ABSTRAK
Khotimah, Nilam Nur. 2014.Korelasi pola asuh demokratis orang tua dan empati peserta didik dengan perilaku prososial peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo tahun pelajaran 2014/2015. Skripsi. Program Studi Pendidikan Agama Islam Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Ponorogo. Pembimbing: Drs. Ju’ Subaidi M.Ag.
Kata Kunci: pola asuh demokratis, empati, dan perilaku prososial.
Perilaku prososial adalah tindakan yang memberi manfaat pada orang lain dengan membantu, mendukung, dan mendorong pencapaian tujuan atau keberhasilan orang lain. Oleh karenanya di samping seseorang individu harus memahami orang lain dan memahami dirinya sendiri, ia juga harus memahami kehidupan bersama di dalam masyarakat, serta memahami lingkungan. Akan tetapi berdasarkan kajian penelitian terdahulu masih banyak ditemukan peserta didik yang asyik bermain telepon saat istarahat, ketika salah satu temannya jatuh malah ditertawakan tidak segera ditolong, dan jika ada salah satu temanya yang sakit tidak segera diajak ke UKS. Salah satu penyebabnya yaitu penerapan pola asuh domokratis orang tua yang kurang baik dan masih kurangnya empati peserta didik itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola asuh demokratis orang tua dan empati peserta didik dengan perilaku prososial peserta didik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo yang berjumlah 420 peserta didik. Pengumpulan data ini diambil dengan teknik dokumentasi dan angket. Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan rumus korelasi berganda.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada korelasi antara pola asuh demokratis orang tua dan empati peserta didik dengan perilaku prososial peserta didik. Tingkat korelasinya 11,217 lebih besar dari Ftabel pada taraf taraf kesalahan 5 %, maka harga F tabel sebesar 3,15 maka F hitung > F tabel = 3,15, yang artinya Ho ditolak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada korelasi yang signifikansi antara pola asuh demokratis orang tua dan empati peserta didik dengan perilaku prososial peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo Tahun Pelajaran 2014/2015.
1
2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pada kodratnya manusia itu adalah makhluk sosial, bukan makhluk individual, yaitu bertindak sesuai dengan kehendak masyarakat.1 Oleh karenanya, disamping seseorang individu harus memahami orang lain dan memahami dirinya sendiri, ia juga harus memahami kehidupan bersama didalam masyarakat, memahami lingkungan serta memahami bahwa ia adalah makhluk Tuhan. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak bisa lepas dari tolong menolong. Setinggi apapun kemandirian seseorang, pada saat-saat tertentu dia akan membutuhkan orang lain. Sepertinya, perbuatan menolong sudah menjadi kodrat yang harus dijalani setiap manusia selama masih hidup. Perilaku menolong atau dalam istilah psikologi dikenal dengan perilaku prososial adalah tingkah individu untuk menolong orang lain tanpa adanya keuntungan langsung bagi si penolong.2 Pengertian lain menyebutkan bahwa perilaku prososial adalah tindakan yang memberi manfaat pada orang lain dengan membantu, mendukung, dan mendorong pencapaian tujuan atau
1 2
tt), 123.
Cholil Mansyur, Sosiologi Masyarakat dan Desa (Surabaya: Usaha Nasional, tt), 19. Sarlito W. Sarwono dan Eko A. Meinarno, Psikologi Sosial (Jakarta: Salemba Humanika,
3
keberhasilan mereka.3 Dari pengertian tersebut dapat diartikan bahwa perilaku prososial sebagai perilaku yang mempunyai dampak memberikan kesejahteraan pada orang lain, tanpa mengharapkan timbal balik atau rasa pamrih. Perilaku ini tidak hanya bermanfaat untuk orang lain, tapi juga bagi pelakunya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan individu dalam berperilaku prososial. Menurut Sarlito W. Sarwono dan Eko A. Meinarno mengatakan bahwa faktor dalam diri juga mempengaruhi seseorang untuk mengambil tindakan menolong, diantaranya suasana hati, sifat, jenis kelamin, tempat tinggal, dan pola asuh. Tingkah laku sosial sebagai bentuk tingkah laku yang menguntungkan orang lain tidak terlepas dari peranan pola asuh didalam keluarga.4 Keluarga yang merupakan kelompok primer bagi remaja memiliki peran penting dalam pembentukan dan arahan perilaku remaja. Mengingat orang tua merupakan faktor penting dalam pembentukan pribadi remaja maka cara yang digunakan dalam mengasuh dan membimbing remaja tergantung pada sikap, pribadi dan kemampuan yang dimiliki oleh orang tua remaja tersebut. Orang tua memiliki berbagai macam fungsi yang salah satu diantaranya ialah mengasuh putra-putrinya. Dalam mengasuh anaknya, orang tua dipengaruhi oleh budaya yang ada di lingkungannya, karena itu orang tua mempunyai pengasuhan yang berbeda-beda. 3
Larry P. Nucci dan Darcia Narvaez, Handbook Pendidikan Moral dan Karakter Terj. Imam Baehaqie dan Derta Sri Widotami (Bandung: Nusa Media, 2008), 310. 4 Ibid., 138.
4
Terkait dengan pola pengasuhan menurut Braumind mengatakan ada tiga macam pola asuh orang tua yang mencakup pola pengasuhan otoriter, permisif, dan demokratis. Masing-masing gaya tersebut akan mewarnai emosi anak pada perkembanganya. 5 Jenis pola asuh yang responsif dan memberikan perhatian penuh tanpa mengekang kebebasanya adalah pola asuh demokratis. Dengan pola asuh demokratis, orang tua bersikap fleksibel, responsif, dan merawat. Orang tua melakukan pengawasan dan tuntutan, tetapi juga hangat, rasional, dan mau berkomunikasi. Anak diberi kebebasan, tetapi dalam peraturan yang memiliki acuan. Batasan-batasan tentang disiplin anak dijelaskan, boleh ditanyakan, dan dapat dirundingkan. Prinsip kedisiplinan menjadi cerminan dari sikap orang tua untuk memberdayakan anak. Serta mendorong perkembangan jiwa anak, mempunyai penyesuaian sosial yang baik, kompeten, dan mempunyai kontrol.6 Pola asuh yang demokratis secara signifikan juga memfasilitasi adanya kecenderungan anak untuk tumbuh menjadi seseorang yang mau menolong, yaitu melalui peran orang tua dalam menetapkan standar serta contoh-contoh tingkah laku menolong.7
5
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), 51-52. 6 Ibid., 138-139. 7 Sarlito, W. Sarwono dan Eko A. Meinarno, Psikologi Sosial, 138.
5
Dari uraian di atas dapat diasumsikan bahwa pengasuhan demokratis memberikan kelonggaran pada remaja dalam mengemukakan pendapat sendiri, mendiskusikan pandangan-pandangan mereka dengan orang tua, menentukan dan mengambil keputusan. Akan tetapi orang tua masih melakukan pengawasan dan bimbingan dalam hal mengambil keputusan terakhir bila diperlukan persetujuan orang tua. Dalam hal ini, peran orang tua memberikan pengasuhan yang bersifat bimbingan, dialogis, pemberian alasan terhadap aturan sangatlah besar dalam proses pembentukan perilaku yang suka menolong. Dengan pola asuh ini diasumsikan mendukung berkembangnya kemampuan remaja dalam perilaku prososial mereka. Berdasarkan dari teori di atas dapat diambil suatu pengertian bahwa pola asuh yang diterapkan oleh orang tua sejak dari masa anak-anak akan mempengaruhi suatu kepribadian dan pandangan seorang anak terhadap kejadian-kejadian yang terjadi di dalam hidupnya. Hal itu juga mempengaruhi tingkat prilaku prososial seorang anak. Segala sesuatu yang dilakukan oleh anak mempengaruhi keluarganya dan sebaliknya. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral dan pendidikan kepada anak. Pengalaman interaksi dalam keluarganya akan menentukan pola tingkah laku anak terhadap orang lain dalam masyarakat. Keluarga merupakan peletak dasar hubungan asosial anak, dan yang terpenting adalah pola asuh orang tua terhadap anak.
6
Adapun faktor lain yang mendasari perilaku prososial menurut Tri Dayaksini dan Hudaniah adalah self gain, personal values dan norms, empaty. Empati menjadi faktor yang mendasari perilaku prososial. Empati yaitu suatu kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau pengalaman orang lain.8 Menurut Daniel H. Pink kemampuan empati adalah kemampuan untuk membayangkan diri berada dalam posisi orang lain dan memahami dengan intuisi apa yang dirasakan orang lain. ia merupakan satu kemampuan untuk mengalami dari sudut pandang orang lain, melihat dengan matanya, dan merasakan hatinya.9 Empati dilandasi oleh kesadaran posisial (menempatkan diri) dimana kita membayangkan diri kita berada pada posisi orang lain yang tertimpa musibah atau kesulitan. Empati ini biasanya akan memunculkan rasa bahwa apa yang dirasakan orang lain seolah-olah kita mengalaminya sehingga akan mewujudkan tindakan-tindakan seperti, menolong, berbagi, dermawan. Ketika seseorang memiliki empati yang tinggi semakin tinggi pula motivasi seseorang untuk menolong daripada orang yang memiliki empati rendah. Jadi empati ini didasari berdasarkan kesadaran diri, semakin kita terbuka pada emosi diri kita, maka kita akam semakin bisa memahami perasaan orang lain.10
8
Tri Dayaksini dan Hudaniah, Psikologi Sosial (Malang: UMM Press, 2003), 178. Daniel H. Pink, Misteri Otak Kanan Manusia, terj. Rusli (Jogjakarta: Think, 2009), 207. 10 Daniel Goleman, Emotional intelegence, Terj. T. Hermaya (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama), 135. 9
7
Dari uraian di atas, tampak ada hubungan antara pola asuh demokratis orang tua dan empati peserta didik dengan perilaku prososial peserta didik. Akan tetapi, hal ini belum membuktikan, jika terdapat hubungan. Dalam konteks ini, peniliti melakukan penelitian di SMAN 1 Ponorogo. Berdasarkan observasi awal ditemukan masih banyak peserta didik yang cenderung asyik bermain HP ketika waktu istirahat, ketika salah satu temanya sakit tidak segera dibelikan obat atau diajak ke UKS, ditertawakan ketika ada salah satu kawanya yang jatuh atau terpleset.11 Dengan adanya fenomena di atas, menunjukkan bahwa perilaku prososial peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo masih kurang. Peneliti menduga bahwa perilaku prososial peserta didik masih kurang dikarenakan oleh pola asuh demokratis orang tua yang kurang diterapkan dengan baik dan empati peserta didik yang masih kurang. Untuk mengetahui hubungan antara masalah tersebut dengan pola asuh demokratis orang tua dan empati peserta didik, maka peneliti akan melakukan penelitian menggunakan dua variabel independen secara bersamaan dengan judul “Korelasi Pola Asuh Demokratis Orang Tua dan Empati Peserta Didik dengan Perilaku Prososial Peserta Didik Kelas XI SMAN 1 Ponorogo”.
11
Observasi pada tanggal 16-25 Oktober 2014 di SMAN 1 Ponorogo.
8
B. Batasan Masalah Banyaknya faktor atau variabel yang dapat dikaji untuk dalam penelitian ini. Namun karena luasnya bidang cakupan serta adanya berbagai keterbatasan yang ada baik waktu, dana, maupun jangkauan penulis, dalam penelitian ini tidak semua variabel ditindak lanjuti. Untuk itu, dalam penelitian ini dibatasi masalah pola asuh demokratis orang tua dan empati peserta didik dengan perilaku prososial peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo Tahun Pelajaran 2014/2015.
C. Rumusan Masalah Adakah korelasi antara pola asuh demokratis orang tua dan empati peserta didik dengan perilaku prososial peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo Tahun Pelajaran 2014/2015?
D. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui ada/tidaknya korelasi antara pola asuh demokratis orang tua dan empati peserta didik dengan perilaku prososial peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo Tahun Pelajaran 2014/2015.
E. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dalam bidang psikologi mengenai hubungan pola asuh demokratis orang tua
9
dan empati peserta didik dengan perilaku prososial peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo, sehingga memperkaya teori di bidang psikologi, diantaranya adalah psikologi sosial dan psikologi perkembangan. 2.
Praktis a.
Bagi Guru Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan referensi dalam upaya mendidik, membimbing dan mengarahkan anak didik agar memiliki akhlak yang baik.
b.
Bagi Peserta Didik Sebagai motivasi untuk memperbaharui dan meningkatkan dalam berperilaku sesuai kaidah islam.
c.
Bagi Orang Tua Sebagai bahan masukan dalam upaya mendidik dan menjadi teladan yang bagi anaknya, serta dapat menerapkan pola asuh demokratis dengan baik.
d.
Bagi Peneliti Hasil
penelitian
ini
diharapkan
dapat
menambah
dan
memperluas wawasan dalam berpikir dan mendapat pengalaman lasung dari penilitian untuk memperoleh kebenaran yang sesungguhnya mengenai korelasi gaya pengasuhan demokratis orang tua dan empati peserta didik dengan perilaku prososial peserta didik.
10
F. Sistematika Pembahasan Untuk memudahkan penyususnan skripsi ini, maka pembahasan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi lima bab yang masing-masing bab terdiri dari sub-sub sistematif skripsi ini adalah: Bab pertama , pendahuluan, pada bab ini diberikan penjelasan secara umum dan
gambaran tentang skripsi ini. Sedang penyusunanya terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika pembahasan serta telaah pustaka. Bab kedua, landasan teori yang meliputi pengertian orang tua, pengertian pola
asuh, macam-macam pola asuh orang tua, ciri-ciri anak berdasarkan pola asuh orang tua, pengertian empati, aspek-aspek empati, cara-cara menumbuhkan empati, manfaat empati, pengertian perilaku prososial, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku prososial, cara meningkatkan perilaku prososial, tahapan-tahapan dalam perilaku prososial. Telaah hasil penelitian terdahulu, kerangka berfikir, dan pengajuan hipotesis. Bab ketiga , berisi tentang metode penelitian yaitu rancangan penelitian, populasi
dan sampel, instrumen pengumpul data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data. Bab keempat, berisi tentang temuan dan hasil penelitian. Bab ini berisi gambaran
umum lokasi penelitian, deskripsi data, analisis data atau pengujian hipotesis, pembahasan dan interprestasi.
11
Bab kelima , berisi penutup. Bab ini dimaksudkan untuk memudahkan bagi
pembaca yang akan mengambil inti sari dari skripsi ini, yang berisi kesimpulan dan saran.
12
BAB II LANDASAN TEORI, TELAAH HASIL PENELITIAN TERDAHULU, KERANGKA BERFIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori 1.
Pola Asuh Demokratis Orang Tua a.
Orang Tua Orang tua merupakan pendidikan utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga.12 Dalam pengertian psikologis, keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota masyarakat adanya pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling memperhatikan, dan saling menyerahkan diri.13 Orang tua yang baik adalah ayah-ibu yang pandai menjadi sahabat dan teladan bagi anaknya sendiri. Karena sikap bersahabat dengan anak mempunyai peranan besar dalam mempengaruhi jiwanya. Bersikap layaknya sahabat bisa dilakukan dengan menyediakan waktu
12
Zakiah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 35. Moch. Schohib, Pola Asuh Orang Tua untuk Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), 17. 13
13
untuk anak, menemani anak dalam suka dan duka, memilihkan teman yang baik untuk anak dan bukan membiarkan anak memilih teman sesuka hatinya tanpa petunjuk bagaimana cara memilih teman yang baik.14 Orang kelangsungan
tua
mempunyai
hidup
tanggung
anak-anaknya,
jawab
termasuk
dalam
segala
tanggung
jawab
pendidikan mendidik anak-anak mereka. Mendidik anak berarti mempersiapkan anak untuk menghadapi kehidupan dimasa yang akan datang. Saran Faramarz, bahwa orang tua yang ingin mempersiapkan anaknya untuk masa depan, harus mengajarkan cara hidup yang menarik. Memberi nasehat pada anak harus dilakukan jika perilaku anak kurang baik. Akan tetapi pemberian nasehat harus dilakukan pada waktu yang tepat, dengan sikap yang bijaksana, jauh dari kekerasan dan kebencian.15 Karena bagi anak, orang tua adalah model atau panutan yang ditiru oleh anak-anaknya. Sebagai model, orang tua sudah sepantasnya memberikan contoh atau teladan yang baik yang mencerminkan akhlak yang mulia bagi anaknya.
14
Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), 55. 15 Ibid.,
14
b. Pengertian Pola Asuh Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pola diartikan sebagai sistem, cara kerja, bentuk struktur yang tetap.16 Sedangkan kata asuh memiliki arti menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil.17 Menurut Mansur, “ pola asuh adalah cara terbaik orang tua dalam mendidik anak-anaknya sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab anak-anaknya”.18 Dalam
Quantum
Parenting,
Muhammad
Takdir
Ilahi
mengatakan bahwa “Pola asuh merupakan bagian dari proses pemeliharaan anak dengan menggunakan teknik dan metode yang menitik beratkan pada kasih sayang dan ketulusan cinta yang mendalam dari orang tua”.19 Sebagaimana Menurut
Singgih D. Gunarsa, ia
mengatakan: Orang tua terutama dapat memainkan peranan penting dan mempengaruhi anak-anak mereka ke arah perilaku yang positif. Misalnya, orang tua dapat menjadikan kegiatan menonton televisi sebagai pengalaman yang memperkaya keharmonisan seluruh anggota keluarga. Oleh karena orang tua yang meme16
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), 885. 17 Ibid., 73. 18 Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 350. 19 Muhammad Takdir Ilahi, Quantum Parenting : Kiat Sukses Mengasuh Anak Secara Efektif dan Cerdas (Jogjakarta: Ar-ruz Media, 2013), 133.
15
gang kendali dalam lingkungan mikrosistem keluarga, maka ayah dan ibu dapat memaksimalkan pengaruh positif bagi anakanak dan menjadi model bagi anak-anaknya, sehingga mereka mendapat tokoh panutan identifikasi yang baik.20 Berdasarkan beberapa pengertian tentang pola asuh yang dikemukakan oleh para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pola asuh adalah sikap yang dilakukan orang tua yaitu ayah dan ibu dalam berinteraksi dengan anaknya. Sebagai rasa tanggung jawabnya yang mencakup
melindungi
anak,
memberikan
tempat
perlindungan,
memberikan kasih sayang dan perhatian pada anak yang akan berpengaruh pada pembentukan kepribadian anak. Ini karena ayah dan ibu merupakan modal awal bagi anak dalam berhubungan dengan orang lain.
c.
Macam-macam Pola Asuh Orang Tua Metode asuh yang digunakan oleh orang tua kepada anak menjadi faktor utama yang menentukan potensi dan karakter seorang anak. Ada banyak jenis pola asuh orang tua yang sering menjadi pedoman bagi siapa saja yang ingin mencetak generasi paripurna untuk diandalkan bagi kemajuan bangsa kedepan. Berkaitan dengan jenis pola asuh orang tua para ahli mengemukakan pendapat-pendapat yang berbeda-beda. Menurut Diana
20
Singgih D. Gunarsa, Dari Anak Sampai Usia Lanjut (Jakarta: Gunung Mulia, 2006), 183.
16
Baumrind, ada empat jenis gaya pengasuhan orang tua yang berkaitan dengan berbagai aspek yang berbeda dari perilaku remaja, diantaranya:21 1) Pengasuhan Otoritarian
adalah
gaya
yang membatasi
dan
menghukum. Dimana orang tua mendesak anak untuk mengikuti arahan dari orang tua dan menghormati pekerjaan dan arahan dari orang tua mereka. Orang tua yang otoriter menerapkan batas dan kendali yang tegas pada anak. 2) Pengasuhan otoritatif adalah mendorong anak untuk mandiri namun masih menerapkan batas dan kendali pada tindakan mereka. Tindakan verbal memberi dan menerima dimungkinkan, dan orang tua bersikap hangat dan penyayang terhadap anak. 3) Pengasuhan yang mengabaikan adalah gaya dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Anak yang memiliki orang tua yang mengabaikan merasa bahwa aspek lain kehidupan orang tua lebih penting dari diri mereka. 4) Pengasuhan yang menuruti adalah gaya pengasuhan dimana orang tua sangat terlibat dengan anak, namun tidak terlalu menuntut atau mengontrol mereka. Orang tua macam ini membiarkan anak melakukan apa yang ia inginkan.
21
John, W. Santrock, Perkembangan Anak, Edisi ke Tujuh, Jilid Dua, Terj. Erlangga (Surabaya: Erlangga, 2007), 15-16.
17
Sedangkan menurut Hurlock yang dikutip oleh Chabib Thoha, ada tiga macam pola asuh orang tua yaitu:22 1)
Pola asuh otoriter Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang ditandai dengan cara mangasuh anak yang menggunakan aturan-aturan ketat, seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya (orang tua) kebebasan untuk bertindak atas nama diri sering dibatasi. Anak jarang diajak berkomunikasi dan diajak ngobrol, bercerita, serta bertukar pikiran dengan orang tua. Orang tua malah menganggap bahawa sikap yang dilakukanya itu sudah benar sehingga tidak perlu anak dimintai pertimbangan atas semua keputusan yang menyangkut permasalahan anak-anaknya.
2)
Pola asuh demokratis Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang ditandai dengan pengakuan orang tua terhadap anak-anaknya, dan kemudian anak diberi kesempatan untuk tidak selalu tergantung pada orang tua. Ciri-ciri pola asuh demokratis: a) Orang tua memberi sedikit kebebasan pada anak b) Mendorong anak untuk mandiri
22
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam, 35.
18
c) Orang tua memperhatikan dan mendengarkan saat anak bicara d) Adanya dialog antara orang tua dan anak e) Anak dilibatkan dalam pembicaraan terutama yang menyangkut dengan kehidupan anak itu sendiri. 3)
Pola asuh laisses fire Pola asuh ini adalah pola asuh dengan cara orang tua mendidik anak secara bebas, anak dianggap orang dewasa atau muda, ia diberikan kelonggaran seluas-luasnya apa saja yang dikehendaki. Kontrol orang tua terhadap anak sangat lemah, juga tidak memberikan bimbingan pada anaknya, semua yang dilakukan anak adalah benar dan tidak perlu mendapat teguran, arahan, dan bimbingan. Dari berbagai macam pola asuh diatas masing-masing memiliki
kelebihan dan kekuranganya masing-masing tergantung bagaimana orang tua mempraktikkanya. Karena setiap pola asuh yang diberikan orang tua kepada anak akan mewarnai perkembangan watak anak nantinya.
19
d. Ciri-ciri Anak Berdasarkan Pola Asuh Orang Tua Dalam pola asuh orang tua terhadap anak, ada tiga gaya yang umum digunakan oleh orang tua, yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokratis dan pola asuh permisif. Masing-masing gaya tersebut akan mewarnai emosi anak pada perkembanganya.
1) Ciri-ciri anak dengan pola asuh otoriter Menurut Braumind sebagaimana dikutip oleh Yusuf dalam bukunya Psikologi Perkembangan, perilaku anak yang orang tuanya bersikap otoriter yaitu: mudah tersinggung, penakut, pemurung, mudah terpengaruh, mudah stress, tidak mempunyai arah masa depan yang jelas, tidak bersahabat.23 Pada intinya sikap anak yang mendapatkan pola asuh permisif biasanya kurang memiliki inisiatif, dan cenderung tidak taat. 2) Ciri-ciri anak dengan pola asuh demokratis Menurut Baldwin sebagaimana dikutip oleh Yusuf, anakanak dari orang tua yang demokratis menimbulkan ciri-ciri: bersikap bersahabat, bersikap sopan, mau bekerja sama, memiliki rasa ingin tahunya yang tinggi, berorientasi terhadap prestasi, memiliki rasa percaya diri.24 Anak yang mendapat pengasuhan
23 24
Samsu Yusuf, Psikologi Perkembangan, 51. Ibid., 52.
20
demokratis biasanya bersikap bersahabat dan memiliki rasa percaya diri yang tinggi. 3) Ciri-ciri anak dengan pola asuh permisive Menurut Braumind sebagaimana dikutip oleh Yusuf, anakanak dengan pola asuh permisif memiliki ciri-ciri: bersikap implusif dan agresif, suka memberontak, suka mendominasi, tidak jelas arah hidupnya, dan prestasi rendah.25 Orang tua yang mengasuh anaknya dengan gaya permisif biasanya melahirkan sifat anak yang sulit mengendalikan diri dan suka memberontak.
2.
Empati a.
Pengertian Empati Dalam kamus psikologi Empati adalah pemroyeksian perasaan sendiri pada satu kejadian, satu objek alami, atau satu karya estetik.26 E. B. Titcheler, seorang ahli psikologi Amerika berpendapat pertama kalinya pada tahun 1920-an, istilah “mikro motor” merupakan asli kata empati. Makna ini sedikit berbeda dengan pengenalan awalnya kedalam Bahasa Inggris dari kata Yunani emphateia, “íkut merasakan”, istilah yang pada awalnya digunakan para teoritikus estetika untuk kemampuan memahami pengamalan subyektif orang lain. Teori
25 26
Ibid., JP Chalpin, Kamus Lengkap Psikologi (Jakarta: Grafindo Persada, 1999), 165.
21
Tictchener adalah bahwa empati berasal dari semacam peniruan secara fisik atas beban orang lain, yang kemudian menimbulkan perasaan serupa dalam diri seseorang.27 Empati merupakan arti kata dari “einfuhlung” yang dipakai oleh para psikolog Jerman secara harfiah artinya “merasakan ke dalam”. Empati berasal dari kata Yunani yaitu “pathos”, yang berarti perasaan yang mendalam dan kuat yang mendekati penderitaan, dan kemudian diberi awalan “in”. Kata ini paralel dengan “simpati” atau kecenderungan hati. Empati adalah mengacu pada keadaan identifikasi kepribadian yang lebih mendalam kepada seseorang.28 Menurut Nana Syaodih Sukmadinata ia menyatakan bahwa “empati merupakan suatu kondisi perasaan bila seseorang berada dalam situasi orang lain, dalam bahasa inggrisnya feeling into another person”.29 Dalam buku Emotional Question karya Steven J. Stein dan Howard E. Book menyebutkan bahwa: Empati adalah menyelaraskan diri (peka) terhadap apa, bagaimana, dan latar belakang perasaan dan pikiran orang lain sebagaimana orang tersebut merasakan dan memikirkannya. Bersikap empatik artinya mampu membaca orang lain dari
27
Daniel Golmen, Emotional Intelegence , 138-139. Zulfan Saam, Psikologi Konseling (Jakarta: Raja Grafindo Persada, tt), 39. 29 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), 79. 28
22
sudut pandang emosi. Orang yang empatik peduli pada orang lain dan memperlihatkan minat dan perhatian pada mereka.30 Sebagaimana yang diungkapkan oleh Freud, ia menyatakan bahwa: Empati adalah kemampuan mengindra perasaan seseorang sebelum yang bersangkutan mengatakanya merupakan intisari empati. Orang jarang mengungkapkan perasaan mereka dengan kata-kata; sebaliknya, mereka memberi tahu kita dengan nada suara, ekspresi wajah, atau cara-cara nonverbal lain. kemampuan memahami cara-cara komunikasi yang samar ini dibangun diatas kecakapan yang mendasar, khususnya kesadaran diri dan kendali diri. tanpa kemampuan mengindra perasaan kita sendiri atau menjaga agar perasaan itu tidak me ombang-ambingkan perasaan, seseorang tidak akan mungkin peka terhadap suasana hati orang lain.31 Dari beberapa pendapat yang diungkapkan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa empati adalah kemampuan seseorang untuk memahami apa yang sedang dialami orang lain sekaligus tindakan untuk meringankan kesulitan orang lain. Empati ini menimbulkan perasaan untuk membantu meringankan kesulitan orang lain.
b. Aspek-aspek Empati
1) Kemampuan menyesuaikan/menempatkan diri
30
Steven J. Stein dan Howard E. Book, EQ: 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional Meraih Sukses (Bandung: Mizan Media Utama, 2002), 139. 31 DanieL Goleman, Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999), 214.
23
Memiliki kemampuan menyesuaikan/menempatkan diri dengan keadaan diri dengan orang lain. Hal tersebut mencerminkan kepribadian yang pandai berempati. 2) Kemampuan menerima keadaan, posisi atau keputusan orang lain Hasil dari apa yang dilihat, diperhatikan, dirasakan, memengaruhi keputusan diri untuk bisa menerima atau menolak. 3) Perhatian Orang-orang yang berempati biasanya adalah orang-orang yang memiliki kepedulian dan perhatian terhadap banyak hal yang terjadi disekitarnya, kemudian ia merasakan dan berempati. 4) Kemampuan memahami posisi dan keadaan orang lain Setelah melihat, mendengar, memerhatikan, orang akan mendapatkan pemahaman sehingga orang tersebut bersikap sebagaimana orang lain menginginkanya bersikap.32
c.
Cara-cara Menumbuhkan Empati Terdapat
beberapa
cara
yang
dapat
dilakukan
untuk
mengembangkan ketrampilan perilaku individu dalam menumbuhkan sikap empati, diantaranya sebagai berikut:33
32 33
Zulfan Saam, Psikologi Konseling , 46. Steven J. Stein dan Howard E. Book, EQ, 143-147.
24
1) Mempelajari ketrampilan komunikasi non
verbal, misalnya
berkomunikasi melalui pandangan mata, ekspresi wajah, gerakgerik, posisi tubuh, dan sejenisnya. 2) Mempelajari ketrampilan komunikasi verbal, misalnya mengajukan permintaan dengan jelas, mendeskripsikan sesuatu kepada orang lain dengan jelas, menanggapi kritik secara efektif, menolak pengaruh negatif, mendengarkan orang lain dan ikut serta dalam kelompok-kelompok kegiatan positif yang banyak menggunakan komunikasi verbal. 3) Menahan emosi Jika seseorang termasuk tipe orang yang cepat marah, mengapa tidak belajar mengukur suhu emosinya seberapa sebelum terlanjur meningkat mencapai titik didihnya?. Pengukuran ini dapat berfungsi sebagai radar atau sistem peringatan awal yang memandu dirinya manakala tengah berinteraksi dengan orang lain dengan cara mengirimkan sinyal sehingga bisa mengendalikan lingkungan dengan lebih baik.
d. Manfaat Empati Terdapat beberapa manfaat jika seseorang mampu memahami perasaan orang lain atau memiliki sikap empati diantaranya:
25
1) Ketika kita memiliki empati maka akan membina perasaan kita bagaiman mengelola emosi saat kejadian yang sama menimpa kita. Empati
dilandasi
oleh
kesadaran
posisial
dimana
dirinya
membayangkan berada pada posisi orang lain yang tertimpa musibah atau kesulitan itu. Terbayang didalam pikiran bahwa apa yang dialami orang lain tidak mustahil terjadi pada dirinya, karena roda kehidupan manusia tidak selamanya berputar pada satu sisi saja. Jadi kesadaranlah yang membedakan empati dengan penularan emosi. Upaya menghayati apa yang dialami orang lain akan memperkaya kognisi terhadap berbagai hal yang terjadi dalam kehidupan, yakni bahwa jika sesuatu menimpa dirinya saat ini sebenarnya adalah bagian dari apa yang telah dialami orang lain. 2) Empati yang dalam akan melahirkan pertolongan yang tulus. Oleh karena itu, bukan mustahil jika Rasulullah saw. Menetapkan hak dan kewajiban setiap muslim terhadap muslim yang lain, yaitu memberi
atau
menjawab
salam
ketika
bertemu,
menjawab/menghadiri undangan, memberi nasehat jika diminta, menjenguk
jika
sakit,
dan
mengantarkan
keperistirahatan
terakhirnya jika meninggal dunia, adalah dalam kerangka itu. Hakhak atau kewajiban tersebut sesungguhnya bertujuan memancing
26
rasa empati pada tiap individu untuk menjadi bagian dalam masalah orang lain.34 3) Jika seseorang memiliki empati akanmenghindarkan keputusan yang salah ketika menghadapi seseorang yang etrkena kesulitan. Dia akan lebih tau bagaiman seharusnya menghadapinya. Empati (Interpersonal understanding), perlu diberdayakan setiap saat, mulai dari lingkup terkecil sampai lingkup perusahaan dan pemerintahan. Tidak semua orang sanggup mengungkapkan apa yang terasa karena kebanyakan mereka memilih untuk tidak berterus terang mengenai betapa terluka dan kesepianya mereka. Tetapi cepat atau lambat, perasaan itu bisa terungkap melalui nada suara saat berbicara, gerakan mata, atau mimik wajah, dan seluruh bahasa tubuh.35 4) Jika seseorang memiliki sikap empati niscaya Allah akan melimpahkan karunia-Nya. Para pemimpin yang berempati akan melahirkan solidaritas lalu menular menjadi satu kesadaran kolektif. Kepemimpinan adalah keteladanan dan sikap yang sangat penuh perhatian kepada yang dipimpinya. Sudah merupakan hukum alam yang universal (Ar-rahman) bahwa Allah akan memberikan
34
Darwis Hude, Emosi: Penjelajahan Religio-Psikologis tentang Emosi Manusia di dalam al-Qur’an (Surabaya: Erlangga, 2006), 274-275. 35 Ratna Sulistami dan Erlinda Manaf Mahdi, Universal Intelegence (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006), 278.
27
karunia-Nya. Bila dalam satu negeri, penduduk dan para pemimpinya memiliki nilai takwa (bertanggung jawab) dan berempati.36
3.
Perilaku Prososial a.
Pengertian Perilaku Prososial Dalam khasanah psikologi, istilah tingkah laku prososial bukanlah hal yang baru. Sejumlah ahli telah berusaha mempelajari tingkah laku tersebut dan mencoba untuk merumuskan definisi yang dianggap dapat memberikan penjelasan.37 Menurut Faturochman perilaku prososial adalah “perilaku yang memiliki konsekuensi positif pada orang lain”.38 Shelley E. Taylor berpendapat “perilaku prososial adalah perilaku membantu orang lain, terlepas dari motif si penolong”.39 Dalam “Psikologi Sosial”, Robert A. Baron dan Dony Byrne menyebutkan “perilaku prososial adalah suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan
36 37
Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), 35. Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009),
235. 38
Faturachman, Pengantar Psikologi Sosial (Yogyakarta: Pinus, 2006), 74. Shelley E. Taylor dkk, Psikologi Sosial, Terj. Tri Wibowo (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), 457. 39
28
langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan mungkin bahkan melibatkan suatu resiko bagi orang yang menolong.”40 Menurut William ia menyatakan bahwa perilaku prososial secara lebih rinci sebagai perilaku yang memiliki kemungkinan lebih banyak untuk mengubah keadaan fisik atau psikologis penerima bantuan dari kurang baik menjadi lebih baik. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa perilaku prososial bertujuan untuk membantu meningkatkan well being orang lain.41
Berdasarkan beberapa pengertian tentang perilaku prososial yang dikemukakan oleh para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku prososial adalah perilaku sosial yang sangat menguntungkan atau membuat kondisi orang lain menjadi lebih baik, yang dilakukan atas dasar suka rela.
b. Bentuk-bentuk Perilaku Prososial Sebagaimana yang dinyatakan oleh Tri Dayaksini dan Hudaniah bahwa perilaku prososial secara lebih lanjut mencakup:42
40
1)
Sharing (membagi).
2)
Cooperative (kerjasama).
Robert A. Baron dan Donn Byrne, Psikologi Sosial, Terj. Ratna Djuwita (Surabaya: Erlangga, 2003), 92. 41 Tri Dayaksini dan Hudaniah, Psikologi Sosial (Malang: UMM Press, 2003), 177. 42 Ibid.,
29
3) Donating (menyumbang). 4) Helping (menolong). 5) Generosity (kedermawanan), serta mempertimbangkan hak dan kewajiban orang lain.
c.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Prososial Perilaku prososial sebagi salah satu tindakan membantu atau menolong untuk perkembanganya
meringankan didukung
beban oleh
orang
lain
beberapa
tentu
dalam
faktor
yang
mempengaruhinya. Menurut David O. Sears bahwa faktor penentu perilaku prososial yang spesifik adalah sebagai berikut:43 1) Situasi a) Kehadiran orang lain. b) Kondisi lingkungan. c) Tekanan waktu. 2) Penolong a) Faktor kepribadian. b) Suasana hati. c) Rasa bersalah. d) Distres diri dan rasa empatik.
43
David O. Sears, Psikologi Sosial Terj. Michael Adryanto (Surabaya: Erlangga, tt), 61-71.
30
3) Orang yang membutuhkan a) Menolong orang yang kita sukai. b) Menolong orang yang pantas ditolong. Menurut Jenny Mercer dan Debbie Clayton, faktor-faktor yang dapat menghambat atau meningkatkan perilaku prososial adalah sebagai berikut:44 1) Siapa yang membutuhkan pertolongan Apakah seorang teman atau orang yang tidak dikenal untuk menolong teman. Kita lebih cepat untuk menolong teman. 2) Kesamaan Kita lebih mungkin menolong seseorang yang kita anggap sama dengan kita, misalnya dalam ras, gender, dan pakaian. 3) Atribusi atas penyebab kesulitan Jika seseorang dianggap mengalamai suatu insiden karena kesalahanya sendiri (misalnya, seorang pemabuk yang terjatuh dijalan versus seorang perempuan tua yang terpleset atas lapisan es), maka kita akan kurang mungkin untuk menolong. 4) Menimbang kerugian dan manfaat Sebagian besar dari proses pengambilan keputusan, individu menimbang kerugian yang dianggapnya akan ditanggung
44
Jenny Marcer dan Debbie Clyton, Psikologi Sosial, Terj. Noermalasari Fajar Widuri (Surabaya: Erlangga, 2012), 123-125.
31
jika menolong (misalnya, waktu) dibanding kerugian jika tidak menolong (misalnya, merasa bersalah). Kita akan memilih respons yang memberikan kerugian yang ditanggung rendah dan kerugian karena tidak menolong tinggi. Tri Dayaksini dan Hudaniah menyatakan bahwa faktor yang mendasari perilaku prososial adalah: 1) Self –Gain Harapan seseorang untuk memperoleh atau menghindari kehilangan sesuatu, misalnya ingin mendapatkan pengakuan, pujian, atau takut dikucilkan. 2) Personal values and norms Adanya nilai-nilai dan norma sosial yang diinternalisasikan oleh individu selama mengalami sosialisasi dan sebagian nilai-nilai serta norma tersebut berkaitan dengan tindakan prososial, seperti berkewajiban menegakkan kebenaran dan keadilan serta adanya norma timbal balik.45 Perilaku prososial menjadi bagian dari aturan atau norma sosial. Tiga norma yang paling penting bagi perilaku prososial adalah: tanggung jawa sosial, saling ketimbalbalikan, dan keadaan sosial. Norma tanggung jawab sosial menentukan bahwa seharusnya kita membantu orang lain yang bergantung pada kita. 45
Tri dayaksini dan Hudaniah, Psikologi Sosial, 178.
32
Norma timbal balik menyatakan bahwa kita harus menolong orang yang menolong kita.
Kelompok manusia juga mengembangkan
norma keadilan sosial, aturan tentang keadilan dan pembagian sumber daya secara adil.46 3) Emphaty Kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau pengalaman orang lain. Kemampuan untuk empati ini erat kaitanya dengan pengambilan peran. Jadi masyarakat mampu melakukan empati, individu harus memiliki kemampaun untuk pengambilan peran.47 Sebagaimana yang dikutip oleh Sarlito W. Sarwono dan Eko A. Maniarno menyatakan bahwa pengaruh faktor dalam diri yang mempengaruhi perilaku prososial sebagai berikut:48 1) Suasana hati Emosi seseorang dapat mempengaruhi kecenderunganya untuk menolong orang lain. 2) Sifat
46
David O. Seras dkk, Psikologi Sosial, Terj. Michael Adryanto (Jakarta: Erlangga, tt) 50-
52. 47 48
Tri Dayaksini dan Hudaniah, Psikologi Sosial, 156. Sarlito E. Sarwono dan Eko A. Meinarno, Psikologi Sosial, 134-138.
33
Beberapa penelitian membuktikan terdapat hubungan antara karakteristik seseorang dengan kecenderunganya untuk menolong. 3) Jenis kelamin Peranan gender tarhadap kecenderungan seseorang untuk menolong sangat bergantung pada situasi dan bentuk pertolongan yang dibutuhkan. 4) Tempat tinggal Orang yang tinggal di daerah pedesaan cenderung lebih penolong dari pada orang yang tinggal di daerah perkotaan. 5) Pola asuh Tingkah laku sosial sebagai bentuk tingkah laku yang menguntungkan orang lain tidak terlepas dari peranan pola asuh dalam keluarga. Pola asuh yang bersifat demokratis secara signifikansi memfasilitasi adanya kecenderungan anak untuk tumbuh menjadi seseorang yang menolong.
d. Cara Meningkatkan Perilaku Prososial Menurut Faturachman dalam bukunya Pengantar Psikologi Sosial menyebutkan bahwa cara meningkatkan perilaku prososial
sebagai berikut:49
49
Faturochman, Pengantar Psikologi Sosial, 79-80.
34
1) Menghilangkan ketidakjelasan identitas Dari penelitian-penelitian yang pernah dilakukan antara lain disimpulkan bahwa oarang yang tidak cepat memberi pertolongan adalah karena gejala kekaburan tanggung jawab. Berkaitan dengan ketidakjelasan tanggung jawab ini ada juga kekaburan identitas. Orang yang tidak memberi pertolongan ketika terjadi suatu kecelakaan tidak akan merasa bersalah apabila identitasnya tidak diketahui. Sebaliknya, orang yang sudah dikenal baik oleh suatu lingkungan
tertentu
apabila
melihat
suatu
keadaan
yang
membutuhkan pertolongan, ia dengan segera akan melakukanya. Hal ini biasanya berkaitan dengan usaha untuk menjaga nama baik. 2) Pemberian atribut Orang yang sudah dikenal lebih sulit menghindar dari tanggung jawab menolong, apalagi kalau orang tersebut memiliki atribut sebagai orang yang suka menolong. Atribut pada mulanya merupakan atribut eksternal, lama-kelamaan akan menjadi atribut internal. Atribut internal sangat efektif untuk memunculkan perilaku menolong. 3) Sosialisasi Disamping pemberian atribut, melalui sosialisasi akan juga menumbuhkan sifat suka menolong pada seseorang. Sosialisasi biasanya diawali dengan perintah. Disamping itu, salah satu cara
35
yang efektif adalah dengan modelling. Efektifitas modelling terlihat dengan adanya kecenderungan pada saat ada yang memulai memberi pertolongan, maka akan diikuti oleh banyak orang untuk ikut menolong.
e.
Tahapan-tahapan dalam Perilaku Prososial Ketika menghadapi suatu situasi tentu mempertimbangkan beberapa hal yang harus diputuskan, diantaranya:50 1) Perhatian Langkah pertama dalam memberikan pertolongan adalah menyadari seseorang sedang membutuhkan bantuan atau paling tidak menyadari situasi darurat tersebut. 2) Interprestasi Menyadari kebutuhan orang lain merupakan tahap yang penting dalam perilaku menolong, namun hal itu saja berjumlah cukup. Seseorang haruslah mengartikan makna dari hal tersebut. 3) Mengambil tanggung jawab Jika
pertolongan
diperlukan,
maka
siapakah
yang
bertanggung jawa untuk menolong? Jika seseorang menyadari ada orang lain disekitarnya, maka sangatlah mudah untuk memberikan tanggung jawab tersebut kepada mereka. Kebingungan mengenai
50
Suryanto, Pengantar Psikologi Sosial (Surabaya: AUP, 2012), 184-189.
36
tangung jawab tidak akan terjadi jika sama individu yakin bahwa hanya merekalah yang sadar akan kebutuhan korban atau orang yang membutuhkan pertolongan. 4) Kepuasan untuk menolong Setelah yakin memiliki tanggung jawab untuk memberikan pertolongan, maka seseorang harus memutuskan bagaimanakah ia akan memberikan pertolongan. 5) Melaukan pertolongan Tahapan terakhir dalam memberikan pertolongan adalah bertindak. 4.
Hubungan Pola Asuh Demokratis Orang Tua dengan Perilaku Prososial Peserta Didik. Tingkah
laku
sosial
sebagai
bentuk
tingkah
laku
yang
menguntungkan orang lain tidak terlepas dari peranan pola asuh didalam keluarga.51 Keluarga merupakan kelompok primer bagi remaja memiliki peran penting dalam pembentukan dan arahan perilaku remaja. Mengingat orang tua merupakan faktor penting dalam pembentukan pribadi remaja maka cara yang digunakan dalam mengasuh dan membimbing remaja tergantung pada sikap, pribadi dan kemampuan yang dimiliki oleh orang tua remaja tersebut.
51
Sarlito W. Sarwono dan Eko A. Meinarno, Psikologi Sosial, 138.
37
Terkait bagaimana orang tua mengasuh anak, para pakar berbeda pendapat mengenai jenis pola asuh orang tua, yang masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda pula. Salah satunya yaitu pola asuh demokratis orang tua. Pola asuh demokratis ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku prososial peserta didik. Hal ini sesuai yang dinyatakan oleh Sarlito Sarwono dan Eko Meinarno bahwa “pola asuh yang bersifat demokratis secara signifikan memfasilitasi adanya kecenderungan anak untuk tumbuh menjadi seseorang yang mau menolong”.52 Pola asuh otoritatif (demokratis) merupakan pola asuh yang menanamkan pentingnya peraturan, norma, dan nilai-nilai, tetapi mereka bersedia untuk mendengarkan, menjelaskan, dan bernegosiasi dengan anak. Disiplin yang mereka lakukan lebih bersifat verbal yang merupakan sesuatu yang efektif. Orang tua yang menunjukkan atau menyatakan kekecewaan mereka atas tindakan anak remaja yang mengecewakan mereka akan lebih memotivasi remaja untuk bertindak lebih hati-hati di kemudian hari daripada orang tua yang menghukum dengan keras. Pola pengasuhan ini merupakan salah satu pengasuhan yang paling efektif untuk mencegah delinkuensi bagi remaja. Remaja yang dibesarkan dengan pola asuh ini akan merasakan suasana rumah yang penuh rasa saling menghormati, penuh apresiasi, kehangatan, penerimaan, dan adanya
52
Ibid.,
38
konsistensi pengasuhan dari orang tua mereka. Dengan demikian, mereka akn lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan mereka.53 Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa peserta didik yang mendapatkan pola asuh demokratis dari orang tua dapat meningkatkan perilaku prososialnya, karena mereka merasa diperhatikan, dihargai, dan senantiasa diberikan contoh dan arahan.
5.
Hubungan Empati dengan Perilaku Prososial Peserta Didik Melalui empati seseorang akan memahami orang lain. Merasakan rintihan dan merasakan debar jantungnya, sehingga mereka mampu beradaptasi dengan merasakan kondisi dan batiniah dari orang lain.54 Empati merupakan respons yang kompleks, meliputi komponen afektif dan kognitif. Dengan komponen afektif, berarti seseorang dapat merasakan apa yang orang lain rasakan dan dengan komponen kognitif seseorang mampu memahami apa yang orang lain rasakan beserta alasanya.55 Empati berarti perasaan simpati dan perhatian kepada orang lain, khususnya pada orang yang menderita. Empati ini akan terjadi ketika pengamat berfokus pada kebutuhan dan emosi dari korban.56 Perilaku prososial sebagai tindakan yang yang memiliki maksud untuk 53
menyokong
kesejahteraan
orang
lain.
Singgih D. Gunarsa, Dari Anak Sampai Usia Lanjut, 280-281. Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah , 34-35 55 Sarlito Sarwono dan Eko A. Meinarno, Psikologi Sosial, 128. 56 Shelley E. Taylor dkk, Psikologi Sosial, 173.
54
dengan
demikian
39
kedermawanan, persahabatan, kerjasama, menyelamatkan, dan pengorbanan merupakan bentuk-bentuk perilaku prososial.57 Peserta didik sebagai pemuda-pemudi generasi penerus bangsa idealnya mempunyai perilaku prososial yang baik, tetapi perilaku ini banyak bergantung pada tinggi rendahnya empati peserta didik. Empati merupakan faktor yang mendasari munculnya perilaku prososial, sebab ketika seseorang melihat penderitaan orang lain, maka muncul perasaan empati yang mendorong dirinya untuk menolong. Dalam hipotesis empati dikatakan bahwa perhatian yang empatik yang dirasakan seseorang terhadap penderitaan orang lain akan menghasilkan motivasi untuk mengurangi penderitaan orang tersebut.58 Tujuan empati itu sendiri adalah memperbaiki keadaan orang lain.59 Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa perilaku prososial peserta didik akan cenderung rendah dengan rendahnya empati peserta didik terhadap orang-orang disekitarnya. Peserta didik yang yang mempunyai rasa empati tinggi terhadap orang-orang disekitarnya akan cenderung tinggi perilaku prososialnya, karena dipengaruhi rasa simpati, kasihan dan tergerak hatinya. B. Telaah Hasil Penelitian Terdahulu
57
Tri Dayaksini dan Hudaniah, Psikologi Sosial, 177. Sarlito W. Sarwono dan Eko A. Meinarno, Psikologi Sosial, 128. 59 Shelley E. Taylor dkk, Psikologi Sosial, 178.
58
40
Di samping menggunakan buku-buku atau referensi yang relevan, peneliti juga melihat hasil penelitian terdahulu agar nantinya tidak terjadi kesamaan. Dalam telaah penelitian terdahulu ini peneliti menemukan bahwa: 1.
Ida Agustin pada tahun 2012, mahasiswi Jurusan Tarbiyah PAI STAIN Ponorogo, yang berjudul “Korelasi Pola Asuh Autoritatif Orang Tua dan Karakteristik Guru dengan Motivasi Belajar Siswa kelas X di MAN Kembangsawit Kebonsari Madiun”.60 Berdasarkan penelitian yang dilakukan dihasilkan beberapa kesimpulan diantaranya adalah pola asuh autoritatif orang tua siswa kelas X MAN Kembangsawit tahun pelajaran 2014/2015 adalah (a) kategori tinggi mencapai (26,09%), (b) kategori sedang (60,87%) (c) kategori rendah (13,91%) menyatakan kurang, Karakteristik guru PAI siswa kelas X di MAN Kembangsawit tahun pelajaran 2013/2014 adalah (a) kategori tinggi (25,23%), (b) kategori cukup (46,81%) (c) kategori kurang (27,66%), Motivasi belajar siswa kelas X MAN Kembangsawit tahun pelajaran 2012/2013 adalah (a) kategori tinggi (27,66%) kategori cukup (57,45%) (c) kategori rendah (14,89%), terdapat ada hubungan antara pola asuh autoritatif orang tua dan karakteristik guru dengan motivasi belajar pada mata pelajaran PAI siswa kelas X MAN Kembangsawit Kebonsari Madiun tahun pelajaran 2012/2013 dengan korelasi ganda sebesar 42, 101. Jadi dengan demikian Ha diterima Ho ditolak. 60
Ida Agustin, Skripsi: Korelasi Pola Asuh Autoritatif Orang Tua dan Karakteristik Guru dengan Motivasi Belajar Siswa kelas X di MAN Kembangsawit Kebonsari Madiun Tahun Pelajaran 2012/2013, 81.
41
2.
Meida Dwi Ratnasari, pada tahun 2012, mahasiswa Jurusan Tarbiyah PGMI STAIN Ponorogo, yang berjudul “Korelasi Gaya Pengasuhan Demokratis Orang Tua dengan Perilaku Siswa-siswi Kelas IV di SD Negeri Doho Kecamatan Dolopo Kabupaten Madiun Tahun Pelajaran 2012/2013”.61 Berdasarkan penelitian yang dilakukan dihasilkan beberapa kesimpulan diantaranya adalah Gaya pengasuhan demokratis orang tua siswa di SD Negeri Doho Dolopo Madiun tahun pelajaran 2012/2013 adalah (a) kategori tinggi (13,3333%) (b) kategori sedang (46.6667%) (c) kategori rendah (40%), Perilaku siswa-siswi kelas IV di SD Negeri Doho Kecamatan Dolopo Kabupaten Madiun tahun pelajaran 2012/2013 adalah (a) kategori tinggi (13,3333%), kategori baik (40%), kategori kurang (46,67%), Terdapat hubungan yang signifikan antara gaya pengasuhan demokratis orang tua dengan perilaku siswa-siswi Kelas IV di SD Negeri Doho Kecamatan Dolopo Kabupaten Madiun tahun pelajaran 2012/2013 dengan koefisisen korelasi sebesar (0,803196562) atau (0,803).
3.
Anisa, pada tahun 2010, mahasiswa jurusan tarbiyah PAI STAIN Ponorogo, yang berjudul: “Upaya Membangun Empati Remaja Melalui Kegiatan Berorganisasi (studi kasus di pengurus anak cabang IPNU Kauman
61
Meida Dwi Ratnasari, Skripsi: Korelasi Gaya Pengasuhan Demokratis Orang Tua dengan Perilaku Siswa-siswi Kelas IV di SD Negeri Doho Kecamatan Dolopo Kabupaten Madiun Tahun Pelajaran 2012/2013, 71.
42
Ponorogo) th. 2010/2011.”62 Dengan kesimpulan, Bentuk program kerja yang dilaksanakan oleh PAC IPNU Kauman Ponorogo banyak menunjang terbangunnya empati remaja. Diantara bentuk kegiatan-kegiatan itu yang paling berperan dalam membangun empati adalah makesta, pelatihan retorika, bhakti sosial, dan safari ramadhan, pertemuan atau rapat rutin, menjadi panitia kegiatan. Sehingga kegiatan ini dilakukan untuk membangun empati terutama bhakti sosial dan safari ramdhan, karena bersentuhan langsung dengan masyarakat. Empati remaja di organisasi PAC. IPNU Kauman Ponorogo dapat disimpulkan bahwa organisasi IPNU terdapat hubungan kerjasama, maka berarti memperbesar kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain. Hubungan itu dibangun berdasarkan kesadaran diri. IPNU juga mengibaratkan anggota adalah keluarga, saling menyayangi, saling membantu, dan tidak hanya dilakukan dalam organisasi tetapi dalam kehidupan sehari-hari, sehingga anggota IPNU merasakan apa yang dirasakan orang lain akibat tindakanya dari anggota lain. 4.
Rahmatin, pada tahun 2011, mahasiswa jurusan tarbiyah PAI STAIN Ponorogo, yang berjudul “Upaya Meningkatkan Sikap Empati Siswa di MA Ma’arif Al-Mukarrom Kauman Sumoroto”. Dengan kesimpulan bahwa, Terdapat beberapa upaya MA Ma’arif al-Mukarrom Kauman Sumoroto Ponorogo
62
dalam
mengembangkan
siap
empati
siswa,
diantaranya
Anisa, Skripsi: Upaya Membangun Empati Remaja Melalui Kegiatan Berorganisasi (studi kasus di pengurus anak cabang IPNU kauman Ponorogo) th. 2010/2011, 60.
43
melaksanakan pembelajaran Bimbingan Konseling di kelas, mendatangkan mentor dari Club-clib Ponorogo pada awal semester dan kegiatan Latihan Kepemimpinan bagi calon anggota OSIS. Hasil pembentukan sikap empati siswa di MA Ma’arif al-Mukarom Kauman Sumoroto Ponorogo berdampak positif. Hal tersebut ditandai dengan meningkatnya sikap empati dikalangan siswa melalui kegiatan-kegiatan kemanusiaan dan sosial kemasyarakatan.63 Persamaan antara penelitian ini dengan keempat penelitian diatas adalah sama-sama memiliki fokus penelitian tentang pola asuh demokratis orang tua dan empati siswa. Sedangkan penelitian yang pertama terfokus pada pola asuh autoritatif orang tua dan karakteristik guru dengan motivasi belajar, penelitian yang kedua terfokus pada gaya pengasuhan demokratis orang tua dengan perilaku, penelitian yang ketiga terfokus pada upaya membangun empati remaja melalui kegiatan berorganisasi, penelitian keempat terfokus pada upaya meningkatkan sikap empati.
C. Kerangka Berfikir Berdasarkan landasan teori dan kajian pustaka di atas, maka dapat diajukan kerangka berfikir sebagai berikut: 1.
Jika pola asuh demokratis orang tua dan empati peserta didik diterapan dengan baik maka perilaku prososial peserta didik akan menjadi baik
Rahmatin, Skripsi: Upaya Meningkatkan Sikap Empati Siswa di MA Ma’arif AlMukarrom Kauman Sumoroto, th. 2010/2011, 62. 63
44
2.
Jika pola asuh demokratis orang tua dan empati peserta didik kurang diterapkan dengan baik maka perilaku prososial peserta didik kurang baik
D. Pengajuan Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian.64 Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1.
Ha : ada korelasi yang signifikan antara pola asuh demokratis orang tua dan empati peserta didik dengan perilaku prososial peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo Tahun Pelajaran 2014/2015.
2.
Ho : Tidak ada korelasi yang signifikan antara pola asuh demokratis orang tua dan empati peserta didik dengan perilaku prososial peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo Tahun Pelajaran 2014/2015.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian adalah keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang tentang hal-hal yang akan dilakukan.65 Dalam 64
39.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitaif dan KualitatifI R&D , (Bandung: Alfabeta, 2012),
45
rancangan ini peneliti menggali sejumlah fakta data atau fakta-fakta yang ada di SMAN 1 Ponorogo dengan teknik pengumpilan data berupa dokumentasi dan angket dengan menyebar lembaran pertanyaan atau pernyataan yang akan diisi oleh peserta didik di SMAN 1 Ponorogo. Setelah data terkumpul maka data-data tersebut dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data kuantitatif. Teknik analisis data kuantitatiif yaitu data yang berwujud angka-angka yang bisa diperoleh dari hasil penjumlahan (menghitung) atau bisa juga dengan hasil pengukuran sehingga dapat diketahui ada atau tidaknya korelasi pola asuh demokratis orang tua dan empati peserta didik dengan perilaku prososial peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo Tahun Pelajaran 2014/2015. Varibel dalam penelitian ini yaitu: 1.
Variabel independen (variabel bebas) adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (variabel terikat).66 Dalam penelitian ini, variabel independen (X) ada dua, yaitu: X1 adalah pola asuh demokratis 48 orang tua dan sebagai X2 adalah empati peserta didik
65 66
39.
S. Margono, Metode Penelitian Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), 100. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitaif dan KualitatifI R&D (Bandung: Alfabeta, 2010),
46
2.
Variabel dependen (variabel terikat) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas.67 variabel dependen (Y) adalah perilaku prososial peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo. Dalam penelitian ini ada 3 variabel yaitu, 2 variabel independen dan 1
variabel dependen. Variabel independenya pola asuh demokratis orang tua dan empati peserta didik, sedangkan variabel dependenya adalah perilaku prososial peserta didik.
B. Populasi dan Sampel 1.
Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam suatu penelitian.68 Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo. Dari data yang diperoleh pada tahun pelajaran 2014/2015 jumlah seluruh peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo adalah 420.
2.
Sampel
67 68
Ibid., S. Margono, Metode Penelitian Pendidikan, 118
47
Sampel adalah sebagian dari populasi yang menjadi populasi yang memiliki sifat dan karakteristik yang sama sehingga betul-betul mewakili populasi. Menurut Suharsimi Arikunto ”apabila subjek kurang dari 100 orang, lebih baik diambil semua, sehingga penelitianya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya, jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10-15 % atau lebih, tergantung setidak-tidaknya dari segi waktu, tenaga, dan dana.69 Dalam penelitian ini menggunakan sampel random atau sampel acak yaitu teknik pengambilan sampel dengan mecampur subjek-subjek di dalam populasi sehingga semua subjek dianggap sama. Dengan demikian maka peneliti memberi hak yang sama kepada setiap subjek untuk memperoleh kesempatan dipilih menjadi sampel.70 Maka sampel dalam penelitian ini berdasarkan ketentuan yang dikembangkan oleh Suharsimi Arikunto dengan mengambil sampel 15% dengan jumlah populasi 420 peserta didik adalah 63 peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo tahun pelajaran 2014/2015. C. Instrumen Pengumpulan Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah: 1.
Data tentang pola asuh demokratis orang tua peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo Tahun Pelajaran 2014/2015. 69
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Yogyakarta: Rineka Cipta, 1993), 120. 70 Ibid.,
48
2.
Data tentang empati peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo Tahun Pelajaran 2014/2015.
3.
Data tentang perilaku prososial peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorongo Tahun Pelajaran 2014/2015. Adapun instrumen pengumpul data dalam penelitian ini dapat dilihat pada
tabel di bawah ini: Tabel 3.1 Instrumen Pengumpul Data Keterangan Variabel
Indikator
pola asuh Orang tua memberikan demokrati sedikit kebebasan pada s orang tua anak Orang tua lebih memberikan kesempatan pada anak Ana dilibatkan pembicaraan terutama yang menyangkut kehidupan anak itu sendiri Adanya dialog antara orang tua dan anak Empati Kemampuan peserta menyesuaikan atau didik menempatan diri Kemampuan menerima keadaan, posisi, atau keputusan orang lain Perhatian Perilaku prososial
Berbagi
Subjek Peserta didik kelas XI
Teknik Angket
Fav
Unfa
1, 13, 2
4, 24, 6
9, 15, 19, 13, 10 17 18, 12, 11, 20, 21 16
5, 22, 7 9,6,1,2 0
8, 14, 23 21,17,1 1,3
2,10,13
12,16,2 2
15,14,1 8,19 1,6,13, 18
5,4,8,7 4,23,15 ,8
49
peserta didik
Kerjasama
5,7,9,2
Kedermawanan
20,3,21 ,24
22,19,1 6,11 12,17,1 4,10
D. Teknik Pengumpulan Data Dalam rangka memperoleh data yang berkaitan dengan penelitian ini, maka peneliti menggunakan metode/teknik sebagai berikut: 1.
Angket Angket adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.71 Menurut Cholid Narbuko kuesioner adalah “suatu daftar yang berisikan rangkaian pertanyaan atau pernyataan mengenai sesuatu masalah atau bidang yang akan diteliti. Untuk memperoleh data, angket disebarkan kepada responden (orang-orang yang menjawab jadi orang yang diselidiki), terutama pada penelitian survei”.72 Dalam penelitian ini angket yang berupa pernyataan digunakan untuk memperoleh data tentang pola asuh demokratis orang tua, empati peserta didik, dan perilaku prososial peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo. Adapun pelaksanaanya, angket diberikan kepada peserta didik kelas XI agar mereka mengisi sesuai dengan keadaan sebenarnya.
71 72
76.
Sugiyono, MetodePenelitian, 142. Cholid Narbuko dan Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian (Jakarta: Bumi Aksara, 2010),
50
Skala yang digunakan adalah skala likert, yaitu skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang fenomena sosial.73 Dengan menggunakan skala likert, variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Artinya, indikator-indikator yang terukur ini
dapat dijadikan titik tolak untuk
membuat item instrumen yang berupa pertanyaan atau pernyataan yang perlu dijawab oleh responden, dan yang menjadi responden adalah seluruh peserta didik kelas XI di SMAN 1 Ponorogo Tahun Pelajaran 2014/2015. Setiap jawaban dihubungkan dengan bentuk pernyataan atau dukungan sikap yang diungkapkan dengan kata-kata sebagai berikut: Untuk jawaban positif penyekoranya adalah: Selalu
:5
Sering
:4
Kadang-kadang
:3
Hampir tidak pernah
:2
Tidak pernah
:1
Untuk jawaban negatif penyekoranya adalah: Selalu
:1
Sering
:2
73
Sugiyono, Metode Penelitian , 93.
51
2.
Kadang-kadang
:3
Hampir tidak pernah
:4
Tidak pernah
:5
Dokumentasi Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang artinya barangbarang tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian, dan sebagainya.74 Dalam penelitian ini metode yang digunakan, untuk memperoleh data tentang: sejarah berdirinya, profil singkat, kebijakan mutu, struktur organisasi, keadaan guru, keadaan peserta didik, dan sarana prasarana SMAN 1 Ponorogo.
E. Teknik Analisis Data 1.
Uji Validitas Instrumen Instrumen dalam suatu penelitian perlu diuji validitas dan reliabilitasnya. validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkattingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen yang valid atau shahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Sebuah instrumen dikatakan
74
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, 234.
52
valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud.75 Ada dua jenis validitas untuk instrumen penelitian, yaitu validitas logis (logical validity) dan validitas empirik (empirical validity). Validitas logis adalah validitas yang dinyatakan berdasarkan hasil penalaran. Instrument dinyatakan memiliki validitas apabila instrumen tersebut telah dirancang dengan baik dan mengikuti teori dan ketentuan yang ada. Artinya apabila instrumen yang ada disusun berdasarkan teori penyususnan instrumen/instrumen disusun mengikuti teori dan ketentua yang ada, maka secara logis sudah valid. Dengan demikian valididtas logis ini langsung diperoleh ketika instrumen sudah selesai disusun. Jadi tidak perlu diuji. Validitas empirik adalah validitas yang dinyatakan berdasarkan hasil pengalaman. Sebuah instrumen penilitian dikatakan memiliki validitas apabila sudah dinuktikan melalui pengalaman, yaitu melalui uji coba.76 Peneliti menggunakan jenis validitas empirik sebab berkaitan dengan pengalaman dan dapat diamati dan dapat diukur. Adapun cara
75
Ibid., 145. Sambas Ali Muhidin dan Maman Abdurrahman, Analisis Korelasi, Regresi dan Jalur dalam Penelitian (Bandung: Pustaka Setia, 2007), 30. 76
53
menghitungnya yaitu dengan menggunakan korelasi product moment dari Karl Pearson, dengan rumus:77
rxy
N XY ( X )( Y)
{( N X 2 X ) 2 }{( N Y2 Y) 2 }
Keterangan: rxy
: Koefisien korelasi antara X dan Y
∑XY
: Jumlah perkalian antara X dan Y
X
: Jumlah skor per item soal
Y
: Jumlah skor yang dijawab responden
∑X
: Jumlah dari skor X
∑Y
: Jumlah dari skor Y
∑X2
: Jumlah dari pengkuadratan skor-skor X
∑Y2
: Jumlah dari pengkuadratan skor-skor Y
(∑X)2
: Hasil pengkuadratan seluruh skor X
(∑Y)2
: Hasil pengkuadratan seluruh skor Y Dalam hal analisis item ini, Marsun dalam bukunya sugiyono
menyatakan bahwa: Teknik korelasi untuk menentukan validitas item ini sampai sekarang merupakan teknik yang paling banyak digunakan”. Selanjutnya, dalam memberikan interprestasi terhadap koefisien korelasi “item yang mempunyai korelasi positif dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Biasanya, syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah kalau r = 0,3”. Jadi kalau korelasi antara butir degngan skor total kurang dari 0,3, butir dalam instrumen tersebut dinyatakan tidak valid.78
77 78
Ibid.,31. Sugiyono, Metode Penelitian , 133-134.
54
Untuk uji validitas dan reliabilitas instrumen, peneliti mengambil sampel sebanyak 30 responden dengan menggunakan 70 item instrumen, 24 butir soal untuk variabel pola asuh demokratis orang tua, 22 butir soal untuk empati peserta didik dan 24 butir soal untuk perilaku prososial peserta didik. Dari hasil perhitungan validitas item instrumen terhadap 24 butir soal variabel pola asuh demokratis orang tua, terdapat 23 butir soal yang dinyatakan valid yaitu item nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, dan 24. Adapun untuk mengetahui skor jawaban angket untuk uji validitas variabel pola asuh demokratis orang tua dapat dilihat pada lampiran 3. Adapun untuk variabel empati peserta didik, dari 22 butir soal terdapat 21 butir soal yang dinyatakan valid item nomor 1, 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 15, 16, 17, 18, 19, 21, dan 22. Adapun untuk mengetahui skor jawaban angket untuk uji validitas variabel empati peserta didik ini dapat dilihat pada lampiran 4. Sedangkan untuk variabel perilaku prososial peserta didik, dari 24 butir soal terdapat 23 butir soal yang dinyatakan valid yaitu item nomor 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, dan 24. Adapun untuk mengetahui skor jawaban angket untuk uji validitas variabel perilaku prososial peserta didik ini dapat dilihat pada lampiran 5. Untuk hasil perhitungan validitas butir soal instrumen penelitian variabel pola asuh demokratis orang tua dapat dilihat pada lampiran 9,
55
empati peserta didik dapat dilihat pada lampiran 10, dan perilaku prososial peserta didik dalam penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 11. Kemudian dari hasil perhitungan validitas item instrumen tersebut dapat disimpulkan dalam tabel rekapitulasi di bawah ini: Tabel 3.2 Rekapitulasi Uji Validitas Butir Soal Instrumen Penelitian Variabel
No. Soal
“r” hitung
“r” kritis
Keterangan
Pola asuh demokratis oranmg tua
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 1 2 3 4 5 6
0,407 0,487 0,468 0,431 0,562 0,553 0,346 0,392 0,484 0,648 0,658 0,452 0,401 0,655 0,547 -0,002 0,475 0,492 0,302 0,382 0,382 0,665 0,486 0,433 0,775 0,750 0,255 0,332 0,624 0,410
0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Valid
Empati peserta didik
56
Perilaku prososial peserta didik
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
0,558 0,560 0,515 0,588 0,804 0,682 0,631 0,430 0,686 0,440 0,410 0,539 0,439 0,318 0,647 0,780 0,377 0,570 0,613 0,635 -0,17 0,724 0,536 0,449 0,507 0,345 0,529 0,704 0,371 0,723 0,567 0,366 0,582 0,344 0,502 0,624 0,662 0,600 0,665 0,611
0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
57
Nomor-nomor soal yang dianggap valid tersebut kemudian dipakai untuk pengambilan data dalam penelitian ini. Dengan demikian, butir soal instrumen dalam penelitian ini ada 67 butir soal yang terdiri dari 23 butir soal untuk variabel pola asuh demokratis orang tua, 21 butir soal untuk variabel empati peserta didik dan 23 variabel untuk perilaku prososial peserta didik.
2.
Uji Reliabilitas Instrumen Suatu instrumen dikatakan reliabel jika pengukuranya konsisten, cermat, dan akurat. Jadi uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui konsistensi dari instrumen sebagai alat ukur, sehingga hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang homogen diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah. Dalam hal ini, relatif sama berarti tetap adanya toleransi terhadap perbedaan-perbedaan kecil diantara hasil beberapa kali pengukuran.79 Untuk menguji reliabilitas instrumen, dalam penelitian ini dilakukan secara internal consistency, dengan cara mencobakan instrumen sekali saja,
79
Sambas Ali Muhidin dan Maman Abdurahman, Analisis Korelasi, 37.
58
kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu. Hasil analisis dapat digunakan untuk memprediksi reliabilitas instrumen.80 Formula yang dipergunakan untuk menguji reliabilitas instrumen dalam penelitian ini adalah koefisen alfa (a) dan Cronbach: Koefisien Alpha dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: 2
(1-
r11
=
r11
= reliabilitas tes
k
= jumlah soal
−1
2
)
2
= jumlah varian dari skor soal
2
= jumlah varian dari skor total
Sedangkan rumus variannya adalah sebagai berikut: 81 2
=
S
2−
(
�
)
2
�
Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Alpha Cronbach > r
tabel.
Maka kriteria penilaian uji reliabilitas adalah sebagai
berikut: a. 80 81
Apabila r hitung > r tabel, maka kesimpulanya instrumen tersebut reliabel Sugiyono, Metode Penelitian, 131. Sarsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, 117.
59
b.
Apabila r
hitung
< r
tabel,
maka kesimpulanya instrumen tersebut tidak
reliabel Adapun perhitungan reliabilitas instrumen pada penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 15, 16, dan 17. Dari hasil perhitungan reliabilitas instrumen dapat diketahui bahwa: a.
Instrumen variabel pola asuh demokratis orang tua Dari hasil perhitungan reliabilitas instrumen variabel pola asuh demokratis orang tua, dapat diketahui bahwa nilai reliabilitasnya sebesar 0,855, kemudian dikonsultasikan dengan r
tabel
pada taraf signifikansi 5
% adalah sebesar 0,361. Karena r hitung > dari r tabel yaitu 0, 855 > 0,361, maka instrumen tersebut dikatakan reliabel dan dapat digunakan dalam penelitian. b.
Instrumen empati peserta didik Dari hasil perhitungan reliabilitas instrumen variabel empati peserta didik, dapat diketahui bahwa nilai reliabilitasnya sebesar 0,917 kemudian dikonsultasikan dengan r adalah sebesar 0,361. Karena r
hitung
tabel
>r
pada taraf signifikansi 5%
tabel
yaitu 0,917 > 0,361, maka
instrumen tersebut dikatakan reliabel dan dapat digunakan dalam penelitian. c.
Instrumen perilaku prososial peserta didik Dari hasil perhitungan reliabilitas instrumen variabel empati peserta didik, dapat diketahui bahwa nilai reliabilitasnya sebesar 0,901
60
kemudian dikonsultasikan dengan rtabel pada tarag signifikansi 5% adalah sebesar 0,361. Karena r
hitung
>r
tabel
yaitu 0,901 > 0,361, maka
instrumen tersebut dikatakan reliabel dan dapat digunakan dalam penelitian.
3.
Analisis Data Dalam penelitian kuantitatif, analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan.82 Dalam penelitian ini menggunakan korelasi berganda merupakan nilai yang menunjukkan arah dan kuatnya hubungan antara dua variabel secara bersama-sama atau lebih variabel lain.
83
karena tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara pola asuh demikratis orang tua dan empati peserta didik dengan perilaku prososial peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo Tahun Pelajaran 2014/2015 yang terdiri dari dua variabel X dan satu variabel Y, rumus yang digunakan adalah korelasi berganda sebagai berikut:84
82
Sugiyono, Metode Penelitian, 147. Andhita Dessy Wulansari, Penelitian Pendidikan: Suatu Pendekatan Praktik dengan Menggunakan SPSS (Ponorogo: STAIN Po Press, 2012), 106. 84 Ibid., 83
61
� 2 . + �2 . 2 − 2� 1 � 1 1− � 1 2
Ry. 1 2 =
2 � 1 2
rxy
= angka indeks korelasi product moment
∑X
= jumlah seluruh nilai X
∑Y
= jumlah seluruh nilai Y
∑XY
= jumlah hasil perkalian antara nilai X dan nilai Y
N
= Jumlah siswa �
�
=
2/
1−
2
Keterangan:
/ �− −1
R
= Koefisien korelasi berganda
k
= Jumlah variabel independen
n
= jumlah sampel �
=�
;�− −1
Untuk menghitung korelasi berganda, maka harus terlebih dahulu
menghitung korelasi sederhananya melalui korelasi product moment dari Pearson.
62
BAB IV HASIL PENELITIAN
A.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1.
Sejarah Berdirinya SMAN 1 Ponorogo85 SMA Negeri 1 adalah SMA paling tua di Ponorogo, didirikan pada tahun 1960. Pada awal berdirinya sekolah ini belum memiliki gedung sendiri yang tetap dan memadai tetapi masih berpindah dari satu gedung ke gedung yang lain. Gedung SLTP Negeri 2 yang terletak di Jl. Basuki Rahmat (dulu jalan Kasatrian) sekarang ini, sebelumnya gedung SMA Negeri 1 Ponorogo itu pun cukup untuk ruang Kepala Sekolah, ruang guru, ruang tata usaha, serta beberapa kelas. Sedang beberapa kelas lain menempati gedung paseban yang dulu sempat dijadikan lokasi masingmasing untuk kelas 2C (2 sosial). Gedung 2 CHTH yang sekarang ditempati STKIP PGRI Ponorogo pernah dihuni anak-anak 2 C (2 sosial). Bahkan untuk kelas 2B (IPA) terpaksa menyewa rumah “joglo” milik penduduk untuk ruang belajarnya.
85
63
Di sebelah tenggara SLTP 2 sekarang ini, dulu berdiri berbajang-bajang barak-barak bekas keatas meja dan kepala anak-anak. Di pinggiran kota sebelah timur. Namun ini tidak berlangsung lama, karena kemudian SMA Negeri 1 Ponorogo mendapat pinjaman gedung baru milik koperasi bhakti di jalan Bathoro Katong. Cukup lama juga tinggal di gedung pinjaman itu karena baru hijrah dari gedung ini pada tahun 1983 yaitu sebuah gedung baru dibangun di jalan Abi Yoso dipinggiran kota sebelah timur. Saat ini, SMA Negeri 1 Ponorogo sudah memiliki gedung yang luas dan lengkap dengan fasilitas yang memadai. Tetapi itu tidak berpengaruh pada prestasi belajar dan mengajar. Itu terbukti dari banyaknya alumni SMA Negeri 1 Ponorogo yang sukses. Sampai saat ini SMA Negeri 1 Ponorogo sudah beberapa kali mengalami pergantian kepemimpinan, yakni pejabat/Kepala Sekolah di SMA Negeri 1 Ponorogo: Tabel 4.1 Kepala Sekolah di SMAN 1 Ponorogo No 1.
Nama Soerjo Martono
Menjabat Sejak 1960 – 1961
2.
Atmarso
1961 – 1962
3.
Soedjarwo Poeloentanoe
1962 – 1965
4.
Tanilaus Soeharto
1965 – 1968
5.
Soeparin
1969 – 1981
6.
Soetrisno BA
1981 – 1986
7.
Soenardi Partokoesumo BA
1986 – 1988
64
8.
Martadji BA
1988 – 1991
9.
Poedjono SH
1991 – 1994
10.
Drs. Pitanto
1994 – 1999
11.
Soepomo BA
1999 – 2002
12.
Drs. Mukailani (Plh)
2002 – 2003
13.
Drs. Hastomo, M.Pd.I
2003 – 2013
14.
Dra. Lilik Hermiwi, M.Pd
2014 – sekarang
SMAN 1 Ponorogo merupakan sekolah yang berada di Jl. Budi Utomo No. 1 Desa/ kelurahan Ronowijayan, Kecamatan Siman, Kab/Kota Ponorogo, Jawa Timur. Kode pos SMAN 1 Ponorogo adalah 63471 dengan nomor telepon
(0352)
481145,
Fax
(0352)
481145
dan
Websitewww.smazapo.sch.id. serta E-mail :
[email protected]. NISN/NSS SMA ini yaitu 301051104001 dan NPSN : 20510150. Status sekolah ini adalah negeri dan terkreditasi A. Adapun SK Akreditasi terakhir yaitu No. 045/BAP.SM/TU/X/2009 dengan nilai Akreditasi 96 dan sertifikasi ISO 9001:2008. SMAN 1 Ponorogo dibuka tahun
1960,
dengan mengalami beberapa tahap renovasi sampai renovasi terakhir tahun 1973.86
2.
Visi, Misi dan Tujuan SMAN 1 Ponorogo a.
86
Visi
Lihat Transkip Dokumentasi Nomor : 01/D/03-IV/2015
65
Terwujudnya lulusan yang cerdas, berakhlak mulia dan berbudaya lingkungan. b. Misi 1) Mengembangkan pembelajaran yang efektif, kreatif, dan menyenangkan. 2) Mewujudkan pembelajaran yang peduli terhadap peningkatan keimanan, ketaqwaan, akhlak mulia, dan karakter bangsa. 3) Mengaplikasikan pembelajaran berkelanjutan guna membentuk sikap peserta didik yang peduli, sadar, dan berbudaya lingkungan. c.
Tujuan 1) Mencetak peserta didik yang unggul dan bermutu baik secara akademik maupun non akademik. 2) Mencetak peserta didik yang memiliki keimanan dan ketaqwaan yang kuat, akhlak mulia dan berkarakter. 3) Mencetak peserta didik yang memiliki kecerdasaan IQ, EQ dan SQ. 4) Mencetak peserta didik yang memiliki kepedulian dan kesadaran lingkungan yang tinggi. 5) Mencetak peserta didik yang siap bersaing di era global.87
3. Kebijakan Mutu SMAN 1 Ponorogo 87
Lihat Transkip Dokumentasi Nomor : 03/D/03-IV/2015.
66
“GANESHA” G
: Generious (baik) mengembangkan peserta didik bersikap dan berperilaku dan berkarakter sesuai dengan norma.
A
: Active (aktif) mengembangkan peserta didik aktif, kreatif dan inovatif.
N
: Noble (mulia) mengembangkan peserta didik berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur.
E
: Excelent (istimewa) mengembangkan peserta didik yang terbaik.
S
: Smart (cerdas) mengembangkan peserta didik yang (cerdas, pintar dan bertanggung jawab).
H
: Honest (jujur) mengembangkan peserta didik yang jujur.
A
: Acountable (amanah) mengembangkan peserta didik yang amanah.88
4.
Keadaan Guru, Tenaga Pendukung dan Peserta Didik Sekolah
: SMAN Negeri 1 Ponorogo.
Alamat Sekolah
: Jl. Budi Utomo No. 1 Ponorogo.
Kepala Sekolah
: Dra. Lilik Hermiwi, M.Pd.
Jumlah Siswa
: 1.118 Siswa.
Jumlah Siswa Laki-laki : 467 Siswa. Jumlah Siswa Peremuan : 642 Siswa. 88
Lihat Transkip Dokumentasi Nomor : 02/D/03-IV/2015.
67
Jumlah Guru
: 92 Orang.
Jumlah Tenaga Admin. : 38 Orang.89
5.
Sarana dan Prasarana Sarana menentukan
dan
prasarana
keberhasilan
merupakan
proses
komponen
pendidikan
dan
yang ikut pengajaran.
Penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran yang ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai dan lengkap maka proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar sehingga tujuan pendidikan dapat dicapai dengan maksimal sebagaimana yang diharapkan. Dalam proses belajar mengajar di SMAN 1 Ponorogo memiliki sejumlah sarana dan prasarana antara lain berupa gedung sekolah yang berdiri diatas tanah seluas 21.110 m2. Untuk penggunaanya adalah sebagai berikut:90 Tabel 4.2 Sarana dan Prasarana SMAN 1 Ponorogo Nama Ruang teori/Kelas Laboratorium Biologi Laboratorium Kimia Laboratorium Fisika Laboratorium Bahasa Laboratorium IPS Laboratorium Komputer Ruang Perpustakaan 89 90
Luas 1944 m2 103 m2 144 m2 103 m2 104 m2 125 m2 128 m2 40 m2
Lihat Transkip Dokumentasi Nomor : 03/D/03-IV/2015. Lihat Transkip Dokumentasi Nomor : 04/D/03-IV/2015.
Jumlah 27 1 1 1 1 1 1 1
68
Ruang UKS Ruang Pecinta Alam Koperasi/Toko Ruang BP/BK Ruang Kepala Sekolah Ruang Gurru Ruang TU Ruang OSIS Kamar Mandi/WC Guru Kamar Mandi/WC Peserta Didik Gudang Ruang Penjaga Sekolah Ruang Karawitan Ruang Pramuka Ruang UKS
6.
12 m2 42 m2 84 m2 105 m2 36 m2 88 m2 36 m2 35 m2 9 m2 104 m2 24 m2 24 m2 125 m2 21 m2 24 m2
1 1 1 1 1 1 1 1 2 18 1 1 1 1 1
Struktur Organisasi SMAN 1 Ponorogo merupakan lembaga Formal yang memiliki struktur organisasi guna mempertegas tanggung jawab masing-masing personil, sehingga program-program kerja yang disusun untuk mencapai tujuan yang dirumuskan dapat terlaksana dengan baik. Adapun struktur organisasi SMAN 1 Ponorogo terdiri dari: Kepala Sekolah, Wakil Manajemen Mutu, Waka Kurikulum, Waka Kesiswaan, Waka Sarana dan Prasarana, Waka Humas, Kepala Tata Usaha, Guru dan Peserta Didik.91
B. Deskripsi Data 1.
Deskripsi Data Tentang Skor Pola Asuh Demokratis Orang Tua Peserta Didik Kelas XI SMAN 1 Ponorogo 91
Lihat Transkip Dokumentasi Nomor : 05/D/03-IV/2015.
69
Deskripsi data tentang skor pola asuh demokratis orang tua diperoleh dari angka angket yang di distribusikan kepada responden (responden yang dimaksud dalam penelitian ini adalah 63 peserta didik). Adapun untuk skor jawaban angket tersebut adalah berupa angka-angka yang diinterpretasikan sehingga mudah dipahami.
Sistem penskoran dalam pengambilan data angket yaitu dengan menggunakan skala likert
dengan menggunakan ketentuan pernyataan
positif dan negatif, yang penyekoranya adalah:
Jawaban Selalu
Gredasi positif 5
Gradasi negative 1
Sering
4
2
Kadang-kadang
3
3
Hampir Tidak Pernah
2
4
Tidak pernah
1
5
Item angket yang disebarkan berdasarkan kisi-kisi instrumen pengumpul data dapat dilihat pada lampiran 2. adalah sebagai berikut: Tabel 4.3 Kisi-kisi Instrumen Pola Asuh Demokratis Orang Tua Peserta Didik Kelas XI SMAN 1 Ponorogo Variabel X1
Indikator
Positif
Negatif
Jumlah Item Soal
70
Pola asuh Orang tua memberikan demokratis sedikit kebebasan pada 1, 12, 2 orang tua anak Orang tua lebih memberikan 8, 15, 9 kesempatan pada anak Ana dilibatkan pembicaraan terutama yang menyangkut 18, 11, kehidupan anak itu 21 sendiri
3, 24, 5
6
19, 13, 17
6
10, 20
5
Adanya dialog antara 4, 22, 6 7, 14, 23 6 orang tua dan anak Penyebaran variabel dalam tabel di atas merupakan dasar dari pernyataan yang ada dalam angket untuk variabel X1. Dari hasil pengumpulan data tersebut, maka dapat dilihat bahwa skor pola asuh demokratis orang tua adalah sebagai berikut: Tabel 4.4 Nilai Pola Asuh Demokratis Orang Tua Peserta Didik Kelas XI SMAN 1 Ponorogo Skor Pola Asuh Demokratis Orang Tua 108
Frekuensi (f) 1
107
2
106
2
105
1
104
3
103
2
101
2
100
3
99
2
98
4
71
97
5
96
1
95
2
94
1
93
2
91
3
90
5
89
2
88
3
87
1
86
3
85
2
83
3
82
2
81
3
80
2
79
1
Adapun secara terperinci penskoran jawaban angket dari responden dapat dilihat pada lampiran 18.
2.
Deskripsi Data Tentang Skor Empati Peserta Didik Kelas XI di SMAN 1 Ponorogo Deskripsi data tentang skor empati peserta didik diperoleh dari angka angket yang di distribusikan kepada para responden (responden yang dimaksud dalam penelitian ini adalah 63 peserta didik). Adapun untuk skor
72
jawaban angket tersebut adalah berupa angka-angka yang diinterpretasikan sehingga mudah dipahami.
Sistem penskoran dalam pengambilan data angket yaitu dengan menggunakan skala likert
dengan menggunakan ketentuan pernyataan
positif dan negatif, yang penyekoranya adalah:
Jawaban Selalu
Gradasi positif
Gradasi negative
5
1
Sering
4
2
Kadang-kadang
3
3
Hampir Tidak Pernah
2
4
Tidak pernah
1
5
Item angket yang disebarkan berdasarkan kisi-kisi instrumen pengumpul data dapat dilihat pada lampiran 2 adalah sebagai berikut: Tabel 4.5 Kisi-kisi Instrumen Empati Peserta Didik Kelas XI SMAN 1 Ponorogo Variabel Indikator X2 Empati Kemampuan peserta menyesuaikan atau didik menempatan diri Kemampuan menerima keadaan, posisi, atau
Positif
Negatif
8,5,1,19
20,16,10
2,9,12
11,15,21
Jumlah Item Soal 7 6
73
keputusan orang lain 14,13,17, 18
Perhatian
4,3,7,6
8
Penyebaran variabel dalam tabel di atas merupakan dasar dari pernyataan yang ada dalam angket untuk variabel X2. Dari hasil pengumpulan data tersebut, maka dapat dilihat bahwa skor empati peserta didik adalah sebagai berikut: Tabel 4.6 Nilai Empati Peserta Didik Kelas XI SMAN 1 Ponorogo Skor Empati Peserta Didik
Frekuensi (f)
93-97
13
88-92
11
83-87
9
78-82
12
73-77
9
68-72
4
63-67
5
Adapun secara terperinci penskoran jawaban angket dari responden dapat dilihat pada lampiran 19.
3.
Deskripsi Data Tentang Skor Perilaku Prososial Peserta Didik Kelas XI SMAN 1 Ponorogo Deskripsi data tentang skor perilaku prososial peserta didik diperoleh dari angka angket yang di distribusikan kepada para responden
74
(responden yang dimaksud dalam penelitian ini adalah 63 peserta didik). Adapun untuk skor jawaban angket tersebut adalah berupa angka-angka yang diinterpretasikan sehingga mudah dipahami. Sistem penskoran dalam pengambilan data angket yaitu dengan menggunakan skala likert
dengan menggunakan ketentuan pernyataan
positif dan negatif, yang penyekoranya adalah:
Jawaban
Gradasi positif
Gradasi negative
Selalu
5
1
Sering
4
2
Kadang-kadang
3
3
Hampir Tidak pernah
2
4
Tidak pernah
1
5
Item angket yang disebarkan berdasarkan kisi-kisi instrumen pengumpul data dapat dilihat pada lampiran 2 adalah sebagai berikut: Tabel 4.7 Kisi-kisi Instrumen Perilaku Prososial Peserta Didik Kelas XI SMAN 1 Ponorogo Variabel Y Perilaku prososial peserta didik
Indikator Berbagi Kerjasama Kedermawanan
Positif 1, 5, 13,18
Negatif
4, 23, 15, 7 22,19,16, 6, 8,12 10 20, 3, 21, 11, 17, 14, 24 9
Jumlah Item Soal 8 7 8
75
Penyebaran variabel dalam tabel di atas merupakan dasar dari pernyataan yang ada dalam angket untuk variabel Y. Dari hasil pengumpulan data tersebut, maka dapat dilihat bahwa skor perilaku prososial peserta didik adalah sebagai berikut: Tabel 4.8 Nilai Perilaku Prososial Peserta Didik Kelas XI SMAN 1 Ponorogo Skor Perilaku Prososial Peserta Didik 101-105
Frekuensi (F) 3
96-100
14
91-95
11
86-90
13
81-85
9
76-80
9
71-75
4
Adapun secara terperinci penskoran jawaban angket dari responden dapat dilihat pada lampiran 20.
C. Analisis Data 1.
Analisis Data Pola Asuh Demokratis Orang Tua Peserta Didik Kelas XI SMAN 1 Ponorogo Untuk mengetahui pola asuh demokratis orang tua peserta didik, maka perlu ada peringkingan skor dari data yang sudah dikumpulkan. Perangkingan ini menggunakan penyusunan kedudukan atas tiga rangking.
76
Patokan untuk menentukan rangking atas, rangking tengah, dan rangking bawah adalah sebagai berikut:92 Atas
Mean + 1 SD
Tengah
Mean – 1 SD
Bawah
Namun, sebelum itu peneliti harus menghitung nilai mean dan standar deviasi data pola asuh demokratis orang tua sebagai berikut: Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi dan Perhitungan Rata-rata (Mean) pada Data Pola Asuh Demokratis Orang Tua Peserta Didik Kelas XI SMAN 1 Ponorogo
92
440.
x1
F
f.x1
x1²
f.x1²
108
1
108
11664
11664
107
2
214
11449
22898
106
2
212
11236
22472
105
1
105
11025
11025
104
3
312
10816
32448
103
2
206
10609
21218
101
2
202
10201
20402
100
3
300
10000
30000
99
2
198
9801
19602
98
4
392
9604
38416
97
5
485
9409
47045
96
1
96
9216
9216
95
2
190
9025
18050
94
1
94
8836
8836
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998),
77
93
2
186
8649
17298
91
3
273
8281
24843
90
5
450
8100
40500
89
2
178
7921
15842
88
3
264
7744
23232
87
1
87
7569
7569
86
3
258
7396
22188
85
2
170
7225
14450
83
3
249
6889
20667
82
2
164
6724
13448
81
3
243
6561
19683
80
2
160
6400
12800
79
1
79
6241
6241
Total
Mx1
= =
∑ fx₁ =5875
∑f = 63
∑ x₁²=238591
�
5875 63
= 93,25396825
SDx1 =
= =
⅀� ² �
− (
552053
⅀�� ² ) �
− (
)²
8762,746032 − 8696,302595
∑ fx₁² = 552053
78
66,443437
=
= 8,151284377 Penghitungan ranking adalah sebagai berikut: Nilai atas
= Mean + 1 SD = 93,25396825 + 1 × 8,151284377 = 101,4052526 = 102
Jadi interval nilai atas = 102-108 Nilai bawah = Mean - 1 SD = 93,25396825 −1 × 8,151284377 = 85,10268387 = 86 Jadi interval nilai bawah = 79-86 Untuk menentukan nilai tengah diambil dari skor antara nilai atas dan nilai bawah yaitu 87-101. Dari perangkingan di atas, maka dapat diketahui bahwa rata-rata pola asuh demokratis orang tua peserta didik adalah sebagai berikut:
79
Tabel 4.10 Kategori Pola Asuh Demokratis Orang Tua Peserta Didik Kelas XI SMAN 1 Ponorogo No Interval Kategori Frekuensi (f) Prosentase 1 102-108 Baik 11 17,46 % 2 87-101 Cukup 36 57,14% 3 79-86 Kurang 16 25,40% Total 63 Dari tabel di atas maka dapat diketahui bahwa 11 dari 63 responden dinyatakan memiliki pola asuh demokratis orang tua dengan kategori baik. 36 dari 63 responden dinyatakan memilki pola asuh demokratis orang tua dengan kategori cukup. Sedangkan sisanya yakni 16 dari 63 responden dinyatakan memiliki pola asuh demokratis orang tua dengan kategori kurang. Oleh karena itu, maka dapat disimpulkan bahwa peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo memiliki pola asuh demokratis orang tua yang cukup.
2.
Analisis Data Empati Peserta Didik Kelas XI di SMAN 1 Ponorogo Untuk mengetahui empati peserta didik, maka perlu ada peringkingan skor dari data yang sudah dikumpulkan. Perangkingan ini menggunakan penyusunan kedudukan atas tiga rangking. Patokan untuk menentukan rangking atas, rangking tengah, dan rangking bawah adalah sebagai berikut:93
93
Ibid.,
80
Atas
Mean + 1 SD
Tengah
Mean – 1 SD
Bawah
Namun, sebelum itu, peneliti harus menghitung nilai mean dan standar deviasi data empati peserta didik sebagai berikut: Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi dan Perhitungan Rata-rata (Mean) pada Data Empati Peserta Didik Kelas XI SMAN 1 Ponorogo No 1
Interval
x2
F
f.x2
x2²
f.x2²
93-97
95
13
1235
9025
117325
2
88-92
90
11
990
8100
89100
3
83-87
85
9
765
7225
65025
4
78-82
80
12
960
6400
76800
5
73-77
75
9
675
5625
50625
6
68-72
70
4
280
4900
19600
7
63-67 Total
65
5
325
4225
21125
∑f =63
∑ fx =5230
∑ x₁²=45500
∑ fx₁² = 439600
Mx2
= =
�
5320 63
= 83,015873 SDx2 =
=
⅀��² �
− (
439600
⅀�� ² ) �
− (
� ²
)
81
6977,7778 − 6891,6352
=
86,142605
=
= 9,2813041 Penghitungan ranking adalah sebagai berikut: Nilai atas
= Mean + 1 SD = 83,015873 + 1 × 9,2813041 = 92,2971771 = 93
Jadi interval nilai atas = 93-97 Nilai bawah = Mean - 1 SD = 83,015873 − 1 × 9,2813041
= 73,7345689 = 74
Jadi interval nilai bawah = 62-74 Untuk menentukan nilai tengah diambil dari skor antara nilai atas dan nilai bawah yaitu 75-92. Dari perangkingan di atas, maka dapat diketahui bahwa rata-rata empati peserta didik adalah sebagai berikut: Tabel 4.12 Kategori Empati Peserta Didik Kelas XI SMAN 1 Ponorogo No 1 2 3
Interval 93-97 75-92 62-74 Total
Kategori Baik Cukup Kurang
Frekuensi (F) 13 40 10 63
Prosentase 20,63% 63,49% 15,87%
82
Dari tabel di atas maka dapat diketahui bahwa 13 dari 63 responden dinyatakan memiliki empati dengan kategori baik. 40 dari 63 responden dinyatakan memilki empati dengan kategori cukup. Sedangkan sisanya yakni 10 dari 63 responden dinyatakan memiliki empati dengan kategori kurang. Oleh karena itu, maka dapat disimpulkan bahwa peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo memiliki empati yang cukup.
3.
Analisis Data Perilaku Prososial Peserta Didik Kelas XI SMAN 1 Ponorogo Untuk mengetahui perilaku prososial peserta didik, maka perlu ada peringkingan skor dari data yang sudah dikumpulkan. Perangkingan ini menggunakan penyusunan kedudukan atas tiga rangking. Patokan untuk menentukan rangking atas, rangking tengah, dan rangking bawah adalah sebagai berikut:94 Mean + 1 SD Mean – 1 SD
Atas Tengah Bawah
Namun, sebelum itu, peneliti harus menghitung nilai mean dan standar deviasi data perilaku prososial peserta didik sebagai berikut:
94
Ibid.,
83
Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi dan Perhitungan Rata-rata (Mean) pada Data Perilaku Prososial Peserta Didik Kelas XI SMAN 1 Ponorogo No 1 2 3 4 5 6 7
My
Interval 101-105 96-100 91-95 86-90 81-85 76-80
Y 103 98 93 88 83 78 73
71-75 Total
= =
f 3 14 11 13 9 9 4 ∑f =63
f.y
y²
f.y²
309 1372 1023 1144 747 702 292 ∑ f.y =5589
10609 9604 8649 7744 6889 6084 5329 ∑ y²=54908
31827 134456 95139 100672 62001 54756 21316 ∑ f.y² = 500167
�
5589 63
= 88,71429 SDy =
= = =
⅀� ² �
− (
500167
⅀�� ² ) �
− (
)²
7939,15873 − 7870,2249
68,93424
= 8,302665
84
Penghitungan ranking adalah sebagai berikut: Nilai atas
= Mean + 1 SD = 88,71429 + 1 × 8,302665 = 97,016955 = 98
Jadi interval nilai atas = 98-104 Nilai bawah = Mean - 1 SD = 88,71429 − 1 × 8,302665
= 80,411625 = 81
Jadi interval nilai bawah = 71-81 Untuk menentukan nilai tengah diambil dari skor antara nilai atas dan nilai bawah yaitu 82-97. Dari perangkingan di atas, maka dapat diketahui bahwa rata-rata perilaku prososial adalah sebagai berikut: Tabel 4.14 Kategori Perilaku Prososial Peserta Didik Kelas XI SMAN 1 Ponorogo No 1 2 3
Interval 98-108 82-97 71-81 Total
Kategori Baik Cukup Kurang
Frekuensi (f) 11 36 16 63
Prosentase 17,46% 57,14% 25,40%
Dari tabel di atas maka dapat diketahui bahwa 11 dari 63 responden dinyatakan memiliki perilaku prososial dengan kategori baik. 36 dari 63
85
responden dinyatakan memilki perilaku prososial dengan kategori cukup. Sedangkan sisanya yakni 16 dari 63 responden dinyatakan memiliki perilaku prososial dengan kategori kurang. Oleh karena itu, maka dapat disimpulkan bahwa peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo memiliki perilaku prososial yang cukup.
4.
Hubungan antara Pola Asuh Demokratis Orang Tua dan Empati Peserta Didik dengan Perilaku Prososial Peserta Didik Kelas XI SMAN 1 Ponorogo Sebelum melakukan penghitungan untuk mengetahui hubungan pola asuh demokratis orang tua dan empati peserta didik dengan perilaku prososial peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo, maka dilakukan uji normalitas data terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah data dari setiap variabel yang diteliti itu normal atau tidak. Ada beberapa rumus yang dapat digunakan untuk menguji normalitas data, yakni dengan uji kolmogorov-smirnov, lilieforsc, dan uji chi square. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan rumus Lilieforsc. Kemudian untuk hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel berikut ini:
86
Tabel 4.15 Hasil Uji Normalitas Data Variabel
N
X1 X2 Y
63 63 63
Kriteria Pengujian Ho L Maksimum L Tabel 0,086 0,112 0,101 0,112 0,107 0,112
Keterangan Data berdistribusi normal Data berdistribusi normal Data berdistribusi normal
Dari tabel di atas, kemudian dikonsultasikan dengan harga Ltabel nilai kritis uji Lilieforsc dengan taraf signifikansi sebesar 5 %. Tabel Lilieforsc pola asuh demokratis orang tua dapat dilihat pada lampiran 18, empati peserta didik lampiran 19 dan perilaku prososial peserta didik pada lampiran 20. Dengan n = 63, maka 0,886 /
63 = 0,886 / 7,937253933 =
0,1116255077 dibulatkan menjadi 0,112 Dari konsultasi dengan L diperoleh hasil bahwa masing-masing L
maksimum
tabel
lebih kecil daripada Ltabel,
sehingga terima Ho yang berarti data tersebut berdistribusi normal. Selanjutnya untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara pola asuh demokratis orang tua dan empati peserta didik dengan perilaku prososial peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo, maka peneliti terlebih dahulu menghitung hubungan antar setiap variabel. Setelah hasil setiap penghitungan
tersebut
diperoleh,
kemudian
dilakukan
pengujian
kebenaran/kepalsuan dari hipotesa. Oleh karena itu, peneliti harus mengkonsultasikan hasil r
hitung
dengan r
tabel
pada tabel Henry E. Garret ,
Namun sebelum itu, peneliti harus mencari derajad bebasnya (db) atau degress of freedomnya (df) dengan rumus db = n – nr, dimana db
87
adalah derajad bebas, n adalah number of cases, dan nr adalah banyaknya variabel yang dikorelasikan.95 Dalam penelitian ini, n = 63 dan nr = 2, maka db = 63–2 = 61. Dengan harga “r” pada taraf signifikasi sebesar 5 % , diperoleh harga r
tabel
sebesar 0,250. Adapun penghitungan setiap variabel adalah sebagai berikut: a.
Menganalisis data tentang hubungan antara pola asuh demokratis orang tua (variabel xІ) dengan perilaku prososial peserta didik (variabel y). Untuk itu diperlukan tabel penolong pada lampiran 21 yang kemudian dimasukkan ke dalam rumus sebagai berikut: �
=
= = =
�.
�
2
−
−
( 2
) 2
[�.
−
2]
63 522492 − 5875 (5582)
63 .552053 − 5875
32916996 − 32794250
2
[63 . 499024 − 5582 2 ]
263714 [279788]
122746
73784012632 122746 = 271632,1274
= 0,451883219 �
95
= 0,452
Retno Widyaningrum, Statistika Edisi Revisi (Yogyakarta: Pustaka Felicha, 2011), 106.
88
Dari perhitungan di atas, maka diperoleh harga r dan r
tabel
0,250, maka r
>r
hitung
hitung
= 0,452
yang artinya Ha diterima. Maka
tabel
kesimpulannya adalah terdapat korelasi yang signifikan antara pola asuh demokratis orang tua dengan perilaku prososial peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo. b.
Menganalisis data tentang hubungan antara empati peserta didik (variabel x2) dengan perilaku prososial peserta didik (variabel y). Untuk itu diperlukan tabel penolong pada lampiran 21 yang kemudian dimasukkan ke dalam rumus sebagai berikut: �
=
�.
= =
�
2
−
−
( 2
2
[�.
−
2]
63 466437 − 5241 (5582)
63 .441093 − 5241
2
29385531 − 29255262
=
)
[63 . 499024 − 5582 2 ]
320778 [279788]
130269
89749835064 130269 = 299582,7683
= 0,434834756 � dan r
= 0,435 Dari perhitungan di atas, maka diperoleh harga r tabel
0,250, maka r
hitung
>r
tabel
hitung
= 0,435
yang artinya Ha diterima. Maka
kesimpulannya adalah terdapat korelasi yang signifikan antara empati
89
peserta didik dengan perilaku prososial peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo. c.
Menganalisis data tentang hubungan antara pola asuh demokratis orang tua (variabel xІ) dengan empati peserta didik (variabel xЇ) diperlukan tabel penolong pada lampiran 21 yang kemudian dimasukkan ke dalam rumus sebagai berikut: �
=
�.
= =
�
2
−
−
(
2
2
[�.
−
2]
63 490803 − 5875 (5241)
63 .552053 − 5875
30920589 − 30790875
=
)
2
[63 . 441093 − 5241 2 ]
263714 [320778] 129714
84593649492 129714 = 290849,8745
= 0,445982658 � dan r
= 0,446 Dari perhitungan di atas, maka diperoleh harga r tabel
0,250, maka r
hitung
>r
tabel
hitung
= 0,446
yang artinya Ha diterima. Maka
kesimpulannya adalah terdapat korelasi yang signifikan antara pola asuh demokratis orang tua dengan empati peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo.
90
Langkah selanjutnya yaitu hasil analisa di atas dimasukkan ke dalam rumus korelasi ganda. Adapun penghitungannya adalah sebagai berikut :
=
=
=
�
1
²+�
0,451883219
2
2
²−2�
1− �1
1
² 2
�
2
�1
2
+ (0,434834756)² − 2 0,451883219 (0,434834756)(0,445982658) 1 − (0,0,445982658)²
0,204198443 + 0,189081265 − 2 0,087633152 1 − 0,198900531
=
0,393279708 − 0,175266305 0,801099469
=
0,218013404 0,801099469
=
0,272142739
= 0,521673019 = 0,522 Langkah selanjutnya yaitu melakukan pengujian signifikansi terhadap hasil di atas dengan menghitung F hitung sebagai berikut: ²
Fhitung =
2 (1− ) (�− −1
91
(0,521673019)² 2 = (1−(0,521673019 )² (63−2−1) (0,272142739 ) 2 = 1−0,272142739 63
=
=
0,272142739 0,727857261 60 0,136071369 0,12130954
Fhitung = 11,21687024 Fhitung = 11,217 Dari hasil di atas, kemudian dibandingkan dengan harga F
tabel,
dengan dk pembilang = k dan dk penyebut = (n-k-1). Jadi dk pembilang = 2 dan dk penyebut = 63 – 2 – 1 = 60. Oleh karena dk penyebut/df = 60 tidak ada dalam tabel tersebut, maka nilai yang paling mendekati adalah 60. Dengan taraf kesalahan 5 %, maka harga F hitung
= 11,217 > F
tabel
tabel
sebesar 3,15. Harga F
= 3,15, yang artinya Ho ditolak. Jadi kesimpulan
dari semua pernyataan di atas adalah koefisien korelasi ganda yang ditemukan adalah signifikan atau dapat diberlakukan untuk populasi dimana sampel tersebut diambil. Dengan kata lain terdapat korelasi yang signifikan antara pola asuh demokratis orang tua dan empati peserta didik dengan perilaku prososial peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo.
92
D. Pembahasan dan Interpretasi 1.
Interpretasi Untuk pengujian hipotesis pada analisis korelasi, dengan cara membandingkan Ftabel dengan Fhitung.. Nilai dalam harga F tabel, dengan dk pembilang = k dan dk penyebut = (n-k-1). Jadi dk pembilang = 2 dan dk pennyebut = 63–2-1 = 60. Dengan taraf kesalahan 5 %, maka harga F
tabel
sebesar 3,15. Harga F hitung = 11,217 > F tabel = 3,15, yang artinya Ho ditolak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada korelasi yang signifikansi antara pola asuh demokratis orang tua dan empati peserta didik dengan perilaku prososial peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo Tahun Pelajaran 2014/2015.
2.
Pembahasan a.
Pola Asuh Demokratis Orang Tua Peserta Didik Berdasarkan pada tabel 4.11 dapat diketahui bahwa analisis kategori pola asuh demokratis orang tua peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo adalah terdapat 11 (17,46% ) dari 63 responden dinyatakan memiliki pola asuh demokratis orang tua dengan kategori baik. 36 (57,14%) dari 63 responden dinyatakan memiliki pola asuh demokratis orang tua dengan kategori cukup. Sedangkan sisanya yakni 16 (25,40%) dari 63 responden dinyatakan memiliki pola asuh demokratis orang tua dengan kategori kurang. Oleh karena itu, maka dapat disimpulkan
93
bahwa peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo memiliki pola asuh demokratis orang tua yang cukup b.
Empati Peserta Didik Berdasarkan pada tabel 4.13 dapat diketahui bahwa analisis kategori empati peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo adalah terdapat 13 (20,63%) dari 63 responden dinyatakan memiliki empati peserta didik dengan kategori baik. 40 (63,49%) dari 63 responden dinyatakan memilki empati peserta didik dengan kategori cukup. Sedangkan sisanya yakni 10 (15,87%) dari 63 responden dinyatakan memiliki empati peserta didik dengan kategori kurang. Oleh karena itu, maka dapat disimpulkan bahwa peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo memiliki empati yang cukup.
c.
Perilaku Prososial Peserta Didik Berdasarkan pada tabel 4.15 dapat diketahui bahwa analisis kategori perilaku prososial peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo adalah terdapat 11 (17,46%) dari 63 responden dinyatakan memiliki perilaku prososial peserta didik dengan kategori baik. 36 (57,14%) dari 63 responden dinyatakan memilki perilaku prososial peserta didik dengan kategori cukup. Sedangkan sisanya yakni 16 (25,40) dari 63 responden dinyatakan memiliki perilaku prososial peserta didik dengan kategori kurang. Oleh karena itu, maka dapat disimpulkan bahwa
94
peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo memiliki perilaku prososial yang cukup. d.
Korelasi antara Pola Asuh Demokratis Orang Tua dan Empati Peserta Didik dengan Perilaku Prososial Peserta Didik Kelas XI SMAN 1 Ponorogo Berdasarkan dari hasil analisis diatas, ditemukan bahwa Fhitung lebih besar dari pada Ftabel. Dengan demikian, terdapat korelasi yang kuat/tinggi antara pola asuh demokratis orang tua dan empati peserta didik dengan perilaku prososial peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo. Jadi dapat disimpulkan bahwa baik tidaknya orang tua dalam menerapkan pola asuh yang demokratis dan munculnya empati peserta didik itu sendiri, sangat erat hubunganya dalam pembentukan perilaku prososial peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo untuk lebih baik.
95
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari uraian pembahasan penelitian di atas, penulis dapat menyimpulkan dari rumusan masalah sebagai berikut: Pola asuh demokratis orang tua peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo dikatakan cukup. Hal ini terbukti pada hasil kategori baik mencapai 17,46%, kategori cukup mencapai 57,14%, dan kategori kurang mencapai 25,40%. Empati peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo menunjukkan cukup. Hal tersebut terbukti pada hasil kategori baik mencapai 20,63%, kategori cukup mencapai 63,49% dan kategori kurang mencapai 15,87%. Perilaku prososial peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo termasuk dalam kategori cukup. Hal ini terbukti pada hasil kategori baik mencapai 17,46%, kategori cukup mencapai
57,14% dan kategori kurang mencapai
25,40%. Jadi dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada korelasi antara pola asuh demokratis orang tua dan empati peserta didik dengan perilaku prososial peserta didik. Pada taraf taraf kesalahan sebesar 5 %, diketahui harga F
tabel
sebesar 3,15 dan F hitung sebesar 11,217, sehingga F hitung > F tabel, yang artinya Ho
96
ditolak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada korelasi yang signifikansi antara pola asuh demokratis orang tua99dan empati peserta didik dengan perilaku prososial peserta didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo Tahun Pelajaran 2014/2015. B. Saran Pada akhir skripsi ini penulis memberikan saran kepada pihak-pihak sebagai berikut: 1.
Sekolah Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengambil kebijakan untuk memberikan perhatian yang lebih terhadap peningkatan kegiatan-kegiatan yang dapat mendidik siswa agar memiliki sikap dermawan, kerjasama, menyumbang, serta memperhatikan kesejahteraan orang lain.selain dapat menciptakan generasi muda yang beritelektual juga menciptakan generasi penerus bangsa yang berbudi pekerti luhur.
2.
Orang Tua Orang tua sebagai pengasuh yang baik, harus mampu menciptakan suasana lingkungan di rumah senyaman mungkin. Berkaitan dalam perilaku prososial orang tua senantiasa harus memberikan teladan dan arahan. Selanjutnya bantu anak untuk tetap konsisten dalam melakukanya. Jika anak lupa tetap monitoring dan berikan motivasi terhadap usaha anak ketika mengalami kesulitan.