KATALOG BPS: 1202031 ISSN: 2086–4132
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
Kajian Preferensi Konsumen Terhadap Elemen Bauran Pemasaran Hypermarket (Studi Kasus di Carrefour ITC Kuningan Tahun 2012) DEWI AGITA PRADANINGTYAS dan FITRI CATUR LESTARI Pro Poor Growth Di Jawa
ATIK MAR’ATIS SUHARTINI Faktor-Faktor yang Memengaruhi Status Melanjutkan Pendidikan pada Anak Usia 13-15 Tahun di Desa/Kelurahan Pesisir Indonesia Tahun 2011 RIKA MUJI ASTUTI dan NUCKE WIDOWATI KUSUMO PROJO
Pengaruh Kelembagaan KB dan Pembangunan Sosial Ekonomi terhadap Pencapaian KB di Kabupaten/Kota di Indonesia FEBRI WICAKSONO Pengaruh Ukuran Sampel dan Banyak Indikator Terhadap Kekuatan Uji dalam Model Persamaan Struktural NURSETO WISNUMURTI Pengembangan Aplikasi Model Regresi Spasial untuk Data Cross Section dan Panel ISNA RAHAYU dan MUCHAMMAD ROMZI
UNIT PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK (UPPM-STIS)
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK Journal of Statistical Application & Statistical Computing No Publikasi / Publication Number: 02700.1004 Katalog BPS / BPS Catalogue: 1202031 No ISSN / ISSN Number: 2086-4132 Ukuran Buku / Book Size: 14,8 cm x 21,5 cm Jumlah Halaman / Number of Pages: 122 + v Diterbitkan oleh / Published by: Sekolah Tinggi Ilmu Statistik STIS-Statistics Institute Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya May be cited with reference to the source
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK Pelindung
: Dr. Hamonangan Ritonga, M.Sc.
Pemimpin Umum Redaksi
: Ir. Ekaria, M.Si.
Dewan Editor
: Prof. Dr. Abuzar Azra Dr. Hariadi Dr. Budiasih Dr. Said Mirza Pahlevi
Sekretaris Redaksi
: Retnaningsih, M.E.
Alamat Redaksi
: Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jl. Otto Iskandardinata 64C Jakarta Timur 13330 Telp. 021-8191437
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
KATALOG BPS: 1202031 ISSN: 2086-4132
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK Kajian Preferensi Konsumen Terhadap Elemen Bauran Pemasaran Hypermarket (Studi Kasus di Carrefour ITC Kuningan Tahun 2012) DEWI AGITA PRADANINGTYAS dan FITRI CATUR LESTARI
1-13
Pro Poor Growth Di Jawa ATIK MAR’ATIS SUHARTINI
14-23
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Status Melanjutkan Pendidikan pada Anak Usia 13-15 Tahun di Desa/Kelurahan Pesisir Indonesia Tahun 2011 RIKA MUJI ASTUTI dan NUCKE WIDOWATI KUSUMO PROJO
24-49
Pengaruh Kelembagaan KB dan Pembangunan Sosial Ekonomi terhadap Pencapaian KB di Kabupaten/Kota di Indonesia FEBRI WICAKSONO
50-69
Pengaruh Ukuran Sampel dan Banyak Indikator Terhadap Kekuatan Uji dalam Model Persamaan Struktural NURSETO WISNUMURTI
70-94
Pengembangan Aplikasi Model Regresi Spasial untuk Data Cross Section dan Panel ISNA RAHAYU dan MUCHAMMAD ROMZI
95-122
PENGANTAR REDAKSI Syukur Alhamdulillah, menutup akhir tahun 2012 Jurnal Aplikasi Statistika dan Komputasi Statistik tahun 4, volume 2, Desember 2012 dapat terbit tepat waktu. Jurnal ini bisa terwujud atas dukungan Ketua STIS, partisipasi Bapak/Ibu dosen di STIS yang telah mengirimkan artikel ilmiahnya kepada redaksi dan peran dari para editor jurnal. Untuk atensi dan kerjasama yang baik guna keberlangsungan terbitnya jurnal ini redaksi mengucapkan terimakasih. Ada tiga karya ilmiah di jurnal ini yang merupakan hasil pemikiran dari dosen STIS yang temanya bervariasi, yaitu pada bidang ekonomi adalah Pro Poor Growth Di Jawa, bidang kependudukan adalah Pengaruh Kelembagaan KB dan Pembangunan Sosial Ekonomi terhadap Pencapaian KB di Kabupaten/Kota di Indonesia dan kajian model statistika dalam Pengaruh Ukuran Sampel dan Banyak Indikator Terhadap Kekuatan Uji dalam Model Persamaan Struktural. Sedangkan tiga artikel lainnya merupakan perpaduan karya ilmiah dari mahasiswa dan dosen STIS , yaitu Analisis Preferensi Konsumen Terhadap Elemen Bauran Pemasaran
Hypermarket, Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Status
Melanjutkan
Pendidikan pada Anak Usia 13-15 Tahun di Desa/Kelurahan Pesisir Indonesia Tahun 2011 untuk bidang ekonomi dan sosial, dan Pengembangan Aplikasi Model Regresi Spasial untuk Data Cross Section dan Panel dari komputasi statistik. Semoga artikel dalam jurnal ini memperkaya pengetahuan statistika dan komputasi para pembaca. Redaksi terus menunggu artikel-artikel ilmiah selanjutnya dari Bapak/Ibu dosen guna menjadi publikasi yang memberi manfaat besar dalam pendidikan perstatistikan di STIS dan untuk kesinambungan terbitnya jurnal. Jakarta, 10 Desember 2012 Salam, Ekaria
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
KAJIAN PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP ELEMEN BAURAN PEMASARAN HYPERMARKET (Studi Kasus di Carrefour ITC Kuningan Tahun 2012) Dewi Agita Pradaningtyas dan Fitri Catur Lestari Abstract Business opportunity in retail hypermarket becoming strategic and creating tight competition between the businesses of hypermarket. Therefore, analysis on the consumer’s behavior becoming important for the businessman in applying smart marketing strategy. The success or failure in applying marketing strategy depends on whether the strategy is suitable for the consumer’s needs and desires. The needs and desires of the consumers reflected by the preference of the consumers on the marketing stimulant of the company. The study has the purpose to examine the preference of the consumers toward variables of the marketing mix and segmentation of the consumers. Based on the characteristics of the consumers, the result using conjoint analysis confirms that the order of the variable marketing mix based on the consumers’ interest are product, price, distance of the store, services and price discount. The preference of the consumers varies based on the segmentation of consumers’ characteristic. Keywords: preference of the consumers, hypermarket, marketing mix, conjoint analysis
I. PENDAHULUAN
Industri ritel modern di Indonesia berkembang sangat pesat dari tahun ke tahun. Menurut Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo), pertumbuhan bisnis ritel modern di Indonesia mencapai 10-15 persen, per tahun. Data dari Indonesian Commercial Newsletter (2011) menunjukkan penjualan ritel modern pada 2006 masih sebesar 49 triliun rupiah, namun melesat hingga mencapai 100 triliun rupiah pada 2010. Saat ini, jenis-jenis ritel modern di Indonesia meliputi pasar modern (pasar swalayan), department store, butik, factory outlet, specialty store, trade centre, dan mall/supermall/plaza (Pandin, 2009). Selama kurun waktu 2004-2008, pasar modern merupakan penggerak utama perkembangan ritel modern di Indonesia. Hal ini terlihat dari peningkatan omzet pasar modern sebesar bertumbuh 19,8 persen per tahun, tertinggi dibanding format ritel modern yang lain. Kontribusi omzet pasar modern pada tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 73,68 persen dari total omzet usaha ritel modern. TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
1
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Pasar modern atau lebih dikenal dengan pasar swalayan terdiri dari tiga jenis, yaitu minimarket, supermarket dan hypermarket. Perkembangan pasar modern di Indonesia dapat dilihat dari meningkatnya jumlah gerai pasar modern dari tahun ke tahun. Ketiga jenis pasar modern, baik minimarket, supermarket, maupun hypermarket mengalami peningkatan jumlah gerai dari tahun ke tahun. Meskipun jumlahnya jauh lebih sedikit dibanding minimarket dan supermarket, gerai hypermarket memiliki laju pertumbuhan paling pesat dibanding kedua format pasar modern lainnya, yakni sebesar 40,91 persen per tahun (Pandin, 2009). Secara umum, hypermarket juga memiliki omzet terbesar dibandingkan minimarket dan supermarket. Jumlah omzet terbesar dan pertumbuhan gerai yang paling pesat dari tahun ke tahun membuat perkembangan usaha retail berformat hypermarket makin menduduki posisi strategis. Peluang bisnis di bidang ritel dengan format hypermarket ini menciptakan iklim persaingan yang semakin ketat antar pelaku usaha hypermarket. Adanya persaingan yang semakin ketat ini membuat para pengusaha hypermarket harus menerapkan manajemen dan strategi pemasaran yang tepat untuk dapat menarik konsumen. Oleh karena itu, kajian mengenai perilaku konsumen menjadi sangat penting dilakukan sebagai bahan masukan untuk menentukan strategi pemasaran yang tepat dalam menghadapi persaingan dengan pengusaha hypermarket lainnya. Strategi pemasaran yang ditetapkan oleh perusahaan dapat berbentuk stimulus atau rangsangan pemasaran yang didesain untuk mempengaruhi perilaku belanja konsumen. Stimuli pemasaran ini dikenal dengan istilah bauran pemasaran (marketing mix). Secara umum, bauran pemasaran terdiri atas empat unsur pokok, yakni 4 P: price (harga), product (produk), place (tempat), dan promotion (promosi). Penelitian ini akan mengkaji preferensi konsumen terhadap keempat unsur pokok bauran pemasaran yang akan diwakili oleh faktor harga (price), kelengkapan produk dan pelayanan karyawan (product), jarak toko (location), dan adanya diskon sebagai bentuk dari promosi penjualan (sales promotion). Di samping itu, akan dikaji pula gambaran karakteristik responden, serta segmentasi preferensi konsumen berdasarkan karakteristik tersebut.
II. KAJIAN PUSTAKA Preferensi Konsumen Menurut Kotler dan Armstrong (2006), preferensi konsumen menunjukkan kesukaan konsumen dari berbagai pilihan produk yang ada. Preferensi konsumen berhubungan erat dengan permasalahan penetapan pilihan.
2
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
Dari sejumlah alternatif pilihan yang ada, orang lebih cenderung memilih alternatif yang memaksimumkan kepuasannya. Preferensi konsumen dapat diketahui dengan mengukur tingkat kegunaan dan motivasi relatif penting setiap atribut yang terdapat pada suatu produk.
Bauran Pemasaran Bauran pemasaran adalah perangkat alat pemasaran taktis yang dapat dikendalikan, yang dipadukan oleh perusahaan untuk menghasilkan respons yang diinginkan dalam pasar sasaran (Kotler dan Armstrong, 2006). Secara umum, bauran pemasaran terdiri atas empat komponen, yakni 4 P: 1. Product, adalah segala sesuatu yang ditawarkan kepasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan, atau dikomsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. 2. Price, menggambarkan besarnya rupiah yang harus dikeluarkan seorang konsumen untuk memperoleh satu buah produk. 3. Place, berkaitan erat dengan keputusan distribusi yang menyangkut kemudahan akses terhadap jasa bagi para pelanggan. 4. Promotion, merupakan berbagai kegiatan perusahaan untuk mengkomunikasikan dan memperkenalkan produk pada pasar sasaran.
Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam analisis mengenai preferensi konsumen terhadap bauran pemasaran adalah sebagai berikut: 1. Konsumen memiliki preferensi tertentu terhadap elemen bauran pemasaran; 2. Terdapat perbedaan preferensi konsumen berdasarkan segmentasi menurut karakteristik konsumen;
III. METODOLOGI Populasi dan Sampel Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari survei terhadap konsumen Carrefour ITC Kuningan pada tanggal 23 sampai 29 Juni 2012. Populasi penelitian ini adalah seluruh pengunjung Carrefour ITC Kuningan berusia 18 tahun ke atas. Pemilihan usia 18 tahun ke atas ini dengan pertimbangan konsumen pada usia ini dianggap telah dewasa dan dapat menentukan sendiri keputusan pembelian yang mereka inginkan pada saat berbelanja. Pemilihan usia ini sesuai dengan penelitian terdahulu,
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
3
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
diantaranya penelitian dari Usman dan Saputra (2009), Goenadhi (2010), Sukatendel (2010), dan Heckman et.al. (2010). Jumlah populasi dalam penelitian ini bersifat continuous dan tidak dapat diketahui secara pasti jumlahnya (infinite). Untuk mengakomodir keterbatasan informasi berupa tidak diketahuinya jumlah populasi dan varians populasi, ukuran sampel minimum dihitung menggunakan rumus dalam Walpole (1995) sebagai berikut:
di mana: n = ukuran sampel minimum = taraf signifikansi e = persentase kesalahan yang masih dapat ditoleransi dalam pengambilan sampel Dengan menggunakan nilai α = 0,05 dan e = 0,10 maka diperoleh ukuran sampel minimum sebanyak 97 responden. Untuk memperbaiki analisis dan mengantisipasi nonrespons, target sampel yang diambil sebanyak 120 konsumen. Metode penarikan sampel yang digunakan adalah metode systematic random sampling by time dengan interval waktu 20 menit. Metode penarikan sampel ini termasuk ke dalam teknik sampling acak berpeluang (probability sampling) sehingga dapat digunakan untuk menggeneralisasikan karakteristik populasi dengan baik.
Analisis Konjoin Menurut Hair et.al. (2010), analisis konjoin adalah suatu metode untuk membantu mendapatkan kombinasi atribut-atribut suatu produk atau jasa yang paling disukai konsumen. Analisis konjoin memberikan ukuran kuantitatif terhadap tingkat kegunaan (utility) dan kepentingan relatif (relatif importence) suatu atribut dibandingkan dengan atribut lain. Menurut Malhotra (1991), langkah-langkah melakukan analisis konjoin dalam penelitian ini dapat di rumuskan sebagai berikut: 1.
Merumuskan masalah Langkah awal yang perlu dilakukan dalam analisis konjoin adalah merumuskan masalah yang akan diteliti, yakni mendefiniskan suatu produk sebagai kumpulan atribut-atribut (faktor) beserta taraf-tarafnya (level). Bilschken (2004) dalam Hawati (2005) menyatakan penetapan atribut dan taraf yang akan dilibatkan dapat didiskusikan penelitian
4
dengan
pakar, mengeksplorasi
data
sekunder
atau
melakukan
pendahuluan (Sofiani, 2008). Variabel (atribut) dan kategori (taraf) TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
masing-masing atribut yang digunakan penelitian ini ditentukan berdasarkan beberapa penelitian terdahulu, sebagai berikut:
Tabel 1. Atribut dan Taraf Penelitian Faktor/Atribut
Level
(1)
(2)
1) Harga
2) Jarak 3) Variasi Produk 4) Pelayanan pegawai 5) Diskon
2.
1) 2) 3) 1) 2) 3) 1) 2) 1) 2) 1) 2)
di atas rata-rata (mahal) standar di bawah rata-rata (murah) < 5 km 5 – 10 km >10 km Banyak Sedikit Baik Buruk Ada tidak ada
Merancang kombinasi atribut (stimuli) Langkah ini meliputi spesifikasi faktor dan level yang akan dimasukkan dalam rancangan stimuli. Jumlah faktor yang digunakan dalam analisis dapat menentukan reliabilitas dan efisiensi hasil penelitian secara statistik (Hair, et.al, 2010). Menurut Aaker dan Day (1995), terdapat dua metode dalam memilih stimuli, yaitu metode pairwise comparison dan full profile. Rancangan kombinasi yang akan digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarkan pendekatan full-profile. Dalam metode pengukuran full profile, seluruh aspek diperhatikan sekaligus sehingga deskripsi dari konsep tersebut lebih realistis (Hair, et.al., 2010). Stimuli disajikan dalam bentuk kartu-kartu yang memuat berbagai kombinasi dari level tiap atribut. Untuk mereduksi jumlah kartu stimuli akibat jumlah faktor yang besar, digunakan fractional factorial design pada penelitian ini. Fractional faktorial design merupakan metode untuk membentuk subset dari kartu-kartu stimuli menggunakan model aditif yang hanya mempertimbangkan efek utama tanpa interaksi (Hair et.al., 2010). Rancangan fractional faktorial pada penelitian ini menghasilkan 20 kartu stimuli.
3.
Menentukan metode pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan pengisian kuesioner oleh pengunjung Carrefour ITC Kuningan. Pada tahap ini juga ditentukan skala atribut yang akan digunakan, apakah menggunakan skala kualitatif/nonmetrik/kategori ataukah skala kuantitatif/metrik/interval atau rasio. Data respon yang dikumpulkan
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
5
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
dalam penelitian ini berbentuk rating (nilai), yakni responden diminta memberi nilai dengan skala 1 – 10 untuk tiap kartu stimuli. 4.
Memilih prosedur analisis konjoin Aaker dan Day (1995) mengajukan prosedur analisis data konjoin menggunakan regresi linier berganda dengan peubah boneka (dummy variable). Secara umum, model analisis konjoin dapat dilambangkan sebagai berikut:
di mana: U(X) = total utility = nilai utility dari atribut ke-i taraf ke-j k
= banyaknya taraf dari atribut ke-i
m
= jumlah atribut
Xij
= peubah boneka (dummy variable) dari atribut ke-i taraf ke-j
Tingkat kepentingan atribut ditentukan dengan menggunakan rumus:
Data preparation dan analisis tersebut dilakukan dengan menggunakan software pengolah data SPSS 16.0. 5.
Interpretasi hasil Menurut Aaker dan Day (1995), utility adalah nilai setiap taraf masing-masing faktor, atau sifat relatif terhadap taraf lainnya. Dengan menggunakan nilai utility ini, akan dapat
diketahui
kombinasi
yang
paling
disukai, serta
faktor-faktor
yang
mempengaruhi responden dalam memilih kombinasi-kombinasi. Beberapa ketentuan dalam interpretasi nilai utility adalah sebagai berikut: a. Taraf yang memiliki nilai utility lebih tinggi adalah taraf yang lebih disukai. b. Total utility masing-masing kombinasi sama dengan jumlah utility tiap taraf dari faktor-faktor tersebut. c. Kombinasi yang memiliki total utility tertinggi adalah kombinasi yang paling disukai responden. d. Faktor yang memiliki perbedan utility lebih besar antara nilai utility taraf tertinggi dan terendahnya merupakan faktor yang lebih penting.
6
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
e. Jika semua kemungkinan taraf suatu faktor memiliki nilai utility yang sama, berarti faktor tersebut tidak memiliki pengaruh terhadap responden.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Karakteristik Responden Sebanyak 120 pengunjung Carrefour ITC Kuningan yang terpilih menjadi sampel, 68,33 persen perempuan dan 31,67 persen lainnya laki-laki. Responden berusia 18-44 tahun memiliki jumlah anggota rumah tangga 4-5 orang. Status pekerjaan responden cukup bervariasi. Proporsi terbesar merupakan responden yang berkerja sebagai karyawan swasta (39,17 persen), diikuti oleh ibu rumah tangga (18,33 persen) dan mahasiswa (10,00 persen). Lebih dari 90 persen responden berpendidikan SMA ke atas. Sebagian besar responden tergolong memiliki kemampuan ekonomi cukup baik. Kelompok responden terbesar memiliki pendapatan per bulan antara 1.500-3.000 ribu rupiah (30,00 persen), 5.000-7.500 ribu rupiah (25,00 persen) dan 3.000-5.000 ribu rupiah (20,83 persen). Sebagian besar responden menghabiskan 250-500 ribu rupiah per bulan untuk berbelanja di Carrefour ITC Kuningan (22,50 persen). Kelompok responden terbanyak kedua dan ketiga masing-masing berbelanja senilai 750-1.000 ribu rupiah (18,33 persen) dan 500750 rib urupiah (17,50 persen) per bulan di Carrefour ITC Kuningan.
Preferensi Konsumen terhadap Elemen Bauran Pemasaran Berdasarkan importances value dari tiap atribut, diketahui bahwa atribut yang paling mempengaruhi preferensi konsumen untuk berbelanja di suatu toko adalah atribut kelengkapan produk dan harga. Kedua atribut tersebut memiliki nilai kepentingan tertinggi dibandingkan dengan atribut lain, yakni masing-masing sebesar 24,61 persen dan 24,40 persen. Jarak toko menjadi atribut ketiga yang mempengaruhi preferensi konsumen dengan nilai kepentingan sebesar 21,01 persen. Sementara itu, pelayanan pegawai dan diskon merupakan dua atribut yang tingkat kepentingannya paling rendah bagi konsumen, masingmasing dengan nilai kepentingan sebesar 16,88 persen dan 13,10 persen. Nilai kegunaan tertinggi dari masing-masing taraf menunjukkan bahwa taraf yang paling disukai konsumen adalah ketersediaan produk yang lengkap, harga yang murah, jarak kurang dari 5 km, pelayanan yang baik, dan adanya diskon.
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
7
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Tabel 2. Utilities, Importances Value, dan Urutan Tingkat Kepentingan Lima Atribut Bauran Pemasaran Menurut Konsumen Atribut Harga
Jarak
Pelayanan Kelengkapan produk Diskon
a) b) c) a) b) c) a) b) a) b) a) b)
Taraf
Utilities
murah standar mahal < 5 km 5 - 10 km > 10 km baik buruk lengkap tidak lengkap ada tidak ada
0.78 0.005 -0.785 0.61 0.019 -0.629 0.584 -0.584 0.871 -0.871 0.427 -0.427
Importance Values
Urutan*
24.40 %
2
21.01 %
3
16.88 %
4
24.61 %
1
13.10 %
5
*Urutan 1 menunjukkan atribut yang paling disukai konsumen
Segmentasi Preferensi Berdasarkan Karakteristik Konsumen Hasil segmentasi preferensi konsumen berdasarkan jenis kelamin adalah konsumen wanita menjadikan harga sebagai atribut yang paling penting, sedangkan konsumen pria jauh lebih mengutamakan atribut kelengkapan produk dibanding harga.
Gambar 1. Preferensi Konsumen Berdasarkan Segmen Jenis Kelamin
Berdasarkan segmen status perkawinan, konsumen yang berstatus belum kawin cenderung lebih mementingkan atribut kelengkapan produk, kemudian atribut harga. Sementara itu, atribut harga lebih penting untuk konsumen berstatus kawin, meskipun tingkat kepentingannya hampir sama dengan atribut kelengkapan produk.
8
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
Gambar 2. Preferensi Konsumen Berdasarkan Segmen Status Perkawinan
Preferensi konsumen terhadap elemen bauran pemasaran ritel ternyata berbeda pula untuk konsumen pada berbagai tingkatan usia. Harga merupakan atribut yang paling penting bagi konsumen berusia relatif muda (34 tahun ke bawah), sedangkan kelengkapan produk menjadi atribut yang paling penting untuk konsumen berusia 35 tahun ke atas. Tingkat kepentingan atribut harga semakin berkurang untuk konsumen berusia 35 tahun ke atas, sementara atribut jarak menjadi semakin penting bagi konsumen pada segmen ini.
Gambar 3. Preferensi Konsumen Berdasarkan Segmen Usia
Perbedaan preferensi konsumen juga terlihat dari segmentasi berdasarkan jumlah anggota rumah tangga (ART). Konsumen yang memiliki jumlah ART 1-4 paling menyukai tempat berbelanja yang produknya lengkap, sedangkan konsumen yang memiliki jumlah ART 5-6 paling menyukai tempat belanja yang harganya murah. Sementara itu, konsumen dengan jumlah ART lebih dari 6 paling menyukai tempat belanja yang jaraknya dekat dengan tempat tinggal.
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
9
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Gambar 4. Preferensi Konsumen Berdasarkan Segmen Jumlah ART
Hal menarik juga terlihat pada hasil segmentasi menurut kendaraan yang biasa digunakan untuk menuju tempat belanja. Konsumen yang biasa berbelanja naik mobil paling mementingkan atribut kelengkapan produk, baru kemudian harga. Sebaliknya, konsumen yang biasa berbelanja menggunakan sepeda motor dan kendaraan umum paling mementingkan atribut harga, kemudian kelengkapan produk. Atribut jarak toko menjadi makin penting bagi konsumen yang biasa berbelanja menggunakan kendaraan umum, sementara atribut pelayanan pegawai bernilai lebih penting bagi konsumen yang biasa berbelanja menggunakan mobil.
Gambar 5.
Preferensi Konsumen Berdasarkan Segmen Kendaraan yang Biasa Digunakan untuk Menuju Tempat Belanja
Segmentasi berdasarkan status pekerjaan memperlihatkan hasil yang bervariasi. Konsumen dengan status karyawan swasta paling menyukai tempat belanja yang harganya murah dan produknya lengkap. Preferensi serupa juga terlihat untuk konsumen berstatus mahasiswa. Akan tetapi, bagi mahasiswa, tingkat kepentingan atribut harga berada jauh di atas kelengkapan produk. Preferensi konsumen berstatus ibu rumah tangga dan PNS hampir sama, yakni paling menyukai tempat belanja yang produknya lengkap. Sementara itu, konsumen dengan status pekerjaan wiraswasta lebih mempertimbangkan atribut jarak toko sebagai prioritas utama.
10
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
Gambar 6. Preferensi Konsumen Berdasarkan Segmen Status Pekerjaan
Berdasarkan segmen pendidikan, konsumen berpendidikan S1 ke bawah menjadikan atribut harga dan kelengkapan produk sebagai pertimbangan utama dalam berbelanja. Pola yang berbeda terlihat untuk konsumen berpendidikan S2 yang lebih mengutamakan atribut pelayanan pegawai dan kelengkapan produk. Tingkat kepentingan atribut jarak dan harga menempati urutan ketiga dan keempat bagi konsumen berpendidikan S2.
Gambar 7. Preferensi Konsumen Berdasarkan Segmen Pendidikan
Hasil segmentasi menurut pendapatan menunjukkan bahwa secara umum, atribut harga menjadi atribut terpenting untuk semua segmen pendapatan. Pola yang berbeda terlihat untuk konsumen berpendapatan 3-5 juta rupiah yang jauh lebih mementingkan atribut kelengkapan produk dibandingkan harga. Segmentasi menurut pengeluaran belanja per bulan menunjukkan bahwa konsumen dengan pengeluaran belanja kurang dari 500.000 rupiah paling mengutamakan atribut harga dalam memilih tempat belanja. Konsumen dengan pengeluaran belanja per bulan sebesar 1.000.000 rupiah ke atas juga menganggap harga sebagai atribut terpenting, meskipun tingkat kepentingannya hampir sama dengan atribut kelengkapan produk. Sementara itu, konsumen dengan pengeluaran belanja per bulan sebesar 500.000-999.999 rupiah lebih mementingkan atribut kelengkapan produk dibandingkan dengan harga.
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
11
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Gambar 8. Preferensi Konsumen Berdasarkan Segmen Pendapatan per Bulan
Hasil segmentasi preferensi berdasarkan pengeluaran belanja per bulan ini sejalan dengan segmentasi berdasarkan pendapatan per bulan. Konsumen dengan kategori pendapatan menengah (3-5 juta rupiah per bulan) dan pengeluaran belanja menengah (500.000-999.999 rupiah per bulan) memiliki pola preferensi yang agak berbeda dibanding konsumen yang memiliki pendapatan dan pengeluaran per bulan dengan kategori rendah dan tinggi.
Gambar 9.
Preferensi Konsumen Berdasarkan Segmen Pengeluaran Belanja per Bulan (Pendekatan)
V. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan paparan pada bagian hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa urutan nilai kepentingan atribut bauran pemasaran dari yang terpenting menurut konsumen adalah kelengkapan produk, harga, jarak toko, pelayanan pegawai, dan diskon. Preferensi konsumen bervariasi berdasarkan segmentasi menurut karakteristik konsumen. Yang dapat peneliti ajukan berkaitan dengan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: Pihak Carrefour hendaknya tetap menitikberatkan strategi pemasarannya dengan menjaga image “low price everyday” dan kelengkapan produk karena terbukti atribut harga dan kelengkapan produk adalah dua atribut utama yang mempengarui preferensi belanja konsumen ke suatu toko 12
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
DAFTAR PUSTAKA Aaker, David A. (1991). Managing Brand Equity. San Francisco: Free Press. Aaker, David A., V. Kumar dan George S. Day. (1995). Marketing Research. New York: John Wiley & Sons. Goenadhi, Lydia. (April 2010). Analisis Marketing Mix yang mempengaruhi Keputusan Membeli Kecap Merek ABC di Banjarmasin Tengah. Jurnal Ilmu Administrasi, 1 (9), 122-131. Hair, J.F., Anderson, R.E., Tatham, R.L. dan Black, W.C. Analysis. 7th Ed. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
(2010). Multivariate Data
Heckman, M.A. K. Sherry, dan E. Gonzalez de Mejia. (2010). Energy Drinks: An Assessment of Their Market Size, Consumer Demographics, Ingredient Profile, Functionality, and Regulations in the United States. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety, 9, 303-317. Indonesian Commercial Newsletter. (Juni 2011). Perkembangan Bisnis Ritel Modern. 31 Juli 2012. http://www.datacon.co.id/Ritel-2011ProfilIndustri.html Kotler, Philip dan Gary Armstrong. (2006). Prinsip-Prinsip Pemasaran Edisi 12 Jilid 1. (alih bahasa oleh Bob Sabran). Jakarta: Erlangga. Malhotra, Naresh K. (1991). Marketing Research: An Applied Orientation. New Jersey: Prentice Hall International. Pandin, Marina R. L. (Maret 2009). The Portrait of Retail Business in Indonesia: Modern Market. Economic Review, 215. Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Usaha Ritel Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Sofiani, Nisa. (2008). Analisis Preferensi Konsumen terhadap Aglaonema Hibrida Lokal (Kasus Konsumen Nurseri D5 Hijau Asri Flora, Jakarta Selatan). [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Sukatendel, Rahel. (Januari 2010). Pengaruh Iklan Avon terhadap Tindakan Membeli Masyarakat Taman Setia Budi Indah Medan. Journal Social Opinion. Usman, Indrianawati dan Ricky Gandhi Saputra. (Desember 2009). Peran Switching Costs sebagai Variabel Moderasi pada Pengaruh Kepuasan Atas Kualitas Jasa terhadap Loyalitas Nasabah PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Unair di Surabaya. Jurnal Manajemen Teori dan Terapan, 2 (3), 199-209. Walpole, Ronald E. (1995). Pengantar Statistika. Edisi ke-3. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
13
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
PRO POOR GROWTH DI JAWA Atik Mar’atis Suhartini Abstract Economic growth should benefit the poor by providing opportunities to improve their economic condition. This type of growth that benefiting the poor is called pro-poor growth. This paper aims to analyze the growth experiences of provinces in Java, during 2005-2009 in terms of their impact on the poor. It employs the descriptive analysis and poverty equivalent growth rate (PEGR). It shows that during 2005-2009, both economic growth and poverty have a tendency to decrease with reduced inequality, possibly due to the consolidation the various development programs. While during 2005-2006, the economic growth is not pro-poor, during the second period (2008-2009), it is found to be pro-poor. It indicates that the government as a policy maker, should create a policy to achieve high economic growth, together with poverty reduction programs. Keywords: economic growth, poverty reduction, poverty equivalent growth rate (PEGR)
I. PENDAHULUAN Pertumbuhan ekonomi yang tinggi selama Orde Baru telah berhasil mengurangi kemiskinan, akan tetapi karena krisis ekonomi (yang tercermin dengan penurunan tingkat pertumbuhan), tingkat kemiskinan meningkat hingga mencapai 25,7 persen tahun 1998 (BPS, 2009). Hal ini sejalan dengan Tambunan (2009), mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan faktor penting bagi penurunan kemiskinan, walaupun bukan satu-satunya penentu. Tingkat kemiskinan ini secara perlahan menurun kembali hingga 14,2 persen (2009) dan 13,33 persen (2010), akan tetapi masih di bawah target Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2005-2009 (8,2%) dan jauh dari target Deklarasi Milenium PBB (7% untuk tahun 2015). Pengurangan kemiskinan yang cepat terkait dengan strategi pro poor growth, yaitu strategi pertumbuhan yang mendorong peningkatan pendapatan penduduk miskin (Grimm, et al., 2007). Meningkatnya pendapatan khususnya bagi penduduk miskin, akan memberi kesempatan bagi penduduk miskin untuk memperbaiki keadaan ekonomi mereka sehingga mampu untuk keluar dari kemiskinan. Pemerintah Indonesia telah melakukan pembangunan ekonomi yang menempatkan manusia sebagai pusat perhatian dan proses pembangunan yang
14
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
memberikan manfaat bagi semua pihak, termasuk diantaranya kaum miskin, dan pembangunan ekonomi yang disebut pro-poor growth (Departemen Sosial RI, 2005). Siregar dan Wahyuniarti (2007) menyatakan bahwa program-program pengurangan kemiskinan sebaiknya lebih fokus pada wilayah pertanian di perdesaan Jawa dan Sumatera. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa lebih dari 75 persen penduduk miskin selama tahun 2000 sampai 2009 berada di pulau Jawa dan Sumatra. Lebih khusus lagi, lebih dari 50 persen penduduk miskin tersebut berada di Jawa, yang tampaknya merupakan suatu hal yang kontras karena pulau Jawa merupakan pusat pembangunan dan perekonomian di Indonesia. Selain itu, Wicaksana (2007) menyimpulkan bahwa dalam kurun waktu 2000-2004 kesenjangan kemiskinan antar pulau tertinggi dipegang oleh Pulau Jawa, karena tingginya konsentrasi jumlah penduduk miskin di pulau ini.
Uraian di atas memberikan gambaran bahwa pembangunan ekonomi yang dimulai di Jawa dengan keyakinan akan adanya proses trickle down effect belum memberikan hasil yang memuaskan. Pembangunan yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, ternyata menghasilkan tingkat kemiskinan yang saat ini masih berada di atas target yang diinginkan. Informasi yang ada menunjukkan bahwa dari total penduduk miskin di Indonesia hingga 2009, lebih dari 50 persennya berada di Jawa, dan pada tahun 2011 tingkat kemiskinan di 3 (tiga) provinsi di Jawa masih cukup tinggi. Fenomena ini merupakan hal yang menarik untuk diteliti, yaitu derajat pro-poor growth di setiap provinsi di Jawa. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang ingin dibahas di dalam tulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan di seluruh provinsi di Jawa dalam kurun waktu 2005-2009? 2. Bagaimana derajat pr-poor growth pertumbuhan ekonomi di seluruh provinsi di Jawa dalam kurun waktu 2005-2009?
II. METODOLOGI Tulisan ini menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2005-2009 modul konsumsi tahunan, serta data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementrian Keuangan.Tulisan ini mencakup seluruh provinsi di Jawa (6 provinsi, termasuk provinsi baru). Selain analisis deskriptif, digunakan juga analisis pro-poor growth pada semua provinsi di Jawa. Analisis dilakukan secara terpisah dalam dua kurun waktu, yaitu 2005-2006 dan 2008-2009. Hal ini dilakukan karena periode tersebut mencakup kurun waktu awal (2005-2006) dan akhir (2008-2009) dari pelaksanaan RPJM 2005-2009 yang mengusung ’triple-track strategy’ pembangunan yang pro-growth, pro-job dan pro- poor. TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
15
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Data diolah dengan menggunakan software Stata 10 dan Distribution Analysis of Stata Package (DASP) 2.0. Analisis deskriptif dilakukan dengan menggunakan ukuran statistik (rata-rata dan standar deviasi) untuk mengetahui gambaran pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan di seluruh provinsi di Jawa. Poverty-equivalent growth rate (PEGR) digunakan untuk mengukur derajat manfaat pertumbuhan ekonomi khususnya bagi penduduk miskin atau derajat pro-poor growth. Penghitungan PEGR dilakukan dengan membandingkan keadaan kemiskinan, distribusi pendapatan (kurva Lorenz) dan rata-rata pendapatan penduduk pada awal periode (t1) dengan keadaan pada akhir periode (t2). Bila rata-rata pendapatan (μ), garis kemiskinan (z), fungsi kurva Lorenz (L(p)), pertumbuhan pendapatan ( ˆ ), ukuran kemiskinan [P (z, μt , Lt(p))], elastisitas total ( ˆ ), elastisitas pertumbuhan ( ˆ ) dan elastisitas distribusi ( ˆ ), maka nilai PEGR ( ˆ * ) menurut Kakwani, et al. (2004) dapat dirumuskan sebagai berikut:
ˆ * = ( ˆ / ˆ ) ˆ
(3)
dengan
ˆ
= Ln ( 2 ) – Ln ( 1 )
(4)
ˆ ˆ = (Ln [P (z, μ2 , L2(p)] – Ln[P (z, μ1 , L1(p)])/ ˆ ˆ
(6)
ˆ = 1 lnP(z, 2 , L1 (p) lnP(z, 1 , L1 (p) lnP(z, 2 , L2 (p) lnP(z, 1 , L2 (p)
(7)
ˆ = 1 lnP(z, 1 , L2 (p) lnP(z, 1 , L1 (p) lnP(z, 2 , L2 (p) lnP(z, 2 , L1 ( p)
(8)
2
2
Klasifikasi PEGR adalah sebagai berikut: 1. ˆ * = ˆ
pertumbuhan bersifat netral, setiap orang menerima manfaat yang sama secara proporsional dari pertumbuhan.
2. ˆ * > ˆ
pertumbuhan bersifat pro poor growth, penduduk miskin lebih banyak menerima manfaat dari pertumbuhan.
3. 0 < ˆ * < ˆ
pertumbuhan belum bersifat pro poor growth, manfaat pertumbuhan lebih banyak diterima penduduk tidak miskin (ketidakmerataan meningkat) tetapi masih terjadi pengurangan kemiskinan.
4. ˆ * < 0
pertumbuhan bersifat anti pro poor growth atau manfaat pertumbuhan yang dinikmati penduduk tidak miskin, dan pada saat bersamaan kemiskinan meningkat.
Elastisitas total merupakan penjumlahan dari elastisitas pertumbuhan dan elastisitas distribusi. Elastisitas pertumbuhan menunjukkan besarnya persentase perubahan kemiskinan apabila terjadi pertumbuhan rata-rata pendapatan sebesar 1 persen, dengan asumsi tidak 16
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
terjadi perubahan distribusi pendapatan. Elastisitas distribusi menunjukkan besarnya persentase perubahan kemiskinan apabila terjadi perubahan distribusi pendapatan sebesar 1 persen, dengan asumsi tidak terjadi pertumbuhan. Gagasan PEGR didasari kondisi ketika tingkat pertumbuhan ( * ) menghasilkan pengurangan tingkat kemiskinan yang sama dengan laju pertumbuhannya (γ). Kondisi ini menggambarkan bahwa ketika setiap orang dalam masyarakat menerima manfaat dari pertumbuhan secara proporsional yang berarti pula proses pertumbuhan tidak memberikan dampak pada perubahan distribusi pendapatan. Padahal kenyatannya tingkat proporsional pengurangan kemiskinan adalah sebesar , dimana adalah elastisitas total kemiskinan. Jika pertumbuhan didistribusikan secara netral (tidak terjadi perubahan distribusi), maka tingkat pertumbuhan * akan diikuti dengan pengurangan tingkat kemiskinan sebesar * , yang seharusnya sama dengan . Sehingga PEGR dapat dituliskan menjadi * = , atau
* / . Contoh, jika elastisitas total kemiskinan sebesar 3/4 dari elastisitas pertumbuhan terhadap kemiskinan dan laju pertumbuhan aktual sebesar 8 persen, maka akan ekuivalen dengan nilai PEGR sebesar 3/4*8 persen = 6 persen. Nilai ini mempunyai arti bahwa efektivitas pertumbuhan ekonomi dalam pengurangan kemiskinan adalah 2 butir persentase (2 percentage points) lebih rendah dari laju pertumbuhan aktual, karena kebijakan yang diterapkan tidak pro-poor. Hal sebaliknya terjadi jika elastisitas total kemiskinan adalah 10 persen lebih tinggi dari elastisitas pertumbuhan terhadap kemiskinan, sehingga nilai PEGR sebesar 1,1*8 = 8,8 persen. Hal ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang pro-poor, karena efektivitas pertumbuhan ekonomi dalam pengurangan kemiskinan 0,8 butir persen (0,8 percentage points) lebih tinggi dari laju pertumbuhan aktual.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Dinamika Pertumbuhan dan Kemiskinan Rata-rata pertumbuhan ekonomi tahunan di seluruh provinsi di Jawa secara umum memiliki kecenderungan menurun selama kurun waktu 2005--2009, dandeviasi standar (standard deviation) pertumbuhan ekonomi antar provinsi yang juga cenderung menurun (Tabel 1). Hal ini mengindikasikan meskipun secara umum pertumbuhan ekonomi tahunan di Jawa memiliki kecenderungan untuk menurun, akan tetapi tingkat ketimpangan pertumbuhan ekonomi tahunan antar provinsi di Jawa juga berkurang. Informasi yang ada menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 2005-2009 rata-rata pertumbuhan tertinggi terjadi di DKI Jakarta (5.93 persen) dan terendah dialami oleh Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) (4.44 persen). TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
17
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Gempa bumi yang terjadi di DIY tahun 2006 telah memberikan pengaruh terhadap rendahnya rata-rata pertumbuhan ekonomi di DIY selama kurun waktu 2005-2009 tersebut (BI, 20052009). Tabel 1. Rata-rata dan Deviasi Standar Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi di Jawa, 2005-2009 Tahun
Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Rata-rata
Deviasi Standar
2005
5.57
0.48
2006
5.39
0.87
2007
5.83
0.81
2008
5.70
0.41
2009
4.70
0.31
Secara umum, rata-rata dan deviasi standar persentase dan jumlah penduduk miskin provinsi selama tahun 2005-2009 cenderung menurun (Tabel 2). Hanya pada kurun waktu 2005-2006 kedua ukuran tersebut mengalami peningkatan. Menurunnya deviasi standar dari persentase dan jumlah penduduk miskin mengindikasikan bahwa, meskipun jumlah penduduk miskin di Jawa masih cukup besar, ketimpangan kemiskinan antar provinsi di Jawa baik mengalami penurunan.
Tabel 3. Rata-rata dan deviasi standar dari persentase dan jumlah penduduk miskin di Jawa, 20052009 2005
2006
2007
2008
2009
P0 (persentase penduduk miskin) Rata-rata Standar Deviasi
14.15
15.21
14.44
13.33
12.48
6.89
6.96
6.54
6.24
5.83
Jumlah Penduduk Miskin Rata-rata
3,430.583
3,741.883
3,515.967
3,277.247
3,071.5
Standar Deviasi
3,182.064
3,446.696
3,198.843
2,974.494
2,769.681
Pada tahun 2006 rata-rata pertumbuhan ekonomi provinsi di Jawa mengalami penurunan dari tahun sebelumnya (2005), dengan ketimpangan pertumbuhan ekonomi antar provinsi yang meningkat (Tabel 1). Perubahan inidiikuti dengan kenaikan rata-rata persentase dan rata-rata jumlah penduduk miskin, dan dan dengan kenaikan deviasi standar persentase penduduk miskin provinsi di Jawa. Gambaran yang tidak menggembirakan dalam kurun waktu 2005-2006 ini adalah akibat inflasi yang terjadi sejalan dengan kenaikan harga beras dan Bahan Bakar Minyak (BBM) (World Bank, 2006).
18
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
Inflasi merupakan tekanan tersendiri bagi pencapaian pertumbuhan ekonomi, disampingmenyebabkan penurunandaya beli penduduk, yang menyebabkan penduduk dengan penghasilan sedikit di atas garis kemiskinan bergeser menjadi miskin sehingga kemiskinan meningkat. Selain itu, gambaran yang tidak seperti yang diharapkan terkait dengan pelaksanaan program pengentasan kemiskinan pada periode tersebut yang belum terintegrasi secara optimal antar sektor dan antar kementerian/lembaga (Royat, 2008). Derajat Pro-Poor Growth: Poverty Equivalent Growth Rate (PEGR) Nilai PEGR kurun waktu 2005-2006 dan 2008-2009 disajikan di Tabel 3 berikut:
Tabel 3. Selisih Persentase Jumlah Penduduk Miskin (P0) dan Nilai PEGR di enam Provinsi di Jawa, 2005-2006 dan 2008-2009
Provinsi
2005-2006 Selisih P0
2008-2009
Nilai PEGR
Selisih P0
Nilai PEGR
DKI Jakarta
0.96
-0.68
-0.24
0.13
Jawa Barat
1.43
-0.20
-0.61
0.07
Jawa Tengah
1.7
-0.17
-1.33
0.05
DIY
0.2
-0.18
-0.83
0.04
Jawa Timur
1.14
-0.18
-1.52
0.06
Banten
0.93
-0.18
-0.62
0.07
Selisih P0 bernilai positif berarti telah terjadi kenaikan tingkat kemiskinan dibanding tahun sebelumnya, sebaliknya bernilai negatif berarti telah terjadi penurunan. Nilai PEGR negatif dalam suatu periode berarti pertumbuhan bersifat anti pro-poor growth, yang memberi makna bahwa pertumbuhan yang terjadi pada periode tersebut tidak berpihak ke penduduk miskin. Pada kurun waktu 2005-2006, yang merupakan awal pelaksanaan RPJM,seluruh provinsi di Jawa memiliki selisih P0 positif dan nilai PEGR negatif yang berarti pertumbuhan bersifat anti pro-poor growth. Seperti halnya dalam pembahasan secara deskriptif, peningkatan harga beras dan BBM tahun 2005 telah menghambat manfaat pertumbuhan bagi penduduk miskin, yang berdampak pada meningkatnya tingkat kemiskinan. Meskipun tetap terjadi pertumbuhan ekonomi (yang berarti terjadi pula kenaikan pendapatan), akan tetapi kenaikan ini diikuti pula oleh kenaikan harga-harga lainnya akibat kenaikan harga beras dan BBM. Penduduk miskin yang mengalami kenaikan pendapatan, tidak bisa sepenuhnya menikmati kenaikan tersebut, karena daya beli mereka menurun dengan adanya kenaikan harga-harga. Demikian pula halnya dengan penduduk yang hampir miskin, yang telahberpindah menjadi miskin, yang pada akhirnya akan meningkatkan tingkat kemiskinan. TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
19
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Dalam periode 2008-2009, yang merupakan akhir periode pelaksanaan RPJM, baik selisih P0 maupun nilai PEGR menunjukkan adanya penurunan kemiskinan dan terjadinya pertumbuhan ekonomi yang bersifat pro-poor growth. Hal ini menunjukkan program pembangunan yang mengusung ‘triple track strategy’ yang pro- growth, pro-job dan propoor mulai menampakkan hasil. Harmonisasi dan sinergi berbagai program dalam rangka pengentasan kemiskinan telah dilakukan melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri tahun 2007.Pelaksanaan program-program tersebut di seluruh provinsi di Indonesia, tidak terkecuali di Jawa, memberikan dampak yang cukup baik, ditandai dengan adanya penurunan kemiskinan di seluruh provinsi di Jawa. Bahkan kemiskinan di tingkat nasional juga menurun hingga mencapai 14,15 persen pada tahun 2009, meskipun nilai ini masih jauh dari yang ditargetkan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi di kurun waktu 2008-2009 sudah bersifat pro-poor growth atau sudah memberikan manfaat bagi penduduk miskin.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN Selama pelaksanaan RPJM 2005-2009, rata-rata pertumbuhan ekonomi tahunan seluruh provinsi di Jawa memiliki kecenderungan menurun, demikian juga dengan tren tingkat kemiskinan yang juga memiliki kecenderungan yang sama. Hanya pada tahun 2006 terjadi kenaikan tingkat kemiskinan dibandingkan dengan keadaan pada tahun 2005, yang disebabkan oleh kenaikan harga beras dan BBM. Peran penting pemerintah dalam pengentasan kemiskinan terhambat dengan adanya peningkatan harga tersebut. Tetapi pada akhir kurun waktu 2008-2009, pertumbuhan ekonomi di seluruh provinsi di Jawa sudah bersifat pro-poor growth. Sinergi berbagai program pengentasan kemiskinan baik antar sektor maupun antar kementerian/lembaga melalui PNPM Mandiri yang dimulai pada tahun 2007, telah berhasil menurunkan tingkat kemiskinan, khususnya di Jawa. Tulisan ini menunjukkan bahwa pro-poor growth bisa diimplementasikan, sehingga diharapkan bahwa pemerintah, khususnya di tingkat daerah, tidak hanya membuat kebijakan yang berorientasi mengejar pertumbuhan yang tinggi saja, akan tetapi juga memperhatikan dampak kebijakan tersebut terhadap tingkat kemiskinan. Selain itu, program pembangunan dalam rangka pengentasan kemiskinan hendaknya tidak hanya berfokus pada integrasi antar sektor dan lintas kementerian/lembaga saja, akan tetapi juga perlu memperhatikan perbedaan karakteristik setiap daerah. Dengan demikian, program pengentasan kemiskinan diharapkan bisa lebih tepat sasaran. Disamping itu, perluditeliti sumber-sumber pertumbuhan yang bisa menurunkan tingkat kemiskinan dan
bisa juga ditambahkan kurun waktu dan cakupan
(daerah) penelitian. 20
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
DAFTAR PUSTAKA Bank Indonesia (BI). 2005-2009. Kajian Ekonomi Regional Kuartalan Tingkat Provinsi. www.bi.go.id Badan Pusat Statistik (BPS). 2002-2009. Data dan Informasi Kemiskinan. Jakarta -------. 2008. Analisis dan Penghitungan Tingkat Kemiskinan 2008. Jakarta -------. 2009. Analisis dan Penghitungan Tingkat Kemiskinan 2009. Jakarta Departemen Sosial RI. 2005. Pokok-pokok Pikiran Rencana Pembangunan Jangka Panjang (PJP) Tahun 2005-2009 dan Pembangunan Jangka Menengah (PJM) Tahun 20042009 Bidang Kesejahteraan Sosial. Jakarta. Grimm, Michael, Klasen, Stephan, and Mckay, Andrew. 2007. DETERMINANTS OF PRO POOR GROWTH: Analytical Issues and Findings from Country Cases. Palgrave, Mcmillan. Kakwani, N. S. Khandker and Son, H.H. 2004. Pro-Poor Growth: Concepts and Measurement with Country Case Studies. United Nations Development Programme International Poverty Centre. Working Paper, Vol 1. Brasil. Royat, Sujana. 2008. Kebijakan Pemerintah dalam Penanggulangan Kemiskinan. Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan. Jakarta. Siregar, H dan D. Wahyuniarti. 2007. Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin. MB-IPB. Bogor. Suparno. 2010. Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Kemiskinan: Studi Pro Poor Growth Policy di Indonesia. [Tesis]. IE-IPB. Bogor. Tambunan, Tulus T. H. 2009. Perekonomian Indonesia. Ghalia Indonesia, Jakarta. Wicaksana, Sunarwan Arif. 2007. Analisis Kesenjangan Kemiskinan Antar Propinsi di Indonesia Periode Tahun 2000-2004. [Tesis]. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta. World Bank. 2006. Making The New Indonesia Work for The Poor (Working Paper). The World Bank Office Jakarta. Jakarta.
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
21
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
LAMPIRAN Lampiran 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia 1976-2010
Tahun
Jumlah Penduduk Miskin (juta)
1976 1978 1980 1981 1984 1987 1990 1993 1996 1998 1999 Sumber: BPS
54,20 47,20 42,30 40,60 35,00 30,00 27,20 25,90 34,01 49,50 47,97
Persentase Penduduk Miskin (%)
Tahun
Jumlah Penduduk Miskin (juta)
Persentase Penduduk Miskin (%)
40,1 33,30 28,60 26,90 21,60 17,40 15,10 13,70 17,47 24,23 23,43
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
38,70 37,90 38,40 37,30 36,10 35,10 39,30 37,17 34,96 32,53 31,02
19,14 18,41 18,20 17,42 16,66 15,97 17,75 16,58 15,42 14,15 13,33
Lampiran 2. Pertumbuhan Ekonomi di Seluruh Provinsi di Jawa, 2005-2009 (persen) No 1 2 3 4 5 6
Provinsi DKI Jakarta Jabar Jateng DIY Jatim Banten
2005 6.01 5.60 5.35 4.73 5.87 5.88
2006 5.95 6.02 5.33 3.70 5.77 5.57
2007 6.44 6.48 5.59 4.31 6.11 6.04
2008 6.18 5.83 5.46 5.02 5.90 5.82
2009 5.05 4.29 4.71 -47.37 5.06 4.65
Sumber: BPS
Lampiran 3. Persentase Penduduk Miskin di Seluruh Provinsi di Jawa, 2005-2009 No 1 2 3 4 5 6
Provinsi DKI Jakarta Jabar Jateng DIY Jatim Banten
2005 3.61 13.06 20.49 18.95 19.95 8.86
2006 4.57 14.49 22.19 19.15 21.09 9.79
2007 4.61 13.55 20.43 18.99 19.98 9.07
2008
2009
3.9 12.6 19.1 18.1 18.2 8.3
3.62 11.96 17.72 17.23 16.68 7.64
Sumber: BPS
22
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
Lampiran 4. Jumlah Penduduk Miskin di Seluruh Provinsi di Jawa, 2005-2009 (ribu orang) No 1 2 3 4 5 6
Provinsi DKI Jakarta Jabar Jateng DIY Jatim Banten
2005 316.2 5137.6 6533.5 625.8 7139.9 830.5
2006 407.1 5712.5 7100.6 648.7 7678.1 904.3
2007 405.70 5457.90 6557.20 633.50 7155.30 886.20
2008 342.47 5178.42 6143.99 610.22 6551.80 836.59
2009 323.2 4983.6 5725.7 585.8 6022.6 788.1
Sumber: BPS
Lampiran 5. Nilai Poverty Equivalent Growth Rate (PEGR), Pertumbuhan Ekonomi Aktual dan Sifat Pertumbuhan menurut Provinsi, 2005-2006 No 1 2 3 4 5 6
Provinsi DKI Jakarta Jabar Jateng DIY Jatim Banten
PEGR -0.67809 -0.20216 -0.16771 -0.18162 -0.18496 -0.17618
Actual Growth -0.06536 -0.15349 -0.14319 -0.12152 -0.18630 -0.12388
Keterangan anti ppg anti ppg anti ppg anti ppg anti ppg anti ppg
Sumber: Hasil olahan data susenas tahun 2005 dan 2006 Catatan: anti ppg = anti pro-poor growth
Lampiran 6. Nilai Poverty Equivalent Growth Rate (PEGR), Pertumbuhan Ekonomi Aktual dan Sifat Pertumbuhan menurut Provinsi, 2008-2009 No 1 2 3 4 5 6
Provinsi DKI Jakarta Jabar Jateng DIY Jatim Banten
PEGR 0.13307 0.06807 0.04552 0.04198 0.05497 0.06728
Actual Growth -0.00491 0.01528 0.00745 0.00970 -0.01318 0.02243
Keterangan ppg ppg ppg ppg ppg ppg
Sumber: Hasil olahan data susenas tahun 2008 dan 2009 Catatan: anti ppg = anti pro-poor growth
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
23
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI STATUS MELANJUTKAN PENDIDIKAN PADA ANAK USIA 13-15 TAHUN DI DESA/KELURAHAN PESISIR INDONESIA TAHUN 2011 Rika Muji Astuti dan Nucke Widowati
Abstract
Education in the coastal areas is still relatively low, this phenomenom can be seen from the percentage of the population who had completed secondary education and above. The study aims to determine the variables that affect the status of children aged 13-15 years to continue education in Indonesia coastal villages 2011. This research use descriptive analysis and logistic regression. The results of descriptive analysis showed that children aged 13-15 years in coastal village which are: heads of households have worked in non fisheries sector, the highest level of household heads is junior high school and above, the child's status is not working, and female have bigger probability to continue their education. Based on the results of logistic regression analysis, the variable of: fieldwork of business household head, the household head's highest education, work status of children, number of household members, and household spending proved a significant effect on the status of school children. From these results, it is suggested to the central government and local governments to give easier aid access for people in coastal areas, especially those whose working in fisheries sector, and to create an appropriate educational facilities for children of coastal communities. Keywords: Education, Coastal Villages, Logistic Regression.
I. PENDAHULUAN Salah satu hak asasi manusia adalah memperoleh pendidikan. Hal ini diatur dalam Pasal 28C ayat 1 UUD 1945, yang menyatakan bahwa: ”Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.” Pasal tersebut menegaskan bahwa pendidikan merupakan kesatuan yang tak bisa dilepaskan dari tiap manusia. Tiap individu membutuhkan pendidikan untuk dapat mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat dirinya. Melalui pendidikan, tiap individu diharapkan dapat mengembangkan potensi diri guna memperoleh masa depan yang lebih baik bagi dirinya maupun orang lain di sekitarnya. 24
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
Negara dan orang tua memiliki kewajiban untuk menjamin pendidikan anak, sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak: ”Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan.” Dengan pendidikan, tiap anak diharapkan dapat mengembangkan dan memberdayakan kemampuan mereka sehingga mampu menghadapi problema kritis yang akan muncul di masa depan antara lain melawan kemiskinan, meningkatkan produktivitas, serta mampu memperbaiki kondisi hidup. Pemerintah terus berupaya mewujudkan cita-cita nasional yaitu mencerdaskan kehidupan
bangsa.
Kebijakan
strategis
pemerintah
untuk
mendukung
suksesnya
penyelenggaraan pendidikan di Indonesia antara lain adalah bantuan operasional sekolah (BOS), bantuan siswa miskin (BSM), tunjangan guru, dan lain sebagainya. Upaya tersebut dilakukan pemerintah dengan harapan meningkatnya mutu pendidikan di Indonesia. Serta memberikan kesempatan yang sama bagi semua peserta didik dari berbagai golongan masyarakat yang berbeda baik secara sosial ekonomi, gender, lokasi tempat tinggal dan tingkat kemampuan intelektual serta kondisi fisik untuk mengakses pendidikan dasar yang bermutu dan terjangkau (Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional 2005 - 2009). Namun berdasarkan kenyataan yang terjadi di Indonesia diketahui bahwa berdasarkan lokasi tempat tinggal, pendidikan di wilayah pesisir terlihat masih lebih rendah dibandingkan dengan pendidikan di wilayah non pesisir. Desa pesisir adalah desa/kelurahan termasuk nagari atau lainnya yang memiliki wilayah berbatasan langsung dengan garis pantai/laut (atau merupakan desa pulau) dengan corak kehidupan rakyatnya baik tergantung maupun tidak tergantung pada potensi laut (Podes, 2008). Pramono (2005) mengemukakan bahwa masyarakat pesisir, pada umumnya, dikenal sebagai masyarakat tradisional dengan kondisi strata sosial ekonomi yang sangat rendah. Pendidikan formal yang dipunyai masyarakat desa pesisir secara umum jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat non pesisir lainnya. Pada tahun 2007 dan 2010 terdapat perbedaan tingkat pendidikan yang ditamatkan di wilayah pesisir dengan non pesisir, sebagaimana ditunjukkan pada tabel 1 berikut ini.
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
25
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Tabel 1. Persentase penduduk perikanan berumur 15 tahun ke atas menurut ijazah/STTB tertinggi yang dimiliki dan letak geografis, tahun 2007 dan 2010
Ijazah Tertinggi
Pesisir
Bukan Pesisir
Pesisir + Bukan Pesisir
2007
2010
2007
2010
2007
2010
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
≤ SD
68,59
66,01
59,35
58,10
64,98
62,41
SMP
18,31
20,07
20,84
21,96
19,30
20,93
≥ SMA
13,10
13,92
19,81
19,94
15,72
16,66
(1)
Sumber: Susenas (2007 dan 2010) dan Podes 2008.
Dari tabel 1 dapat diperlihatkan bahwa penduduk perikanan berumur 15 tahun ke atas di wilayah pesisir yang memiliki ijazah tertinggi setingkat SMA memiliki persentase yang lebih rendah dibandingkan dengan penduduk di wilayah non pesisir pada tahun 2007 dan 2010. Penduduk usia 15 tahun ke atas di wilayah pesisir yang menamatkan pendidikan hingga jenjang SMP persentasenya juga lebih rendah dibandingkan dengan penduduk di wilayah non pesisir pada tahun 2007 dan 2010. Perbedaan persentase yang cukup besar antara penduduk yang memiliki ijazah SD dengan penduduk yang berijazah SMP menunjukkan bahwa di wilayah pesisir masih banyak penduduk yang tidak bisa memenuhi program pendidikan dasar 9 tahun. Hal ini menguatkan fenomena bahwa masyarakat pesisir Indonesia pada umumnya berpendidikan lebih rendah dibandingkan masyarakat non pesisir.
Tabel 2. Angka partisipasi sekolah penduduk perikanan menurut letak geografis dan kelompok umur, tahun 2007 dan 2010 Kelompok
Pesisir
Bukan Pesisir
Pesisir + Bukan Pesisir
Umur 2007
2010
2007
2010
2007
2010
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
7-12
95,43
96,55
96,32
96,92
95,76
96,71
13-15
74,86
78,08
78,60
76,45
76,26
77,37
16-18
37,36
42,54
40,95
44,16
38,82
43,23
(1)
Sumber: Susenas (2007 dan 2010) dan Podes 2008.
Jika dibandingkan dengan pencapaian Angka Partisipasi Sekolah (APS) kelompok umur 13-15 tahun di kawasan pesisir mengalami peningkatan sebesar 3.22% dari tahun 2007 26
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
hingga tahun 2010, yang membuat APS kelompok umur ini lebih tinggi dibandingkan dengan APS di kawasan non pesisir. Tetapi hal ini tidak berlaku untuk kelompok umur yang lain. APS pada kelompok umur 7-12 tahun di wilayah pesisir lebih rendah jika dibandingkan dengan wilayah nonpesisir, begitu pula pada kelompok umur 16-18 tahun. Sedangkan pada kelompok umur 13-15 tahun pada tahun 2007 nilai APS di wilayah pesisir lebih rendah 3,74% dibandingkan dengan di wilayah non pesisir. (Lihat Tabel 2) Rendahnya pendidikan anak pesisir terutama anak-anak nelayan dipicu oleh terus memburuknya kemiskinan keluarga mereka. Kemiskinan nelayan semakin memburuk seiring dengan terus menurunnya pendapatan melaut (Suhana, 2006). Berdasarkan data BPS tahun 2009, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 32,530 juta jiwa (14,15%). Dari jumlah tersebut 14,58 juta jiwa (44%) di antaranya adalah masyarakat yang bekerja sebagai nelayan. Nelayan yang hidup di kawasan pesisir laut dan pedesaan berada di bawah garis kemiskinan dan selama ini menjadi golongan yang paling terpinggirkan. Pendidikan anak pesisir yang rendah mengakibatkan taraf hidup nelayan tidak berkembang dan hanya berputar dalam pemenuhan kebutuhan sandang dan pangannya saja. Melalui peningkatan pendidikan anak nelayan diharapkan kesejahteraan nelayan dapat ditingkatkan. Karena berbekal dengan ilmu pengetahuan yang cukup akan mengangkat harkat dan martabat kehidupan masyarakat nelayan maupun masyarakat lainnya yang terkait dengan sumber daya kelautan dan pesisir (Badiran, 2009). Penelitian ini memiliki batasan sebagai berikut: 1.
Status melanjutkan pendidikan dimaksudkan kepada anak usia 13-15 (usia anak yang menempuh pendidikan Sekolah Menengah Pertama) sesuai dengan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajardikdas) Sembilan Tahun.
2.
Variabel penjelas yang digunakan meliputi faktor eksternal yang memberikan pengaruh terhadap anak untuk bersekolah yaitu, lapangan usaha kepala rumah tangga, pendidikan tertinggi kepala rumah tangga, status bekerja anak, jenis kelamin, jumlah anggota rumah tangga, dan pengeluaran rumah tangga.
Sehingga permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Apakah lapangan usaha kepala rumah tangga, pendidikan tertinggi kepala rumah tangga, status bekerja anak, jenis kelamin, jumlah anggota rumah tangga, dan pengeluaran rumah tangga berpengaruh terhadap status melanjutkan pendidikan pada anak usia 13-15 tahun di desa/kelurahan pesisir Indonesia tahun 2011? Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Untuk mengetahui karakteristik anak yang melanjutkan pendidikan usia 13-15 tahun di desa/kelurahan pesisir Indonesia tahun 2011.
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
27
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
2.
Untuk mengetahui pengaruh lapangan usaha kepala rumah tangga, pendidikan tertinggi kepala rumah tangga, status bekerja anak, jenis kelamin, jumlah anggota rumah tangga, dan pengeluaran rumah tangga terhadap status melanjutkan pendidikan pada anak usia 13-15 tahun di desa/kelurahan pesisir Indonesia tahun 2011.
II. KAJIAN PUSTAKA Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), desa pesisir/tepi laut adalah desa/kelurahan termasuk nagari atau lainnya yang memiliki wilayah yang berbatasan langsung dengan garis pantai/laut (atau merupakan desa pulau) dengan corak kehidupan rakyatnya baik tergantung maupun tidak tergantung pada potensi laut. Menurut Bengen (dalam Fachruddin, 2011) Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km dan luas laut 3,1 juta km2. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan dan keanekaragaman sumber daya alamnya, baik sumber daya hayati maupun non hayati. Oleh karenanya sebagian besar masyarakat tinggal dan menempati daerah sekitar wilayah pesisir serta menggantungkan hidupnya sebagai nelayan. Desa pesisir umumnya dihuni oleh masyarakat tradisional dengan kondisi strata sosial ekonomi yang sangat rendah (Pramono, 2005). Citra nelayan masih sangat identik dengan kemiskinan. Nelayan bahkan disebut sebagai masyarakat termiskin dari kelompok masyarakat lainnya. Haeruman (dalam Fachruddin, 2005) menyebutkan bahwa kelompok nelayan merupakan golongan yang paling miskin di Indonesia. Hal senada dinyatakan oleh Winahyu dan Santiasih (dalam Kusnadi, 2000) yang menyebutkan bahwa dibandingkan dengan sektor pertanian sekalipun, nelayan, khususnya nelayan buruh dan kecil atau nelayan tradisional, dapat digolongkan sebagai lapisan sosial yang paling miskin. Sekolah Dasar (SD), menurut definisi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, adalah jenjang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia yang ditempuh dalam waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Umumnya pelajar sekolah dasar berusia 7-12 tahun. Lulusan sekolah dasar dapat melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama (atau sederajat). Sedangkan Sekolah Menengah Pertama (SMP), menurut definisi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, merupakan jenjang pendidikan dasar pada pendidikan formal di Indonesia setelah lulus sekolah dasar (atau sederajat) yang ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari kelas 7 sampai kelas 9. Umumnya pelajar sekolah menengah pertama berusia 13-15 tahun. Lulusan sekolah menengah pertama dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah atas atau sekolah menengah kejuruan (atau sederajat). 28
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
Aristin (2009) dalam penelitiannya menemukan bahwa terdapat hubungan antara jenis pekerjaan orang tua terhadap tingkat putus sekolah. Semakin layak jenis pekerjaan orang tua mengindikasikan semakin kecil kemungkinan anak dalam suatu rumah tangga untuk mengalami putus sekolah. Masyarakat pesisir terutama para nelayan tradisional mempunyai kemampuan ekonomi yang relatif rendah. Sehingga kemampuan dalam membiayai pendidikan anakanaknya pun kurang memadai. Bentri (2007) mengemukakan bahwa faktor yang menyebabkan anak putus sekolah lebih besar dipengaruhi oleh faktor eksternal, yaitu kondisi ekonomi orang tua dengan pekerjaan yang terbanyak adalah sebagai petani/nelayan. Teori yang dikemukakan oleh C.E. Beeby (dalam Hadiatty, 2010) menyatakan bahwa faktor ekonomi merupakan faktor utama yang menyebabkan siswa mengalami putus sekolah. Beeby mengatakan bahwa faktor ekonomi tersebut adalah keadaan sosial ekonomi orang tua sehingga tidak mampu membiayai pendidikan anak. Lebih lanjut menurut kriteria Herbert Sorenson (dalam Nasution, 2004) tingkat status sosial ekonomi dapat dilihat dari pekerjaan orang tua, penghasilan dan kekayaan tingkat pendidikan orang tua, keadaan rumah dan lokasi, serta pergaulan dan aktivitas sosial. Mallassis (dalam Prayitno, 2008) berpendapat bahwa kondisi sosial ekonomi, salah satunya adalah pendidikan orang tua, memiliki pengaruh terhadap pola pikir dan sikap orang tua terhadap pendidikan anak. Orang tua yang berpendidikan rendah memandang bahwa pendidikan bukanlah sesuatu yang amat penting. Pandangan yang paling penting bagi mereka adalah mencari nafkah demi kelangsungan hidup keluarga. Menurut Chusna (2009) orang tua yang berpendidikan tinggi biasanya memiliki harapan yang tinggi terhadap pendidikan anak. Mereka menginginkan pendidikan anakanaknya lebih tinggi atau setidaknya sama dengan pendidikan orang tua mereka. Pernyataan tersebut didukung dengan hasil penelitian Jeki (2007) yang menyatakan bahwa variabel pendidikan orang tua signifikan mempengaruhi siswa putus sekolah pada wajib belajar 9 tahun. Menurut Muniroh (2011) pada keluarga dengan latar belakang ekonomi yang rendah, pendidikan adalah sesuatu hal yang dianggap mahal dan sulit dijangkau. Keluarga miskin sering kali dihadapkan pada pilihan antara menyekolahkan anak-anak mereka atau memanfaatkan anak untuk ikut berperan serta dalam pemenuhan kebutuhan keluarga. Bagi kaum miskin, biaya untuk mengirim anak ke sekolah begitu tinggi, baik dari segi biaya untuk sekolah ataupun hilangnya pendapatan yang bisa dipakai untuk keperluan lain. Muniroh (2011) menyatakan bahwa anak-anak yang bekerja memiliki kecenderungan untuk putus sekolah. Lebih lanjut dikemukakan bahwa aktivitas bersekolah dan bekerja bagi TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
29
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
anak-anak adalah beban ganda yang seringkali dinilai terlalu berat. Sehingga setelah ditambah tekanan ekonomi dan faktor-faktor lain yang sifatnya struktural, tak pelak mereka terpaksa memilih putus sekolah di tengah jalan. Aktivitas bekerja pada anak-anak dipercaya dapat menghambat proses dan pencapaian hasil belajar di sekolah, dan akhirnya akan berdampak pada keberlanjutan sekolah mereka (Muniroh, 2011). Lens (dalam Muniroh, 2011) mengungkapkan bahwa proses pembelajaran dan pencapaiannya akan terganggu ketika siswa memadukan dua aktivitas yaitu bekerja dan sekolah. Berdasarkan hasil penelitian Khanam (dalam Muniroh, 2011) mengungkapkan bahwa anak-anak yang bekerja cenderung memperoleh prestasi yang rendah dan dapat menurunkan kemungkinan mereka untuk melanjutkan sekolah. Jenis kelamin secara biologis merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis, bersifat permanen (tidak dapat dipertukarkan antara laki-laki dan perempuan), dibawa sejak lahir dan merupakan pemberian Tuhan; sebagai seorang laki-laki atau seorang perempuan. Sedangkan menurut Showalter (dalam Marzuki, 2007) pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi konstruksi sosial budaya disebut sebagai gender. Atau lebih jelas lagi diterangkan oleh Mulia (dalam Marzuki, 2007) bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang dipakai untuk membedakan peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Bemmelen (dalam Sudarta, 2003) mengatakan bahwa sejak dulu Angka Partisipasi Sekolah anak perempuan lebih rendah daripada laki-laki dan terfokus pada jenis pendidikan tertentu. Fenomena ketimpangan gender dalam bidang pendidikan dalam masyarakat Indonesia masih sangat kuat. Dalam banyak keluarga, anak perempuan tidak menjadi prioritas untuk melanjutkan pendidikan (Kamil, 2008). Besar rumah tangga menurut BKKBN (1998) adalah jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami, isteri, anak, dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama. Berdasarkan jumlah anggota rumah tangga, besar rumah tangga dikelompokkan menjadi tiga, yaitu rumah tangga kecil, sedang, dan besar. Rumah tangga kecil adalah rumah tangga yang jumlah anggotanya kurang atau sama dengan 4 orang. Rumah tangga sedang adalah rumah tangga yang memiliki anggota antara lima sampai tujuh orang, sedangkan rumah tangga besar adalah rumah tangga dengan jumlah anggota lebih dari tujuh orang. Jumlah anggota rumah tangga memberikan indikasi beban suatu rumah tangga. Semakin besar jumlah anggota rumah tangga berarti semakin berat beban rumah tangga tersebut untuk memenuhi kebutuhannya, terutama untuk rumah tangga dengan tingkat pendapatan rendah. Jumlah anggota rumah tangga atau ukuran keluarga mempengaruhi 30
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
pola konsumsi. Hasil Survei Biaya Hidup (SBH) tahun 1989 membuktikan bahwa semakin besar jumlah anggota rumah tangga semakin besar proporsi pengeluaran keluarga untuk makanan dari pada untuk bukan makanan. Ini berarti semakin kecil jumlah anggota rumah tangga, semakin kecil pula bagian pendapatan untuk kebutuhan makanan (Sumarwan, 1993). Selebihnya, rumah tangga akan mengalokasikan sisa pendapatannya untuk konsumsi bukan makanan. Dengan demikian, rumah tangga dengan jumlah anggota sedikit relatif lebih sejahtera dari rumah tangga dengan jumlah anggota besar. Kondisi sosial ekonomi rumah tangga akan berpengaruh kepada pola pikir dan sikap orang tua terhadap pendidikan anak. Orang tua yang memiliki ekonomi lemah pola pikir dan sikapnya hanya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, sedangkan pendidikan anak bukan menjadi prioritas utama (Wuryani, 2002). Akmal (2003) mengemukakan bahwa semakin rendah tingkat kesejahteraan rumah tangga atau makin miskin suatu rumah tangga maka makin condong untuk lebih banyak mengalokasikan pengeluarannya pada kebutuhan pangan dibanding non pangan. Sebaliknya makin tinggi kesejahteraan rumah tangga atau makin kaya suatu rumah tangga makin cenderung untuk lebih banyak mengalokasikan pengeluaranya pada kebutuhan non pangan dibandingkan dengan kebutuhan pangan. Berg (dalam Sepsiyanti, 2009) mengatakan bahwa tingkat pendapatan orang miskin sebagian besar digunakan untuk membeli makanan. Semakin tinggi pendapatan pada keluarga miskin maka persentase uang yang digunakan untuk membeli makanan pun semakin besar pula. Dalam penelitian ini terdapat enam variabel penjelas dan satu variabel respon (lihat gambar 1). Variabel penjelas terdiri dari: lapangan usaha kepala rumah tangga, pendidikan tertinggi kepala rumah tangga, status bekerja anak, jenis kelamin, jumlah anggota rumah tangga, dan pengeluaran rumah tangga. Sedangkan variabel respon dari penelitian ini adalah status melanjutkan pendidikan. Variabel lapangan usaha kepala rumah tangga digunakan sebagai variabel penjelas dalam penelitian ini berdasarkan atas penelitian-penelitian sebelumnya yang menyatakan ada keterkaitan antara angka putus sekolah dengan pekerjaan orang tua. Sedangkan variabel pendidikan tertinggi kepala rumah tangga dan pengeluaran rumah tangga digunakan atas dasar bahwa kondisi sosial ekonomi rumah tangga berpengaruh kepada pola pikir dan sikap orang tua terhadap pendidikan anak, oleh sebab itu pengukuran kondisi sosial rumah tangga diukur dengan menggunakan tingkat pendidikan yang dimiliki kepala rumah tangga dan kondisi ekonomi rumah tangga didekati dengan pengeluaran rumah tangga. Kemudian variabel status bekerja anak, jenis kelamin, dan jumlah anggota rumah tangga dipilih berdasarkan atas penelitian terdahulu yang menyatakan adanya keterkaitan antara status TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
31
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
bekerja anak, jenis kelamin, dan jumlah anggota rumah tangga. Variabel respon adalah status melanjutkan pendidikan yang menyatakan status anak yang pernah sekolah pada jenjang pendidikan SD dan sekarang melanjutkan pendidikan di bangku SMP atau tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan SMP.
Variabel Penjelas
Lapangan usaha kepala
Variabel Respon
rumah tangga
Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga
Status bekerja anak
Jenis kelamin anak
Jumlah anggota rumah
Status melanjutkan pendidikan
tangga
Pengeluaran rumah tangga
Gambar 1: Kerangka Pikir
Definisi dari variabel-variabel penelitian diuraikan sebagai berikut: 1.
Status melanjutkan pendidikan adalah anak yang pernah sekolah pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan pada saat dilakukan Susenas 2011 status partisipasi bersekolahnya sedang menempuh jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau yang tidak lagi berpartisipasi sekolah.
2.
Lapangan usaha kepala rumah tangga adalah lapangan usaha/bidang pekerjaan utama dari tempat bekerja selama seminggu terakhir kepala rumah tangga anak.
3.
Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga adalah jenjang pendidikan tertinggi yang pernah diduduki kepala rumah tangga.
4.
Status bekerja anak adalah status kegiatan bekerja anak selama seminggu terakhir pada saat pencacahan Susenas 2011.
5.
Jumlah anggota rumah tangga adalah semua orang yang biasanya bertempat tinggal di suatu rumah tangga, baik yang berada di rumah pada waktu pencacahan maupun yang sementara tidak ada. Anggota rumah tangga yang telah bepergian 6 bulan atau lebih,
32
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
dan anggota rumah tangga yang bepergian kurang dari 6 bulan tetapi dengan tujuan pindah/akan meninggalkan rumah 6 bulan atau lebih tidak dianggap sebagai anggota rumah tangga. Tamu yang telah tinggal di rumah tangga 6 bulan atau lebih dan tamu yang tinggal di rumah tangga kurang dari 6 bulan tetapi akan bertempat tinggal 6 bulan atau lebih dianggap sebagai anggota rumah tangga. 6.
Pengeluaran rumah tangga adalah pengeluaran rumah tangga untuk makanan dan bukan makanan. Makanan mencakup seluruh jenis makanan termasuk makanan jadi, minuman, tembakau dan sirih. Bukan makanan mencakup perumahan, sandang, biaya kesehatan, sekolah dan sebagainya.
III. METODOLOGI Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data mentah yang diperoleh dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2011 triwulan IV serta data mentah Potensi Desa (Podes) tahun 2011 yang diselenggarakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Data Podes digunakan untuk memperoleh informasi mengenai desa/kelurahan pesisir yang ada di Indonesia pada tahun 2011 dan kemudian dicocokkan dengan desa/kelurahan pesisir yang terpilih pada Susenas tahun 2011. Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini adalah beberapa informasi dasar dari Susenas KOR dan informasi pengeluaran rumah tangga dari Susenas Modul Konsumsi/Pengeluaran Rumah Tangga. Unit analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah anak usia 13-15 tahun yang berada dalam rumah tangga sampel di desa/kelurahan pesisir. Jumlah rumah tangga sampel yang berada di desa/kelurahan pesisir pada Susenas KOR tahun 2011 Triwulan IV adalah sebesar 51.996 rumah tangga dari 285.307 rumah tangga yang terpilih sebagai sampel seluruh rumah tangga yang tersebar di Indonesia. Sedangkan populasi pada penelitian ini diperoleh sebanyak 13.167 anak usia 13-15 tahun dari rumah tangga di desa/kelurahan pesisir. Bagan alur pemilihan unit observasi penduduk usia 13-15 tahun dari data mentah Susenas 2011 dapat dilihat di lampiran.
Metode Analisis Metode analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri atas analisis deskriptif dan analisis inferensia. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan keadaan objek penelitian dan mengetahui hubungan antara variabel respon dengan masingmasing variabel penjelas. Sedangkan analisis inferensia yaitu regresi logistik digunakan untuk menguji secara statistik pengaruh tiap variabel penjelas terhadap variabel respon beserta besarannya TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
33
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Statistik deskriptif merupakan metode statistik yang meringkas, menyajikan, dan mendeskripsikan data dalam bentuk yang mudah dibaca sehingga memberikan kemudahan dalam memberikan informasi (Walpole, 1995). Bentuk penyajian statistik deskriptif dapat berupa tabel, grafik, diagram, histogram, dan lainnya. Alat analisis inferensia yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi logistik biner. Regresi logistik biner digunakan untuk menyelesaikan kasus regresi dengan variabel respon yang berupa data dikotomik (biner) dengan satu atau lebih variabel penjelas yang saling bebas, baik numerik maupun kategorik (Hosmer & Lemeshow, 2000). Model peluang regresi logistik dengan p buah variabel penjelas adalah sebagai berikut: (1) dimana π(x) = (Y=1|x) menyatakan peluang keberhasilan pada nilai x untuk variabel respon biner Y dengan nilai probabilita 0 ≤ π(x) ≤ 1 dan βj adalah nilai parameter dengan j= 1, 2, …., p. Karena fungsi π(x) merupakan suatu fungsi non linier, maka fungsi tersebut ditransformasikan ke dalam fungsi linier dengan menggunakan transformasi logit untuk mempermudah penaksiran parameter regresi. Sehingga fungsi yang terbentuk adalah sebagai berikut: (2) Dalam regresi logistik, variabel respon dapat diekspresikan sebagai berikut: y = π (x) + ε
(3)
dimana ε adalah galat pada tiap amatan dan hanya mempunyai salah satu dari dua kemungkinan nilai, yaitu: ε = 1 – π(x), jika y = 1 dengan peluang π(x) ε = - π(x), jika y = 0 dengan peluang [1- π(x)] Apabila terdapat beberapa variabel penjelas diskrit yang berskala nominal, maka diperlukan variabel boneka (dummy variable). Jika terdapat p variabel penjelas yang bebas dan variabel ke-j merupakan variabel kategorik dengan k nilai, maka akan terdapat variabel boneka (dummy variable) sebanyak k-1. Misalkan variabel bebas ke-j yaitu
mempunyai kj
kategori, maka variabel boneka kj 1 dinotasikan dengan Dju dengan koefisien βju, dimana u = 1,2, ..., kj-1, maka model regresi logistiknya adalah sebagai berikut: (4)
34
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
dan transformasi logit dari π (x) adalah: (5) Metode maximum likelihood digunakan untuk menduga parameter model regresi (Hosmer & Lemeshow, 2000). Dengan nilai variabel respon yang bersifat biner, yaitu Y bernilai 0 atau 1, maka variabel respon pada model regresi logistik memiliki sebaran Bernoulli. Sehingga fungsi kepekatan peluang dapat dinyatakan sebagai berikut: (6) Karena nilai variabel respon ( ) diasumsikan independen, maka diperoleh fungsi likelihood sebagai berikut: (7) Untuk memudahkan penghitungan maka fungsi likelihood diubah menjadi fungsi log likelihood (8) Untuk mendapatkan nilai
yang memaksimumkan
dilakukan diferensiasi terhadap β
hingga diperoleh persamaan (9) Persamaan tersebut tidak linier dalam β sehingga penghitungan secara manual akan sangat sulit dilakukan. Cara yang lebih mudah adalah dengan bantuan software statistik yang akan mencari solusi β menggunakan metode iterasi. Hasil akhirnya akan diperoleh yang disebut sebagai Maximum Likelihood Estimator. Uji kesesuaian model digunakan untuk mengetahui seberapa sesuai model yang telah terbentuk dan mengetahui keefektifan model dalam menjelaskan variabel respon (Hosmer & Lemeshow, 2000). Hipotesis: H0:
model sesuai (tidak ada perbedaan antara observasi dengan hasil kemungkinan prediksi hasil)
H1:
model tidak sesuai (ada perbedaan antara observasi dengan hasil kemungkinan prediksi hasil)
Statistik uji yang digunakan adalah Hosmer and Lemeshow goodness of fit test:
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
35
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
g
= banyaknya kelompok
n’k = jumlah subjek pada kelompok ke-k Ok = jumlah nilai dari variabel respon pada ck kombinasi variabel penjelas =
= rata-rata taksiran probabilitas dimana mj adalah banyaknya subjek dengan ck kombinasi variabel penjelas.
Keputusan tolak H0 jika
.
Uji simultan yang disebut juga uji model Chi-Square, dilakukan sebagai upaya memeriksa peranan variabel penjelas dalam model secara bersama-sama. Hipotesis: H0: β1 = .… = βp = 0 (tidak ada variabel penjelas yang signifikan mempengaruhi variabel respon). H1: paling sedikit ada satu β ≠ 0 (minimal ada satu variabel penjelas yang signifikan mempengaruhi variabel respon). Statistik uji yang digunakan adalah statistik uji G:
keterangan: L1= Likelihood yang hanya terdiri dari konstanta L0= Likelihood yang terdiri dari seluruh variabel penjelas Statistik uji G mengikuti distribusi chi-square, sehingga untuk memperoleh keputusan dilakukan perbandingan dengan nilai χ2 tabel. Tolak H0 jika G > χ2(α,p) ; p adalah banyaknya parameter atau jika nilai p-value kurang dari nilai α yang ditetapkan. Uji parsial digunakan untuk menguji keberartian parameter (koefisien β) secara parsial. Hasil pengujian secara parsial/individual akan menunjukkan apakah suatu variabel penjelas layak masuk dalam model atau tidak (Agresti, 2007). Pengujian dapat dilakukan melalui Uji Wald dengan hipotesisnya sebagai berikut: Hipotesis: H0: βj = 0 (variabel penjelas ke j tidak mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variabel respon) H1: βj ≠ 0 (variabel penjelas ke j mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variabel respon) Statistik uji Wald:
36
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
keterangan: = penduga dari
(j= 0,1,2, ..., p)
= penduga galat baku dari Statistik ini berdistribusi chi-square dengan derajat bebas 1 atau dapat ditulis dengan Wj ~ χ2
α ,1.
Keputusan tolak H0 jika Wj > χ2
α ,1
atau nilai p-value kurang dari α yang
ditetapkan.
Tabel 3: Pembentukan dan pengkategorian variabel respon dan variabel penjelas dalam penelitian Variabel
Nama Variabel
(1)
Y
X1
X2 X3
Rincian Susenas 2011
Kategori
(2)
(3)
(4)
1. Tidak melanjutkan pendidikan 2. Melanjutkan pendidikan Lapangan usaha 1. Perikanan kepala rumah 2. Lainnya tangga Pendidikan 1. ≥ SMA tertinggi kepala 2. SMP rumah tangga 3. ≤ SD Status bekerja 1. Bekerja anak 2. Tidak Bekerja Status melanjutkan pendidikan
X4
Jenis siswa
X5
Jumlah anggota Numerik rumah tangga
X6
Pengeluaran rumah tangga
kelamin 1. Perempuan 2. Laki-laki
Numerik
Odds ratio (perbandingan resiko)
Variabel Dummy (5)
(6)
0
KOR: BV, R14
1
KOR: BV, R30
D1
KOR: BV, R17
D21 D22
KOR: BV, R24a KOR: BIV, Kolom(4) MODUL: BII, R1 MODUL: BIV.3.2, Kolom(25)
Nilai variabel
D3
0 1 1 0 0 1 0 0 0 1
D4
0 1
-
-
-
-
adalah perbandingan nilai odds (resiko) pada dua
individu, misalkan individu A dan individu B. Odds ratio dituliskan sebagai berikut:
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
37
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Pada variabel penjelas yang merupakan variabel kategorik dengan dua kategori, intrepetasi parameter dilakukan dengan cara membandingkan nilai odds dari salah satu nilai pada variabel tersebut dengan nilai odds dari nilai lainnya (referensi). Misalkan kedua kategori tersebut adalah 1 dan 0 dengan 0 yang digunakan sebagai kategori referensi, maka interpretasi koefisien pada variabel ini adalah rasio dari nilai odds untuk kategori 1 terhadap nilai odds untuk kategori 0, yang dituliskan sebagai berikut:
Maka nilai odds ratio untuk model regresi logistik adalah
.
Nilai odds ratio ψ menunjukkan kecenderungan hubungan suatu variabel penjelas terhadap variabel respon. Bila nilai ψ = 1, maka antara kedua variabel tersebut tidak terdapat hubungan. Bila nilai ψ < 1, maka antara kedua variabel terdapat hubungan negatif terhadap perubahan nilai X yang bernilai benar dan demikian sebaliknya bila ψ > 1. Pada variabel penjelas yang merupakan variabel kategorik, bahwa resiko terjadinya peristiwa y = 1 pada kategori xi = 1 adalah sebesar
memiliki arti kali resiko
terjadinya resiko terjadinya peristiwa y = 1 pada kategori xi = 0. Sedangkan jika variabel penjelas merupakan variabel kontinu, maka interpretasi dari koefisien pada model regresi adalah setiap kenaikan c unit satuan pada variabel penjelas akan mengakibatkan resiko terjadinya y = 1 sebesar
kali lebih besar. Pembentukan dan pengkategorian variabel
respon dan variabel penjelas yang digunakan dalam penelitian ini bisa dilihat di tabel 3.
38
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk mengetahui karakteristik anak usia 13-15 tahun dengan status melanjutkan pendidikan dan tidak melanjutkan pendidikan di desa/kelurahan pesisir dapat dilihat pada pembahasan sebagai berikut.
Sumber: Susenas 2011 Gambar 2: Persentase Anak usia 13-15 tahun di desa/kelurahan pesisir Indonesia menurut status melanjutkan pendidikan dan lapangan usaha kepala rumah tangga, tahun 2011 Jika dilihat pada gambar 2, berdasarkan variabel lapangan usaha kepala rumah tangga, persentase anak usia 13-15 tahun yang melanjutkan pendidikan dan kepala rumah tangganya bekerja di sektor perikanan adalah sebesar 83,4 persen. Angka tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan persentase anak yang kepala rumah tangganya bekerja di sektor lainnya, yaitu sebesar 89,2 persen. Sering dijumpai dalam berbagai penelitian bahwa masyarakat pesisir yang pada umumnya bekerja sebagai nelayan atau bekerja di sektor perikanan memiliki kondisi perekonomian yang lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat non pesisir atau yang sumber mata pencahariannya di luar sektor perikanan. Masyarakat pesisir yang menggantungkan sumber pendapatannya dari kekayaan laut dan pesisir sering dihadapkan pada kesulitan ekonomi akibat musim paceklik. Menurut Badiran (2009) kondisi kehidupan nelayan terjebak dalam kemiskinan terstruktur sehingga kehidupan nelayan tak kunjung sejahtera. Dari gambar 3 dapat dilihat bahwa anak usia 13-15 tahun yang melanjutkan pendidikan dan pendidikan kepala rumah tangganya SMA ke atas adalah sebesar 94,6 persen. Selanjutnya, persentase anak yang melanjutkan pendidikan dengan tingkat pendidikan kepala rumah tangga SMP adalah sebesar 92 persen dan SD ke bawah sebesar adalah sebesar 84,8 persen. Sedangkan persentase anak usia 13-15 tahun yang tidak melanjutkan pendidikan dengan tingkat pendidikan kepala rumah tangga adalah SD ke bawah adalah sebesar 15,2 persen. Angka tersebut jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan anak yang tingkat TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
39
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
pendidikan kepala rumah tangganya SMP dan SMA ke atas yang berturut-turut memiliki persentase sebesar 8 persen dan 5,4 persen. Pendidikan orang tua memiliki kaitan dengan pola pikir dan sikap orang tua terhadap pendidikan anak. Orang tua yang pendidikannya tinggi mengerti dan sadar bahwa pendidikan itu sangat diperlukan bagi anak-anak mereka. Hadiyanto (dalam Bano, 2011) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua maka semakin tinggi pula aspirasi dan penghargaan mereka terhadap pendidikan. Sebaliknya, orang tua dengan pendidikan rendah tidak memiliki tuntutan kepada anaknya untuk berpendidikan tinggi atau setidaknya relatif lebih tinggi dari pendidikan mereka.
Sumber: Susenas 2011 Gambar 3: Persentase Anak usia 13-15 tahun di desa/kelurahan pesisir Indonesia menurut status melanjutkan pendidikan dan pendidikan tertinggi kepala rumah tangga, tahun 2011. Status anak yang bekerja merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan anak putus sekolah atau tidak melanjutkan pendidikan. Fenomena anak yang bekerja di kalangan masyarakat ekonomi rendah di Indonesia diiringi dengan banyaknya anak yang mengalami putus sekolah. Anak-anak yang bekerja disinyalir cenderung mudah putus sekolah. Beban ganda yang dipikul anak-anak seringkali dinilai terlalu berat, proses dan hasil pembelajaran anak di sekolah terganggu ketika anak memadukan dua aktivitas sekaligus yaitu bekerja dan sekolah. Anak-anak yang bekerja juga disebabkan oleh tuntutan ekonomi yang mengharuskan mereka untuk membantu orang tua mencari nafkah. Keterlibatan mereka dalam dunia kerja pada umumnya secara sukarela mereka lakukan sebagai bentuk kemandirian dan bakti mereka kepada orang tua. Akibatnya, jumlah anak-anak yang lebih memilih bekerja dari pada sekolah semakin meningkat.
40
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
100% 80%
54.5 92.3
60% 40%
20%
Melanjutkan Tidak Melanjutkan
45.5 7.7
0%
Bekerja
Tidak Bekerja
Sumber: Susenas 2011 Gambar 4: Persentase Anak usia 13-15 tahun di desa/kelurahan pesisir Indonesia menurut status melanjutkan pendidikan dan status bekerja anak, tahun 2011. Jika ditinjau dari gambar 4, persentase anak usia 13-15 tahun yang melanjutkan pendidikan dengan status bekerja adalah sebesar 54,5 persen. Angka tersebut sangat rendah jika dibandingkan dengan anak yang tidak bekerja yaitu sebesar 92,3 persen. Sedangkan anak usia 13-15 tahun yang tidak melanjutkan pendidikan pada golongan anak yang tidak bekerja adalah sebesar 7,7 persen. Nilai tersebut jauh berbeda dibandingkan anak yang bekerja yaitu sebesar 45,5 persen. Dikatakan dalam banyak penelitian bahwa terdapat ketimpangan gender antara lakilaki dan perempuan dalam berbagai aspek sosial, salah satunya adalah dalam hal pendidikan. Dalam suatu keluarga, laki-laki cenderung mendapatkan prioritas yang utama untuk melanjutkan pendidikan dibandingkan dengan perempuan. Bemmelen (2003) mengemukakan bahwa sejak dahulu angka partisipasi sekolah pada anak perempuan lebih rendah daripada laki-laki.
Sumber: Susenas 2011 Gambar 5: Persentase Anak usia 13-15 tahun di desa/kelurahan pesisir Indonesia menurut status melanjutkan pendidikan dan jenis kelamin, tahun 2011. TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
41
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Namun rupanya pernyataan tersebut tidak berlaku pada anak usia 13-15 tahun di desa/kelurahan pesisir Indonesia. Di gambar 5, persentase anak yang melanjutkan pendidikan pada golongan anak perempuan adalah sebesar 90 persen. Sedangkan anak yang melanjutkan pendidikan pada golongan anak laki-laki adalah sebesar 88,4 persen. Selanjutnya, persentase anak usia 13-15 tahun yang tidak melanjutkan pendidikan pada golongan anak perempuan adalah sebesar 10 persen. Angka tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan dengan anak laki-laki yang tidak melanjutkan pendidikan yaitu sebesar 11,6 persen. Analisis mengenai status melanjutkan pendidikan anak-anak pesisir dengan model regresi logistik pada taraf uji 5% untuk kesesuaian model diperoleh dari hasil uji Hosmer dan Lemeshow bahwa signifikansi (p-value) sebesar 0,205 yang lebih dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan tingkat keyakinan 95 persen, model regresi logistik yang digunakan telah cukup mampu menjelaskan data atau model sesuai. Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar variabilitas variabel respon dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel penjelas. Koefisien determinasi pada regresi logistik biner dapat dilihat dalam nilai Nagelkerke’s R Square yang merupakan modifikasi dari koefisien Cox and Snell’s untuk memastikan bahwa nilainya bervariasi dari nol sampai satu. Hal ini dilakukan dengan membagi nilai Cox and Snell’s R Square dengan nilai maksimumnya. Nilai Nagelkerke’s R Square sebesar 19,9 persen, nilai tersebut memiliki arti bahwa variabilitas variabel respon dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel penjelas sebesar 19,9 persen. Namun nilai ini hanya pendekatan saja, karena pada regresi logistik koefisien determinasi tidak dapat dihitung seperti regresi linier. Oleh karena itu perlu diketahui seberapa banyak prediksi yang benar melalui pengamatan nilai Classification Plot. Matrik klasifikasi digunakan untuk menunjukkan ketepatan prediksi dari model regresi logistik berganda terhadap variabel respon, pada Classification Table adalah sebesar 88,4 persen. Nilai tersebut memiliki arti bahwa model regresi logistik yang digunakan telah cukup baik, karena mampu memprediksi untuk mengklasifikasikan status melanjutkan anakanak pesisir berdasarkan variabel-variabel penjelas yang signifikan dalam model sebesar 88,4 persen.
Tabel 4: Hasil uji simultan
42
Variabel
Chi-square
Df
Sig.
(1)
(2)
(3)
(4)
Status melanjutkan pendidikan
1401,568
7
0,000
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
Hasil pengujian parameter secara simultan dapat dilihat dalam tabel 4. Dari pengujian simultan diperoleh nilai G adalah sebesar 1401,568 dengan tingkat signifikansi (p-value) 0,000, maka diperoleh keputusan tolak hipotesis nol (H0). Pada tingkat keyakinan 95 persen dapat disimpulkan bahwa ada minimal satu variabel penjelas yang berpengaruh pada variabel respon. Hasil uji simultan menyatakan bahwa minimal terdapat satu variabel penjelas yang berpengaruh terhadap variabel respon. Maka untuk mengetahui variabel penjelas mana yang secara parsial berpengaruh terhadap status melanjutkan sekolah dilakukan uji parsial dengan menggunakan statistik uji Wald. Hasil pengujian uji Wald ditunjukkan di tabel 5, terlihat bahwa nilai signifikansi (p-value) kurang dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat lima variabel yang signifikan mempengaruhi variabel respon, sedangkan variabel jenis kelamin dan konstanta tidak signifikan pada taraf uji 5%.
Tabel 5: Nilai penduga parameter, tingkat signifikansi dan odds ratio setiap variabel penjelas terhadap status melanjutkan pendidikan Variabel penjelas Sig. Odds ratio (1)
(2)
(3)
(4)
Lapangan usaha kepala rumah tangga
0,336
0,000
1,400
Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga (1)
0,765
0,000
2,150
Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga (2)
0,604
0,000
1,830
Status bekerja anak
2,214
0,000
9,152
Jenis Kelamin
-0,114
0,058
0,892
Jumlah anggota rumah tangga
-0,063
0,000
0,939
Pengeluaran rumah tangga
0,000
0,000
1,000
Constant
-0,123
0,326
0,884
Hal ini kemungkinan bisa terjadi karena pada masyarakat pesisir sebagian besar anak-anaknya ikut bekerja untuk membantu memperoleh penghasilan, tidak memilih anak laki-laki maupun perempuan akan diikutsertakan dalam kegiatan mencari nafkah. Badiran (2009) mengemukakan bahwa dalam masyarakat nelayan anak laki-laki yang telah remaja ikut membantu orang tua ke laut dan anak perempuan membantu ibunya di rumah. Persamaan transformasi logit dari regresi logistik dengan parameter β yang signifikan dalam model adalah sebagai berikut: = 0,260 D1 + 0,770 D21 + 0,595 D22 + 2,187 D3 – 0,077 X5 + 0,12.10-6 X6 TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
(10) 43
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Keterangan: (x)
=Peluang kejadian seorang anak usia 13-15 tahun melanjutkan pendidikan
D1
= Lapangan usaha kepala rumah tangga
D21
= Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga (dummy ke-1)
D22
= Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga (dummy ke-2)
D3
= Status bekerja anak
X5
= Jumlah anggota rumah tangga
X6
= Pengeluaran rumah tangga Dari persamaan 10 memiliki arti bahwa peluang anak yang kepala rumah tangganya
mempunyai lapangan usaha
di sektor non perikanan lebih tinggi untuk melanjutkan
pendidikan dibandingkan dengan anak yang kepala rumah tangganya bekerja di sektor perikanan dengan asumsi pendidikan tertinggi kepala rumah tangga, status bekerja anak, jumlah anggota rumah tangga, dan pengeluaran rumah tangga sama. Sedangkan apabila dilihat dari nilai odds ratio, anak yang lapangan usaha kepala rumah tangganya berada di sektor non perikanan memiliki kecenderungan sebesar 1,40 kali dibandingkan dengan anak yang kepala rumah tangganya bekerja di sektor perikanan untuk melanjutkan pendidikan. Angka kecenderungan tersebut menunjukkan perbedaan yang tidak terlalu berarti antara anak yang lapangan usaha kepala rumah tangganya berada di sektor non perikanan dan perikanan. Hal ini menggambarkan suatu keadaan bahwa baik orang tua yang bekerja di sektor perikanan maupun non perikanan di desa/kelurahan pesisir memiliki keinginan dan upaya untuk menyekolahkan anak-anak mereka hingga tingkat SMP. Untuk variabel pendidikan tertinggi kepala rumah tangga, menunjukkan bahwa anak yang pendidikan tertinggi kepala rumah tangganya SMA ke atas memiliki peluang yang lebih tinggi untuk melanjutkan pendidikan dibandingkan dengan anak yang pendidikan tertinggi kepala rumah tangganya SD ke bawah, dengan asumsi lapangan usaha kepala rumah tangga, status bekerja anak, jumlah anggota rumah tangga, dan pengeluaran rumah tangga sama. Selanjutnya, anak yang pendidikan tertinggi kepala rumah tangganya SMP memiliki peluang yang lebih tinggi untuk melanjutkan pendidikan dibandingkan dengan anak yang pendidikan tertinggi kepala rumah tangganya SD ke bawah, dengan asumsi lapangan usaha kepala rumah tangga, status bekerja anak, jumlah anggota rumah tangga, dan pengeluaran rumah tangga sama. Nilai odds ratio yang sebesar 2,154 menunjukkan bahwa anak yang pendidikan tertinggi kepala rumah tangganya adalah SMA ke atas memiliki kecenderungan sebesar 2,154 kali dibandingkan dengan anak yang kepala rumah tangganya berpendidikan SD ke bawah untuk melanjutkan pendidikan. Sedangkan apabila kepala rumah tangga yang pendidikan
44
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
tertingginya adalah sampai jenjang SMP maka anak mereka memiliki kecenderungan sebesar 1,83 kali lebih besar untuk melanjutkan pendidikan dibandingkan dengan anak yang kepala rumah tangganya berpendidikan SD ke bawah. Secara umum dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi pendidikan kepala rumah tangga maka semakin tinggi pula peluang anak usia 13-15 tahun untuk melanjutkan pendidikan hingga 9 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan kepala rumah tangga yang lebih tinggi memiliki kaitan dengan sikap dan pola pikir orang tua dalam mendukung terpenuhinya pendidikan anak. Sebaliknya, orang tua yang memiliki tingkat pendidikan rendah tidak menuntut anaknya untuk menempuh pendidikan yang lebih baik darinya. Nilai odds ratio yang terbesar terdapat pada variabel status bekerja anak, yaitu anak yang tidak bekerja memiliki kecenderungan sebesar 9,3 kali dibandingkan dengan anak bekerja untuk melanjutkan pendidikan, dengan asumsi lapangan usaha kepala rumah tangga, pendidikan tertinggi kepala rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, dan pengeluaran rumah tangga sama. Angka tersebut menunjukkan kecenderungan yang sangat tinggi dibandingkan variabel penjelas lainnya. Hal itu menunjukkan bahwa status anak yang bekerja kecenderungannya sangat kuat untuk tidak melanjutkan pendidikan, artinya pula bahwa pada masyarakat pesisir keberadaan anak sangat diperlukan untuk membantu keluarga dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi ketimbang meningkatkan nilai anak dengan memberikan pendidikan yang lebih tinggi kepada mereka. Orang tua terpaksa mengabaikan pendidikan anak dan membebankan tanggung jawab mencari nafkah kepada anak. Tingginya biaya sekolah serta pilihan untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga yang lain dapat menjadi alasan orang tua untuk memperkerjakan anak-anak mereka. Pada variabel jumlah anggota rumah tangga pengeluaran rumah tangga mempunyai nilai odds ratio hampir mendekati 1, hal ini menunjukan bahwa jika terjadi pertambahan anggota rumah tanggan ataupun peningkatan pengeluaran rumah tangga tidak akan memberikan pengaruh pada status melanjutkan pendidikan anak-anak pesisir. Jumlah anggota rumah tangga yang lebih banyak ataupun lebih sedikit, dan rumah tangga dengan tingkat ekonomi rendah maupun tinggi di desa/kelurahan pesisir memiliki peluang yang sama dalam menentukan pendidikan anak mereka. Hasil tersebut berlainan jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang serupa. Ridha (2005) dalam penelitiannya tentang peluang melanjutkan pendidikan siswa SD dan SMP di Provinsi Gorontalo memberikan hasil bahwa siswa SMP dengan pengeluaran rumah tangga yang lebih besar cenderung mempunyai peluang 2,362 kali untuk melanjutkan pendidikan dibandingkan siswa dengan pengeluaran rumah tangga yang rendah. Serta Bano (2011) dalam penelitiannya tentang pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap partisipasi TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
45
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
sekolah penduduk usia 7-15 tahun di Provinsi Papua tahun 2009 menunjukkan bahwa pengeluaran perkapita rumah tangga memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap kecenderungan anak untuk bersekolah. Dalam penelitian ini usia 13-15 tahun adalah usia sekolah pada tingkat pendidikan SMP, yang ternyata bagi rumah tangga di wilayah desa/kelurahan pesisir di Indonesia untuk variabel pengeluaran rumah tangga tersebut belum menunjukkan kecenderungan untuk status melanjutkan pendidikan anak-anak pesisir bersekolah lebih tinggi dari SD yaitu SMP jika terjadi peningkatan pengeluaran rumah tangga. Dalam hal ini tampaknya peningkatan pengeluaran rumah tangga bukan ditujukan untuk pendidikan anak akan tetapi lebih diutamakan untuk kebutuhan pangan keluarga sebagaimana ciri rumah tangga wilayah pesisir yang kebanyakan masih di bawah garis kemiskinan.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN Anak usia 13-15 tahun di desa/kelurahan pesisir dengan karakteristik kepala rumah tangga bekerja di sektor non perikanan, pendidikan tertinggi kepala rumah tangga SMP dan SMA ke atas, status anak tidak bekerja, dan jenis kelamin perempuan memiliki persentase yang lebih tinggi yang melanjutkan pendidikan. Variabel penjelas yang berpengaruh terhadap status melanjutkan pendidikan pada anak usia 13-15 tahun di desa/kelurahan pesisir Indonesia tahun 2011 adalah lapangan usaha kepala rumah tangga, pendidikan tertinggi kepala rumah tangga, status bekerja anak, jumlah anggota rumah tangga, dan pengeluaran rumah tangga. Anak yang kepala rumah tangganya bekerja di sektor non perikanan, tingkat pendidikan tertinggi kepala rumah tangganya adalah SMP dan SMA ke atas, dan anak yang tidak bekerja lebih cenderung untuk melanjutkan pendidikan daripada anak yang kepala rumah tangganya bekerja di sektor perikanan, tingkat pendidikan tertinggi kepala rumah tangganya adalah SD, dan anak yang bekerja. Akan tetapi, peningkatan jumlah anggota rumah tangga dan pengeluaran rumah tangga tidak memberikan peningkatan kecenderungan bagi anak untuk melanjutkan pendidikan. Hal-hal yang bisa disarankan dari penelitian ini adalah pemerintah pusat dan daerah perlu merancang bentuk pendidikan yang memungkinkan bagi anak masyarakat pesisir untuk dapat sekolah sekaligus membantu orang tuanya bekerja. Serta, perlu pula diadakan materi keterampilan khusus yang diajarkan kepada anak masyarakat pesisir, misalnya budidaya ikan, budidaya terumbu karang, menjahit, memasak, dan lain sebagainya agar mereka kelak dapat mengangkat taraf hidup masyarakat pesisir. Pemerintah juga diharapkan mampu mempermudah akses kepada program-program yang sudah ada agar bantuan yang diberikan benar-benar mampu menjangkau masyarakat nelayan. Berbagai program peningkatan 46
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
kesejahteraan telah diberikan bagi masyarakat nelayan, namun tidak semuanya dapat diakses dengan mudah. Salah satu contohnya yaitu program pemerintah tentang pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam pelaksanaannya sulit diperoleh bagi nelayan.
DAFTAR PUSTAKA Agresti, Alan. 2007. An Introduction to Categorical Data Analysis (2nd ed). John Wiley & Sons, New York. Akmal.
2003.
Analisis
Pola
Konsumsi
Keluarga
di
Kecamatan
Tallo
Kota
Makassar.[Skripsi], Universitas Hasanuddin, Makasar. Aristin, Nevy Farista. 2010. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap anak putus sekolah tingkat sekolah menengah pertama (SMP) di Kecamatan Bondowoso Kabupaten Bondowoso
[Skripsi],
Universitas
Negeri
Malang,
Malang.
http://library.um.ac.id/freecontents/index.php/publication/aristin.htmlDiakses
pada
tanggal 3 September 2012. Badiran, Muhammad, dkk. 2009. Pengembangan Model Pendidikan Dasar Bagi Anak Masyarakat Nelayan, Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara, Medan.
http://balitbang.sumutprov.go.id/download.php?f=files/files/penelitian
balitbang/Nelayan_09.pdf . Diakses pada tanggal 11 April 2012. Bano, Rafly Parenta. 2011. Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Partisipasi Sekolah Penduduk Usia 7-15 Tahun di Provinsi Papua Tahun 2009 Dengan Menggunakan Regresi Logistik dan Classification And Regression Tree (Cart) [Skripsi], Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, Jakarta. Bentri, Alwen, dkk. 2007. Efektifitas Pelaksanaan Wajib Belajar Sembilan Tahun di Sumatera
Barat,
Universitas
Negeri
Padang,
Padang.
http://www.puslitjaknov.org/data/file/2008/makalah_peserta/51_Alwen%20Bantri_EFE KTIVITAS%20PELAKSANAAN%20WAJIB%20BELAJAR%209%20TAHUN%20.p df. Diakses pada tanggal 29 Maret 2012. Chusna, Esti Mufidatul. 2009. Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Dorongan Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar Mata Pelajaran Ekonomi Siswa Kelas XI SMUN I Sutojayan Blitar
[Skripsi],
Universitas
Islam
Negeri,
Malang.
malang.ac.id/thesis/fullchapter/05130029-esti-mufidatul-chusna.ps
.
http://lib.uinDiakses
pada
tanggal 3 September 2012. Fachruddin, C. 2011. Pengaruh Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan terhadap Lingkungan Rumah Tempat Tinggal Nelayan di Desa Lalang dan Desa Medang TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
47
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batu Bara, Universitas
Sumatera
Utara,
Medan. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/22615. Diakses pada tanggal 2 September 2012. Hadiatty, Ratna Taofik. 2010. Analisis Pengaruh Status Ekonomi, Sosial Budaya, dan Lingkungan Geografis Terhadap Putus Sekolah Kecamatan Tarogong Kidul Kabupaten Garut
[Skripsi],
Universitas
Pendidikan
Indonesia,
Bandung.
http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_skripsi=8991. Diakses pada tanggal 3 September 2012. Hosmer, David W. & Lemeshow, Stanley. (2000). Applied Logistic Regression (2nd ed), John Wiley & Sons, New York. Jeki. 2012. Perencanaan Penanggulangan Siswa Putus Sekolah Pada Tingkat Pendidikan Wajib Belajar 9 Tahun di Kabupaten Agam, Universitas Andalas, Padang. http://pasca.unand.ac.id/id/wpcontent/uploads/2011/09/PERENCANAANPENANGGULANGAN-SISWA-PUTUS-SEKOLAH.pdf . Diakses pada tanggal 10 April 2012. Marzuki. 2007. Kajian Awal Tentang Teori-Teori Gender. Jurnal Civics, 4(2), 67-77. http://staff.uny.ac.id/system/files/penelitian/Marzuki,%20Dr.%20M.Ag./25.%20Kajian %20Awal%20Tentang%20Teori-Teori%20Gender.pdf.
Diakses
pada
tanggal
19Juni2012. Muniroh, Siti Mumun. Keberlanjutan Sekolah Pekerja Anak: Studi Kasus Dinamika Psikologis
Pekerja
Anak
Sektor
Batik
di
Kabupaten
Pekalongan.
http://menulisbersamaaswir.blogspot.com/2011/09/keberlanjutan-sekolah-pekerjaanak.html. Diakses pada tanggal 8Juli2012 Pramono, Djoko. 2005. Budaya Bahari, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Prayitno, Didi. 200). Partisipasi Masyarakat Dalam Implementasi Kebijakan Pemerintah [Tesis],
Universitas
Diponegoro,
Semarang.
http://eprints.undip.ac.id/17075/1/DIDI_PRAYITNO.pdf Diakses pada tanggal 14 April 2012. Ridha, Muhammad. 2005. Peluang Melanjutkan Pendidikan Siswa SD dan SMP di Propinsi Gorontalo [Skripsi], Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, Jakarta. Sepsiyanti, Nur. 2009. Food Coping Strategy Rumah Tangga Yang Tinggal Di Wilayah Rawan Pangan Dan Gizi Kabupaten Banjarnegara Propinsi Jawa Tengah, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/12326.
Diakses pada tanggal 3 September 2012.
48
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
Suhana, 2006. Krisis Sumberdaya Manusia Nelayan (Memperingati Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2006). http://ocean.iuplog.com. Diakses pada tanggal 17 September 2012. Sudarta, Wayan. 2003. Ketimpangan Gender di Bidang Pendidikan. Jurnal Studi Gender,2,110.http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/ketimpangan%20gender%281%29.pd f. Diakses pada tanggal 3 September 2012. Walpole, Ronald. 1995. Pengantar Statistika. Edisi ke-3, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Wuryani, Umi. 2002. Analisis Terhadap Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Program Wajib Belajar Sembilan Tahun di Desa Kedungwaru Kidul Kecamatan Karanganyar Kabupaten
Demak
[Tesis],
Universitas
Diponegoro,
Semarang.
http://eprints.undip.ac.id/12967/1/2002MAP1467.pdf.
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
49
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
PENGARUH KELEMBAGAAN KB DAN PEMBANGUNAN SOSIAL EKONOMI TERHADAP PENCAPAIAN KB DI KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA Febri Wicaksono1
Abstract
This research uses multiple linier regression analysis to analize factors behind Contraceptive Prevalence Rate (CPR). The results show that CPR is affected by the type of Family Planning (FP) institution, life expectancy at birth, ratio of FP field worker village, ratio of primary school building to population aged 7-12, percentage of women having primary education or less, percentage of child worker, poverty incidence, and ratio of health personnel to women aged 15-49. The CPR is higher in municipalities/cities where FP institution is dinas/badan. Higher life expectancy at birth, ratio of FP field worker village, ratio of primary school building to population aged 7-12 and percentage of women having primary education or less result in higher CPR. Less percentage of child worker, poverty incidence, and ratio of health personnel to women aged 15-49 result in higher CPR. Keywords: contraceptive use, family planning, family planning institutions, economic development, educational development, health development, family planning development
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Studi-studi terdahulu telah menunjukkan adanya hubungan yang erat antara tingkat penggunaankontrasepsi dengan fertilitas (misal, Mauldin dan Segal, 1988). Sesungguhnyalah, penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu dari empat faktor kunci yang mempengaruhi fertilitas, sedangkan ketiga faktor lainnya adalah perilaku perkawinan, perilaku menyusui, dan perilaku aborsi (Bongaarts, 1978). Dari keempat faktor tersebut, di sebagian besar negara berkembang, penggunaan kontrasepsi mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap fertilitas (Donaldson dan Tsui, 1990). Akan tetapi, transisi fertilitas di negara-negara Asia tidak dapat hanya dijelaskan dengan teori fertilitas saja, seperti dengan melihat kaitan fertilitas dengan penggunaan kontrasepsi. Namun,penjelasan transisi fertilitas harus mengikutkan tiga elemen terpisah,
1
50
Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, Jakarta;
[email protected] TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
yaitu perubahan sosio-ekonomi, ketersediaan dan legitimasi dari alat kontrasepsi, dan peran serta dari pemerintah (Caldwell, 1994). Di Indonesia, keberhasilan program Keluarga Berencana (KB) tidak terlepas dari peran serta dan intervensi pemerintah. Keberhasilan program KB di Indonesia terletak pada komitmen politis pemerintah dalam melaksanakan program KB dengan melibatkan pegawaipegawai pemerintah dari tingkat provinsi sampai tingkat desa (Freedman, 1975 dalam Hatmadji dan Rajagukguk, 1995). Program KB yang dilaksanakan oleh pemerintah sejak awal tahun 1970-an telah berhasil menurunkan tingkat fertilitas di Indonesia (Hatmadji, 2004). Adanya program KB nasional telah membuatmasyarakat mulai mengerti dan menerima norma keluarga kecil dengan melihat aspirasi tentang kemajuan anak, pendidikan anak, tingkat ekonomi, biaya memelihara anak, dan pergeseran nilai anak itu sendiri dan kesadaran ini memberikan pandangan mengenai jumlah anak yang diinginkan. Oleh karena itu, kelanjutan penurunan tingkat kelahiran di Indonesia di masa depan tergantung pada ketersediaan dan akses terhadap pelayanan KB. Akan tetapi, dalam era otonomi daerah (Otda) saat ini terdapat dugaan bahwa komitmen pemerintah terhadap program KB mulai melemah. Hal ini terlihat dari bentuk kelembagaan KB yang berbeda-beda antar institusi pemerintah daerah karena dalam era Otda setiap daerah diberi kewenangan untuk mengelola sekaligus mengolah daerahnya, dengan memanfaatkan sumber daya manusia dan sumber daya alam setempat demi kesejahteraan dan kemajuan daerah,tanpa mengandalkan uluran tangan dari pemerintah pusat. Sebelum era Otda, pelaksanaan KB secara struktural dikoordinasi oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), yang sekarang bernama Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional. Akan tetapi, setelah Otda, kewenangan urusan KB secara penuh dilimpahkan kepada daerah, yang menimbulkanberagam reaksi dari kabupaten/kota. Keragaman reaksi tersebut, antara lain, berkaitan dengan pemahaman mengenai pelaksanaan program KB di daerah. Belum adanya pemahaman yang sama dapat menimbulkan variasi kebijakan terhadap KB. Misalnya, sebagian besar daerah menganggap bahwa lembaga yang mengurusi KB bukanlah lembaga yang mendapat prioritas karena masalah KB dianggap bukan sektor kegiatan yang strategis dan penting. Dengan kata lain, dengandikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8/2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, maka BKKBN merupakan salah satu lembaga yang menjadi "korban". Keluarnya PP tersebut menyebabkankabupaten/kota merestrukturisasi kelembagaan di daerah masing-masing.Lembaga yang ‘gemuk’ tetapi miskin fungsi dirampingkan. Dalam PP TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
51
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
tersebut disebutkan bahwa kabupaten/kota memiliki maksimal 14 dinas (pasal 9) dengan lembaga teknis maksimal 8 (pasal 10). Usaha restrukturasi kelembagaan di daerah yang dilakukan oleh masing-masing daerah menyebabkan tidak adanya tipe lembaga yang sama untuk mengurus KB di semua daerah. Lembaga yang mengurusi KB ada yang berbentuk dinas, ada yang berbentuk kantor, atau ada pula yang berbentuk badan. Sayangnya, sebagian daerah menggabungkan sektor KB dengan sektor lainnya. Pada umumnya, bidang KB dijadikan satu dengan bidang kesejahteraan sosial atau dengan catatan sipil dan kependudukan. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka tulisan ini mempelajari pengaruh kelembagaan KB terhadap pencapaian KB di tingkat kabupaten/kota di Indonesia. Selain itu, tulisan ini juga mempelajari pengaruh faktor-faktor pembangunan sosial, ekonomi, dan kesehatan terhadap pencapaian KB di tingkat kabupaten/kota di Indonesia.
II. KAJIAN PUSTAKA Pembangunan sosial ekonomi telah diakui sebagai faktor yang mempengaruhi penurunan fertilitas dan penggunaan kontrasepsi. Akan tetapi, di negara-negara berkembang, faktor penting lainnya yang mempengaruhi penurunan fertilitas dan penggunaan kontrasepsi adalah peran serta pemerintah dalam mendukung penggunaan kontrasepsi (Bongaarts, 1997; Caldwell dan Caldwell, 1997; Gertler dan Molyneaux, 1994; Lapham dan Mauldin, 1984; Mason, 2001; Warwick, 1986). Sementara itu, di Indonesia tingginya keterlibatan dan dukungan pemerintah terhadap program KB telah diakui sebagai kunci dari keberhasilan pelaksanaan program keluarga berencana (Hull dan Hull, 1997). Meskipun fertilitas maupun penggunaan kontrasepsi sering dianggap sebagai perilaku individu, tetapi kedua hal tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor pada beberapa tingkatan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku fertilitas dan penggunaan kontrasepsi dapat dikategorikan ke dalam empat tingkatan kategori, yaitu nasional, regional, rumah tangga, dan individu (National Research Council, 1993). Pada tingkat nasional, penggunaan kontrasepsi dipengaruhi oleh kebijakan sosial, situasi ekonomi, dukungan pemerintah dan lembaga atau negara donor untuk KB, dan implementasi program KB. Sedangkan pada tingkat regional, penggunaan kontrasepsi dipengaruhi oleh bentuk organisasi politik dan sosial di daerah, infrastruktur, kematian bayi dan anak, norma-norma dalam masyarakat mengenai fertilitas, dan akses terhadap pelayanan KB (National Research Council, 1993). Pembangunan ekonomi suatu daerah erat kaitannya dengan perilaku fertilitas dan penggunaan kontrasepsi di daerah tersebut. Motivasi untuk mengatur fertilitas melalui penggunaan kontrasepsi, selain dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran terhadap anak, 52
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
juga dipengaruhi oleh biaya pengaturan fertilitas yang meliputi biaya ekonomi, biaya sosial, dan biaya kesehatan dan fisik (Easterlin dan Crimmins, 1985). Dengan demikian, kemiskinan diduga sebagai salah satu faktor penting yang mempengaruhi penggunaan alat/metode kontrasepsi. Selanjutnya, pada tingkat regional, perbedaan dalam infrastruktur juga dapat mempengaruhi perbedaan angka prevalensi kontrasepsi. Perbedaan infrastruktur ini dapat dilihat dari tingkat urbanisasi dan rasio sekolah per penduduk usia sekolah. Demikian pula dengan situasi pasar tenaga kerja, yang dapat dilihat dari gambaran tenaga kerja yang terserap dalam pasar tenaga kerja, seperti banyaknya wanita dan anak yang bekerja, juga dapat mempengaruhi penggunaan kontrasepsi pada tingkat regional seperti banyaknya tenaga kerja wanita dan tenaga kerja anak . Partisipasi wanita dalam lapangan pekerjaan dapat mempengaruhi permintaan terhadap anak, yang kemudian akan mempengaruhipenggunaan kontrasepsi. Sedangkanpartisipasi anak dalam dunia kerja akan mempengaruhi biaya akan anak serta norma mengenai jumlah anak yang ideal dalam masyarakat, yang pada akhirnyajuga dapat mempengaruhi permintaan terhadap anak dan penggunaan kontrasepsi. Tingkat penggunaan kontrasepsi juga dipengaruhi oleh bentuk dan organisasi pemerintahan di daerah. Dalam sistem pemerintahan yang terdesentralisasi, peran pemerintah lokal/daerah (Pemda) terhadap perilaku fertilitas dan penggunaan kontrasepsi adalah sangat besar. Setiap Pemda dapat mengeluarkan kebijakan dan sanksi mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan fertilitas, yang kemudian dapat menciptakan norma-norma mengenai fertilitas di daerahnya masing-masing. Selain itu, Pemda juga berperan penting dalam penyediaan alat kontrasepsi bagi masyarakat. Kebijakan Pemda dapat dilihat dari bentuk organisasi Pemda yang bertanggung jawab terhadap program KB karena bentuk organisasi tersebut akan mempengaruhi wewenang dan kinerja dalam mengimplementasikan kebijakan program KB yang akan dapat mempengaruhi tingkat penerimaan masyarakat terhadap norma fertilitas yang kemudian akan dapat mempengaruhi penggunaan kontrasepsi pada masyarakat. Bahkan, perbedaan wewenang dan kinerja organisasi juga akan berpengaruh pada penyediaan alat kontrasepsi, yang akan mempengaruhi akses masyarakat. Penggunaan kontrasepsi juga dipengaruhi oleh angka kematian bayi dan anak di suatu daerah. Kematian bayi dan anak akan memberikan efek psikologis terhadap orang tua. Ketika para orang tua ketakutan terhadap kehilangan seorang atau lebih anak mereka, maka mereka akan merespon dengan cara memiliki anak dalam jumlah yang banyak untuk memastikan bahwa anak mereka akan ada yang berhasil selamat sampai dewasa. Angka harapan hidup saat lahir (AHH), yang merupakan perkiraan rata-rata tambahan umur seseorang yang TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
53
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
diharapkan dapat terus hidup, dapat digunakan sebagai proksi dalam melihat besarnya angka kematian bayi. AHH merupakan cerminan kondisi kesehatan di suatu daerah, danAHH berhubungan secara terbalik dengan angka kematian bayi. Akses terhadap program KB juga dapat mempengaruhi perbedaan penggunaan kontrasepsi antar daerah. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, sebagian besar peserta KB memperoleh alat kontrasepsi dari sektor swasta, seperti dokter, bidan, dan tenaga kesehatan lainnya.Untuk itu, keberadaan tenaga kesehatan dan petugas lapangan KB merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penggunaan kontrasepsi di suatu daerah di Indonesia. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan kontrasepsi dalam masyarakat dipengaruhi oleh faktor organisasi politik dan sosial di daerah dan faktor-faktor pembangunan ekonomi, sosial, kesehatan melalui norma mengenai fertilitas dan akses terhadap alat kontrasepsi. Tingkat penerimaan masyarakat
terhadap norma mengenai
fertilitas dipengaruhi oleh tingkat pendidikan masyarakat, karena pendidikan dapat mempengaruhi sikap dan pandangan hidup masyarakat untuk menerima pandangan baru mengenai kontrasepsi. Dengan demikiantingkat pendidikan masyarakat pun menjadi faktor penting yang mempengaruhi penggunaan kontrasepsi dalam masyarakat.
III. METODOLOGI Data yang digunakan dalam tulisan ini merupakan data agregat tingkat kabupaten/kota untuk tahun 2008 dari sebanyak 450 kabupaten/kota. Digunakan berbagai sumber data dalam menganalisis pengaruh kelembagaan KB, pembangunan ekonomi, pembangunan pendidikan, pembangunan kesehatan, dan pembangunan KB terhadap pencapaian KB. Data wanita kawin berumur 15-49 tahun beserta karakteristik (tempat tinggal, tingkat pendidikan, dan status kerja) dan penggunaan kontrasepsi, penduduk berumur 7-12 tahun baik yang bersekolah maupun tidak bersekolah, dan penduduk berumur 10-14 tahun baik yang bekerja maupun tidak bekerja bersumber dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2008. Data jumlah desa, tenaga kesehatan, dan infrastruktur sekolah dasar (SD) bersumber dari Potensi Desa (PODES) 2008. Data persentase penduduk miskin bersumber dari BPS (2008a), dan data AHH saat lahir bersumber dari BPS, 2008b). Data Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) tahun 2008 diambil dari data yang dikumpulkan oleh BKKBN, dan kondisi kelembagaan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang Bertanggung Jawab terhadap KB (SKPD-KB) kabupaten/kota tahun 2008 diperoleh dari data yang juga dikumpulkan oleh BKKBN.
54
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda biasa (Ordinary Least Squares Regression), yang biasa digunakan untuk melihat pengaruh variabel-variabel penjelas/bebas terhadap variabel respon/terikat. Dalam analisis regresi, jika ada variabel bebas yang berupa kategori, maka dalam memasukkan variabel tersebut ke dalam model, variabel tersebutdinyatakan sebagai variabel boneka (dummy).
Asumsi-asumsi dasar dari OLS adalah sebagai berikut. 1. Term residu (suku galat) () memiliki sebaran normal sehingga variabel terikat dan distribusi sampling koefisien regresi juga memiliki distribusi normal. 2. Rata-rata atau expected value dari term residu (suku galat) untuk setiap nilai variabel bebas sama dengan nol. Atau dengan kata lain E(i|Xi) = 0. 3. Varians term residu adalah konstan pada setiap periode dan sama untuk semua nilai variabel bebas Xi. Atau dengan kata lain Var(i|Xi) = 2. Asumsi ini sering disebut dengan asumsi homoscedasticity, yaitubesaran variasi Y adalah sama untuk setiap nilai X.
Ketiga asumsi pertama tentang term residu dapat dituliskan menjadi
2. 4. Term residu
dari suatu observasi tidak berhubungan dengan term residu
dari
observasi yang lain. 5. Variabel bebas mempunyai nilai yang tetap dalam sampel yang berulang atau variabel bebas merupakan variabel nonstokastik sehingga variabel bebas tidak berhubungan dengan term residu.. Atau dengan kata lain Cov (i,Xi) = E[ Xi - E(Xi)] [i - E(i)] = 0. 6. Nilai observasi variabel bebas tidak saling berkorelasi. Asumsi ini biasa disebut asumsi nonautokorelasi. Jika asumsi di atas terpenuhi maka penduga parameter yang diperoleh dengan metode OLS memiliki ciri-ciri tidak bias, memiliki variasi minimum, dan konsisten.
Model regresi linier berganda yang digunakan adalah: APK = β1 + β2*BD + β3*AHH + β4*AN_KJ + β5*MISKIN + β6*NAKES + β7*PLKB + β8*SD + β9*WK_ED + β10*WK_KJ + β11*WK_KT + Keterangan tentang variabel terkait dan variabel bebas disajikan pada Daftar 1 pada Lampiran.
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengolahan data dengan menggunakan metode regresi linier berganda diperoleh nilai statistik F dari model ini sebesar 33,8, dengan probabilitas statistik uji F sebesar 0,00. TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
55
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Model ini signifikan secara statistik pada tingkat kepercayaan 10%. Nilai koefisien determinasi yang telah disesuaikan (adjusted R2) dari model ini sebesar 0,42. Hal ini berarti 42 persen variasi dari variabel terikat dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas dalam model (lihat Tabel 1 pada lampiran). Uji Durbin-Watson untuk menguji hubungan antargangguan (error) menghasilkan nilai statistik uji d sebesar 1,23. Nilai ini berada di bawah nilai kritis dL sebesar 1,665 . Hal ini menunjukkan bahwa terdapat autokorelasi negatif pada data yang digunakan (lihat Tabel 1 pada lampiran). Meskipun dengan adanya autokorelasi pada data, penduga OLS tetap tidak bias, konsisten, dan berdistribusi normal. Akan tetapi, penduga OLS menjadi tidak efisien. Sebagai konsekuensinya, uji t dan F tidak dapat diterapkan secara tepat sehingga diperlukan tindakan perbaikan. Salah satu cara untuk mengatasi masalah autokorelasi dapat digunakan prosedur Newey-West HAC (Gujarati, 2004). Dalam masalah autokorelasi, penduga OLS tetap dapat digunakan, namun standard error dari autokorelasi tersebut harus dikoreksi terlebih dahulu dengan menggunakan prosedur Newey-West HAC. Prosedur ini valid pada jumlah sampel yang besar. Satu keuntungan dari prosedur ini adalah dapat mengkoreksi baik untuk kesalahan pada kasus autokorelasi maupun pada kasus heteroskedastisitas, jika ada. Setelah dikoreksi dengan menggunakan prosedur Newey-West HAC, diperoleh nilai statistik F dari model sebesar 33,8. Dengan probabilitas statistik uji F sebesar 0,00. model ini signifikan secara statistik pada tingkat kepercayaan 1%. Nilai koefisien determinasi yang telah disesuaikan (adjusted R2) dari model ini sebesar 0,42. Hal ini berarti 42 persen variasi dari variabel terikat dapat dijelaskan oleh variabel bebas (lihat Tabel 2 pada lampiran). Jika dibandingkan dengan model sebelumnya yang belum dikoreksi standard errornya, kedua model memiliki koefisien penduga yang sama dan nilai koefisien determinasi yang telah disesuaikan (adjusted R2) yang juga sama. Akan tetapi, yang sangat penting, HAC standard error (standard error yang telah dikoreksi dengan prosedur NeweyWest HAC) memiliki nilai yang lebih besar dari standard error dari penduga OLS. Oleh karena itu, nilai statistik uji t pada prosedur Newey-West HAC lebih kecil dari nilai statistik uji t pada penduga OLS. Hal ini menunjukkan bahwa penduga OLS menduga secara underestimate nilai dari standard error yang sebenarnya. Bila dilihat statistik uji d nya, terlihat bahwa kedua model memiliki nilai yang sama. Akan tetapi, dalam prosedur NeweyWest HAC, hal ini telah dimasukkan dalam perhitungan dalam mengkoreksi standard error dari penduga OLS.
56
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
Dari hasil persamaan regresi terlihat bahwa APK (yang diukur dengan persentase pemakai alat/metode KB di kabupaten/kota di Indonesia) secara statistik signifikan dipengaruhi oleh faktor bentuk organisasi Pemda yang bertanggung jawab terhadap KB, AHH, persentase penduduk berumur 10-14 tahun yang bekerja, tingkat kemiskinan (yang diukur dengan) persentase penduduk miskin, tenaga kesehatan per seribu wanita kawin berumur 15-49 tahun, PKB/PLKB per desa, banyaknya SD per seribu penduduk berumur 712 tahun, dan persentase wanita kawin berumur 15-49 tahun yang berpendidikan SD ke bawah (Tabel 1). Sementara itu, persentase wanita kawin berumur 15-49 tahun yang bekerja dan persentase wanita kawin berumur 15-49 tahun yang tinggal di kota, walaupun secara teori memengaruhi tingkat pemakaian alat/metode KB, akan tetapi secara statistik tidak signifikanmempengaruhi APK (lihat Tabel 2 pada Lampiran). Ketidaksignikanannya persentase perempuan kawin berumur 15-49 tahun yang bekerja dan persentase perempuan kawin berumur 15-49 tahun yang tinggal di kota mengindikasikan bahwa secara statistik tidak ada perbedaan pengaruh antara perempuan kawin berumur 15-49 tahun yang bekerja dengan yang tidak bekerja dan tidak ada perbedaan pengaruh antara persentase perempuan kawin berumur 15-49 tahun yang tinggal di kota dengan yang tinggal di desa terhadap tingkat penggunaan kontrasepsi di kabupaten/kota di Indonesia. Kenyataan di atas terjadi mungkin disebabkan sifat program KB di Indonesia yang menitikberatkan program (terutama kegiatan sosialisasi) pada masyarakat perdesaan dan masyarakat yang berpendidikan rendah sehingga tingkat keterpaparan (exposure) perempuan perdesaan terhadap program-program KB dan tingkat penerimaan terhadap norma keluarga kecil (NKK) dan program-program KB pun tidak berbeda jauh dengan tingkat keterpaparan (exposure) dan tingkat penerimaan perempuan perkotaan. Selanjutnya, perempuan perdesaan pada umumnya
berpendidikan rendah dan tidak bekerja, sehingga dengan keberhasilan
program KB yang telah mencapai daerah perdesaan, maka tingkat keterpaparan dan tingkat penerimaan terhadap NKK dan program-program KB pada perempuan yang tidak bekerja pun tidak berbeda jauh dengan tingkat keterpaparan dan tingkat penerimaan perempuan yang bekerja.
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
57
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Tabel 1. Estimasi Parameter dan Kesalahan Baku Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prevalensi Kontrasepsi di Kabupaten/Kota di Indonesia, 2008 Variabel
Estimasi Kesalahan Keterangan Parameter Baku
Intercept Bentuk organisasi KB di Pemda Angka harapan hidup saat lahir (AHH) % penduduk berumur 10–14 tahun yang bekerja % penduduk miskin Tenaga kesehatan per seribu wanita kawin berumur 15-49 tahun Banyaknya PKB/PLKB per desa Banyaknya SD perseribu penduduk berumur 7-12 tahun % perempuan kawin berumur 15–49 tahun yang lulus SD ke bawah Ket: *) Signifikan pada α = 10%
13,56 3,77 0,57 -0,34 -0,56
18,88 1,87 0,28 0,14 0,09
-0,85 3,65
0,16 1,32
0,46
0,24
0,13
0,06
*) *) *) *) *) *) *) *)
Catatan: Kedua variabel yang secara statistik tidak signifikan memengaruhi prevalensi kontrasepsi tidak disajikan. Untuk lengkapnya persamaan yang diperkirakan lihat Tabel 2 pada Lampiran. Bentuk organisasi Pemda yang bertanggung jawab terhadap KB mempunyai hubungan positif dengan persentase pemakai alat/metode KB dengan koefisien regresi sebesar 3,77 (Tabel 1). Hal ini berarti bahwa, bila semua variabel lainnnya tetap, maka kabupaten/kota yang memiliki organisasi Pemdayang bertanggung jawab terhadap KB berbentuk dinas/badan akan memiliki persentase pemakai alat/metode KB yang lebih tinggi 3,77 butir persentase (percentage points) dibandingkan dengan kabupaten/kota yang memiliki organisasi Pemdayang bertanggung jawab terhadap KB
berbentuk kantor ataupun
kabupaten/kota yang tidak memiliki organisasi Pemdayang bertanggung jawab terhadap KB. Mekanisme utama dari kerja organisasi Pemdayang bertanggung jawab terhadap KB adalah membangun NKK dalam masyarakat serta membuat masyarakat menerima norma tersebut dan organisasi tersebut juga bertanggung jawab terhadap penyebaran alat kontrasepsi. Persentase pemakai alat/metode KB yang lebih tinggi pada organisasi Pemda yang berbentuk dinas/badan ini mungkin disebabkan dinas/badan mempunyai kewenangan dan tanggung jawab ini yang lebih besar, sehinggaalokasi dana dari Pemda yang diberikan kepada organisasi berbentuk badan/dinas juga menjadi lebih besar, dibandingkan untuk organisasi yang berbentuk kantor atau bahkan ke kabupaten/kota yang tidak memiliki organisasi yang bertanggung jawab terhadap KB.
58
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
Oleh karena itu, maka organisasi yang berbentuk dinas/badan dapat lebih banyak melaksanakan kegiatan-kegiatan penyebaran ide-ide mengenai KB dan pemotivasian penggunaan KB kepada pasangan usia subur (PUS) di daerahnya, sehinggatingkat penerimaan PUS terhadap NKK lebih tinggi.Selain itu, dengan alokasi dana yang lebih besar, kemampuan dinas/badan untuk menyebarkan alat kontrasepsi dalam masyarakat juga akan semakin baik sehingga akses masyarakat terhadap kontrasepsi juga akan semakin luas. Semakin meningkatnya tingkat penerimaan masyarakat terhadap NKK dan semakin mudahnya akses masyarakat terhadap alat kontrasepsi akan menyebabkan pencapaian pemakaian alat/metode KB dalam masyarakat semakin tinggi. Angka harapan hidup saat lahir (AHH) juga memiliki hubungan yang positif dengan persentase pemakai alat/metode KB dengan koefisien regresi sebesar 0,28. Hal ini berarti, dalam keadaan semua variabel bebas lainnya tetap, setiap kenaikan AHH sebesar satu tahun maka persentase pemakai alat/metode KB akan bertambah sebesar 0,28 butir persentase (percentage points). Hasil ini wajar, karena AHH merupakan proksi dari perhitungan angka kematian bayi, dimana AHH yang tinggi di suatu daerah berkaitan dengan rendahnya angka kematian bayi di daerah tersebut. Rendahnya angka kematian bayi di suatu daerah akan membuat rendahnya efek asuransi, sehingga norma atau perilaku dalam masyarakat untuk membentuk ukuran keluarga yang kecil menjadi timbul atau meningkat. Hal ini tentu saja akan meningkatkan penggunaan alat/metode KB untuk mengatur fertilitas yang diinginkan oleh masyarakat tersebut. Selanjutnya, persentase penduduk berumur 10-14 tahun yang bekerja memiliki hubungan yang negatif dengan persentase pemakai alat/metode KB, dengan koefisien regresi sebesar -0,34. Hal ini berarti bahwa dalam keadaan semua variabel bebas lainnya tetap, maka setiap kenaikan satu persen persentase penduduk berumur 10-14 tahun yang bekerja diikuti dengan penurunan persentase pemakai alat/metode KB sebesar 0,34
butir persentase
(percentage points). Bekerjanya penduduk berumur 10-14 tahun mencerminkan peranan anak dalam keluarga. Jika anak dianggap sebagai aset ekonomi pada saat dia masih anak-anak (memberikan keuntungan ekonomi terhadap keluarga) maka orang tua akan lebih memilih untuk mempunyai banyak anak sebagai penggerak ekonomi keluarga. Jika anak tidak bekerja maka anak dianggap sebagai beban keluarga yang membutuhkan biaya perawatan.Semakin kecil persentase anak yang bekerja dalam masyarakat merefleksi adanya penerimaan akan NKK dalam masyarakat, yang tentunya akan menyebabkan meningkatnya pemakaian alat/metode KB.
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
59
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Persentase penduduk miskin juga memiliki hubungan yang negatif dengan persentase pemakai alat/metode KB dengan koefisien regresi sebesar-0,56. Hal ini berarti dalam keadaan semuavariabel bebas lainnya tetap, setiap kenaikan satu satuan persentase penduduk miskin [yaitu satu butir persentase (percentage points) dari persentase penduduk miskin], akan diikuti dengan penurunan persentase pemakai alat/metode KB sebesar 0,56 butir persentase (percentage points). Hubungan yang negatif antara persentase penduduk miskin dengan persentase pemakai alat/metode KB dapat dijelaskan sebagai berikut. Motivasi untuk mengatur fertilitas, selain dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran terhadap anak, juga dipengaruhi oleh biaya pengaturan fertilitas yang meliputi biaya ekonomi, biaya sosial, dan biaya kesehatan dan fisik (Easterlin dan Crimmins, 1985). Sementara itu, tingginya tingkat kemiskinan menggambarkan rendahnya daya beli masyarakat, termasuk untuk membiayai pengaturan fertilitas. Jadi, semakin tinggi persentase penduduk miskin, semakin tinggi persentase pendudukyang tidak mampu untuk membiayai pengaturan fertilitasnya, sehingga semakin rendah akses sebagian besar masyarakat terhadap alat/metode KB (dengan kata lain, semakin rendah persentase pemakai alat/metode KB).. Hasil regresi menunjukkan bahwa rasio banyaknya tenaga kesehatan dengan banyaknya wanita kawin berumur 15-49 tahun juga memiliki hubungan yang negatif dengan persentase pemakai alat/metode KB. Hal ini tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, karena tenaga kesehatan merupakan faktor penting dalam penyebaran alat kontrasepsi, sehingga semakin tinggi rasio banyak tenaga kesehatan dengan banyaknya wanita kawin berumur 15-49 tahun seharusnya diharapkan dapat meningkatkan persentase penggunaan alat kontrasepsi dalam masyarakat. Hubungan yang negatif (yang tidak seperti yang diharapkan) ini mungkin terjadi karena data tenaga kesehatan yang digunakan dalam penelitian ini mencakup tenaga kesehatan umum, bukan tenaga kesehatan yang khusus menangani masalah KB.Selain itu, karena program-program kesehatan (termasuk penyebaran tenaga kesehatan) terutama dirancang untuk menjangkau daerah-daerah terpencil, ssehingga rasio banyaknya tenaga kesehatan dengan banyaknya wanita kawin berumur 15-49 tahun yang tinggi banyak terdapat di daerah-daerah terpencil. Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar dari sepuluh kabupaten/kota yang memiliki jumlah tenaga kesehatan per seribu wanita kawin berumur 1549 tahun tertinggi berada pada Kawasan Indonesia Timur yang banyak mempunyai daerah terpencil.
Pada daerah-daerah terpencil tersebut, terdapat keterbatasan infrastruktur jalan
dan trasportasi sehingga akses masyarakat untuk menemui tenaga kesehatan dan terhadap alat KB pun akan menjadi rendah. Dengan demikian, bisa dimengerti mengapa hasil regresi memperlihatkan bahwa semakin tinggi rasio banyaknya tenaga kesehatan dengan banyaknya 60
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
wanita kawin berumur 15-49 tahun belum tentu akan meningkatkan penggunaan kontrasepsi pada masyarakat, karena ada variabel moderating.yang perlu diperhatikan, dalam hal ini akses terhadap tenaga kesehatan yang terkait dengan kondisi infrastruktur jalan dan transportasi. Selanjutnya, sebagaimana diharapkan, variabel PKB/PLKB per desa memiliki hubungan yang positif dengan persentase pemakai alat/metode KB, dengan koefisien regresi sebesar 3,65. Hal ini berarti, dalam keadaan semua variabel bebas lainnya tetap, setiap kenaikan PKB/PLKB per desa sebesar satu satuan (dalam hal ini petugas PKB/PLKB di desa bertambah 1 orang), maka persentase pemakai alat/metode KB akan bertambah sebesar 3,65 butir persentase (percentage points). Petugas Keluarga Berencana (PKB) dan Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) merupakan petugas lapangan yang berinteraksi langsung dengan masyarakat. Selain mempunyai tugas untuk memotivasi masyarakat untuk menggunakan alat/metode KB, PLKB juga bertanggung jawab terhadap penyebaran metode kontrasepsi oral dalam masyarakat (BKKBN, 1995). Oleh karena itu, semakin banyak PKB/PLKB di suatu desa (tinggi PKB/PLKB per desa), maka kemungkinannya semakin tinggi persentase masyarakat yang dapat diberikan informasi/penyuluhan maupun diberi motivasi tentang KB dan semakin mudah akses masyarakat untuk mendapatkan metode kontrasepsi oral. Semakin banyak masyarakat yang mendapatkan informasi/penyuluhan maupun motivasi tentang KB, maka semakin banyak masyarakat yang memiliki pengetahuan tentang ide-ide KB. Hal ini tentunya dapat meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap NKK yang akan mempengaruhi tingkatpenggunaan alat/metode KB.Selain itu, semakin mudah akses terhadap alat/metode KB, juga akan menyebabkan semakin tingginya tingkat penggunaan alat/metode KB dalam masyarakat. Rasio banyaknya SD dengan banyaknyapenduduk berumur 7-12 tahun juga memiliki hubungan yang positif dengan persentase pemakai alat/metode KB dengan koefisien regresi sebesar 0,46. Hal ini berarti dalam keadaan semua variabel bebas lainnya tetap, setiap kenaikan o sekolah dasar per seribu penduduk berumur 7-12 tahun sebesar satu satuan maka persentase pemakai alat/metode KB akan bertambah sebesar 0,46 butir persentase (percentage points). Semakin mudah akses terhadap pendidikan, yang diukur dengan semakin tinggi rasio banyaknya SD dengan banyaknya penduduk berumur 7-12 tahun, maka akan semakin banyak orang tua yang akan menyekolahkan anaknya sebagai investasi sumber daya manusia dan untuk kehidupan anak yang lebih baik di masa depan. Pada masa depan, orang tua akan memperoleh keuntungan dari investasi tersebut melalui transfer pendapatan dari anak kepada TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
61
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
orang tua. Akan tetapi, biaya pendidikan anak tinggi, disebabkan adanya biaya langsung dari pendidikan dan opportunity cost dari hilangnya kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari mempekerjakan anak. Kondisiini akan membuat orang tua cenderung untuk menerima NKK dan kemudian membatasi jumlah anak mereka, yang akan berdampak pada peningkatanpenggunaan alat/metode KBdalam masyarakat. Tidak seperti yang diharapkan, ternyata persentase wanita kawin berumur 15-49 tahun yang berpendidikan SD ke bawah memiliki hubungan yang positif dengan persentase pemakai alat/metode KB, dengan kata lain semakin tinggi persentase wanita kawin 15-49 tahun yang berpendidikan SD ke bawah (yaitu semakin rendah tingkat pendidikan masyarakat) maka semakin tinggi tingkat persentase pemakai alat/metode KB Sebagaimana telah dinyatakan oleh Supraptilah dan Suradji (1979), pendidikan mempunyai pengaruh langsung terhadap perubahan status, sikap, dan pandangan hidup masyarakat. Secara umum, masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mudah menerima hal-hal yang baru, seperti NKK bahagia sejahtera, perlunya penggunaan alat kontrasepsi, dan pandangan bahwa anak bukan merupakan faktor produksi keluarga, melainkan sebagai investasi orang tua di masa datang. Dengan kata lain, seharusnya semakin rendah tingkat pendidikan masyarakat (berarti semakin tinggi persentase wanita kawin 15-49 tahun yang berpendidikan SD ke bawah) maka semakin rendah pula persentase pemakai alat/metode KB. Dijumpainya hubungan yang tidak sebagaimana diharapkanantara tingkat pendidikan dengan tingkat penggunaan kontrasepsi mungkin disebabkan karena program KB di Indonesia lebih berorientasi pada daerah perdesaan, dimana pada umumnya wanita perdesaan berpendidikan rendah. Sehingga kemungkinan sebagian besar wanita yang berpendidikan rendah, yang banyak tinggal di daerah perdesaan, lebih terpapar (exposed) terhadap programprogram KB sehingga tingkat penerimaan mereka terhadap NKK dan program-program KB pun tinggi. Hal ini lah yang menyebabkab diperoleh data yang menggambarkansemakin tinggi
persentase
wanita
berpendidikan
rendah maka
semakin
tinggi
persentase
pemakaialat/metode KB. Selain itu, dalam teori catching-up-effect disebutkan bahwa wanita yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi biasanya akan mempunyai umur perkawinan pertama yang lebih tua. Dengan demikian, pada kelompok wanita berpendidikan umur pada saat melahirkan anak pertama akan lebih tinggi dibandingkan pada kelompok wanita yang berpendidikan rendah. Dengan umur yang lebih tua, untuk mendapatkan sejumlah anak yang diinginkan, mengingat sisa masa subur yang tinggal sedikit, para wanita yang berpendidikan tinggi akan mempercepat perolehan anak, yang
akan berpengaruh negatif terhadap
pemakaian kontrasepsi pada kelompok wanita ini. 62
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
V. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa secara statistik APK dipengaruhi oleh bentuk organisasi Pemdayang bertanggung jawab terhadap KB, AHH, persentase penduduk berumur 10-14 tahun yang bekerja, persentase penduduk miskin, tenaga kesehatan per seribu wanita kawin berumur 15-49 tahun, PKB/PLKB per desa, SD per seribu penduduk berumur 7-12 tahun, dan persentase wanita kawin berumur 15-49 tahun yang berpendidikan SD ke bawah. Angka Penggunaan Kontrasepsi pada kabupaten/kota yang memiliki kelembagaan KB berbentuk dinas/badan lebih tinggi dibandingkan pada kabupaten/kota dengan kelembagaan KB berbentuk kantor atau tidak ada kelembagaan Pemda yang khusus mengurusi KB. Semakin tinggi AHH, PKB/PLKB per desa, infrastruktur SD per seribu penduduk usia 7-12 tahun, dan persentase wanita kawin yang berpendidikan SD ke bawah, semakin tinggi APK. Semakin rendah persentase penduduk umur 10-14 tahun yang bekerja, persentase penduduk miskin, dan tenaga kesehatan per seribu wanita kawin berumur 15-49 tahun, semakin tinggi APK. Berdasarkan temuan di atas maka untuk meningkatkan APK direkomendasikan untuk membuat organisasi Pemda yang bertanggung jawab terhadap KB berbentuk dinas/badan di tiap kabupaten/kota. Selain itu, untuk meningkatkan penggunaan alat/metode KB direkomendasikan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk, antara lain a) meningkatkan AHH yang dapat dicapai dengan membuat program-program kesehatan yang dapat menaikkan AHH, seperti perbaikan infrastruktur kesehatan; b) menambah jumlah PKB/PLKB di setiap desa; c) meningkatkan akses masyarakat terhadap pendidikan dasar dengan cara menambah infrastruktur SD yang baik dan memadai; d) membuat regulasi ketenagakerjaan yang baik agar dapat mengurangi pekerja anak dalam pasar tenaga kerja serta mendorong wanita untuk berperan aktif dalam pasar tenaga kerja; e) melakukan akselerasi pelaksanaan program-program pengentasan kemiskinan, misal dengan pengintensifan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri; dan f) meningkatkan komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai KB bagi PUS di seluruh kabupaten/kota.
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
63
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (BPS). (2008a). Data dan Informasi Kemiskinan 2008. Buku 2: Kabupaten/Kota. Jakarta: BPS.. -------. (2008b). Indeks Pembangunan Manusia 2008. Jakarta: BPS. Badan Pusat Statistik, BKKBN, & Macro International.(2007). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007. Calverton, Maryland, USA: BPS & Macro International. Badan Pusat Statistik & ORC Macro.(2003). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2002-2003. Calverton, Maryland, USA: BPS & Macro International. Bongaarts, John. (1978). A Framework for Analyzing the Proximate Determinants of Fertility.Population and Development Review, 4: 105-132. Bongaarts, John. (1997). The Role of Family Planning Programs in Contemporary Fertility Transitions. In G.W. Jones et.al. (Eds.), The Continuing Demographic Transition. pp. 423-442. Oxford: Clarendon Press. Caldwell, J.C. (1994). The Asian Fertility Revolution: Its Implication for Transition Theories. In Leete, Richard and Iqbal Alam (Eds.).The Asian Fertility Revolution. Clevendon Press. Oxford. pp. 299-316. Caldwell,
J.C.,
and
B.K.
Caldwell.(1997).
Asia’s
Demographic
Transition.Asian
Development Review, Vol. 15, No. 1, pp. 52-87. Donaldson, P.J., dan A.O. Tsui. (1990). The International Family Planning Movement. Population Bulletin, 45(3): 1-45. Easterlin, Richard A., and Eileen M. Crimmins. (1985). The Fertility Revolution: A SupplyDemand Analysis. Chicago: University of Chicago Press. Gertler, P.J., & Molyneaux, J.W. (1994).How Economic Development and Family Planning Programs Combined to Reduce Indonesian fertility.Demography, 31, 33-63. Gujarati, D. (2004). Basic Econometrics. Fourth Edition, The McGraw-Hill Companies. Hatmadji, Sri Harijati. (2004). Fertilitas dan Pertumbuhan Penduduk.Artikel dalam Info Forum Parlemen, Januari-Maret 2004. Jakarta. Hatmadji, Sri Harijati, dan Omas Bulan Rajagukguk. (1995). Evaluasi Keluarga Berencana di Jawa: Suatu Analisis Wilayah. Dalam Aris Ananta (ed.). Kecenderungan dan Faktor Penentu
Fertilitas
dan
Mortalitas
di
Indonesia.Kantor
Kementrian
Negara
Kependudukan/BKKBN, Jakarta. Hull, T.H., and V.J. Hull. (1997). Politics, Culture and Fertility: Transitions in Indonesia. In G.W. Jones et al. (Eds.), The Continuing Demographic Transition. pp. 383-421. Oxford: Clarendon Press. 64
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
Lapham, R.J., & W.P. Mauldin. (1984). Family Planning Program Effort and Birth Rate Decline in Developing Countries. International Family Planning Perspectives, 10(4), 109-118. Mason, Andrew. (2001). Population Policies and Programs in East Asia.East-West Center Occasional Papers.Population and Health Series No. 123. Mauldin, W.P., dan S.J. Segal. (1988). Prevalence of Contraceptive Use: Trends and Issues. Studies in Family Planning, Vol. 19, No. 6, pp. 335-353. National Research Council.(1993). Factors Affecting Contraceptive Use in Sub-Saharan Africa.National Academy Press, Washington, D.C. Supraptilah, Bondan, dan Budi Suradji. (1979). Pengaruh Perbedaan Sosio Ekonomi terhadap Fertilitas dan Mortalitas Masa Kanak-Kanak di Indonesia.Jakarta: Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Warwick, D.P. (1986). The Indonesian family planning program: Government influence and client choice. Population and Development Review, 12, p. 453-90.
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
65
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
LAMPIRAN
Daftar 1. Keterangan Variabel APK
: Angka prevalensi kontrasepsi pada perempuan kawin berumur 15-49 tahun di kabupaten/kota di Indonesia
BD
: Bentuk organisasi Pemda yang bertanggung jawab terhadap program KB Badan/dinas = 1 Kantor/tidak mempunyai lembaga = 0
AHH
: Angka harapan hidup saat lahir (dalam tahun)
AN_KJ
: Persentase penduduk berumur 10-14 tahun yang bekerja
MISKIN
: Persentase penduduk miskin
NAKES
: Rasio banyaknya tenaga kesehatan dengan banyaknya wanita kawin berumur 15-49 tahun (Tenaga kesehatan per seribu wanita kawin berumur 15-49 tahun)
PLKB
: Rasio banyaknya PKB atau PLKB dengan banyaknya desa (PKB/PLKB per desa)
SD
: Rasio banyaknya infrastruktur SD dengan banyaknya penduduk berumur 7-12 tahun (SD per seribu penduduk berumur 7-12 tahun)
WK_ED
: Persentase perempuan kawin berumur 15–49 tahun yang lulus SD ke bawah
WK_KJ
: Persentase perempuan kawin berumur 15–49 tahun yang bekerja
WK_KT
: Persentase perempuan kawin berumur 15–49 tahun yang tinggal di kota
66
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
NASIONAL
REGIONAL
KOMUNITAS, HUBUNGAN SAUDARA, DAN RUMAH TANGGA
Kebijakan sosial
Organisasi politik dan sosial daerah
Struktur dan sistem pengambilan keputusan dalam rumah tangga
Situasi ekonomi
Infrastruktur (sekolah, kesehatan) dan pasar tenaga kerja
Sumber daya yang dimiliki oleh pasangan
Dukungan pemerintah dan lembaga atau negara donor untuk keluarga berencana
Kematian bayi dan anak
Sumber daya yang dimiliki oleh saudara
Implementasi program keluarga berencana
Norma-norma dalam masyarakat tentang fertilitas
Biaya dan keuntungan dari investasi akan anak
Akses terhadap pelayanan keluarga berencana
Biaya terhadap keluarga berencana
Permintaan akan kelahiran (menjarangkan, membatasi)
INDIVIDU
Pengetahuan, perilaku, dan akses terhadap keluarga berencana dari individu
Penawaran potensial dari kelahiran
Penggunaan kontrasepsi Sumber: National Research Council (1993) Gambar 1.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Kontrasepsi Tabel 1. Output Model Regresi Linier Berganda TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
67
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Dependent Variable: APK Method: Least Squares Date: 05/30/10 Time: 04:34 Sample: 1 450 Included observations: 450 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C BD AHH AN_KJ MISKIN NAKES PLKB SD WK_ED WK_KJ WK_KT
13.55613 3.770911 0.567561 -0.337767 -0.558986 -0.849678 3.649226 0.456769 0.133613 0.095678 -5.82E-05
17.91729 1.560132 0.239761 0.081725 0.071626 0.115615 1.097098 0.202277 0.052975 0.043425 0.026712
0.756595 2.417046 2.367195 -4.132971 -7.804249 -7.349218 3.326255 2.258142 2.522180 2.203310 -0.002179
0.4497 0.0161 0.0184 0.0000 0.0000 0.0000 0.0010 0.0244 0.0120 0.0281 0.9983
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.434792 0.421917 11.56219 58687.40 -1734.437 33.77047 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
52.03964 15.20705 7.757499 7.857947 7.797089 1.228436
Estimation Command: ========================= LS APK C BD AHH AN_KJ MISKIN NAKES PLKB SD WK_ED WK_KJ WK_KT Estimation Equation: ========================= APK = C(1) + C(2)*BD + C(3)*AHH + C(4)*AN_KJ + C(5)*MISKIN + C(6)*NAKES + C(7)*PLKB + C(8)*SD + C(9)*WK_ED + C(10)*WK_KJ + C(11)*WK_KT Substituted Coefficients: ========================= APK = 13.5561301885 + 3.77091127782*BD + 0.567561121004*AHH - 0.337767294923*AN_KJ 0.558986231333*MISKIN - 0.84967808505*NAKES + 3.64922617445*PLKB + 0.456769218296*SD + 0.133613067022*WK_ED + 0.0956776540845*WK_KJ - 5.82069409917e-05*WK_KT
68
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
Tabel 2. Output Model Regresi Linier Berganda dengan Menggunakan Prosedur Newey-West HAC Dependent Variable: APK Method: Least Squares Date: 05/30/10 Time: 04:36 Sample: 1 450 Included observations: 450 Newey-West HAC Standard Errors & Covariance (lag truncation=5) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C BD AHH AN_KJ MISKIN NAKES PLKB SD WK_ED WK_KJ WK_KT
13.55613 3.770911 0.567561 -0.337767 -0.558986 -0.849678 3.649226 0.456769 0.133613 0.095678 -5.82E-05
18.87965 1.870823 0.283428 0.137953 0.091367 0.162029 1.315416 0.235030 0.063677 0.067452 0.036072
0.718029 2.015643 2.002487 -2.448428 -6.118034 -5.244000 2.774198 1.943454 2.098301 1.418458 -0.001614
0.4731 0.0444 0.0458 0.0147 0.0000 0.0000 0.0058 0.0526 0.0364 0.1568 0.9987
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.434792 0.421917 11.56219 58687.40 -1734.437 33.77047 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
52.03964 15.20705 7.757499 7.857947 7.797089 1.228436
Estimation Command: ========================= LS(N) APK C BD AHH AN_KJ MISKIN NAKES PLKB SD WK_ED WK_KJ WK_KT Estimation Equation: ========================= APK = C(1) + C(2)*BD + C(3)*AHH + C(4)*AN_KJ + C(5)*MISKIN + C(6)*NAKES + C(7)*PLKB + C(8)*SD + C(9)*WK_ED + C(10)*WK_KJ + C(11)*WK_KT Substituted Coefficients: ========================= APK = 13.5561301885 + 3.77091127782*BD + 0.567561121004*AHH - 0.337767294923*AN_KJ 0.558986231333*MISKIN - 0.84967808505*NAKES + 3.64922617445*PLKB + 0.456769218296*SD + 0.133613067022*WK_ED + 0.0956776540845*WK_KJ - 5.82069409917e-05*WK_KT
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
69
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
PENGARUH UKURAN SAMPEL DAN BANYAK INDIKATOR TERHADAP KEKUATAN UJI DALAM MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL Nurseto Wisnumurti Abstract Evaluation of power is undertaken to ensure the researcher, how much power generated in their research. The author conducted study on power in testing the hypothesis of structural equation models see the effect of sample size and number of indicators on the power. This study uses 4 models with 2 latent variables, and varies the number of indicators of 3, 4, 5, and 6 per latent variable. The four models will see the power of the test for different sample sizes. The sample size used varies from the smallest sample size 25 to the largest sample size 800. Observational data / indicators used were obtained by performing simulations for the four models with different sample sizes. Simulations performed by using Monte Carlo method with 10,000 replications. Study results generally indicate that the greater the sample size the stronger the power of a certain number of indicators. Conversely some indicators per latent variable increases as the power getting smaller. Keywords: Hypothesis Testing, Power of The Test, Monte Carlo Simulation
I. PENDAHULUAN
Uji Chi-square pada prinsipnya merupakan uji ratio likelihood dimana hipotesisnya adalah
. Seperti halnya dalam pengujian hipotesis lainnya terdapat dua hal yang
perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusannya, yaitu kekeliruan tipe satu dan kekeliruan tipe dua. Walaupun pada praktiknya analisis sering hanya memperhatikan peluang kekeliruan tipe satu yang direpresentasikan oleh taraf signifikans (α). Sementara itu peluang kekeliruan tipe dua yang biasa direpresentasikan dalam bentuk β jarang sekali dilibatkan dalam pengambilan keputusan dalam evaluasi kecocokan model. Pengujian hipotesis yang memberikan keputusan bahwa H0 tidak ditolak pada tingkat signifikansi tertentu (α), tidak berarti bahwa Ho adalah benar. Hal ini dapat disebabkan oleh lemahnya kekuatan uji. Akan lebih meyakinkan apabila dalam pengujian hipotesis kecocokan model persamaan struktural tersebut menampilkan juga kekuatan uji yang dihasilkan pada tingkat signifikansi tertentu. Kekuatan uji adalah peluang menolak Ho ketika H1 adalah benar. Semakin tinggi kekuatan uji, maka pengujian yang dilakukan semakin baik.
70
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
Besarnya kekuatan uji ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain: model persamaan struktural itu sendiri, tingkat signifikansi (α), derajat bebas, dan ukuran sampel. Model persamaan struktural dan derajat bebas sangat erat kaitannya, keduanya sangat tergantung kepada banyak variabel indikator yang terlibat di dalam model, sehingga dalam penelitian ini akan dilihat keterkaitan banyak variabel indikator dan ukuran sampel dengan kekuatan uji dalam model persamaan struktural. Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah mengkaji keterkaitan antara ukuran sampel dan jumlah indikator dengan kekutan uji serta menentukan ukuran sampel dan banyak variabel indikator yang optimal untuk mendapatkan kekuatan uji yang baik. Penelitian ini diharapkan memperoleh hasil yang spesifik dan fokus, untuk itu peneliti memberikan batasan-batasan terhadap variabel-variabel yang digunakan. Batasan-batasan tersebut adalah: 1. Metode estimasi yang digunakan adalah maksimum likelihood. 2. Data yang dibangkitkan adalah data berdistribusi normal. 3. Hanya menggunakan 2 (dua) variabel laten dalam model.
II. KAJIAN PUSTAKA Model persamaan struktural melibatkan variabel laten dalam analisisnya, variabel laten ini dibentuk berdasarkan variabel-variabel pengamatan atau indikator. Analisis model persamaan struktural ini akan menghasilkan keputusan yang baik, apabila menggunakan ukuran sampel yang cukup besar. Penelitian dengan menggunakan model persamaan struktural pada umumnya tidak melibatkan kekuatan uji dalam analisisnya.
Model Persamaan Struktural Model persamaan struktural terdiri dari dua bagian yaitu model pengukuran dan model struktural. Model pengukuran menjelaskan bagaimana variabel laten diindikasikan oleh variabel observasi. Sedangkan model struktural menjelaskan hubungan kausal antar variabel laten. Adapun kedua model tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Model Struktural ...(2.1)
2.
Model Pengukuran ...(2.2) ...(2.3) dengan:
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
71
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
B
: vektor
variabel laten endogen
: vektor
variabel laten eksogen
: matriks
hubungan struktural antara variabel laten endogen
: matriks
efek variabel laten eksogen pada variabel laten endogen
: vektor
error pengukuran variabel laten endogen
: matriks koefisien regresi
dari variabel observasi pada variabel laten
endogen : matriks koefisien regresi : vektor error
dan
dari variabel observasi pada variabel laten eksogen , yang diantara keduanya tidak ada korelasi
: masing-masing adalah jumlah variabel laten endogen dan eksogen : masing-masing adalah jumlah indikator pada variabel laten endogen dan eksogen Cov(
, Cov(
, Cov(
Jika matriks kovarians dirumuskan dari variabel teramati berdasarkan Persamaan (2.1)-(2.3) akan peroleh:
dengan
...(2.4)
dengan: : matriks kovarians : matriks kovarians : matriks kovarian
variabel laten error variabel laten endogen dari error pengukuran indikator pada variabel laten
endogen : matriks kovarian
dari error pengukuran indikator pada variabel laten
eksogen
Kekuatan Uji Kekuatan uji dalam teori statistik didefinisikan sebagai probabilitas menolak hipotesis nol jika hipotesis nol adalah salah. Dalam konteks model persamaan struktural, hipotesis nol
didefinisikan oleh spesifikasi unsur-unsur tetap dan bebas dalam matriks parameter yang relevan dengan model persamaan struktural. Spesifikasi elemen tetap dan bebas merupakan hipotesis awal yang harus dilakukan tentang pengaruh langsung dan/atau tidak langsung antara variabel laten. Hipotesis nol dinilai dengan membentuk fungsi perbedaan antara matrik kovarians model tersirat dan matriks kovarians sampel. 72
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
Penghitungan Kekuatan Uji Misalkan X adalah variabel acak berdimensi p dalam populasi dan berdistribusi . Matriks kovarians dan vektor rata-rata populasi adalah merupakan fungsi dari vektor parameter
berdimensi q; Σ =Σ( ) dan
, dengan Σ( ) adalah positive definite.
Parameter
berdimensi q ini adalah parameter yang tidak diketahui dan harus diestimasi.
=
Mengacu pada hipotesis bahwa model benar Σ =Σ( 0) dan = Σ( 0), dan sebuah alternatif model salah Σ =Σ(
A)
dan =
, dimana
adalah vektor dari parameter yang tidak
A
diketahui berdimensi qA dalam model salah, dan
0
adalah vektor dari parameter yang tidak
diketahui berdimensi q0 dalam model benar (q0> qA). Model salah adalah tersarang (nested) dalam model benar (Bollen, 1989; Satorra & Saris, 1985); artinya parameter dalam merupakan himpunan bagian (subset) dari parameter dalam
0.
A
Untuk menghitung kekuatan
uji, dapat digunakan metode dari Satorra and Saris (1985, lihat juga Saris and Satorra, 1993), metode ini didasarkan pada the normal theory log-likelihood ratio test statistic T, dimana penghitungannya adalah sebagai berikut (Bollen, 1989; Lawley & Maxwell, 1971):
(2.5) dimana Σ( ) dan
adalah struktur yang dihipotesiskan, dan S dan
adalah matrik
kovarians dan vektor rata-rata sampel berdasarkan N observasi. Dibawah asumsi bahwa Σ = Σ( ) dan
, mewakili model benar, N besar, dan data secara independen dan identik
berdistribusi normal multivariate, statistik T berdistribusi
dengan derajat bebas df0
(Azzelini, 1996; Bollen, 1989). Kemudian dinotasikan dengan T~ tidak mewakili model benar, T berdistribusi noncentral dfA dengan parameter noncentral bebas
(df)
adalah
selisih
, atau dengan notasi T~
antara
jumlah
informasi
. Jika Σ = Σ( ) dan dengan derajat bebas dimana
dalam
matrik
>0. Derajat kovarians
dengan jumlah paramater (t). Dalam penghitungan kekuatan uji, tujuan utamanya adalah menentukan peluang dari P[
>cα]. Nilai kritik cα adalah nilai dimana P[
disebut dengan peluang kesalahan tipe I. P[
>cα]=α. P[
>cα] atau α
peluang kesalahan tipe II. Kekuatan uji yang menjadi perhatian adalah P[
>cα] atau 1-
β. TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
73
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Metode ini fokus pada perbedaan antara model salah Σ =Σ( dengan model benar Σ = Σ( 0) dan
A)
dan
(
A)
= Σ( 0), perbedaan ini menyangkut sejumlah kecil
parameter (df0-dfA). Seperti telah dijelaskan oleh Sattora dan Saris (1985), parameter
dapat
diaproksimasikan dengan:
(2.6) III. METODOLOGI Penelitian ini mempunyai dua tujuan pokok, yaitu menentukan keterkaitan ukuran sampel dan jumlah indikator terhadap kekuatan uji (power), dan menentukan ukuran sampel dan jumlah indikator yang optimal untuk medapatkan kekuatan uji yang terbaik. Penggunaan data riil akan mengalami banyak kendala dalam melakukan analisis kekuatan uji. Dalam analisis kekuatan uji ini diperlukan beberapa ukuran sampel dan beberapa jumlah indikator, sehingga akan lebih mudah apabila dilakukan dengan menggunakan data simulasi. Data simulasi tersebut dapat diperoleh dengan beberapa cara, antara lain dengan metode Bootstrap, metode Monte Carlo. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Monte Carlo.
Model Populasi Model yang akan digunakan dalam studi simulasi ini adalah model faktor konfirmatory dengan 2 (dua) buah variabel laten. Jumlah indikator untuk setiap faktornya adalah 3, 4, 5, dan 6. Model populasi adalah seperti terlihat pada gambar 3.1. Parameter-parameter populasi yang digunakan dalam penelitian ini terdapat dua macam, yaitu paramater bila Ho benar dan parameter bila Ho salah.
Parameter populasi bila Ho benar nilainya ditentukan sebagai berikut: untuk loading factor semuanya ditentukan sama sebesar 0.7 sedangkan kesalahan pengukuran ditentukan juga semuanya sama sebesar 0.51, sedangkan nilai kovarians antar variabel laten ditentukan sebesar 0.3.
74
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
δX1
X1 λX1 . . .
ξ1 λXk
δXk
Xk Ф12
δY1
Y1 λY1 . . .
ξ2 λYk
δYk
Yk
Gambar 3.1. Model Populasi (k = 3, 4, 5, dan 6)
Nilai sebesar 0.7 digunakan untuk loading factor dengan pertimbangan bahwa indikator-indikator yang terlibat dalam model memiliki reliabilitas yang cukup baik untuk menjelaskan variabel laten. Sedangkan nilai kovaians sebesar 0.3 dipilih dengan harapan bahwa antar variabel laten tidak memiliki korelasi yang cukup kuat. Secara singkat parameter populasi bila H0 benar dapat dinyatakan sebagai berikut: λXi = λYi = 0.7, dengan i=1,2,...,k dan k = 3, 4, 5, dan 6 δXi = δYi = 0.51, dengan i=1,2,...,k dan k = 3, 4, 5, dan 6 ф12=0.3 Model implied covariance matriks (2.4) dengan
serta
menjadi:
1) Model 1 (tiga indikator per variabel laten) dengan:
,
,
2) Model 2 (empat indikator per variabel laten) dengan:
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
75
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
,
,
3) Model 3 (lima indikator per variabel laten) dengan:
,
,
4) Model 4 (enam indikator per variabel laten) dengan:
76
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
,
,
Apabila H1 benar, semua nilai parameter dari keempat model adalah sama kecuali nilai loading dari dua indikator untuk masing-masing laten yang berbeda yaitu λX1 dan λY1 sebesar 0.6 dan λX3 dan λY3 sebesar 0.8. Secara rinci parameter populasi tersebut adalah sebagai berikut: Loading factor untuk parameter (k) = 3: λX1 = λY1 =0.6; λX2 = λY2 =0.7; λX3 = λY3 = 0.8 Loading factor untuk parameter (k) = 4: λX1 = λY1 =0.6; λX2 = λY2 =0.7; λX3 = λY3 = 0.8, λX4 = λY4 = 0.7 Loading factor untuk parameter (k) = 5: λX1 = λY1 =0.6; λX2 = λY2 =0.7; λX3 = λY3 = 0.8, λX4 = λY4 = 0.7; λX5 = λY5 = 0.7 Loading factor untuk parameter (k) = 6: λX1 = λY1 = 0.6; λX2 = λY2 = 0.7; λX3 = λY3 = 0.8, λX4 = λY4 = 0.7; λX5 = λY5 = 0.7; λX6 = λY6 = 0.7 Sedangkan parameter berikut sama untuk semua k: δXi = δYi = 0.51, dengan i=1,2,...,k dan k = 3, 4, 5, dan 6 ф12=0.3
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
77
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Prosedur Simulasi Setelah model populasi dan paramater-parameternya ditentukan, dilanjutkan dengan pelaksanaan simulasi. Adapun langkah-langkah simulasi adalah sebagai berikut: 1) Membangkitkan data Tahapan pembangkitan data adalah sebagai berikut:
Menentukan matrik kovarians populasi (Σ)
Menentukan matrik segitiga L sehingga Σ=LLt (Dekomposisi Cholesky, lihat lampiran 7).
Membangkitkan data berdistribusi normal univariat dengan rata-rata 0 dan varians 1 sebanyak jumlah indikator (vi).
Menentukan data normal multivariate (xi) yang merupakan kombinasi linier dari vi dengan koefisien-koefisiennya adalah elemen-elemen matrik L.
2) Hitung matrik kovarians data 3) Estimasi parameter 4) Hitung nilai Parameter Noncentral ( ) dan nilai statistik uji (T) 5) Pengujian untuk setiap kondisi H0 salah 6) Ulangi langkah 1 sampai dengan 5 sebanyak replikasi yang ditentukan. Jika selesai lanjutkan ke langkah 7. 7) Penghitungan kekuatan uji (power) Kekuatan uji ditentukan sebagai proporsi dari H0 yang ditolak di bawah H0 salah terhadap ukuran replikasi. 8) Ulangi langkah 1 sampai dengan 7 untuk ukuran sampel yang berbeda. Ulangi langkah 1 sampai dengan 8 untuk banyak indikator yang berbeda.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil simulasi yang menjadi perhatian penulis adalah nilai chi-square hitung untuk menguji hipotesis alternatif, dengan input adalah matriks kovarians bila hipotesis nol benar. Berikut adalah ringkasan hasil simulasi yang tersaji pada tabel 4.1 di bawah ini. Tabel 4.1 tersebut berisi rata-rata dan simpangan baku dari 10.000 nilai chi-square untuk berbagai ukuran sampel dan banyak indikator per variabel laten. Nilai chi-square ini akan digunakan untuk penghitungan kekuatan uji.
78
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
Tabel 4.1. Rata-rata dan Simpangan Baku Nilai Chi-Square Hasil Simulasi menurut Ukuran Sampel dan Banyak Indikator per Variabel Laten Model 1 Ukuran
Rata-
Std.
Sampel
rata
Error
25
24.4967
50
Model 2
Model 3
Std.
Model 4
Std.
Std.
Rata-rata
Error
Rata-rata
Error
Rata-rata
Error
1.5050
42.6190
2.0241
66.8560
2.5665
98.2875
3.1917
24.8071
1.0679
41.2016
1.3608
62.5643
1.6809
88.7895
2.0089
100
27.1955
0.8201
43.1715
0.9953
63.5523
1.1957
88.2085
1.4027
200
32.7891
0.6707
49.0622
0.7850
69.1408
0.9118
92.9377
1.0409
300
38.7166
0.6206
55.0601
0.7134
75.2489
0.7921
98.9763
0.8929
400
44.4093
0.5874
61.2125
0.6597
81.6980
0.7412
105.1759
0.8105
500
49.9621
0.5581
67.3147
0.6237
87.9474
0.6949
111.8411
0.7653
600
55.6688
0.5437
73.5119
0.6093
94.4353
0.6705
118.4609
0.7354
700
61.6189
0.5422
79.7585
0.5925
100.7844
0.6498
124.9532
0.7149
800
67.4462
0.5343
85.8266
0.5788
107.1623
0.6381
131.5350
0.6820
Sumber: hasil perhitungan Secara umum terlihat bahwa rata-rata nilai chi-square meningkat dengan meningkatnya ukuran sampel maupun meningkatnya banyak indikator per variabel laten. Tidak demikian dengan standard error dari nilai chi-square meningkat dengan meningkatnya meningkatnya banyak indikator per variabel laten, tetapi menurun dengan meningkatnya ukuran sampel untuk semua model. Pada tabel 4.1 memperlihatkan bahwa rata-rata nilai chi-square semakin besar dengan meningkatnya ukuran sampel pada model tertentu, hal ini sejalan dengan yang terlihat pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2, semakin besar ukuran sampel untuk setiap model maka semakin besar pula peluang menolak hipotesis yang salah (kekuatan uji).
Pembahasan MacCallum, Browne, dan Sugawara (1996) menggunakan nilai 0.8 sebagai kekuatan uji yang dikatakan sebagai “a high likelihood of rejecting the hypothesis of exact fit when true fit is close” untuk menentukan ukuran sampel minimum berdasarkan derajat bebas tertentu. Muthén & Muthén (2002) juga menyatakan bahwa 0,8 merupakan nilai yang diterima secara umum sebagai kekuatan uji yang cukup baik. Lei and Dunbar (2004) menyatakan bahwa kekuatan uji extremly low jika lebih kecil dari 0,5. Uraian di atas penulis gunakan sebagai acuan pembentukan kategori dari kekuatan uji. Nilai kekuatan uji di atas 0,8 dikategorikan sebagai baik/kuat, nilai kekuatan uji antara 0,5 sampai dengan 0,8 dikategorikan sebagai kurang baik/lemah, dan nilai kekuatan uji di bawah 0,5 dikategorikan sebagai tidak baik/sangat lemah. TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
79
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Hasil simulasi dengan model 1 menggunakan 2 (dua) variabel laten dan 3 (tiga) indikator per variabel laten pada tingkat signifikansi sebesar 0,05 diperoleh kekuatan uji yang sangat kecil untuk ukuran sampel 25, 50, dan 100 yaitu kurang dari 0,5. Sedangkan pada ukuran sampel sebesar 200 model ini menghasilkan kekuatan uji yang dapat dikatakan cukup baik yaitu sebesar 0,6323. Model 1 ini akan menghasilkan kekuatan uji yang baik jika menggunakan ukuran sampel 300 atau lebih, dengan ukuran sampel ini akan diperoleh kekuatan uji sebesar 0,8 atau lebih. Pada tingkat signifikansi 0,05 kekuatan uji untuk model 2 dengan 2 (dua) variabel laten dan 4 (empat indikator) per variabel laten yang dihasilkan tidak cukup baik untuk ukuran sampel 25, 50, 100 dan 200. Pada ukuran sampel sebesar itu diperoleh kekuatan uji yang mendekati dan lebih kecil dari 0,5. Pada ukuran sampel sebesar 300 diperoleh kekuatan uji yang cukup baik, yaitu sebesar 0,7175. Akan diperoleh kekuatan uji yang baik apabila pada model ini menggunakan ukuran sampel sebesar 400 atau lebih. Pada ukuran sampel sebesar 400 atau lebih, model ini menghasilkan kekuatan uji yang lebih besar dari 0,8.
Gambar 4.1. Kekuatan Uji menurut Ukuran Sampel dan Banyak Indikator Pada Tingkat Signifikansi 0,05
Model 3 dengan menggunakan 2 (dua) variabel laten dan 5 (lima) indikator per variabel laten pada tingkat signifikansi 0,05 diperoleh kekuatan uji yang relatif kecil pada ukuran sampel 25, 50, 100 dan 200. Ukuran sampel sebesar 300 dan 400 menghasilkan kekuatan uji yang cukup baik masing-masing sebesar 0,6342 dan 0,7821. Pada model ini dengan indikator
80
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
sebanyak 10, memerlukan ukuran sampel minimal sebesar 500 untuk memperoleh kekuatan uji yang baik atau lebih besar dari 0,8. Model 4 menggunakan 2 (dua) variabel laten dan 6 indikator per variabel laten pada tingkat signifikansi 0,05 menghasilkan kekuatan uji yang kurang baik pada ukuran sampel sampai sebesar 300. Pada ukuran sampel sebesar 300 ini hanya diperoleh kekuatan uji hanya sebesar 0,5543. Akan diperoleh kekuatan uji yang relatif lebih baik apabila menggunakan ukuran sampel sebesar 400, yaitu sebesar 0,6984. Kekuatan uji akan lebih besar dari 0,8 jika dalam model ini menggunakan ukuran sampel sebesar 500 atau lebih. Uraian di atas secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 4.1. Selain itu dapat pula diketahui bahwa semakin besar ukuran sampel maka akan menghasilkan kekuatan uji yang semakin besar pula untuk keempat macam model. Sebaliknya, semakin besar jumlah indikator pada ukuran sampel tertentu maka kekuatan uji akan semakin kecil. Gambar 4.2. di bawah ini memperlihatkan kekuatan uji berdasarkan jumlah indikator per variabel laten dan ukuran sampel dengan menggunakan tingkat signifikansi sebesar 0,01.
Gambar 4.2. Kekuatan Uji menurut Ukuran Sampel dan Banyak Indikator pada Tingkat Signifikansi 0,01
Pada model 1 dengan tingkat signifikansi 0,01 akan menghasilkan kekuatan uji yang kurang baik atau lebih kecil dari 0,5 apabila ukuran sampel yang digunakan kurang atau sama dengan 200. Kekuatan uji cukup baik apabila menggunakan ukuran sampel sebesar 300 dan 400 yaitu sebesar 0,6111 dan 0,7860. Kekuatan uji akan baik apabila digunakan ukuran sampel minimal sebesar 500, yaitu sebesar 0,8 atau lebih.
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
81
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Penggunaan tingkat signifikansi 0,01 pada model 2 akan menghasilkan kekuatan uji yang kurang baik apabila ukuran sampel yang diambil kurang atau sama dengan 300, pada ukuran sampel sebesar ini kekuatan uji yang dihasilkan kurang dari 0,5. Kekuatan uji akan cukup baik apabila ukuran sampel yang digunakan adalah 400, yaitu sebesar 0,6644. Ukuran sampel sebesar 500 atau lebih akan menghasilkan kekuatan uji yang baik yaitu lebih besar dari 0,8. Model 3 dengan tingkat signifikansi 0,01 akan menghasilkan kekuatan uji yang kurang baik atau kurang dari 0,5 apabila ukuran sampel yang digunakan kurang atau sama dengan 400. Pada ukuran sampel sebesar 400, kekuatan uji yang dihasilkan hanya sebesar 0,5590. Model ini akan menghasilkan kekuatan uji yang cukup baik apabila menggunakan ukuran sampel sebesar 500. Ukuran sampel sebesar ini akan menghasilkan kekuatan uji sebesar 0,7147. Kekuatan uji akan baik apabila menggunakan ukuran sampel sebesar 600 atau lebih, akan diperoleh kekuatan uji yang lebih besar dari 0,8. Pada model 4 dengan tingkat signifikansi 0,01 menggunakan ukuran sampel kurang atau sama dengan 400, akan diperoleh kekuatan uji yang kurang baik yaitu kurang dari 0,5. Penggunaan ukuran sampel sebesar 500 sampai dengan 600 akan menghasilkan kekuatan uji yang cukup baik berkisar antara 0,6 sampai dengan 0,75. Kekuatan uji akan baik apabila ukuran sampel yang digunakan adalah minimal sebesar 700, dengan ukuran sampel sebesar ini akan dihasilkan kekuatan uji minimal sebesar 0,8. Pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 memperlihatkan pola yang menarik untuk model 2 dan 3. Pada kedua model tersebut peningkatan ukuran sampel dari 25 menjadi 50, justru menyebabkan kekuatan uji yang menurun. Demikian juga untuk model 4, peningkatan ukuran sampel dari 25 menjadi 100, juga menyebabkan menurunnya kekuatan uji. Hal ini disebabkan ukuran sampel yang digunakan belum cukup besar dibandingkan dengan jumlah indikator dalam model. Seperti telah dijelaskan dalam bab 2 sebelumnya, bahwa model SEM akan menghasilkan keputusan yang baik jika ukuran sampel yang digunakan cukup besar. Secara praktek, ukuran sampel yang direkomendasikan untuk digunakan agar menghasilkan kekuatan uji yang baik tidak efisien secara ekonomis. Pada kekuatan uji yang baik sampel yang diperlukan tergolong cukup besar, hal ini menyebabkan kebutuhan biaya yang cukup besar pula. Dalam prakteknya suatu survei memiliki keterbatasan baik dalam segi tenaga, waktu, dan biaya. Hasil penelitian ini akan sangat bermanfaat dalam survei-survei yang menggunakan model persamaan struktural, terutama dalam tahapan perencanaan survei. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat ditentukan besarnya ukuran sampel dan banyaknya indikator dalam survei yang akan dilakukan pada tingkat kekuatan uji yang ditentukan. 82
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya, penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1)
Kekuatan uji akan meningkat dengan meningkatnya ukuran sampel pada banyak indikator tertentu.
2)
Kekuatan uji akan menurun dengan meningkatnya banyak indikator per variabel laten pada ukuran sampel tertentu.
3)
Pada tingkat signifikansi 0,05 kekuatan uji minimal sebesar 0,80 jika menggunakan ukuran sampel minimal sebesar 300 untuk model dengan 3 indikator per variabel laten, ukuran sampel minimal sebesar 400 untuk model dengan 4 indikator per variabel laten, dan ukuran sampel minimal sebesar 500 untuk model dengan 5 dan 6 indikator per variabel laten.
4)
Pada tingkat signifikansi 0,01 kekuatan uji minimal sebesar 0,80 jika menggunakan ukuran sampel minimal sebesar 500 untuk model dengan 3 (tiga) dan 4 (empat) indikator per variabel laten, ukuran sampel minimal sebesar 600 untuk model dengan 5 (lima) indikator per variabel laten, dan ukuran sampel minimal sebesar 700 untuk model dengan 6 (enam) indikator per variabel laten.
Saran Didasarkan kepada kesimpulan di atas, penulis dapat menyarakan beberapa hal sebagai berikut: 1)
Peneliti harus memperhatikan besarnya ukuran sampel dan jumlah indikator yang digunakan untuk melakukan penelitian.
2)
Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk lebih dari 2 (dua) variabel laten dan model yang berbeda.
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
83
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
DAFTAR PUSTAKA Anderson, J. C., & Gerbing, D. W. 1984. The effect of sampling error on convergence, improper solutions, and goodness of fit indices for MLE CFA. Psychometrika, 49,155– 173. Azzelini, A. 1996. Statistical inference based on the likelihood. London: Chapman & Hall. Bollen, K. A. 1989. Structural equations with latent variables. New York: John Wiley&Sons. Boomsma, A. 2000. Reporting on structural equation analyses. “Structural Equation Modeling: A Multidisciplinary Journal”, 7(3), 461-483. Breivik, E., & Olsson, U. H. 2001. Adding variables to improve model fit: The effect of model size on fit assessment in LISREL. In R. Cudeck, S. Du Toit,&D. Sorbom (Eds.), Structural equation modeling: Present and future (pp. 169–194). Lincolnwood, IL: Scientific Software International. Chau, H., & Hocevar, D. 1995, April. The effects of number of measured variables on goodness-of-fit in confirmatory factor analysis. Paper presented at the annual conference of the American Educational Research Association, San Francisco. Ding, L., Velicer, W. F., & Harlow, L. L. 1995. Effects of estimation methods, number of indicators per factor, and improper solutions on structural equation modeling fit indices. Structural Equation Modeling, 2, 119–144. Dolan C, van der Sluis S., & Grasman R. 2005. A Note on Normal Theory Power Calculation in SEM With Data Missing Completely at Random. Structural Equation Modeling 12(2): 245-262. Fan, X., & Fan. X., 2005. Using SAS for Monte Carlo simulation research in SEM. Structural Equation Modeling 12(2): 299-333. Fan, X., Thompson, B., & Wang, L. 1999. The effects of sample size, estimation methods, and model specification on SEM fit indices. Structural Equation Modeling, 6, 56–83. Fan, X., & Wang, L. 1998. Effects of potential confounding factors on fit indices and parameter estimates for true and misspecified SEM models. Educational and Psychological Measurement, 58, 699–733. Jöreskog, K. G., & Sörbom, D. 1996. LISREL 8: User’s Reference Guide. Chicago: Scientific Software International. Jackson, D.L. 2001. Sample Size and Number of Parameter Estimates in Maximum Likelihood Confirmatory Factor Analysis: A Monte Carlo Investigation. Structural Equation Modeling 8(2): 205-223. Kaplan, D., & Wenger, R.N. 1993. Asymtotic independence and separability in covariance structure models: Implications for specification error, power, and model modification. Multivariate Behavioral Research, 28, 467-482. Lawley, D. N., & Maxwell, A. E. 1971. Factor analysis as a statistical method. London: Butterworth. Lei P.W., & Dunbar S.B. 2004. Effect of score descreteness and estimating alternative model parameters on power estimation methods in structural equation modeling. Structural Equation Modeling, 11(1): 20–44. 84
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
MacCallum R.C., Robert, Browne M.W., & Sugawara H.M. 1996. Power Analysis and Determination of Sample Size for Covariance Structure Modeling. Psychological Methods Vol I. No.2. 130-149. Marsh, H. W. 1987. Students’ evaluations of university teaching: Research findings, methodological issues, and directions for future research. International Journal of Educational Research, 11, 253–388. Marsh, H. W., Balla, J. R., & McDonald, R. P. 1988. Goodness of fit indices in confirmatory factor analysis: The effect of sample size. Psychological Bulletin, 103, 391–441. Muthén, L.K., & Muthén, B. O. 2002. How to Use a Monte Carlo Study toDecide on Sample Size and Determine Power. Structural Equation Modeling, 9(4): 599–620. Paxton P., Curran P.J. & Bollen K.A. 2001. Monte Carlo Experiments: Design and Implementation. Structural Equation Modeling 8(2): 287-312. Raykov, T., Marcoulides, G.A., & Boyd J. 2003. Using SEM Programs to Perform Matrix Manipulations and Data Simulation. Structural Equation Modeling 10(2), 312–322 Satorra, A., & Saris,W. E. 1985. The power of the likelihood ratio test in covariance structure analysis. Psychometrika, 50, 83–90. Saris,W. E., Satorra, A., & Sorbom, D. 1987. The detection and correction of specification errors in structural. In C.C. Clogg. (Ed), Sociological Methodology 1987 (pp. 105-129). San Fransisco: Jossey-Bass.
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
85
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Lampiran 1 Syntax untuk menentukan matrik kovarians model implied: Model 1 DA NI=6 NO=25 CM 1 0 1 2*0 1 3*0 1 4*0 1 5*0 1 MO NX=6 NK=2 PH=FI TD=FI MA LX 0.7 0 0.7 0 0.7 0 0 0.7 0 0.7 0 0.7 MA PH 1.0 .3 1.0 MA TD .51 .51 .51 .51 .51 .51 OU SI=KOV1_25H0.SIG
Model 2 DA NI=8 NO=25 CM 1 0 1 2*0 1 3*0 1 4*0 1 5*0 1 6*0 1 7*0 1 MO NX=8 NK=2 PH=FI TD=FI MA LX 0.7 0 0.7 0 0.7 0 0.7 0 0 0.7 0 0.7 0 0.7 0 0.7 MA PH 1.0 .3 1.0 MA TD .51 .51 .51 .51 .51 .51 .51 .51
OU SI=KOV2_25H0.SIG
Model 3 DA NI=10 NO=25 CM 1 0 1 2*0 1 3*0 1 4*0 1 5*0 1 6*0 1 7*0 1 8*0 1 9*0 1 MO NX=10 NK=2 PH=FI TD=FI MA LX 0.7 0 0.7 0 0.7 0 0.7 0 0.7 0 0 0.7 0 0.7 0 0.7 0 0.7 0 0.7 MA PH 1.0 .3 1.0 MA TD .51 .51 .51 .51 .51 .51 .51 .51 .51 .51 OU SI=KOV3_25H0.SIG
Model 4 DA NI=12 NO=25 CM 1 0 1 2*0 1 3*0 1 4*0 1 5*0 1 6*0 1 7*0 1 8*0 1 9*0 1 10*0 1 11*0 1 MO NX=12 NK=2 PH=FI TD=FI MA LX 0.7 0 0.7 0 0.7 0 0.7 0 0.7 0 0.7 0 0 0.7 0 0.7 0 0.7 0 0.7 0 0.7 0 0.7 MA PH 1.0 .3 1.0 MA TD .51 .51 .51 .51 .51 .51 .51 .51 .51 .51 .51 .51 OU SI=KOV4_25H0.SIG
86
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
Lampiran 2 Syntax untuk menentukan matrik L, sehingga Σ=LLt: Model 1: DA NI=6 NO=25 CM=KOV1_25H0.SIG MO NX=6 NK=6 PH=ID TD=ZE PA LX 100000 110000 111000 111100 111110 111111 MA LX 100000 110000 111000 111100 111110 111111 OU ND=6 Model 2 DA NI=8 NO=25 CM=KOV2_25H0.SIG MO NX=8 NK=8 PH=ID TD=ZE PA LX 10000000 11000000 11100000 11110000 11111000 11111100 11111110 11111111 MA LX 10000000 11000000 11100000 11110000 11111000 11111100 11111110 11111111 OU ND=6 TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
87
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Model 3 DA NI=10 NO=25 CM=KOV3_25H0.SIG MO NX=10 NK=10 PH=ID TD=ZE PA LX 1000000000 1100000000 1110000000 1111000000 1111100000 1111110000 1111111000 1111111100 1111111110 1111111111 MA LX 1000000000 1100000000 1110000000 1111000000 1111100000 1111110000 1111111000 1111111100 1111111110 1111111111 OU ND=6 Model 4 DA NI=12 NO=25 CM=KOV4_25H0.SIG MO NX=12 NK=12 PH=ID TD=ZE PA LX 100000000000 110000000000 111000000000 111100000000 111110000000 111111000000 111111100000 111111110000 111111111000 111111111100 111111111110 111111111111
88
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
MA LX 100000000000 110000000000 111000000000 111100000000 111110000000 111111000000 111111100000 111111110000 111111111000 111111111100 111111111110 111111111111 OU ND=6
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
89
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Lampiran 3 Syntax untuk membangkitkan data: Model 1 DA NO=25 RP=10000 NE v1=NRAND NE v2=NRAND NE v3=NRAND NE v4=NRAND NE v5=NRAND NE v6=NRAND NE X1=v1 NE X2=0.490000*v1+0.871722*v2 NE X3=0.490000*v1+0.286674*v2+0.823236*v3 NE X4=0.147000*v1+0.086002*v2+0.061119*v3+0.983493*v4 NE X5=0.147000*v1+0.086002*v2+0.061119*v3+0.464934*v4+0.866658*v5 NE X6=0.147000*v1+0.086003*v2+0.061119*v3+0.464934*v4+0.278190*v5+0.820796*v6 co all sd v1-v6 OU CM=MATKOV1_25
Model 2 DA NO=25 RP=10000 NE v1=NRAND NE v2=NRAND NE v3=NRAND NE v4=NRAND NE v5=NRAND NE v6=NRAND NE v7=NRAND NE v8=NRAND NE X1=v1 NE X2=0.490000*v1+0.871722*v2 NE X3=0.490000*v1+0.286674*v2+0.823236*v3 NE X4=0.490000*v1+0.286674*v2+0.203730*v3+0.797629*v4 NE X5=0.147000*v1+0.086002*v2+0.061119*v3+0.047470*v4+0.982347*v5 NE X6=0.147000*v1+0.086002*v2+0.061119*v3+0.047470*v4+0.463182*v5+0.866295*v6 NE X7=0.147000*v1+0.086002*v2+0.061119*v3+0.047470*v4+0.463182*v5+ 0.277582*v6+0.820619*v7 NE X8=0.147000*v1+0.086002*v2+0.061119*v3+0.047470*v4+0.463182*v5+ 0.277582*v6+0.199137*v7+0.796091*v8 co all sd v1-v8 ou cm=MATKOV2_25
90
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
Model 3 DA NO=25 RP=10000 NE v1=NRAND NE v2=NRAND NE v3=NRAND NE v4=NRAND NE v5=NRAND NE v6=NRAND NE v7=NRAND NE v8=NRAND NE v9=NRAND NE v10=NRAND NE X1=v1 NE X2=0.490000*v1+0.871722*v2 NE X3=0.490000*v1+0.286674*v2+0.823236*v3 NE X4=0.490000*v1+0.286674*v2+0.203730*v3+0.797629*v4 NE X5=0.490000*v1+0.286674*v2+0.203730*v3+0.158234*v4+0.781776*v5 NE X6=0.147000*v1+0.086002*v2+0.061119*v3+0.047470*v4+0.038825*v5+0.981580*v6 NE X7=0.147000*v1 + 0.086002*v2 + 0.061119*v3 + 0.047470*v4 + 0.038825*v5 + 0.462009*v6+0.866052*v7 NE X8=0.147000*v1+0.086002*v2+0.061119*v3+0.047470*v4+0.038825*v5+ 0.462009*v6+0.277173*v7+0.820501*v8 NE X9=0.147000*v1+0.086002*v2+0.061119*v3+0.047470*v4+0.038825*v5+ 0.462009*v6+0.277173*v7+0.198929*v8+0.796020*v9 NE X10=0.147000*v1+0.086002*v2+0.061119*v3+0.047470*v4+0.038825*v5+ 0.462009*v6+0.277173*v7+0.198929*v8+0.155333*v9+0.780718*v10 co all sd v1-v10 ou cm=MATKOV3_25
Model 4 DA NO=25 RP=10000 NE v1=NRAND NE v2=NRAND NE v3=NRAND NE v4=NRAND NE v5=NRAND NE v6=NRAND NE v7=NRAND NE v8=NRAND NE v9=NRAND NE v10=NRAND NE v11=NRAND NE v12=NRAND NE X1=v1 NE X2=0.490000*v1+0.871722*v2 NE X3=0.490000*v1+0.286674*v2+0.823236*v3 NE X4=0.490000*v1+0.286674*v2+0.203730*v3+0.797629*v4 NE X5=0.490000*v1+0.286674*v2+0.203730*v3+0.158234*v4+0.781776*v5 NE X6=0.490000*v1+0.286674*v2+0.203730*v3+0.158234*v4+0.129416*v5+0.770990*v6 NE X7=0.147000*v1+0.086002*v2+0.061119*v3+0.047470*v4+0.038825*v5+ 0.032851*v6+0.981030*v7 NE X8=0.147000*v1+0.086002*v2+0.061119*v3+0.047470*v4+0.038825*v5+ 0.032851*v6+0.461168*v7+0.865877*v8 NE X9=0.147000*v1+0.086002*v2+0.061119*v3+0.047470*v4+0.038825*v5+ 0.032851*v6+0.461168*v7+0.276879*v8+0.820415*v9 NE X10=0.147000*v1+0.086002*v2+0.061119*v3+0.047470*v4+0.038825*v5+ 0.032851*v6+0.461168*v7+0.276879*v8+0.198779*v9+0.795970*v10 NE X11=0.147000*v1+0.086002*v2+0.061119*v3+0.047470*v4+0.038825*v5+ 0.032851*v6+0.461168*v7+0.276879*v8+0.198779*v9+0.155242*v10+0.780684*v11 TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
91
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
NE X12=0.147000*v1+0.086002*v2+0.061119*v3+0.047470*v4+0.038825*v5+0.032851*v6+ 0.461168*v7+0.276879*v8+0.198779*v9+0.155242*v10+0.127411*v11+0.770217*v12 co all sd v1-v12 ou cm=MATKOV4_25
92
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
Lampiran 4 Model 1 DA NI=6 NO=25 RP=10000 CM=MATKOV1_25 MO NX=6 NK=2 PH=FI TD=FI MA LX 0.6 0 0.7 0 0.8 0 0 0.6 0 0.7 0 0.8 MA PH 1.0 .3 1.0 MA TD .51 .51 .51 .51 .51 .51 OU GF=SIMEX1_25.GF XM Model 2 DA NI=8 NO=25 RP=10000 CM=MATKOV2_25 MO NX=8 NK=2 PH=FI TD=FI MA LX 0.6 0 0.7 0 0.8 0 0.7 0 0 0.6 0 0.7 0 0.8 0 0.7 MA PH 1.0 .3 1.0 MA TD .51 .51 .51 .51 .51 .51 .51 .51 OU AD=OFF GF=SIMEX2_25.GF XM Model 3 DA NI=10 NO=25 RP=10000 CM=MATKOV3_25 MO NX=10 NK=2 PH=FI TD=FI MA LX 0.6 0 0.7 0 0.8 0 0.7 0 0.7 0 0 0.6 0 0.7 0 0.8 0 0.7 0 0.7 MA PH 1.0 .3 1.0 MA TD .51 .51 .51 .51 .51 .51 .51 .51 .51 .51 OU AD=OFF PV GF=SIMEX3_25.GF
Model 4 DA NI=12 NO=25 RP=10000 CM=MATKOV4_25 MO NX=12 NK=2 PH=FI TD=FI MA LX 0.6 0 0.7 0 0.8 0 0.7 0 0.7 0 0.7 0 0 0.6 0 0.7 0 0.8 0 0.7 0 0.7 0 0.7 MA PH 1.0 .3 1.0 MA TD .51 .51 .51 .51 .51 .51 .51 .51 .51 .51 .51 .51 OU AD=OFF GF=SIMEX4_25.GF XM
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
93
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Lampiran 5 CHOLESKY DECOMPOSITION
Misalkan
adalah matriks kovarians potitive definite dari populasi, kita dapat menentukan
dekomposisi cholesky yaitu:
dengan
adalah matrik segitiga bawah,
adalah matriks segitiga atas, dan
Salah satu matriks yang telah ditentukan, dapat digunakan untuk membangkitkan data normal multivariat. Penentuan dekomposisi pertama-tama
dapat dituliskan dalam
bentuk:
dengan
adalah matriks identitas pxp dan
adalah matriks pxp yang semua elemennya
sama dengan nol. Persamaan di atas sebenarnya mencerminkan matriks kovarians dari model analisis faktor konfirmatory (CFA):
dengan
X adalah vektor yang berisi p variabel X1 sampai dengan Xp,
dapat
dianggap sebagai vektor dari p konstruk/faktor yang relevan dengan varians 1 dan tidak berkorelasi satu dengan lainnya, dan
adalah vektor dari p kekeliruan (tidak berkorelasi satu
dengan lainnya dan mempunyai varians 0).
94
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
PENGEMBANGAN APLIKASI ANALISIS MODEL REGRESI SPASIAL UNTUK DATA CROSS SECTION DAN PANEL Isna Rahayu dan Muchammad Romzi Abstract Spatial effect can be divided into two parts, which are spatial dependency which occurs due to spatial dependencies in the regional data and spatial heterogeneity which caused by the difference between one region to another region. Spatial model that has the effect of spatial dependencies can be divided into spatial lag model and spatial error model. Interaction between spatial units on panel data will also have a dependent variable of spatial lag or spatial process in error. Each model of panel data can be applied with fixed effects or random effect. Because of user friendly Application which is dedicated to Spatial Regression Analysis of panel data is still not available, so in this study we develop an application that can assist user in determining the spatial regression models for each panel data and cross section data as well as some tests that commonly done. Calculation of Spatial Regression Analysis was performed using R software as a back end process in a way to embedded R software into the application using Statconn. The development of the application utilizes ZiVana framework as the main user interface. Performance analysis is done by comparing the output generated by this application with OpenGeoDa and R software. Keywords : Spatial Regression, Spatial Lag Model, Spatial Error Model, Fixed effect, Random Effect,softwareR
I. PENDAHULUAN Analisis Regresi dilakukan untuk mendapatkan suatu model statistik yang dapat menggambarkan keterkaitan hubungan variabel bebas terhadap suatu variabel terikat. Dari model statistik yang didapat, selain dapat memperlihatkan seberapa besar pengaruh suatu variabel terhadap variabel lain, juga bisa digunakan sebagai sarana untuk memprediksi atau meramalkan keadaan yang akan datang. Melalui Analisis Regresi Spasial, seorang analis dapat memperoleh suatu gambaran model statistik yang juga memperhitungkan pengaruh efek spasial dalam permodelan tersebut. Efek spasial menunjukkan adanya interaksi yang terjadi atau keadaan saling mempengaruhi dari suatu region dengan region lainnya (Agus Salim, 2006). Efek spasial dibedakan menjadi dua bagian, yaitu spatial autocorrelation dan spatial heterogeneity (Anselin 1988). Spatial autocorrelation terjadi akibat adanya dependensi dalam data regional, sedangkan spatial heterogeneity terjadi akibat adanya perbedaan antara TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
95
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
satu region dengan region lainnya (efek region random). Dalam model spasial regresi, model spasial yang memiliki efek dependensi spasial dibedakan menjadi model spasial lag dan model spasial error. Efek spasial dengan sangat nyata mempengaruhi produktifitas ekonomi suatu region. Misalnya, suatu region yang dikelilingi oleh region yang memiliki tingkat perekonomian yang tinggi akan lebih berkembang dibandingkan dengan region yang dikelilingi oleh region tetangga dengan tingkat perekonomian yang rendah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa efek spasial suatu region menentukan region-region tetangganya. Badan Pusat Statistik yang merupakan pengelola statistik terbesar untuk skala nasional di Indonesia menggunakan data panel dalam melakukan Analisis Regresi Spasial. Data yang digunakan yaitu data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang merupakan jumlah nilai barang dan jasa (output) atau nilai tambah yang dihasilkan dari suatu daerah (kabupaten/kota) dalam periode tertentu, dan data Tenaga Kerja yang merupakan input tenaga kerja untuk menghasilkan output (PDRB). Regresi dengan menggunakan data panel disebut model regresi data panel. Data panel dapat menjelaskan dua macam informasi, yaitu : informasi cross-section pada perbedaan antar subjek dan informasi time series yang merefleksikan perubahan pada subjek waktu. Dengan demikian data panel lebih informatif, lebih bervariasi, dan dapat meningkatkan efisiensi. Data panel juga digunakan untuk hipotesa yang lebih rumit yang tidak mungkin dilakukan dengan menggunakan hanya salah satu dari data tersebut. Dalam melakukan Analisis Regresi Spasial untuk data panel, Badan Pusat Statistik menggunakan beberapa library pada software R yang merupakan free software yang menggunakan Command Line Interface (CLI). Software R merupakan software yang berbasis pada bahasa pemrograman S. R merupakan versi gratis dari bahasa S dari software berbayar yang sejenis yakni S-PLUS. Sebenarnya dalam analisis data spasial kita dapat menggunakan aplikasi GeoDa, namun GeoDa hanya bisa diterapkan pada data cross section, sedangkan data yang dianalisis di Badan Pusat Statistik adalah data panel. Itulah sebabnya mengapa Badan Pusat Statistik memanfaatkan software R untuk melakukan analisis ekonometrika spasial untuk data panel. Sebelumnya telah dilakukan pengembangan aplikasi yang mendukung Analisis Regresi Spasial untuk data panel oleh Ana Rahmawati (2010), yang disebut dengan aplikasi ZiVana. ZiVana dirancang agar bisa diimplementasikan baik untuk data panel, cross section, maupun data time series. Dalam penaksiran parameter, aplikasi ini terbatas pada penggunaan metode Ordinary Least Square (OLS). Sementara itu metode yang digunakan saat ini, dalam
96
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
penaksiran parameter model regresi untuk korelasi spasial digunakan metode maximum likelihood. Aplikasi ini juga menggunakan asumsi bahwa data yang dianalisis sudah memiliki efek spasial. ZiVana belum menyediakan fungsi uji identifikasi keberadaan efek spasial. Hal ini mengharuskan pengguna untuk menggunakan beberapa aplikasi tambahan agar dapat menyelesaikan Analisis Regresi Spasial dari awal pengujian hingga penentuan model terpilih. Oleh karena itu perlu dikembangkan suatu aplikasi yang dapat digunakan untuk Analisis Regresi Spasial dengan menggunakan metode maximum likelihood dan Ordinary Least Square (OLS) untuk penaksiran parameter model-model regresi serta menyediakan fungsi uji identifikasi keberadaan efek spasial. Dari pembahasanan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa masalah-masalah yang melatar belakangi penelitian ini antara lain sebagai berikut: 1.
Aplikasi GeoDa yang ada saat ini untuk melakukan Analisis Regresi Spasial hanya bisa digunakan untuk data cross section, masih belum dapat digunakan untuk data panel.
2.
Dalam penggunaan software R, analis diharuskan untuk memahami sintaks fungsi dan cara menggunakannya secara benar. Hal ini dikarenakan software R yang masih berbasis Command Line Interface (CLI).
3. Aplikasi ZiVana yang telah dibuat belum mendukung untuk penentuan model lag maupun model error dan tidak mendukung uji-uji untuk penentuan keberadaan efek spasial. Sehingga analis harus menggunakan beberapa aplikasi terpisah. Penelitian ini dibatasi pada masalah pengembangan suatu aplikasi yang dapat menangani Analisis Regresi Spasial untuk data panel dan cross section yang user friendly, sehingga dapat memberikan keefisienan dari sisi pengguna. Aplikasi ini secara garis besar akan mengembangkan aplikasi ZiVana dengan menggunakan software R sebagai back end process. Tujuan umum yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan suatu aplikasi yang dapat digunakan untuk membantu melakukan Analisis Regresi Spasial untuk data panel maupun data cross section. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Melakukan analisis mengenai Analisis Regresi Spasial baik untuk data panel maupun cross section beserta uji-uji yang dilakukan di dalamnya. 2. Melakukan analisis terhadap aplikasi yang ada saat ini dan sering digunakan oleh analis dalam melakukan Analisis Regresi Spasial, seperti GeoDa, software R, dan ZiVana. 3. Melakukan perancangan aplikasi yang disesuaikan dengan kebutuhan user dan TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
97
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
mengimplementasikannya dengan membuat suatu aplikasi untuk Analisis Regresi Spasial yang dapat memenuhi kebutuhan user ketika menggunakan softwareR, GeoDa, dan ZiVana. 4. Melakukan uji coba dan perbaikan terhadap aplikasi yang dikembangkan.
II. TEORI DAN KERANGKA PIKIR 1. Landasan Teori a. Analisis Data Panel Data panel merupakan data yang dikumpulkan dari beberapa individu atau amatan dan dihimpun secara berulang dalam rentang waktu yang sama. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa data panel merupakan gabungan dari data cross section dan data time series. Dengan demikian data panel lebih informatif, lebih bervariasi, dan meningkatkan efisiensi. Untuk mengestimasi parameter model dangan data panel, digunakan metode ordinary least square (OLS). Dari model tersebut terlihat bahwa intercept konstan untuk setiap individu dan waktu. Jadi, beberapa keuntungan dari desain penggunaan data panel menjadi hilang. Oleh karena itu, perlu untuk memperhitungkan adanya karakteristik yang tidak teramati, baik berupa efek amatan maupun efek waktu. i. Model Fixed Effect Adanya variabel-variabel yang tidak semuanya masuk dalam persamaan model memungkinkan adanya intercept yang tidak konstan. Atau dengan kata lain, intercept ini memungkinkan berubah untuk setiap individu dan waktu. Pemikiran inilah yang menjadi dasar pemikiran pembentukan model tersebut. ii. Model Random Effect Bila pada model fixed effect perbedaan antar individu dan atau waktu dicerminkan lewat intercept, maka pada model random effect perbedaan tersebut diakomodasi lewat error. Teknik ini juga mempertimbangkan bahwa error mungkin berkolerasi sepanjang time series dan cross section. b. Analisis Regresi Spasial Faktor spasial atau efek spasial menunjukkan adanya interaksi yang terjadi atau keadaan saling mempengaruhi dari suatu region dengan region lainnya. Anselin (1999) menyebutkan bahwa efek spasial dibedakan menjadi dua bagian, yaitu spatial autocorrelation dan spatial heterogeneity. Spatial autocorrelation terjadi akibat adanya dependensi dalam data regional, sedangkan spatial heterogeneity terjadi akibat adanya perbedaan antara satu region dengan region lainnya (efek region random). 98
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
Model
regresi
spasial
merupakan
model
regresi
yang
digunakan
untuk
menggambarkan hubungan yang di dalamnya terdapat efek spasial atau efek kewilayahan. Efek kewilayahan tersebut dapat berupa interaksi spasial (autokorelasi spasial) dan struktur spasial (heterogenitas spasial). Adanya interaksi spasial (autokorelasi spasial) akan menyebabkan terjadinya keterkaitan spasial. Keterkaitan ini dipresentasikan dengan nilai amatan pada wilayah tertentu dipengaruhi oleh nilai observasi pada wilayah lain. Sedangkan struktur spasial (heterogenitas spasial) berkaitan dengan ketidakstabilan perilaku hubungan. Hal ini dapat mengakibatkan variasi error yang tidak konstan dan perbedaan koefisien model sehingga fungsi hubungan antar wilayah berbeda. i. Model Spasial Lag Model spasial lag atau yang sering disebut juga dengan model spatial autoregressive (SAR) tersusun atas variabel spasial lag dependent (WY) yang berperan sebagai variabel independent. ii. Model Spasial Error Model spasial error digunakan untuk menggambarkan keterkaitan spasial yang terjadi pada error randomnya. Oleh karena itu, model ini tersusun atas spasial lag error (W
sebagai
variabel independent-nya. Estimasi parameter model spasial panel dengan menggunakan metode OLS sering menghasilkan estimasi parameter dan standar error yang tidak konsisten. Oleh karena itu, dipilih metode estimasi Maksimum Likelihood (ML) karena metode ini memberikan hasil estimasi yang konsisten. c. Tahapan Kegiatan Analisis Regresi Spasial Gambaran umum tahapan kegiatan penelitian yang dilakukan dalam Analisis Regresi Spasial untuk data cross section dapat dijelaskan pada Gambar 1.
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
99
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Gambar 1. Flow chart Analisis Regresi Spasial data cross section Lain halnya dengan kegiatan yang dilakukan dalam analisis regesi spasial dengan data panel. Dalam tahapan/alur yang terjadi dalam Analisis Regresi Spasial dengan data panel perlu ditambahkan suatu uji untuk melihat kelayakan penggunaan model panel, yang disebut dengan uji Hausman. Tahapan kegiatan yang dilakukan Analisis Regresi Spasial dengan data panel dapat dilihat pada Gambar 2.
100
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
Gambar 2. Flow chart Analisis Regresi Spasial data panel d. Aplikasi Statistik R-Software R adalah suatu kesatuan software yang terintegrasi dengan beberapa fasilitas untuk manipulasi, penghitungan, dan penampilan grafik yang handal, serta dapat berinteraksi dengan program statistik. R berbasis pada bahasa pemrograman S yang dikembangkan oleh AT&T Bell Laboratories pada akhir tahun 1970-an. R merupakan versi gratis dari bahasa S dari software (berbayar) yang sejenis yakni S-PLUS yang banyak digunakan para peneliti dengan akademisi dalam melakukan kegiatan ilmiahnya. e. Statconn DCOM Aplikasi Statconn DCOM memungkinkan untuk pengintegrasian antara software statistik R project dan analisis data dan layanan komputasi dari Scilab ke dalam aplikasi pada Microsoft Windows, MacOS X, dan Linux. Statconn DCOM juga bisa dikatakan sebagai konektor aplikasi yang memberikan solusi integrasi untuk pengguna dan pembangun aplikasi. Background technology yang tersedia sebagai satu set komponen untuk semua platform yang dengan mudah membangun aplikasi umum berdasarkan analisis data yang powerful serta graphics toolboxes dari R dan Scilab. Statconn mendukung berbagai bahasa yang berbeda (seperti VBA, VB, C#, C++, Python, dan Java) dan teknologi platform yang berbeda (COM/DCOM, .Net, Uno, C, dan Web Service SOAP/http) untuk membangun dan mengintegrasikan solutions. TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012 101
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
2. Kerangka Pikir Penelitian ini menggunakan pendekatan Design Research dalam menganalisa, merancang, dan mengimplementasikan sistem karena hasil penelitian tidak menghasilkan data yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang bisa dianalisis secara statistik, melainkan menemukan suatu fenomena atau masalah yang kemudian dijawab melalui solusi berupa sebuah artifak yang merupakan hasil karya manusia yang bisa bermanfaat untuk orang lain, yaitu aplikasi Spatial Analytical Tools. Teknik yang digunakan untuk menyelesaikan masalah dalam design research ini adalah teknik empirical refinement yang terdiri dari pengembangan sistem, observasi empiris, dan perbaikan. Oleh karena itu, perlu diobservasi, dievaluasi, dan kemudian dilakukan perbaikan apabila ditemukan kesalahan atau bug pada sistem. Adapun tahapan yang dilakukan dalam penelitian untuk mengembangkan aplikasi ini adalah sebagai berikut. a. Awareness of problem Merupakan tahapan untuk mencari dan menemukan suatu fenomena dan permasalahan yang terjadi dalam proses Analisis Regresi Spasial yang dihadapi. b. Suggestion Merupakan tahapan untuk membentuk usulan solusi atas permasalahan yang telah ditemukan. c. Development Proses pengembangan aplikasi berdasarkan permasalahan dan rancangan yang ada dilakukan pada tahap ini. Pada tahap ini dilakukan implementasi aplikasi Spatial Analytical Tools. d. Evaluation Pada tahap ini dilakukan evaluasi dan uji coba aplikasi Spatial Analytical Tools berdasarkan spesifikasi dan rancangan pada tahap suggestion. e. Conclusion Dalam tahap ini dilakukan penyampaian hasil penelitian yang dilakukan dengan dihasilkannya aplikasi Spatial Analytical Tools.
3. Studi Tentang Penelitian Sebelumnya Terdapat beberapa penelitian yang membahas tentang Analisis Regresi Spasial maupun penelitian yang membahas tentang aplikasi yang bisa digunakan untuk melakukan Analisis Regresi Spasial yang sudah pernah dilakukan sebelumnya. Peneliti-peneliti tersebut antara lain adalah : 102
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
a. Studi Mengenai Analisis Regresi Spasial i. Irma Fatmawati (2010), dalam Tesisnya yang berjudul “Pendekatan Ekonometrika Panel Spasial untuk Pemodelan PDRB Sektor Industri di SWP Gerbangertasusila dan Malang-Pasuruan” ii. Sahar Mildino (2011), dalam Tesisnya yang berjudul “Pemilihan Model Fixed Effects dan Random Effects pada Pemodelan Ekonometrika Spasial Data Panel (Studi Kasus : Pemodelan Indeks Rasio Gini Propinsi di Pulau Jawa)” b. Studi Mengenai Aplikasi Analisis Regresi Spasial i. Luc Anselin (2003) beserta tim developer dengan aplikasinya yang bernama OpenGeoDa ii. Ana Rahmawati (2010), dalam skripsinya yang berjudul “Pengembangan Aplikasi Model Regresi Data Panel dengan Korelasi Spasial” iii. Giovanni Millo dan Gianfranco Piras (2012), yang berjudul “Jurnal of Statistical Software splm : Spatial Panel Data Models in R”
III. ANALISIS DAN SOLUSI 1. Analisis Kondisi Saat Ini Saat ini sudah banyak berkembang beberapa aplikasi statistik yang dapat membantu mengolah dan menganalisis data statistik dalam hal ini dikhususkan aplikasi statistik yang dapat membantu mengolah data spasial ataupun data panel. Aplikasi-aplikasi statistik tersebut antara lain adalah : a. R-software R sangat fleksibel karena metode yang terdapat di dalamnya tersimpan dalam sebuah package dan dapat di-install dan di-load secara dinamis. Adapun package yang biasa digunakan untuk Analisis Regresi Spasial antara lain adalah splm dan spdep. Dalam penggunaannya, user harus mempelajari dan menguasai bagaimana cara menggunakan aplikasi tersebut yang masih berbasis command line interface (CLI). Selain CLI yang menyulitkan user, interface grafis yang dihasilkan software R juga masih terbatas. Yang menjadi keunggulan dari software R adalah sifatnya yang multiplatform, freeware, dan open source sehingga siapapun dapat bebas menggunakan dan mengembangkan R. Beberapa perintah atau fungsi yang digunakan dalam software R untuk melakukan Analisis Regresi Spasial anatara lain adalah : i. Uji Moran’s I >
uji.moran
<-
moran.test(reg.ols$residuals,
weight.panel,
> alternative = 'two.sided', zero.policy = TRUE) TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012 103
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
ii. Uji Lagrange Multiplier >
uji.lm
<-
lm.LMtests(reg.ols,
weight.panel,test=c('LMerr',
> 'LMlag', 'RLMerr', 'RLMlag', 'SARMA'), zero.policy = TRUE) iii. Uji Hausman > uji.hausman <- sphtest(lag.fix, lag.rand) iv. Pembentukan Common Model dengan pendekatan OLS > reg.ols = lm ( varY ~ varX, data.panel) v. Pembentukan Model Spasial Lag dengan pendekatan maksimum likelihood >
reg.lag
=
lagsarlm
(varY
~
varX,
data
=
data.cross,
> weight.cross, method = 'eigen', quiet = FALSE, zero.policy > = TRUE) vi. Pembentukan Model Spasial Error dengan pendekatan maksimum likelihood >
reg.err
=
errorsarlm
(varY
~
varX,
data
=
data.cross,
> weight.cross, method = 'eigen', quiet = FALSE, zero.policy > = TRUE) vii. Pembentukan Model Spasial dengan fixed effect dengan pendekatan maksimum likelihood >
spas.fix
=
spfeml(varY
~
varX,
data
=
data.panel,
listw
=
> weight.cross, effects = 'spfe', method = 'eigen', quiet = >TRUE) viii. Pembentukan Model Spasial dengan random effect dengan pendekatan maksimum likelihood >
spas.rand
=
spreml(varY
~
varX,
data
=
data.panel,
w
=
> weight.cross, errors='semre') b. OpenGeoDa OpenGeoDa adalah aplikasi open source yang bisa digunakan untuk mengolah dan menganalisis data-data spasial. Aplikasi ini dapat mengeluarkan output model regresi, baik untuk regresi biasa (common model), regresi spatial lag, maupun spatial error. Selain mengeluarkan output model regresi, aplikasi ini mampu mengeluarkan output visual dan output movie. Output visual disajikan dalam bentuk grafik-grafik statistik dan peta tematik. Sedangkan output movie disajikan dalam bentuk peta yang menampilkan urutan nilai data pada peta mulai dari nilai yang terendah sampai yang tertinggi atau sebaliknya. Untuk proses input data, aplikasi ini menyediakan fasilitas import file. File yang bisa di-import masih berupa file database (*.dbf), belum bisa melakukan import untuk file excel (*.xls). Walaupun aplikasi ini sudah mampu mengeluarkan output model regresi untuk datadata dengan korelasi spasial dan dapat membuat visualisasi dalam bentuk visual maupun movie, data-data yang bisa diolah masih berupa data cross section, belum bisa mengolah data panel dengan korelasi spasial. Berikut adalah tampilan antarmuka aplikasi OpenGeoDa. 104
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
c. EViews Aplikasi EViews sering digunakan untuk mengolah data terutama untuk data time series dan data panel. Berbagai metode untuk analisis data time series juga disediakan oleh aplikasi ini. Untuk analisis regresi data panel, aplikasi ini dapat mengeluarkan output model baik untuk pooled effects, fixed effects, maupun random effects. Selain menyediakan fasilitas input data secara manual, aplikasi ini juga menyediakan fasilitas import data dari file Excel (*.xls). Walaupun EViews mampu mengeluarkan output untuk semua model regresi data panel, aplikasi ini belum mampu mengeluarkan output model regresi untuk data panel dengan korelasi spasial, apalagi membuat visualisasi dalam bentuk peta tematik. d. MATLAB MATLAB adalah aplikasi yang bersifat multifungsi. User dapat melakukan manipulasi matriks, penerapan algoritma, maupun pembuatan antarmuka. Aplikasi ini mampu mengolah dan menganalisis data sesuai yang diinginkan oleh user. Walaupun demikian, untuk memperoleh output yang sesuai dengan yang diinginkan, user harus memasukkan kode-kode program ke dalam aplikasi. 2. Analisis Masalah Berdasarkan
analisis
yang
telah
dilakukan
pada
penelitian
ini,
penulis
mengidentifikasikan beberapa masalah, baik secara umum maupun secara khusus. Berikut adalah beberapa permasalahan pengguna terkait Analisis Regresi Spasial yang dapat diidentifikasi, antara lain : a. R-software berbasis command windows b. OpenGeoDa hanya mencakup regresi spasial data cross section c. EViews tidak mendukung analisis regresi dengan korelasi spasial d. Untuk memperoleh output dalam MATLAB harus memasukkan kode-kode program ke dalam aplikasi e. Belum tersedianya suatu software yang user friendly yang didedikasikan khusus untuk Analisis Regresi Spasial data panel 3. Analisis Kebutuhan Berdasarkan hasil analisis kondisi saat ini dan analisis masalah, user membutuhkan aplikasi yang mudah dan cepat yang dapat digunakan dalam melakukan Analisis Regresi Spasial, dengan beberapa fitur tambahan dan visualisasi yang mendukung. Selain itu, user juga membutuhkan aplikasi yang bisa melakukan beberapa uji yang dibutuhkan sebelum menetapkan model terbaik yang menggambarkan data. Oleh karena itu, diperlukan suatu TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012 105
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
aplikasi Spatial Analytical Tools dengan fungsi-fungsi yang dijelaskan pada use case diagram yang diperlihatkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Use case diagram Spatial Analytical Tools
4. Solusi Permasalahan Solusi dari permasalahan yang dapat diberikan untuk menjawab kebutuhan user yang telah dipaparkan diatas yaitu mengembangkan aplikasi ZiVana dengan bahasa pemrograman C# untuk Analisis Regresi Spasial data panel yang dihubungkan dengan software R, serta menggabungkan dengan beberapa analisis lain seperti Analisis Spasial Shift Share, ESDA, Analisis Spasial Regional Inequality, dan Generator Matrix W.
IV. PERANCANGAN APLIKASI 1. Rancangan Arsitektur Secara umum arsitektur aplikasi Spatial Analytical Tools untuk Analisis Regresi Spasial yang dikembangkan dijelaskan pada Gambar 4.
106
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
Gambar 4. Arsitektur umum dari aplikasiSpatial Analytical Tools
Dalam pengembangan aplikasi ini, peneliti bekerjasama dengan beberapa peneliti lain. Peneliti-peneliti lain yang mengerjakan beberapa modul analisis spasial lain adalah Diah Daniaty yang mengerjakan modul pembuatan weight matrix, Ria Arinda yang mengerjakan modul Exploratory Spatial Data Analysis (ESDA), Wahyu Hardi Puspiaji yang mengerjakan modul Analisi Regional Inequality, dan Erma Purnatika Dewi yang mengerjakan modul Analisis Shift-Share.
2. Spesifikasi dan Pemodelan Rancangan a. Use case Diagram Use case diagram menggambarkan interaksi antara pengguna dengan aplikasi. Pengguna digambarkan sebagai aktor yang dapat menggunakan fungsi-fungsi yang didefinisikan. Secara keseluruhan terdapat beberapa use case dalam aplikasi Spatial Analytical Tools ini seperti yang perdilihatkan pada Gambar 5.
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012 107
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Gambar 5. Use case diagram aplikasi Spatial Analytical Tools secara keseluruhan
Aplikasi Spatial Analytical Tools yang dikembangkan ini merupakan aplikasi yang dibangun oleh beberapa orang. Terdapat lima anggota yang merupakan pengembang aplikasi ini, sehingga terdapat pembagian beberapa fungsi. Perbedaan warna dalam use case diagram di atas menjelaskan pembagian fungsi yang ada, dengan keterangan sebagai berikut :
: Fungsi yang digunakan bersama
: Fungsi yang digunakan anggota lain
: Fungsi yang hanya digunakan penulis Secara khusus, terdapat beberapa fungsi yang menjadi fokus bagi penulis.
Diantaranya adalah use case untuk Create New Project, Open Project, Save Project, Import Project, View Data, Edit Data, dan Analysis Data, dengan penjelasan sebagai berikut: i. Create New Project Pembuatan proyek baru, penentuan nama proyek, dan penentuan shape file yang akan digunakan. ii. Open Project Pembukaan proyek yang sebelumnya telah dibuat dan disimpan. 108
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
iii. Save Project Penyimpanan proyek yang telah dibuat untuk digunakan lagi selanjutnya. iv. Import Project Pembukaan dan peng-import-an file untuk ditambahkan ke dalam data dari format yang mendukung, seperti *.xls (fileformat excel). v. View Data Penayangan data yang telah dimasukkan sebelumnya dalam bentuk speadsheet. vi. Edit Data Pengeditan data baik variabel, time, maupun nilai dari data yang ada. Fungsi ini mencakup fungsi Edit Value, Add Variable, Edit Variabel, Remove Variable, Add Time, dan Remove Time. vii. Analysis Data Penganalisisan data yang telah dimasukkan, dalam hal ini adalah Analisis Regresi Spasial, berdasarkan variabel yang dipilih melalui fungsi Select Variable. Dari hasil analisis dapat dipilih output apa saja yang ingin dikeluarkan dari hasil Analisis Regresi Spasial melalui fungsi Select Result. b. Activity Diagram Activity diagram menggambarkan alur logika prosedural aplikasi, bagaimana masingmasing alur berawal, keadaan yang mungkin terjadi, dan bagaimana alur berakhir. Activity diagram juga memiliki fungsi seperti halnya flowchart. Pembentukan activity diagram didasarkan pada aktifitas yang dilakukan ketika aplikasi dijalankan. Activity diagram aplikasi ini secara keseluruhan diperlihatkan pada Gambar 6.
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012 109
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Gambar 6. Activity Diagram aplikasi Spatial Analytical Tools Keterangan :
110
: Fungsi yang digunakan bersama
: Fungsi yang digunakan anggota lain
: Fungsi yang hanya digunakan penulis
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
c. Class Diagram Pembuatan class diagram merupakan langkah awal untuk merancang objek-objek yang digunakan dalam program. Abstraction dalam konsep Object Oriented Programming (OOP) pada penelitian ini dilakukan dengan menentukan object-object apa yang akan digunakan serta mendefinisikan atribut-atribut dan operasi dari masing-masing object tersebut. Dari aplikasi Spatial Analytical Tools yang dikembangkan secara bersama ini, kelaskelas yang digunakan tidak dibangun sendiri oleh peneliti, sebagian adalah hasil modifikasi dari aplikasi ZiVana, sebagian adalah hasil pengembangan dari anggota tim lain, dan sebagian lagi memanfaatkan kelas-kelas yang telah ada pada aplikasi ZiVana. Gambar 7 memperlihatkan rancangan class diagram untuk fokus Analisis Regresi Spasial. Pembedaan warna dilakukan untuk memperjelas keterangan dari hasil kerja peneliti.
Gambar 7. Class diagram aplikasi Spatial Analytical Tools (Analysis Spatial Regression) Keterangan : : Kelas pengembangan penulis dengan persentase ≥ 70% -
: Kelas pengembangan penulis dengan persentase ≤ 30%
-
: Kelas pengembangan anggota tim lain
-
: Kelas tanpa pengubahan dari aplikasi sebelumnya TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012 111
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
V. IMPLEMENTASI PROGRAM 1. Perangkat Keras dan Lunak yang Digunakan Perangkat keras yang digunakan dalam pengembangan aplikasi ini adalah notebook dengan spesifikasi : a. Prosesor Intel® Core™2 Duo CPU T5870, 2.00GHz b. RAM 2GB DDR 2 c. Kebutuhan Harddisk
± 300 MB untuk instalasi .NET Framework
± 50 MB untuk instalasi aplikasi WIRES – Space and Time Spatial Analytical Tools
± 100 MB untuk instalasi R-software dan library-nya
d. VGA dengan resolusi layar 1366 x 768 Sedangkan perangkat lunak yang digunakan dalam pengembangan aplikasi ini antara lain adalah : a. Microsoft windows 7 Ultimate sebagai platform operating system b. C# language dengan IDE Microsoft Visual C# 2008 c. Microsoft .NET Framework 3.5 sebagai platform pengembangan aplikasi d. MSDN Library sebagai referensi acuan tentang bahasa pemrograman C# dan teknologi .NET e. yEd Graph Editor sebagai alat bantu untuk memodelkan rancangan aplikasi f. Aplikasi ZiVana sebagai acuan dalam perancangan dan pemrograman g. R-software yang di-embedded ke dalam aplikasi yang dikembangkan h. Package splm sebagai dasar dalam analisis spatial dalam R-software, dan package rsproxy dan rcom untuk koneksi antara aplikasi dan R-software melaui Statconn i. StatconnDCOM sebagai jembatan dalam penggunaan R-software yang di-embedded ke dalam aplikasi yang dikembangkan j. MapWinGIS sebagai alat bantu visualisasi peta dalam aplikasi yang dikembangkan k. Beberapa .NET Library yang diperoleh dari komunitas open source C# seperti ZedGraph
2. Implementasi Program Implementasi program adalah tahapan transformasi dari perancangan program ke dalam bahasa pemrograman. Pada implementasi untuk Analisis Regresi Spasial dilakukan proses embedded yang telah dijelaskan sebelumnya. Pada Analisis Regresi Spasial, pengeksekusian command ditunjukkan pada Gambar 8. Baris ke-1336 sampai 1344 adalah 112
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
sintaks fungsi pembuatan model spasial lag dengan fixed effect. Sementara perintah pada baris ke-1346 sampai 1354 merupakan sintaks fungsi yang digunakan untuk pengambilan nilai dari software R yang nantinya akan dibaca dan ditampilkan oleh aplikasi.
Gambar 8. Cuplikan kode program implementasi Analisis Regresi Spasial
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012 113
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
VI. UJI COBA DAN EVALUASI 1. Uji Coba a. Uji Coba dari Sisi Pengembang Aplikasi Pengujian validasi dilakukan dengan menggunakan metode black box. Pada metode ini dipilih output dari beberapa kemungkinan kombinasi input yang didapat dari deskripsi fungsi (spesifikasi) program. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kinerja aplikasi berdasarkan nilai-nilai pada Summary Model pada Analisis Regresi Spasial. Nilai-nilai tersebut akan dibandingkan dengan beberapa aplikasi lain, yaitu OpenGeoDa dan software R. Data yang digunakan dalam uji coba validasi ini adalah data panel PDRB dan jumlah penduduk Indonesia yang berusia 15 tahun ke atas yang bekerja, dengan rentang waktu dari tahun 2004-2009. Untuk pengujian validasi summary model dengan data cross section digunakan data nilai Ln PDRB, dengan variabel independent-nya adalah Ln PDRB tahun 2004 dan variabel dependent-nya adalah Ln PDRB tahun 2005. Berikut adalah hasil output dari aplikasi yang dikembangkan dan OpenGeoDa, baik untuk model biasa (common model) maupun model Spasial.
(a)
(b)
(c) Gambar 9. Outputsummary model dari aplikasi Spatial Analytical Tools untuk Common Model (a), Spasial Lag Model (b), dan Spasial Error Model (c)
114
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
(a)
(b)
(c) Gambar 10. Output summary model dari aplikasi OpenGeoDa untuk Common Model (a), Spasial Lag Model (b), dan Spasial Error Model (c) Gambar 9 dan Gambar 10 memperlihatkan bahwa aplikasi yang dibuat pada penelitian ini memberikan hasil yang sama dengan nilai dari penghitungan dengan menggunakan aplikasi OpenGeoDa dengan pembulatan, baik untuk summary model biasa (common model) maupun model spasial (lag dan error). Untuk pengujian validasi summary model dengan data panel digunakan data panel jumlah penduduk Indonesia yang berusia 15 tahun ke atas yang bekerja, dengan rentang waktu dari tahun 2005-2009. Variabel independent adalah jumlah tenaga kerja pada tahun tersebut dan variabel dependent adalah jumlah tenaga kerja pada tahun sebelumnya. Berikut adalah hasil output dari aplikasi yang dikembangkan dan software R, baik untuk model biasa (common model) maupun model spasial.
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012 115
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
(a)
(b)
(c)
(d)
(e) Gambar 11. Outputsummary model dari aplikasi Spatial Analytical Tools untuk Common Model (a), Spasial Lag Model dengan fixed effect (b), Spasial Error Model dengan fixed effect (c), Spasial Lag Model dengan random effect (d) dan Spasial Error Model dengan random effect
116
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
(a)
(b)
(c)
(d)
(e) Gambar 12. Outputsummary model dari software R untuk Common Model (a), Spasial Lag Model dengan fixed effect (b), Spasial Error Model dengan fixed effect (c), Spasial Lag Model dengan random effect (d) dan Spasial Error Model dengan random effect Gambar 11 dan Gambar 12 memperlihatkan bahwa penelitian ini memberikan hasil yang sama dengan nilai dari perhitungan menggunakan software R dengan pembulatan, baik untuk summary model biasa (common model) maupun model spasial. b. Uji Coba dari Sisi Pengguna Aplikasi Salah satu uji coba dari sisi pengguna aplikasi yang dilakukan adalah pengujian kepuasan pengguna. Pengujian kepuasan pengguna ini dilakukan dengan memberikan kuesioner uji tentang kriteria sistem yang dibuat apakah sudah memenuhi keinginan pengguna. Hal ini dapat dilihat dari skala penilaian mulai dari sangat buruk, buruk, cukup baik, baik, dan sangat baik. Pengujian dibedakan menjadi dua, yaitu uji coba fungsi dan uji coba user interface. Uji coba dalam penelitian ini dilakukan kepada lima orang mahasiswa STIS Jurusan Statistik Ekonomi dan dua orang pegawai BPS.
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012 117
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Tabel 1. Hasil uji coba pendekatan SUS Aplikasi Spatial Analytical Tools User User User No SUS 1 2 3 (1) (2) (3) (4) 1 5 5 3 2 2 1 2 3 4 5 3 4 2 2 3 5 4 5 3 6 2 1 2 7 5 4 3 8 1 1 2 9 4 4 3 10 3 2 2 Jumlah 80 90 60 Total 502.5 Skor Rata-rata 71.7857
User 4 (5) 3 3 4 2 4 2 4 2 4 2 70
User 5 (6) 3 2 4 3 4 2 4 2 4 2 70
User 6 (7) 3 2 4 3 3 2 3 2 3 3 62.5
User 7 (8) 4 2 4 3 4 2 4 2 4 3 70
User 6 (7) 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 39
User 7 (8) 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 39
Tabel 2. Hasil uji coba user interface Aplikasi Spatial Analytical Tools User User User User User No SUS 1 2 3 4 5 (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 4 4 3 4 4 2 4 5 4 4 5 3 3 5 4 3 4 4 3 4 4 4 4 5 4 5 3 4 5 6 4 5 4 4 4 7 5 4 4 4 4 8 4 5 4 4 4 9 3 4 3 3 3 10 4 4 3 4 4 Jumlah 38 45 36 38 41 Total 276 dari Total Skor (350) = 78.86% Skor
Hasil uji coba fungsi dan user interface yang diperlihatkan pada Tabel 1. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa aplikasi yang dibangun memiliki tingkat kepuasan penggna yang cukup baik dari segi fungsinya, yaitu 71.7857. Sedangkan dari hasil uji coba yang diperlihatkan pada Tabel 2 dapat disimpulkan bahwa aplikasi yang dibangun memiliki tingkat kepuasan pengguna yang cukup tinggi dari segi tampilan, yaitu 78.86% dari total skor maksimum. Sehingga dari kedua uji tersebut dapat dikatakan aplikasi Spatial Analytical
118
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
Toolsyang dikembangkan merupakan aplikasi yang user friendly baik dari segi fungsionalitas maupun dari segi tampilan. 2. Evaluasi Dari evaluasi yang dilakukan, didapatkan beberapa kelebihan dan kekurangan dari aplikasi yang dikembangkan, antara lain sebagai berikut : a. Kelebihan Aplikasi
Aplikasi dapat menampung data yang lebih dinamis, baik berupa data cross section maupun panel.
Aplikasi dapat melakukan Analisis Regresi Spasial baik untuk data panel maupun data cross section.
Aplikasi dapat melakukan uji-uji yang dilakukan sebagai dasar penentuan model spasial yang dapat menggambarkan data.
Aplikasi juga terintegrasi dengan beberapa fungsi analisis spasial pengerjaan anggota tim yang lain, meliputi pembuatan matriks weight, Exploratory Spatial Data Analysis (ESDA), Analisis Regional Inequality, dan Analisis Shift Share.
Aplikasi menyediakan visualisasi seperti tabel, grafik, maupun peta yang membantu user dalam analisis maupun penyediaan data.
Aplikasi menyediakan fasilitas pengelolaan data yang baik dan mudah digunakan setelah dibandingkan dengan software R dan OpenGeoDa, mulai dari input data, import data, analisis data, hingga penyimpanan data.
b. Kekurangan Aplikasi
Tampilan peta pada aplikasi yang kurang dinamis.
Fungsi analisis spasial lain yang masih perlu ditambahkan lagi, seperti Spatial Interpolation.
Belum adanya penambahan fungsi untuk pelaporan, dimana hasil pengolahan dapat disajikan secara langsung di aplikasi penyajian yang biasa digunakan, seperti excel maupun word.
Kecepatan respon aplikasi yang masih kurang untuk loading peta di dalam aplikasi.
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012 119
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
VII.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan Aplikasi yang telah dikembangkan dapat digunakan untuk membantu melakukan Analisis Regresi Spasial untuk data panel maupun data cross section. Dari tinjauan tujuan khusus dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : a. Dari hasil analisis dan identifikasi masalah yang dilakukan, aplikasi yang dikembangkan ini telah mampu menangani berbagai permasalahan mulai dari input data, penyaijan data, analisis data, penyajian output analisis, dan penyimpanan data dan output. b. Pemanfaatan algoritma dari aplikasi yang digunakan saat ini telah dilakukan dengan baik yang untuk selanjutnya dijadikan referensi dalam pengembangan aplikasi Spatial Analytical Tools yang dikembangkan, khususnya untuk Analisis Regresi Spasial. c. Dari hasil output aplikasi Spatial Analytical Tools yang dikembangkan, ditampilkan hasil berupa model-model regresi baik common model maupun model-model spasial yang cocok dengan data inputan beserta hasil uji-uji yang biasa dilakukan sebelum penentuan model terbaik oleh pengguna. d. Dilihat dari tingkat kepuasan pengguna pada uji coba dengan pendekatan beberapa kuesioner, embedded softeware R ke dalam aplikasi menjadikan pemanfaan R tetap efektif dan lebih user friendly dibandingkan aplikasi statistik berbasis command windows seperti penggunaan software R. e. Aplikasi juga telah terintegrasi dengan beberapa fungsi analisis spasial pengerjaan tim yang lain, meliputi pembuatan matriks weight, Exploratory Spatial Data Analysis (ESDA), Analisis Regional Inequality, dan Analisis Shift Share.
2. Saran Berikut ini adalah beberapa saran yang dapat digunakan untuk pengembangan penelitian selanjutnya : a. Visualisasi output hasil analisis baik berupa grafik maupun peta agar dapat dikembangkan lagi untuk lebih dinamis dan lebih interaktif bagi pengguna. b. Masih banyak analisis terkait spasial lain yang dapat ditambahkan lagi ke dalam aplikasi ini, seperti Spatial Interpolation. c. Aplikasi untuk Analisis Regresi Spasial dapat ditambahkan lagi untuk pengujian normalitas maupun pengujian heteroskedastisitas seperti uji Breusch-Pagan.
120
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
DAFTAR PUSTAKA Anselin, Luc. 1999. Spatial Econometrics. University of Texas, Dallas. Anselin, Luc. 2003. An Introduction to Spatial Regression Analysis in R. University of Illinois, Urbana – Champaign. Anselin, Luc. 2003. GeoDa™ 0.9 User’s Guide. University of Illinois, Urbana – Champaign. Arinda, Ria. 2012. Pengembangan Modul Exploratory Spatial Data Analysis (ESDA) untuk Aplikasi Analisis Spasial [Skripsi] Jakarta : Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Baltagi, Badi H., Bresson, Georges, & Pirotte, Alain. 2009. Forecasting with Spatial Panel Data. Discussion Paper.Germany : IZA. Daniaty, Diah. 2012. Pengembangan Analisis Spasial Analytical Tools Berbasis Desktop Spesialisasi Spatial Weight Matrix [Skripsi] Jakarta : Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Darmawan, Erico & Risal, Laurentius. 2011. Pemrograman Berorientasi Objek C# yang Susah Jadi Mudah. Informatika, Bandung. Dewi, Erma Purnatika. 2012. Pengembangan Aplikasi Analisis Classical dan Spatial ShiftShare [Skripsi] Jakarta : Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Fatmawati, Irma. 2010.Pendekatan Ekonometrika Panel Spasial untuk Pemodelan PDRB Sektor Industri di Swp Gerbangkertasusila dan Malang-Pasuruan [Tesis] Surabaya : ITS. Girardin, E. & Kholodilin, A. Konstantin. 2010. How helpful are spatial effects in forecasting the growth of Chinese provinces? BOFIT Discussion Papers.Bank of Finland. Hidayah, M. Wahid Arif. 2011. Pengembangan Aplikasi Small Area Estimation; Studi Kasus Pengeluaran Perkapita di Kabupaten Bogor dengan Metode Adaptive Neuro Fuzzy Inference System, dan Empirical Best Linear Unbiased Prediction [Skripsi] Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Irwan, Susanto. 2011. Free and Open-Source Software R : Kelebihan, Kekurangan dan Strategi Pembelajaran dalam Mata Kuliah Statistika.Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan.Solo : UNS. Microsoft Corporation. 2012. Microsoft Developer Network (MSDN) Library. Microsoft Corporation. Mildino, Sahar. 2011. Pemilihan Model Fixed Effects dan Random Effects pada Permodelan Ekonometrika Spasial Data Panel (Studi Kasus : Permodelan Indeks Rasio Gini Propinsi di Pulau Jawa). Tesis.Surabaya : ITS. Millo, Giovanni & Piras, Gianfranco. 2009. splm :Econometric Analysis of Spatial Panel Data. University of Trieste, Italy. Munawar. 2005. Pemodelan Visual dengan UML. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu. TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012 121
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Nachrowi, Nachrowi D., & Usman, Hardius. 2006.
“Pendekatan Populer dan Praktis
Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan”, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Piras, Gianfranco. 2009. splm : Spatial Panel Data Models in R. Regional Research Institute Seminar Series. West Virginia University. Pressman, Roger S. 2001. Software Engineering. A Practitioner’s Approach. New York: McGraw-Hill. Puspiaji, Wahyu Hardi. 2012. Pengembangan Modul Ketimpangan Wilayah untuk Aplikasi Analisis Spasial [Skripsi] Jakarta : Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. R Development Core Team.The R Manuals.(3 Januari 2012).http://cran.r-project.org/ Rahmawati, Ana. 2010. Pengembangan Aplikasi Model Regresi Data Panel dengan Korelasi Spasial [Skripsi] Jakarta : Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Salim, Agus. 2006. Pengaruh Produktifitas Region Tetangga terhadap Produktivitas Region : Studi Ekonometrika Spasial Kasus Jawa 2003 [Tesis] Depok : Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. 2010. Pedoman Penyusunan Skripsi Jurusan Komputasi Statistik STIS Edisi Keempat.Jakarta : Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Subdirektorat Pengembangan Model Statistik.2011. Analisis Dampak Spasial pada Peramalan Perekonpmian dan Ketenagakerjaan Provinsi.Badan Pusat Statistik, Jakarta. Suharto, Eko. 2011.Robust Lagrange Multiplier pada Pemodelan Regresi Spasial Dependensi (Studi Kasus: Penyusunan Model Angka Kematian Bayi di Provinsi Jawa Timur) [Tesis] Surabaya : ITS. Wahana Komputer. 2011. Microsoft Visual C# 2010. Yogyakarta : ANDI. Whitten, Jeffery L., Lonnie D.Bentley, & Kevin C. Dittman. 2004.
Systems Analysis and
Design Methods. Diterjemahkan oleh Tim Penerjemah Andi dengan judul Metode Desain Sistem Edisi 6. Yogyakarta: ANDI. ________.
XSD/XML
Schema
Generator.(22
September
2012).
http://www.freeformatter.com/xsd-generator.html
122
TAHUN 4, VOLUME 2, DESEMBER 2012