PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK PASIEN MORBUS HANSEN TIPE MULTIBASILER YANG MENDAPAT TERAPI CLOFAZIMINE, OFLOXACIN, DAN MINOCYCLINE(COM)DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH PERIODE JANUARI – DESEMBER 2014
1
Hans Nuari1, I Gusti Ketut Darmada2 Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2 Bagian Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar
ABSTRAK Morbus Hansen (MH) atau kusta adalah penyakit infeksi kronis yang masih merupakan masalah kesehatan dunia, termasuk Indonesia yang menduduki peringkat ketiga dunia dengan prevalensi kasus baru multibasiler (MB) terbanyak. Akhir-akhir ini, ditemukan banyak pasien MH yang tidak dapat diberikan terapi Rifampicin sebagai terapi standar WHO.Terapi alternatif yang diberikan adalah Clofazimine, Ofloxacin, dan Minocycline (COM). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui prevalensi penyakit MH, MH tipe MB, dan MH tipe MB dengan terapi COM beserta karakteristiknya di RSUP Sanglah tahun 2014. Dengan harapan dapat bermanfaat sebagai rujukan akan optimalisasi pengobatan penyakit MH di pusat kesehatan. Metode penelitian ini adalah deskriptif.Didapatkan sejumlah 107 pasien MH yang berkunjung ke RSUP Sanglah tahun 2014, dominan lelaki dan berusia 16-35 tahun.Dari keseluruhan, sebanyak 88,8% merupakan pasien tipe MB, dan 4,2% dari total pasien tipe MB mendapat terapi COM. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai dasar penelitian deskriptif atau analitik lebih lanjut. Kata kunci: Morbus Hansen, Lepra Multibasiler, Clofazimine, Ofloxacin, Minocycline PREVALENCE AND CHARACTERISTICS OF MULTIBACILLARY HANSEN’S DISEASEPATIENTS WITHCLOFAZIMINE, OFLOXACIN, AND MINOCYCLINE (COM) THERAPY INSANGLAH GENERAL HOSPITAL JANUARY– DECEMBER 2014 ABSTRACT Hansen’s Disease (HD) or leprosy is a chronic disease which is still becoming a global health problem, including Indonesia, which ranks third in the world with the most prevalent new multibacillary (MB) cases.Lately, it has been found that many patients cannot be given Rifampicin as standard WHO therapy. Alternatively, they have been given Clofazimine, Ofloxacin and Minocycline (COM). This study was conducted to determine the prevalence of the HD, multibacillary (MB) HD, and MB HD with COM therapy and their characteristics in Sanglah Hospital at 2014. Hopefully this study could be useful as a reference to optimize the treatment of MH disease at health centers. The research is a descriptive study. Of the total 107 HD patients who visited Sanglah Hospital in 2014, the dominant sex was male and the dominant age was between aged 16-35 years.Of the total, 88.8% were patients with MB HD and 4.2% of MB patients treated with COM. Overall, Results of this study are expected to be used as a base for further descriptive or analytical research. Keywords: Morbus Minocycline
Hansen,
Multibacillary
Leprosy,
Clofazimine,
Ofloxacin,
yang membahas MH menunjukkan
PENDAHULUAN Morbus Hansen(MH) atau kusta
bahwa penyakit MH tipe MB di
adalah penyakit infeksi kronis yang
kawasan Asia lebih banyak diderita oleh
disebabkan oleh Mycobacterium leprae.
lelaki dibandingkan perempuan dengan
MH sebenarnya tidak terlalu mudah
perbandingan 1,5 : 1. Walaupun MH
ditularkan.1 Akan tetapi, MHsangat
diderita hampir di seluruh rentang usia,
berkaitan dengan stigma buruk pada
sebagian besar kasus muncul di daerah
masyarakat
endemis sebelum usia 35 tahun.6
yang
menyebabkan
pengucilan penderita.2Selain itu, deteksi
Pengobatan MH yang sekarang
dan pemberantasan penyakit yang tidak
diterapkan adalah multi drug therapy
mudah
prevalensi
(MDT).MDT efektif dalam mengurangi
penyakit MH cenderung tetap tinggi dan
prevalensi dan resistensi obat.8 Namun,
masih merupakan masalah kesehatan di
tidak semua pasien dapat diberikan
dunia.2
MDT standar.Padahal, MDT standar
menyebabkan
Pada pertengahan tahun 2014, data
World
Health
merupakan regimen yang paling efektif dalam pengobatan MH, terutama dalam
Organization(WHO)menunjukkan
hal ini Rifampicin dengan sifatnya yang
bahwaterdapat 180.618 kasus MH di
bakterisidal.
102 negara dengan jumlah kasus baru pada kasus.
tahun
2013sebanyak
Dari
negara-negara
Terapi alternatif harus diberikan
215.656
pada pasien MH tipe MB yang tidak
yang
dapat diberikan terapi Rifampicin oleh
berkontribusi besar pada jumlah kasus
karena
baru tersebut, Indonesia termasuk ke
leprosy, alergi, atau penyakit hepatitis
dalamnya dan menduduki peringkat
kronis, yang akan dibahas lebih lanjut
ketiga
dan
dalam penelitian ini. Terapi alternatif
kasus
yang diberikan atas indikasi tersebut
baru setiap tahunnya yang cukup drastis
adalah Clofazimine, Ofloxacin, dan
2011.5Di
Minocycline(COM).9Data karakteristik
setelah
Brasil.3,4Terdapat
dari
tahun
2005
India peningkatan
sampai
infeksi
Indonesia sendiri pada tahun 2013,
pasien
tercatat16.856 kasusMH.3
pemberian terapi COM ini penting
WHO membagi MH menjadi dua tipe besar, yaitu Pausibasiler (PB) dan
Multibasiler
(MB)
sebagai
pedoman pengobatan.6,7 Kepustakaan
untuk
MH
Rifampicin-resistant
upaya
berdasarkan
pencegahan
indikasi
resistensi
antibiotik dan penatalaksanaan terapi.5
Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah.Data
METODE Penelitian
ini
dilakukan
di
diolah secara manual dan dilaporkan
rumah sakit kelas A yaitu Rumah Sakit
dalam bentuk tabel dan diberi narasi
Umum Pusat Sanglah yang terletak di
tanpa uji statistik.
Jalan Diponegoro, Denpasar.Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk
mengetahui
prevalensi
dan
karakteristik pasien MH tipe MB yang mendapat terapi COM di RSUP Sanglah periode Januari-Desember2014. Kriteria sampel penelitian ini adalah pasien MH tipe MB yang tidak dapat
diberikan
Rifampicin
dan
mendapat terapi COM, dengan beberapa kondisi
seperti:
pasien
mengalami
infeksi
Rifampicin-resistant
(pasien
dengan
infeksi
leprosy
ini
tidak
memberikan respon terhadap terapi MDT standar WHO untuk MH tipe MB), pasien alergi terhadap Rifampicin berdasarkan
hasil
pemeriksaan
anamnesis
fisik,
dan
dan pasien
didiagnosis menderita penyakit hepatitis kronis berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan laboratorium SGOT dan SGPT
(peningkatan
di
atas
batas
normal).Pengambilan sampel ditentukan dengan metode total sampling, yaitu teknik
penentuan
sampel
dengan
mengambil seluruh anggota populasi sebagai responden atau sampel.10 Data diambil secara manual dari rekam
medis
pasien
MH
yang
mendapatkan pengobatan di Poliklinik
HASIL Totaljumlah pasien MH yang dilaporkan MH
tipe
sebanyak107pasien.Pasien MB
dengan
terapi
COMdilaporkan sebanyak4pasien. Karakteristik Pasien MH Berdasarkan
data
yang
diperoleh, dari 107 pasien MH, pasien MH tipe MB (88,8%) berjumlah lebih banyak
dari
pasien
PB
(11,2%).
Didapatkan data terbanyak pasien MH tipe BL (54,2%) dan paling sedikit tipe I (0.9%). Berdasarkan jenis kelamin, jumlah total lelaki (68,2%) lebih banyak dibandingkan
perempuan
(31,8%).
Pasien lebih banyak ditemukan dalam kategori usia 16-35 tahun (55,1%). Pasien yang berkunjung kebanyakan merupakan pasien lama (62,6%). Karakteristik Pasien MH Tipe MB Pasien MH tipe MB dominan lelaki (68,4%). Pasien lebih banyak tergolong dalam kelompok usia 16-35 tahun (54,7%). Hanya 4,2% dari seluruh pasien MH tipe MB mendapat terapi COM. Kunjungan pasien didominasi pasien lama (65,3%). Karakteristik Pasien MH Tipe MB dengan terapi COM
Pasien MH tipe MB dengan
(75,0%). Onset alergi setelah pemberian
terapi COM lebih banyak didiagnosis
Rifampicin bervariasi, yaitu 2 minggu, 1
dengan MH tipe BT dengan BTA
bulan, 1,5 bulan, dan 3 bulan. Keempat
positif (50%).Pasien didominasilelaki
pasien menunjukkan gejala reaksi alergi
(75%) dan paling banyak tergolong
obat makulopapuler, seorang pasien
dalam usia 16-35 tahun (75%). Seluruh
lelaki
pasien MH tipe MB diberikan terapi
Johnson
COM karena mengalami alergi terhadap
kasus MH tipe MB dengan terapi COM
Rifampicin. Pasien yang berkunjung
di RSUP Sanglah adalah 4/95 atau
kebanyakan merupakan pasien baru
0,42/1000 pasien MH tipe MB.
dicurigai
menderita
Syndrome
Tabel1.Karakteristik Pasien MH di RSUP Sanglah Tahun 2014 Karakteristik Jenis Kelamin Lelaki Tipe MH (N=107) - MB (N=95) - LL - BL - BB - BT (BTA +) - PB (N=12) - BT (BTA -) - TT - I Usia (N=107) - <1 tahun - 1-15 tahun - 16-35 tahun - 36-50 tahun - >50 tahun Kunjungan (N=107) - Pasien baru - Pasien lama Total
Stephen
(SJS).Prevalensi
Total
Perempuan
5 (100,0%) 44 (75,9%) 10 (47,6%) 6 (54,5%)
0 (0,0%) 14 (24,1%) 11 (52,4%) 5 (45,5%)
5 (4,7%) 58 (54,2%) 21 (19,6%) 11 (10,3%)
4 (66,7%) 3 (60,0%) 1 (100%)
2 (33,3%) 2 (40,0%) 0 (0,0%)
6 (5,6%) 5 (4,7%) 1 (0,9%)
0 (0,0%) 3 (60,0%) 38 (64,4%) 15 (78,9%) 17 (70,8%)
0 (0,0%) 2 (40,0%) 21 (35,6%) 4 (21,1%) 7 (29,2%)
0 (0,0%) 5 (4,7%) 59 (55,1%) 19 (17,8%) 24 (22,4%)
29 (72,5%) 44 (65,7%) 73 (68,2%)
11 (27,5%) 23 (34,3%) 34 (31,8%)
40 (37,4%) 67 (62,6%) 107 (100,0%)
Tabel 2.Karakteristik Pasien MH tipe MB di RSUP Sanglah Tahun 2014 Karakteristik Jenis Kelamin Lelaki Usia (N=95) - <1 tahun - 1-15 tahun - 16-35 tahun - 36-50 tahun - >50 tahun Terapi (N=95) - COM - Standar WHO Kunjungan (N=95) - Pasien baru - Pasien lama Total
Total
Perempuan
0 (0%) 2 (66,7%) 34 (65,4%) 13 (76,5%) 16 (69,6%)
0 (0%) 1 (33,3%) 18 (34,6%) 4 (23,5%) 7 (30,4%)
0 (0,0%) 3 (3,2%) 52 (54,7%) 17 (17,9%) 23 (24,2%)
3 (75,0%) 62 (68,1%)
1 (25,0%) 29 (31,9%)
4 (4,2%) 91 (95,8%)
24 (72,7%) 41 (66,2%) 65 (68,4%)
9 (27,3%) 21 (33,8%) 30 (31,6%)
33 (34,7%) 62 (65,3%) 95 (100%)
Tabel 3.Karakteristik Pasien MH tipe MB dengan terapi COM di RSUP Sanglah Tahun 2014 Karakteristik
Jenis Kelamin Lelaki
Tipe MH (N=4) - LL - BL - BB - BT (BTA +) Usia (N=4) - <1 tahun - 1-15 tahun - 16-35 tahun - 36-50 tahun - >50 tahun Indikasi Terapi COM - Infeksi Rifampicin-resistant leprosy - Alergi Rifampicin - Penyakit hepatitis kronis Kunjungan (N=4) - Pasien baru - Pasien lama Total
Total
Perempuan
0 (0,0%) 1 (100,0%) 0 (0,0%) 2 (100,0%)
0 (0,0%) 0 (0,0%) 1 (100,0%) 0 (0,0%)
0 (0,0%) 1 (25,0%) 1 (25,0%) 2 (50,0%)
0 (0,0%) 0 (0,0%) 2 (66,7%) 0 (0,0%) 1 (100,0%)
0 (0,0%) 0 (0,0%) 1 (33,3%) 0 (0,0%) 0 (0,0%)
0 (0,0%) 0 (0,0%) 3 (75,0%) 0 (0,0%) 1 (25,0%)
0 (0,0%) 3 (75,0%) 0 (0,0%)
0 (0,0%) 1 (25,0%) 0 (0,0%)
0 (0,0%) 4 (100,0%) 0 (0,0%)
2 (66,7%) 1 (100,0%) 3 (75,0%)
1 (33,3%) 0 (0,0%) 1 (25,0%)
3 (75,0%) 1 (25,0%) 4 (100%)
lama pengobatan penyakit MH yang
PEMBAHASAN Menurut
data
2014,
tidaklah singkat.Regimen MDT untuk
Indonesia menempati urutan ketiga
PB diberikan selama 6-9 bulan.MDT
dunia dengan prevalensi kasus baru MH
untuk MB diberikan selama minimal 12
terbanyak.3,4 Jawa Timur merupakan
bulan. Untuk pasien MH tipe MB
provinsi
dengan terapi COM, regimen COM
dengan
terbanyak
di
tahun
prevalensi
MH
Indonesia.11Prevalensi
harus
diberikan
selama
bulan,
kasus MH di Provinsi Bali sebetulnya
dilanjutkan
tidaklah terlalu tinggi dan memenuhi
ditambah Ofloxacin atau Minocycline
standar Nasional tahun 2014 (kurang
selama 18 bulan. Pengobatan yang
dari 5/100.000 penduduk). Menurut
membutuhkan waktu
data dari Dinas Kesehatan Provinsi
sampai
Bali,
membuat
angka
NCDR
(New
Case
Detection Rate) MH untuk Provinsi Bali tahun
2014
adalah
12
penduduk. Namun,
1,66/100.000
letak
geografis
dengan
6
Clofazimine
berbulan-bulan
bertahun-tahun pasien
inilah
lama
yang
diharuskan
kontrol secara teratur. Diagnosis penyakit MH yang dilakukan
di
Poliklinik
Kulit
dan
Provinsi Bali yang bersebelahan dengan
Kelamin RSUP Sanglah didasarkan atas
Provinsi
amat
gambaran klinis, bakterioskopis dan
memungkinkan mobilisasi penduduk
histopatologis. Klasifikasi MH yang
dan penyebaran penyakit MH antar
digunakan adalah klasifikasi Ridley-
provinsi tersebut. Penyakit MH tipe
Jopling (TT, Ti, BT, BB, BL, Li, dan
MB, seperti yang banyak dijumpai di
LL)dan klasifikasi WHO (MB dan
Indonesia, lebih menular dibandingkan
PB).15,16
dengan
Jawa
tipe
Timur
PB.13Penularan
dalam
Berdasarkan
yang
pasien
yang
lingkup rumah tangga pada MH tipe
diperoleh,
MB
berkunjung adalah pasien MH tipe MB
5-14
dibandingkan kasus
MH
kali tipe yang
lebih
menular
14
PB. Banyaknya tidak
(88,8%),
mayoritas
data
jauh
lebih
banyak
terdeteksi
dibandingkan tipe PB (11,2%). Hal ini
memungkinkan pencatatan yang tidak
sejalan dengan data sebelumnya di
akurat.
Provinsi Bali tahun 2013 dengan jumlah Sebanyak 40 dari 107 pasien
pasien MH tipe MB mendominasi
yang didata merupakan pasien baru
keseluruhan
pasien
MH
(89,29%).
(kasus MH baru).Dominasi kunjungan
Pasien PB di Provinsi Bali hanya
oleh pasien lama dapat dikarenakan
mencakup 9 dari total 84 orang pasien
MH.17 Data persentase pasien MH tipe
Dalam
MB dari penelitian ini menunjukkan
spesifik, pada pasien MH tipe MB
angka yang sedikit lebih tinggi (lebih
dengan terapi COM, juga didominasi
tinggi
oleh pasien lelaki dengan perbandingan
5.9%)
apabila
dibandingkan
dengan data Dinas Kesehatan Provinsi
pengelompokan
lebih
lelaki dan perempuan sebesar3 : 1.
Bali tahun 2013.
Terdapat
Penelitian sebelum yang serupa
yang
beberapa
penelitian
sebelumnya
yang
di Manado juga menjelaskan bahwa
perbandingan
yang
jumlah pasien MH tipe MB (89,3%)
distribusi jenis kelamin pada penyakit
mendominasi keseluruhan pasien MH
MH.Namun, secara umum dikatakan
yang berkunjung ke RSUP Prof. Dr. R.
bahwa lelaki lebih banyak menderita
D. Kandou.18 Data tersebut hampir
MH dibandingkan perempuan.
menyerupai data yang penulis telaah di
Pada
menunjukkan berbeda
kenyataannya,
pada
MH
RSUP Sanglah Denpasar, sedikit lebih
terdapat di mana-mana, terutama di
tinggi
dari
Asia, Afrika, Amerika Latin, daerah
penelitian serupa di negara lain, India
tropis dan subtropis, serta masyarakat
Selatan, pada tahun 2011-2012 juga
yang
menjelaskan
dengan
Berdasarkan data dari penelitian oleh
persentase pasien MH tipe MB dari
Varkevisser, pasien MH lebih banyak
total pasien MH sebesar 54,3%.19
berjenis kelamin lelaki pada wilayah
Perbedaan dapat terjadi disebabkan oleh
Asia.21 Hal ini dipertegas oleh literatur
penelitian yang tidak dilakukan dalam
serupa oleh James yang menyatakan
rentang waktu, wilayah, dan cakupan
bahwa prevalensi penyakit MH tipe MB
yang sama.
di kawasan Asia lebih banyak diderita
sebesar
hal
0,5%.
Data
serupa,
sosial
ekonominya
rendah.20
Karakteristik berikutnya yang
oleh lelaki dibandingkan perempuan
akan dibahas adalah jenis kelamin. Pada
dengan perbandingan 1,5 : 1.6 Literatur
penelitian ini, didapatkan hasil bahwa
oleh Bhat juga menyatakan jumlah
jumlah total pasien MH lelaki (68,2%)
pasien MH lelaki (54,35%) melampaui
lebih banyak dibandingkan perempuan
perempuan
(31,8%), dengan perbandingan 2,1 : 1.
literatur oleh Tiwow, juga diungkapkan
Pada
MH
hal serupa, dengan persentase pasien
berdasarkan kriteria WHO, ditemukan
lelaki sebesar 64,3%, perbandingan
distribusi pada pasien MH tipe MB juga
lelaki dan perempuan sebesar 1,8 : 1.18
pengelompokan
pasien
demikian, lebih banyak lelaki (68,4%).
(45,65%).19
Berdasarkan
Apabila
dari
data
Perbedaan dalam rasio lelaki
lelaki
dan
dan perempuan dalam hal ini dapat
perempuan pada semua pengelompokan
disebabkan oleh karena faktor genetik,
yang dibuat, maka angka dan persentase
tempat,
yang diperoleh penulis lebih tinggi
Ketidaksetaraan perbandingan tersebut
dibandingkan data yang diperoleh oleh
juga dapat diseababkan oleh faktor
James,
budaya,
perbandingan
yang
dilihat jumlah
pada
literaturnya
melibatkan banyak negara di dunia (Asia
dan
Afrika).6
Apabila
dan
penelitian.20
waktu
sosial,
dan
pendidikan
masyarakat, seperti yang terjadi pada Nepal.21Faktor
masyarakat
sosial
dibandingkan dengan data penelitian
budaya diyakini berpengaruh dalam
serupa oleh Tiwow pada tahun 2013 di
proses pengambilan keputusan dalam
Manado, yang secara letak geografis
keluarga, contohnya dalam hal berobat.
terletak di dalam kawasan Indonesia
Hal ini relevan dengan masyarakat
bagian tengah, sama
Bali,
Indonesia, yang secara umum menganut
persentase total pasien MH lelaki yang
budaya patriarkisme dalam keluarga.
diperoleh penulis di RSUP Sanglah
Masyarakat Bali juga menganut budaya
melebihi persentase yang didapat oleh
yang sama, lebih mengedepankan kaum
Tiwow (lebih besar 3,9%).
lelaki
seperti
Varkevisser dalam penelitiannya
dibandingkan
Penelitian
yang
perempuan.
dilakukan
oleh
juga melibatkan negara-negara di luar
Widayani menjelaskan bahwa terdapat
Asia seperti Nigeria dan Brazil.Hasil
pemahaman
penelitian
ketidakadilan
di
kedua
negara
ini
ketidaksetaraan gender
atau
berdasarkan
menunjukkan hasil yang berkebalikan,
perepsi masyarakat terhadap budaya
perempuan lebih banyak menderita MH
patriarki.23
dibandingkan lelaki. Rasio lelaki dan
dikatakan
bahwa
perempuan di Nigeria adalah sebesar
melalui
konsep
0,87 dan di Brazil sebesar 0,99.
21
Dalam
Kurniawati,
sistem
patrilineal
purusa
yang
mengutamakan lelaki juga dipengaruhi
Pasien MH tipe MB didominasi
oleh agama Hindu.24Selain itu, lelaki
lelaki (75%), sesuai dengan penelitian
juga cenderung lebih aktif dan banyak
oleh Maia dan sejawat di Brazil, dengan
melakukan mobilisasi, memungkinkan
persentase lelaki sebesar 80,9% (lebih
tingginya prevalensi MH pada lelaki.
22
tinggi).
Penelitian oleh Maia di Brazil
Faktor sosial budaya, dalam hal
tersebut tidak sesuai dengan penelitian
ini gender, seringkali mempengaruhi
Varkevisser.
atau
berkaitan
erat
dengan
sosial
ekonomi
masyarakat
dan
Hal ini sangatlah berdampak
keluarga.Faktor sosial ekonomi juga
tentunya dalam hal sosial-ekonomi bagi
diyakini memiliki pengaruh, karena
pasien MH.Lelaki berusia 16-35 tahun,
menurut
MH
seperti telah disebutkan sebelumnya,
cenderung lebih banyak menyerang
memiliki peran penting dalam sebuah
masyarakat
keluarga.
literatur,
penyakit
dengan
kelas
sosial-
Stigma
masyarakat
yang
ekonomi rendah.Semakin rendah kelas
buruk akan penyakit MH memperberat
sosial
beban psikologis pasien MH.
ekonominya,
semakin
penyakitnya.Sebaliknya,
sosial
Dari keseluruhan data, tidak
membantu
ditemukan pasien di bawah usia 1
penyembuhan.20Faktor pendidikan juga
tahun. Pasien termuda yang didiagnosis
sejalan, turut dipengaruhi oleh faktor
MH berusia 5 tahun. Hal ini sejalan
sosial budaya dan ekonomi masyarakat.
dengan kedua literatur sebelumnya oleh
Semakin
pendidikan
Kosasih, et al. dan Tiwow, et al.
masyarakat, maka tingkat kesadaran
terutama dalam hal jumlah pasien yang
ekonomi
kelas
berat
tinggi
rendah
akan penyakit menjadi kurang.
21
Peran
ditemukan di bawah usia 1 tahun.
penyuluhan kesehatan sangatlah penting
Padahal, usaha pencatatan penderita di
dalam
kesadaran
bawah 1 tahun penting sekali untuk
masyarakat dan penderita MH untuk
dicari kemungkinan ada tidaknya MH
berobat.
kongenital.20Walaupun kelompok usia
meningkatkan
Dalam karakteristik usia, penulis mengelompokkan
usia
dengan
frekuensi
terbanyak
yang
pasien
digunakan pada penelitian ini dan kedua
berdasarkan penelitian sebelumnya dan
literatur lainnya berbeda dalam hal
data epidemiologi yang ada. Usia pasien
rentangnya,
dikelompokkan menjadi
cakupan usia yang relatif sama untuk
5 kategori
besar, yaitu di bawah 1 tahun, 1-15
namun
masih
terdapat
ketiganya (25-35 tahun).
tahun, 16-35 tahun, 36-50 tahun, dan di
Penyakit MH dapat menyerang
atas 50 tahun. Pada penelitian yang
semua usia, dengan anak-anak lebih
dilakukan
RSUP
rentan dibandingkan orang dewasa. Di
Sanglah, ditemukan data pasien MH
Indonesia, penderita anak di bawah usia
tipe MB terbanyak termasuk ke dalam
14 tahun didapatkan sekitar 11,39%,
kelompok usia produktif 16-35 tahun,
tetapi untuk anak berusia di bawah satu
konsisten pada setiap pengelompokan
tahun jarang sekali kasusnya. Frekuensi
pasien yang dilakukan oleh penulis.
tertinggi
oleh
penulis
di
terdapat
pada
kelompok
usiaantara 25-35 tahun.20 Literatur oleh
indikasi
Tiwow membagi data kelompok usia
leprosy (resisten Rifampicin), alergi
yang berbeda. Menurut penelitiannya,
obat Rifampicin, atau memiliki penyakit
frekuensi terbanyak didapatkan pada
hepatitis kronis.9
kelompok usia 25-44 tahun (46,4%).
infeksi
Sampai
Rifampicin-resistant
saat
ini,
MDT
Tidak ditemukan pasien MH pada usia
rekomendasi WHO, dengan Rifampicin
0-4 tahun.18
sebagai
Dasar pengelompokan usia pada
agen
bakterisidal,
adalah
regimen terbaik untuk mengobati MH.
penelitian yang dilakukan oleh penulis
Regimen
adalah berdasarkan literatur oleh Bhat
digunakan atas indikasinya, karena
pada tahun 2013. Namun, hasilnya
mempertibangkan efektifitas terapi yang
berbeda.Bhat
pasien
lebih rendah, harga yang relatif lebih
MH terbanyak berusia 36-50 tahun,
mahal, dan kemungkinan resistensi obat
sementara
yang lebih tinggi.8,25
menyimpulkan
penelitian
oleh
penulis
COM
sebaiknya
hanya
menyimpulkan pasien MH terbanyak
Empat pasien MH tipe MB
berusia 16-35 tahun. Kasus MH paling
diberikan terapi COM di RSUP Sanglah
sedikit ditemukan pada usia 0-15 tahun
tahun 2014, 3 di antaranya pasien baru,
berdasarkan
berbeda
dan semuanya memiliki indikasi yang
dengan penelitian oleh Bhat, pada
sama untuk pemberian regimen COM.
kelompok usia di atas 50 tahun. Hal ini
Semua
dapat
yang
terhadap obat Rifampicin. Semua pasien
dilakukan di tempat yang berbeda, Bhat
memiliki serum SGOT dan SGPT yang
di India, sementara penulis di Bali, yang
normal (liver function test: SGOT >40
memungkinkan
unit/ml serum, SGPT >56 unit/ml
data
penulis,
dikarenakan
penelitian
adanya
perbedaan
faktor genetik.
akan
mengalami
alergi
serum), menjadi alasan bahwa pasien
Pasien MH tipe MB di Indonesia normalnya
pasien
diberikan
terapi
tidak
menderita
penyakit
hepatitis
kronis.
regimen MDT berdasarkan rekomendasi
Alergi
Rifampicin
yang
WHO, yaitu Rifampicin, Clofazimine,
dimaksud adalah reaksi hipersensitivitas
dan Dapsone.8Namun, pada pasien MH
terhadap
tipe MB yang tidak dapat diberikan obat
dengan curiga alergi terhadap obat,
Rifampicin, maka pasien harus diganti
dalam
pengobatannya menjadi regimen COM.
diketahui dari gejala klinisnya, seperti
Obat COM yang diberikan adalah atas
mengalami
obat
hal
ini
Rifampicin.
Rifampicin,
peningkatan
Pasien
dapat
kekebalan
tubuh yang abnormal dengan gejala
Onset dari reaksi bervariasi pada
seperti demam, gatal-gatal, urtikaria,
pasien, mulai dari 2 minggu sampai 3
ruam kulit, eosinophilia, radang mulut
bulan.
dan lidah, hemolysis, hemoglobinuria,
Rifampicinakan
hematuria, atau gagal ginjal akut apabila
Drug Reaction with Eosinophilia and
Rifampicin.26
Systemic Symptoms (DRESS). Reaksi
ditegakkan
ini muncul dengan onset bervariasi
dengan anamnesis dan pemeriksaan
mulai dari 2-8 minggu (60% kasus
fisik tanda alergi.Diagnosis dengan tes
muncul dalam 4 minggu), namun dapat
tempel lebih akurat namun mengandung
saja onset muncul setelah itu, yang
resiko.
dapat dikategorikan sebagai late onset,
mengkonsumsi Diagnosis
obat
alergi
obat
Dari 4 pasien tersebut, 3 pasien
Menurut
literatur,
alergi
menimbulkan
reaksi
seperti contohnya 6 bulan setelah
obat
meminum obat.26 Sebanyak tiga pasien
makulopapuler setelah diberikan terapi
mengalami onset di antara 2-8 minggu,
Rifampicin.Pasien
lainnyadidiagnosis
sementara satu pasien lainnya melebihi
suspek Steven Johnson Syndrome, yang
onset 8 minggu, yaitu 3 bulan (12
menunjukkan gejala alergi obat lebih
minggu). Namun hal tersebut tidaklah
hebat.Pasien
abnormal, karena pada dasarnya onset
mengalami
reaksi
alergi
diberikan
terapi
deksametason (Cortidex) dan diganti regimen
terapinya
dengan
dari suatu alergi obat bervariasi.
COM.
Prevalensi kasus MH tipe MB
Kondisi semua pasien membaik dan
dengan terapi COM di RSUP Sanglah
tidak lagi menunjukkan gejala alergi.
adalah sebesar 0,42/1000 pasien MH
Hal ini tidak sesuai dengan hasil
tipe MB. Angka tersebut didapat dari
penelitian oleh Maia et al.
yang
rasio jumlah pasien MH tipe MB
menyebutkan
kasus
dengan terapi COM dengan jumlah
intoleransi/alergi terhadap Rifampicin
pasien MH tipe MB.Belum ditemukan
sebesar 14,3% (3 dari 21 pasien).
studi yang relevan sebagai pembanding.
Sisanya menunjukkan gejala relaps MH,
Semua data yang diambil di
yang dapat disebabkan oleh resistensi
Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP
bakteri.22
Perbedaan
diperkirakan tingginya
jumlah
terjadi
kasus
ini
dapat
Sanglah ini pada dasarnya masih belum
karena
faktor
merepresentasikan
relaps
MH
cakupan
keadaan
di
atau
wilayah
resistensi bakteri pada tempat penelitian
Bali.Hal
di Manaus, Brazil.
sejumlah kasus yang ditangani di pusat
ini
RSUP
MH
dikarenakan
Sanglah, adanya
kesehatan lainnya di Bali. Faktor lain
Sanglah periode Januari – Desember
yang juga turut berperan adalah stigma
2014ini dapat ditarik simpulan bahwa
masyarakat akan penyakit MH, yang
jumlah total pasien MH sebanyak107
membuat penderita MH dikucilkan oleh
pasien,
masyarakat dan malu untuk berobat.2
(68,2%), dan mayoritaskelompok usia
Hal
16-35 tahun (55,1%).Jumlah pasien MH
ini
turut
mengurangi
angka
prevalensi yang ada.
dengan
mayoritas
lelaki
tipe MB sebanyak95 pasien, dengan mayoritas lelaki (68,4%), dan kelompok usia
SIMPULAN
mayoritas
16-35
tahun
Rifampicin dalam regimen MDT
(54,7%).Jumlah pasien MH tipe MB
WHO tetaplah menjadi anjuran regimen
yang mendapat terapi COM adalah 4
terapi yang terbaik untuk penyakit
pasien,
MH.Namun pada pasien dengan infeksi
0,42/1000
Rifampicin-resistant
alergi
(75,0%), dan mayoritas kelompok usia
Rifampicin, atau memiliki penyakit
16-35 tahun (75,0%). Semua pasien
hepatitis
diberikan terapi COM atas indikasi
kronis,
leprosy,
dapat
diberikan
regimen COM sebagai pengganti.Dari penelitian yang dilakukan di RSUP
denganprevalensisebesar pasien,
mayoritaslelaki
alergi terhadap Rifampicin.
DAFTAR PUSTAKA 1. Lystiawan Y. Menuju Indonesia Bebas Kusta. Buletin Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit Indonesia. 2013;1(10): 2. 2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Hari Kusta Sedunia 2015: Hilangkan Stigma! Kusta Bisa Sembuh Tuntas.Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2015[diakses 25 September 2015]. Diunduh dari: URL: http://www.depkes.go.id/article/vie w/15012300020/hari-kusta-sedunia2015-hilangkan-stigma-kusta-bisasembuh-tuntas.html. 3. World Health Organization. Global Leprosy Update, 2013; Reducing Disease Burden. Weekly Epidemiological Record. 2014;89:389-400. 4. World Health Organization.Progress in Leprosy Control: Indonesia, 1991-2008. Weekly Epidemiological Record. 2010;85:249-264. 5. World Health Organization. Global Leprosy: Update on the 2012 Situation. Weekly Epidemiological Record. 2013;88: 365-380. 6. James WD, Berger T, Elston DM. Andrew’s Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. Edisi ke-10. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006. 7. World Health Organization. Leprosy. World Health Organization 2014 [diakses 25 September 2015]. Diunduh dari: URL:http://www.who.int/mediacent re/factsheets/fs101/en/.
8. World Health Organization. Drugs Used in Leprosy. Geneva: World Health Organization; 1998. 9. Infectious Disease Epidemiology SectionLouisiana Office of Public Health. Infectious Disease Control Manual. Louisiana: Louisiana Dept of Health and Hospitals; 2004. 10. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta; 2009. 11. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2014. Surabaya: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur; 2015. 12. Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Profil Kesehatan Provinsi Bali Tahun 2014. Denpasar: Dinas Kesehatan Provinsi Bali; 2015. 13. Thorat DM, Sharma P. Epidemiology. Dalam: Kar HK, Kumar B, penyunting. IAL Textbook of Leprosy. Edisi ke-1. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers Ltd.; 2010. 14. Andrade ARC, Grossi MA, Sekula SB, Antunes CM. Seroprevalence of ML Flow Test in Leprosy Contacts from State of Minas Gerais, Brazil. Rev. Soc. Medicina Tropical. 2008;41(2):56-59. 15. Rea TH, Modlin RL. Leprosy. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-7. United States of America: McGraw-Hill Companies; 2008. h. 1786-1797. 16. Depkes RI. Buku Pedoman Nasional Pengendalian Penyakit Kusta. Cetakan XI. Jakarta: Ditjen PPM & PL; 2007.
17. Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Profil Kesehatan Provinsi Bali Tahun 2013. Denpasar: Dinas Kesehatan Provinsi Bali; 2014.
and Clofazimine) in Multibacillary Leprosy Patients in a Recognized Health Care Unit in Manaus, Amazonas, Brazil. An Bras Dermatol. 2013;88(2):205-10.
18. Tiwow PI, Kandou RT, Pandaleke HEJ. Profil Penderita Morbus Hansen (MH) di Poliklinik Kulit dan Kelamin BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari-Desember 2012. Jurnal EClinic.2014;2:1.
23. Widayani. Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Pandangan Perempuan Bali: Studi Fenomenologis terhadap Penulis Perempuan Bali. Jurnal Psikologi Undip. 2014;13(2):149-162.
19. Bhat R, Chaitra P. Profile of New Leprosy Cases Attending a South Indian Referral Hospital in 20112012. ISRN Tropical Medicine. 2013;2013:1-4.
24. Kurniawati D. Putri: Pemilihan Identitas Sebagai Resistansi terhadap Dominasi Patriarki. Jakarta: Perpustakaan Universitas Indonesia; 2009.
20. Kosasih A. Kusta. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, penyunting. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: FKUI; 2010.h.73-88.
25. Novartis Pharmaceuticals Corporation. Lamprene. Novartis Interational Package Leaflet 2006 [diakses 25 September 2015]. Diunduh dari: URL: http://www.fda.gov/lamprene/fdaDr uginfo.cfm.htm.
21. Varkevisser CM, Lever P, Alubo O, Burathoki K, Idawani C, Moreira TM, et al. Gender and Leprosy: Case Studies in Indonesia, Nigeria, Nepal, and Brazil. Lepra Review.2009;80: 65-76. 22. Maia MV, Cunha CS, Cunha MGS. Adverse Effects of Alternative Therapy (Minocycline, Ofloxacin,
26. Baldo BA, Pham NH. Drug Allergy: Clinical Aspects, Diagnosis, Mechanisms, Structure-Activity Relationships. Springer [serial online] 2013 [diakses 28 September 2015]. Diunduh dari: URL: http://www.springer.com/978-14614-7260-5.