KAJIAN PENGARUH KOMBINASI BAHAN PENYAMAK FORMALIN dan SYNTAN DENGAN BATING AGENT PANKREAS SAPI TERHADAP KUALITAS KULIT PARI TERSAMAK (The Influence of Formalin and Syntan Mixture with the Cow Pancreas Agent Bating on the Quality of Tanned Stingray Leather Oleh Latif Sahubawa1), Ambar Pertiwiningrum2), Adityo Triarso Pamungkas2) e-mail:
[email protected] 1) : Jurusan Perikanan, Fakultas Petanian UGM 2) : Fakultas Peternakan UGM Diterima : 8 Desember 2010
Disetujui:
Intisari Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh kombinasi bahan penyamak (formalin dan syntan) dalam bating agent pankreas sapi (protease) terhadap kualitas kulit pari tersamak. Perlakuan yang dicobakan yaitu: perlakuan A (formalin 4% + syntan 6%), B (formalin 4% + syntan 8%), C (formalin 6% + syntan 6%), dan D (formalin 6% + syntan 8%, dengan penggunaan enzim protease penganti orofon sebagai pengikis agen protein. Parameter pengamatan terdiri atas: kekuatan tarik (N/cm2), kekuatan sobek (N/cm), kelemasan (ømm), kemuluran (%), suhu kerut (°C), kadar minyak/lemak (%), dan kadar air (%). Data hasil penelitian dibandingkan dengan SNI kulit pari tersamak (SNI. 06-6121-1999), kemudian dianalisis dengan analisis varian pada tingkat kepercayaan 95% (α.0,05). Berdasarkan hasil pengujian terlihat bahwa nilai kekuatan tarik, kekuatan sobek, suhu kerut, kadar air, dan kadar lemak/minyak sampel kulit pari tersamak yang dihasilkan dari setiap perlakuan (A, B, C, dan D) telah memenuhi persyaratan standar mutu, kecuali nilai kelemasan dari pelakuan A, B, C, D, serta nilai kemuluran dari pelakuan A dan D, belum memenuhi persyarata mutu seperti direkomendasikan dalam SNI. 06-6121-1999 dan SNI. 06-0234-1990. Kata kunci: formalin, syntan, bating agent, kualitas, kulit pari tersamak Abstract Research objective to know the influence of formalin and syntan combine in the cow pancreas bating on the properties of tanned stingray leather. The treatmen that uses in the research are: mixture of formalin 4% and syntan 6% (A); mixture of formalin 4% and syntan b% (B) ; mixture of formalin 6% and syntan 6% (C) ; and mixture of formalin 6% and syntan 8% (D). Parameters that analyzed are tensile strength (N/cm2), tearing strength (N/cm), softness test (mm), elongation at break (%), shrinkage temperature (ºC), fat content (%), and water content (%). The data of the research was comparation with tanned stringrays standard (SNI. 06-6121-1999), and than analysed with analysis of variance methods on the 95% Significantly (α, 0,05). Result of this research indicated that pamaters of tensile strength (N/cm2), tearing strength (N/cm), shrinkage temperature (ºC), fat content (%), and water content (%) of the leather samples of the A, B, C, and D treatment according to SNI. 06-6121-1999) dan SNI. 06-0234-1990,actually softness test (mm) value at A, B, C, D treatment and elongation at break (%) value at A and D parameter not to according. Key words: formalin, syntan, bating agent, quality, tanned stringray leather
PENDAHULUAN Indonesia memiliki potensi hasil laut yang sangat besar, menjanjikan penghasilan yang layak bagi para nelayan, namun pada kenyataannya kesejahteraan masyarakat nelayan masih jauh dari harapan. Sering menjadi berita hangat bahwa masyarakat nelayan hidup dalam kondisi serba kekuarangan (marginal)
Hal. 81
sehingga tidak mampu memberikan kebutuhan sosial-ekonomi keluarga yang layak. Kondisi tersebut tidak lepas dari besarnya modal yang harus dikeluarkan untuk menjalankan suatu usaha perikanan. Peningkatan kesejahteraan nelayan paling mungkin diusahakan melalui pembekalan keterampilan keluarga nelayan dalam mengolah hasil samping penangkapan ikan, salah satu pendekatan yaitu keterampilan penyamakan kulit, terutama kulit ikan dengan nilai jual tinggi seperti kulit ikan pari, kakap dan sejenisnya, nila, dan lain sebagainya. Kulit ikan pari dapat disamak dan merupakan salah satu alternatif memperoleh nilai tambah untuk peningkatan kesejahteraan nelayan, karena dapat diolah menjadi barang jadi seperti dompet, tas, jaket, ikat pinggang, sepatu, dan produk kulit lainnya yang bernilai ekonomis. Produk kulit yang dihasilkan memiliki ciri tersendiri dimana terdapat butiran mutiara keras pada permukaan kulit seperti manik-manik dan berkilau-kilau menimbulkan dayatarik yang menakjubkan (Tambunan, 1992 ; Sahubawa dan Pertiwiningrum, 2008). Menurut Untari (1997) serta Sahubawa dan Pertiwiningrum (2008), ikan pari mempunyai kulit dan rajah yang menarik setelah disamak dan diolah menjadi produk karena manik-manik dan mutiara yang dimiliki dimiliki jenis ikan lain serta memperlihatkan orisinilitas produk kulit. Ikan pari hasil sampingan penangkapan (by-catch) jaring purse-seine, gill-net, dan trawl yang selama ini belum dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber penghasilan nelayan, ternyata dapat diolah menjadi bahan baku industri dan berbagai produk kulit turunan yang memiliki nilai tambah (value-added) sangat besar untuk pasar lokal maupun ekspor. Jenis by-catch ini dirasakan sangat penting dan mendesak untuk dimanfaatkan (recovery dan reuses) sebagai bahan baku kulit non konvensional untuk produk turunan sebagai usaha ekonomi produk masyarakat. Ikan pari merupakan salah satu hasil tangkapan nelayan yang didaratkan sepanjang tahun dengan produksi cukup tinggi di setiap tempat pendartan ikan (TPI) di Indonesia dan khususnya di pantai Selatan Jawa (Sahubawa, 2007). Proses penyamakan dapat menstabilkan atau mematangkan kulit (kulit tersamak), awet, lemas, kuat, serta dapat dipakai sebagai bahan baku produk kulit karena menggunakan bahan pengawet kimia dan alami. Penyamakan adalah cara pengolahan untuk mengubah kulit mentah hewan besar (hides) dan hewan kecil (skins) menjadi kulit tersamak (leather) yang satabil. Kulit ikan pari yang dimanfaatkan adalah bagian punggung yang terdapat manic-manik dan butiran mutiara. Pada proses penyamakan, manik-manik dan butiran mutiara tersebut harus dipertahankan tetap utuh, sehingga dapat diolah menjadi produk kulit yang menarik. Mutu kulit pari tersamak tidak kalah kuatnya, berpola spesifik, bahkan sangat menarik dan memiliki nilai ekonomi tinggi dibandingkan kulit konvensional (kerbau, sapi, domba, kambing, dan lainlain). Pola yang spesifik pada kulit ikan pari, menjadikan produk kulit pari lebih istimewa, bahkan memiliki dayatarik (preferensi) konsumen yang cukup besar. Agar dapat dimanfaatkan dan diaplikasikan masyarakat nelayan sebagai usaha ekonomi alternative, maka diperlukan penelitian lebih lanjut tentang efisiensi dan efektivitas bahan penyamak, terutama dari aspek teknis maupun ekonomis. Tujuan penelitian adalah: (1) mengetahui pengaruh aktivitas protease (pankreas sapi) sebagai bating agent dan (2) pengaruh kombinasi bahan penyamak formalin dan syntan terhadap kualitas fisik-kimia kulit pari tersamak. Sedangkan manfaatnya adalah membuka peluang usaha penyamakan dan pengolahan produk kulit pari untuk masyarakat perikanan khususnya dan umumnya sebagai sumber pendapatan alternatif/lapangan usaha baru. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Bahan Bahan baku utama yaitu kulit ikan pari segar, bahan penyamak formalin dan syntan, air leding, Na2CO3, Na2S, amonium sulfida, minyak sintetis, teefol, NaHCO3, Ca(OH)2, HCOOH, H2SO4, antiseptik, garam, dan bahan tambahan lainnya.
Hal. 82
Alat Peralatan yang digunakan yaitu: ember plastik, pisau seset (pisau fleshing), timbangan, gelas ukur, mangkuk, kertas pH, termometer, sarung tangan, papan stacking, papan pentang, softness tester, tensile strength meter, perangkat alat analisis kualitas fisik-kimia kulit tersamak, dan alat lainnya. Bahan baku yang dipakai yaitu: kulit ikan pari segar (bahan baku utama), bahan penyamak formalin dan syntan, air, Na2CO3, Na2S, amonium sulfida, minyak sintetis, teefol, NaHCO3, Ca(OH)2, HCOOH, H2SO4, antiseptik, garam, dan lain-lain. Cara Percobaan Penelitian didesain dengan 4 (empat) perlakuan campuran bahan penyamak, masing-masing: perlakuan A (campuran formalin 4% + syntan 6%) ; perlakuan B (campuran formalin 4% + syntan 8%) ; perlakuan C (campuran formalin 6% + syntan 6%) ; serta perlakuan D (campuran formalin 6% + syntan 8%). Masingmasing perlakuan dibuat 3 (tiga) kali pengulangan analisis dengan tujuan untuk mendapatkan data yang lebih valid (meyakinkan). Pelaksanaan Percobaan Langkah-langkah percobaan penelitian seperti terlihat pada Gambar 1.
Penerimaan Kulit Pari Segar dari Produsen Penipisan Daging dan Pencucian Kulit Segar dengan Air Leding Pengawetan dengan NaCl secara Berlapis (metode berlapis). Penyimpanan di Cold Storage Jurusan Perikanan UGM. Preparasai Sampel Uji : Pencairan kulit pari segar dengan air leding ang mengalir. Proses penyamakan (pra-penyamakan & penyamakan) Finishing Kulit Pari Tersamak Pengujian kualitas kulit pari tersamak. Pengolahan produk kulit (dompet wanita dan pria serta gantungan kunci). Gambar 1. Pelaksanaan percobaan penyamakan & pembuatan produk kulit ikan pari
Parameter Uji Kualitas kulit tersamak ditentukan berdasarkan parameter uji yang direkomendasikan pada SNI kulit pari tersamak untuk pembuatan produk kulit (SNI. 06-6121-1999), yang terdiri atas parameter fisik {kekuatan tarik (N/cm2), kekuatan sobek (N/cm), kelemasan (ø mm), dan kemuluran (%) dan parameter kimia {suhu kerut (ºC), kadar lemak/minyak (%), dan kadar air (%)}. Metode Analisis Data
Hal. 83
Data hasil pengamatan/pengukuran masing-masing parameter dari 4 (empat) perlakuan yang dicobakan, akan dibandingkan dengan SNI kulit pari tersamak dengan tujuan untuk melihat mutu kulit tersamak yang dihasilkan. Selanjutnya, data hasil pengamatan diuji secara statistik dengan analisis Sidikragam/Varian serta uji Beda Nyata Jujur pada tingkat signifikansi 95%, dengan tujuan untuk melihat pengaruh perlakuan campuran bahan penyamak terhadap kualitas kulit pari tersamak. HASIL DAN PEMBAHASAN Kekuatan Tarik (Tensile Strength, N/cm2)
Kekuatan Tarik (N/cm2)
Kekuatan tarik adalah besarnya gaya tarik maksimal alat untuk menarik kulit sampai putus (N/cm2) (Anonim, 1990b). Hasil pengujian sifat kekuatan tarik sampel kulit pari tersamak dari masing-masing perlakuan: A (formalin 4% + syntan 6%), B (formalin 4% + syntan 8%), C (formalin 6% + syntan 6%), dan D (formalin 6% + syntan 8%) yaitu: 2.168,04 N/cm2 ; 2.810.08 N/cm2 ; 2.263,72 N/cm2 ; dan 2290.95 N/cm2. Nilai kekuatan tarik cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan penggunaan konsentrasi bahan penyamak, meskipun nilai tertinggi dihasilkan pada perlakuan B (Gambar 2). Nilai yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai standar yang rekomendasi SNI 06-6121-1999. Berdasarkan hasil uji BNJ pada tingkat signifikansi 95%, terlihat ada pengaruh nyata dari perlakuan yang dicobakan terhadap nilai kekuatan tarik sampel kulit pari tersamak. Menurut Badan Standardisasi Nasional (1999) cit SNI 06-6121-1999, standar nilai kekuatan tarik kulit ikan pari untuk barang kulit minimal 2.000 N/cm2. Hal ini menunjukkan bahwa semua perlakuan yang dicobakan dapat menghasilkan nilai kekuatan tarik bahan baku sesuai standar penerimaan konsumen.
3000
2810.08
2500
2168.04
2263.72
2290.95
2000 1500 1000 500 0 A
B
C
D
Perlakuan (konsentrasi campuran bahan penyamak)
Gambar 2. Trend nilai kekuatan tarik kulit pari tersamak pada setiap perlakuan Kekuatan Sobek (Tearing Strength, N/cm) Kekuatan sobek kulit adalah besarnya gaya maksimal yang diperlukan alat untuk menyobek sampel sampai tersobek semua (Anonim, 1990b). Hasil pengujian sifat kekuatan tarik sampel kulit ikan pari tersamak masing-masing perlakuan sebagai berikut: A = 699,86 N/cm ; B = 672,96 N/cm; C = 865,85N/cm dan D = 1.036.65 N/cm. Meskipun perlakuan D menghasilkan nilai kekuatan sobek tertinggi, namun tidak memperlihatkan kecenderungan peningkatan yang sejalan dengan meningkatnya konsentrasi bahan penyamak, bahkan perlakuan A lebih tinggi dibandingkan perlakuan B dan C (Gambar 3). Dari hasil uji BNJ tingkat signifikansi 95%, terlihat tidak terdapat beda nyata nilai kekuatan sobek dari masingmasing perlakuan percobaan. Menurut Badan Standardisasi Nasional (1999), cit SNI 06-6121-1999, standar nilai kekuatan sobek kulit pari tersamak untuk produk barang kulit minimal 300 N/cm. Hal ini menunjukkan bahwa semua perlakuan yang dicobakan dapat menghasilkan nilai kekuatan sobek sesuai standar penerimaan konsumen.
Hal. 84
1500 1036.655686
Kekuatan Sobek (N/cm)
1000
865.8574027 699.8643533 672.9615807
500 0 A
B
C
D
Perlakuan (konsentrasi campuran bahan penyamak)
Gambar 3. Trend nilai kekuatan sobek kulit pari tersamak pada setiap perlakuan
Kelemasan (Softnes, ø.mm)
Kelemasan (mm)
Kelemasan kulit menunjukkan besarnya kemampuan lemas sampel kulit pari tersamak yang akan dipakai dalam pembuatan produk. Hasil pengujian sifat kelemasan sampel kulit ikan pari tersamak dari perlakuan A, B, C, D masing-masing: 1,92 mm ; 1,89 mm ; 1,83 mm ; dan 1,71 mm, terlihat cenderung menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi bahan penyamak (Gambar 4). Nilai kelemasan yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan standar seperti yang rekomendasi SNI 06-6121-1999 tentang kulit ikan pari tersamak untuk pembuatan produk. Dikatakan Anonim (2004), kelemasan kulit ikan pari untuk bahan atasan sepatu dan suede leather minimal 2 mm. Berdasarkan hasil uji perbandingan berganda pada tingkat signifikansi 95%, diketahui tidak terdapat perbedaan nyata dari tiap-tiap perlakuan terhadap nilai kelemasan sampel kulit pari. 1.95 1.9 1.85 1.8 1.75 1.7 1.65 1.6
1.92 1.89 1.83
1.71
A
B
C
D
Perlakuan (konsetrasi campuran bahan penyamak)
Gambar 4. Trend nilai kelemasan kulit pari tersamak pada setiap perlakuan Dalam proses penyamakan, diberikan perlakuan peminyakan yang bertujuan untuk memasukkan sejenis minyak ke dalam struktur kulit untuk mencegah penetrasi molekul air dalam jaringan kulit, sehingga menghasilkan kulit yang lebih lemas, fleksibel, lunak, serta memiliki kelemasan yang tinggi sesuai dengan standar dan tujuan pemakaiannya (Purnomo, 2001).
Hal. 85
Kemuluran (Elongation at Break, %) Kemuluran adalah persentase pertambahan panjang kulit pada saat ditarik sampai putus dibandingkan panjang kulit mula-mula (Anonim, 1990a). Hasil pengujian sifat kemuluran sampel kulit pari tersamak dari masing-masing perlakuan yaitu: A = 27,33% ; B = 67,00% ; C = 32,67% dan D = 27,33%. Menurut Badan Standardisasi Nasional (1999), cit SNI 06-6121-1999, standar nilai kemuluran kulit pari tersamak untuk produk barang kulit maksimal 30%. Hal ini menunjukkan bahwa nilai kemuluran kulit pari tersamak pada perlakuan A dan D memenuhi standar penerimaan konsumen, sedangkan perlakuan B dan C tidak memenuhi standar (> nilai ambang batas) (Anonim, 1989b). Kisaran nilai yang dihasilkan masing-masing perlakuan tidak memperlihatkan kecenderungan peningkatan dan atau penurunan sejalan dengan pertambahan konsenrasi bahan penyamak (Gambar 5). Dari hasil uji BNJ pada tingkat signifikansi 95%, ternyata tidak terdapat beda nyata nilai kekuatan sobek dari masing-masing perlakuan.
Kemuluran (%)
40
36.67
30
32.67
27.33
27.33
20 10 0 A
B
C
D
Perlakuan (konsentrasi campuran bahan penyamak)
Gambar 5. Trend nilai kemuluran kulit pari tersamak pada setiap perlakuan Menurut Anonim (1989), nilai kemuluran yang makin besar (>30%) memberikan pengaruh jelek terhadap labilitas produk kulit, yang diperlihatkan dengan makin memanjang dan atau melebar produk kulit yang dipakai. Kulit tersamak dengan sifat seperti ini, jika dipanaskan dalam oven akan pecah dan retak. Sebagai contoh, jika sepatu yang dikapai mengalami penambahan dan pelebaran ukuran, pertanda bahwa bahan baku kulit yang dipakai memiliki nilai kemuluran yang lebih besar dari 30%. Sebaliknya jika kelemasan kulit tersamak terlalu rendah maka produk yang dihasilkan terlalu kaku sehingga tidak nyaman dipakai konsumen (Sahubawa, 2008). Contoh lainnya, kulit ikan pari tersamak dengan nilai kemuluran sesuai standar penerimaan konsumen, jika dibuat menjadi produk (ikat pinggang, dompet dan cover handphone) akan memberi kenyamanan maupun keluesan pemakaian pada konsumen, lebih dari itu tidak menimbulkan ganggung fisik pada konsumen dan atau kerusakan pada pakaian yang digunakan konsumen. Suhu Kerut (Shrinkage Temperature, 0C) Suhu kerut adalah suhu kulit tersamak saat sampel mengalami pengkerutan dengan cara pemanasana bertahap dalam medium air (Judoamidjojo, 1982), atau dengan kata lain suhu dimana terjadi pengkerutan struktur kolagen kulit. Hasil pengujian suhu kerut sampel kulit pari tersamak setiap perlakuan sebagai berikut: 76,670C ; 79.670C ; 76.670C ; dan 760C. Menurut SNI 06-6121-1999, standar suhu kerut kulit pari tersamak sebagai bahan baku produk kulit minimal 70 0C. Hal ini menunjukkan bahwa suhu kerut sampel kulit pari dari setiap perlakuan memenuhi standar penerimaan konsumen. Kisaran nilai yang dihasilkan masing-masing perlakuan tidak memperlihatkan kecenderungan peningkatan dan atau penurunan sejalan dengan pertambahan konsenrasi bahan penyamak (hampir sama untuk setiap perlakuan), tetapi hanya
Hal. 86
perlakuan B yang menghasilkan nilai suhu kerut tertinggi (Gambar 6). Dari hasil uji BNJ pada tingkat signifikansi 95%, diketahui tidak terdapat beda nyata nilai suhu kerut dari masing-masing perlakuan. Suhu kerut erat kaitan dengan kematangan kulit, dimana makin banyak serat-serat kulit yang matang akibat penetrasi bahan penyamak, makin tinggi suhu kerut kulit tersamak. Makin tinggi suhu kerut kulit, makin tinggi ketahanan kulit terhadap panas (hidrothermal) sehingga makin tinggi kualitas kulit yang dihasilkan (Kurniani, dkk., 2007). Besarnya ketahanan kulit tesamak terhadap panas dipengaruhi oleh jenis dan jumlah bahan penyamak yang berikatan dengan serta-serat kolagen kulit. Pengkerutan terjadi karena adanya lipatan rantai polipeptida akibat putusnya ikatan antar anyaman serabut karena kondisi ekstrim seperti pemanasan pada suhu tinggi (Sarkar, 1995 cit. Ayufita, 2007). 79.67
Suhu Kerut (oC)
80 79 78 77
76.67 76.67
76 75 74
76
A
B
C
D
Perlakuan (konsentrasi campuran bahan penyamak)
Gambar 6. Trend nilai suhu kerut kulit pari tersamak pada setiap perlakuan Kadar Air (%) Hasil pengujian kadar air sampel kulit pari tersamak dari perlakuan A = 15,99% ; B = 14,99% ; C = 15,00% ; dan D = 15%. Nilai kadar air sampel kulit pari tersamak memenuhi standar mutu SNI 06-61211999, yakni maksimal 20%. Hal ini menunjukkan bahwa nilai kadar air kulit ikan pari tersamak pada semua perlakuan telah memenuhi standar produk kulit. Perubahan kadar air sampel kulit pari tersamak dari setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 7. Hasil uji BNJ pada tingkat signifikansi 95% (p>0,05), menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata antar perlakuan percobaan, artinya interval nilai rerata yang dihasilkan antar perlakuan tidak memperlihatkan sifat korelatif tehadap perubahan kadar air. Molekul air dalam kulit tersamak memiliki 2 (dua) pengaruh, yakni akan mempengaruhi kematangan serat protein kolagen karena terjebak dalam sudut-sudut heliks yang berdampak pada rendahnya nilai kekuatan tarik dan kekuatan sobek, serta sebagai media tumbuhnya mikrobia (terutama kapang) pada produk yang rendah kadar air. Untuk menghilangkan kadar air pada sudut ikatan heliks protein kolagen tersebut, kulit tersamak dapat dipanaskan dalam oven bersuhu 50 - 60°C selama waktu tertentu. Kadar Lemak/Minyak (%) Hasil pengujian kadar minyak/lemak sampel kulit pari tersamak dari masing-masing perlakuan yaitu: A = 3,16% ; B = 4,38% ; C = 4,04% ; D = 6, 06%. Kadar minyak sampel kulit pari tersamak telah memenuhi standar baku mutu kulit sebagai bahan baku produk kulit sebesar 12%, sebagaimana direkomendasikan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-6121-1999. Hal ini menunjukkan bahwa kadar minyak/lemak kulit tersamak yang dihasilkan semua perlakuan sudah memenuhi standar penerimaan konsumen. Perubahan nilai kadar lemak/minyak sampel kulit ikan pari tersamak dari setiap perlakuan diperlihatkan pada Gambar 8, dimana terdapat kecenderunag peningkatan kadar minyak/lemak sejalan dengan peningkatan konsentrasi bahan penyamak. Hal ini menunjukkan bahwa makin tinggi konsentrasi bahan penyamak, makin rendah kualitas kulit pari tersamak. Meskipun demikian, perlakuan C menghasilkan kadar minyak/lemak lebih rendah dibandingkan perlakuan B.
Hal. 87
15.99
Kadar Air (%)
16 15.5
14.99
15
15
15
14.5 14 A
B
C
D
Perlakuan (konsentrasi campuran bahan penyamak)
Kadar Lemak (%)
Gambar 7. Trend perubahan kadar air kulit pari tersamak tiap perlakuan
7 6 5 4 3 2 1 0
6.075 4.38 3.155
A
B
4.04
C
D
Perlakuan (konsentrasi campuran bahan penyamak)
Gambar 8. Trend perubahan kadar minyak/lemak kulit pari tersamak tiap perlakuan Berdasarkan hasil uji BNJ pada taraf signifikansi 95%, diketahui tidak terdapat beda nyata nilai kadar lemak/minyak dari tiap-tiap perlakuan, artinya interval nilai rerata yang dihasilkan antar perlakuan tidak memperlihatkan sifat korelatif, sejalan dengan peningkatan dan atau penurunan konsentrasi bahan penyamak terhadap kadar minyak/lemak sampel kulit pari tersamak. Kandungan minyak yang tinggi di bagian bawah permukaan kulit menjadi penghambat penetrasi bahan penyamak ke dalam serat-serat kolagen kulit. Jika kadar minyak/lemak pada kulit tersamak atau produk kulit relatif tinggi, maka kemungkinan dapat menimbulkan bau tengik jika dibiarkan di udara terbuka atau terkena sinar matahari. Hal ini disebabkan terjadi proses hidrolisis dengan uap air yang menghasilkan asam lemak bebas. Pembentukan asam lemak (terutama lemak tidak jenuh) akan menimbulkan reaksi oksidasi. Oksidasi asam lemak tidak jenuh dapat menghasilkan peroksida dan selanjutnya terbentuk aldehida yang menimbulkan bau tidak enak atau (tengik). Kelembaban udara, cahaya, suhu tinggi adalah faktor penyebab meningkatnya ketengikan lemak (Poedjiadi, 1994).
Hal. 88
KESIMPULAN dan SARAN Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil rekapitulasi data rataan, nilai kekuatan tarik, kekuatan sobek, suhu kerut, kadar air, dan kadar lemak/minyak sampel kulit pari tersamak yang dihasilkan dari setiap perlakuan (A, B, C, dan D) telah memenuhi persyaratan standar mutu, kecuali nilai kelemasan dari semua pelakuan, serta nilai kemuluran dari pelakuan A dan D, belum memenuhi persyarata mutu sebagaimana direkomendasikan dalam SNI. 06-6121-1999 dan SNI. 06-0234-1990. 2. Dari semua perlakuan yang dicobakan, ternyata masing-masing perlakuan memperlihatkan keunggulannya terhadap parameter sampel kulit pari tersamak, yakni: perlakuan B menghasilkan nilai kekuatan tarik, kemuluran, suhu kerut, dan kadar air terbaik ; perlakuan A menghasilkan nilai kelemasan dan kadar lemak terbaik ; serta perlakuan D menghasilkan nilai kekuatan sobek terbaik. 3. Secara keseluruhan, perlakuan B lebih unggul menghasilkan sampel kulit pari tersamak dengan kualitas terbaik dibandingkan perlakuan A, C, dan D. Saran 1. Perlakuan B dapat dipakai sebagai rujukan untuk penyamakan kulit parti tersamak (khususnya) dan kulit lain umunya. 2. Diharapkan peneliti menggunakan konsep kombinasi bahan penyamak lebih (campuran) karena memiliki sifat keunggulan masing-masing dan saling memperbaiki sehingga dapat menghasilkan kulit tersamak dengan kualitas yang lebih baik dibandingkan penggunaan satu jenis bahan penyamak.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1990a. Standar Nasional Indonesia (SNI). 06-1795-1990. Cara Uji Kekuatan Tarik dan Kemuluran Kulit. Dewan Standardisasi Nasional. Jakarta. Anonim. 1990b. Standar Nasional Indonesia (SNI). 06-1794-1990. Cara Uji Kekuatan Sobek dan Kekuatan Tarik Lapisan Kulit. Dewan Standardisasi Nasional. Jakarta. Anonim. 1999. Standar Nasional Indonesia (SNI). 06-6121-1999 Kulit Ikan Pari Untuk Barang Kulit. Dewan Standardisasi Nasional. Jakarta. Ayufita, D. P., 2007. Pengaruh Lama Perendaman Dalam Garam Jenuh Terhadap Kualitas Fisik Kulit Pari Tersamak. Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Skripsi. Judoamidjojo, R. M., 1984. Dasar-Dasar Teknologi dan Kimia Kulit. Penerbit CV. Angkasa Bandung. Kurniani, A.V., L. Sahubawa, dan I.Y. Bambang Lelana, 2007. Pengaruh Metode Pengawetan Mentah terhadap Kualitas Kulit Pari Tersamak. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan Tahun 2007. Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UGM. SNI-06-1795-1990. Cara Uji Kekuatan Tarik dan Kemuluran Kulit. Dewan Standardisasi Nasional. Jakarta. SNI-06-1794-1990. Cara Uji Kekuatan Sobek dan Kekuatan Tarik Lapisan Kulit. Dewan Standardisasi Nasional. Jakarta. SNI-06-6121-1999 Kulit Ikan Pari Untuk Barang Kulit. Dewan Standardisasi Nasional. Jakarta. Purnomo, E., 2001. Penyamakan Kulit Reptil. Penerbit PT. Kanisius Yogyakarta. Anggota IKAPI. Poedjiadi, A., 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit Institut Teknologi Bandung. Sahubawa, L., 2007. Potensi, Strategi Pengembangan serta Kapasitas Imprastruktur Kelautan Perikanan dalam Peningkatan Akses Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Laut Selatan Jawa. Hibah Imprastruktur dan Pengembangan SDM, LPPM UGM-Indonesian Facilities.
Hal. 89
Sahubawa, L., 2008. Kreasi dan Inovasi Pengembangan Produk Kulit Ikan Berbasis Ekspor. Kajian Peningkatan Nilai Tambah Produk Kulit Ikan dalam Rangka Pengembangan Industri Kreatif Kulit. Bahan Kuliah Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, Jurusan Perikanan UGM. Sahubawa, L. dan A. Pertiwiningrum, 2008. Pengembangan Usaha Produk Kulit Ikan Bernilai Ekonomis Penting. Hibah Vucer Pengabdian Masyarakat, Bidang V LPPM UGM, Tahun Anggaran 2008. Tambunan, P. R., 1992. Perkembangan Penyamakan Kulit Ikan Pari. Prosiding Temu Karya Ilmiah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta. Untari, S., 1997. Cara-Cara Pengulitan dan Pengawetan Kulit Ikan Pari. Proyek Pengembangan dan Pelayanan Teknologi Industri Kulit, Karet dan Plastik. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Kulit, Karet, dan Plastik. Yogyakarta. Ucapan Terimakasih Ucapan terimakasih disampaikan kepada asisten dan mahasiswa yang disebutkan di bawah ini atas perhatian serta bantuannya dalam mempersiapkan dan melaksanakan penelitian ini, yakni. 1. 2. 3. 4. 5.
Eva Hayati Anggraini, S.Pi Dini Widia Kurniasari, S.Pt Meilynda Dwi Purwanti, S.Pi Adityo Triarso Pamungkas Muhammad Arya Rizky P.S.
Hal. 90