintas. SEM memiliki beberapa metode pendugaan paramater model, salah satunya adalah Partial Least Square-Path Modeling (PLS-PM). Prinsip kerja PLSPM menggunakan pendekatan ragam sehingga tidak memerlukan asumsi yang ketat. Penduga parameter dan validasi model akan berbias sebagai akibat dari keragaman unit-unit amatan belum dapat diatasi. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut dapat digunakan dengan teknik penggerombolan. Pada penelitian ini, pendekatan teknik penggerombolan yang digunakan untuk mendeteksi keragaman unit-unit amatan dengan menggunakan REBUS PLS dan FIMIX PLS. REBUS PLS merupakan metode yang dapat mendeteksi keragaman yang berasal dari model struktural dan model pengukuran termasuk peubah laten eksogen dan endogen yang ada di dalam model. FIMIX PLS merupakan metode yang dapat mendeteksi keragaman yang berasal dari model struktural. Data pada penelitian ini terdiri dari data simulasi dan data empiris. Data simulasi dibangun dari dua koefisien lintas pada model struktural yang berbeda untuk masing-masing gerombol dengan ragam sisaan untuk setiap simulasi adalah 10%, 25% da 50%. Data empiris yang digunakan yaitu data ketahanan pangan di Pulau Jawa. Hasil simulasi mempertimbangkan nilai Rataan Bias Relatif Absolut (RBRA) yang merupakan indikator kebaikan model pada koefisien model. Nilai RBRA pada FIMIX PLS dan REBUS PLS menunjukkan ketidakteraturan kondisi kenaikan dan penurunan RBRA terhadap kenaikan ragam sisaan. Secara umum, FIMIX PLS memberikan hasil yang lebih baik dalam pendugaan koefisien lintas pada model struktural. Hasil pada data empiris menunjukkan gerombol optimum sebanyak dua. Model lokal untuk setiap gerombol dibandingkan nilai koefisien jalur (peubah laten penyerapan, akses dan pendapatan dan keterdesediaan) dan R-kuadrat. Gerombol 1 (n=110yh) membentuk penduga koefisien peubah laten dan R-kuadrat lebih kecil daripada model lokal 2 (n=110) baik pada model struktural penyerapan maupun model struktural akses dan pendapatan.
Keywords: heterogen, gerombol, PLS-PM
SUMMARY TRIA SOFA PURNAMA. Response Based Units Segmentation Partial Least Square (REBUS PLS) dan Finite Mixture Model Partial Least Square (FIMIX PLS) in Segementation Approach. Supervised by ERFIANI and INDAHWATI. Regression analysis is a statistical model used to depict causal relationships between two or more variables. Cause variables are called independent variables and effect variables are called dependent variables. The variables are known a number, observed variables. Regression analysis cannot handle unobserved (latent) variables. A number of latent variables are constructed from several explanatory variables that serve as indicators. One of the statistical analyses used to analyze the causal relationships between latent variables is Structural Equation Modeling (SEM). SEM is a model and its forming approach to the factor analysis, structural modeling, and path analysis. Partial least square Path Modeling (PLS-PM) is a method that estimates the parameters in SEM. PLS-PM is variance approached that means has relatively loose assumptions. But, parameter estimation and model validation bias caused by diversity of observations can not be solved by this method. Instead, it can be solve by clustering. In this research, clustering methods applying REBUS PLS and FIMIX PLS. REBUS PLS can detect heterogeneity from both structural and measurement model including exogenous and endogenous latent variables in the model. FIMIX PLS detects heterogeneity from structural model. Data in this research were simulation and empirical data. Simulation data modeled two clusters that have two difference path coefficients. The simulation simulated for 10%, 25% and 50% variance of residual. The empirical data was data of security food in Java Island. The simulation result considered to Mean Bias Reltive Absolute (MBRA). It is indicator depicting deviation estimator to parameter. MBRA in FIMIX PLS and REBUS PLS were irregularity MBRA of increasing variance of residual. Generaly, FIMIX PLS showed the best result in estimating path coeficient. It is showed by the less of MBRA. The empirical data showed the best number of cluster was two. The local models were formed for the clusters and estimated coefficient for penyerapan, akses and pendapatan dan keterdesediaan and R-square in structural model compared. Local model 1 (n=5) gave lower estimated coefficients and R-square than local model 2 (n=110) in both estimated coefficients of penyerapan and akses and pendapatan in structural model.
Keywords: heterogenous, clustering, PLS-PM
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
RESPONSE BASED UNITS PARTIAL LEAST SQUARE (REBUS PLS) DAN FINITE MIXTURE MODEL PARTIAL LEAST SQUARE (FIMIX PLS) PADA DATA GEROMBOL
TRIA SOFA PURNAMA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Statistika
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Farit Mochamad Afendi, M.Si
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih ialah segmentasi pada peubah laten, dengan judul Response Based Units Segmentation Partial Least Square (REBUS PLS) dan Finite Mixture Model Partial Least Square (FIMIX PLS) pada Data Bergerombol. Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis mendapatkan banyak ilmu, inspirasi dan pelajaran yang begitu berharga, sehingga penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Ibu Dr. Ir. Erfiani, M.Si sebagai ketua komisi pembimbing, Ibu Dr. Ir. Indahwati, M.Si sebagai anggota komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. I Made Sumertajaya, M.Si yang telah memberikan bimbingan, saran dan waktu yang sangat berarti dalam penyusunan dan penyelesaian karya ilmiah ini. Penghargaan tak lupa penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Farit Mochamad Arief, M.Si selaku penguji tesis atas masukan, saran dan ilmu yang bermanfaat. Disamping itu, terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh dosen Departemen Statistika IPB yang telah memberikan banyak ilmu yang bermanfaat bagi penulis, juga kepada teman-teman mahasiswa Pascasarjana Statistika angkatan 2012 dan Bapak Heri yang telah membantu dan memberi dukungan kepada penulis selama proses perkuliahan sampai terselesaikannya karya ini. Ungkapan terima kasih yang setulus-tulusnya tak lupa penulis haturkan kepada kedua orangtua, kakak-kakak, sahabatku, calon suamiku, keluarga di Grup Penelitian dan Pengembangan BPJS Kesehatan dan seluruh keluarga besar atas segala doa dan dukungannya serta semua pihak yang telah membantu penulis baik secara fisik, ilmu maupun dukungan moril dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya sekalipun hanya dalam bagian yang sangat kecil.
Bogor, Januari 2017 Tria Sofa Purnama
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian
1 1 2
2 TINJAUAN PUSTAKA Partial Least Square-Path Modeling (PLS-PM) Finite Mixture Model PLS (FIMIX PLS) Response Based Units Segmentation PLS (REBUS PLS)
3 3 3 4
3 METODE Data Data Simulasi Data Empiris Metode Analisis
5 5 5 5 6
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Simulasi Perbandingan Penduga Parameter pada Model Struktural Perbandingan Kinerja Penduga Parameter pada Model Struktural Data Ketahanan Pangan Gambaran Umum Ketahanan Pangan di Pulau Jawa Finite Mixture Model Partial Least Square pada Data Ketahanan Pangan
12 12 12 15 15 15 17
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
19 19 19
DAFTAR PUSTAKA
20
LAMPIRAN
21
RIWAYAT HIDUP
34
DAFTAR TABEL 1 Karakteristik data simulasi 2 RBRA pada model struktural 3 Penduga koefisien peubah laten pada model lokal
6 15 18
DAFTAR GAMBAR 1 Model persamaan struktural data simulasi 5 2 Model persamaan struktural ketahanan pangan kabupaten/kota di Pulau Jawa 5 3 Skema penelitian pada tahapan simulasi 10 4 Skema penelitian pada data empiris 11 5 Perbandingan diagram kotak garis penduga γ1(1) dan penduga γ1(2) 13 6 Perbandingan diagram kotak garis penduga γ1(1) dan penduga γ2(2) 14 7 Diagram kotak garis indikator peubah laten akses dan pendapatan 16 8 Diagram kotak garis indikator peubah laten penyerapan 16 17 9 Diagram kotak garis indikator peubah laten ketersediaan 10 Evaluasi jumlah gerombol 18
DAFTAR LAMPIRAN 1 Peubah laten dan peubah indikator model persamaan struktural ketahanan pangan kabupaten/kota di Pulau Jawa 21 2 Sintak R-Program untuk simulasi 1 22 3 Perbandingan penduga koefisien peubah laten dan luaran PLS-PM pada model lokal 1 31
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Analisis regresi adalah model statistik yang digunakan untuk menggambarkan hubungan kausal antara dua peubah atau lebih. Peubah “penyebab” disebut peubah prediktor, sedangkan peubah “akibat” disebut peubah respon. Peubah-peubah yang digunakan dalam analisis regresi merupakan peubah terukur atau peubah yang dapat langsung diketahui nilai/besarannya melalui suatu pengamatan. Analisis regresi tidak dapat menganalisis antar peubah tak terukur (peubah laten) atau peubah yang tidak dapat langsung diketahui nilai/ besarannya. Nilai dari peubah laten dibangun melalui beberapa peubah penjelas sebagai indikatornya. Structural Equation Modeling (SEM) merupakan salah satu analisis statistik yang dapat digunakan untuk menganalisis hubungan kausal dengan melibatkan peubah laten. SEM merupakan model pendekatan antara analisis faktor, model struktural, dan analisis lintas (path analysis). Model pengukuran (analisis faktor dan analisis lintas) dalam SEM menspesifikasikan hubungan antara peubah laten dengan indikatornya, sedangkan model struktural menspesifikasikan hubungan kausal antarpeubah laten. SEM memiliki beberapa metode pendugaan parameter model, salah satunya adalah metode Partial Least Square-SEM (PLS-SEM) atau Partial Least Square-Path Modeling (PLS-PM). Metode PLS-PM merupakan metode pendugaan parameter yang berbasis ragam (Esposito et al 2010). Kelebihan dari metode PLS-PM tidak memerlukan asumsi yang ketat, baik mengenai sebaran dari peubah pengamatan maupun dari ukuran contoh yang tidak harus besar. Metode PLS-PM memungkinkan bagi peneliti untuk menggunakan indikator-indikator yang bersifat reflektif (peubah laten menjelaskan peubah penjelas) ataupun formatif (peubah penjelas menjelaskan peubah laten). Penduga parameter dan validasi model akan berbias sebagai akibat dari keragaman unit-unit amatan belum dapat diatasi (Jedidi 1997). Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan penerapan teknik penggerombolan. Penerapan teknik penggerombolan berdasarkan sumber yang dibagi menjadi dua yakni pendekatan a prior atau diketahui sumber keragaman dan tidak diketahui sumber keragaman (unobservable heterogeneity). Pada pendekatan a prior, penggerombolan dilakukan suatu peubah tertentu yang diyakini sebagai sumber dari keragaman missal demografi, geografis. Pada sumber keragaman tidak diketahui sumbernya dilakukan dalam rangka mendapatkan keragaman minimal pada model terutama pada skor peubah dan hubungan di dalam model (Esposito et al 2008). Pendekatan gerombol dengan sumber keragaman yang tidak diketahui (unobservable heterogeneity) dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan berbasis jarak (distance-based) dan model campuran berhingga (finite mixture model). Metode berbasis jarak yang paling fleksibel adalah Response Based Units Segmentation Partial Least Square (REBUS PLS) yang diperkenalkan oleh Trinchera (2007) dan Esposito et al (2008). Metode ini dapat mendeteksi keragaman yang berasal dari model struktural dan model pengukuran termasuk peubah laten eksogen dan endogen yang ada di dalam model. Pendekatan yang
2 dapat digunakan adalah Finite Mixture Model Partial Least Square (FIMIX PLS) yang diperkenalkan oleh Hanh (2002) dan dikembangkan oleh Ringle (2010). Metode ini merupakan gabungan dari metode PLS dengan menggunakan pendugaan Metode Kemungkinan Maksimum pada segmen-gerombol yang diperoleh dengan finite mixture model dan dapat mendeteksi keragaman yang berasal dari model struktural. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan dalam pemodelan gerombol, diantaranya Esposito et al (2008) dalam bidang sosial untuk memodelkan segmen negara-negara terkait kualitas hidup dengan menggunakan REBUS PLS. Selanjutnya Esposito et al (2010) dan Trinchera (2007) memodelkan segmen dalam bidang marketing. Penelitian-penenlitian tersebut membandingkan antara model global dengan model lokal yang dihasilkan oleh REBUS PLS. Perbandingan tersebut menunjukkan bahwa model-model lokal memiliki nilai R-kuadrat total dan goodness of fit yang lebih besar dibandingkan model global. Penelitian yang menggunakan FIMIX PLS untuk pemodelah gerombol diantaranya Hahn (2002) yang membandingkan model global, model a priori dan model lokal dengan menggunakan FIMIX PLS. Parameter pada model a priori memberikan hasil yang tidak berbeda dengan model global. Model lokal dengan menggunakan FIMIX PLS menghasilkan parameter yang berbeda dengan model global. Pada penelitian ini, metode REBUS PLS, FIMIX PLS dan PLS-Global pada data simulasi dibandingkan di beberapa ragam sisaan. Metode terbaik dalam menduga parameter pada model struktural digunakan dalam pemodelan ketahanan pangan kabupaten/kota di Pulau Jawa. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mendeteksi gerombol dengan pendekatan REBUS PLS, FIMIX PLS dan PLS-Global pada data simulasi. Hasil ketiga pendekatan tersebut kemudian dibandingkan untuk menentukan metode terbaik dalam pendugaan lintas pada model struktural. Metode terbaik digunakan dalam pemodelan ketahanan pangan kabupaten/kota di Pulau Jawa.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA Partial Least Square-Path Modeling (PLS-PM) Metode Partial Least Square-Path Modeling (PLS-PM) merupakan suatu metode yang memaksimumkan ragam dalam peubah tak bebas yang dijelaskan oleh peubah bebas. Peubah-peubah tersebut membentuk dua persamaan linier yakni model struktural dan model pengukuran. Persamaan model struktural dapat dituliskan sebagai berikut: η=Βη+Γξ+ζ (1) Dengan η merupakan peubah laten endogen dan ξ adalah peubah laten eksogen. Koefisien lintas antarpeubah laten endogen dan koefisien lintas antara peubah laten eksogen masing-masing dinotasikan Β dan Γ, sedangkan ζ adalah sisaan model struktural. Model struktural mengasumsikan sisaan tidak berkorelasi baik pada koefisien lintas peubah laten endogen maupun koefisien lintas antarpeubah laten eksogen. Pembentukan model pengukuran memiliki spesifikasi hubungan antara suatu peubah laten dan indikator. Hubungan yang dibentuk salah satunya adalah hubungan refleksif, memiliki arah hubungan kausalitas dari peubah laten ke indikator dengan antarindikator diharapkan saling berkorelasi. Model pengukuran pada hubungan refleksif adalah: xi=λxi ξi+ϵi (2) yi=λyi ηi+δi (3) dengan x dan y adalah indikator untuk masing-masing peubah laten eksogen dan endogen, sedangkan λ adalah matriks loading yang menggambarkan koefisien regresi sederhana yang menghubungkan peubah laten dengan indikatornya, serta sisaan ϵ dan δ merupakan kesalahan pengukuran. Finite Mixture Model PLS (FIMIX PLS) FIMIX PLS merupakan gabungan pendekatan finite mixture dan PLS-PM (Hanh 2002). Metode finite mixture pada pendekatan ini membentuk gerombolgerombol dengan mempertimbangkan hubungan antar peubah laten dalam model struktural. Fungsi distribusi gerombol ke-k mengasumsikan ηi berdistribusi finite mixture dari densitas normal multivariat kondisional fi|k. 𝐾
𝜂𝑖 ~ ∑ 𝜌𝑘 𝑓𝑖|𝑘 (𝜂𝑖 |𝜉𝑖 , (𝐼 − 𝐵𝑘 ), −Γ𝑘 , Ψ𝑘 ) 𝑘=1 𝐾
1
1
𝜂𝑖 ~ ∑ 𝜌𝑘 [ ] exp (− ((𝐼 − 𝐵𝑘 )𝜂𝑖 + (−Γ𝑘 )𝜉𝑖 ) ′Ψ−1 𝑀 𝑘 ((𝐼 − 𝐵𝑘 )𝜂𝑖 2 2 √|Ψ | ( ) 2𝜋 𝑘 𝑘=1
+ (−Γ𝑘 )𝜉𝑖 ))
(4)
4 Berdasarkan persamaan 4, didapat fungsi log-likelihood (lnL) yang memaksimumkan penduga sebagai berikut: 𝐼 𝐾 𝐼 𝐾 (5) ln𝐿 = ∑ ∑ 𝑧𝑖𝑘 ln(𝑓(𝜂𝑖 |𝜉𝑖 , (𝐼 − 𝐵𝑘 ), −Γ𝑘 , Ψ𝑘 )) + ∑ ∑ 𝑧𝑖𝑘 ln(𝜌𝑘 ) 𝑖=1 𝑘=1
𝑖=1 𝑘=1
ρk adalah proporsi campuran dari k gerombol dalam model campuran berhingga, M adalah ukuran peubah endogen dan zik bernilai 1 pada saat unit i berada di gerombol k dan pada kondisi lainnya bernilai 0. Bk, Γk, Ψk menggambarkan vektor yang tidak diketahui parameternya untuk setiap k gerombol.
Response Based Units Segmentation PLS (REBUS PLS) Metode REBUS PLS diperkenalkan oleh Trinchera (2007) dan Esposito et al (2008) untuk mendeteksi keheterogenan yang berasal dari model struktural dan model pengukuran. Deteksi keheterogenan unit menggunakan tehnik gerombol pada sisaan model. Unit-unit yang heterogen akan memiliki kecenderungan menghasilkan gerombol tunggal sedangkan pada kondisi sebaliknya akan terbentuk beberapa gerombol. Unit-unit dalam suatu gerombol diperbaharui dengan mempertimbangkan nilai Closeness Measurement (CM). Pembaharuan unit-unit dilakukan dengan mengalokasikan unit berdasarkan nilai CM terdekat yang merefleksikan jarak suatu unit dari model yang telah dibangun. Pengukuran jarak dihitung sebagai berikut: 𝑃𝑞
2 ∑𝑄 𝑞=1 ∑𝑝=1[ϵ𝑖𝑝𝑞𝑘 /𝐶𝑜𝑚(𝒙𝑝𝑞 ,𝝃𝑞𝑘 )]
𝐶𝑀𝑖𝑘 = √ 𝐼 ∑
𝑃𝑞 𝑄 2 𝑖=1 ∑𝑞=1 ∑𝑝=1[ϵ𝑖𝑝𝑞𝑘 /𝐶𝑜𝑚(𝒙𝑝𝑞 ,𝝃𝑞𝑘 )] (𝐼−𝑡𝑘 −1)
×
2 2 ∑𝑀 𝑚=1[δ𝑖𝑚𝑘 /𝑅 (𝝃𝑚 ,{𝝃𝑗 menjelaskan 𝝃𝑚 })] 2 2 ∑𝐼𝑖=1 ∑𝑀 𝑚=1[δ𝑖𝑚𝑘 /𝑅 (𝝃𝑚 ,{𝝃𝑗 menjelaskan 𝝃𝑚 })] (𝐼−𝑡𝑘 −1)
(6)
Com(xpq, ξqk) merupakan indeks komunaliti untuk indikator ke- blok ke-q dan gerombol peubah laten ke-k, ϵ2𝑖𝑝𝑞𝑘 adalah sisaan model pengukuran pada unit ke-i, gerombol ke-k, indikator ke-p, blok ke-q, δ2𝑖𝑚𝑘 adalah sisaan model struktural pada unit ke-i, gerombol peubah laten ke-k, blok endogen ke-m. I adalah ukuran amatan, dan tk adalah banyaknya dimensi. Setiap blok menggambarkan satu dimensi peubah laten.
5 3 METODE PENELITIAN Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data simulasi dan data empiris. Data simulasi digunakan untuk mengukur kinerja analisis REBUS PLS, FIMIX PLS dan PLS Global dalam memodelkan tiap gerombol yang dihasilkan berdasarkan kesamaan koefisien pada model struktural. Data empiris yang digunakan adalah data ketahanan pangan di kabupaten/kota di Pulau Jawa. Data Simulasi
Gambar 1 Model persamaan struktural data simulasi Data yang digunakan merupakan data metrik yang terdiri dari 3 peubah laten dengan masing-masing memiliki 3 peubah indikator dan proses simulasi berdasar pada model persamaan struktural pada Gambar 1. Data Empiris Data empiris yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder terkait kerawaanan pangan kabupaten/kota di Pulau Jawa. Data sekunder yang terlibat terdiri dari 3 peubah laten yang dijelaskan oleh 14 indikator dengan penjelasan untuk setiap indikator terdapat pada Lampiran 1. Model persamaan untuk simulasi dan empiris berbeda dengan tujuan menyederhanakan proses simulasi.
Gambar 2 Model persamaan struktural ketahanan pangan kabupaten/kota di Pulau Jawa
6 Metode Analisis Tahapan analisis yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut: 1. Pembangkitan Data Proses pembangkitkan data dilakukan melalui tehnik pendekatan model persamaan struktural. Data yang dibangkitkan sebanyak I=100 dengan pengulangan untuk setiap simulasi (simulasi 1, simulasi 2 dan simulasi 3) adalah sepuluh. Langkah-langkah membangkitkan data populasi sebagai berikut (Kartono 2004): a. Menentukan koefisien loading model pengukuran pada blok eksogen (𝑦) (𝑥) (𝜆𝑝𝑞 = 𝜆𝑝 = 0.7 dengan p=1,2,3 dan q=1,2. Pengamatan sebanyak I selanjutnya digerombolkan menjadi dua gerombol yang setimbang dengan penentuan koefisien lintas model struktural (γ1,γ2) disesuaikan dengan karakteristik data simulasi pada Tabel 1. Tabel 1 Karakteristik data simulasi Statistik Gerombol 1 Gerombol 2 γ1 0.9 0.1 γ2 0.1 0.9 b. Membangkitkan I bilangan acak dari: 1) sebaran normal baku untuk peubah laten eksogen (ξ1, ξ2) yang tidak berkorelasi; 2) sebaran normal dengan rata-rata nol, ragam sisaan 10% (simulasi 1), 25% (simulasi 2), dan 50% (simulasi 3) dan tidak berkorelasi untuk: i. sisaan model struktural (ζ1, ζ2); ii. sisaan model pengukuran tiap-tiap blok eksogen [(δ1, δ2, δ3), (ε11, ε12, ε13), (ε21, ε22, ε23 )]. c. Menghitung peubah laten endogen pada model struktural dengan formula mengikuti model persamaan struktural data simulasi pada Gambar 1. 2. Pengolahan Data Simulasi. a. Membangun model PLS-PM dengan tahapan sebagai berikut: 1) Menduga skor peubah laten dilakukan berulang hingga selisih maksimal nilai koefisien loading pada indikator ke-p dan blok ke-q yang dibandingkan dengan iterasi sebelumnya kurang dari Δ (max{wpq.iterasi sekarang – wpq.iterasi sebelumnya }<Δ). a) Menduga model pengukuran dengan melibatkan peubah indikator sebagai kombinasi linier untuk suatu peubah laten. 𝑃𝑞
v𝑞 ∝ ∑ 𝑤𝑝𝑞 𝑥𝑝
(6)
𝑝=1
b) Menduga model struktural dengan melibatkan suatu peubah laten dengan peubah laten lainnya yang memiliki hubungan sebuah panah.
7 𝑄′
ϑ𝑞 ∝ ∑ 𝑒𝑞𝑞′ v𝑞′
(7)
𝑞 ′ =1
eqq'=sign[cor(vq, vq')] adalah koefisien lintas. c) Memperbaharui nilai pembobot wpq yang merupakan koefisien regresi dari ϑq pada regresi sederhana antara Xpq dan ϑq. Xpq=wpq ϑq (8) 2) Pada kondisi koefisien loading konvergen, nilai dugaan akhir peubah laten: (9) ξ̂𝑞 ∝ 𝑤𝑞 𝑋𝑞 setiap peubah laten memiliki koefisien lintas yang melibatkan skor peubah laten 𝜂̂ yang menjelaskan dugaan peubah laten endogen kej, ξ̂𝑗 . (10) 𝛽𝑗 = (𝜂̂ 𝑇 𝜂̂ )−1 𝜂̂ 𝑇 ξ̂𝑗 b. Membangun model data gerombol dengan REBUS PLS a) Membangun model PLS-PM Global b) Membentuk gerombol dari unit amatan dengan menggunakan metode Ward. Ukuran jarak yang digunakan adalah jarak Euclidean. Jarak (d) setiap pembentukan gerombol didapat pada tahapan sebagai berikut: i. Membentuk gerombol berdasarkan data asal (I) ii. Dua objek yang memiliki jarak terdekat digabungkan ke dalam satu gerombol, sehingga jumlah gerombol yang ada menjadi I-1. Formula jarak (d) dalam metode Ward melibatkan Ka, Kb, Kc, K(bc) yang menyatakan banyaknya anggota gerombol A, B, C, dan (BC) adalah 𝑑(𝑏𝑐)𝑎 =
(𝐾𝑎 + 𝐾𝑏 )𝐾𝑏𝑎 + (𝐾𝑎 + 𝐾𝑐 )𝐾𝑐𝑎 − 𝐾𝑎 𝐾𝑏𝑐 𝐾𝑎 + 𝐾(𝑏𝑐)
iii.
Menghitung jarak gerombol baru dengan gerombol sebelumnya. iv. Langkah 2 dan 3 diulang hingga seluruh objek tergabung ke dalam 1 gerombol. c) Menghitung CM (berdasarkan persamaan 6) c. Membangun model data gerombol dengan FIMIX PLS 1) Membangun Model PLS-PM 2) Pendugaan parameter menggunakan Algoritma Expectation Maximation. Uraian tahapan pendugaan parameter tersaji sebagai berikut : a) Menentukan nilai S yang akan digunakan, 0<S<1. Menentukan nilai awal Pik (Pik(0)), 0≤Pik(0)≤1. Menentukan nilai awal lnL (lnL(0)), dengan lnL(0)>104.
8 b) Tahap Maximation i. Menghitung nilai rata-rata peluang setiap gerombol (ρk) dengan persamaan: ∑𝐼𝑖=1 𝑃𝑖𝑘 (11) 𝜌𝑘 =
𝐼
∀𝑘
Menentukan Bk dan Γk dengan metode PLS untuk setiap nilai k. Menentukan nilai Ψk yang didapat dari formula:
ii.
τ𝑚𝑘 = ((𝛾𝑎𝑚 𝑚𝑘 ), (𝛽𝑏𝑚𝑚𝑘 )) 𝐼
=
−1
′ [∑ 𝑃𝑖𝑘 (𝑋𝑚𝑖 𝑋𝑚𝑖 )] 𝑖=1
𝐼
(12)
′ [∑ 𝑃𝑖𝑘 (𝑋𝑚𝑖 𝑋𝑚𝑖 )] 𝑖=1
ωmk =sel(m×m) dari Ψk =
[∑𝐼𝑖=1 𝑃𝑖𝑘 (𝑌𝑚 − 𝑋𝑚 𝑌𝜏𝑚𝑘 )]−1 [∑𝐼𝑖=1 𝑃𝑖𝑘 (𝑌𝑚 − 𝑋𝑚 𝑌𝜏𝑚𝑘 )] 𝐼𝜌𝑘
(13)
dengan Ymi=ηmi dan Xmi=(Emi,Nmi )' {ξ1 , … , ξ𝐴𝑚 } , 𝐴𝑚 ≥ 1, 𝑎𝑚 = 1, … , 𝐴𝑚 ⋀ξ𝑎𝑚 0, lainnya 𝐸𝑚𝑖 adalah regresor dari m 𝐸𝑚𝑖 = {
{η1 , … , η𝐵𝑚 } , 𝐵𝑚 ≥ 1, 𝑏𝑚 = 1, … , 𝐵𝑚 ⋀ξ𝑏𝑚 0, lainnya 𝑁𝑚𝑖 adalah regresor dari m 𝑁𝑚𝑖 = {
iii. iv.
Menghitung lnL berdasarkan persamaan (4). Jika Δ= lnLi-lnLi-1<S (untuk i=1,2,…) proses EM berhenti. Jika Δ≥S, maka proses dilanjutkan ke tahap Expectation.
c) Tahap Expectation dilakukan dengan menghitung peluang tiap individu untuk setiap gerombol : 𝑃𝑖𝑘 =
𝜌𝑘 𝑓𝑖|𝑘 (𝜂𝑖 |𝜉𝑖 , (𝐼 − 𝐵𝑘 ), −Γ𝑘 , Ψ𝑘 ) ∀𝑘 ∑𝐾 𝑘=1 𝜌𝑘 𝑓𝑖|𝑘 (𝜂𝑖 |𝜉𝑖 , (𝐼 − 𝐵𝑘 ), −Γ𝑘 , Ψ𝑘 )
Selajutnya kembali ke tahap Maximitation.
(14)
9 3. Evaluasi Model Data Simulasi Model terbaik dilihat dari perbandingan nilai RBRA dari koefisien 1 parameter pada model struktural. RBRA= 𝑃 ∑|Bias Relatif| dengan Bias 𝑞
Relatif =
̂𝑝 )−𝜃𝑝 𝐸(𝜃 𝜃𝑝
×100%, 𝜃̂𝑝 adalah nilai rataan dugaan parameter ke-p
dan Pq adalah ukuran parameter. 4. Metode terbaik pada tahapan simulasi digunakan untuk penggerombolan data ketahanan pangan kabupaten/kota di Pulau Jawa. Pembentukan data simulasi dan proses pengolahan REBUS PLS menggunakan software R-Program dengan versi 3.3.2 Proses pengolahan FIMIX PLS menggunakan software SmartPls 3. Sintak dalam pembangkitan dan proses pengolahan dengan R-Program untuk simulasi 1 dapat dilihat pada Lampiran 2. Berikut gambaran skema penelitian untuk data simulasi (Gambar 3) dan skema penelitian untuk data empiris (Gambar 4).
10
Gambar 3 Skema penelitian pada tahapan simulasi
11
Gambar 4 Skema penelitian pada data empiris
12 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Simulasi Data simulasi dilakukan untuk mendapatkan perbandingan kinerja metode PLS-PM Global, REBUS PLS dan FIMIX PLS dalam membangun model persamaan struktural bergerombol. Model persamaan struktural bergerombol terbaik pada simulasi 1, simulasi 2, dan simulasi 3 yaitu model yang menghasilkan penduga parameter yang mendekati nilai parameter. Perbandingan Penduga Parameter pada Model Struktural Perbandingan penyebaran penduga 𝛾̂ yang dihasilkan oleh FIMIX-PLS dan REBUS-PLS dibandingkan dengan mempertimbangkan ukuran pemusatan dan ukuran penyebaran yang dihasilkan. Ukuran pemusatan yang digunakan adalah median dan ukuran penyebaran adalah ragam. Penduga parameter terbaik dilihat dari median penduga yang mendekati nilai parameternya dan ragam penduga terkecil. Pada Gambar 5 dan Gambar 6 menunjukkan diagram kotak garis penduga dan nilai parameter yang digambarkan dengan garis horizontal. Diagram kotak garis yang berwarna merah menduga nilai parameter 0.9, sedangkan diagram kotak garis yang berwarna hijau menduga nilai parameter 0.1. Gambar 5 menunjukkan diagram kotak garis penduga γ1 pada simulasi 1, simulasi 2 dan simulasi 3. Pada simulasi 1, FIMIX PLS pada penduga 𝛾1 memiliki median yang lebih mendekati nilai parameter dengan ragam yang lebih kecil baik pada penduga koefisien lintas gerombol 1 maupun gerombol 2. FIMIX PLS menghasilkan median yang lebih mendekati nilai parameter namun ragam yang dihasilkan lebih besar pada simulasi 2. Pada simulasi 3, penduga yang dihasilkan FIMIX PLS memiliki median yang lebih mendekati nilai parameter untuk kedua gerombol dan ragam penduga yang lebih kecil khusus pada gerombol 2, namun pada gerombol 1 ragam penduga yang dihasilkan lebih besar. Gambar 6 menunjukkan diagram kotak garis penduga γ2 pada simulasi 1, simulasi 2 dan simulasi 3. FIMIX PLS pada penduga γ2 memiliki median yang lebih mendekati nilai parameter dan ragam lebih kecil baik pada penduga koefisien lintas gerombol 1 maupun gerombol 2. Median penduga dihasilkan oleh FIMIX PLS dan REBUS PLS dibandingkan untuk setiap simulasi. Gambar 4 dan Gambar 5 menunjukkan median penduga yang dihasilkan FIMIX PLS dan REBUS PLS pada gerombol 1 semakin berada di bawah nilai parameter seiring bertambahnya ragam sisaan. Pada gerombol 2 menghasilkan median penduga semakin di atas parameter seiring bertambahnya ragam sisaan. Artinya, semakin besar nilai ragam sisaan maka perbedaan median penduga parameter pada gerombol 1 dan gerombol 2 semakin kecil.
13 Simulasi 1 𝜸𝟏(𝟏) = 𝟎. 𝟗
𝛾̂ 𝜸𝟏(𝟐) = 𝟎. 𝟏
PLS-PM Global
FIMIX PLS Gerombol 1
FIMIX PLS Gerombol 2
REBUS PLS Gerombol 1
REBUS PLS Gerombol 2
Simulasi 2 𝜸𝟏(𝟏) = 𝟎. 𝟗
𝛾̂ 𝜸𝟏(𝟐) = 𝟎. 𝟏
PLS-PM Global
FIMIX PLS Gerombol 1
FIMIX PLS Gerombol 2
REBUS PLS Gerombol 1
REBUS PLS Gerombol 2
Simulasi 3 𝜸𝟏(𝟏) = 𝟎. 𝟗
𝛾̂ 𝜸𝟏(𝟐) = 𝟎. 𝟏
PLS-PM Global
FIMIX PLS Gerombol 1
FIMIX PLS Gerombol 2
REBUS PLS Gerombol 1
REBUS PLS Gerombol 2
Gambar 5 Perbandingan diagram kotak garis penduga γ1(1) dan penduga γ1(2)
14 Simulasi 1 𝜸𝟐(𝟐) = 𝟎. 𝟗
𝜸𝟐(𝟏) = 𝟎. 𝟏
𝛾̂
PLS-PM Global
FIMIX PLS Gerombol 1
FIMIX PLS Gerombol 2
REBUS PLS Gerombol 1
REBUS PLS Gerombol 2
Simulasi 2 𝜸𝟐(𝟐) = 𝟎. 𝟗
𝛾̂
𝜸𝟐(𝟏) = 𝟎. 𝟏
PLS-PM Global
FIMIX PLS Gerombol 1
FIMIX PLS Gerombol 2
REBUS PLS Gerombol 1
REBUS PLS Gerombol 2
Simulasi 3 𝜸𝟐(𝟐) = 𝟎. 𝟗
𝛾̂
𝜸𝟐(𝟏) = 𝟎. 𝟏
PLS-PM Global
FIMIX PLS Gerombol 1
FIMIX PLS Gerombol 2
REBUS PLS Gerombol 1
REBUS PLS Gerombol 2
Gambar 6 Perbandingan diagram kotak garis penduga γ2(1) dan penduga γ2(2)
15 Perbandingan Kinerja Penduga Parameter pada Model Struktural Kinerja Pendekatan Gerombol PLS digunakan untuk mengetahui metode terbaik dalam pendugaan parameter pada model struktural. Indikator kesesuaian penduga terhadap parameter digunakan Rataan Bias Relatif Absolut (RBRA). Nilai RBRA menggambarkan persentase penyimpangan nilai penduga terhadap parameter artinya semakin kecil nilai RBRA maka semakin kecil penyimpangan penduga. Metode Pendekatan Gerombol PLS terbaik ditentukan berdasarkan nilai RBRA terkecil. Tabel 2 menunjukkan nilai RBRA yang dihasilkan pada simulasi 1, simulasi 2 dan simulasi 3. Nilai RBRA terkecil dihasilkan pada simulasi 1 dengan metode FIMIX PLS, sedangkan nilai RBRA tertinggi dihasilkan pada simulasi 2 dengan metode REBUS PLS. Nilai RBRA terkecil dan terbesar masing-masing sebesar 61.1% dan 158.45% yang artinya penyimpangan rataan penduga absolut sebesar 61,1% dan 158.45% dari parameter. Simulasi dilakukan pada masing-masing ragam sisaan 10%, 25% dan 50%. Tabel 2 menunjukkan nilai RBRA pada ragam sisaan 10% untuk FIMIX PLS dan REBUS PLS masing-masing sebesar 61.10% dan 158.45%. Pada ragam sisaan 25%, nilai RBRA kedua metode mengalami peningkatan. FIMIX PLS meningkat sebesar 56.17% dan dan REBUS PLS meningkat sebesar 39.34%. Ragam sisaan yang lebih tinggi sebesar 50%, nilai RBRA kedua metode mengalami penurunan. Nilai RBRA tidak memberikan pola terhadap peningkatan ragam sisaan pada model. Hal tersebut diindikasikan disebabkan oleh pemilihan pengulangan yang cenderung sedikit. Secara umum, FIMIX PLS memiliki nilai RBRA terkecil pada setiap ragam sisaan. FIMIX PLS memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan REBUS PLS.
Simulasi 1 2 3
Tabel 2 RBRA pada model struktural Ragam sisaan FIMIX PLS REBUS PLS 10% 61.10% 158.45% 25% 117.27% 197.79% 50% 110.49% 184.35%
Data Ketahanan Pangan Gambaran Umum Ketahanan Pangan di Pulau Jawa Pangan adalah kebutuhan dasar dan pemenuhannya merupakan hak asasi bagi seluruh warga Negara. Hal tersebut tercantum dalam Undang-Undang nomor 18 Tahun 2012, sehingga pemenuhannya wajib dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah. Amanat UU nomor 7 tahun 1996 tentang komitmen Indonesia untuk mencapai ketahanan pangan dalam memenuhi kebutuhan dasar tersebut. Pencapaian menuju ketahanan pangan bukan hanya berfokus pada ketersediaan pangan, tapi juga akses dan pendapatan dan Penyerapan. Faktor akses dan pendapatan berkaitan dengan akses masyarakat untuk mendapatkan dan membeli bahan pangan. Faktor penyerapan yang meliputi penggunaan pangan untuk kebutuhan hidup sehat.
16
Rupiah
Persentase
Deskripsi akses dan pendapatan, penyerapan, dan ketersediaan disampaikan dengan indikator-indikator yang menyertai. akses dan pendapatan memiliki tujuh indikator yang membentuk, sedangkan penyerapan memiliki tiga indikator dan ketersediaan memiliki empat indikator.
Tdk Miskin
Listrik
Pgg
Tamat SD Aspal
ln(PDRB) ln(Keluar)
Gambar 7 Diagram kotak garis indikator peubah laten akses dan pendapatan
Air
Nilai
Jumlah
Persentase
Gambar 7 menunjukkan diagram kotak garis indikator pada peubah laten akses dan pendapatan. Peubah laten akses dengan median terrendah adalah persentase pengangguran yang berada <10% di tiap kabupaten/kota. Median tertinggi adalah persentase desa yang memiliki akses jalan berupa aspal. Penyebaran data yang dihasikan pada peubah laten akses tertinggi juga memiliki ragam terbesar. Hal tersebut menunjukkan penyebaran kabupaten/kota yang memiliki jalan berupa akses aspal tidak merata di Pulau Jawa. Peubah indikator lainnya yaitu PDRB dan Pengeluaran. Secara median ln(PDRB) memiliki nilai yang lebih tinggi dan penyebaran data yang lebih besar daripada ln(Keluar).
Puskesmas
IPM
Gambar 8 Diagram kotak garis indikator peubah laten penyerapan
17
kg/kapita
Peubah laten penyerapan terdiri dari peubah indikator persentase rumah tangga yang memiliki akses air bersih, jumlah puskesmas dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Gambar 8 menunjukkan bahwa beberapa kabupaten/kota memiliki jumlah puskesmas jauh lebih besar dibandingkan kabupaten/kota lainnya. Pada indikator IPM, beberapa kabupaten/kota memiliki IPM jauh lebih kecil dibandingkan kabupaten/kota lainnya. Secara rata-rata IPM telah mencapai skor 70 namun masih ditemukan beberapa kota/kabupaten dengan IPM tidak mencapai skor 60.
Padi
Jagung
Ubi Jalar
Ubi Kayu
Gambar 9 Diagram kotak garis indikator peubah laten ketersediaan Peubah laten ketersediaan meliputi peubah indikator produksi padi, jagung, ubi jalar dan ubi kayu dalam satuan ton. Gambar 9 menunjukkan bahwa produksi padi paling tinggi. Kondisi tersebut mengindikasikan produksi padi menjadi kebutuhan pokok pangan dibandingkan ubi jalar dan ubi kayu. Finite Mixture Model Partial Least Square pada Data Ketahanan Pangan Evaluasi penggerombolan yang dihasilkan oleh FIMIX PLS selanjutnya dibandingkan dengan mempertimbangkan statistik AIC dan BIC. Berdasarkan Gambar 10, dengan mempertimbangkan penurunan nilai AIC terbesar sebesar 9.612 dan nilai BIC yang paling kecil sebesar 587.987 maka jumlah gerombol yang dipilih dalam menentukan jumlah gerombol yang optimal adalah k=2. Gambar 10 menunjukkan jumlah gerombol yang optimum sebanyak dua gerombol. Dalam gerombol 1 terdapat 110 kabupaten/kota, sedangkan gerombol 2 terdapat 5 kabupaten/kota. Kabupaten/kota yang terhimpun dalam gerombol 2 adalah Kota Bandung, Kota Bekasi, Kota Depok, Kota Jakarta Utara dan Kabupaten Ngawi.
18
587.987 557.793
614.814
616.861
617.606
551.681
548.915
547.591
599.493
552.829
AIC BIC
k=2
k=3
k=4
k=5
k=6
Gambar 10 Evaluasi jumlah gerombol Pada kedua gerombol yang terbentuk dilakukan pemodelan dengan PLSPM yang menghasilkan model lokal. Gerombol 1 membangun model lokal 1 dan gerombol 2 membangun model lokal 2. Pada model lokal 2 yang hanya dibentuk dari 5 amatan menghasilkan koefisien lintas yang tidak berarti karena tidak terpenuhinya ukuran amatan minimal sebanyak 30 amatan (Hoyle 1999), sehingga informasi hasil pemodelan terbatas pada model lokal 1. Hasil pengolahan data dengan smartPLS tidak ditujukan untuk mendapatkan, informasi signifikansi koefisien lintas pada model. Pada penelitian ini, smartPLS digunakan untuk melihat penggerombolan dan nilai dari koefisien lintas. Selanjutnya, hasil keluaran smartPLS diolah kembali dengan R-Program untuk mendapatkan informasi signifikansi di setiap koefisien lintas model lokal. Perbandingan koefisien lintas FIMIX PLS dan PLS-PM terlampir pada Lampiran 3. Tabel 3 menunjukkan penduga koefisien lintas peubah laten. Pada model lokal 1, peubah ketersediaan dan peubah akses dan pendapatan memberikan kontribusi secara langsung terhadap peubah penyerapan masing-masing sebesar 0,149 dan 0,667. Hal tersebut menunjukkan, pada kondisi skor penyerapan sebesar 100% maka skor ketersediaan pangan mengalami penurunan sebesar 14,9% dan skor akses dan pendapatan mengalami peningkatan sebesar 66,7%. Peubah ketersediaan memberikan kontribusi secara langsung terhadap peubah akses dan pendapatan sebesar -0,483, artinya pada kondisi skor akses dan pendapatan sebesar 100% maka skor ketersediaan menurun sebesar -48,3%. Tabel 3 Penduga koefisien lintas peubah laten pada model lokal Model Lokal Peubah Laten Peubah Laten 1** 2 Endogen Eksogen (n=110) (n=5) Penyerapan R-kuadrat 0.563 0.976 Ketersediaan -0.149* 0.949 0.667* 0.379 Akses dan Pendapatan Akses dan Pendapatan R-kuadrat 0.233 0.009 Ketersediaan -0.483* -0.095 *signifikan pada alpha <0,05 **hasil pengolahan kembali dengan R-Program
19 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil simulasi, nilai Rataan Bias Relatif Absolut (RBRA) untuk metode FIMIX PLS dan REBUS PLS menunjukkan ketidakteraturan kondisi kenaikan dan penurunan RBRA terhadap kenaikan ragam sisaan. Namun secara umum, FIMIX PLS memberikan hasil yang lebih baik dalam pendugaan koefisien lintas pada model struktural. Hal tersebut ditunjukan dengan nilai RBRA sebagai indikator kebaikan penduga yang dihasilkan lebih kecil daripada REBUS PLS. Metode FIMIX PLS merupakan metode terbaik dalam pendekatan gerombol PLS-PM pada data ketahanan pangan. Model yang dihasilkan adalah dua model lokal. Model lokal 1 memberikan R-kuadrat sebesar 56,3%. Pada model lokal 1, peubah ketersediaan berpengaruh nyata terhadap penyerapan, sedangkan peubah akses dan pendapatan berpengaruh nyata terhadap ketersediaan dan penyerapan. Model lokal 2 dibangun dari amatan yang tidak memenuhi ukuran minimal dalam pemodelan PLS-PM, sehingga model lokal 2 tidak digunakan. Saran
1. 2. 3. 4. 5.
Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dalam rangka pengembangan pada: Variasi peubah indikator yang memiliki skala pengukuran ordinal atau nominal. Variasi overlapping yang disimulasikan untuk beberapa kombinasi simulasi. Penggerombolan REBUS PLS dengan metode penggerombolan nonparametrik mengingat metode ward memiliki asumsi normal multivariat. Perbandingan pemodelan yang dihasilkan dari pendekatan gerombol dan hasil penggerombolan yang telah dilakukan oleh Dewan Ketahanan Pangan. Perbaharuan indikator untuk model persamaan struktural terkait Ketahanan Pangan yang disesuaikan dengan kondisi saat ini, mengingat adanya pergeseran bahan pokok menuju padi.
20
DAFTAR PUSTAKA Esposito V, Chin WW, Henseler J, Wang H. 2010. Handbook of Partial Least Squares, Springer Handbook of Computational Statistics. Berlin:Springer Verlag Berlin Heidelberg Esposito V, Trinchera L, Squillacciotti S, Tenenhaus M. 2008. REBUS PLS: Response-Based Procedure for Detecting Unit Segments in PLS Path Modelling, Application Stochastic Models Business Ind. 24: 439–458 Hahn C, Johnson M, Herrman A, Huber F. 2002, Capturing Customer Heterogeneity Using A Finite Mixture PLS Approach, Schmalenbach Business Review 54, 243-269. Hoyle, R. 1999. Statistical Strategies for Small Sample Research. New Delhi: SAGE Publications Jedidi K, Jagpal SH, De Sarbo WS. 1997. STEMM: A General Finite Mixture Structural Equation Model. Journal of Classification 14: 23-50 Kartono. 2004. Perbandingan Analisis Linear Structure Relationship (LISREL) dengan Analisis Partial Least Squares (PLS) dalam Pemodelan Persamaan Struktural [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Ringle CM, Marko S, Rainer S. 2010. Response-Based Segmentation Using Finite Mixture Partial Least Squares Theoretical Foundations and an Applicationto American Customer Satisfaction Index Data. Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg Trinchera, Laura. 2007. Unobserved Heterogeneity in Structural Equation Models: a new approach to latent class detection in PLS Path Modeling [thesis]. Napoli : Università degli Studi di Napoli “Federico II”.
21 Lampiran 1. Peubah laten dan peubah indikator model persamaan struktural ketahanan pangan kabupaten/kota di Pulau Jawa No Peubah Laten 1 Ketersediaan Pangan
-
2
Akses terhadap Pangan dan Pendapatan
-
3
Penyerapan/ Pemanfaatan Pangan (sumber : www.data.go.id)
-
Indikator Rata-rata Produksi Padi per kapita provinsi setiap kab/kota (kg/kapita) Rata-rata Produksi Jagung per kapita provinsi setiap kab/kota (kg/kapita) Rata-rata Produksi Ubi Jalar per kapita provinsi setiap kab/kota (kg/kapita) Rata-rata Produksi Ubi Kayu per kapita provinsi setiap kab/kota (kg/kapita) Persentase penduduk tidak miskin Persentase kepala rumah tangga yang memiliki fasilitas listrik Persentase bukan pengangguran Persentase penduduk yang tamat SD Persentase desa yang memiliki akses jalan (aspal) PDRB per kapita (tanpa melibatkan faktor harga minyak dan gas) atas dasar harga berlaku Pengeluaran riil per kapita Persentase rumah tangga dengan akses air bersih Jumlah Puskesmas IPM
Tahun 2012 2012 2012 2012 2012 2012 2012 2012 2011 2012 2012 2012 2011 2012
22 Lampiran 2. Sintak R-Program untuk simulasi 1 library("MASS") n<-100 y1<-rnorm(n, 0, 1) ss<-0.1 sd<-matrix(c( ss, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, ss, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, ss, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, ss, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, ss, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, ss, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, ss, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, ss, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, ss, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, ss, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, ss), ncol=11) mus<-c(0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0) mus<-c(0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0) y2<-mvrnorm(n, mus, sd) ol<-0 oln<-n*ol nn<-n-oln aa<-(nn/2)+1 ab<-aa-1 nnb<-nn+1
b1<-y1 b11<-b1[1:ab] b12<-b1[aa:nn] b13<-b1[nnb:n] b2<-y2 b21<-b2[1:ab] b22<-b2[aa:nn] b32<-b2[nnb:n]
s2<-y2[,1] s21<-s2[1:ab] s22<-s2[aa:nn] s23<-s2[nnb:n]
s3<-y2[,2] s31<-s3[1:ab] s32<-s3[aa:nn] s33<-s3[nnb:n] s4<-y2[,3] s41<-s4[1:ab] s42<-s4[aa:nn] s43<-s4[nnb:n]
23 s5<-y2[,4] s51<-s5[1:ab] s52<-s5[aa:nn] s53<-s5[nnb:n] s6<-y2[,5] s61<-s6[1:ab] s62<-s6[aa:nn] s63<-s6[nnb:n] s7<-y2[,6] s71<-s7[1:ab] s72<-s7[aa:nn] s73<-s7[nnb:n] s8<-y2[,7] s81<-s8[1:ab] s82<-s8[aa:nn] s83<-s8[nnb:n] s9<-y2[,8] s91<-s9[1:ab] s92<-s9[aa:nn] s93<-s9[nnb:n] s10<-y2[,9] s101<-s10[1:ab] s102<-s10[aa:nn] s103<-s10[nnb:n] s11<-y2[,10] s111<-s11[1:ab] s112<-s11[aa:nn] s113<-s11[nnb:n] s12<-y2[,11] s121<-s12[1:ab] s122<-s12[aa:nn] s123<-s12[nnb:n]
ABO1<-(0.1*b21)+(0.9*b11)+s31 A111<-(0.7*b11)+s41 A121<-(0.7*b11)+s51 A131<-(0.7*b11)+s61 A211<-(0.7*b21)+s71 A221<-(0.7*b21)+s81 A231<-(0.7*b21)+s91 A311<-(0.7*ABO1)+s101 A321<-(0.7*ABO1)+s111 A331<-(0.7*ABO1)+s121 ABO2<-(0.9*b22)+(0.1*b12)+s32 A112<-(0.7*b12)+s42 A122<-(0.7*b12)+s52 A132<-(0.7*b12)+s62 A212<-(0.7*b22)+s72 A222<-(0.7*b22)+s82
24 A232<-(0.7*b22)+s92 A312<-(0.7*ABO2)+s102 A322<-(0.7*ABO2)+s112 A332<-(0.7*ABO2)+s122 ABO3<-(0.9*b32)+(0.9*b13)+s33 A113<-(0.7*b13)+s43 A123<-(0.7*b13)+s53 A133<-(0.7*b13)+s63 A213<-(0.7*b32)+s73 A223<-(0.7*b32)+s83 A233<-(0.7*b32)+s93 A313<-(0.7*ABO3)+s103 A323<-(0.7*ABO3)+s113 A333<-(0.7*ABO3)+s123 A11<-c(A111, A112) A12<-c(A121, A122) A13<-c(A131, A132) A21<-c(A211, A212) A22<-c(A221, A222) A23<-c(A231, A232) A31<-c(A311, A312) A32<-c(A321, A322) A33<-c(A331, A332) zA11<-(A11-mean(A11))/sd(A11) zA12<-(A12-mean(A12))/sd(A12) zA13<-(A13-mean(A13))/sd(A13) zA21<-(A21-mean(A21))/sd(A21) zA22<-(A22-mean(A22))/sd(A22) zA23<-(A23-mean(A23))/sd(A23) zA31<-(A31-mean(A31))/sd(A31) zA32<-(A32-mean(A32))/sd(A32) zA33<-(A33-mean(A33))/sd(A33)
Xmanifest<-c(zA11, zA12, zA13, zA21, zA22, zA23, zA31, zA32, zA33) Xmanifest1<- matrix(Xmanifest, nrow = n, ncol = 9) databangF<-(Xmanifest1*1)+1 colnamesy<-c("X11", "X12", "X13", "X21", "X22", "X23", "X31", "X32", "X33") write.table(Xmanifest1, "d:/100,0.1,0%-(1)", sep="\t", row.names=FALSE, col.names=colnamesy) library(MVN) result<-hzTest(Xmanifest1, cov = TRUE, qqplot = FALSE) result cdf<-cumsum(runif(n, 0, 1)) cdf<-cdf/max(cdf) yuyu<-runif(n) ika<-colSums(sapply(yuyu,">", cdf)) databoot<-Xmanifest1[ika,] X1<-c(0, 0, 0) X2<-c(0, 0, 0) X3<-c(1, 1, 0)
25 X_path<-rbind(X1, X2, X3) X_blocks<-list(1:3, 4:6, 7:9) X_mod<-rep("A",3) library("plspm") Xpls<-plspm(Xmanifest1, X_path, scheme="path", br=10) summary(Xpls)
X_blocks,
modes=X_mod,
boot.val=TRUE,
REBUS.pls <-function(pls, Y = NULL, stop.crit = 0.005, iter.max = 100) { test_dataset(Y, pls$data, pls$model$gens$obs) if (mode(stop.crit) != "numeric" || length(stop.crit) != 1 || stop.crit < 0 || stop.crit >= 1) { warning("Invalid stop criterion 'stop.crit'. Deafult value 0.005 is used") stop.crit = 0.005 } if (mode(iter.max) != "numeric" || length(iter.max) != 1 || iter.max <= 1 || (iter.max %% 1) != 0) { warning("Invalid 'iter.max'. Deafult value 100 is used") iter.max = 100 } resid = res.clus(pls, Y) nk <- 2 if (mode(nk) != "numeric" || length(nk) != 1 || nk <= 1 || (nk%%1) != 0) stop("\nInvalid number of classes. Must be an integer larger than 1") resul = it.reb(pls, resid, nk, Y, stop.crit, iter.max) return(resul) } REBUSX=REBUS.pls(Xpls, stop.crit=0.0005,iter.max=1000) outG1[i]<-Xpls[[10]][[3]][[1]][1] outG2[i]<-Xpls[[10]][[3]][[1]][2] outG3[i]<-Xpls[[6]][[2]][[3]] out1[i]<-REBUSX[[1]][1] out2[i]<-REBUSX[[1]][2] out3[i]<-REBUSX[[1]][3] out4[i]<-REBUSX[[1]][4] out5[i]<-REBUSX[[3]][5] out6[i]<-REBUSX[[3]][11] hasil<-c(outG1, outG2, out1, out2, out3, out4, outG3, out5, out6) hasil1<-matrix(hasil, ncol=9, nrow=1) r<-9 for(i in 1:r){ y1<-rnorm(n, 0, 1) y2<-mvrnorm(n, mus, sd)
b1<-y1 b11<-b1[1:ab] b12<-b1[aa:nn] b13<-b1[nnb:n]
26 b2<-y2 b21<-b2[1:ab] b22<-b2[aa:nn] b32<-b2[nnb:n]
s2<-y2[,1] s21<-s2[1:ab] s22<-s2[aa:nn] s23<-s2[nnb:n]
s3<-y2[,2] s31<-s3[1:ab] s32<-s3[aa:nn] s33<-s3[nnb:n] s4<-y2[,3] s41<-s4[1:ab] s42<-s4[aa:nn] s43<-s4[nnb:n] s5<-y2[,4] s51<-s5[1:ab] s52<-s5[aa:nn] s53<-s5[nnb:n] s6<-y2[,5] s61<-s6[1:ab] s62<-s6[aa:nn] s63<-s6[nnb:n] s7<-y2[,6] s71<-s7[1:ab] s72<-s7[aa:nn] s73<-s7[nnb:n] s8<-y2[,7] s81<-s8[1:ab] s82<-s8[aa:nn] s83<-s8[nnb:n] s9<-y2[,8] s91<-s9[1:ab] s92<-s9[aa:nn] s93<-s9[nnb:n] s10<-y2[,9] s101<-s10[1:ab] s102<-s10[aa:nn] s103<-s10[nnb:n] s11<-y2[,10] s111<-s11[1:ab] s112<-s11[aa:nn] s113<-s11[nnb:n]
27 s12<-y2[,11] s121<-s12[1:ab] s122<-s12[aa:nn] s123<-s12[nnb:n]
ABO1<-(0.1*b21)+(0.9*b11)+s31 A111<-(0.7*b11)+s41 A121<-(0.7*b11)+s51 A131<-(0.7*b11)+s61 A211<-(0.7*b21)+s71 A221<-(0.7*b21)+s81 A231<-(0.7*b21)+s91 A311<-(0.7*ABO1)+s101 A321<-(0.7*ABO1)+s111 A331<-(0.7*ABO1)+s121 ABO2<-(0.9*b22)+(0.1*b12)+s32 A112<-(0.7*b12)+s42 A122<-(0.7*b12)+s52 A132<-(0.7*b12)+s62 A212<-(0.7*b22)+s72 A222<-(0.7*b22)+s82 A232<-(0.7*b22)+s92 A312<-(0.7*ABO2)+s102 A322<-(0.7*ABO2)+s112 A332<-(0.7*ABO2)+s122 ABO3<-(0.9*b32)+(0.9*b13)+s33 A113<-(0.7*b13)+s43 A123<-(0.7*b13)+s53 A133<-(0.7*b13)+s63 A213<-(0.7*b32)+s73 A223<-(0.7*b32)+s83 A233<-(0.7*b32)+s93 A313<-(0.7*ABO3)+s103 A323<-(0.7*ABO3)+s113 A333<-(0.7*ABO3)+s123
A11<-c(A111, A112) A12<-c(A121, A122) A13<-c(A131, A132) A21<-c(A211, A212) A22<-c(A221, A222) A23<-c(A231, A232) A31<-c(A311, A312) A32<-c(A321, A322) A33<-c(A331, A332) zA11<-(A11-mean(A11))/sd(A11) zA12<-(A12-mean(A12))/sd(A12) zA13<-(A13-mean(A13))/sd(A13) zA21<-(A21-mean(A21))/sd(A21) zA22<-(A22-mean(A22))/sd(A22) zA23<-(A23-mean(A23))/sd(A23) zA31<-(A31-mean(A31))/sd(A31) zA32<-(A32-mean(A32))/sd(A32)
28 zA33<-(A33-mean(A33))/sd(A33)
Xmanifest<-c(zA11, zA12, zA13, zA21, zA22, zA23, zA31, zA32, zA33) Xmanifest1<- matrix(Xmanifest, nrow = n, ncol = 9) databoot<-Xmanifest1 databootF<-(databoot*1)+1
if (i==1){ write.table(databootF, "d:/100,0.1,0%-(2).txt", sep="\t", row.names=FALSE, col.names=colnamesy)} else { if(i==2) { write.table(databootF, "d:/100,0.1,0%-(3).txt", sep="\t", row.names=FALSE, col.names=colnamesy)} else { if(i==3) { write.table(databootF, "d:/100,0.1,0%-(4).txt", sep="\t", row.names=FALSE, col.names=colnamesy)} else { if(i==4) { write.table(databootF, "d:/100,0.1,0%-(5).txt", sep="\t", row.names=FALSE, col.names=colnamesy)} else { if(i==5) { write.table(databootF, "d:/100,0.1,0%-(6).txt", sep="\t", row.names=FALSE, col.names=colnamesy)} else { if(i==6) { write.table(databootF, "d:/100,0.1,0%-(7).txt", sep="\t", row.names=FALSE, col.names=colnamesy)} else { if(i==7) { write.table(databootF, "d:/100,0.1,0%-(8).txt", sep="\t", row.names=FALSE, col.names=colnamesy)} else { if(i==8) { write.table(databootF, "d:/100,0.1,0%-(9).txt", sep="\t", row.names=FALSE, col.names=colnamesy)} else { write.table(databootF, "d:/100,0.1,0%-(10).txt", sep="\t", row.names=FALSE, col.names=colnamesy)}}}}}}}} X1<-c(0, 0, 0) X2<-c(0, 0, 0) X3<-c(1, 1, 0) X_path<-rbind(X1, X2, X3) X_blocks<-list(1:3, 4:6, 7:9) X_mod<-rep("A",3) library("plspm") Xpls<-plspm(databoot, X_path, X_blocks, modes=X_mod, boot.val=TRUE, scheme="path", tol = 1e-06, maxiter = 100, br=10, dataset = TRUE) REBUS.pls <-function(pls, Y = NULL, stop.crit = 0.005, iter.max = 100) { test_dataset(Y, pls$data, pls$model$gens$obs) if (mode(stop.crit) != "numeric" || length(stop.crit) != 1 || stop.crit < 0 || stop.crit >= 1) { warning("Invalid stop criterion 'stop.crit'. Deafult value 0.005 is used") stop.crit = 0.005 } if (mode(iter.max) != "numeric" || length(iter.max) != 1 ||
29 iter.max <= 1 || (iter.max %% 1) != 0) { warning("Invalid 'iter.max'. Deafult value 100 is used") iter.max = 100 }
resid = res.clus(pls, Y) nk <- 2 if (mode(nk) != "numeric" || length(nk) != 1 || nk <= 1 || (nk%%1) != 0) stop("\nInvalid number of classes. Must be an integer larger than 1") resul = it.reb(pls, resid, nk, Y, stop.crit, iter.max) return(resul) } REBUSX=REBUS.pls(Xpls, stop.crit=0.0005,iter.max=1000) outG1[i]<-Xpls[[10]][[3]][[1]][1] outG2[i]<-Xpls[[10]][[3]][[1]][2] outG3[i]<-Xpls[[6]][[2]][[3]] out1[i]<-REBUSX[[1]][1] out2[i]<-REBUSX[[1]][2] out3[i]<-REBUSX[[1]][3] out4[i]<-REBUSX[[1]][4] out5[i]<-REBUSX[[3]][5] out6[i]<-REBUSX[[3]][11] hasil3<-c(outG1, outG2, out1, out2, out3, out4, outG3, out5, out6) } j<-0 hasil2<-matrix(hasil3, ncol=9, nrow=r) output<-rbind(hasil1, hasil2) for (j in 1:(r)) { if (output[j,3]-output[j,4]<0) { temp<-output[j,3] output[j,3]<-output[j,4] output[j,4]<-temp temp<-output[j,5] output[j,5]<-output[j,6] output[j,6]<-temp temp<-output[j,8] output[j,8]<-output[j,9] output[j,9]<-temp}} l<-0 staoutput1<-0 staoutput2<-0 for (l in 1:9) { staoutput1[l]<-mean(output[,l]) staoutput2[l]<-sqrt(var(output[,l]))} staoutput1 staoutput2 final<-rbind(output, staoutput1, staoutput2) namerowsy<-c("R1", "R2", "R3", "R4", "R5", "R6", "R7", "R8", "R9", "R10", "ratarata", "smpngnbaku")
30 namecolsy<-c("X1X3", "X2X3", "X1X3G1", "X2X3G1", "X1X3G2", "X2X3G2", "R^2", "R^2G1", "R^2G2") rownames(final)=make.names(namerowsy) colnames(final)=make.names(namecolsy) library(xlsx) write.xlsx(final, "d:/100,0.1,0%Finished.xlsx") par1<-output[,1:6] kelompok1<-rbind('X1X3', 'X2X3', 'X1X3G1', 'X2X3G1', 'X1X3G2', 'X2X3G2') boxplot(par1, names=kelompok1) par2<-output[,7:9] kelompok2<-rbind("R^2", "R^2G1", "R^2G2") boxplot(par2, names=kelompok2)
31 Lampiran 3. Perbandingan penduga koefisien peubah laten dan luaran PLS-PM pada model lokal 1 Model Lokal 1 (n=110) Peubah laten endogen Penyerapan
Peubah laten eksogen
Luaran FIMIX
R-kuadrat
0.546
0.563
0.976
Ketersediaan
-0.142 0.658
-0.149* 0.667*
0.949 0.379
R-kuadrat
0.245
0.233
0.009
Ketersediaan
-0.495
-0.483*
-0.095
Akses dan Pendapatan Akses dan Pendapatan
Model lokal 2 (n=5)
PLS-PM rerun (n=110)
32
33
34
RIWAYAT HIDUP
Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara yang dilahirkan di Cianjur pada tanggal 20 April 1989 oleh pasangan Suparman dan Rd Eti Haryati. Pada tahun 2004-2007 penulis tempuh di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Cianjur. Pada tahun 2007 penulis diterima di Jurusan Statistika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Islam Bandung (UNISBA). Penulis menyelesaikan perkuliahan Strata Satu dan mendapatkan predikan Sarjana Sains pada tahun 2011. Pada tahun 2012 penulis melanjutkan studi S2 di Program Statistika IPB berdasarkan arahan dari orang tua dan rekomendasi para dosen di UNISBA. Pada tahun 2014 sampai sekarang Penulis bekerja di Grup Penelitian dan Pengembangan BPJS Kesehatan. Penulis telah menghasilkan karya ilmiah yang telah diterbitkan pada Jurnal Berkala Ilmiah di International Journal of Engineering and Management Research (IJEMR) pada tahun 2016.