J. Biol. Indon. Vol 7, No.1 (2011) ISSN 0854-4425 ISSN 0854-4425
JURNAL JURNAL BIOLOGI BIOLOGI INDONESIA INDONESIA Akreditasi: No 816/D/08/2009 Vol. 7, No. 1 Juni 2011 Phylogenetic relationships within Cockatoos (Aves: Psittaciformes) Based on DNA Sequences of The Seventh intron of Nuclear β-fibrinogen gene Dwi Astuti
1
Forest Condition Analysis Based on Forest Canopy ClosureWith Remote Sensing Approach Mahendra Primajati, Agung Budi Harto & Endah Sulistyawati
13
Genetic Variation of Agathis loranthifolia Salisb. in West Jawa Assessed by RAPD Tedi Yunanto, Edje Djamhuri, Iskandar Z. Siregar, & Mariyana Ulfah
25
Bird Community Structure in Karimunjawa Islands, Central Jawa Niarsi Merry Hemelda, Ummi Syifa Khusnuzon, & Putri Sandy Pangestu
35
Morfologi Larva dan Pola Infeksi Falcaustra kutcheri Bursey et.al., 2000 (Nematoda : Cosmocercoidea: Kathalaniidae) Pada Leucocephalon yuwonoi (McCord et.al., 1995) Di Sulawesi Tengah, Indonesia Endang Purwaningsih & Awal Riyanto
45
Tingkat Eksploitasi Ikan Endemik Bonti-bonti (Paratherina striata) di Danau Towuti Syahroma Husni Nasution
53
Bentuk Sel Epidermis, Tipe dan Indeks Stomata 5 Genotipe Kedelai pada Tingkat Naungan Berbeda Titik Sundari & Rahmat Priya Atmaja
67
Sintesis Alkil N-asetilglukosamina (Alkil-GlcNAc) dengan Enzim N-asetilheksosaminidase yang diisolasi dari Aspergillus sp. 501 Iwan Saskiawan & Rini Handayani
81
BOGOR, INDONESIA
J. Biol. Indon. Vol 7, No. 1 (2011) Jurnal Biologi Indonesia diterbitkan oleh Perhimpunan Biologi Indonesia. Jurnal ini memuat hasil penelitian ataupun kajian yang berkaitan dengan masalah biologi yang diterbitkan secara berkala dua kali setahun (Juni dan Desember). Editor Pengelola Dr. Ibnu Maryanto Dr. I Made Sudiana Deby Arifiani, S.P., M.Sc
Dr. Izu Andry Fijridiyanto Dewan Editor Ilmiah Dr. Abinawanto, F MIPA UI Dr. Achmad Farajalah, FMIPA IPB Dr. Ambariyanto, F. Perikanan dan Kelautan UNDIP Dr. Aswin Usup F. Pertanian Universitas Palangkaraya Dr. Didik Widiyatmoko, PK Tumbuhan, Kebun Raya Cibodas-LIPI Dr. Dwi Nugroho Wibowo, F. Biologi UNSOED Dr. Parikesit, F. MIPA UNPAD Prof. Dr. Mohd.Tajuddin Abdullah, Universiti Malaysia Sarawak Malaysia Assoc. Prof. Monica Suleiman, Universiti Malaysia Sabah, Malaysia Dr. Srihadi Agungpriyono, PAVet(K), F. Kedokteran Hewan IPB Y. Surjadi MSc, Pusat Penelitian ICABIOGRAD Drs. Suharjono, Pusat Penelitian Biologi-LIPI Dr. Tri Widianto, Pusat Penelitian Limnologi-LIPI Dr. Witjaksono Pusat Penelitian Biologi-LIPI Alamat Redaksi
Sekretariat d/a Pusat Penelitian Biologi - LIPI Jl. Ir. H. Juanda No. 18, Bogor 16002 , Telp. (021) 8765056 Fax. (021) 8765068 Email :
[email protected];
[email protected] Website : http://biologi.or.id Jurnal ini telah diakreditasi ulang dengan nilai A berdasarkan SK Kepala LIPI 816/ D/2009 tanggal 28 Agustus 2009.
J. Biol. Indon. Vol 7, No.1 (2011) KATA PENGANTAR
Jurnal Biologi Indonesia yang diterbitkan oleh PERHIMPUNAN BIOLOGI INDONESIA edisi volume 7 nomer 1 tahun 2011 memuat 15 artikel lengkap dan 1artikel tulisan pendek, empat artikeldiantaranya telah dipresentasi pada seminar ATCBC di bali 2010. Penulis pada edisi ini sangat beragam yaitu dari Departemen Kementerian Pertanian Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbiumbian, Fak. MIPA-Biologi Universitas Negeri Malang, Universitas Cenderawasih Jayapura, Universitas Islam Negeri Hidayatulah Jakarta, Jurusan Biologi FMIPA IPB, Program Studi Sarjana Biologi, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH), ITB, Jurusan Konservasi Fakultas Kehutanan IPB, Puslit Biologi LIPI, Departmen Biologi FMIPA, University Indonesia, Puslit Limnologi LIPI-LIPI, Puslit BiologiLIPI dan UPT Loka Konservasi Biota Laut Biak-LIPI. Topik yang dibahas pada edisi ini meliputi bidang Botani, mikrobiologi, zoologi, remote sensing. Editor
J. Biol. Indon. Vol 7, No. 1 (2011) UCAPAN TERIMA KASIH Jurnal Biologi Indonesia mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada para pakar yang telah turut sebagai penelaah dalam Volume 7, No 1, Juni 2011: Dr. Niken T. M. Pratiwi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Dr. Tike Sartika, Balitnak, Departemen Pertanian, Ciawi Sigit Wiantoro SSi, MSc, Puslit Biologi-LIPI Drs. Awal Riyanto, Puslit Biologi-LIPI Drs. Roemantyo, Puslit Biologi-LIPI Dr. Andria Agusta, Puslit Biologi LIPI Ir. Titi Juhaeti MSi, Puslit Biologi-LIPI Dr. Nuril Hidayati, Puslit Biologi-LIPI Ir. Heryanto MSc, Puslit Biologi-LIPI Drh. Taufik Purna Nugraha MSi, Puslit Biologi-LIPI
Sebagian dari edisi ini dibiayai oleh DIPA Puslit Biologi-LIPI 2011
J. Biol. Indon. Vol 7, No.1 (2011) DAFTAR ISI Phylogenetic relationships within Cockatoos (Aves: Psittaciformes) Based on DNA Sequences of The Seventh intron of Nuclear β-fibrinogen gene Dwi Astuti
1
Forest Condition Analysis Based on Forest Canopy ClosureWith Remote Sensing Approach Mahendra Primajati, Agung Budi Harto & Endah Sulistyawati
13
Genetic Variation of Agathis loranthifolia Salisb. in West Jawa Assessed by RAPD Tedi Yunanto, Edje Djamhuri, Iskandar Z. Siregar, & Mariyana Ulfah
25
Bird Community Structure in Karimunjawa Islands, Central Jawa Niarsi Merry Hemelda, Ummi Syifa Khusnuzon, & Putri Sandy Pangestu
35
Morfologi Larva dan Pola Infeksi Falcaustra kutcheri Bursey et.al., 2000 (Nematoda : Cosmocercoidea: Kathalaniidae) Pada Leucocephalon yuwonoi (McCord et.al., 1995) Di Sulawesi Tengah, Indonesia Endang Purwaningsih & Awal Riyanto
45
Tingkat Eksploitasi Ikan Endemik Bonti-bonti (Paratherina striata) di Danau Towuti Syahroma Husni Nasution
53
Bentuk Sel Epidermis, Tipe dan Indeks Stomata 5 Genotipe Kedelai pada Tingkat Naungan Berbeda Titik Sundari & Rahmat Priya Atmaja
67
Sintesis Alkil N-asetilglukosamina (Alkil-GlcNAc) dengan Enzim N-asetilheksosaminidase yang diisolasi dari Aspergillus sp. 501 Iwan Saskiawan & Rini Handayani
81
Eritrosit dan Hemoglobin pada Kelelawar Gua di Kawasan Karst Gombong, Kebumen,Jawa Tengah Fahma Wijayanti, Dedy Duryadi Solihin, Hadi Sukadi Alikodra, & Ibnu Maryanto
89
Kajian Hubungan Antara Fitoplankton dengan Kecepatan Arus Air Akibat Operasi Waduk Jatiluhur Eko Harsono
99
Dimorfisme Seksual, Reproduksi dan Mangsa Kadal Ekor Panjang Takydromus sexlineatus Daudin, 1802 (Lacertilia :Lacertidae) Mumpuni
121
Serapan Karbondioksida (CO2) Jenis-Jenis Pohon di Taman Buah "Mekar Sari" Bogor, Kaitannya dengan Potensi Mitigasi Gas Rumah Kaca N. Hidayati, M. Reza, T. Juhaeti & M. Mansur
133
J. Biol. Indon. Vol 7, No. 1 (2011) Analisis Fekunditas dan Diameter Telur Kerang Darah (Anadara antiquata) di Perairan Pulau Auki, Kepulauan Padaido, Biak, Papua Andriani Widyastuti
147
Giving Formulated Pellet on Javan Porcupine (Hystrix javanica F. Cuvier, 1823): Effects on Feed Intake, Feed Conversion, and Digestibility in Pre-Domestication Condition Wartika Rosa Farida & Roni Ridwan
157
Profil Mamalia Kecil Gunung Slamet Jawa Tengah Maharadatunkamsi
171
TULISAN PENDEK Kondisi Parameter Biologi Plankton dan Ikan di Perairan Danau Sentani Auldry F. Walukow
187
Jurnal Biologi Indonesia 7 (1): 67-79 (2011)
Bentuk Sel Epidermis, Tipe dan Indeks Stomata 5 Genotipe Kedelai pada Tingkat Naungan Berbeda Titik Sundari1) & Rahmat Priya Atmaja2) 1) Staf Peneliti Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Jl. Raya Kendalpayak Malang, Km 8 Kotak Pos 66 Malang 65101 2) Mahasiswa Fak. MIPA-Biologi Universitas Negeri Malang ABSTRACT Shape of Epidermal Cells, Type and Stomata Index of 5 Soybean Genotypes at Different Levels of Shading. This study aimed to determine the shape of epidermal cells, type of stomata and the stomatal index of five soybean genotypes at different levels of shading. Research conducted at the Screen House of Indonesian Legumes and Tuber Crops Research Institute in March until July 2007. Split plot design with repeated three times was used in this research. The main plots were four levels of shading (0%, 25%, 50% and 75%) and subplot is the five soybean genotypes (Pangrango, Tanggamus, Wilis, Lokon and IAC-100). Shading is used black screen. Plants fertilized with the 50 kg Urea + 100 kg SP36 75 + 75 kg KCl / ha. Fertilizing done at planting time. The results showed that shade does not change shape of epidermal cell and stomata types of five soybean genotypes. Differences in stomatal index was not determined by interaction of genotypes with levels of shading, but by the differences in shade and genotype. Shading treatment increased stomatal index of soybean abaxial leaf surface. Highest Somatal index of soybean abaxial leaf surface is achieved by IAC 100 and the lowest is achieved by Wilis. Wilis is a genotype that can be adapted to the shaded environment, by maintaining leaf area, number of epidermial cells and stomata, stomatal index, and seed weight. Key words : soybean, shading, epidermis and stoma
PENDAHULUAN Stomata adalah lubang pada permukaan adaksial/abaksial daun yang dikelilingi oleh dua sel penutup (Esau 1980). Sedangkan menurut Willmer (1983), stomata terdiri dari sel penutup dan sel tetangga. Frekuensi stomata tiaptiap tumbuhan beragam. Stomata merupakan salah satu derivat epidermis, sehingga perubahan intensitas cahaya yang berpengaruh terhadap epidermis juga akan berpengaruh terhadap stomata.
Perubahan jumlah stomata dan epidermis dapat dilihat melalui indeks stomata. Indeks stomata merupakan perbandingan antara jumlah stomata dengan jumlah total epidermis ditambah stomata, dimana tiap satu stoma dihitung sebagai satu sel. Indeks stomata menunjukkan tingkat kerapatan stomata (Wallis 1965). Tingkat kerapatan stomata dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti: ketersediaan air, intensitas cahaya, temperatur, dan konsentrasi CO2 (Kimball 2006). Semakin tinggi intensitas 67
Sundari & Atmaja
cahaya, frekuensi stomata di kedua permukaan daun kedelai juga semakin meningkat, meskipun peningkatan frekuensi tersebut tidak signifikan (Willmer 1983). Pada tanaman Quercus kellogi, peningkatan intensitas cahaya diikuti dengan peningkatan indeks stomata secara signifikan. Namun tidak demikian dengan indeks stomata daun Quercus petraea. Indeks stomata daun Quercus petraea yang ternaungi lebih rendah jika dibandingkan dengan daun yang tidak ternaungi (Kouwenberg 2006). Demikian juga pada daun Gingko biloba (Chen et. al. 2001), dan daun Vigna sinensis (Willmer 1987). Perubahan indeks stomata akibat naungan perlu dikaji, karena stomata berperan penting dalam proses fotosintesis dan transpirasi (Edhi 1996), terutama dalam pertukaran gas CO2 dan O2 dalam fotosintesis serta proses hilangnya air melalui transpirasi (Kimbal 2006). Selain itu, stomata juga berperan sebagai jalan masuk patogen ke jaringan daun (Sastrahidayat 1990). Fotosintesis dan respirasi inilah yang pada akhirnya berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Oleh karena itu, dilakukan penelitian dengan tujuan mengetahui bentuk sel epidermis, tipe dan indeks stomata lima genotipe kedelai pada tingkat naungan berbeda.
Tanaman Kacang-kacangan dan Umbiumbian (Balitkabi), Malang pada bulan Maret hingga Juli 2007. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan petak terbagi (Split Plot), diulang tiga kali. Petak utama adalah empat tingkat naungan (0%, 25%, 50% dan 75%). Sedangkan anak petak adalah lima genotype kedelai. Naungan yang digunakan adalah paranet berwarna hitam. Setiap unit perlakuan ditanam sebanyak tiga pot, dengan dua tanaman per pot. Untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik, tanaman dipupuk dengan takaran setara 50 kg Urea + 100 kg SP36 + 75 kg KCl 75 /ha. Pemupukan dilakukan pada saat tanam. Pengamatan dilakukan terhadap : bentuk sel epidermis, tipe stoma, jumlah sel epidermis dan stomata dihitung pada setiap potongan daun, dan jumlah sel epidermis dan stomata dihitung dalam satu bidang pandang mikroskop. Penghitungan jumlah stomata dan sel epidermis dilakukan sebanyak lima kali untuk setiap potongan daun. Jumlah sel per mm2 dihitung dengan cara membagi rata-rata jumlah sel epidermis dan stomata dengan luas bidang pandang mikroskop. Selanjutnya indeks stomata dihitung dengan rumus Wallis (1965) :
BAHAN DAN CARA KERJA
Keterangan: IS = indeks stomata, S = jumlah stomata, dan E = jumlah sel epidermis
Bahan yang digunakan adalah lima genotipe kedelai (Pangrango, Tanggamus, Wilis, Lokon dan IAC-100). Penelitian dilakukan di Rumah Kasa Balai Penelitian 68
IS =
S x100 S+E
Penghitungan indeks stomata hanya dilakukan pada permukaan abaksial daun, karena tanaman yang tumbuh di bawah naungan hanya memiliki stomata di
Bentuk Sel Epidermis, Tipe dan Indeks Stomata
permukaan abaksial daun saja (Gardner 1985). Contoh daun diambil pada daun yang sudah membuka sempurna dengan ukuran yang sudah maksimal (daun ke empat dari atas). Selain pengamatan terhadap karakter di atas, juga diamati jumlah daun, luas daun dan bobot biji per tanaman. Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis varian berbasis rancangan petak terbagi (RPT) dengan taraf uji 5%, jika berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf ketelitian 5%. HASIL Hasil penelitian dapat diketahui bahwa naungan tidak mengubah bentuk sel epidermis dan tipe stomata genotipe Pangrango. Sel epidermis genotipe Pangrango mempunyai bentuk lonjong dengan dinding yang berlekuk. Jumlah lekukan dinding sel epidermis pada perlakuan naungan 0%, 25%, 50% dan 75% mencapai 3-6 lekukan. Berdasarkan jumlah dan letak sel tetangga, tipe stomata genotipe Pangrango adalah parasitik. Namun demikian, pada naungan 25% dan 75% juga dijumpai tipe stoma anomositik. Letak stoma satu dengan stoma lain yang berada di naungan 0%75% tidak dibatasi atau dipisahkan oleh 1 sampai 3 sel epidermis. Naungan 25%75% menyebabkan ukuran sel epidermis dan sel tetangga stoma bertambah besar (Gamabr 1a) Perlakuan naungan tidak mengubah tipe stomata dan bentuk sel epidermis varietas Tanggamus. Sel epidermis
memiliki bentuk lonjong dengan dinding yang berlekuk. Jumlah lekukan dinding sel epidermis, pada perlakuan naungan 0%, 25%, 50% da 75% mencapai 4-7 lekukan. Berdasarkan jumlah dan letak sel tetangga tipe stoma genotipe Tanggamus adalah parasitik. Selain itu juga dijumpai tipe stoma anomositik pada naungan 0%, 25%, 50%, dan 75%. Letak stoma satu dengan stoma lain yang berada di naungan 0%-75% tidak dibatasi atau dipisahkan oleh 1 sampai 4 sel epidermis. Naungan 25%-75% menyebabkan ukuran sel epidermis dan sel tetangga stoma bertambah besar (Gambar 1b). Bentuk sel epidermis dan tipe stoma kedelai Wilis tidak mengalami perubahan dengan adanya naungan. Sel epidermis kedelai Wilis berbentuk lonjong dengan dinding yang berlekuk. Jumlah lekukan dinding sel epidermis, pada perlakuan naungan 0%, 25%, 50% da 75% mencapai 4-8 lekukan. Berdasarkan jumlah dan letak sel tetangga, tipe stoma kedelai Wilis adalah parasitik. Selain itu, juga dijumpai tipe stoma anomositik pada naungan 0%, 50%, dan 75%. Letak stoma satu dengan stoma lain pada naungan 0% -75% tidak dibatasi atau dibatasi oleh 1 sampai 6 sel epidermis. Naungan 25%-75% menyebabkan ukuran sel epidermis dan sel tetangga stoma bertambah besar (Gambar 1c). Perlakuan naungan tidak mengubah bentuk sel epidermis dan tipe stomata genotipe IAC-100. Sel epidermis bentuk lonjong dengan dinding yang berlekuk. Jumlah lekukan dinding sel epidermis pada naungan 0% - 75% berjumlah 4-6 lekukan. Berdasarkan jumlah dan letak sel tetangga, tipe stoma IAC 100 adalah 69
Sundari & Atmaja
parasitik. Namun demikian, juga ditemukan tipe stoma anomositik pada naungan 0%, 50%, dan 75%. Letak stoma satu dengan stoma lain yang berada di bawah naungan 0%-75% tidak dibatasi atau dibatasi oleh 1 sampai 6 sel epidermis. Naungan 25%-75% menyebabkan ukuran sel epidermis dan sel tetangga stoma bertambah besar (Gambar 1d). Naungan tidak mengubah bentuk sel epidermis dan tipe stomata kedelai Lokon. Sel epidermis memiliki bentuk lonjong dengan dinding yang berlekuk. Jumlah lekukan dinding sel epidermis pada naungan 0%-75% berjumlah 3-6 lekukan. Tipe stoma berdasarkan jumlah dan letak sel tetangga disebut parasitik. Selain itu, juga ditemukan tipe stoma anomositik pada naungan 75%. Letak stoma satu dengan stoma lain yang berada di naungan 0%-75% tidak dibatasi atau dibatasi oleh 1 sampai 3 sel epidermis. Naungan 25%-50% menyebabkan ukuran sel epidermis dan sel tetangga stoma lebih besar (Gambar 2). Naungan tidak mempengaruhi bentuk morfologi sel epidermis. Sel epidermis memiliki bentuk memanjang dan berlekuk. Naungan juga tidak mengubah jumlah lekukan sel epidermis. Perbedaan hanya terjadi pada jumlah lekukan sel epidermis dari lima genotipe yang diuji. Di antara genotipe yang diuji, Wilis memiliki jumlah lekukan paling banyak (8 lekukan/sel). Naungan juga tidak mengubah tipe stomata lima genotipe kedelai yang diuji. Tipe stoma yang teramati dalam semua preparat leaf clearing adalah parasitik dan anomositik. Jumlah stomata tipe parasitik lebih banyak ditemukan daripada anomositik. 70
Stomata parasitik ditandai dengan jumlah sel tetangga sebanyak 2 buah yang terletak sejajar dengan sumbu sel penutup stoma dan porus. Sel tetangga tipe parasitik dapat dibedakan dengan sel epidermis daun, karena memiliki jumlah, letak, dan tingkat lekukan yang berbeda. Sel tetangga parasitik yang diamati memiliki jumlah lekukan 2-4. Letak lekukan sel tetangga hanya terdapat pada sisi yang berbatasan dengan sel epidermis, sisi yang berbatasan dengan sel penutup tidak berlekuk. Tingkat lekukan sel tetangga parasitik lebih dangkal jika dibandingkan dengan lekukan sel epidermis. Stomata anomositik ditandai dengan adanya 3-4 buah sel tetangga yang memiliki bentuk morfologi sama dengan sel epidermis. Naungan memperbesar ukuran sel epidermis dan sel tetangga stoma. Ukuran sel epidermis yang bertambah menyebabkan stoma satu dengan yang lain tampak berjauhan, sehingga pada perlakuan naungan stomata terlihat renggang. Pertambahan ukuran sel epidermis dan sel tetangga stoma menyebabkan jumlah sel epidermis dan stomata dalam satu bidang pandang mikroskop berkurang. Peningkatan naungan hingga 75%, mengakibatkan pengurangan jumlah sel epidermis lima genotipe kedelai yang diuji, dengan kisaran antara 20,81% hingga 48,12%. Dari hasil analisis regresi diketahui bahwa bentuk hubungan antara tingkat naungan dengan jumlah sel epidemis per satuan luas adalah linier negatif (Gambar 3). Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar tingkat naungan, jumlah sel epidermis yang terbentuk per satuan luas semakin
Bentuk Sel Epidermis, Tipe dan Indeks Stomata
a)
b)
E E SA SP
SP
ST
ST 0%
25%
5µm
SA
5µm
SP ST
ST
SA SP E E SA
5µm
50% 5µm
5µm
c)
75% 5µm
d)
Gambar 1. Fotomikrograf Permukaan Abaksial Daun Kedelai Varietas Pangrango (a), Tanggamus (b), Wilis (c), dan Genotipe IAC-100 (d) pada Empat Tingkat Naungan. SP: Stoma Parasitik. SA: Stoma Anomositik ST: Sel Tetangga. E: Epidermis.
71
Sundari & Atmaja
sedikit. Pengurangan terendah terjadi pada genotipe IAC 100 (20,81%) dan tertinggi pada Wilis (48,12%) (Tabel 1). Demikian juga halnya pada jumlah stomata. Namun demikian, pengurangan
jumlah sel epidermis lebih banyak jika dibandingkan dengan stomata (Tabel 1 dan 2). Pengurangan jumlah stomata berkisar antara 14,77% hingga 41,51% (Tabel 2). Pengurangan jumlah stomata
Gambar 2. Fotomikrograf permukaan abaksial daun kedelai varietas Lokon pada empat tingkat naungan. SP: Stoma Parasitik. SA: Stoma Anomositik ST: Sel Tetangga. E: Epidermis.
8
Jumlah sel epidermis/mm2
7 6 5 y = -0.714x + 8.001 R2 = 0.89*
4 3 2 1 0 0%
25%
50%
75%
Tingkat naungan
Gambar 3. Bentuk Hubungan antara Tingkat Naungan dengan Jumlah Sel Epidermis Daun Kedelai.
72
Bentuk Sel Epidermis, Tipe dan Indeks Stomata
terendah terjadi pada genotipe Lokon (14,77%) dan tertinggi pada Wilis (4,51%). Hal ini mengakibatkan indeks stomata meningkat (Tabel 3). Pengurangan jumlah sel epidermis yang lebih besar dibandingkan dengan pengurangan jumlah stomata per satuan luas akan berpengaruh terhadap indeks stomata, dimana Indeks stomata semakin meningkat (Tabel 3).
Peningkatan indeks stomata ditentukan oleh peningkatan tingkat naungan (Tabel 3). Berdasarkan hasil analisis regresi diketahui bahwa hubungan antara tingkat naungan dengan indeks stomata berbentuk linier positif. Artinya, bahwa setiap peningkatan tingkat naungan diikuti dengan peningkatan indeks stomata (Gambar 4). Berdasarkan hasil analisis ragam
Tabel 1. Jumlah, Pengurangan dan Persentase Pengurangan Sel Epidermis Lima Genotipe Kedelai pada Empat Tingkat Naungan Genotipe
Jumlah Sel Eidermis per mm2 pada Tingkat Naungan
Jumlah pengurangan
Pengurangan (%)
0%
25%
50%
75%
(0%-75%)
(0%-75%)
Pangrango
8,30
5,81
5,88
5,66
2,64
31,81
Tanggamus
6,88
6,28
5,07
4,73
2,15
31,25
Wilis
9,06
6,14
6,37
4,70
4,36
48,12
IAC-100
6,20
6,26
5,31
4,91
1,29
20,81
Lokon
7,53
6,00
5,81
5,92
1,61
21,38
Rata-rata
7,59
6,10
5,69
5,18
2,41
30,67
Tabel 2. Jumlah, Pengurangan dan Persentase Pengurangan Stomata Lima Genotipe Kedelai pada Empat Tingkat Naungan. Genotipe
Jumlah Stomata per mm2 pada Tingkat Naungan
Jumlah Pengurangan
Persentase Pengurangan
0%
25%
50%
75%
(0%-75%)
(0%-75%)
Pangrango
4,25
3,02
3,20
3,13
1,12
26,35
Tanggamus
3,33
3,21
2,75
2,65
0,68
20,42
Wilis
4,36
3,04
3,18
2,55
1,81
41,51
IAC-100
3,28
3,57
2,94
2,63
0,65
19,82
Lokon
3,86
2,30
3,01
3,29
0,57
14,77
Rata-rata
3,82
3,03
3,02
2,85
0,97
24,57
73
Sundari & Atmaja
36
Indeks stomata (%)
35.5
y = 0.0257x + 33.478 R2 = 0.996**
35
34.5
34
33.5
33 0
25
50
75
Tingkat naungan (%)
Gambar 4. Bentuk Hubungan antara Tingkat Naungan dengan Indeks Stomata Kedelai. Tabel 3. Indeks Stomata Kedelai pada Tingkat Naungan Berbeda Naungan (%) 0 25 50 75 BNT 5%
Indeks stomata (%) 33,49 c 34,14 b 34,69 b 35,45 a 0,28
Keterangan: Angka pada kolom sama diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata BNT: Beda Nyata Terkecil
diketahui bahwa, perbedaan indeks stomata terjadi sebagai akibat perbedaan genotipe dan naungan secara terpisah. Indeks stomata tertinggi (35,45%) dicapai pada perlakuan naungan 75% (Tabel 3). Di antara lima genotipe kedelai yang diuji, IAC 100 menunjukkan nilai indeks stomata tertinggi, yaitu 35,36%, sedangkan Wilis memiliki indeks stomata terkecil (Tabel 4). Perbedaan jumlah dan luas daun ditentukan oleh perbedaan genotipe 74
(Tabel 5). Jumlah daun terbanyak dicapai genotipe Pangrango, demikian juga dengan luas daun. Pencapaian luas daun per tanaman akan mempengaruhi jumlah sel epidermis dan stomata per tanaman. Hasil analisis korelasi menunjukkan jumlah daun berkorelasi nyata positif dengan luas daun, dengan nilai koefisien korelasi (r) 0,88**, luas daun berkorelasi nyata positif dengan jumlah sel epidermis (r = 0,58) dan stomata (0,65). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
Bentuk Sel Epidermis, Tipe dan Indeks Stomata
Tabel 4. Indeks Stomata Lima Genotipe Kedelai Genotipe Pangrango Tanggamus Wilis IAC 100 Lokon BNT 5%
Indeks stomata (%) 34,74 b 34,36 b 33,50 c 35,36 a 34,26 b 0,48
Keterangan: Angka pada kolom sama diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata BNT: Beda Nyata Terkecil
Tabel 5. Jumlah dan Luas daun Lima Genotipe Kedelai Genotipe Pangrango Tanggamus Wilis IAC 100 Lokon BNT 5%
Jumlah daun/tanaman 56 a 46 bc 49 b 25 d 41 c 5,27
peningkatan jumlah daun berhubungan erat dengan luas daun, peningkatan luas daun berhubungan erat dengan peningkatan jumlah sel epidermis dan stomata, tetapi tidak demikian dengan indeks stomata. Peningkatan indeks stomata berbanding terbalik dengan jumlah sel epidermis, jumlah stomata, dan luas daun. Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi nyata negatif, berturut-turut -0,51; -0,46 dan -0,45. Bobot biji per tanaman dipengaruhi oleh interaksi antara genotipe dengan tingkat naungan (Tabel 6). Hal ini menunjukkan bahwa respon masingmasing genotipe berbeda di setiap tingkat naungan. Wilis merupakan genotipe yang menghasilkan bobot biji per tanaman tertinggi di semua tingkat naungan, kecuali
Luas daun (Cm2/tanaman) 2143 a 1321 c 1483 bc 676 d 1700 b 297,30
di tingkat naungan 25% yang dicapai genotipe Tanggamus. Berdasarkan hasil analisis korelasi diketahui bahwa bobot biji berkorelasi nyata positif dengan jumlah daun, luas daun, jumlah sel epidermis dan stomata (r = 0,78; 0,67, 0,69 dan 0,62), tetapi berkorelasi negatif dengan indeks stomata (r = -0,46). PEMBAHASAN Naungan tidak mengubah bentuk morfologi sel epidermis maupun tipe stoma. Bentuk sel epidermis pada daun kedelai adalah memanjang dengan tepi yang berlekuk. Bentuk sel epidermis yang ditemukan sesuai dengan pendapat Rudal (2007) dan Fahn (1990) yang 75
Sundari & Atmaja
Tabel 6. Bobot Biji per Tanaman Lima Genotipe Kedelai pada Tingkat Naungan Berbeda Genotipe
Bobot biji (g/tanaman) pada Tingkat naungan: 0%
25%
50%
75%
Pangrango
6,60 a
3,07 gh
4,55 def
2,62 h
Tanggamus
6,08 ab
5,57 bc
4,60 cdef
3,01 gh
Wilis
6,76 a
5,55 bcd
4,79 cde
3,95 efg
IAC 100
6,07 ab
3,75 fg
3,27 gh
1,42 i
Lokon
3,82 efg
2,63 h
2,66 h
2,54 h
BNT 5%
menyatakan bahwa sel epidermis memiliki bentuk: memanjang, isodiametrik, tubuler, dengan dinding yang lurus, berombak atau berlekuk. Tipe stomata menurut jumlah dan letak sel tetangga pada lima genotipe kedelai disebut parasitik. Tipe parasitik memiliki ciri sel penutup stoma dikelilingi oleh dua buah sel tetangga yang terletak sejajar dengan sumbu sel penutup dan porus. Tipe stoma yang diamati sesuai dengan hasil penelitian Tyas (2007) yang menyatakan bahwa tipe stoma daun kedelai termasuk parasitik. Tipe stomata anomositik juga ditemukan pada penelitian ini. Jumlah stomata tipe parasitik lebih banyak dibandingkan dengan anomositik. Dua tipe stomata yang ditemukan dalam satu helai daun disebabkan oleh sampel daun yang diamati belum dewasa. Daun yang belum dewasa memiliki tingkat perkembangan sel epidermis dan stomata belum sempurna. Salah satu dari 3 atau 4 buah sel yang mengelilingi stoma yang diduga memiliki tipe anomositik kemungkinan sel epidermis yang belum sempurna sedangkan dua sel yang lain 76
1,001
adalah sel tetangga stomata parasitik. Hidayat (1995) menyatakan bahwa perkembangan stomata dimulai saat pembelahan sel epidermis daun selesai, selanjutnya perkembangan akan terus berlanjut hingga daun memanjang dan melebar karena pembesaran sel. Sel epidermis daun ketiga dari atas yang diambil sebagai sampel kemungkinan belum memanjang dan melebar secara sempurna sehingga menyebabkan letak dua sel tetangga stoma parasitik belum menunjukkan posisi sejajar dengan sumbu porus dan sel penutup stoma. Naungan menyebabkan perubahan ukuran stoma dan sel epidermis. Ukuran sel epidermis dan sel tetangga stoma terlihat lebih besar pada tingkat naungan yang semakin tinggi. Perubahan ukuran stomata dan sel epidermis yang teramati sesuai dengan laporan Sugito (1999) dan Cookson (2005) yang menyatakan bahwa pada intensitas cahaya rendah ukuran stoma dan sel epidermis bertambah besar. Genotipe kedelai yang diuji memiliki sifat genetik berbeda sehingga masingmasing memiliki tingkat inisiasi stomata
Bentuk Sel Epidermis, Tipe dan Indeks Stomata
yang tidak sama. Tingkat inisiasi stomata yang tidak sama menyebabkan indeks stomata lima genotipe kedelai berbeda. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Willmer (1983) bahwa inisiasi stomata dipengaruhi oleh hormon dan sifat genetik. Menurut Salisbury (1995), tiap sel tumbuhan memiliki kepekaan yang tidak sama. Kepekaan sel yang tidak sama menyebabkan perbedaan respons, meskipun intensitas cahaya yang diberikan sama. Penelitian memperlihatkan bahwa Pangrango, Tanggamus, dan Lokon memiliki respons yang berbeda dengan IAC-100 dan Wilis. Naungan menyebabkan penurunan bobot biji dari masing-masing genotipe. Penurunan hasil biji disebabkan karena semakin berkurangnya intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman. Di mana cahaya terserap merupakan faktor penting dalam proses fotosintesis, pertumbuhan dan hasil tanaman (Board & Harville 1996; Zhao & Oosterhius 1998). Pengurangan cahaya terserap mengakibatkan pengurangan aktifitas fotosintesis, sehingga alokasi fotosintat ke organ reproduksi berkurang (Osumi et. al. 1998). Cahaya matahari yang terbatas berpengaruh terhadap laju aktifitas ATP dan NADPH2 pada reaksi fotokimia dari fotosintesis. Laju reaksi pada siklus reduksi karbon fotosintesis, termasuk RuBPc-o (Ribulose 1,5-biphosphat carboxylase-oxygenase) terhambat bersamaan dengan berkurangnya laju sintesis kofaktor dari ATP dan NADPH2 (Raven & Glidewell 1981). Terbatasnya cahaya matahari selain meningkatkan tahanan mesofil, juga dapat meningkatkan tahanan
stomata melalui pengaruh langsung cahaya terhadap stomata. Pengaruh tidak langsung pengurangan cahaya adalah peningkatan konsentrasi CO2 interseluler akibat meningkatnya tahanan mesofil. Konsentrasi CO2 yang tinggi akan meningkatkan laju fotosintesis dan menurunkan aktifitas Ribulose biphosphate carboxyliase-oxigenase (Rubisco). Pengurangan aktivitas Rubisco berdampak pada efisiensi karboksilasi berkurang. Namun penurunan Rubisco hanya terjadi pada fase perkembangan biji (Osborne 1997) Kemampuan setiap genotipe untuk dapat berproduksi menghasilkan biji di bawah naungan berbeda. Wilis merupakan genotipe yang mampu berpro-duksi tinggi hampir di semua tingkat naungan, kecuali pada tingkat naungan 25%. Hal ini didukung pula dengan karakter jumlah daun dan luas daun yang tinggi pula. Jumlah daun yang banyak dan luas daun yang lebar pada Wilis diikuti pula dengan jumlah sel epidermis dan stomata yang banyak. Peningkatan jumlah stomata berdampak pada peningkatan laju pertukaran gas CO2 dan O2, serta transpirasi. Pernyataan di atas, mendukung pendapat Gardner (1985) yang menyatakan bahwa peningkatan laju transpirasi dapat dilakukan dengan memperbesar porus atau jumlah stomata. Dengan transpirasi, laju unsur hara tetap berlangsung dan turgor yang berlebih dapat dicegah. Transpirasi dapat menurunkan potensial air di dalam sel sehingga turgor menjadi tidak terlalu tinggi. Turgor yang terlalu tinggi menyebabkan kerusakan sel (Sugito 1999). Selain itu, dengan luas daun yang 77
Sundari & Atmaja
lebar, tanaman mampu meningkatkan penyerapan photosynthetically active radiation (PAR) (Anonym 1981). Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa Wilis merupakan genotipe yang mampu beradaptasi terhadap naungan, dengan tetap mempertahankan luas daun, jumlah sel episermis dan stomata, indeks stomata, serta bobot biji. KESIMPULAN Naungan tidak mengubah bentuk sel epidermis dan tipe stomata lima genotipe kedelai, tetapi naungan berperan dalam menentukan indeks stomata. Naungan meningkatkan indeks stomata permukaan abaksial daun kedelai. Selain ditentukan oleh naungan, perbedaan indeks stomata juga ditentukan oleh perbedaan genotipe. Indeks stomata tertinggi dicapai IAC -100 dan terendah dicapai Wilis. Wilis merupakan genotipe yang dapat beradaptasi pada kondisi lingkungan ternaungi, dengan mempertahankan luas daun, jumlah sel episermis dan stomata, indeks stomata, serta bobot biji. DAFTAR PUSTAKA Anonym. 1981. Sunday Nnochiri ogbuehi "Influence of windbreak-shelter on soybean (Glycine max (L). Merrill. ETD collection for University of Nebraska - Lincoln. Paper AAI8111681. Board, JE. & BG. Harville. 1996. Growth dynamic during the vegetatif 78
periode affect yield of narrow-row, late planted soybean. Agron. J. 88:567-572. Chen, AQ, CS. Li, WG. Chaloner, DJ. Beerling, QD. Sun, ME. Collinson & PL. Mitchell. 2001. Assesing The Potential for Stomatal Character of Extant and Fossil Ginkgo biloba to Signal of Atmosperic CO2 Change. Beijing: Institute of Botany Chinese Academy of Science. http/ /www.amjbot.org/cgi/content/full/ 88/7/1309. Cookson, SH. & C. Granier. 2005. A Dynamic Analysis of the Shade-induced Plasticity in Arabidopsis thaliana Rosette Leaf Development Reveals New Components of the Shade-adaptive Response. Oxford: Oxford University Press. journal.
[email protected]. Edhi, AS. 1996. Indeks Stomata pada Tanaman Widelia biflora dan Portulaca grandiflora. Malang: Laporan. Penelitian Tidak Diterbitkan FMIPA IKIP MALANG. Esau, K. 1980. Plant Anatomy. New York, London, Sydney, and Toronto: John Wiley and Sons, Inc. Fahn, A. 1990. Plant Anatomy. Third Edition. Oxford, New York, Toronto, Sydney, Paris, Frankfurt: Pergamon Press. Gardner, FP., RB. Pearce & RL. Mitchell. 1985. Physiology of Crop Plant. Iowa: The Iowa State University Press. Hidayat, EB. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Bandung: Penerbit ITB. Kimball, J. 2006. Gas Exchange in Plants. www.Jkimball.ultranet.
Bentuk Sel Epidermis, Tipe dan Indeks Stomata
Kouwenberg, LLR. & CME. Jennifer. 2006. The Effect of Light Intensity and Temperature Changes on The Stomatal and Epidermal Morphology of Quercus kelloggi: Implications for Paleoelevation Reconstruction. Chicago: Departement of Geology. www.Kouwenberg fmnh.org. Osborne, CP. 1997. Effect of Rising CO2 Concentration on Photosynthesis in the Shade. University of Essex (united of Kingdom). [Disertation] Abstracts. Osumi, K., K. Katayama, LU. de la Cruz, & AC. Luna. 1998. Fruit bearing behavior of 4 legumes cultivated under shaded conditions. JARQ. 32:145-151. Raven, JA., & SM. Glidewell. 1981. Process limiting photosynthetic conductance. Di dalam C.B.Johnson (ed.) Physiological Processes Limiting Plant Productivity. Butterrrworths. London. Boston. Sydney. Wellington. Durban. Toronto. 109136. Rudal, PJ. 2007. Anatomy of Flowering Plants An Introduction to Structure and Development. Cambridge, New York, Melbourne,
Madrid, Cape Town, Singapore, Sao Paulo: Cambridge University Press. Salisbury, FB. & CW. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Terjemahan: Lukman, DR. & Sumaryono. Bandung: Penerbit ITB. Sastrahidayat. 1990. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Surabaya: Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Bekerja Sama Dengan Usaha Nasional Surabaya Sugito, Y. 1999. Ekologi Tanaman. Malang. Penerbit Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Tyas, RMN. 2007. Pengaruh Naungan Terhadap Perubahan Struktur Anatomi Daun Pada Lima Varietas Kedelai [Glycine max (L.) Merill]. Malang: [Skripsi]. FMIPA Universitas Negeri Malang. Wallis, TE. 1965. Analytical Mycroscopy. Boston. Little Brown and Company. Willmer, CM. 1983. Stomata. LondonNew York: Longman Inc. Zhao, D. & D. Oosterhius. 1998. Cotton response to shade at different growth stages: Nonstructural carbohydrate composition. Crop Sci. 38:1196-1203.
Memasukkan: September 2010 Diterima: Januari 2011
79
J. Biol. Indon. Vol 7, No.1 (2011) PANDUAN PENULIS
Naskah dapat ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Naskah disusun dengan urutan: JUDUL (bahasa Indonesia dan Inggris), NAMA PENULIS (yang disertai dengan alamat Lembaga/ Instansi), ABSTRAK (bahasa Inggris, maksimal 250 kata), KATA KUNCI (maksimal 6 kata), PENDAHULUAN, BAHAN DAN CARA KERJA, HASIL, PEMBAHASAN, UCAPAN TERIMA KASIH (jika diperlukan) dan DAFTAR PUSTAKA. Naskah diketik dengan spasi ganda pada kertas HVS A4 maksimum 15 halaman termasuk gambar, foto, dan tabel disertai CD. Batas dari tepi kiri 3 cm, kanan, atas, dan bawah masingmasing 2,5 cm dengan program pengolah kata Microsoft Word dan tipe huruf Times New Roman berukuran 12 point. Setiap halaman diberi nomor halaman secara berurutan. Gambar dalam bentuk grafik/diagram harus asli (bukan fotokopi) dan foto (dicetak di kertas licin atau di scan). Gambar dan Tabel di tulis dan ditempatkan di halam terpisah di akhir naskah. Penulisan simbol α, β, χ, dan lain-lain dimasukkan melalui fasilitas insert, tanpa mengubah jenis huruf. Kata dalam bahasa asing dicetak miring. Naskah dikirimkan ke alamat Redaksi sebanyak 3 eksemplar (2 eksemplar tanpa nama dan lembaga penulis). Penggunaan nama suatu tumbuhan atau hewan dalam bahasa Indonesia/Daerah harus diikuti nama ilmiahnya (cetak miring) beserta Authornya pada pengungkapan pertama kali. Daftar pustaka ditulis secara abjad menggunakan sistem nama-tahun. Contoh penulisan pustaka acuan sebagai berikut : Jurnal : Hara, T., JR. Zhang, & S. Ueda. 1983. Identification of plasmids linked with polyglutamate production in B. subtilis. J. Gen. Apll. Microbiol. 29: 345-354. Buku : Chaplin, MF. & C. Bucke. 1990. Enzyme Technology. Cambridge University Press. Cambridge. Bab dalam Buku : Gerhart, P. & SW. Drew. 1994. Liquid culture. Dalam : Gerhart, P., R.G.E. Murray, W.A. Wood, & N.R. Krieg (eds.). Methods for General and Molecular Bacteriology. ASM., Washington. 248-277. Abstrak : Suryajaya, D. 1982. Perkembangan tanaman polong-polongan utama di Indonesia. Abstrak Pertemuan Ilmiah Mikrobiologi. Jakarta . 15 –18 Oktober 1982. 42. Prosiding : Mubarik, NR., A. Suwanto, & MT. Suhartono. 2000. Isolasi dan karakterisasi protease ekstrasellular dari bakteri isolat termofilik ekstrim. Prosiding Seminar nasional Industri Enzim dan Bioteknologi II. Jakarta, 15-16 Februari 2000. 151-158. Skripsi, Tesis, Disertasi : Kemala, S. 1987. Pola Pertanian, Industri Perdagangan Kelapa dan Kelapa Sawit di Indonesia.[Disertasi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Informasi dari Internet : Schulze, H. 1999. Detection and Identification of Lories and Pottos in The Wild; Information for surveys/Estimated of population density. http//www.species.net/primates/loris/ lorCp.1.html.
J. Biol. Indon. Vol 7, No. 1 (2011)
Eritrosit dan Hemoglobin pada Kelelawar Gua di Kawasan Karst Gombong, Kebumen,Jawa Tengah Fahma Wijayanti, Dedy Duryadi Solihin, Hadi Sukadi Alikodra, & Ibnu Maryanto
89
Kajian Hubungan Antara Fitoplankton dengan Kecepatan Arus Air Akibat Operasi Waduk Jatiluhur Eko Harsono
99
Dimorfisme Seksual, Reproduksi dan Mangsa Kadal Ekor Panjang Takydromus sexlineatus Daudin, 1802 (Lacertilia :Lacertidae) Mumpuni
121
Serapan Karbondioksida (CO2) Jenis-Jenis Pohon di Taman Buah "Mekar Sari" Bogor, Kaitannya dengan Potensi Mitigasi Gas Rumah Kaca N. Hidayati, M. Reza, T. Juhaeti & M. Mansur
133
Analisis Fekunditas dan Diameter Telur Kerang Darah (Anadara antiquata) di Perairan Pulau Auki, Kepulauan Padaido, Biak, Papua Andriani Widyastuti
147
Giving Formulated Pellet on Javan Porcupine (Hystrix javanica F. Cuvier, 1823): Effects on Feed Intake, Feed Conversion, and Digestibility in Pre-Domestication Condition Wartika Rosa Farida & Roni Ridwan
157
Profil Mamalia Kecil Gunung Slamet Jawa Tengah Maharadatunkamsi
171
TULISAN PENDEK Kondisi Parameter Biologi Plankton dan Ikan di Perairan Danau Sentani Auldry F. Walukow
187