KAJIAN HISTOPATOLOGI HATI PADA AYAM PEDAGING YANG TERINFEKSI PENYAKIT MAREK DAN PENGARUH PEMBERIAN KOMBINASI KUNYIT, BAWANG PUTIH DAN ZINK (Zn)
BAGUS RAFIQI
SKRIPSI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Zhege lunwen gei wo suoyou ai de ren xie, tebie shi wo mama he baba. 这个论文给我所有爱的人写, 特别是我妈妈和爸爸.
-------Bagus Rafiqi-------
ABSTRAK
BAGUS RAFIQI. Kajian Histopatologi Hati Pada Ayam Pedaging yang Terinfeksi Penyakit Marek dan Pengaruh Pemberian Kombinasi Kunyit, Bawang Putih dan Zink (Zn). Di bawah bimbingan WIWIN WINARSIH dan SUS DERTHI WIDHYARI. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perubahan histopatologi pada hati ayam pedaging yang terinfeksi penyakit Marek setelah ditambahkan kombinasi kunyit, bawang putih dan mineral Zn pada pakan. Strain Ayam pedaging yang digunakan adalah Ross 1 Super Jumbo 747 sebanyak 100 ekor. Ayam dikelompokkan menjadi lima kelompok (R0, R1, R2, R3 dan R4) berdasarkan komposisi ransum yang akan diberikan dan masing-masing kelompok terdiri dari empat ulangan. Kelompok R0 diberi pakan basal (kontrol). Kelompok R1 diberi pakan basal, serbuk bawang putih 2.5% dan serbuk kunyit 1.5%. Kelompok R2 diberi pakan basal, serbuk bawang putih 2.5% dan ZnO 120 ppm. Kelompok R3 diberi pakan basal, serbuk kunyit 1.5%, dan ZnO 120 ppm. Kelompok R4 diberi pakan basal, serbuk bawang putih 2.5%, serbuk kunyit 1.5% dan ZnO 120 ppm. Ayam dipanen pada minggu ke lima yang kemudian dilanjutkan dengan nekropsi dan kemudian dilakukan pembuatan preparat histopatologi hati dengan pewarnaan hematoksilin eosin (HE). Peubah yang diamati adalah rataan jumlah sel tumor limfoid, skoring untuk kejadian degenerasi dan persentasi kejadian kongesti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan kombinasi kunyit, bawang putih dan mineral Zn pada pakan ayam pedaging belum mampu mencegah degenerasi dan kongesti pada hati ayam pedaging akibat infeksi penyakit Marek. Perlakuan yang diberikan terhadap kelompok R2 dan R3 mampu menekan peningkatan jumlah sel tumor limfoid pada hati ayam pedaging yang terinfeksi penyakit Marek.
ABSTRACT BAGUS RAFIQI. Liver Hispathology Study on Marek’s Disease infected Broiler Chiken and the Effect on the Application of Turmeric, Garlic and Zinc (Zn) Combination. Under the assistance of WIWIN WINARSIH and SUS DERTHI WIDHYARI. The research was conducted to find out histopathological change in the Marek’s disease infected broiler’s liver after the application of turmeric, garlic and Zn combination to the fed. The broiler’s strain that was used in the research was 100 Ross 1 Super Jumbo 747. The broiler was classified into 5 different groups (R0, R1, R2, R3, dan R4) according to the application of diets that would be given in which the group was consisted of four repetitions. The R0 group was fed with basal diet (control). The R1 fed with basal diet, 2.5% garlic powder and 1.5% turmeric powder. The R2 fed with basal diet, 2.5% garlic powder and 120 ppm ZnO. The R3 fed with basal diet, 1.5% turmeric and 120 ppm ZnO. The R4 fed with basal diet, 2.5% garlic powder, 1.5% turmeric powder and 120 ppm ZnO. The broilers were harvested in the fifth month which followed with necropsy and preparing liver’s histopathology using hematoxylin & eosin (HE) for staining. The variable observed were mean sample of the tumor lymphoid cell amount, degeneration scoring and congestion percentage. The result of the research shown that the application of turmeric, garlic and Zn to the broilers fed couldn’t prevent broiler’s liver degeneration and congestion caused by Marek’s disease. Treatment on R2 and R3 groups could reduce the tumor lymphoid cell growth on Marek’s disease infected broiler.
KAJIAN HISTOPATOLOGI HATI PADA AYAM PEDAGING YANG TERINFEKSI PENYAKIT MAREK DAN PENGARUH PEMBERIAN KOMBINASI KUNYIT, BAWANG PUTIH DAN ZINK (Zn)
BAGUS RAFIQI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
LEMBAR PENGESAHAN Judul
: Kajian Histopatologi Hati Pada Ayam Pedaging yang Terinfeksi Penyakit Marek dan Pengaruh Pemberian Kombinasi Kunyit, Bawang Putih dan Zink (Zn)
Nama Mahasiswa
: Bagus Rafiqi
NIM
: B04104115
Disetujui
Dr. drh. Wiwin Winarsih, MSi.
Dr. drh. Sus Derthi Widhyari, MSi.
Pembimbing 1
Pembimbing 2
Diketahui
Dr. Nastiti Kusumorini Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kuningan Jawa Barat pada tanggal 30 April 1986. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari Bapak Drs. Mochamad Machbub dan Ibu Kunah Kurniawati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Cibeureum 1 Kabupaten Kuningan dan lulus pada tahun 1998. Penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) 1 Jasinga Kabupaten Bogor dan lulus pada tahun 2001 kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 3 Bogor dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis diterima di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) melalui jalur USMI. Selama menjadi mahasiswa penulis mengikuti berbagai organisasi seperti: Himpunan Minat Profesi (HIMPRO) Ruminansia, Veterinary English Club, Veterinary Japanese Club, DKM An Nahl dan Bulutangkis. Karya ilmiah yang dihasilkan penulis untuk meraih gelar Sarjana Kedokteran Hewan diperoleh melalui penelitian selama satu tahun di Bogor yang berjudul “Kajian Histopatologi Hati Pada Ayam Pedaging yang Terinfeksi Penyakit Marek dan Pengaruh Pemberian Kombinasi Kunyit, Bawang Putih dan Zink (Zn)” di bawah bimbingan Dr. drh. Wiwin Winarsih, MSi dan Dr. drh. Sus Derthi Widhyari, MSi.
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kajian Histopatologi Hati Pada Ayam Pedaging yang Terinfeksi Penyakit Marek dan Pengaruh Pemberian Kombinasi Kunyit, Bawang Putih dan Zink (Zn)” dapat selesai sesuai dengan yang diharapkan. Skripsi ini merupakan hasil penelitian dalam program hibah bersaing DIKTI dan disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini, yaitu kepada: 1. Keluarga tercinta (Bapa, Mama, Teh Andi, A Ikal, Teh Eva dan Shira). 2. Dr. drh. Wiwin Winarsih, M.Si selaku dosen pembimbing pertama dalam penelitian ini. 3. Dr. drh. Sus Derthi Widhyari, M.Si selaku dosen pembimbing kedua dalam penelitian ini. 4. drh. Ekowati Handharyani, MS, Ph.D selaku dosen penilai dan penguji pada seminar penelitian dan sidang skripsi. 5. Dr. drh. M. Agil, M.Sc selaku pembimbing akademik. 6. Teman-teman sepenelitian (Upik Kurota Aini, Eka Febriana, Sri Ulina Br Tumanggor, Kanda Yanuar Muhammad, Wahyu Kusuma Ningrum, Herlina, Zamily Hati Harahap, Ratna Delima Natalia, Mas Mahmud dan Ibu Sri mahasiswa sekolah pascasarjana Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor). 7. Keluarga besar Abah Praja dan Abah Machfud terima kasih atas dukungannya. 8. Staf laboratorium Histopatologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (Pak Kasnadi dan Pak Endang). 9. Teman-teman klub renang dan bulutangkis (Ivan Maulana Ersa, Fajrin Arits Tumuha, Dhani Permana, Agus Prastowo, Yunneta Putri Arios, Ari Oktaviani Sant Adji, Laoriza Firmasari Dewi dan Renny Safety Angie).
10. Teman-teman di Perwira 44 (Andika Pratama Hidayat, Candra, Gilang, Fransius, Lestari, Royama Sari, Ornella Vontie, Sionita G Gunawan, Titin, Sherly, Willine, Meimei dan Venven). 11. Teman-teman di Balio 27 (Zulfikar, Adriyan Permana Putra, Muhamad, Fadly, Mas Agung, mas Oki, Mas Edi dan Mas Nunu). 12. Teman-teman di UPT Bahasa Mandarin (Defni, Difna, Rini laoshi, Rindi loaoshi, Arif xiansheng) jia you ba…..keneng zanmen keyi yiqi qu Zhongguo….. 13. Teman-teman asrama TPB C1 lorong Phoenix (Rasmawan, Wakid Mutowal, Alfian, Rizki Abdillah, Angga, Dimas, David, Taufik, Akbar, Dian, Didit, Kevin, Bernard, Omen, Tetuko, Arif, Sigit dan Kak Dedi). 14. Seluruh teman-teman FKH 41. 15. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.
Bogor, September 2008
Bagus Rafiqi
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL....................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR...............................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................
xii
PENDAHULUAN Latar Belakang................................................................................
1
Tujuan..............................................................................................
3
Sasaran Penelitian...........................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA Bawang Putih……………………………………………………..
4
Kunyit…………………………………………………………......
7
Ayam Pedaging…………………………………………………...
9
Hati……………………….......…………………………………...
11
Zink (Zn)………………………………………………………….
12
Penyakit Marek…………………………………………………...
13
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian…………………………………….
18
Bahan dan Alat Penelitian………………………………………...
18
Metode Penelitian…………………………………………………
18
HASIL DAN PEMBAHASAN KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan………………………………………………………..
32
Saran……………………………………………………………....
32
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Pembuatan Preparat Histopatologi………………………………..
38
Hasil Pengolahan Data dengan Metode Statistik............................
41
DAFTAR TABEL No
Teks
Halaman
1
Komposisi Bawang Putih dari Umbi Bawang Putih per 100 gram.................................................................................................
5
2
Karakteristik Kunyit........................................................................
8
3
Komposisi
Ransum
Untuk
Setiap
Kelompok
Perlakuan.........................................................................................
19
4
Komposisi Ransum Penelitian........................................................
20
5
Kandungan dan Kebutuhan Zat Makanan Ransum Ayam Broiler
21
Umur 1-35 Hari............................................................................... 6
Rataan Jumlah Sel Tumor Limfoid pada Hati................................
23
7
Rataan Nilai Persentasi Kongesti dari Tiap Kelompok...................
29
DAFTAR GAMBAR No
Teks
Halaman
1
Bawang Putih.................................................................................
6
2
Struktur Kimia Alisin…………………………………………….
7
3
Struktur Kimia Kurkumin...............................................................
9
4
Rimpang kunyit…………………………………………………..
9
5
Histogram Jumlah Sel Tumor Lmfoid pada Hati
23
6
Akumulasi tumor limfoid pada kelompok R0 di daerah segitiga kirnan hati (tanda panah). Pewarnaan HE, bar = 40μm…………..
7
Degenerasi hidropis pada seluruh hepatosit kelompok R1 Pewarnaan HE, bar = 20μm............................................................
8
26 28
Kongesti (tanda panah) pada kelompok R0 terlihat adanya pelebaran pembuluh darah yang penuh berisi darah.. Pewarnaan HE, bar = 40μm…………………………………………………..
31
DAFTAR LAMPIRAN No
Teks
Halaman
1
Pembuatan Preparat Histopatologi.................................................
38
2
Hasil Pengolahan Data dengan Metode Statistik............................
41
PENDAHULUAN
Latar Belakang Penyakit Marek (Marek’s Disease) adalah penyakit limfoproliferatif pada ayam yang mempengaruhi banyak organ dan jaringan (Jordan et al. 1990). Penyakit ini dikenal juga dengan nama fowl paraliysis, range paralysis, dan neurolymphomatosis (Tabbu 2000). Penyebab dari penyakit ini adalah Gallid herpevirus 2 yang merupakan alphaherpesvirus. Virus ini memiliki 3 serotipe, dan hanya serotipe ke-1 yang dapat menginduksi sel tumor (Kamaldeep et al. 2007). Kelainan patologi yang sering terlihat adalah kelainan pada saraf perifer, bentuk limfoma pada berbagai organ dan jaringan, serta atrofi pada bursa Fabricius dan timus (Payne 1985). Infiltrasi sel-sel limfoid yang difus pada hati akan menyebabkan kehilangan struktur lobuli yang normal dan kerapkali menyebabkan permukaannya terlihat kasar dan bergranular (Calnek dan Witter 1991). Metode paling efektif untuk pencegahan penyakit Marek adalah memperbaiki manajemen peternakan dan melakukan vaksinasi pada ayam di daerah yang pernah terinfeksi penyakit Marek (Sharma 1985; Jordan et al. 1990). Oleh karena itu, penelitian untuk menemukan obat untuk penyakit ini terus dilakukan, salah satunya adalah pemanfaatan keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia yakni dengan memanfaatkan tanaman obat yang berkhasiat antitumor (Rulita 2007). Tanaman obat yang yang pernah diteliti dan terbukti sebagai antitumor adalah bawang putih dan kunyit. Menurut Nagpurkar et al. (2005), sejumlah studi dengan metode in vitro dan in vivo menyatakan bahwa bawang putih dapat menghambat pertumbuhan tumor dan memiliki sifat sebagai antikanker. Zat aktif pada bawang putih yang berfungsi sebagai antitumor adalah thiosulfinat. Menurut Barnes et al. (2002), kombinasi ekstrak bawang putih dan serbuk bawang putih dapat menghambat pertumbuhan sel tumor pada hati manusia (HepG2,). Ekstrak dari bawang putih yang tua dapat berfungsi sebagai imunomodulator yang secara
efektif dapat meningkatkan aktivitas sel NK (Natural Killer Cell). Percobaan dengan metode in vitro menunjukkan bahwa bawang putih dapat berkhasiat sebagai antiviral terhadap herpes simplex tipe 1. Selain itu, minyak bawang putih dan unsur pokok dari bawang putih yaitu alliin, S-allymercaptocysteine dan Smethylmercaptocysteine dapat berfungsi sebagai antiheptotoksik. Menurut Anonim (2008a), kunyit termasuk salah satu tanaman rempah dan obat, habitat asli tanaman ini meliputi wilayah Asia khususnya Asia Tenggara. Senyawa yang terkandung dalam tanaman kunyit adalah senyawa kurkuminoid yang memberi warna kuning pada kunyit. Kurkuminoid ini pada umumnya berupa kurkumin yang mempunyai kegunaan sebagai antioksidan, antiinflamasi, efek pencegah kanker dan menurunkan risiko serangan jantung. Zink (Zn) merupakan unsur mineral penting yang dibutuhkan oleh hewan. Pada tubuh hewan mengandung Zn sekitar 30 mg/kg berat badan (Jordan et al. 1990). Zn terdapat dalam semua jaringan dan berperan dalam beberapa reaksi enzim (Djiwa et al. 1993). Konsentrasi paling banyak ditemukan pada jaringan epidermis, sedangkan jumlah yang sedikit ditemukan pada tulang dan bagian lain. Pada hewan, Zn memiliki peran terhadap pertumbuhan, perkembangan, reproduksi dan banyak berfungsi pada fungsi metabolik. Zn biasanya ditambahkan pada ransum unggas dengan tujuan untuk pertumbuhan dan perkembangan tulang, untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan epitel dan produksi telur (Jordan et al. 1990). Kekurangan Zn akan menyebabkan pertumbuhan ayam terganggu, nafsu makan hilang dan dalam keadaan kronis menyebabkan kematian (Sudaryani et al. 1994). Zn diperlukan dalam ransum dalam jumlah yang sedikit, namun penelitian yang mendalam dengan ayam petelur di Universitas Wisconsin yang dilaporkan oleh Anggorodi (1979), memperlihatkan bahwa produksi telur turun akibat defisiensi Zn. Anak ayam yang baru menetas tubuhnya akan lemah jika terjadi defisiensi Zn pada ransumnya, tidak dapat berdiri, makan atau minum, pertumbuhan bulu terganggu dan terlihat bulu-bulu yang mengeriting. Selain itu, embrio yang menderita defisiensi Zn memperlihatkan pembengkokan tulang punggung dan jari kaki sering tidak ada (Yasin 1988).
Tujuan Penelitian Tujuan dilakukan penelitian ini adalah mengamati perubahan histopatologi hati pada ayam pedaging yang terinfeksi penyakit Marek dan efek pemberian kombinsi kunyit, bawang putih dan Zn yang ditambahkan pada pakan.
Sasaran Penelitian Penelitian ini diharapkan untuk mengetahui efek pemberian kombinasi antara herbal (kunyit dan bawang putih) dengan Zn terhadap perubahan hati ayam pedaging yang terinfeksi penyakit Marek.
TINJAUAN PUSTAKA
Bawang Putih Bawang putih (Allium sativum) termasuk klasifikasi tumbuhan berumbi lapis atau siung yang bersusun (Anonim 2008a). Asal distribusi bawang putih adalah jenis liar Allium longicurpis Regel. Jenis ini masih terdapat di daerah Asia bagian tengah, sedangkan di Mesir tanaman ini sudah dikenal sekitar 2.500-3.000 tahun SM. Kemudian pelaut Spanyol, Portugis dan Prancis menyebarkan ke Eropa bagian barat (Ashari 1995). Bawang putih tumbuh secara berumpun dan berdiri tegak sampai setinggi 30 -75 cm, mempunyai batang semu yang terbentuk dari pelepah-pelepah daun. Helaian daunnya mirip pita, berbentuk pipih dan memanjang. Akar bawang putih terdiri dari serabut-serabut kecil yang berjumlah banyak dan setiap umbi bawang putih terdiri dari sejumlah anak bawang (siung) yang setiap siungnya terbungkus kulit tipis berwarna putih (Anonim 2008a). Menurut Linnaeus dalam Syamsiah dan Tajudin (2005), taksonomi bawang putih adalah: Kingdom
:
Plantae
Divisio
:
Spermatophyta
Subdivisio
:
Angiospermae
Kelas
:
Monocotyledoneae
Ordo
:
Lilifrae
Famili
:
Amaryllidaceae
Bangsa
:
Alliae
Genus
:
Allium
Spesies
:
Allium sativum L.
Menurut Anonim (2008a), bawang putih tumbuh dengan baik apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berkut: a. Iklim Bawang putih dapat tumbuh pada ketinggian tempat 600 - 1.200 m di atas permukaan laut dan curah hujan 800-2000 mm/tahun. Suhu udara yang cocok berkisar pada 15–200C dengan kelembaban tinggi dan penyinaran sedang. Selain itu, pada musim hujan bawang putih dapat tumbuh jika curah hujan di atas 100
mm/bulan selama 5-7 bulan, sedangkan pada musim kemarau bawang putih masih dapat tumbuh jika masih ada curah hujan minimal 60 mm/bulan selama 4-6 bulan. b. Persiapan Bibit Bibit berasal dari tanaman cukup tua (85 - 135 hari), sehat dan tidak cacat. Bibit disimpan dalam ruangan kering sekitar 5-8 bulan dan digantung pada parapara serta siung untuk bibit sebaiknya berasal dari umbi yang beratnya 5–7.5 gram/umbi. c. Penanaman Lubang tanam dibuat sedalam 3-4 cm dengan tugal dan atur jarak tanam 10x10 cm atau 15x10 cm. Bibit ditancapkan dengan posisi tegak lurus dengan ujung siung di atas dan ¾ bagian siung tertanam dalam tanah. Kemudian tanah halus ditaburkan dan ditutup merata dengan jerami setelah 3 cm. d. Komposisi Bawang Putih Tabel 1. Komposisi Bawang Putih dari Umbi Bawang Putih per 100 gram Komposisi 1. Protein 2. Lemak 3. Karbohidrat 4. Vitamin B1 5. Vitamin C 6. Kalori 7. Posfor 8. Kalsium 9. Air Sumber : elearning.unej.ac.id (2008)
Banyaknya 4.50 gram 0.20 gram 23.10 gram 0.22 miligram 15 miligram 95 kalori 134 miligram 1 miligram 71 gram
Menurut Nagpurkar et al. (2005), siung bawang putih yang masak terutama mengandung sistein sulfoksida seperti alliin (5-14 mg/g bawang putih segar), methiin dan isoalliin yang dibentuk oleh γ-Glutamil-Sistein. Sistein sulfoksida (8-19 mg/g berat bersih) dan γ-Glutamil-Sistein (5-16 mg/g) terdapat + 82% dari total sulfur pada bawang putih segar. Ketika bawang putih dipotong atau dihancurkan, maka enzim alliinase dihasilkan yang kemudian akan mengubah sistein sulfoksida menjadi thiosulfinat. Suing bawang putih mengandung banyak sistein sulfoksida (alliin) + 85%, pada daun (12%) dan jumlah sedikit pada akar (2%). Selain itu, zat yang terkandung dalam bawang putih adalah alliinase dan thiosulfinat yang memproduksi substansi bau yang dihasilkan secara enzimatis ketika bawang putih dipotong atau dihancurkan, dan beberapa senyawa tambahan
seperti: safonin, vitamin (asam askorbat 30 mg/100 g berat bersih, vitamin E 9.4 µg/g) dan mineral (selenium 0.014 mg/100 mg dan kromium 0.05 mg/100 g).
Gambar 1. Bawang Putih (Sumber: www.iptek.net.id, 2008)
Manfaat Bawang Putih Untuk Kesehatan Menuurut Nagpurkar et al. (2005), perpaduan antara bawang putih yang telah diolah dengan minyak ikan yang mengandung omega-3 telah dilaporkan dapat menurunkan kolesterol dan trigliserida pada orang yang terkena hiperkolesterolemik. Studi ini dibuktikan dengan adanya penurunan dari total kolerterol serum sekitar 10-12%. Sebuah analisis pada manusia dengan menggunakan preparat bawang putih (serbuk) menunjukkan bahwa bawang putih secara signifikan dapat menurunkan tekanan darah baik sistol maupun diastol. Salah satu efek terapeutik dari bawang putih juga telah diketahui sejak tahun 1978 yaitu memiliki efek potensial menghambat agregasi platelet. Zat aktif allicin (alisin) dapat digunakan sebagi antmikroba (untuk bakteri gram positif dan negatif) yang mana 1 mg alisin sama dengan 15 IU penicillin. Menurut Winarto (2003), allium merupakan zat yang terkandung dalam bawang putih dapat menghambat pertumbuhan tumor dan memiliki sifat sebagai antikanker dengan merusak pembentukan ribosom pada sel kanker. Efek Merugikan dari Bawang Putih Sejumlah studi menyatakan bahwa bawang putih bersifat nontoksik, hal ini dibuktikan dengan studi klinik dengan menambahkan 10 gram/hari bawang putih pada makanan manusia. Studi lain menyatakan pernah dilakukan uji LD50 pada
mencit yang mana LD50 allicin pada mencit adalah 60 mg/kg secara intra vena dan 120 mg/kg secara sub kutan (Nagpurkar et al. 2005).
Gambar 2. Struktur kimia alisin (Sumber: www.benbest.com, 2008)
Kunyit Kunyit merupakan tanaman obat yang tersebar dan tumbuh di daerah tropis dan ekstrak dari kunyit diduga dapat berfungsi sebagai antifungal, imunomodulator, anti oksidan dan antimutagenik (Kermanshahi et al. 2006). Kunyit telah banyak digunakan sebagai pewarna makanan dan sebagai obat tradisional untuk anti radang (Emadi et al. 2007) . Taksonomi tanaman kunyit menurut Valenton dalam Anonim (2008a) adalah: • Divisi
: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
• Kelas
: Monocotyledoneae (biji berkeping satu)
• Ordo
: Zingiberales
• Famili
: Zingiberaceae
• Genus
: Curcuma
• Spesies
: Curcuma domestica Val.
Menurut Al-Sultan (2003), kunyit memiliki kandungan minyak atsiri (6%) yang terdiri dari keton sesquiterpen, turmeron, tumeon (6%), zingiberen (25%), felandren, sabinen, borneol dan siniel. Selain itu, kunyit mengandung vitamin C (45-55%) dan garam mineral (Fe, P, dan Ca).
Tabel 2. Karakteristik Kunyit Tanaman, daun, dan bunga
Rimpang
• Tinggi dapat mencapai 100 cm • Batang semu, tegak, bulat, dan membentuk rimpang • Berwarna hijau kekuningan • Daun tunggal • Lanset memanjang
• Rimpang induk menjorong • Rimpang cabang lurus atau sedikit melengkung • Keseluruhan rimpang membentuk rumpun yang rapat
• Helai daun berjumlah 3-8 • Ujung dan pangkal runcing
• Berwarna oranye dan tunas muda berwarna putih
• Tepi rata • Panjang 20-40 cm
• Akar serabut berwarna cokelat muda
• Lebar 8-12,5 cm • Pertulangan menyirip • Berwarna hijau pucat • Bunga tumbuh dari ujung batang semu dengan panjang 10-15 cm • Bunga berwarna kuning atau kuning pucat Sumber: elearning.unej.ac.id (2008)
Menurut Chattopadhyay et al. (2004), kunyit mengandung protein (6,3%), lemak (5,1%), karbohidrat (69,4%), air (13,1%). Minyak esensial (5,8%) diperoleh dengan cara mendistilasi uap rimpang yang mengandung αphellandrene (1%), sabinene (0,6%), cineol (1%), borneol (0,5%), zingiberene (25%)
dan sesquiterpines (53%).
Kurkumin
(diferuloymethane)
(3-4%)
menyebabkan warna kunyit menjadi kuning dan terdiri dari kurkumin I (94%), kurkumin II (6%) dan kurkumin III (0,3%). Demethoxy dan bisdemethoxy yang merupakan turunan dari kurkumin juga sering diisolasi karena memiliki fungsi sebagai antioksidan. Kurkumin pertama kali diisolasi pada tahun 1815 dan struktur kimia ditemukan oleh Roughley dan Whiting tahun 1973. Titik didih dari kurkumin adalah 176-177oC; membentuk garam berwarna cokelat kemerahan dengan basa dan larut dalam etanol, basa, keton, asam asetat, dan kloroform. Pada manusia serbuk kunyit dapat digunakan untuk mengobati kerusakan hati. Selain itu, kurkumin yang terdapat dalam kunyit memiliki kemampuan mempertahankan hepatosit, antioksidan, dan antikarsinogenik. Kurkumin dapat meningkatkan Nitrit Oksida (NO) dan sel NK yang berfungsi dalam menghambat replikasi virus.
Gambar 3. Struktur kimia kurkumin (Sumber: http://id.wikipedia.org, 2008)
Gambar 4. Rimpang Kunyit (Sumber: www.tanamanherbal.com, 2008)
Ayam Pedaging (Broiler) Menurut Suprijatna et al. (2005), taksonomi zoologi ternak ayam di dalam dunia hewan adalah sebagai berikut: Filum
:
Chordata
Subfilum
:
Vertebrata
Kelas
:
Aves
Subkelas
:
Neornithes
Ordo
:
Galliformes
Genus
:
Gallus
Spesies
:
Gallus domesticus
Ayam pedaging (broiler) adalah ayam jantan dan betina muda yang berumur di bawah 8 minggu ketika dijual dengan bobot tubuh tertentu, mempunyai pertumbuhan yang cepat serta mempunyai dada yang lebar dengan timbunan daging yang banyak. Ayam pedaging yang berusia 6 minggu sudah sama besarnya dengan ayam kampung dewasa dan bila dipelihara hingga berusia 8 bulan, bobotnya dapat mencapai 2 kg. Bobot sebesar itu sulit dicapai oleh ayam kampung dewasa maupun ayam ras petelur apkir pada usia 1.5 tahun (Rasyaf 1983). Budidaya unggas tercatat mulai sejak tahun 1000 SM di India, namun ayam pedaging yang kita kenal sekarang ini adalah ayam yang baru dikembangkan + 50 tahun yang lalu. Istilah broiler ditujukan pada ayam tipe berat pedaging yang lebih muda dan berukuran lebih kecil dibandingkan dengan ayam panggang (roaster). Dalam kurun waktu 6–7 minggu ayam broiler akan tumbuh 40–50 kali dari bobot awalnya. Pada minggu terakhir, ayam broiler tumbuh sebanyak 50–70 gram per hari. Ayam pedaging dapat menghasilkan daging dalam jumlah banyak terutama pada bagian dada daging lebih empuk dan sedikit mengandung lemak (Amrullah 2002). Ayam ras pedaging mempunyai kemampuan mengubah bahan makanan menjadi daging dengan sangat hemat, artinya dengan jumlah yang sedikit dapat diperoleh penambahan berat badan yang tinggi. Selain itu, karena keunggulan dalam berproduksi, pengembangan yang pesat terhadap pembudidayaan ayam ras pedaging ini adalah juga merupakan upaya penanganan untuk mengimbangi kebutuhan masyarakat terhadap daging ayam yang semakin meningkat akibat pertambahan penduduk yang pesat. Oleh karenanya pengembangan ayam ras pedaging sangat tepat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut. Ayam ras pedaging yang dikembangkan di Indonesia pada umumnya merupakan jenis ras unggul hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang dikenal memiliki daya produktivitas yang tinggi yang pembiakannya dilakukan di negara-negara maju. Jenis yang dihasilkan dari pembiakan tersebut adalah sudah merupakan “Final Stock”. Jadi bibit DOC dari final stock tersebut hanya diternakkan untuk memproduksi atau menghasilkan daging saja, tidak bisa dikembangkan lebih lanjut untuk menghasilkan telur-telur tetas atau bibit-bibit baru sebab ketrunan yang dihasilkan dari final stock tersebut tidak memiliki
keunggulan sebaik atau seperti induknya. Hasil keturunan dari final stock memiliki sifat pertumbuhan badan lambat, daya tahan tubuh merosot sehingga mudah terserang penyakit dan lain-lain. Dengan demikian apabila keturunan dari final stock diternakkan, tidak akan menguntungkan. Oleh sebab itu, dalam pemeliharaan selanjutnya para peternak harus membeli lagi bibit DOC yang merupakan final stock dari perusahaan pembibitan yang telah mengeluarkannya, apabila telah panen dan akan memulai lagi pada pemeliharaan berikutnya. Pada umumnya tiap strain atau galur diberi nama tersendiri sesuai dengan perusahaan pembibitan (breeding farm) yang membentuk atau memproduksi strain final stock yang bersangkutan, sehingga dikenal berbagai macam galur atau strain ayam pedaging yang beredar di pasaran sesuai dengan nama-nama perdagangan yang dikeluarkan oleh masing-masing perusahaan pembibitan. Adapun strain ayam ras pedaging
yang
banyak
beredar
di
pasaran
adalah:
Super 77, Tegal 70, ISA, Kim cross, Missouri, Cobb, Hubbard, Shaver starbo, Lohman 202, Hyline, Vedette, Arbor arcres, Pilch, Yabro, Goto, Ross, Tatum, Indian river, Hybro, Cornish, Brahma, Langshans, Hypeco broiler, Marshall “m”, Euribrid, A.A. 70, H & N, Sussex, Bromo dan CP 707. Strain ayam pedaging tersebut di atas memiliki ciri-ciri: ukuran badan kokoh, timbangan tubuhnya berat yakni dapat mencapai 1.7 kg pada yang betina umur 42 hari dan 2 kg pada yang jantan umur 42 hari, tubuhnya banyak mengandung daging dan lemak, produksi telurnya sedikit, otot kaki pada sisi belakang tebal, daging berwarna putih bersih, empuk, dan tulang rawan pada bagian dadanya lunak (Cahyono 1995).
Hati Hati merupakan kelenjar terbesar yang tersusun dari dua lobus dan memiliki banyak fungsi. Organ ini erat sekali hubungannya dengan pencernaan karena sekresi yang dikeluarkannya disalurkan ke dalam saluran usus untuk membantu pencernaan bahan makanan. Zat yang disekresikannya berupa cairan empedu yang berfungsi untuk menetralkan kondisi asam dari saluran usus dan mengawali pencernaan lemak dengan bentuk emulsi (Amrullah 2002; Delmann 1998; Suprijatna et al. 2005). Dari hati terdapat dua saluran yang mengalirkan
empedu ke bagian terminal dari duodenum. Makanan di dalam duodenum akan memacu kantung empedu untuk mengkerut dan menumpahkan isinya ke dalam usus untuk membantu proses penyerapan lemak oleh usus halus. Hati juga berfungsi menyaring darah dan menyimpan glikogen yang dibagikan ke seluruh tubuh melalui aliran darah (Akso 1998). Menurut Suprijatna et al. (2005), fungsi lain dari hati adalah: detoksifikasi persenyawaan racun bagi tubuh, metabolisme protein, karbohidrat dan lipida, penyimpanan vitamin, penyimpanan karbohidrat, destruksi sel-sel darah merah, pembentukan protein plasma dan inaktifasi hormon polipeptida.
Zink (Zn) Mineral yang dibutuhkan oleh ternak dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu mineral makro dan mineral mikro. Termasuk mineral makro adalah kalsium (Ca), fosfor (P), magnesium (Mg), natrium (Na), kalium (K), Khlor (Cl), dan sulfur (S). Sedangkan mineral mikro adalah besi (Fe), tembaga (Cu), iodium (I), kobalt (Co), seng (Zn), Mangan (Mn), Selenium (Se), Molibdenum (Mo) dan flour (F). Secara umum mineral berfungsi sebagai bahan pembentuk tulang dan gigi yang membuat adanya jaringan yang keras dan kuat, mempertahankan keadaan koloidal dari beberapa senyawa dalam tubuh serta memelihara keseimbangan asam dan basa alam tubuh. Disamping itu, mineral berfungsi
mempertahankan
kontraksi
yang
tetap
dari
urat
daging,
mempertahankan keasaman getah pencernaan, mencegah kekejangan dan ada hubungannya dengan fungsi vitamin tertentu dalam pembentukan tulang (Santoso 1987). Zink merupakan nutrisi yang telah dikenal sebagai nutrisi yang penting untuk pertumbuhan dan tumbuhnya bulu ayam (Ao et al. 2006). Sejumlah studi menyatakan bahwa Zn memiliki banyak fungsi bagi tubuh dan memiliki hubungan yang erat dengan komponen elemen dasar yang lainnya (Jahanian et al. 2008). Konsentrasi Zn tertinggi ditemukan pada jaringan epidermis, sedangkan jumlah yang sedikit ditemukan pada tulang dan bagian lain. Pada ayam Zn memiliki peran pada masa pertumbuhan, perkembangan, reproduksi dan membantu fungsi metabolik. Zn biasanya ditambahkan pada ransum unggas
dengan tujuan untuk pertumbuhan dan perkembangan tulang, untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan epitel dan produksi telur. Kekurangan Zn menyebabkan menurunnya proses perkembangan dan nafsu makan, penurunan proses pembentukan dan kerusakan bulu, kulit bersisik terutama terjadi pada kaki, pada burung muda yang sedang berkembang terjadi kelainan berupa parakeratosis dan kadang-kadang ditandai dengan langkah-langkah seperti langkah angsa. Selain itu, terjadi penurunan produksi telur dan lamanya proses penetasan. Kematian embrio terjadi pada pertengahan inkubasi, kegagalan pembentukan tulang belakang, abnormalitas paruh, kepala, otak dan perkembangan mata diduga adanya keterlibatan proses metabolik Zn-dependent dalam perkembangan mesodermik tulang (Anggorodi 1979; Jordan 1990; Nugroho 1989). Defisiensi Zn juga dapat menyebabkan pengapuran tulang, luka-luka pada kulit, nafsu makan hilang dan dalam keadaan kronis menyebabkan kematian (Djiwa et al. 1993; Sudaryani et al.1994). Defisiensi Zn pada ransum anak ayam yang baru menetas dari induknya akan menyebabkan tubuh anak ayam menjadi lemah, tidak dapat berdiri, makan atau minum, pertumbuhan bulu terganggu dan terlihat bulu-bulu yang mengeriting.
Embrio
yang
menderita
defisiensi
Zn
memperlihatkan
pembengkokan tulang punggung dan jari-jari sering tidak ada (Yasin 1988). Menurut Pond et al. (2005), untuk semua spesies hewan toksisitas Zn terlihat ketika level Zn dalam pakan telah mencapai sekitar 1000 ppm. Dosis Zn 1200-1400 ppm pada ayam pedaging dan ayam petelur belum bersifat toksik, tetapi dosis 3000 ppm dapat menekan pertumbuhan tubuh ayam dan menurunkan nafsu makan.
Penyakit Marek Sejarah Penyakit Marek (Marek’s Disease) pertama kali ditemukan oleh seorang dokter hewan dari Hungaria yang bernama Josef Marek (1868-1952) pada tahun 1907 (Jordan 1990; Payne 1985; Schat 2004). Penyakit Marek dapat dicegah dengan cara vaksinasi pada anak ayam umur sehari atau embrio yang telah
diinkubasikan selama 18 hari. Vaksin penyakit Marek pada umumnya dapat memberikan perlindungan yang optimal, tetapi kadang-kadang ditemukan adanya vaccine breaks (kebocoran vaksinasi). Kebocoran vaksinasi terutama disebabkan oleh proses vaksinasi yang suboptimal, praktek manajemen yang kurang baik dan adanya galur MDV (Marek’s Disease Virus) yang sangat virulen (Tabbu 2000). Selain itu, perlindungan optimal yang ditimbulkan oleh vaksin MD bergantung pada kombinasi beberapa faktor, yaitu pengamanan biologis, sanitasi atau desinfeksi, waktu istirahat kandang dan pemilihan vaksin atau kombinasi MD yang optimal. Hal ini menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup tinggi bagi peternak karena harus mengeluarkan biaya yang besar untuk vaksin (Schat 2004). Penyakit Marek Penyakit Marek atau neurolymphomatosis, fowl paralysi, dan range paralysis adalah penyakit proliferasi limfoid yang sering pada ayam dan mempengaruhi banyak organ dan jaringan. Penyakit Marek ditandai oleh infiltrasi sel-sel mononuklear pada syaraf perifer, gonad, iris, organ viseral, urat daging dan kulit. Paling sering ditemukan pada ayam, tetapi dapat juga menyerang jenis unggas lainnya (Schat 2004; Jordan et al. 1990 ). Penyakit Marek oleh OIE diklasifikasikan pada daftar B (List B). Penyakit ini disebabkan oleh virus DNA (Marek’s Disease Virus/MDV) yang erat hubungannya dengan sel-sel (cell associated) dan termasuk famili Herpesviridae. Virus
yang
dimaksud
adalah
Gallid
herpevirus
2
yang
merupakan
alphaherpesvirus. MDV dapat digolongkan menjadi 3 serotipe, yaitu serotipe 1 memiliki sifat onkogenik atau patogenik, serotipe 2 memiliki sifat nononkogenik atau apatogenik dan serotipe 3 memiliki sifat nononkogenik. Sel tumor hanya dapat diinduksi oleh serotipe 1 (Kamaldeep et al. 2007; Tabbu 2000). Penyakit Marek tidak ditularkan secara vertikal, namun ditularkan secara horizontal dan untuk beberapa minggu pertama ayam akan terlindungi dengan adanya maternal antibodi kemudian ayam akan terinfeksi secara inhalasi melalui debu yang telah tercemar Gallid herpevirus 2 (Murphy et al. 1995). Menurut Calnek et al. (1991) waktu inkubasi dari penyakit Marek dengan cara experiment pada ayam yang rentan kira-kira 2 minggu sejak diinkubasi
sampai terlihat gejala klinis dan perubahan patologis anatomis. Tetapi waktu inkubasi pada infeksi alam sukar ditentukan karena kapan ayam itu mengalami infeksi virus tidak diketahui. Kematian biasanya terjadi pada umur 8 minggu dan biasanya mencapai puncak pada umur antara 16 dan 20 minggu. Tetapi pada kelompok ayam yang sudah tertular biasanya kematian masih terdapat selama kelompok ayam itu masih dipertahankan. Gejala Klinis dan Perubahan Patologi Gejala klinis dari penyakit Marek yang klasik berupa inkoordinasi lumpuh dari satu atau lebih anggota tubuh pada ayam berumur 12-16 minggu. Karena fungsi motoris terganggu maka ayam mengalami kelumpuhan dari kedua kakinya. Kaki yang satu diletakkan ke depan sedangkan yag lainnya diletakkan ke belakang. Sayap, ekor, dan kelopak mata jatuh tergantung dan kadang-kadang ayam sukar bernafas. Ayam akan menjadi sangat kurus, tetapi jumlah yang sakit dan yang mati biasanya rendah. Bentuk akut dari penyakit Marek biasanya terdapat pada ayam berumur 6-8 minggu dan gejala klinis yan terlihat ialah tidak ada nafsu makan dan terdepres. Sering tumor dapat diraba pada organ tubuh abdominal, urat daging atau kulit. Jumlah yang sakit dan yang mati dapat mencapai 50% dari kelompok ayam. Menurut Murphy et al. (1995) gejala klinis penyakit Marek dibagi menjadi: 1. Tipe Neurolimfomatosis Gejala ini disebut juga penyakit Marek tipe klasik yang ditandai dengan paralisis asimetris dari kaki maupun sayap. Inkoordinasi merupakan bentuk awal yang sering terjadi, pada umumnya salah satu kaki tertarik ke depan dan kaki yang lainnya tertarik ke belakang serta sayap jatuh menggantung sampai sejajar dengan leher atau kepala. Jika nervus vagus terkena dapat menyebabkan dilatasi tembolok dan lambung. 2. Tipe Akut Penyakit marek akut sering terjadi pada kelompok besar (flok) yang ditandai dengan depresi dan beberapa hari kemudian terjadi paralisis akibat ataxia. Pada tipe ini kematian bisa terjadi tanpa ditandai dengan gejala saraf.
3. Tipe Limfomatosis Okuler Limfomatosis okuler menyebabkan iris mata berwarna keabuan yang diakibatkan infiltrasi limfoblastoid. Selain itu, tipe ini menyebabkan pupil tidak beraturan (irregular) dan eksentris serta dapat menyebabkan kebutaan sebagian atau total. 4. Tipe Kutaneus Penyakit Marek tipe ini ditandai dengan adanya lesio nodular hingga berdiameter 1 cm pada folikel bulu. Lesio ini dapat terlihat setelah ayam dibului (Murphy et al. 1995) 5. Tipe Viseral Penyakit marek terjadi pada ayam yang masih muda yaitu umur 3-4 minggu menyebabkan tingkat kematian (mortalitas) yang tinggi. Tingkat mortalitas dari tipe ini biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan bentuk klasik. Kejadiannya antara 10-30% dan pada saat wabah kejadian dapat meningkat hingga 80%. Bentuk ini merupakan bentuk yang sering terjadi walaupun ayam sudah divaksinasi, namun tingkat mortalitasnya masih di atas 30% (Jordan 1990; Sainsbury 1984; Hybro 2006 dalam Rulita 2007). Tipe ini menunjukkan kejadian tumor yang cukup tinggi. Tumor limfoid dapat ditemukan pada hati, limpa, ovarium, ginjal, jantung, proventrikulus, mesenterium, otot dan kulit. Unggas akan pucat, stres, bobot badan dan produksinya menurun kemudian dalam beberapa minggu ayam akan mati. Beberapa dapat mengalami depresi sebelum mati dan menunjukkan gejala paralisis sama seperti terlihat pada penyakit marek tipe klasik (Jordan et al. 1990). Perubahan
mikroskopik
pada
organ
viseral
sehubungan
dengan
pembentukan tumor limfoid akan ditemukan bentukan nodular yang ditemukan dalam parenkim, sehingga organ yang terkena akan mengeras. Warna tumor terlihat putih kelabu dan bidang sayatannya keras dan kering. Dinding proventrikulus akan mengalami penebalan dan terasa keras akibat adanya kumpulan limfoid ukuran kecil sampai besar di dalam dan di antara pars glandularis. Kumpulan limfoid tersebut dapat diamati pada permukaan serosa atau melalui bidang irisan (Calnek & Witter 1997 dalam Rulita 2007).
6. Tipe Paralisis Sementara Tipe ini merupakan manifestasi dari virus yang terjadi pada ayam berumur antara 5 sampai 18 minggu. Gejala klinis tipe ini adalah ayam mengalami paralisis mendadak, terutama pada kaki dan leher. Tingkat mortalitas dan morbiditas tipe ini merupakan yang paling rendah bila dibandingkan dengan tipe yang lain. Karakteristik tipe ini ditandai dengan pulihnya kembali ayam setelah gejala klinis yang berlangsung antara 24-48 jam. Karakteristik kerusakan secara histopatologi dapat terlihat pada sistem saraf pusat terutama pada daerah perivaskular dan meningen (Jordan 1990; Hybro 2006; Herendra 1996 dalam Rulita 2007).
MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli 2007 sampai bulan Mei 2008, dilakukan di kandang B Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan di bagian Patologi Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Ransum ayam yang terdiri dari kombinasi pakan basal, bawang putih, kunyit dan ZnO. Saat pemeliharaan ayam dibutuhkan air, vaksin ND, vaksin gumboro dan sekam, sedangkan untuk pemeriksaan histopatologi digunakan Buffer Netral Formalin (BNF) 10%, xylol, alkohol absolut (100%), alkohol 95%, alkohol 90%, alkohol 80%, alkohol 70%, Mayer’s hematoxilin, lithium carbonat, eosin, perekat entelan, parafin cair dan aquades. Peralatan yang digunakan yaitu: kandang ayam, timbangan, tempat pakan dan minum, pisau bedah, gunting bedah, cover glass, object glass, mikrotom, inkubator dengan suhu 52oC, pemanas air, lemari pendingin, mikroskop, kertas label dan kaset jaringan.
Metode Penelitian Perlakuan Hewan Coba Penelitian menggunakan 100 ekor ayam pedaging strain Ross 1 Super Jumbo 747 diproduksi oleh PT. Cibadak Indah Sari Farm Sukabumi berumur satu hari. Sebanyak 100 ekor DOC (Day Old Chick) dibagi secara acak ke dalam lima perlakuan. Masing-masing perlakuan terdiri dari empat ulangan, sehingga ada 20 unit percobaan dan masing-masing unit percobaan terdiri dari 5 ekor DOC yang telah ditimbang untuk mengetahui bobot badan awal. Selama penelitian 5 ekor DOC dari setiap ulangan dipelihara dalam kandang beralaskan sekam padi dengan ukuran 1 X 1 m2 selama 5 minggu. Vaksin yang digunakan adalah vaksin ND (Newcastle Disease ) dan vaksin
gumboro. Vaksin ND 1 diberikan saat ayam berumur 4 hari melalui tetes mata, vaksin gumboro diberikan saat ayam berumur 10 hari melalui air minum dan vaksin ND II diberikan saat ayam berumur 21 hari melalui oral (cekok). Air minum dan pakan kombinasi herbal (kunyit dan bawang putih) dan Zn diberikan sejak awal pemeliharaan secara ad libitum. Selama pemeliharaan ayam pedaging yang dipelihara terinfeksi penyakit Marek secara alami.
Perlakuan Kunyit dan Bawang Putih Bawang putih dan kunyit yang digunakan diperoleh dari Balitro. Identifikasi terhadap bawang putih dan kunyit dilakukan di Herbarium Bogoriense. Bawang putih dan kunyit kemudian dibuat serbuk diperoleh melalui serangkaian proses, mula-mula dilakukan pencucian kunyit segar sehingga bersih dari tanah yang melengket dan ditiriskan kemudian diiris-iris tipis, sedangkan bawang putih dilakukan pengupasan kulit luar lalu diiris-iris tipis. Irisan kunyit dan bawang putih dijemur yang sebelumnya telah dilapisi dan ditutup plastik hitam tipis untuk kemudian dijemur di bawah sinar matahari hingga kering. Kunyit dan bawang putih yang telah kering digiling untuk dibuat serbuk dan dilakukan pengayakan untuk memisahkan padatan dan hanya yang berukuran kecil yang akan lolos.
Ransum Ransum yang telah disusun dicampur dengan serbuk kunyit, serbuk bawang putih, dan penambahan mineral Zn dalam bentuk ZnO, kemudian ransum perlakuan diberikan pada ayam pedaging setelah pengacakan dengan macam ransum perlakuan disajikan pada tabel 3. Tabel 3. Komposisi Ransum untuk Setiap Kelompok Perlakuan Kelompok
Komposisi
R0
Pakan basal (kontrol)
R1
Pakan basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5%
R2
Pakan basal + serbuk bawang putih 2.5% + ZnO 120 ppm
R3
Pakan basal + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm
R4
Pakan basal + serbuk kunyit 1.5% + serbuk bawang putih 2.5% + ZnO 120 ppm
Tabel 4. Komposisi Ransum Penelitian Bahan
R0
R1
R2
R3
R4
Jagung (%)
51
51
51
51
51
Dedak (%)
3
3
3
3
3
Minyak (%)
5.5
5.5
5.5
5.5
5.5
Tepung ikan (%)
12
12
12
12
12
26.3
26.3
26.3
26.3
26.3
1
1
1
1
1
DCP (%)
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
Premiks (%)*
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
Lysin (%)
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
Methionin (%)
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
Total (%)
100
100
100
100
100
Kunyit (%)
0
1.5
0
1.5
1.5
Bawang putih (%)
0
2.5
2.5
0
2.5
Bungkil kedelai (%) CaCO3 (%)
ZnO (%) 0 0 0.012 0.012 0.012 * Setiap 1 kg premiks mengandung: vitamin A = 4.000.000 IU, D3 = 800.000 IU, E = 4.500 mg, K3 = 450 mg. B1 = 450 mg, B2 = 1.350 mg, B6 = 480 mg, B12 = 6 mg, Ca-d pantothenate = 2.400 mg, Folic acid = 270 mg, Nicotinic acid = 7.200 mg, Choline chloride = 28.000 mg, DLmethionine = 28.000 mg, L-Lysine = 50.000 mg, Fe = 8.500 mg, Cu = 700 mg, Mn = 18.500 mg, Zn = 14.000 mg, Co = 50 mg, I = 70 mg, Se = 35 mg, Antiox, carrier add = 1kg
Tabel 5. Kandungan dan Kebutuhan Zat Makanan Ransum Ayam Broiler Umur 135 Hari Zat makanan R0
R1
Ransum perlakuan R2 R3
R4
Kebutuhan NRC (1994) 3.200
EM (kkal/kg) Energi Bruto (kkal/kg)*
3.862
4 026
3962.73
3926.25
4 026
-
Protein kasar (%)**
25.17
25.77
25.64
25.30
25.77
23
Serat kasar (%)**
1.93
2.08
1.96
2.04
2.08
3.9
Lemak kasar (%)**
11.96
12.1
11.98
12.08
12.1
7.8
Ca (%)***
0.913
0.914
0.913
0.914
0.914
0.9
P tersedia (%)***
0.660
0.665
0.664
0.661
0.665
0.6
Lysin (%)
-
-
-
-
-
1.1
Methionin (%)
-
-
-
-
-
0.5
0.036
0.038
0.049
0.048
0.050
0.004
Zink (%)***
Keterangan: * Energi Bruto di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fapet IPB (2007) ** Analisis proksimat bahan makanan dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi LPPM-IPB *** Analisis mineral di Laboratorium Ternak Perah, Fakultas Peternakan IPB (2007) Berdasarkan kebutuhan zat makanan NRC (1994)
Pengambilan sampel dan Pembuatan Preparat Histopatologi Pengambilan sampel organ hati melalui nekropsi ayam dari setiap unit coba, kemudian organ difiksasi dalam larutan Buffer Neutral Formalin (BNF) 10% selama 3x24 jam yang selanjutnya dibuat sediaaan histopatologi. Pembuatan sediaan histopatologi diawali memotong sampel organ setebal + 1 cm dan dimasukkan ke dalam kaset jaringan untuk dilakukan proses dehidrasi dalam larutan alkohol dengan konsentrasi bertingkat, yaitu alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, alkohol absolut I dan II dan diembedding dalam parafin cair. Jaringan yang sudah diblok dengan parafin kemudian dipotong menggunakan mikrotom. Jaringan dipotong dengan ketebalan 3-5 mikron, sayatan lalu diapungkan di atas air hangat dengan suhu + 60oC. Sayatan tersebut diangkat dengan menggunakan gelas objek, kemudian dikeringkan dalam inkubator bersuhu 60oC selama 24 jam. Proses selanjutnya adalah pewarnaan jaringan dengan menggunakan pewarna hematoksilin dan eosin (HE), yang terdiri dari 5 tahap: deparafinasi, rehidrasi, pewarnaan HE, clearing atau penjernihan dan mounting atau penutupan dengan cover glass.
Pengamatan Histopatologi Evaluasi histopatologi dilakukan menggunakan mikroskop cahaya dari sepuluh lapang pandang dengan menghitung jumlah sel tumor limfoid dalam satu preparat, persentasi kejadian kongesti, dan skoring untuk kejadian degenerasi. Jumlah sel tumor limfoid diamati menggunakan mikroskop (pembesaran objektif 40X) dan dihitung menggunakan alat hitung. Kongesti diamati menggunkan mikroskop (pembesaran objektif 10X) serta membandingkan antara pembuluh darah yang mengalami kongesti dengan yang tidak mengalami kongesti dan dilanjutkan dengan dibuat rataan persentasi dari setiap kejadian kongesti. Skoring dilakukan terhadap adanya degenerasi pada hepatosit dengan memberi angka 1 apabila degenerasi hanya terjadi di daerah vena sentralis, angka 2 apabila degenerasi meluas sampai median lobulus, dan angka 3 apabila degenerasi telah meluas sampai segitiga kirnan.
Analisis Data Analisis pengamatan histopatologi terhadap jumlah sel tumor limfoid dan persentasi kejadian kongesti diuji secara statistik menggunakan uji Anova yang dilanjutkan dengan uji Duncan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan, sedangkan untuk kejadian degenerasi diuji secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil rata-rata perhitungan jumlah sel tumor limfoid pada hati dari setiap perlakuan disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan Jumlah Sel Tumor Limfoid pada Hati Kelompok
Jumlah Tumor Limfosit
R0
528.52 + 106.22a
R1
625.12 + 192.65a
R2
477.33 + 83.60a
R3
417.90 + 238.41a
R4
712.67 + 337.75a
Keterangan : huruf superskrif sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa rataan jumlah sel tumor limfoid pada hati yang terinfeksi penyakit Marek pada kelompok R2 dan R3 lebih sedikit dibandingkan dengan rataan jumlah sel tumor limfoid pada kelompok R1 dan R4. Walaupun secara statistik tidak terdapat perbedaan
nyata jumlah sel limfoid
(tumor) pada semua kelompok perlakuan (p>0,05) dibandingkan dengan kelompok R0, tetapi kelompok R2 dan R3 lebih mampu menekan pertumbuhan sel tumor limfoid pada hati dibandingkan kelompok R1 dan R4. Gambar 5 merupakan histogram rataan jumlah sel limfoid pada hati pada tiap kelompok. 800
J u m la h S el T u m o r L im fo id
700 600 R0 500
R1
400
R2 R3
300
R4
200 100 0 R0
R1
R2
R3
Kelompok
Gambar 5. Histogram jumlah sel tumor limfoid pada hati
R4
Rendahnya rataan sel tumor limfoid pada kelompok R3 disebabkan karena adanya efek antitumor dari kurkumin dan adanya aktivitas imunomodulator dari Zn. Kurkumin akan meningkatkan produksi NO dan NK sel selama pemberian, sehingga replikasi virus dapat dihambat (Cattopadhyay et al. 2004). Kurkumin secara cepat dapat dimetabolisme oleh hati dan akan diekskresikan melalui saluran empedu. Zat aktif Protochatchuic acid memiliki efek farmakologis untuk meningkatkan daya tahan tubuh (Winarto 2003; Cattopadhyay et al. 2004). Adanya kemampuan kelompok R2 menekan tumor dikarenakan bawang putih memiliki fungsi sebagai antitumor. Ekstrak bawang putih dan ekstrak serbuk bawang putih dapat menahan laju pertumnuhan tumor hati pada manusia. Bawang putih dapat menahan sintesis N-nitroso. N-nitroso merupakan salah satu komponen yang memiliki aktfitas karsinogenik, sehingga akan memacu pertumbuhan tumor. Selain itu, bawang putih memiliki aktifitas sebagai imunomodulator yaitu menekan pertumbuhan sel tumor dengan cara menstimulasi sel imunoresponder. Ekstrak dari bawang putih yang tua dapat meningkatkan produksi sitokin (Interleukin-2 dan necrosis tumour factor α) dan meningkatkan NK sel pada sel T (Barnes et al. 2002). Zn yang ditambahakan pada ransum memiliki efek meningkatkan aktivitas dan produksi hormon pada timus, fungsi limfosit, meningkatkan sel NK dan antibody-dependent (Pond et al. 2005). Menurut Schat (2004) infeksi virus penyakit marek (MDV) dimulai dengan masuknya
virus yang terdapat pada debu di kandang ayam melalui
saluran pernafasan saat inhalasi. Setelah masuk ke dalam tubuh ayam, virus akan menginfeksi sel B. Sel B yang terinfeksi akan mengekspresikan antigen virus pada permukaannya dan mulai menginfeksi sel B lainnya. Pada fase infeksi sitolisis dini, sel B yang terinfeksi akan lisis dan mengeluarkan sitokin berupa Interleukin8 (IL-8) yang akan memediasi sel T aktif. Sel Limfosit T akan menghasilkan interferon gamma (IFN-γ) yang akan menstimulasi makrofag menghasilkan iNOS (inducible Nitric Oxide Synthase) dan menstimulasi pengaktifan NK (Natural Killer)
untuk
menghambat
replikasi
virus. iNOS adalah enzim yang
mengkatalisasi pembentukan NO (Nitric Oxide), yang berfungsi untuk menghambat replikasi virus. Bila IFN- γ dan iNOS mengendalikan infeksi virus maka antara hari ke-5 dan hari ke-7 setelah masuknya virus, infeksi pada sel T
menjadi infeksi yang bersifat laten. Infeksi laten akan mentransformasi sel T menjadi tumor (limfoma). Infeksi MDV sangat merugikan secara ekonomis, hal ini dapat terjadi akibat: 1. Vaksin Marek sering tidak dilakukan pada ayam pedaging dikarenakan ayam pedaging merupakan ayam yang berumur pendek dan penyakit Marek tidak bersifat zoonosis. 2. Biaya yang harus dikeluarkan untuk vaksinasi penyakit Marek cukup mahal dan harus diberikan dalam dosis tinggi. Karena itu, perlindungan optimal yang ditimbulkan oleh vaksin MD bergantung pada kombinasi beberapa faktor, yaitu pengamanan biologis, sanitasi atau desinfeksi, waktu istirahat kandang dan pemilihan vaksin atau kombinasi MD yang optimal, sehingga hal ini menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup tinggi bagi peternak karena harus mengeluarkan biaya yang besar untuk vaksin (Schat 2004). 3. Kepekaan yang berbeda dari setiap jenis ayam (strain), waktu inkubasi pada infeksi alam sukar ditentukan karena kapan ayam itu mengalami infeksi virus tidak diketahui, penyakit Marek secara alami dapat menyebar melalui kotorankotoran ayam sakit dan infektivitas virus di alam dapat bertahan 4-8 bulan pada temperatur lingkungan dan 10 tahun pada temperatur 4oC. Infektivitas ini terjadi terutama pada daerah perkandangan padat, sehingga pencemaran antar kandang dapat terjadi. Selain itu, beberapa negara termasuk Indonesia hanya memberi vaksin Marek pada ayam berumur panjang (misalnya: ayam petelur) (Tabbu 2000). 4. Tidak adanya riwayat atau pencatatan mengenai kasus penyakit yang pernah terjadi di kandang. 5. Tidak ada pengobatan yang efektif untuk mencegah infeksi penyakit Marek, kecuali perbaikan manajemen kandang (Calnek 1991).
Gambar 6. Akumulasi tumor limfoid pada kelompok R0 di daerah segitiga kirnan hati (tanda panah). Pewarnaan HE, bar = 40μm. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap adanya degenerasi hepatosit dengan menggunakan metode skoring, semua kelompok menunjukkan skor degenerasi yang sama yaitu skor 3. Keadaan ini memperlihatkan
bahwa
degenerasi tidak hanya sekitar vena sentralis, melainkan sudah meluas ke daerah segitiga kirnan (diffuse). Degenerasi merupakan kerusakan sel yang bersifat sementara. Degenerasi yang teramati dari setiap perlakuan pada umumnya adalah degenerasi hidropis (acute cellular swelling). Degenerasi hidropis merupakan lesio yang sering ditemukan pada pemeriksaan histopatologi hati yang terkena penyakit Marek (Retno et al. 1998). Degenerasi ini ditandai dengan peningkatan cairan intraseluler yang menyebabkan sitoplasma dan organel sel mengalami pembengkakan dan terlihat adanya vakuola. Degenerasi hidropis sering menyebabkan kematian sel, kecuali apoptosis (William dan Wilkins 1997). Menurut Saleh (2008) degenerasi
hidropis pada sel hati dapat diakibatkan oleh racun-racun seperti karbon tetraklorida atau kloroform (Saleh 2008). Menurut Chattopadhyay et al. (2004), kunyit dalam bentuk serbuk (simplisia) bisa dipakai untuk pengobatan kerusakan hati (degenerasi). Menurut Adnyana (2005), pemberian sediaan uji ekstrak bulbus bawang putih (Allium sativum L.) dan rimpang kunyit (Curcuma domestica V.) dengan menggunakan hewan tikus pada semua kelompok dosis (200mg/kg bb, 400 mg/kg bb dan 1.600 mg/kg bb) tidak menunjukkan adanya peningkatan glukosa, SGOT, SGPT, LDL, trigliserida, protein total, albumin dan kolesterol serta penurunan HDL yang mencolok dibandingkan terhadap normal yang menunjukkan tidak adanya pengaruh terhadap fungsi hati. Namun dari gambaran mikroskopik histologi organ hati menunjukkan adanya peningkatan sel Kupffer pada pemberian semua kelompok dosis yang diduga memberikan efek imunostimulan. Menurut William dan Wilkins (1997), degenerasi hidropis pada hepatosit dapat diakibatkan karena kegagalan mekanisme pompa ion natrium-kalium. Hal ini disebabkan terjadi kerusakan membran yang dapat menyebabkan ion kalium banyak tinggal di dalam sel, sehingga menyebabkan cairan disekitar sel akan berdifusi masuk ke dalam sel dan menyebabkan kebengkakan sel. Pada keadaan hipoksia fungsi mitokondria dapat terganggu, sehingga dapat menurunkan jumlah ATP. Penurunan ATP menyebabkan penurunan sintesa protein, membran mitokondria menjadi lebih permiabel, air masuk ke dalam matrik mitokondria secara difusi, dan akhirnya sel mengalami pembengkakan. Defisiensi Zn dapat menyebabkan perubahan keseimbangan elektrolit. Perubahan konsentrasi Na dalam jaringan menyebabkan tingginya konsentrasi cairan dalam jaringan. Perubahan konsentrasi Na/K juga mengakibatkan perubahan permeabilitas membran sel ”leaky membrane” atau kegagalan pompa Na (Pond et al. 2005). MDV dapat juga menyebabkan kematian sel dengan cara: (1) mengganggu kemapuan sel untuk mensintesis protein dan makromolekul esensial; (2) organel sel dijadikan tempat sintesis DNA dan RNA karena untuk berreplikasi MDV memrlukan protein; (3) mekanis menyebabkan kerusakan organel seluler dan
mengganngu sitoskeleton akibat akumulasi asam nukleat virus dan protein (viral inclusion bodies), sehingga dapat menyebabkan sitotoksik. Menurut Barnes et al. (2002), zat aktif yang terdapat dalam bawang putih (Alliin, S-allymercapticysteine (ASSC), dan S-methylmercaptocysteine (MSCC)) memiliki efek antihepatotoksik dengan cara menurunkan kadar karbon tetraklorida dan galaktosamin. Selain itu, S-allymercapticysteine dan Smethylmercaptocysteine dapat menjaga hati dari kerusakan akibat hepatotoksin pada penyakit hepatitis. Studi in vitro pada mencit menunjukkan bahwa diallyl sulfide (0.5 dan 0.2 mmol/L) dan diallyl disulfide (0.5 dan 1 mmol/L dapat menjaga kerusakan DNA akibat aflatoksin B1. Diallyl sulfide dan diallyl disulfide memiliki kemampuan sebagai hepatoprotektif dengan cara menaktifkan aktivitas glutathione-S-transferase dan glutathione peroxiadase.
Gambar 7. Degenerasi hidropis pada seluruh hepatosit kelompok R1. Pewarnaan HE, bar = 20μm.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata dari setiap kelompok terhadap adanya kongestsi (p>0,05), namun secara klinis kongesti pada kelomok R3 menunjukkan nilai rataan yang paling tinggi (Tabel 3). Hasil pengamatan terhadap adanya kongesti dari setiap perlakuan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Nilai Persentasi Kongesti dari Tiap Kelompok Kelompok
Rataan (%)
R0
41.95+16.45a
R1
41.75+24.26a
R2
57.40+0.00a
R3
46.81+11.93a
R4
24.58+14.69a
Keterangan : huruf pada superskrif sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)
70,00
R a ta a n K o n g e s ti
60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 R0
R1
R2
R3
R4
Kelompok
Gambar 5. Histogram persentasi kongesti dari 10 lapang pandang
Kongesti (hiperemi/bendungan) adalah suatu keadaan yang disertai meningkatnya volume darah dalam pembuluh yang melebar pada suatu alat atau bagian tubuh. Berdasarkan kejadiannya kongesti dibagi ke dalam dua tipe yaitu kongesti pasif dan kongesti aktif. Kongesti aktif terjadi akibat peningkatan volume darah arteri, sedangkan kongesti pasif terjadi akibat aliran darah vena dari satu daerah berkurang dan disertai dilatasi pembuluh vena dan kapiler (Wilkins et al. 1997; Saleh 2008). Kongesti diamati diakibatkan oleh sel tumor yang
berproliferasi dan menekan aliran vena lokal dari suatu daerah. Tipe kongesti ini adalah pasif karena tidak menyangkut kenaikan jumlah darah yang mengalir ke suatu daerah, tetapi lebih merupakan gangguan aliran darah dari daerah tersebut. Semua yang menekan venula-venula dan vena-vena yang mengalirkan darah dari jaringan dapat menimbulkan obstruksi dalam lumen vena. Secara mikroskopis, kapiler-kapiler dalam jaringan yang hiperemia terlihat melebar dan penuh berisi darah. Tumor dapat menekan aliran vena lokal dari suatu daerah. (Wilson 2000; Saleh 2008). Selain sebab-sebab lokal, kongesti pasif dapat juga disebabkan oleh sebabsebab sentral atau sistemik yang dapat mengganggu drainase vaena. Kadangkadang jantung gagal memompa darah, yang dapat mengakibatkan gangguan drainase vena. Kongesti pasif dapat diakibatkan karena kegagalan jantung bagian kiri . Kongesti pasif mungkin relatif berlangsung dalam waktu singkat dalam hal ini bisa dikatakan kongesti pasif akut, atau dapat juga berlangsung lama atau bisa disebut kongesti pasif kronik. Jika kongesti pasif berlangsung dalam waktu singkat, maka tidak ada pengaruh pada jaringan yang terkena. Namun, kongesti pasif kronik dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang permanen pada jaringan. Perubahan-perubahan ini biasa terjadi pada daerah yang mengalami kongesti pasif dan bila perubahan pada aliran darah cukup nyata, maka akan terjadi hipoksia jaringan yang menyebabkan menciutnya jaringan atau bahkan hilangnya sel-sel dari jaringan yang terkena tersebut. Pada hati yang terserang kongesti pasif kronik akan berakibat dilatasi yang nyata dari pembuluh darah di sentral dari lobulus hati, disertai penyusutan sel-sel hati di daerah ini. Akibat dari keadaan ini adalah penampilan kasar yang mencolok dari hati yang ditimbulkan oleh kongesti daerah sentrolobular diselingi daerah-daerah perifer tiap lobulus sedikit terpengaruh (Wilson 2000; Hayes 2004). Menurut Al-Sultan (2004), pemberian kunyit atau ekstrak etanol kunyit dengan variabel waktu dapat menyebabkan hepatotoksik pada mencit dan tikus. Perubahan yang sering terlihat adalah kumpulan nekrosa koagulasi dan pada beberapa kasus dapat menybabkan nekrosa pada limpa dan ginjal, tetapi beberapa penelitian tidak menemukan adanya efek toksik dari kunyit yang diberikan pada mencit, babi guinea, monyet dan babi. Efek toksik kunyit dapat terlihat
bergantung pada spesies, dosis dan durasi selama pemberian. Pada ayam pedaging dapat menimbulkan hiperemia dan infiltrasi sel-sel mononuklear pada parenkim dan daerah portal, terutama pada pakan ayam yang ditambahkan 2,5% kunyit pada pakannya. Selain itu, pemberian kunyit 2.5%, 5% dan 10% menyebabkan dilatasi saluran empedu, hiperplasia epitel saluraan empedu dan degenerasi hepatosit periportal. Kongesti bisa terjadi akibat penambahan kunyit pada pakan ayam. Kongesti dapat terlihat mulai minggu ketiga dari pemberian dan pada minggu keenam kongesti pada hati akan semakin parah.
Gambar 8 Kongesti (tanda panah) pada kelompok R0 terlihat adanya pelebaran pembuluh darah yang penuh berisi darah. Pewarnaan HE, bar = 40μm.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan kombinasi kunyit 1.5%, bawang putih 2.5% dan Zn 120 ppm pada pakan ayam pedaging belum mampu mencegah degenerasi dan kongesti pada hati akibat infeksi penyakit Marek. 2. Perlakuan yang diberikan terhadap kelompok R2 (pakan basal, serbuk bawang putih 2.5% dan ZnO 120 ppm) dan R3 (pakan basal, serbuk kunyit 1.5% dan ZnO 120 ppm) mampu menekan peningkatan jumlah sel tumor limfoid pada hati yang terinfeksi penyakit Marek.
Saran 1. Perlu adanya catatan sejarah mengenai penyakit yang pernah ada dikandang. 2. Perlu adanya uji screening fitokimia terhadap zat aktif dari serbuk bawang putih dan kunyit.
DAFTAR PUSTAKA Adler AJ, Holub BJ.1997. “Effect of garlic and fish-oil supplementation on serum lipid and lipoprotein concentration in hypercholesterolemic men” Am. J. Clin. Nutr. 65:445-450. Adnyana IK, Yuli S, dan Elin YS. 2005. Pengaruh Pemberian Kombinasi Ekstrak Bulbus Bawang Putih (Allium sativum L.) dan Rimpang Kunyit (Curcuma domestica V.) terhadap Fungsi Hati dan Ginjal serta Histologi Organ Tikus. Sekolah Farmasi ITB[Tesis]. Anggorodi HR. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Jakarta: PT Gramedia. Akso BT. 1998. Kesehatan Unggas Panduan Bagi Petuagas Teknis, Penyuluhan dan Peternakan. Yogyakarta : Kanisius. Al-Sultan SI. 2003. The Effect of Curcuma longa (Tumeric) on Overall Performance of Broiler Chickens. International Journal of Poultry Science 2 (5): 351-353, 2003. Amrullah IK. 2002. Nutrisi Ayam Broiler. Bogor: Lembaga Satu Gunung Budi [Anonim].2008a. Tanaman Obat Indonesia. www.iptek.net.id [11 Februari 2008] [Anonim].2008b. Rempah. elearning.unej.ac.id [7 Juni 2008] [Anonim].2008c. Poultry Disease. http://en.wikipedia.org [12 Juli 2008] [Anonim].2008d. Kunyit dan Jahe, www.poultryindonesia.com [12 Juli 2008]
Natural
Antibiotic
untuk
Broiler.
Al-Sultan SI, Gameel AA. 2004. Histopathological Changes In the Livers of Broiler Chicken Supplemented with Turmeric (Curcuma longa). International Journal of Poultry Science 3 (5): 333-336. Ao T, Pierce JL, Dawson KA, Pescatore AJ, Cantor AH, Ford MJ. 2006. Evalution of Bioplex Zn® as an Organic Zinc Source for Chikens International Journal of Poultry Science 5 (9) : 808-811 Ashari S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Jakarta: UI-Press.
Chattopadhyay I, Biswas K, Bandyopadhyay U, Banerjee RK. 2004. Turmeric and curcumin: Biological actions and medicinal application [Artikel]. India: Departement of Physiology Indian Institute of Chemical Biology dan Departement of Biochemistry Central Drug Research Institue. Barnes J, Anderson LA, Phillipson JD. 2002. Herbal Medicines A guide for healthcare professionals. Ed ke-2. London: Pharmaceutical Press. Cahyono B. 1995. Cara Mningkatkan Budidaya Ayam Ras Pedaging (Broiler). Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama. Calnek BW and Witter RL. 1991. Diseases of Poultry. Ed ke-9. USA: Iowa State University Press. Delmann HD, Evrell J. 1998. Text Book of Veterinary Histology. Ed ke-5. USA: Lippincott William and Willkins Djiwa DSGN, Djagra IB. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Emadi M, Kermanshahi H. 2006. Effect of Turmeric Rhizome Powder on Performance and Carcass Characteristics of Broiller Chikens. International Journal of Poultry Science 5 (11): 1069-1072. Emadi M, Kermanshahi H, Maroufyan E. 2007. Effect of Varying Level of Tumeric Rhizome Powder on Some Blood Parameters of Broiller Chikens Fed Corn-Soybean Meal Based Diet. International Journal of Poultry 6 (5): 345-348. Hayes MA. 2004. Pathophysiologi of Liver. Di dalam: Dunlop RH, Malbert CH, editor. Veterinary Pathophysiology. Iowa USA: Blackwell Publishing. Jahanian R, Moghaddam HN, Rezaei A, Haghparast AR. 2008. The Influence of Dietary Zinc-Methionine Subtitution for Zinc Sulfate on Broiler Chick Performance. Journal of Biology Sciences 8 (2): 321-327. Jordan FTW. 1990. Poultry Disease 3th Ed. London: Baillière Tindall. Kamaldeep, Sharma PC, Jindal N, Narang G. 2007. Occurrence of Marek’s Disease in Vaccinated Poultry Flocks of Haryana (India). International Journal of Poultry Science 6 (5): 372-377. Kermanshahi H, M Emadi. 2006. Effect of Thurmeric Rhizome Powder on Performance and Carcass Characteristics of Broiller Chikens. International Journal of Poultry Science 5(11) : 1069-1072. Morley A. Jull. 1951. Poultry Husbandry. New Delhi : Tata McGraw-Hill Publishing Company LTD.
Murphy FA, Gibbs EPJ, Horzinok MC, Studdert M. 1995. Veterinary Virology. Ed ke-3. California USA: Academic Press. Nagpurkar A, Peschell J, Holub BJ. 2005. Herbs, Botanical, and Teas. Di dalam : Mazza G, Oomah BD, editor. CRC Press: Boca Raton London New York Washington, D.C. Nugroho E. 1989. Penyakit Ayam di Indonesia. Semarang: Eka Offset. Payne LN. 1985. Marek’s Disease Scientific Basis And Methods of Control. Boston: Martinus Nijhoff Publishing. Pond WG, Church DC, Pond KR, Schoknecht PA. 2005. Basic Aniamal Nutrition and Feeding. Ed ke-5. USA: Jhone Wile & Sons, Inc. Rasyaf M. 1983. Beternak Ayam Pedaging. Depok : PT Penebar Swadaya. Retno FD, Jahja J, Suryani T. 1998. Penyakit-Penyakit Penting Pada Ayam. Bandung: Medion Rulita E. 2007. Pemberian Ekstrak Benalu Teh (Scurula oortiana) Pada Ayam Petelur yang diinfeksi Virus Marek: Kajian Histopatologi Organ Proventrikulus. [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Saleh K. 2008. Patologi Umum. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Santoso U. 1987. Limbah Bahan Ransm Unggas Yang Rasional. Jakarta: PT Bharatara Karya Aksara. Schat KA. 2004. Understanding Syistem. Di dalam: Altman, Clobb, Dorrestein, Quesenberry, editor. Avian Medicine and Surgery. Philadelphia: WB Sounders Co. Schat KA. 2004. Understanding Marek’s Disease Immunity: A Continuing. International Journal of Poultry Science 3 (1): 89-95, 2004. Sharma JM. 1985. Marek’s Disease Scientific Basis And Methods of Control. Di dalam : Payne LN, editor. Boston: Martinus Nijhoff Publishing. Sudaryani T , Santosa H. 1994. Pembibitan Ayam Ras. Jakarta: Penebar Swadaya. Suprijatna E, Umiyati A, Ruhyat K. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Depok: Penebar Swadaya. Syamsiah IS, Tajudin. 2005. Khasiat dan Manfaat Bawang Putih “Raja Antibiotik Alami”. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Tabbu CR. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya Penyakit Bakterial, Mikal, dan Viral. Yogyakarta: Kanisius. Wilkins and Wiliam. 1997. Veterinary Pathology. Ed ke-6. USA: Baltimore. Wilson ML. 2000. Gangguan Sirkulasi (Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit edisi ke-6. Jakarta: EGC. Winarto WP. 2003. Khasiat dan Manfaat Kunyit. Jakarta: Argomedia Pustaka. Yasin S. 1988. Fungsi dan Peranan Zat-Zat Gizi dalam Ransum Ayam Petelur. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa.
LAMPIRAN
LAMPIRAN
1. Pembuatan Preparat Histopatologi • Alat dan Bahan 1. Sampel organ hati ayam 2. Parafin 3. Buffer Netral Protein (BNF) 10% 4. Xylol 5. Alkohol Absolut 6. Alkohol 95% 7. Alkohol 80% 8. Mayer Hematoxylin 9. Lithiun Carbonat 10. Eosin 11. Aquades 12. Perekat Neofren 13. Cover glass 14. Obyek glass 15. Pisau bedah 16. Inkubator dengan suhu 52O C 17. Mikrotom 18. Pemanas air 19. Lemari Pendingin atau lemari es 20. Mikroskop. • Langkah Kerja Ayam dimatikan dengan cara disembelih pada bagian lehernya, kemudian organ hati dimasukkan ke dalam kantung plastik yang telah diisi dengan larutan formalin dengan tujuan mencegah pembusukkan hati. Sampel hati difiksasi dalam larutan BNF 10% selama 3X24 jam. Selanjutnya sampel organ diiris dan dimasukkan ke dalam tissue cassette untuk dilakukan dehidrasi di dalam seri larutan alkohol dengan konsentrasi
bertingkat dan kemudian di jernihkan di dalam xylol serta dilakukan embedding dalam paraffin. Hati yang terdapat dalam blok parafin diiris dengan menggunakan mikroskop dengan ketebalan 4µm dan hasil irisan dimasukan kedalam air hangat dengan tujuan agar tidak terjadi kerutan akibat proses pengirisan. Kemudian hasil irisan diletakkan pada obyek glas dan proses peletakkan harus cermat dan hati-hati supaya tidak terbentuk rongga udara yang akan menghalangi organ yang akan dilihat, bila ada organ di dalam preparat dapat dihilangkan dengan cara menekan bagian yang dimaksud dengan tujuan agar udara terdorong ke pinggir sehingga tidak menghalangi pada saat proses pengamatan. Bila peletakan preparat sudah dianggap tepat maka preparat dimasukkan ke dalam air panas dengan tujuan untuk menghilangkan lapisan parafin yang ada, kemudian dikeringkan dan diberi kode sesuai dengan perlakuan dan preparat dimasukkan ke dalam inkubator dengan suhu 52O C minimal 2 jam atau maksimum 1 hari. Setelah itu dapat dilakukan pewarnaan dengan menggunakan metode pewarnaan HE. • Pewarnaan Preparat Histologi Pewarnaan HE dilakukan untuk pengamatan terhadap struktur umum jaringan. Ada 5 tahapan yang perlu dilakukan yaitu: 1. Deparafinasi, yaitu sediaan dimasukkan ke dalam serial larutan xylol III, II dan I dengan maksud untuk melarutkan parafin pada jaringan. 2. Dehidrasi, yaitu sediaan dimasukkan ke dalam serial larutan alkohol (alkohol III, II, I, alkohol 100%, 95%, 90%, 80% dan 70%). 3. Pewarnaan 4. Clearing atau penjernihan dengan xylol I, II dan III. 5. Mounting atau penutupan sediaan dengan cover glas.
Metode yang digunakan adalah dengan cara merendam preparat secara berurutan dengan menggunakan: -
xylol I selama 2 menit,
-
xylol II selama 2 menit,
-
alcohol absolut selama 2 menit,
-
alkohol 95% selama 1 menit,
-
alkohol 80% selama 1 menit,
-
dicuci dengan air kran selama 30 detik,
-
mayer haematoxylin selama 8 menit,
-
dicuci dengan air kran selam 30-60 detik,
-
alkohol 95% (10X celupan),
-
alkohol absolut I (10X celupan),
-
alkohol absolut II selama 2 menit,
-
xylol I selama 1 menit,
-
xylol II selama 2 menit, dan
-
preparat ditutup dengan cover glas. Setelah proses pewarnaan selesai maka preparat siap diamati
menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran disesuaikan dengan objek yang diamati.
2. Hasil Pengolahan Data Dengan Metode Statistik Penghitungan Jumlah Sel Tumor Marek The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
Perlakuan
Values
5
R0 R1 R2 R3 R4
Number of Observations Read
20
Number of Observations Used
20
The GLM Procedure Dependent Variable: Respon Sum of Source
DF
Squares
Mean Square F Value Pr > F
Model
4
221093.9280
55273.4820
Error
15
678934.3900
45262.2927
Corrected Total
19
900028.3180
1.22
0.3431
Untuk melihat apakah semua perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap jumlah sel tumor Marek bisa dilihat dari nilai p(0.3431) > 0.05(alpha) maka terima H0 artinya semua perlakuan memberikan pengaruh yang sama terhadap jumlah sel tumor atau dengan kata lain tidak berbeda nyata. R-Square
Coeff Var
0.245652
38.51992
Root MSE Respon Mean 212.7494
552.3100
R-square 24,56% artinya 24,56 persen keragaman dari jumlah sel tumor mampu dijelaskan oleh faktor-faktor dalam model sedangkan sisanya 75,44% dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Source
DF
Perlakuan Source
4 DF
Perlakuan
4
Type I SS
Mean Square F Value Pr > F
221093.9280
55273.4820
Type III SS
1.22
0.3431
Mean Square F Value Pr > F
221093.9280
55273.4820
1.22
0.3431
Penghitungan Jumlah Sel Tumor Marek The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for Respon NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
15
Error Mean Square Number of Means Critical Range
45262.29
2
3
4
5
320.6
336.1
345.7
352.3
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A
Mean
N
Perlakuan
712.7
4 R4
625.1
4 R1
528.5
4 R0
477.3
4 R2
417.9
4 R3
A A A A A A A A
Jika diuji lanjut dengan Duncan dapat dilihat Duncan grouping A semua, sehingga artinya adalah semua perlakuan tidak berbeda nyata. One-way ANOVA: Respon Versus Perlakuan (Output Jumlah Sel Tumor dari Minitab)
Source
DF
SS
MS
F
P
4
221094
55273
1.22
0.343
15
678934
45262
Perlakuan Error Total
19
900028
S = 212.7 R-Sq = 24.57% R-Sq(adj) = 4.45%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level
N
Mean
StDev
R0
4
528.5
106.2
R1
4
625.1
192.7
R2
4
477.3
83.6
R3
4
417.9
238.4
R4
4
712.7
337.8
+---------+---------+---------+--------(----------*-----------) (----------*-----------) (----------*----------) (----------*----------) (-----------*----------) +---------+---------+---------+--------200
Pooled StDev = 212.7
400
600
800
Kenormalan ( Asumsi Kenormalan ) Dilihat dari uji kenormalan nilai p > 0.150 (artinya nilai-p > alpha (0.05) berarti asumsi kenormalan sudah terpenuhi) Probability Plot of RESI1 Normal 99
Mean StDev N KS P -Value
95 90
1.705303E-14 189.0 20 0.103 >0.150
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-500 -400 -300 -200 -100
0 100 RESI1
200
300
400
Test for Equal Variances: RESI1 Versus Perlakuan (Kehomogenan Ragam)
Bartlett's Test (normal distribution) Test statistic = 6.10, p-value = 0.192 Uji kehomogenan ragam Î p-value 0.192 > 0.05 (alpha) maka asumsi kehomogenan ragam terpenuhi. Levene's Test (any continuous distribution) Test statistic = 2.60, p-value = 0.078 Uji kehomogenan ragam Î p-value 0.078 > 0.05 (alpha) maka asumsi kehomogenan ragam terpenuhi
Rataan Kongesti dari 10 Lapang Pandang The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
Perlakuan
Values
5
R0 R1 R2 R3 R4
Number of Observations Read
20
Number of Observations Used
14
The GLM Procedure Dependent Variable: Respon Sum of Source
DF
Squares
Mean Square
F Value
Model
4
1177.173178
294.293295
Error
9
3025.067802
336.118645
13
4202.240980
Corrected Total
Pr > F
0.88 0.5151
Untuk melihat apakah semua perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap jumlah sel tumor Marek bisa dilihat dari nilai p(0.3431) > 0.05(alpha) maka terima H0 artinya semua perlakuan memberikan pengaruh yang sama terhadap jumlah sel tumor atau dengan kata lain tidak berbeda nyata. R-Square 0.280130
Coeff Var 45.47471
Root MSE 18.33354
Respon Mean 40.31590
R-square 28,01% artinya 28,01persen keragaman dari jumlah sel tumor mampu dijelaskan oleh faktor-faktor dalam model, sedangkan sisanya 71,99% dijelaskan oleh factor lain di luar model.
Source
DF
Perlakuan Source
Type I SS
4
1177.173178
DF
Perlakuan
Mean Square F Value Pr > F
Type III SS
4
294.293295
0.88 0.5151
Mean Square F Value Pr > F
1177.173178
294.293295
0.88 0.5151
The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for Respon NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
9
Error Mean Square
336.1186
Harmonic Mean of Cell Sizes
2.222222
NOTE: Cell sizes are not equal Number of Means Critical Range
2
3
4
5
39.34
41.07
42.06
42.68
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Perlakuan
A
57.40
1
R2
46.81
3
R3
41.95
3
R0
41.75
4
R1
24.58
3
R4
A A A A A A A A
One-way ANOVA: Respon Versus Perlakuan
Source
DF
SS
MS
F
P
294
0.88
0.515
Perlakuan
4
1177
Error
9
3025 336
Total
13
4202
S = 18.33 R-Sq = 28.01% R-Sq(adj) = 0.00% Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level R0 R1 R2 R3 R4
N 3 4 1 3 3
Mean 41.95 41.75 57.40 46.81 24.58
StDev 16.46 24.27 * 11.94 14.69
+---------+---------+---------+--------(---------*--------) (--------*-------) (----------------*----------------) (---------*--------) (---------*--------) +---------+---------+---------+--------0 25 50 75
Pooled StDev = 18.33
Kenormalan ( Asumsi Kenormalan ) Dilihat dari uji kenormalan nilai p > 0.150 (artinya nilai-p > alpha (0.05) berarti asumsi kenormalan sudah terpenuhi) P r obability P lot of R ES I1 Norm al 99
M ean S tD ev N KS P - V alu e
95 90
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-40
-30
-20
-10
0 RESI1
10
20
30
40
- 5.07531E - 16 15.25 14 0.143 >0.150
Test for Equal Variances: RESI1 Versus Perlakuan (Kehomogenan Ragam) Bartlett's Test (normal distribution) Test statistic = 1.13, p-value = 0.769 Levene's Test (any continuous distribution) Test statistic = 0.58, p-value = 0.641