KATALOG BPS: 1202031 ISSN: 2086–4132
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
Analisis Komparasi Pola dan Perkembangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota Propinsi DI Yogyakarta Periode 1995-2007 BUDIASIH SIMPEL: Sistem Aplikasi Monitoring Petugas Lapangan PUTU HADI PURNAMA JATI dan SAID MIRZA PAHLEVI Faktor-faktor yang Memengaruhi Prestasi Kerja Sukarelawan Guru SD (Studi Kasus di Kecamatan Ranuyoso Kabupaten Lumajang Tahun Ajaran 2009/2010) SONY PUJI TRIASMORO dan AGUS PURWOTO Pelapisan Populasi yang Mengandung Nilai-nilai Ekstrim SUTARNO, ACHMAD PRASETYO, dan BAMBANG NURCAHYO Evaluasi Taraf Sukar Butir Tes Matematika USM PMB STIS Tahun 2007/2008 dan Tahun 2008/2009 dengan Model Rasch SITI ROGAYAH dan EKARIA Mencermati Score Tes Hasil Belajar Melalui Pendekatan Ukuran-ukuran Statistik Sederhana dan Informasi Yang Relevan RUDJITO
UNIT PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK (UPPM-STIS)
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK Journal of Statistical Application & Statistical Computing No Publikasi / Publication Number: 02700.1003 Katalog BPS / BPS Catalogue: 1202031 No ISSN / ISSN Number: 2086-4132 Ukuran Buku / Book Size: 14,8 cm x 21,5 cm Jumlah Halaman / Number of Pages: 102 + vi Diterbitkan oleh / Published by: Sekolah Tinggi Ilmu Statistik STIS-Statistics Institute Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya May be cited with reference to the source
ii
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK Pelindung
: Dr. Bambang Heru Santosa
Penanggung Jawab
: Dr. Budiasih
Pemimpin Umum Redaksi
: Choiril Maksum, Ph.D.
Dewan Editor
: Muchlis Husin, S.E., M.A. Dr. Dedi Walujadi Dr. Said Mirza Pahlevi Dr. Mohammad Dokhi
Layout Jurnal
: Retnaningsih, M.E. Agung Priyo Utomo, M.T.
iii
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
KATALOG BPS: 1202031 ISSN: 2086-4132
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK Analisis Komparasi Pola dan Perkembangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota Propinsi DI Yogyakarta Periode 1995-2007 BUDIASIH
1-19
SIMPEL: Sistem Aplikasi Monitoring Petugas Lapangan PUTU HADI PURNAMA JATI dan SAID MIRZA PAHLEVI
20-43
Faktor-faktor yang Memengaruhi Prestasi Kerja Sukarelawan Guru SD (Studi Kasus di Kecamatan Ranuyoso Kabupaten Lumajang Tahun Ajaran 2009/2010) SONY PUJI TRIASMORO dan AGUS PURWOTO
44-55
Pelapisan Populasi yang Mengandung Nilai-nilai Ekstrim SUTARNO, ACHMAD PRASETYO, dan BAMBANG NURCAHYO
56-75
Evaluasi Taraf Sukar Butir Tes Matematika USM PMB STIS Tahun 2007/2008 dan Tahun 2008/2009 dengan Model Rasch SITI ROGAYAH dan EKARIA
76-91
Mencermati Score Tes Hasil Belajar Melalui Pendekatan Ukuranukuran Statistik Sederhana dan Informasi Yang Relevan RUDJITO
92-102
iv
PENGANTAR REDAKSI
Puji dan syukur kita haturkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, dengan terbitnya Jurnal Sekolah Tinggi Ilmu Statistik volume 1 pada tahun ke dua. Dalam penerbitan ini terdapat enam tulisan yang dibuat oleh pegawai BPS Daerah dan STIS. Tulisan pertama, Analisis Komparasi Pola dan Perkembangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota Propinsi DI Yogyakarta Periode 1995-2007 oleh Budiasih; tulisan kedua, Sistem Aplikasi Monitoring Petugas Lapangan oleh Putu Hadi Purnama Jati dan Said Mirza Pahlevi; tulisan ketiga, Faktorfaktor yang Memengaruhi Prestasi Kerja Sukarelawan Guru SD (Studi Kasus di Kecamatan Ranuyoso Kabupaten Lumajang Tahun Ajaran 2009/2010) oleh Sony Puji Triasmoro dan Agus Purwoto; tulisan keempat, Pelapisan Populasi yang Mengandung Nilai-nilai Ekstrim oleh Sutarno, Achmad Prasetyo, dan Bambang Nurcahyo; tulisan kelima, Evaluasi Taraf Sukar Butir Tes Matematika USM PMB STIS Tahun 2007/2008 dan Tahun 2008/2009 dengan Model Rasch oleh Siti Rogayah dan Ekaria; dan tulisan keenam, Mencermati Score Tes Hasil Belajar Melalui Pendekatan Ukuran-ukuran Statistik Sederhana dan Informasi Yang Relevan oleh Rudjito. Tim Redaksi mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan yang telah berpartisipasi memberikan hasil penelitian ilmiah dalam jurnal ini, serta kepada rekan-rekan dosen dan rekan lainnya diharapkan untuk mengirimkan karya-karya ilmiahnya sebagai bahan untuk tulisan di penerbitan jurnal selanjutnya. Kritik dan saran demi perbaikan jurnal ini sangat kami harapkan.
Jakarta, Juni 2010
Budiasih
v
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
ANALISIS KOMPARASI POLA DAN PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN ANTAR KABUPATEN/KOTA PROPINSI DI YOGYAKARTA PERIODE 1995-2007 Budiasih1 Abstract Indonesia has already implemented decentralization for more than nine years. The impact of decentralization on district level (Sleman, Kulonprogo, Bantul, Gunung Kidul) development in Yogyakarta province is evaluated, especially, before (1995-1999) and after decentralization (2002-2007). Taxonomy method shows that Sleman development pattern is categorized as developed, but the development process is statistically indifference between before and after decentralization. While in Kulon Progo, although its development pattern is categorized as under developing, but data shows that development process after decentralization is relatively better as compared to before decentralization. Development pattern in Bantul and Gunung Kidul are categorized as under developing districts. Keywords : decentralization, Taxonomy method, development process, development pattern. 1
Fungsional Dosen STIS. Paper ini dipresentasikan dalam Seminar Akademik FEUI, Hotel Nikko, Jakarta 28 September 2010.
I.
PENDAHULUAN
Otonomi daerah sudah dilaksanakan selama lebih dari sembilan tahun, sejak secara resmi dimulai pada tanggal 1 Januari 2001, berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Dilihat dari aspek ekonomi, kebijakan otonomi daerah bertujuan untuk pemberdayaan kapasitas daerah dalam mengembangkan dan meningkatkan perekonomiannya, yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Melalui kewenangan yang dimilikinya untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat, daerah akan berupaya untuk meningkatkan perekonomian sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan daerah masing-masing. Kewenangan daerah melalui otonomi juga diharapkan dapat memberikan pelayanan maksimal kepada para pelaku ekonomi di daerah, baik lokal, nasional, regional maupun global. Terkait dengan hal tersebut, maka muncul pertanyaan penelitian berikut: 1.
Apakah proses pembangunan yang ada di masing-masing kabupaten pada periode setelah diterapkannya otonomi daerah (2002-2007), secara statistik signifikan semakin ”berkembang” dibandingkan dengan proses pembangunan pada periode sebelum otonomi daerah (1995-1999)?
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
1
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
2.
Apakah ada perubahan ranking antar kabupaten berdasarkan nilai mesurement of development pada periode sesudah pelaksanaan otonomi daerah (2002-2007)? Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pola dan perkembangan
pembangunan empat kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu Kabupaten Kulon Progo, Bantul, Gunung Kidul dan Sleman, periode 1995-1999 (sebelum otonomi daerah) dan periode 2002-2007 (sesudah pelaksanaan otonomi daerah). Penelitian ini dimaksudkan
untuk
melakukan
komparasi
disparitas
pola
dan
perkembangan
pembangunan antar kabupaten tersebut, serta perubahannya antara periode sebelum dengan sesudah otonomi daerah, dengan menggunakan Kota Yogyakarta sebagai acuan (benchmarking). Pemilihan Propinsi DI Yogyakarta terutama dengan pertimbangan ketersediaan data yang relatif lengkap dan jumlah kabupaten sedikit. Hipotesis Penelitian ini adalah: (1) Proses pembangunan di masing-masing kabupaten (Kulon Progo, Bantul, Gunung Kidul dan Sleman), pada periode sesudah otonomi daerah semakin berkembang; (2) Ada perubahan ranking antar kabupaten berdasarkan nilai measurement of development pada periode sesudah otonomi daerah.
II.
METODOLOGI
Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Publikasi Daerah Dalam Angka yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik Propinsi DI Yogyakarta, untuk beberapa tahun. Ada dua kelompok variabel yang akan digunakan pada penelitian ini, yaitu variabel ekonomi dan variabel sosial. Berikut ini adalah indikator yang digunakan untuk kedua variabel tersebut. Indikator untuk variabel ekonomi yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita masingmasing kabupaten/kota, Harga Konstan 2000 (Rp), Kontribusi PDRB Kab/Kota terhadap PDRB Propinsi (%), Kontribusi sektor industri terhadap PDRB Kab/kota (%), Pendapatan Asli Daerah (PAD) Perkapita atas dasar harga konstan (Rp). Sedangkan indikator untuk variabel sosial yang digunakan adalah: Angka melek huruf penduduk usia 10-44 tahun (%), Angka harapan hidup (tahun), Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), Angka partisipasi sekolah penduduk usia 16-18 tahun, Persentase rumahtangga pelanggan listrik.
2
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif yaitu analisis grafik yang bertujuan untuk memberikan gambaran umum tentang kondisi sosialekonomi kabupaten dalam propinsi DI Yogyakarta. Metode taksanomik yang bertujuan untuk membandingkan pola dan perkembangan pembangunan antar kabupaten, serta pengujian hipotesis rata-rata dua populasi dengan membandingkan antara pencapaian pembangunan periode 1995-1999 dan periode 2002-2007 untuk setiap kabupaten. Metode taksonomik didasarkan pada data yang dibentuk dalam bentuk matrix. Secara umum prosedur yang dilakukan dalam metode ini adalah sebagai berikut (Sritua Arief, 1993):
1. Membentuk matrix dasar, X, dimana baris menunjukkan kota atau kabupaten yang akan diteliti, kolom menunjukkan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini.
X
x11 x 21 x31 x 41 x51
x12 x 22 x32 x 42 x52
x13 x 23 x33 x 43 x53
x14 x 24 x34 x 44 x54
x15 x 25 x35 x 45 x55
x16 x 26 x36 x 46 x56
x17 x 27 x37 x 47 x57
x18 x 28 x38 x 48 x58
x19 x 29 x39 x 49 x59
dimana:
xij
nilai variabel
i = 1, 2, 3, 4, 5 dimana: 1 = Kabupaten Kulon Progo
2 = Kabupaten Bantul
3 = Kabupaten Gunung Kidul, 4 = Kabupaten Sleman, 5 = Kota Yogyakarta
j = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 dimana: 1 = Produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita atas dasar harga konstan 2000 dalam milyar rupiah 2 = Persentase sektor industri terhadap total PDRB Propinsi DI Yogyakarta atas dasar harga berlaku dalam milyar rupiah
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
3
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
3 = Tingkat partisipasi angkatan kerja (%) 4 = Angka harapan hidup (tahun) 5 = Angka partisipasi sekolah usia 16-18 tahun (%) 6 = Persentase rumahtangga pelanggan listrik (%) 7 = Angka melek huruf usia 10- 44 tahun (%) 8 = Pendapatan asli daerah per kapita atas dasar harga konstan 2000 (rupiah) 9 = Rasio PDRB kota/kab terhadap PDRB Propinsi Yogyakarta (%) 2. Membuat matriks, X Z , yang nilai variabelnya sudah distandarisasi dari matriks sebelumnya (matriks X ). Hal ini dilakukan karena nilai satuan dari variabel-variabel yang digunakan berbeda-beda (standardization procedure).
z11 z 21 z 31 z 41 z 51
Xz
z12 z 22 z 32 z 42 z 52
z13 z 23 z 33 z 43 z 53
z14 z 24 z 34 z 44 z 54
z15 z 25 z 35 z 45 z 55
z16 z 26 z 36 z 46 z 56
z17 z 27 z 37 z 47 z 57
z18 z 28 z 38 z 48 z 58
z19 z 29 z 39 z 49 z 59
dimana: 5
zij
( xij
5
xij
xj ) ,
i 1
xj
5
j
i = kota atau kabupaten,
(xij
x j )2
i 1
,
j
(5 1)
j = variabel-variabel sosial-ekonomi
3. Membuat matriks jarak (distance matrix), X d , berikut:
Xd
4
d 11 d 21 d 31 d 41 d 51
d 12 d 22 d 32 d 42 d 52
d 13 d 23 d 33 d 43 d 53
d 14 d 24 d 34 d 44 d 54
d 15 d 25 d 35 d 45 d 55
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
dimana: 9
d ab
9
( z aj
z bj )
2
atau
d ba
( zbj j 1
j 1
d ab
zaj ) 2
d ba dimana: a
1, 2, 3, 4, 5 dan b
1, 2, 3, 4, 5
1 = Kabupaten Kulon Progo, 2 = Kabupaten Bantul 3 = Kabupaten Gunung Kidul, 4 = Kabupaten Sleman, 5 = Kota Yogyakarta
j = variabel-variabel sosial-ekonomi = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 Contoh:
d 11
Penjumlahan jarak variabel kabupaten Kulon Progo terhadap kabupaten Kulon Progo.
d11 d11
( z11
z11 ) 2
( z12
z12 ) 2
.................. ( z19
z19 ) 2
0
d 12
Penjumlahan jarak variabel kabupaten Kulon Progo terhadap kabupaten Bantul.
d12
( z11 z 21 ) 2 ( z12
d 21
Penjumlahan jarak variabel kabupaten Bantul terhadap kabupaten Kulon Progo.
d 21 d12
( z21
z11 ) 2
( z22
z 22 ) 2 .................. ( z19
z12 ) 2
.................. ( z29
z 29 ) 2
z19 ) 2
d 21
4. Menentukan pola pembangunan (pattern of development), d i 0 . Tujuannya adalah untuk mengetahui jarak pembangunan kabupaten Kulon Progo, Bantul, Gunung Kidul, dan kabupaten Sleman terhadap pembangunan kota Yogyakarta sebagai daerah yang dijadikan acuan arah pembangunan (benchmarking).
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
5
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
10
d i0
z0 j ) 2
( z ij j 1
dimana: 0 = Kota Yogyakarta,
i
1, 2, 3, 4
1 = Kabupaten Kulon Progo,
2 = Kabupaten Bantul
3 = Kabupaten Gunung Kidul,
4 = Kabupaten Sleman
j = variable-variabel sosial-ekonomi (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9)
Semakin besar nilai d i 0 , menunjukkan semakin jauh jarak pembangunan masing-masing kabupaten yaitu Kulon Progo, Bantul, Gunung Kidul, dan Sleman terhadap pembangunan kota Yogyakarta. Contoh: d 10
jarak pembangunan kabupaten Kulon Progo terhadap pembangunan kota Yogyakarta.
d10 d 20
( z11
z 01 ) 2
( z12
z 02 ) 2
.......... ( z19
z 09 ) 2
jarak pembangunan kabupaten Bantul terhadap pembangunan kota Yogyakarta.
d 20
( z 21
z 01 ) 2
( z 22
z 02 ) 2
.......... ( z 29
z 09 ) 2 *
5. Menentukan ukuran pembangunan (measurement of development), z i . Tujuannya adalah untuk mengetahui perkembangan proses pembangunan kabupaten Kulon Progo, Bantul, Gunung Kidul, dan kabupaten Sleman.
z i*
d i0 d0
dimana:
0
z i*
1
10
d i0
( z ij
z0 j ) 2 , d 0
d i0
2
i0 ,
j 1
6
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
5
5
d i0 d i0
i 1
5
d i0 ) 2
(d i 0 dan
i 1 i0
4
dimana: 0 = Kota Yogyakarta,
i
1, 2, 3, 4, 5
1 = Kabupaten Kulon Progo,
2 = Kabupaten Bantul
3 = Kabupaten Gunung Kidul
4 = Kabupaten Sleman
Dalam penelitian ini, ditetapkan bahwa: Nilai z i* 0,5
mengindikasikan bahwa proses pembangunan di kabupaten bersangkutan ”berkembang”.
Nilai z i*
0
mengindikasikan bahwa proses pembangunan di kabupaten bersangkutan semakin ”berkembang”.
Nilai z i*
0,5 mengindikasikan bahwa proses pembangunan di kabupaten bersangkutan
”kurang berkembang”.
Nilai z i*
1
mengindikasikan bahwa proses pembangunan di kabupaten bersangkutan semakin ”kurang berkembang”.
6. Membuat peringkat dari setiap kota atau kabupaten di Propinsi Yogyakarta.
Metode penelitian ketiga dalam penelitian ini adalah Uji Hipotesis beda dua Rata-Rata Populasi. Bentuk hipotesis yang diuji untuk setiap kabupaten adalah:
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
7
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
a. Kabupaten Kulon Progo
H0 :
12
11
H1 :
12
11
b. Kabupaten Bantul
H0 :
22
21
H1 :
22
21
c. Kabupaten Gunung Kidul
H0 :
32
31
H1 :
32
31
d. Kabupaten Sleman
H0 :
42
41
H1 :
42
41
dimana:
H0 :
i2
i1 ,
dihipotesakan bahwa rata-rata nilai ukuran pembangunan
(measurement of development) dari kabupaten bersangkutan sesudah otonomi daerah (
i2
) memiliki nilai yang sama atau lebih besar dibandingkan sebelum adanya
otonomi daerah (
H1 :
i2
i1
i1 ).
, bahwa rata-rata nilai ukuran pembangunan (measurement of
development) dari kabupaten bersangkutan sesudah otonomi daerah (
i2
) memiliki
nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan sebelum adanya otonomi daerah (
i1
).
Semakin kecil nilai ukuran pembangunan, berarti semakin berkembang pembangunan daerah tersebut.
8
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
III. 4.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Beberapa Variabel Ekonomi Kabupaten/Kota a. PDRB Perkapita Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per-kapita merupakan salah satu indikator
makro
yang dipakai
sebagai
pendekatan
untuk menggambarkan
kesejahteraan penduduk suatu daerah. Dari Grafik 1 berikut tampak bahwa pada periode 1995-2007 kota Yogyakarta memiliki PDRB perkapita yang jauh lebih besar dari empat kabupaten lainnya. Dengan kata lain tingkat kesejahteraan penduduk kota Yogyakarta jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kesejahteraan penduduk di kabupaten Kulon Progo, Bantul, Gunung Kidul maupun Sleman. Bahkan pada periode 2002-2007, periode dimana otonomi daerah sudah dilaksanakan, disparitas PDRB perkapita pada keempat kabupaten tersebut dengan kota Yogyakarta tampak semakin lebar.
Grafik 1. PDRB Perkapita Harga Berlaku (Rp), 1995-2007 12000000 10000000
KULON PROGO BANTUL GUNUNG KIDUL SLEMAN YOGYAKARTA
8000000 6000000 4000000 2000000 0 1995 1996 1997 1998 1999 2002 2003 2004 2005 2006 2007
b.
Share PDRB Kabupaten/Kota Terhadap PDRB Propinsi Kabupaten Sleman merupakan kabupaten yang memberikan sumbangan terbesar
terhadap PDRB Propinsi, kemudian kedua adalah Kota Yogyakarta. Sedangkan share PDRB Kabupaten Kulon Progo terhadap PDRB Propinsi merupakan yang terendah (grafik 2). Namun karena jumlah penduduk Sleman lebih dari 2 kali penduduk Kota Yogyakarta, maka PDRB Perkapita Kota Yogyakarta menjadi yang tertinggi di Propinsi DI Yogyakarta seperti yang terlihat pada grafik 1 di atas.
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
9
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Grafik 2. Share PDRB Kabupaten/Kota Terhadap PDRB Propinsi (%) 1995-2007 35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00
KULON PROGO BANTUL GUNUNG KIDUL SLEMAN YOGYAKARTA 1995 1996 1997 1998 1999 2002 2003 2004 2005 2006 2007
c.
Kontribusi Sektor Industri Terhadap PDRB Kabupaten-kabupaten di Yogyakarta dikenal memiliki potensi sektor industri yang
relatif besar, hal ini ditunjukkan oleh sumbangan sektor industri terhadap besarnya total PDRB propinsi yang berkisar antara 9 sampai 23 persen (Grafik 3). Pada periode sebelum otonomi daerah diterapkan (1995-1999), Kulon Progo merupakan kabupaten dengan persentase terbesar sumbangan sektor industri terhadap total PDRB propinsi. Setelah pelaksanaan otonomi daerah (2002-2007) terjadi pergeseran peran, dimana kabupaten Bantul merupakan kabupaten dengan sumbangan sektor industrinya paling tinggi dibandingkan kota Yogyakarta maupun kabupaten-kabupaten lainnya, sedangkan yang terendah adalah kota Yogyakarta.
Grafik 3. Share Sektor Industri Terhadap PDRB (%), 1995-2007 25.00 20.00
KULON PROGO
15.00
BANTUL
10.00
GUNUNG KIDUL SLEMAN
5.00
YOGYAKARTA
0.00 1995 1996 1997 1998 1999 2002 2003 2004 2005 2006 2007
10
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
d.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah indikator yang mencerminkan
rasio jumlah penduduk usia 10-64 tahun yang berstatus bekerja terhadap total penduduk yang berusia 10-64 tahun. Nilai TPAK yang besar di suatu daerah menunjukkan bahwa kesempatan kerja di daerah bersangkutan relatif lebih banyak tersedia. Dari Grafik 4 dapat dilihat bahwa kota Yogyakarta dan kabupaten Sleman memiliki TPAK yang lebih kecil dibandingkan tiga kabupaten lainnya. Artinya persentase penduduk usia kerja (10-64 tahun) yang tidak bekerja di kota Yogyakarta dan kabupaten Sleman, lebih banyak dibandingkan persentase penduduk usia kerja yang tidak bekerja di kabupaten Bantul, Kulon Progo, dan Gunung Kidul. Alasan terjadinya fenomena ini mungkin karena kesempatan kerja yang ada di kota Yogyakarta maupun kabupaten Sleman lebih banyak di sektor formal yang membutuhkan ketrampilan tertentu atau membutuhkan kriteria yang sulit dipenuhi oleh sebagian penduduk usia kerja untuk dapat mengisi lowongan dimaksud, sehingga tidak mudah bagi setiap orang untuk mendapatkannya. Sebaliknya, di kabupaten Bantul, Kulon Progo dan Gunung Kidul, tersedia lebih banyak kesempatan kerja, misalnya disektor informal pertanian, yang bisa dimasuki oleh penduduk usia kerja dengan mudah, karena tidak membutuhkan keterampilan tertentu. Kemungkinan lainnya adalah karena proporsi penduduk usia kerja yang tinggal di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman lebih besar dibandingkan dengan ketiga kabupaten lainnya, sehingga TPAK di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman menjadi lebih kecil.
Grafik 4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), 1995-2007 100.00 80.00
KULON PROGO
60.00
BANTUL
40.00
GUNUNG KIDUL SLEMAN
20.00
YOGYAKARTA
0.00 1995 1996 1997 1998 1999 2002 2003 2004 2005 2006 2007
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
11
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
4.2
Pola Pembangunan (Pattern of Development) Penghitungan pola pembangunan (pattern of development) dimaksudkan untuk
mengetahui jarak pembangunan antara kabupaten Kulon Progo, Bantul, Gunung Kidul, dan kabupaten Sleman terhadap pembangunan kota Yogyakarta sebagai daerah yang dijadikan acuan arah pembangunan. Kota Yogyakarta dijadikan sebagai acuan (benchmarking) terutama karena posisi kota Yogyakarta sebagai ibukota propinsi dan merupakan barometer pembangunan bagi kabupaten lainnya yang terletak dalam propinsi DI Yogyakarta. Semakin besar nilai pattern of development, menunjukkan semakin jauh jarak pembangunan masing-masing kabupaten yaitu Kulon Progo, Bantul, Gunung Kidul, dan Sleman terhadap pembangunan kota Yogyakarta. Grafik 5 berikut ini menunjukkan bahwa kabupaten Gunung Kidul merupakan kabupaten yang mempunyai jarak pattern of development yang paling jauh terhadap kota Yogyakarta, dan pola ini terlihat sepanjang periode penelitian (1995-2007). Pada tahun 1998, jarak pattern of development kabupaten Gunung Kidul terhadap kota Yogyakarta sebenarnya secara relatif sudah hampir sama dengan kabupaten Bantul, tetapi tahun 1999 sampai dengan tahun 2006, jarak pattern of development kabupaten Gunung Kidul “menjauh” dari kota Yogyakarta. Tahun 2007 jarak pattern of development kabupaten Gunung Kidul terhadap Yogyakarta kembali membaik dan hampir sama dengan jarak pattern of development kabupaten Bantul terhadap kota Yogyakarta. Sebaliknya,
kabupaten
Sleman
secara
konsisten
berhasil
mengimbangi
pembangunan kota Yogyakarta dan selalu berada pada posisi pattern of development yang paling dekat dengan kota Yogyakarta selama periode 1995-2007, walaupun jarak pattern of development nya terhadap kota Yogyakarta terlihat tidak banyak mengalami perubahan selama periode 1997-2007. Hal ini mungkin disebabkan karena kabupaten Sleman berbatasan langsung dengan kota Yogyakarta, sehingga terimbas oleh pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah kota Yogyakarta. Kabupaten Bantul yang pada tahun 1995-1998 berada pada jarak pattern of development posisi kedua terhadap kota Yogyakarta, sejak tahun 1999 posisinya turun menjadi peringkat ketiga, dibawah kabupaten Sleman dan Kulon Progo. Sedangkan kabupaten Kulon Progo, secara konsisten terus berada pada posisi kedua, dibawah kabupaten Sleman.
12
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Grafik 5. Pattern of Development Antara Kabupaten Terhadap Kota Yogyakarta 1995-2007 2007 2005 YOGYAKARTA SLEMAN GUNUNG KIDUL BANTUL KULON PROGO
2003 1999 1997 1995 0.000
4.3
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
Ukuran Pembangunan (Measurement of Development) Untuk mengetahui perkembangan proses pembangunan kabupaten Kulon Progo,
Bantul, Gunung Kidul, dan kabupaten Sleman didekati dengan kriteria ukuran pembangunan (measurement of development) berikut. Grafik 6 berikut ini menunjukkan bahwa secara umum proses pembangunan di kabupaten Sleman termasuk dalam kategori yang semakin berkembang, karena mempunyai nilai measurement of development (nilai Zi) yang secara konsisten selalu lebih kecil dari 0,5. Walaupun nilai Zi kabupaten Sleman terlihat mengalami sedikit peningkatan selama periode 2003-2007, tetapi masih berada dibawah 0,5, sehingga masih tetap dikategorikan sebagai kabupaten yang
proses pembangunannya semakin
berkembang. Dibandingkan dengan kabupaten Bantul dan kabupaten Gunung Kidul, perkembangan proses pembangunan di kabupaten Kulon Progo terlihat yang paling baik, karena nilai measurement of development nya terlihat semakin mendekati 0,5, atau masuk dalam kategori kabupaten yang semakin berkembang.
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
13
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Grafik 6 Measurement of Development Kabupaten Dalam Propinsi DIY 1995-2007
Sementara itu, proses pembangunan di kabupaten Bantul dan kabupaten Gunung Kidul terlihat berfluktuasi selama periode 1995-2007. Pada tahun 1995, nilai measurement of development kabupaten Bantul adalah sekitar 0,5, atau termasuk dalam kategori semakin berkembang. Tetapi sejak tahun 1996 nilai Zi kabupaten Bantul terus meningkat. Setelah sempat turun sedikit pada tahun 2005, nilai Zi kabupaten Bantul kembali meningkat pada tahun 2006 dan 2007. Hal ini berarti proses pembangunan kabupaten Bantul setelah pelaksanaan otonomi daerah justru semakin berkurang, dibandingkan dengan sebelum pelaksanaan otonomi daerah. Dibandingkan dengan kabupaten lainnya dalam propinsi DI Yogyakarta, proses pembangunan di kabupaten Gunung Kidul adalah yang paling kurang berkembang. Walaupun tahun 2007, nilai measurement of development kabupaten Gunung Kidul terlihat semakin membaik dan hampir sama dengan kabupaten Bantul, tetapi nilai Zi nya masih yang paling besar dibandingkan kabupaten lainnya, yaitu sekitar 0,7.
4.4
Uji Hipotesis Dua Rata-Rata Ukuran Pembangunan (measurement of development) periode 1995-1999 dan periode 2002-2007
Hasil uji dua rata-rata ukuran pembangunan adalah sebagai berikut:
14
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Kabupaten Kulon Progo Secara umum rata-rata nilai ukuran pembangunan di kabupaten Kulon Progo diatas 0,5 yang berarti bahwa proses pembangunan kabupaten Kulon Progo termasuk dalam kategori ”kurang berkembang”. Untuk periode 1995-1999 rata-rata nilai ukuran pembangunan sebesar 0,580 dan turun menjadi 0,522 (periode 2002-2007). Hal ini mengindikasikan bahwa pada periode setelah diterapkannya otonomi daerah, proses pembangunan yang terjadi memberikan dampak positif. Hasil uji statistik yang didasarkan data empiris diperoleh bahwa nilai t_obs = - 4,01 < t_tabel = - 1,833 dengan menggunakan α = 5 %. Kesimpulannya Ho ditolak, dengan kata lain secara statistik perbedaan rata-rata nilai ukuran pembangunan pada periode sebelum dan sesudah diterapkannya otonomi daerah berbeda secara signifikan. Artinya proses pembangunan setelah dilaksanakannya otonomi daerah relatif semakin baik dibandingkan pada periode sebelum dilaksanakannya otonomi daerah.
Kabupaten Bantul Seperti kabupaten Kulon Progo, secara umum rata-rata nilai ukuran pembangunan di kabupaten Bantul diatas 0,5 yang berarti bahwa proses pembangunan kabupaten Bantul termasuk juga dalam kategori ”kurang berkembang”. Namun berbeda dengan kabupaten Kulon Progo, untuk periode 1995-1999 rata-rata nilai ukuran pembangunan sebesar 0,581 dan meningkat menjadi 0,608 (periode 2002-2007). Hal ini mengindikasikan bahwa pada periode diterapkannya otonomi daerah, proses pembangunan yang terjadi justru menjadi semakin kurang berkembang. Hasil uji statistik yang didasarkan data empiris diperoleh bahwa nilai t_obs = 1,03 > t_tabel = - 1,833 dengan menggunakan α = 5 %. Kesimpulannya Ho diterima, dengan kata lain secara statistik proses pembangunan pada periode sesudah diterapkannya otonomi daerah tidak menjadi lebih baik, bahkan secara relatif cenderung semakin tidak berkembang, karena nilai ukuran pembangunannya naik dari 0,581 sebelum otonomi daerah menjadi 0,608 sesudah otonomi daerah.
Kabupaten Gunung Kidul Sama seperti di kabupaten Bantul, secara umum rata-rata nilai ukuran pembangunan di kabupaten Gunung Kidul diatas 0,5 yang berarti bahwa proses
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
15
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
pembangunan kabupaten Gunung Kidul termasuk dalam kategori ”kurang berkembang”. Untuk periode 1995-1999 rata-rata nilai ukuran pembangunan di kabupaten Gunung Kidul sebesar 0,692 dan meningkat menjadi 0,715 selama periode 2002-2007. Hal ini mengindikasikan bahwa pada periode setelah diterapkannya otonomi daerah, proses pembangunan yang terjadi justru menjadi semakin kurang berkembang. Hasil uji statistik yang didasarkan data empiris diperoleh bahwa nilai t_obs = 1,85 > t_tabel = - 1,833 dengan menggunakan α = 5 %. Kesimpulannya Ho diterima, dengan kata lain secara statistik proses pembangunan pada periode sesudah diterapkannya otonomi daerah relatif semakin tidak berkembang.
Kabupaten Sleman Secara umum rata-rata nilai ukuran pembangunan di Kabupaten Sleman kurang dari 0,5 yang berarti bahwa proses pembangunan kabupaten Sleman termasuk dalam kategori ”berkembang”. Untuk periode 1995-1999 rata-rata nilai ukuran pembangunan sebesar 0,377 dan turun menjadi 0,372 (periode 2002-2007). Hal ini mengindikasikan bahwa pada periode setelah diterapkannya otonomi daerah, proses pembangunan yang terjadi semakin berkembang. Namun hasil uji statistik yang didasarkan data empiris diperoleh bahwa nilai t_obs = - 0,18 > t_tabel = - 1,833 dengan menggunakan α = 5 %. Kesimpulannya Ho diterima, dengan kata lain secara statistik proses pembangunan pada periode sebelum dan sesudah diterapkannya otonomi daerah dianggap tidak berbeda.
Grafik 7 Rata-Rata Nilai Measurement of Development Kabupaten Dalam Propinsi DI Yogyakarta
16
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
4.5
Peringkat Kabupaten/Kota Menurut Nilai Ukuran Pembangunan Berdasarkan nilai ukuran pembangunan (measurement of development) dari
masing-masing kabupaten dibuat ranking. Nilai ukuran pembangunan yang terkecil diberi ranking pertama (menunjukkan proses pembangunan semakin berkembang) dan yang terbesar diberi ranking kelima (menunjukkan proses pembangunan semakin kurang berkembang). Ranking kabupaten/kota disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1 Ranking Kabupaten/Kota di Propinsi DI Yogyakarta Periode Sebelum Diterapkannya Otonomi Daerah KAB/KOTA
1995
1996
1997
1998
1999
KULON PROGO
4
4
4
4
3
BANTUL
3
3
3
3
4
GUNUNG KIDUL
5
5
5
5
5
SLEMAN
2
2
2
2
2
YOGYAKARTA
1
1
1
1
1
Tabel 2 Ranking Kabupaten/Kota di Propinsi DI Yogyakarta Periode Setelah Diterapkannya Otonomi Daerah KAB/KOTA
2002
2003
2004
2005
2006
2007
KULON PROGO
3
3
3
3
3
3
BANTUL
4
4
4
4
4
4
GUNUNG KIDUL
5
5
5
5
5
5
SLEMAN
2
2
2
2
2
2
YOGYAKARTA
1
1
1
1
1
1
Kelihatan dari kedua tabel diatas, bahwa secara umum ada pergeseran ranking antara kabupaten Kulon Progo dan kabupaten Bantul. Sebaliknya ranking terbawah tetap disandang kabupaten Gunung Kidul, baik pada periode sebelum maupun setelah dilaksanakannya otonomi daerah. Seperti telah diduga, kabupaten Sleman yang merupakan
kabupaten
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
yang
paling
dekat
dengan
kota
Yogyakarta,
proses
17
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
pembangunannya menempati ranking kedua setelah kota Yogyakarta, baik sebelum maupun sesudah dilaksanakannya otonomi daerah.
IV.
KESIMPULAN
Proses pembangunan yang diukur berdasarkan nilai measurement of development menunjukan bahwa proses pembangunan di kabupaten Sleman termasuk dalam kategori ”berkembang”, namun berdasarkan data empiris dan diuji secara statistik, proses pembangunan pada periode sebelum dan sesudah diterapkannya otonomi daerah dianggap tidak berbeda. Secara umum proses pembangunan di kabupaten Kulon Progo termasuk dalam kategori ”kurang berkembang”, namun berdasarkan data empiris diindikasikan bahwa pada periode setelah diterapkannya otonomi daerah, proses pembangunan yang terjadi memberikan dampak positif. Artinya proses pembangunan setelah dilaksanakannya otonomi daerah relatif semakin baik dibandingkan pada periode sebelum dilaksanakannya otonomi daerah. Proses pembangunan di kabupaten Bantul dan Gunung Kidul juga termasuk dalam kategori ”kurang berkembang”. Sungguhpun demikian, berbeda dengan kabupaten Kulon Progo, proses pembangunan di kabupaten Bantul dan kabupaten Gunung Kidul justru menjadi semakin kurang berkembang selama periode diterapkannya otonomi daerah (2002-2007). Walaupun mungkin tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan otonomi daerah, tetapi kenyataan ini sepertinya bertolak belakang dengan tujuan utama otonomi daerah, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui proses pembangunan. Secara umum ada pergeseran ranking antara kabupaten Kulon Progo dengan kabupaten Bantul. Sampai dengan tahun 1998, kabupaten Bantul menduduki rangking ketiga setelah kota Yogyakarta dan kabupaten Sleman, tetapi sejak tahun 1999 sampai 2007, urutan ketiga ditempati oleh kabupaten Kulon Progo menggeser kabupaten Bantul ke urutan keempat. Ranking terbawah (kelima) tetap disandang kabupaten Gunung Kidul, dan kabupaten Sleman yang merupakan kabupaten yang paling dekat dengan kota Yogyakarta, proses pembangunannya selalu menempati ranking kedua setelah kota Yogyakarta, baik sebelum maupun sesudah dilaksanakannya otonomi daerah.
18
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
DAFTAR PUSTAKA Arief, Sritua, ”Metodologi Penelitian Ekonomi, 1993”. Badan Pusat Statistik, ”PDRB Kabupaten/Kota di Indonesia”, beberapa tahun Dumairy, ”Perekonomian Indonesia”, Erlangga, 1999 Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Sleman, Gunung Kidul, Kulon Progo, Bantul dan Kota Yogyakarta, beberapa tahun Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kulon Progo, Bantul, Sleman dan Kota Yogyakarta, beberapa tahun Kabupaten Sleman, Gunung Kidul, Kulon Progo, Bantul dan Kota Yogyakarta Dalam Angka, beberapa tahun Propinsi DI Yogyakarta Dalam Angka, beberapa tahun
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
19
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
SIMPEL: SISTEM APLIKASI MONITORING PETUGAS LAPANGAN 1
Putu Hadi Purnama Jati, 2 Said Mirza Pahlevi Jurusan Komputasi Satistik, Sekolah Tinggi Ilmu Statistik 1
[email protected],
[email protected]
1,2
Abstract Since most of census’ and surveys conducted by BPS collect data from the field (primary data), data quality depends on field enumerators. If the field enumerators do not follow standard operating procedures correctly, non-sampling error will occur. Up to now there is no application system that makes field enumerators moral hazard monitoring easier. The paper discuss about a monitoring application system for field enumerators using a mobile device both for printed and mobile questionnaires. When enumerators collect data, he/she operates an application system that can record a coordinate values and enumeration time. These two parameters will be used to indicate enumerators’ moral hazard. The system also presents visual digital map of coordinate and enumerators’ movement by online Google Map. Person in charge of violation monitoring will save violation in a database as a pattern violation for future census’ and surveys. System architecture is loosely coupled so that system and components are independent one and another. PHP program language is used for web application, while Java (J2ME) language is used for mobile. Keywords : monitoring application system, non-sampling error detection, moral hazard I. PENDAHULUAN Menghasilkan data dengan akurasi yang tinggi membutuhkan dukungan dari segala aspek. Pengumpulan data yang dilakukan melalui sensus maupun survei tidak terlepas dari kesalahan non-sampling error yaitu bias yang disebabkan oleh kesalahan pencacah lapangan maupun kesalahan responden. Berdasarkan Pedoman Monitoring Kualitas Sensus Penduduk 2010 (2010:2), kesalahan pencacah dapat berupa kesalahan cakupan (coverage error) atau kesalahan isian (content error). Salah cakupan dapat berarti kurang cakupan (under coverage) atau lebih cakupan (over coverage). Salah cakupan tersebut pada umumnya disebabkan oleh ketidaktelitian dan moral hazard pencacah, kesalahan peta, serta Korlap dan Kortim tidak berfungsi optimal. Salah isian dapat disebabkan oleh kesalahan pencacah akibat moral hazard, maupun akibat petugas kurang paham pada konsep dan definisi.
20
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Pada puncak kegiatan Sensus Penduduk 2010 telah dilaksanakan kegiatan monitoring kualitas yang bertujuan untuk memonitor apakah pelaksanaan pencacahan di lapangan berjalan dengan baik dan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Hal ini diharapkan akan dapat mengurangi non-sampling error pelaksanaan sensus. Pelaksanaan monitoring kualitas pencacahan pada suatu survei atau sensus akan menjadi lebih efektif dan efisien apabila dilakukan dengan menggunakan teknologi informasi (TI). Dengan TI, lokasi pencacah dan waktu pencacahan dapat diketahui dengan cepat dan akurat. Kemudian, dengan TI, aktifitas pencacah di lapangan dapat dengan mudah dimonitor secara online dengan memanfaatkan teknologi online map seperti Google Map (http://map.google.com). Tulisan ini membahas suatu sistem aplikasi yang dapat membantu pemonitor dalam memantau kegiatan pencacah dilapangan. Aplikasi ini menggunakan koordinat tempat dan waktu pencacah sebagai acuan dalam memutuskan pelanggaran SOP pencacahan dan dalam mendeteksi moral hazard pencacah. Jika seorang pencacah melaksanakan pencacahan dengan waktu yang sangat cepat maka dapat diindikasikan bahwa pencacah tersebut tidak mengambil data langsung dari responden atau tidak menanyakan semua pertanyaan yang ada pada kuesioner. Sedangkan jika koordinat letak pencacah pada saat mencacah berada di luar batas desa atau blok sensus yang menjadi tanggung jawabnya maka ini dapat pula diindikasikan bahwa pencacah tersebut tidak melaksanakan pencacahan sesuai prosedur pencacahan yang berlaku (misalnya, melakukan pencacahan di meja). Aplikasi ini menggunakan perangkat mobile yang dilengkapi dengan Global Positioning System (GPS) atau menggunakan jaringan General Packet Radio Service (GPRS) yang menggunakan BTS sebagai penunjuk koordinat yang biasa disebut Location Based Service (LBS). Perangkat mobile dengan fitur GPS telah banyak diproduksi dan dijual dengan harga yang relatif murah. Pada Showcase Nokia 2008, Nokia memperkenalkan 4 ponsel yang semuanya dibekali GPS. Sementara di Mobile World Congress 2008, Samsung menghadirkan G810 yang juga ber-GPS. Di tahun-tahun selanjutnya vendor-vendor mobile phone terus menambah produksi mobile phone yang dilengkapi dengan GPS dengan berbagai variasi harga. Hal ini menunjukkan fitur navigasi mulai menjadi kebutuhan pengguna perangkat mobile.
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
21
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Aplikasi kuesioner mobile telah dibuat oleh (Miswar,2009), tetapi aplikasi tersebut adalah generator aplikasi mobile dan tidak memiliki fitur pemonitoran pencacah yang sedang bertugas. Kuesioner mobile yang dibuat oleh generator hanya mengirimkan hasil entri data oleh pencacah di lapangan ke server aplikasi. Penelitian ini menambahkan fitur monitor pencacah pada aplikasi kuesioner mobile tersebut dan mengusulkan kerangka kerja (framework) baru untuk memonitor pencacahan yang dilakukan tanpa kuesioner mobile atau dengan kuesioner kertas. Penelitian tentang identifikasi lokasi dengan GPS melalui SMS telah dilakukan oleh Andreas Handojo, pada tahun 2004. Pada penelitian tersebut GPS dipasangkan pada sebuah mobil untuk memberikan lokasi mobil dengan koordinat lintang dan bujur. Informasi lokasi tersebut dikirimkan ke sebuah Personal Computer (PC) dan dari PC tersebut data lokasi dikirimkan ke mobile phone yang kemudian mengirimkannya melalui SMS ke mobile phone pengguna yang ingin mengetahui posisi mobil tersebut (Handoyo, 2004). Namun penelitian ini tidak memakai sebuah kuesioner mobile atau aplikasi mobile dan juga hanya melakukan pemonitoran pergerakan benda. Pelacakan barang dengan GPS dilakukan oleh Mashury pada tahun 2006. Pada penelitiannya ia melacak barang dan manusia untuk mengatasi kasus kehilangan barang, manusia, atau kasus tersesat (Mashury, 2006). Dengan dipasangnya GPS maka barang atau manusia, keberadaan entitas tersebut dapat dideteksi walaupun berada diluar jangkauan penglihatan. Penelitian yang hampir sama yaitu penelitian tracking kendaraan dengan memanfaatkan teknologi GPS dan GPRS juga dilakukan Andi Sunyoto pada tahun 2007. Pada kendaraan dipasangi GPS receiver dan terdapat aplikasi Java 2 Micro Edition (J2ME) pada mobile phone yang akan mengirimkan posisi kendaraan tersebut ke server untuk dipantau melalui koneksi GPRS (Sunyoto, 2007). Namun penelitian tersebut masih berfokus pada pemonitoran pergerakan barang saja. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu sistem aplikasi yang dapat membantu pemantauan kegiatan pencacah di lapangan sehingga non-sampling error bisa dikurangi. Pada penelitian ini, permasalahan yang akan dibahas dibatasi pada pembuatan sebuah formulasi dari parameter koordinat dan waktu untuk memberikan indikasi
22
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
pencacah yang melanggar SOP pencacahan kepada pemonitor. Kemudian, untuk memudahkan pemonitor mengambil keputusan apakah seorang pencacah telah melanggar SOP pencacahan berdasarkan indikasi yang diberikan oleh aplikasi, maka aplikasi menampilkan aktifitas pergerakan pencacah di lapangan secara visual melalui sebuah peta online (Google Map). Hasil penelitian yang berupa sistem aplikasi monitor kegiatan pencacahan ini memiliki beberapa keunggulan yaitu : 1.
Memberikan nilai indikasi pelanggaran SOP pencacahan berupa persentase untuk memudahkan pemakai/pemonitor memutuskan apakah seorang pencacah telah melanggar SOP tersebut atau tidak.
2.
Menjadi sebuah early warning bagi pencacah agar melakukan pencacahan sesuai SOP pencacahan sehingga
non-sampling error pada hasil
sensus/survei dapat diperkecil. 3.
Merekam hasil keputusan pemonitor tentang pelanggaran SOP pencacahan, yang selanjutnya pola-pola pelanggaran tersebut dapat digunakan untuk membantu dalam pengambilan keputusan pada sensus/survei yang akan datang.
DESKRIPSI SISTEM Arsitektur Sistem
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
23
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Lokasi Pencacahan
BTS
Satelit GPS
BPS Database Entri
SMS Gateway data entri Aplikasi Generator Data Entri Database Monitoring
SMS Gateway Monitoring Server
Petugas lapangan Aplikasi Web Subject matter
Gambar 1. Arsitektur Sistem Gambar 1 memperlihatkan arsitektur sistem. Aplikasi sistem ini ditanamkan pada Aplikasi kuesioner mobile (Miswar,2009). Aplikasi ini terdiri dari enam komponen utama yang dirancang secara loosely coupled sehingga komponen-komponen tersebut independen satu dengan yang lainnya. Di bawah ini adalah penjelasan dari masing-masing komponen. 1. Aplikasi Pembangkit Data Entri via Mobile Phone Komponen ini adalah aplikasi yang digunakan untuk membangun aplikasi entri data pada mobile phone yang berbasis pada Graphical User Interface. 2. SMS Gateway Komponen ini adalah aplikasi yang digunakan untuk menerima pesan SMS dari mobile phone untuk selanjutnya diteruskan pada basis data yang sesuai di server.
24
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
3. Basis data Entri Komponen ini adalah tempat penyimpanan data hasil entri yang telah dilakukan melalui mobile phone. 4. Basis data Monitoring Komponen ini adalah tempat untuk menyimpan parameter koordinat dan waktu yang dikirimkan dari aplikasi mobile pencacah. 5. Aplikasi entri data pada mobile phone Komponen ini adalah aplikasi yang digunakan untuk merekam data hasil pencacahan di lapangan dan koordinat letak serta waktu pencacahan. Semua data yang terekam dikirimkan oleh aplikasi ke server basis data melalui SMS untuk diolah lebih lanjut. 6. Aplikasi Server Komponen ini adalah aplikasi web yang digunakan untuk menampilkan nilai indikasi pelanggaran SOP pencacahan yang telah dihitung oleh sistem serta menampilkan aktifitas pergerakan pencacah secara visual melalui Google Map. Skenario Pemakaian Sistem Pada sistem ini terdapat tiga pengguna, yaitu Pemonitor, Pencacah, dan Administrator aplikasi monitoring. Skenario pemonitoran adalah sebagai berikut. 1. Administrator aplikasi monitoring mengatur parameter penggunaan pada aplikasi web. 2. Pencacah melakukan pencacahan di lapangan dengan aplikasi mobile yang akan mengirimkan parameter koordinat letak dan waktu pencacahan. 3. Pemonitor memantau pencacah melalui aplikasi web yang memberikan nilai indikasi pelanggaran dan tampilan visual pergerakan petugas dilapangan melalui Google Map.
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
25
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
4. Pemonitor memberi keputusan apakah seorang pencacah melakukan pelanggaran dan keputusan tersebut disimpan dalam database untuk seanjutnya dijadikan kerangka keputusan pemonitor di survei atau sensus selanjutnya.
Use Case Diagram System Pada sistem aplikasi ini terdapat dua pengguna yaitu pencacah dan pemonitor. Use Case pencacah dan pemonitor bisa dilihat pada Gambar 2 dan 3: Entry keterangan tempat
<
>
Start Aplikasi
<>
petugas
Stop Aplikasi
<<extend>>
Kirim data
Gambar 2. Use case aplikasi pencatat koordinat dan waktu
Login ke aplikasi <>
Memilih daerah monitoring dan setting formulasi
Menjalankan <> formulasi
<>
Melihat hasil formulasi
<> Memberi keputusan
user
<> <>
Melihat info titik pencacahan
Melihat Peta pencacahan di lapangan
<<extend>>
<<extend>> Melihat rute pencacahan Melihat grafik perkembangan indikasi
Gambar 3. Use case Aplikasi Monitoring untuk pemonitor
26
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SYSTEM
Aplikasi Pencatat koordinat letak dan waktu Aplikasi pencatat koordinat letak dan waktu dirancang menjadi dua jenis seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4. Yang pertama, jika pengambilan data di lapangan dilakukan dengan kuesioner mobile maka aplikasi pencatat koordinat letak dan waktu ditanamkan pada generator aplikasi mobile. Yang kedua, jika pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner cetak, maka aplikasi tersebut diinstal pada perangkat mobile sebagai aplikasi tersendiri (stand alone).
Gambar 4. Alternatif pencacahan dengan perangkat mobile Pada aplikasi monitoring stand alone, pencacah diharuskan mengisi form identifikasi daerah dan nomor SMS Gateway seperti yang diperlihatkan pada Gambar 5. Pada aplikasi ini terdapat tiga perintah yang harus dijalankan oleh pencacah pada saat mencacah di lapangan yaitu perintah Start, Stop, dan Cancel dengan fungsi sebagai berikut. 1. Perintah Start untuk memulai perekaman waktu pencacahan. 2. Perintah Stop untuk perekaman lokasi koordinat dan mengakhiri perekaman waktu
pencacahan. 3. Perintah Cancel untuk membatalkan perekaman waktu.
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
27
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Gambar 5. Rancangan Form Aplikasi Pencatat koordinat dan waktu
Perintah start dijalankan pada saat pencacah mengawali pencacahan dengan kuesioner cetak. Jika pencacah ingin membatalkan pencacahan maka pencacah menjalankan perintah cancel. Ketika pencacah menyelesaikan pengisian kuesioner cetak, maka pencacah menjalankan perintah stop dan kemudian aplikasi akan menampilkan pesan kepada pencacah bahwa sebuah SMS (yang berisikan informasi koordinat letak dan waktu) akan dikirimkan ke nomor server SMS Gateway.
Berbeda dengan aplikasi monitoring stand alone, aplikasi monitoring yang tertanam melakukan perekaman dan pengiriman data koordinat letak dan waktu secara otomatis pada saat pencacah memulai dan mengakhiri aplikasi entri data.
Formulasi Indikasi Pelanggaran Dalam membuat formulasi indikasi pelanggaran SOP pencacahan, peneliti memakai 2 variabel yaitu perpindahan lokasi dan waktu pencacahan.
1.
Lokasi Melanggar SOP pencacahan salah satunya adalah tidak berpindah posisi tetapi
melakukan entri lebih dari 1 informasi responden. Oleh karena itu jika tidak berpindah posisi maka jarak antara satu responden yang dicacah ke responden lainnya adalah 0. Namun, karena akurasi GPS dan LBS pada perangkat mobile tidak memiliki akurasi yang 28
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
tepat karena bertipe navigasi, maka tidak dapat disimpulkan jarak antar responden adalah 0 jika tidak berpindah tempat. Oleh karena itu perlu dicari nilai batas ambang (threshold) untuk mengidentifikasi apakah pencacah berpindah posisi dalam mencacah responden yang berbeda. Nilai threshold untuk GPS dan LBS dihitung dengan mengambil koordinat dari satu titik lokasi (tetap) sebanyak 30 kali dan menghitung nilai koordinat centroid dari ke 30 koordinat tersebut dengan formula (1), (2), dan (3).
A=
…………………………………………………………(1)
rata-rata x =
……………………………………………………...(2)
rata-rata y =
……………………………………………………..(3)
Setelah mendapatkan titik koordinat centroid, maka dicari jarak semua centroid dengan 30 titik yang didapat dari percobaan.
Gambar 6. Jarak antara centroid koordinat ke koordinat didapat
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
29
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Gambar 6 menunjukkan jarak centroid terhadap semua titik yang didapat. Nilai threshold dihitung dengan formula (4) di bawah ini:
Threshold jarak =
…………………………………………(4)
Keterangan: = Rata-rata jarak yang didapatkan n
= Jumlah pasangan titik koordinat
s
= Standar Deviasi jarak yang didapat = Nilai tabel distribusi t
Uji satu arah dipakai karena peneliti ingin mencari nilai upper limit dimana dengan anggapan bahwa jika nilai jarak tidak melalui nilai upper limit berarti pencacah tersebut tidak berpindah jauh dari tempat awal.
Gambar 7. Daerah di atas upper limit Pada percobaan ini peneliti memakai tingkat kepercayaan 95%. Jumlah pasangan titik responden yang tidak melalui Threshold akan dimasukkan ke formula (5) untuk menentukan persentase pelanggaran SOP pencacahan berdasarkan jarak antar responden yang dicacah :
30
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
...........................................................................................(5)
Keterangan: k = jumlah pasangan koordinat responden berurutan yang nilai jaraknya kurang dari threshold n = jumlah seluruh pasangan koordinat berurutan
2.
Waktu Pada survey di suatu daerah memiliki nilai waktu pencacahan yang hampir sama
karena kuesioner memiliki jumlah item pertanyaan yang sama.Yang membedakan waktu pencacahannya adalah bagaimana keahlian pencacah dalam menggali informasi atau kecepatan responden mengerti tentang apa yang ditanyakan pencacah. Namun jika pencacah mencacah lebih cepat dibandingkan pencacah lainnya di daerah yang sama dan kuesioner yang sama, maka dapat diindikasikan bahwa pencacah tersebut melanggar SOP pencacahan. Formulasi yang dipakai adalah mencari threshold waktu dengan memakai nilai lower limit.
Threshold waktu=
…………………………………………(6)
Keterangan : = Rata-rata waktu n
= Jumlah waktu pencacahan
s
= Standar Deviasi waktu yang didapat = Nilai tabel distribusi t
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
31
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Gambar 8. Daerah di bawah dari lower limit Percobaan ini memakai tingkat kepercayan 95%. Nilai di bawah lower limit adalah waktu pencacahan yang dilakukan lebih cepat dari pencacahan lain sehingga ini bisa menjadi indikasi pencacah melanggar SOP pencacahan. Nilai threshold yang akan dipakai bersifat dinamis karena aplikasi akan mencari nilai threshold setiap record waktu yang masuk ke dalam basis data Jumlah dari waktu pencacahan pencacah di bawah threshold dimasukkan ke dalam formula (7).
T
t 100% ...........................................................................................(7) n
Keterangan : t = jumlah waktu pencacahan pencacah yang nilainya berada di bawah threshold n = jumlah responden yang dicacah oleh pencacah
Total Persentase Indikasi Kedua nilai persentase indikasi dari persentase indikasi melalui lokasi dan waktu ditotalkan dengan formula (8) untuk mendapatkan total persentase indikasi pencacah melanggar SOP pencacahan :
Total
32
( L) (1
)(T ) ……………………………………………(8)
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Keterangan: Total
= Total persentase indikasi pencacah melanggar SOP pencacahan.
α
= Bobot waktu yang ditentukan oleh user.
L
= Persentase indikasi pencacah melanggar SOP pencacahan berdasarkan lokasi.
T
= Persentase indikasi pencacah melanggar SOP pencacahan berdasarkan waktu.
Aplikasi Web Pemonitor Aplikasi Web telah dirancang khusus agar pengguna awam pun dapat dengan mudah melakukan pemonitoran pencacah di lapangan. Beberapa fitur pendukungnya adalah sebagai berikut:
a. Menampilkan nilai indikasi pelanggaran pencacah lapangan. Gambar 9 memperlihatkan tampilan aplikasi web dengan bagian-bagian sebagai berikut.
1. Menu pada bagian atas yang terdiri dari 3 pilihan yaitu Home, Setting, dan Logout. 2. Sidebar untuk mengatur identifikasi daerah dan formulasi serta menampilkan pilihan batas ambang indikasi. 3. Halaman untuk menampilkan nilai indikasi berdasarkan seleksi daerah dan formulasi yang dilakukan oleh pemakai.
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
33
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Gambar 9. Aplikasi Web pemberi indikasi
b. Menampilkan aktifitas pencacahan melalui Google Map
Gambar 10 memperlihatkan peta aktifitas pencacahan seorang pencacah yang dilengkapi dengan tampilan nilai indikasi pelanggaran yang telah dihitung oleh sistem. Tampilan ini terdiri dari tiga bagian yaitu,
1. Menu pada bagian atas yang terdiri dari empat pilihan yaitu Home, Google Map, Grafik Perkembangan, dan Logout 2. Halaman untuk menampilkan peta aktifitas pencacahan. 3. Sidebar untuk menampilkan keterangan daerah, indikasi dan tombol pemberi keputusan apakah pencacah diputuskan melakukan pelanggaran atau tidak.
34
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Gambar 10. Aplikasi Web pengamatan Google Map
Aplikasi Machine Learning WEKA JAVA WEKA 3.6 adalah sebuah tool classifier berbasis bahasa pemrograman JAVA yang bisa digunakan untuk menganalisis data-data yang telah diberi atribut untuk memberikan model klasifikasi dan memprediksi class data di masa yang akan datang.Aplikasi ini mengimport hasil keputusan pemonitor yang telah disimpan tentang pencacah yang melakukan pelanggaran maupun tidak setelah itu akan menganalisis apa faktor utama yang bisa dipakai untuk menentukan seorang pencacah melakukan moral hazard di lapangan.
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
35
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Gambar 11. Impor file keputusan user pada aplikasi JAVA WEKA 3.6
Hasil analisis divisualisasikan dalam bentuk tree seperti yang ditunjukkan pada gambar 12
Gambar 12. Pohon keputusan hasil dari file export keputusan user Pada gambar 12 menunjukkan bahwa pelanggaran ditentukan oleh persentase pelanggaran dari jarak yaitu jika bernilai lebih besar dari 50 maka pencacah bisa langsung diklasifikasikan melanggar namun jika kurang atau sama dengan 50 maka harus melihat
36
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
nilai persentase waktunya. Untuk keputusan yang lebih akurat diperlukan data keputusan dan data pencacahan yang lebih banyak sehingga nantinya benar-benar bisa mengklasifikasikan pencacah yang melakukan pelanggaran SOP pencacahan maupun tidak melakukan pelanggaran SOP pencacahan.
SMS Gateway SMS Gateway yang digunakan dalam aplikasi monitoring ini adalah Gammu versi 1.25. SMS Gateway berfungsi sebagai penerima SMS yang berisikan koordinat letak dan waktu dan menyimpannya ke dalam database.
Database Gambar 8 memperlihatkan rancangan konseptual database yang digunakan untuk merekam data yang dikirimkan dari mobile phone pencacah. Entitas-entitas yang terlibat yaitu
inbox,
keterangan,
informasi,
pengirim,
master_kecamatan, master_kabupaten, master_provinsi,
master_blok,
master_desa,
survey, user, batas, dan
knowledge. Entitas survey, user, batas, dan knowledge tidak memiliki hubungan dengan tabel lain. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing entitas. 1.
Inbox Entitas responden digunakan untuk menyimpan SMS masuk yang dikirimkan dari aplikasi.
2.
Keterangan Entitas responden digunakan untuk menyimpan hasil pengolahan data dari tabel inbox. Atribut yang ada pada entitas ini adalah ID, id_res, nmr_pengirim, id_blok, waktu_mulai, waktu_akhir, jum_menit, lintang, bujur, tanggal, status.
3.
Informasi Entitas informasi digunakan untuk menyimpan hasil pengolahan data atribut lintang dan bujur dari keterangan. Atribut yang ada pada entitas ini adalah id_masuk, nmr_pengirim, id_blok, distance, tanggal, id_res.
4.
Pengirim Entitas pengirim digunakan untuk menyimpan data nomor pengirim. Atribut yang ada pada entitas ini adalah nmr_pengirim dan nama_pengirim.
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
37
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
5.
Master_blok Entitas master_blok digunakan untuk menyimpan identitas blok sensus . Atribut yang ada pada entitas ini adalah id_blok,lintang,bujur nama_blok, id_desa.
6.
Master_desa Entitas master_desa digunakan untuk menyimpan identitas desa . Atribut yang ada pada entitas ini adalah id_desa, nama_desa, id_kec.
7.
Master_kec Entitas master_kec digunakan untuk menyimpan identitas kecamatan . Atribut yang ada pada entitas ini adalah id_kec, nama_kec, id_kab.
8.
Master_kab Entitas master_kec digunakan untuk menyimpan identitas kabupaten . Atribut yang ada pada entitas ini adalah id_kab, nama_kab, id_prov.
9.
Master_provinsi Entitas master_prov digunakan untuk menyimpan identitas kabupaten . Atribut yang ada pada entitas ini adalah id_prov, nama_kab.
10. Survey Entitas survey digunakan untuk menyimpan data akurasi alat yang akan menjadi pilihan user . Atribut yang ada pada entitas ini adalah id, metode, akurasi, status. 11. User Entitas user digunakan untuk menyimpan data user . Atribut yang ada pada entitas ini adalah username, password, status. 12. Batas Entitas batas digunakan untuk menyimpan data batas blok sensus . Atribut yang ada pada entitas ini adalah id, lintang, bujur, id_blok. 13. Knowledge Entitas knowledge digunakan untuk menyimpan keputusan user . Atribut yang ada pada entitas ini adalah id, nmr_pengirim, user, id_blok, tanggal, alpha_waktu, threshold, persen_distance, prsen_waktu, cacah_meja.
38
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
informasi PK
id_masuk nmr_pengirim id_blok distance tanggal id_res
M
memiliki 1 inbox PK
pengirim keterangan
ID UpdatedInDB ReceivingDateTime Text SenderNumber Coding UDH SMSCNumber Class TextDecoded RecipientID Processed
PK
1
M
ID
memiliki
1
nama_pengirim
survey
M memiliki
PK
1 master_blok
id nmr_pengirim user id_blok Tanggal alpha_waktu tracehold persen_distance persen_waktu cacah_meja
1
nmr_pengirim
id_res nmr_pengirim id_blok waktu_mulai waktu_akhir jum_menit lintang bujur tanggal status
memiliki
knowledge PK
PK
PK
id metode akurasi status
id_blok
user PK
batas
username
PK
password status
id lintang bujur id_blok
nama_blok id_desa lintang bujur
memiliki
M 1
PK
master_kab
master_kec
master_desa
1 PK
id_desa
M
nama_desa id_kec
memiliki
id_kec nama_kec id_kab
M memiliki
1 PK
id_kab nama_kab id_prov
master_provinsi
M memiliki
1
PK
id_prov nama_prov
Gambar 13. Rancangan Konseptual Database
EVALUASI USABILITY SISTEM Evaluasi dilakukan pada faktor kepuasan pengguna dalam menggunakan aplikasi sistem ini. Alat bantu berupa kuesioner yang digunakan dalam evaluasi diperlihatkan pada Gambar 9. Terdapat sembilan pernyataan yang digunakan dalam menilai kepuasan pengguna(Miswar,2009).
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
39
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
KUESIONER PENILAIAN KEPUASAN PENGGUNA Nomor identitas kuesioner : Petunjuk pengisian: Berikan skor dalam rentang nilai 1 sampai dengan 5. Semakin besar skor, menunjukkan bahwa Anda setuju terhadap pernyataan yang diberikan. No. 1
Pernyataan Waktu
SKOR A
SKOR B
yang diperlukan untuk belajar
menggunakan program aplikasi ini pertama kali lebih dari 1 jam. 2
Aplikasi yang dibangun bersifat fleksibel.
3
Susunan/
tata
letak
objek-objek
pada
program aplikasi ini membingungkan 4
Aplikasi menggunakan Graphical User Interface
(GUI)
yang
memudahkan
pengguna. 5
Pengguna bingung dalam memberikan input pada aplikasi
6
Pesan yang ditampilkan oleh program aplikasi ini dalam menanggapi suatu kondisi bersifat informative
7
Ketika program aplikasi sedang dijalankan sering terjadi hang/not responding.
8
Mudah
dalam
menggunakan
kembali
program aplikasi ini (kedua kalinya dan seterusnya) Total Skor
Gambar 14. Kuesioner Penilaian Kepuasan Pengguna
40
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Keterangan : Skor A untuk Aplikasi Web pendeteksi indikasi pelanggaran SOP pencacahan. Skor B untuk Aplikasi pencatat koordinat dan waktu mobile. Kuesioner di atas digunakan untuk menilai kepuasan pengguna dalam menggunakan aplikasi pencatat koordinat dan waktu mobile dan aplikasi web. Terdapat delapan pernyataan yang sama untuk kedua aplikasi tersebut. Pernyataanpernyataan tersebut terdiri dari empat pernyataan yang bernilai positif (nomor 2, 4, 6, dan 7) dan empat pertanyaan yang bernilai negatif (nomor 1, 3, 5, dan 8). Pengujian ini melibatkan 10 orang Mahasiswa STIS sebagai penggunanya .Pengguna diminta memberikan skor dalam rentang nilai 1 sampai dengan 5 untuk setiap pernyataan. Penghitungan total skor sebagai berikut: 1.
Untuk pernyataan yang bernilai positif, (nilai-1) x 2,5
2.
Untuk pernyataan yang bernilai negatif, (5-nilai) x 2,5
Dengan cara penghitungan skor di atas, maka nilai skor maksimum untuk setiap pernyataan adalah 10 sehingga total skor maksimum untuk aplikasi A dan B adalah 800. Nomor urut pernyataan
Total skor A
Total skor B
1
77.5
97.5
2
75
72.5
3
77.5
95
4
77.5
75
5
97.5
97.5
6
65
67.5
7
72.5
77.5
8
97.5
92.5
Total skor :
640(80% dari total
675(84% dari total skor
skor maksimum)
maksimum)
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
41
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Dari hasil evaluasi tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa untuk kedua komponen aplikasi yang dievaluasi, tingkat kepuasan pengguna terhadap sistem cukup tinggi dari total maksimum skor dengan nilai masing-masing 80% dan 84%. Ini menunjukkan tingkat usability komponen sistem yang tinggi sehingga dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan sistem mudah digunakan. KESIMPULAN Pemonitoran pencacah di lapangan baik itu pada saat survei maupun sensus perlu dilakukan untuk mengurangi non-sampling error. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan sebuah tool untuk membantu pemonitor dalam melakukan monitoring setiap petugas. Pelaksanaan penggunaan perangkat mobile untuk kegiatan pencacahan sedang direncanakan dan diupayakan oleh BPS dan tool hasil penelitian ini diharapkan dapat berperan dalam proses monitoring petugas yang menggunakan perangkat mobile tersebut.
PENELITIAN KEDEPAN
Agar sistem ini semakin sempurna, maka untuk penelitian kedepan disarankan untuk mengembangkan beberapa fitur yang dapat mendukung kinerja dari sistem ini. Fitur tersebut diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Penambahan parameter pendeteksi selain koordinat dan waktu agar pendeteksian lebih akurat. Misalnya dihitung berapa jumlah titik cacah yang berada dalam area blok sensus yang semestinya dibandingkan dengan titik cacah yang berada di luar. 2. Formulasi yang menghasilkan nilai indikasi lebih akurat. Jika memasukkan parameter tambahan maka formulasi bisa ditambah parameter tersebut sehingga hasilnya lebih akurat atau mencari penghitungan statistik lainnya dalam mencari threshold sehingga aplikasi memberikan persentase pelanggaran yang akurat. 3. Penambahan fungsi pembangunan classifier pada sistem dengan teknik machine learning sehingga pendeteksian pelanggaran dapat dilakukan secara otomatis dan lebih akurat berdasarkan keputusan-keputusan pelanggaran yang lalu yang telah direkam oleh sistem. 42
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,Miswar.2009. Sistem Pembangkit Aplikasi Entri Data via Mobile Phone. Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Jakarta, Indonesia. Abdullah,Miswar.2009.SMS4SURVEI-GEN:Aplikasi
Pembangkit
Program
Survei
Berbasis SMS.Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik.Jakarta,Indonesia. Badan Pusat Statistik.2010.Pedoman Monitoring Kualitas Sensus Penduduk 2010.Jakarta, Indonesia. Bing Liu. Supervised Learning. www.cs.uic.edu/~liub/teach/cs583.../CS583-supervisedlearning.pptn, diakses tanggal 16 Agustus 2010. Handojo,Andreas.2004.Aplikasi Pelacakan Lokasi Rute Perjalanan Mobil dengan GPS via SMS.Universitas Kristen Petra.Surabaya. http://wiki.forum.nokia.com/index.php/Java_ME_Location_APIn, diakses tanggal 10 Agustus 2010. Mashury.2006.Perancangan Sistem Pelacakan Posisi Tanpa Kabel Menggunakan GPS untuk Pengawasan Barang dan Manusia. Pusat Penelitian Elektronika dan Komunikasi. Bandung. Munawar.2005.Pemrograman Visual dengan UML.Yogyakarta:Penerbit Graha Ilmu. Sunyoto, Andi. 2007. Pemanfaatan Modul GPS Receiver dan Telepon Selular untuk Wide Area Vehicle Tracking. Seminar Nasional Teknologi.Yogyakarta. United Nations. 2008. Principles Reccomendations for Population and Housing Censuses.New York. Walpole, Ronald.1990.Pengantar Statistika.Jakarta:Penerbit PT Gramedia.
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
43
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PRESTASI KERJA SUKARELAWAN GURU SD (Studi Kasus di Kecamatan Ranuyoso Kabupaten Lumajang Tahun Ajaran 2009/2010) Sony Puji Triasmoro dan Agus Purwoto1)
Abstract
There are three main requirements that must be considered to run education well including building facilities, adequate and good quality books and professional teachers and education staff. However there are various problems associated with qualified teachers, especially elementary school teachers. This study aimed to determine factors that influence volunteer elementary school teacher performance. A self-enumeration systematic sampling is employed to collect data. Descriptive analysis show that most primary school volunteer teachers in Ranuyoso subdistrict have low levels job performance.Path analysis indicate that motivation and competence significantly affect elementary school volunteer teachers achievement. Actions need to be done to increase volunteer teachers’ motivation and competence such as giving awards, making a seminar, or organizing a training course Keywords : professional teachers, volunteer elementary school teacher, self-enumeration systematic sampling, path analysis .
1. 1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting bagi kemajuan suatu bangsa.
Oleh karena itu diperlukan suatu pendidikan yang mampu membentuk kepribadian bangsa, yaitu pendidikan yang merata, bermutu, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat. Agar pembangunan pendidikan dapat dilaksanakan dengan baik dan berkontribusi terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia, terdapat tiga syarat utama yang harus diperhatikan yaitu: (1) sarana gedung, (2) buku yang memadai dan berkualitas serta (3) guru dan tenaga kependidikan yang profesional (Mulyasa, 2005).
44
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Kenyataan yang terjadi menunjukkan banyak permasalahan yang menyangkut tentang tenaga pendidik tersebut di Indonesia. Hujair AH. Sanaky (2009), mengatakan beberapa masalah tersebut antara lain: Pertama, hampir separuh dari lebih kurang 2,6 juta guru di Indonesia tidak memiliki kompetensi yang layak untuk mengajar.. Kedua, tercatat 15 persen guru mengajar tidak sesuai dengan keahlian yang dipunyainya atau bidangnya (Kompas, 9/12/2005). Ketiga, fakta lain, menunjukkan bahwa mutu guru di Indonesia masih jauh dari memadai. Berdasarkan statistik tercatat 60% guru SD, 40% guru SMP, 43% guru SMA, dan 34% guru SMK dianggap belum memiliki kompetensi yang layak untuk mengajar di jenjang masing-masing, selain itu 17.2% guru atau setara dengan 69.477 guru mengajar bukan bidang studinya. Berbagai permasalahan yang menyangkut tenaga pendidik di Indonesia ditengarai akibat adanya hal-hal yang kurang tepat dalam sistem rekrutmen guru di Indonesia, sehingga output yang dihasilkan pun menjadi tidak maksimal. Sukarelawan Guru SD dalam hal ini, dapat dianggap sebagai hasil dari sistem rekrutmen yang dimaksud. Para sukerelawan ini nanti akan menjadi para tenaga kependidikan/guru tetap di masa yang akan datang. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor yang memengaruhi prestasi kerja Sukerelawan Guru SD sehingga dapat bekerja dengan maksimal. Sumbangsih Guru yang dengan suka dan rela membaktikan dirinya sebagai guru, telah memungkinkan jalannya roda pendidikan secara lebih luas (terutama di sekolah dasar). Sebagai guru, mereka memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama dengan guru-guru lainnya yang berstatus PNS, tetapi di balik itu mereka dihadapkan pada kenyataan akan minimnya imbal jasa terhadap baktinya dan kepastian status yang tidak jelas. Karena kebijakan sukarelawan guru tidak didasari dengan perencanaan yang matang dan prospektif, maka dalam perkembangan selanjutnya muncul berbagai permasalahan yang saling terkait dengan berbagai sisi kehidupan. Menurut Surya (2004) terdapat beberapa kendala dan masalah yang terkait dengan isu sukarelawan guru, salah satunya adalah berkaitan dengan kualitas kinerja mereka. Kendala dan masalah tersebut antara lain kualitas kesejahteraan mereka, perlakuan diskriminatif baik administratif maupun edukatif dibandingkan dengan rekan-rekannya yang berstatus PNS, akan mempengaruhi prestasi kerja yang terkait dengan proses belajar mengajar yang pada
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
45
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
gilirannya mempengaruhi kualitas belajar siswa. Secara keseluruhan semua itu akan bermuara pada mutu pendidikan (Surya, 2004). Evaluasi dan penilaian atas prestasi kerja mereka selama menjadi sukarelawan tentunya harus dilakukan agar pendidikan yang berkualitas, yang secara langsung melibatkan mereka dengan peserta didik, dapat tercapai. Selain itu faktor-faktor yang turut memengaruhi prestasi kerja mereka juga harus diketahui sehingga bisa dijadikan sebagai rujukan dalam pengangkatan Sukarelawan Guru bantu SD tersebut menjadi pegawai negeri sipil. Dengan demikian pengangkatan mereka sebagai hasil rekrutmen tenaga pendidik di Indonesia dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan sehingga dapat mempercepat peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang ingin diteliti dapat
dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran umum karakteristik Sukarelawan Guru SD di Kecamatan Ranuyoso Tahun Ajaran 2009-2010? 2. Bagaimana tingkat prestasi kerja para Sukarelawan Guru SD di Kecamatan Ranuyoso Tahun Ajaran 2009-2010? 3. Faktor-faktor apa sajakah yang turut memengaruhi prestasi kerja para Sukarelawan Guru SD di Kecamatan Ranuyoso Tahun Ajaran 2009-2010?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui gambaran umum karakteristik Sukarelawan Guru SD di Kecamatan Ranuyoso Tahun Ajaran 2009/2010. 2. Mengetahui tingkat prestasi kerja dari Sukarelawan Guru SD di Kecamatan Ranuyoso Tahun Ajaran 2009/2010. 3. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi prestasi kerja Sukarelawan Guru SD di Kecamatan Ranuyoso dan besarnya pengaruh masing-masing faktor.
46
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
II. LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR
2.1
Landasan Teori dan Kerangka Pikir Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai seorang karyawan dalam
melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Pengertian prestasi kerja atau kinerja diberi batasan oleh Maier dalam As’ad (1991) sebagai kesuksesan seseorang di dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Sedangkan prestasi kerja menurut Baskorowati (1987) adalah hasil atau taraf kesuksesan yang dicapai seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya menurut kriteria yang berlaku untuk pekerjaan tertentu. Prestasi kerja adalah hasil kerja dari seorang sukarelawan dalam melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya oleh atasannya di sekolah (kepala sekolah). Menurut Mangkunegara (2000), terdapat pengaruh positif antara motivasi dengan pencapaian hasil kerja (prestasi kerja), artinya seorang karyawan yang mempunyai motivasi untuk mencapai hasil kerja yang tinggi cenderung memiliki prestasi kerja yang tinggi dan sebaliknya, seorang karyawan yang mempunyai motivasi untuk mencapai hasil kerja yang rendah cenderung memiliki prestasi kerja yang rendah pula. Beberapa peneliti mencoba untuk meneliti hubungan antara kepuasan kerja dengan prestasi kerja. Kreitner dan Kinicki (2003) dalam Utomo (2007) menyatakan bahwa penelitian mengenai kepuasan kerja dan prestasi kerja menyatakan bahwa terdapat hubungan positif dan lemah antara kepuasan kerja dan prestasi kerja. Bernadin dan Russel (1995) dalam Riduwan dan Kuncoro (2008) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dapat memengaruhi kinerja meliputi: pengetahuan, ketrampilan, kecakapan, sikap dan perilaku yang semua itu termasuk dalam kompetensi. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan Yuliana (2006) terhadap guru mata diklat produktif penjualan di SMK Manajemen se-Kabupaten Kebumen menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kemampuan intelektual sebagai bagian dari kompetensi dengan prestasi kerja. Seseorang yang mempunyai kompetensi intelektual tinggi akan diikuti dengan peningkatan kinerja guru dalam proses belajar mengajar. Dari penelitian oleh David Efendi dan Sujiono (2004) yang dikutip oleh Maryanto (2008) mengenai pengaruh antara kepuasan kerja dengan motivasi kerja. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara kepuasan kerja dengan motivasi
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
47
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
kerja. Jadi semakin tinggi motivasi seseorang, maka akan semakin tinggi pula tingkat kepuasan kerja orang tersebut. Dalam bentuk di diagram dapat digambarkan dalam bentuk diagram sbb:
MOTIVASI
KOMPETENSI
KEPUASAN KERJA
PRESTASI KERJA
Gambar 1. Kerangka pikir penelitian
2.1
Perumusan Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian teori yang telah penulis paparkan di atas, maka dapat dituliskan
hipotesis sebagai berikut: 1. Motivasi diduga berpengaruh dan mempunyai peranan yang positif terhadap prestasi kerja Sukarelawan Guru SD 2. Kepuasan kerja diduga berpengaruh dan mempunyai peranan yang positif terhadap prestasi kerja Sukarelawan Guru SD 3. Kompetensi diduga berpengaruh dan mempunyai peranan yang positif terhadap prestasi kerja Sukarelawan Guru SD 4. Motivasi diduga berpengaruh dan mempunyai peranan yang positif terhadap kepuasan kerja Sukarelawan Guru SD.
III. METODOLOGI 3.1
Waktu dan Tempat Data yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan data primer yang
didapatkan dari penyebaran kuesioner yang dilakukan pada tanggal 12-24 April 2010 48
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
dengan menyebarkan Kuesioner kepada Sukarelawan Guru SD tahun ajaran 2009-2010 di Kecamatan Ranuyoso, Kabupaten Lumajang.
3.2
Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini, sekaligus sebagai unit observasi adalah hasil listing
sukarelawan guru SD yang didapat dari rekapitulasi sukarelawan guru SD tahun ajaran 2009-2010 yang masih aktif mengajar yang diperoleh dari kantor Unit Pelaksana Teknis Pendidikan Kecamatan Ranuyoso. Dari populasi tersebut dilakukan pengambilan sampel yang dilakukan dengan menggunakan metode probability sampling yaitu systematic sampling. Penarikan sampel dengan sistematik dilakukan untuk mempermudah penarikan sampel. Dengan menggunakan rumus slovin (error sebesar 7 persen) dalam penentuan jumlah sampel, maka jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 75 orang.
3.3
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi
langsung dengan menggunakan kuesioner yang pengisiannya dilakukan secara langsung oleh responden (self enumeration). Adapun kuesioner yang digunakan telah melalui uji coba instrumen untuk melihat validitas dan reliabilitas instrumen dengan hasil instrumen reliable untuk dipergunakan sebagai alat pengumpul data penelitian.
3.4
Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan
analisis jalur (path analysis). Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan gambaran umum karakteristik Sukarelawan Guru SD di Kecamatan Ranuyoso Tahun Ajaran 2009/2010. Sedangkan analisis jalur digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi prestasi kerja Sukarelawan Guru SD di Kecamatan Ranuyoso Tahun Ajaran 2009/2010. Pengolahan dalam penelitian ini menggunakan paket program Microsoft Office Excel 2007, SPSS versi 15, dan program AMOS versi 5.
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
49
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Gambaran Umum Sukarelawan Guru SD di Kecamatan Ranuyoso Gambar 2 berikut ini memperlihatkan bahwa separuh dari tenaga sukarelawan guru
SD di Kecamatan Ranuyoso mempunyai tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan adalah Diploma 2 (D2) yaitu sebanyak 50,67 persen , selanjutnya sebanyak 32 persen berpendidikan S1. Sedangkan yang paling kecil adalah yang mempunyai tingkat pendidikan D3 yaitu hanya sebesar 2,6 persen. Tingginya persentase sukarelawan guru yang berpendidikan D2 ini dikarenakan banyaknya lulusan dari D2 PGSD (Pendidikan Guru Sekolah Dasar) yang setelah lulus dari D2 mereka langsung mengajukan diri sebagai sukarelawan sembari melanjutkan kuliah S1 dan menunggu pengangkatan untuk diterima sebagai calon pegawai negeri sipil.
Gambar 2. Persentase Sukarelawan Guru SD di Kecamatan Ranuyoso Menurut Pendidikan yang Ditamatkan. Dari hasil ini menunjukkan bahwa masih banyak Sukarelawan Guru SD di Kecamatan Ranuyoso yang harus meningkatkan tingkat pendidikannya agar sesuai dengan kriteria dari guru yang dianggap layak untuk mengajar oleh Kemendiknas yakni minimal Strata 1 (S1).
4.2
Gambaran Tingkat Prestasi Kerja Sukarelawan Guru SD di Kecamatan
Ranuyoso Dapat kita lihat dari gambar 3 bahwa persentase Sukarelawan Guru SD yang mempunyai tingkat prestasi kerja yang rendah lebih besar daripada yang berprestasi kerja tinggi. Persentase yang mempunyai tingkat prestasi kerja rendah adalah sebesar 54,67 persen dan yang mempunyai tingkat prestasi kerja tinggi adalah sebesar 45,33 persen. 50
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Perbedaan yang sangat tipis ini menandakan bahwa jumlah Sukarelawan Guru SD di Kecamatan Ranuyoso yang mempunyai tingkat prestasi kerja yang rendah tidak berbeda jauh dengan jumlah Sukarelawan Guru SD yang mempunyai tingkat prestasi kerja tinggi.
Gambar 3. Karakteristik Sukarelawan Guru SD Berdasarkan Tingkat Prestasi Kerja Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa Sukarelawan Guru SD yang berjenis kelamin laki-laki memiliki tingkat prestasi kerja yang lebih baik dibandingkan Sukarelawan Guru SD yang berjenis kelamin perempuan. 4.3 Pengaruh Motivasi, Kepuasan Kerja, dan Kompetensi terhadap Prestasi Kerja Sukarelawan Guru SD Dengan menggunakan analisis jalur model trimming (suatu model yang tidak mengikutsertakan koefisien jalur yang tidak signifikan), maka didapatkan diagram jalur sebagai berikut;
Gambar 4. Diagram standardized estimate hasil penelitian untuk model trimming
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
51
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Dari gambar tersebut, dapat dilihat bahwa model trimming tersebut telah fit, hal ini dapat dillihat dari nilai p-value yang bernilai 0,168 lebih besar dari nilai α= 5%. Hal ini menandakan bahwa model telah fit. Berdasarkan diagram jalur pada gambar 4 di atas, dapat dibentuk persamaan-persamaan struktural untuk masing-masing jalur sebagai berikut: Prestasi Kerja = 0,36 Motivasi + 0,50 Kompetensi + 0,632e1
R2 = 0,60
Kepuasan Kerja = 0,60 Motivasi + 0,8e2
R2 = 0,36
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel motivasi dan kompetensi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap prestasi kerja Sukarelawan Guru SD di Kecamatan Ranuyoso, di sini variabel kompetensi memiliki pengaruh yang lebih besar daripada variabel motivasi. Sedangkan variabel kepuasan kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi kerja. Dari koefisien jalur tersebut dapat diperoleh suatu tabel dekomposisi jalur yang dapat memperlihatkan besarnya pengaruh masing-masing variabel eksogen terhadap variabel endogennya.
Tabel Dekomposisisi Pengaruh Model Triming
Pengaruh Variabel (1) Motivasi terhadap prestasi kerja Kompetensi terhadap prestasi kerja Motivasi terhadap kepuasan kerja
efek langsung
efek tidak langsung melalui
nilai
total efek
(3)
(4)
(5)
(6)
0,3555
-
-
0,3555
0,5005
-
-
0,5005
0,5960
-
-
0,5960
Berdasarkan tabel di atas, maka hasil temuan penelitian tentang pengaruh masing-masing variabel terhadap prestasi kerja untuk model trimming adalah sebagai berikut. 1. Motivasi mempunyai pengaruh langsung terhadap prestasi kerja sebesar 0,3555. Nilai koefisien jalur yang positif ini menunjukkan bahwa motivasi memiliki pengaruh yang positif terhadap prestasi kerja. Dengan demikian semakin tinggi
52
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
motivasi kerja yang dimiliki seseorang, maka semakin tinggi pula prestasi kerja yang dia miliki. 2. Kompetensi mempunyai pengaruh langsung terhadap prestasi kerja sebesar 0,5005. Nilai koefisien jalur yang positif ini menunjukkan bahwa kompetensi memiliki pengaruh yang positif terhadap prestasi kerja. Dengan demikian semakin tinggi kompetensi yang dimiliki seseorang, maka semakin tinggi pula prestasi kerja yang dia miliki. 3. Berdasarkan pengaruh total, dapat diketahui bahwa kompetensi mempunyai pengaruh total yang nilainya paling besar terhadap prestasi kerja, yaitu sebesar 0,5005.
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian, dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain: 1. Secara umum, Sukarelawan Guru SD di Kecamatan Ranuyoso memiliki prestasi kerja yang rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sukarelawan Guru SD yang berjenis kelamin laki-laki memiliki tingkat prestasi kerja yang lebih baik dibandingkan Sukarelawan Guru SD yang berjenis kelamin perempuan. 2. Motivasi dan kompetensi secara signifikan mempunyai pengaruh yang positif terhadap prestasi kerja. Besarnya pengaruh motivasi dan kompetensi terhadap prestasi kerja adalah 0,3555 dan 0,5005. 3. Motivasi secara signifikan mempunyai pengaruh yang positif terhadap kepuasan kerja yang dimiliki oleh Sukarelawan Guru SD di Kecamatan Ranuyoso. Besarnya pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja adalah sebesar 0,5960. 5.2. Saran Beberapa saran yang dapat penulis sampaikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah:
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
53
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
1. Dinas pendidikan maupun pihak sekolah bisa melihat faktor-faktor yang memengaruhi prestasi kerja Sukarelawan Guru SD, sehingga bisa dijadikan dasar dalam pengambilan kebijakan untuk meningkatkan prestasi kerja Sukarelawan Guru SD, misalnya dengan memberikan penghargaan, mengadakan seminar untuk memberikan motivasi, ataupun dengan cara mengadakan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kompetensi yang dimilikinya agar bertambah peningkatan pengetahuan, ketrampilan, dan wawasan lainnya. 2. Untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang sejenis dengan penelitian ini, diharapkan memperhatikan waktu pencacahan, disesuaikan dengan jadwal kesibukan sukarelawan guru. Sehingga diharapkan pengisian kuesioner bisa berjalan dengan baik. Selain itu dapat menambah variabel penelitian seperti variabel loyalitas, kepemimpinan kepala sekolah dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA Agus Purwoto. 2007. Panduan Laboraotorium Statistik Inferensial. Jakarta. PT. Grassindo As,ad, M. 1991. Psikologi Industri, Edisi Ketiga. Yogyakarta: Liberty. Baskorowati, Endah. 1987. Studi Perbedaan Tingkat Stres Kerja, Prestasi Kerja dan Kepuasan Kerja pada Kepribadian Tipe A dan Tipe B pada Karyawan Menengah PT. Perkebunan XXI, XXII, XXIV, XXV (Persero di Surabaya). Yogyakarta: Jurnal Psikologi Universitas Gajah Mada. Depdiknas. 2009. Sertifikasi guru dalam jabatan Tahun 2009: buku 1 pedoman penetapan peserta. Jakarta: Depdiknas. Hujair A.H. Sanaky. 6 Juli 2009. Kompetensi dan sertifikasi guru ”sebuah pemikiran”. http://www.infodiknas.com/kompetensi-dan-sertifikasi-guru-sebuah-pemikiran/ diakses pada tanggal 19 oktober 2009. Mangkunegara, A. 1984. Psikologi Perusahaan. Bandung: Tri Guna Kerja. Mulyasa, E. 2007. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosda Jaya. Riduwan dan Kuncoro, Engkos Achmad. 2008. Cara Menggunakan dan Memaknai Analisis Jalur (Path Analysis). Bandung: Alfabeta. Surya, Mohamad. 2004. Bunga Rampai Guru dan Pendidikan. Jakarta: balai Pustaka.
54
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Utomo, Beny W. 2007. Analisa keterkaitan antara Tingkat Kepuasan , Motivasi, Loyalitas, dan kinerja Guru SMA (Studi Kasus pada Guru SMA Negeri dan Swasta di Kota Mojokerto Tahun Ajaran 2006/2007) [Skripsi]. Jakarta : STIS
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
55
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
PELAPISAN POPULASI YANG MENGANDUNG NILAI-NILAI EKSTRIM Sutarno ([email protected]), Achmad Prasetyo dan Bambang Nurcahyo Abstract The purpose of the study is to get optimum sample size by stratification. Total input, total output and production of large and medium scale industries in East Jawa in 2006 is used in the study while labor data, which is highly correlated with the other three variables, is used to stratify the population. For 10 percent precision strata boundary is 812 with optimum sample size 371 industries; 5 percent precision strata boundary is 370 with optimum sample size 703 industries; 1 percent precision strata boundary is 60 with optimum sample size 2540 industries. The obove figures indicate that data collection for large and medium industries is more efficient as compared to a complete enumeration of 6257 establishments. Key word : stratification, precision,optimum sample size I. PENDAHULUAN Kondisi suatu obyek bisa dideskripsikan/digambarkan berdasarkan pengamatan terhadap keseluruhan elemennya (populasi) atau hanya berdasarkan sebagian elemen dari obyek tersebut (sampel). Informasi/data dari populasi dikumpulkan melalui suatu kegiatan yang disebut sensus, sedangkan pengumpulan data dari sampel disebut survei sampel. Alasan-alasan dan keterbatasan-keterbatasan yang menyebabkan seseorang atau suatu lembaga memilih salah satu dari kedua metode pengumpulan data tersebut, pada umumnya berkaitan dengan biaya, waktu/kecepatan, sumber daya, efisiensi, kemampuan, dan kepraktisan. Dalam pengumpulan data melalui survei contoh, peneliti dihadapkan pada masalah yaitu bagaimana cara menentukan unit-unit yang akan terpilih di dalam suatu populasi dan berapa besarnya sampel yang representatif terhadap populasi. Untuk populasi yang karakteristiknya tidak terlalu heterogen, mungkin tidak menjadi masalah jika penarikan sampel dilakukan dengan metode yang sudah sering digunakan, seperti menentukan ukuran sampel melalui fixed cost atau fixed variance. Di lain pihak, masalah akan timbul jika karakteristik dalam populasi mempunyai nilai-nilai yang sangat berbeda jauh. Dengan kata lain beberapa unit dari populasi tersebut memiliki nilai yang sangat berbeda (ekstrim) dengan unit lainnya dalam populasi tersebut. Untuk kasus seperti itu tentunya diperlukan
56
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
metode khusus dalam menentukan besarnya sampel dan penarikan sampelnya. Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan suatu unit yang ekstrim tersebut untuk tidak terpilih sebagai sampel. Karena besarnya pengaruh unit-unit yang ekstrim dalam populasi maka salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan memasukkan unit-unit tersebut sebagai sampel. Tujuannya adalah untuk menghasilkan estimator yang efisien dan dapat mewakili populasi. Metode yang sesuai digunakan pada kasus ini adalah dengan mengadakan pelapisan (stratification). Dengan dasar pemikiran bahwa hanya terdapat sedikit unit yang mempunyai nilai ekstrim dan terdapat banyak unit yang nilainya relatif homogen, sehingga kurvanya akan tampak menjulur ke kanan (menceng kanan). Selanjutnya akan dibentuk dua strata, di mana strata atas adalah strata yang memuat nilai-nilai besar termasuk unit-unit ekstrim. Sedangkan pada strata bawah memuat unit-unit yang nilainya kecil dan relatif homogen. Pengumpulan data pada lapisan atas dilakukan secara lengkap (sensus), sedangkan untuk lapisan bawah ditarik sejumlah sampel (survei). Sebagai dasar pelapisan biasanya digunakan peubah yang memiliki korelasi erat dengan peubah-peubah lain yang dipelajari, mudah diamati, dan tersedia datanya. Dalam penerapan rancangan acak berlapis (stratified random sampling design), setelah dapat ditentukan peubah yang layak digunakan untuk pelapisan selanjutnya adalah penentuan titik batas pelapisan. Penentuan titik batas pelapisan erat kaitannya dengan bentuk sebaran peubah yang digunakan sebagai dasar pelapisan. Permasalahan lain yang tak kalah pentingnya adalah penentuan ukuran sampel yang harus diambil pada suatu tingkat presisi tertentu. Suatu metode penarikan contoh bertujuan untuk memilih sejumlah sampel n dari sejumlah N populasi yang dapat digunakan untuk mengestimasi nilai karakteristik populasi tersebut. Dalam menentukan besarnya sampel, hal yang penting untuk diperhatikan adalah bagaimana bentuk sebaran karakteristik dari suatu populasi. Hal ini terkait erat dengan variasi suatu populasi. Jika variasi suatu populasi sangat besar, akan menyebabkan sampel yang diambil tidak mewakili populasi, sehingga estimasi yang dilakukan sangat tidak efisien. Hal ini mungkin disebabkan karena unit-unit yang nilai karakteristiknya sangat besar/ekstrim tidak terpilih sebagai sampel, padahal unit-unit tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap nilai karakteristik populasi. Cara yang dapat
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
57
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
ditempuh untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan melakukan pelapisan (stratification).Dengan mengadakan pelapisan maka penduga yang dihasilkan akan lebih efisien. Salah satu contoh populasi data yang sesuai dengan ilustrasi di atas adalah data industri besar dan sedang. Data ini mempunyai variasi besar, yang terlihat dari banyaknya jumlah industri yang tergolong sedang dan hanya sedikit industri yang tergolong besar. Artinya bahwa hanya terdapat sedikit perusahaan/usaha yang mempunyai karakteristik sangat jauh/ekstrim dengan perusahaan/usaha pada umumnya. Hal ini yang menyebabkan sebaran karakteristik industri besar dan sedang berbentuk skweness (menceng kanan). Hal inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dalam menentukan besarnya ukuran sampel dengan memperhatikan bentuk kurva karakteristik populasinya. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini hanya didasarkan pada data industri besar dan sedang Provinsi Jawa Timur tahun 2006. Pertimbangan pemilihan Provinsi Jawa Timur adalah jumlah perusahaan/usaha industri besar dan sedang di Jawa Timur yang merupakan terbesar kedua setelah Provinsi Jawa Barat, yaitu sekitar 21 persen dari total industri besar dan sedang di Indonesia. Sebenarnya pelapisan populasi untuk menentukan besarnya ukuran sampel tidak terpaku pada data industri besar dan sedang saja, melainkan bisa menggunakan data lain dengan catatan bahwa data tersebut mengandung nilai ekstrim atau bentuk kurva karakteristiknya tidak simetris (menceng). Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah: 1. Variabel apa yang layak untuk dijadikan dasar pelapisan? 2. Berapa nilai titik batas pelapisan yang optimum sehingga diperoleh penduga parameter yang efisien? 3. Berapa ukuran contoh optimum yang diperoleh pada tingkat presisi dan peluang tertentu?
Dengan adanya permasalahan dan pemikiran di atas, maka penelitian ini dimaksudkan untuk : 1. Menentukan atau mencari peubah yang layak untuk dijadikan dasar pelapisan.
58
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
2. Menentukan titik batas pelapisan yang optimum sehingga diperoleh penduga parameter yang efisien. 3. Menentukan ukuran contoh optimum pada suatu tingkat presisi dan peluang yang direncanakan.
II.
LANDASAN TEORI
Penarikan Sampel Acak Sederhana (Simple Random Sampling) Penarikan sampel acak sederhana (PSAS) atau lebih dikenal sebagai simple random sampling (SRS) merupakan suatu metode penarikan sampel yang paling sederhana karena dilakukan langsung pada elemen-elemen di dalam populasi yang telah didefinisikan. Unit penarikan sampelnya berupa unit-unit yang harus sudah terdaftar dalam kerangka sampel itu sendiri. Unit sampel berukuran n dipilih dari populasi yang berukuran N, dengan memberi peluang yang sama untuk setiap unit. Prosedur-prosedur penarikan sampel yang lainnya dapat dipandang sebagai modifikasi atau pengembangan dari SRS, yang dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan kondisi dan situasi yang dihadapi ketika akan melakukan penarikan sampel terhadap suatu populasi tertentu. Modifikasi atau pengembangan dapat dipertimbangkan karena adanya persyaratan yang tidak dapat dipenuhi dalam mengoperasikan SRS atau didasarkan atas satu atau beberapa tujuan lain. Misalnya, yang berhubungan dengan alasan kepraktisan, tidak tersedianya kerangka sampel sampai elemen atau unit terkecil, biaya, beberapa tambahan keterangan tentang unit dalam populasi, dan tentu saja untuk memperoleh dugaan yang lebih teliti dan tepat. SRS pada umumnya digunakan bila kita dihadapkan pada situasi-situasi, pertama, sangat terbatasnya pengetahuan terhadap unsur-unsur populasi. Keterangan sebelumnya yang lebih rinci dan diperlukan untuk menilai derajat keseragaman atau untuk menggolongkan unsur-unsur populasi tidak diperoleh. Kedua, dari pengetahuan dan pengalaman selama ini, belum diperoleh suatu prosedur seleksi tandingan yang lebih efisien daripada SRS. SRS memiliki kelamahan jika populasi data tidak bersifat cukup seragam, karena hal ini akan menyebabkan terjadinya sampel terpilih yang tidak mewakili populasi. Selain
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
59
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
itu, untuk pencacahan unit sampel terpilih yang terpencar-pencar cukup jauh dalam area geografis akan meningkatkan biaya dan membutuhkan waktu yang lebih lama. Sedangkan dalam hal prosedur estimasi, SRS memiliki prosedur yang sangat sederhana dan bersifat tidak bias. Prosedur Penarikan Sampel Terdapat dua macam prosedur penarikan sampel dalam SRS yaitu pemilihan elemen (unit sampel) tanpa pengembalian (without replacement-wor), dan pemilihan elemen dengan pengembalian (with replacement-wr). Prosedur penarikan sampel WOR adalah pengambilan unit sampel yang berbeda sebanyak n unit dengan mengabaikan pengembalian unit terpilih ke dalam populasi. Sedangkan prosedur penarikan sampel WR adalah bila unit sampel yang telah dipilih dan dicatat, lalu dikembalikan lagi ke populasi sebelum penarikan sampel berikutnya dan dilakukan sebanyak n kali, hingga didapatkan sampel acak berukuran n. Misalnya suatu populasi berukuran N dan ukuran sampel sebesar n, dengan penarikan sampel tanpa pengembalian akan diperoleh salah satu dari macam set sampel yang mungkin terbentuk, masing-masing terdiri atas n elemen yang berbeda. Sedangkan dalam penarikan sampel dengan pengembalian akan diperoleh satu gugus sampel diantara Nn yang mungkin dapat terbentuk. Dalam praktiknya kita dapat menggunakan metode lotere atau undian (lottery method) dan tabel angka random (TAR) untuk mengambil sampel sesuai dengan ukuran populasi ataupun sampel. Stratified Sampling Menurut J. Purwanto (2003) penarikan sampel berstrata adalah suatu metode di mana populasi yang berukuran N, dibagi-bagi menjadi subpopulasi yang masing-masing terdiri atas N1, N2, N3, …, NL elemen. Di antara dua subpopulasi tidak boleh ada yang tumpang tindih, sehingga Di antara dua subpopulasi tidak boleh ada yang tumpang tindih, sehingga
. Selanjutnya setiap anak populasi disebut sebagai
strata (stratum). Dalam pembentukan strata harus diusahakan agar elemen-elemen yang hampir sama dimasukkan ke dalam satu strata sehingga di dalam masing-masing strata menjadi lebih homogen. Di samping itu, akan lebih baik lagi jika perbedaan rata-rata karakteristik 60
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
antar strata dibuat sebesar mungkin perbedaannya. Selanjutnya jika strata telah terbentuk kita bisa menarik sampel dari masing-masing strata secara terpisah (independent). Ukuran sampel yang dapat ditarik dari masing-masing strata adalah sebesar
. Jika
penarikan sampel pada setiap strata dilakukan dengan metode penarikan sampel acak, maka prosedur ini disebut sebagai penarikan sampel acak berstrata. Banyak keuntungan yang akan diperoleh dengan menerapkan penarikan sampel berstrata. Salah satunya yang dikemukakan oleh Kish (1995) yaitu: 1. Pada setiap strata dapat dipergunakan rancangan penarikan sampel yang berbeda, tergantung keadaan setiap strata dan kebutuhannya. 2. Stratifikasi dapat digunakan untuk menurunkan varians estimasi sampel. Dengan kata lain dapat diperoleh nilai estimasi dengan presisi lebih tinggi, baik untuk setiap strata maupun untuk populasi secara keseluruhan. 3. Setiap strata dapat dianggap sebagai populasi tersendiri, sehingga bisa saja menentukan presisi yang dikehendaki pada setiap strata, dan dapat disajikan tersendiri. Selanjutnya Cochran (1991) menambahkan keuntungan lain dengan menerapkan penarikan sampel berstrata, yaitu kemudahan dalam pengelolaan administrasi. Variabel untuk Pembentukan strata Sebagai langkah awal penerapan rancangan penarikan sampel berstrata adalah menentukan variabel yang digunakan sebagai dasar pembentukan strata. Untuk survei sampel yang hanya mempelajari satu variabel saja, misalnya Y, maka variabel terbaik yang digunakan sebagai dasar stratifikasi adalah variabel Y itu sendiri. Pada kenyataannya hal tersebut jarang terjadi, karena survei sampel biasanya karakteristik-karakteristik yang dipelajari sangat rinci dan masing-masing variabel memiliki derajat kegunaan yang sama. Untuk mengatasi hal tersebut cara terbaik sebelum menentukan variabel mana yang digunakan sebagai dasar pembentukan strata terlebih dahulu dipelajari besarnya korelasi antar variabel yang diteliti. Variabel yang digunakan sebagai dasar pembentukan strata adalah variabel yang memiliki korelasi yang erat dengan variabel yang diteliti. Rata-rata dan Varians Misalkan suatu populasi yang berukuran N dibagi menjadi L strata dan penarikan sampel dilakukan pada setiap strata secara acak sederhana tanpa pemulihan, maka TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
61
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
estimator untuk rata-ratanya adalah penjumlahan tertimbang dari rata-rata pada masingmasing strata.
Bila pada setiap strata ditarik sampel secara bebas antar strata yang masing-masing berukuran nh, maka rata-rata sampel pada strata ke-h adalah tak bias dari
. Dengan demikian, maka estimasi rata-rata
yang merupakan estimator merupakan penjumlahan
tertimbang dari rata-rata sampel masing-masing strata, yaitu:
dengan varians penarikan sampel:
Karena
merupakan estimator tak bias bagi
maka estimasi bagi varians
yang
dihitung berdasarkan data sampel adalah:
Di mana: : nilai karakteristik Y unit ke-I pada strata ke-h Nh
: jumlah unit pada strata ke-h
nh
: ukuran sampel pada strata ke-h : fraksi sampel pada strata ke-h : penimbang pada strata ke-h : rata-rata karakteristik pada strata ke-h (berdasarkan Nh unit) : rata-rata nilai karakteristik sampel pada strata ke-h (berdasarkan nh
unit).
62
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
: varians pada strata ke-h : varians sampel pada strata ke-h Variabel yang Digunakan dalam Penelitian Variabel-variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah variabel tentang karakteristik industri pengolahan besar dan sedang berdasarkan variabel-variabel yang diteliti dalam Sensus Ekonomi 2006 Provinsi Jawa Timur. Variabel-variabel
yang
dimaksud adalah: 1.
= Jumlah Tenaga Kerja
2.
= Nilai Produksi/Omset/Pendapatan
3.
= Nilai Input yang Digunakan Definisi Operasional dari variabel yang digunakan dalam penelitian adalah:
1. Tenaga Kerja adalah semua pekerja yang biasanya bekerja pada perusahaan/usaha dengan mendapat upah/gaji dan tunjangan lainnya dari perusahaan/usaha tersebut baik berupa uang maupun barang. 2. Nilai produksi atau omset atau pendapatan adalah penilaian secara ekonomi terhadap berbagai produk barang dan jasa yang dihasilkan dari suatu proses produksi. Penilaian biasanya dilakukan dengan menggunakan rata-rata harga yang berlaku. 3. Nilai Input adalah nilai seluruh barang dan jasa yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa. Biasanya akan habis dalam satu kali proses produksi. Kerangka Pikir Tujuan utama penelitian ini menentukan besarnya ukuran sampel n yang sesuai untuk diterapkan pada populasi yang mengandung nilai ekstrim. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh estimator/penduga yang dihasilkan akan efisien. Salah satu cara untuk meningkatkan keefisienan suatu penduga adalah dengan mengadakan stratifikasi. Langkah pertama yang ditempuh adalah menentukan variabel mana yang layak untuk dijadikan dasar stratifikasi dengan pertimbangan bahwa variabel tersebut mempunyai korelasi erat
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
63
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
dengan variabel-variabel yang diteliti, mudah diamati, dan tersedia datanya. Variabelvariabel tersebut yaitu tenaga kerja-input, tenaga kerja-output, dan input-output. Langkah selanjutnya adalah memilih variabel yang mempunyai korelasi tinggi. variabel inilah yang layak dijadikan sebagai dasar pelapisan. Langkah terakhir adalah membagi variabel tersebut menjadi dua strata, di mana strata atas terdiri dari unit-unit yang nilainya relatif ekstrim sehingga dilakukan sensus. Sedangkan strata bawah terdiri dari unit-unit yang relatif homogen sehingga cukup diambil sampel. Besarnya ukuran sampel yang diperoleh merupakan gabungan dari jumlah unit pada strata atas dan unit yang terpilih sebagai sampel pada strata bawah yang dinotasikan dengan n(t). Bagan dari langkah kerja di atas dapat digambarkan sebagai berikut: diperoleh merupakan gabungan dari jumlah unit pada strata atas dan unit yang terpilih sebagai sampel pada strata bawah yang dinotasikan dengan n(t). Bagan dari langkah kerja di atas dapat digambarkan sebagai berikut: Sensus Ekonomi 2006 Kategori Industri Besar dan Sedang Prov.Jawa Timur
Korelasi Variabel: -TK&Input - TK&Output - Input&Output
Rendah
Sedang
Tinggi
Strata 1 (Sensus)
Strata 2 (sampel) n optimal sampel [n(t)]
Gambar 1. Kerangka Pikir 64
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
III. METODOLOGI Data yang Digunakan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data perusahaan industri besar dan sedang di Jawa Timur pada tahun produksi 2006. Jumlah perusahaan industri pengolahan yang tercatat sebanyak 6257 perusahaan. Perusahaan tersebut merupakan hasil pencacahan lengkap yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Jawa Timur. Dalam penelitian ini dari setiap perusahaan yang termasuk dalam anggota populasi diamati tiga peubah sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yaitu : jumlah tenaga kerja (X1), nilai input dalam jutaan rupiah (X2), dan nilai output dalam jutaan rupiah (X3). Metode Analisis Analisis Korelasi Pearson Analisis Korelasi Pearson digunakan untuk mengukur hubungan antar variabel stratifikasi. Secara matematis, korelasi Pearson dapat dirumuskan sebagai berikut:
Dengan
[1]
Nilai r + (positif) berarti variabel Xi mempunyai pengaruh positif terhadap Xj. Makin mendekati nilai 1, maka makin sempurna hubungan linier keduanya. Nilai r – (negatif) berarti variabel Xi mempunyai pengaruh negatif terhadap Xj. Makin mendekati nilai 1, maka makin sempurna hubungan linier terbalik keduanya. Nilai r mendekati 0 (nol) berarti variabel Xi tidak berpengaruh secara linier terhadap variabel Xj. Penentuan Titik Batas Optimum Tujuan kita adalah menentukan titik batas optimum dari X sehingga n (t ) minimum pada tingkat batas galat relatif sebesar c dan pada selang kepercayaan (1
) 100% . Syarat perlu bagi suatu fungsi mencapai minimum adalah jika nilai fungsi
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
65
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
pada suatu titik selalu lebih kecil atau sama dengan dua nilai fungsi pada setiap dua titik bertetangga yang terdekat. Jadi syarat perlu bagi n (t ) mencapai optimum adalah jika n (t ) dengan t tidak lebih besar n (t ) dengan t
m 1 atau t
m
m 1. Ini berarti, bahwa titik batas
optimum yang dinyatakan X * diperoleh jika: [2]
n (m 1) n (m) dan n (m) n (m 1)
Ketidaksamaan di atas merupakan kendala bagi iterasi untuk mendapatkan jumlah sampel optimum dalam selang nilai 0 t ( N 1) . Penentukan n optimal sampel. Glasser (1962) mengusulkan dalam hal variabel pelapis tidak simetris (menjulur ke kanan) jumlah lapisan yang dibentuk adalah dua. Lapisan pertama yang memuat unit-unit yang kecil, yang selanjutnya disebut lapisan bawah, dan lapisan kedua yang memuat unitunit besar termasuk unit-unit ekstrim, yang selanjutnya disebut lapisan atas. Misalkan variabel yang digunakan sebagai dasar pelapisan adalah X dan kemudian nilai-nilai variabel tersebut dibentuk dalam statistik tataan menurun (descending order statistics), yaitu : x(1) , x(2) , x(3) , x(4) , , x( i ) , , x( N )
dengan x( i )
x( i
1)
untuk i = 1,2,3, ..., N
Jika dapat diidentifikasikan ada t unit dalam populasi yang bernilai besar (ekstrim), maka akan terdapat ( N t ) unit yang bernilai kecil. Misalkan titik batas lapisan atas adalah X * yang ditentukan sedemikian rupa sehingga skewness pada lapisan bawah mendekati nol. Parameter-parameter pada kedua lapisan tersebut adalah sebagai berikut : Lapisan Uraian Jumlah unit
Seluruhnya
Atas
Bawah
N
t
N t
Rata-rata Ragam
66
2
t
(N t)
2 t
2 (N t)
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Bila jumlah sampel yang diambil adalah n (t ) unit dengan komposisi t unit sampel yang lengkap (take all samples) dari lapisan atas dan sisanya
unit sampel
n (t ) t
sebagian (take some samples) harus dipilih secara acak dari ( N t ) unit sampel lapisan bawah. Maka penduga total dan ragamnya adalah sebagai berikut : Penduga Total : Xˆ
X1
Xˆ 2
[3]
dimana: t
X1
xi adalah total nilai sebenarnya (true value) karakeristik X pada lapisan1 i 1
adalah nilai dugaan karakteristik X pada lapisan bawah Penduga Varians:
V ( Xˆ ) V ( X 1 Xˆ 2 ) V ( Xˆ 2 ) V ( X1 )
V ( Xˆ 2 )
[4]
0 (karena sampel lengkap diambil dari strata 1)
( N t )2 2 S( N n (t ) t
t)
adalah varians bagi penduga total karakteristik X
Selanjutnya Cochran (1977) menunjukkan, bahwa peluang batas galat (simpangan baku) penarikan sampel relatif bagi total X pada galat relatif sebesar c dan selang kepercayaan (1
) 100% adalah : P ( Xˆ
X
cX ) 1
Penduga total bagi X dari seluruh sampel yang mungkin terseleksi diasumsikan menyebar normal, maka : [5] Substitusikan [4] ke dalam persamaan [5], maka diperoleh persamaan : c2 X 2
Z2 2
(N t) 2 S( N n (t ) t
t)
[6]
Dengan menyelesaikan persamaan [6], maka akan diperoleh besarnya ukuran sampel yaitu:
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
67
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
n (t )
N
( N t )c 2 X 2 Z 2 ( N t ) S(2N t ) c 2 X 2
[7]
2
Selanjutnya melalui beberapa langkah pengolahan secara aljabar persamaan [7] dapat lebih disederhanakan menjadi: Z 2 ( N t ) S(2N n (t ) t
2
Z
2
N t S 2
2 (N t)
t)
c2 X 2
[8]
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Perusahaan Industri Besar/Sedang Jawa Timur merupakan provinsi dengan jumlah industri besar dan sedang terbesar kedua setelah Jawa Barat. Hal ini dikarenakan pada tahun 2006 lebih dari 21 persen dari total industri besar dan sedang Indonesia berada di provinsi ini. Jika ditinjau menurut bentuk/status badan hukumnya 47,5 persen industri besar dan sedang di Jawa Timur berbentuk perusahaan perseorangan. Kemudian 27,3 persen diantaranya berbentuk PT/NV, dan hanya 0,09 persen perusahaan yang berbentuk yayasan. Daerah persebaran industri besar dan sedang di Jawa Timur meliputi seluruh kabupaten/kota, yang terpusat di Kabupaten Sidoarjo, Pasuruan dan Kota Surabaya. Jumlah industri besar dan sedang di Kabupaten Sidoarjo sebesar 904 perusahaan/usaha, di Pasuruan terdapat 607 perusahaan/usaha, dan Kota Surabaya 791 perusahaan/usaha. Di lain pihak, jumlah industri besar dan sedang paling kecil terdapat di Kabupaten Madiun, Pacitan dan Bangkalan yaitu hanya dua belas dan sebelas perusahaan/usaha. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin dekat jarak dengan ibu kota provinsi (Surabaya) maka jumlah industri besar dan sedang semakin besar, dan sebaliknya semakin jauh jarak dari ibu kota provinsi maka jumlah industri besar dan sedang semakin kecil. Ketiga kabupaten/kota tersebut tentunya mempunyai kemampuan yang lebih besar dalam menyerap tenaga kerja dibandingkan kabupaten/kota lain di Jawa Timur, mengingat besarnya jumlah industri besar dan sedang di ketiga kab/kota tersebut. Hal ini dapat dilihat dari jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor industri khususnya industri besar dan sedang di ketiga kabupaten/kota tersebut. Kabupaten Sidoarjo dapat menyerap tenaga kerja sebesar 162.584 di sektor industri, diikuti Kota Surabaya sebesar 139.929 tenaga 68
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
kerja, dan Kabupaten Pasuruan 92.504 tenaga kerja. Dengan kata lain hampir 45 persen dari total TK sektor industri di Jawa Timur bekerja di ketiga kabupaten/kota tersebut. Jika diperhatikan menurut tingkat pendidikannya 43,5 persen tenaga kerja sektor industri di Jawa Timur adalah lulusan SLTA/D1/D2. Sementara 32,3 persen adalah lulusan SLTP, dan 3 persen diantaranya tidak tamat SD (gambar 1).
Gambar 1. Persentase Tenaga Kerja Sektor Industri Di Jawa Timur Menurut Pendidikan yang Ditamatkan
Hampir 28 persen industri besar dan sedang di Provinsi Jawa Timur merupakan industri makanan dan minuman, sehingga subsektor ini menjadi paling dominan jika dibandingkan dengan subsektor-subsektor lain. Selain itu, 11,1 persen industri di Jawa Timur merupakan industri furniture. Walaupun sebagian besar industri di Jawa Timur merupakan industri makanan dan minuman, tapi nilai produksi subsektor ini masih dibawah industri tembakau. Industri makanan dan minuman mempunyai nilai produksi sebesar 45,6 milyar. Sedangkan industri tembakau mampu menghasilkan output senilai 51,6 milyar. Padahal jumlah industri tembakau di Jawa Timur hanya sekitar 9,5 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa industri tembakau/rokok tersebut termasuk industri yang berskala besar, misalnya saja PT Gudang Garam di Kediri. Variabel Sebagai Dasar Stratifikasi Variabel yang akan dijadikan dasar stratifikasi adalah variabel yang mempunyai korelasi erat dengan variabel-variabel yang akan diteliti. Berdasarkan hasil korelasi antar
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
69
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
variabel tenaga kerja-input, tenaga kerja-output dan input-output data industri besar dan sedang Provinsi Jawa Timur pada tabel 1, maka dapat disimpulkan bahwa variabel yang layak untuk dijadikan dasar stratifikasi dalam survei industri besar dan sedang adalah variabel tenaga kerja. Hal ini terlihat dari korelasi antara variabel tenaga kerja dan output yang mempunyai korelasi paling besar yaitu 0,86. Pertimbangan lainnya adalah tentang ketersediaan data. Data mengenai tenaga kerja perusahaan/usaha industri besar dan sedang relatif mudah diperoleh dibandingkan data input atau output perusahaan yang bersangkutan. Hal ini tentunya akan memudahkan proses stratifikasi dan penarikan sampelnya. Tabel 1. Koefisien Korelasi Variabel Dasar Stratifikasi Variabel
Korelasi
Tenaga Kerja - Input
0.659
Tenaga Kerja - Output
0.863
Input - Output
0.808
Sumber: Hasil Pengolahan Data SE06
Titik Batas Optimum Pelapisan Titik batas pelapisan merupakan nilai batas untuk memasukkan suatu perusahaan/usaha industri besar dan sedang ke dalam suatu strata. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa terdapat dua strata di mana strata pertama dilakukan pencacahan secara lengkap (sensus) terhadap perusahaan/usaha industri besar dan sedang yang jumlah tenaga kerjanya di atas nilai batas pelapisan. Sedangkan perusahaan/usaha industri besar dan sedang yang jumlah tenaga kerjanya berada di bawah nilai batas pelapisan dimasukkan ke dalam strata kedua dan dalam pengumpulan datanya dilakukan pengambilan sampel. Syarat perlu untuk menentukan titik batas optimum dari variabel tenaga kerja adalah jika nilai fungsi n(t) pada suatu titik selalu lebih kecil atau sama dengan dua nilai fungsi ada setiap dua titik bertetangga yang terdekat. Penentuan titik batas pelapisan dilakukan pada setiap tingkat kepercayaan tertentu, yaitu 90 persen, 95 persen dan 99 persen yang dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini :
70
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Tabel 2. Titik Batas Pelapisan menurut Tingkat Presisi tingkat
Titik Batas
presisi
Peluang
t
Pelapisan
0.10
90%
204
812
0.05
95%
454
370
0.01
99%
1983
60
Sumber: Hasil Pengolahan Data SE06 Tingkat Kepercayaan 90%:
Tingkat Kepercayaan 95%:
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
71
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Tingkat Kepercayaan 99%:
t merupakan jumlah perusahaan/usaha industri besar dan sedang yang masuk pada strata pertama. Jadi dengan mengetahui besarnya t maka titik batas pelapisan bisa ditentukan. Untuk tingkat kepercayaan 90 persen, titik batas pelapisan yang diperoleh adalah 812. Artinya bahwa jika suatu perusahaan/usaha industri besar dan sedang mempunyai jumlah tenaga kerja sebesar 812 atau lebih besar dari 812 maka perusahaan/usaha tersebut dimasukkan ke dalam strata pertama, dan sebaliknya, jika jumlah tenaga kerjanya lebih kecil daripada 812 maka akan dimasukkan ke dalam strata kedua. Selanjutnya untuk tingkat kepercayaan 95 persen, titik batas pelapisan yang diperoleh adalah 370, sedangkan untuk tingkat kepercayaan 99 persen, titik batas pelapisannya 60. Hasil tersebut memberikan indikasi atau petunjuk bahwa semakin tinggi tingkat kepercayaan, maka semakin kecil titik batas pelapisannya. Artinya, semakin banyak perusahaan/usaha yang dimasukkan ke dalam strata pertama. Karena pengumpulan data pada strata pertama dilakukan secara lengkap (sensus), maka estimator yang dihasilkan dari kedua strata akan semakin efisien.
Penentuan n Optimal Sampel Untuk menentukan ukuran sampel optimal dilakukan dengan metode stratifikasi. Populasi dibagi ke dalam dua strata, strata pertama dilakukan pencacahan secara lengkap terhadap perusahaan/usaha yang masuk pada strata tersebut, sementara pada strata kedua dilakukan pengumpulan data melalui sampel (survei). Jumlah sampel yang diperoleh merupakan gabungan dari jumlah perusahaan/usaha pada strata pertama ditambah dengan
72
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
jumlah perusahaan/usaha yang terpilih sebagai sampel pada strata kedua. Hasil perkiraan ukuran sampel optimal dapat dilihat pada tabel 3 berikut: Tabel 3 Ukuran Sampel Optimum menurut Tingkat Presisi tingkat presisi
Peluang
n(t)
0.10
90%
371
0.05
95%
703
0.01
99%
2540
Sumber: Hasil Pengolahan Data SE06 Dengan presisi 10 persen, ukuran sampel optimal yang harus diambil adalah 371 perusahaan/usaha, yang terdiri dari 204 perusahaan/usaha pada strata pertama dan sisanya 167 perusahaan/usaha pada strata kedua. Untuk tingkat presisi sebesar 5 persen, jumlah sampel optimal yang harus dipilih sebanyak 703 perusahaan, 454 perusahaan dari strata pertama dan 249 perusahaan dari strata kedua. Pada tingkat presisi sebesar 1 persen, jumlah sampelnya adalah sebanyak 2540 perusahaan, 1983 perusahaan
diantaranya
dipilih dari strata pertama dan 557 perusahaan dari strata kedua. Hal ini memberikan kesimpulan bahwa semakin kecil tingkat kesalahan yang diharapkan, maka semakin besar jumlah sampel perusahaan yang harus dipilih.
V. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Variabel yang layak digunakan sebagai dasar pelapisan untuk data industri besar dan sedang Provinsi Jawa Timur adalah variabel tenaga kerja. Alasan utamanya adalah variabel ini mempunyai korelasi yang tinggi dibandingkan variabel input atau output. Selain itu, data mengenai variabel tenaga kerja relatif mudah diperoleh daripada data tentang input atau output. 2. Penentuan nilai batas optimum pelapisan dicari untuk masing-masing tingkat presisi tertentu. Untuk tingkat presisi 10 persen, titik batas pelapisan yang diperoleh adalah 812, sementara dengan tingkat presisi 5 persen, titik batas pelapisannya adalah 370, sedangkan untuk tingkat presisi 1 persen diperoleh titik batas pelapisannya adalah 60.
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
73
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
3. Besarnya ukuran sampel untuk masing-masing tingkat presisi adalah dengan presisi 10 persen, ukuran sampel optimal yang harus diambil adalah 371 perusahaan/usaha, yang terdiri dari 204 perusahaan/usaha pada strata pertama dan sisanya 167 perusahaan/usaha pada strata kedua. Pada tingkat presisi 5 persen jumlah sampel optimal yang harus dipilih sebanyak 703 perusahaan, 454 perusahaan dari strata pertama dan 249 perusahaan dari strata kedua. Untuk tingkat presisi 1 persen, jumlah sampelnya adalah sebanyak 2540 perusahaan, 1983 perusahaan/ usaha diantaranya diambil pada strata pertama, dan sisanya 557 perusahaan/ usaha dari strata kedua. 4. Besarnya ukuran sampel optimum perusahaan industri besar dan sedang seperti pada butir 3 di atas menunjukkan bahwa pengumpulan data survei IBS menjadi lebih efisien, yaitu menghemat waktu, tenaga dan biaya, dibandingkan dengan harus melakukan pencacahan secara lengkap terhadap 6257 perusahaan. Dari kesimpulan di atas beberapa hal yang perlu peneliti sarankan, sebagai berikut: 1. Metode sampling dengan pelapisan populasi yang mengandung nilai-nilai ekstrim akan lebih efisien dan cocok diaplikasikan pada kegiatan pengumpulan data perusahaan industri besar dan sedang BPS, apabila surveinya hanya bertujuan untuk melakukan
pendugaan nilai total karakteristik sektor IBS, sedangkan
apabila tujuan pengumpulan datanya ingin menduga nilai karakteristik sampai dengan 2 dijit ISIC, maka pelapisan perlu dilakukan terhadap sub populasi-sub populasi (kelompok perusahaan 2 dijit ISIC). 2. Metode sampling dengan pelapisan populasi yang mengandung nilai-nilai ekstrim ini disarankan untuk dapat dilakukan penelitian lebih lanjut terutama terhadap kegiatan pengumpulan data lainnya di BPS, terutama kegiatan pengumpulan data disamping populasinya diduga mengandung nilai-nilai ekstrim dan juga tingkat pemasukan dokumennya masih rendah, seperti survei perusahaan perkebunan besar bulanan sehingga diharapkan akan mendapatkan nilai pendugaan parameter yang lebih baik.
74
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik, Jakarta-Indonesia, 2005. Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia. Kish, Leslie, 1995. Survey Sampling. Michigan: John Wiley & Sons, INC J. Purwanto. 2003. Dasar-Dasar Metode Penarikan Sampel. Jakarta: STIS Cochran, William G. 1991. Teknik Penarikan Sampel. Jakarta: UI Press
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
75
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Evaluasi Taraf Sukar Butir Tes Matematika USM PMB STIS Tahun 2007/2008 dan Tahun 2008/2009 dengan Model Rasch SITI ROGAYAH dan EKARIA Abstract Mathematics test as one of entrance exam test in STIS should have a good quality as a filter to select a small number of prospective students from all test participants. However, item test evaluation and test quality have not been done yet. The study aimed to find out test quality based on item difficulties, as well as the differences in math test quality in STIS entrance exam 2007/2008 and 2008/2009. Rasch model techniques with MicroCat BIGSTEPS software version 2.30 is used. The results showed that math test in 2007/2008 and 2008/2009 have a very good quality, with 5 percent of items are not good in 2008/2009 and 6.67 percent in 2007/2008. Math test in 2008/2009 was a slightly better quality as compared to 2007/2008. Math test in 2007/2008 and 2008/2009 can be used as a reference for math tests in STIS entrance exam; items that are not good can be minimized. For future reference questions bank is needed. Keywords: Test quality, Rasch model, mathematics test, entrance exam
I. PENDAHULUAN Setiap tahunnya Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) mengadakan Ujian Seleksi Masuk Penerimaan Mahasiswa Baru (USM PMB) di seluruh propinsi di Indonesia. USM PMB dilaksanakan serentak di seluruh propinsi guna menyeleksi calon mahasiswa melalui tiga tahap penyeleksian, yaitu tahap I tes tertulis, tahap II psikotes dan wawancara, dan tahap III tes kesehatan. Pada tahap I peserta ujian akan melalui seleksi akademik yang meliputi materi matematika, bahasa inggris, dan pengetahuan umum. Tes tahap I ini berupa soal objektif dengan empat pilihan jawaban. Tes objektif lebih efektif dan efisien digunakan untuk seleksi peserta tes dalam jumlah banyak dan dalam pemeriksaan jawaban bersifat objektif, yaitu hanya ada dua kemungkinan jawaban: benar atau salah. Pada tes tahap I ini STIS memberlakukan sistem denda untuk butir soal yang dijawab salah oleh peserta tes dan tidak diberikan nilai untuk butir soal yang tidak dijawab. Kemampuan akademik mahasiswa diukur mulai dari ujian tahap I dan untuk menjadi mahasiswa di STIS harus lulus dalam setiap tahapan seleksi. Tes tahap I merupakan seleksi awal untuk mengetahui kemampuan akademik peserta tes yang
76
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
berguna untuk memahami perkuliahan di STIS. Dari ketiga materi tersebut, tes matematika memiliki kontribusi terbesar dalam penilaian (skor) kelulusan tes tahap I, dengan bobot nilai matematika berbanding bahasa inggris berbanding pengetahuan umum adalah sebesar 3:2:1 (Sumber: STIS). Hal ini dikarenakan calon mahasiswa diharuskan memiliki kemampuan matematika sebagai dasar kemampuan untuk dapat mengikuti perkuliahan di bidang ilmu statistik. Sebagai instrumen tes untuk keperluan seleksi, maka materi tes tahap I sudah seharusnya memiliki kualitas yang baik karena berfungsi sebagai penyaring sejumlah kecil calon mahasiswa (peserta tes) dari seluruh propinsi di Indonesia. Artinya agar calon mahasiswa yang dinyatakan lulus adalah calon mahasiswa yang mempunyai kemampuan akademik yang baik maka alat seleksinya (tes) harus mampu mengukur kemampuan yang sebenarnya dari peserta tes. Untuk itu tes matematika yang mempunyai kontribusi terbesar dalam penilaian untuk seleksi calon mahasiswa harus dirancang dengan sebaik-baiknya, sehingga merupakan alat seleksi yang bermutu untuk memperoleh peserta tes yang mempunyai kemampuan matematika yang baik.
Akan
tetapi, selama ini belum pernah dilakukan evaluasi butir soal maupun evaluasi kualitas tes yang telah diujikan kepada peserta tes. Untuk itu melalui penelitian ini hendak diketahui bagaimana sesungguhnya karakteristik butir soal dan kualitas tes matematika. Evaluasi berupa analisis butir soal pada umumnya dilakukan melalui dua cara, yaitu analisis kualitatif (qualitatif control) dan analisis kuantitatif (quantitatif control). Analisis kualitatif dilakukan sebelum soal digunakan sementara analisis kuantitatif dilakukan untuk melihat berfungsi tidaknya butir soal setelah diujicobakan kepada peserta tes. Karakteristik butir soal secara kuantitatif meliputi parameter taraf sukar butir, daya pembeda, dan peluang menebak jawaban dengan benar. Dalam penelitian ini, analisis kualitas tes tahap I USM PMB STIS dibatasi pada materi matematika dan parameter taraf sukar butir soal. .Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui profil peserta tes dan tingkat kemampuan matematika peserta tes USM PMB STIS tahun 2007/2008 dan tahun 2008/2009, (2) mengetahui taraf sukar butir tes matematika USM PMB STIS tahun 2007/2008 dan tahun 2008/2009, (3) mengetahui kualitas tes matematika USM PMB STIS tahun 2007/2008 dibandingkan dengan tahun 2008/2009.
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
77
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
II. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan data sekunder dari STIS, berupa (1) data pendaftar USM PMB STIS dengan beberapa karakteristik yang tersedia dalam catatan administrasi, dan (2) data isian jawaban tes matematika yang telah dijawab oleh peserta tes yang mengikuti USM PMB STIS tahap I tahun 2007/2008 dan tahun 2008/2009 beserta kunci jawaban tes matematika USM PMB STIS tahap I tahun 2007/2008 dan tahun 2008/2009. Tetapi terdapat keterbatasan data untuk data karakteristik jenis pekerjaan orang tua dan asal SMU/MA pendaftar USM PMB STIS tahun 2008/2009. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode pengambilan sampel bercluster (cluster sampling/ area sampling) dengan pemilihan sampel linier systematic sampling, dan diperoleh 13 propinsi dari 33 propinsi peserta tes. Penelitian ini menggunakan teknik analisis model Rasch. Model Rasch digunakan untuk menganalisis data dari penilaian untuk mengukur hal-hal seperti kemampuan, sikap, dan kepribadian seseorang (traits), Teori matematika yang digunakan pada model Rasch memiliki kesamaan dengan teori tes modern (Item Response Theory). Tetapi, model Rasch memiliki sifat pengukuran yang khusus yaitu menyediakan suatu ketentuan pengukuran yang baik. Sifat tersebutlah yang membedakan model Rasch dengan model lainnya yang sama-sama digunakan untuk memodelkan performansi seorang peserta tes terhadap suatu butir soal. Penggunaaan model Rasch menyajikan informasi pendeteksian yang memperhatikan seberapa baik pengukuran tersebut tepat terukur. Penggunaannya juga menyajikan informasi tentang sejauh mana butir soal dapat mengukur performansi seorang peserta tes. Pada model Rasch, peluang terhadap respon tertentu (misalnya peluang menjawab benar) dimodelkan sebagai suatu fungsi dari parameter performansi seorang peserta tes dan parameter butir soal. Khususnya pada model Rasch sederhana, peluang menjawab benar dimodelkan dengan fungsi logistik perbedaan parameter performansi seorang peserta tes dengan parameter butir soal. Model ini digunakan untuk jenis data kategori. Terdapat tiga asumsi yang dipakai dalam penggunaan model Rasch, yaitu sebagai berikut:
78
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
a. Invariant Asumsi invariant menyatakan bahwa semua peserta tes (dengan tingkat kemampuan yang berbeda) memiliki karakteristik butir yang sama (invariant), atau dengan kata lain karakteristik butir (dalam hal ini adalah taraf sukar butir) adalah sama (invariant) untuk semua peserta tes. Invariant merupakan sebuah asumsi sekaligus keunggulan dari teori respon butir (item response theorem), yakni taraf sukar butir tidak langsung dikaitkan dengan kemampuan responden melainkan dikaitkan dengan kelengkungan karakteristik butir. Ketika model cocok dengan data tes, maka akan didapatkan 3 manfaat (Hambleton dan Swaminathan, 1990, hal 161), yaitu: 1. Nilai estimasi tingkat kemampuan peserta tes didapatkan dengan skala nilai yang sama dan dapat dilakukan perbandingan nilai meskipun peserta tes mengerjakan seperangkat tes yang berbeda 2. Nilai estimasi butir (taraf sukar butir) didapatkan tanpa bergantung pada peserta tes yang digunakan dalam kalibrasi butir tes (invariant) 3. Nilai presisi dari estimasi tingkat kemampuan peserta tes pada nilai tertentu dapat ditemukan. b. Unidimensionality Asumsi unidimensionality menyatakan bahwa dalam suatu tes hanya ada satu kemampuan yang diukur oleh seperangkat butir soalnya. Tetapi pada kenyataannya, pemenuhan asumsi ini sangat sulit untuk dilakukan karena adanya faktor lain yang hampir selalu muncul pada suatu tes. faktor tersebut meliputi tingkat motivasi peserta tes, sikap takut (atau gugup) terhadap tes, kemampuan untuk mengerjakan dengan cepat, pengetahuan tentang cara pengisian lembar jawaban dengan baik, dan kemampuan lainnya yang dapat mengganggu pengukuran kemampuan tunggal oleh suatu tes. Asumsi unidimensionality dapat dideteksi dengan menggunakan teknik analisis faktor (factor analysis). Asumsi unidimensionality telah cukup terpenuhi bila terdapat satu faktor utama yang dominan diukur pada suatu tes (Hambleton dan Swaminathan, 1990, hal 17). c. Local Independency Local independency menyatakan bahwa respon seorang peserta tes terhadap pasangan butir soal akan independen secara statsitik satu sama lainnya apabila
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
79
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
kemampuan-kemampuan yang mempengaruhinya dianggap konstan. Pengecekan asumsi local independency dapat dilakukan dengan membentuk matrik varians-kovarians atau matrik korelasinya. Bila asumsi local independency terpenuhi, pada matrik varianskovarians atau matrik korelasinya, isian bukan diagonal utamanya akan bernilai kecil bahkan mendekati nol (0). Model Rasch untuk data dikotomi (dua kategori) sering disebut sebagai tes modern dengan satu parameter. Misalkan dimana, misalnya,
merupakan random variabel dikotomi
menandakan respon yang benar dan
menandakan
respon yang salah dalam menanggapi suatu butir soal. Dalam Rasch model untuk data dikotomi, probabilitas dari hasil X
ni
= 1 diberikan oleh (Wikipedia, 2007): (1)
i=1,2,..n responden; dimana dan
j=1,2,…p butir soal
adalah performansi (tingkat kemampuan matematika) seorang peserta tes ke-i adalah tingkat kesulitan butir soal ke-j,
dan
menyatakan peluang
seorang peserta tes ke-i menjawab benar suatu butir soal ke-j. Parameter tingkat kemampuan matematika seorang peserta tes dan taraf sukar butir diestimasi secara simultan dengan metode pendugaaan parameter unconditional maximum likelihood (UCON) dan iterasi Newton-Raphson dengan menggunakan matrik data jawaban peserta tes terhadap butir soal. Berdasarkan hasil (output) dari analisis model Rasch dengan software MicroCat BIGSTEPS versi 2.30, diperoleh informasi estimasi tingkat kemampuan peserta tes, estimasi taraf sukar butir soal (measure difficulty) dalam bentuk skala LOGIT, dan kecocokan antara data dan model (INFIT meansquare). Estimasi nilai taraf sukar butir selanjutnya dikategorikan menurut rentang nilai dengan pengkategorian skala logits. Butir soal dengan nilai taraf sukar butir pada skala logits butir yang sangat mudah, butir dengan yang mudah, butir dengan dengan dengan
80
dikategorikan sebagai dikategorikan sebagai butir
dikategorikan sebagai butir sedang, butir dikategorikan sebagai butir yang sukar, dan butir soal
dikategorikan sebagai butir yang sangat sukar.
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Selanjutnya dilakukan penilaian butir soal yang baik dan penilaian kualitas tes. Ketentuan yang digunakan untuk menyatakan butir soal yang baik, apabila butir cocok dengan model dan butir memiliki taraf sukar yang nilainya berkisar
.
Suatu butir dikatakan cocok dengan model apabila angka infit meansquare butir tersebut berada pada interval 0,72 sampai 1,33. Butir soal dikatakan tidak cocok (tidak fit) dengan model, artinya butir soal tersebut berperilaku tidak konsisten dengan apa yang diharapkan oleh model. Kualitas tes ditentukan berdasarkan persentase butir yang tidak baik. Menurut Kusmiyati dalam Nurung (2008), kualitas tes dapat ditentukan berdasarkan kriteria : 0% s.d 10% sangat baik;11% s.d 20% baik; 21% s.d 30% cukup baik; 31% s.d 40% kurang baik; lebih dari 40% tidak baik.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Peserta Tes USM PMB Tahun 2007/2008 dan Tahun 2008/2009 Propinsi tempat pendaftaran USM PMB STIS dikelompokkan dalam dua kawasan utama, yaitu Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Persentase peserta tes pada tahun 2007/2008 maupun tahun 2008/2009 mayoritas berasal dari KBI, tetapi persentase peserta tes dari KTI mengalami kenaikan pada tahun 2008/2009. Hal ini berarti informasi tentang STIS di KTI semakin menyebar dan minat masyarakat KTI untuk mempelajari ilmu statistik semakin meningkat. Terdapat 45,45 persen peserta tes tahun 2007/2008 adalah lulusan SMU yang terletak di kabupaten. Hal ini berarti STIS relatif cukup dikenal baik di daerah perkotaan maupun di daerah kabupaten Peserta tes USM PMB STIS mempunyai karakteristik yang heterogen. Pada tahun 2007/2008 ada sebanyak 52,87 persen peserta tes berjenis kelamin perempuan, dan mengalami kenaikan pada tahun 2008/2009 menjadi 55,95 persen. Hal ini meenunjukkan perempuan memiliki minat yang lebih besar untuk mendaftar kuliah di STIS dibandingkan laki-laki. Mayoritas orang tua peserta tes tahun 2007/2008 bekerja sebagai PNS, artinya STIS sebagai perguruan tinggi kedinasan yang bebas biaya pendidikan, adalah pilihan
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
81
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
pendidikan perguruan tinggi bagi masyarakat dengan tingkat kesejahteraan menengah ke bawah.
Profil Tes Matematika USM PMB STIS Tahun 2007/2008 dan Tahun 2008/2009 Dalam pembuatan butir soal yang mengikuti kisi-kisi materi pembelajaran matematika, maka butir soal matematika USM PMB STIS tahun 2007/2008 dan tahun 2008/2009 telah merujuk pada kurikulum matematika tingkat SMU/MA. Tes matematika USM PMB STIS tahun 2007/2008 menggunakan 14 kelompok materi sebagai kisi-kisi pembuatan butir soal, dan tes matematika tahun 2008/2009 menggunakan 15 kelompok materi dengan penambahan materi eksponen & bentuk akar. Persentase terbanyak butir soal, baik pada tahun 2007/2008 maupun pada tahun 2008/2009, adalah butir soal dari kelompok materi fungsi & grafik, kelompok materi statistik, dan kelompok materi persamaan & pertidaksamaan. Instrumen tes matematika berisi 60 butir soal pilihan ganda. Pada tes tahun 2007/2008 terdapat satu butir soal yang dieliminasi , yakni butir soal nomor 14 karena tidak memiliki kunci jawaban berdasarkan pilihan jawaban yang tersedia dalam soal, sehingga hanya sejumlah 59 butir soal. Sedangkan pada tes matematika tahun 2008/2009 tidak ada butir soal yang dieliminasi karena seluruh butir soal telah memiliki kunci jawaban benar yang sesuai pilihan jawaban dalam soal.
Tingkat Kemampuan Matematika Peserta Tes USM PMB STIS Tahun 2007/2008 dan Tahun 2008/2009 Berdasarkan model Rasch diperoleh prediksi kemampuan matematika peserta tes berdasarkan respon jawaban benar terhadap butir soal dalam tes matematika, yaitu peserta tes tahun 2007/2008 memiliki tingkat kemampuan matematika yang relatif lebih tinggi daripada peserta tes tahun 2008/2009 (gambar 1 dan gambar 2). Tampak pula bahwa tingkat kemampuan peserta tes tahun 2007/2008 dan tingkat kemampuan peserta tes tahun 2008/2009 memiliki tingkat heterogenitas yang relatif sama. Penelusuran lebih lanjut dengan range dan interquatil range untuk variabel jenis kelamin diperoleh bahwa tingkat kemampuan matematika peserta tes perempuan dan laki-laki relatif tidak jauh berbeda.
82
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Menurut Enny Ariani (2009) dalam Potret Ketertinggalan Sumber Daya Manusia di Kawasan Timur Indonesia, telah terjadinya ketidakseimbangan kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan antara KTI dan KBI, termasuk rendahnya kualitas dan kapasitas sumber daya manusia. Begitu pula halnya dengan tingkat kemampuan matematika peserta tes pada tahun 2007/2008 dan 2008/2009, peserta tes asal KTI memiliki tingkat kemampuan yang lebih rendah dan lebih homogen daripada tingkat kemampuan peserta tes asal KBI. Dan dilihat dari asal SMU, peserta tes lulusan SMU daerah perkotaan memiliki tingkat kemampuan matematika yang lebih tinggi dan lebih heterogen daripada peserta tes lulusan SMU daerah kabupaten.
Taraf Sukar Butir Tes Matematika USM PMB STIS Tahun 2007/2008 dan Tahun 2008/2009 Butir tes matematika tahun 2007/2008 dan 2008/2009 mayoritas (lebih dari 50 persen) terkategori sebagai butir dengan taraf sukar yang sedang. Pada tahun 2007/2008 terdapat 2 butir soal yang terkategori sangat mudah, 1 butir soal yang terkategori sangat sukar. Butir soal dari kelompok materi statistik ada yang terkategori sangat sukar, sedangkan yang terkategori sangat mudah dari materi vektor dan matriks. Sementara itu untuk tahun 2008/2009 terdapat 1 butir soal yang terkategori sangat mudah, 2 butir soal yang terkategori sangat sukar. Butir soal materi integral mayoritas tergolong sukar sementara butir soal materi statistika memiliki taraf sukar yang bervariasi, sedangkan butir soal yang terkategori sangat mudah terdapat pada materi persamaan dan pertidaksamaan.
Perbandingan Tingkat Kemampuan Peserta Tes dan Taraf Sukar Butir Tes Matematika USM PMB STIS Tahun 2007/2008 dan Tahun 2008/2009 Gambar 1 dan gambar 2 memperlihatkan persebaran nilai estimasi parameter kemampuan peserta tes dan taraf sukar butir, yang mana tingkat kemampuan peserta tes (terletak di sebelah kiri garis tengah) dan taraf sukar butir soal (terletak di sebelah kanan garis tengah), yang ditampilkan masing-masing untuk tahun 2007/2008 dan tahun 2008/2009. Nilai dari bawah ke atas menunjukkan pengurutan nilai dari nilai terendah menuju nilai tertinggi. Nilai dari bawah ke atas untuk tingkat kemampuan peserta tes
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
83
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
menunjukkan tingkatan kemampuan peserta tes mulai dari peserta tes dengan tingkat kemampuan terendah (nilai paling bawah) menuju nilai yang menunjukkan peserta tes dengan tingkat kemampuan tertinggi (nilai paling atas). Dan nilai dari bawah ke atas untuk taraf sukar butir soal menunjukkan tingkatan kesukaran butir soal mulai dari butir soal termudah (nilai paling bawah) menuju nilai yang menunjukkan butir soal tersukar (nilai paling atas). Huruf M pada garis menandakan nilai rata-rata (mean), huruf S menandakan nilai satu kali simpangan baku (one standard deviation), dan huruf Q menandakan nilai dua kali simpangan baku (two standard deviation). Huruf M, S, dan Q ditampilkan masing-masing untuk nilai tingkat kemampuan perserta tes maupun untuk nilai taraf sukar butir. MAP OF PESERTA TES 2
1
+
SOAL57
|
SOAL29
.
|
SOAL11
.
|
SOAL12
SOAL38
|
SOAL20
SOAL31
SOAL5
.
|
.
|
SOAL16
SOAL49
SOAL52
.
+S SOAL30
SOAL48
.
|
SOAL37
SOAL56
.
|
SOAL1
SOAL54
.
|
SOAL25
SOAL55
SOAL60
.
|
SOAL18
SOAL19
SOAL33
SOAL6
.# Q|
SOAL21
SOAL51 SOAL50
SOAL8
. 0
-1
MAP OF BUTIR TES
.##
|
SOAL9
SOAL7
+M SOAL10
SOAL17
.###
|
SOAL27
.##
|
SOAL42
SOAL43
.#####
|
SOAL24
SOAL32
### S|
SOAL45
SOAL53
SOAL40
.#######
|
SOAL26
SOAL46
.########
|
SOAL3
SOAL4
SOAL41
SOAL58
SOAL2
SOAL23
SOAL47
SOAL28
SOAL44
.#####
+S SOAL22
.#####
|
SOAL15
.############
|
SOAL36
SOAL59
.###### M| .#######
84
|
SOAL13
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
-2
.######
|
.#####
|
.#####
+
SOAL34
.##### S|Q SOAL35 .####
|
.###
|
.###
|
SOAL39
| .## -3
| Q+
.#
| |
.#
| | |
.
|
Gambar 1. Persebaran Nilai Tingkat Kemampuan Peserta Tes dan Taraf Sukar Butir Tes Matematika USM PMB STIS Tahun 2007/2008
Pada gambar 1 terlihat adanya pola sebaran yang berbeda antara taraf sukar butir tes matematika dengan sebaran
kemampuan peserta tes. Ruas kanan gambar yang
memperlihatkan sebaran butir menurut taraf sukarnya, menunjukkan butir soal nomor 57 (materi statistik) sebagai butir soal tersukar (nilai taraf sukar butirnya adalah tertinggi bila dibandingkan dengan taraf sukar dari butir lainnya) sedangkan butir soal nomor 35 (materi statistik) dan 39 (materi vektor & matriks) merupakan butir soal termudah (nilai taraf sukar butirnya adalah terendah bila dibandingkan dengan taraf sukar dari butir lainnya). Sedangkan pada ruas kiri gambar terlihat sebaran kemampuan matematika peserta tes tertinggi (1,67) ternyata hanya mampu menjawab dengan betul sampai pada taraf sukar butir soal nomor 11 (taraf sukar sebesar 1,68). Hal ini berarti ada butir soal yang tidak mampu dijawab dengan benar oleh seluruh peserta tes karena butir tersebut sangat sukar. Ada dua butir soal yang nilainya berada jauh di atas nilai tingkat kemampuan peserta tes, yaitu butir soal nomor 29 (taraf sukar sebesar 1,81) dan butir soal nomor 57 (taraf sukar sebesar 2,06). Kedua butir tersebut adalah butir soal yang terlampau sukar bagi peserta tes USM PMB STIS tahun 2007/2008.
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
85
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Pada USM PMB STIS tahun 2007/2008, taraf sukar butir tes matematika memiliki nilai yang lebih tinggi daripada tingkat kemampuan peserta tes. Nilai rata-rata taraf sukar butir adalah sebesar 0,0002 dengan satu simpangan baku sebesar 1,0720 sedangkan nilai rata-rata tingkat kemampuan perserta tes berkisar pada angka -1,3627 dengan satu simpangan baku sebesar 0,8297. Hal ini berarti bahwa distribusi nilai taraf sukar butir soal tidak sejalan dengan distribusi nilai tingkat kemampuan peserta tes. Tetapi dengan tujuannya sebagai alat seleksi tingkat nasional, sudah sewajarnya butir tes matematika USM PMB STIS dibuat dengan taraf sukar yang tinggi. Tidak jauh berbeda dengan keadaan pada tahun 2007/2008, taraf sukar butir tes matematika USM PMB STIS tahun 2008/2009 juga terlihat timpang terhadap persebaran tingkat kemampuan peserta tes. Rata-rata tingkat kemampuan peserta tes USM PMB STIS tahun 2008/2009 sebesar -1,4223 dengan standar deviasi sebesar 0,7999, sedangkan ratarata taraf sukar butir soal tes matematika tahun 2008/2009 adalah sebesar -0,003 dengan standar deviasi sebesar 1,1408. Butir soal nomor 17 merupakan butir soal termudah, sedangkan butir soal nomor 39 merupakan butir soal tersukar. Peserta tes dengan tingkat kemampuan tertinggi (1,28) ternyata hanya mampu menjawab dengan betul sampai pada taraf sukar butir soal nomor 4 (taraf sukarsebesar 1,30), nomor 30 (taraf sukar sebesar 1,31), nomor 19 dan nomor 49 (taraf sukar sebesar 1,33), dan butir soal nomor 13 (taraf sukar sebesar 1,34). Dari gambar 2 juga terlihat bahwa terdapat tujuh butir soal yang nilai taraf sukar butirnya berada jauh di atas nilai tingkat kemampuan peserta tes, yaitu butir soal nomor 12, 38, 51, 58, 46, 50, dan butir nomor 39. Ketujuh butir tersebut adalah butir soal yang terlampau sukar bagi peserta tes USM PMB STIS tahun 2007/2008 yang tingkat kesukarannya tidak bisa dicapai oleh tingkat kemampuan peserta tes.
86
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
MAP OF PESERTA TES 2
MAP OF BUTIR TES |Q
|
SOAL39
+
SOAL50
| |
SOAL46
SOAL58
|
SOAL12
SOAL38
SOAL51
SOAL13
SOAL19
SOAL30
SOAL4
|
1
0
.
|
.
|S SOAL48
.
+
.
|
.
|
SOAL24
SOAL41
SOAL45
SOAL52
.
|
SOAL1
SOAL16
SOAL22
SOAL57
.
|
SOAL27
SOAL59
soal14
.
|
SOAL31
.# Q|
SOAL28
.
SOAL5
+M SOAL11
SOAL43
.##
|
SOAL35
SOAL40
.###
|
SOAL23
SOAL29
.##
|
SOAL26
SOAL47
.###### S|
SOAL36
|
SOAL18
.###
|
SOAL10
SOAL56
.####
+
SOAL33
SOAL37
SOAL42
SOAL6
SOAL34
SOAL54
SOAL55
SOAL53
SOAL7
.########## .#####
|S SOAL2 SOAL20
.############ M|
SOAL15
SOAL44 SOAL3
-2
|
#######
|
SOAL21
.######
|
SOAL25
.#####
+
.#####
|
SOAL9
SOAL32
|
.######
SOAL60
SOAL8
.######## -1
SOAL49
.#### S|Q .####
| |
.## .## -3
| |
SOAL17
Q+ .#
| |
.
|
Gambar 2. Persebaran Nilai Tingkat Kemampuan Peserta Tes dan Taraf Sukar Butir Tes Matematika USM PMB STIS Tahun 2008/2009
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
87
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Kualitas Tes Matematika USM PMB STIS Tahun 2007/2008 dan Tahun 2008/2009 Evaluasi merupakan kegiatan mengukur dan menilai terhadap serangkaian proses (Anshori, 2003), dalam hal ini salah satu unsur dalam proses untuk dilakukan evaluasi adalah mengukur kemampuan matematika peserta tes dan menilai kualitas tes sebagai bahan seleksi akademik. Tes yang baik adalah dapat mengukur kemampuan yang sebenarnya dari peserta tes. Penilaian butir soal yang baik dan penilaian kualitas tes matematika USM PMB STIS tahun 2007/2008 dan tahun 2008/2009 dilakukan berdasarkan hasil estimasi parameter taraf sukar butir dan kecocokan butir dengan model Rasch. Tabel 1. Jumlah Butir Soal USM PMB STIS Menurut Tahun Tes, Kecocokan Butir Soal dengan Model, Taraf Sukar Butir dan Kategori Butir Soal
Kecocokan Butir
Taraf Sukar Butir
dengan Model Tahun
Butir Cocok
(1)
(2)
Kategori Butir
Butir Tidak
atau
Baik
(5)
(6)
Cocok (3)
(4)
Tidak
Jumlah
Baik (7)
(8)
2007/2008
59
0
56
3
56
4
60
2008/2009
60
0
57
3
57
3
60
Tabel 1 di atas menyajikan jumlah butir soal setelah dilakukan pencocokan butir soal dengan model dan pembedaan butir menurut rentang nilai taraf sukarnya, yang selanjutnya dikategorikan sebagai butir yang baik atau butir yang tidak baik. Pada tes tahun 2007/2008 dan tahun 2008/2009 seluruh butir soal cocok dengan model, akan tetapi ada 3 butir yang diluar rentang estimasi taraf sukar butir sehingga dikategorikan sebagai butir soal yang tidak baik untuk diujikan. Selanjutnya penilaian terhadap kualitas tes ditentukan berdasarkan persentase butir yang tidak baik. Pada USM PMB STIS tahun 2007/2008 sebanyak 6,67 persen butir soal (4 butir soal, termasuk 1 butir yang tidak mempunyai pilihan jawaban) terkategori sebagai butir soal yang tidak baik, sedangkan pada SM PMB STIS tahun 2008/2009 ada sebanyak 5 persen butir soal (3 butir soal)
88
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
terkategori sebagai butir soal yang tidak baik. Dengan kriteria kualitas tes yang telah ada, maka dapat dikatakan bahwa tes matematika USM PMB STIS tahun 2007/2008 dan tahun 2008/2009 memiliki kualitas yang sangat baik (persentase butir soal yang tidak baik kurang dari 10 persen). Dengan demikian artinya selama 2 tahun berturut-turut tes matematika USM PMB STIS telah mampu terjaga dengan kualitas tes yang sangat baik untuk menyeleksi kemampuan matematika peserta tes.
IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa telah terjadi ketimpangan tingkat kemampuan matematika peserta tes dengan taraf sukar butir soal tes matematika USM PMB STIS tahun 2007/2008 dan tahun 2008/2009. Sebaran kemampuan matematika peserta tes lebih rendah dari pada sebaran taraf sukar butir. Penilaian terhadap butir soal dalam tes diperoleh gambaran bahwa sebagian besar butir dalam tes mempunyai taraf sukar butir dengan kategori sedang, dan masih ada butir yang terlalu sukar sehingga tidak mampu dijawab oleh peserta tes. Berdasarkan kesesuaian butir dengan model Rasch dapat pula diketahui bahwa kualitas tes USM PMB STIS tahun 2007/2008 dan tahun 2008/2009 mempunyai kategori tes objektif untuk seleksi calon mahasiswa STIS yang sangat baik Adapun saran yang diajukan adalah sebagai berikut: (1) tes matematika yang memiliki kualitas sangat baik, dapat digunakan sebagai acuan pembuatan tes yang sama baiknya pada tahun-tahun berikutnya, atau bila memungkinkan, butir-butir yang tidak baik bisa diminimalisir jumlahnya, (2) kiranya perlu dilakukan pembuatan bank soal karena tes USM PMB STIS rutin dilakukan setiap tahun, (3) pada penelitian selanjutnya dapat pula dilakukan evaluasi kualitas tes untuk materi bahasa inggris dan pengetahuan umum USM PMB STIS guna lebih menyempurnakan kualitas tes USM PMB STIS tahap pertama.
DAFTAR PUSTAKA Anshori, Isa. (2003). Evaluasi Pendidikan. Sidoarjo: Muhammadiyah University Press Ariani, Enny. (21 April 2009). Potret Ketertinggalan Sumber Daya Manusia di Kawasan Timur Indonesia. 2004.
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
89
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
http://www.bursatransmigrasi.depnakertrans.go.id/download/Jurnal/POTRE T KETERTINGGALAN SUMBER DAYA MANUSIA.doc Arikunto, Suharsimi. (2008). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara Badan Pusat Statistik. (2000). Statistik Indonesia 1999. Jakarta: BPS Bain, L.J & Engelhardt, Max. (1992) Introduction to Probability and Mathematical Statistics (Second Edition). Boston: PWS-KENT Publishing Company Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka Departemen Perdagangan. (21 April 2009). Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2002 Tentang Pelaksanaan Kebijakan Dan Strategi Nasional Percepatan Pembangunan
Kawasan
Timur
Indonesia.
2002.
http://www.depdag.go.id/download.php?file=./files/regulasi/2002/11/inpres_7_02. pdf Hambleton, R.K. & Swaminathan, H. (1990). Item Response Theory, Principles and Applications. Kluwer: Nijhoff Publishing Hambleton, R.K., Swaminathan, H., & Rogers, H.J. (1990). Fundamentals of Item Response Theory. New Delhi: Sage Publishing Hair et al. (2006) Multivariate data Analysis (Sixth Edition). New Jersey: Pearson Education Inc. Johnson, R.A & Wichern, D.W. (2002). Applied Multivariate Statistical Analysis (Fifth Edition). New Jersey: Pearson Education Inc. Kopal, Zdenet. (1955). Numerical Analysis (With Emphasis on the Application of Numerical Techniques to Problems of Infinitesimal Calculus in Single Variable). New York: John Wiley & Sons Inc. Linacre, J.M & Wright, B.D. (1 Juni 2009). A User’s Guide to Bigstep. Rasch Model Computer Programs. 1998. http://www.winsteps.com/a/bigsteps.pdf Lord, F.M. & Novick, M.R (1968). Statistical Theories of Mental Test Scores. Canada: Addison Wesley Publishing Company
90
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Nurung, Muh. (24 Juli 2009). Kualitas Tes Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) IPA SD Tahun Pelajaran 2007/2008 Di Kota Kendari. 2008. http://mardikanyom.tripod.com/Kualitas%20tes.pdf Purwoto, Agus. (1999). Estimasi Parameter Responden pada Model L3P melalui Kebolehjadian Maksimum dan Metoda Newton-Raphson, Bagian II. (Makalah pada Lokakarya Teori Pengukuran Universitas Ibnu Chaldun Jakarta, Tidak Diterbitkan) Sarwoto. (24 Juli 2009). Penyusunan Kisi-kisi dan Butir Soal. April 2009. http://sarwanto.staff.fkip.uns.ac.id/files/2009/04/penyusunan-kisi.doc Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. (2005). Buku Panduan Program Diploma IV Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Tahun Akademik 2005/2006. Jakarta: STIS Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. (2009). Pedoman Penyusunan Skripsi Jurusan Statistika. Jakarta: STIS Sings, Daroga & Chaudhary, F.S. (1986). Theory and Analysis of Sample Survey Designs. New Delhi: Wiley Eastern Limited Sudijono, Anas. (2006). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada Surapranata, Sumarna. (2005). Analisis, Validitas, Reliabilitas, dan Interpretasi Hasil Tes, Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: PT. Remaja Rosdakarja Offset Susilo, Muhammad Joko. (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Manajemen Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya). Yogyakarta: Pustaka Pelajar Swokowski, Earl W. (1988). Calculus with Analytic Geometry (4th Edition). Boston. PWSKent Publishing Company Thoha, M.C. (1994). Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers Wahyono, Endro & Fahamsyah, Sandy. (2009). Super Referensi Rumus Matematika SD, SMP, SMA. Jakarta: Wahyumedia Wikipedia.
(27
April
2009).
Rasch
Model.
September
2007.
http://en.wikipedia.org/wiki/Rasch_model#References_and_further_reading
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
91
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
MENCERMATI SCORE TES HASIL BELAJAR MELALUI PENDEKATAN UKURAN-UKURAN STATISTIK SEDERHANA DAN INFORMASI YANG RELEVAN RUDJITO1 Abstract Practitioners, students, and persons who have just started to learn statistics will have problems to interpret statistic. Interpreting statistic should be careful because statistic alone is useless if you have no mean and standard deviation. If you have a test score of an exam you have to add with mean and standard deviation, since test score alone mean nothing. Mean and standard deviation can be used to convert test scores to other modified scores, such as Z scores and T scores that are objectively comparable. Keywords : statistic, mean, standard deviation, modified scores, Z scores, T scores
I. PENDAHULUAN Bagi para statistisi maupun praktisi, menjawab pertanyaan/memecahkan persoalan dengan menggunakan pendekatan Mean (Ma)/Rata-Rata Hitung maupun Deviasi Standard (DS)/Simpangan Baku mungkin bukan merupakan permasalahan yang pelik ataupun menantang. Tetapi bagi mahasiswa maupun para pemula yang baru belajar statistic sebagai ilmu, dalam menghadapi permasalahan yang sama akan sangat mungkin memberikan jawaban/pemecahan persoalan yang berbeda-beda. Pernyataan ini Saya kemukakan berdasarkan hasil pengalaman konkrit sebagai dosen selama ini. Sebagai ilustrasi, berikut Saya contohkan pertanyaan/persoalan sebagai berikut: 1. Hasil tes yang diperoleh siswa ”S” dalam 3 buah mata pelajaran adalah sebagai berikut: Bahasa Indonesia:
65
Matematika:
40
Ilmu Pengetahuan Sosial:
80
Pertanyaan 1:
Berikan komentar/pendapat Anda terhadap score yang diraih oleh siswa ”S”?
2. Sore Adi dalam mata kuliah ”MK” adalah 0 (nol).
92
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Persoalan 2:
Berikan interprestasi Anda terhadap kemampuan Adi dalam mata kuliah ini?
Kedua contoh pertanyaan di atas sering Saya ajukan dalam situasi yang tepat kepada para mahasiswa walaupun dalam memberikan mata kuliah yang tidak memerlukan dukungan ilmu statistik. Untuk pertanyaan 1, biasanya diperoleh jawaban sebagai berikut: Siswa “S” pendai dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, cukup pandai dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia serta kurang pandai dalam mata pelajaran Matematika. Untuk persoalan 2, biasanya diperoleh jawaban yang beraneka seperti: a. Adi bodoh b. Jawaban Adi semuanya salah c. Adi tidak belajar d. Dosen Adi pelit dalam memberikan score e. Adi dalam keadaan sakit pada saat ujian f. Soal yang diajukan sangat sulit g. Dan sebagainya. Apakah jawaban terhadap kedua contoh pertanyaan/persoalan di atas biasa diterima atau tidak, berikut akan diuraikan betapa pentingnya informasi lain dalam mencermati score mentah serta penggunaan Rata-Rata Hitung (Ma) dan Deviasi Standar (DS) dalam mencermati score Tes Hasil Belajar. Dengan mengetahui penggunaan kedua ukuran statistik sederhana tersebut, penulis berharap agar para pembaca akan lebih berhatihati/cermat sebelum menjawab pertanyaan/ memecahkan persoalan. Dengan kata lain, segera setelah membaca tulisan ini para pembaca akan mulai terbiasa dengan mencari informasi lain sebelum memberikan kesimpulan/penafsiran terhadap suatu permasalahan. Informasi tersebut tidak terbatas kepada ukuran statistik tetapi semua informasi relevan yang berkaitan dengan keadaan score/data mentah yang bersangkutan.
PENGGUNAAN RATA-RATA HITUNG (Ma) DAN DEVIASI STANDAR (DS) Score Tes Hasil Belajar Siswa (score mentah) belum/tidak memberikan arti apa-apa sebelum diolah lebih lanjut ataupun dilengkapi dengan informasi lain, khususnya Ma dan
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
93
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
DS kelompoknya. Berikut akan diuraikan secara berturut-turut penggunaan Ma dan DS dalam mencermati Score Tes Hasil Belajar, antara lain (Anas Sudjiono, 1995): 1. Untuk mengubah score mentah menjadi score-Z 2. Untuk mengubah score mentah menjadi score-T 3. Untuk menentukan batas lulus.
Ad.1. Mengubah score mentah menjadi score-Z Definisi: Score-Z adalah suatu angka (tanpa satuan) yang menunjukkan seberapa jauh suatu nilai (score) menyimpang dari rata-rata hitungnya dalam satuan Deviasi Standar. Atau:
Score-Z adalah score yang penjabarannya didasarkan atas unit Deviasi Standar dari Mean dalam hal ini Mean dinyatakan nol.
Kegunaan Score-Z a. Untuk melihat tempat kedudukan score seseorang di dalam score kelompoknya (mean). Apakah score tersebut terletak di atas rata-rata hitungnya ataukah terletak di bawah rata-rata hitungnya. b. Dengan menghitung score-Z kita dapat terhindar dari timbulnya salah tafsir terhadap kecakapan seseorang. Melalui definisi di atas, dikatakan bahwa dalam mencermati kemampuan seseorang siswa kita memerlukan informasi dari teman-teman sekelompoknya yakni: Rata-Rata Hitung dan Deviasi Standar. Untuk lebih jelasnya akan kita tunjukkan apakah jawaban terhadap persoalan 1 di atas benar adanya. Untuk menghitung score-Z sesuai dengan definisi di atas tersedia formula sebagai berikut (Sutrisno Hadi, 1989):
Score Z
Dimana:
Xi Ma DS
Xi = score seseorang siswa Ma = rata-rata hitung dari teman sekelompoknya DS = Deviasi Standar dari teman sekelompoknya
94
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Melalui contoh persoalan 1 di atas, diketahui bahwa siswa “S” memperoleh score dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Sosial berturut-turut: 65, 40, dan 80. Untuk menghitung score-Z setiap score yang diraih siswa “S”, diperlukan informasi tentang rata-rata hitung dan deviasi dari teman-teman sekelompoknya pada tiap mata pelajaran. Apabila diketahui Ma dan DS dari masing-masing mata pelajaran sebagai berikut: NO
MATA PELAJARAN
SCORE ”S”
Ma
DS
1
Bahasa Indonesia
65
60
4
2
Matematika
40
35
2
3
Ilmu Pengetahuan Sosial
80
85
5
Maka dengan membandingkan score ”S” tersebut dengan mean teman-teman sekelompoknya untuk setiap mata pelajaran, dapat disimpulkan bahwa siswa ”S” bukan pandai dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, cukup pandai dalam Bahasa Indonesia serta kurang pandai dalam Matematika, tetapi sebaliknya siswa ”S” ternyata pandai dalam mata pelajaran Matematika, cukup pandai dalam Bahasa Indonesia dan kurang pandai dalam Ilmu Pengetahuan Sosial. Kesimpulan tersebut barangkali janggal. Tetapi secara objektif kita perlu membandingkan kemampuan seseorang siswa dengan teman-teman sekelompoknya, dan sangat kurang adil apabila kita membandingkan kemampuan siswa ”S” dengan siswa lain di luar kelompoknya dengan perlakuan/kondisi yang sangat mungkin tidak sama seperti: pendidikan gurunya, metode mengajarnya, buku acuan, lingkungan sekolah dan sebagainya yang sangat diyakini dapat mempengaruhi perolehan prestasi siswa. Sedangkan untuk mengetahui tempat kedudukan siswa ”S” di dalam kelompoknya diperlukan juga DS nya. Dengan mempergunakan formula di atas, dapat diperoleh score-Z masing-masing:
Bahasa Indonesia:
65 60 1,25 4
Matematika:
40 35 2,50 2
Ilmu Pengetahuan Umum:
80
85 5
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
1,0
95
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Dengan melalui perhitungan di atas, kedudukan siswa ”S” berturut-turut: dari tertinggi hingga terendah: Matematika:
2,50 DS di atas rata-rata hitung
Bahasa Indonesia:
1,25 DS di atas rata-rata hitung, dan
Ilmu Pengetahuan Sosial:
-1,00 DS di bawah rata-rata hitung
Perlu dijelaskan di sini, bahwa secara teoritis makin jauh score-Z seorang (bila positif) maka akan semakin pandai siswa tersebut dibandingkan teman sekelompoknya. Sebaliknya semakin jauh score-Z seseorang (bila negatif), maka akan semakin bodoh siswa tersebut dibandingkan dengan teman sekelompoknya (Dewanto, 1994) Jawaban awal terhadap contoh persoalan ini bukan mutlak salah, tetapi jawaban tersebut dapat dibenarkan manakala rata-rata hitung dan deviasi standar untuk ketiga mata pelajaran tersebut sama. Contoh: NO
MATA PELAJARAN
SCORE ”S”
Ma
DS
SCORE-Z
1
Bahasa Indonesia
65
65
10
0,0
2
Matematika
40
65
10
-2,5
3
Ilmu Pengetahuan Sosial
80
65
10
1,5
Kesimpulan: Siswa ”S” pandai dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, cukup pandai dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia dan kurang pandai dalam mata pelajaran Matematika.
Dengan demikian, untuk tidak terjebak dalam jawaban yang menyesatkan sangatlah diperlukan adanya informasi lain yang berhubungan dengan score/data tersebut.
Ad.2. Mengubah Score Mentah Menjadi Score-T Definisi: Score-T adalah score-score terjabar dengan skala 0 – 100 dengan menggunakan dasar Mean = 50 dan jarak tiap Deviasi Standar = 10. 96
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Kegunaan: a. Untuk mengetahui bagaimana tempat kedudukan seseorang siswa yang memperoleh score tertentu dibandingkan dengan teman-teman sekelompoknya yang mengikuti tes tersebut. b. Untuk membandingkan prestasi yang dicapai seseorang siswa dalam beberapa mata pelajaran yang memiliki Mean dan Deviasi Standar yang berbeda-beda.
Formula (Chabib Toha, 1990): Score
T
Xi Ma x10 DS
50 atau 10.Z
50
Keterangan: Z = Score-Z Bila contoh hasil tes di atas kita jabarkan ke dalam score-T, maka akan diperoleh hasilhasil sebagai berikut: 65
Bahasa Indonesia:
60 4
40
Matematika:
Ilmu Pengetahuan Umum:
35 2
80
85 5
x10
50
62,5
x10
50
75,0
x10
50
40,0
Hasil perhitungan di atas, dapat dilihat pada gambar berikut:
Score-Z
-3
-2
-1
0
1
2
3
68
72
65 Bahasa Indonesia
48
52
56
60
64 40
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
97
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Matematika
29
31
33
35
37
39
41
80 Ilmu Pengetahuan Sosial
70
75
80
85
90
95
100
Score-T
20
30
40
50
60
70
90
Catatan:
Nilai-nilai yang digaris bawahi merupakan kedudukan/score siswa ”S” dalam kurva normal/kelompoknya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedudukan/score seseorang siswa dalam berbagai mata pelajaran yang memiliki Mean dan Deviasi Standar yang berbeda-beda dapat juga memiliki tempat kedudukan yang sama dengan ketentuan Score-Znya menghasilkan perhitungan yang sama.
Contoh: NO
MATA PELAJARAN
SCORE ”S”
Ma
DS
SCOREZ
1
MP. A
80
75
2,5
2,0
2
MP. B
63
60
1,5
2,0
3
MP. C
46
45
0,5
2,0
Kesimpulan: Tempat kedudukan score seorang siswa dalam ketiga mata pelajaran di atas adalah sama yakni: 2,0 DS di atas Mean.
Ad. 3. Menentukan Batas Lulus Definisi: Batas
lulus
adalah
suatu
score/nilai
yang
dipergunakan
sebagai
pedoman/patokan untuk menentukan lulus/tidaknya seseorang/kelompok siswa dari suatu hasil tes.
Prinsip penentuan batas lulus dengan mempergunakan Mean dan Deviasi Standar ini didasarkan atas pertimbangan bahwa lulus tidaknya seseorang siswa harus dibandingkan dengan prestasi teman sekelompoknya. 98
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
Mean dipergunakan untuk menentukan prestasi yang mewakili kelompoknya, sedangkan Deviasi Standar dipergunakan untuk menentukan kedudukan score yang dicapai seseorang dibandingkan prestasi kelompoknya. Ada 2 (dua) macam Batas Lulus: a. Batas Lulus Aktual (BLA) b. Batas Lulus Ideal (BLI) (Ngalim Purwanto, 1985)
Menentukan Batas Lulus Aktual: Contoh:
Seorang guru memperoleh nilai-nilai (score) hasil ujian siswa-siswinya, setelah score tersebut diolah secara statistik, diperoleh hasil sebagai berikut: Mean = 60 dan Deviasi Standar = 4.
Problem: Nilai berapa/score mana yang harus dijadikan patokan/pedoman oleh guru untuk menentukan lulus/tidaknya siswa dari ujian yang telah diikutinya. Batas Lulus Aktual ditentukan/terletak pada jarak + 0,25 DS dari mean-nya. Mengapa?: Karena dalam skala nilai 1-10, penyimpangan sejauh + 0,25 DS ekuivalen dengan angka 6.
Dalam kasus di atas, Batas Lulus Aktualnya adalah: BLA = Mean (Aktual) + 0,25 DS (Aktual) BLA = 60 + 0,25 x 4 = 61 Pengertian Mean (Aktual) dan Deviasi Standar (Aktual) yang dimaksudkan disini adalah Mean dan Deviasi Standar yang benar-benar dicapai oleh kelompoknya. Dari contoh di atas seorang siswa dinyatakan lulus apabila scorenya lebih besar atau sama dengan 61, sedangkan siswa yang nilainya lebih kecil dari 61 dinyatakan tidak lulus.
Menentukan Batas Lulus Ideal: Yang dimaksud Batas Lulus Ideal adalah menentukan Batas Lulus yang didasarkan aas Score Maksimum Ideal dan Mean Ideal. Contoh: Mata pelajaran ”X”, memiliki Score Maksimum Ideal = 100.
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
99
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
(Score yang dicapai oleh seseorang yang menjawab dengan benar seluruh soal yang diujikan). Dari Score Maksimum Idealnya, kita dapat menghitung Mean Idealnya, yakni Score Maksimum Ideal dibagi 2 atau 100:2 = 50. Sedangkan Deviasi Standar Idealnya adalah Mean Ideal dibagi 3 atau 50:3 = 16,67. Jika Batas Lulus Idealnya ditentukan pada jarak 0,25 DS maka Batas Lulus Idealnya: 50+0,25x16,67 = 54,16. Dalam sistem skala 1 = 10, biasanya digunakan Batas Lulus 5,5 dan biasanya dibulatkan menjadi 6 (dalam rapor ditulis tidak menggunakan tinta berwarna merah). Penentuan kelulusan dengan menggunakan Batas Lulus Aktual bukan tidak memiliki kelemahan, misalnya: Apabila kita memakai sistem penilaian skala 1 – 100, seorang siswa dengan score 90 bisa dinyatakan tidak lulus apabila Ma dan DS nya masing-masing 95 dan 4, karena Batas Lulus Aktualnya = 95+0,25x4 = 96. Sebaliknya siswa dengan score 20 bisa dinyatakan lulus seandainya Ma dan DS nya masing-masing 15 dan 2, karena Batas Lulus Aktualnya = 15+0,25x2 = 15,5. Kelemahan lain dari Batas Lulus ini adalah semua siswa akan dinyatakan lulus berapapun Ma nya, dengan catatan semua siswa memperoleh nilai yang sama dengan Ma nya (data homogen sempurna sehingga DS nya = 0). Sebagai contoh seluruh siswa memperleh nilai 15 dalam skala 1 – 100, dengan demikian Batas Lulus Aktualnya: 15+0,25x0 = 15 (semua siswa lulus). Pertanyaan akan segera muncul apabila soalnya begitu sulit sehingga seluruh siswa memperoleh nilai minimum misalkan 0 (nol). Apabila dosen/guru menghadapi persoalan semacam ini, apakah dosen/guru akan meluluskan seluruh siswa? Untuk menjawab atau memecahkan
permasalahan
ini
penulis
menyerahkan
kepada
pembaca
untuk
merenungkan/memberikan jawabnya. Selain memiliki kegunaan seperti telah diuraikan di atas, Mean, dan Deviasi Standar berguna juga untuk keperluan lain, seperti: mengubah score mentah menjadi nilai huruf, nilai standar
1 – 10, nilai standar sebelas dan lain-lain
yang belum akan dibahas dalam tulisan ini. Untuk dapat menjawab contoh persoalan ke 2 yaitu: Berikan interprestasi terhadap kemampuan Adi yang memperoleh score 0 (nol) dalam mata kuliah ”MK”, kita tidak
100
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
memerlukan secara khusus Mean dan Deviasi Standarnya, akan tetapi kita lebih memerlukan informasi relevan lain yang berhubungan dengan jawaban yang diberikan. Misal: a. Adi bodoh/jawaban Adi semua salah, jawaban ini bisa dianggap benar apabila score minimumnya = 0 (nol). Artinya apabila siswa menjawab salah semua pertanyaan akan memperoleh nilai 0 (nol). Tetapi jawaban ini akan menjadi keliru apabila sistem penilaiannya mempergunakan sisten denda. Dimana score = jumlah jawaban benar dikurangi jumlah jawaban salah/Sc= B-S (suharsini, Ari Kunto, 1991). Sehingga apabila sistem ini yang digunakan, seseorang yang mendapat score 0 (nol) bisa jadi bisa menjawab setengah dari soal yang ditanyakan. b. Jawaban Adi tidak belajar, ada kemungkinan tidak bisa diterima, karena Adi bisa saja belajar, tetapi soal yang diujikan kebetulan merupakan materi yang tidak dipelajari/dikuasainya. c. Jawaban dosen Adi pelit dalam memberikan score maupun Adi dalam keadaan sakit pada saat ujian, ada kemungkinan merupakan alasan/bentuk konpensasi dari Adi terhadap ketidak puasan atau score yang diperolehnya. d. Soal yang diujikan sulit, merupakan suatu keadaan yang seharusnya tidak boleh terjadi. Karena dalam sistem pengajaran klasikal lazimnya dalam ujian guru mengajukan pertanyaan dengan kombinasi, sukar, sedang dan mudah.
KESIMPULAN DAN SARAN Dalam upaya mengambil suatu kesimpulan/penafsiran/keputusan terhadap suatu permasalahan/persoalan maupun memberikan jawaban terhadap suatu pertanyaan sangat diperlukan
adanya
informasi
lain
yang
berkaitan
dengan
persoalan
permasalahan/pertanyaan tersebut. Hal ini penting dilakukan agar kita terhindar dari kekeliruan dalam menyimpulkan/menafsirkan/memutuskan suatu permasalahan maupun memberikan jawaban yang menyimpang dari keadaan yang sebenarnya. Dalam tes hasil belajar, informasi yang sering/banyak digunakan agar kita terhindar dari kekeliruan dalam mencermati hasil tes belajar yang diperoleh siswa/kelompok adalah rata-rata hitung dan deviasi standar. Selain kita memerlukan kedua ukuran statistik sederhana ini, penting kiranya pembaca menambah wawasan sebanyak mungkin,
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010
101
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK, UPPM - STIS
khususnya dalam bidang yang relevan dengan masalah yang tengah dihadapi dan segera perlu mendapatkan pemecahannya.
DAFTAR PUSTAKA
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995. Chatib Toha. M, Teknik Evaluasi Pendidikan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1990. Dewanto, Pengukuran Dan Evaluasi Pendidikan, IKIP Semarang Pers, Semarang, 1994. Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip Dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Remaja Karya, Bandung, 1985. Sutrisno Hadi, Statistik I, Andi Offset, Yogyakarta, 1989. Suharsini Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Bima Aksara, Jakarta, 1991.
102
TAHUN 2, VOLUME 1, JUNI 2010