KAJIAN EKOLOGIS EKOSISTEM SUMBERDAYA LAMUN DAN BIOTA LAUT ASOSIASINYA DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS)
Gautama Wisnubudi1 dan Endang Wahyuningsih1 1 Fakultas Biologi Universitas Nasional Jalan Sawo Manila, Pejaten-Pasar Minggu, Jakarta 12520. E-mail:
[email protected]
ia
l
Abstrak
.c
.n
w w
C w
re
an
a u t
e ce
m
8 o
Tr
Ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem laut dangkal yang mempunyai peranan penting bagi kehidupan di laut, baik secara ekologi maupun ekonomi serta merupakan salah satu ekosistem yang paling produktif. Penelitian mengenai lamun ini dilaksanakan bertujuan untuk mengkaji kondisi perairan serta kondisi ekosistem sumberdaya lamun dan biota laut asosiasinya. Kajian ini dilaksanakan di perairan Pulau Pramuka kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS) pada empat stasiun yang berbeda, yang ditentukan berdasarkan pada empat arah mata angin. Metode yang digunakan adalah Metode line transect kuadrat dengan pengamatan langsung secara visual baik untuk sumberdaya lamun maupun biota laut asosiasinya. Dari hasil penelitian ini diperoleh, secara umum kondisi fisika-kimia lingkungan perairan Pulau Pramuka masih dalam keadaan yang baik bagi kehidupan sumberdaya lamun dan biota laut yang menjadi asosiasinya. Jenis lamun yang berhasil ditemukan sebanyak enam jenis, dan jenis Cymodocea rotundata merupakan jenis lamun yang paling umum dijumpai pada keempat stasiun pengamatan. Untuk persentase penutupan lamun, persentase penutupan lamun tertinggi terdapat pada stasiun Barat sebesar 34,8% dan terendah pada stasiun Selatan sebesar 19,6%, dengan demikian dapat dikatakan bahwa kondisi penutupan lamun di Pulau Pramuka dalam kondisi buruk < 30% sampai dengan sedang 30%-59%. Untuk kerapatan jenis lamun, tertinggi pada pada stasiun Utara sebesar 654 individu/m2 dan terendah pada stasiun Timur sebanyak 144 individu/m2. Kelimpahan biota laut yang berasosiasi, tertinggi pada stasiun Utara sebanyak 63 individu/m2, jenis-jenis biota laut yang berasosiasi dengan sumberdaya lamun adalah jenis-jenis ikan karang (coral fishes), udang dan kepiting (krustasea), bivalva (moluska), spons, makroalga dan terumbu karang.
PD F
Kata kunci: Pulau Pramuka, Eksosistem lamun, biota laut asosiasi lamun
Pendahuluan
Ekosistem lamun atau seagrass merupakan salah satu ekosistem laut dangkal yang
mempunyai peranan penting bagi kehidupan di laut serta merupakan salah satu ekosistem yang paling produktif, ekosistem lamun memiliki berbagai fungsi penting dan belum begitu banyak dikenal dan diperhatikan bila dibandingkan dengan ekosistem pesisir lainnya seperti rawa payau, hutan mangrove dan terumbu karang. Keberadaan ekosistem lamun di wilayah pesisir secara ekologis memberikan kontribusi yang cukup besar terutama berperan penting sebagai penyumbang nutrisi bagi kesuburan lingkungan perairan pesisir dan laut. Ekosistem lamun di daerah pesisir mempunyai produktivitas biologis yang tinggi, memiliki fungsi
1
sebagai produsen primer, pendaur zat hara, stabilisator dasar perairan, perangkap sedimen, serta penahan erosi (Hutomo dan Azkab, 1987; Dwintasari, 2009). Keberadaan ekosistem lamun di Kepulauan Seribu terutama di Pulau Pramuka, Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS) mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan biota laut yang hidup di ekosistem padang lamun dan juga berperan secara tidak langsung dalam mendukung produktivitas perikanan masyarakat di Pulau Pramuka Pulau Pramuka merupakan salah satu pulau pemukiman dengan kepadatan penduduk yang cukup tinggi, sehingga aktivitas dari penduduk setempat memberikan dampak negatif
l
terhadap ekosistem lamun (Dwintasari, 2009).
bila ekosistem lamun mengalami penurunan maka akan terjadi gangguan terhadap
Tr
dan
ia
Asosiasi biota laut dengan ekosistem lamun akan membentuk suatu sistem ekologi
sumberdaya lamun tersebut sehingga keseimbangan sistem ekologis pun dapat terganggu pula dan pada akhirnya akan menurunkan fungsi ekologis dari sumberdaya tersebut. Gangguan
8 o
lingkungan ini dapat mempengaruhi kehidupan biota yang berasosisasi dengan lamun baik
m
dalam jumlah maupun keanekaragamannya.
.c
e ce
Mengingat pentingnya peranan sumberdaya lamun bagi biota yang berasoasi dengan
a u t
ekosistem tersebut, maka diperlukan kajian mengenai pengaruh sumberdaya lamun terhadap
re
an
biota laut yang berasosiasi sehingga kelestarian sumberdaya lamun dan biota laut lainnya tetap terjaga serta bermanfaat bagi masyarakat sekitar.
.n
C w
Lamun merupakan tumbuhan yang berpembuluh (vascular plant ), dan jelas memiliki
w w
akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji. Bentuknya seperti rumput yang ada di darat, namun
PD F
berbeda karena lamun mampu hidup di perairan laut yang mengandung garam. Kita biasa menemukan tumbuhan lamun di dekat pantai, di perairan laut yang dangkal, yang dasarnya berpasir. Oleh karena tumbuhan lamun memerlukan intensitas cahaya matahari yang tinggi untuk berfotosintes. Pasir yang biasa kita lihat menutupi dasaran padang lamun sesungguhnya adalah tumpukan pasir yang terbawa arus kemudian terperangkap di padang lamun. Hasilnya, dasaran padang lamun umumnya berupa dasaran berpasir. Penyebaran lamun di seluruh dunia teridentifikasi sebanyak 60 jenis lamun, 20 jenis diantaranya ditemukan di perairan Asia Tenggara dan terdapat 12 jenis dari 7 marga di Indonesia. Dari 12 jenis lamun yang ada di Indonesia, 8 jenis diantaranya ditemukan di Kepulauan Seribu (Dwintasari, 2009).
2
Kondisi lamun yang menyerupai padang rumput di daratan ini mempunyai beberapa fungsi ekologis yang sangat potensial berupa perlindungan bagi invertebrata dan ikan kecil. Daun-daun lamun yang padat dan saling berdekatan dapat meredam gerak arus, gelombang dan arus materi organik yang memungkinkan padang lamun merupakan kawasan lebih tenang dengan produktifitas tertinggi di lingkungan pantai di samping terumbu karang. Melambatnya pola arus dalam padang lamun memberi kondisi alami yang sangat disenangi oleh ikan-ikan kecil dan invertebrata kecil seperti beberapa jenis udang, kuda laut, bivalva, gastropoda dan echinodermata.
l
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi ekosistem sumberdaya lamun
ia
dan biota laut asosiasinya di perairan Pulau Pramuka dan mengkaji hubungan antara
Tr
sumberdaya lamun terhadap kelimpahan dan keanekaragaman biota laut asosiasinya. Manfaat penelitian, diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai kondisi ekosistem sumberdaya lamun di perairan Pulau Pramuka dan aspek biota laut
.c
a u t
A. Waktu dan lokasi penelitian
e ce
Metodologi
m
8 o
asosisasinya untuk pengelolaan sumberdaya lamun yang berkelanjutan.
re
an
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2012 dengan lokasi di Pulau Pramuka.
.n
Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, DKI Jakarta yang
w w
C w
masuk ke dalam Kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu dengan empat stasiun pengamatan yang tersebar pada empat arah mata angin di perairan Pulau Pramuka. Stasiun
PD F
sebelah utara dengan koordinat 050 742’15” LS - 106’615’67” BT; stasiun sebelah timur dengan koordinat 050 744’87” LS - 1060617’20” BT; stasiun sebelah selatan dengan koordinat 050750’27” LS - 1060612’43” BT; dan stasiun sebelah barat dengan koordinat 050750’28” LS - 1060612’46” BT.
3
l ia
Tr
Gambar 1. Peta Distribusi lamun di Pulau Pramuka (http://earthgoogle.com/Pulau_Pramuka)
8 o
B. Cara kerja
m
Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer yang meliputi
.c
e ce
data lamun (jenis lamun, persentase penutupan dan kerapatan lamun), data biota laut lain
a u t
(jumlah dan jenis) ikan, terumbu karang, dan moluska, serta data parameter lingkungan.
re
an
Sedangkan data sekunder meliputi keadaan umum lokasi penelitian. Pengumpulan data primer menggunakan metode observasi langsung dengan cara
PD F
.n
w w
C w
mengamati dan melakukan pengukuran langsung kondisi ekosistem sumberdaya lamun.
d a r a t a n
Laut lepas
10m 10m
10m
Keterangan Garis transek Plot 1 m x 1 m
4
Gambar 2. Line transect dengan jarak 10 m Pada setiap transek garis, diletakkan petak-petak contoh atau transek kuadrat berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 1 m x 1 m (Gambar 2). Pada petak-petak contoh atau transek kuadrat berbentuk bujur sangkar di atas, terdapat kotak-kotak transek bujur sangkar yang lebih kecil berukuran 20 cm x 20 cm sehingga terbentuk transek bujur sangkar berukuran lebih kecil sebanyak 25 buah, hal ini agar mempermudah dalam mengidentifikasi jenis dan persentase penutupan lamun.
100 cm
.c
a u t
e ce
m
8 o
Tr
ia
l
20 cm
.n
re
an
Gambar 3. Petak contoh atau transek kuadrat berbentuk bujur sangkar
w w
C w
Pengamatan biota laut yang menjadi asosiasi dari sumberdaya lamun menggunakan metode langsung secara visual dengan menghitung jenis dan jumlahnya, sedangkan untuk
PD F
parameter lingkungan terdiri dari suhu, salinitas, kecerahan dan kedalaman, nitrat dan fosfat serta kecepatan arus, pengamatan mengenai substrat dilakukan langsung secara visual. C. Analisis Data
Data hasil pengamatan kemudian dianalisis dengan melihat: a. Kondisi Lingkungan fisika-kimia perairan Pulau Pramuka untuk mengetahui kondisi lingkungan perairan yang ada di Pulau Pramuka. b. Persentase penutupan lamun untuk mengetahui seberapa luas lamun yang menutupi suatu perairan dan kondisi ekosistem sumberdaya lamun yang ada dengan melihat tabel 2.
5
Tabel 2. Nilai (persentase) kondisi ekosistem sumberdaya Lamun Kondisi
Penutupan (%)
Kaya/sehat
≥ 60
Kurang kaya/kurang sehat
30-59,9
Miskin
≤ 28,9
Sumber: Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 200 Tahun 2004
l
c. Struktur komunitas lamun
ia
Kerapatan jenis (Di) adalah jumlah individu (tegakan) per satuan luas. Kerapatan
Tr
masing-masing jenis pada setiap stasiun dihitung dengan menggunakan rumus: Di = N1
m
8 o
A
re
.c
an
a u t
e ce
Keterangan: D1 = Jumlah individu (tegakan) ke-I per satuan luas N1 = Jumlah individu (tegakan) ke-I dalam transek kuadrat A = Luas transek kuadrat
.n
w w
C w
Hasil dan Pembahasan
a. Kondisi fisika-kimia perairan Pulau Pramuka
PD F
Kondisi lingkungan suatu perairan akan mempengaruhi segala bentuk kehidupan yang ada, baik secara langsung maupun tidak langsung. Karakteristik fisika-kimia perairan akan mempengaruhi struktur komunitas biota yang hidup di di dalamnya seperti komunitas lamun dan biota laut asosiasinya. Tabel 3. Parameter fisika-kimia perairan Pulau Pramuka No.
Parameter
Satuan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Kecerahan Suhu Salinitas DO pH Nitrat Fosfat TDS
% °C ppm mg/L mg/L mg/L ppm
Utara 100 32 35 7,3 7,83 < 10 4 1,00
6
Stasiun Pengamatan Timur Selatan 100 100 31,83 33,40 30 30 6,0 6,2 8 8 < 10 < 10 1 3 1,00 1,00
Barat 50 34,33 34 7,0 8,5 < 10 1 1,00
Kondisi fisika-kimia perairan Pulau Pramuka secara umum relatif masih baik bagi kehidupan sumberdaya lamun dan biota laut asosiasinya. Kecerahan perairan yang teramati adalah 100% yang berarti bahwa penyinaran terjadi hingga ke dasar perairan kecuali pada perairan sebelah Barat dengan kecerahan perairan 50%, sedangkan kedalaman pada setiap stasiun pengamatan berkisar antara 0,3-0,9 m. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa perairan Pulau Pramuka termasuk perairan yang dangkal dan jernih. Kondisi ini sangat mempengaruhi intensitas cahaya matahari yang sampai ke dasar perairan karena cahaya matahari merupakan faktor pembatas pertumbuhan dan produksi lamun (Hutomo, 1997;
l
Dwintasari, 2009). Kecerahan sangat penting bagi lamun karena erat kaitannya dengan
ia
proses fotosintesis, penyinaran yang baik akan mempengaruhi kehidupan lamun karena
Tr
proses fotosintesis akan berjalan dengan baik pula. Selain itu, nilai kecerahan yang tinggi ini juga didukung oleh kecepatan arus yang relatif tenang pada perairan tersebut. Suhu air, cahaya dan salinitas juga merupakan faktor pembatas yang akan memberikan
8 o
pengaruh terhadap kehidupan lamun. Nilai suhu yang terukur berkisar antara 30,83-34,33 oC
m
sedang kisaran suhu optimal untuk pertumbuhan berkisar antara 28-30 oC (Azkab, 1999),
.c
e ce
nilai suhu tersebut dapat mendukung proses fotosintesis namun tidak mendukung
a u t
pertumbuhan lamun, suhu yang tinggi dapat mengakibatkan banyaknya daun lamun yang
re
an
hilang dan dapat menaikkan suhu sedimen. Nilai salinitas yang terukur berkisar antara 30-35 ppm, sedangkan kisaran optimum salinitas yang
masih dapat mendukung pertumbuhan
.n
C w
lamun adalah sekitar 25-35 ppm (Supriharyono, 2009).
w w
Derajat keasaman (pH) berkisar antara 7,5-8,0, berarti perairan Pulau Pramuka
PD F
cenderung bersifat basa dan termasuk kisaran normal bagi pH air laut di Indonesia yang pada umumnya bervariasi antara 7,0-8,5. Kandungan oksigen terlarut (DO) di perairan Pulau Pramuka berkisar antara 6,2-7,3 mg/L. kadar oksigen terlarut pada perairan ini menunjukkan kondisi yang baik karena masih berada di atas kisaran yang baik bagi biota laut, yaitu sebesar > 5 mg/L (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut). Kecepatan arus relatif tenang berkisar antara 1,1-2,6 m/s dengan rata-rata kecepatan arus sebesar 1,7 m/s, pada ekosistem lamun hal ini merupakan kondisi yang sangat disenangi oleh ikan-ikan kecil dan invertebrata kecil seperti beberapa jenis udang, kuda laut, bivalva, gastropoda dan echinodermata (Ma’aruf, 2005; Dwintasari, 2009).
7
b. Struktur Komunitas Lamun Komposisi jenis lamun, diketahui bahwa pada perairan Pulau Pramuka ditumbuhi 6 jenis lamun yang tersebar pada empat lokasi pengamatan. Jenis lamun yang terdapat di Pulau Pramuka, yaitu: Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, Cymodocea rotundata, Halodule uninervis dan Syringodium isoetifolium. Jenis lamun yang tumbuh di perairan Pulau Pramuka termasuk dari 8 jenis lamun yang ditemukan di Kepulauan Seribu dan juga termasuk 12 jenis lamun yang ditemukan di seluruh perairan Indonesia. Jenis lamun yang tidak ditemukan pada perairan Pulau Pramuka adalah jenis Cymodocea serrulata dan
l
Halophila minor.
ia
Jenis Cymodocea rotundata umum dijumpai pada keempat stasiun pengamatan, dan
Tr
mendominasi padang lamun dan sering dijumpai pada subtrat berpasir. Sedangkan jenis Thalassia hemprichii hampir dapat dijumpai pada seluruh stasiun pengamatan kecuali pada stasiun ke dua, yaitu stasiun yang terdapat di sebelah timur Pulau Pramuka (Tabel lampiran
8 o
1) kedua jenis lamun ini memiliki kesamaan lingkungan hidup, yaitu pada daerah pasang
e ce
m
surut dengan subtrat pasir berlumpur (Murdiyanto, 2004).
an
.n
re
Utara. 2 5 5
.c
Stasiun Timur. Selatan. 2 2 3 2 3 2
w w
Suku Marga Jenis
C w
Parameter
a u t
Tabel 4. Jumlah suku, marga, dan jenis lamun di stasiun pengamatan di Pulau Pramuka Barat. 2 3 3
PD F
Hasil pengamatan yang dilakukan pada empat stasiun menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan komposisi jenis pada setiap stasiun. Perbedaan komposisi jenis lamun ini disebabkan oleh jenis lamun yang terdapat di perairan Pulau Pramuka tumbuh dalam kelompok yang terpisah-pisah dengan batas yang tidak jelas dan jumlah yang sedikit serta penyebaran yang tidak merata. Intensitas perendaman lamun dalam perairan dan gangguan lingkungan pada tempat lamun hidup oleh aktivitas masyarakat juga mempengaruhi komposisi jenis lamun pada setiap stasiun pengamatan. Selain kondisi substrat dan pencemaran lingkungan, kejernihan perairan juga sangat berperan dalam penentuan komposisi jenis dan kerapatan lamun (BTNKpS, 2004). Pada bagian Utara Pulau Pramuka jenis lamun yang ditemukan lebih beragam dibandingkan pada ketiga stasiun pengamatan lainnya. Hal ini disebabkan kondisi perairan pada stasiun Utara lebih baik dibandingkan dengan stasiun pengamatan yang lainnya karena pada stasiun ini aktivitas masyarakat seperti 8
pembuangan limbah rumah tangga dan aktivitas lainnya seperti aktivitas wisata lebih sedikit, sehingga gangguan terhadap lingkungan perairan juga cukup kecil dan lamun yang berada pada wilayah ini masih dalam kondisi yang baik. c. Persentase Penutupan Lamun Penutupan lamun menggambarkan seberapa luas lamun yang menutupi suatu perairan dan biasanya dinyatakan dalam persen. Nilai persen penutupan tidak hanya bergantung pada nilai kerapatan jenis lamun, melainkan dipengaruhi juga oleh keadaan morfologi dari jenis
ia
l
lamun tersebut (Tabel 5).
Tabel 5. Persentase penutupan lamun di Pulau Pramuka
=
.c
e ce
m
8 o
Tr
Penutupan lamun (%) Timur Selatan 0,2 10,6 2,3 12,5 17,1 23,2 19,6
Barat 17,4 15,5 1,9 34,8
an
Enhalus acoroides Thalassia hemprichii Halophila ovalis Cymodoceae rotundata Halodule uninervis Syringodinium isotifolium TOTAL
Utara 1,8 12,1 0,6 8,2 8,6 31,3
re
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jenis Lamun
a u t
No.
Persentase penutupan lamun terbesar terdapat pada stasiun pengamatan Barat Pulau
.n
C w
Pramuka (34,8%), sedangkan persentase penutupan yang terkecil terdapat di stasiun
w w
pengamatan Selatan (19,6). Secara umum jenis Cymodoceae rotundata menyebar merata
PD F
pada keempat stasiun pengamatan, baik di stasiun Utara, Timur, Selatan dan Barat dan mendominasi pada stasiun pengamatan Timur, Selatan dan Barat. Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 200 Tahun 2004, persentase tutupan lamun dibagi menjadi 3 kategori, yaitu baik (> 60%), sedang (30% - 59,9%), dan buruk (< 30,0%). Kondisi persentase penutupan lamun di perairan Pulau Pramuka termasuk kriteria kurang kaya atau kurang sehat dengan persentase tutupan lamun dalam kategori sedang.
d. Kerapatan individu lamun Perairan Pulau Pramuka yang cenderung dangkal dan jernih sangat mendukung kerapatan jenis lamun yang tinggi. Selain itu, tipe substrat yang ada juga mempengaruhi kerapatan jenis lamun. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa kerapatan jenis lamun yang 9
terdapat di perairan yang mendekati tubir kerapatan jenis lamunnya cenderung lebih rendah dibandingkan dengan dibandingkan dengan lamun yang terdapat di perairan yang dekat dengan mangrove. Hal ini disebabkan oleh karena pada perairan yang mendekati tubir, substrat yang ditemukan lebih banyak mengandung pecahan karang yang mati.
Tabel 6. Kerapatan jenis lamun
ia
l
Enhalus acoroides Thalassia hemprichii Halophila ovalis Cymodoceae rotundata Halodule uninervis Syringodinium isotifolium TOTAL
=
8 o
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kerapatan Jenis (Individu/m2) Utara Timur Selatan Barat 42 10 154 126 132 18 141 272 108 358 120 124 168 654 144 499 376
Jenis lamun
Tr
No
m
Kerapatan jenis lamun tertinggi terdapat pada stasiun pengamatan Utara yang
e ce
mencapa 654 individu/m2 dan kerapatan jenis yang terendah terdapat pada stasiun Timur
.c
a u t
sebesar 144 individu/m2. Perbedaan kerapatan jenis lamun setiap stasiun disebabkan oleh karena perbedaan kondisi lingkungan yang ada pada setiap stasiun pengamatan, gangguan
an
re
lingkungan yang terkecil terdapat pada stasiun pengamatan Utara dibandingkan dengan
.n
kondisi lingkungan dan gangguan pada ketiga stasiun pengamatan yang lainnya (stasiun
w w
C w
pengamatan Timur, Selatan dan Barat). Hal ini sesuai dengan penelitian Dwintasari (2008) pada perairan yang jernih dengan tingkat kecerahan yang tinggi akan berpengaruh terhadap
PD F
kerapatan jenis lamun. Lamun yang tumbuh pada lingkungan perairan yang jernih kerapatan jenisnya lebih tinggi dibandingkan dengan jenis-jenis lamun yang tumbuh di lingkungan perairan yang kondisi lingkungan perairannya keruh. Aktivitas masyarakat pada stasiun pengamatan Timur termasuk tinggi dan beragam seperti adanya kegiatan penangkapan ikan dan biota laut lainnya oleh nelayan setempat dan adanya kegiatan wisata air. e. Kelimpahan biota laut yang berasosiasi dengan ekosistem lamun Kelimpahan biota laut yang berasosiasi dengan lamun yang terbesar terdapat pada stasiun pengamatan bagian Utara Pulau Pramuka sebesar 63 ind/m2 dengan 8 jenis ikan-ikan karang seperti ikan betok susu Dischistodus prosopotasnia, ikan belodok lubang Criptocentrus cinctus, ikan pelo sabun Halichoeres scapulatis, ikan kalangpute, ikan giru, ikan kerong-kerong, ikan beseng putih dan 3 jenis individu lainnya, yaitu udang pengko, 10
kepiting ketam Scyla serrata, dan jenis-jenis makroalga seperti Halimeda makroloba, Colerva racemosa (anggur laut), Chaetomorpha sp, diikuti kemudian oleh stasiun pengamatan bagian Selatan Pulau Pramuka sebesar 56 ind/m2 dengan 5 jenis ikan seperti ikan betok susu Dischistodus prosopotasnia, ikan pelo sabun Halichoeres scapulatis, ikan kapaskapas, ikan giru, ikan terong-terong dan jenis-jenis moluska bivalva Cypreae sp., jenis-jenis karang keras Flavia sp. dan jenis-jenis makroalga seperti Halimeda gracillis, Sargassum sp., Colerva racemosa (anggur laut), dan Chaetomorpha sp. Sedangkan pada kedua stasiun lainnya, yaitu stasiun pengamatan bagian Timur dan Barat Pulau Pramuka kelimpahan
l
didominasi oleh ikan kapas-kapas, betok susu, udang pengko, spons, karang massive Flavia
ia
sp. dan beberapa jenis makroalga seperti Padina australis dan Sargassum sp.
Tr
Jumlah jenis ikan dan biota laut lainnya yang ditemukan pada setiap stasiun pengamatan berbeda-beda. Perbedaan ini disebabkan oleh kondisi lingkungan yang berbeda pula. Ekosistem lamun hanya sebagai tempat hidup sementara, beberapa jenis ikan karang
8 o
mencari makan, memijah, dan tempat berlindung, sehingga jumlah dan jenis ikan yang
m
terdapat di ekosistem lamun tidak terlalu banyak dibandingkan dengan ekosistem lainnya
.c
e ce
seperti di ekosistem terumbu karang. Semakin mendekati tubir jumlah jenis jenis ikan-ikan
a u t
karang semakin tinggi karena pada wilayah ini banyak ditemui pecahan karang yang
re
an
merupakan habitat utama dari ikan-ikan karang dan beberapa jenis biota laut lainnya. Ekosistem lamun merupakan salah satu tempat yang bermanfaat bagi kehidupan biota
.n
C w
laut asosiasinya, kondisi ekosistem sumberdaya lamun di perairan Pulau Pramuka telah
w w
mengalami degradasi atau penurunan keseimbangan ekologis. Kondisi ini lebih disebabkan
PD F
oleh semakin meningkatnya aktivitas masyarakat dan pembangunan di pesisir pulau tersebut. Pencegahan kerusakan ekosistem sumberdaya lamun sangat diperlukan untuk mengurangi degradasi yang terjadi pada ekosistem tersebut. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan 1. Kondisi ekosistem sumberdaya lamun yang ada di perairan Pulau Pramuka termasuk kriteria kurang kaya atau kurang sehat dengan persentase tutupan lamun dalam kategori sedang 2. Perairan Pulau Pramuka ditumbuhi enam jenis lamun yang terdiri dari jenis Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, Cymodocea rotundata, Halodule uninervis dan Syringodium isoetifolium. 11
4. Cymodocea rotundata merupakan jenis lamun yang paling umum dijumpai pada keempat stasiun pengamatan. 5. Jenis-jenis biota laut yang berasosiasi dan mendominasi pada ekosistem lamun di Pulau Pramuka adalah dari jenis-jenis ikan-ikan karang (coral fishes), udang dan kepiting (krustasea), bivalva (moluska), makroalga, spons dan terumbu karang. Saran Perlu adanya tindakan pencegahan terhadap kerusakan ekosistem sumberdaya lamun
l
untuk mengurangi tingkat degradasi yang terjadi pada ekosistem lamun di perairan Pulau
ia
Pramuka.
Tr
Ucapan Terima Kasih
Penelitian ini terlaksana berkat bantuan dari berbagai pihak, terutama dari Universitas
8 o
Nasional dengan bantuan dana stimulus untuk penelitan Dosen, terimakasih disampaikan
m
kepada Rektor Unas, Wakil Rektor IV bidang Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat
an
re
a u t
Daftar Acuan
.c
e ce
Unas dan Dekan Fakultas Biologi Unas atas dukungan dan kepercayaannya.
.n
Azkab MH. Pedoman Inventarisasi lamun. Majalah Ilmiah Semi Populer Oseana 24 (1): 1 -16. 1999.
w w
C w
BTNKpS (Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu). Laporan Inventarisasi lamun Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta. 2004.
PD F
Dwintasari, F. Hubungan Ekologis Lamun (Seagrass) Terhadap Kelimpahan dan keanekaragaman Ikan di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu. Skripsi Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2009. Hutomo M dan Azkab MH. Peranan lamun di lingkungan laut dangkal. Majalah Ilmiah Semi Populer Oseana 12 (1): 13-23. 1987. Menteri Negara Lingkungan Hidup. Baku mutu air laut untuk biota laut . Keputusan Menteri Lingkungan Hidup 2004. Menteri Negara Lingkungan Hidup. Kriteria baku kerusakan dan penentuan status padang lamun. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 200 tahun 2004. Murdiyanto B. Pengelolaan sumberdaya perikanan pantai. Ditjen Perikanan Tangkap. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta 2004. Supriharyono. Konservasi ekosistem sumberdaya hayati di wilayah pesisir dan laut tropis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 12
Tabel Lampiran 1. Komposisi jenis lamun di 4 stasiun penelitian di Pulau Pramuka, Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS) Suku
Marga
Hydrocharitales
Hydrocharitacea
2. 3. 4. Cymodoceaceae
Enhalus acoroides Thalassia Thalassia hemprichii Halophila Halophila ovalis Halophyla minor Cymodocea Cymodocea serrulata Cymodocea rotundata Halodule Halodule uninervis Syringodinium Syringodiniun isotifolium 6 6
1
Stasiun 2 3
4
+
+
-
-
+
+
-
+
+
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
ia
5.
Jenis
Enhalus
6.
8.
an
re
PD F
13
m
.c
a u t
e ce
= ada lamun = tidak ada lamun = Stasiun pengamatan bagian Utara Pulau Pramuka = Stasiun pengamatan bagian Timur Pulau Pramuka = Stasiun pengamatan bagian Selatan Pulau Pramuka = Stasiun pengamatan bagian Barat Pulau Pramuka
w w
Keterangan: + 1 2 3 4
2
8 o
1
C w
∑
+
+
+
+
-
-
-
+
+
-
-
-
5
3
2
3
Tr
7.
.n
1.
Bangsa
l
No.