Jurnal Langsat Vol. 4 No. 1 Januari-Juni 2017
UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL MENGGAMBAR SISWA MELALUI PENDEKATAN COTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DI TK KEMALA BHAYANGKARI 12 Pratiwi Mugi Lestari Taman Kanak-Kanak Kemala Bhayangkari 12 Murung Pudak Tabalong Kalimantan Selatan ABSTRAK Berdasarkan pengamatan peneliti pada Tk Kemala Bhayangkari 12, khususnya dalam pembelajaran menggambar di Tk Kemala Bhayangkari 12 anak masih kurang kreatif dalam menggambar. Hal ini terlihat dari hasil karya anak dalam menggambar. Coretan yang dihasilkan anak masih berkesan umum dan menampilkan gambar yang sama setiap pengerjaan tugas menggambar. Misal: anak hanya menggambar rumah saja, anak menggambar gunung saja, atau anak menggambar pohon saja. Selain itu ketika anak diberikan tugas untuk mengambar suasana kelas sering ramai, anak sering jalan-jalan sendiri dan tidak serius dalam menggambar. Hal ini jika dibiarkan terus menerus tanpa adanya inovasi dari guru dikhawatirkan akan berdampak pada hasil pembelajaran anak yang menjadi tidak bermakna. Salah satu upaya meningkatkan kreativitas menggambar dapat dilakukan dengan pendekatan contextual teaching and learning. Pendekatan inipun dapat digunakan pada pembelajaran yang dilakukan secara kelompok. Permasalahan yang terlihat selama ini dalam pembelajaran menggambar pada TK Kemala Bhayangkari 12 adalah rendahnya kreativitas anak pada pembelajaran menggambar yang dapat disebabkan oleh faktor yang berasal dari dalam diri anak dan faktor yang berasal dari luar diri anak. Penggunaan pendekatan pembelajaran merupakan salah satu faktor dari luar diri anak yang dapat mempengaruhi motivasi dan rendahnya kreativitasanak. Oleh sebab itu perlu dilakukan inovasi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning, dengan tujuan dapat meningkatkan kreativitas anak dalam menggambar di TK Kemala Bhayangkari 12 Kabupaten Tabalong. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam dua siklus. Adapun setting penelitian adalah anak kelompok A TK Kemala Bhayangkari 12 tahun ajaran 2016/2017. Data kuantitatif diperoleh melalui teknik pengukuran dengan tes tertulis secara individu maupun kelompok, sedangkan data kualitatif diperoleh melalui instrument penelitian berupa lembar observasi. Untuk lembar observasi berupa aktivitas guru dalam pembelajaran, aktivitas anak dalam pembelajaran maupun kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning dalam menggambar pada TK Kemala Bhayangkari 12 tahun Pelajaran 2016/2017, dapat meningkatkan kreativitas anak secara bertahap siklus I rata-rata 47,37 % dan siklus II rata-rata 78,95 %. Aktivitas anak pada siklus I dengan skor perolehan sebesar 58,69(mulai muncul) meningkat pada siklus II sebesar 82,38 (berkembang sesuai harapan). Disarankan kepada guru agar menggunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning dalam pembelajaran menggambar untuk meningkatkan kreativitas anak. Kata Kunci: Pendekatan CTL, meningkatkan aktivitas dan hasil belajar, mengambar PENDAHULUAN Taman Kanak – Kanak (TK) merupakan lembaga pendidikan formal sebelum anak memasuki sekolah dasar, lembaga ini dianggap penting karena bagi anak usia ini merupakan golden age (usia emas) yang didalamnya terdapat “masa peka” yang hanya datang sekali. Masa peka merupakan suatu masa yang menuntut perkembangan anak perkembangan anak dikembangkan secara optimal. Sejak usia dini anak sudah dikenalkan menggambar. Dalam pembelajaran di TK
kebanyakan guru kurang memperhatikan hasil belajar anak terhadap pembelajaran yang satu ini. Guru sering menggunakan menggambar sebagai pembelajaran relaksasi pada anak tanpa memperhatikan hasil karya anak sehingga didapati hasil karya anak dalam pembelajaran menggambar terkesan tanpa arahan. Pada prinsipnya kegiatan menggambar yang dilakukan oleh anak merupakan kegiatan naluriah, seperti halnya kegiatan makan, minum, berbicara, dan bercerita kepada orang lain. Kegiatan menggambar bersamaan dengan kegiatan orang lain seperti memilih dan mengenakan
61
Jurnal Langsat Vol. 4 No. 1 Januari-Juni 2017
pakaian yang dilakukan oleh anak. Rasa seni dimulai dengan bagaimana anak bisa menata benda-benda disekitarnya. Jika hal tersebut tidak dilakukan oleh anak, maka pendidik perlu segera mendidik dan membimbingnya. Ditjen Dikdasmen, (2006), tentang standar kompetensi kelompok B, menyebutkan bahwa anak mampu mengekspresikan diri dan berkreasi dengan berbagai gagasan, imajinasi dan menggunakan berbagai media/bahan menjadi suatu karya seni. Kemudian dalam hasil belajar anak, diharapkan agar dapat menggambar sederhana dengan berbagai media seperti arang, kapur, crayon, pensil warna, pastel dan lain-lain. Untuk saat ini tuntutan dari kurikulum tersebut belum bisa direalisasikan di TK Kemala Bhayangkari 12 Murung Pudak. Berdasarkan pengamatan peneliti pada TK Kemala Bhayangkari 12, khususnya dalam pembelajaran menggambar di TK Kemala Bhayangkari 12anak masih kurang kreatif dalam menggambar. Hal ini terlihat dari hasil karya anak dalam menggambar. Coretan yang dihasilkan anak masih berkesan umum dan menampilkan gambar yang sama setiap pengerjaan tugas menggambar. Misal: anak hanya menggambar rumah saja, anak menggambar gunung saja, atau anak menggambar pohon saja. Selain itu ketika anak diberikan tugas untuk mengambar suasana kelas sering ramai, anak sering jalan-jalan sendiri dan tidak serius dalam menggambar. Hal ini jika dibiarkan terus menerus tanpa adanya inovasi dari guru dikhawatirkan akan berdampak pada hasil pembelajaran anak yang menjadi tidak bermakna. Melihat kondisi yang seperti ini penulis mencoba meningkatkan kreatifitas anak dalam menggambar melalui pendekatan Contekstual Teaching learning. Kepada anak akan diperlihatkan bentuk asli dalam pembelajaran menggambar. Pendekatan ini dirasa perlu diterapkan untuk mengganti metode konvensional dalam pembelajaran menggambar di TK Kemala Bhayangkari 12. Dari ketidak berhasilan tersebut guru berupaya untuk menuntaskan pembelajaran dalam menggambar dengan melakukan Penelitian Tindakan Kelas yang berjudul “Upaya Meningkatkan Aktivitas dan hasil belajar Menggambar Siswa Melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning Pada Tema Kebutuhankudi TK Kemala Bhayangkari 12. Rumusan, Tujuan, dan Manfaat Rumusan masalah penelitian ini adalah (1)
Bagaimana aktivitas siswa dalam melaksanakan pembelajaran Mengambar dengan mengunakan Pendekatan Contextual 62
Teaching and Learning Pada Tema Kebutuhanku di TK Kemala Bhayangkari 12 Kabupaten Tabalong?, (2) Bagaimana aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan mengunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning Pada Tema Kebutuhanku di TK Kemala Bhayangkari 12 Kabupaten Tabalong?, dan (3) Apakah terdapat peningkatan hasil belajar Mengambar Pada Tema Kebutuhanku Dengan menggunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learningdi TK Kemala Bhayangkari 12 Kabupaten Tabalong? Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui peningkatan
aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan mengunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning Pada Tema Kebutuhanku di TK Kemala Bhayangkari 12 Kabupaten Tabalong, (2) Untuk mengetahui peningkatan aktivitas siswa dalam melaksanakan pembelajaran dengan mengunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning Pada Tema Kebutuhanku di TK Kemala Bhayangkari 12 Kabupaten Tabalong, dan (3) Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar mengambar siswa dengan mengunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning Pada Tema Kebutuhanku di TK Kemala Bhayangkari 12 Kabupaten Tabalong Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah (1) Manfaat teoritis yakni mendapatkan teori baru tentang peningkatan hasil belajar siswa TK Kemala Bhayangkari 12 Murung Pudak melalui metode yang diterapkan; (2) Manfaat Praktis yakni (a) Bagi Siswa adalah
meningkatkan peran aktif siswa dalam kegiatan belajar mengajar, meningkatkan semangat belajar siswa, dan meningkatkan hasil belajar siswa; (b) Bagi Guru yakni sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam memilih model dan strategi pembelajaran yang sesuai untuk menyelenggarakan pembelajaran aktif sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa, (c) Bagi sekolah yakni hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang baik bagi sekolah dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan kualitas kegiatan pembelajaran sehingga dapat meningkatkan mutu sekolah. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Belajar
Jurnal Langsat Vol. 4 No. 1 Januari-Juni 2017
Belajar merupakan kegiatan semua orang. Pengetahuan terbentuk dan berkembang disebabkan adanya belajar. OIeh karena itu seseorang dikatakan belajar bila dapat diasumsikan dalam diri seseorang itu menjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan perubahan tingkah Iaku. Perubahan tanpa disertai usaha bukanlah di namakan belajar.Belajar adalah proses melibatkan manusia secara orang perorang sebagai satu kesatuan organism sehingga terjadi perubahan pada pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkitkan untuk berlangsungnya proses belajar. Kalau belajar dikatakan milik anak, maka mengajar sebagai kegiatan guru. (Dimyati 2006 : 156 )
Pengertian Aktivitas Belajar Menurut Mulyono (2001), aktivitas artinya “kegiatan atau keaktifan”. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktifitas. Aktivitas siswa merupakan kegiatan atau perilaku yang terjadi selama proses belajar mengajar. Kegiatan–kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat, mengerjakan tugas–tugas, dapat menjawab pertanyaan guru dan bisa bekerjasama dengan siswa lain, serta tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan.
Aktivitas Belajar Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana masingmasing siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dari siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan prestasi. Aktivitas belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan perubahan pengetahuan-pengetahuan, nilai-nilai sikap, dan keterampilan pada siswa sebagai latihan yang dilaksanakan secara sengaja. Dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar. Aktivitas yang dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran terciptalah situasi belajar aktif. Belajar aktif adalah “Suatu sistem belajar
mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek koqnitif, afektif dan psikomotor”. Jenis Aktivitas Belajar Siswa Berdasarkan pengetahuan tentang prinsipprinsip diatas, diharapkan kepada guru untuk dapat mengembangkan aktivitas siswa. Jenis-jenis aktivitas yang dimaksud dapat digolongkan menjadi: 1. Visual Activities, yaitu segala kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas siswa dalam melihat, mengamat, dan memperhatikan. 2. Oral Activities, yaitu aktivitas yang berhubungan dengan kemampuan siswa dalam mengucapkan, melafazkan, dan berfikir. 3. Listening Aktivities, aktivitas yang berhubungan dengan kemampuan siswa dalam berkonsentrasi menyimak pelajaran. 4. Motor Activities, yakni segala keterampilan jasmani siswa untuk mengekspresikan bakat yang dimilikinya.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas belajar, yaitu (a) faktor Internal (dari dalam individu yang belajar) yakni faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada faktor dari dalam individu yang belajar. Adapun faktor yang mempengaruhi kegiatan tersebut adalah faktor psikologis, antara lain yaitu: motivasi, perhatian, pengamatan, tanggapan dan lain sebagainya; (b) Faktor
Eksternal (dari luar individu yang belajar) yakni Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif. Hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Adapun faktor yang mempengaruhi adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dan keterampilan, dan pembentukan sikap. Peran Guru dan Anak dalam Pembelajaran Dalam proses belajar – mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi anak untuk mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan anak. Secara lebih terperinci tugas guru berpusat pada: 1) Mendidik dengan titik berat memberikan arah dan motivasi pencapaian tujuan baik jangka pendek maupun jangka panjang. 2) Memberi fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar langsung. 3) Membantu perkembangan aspek–aspek pribadi
63
Jurnal Langsat Vol. 4 No. 1 Januari-Juni 2017
seperti sikap, nilai-nilai dan penyesuaian diri. Melalui peranannya sebagai pengajar, guru diharapkan mampu mendorong anak untuk senantiasa belajar dalam berbagai kesempatan melalui berbagai sumber dan media. Guru hendaknya mampu membantu setiap anak untuk secara efektif dapat mempergunakan berbagai kesempatan belajar dan berbagai sumber serta media belajar. Pengertian Menggambar Kreativitas adalah proses mental yang melibatkan pemunculan gagasan atau konsep baru, atau hubungan baru antara gagasan dan konsep yang sudah ada. Kreativitas adalah proses timbulnya ide baru, sedangkan inovasi adalah pengimplementasian ide itu sehingga dapat merubah dunia (Santoso, 2008:45). Dalam melakukan sesuatu seperti menggambar dibutuhkan kreativitas karena kreativitas mampu membelah batasan dan asumsi dan membuat koneksi pada hal lama yang tidak berhubungan menjadi sesuatu yang baru. Menggambar tidak hanya sekedar kegiatan membuat sebuah gambar namun lebih dari itu yaitu sebuah kegiatan yang menyenangkan bagi anak-anak. Kegiatan untuk menyalurkan ide dan gagasan kedalam kertas gambar.
Menggambar adalah membuat gambar. Kegiatan ini dilakukan dengan cara mencoret, menggores, menorehkan benda tajam ke benda lain dan memberi warna, sehingga menimbulkan gambar (Pamadhi, 2008). Menggambar adalah kegiatan-kegiatan membentuk imajinasi, dengan menggunakan banyak pilihan tehnik dan alat. Bisa pula menggambar berarti membuat tanda-tanda tertentu di atas permukaan dengan mengolah goresan dari alat gambar Kegiatan menggambar dilakukan dengan kesadaran penuh berupa maksud dan tujuan tertentu maupun sekedar membuat gambar tanpa arti. Kegiatan ini dimulai dari menggerakkan tangan untuk mewujudkan sesuatu bentuk gambar secara tidak segaja, sampai dengan menggambar untuk maksud tertentu. Anak-anak akan merasa senang setelah menggambar karena hal itu menjadi suatu cara berkomunikasi kepada orang lain. Apalagi, ketika gambar anak tersebut ditanggapi oleh orang tua dengan pertanyaan tentang makna dan arti bentuk gambar yang dihasilkan. Model Contextual Teaching and Learning (CTL)
Model 64
Contextual
Teaching
and
Learning ( CTL) sebagai sebuah sistem mengajar, didasarkan pada pikiran bahwa makna muncul dari hubungan antar isi dan konteksnya. Konteks memberikan makna pada isi. Semakin banyak keterkaitan yang ditemukan anak dalam suatu konteks yang luas, semakin bermaknalah isinya bagi mereka. Model Contextual Teaching and Learning ( CTL) melibatkan para anak dalam aktivitas penting yang membantu mereka mengaitkan pelajaran akademis dengan konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi. Ketika para anak menyususn proyek atau menemukan permasalahan yang menarik, mencari informasi dan menarik kesimpulan, ketika mereka secara aktif memilih, menyusun, mengatur, menyentuh, merencanakan, menyelidiki, mempertanyakan, dan membuat keputusan, mereka mengaitkan isi akademis dengan konteks dalam situasi kehidupan, dan dengan cara ini mereka menemukan makna. (Jhonson 2008:35). Bagi anak normal ketika melihat suatu gambar maka terjadi proses berpikir, dimana cita-cita dan angan-angannya akan tumbuh terus. Pada saat ini gambar berfungsi sebagai stimulasi munculnya ide, pikiran maupun gagasan baru. Gagasan ini selanjutnya mendorong anak untuk berbuat, mengikuti pola berpikir seperti gambar atau justru muncul ide baru dan menggugah rasa. Proses ini kadangkala tidak disadari oleh orang tua, sehingga kritikan atau evaluasi diberikan kepada anak seolah-olah diberikan kepada orang dewasa. Sampai saat ini, pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh kelas yang berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, sehingga ceramah akan menjadi pilihan utama dalam menentukan strategi belajar. Sehingga sering mengabaikan pengetahuan awal anak. Untuk itu diperlukan suatu pendekatan belajar yang memberdayakan anak didik. Salah satu pendekatan yang memberdayakan anak didik adalah pendekatan kontektual learning. Contektual learning dikembangkan oleh The Washington State Concortium for Contextual Teaching And Learning yang melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah, dan lembaga-lembaga yang bergerak dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Salah satu kegiatannya adalah melatih dan memberi
Jurnal Langsat Vol. 4 No. 1 Januari-Juni 2017
kesempatan kepada guru-guru dari enam propinsi di Indonesia untuk belajar pendekatan kontekstual di Amerika Serikat melalui Direktorat Depdiknas. Pendekatan contextual learning merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata anak dan mendorong anak membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya degan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US Departement of Education) (dikutip Depdiknas, 2006). Dalam konteks ini anak perlu mengerti apa makna belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini anak akan menyadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Sehingga akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya nanti dan anak akan berusaha untuk menanggapinya. Tugas guru dalam pembelajaran contextual adalah membantu anak dalam mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Guru hanya mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan suatu yang baru bagi anak. Proses belajar mengajar lebih diwarnai student centered daripada teacher centered. Menurut Depdiknas guru harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut: 1. Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh anak. 2. Memahami latar belakang dan pengalaman hidup anak melalui proses pengkajian secara seksama. 3. Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal anak yang selanjutnya memilih dan mengiyakan dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam pembelajaran kontekstual. 4. Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki anak dan lingkungan hidup mereka. 5. Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman anak, dimana hasilnya nanti dijadikan bahan refleksi terhadap rencana pembelajaran dan pelaksanaannya. Depdiknas, (2006)
Dalam pengajaran contextual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu mengaitkan (relating),
mengalami (experiencing), menerapkan (applying), kerjasama (coorperating) dan mentransfer (transfering)Depdiknas, (2006). 1. Mengaitkan (relating) adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme. Guru menggunakan strategi ini ketika ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal anak. Jadi dengan demikian mengkaitkan apa yang sudah diketahui anak dengan informasi baru. 2. Mengalami (experiencing) merupakan inti belajar contextual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengalaman maupun mengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika anak dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-betuk penelitian yang aktif. 3. Menerapkan (applying), anak menerapkan suatu konsep ketika ia melakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapat memotivasi anak dengan memberikan latihan yang realistik dan relevan. 4. Kerjasama (coorperating), anak yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya anak yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak hanya membantu anak mempelajari bahan ajar tetapi konsisten dengan dunia nyata. 5. Mentransfer (transfering), peran guru membuat bermacam-macam pengalaman belajar dengan fokus pada pemahaman bukan hapalan.
Menurut Blanchard (dikutip Depdiknas, 2006) ciri-ciri contextual adalah: a) Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah. b) Kegiatan belajar dilakukan dalam berbagai konteks. c) Kegiatan belajar dipantau dan diarahkan agar anak dapat belajar mandiri. d) Mendorong anak untuk belajar dengan temannya dalam kelompok atau secara mandiri e) Pelajaran menekankan pada konteks kehidupan anak yang berbeda-beda Menggunakan penilaian otentik
Menurut Rachmadiarti (2002), suatu proses kegiatan belajar mengajar dapat dikatakan berorientasi pada kontekstual learning apabila mempunyai tujuh pilar yaitu: 1. Konstruktivisme (constructivisme). Kontruktivisme merupakan landasan berpikir contextual learning and teaching (CTL), yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar
65
Jurnal Langsat Vol. 4 No. 1 Januari-Juni 2017
2.
3.
4.
5.
6.
7.
66
dimana anak sendiri aktif secara mental membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuan yang dimiliki. Menemukan (inquiry. Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis konstektual karena pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh anak diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclusion. Bertanya (questioning). Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran berbasis contextual. Kegiatan bertanya berguna untuk menggali informasi, menggali pemahaman anak, membangkitkan respon kepada anak, mengetahui sejauh mana keingintahuan anak, mengetahui hal-hal yang sudah diketahui anak, memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari anak untuk menyegarkan kembali pengetahuan anak. Masyarakat Belajar (learning community). Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari ’sharing’ antar teman, antar kelompok, dan antar yang tahu ke yang belum tahu. Masyarakat belajar terjadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yag terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar. Permodelan (modelling). Permodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan anak didiknya untuk belajar dan melakukan apa yang guru inginkan agar anak didiknya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual guru bukan satu-satunya model. Refleksi (reflection). Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar anak didik melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu. Penilaian yang sebenarnya (autentic assesment). Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai perkembangan belajar anak. Dalam pembelajaran berbasis
kontekstual, gambaran perkembangan belajar anak didik perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa anak mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil. Langkah Model Pembelajaran Teaching and Learning.
Contextual
Kegiatan Awal • Guru menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran, • Apersepsi, sebagai penggalian pengetahuan awal siswa terhadap materi yang akan diajarkan. • Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan pokok-pokok materi yang akan dipelajari • Penjelasan tentang pembagian kelompok dan cara belajar. Kegiatan Inti • Siswa bekerja dalam kelompok menyelesaikan
•
•
•
•
•
permasalahan yang diajukan guru. Guru berkeliling untuk Siswa wakil kelompok mempresentasikan hasil penyelesaian dan alasan atas jawaban permasalahan yang diajukan guru. Siswa dalam kelompok menyelesaikan lembar kerja (LKS: soal cerita perkalian terlampir) yang diajukan guru. Guru berkeliling untuk mengamati, memotivasi, dan memfasilitasi kerja sama, Siswa wakil kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok dan kelompok yang lain menanggapi hasil kerja kelompok yang mendapat tugas, Dengan mengacu pada jawaban siswa, melalui tanya jawab, guru dan siswa membahas cara penyelesaian masalah yang tepat, Guru mengadakan refleksi dengan menanyakan kepada siswa tentang hal-hal yang dirasakan siswa, materi yang belum dipahami dengan baik, kesan dan pesan selama mengikuti pembelajaran.
Kegiatan Akhir • Guru dan siswa membuat kesimpulan cara
menyelesaikan soal cerita perkalian bilangan, • Siswa mengerjakan lembar tugas • Siswa menukarkan lembar tugas satu dengan
yang lain, kemudian, guru bersama siswa membahas penyelesaian lembar tugas dan sekaligus dapat memberi nilai pada lembar tugas sesuai kesepakatan yang telah diambil (ini dapat dilakukan apabila waktu masih tersedia. Penelitian yang Relevan
Jurnal Langsat Vol. 4 No. 1 Januari-Juni 2017
Penelitian Hariyatmi (2007) menunjukkan bahwa penerapan strategi CTL pada pembelajaran di SDN Muhammadiyah 3 Surakarta berpengaruh positif terhadap peningkatan aktifitas siswa pada diskusi, menjawab pertanyaan, menghargai teman bicara, memperhatikan saat belajar. Peningkatan aktifitas belajar siswa tersebut dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa sebesar 31%. Selanjutnya Kartiningrum (2005) menyatakan bahwa model pengajaran kooperatif dengan pendekatan CTL untuk meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa pada pokok bahasan usaha dan energi siswa kelas V semester II SDN4 Pekalongan tahun pelajaran 2005/2006. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan model CTL pada pokok bahasan Usaha dan Energi dapat meningkatkan hasil belajar dan mengidentifikasi sejauh mana aktivitas mental (mental activities) siswa kelas V SDN 4 pekalongan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan nilai rerata dan ketuntasan belajar pada setiap siklusnya. METODOLOGI Semua anak TK Kemala Bhayangkari 12 Kabupaten Tabalong Tahun Pelajaran 2016/2017 berjumlah sebanyak 19 orang terdiri dari 11 orang laki-laki dan 8 orang perempuan. Penlitian ini dilaksanakan secara kolaboratif dimana Pihak yang melakukan tindakan adalah Kepala TK yang melaksanakan pembelajaran dan berkedudukan sebagai observer. Terdapat empat langkah tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu perencanaan, tindakan, observasi atau pengamatan, dan refleksi (Asrori, 2008:100). Faktor-faktor yang diteliti adalah factor guru yaitu mengamati kegiatan dan langkah-langkah dalam guru dalam menyampaikan dan menyajikan materi pelajaran serta kegiatan membimbing anak dalam kelompok dan factor anak yakni mengamati bagaimana aktifitas belajar anak ketika digunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning. Data hasil penelitian selanjutnya dianalisis dengan menggunakan teknik prosentase dengan indicator keberhasilan aktivitas guru jika skor mencapai dan indicator keberhasilan anak jika persentase aktivitas mencapai % berdasarkan interpretasi keaktifan anak, selanjutnya Indikator ketuntasan hasil belajar dalam penelitian ini adalah apabila ketuntasan belajar individual mencapai 65 % pada kategori BSH (Berkembang Sesuai Harapan) sedangkan untuk ketuntasan klasikal apabila anak yang mendapat kategori BSH (Berkembang Sesuai Harapan) dan BSB (Berkembang Sangat Baik) mencapai 70% dari seluruh anak.
HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas Anak Berdasarkan observasi aktivitas anak mengikuti kegiatan pembelajaran siklus I dan siklus II, terlihat perbandingan hasil observasi kegiatan pembelajaran pada table berikut. Tabel 1. Aktivitas Anak Siklus I dan II Aktivitas Anak dalam mengikuti pembelajaran Rata- rata Kriteria
Siklus I P1 P2 53,54% 63,85% 58,69% Berkembang Sesuai Harapan
Siklus II P1 P2 76,25% 88,52% 82,38% Berkembang Sangat Baik
Berdasarkan Tabel di atas dapat diketahui bahwa aktivitas anak disetiap kelompok pada siklus I untuk tingkat kriteria sangat aktif dan aktif masih belum ada hanya sampai batas kriteria cukup aktif saja tetapi di siklus II sudah ada yaitu untuk kriteria aktif dan sangat aktif selalu mengalami peningkatan pada pertemuan 2 di siklus II kemudian untuk kriteria kurang aktif dan cukup aktif di siklus I masih ada tetapi pada siklus II sudah tidak ada lagi khususnya pada pertemuan kedua siklus II. Aktivitas Guru Kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan dalam 2 siklus dapat dilihat dari tabel berikut. Tabel 2. Aktivitas Guru Siklus I dan II
Skor Nilai Kriteria
Siklus I Pertemuan Pertemuan I II 69 73 78,4 82,9 Baik Sangat Baik
Siklus II Pertemuan Pertemuan I II 77 80 87,5 90,9 Sangat Sangat Baik baik
Berdasarkan hasil pada table di atas, pelaksanaan siklus I, motivasi belajar anak baik, anak dapat menyesuaikan diri dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning begitu juga pada siklus II yang telah memenuhi tujuan yang diaharapkan. Hasil Belajar Nilai tes akhir anak pada siklus I dan II disajikan dalam table berikut. Tabel 3. Hasil Belajar Siklus I dan II Kegiatan pembelajaran Siklus I Siklus II
Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 1 Pertemuan 2
Persentase anak Kategori Berkembang Sesuai Harapan 42,11% 52,63% 68,42% 89,47%
Berdasarkan table di atas dapat diketahui bahwa telah terjadi peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I sehingga siklus II dengan demikian tujuan yang hendak dicapai telah terpenuhi. SIMPULAN DAN SARAN Sesuai dengan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan (1) Aktivitas belajar anak pada siklus
67
Jurnal Langsat Vol. 4 No. 1 Januari-Juni 2017
I memperoleh persentasi sebesar 58,69%, dan pada siklus II sebesar 82,38%, dari persentasi keaktifan tersebut pembelajaran dikatakan berhasil karena sudah mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan yaitu aktivitas anak dikatakan berhasil jika persentasi aktivitas anak mencapai berdasarkan interpretasi keaktifan anak, (2) Aktivitas guru dalam mengajar pada siklus I memperoleh nilai 70,38, kemudian pada siklus II nilai yang diperoleh 87,30. Dengan demikian pembelajaran dapat dikatakan berhasil karena sudah memenuhi indikator keberhasilan yang telah ditetapkan, dan (3) Hasil belajar yang diperoleh pada siklus I untuk ketuntasan individual yaitu sebesar 42,11% dan pada siklus II sebesar 52,63%, dan untuk ketuntasan klasikal pada siklus I sebesar 68,42 %, siklus II sebesar 89,47%. Dengan demikian ketuntasan belajar sudah tercapai. Selanjutnya saran yang diberikan adalah (1)
Bagi peneliti lain dan guru lain dapat menggunakan pednekatan Contextual Teaching and Learning, (2) Bagi anak anak disarankan agar lebih aktif dan semangat dalam mengikuti pembelajaran, (3) Bagi peneliti sebagai pelaksana penelitian diharapkan lebih mempelajari lagi model permainan supaya hasil pembelajaran dapat lebih maksimal dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, menjadi bekal sebagai calon guru agar siap melaksanakan tugas di lapangan. DAFTAR RUJUKAN Anton, M. M. (2001). Pengertian Aktivitas Belajar. http://sondix.blogspot.com (diakses 21 Agustus 2016)
68
Arikunto, S., dkk. (2008). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara. Asrori, M. (2008). Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV Wacana prima. Depdiknas. 2006. Psikologi Belajar. Semarang Dimyati. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. Rineka Cipta Hariyatmi. (2007). Penerapan strategi CTL pada pembelajaran di SDN Muhammadiyah 3 Surakarta. UNS Jhonson . (2008). Model-model pembelajaran dan Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara Kartiningrum, F. (2005). Meningkatkan hasil belajar Matematika pokok bahasan Perbandingan dengan pendekatan CTL pada siswa kelas V SDN 4 Pekalongan tahun pelajaran 2005/2006 Pamadhi, H. (2008). Pengertiam Gambar Dan Mengambar. http://sondix.blogspot.com Rachmadiarti. (2002). Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka Slamento. (2006). Pendidikan Anak usia Dini. .Cetakan 1.Di cetak dan dijilid di Indonesia Oleh PT. Macanan Jaya Cemerlang. Slameto. (2008). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Suryabrata, S. (2008). Metode Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Tanadi, S. (2008). Pengembangan Kecerdasan Majemuk. Jakarta: Universitas Terbuka.