Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: 135 - 147
Jejak erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah Traces of Merapi Volcano eruption in Magelang District Province of Central Java Helmy Murwanto1, Darwin A. Siregar2, dan Ananta Purwoarminta3 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, UPN “Veteran” Yogyakarta
1
Jl. SWK 104 (Lingkar Utara), Condongcatur, Yogyakarta 55285 Pusat Survei Geologi, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
2
Jl. Diponegoro, No 57 Bandung 40122 Magister Teknik Geologi, Sekolah Pascasarjana, UPN “Veteran” Yogyakarta
3
Jl. SWK 104 (Lingkar Utara), Condongcatur, Yogyakarta 55285
ABSTRAK
Kabupaten Magelang merupakan kawasan yang paling sering terlanda bencana erupsi Gunung Merapi. Sejarah kejadian bencana tersebut menarik untuk diteliti, terutama daerah yang pernah terlanda aliran piro klastika dan aliran lahar. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sebaran material gunung api dan alur sungai purba. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan survei lapangan, analisis laboratorium, dan wawancara dengan masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Kabupaten Magelang terdapat banyak lembah sungai yang berhulu di Gunung Merapi dan berfungsi sebagai tempat aliran piro klastika dan aliran lahar. Keberadaan lembah sungai antara masa lampau dengan sungai sekarang telah meng alami perubahan. Indikasi adanya sungai purba adalah di sepanjang jalur lembahnya ditemukan bongkahbongkah material gunung api. Bekas alur sungai tersebut saat ini digunakan oleh masyarakat setempat untuk permukiman, lahan pertanian, dan perikanan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa alur-alur sungai purba banyak ditemukan di Kabupaten Magelang dan berpotensi terlanda bencana erupsi Gunung Merapi. Kata Kunci: Kabupaten Magelang, Gunung Merapi, aliran piroklastika, sungai purba
ABSTRACT
Magelang regency is the area most which commonly affected by Merapi volcanic eruption disaster. History of Merapi volcanic disasters caused by pyroclastic flows and lahars is interesting to be studied. The purpose of this study is to determine the distribution of volcanic material and the ancient river channel. Method used in this research are field surveys, laboratory analyses and interviews with the community. The results showen, that Magelang regency river valleys are tipped at the top of Merapi Volcano and as pyroclastic flow and lahar deposits. The river basins of the Naskah diterima 22 Mei 2013, selesai direvisi 18 Juli 2013 Korespondensi, email:
[email protected] 135
136
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 4 No. 2, Agustus 2013: 135 - 147
ancient to the present river has changed. Indications channel of the ancient river valleys are found along channel of the blocks volcanic material. This condition is supported by the results of interviews with local people. Ancient river channel is currently used by local people for housing, agriculture and fisheries. From this study shown that ancient river channels are found in Magelang regency, and its potentially affected by Merapi volcanic eruption disaster. Keywords: Magelang regency, Merapi volcano, pyroclastic flows, ancient river.
PENDAHULUAN Gunung Merapi (2968 m dpl) merupakan gunung api aktif dengan periode erupsi berlangsung sekali dalam 1-5 tahun dengan masa istirahat 1-2 tahun (Ratdomopurbo & Andreastuti, 2000 dalam Mulyaningsih dan Sanyoto, 2012). Produk erupsi Gunung Merapi berupa aliran lava, jatuhan piroklastika, aliran piroklastika dan aliran lahar hujan. Pertumbuhan Gunung Merapi telah dimulai sejak 40.000 SM dan guguran puing dari kubah lava diperkirakan terjadi pada 2200 SM (Berthommier, 1990). Newhall, et al. (2000), menyebutkan bahwa erupsi yang bersifat eksplosif paling tua dimulai sekitar 9630 SM. Penelitian tentang erupsi besar yang tercatat di masa lalu terjadi pada tahun 1587, 1672, 1768, 1822, 1849, dan 1872. Pada tahun 1822 jatuhan piroklastika, jatuh di wilayah timurlaut dan baratdaya, sedangkan awan panas (nuee ardante) mengisi-lembahlembah Sungai Apu, Sungai Lamat, Sungai Blongkeng, Sungai Batang, Sungai Gendol, dan Sungai Woro (Berthommier, 1990). Murwanto (2001) mendapatkan data di lapangan tentang produk erupsi Gunung Merapi yang menutup sedimen danau Purba Borobudur berumur 1290. Dari data tersebut diketahui bahwa erupsi kuat Gunung Merapi terjadi di akhir abad ke-8 sampai abad ke-15. Mulyan-
ingsih, drr (2005) menemukan sembilan erupsi besar Merapi pernah terjadi di antara tahun 878-880, 940 AD, 960, 990, 1020, dan 1080. Produk erupsi yang bersifat primer maupun yang bersifat sekunder melanda dan menimbun situs-situs Mataram kuno, yang berada di lereng atas sampai di dataran kaki Gunung Merapi. Erupsi yang bersifat eksplosif seringkali terjadi sebelum abad ke-20. Saat ini erupsi Gunung Merapi pada umumnya diawali dengan pembentukan kubah lava, kemudian kubah lava mengalami guguran yang diikuti oleh aliran piroklastika. Erupsi eksplosif terakhir terjadi pada tahun 1930, 1961, dan 2010. Berbagai karakter erupsi ini berpengaruh terhadap sebaran material dan wilayah yang terlanda bencana. Catatan sejarah tentang erupsi Gunung Merapi ini membantu dalam kegiatan penanggulangan bencana. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui sebaran material gunung api dan daerah yang pernah terlanda lahar hujan di masa lalu sampai sekarang. Selain itu untuk mengetahui aluralur lembah sungai purba dan sungai baru yang berperan sebagai media penampungan guguran material lepas, dan aliran piroklastika.
Jejak letusan Gunung Merapi di Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah - Helmy Murwanto, drr.
PERMASALAHAN Kabupaten Magelang merupakan kawasan yang paling sering dilanda bencana Gunung Merapi. Berbagai catatan sejarah dan sebaran material gunung api menunjukkan bahwa wilayah ini selalu mengalami dampak aktivitas Merapi. Erupsi Merapi tahun 2010 menjadi bukti dan merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi masyarakat dan pemerintah. Erupsi tersebut terjadi di luar dugaan dan mengakibatkan kerugian yang sangat besar. Peristiwa ini tidak hanya terjadi pada tahun 2010 tetapi juga terjadi pada erupsi sebelumnya. Wilayah yang pernah dilanda erupsi tersebut, berpotensi untuk terkena kembali. Kabupaten Magelang mempunyai kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Wilayah ini terletak di bagian lereng baratdaya Gunung Merapi. Hampir di setiap aktivitas erupsi Merapi, wilayah ini terkena dampaknya. Aktivitas Merapi pada Tahun 2010 mengakibatkan wilayah ini terkena hujan piroklastika dan banjir lahar hujan yang mengakibatkan kerugian cukup besar, misalnya di Sungai Putih. Aliran lahar hujan pada sungai ini mengikuti alur su ngai lama yang saat itu telah banyak diguna kan untuk pemukiman. Hal ini menjadi bukti bahwa wilayah yang pernah terkena aliran lahar masa lalu berpotensi pula terjadi di masa yang akan datang. Daerah penelitian banyak terdapat alur-alur sungai yang telah mengalami perkembangan. Banyak bekas alur sungai yang saat ini dimanfaatkan oleh masyarakat untuk pemukiman, lahan pertanian, dan perikanan. Berdasarkan pengalaman bencana di Sungai Putih, maka bencana serupa juga berpotensi di wilayah lain.
137
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian dan pemetaan sejarah erupsi dan alur-alur sungai purba masa lalu, sebagai dasar kegiatan penanggulangan bencana. METODOLOGI Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah menggabungkan antara data sejarah erupsi Gunung Merapi, interpretasi citra satelit, peta aliran sungai, survei lapangan dan wawan cara dengan masyarakat. Citra satelit yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan bantuan Google Earth yang kemudian ditumpang susunkan dengan peta aliran sungai yang selanjutnya digunakan untuk survei lapangan. Pada survei lapangan, dilakukan dengan mengamati alur-alur sungai dan sebaran material vulkanik yang tidak hanya terdapat di sungai. Selanjutnya dilakukan wawancara dengan masyarakat yang pernah menjadi saksi hidup terjadinya erupsi dan aliran lahar pada masa lalu. Pada kegiatan ini juga dilakukan pengukuran umur batuan dengan metode radiokarbon C14. Metoda radiokarbon dapat digunakan pada bahan yang mengandung unsur karbon (C). Unsur karbon yang dipakai adalah isotop yang terdapat dalam atmosfir yang terikat dalam senyawa 14CO2. Nisbah radiokarbon terhadap isotop karbon yang mantap dalam organisma hidup adalah sama dengan nisbah dalam atmosfir. Kematian organisma mengakhiri pertukaran 14CO2 antara organisma dengan atmosfir. Dalam organisma yang mati, berkurang melalui degradasi radioaktif. Dengan membandingkan derajat keradioaktifan dalam organisma hidup dapat ditentukan sudah berapa lama organisma itu mati.
138
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 4 No. 2, Agustus 2013: 135 - 147
Setiap pengukuran sampel tergantung pada kepekaan detektor terhadap sinar kosmik di atmosfir, sehingga perlu adanya koreksi bilangan aktivitas isotop C14 yang terukur, yaitu dengan menggunakan background counting (yang dianggap sebagai titik nol dari aktivitas C14 pada alat). Pada background counting ini bahan yang dipakai adalah karbon yang berumur sangat tua, biasanya pada batuan: marmer, koral, batugamping, batubara, dan lain-lain. Bahan ini dianggap karbon yang sudah mati sehingga tidak ada aktivitas karbon radioaktifnya. Background counting dalam rumus penentuan umur disebut dengan Dead Carbon (DC). Maka rumus penentuan umur (T) sebagai berikut:
t1/2
T =
A0-ADC In
In 2
A- ADC
dengan
A
= Radioaktivitas isotop 14C dalam sampel
A0
= Radioaktivitas isotop 14C pada saat
tanaman hidup λ
= konstanta peluruh radioaktif; t1/2 =1/λ
t1/2
= waktu paruh = 5568 + 40 tahun
ADC = Radioaktivitas isotop C14 Dead Carbon yang terukur In 2 = 0,693
Perhitungan radiokarbon ini dilakukan untuk mengetahui waktu erupsi dengan sampel tanaman yang tertimbun oleh material vulkanik dan terbakar menjadi arang akibat panas material. Sampel yang ditemukan di lapangan pada penelitian ini adalah pohon dan arang yang terdapat
di tebing Sungai Pabelan yang sekaligus merupakan muara dari Sungai Senowo. LOKASI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di lereng baratdaya Gunung Merapi yang berada di Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah (Gambar 1). Lokasi dapat dicapai dengan mudah menggunakan kendaraan bermotor, kecuali pada beberapa lintasan dengan jalan kaki. HASIL ANALISIS Hasil penelitian ini adalah peta sebaran wilayah yang terkena erupsi gunung api masa lalu dan masa sekarang dan keberadaan alur sungai purba di Kabupaten Magelang yang dapat dilihat pada Gambar 2. Daerah kajian pernah dilanda erupsi gunung api dan banjir lahar pada tahun 1822, 1872, 1930, 1931 (lahar hujan), 1960, 1991 (lahar hujan), 1969, 1971 (lahar hujan) dan 2010. Pada wilayah ini juga terdapat alur-alur sungai purba yaitu Sungai Senowo, Sungai Pabelan, Sungai Lamat dan Sungai Putih. Perhitungan radiokarbon ini dilakukan untuk mengetahui waktu erupsi dengan sampel tanaman yang tertimbun oleh material gunung api. Sampel radiokarbon diambil dari fosil pohon besar yang terdapat di tebing tempat pertemuan Sungai Senowo dengan Sungai Pabelan atau sebelah timur Kota Talun Kecamatan Dukun (Gambar 3). Fosil pohon ini menjadi bukti bahwa erupsi Gunung Merapi pernah mencapai wilayah tersebut. Hasil perhitungan radiokarbon menunjukkan bahwa erupsi besar pernah terjadi pada abad 12. Hasil ini menjadi tambahan data umur erupsi yang pada catatan data sebelumnya tidak ada.
Jejak letusan Gunung Merapi di Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah - Helmy Murwanto, drr.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian. Sumber: Citra Satelit Landsat (2002) dan Peta Rupabumi Indonesia, (2001).
Gambar 2. Hasil analisis berupa sebaran wilayah yang terkena bencana erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Magelang. Sumber: Citra Landsat (2002).
139
140
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 4 No. 2, Agustus 2013: 135 - 147
DISKUSI DAN PEMBAHASAN Menurut Wirakusumah drr (1984), kegiatan Gunung Merapi dibagi menjadi tiga yaitu: Merapi Tua, Merapi Dewasa (4300 tahun yang lalu), dan Merapi Muda (sejak 2280 tahun yang lalu). Kegiatan Merapi paling tua menghasilkan leleran lava atau erupsi bersifat efusif, sedangkan Merapi Dewasa mulai menghasilkan piroklastika sehingga terjadi perubahan dan tipe efusif menjadi bervariasi efusif dan eksplosif.
Kegiatan Merapi Muda sekarang ini dicirikan oleh pembentukan kubah lava, erupsi eksplosif dan guguran lava yang menimbulkan terjadinya awan panas letusan (nuees ardented’explosion) dan awan panas guguran (nuees ardent d’avalanche) atau biasa disebut dengan we dhus gembel. Sifat erupsi merupakan tipe khas Merapi yaitu berlangsung secara periodik yang terjadi setiap selang waktu antara dua sampai tujuh tahun, lava sangat kental, tekanan gas
Gambar 3. Fosil pohon pada teras Sungai Pabelan yang juga merupakan muara Sungai Senowo. Foto : Murwanto (2012).
Jejak letusan Gunung Merapi di Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah - Helmy Murwanto, drr.
rendah, dapur magma sangat dangkal (Wah yono, 2002). Oleh karena sifat lava yang sangat kental, saat mencapai permukaan membentuk kubah lava yang bila gugur mengakibatkan terjadinya awan panas guguran (nuees ardent d’avalanche). Jika tekanan gas waduk magma sudah cukup besar akan terjadi erupsi eksplosif sehingga sumbat lava akan hancur membentuk awan panas letusan (nuees ardented’explosion). Apabila material hasil erupsi yang terdapat di bagian puncak dan lereng diguyur hujan lebat akan terbentuk aliran lumpur pekat kemudian terangkut ke lereng bawah. Aliran lumpur tersebut dikenal dengan lahar hujan. Material lahar ini mempunyai ukuran yang bervariasi mulai dari debu, pasir, kerikil hingga bongkah batuan dengan daya rusak yang tinggi. Kecepatan aliran lahar ini dipengaruhi oleh kemiringan lereng, curah hujan, dan volume material. Semakin rendah kemiringan lerengnya maka kecepatan aliran lahar akan berkurang. Sungai Pabelan Sungai Pabelan berada di lereng dan kaki barat Gunung Merapi, sungai ini mempunyai 4 anak cabang, yaitu Sungai Senowo, Trising, Apu, dan Pabelan yang menyatu menjadi Sungai Pabelan dan selanjutnya bermuara di Sungai Progo. Secara administrasi Sungai Pabelan ini melintasi di sebagian Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Magelang. Sejarah aliran lahar pada Sungai Pabelan tercatat bahwa sungai ini jarang dilalui aliran lahar, kecuali pada Sungai Senowo yang daerah di sekitarnya selalu mengalami kerusakan ketika terjadi erupsi. Berdasarkan catatan sejarah, kejadian aliran lahar yang mengalir ke Sungai Pabelan terjadi pada 28 Desember 1822, 22 September 1988 (Senowo dan Tri
141
sing), 18/19 Desember 1930, 18 Januari 1954 dan 8 Mei 1961 (Lavigne, 1998), dan yang terakhir tahun 2011. Berbagai waktu kejadian erupsi Gunung Merapi baik yang tercatat maupun yang belum tercatat dapat membuat arah aliran yang baru. Bukti bahwa ditemukannya alur-alur sungai purba Pabelan adalah adanya sisa endapan lahar berupa bongkah andesit yang ditemukan pada alur-alur sungai mati yang berdekatan dengan Sungai Pabelan. Keberadaan bongkah besar tersebut membuktikan bahwa sungai itu pernah dialiri lahar. Berdasarkan kejadian sebelumnya, alur-alur yang pernah dialiri lahar, maka dimungkinkan dapat kembali terisi material lahar apabila terjadi erupsi yang besar atau sama dengan skala erupsi yang pernah mengaliri material ke sungai tersebut. Alur-alur sungai purba di Sungai Pabelan dapat ditemukan di Gunung Lemah, Desa Gondosuli (Gambar 4), Desa Menayu dan hilir sungai berada di Desa Progowati. Wilayah-wilayah bekas alur Sungai Pabelan ini dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai lahan pertanian dan perikanan seperti yang ditemukan di Desa Menayu (Gambar 5). Aliran lahar hujan pasca erupsi Merapi tahun 2010 telah mengakibatkan berbagai kerusakan permukiman dan fasilitas umum. Kerusakan ini dapat disebabkan karena kondisi alamiah maupun karena aktivitas manusia. Kondisi alamiah berupa kelokan sungai dapat menyebabkan kerusakan rumah penduduk. Hal ini disebabkan karena laju aliran lahar yang tinggi dan menerjang ke segala arah. Akibatnya ketika bertemu dengan kelokan sungai meng akibatkan permukiman yang berada di bantaran sungai mengalami kerusakan. Kondisi ini terjadi di Desa Menayu, Kabupatan Magelang yang berada pada bagian hilir Sungai Pabelan.
142
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 4 No. 2, Agustus 2013: 135 - 147
Gambar 4. Pola aliran sungai lama yang terletak disebelah utara Gunung Lemah dan aliran sungai sekarang berada di sebelah selatan. Sumber: Google Earth (2012).
Gambar 5. Penggunaan lahan di bekas aliran Sungai Pabelan. Foto: Murwanto (2012).
Aktivitas manusia dan kesalahan pengelolaan sungai seringkali menyebabkan kerusakan yang dapat menimbulkan kerugian. Hal ini terjadi pada jembatan nasional yang menghubungkan Kota Muntilan dengan Kota Magelang. Pembangunan jembatan ini tidak memperhatikan
adanya potensi aliran lahar yang dapat terjadi sehingga pada erupsi 2010 jembatan ini meng alami kerusakan. Akibatnya menimbulkan kerugian yang cukup besar, karena terganggunya aktivitas lalu lintas.
Jejak letusan Gunung Merapi di Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah - Helmy Murwanto, drr.
Sungai Lamat Sungai Lamat merupakan sungai yang melintasi Kota Muntilan, secara administrasi termasuk wilayah Kabupaten Magelang. Aliran sungai ini bertemu dengan Sungai Blongkeng di Desa Gunungpring untuk selanjutnya bermuara di Sungai Progo. Sungai Lamat merupakan sungai yang telah mengalami perkembangan atau pergeseran alur. Pergeseran tersebut diperkirakan karena adanya endapan material hasil erupsi Gunung Merapi. Sungai Lamat pernah mengalami banjir lahar pada 28 Desember 1922 dan 18/19 Desember 1930 (Lavigne, 1998). Endapan lahar dari material erupsi 2011 tertampung di bagian hulu dalam sabodam di Desa Kalibening. Hamparan material gunung api pada Sungai Lamat purba terdapat di Dusun Gupit, Kecamatan Muntilan. Keberadaan bekas alur sungai ini mengindikasikan bahwa sebelumnya merupakan aliran Sungai Lamat Tua (Gambar 6).
143
Hal ini dibuktikan dengan adanya material-material gunung api dan lembah-lembah yang menyerupai alur sungai. Material gunung api ini terhampar cukup luas, batuannya digunakan untuk bahan bangunan oleh penduduk sekitar. Saat ini penggunaan lahan yang terdapat pada alur sungai purba tersebut berupa kolam, pertanian, dan permukiman (Gambar 7). Daerah alur sungai purba ini berpotensi terlanda lahar di masa yang akan datang apabila pada bagian hulu terdapat material lepas-lepas dan dalam jumlah yang besar, serta bangunan penahan sedimen sudah tidak mampu lagi menahan laju dan volume sedimen yang ada. Sungai Blongkeng Sungai Blongkeng merupakan sungai yang mengalir ke arah barat terletak di sebelah selatan dari Sungai Lamat, keduanya bertemu di Desa Gunungpring, Kecamatan Muntilan. Berdasarkan catatan sejarah, Sungai Blongkeng pernah terlanda bencana aliran lahar hujan. Pada 25
Gambar 6. Pola alur Sungai Lamatpurba dan masa sekarang. Sumber : Peta Rupa Bumi Indonesia Tahun 2001 dan Hasil Analisis 2012.
144
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 4 No. 2, Agustus 2013: 135 - 147
Gambar 7. Material gunung api yang terletak di bekas alur sungai Lamat Dusun Gupit, Muntilan. Foto : Ananta (2012).
Gambar 8. Endapan material gunung api di Dusun Wonolelo, Kecamatan Muntilan. Foto : Ananta, (2012).
Sungai Putih Desember 1822, 22 September 1888, 18/19 Desember 1930, dan 8 Mei 1961 (Lavigne, 1998). Saat ini alur Sungai Blongkeng telah bergeser dari posisi semula disebabkan terbendungnya sungai oleh material vulkanik sehingga air su ngai mencari jalan keluar dan membentuk alur sungai baru. Waktu bergesernya tidak dapat diketahui secara pasti, tetapi bukti perubahan alur sungai ditemukannya material gunung api yang terdapat jauh dari alur sungai sekarang. Selain itu juga terdapat teras-teras bekas alur sungai yang memperkuat hipotesis tersebut. Secara toponimi dan informasi masyarakat juga semakin memperkuat bahwa material gunung api yang berada jauh dari alur sungai, dulunya merupakan alur sungai. Material gunung api yang ada di Dusun Wonolelo menunjukkan bahwa daerah tersebut dulunya merupakan alur Sungai Blongkeng (Gambar 8). Daerah ini terletak di sebelah selatan Sungai Blongkeng sekarang. Teras-teras bekas alur sungai juga ditemukan pada daerah ini, yang saat ini dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kolam dan lahan pertanian.
Sungai Putih merupakan sungai yang mengalir ke arah baratdaya Gunung Merapi, dan paling sering terkena aliran lahar hujan. Berdasarkan catatan sungai ini pernah dialiri lahar pada 2125 November 1975, 6 Maret 1976, 20-27 November 1985, Januari 1993, Juli 1998 (Lavigne, 1998), dan terakhir tahun 2010. Berbagai kejadian aliran lahar sebelum erupsi tahun 2010 dapat diketahui dengan adanya sebaran material gunung api. Berdasarkan pengamatan lapangan sebaran aliran lahar dapat diketahui berada di sebelah timur aliran sungai saat ini. Erupsi Gunung Merapi tahun 2010 telah mengakibatkan kerusakan dan kerugian yang cukup besar di sepanjang Sungai Putih terutama di Desa Jumoyo (Gambar 9) dan Sirahan, Magelang. Limpasan aliran lahar dan kerusakan bangunan ini disebabkan oleh faktor alam dan manusia. Perubahan arah aliran sungai yang dilakukan oleh Pemerintah Kolonial, dan bantaran sungai yang telah berubah fungsi menyebabkan kerusakan pada daerah ini. Aliran lahar Sungai Putih membuktikan bahwa lahar tidak hanya mengarah ke sungai sekarang tetapi lebih mengarah ke sungai sebelumnya.
Jejak letusan Gunung Merapi di Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah - Helmy Murwanto, drr.
145
mengalir di sebelah selatan Gunung Guling dan setelah terjadi aliran lahar yang besar, kini aliran lahar mengalir di sebelah utara Gunung Guling. Pada bekas alur Sungai Batang ini ditunjukkan dengan adanya lembah dan material vulkanik (Gambar 10).
Gambar 9. Sebaran material gunung api di Desa Jumoyo Kabupaten Magelang. Foto: Murwanto, 2011.
Sungai Batang Sungai Batang terletak antara Sungai Putih dan Sungai Krasak. Sungai ini mengalir melintasi Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang. Selama ini Sungai Batang dianggap oleh masyarakat merupakan sungai kecil atau sungai mati. Perkembangan penggunaan lahan menyebabkan sungai ini menjadi tergusur, karena terasteras sungai banyak digunakan oleh warga setempat untuk lahan pertanian dan perkebunan, seperti tanaman salak. Semula lebar sungai ini antara 50-100 m, karena adanya aktivitas manusia, maka lebar sungai menyempit menjadi 10 meter. Banjir lahar hujan pernah melanda sungai ini pada tahun 1975 dan tahun 2010. Sebelumnya lahar yang pernah mengaliri aliran sungai ini pada 22 September 1888, 18 Desember 1930, 8 Mei 1961, 1962, 1963, 25 November 1975. Aliran lahar terbesar pada sungai ini terjadi pada tahun 1930 (Lavigne, 1998). Pergeseran alur sungai terjadi karena adanya aliran lahar yang menyebabkan aliran air terbendung oleh lahar, sehingga terbentuk alur sungai baru. Pergeseran alur Sungai Batang lama dapat diamati di Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang. Pergeseran alur sungai ini sekitar 100 meter. Awalnya Sungai Batang
Gambar 10. Endapan bongkah besar di dalam lembah bekas aliran Sungai Batang, Kecamatan Salam. Foto: Murwanto, 2012.
Berdasarkan data sejarah erupsi dengan adanya aliran lahar yang pernah melanda sungai ini, maka potensi aliran lahar dapat terjadi kembali. Perubahan penggunaan lahan yang awalnya merupakan sungai dan dirubah menjadi lahan pertanian dan permukiman merupakan hal yang perlu diwaspadai. Potensi aliran lahar ini dapat melanda kembali jika terjadi erupsi dengan material gunung api di puncak Merapi mengarah ke aliran sungai ini. Pada erupsi Merapi tahun 2010, Sungai Batang juga terkena aliran lahar hujan, namun tidak sampai mengalir kembali pada sungai purba. Hal ini dikarenakan pada tahun 2010 arah aliran piroklastika mengarah ke tenggara, dan tidak terlalu banyak material yang mengarah ke Sungai Batang. Meskipun endapan material terkonsentrasi di tenggara, kawasan sungai ini masih juga berpotensi teraliri lahar.
146
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 4 No. 2, Agustus 2013: 135 - 147
Sungai Bebeng Sungai Bebeng mengalir ke arah barat daya dari puncak Gunung Merapi dan merupakan cabang dari Sungai Krasak yang mengalir dan bermuara di Sungai Progo. Aliran lahar hujan pernah melanda sungai ini pada 21-22 November 1974, 6 Maret 1976, 1978 (Lavigne, 1998). Sungai Bebeng melintasi Desa Kemiren, Kaliurang, Kamongan, Nglumut, dan Sudimoro. Daerah yang pernah terlanda aliran lahar adalah Desa Kemiren dan Desa Sudimoro. Hal ini karena Desa Sudimoro terletak pada pertemuan antara Sungai Krasak dan Sungai Bebeng. Kedua su ngai ini mempunyai hulu sungai yang sama, namun kemudian terpisah dengan morfologi su ngai yang berbeda. Sungai Bebeng mempunyai daya tampung sungai yang lebih besar diban dingkan dengan sungai Krasak, dan dominasi material gunung api terdapat di Sungai Bebeng. Terpisahnya alur Sungai Bebeng dan Krasak ini disebabkan oleh adanya penumpukan material hasil erupsi Gunung Merapi yang kemudian mengalami proses erosi dan membentuk alur sungai. KESIMPULAN DAN SARAN
• Alur sungai lama atau purba di Kabupaten Magelang dapat teramati dengan tersebarnya bongkah vulkanik dan jejak alur sungai. Alur sungai lama saat ini digunakan oleh masyarakat setempat untuk permukiman, lahan pertanian dan perikanan. Potensi aliran lahar menuju sungai lama ini dapat terjadi jika terdapat material yang sangat banyak di daerah puncak Gunung Merapi dan mengarah ke salah satu sungai yang mempunyai alur sungai lama. • Untuk mitigasi bencana Gunung Merapi, perlu upaya serius agar bantaran sungai tidak dipergunakan untuk pemukiman selain itu perlu dibangun infrastruktur pengarah aliran sungai seperti tanggul sepanjang bantaran sungai yang berhulu di sekitar punvak Gunung Merapi. • Perlunya pengendalian aktivitas penamba ngan batu/pasir baik yang berada di dalam alur maupun di dinding sungai. ACUAN Berthommier, P. C., 1990, Étude volcanologique du Merapi (Centre-Java). Téphrostratigraphie et chronologie-produits éruptifs. Ph.D. Thesis, Université Blaise Pascal, Clermont-Ferrand.
• Kabupaten Magelang merupakan wilayah yang sering terlanda bencana erupsi Gunung Merapi. Sungai-sungai di wilayah ini menjadi tempat aliran material hasil erupsi gunung api.
Lavigne, F., 1998, Les lahars du volcan Merapi, Java
• Sejarah erupsi Gunung Merapi dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan pemetaan kawasan rawan bencana gunung api. Bekas terjadinya awan panas dan lahar yang pernah melanda pada suatu daerah dapat digunakan sebagai indikasi bahwa daerah tersebut juga dapat terkena awan panas dan aliran lahar kembali.
Mulyaningsih, S., Sampurno, Zaim, Y. dan Pura dimaja, D.J. 2005, Merapi Volcanic disasters during historical records, Proceedings of Joint Convention of 30th HAGI, 34th IAGI, 14th PERHAPI, Shangrilla Hotel, Surabaya. 28-30 November 2005.
central, Indonésie: déclenchement, budget sédimentaire, dynamique et risques associés, Unpubl. PhD, Blaise Pascal Univ., Clermont-Ferrand, 539
Mulyaningsih, S., dan Sanyoto, S., 2012, Geologi Gunung Api Merapi; Sebagai Acuan Dalam Interpre-