1
KAJIAN KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN H. M. Kamal Hidjaz Fak.Hukum Universitas Muslim Indonesia / STIE-YPUP ABSTRAK Kebijakan (policy) merupakan pernyataan atau pengarahan umum dalam lingkungan suatu organisasi yang mempunyai peranan dalam pembuatan keputusan. Oleh karena itu, kebijakan senantiasa bersifat pengarahan umum, atau berorientasi pada bimbingan berpikir. Jika demikian, maka kebijaksanaan sebagai suatu jenis rencana (jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang). Kebijakan penanaman modal daerah harus benar-benar memahami amanah konstitusi yang tertuang dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dalam pengertian ini termasuk bumi dan air dan kekayaan alam yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan, agar supaya dikelola, dimanfaatkan dan diberdayakan demi kemakmuran rakyat di Provinsi Sulawesi Selatan. Penyusunan, perumusan dan penetapan rencana kebijaksanaan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan di bidang penanaman modal, senantiasa mengikuti dan mengindahkan tahap-tahap perencanaan pembangunan menurut Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) yang tertuang dalam Undangundang Nomor 25 Tahun 2004. Kata Kunci: Kebijakan, Penanaman Modal, Insentif, Arah dan Langkah Kebijakan Pendahuluan Sebagaimana diketahui bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (hasil amandemen), dipandang perlu melaksanakan pembangunan ekonomi nasional dan daerah yang berkelanjutan dengan tetap mengacu pada nilai-nilai demokrasi ekonomi guna mencapai tujuan berbangsa, bernegara dan berpemerintahan. Berkenaan dengan konsepsi demokrasi ekonomi nasional dan daerah, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam ketetapannya Nomor XVI/MPR/1998 telah mengamanahkan politik ekonomi dalam rangka demokrasi ekonomi. Amanah ini menghendaki agar kebijakan dan kebijaksanaan penanaman modal nasional dan daerah selayaknya didasari atas konsepsi ekonomi kerakyatan yang berupaya mengembangkan usaha-usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi. Keterlibatan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi dalam rangka pembinaan dan pengembangan penanaman modal nasional dan daerah, dimaksudkan untuk lebih mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan daerah mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia, khususnya di Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Untuk itu mutlak diperlukan adanya upaya peningkatan penanaman modal daerah yang akan mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan, memanfaatkan dan memberdayakan modal yang berasal dari dalam negeri (lokal, regional dan nasional) maupun modal luar negeri.
2 Upaya penggunaan, pemanfaatan dan pemberdayaan berbagai perangkat dan instrumen penanaman modal dimaksud, diharapkan Indonesia termasuk Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dalam keikut sertaannya dalam berbagai efen (nasional dan internasional) mampu mengantisipasi segala dampak dari perubahan perekonomian global. Sehubungan dengan hal tersebut, dipandang perlu menciptakan iklim penanaman modal daerah ; kondusif, promotif, sekaligus memberikan jaminan kepastian hukum, ketenangan berusaha, keadilan dan efisiensi dengan tetap memperhatikan kepentingan perekonomian nasional. Agar supaya maksud tersebut dapat dipenuhi, maka mutlak diperlukan keikut sertaan dan keterlibatan konsultan dalam penyusunan, perumusan dan penetapan Kebijaksanaan Penanaman Modal Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Dampak perekonomian Indonesia yang terbuka dari pengaruh gejolak global pada akhirnya menjadikan Indonesia lebih sering mengalami krisis. Oleh sebab itu, untuk mengurangi dampak negatif dari krisis terhadap perekonomian dibutuhkan kerjasama yang erat antara otoritas fiskal (pemerintah) dan otoritas moneter (bank sentral). Diperlukan suatu contingency plan (rencana alternatif) yang berisi penjabaran langkah-langkah pelaksanaan kebijakan, baik otoritas fiskal maupun moneter di saat genting. “Contingency plan harus dilengkapi dengan langkah kebijakan yang bersifat preventif dan juga kuratif untuk menangkal dampak negatif dari arus modal keluar dalam skala besar yang dapat terjadi secara tiba-tiba akibat dari integrasi ekonomi global. Kebijakan yang bersifat preventif, dapat berupa koordinasi moneter dan fiskal untuk terus mempertahankan kestabilan makroekonomi secara konsisten, penciptaan atmosfir yang baik bagi Penanaman Modal Asing, serta pengembangan infrastruktur. Sedangkan kebijakan yang bersifat kuratif, sangat berkaitan dengan upaya stabilisasi ekonomi untuk jangka sangat pendek. Dimana shock (guncangan) dalam perekonomian Indonesia bermanifestasi menjadi keadaan yang genting. “Cirinya sudah dikenal, yakni larinya modal asing dalam jumlah besar secara tiba-tiba, serta melemahnya nilai tukar Rupiah secara mendalam, melonjaknya inflasi, serta runtuhnya ekspektasi rasional pelaku ekonomi domestik dan asing. Faktor-Faktor Yang Dipertimbangkan Sebelum Melakukan Kegiatan Penanaman Modal Sebagaimana disadari bahwa dalam setiap kegiatan penanaman modal selalu terkait dengan kemungkinan terjadinya risiko yang dapat mengakibatkan berkurangnya atau bahkan hilangnya nilai modal. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika sebelum melakukan kegiatan penanaman modal, perlu dipertimbangkan faktor-faktor tertentu sehingga disamping diharapkan dapat menghasilkan keuntungan yang optimal, juga dapat meminimalkan kerugian. Biasanya ada beberapa faktor yang dipertimbangkan sebelum melakukan kegiatan penanaman modal, anrara lain seperti berikut ini: 1. Risiko Menanam Modal (Country Risk) Masalah country risk merupakan faktor yang cukup dominan yang menjadi dasar pertimbangan dalam melakukan kegiatan investasi. Salah satu aspek dari country risk yang sangat diperhatikan oleh calon investor adalah aspek stabilitas politik dan keamanan. Hal ini sangat lumrah, mengingat tanpa adanya stabilitas politik dan jaminan keamanan pada negara dimana investasi dilakukan, maka risiko kegagalan yang akan dihadapi akan semakin besar. Aspek stabilitas politik ini, dalam kenyataannya sering kali tidak dapat diramalkan (unpredictable) yang mencakup keadaan-keadaan seperti perang, pendudukan oleh kekuatan asing, perang saudara, revolusi, pemberontakan, kekacauan, kudeta, dan lain-lain. Di samping aspek stabilitas politik dan keamanan, aspek-aspek lain yang sangat diperhatikan, antara lain sebagai berikut.
3
2.
3.
4.
5.
a) Aspek kebijaksanaan, misalnya perubahan unilateral dalam syarat-syarat hutang dan keadaan alam yang buruk. b) Aspek ekonomi, misalnya salah urus perekonomian, depresi atau resesi berkepanjangan, credit squeeze, pertumbuhan ekonomi yang terus menurun, ongkos produksi yang terus meningkat, terjadinya depresiasi mata uang yang sangat tajam, dan lain lain. c) Aspek neraca pembayaran dan hutang luar negeri, misalnya turunnya pendapatan ekspor, peningkatan pada impor makanan dan energi secara tiba-tiba, over extension (perpanjangan) hutang luar negeri, keadaan memburuk di neraca pembayaran, dan lainlain. d) Aspek lain yang menjadi perhatian adalah aspek jaminan kepastian hukum dan penegakan hukum, karena terbukti (dalam kasus Indonesia) bahwa salah satu faktor kemerosotan investasi langsung diakibatkan oleh tidak adanya jaminan dan kepastian hukum. Rentang Birokrasi (Red Tape) Birokrasi yang terlalu panjang biasanya dapat menciptakan situasi yang kurang kondusif bagi kegiatan penanaman modal sehingga dapat mengurungkan niat para pemodal untuk melakukan investasi. Dengan birokrasi yang panjang, berarti adanya biaya tambahan yang akan memberatkan para calon pemodal karena dapat mengakibatkan usaha yang akan dilakukan menjadi tidak feasible. Transparansi dan Kepastian Hukum Bagi calon investor, adanya transparansi dalam proses dan tata cara penanaman modal akan menciptakan suatu kepastian hukum serta menjadikan segala sesuatunya menjadi mudah diperkirakan (predictable). Sebaliknya, tidak adanya transparansi dan kepastian hukum akan membingungkan calon investor yang sering kali mengakibatkan biaya yang cukup mahal. Sebagai salah satu contoh dari permasalahan ini adalah berubah-ubahnya daftar skala prioritas serta negative list di bidang penanaman modal. Transparansi dan kepastian hukum seharusnya mencakup pula aspek efektivitas sistem hukum dan peradilan yang fair dan impartial, termasuk aspek penegakan hukum atas putusan pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa yang lain. Transparansi dalam kaitan dengan substansi hukum dimulai sejak suatu aturan dirancang, dirumuskan, diberlakukan, diimplementasikan, diubah, dicabut, disempurnakan, dan seterusnya. Alih Teknologi Adanya peraturan yang terlampau ketat menyangkut kewajiban alih teknologi dari negara tuan rumah (host country) dapat mengurangi minat penanam modal, mengingat bagi mereka teknologi yang mereka gunakan merupakan modal yang sangat berharga dalam mengembangkan usahanya. Dalam menghasilkan teknologi tersebut, kadang-kadang membutuhkan biaya penelitian dan pengembangan yang sangat besar serta jangka waktu yang cukup panjang. Sementara itu, bagi host country, dalam upaya melakukan proses alih teknologi biasanya mencari perusahaan dari negara yang longgar dalam aturan mengenai kemungkinan melakukan proses alih teknologi. Jaminan dan Perlindungan Investasi Salah satu faktor yang sangat dipertimbangkan oleh para pemodal sebelum melakukan kegiatan penanaman modal adalah adanya jaminan dari negara tuan rumah (host country) terhadap kepentingan pemodal dalam hal terjadinya suatu peristiwa, seperti kerusuhan, huruhara, penyitaan (confiscation), nasionalisasi (nationalization), serta pengambil alihan
4 (expropriation). Di samping itu, jaminan investasi juga mencakup masalah repatriasi modal (capital repatriation) serta penarikan keuntungan (Profit remmitance). 6. Ketenagakerjaan Adanya tenaga kerja yang terlatih dan terampil dalam jumlah yang memadai serta upah yang tidak terlalu tinggi, akan menjadi faktor yang sangat dipertimbangkan oleh para calon investor sebelum melakukan kegiatan penanaman modalnya. Sebagaimana disadari, antara masalah penanaman modal dengan masalah ketenagakerjaan terdapat hubungan timbal balik yang sangat erat. Penanaman modal disatu pihak memberikan implikasi tereiptanya lapangan kerja yang menyerap sejumlah besar tenaga kerja diberbagai sektor, sementara di lain pihak kondisi sumber daya manusia yang tersedia dan situasi ketenagakerjaan yang melingkupinya akan memberikan pengaruh yang besar pula bagi kemungkinan peningkatan atau penurunan penanaman modal. 7. Ketersediaan Infrastruktur Tersedianya jaringan infrastruktur yang memadai akan sangat berperan dalam menunjang keberhasilan suatu kegiatan penanaman modal, hal itu pun menjadi faktor yang penting sebagai pertimbangan bagi para calon investor. Tersedianya jaringan infrastruktur pokok, seperti perhubungan (darat, laut, dan udara), energi, serta sarana komunikasi biasanya merupakan faktor yang sangat diperhatikan oleh calon investor. 8. Keberadaan Sumber Daya Alam Di samping masalah modal, tenaga kerja, keahlian, dan keberadaan infrastruktur, masalah keberadaan sumber daya alam merupakan salah satu daya tarik urama dalam melakukan kegiatan investasi. Negara-negara yang kaya akan sumber daya alam yang merupakan sumber bahan baku atau komoditi dalam industri, telah menjadi sasaran utama dari para pemilik modal untuk menanamkan modalnya. 9. Akses Pasar Akses terhadap pasar yang besar juga menjadi sasaran utama para pemilik modal untuk menanamkan modalnya. Hal ini sangat mudah untuk dipahami, mengingat dengan terbukanya akses pasar, maka akan mampu menyerap produk yang dihasilkan dari suatu kegiatan penanaman modal (misalnya di bidang industri). 10.Insentif Perpajakan Mengingat kegiatan penanaman modal merupakan kegiatan yang berorientasi mencari keuntungan (Profit oriented), maka diberikannya beberapa insentif di bidang perpajakan akan sangat membantu menyehatkan cash flow serta mengurangi secara substansial biaya produksi (production cost) yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan profit margin dari suatu kegiatan penanaman modal. 11.Mekanisme Penyelesaian Sengketa yang Efektif Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif, juga merupakan salah satu faktor yang diperhitungkan sebelum memutuskan untuk melakukan kegiatan penanaman modal. Sebaliknya, mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak efektif dan tidak adil serta tidak menjamin adanya kepastian hukum dan penegakannya, tidak hanya akan mengurungkan niat investor untuk menanam modal, bahkan lebih jauh dapat mendorong investor melakukan relokasi dan pelarian modal (capital flight) ke negara lain. Penyusunan, Perumusan dan Penetapan Rencana Kebijakan Penanaman Modal Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Sehubungan dengan hal tersebut, telah diterbitkan Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 23 Tahun 2001 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Promosi
5 dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 24, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 188). Ditindak lanjuti dengan Keputusan Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 182 Tahun 2001 tentang Tugas Pokok dan Rincian Tugas Jabatan Sub Bagian dan Sub Bidang pada Badan Promosi dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Diubah dan disempurnakan melalui Keputusan Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 7 Tahun 2004. Eksistensi pembentukan Badan Promosi dan Penanaman Modal Daerah sebagai unsur penunjang Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, bertugas membantu Gubernur Sulawesi Selatan berkenaan dengan penyelenggaraan Pemerintah Provinsi dalam lingkup Promosi dan Penanaman Modal Daerah. Sehingga wajar dan patut apabila Badan Promosi Penanaman Modal Daerah Provinsi Sulawesi Selatan mengembang fungsi : a. Perumusan kebijaksanaan teknis di bidang penanaman; b. Pemberian perizinan dan pelaksanaan pelayanan umum lintas kabupaten/kota; c. Pembinaan teknis di bidang penanaman modal lintas kabupaten/kota; d. Pelaksanaan kerjasama dalam bidang penanaman modal dengan kabupaten/kota; e. Penyusunan rencana penanaman modal provinsi; f. Pengidentifikasian sumber-sumber potensi daerah secara menyeluruh untuk kepentingan perencanaan dan pengendalian pembangunan penanaman modal provinsi secara makro; g. Pengkordinasian pelaksanaan kegiatan promosi penanaman modal; h. Pengawasan atas pelaksanaan penanaman modal di daerah; i. Penyediaan dukungan penyelenggaraan bimbingan teknis di bidang penanaman modal; j. Penyelenggaraan sistem informasi di bidang penanaman modal; k. Penyusunan perencanaan tata ruang di bidang penanaman modal provinsi; l. Promosi dan informasi penanaman modal; m. Pelaksanaan kerjasama regional Sulawesi di bidang penanaman modal; n. Promosi bersama dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal Pusat; o. Pelaksanaan kegiatan-kegiatan lain yang ditugaskan oleh Gubernur dalam bidang penanaman modal; p. Pelaksanaan urusan kesekretariatan. Betapa luas dan kompleksnya tugas serta fungsi yang diemban Badan Promosi dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, sehingga dipandang perlu menunjuk konsultan/tenaga ahli dalam rangka penyusunan kajian kebijaksanaan penanaman modal Provinsi Sulawesi Selatan, sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Kepala Badan Promosi dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 188.4/82/I/BPPMD/2008 tertanggal 21 April 2008, dengan tugas dan kewajiban sebagai berikut : 1. Menyusun Kajian Kebijakan Penanaman Modal Provinsi Sulawesi Selatan; 2. Hasil Penyusunan Kajian Kebijakan Penanaman Modal Provinsi Sulawesi Selatan dibuat dalam bentuk buku dan dilaporkan kepada Kepala BPPMD Provinsi Sulawesi Selatan. Konsultan direkrut dari semua unsur dan lapisan yang ada di masyarakat, terutama dari kalangan akademisi sesuai disiplin ilmu dan pengetahuan, serta keahlian dan keterampilan yang mempunyai keterkaitan di bidang penanaman modal. Hal ini dimaksudkan, agar supaya pengambilan keputusan berkenaan dengan kebijaksanaan penanaman modal sudah dikaji secara seksama dan mendalam sesuai disiplin ilmu pengetahuan, serta keahlian dan keterampilan konsultan.
6 Konsultan dalam menyusun konsep kebijaksanaan penanaman modal daerah harus benarbenar memahami amanah konstitusi yang tertuang dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dalam pengertian ini termasuk bumi dan air dan kekayaan alam yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan, agar supaya dikelola, dimanfaatkan dan diberdayakan demi kemakmuran rakyat di Provinsi Sulawesi Selatan. Sehubungan dengan tugas dan kewajiban konsultan, terlebih dahulu perlu dipahami secara seksama makna yang terkandung dari kebijaksanaan itu sendiri. Secara akademis; kebijaksanaan (policy) merupakan pernyataan atau pengarahan umum dalam lingkungan suatu organisasi yang mempunyai peranan dalam pembuatan keputusan. Oleh karena itu, kebijaksanaan senantiasa bersifat pengarahan umum, atau berorientasi pada bimbingan berpikir. Jika demikian, maka kebijaksanaan sebagai suatu jenis rencana (jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang). Kemudian mengenai rencana atau perencanaan (planning) menurut Sondang P. Siagian, diasumsikan sebagai keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang daripada halhal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Sedang tujuan perencanaan kebijaksanaan penanaman modal, yakni meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat Provinsi Sulawesi Selatan. Penyusunan, perumusan dan penetapan rencana kebijaksanaan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan di bidang penanaman modal, senantiasa mengikuti dan mengindahkan tahap-tahap perencanaan pembangunan menurut Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421). Sebagaimana telah dijabarkan ke dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah, dan ditindak lanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga. Adapun tahapan perencanaan pembangunan Nasional dan Daerah, terdiri dari : 1. Tahap penyusunan rencana; 2. Tahap penetapan rencana; 3. Tahap pengendalian pelaksanaan rencana; dan 4. Tahap evaluasi, monitoring dan pengawasan pelaksanaan rencana. Tahap-tahap perencanaan tersebut, diklasifikasi atas perencanaan jangka panjang, perencanaan jangka menengah dan perencanaan tahunan. Setiap tahapan rencana kebijaksanaan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan di bidang penanaman modal, dibuat dalam bentuk regulasi yang bersifat mengikat serta dapat dipaksakan pelaksanaannya. Kemudian di dalam setiap regulasi kebijaksanaan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan di bidang penanaman modal, diatur secara transparan hak dan kewajiban, tugas, wewenang dan fungsi masing-masing pihak, serta sanksi hukum yang relatif berat baik sanksi administratif termasuk denda dan pencabutan surat izin usaha, maupun sanksi pemidanaan. Selanjutnya oleh Harold Koonzt mempersoalkan The Rational of Planning dalam bukunya Management Organization and Planning, membagi 7 (tujuh) jenis rencana sebagai berikut : 1. Objectives atau goals; 2. Policies;
7 3. 4. 5. 6. 7.
Procedures; Rules; Programs; Budgets; dan Strategy.
Bertolak dari pandangan Harold Koonst di atas, maka kebijaksanaan merupakan suatu jenis rencana yang telah melalui proses pengkajian secara mendalam guna ditetapkan sebagai bimbingan untuk berpikir dalam mengambil keputusan. Sedang keputusan yang diambil, berorientasi pada suatu tujuan yakni berupaya semaksimal mungkin untuk membina dan mengembangkan usaha-usaha di bidang penanaman modal dalam wilayah hukum Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Pembinaan dan pengembangan berbagai usaha yang terbuka dengan syarat bagi penanaman modal daerah dituangkan dalam bentuk regulasi (Peraturan Daerah, Keputusan Gubernur, termasuk Keputusan Kepala BPPMD, dan peraturan lainnya) dengan tetap memperhatikan norma dan kaidah hukum yang termuat dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389). Kemudian dipadukan serta disinergikan dengan kebijaksanaan Pemerintah Pusat di Bidang Penanaman Modal, terutama terhadap norma dan kaidah penanaman modal yang tersurat dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4724). Hal ini penting agar tercipta ketenangan berusaha, sehingga para investor (lokal, regional, nasional dan internasional) berminat menanamkan atau menginvestasikan modalnya di Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka kebijaksanaan penanaman modal terlebih dahulu dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, dengan materi muatan yang berorientasi pada penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, di dalamnya menampung kondisi khusus daerah serta merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Penyusunan dan perumusan kebijaksanaan Penanaman Modal Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, sedapat mungkin menerapkan Theory Principle of Proportionality dari James Mc.Groger dalam Schuyt. Penerapan asas keseimbangan dipadukan dengan Theory Smart Regulation of Proportionality sebagai Grand Theory yang menghendaki agar suatu peraturan (kebijaksanaan di bidang penanaman modal Daerah Provinsi Sulawesi Selatan) harus bijak dan sedapat mungkin mengakomodir semua kepentingan yang ada, baik sebagai penerima maupun selaku pemberi kontribusi sebagai berikut : 1. Pemerintah Pusat. 2. Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan; 3. Pelaksanaan Pemerintahan Otonomi Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. 4. Investor selaku pemilik modal. Insentif Dalam Bidang Penanaman Modal Secara umum, insentif di bidang penanaman modal dapat dibagi atas beberapa hal sebagai berikut. 1. Insentif yang Bersifat Non-Pajak
8 a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. n. o. p. q. r.
Insentif yang bersifat non-pajak, antara lain meliputi: diberikannya jaminan terhadap tindakan nasionalisasi; jaminan investasi atas terjadinya peristiwa-peristiwa tertentu; telah diratifikasinya Konvensi Penyelesaian Sengketa Investasi oleh Indonesia; adanya mekanisme penyelesaian sengketa melalui arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa lainnya, sesuai dengan UU No. 30 Tahun 1999; tersedianya kawasan-kawasan industri (industrial estates); adanya kawasan berikat (bonded zones); adanya Entreport Produksi Tujuan Ekspor (EPTE) beserta segenap fasilitasnya; adanya fasilitas kredit ekspor dan asuransi ekspor; adanya berbagai insetif di bidang ekspor; adanya draw back facilities; adanya perkecualian atas import duty untuk produk yang beroriemasi ekspor; diberikannya status permanent resident bagi investor individual yang melakukan investasi di atas US$ 1 juta; KITAS dibuat multi fungsi; peninjauan Keppres No. 75 Tahun 1996 tentang Jabatan Direksi oleh Orang Asing (umuk direktur personalia); EPO (Exit Permit Only) cukup dicap di paspor; peninjauan kembali security clearance untuk daerah-daerah tertentu; perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU); kemudahan penggunaan tenaga ahli asing; dan lain-lain.
2. Insentif di Bidang Perpajakan Mengenai bentuk-bentuk insentif di bidang perpajakan, secara umum dapat dibagi atas 2 (dua) periode, yaitu periode sebelum tahun 1983, dan Periode setelah 1983. a. Periode Sebelum Tahun 1983 Pada periode ini, terutama setelah diberlakukannya UU mengenai PMA Tahun 1967 dan PMDN 1968, ada beberapa bentuk insentif di bidang perpajakan yang diberikan, yaitu sebagai berikut; 1) Tax Holidays Tax Holidays merupakan insentif dalam bentuk pembebasan atas pajak perusahaan untuk jangka waktu 2 (dua) tahun yang dapat diperpanjang sepanjang dipenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, serta diberikannya pembebasan pajak atas dividen bagi pemegang saham. 2) Investment Allowance Investment allowance diberikan bagi proyek-proyek prioritas tingkatan II. Jumlah investment allowance yang diberikan adalah sebesar 5% dihitung dari keuntungan sebelum pajak yang berlaku untuk jangka waktu 4 tahun. Di samping itu, dapat juga diperoleh pengurangan pajak sebesar maksimal 20% dari total investasi apabila dipenuhi persyaratan-persyaratan, seperti: 1. digunakan untuk pengeluaran dalam kerangka UU PMA dan PMDN; 2. biaya tersebut benar-benar telah dikeluarkan; 3. pengeluaran tersebut mencakup tujuan-tujuan yang telah disetujui oleh pemerintah. 3) Accelerated depreciation Depresiasi yang dipercepat berlaku untuk:
9 1. pengeluaran atas aset-aset yang tidak dipergunakan sebelumnya di Indonesia; 2. pengeluaran tersebut diperuntukkan bagi pembangunan infrastruktur, peralatan, bangunan, dan lain lain. Nilai yang ditetapkan adalah 10% untuk bangunan permanen dan 25% untuk infrastruktur dan peralatan. b. Periode Setelah Tahun 1983 Merupakan periode setelah berlakunya beberapa undang-undang perpajakan yang baru, yang menyangkur ketentuan umum perpajakan, PPh, PPN, dan PPn BM. Tujuan dari penetapan ketentuan-ketentuan perpajakan yang baru tersebut adalah: 1. untuk menciptakan suatu sistem perpajakan yang sederhana dan adil, dengan pengelolaan dan penafsiran yang konsisten; 2. dalam rangka modernisasi dan penyederhanaan sistem perpajakan; 3. memperluas cakupan wajib pajak; 4. menurunkan tarif pajak penghasilan dan mengurangi jumlah tax brackets; 5. mulai memberlakukan pajak pertambahan nilai atas barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah; 6. meningkatkan pendapatan atas sektor-sektor pajak melalui pengelolaan yang efisien serta meningkatkan ketaatan wajib pajak. Dengan diberlakukannya ketentuan-ketentuan yang baru di bidang perpajakan tersebur, maka secara perlahan beberapa bentuk insentif pajak yang sebelumnya diberikan untuk PMA dan PMDN dihapus, meskipun bentuk-bentuk insentif pajak tersebut secara umum digantikan dengan bentuk-bentuk insentif lain yang lebih menguntungkan investor, seperti menurunkan minimum marginal rates dan tunjangan (allowances) dalam bentuk accelerated depreciation terhadap modal, dimana kedua hal ini berlaku untuk seluruh masa investasi. Pada tahun 1994, dilakukan beberapa perubahan pada sistem perpajakan, di antaranya: a) Menurunkan tarif PPh Badan dan Perorangan; b) Memperluas cakupan pajak pertambahan nilai, termasuk juga bidang kelistrikan; c) Menaikkan pajak penjualan atas barang mewah dari 35% menjadi 50%; d) Melakukan evaluasi atas pajak penghasilan atas semua jenis jasa, baik yang dilakukan di Indonesia maupun di luar Indonesia; e) Mengenakan pajak penghasilan atas dana amal. Setelah krisis tahun 1997, diberlakukan beberapa insentif di bidang perpajakan yang meliputi: a) Diberlakukannya tax holiday bagi proyek baru sampai dengan 31 Maret 2000 serta tax allowance/tax deduction mulai April 2000; b) Insentif pajak juga diberikan kepada proyek lama yang termasuk dalam kategori yang sudah memiliki izin, tetapi belum beroperasi; telah beroperasi tetapi belum tercapai kapasitas terpasang yang terhenti karena krisis menghidupkan kembali fasilitas impor bahan baku yang belum dimanfaatkan tambahan fasilitas impor bahan baku yang belum dimanfaatkan; tambahan fasilitas impor bahan baku selama satu tahun; tambahan fasilitas impor bahan baku untuk tingkatkan produksi atau kapasitas terpasang; dan tambahan fasilitas impor suku cadang. Sudah menjadi pemeo bahwa kebijaksanaan yang baik apabila dapat diaplikasi dan dimplementasi dalam pelaksanaannya. Kebijaksanaan penanaman modal yang telah ditetapkan
10 Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, tidak sekedar dilihat, diketahui, dimaklumi, dibaca. Akan tetapi yang terpenting, kebijaksanaan itu dilaksanakan sesuai rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Pelaksanaan kebijaksanaan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan di bidang penanaman modal, tidak semudah membalikkan kedua telapak tangan karena senantiasa diperhadapkan berbagai fenomena sosial dan politik. Untuk itu, sebelum ditetapkan kebijaksanaan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan di bidang penanaman modal, terlebih dahulu perlu dikaji oleh konsultan. Hasil kajian konsultan berupa tawaran-tawaran pemikiran yang telah dipertimbangkan dari berbagai aspek dan kepentingan melalui proses tertentu sesuai disiplin ilmu dan pengetahuan, keahlian dan keterampilan konsultan dalam membina dan mengembangkan usaha-usaha di bidang penanaman modal. Sehubungan dengan hal tersebut, ideal atau tidak idealnya kebijaksanaan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan di bidang penanaman modal banyak dipengaruhi oleh peran aktif konsultan mengkajian secara mendalam dan seksama setiap persoalan yang bersangkut paut dengan penanaman modal itu sendiri. Setiap kebijaksanaan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan di bidang penanaman modal hendaknya dikaji dan dipertaut dengan instrumen yang mempunyai keterkaitan sehingga tidak terjadi tumpang tindih yang dapat berakibat konflik egois sektoral karena kebijaksanaan dimaksud dianggap inkostitusional dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, antara lain : 1. Dalam hal penanaman modal mempergunakan tanah atau lahan, hendaknya dikaji dan disinergikan dengan Sistem Penataan Ruang Wilayah. 2. Dalam hal tanah yang dibutuhkan mendukung usaha penanaman modal berada dalam kawasan hutan, hendaknya dikaji dan disinergikan dengan berbagai regulasi kehutanan. 3. Dalam hal usaha penanaman modal akan mempekerjakan tenaga kerja, hendaknya dikaji dan disinergikan dengan regulasi ketenagakerjaan. Hasil kajian konsultan tersebut, sebelum ditetapkan sebagai kebijaksanaan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, terlebih dahulu harus diseminarkan guna diperbaiki dan disempurnakan. Selanjutnya diberikan legalitas, baik dalam bentuk Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, Peraturan Pemerintah (Gubernur) Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, Keputusan Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan, maupun dalam bentuk Peraturan atau Keputusan Kepala BPPMD Provinsi Sulawesi Selatan. Arah dan Langkah Kebijakan Penanaman Modal Daerah Pemerintah Sulawesi Selatan
yang Patut di Tempuh
Dengan memperhatikan masukan yang disampaikan berbagai pihak, baik kalangan pemerintah, masyarakat, dunia usaha, maka kebijakan modal di Sulawesi Selatan selayaknya di arahkan kepada hal-hal sebagai berikut; 1. Menjamin Konsistensi dalam Perumusan Kebijakan dan Implementasinya di Bidang Investasi Langsung Konsistensi dalam perumusan kebijakan sampai dengan tataran implementasinya, akan lebih memberikan kepastian bagi investasi langsung. Sebaliknya, perubahan kebijakan yang terus menerus terjadi akan menjadikan iklim usaha tidak pasti. 2. Memperbaiki Birokrasi Perizinan Birokrasi perizinan yang terlalu panjang dan mahal akan menjadikan investasi langsung di Sulawesi Selatan memiliki high cost economy, akibatnya profit margin menjadi semakin kecil,
11
3.
4.
5.
6.
7.
sehingga investasi menjadi tidak menarik. Oleh karena itu, kebijakan untuk memangkas birokrasi (red tape) dari 12 (dua belas) meja dengan rata-rata waktu 152 hari menjadi rata-rata 30 (tiga puluh) hari, harus sungguh-sungguh dilaksanakan dan tidak hanya sekedar wacana politik belaka. Konsep one stop service center dalam perizinan dan pemberian fasilitas investasi merupakan gagasan yang baik dan seharusnya diimplementasikan. Meningkatkan Sinkronisasi dan Koordinasi Kelembagaan, baik di Tingkat Pusat maupun Daerah Kelemahan koordinasi di antara lembaga-lembaga terkait dalam pelayanan investasi merupakan fenomena sehari-hari. Hal itu terjadi tidak hanya di antara sesama lembaga atau instansi pemerintah pada tingkat pusat, tetapi juga mencakup antara pusat dan daerah; demikian pula antar daerah. Sebagai akibatnya, terlihat adanya kebijakan-kebijakan dan pengaturan yang bersifat sektoral dan bahkan bermasalah. Hal ini tentu saja akan membuat investor merasa tidak nyaman untuk berinvesrasi. Penyediaan Infrastruktur yang Memadai Langkah yang telah ditempuh oleh pemerintah dalam upaya penyediaan infrastruktur yang memadai perlu diteruskan, termasuk dengan mengundang partisipasi asing. Hal ini mengingat ketersediaan infrastruktur dasar, seperti transportasi, komunikasi, air bersih, pelabuhan, ketenaga listrikan masih sangat kurang memadai. Oleh karena itu, upaya melakukan penawaran investasi di bidang infrastruktur senilai US $ 120 milyar yang telah dicanangkan melalui Infrastructure Summit pada awal 2005 yang lalu harus terus ditindak lanjuti. Mengingat keterbatasan kemampuan pembiayaan pemerintah dalam pembangunan infrastruktur, maka langkah mengundang partisipasi investor asing merupakan langkah alternatif yang tepat. Untuk itu, segala kebutuhan regulasi yang menarik bagi kepentingan investasi langsung di bidang pembangunan infrastruktur harus segera dituntaskan, ditambah dengan komitmen untuk menjamin kepastian hukum. Termasuk kepastian hukum dalam contract enforcement yang terkait dengan pembangunan infrastruktur tersebut. Memelihara Stabilitas Politik dan Keamanan yang Kondusif bagi Iklim Investasi Sebagaimana dipahami, stabilitas politik dan keamanan merupakan salah satu faktor kunci bagi daya tarik investasi. Oleh karena itu, stabilitas politik dan keamanan harus terus dijaga guna mengurangi country risk yang selalu menjadi keprihatinan calon investor. Dinamika demokrasi, sehubungan dengan pemilihan kepala daerah langsung (Pilkada) harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan instabilitas politik dan keamanan. Di sini membutuhkan tidak hanya kesadaran yang tinggi di kalangan elit politik dan pemerintahan, tetapi juga masyarakat umum yang sering kali justru menjadi korban. Menawarkan Bentuk Insentif Investasi yang Proporsional, baik Pajak maupun Non-Pajak Untuk meningkatkan daya saing investasi Sulawesi Selatan, pemerintah perlu secara serius mempertimbangkan pemberian berbagai bentuk insentif yang proporsional kepada investor atau calon investor. Insentif tersebur dapat berupa kemudahan di bidang perpajakan, seperti penurunan tarif PPH, pembebasan bea masuk barang modal, kemudahan restitusi pajak, tax holiday, dan lain-lain. Di samping insentif di bidang perpajakan, pemerintah juga dapat mempertimbangkan pemberian insentif non-pajak, misalnya terhadap bidangbidang investasi yang sangat penting untuk jangka panjang. Pemberian insentif ini dapat meliputi bidang kepabeanan, keimigrasian, pertanahan, akses ke pembiayaan, dan lain-lain yang pemberiannya dapat diberikan secara selektif. Meningkatkan Implementasi Jaminan dan Perlindungan Investasi
12 Meskipun Sulawesi Selatan memberikan perlindungan dan jaminan investasi (promotion and protection of investment), tetapi kenyataannya belum terlihat kesungguhan implementasinya di lapangan. Berbagai kasus yang menyangkut penjarahan, pengambil alihan, penyitaan terhadap aset investor asing, baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun instansi pemerintah tertentu masih saja terjadi. Pemahaman mengenai perlunya perlindungan dan jaminan terhadap investasi harus terus disosialisasikan kepada segenap aparatur pemerintahan dan masyarakat luas. 8. Reformasi Aparatur Negara dan Pelayanan Publik serta Meningkatkan Peran Serta Masyarakat Untuk dapat meningkatkan daya saing investasi Sulawesi Selatan, perlu dilakukan penataan secara menyeluruh (reformasi) terhadap aparatur negara (civil service reform) serta reformasi pelayanan publik (public service reform). Reformasi terhadap aparatur negara harus diarahkan sedemikian rupa kepada kualitas mereka, baik dari aspek integritas moralnya, kemampuan profesionalnya, kematangan intelektualnya. Aparatur negara dengan kualitas seperti itu akan mampu menciptakan pelayanan publik yang lebih cepat dan murah, termasuk kepada dunia usaha. Bagi dunia investasi, hal tersebut tentu akan mengurangi ekonomi biaya tinggi yang selama ini dihadapi oleh investor di Sulawesi Selatan. 9. Melindungi Hak-hak Normatif Tenaga Kerja serta Mendorong Produktivitas dan Etos Kerja yang Tinggi Upaya untuk melindungi hak-hak normatif tenaga kerja yang bekerja pada perusahaanperusahaan yang bergerak dalam bidang investasi, merupakan hal yang sah dan patut didukung. Di sini, peran pemerintah sangat penting dalam menetapkan standar-standar yang harus dipatuhi oleh dunia usaha. Pada sisi lain, harus dipastikan bahwa perlindungan terhadap hak normatif serta kesejahteraan tenaga kerja harus diimbangi dengan peningkatan produktifitas dan etos kerja yang tinggi. Ini harus menjadi kesadaran bersama, baik oleh pemerintah maupun serikat pekerja. Kegagalan dalam menata aspek ketenagakerjaan akan mengurangi daya saing Sulawesi Selatan dalam menarik investasi langsung, baik oleh pihak asing maupun dalam negeri. 10.Mendorong Terciptanya Kepastian dan Penegakan Hukum yang Bersendikan Keadilan, termasuk Mekanisme Penyelesaian Sengketa yang Efektif 11.Mendorong Kesempatan dan Partisipasi Usaha Kecil, Menengah, dan Koperasi Pengalaman sejarah masa lampau menunjukkan bahwa perumusan kebijakan di bidang investasi yang semata-mata hanya untuk mendorong investasi dalam skala besar, akan mendorong pertumbuhan yang semu dan membuat fundamental ekonomi kita tidak cukup kuat menghadapi gejolak ekonomi global. Pengalaman juga mengajarkan kepada kita bahwa usaha kecil, menengah, dan koperasi justru menunjukkan daya tahannya ketika krisis moneter menerpa kita; pada saat yang sarna justru perusahaan-perusahaan besar berguguran. Data menunjukkan, sektor usaha kecil dan menengah melibatkan sekitar 40 juta pelaku usaha. Suatu jumlah yang sangat besar dari segi penciptaan lapangan kerja. Oleh karena itu, dalam perumusan kebijakan di bidang investasi, pemerintah perlu bersungguh-sungguh membantu pengembangan usaha kecil dan menengah. Selama ini, terkesan bahwa kebijakan untuk membantu usaha kecil dan menengah masih sebatas wacana saja. Implementasi di lapangan masih berjalan terbata-bata, misalnya dalam pemberian dan penyaluran kredit kepada usaha kecil dan menengah. 12.Memanfaatkan Hasil-hasil Pembangunan dan Investasi untuk Kesejahteraan Masyarakat, terutama Orang-orang Miskin
13 Penutup Demikian kisi-kisi dan pola serta alur pikir yang diajukan dalam rangka membuat, menyusun dan merumuskan serta kajian mengenai kebijaksanaan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan di bidang penanaman modal. Dengan harapan, segala apa yang dimajukan dalam karya tulis ilmiah ini, memberikan konstribusi bagi pembinaan dan pengembangan penanaman modal dalam wilayah hukum Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. REFERENSI Ali, Achmad, 1996. Menguak Tabir Hukum (Suatu Tinjauan Suatu Tinjaua Filosofis dan Sosiologis). Jakarta, Chandra Pratama. Arsjad, Nurdjaman, Bambang Kusumanto & Yuwono Prawirosetoto (1992), “Keuangan Negara”, Intermedia, Jakarta. Berg. Leo van den, L.H. Klaassen & J an van der Meer (1990), “Strategische City Marketing”, Schoonhoven, Amsterdam. Bohm, Peter (1987), “Social Efficiency: A Concise Introduction to Walfare Economics”, 2nd Edition, Macmillan Education Ltd. London. Dg. Matutut, H.Mustamin, 2004. Mandat, Delegasi, dan Atribusi dalam Implementasinya di Indonesia. Yogyakarta, UII-Press. Djamaluddin, M. Arief, 1977. Sistem Perencanaan Pembuatan Program dan Anggaran; Suatu Pengantar. Jakarta, Ghalia Indonesia. Dollinger, Marc 1. (1999), “Entrepreneurship: Strategies and Resources”, 2nd Edition, Prentice Hall Inc., New Jersey. Ekberg, Lars (1990), “Marketing the City of Goteborg”. Unpublished paper, Departement of Treade and Industry - City of Gothenburg. Fahmal, H.A. Muin, 2006. Peran Asas-asas Umum Pemerintahan yang Layak dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih. Yogyakarta, UII-Press. Hidjaz, H, M, Kamal, 2007, Efektivitas penyelenggaraan Kewenangan Dalam Sistem Pemerintahan Daerah Di Sulawesi Selatan, Disertasi, Makassar, Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Ji1lis, M.,D.H. Perkins, M. Roemer & D.R. Snodgrass (1992), “Economics of Development”, 3nd Edition, W.W. Norton & nCompany Inc. New York. Koonzt, Harold, 1963. The Rational of Planning. Dalam buku Management Organization and Planning, Editor Donald M.Bowman dan Francis M.Filleruto, Mc. Grow Hill Edition. Koutsoyiannis, A (1997), “Modern Microeconomics”. Macmillan Educiation Ltd., London. Krugmen, Paul A. (1991), “Geography and Trade”, MIT Press, Cambridge Mass. Nadraha, Taliziduhu, 2003. Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru); 1 Kybernan. Jakarta, Rineka Cipta. Porter, Michael E. (1985), “Competitive Advantage: Creating and Sustaining Superior Performance”, Free Press, New York. Porter, Michael E. (1990), “Competitive Advantage of Nations”, Free Press, New York. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Sulawesi Selatan Tahun 2008-2013. Salvatore, Dominick (2001), “International Economics”, 7Th Edition, John Wiley & Sons Inc., Newe York.
14 Schuyt, C.Jm., 1971. Rechtssociologie. Rotterdam, Universiteire Press. Siagian, Sondang.P., 1986. Filsafat Administrasi. Jakarta, Gunung Agung. Stoner, James A.F. & Edward Freeman (1992), “Management”, 5th Edition, Prentice Hall Inc., New York. Tjokroamidjojo, H. Bintoro & Mustopadidjaja A.R. (1990), “Teori & Strategi Pembangunan Nasional”, Haji Masagung, Jakarta. Todaro, Michael P. (1997), “Economic Development”, 6th Edition, Addison Wesley Longman Ltd., New York. UNDP (2004),"Human Development Report”, Oxford University Press, New York. Visi dan Misi SYL Tahun 2008. World Bank (2004), “World Develompment Report”, IBRD/ The World Bank, Washington.