KATALOG BPS: 1202031 ISSN: 2086–4132
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
Value At Risk Portofolio Menggunakan Pendekatan Distribusi Normal dan Ekspansi Cornish Fisher RISNI JULAENI YUHAN Pengaruh Desentralisasi Terhadap Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah di Indonesia WAHYUDIN Disparitas Spasial Pembangunan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 20062010 DAMAINSA PRAHESTI NUKMANTYO dan LIA YULIANA Dampak Perubahan Strategi Industrialisasi dalam Perekonomian Jawa Timur Tahun 2010 (Implementasi Strategi Adli Terhadap Eli) HUSNUL CHOTIMAH dan SURYADININGRAT Prototipe Sistem Aplikasi CAPI Pengumpulan Data Kor Susenas YUNITA RIZKI INTAN SARI dan YUNARSO ANANG SULISTIADI Aplikasi Penghitungan Inflasi Menggunakan Formula Indeks Modified Laspeyres Plus, Fisher-Wm, Laspeyres, Fisher dan Paasche FAJAR WAHYUNI
UNIT PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK (UPPM-STIS)
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK Journal of Statistical Application & Statistical Computing No Publikasi / Publication Number: 02700.1004 Katalog BPS / BPS Catalogue: 1202031 No ISSN / ISSN Number: 2086-4132 Ukuran Buku / Book Size: 14,8 cm x 21,5 cm Jumlah Halaman / Number of Pages: 122 + v Diterbitkan oleh / Published by: Sekolah Tinggi Ilmu Statistik STIS-Statistics Institute Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya May be cited with reference to the source
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK Pelindung
: Dr. Hamonangan Ritonga, M.Sc.
Pemimpin Umum Redaksi
: Ir. Ekaria, M.Si.
Dewan Editor
: Prof. Dr. Abuzar Asra Dr. Choiril Maksum Dr. Subagio Dwijosumono Dr. Budiasih Dr. I Made Arcana Dr. Said Mirza Pahlevi Dr. Muchammad Romzi
Sekretaris Redaksi
: Retnaningsih, M.E.
Alamat Redaksi
: Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jl. Otto Iskandardinata 64C Jakarta Timur 13330 Telp. 021-8191437
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
KATALOG BPS: 1202031 ISSN: 2086-4132
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK Value At Risk Portofolio Menggunakan Pendekatan Distribusi Normal dan Ekspansi Cornish Fisher RISNI JULAENI YUHAN
1-22
Pengaruh Desentralisasi Terhadap Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah di Indonesia WAHYUDIN
23-38
Disparitas Spasial Pembangunan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2010 DAMAINSA PRAHESTI NUKMANTYO dan LIA YULIANA
39-65
Dampak Perubahan Strategi Industrialisasi dalam Perekonomian Jawa Timur Tahun 2010 (Implementasi Strategi Adli Terhadap Eli) HUSNUL CHOTIMAH dan SURYADININGRAT Prototipe Sistem Aplikasi CAPI Pengumpulan Data Kor Susenas YUNITA RIZKI INTAN SARI dan YUNARSO ANANG SULISTIADI Aplikasi Penghitungan Inflasi Menggunakan Formula Indeks Modified Laspeyres Plus, Fisher-Wm, Laspeyres, Fisher dan Paasche FAJAR WAHYUNI
66-85
86-110
111-134
PENGANTAR REDAKSI Syukur Alhamdulillah, mengakhiri tahun 2013 ini Jurnal Aplikasi Statistika dan Komputasi Statistik tahun 5, volume 2, Desember 2013 dapat diterbitkan. Jurnal kampus STIS ini dapat terwujud atas partisipasi Bapak/Ibu dosen di STIS beserta mahasiswa bimbingan skripsinya yang telah mengirimkan artikel kepada redaksi, serta peran dari para editor jurnal. Untuk atensi dan kerjasama yang baik guna keberlangsungan terbitnya jurnal ini redaksi mengucapkan terimakasih. Artikel yang dimuat dalam edisi jurnal kali ini agak berbeda dengan edisi sebelumnya karena menyajikan tulisan yang sebagian besar merupakan aplikasi statistika di bidang ekonomi, yaitu artikel mengenai value at risk portofolio, ketimpangan pendapatan, disparitas spasial pembangunan dan dampak perubahan strategi industrialisasi; serta tak terkecuali artikel aplikasi komputasi statistik untuk penghitungan inflasi dan pengumpulan data menggunakan metode CAPI. Semoga artikel dalam jurnal ini memperkaya pengetahuan tentang penggunaan metode statistika untuk mengkaji masalah perekonomian wilayah, serta komputasi statistik para pembaca. Redaksi terus menunggu artikel-artikel ilmiah selanjutnya dari Bapak/Ibu dosen guna menjadi publikasi yang memberi manfaat besar dalam pendidikan perstatistikan di STIS. Jakarta, Desember 2013 Salam, Ekaria
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
VALUE AT RISK PORTOFOLIO MENGGUNAKAN PENDEKATAN DISTRIBUSI NORMAL DAN EKSPANSI CORNISH FISHER Risni Julaeni Yuhan Abstract The final decision of investors to invest in the developing Indonesian capital market is on the emittent showing high performance and giving high dividend, the criterion characterized the LQ45 emittent. However, investing in this LQ 45 emittent still has some risk, leading to the importance of risk measurement in financial analysis. One risk financial analysis is Value at Risk (VaR) normal distribution assumption. However, the finance data, which is included the stock price of index LQ45, shows that it follows a non-normal distribution. Therefore, in estimating the VaR, another approach, called Cornish Fisher expansion which considers skewness and kurtosis, is required. This research compares the results of estimating VaR for portfolio using the normal distribution assumption and Cornish Fisher expansion. They indicate that the VaR based on Cornish Fisher expansion is larger than that of the the normal distribution assumption approach. Key Words : Value at Risk, Portfolio, LQ45 Index, Normal Distribution, Cornish Fisher Expansion I.
PENDAHULUAN
Pertumbuhan pasar modal di Indonesia yang demikian pesat ternyata didorong oleh tingginya minat investor yang masuk ke dalam pasar modal Indonesia. Pada dasarnya putusan terakhir para investor dalam menentukan pilihan tempat berinvestasi akan memperhatikan aspek fundamental dari perusahaan emiten seperti memiliki kinerja yang baik dan dapat memberikan deviden yang menarik yang dimiliki oleh indeks LQ451. Akan tetapi berinvestasi dalam saham ini bukan berarti tanpa risiko karena salah satu sifat dari indeks LQ45 ini adalah sensitif terhadap perubahan faktor yang mempengaruhi pasar terutama jenis saham yang termasuk kelompok growth stock. Saham jenis growth stock, pada umumnya mempunyai pertumbuhan tinggi dengan price earning ratio (PER) atau price to book value (PBV) tinggi.12 Selain itu dalam kelompok LQ45 ini terdapat jenis saham value stock, umumnya merupakan jenis saham dengan tingkat pertumbuhan yang rendah, sehingga PER dan PBV-nya juga rendah (Wahyudi: 2004). Risiko dapat didefinisikan sebagai variabilitas atau volatilitas atas munculnya sesuatu yang tidak diharapkan, sedangkan manajemen risiko dapat diinterpretasikan sebagai suatu 1
Indeks LQ45 terdiri dari 45 saham dengan likuiditas tinggi, yang diseleksi melalui beberapa kriteria pemilihan yaitu penilaian atas likuiditas dan mempertimbangkan kapitalisasi pasar. 2 PER merupakan perbandingan antara harga saham dan pendapatan per lembar saham, sedangkan PBV adalah perbandingan antara harga saham dan nilai bukunya. TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
1
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
proses menyeluruh yang dilakukan institusi keuangan untuk mendefinisikan strategi bisnis, untuk mengidentifikasi risiko yang dihadapi, mengkuantifikasi risiko tersebut dan memahami serta mengontrol risiko yang dihadapinya. Manajemen risiko bagi perusahaan-perusahaan yang beroperasi dalam ekonomi pasar merupakan hal yang penting sebagai salah satu jalan untuk mengelola pergerakan harga yang sangat tajam dan telah mengakar dalam bisnis mereka yang merupakan resiko pasar. Risiko pasar sangat dipengaruhi oleh pergerakan variabel pasar yaitu suku bunga, tingkat suku bunga dan nilai tukar. Komposisi portofolio termasuk instrumen aktiva, pasiva dan rekening administratif yang sensitif terhadap suku bunga karena memiliki berbagai tingkat suku bunga dan jangka waktu. Perubahan-perubahan tingkat suku bunga dapat mengakibatkan kenaikan atau penurunan pendapatan bunga bersih sehingga perusahaan atau investor
sebaiknya
melakukan
identifikasi
dan
pemantauan
terus-menerus
untuk
mengantisipasi adanya risiko pasar. Pengukuran risiko merupakan hal yang sangat penting dalam analisis keuangan mengingat hal ini berkenaan dengan investasi dana yang cukup besar yang seringkali berkenaan dengan dana publik. Salah satu alat yang penting dalam analisis risiko keuangan adalah Value at Risk (VaR), yang merupakan pengukuran kemungkinan kerugian terburuk dalam kondisi pasar yang normal pada kurun waktu T dengan tingkat kepercayaan tertentu
1 . VaR adalah salah satu alat komunikasi risiko yang bisa mengindikasi kejadian yang tidak diharapkan muncul dari berbagai sumber, seperti karena pergerakan harga. Selama ini dalam perhitungan VaR menggunakan pendekatan variance-covariance yang berdasarkan data yang berdistribusi normal, padahal pada kenyataannya banyak data keuangan seperti pada portofolio saham yang tidak berdistribusi normal. Pada kondisi tersebut perlu digunakan pendekatan lain seperti ekspansi Cornish Fisher. Ekspansi Cornish Fisher bertujuan untuk menyesuaikan kuantil tertentu dengan menggunakan skewness dan kurtosis. (Situngkir, dkk: 2006b) Berdasarkan fenomena di atas, risiko yang dihitung dengan menggunakan VaR merupakan salah satu komponen penting yang harus diperhitungkan ketika seseorang akan berinvestasi. Oleh karena itu perhitungan VaR hendaknya disesuaikan dengan kondisi riil dari data yang ada. Maksudnya dalam perhitungan VaR tidak selalu diasumsikan bahwa data berdistribusi normal, melainkan disesuaikan dengan distribusi return.
2
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Pada kenyataannya, Situngkir, dkk (2006b) menunjukkan bahwa data keuangan mempunyai kondisi ketidaknormalan. Hasil analisis terhadap saham individual di Indonesia dengan menggunakan momen ketiga (skewness) dan keempat (kurtosis) memperlihatkan bahwa nilai VaR yang didapatkan rata-rata mencapai sepuluh kali lipat dibandingkan dengan perhitungan VaR yang menggunakan asumsi distribusi normal. Begitu juga halnya dengan kelompok LQ45 merupakan saham yang bersifat heavy tailed distribution (Situngkir, dkk: 2005). Hal tersebutlah yang menjadi landasan dalam penelitian ini untuk membahas VaR portofolio dengan menggunakan pendekatan distribusi normal dan ekspansi Cornish Fisher. Dengan demikian kita dapat mengetahui pendekatan mana yang lebih baik digunakan dalam menghitung VaR suatu portofolio.
LANDASAN TEORI Manajemen Risiko Risiko (risk) berkaitan dengan ketidakpastian (uncertainty) (Arno,2003), walaupun terdapat perbedaan antara risiko dengan ketidakpastian. Risiko mengacu kepada expected risk (risiko yang telah diperkirakan), sedangkan uncertainty mengacu kepada unexpected risk (risiko yang belum atau tidak diperkirakan). Keduanya memang sama-sama risiko, namun berbeda dalam hal dapat diperkirakan atau tidak, sehingga metode pengelolaan mereka akan berbeda. Sunaryo (2007) menyatakan bahwa perbedaan antara risiko dengan ketidakpastian terletak pada ada tidaknya informasi tentang ketidakpastian tersebut. Ketidakpastian yang tidak mempunyai informasi ketidakpastian sehingga tidak bisa diperkirakan bukanlah risiko. Dengan demikian risiko adalah ketidakpastian yang bisa diperkirakan atau diukur dan tingkat probabilitas kejadiannya telah diketahui. Sunaryo (2007) menyebutkan bahwa risiko adalah kerugian karena kejadian yang tidak diharapkan terjadi. Dalam dunia investasi risiko selalu dikaitkan dengan variabilitas return yang dapat diperoleh dengan surat berharga. Berkaitan dengan uraian diatas maka klasifikasi risiko total terdiri dari (Ahmad, 2003: 100) : 1. Risiko Sistematik, risiko yang tidak dapat didiversifikasikan (undiversifiable) disebut pula risiko pasar yang berkaitan dengan perekonomian secara makro, misalnya purchasing power risk, political risk, foreign exchange, dan risiko lainnya. 2. Risiko Tidak Sistematik atau unsystematis risk, disebut juga risiko khusus yang terdapat pada masing-masing perusahaan, seperti risiko kebangkrutan, risiko
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
3
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
manajemen, dan risiko industri khusus perusahaan. Risiko ini juga disebut sebagai risiko yang dapat didiversifikasikan. Hal yang perlu ditekankan dalam manajemen risiko bukan sekadar mengidentifikasi, mengukur dan menyediakan cadangan, namun aktivitas keseharian harus mencerminkan semangat manajemen risiko tersebut (Sunaryo, 2007: 12).3 Ukuran risiko yang lazim digunakan adalah simpangan baku (deviasi standar). Formula dari simpangan baku adalah akar dari varians return, yaitu: n
ˆ dengan :
ˆ Rt
R t 1
t
ˆ
2
....
n 1
(2.1)
: simpangan baku : tingkat return pada saat ke-t n
ˆ
: rata-rata tingkat return; dengan ˆ
X t 1
n
t
,
n adalah ukuran sampel. Investasi Investasi adalah penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan didalam produksi yang efisien selama periode waktu yang tertentu (Jogiyanto, 2000:5). Proses investasi menunjukkan bagaimana seorang investor membuat keputusan investasi pada saham yang biasa dipasarkan, dan kapan dilakukan. Saham Menurut Thian (2001: 13) saham adalah surat berharga yang merupakan bukti kepemilikan seseorang atau institusi terhadap suatu perusahaan. Wujud dari saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan saham tersebut. Pada dasarnya saham dapat digunakan untuk mencapai 3 tujuan investasi utama (Kertonegoro, 1995: 108) adalah: a. Sebagai gudang nilai, berarti investor mengutamakan keamanan prinsipal, sehingga mereka akan mencari saham blue chip dan saham nonspekulatif lainnya. b. Sebagai pemupukan modal, berarti investor mengutamakan investasi jangka panjang sehingga mereka mencari saham pertumbuhan untuk memperoleh capital gain, sumber penghasilan untuk mendapatkan deviden.
3
Manajemen risiko menempatkan pelaku ekonomi untuk menanggung risiko yang sesuai dengan toleransi risiko mereka. 4
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
c. Sebagai sumber penghasilan, berarti investor mengandalkan pada penerimaan deviden sehingga mereka akan mencari saham penghasilan yang bermutu baik dan hasil tinggi. Return merupakan sejumlah pendapatan yang akan diterima oleh seorang investor ketika menginvestasikan modalnya pada suatu aktiva keuangan atau aktiva riil. Rate of return, yang sering disebut juga dengan return on investment (ROI), atau rate of profit atau kadang-kadang hanya disebut return, merupakan rasio keuntungan atau kerugian dari sejumlah modal yang diinvestasikan oleh seorang investor (Wikipedia, 2009). Rate of return atau tingkat pengembalian adalah keuntungan dari aset yang dimiliki selama masa perdagangan yang dilakukan. Investor akan cenderung memilih investasi yang memberikan rate of return yang tertinggi dari seluruh alternatif yang ada. Return dapat dirumuskan sebagai berikut: Rt ln
pt p t 1
....
(2.2)
dengan : Rt : return pada periode ke-t pt : harga saham pada waktu ke-t pt-1 : harga saham pada waktu ke-(t-1)
Portofolio Teori portofolio memiliki 2 asumsi penting yaitu: 1. Keuntungan surat berharga adalah berpola distribusi normal 2. Para investor terkadang bersikap kurang atau tidak menyukai risiko (Risk averse) (Sudarmo,1999:266). Diversifikasi portofolio dapat juga diartikan sebagai pembentukan portofolio sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi risiko portofolio tanpa mengorbankan pengembalian yang dihasilkan. Portofolio diartikan sebagai serangkaian kombinasi beberapa aktiva yang diinvestasikan dan dipegang oleh investor, baik perorangan maupun lembaga. Seorang investor yang menginvestasikan dananya dipasar modal biasanya tidak hanya memilih satu saham saja karena melalui diversifikasi, pemodal dapat memperoleh return yang optimal dan sekaligus memperkecil risiko. Terbukti bahwa semakin banyak jenis saham yang dikumpulkan dalam keranjang portofolio, maka risiko kerugian saham yang satu dapat dinetralisir oleh keuntungan yang diperoleh dari saham lain. Teori pemilihan portofolio pertama kali dikembangkan oleh Markowitz sebagaimana dijelaskan oleh Sunaryah (2004) dengan beberapa asumsi sebagai berikut: TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
5
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
1. Seorang pemodal mempunyai sejumlah uang tertentu. 2. Sejumlah uang tersebut diinvestasikan untuk jangka waktu tertentu disebut holding period. 3. Pada akhir masa tertentu (holding period) pemodal akan menjual sahamnya. 4. Pemodal akan selalu mencoba menghindari risiko (risk averse). 5. Untuk menghindari risiko, pemodal mencoba melakukan diversifikasi investasi. 6. Pemodal menghadapi beberapa portofolio dimana harga sudah pasti. Masalahnya adalah bagaimana mengalokasikan uang mereka diantara berbagai portofolio untuk memaksimalkan hasil yang diharapkan. 7. Semua portofolio secara sempurna dapat dibagi. 8. Pilihan investasi tidak tergantung pemodal lain.
Value at Risk (VaR) VaR merupakan sebuah metode pengukuran risiko yang diperkenalkan oleh Morgan pada tahun 1994. Secara umum, VaR didefinisikan sebagai pengukuran potensi kerugian maksimum dari suatu portofolio pada kondisi pasar normal pada interval waktu yang spesifik dengan tingkat kepercayaan tertentu. Data yang digunakan dalam perhitungan VaR ini adalah data masa lalu (historical data) untuk memprediksi perubahan nilai di masa yang akan datang. Menurut Jorion (2002: 22) “VaR is a method of assessing that uses standard statistical techniques routinely used in other technical fields. Formally measure the worst expected loss over a given horizon under normal market conditions at a give convidence level.” Dengan menggunakan VaR, dapat diketahui tingkat risiko dari suatu investasi, sehingga seorang investor dapat menanamkan sahamnya pada aset yang memiliki tingkat risiko paling kecil, karena pada dasarnya investor menginginkan pengembalian dan tidak menginginkan risiko. Dibalik kelebihan yang dimiliki VaR, menurut Arzner, dkk (1999) dalam Yamai dan Yoshiba (2002) VaR juga memiliki kekurangan yaitu: ”VaR measures only percentiles of profit-loss distributions, and thus disregards any loss beyond the VaR level (tail risk);and VaR is not coherent since it is not sub-additive.” VaR tidak koheren dan tidak sub additif artinya, risiko dua hal tidak selalu lebih kecil daripada penjumlahan dari dua risiko investasi. Berikut ini (Tabel 2.1) menyajikan kelebihan dan kekurangan dari VaR (Yamai dan Yoshiba, 2002: 81) :
6
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Tabel 2.1. Kelebihan dan Kekurangan VaR Kelebihan
Mempunyai
hubungan
Kekurangan yang
erat Tidak memperhatikan beberapa kerugian
dengan peluang kerugiannya.
yang jauh dari level VaR (tail risk).
Mudah dalam menerapkan backtesting.
Mungkin akan memberikan insentif
Sebagai ukuran standar dari risiko yang
yang kecil kepada investor jika
dilengkapi dengan infrastruktur yang
manipulasi distribusi
cukup (termasuk software dan sistem).
keuntungan/kerugian dapat diterima. Tidak sub-additif. Sulit menerapkannya pada portofolio optimal.
VaR dapat dihitung dengan menggunakan formula berikut.
VaR S Z N
T
....
(2.3)
dengan : S : jumlah total investasi
: simpangan baku aset N : jumlah hari (titik observasi) gagal (number of exceptions) T : total hari (observasi) perdagangan (total of trading day)
Z : nilai normal baku yang diperoleh dari tabel distribusi normal
taraf
signifikansi Perlu diingat bahwa pilihan tingkat kepercayaan (keamanan) VaR bergantung pada tingkat kepercayaan perusahaan terhadap risikonya. Pengusaha dengan tingkat kepercayaan penerimaan risiko besar cenderung menyediakan dana cadangan yang relatif besar [menggunakan nilai (1- ) kecil]. Sebaliknya pengusaha dengan tingkat penerimaan risiko rendah akan menyediakan dana cadangan yang kecil [menggunakan nilai (1- ) besar]. (Sunaryo, 2007: 17) Dengan demikian VaR yang berharga 100 dengan tingkat kepercayaan 95%, misalnya dapat dijelaskan dalam beberapa arti sebagai berikut: 1. Potensi kerugian maksimum yang dapat ditoleransi (dengan tingkat kepercayaan 95%) adalah 100, maka perusahaan harus menyediakan cadangan sebesar 100. 2. VaR berharga 100 adalah dana cadangan (risk capital) untuk menyerap risiko dengan tingkat kepercayaan 95%.
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
7
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
3. Kerugian diatas 100 disebut katastrofe misalnya katastrofe mengakibatkan perusahaan mengalami kebangkrutan. Jadi peluang tidak bangkrut adalah sebesar 95%, sementara itu peluang bangkrut adalah 5%. 4. VaR tidak mengukur kerugian (risiko) maksimum, namun VaR mengukur kerugian yang dapat ditoleransi karena VaR menunjukkan jumlah cadangan yang harus disediakan untuk menopang risiko sebesar VaR.
Ekspansi Cornish Fisher Momen maupun kumulan merupakan tetapan deskriptif dari distribusi yang berguna untuk mengukur sifat-sifat distribusi, namun dalam keadaan tertentu dapat digunakan untuk menentukan distribusi tersebut. Akan tetapi dari sudut pandang teoritis kumulan mempunyai sifat yang lebih berguna dibandingkan dengan momen. Secara umum definisi momen pertama dengan pusat titik sembarang, misalkan a, diperoleh
1'
x a dF ( x).
....
(2.4)
....
(2.5)
Momen kedua
x a
2
' 2
dF ( x).
Perluasan persamaan tersebut dapat ditentukan sederetan koefisien r' , r 1, 2, ... melalui hubungan
' r
x a
r
dF ( x).
....
(2.6)
dan µr’ disebut momen ke-r dengan pusat titik a. Apabila a merupakan rata-rata µr’, maka momen sentral didefinisikan sebagai
r '
x
' r 1
dF ( x).
....
(2.7)
Kedua momen lain yang sering digunakan adalah momen ketiga dan keempat, yaitu skweness dan kurtosis yang dirumuskan sebagai berikut: (Bouchaud & Potters, 2001: 7 dan Li, 1999: 4) E x ˆ 3 ˆ 3
3
dan
E x ˆ 4 ˆ 4
4
....
(2.8)
Skewness menunjukkan ukuran kemiringan yang menyatakan derajat ketidaksimetrian dari suatu distribusi. Nilai negatif dari skewness menunjukkan asimetri yang condong ke kiri, begitu juga sebaliknya berarti condong ke kanan. Kurtosis menunjukkan lebih tinggi atau
8
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
lebih rendahnya sebuah distribusi data terhadap distribusi normal. Berawal dari kurva model normal, keruncingan sebuah kurva disebut kurtosis. Kurva normal yang tidak terlalu runcing atau tidak terlalu datar disebut mesokurtic, kurva runcing dinamakan leptokurtic, sedangkan yang datar dinamakan platikurtic. Kriteria dari ukuran kurtosis ialah: (Sujana, 2005: 110) a. '4 = 3 merupakan distribusi normal b. '4 > 3 merupakan distribusi leptokurtic c.
' < 3 merupakan distribusi platikurtic 4
dengan :
'4 4 3.
....
(2.9)
Secara konseptual kumulan pada variabel acak X sama dengan momen yang dinotasikan dengan r t dan r = 1, 2, … . Hal tersebut didefinisikan sebagai berikut: , t.
….
(2.10)
Kumulan suatu variabel acak X dapat dinyatakan dengan istilah rata-rata momen sentral
= E(X) dan
. Hubungan momen dan kumulan dapat dilihat pada
Lampiran 1. Pernyataan untuk keempat kumulan adalah sebagai berikut.
1 2 2 3 3 4 4 3 . 2 2
....
(2.11)
....
(2.12)
....
(2.13)
....
(2.14)
Ekspansi Cornish Fisher merupakan formula pendekatan kuantil pada suatu variabel acak yang hanya didasarkan pada beberapa kumulan pertama. Dalam dunia keuangan, ekspansi Cornish Fisher ini banyak digunakan dalam perhitungan VaR. Cornish dan Fisher (1937) memberikan ekspansi untuk pendekatan q-quantile, dengan notasi
, pada X
yang berdasarkan kumulan. Ekspansi ini menggunakan empat kumulan pertama, yaitu: x1 q z 1 q
z 1 q 1 1 q 3 z 1 q 2 1 q 5 z 1 q 2 3 z 4 z 3 ... (2.15) 6 24 36
dengan
adalah q-quantile dari standar normal variabel acak Z. Dalam penelitian ini
2
3
3
hanya menggunakan sampai kumulan empat, karena didasarkan pada pendekatan kurtosis dan skewness.
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
9
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
II. METODOLOGI Data Pada penelitian ini digunakan data harian harga saham indeks LQ45. Indeks LQ45 terdiri dari 45 saham dengan likuiditas tinggi, yang diseleksi melalui beberapa kriteria pemilihan.
Selain
penilaian
atas
likuiditas,
seleksi
atas
saham-saham
tersebut
mempertimbangkan kapitalisasi pasar. Kriteria suatu saham untuk dapat masuk dalam perhitungan indeks LQ45 adalah sebagai berikut: 1. Telah tercatat di BEI minimal 3 bulan. 2. Masuk dalam 60 saham berdasarkan nilai transaksi di pasar regular. 3. Dari 60 saham tersebut, 30 saham dengan nilai transaksi terbesar secara otomatis akan masuk dalam perhitungan indeks LQ45. 4. Untuk mendapatkan 45 saham akan dipilih 15 saham lagi dengan menggunakan kriteria hari transaksi di pasar reguler, frekuensi transaksi di pasar reguler dan kapitalisasi pasar. Metode pemilihan 15 saham tersebut adalah sebagai berikut: a. Dari 30 sisanya, dipilih 25 saham berdasarkan hari transaksi di pasar reguler. b. Dari 25 saham tersebut akan dipilih 20 saham berdasarkan frekuensi transaksi di pasar reguler. c. Dari 20 saham tersebut akan dipilih 15 saham berdasarkan kapitalisasi pasar, sehingga akan didapat 45 saham untuk perhitungan indeks LQ45 5. Selain melihat kriteria likuiditas dan kapitalisasi pasar tersebut di atas, akan dilihat juga keadaan keuangan dan prospek pertumbuhan perusahaan tersebut.
Pendekatan Distribusi Normal (Variance-Covariance) Metode analisis variance-covariance untuk penghitungan VaR berasumsi bahwa return berdistribusi normal. VaR dengan tingkat kepercayaan (1- ), 1 , dinyatakan sebagai bentuk kuantil (
) dari distribusi return (Xt) untuk t =1,2,3,…,T dimana T adalah
periode investasinya. Jika f (xt) sebagai fungsi densitas dari Xt dan F(xt) sebagai fungsi distribusi kumulatifnya, maka VaR dari Xt tersebut pada tingkat kepercayaan (1 ) dapat dinyatakan sebagai berikut
VaR 1 , xt inf xt F ( xt )
(3.1)
F
(3.2)
atau
dan bentuk invers dari fungsi tersebut untuk menghitung nilai VaR, 10
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
F 1
(3.3)
Dalam hal ini, VaR merupakan bentuk invers dari fungsi densitas. Mengingat komposisi portofolio dalam sistem perbankan senantiasa tidak tetap melainkan sering terjadi perubahan, maka VaR dapat ditulis sebagai
F 1 t
(3.4)
dengan t merupakan besaran yang menunjukkan komposisi portofolio pada waktu t. Persamaan (3.1) dapat dilihat pada Gambar 3.1 di bawah ini (Situngkir, dkk: 2006b).
F(xt)
f(xt)
Ψ
Ψ
xt
x t
Gambar 3.1. VaR Sebagai Bentuk Invers dari Fungsi Densitas yang Menunjukkan Kuantil Distribusi Return
Dengan memandang pergerakan harga saham, p(t), sebagai proses stokastik dengan model difusi kontinu (Bali, 2003 dan Baxter & Rennie, 1996 dalam Situngkir, dkk, 2006b), return dapat dinyatakan sebagai gerak Brown pada waktu diskrit sebagai, pt t xt ln p(t ) t t ,
….
(3.5)
dengan t dan t masing-masing sebagai konstanta drift dan volatilitas, dengan
xt saat t = 1, ε ~ iid N(0,1). Volatility merupakan ukuran ketidakpastian dari data
deret waktu keuangan atau risiko yang mungkin dihadapi investor dalam perdagangan di bursa. Drift didefinisikan sebagai perkalian dari periode waktu dengan mean. Maka dalam hal ini, dengan memandang VaR sebagai ukuran estimasi ketika Xt menunjukkan variasi ekstrimnya, sebagai P ( x t ) P .
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
….
(3.6)
11
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Dengan tingkat kepercayaan 1 , Rt akan senantiasa lebih kecil atau sama dengan VaR
, P ( xt ) 1
....
(3.7)
Dalam perhitungan VaR (Ψ ) lebih teknis daripada definisi pada persamaan (3.1), nilai VaR dapat dikalkulasi dengan menggunakan persamaan sebagai berikut.
Normal 1 z
….
(3.8)
Pendekatan Ekspansi Cornish Fisher Metode ini tidak menggunakan asumsi distribusi normal, tetapi menggunakan data empiris dari realisasi historis pada suatu waktu yang ditentukan. VaR yang disajikan dalam artikel ini berdasarkan dari sejumlah data yang menunjukkan adanya penyimpangan dari normalitas menggunakan ekspansi Cornish Fisher (untuk menyesuaikan kuantil tertentu yang membentuk kurtosis dan skewness). Dengan memperhatikan Persamaan (3.8) seolah-olah hanya memperlihatkan dua jenis momen saja, padahal pada kondisi riilnya data keuangan ataupun portofolio menunjukkan penyimpangan terhadap normalitas. Semua data tersebut mengikuti momen ketiga atau keempat yaitu skewness dan kurtosis. Suarez, dkk menunjukkan bagaimana menyesuaikan kuantil tertentu dengan menggunakan skewness dan kurtosis melalui ekspansi Cornish-Fisher, sebagai berikut: x1 q z 1 q
2
Dengan penyesuaian ini, maka dapat menghitung VaR berikut.
3 1 2 ' 3 3 z q 1 4 z 1 q 3 z 1 q 3 2 z 1 q 5 z 1 q ... (3.9) 6 24 36
SK x1 (q)
skewness kurtosis
….
( SK ) dengan formula
(3.10)
Dengan demikian perhitungan VaR ini tidak akan hanya menggunakan momen pertama dan kedua, tetapi juga akan menggunakan skewness dan kurtosis.
Algoritma Perhitungan Portofolio VaR dengan Menggunakan Pedekatan Distribusi Normal dan Ekspansi Cornish Fisher Ada beberapa tahap yang harus dilakukan dalam perhitungan portofolio VaR dengan pendekatan distribusi normal dan ekspansi Cornish Fisher.
12
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
1. Data yang digunakan dalam perhitungan VaR ini adalah data harga saham harian indeks LQ 45. 2. Hitung nilai return dengan menggunakan Persamaan (2.2). 3. Hitung simpangan baku dengan menggunakan Persamaan (2.1). 4. Hitung drift dan volatility dengan menggunakan rumus sebagai berikut: t t ˆ
...
(3.11)
t t ˆ
...
(3.12)
5. Pilih distribusi return portofolio Pada penelitian ini perhitungan VaR akan menggunakan pendekatan distribusi normal yang dibandingkan dengan pendekatan non-normal yang akan menggunakan skewness dan kurtosis dengan pendekatan ekspansi Cornish Fisher. 6. Hitung skewness dan kurtosis dengan menggunakan persamaan (2.8) beserta kriteria kurtosisnya dengan menggunkan Persamaan (2.9). 7. Tentukan tingkat kepercayaan 1 Kuantil bawah dari setiap tingkat kepercayaan dapat dilihat pada Tabel 3.1. Pendekatan ekspansi Cornish Fisher dalam penentuan
dihitung dengan menggunakan
persamaan (3.9).
Tabel. 3.1. Kuantil Bawah Distribusi Normal Baku Tingkat Kepercayaan (%)
1
99,99
99,9
99
97,72
97,5
95
90
84,13
50
z 1 (q)
-3,715
-3,090
-2,326
-2,000
-1,960
-1,645
-1,282
-1,000
-0,000
8. Tentukan horizon waktu. Dalam penelitian ini menggunakan horizon waktu yang dianjurkan oleh Basel II Accord yaitu 250 hari dan horizon waktu harian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 728 hari. 9. Hitung VaR dengan menggunakan pendekatan distribusi normal dan ekspansi Cornish Fisher masing-masing dengan persamaan (3.8) dan (3.10). 10. Bandingkan nilai taksiran VaR dari kedua pendekatan tersebut.
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
13
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Harga Harian Indeks LQ45 Data harga harian indeks LQ45 yang digunakan dalam penelitian ini adalah data periode Januari 2006 sampai Desember 2008. Harga saham yang dipilih adalah harga penutupan (closing price) harian. Data tersebut digunakan untuk memperoleh drift dan volatility tahunan dari harga saham. Variabel utama dalam penelitian ini adalah return harga saham harian dari indeks LQ45. Perhitungan return ini menggunakan persamaan (2.2). Berikut ini grafik dari harga saham harian indeks LQ45.
Close Price 800 600 400
Close Price
200 X : Hari Y : Harga Saham Harian
1 53 105 157 209 261 313 365 417 469 521 573 625 677
0
Gambar 4.1. Grafik Harga Saham Indeks LQ45 Periode Januari 2006 – Desember 2008
Gambar 4.1. tersebut menunjukkan bahwa harga saham harian indeks LQ45 sangat bervariasi atau terdapat harga yang tinggi dan ada juga harga saham yang rendah.
Drift dan Volatility Dalam perhitungan ini dengan memperhatikan arahan dari Basel II Accord yang mensyaratkan penggunaan waktu historis minimum hari kerja yaitu selama 250 hari. Pada Tabel 4.1 dan 4.2 ditampilkan hasil perhitungan drift dan volatility.
14
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Tabel 4.1. Hasil Perhitungan rata-rata, simpangan baku, Drift dan Volatility ̂
6.98E-05 Persamaan (2.1)
ˆ 2
0.0004736 Persamaan (2.1)
ˆ
0.02176157 Persamaan (2.1)
t
0.01744906 Persamaan (3.11)
t
0.34408064 Persamaan (3.12)
Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Drift dan Volatility dengan Horison Waktu 728 Hari
t
0.05081167 Persamaan (3.11)
t
0.58715928 Persamaan (3.12)
Skewness dan Kurtosis Proses perhitungan skewness dan kurtosis dengan menggunakan Persamaan (2.8) dan kriteria kurtosisnya menggunakan persamaan (2.9) . Nilai skewness, kurtosis dan kelebihan kurtosis dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Hasil Perhitungan Skewness dan Kurtosis
3
4
'4
-0.608299671
8.602924563
5.602924563
Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan tunjukkan bahwa nilai skewness negatif, berarti bahwa distribusi return condong ke kiri. Di pihak lain nilai kurtosis menunjukkan bahwa data return ini termasuk pada distribusi yang leptokurtic. Kurva leptokurtic menunjukkan puncak yang lebih tajam daripada kurva normal.
Menentukan Kuantil untuk Pendekatan Distribusi Normal dan
Ekspansi Cornish
Fisher Dalam perhitungan VaR ini selain dibutuhkan adanya horizon waktu, juga diperlukan adanya tingkat kepercayaan ( 1 ). Tingkat kepercayaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 99.5%, 99% dan 95%. Pendekatan distribusi Normal menggunakan nilai z 1 (q) yang terdapat pada Tabel 3.1, sedangkan untuk pendekatan ekspansi Cornish Fisher nilai TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
15
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
x1 (q) dilakukan penyesuaian terhadap kuantil tertentu dengan menggunakan skewness dan
kelebihan kurtosis (leptokurtic). Penyesuaian kuantil ini dihitung dengan menggunakan Persamaan (3.9). Namun sebelum dilakukan perhitungan tersebut dilakukan uji normalitas (dapat dilihat pada Lampiran 5). Hasil uji Normalitas menunjukkan bahwa return dari harga saham harian indeks LQ45 tidak berdistribusi Normal. Berikut grafik dari distribusi return harga saham harian indeks LQ45. 150
Frequency
100
50
Mean = 6.97962444E-5 Std. Dev. = 0.021761571 N = 727
0 -0.150000
-0.100000
-0.050000
0.000000
0.050000
0.100000
Return
Gambar 4.2. Grafik Distribusi Return Harga Saham Harian Indeks LQ45 Gambar 4.2 memperlihatkan bahwa distribusi return tidak normal melainkan termasuk pada distribusi leptokutic yang ditandai dengan nilai maksimum yang sempit dengan nilai yang sangat besar dan ekor yang lebih gemuk dibandingkan dengan ekor distribusi Normal. Berikut ini (Tabel 4.4) menyajikan hasil perhitungan ekspansi Cornish Fisher dengan menggunakan persamaan (3.9). Tabel 4.4. Nilai x1 (q) untuk Perhitungan Ekspansi Cornish Fisher
x1 (q)
99.50% 99% 95%
-8.7231 -3.9428 -1.6981
VaR dengan Pendekatan Distribusi Normal dan Ekspansi Cornish Fisher Perhitungan VaR pada penelitian ini menggunakan horizon waktu 250 hari dan 728 hari. Berikut hasil perhitungan VaR dengan kedua horizon waktu (Tabel 4.5 dan Tabel 4.6). Proses perhitungan menggunakan Persamaan (3.8) untuk VaR yang berditribusi Normal dan persamaan (3.10) untuk VaR dengan ekspansi Cornish-Fisher.
16
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Tabel 4.5. Hasil Perhitungan VaR dengan Horizon Waktu 250 Hari Normal
SK
99.50%
0.903800799
3.018909241
99%
0.817780638
1.374086781
95%
0.58346172
0.601732402
Tabel 4.6. Hasil Perhitungan VaR dengan Horizon Waktu 728 Hari Normal
SK
99.50% 1.563333965
5.172678366
99% 1.416544146
2.365857392
95% 1.016688679
1.047866837
Pada Tabel 4.5 dan Tabel 4.6 terlihat bahwa perhitungan skewness dan kurtosis pada VaR menghasilkan nilai VaR yang lebih besar daripada perhitungan VaR yang mengasumsikan kenormalan. Hal ini berarti bahwa kondisi leptokurtic dari data harga saham indeks LQ45 menunjukkan bahwa pada dasarnya perubahan harga lebih sering terjadi dibagian ekor yang nilainya berbeda jauh dari nilai rata-rata. Kejadian-kejadian tersebut banyak menghasilkan perubahan harga yang besar dibandingkan dengan kejadian pada distribusi normal. Nilai taksiran VaR dengan memperhitungkan skewness dan kurtosis, menghasilkan nilai yang lebih besar menunjukkan bahwa jumlah cadangan yang harus disediakan oleh seorang investor untuk menopang risiko yang terjadi akan lebih besar. Dengan demikian investor dapat melakukan antisipasi lebih awal untuk dapat mengendalikan kemungkinan akan terjadinya risiko. Tabel 4.5 dan Tabel 4.6 di atas menyajikan nilai VaR, baik yang berdasarkan pada skewness dan leptokurtic maupun yang dengan asumsi bahwa data berdistribusi normal, menunjukkan bahwa semakin besar tingkat kepercayaan, maka semakin besar nilai VaR yang diperoleh. Misalnya pada tingkat kepercayaan 99.5% menghasilkan nilai VaR kurang lebih tiga kali lipat sedangkan pada tingkat kepercayaan 99% menghasilkan nilai VaR kurang lebih dua kali lipat. Baik dalam kasus horizon waktu 250 hari maupun 728 hari, perbandingan nilai VaR dengan asumsi data berdistribusi normal lebih kecil dari pada yang dengan ekspansi Cornish Fisher. Dengan demikian penggunaan horizon waktu yang berbeda tidak mempengaruhi perbandingan perbedaan nilai VaR berdasarkan kedua pendekatan tersebut.
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
17
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
IV.
KESIMPULAN
VaR berdasarkan ekspansi Cornish Fisher lebih memperhatikan distribusi returnnya sehingga investor dapat lebih mengantisipasi kemungkinan akan terjadinya risiko. Nilai VaR berdasarkan ekspansi Cornish Fisher lebih besar dibandingkan dengan VaR yang dihitung berdasarkan asumsi kenormalan. Berarti bahwa biaya cadangan yang disediakan untuk menopang risiko sebesar VaR harus lebih besar. Nilai VaR dengan menggunakan pendekatan ekspansi Cornish Fisher dan pendekatan distribusi normal menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kepercayaan maka semakin tinggi nilai VaR.
DAFTAR PUSTAKA Arno, Eddi. 2003. Risk Management. Econis – Alghani. An Islamic Economic Supporting Institutio). 15 Maret 2009. http://www.econis-alghani. Ahmad, Kamarudin. 2001. Dasar-dasar Manejemen Investasi. Jakarta: Rineka Cipta. Bali, Turan G. 2003. Alternative Approaches to Estimating VaR for Hedge Fund Indices. New York: Vice President Citigroup Alternative Investments 399 Park Avenue. Bouchaud, Jean-Philippe & Marc Potter. 2001. Theory Of Financial Risks from Statistical Physics To Risk Management. United Kingdom: Cambridge University Press. Husnan, Suad. 2001. Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Indonesia Stock Exchange. Buku Panduan: Indeks Harga Saham Bursa Efek Indonesia. Jakarta: Indonesia Stock Exchange. Jaschke, Stefan R. 2001. The Cornish-Fisher-Expansion in the Context of Delta-GammaNormal Approximations. Berlin Jerman: Weierstraß-Institut für Angewandte analysis und Stochastik. Jogiyanto. 2003. Teori Portofolio dan Analisis Investasi.Yogyakarta: BPFE.
Jorion, Philippe. 2002. Value At Risk: The New Benchmark of Managing Financial Risk. Second Edition. Singapura: Mc grow Hill,Inc. Kertonegoro,S,1995. Analisa dan Manajemen Investasi. Jakarta: Widya Press. Koetien,E.A. 1993. Analisis Pasar Modal. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Li, David X. 1999. Value At Risk Based On The Volatility, Skewness and Kurtosis. New York: Riskmetrics Group. Situngkir, Hokky, dkk. 2005. Antara Saham Likuid dan Tak Likuid Di Bursa Efek Jakarta: Perspektif Mekanika Statistika. Bandung: Bandung Fe Insitute. . 2006a. Kerangka Kerja Ekonofisika Dalam Basel II. Bandung: Bandung Fe Insitute. 18
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
. 2006b. Value At Risk yang Memperhatikan Sifat Statistika Distribusi Return. Bandung: Bandung Fe Insitute. Suarez, F, dkk. Basel II: Capital Requirement for Equity Invesment Portfolio. Katholieke Universiteit Leuven: Faculty of Ecomomics and Applied Economics. Sudarmo, Indriyo Gito.1999. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFE Sudjana. 2005. Metode Statistika. Edisi enam. Bandung: Tarsito.
Sunaryah. 2004. Pengetahuan Pasar Modal, Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Sunaryo, T. 2007. Manajemen Risiko Finansial. Jakarta: Salemba Empat. Thian, L Hin. 2001. Panduan Berinvestasi Saham. PT. Jakarta: Elex Media Komputindo. Wahyudi, Sugeng. 2004. Saham Pilihan Kelompok LQ 45. Semarang: Suara Merdeka. Wikipedia. 2009. Rate of Return. 3 Agustus 2009). http://www.wikipedia.org. Yamai, Yasuhiro & Toshinao Yoshiba. 2002. On the Validity of Value at Risk: Comparative Analyses with Expected Shortfall. Japan: Institute for Monetery and Economic studies, Bank of Japan.
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
19
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Lampiran 1. Daftar Saham Indeks LQ45 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Kode Efek AALI ADHI ADMG ANTM ASII BBCA BBRI BDMN BLTA BMRI BNBR BNGA BNII BNLI BUMI CMNP CTRS ENRG GGRM GJTL INCO INDF INKP INTP ISAT JIHD KIJA KLBF LPBN LSIP MEDC MLPL PGAS PLAS PNBN PNLF PTBA SMCB SMRA TINS TKIM TLKM UNSP UNTR UNVR
20
Februari – Juli 2006 Nama Emiten Astra Agro Lestari Tbk Adhi Karya (Persero) Tbk Plychem Indonesia Tbk Aneka Tambang (Persero) Tbk Astra Internasional Tbk Bank Central Asia Tbk Bank Rakyat Indonesia Tbk Bank Danamon Tbk Berlian Laju Tanker Tbk Bank Mandiri (Persero) Tbk Bakrei & Brother Tbk Bank Niaga Tbk Bank Internasional Indonesia Tbk Bank Permata Tbk Bumi Resources Tbk Citra Marga Nusaphala Persada Tbk Ciputra Surya Tbk Energi Mega Persada Tbk Gudang Garam Tbk Gajah Tunggal Tbk International Nickel Indonesia Tbk Indofood Sukses Makmur Tbk Indah Kiat Pulp & Paper Tbk Indocement Tunggal Prakasa Tbk Indosat Tbk Jakarta Int’l Hotel & Dev Tbk Kawasan Industri Jababeka Tbk Kalbe Farma Tbk Bank Lippo tbk PP London Sumatera Tbk Medco Energi Internasional Tbk Multipolar Tbk Perusahaan Gas Negara (Persero)Tbk Palm Asia Corpora Tbk Bank Pan Indonesia Tbk Panini Life Tbk Tambang Batubara Bukit Asam Tbk Holcim Indonesia Tbk Summarecon Agung Tbk Timah Tbk Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk Telekomunikasi Indonesia Tbk Bakrie Sumatra Plantation Tbk United Tractor Tbk Unilever Indonesia Tbk
Kode Efek AALI ADHI ADMG ANTM APOL ASII BBCA BBRI BDMN BLTA BMRI BNBR BNGA BNII BRPT BTEL BUMI CMNP CTRS ENRG GGRM GJTL INCO INDF INKP INTP ISAT KIJA KLBF LPKR LSIP MEDC MPPA PGAS PNBN PNLF PTBA RALS SMCB SMRA TKIM TLKM UNSP UNTR UNVR
Agustus 2006 – Januari 2007 Nama Emiten Astra Agro Lestari Tbk Adhi Karya (Persero) Tbk Plychem Indonesia Tbk Aneka Tambang (Persero) Tbk Arpeni Pratama ocean Line Tbk Astra Internasional Tbk Bank Central Asia Tbk Bank Rakyat Indonesia Tbk Bank Danamon Tbk Berlian Laju Tanker Tbk Bank Mandiri (Persero) Tbk Bakrei & Brother Tbk Bank Niaga Tbk Bank Internasional Indonesia Tbk Barito Pacific Tbk Bakrie Telecom tbk Bumi Resources Tbk Citra Marga Nusaphala Persada Tbk Ciputra Surya Tbk Energi Mega Persada Tbk Gudang Garam Tbk Gajah Tunggal Tbk International Nickel Indonesia Tbk Indofood Sukses Makmur Tbk Indah Kiat Pulp & Paper Tbk Indocement Tunggal Prakasa Tbk Indosat Tbk Kawasan Industri Jababeka Tbk Kalbe Farma Tbk Lippo Karawaci Tbk PP London Sumatera Tbk Medco Energi Internasional Tbk Matahari Putra Prima Tbk Perusahaan Gas Negara (Persero)Tbk Bank Pan Indonesia Tbk Panini Life Tbk Tambang Batubara Bukit Asam Tbk Ramayana Lestari Sentosa Tbk Holcim Indonesia Tbk Summarecon Agung Tbk Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk Telekomunikasi Indonesia Tbk Bakrie Sumatra Plantation Tbk United Tractor Tbk Unilever Indonesia Tbk
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Lampiran 2. Hubungan Momen dan Kumulan M oment r ' M omen ke - r r M omen sentral ke - r ~
r ' E r r f x dx ~
r ' a E f x dx r E 1' k
misal r ' 0
maka r ' r
1 1 ' 2 2 ' 1 ' 2 2 3 3 '3 2 ' 1 '21 '3 3 4 4 '4 3 ' 1 '3 2 '2 12 2 ' 1 '2 61 '4 4 '3 2
2
1 ' 0 1 0 2 2 ' 2 3 3 ' 3 4 4 '3( 2 ' ) 2 4 3( 2 ) 2 4 4 3( 2 ) 2
'4 ' '3 ' 12 ' ' 6 ' 3[ 2 ' ( ' ) ' ] '4 ' '3 ' 12 ' ' 6 ' 3 6 ' ( ' ) 3 ' 4 '4 3 ' 1 '3 2 ' 12 2 ' 1 ' 61 ' 3 2 ' 1 ' 2 2
2
2
4
3
1
2
2
2
3
1
1
2
2
2
1
4 '4 3 ' 1 '6 2 ' 6 2 ' 1 ' 31 ' 2
' 2 2
4
1
2
misal 1' 0, maka 4 4 '6 2 '
2
4
2
2
1
1
4
2
2
1
1
4
jadi , 4 4 '4 3 ' 1 '6 2 ' 6 2 ' 1 ' 31 ' 2
2
' 2 2
4
1
2
4
4
4
2
Lampiran 2. Uji Normalitas Dalam uji normalitas dapat menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov untuk sampel yang besar (lebih dari 50) dan ShapiroWilk digunakan untuk sampel kecil (kurang dari 50). Dengan demikian dalam penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov karena sampelnya sebanyak 728 hari. TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
21
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
H0 : data berdistribusi normal H1 : data tidak berdistribusi normal α :5% Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov
Return
Statistic .104
df 240
a. Lilliefors Significance Correction
Sig. .00 0
Shapiro-Wilk Statistic .933
df 240
Sig. .000
Kesimpulan: Dari tabel di atas diperoleh bahwa variabel return tidak berdistribusi normal karena p < 0,05 yaitu sebesar p = 0,000.
22
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
PENGARUH DESENTRALISASI TERHADAP KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR DAERAH DI INDONESIA Wahyudin
Abstract
This study examines the impact of decentralization on regional income disparity in Indonesia using panel data from 2001-2006. There are two variabels of decentralization in this study. Two measurements of regional income disparity used in this study are Williamson Index and Income Disparity Index basaed on Bonet criteria. This study tries to make clear the impact of decentralization on income disparity among regions in one province, on income disparity among Provinces, and on certain specific characteristics. This study found that decentralization policy in Indonesia generally can reduce the disparity of income among regions in one province. On the contrary, this study couldn’t find evidence whether decentralization policy will reduce or increase income disparity among provinces in Indonesia. The impact of revenue from oil and gas is also cosidered in the analysis. Keywords: Decentralization. Williamson Indeks, Bonet measurement, Panel Data I.
PENDAHULUAN
Era baru desentralisasi ini dimulai sejak tahun 2001, yaitu sejak diundangkanya UU no 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU no 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Melalui desentralisasi, system pengelolaan pemerintahan daerah yang sebelumnya sentralistik berubah menjadi lebih terdesentralisasi. Desentralisasi merupakan proses pelimpahan beberapa kewenangan, sumberdaya, dan tanggungjawab pengelolaan pemerintahan dari pusat ke daerah (Falleti, 2005). Oleh karena itu, ada pembagian wewenang dan tanggung jawab pada setiap tingkat pemerintahan yang menawarkan kesempatan untuk pemerintahan yang lebih baik. Menurut Oates (1972) dan Musgrave (1983), desentralisasi dapat meningkatkan efisiensi pemerintahan. Namun demikian, desentralisasi juga memiliki beberapa potensi risiko. Di antara potensi risiko yang mungkin menurut Burki et al. (2007) adalah bahwa desentralisasi
membuka peluang menurunya
tingkat
pelayanan publik serta
melemahnya kemampuan elit lokal dalam mempengaruhi alokasi barang publik, desentralisasi juga dapat memperburuk ketimpangan pendapatan antar daerah.
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
23
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Penelitian dampak desentralisasi terhadap ketimpangan pendapatan antar daerah telah dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya: Kim , Hong dan Ha (2003); Akai dan Sakata (2005); Bonet (2006 ), dan Lessmann (2006). Masing-masing penelitian menunjukkan hasil
yang berbeda mengenai dampak desentralisasi terhadap
ketimpangan pendapatan antar daerah. Penelitian yang dilakukan Kim, Hong, dan Ha (2003) dan penelitian yang dilakukan oleh Bonet (2006) menunjukkan bahwa desentralisasi berkorelasi positif dengan ketimpangan pendapatan antar daerah. Penelitian mereka juga menunjukkan bahwa desentralisasi memberikan kontribusi terhadap peningkatan kesenjangan pendapatan daerah. Hasil sebaliknya ditunjukkan oleh penelitian dari Akai dan Sakata (2005) juga penelitian Lessman (2006), dimana desentralisasi dapat mengurangi kesenjangan pendapatan antar daerah. Dari hasil-hasil penelitian di atas mengindikasikan bahwa desentralisasi masih memiliki dampak yang belum jelas terhadap ketimpangan pendapatan antar daerah. Pertanyaannya adalah apakah desentralisasi di Indonesia mempersempit ketimpangan pendapatan antar daerah atau justru memperlebar ketimpangan tersebut? Jawaban pertanyaan ini perlu mendapat perhatian dari para pengambil kebijakan di Indonesia ketika mengevaluasi dan menetapkan formula yang baik bagi kebijakan desentralisasi di masa selanjutnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan bukti empiris tentang dampak desentralisasi terhadap ketimpangan pendapatan antar daerah di Indonesia. Ada tiga hal yang menjadi fokus penelitian ini, yaitu: penelitian ini meneliti bagaimana dampak desentralisasi terhadap ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota dalam satu provinsi, ketimpangan pendapatan antar provinsi, serta meneliti dampak desentralisasi
terhadap
ketimpangan
pendapatan
antar
daerah
dengan
mempertimbangkan pengaruh pendapatan daerah dari minyak bumi dan gas.
II.
METODOLOGI
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data skunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Keuangan, jurnal, dan sumber-sumber lainnya. Data yang dikumpulkan mencakup data PDRB provinsi dan kabupaten se Indonesia dari tahun 2001-2006, populasi per provinsi, data keuangan daerah, dll.
24
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Variabel Yang di Gunakan Dalam penelitian ini ada dua jenis alat ukur ketimpangan pendapatan antar daerah yang digunakan sebagai variabel terikat. Pertama adalah ketimpangan pendapatan antar daerah dengan menggunakan Indeks Williamson. Variabel ini mengukur ketimpangan pendapatan antar kabupaten dalam satu provinsi. Adapun rumus Indeks Williamson yang digunakan adalah sebagai berikut:
RIDW
n
1 y
( y i 1
i
y)
Pi ...(1) P
RIDW = Ketimpangan pendapatan antar daerah dengan Indeks Williamson (Williamson Index of Regional Income Disparity) P
= jumlah penduduk di satu provinsi
Pi
= jumlah penduduk dari kabupaten/kota ke-i dalam satu provinsi
yi
= PDRB per kapita kabupaten/kota ke-i dalam satu provinsi
y
= PDRB per kapita provinsi
n
= Jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan Kedua,
untuk
ketimpangan
pendapatan
antar
provinsi,
penelitian
ini
menggunakan pengukuran ketimpangan pendapatan yang digunakan oleh Bonet (2006), dirumuskan sebagai berikut:
RIDB
yi 1...(2) y
RIDB = Ketimpangan pendapatan antar provinsi menggunakan kriteria Bonet (Bonet criteria of Regional Income Disparity) yi
= PDRB per kapita provinsi ke-i
y
= PDRB per kapita nasional Selanjutnya, masing-masing variabel terikat baik yang berdasarkan Indeks
Williamson (RIDW) maupun yang berdasarkan kriteria Bonet (RIDB) di bagi ke dalam 2 jenis variabel terikat dengan memperhitungkan pengaruh pendapatan dari sektor minyak bumi dan gas dalam pendapatan perkapitanya, sehingga variabel terikat yaitu: RIDWin
= ukuran ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota dalam satu provinsi jika pendapatan dari sektor migas dimasukan ke dalam penghitungan
RIDWex
= ukuran ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota dalam satu provinsi jika pendapatan dari sektor migas tidak dimasukan ke dalam penghitungan
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
25
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
RIDBin
= ukuran ketimpangan pendapatan antar provinsi jika pendapatan dari sektor migas dimasukan ke dalam penghitungan
RIDWex
= ukuran ketimpangan pendapatan antar provinsi jika pendapatan dari sektor migas tidak dimasukan ke dalam penghitungan
Variabel bebas yang menjadi fokus perhatian pada penelitian ini adalah variabel desentralisasi (selanjutnya disebut DEC). Ada 2 variabel desentralisasi yang digunakan. Pertama, variabel desentralisasi dengan menggunakan rasio PAD terhadap Total Belanja Daerah (selanjutnya disebut DEC1). Pemilihan ukuran ini sebagai variabel desentralisasi didasarkan kepada konsep desentralisasi dimana desentralisasi mencakup konsep devolusi dimana terjadi pelimpahan kewenangan dari pusat ke daerah terhadap urusan tertentu baik pelayanan publik maupun kewenangan untuk mengambil keputusan atau menetapkan kebijakan, Rondinelli (1983). Diantara kewenangan yang dilimpahkan adalah: kewenangan memilih kepala daerahnya sendiri, kewenangan untuk menggali pendapatan daerah sendiri, dan kewenangan untuk memutuskan kebijakan investasi. Dengan demikian melalui desentralisasi diharapkan penerimaan daerah yang berasal dari pendapatan asli daerah akan semakin meningkat dan share nya terhadap total belanja daerah semakin besar. Variabel desentralisasi yang kedua adalah rasio belanja propinsi perkapita terhadap belanja pemerintah pusat perkapita (selanjutnya disebut DEC2). Pemilihan variabel ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Zhang dan Zou (1998), yaitu rasio yang menggambarkan tingkat partisipasi pemerintah daerah. Variabel ini diharapkan memiliki tanda negatif dalam model, yang berarti lebih terdesentralisasi sebuah pemerintahan, semakin sama dengan distribusi pendapatan akan. Variabel bebas lainnya yang dianggap mempengaruhi ketimpangan pendapatan antar daerah adalah variabel Tingkat Pendidikan, dan Kepadatan Penduduk. Variabel Tingkat Pendidikan (selanjutnya disebut EDU) adalah proporsi penduduk yang telah menyelesaikan sekolah menengah atas atau lebih tinggi. Sedangkan variabel Kepadatan Penduduk (selanjutnya disebut DEN) adalah jumlah penduduk dibagi luas wilayah. Variabel pendidikan ini diduga berkorelasi dengan pemerataan pendapatan dengan asumsi bahwa semakin homogen tingkat pendidikan antar wilayah maka semakin homogen pula tingkat produktivitas individunya sehingga tingkat pendapatanya pun tidak jauh berbeda. Secara ringkas, variabel bebas dalam penelitian ini adalah:
26
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
DEC1
= pendapatan asli daerah /total belanja daerah
DEC2
= pengeluaran per kapita provinsi/pengeluaran per kapita nasional
EDU
= proporsi penduduk tamat SMA atau lebih
DEN
= tingkat kepadatan penduduk
Model Penelitian ini menggunakan model regresi data panel untuk mengetahui pengaruh ketimpangan pendapatan antar daerah di Indonesia. Data panel yang digunakan meliputi data dari 33 provinsi mulai tahun 2001 s.d. 2006. Dalam hal ini N jumlah individu (i=1,2,3,...,33) dan T periode waktu (t=1,2,3,...,6). Dalam penelitian ini, pengaruh desentralisasi terhadap ketimpangan pendapatan antar daerah akan dilihat dari keberartian dan arah koefisien regresi dari model regresi panelnya. Dengan demikian ada 8 kombinasi model regresi panel yang di gunakan, yaitu: Model Model 1 Model 2 Model 3 Model 4 Model 5 Model 6 Model 7 Model 8
Variabel Terikat RIDwin RIDwex RIDwin RIDwex RIDbin RIDbex RIDbin RIDbex
Variabel Bebas DEC1 DEC1 DEC2 DEC2 DEC1 DEC1 DEC2 DEC2
EDU EDU EDU EDU EDU EDU EDU EDU
DEN DEN DEN DEN DEN DEN DEN DEN
Terdapat tiga jenis pendekatan model regresi data panel, yaitu pendekatan Pooled Leas Square (PLS), pendekatan Efek Tetap (Fixed Effects Model /FEM), dan pendekatan Efek Acak (Random Effects Model (REM). Dalam penelitian ini model PLS dapat dituliskan sbb: dimana i 1,2,...,33; t 1,2,...,6 dan uit ~ IID(0,σ2u). Adapun model regresi FEM dapat dituliskan sbb: ∑ dimana vit ~ IID(0,σ2v). Selanjutnya model REM dapat dituliskan sbb:
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
27
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
dimana i ~ IID(0,σ2µ) , vit ~ IID(0,σ2v) dan uit=µi+ vit dan E(µivit)=0. Langkah berikutnya adalah memilih salah satu model yang dianggap paling tepat dari tiga jenis model tersebut. Serangkaian uji yang perlu dilakukan , yaitu: (1) uji statistik F untuk memilih antara model PLS atau model FEM; (2) uji Hausman untuk memilih antara model FEM atau model REM; dan (3) dengan uji Lagrange Multiflier (LM) untuk memilih antara REM atau model PLS jika pada tahap 2 yang terpilih adalah model REM.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Ketimpangan Pendapatan antar Daerah di Indonesia Tabel 1 dibawah ini menggambarkan secara ringkas kondisi ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota dalam satu provinsi di Indonesia dari tahun 2001 s.d. 2006. Secara rata-rata, ketimpangan pendapatan antar provinsi di Indonesia cenderung semakin menyempit. Jika pada tahun 2001 rata-rata Indeks Williamson tingkat provinsi sebesar 0.966, maka pada tahun 2006 turun menjadi 0.645. Table 1. Statistik Deskriptif Indeks Williamson* Tingkat Provinsi di Indonesia Tahun 2001-2006
2002 (2) 0.967
Tahun 2003 2004 (3) (4) 0.854 0.646
2005 (5) 0.667
2006 (6) 0.645
0.693
0.636
0.542
0.445
0.550
0.526
0.101
0.236
0.249
0.174
0.157
0.140
Maximum 3.309 3.601 *)termasuk minyak bumi dan gas
2.881
2.510
3.264
3.073
Statistics Mean
2001 (1) 0.966
Standard Deviation Minimum
Pada tahun 2001, nilai Indeks Williamson maksimum 3.309 adalah Provinsi Papua dan nilai minimum 0.101 adalah Provinsi Gorontalo. Sedangkan pada tahun 2006, nilai Indeks Williamson maksimum 3.073 masih Provinsi Papua dan nilai minimum 0.140 adalah Provinsi Sulawesi Barat. Berikutnya, ketimpangan pendapatan antar daerah menurut kriteria Bonet (2006) dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini. Secra umum, ketimpangan pendapatan antar provinsi antara tahun 2001-2006 hanya sedikit mengalami penurunan. Tahun 2001,
28
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
rata-rata ketimpangan pendapatan antar provinsi sebesar 0,632 sedangkan pada tahun 2006 sebesar 0,614.
Table 2. Statistik Deskriptif Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah Menggunakan Kriteria Bonet di Indonesia Tahun 2001-2006 * Tahun Statistic Mean
2001 (1) 0.632
2002 (2) 0.604
2003 (3) 0.596
2004 (4) 0.602
2005 (5) 0.623
2006 (6) 0.614
Standard Deviation
0.870
0.719
0.721
0.762
0.775
0.751
Minimum
0.025
0.006
0.011
0.058
0.041
0.009
2.976
3.031
3.440
3.845
3.624
Maximum 3.647 *)termasuk minyak bumi dan gas
Spesifikasi Model Tabel 3 dibawah ini merangkum hasil uji spesifikasi model menggunakan program Stata 8. Kolom 1 menunjukkan model/persamaan yang dilakukan uji sementara kolom 2 sd. Kolom 4 adalah nilai Prob>F pada F test untuk memilih antara PLS dan FEM, nilai Prob> Chi2 pada Hausman test untuk memilih antara model FEM dan REM, serta Prob>Chi2 pada LM test untuk memilih antara REM dan PLS. Hipotesis yang digunakan dalam uji F test adalah: H0 : δi = δ untuk setiap i=1,2,...,33, atau PLS adalah model yang tepat, dan H1 : δi ≠ δ untuk setiap i=1,2,...,33, atau FEM adalah model yang tepat. Tolak H0 jika Prob F> lebih kecil dari α=5% atau 10%. Hipotesis pada Hausman test adalah : H0 : E(uit | xit) = 0 atau REM adalah model yang tepat, H1 : E(uit | xit) ≠ 0 atau FEM adalah model yang tepat. Tolak Ho jika nilai Prob>Chi2 lebih kecil dari α=5% atau 10%. Kemudian hipotesis pada LM test adalah: Ho: model REM dan H1: model PLS. Tolak Ho jika nilai Prob>Chi2 lebih kecil dari α=5% atau 10%. Sementara itu hipotesis pada LM test adalah : H0 : σµ2 = 0 atau PLS adalah model yang tepat, H1 : σµ2≠ 0 atau REM adalah model yang tepat. Tolak Ho jika nilai Prob>Chi2 lebih kecil dari α=5% atau 10%. Kemudian hipotesis pada LM test adalah: Ho: model REM dan H1: model PLS. Tolak Ho jika nilai Prob>Chi2 lebih kecil dari α=5% atau 10%.
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
29
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Tabel 3. Nilai Prob>F Pada F test, Prob>Chi2 pada Hausman test, dan Prob>Chi2 pada LM test Menurut Model Model/Var Terikat Model1/RIDwin Model2/ RIDwex Model3/ RIDwin Model4/RIDwex Model5/RIDbin Model6/ RIDbex Model7/ RIDbin Model8/RIDbex
F test
Hausman test
LM test
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
0.2233 0.4461 0.0000 0.0000 0.0000 -111.15 0.0000 0.0000
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
Dari tabel 3 di atas maka dapat disimpulkan bahwa Model 1, Model 2 dan model 6 lebih cocok menggunakan REM. Sementara itu Model 3, 4,5,7 dan Model 8 lebih cocok menggunakan model FEM.
Pengaruh Desentralisasi terhadap Ketimpangan Antar Daerah Tabel 4 berikut ini merupakan rangkuman hasil pengolahan data panel menggunakan program Stata 8. Kolom 2 merupakan variabel dependen yang menjadi fokus penelitian. Kolom 3 adalah nilai Prob>F untuk uji keberartian model FEM dan Pob >chi2 sebagai uji keberartian model REM. Berdasarkan nilai di kolom 3 akan diuji apakah semua variabel bebas secara bersama-sama mempengaruhi variabel terikat. Pengujian ini secara langsung dapat dilihat dari besarnya angka probabilitas p-value (FStatistik maupun Chi-statistik) jika lebih kecil dari α (α=0.05 atau 0.010) maka seluruh variabel secara bersama-sama berpengaruh secara significant terhadap variable terikatnya. Kolom 4 s.d. kolom 7 merupakan nilai koefisien variabel bebas dan angka dan yang berada di dalam kurung adalah nilai P>ltl.
30
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Tabel 4. Nilai Koefisien regresi variabel bebas Menurut Model/Variabel Terikatnya (Angka dalam kurung adalah nilai P>t) No (1) 1
Model/ Variabel terikat (2) Model1/RIDwin
Prob>F (*=Prob>Chi2) (3) 0.6902*
2
Model2/ RIDwex
0.0056*
3
Model3/ RIDwin
0.0085
4
Model4/RIDwex
0.0093
5
Model5/RIDbin
0.2283
6
Model6/ RIDbex
0.1046
7
Model7/ RIDbin
0.2929
8
Model8/RIDbex
0.1017
DEC1 (4) 1.3076 (0.455) -0.781 (0.439)
0.628 (0.407) 0.3825 (0.477)
Variabel Bebas DEC2 EDU (5) (6) 0.3598 (0.613) 1.3943 (0.006) -0.0978 0.6365 (0.001) (0.394) -0.0356 1.533 (0.080) (0.004) -0.595 (0.10) -0.2423 (0.344) 0.004 -0.534 (0.766) (0.133) 0073 -.2052 (0.450) (0.413)
DEN (7) -0.0001 (0.245) -0.0001 (0.793) 0.0001 (0.920) 0.0000 (0.803) -0.000 (0.361) -0.000 (0.045) -0.000 (0.265) -.0003 (0.000)
Berdasarkan Tabel 4 di atas maka dapat diketahui bahwa: 1. Secara umum variabel desentralisasi DEC1 belum dapat memberikan gambaran tentang pengaruh desentralisasi terhadap ketimpangan pendapatan antar daerah di indonesia. Hal ini dapat diketahui dari nilai Prob>F nya untuk model FEM maupun nilai Prob>Chi2 untuk model REM tidak ada satupun yang lebih kecil dari α=5% maupun 10%. Artinya bahwa variabel desentralisasi yang menggambarkan tingkat otonom sebuah daerah otonomi (DEC1) belum memberikan pengaruh yang significant terhadap ketimpangan pendapatan antar daerah baik ketimpangan pendapatan antar provinsi maupun ketimpangan antar kabupaten/kota dalam satu provinsi. Hal ini bisa jadi disebabkan karena pelaksanaan desentralisasi pada periode awal-awal dilaksanakanya belum memberikan dorongan yang cukup baik terhadap pemerintah daerah untuk meningkatkan sumber-sumber pendapatan asli daerahnya. Selain itu, kesiapan pemerintah daerah masih kurang dalam melakukan penataan-penataan
baik
kelembagaan,
sarana
maupun
prasarana
untuk
meningkatkan pendapatan asli daerahnya. 2. Berbeda dengan variabel desentralisasi DEC2 dimana
pengaruh desentralisasi
dapat dilihat dari Model 3 dan Model 4 dimana modelnya significant pada α=5%. Dari Model 3 dan Model 4 tersebut, maka model persamaan dapat dituliskan sbb: TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
31
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Dimana αi adalah konstanta provinsi ke-i. Maka dari model tersebut secara umum dapat dikatakan bahwa desentralisasi memiliki pengaruh negatif terhadap ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota dalam satu provinsi. Artinya, desentralisasi yang telah dilaksanakan oleh Indonesia selama kurun waktu 20012006 telah mampu mengurangi ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota dalam satu provinsi. 3. Variabel DEC2 mengukur sejauhmana kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah mendorong pemerintah daerah untuk membuat kebijakan pembangunan yang lebih baik misalnya dari sisi pengeluaran anggaran. Dari hasil pada Model 3 dan 4 merupakan indikasi awal yang menunjukkan bahwa daerah dalam hal ini pemda kabupaten/kota secara umum mampu menghasilkan kebijakan pembangunan yang lebih baik. 4. Dari hasil Model 3 dan Model 4 juga dapat ditarik kesimpulan bahwa pendapatan daerah dari sektor minyak bumi dan gas tidak memiliki hasil yang jauh berbeda pengaruhnya, dimana desentralisasi dapat mengurangi Ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota di satu provinsi. 5. Dari tabel 4 dapat ditarik kesimpulan bahwa model Model 5 s.d. Model 8 tidak ada satupun model yang significant. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pengaruh desentralisasi baik yang cerminkan oleh variabel DEC1 maupun yang dicerminkan oleh variabel DEC2 tidak memiliki pengaruh terhadap ketimpangan pendapatan antar provinsi apakah akan memperlebar maupun memperkecil ketimpangan. 6. Tabel 5 dan 6 di bawah ini merupakan hasil output program Stata 8 untuk Model 3 dan Model 4. Dua tabel ini memberikan gambaran perbedaan intersep antar provinsi yang menjelaskan efek perbedaan wilayah. Dari Tabel 5 dibawah dapat diambil kesimpulan bahwa hampir semua koefisien variabel dummy provinsi bertanda negatif dan significant kecuali beberapa provinsi yang variabel dummy nya tidak significant seperti: DKI, Jabar, Jateng, Jatim, Sulut, NTB, Maluku, dan Maluku Utarta. Sementara itu koefisien variabel dummy provinsi Kaltim, dan Papua bertanda positif dan significant. Dengan demikian dapat dikatan bahwa tingkat ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota di provinsi Papu dan Kaltim lebih tinggi dibanding provinsi-provinsi lainnya. Sementara provinsi NAD, DKI, Jabar, 32
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Jateng, Jatim, Sulut, NTB, Maluku, dan Maluku Utarta memiliki tingkat ketimpangan antar kabupaten/kota dalam satu provinsi yang sama dengan intersep/konstanta sedangkan provinsi sisanya memiliki tingkat ketimpangan yang berada dibawah intersep.
Tabel 5. Output Hasil Estimasi Fixed effects Model Dengan variabel terikat RIDwin dan variabel bebas DEC2 (Model 3) Provinsi (1) Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Babel Kepri DKI Jabar Jateng DIY Jatim Banten Bali Const/NAD
Coef. (2) -.8706119 -1.049 -.8088286 -1.06 -.4876359 -.5410659 -1.173053 -.4238846 (dropped) -1.684363 -.8346548 -.5153594 -106.767 -.2812564 -.8440816 -.9112974 1.334547
P>t (5) 0.000 0.000 0.000 0.000 0.011 0.003 0.000 0.029 0.782 0.117 0.316 0.046 0.496 0.093 0.007 0.000
Provinsi (1) NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultenggara Gorontalo Sulbar Maluku Malut Papua Barat Papua Const
Coef. (2) -.3258488 -.591304 -.6548578 -.4049209 -.6945955 .8134755 -.2078264 -.8976464 -.5871538 -.4476827 -.7006684 (dropped) -.3137917 .0125762 (dropped) 2.582133 1.334547
P>t (5) 0.129 0.008 0.002 0.084 0.001 0.032 0.297 0.000 0.004 0.028 0.001 0.154 0.954 0.000 0.000
7. Selanjutnya apabila pendapatan dari sektor minyak bumi dan gas dikeluarkan dari perhitungan (Tabel 6), maka dapat dilihat bahwa di Pulau Sumatera hampir seluruh provinsi memiliki intersep yang sama karena koefisien variabel dummy nya tidak significant, hanya Provinsi Sumatera Selatan yang memiliki intersep positif dan significant. Dengan kata lain tingkat ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota di Sumatera Selatan lebih besar dari provinsi lainnya di Sumatera. 8. Sementara itu di Kepulauan Jawa-Bali hanya Provinsi Jawa Timur yang memiliki variabel dummy yang significant pada α=1%. Artinya, ketika faktor pendapatan dari minyak bumi dan gas dikeluarkan dari perhitungan, tingkat ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota di Pulau Jawa-Bali relatif sama kecuali Jawa Timur yang kondisi ketimpangannya di atas provinsi lain di Jawa-Bali.
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
33
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
9. Kemudian di provinsi kepulauan lainnya dapat dilihat bahwa hanya di Provinsi Sulteng dan Gorontalo yang variabel dummy nya tidak significant sementara itu provinsi-provinsi yang lain memiliki koefisien variabel dummy yang significant dan bernilai positif. Artinya bahwa provinsi di luar Kepulauan Sumatera, Jawa, dan Bali ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota nya cukup besar dan diatas rata-rata kecuali di Provinsi Sulteng dan Gorontalo yang relatif sama dengan rata-rata.
Tabel 6. Output Hasil Estimasi Fixed effects Model Dengan Variabel terikat RIDwex dan variabel bebas DEC2 (Model 4) Wex (1) Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Babel Kepri DKI Jabar Jateng DIY Jatim Banten Bali
Coef. (2) .170052 .0718724 -.032718 .0609634 .2296578 .1699666 .1433762 .0233069 (dropped) -1.214699 .3495842 .5132343 -.0207175 .9529397 .2552133 .090587
IV.
P>t (5) 0.182 0.558 0.791 0.630 0.083 0.176 0.321 0.862 0.774 0.344 0.152 0.955 0.001 0.464 0.698
wex (1) NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultenggara Gorontalo Sulbar Maluku Malut Papua Barat Papua Const/NAD
Coef. (2) .854651 .5891529 .3628402 .2859503 .3701122 .5211797 .7819727 .1679425 .4552898 .273838 .1870049 (dropped) .8069145 .9741669 (dropped) 3.293102 -.1620228
P>t (5) 0.000 0.000 0.012 0.080 0.011 0.048 0.000 0.237 0.001 0.054 0.211 0.000 0.000 0.000 0.367
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 1. Berdasarkan Model 3 dan Model 4, pengaruh desentralisasi terhadap ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota dalam satu provinsi secara umum cenderung berpengaruh negatif baik ketika faktor pendapatan dari sektor minyak bumi dan gas dimasukkan kedalam perhitungan maupun ketika tidak dimasukkan. Artinya dengan adanya desentralisasi maka ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota dalam satu provinsi cenderung berkurang.
34
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
2. Berdasarkan hasil Model 5,6,7, dan Model 8, pengaruh desentralisasi terhadap melebar atau menyempitnya ketimpangan pendapatan antar provinsi di Indonesia selama kurun waktu 2001-2006 belum dapat diketahui karena model-model tersebut tidak significant. 3. Ketika faktor pendapatan dari sektor minyak bumi dan gas dimasukkan kedalam penghitungan, tingkat ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota di provinsi Papua dan Kaltim lebih tinggi dibanding provinsi-provinsi lainnya. Sementara provinsi NAD, DKI, Jabar, Jateng, Jatim, Sulut, NTB, Maluku, dan Maluku Utarta memiliki tingkat ketimpangan antar kabupaten/kota dalam satu provinsi yang sama dengan intersep/konstanta dari model, sedangkan provinsi lainnya memiliki tingkat ketimpangan yang berada dibawah intersep. 4. Selanjutnya apabila pendapatan dari sektor minyak bumi dan gas dikeluarkan dari perhitungan, dapat dilihat bahwa di Pulau Sumatera hampir seluruh provinsi memiliki intersep yang sama. Hanya Provinsi Sumatera Selatan yang memiliki intersep diatas provinsi lainnya di Sumatera. Dengan kata lain tingkat ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota di Sumatera Selatan lebih besar dari provinsi lainnya di Sumatera. Sementara itu di Kepulauan Jawa-Bali hanya Provinsi Jawa Timur yang tingkat ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota di Pulau JawaBali di atas provinsi lain di Jawa-Bali. Kemudian di luar Kepulauan Sumatera, Jawa, dan Bali dapat dilihat bahwa ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota di masing-masing provinsinya cukup besar dan diatas rata-rata kecuali di Provinsi Sulteng dan Gorontalo yang relatif sama dengan rata-rata.
Saran Harus diakui, penelitian ini ini masih memiliki banyak keterbatasan. Beberapa saran untuk penelitian sejenis agar memperoleh hasil yang lebih baik, diantaranya: 1. Rentang waktu penelitian ini masih dapat di tambah lagi tidak sekedar dari tahun 2001 s.d. 2006 mengingat hiPS tersedia data paling tidak hingga 2012. Penggunaan data yang lebih banyak memungkinkan hasil yang berbeda. 2. Pilihan analisis masih bisa ditambah tidak hanya mempertimbangkan pengaruh pendapatan dari sektor minyak bumi dan gas tapi analisa juga bisa berdasarkan rumpun kepulauan, wilayah barat dan timur Indonesia, atau karakteristik yang lainnya.
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
35
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
3. Perlu ditambah variabel kontrol lain selain selain kepadatan penduduk dan tingkat pendidikan agar dapat diperoleh model yang lebih baik lagi. 4. Model fixed effects yang di bangun dalam studi ini menggunakan asumsi intersep berbeda untuk masing-masing daerah. Studi berikutnya dapat menggunakan asumsi lain bahwa intersep berbeda tidak hanya antar daerah tapi juga antar waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Akai, N., & Sakata, M. (2005). Fiscal decentralization, commitment and regional inequality: evidence from cross-sectional data for the United States. Retrieved May 15, 2007, from http://www.e.u-tokyo.ac.jp/cirje/research/03research02dp.html Akita, T., Affandi, R., & Yamada, Y. (1999). Inequality in the distribution of household expenditure in Indonesia: a Theil decomposition analysis. The Developing Economies, 37, (2), pp.197-221 Akita, T., & Lukman, R.A. (1995). Interregional Inequalities in Indonesia: A Sectoral Decomposition Analysis for 1975–1992. Bulletin of Indonesian Economic Penelitianes 31, (2), pp. 61–81. Akita, T. (2003). Decomposing regional income in China and Indonesia using two-stage nested Theil decomposing method. The Annals of Regional Science 37, pp. 55-77. Akita, T., & Alisjahbana, A.S.(2002). Regional income inequality in Indonesia and the initial impact of the economic crisis. Bulletin of Indonesian penelitianes, 38,(2), pp. 201-222. Alm, J., Martines-Vazquez, J., & Indrawati, S.M. (2004). Reforming Intergovernmental Fiscal Relations and the Rebuilding of Indonesia. Edward Elgar. UK. Baltagi, B. H. (2005). Econometric analysis of panel data, West Sussex, England, John Wiley & Sons, Ltd. Barro, R.J.(1991). Economic Growth in a Cross Section of Countries. Quarterly Journal of Economics 106, (2), pp. 407–43. Babbie, E. (1990). Survey research methods, second edition, Pleasant Hill, California, 1990. Bonet, J. (2006). Fiscal decentralization and regional income disparity: evidence from the Colombian experience. The Annals of Regional Science (40), pp. 661-676. Burki, S. J, Perry, G., & Dillinger, W. (1999). Beyond the Center: Decentralizing the State. Washington, D.C.: World Bank.
36
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Falleti, T.G. (2005). A sequential theory of decentralization and its effects on the intergovernmental balance of power: Latin American cases in comparative perspective, American Political Science Review, 99, (3), pp. 327-346 Garcia, J., & Soelistianingsih, L. (1998). Why Do Differences in Provincial Incomes Persist in Indonesia?. Bulletin of Indonesia Economic Penelitianes 34, (1), pp. 95–120. Habibi, N., Huang, C., Miranda, D., Murillo, V., Ranis, G., Sarkar M., Stewart, F. (2003). Decentralization and human development in Argentina. Journal of Human Development, 4, (1), pp. 73-101 Heshmati, A. (2004). Regional income inequality in selected large countries. Retrieved March 12, 2007, from: http://ssrn.com/abstract=592322. Kanbur, R., & Zhang, X. (2003, March 28-29). Fifty years regional inequality in China: A journey through central planning reform and openness. Paper prepared for UNU/WIDER project conference on Spatial Inequality in Asia, Tokyo, Japan. Kim, E., Hong, S.W., & Ha, S.J. (2003). Impacts of national development policies on regional income disparity in Korea. The Annals of Regional Science 37, pp. 79-91. Legowo, T.A. & Takahashi, M. (2003). Regional Autonomy and Socio-Economic Development in Indonesia –A Multidimensional Analysis– , Institute of Developing Economies, Japan External Trade Organization. Lessmann, C. (2006). Fiscal decentralization and regional disparity: a panel data approach for OECD countries. (Ifo Working Paper No. 25). Retrieved May, 17 from http://www.cesifo-group.de/pls/guest/download/Ifo%20 Working%20Papers%20(seit%202005)/IfoWorkingPaper-25.pdf Musgrave, R. A. (1983). ‘Who Should Tax, Where, and What?,’ Tax Assignments in federal Countries. Canberra: Centre for Research on Federal Financial Relations, Australian National University. Oates, W. E. (1993), Fiscal Decentralization and Economic Development, National Tax Journal, 46, (2), pp. 237-43 Rondinelli, D.A. and Cheema, G.S. (1983). Decentralization and development policy implementation in developing countries. USA. Resosudarmo, B.P., & Vidyattama, Y. (2006). Regional income disparity in Indonesia (a panel data analysis). ASEAN Economic Bulletin, 23, (1), pp. 31-44 Said,M.M. (2005). New direction for decentralization in Indonesia: decentralization policy and its implementation in district and provincial administration (1999-2004), (Doctoral Dissertation, Flinders University, Australia) TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
37
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Sakamoto, H. (2007). The Dynamics of Inter-Provincial Income Distribution in Indonesia (ICSEAD Working Paper Vol. 2007-25). Retrieved May 6, 2009, Retrieved from http://www.icsead.or.jp/7publication/workingpp/wp2007/2007-25.pdf Schneider, A. (2003). Decentralization: Conceptualization and measurement. Penelitianes in Comparative International Development, 2003, (38), pp. 32-56. Shah, A. (2001). Fiscal decentralization and fiscal performance. World Bank, WPS3786. Retrieved March 18, 2008 from: http://wwwwds.worldbank.org/servlet/WDSContentServer/WDSP/IB/2005/12/02/000016406_200 51202162434/Rendered/PDF/wps3786.pdf Shankar, R. & Shah, A. (2001). Bridging the economic divide within nations. (World Bank, Policy Working Paper 2717). Retrieved June 12, from: http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=634428 Sidik, M. (2007). A new perspective of intergovernmental fiscal elations, lesson from Indonesia’s experience. Jakarta. Slinko, I. (2002). The impact of decentralization on the budget revenue inequality among municipality and growth of Russian. Retrieved July 30, 2009 from: http://www.eerc.ru/details/download.aspx?file_id=3842 Tadjoedin, M.Z. (2003). Aspiration to Inequality: Regional Disparity And Centre-Regional Conflicts In Indonesia. Paper prepared for the UNU/WIDER Project Conference on Spatial Inequality in Asia, United Nations University Centre, Tokyo. Retrieved May 7, 2009, from http://website1.wider.unu.edu/conference/ conference-2003-1/conference2003-1-papers/mohammad%20zulfan%20tadjoeddin.Pdf West, L.A., & Wong, C.P.W. (1995). Fiscal decentralization and growing regional disparities in rural China: some evidence in the provision of social services. Oxford Review of Economic Policy, 11, (4), pp. 70-84 World Bank. (1999). World development report 1999/2000: Entering the 21st century. New York: Oxford University Press. Zhang, T., & H. Zou, (1998). Fiscal decentralization, public spending and economic growth in China, Journal of Public Economics, 67, pp.221-240.
38
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
DETERMINASI PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2006-2010 Damainsa Prahesti Nukyanto Lia Yuliana Abstract Gross Domestic Product (GDP) per capita of each district/town in Central Java indicates income differences between regions . The GDP determinant variables consist of a variable capital (government investment), quality of human resources (Human Development Index/ HDI), amount of labor and seed sector dummy variables (agricultural sector ranked as a leading sector in each district/town in Central Java Province). This study aims to analyze several variables affect the revenue between regions in Central Java Province. The analytical method used is panel data regression analysis. The results of the study explained that the variables that affect the GDP in Central Java is government investment variable and HDI previous year, while the labor variable and seed sector dummy variable is not significant. Keywords : GDP , government investment , HDI , labor , seed sector , the panel regression I. PENDAHULUAN
Selama ini kebijakan pembangunan diarahkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan cara memanfaatkan semua potensi dan sumber daya yang ada. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini bukan hanya sebagai sarana dalam meraih kesejahteraan, akan tetapi merupakan salah satu indikator pengukur keberhasilan pembangunan. Indonesia memiliki modal yang besar untuk melaksanakan pembangunan, baik berupa sumber daya alam, struktur demografis penduduk, sumber daya kultural, termasuk potensi dan kreativitas penduduk yang beragam. Akan tetapi, modal yang besar saja tidak cukup untuk menjamin keberhasilan pembangunan apabila tidak diiringi dengan pemerataan, sebab pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan berkurang maknanya apabila tidak diikuti pemerataan. Dalam skala nasional, proses pembangunan yang dilaksanakan selama ini ternyata telah menimbulkan masalah pembangunan yang cukup besar dan kompleks. Pendekatan pembangunan yang sangat menekankan pada pertumbuhan ekonomi makro, cenderung mengabaikan terjadinya kesenjangan pembangunan antar wilayah yang cukup besar. Investasi dan sumber daya terserap dan terkonsentrasi di perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan, sementara wilayah-wilayah hinterland mengalami pengurasan sumber daya yang berlebihan.
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
39
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Kesenjangan ini pada akhirnya menimbulkan permasalahan, yang dalam konteks makro sangat merugikan proses pembangunan yang ingin dicapai sebagai bangsa.
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah termasuk yang relatif tinggi dan memiliki tren yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun di antara provinsi yang berada di Pulau Jawa. Di dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Provinsi Jawa Tengah 2003-2008 secara implisit juga menyatakan meskipun selama tiga tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah relatif lebih baik, tetapi masih belum mampu mengatasi masalah pengangguran.
Tabel 1. Pertumbuhan ekonomi wilayah Jawa tahun 2002-2006 Provinsi (1) DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur
2002 (2) 4,39 3,77 3,55 4,50 3,80
2003 (3) 5,31 4,70 4,98 4,58 4,78
2004 (4) 5,65 4,78 5,13 5,12 5,83
2005 (5) 6,01 5,40 5,35 4,73 5,84
2006 (6) 5,90 5,91 5,33 3,69 5,80
Banten 4,11 Indonesia 4,50 Sumber: Badan Pusat Statistik
5,07 4,78
5,63 5,05
5,88 5,68
5,53 5,48
Jumlah PDRB dan PDRB per kapita masing-masing kabupaten/kota di Jawa Tengah memperlihatkan terjadinya perbedaan dalam perkembangan ekonomi di Jawa Tengah pada tahun 2010 (Lampiran), dimana hanya 8 dari 35 kabupaten/kota yang memiliki PDRB di atas rata-rata yakni sekitar 10 triliun rupiah, sedangkan pada pendapatan perkapita hanya 10 dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah yang memiliki nilai di atas rata-rata yakni sebesar 11 juta rupiah. Terjadinya dinamika perkembangan perekonomian di Jawa Tengah merupakan seluruh rangkaian kegiatan ekonomi oleh semua unsur pelaku ekonomi pada semua strata dan wilayah yang ada di Provinsi Jawa Tengah. Artinya fenomena adanya keterkaitan yang positif antara tingkat pertumbuhan ekonomi dengan tingkat kesenjangan pendapatan masyarakat dalam skala yang lebih rendah dapat saja terjadi di beberapa kabupaten/kota yang ada di Jawa Tengah atau mungkin juga tidak terjadi untuk beberapa kabupaten/kota tertentu yang ada di Jawa Tengah (Prapti, 2006). Hal ini mengindikasikan bahwa potensi yang dimiliki belum mampu dieksploitasi secara maksimal atau mungkin wilayah tersebut tidak 40
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
memiliki sumber daya yang cukup untuk mengembangkan wilayahnya. Daerah-daerah yang secara absolut memang miskin sumber daya alam dan sumber daya lainnya (modal, tenaga kerja yang terampil, teknologi) semestinya mendapatkan perhatian khusus, bukannya pemerintah daerah terkesan “nerimo” pada keadaan yang ada (Hartono, 2008). Pembangunan berbasis pengembangan wilayah memandang pentingnya keterpaduan antar sektoral, spasial, serta pelaku pembangunan di dalam maupun antar daerah. Keterpaduan sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional dan sinergis antar sektor pembangunan sehingga setiap program pembangunan sektoral selalu dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah (Rustiadi et al., 2009). Oleh karena itu, muncul pertanyaan penelitian: bagaimana pengaruh variabel modal, tenaga kerja, kualitas sumber daya manusia, dan sektor unggulan terhadap PDRB Provinsi Jawa Tengah. Dan tujuan utama yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah menganalisis beberapa variabel yang diduga memengaruhi PDRB Provinsi Jawa Tengah.
II. KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR PENELITIAN Pendapatan Regional Pendapatan regional sering didefinisikan sebagai nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam suatu wilayah selama satu tahun atau tingkat pendapatan masyarakat pada suatu wilayah analisis (Tarigan, 2005 : 13). Tingkat pendapatan regional dapat diukur dari total pendapatan wilayah ataupun pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Beberapa istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan pendapatan regional (Tarigan, 2005 : 18), diantaranya adalah : 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah atau propinsi. Pengertian nilai tambah bruto adalah nilai produksi (output) dikurangi dengan biaya antara (intermediate cost). Komponen-komponen nilai tambah bruto mencakup komponenkomponen faktor pendapatan (upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan), penyusutan dan pajak tidak langsung neto. Jadi dengan menghitung nilai tambah bruto dari dari masing-masing sektor dan kemudian menjumlahkannya akan menghasilkan produk domestik regional bruto (PDRB). 2. Produk Domestitk Regional Neto (PDRN), PDRN dapat diperoleh dengan cara mengurangi PDRB dengan penyusutan. Penyusutan yang dimaksud disini adalah nilai susut (aus) atau pengurangan nilai barang-barang modal (mesin-mesin, peralatan, kendaraan dan yang lain-lainnya) karena barang modal tersebut dipakai dalam proses TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
41
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
produksi. Jika nilai susut barang-barang modal dari seluruh sektor ekonomi dijumlahkan, hasilnya merupakan penyusutan keseluruhan. Tetapi bila PDRN di atas dikurangi dengan pajak tidak langsung neto, maka akan diperoleh PDRN atas dasar biaya faktor. Ada tiga pendekatan untuk menghitung pendapatan regional dengan menggunakan metode langsung (Tarigan, 2005 : 23-25), yaitu: a. Pendekatan Pengeluaran; cara penentuan pendapatan regional dengan cara menjumlahkan seluruh nilai penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri. Kalau dilihat dari segi penggunaan maka total penyediaan atau produksi barang dan jasa itu digunakan untuk : konsumsi rumah tangga; konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung; konsumsi pemerintah; pembentukan modal tetap bruto (investasi); perubahan stok, dan ekspor neto (total ekspor dikurangi dengan total impor). b. Pendekatan Produksi; perhitungan pendapatan regional berdasarkan pendekatan produksi dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai produksi yang diciptakan oleh tiap-tiap sektor produksi yang ada dalam perekonomian. Maka itu, untuk menghitung pendapatan regional berdasarkan pendekatan produksi, maka pertama-tama yang harus dilakukan ialah menentukan nilai produksi yang diciptakan oleh tiap-tiap sektor di atas. Pendapatan regional diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai produksi yang tercipta dari tiap-tiap sektor. c. Pendekatan Pendapatan; pendapatan regional dihitung dengan cara menjumlahkan pendapatan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam memproduksi barang-barang dan jasa-jasa. Jadi yang dijumlahkan adalah: upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, dan pajak tidak langsung neto.
Sektor-Sektor Unggulan Menurut Rustiadi et al (2009), sektor ekonomi suatu wilayah dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu sektor basis (leading sector) dan sektor non basis. Pada sektor basis, kelebihan dan kekurangan yang terjadi dalam proses pemenuhan kebutuhan menyebabkan terjadinya mekanisme ekspor dan impor antar wilayah. Sehingga menghasilkan barang dan jasa, baik untuk pasar domestik daerah maupun pasar luar wilayah/daerah. Sedangkan sektor non basis merupakan sektor dengan kegiatan ekonomi yang hanya melayani pasar di daerahnya sendiri dan kapasitas ekspor daerah belum berkembang. Dengan demikian kegiatan sektor basis mempunyai peran penting sebagai penggerak utama. Penentuan sektor unggulan didasarkan pada kriteria sebagai berikut:
42
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
1. Share terhadap PDRB: suatu sektor dikatakan unggul jika memberikan kontribusi minimal 10 persen, sedangkan sub sektor minimal 2,5 persen. 2.
Nilai Location Quotion (LQ): sektor/sub sektor dikatakan unggul jika mempunyai nilai LQ>1.
3.
Pertumbuhan PDRB: suatu sektor dikatakan unggul jika mengalami rata-rata pertumbuhan minimal 5 persen per tahun dan terus mengalami pertumbuhan positif setidaknya pada 3 (tiga) tahun, atau mengalami kenaikan pada 2 (dua) tahun terakhir secara berturut-turut.
4.
Selisih antara pertumbuhan share sektor/sub sektor terhadap PDRB wilayah kajian dan wilayah yang lebih besar bernilai positif. Untuk mengetahui potensi aktifitas ekonomi yang merupakan indikasi sektor basis
dan non basis dapat digunakan metode LQ, yang merupakan perbandingan relatif antara kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas dalam suatu wilayah. Asumsi dalam LQ adalah terdapat sedikit variasi dalam pola pengeluaran secara geografi dan produktifitas tenaga kerja seragam serta masing-masing industri menghasilkan produk atau jasa yang seragam.
Investasi Pemerintah Dana bantuan pembangunan daerah merupakan salah satu sumber keuangan untuk melakukan pembangunan daerah. Pada dasarnya, dalam melaksanakan pembangunan diperlukan sumber dana. Untuk mencapai keberhasilan suatu program pembangunan sangat tergantung pada pemanfaatan sumber daya yang tersedia. Namun potensi dan pemanfaatan sumberdaya tersebut bervariasi antar daerah. Sejalan dengan hal tersebut, Marisa dan Hutabarat (1988) mengidentifikasikan bahwa ketimpangan dan variasi distribusi pendapatan memiliki hubungan yang positif dengan distribusi penguasaan faktor-faktor produksi. Dengan demikian, tidak mengherankan bila keberhasilan antar daerah berbeda-beda. Sehingga perlu adanya campur tangan pemerintah pusat untuk mengurangi ketimpangan pembangunan antar daerah, misal dengan memberikan bantuan kepada daerah untuk mempercepat pembangunan daerah. Alokasi dana bantuan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah merupakan pengeluaran pembangunan pemerintah pusat ke daerah kabupaten/kota. Bagi pemerintah daerah, alokasi dana bantuan ini merupakan investasi yang diberikan pemerintah pusat untuk membantu pembangunan di daeranya. Dana Perimbangan terdiri dari Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak dan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak merupakan TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
43
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
bagian dana perimbangan untuk mengatasi masalah ketimpangan vertikal (antara Pusat dan Daerah) yang dilakukan melalui pembagian hasil antara Pemerintah Pusat dan Daerah penghasil, dari sebagian penerimaan perpajakan. DAU merupakan dana transfer yang bersifat umum (block grant) untuk mengatasi masalah ketimpangan horizontal (antar daerah) dengan tujuan utama pemerataan kemampuan keuangan antar daerah. DAK merupakan dana yang bersumber dari APBN, yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu pendanaan kegiatan khusus yang merupakan bagian dari prioritas nasional dan merupakan urusan daerah.
Kualitas Sumber Daya Manusia Keberhasilan pembangunan khususnya pembangunan manusia dapat dinilai secara parsial dengan melihat seberapa besar permasalahan yang paling mendasar di masyarakat tersebut dapat diatasi. Permasalahan-permasalahan tersebut diantaranya adalah kemiskinan, pengangguran,
buta huruf, ketahanan pangan, dan penegakan demokrasi. Namun
persoalannya adalah capaian pembangunan manusia secara parsial sangat bervariasi dimana beberapa aspek pembangunan tertentu berhasil dan beberapa aspek pembangunan lainnya gagal. Berbagai ukuran pembangunan manusia dibuat namun tidak semuanya dapat digunakan sebagai ukuran standar yang dapat dibandingkan antar wilayah atau antar negara. Oleh karena itu PBB menetapkan suatu ukuran standar pembangunan manusia yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Indeks (HDI). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Indeks (HDI) dibentuk berdasarkan empat indikator yaitu angka harapan hidup, angka melek huruf, ratarata lama sekolah dan kemampuan daya beli. Indikator angka harapan hidup merepresentasikan dimensi umur panjang dan sehat. Selanjutnya, angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah mencerminkan output dari dimensi pengetahuan. Adapun indikator kemampuan daya beli digunakan untuk mengukur dimensi hidup layak (BPS, 2008).
Kerangka Pikir Penelitian Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian ini, maka berdasarkan kajian teori dan penelitian terkait, didapatkan bahwa variabel penentu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah variabel modal dilihat dari investasi pemerintah, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dilihat dari IPM, jumlah tenaga kerja dan variabel dummy sektor unggulan dilihat dari peringkat sektor pertanian sebagai sektor unggulan pada setiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. 44
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Modal Kualitas SDM
Produk Domestik Regional Bruto
Jumlah tenaga kerja Sektor unggulan
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pikir penelitian tersebut, maka hipotesis pada penelitian ini adalah: variabel modal, kualitas SDM, jumlah tenaga kerja dan variabel dummy sektor unggulan secara signifikan memiliki pengaruh yang positif terhadap Produk Domestik Regional Bruto.
III. METODOLOGI Metode Pengumpulan Data Penelitian ini mencakup seluruh kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah yaitu 29 kabupaten dan 6 kota dalam kurun waktu tahun 2006 hingga tahun 2010. Data yang digunakan merupakan data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas). Untuk mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi menggunakan data PDRB atas dasar harga konstan 2000.
Metode Analisis Untuk menjawab tujuan penelitian digunakan analisis deskriptif dengan tabel dan grafik, serta analisis inferensia dengan model regresi data panel. Dalam penelitian ini, analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan keadaan PDRB, investasi pemerintah, tenaga kerja, dan IPM. Sedangkan analisis inferensia digunakan untuk mengkaji pengaruh modal, kualitas SDM, tenaga kerja, dan sektor unggulan terhadap PDRB. Model common effects merupakan pendekatan data panel yang paling sederhana, yakni hanya dengan mengkombinasikan data time series dan data cross section dalam bentuk pool, dan teknik estimasinya menggunakan pendekatan kuadrat terkecil/pooled least squares (Pindyck & Rubinfeld, 1998). Model ini tidak memperhatikan dimensi individu maupun
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
45
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
waktu, sehingga diasumsikan bahwa perilaku antar individu sama dalam berbagai kurun waktu. Persamaan regresi dalam model common effects dapat ditulis sebagai berikut: , untuk i = 1, …, N dan t = 1, …,T .............. (1) dimana N adalah jumlah unit cross section (individu) dan T adalah jumlah periode waktunya. Untuk periode t = 1, akan diperoleh persamaan regresi cross section sebagai berikut : , untuk i = 1, ..., N ....................................... (2) Pendekatan dalam model fixed effects mengasumsikan bahwa perbedaan antar individu dapat diakomodasi melalui perbedaan intersepnya. Model fixed effects dengan teknik variabel dummy dapat ditulis sebagai berikut : ........................................................................ (3) Untuk mengestimasi model fixed effects dimana intersep berbeda antar individu, maka digunakan teknik variabel dummy. Model estimasi ini seringkali disebut dengan teknik Least Squares Dummy Variable (LSDV). Dengan demikian, persamaan (4) dapat ditulis sebagai berikut: .......................................................................... (4) Estimasi data panel dengan fixed effects melalui teknik variabel dummy menunjukkan ketidakpastian model yang digunakan. Untuk mengatasi masalah tersebut bisa menggunakan variabel residual yang dikenal sebagai metode random effects. Persamaan regresi untuk model random effects dapat ditulis sebagai berikut:
, dimana
.............................. (5)
Uji Signifikansi Model Estimasi Regresi Data Panel Dari ketiga model yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu model common effects, model fixed effects, dan model random effects, maka selanjutnya akan ditentukan model yang paling tepat untuk mengestimasi regresi data panel. Secara formal, ada 3 prosedur pengujian yang akan digunakan, yakni uji statistik F yang digunakan untuk memilih antara model common effects atau model fixed effects; uji Langrange Multiplier (LM) yang digunakan untuk memilih antara model common effects atau model random effects; dan uji Hausman yang digunakan untuk memilih antara model fixed effects atau model random effects. Selanjutnya, untuk model estimasi regresi data panel terpilih, akan dilakukan pengujian untuk memilih estimator dengan struktur varians-kovarians
46
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
dari residual yang lebih baik. Dalam penelitian ini, model estimasi terbaik akan dipilih dengan uji formal.
A. Signifikansi Fixed Effects Model Uji F digunakan untuk mengetahui apakah teknik regresi data panel dengan fixed effects lebih baik dari model regresi data panel tanpa variabel dummy (common effects) dengan melihat residual sum of squares (RSS).
Hipotesis yang digunakan adalah H0 : α1 = α2 = ... = α35 (intersep untuk setiap kabupaten adalah sama) H1 : Sekurang-kurangnya ada sepasang intersep yang berbeda atau H0 : Model common effects lebih baik daripada Model fixed effects H1 : Model fixed effects lebih baik daripada Model common effects
Statistik uji F sebagai berikut:
⁄
……………………….. (6)
Dimana n = jumlah individu; k = jumlah parameter dalam model fixed effects; RSS1 dan RSS2 masing-masing merupakan residual sum of squares teknik tanpa variabel dummy. Nilai statistik F hitung akan mengikuti distribusi statistik F dengan derajat bebas (df) sebanyak n-1 untuk numerator dan sebanyak nT-k untuk denumerator. Jika nilai statistik F hitung lebih besar daripada statistik F tabel pada tingkat signfikansi tertentu, maka hipotesis nol akan ditolak, yang berarti asumsi koefisien intersep dan slope adalah sama tidak berlaku, sehingga teknik regresi data panel dengan fixed effects lebih baik dari model regresi data panel tanpa variabel dummy (common effects).
B. Signifikansi Random Effects Model Untuk mengetahui apakah model random effects lebih baik dari model common effects, dapat digunakan uji Lagrange Multiplier (LM) yang dikembangkan oleh BrueschPagan. Metode ini didasarkan pada nilai residual dari metode common effects.
Hipotesis yang digunakan adalah H0 :
(model common effects lebih baik)
H1 :
(model random effects lebih baik)
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
47
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Adapun nilai statistik LM dihitung berdasarkan formula berikut : ∑
[∑
|∑
∑
[∑
|
∑ ̅
] ] ..................................................................... (7)
∑
Dimana n = jumlah individu; T = jumlah periode waktu dan eit adalah residual metode common effects (OLS). Uji LM ini didasarkan pada distribusi chi-square dengan derajat bebas (df) sebesar 1. Jika hasil LM statistik lebih besar dari nilai kritis chi-square, maka hipotesis nol akan ditolak, yang berarti estimasi yang tepat untuk regresi panel adalah metode random effects daripada metode common effects.
C. Signifikansi Hausman Untuk mengetahui apakah model fixed effects lebih baik dari model random effects, dapat digunakan uji Hausman. Uji ini didasari oleh adanya ketidakkonsistenan dari asumsi yang berlaku pada model random effects, bahwa variabel random effect uj tidak berkorelasi dengan variabel bebas yang ada pada model.
Hipotesis yang digunakan adalah: H0 : tidak ada korelasi antara uj dan variabel bebas (model random effects lebih baik) H1 : ada korelasi (model fixed effects lebih baik) uj yang dimaksud adalah error individu yang terdapat dalam model random effects. Selanjutnya mengikuti kriteria Wald, nilai statistik Hausman sebagai berikut : [ ]
[̂
̂
] ̂
[̂
̂
] .................................. (8)
Statistik uji Hausman mengikuti distribusi statistik chi-square dengan derajat bebas sebanyak jumlah variabel independen (k). Jika nilai statistik Hausman lebih besar daripada nilai kritis statistik chi-square, maka hipotesis nol akan ditolak, yang berarti estimasi yang tepat untuk regresi data panel adalah metode fixed effects daripada metode random effects.
Model Penelitian Model yang digunakan untuk mengetahui variabel-variabel yang memengaruhi PDRB Jawa Tengah adalah sebagai berikut : ln PDRB 0 1 ln GINVESTit 1 2 ln TEKERit 3 ln IPM it 4 SUit it …………(9)
dimana : 48
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
PDRB
= Produk Domestik Regional Bruto = intersep = koefisien regresi
GINV
= modal/investasi
TEKER
= jumlah tenaga kerja
IPM
= Indeks Pembangunan Manusia
SU
= dummy sektor unggulan
Untuk variabel dummy sektor unggulan ditentukan oleh nilai LQ pada sektor pertanian tiap kabupaten/kota dengan ketentuan sebagai berikut: nilai SU=1 jika memiliki ranking 1 di sektor pertanian dan nilai SU=0 jika tidak unggul di sektor pertanian. untuk semua i = 1,2, ..., 35 dan t = 1,2, ..., 5 dimana t adalah periode penelitian yaitu 20062010, subscript i menandakan kabupaten/kota di Jawa Tengah, dan it adalah error term.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan PDRB Per Kapita Provinsi Jawa Tengah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator yang memengaruhi keberhasilan pembangunan suatu daerah. Kenaikan atau penurunan PDRB menunjukkan bahwa daerah tersebut mengalami peningkatan atau penurunan kegiatan ekonomi dan pembangunan. Sedangkan pertumbuhan ekonomi secara tidak langsung menjadi indikator penting untuk melihat keberhasilan pembangunan di masa yang akan datang. Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa pada tahun 2006-2010 pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah mengalami fluktuasi. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah tertinggi mencapai 5,6 persen terjadi pada tahun 2010, sedangkan pertumbuhan ekonomi terendah terjadi pada tahun 2009 sebesar 4,7 persen. Penurunan pertumbuhan ekonomi ini terjadi karena adanya krisis global tahun 2008 dan dampaknya terjadi goncangan pada perekonomian regional, namun pada tahun 2010 Jawa Tengah berhasil memulihkan kondisi perekonomiannya.
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
49
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2010 6 Pertumbuhan Ekonomi
5.5 5
5.59 5.33
5.6
5.5
4.5 4.7 4 2006
2007
2008 Tahun
2009
2010
Sumber : Badan Pusat Statistik Gambar 2. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2010
Keberhasilan pembangunan dari aspek perekonomian dapat dilihat juga dari besarnya pendapatan per kapita, yang didekati dengan PDRB per kapita. Pada tahun 2006-2010 Kabupaten Kudus memiliki PDRB per kapita paling tinggi dengan rata-rata PDRB per kapita sebesar 15.020.129,00 rupiah. Sedangkan Kabupaten Grobogan memiliki PDRB per kapita terendah yaitu sebesar 2.227.869,00 rupiah. Dengan demikian antar kabupaten/kota di Jawa Tengah masih terjadi ketidakmerataan pendapatan yang diterima setiap orang. Salah satu penyebab rendahnya PDRB per kapita di Grobogan adalah masih banyak penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan, ditunjukkan dengan jumlah penduduk miskin kedua terbanyak di Jawa Tengah. (Lampiran)
Tenaga Kerja Provinsi Jawa Tengah Tenaga kerja yang terampil merupakan potensi sumber daya manusia yang sangat dibutuhkan dalam proses pembangunan. Konsep tenaga kerja mengacu pada BPS yaitu penduduk usia 15 tahun ke atas yang sedang bekerja dan yang memiliki pekerjaan namun sementara tidak bekerja. Jumlah tenaga kerja antar daerah di Jawa Tengah relatif bervariasi setiap tahunnya. Jumlah tenaga kerja di Jawa Tengah cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2006-2010 terdapat 17 kabupaten/kota mengalami peningkatan jumlah tenaga kerja, sedangkan 18 kabupaten/kota lainnya mengalami penurunan. (Lampiran) Jumlah tenaga kerja tertinggi di Jawa Tengah pada tahun 2006 adalah Kabupaten Brebes yaitu sebanyak 775.757 orang dengan persentase sebesar 5,10 persen dari total tenaga kerja yang ada di Jawa Tengah. Begitu pula pada tahun 2010, Kabupaten Brebes masih menjadi penyumbang tenaga kerja yang terbesar yakni sebanyak 812.098 orang atau sebesar
50
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
5,14 persen. Sedangkan daerah yang memiliki kontribusi tenaga kerja paling kecil selama lima tahun adalah Kabupaten Magelang. Pada tahun 2006-2010 tenaga kerja di Jawa Tengah masih didominasi oleh sektor pertanian dengan rata-rata sejumlah 5.777.848 orang. Kemudian disusul oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan rata-rata jumlah pekerja setiap tahunnya sebesar 3.329.493 orang. Sedangkan sektor yang mempunyai tenaga kerja paling sedikit di Jawa Tengah adalah sektor pertambangan, penggalian, dan LGA yang mampu menyerap tenaga kerja dengan rata-rata per tahunnya sebanyak 150.487 orang.
Sumber : Badan Pusat Statistik Gambar 3. Jumlah tenaga kerja tiap sektor di Provinsi Jawa Tengah tahun 2006-2010
Kualitas Sumber Daya Manusia Provinsi Jawa Tengah Kualitas sumber daya manusia di Provinsi Jawa Tengah dilihat dari nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dimiliki oleh setiap wilayah. Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Jawa Tengah memiliki tren naik seperti terlihat pada Gambar 4. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas sumber daya manusia di Jawa Tengah terus-menerus mengalami peningkatan ke arah yang lebih baik, ditinjau dari segi kesehatan, pendidikan, maupun dari segi kehidupan yang layak. Pada tahun 2006, IPM di Jawa Tengah adalah 70,25. Secara berangsur-angsur naik menjadi 70,92 pada tahun 2007; 71,60 pada tahun 2008; 72,10 di tahun 2009; dan mencapai 72,49 di tahun 2010.
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
51
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Sumber : Badan Pusat Statistik Gambar 4. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Jawa Tengah tahun 2006-2010
Secara pasial, jika dilihat dari masing-masing komponen, indikator angka harapan hidup merepresentasikan dimensi umur panjang dan sehat. Pada tahun 2010, angka harapan hidup tertinggi di Jawa Tengah dimiliki oleh Kabupaten Pati, selanjutnya Kabupaten Sragen, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Semarang, dan Kabupaten Wonogiri. Sedangkan angka harapan hidup terendah ada di Pemalang dan Brebes. (Lampiran) Angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah mencerminkan output dari dimensi pengetahuan. Angka melek huruf tertinggi Tahun 2010 di Jawa Tengah dimiliki oleh Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Semarang, dan Kabupaten Temanggung. Sedangkan angka melek huruf terendah ada di Kabupaten Blora dan Wonogiri. Rata-rata lama sekolah tertinggi ada di Kota Surakarta, Kota Magelang, Kota Semarang, Kota Salatiga, dan Kota Pekalongan. Sedangkan rata-rata lama sekolah terendah ada di Kabupaten Blora dan Brebes. Adapun indikator pengeluaran perkapita yang disesuaikan, digunakan untuk mengukur dimensi hidup layak. Tahun 2010 di Jawa Tengah pengeluaran per kapita yang disesuaikan, tertinggi dimiliki Kota Surakarta, Kota Tegal, Kota Magelang, Kabupaten Karanganyar, dan Kota Salatiga. Sedangkan pendapatan per kapita yang disesuaikan, terendah dimiliki Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Sragen.
52
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Sumber : Badan Pusat Statistik (2011) Gambar 5. Indeks Pembangunan Manusia tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah tahun 2010
Pada tahun 2010 IPM tertinggi di Jawa Tengah ditempati oleh Kota Surakarta, kemudian Kota Semarang, berikutnya Kota Magelang dan Kota Salatiga yang memiliki nilai IPM di atas 76. Sementara 28 wilayah lain memiliki IPM antara 70 hingga 75. Tiga wilayah yang memiliki IPM terendah adalah Kabupaten Banjarnegara, Pemalang, dan Brebes, dengan nilai IPM dibawah 70.
Investasi Pemerintah untuk Tiap Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Sumber penerimaan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah. Dana Perimbangan terdiri dari Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak dan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Komposisi dana perimbangan di Jawa Tengah didominasi oleh Dana Alokasi Umum yakni sebesar 18,3 milyar rupiah. Kemudian Dana Bagi Hasil sebesar 2 milyar rupiah dan Dana Alokasi Khusus sebesar 1,9 milyar rupiah. Ketiga komponen Dana Perimbangan ini
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
53
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
merupakan sistem transfer dana dari pemerintah serta merupakan satu kesatuan yang utuh. (Lampiran) DAK merupakan dana yang bersumber dari APBN, yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu pendanaan kegiatan khusus yang merupakan bagian dari prioritas nasional dan merupakan urusan daerah, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah. Pada tahun 2010, daerah yang diberi Dana Alokasi Khusus terbanyak adalah Kabupaten Magelang, kemudian Cilacap, Blora, Banyumas, dan Wonogiri. Sedangkan Dana Alokasi Khusus terkecil diberikan kepada Kota Pekalongan dan Kota Magelang.
Sumber : Bappenas, 2012 Gambar 6. Distribusi dana perimbangan tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah tahun 2010
DAU merupakan dana transfer yang bersifat umum untuk mengatasi masalah ketimpangan horizontal (antar daerah) dengan tujuan utama pemerataan kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan 54
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
potensi daerah. DAU suatu daerah ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) suatu Daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity). Alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar tetapi kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil. Sebaliknya, daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskal besar akan memperoleh alokasi DAU relatif besar. Secara implisit, prinsip tersebut menegaskan fungsi DAU sebagai faktor pemerataan kapasitas fiskal.Tahun 2010 Dana Alokasi Umum terbanyak diberikan kepada Kabupaten Cilacap, kemudian Brebes, Klaten, Banyumas, dan Kebumen. Sedangkan daerah yang mendapatkan Dana Alokasi Umum terendah adalah Kota Tegal dan Kota Salatiga. Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak merupakan bagian dana perimbangan untuk mengatasi masalah ketimpangan vertikal (antara Pusat dan Daerah) yang dilakukan melalui pembagian hasil antara Pemerintah Pusat dan Daerah penghasil, dari sebagian penerimaan perpajakan. Dana Bagi Hasil Tahun 2010 terbanyak diberikan kepada Kota Semarang, kemudian Kabupaten Cilacap, Kota Surakarta, Kabupaten Kudus, dan Blora. Sedangkan daerah yang diberikan Dana Bagi Hasil terkecil adalah Kota Salatiga dan Kota Magelang. Secara keseluruhan, total dana perimbangan terbesar diberikan kepada Kabupaten Cilacap, kemudian Kota Semarang, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Brebes, dan Kabupaten Klaten. Sementara daerah yang mendapat dana perimbangan paling kecil adalah Kota Magelang dan Kota Salatiga.
Analisis Pengaruh Beberapa Variabel Independen terhadap PDRB Setelah dilakukan pengujian untuk memilih model yang terbaik, maka diperoleh model yang tepat adalah model fixed effects dengan struktur varians-covarians residual bersifat heterososkedastik dan tidak ada cross sectional correlation. Berdasarkan model estimasi regresi data panel yang terbentuk (Tabel 7), diperoleh nilai Adjusted R-squared sebesar 0,99986. Nilai Adjusted R-squared menunjukkan bahwa variabel-variabel independen mampu menjelaskan variasi PDRB kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah sebesar 99,986 persen. Dari hasil pengujian statistik menggunakan uji F, jika dilihat dari nilai p-value dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama keempat variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan PDRB pada taraf nyata 5 persen. Untuk melihat pengaruh secara parsial maka dilakukan pengujian dengan menggunakan statistik uji t. Dilihat dari nilai p-value yang dihasilkan, maka dapat disimpulkan bahwa dari empat variabel yang dimasukkan ke dalam model, hanya ada dua variabel yang berpengaruh signifikan secara statistik pada α = 5 persen. TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
55
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Koefisien yang dihasilkan model terbaik di atas telah sesuai dengan teori ekonomi yang dikemukakan sebelumnya bahwa terdapat hubungan yang positif antara investasi tahun sebelumnya dan kualitas sumber daya manusia terhadap persentase perubahan Produk Domestik Regional Bruto tahun t. Sedangkan variabel tenaga kerja dan variabel dummy sektor unggulan menunjukkan nilai yang tidak signifikan secara statistik dalam penelitian ini. Namun, dalam konteks perekonomian, sebenarnya kedua variabel tersebut ikut berperan serta dalam memberikan perubahan terhadap PDRB.
Tabel 7. Ringkasan hasil estimasi model fixed effects dengan cross section weight pada LNPDRB Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 9.277005 0.110667 83.82839 0.0000 LNGINVEST?(-1) 0.173990 0.017063 10.19694 0.0000 LNTEKER? -0.003275 0.003960 -0.826837 0.4103 IPM? 0.065269 0.002698 24.19303 0.0000 SU? -0.000622 0.006376 -0.097527 0.9225 Fixed Effects (Cross) _3301--C _3319--C 1.252505 1.246151 _3302--C _3320--C 0.191403 0.155626 _3303--C _3321--C -0.303858 -0.155080 _3304--C _3322--C -0.048418 0.333801 _3305--C _3323--C -0.138222 -0.473526 _3306--C _3324--C -0.164929 0.538181 _3307--C _3325--C -0.476946 -0.225459 _3308--C _3326--C 0.131965 0.001404 _3309--C _3327--C 0.266581 0.145516 _3310--C _3328--C 0.180713 0.120240 _3311--C _3329--C 0.248298 0.671305 _3312—C _3371--C -0.124056 -1.357546 _3313—C _3372--C 0.373189 0.008675 _3314—C _3373--C -0.061252 -1.511347 _3315—C _3374--C -0.027163 1.391307 _3316—C _3375--C -0.410183 -0.563891 _3317—C _3376--C -0.379474 -1.007271 _3318—C 0.171761 Ringkasan Statistik R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
56
0.999861 0.999809 0.012158 19121.30 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
24.32227 19.18786 0.014929 1.934068
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Mengingat bahwa variabel investasi tahun sebelumnya, dan tenaga kerja merupakan nilai logaritma natural, maka nilai koefisien regresi menunjukkan besarnya pengaruh perubahan persentase investasi tahun sebelumnya dan perubahan persentase tenaga kerja terhadap perubahan persentase Produk Domestik Regional Bruto, atau dapat dinyatakan sebagai elastisitas variabel independen terhadap variabel dependennya. Sementara variabel IPM sudah dalam bentuk persentase sehingga nilai koefisien regresinya menunjukkan besarnya pengaruh IPM terhadap persentase perubahan PDRB. Interpretasi dari intersep terbesar yaitu jika tidak ada pengaruh dari semua variabel bebas, maka Kota Semarang memiliki kenaikan PDRB terbesar, yakni sebesar 10,668 persen. Sedangkan makna dari intersep yang terkecil yaitu jika tidak ada pengaruh dari variabel bebas, maka Kota Salatiga memiliki kenaikan PDRB terkecil, yakni sebesar 7,766 persen. Persamaan model terbaik regresi data panel dapat ditulis sebagai berikut : ̂
Keterangan : *)tidak signifikan pada taraf nyata 5 persen.
Pengaruh Persentase Perubahan Investasi terhadap Persentase Perubahan Produk Domestik Regional Bruto Berdasarkan hasil regresi data panel, perubahan persentase investasi di tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap perubahan persentase PDRB pada tahun t. Pemakaian lag pada variabel investasi ini mengindikasikan bahwa dampak dari investasi baru dirasakan setahun setelah investasi tersebut dialokasikan ke masing-masing daerah. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan sebelumnya bahwa terdapat hubungan yang positif antara investasi terhadap Produk Domestik Regional Bruto. Oleh karena itu, peningkatan investasi diharapkan tidak hanya pada daerah-daerah yang sudah maju karena memiliki sarana prasarana yang lebih lengkap, namun pada daerah-daerah yang tertinggal juga perlu ditingkatkan investasinya dengan memberikan insentif investasi serta meningkatkan sarana dan prasarana yang diperlukan dalam investasi. Pengaruh terbesar diberikan oleh variabel investasi dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,17399. Artinya, setiap kenaikan 1 persen investasi tahun sebelumnya akan mengakibatkan kenaikan PDRB di tahun t sebesar 0,17399 persen, dengan asumsi variabel lainnya ceteris paribus.
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
57
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia terhadap Persentase Perubahan Produk Domestik Regional Bruto Berdasarkan model persamaan regresi data panel, variabel IPM memberikan pengaruh yang positif terhadap PDRB. Ini mengindikasikan bahwa setiap peningkatan kualitas sumber daya manusia yang tercermin dari IPM akan meningkatkan PDRB. Koefisien regresi antara IPM dan perubahan PDRB sebesar 0,0653. Setiap kenaikan IPM 1 satuan akan meningkatkan PDRB sebesar 0,0653 persen, dengan asumsi variabel lain ceteris paribus. Walaupun sumbangan IPM tidak sebesar kontribusi yang diberikan oleh investasi dari pemerintah, namun IPM memberikan kontribusi yang positif terhadap PDRB. Dengan demikian, sangat diperlukan usaha untuk dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sehingga produktivitas tenaga kerja dapat meningkat dan pada akhirnya dapat memberikan perubahan yang lebih baik pada pembangunan ekonomi di daerah tersebut.
V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pada tahun 2010 Jawa Tengah memiliki 21 kabupaten/kota berpotensi di sektor pertanian, 14 kabupaten/kota di sektor pertambangan, 5 kabupaten/kota di sektor industri, 15 kabupaten/kota di sektor energi, 13 kabupaten/kota di sektor konstruksi, 11 kabupaten/kota di sektor perdagangan, 14 kabupaten/kota di sektor transportasi dan komunikasi, 16 kabupaten/kota di sektor keuangan, dan 23 kabupaten/kota memiliki potensi di sektor jasa. Secara umum, pola dan karakteristik perekonomian di provinsi Jawa Tengah tidak mengalami banyak perubahan. Pada tahun 2010, perubahan investasi pemerintah tahun sebelumnya, perubahan tenaga kerja, IPM, dan variabel dummy sektor unggulan secara bersama-sama berpengaruh terhadap perubahan PDRB di wilayah Jawa Tengah. Namun secara parsial, variabel yang berpengaruh secara signifikan hanya investasi pemerintah tahun sebelumnya dan IPM yang memiliki pengaruh positif terhadap perubahan PDRB. Artinya, peningkatan investasi dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah di tahun sebelumnya dapat meningkatkan PDRB di Jawa Tengah. Demikian pula dengan IPM, semakin baik kualitas sumber daya manusia, maka PDRB di Jawa Tengah juga akan semakin meningkat. Perubahan tenaga kerja yang tidak signifikan dan berpengaruh negatif terhadap perubahan PDRB di Jawa Tengah disebabkan karena pertumbuhan penduduk yang lebih besar sehingga kenaikan jumlah tenaga kerja tidak sebanding dengan pertumbuhan tingkat kesempatan kerja.
58
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Saran Perlu ditingkatkan pembangunan sektor-sektor potensial yang telah menjadi sektor basis di masing-masing daerah. Dengan banyaknya daerah yang bersektor basis pada sektor pertanian, pemerintah kabupaten/kota dapat mengembangkan dan lebih memperbaiki pengelolaan agribisnis dan agroindustri yang telah ada sehingga dapat menciptakan keterkaitan sektoral terutama dengan sektor industri pengolahan yang memiliki kontribusi lebih besar di dalam perekonomian di Provinsi Jawa Tengah. Untuk dapat bersaing dengan daerah lainnya, diperlukan SDM dengan kualitas memadai.
Pelayanan
kesehatan
masyarakat
harus
terus
ditingkatkan.
Pemerintah
kabupaten/kota dapat menambah fasilitas tenaga medis dan puskesmas di tiap kecamatan agar akses masyarakat untuk kesehatan lebih mudah dan terjangkau. Pendidikan dirasa sangat penting karena pendidikan yang baik akan menghasilkan tenaga kerja yang terdidik dan terlatih sehingga dapat membuka peluang kerja yang lebih lebar. Dengan demikian diharapkan ketimpangan yang terjadi dapat diatasi. Pemerintah kabupaten/kota dapat menambahkan anggaran untuk pendidikan formal, misalnya dengan menambah beasiswa untuk siswa berprestasi namun berasal dari keluarga kurang mampu. Selain itu, dapat pula memperbanyak penyelenggaraan pendidikan non formal, dengan mengadakan pelatihan maupun kursus atau pemberian pendidikan dan pelatihan (diklat) yang diarahkan untuk meningkatkan kemandirian ekonomi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA Baltagi, H Badi. 2005. Econometrics (4th Ed). England : Jhon Wiley & Sons Ltd. Bappeda. (2007). Evaluasi Rencana Strategis, Perbaikan atas Perda No.11 Tahun 2003, tanggal 30 Maret 2007 (Renstra) Provinsi Jawa Tengah 2003-2008. Semarang : Bagian Penerbitan Bappeda Provinsi Jawa Tengah. Gujarati, Damodar. (2004). Basic Econometric (4th Edition). USA : Mc Graw-Hill International. Kuncoro, Mudrajad. (2001). Metode Kuantitatif (Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi) Edisi Pertama. Yogyakarta : UPP AMP YKPN. Pyndick, Robert S and Daniel L. Rubinfield. (1998). Econometric Models and Economic Forecast. USA: McGraw-Hill International, New York. Simanjuntak, Payaman J. (2001). Pengantar Ekonomi Sumbern Daya Manusia. Jakarta : Fakultas Ekonomi UI.
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
59
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Sjafrizal. (1997). Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah Indonesia Bagian Barat. Jakarta: Jurnal Buletin Prisma. Sjafrizal. (2008). Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Padang : Baduose Media. Tarigan, Robinson. (2005). Perencanaan Pembangunan Wilayah Edisi Revisi. Jakarta : Bumi Aksara. Tarigan, Robinson. (2005). Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi : Edisi Revisi. Jakarta : Bumi Aksara.
60
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
LAMPIRAN Tabel 2. PDRB ADHB, jumlah penduduk, dan PDRB per kapita tiap kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
PDRB ADHB Tanpa Migas (Juta Rupiah) Cilacap 39.460.153,36 Banyumas 10.335.939,04 Purbalingga 5.770.135,41 Banjarnegara 6.701.471,72 Kebumen 6.484.032,52 Purworejo 6.466.891,29 Wonosobo 3.927.280,90 Magelang 8.022.322,50 Boyolali 8.101.684,49 Klaten 11.272.386,97 Sukoharjo 9.911.509,17 Wonogiri 6.444.585,26 Karanganyar 9.224.224,85 Sragen 6.746.778,80 Grobogan 6.499.594,27 Blora 4.285.966,96 Rembang 4.968.635,30 Pati 9.385.510,68 Kudus 31.463.806,80 Jepara 9.118.487,15 Demak 5.932.795,43 Semarang 11.071.609,32 Temanggung 5.069.020,30 Kendal 10.776.650,88 Batang 5.268.572,82 Pekalongan 7.230.832,36 Pemalang 8.062.292,27 Tegal 7.936.028,74 Brebes 14.629.929,68 Kota Magelang 2.105.226,13 Kota Surakarta 9.941.136,57 Kota Salatiga 1.849.275,56 Kota Semarang 43.398.190,77 Kota Pekalongan 3.804.009,63 Kota Tegal 2.635.244,11 Sumber : Jawa Tengah dalam Angka 2011 Kabupaten/Kota
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
Jumlah Penduduk 1.642.107 1.554.527 848.952 868.913 1.159.926 695.427 754.883 1.181.723 930.531 1.130.047 824.238 928.904 813.196 858.266 1.308.696 829.728 591.359 1.190.993 777.437 1.097.280 1.055.579 930.727 708.546 900.313 706.764 838.621 1.261.353 1.394.839 1.733.869 118.227 499.337 170.332 1.555.984 281.434 239.599
PDRB Perkapita (Rupiah) 24.030.196,18 6.648.928,61 6.796.774,62 7.712.477,22 5.590.039,81 9.299.166,25 5.202.502,77 6.788.665,79 8.706.517,56 9.975.148,79 12.025.057,29 6.937.837,77 11.343.175,38 7.860.941,48 4.966.466,06 5.165.508,41 8.402.062,54 7.880.407,93 40.471.198,05 8.310.082,34 5.620.418,21 11.895.657,18 7.154.116,03 11.969.893,67 7.454.500,82 8.622.288,69 6.391.781,10 5.689.566,14 8.437.736,46 17.806.644,25 19.908.672,04 10.856.888,66 27.891.154,90 13.516.524,76 10.998.560,55
61
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Tabel 3. PDRB per kapita kabupaten/kota Provinsi di Jawa Tengah tahun 2006-2010 No Kabupaten/Kota 2006 2007 2008 2009 2010 1 Cilacap 6.551.252 6.863.610 7.185.351 7.548.193 7.915.519 2 Banyumas 2.522.061 2.646.187 2.774.945 2.914.070 2.994.245 3 Purbalingga 2.471.848 2.608.376 2.725.908 2.865.437 2.975.283 4 Banjarnegara 2.764.666 2.888.146 3.012.254 3.146.755 3.324.296 5 Kebumen 2.045.176 2.127.930 2.238.240 2.313.536 2.539.670 6 Purworejo 3.405.066 3.602.377 3.789.442 3.962.525 4.337.763 7 Wonosobo 2.155.371 2.225.669 2.297.799 2.380.451 2.502.121 8 Magelang 2.952.887 3.085.090 3.212.407 3.337.322 3.483.380 9 Boyolali 3.879.945 4.018.559 4.155.036 4.343.873 4.565.187 10 Klaten 3.777.233 3.893.060 4.031.026 4.187.981 4.285.881 11 Sukoharjo 5.064.096 5.284.141 5.492.630 5.706.628 6.039.837 12 Wonogiri 2.583.604 2.710.930 2.819.122 2.945.692 3.221.855 13 Karanganyar 5.504.414 5.778.118 6.032.191 6.313.912 6.704.946 14 Sragen 2.852.484 3.010.445 3.171.902 3.353.104 3.575.656 15 Grobogan 2.034.814 2.110.729 2.206.649 2.301.168 2.485.985 16 Blora 2.100.600 2.177.959 2.291.493 2.399.197 2.549.474 17 Rembang 3.374.785 3.491.053 3.636.670 3.781.763 3.862.232 18 Pati 3.235.894 3.396.703 3.552.462 3.707.476 3.845.407 19 Kudus 14.231.868 14.510.594 14.859.825 15.226.547 16.271.813 20 Jepara 3.359.013 3.467.372 3.566.052 3.687.309 3.891.675 21 Demak 2.525.409 2.611.077 2.695.119 2.781.726 2.861.767 22 Semarang 5.221.745 5.410.191 5.573.832 5.750.000 5.974.418 23 Temanggung 2.964.448 3.058.053 3.135.698 3.233.211 3.400.466 24 Kendal 4.790.744 4.930.585 5.065.556 5.270.495 5.990.101 25 Batang 2.990.898 3.082.849 3.178.990 3.280.706 3.342.675 26 Pekalongan 3.234.705 3.357.724 3.487.396 3.606.741 3.851.980 27 Pemalang 2.130.821 2.202.651 2.285.280 2.366.919 2.739.688 28 Tegal 2.100.702 2.212.591 2.321.422 2.435.800 2.600.442 29 Brebes 2.577.758 2.685.422 2.794.524 2.913.948 3.176.366 30 Kota Magelang 6.922.286 7.157.812 7.382.797 7.622.124 9.376.908 31 Kota Surakarta 7.930.485 8.316.547 8.699.634 9.121.279 10.221.326 32 Kota Salatiga 4.392.164 4.537.407 4.663.212 4.771.289 5.360.238 33 Kota Semarang 11.658.924 12.187.352 12.676.256 13.158.220 13.731.387 34 Kota Pekalongan 6.450.898 6.658.330 6.858.912 7.139.416 7.415.999 35 Kota Tegal 4.411.430 4.625.357 4.850.637 5.081.935 5.348.638 Sumber : BPS, data diolah
62
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Tabel 4. Jumlah tenaga kerja per kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2006-2010 No Kabupaten/Kota 2006 1 Cilacap 623337 2 Banyumas 633495 3 Purbalingga 368613 4 Banjarnegara 404700 5 Kebumen 498905 6 Purworejo 341982 7 Wonosobo 368456 8 Magelang 593600 9 Boyolali 509602 10 Klaten 557425 11 Sukoharjo 412009 12 Wonogiri 518820 13 Karanganyar 401629 14 Sragen 436506 15 Grobogan 665852 16 Blora 441007 17 Rembang 262880 18 Pati 567496 19 Kudus 415629 20 Jepara 505710 21 Demak 489526 22 Semarang 472533 23 Temanggung 371685 24 Kendal 465682 25 Batang 306552 26 Pekalongan 403380 27 Pemalang 576489 28 Tegal 604518 29 Brebes 775757 30 Kota Magelang 57164 31 Kota Surakarta 234330 32 Kota Salatiga 73038 33 Kota Semarang 633308 34 Kota Pekalongan 115847 35 Kota Tegal 103469 Jawa Tengah 15210931 Jumlah Penduduk 32177730 Rasio Tenaga 47,3 Kerja (persen) Sumber : Badan Pusat Statistik
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
2007 717158 663991 391558 448081 583982 369993 386257 636038 530864 584022 426623 539364 434400 472881 728345 470679 295457 608257 413132 538251 529853 471179 395799 529205 348619 415685 597939 664440 818710 55670 260680 767775 663053 125564 107554 16991058 32380279
2008 667795 658221 381458 435466 541525 340338 366045 592811 505189 568190 411496 525547 425444 449446 662039 432057 280904 571512 415136 498129 500484 473928 367563 482124 328391 393764 546418 608179 759391 54554 251101 77273 658729 127853 105158 15463658 32626390
52,47
47,40
2009 2010 689485 688049 680460 733609 401829 418945 430667 452617 557099 537808 341263 341033 380776 381326 600436 629239 512634 506987 577901 548672 414058 400526 550876 495295 417838 427435 466332 463749 720700 688296 457502 441334 302260 304638 590171 581998 406909 394361 533446 536754 494917 492570 470675 502705 372741 396063 489173 447120 322932 353214 412482 401931 567795 515127 590539 585618 760430 812098 56107 53719 246768 235998 78668 73329 703602 724687 133326 134984 102585 107613 15835382 15809447 32864563 32382657 48,18
48,8
63
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Tabel 5. Komponen penyusun Indeks Pembangunan Manusia di Jawa Tengah tahun 2010 No 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Kabupaten/Kota AHH AMH RLS Cilacap 70,82 90,28 6,85 Banyumas 69,72 93,98 7,73 Purbalingga 70,19 93,48 7,18 Banjarnegara 69,04 88,43 6,33 Kebumen 69,32 90,74 6,87 Purworejo 70,52 91,51 7,75 Wonosobo 69,98 90,47 6,27 Magelang 70,12 91,35 7,26 Boyolali 70,37 85,97 7,37 Klaten 71,50 89,90 8,27 Sukoharjo 70,23 90,69 8,36 Wonogiri 72,28 82,18 6,32 Karanganyar 72,20 86,91 7,39 Sragen 72,56 84,36 6,99 Grobogan 69,73 90,36 6,76 Blora 71,34 83,19 6,25 Rembang 70,13 91,17 6,85 Pati 72,83 86,42 6,95 Kudus 69,62 93,71 8,11 Jepara 70,85 93,09 7,40 Demak 71,24 91,36 7,59 Semarang 72,47 93,62 7,75 Temanggung 72,54 95,94 7,01 Kendal 68,44 89,15 6,91 Batang 70,11 88,09 6,71 Pekalongan 69,01 92,05 6,66 Pemalang 67,68 90,76 6,49 Tegal 68,79 89,26 6,56 Brebes 67,67 86,14 5,70 Kota Magelang 70,22 97,25 10,21 Kota Surakarta 72,16 96,68 10,32 Kota Salatiga 71,03 96,50 9,94 Kota Semarang 72,13 96,44 9,98 Kota Pekalongan 70,32 95,68 8,66 Kota Tegal 68,74 94,88 8,25 Jawa Tengah 71,40 89,95 7,24 Sumber : Badan Pusat Statistik Keterangan : AHH : Angka Harapan Hidup (tahun) AMH : Angka Melek Huruf (persen) RLS : Rata-rata Lama Sekolah (tahun) PPD : Pendapatan Per kapita Disesuaikan (ribu rupiah) IPM : Indeks Pembangunan Manusia
64
PDD 634,50 634,52 631,04 634,04 635,81 634,97 629,76 636,96 632,00 644,21 646,94 647,21 647,94 628,04 631,25 642,36 641,28 646,15 636,90 632,48 632,22 634,97 635,01 637,09 630,11 639,95 635,26 639,95 634,36 649,52 652,43 647,54 646,94 640,55 650,72 637,27
IPM 71,73 72,60 72,07 69,91 71,12 72,55 70,52 72,08 70,72 73,83 73,57 71,33 73,19 71,00 70,83 70,61 72,07 72,96 72,95 72,64 72,58 74,10 74,11 70,41 70,41 71,40 69,89 70,59 68,20 76,60 77,86 76,53 77,11 74,47 73,89 72,49
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Tabel 6. Komposisi dana perimbangan tiap kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010 (Juta Rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Kabupaten Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak Semarang Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Jawa Tengah Sumber : Bappenas, 2012
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
DAK 100,844 76,326 44,809 60,954 65,819 56,528 55,333 100,912 55,664 70,542 49,453 72,348 55,095 51,645 67,472 82,515 48,878 66,73 30,502 64,454 56,535 51,31 46,794 58,545 46,457 63,846 61,66 59,003 66,824 17,73 29,118 21,182 30,292 20,788 24,69 1931,597
DAU 793,267 720,191 464,789 506,783 642,798 528,061 442,37 604,522 587,574 726,234 516,588 616,996 520,919 561,675 617,827 487,917 411,435 620,577 463,013 529,581 493,497 508,915 438,091 520,677 414,494 490,039 619,896 640,042 738,27 260,113 428,249 238,069 640,186 266,793 244,581 18305,03
DBH 238,764 63,308 34,706 38,45 41,101 34,819 34,681 43,615 38,969 48,144 53,957 34,125 48,661 36,422 52,486 79,412 36,451 47,029 80,794 48,625 39,677 47,732 31,783 43,941 33,202 32,325 44,636 47,877 50,364 20,884 83,074 25,127 308,1 29,033 29,683 2001,957
TOTAL 1132,875 859,825 544,304 606,187 749,718 619,408 532,384 749,049 682,207 844,92 619,998 723,469 624,675 649,742 737,785 649,844 496,764 734,336 574,309 642,66 589,709 607,957 516,668 623,163 494,153 586,21 726,192 746,922 855,458 298,727 540,441 284,378 978,578 316,614 298,954 22238,58
65
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
DAMPAK PERUBAHAN STRATEGI INDUSTRIALISASI DALAM PEREKONOMIAN JAWA TIMUR TAHUN 2010 (Implementasi Strategi ADLI terhadap ELI) Husnul Chotimah Abstract East Java is a province that has high economic growth, percentage of poverty, and income inequality. Industrialization was a policy implemented by the local government to overcome poverty problems and income inequality. It was because ELI strategy had been adopted more than a decade ago but still unable to cope with the inequality problem on economic development that there is a discourse to transform industrialization strategy into ADLI. This study aims to analyze the importance of the agricultural sector in East Java; the impact of the ADLI strategy simulation on output, NTB, and income; the elasticity of agricultural investment for output, NTB, and income; as well as clustering sector based on the impact from ADLI simulation. The analytical method used in this study was supply and use table analysis; Pearson correlation; and cluster analysis. Supply and use table analysis indicated that the agricultural sector plays a major role in the regional economy of East Java, ADLI strategies have a positive impact in the creation of output and income. The elasticity of output and income are not much different so it will not cause a conflict between development goals. Hierarchical cluster method result shows that the data can be divided into 3 clusters. Out of 3 cluster, the first cluster having the biggest average impact difference for about 0.2201%. Keywords: ADLI, ELI, agriculture, supply and use table I.
PENDAHULUAN
Jawa Timur merupakan provinsi di Indonesia yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi juga memiliki persentase kemiskinan dan ketimpangan pendapatan yang tinggi pula. Pada tahun 2000 hingga 2010, laju pertumbuhan ekonomi di provinsi ini terus mengalami peningkatan yang signifikan dan mempunyai rata-rata pertumbuhan 5,82 persen tiap tahunnya. Namun apabila dikaji berdasarkan indikator sosial, Jawa Timur belum bisa menghilangkan predikat sebagai tiga besar provinsi yang memiliki jumlah dan persentase penduduk miskin tertinggi di Pulau Jawa. Kesejahteraan petani juga menunjukkan hal yang tidak memuaskan, dari tahun ke tahun Nilai Tukar Petani (NTP) sebagai indikator kesejahteraan petani pedesaan memiliki nilai yang cenderung rendah. Faktor inilah yang menyebabkan masih tingginya jumlah dan persentase penduduk miskin, mengingat mayoritas penduduk Jawa Timur bergantung dan bermata pencaharian pada sektor pertanian. Roosgandha E.M. dan Valeriana Darwis (2000) menyebutkan bahwa lebih dari 50 persen penduduk miskin di Jawa Timur berpenghasilan utama dari sektor pertanian.
66
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Industrialisasi merupakan kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah Jawa Timur dalam mengatasi masalah kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Sama halnya dengan program pembangunan, industrialisasi juga mempunyai strategi-strategi dalam pelaksanaannya. Tiga strategi yang dapat diterapkan dalam suatu industrialisasi adalah strategi Import Substitution Industrialization (ISI), strategi Export Led Industrialization (ELI), dan strategi Agricultural Demand Led Industrialization (ADLI). Industrialisasi Jawa Timur mulai aktif dilaksanakan sejak tahun 1995 dengan menerapkan ELI sebagai strateginya (Rokimah, 2004). Strategi ELI yang diterapkan selama lebih dari satu dasawarsa ternyata belum mampu mengatasi masalah ketidakmerataan pembangunan ekonomi dan hanya terkonsentrasi di kawasan industri Gerbangkertosusilo. Melihat banyaknya masalah-masalah kesejahteraan masyarakat yang belum bisa terselesaikan dengan industrialisasi strategi ELI, Jawa Timur mempunyai wacana untuk mengubah strategi industrialisasinya menjadi strategi ADLI. Hal ini tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2009, yang diarahkan untuk tujuan Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005-2025. Strategi ADLI dipandang efektif dilakukan karena dominasi 74,11 persen wilayah Jawa Timur dibudidayakan untuk sektor pertanian. Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah menganalisis tingkat kepentingan sektor pertanian berdasarkan perubahan angka pengganda output pada sektor-sektor dalam perekonomian Jawa Timur. Kedua, menganalisis dampak dari simulasi strategi ADLI terhadap penciptaan output, NTB (Nilai Tambah Bruto), dan pendapatan. Tujuan ketiga adalah menganalisis elastisitas investasi pertanian terhadap penciptaan output, NTB (Nilai Tambah Bruto), dan pendapatan di Jawa Timur. Tujuan keempat adalah menganalisis pengelompokan sektor berdasarkan dampak dari adanya simulasi strategi ADLI.
II.
KAJIAN PUSTAKA
Industrialisasi merupakan upaya membangun sektor industri pengolahan secara terus menerus untuk menciptakan nilai tambah yang lebih efisien, membuka semakin luas kesempatan kerja, dan memberi sumbangan devisa yang berarti (Tambunan, 2009, Hal. 41). Strategi Export Led Industrialization (ELI) adalah strategi yang berprinsip pada outward looking dimana lebih berorientasi ke pasar internasional dalam usaha mengembangkan industri di dalam negeri (Rokimah,2004). Susilowati (2008) menyatakan bahwa ELI diterapkan di Indonesia pada periode setelah ISI, dimana mengandalkan modal asing sebagai
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
67
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
penggerak pertumbuhan. Strategi ELI ternyata mampu memperlebar kesenjangan antara sektor pertanian dengan nonpertanian serta rentan terhadap perubahan nilai tukar. Strategi Agricultural Demand Led Industrialization (ADLI) merupakan strategi pembangunan pertanian yang memanfaatkan kekuatan permintaan rumah tangga pedesaan atau sektor pertanian dalam rangka meningkatkan barang industri. Produktivitas yang tinggi akan menyebabkan permintaan konsumsi dalam negeri naik dan mendorong tumbuhnya sektor industri ataupun sektor-sektor lain yang terkait. Esensi strategi ADLI adalah meningkatkan investasi ke sektor pertanian untuk meningkatkan produktivitas pertanian, dengan menekankan pada tanaman pangan dibandingkan dengan tanaman ekspor, dan menekankan pada pertanian skala kecil dan menengah dibandingkan dengan skala besar (Adelman dalam Susilowati,2008). Mengacu pada teori keterkaitan dimana keterkaitan ke belakang meransang investasi pada industri yang mensuplai input dan keterkaitan ke depan mendorong investasi untuk tahapan produksi lebih lanjut, peningkatan produktivitas pertanian melalui keterkaitannya akan menstimulus permintaan input pertanian (pupuk, pestisida, dan benih unggul) dan barang-barang kapital (jaringan irigasi, mesin pertanian, transportasi, dan infrastruktur lain) serta permintaan tenaga kerja yang juga akan menciptakan kesempatan kerja pada sektor non pertanian dan jasa. Berkaitan dengan hal tersebut, agroindustri muncul sebagai sektor yang merupakan implementasi dari strategi ADLI dan perlu dikembangkan di Indonesia. Kegiatan agroindustri umumnya bersifat resource-based industry, yaitu kegiatan ekonomi yang mendasarkan hasil produksinya pada sumber daya, khususnya sumber daya alam. Potensi sumber daya alam Indonesia jika dimanfaatkan dengan efisien akan menghasilkan produk dengan keunggulan komparatif dan kompetitif yang dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik maupun internasional.
Susilowati
(2008)
menyatakan
bahwa
keberhasilan
strategi
ADLI
mensyaratkan asumsi bahwa adanya keterkaitan yang kuat antarsektor, termasuk keterkaitan antara sektor industri dan sektor pertanian dimana suplai produk pertanian dan industri bersifat responsif.
III.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada semua sektor ekonomi di Jawa Timur dengan menitikberatkan pada sektor pertanian dan industri pengolahan. Periode penelitian yang digunakan adalah tahun 1995-2010. Namun karena keterbatasan data yang ada, maka untuk analisis simulasi tabel input-output akan dibahas untuk tahun 2010. Data yang digunakan berupa data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) meliputi PDRB atas dasar harga 68
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
berlaku menurut lapangan usaha triwulanan (1995-2010), PDRB atas dasar harga berlaku menurut penggunaan dan lapangan usaha tahunan (2010) serta Tabel Input-Output Provinsi Jawa Timur periode tahun 2006 klasifikasi 110 sektor. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari analisis deskriptif dan inferensia. Tabel utama yang digunakan dalam analisis deskriptif adalah Tabel I-O Updating 2010 dengan klasifikasi 87 sektor. Metode ekstraksi adalah metode yang digunakan untuk mengetahui tingkat kepentingan sektor pertanian dalam perekonomian Jawa Timur. Berapa besar dampak total output dan pendapatan yang hilang apabila sektor pertanian mengalami degradasi dalam kontribusinya atau bahkan menghilang (extract out) dari perekonomian Jawa Timur. Mekanisme kerja metode ekstraksi dilakukan dengan mengubah koefisien teknologi, yaitu dengan menghilangkan baris dan kolom sektor pertanian dalam Tabel Input-Output Jawa Timur atau dengan kata lain koefisien teknologi sektor pertanian dipaksa bernilai nol. Analisis metode ekstraksi ini dapat dilihat dari selisih angka pengganda output setiap sektor dalam perekonomian Jawa Timur sebelum dan sesudah ter-ekstraksi sehingga dari selisih angka pengganda tersebut dapat dinilai tingkat kepentingan sektor pertanian dalam perekonomian Jawa Timur. Selisih angka pengganda output : Oj_awal – Oj_ekstraksi = ∑
∑
(1)
keterangan: bij = dampak yang terjadi terhadap output sektor-i akibat perubahan permintaan akhir sektor-j Oj = angka pengganda output sektor -j Merujuk pada esensinya, pelaksanaan strategi ADLI dapat diterapkan dengan meningkatkan investasi ke sektor pertanian untuk meningkatkan produktivitasnya. Oleh karena itu, simulasi besaran investasi pada sektor pertanian dapat digunakan untuk melihat dampak strategi ADLI dalam penciptaan output, nilai tambah bruto dan pendapatan dalam perekonomian Jawa Timur. Analisis simulasi dilakukan dengan skenario injeksi variabel eksogen investasi yang terdiri dari PMTB (303) dan perubahan stok (304). Pemberian shock investasi dilakukan dengan memberikan tambahan investasi sebesar 10 persen dari total investasi pada sektor pertanian. Peningkatan investasi sebesar 10 persen tersebut dialokasikan secara proporsional pada PMTB dan perubahan stok sektor pertanian sehingga terbentuk
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
69
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
kerangka permintaan akhir baru yang nantinya digunakan dalam analisis dampak dalam penciptaan output, nilai tambah bruto, dan pendapatan Analisis dampak output dapat dihitung dengan rumusan: XFD = (I-A)-1 (F-M)
(2)
Atau XFD = (I-A)-1 Fd keterangan: XFD = dampak output A = permintaan antara (I-A)-1 = matrik Leontief invers F = permintaan akhir M = impor
Analisis dampak NTB dapat dihitung dengan rumusan: V= ̂X
(3)
keterangan: V= matrik NTB ̂ = matrik diagonal koefisien NTB X = (I-A)-1 Fd atau (I-A)-1 F Bila dilihat secara rinci, isian sel-sel diagonal ̂ adalah NTB sektor yang bersangkutan dibagi dengan outputnya sedangkan sel-sel di luar diagonal adalah 0
̂= [
]
keterangan: vi = Analisis dampak pendapatan dapat dihitung dengan rumusan: H= ̂ X
(4)
keterangan: H = matrik NTB ̂ = matrik diagonal koefisien Upah dan Gaji X = (I-A)-1 Fd atau (I-A)-1 F
70
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Isian sel-sel diagonal ̂ adalah upah dan gaji sektor yang bersangkutan dibagi dengan outputnya sedangkan sel-sel di luar diagonal adalah 0
̂= [
]
keterangan: = Keberhasilan strategi ADLI mensyaratkan asumsi bahwa adanya keterkaitan yang kuat antarsektor, termasuk keterkaitan antara sektor industri dan sektor pertanian dimana suplai produk pertanian dan industri bersifat responsif (Susilowati, 2008). Koefisien korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara sektor pertanian dan sektor industri pengolahan dengan menggunakan data utama berupa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha triwulanan Provinsi Jawa Timur periode tahun 1995-2010. Penelitian ini juga menggunakan analisis cluster untuk mengelompokkan sektorsektor ekonomi berdasarkan dampak setelah simulasi ADLI. Tujuan utama dari analisis cluster adalah mengelompokkan objek-objek berdasarkan kesamaan karakteristik di antara objek-objek tersebut. Objek tersebut akan diklasifikasikan ke dalam satu atau beberapa cluster sehingga objek-objek yang berada dalam satu cluster akan mempunyai kemiripan satu dengan yang lain. Dalam analisis kelompok terdapat dua metode yang dapat dilakukan yaitu Hierarchical Method dan Non-Hierarchical Method.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Koefisien korelasi Pearson digunakan untuk melihat hubungan yang lebih spesifik antara sektor pertanian dan sektor industri pengolahan. Nilai koefisien korelasi (r) yang didapatkan dari bantuan olahan paket data adalah sebesar 0,948. Hal ini mengindikasikan adanya hubungan positif antar dua variabel, dimana jika nilai tambah sektor pertanian semakin besar maka nilai tambah sektor industri pengolahan juga semakin besar. Apabila dilihat dari tingkat keeratannya, keduanya mempunyai keeratan hubungan yang sangat kuat (r > 0,9) sehingga dapat disimpulkan bahwa sektor pertanian dan sektor industri mempunyai hubungan korelasi yang sangat kuat dan positif. Kondisi ini sudah memenuhi syarat untuk keberhasilan strategi ADLI dalam penerapannya di Jawa Timur.
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
71
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Tingkat kepentingan sektor pertanian di Jawa Timur dapat di analisis dengan metode ekstraksi. Metode ekstraksi menunjukkan bahwa nilai pengganda output di sebagian besar sektor mengalami penurunan dengan kisaran tertinggi sebesar 0,0833 poin. Besarnya penurunan angka pengganda output dapat menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi daerah Jawa Timur. Tabel 1 memperlihatkan sepuluh sektor terbesar yang mempunyai perubahan pengganda output setelah dilakukannya metode ekstraksi sektor pertanian. Salah satu sektor yang mempunyai perubahan besar dalam angka pengganda output adalah sektor beras. Sektor ini adalah sektor industri pengolahan yang terkena dampak langsung dan memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap sektor pertanian dimana mayoritas struktur inputnya berasal dari sektor pertanian. Apabila sektor pertanian dihilangkan, sektor tersebut tidak mendapatkan pasokan input dan menyebabkan penurunan output produksi. Sektor lainnya adalah sektor-sektor bagian dari sektor pertanian sehingga apabila sektor pertanian dihilangkan sudah bisa dipastikan output sektor-sektor tersebut akan berkurang bahkan menjadi nol. Tabel 1. Sepuluh sektor dengan perubahan pengganda output terbesar di Provinsi Jawa Timur tahun 2010 Kode I-O (1) 29 37 1 17 45 6 7 2 13 14
Sektor
Sebelum
Sesudah
Selisih
(2)
(3)
(4)
(5)
1,2028 1,2509 1,0856 1,1856 1,9656 1,0860 1,0693 1,0965 1,0709 1,1188
0,0833 0,0809 0,0705 0,0699 0,0581 0,0564 0,0422 0,0396 0,0342 0,0341
Susu Segar Ikan Darat dan Hasil Perairan Darat Padi Kopi Beras Kedele Kacang-Kacangan Lainnya Jagung Karet Tebu
1,2861 1,3318 1,1561 1,2555 2,0237 1,1423 1,1115 1,1361 1,1051 1,1528
Sumber: Tabel I-O Jawa Timur Updating Tahun 2010 (diolah) Analisis dampak memperlihatkan pengaruh simulasi strategi ADLI dalam hal penciptaan output, nilai tambah bruto, dan pendapatan dalam perekonomian Jawa Timur. Perubahan dampak sebelum dan sesudah simulasi ADLI dapat dilihat pada tabel-tabel hasil olahan. Tabel 2 memperlihatkan lima belas sektor yang memiliki perubahan dampak output terbesar karena adanya simulasi strategi ADLI. Pada tahun 2010, terlihat bahwa sektor sapi memiliki perubahan dampak output yang terbesar yaitu 917,31 miliar rupiah atau 0,0704 persen dari total perubahan output dalam perekonomian. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa output sektor sapi dapat meningkat sebesar 917,31 miliar rupiah yang terbentuk akibat 72
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
adanya seluruh komponen permintaan akhir. Peringkat kedua yang memiliki perubahan dampak output terbesar adalah sektor bangunan yaitu 444,29 miliar rupiah atau sebesar 0,0341 persen dari total perubahan output dalam perekonomian. Sektor berikutnya adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor kerbau; sektor semen, kapur, dan barang lainnya bukan logam; sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan; sektor padi hingga sektor kopi dengan nilai dampak output sebesar 11,44 miliar rupiah atau 0,0009 persen dari total perubahan dampak output dalam perekonomian. Berdasarkan lima belas sektor tersebut, didapatkan hasil bahwa 33,33 persen diantaranya berasal dari sektor pertanian; 26,67 persen diantaranya berasal dari sektor industri pengolahan; dan sisanya berasal dari sektor bangunan (6,67 persen); sektor perdagangan, hotel dan restoran (6,67 persen); sektor pengangkutan dan komunikasi (6,67 persen); sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan (6,67 persen); sektor jasa-jasa sebesar 6,67 persen serta sektor pertambangan dan penggalian (6,67 persen). Hal ini menunjukkan bahwa strategi ADLI mampu meningkatkan produktivitas sektor pertanian itu sendiri sehingga dapat menggerakkan sektor-sektor lainnya untuk berkembang. Tabel 2. Lima belas sektor terbesar berdasarkan perubahan output sebelum dan sesudah simulasi ADLI di Provinsi Jawa Timur tahun 2010 Kode I-O
Sektor
(1)
(2)
Sebelum (Mil Rp.)
Sesudah (Mil Rp.)
(3)
(4)
Perubahan output (Mil Rp.) (5)
% (6)
25
Sapi
16.125,25
17.042,56
917,31
0,0704
83
Bangunan
56.391,19
56.835,49
444,29
0,0341
84
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
330.622,44
331.439,64
377,40
0,0290
26
Kerbau
801,02
876,58
75,57
0,0058
20.318,96
20.376,02
57,06
0,0044
83.591,81
83.647,98
56,17
0,0043
1
Semen, Kapur dan Barang Lainnya Bukan Logam Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan Padi
27.615,98
27.670,28
54,29
0,0042
85
Pengangkutan dan Komunikasi
77.866,93
77.906,20
39,27
0,0030
74
Industri Barang Dari Logam
30.070,16
30.096,50
26,34
0,0020
87
Jasa-Jasa
94.041,84
94.064,84
22,99
0,0018
38
Pertambangan dan Penggalian
20.917,53
20.937,41
19,88
0,0015
2
Jagung
10.544,84
10.561,17
16,33
0,0013
50
Pakan Ternak
2.446,61
2.459,19
12,58
0,0010
59
Bambu Kayu dan Rotan
39.499,37
39.512,08
12,72
0,0010
17
Kopi
697,65
709,09
11,44
0,0009
72 86
Lainnya Total
488.793,71
488.886,94
92,79
0,0100
1.300.785,11
1.303.021,98
2.236,87
0,1700
Sumber: Tabel I-O Jawa Timur Updating Tahun 2010 (diolah)
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
73
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Pada tahun 2010, sektor yang memiliki dampak nilai tambah bruto terbesar adalah sektor sapi yaitu sebesar 795,50 miliar rupiah atau 0,1020 persen dari total perubahan nilai tambah bruto dalam perekonomian. Dapat disimpulkan bahwa nilai tambah bruto sektor sapi dapat meningkat sebesar 795,50 miliar rupiah akibat pengaruh seluruh komponen permintaan akhir dari simulasi strategi ADLI. Sama halnya dengan dampak output berdasarkan lima belas sektor tersebut jelas terlihat bahwa sektor-sektor pertanian masih mendominasi dalam perubahan NTB akibat adanya strategi ADLI.
Tabel 3. Lima belas sektor terbesar berdasarkan perubahan NTB sebelum dan sesudah simulasi ADLI di Provinsi Jawa Timur tahun 2010 Kode I-O
Sektor
Sebelum (Mil Rp.)
Sesudah (Mil Rp.)
(1)
(2)
(3)
(4)
25 83
87
Sapi Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Kerbau Padi Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan Pengangkutan dan Komunikasi Semen, Kapur dan Barang Lainnya Bukan Logam Pertambangan dan Penggalian Jasa-Jasa
2
Perubahan NTB (Mil Rp.) (5)
% (6)
13.984,04
14.779,54
795,50
0,1020
34.993,98
35.269,69
275,71
0,0353
229.404,87
229.666,39
261,51
0,0335
631,68
691,27
59,59
0,0076
23.216,98
23.262,62
45,64
0,0059
38.055,17
38.080,75
25,57
0,0033
42.947,76
42.969,42
21,66
0,0028
6.414,18
6.432,19
18,01
0,0023
17.030,74
17.046,93
16,19
0,0021
67.605,91
67.622,44
16,53
0,0021
Jagung
9.092,01
9.106,09
14,08
0,0018
50
Pakan Ternak
1.941,81
1.951,79
9,99
0,0013
74
Industri Barang Dari Logam
11.195,35
11.205,16
9,81
0,0013
17
Kopi
526,67
535,31
8,63
0,0011
14
Tebu
6.931,69
6.939,44
7,75
0,0010
Lainnya
274.482,93
274.531,11
48,18
0,0100
Total
778.455,77
780.090,14
1.634,37
0,2100
84 26 1 86 85 72 38
Sumber: Tabel I-O Jawa Timur Updating Tahun 2010 (diolah)
74
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa 40 persen diantaranya berasal dari sektor pertanian, 20 persen diantaranya berasal dari sektor industri pengolahan, dan sisanya berasal dari sektor bangunan (6,67 persen); sektor perdagangan, hotel dan restoran (6,67 persen); sektor pengangkutan dan komunikasi (6,67 persen); sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan (6,67 persen); sektor jasa-jasa sebesar 6,67 persen serta sektor pertambangan dan penggalian (6,67 persen). Hal ini juga menunjukkan bahwa strategi ADLI mampu meningkatkan PDRB Jawa Timur. Penambahan investasi pada sektor pertanian mampu meningkatkan nilai tambah sektor-sektor pertanian itu sendiri dan keterkaitannya mampu menggerakkan sektor-sektor lainnya sehingga juga mendapatkan dampak NTB setelah adanya strategi ADLI. Berdasarkan tabel 4 terlihat bahwa sektor bangunan adalah sektor yang mempunyai perubahan terbesar dalam pendapatan, yaitu sebesar 101,83 miliar rupiah atau 0,0509 persen terhadap total perubahan pendapatan dalam perekonomian. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa pendapatan sektor bangunan dapat meningkat sebesar 101,83 miliar rupiah sebagai akibat pengaruh seluruh komponen permintaan akhir. Besarnya dampak pendapatan pada sektor bangunan mengarah pada adanya peningkatan produktivitas pertanian melalui keterkaitannya akan menstimulus permintaan input pertanian dan barang-barang kapital (jaringan irigasi, mesin pertanian, transportasi, dan infrastruktur lain). Lima belas sektor yang terdapat dalam tabel 4 menunjukkan hasil bahwa 33,33 persen diantaranya berasal dari sektor pertanian, 26,67 persen diantaranya berasal dari sektor industri pengolahan, dan sisanya berasal dari sektor bangunan (6,67 persen); sektor perdagangan, hotel, dan restoran (6,67 persen); sektor pengangkutan dan komunikasi (6,67 persen); sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan (6,67 persen); sektor jasa-jasa sebesar 6,67 persen serta sektor pertambangan dan penggalian (6,67 persen). Adanya shock investasi pada sektor pertanian telah mampu meningkatkan pendapatan hampir semua sektor-sektor inti dalam perekonomian Jawa Timur dengan sektor-sektor pertanian yang tetap menjadi mayoritas sektor yang mengalami perubahan pendapatan. Hal ini menunjukkan bahwa strategi ADLI mampu meningkatkan pendapatan rumah tangga yang bekerja pada sektor-sektor pertanian dan sektor-sektor lainnya sehingga diharapkan akan terjadi pemerataan pendapatan dalam masyarakat dan mengurangi jumlah kemiskinan di Jawa Timur.
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
75
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Tabel 4. Lima belas sektor terbesar berdasarkan perubahan pendapatan sebelum dan sesudah simulasi ADLI di Provinsi Jawa Timur tahun 2010 Perubahan Pendapatan (Mil Rp.) (5)
Kode I-O
Sektor
Sebelum (Mil Rp.)
Sesudah (Mil Rp.)
(1)
(2)
(3)
(4)
83 25
Bangunan Sapi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Padi Kerbau Pengangkutan dan Komunikasi Jasa-Jasa Semen, Kapur dan Barang Lainnya Bukan Logam Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan Pertambangan dan Penggalian Industri Barang Dari Logam Tebu Jagung Industri Mesin dan Perlengkapannya Pakan Ternak Lainnya Total
12.924,43
13.026,26
101,83
0,0509
1.680,61
1.776,22
95,60
0,0478
67.288,05
67.364,75
76,71
0,0383
3.998,87
4.006,73
7,86
0,0039
75,92
83,08
7,16
0,0036
14.292,08
14.299,29
7,21
0,0036
27.176,80
27.183,44
6,64
0,0033
2.046,62
2.052,36
5,75
0,0029
8.479,61
8.485,31
5,70
0,0028
4.624,51
4.628,91
4,40
0,0022
3.468,74
3.471,78
3,04
0,0015
1.967,37
1.969,57
2,20
0,0011
1.229,07
1.230,98
1,90
0,0010
544,12
545,92
1,80
0,0009
318,03
319,67
1,64
0,0008
49.696,44
49.709,67
13,23
0,0100
199.811,27
200.153,94
342,67
0,1700
84 1 26 85 87 72 86 38 74 14 2 75 50
% (6)
Sumber: Tabel I-O Jawa Timur Updating Tahun 2010 (diolah)
Adanya simulasi ADLI dengan shock investasi sebesar 10 persen dari total investasi sektor pertanian telah mampu menciptakan total output dalam perekonomian Jawa Timur sebesar 1.303.021,98 miliar rupiah atau naik 0,17 persen dari total output sebelum adanya simulasi ADLI. Hal ini menunjukkan bahwa strategi ADLI dapat diterapkan untuk menaikkan output perekonomian sehingga dapat mempercepat tumbuhnya pendapatan daerah Jawa Timur. Nilai tambah bruto juga mengalami peningkatan, setelah adanya ADLI NTB Jawa Timur sebesar 780.090,14 miliar rupiah atau meningkat 0,21 persen dari nilai sebelum adanya strategi ADLI. Naiknya nilai tambah bruto ini, juga membuktikan bahwa penerapan ADLI mampu merangsang adanya pertumbuhan ekonomi dalam perekonomian Jawa Timur. Sejalan dengan output dan nilai tambah bruto, strategi ADLI juga mampu meningkatkan nilai total dampak pendapatan. Sebelum adanya ADLI, Jawa Timur memiliki total dampak pendapatan sebesar 199.811,26 miliar rupiah. Strategi ADLI mendapatkan total dampak 76
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
pendapatan mengalami kenaikan sehingga bernilai 200.153,94 miliar rupiah atau naik 0,17 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa strategi ADLI mampu menaikkan pendapatan masyarakat sehingga diharapkan dapat mengurangi jumlah dan persentase kemiskinan di Jawa Timur.
Tabel 5. Dampak total output, NTB, dan pendapatan sebelum dan sesudah simulasi ADLI Provinsi Jawa Timur tahun 2010 Sebelum ADLI Sesudah ADLI Selisih Dampak (Miliar Rupiah) (Miliar Rupiah) (Persen) (1) (2) (3) (4) Output 1.300.785,11 1.303.021,98 0,17 NTB 778.455,77 780.090,14 0,21 Pendapatan 199.811,26 200.153,94 0,17 Sumber: Tabel I-O Jawa Timur Updating Tahun 2010 (diolah)
Secara umum, elastisitas adalah suatu nilai yang menggambarkan tingkat kepekaan/respon dari jumlah barang yang diminta/ditawarkan akibat perubahan faktor yang mempengaruhinya. Sehingga dari pengertian diatas, elastisitas investasi sektor pertanian dapat dimaknai dengan tingkat kepekaan/respon dari output, NTB, dan pendapatan karena adanya perubahan nilai investasi pada sektor pertanian. Tabel 6 memperlihatkan nilai elastisitas investasi sektor pertanian terhadap nilai output, NTB (Nilai Tambah Bruto), dan pendapatan dengan nilai yang bervariasi. Output memiliki elastisitas sebesar 0,001716, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa saat investasi sektor pertanian naik atau bertambah satu persen, output seluruh sektor dalam perekonomian akan bertambah sebesar 0,001716 persen.
Tabel 6. Nilai elastisitas investasi terhadap output, NTB, dan pendapatan Provinsi Jawa Timur tahun 2010 Dampak (1) Output NTB Pendapatan
Investasi 10 % (Juta Rupiah) (2) 1.303.021.983,24 780.090.138,81 200.153.938,65
Investasi 20 % (Juta Rupiah) (3) 1.305.258.854,31 781.724.504,88 200.496.609,86
Elastisitas (4) 0,001716 0,002095 0,001712
Sumber: Tabel I-O Jawa Timur Updating Tahun 2010 (diolah)
Nilai tambah bruto memiliki elastisitas yang terbesar terhadap besarnya investasi sektor pertanian. Nilai Tambah bruto (NTB) mempunyai elastisitas sebesar 0,002095
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
77
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
sehingga dapat diinterpretasikan bahwa kenaikan satu persen investasi pada sektor pertanian akan menyebabkan NTB seluruh sektor dalam perekonomian bertambah sebesar 0,002095 persen. Sama halnya dengan output dan NTB, pendapatan juga memiliki nilai elastisitas investasi sektor pertanian. Elastisitas pendapatan bernilai 0,001712. Hal ini berarti, ketika investasi sektor pertanian naik atau bertambah satu persen, pendapatan seluruh sektor dalam perekonomian akan bertambah sebesar 0,001712 persen. Pengelompokan sektor-sektor ekonomi berdasarkan dampak setelah simulasi ADLI dilakukan dengan analisis kelompok (Cluster Analysis). Analisis kelompok dilakukan dengan menggunakan metode hirarki yang dimulai dengan mengelompokkan dua atau lebih objek yang mempunyai kesamaan paling dekat. Kemudian proses diteruskan ke objek lain yang mempunyai kedekatan kedua, sampai seluruh objek bergabung menjadi satu kelompok. Berdasarkan hasil olahan paket data, diperoleh pengkelompokan sebanyak tiga kelompok yang tersaji dalam tabel 7.
Tabel 7. Hasil Pengkelompokan Sektor Ekonomi di Jawa Timur tahun 2010 Sektor Kelompok 1 (1) Sapi
Kelompok 2 (2) Bangunan
Kelompok 3 Padi
Susu Segar
Perdagangan,Hotel, dan Restoran
Jagung
Telur
Ketela Pohon
Unggas Lainnya
Umbi-Umbian Lain
Ternak Lainnya
Kacang Tanah
Kayu Jati
Kedele Kacang-Kangan Lainnya
Kayu Rimba
Sayur-Sayuran
Perikanan Laut
Apel Malang
Ikan Darat Dan Hasil Perairan Darat
Mangga Buah-Buahan Lainnya
Pertambangan dan Penggalian
Tanaman Hias
Pengolahan Dan Pengawetan Daging
Karet
Kelapa
Pengolahan Dan Pengawetan Ikan Dan Biota Pengolahan Dan Pengawetan Buah-Buahan Dan Sayuran Minyak Makan, Dan Lemak Dari Nabati, Dan Hewani
Tembakau
Sektor Lainnya
(3)
Tebu
Hasil Hutan Lainnya
Pemotongan Hewan
Sumber: Tabel I-O Jawa Timur Updating Tahun 2010 (diolah)
78
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Pada tabel tersebut, kelompok pertama terdiri dari 1 sektor yaitu sektor sapi. Kelompok kedua terdiri dari 2 sektor yaitu sektor bangunan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran sedangkan 84 sektor lainnya masuk dalam kelompok ketiga. Perubahan dampak pada tiap-tiap kelompok yang terbentuk memberikan kontribusi yang berbeda terhadap total perubahan dampak ADLI di Jawa Timur. Rata-rata perubahan dampak tiap sektor dalam setiap kelompok menunjukkan perbedaan yang nyata. Informasi ini dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Rata-rata perubahan dampak tiap kelompok Provinsi Jawa Timur tahun 2010 Total Perubahan Rata-rata Perubahan Banyaknya Dampak Dampak Sektor (persen) (persen/sektor) (1) (2) (3) (4) 1 1 0,2201 0,2201 2 2 0,2211 0,1106 3 84 0,1127 0,0013 Sumber: Tabel I-O Jawa Timur Updating Tahun 2010 (diolah) Kelompok
Berdasarkan tabel di atas, kelompok yang memberikan kontribusi paling besar terhadap perubahan dampak ADLI di Jawa Timur adalah kelompok pertama, dengan rata-rata perubahan dampak sebesar 0,2201 %. Hal ini disebabkan karena sektor sapi merupakan sektor pertanian unggulan yang memberikan kontribusi besar dalam perekonomian di Jawa Timur. Sektor bangunan dan sektor perdagangan,hotel,dan restoran yang membentuk kelompok kedua mempunyai rata-rata perubahan dampak sebesar 0,1106 %. Besarnya ratarata perubahan dampak pada kedua sektor ini mengarah pada adanya peningkatan produktivitas pertanian melalui keterkaitannya akan menstimulus permintaan input pertanian dan barang-barang kapital (jaringan irigasi, mesin pertanian, transportasi, dan infrastruktur lain) serta permintaan tenaga kerja yang juga akan menciptakan kesempatan kerja pada sektor nonpertanian dan jasa. Kelompok ketiga adalah kelompok yang memiliki keanggotaan sektor terbanyak. Meskipun kelompok ketiga memiliki rata-rata perubahan dampak terkecil dibandingkan dengan kelompok lainnya, nyatanya semua sektor ekonomi dalam perekonomian memiliki perubahan dampak yang positif terhadap diterapkannya strategi ADLI di Jawa Timur.
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
79
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan perubahan angka pengganda output dalam metode ekstraksi, sektor pertanian memiliki tingkat kepentingan yang besar dalam perekonomian Jawa Timur. Strategi ADLI memberikan dampak yang positif dalam penciptaan output, NTB (Nilai Tambah Bruto), dan pendapatan dalam perekonomian Jawa Timur. Tingkat kepekaan/respon (elastisitas) dari output, NTB, dan pendapatan karena adanya perubahan nilai investasi pada sektor pertanian relatif tidak jauh berbeda sehingga proses pembangunan yang didasarkan sektor pertanian tidak akan menyebabkan terjadinya konflik antar tujuan-tujuan pembangunan, yaitu pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan. Proses pertumbuhan yang berlandaskan strategi ini akan menimbulkan pertumbuhan seiring dengan pemerataan pendapatan. Analisis cluster dengan menggunakan besaran perubahan dampak ADLI dapat membagi sektor-sektor ekonomi menjadi tiga kelompok, dimana kelompok pertama merupakan kelompok dengan rata-rata perubahan dampak tertinggi dibanding kelompok lainnya yaitu sebesar 0,2201 %. Berdasarkan uraian dan kesimpulan di atas, maka saran yang dapat diberikan adalah peranan sektor pertanian harus lebih ditingkatkan karena memiliki tingkat kepentingan yang besar dalam perekonomian Jawa Timur. pemerintah daerah dapat menerapkan strategi ADLI dalam industrialisasinya karena strategi ini mampu meningkatkan nilai output, nilai tambah bruto, dan pendapatan sehingga diharapkan Jawa Timur dapat memiliki keberhasilan dalam pembangunan ekonomi. Kegiatan investasi hendaknya lebih difokuskan pada sektor pertanian, karena kunci keberhasilan strategi ADLI adalah tingginya peranan sektor pertanian dalam perekonomian. Apabila pemerintah menerapkan strategi ADLI, maka perlu adanya pengembangan SDM pada sektor pertanian. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat dapat lebih terbuka dan mengerti akan perkembangan teknologi dan inovasi pada sektor pertanian.
80
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
DAFTAR PUSTAKA Arief, Sritua., & Swasono, Sri Edi., 1998, Pembangunan Ekonomi Indonesi, CPSM, Bandung. Badan Pusat Statistik, 2010, Jawa Timur dalam Angka, BPS, Surabaya. Badan Pusat Statistik, 2008, Tabel Input-Output, BPS, Jakarta. Dermoredjo, Saktyanu., dan Amiruddin, Syam., 2000, Kontribusi Sektor Pertanian dalam Pertumbuhan dan Stabilitas Produk Domestik Bruto, Departemen Pertanian RI, Bogor. Nazara, Suahasil., & Rosmiansyah, Dody., 2008, Peranan Subsektor Penambangan dan Peleburan Timah dalam Perekonomian Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung [Jurnal: Vol.7 No.1, 2008: 76-94], Universitas Indonesia, Jakarta. Noviyanti, Ari., 2005, Analisis Kinerja dan Arah Pembangunan Sektor Pertanian Indonesia [Skripsi], STIS, Jakarta. Pemerintah Provinsi Jawa Timur, 2010, Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor : 52 Tahun 2010 Tentang Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 [Peraturan Gubernur], Pemprov Jawa Timur, Surabaya. Rokimah, Nur Jannati., 2005, Industrialisasi di Jawa Timur dan Prospeknya [Skripsi], STIS Jakarta. Roosgandha E.M., & Darwis, Valeriana., 2000, Karakteristik Petani Miskin dan Persepsinya Terhadap Program Jaring Pengaman Sosial di Provinsi Jawa Timur [Jurnal], Bogor : Puslitbang
Sosek
Deptan.
21
November
2011.
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/3203171176.pdf. Saikia,
Dilip.,
2009,
Agriculture
Industri
Interlinkages:
Some
Theoretical
and
Methodological Issues in The Indian Context [Paper], Institute for Financial management and Research (IFMR), India. Suharyadi, Elly., 2005, Analisis Agroindustri Terhadap Perekonomian Indonesia dengan Menggunakan Tabel IO Tahun 1995 [Skripsi], STIS, Jakarta. Susilowati, Sri Heri., 2008, Strategi Agricultural Demand Led Industrialization dalam Perspektif Peningkatan Kinerja Ekonomi dan Pendapatan Petani [Jurnal: Vol.28 No.1, Juli 2008: 44-57], Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor. Tambunan, Tulus., 2009, Perekonomian Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor. Tiffania, Dwiagris., 2008, Peranan Sektor Industri Agro dalam Perekonomian Jawa Barat: Suatu Pendekatan SNSE [Skripsi], IPB, Bogor.
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
81
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Todaro, Michael., 2004, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Edisi Delapan, Erlangga Jakarta. Vogel, Stephen., 1994, Structural Changes In Agriculture : Production Linkages and Agricultural Demand Led Industrialization [Paper], USA: Oxford. 18 November 2011. www.jstor.org/pss/2663527. Walpole, Ronald., 1995, Pengantar Statistika Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Zuhri, Khalid., 2009, Kajian Strategi industrialisasi ELI dan ADLI di Indonesia [Skripsi], STIS, Jakarta.
LAMPIRAN Lampiran 1: Output SPSS korelasi Pearson Uji normalitas sektor pertanian
82
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Uji normalitas sektor industri pengolahan
Koefisien korelasi Pearson sektor pertanian dan industri pengolahan Correlations Sektor_pertanian Sektor_industri Sektor_pertanian
Pearson Correlation
1
Sig. (1-tailed) N Sektor_industri
Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N
.948
**
.000 64
64
**
1
.948
.000 64
64
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
83
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Lampiran 2: Output Herodes analisis kelompok (cluster analysis) Keanggotaan Observasi Dalam Kelompok
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
84
46 2 47 2 48 2 49 2 50 2 51 2 52 2 53 2 54 2 55 2 56 2 57 2 58 2 59 5 60 2 61 2 62 2 63 2 64 2 65 2 66 2 67 2 68 2 69 2 70 2 71 2 72 6 73 2 74 7 75 2 76 2 77 2 78 2 79 2 80 2 81 2 82 5 83 8 84 9 85 5 86 10 87 1
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 5 2 6 2 2 2 2 2 2 2 4 7 8 4 9 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4 1 5 1 1 1 1 1 1 1 3 6 7 3 8 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4 1 3 1 1 1 1 1 1 1 3 5 6 3 7 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4 5 1 6 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4 5 1 3 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4 4 1 3 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 1 1 1
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Kelom pok 1 Kelom pok 2
S E K T O R
Kelom pok 3
Sapi Bangunan Perdagangan,Hotel, dan Restoran Padi
Susu Segar
Jagung
Telur
Ketela Pohon
Unggas Lainnya
Umbi-Umbian Lain
Ternak Lainnya
Kacang Tanah
Kayu Jati
Kedele
Kayu Rimba
Kacang-Kangan Lainnya
Hasil Hutan Lainnya
Sayur-Sayuran
Perikanan Laut
Apel Malang
Ikan Darat Dan Hasil Perairan Darat
Mangga
Pertambangan dan Penggalian
Buah-Buahan Lainnya
Pemotongan Hewan
Tanaman Hias
Pengolahan Dan Pengawetan Daging
Karet
Pengolahan Dan Pengawetan Ikan Dan Biota
Tebu
Pengolahan Dan Pengawetan Buah-Buahan Dan Sayuran
Kelapa
Minyak Makan, Dan Lemak Dari Nabati, Dan Hewani
Tembakau
Makanan Dan Minuman Terbuat Dari Susu
Kopi
Bahan Bangunan, Keramik Dan Barang-Barang Dari Tanah Liat
Teh
Tepung
Cengkeh
Roti, Biskuit Dan Sejenisnya
Kakao
Gula
Jambu Mete
Industri Makanan Lainnya
Kapok
Pakan Ternak
Melinjo
Minuman
Hasil Perkebunan Lainnya
Tembakau Olahan
Kerbau
Rokok
Kambing
Tekstil, Dan Bahan Tekstil
Ayam
Pakaian Jadi
Karet Remah Dan Barang Dari Karet
Permadani, Tali Dan Tekstil Lainnya
Barang-Barang Plastik
Kulit, Dan Barang Dari Kulit
Beras
Barang-Barang Elektronika, Komunikasi Dan Perlengkapannya
Kaca Dan Barang-Barang Dari Kaca
Bambu Kayu Dan Rotan
Kertas dan karton
Semen, Kapur Dan Barang Lainnya Bukan Logam
Logam Dasar Besi Dan Baja
Barang-Barang Dari Kertas Dan Karton
Industri Barang Dari Logam
Kimia Dasar Kecuali Pupuk
Industri Mesin Dan Perlengkapannya
Pupuk Dan Pestisida
Alas kaki
Obat-Obatan Dan Jamu
Alat Listrik Dan Perlengkapannya
Sabun, Barang Pembersih Dan Kosmetik
Kapal Dan Perbaikannya
Barang-Barang Kimia Lainnya
Kereta Api Dan Perbaikannya
Barang-Barang Hasil Kilang Minyak
Alat Pengangkutan Lainnya
Pengangkutan dan Komunikasi
Barang-Barang Lainnya
Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Jasa-Jasa
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
85
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
PROTOTIPE SISTEM APLIKASI CAPI DATA KOR SUSENAS
Yunita Rizki Intan Sari dan Yunarso Anang Sulistiadi
Abstract
This research developes the prototype of an application system that can be used by interviewers, supervisors, and subject matters to do their roles in Susenas (The National Socioeconomic Survey) Core’s data collection by an integrated computerized system. Interviewers can do their role to interview their responden using CAPI (Computer Assisted Personal Interviewing). Supervisor can do supervising and controlling the job of interviewers also by a computerized system. Subject matter can do monitoring of target achievement in the field of the survey with a web system. Transmitting data to the central server using web service make those activities integrated. This system has been developed using the object oriented paradigm. System has been designed using UML and implemented with C# for the desktop aplication , PHP RESTful for the web aplication, and Yii PHP framework for the web system. By using the system developed in this research, it is expected that the process of interviewing, controlling, and monitoring of the survey can be optimized.
Keywords: CAPI, data collection, Susenas Core, web service.
I. PENDAHULUAN Badan Pusat Statistik (BPS) merupakan lembaga pemerintah non departemen yang memiliki peran penting sebagai penyedia kebutuhan data bagi pemerintah dan masyarakat. Berdasarkan peran tersebut, BPS harus meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dan teknologi untuk menghasilkan data yang lebih akurat dan real time. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, BPS telah melaksanakan program one man one PC, termasuk pembagian laptop untuk tiap Koordinator Statistik Kecamatan (KSK). Namun, penggunaan laptop tersebut belum optimal, karena masih ada kegiatan yang berhubungan dengan pengumpulan dan pengolahan data yang sebaiknya dilakukan secara terkomputerisasi tetapi masih dilakukan tidak dengan menggunakan komputer. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) merupakan salah satu survei penghasil data strategis yang dilaksanakan oleh BPS. Sebagai pengelola survei ini, Subdirektorat Statistik Rumah Tangga telah merencanakan penggunaan CAPI (Computer Assisted Personal 86
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Interviewing) pada survei tersebut. BPS melalui Susenas mengumpulkan data kor (data dasar), data konsumsi, dan data pengeluaran rumah tangga setiap triwulan, serta data modul (data sasaran) yang digilir setiap tiga tahun. Data modul Susenas dibagi atas tiga kelompok besar, yaitu modul sosial budaya dan pendidikan, modul perumahan dan kesehatan, dan modul konsumsi dan pengeluaran rumah tangga. Selama ini, pengumpulan data Kor Susenas dilaksanakan dengan metode PAPI (Paper and Pen Intervieweing) yaitu metode pengumpulan data menggunakan kuesioner tercetak dan alat tulis. Dalam pelaksanaannya, BPS melakukan penggandaan kuesioner di BPS provinsi sebanyak jumlah rumah tangga sampel terpilih di tiap–tiap provinsi. Setelah digandakan, kuesioner beserta alat tulis didistribusikan ke pencacah dan pengawas lapangan. Untuk menjaga kualitas data yang dihasilkan, dilaksanakan proses cleaning, yaitu proses pemeriksaan kelengkapan pencacahan oleh pengawas secara singkat. Setelah melalui proses cleaning, dokumen kuesioner akan melewati proses editing, yaitu proses pemeriksaan dan pengeditan kesalahan isian. Setelah melalui proses editing, akan dilakukan entri data dengan program aplikasi data entri Kor Susenas yang telah dilengkapi dengan validasi isian. Data mentah hasil entri ini akan dikirim ke BPS pusat untuk didiseminasikan. Teknologi CAPI adalah metode pengumpulan data dengan bantuan komputer untuk memandu pewawancara dalam mewawancarai responden. Teknologi ini dapat digunakan untuk mendukung kebutuhan pengumpulan data lebih optimal. Manfaat utama dari CAPI adalah peningkatan kualitas data, aktualitas, dan penghematan biaya (UNESCAP, 1999). Berdasarkan hal di atas, dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan pada metode PAPI sebagai berikut: 1. Pencacahan membutuhkan kuesioner dan alat tulis dengan biaya yang besar. 2. Tidak ada proses validating dan cleaning data secara langsung pada saat pencacahan di lapangan. Pengawas pencacah hanya memeriksa kelengkapan kuesioner dan isian secara singkat sehingga diperlukan proses editing, coding, dan entri data di BPS kabupaten. Jika terjadi kesalahan pada pengisian kuesioner, diadakan pemanggilan kembali pencacah untuk melakukan perbaikan. Hal ini mengakibatkan data menjadi kurang akurat dan tidak dapat langsung dikirimkan ke BPS pusat. 3. Pengiriman hasil pencacahan ke BPS pusat membutuhkan waktu yang relatif lama, sehingga data yang dihasilkan tidak real time. Tujuan umum penelitian ini adalah membangun sebuah prototipe Sistem Aplikasi CAPI Pengumpulan Data Kor Susenas. Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut: TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
87
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
1. Menganalisis sistem yang sedang berjalan untuk menemukan kendala, permasalahan, dan kebutuhan pada sistem pengumpulan data Kor Susenas. 2. Melakukan perancangan model sistem dengan pendekatan Object Oriented Analysis Design (OOAD) serta perancangan arsitektur, user interface, dan database. 3. Mengimplementasikan sistem sesuai dengan rancangan yang telah dilaksanakan. 4. Menguji coba dan mengevaluasi sistem untuk menemukan kekurangan dan kesalahan yang masih ada serta memperbaikinya. Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah: (1) pengembangan sistem CAPI untuk pencacah, (2) pengembangan sistem CAPI untuk pengawas, (3) web service untuk komunikasi data, dan (4)
website
untuk monitoring kegiatan pencacahan oleh BPS
kabupaten/kota, BPS provinsi, dan BPS pusat. Daftar petanyaan untuk mewawancarai responden yang ada di dalam sistem adalah daftar pertanyaan yang bersumber dari kuesioner Kor Susenas tahun 2012.
II. TEORI DAN KERANGKA PIKIR 1. Landasan Teori a. Computer Assisted Personal Interviewing (CAPI) CAPI adalah metode pengumpulan data dengan bantuan komputer untuk menggantikan metode Paper and Pen Interviewing (PAPI), dan menjadi pemandu wawancara responden baik rumah tangga atau lembaga dengan menggunakan portable personal computer seperti notebook (UNESCAP, 2001). CAPI merupakan komponen dari Computer Assisted Interviewing (CAI). Komponen lain dari CAI adalah Computer Assisted Telephone Interviewing (CATI) dan Computer Assisted Self Interviewing (CASI). CAPI memandu pencacah untuk mewawancarai responden secara face to face menggunakan portable computer yang pada umumnya adalah laptop computer. Setelah pelaksanaan wawancara, pencacah mengirimkan data ke komputer pusat dengan menggunakan komunikasi data maupun e-mail. Gambar 1 memperlihatkan arsitektur CAPI menurut UNESCAP.
88
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Survey Software
Sample Selection
Office Management System
Transmission
Remote Device
Gambar 1. Komponen CAPI menurut UNESCAP
Menurut Guidelines on the Application of New Technology to Population Data Collection and Capture yang diterbitkan oleh UNESCAP tahun 2001, CAPI memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya adalah sebagai berikut: -
Pencegahan kesalahan isian karena urutan pertanyaan, skipping, dan percabangan.
-
Pemeriksaan validasi secara otomatis.
-
Memungkinkan untuk merumuskan pertanyaan dengan urutan yang unik.
-
Pelaksanaan data cleaning secara otomatis.
-
Pencatatan informasi tentang wawancara, misalnya waktu dan lamanya wawancara.
-
Lebih menjamin privasi dari responden.
-
Pewawancara yang terlatih akan lebih percaya diri menggunakan komputer.
Adapun kelemahannya adalah sebagai berikut: -
Pembuatan CAPI membutuhkan waktu yang cukup lama.
-
Ketika responden benar–benar tidak familiar dengan komputer, maka responden bisa menolak wawancara atau menolak pertanyaan sensitif.
-
Pewawancara yang belum berpengalaman akan lebih banyak mencurahkan perhatian mereka kepada komputer daripada mendapatkan jawaban yang benar dari responden. b. Survei Sosial-Ekonomi Nasional (Susenas) Survei Sosial-Ekonomi Nasional (Susenas) adalah survei yang secara rutin
diselenggarakan oleh BPS. Melalui survei ini, setiap tahunnya BPS mengumpulkan data pendidikan, kesehatan, perumahan, konsumsi/pengeluaran rumah tangga, dan sosial-ekonomi yang disebut sebagai data Kor. Di samping itu, dikumpulkan pula data khusus (modul) yang berbeda setiap tiga tahun, yaitu data konsumsi dan pengeluaran rumah tangga, pendidikan dan sosial budaya, serta perumahan dan kesehatan. Data-data tersebut sangat berguna bagi pemerintah dalam merencanakan pembangunan sektoral maupun lintas sektoral (BPS, 2011).
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
89
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Secara garis besar, kegiatan lapangan Susenas mencakup kegiatan pemilihan rumah tangga sampel, pencacahan, pengawasan/pemeriksaan, dan penyerahan hasil pencacahan. Pelaksanaan pendataan Susenas di setiap kabupaten/kota terpilih dilakukan oleh petugas pencacah dan pengawas. c. Web Service Menurut definisi World Wide Web Consortium (W3C), Web service adalah sebuah software aplikasi yang dapat teridentifikasi oleh Uniform Resource Identifier (URI) dan memiliki interface yang didefinisikan, dideskripsikan, dan dimengerti oleh eXtensible Markup Languange (XML) dan juga mendukung interaksi langsung dengan software aplikasi yang lain dengan menggunakan pesan berbasis XML melalui protokol internet. Web service memiliki beberapa object dan method yang terletak di suatu server yang terhubung ke internet sehingga dapat diakses menggunakan protokol Hyper Text Transfer Protocol (HTTP). Web service adalah sebuah software aplikasi yang tidak terpengaruh oleh platform, ia akan menyediakan beberapa method yang dapat diakses oleh jaringan. Dalam pertukaran data, web service umumnya dapat menggunakan XML atau JavaScript Object Notation (JSON) sebagai media komunikasinya. Web service bisa menjadi middleware yang menghubungkan antara aplikasi klien dengan basis data. 2. Kerangka Pikir Sistem aplikasi CAPI Pengumpulan Data Kor Susenas ini dirancang dan diimplementasikan dengan pendekatan siklus hidup sistem, yaitu System Development Life Cycle (SDLC). Siklus ini terdiri dari lima tahap, yaitu perencanaan, analisis, perancangan, dan implementasi (Mc Leod, 2011). Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut: a. Perencanaan Sistem Tahap pengenalan sistem adalah tahap dimana kita mengenali sistem pengumpulan data Kor Susenas yang sudah ada. Pengenalan ini dilakukan dengan cara wawancara kepada subject matter, yaitu Subdirektorat Statistik Rumah Tangga BPS. Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengetahui gambaran umum mengenai sistem yang ada. b. Analisis Sistem Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap permasalahan yang ada pada sistem yang sedang berjalan dan analisis terhadap sistem aplikasi CAPI mengenai kelebihan dan kekurangan dari sistem tersebut. Kebutuhan pengguna terhadap sistem aplikasi CAPI menjadi perhatian utama dalam tahapan ini, sehingga diharapkan diperoleh gambaran sistem baru yang lebih baik yang dapat memperbaiki sistem yang ada. c. Perancangan Sistem 90
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Tahap ini dilakukan setelah semua kebutuhan pengguna atas Sistem Aplikasi CAPI Pengumpulan Data Kor Susenas berhasil diidentifikasi. Pada tahap ini dilakukan perancangan suatu sistem baru yang sesuai dengan kebutuhan pengguna. Ada beberapa perancangan yang dilakukan yaitu: perancangan model dan basis data, perancangan antarmuka, dan perancangan arsitektur sistem. d. Implementasi Sistem Tahap implementasi sistem ini merupakan proses pembangunan Sistem Aplikasi CAPI Pengumpulan Data Kor Susenas berdasarkan analisis dasar dan perencanaan yang telah dibuat pada tahap sebelumnya. Implementasi dilakukan dengan pemrograman (coding) untuk membangun basis data dan antarmuka pemakai. e. Tahap Penggunaan Sebelum masuk ke tahap penggunaan, sistem harus melalui tahap evaluasi sistem. Tahap evaluasi sistem meliputi pengujian Sistem Aplikasi CAPI Pengumpulan Data Kor Susenas secara keseluruhan dan melihat seberapa jauh tujuan dari pembangunan sistem tercapai. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan metode black box yang dilakukan oleh pengguna yang bertujuan untuk melihat apakah fungsi-fungsi yang ada di sistem telah berjalan. Pengevaluasian antarmuka pemakai dilakukan dengan menggunakan kuesioner SUS (System Usability Scale). Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui kekurangan atau kelemahan sistem dan perbaikan perbaikan untuk penyempurnaan sistem. 3. Studi Tentang Penelitian Sebelumnya a. CAPI pada Survei Penggunaan Tembakau Indonesia (SPTI) Survei Penggunaan Tembakau Indonesia (SPTI) adalah suatu komponen Sistem Surveillans Tembakau Global (SSTG) yang merupakan standar global untuk memantau indikator-indikator kontrol dalam penggunaan tembakau secara sistematis. SPTI adalah survei rumah tangga dengan responden anggota rumah tangga berumur 15 tahun atau lebih. SPTI
bertujuan
untuk
meningkatkan
kapasitas
negara-negara
untuk
merancang,
melaksanakan, dan mengevaluasi intervensi pengendalian tembakau. Organisasi Pendukung Survei Penggunaan Tembakau yaitu BPS serta Balai Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan. Penyandang dananya adalah Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO). Secara garis besar, kegiatan lapangan SPTI 2011 mencakup kegiatan pemutakhiran bangunan
dan
rumah
tangga,
pencacahan
dengan
menggunakan
iPAQ,
pengawasan/pemeriksaan, dan penyerahan hasil pencacahan. SPTI menggunakan pedoman
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
91
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
wawancara CAPI dengan alat yang berupa iPAQ. Gambar 2 memperlihatkan alur dokumen dan iPAQ dalam SPTI.
Gambar 2. Alur dokumen SPTI
Dari penjelasan di atas, CAPI pada SPTI adalah merupakan aplikasi untuk menginput data hasil wawancara dan menyimpan hasil wawancara tersebut di basis data lokal. Pada penelitian yang dilakukan penulis, aplikasi yang dihasilkan tidak hanya digunakan untuk pencacah dalam mewawancarai responden, tetapi juga untuk pengawas dengan fitur–fitur pengawasan pencacahan dan mendukung akses data ke database server sehingga pencapaian pencacahan bisa dimonitoring melalui aplikasi web. b. Computer Assisted Personal Interviewing: An Experimental Evaluation of Data Quality and Cost Penelitian ini dilakukan oleh Reginal P. Baker, Norman M. Bradburn dan Robert A. Johnson (1995). Tujuannya adalah membandingkan CAPI dan PAPI dalam hal efisiensi dan efektifitas. Penelitian ini dilakukan pada survei National Longitudinal Survey Youth Cohort (NLS/Y) di Ohio, Amerika Serikat. Survei ini merupakan survei yang cukup kompleks dan mengharuskan adanya rule validasi yang relatif ketat. Penelitian dilakukan dengan metode membandingkan penggunaan CAPI dan PAPI pada survey NLS/Y. Sebanyak 25% dari total responden diwawancarai menggunakan CAPI, 25% selanjutnya diwawancarai menggunakan PAPI, dan 50% sisanya diwawancarai menggunakan PAPI, tetapi bukan sebagai bagian dari penelitian. 92
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Hasil penelitian ini adalah CAPI memiliki response rate yang lebih rendah daripada PAPI yaitu 81,9% untuk response rate CAPI dan 84,2% untuk response rate PAPI. Namun, angka response rate pada CAPI dinilai sudah cukup tinggi karena penggunaan CAPI pada survei ini merupakan uji coba yang pertama kali. Dari 26 pertanyaan sensitif yang diajukan kepada responden, 23 diantaranya lebih banyak terisi jika menggunakan CAPI dibanding PAPI, walaupun secara statistik hanya 2 pertanyaan yang berbeda signifikan. Dari segi waktu, penggunaan CAPI dapat mengurangi 20% waktu wawancara dari pada PAPI. Meskipun demikian, dari segi biaya, CAPI lebih mahal dibandingkan PAPI karena pada awal pelaksanaan perlu adanya pengadaan laptop. Namun, perbedaan biaya tidak terlalu signifikan, terlebih lagi dengan adanya kecenderungan semakin murahnya harga laptop. Kesimpulan pada penelitian ini adalah CAPI mempunyai lebih banyak keunggulan untuk meningkatkan kualitas data dibandingkan dengan PAPI. Manfaat utamanya adalah mengurangi non-response rate yang disebabkan oleh pertanyaan yang terlewat sehingga CAPI dinilai sangat bermanfaat untuk survei yang kompleks. Selain itu, ada kecenderungan responden menganggap CAPI lebih menjamin kerahasiaan untuk pertanyaan sensitif. Survei menggunakan CAPI pada awalnya memang akan lebih mahal dari pada PAPI tetapi perbedaan biaya ini akan terus menurun seiring dengan pengalaman pewawancara dalam menggunakan CAPI terutama untuk survei yang cakupannya luas. c. CAPI: A Method of Capturing Sensitif Information Penelitian ini dilakukan oleh Emma Forster and Alison McCleery (1999). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah CAPI cocok untuk projek besar, menangkap jawaban pertanyaan yang sensitif, dan mengetahui apakah CAPI meningkatkan kualitas data. Penelitian ini dilakukan pada survei kepemilikan rumah di kota Glasgow, Scotland, UK. Unit observasi pada survei ini adalah rumah tangga. Hasil dari penelitian ini adalah CAPI memberikan response rate yang lebih tinggi daripada yang diharapkan, yaitu sebesar 60%. Responden yang menolak pertanyaan sensitif kurang dari 6,5%. Pertanyaan yang paling banyak ditolak adalah pertanyaan tentang pendapatan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah CAPI lebih baik dibanding PAPI dalam hal meningkatkan response rate. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan bahwa CAPI cocok digunakan untuk pertanyaan yang sensitif. Keunggulan lainnya adalah CAPI cocok digunakan untuk suvei dengan cakupan yang luas maupun kecil walaupun jika dilihat dari segi biaya, penggunaan CAPI memerlukan investasi yang besar di awal pelaksanaan.
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
93
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
III.
ANALISIS DAN SOLUSI
1. Gambaran Umum Sistem Berjalan Analisis sistem berjalan dilakukan dengan melakukan wawancara kepada subject matter untuk mengidentifikasi gambaran umum sistem berjalan dan menemukan permasalahan yang ada pada sistem berjalan. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, dapat digambarkan proses bisnis sistem yang ada pada saat ini seperti pada Gambar 3. 2. Analisis Permasalahan Berdasarkan analisis sistem berjalan, dapat diketahui bahwa sistem pengumpulan data Kor Susenas selama ini menggunakan metode PAPI. Hal ini menimbulkan beberapa permasalahan, yaitu: a. Membutuhkan biaya yang besar Penggandaan kuesioner beserta pengadaan alat tulis membutuhkan biaya yang besar. Pada sistem berjalan, BPS melakukan penggandaan kuesioner Kor Susenas di tiap-tiap provinsi sebanyak sampel yang terpilih di provinsi tersebut. b. Tidak ada validasi dan cleaning data saat pencacahan Kegiatan mewawancarai responden dengan metode Paper and Pen Interviewing (PAPI) menggunakan kuesioner tercetak. Pada proses ini tidak ada validasi dan cleaning data secara langsung pada saat pencacahan, sehingga diperlukan proses cleaning data secara singkat oleh pengawas. Sementara itu, untuk memeriksa konsistensi isian pada kuesioner diperlukan proses editing dan entri data di BPS kabupaten. Jika terjadi kesalahan pada pengisian kuesioner, maka diadakan pemanggilan kembali pencacah untuk melakukan perbaikan. c. Proses pengumpulan data yang lama Untuk menjaga kualitas data yang dihasilkan, penggunaan metode PAPI memerlukan proses cleaning, editing, dan entri data. Proses–proses ini memakan waktu yang relatif lama, sehingga data pencacahan tidak dapat segera digunakan untuk proses selanjutnya. Berbagai permasalahan di atas dapat dijelaskan oleh fishbone diagram yang ditunjukkan oleh Gambar 4.
94
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Gambar 3. Diagram proses bisnis pengumpulan data Kor Susenas Gambar 4.
Gambar 5. Fishbone diagram pengumpulan data Kor Susenas
3. Analisis Kebutuhan Pengguna Subdirektorat Rumah Tangga memiliki berbagai kebutuhan untuk menghasilkan data Kor Susenas yang lebih akurat dan realtime. Pelaku utama proses pengumpulan data Kor TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
95
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Susenas ini adalah pencacah sebagai ujung tombak pengumpulan data Kor Susenas yang melakukan wawancara dengan responden, pengawas yang melakukan berbagai fungsi pengawasan dan BPS baik BPS Kabupaten/kota, BPS provinsi maupun BPS Pusat yang melakukan monitoring pencapaian pencacahan. Dari hasil identifikasi, sistem yang dibutuhkan di tiap-tiap pelaku proses pengumpulan data adalah sebagai berikut: a. Pencacah Pencacah memerlukan sistem pengumpulan data yang terkomputerisasi yang menyertakan validasi dan cleaning yang dilaksanakan pada saat interview. Hal ini diharapkan dapat mencegah kesalahan isian dan mempercepat proses pengumpulan data. Pada pencacah juga diperlukan fasilitas untuk mengirim data hasil pencacahan ke database server. b. Pengawas Pengawas memerlukan sistem yang dilengkapi dengan fitur–fitur pengawasan, yaitu pengawasan terhadap hasil pencacahan dan pengawasan terhadap perilaku pencacah seperti durasi pencacahan dan jumlah kesalahan isian yang dilakukan pencacah. c. BPS BPS memerlukan aplikasi yang dapat memonitor pencapaian pencacahan untuk pengendalian kegiatan pencacahan.
4. Solusi Permasalahan Ada beberapa alternatif pemecahan solusi terhadap masalah yang dihadapi dalam pengumpulan data Kor Susenas. Ketiga alternatif solusi tersebut adalah sebagai berikut: a. Mengembangkan sistem yang sudah ada Sistem pengumpulan data Kor Susenas yang ada saat ini adalah aplikasi data entri dan monitoring pencacahan yang terpisah. Aplikasi data entri terdapat di BPS kabupaten karena proses pengentrian dilakukan di BPS Kabupaten. Pengiriman data ke BPS pusat dilakukan dengan cara yaitu masing-masing BPS Kabupaten meng-upload data hasil perekaman ke File Lib BPS. Sedangkan sistem monitoring dilakukan dengan sistem web dan SMS gateway. b. Membangun aplikasi data entri menggunakan DPA Builder DPA Builder adalah aplikasi pembangkit data entri yang memfasilitasi user untuk membuat form data entri, mengelola data master, dan mengelola format laporan (Mutaqin, 2011). Namun, aplikasi yag dihasilkan oleh builder ini tidak mendukung pengiriman data ke database server melalui jaringan dan tidak mendukung pengawasan terhadap perilaku pencacah.
96
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
c. Membangun sistem yang baru Membangun sistem aplikasi desktop pencacah dan pengawas dengan fasilitas penyimpanan data di database lokal dan pengiriman data ke database server menggunakan web service dan koneksi internet. Selain itu BPS pusat, provinsi, dan kabupaten dapat memonitoring kegiatan survei secara real time dengan website monitoring. Dari tiga alternatif solusi di atas, solusi yang paling tepat adalah solusi ketiga karena solusi ini memenuhi kebutuhan subject matter dan mengatasi masalah yang terjadi pada pengumpulan data Kor Susenas.
IV.
PERANCANGAN APLIKASI
1. Rancangan Arsitektur Sistem Usulan Sistem aplikasi CAPI yang dibangun terdiri atas tiga komponen, yaitu: (1) Aplikasi Desktop Pengawas, (2) Aplikasi Desktop Pencacah yang keduanya memiliki database lokal tersendiri dan berhubungan dengan database Server melalui web service dan koneksi internet, dan (3) Aplikasi Web Monitoring kegiatan pencacahan yang sumber datanya adalah database server. Aplikasi Desktop Pengawas dan Pencacah adalah aplikasi client yang menggunakan akses internet untuk mengirimkan dan mengunduh data dari database server. Pertukaran data tersebut dilakukan melalui web service yang dibangun pada sisi server dengan menggunakan format JSON. Web service ini akan memberikan akses ke data server sehingga menjadi media komunikasi diantara aplikasi desktop dan database server. Rancangan arsitektur dapat dilihat pada Gambar 5. Aplikasi Desktop Pencacah mengirimkan data ke database server melalui web service, dan Aplikasi Desktop Pengawas mengunduh data melalui web service. Kemudian, Aplikasi Web Monitoring langsung mengakses database server. Web service dibangun dengan menggunakan konsep RESTful dimana request data dilakukan dengan menggunakan URL yang telah disediakan untuk menginput atau mendapatkan data yang diinginkan.
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
97
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Gambar 6. Desain arsitektur sistem
Sistem Aplikasi CAPI ini terdiri dari empat subsistem, yaitu CAPI Pencacah, Web Service Susenas, CAPI Pengawas, dan Web Monitoring. CAPI Pencacah adalah aplikasi untuk mewawancarai responden. Pada CAPI Pencacah terdapat lima fungsi utama, yaitu Interview, Revisit, View Data, Kirim Data, dan Isi Data Master. Web Service Susenas berfungsi menyediakan akses ke pusat data. Web service terdiri dari dua fungsi, yaitu fungsi Kirim Data dan Download Data. CAPI Pengawas digunakan untuk melakukan pengawasan hasil pencacahan. Pada CAPI Pengawas terdapat lima fungsi utama, yaitu Download Data, Monitoring Pencacahan, View Data, Kontroling, dan Isi Data Master. 2. Pemodelan Sistem Usulan Perancangan sistem usulan menggunakan diagram UML yang merupakan standar baku dari OOAD. Diagram UML yang digunakan adalah use case diagram dan activity diagram. Gambar 6, 7, dan 8 memperlihatkan use case diagram pencacah, Use case diagram pengawas, dan Use case diagram BPS.
98
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Gambar 6. Use case diagram Pencacah
Gambar 7. Use case diagram Pengawas
Gambar 8. Use case diagram BPS 3. Rancangan Web Service Web service dibangun dengan menggunakan konsep RESTful dan pertukaran data menggunakan format JSON. Rancangan ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan perangkat client yaitu Aplikasi Desktop Pengawas dan Pencacah. Beberapa service akan dipanggil oleh aplikasi desktop menggunakan protokol HTTP. Setiap service yang disediakan dapat diakses
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
99
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
dengan menggunakan URL tertentu. Service yang dibutuhkan dalam pembuatan sistem ini adalah sebagai berikut: a. Kirim Data Service ini digunakan untuk mengirimkan data hasil pencacahan dari database pencacah ke database Server. b. Download Data Service ini digunakan untuk mendapatkan data hasil pencacahan dari database Server oleh pengawas. 4. Rancangan Database Sistem Usulan Database pada sistem ini merupakan pengembangan dari database Susenas yang telah ada. Terdapat 3 database, yaitu (1) database lokal Pencacah, (2) database lokal Pengawas dan (3) database Server. Perancangan database terdiri dari tiga tahap yaitu perancangan konseptual, logis, dan fisik. a. Rancangan Konseptual Pada tahap ini didefinisikan entitas-entitas yang akan dibuat. Selanjutnya diidentifikasi hubungan antar entitas-entitas tersebut beserta multiplicity-nya. Setelah itu, diidentifikasi atribut-atribut entitas dan/atau hubungan tersebut. b. Rancangan Logis Berdasarkan rancangan basis data konseptual, dibuat rancangan basis data logis dengan memberikan hubungan primary key dan foreign key antar entitas. Gambar 9 menunjukkan rancangan logis database dari database server, database lokal pencacah dan database lokal pengawas. c. Rancangan Fisik Rancangan ini mencakup nama tabel, nama atribut atau field, tipe data, ukuran data, primary key, dan foreign key.
100
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Gambar 9. ERD dengan primary key
V. IMPLEMENTASI Hasil analisis dan perancangan sistem digunakan sebagai dasar dalam tahapan implementasi sistem. Implementasi pada sistem ini meliputi penggunaan perangkat keras dan perangkat lunak sistem, pembuatan implementasi basis data, pembuatan program, dan antarmuka. 1. Perangkat Keras dan Perangkat Lunak a. Perangkat Keras Pengembangan aplikasi ini dilakukan dengan netbook dengan spesifikasi sebagai berikut: -
Processor Intel(R) Atom™ CPU N280 @ 1.66GHz (2 CPUs)
-
RAM 2040 MB
-
Hard disk 144 GB
-
Monitor Digital Flat Panel (1024x768) (32 bit)
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
101
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
b. Perangkat Lunak Perangkat lunak yang digunakan dalam pengembangan sistem ini adalah sebagai berikut: -
Sistem Operasi: Microsoft Windows XP Home Edition (5.1)
-
Aplikasi desktop Pencacah dan Pengawas:
-
IDE (Integrated Development Environment): Microsoft Visual Studio 2008 SP1
Bahasa pemrograman C#
Database: Microsoft SQL Server Compact Edition v3.5
Web Service:
IDE: Notepad ++
Bahasa Pemrograman: PHP 5.3.0.
Database: Microsoft SQL Server 2008 R2
Webserver: Apache 2.2.11
2. Implementasi Basis Data Sistem ini diimplementasikan dengan tiga database, yaitu database lokal aplikasi pencacah, database lokal aplikasi pengawas, dan database server. Semua database tersebut diimplementasikan dengan menggunakan interface dari Microsoft SQL Server 2008 R2, yaitu SQL Server Management Studio. Pada subbab ini akan dijelaskan implementasi dari masing– masing database. a. Database Lokal Aplikasi CAPI Pencacah dan Aplikasi Pengawas Database lokal Aplikasi CAPI Pencacah diimplementasikan menggunakan Microsoft SQL Server Compact Edition v3.5. Microsoft SQL Server Compact Edition (CE) v3.5 adalah merupakan database yang tertanam di aplikasi yang memungkinkan pengembang sistem untuk
membangun
aplikasi
yang
kuat
untuk
aplikasi
desktop
maupun
mobile
(www.microsoft.com). Microsoft Visual Studio 2008 adalah salah satu environment yang mendukung pengembangan aplikasi menggunakan SQL Server Compact Edition v3.5. b. Database Server Database server diimplementasikan menggunakan Microsoft SQL Server 2008 R2, sesuai dengan database Susenas yang digunakan saat ini. 3. Implementasi Program dan Antarmuka Implementasi program dan antarmuka pada sistem ini dibagi menjadi empat bagian, yaitu implementasi Program Aplikasi CAPI Pencacah, Program Aplikasi CAPI Pengawas, Program Web Service, dan Program Website Monitoring. 102
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
a. Program Aplikasi CAPI Pencacah -
Implementasi Program Implementasi program aplikasi CAPI pencacah menggunakan Microsoft Visual
Studio 2008 SP1 dan bahasa pemrograman C#. Program aplikasi CAPI merupakan aplikasi berbasis desktop. Implementasi diawali dengan melakukan instalasi Microsoft Visual Studio 2008 SP1 yang mendukung bahasa pemrograman C# dan koneksi data menggunakan Microsoft SQL Server Compact Edition. Untuk akses ke database, sistem ini menggunakan LINQ to SQL. LINQ (Language Integrated Query) adalah model pemrograman yang memperkenalkan query sebagai konsep class ke setiap bahasa Microsoft.NET (http://www.linq-to-sql.com). Untuk menggunakan LINQ dalam mengakses database, diperlukan file yang berekstensi .dbml. Untuk database yang menggunakan Microsoft SQL Compact Edition yang berekstensi .sdf, file .dbml ini tidak bisa langsung dibuat oleh Microsoft Visual Studio. Dalam pembangunan aplikasi ini digunakan tools untuk membuat file .dbml dari file .sdf yaitu SQL Metal OSUI tools. Alasan menggunakan LINQ adalah karena LINQ memiliki berbagai keunggulan, salah satunya adalah LINQ dapat membuat query lebih ringkas dan mudah dibaca. -
Implementasi Antarmuka Pengguna Implementasi antarmuka pengguna merupakan penerapan rancangan antarmuka pada
bagian perancangan sistem. Implementasi antarmuka pengguna pada sistem ini menggunakan fasilitas yang tersedia di Microsoft Visual Studio 2008. Selain itu, diintegrasikan juga beberapa library dari sumber luar untuk membuat tampilan tertentu. Adapun salah satu tampilan pertanyaan kepada responden dan tampilan peringatan terjadinya kesalahan ditunjukkan pada Gambar 10: b. Program Aplikasi CAPI Pengawas -
Implementasi Program Sama dengan implementasi Program Aplikasi CAPI Pencacah, Program Aplikasi
CAPI Pengawas diimplementasikan dengan IDE Microsoft Visual Studio 2008 dan bahasa pemrograman C#. Untuk akses ke database, sistem ini juga menggunakan LINQ to SQL.
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
103
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Gambar 10. Tampilan pertanyaan kepada responden -
Implementasi Antarmuka Pengguna Implementasi antarmuka pengguna menggunakan fasilitas yang tersedia di Microsoft
Visual Studio 2008. Selain itu, diambil juga beberapa library dari sumber luar untuk diintegrasikan ke project untuk membuat tampilan tertentu. Gambar 11 merupakan salah satu tampilan pada Program Aplikasi Pengawas. Selain melakukan pengawasan terhadap konten hasil pencacahan, pengawas juga melakukan pengendalian terhadap perilaku pencacah yang meliputi durasi pencacahan dan banyaknya kasus yang tidak konsisten dengan hasil pengawasan. Tampilan dari pengendalian tersebut diperlihatkan pada Gambar 12. c. Implementasi Program Web Service Penulisan program web service menggunakan IDE Notepad++. Pembuatan web service dilakukan dengan menggunakan RESTful (Representational State Transfer) web service dengan tipe data JSON. Contoh kode implementasi program dapat dilihat pada Gambar 13. d. Implemetasi Program Web onitoring Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Web Monitoring Pencacahan merupakan aplikasi berbasis web yang programnya dijalankan melalui web browser. Implementasi diawali dengan melakukan instalasi xampp 1.7.2 yang mendukung PHP versi 5.3.5, web server Apache 2.2.11 dan instalasi Yii Framework 1.1.7 sebagai framework PHP. Gambar 14 merupakan tampilan antarmuka progres pencacahan pada web monitoring:
104
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Gambar 11. Tampilan pengawasan pada aplikasi Pengawas
Gambar 12. Tampilan pengendalian pada aplikasi Pengawas
Gambar 13. Implementasi kode program service pada notepad++
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
105
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Gambar 14. Tampilan antarmuka web monitoring
IV. UJI COBA DAN EVALUASI 1. Uji Coba Uji coba dilakukan untuk mengetahui kekurangan pada aplikasi. Uji coba dalam pengembangan sistem ini dilakukan dengan pendekatan black box testing dan pendekatan kepuasan pengguna. Pada penelitian ini, baik uji coba black box testing maupun kepuasan pengguna dilakukan oleh 5 orang yaitu 3 orang KSK dan 2 orang staf BPS Kotamadya Jakarta Pusat. a. Uji Coba Black Box Uji coba black box dilakukan sesuai dengan rancangan uji coba yang telah dibuat dengan test case. Pengujian ini dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada pengguna untuk memastikan bahwa fungsi–fungsi yang dibuat berjalan dengan baik dan tidak terdapat kesalahan. Pengujian ini menggunakan 5 kasus yang akan diuji coba oleh kelima pengguna baik pada Aplikasi Desktop Pengawas maupun Pencacah. Hasil test case memperlihatkan bahwa tidak ditemukan adanya kesalahan baik dilihat dari input maupun output tiap fungsi yang diuji secara black box. b. Uji Coba Kepuasan Pengguna Uji coba ini dilakukan dengan memberikan sejumlah pertanyaan kepada pengguna terkait dengan kepuasan pengguna dalam menggunakan aplikasi ini. Uji coba ini terdiri dari uji coba fungsi untuk mengukur sejauh mana responden bersedia untuk menggunakan sistem dan uji coba antarmuka untuk menguji antarmuka sistem yang telah dibuat. Pada uji coba antarmuka digunakan kuesioner SUS (Sistem Usabiliy Scale). Setelah menggunakan sistem, responden akan memberikan nilai 1-5 dengan masing-masing adalah untuk sangat tidak setuju ,tidak setuju, cukup setuju, setuju, dan sangat setuju. Hasil uji coba fungsi dan antarmuka adalah sebagai berikut: 106
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
-
Hasil uji coba antarmuka Aplikasi Pencacah 192 (77% dari total skor maksimum)
-
Hasil uji coba antarmuka Aplikasi Pengawas 191 (76,4% dari total skor maksimum)
-
Hasil uji coba fungsi Aplikasi Pencacah 327,5 (65,5% dari total skor maksimum)
-
Hasil uji coba fungsi Aplikasi Pengawas 312,5 (62,5% dari total skor maksimum) Menurut Jeff Sauro (2011), skor SUS dikatakan lebih dari rata–rata jika skornya lebih
dari 68 dan di bawah rata–rata jika skornya kurang dari 68. Dari hasil uji coba antarmuka yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa dihasilkan skor di atas rata–rata dengan grade B yaitu 77% untuk Aplikasi pencacah dan 76,4% untuk Aplikasi Pengawas. Untuk uji coba fungsi, skor yang dihasilkan adalah 65,5 untuk Aplikasi Pencacah dan 62,5 untuk skor Aplikasi pengawas. Adapun item yang nilainya paling rendah baik pada Aplikasi Pengawas maupun Pencacah adalah pada pertanyaan apakah user merasa percaya diri dalam menggunakan sistem.
2. Evaluasi Sistem Berdasarkan hasil implementasi dan uji coba, evaluasi dari sistem yang telah dibangun adalah sebagai berikut: a. Kelebihan sistem -
Sistem mendukung pengumpulan data dengan rule validasi dan cleaning data pada saat interview.
-
Sistem mendukung penyimpanan data hasil pencacahan di database lokal pencacah maupun pengawas.
-
Sisem mendukung pengiriman/download data hasil pencacahan ke/dari database server melalui web service.
-
Sistem mendukung pengawasan terhadap isi hasil pencacahan oleh pengawas dan kunjungan ulang untuk memperbaiki hasil pencacahan oleh pencacah.
-
Sistem mendukung pengendalian terhadap pencacah yang mencakup pengendalian terhadap durasi pencacahan dan jumlah kasus yang tidak konsisten dengan hasil pengawasan.
-
Istilah yang digunakan dan pesan kesalahan mudah dipahami
b. Kekurangan Sistem: -
Respon sistem agak lama ketika user melakukan download data.
-
User masih belum percaya diri dalam menggunakan sistem.
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
107
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
V. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: a. Berdasarkan analisis sistem berjalan dari pengumpulan data Kor Susenas menggunakan metode PAPI, masalah yang paling mendasar adalah mengenai biaya yang besar, kecepatan pengumpulan data yang tidak memadai, dan keakuratan data yang dihasilkan. b. Berdasarkan analisis kebutuhan sistem, sistem yang dibutuhkan adalah Aplikasi CAPI Pengawas dan Pencacah yang berbasis desktop, Web Service untuk komunikasi data, dan Aplikasi Monitoring Pencapaian Pencacahan berbasis Web. c. Pada penelitian ini, telah dilakukan perancangan dan implementasi sistem untuk memenuhi kebutuhan dalam proses pengumpulan data Kor Susenas dengan sistem CAPI. d. Sistem yang dibangun mendukung pencacahan menggunakan laptop komputer yang disertai dengan rule validasi serta pengiriman data hasil pencacahan ke database server melalui jaringan internet dan teknologi web service pada aplikasi pencacah. Selain itu pada aplikasi pengawas, sistem yang dibangun mendukung pengambilan data dari database server serta fungsi pengawasan konten dan pengendalian terhadap pencacah. Dengan aplikasi web monitoring, sistem mendukung monitoring pencapaian pencacahan.
-
Saran Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan mempertimbangkan ha-hal berikut:
1. Mengintegrasikan sistem CAPI dengan sistem penarikan sampel. Hal ini akan mempermudah proses pencacahan dan meningkatkan konsistensi data. 2. Melengkapi sistem dengan cek versi aplikasi dan peringatan untuk update pada aplikasi pengawas dan pencacah pada saat aplikasi tersebut terhubung dengan server melalui jaringan internet. 3. Melengkapi sistem dengan GPS sehingga pengawas dapat melakukan pengendalian terhadap lokasi di mana pencacahan dilakukan.
108
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2011. Pedoman Pencacah Data Kor Survei Sosial-Ekonomi Nasional. Jakarta: BPS. BadanPusatStatistik. 2011. Pedoman Pencacah Survei Penggunaan Tembakau Indonesia. Jakarta: BPS. BadanPusatStatistik. 2011. Pedoman Pengawas Survei Penggunaan Tembakau Indonesia. Jakarta: BPS. BadanPusatStatistik. 2011. Pedoman Pengawas Survei Sosaial-Ekonomi Nasional M1. Jakarta: BPS. BadanPusatStatistik. 2011. Pedoman Penggunaan Ipaq & Case Management System Survei Penggunaan Tembakau Indonesia. Jakarta: BPS. Darmawan, Erico & Laurentus Risal. 2011. Pemrograman Berorientasi Objek C# yang Susah Jadi Mudah. Bandung: Informatika. Emma Forster and Alison McCleery. 1999. CAPI: A Method of Capturing Sensitif Information. IASSIST Quarterly. http://www.linq-to-sql.com diakses pada tanggal 5 Agustus 2012. http://www.measuringusability.com/sus.php diakses pada tanggal 27 Agustus 2012. http://www.microsoft.com/en-us/sqlserver/editions/2012-editions/compact.aspx diakses pada tanggal 5 Agustus 2012. http://www.json.org/ diakses pada tanggal 5 Agustus 2012. http://www.w3schools.com/webservices/ws_intro.asp diakses tanggal 5 Agustus 2012.. Mutaqin.2011. Rekayasa Sistem Pembangkit Aplikasi Pengolahan Data Survei [Skripsi]. Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Raymond McLeod, Jr. and George P. Schell. 2004. Management Information Systems 9th edition. Prentice Hall, Inc. Reginal P. Baker, Norman M. Bradburn dan Robert A. Johnson. 1995. Computer Assisted Personal Interviewing: An Experimental Evaluation of Data Quality and Cost. Journal of Official Statistics, Vol. 11, No. 4, pp. 413 – 431 Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. 2010. Pedoman Penyusunan Skripsi Jurusan Komputasi Statistik STIS. Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. UNESCAP. 1999. Guidelines on the Application of New Technology to Population Data Collection and Capture.
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
109
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Whitten, Jeffery L., Lonnie D. Bentley, Kevin C. Dittman. 2004. Metode Desain & Analisis Sistem Edisi 6.Diterjemahkan oleh Tim Penerjemah ANDI.Yogyakarta: Andi. Williams, L. 2004. Testing Overview and Black-Box Testing Technique.27 Agustus 2012.http://agile.csc.ncsu.edu/SEMaterials/BlackBox.pdf.
110
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
APLIKASI PENGHITUNGAN INFLASI MENGGUNAKAN FORMULA INDEKS MODIFIED LASPEYRES PLUS, FISHER-WM, LASPEYRES, FISHER DAN PAASCHE Fajar Wahyuni Abstract High inflation has bad side effect, it can act as a drag on productivity , it also redistributes income from people on fixed incomes (that do not rise with inflation), and reduce nominal money’s value. The consumer price index measures movements in prices of fixed basket of goods and services purchased which calculate from Modified Laspeyres Formula. But, this formula cancapture real conditions neither, through the fluctuative market price. It caused that this formula weighted by basic commodity quantity, so it can’t capture the movements of consumption. There is still no tools to calculate inflation with Laspeyres, Fisher, Paasche, Modified Laspeyres Plus, Fisher-WM Formula, so in this study we develop an user friendly application. With this application, it can figure out the result in table, graphic and map. Keyword : Laspeyres, Paasche, Fisher, Fisher-WM, Modified Laspeyres Plus
I. PENDAHULUAN Salah satu masalah ekonomi yang terus menerus mendapat perhatian pemerintah adalah masalah inflasi. Inflasi pada tingkat yang tinggi, menyebabkan kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Oleh sebab itu, pemerintah berusaha menjaga agar tingkat inflasi yang berlaku berada pada tingkat yang sangat rendah atau stabil. Dalam bukunya, Rosidi et al. (2004) menjelaskan bahwa pengukuran inflasi di Indonesia menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK). Angka inflasi diumumkan oleh BPS setiap awal bulan dan formula yang digunakan BPS dalam penghitungan IHK saat ini adalah Modified Laspeyres. Namun, seiring berkembangnya dinamika pergerakan harga serta berbagai gejolak yang terjadi dalam pasar, Formula Indeks Modified Laspeyres dirasa kurang mampu menangkap realita yang ada. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa Formula Indeks Modified Laspeyres hanya menitikberatkan penggunaan kuantitas pada tahun dasar sebagai penimbang, sehingga cakupan perubahan pola konsumsi yang ada tidak sesuai dengan keadaan saat ini (current period). Fisher yang juga merupakan formula untuk menghitung indeks (inlasi) secara teoritis lebih baik dari pada Laspeyres dan Paasche karena Fisher lebih banyak memenuhi kriteria pengujian dari pada Laspeyres dan Paasche. Sampai saat ini, BPS telah melakukan modifikasi TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
111
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Formula Indeks Laspeyres menjadi Modified Laspeyres. Kemudian Formula Indeks Laspeyres ini dikembangkan lagi menjadi Modified Laspeyres Plus. Pada Formula Indeks Fisher juga telah dilakukan modifikasi menjadi Fisher-WM yang dibangun melalui konsep koreksi penimbang (Weighted Modified) dengan tujuan mengurangi bias pada Formula Modifikasi Laspeyres. Permasalahan Modified Laspeyres yang tidak mampu menangkap realita telah teratasi melalui penelitian Herliati (2011) dan Suprihartiningsih (2012). Dalam penelitian tersebut, mereka mencari solusi untuk mengetahui formula mana yang cocok digunakan di Indonesia dengan menguji lima formula yakni tiga formula utama dan dua formula modifikasi. Formula tersebut antara lain Laspeyres, Paasche, Fisher, Fisher-WM dan Modified Laspeyres Plus. Penghitungan angka inflasi di lingkungan BPS dilakukan oleh Subdirektorat Harga Konsumendengan
memanfaatkan
software
khusus
yang
bernama
IHK-onlineyang
menggunakan Formula Indeks Modified Laspeyres. Formula Indeks Modified Laspeyres ditunjukkan pada persamaan di bawah ini . ∑
(1)
∑
Keterangan = Harga pada tahun yang bersangkutan = Harga sebelum tahun yang bersangkutan = Harga pada tahun dasar = Quantity pada tahun dasar Pada software tersebut hanya terdapat fitur penghitungan menggunakan Formula Indeks Modified Laspeyres. Untuk Formula Indeks Laspeyres, Paasche, Fisher, Fisher-WM dan Modified Laspeyres Plus masih belum tersedia.Dari kendala tersebut, perlu dikaji lebih dalam untuk dapat mengetahui sumber permasalahan dan alternatif solusinya. Dalam fact finding yang dilakukan melalui wawancara dengan subject matter, ditemukan masalah yang sangat dibutuhkan solusinya yaitu perlu adanya tools untuk dapat menghasilkan angka inflasi menggunakan Formula Indeks Laspeyres, Paasche, Fisher, Fisher-WM dan Modified Laspeyres Plus.Penelitian ini dibatasi pada penghitungan inflasi umum dengan Formula Indeks Laspeyres, Paasche, Fisher, Fisher-WM dan Modified Laspeyres Plus di dalam penghitungannya. Tujuan umum dari riset ini adalah merancang dan membuat aplikasi penghitungan indeks dan inflasi. Dalam penghitungannya, aplikasi ini menggunakan beberapa formula
112
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
indeks diantaranya yaitu Formula Indeks Laspeyres, Fisher, Paasche, Fisher-WM dan Modified Laspeyres Plus. Adapun tujuan khusus dilakukannya penelitian ini yaitu : a. Mempelajari Formula Indeks Laspeyres, Fisher, Paasche, Fisher-WM dan Modified Laspeyres Plus, serta penerapannya dalam penghitungan inflasi. b. Membuat suatu perancangan proses, perancangan antarmuka, dan keluaran yang dihasilkan aplikasi usulan. c. Membuat sebuah aplikasi penghitungan yang dapat menghasilkan angka inflasi. d. Melakukan uji coba dan evaluasi terhadap aplikasi yang telah dibuat. e. Menampilkan pengelompokan inflasi dalam bentuk tabel, grafik dan peta. f. Melakukan perbandingan hasil keluaran yang dihasilkan formula indeks.
A. TEORI DAN KERANGKA PIKIR 1. Landasan Teori Angka Indeks Dalam bukunya, Supranto (2000) mendefinisikan angka indeks sebagai angka yang dibuat sedemikian rupa dengan tujuan untuk memperbandingkan suatu kegiatan yang sama seperti produksi, ekspor, dan hasil penjualan dalam waktu yang berbeda.Tujuan pembuatan angka indeks adalah untuk mengukur secara kuantitatif terjadinya perubahan dalam dua waktu yang berlainan. Apabila perubahan tersebut menaik maka hal itulah yang dikatakan inflasi, dan apabila perubahan tersebut menurun maka hal itulah yang dikatakan deflasi. Di dalam membuat angka indeks diperlukan dua jenis waktu, yaitu waktu dasar (base period) dan waktu yang bersangkutan atau sedang berjalan (current period). Waktu dasar adalah waktu dimana suatu kegiatan digunakan sebagai dasar perbandingan, sedangkan waktu yang bersangkutan adalah waktu dimana suatu kegiatan digunakan sebagai perbandingan terhadap kegiatan pada waktu dasar. Indeks Harga Terdapat tiga macam indeks harga penting yang digunakan dewasa ini. Indeks yang pertama adalah indeks harga konsumen (consumer price index) yang mengukur perubahan harga barang dan jasa yang dibeli oleh konsumen. Untuk mengukur indeks tersebut, harga setiap jenis barang ditimbang menurut pentingnya barang yang bersangkutan dalam budget keluarga berpenghasilan sedang. Indeks harga perdagangan besar (wholesale price index) mengukur perubahan harga di pasar-pasar primer, yaitu harga-harga yang dikenakan oleh pabrik dan perdagangan besar. Indeks yang ketiga adalah deflator GNP, yaitu indeks yang TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
113
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
dugunakan untuk mendeflasikan GNP sehingga GNP dapat diukur menurut ukuran riil, yaitu harga-harga konstan (constant price). Untuk mengetahui seberapa besar gejolak perekonomian di Indonesia, BPS menggunakan Indeks Harga Konsumen (Consumer Index Price) sebagai dasar penghitungan yang dipublikasian setiap awal bulan. Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan salah satu indikator ekonomi penting yang dapat memberikan informasi mengenai perkembangan harga barang/jasa yang dibayar oleh konsumen. Penghitungan IHK ditujukan untuk mengetahui perubahan harga dari sekelompok tetap barang/jasa yang pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat. Perubahan harga barang/jasa yang menaik atau menurunmempunyai kaitan yang erat dengan kemampuan daya beli dari uang yang dimiliki masyarakat, terutama bagi mereka yang berpenghasilan tetap. Teknik Untuk mengetahui besarnya angka indeks, maka diperlukan data harga dan data kuantitas barang baik pada tahun dasar maupun tahun berjalan. Formula dalam penghitungan angka indeks antara lain : 1. Formula Indeks Laspeyres Formula Indeks Laspeyresmemiliki kelebihan, yaitu mudah dalam penerapannya karena penimbangnya yang tidak berubah-ubah sehingga tidak memerlukan survei pada setiap penghitungan selama penimbang belum out of date. Hal ini menyebabkan penerapan Formula Indeks Laspeyres efisien dari sisi waktu dan tenaga. Adapun kelemahan dari Formula Indeks ini adalah secara teoritis kurang baik. Terbukti bahwa Laspeyres tidak memenuhi factor reversal test maupun time reversal test. Selain itu, pada penghitungannya hanya berdasarkan tahun dasar saja, sehingga dapat tidak lagi sesuai dengan keadaan saat penghitungan. 2. Formula Indeks Fisher Formula Indeks Fisher merupakan perbaikan dari Formula Indeks Laspeyresdan Paasche. Dikatakan perbaikan karena Formula Indeks Fisherdiperoleh melalui akar dari perkalian antara Formula Indeks Laspeyresdan Paasche.Formula Indeks Fisher secara teoritis baik. Terbukti dari terpenuhinya factor reversal test maupun time reversal test. Namun, karena angka ini diperoleh melalui penghitungan antara Laspeyres dan Paasche, maka kelemahan yang ada pada kedua formula tersebut juga menjadi kelemahan pada Fisher. 3. Formula Indeks Paasche Keunggulan dari Formula Indeks Paasche yakni menggunakan kuantitas terkini sebagai penimbang dalam penghitungannya yang merefleksikan pola konsumsi terkini 114
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
masyarakat. Akan tetapi, indeks ini menaksir biaya hidup yang lebih rendah karena mengasumsikan bahwa konsumen membeli barang dan jasa sekarang pada periode dasar. Selain itu, secara praktik indeks ini tidak efisien waktu dan tenaga karena data penimbang harus senantiasa diperbarui. 4. Formula IndeksModified Laspeyres Plus Pada dasarnya formula ini tidak berubah dari Formula Indeks Laspeyres awal, sehingga masih mengandung bias yang ada pada Formulas Indeks Laspeyres. Formula IndeksModified Laspeyres Plusdibangun dengan harapan mampu mengurangi bias akibat kegagalan Laspeyresdalam menangkap realita sesungguhnya. 5. Formula Indeks Fisher-WM Disebut dengan Formula Indeks Fisher-WM karena konsep dasarnya diambil dari Formula Indeks Fisher yang memasukkan kuantitas periode dasar dan kuantitas berjalan dalampenghitungannya. Formula ini diharapkan mampu mengurangi biasindeks sebelumnya dan mampu menangkap realita yang ada dengan tetap mempertimbangkan efisiensi waktu, tenaga, dan biaya. 2. Kerangka Pikir Pembangunan sistem ini menggunakan metode siklus hidup pengembangan sistem atau System Development Life Cycle (SDLC). Metode SDLCmengikuti beberapa tahapan yaitu: perencanaan sistem, analisis sistem, perancangan sistem, implementasi sistem, dan evaluasi sistem yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut. 1. Perencanaan Pada tahapan ini, dilakukan pemahaman sistem yang sedang berjalan dengan melakukan wawancara kepada subject matter yakni Subdirektorat Statistik Harga Konsumen. Dari hasil wawancara tersebut, diperoleh gambaran secara umum sistem yang sedang berjalan kemudian ditetapkan tujuan dan ruang lingkup pembuatan perangkat lunak. 2. Analisis Pada tahap ini dilakukan analisis pada proses penghitungan inflasi yang dilakukan BPS. Analisis dilakukan dengan melakukan wawancara beberapa subject matter yang menguasai proses penghitungan tersebut. Selain melalui wawancara, informasi diperoleh dengan mengaji buku-buku yang menjelaskan tentang konsep penghitungan inflasi. 3. Perancangan Pada tahap ini, dilakukan perancangan aplikasi penghitungan inflasi berdasarkan hasil analisis pada tahap sebelumnya. Rancangan aplikasi meliputi rancangan proses, dan rancangan antarmuka. Pada rancangan proses digunakan UML diagram untuk membantu TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
115
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
dalam pemodelan proses. UML diagram yang digunakan antara lain: use case diagram, activity diagram, class diagram, dan sequence diagram. Rancangan user interface dibuat untuk memudahkan pengguna dalam berinteraksi dengan aplikasi. 4. Implementasi Tahap implementasi merupakan realisasi dari tahap perancangan yakni membangun aplikasi penghitungan inflasi berdasarkan analisis dan perencanaan yang telah dibuat pada tahap sebelumnya. Pada tahap ini, penulis melakukan kajian terhadap bahasa pemrograman yang akan digunakan dan alat bantu apa saja yang akan dipakai untuk membuat rancangan. 5. Uji Coba dan Evaluasi Uji coba pada penelitian ini yakni dengan pendekatan black box dan white box. Pada pendekatan white box, dilakukan pengujian unit dan pengujian integrasi. Pada pendekatan black box, dilakukan pengujian kepada pihak ketiga dengan menggunakan kuisioner uji kepuasan pengguna. B. ANALISIS DAN SOLUSI 1. Analisis Kondisi Saat Ini Untuk memperoleh informasi-informasi yang mendukung dalam pemahaman sistem berjalan pada pengembangan aplikasi penghitungan inflasi ini, digunakan teknik penemuan fakta (fact finding).Dalam proses penemuan fakta, peneliti menggunakan teknik wawancara, studi literatur, dan pengamatan aplikasi. 1) Wawancara Peneliti melakukan wawancara kepada penggunayang menggunakan aplikasi IHKonlinesebagai alat bantu dalam menghitung angka inflasi, dengan fokus wawancara meliputi: tahapan kegiatan yang dilakukan pada proses penghitungan kendala yang dialami dalam pengoperasian permasalahan dalam menggunakan IHK-online 2) Studi literatur Peneliti melakukan studi literatur tentang informasi yang berkaitan dengan inflasi, yang meliputi: Buku Publikasi Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Publikasi pembelajaran dan penerapan inflasi Jurnal/artikel yang terkait dengan inflasi 3) Pengamatan aplikasi Peneliti melakukan pengamatan terhadap aplikasi yang saat ini digunakan oleh Sub Direktorat Statistik Harga Konsumen dalam melakukan penghitungan inflasi. 116
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
2. Analisis Masalah Data yang representatif dan realtime sangat dibutuhkan dalam pengambilan suatu kebijakan yang dilakukan pemerintah atau pihak-pihak seperti organisasi, badan, atau perorangan. Permasalahan terjadi saat sebuah angka sudah tidak lagi mampu menangkap realita yang ada. Apabila hal itu terjadi, angka tersebut sudah tidak dapat dijadikan titik tolak dalam pengambilan kebijakan. Karena itu, akan berdampak pada penetapan kebijakan yang tidak tepat sasaran. Dari analisis yang telah dilakukan, penulis menemukan permasalahan pada penghitungan inflasi yakni, angka inflasi yang dihasilkan melalui Formula Indeks Modified Laspeyres kurang mampu menangkap realita. Hal ini menyebabkan angka inflasi yang dihasilkan tidak baik jika digunakan sebagai dasar penghitungan selanjutnya, seperti penghitungan angka kemiskinan dan, wage indexation. Kemudian, pada sistem yang sedang berjalan tidak ada fasilitas penyimpanan hasil proses penghitungan, sehingga pengguna harus melakukan proses penghitungan ulang untuk mendapatkan hasilyang diinginkan. 3. Analisis Kebutuhan Analisis kebutuhan dimulai dengan mengidentifikasi fitur-fitur yang dibutuhkan oleh
pengguna. Tahap ini menggunakan use case sebagai tool untuk mendeskripsikan
interaksi diantara aplikasi dan pengguna yang mengakses aplikasi. Pada aplikasi yang dibangun ini, hanya terdapat satu aktor yaitu pengguna. Tingkatan pengguna aplikasi disamakan untuk setiap pemakai dan aplikasi yang dibuat bersifat stand alone. Berdasarkan analisis yang dilakukan pada penggunaan aplikasi yang sedang berjalan, aplikasi pengolahan yang dikembangkan diharapkan memiliki kemampuan sebagai berikut. a. Aplikasi menyediakan fungsi penghitungan inflasi yang lengkap, sehingga pengguna dapat melakukan penghitungan sesuai dengan data yang dimiliki. b. Aplikasi menyediakan fasilitas pembuatan tabel. c.
Aplikasi menyediakan fasilitas pembuatan grafik.
d. Aplikasi menyediakan fasilitas pembuatan keluaran berupa peta sehingga dapat dilakukan perbandingan nilai antarprovinsi. e. Aplikasi menyediakan fasilitas pembandingan angka indeks diantara wilayah terhadap beberapa fungsi yang digunakan.
4. Sistem Usulan Solusi yang diajukan untuk mengatasi permasalahan dalam melakukan perbandingan penghitungan inflasi ada dua yaitu dengan membangun aplikasi penghitungan inflasi berbasis web dan dengan membangun aplikasi penghitungan inflasi berbasis desktop. TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
117
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Pada solusi pertama, yaitu membangun aplikasi penghitungan inflasi berbasis web, pengguna tidak perlu melakukan instalasi aplikasi apabila akan menggunakan aplikasi tersebut. Pengguna bebas melakukan penghitungan apabila mendapatkan hak akses dan aplikasi yang dibangun dapat dipakai oleh yang membutuhkan. Namun demikian solusi ini sulit diterapkan karena dibutuhkan server yang memadai. Selain itu, maksimal agar tidak dapat diakses oleh pengguna yang tidak berwenang. Pada proses penghitungannya, jika volumedata yang digunakan besar maka akan memakan waktu yang lama karena terkendala pada kecepatan transfer data. Solusi yang kedua yaitu membangun aplikasi penghitungan inflasi berbasis desktop. Kelebihan dari solusi ini adalah pengguna dapat melakukan penghitungan inflasi dengan lebih cepat karena tidak terkendala kecepatan transfer data. Selain itu, data yang dihitung bersifat dinamis, karena data tersebut dapat diberikan sesuai dengan kebutuhan pengguna. Sementara itu kendala yang dialami pada solusi ini adalah dalam penggunaannya harus dilakukan instalasi aplikasi terlebih dahulu. Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap kebutuhan sistem, dari kedua solusi yang diajukan, penulis menetapkan untuk menggunakan solusi yang kedua yaitu membangun aplikasi penghitungan inflasi berbasis desktop. Pertimbangan pemilihan solusi ini yakni bahwa dalam penghitungan inflasi, data yang digunakan banyak. Apabila menggunakan solusi yang pertama, data-data yang dikirimkan ke dalam sistem dikhawatirkan mengalami perubahan saat proses pengiriman berlangsung. Bahasa pemrograman yang digunakan untuk mengembangkan aplikasi adalah C#. Hal ini karena data yang dihitung bersifat kompleks sehingga membutuhkan sumber daya memory yang besar. Dengan menggunakan bahasa pemrograman C#, terhadap data yang kompleks, proses penghitungan menjadi lebih cepat. Kemudian, bahasa pemrograman C# yang cocok untuk penghitungan scientific juga menjadi pertimbangan dalam penggunaan bahasa tersebut.
118
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
C. RANCANGAN APLIKASI 1. Rancangan Use Case Diagram Usulan Gambar 1 memperlihatkan use case diagram aplikasi. Pada aplikasi ini, hanya terdapat satu actor yaitu pengguna aplikasi.Pengguna aplikasi ini dapat melakukan aktivitas berupa membuat data file,menyimpan file, menghitung inflasi, dan menampilkan keluaran. uc Use Case Model
Membuat File
«extend» Membuat Data File «extend» Membuka File «extend»
Menyimpan File Menginput data
Menghitung Inflasi «extend»
Pengguna
Memilih Formula Indeks
«extend»
Mengatur parameter
Menempilkan Keluaran
«extend»
Keluaran Tabel
«extend» «extend» Keluaran Grafik Keluaran Peta
Gambar 1. Use Case Diagram Aplikasi Usulan
2. Rancangan Activity Diagram Usulan Activity diagram menggambarkan alur logika prosedural suatu aplikasi, berbagai alur aktivitas yang sedang dirancang, bagaimana masing-masing alur berawal sampai dengan berakhir.Pembentukan activity diagram didasarkan pada use case yang telah didefinisikan sebelumnya. Diagram ini terdiri dari aktivitas yang dilakukan ketika suatu use case dijalankan. Berikut ini rancangan activity diagram untuk use case memilih formula indeks (formula indeks laspeyres) pada aplikasi usulan yang dikembangkan oleh penulis.
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
119
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS uc Use Case Model
Mulai
Memilih Menu Proses
Pilih Menu Item Laspeyres
Pilih variabel analisis
Pn
Po
Qo
Menangkap Variabel
Selesai
Gambar 2. Activity Diagram Memilih Formula Indeks Laspeyres 3. Rancangan Sequence Diagram Sequence diagram menggambarkan interaksi objek yang disusun dalam urutan kejadian yang dilakukan oleh seorang aktor dalam menjalankan aplikasi. Penggambaran sequence diagram berdasarkan pada use case diagramyang ada. Sequence DiagramProses Formula Indeks (Gambar 3) dimulai dengan memilih salah satu menu formula indeks pada MDIParents yang selanjutnya MDIParents akan memanggil method
FormulaIndeks().
Method
tersebut
akan
membuat
objek
form
dialog
FormFormulaIndeks dimana form ini akan meminta pengguna untuk melengkapi variabelvariabel yang akan dianalisis. Selanjutnya, jika pengguna menekan tombol Pilih Kota, maka akan dibuat objek form Pilih Kota. Pada form ini, pengguna diminta untuk memilih beberapa wilayah yang harus dianalisis. Kemudian, jika pengguna menekan tombol Set Keluaran, maka akan dibuat objek form SetOutput. Pada form ini, pengguna diminta untuk memilih beberapa keluaran hasil penghitungan yang akan ditampilkan pada form OutputForm. Selanjutnya, jika proses ini selesai, maka akan dipanggil method outputGrafik() pada kelas ComponentOutput.
120
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
MDIForm
FormulaIndeks
dlg: FormListKota
dlg: SelectResult
co: ComponentOutput
of : outputForm
1. FormulaIndeks() 2. PilihKota()
3. kotaTerpilih 4. SetOutput()
6. setOutput
5. setOutput 7. OutputGrafik() 8. SetData()
9. ViewOutput
Gambar 3. Sequence Diagram Proses Formula Indeks
4. Rancangan Antarmuka Rancangan antarmuka utama Aplikasi InflationGuide terletak pada antar-muka MDIParents yang mencakup menu-menu yang mengarahkan pengguna untuk dapat melakukan penghitungan menggunakan berbagai formula indeks. Berikut merupakan customantarmuka User Interface Model rancangan penangkapan nilai pada aplikasi ini (Gambar 4). Inflation Guide Berkas
Ubah
Tampilan
Perangkat
menu strip
Gambar 4. Rancangan Antarmuka Penangkapan Nilai Antarmuka Penangkapan Nilaimerupakan tampilan pada MDIParents yang digunakan untuk memberikan fasilitas kepada pengguna dalam memasukkan data awal, yaitu berupa data nama wilayah, nama komoditas, harga barang maupun kuantitasnya. TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
121
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
5. Stuktur Data Tersimpan Penyimpanan data pada aplikasi ini menggunakan format XML. Penggunaan format ini atas pertimbangan bahwa data yang dirancang bersifat semi terstruktur sehingga sesuai dengan sifat XML yang fleksibel. File XML yang digunakan pada aplikasi ini berfungsi menyimpan data wilayah, komoditas, harga, dan kuantitas. Skema XML file penyimpanan dapat ditunjukkan pada Gambar 5. <xs:schema xmlns:xs="http://www.w3.org/2001/XMLSchema"> <xs:element name="File"> <xs:complexType> <xs:sequence> <xs:element name="Project" type="xs:string"/> <xs:element name="JudulHeader"> <xs:complexType> <xs:sequenceminOccurs="6" maxoccurs="unbounded"> <xs:element name="header" type="xs:string"/> <xs:element name="Data"> <xs:complexType> <xs:sequenceminOccurs="6" maxoccurs="unboubd"> <xs:element name="kolom" type="xs:string"/> <xs:complexType> <xs:sequenceminOccurs="0" maxoccurs="unbounded"> <xs:element name="data" type="xs:string"/>
Gambar 5. Skema XML File Penyimpanan
122
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
D. IMPLEMENTASI PROGRAM 1. Perangkat Keras yang Digunakan Perangkat keras yang digunakan dalam pengembangan aplikasi ini adalah laptop dengan spesifikasi: 1) Intel® Core™2 Duo Processor T6600 (2.2 GHz, FSB 800, Cache 2 MB) 2) RAM 2 GB 3) Hard Drive 320 GB Serial ATA 5400 RPM 4) Display Size 12.1″ WXGA TFT Max. Resolution 1280 x 800 Standard TFT 2. Perangkat Lunak yang Digunakan Perangkat lunak yang digunakan dalam pengembangan aplikasi ini adalah sebagai berikut. 1) Windows 7 ultimate 32 bit. 2) C# 2.0 language sebagai bahasa pemrograman. 3) Microsoft .NET Framework version 3.51 sebagai platform pengembangan aplikasi. 4) Microsoft visual C# 2008 Professional Edition sebagai Integrated Development Environment (IDE) untuk pengembangan aplikasi dengan bahasa pemrograman C#. 5) MSDN Express Library untuk referensi acuan dalam penggunaan bahasa pemrograman C# dan teknologi .NET. 6) Aplikasi Enterprise Architect dan Microsoft Office Visio 2007 sebagai alat bantu pemodelan dan perancangan. 7) MapWinGIS ActiveX Control versi 4.8.6 dari MapWindow GIS yang digunakan untuk menampilkan peta dalam aplikasi. 8) Beberapa .NET Library yang diperoleh dari komunitas open source C# seperti ZedGraph dan Outputnewdll. 9) Beberapa class dari program ABACUS 3. Implementasi Program Pada implementasi proses Laspeyres, perlu dibangun class untuk menghitung nilainilai yang dimasukkan pengguna, seperti ditunjukkan pada Gambar 6.
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
123
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Gambar 6. Potongan Coding Implementasi Proses Laspeyres Sourcecode pada Gambar 6 menangkap nilai-nilai yang dimasukkan pengguna. Nilainilai yang diperoleh dimasukkan ke dalam list yang kemudian digunakan untuk kebutuhan penghitungan. Baris ke 495 dan 497 merupakan code untuk mengambil nilai dari datagridview.
124
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
E. UJI COBA DAN EVALUASI 1. Uji Coba a.
Pengujian Unit (Unit Testing)
Pengujian unit dilakukan dengan metode white box sehingga dapat dilihat fungsionalitas dari masing-masing fungsi di tiap kelas. Gambar dibawah ini menunjukkan pengujian unit yang dilakukan penulis pada kelas laspeyres.cs. Penulis melakukan uji coba ini dengan meletakkan hover pada salah satu baris program dan melihat nilai yang dimunculkan oleh variabel yang ditunjuk, apakah baris program telah berjalan sesuai dengan rancangan atau belum.
Gambar 7. Unit Testing pada FormLaspeyres.cs Dari Gambar diatas dapat diketahui bahwa fungsi hitung() pada class Laspeyres, yaitu fungsi untuk melakukan penghitungan inflasi dengan Formula Indeks Laspeyres, telah berjalan dengan baik. Dapat dilihat dari variabel IndeksPerWilayah yang telah menerima data hasil penghitungan yang dilakukan oleh method hitung(). Hal ini menunjukkan bahwa kode-kode program yang telah ditulis pada kelas FormLaspeyres.csinitelahberfungsi sebagaimana mestinya.
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
125
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
b. Integration Test Pengujian integrasi yang dilakukan penulis hampir sama dengan pengujian unit. Perbedaannya yakni bahwa pada pengujian integrasi melibatkan beberapa kelas yang saling berhubungan. Contoh pengujian gabungan ini adalah uji coba yang dilakukan pada Kelas MDIParents.cs dan Kelas ComponentOutput.cs. Gambar 8 menunjukkan hasil uji coba yang dilakukan pada kelas MDI-Parents.cs yang menggambarkan data yang dikirimkan ke kelas Component-Output.cs.
Gambar 8. Integration Testing MDIParents.cs ke ComponentOutput.cs
126
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
c. Validation Test Tabel 1. Tabel perbandingan hasil penghitungan Laspeyres oleh Inflation Guide dan Excel Tabel IHK Kota Aceh Periode
IHK
Penghitungan Excel
P_Feb'10
1,0633
1,063291
P_Mar'10
1,1266
1,126582
P_Apr'10
1,1519
1,151899
P_Mei'10
1,1139
1,113924
P_Juni'10
1,1329
1,132911
P_Juli'10
1,2278
1,227848
P_Agt'10
1,2911
1,291139
P_Sept'10
1,3544
1,35443
P_Okt'10
1,3544
1,35443
P_Nov'10
1,3544
1,35443
P_Des'10
1,481
1,481013
P_Jan'11
1,5443
1,544304
P_Feb'11
1,6076
1,607595
P_Mar'11
1,6709
1,670886
P_Apr'11
1,6962
1,696203
P_Mei'11
1,6582
1,658228
P_Juni'11
1,6772
1,677215
P_Juli'11
1,7722
1,772152
P_Agt'11
1,8354
1,835443
P_Sept'11
1,8987
1,898734
P_Okt'11
1,8987
1,898734
P_Nov'11
1,8987
1,898734
P_Des'11
2,0253
2,025316
Pada pengujian ini, dipilih keluaran dari beberapa kemungkinan kombinasi masukan yang didapat dari fungsi program. Data yang digunakan pada uji coba validasi ini adalah data yang disimulasikan pada penelitian oleh Suprihartiningsih (2012). Dari tabel diatas, terlihat bahwa nilai yang dihasilkan oleh Aplikasi Inflation Guide dan Excel tidak jauh berbeda.
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
127
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
d) System Test Pengujian Fungsionalitas Aplikasi Uji coba ini menguji aksi dari keseluruhan aplikasi dengan melakukan berbagai kemungkinan aksi yang bisa dilakukan oleh pengguna. Hal ini dilakukan penulis untuk mengetahui adanya kemungkinan kesalahan dari aplikasi dan jika ditemukan kesalahan, penulis memberikan error handling agar aplikasi dapat berjalan dengan lebih baik. Uji coba dengan pendekatan black box
dilakukan untuk
mengetahui fungsionalitas aplikasi
berjalan sebagaimana mestinya. Dalam uji coba ini pengguna memberikan masukan pada suatu fungsi tertentu untuk melihat respon dari fungsi tersebut. Uji coba dalam penelitian ini dilakukan kepada beberapa mahasiswa STIS Jurusan Statistika, dengan cara mencoba aplikasi secara langsung dan kemudian mengisikan kuesioner yang disediakan. Berikut ini merupakan hasil uji coba dengan pendekatan Black box. Tabel 2. HasilUji Coba Pendekatan Black box Nomor Urut Test Case
Banyaknya “ya”
Banyaknya “Tidak”
(1)
(2)
(3)
1
7
0
2
7
0
3
7
0
4
7
0
5
7
0
6
7
0
7
7
0
8
7
0
9
7
0
10
7
0
11
2
5
12
2
5
Berdasarkan uji
coba di atas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa aplikasi dapat
memberikan respon terhadap masukan yang diberikan pengguna. Namun masih terdapat kesalahan yang belum ditangkap oleh aplikasi pada saat pengujian. Kesalahan tersebut menjadi bahan evaluasi sehingga aplikasi ini menjadi lebih baik.
128
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Pengujian Kepuasan Pengguna Pengujian kepuasan pengguna ini dilakukan dengan memberikan kuesioner uji tentang kriteria sistem yang dibuat apakah sudah memenuhi keinginan pengguna. Hal ini dapat dilihat dari skala penilaian mulai dari sangat buruk, buruk, cukup baik, baik, dan sangat baik. Pengujian dibedakan menjadi dua, yaitu uji coba fungsi dan uji coba antarmuka. Tabel 3. Hasil uji coba pendekatan SUS Aplikasi Inflation Guide No. SUS
User 1
User 2
User 3
User 4
User 5
User 6
User 7
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total Skor
3 4 4 3 4 2 4 2 4 4 47,5
3 3 3 5 3 1 3 3 4 5 47,5
3 4 3 3 3 1 3 2 4 5 82,5
3 3 3 3 3 1 4 3 3 4 74
3 4 2 3 3 2 3 2 4 4 77,5
3 4 4 3 3 4 4 3 3 3 2 1 3 4 2 3 4 4 4 5 73 85 Skor = 58,5
Tabel 4. Hasil uji coba antarmuka Aplikasi Inflation Guide No. Uji
User 1
User 2
User 3
User 4
User 5
User 6
User 7
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total Skor
4 2 3 2 5 1 3 2 5 1 80
5 1 3 3 4 2 4 1 5 1 82,5
4 4 5 2 4 2 2 3 5 3 65
5 2 5 2 5 3 4 3 5 1 82,5
4 1 2 1 4 2 5 2 5 3 77,5
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
4 5 1 3 3 4 1 2 4 5 2 2 4 3 3 3 5 5 3 1 75 77,5 Skor = 77,14
129
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Darihasil uji cobapendekatan SUS(Tabel3), dapat disimpulkan bahwa tingkat kepuasan pengguna terhadap aplikasi yang dibangun berada pada grade D yaitu sebesar 58,5 persen.
Sedangkan dari hasil uji coba antarmuka (Tabel 4), dapat disimpulkan bahwa
aplikasi yang dibangun memiliki tingkat kepuasan pengguna yang cukup tinggi yaitu 77,14% dari total skor maksimum. Sehingga dari kedua uji tersebut dapat dikatakan bahwa Aplikasi Inflation Guide merupakan aplikasi yang perlu pengembangan lagi baik dari segi fungsionalitas maupun dari segi tampilan. e) Evaluasi Evaluasi dilakukan setelah tahapan implementasi dan uji coba. Melalui evaluasi, akan diketahui kelebihan dan kekurangan dari aplikasi yang dibuat. Hasil evaluasi dapat dijadikan sebagai dasar pengembangan aplikasi di masa yang akan datang. Berdasarkan uji coba yang telah dilakukan, seperti uji kepuasan pengguna, diperoleh banyak masukan dan saran-saran seperti : -
Pemilihan kata yang masih kurang dimengerti pengguna contoh: variabel komoditas.
-
Belum adanya keterangan pada pemilihan bulan untuk penghitungan inflasi
Dari saran-saran tersebut, akan dilakukan perbaikan sehingga aplikasi yang dibuat menjadi lebih baik, sehingga aplikasi ini benar-benar dapat dimanfaatkan.
130
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
F. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini, dan setelah melalui serangkaian proses, mulai dari tahap identifikasi masalah, analisis, perancangan, dan implementasi, dapat disimpulkan bahwa telah berhasil dikembangkan Aplikasi Inflation Guide dengan Formula Indeks Laspeyres, Fisher, Paasche, Fisher-WM dan Modified Laspeyres Plus. Sedangkan dari tujuan khusus yang ingin dicapai pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa telah dipelajari Formula Indeks Laspeyres, Fisher, Paasche, Fisher-WM dan Modified Laspeyres Plus, dan penerapannya dalam penghitungan inflasi. Kemudian telah dibuat suatu perancangan proses, perancangan antarmuka, dan keluaran yang dihasilkan dari aplikasi usulan dengan menggunakan bantuan software Enterprise Architect. Aplikasi dibuat dengan nama Inflation Guide.Dari uji coba dan evaluasi yang telah dilakukan, dapat dikatakan bahwa aplikasi ini cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari keluaran yang ditampilkan oleh Aplikasi Inflation Guide yang berupa tabel, grafik, dan peta. Dari hasil keluaran tersebut, telah dilakukan perbandingan terhadap hasil penghitungan Aplikasi Inflation Guide dengan penghitungan dari penelitian yang juga menggunakan data yang sama. 2. Saran Saran yang diberikan untuk pengembangan terhadap aplikasi ini yakni agar dapat dimunculkan penghitungan indeks sampai level komoditi. Sehingga pengguna dapat mengetahui angka indeks per komoditi. Kemudian dapat ditambahkan fungsi penghitungan inflasi inti dimana di dalam prosesnya terdiri atas 3 kelompok yakni administered, core, dan volatile.
DAFTAR PUSTAKA
BPS. (2009). Penghitungan Inflasi Inti (Hasil Survei Biaya Hidup 2007). Jakarta: Badan Pusat Statistik. Darmawan, Erico & Laurentius Risal. (2011). Pemrograman Berorientasi Objek C# Yang Susah Jadi Mudah. Bandung: Informatika Bandung. Darmawan, Erico. (2009). Pemrograman Dasar C-Java-C# yang Susah Jadi Mudah. Bandung : Informatika Bandung. Hartanto, Budi. (2008). Memahami Visual C#.Net Secara Mudah. Yogyakarta : Penerbit Andi. TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
131
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Herliati Medya. (2011). Perbandingan Formula Penghitungan Indeks Harga Konsumen [Skripsi]. Jakarta : Statistika Ekonomi Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Munawar. 2005. Pemodelan Visual dengan UML. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu. Munir, Rinaldi. (2006). Metode Numerik Edisi Revisi. Bandung : Penerbit Informatika Nugroho, Adi. (2005). Rational Rose Untuk Pemodelan Berorientasi Objek. Bandung : Penerbit Informatika Pressman, Roger S. (2001). Software Engineering. A Practitioner’s Approach. New York: McGraw-Hill. Ramadhani Financy. (2010). Simulasi Pemindahan Komoditas Beras Dari Kelompok Volatile Ke Kelompok Administered Price Dalam Penghitungan Indeks Harga Konsumen (IHK) [Skripsi]. Jakarta: Statistika Ekonomi Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Rosidi, et al. (2004). Metode Pengukuran Inflasi di Indonesia. Direktorat Statistik Keuangan dan Harga. Jakarta: Badan Pusat Statistik. http://www.measuringusability.com/sus.php Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. 2010.
Pedoman Penyusunan Skripsi Jurusan Komputasi
Statistik. Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Simarmata, Janner. (2009). Rekayasa Perangkat Lunak. Yogyakarta : Penerbit Andi Subakti, Irfan. (2002). Sistem Pendukung Keputusan. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh November. Sukirno, Sadono. (2005). Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Sukirno, Sadono. (2005). Mikroekonomi Teori Pengantar. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Supranto, Johanes. (2000). Statistik Teori dan Aplikasi Jilid 1. Jakarta : Erlangga. Suprihartiningsih Erna. (2012). Perbandingan Formula Penghitungan Indeks Harga Konsumen [Skripsi]. Jakarta : Statistika Ekonomi Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Wahana Komputer Semarang. (2008). Belajar Pemrograman C#. Semarang : Andi. Whitten Jeffrey L., et al. (2004). System Analysis and Design Method. The McGraw-Hill Companies, Inc., USA.
132
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Lampiran 1 . Kuesioner Uji Coba Aplikasi dengan Pendekatan Black Box Kuesioner Uji Coba Aplikasi Inflation Guide dengan Pendekatan Black Box Beri tanda check (√) pada pilihan yang sesuai dengan penilaian Anda.
No
Test Case
Ya
Tidak
(1)
(2)
(3)
(4)
I.
Pembuatan File dan Variabel Ketika pengguna menekan tombol “Data Baru” maka akan muncul jendela untuk membuat variabel baru. Ketika pengguna menekan tombol “Tambah Variabel” maka akan muncul jendela untuk membuat variabel. Setelah pengguna mengisi nama variabel dan mengakhiri dialog, maka variabel baru akan muncul pada jendela penangkapan nilai. Ketika pengguna menekan tombol “Hapus Variabel” maka akan muncul jendela untuk menghapus variabel. Ketika pengguna memilih variabel yang akan dihapus, maka akan muncul jendela konfirmasi untuk menghapus variabel, dan saat dpilih tombol pilih, maka variabel akan terhapus.
1. 2. 3.
4. 5.
II. 6.
Penyimpanan Data Ketika pengguna memilih menu Proses Simpan, maka akan muncul jendela untuk menentukan lokasi penyimpanan. Ketika pengguna memilih tombol save, maka data akan tersimpan.
7. III. 8.
9.
10.
11.
12.
Penggunaan Analysis Ketika pengguna menekan menu Proses Laspeyres pada menu bar, maka akan muncul dialog Formula Laspeyres untuk menentukan variabel yang akan dianalisis. Ketika pengguna menekan menu Proses Fisher pada menu bar, maka akan muncul dialog Formula Fisher untuk menentukan variabel yang akan dianalisis. Ketika pengguna menekan menu Proses Paasche pada menu bar, maka akan muncul dialog Formula Paasche untuk menentukan variabel yang akan dianalisis. Ketika pengguna menekan menu Proses Fisher-WM pada menu bar, maka akan muncul dialog Formula Fisher-WM untuk menentukan variabel yang akan dianalisis. Ketika pengguna menekan menu Proses Modified Laspeyres Plus pada menu bar, maka akan muncul dialog Formula Modified Laspeyres Plus untuk menentukan variabel yang akan dianalisis.
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013
133
JURNAL APLIKASI STATISTIK & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Lampiran 2 . Kuesioner System Usability Scale Beri tanda check (√) pada pilihan yang sesuai dengan penilaian Anda. Sangat Tidak Setuju No Pertanyaan 1 2 3 1
Saya rasa saya akan sering menggunakan sistem ini.
2
Saya mendapati sistem ini memiliki kerumitan yang tidak perlu
3
Saya rasa sistem ini mudah digunakan.
4
Saya merasa perlu dukungan teknik untuk dapat menggunakan sistem ini.
5 6 7
8
Saya menemukan sistem yang sangat rumit untuk digunakan.
10
4
5
Saya menemukan berbagai fungsi dalam sistem ini terintegrasi dengan baik. Saya pikir terlalu banyak inkonsistensi dalam sistem ini. Saya rasa kebanyakan orang akan belajar dengan cepat dalam menggunakan sistem ini.
9
Sangat Setuju
Saya merasa percaya diri menggunakan sistem ini. Saya perlu banyak belajar sebelum saya dapat terus menggunakan sistem ini.
Lampiran 3 . Kuesioner Uji User Interface Beri tanda check (√) pada pilihan yang sesuai dengan penilaian Anda. Sangat Buruk No Pertanyaan 1 2 3 1 Perpaduan warna 2 Kejelasan tulisan 3 Penggunaan kata/istilah 4 Tata letak halaman 5 Konsistensi tampilan 6 Kesesuaian informasi yang ditampilkan 7 Kelengkapan fungsi/fitur 8 Pesan jika gagal/berhasil suatu proses 9 Kecepatan respon /eksekusi aplikasi 10 Kecepatan belajar user terhadap aplikasi
134
4
Sangat Baik 5
TAHUN 5, VOLUME 2, DESEMBER 2013