J. Biol. Indon. Vol 6, No.2 (2010) ISSN 0854-4425 ISSN 0854-4425
JURNAL JURNAL BIOLOGI BIOLOGI INDONESIA INDONESIA Akreditasi: No 816/D/08/2009 Vol. 6, No. 2, Juni 2010 Isolasi Bakteri Pendegradasi Phenanthrene dari Batanta-Salawati Raja Ampat Papua Rini Riffiani
153
Perubahan Tutupan Hutan Mangrove di Pantai Timur Sumatera Utara Periode 1977- 163 2006 Onrizal Keragaman Genetika Ramin [Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz] dari Provinsi Riau 173 Berdasarkan Profil Random Amplified Polymorphic DNA Yulita Kusumadewi, Yuyu S. Poerba, &Tukirin Partomihardjo Laju Kehilangan dan Kondisi Terkini Habitat Baning Sulawesi (Indotestudo forstenii) di 185 Semenanjung Santigi, Sulawesi Tengah, Indonesia Awal Riyanto, Suprayogo Soemarno dan Achmad Farajallah Plant- β Diversity and Composition in Mount Nok and the Waifoi Forest of the Waigeo 195 Raja Ampat Islands: with Special Reference to The Threatened Species Didik Widyatmoko Emisi Gas Dinitrogen Oksida dari Tanah Sawah Tadah Hujan yang diberi Jerami Padi 211 dan Bahan Penghambat Nitrifikasi A. Wihardjaka Pengelompokan Kelelawar Pemakan Buah dan Nektar Berdasarkan Karakteristik Jenis 225 Pakan Polen di Kebun Raya Bogor, Indonesia Sri Soegiharto, Agus P. Kartono, & Ibnu Maryanto
BOGOR, INDONESIA
J. Biol. Indon. Vol 6, No. 2 (2010) Jurnal Biologi Indonesia diterbitkan oleh Perhimpunan Biologi Indonesia. Jurnal ini memuat hasil penelitian ataupun kajian yang berkaitan dengan masalah biologi yang diterbitkan secara berkala dua kali setahun (Juni dan Desember). Editor Pengelola Dr. Ibnu Maryanto Dr. I Made Sudiana Dr. Anggoro Hadi Prasetyo
Dr. Izu Andry Fijridiyanto Dewan Editor Ilmiah Dr. Abinawanto, F MIPA UI Dr. Achmad Farajalah, FMIPA IPB Dr. Ambariyanto, F. Perikanan dan Kelautan UNDIP Dr. Aswin Usup F. Pertanian Universitas Palangkaraya Dr. Didik Widiyatmoko, PK Tumbuhan, Kebun Raya Cibodas-LIPI Dr. Dwi Nugroho Wibowo, F. Biologi UNSOED Dr. Parikesit, F. MIPA UNPAD Prof. Dr. Mohd.Tajuddin Abdullah, Universiti Malaysia Sarawak Malaysia Assoc. Prof. Monica Suleiman, Universiti Malaysia Sabah, Malaysia Dr. Srihadi Agung priyono, F. Kedokteran Hewan IPB Y. Surjadi MSc, Pusat Penelitian ICABIOGRAD Drs. Suharjono, Pusat Penelitian Biologi-LIPI Dr. Tri Widianto, Pusat Penelitian Limnologi-LIPI Dr. Witjaksono Pusat Penelitian Biologi-LIPI Alamat Redaksi
Sekretariat Oscar efendi SSi MSi d/a Pusat Penelitian Biologi - LIPI Jl. Ir. H. Juanda No. 18, Bogor 16002 , Telp. (021) 8765056 Fax. (021) 8765068 Email :
[email protected] Website : http://biologi.or.id Jurnal ini telah diakreditasi ulang dengan nilai A berdasarkan SK Kepala LIPI 816/ D/2009 tanggal 28 Agustus 2009.
J. Biol. Indon. Vol 6, No.2 (2010) KATA PENGANTAR
Jurnal Biologi Indonesia edisi volume 6 nomer 2 tahun 2010 yaitu memuat 11 artikel lengkap dan sebuah artikel tulisan pendek. Penulis pada edisi ini sangat beragam yaitu dari Departemen Kementerian Kehutanan, Pertanian, Fakultas MIPA IPB, Fakultas Kehutanan IPB, Fakultas. MIPA Universitas Indonesia, Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara, Pusat Konservasi Kebun Raya Bogor, Pusat Penelitian Limnologi-LIPI Bogor dan Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor. Topik yang dibahas pada edisi ini meliputi empat topik dalam bidang Botani, dua topik tentang mikrobiologi satu topik mengenaik hasil perombakan bakteri dan bahan organik lainnya dan lima topik dalam bidang zoologi Beragamnya penulis pada edisi ini yang membahas tiga topik utama yaitu Zoologi, Botani dan Mikrobiologi diharapkan semakin banyak keragaman pembaca dan akhir kata yang diharapkan dari editor jurnal ini akan semakin banyak penulis yang berkeinginan membagi hasil karya penelitiannya dengan menulis ke dalam Jurnal Biologi Indonesia. Editor
J. Biol. Indon. Vol 6, No. 2 (2010) UCAPAN TERIMA KASIH Jurnal Biologi Indonesia mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada para pakar yang telah turut sebagai penelaah dalam Volume 6, No 2, Juni 2010: Dr. Niken TM. Pratiwi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB Ir. Majariana Krisanti MSi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB Onrizal MSi, Universitas Sumatra Utara Dr.Tike Sartika, Balitnak, Departemen Pertania, Ciawi bogor Dr. Dwi Astuti, Puslit Biologi-LIPI Drs. Edi Mirmanto MSc, Puslit Biologi-LIPI Drs. Roemantyo, Puslit Biologi-LIPI Drs. M. Noerdjito, Puslit Biologi-LIPI Drh. Anang S. Achmadi MSc, Puslit Biologi-LIPI Sigit Wiantoro SSi ,MSc Puslit Biologi-LIPI Ir. Dwi Agustiyani MSc, Puslit Biologi-LIPI
Edisi ini dibiayai oleh DIPA Puslit Biologi-LIPI 2010
J. Biol. Indon. Vol 6, No.2 (2010) DAFTAR ISI Isolasi Bakteri Pendegradasi Phenanthrene dari Batanta-Salawati Raja Ampat Papua Rini Riffiani
153
Perubahan Tutupan Hutan Mangrove di Pantai Timur Sumatera Utara Periode 1977- 163 2006 Onrizal Keragaman Genetika Ramin [Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz] dari Provinsi Riau 173 Berdasarkan Profil Random Amplified Polymorphic DNA Yulita Kusumadewi, Yuyu S. Poerba, &Tukirin Partomihardjo Laju Kehilangan dan Kondisi Terkini Habitat Baning Sulawesi (Indotestudo forstenii) di 185 Semenanjung Santigi, Sulawesi Tengah, Indonesia Awal Riyanto, Suprayogo Soemarno dan Achmad Farajallah Plant- β Diversity and Composition in Mount Nok and the Waifoi Forest of the Waigeo 195 Raja Ampat Islands: with Special Reference to The Threatened Species Didik Widyatmoko Emisi Gas Dinitrogen Oksida dari Tanah Sawah Tadah Hujan yang diberi Jerami Padi 211 dan Bahan Penghambat Nitrifikasi A. Wihardjaka Pengelompokan Kelelawar Pemakan Buah dan Nektar Berdasarkan Karakteristik Jenis 225 Pakan Polen di Kebun Raya Bogor, Indonesia Sri Soegiharto, Agus P. Kartono, & Ibnu Maryanto Kemampuan Kawasan Nir-Konservasi dalam Melindungi Kelestarian Burung Endemik 237 Dataran Rendah Pulau Jawa Studi Kasus di Kabupaten Kebumen Eko Sulistyadi Analysis of Nutrient Requirement and Feed Efficiency Ratio of Maroon Leaf Monkey 255 (Presbytis rubicunda Mueller, 1838) Wartika Rosa Farida Oksidasi Nitrit Oleh Bakteri Heterotrofik Pada Kondisi Aerobik Dwi Agustiyani, Ruly Marthina Kayadoe & Hartati Imamuddin
265
Pencirian Karbon Organik Air Sungai Citarum Hulu Dari Masukan Air Limbah 277 Penduduk dan Industri Eko Harsono dan Sulung Nomosatryo TULISAN PENDEK Arti Kebun Raya Bogor Bagi Kehidupan Kumbang Sungut Panjang Cerambicidae) Woro Anggaraitoningsih Noerdjito
(Coleoptera, 289
Jurnal Biologi Indonesia 6(2): 185-194 (2010)
Laju Kehilangan dan Kondisi Terkini Habitat Baning Sulawesi (Indotestudo forstenii) di Semenanjung Santigi, Sulawesi Tengah, Indonesia Awal Riyanto1, Suprayogo Soemarno2 dan Achmad Farajallah3 1)
Museum Zoologicum Bogoriense, Puslit Biologi-LIPI, Gd Widyasatwaloka, Jl. Raya Jakarta Bogor Km.46 Cibinong 16911; Email:
[email protected],
[email protected] 2) KIRAI Indonesia, Jl. Taman Sari II/58, Karang Tengah, Lebak Bulus, Jakarta 3) FMIPA Jurusan Biologi IPB, Kampus Darmaga, Bogor. ABSTRACT
The Loss and Recent Condition Habitat of Sulawesian Tortoise (Indotestudo forstenii) at Cape Santigi, Central Sulawesi, Indonesia. Unsupervised method of remote sensing was applied were evaluated to compute the habitat loss during five years, from 2001 to 2005 using MultispecW32 software. Meanwhile, the fieldwork was done from 22 to 30 June 2007 to determine the recent condition of habitat at Sologi hill, a part area of Cape Santigi. During five years (from 2001 to 2005) the forest (habitat) in Cape Santigi was loss making up 60.04 % (rate = 419.25 ha/year). Sologi hill forest was shown as a remaining habitat in Cape Santigi. Vegetation in Sologi hill forest is relatively still good, but is threatened by human activities. We suggested developing the natural preserve to protect this tortoise, habitat and ecosystem also other wildlife at Sologi hill. Key words: Indotestudo forstenii, habitat, Cape Santigi, Central Sulawesi, Indonesia.
PENDAHULUAN Fauna Sulawesi adalah paling istimewa di Indonesia, dengan tingkat endemisitas tinggi pada kelompok mamalia darat, amfibia dan reptilia (Whitten et al. 1987; Gillespie et al. 2005). Semula di Sulawesi diketahui hanya terdapat tiga jenis kura-kura darat dan air tawar, yaitu Kuya Batok (Cuora amboinensis) dan dua jenis endemik, Baning Sulawesi (Indotestudo forstenii) dan Kura Hutan Sulawesi (Leucocephalon yuwonoi) (de Rooij
1915). Koch et al. (2008) melaporkan temuan sebaran jenis labi-labi (Amyda cartilaginea) sebagai anggota baru bagi kura-kura di Sulawesi. Indotestudo forstenii adalah satusatunya jenis kura-kura darat atau baning yang ditemukan di timur garis Wallacea (Hoogmoed & Crumly 1984) dan terdistribusi dari Sulawesi Tengah hingga Sulawesi Utara (Platt et al. 2001; Riyanto et al. 2008; Ives et al. 2008). Di alam, baning ini hidup dalam hutan perbukitan hingga ketinggian 200 m di atas permukaan laut, tetapi dijumpai juga di 185
Riyanto, Soemarno & Farajallah
perbukitan lembah Palu yang tandus yang dipenuhi Opuntia nigrican (Riyanto et al. 2008; Ives et al. 2008). Semula Baning Sulawesi diduga terdiri atas beberapa cryptic species. Dugaan ini didasarkan pada variasi kehadiran dan ketidak-hadiran keping nuchal. Hasil penelitian Ives et al. (2008) menunjukkan bahwa ada tidaknya keping nuchal ternyata tidak berkorelasi dengan variasi genetik dan disimpulkan sebagai genetik serupa tetapi berbeda morfologi. Perbedaan morfologi tersebut diduga sebagai respon lingkungan yang berbeda. Saat ini Indotestudo forstenii dimasukkan dalam status Endangered oleh IUCN 2009 dan Appendiks II oleh CITES 2009. Dalam peraturan perundangan Republik Indonesia, jenis ini tidak termasuk dalam satwa lindungan, namun pemanenan dari alam diatur melalui mekanisme kuota tangkap yang ditetapkan oleh otoritas managemen atas dasar pertimbangan otoritas ilmiah (Samedi & Iskandar 2000). Meskipun demikian, aktivitas ilegal pemanenan dan perdagangan baning ini masih terjadi (Riyanto et al. 2008). Ancaman bagi kelestarian jenis ini juga datang dari kehilangan habitat sebagaimana yang dinyatakan Whitten et al. (1987). Penelitian mengenai habitat Baning Sulawesi merupakan suatu kesempatan untuk dapat lebih mengetahui dan memahami situasi terkini dari jenis tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat laju kehilangan habitat dan evaluasi kondisi habitat yang tersisa saat ini dengan studi kasus di Semenanjung Santigi, Sulawesi Tengah.
186
BAHAN DAN CARA KERJA Pemilihan kawasan Semenanjung Santigi sebagai lokasi penelitian didasarkan pada hasil penelitian Platt et al. (2001) yang telah mencatat keberadaan Baning Sulawesi di kawasan tersebut dan informasi dari pemasok dan pemburu kura-kura professional. Kepastian lokasi tersebut sebagai habitat baning dimaksud, juga dibuktikan dengan pencarian secara eksploratif pada hutan bukit Sologi dengan mengerahkan tenaga lima orang untuk mencari Baning dan dibantu seekor anjing pemburu. Pencarian dilakukan dari pukul 9.00-16.00 waktu setempat selama tiga hari (tiga kali ulangan). Penentuan besar perubahan tutupan lahan dalam hal ini hutan yang menjadi habitat Baning Sulawesi di Semenanjung Santigi, Sulawesi Tengah dilakukan melalui aplikasi penginderaan jauh (remote sensing) dengan metoda unsupervised. Aplikasi penginderaan jauh telah banyak digunakan dalam bidang kehutanan. Menurut Lanya & Bruvoll (1994) data landsat sangat efektif dalam identifikasi perubahan pengggunaan lahan hutan ke non hutan. Data landsat (citra satelit) diunduh secara cuma-cuma dari United State Geological Survey (USGS; http://glovis.usgs. gov), citra satelit tersebut dipotret pada tahun 2001 dan 2005. Dalam metode unsupervised ini, citra satelit diklasifikasikan menjadi 7 kelas pada konvergensi 98%. Selanjutnya masing-masing cluster diidentifikasi untuk ditentukan jenis tipe tutupan lahannya. Unit area yang
Laju Kehilangan dan Kondisi Terkini Habitat Baning Sulawesi
digunakan untuk untuk masing-masing cluster adalah hektar. Evaluasi kondisi terkini terhadap habitat yang tersisa yaitu bukit Sologi suatu area hutan yang terletak di tenggara Semenanjung Santigi telah dilakukan dari tanggal 22 hingga 30 Juni 2007. Data vegetasi diperoleh dengan cara menempatkan petak cuplikan secara subyektif, yaitu pada titik ditemukannya Baning Sulawesi. Petak cuplikan dibuat berukuran 20 x100 m (0,2 ha) menyesuaikan kondisi medan, kemudian pada petak tersebut dibuat: i) 20 anak petak berukuran 10 x10 m untuk pancacahan pohon (diameter batang 10 cm), ii) 20 anak petak berukuran 5x5 m untuk pencacahan anak pohon (diameter batang 5-10 cm), dan iii) 20 anak petak berukuran 2x2 m untuk pencacahan tumbuhan bawah (diameter batang 2-4,9 cm). Seluruh pohon di dalam anak petak dicacah, diukur diameter batang setinggi dada dan ditaksir tinggi totalnya. Data setiap jenis pohon dan anak pohon pada setiap anak petak dianalisis untuk mengetahui frekuensi, kerapatan dan luas bidang dasar. Jumlah nilai nisbi ketiga variabel selanjutnya dijumlahkan
untuk mendapatkan indeks nilai penting masing-masing jenis pohon dan anak pohon. Tingkat keragaman jenis ditentukan menggunakan nilai indeks diversitas Shannon Wiener (H’) dan kemerataannya dengan indeks kemerataan (E.). HASIL Laju kehilangan habitat Perubahan penutupan lahan dari tahun 2001 hingga 2005 kawasan Semenanjung Santigi diilustrasikan pada Gambar 2 dan hasil perhitungan kuantitatif disajikan pada Gambar 3. Dalam kurun lima tahun dalam area seluas 7959,51 ha pada kawasan Semenanjung Santigi, telah terjadi kehilangan hutan seluas 2096,23 ha (60,04 %) atau dengan laju 419,25 ha tiap tahunnya. Sementara itu, telah terjadi perluasan area perkebunan sebesar 1498,29 ha (260,05%). Struktur vegetasi Bentukan vegetasi pada bukit Salogi tergolong relatif masih alami, pengaruh kegiatan manusia terbatas pada pembalakan kayu dan pemungutan hasil
Gambar 1. Lokasi penelitian Semenanjung Santigi, Sulawesi Tengah.
187
Riyanto, Soemarno & Farajallah
hutan lain, sedang pembukaan hutan menjadi lahan budidaya pertanian masih terbatas di daerah pantai landai atau pertemuan kaki-kaki bukit di pinggir pantai. Kerapatan pohon pada kawasan ini tercatat 490 individu/ha dengan luas bidang dasar (LBD) sebesar 237.876 cm2/ha dan rataan LBD/individu sebesar 485 cm2. Kerapatan anak pohon tercatat 2.480 individu/ha dengan LBD/ha 47.488 cm2 dan rataan LBD/individu 19,1 cm2 (Tabel 1). Pola sebaran diameter batang dan stratifikasi tajuk lokasi ini diilustrasikan pada Gambar 4. Tampak kelas diameter batang yang terbentuk memperlihatkan pola teratur, membentuk huruf ‘J’ terbalik, dengan lebar sebaran 10-70 cm. Pola
sebaran stratifikasi tajuk juga memperlihatkan kenampakan yang baik, dijumpai lima stratum tajuk E-A, dengan stratum D (10-19 m) merupakan str atum menerus. Komposisi jenis Komposisi jenis pohon, anak pohon dan tumbuhan bawah di bukit SologiSemenanjng Santigi disajikan pada Tabel 1. Pada kawasan ini, dalam luasan 0,2 ha tercatat sebanyak 28 jenis pohon (18 suku, 21 marga). Pada tingkat anak pohon dalam luasan 0,05 ha tercatat 31 jenis (17 suku, 24 marga), sedangkan pada tingkat tumbuhan bawah dalam luasan 0,008 ha tercatat 45 jenis (22 suku, 38 marga).
Gambar 2. Citra satelit perubahan penutupan lahan dalam lima tahun dari 2001 hingga 2005 di Semenanjung Santigi, Sulawesi Tengah setelah diolah dengan metode unsupervised. A. Kondisi tahun 2001. B. Kondisi tahun 2005.
188
Laju Kehilangan dan Kondisi Terkini Habitat Baning Sulawesi
Jenis penyusun utama vegetasi hutan pada habitat Baning Sulawesi dapat diketahui dari Indeks Nilai Penting (INP) lebih dari 10% (Tabel 2) yang disusun oleh delapan jenis utama yaitu Corypha elata, Streblus ilicifolia, Trema sp., Diospyros sp3, Cleistanthus sumatranus, Drypetes minahasae, Grewia acuminata, dan Prunus grisea. Adapun pada tingkat anak pohon disusun oleh sembilan jenis yaitu Streblus ilicifolia, Streblus asper, Cleistanthus sumatranus, Diospyros sp3, Pteros-
permum diversifolium, Croton tiglium, Garuga floribunda, Claoxylon affine, Callicarpa longifolia, dan Goniostoma rupestre. Pada kelompok tumbuhan bawah didominasi oleh empat jenis utama yaitu Cleistanthus sumatranus, Diospyros sp3, Streblus asper dan Streblus ilicifolia. Diversitas dan kemerataan Indeks diversitas (H’) dan indeks kemerataan jenis (E) pohon (20 anak
Gambar 3. Perubahan luasan tutupan lahan di Semenanjung Santigi, Sulawesi Tengah dalam kurun lima tahun (2001-2005). Tabel 1. Data kuantitatif vegetasi pada habitat Baning Sulawesi di bukit Sologi-Semenanjung Santigi, Sulawesi Tengah.
Kerapatan (individu/ha) LBD per individu LBD (cm 2/ ha) Jumlah jenis Jumlah marga Jumlah suku Indeks keragaman (H’) Indeks kemerataan (E)
Pohon 490 485,4 237.867,1 28 21 18 1,333 0,878
Tingkat vegetasi Anak pohon Tumbuhan bawah 2.480 19,1 47.487,5 31 45 24 38 17 22 1,341 0,875
Keterangan: LBD=luas bidang dasar
189
Riyanto, Soemarno & Farajallah
petak 10x10 m) dan anak pohon (20 anak petak 5x5 m) disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan data pada Tabel 1 tersebut, tampak bahwa vegetasi tingkat pohon maupun anak pohon relatif sama dalam diversitas maupun kemerataannya. Diversitas kedua tingkat vegetasi tersebut tergolong sedang (H’ pohon=1,333 dan H’ anak pohon=1,341), sebab menurut Soerianegara (1996) diversitas dikatakan tinggi bila memiliki nilai indeks ShannonWiener lebih dari 3,5. Namun demikian kemerataan jenis tingkat pohon dan anak pohonnya cukup tinggi dengan nilai mendekati satu (E pohon=0,878 dan E anak pohon=0,875). PEMBAHASAN Laju kehilangan hutan kawasan Semenanjung Santigi termasuk sangat cepat. Dalam luasan 7959,51 ha pada periode 2001 hingga 2005, kawasan tersebut telah kehilangan hutan mencapai 60,04% atau laju kehilangan hutan sebesar 419,25 ha/tahun. Faktor utama A
penyebab hilangnya hutan pada masa itu diduga akibat adanya program transmigrasi yang mengkonversi hutan dataran rendah menjadi pemukiman dan lahan persawahan (Platt et. al. 2001). Hal ini sebelumnya juga telah disinggung oleh Whitten et. al. (1987) dan Myers (1992) bahwa deforestasi di Sulawesi adalah sebagai hasil dari aktivitas logging, proyek perkebunan, pembalakan dan kebijakan transmigrasi. Hutan bukit Sologi yang terletak di bagian tenggara Semenanjung Santigi dapat dipandang sebagai hutan atau habitat yang tersisa, meskipun selama tiga hari pencarian hanya menemukan satu individu jantan Baning Sulawesi. Temuan ini berbeda dengan hasil wawancara dengan pemburu profesional jenis kura-kura ini yang menyebutkan bahwa dua bulan sebelum penelitian ini dilakukan mereka telah berhasil menperoleh sebanyak 13 individu dengan total jumlah hari pencarian tujuh hari pada lokasi yang sama. Perbedaan temuan ini kemungkinan disebabkan oleh B
Gambar 4. Sebaran diameter batang (A) dan tinggi tajuk (B) pohon pada petak cuplikan di hutan bukit Salogi-Semenanjung Santigi, Sulawesi Tengah.
190
Laju Kehilangan dan Kondisi Terkini Habitat Baning Sulawesi
Tabel 2. Jenis utama penyusun bentukan vegetasi tingkat pohon, anak pohon dan tumbuhan bawah berdasarkan nilai INP ≥ 10% di bukit Sologi-Semenanajung Santigi, Sulawesi Tengah.
Jenis Callicarpa longifolia Claoxylon affine Cleistanthus sumatranus Corypha elata Croton tiglium Diospyros sp3 Drypetes minahasae Garuga floribunda Geniostoma rupestre Grewia acuminata Prunus grisea Pterospermum diversifolium Streblus asper Streblus ilicifolia Trema sp. konsekuensi sifat kelompok herpetofauna termasuk jenis Indotestudo forstenii seperti yang dinyatakan oleh Blomberg & Shine (1996), bahwa satwa kelompok herpetofauna umumnya bersifat kriptik dan bersembunyi sehingga sulit untuk dijumpai. Sementara itu, sebagian besar habitat di Semenanjung Santigi telah beralih fungsi menjadi lahan perkebunan coklat dan tidak pernah lagi ditemukan satupun individu Baning Sulawesi lagi. Hal ini cukup menggambarkan bahwa kelangsungan hidup Baning Sulawesi tergantung pada habitat hutan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa vegetasi area hutan bukit Sologi masih baik, yang ditunjukkan dari nilai indeks diversitas, indeks kemerataan yang mendekati satu, pola sebaran
Pohon 14,58 40,35 8,62 2,41 7,50 1,89 9,20 28,00
INP ≥ 10% Anak Tumbuhan pohon bawah 10,0 13,5 38,7 12,9 18,7 22,0 16,8 10,6 11,5 17,9 12,3 38,0 36,8 17,8 -
diameter batang teratur membentuk huruf ‘J’ terbalik dan pola sebaran stratifikasi tajuk juga memperlihatkan kenampakan yang baik dijumpai lima stratum tajuk EA, dengan stratum D (10-19 m) merupakan stratum menerus. Secara fisiognomi tegakan membentuk struktur horisontal dan vertikal cukup teratur. Namun demikian, tekanan kegiatan manusia yang dapat merusak kondisi tersebut sudah terasa. Pada beberapa bagian dari hutan bukit Sologi terutama batas pasang surut hingga mendekati punggung bukit sudah mulai mengalami alih fungsi menjadi lahan budidaya, seperti kebun jeruk dan ladang jagung. Lapisan humus yang tebal pada lahan bukaan hutan baru terlihat mampu menopang pertumbuan jagung secara optimal pada 191
Riyanto, Soemarno & Farajallah
kawasan ini dan hal ini makin menggiurkan bagi para penggarap lahan. Selain itu, pembalakan kayu juga mulai merambah kawasan ini. Bentuk-bentuk kegiatan ini bila tidak segera ditangani akan menyebabkan r usak bahkan hilangnya habitat bagi Baning Sulawesi dan satwaliar lainnya seperti burung Maleo, rusa timor dan ayam hutan. Dokumentasi beberapa aktivitas yang mengancam kelestarian hutan di bukit Sologi disajikan pada Gambar 5. Langkah penyelamatan hutan bukit Sologi salah satunya dengan menjadikannya sebagai cagar alam. Selain Baning Sulawesi, dengan terjaganya keutuhan bukit Sologi maka satwaliar lainnya juga akan ikut lestari seperti rusa timor, burung maleo dan ayam hutan yang juga ditemukan pada lokasi tersebut ketika penelitian ini dilakukan. Penetapan kawasan hutan Sologi menjadi cagar alam hendaknya dilakukan secara persuasif dan partisipasif terutama terhadap para penggarap lahan di area tersebut. Para penggarap ini adalah sebagian kecil warga berbagai desa di kawasan Semenanjung Santigi yang tidak mempunyai lahan garapan di desa mereka. Dalam rangka penetapan hutan Sologi sebagai cagar alam dan pembuatan serta pelaksanaan program konservasi insitu Baning Sulawesi diperlukan adanya suatu Project Design Matrix (PDM) yang baik. PDM yang baik disusun melalui metoda Project Cycle Management (PCM) yang melibatkan banyak stake holder seperti departemen kehutanan, pemerintah daerah, masyarakat lokal/penggarap dan perguruan tinggi. 192
KESIMPULAN DAN SARAN Kawasan Semenanjung Santigi dalam kurun 5 tahun (2001-2005) telah mengalami kehilangan hutan sebanyak 2.096,23 ha (60,04%) dengan laju kehilangan mencapai 419,25 ha/tahun. Ada kecenderungan bahwa hutan bukit Sologi merupakan habitat yang tersisa di kawasan Semenanjung Santigi, Sulawesi Tengah. Hal ini dibuktikan dari masih ditemukannya individu Baning Sulawesi (Indotestudo forstenii) pada hutan bukit Sologi, sedangkan pada habitat yang sudah beralih fungsi menjadi lahan perkebunan coklat sudah tidak ditemukan individu Baning Sulawesi lagi. Kondisi hutan bukit Sologi masih baik dan mendesak untuk segera ditetapkan menjadi cagar alam sebagai upaya konservasi insitu bagi Baning Sulawesi. Upaya konservasi ini membutuhkan suatu PDM yang baik yang dibuat melalui metoda PCM dengan melibatkan banyak stake holder seperti departemen kehutanan, pemerintah daerah, masyarakat lokal/penggarap dan perguruan tinggi. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Anders G.J. Rhodin (Turtle Conservation Fund) atas dukungan untuk penelitian ini. AR mengucapkan terimakasih kepada Dr. Masami Kaneko dan Dr. Buho Hoshino (Rakuno Gakuen University, Jepang), Dr. Rika Akamatsu (EnVision, Japan) dan Takashi Ono (EnVision, Jepang) yang telah memberikan pengetahuan mengenai GIS dan Remote
Laju Kehilangan dan Kondisi Terkini Habitat Baning Sulawesi
Gambar 5. Beberapa aktivitas alihfungsi hutan yang sedang berlangsung di area hutan Bukit Sologi-Semenanjung Santigi, Sulawesi Tengah. A-Pembukaan hutan pada bagian punggung bukit. B-Pembalakan liar skala kecil. C-Ladang jagung dan kebun jeruk (tanda panah).
Sensing yang diseleng-garakan JICA. Terimakasih juga ditujukan kepada bapak Ismail Rachman (HB Cibinong-LIPI) atas bantuannya dalam identifikasi spesimen tumbuhan. Penelitian ini dibiayai oleh Turtle Conservation Fund-CI USA. DAFTAR PUSTAKA Bloomberg, SB. & R. Shine. 1996. Reptile. In: Sutherland, WJ. (Ed). Ecological Census Techniques a Handbook. Cambridge University Press. Cambridge. 218-226. Dombois, DM & H. Ellenberg. 1974. Aims and Methods of vegetation Ecology. John Wiley & Sons. New York.
Gillespie, G., S. Howard, D. Lockie, M. Scroggie & Boeadi. 2005. Herpetofaunal Richness and Community Structure of Offshore Islands of Sulawesi, Indonesia. Biotropica 37(2): 279–290. Hoogmoed, MS & CR. Crumly. 1984. Land tortoise types in the Rijksmuseum van Natuurlijke Historie with comments on nomenclature and systematic (Reptilia: Testudines: Testudinidae). Zool. Med. Leiden 58: 259341 Ives, I., PQ. Spinks & HB. Shaffer. 2008. Morphological and genetic variation in the endangered Sulawesi tortoise Indotestudo
193
Riyanto, Soemarno & Farajallah
forstenii: evidence of distinct lineages? Con. Gen 9:709–713. Ives, I., SG. Platt, JS. Thasirin, I. Hunowu, S. Siwu & TR. Rainwater. 2008. Field Surveys, Natural History Observations, and Comments on the Exploitation and Conservation of Indotestudo forstenii, Leucocephalon yuwonoi, and Cuora amboinen-sis in Sulawesi, Indonesia. Chelonian Con. Biol 7(2): 240–248. Koch, A., I. Ives, EA. Arida & DT. Iskandar. 2008. On the Occurrence of the Asiatic Softshell Turtle, Amyda cartilaginea (Boddaert, 1770), on Sulawesi, Indonesia. Hamadryad 32(2): 198 – 204. Lanya, I. & B. Bruvoll. 1994. Aplikasi Remote Sensing Untuk Identifikasi, Pemantauan dan Pemetaan Penggunaan Lahan di Kecamatan Seserida dan Sekitarnya Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Proseding Proceedings of the NORINDRA SeminarJakarta, 25-26 May 1993. Myers, N. 1992. The Primary Source: Tropical Forests and Our Future. W.W. Norton Co. New York. Platt, SG., RJ. Lee & WK. Michael. 2001. Notes on the Distribution, Life History, and Exploitation of
Turtle in Sulawesi, Indonesia, with 2 Emphasis on Indotestudo forstenii and Leucocephalon yuwonoi. Chelonian Con. Biol. 4:154-159. Riyanto, A., A. Farajallah & J. Arisona. 2008. The Endangered Sulawesi Tortoise (Indotestudo forstenii): Behavior, habitat, population in the wild and the harvest level. Annual Report to TCF & CI, USA. Rooij, Nde. 1915. The Reptiles of The Indo Australian Archipelago I (Lacertilia, Chelonia, Emydosauria). E.I. Brill. Ltd. Leiden. Samedi & DT. Iskandar. 2000. Freshwater Turtle and Tortoise Conservation and Utilization in Indonesia. Proceeding of a Workshop on Conservation and Trade of Freshwater Turtle and Tortoise in Asia. Phnom Penh, Cambodia, 14 December. 106-111. Soerianegara, I. 1996. Ekologi, Ekologisme dan Pengelolaan Sumberdaya Hutan. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Whitten, AJ., M. Mustafa & GS. Henderson. 1987. The Ecology of Sulawesi. Yogyakarta, Indonesia: Gadjah Mada University Press.
Memasukkan: Oktober 2009 Diterima: Januari 2010 194
J. Biol. Indon. Vol 6, No. 2 (2010) PANDUAN PENULIS Naskah dapat ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Naskah disusun dengan urutan: JUDUL (bahasa Indonesia dan Inggris), NAMA PENULIS (yang disertai dengan alamat Lembaga/ Instansi), ABSTRAK (bahasa Inggris, maksimal 250 kata), KATA KUNCI (maksimal 6 kata), PENDAHULUAN, BAHAN DAN CARA KERJA, HASIL, PEMBAHASAN, UCAPAN TERIMA KASIH (jika diperlukan) dan DAFTAR PUSTAKA. Naskah diketik dengan spasi ganda pada kertas HVS A4 maksimum 15 halaman termasuk gambar, foto, dan tabel disertai CD. Batas dari tepi kiri 3 cm, kanan, atas, dan bawah masingmasing 2,5 cm dengan program pengolah kata Microsoft Word dan tipe huruf Times New Roman berukuran 12 point. Setiap halaman diberi nomor halaman secara berurutan. Gambar dalam bentuk grafik/diagram harus asli (bukan fotokopi) dan foto (dicetak di kertas licin atau di scan). Gambar dan Tabel di tulis dan ditempatkan di halam terpisah di akhir naskah. Penulisan simbol α, β, χ, dan lain-lain dimasukkan melalui fasilitas insert, tanpa mengubah jenis huruf. Kata dalam bahasa asing dicetak miring. Naskah dikirimkan ke alamat Redaksi sebanyak 3 eksemplar (2 eksemplar tanpa nama dan lembaga penulis). Penggunaan nama suatu tumbuhan atau hewan dalam bahasa Indonesia/Daerah harus diikuti nama ilmiahnya (cetak miring) beserta Authornya pada pengungkapan pertama kali. Daftar pustaka ditulis secara abjad menggunakan sistem nama-tahun. Contoh penulisan pustaka acuan sebagai berikut : Jurnal : Hara, T., JR. Zhang, & S. Ueda. 1983. Identification of plasmids linked with polyglutamate production in B. subtilis. J. Gen. Apll. Microbiol. 29: 345-354. Buku : Chaplin, MF. & C. Bucke. 1990. Enzyme Technology. Cambridge University Press. Cambridge. Bab dalam Buku : Gerhart, P. & SW. Drew. 1994. Liquid culture. Dalam : Gerhart, P., R.G.E. Murray, W.A. Wood, & N.R. Krieg (eds.). Methods for General and Molecular Bacteriology. ASM., Washington. 248-277. Abstrak : Suryajaya, D. 1982. Perkembangan tanaman polong-polongan utama di Indonesia. Abstrak Pertemuan Ilmiah Mikrobiologi. Jakarta . 15 –18 Oktober 1982. 42. Prosiding : Mubarik, NR., A. Suwanto, & MT. Suhartono. 2000. Isolasi dan karakterisasi protease ekstrasellular dari bakteri isolat termofilik ekstrim. Prosiding Seminar nasional Industri Enzim dan Bioteknologi II. Jakarta, 15-16 Februari 2000. 151-158. Skripsi, Tesis, Disertasi : Kemala, S. 1987. Pola Pertanian, Industri Perdagangan Kelapa dan Kelapa Sawit di Indonesia.[Disertasi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Informasi dari Internet : Schulze, H. 1999. Detection and Identification of Lories and Pottos in The Wild; Information for surveys/Estimated of population density. http//www.species.net/primates/loris/ lorCp.1.html.
J. Biol. Indon. Vol 6, No.2 (2010)
Kemampuan Kawasan Nir-Konservasi dalam Melindungi Kelestarian Burung Endemik 237 Dataran Rendah Pulau Jawa Studi Kasus di Kabupaten Kebumen Eko Sulistyadi Analysis of Nutrient Requirement and Feed Efficiency Ratio of Maroon Leaf Monkey 255 (Presbytis rubicunda Mueller, 1838) Wartika Rosa Farida Oksidasi Nitrit Oleh Bakteri Heterotrofik Pada Kondisi Aerobik Dwi Agustiyani, Ruly Marthina Kayadoe & Hartati Imamuddin
265
Pencirian Karbon Organik Air Sungai Citarum Hulu Dari Masukan Air Limbah 277 Penduduk dan Industri Eko Harsono & Sulung Nomosatryo TULISAN PENDEK Arti Kebun Raya Bogor Bagi Kehidupan Kumbang Sungut Panjang Cerambicidae) Woro Anggaraitoningsih Noerdjito
(Coleoptera, 289