DAFTAR ISI KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………………………………….…i DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………………………………………..ii A. PENDAHULUAN...............................................................................................................1 1. Pengantar .......................................................................................................................1 2. Tujuan dan Manfaat .......................................................................................................3 a. Tujuan ..........................................................................................................................3 b. Manfaat........................................................................................................................3 B. PROFIL DESA KENINGAR .................................................................................................3 1. Geografi dan Demografi Desa Keningar .........................................................................3 2. Mekanisme Adaptasi Desa Keningar ..............................................................................6 3. Dampak Erupsi Merapi Tahun 2010 bagi Desa Keningar................................................6 4. Kepercayaan Masyarakat Tentang Merapi...................................................................10 C. SISTEM PERINGATAN DINI RISIKO BENCANA ERUPSI MERAPI .....................................10 1. Konsep Early Warning System Gunung Merapi............................................................10 2. Manajemen Kesiapsiagaan Erupsi Merapi Masyarakat Keningar ................................12 D. KONDISI SDN KENINGAR 1 DAN 2 DESA KENINGAR KECAMATAN DUKUN KABUPATEN MAGELANG ..............................................................................................13 1. Profil SDN Keningar 1 dan 2 Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang ........................13 2. Pengalaman SD Negeri Keningar 1 dan 2 dalam Manajemen Bencana Erupsi Merapi15 3. Kelemahan Pelaksanaan Sekolah Darurat ....................................................................19 4. Harapan Sekolah SDN Keningar 1 dan SDN Keningar 2 ................................................20 5. Pengurangan Risiko Bencana Fokus pada Kekuatan dan Inisiatif Lokal .......................20 E. ANALISIS RISIKO BENCANA DI SDN KENINGAR 1 DAN SDN KENINGAR 2 .....................20 1. Peta Hazards/Bahaya bagi SD Keningar 1 dan 2...........................................................20 a. Konsep dan ruang lingkup Peta Hazards/Bahaya ......................................................20 b. Sekolah Berada di Garis Ancaman Bahaya Tinggi Erupsi Merapi...............................21 2. Peta Kerentanan SDN Keningar 1 dan SDN Keningar 2 ................................................24 a. Konsep dan Ruang Lingkup Peta Kerentanan ............................................................24 b. Sekolah Dasar Keningar Rentan Terhadap Erupsi Merapi .........................................25 3. Peta Kapasitas/Ketahanan Internal dan Ekternal Sekolah ...........................................28 a. Konsep dan ruang lingkup Kapasitas/Ketahanan Sekolah .........................................28 b. Kapasitas/Ketahanan Sekolah Rendah Terhadap Risiko Erupsi Merapi ....................28 F. SDN KENINGAR 1 DAN SDN KENINGAR 2: SEKOLAH DENGAN RISIKO TINGGI BENCANA ERUPSI MERAPI............................................................................................34 G. ANALISIS DAMPAK RISIKO BENCANA ERUPSI MERAPI .................................................35 H. ANALISIS KEBUTUHAN MANAJEMEN SEKOLAH SDN KENINGAR 1 DAN SDN KENINGAR 2 ..................................................................................................37 1. Kebutuhan dan Peran Komunitas Sekolah ...................................................................37 2. Siklus Manajemen Sekolah Berbasis Bencana..............................................................40 3. Prioritas Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi Merapi di SD Negeri Keningar 1 dan 2 ..........................................................................................41
PETA RISIKO BENCANA ERUPSI MERAPI
SDN KENINGAR 1 DAN SDN KENINGAR 2 DESA KENINGAR KECAMATAN DUKUN KABUPATEN MAGELANG JAWA TENGAH A. PENDAHULUAN 1. Pengantar Indonesia terdiri dari 17.840 pulau yang terletak diantara benua Asia dan Australia serta samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Pertemuan dua lempeng EurasiaPacific dan Indo-Australia juga menjadikan wilayah Indonesia sebagai kawasan ring of fire. Deretan 127 gunung api dan 76 diantaranya sangat aktif dan berada diwilayah padat penduduk. 250 juta jiwa tinggal di wilayah ini maka tingkat risiko bencana menjadi sangat tinggi. Indonesia secara geografis, geologis, hidrologis dan demografi rawan bencana (Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, 2010). Direktorat Pendidikan Jenderal Manajemen Sekolah Dasar dan Menengah (2010), melaporkan 1.306 kejadian bencana selama lima tahun terakhir. Dampaknya secara kuantitatif 70% sekolah di Indonesia berada di risiko sedang hingga tinggi bencana. Sampai tahun 2011, 194.844 ruang kelas di bawah Kementerian Pendidikan dalam kondisi rusak berat. Sementara 208.214 ruang kelas di Kementerian Agama rusak berat, sisanya 51.036 rusak ringan (Badan Nasional Penanggulangan Bencana/BNPB, 2012). Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana/BNPB per tanggal 30 November 2010, erupsi Merapi mengakibatkan setidaknya 61.154 jiwa mengungsi, 341 jiwa meninggal dan 368 jiwa harus rawat inap. Awan panas dan material letusan Merapi juga menyebabkan 3.307 bangunan rumah, sekolah, puskesmas dan pasar rusak. Nilai kerugian mencapai Rp 4,23 triliun (Kompas, 2012). Sekurangnya ada 156 sekolah tingkat SD. SMP dan SMA rusak berat di kabupaten Magelang, Klaten dan Boyolali di Provinsi Jawa Tengah serta di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (Republika.co.id, 2011). Sementara guru yang mengungsi setidaknya 1.882 orang dengan jumlah siswa sebanyak 18.345 orang (Republika.co.id, 2010). Situasi diatas merupakan ancaman serius atas amanat Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat (1), Pasal 31 dan Pasal 32 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin atas hak dasar warga negara di bidang pendidikan (UUD 1945, 2002). Secara operasional di jamin dalam Bab IV. Hak dan Kewajiban Warga Negara, Orang Tua, Masyarakat, dan Pemerintah, Pasal 5 Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2003 (Depdiknas, 2003). Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
1
Pada level internasional Indonesia bersama 164 negara juga menandatangan Gerakan Education for All (EFA) diwujudkan melalui Forum Pendidikan Dunia (The World Education Forum) di Dakkar tahun 2000. Demikian juga Konferensi Dunia untuk Pengurangan Risiko Bencana (World Conference on Disaster Reduction) tahun 2005 di Kobe Jepang, 168 negara termasuk Indonesia menandatangani pesetujuan global bagi pengurangan risiko bencana yang dituangkan dalam Hyogo Frame Work for Action (HFA) 2005 – 2015. Lima prioritas kegiatan Hyogo Frame Work for Action (HFA) 2005-2015 pertama, memastikan pengurangan risiko bencana ditempatkan sebagai prioritas nasional dan lokal dengan dasar institusional yang kuat dalam pelaksanaannya. Kedua, mengidentifikasi, mengevaluasi dan memonitor risiko-risiko bencana dan meningkatkan pemanfaatan peringatan dini. Ketiga, menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun suatu budaya aman dan ketahanan pada semua tingkatan. Keempat, mengurangi faktor-faktor risiko dasar. Kelima, memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana dengan respon yang efektif pada semua tingkatan. Pada kontek pendidikan, pengurangan risiko bencana merupakan capaian tujuan kunci bagi penggunaan pengetahuan, inovasi untuk membangun budaya aman dan ketahanan di semua tingkatan (Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, 2010). Jaminan pendidikan oleh Negara, menurut Tilaar (2006) mewajibkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjalankan (1). Tersedianya sarana seperti gedung dan tempat pelaksanaan wajib belajar lainnya (appealability) (2). Keterjangkauan (accessibility) sarana pelaksanaan wajib belajar. (3). Penerimaan (acceptability) yaitu diterima tidaknya bentuk kelembagaan pendidikan oleh rakyat (4). Kesesuaian (adaptability) yaitu kesesuaian lembaga-lembaga pendidikan dengan kebutuhan lingkungannya (2006:164-165). Khusus tentang adaptability sekolah dengan risiko bencana, Latar Belakang Surat Edaran Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional Nomor 70a/MPN/SE/2010 tentang Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana di Sekolah (2010) mengakui kesiapsiagaan dan pengetahuan komunitas sekolah masih lemah karena: (1). Belum ada kebijakan nasional dibidang pendidikan tentang penanggulangan bencana (2). Di era desentralisasi pendidikan: upayaupaya pengurangan risiko bencana ke dalam kegiatan pembelajaran di sekolah belum banyak dilakukan. (3). Baru ada beberapa propinsi yang sudah memiliki kebijakan dalam bentuk peraturan tentang penanggulangan bencana. Badan Penanggulangan Bencana juga menerbitkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 04 Tahun 2012 tentang Pedoman Penerapan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana, tertanggal 30 April 2012. Peraturan ini memiliki tujuan lebih teknis pada bahaya bencana Gempa Bumi dan Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
2
Tsunami yaitu (1). Mengidentifikasi lokasi sekolah/madrasah pada prioritas rawan bencana gempa bumi dan tsunami; (2). Memberikan acuan dalam penerapan Sekolah/Madrasah Aman bencana baik secara struktural dan nonstruktural (2012). Meskipun demikian, sampai saat ini laporan Pusat Penelitian dan Studi Gender (PPSG) Universitas Kristen Satya Wacana tahun 2013 (Badawi, 2013), menunjukkan fakta Erupsi Merapi tahun 2010 memaksa anak-anak mengungsi selama 48 hari. Sehingga penyelenggaraan sekolah dilakukan secara darurat di wilayah pengungsian. Situasi tersebut dialami oleh setidaknya 61.54 jiwa serta 156 sekolah di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Merapi. Salah satunya Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang yang berjarak 5,3 km dari puncak Merapi. Laporan tersebut juga menjelaskan bahwa SD Negeri Keningar 1 dan 2 belum mengenal konsep-konsep pengurangan bencana meski sadar bahwa sekolah berada di wilayah risiko bencana erupsi Merapi. Berdasarkan uraian diatas, pengalaman penyelenggaraan respon bencana di SD Negeri Keningar 1 dan 2 bisa menjadi modal membangun manajemen sekolah terintegrasi dengan konsep Early Warning System desa dan Merapi. 2. Tujuan dan Manfaat a. Tujuan Menjalankan pemetaan risiko bencana erupsi Merapi bagi SDN Keningar 1 dan SDN Keningar 2 yang dapat digunakan untuk membangun strategi manajemen sekolah berbasis bencana erupsi Merapi b. Manfaat 1. Komunitas sekolah dapat mengenali dan merumuskan bahaya, kerentanan dan kapasitas sekolah terhadap risiko bencana erupsi Merapi. 2. Sekolah dapat menyusun strategi-strategi manajemen kesiapsiagaan sekolah dalam menghadapi risiko bencana erupsi Merapi. 3. Sekolah dapat mengembangkan pendidikan peningkatan kemampuan bagi siswa, guru, tenaga kependidikan maupun kepala sekolah bagi meningkatkan ketahanan sekolah terhadap risiko bencana. 4. Sekolah dapat menyusun rencana strategi program bagi pengembangan sekolah yang terintegrasi dengan lingkungan sekolah dan desa. B. PROFIL DESA KENINGAR 1. Geografi dan Demografi Desa Keningar Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang terletak di ketinggian 815 mdpl dengan luas Desa 210 hektar persegi. Batas Desa Keningar sebelah utara
Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
3
adalah Desa Krinjing, sebelah selatan Desa Ngargomulyo, sebelah barat Desa Sumber,, batas desa sebelah timur adalah wilayah Hutan Lindung Merapi. Gambar 4.1. Peta Lokasi Desa Keningar Tahun 2010
Desa Keningar diapit oleh Sungai Senowo dan Sungai Cacaban yang berhulu di Puncak Merapi. Jarak Desa Keningar dengan kecamatan Dukun 6 kilometer yang terhubung oleh jalan aspal dan dapat di tempuh dalam waktu kurang dari 20 menit. Jarak arak dengan kota Magelang adalah 28 kilometer dengan waktu tempuh kurang dari 40 menit. B Belum ada transportasi umum di Keningar. Gambar 4.2. Peta Desa Keningar
Desa Keningar merupakan desa terakhir di bagian lereng barat Gunung Merapi yang dihuni oleh 589 jiwa dari 189 kepala keluarga, terdiri dari 290 laki-laki dan 299 perempuan. Secara administratif, Desa Keningar terbagi menjadi Dusun Banaran (RW I) dan Dusun Gondang Rejo (RW II) yang terdiri dari 2 Rukun Warga dan 5 Rukun Tetangga Tetangga. Tabel abel 4.1. menunjukan Dusun Banaran merupakan dusun terbesar yang dihuni oleh 56 KK atau 486 jiwa. Sementara Dusun Gondang Rejo di tempat 33 KK atau 103 jiwa. Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
4
Tabel 4.1. Administrasi si dan Kependudukan Desa Keningar Tahun 2013 Dusun
RW
RT
Jml KK
Jumlah Jiwa L
P
Jumlah
Banaran/ Keningar
I
1 s/d 4
56
241
245
486
Gondang rejo
II
5
33
49
54
103
189
290
299
589
Sesuai Gambar 4.3. Desa Keningar memiliki jalan utama di sisi selatan desa yang juga merupakan jalan evakuasi bagi warga jika terjadi erupsi Merapi. Sebaran perumahan penduduk Desa Keningar terletak di sisi utara jalan raya, hanya sebagian kecil yang beradaa di sisi selatan jalan desa. Sementara di sisi utara desa di Dusun Gondangrejo, terdapat jalan yang menghubungkan Desa Keningar dengan Desa Sumber dan juga menuju ke Kecamatan Dukun. Jalan di Dusun Gondangrejo Ke ini juga menjadi jalur evakuasi warga Desa Keningar. Gambar 4.3. Peta Kependudukan Desa Keningar Tahun 2013
Mata pencaharian masyarakat usia produktif Desa Keningar, Kec. Dukun, Magelang tertinggi adalah 35% Buruh Tani, 31% Petani sawah dan ladang, 22% Peternak dan jenis pekerjaan lainnya 12%. Total dari 497 jiwa 304 merupakan pekerja laki-laki dan 197 jiwa merupakan pekerja perempuan. Peran perempuan dalam strukturs sosial desa ada sebagai gai ibu rumah tangga mengurus anak dan suami, mereka juga terlibat mengurus sawah atau ladang yang mereka miliki. Meskipun tetap warga desa meyakini peran perempuan desa dalam bekerja adalah untuk menambah penghasilan suami mereka. Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
5
No
Tabel 4.2. Jenis Pekerjaan Laki-laki dan Perempuan Desa Keningar Tahun 2013. Jenis Pekerjaan L P Total Persentase
1
Petani
87
68
155
31%
2
Buruh Tani
98
74
172
35%
3
Peternak
87
23
110
22%
4
Lain-lain
32
28
60
12%
304
193
497
100%
TOTAL
2. Mekanisme Adaptasi Desa Keningar Keningar termasuk salah satu desa di Kawasan Risiko Bencana (KRB) III / Ring I gunung Merapi di Kabupaten Magelang. Sebelum letusan Merapi tahun 1930, jarak pemukiman penduduk desa Keningar dengan puncak Merapi berkisar 3 kilometer. Letusan besar Merapi memaksa mereka beradaptasi dan tinggal menjauh dari puncak Merapi. Saat ini dusun terdekat dengan puncak Gunung Merapi berjarak 5,3 km. Menurut dokumen RPJMDes (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa) Keningar 2012-2015, sebelum tahun sebelum 1930 an, Desa Keningar terdiri dari 6 dusun, yaitu Dusun Sisir I, Dusun Sisir II, Dusun Terus, Dusun Keningar, Dusun Banaran dan Dusun Gondangrejo/Banteng. Saat ini empat dusun telah pindah mengungsi tinggal, dua dusun saja yang masih tinggal di Desa Keningar, yaitu Banaran dan Gondangrejo/Banteng. Akibat letusan Merapi tahun 1930 penduduk dusun Sisir I, Dusun Sisir II dan Dusun Terus dipindah oleh pemerintah ke desa Sumber Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Sementara akibat letusan Merapi tahun 1961, penduduk Dusun Keningar I dipindah oleh pemerintah melalui program transmigrasi ke Dusun Padam Dulang, Desa Merapi Sari, Baradatu Sumatera Selatan. Wilayah bekas lokasi dusun Sisir I, dusun Sisir II, Dusun Terus dan Dusun Keningar berubah menjadi daerah pasir atau hutan pinus di kelola oleh Perusahaan Hutan Negara Indonesia (perhutani). 3. Dampak Erupsi Merapi Tahun 2010 bagi Desa Keningar Erupsi gunung Merapi tahun 2010 mengakibatkan fasilitas umum di Desa Keningar tidak bisa di gunakan selama satu setengah bulan lebih atau setidaknya 48 hari dimasa pengungsian. Genting dan talang air rumah penduduk, Balai Desa Keningar dan sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2 rusak karena penuh debu dan pasir setebal 15 cm. Tiga rumah warga roboh karena tertimbun oleh debu dan rumpun bambu. Sisanya 17 kandang milik masyarakat rusak dan roboh. Dibutuhkan sekitar satu bulan lebih untuk membersihkan semua debu dan pasir dari rumah maupun fasilitas umum, untuk dapat ditinggali lagi seperti semula.
Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
6
No 1 2
Tabel.4.3. Perbandingan Kondisi Desa Keningar Sebelum dan Sesudah Erupsi Merapi Tahun 2010 Jenis Sebelum Erupsi Sesudah Erupsi Jalan desa Pertani an
3
Petern akan
4
Air bersih
5
Rumah
Jalan utama untuk jalur evakuasi rusak sepanjang 1 km. Luas lahan pertanian 60 ha. Tanaman sayuran (cabe, tomat, bunga kol, buncis dan kacang panjang) (60 %). (40%) padi. Populasi ternak sapi 78 ekor dikelola secara individu dan kelompok dalamm kandang komunal di desa.
Ada 3 kelompok di dusun banaran yang mengatur distribusi air dari sumber air sungai cacaban untuk 140 kk atau sekitar 568 jiwa.
Jalan semakin rusak parah, aspal jalan sudah tidak terlihat, ketebalan abu lebih dari 15 cm 100 % lahan pertanian rusak dan gagal panen. Kerugian ditaksir mencapai Rp 2.293.500.000 untuk tanaman sayuran dan Rp. 35.712.000 untuk tanaman padi. Ternak dijual 34 ekor, mati 1 ekor. Asumsi perekor dihargai Rp. 2.500.000 dari harga normal. Sementara ternak mati seharga Rp 15.000.000. Total kerugian mencapai Rp 85.000.000 + 15.000.000 = 100.000.000 Instalasi saluran air bersih rusak: Kelompok I (Bpk. Sarmidi) penerima manfaat 16 KK kerusakan 26 lonjor ukuran 1,5 dim (104 meter). Kelompok II (Bpk. Parno) penerima manfaat 28 KK kerusakan 36 lonjor pipa ukuran 1,5 dim atau 144 m. Kelompok Balai desa 96 KK kerusakan pipa ukuran 2.5 dim sebanyak 55 lonjor (220 m) 3 rumah ambruk tertimpa bambu, 4 rusak berat, 4 rusak ringan.
Tembok batu, lantai keramik plester kasar. 1 WC rata-rata untuk 2-3 KK. 1 WC umum 6 Kandang Lantai tanah, dinding Kandang kelompok dan 17 kandang gedeg/papan, atap perorangan rusak karena atap terkena hujan genting/seng. Ukuran rata-rata abu dan pasir serta tertimpa pohon/bambu. 3x2 m2, 1 kandang kelompok ukuran 5x6 m2 7 Sekolah Dinding tembok beratap SD Keningar 1: atap asbes, talang air, meja, genting dan asbes. Talang air kursi dan buku-buku sekolah rusak berat. dari seng galvanil. Penyangga Kerugian lebih dari 9 juta rupiah. atap dari kayu keras. Berlantai SD Keningar 2: atap asbes, talang air hancur, keramik/tegel, memiliki jendel bangku, kursi, buku-buku perpustakaan kaca dan kisi-kisi sirkulasi udara. sekolah hancur. Kerugian sekitar 8 juta Keterangan: Dikompilasi dari RPJMDes Keningar 2012, laporan Program Emergency Respon LPTP tahun 2010 dan Laporan Program YLSKAR 2010 dan Wawancara dan Hasil FGD.
Pada tabel 4.3. tampak perbandingan kondisi umum desa sebelum erupsi Merapi tahun 2010 dan sesudah erupsi. Kerusakan utama disebabkan oleh hujan debu dan pasir yang mengakibatkan infrastruktur desa, perumahan, pertanian, peternakan, ketersediaan air bersih dan juga sekolah rusak dengan intesitas yang bervariatif. Dalam perhitungan kasar dengan menggunakan harga minimal, Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
7
setidaknya Desa Keningar mengalami kerugian dibidang pertanian Rp. 2.329212.000, bidang peternakan Rp. 100.000.000; kerusakan infrastruktur air konsumsi rumah tangga Rp. 50.000.000 dan kerusakan rumah penduduk dan kandang ternak mereka. Total lebih dari 4 milyar rupiah yang diperlukan untuk mengembalikan infrastuktur desa kembali normal. Kerusakan di infrastruktur sekolah SD Keningar 1 adalah atap asbes dan talang air hancur terkena hujan abu dan kerikil. Meja, bangku dan kursi kelas untuk belajar siswa dan buku-buku perpustakaan sekolah rusak berat. Beberapa tidak dapat dipakai kembali. Sementara lingkungan sekolah penuh dengan debu dan pasir dengan ketebalan lebih dari 15 centimeter. Pembersihan kelas dan dan kantor dikerjakan guru bersama siswa. Sementara pembersihan lapangan lingkungan sekolah dikerjakan dan dibiayai secara gotong royong oleh seluruh warga desa Keningar selama lebih dari tiga hari. Nilai kerugian fisik di SD Negeri Keningar 1 lebih dari 9 juta rupiah. Jumlah tersebut belum dihitung tenaga dan biaya gotong royong warga untuk membantu penataan dan pembersihan sekitar sekolah. Biaya perbaikan sekolah mengandalkan dana kas sekolah dan bantuan dari wali murid karena bantuan pemerintah minim. SD Negeri Keningar 2 perbaikan atap asbes dan talang air hancur pada bangunan WC siswa dan guru yang runtuh serta bangku dan kursi kelas siswa dan guru memerlukan lebih dari 8 juta rupiah. Dana perbaikan tersebut mengandalkan dana kas sekolah dan bantuan dari masyarakat. Bantuan dari pemerintah untuk perbaikan khusus infrastruktur sekolah korban bencana tidak ada. Meskipun tidak ada korban jiwa yang meninggal dari Desa Keningar, dampak psikis dari warga korban erupsi Merapi tahun 2010 adalah stress. Pada saat tinggal di pengungsian dan beberapa bulan sejak kembali ke pemukiman, emosi warga tampak tidak terkendali. Menjadi mudah marah pada hal-hal kecil dan sering kuatir atau merasa cemas. Tekanan dan tuntutan kepastian hidup mereka setelah kembali ke desa memang menjadi sedikit gamang melihat lahan pertanian, peternakan dan perikanan sebagai mata pencarian utama mereka rusak total. Kendala modal usaha untuk membangun kembali usaha mereka yang hancur juga diduga sebagai salah satu beban pikiran para pengungsi. Problem modal kembali mengolah lahan pertanian yang rusak menjadi kebutuhan mendesak warga. Oleh sebab itu banyak warga/orang tua siswa yang kemudian menjual simpanan yang mereka miliki seperti sapi, kambing atau tanah dengan harga lebih murah dari harga standar. Bahkan kebanyakan warga telah menjual ternaknya ketika beberapa minggu berada di pengungsian. Uang tersebut setidaknya untuk kepastian hidup korban selama di pengungsian. Beberapa lainnya menjual untuk tambahan modal kerja. Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
8
Pada kontek dampak psikologi siswa di sekolah, beberapa siswa tampak ketakutan untuk kembali ke Desa dan memilih untuk tinggal di barak pengungsian. Beberapa siswa yang tidak mau kembali ke Desa juga karena faktor semua kebutuhan sekolah, mainan, baju dan lain-lain terpenuhi. Sehingga merasa betah memilih tinggal di pengungsian. Namun secara umum siswa juga merasa tertekan, takut dan cemas seperti orang tua mereka. Meski belum ada observasi secara klinis dilakukan oleh sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2 untuk mengetahui kondisi psikis siswa. Risiko lain yang di terima para siswa pada saat erupsi dan ancaman lahar dingin Merapi, pertama mereka harus kehilangan semua peralatan sekolah dan catatan sekolah mereka. Tidak terpikir oleh orang tua mereka untuk membawa kebutuhan sekolah anak-anak meskipun tersedia cukup waktu sejak peringatan dini disampaikan oleh pemerintah sampai keputusan untuk mengungsi. Termasuk baju, mainan dan berbagai kebutuhan bermain sehari hari mereka. Secara psikis ini tentu mempengaruhi fikiran anak-anak meskipun dengan intensitas yang berbeda-beda. Kedua anak-anak harus berhenti bersekolah selama beberapa waktu karena situasi tidak memungkinkan. Pengalaman penanganan bencana tahun 2010 menunjukan bahwa setidaknya anak-anak harus berpindah-pindah mengungsi mengikuti orang tua mereka selama 48 hari. Penyelenggaraan sekolah dilakukan secara emergency/darurat di wilayah pengungsian dengan susah payah oleh para guru dan kepala sekolah dibantu oleh pemerintah desa. Situasi pengungsi yang berpindah-pindah kemudian juga menjadi kendala utama bagi penyelenggaraan sekolah darurat di pengungsian seperti yang dialami oleh SD Negeri Keningar 1 dan 2. Padahal, situasi tersebut dihadapi oleh seluruh penduduk desa dan sekolahsekolah yang tinggal di wilayah rentan erupsi Merapi. Ketiga, tantangan faktor adaptasi tempat baru, suasana baru dan teman baru di dalam situasi sekolah darurat. Khususnya untuk anak perempuan, kebutuhan mereka menjadi lebih kompleks ketimbang anak laki-laki yang cenderung bebas bersosialisasi. Budaya patriarki membatasi perempuan untuk tidak memperbolehkan beraktifitas seperti laki-laki. Anak-anak pengungsi lebih nyaman belajar dalam sekolah darurat di tenda-tenda atau tempat yang ditentukan bersama para pengungsi lainnya ketimbang dititipkan ke sekolah-sekolah sederajat di desa tempat mereka mengungsi. Faktor minder dominan pada kontek ini. Siswa pengungsi minder karena harus beradaptasi lagi dengan teman, guru dan suasana baru. Minder karena pakaian dan peralatan sekolah yang mereka miliki seadanya karena tertinggal di sekolah. Beberapa siswa juga minder karena merasa berbeda. Perbedaan kultur sekolah desa dan di kota juga menjadi faktor yang mempengaruhi siswa para pengungsi Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
9
lebih memilih bersekolah di tenda-tenda darurat daripada bergabung dengan siswa setempat yang bukan pengungsi. 4. Kepercayaan Masyarakat Tentang Merapi Bagi anak-anak SDN Keningar 02 dan penduduk desa di kawasan Merapi, Merapi adalah hal yang biasa mereka dengar dari orang tua mereka maupun mereka temui langsung. Khususnya bagi orang-orang tua yang telah mengalami berbagai letusan Merapi. Ada tanda-tanda lokal yang mereka percayai sebagai mitologi tentang aktivitas Gunung Merapi. Oleh sebab itu pada beberapa bagian, masyarakat tidak percaya pada penjelasan-penjelasan yang bersifat ilmiah khususnya yang bertentangan dengan keyakinan lokal mereka. Dalam kehidupan sehari-hari mereka, keyakinan tentang Merapi selalu dikaitkan dengan tokoh penting (sesepuh dan orang pintar) yang tinggal di desa Keningar. Baik didalam membaca tanda-tanda pesan Merapi maupun tanda-tanda Bahaya Merapi. Merapi bagi masyarakat setempat adalah simbol perubahan dan pemberi peringatan atas perilaku tidak terpuji manusia. Beberapa perilaku tersebut adalah tidak jujur, lupa kepada yang maha pencipta, merusak alam di sekitar Merapi, rakus dan haus akan kekuasaan. Merapi hidup dan memberi pepeling, kinasih dan pemberi kemakmuran bagi kehidupan ekonomi mereka yang agraris. Masyarakat desa Keningar percaya bahwa Merapi itu seperti mahluk hidup. Bisa menjadi pemberi petunjuk dan pemberi peringata. Kepercayaan masyarakat ini menjadi tantangan sekaligus kekuatan tersendiri dalam menyusun sistem penanganan risiko bencana di kawasan ini, meskipun keyakinan ini diduga berkontribusi terhadap tingginya korban erupsi Merapi. C. SISTEM PERINGATAN DINI RISIKO BENCANA ERUPSI MERAPI 1. Konsep Early Warning System Gunung Merapi Merapi memiliki sistem peringatan dini/EWS (Early Warning System) yang merujuk pada hasil pengamatan aktivitas Merapi secara berkala. Sistem peringatan dini ini juga menjadi prosedur penyelamatan penduduk yang tinggal di sekitar Merapi. Secara umum dikenal berapa level peringatan dini mulai dari status Normal Aktif, Waspada Merapi, Siaga Merapi, dan Awas Merapi. Pengertian umum dari masingmasing tanda menandakan aktivitas Merapi dan langkah mitigasi, kesiapsiagaan dan respon bagi aktivitas penduduk di daerah sekitar Merapi. Pengamatan intensif ini dikelola oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta melalui pusat pengamatan atau Pos Pengamatan yang terletak di sekitar Merapi. Proses dan hasil pengamatan ini juga terintegrasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di tingkat pusat, pemerintahan daerah serta pemerintah desa di wilayah kawasan Merapi. Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
10
Early Warning System Merapi adalah: Pertama Normal Aktif. Secara sederhana, peringatan ini digunakan untuk hasil pengamatan situasi Merapi yang berada pada kondisi normal. Itu artinya seluruh aktivitas Merapi aman bagi penduduk di sekitar dan juga pengunjung yang melakukan wisata pendakian Gunung Merapi. Kedua Waspada Merapi. Peringatan ini ditandai dengan meningkatnya aktifitas Merapi sewaktu-waktu. Situasi ini bermakna Merapi tidak aman untuk pendakian atau wisata, tetapi aman untuk aktivitas penduduk sekitar sehari hari. Pada status waspada Merapi, terkadang terjadi hujan abu yang jatuh di wilayah kota-kota sekitar Merapi. Ketiga Siaga Merapi. Adalah peringatan bahwa terjadi peningkatan frekuensi gempa multifase dan gempa vulkanik. Dalam level ini kegiatan pengungsian penduduk di radius 10 kilometer harus dipersiapkan untuk evakuasi. Hujan abu sebagai penanda peningkatan aktivitas Merapi terkadang terjadi. Aktifitas sekolah dan masyarakat masih berjalan normal seperti biasa. Keempat Awas Merapi. Ditandai dengan tingginya gempa multifase dan gempa vulkanik dan titik api diam di puncak Merapi yang merupakan magma sudah berada di puncak Merapi. Peringatan ini meminta semua penghuni wilayah dalam radius 10 km dari puncak Merapi harus dievakuasi ke wilayah aman. Early Warning System (EWS) tersebut merupakan pertanda awal secara umum yang memerlukan operasionalisasi lapangan. Setiap desa dan sekolah harus mengembangkan langkah-langkah operasional yang terus berkembang dengan mengadopsi pengalaman keberhasilan (best practice) penanganan korban dari tahun ke tahun. Bagi lembaga pendidikan seperti SD Negeri Keningar 1 dan 2, membutuhkan adaptasi dan adopsi berbagai level kebijakan lokal khususnya dalam siklus penanganan risiko bencana di sekolah. Prinsip umum yang dikembangkan adalah bagaimana sekolah mampu menyusun sistem untuk meminimalisir jatuhnya korban siswa dan guru. Menurut dokumen Badan Geologi, Pemantauan Gunung Merapi secara sistemik telah dilakukan sejak tahun 1920. Tahun 1953, pemerintah Indonesia telah melakukan pengamatan visual dan instrumental terhadap aktivitas vulkanik Gunung Merapi dengan membentuk 5 (lima) Pos Pengamatan Gunungapi atau disingkat PGA. Pada tahun 1980 an mulailah diterapkan pemantauan secara modern dan lengkap. Meliputi penerapan alat RTS (Radio Telemetry System) untuk akuisisi seismik analog, EDM (Elektronics Distance Measurement) serta pemantauan gas S02 menggunakan COSPEC (Correlation Spectrophotometry). Pada tahun 2000 semua peralatan tersebut semakin berkembang dan semua pos pengamatan dilengkapi dengan peralatan pemantauan standar (Wibowo, 2012). Tujuan utama dari pengamatan tersebut diatas adalah untuk mengurangi risiko bencana akibat dari erupsi Merapi. Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
11
2. Manajemen Kesiapsiagaan Erupsi Merapi Masyarakat Keningar Melihat scup ancaman risiko bencana Merapi, pada tingkat teknis operasional lapangan, peringatan dini diatas perlu diterjemahkan dalam berbagai tingkat pemerintahan. Baik pada tingkat nasional, propinsi, kabupaten/kota maupun tingkat desa dan institusi seperti sekolah. Kebutuhan membangun peringatan dini untuk menjamin pengurangan risiko korban yang berada KRB III Merapi. Operasionalisasi peringatan dini Merapi di tingkat desa selama ini dapat digambarkan sebagai berikut: Pertama, dalam kondisi status Merapi Normal Aktif dan Waspada Merapi, masyarakat desa Keningar belum ada kegiatan-kegiatan mitigasi dan kesiapsiagaan terhadap ancaman risiko bencana erupsi Merapi. Sampai saat ini, menurut penuturan Tarmuji Kepala Desa Keningar, belum pernah ada pendidikan-pendidikan khusus atau simulasi tentang manajemen bencana tingkat desa yang diselenggarakan oleh pemerintahan kabupaten Magelang. Kehidupan desa berjalan seperti tidak pernah ada bencana sebelumnya. Kedua, pada saat status Siaga Merapi, atas inisiatif pemerintah desa dan masyarakat, dibangun posko penjagaan siaga Merapi di tingkat desa. Posko di dirikan di Dusun Banaran di pinggir jalan utama desa. Posko desa bertugas memantau situasi Merapi dengan berkomunikasi intensif melalui Handy Talky (HT) milik Desa Keningar yang terhubung dengan Kantor Kecamatan Dukun. Perkembangan status Merapi dari waktu ke waktu yang disampaikan oleh BPPTK di akses posko melalui HT ini melalui Kantor Kecamatan Dukun. Perkembangan informasi status Merapi diumumkan oleh petugas posko desa melalui pengeras suara di Masjid atau Mushola. Posko desa juga yang kemudian menjadi sumber informasi utama perkembangan status Merapi bagi sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2. Selain informasi dari posko desa, beberapa anggota masyarakat juga mengambil inisitif mengakses informasi melalui radio, handphone maupun televisi. Ketiga, pada saat status Awas Merapi, posko desa mengkoordinir evakuasi warga Desa Keningar untuk mengungsi. Pada kejadian erupsi tahun 2010 dan tahuntahun sebelumnya, tidak pernah ada kejelasan kemana penduduk Desa Keningar harus mengungsi. Keputusan lokasi pengungsian merupakan keputusan personal masing-masing keluarga maupun keputusan kolektif masyarakat desa. oleh sebab itu pengungsi tersebar di rumah saudara mereka, lapangan desa, kantor balai desa, gedung sekolah dan pekantoran, selepan padi, rumah warga atau di gallery dan gedung olah raga. Pertimbangan utama pengungsian adalah lokasi aman yang dekat rumah mereka, sehingga sewaktu-waktu tetap bisa kembali ke rumah untuk memberi makan ternak yang ditinggalkan. Evakuasi pengungsian diprioritaskan oleh desa adalah, balita dan anak-anak, ibu hamil, manula dan orang yang sedang Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
12
sakit. Pemuda dan perangkat desa masih tetap berjaga-jaga di desa sampai ada perintah untuk turun mengungsi. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten dengan Magelang bekerjasama dengan Merapi Recovery Response (MRR) UNDP/United Nations for Development Program mulai menggagas program pengembangan Sistem Informasi Desa (SID) dengan konsep sister village atau desa saudara. SID juga memberi pelayanan kepada masyarakat untuk dapat mengakses informasi status Merapi melalui layanan SMS (short massage services) di handphone. Sister Village (Desa Saudara) yang sedang pada saat ini ada 19 desa KRB III di tiga Kecamatan Sawangan (3 Desa), Kecamatan Srumbung (8 Desa) dan Kecamatan Dukun (8 Desa termasuk desa Keningar). Desa-desa tersebut nantinya berpasangan dengan Desa di Kecamatan Muntilan, Srumbung, Mungkid, Pakis, Candimulyo, dan Mertoyudan. Tujuan konsep sister village adalah mengurangi kepanikan warga korban erupsi, mempermudah evakuasi, mempermudah pendataan, dan juga mempermudah manakala menyampaikan logistik. Termasuk, meminimalisir keluarga pengungsi agar tidak terpisah. Khusus Desa Keningar berpasangan dengan Desa Ngrajek Kecamatan Mungkid Kabupaten Magelang. KONDISI SDN KENINGAR 1 DAN 2 DESA KENINGAR KECAMATAN DUKUN KABUPATEN MAGELANG 1. Profil SDN Keningar 1 dan 2 Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang D.
Desa Keningar memiliki dua Sekolah Dasar yaitu SDN Keningar 01 dan SDN Keningar 02 dengan total murid di dua sekolah tersebut 162 siswa dikelola oleh 23 guru dan tenaga pendidik. Cukup kecil dibandingkan dengan sekolah rata-rata di Indonesia. Posisi wilayah desa Keningar, menempatkan desa dan sekolah ini sebagai salah satu desa rentan di lereng barat Gunung Merapi karena berada tepat di garis muntahan lahar Merapi. Sekolah Dasar Negeri Keningar 1 terletak di ujung timur atas desa, sementara SD Negeri Keningar 2 terletak di ujung barat desa. Keduanya berada di tepi jalan utama desa sekaligus jalan evakuasi warga. Pada tahun ajaran 2013/2014, Sekolah Dasar Negeri Keningar 1 Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang memiliki murid 103 siswa terdiri dai 48 laki-laki dan 55 perempuan. Dari jumlah murid tersebut 9 diantaranya merupakan murid dari desa Ngargomulyo, desa tetangga yang terletak disebelah selatan desa Keningar. Sementara sisanya adalah siswa dari Desa Keningar sendiri. Saat ini SD Negeri Keningar 1 memiliki 6 guru perempuan dan 6 guru laki-laki dan 1 penjaga sekolah. SD Negeri Keningar 1 berdiri tahun 1964 di Gumuk yang sekarang masuk bagian dusun Banaran Desa Keningar. Inisiatif pendirian sekolah merupakan inisiatf warga masyarakat desa. Pada saat awal sampai beberapa tahun kemudian, penyelenggaraan sekolah masih menumpang di rumah warga belum menempati Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
13
gedung sendiri. Sekitar tahun 1983/1984 mulai dibangun gedung sekolah yang lebih layak di Dusun Gumuk meskipun kemudian sudah tidak mencukupi lagi karena keterbatasan lahan yang tidak memungkinkan pengembangan sekolah. Oleh sebab itu sejak tahun 2010 SD Negeri Keningar menempati lahan sekolah yang sekarang ini di tempati di lahan bengkok (tanah desa) setelah menerima dana bantuan dari instruksi presiden (inpres). Gambar 4.4. Denah SD Negeri Keningar 1 Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang Tahun 2013.
Meskipun demikian karena keterbatasan infrastruktur bangunan sekolah, sampai saat ini gedung yang dibangun baru mencukupi untuk penyelenggaraan sekolah bagi lima kelas. Oleh sebab itu penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar Taman KanakKanak (TK) dan kelas 1 masih di lakukan di tempat asal di dusun Gumuk. Rencana kedepan semua penyelenggaraan sekolah di lakukan dilokasi yang baru sekarang ini. Dalam sejarah struktur organisasi sekolah, Kepala Sekolah SD Keningar 1 pertama adalah Bapak V. Paimin dilanjutkan Bapak M. E Sriluh. Pada waktu terjadi erupsi Merapi tahun 2010, kepala Sekolah SD Negeri Keningar 1 adalah Bapak Slamet S.Pd dan saat ini diganti oleh Ibu Titik Sulistiyowati S.Pd sampai sekarang. Tahun 2013 Struktur Organisasi Sekolah adalah Kepala Sekolah SD Negeri Keningar 1 membawahi 12 guru terdiri dari 6 guru kelas 1 sampai 6, Guru Agama Islam, Guru Agama Katolik, Guru Pendidikan Jasmani dan Kesehatan dan 2 guru Wiyata Bhakti serta dan 1 penjaga sekolah. Komite Sekolah SD Negeri Keningar 1 dipimpin oleh Bapak Agus Sumarno sebagai Penasehat, Tarmuji Sebagai Ketua, Sungkono dan Slamet S.Pd sebagai Wakil Ketua, Kadar dan R Augustinus sebagai Sekretaris, Tupan dan Hj. Budi Lestari, S.Pd sebagai Bendahara, Tuhari, Rusdi dan Purwanto sebagai Anggota Komite. Fungsi Komite Sekolah berjalan baik dalam mendukung dan mengkomunikasikan program sekolah ke masyarakat. Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
14
Sementara SD Negeri Keningar 2 Kecamatan Dukun merupakan salah satu Sekolah Dasar yang dibangun berdasarkan Instruksi Presiden (SD Inpres) pada zaman Presiden Soeharto. SD Inpres ini berdiri pada bulan Agustus 1975 dengan kepala sekolah pertama Bapak V Paimin yang merupakan pindahan Kepala Sekolah SD Negeri Keningar 1. Saat erupsi Merapi tahun 2010, kepala sekolah SD Keningar 2 adalah Bapak Sutarto AM yang kemudian digantikan oleh Bapak Dwi Waluyo MM.Pd sampai sekarang. Gambar 4.5. Denah SD Negeri Keningar 2 Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang Tahun 2013
Tahun 2013 SD Negeri Keningar 1 memiliki 54 siswa terdiri dari 21 siswa laki-laki dan 33 siswa perempuan. Mereka berasal dari desa Keningar dan sebagian dari Desa Sumber. Berdasarkan Struktur Organisasi Sekolah SD Negeri Keningar 2, Kepala Sekolah yang membawahi 11 guru terdiri dari 6 Guru Kelas, Guru Agama, Guru Olah Raga, Guru Bahasa Inggris dan Penjaga Sekolah.Komite Sekolah SD Negeri Keningar 1 dipimpin oleh Eko Kalisno, Sekretaris Supratik, Bendahara Riyanto, Anggota Komite Ari Wiyanto, Maret, Marjum dan Suyono. Komite Sekolah selama waktu penyelenggaraan sekolah darurat di pengungsian efektif membangun komunikasi dengan pihak luar dan wali murid. 2. Pengalaman SD Negeri Keningar 1 dan 2 dalam Manajemen Bencana Erupsi Merapi Saat erupsi Merapi tahun 2010, anak-anak sekolah sedang menjalani pembelajaran tengah semester di semester pertama tahun pelajaran 2010-2011. Erupsi Merapi tahun 2010 kejadiannya hampir sama dengan erupsi Merapi tahun 2006. Menurut Slamet Kepala Sekolah SD Negeri Keningar 1 tahun 2010 dan Sutarto Kepala Sekolah SD Negeri Keningar 2 tahun 2010 bahwa erupsi Merapi pada tahun 2006 terjadi siang hari persis pada waktu jam sekolah anak-anak. Semua orang di sekolah panik. Langsung naik kendaraan truk atau pick up yang disediakan untuk pergi mengungsi. Sehingga banyak anak anak terpisah dari orang Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
15
tuanya, asal ikut mengungsi begitu saja. Kejadian letusan Merapi tahun 2010 juga hampir mirip. Tidak ada perintah untuk meliburkan anak oleh Kemendiknas Kabupaten Magelang, meskipun telah ada pengumuman status awas Merapi. Itu yang membuat panik dan kebingungan sekolah karena memang tidak berani meliburkan jika tidak ada perintah dari kemendiknas. Situasi yang sama dialami oleh sekolah di desa lain, seperti digambarkan oleh Titik Sulistiyowati, Kepala Sekolah SD Keningar 1 Tahun 2013. Pada waktu erupsi tahun 2010 Titik Sulistyowati masih sebagai guru SDN Ngargomulyo 1. Tetangga Desa Keningar yang juga merupakan wilayah KRB III. Pada saat itu, Merapi telah pada tingkat awas Merapi (sejak 21 Oktober 2010) tetapi sampai hari Selasa pagi tanggal 26 Oktober belum ada seruan untuk libur dari Dinas Pendidikan Kabupaten sehingga anak-anak masih masuk seperti biasa. Tetapi pagi itu saya tahu bahwa situasi Merapi makin berbahaya karena saya dapat SMS dari anak saya yang kebetulan mendapatkan SMS dari temannya di BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika) bahwa kemungkinan tiga jam lagi Merapi akan meletus. Apalagi sudah ada seruan semua orang yang bekerja di ladang untuk segera pulang dan mengungsi, saya waktu itu juga bingung bagaimana seharusnya. Apalagi kemudian suasana menjadi gelap gulita karena debu, semua anak-anak dan guru panik sehingga akhirnya diputuskan untuk memulangkan anak-anak ke orang tua mereka.
Bapak Giya, guru SDN Keningar 2 menuturkan: Pada waktu tanggal 21 Oktober 2010, pemerintah meningkatkan status Merapi menjadi Siaga Merapi. Tetapi aktivitas penduduk masih seperti biasa. Saya masih mengajar seperti biasa, waktu letusan tahun 2010 saya masih mengajar di salah satu sekolah dasar di Dieng Wonosobo. Begitu dapat berita saya langsung pulang dan evakuasi. Baru pada saat 26 Oktober 2010 masyarakat desa mulai mengungsi keseluruhan ke Lapangan Garonan, Taman Kanak-Kanak (TK) Banyubiru dan Balai Desa Banyudono selama delapan hari. Setelah letusan meluas dan ada perintah evakuasi sampai 20 kilometer. Pengungsi tersebar ke enam
tempat, yaitu Selepan Padi Desa Bojong, Lapangan Tembak Salaman, Kantor KPU (Komisi Pemilihan Umum) Kabupaten Magelang, Balai Pertemuan Desa Borobudur, SMP Margoningsih Muntilan dan SMA Fanlite Muntilan. Penjelasan serupa juga didapatkan dari Kepala Desa Keningar Tarmuji: Seperti biasanya, masyarakat mengungsi dengan memilih tempat pengungsiannya sendiri-sendiri, dengan pertimbangan dekat dengan keluarga atau saudara. Tetapi secara umum masyarakat desa Keningar pindah ke Garonan, Taman Kanak-Kanak (TK) Banyubiru dan Balai Desa Banyudono selama delapan hari. Semua mengungsi dengan berbekal seadanya, yang punya ternak ditinggalkan begitu saja. Lah mau gimana lagi. Biasanya kalau mengungsi juga begitu. Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
16
Pada saat hari ketiga di pengungsian di tempat pertama di Lapangan Garonan, Taman Kanak- Kanak (TK) Banyubiru dan Balai Desa Banyudono. Kepala sekolah SDN Keningar 1 dan 2 meminta kepada guru untuk mengidentifikasi sebaran siswa mereka di pengungsian. Mengidentifikasi sebaran siswa-siswa yang berasal dari Desa Keningar dan sekitarnya bukanlah perkara mudah karena lokasi pengungsian tersebar. Pilihan arah pengungsian merupakan keputusan pribadi masing-masing keluarga maupun warga. Koordinasi dan perintah dilakukan melalui Short Message Services (SMS) dan telepon. Inisiatif pengidentifikasi sebaran pengungsian siswa merupakan inisiatif sendiri meskipun tanpa perintah dari Kecamatan maupun Dinas Pendidikan. Kondisi ini digambarkan oleh Budi Lestari, guru SD Negeri Keningar 1 sebagai berikut (Wibowo, 2012). Siswa-siswa kami dari SD Negeri Keningar 1 ternyata berada di beberapa tempat pengungsian. Ada yang dibalai desa Dukun, di Kantor KPRI Dukun, di Balai Desa Banyudono, Di SD Banyubiru 1 dan juga yang dilapangan Garonan. Sungguh mengenaskan! Kami tidak mampu melaksanakan kegiatan belajar mengajar dalam keadaan siswa tercecer di beberapa tempat.
Pendataan juga dilakukan dengan cara sederhana, mencari informasi dari tetangga di desanya tentang dimana orang tua murid mereka mengungsi. Kebiasaan, kedekatan dan kekerabatan masyarakat desa menjadi kekuatan di dalam mendapatkan informasi yang akurat tentang kondisi anak-anak siswa SDN Keningar 1 dan 2. Pendataan juga dilakukan melalui SMS dan telepon. Barulah kemudian di datangi satu persatu. Giya menuturkan: Dan tiga hari kemudian langsung sudah memulai kegiatan belajar mengajar (KBM) seadanya dimulai dari jam 08.00 – 10.30 atau kadang sampai jam 11.00. Materi belajar adalah CALISTUNG (Baca Tulis dan Berhitung). Semua anak di kelas digabung menjadi satu di tempat darurat. Praktis kami tetap menyelenggarakan sekolah selama di pengungsian, kecuali libur empat hari di awal kejadian bencana sesuai edaran dari Dinas Pendidikan Nasional.
Pengajaran CALISTUNG dipakai oleh para guru untuk siswa di sekolah darurat hanya untuk anak-anak di bawah kelas 5 dan 6. Pertimbangannya adalah untuk anak- anak di usia tersebut fokus utamanya adalah baca tulis dan berhitung, menyanyi, menggambar dan bermain (Budi Wijayatno, Guru SD Keningar 2). Aspek lain adalah beberapa pelajaran selain CALISTUNG pada usia tersebut akan memberatkan siswa. Selain CALISTUNG, metode pembelajaran anak- anak cenderung student centered atau terfokus pada siswa melalui proses belajar sambil bermain dan bersosialisasi dengan teman sebaya. Situasi belajar sambil bermain membuat siswa tidak terlalu memikirkan masalah di pengungsian. Pembagian tugas mengajar guru juga dilakukan sesuai perintah dari Kepala Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
17
Sekolah SDN Keningar 2 secara bergantian. Di SD Negeri Keningar 1 dan 2, semua tenaga guru dan penjaga sekolah didistribusikan bergantian di tempat-tempat pengungsian. Kesadaran pengelolaan kelas di situasi darurat dengan belajar CALISTUNG dan bermain berangkat dari pengalaman merespon bencana sebelumnya. Dalam catatan Nurkhayati, Guru SD Negeri Keningar 2 (Wibowo, 2012), sebagai guru dia harus mendatangi siswa-siswa yang berada di berbagai tempat di pengungsian untuk memberi materi pembelajaran. Disamping itu, bimbingan dan permainan juga aku sampaikan untuk mengantisipasi agar siswa-siswaku terhindar dari trauma. Pembelajaran dibuat sistem kelompok dengan metode bervariasi. Tema keimanan, ketagwaan dan kemanusiaan selalu kusisipkan pada setiap materi pelajaran. Semua itu untuk membuat siswa tidak jenuh.
Di kelas darurat tidak tersedia modul pembelajaran khusus yang disiapkan atau diedarkan untuk panduan mengajar. Tantangan nyata justru muncul pada waktu perintah mengungsi menjauhi puncak Merapi sejauh 20 kilometer. Pengungsi dari desa Keningar kemudian berpindah tempat dan tersebar di empat wilayah dengan radius jarak yang berjauhan. Pendekatan pendataan juga dilakukan dengan cara yang sama seperti di pengungsian yang pertama. Distribusi guru dan tenaga pengajar menjadi tantangan terberat, karena selain harus mengurus keluarga yang mengungsi, mereka juga harus tetap mengajar ke siswa mereka meskipun jaraknya cukup jauh karena beberapa tempat pengungsian berjarak lebih dari 25 kilometer dari tempat tinggal pengungsian para guru. Oleh sebab itu beberapa guru dan juga anak-anak merasa tertolong dengan adanya relawan yang mengajar mereka di kelas untuk bermain maupun untuk healing. Mengenai ketersediaan aat belajar dan infrastruktur sekolah, anak-anak justru menyukai fasilitas belajar di barak-barak pengungsian. Karena selalu mendapatkan semua kebutuhan sekolah separti seragam, buku, sepatu, topi, dasi, pencil dan pulpen, dan buku bacaan baru. Bantuan tersebut di dapat dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pemerintah dan para relawan. Sementara menurut bantuan untuk guru justru tidak ada. Pemahaman tentang bantuan terpilah antara siswa laki-laki dan perempuan, belum dipertimbangkan. Bantuan tidak spesifik dipilah untuk laki-laki dan perempun maupun berdasarkan kebutuhan usia. Apapun bantuan diterima. Terkait sumber daya guru, belum ada pembekalan khusus dari sekolah, dinas pendidikan atau pemerintah terkait pengelolaan sekolah darurat bencana. Bagi guru senior, apa yang mereka lakukan dalam penyelenggaraan sekolah darurat adalah murni berdasarkan pengalaman penanganan bencana pada tahun Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
18
sebelumnya. Sementara pembelajaran kelas rangkap -kelas bersama dimana semua tingkatan kelas belajar dalam satu satu ruang- didapatkan Giya dan guruguru lainnya dari kurikulum Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Meski pada waktu itu mereka juga mengaku tidak tahu mengapa harus belajar tentang kelas paralel. Sekarang para guru-guru yang lulusan PGSD baru merasakan manfaatnya. Dalam kegiatan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), pembagian peran antara guru dan kepala sekolah lebih melekat pada fungsional, Kepala Sekolah mengelola dan memastikan pelaksanaan KBM berjalan serta berkomunikasi dengan kepala sekolah yang lain maupun dengan dinas. Meskipun demikian tidak ada pembahasan khusus tentang standar pelaksanaan sekolah darurat, peran guru, peran kepala sekolah maupun peran dinas pendidikan. Semua berjalan dalam situasi emergency, yang penting kegiatan KBM berjalan untuk anak-anak. Hal yang sama juga terjadi pada monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan sekolah darurat di pengungsian. Keseluruhan guru mengaku tidak ada monitoring dan evaluasi terkait pengelolaan sekolah darurat dari dinas pendidikan maupun pemerintah sampai sekarang. Dokumen monitoring standar minimal pelaksanaan sekolah darurat juga belum ada. Sampai pelaksanaan sekolah darurat selesai dan para pengungsi kembali beraktifitas di desa asal. Sekolah kembali berjalan seperti sediakala layaknya sekolah normal kebanyakan. Proses pembelajaran atas pengalaman berhenti dan menguap begitu saja. 3. Kelemahan Pelaksanaan Sekolah Darurat Pengalaman pelaksanaan sekolah darurat selama 48 hari diakui oleh para guru ada kelemahan mendasar. Pemakluman karena situasi darurat menjadi pembenar atas kelemahan tersebut. Pertama, konsentrasi siswa dan guru terpecah karena situasi bencana yang mereka hadapi. Bagi Guru faktor harus mengurus keluarga di pengungsian, mengurus barang-barang dan hewan yang ditinggal di rumah asli mereka yang ditinggalkan atau bahkan faktor jarak dan gangguan kesehatan karena debu vulkanik. Kedua, tidak tersedianya bahan-bahan pegangan yang dijadikan bahan pengajaran bagi siswa di sekolah darurat. Semua proses KBM berjalan karena guru telah hapal materi dan improvisasi sendiri. Ketiga, pembekalan khusus tentang pengelolaan sekolah darurat tidak pernah mereka dapatkan. Juga termasuk perspektif gender dalam respon bencana, baik di pengungsian maupun pada saat penyelenggaraan sekolah darurat. Meski mereka guru yang tinggal dan bertugas di wilayah risiko tinggi bencana erupsi Merapi. Keempat, kurangnya dukungan bantuan bagi guru dan tenaga pengajar dalam bentuk insentif transportasi, seragam guru, ataupun jaminan kesehatan mereka. Semua proses pelaksanaan sekolah darurat dilakukan secara suka rela. Kelima, belum tersedianya infrastruktur yang memadai sebagai tempat penyelenggaran Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
19
sekolah darurat. Kebutuhan papan tulis, kapur, alat tulis guru, buku pegangan guru relatif tidak tersedia dalam daftar bantuan bagi korban bencana. Semua fokus bantuan ke anak-anak korban, tidak untuk proses belajar dan tenaga pengajar. Penyebab utama kelemahan tersebut adalah sejak awal, pemerintah tidak menyiapkan manajemen pendidikan bagi sekolah diwilayah risiko tinggi erupsi Merapi yang terintegrasi. Termasuk lokasi pengungsian yang terintegrasi dengan pusat shelter, layanan kesehatan, dapur umum dan pusat informasi bencana maupun fasilitas lain yang relevan. Sesuai amanat Pasal 44 huruf c dalam UU Nomor 24 Tahun2007 tentang Penanggulangan Bencana Nasional. 4. Harapan Sekolah SDN Keningar 1 dan SDN Keningar 2 Pertama, Dinas Pendidikan menyusun kebijakan khusus bagi sekolah-sekolah risiko tinggi bencana dengan mengintegrasikan manajemen sekolah dengan kondisi risiko bencana seperti manajemen evakuasi, mitigasi dan kesiapsiagaan sekolah, kurikulum, infrastruktur, shelter dan layanan kesehatan. Kedua, ada pendidikan atau pelatihan khusus bagi para guru dan Kepala Sekolah terkait penyelenggaraan sekolah-sekolah risiko tinggi bencana, termasuk pada saat situasi darurat. Ketiga, memperhatikan dukungan bantuan teknis dan peningkatan kemampuan bagi para guru-guru dalam penyelenggaraan sekolah di situasi darurat. 5. Pengurangan Risiko Bencana Fokus pada Kekuatan dan Inisiatif Lokal Penjelasan di atas menegaskan penyelenggaraan sekolah di dalam studi kasus ini sangat tergantung kepada inisiatif lokal, leadership Kepala Sekolah dan kesadaran para guru sebagai pendidik yang tertanam untuk bertanggung jawab terhadap anak didiknya. Termasuk juga inisiatif dukungan masyarakat desa. Meskipun penyelenggaraan sekolah darurat merupakan inisiatif lokal tetapi belum menjadi kesadaran sistemik. Pengalaman tersebut dapat menjadi pembelajaran penting untuk diadopsi di dalam prosedur baku penyelenggaraan sekolah-sekolah di wilayah rawan bencana. Yang terjadi justru sebaliknya. Disaat situasi bencana erupsi Merapi berlalu, perlakuan terhadap sekolah-sekolah di wilayah risiko tinggi bencana tetap saja sama seperti sekolah-sekolah lainnya yang berada di wilayah dengan risiko ancaman bencana rendah. Persiapan khusus mitigasi, kesiapsiagaan di sekolah bagi situasi khusus (bencana) belum masuk di dalam pengajaran para siswa, guru dan kepala sekolah. E. ANALISIS RISIKO BENCANA DI SDN KENINGAR 1 DAN SDN KENINGAR 2 1. Peta Hazards/Bahaya bagi SD Keningar 1 dan 2 a. Konsep dan ruang lingkup Peta Hazards/Bahaya Hazard atau bahaya adalah a potential event that could couse loss of life or damage to property or the environment (IIRR, 2007). Atau adalah keadaan atau fenomena alam yang dapat berpotensi menyebabkan korban jiwa, kerugian harta Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
20
benda dan kerusakan lingkungan (Nurjanah, 2012). Sementara menurut UU no 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan hazards adalah sesuatu kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan bencana. Ruang lingkup ancaman bahaya atau hazards, merupakan semua kejadian yang menyebabkan ancaman langsung maupun tidak langsung atas ruang lingkup kehidupan manusia, khususnya di SD Negeri Keningar 1 dan 2. Ancaman rikiko bencana berbentuk ancaman jiwa, kerugian harta/benda, kerusakan infrastruktur sarana-prasarana kehidupan sosial dan budaya maupun lingkungan hidup. Pada kontek sekolah, ancaman bahaya dapat dikhususkan pada semua kejadian yang dapat menggangu keselamatan jiwa civitas sekolah, kerugian benda, kerusakan infrastruktur sarana-prasarana sekolah dan hilangnya jaminan penyelenggaraan sekolah dan pemenuhan kebutuhan dasar pendidikan bagi siswa. b. Sekolah Berada di Garis Ancaman Bahaya Tinggi Erupsi Merapi Bentuk-bentuk hazards/bahaya erupsi Merapi adalah, lava, awan panas, Debu vulkanik, Banjir bandang (lihat tabel 4.4). Bentuk-bentuk hazards/ bahaya ini dikenali oleh masyarakat dari kebiasaan sehari-hari yang mereka hadapi disaat erupsi Merapi. Beberapa istilah lokal dan istilah ilmiah digunakan untuk memudahkan dalam mengenali risiko ancaman bahaya yang mereka hadapi tanpa mengurangi substansi dari ancaman yang dirasakan oleh masyarakat setempat. Tabel 4.4 dibawah menjelaskan bahwa ancaman bahaya/hazards erupsi Merapi bagi SD Negeri Keningar 1 dan 2 adalah pertama ancaman aliran lava/magma atau Lahar dalam istilah masyarakat setempat. Magma ini menurut masyarakat dan civitas sekolah ditandai dengan meningkatnya aktivitas gempa vulkanik, adanya titik api diam di puncak Merapi, serta suara gemuruh yang keras dari dalam perut Merapi. Tanda-tanda lain adalah hewan-hewan yang biasa hidup di area hutan lindung Merapi turun ke desa. Biasanya ada Macan, Babi Hutan, Kijang atau Ular yang turun dari daerah puncak Merapi masuk ke perkampungan penduduk. Pada kondisi ini BPPTK dan Badan Geologi telah menyampaikan seruan Awas Merapi Kekuatan ancaman aliran lava/magma/lahar adalah semakin cair atau rendah kekentalannya semakin jauh jarak luncuran alirannya. Aliran lava/magma atau lahar bisa dengan kecepatan sampai 100 km/per jam dengan mengikuti bidang miring dan hulu Sungai Senoyo dan Sungai Cacaban yang mengapit Desa Keningar. Dampak aliran lava, magma atau lahar adalah ancaman jiwa guru dan siswa, dapat menghancurkan infrastruktur sekolah dan kegiatan belajar mengajar tidak dapat terselenggara karena tidak aman. Meskipun jarang terjadi korban meninggal karena guguran lava, magma atau lahar, tetapi lokasi sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2 yang persis berada di garis paparan bahaya yang hanya berjarak 5,3 km saja dari puncak Merapi. Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
21
Tabel 4.4. Ancaman/Bahaya Erupsi Merapi bagi SD Negeri Keningar 1 dan 2 Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang Bentuk Ancaman Aliran lava, magma, lahar (8001200 C) Awan panas (piroklastik) wedus gembel (600- 800 C)
Tanda-tanda Gempa vulkanik, Ada titik api dipuncak Merapi, suara gemuruh, hewan turun, Peringatan awas Merapi
Gas beracun
Kekuatan Ancaman
Waktu/ kecepatan
Dampak Bagi sekolah
Makin rendah kekentalan lava/ lahar makin jauh jangkauannya; radius 10-15 km mengalir di sungai Senowo & Cacaban. Menghancurkan se mua yang dilewati.
100 km/jam, tergantung tiupan angin, 5 menit dari lokasi sekolah.
Ancaman jiwa guru dan murid; menghancurkan infrastruktur sekolah; KBM darurat di pengungsian
Meracuni manusia, hewan dan tumbuhan
Tergantung lokasi, keku atan, arah angin, waktu tidak dpt diprediksi.
Ancaman jiwa guru dan murid; KBM di sekolah berbahaya mengancam jiwa siswa dan guru
Hujan Abu/kerikil
Gempa vulkanik, tergantung arah tiupan angin, Peringatan awas Merapi
Kadang hujan abu berlangsung tibatiba; konstan dan terus menerus selama awas Merapi. Langit gelap dan jarak pandang sangat terbatas.
Tergantung kekuatan semburan & arah angin; bisa men capai ratusan km, 30 menit sampai 60 menit.
Kematian; Gangguan ISPA dan mata akut bagi guru & siswa; Merusak atap dan infrastruktur sekolah; Menggangu KBM
Banjir Lahar Dingin, banjir bandang
Hujan di puncak Merapi; Suara gemuruh
Diikuti oleh aliran lumpur, pasir, batu di DAS sungai; Berlangsung sepanjang musim hujan.
Tiga puluh menit sampai satu jam setelah hujan di puncak Merapi,
Ancaman jiwa siswa/guru; kerusakan infrastruktur untuk pergi ke sekolah seperti jalan, jembatan
Kedua, ancaman bahaya awan panas atau wedus gembel. Ancaman ini ditandai dengan meningkatnya aktivitas gempa vulkanik Merapi, ada titik api/magma diam di puncak Merapi, suara gemuruh, hewan dan binatang buas turun dari areal puncak Merapi dan di dahului oleh guguran lava/magma/lahar dan kekuatannya mencapai 100 km/jam sesuai kekuatan arah erupsi dan tiupan angin. Jangkauan Awan Panas atau Wedus Gembel dapat mencapai lebih dari Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
22
radius 12 kilometer dari puncak Merapi dan menghancurkan semua mahluk hidup yang dilewati. Ancaman keselamatan jiwa siswa dan guru, kerusakan infrastruktur sekolah sangat tinggi mengingat posisi sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2 sekitar 5,3 kilometer dari puncak. Catatan jatuhnya korban meninggal dan luka-luka karena erupsi Merapi, korban terbanyak disebabkan oleh terpaan awan panas atau wedus gembel ini.Ketiga, ancaman bahaya gas beracun. Ancaman gas beracun merupakan ancaman ikutan dari guguran lava. Ciri-ciri terjadi peningkatan aktivitas Merapi, ada titik api diam di puncak Merapi, hewan buas di area puncak Merapi turun, ditemukan hewan atau tumbuhan mati di area gas beracun serta aktivitas guguran lava dan awan panas/wedus gembel yang meningkat. Paparan gas beracun tergantung lokasi dan kekuatan arah angin. Meskipun belum ada peta yang jelas tentang ancaman gas beracun di Merapi tetapi melihat lokasi sekolah yang hanya 5,3 km dari puncak Merapi, sekolah perlu mempertimbangkan ini untuk membangun konsep respon dini bagi civitas sekolah. Keempat, ancaman bahaya hujan abu/kerikil. Ancaman hujan abu vulkanik, sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2 berada di garis paparan langsung erupsi Merapi tahun 2010. Huja abu vulkanik ditandai dengan meningkatnya gempa vulkanik, arah tiupan angin menuju ke barat dan ada peringatan bahaya Merapi dari yang berwenang. Kekuatan ancaman bahaya hujan abu karena terkadang berlangsung tiba-tiba meski tampak kondisi Merapi tenang. Sementara pada saat erupsi Merapi, hujan abu dan kerikil berlangsung konstan. Langit gelap dan jarak pandang sangat terbatas. Pada kondisi paparan akut bagi korban, abu vulkanik dapat mengakibatkan sesak nafas, gangguan akut ISPA (Instalasi Saluran Pernapasan Atas) dan gangguan mata akut bagi siswa dan guru serta civitas sekolah lainnya. Kejadian hujan abu yang terus menerus merusak infrastruktur sekolah seperti genting, talang air, meja, bangku, kursi dan buku-buku. Kelima, ancaman bahaya banjir lahar dingin, banjir bandang. Ancaman ini ditandai dengan hujan deras di puncak Merapi dan disertai suara gemuruh. Banjir lahar dingin biasanya melalui Sungai Senowo dan Sungai Cacaban yang mengapit Desa Keningar. Ancaman bahaya banjir lahar dingin meningkat jika sebelumnya terjadi erupsi muntahan lahar/lava karena sungai penuh pasir dan batu muntahan dari puncak Merapi. Ancaman jiwa bagi siswa dan guru yang berada di lokasi rentan dekat dengan bantaran sungai Senowo dan Cacaban. Pada waktu erupsi Merapi Tahun 2010, pos pengungsian masyarakat yang tersebar di berbagai tempat di daerah bawah sekitar kota Magelang, Muntilan, Boyolali, Sleman, Klaten dan Jogjakarta, diminta untuk menjauhi bantaran sungai dan kembali naik ke atas untuk menghindari luapan banjir lahar dingin.
Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
23
2. Peta Kerentanan SDN Keningar 1 dan SDN Keningar 2 a. Konsep dan Ruang Lingkup Peta Kerentanan Konsep kerentanan yang dimaksud adalah sekumpulan kondisi dan atau suatu akibat keadaan baik karena faktor fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan yang berpengaruh buruk terhadap upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan bencana. Kerentanan juga merupakan kondisi dimana system tidak dapat menyesuaikan dengan dampak dari suatu perubahan (Olmos, 2001. Fussle 2007). Kerentanan masyarakat merupakan kondisi masyarakat yang tidak dapat menyesuaikan dengan perubahan ekosistem yang disebabkan oleh suatu ancaman tertentu (Fussel, 2007). Yaitu suatu kondisi yang dipengaruhi oleh proses fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan yang dapat meningkatkan risiko terhadap dampak bahaya (Herawaty dan Santosa, 2007). Dalam kontek lingkup sekolah, kerentanan sekolah adalah segala kondisi dimana system sekolah tidak mampu menyesuaikan atas perubahan kondisi tertentu karena ancaman tertentu baik secara fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan. Ruang lingkup analisis kerentanan digunakan sebagai (1). Alat diagnostic untuk memahami masalah-masalah dan faktor-faktor penyebab kerentanan (2). Alat perencanaan sebagai dasar penetapan prioritas kegiatan serta urutan kegiatan yang direncanakan (3). Alat pengukur risiko untuk menilai risiko secara spesifik (4) alat untuk pemberdayaan dan mobilisasi kelompok masyarakat yang rentan (Benson et al, 20017) (Djuraidah, 2009). Ruang lingkup kerentanan meliputi kerentanan fisik (infrastruktur), sosial kependudukan dan ekonomi (Nurjanah, 2012), merupakan fungsi dan paparan (exposure), daya adaptasi dan sensivitas sosial atas ancaman (Herawaty dan Santosa 2007). Kerentanan dalam kontek ekonomi menggambarkan tingkat kerapuhan ekonomi menghadapi ancaman bahaya. Meliputi presentase rumah tangga yang bekerja di sector rentan dan rumah tangga miskin (Nurjanah, 2012). Faktor utama kerentanan adalah kurangnya akses terhadap sumber daya meliputi informasi, pengetahuan dan teknologi, serta terbatasnya akses terhadap kekuatan dan keterwakilan politik, modal sosial, koneksi dan jejaring sosial, adat kebiasaan dan nilai budaya (Cutter et al 2003). Kerentanan individu, organisasi, wilayah maupun komunitas akan berbeda-beda secara temporal dan spasial (Olmos, 2001. IPCC, 2001). Kerentanan merupakan tiga komponen yaitu: exposure (paparan), sensitivity (kepekaan) dan adaptive capacity (kemampuan adaptasi) (IPCC, 2001, Olmos, 2001, Fussel, 2007). Ruang lingkup bentuk kerentanan sekolah sebagai organisasi atas risiko bencana meliputi (a). Letak lokasi sekolah. Mengenali kerantanan karena lokasi dan tingkat kerentanannya yang dihadapi di lokasi sekolah SD Negeri Keningar 1 dan Keningar Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
24
2 (b). Ketersediaan infrastruktur sekolah yang relevan dengan kebutuhan respon bagi pengurangan risiko bencana yang di hadapi oleh siswa, guru dan civitas sekolah lainnya. Identifikasi infrastruktur untuk mengetahui apakah infrastruktur sekolah telah mendukung upaya pengurangan risiko bencana erupsi Merapi. Termasuk juga ketersedian kebijakan-kebijakan sekolah yang terkait bagi pengurangan risiko bencana erupsi Merapi di SD Negeri Keningar 1 dan 2. (c). Tingkat kemampuan, keahlian dan pengetahuan civitas sekolah di dalam mengelola risiko bencana. Tingkat kemampuan meliputi juga meliputi bagaimana komunitas sekolah mendapatkan keahlian tersebut (d). Konflik di sekolah/masyarakat lingkungan sekolah. Konflik disini adalah mengenali relasi sosial antar civitas sekolah dan potensi konflik yang menghambat upaya sekolah melakukan perubahan (e). Perilaku yang mendukung terhadap pengurangan risiko bencana erupsi Merapi. Pertanyaan utama adalah bagaimana perilaku (budaya) siswa, guru, kepala sekolah dan civitas sekolah lainnya bagi pengurangan risiko bencana erupsi Merapi? Apakah faktor yang mempengaruhi perilaku tersebut? b. Sekolah Dasar Keningar Rentan Terhadap Erupsi Merapi Tabel 4.5. menjelaskan bahwa kerentanan SD Negeri Keningar 1 dan 2 pada ancaman bahaya aliran lava, awan panas dan gas beracun dan hujan abu adalah pertama Lokasi dan Infrastruktur Sekolah. Lokasi SD Keningar 1 dan 2 berada di Kawasan Risiko Bencana III. yaitu berada di garis jangkauan aliran lava, awan panas dan gas beracun yang bisa mencapai lebih dari 12 km pada saat erupsi Merapi di tahun 2010. Sejarah letusan Merapi tahun 1930 dan 1961 meratakan empat dusun Desa Keningar yang hanya berjarak 3 sampai 4 kilometer dari puncak Merapi. Demikian juga pada paparan hujan abu vulkanik. Lokasi SD yang hanya 5,3 km dari puncak Merapi tentu sangat rentan, mengingat daya jangkau hujan abu bisa mencapai ratusan kilometer sesuai dengan kekuatan tiupan angin. Pada saat erupsi Merapi terjadi Sekolah Dasar Keningar 1 dan 2 tidak aman untuk aktivitas belajar mengajar. Atap dan sarana belajar tertutup abu lebih dari 15 cm (letusan 2010) sehingga seluruh masyarakat dan civitas sekolah harus mengungsi dan menyelenggarakan sekolah darurat di lokasi pengungsian. Kerentanan karena faktor infrastuktur sekolah juga tampak dari minimnya ketersediaan alat-alat keselamatan dasar. Meskipun SD Negeri Keningar 1 dan 2 berada pada lokasi rentan paparan bahaya guguran lava/magma/lahar, awan panas, gas beracun dan hujan abu vulkanik, tetapi di sekolah belum menyediakan alat-alat keselamatan dasar jika terjadi ancaman bahaya tersebut bagi guru dan siswa dan seluruh civitas sekolah. Alat-alat keselamatan dasar meliputi masker, kacamata, penutup kepala, tabung oksigen dan P3K atau sejenisnya yang mencukupi untuk memberikan pertolongan pertama bagi kemungkinan jatuhnya korban guru dan siswa di sekolah. Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
25
Tabel 4.5. Peta Kerentanan SD Negeri Keningar Bentuk Ancaman Aliran lava Awan panas Gas beracun dan Hujan Abu Vulkanik
Banjir Lahar Dingin
Lokasi & Infrastruktur Sekolah
Pengetahuan & Keahlian
Konflik dan Perilaku
1) Lokasi SD di KRB III di garis aliran lava, awan panas & gas beracun di lereng barat Merapi 2) Berjarak 5,3 km dari puncak 3) Letusan 1930 & 1961 4 dusun pindah/transmigrasi 4) SD tidak aman untuk KBM 5) Alat-alat keselamatan dasar bagi guru & siswa tersedia (Masker, kacamata, penutup kepala, tabung oksigen, P3K) 6) Sekolah belum memiliki standar manajemen sekolah bagi pengurangan risiko bencana (protap). 7) Prosedur dan lokasi pengungsian belum jelas.
1) Kepala sekolah, guru, wali murid & siswa belum terlatih tanggap bencana. 2) Manajemen sekolah berbasis pengurangan risiko bencana belum difahami oleh sekolah. 3) Pengajaran risiko bencana Merapi belum masuk kurikulum. 4) Manajemen sekolah darurat belum terencana (materi, SDM, alat-alat) 5) Guru, wali murid & siswa mengungsi terpencar. 6) inisitif sekolah kuat.
1). Tidak ditemukan konflik di dalam mengelola sekolah, komite dan desa. 2). Masyarakat mempercayai Merapi marah karena perilaku manusia yang merusak. 3). Kepercayaan masyarakat terhadap tokoh mistik lokal sangat kuat. 4). Beberapa anggota masyarakat baru mengungsi jika tokoh panutan menyarankan mengungsi.
1) Sungai Senoyo & Cacaban penuh material lumpur, pasir/batu 2) Instalasi air minum & irigasi rusak 3) Lokasi pengungsian belum jelas (terpencar) & tidak aman terhadap risiko banjir.
1). Peta risiko bencana lahar dingin belum tersedia. (2). Pengetahuan masyarakat dan sekolah tentang banjir lahar dingin masih lemah.
(1). Pengungsian berpindah-pindah menghindari erupsi dan banjir lahar dingin.
Pada sisi manajemen sekolah, meskipun seluruh civitas SD Negeri Keningar 1 dan 2 sadar bahwa mereka beradai di wilayah bahaya erupsi (KRB III), tetapi sampai saat ini sekolah belum memiliki standar manajemen sekolah berbasis pengurangan risiko bencana yang baku. Kebijakan standar manajemen ini dapat berbentuk protap yang bisa menjadi acuan seluruh civitas sekolah jika terjadi ancaman bahaya tersebut. Protap ini meliputi jalur dan prosedur evakuasi serta lokasi pengungsian jika ancaman bahaya terjadi pada saat anak-anak dan guru sedang dalam proses belajar mengajar. Misalnya prosedur baku sekolah pada saat hujan debu sementara masih memungkinkan kegiatan belajar mengajar berlangsung. Atau prosedur baku sekolah pada saat semua civitas sekolah harus evakuasi ke pengungsian. Faktor kerentanan infrastuktur sekolah juga dipengaruhi olah belum Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
26
jelasnya lokasi dan prosedur pengungsian yang terintegrasi dengan kebijakan desa dan pemerintah. Kedua. Pengetahuan dan keahlian. Kerentanan pengetahuan dan keahlian civitas sekolah terkait dengan ancaman bahaya aliran lava, awan panas, gas beracun dan hujan abu vulkanik teruraikan sebagai berikut: Kepala Sekolah, guru, siswa dan wali murid belum terlatih menjalankan tanggap bencana meskipun mereka semua sadar membutuhkan pemahaman bencana erupsi Merapi di sekolah. Oleh sebab itu, manajemen sekolah berbasis pengurangan risiko bencana belum difahami oleh sekolah meskipun civitas SD Negeri Keningar 1 dan 2 sadar mereka berada di wilayah risiko tinggi ancaman bahaya erupsi Merapi. Sekolah juga belum memberikan pengajaran tentang risiko bencana Merapi dalam kurikulum pendidikan sekolah bagi siswa, pembekalan bagi guru dan kepala sekolah. Guru, wali murid dan siswa mengungsi terpencar tidak dalam satu tempat. Manajemen sekolah darurat belum terencana materinya, kebutuhan sumber daya manusia serta dukungan alat-alat dan kebijakan operasionalnya. Meskipun SD Negeri Keningar 1 dan 2 memiliki pengalaman bagaimana dengan inisiatif lokal mengelola sekolah darurat selama pengungsian di tahun 2010. Guru, wali murid dan siswa mengungsi terpencar tidak di lokasi yang sama sehingga menyulitkan didalam menyelenggarakan sekolah darurat. Ketiga, konflik dan perilaku. Dari sisi ancaman konflik internal di sekolahan, tidak ditemukan konflik interest di internal sekolah, komite sekolah dan desa yang menghambat berjalannya kebijakan sekolah. Pada sisi perilaku masyarakat termasuk guru, orang tua murid dan siswa, mempercayai Merapi marah karena perilaku manusia yang merusak. Pendekatan pemahaman normatif masih sangat kental. Oleh sebab itu kepercayaan masyarakat terhadap tokoh mistik lokal sangat kuat. Beberapa anggota masyarakat termasuk guru, wali murid dan siswa, baru mengungsi jika tokoh panutan memerintahkan untuk mengungsi. Sementara kerentanan SD Negeri Keningar 1 dan 2 terkait ancaman bahaya banjir lahar dingin adalah pertama, Lokasi dan Infrastruktur. Pada waktu ancaman banjir lahar dingin terjadi di Merapi, kondisi sungai dan bantaran sungai penuh dengan material lumpur, pasir dan batu muntahan dari erupsi Merapi. Instalasi saluran air minum dan irigasi teknis/non teknis rusak oleh muntahan lava/lahar. Meski masyarakat telah mengungsi dari desa Keningar, tetapi infrastruktur pengungsian belum tersedia serta lokasi pengungsian belum jelas dan tidak aman terhadap ancaman bahaya banjir. Sehingga lokasi dan infrastruktur pengungsian tidak mendukung pelaksanaan seolah darurat di tempat pengungsian. Kedua, pengetahuan dan keahlian. Kerentanan di bidang pengetahuan adalah peta risiko bencana lahar dingin dari pemerintah yang terbaru belum tersedia dan Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
27
difahami oleh sekolah dan masyarakat. Sehingga pengetahuan masyarakat dan sekolah tentang banjir lahar dingin masih kurang. Risiko ancaman bahaya banjir lahar dingin lebih banyak terasa pada saat masyarakat dan civitas sekolah berada di pengungsian. Ketiga, konflik dan perilaku. Kerentanan pada kondisi ini dipengaruhi oleh perilaku pengungsian berpindah-pindah menghindari erupsi Merapi dan banjir lahar dingin. Faktornya adalah belum disediakannya tempat pengungsian yang baku bagi masyarakat oleh pemerintah. Sehingga lokasi pengungsian tersebar di berbagai tempat. Dalam kondisi ini, keputusan penentuan lokasi pengungsian juga berada dalam pertimbangan masing-masing keluarga. Faktor lain yang mempengaruhi adalah informasi tentang lokasi aman dan ketersediaan jaminan logistik. Pengadaaan logistik merupakan tanggung jawab pemerintah desa, tetapi kepala sekolah dan guru-guru secara sukarela mengambil peran tersebut. 3. Peta Kapasitas/Ketahanan Internal dan Ekternal Sekolah a. Konsep dan ruang lingkup Kapasitas/Ketahanan Sekolah Pengertian kapasitas adalah penguasaan sumber daya, cara dan kekuatan yang dimiliki masyarakat yang memungkinkan mereka mempersiapkan diri, mencegah, menjinakkan, menanggulangi, mempertahankan diri serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana (Paripurno, 2011; Heijmans, 2012). Berdasarkan pengertian tersebut, sumber daya/kapasitas sekolah akan dilihat dari penguasaan sumber daya, cara dan kekuatan yang dimiliki oleh sekolah dan stakeholdernya. Meliputi (1). Kapasitas sekolah dalam mempersiapkan diri terhadap risiko bencana. (2). Kapasitas sekolah dalam mencegah risiko bencana (3). Kapasitas sekolah dalam menjinakkan bahaya (4). Kapasitas sekolah dalam menanggulangi risiko bencana (5). Kapasitas sekolah dalam mempertahankan diri (6). Kapasitas sekolah dalam memulihkan (recovery) bencana Erupsi Ruang lingkup peta kapasitas sekolah meliputi: (a). Kepemilikan aset sekolah; (b). Ketersediaan makanan dan alat-alat keselamatan; (c). Kapasitas keluarga wali murid, guru dan dukungan masyarakat; (d). Pengetahuan lokal sekolah dan masyarakat sekitar; (e). Tanggung jawab pemerintah dan organisasi masyarakat. b. Kapasitas/Ketahanan Sekolah Rendah Terhadap Risiko Erupsi Merapi Berdasarkan ruang lingkup peta kapasitas diatas, hasil assessment dan Focus Group Discussion tanggal 27 November 2012 menunjukan temuan sesuai tabel 4.6. dibawah ini. Tabel 4.6. menjelaskan kapasitas dan ketahanan sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2 dilihat dari kepemilikan, lahan dan bangunan sekolah. Bangunan SD Negeri Keningar 1 dan 2 merupakan bangunan permanen diatas tanah milik Negara. Artinya sekolah dibangun diatas tanah bukan sewa atau milik perorangan sehingga jaminan keberlanjutan sekolah dapat dipastikan. Sementara ketersediaan Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
28
alat-alat keselamatan dasar dan produk-produk kebijakan manajemen sekolah bagi pengurangan risiko bencana erupsi belum tersedia. Dukungan sumber daya manusia sebagai pemangku utama kapasitas dan ketahanan sekolah menunjukkan pemahaman manajemen sekolah bagi pengurangan risiko bencana masih rendah. Kepala Sekolah, guru, siswa dan wali murid belum terlatih manajemen bencana erupsi Merapi seperti protap evakuasi dan pengungsian dan standar keselamatan dasar di sekolah. Meskidemikian guru, siswa dan wali murid terbukti memiliki komitmen tinggi mendukung kebijakan sekolah dalam menghadapi situasi bencana erupsi Merapi tahun 2010. Sementara pengetahuan lokal yang dimiliki oleh sekolah adalah sekolah memiiki pengalaman mengelola respon darurat dan evakuasi siswa, guru dan wali murid di saat erupsi Merapi. Sekolah juga memiliki pengalaman menyelenggarakan sekolah darurat bagi siswa di pos-pos pengungsian. Tabel 4.6. Peta Kapasitas/Ketahanan Sekolah SD Negeri Keningar 1 dan Keningar 2 Kepemili Ketersediaan Kapasitas SDM Pengetahuan Dukungan Tanggung kan Alat Lokal Masyarakat Jawab Pemerintah Lahan Alat-alat Pemahaman Sekolah Komite Sekolah gratis, dan keselamatan manajemen memiliki sekolah dana program banguna dasar risiko sekolah bagi pengalaman berjalan emergency, n sekolah bencana erupsi pengurangan mengelola dengan rekonstruksi, permane bagi guru dan risiko bencana bencana baik rehabilitasi n milik siswa belum rendah. erupsi. Masyaraka sekolah. Negara tersedia Guru, siswa dan Sekolah t dan wali Dukungan Kebijakan wali murid memiliki murid teknis (alatmanajemen belum terlatih pengalaman mendukun tools, kebijakan sekolah bagi menajemen menyelenggar g semua operasional) pengurangan bencana akan sekolah kebijakan diknas kurang risiko bencana (evakuasi) darurat. sekolah Respon belum memadai Guru pemerintah Sekolah belum berkomitmen lambat. memiliki protap tinggi Belum ada emergency mendukung pendidikan respon kebijakan kebencanaan sekolah dalam bagi kepala situasi bencana. sekolah & guru.
Pada aspek dukungan masyarakat, Komite Sekolah di SD Negeri Keningar 1 dan 2 berjalan dengan baik serta masyarakat dan wali murid mendukung semua kebijakan sekolah. Peran komite sekolah atau setidaknya secara personal, dalam penanganan pengungsian dan sekolah darurat cukup tinggi komitmennya. Pada aspek dukungan pemerintah, sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2 didukung oleh penetapan kebijakan sekolah gratis pada tingkat dasar sesuai dengan amanat Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
29
Undang-Undang Sisdiknas Nomor 23 Tahun 2003. Tersedia juga lokasi dana dari pemerintah pusat dan daerah bagi program emergency respons, rekonstruksi, rehabilitasi & pembangunan sekolah. Meskipun demikian, civitas sekolah di SD Negeri Keningar 1 dan 2 menyatakan bahwa dukungan pendanaan dari pemerintah bagi rekonstruksi dan rehabilitasi sekolah paska bencana sangat minim. Demikian juga pada dukungan teknis (alat-tools dan kebijakan operasional) bagi sekolah terkait pengurangan risiko bencana juga tidak memadai. Dukungan dari dinas pendidikan setempat maupun pada tingkat nasional dirasakan oleh civitas sekolah dan masyarakat masih kurang. Pada saat bencana erupsi Merapi terjadi civitas sekolah juga menilai bahwa respon pemerintah lambat. Bahkan pendidikan kebencanaan bagi kepala sekolah dan guru-guru di sekolah-sekolah di wilayah KRB III khususnya di SD Negeri Keningar 1 dan 2 belum pernah dilakukan. Deskripsi kapasitas dan ketahanan sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2 diatas menghadapi kelemahan dan kekuatan yang mendasar. Kekuatan dan kapasitas civitas sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2 dapat diuraikan sesuai tabel 4.7 di bawah. Berdasarkan tabel tersebut, dapat diuraikan pertama, Bentuk Ancaman Pra Erupsi. Semburan abu vulkanik yang terjadi sewaktu-waktu. Bentuk ancaman ini sekolah memiliki kekuatan bahwa sekolah sudah terbiasa dengan aktifitas Merapi baik dalam kondisi tenang pra erupsi maupun dalam kondisi erupsi. Dibuktikan sekolah mampu menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar standar sesuai dengan amanat undang-undang 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Tanda-tanda akan bahaya erupsi Merapi juga difahami oleh civitas sekolah meskipun satu sisi belum tersedia respon standar yang tentukan oleh sekolah bagi civitas sekolah. Pada sisi lain, kelemahan SD Negeri Keningar 1 dan 2 adalah sampai saat ini belum tersedia alat-alat standar keselamatan bagi siswa dan guru pada saat terjadi erupsi Merapi. Alat-alat standar keselamatan yang dibutuhkan adalah masker, tabung oksigen, kacamata, penutup kepala dan obat-obatan Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K). Termasuk penting juga adalah tersedianya tenaga terlatih yang bisa menjalankan fungsi pertolongan pertama pada saat terjadi kecelakaan. Tenaga terlatih ini dapat dilekatkan pada fungsi salah satu guru yang dilatih khusus untuk menjalankan fungsi tersebut. Menghidupkan kembali program dokter kecil yang pernah dijalankan oleh siswa sekolah dasar di tahun 80 dan 90 an dengan melatih siswa menghindari kecelakaan dan melakukan pertolongan pertama pada saat erupsi. Kelemahan mendasar pada pra erupsi adalah semua pengalaman dan kekuatan sekolah belum dirumuskan dalam peta risiko bencana yang bisa dijadikan rujukan kebijakan manajemen dan pengajaran sekolah. Bentuk secara operasional adalah pengalaman penanganan risiko bencana erupsi Merapi belum Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
30
secara khusus dimasukan dalam materi ajar bagi siswa dan peningkatan kapasitas guru/kepala sekolah. Tabel 4.7 Peta Kekuatan dan Kelemahan Kapasitas SD Negeri Keningar Bentuk Ancaman
Kekuatan Sekolah
Kelemahan Sekolah
Pra Erupsi Semburan abu vulkanik yang terjadi sewaktuwaktu
Sekolah sudah terbiasa dengan aktifitas Merapi. Mampu menyelenggarakan sekolah standar. Tanda-tanda bahaya erupsi Merapi di fahami sekolah.
Belum tersedia alat-alat standar keselamatan bagi siwa dan guru seperti masker, kacamata, penutup kepala, oksigen, dan P3K lainnya. Belum ada peta risiko bencana erupsi Merapi. Kurikulum kebencanaan belum diajarkan kepada siswa, guru & kepala sekolah. Belum ada manajemen sekolah bagi pengurangan risiko bencana erupsi.
Saat Erupsi Aliran lava/magm a, Awan panas, Gas beracun, Hujan Abu/kerikil
Informasi BPPTK/BNPB status Merapi. Alat komunikasi/HP dimiliki guru & wali Murid
Informasi status Merapi belum sampai ke semua lapisan masyarakat rentan. Sumber informasi belum jelas/simpang-siur.
Sekolah memiliki pengalaman manajemen tanggap bencana
Belum disusun standar manajemen sekolah bagi pengurangan risiko bencana yang terintegrasi
Dukungan Negara dan pihak luar tinggi (LSM, Universitas)
Berjalan sendiri-sendiri belum terkoordinasi dalam rencana aksi bersama.
Komite sekolah di didukung oleh budaya gotong royong
Prosedur dan jalur evakuasi di sekolah belum ada. Lokasi pengungsian akhir (TPA) tidak jelas
Banjir Lahar Dingin
Masyarakat memiliki pengalaman mengenali banjir lahar dingin.
Peta ancaman risiko bencana banjir lahar dingin belum di fahami masyarakat. Lokasi pengungsian aman masih belum jelas.
Sekolah Darurat
Pengalaman mengelola sekolah darurat
Lokasi pengungsian terpencar, belum terencana. Pengalaman belum dijadikan standar manajemen
Paska bencana
Sekolah kuat dalam inisitif menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar sesegara mungkin. Dukungan rehabilitasi dan rekonstruksi sekolah tinggi. Gotong royong masyarakat, LSM dan Universitas.
Sekolah rusak, ruang kelas penuh debu dan pasir; KBM belum siap dalam jangka waktu satu bulan; Pengalaman penanganan bencana belum menjadi materi ajar dan kebijakan sekolah. Kegiatan program mitigasi dan kesiapsiagaan sekolah terhadap bencana belum disusun karena dukungan kementerian pendidikan nasional terkait hal ini masih kurang.
Tujuan pembelajaran risiko bencana erupsi Merapi adalah dapat meningkatkan pemahaman, kewaspadaan dan kedewasaan siswa belajar hidup bersama risiko bencana. Memahami situasi dan respon yang harus dilakukan pada saat terjadi Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
31
ancaman bahaya erupsi Merapi. Termasuk kebijakan operasional sekolah terkait dengan pengurangan risiko bencana, emergency respon, evakuasi, pengungsian dan sekolah darurat. Pengalaman pembelajaran kebencanaan juga penting dijadikan bahan peningkatan kapasitas sumber daya guru dan kepala sekolah. Bagi guru peningkatan kapasitas tentang manajemen bencana dapat mengembangkan kegiatan belajar tentang materi kebencanaan bahkan trauma healing yang tepat kepada siswa. Guru juga dapat meningkat kemampuannya dalam partisipasi menyusun dan menjalankan standar respon yang diperlukan oleh sekolah pada saat situasi pra erupsi, emergency respon, evakuasi, pengungsian, penyelenggaraan sekolah darurat dan paska bencana. Sementara manfaat peningkatan kapasitas manajemen kebencanaan bagi Kepala Sekolah adalah meningkatkan kemampuan kepala sekolah mengintegrasikan kebencanaan didalam kebijakan-kebijakan sekolah. Kebijakan ini meliputi program sekolah pra erupsi, saat emergency respon, mekanisme evakuasi, pengelolaan pengungsian, penyelenggaraan sekolah darurat dan kegiatan rekonstruksi dan rehabilitasi paska bencana. Integrasi kebijakan manajemen sekolah berbasis bencana dapat menjadikan sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2 sebagai model pengelolaan sekolah dasar yang berada di wilayah risiko tinggi bencana erupsi gunung berapi. Kedua, saat terjadi erupsi. Yaitu pada saat terjadi aliran lava/magma/lahar, awan panas, gas beracun dan hujan abu. Kekuatan sekolah pada tahapan ini adalah sekolah dapat mengakses informasi BPPTK/Badan Geologi/BNPB tentang situasi Merapi. Kemampuan untuk akses informasi perkembangan status Merapi dari waktu ke waktu menjadi penting untuk sekolah dalam menentukan langkahlangkah yang diperlukan. Karena meskipun SD Negeri Keningar 1 dan 2 merupakan satuan pendidikan berada di bawah Kementerian Pendidikan Kabupaten Magelang, tetapi informasi perkembangan langkah-langkah apa yang harus dilakukan sekolah pada saat erupsi lambat dan kurang jelas. Kemampuan akses informasi ini juga didukung oleh kepemilikan alat-alat komunikasi seperti Hand Phone yang hampir dimiliki oleh semua guru dan wali murid. Meskipun demikian, ditemukan sisi kelemahan pada rujukan sumber informasi yang belum jelas atau simpang siur. Kelemahan ini disebabkan oleh kemudaan akses informasi yang terpercaya oleh masyarakat dan sekolah belum tersedia. Misalnya informasi lewat radio. Jaman sekarang jumlah radio terbatas dan lebih banyak jumlah televisi. Tetapi televisi memiliki kelemahan pada pemberitaan yang tersentral pada informasi global tingkat nasional.
Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
32
Kekuatan lain adalah sekolah memiliki pengalaman manajemen tanggap bencana. Meskipun pengalaman tanggap bencana tersebut masih merupakan emergency response dan belum tersusun dalam rencana tindakan yang baik, tetapi pengalaman tersebut dapat menjadi tumpuan menyelenggarakan respon bencana yang dibutuhkan oleh siswa, guru dan orang tua murid. Pada bagian ini justru titik kelemahan sekolah. Karena pengalaman emergency response, evakuasi, mengelolaan sekolah darurat dan proses rehabilitasi sekolah, belum menjadi kebijakan baku operasional sekolah. Artinya kebutuhan dan tantangan di dalam menghadapi situasi bencana belum mampu mengubah pendekatan manajemen penyelenggaraan sekolah. Kekuatan pada kepemilikan lahan dan sekolah dibawah tanggung jawab Negara, menjamin keberlangsungan sekolah dasar Negeri Keningar 1 dan 2. Dukungan dari luar sekolah seperti dari lembaga swadaya masyarakat, universitas maupun organisasi massa lainnya juga cukup banyak. Meskipun demikian kelemahannya adalah dukungan dari pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan universitas masih berjalan sendiri-sendiri belum terkoordinasi dalam rencana aksi bersama untuk sekolah maupun untuk desa. Kekuatan sekolah juga tampak dari kinerja komite sekolah yang didukung oleh budaya gotong royong warga Keningar. Dalam kontek manajemen sekolah berbasis pengurangan risiko bencana, kelemahan komite sekolah dan desa adalah sampai saat prosedur dan jalur evakuasi belum bisa susun karena desa juga belum menyusun prosedur yang sama. Lokasi pengungsian akhir yang rencananya ditetapkan oleh pemerintah belum jelas. Oleh sebab itu kondisi kebijakan operasional sekolah terkait prosedur dan jalur evakuasi belum bisa di susun. Ketiga, banjir lahar dingin. Kekuatan yang dimiliki sekolah adalah masyarakat memiliki pengalaman mengenali banjir lahar dingin yang biasanya mengalir deras di Sungai Senowo dan Sungai Cacaban. Khusus untuk SD Negeri Keningar 1, beberapa siswa berasal dari desa Ngargotontro yang jika berangkat dan pulang sekolah harus menyebrangi sungai Cacaban. Risiko ancaman bahaya siswa di SD Negeri Keningar 1 cukup tinggi. Sementara kelemahan yang dirasakan oleh sekolah adalah, pemerintah belum menerbitkan peta risiko bencana banjir lahar dingin sesuai perkembangan erupsi Merapi terbaru. Oleh karena itu lokasi pengungsian yang aman dari risiko banjir lahar dingin masih belum jelas. Keempat, sekolah darurat. Kekuatan sekolah adalah memiliki pengalaman mengelola sekolah darurat di pengungsian bagi siswa. Penyelenggaraan sekolah darurat ini diselenggarakan oleh SD Negeri Keningar 1 dan 2 dengan susah payah. Faktor yang mempengaruhi adalah lokasi pengungsian siswa terpencar-pencar di berbagai tempat tidak dalam satu lokasi yang sama. Kelemahan lainnya adalah Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
33
penyelenggaraan materi sekolah darurat dilakukan berdasarkan kekuatan improvisasi guru dan kepala sekolah. Sampai saat ini pengalaman inisiatif sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2 belum dijadikan standar manajemen sekolah darurat baik oleh sekolah, maupun dari kementerian pendidikan nasional di tingkat lokal dan nasional. Kelima, paska bencana. Sekolah memiliki kekuatan di dalam inisitif menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar sesegera mungkin setelah anak-anak kembali ke desa. Dukungan dari luar sekolah terhadap kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi paska bencana sekolah cukup tinggi. Mulai dari dukungan gotong royong masyarakat desa, dana program pemerintah, program kerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat dan Universitas untuk program land clearing dan perbaikan infrastruktur sekolah. Kelemahannya adalah dukungan dari luar sekolah tidak saling bersinergi tetapi parsial. Diperlukan kemampuan untuk membangun sinergi program antara semua stakeholder tersebut dalam satu program bersama. Pada sisi kebutuhan teknis, dibutuhkan waktu perbaikan dan pembersihan yang lama terhadap infrastruktur sekolah yang rusak, penuh debu dan pasir. Kadang kegiatan belajar mengajar siswa baru berjalan normal setelah satu bulan sejak di bersihkan. Meskipun sekolah memiliki inisiatif yang kuat dan ada dukungan dari pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan universitas, tetapi belum menyentuh pada kelemahan yang paling mendasar. Yaitu pengalaman penanganan bencana belum menjadi materi ajar di sekolah. Kegiatan program mitigasi dan kesiapsiagaan bencana di sekolah juga belum menjadi prioritas di kondisi paska bencana. Faktor kelemahan dukungan kebijakan untuk menginternalisasi pengalaman pengelolaan, mitigasi dan kesiapsiagaan bencana di sekolah dari kementerian pendidikan nasional dirasakan juga masih kurang. F.
SDN KENINGAR 1 DAN SDN KENINGAR 2: SEKOLAH DENGAN RISIKO TINGGI BENCANA ERUPSI MERAPI
Berdasarkan deskripsi ancaman bahaya/hazards, Kerentanan dan Kapasitas Sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2 tersebut diatas dapat rumuskan bahwa pertama, SD Negeri Keningar 1 dan 2 berada dalam situasi hazard (bahaya) erupsi karena berada dalam lokasi cakupan lintasan guguran lava/lahar, paparan gas beracun, hujan abu/kerikil dan limpahan banjir lahan dingin. Intensitas bahaya meningkat jika erupsi Merapi terjadi di saat jam sekolah sedang berlangsung karena belum ada sistem koordinasi yang dibangun antara sekolah dan masyarakat terkait respon darurat. Kedua, vulnerability (kerentanan) masyarakat dan sekolah SD Negeri di kawasan Merapi cukup tinggi karena faktor lokasi dan infrastruktur sekolah yang berada di Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
34
cakupan ancaman bahaya. Sekolah sebagai aktivitas anak-anak usia rentan juga menjadi faktor pendukung kerentanan sekolah. Bagaimanapun sekolah mayoritas berisi kelompok rentan; anak-anak dan perempuan yang tidak bisa mengambil keputusan sendiri terhadap situasi darurat yang terjadi. Sementara pengetahuan dasar tentang erupsi Merapi dan standar penyelematan dasar bagi siswa belum cukup dimiliki oleh civitas sekolah. Prinsipnya adalah ancaman bahaya belum menjadi kesadaran kolektif untuk membangun budaya aman. Meskipun tidak ada konflik yang berarti di sekolah dan masyarakat terkait dengan pengurangan risiko bencana, tetapi keyakinan masyarakat lokal tentang bahaya yang bersandar pada mitologi bisa menjadi kekuatan untuk mengurangi paparan kerentanan mereka. Kerentanan sekolah meningkat jika ancaman bahaya erupsi terjadi pada saat kegiatan belajar di sekolah sedang berlangsung. Ketiga, Pemahaman capacity (kapasitas) SD Negeri Keningar 1 dan 2 dan ketersediaan alat-alat (tools) mitigasi bencana erupsi Merapi masih rendah. Meskipun komunitas sekolah memahami tanda tanda dan dampak bahaya dan hidup bertahun-tahun bersama bahaya dan kesadaran kerentanan yang mereka hadapi, tetapi kemampuan tersebut belum di gunakan oleh masyarakat dan terutama sekolah untuk membangun konsep mitigasi dan kesiapsiagaan yang baik. Sekolah belum menyusun standar keselamatan dasar bagi civitas sekolah dan terintegrasi dengan kebijakan desa. Manajemen penyelenggaran SD Negeri Keningar 1 dan 2 di wilayah rentan ini juga masih sama seperti manajemen penyelenggaraan sekolah normal lainnya yang berada diwilayah risiko bencana rendah. G.
ANALISIS DAMPAK RISIKO BENCANA ERUPSI MERAPI
Analisis dampak risiko bencana erupsi Merapi bagi sekolah SD Negeri Keningar 1 dan SD Negeri Keningar 2 dapat dikelompokkan dalam beberapa dampak sebagai berikut: Pertama, dampak tertinggi pada kelompok paling rentan. Komunitas sekolah merupakan mayoritas kelompok rentan dalam perspektif analisis gender. Dampak bencana bagi anak-anak dan perempuan tentu berlipat kali lebih berat ketimbang dampak bagi laki-laki dewasa. Bentuk ancaman dampak bencana mulai dari sakit serangan saluran pernafasan sampai ke ancaman jiwa serta belum terhitung trauma bagi para kelompok rentan ini. Tetapi bagi anak-anak, perempuan dan diffable, mereka memiliki akses, kebutuhan dan partisipasi yang berbeda sesuai dengan tingkat umum dan jenis kelamin mereka. Dengan demikian anak-anak, perempuan dan diffable memerlukan kondisi khusus untuk bisa mengurangi paparan risiko bencana pada jangka panjang. Dalam kontek SD Negeri Keningar 1 dan 2 dampak bencana akan terkurangi jika penyelenggaraan bencana mengikuti kebutuhan, akses dan partisipasi yang berbeda dalam perspektif Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
35
gender. Demikian juga sebaliknya. Dampak bencana akan berlipatkali dihadapi oleh kelompok rentan jika tidak menjadikan mereka sebagai bagian penting (prioritas) dalam penyusuna kebijakan. Kedua, Civitas sekolah dan struktur sekolah/masyarakat pada akhirnya berubah karena dampak bencana. Temuan penting adalah pada waktu sekolah harus menyelenggarakan pengungsian dan sekolah darurat. Maka fungsi dari civitas sekolah berubah. Kepala Sekolah, Guru dan Penjaga Sekolah maupun orang tua murid (Komite Sekolah) berfungsi tumpang tindih berjalan sesuai dengan inisiatif dan pengetahuan personal. Fungsi masing-masing kemudian bertambah, selain memastikan KBM berjalan dengan baik, Kepala sekolah juga harus mengkoordinir dan memastikan apakah siswa dalam kondisi sehat, terpenuhi kebutuhan asupannya dan sudah mendapatkan layanan kesehatan yang memadai pada waktu sakit. Demikian juga guru, penjaga sekolah dan orang tua murid. Padahal mereka semua juga korban sekaligus pengungsi. Perubahan struktur ini berpotensi memicu konflik jika tidak diatur dengan baik belajar dari pengalaman penyelenggaraan sebelumnya. Ketiga, fasilitas pelayanan sekolah tidak berjalan. Ancaman bencana erupsi Merapi tahun 2010 terbukti menghentikan proses belajar mengajar di lokasi sekolah yang disediakan. Kegagalan menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar merupakan indikator penting bahwa sekolah terkena dampak langsung dari erupsi Merapi. Inisiatif untuk membangun sekolah darurat dipengungsian adalah salah satu bentuk upaya mengurangi dampak kegagalan penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Yang dibutuhkan adalah mengurangi risiko bencana bagi civitas sekolah dan menyelenggarakan sekolah darurat yang terkelola dengan baik. Keempat, lingkungan sekolah rusak. Infrastruktur sekolah rusak karena debu dan kerikil yang memenuhi lingkungan sekolah. Atap, buku-buku dan bangku sekolah hancur karena terkena paparan debu vulkanik. Kerusakan lingkungan memang tidak terhindarkan, tetapi tetap saja melemahkan daya tahan sekolah untuk menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar yang sehat dan berkualitas. Kelima, sumber pendapatan/input sekolah dalam melakukan recovery paska bencana. Minimnya dampak bantuan pemerintah terhadap proses rekonstruksi dan rehabilitasi sekolah paska bencana di fahami betul oleh sekolah. Oleh sebab itu, sekolah mengandalkan sumber daya dan kemampuan lokal untuk proses recovery paska bencana. Mobilisasi sumber daya sekolah meliputi bantuan tenaga, alat-alat dan financial dari wali murid, masyarakat desa, relawan kemanusiaan, lembaga swadaya masyarakat dan dari universitas. Kebutuhan dasar bagi perbaikan sekolah difokuskan penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di sekolah harus berjalan segera. Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
36
Berdasarkan lima kerangka analisis dampak tersebut, maka pada jangka panjang jika tidak terjadi perubahan terhadap strategi manajemen sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2, dampak bencana akan semakin berat dirasakan oleh civitas sekolah. Mengingat sekolah adalah salah satu lingkungan paling rentan dari ancaman bahaya. ANALISIS KEBUTUHAN MANAJEMEN SEKOLAH SDN KENINGAR 1 DAN SDN KENINGAR 2 1. Kebutuhan dan Peran Komunitas Sekolah Berdasarkan peta risiko bencana di SD Negeri Keningar 1 dan Keningar 2, maka untuk mengembangkan konsep manajemen risiko bencana di Sekolah tersebut, maka analisis kebutuhan dan peran program manajemen sekolah berbasis pengurangan risiko bencana di adalah sesuai Tabel 4.8. Kebutuhan pengembangan strategi manajemen sekolah berbasis pengurangan risiko bencana erupsi Merapi di SD Negeri Keningar 1 dan 2 adalah pertama, pada saat status Merapi Aktif Normal dan Waspada Merapi. Kebutuhan sekolah adalah menyusun dan menjalankan kurikulum kegiatan belajar mengajar tentang kebencanaan bagi siswa. Untuk itu, dibutuhkan kebijakan kurikulum, materi dan metode KBM tentang kebencanaan sebagai peran kepala sekolah. Kegiatan perumusan ini didukung materi operasionalnya oleh guru dan orang tua/wali murid. Konsep utama dari perumusan ini dilakukan secara partisipatif. Peran siswa pada tahapan ini adalah belajar, mengenali dan mempraktekan kurikulum kebencanaan yang mereka pelajari. Saat status Normal Aktif dan Waspada Merapi, sekolah juga membutuhkan strategi manajemen sekolah bagi pengurangan risiko bencana erupsi Merapi. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dibutuhkan tahapan peran sebagai berikut. (1). Peran kepala sekolah mengkoordinasikan perumusan Protap Manajemen Sekolah Berbasis Bencana. Sebagai proses mengkoordinasikan perumusan dibutuhkan peran partisipasi guru dan walimurid (komite sekolah) untuk terlibat di dalam proses perumusan. Sementara peran siswa adalah tetap belajar, mengenali dan mempraktekan kebijakan sekolah. (2). Peran Kepala Sekolah mengkoordinasikan penyusunan modul protap Pengurangan Risiko Bencana (PRB) di sekolah bagi guru dan siswa dengan mamaksimalkan paritisipasi guru dan orang tua/komite sekolah. Pada tahapan ini baik orang tua maupun siswa adalah memahami prosedur protap yang telah disusun. (3). Peran Kepala sekolah menyusun kebijakan melengkapi alat-alat keselamatan dasar di sekolah yang didukung oleh kebijakan pada tingkat operasional dalam bentuk Standar Keselamatan Dasar (SKD). Peran guru adalah berpartipasi aktif dalam proses dan mempraktekkan Standar Keselamatan Dasar (SKD) sekolah bersama siswa. H.
Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
37
Tabel 4.8. Kebutuhan dan Peran Stakeholder dalam Manajemen Sekolah bagi Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Merapi Status Merapi Kebutuhan Aktif Normal dan Waspada Merapi
Kurikulum KBM tentang kebencanaa n bagi siswa
Peran Kepsek Kuri kulum, materi KBM kebencanaan
Guru
Orang Tua
Desa
Siswa
mendukung Mendukung Mengenali dan & praktek Mengintegrasik an kebutuhan Pendidikan Mengembangk Aplikasikan sekolah dalam guru integrasi an metode/ dalam KBM Musrenbangde bencana bahan ajar s dan dokumen RPJMDes. Strategi Merumuskan Partisipasi Masukan Mengenali manajemen manajemen PRB & praktek Sekolah Modul Pengu Partisipasi Memahami Memahami bagi rangan Risiko proses protap tahapan Penguranga Bencana perumusan bencana protap n Risiko bencana Kebijakan alat Partisipasi, Berkontribusi praktek Erupsi /tools Standar mempraktekan pengadaan alat Merapi Keselamatan bersama siswa (protap) Dasar (SKD) Selenggarakan simulasi SKD
Memberikan masukan
Terlibat dan Terlibat dan berperan berperan
Siaga Merapi
Info Mera pi, simulasi, lokasi & prosedur evakuasi.
Monitor kesiapan implementasi protap PRB
Awas Merapi
Civitas sekolah mengungsi
Mengkoordinir implementasi Protap PRB
Menjalanka n& melaporkan
Mengikuti protap
Menyelenggara Mengung kan evakuasi si pengungsian
Sekolah darurat
Materi ajar; guru; peralatan belajar siswa/guru.
Mengkoordinir sekolah daru rat; bantuan terpilah gender informasi dll
Mendata, memonitor dan mengajar siswa
Menghubu ngi guru, memastika n anak-anak bersekolah.
Mendata, mengamankan KBM darurat; logistic bagi korban
Belajar dan bermain
Mengkalkulasi, melaporkan, ke rusakan, siap kan KBM bersama desa
Menyiapka n KBM
Membantu sekolah dan melaporkan kondisi siswa.
Memasukkan kebutuhan perbaikan sekolah dalam program desa
Membersih kan kelas masingmasing
Kembali Perbaikan ke kerusakan, Sekolah KBM kembali aktif Ahmad Badawi |
Mengingatkan siswa dan orang tua siswa prosedur protap PRB
praktek Mengkoordin asikan persiapan evakuasi dan pengungsian
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
Belajar praktek protap PRB dan SKD.
38
Mobilisasi dukungan dari masyarakat dapat dibagikan perannya kepada orang tua siswa dan masyarakat. sementara siswa perannya mampu mempraktekan SKD Sekolah. (4). Peran Kepala sekolah menyelenggarakan simulasi protap Pengurangan Risiko Bencana (PRB) bersama siswa, guru dan masyarakat desa. Pada saat status Normal Aktif dan Waspada Merapi, peran desa diharapkan mengintegrasikan kebutuhan sekolah SD Keningar 1 dan 2 melalui forum Musyawarah Rencana Pembangunan Desa (Musrenbangdes) dan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes). Integrasi ini meliputi perencanaan protap PRB dalam bentuk standar keselamatan, prosedur evakuasi, pengelolaan lokasi pengungsian, pelaksanaan sekolah darurat dan pengelolaan paska bencana dijadikan bagian dari dokumen perencanaan pembangunan desa yang terintegrasi melalui mekanisme perencanaan yang telah berjalan. Kepentingan dari peran desa tersebut adalah memastikan kebutuhan sekolah dan siswa dan kelompok rentan menjadi salah satu prioritas pembangunan di desa Keningar. Saat status Siaga Merapi, kebutuhannya adalah informasi perkembangan status Merapi, lokasi pengungsian dan prosedur evakuasi serta simulasi bersama atas sistem. Peran kepala sekolah pada kebutuhan ini adalah melakukan monitoring kesiapan implementasi protap PRB dan SKD di sekolah. Kesiapan ini meliputi pemahaman seluruh civitas sekolah tentang Protap PRB dan SKD sekolah serta ketersediaan alat-alat pendukung. Sementara peran guru adalah mengadakan simulasi dan mengingatkan siswa dan orang tua siswa tentang prosedur Protap PRB dan SKD di sekolah. Saat status Awas Merapi, kebutuhan yang muncul adalah civitas sekolah mengungsi di tempat yang telah ditentukan. Peran kepala sekolah pada status awas Merapi adalah mengkoordinir implementasi protap PRB sekolah bersama guru dan orang tua siswa berkoordinasi dengan Kepala Desa Keningar. Sementara peran desa adalah menyelenggarakan evakuasi pengungsian bersama sekolah ke tempat pengungsian yang jelas. Kejelasan tempat pengungsian ini penting karena akan memudahkan sekolah didalam menyelenggarakan sekolah darurat di pengungsian. Saat status pelaksanaan sekolah darurat, kebutuhan yang diperlukan adalah materi bahan ajar sekolah darurat. Materi ini di susun berbeda kebutuhannya dengan penyelenggaraan materi belajar pada situsi sekolah normal. Secara prinsip, materi bahan ajar merupakan kombinasi trauma healing siswa secara kelompok/kelas selain menindaklanjuti materi sekolah seperti biasa. Metode pembelajaran disesuai dengan kebutuhan siswa. Pengalaman SD Negeri Keningar 1 dan 2 dalam mengelola sekolah darurat melalui pengajaran CALISTUNG dan Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
39
kelas rangkap dapat dikembangkan menjadi kebijakan materi dan pembelajaran sekolah darurat. Peran kepala sekolah dalam penyelenggaraan sekolah darurat adalah mengkoordinir penyelenggaraan sekolah darurat, memastikan kebutuhan siswa secara terpilah gender terpenuhi serta mengkomunikasikan perkembangan sekolah ke struktur di bawahnya maupun struktur di atas. Guru-guru memastikan data perkembangan siswa, memantau kebutuhan siswa dari waktu ke waktu dan mengajar di kelas sekolah darurat. Guru dapat memaksimalkan peran relawan kemanusiaan dan petugas kesehatan untuk terlibat didalam pengelolaan kelas dengan mempertimbangkan kebutuhan siswa. Peran orang tua dalam penyelenggaraan sekolah darurat adalaah mengkomunikasikan kondisi siswa kepada guru dan memastikan anak-anak bersekolah di sekolah darurat. Tidak kalah penting adalah peran desa dalam memastikan terselenggaranya sekolah darurat meliputi mendata, memantau perkembangan para korban, mengamankan kegiatan belajar dan tentu saja memastikan pemenuhan logistic bagi para korban. Pada Status Kembali ke Sekolah, kebutuhan utama adalah perbaikan kerusakan untuk memastikan KBM dapat segera aktif kembali. Dibutuhkan pembersihan dan perbaikan ruang kelas dan lingkungan sekolah dari debu, kerikil maupun material erupsi lainnya segera. Peran kepala sekolah adalah mengkalkulasi, melaporkan dan mengkoordinir penyiapan KBM bersama guru, orang tua siswa serta desa. Peran siswa dapat terlibat dalam membersihkan kelas masing-masing. Tidak kalah penting adalah peran strategis desa untuk memasukan kebutuhan perbaikan sekolah ke dalam perencanaan program desa. 2. Siklus Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Gambar 7.2 Siklus Kebutuhan Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi Merapi
Siklus diatas menunjukkan kebutuhan respon sekolah mengikuti status Merapi. Atau pada saat dibutuhkan kondisi tertentu seperti Sekolah Darurat dan Kembali ke Sekolah paska bencana usai. Siklus ini merupakan spiral yang bergerak Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
40
keatas dari mulai Aktif Normal dan Waspada Merapi menuju ke Siaga Merapi, Awas Merapi, Sekolah Darurat dan Kembali ke Sekolah. Pada saat kembali ke sekolah bermakna siklus lanjutan dimulai lagi dari bawah dimana status Merapi adalah Normal Aktif dan Waspada Merapi dengan perbedaan pada level kualitas manajemen sekolah yang diperlukan. Pada saat kondisi sekolah normal kembali, sekolah perlu mengkaji ulang, melakukan review atas kebijakan pendukung yang selama ini telah disusun untuk perbaikan-perbaikan kebijakan sekolah. 3. Prioritas Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi Merapi di SD Negeri Keningar 1 dan 2 Strategi utama di dalam manajemen risiko bencana adalah dengan mengelola hazard, menurunkan kerentanan (vulnerability) dan meningkatkan kapasitas & ketahanan korban (capacity & resilience). Berdasarkan hasil pemetaan diatas dengan mengaplikasikan strategi utama manajemen sekolah, maka sekolah perlu mengembangkan model integrasi manajemen sekolah berbasis pengurangan risiko bencana yang meliputi: Pertama penguatan institusi sekolah meliputi arah Visi, Misi dan Tujuan sekolah. Kedua, strategi program dan manajemen sekolah: (a). Standar Manajemen Pengurangan Risiko Bencana Sekolah. Meliputi Prosedur Keselamatan Dasar (PKD) Sekolah dan Standar Evakuasi Sekolah (b). Standar Manajemen Sekolah Darurat yang mecakup Tujuan Umum Pengajaran, Metode, Media Belajar, Kegiatan Belajar Mengajar dan Evaluasi Belajar.
Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
41
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………………………………………i DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………………………………………….ii A. P E N D A H U L U A N..................................................................................................... 1 1. Latar belakang................................................................................................................ 1 2. Landasan Kebijakan ....................................................................................................... 2 3. Tujuan, Sasaran dan Ruang Lingkup .............................................................................. 2 a. Tujuan.......................................................................................................................... 2 b. Sasaran ........................................................................................................................ 3 c. Ruang Lingkup ............................................................................................................. 3 B. KONSEP STRATEGI MANAJEMEN SEKOLAH BERBASIS BENCANA ERUPSI (SMSBBE) MERAPI .......................................................................................................................... 3 1. Pengertian...................................................................................................................... 3 2. Konsep Dasar ................................................................................................................. 4 3. Materi SMSBBE Merapi ................................................................................................. 7 a. Prosedur Keselamatan Dasar dan Evakuasi (PKDE) Sekolah. ........................................ 7 1). Tujuan ......................................................................................................................... 7 2). Sasaran........................................................................................................................ 7 3). Ruang lingkup.............................................................................................................. 7 4). Materi .......................................................................................................................... 7 5). Prosedur Keselamatan Dasar Sekolah ........................................................................ 8 6). Prosedur Evakuasi Sekolah ......................................................................................... 8 7). Alat-alat..................................................................................................................... 10 8). Organisasi.................................................................................................................. 11 9). Peran Masyarakat ..................................................................................................... 11 10). Pembiayaan............................................................................................................. 11 b. Standar Manajemen Sekolah Darurat di Pengungsian ................................................ 11 1). Tujuan ....................................................................................................................... 11 2). Peserta didik ............................................................................................................. 11 3). Pendidik .................................................................................................................... 11 4). Kurikulum................................................................................................................... 12 5). Metode...................................................................................................................... 12 6). Alat dan sarana Belajar ............................................................................................. 12 7). Organisasi.................................................................................................................. 12 8). Pembiayaan............................................................................................................... 12 9). Peran masyarakat ..................................................................................................... 13 c. Kualifikasi Sumber Daya dan Pengertian Konsep ........................................................ 13 1). Kualifikasi Sumber Daya............................................................................................... 13 2). Pengertian-pengertian Konsep...................................................................................... 13 Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
43
STRATEGI MANAJEMEN SEKOLAH BERBASIS BENCANA ERUPSI MERAPI.................... 14 Visi................................................................................................................................ 14 Misi ............................................................................................................................. 15 Tujuan Umum ............................................................................................................ 15 Tujuan Khusus ............................................................................................................. 15 Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi Merapi .................................. 15 a. Penguatan Kelembagaan dan Sumber Daya Komunitas sekolah..............................15 b. Integrasi Pengurangan Risiko Bencana ke Dalam Kegiatan Intrakurikuler dan Ekstrakurikuler dan Kondisi Darurat di Pengungsian............................................................... 17 D. PELAKSANAAN STRATEGI MANAJEMEN SEKOLAH BERBASIS BENCANA ERUPSI (SMSBBE) MERAPI........................................................................................................ 17 1. Peran Stakeholder dalam Pelaksanaan Strategi. ......................................................... 17 a. Peran Kepala Sekolah ................................................................................................ 17 b. Peran guru................................................................................................................. 18 c. Peran Murid .............................................................................................................. 18 d. Peran Orang Tua Murid............................................................................................. 18 e. Peran Komite............................................................................................................. 18 f. Peran Desa ................................................................................................................ 18 2. Kekuatan dan Kelemahan Strategi............................................................................... 18 3. Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Strategi............................................................ 19 a. Monitoring ................................................................................................................ 19 b. Evaluasi...................................................................................................................... 19 E. P E N U T U P ................................................................................................................ 20 C. 1. 2. 3. 4. 5.
Ahmad Badawi |
Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
44
STRATEGI MANAJEMEN SEKOLAH BERBASIS BENCANA ERUPSI (SMSBBE) MERAPI SD Negeri Keningar 01 dan SD Negeri Keningar 02 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang Jawa Tengah I.
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Badan Nasional Penanggulangan Bencana/BNPB tanggal 30 November 2010 melaporkan erupsi Merapi mengakibatkan 61.154 jiwa mengungsi, 341 jiwa meninggal dan 368 jiwa rawat inap. Menyebabkan 3.307 bangunan rumah, sekolah, puskesmas dan pasar rusak. Nilai kerugian mencapai Rp 4,23 triliun (Kompas, 2012). ada 156 sekolah tingkat SD, SMP dan SMA rusak berat di Kabupaten Magelang, Klaten dan Boyolali di Provinsi Jawa Tengah serta di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (Republika.co.id, 2011). Sementara guru mengungsi 1.882 orang dan siswa 18.345 orang (Republika.co.id, 2010). Hasil pemetaan risiko bencana di SD Negeri Keningar 1 dan 2 menyatakan bahwa pertama, SD Negeri Keningar 1 dan 2 berada dalam situasi hazard (bahaya) yang tinggi karena berada dalam lokasi cakupan lintasan guguran lava/lahar, paparan gas beracun, hujan abu/kerikil dan limpahan banjir lahan dingin. Intensitas bahaya SD Negeri Keningar 1 dan 2 meningkat jika erupsi Merapi terjadi pada jam sekolah sedang berlangsung. Karena belum ada sistem respon darurat yang dibangun antara sekolah dan masyarakat. Kedua, vulnerability (kerentanan) masyarakat dan sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2 tinggi karena faktor lokasi dan infrastruktur sekolah yang berada di cakupan ancaman bahaya Merapi. Sekolah sebagai aktivitas anak-anak dan perempuan menjadi faktor pendukung tingkat kerentanan sekolah. Anak-anak dan perempuan komunitas sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2 tidak bisa mengambil keputusan sendiri terhadap situasi darurat yang terjadi di sekolah. Sementara pengetahuan dasar tentang erupsi Merapi dan standar penyelamatan dasar bagi siswa belum dimiliki oleh komunitas sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2. Ancaman bahaya belum menjadi kesadaran kolektif untuk membangun budaya aman di Sekolah. Meskipun tidak ada konflik yang berarti di sekolah dan masyarakat terkait dengan pengurangan risiko bencana, tetapi keyakinan masyarakat lokal tentang bahaya yang bersandar pada mitologi bisa menjadi kekuatan untuk mengurangi paparan kerentanan mereka. Kerentanan
1
Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi (SMSBBE) Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang -Jawa Tengah Tahun 2013
| Ahmad Badawi
sekolah meningkat jika ancaman bahaya erupsi terjadi pada saat kegiatan belajar di sekolah sedang berlangsung. Ketiga, Pemahaman capacity (kapasitas) masyarakat dan ketersediaan alat-alat (tools) mitigasi bencana erupsi Merapi masih rendah. Komunitas sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2 memahami tanda tanda dan dampak bahaya. Bahkan hidup bertahun-tahun bersama bahaya dan kesadaran kerentanan yang mereka hadapi. Tetapi kemampuan tersebut belum di gunakan oleh masyarakat dan sekolah untuk membangun konsep mitigasi dan kesiapsiagaan yang baik. Sekolah belum menyusun standar keselamatan dasar bagi civitas sekolah terintegrasi dengan kebijakan desa. Prioritas strategi manajemen sekolah berbasis bencana di SD Negeri Keningar 1 dan SD Negeri Keningar 2 pertama penguatan institusi sekolah meliputi arah Visi, Misi dan Tujuan sekolah. Kedua, strategi program dan manajemen sekolah: (a). Standar Manajemen Pengurangan Risiko Bencana Sekolah. Meliputi Prosedur Keselamatan Dasar dan Evakuasi (PKDE) Sekolah (b). Standar Manajemen Sekolah Darurat. 2. Landasan Kebijakan 1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat (1), Pasal 31 dan Pasal 32. 2) Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2003, Bab IV. Pasal 5 tentang Hak dan Kewajiban Warga Negara, Orang Tua, Masyarakat dan Pemerintah 3) Undang Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana 4) Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di tingkat nasional sampai Tingkat Kabupaten/Kota. 5) Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 04 Tahun 2012 tentang Pedoman Penerapan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana, tertanggal 30 April 2012 6) Surat Edaran Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional Nomor 70a/MPN/SE/2010 tentang Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana di Sekolah. 3. Tujuan, Sasaran dan Ruang Lingkup a. Tujuan Mewujudkan ketahananan sekolah dalam pengurangan risiko bencana erupsi Merapi yang terintegrasi dengan kebutuhan siswa, guru dan lingkungan sekolah.
2
Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi (SMSBBE) Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang -Jawa Tengah Tahun 2013
| Ahmad Badawi
b. Sasaran Seluruh civitas sekolah meliputi Kepala Sekolah, siswa, guru dan tenaga administrasi di lingkungan SD Keningar 1 dan 2 Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang Jawa Tengah. c. Ruang Lingkup Meliputi semua kebijakan strategi manajemen di lingkup SD Negeri Keningar 1 dan 2 dalam upaya pengurangan risiko bencana erupsi bagi siswa, guru dan tenaga kependidikan termasuk orang tua murid. SMSBBE Merapi meliputi pengaturan mitigasi dan kesiapsiagaan sekolah: (1). Prosedur Keselamatan Dasar dan Evakuasi (PKDE) Sekolah. (2). Standar Manajemen Sekolah Darurat di Pengungsian.
J.
KONSEP STRATEGI MANAJEMEN SEKOLAH BERBASIS BENCANA ERUPSI (SMSBBE) MERAPI
1. Pengertian Strategi manajemen sekolah adalah suatu tindakan kegiatan mengikat, komprehensif dan terpadu di dalam organisasi sekolah terhadap tantangan lingkungan sekolah yang prosesnya merupakan gabungan antara ilmu dan seni untuk mencapai tujuan tertentu bersama orang lain melalui kegiatan perencanaan (planning), pelaksanaan (implementing, directing & actuating), pengawasan (controlling), dan pembinaan (leading). Dalam kontek manajemen berbasis bencana erupsi Merapi adalah upaya membangun manajemen sekolah yang terintegrasi dengan pengalaman dan kebutuhan lokal bagi pengurangan dampak risiko bencana erupsi Merapi. Manajemen pendidikan bencana adalah proses pengelolaan pembelajaran bersama antara sekolah, orang tua murid, Komite Sekolah dan desa pada satu tujuan bersama untuk mengurangi dampak risiko bencana bagi sekolah. Kunci utama yang dibangun dalam pengurangan risiko bencana adalah pengakuan dan penggunaan kearifan tradisional dan pengetahuan lokal (Affeltranger, 2007). Oleh sebab itu pendidikan pengurangan risiko bencana merupakan perspektif materi pendidikan formal. Konsep Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi Merapi di dalam sistem pendidikan meliputi memasukan pertimbangan kritis berdasarkan pengalaman dan kebutuhan sekolah dalam pengurangan risiko bencana. Pertimbangan-pertimbangan pengurangan risiko bencana diaplikasikan dalam dua arah. Pertama, pengembangan kebijakan dan program strategis sekolah. Meliputi kerangka strategis, perencanaan, implementasi, strukur kelembagaan, sarana prasarana dan implementasi
3
Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi (SMSBBE) Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang -Jawa Tengah Tahun 2013
| Ahmad Badawi
pembelajaran. Kedua, Mengembangkan kegiatan-kegiatan pencegahan, mitigasi bencana dan kesiapsiagaan bencana di Sekolah. 2. Konsep Dasar Konsep dasar SMSBBE SD Negeri Keningar 1 dan 2 mengikuti siklus status Merapi. Pada saat status Merapi Aktif Normal dan Waspada. Kebutuhan manajemen sekolah adalah kurikulum kebencanaan dan manajemen sekolah berbasis bencana (MSBB). Gambar 4.6 Siklus Kebutuhan Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi Merapi
Pada saat Siaga Merapi kebutuhan manajemen sekolah adalah melakukan simulasi, informasi, lokasi dan prosedur pengungsian. Pada saat status awas Merapi, Kebutuhan Sekolah adalah Mengungsi ke Tempat Pengungsian sesuai dengan prosedur Standar Keselamatan Dasar dan Evakuasi (SKDE) Sekolah. Sementara pada saat menjalankan sekolah darurat di pengungsian, kebutuhan manajemen sekolah adalah materi dan alatalat/sarana/prasarana sekolah darurat. Pada saat kembali ke sekolah, kebutuhan sekolah adalah perbaikan kerusakan infrastruktur dan memastikan segera kegiatan belajar mengajar aktif kembali. Siklus tersebut merupakan spiral yang bergerak keatas mulai dari Aktif Normal dan Waspada Merapi menuju ke Siaga Merapi, Awas Merapi, Sekolah Darurat dan Kembali ke Sekolah. Pada saat kembali ke sekolah, siklus lanjutan dimulai lagi dari bawah dimana status Merapi adalah Normal Aktif dan Waspada Merapi. Perbedaannya siklus pertama dan kedua adalah level kualitas manajemen sekolah yang diperlukan. Pada saat kondisi sekolah normal kembali, sekolah mengevaluasi
4
Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi (SMSBBE) Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang -Jawa Tengah Tahun 2013
| Ahmad Badawi
terhadap pendekatan manajemen, prosedur, sumber daya manusia dan kebijakan maupun alat-alat pendukung berjalan sesuai dengan konsep Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi Merapi (SMSBBE) yang ditetapkan. Dengan siklus ini maka semua pengalaman respon bencana akan menjadi basis pengetahuan baru dan di terapkan dalam sistem manajemen sekolah yang meningkat sesuai kebutuhan. a. Mengapa Perlu SMSBBE Merapi? Pertimbangan utama adalah komunitas sekolah yang terletak di wilayah risiko tinggi bencana erupsi Merapi (KRB III) terutama siswa dan diffable merupakan salah satu kelompok rentan terhadap paparan erupsi Merapi. Komunitas sekolah meliputi siswa, guru dan tenaga kependidikan, orang tua siswa dan masyarakat sekitar merupakan sumber daya dan aset yang harus menjadi prioritas pembangunan. Sekolah sebagai aset pengetahuan dan aset membangun peradaban merupakan indikator penting dalam kemajuan bangsa Indonesia. Oleh sebab itu Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat (1), Pasal 31 dan Pasal 32 UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan jaminan atas hak dasar warga negara di bidang pendidikan (UUD 1945, 2002). Sebagaimana dituangkan didalam Bab IV. Hak dan Kewajiban Warga Negara, Orang Tua, Masyarakat, dan Pemerintah, Pasal 5 Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2003 (Depdiknas, 2003). Arah pembangunan millenium dunia terkait pengurangan risiko bencana saat ini menjadi prioritas. Konferensi Dunia untuk Pengurangan Risiko Bencana (World Conference on Disaster Reduction) di Kobe Jepang tahun 2005, 168 negara termasuk Indonesia menandatangani pesetujuan global bagi pengurangan risiko bencana yang dituangkan dalam Hyogo Frame Work for Action (HFA) 2005 – 2015. Ada tiga tujuan strategis dan lima pilar prioritas kegiatan HFA. Tujuan strategi tersebut: pertama Integrasi yang lebih efektif pengurangan risiko bencana ke dalam kebijakan pembangunan secara berkelanjutan, perencanaan dan penyusunan program pada semua jenjang dengan secara khusus memberikan penekanan pada pencegahan bencana, mitigasi, kesiapsiagaan dan pengurangan kerentananan. Kedua, pengembangan dan penguatan kelembagaan, mekanisme dan kapasitas pada semua tingkat secara lebih khusus pada tingkat masyarakat, yang dapat secara sistematis memberikan sumbangan terhadap pembangunan dalam menghadapi bahaya. Ketiga, kerjasama sistematis dari pendekatan pengurangan risiko bencana ke dalam rencana dan pelaksanaan program tanggap darurat, respon dan program pemulihan di dalam proses rekonstruksi dari masyarakat yang terkena bencana.
5
Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi (SMSBBE) Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang -Jawa Tengah Tahun 2013
| Ahmad Badawi
Hyogo Frame Work for Action (HFA) menetapkan lima prioritas kegiatan untuk mencapai tiga tujuan tersebut ditahun 2015 pertama, memastikan bahwa pengurangan risiko bencana ditempatkan sebagai prioritas nasional dan lokal dengan dasar institusional yang kuat dalam pelaksanaannya. Kedua, mengidentifikasi, mengevaluasi dan memonitor risiko-risiko bencana dan meningkatkan pemanfaatan peringatan dini. Ketiga, menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun suatu budaya aman dan ketahanan pada semua tingkatan. Keempat, mengurangi faktor-faktor risiko dasar. Kelima, memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana dengan respon yang efektif pada semua tingkatan. Memperkuat kapasitas-kapasitas pada tingkat komunitas untuk mengurangi risiko bencana pada tingkat lokal, dimana individu dan komunitas memobilisir sumberdaya lokal untuk upaya mengurangi kerentanan terhadap bahaya. Secara khusus, pada kontek pendidikan, pengurangan risiko bencana sesuai HFA, pendidikan merupakan capaian tujuan kunci bagi penggunaan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun budaya aman dan ketahanan di semua tingkatan (Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, 2010). Secara teknis operasional Surat Edaran Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional Nomor 70a/MPN/SE/2010 tentang Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana di Sekolah (2010), menegaskan masih rendahnya kesiapsiagaan komunitas sekolah dan minimnya pengetahuan tentang bencana alam, yang disebabkan karena: (1). Belum ada kebijakan nasional dibidang pendidikan tentang penanggulangan bencana (2). Di era desentralisasi pendidikan: upaya-upaya pengurangan risiko bencana ke dalam kegiatan pembelajaran di sekolah belum banyak dilakukan. (3). Baru ada beberapa propinsi yang sudah memiliki kebijakan dalam bentuk peraturan daseran tentang penanggulangan bencana. Undang Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menegaskan bahwa Strategi Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana di Sekolah adalah kegiatan jangka panjang yang diutamakan untuk mengintegrasikan materi pembelajaran pendidikan kebencanaan kedalam kurikulum tingkat satuan pendidikan, bagi semua satuan pendidikan dasar dan menengah (2007). b. Prinsip-prinsip SMSBBE Merapi Sesuai kompilasi Surat Edaran Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional Nomor 70a/MPN/SE/2010 tentang Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana di Sekolah (2010) dan
6
Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi (SMSBBE) Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang -Jawa Tengah Tahun 2013
| Ahmad Badawi
Hyogo Frame Work for Action (HFA) 2005 – 2015 prinsip dasar Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi Merapi adalah: 1. Interdisiplin dan menyeluruh. Pembelajaran untuk pembangunan berkelanjutan terkandung dalam keseluruhan kurikulum tidak harus sebagai mata pelajaran terpisah. 2. Berorientasi nilai kearifan lokal; nilai dan prinsip pembangunan berkelanjutan di tingkat lokal yang pro lingkungan. 3. Kritis dan kontekstual. Mampu membangun kepercayaan diri dan sesuai dengan kebutuhan pemecahan masalah lokal sekolah terkait tantangan ancaman bahaya erupsi Merapi. 4. Multimetode; Pendekatan belajar di fokuskan untuk mendapatkan pengetahuan dan membangun lingkungan pengetahuan yang menyenangkan. 5. Partisipatif; Pengambilan keputusan dilakukan dengan melibatkan penerima manfaat. 6. Aplikatif; Pengalaman pembelajaran terintegrasi dalam keseharian warga sekolah dan nilai-nilai budaya lokal. 7. Pro gender dan kelompok rentan. 3. Materi SMSBBE Merapi a. Prosedur Keselamatan Dasar dan Evakuasi (PKDE) Sekolah. 1). Tujuan Membangun budaya aman (safety) dan kesiapsiagaan bagi pengurangan dampak risiko bencana erupsi Merapi di lingkungan sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2 Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang yang terintegrasi dengan kebijakan Desa. 2). Sasaran Seluruh komunitas sekolah meliputi Kepala Sekolah, siswa, guru dan tenaga administrasi, orang tua siswa dan masyarakat dilingkungan SD Keningar 1 dan 2 Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang Jawa Tengah. 3). Ruang lingkup Meliputi kebijakan keselamatan dan pelaksanaan sekolah darurat bagi seluruh komunitas SD Negeri Keningar 1 dan 2 dalam pengurangan risiko bencana erupsi Merapi. 4). Materi Materi kurikulum pendidikan bencana di integrasikan dengan mata pelajaran lainnya dengan pesan materi utama sebagai berikut:
7
Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi (SMSBBE) Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang -Jawa Tengah Tahun 2013
| Ahmad Badawi
a) b) c) d) e)
Bencana dan cara pandang terhadap erupsi Merapi. Pemahaman tentang peta ancaman bahaya erupsi bagi sekolah. Pemahaman tentang peta kerentanan dan kapasitas sekolah. Pemahaman tentang manajemen erupsi Merapi di Sekolah Bimbingan Konseling kelas bagi siswa
5). Prosedur Keselamatan Dasar Sekolah Prosedur Keselamatan Dasar Sekolah SD Keningar 1 dan 2 merupakan prosedur dasar yang dipakai oleh sekolah jika terjadi erupsi Merapi, tetapi belum diperlukan evakuasi bagi komunitas sekolah. Kondisi ini bisa terjadi pada saat semua level status Merapi. Oleh sebab itu, Prosedur Keselamatan Dasar (PKD) Sekolah penting dikembangkan untuk menjamin kesehatan, keselamatan dan kenyamanan komunitas sekolah didalam kegiatan belajar mengajar. Prosedur ini meliputi: Pertama, Informasi Status Merapi. Informasi status Merapi disampaikan melalui pengeras suara di Musholla sekolahan maupun melalui pengeras suara milik sekolah. Update informasi status merapi di peruntukan untuk memberikan gambaran kondisi status Merapi kepada komunitas sekolah dari waktu ke waktu. Tujuannya untuk membangun kesiapsiagaan komunitas sekolah jika sewaktuwaktu harus melakukan evakuasi. Kedua, Peringatan Bahaya. Peringatan bahaya dilakukan melalui suara panjang bel sekolah atau bisa melalui pengeras suara maupun kentongan yang dipukul berkalikali (titir). Pilihan penggunaan berbagai alat peringatan ini untuk mengantisipasi kemungkinan listrik di desa mati. Begitu terjadi peringatan bahaya maka seluruh komunitas sekolah (termasuk masyarakat/orang tua siswa) yang berada dilingkungan sekolah untuk mengambil dan mengenakan alat-alat keselamatan dasar seperti masker, kacamata dan penutup kepala ditempat yang disediakan, kemudian melanjutkan kegiatan belajar. Ketiga, jika terjadi korban luka, maka akan mendapatkan pertolongan pertama di UKS Sekolah SD Negeri Keningar 2 dan di kantor Polindes untuk SD Keningar 1. Keempat, pada saat kondisi sudah aman, alat-alat keselamatan dasar dapat di lepas dan di kembalikan ke tempat penyimpanan sekolah untuk bisa dipakai kembali lain waktu. 6). Prosedur Evakuasi Sekolah Gambar 4.6. Jalur Evakuasi Desa Keningar Tahun 2010
8
Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi (SMSBBE) Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang -Jawa Tengah Tahun 2013
| Ahmad Badawi
Prosedur evakuasi untuk memastikan bahwa seluruh komunitas SD Negeri Keningar 1 dan 2 Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang mampu menyelenggara kan penyelamatan dan pengungsian dengan baik. Prosedur evakuasi disusun berdasarkan sarkan asumsi erupsi Marapi terjadi pad pada saat kegiatan belajar sedang berlangsung dilingkungan sekolah. Tahapannya: Pertama,, Informasi Status Merapi. Informasi status Merapi disampaikan melalui pengeras suara di Musholla sekolahan maupun melalui pengeras suara milik sekolah. Update informasi inii peruntukan untuk memberikan gambaran kondisi status Merapi kepada komunitas sekolah dari waktu ke waktu. Tujuannya untuk membangun kesiapsiagaan komunitas sekolah. Kedua,, Peringatan Bahaya. Peringatan bahaya disampaikan melalui suara panjang bel sekolah atau bisa melalui pengeras suara maupun kentongan yang dipukul berkali-kali (titir). ). Pilihan penggunaan berbagai alat peringatan ini untuk mengantisipasi kemungkinan listrik di desa mati. Begitu terjadi peringatan bahaya maka seluruh komunitas sekolah (ter (termasuk masyarakat/orang tua siswa) yang berada dilingkungan sekolah untuk mengambil dan mengenakan alat alat-alat keselamatan dasar seperti masker, kacamata dan penutup kepala ditempat yang disediakan, kemudian berkumpul ke Titik Kumpul yang telah ditentukan. Ketiga,, Titik Kumpul. Titik Kumpul SD Negeri Keningar 1 ada di lapangan depan sekolah. Titik Kumpul SD Negeri Keningar 2 di halaman sekolah. Semua komunitas sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2 telah berkumpul di titik kumpul dengan matan dasar. Komunitas sekolah menunggu untuk mengenakan alat-alat keselamatan dievakuasi ke Tempat Pengungsian Akhir (TPA) bersama dengan masyarakat desa Keningar yang lainnya. Gambar 4.7. Peta Lokasi Tempat Pengungsian Akhir Desa Keningar.
9
Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi (SMSBBE) Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Jawa Tengah Tahun 2013 Kabupaten Magelang -Jawa
| Ahmad Badawi
Desa Ngrajek Kecamatan Mungkid.
Keempat, pendataan. Pada saat berada di titik kumpul menunggu diangkut ke Tempat Pengungsian Akhir (TPA) dilakukan pendataan oleh petugas sekolah untuk memastikan nama dan jumlah pengungsi dari komunitas sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2. Data ini kemudian di serahkan kepada kepala sekolah dan kepala desa Keningar. Kelima,, Jalur Evakuasi. Jalur evakuasi bagi para pengungsi dari sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2 adalah melalui jalan utama desa menuju ke Muntilan masuk arah jalan menuju Jogjakarta dan berbelok ke kanan m menuju jalan Borobudur. Desa Ngrajek Kecamatan Mungkid berada di jalur tersebut. Jalur evakuasi dapat dilihat dalam gambar disamping. Jalur evakuasi desa Keningar yang berada di Dusun Gondangrejo dapat langsung turun menuju desa Sumber dan mengarah ke Desa Ngrajek Kecamatan Mungkid Kabupaten Magelang. Keenam,, alat transportasi. Alat transportasi bagi para pengungsi adalah kendaraan Truk bak terbuka dan kendaraan pribadi warga yang telah disiapkan oleh sekolah dan Petugas Evakuasi dari desa Keningar. Ketujuh,, Tempat Pengungsian Akhir. Adalah tempat di mana penduduk dari desa Keningar mengungsi selama erupsi Merapi berlangsung. Tempat Pengungsian Akhir desa Keningar adalah Desa Ngrajek Kecamatan Mungkid Kabupaten Magelang. Kedelapan,, sesampainya di Tempat Peng Pengungsian Akhir, petugas dari sekolah dan desa Keningar menyerahkan dokumen data pengungsi kepada petugas setempat.
7). Alat-alat
10
Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi (SMSBBE) Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang -Jawa Jawa Tengah Tahun 2013
| Ahmad Badawi
Aat-alat keselamatan dasar meliputi masker, kacamata, penutup kepala/payung/topi, oksigen, pengeras suara, alat komunikasi dan kendaraan alat transportasi untuk evakuasi. 8). Organisasi Penyelenggaraan Prosedur Keselamatan Dasar dan Evakuasi (PKDE) sekolah merupakan tanggung jawab Kepala Sekolah dibantu oleh seluruh komunitas sekolah, masyarakat desa dan pemerintah desa. Serta pada kondisi darurat perlu di dukung juga oleh paramedik maupun tenaga guru bimbingan dan konseling. Secara khusus sekolah membentuk unit kerja dari Guru atau Tenaga Kependidikan sebagai Petugas Pelaksana. Petugas ini kemudian bertanggung jawab melatih dan menjalankannya Prosedur Keselamatan Dasar Sekolah. 9). Peran Masyarakat Didalam seluruh proses perencanaan dan implementasi Prosedur Keselamatan Dasar dan Evakuasi (PKDE) Sekolah meliputi pendataan, menyusun alur dan prosedur evakuasi, komunitas sekolah dan masyarakat terlibat bersama. Kepala Desa menjadi salah penanggung jawab dan satu tulang punggung berjalannya Prosedur Keselamatan Dasar dan Evakuasi (PKDE) Sekolah yang terintegrasi dengan desa. 10). Pembiayaan Biaya pelaksanaan dan manajemen Prosedur Keselamatan Dasar dan Evakuasi (PKDE) Sekolah di biayai dari kas sekolah dan Desa Keningar. Dalam pembiayaan dimungkinkan menggalang kontribusi bantuan dari masyarakat, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan universitas. b. Standar Manajemen Sekolah Darurat di Pengungsian 1). Tujuan Mengembangkan kesadaran siswa hidup harmoni bersama risiko bencana Erupsi Merapi. 2). Peserta didik Semua siswa kelas dasar yang berada di tempat pengungsian khususnya siswa SD Negeri Keningar 1 dan 2. 3). Pendidik Guru-guru SD Negeri Keningar 1 dan 2 yang dilatih khusus mengintegrasikan
11
Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi (SMSBBE) Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang -Jawa Tengah Tahun 2013
| Ahmad Badawi
kebencanaan dalam semua bidang studi dibantu relawan tenaga medis sesuai kebutuhan siswa. 4). Kurikulum Kurikulum pendidikan perilaku sadar bencana dintegrasikan dengan mata pelajaran lainnya dengan pesan materi utama sebagai berikut: (a). Bencana dan cara pandang terhadap erupsi Merapi. (b). Pemahaman tentang peta ancaman bahaya erupsi bagi sekolah. (c). Pemahaman tentang peta kerentanaan dan kapasitas sekolah. (d). Pemahaman tentang manajemen erupsi Merapi di Sekolah. (e). Bimbingan Konseling Siswa 5). Metode Kegiatan belajar mengajar dilakukan di dalam kelas dan diluar kelas dengan menggunakan media yang mudah dan menyenangkan siswa. Metode kelas paralel dimungkinkan untuk dilaksanakan. Pembelajaran mengkombinasikan metode: (a). Bercerita. (b). Menggambar. (c). Menulis/mengarang (e). Bekerja dalam kelompok. (f). Praktek /simulasi 6). Alat dan sarana Belajar Alat pembelajaran menggunakan media seadanya tidak terpaku pada alat media belajar khusus. Prinsip utamanya adalah menggunakan alat belajar yang dekat dengan kehidupan anak anak dan mudah di dapatkan. Sarana dan prasarana belajar dapat menggunakan tenda tertutup maupun semi terbuka. Bahkan dapat menggunakan sarana belajar di rumah warga atau tempat ibadah. Prinsip utamanya adalah sarana belajar mengajar tidak membebani penyelenggara sekolah darurat yang juga korban. 7). Organisasi Manajemen pendataan siswa di pengungsian merupakan tanggung jawab guru kelas yang di koordinir langsung oleh Kepala Sekolah. Penyelenggaraan sekolah darurat tanggung jawab Kepala Sekolah dan guru-guru dari SD Negeri Keningar 1 dan 2. Proses penyelenggaraan sekolah darurat dibantu relawan dari luar desa maupun dari warga desa Keningar sendiri. Didukung juga oleh paramedic maupun tenaga guru bimbingan dan konseling. Sekolah menyusun petugas yang bertanggung jawab atas pelaksanaan sekolah darurat dari waktu ke waktu. Petugas ini meliputi, guru, relawan, paramedic dan konselor. 8). Pembiayaan
12
Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi (SMSBBE) Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang -Jawa Tengah Tahun 2013
| Ahmad Badawi
Biaya penyelenggaraan sekolah darurat ditanggung oleh sekolah dengan memaksimalkan kontribusi bantuan dari masyarakat, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, universitas maupun perseorangan. Meskipun demikian sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2 tetap menyusun anggaran kebutuhan, merekap laporan pengeluaran dan menyiapkan laporan keuangan secara sederhana kepada Kepala Sekolah. 9). Peran masyarakat Didalam seluruh proses pendataan, perencanaan, pelaksanaan dan monitoring dan evaluasi kegiatan sekolah darurat, akan dimaksimalkan peran masyarakat desa dan pemerintah desa untuk berpartisipasi dalam kegiatan sekolah darurat. Kepala Desa menjadi salah satu tulang punggung untuk memastikan sekolah darurat terlaksana. c. Kualifikasi Sumber Daya dan Pengertian Konsep 1). Kualifikasi Sumber Daya Kualifikasi yang dibutuhkan bagi Petugas Pelaksana SMSBBE Merapi adalah guru atau tenaga kependidikan sekolah sebagai penanggung jawab teknis. Petugas Pelaksana terdiri dari Guru/Tenaga Kependidikan, Relawan dari Desa, Paramedik/Bidan dan konselor. Petugas Pelaksana dilatih untuk menjalankan Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi Merapi (SMSBBE) oleh fasilitator yang cakap dibidangnya. Petugas Pelaksana ini kemudian akan melatihkan ke siswa dan guru untuk menjalankan SMSBBE Merapi. 2). Pengertian-pengertian Konsep Sesuai UU No 24 T/ 2007 tentang Penanggulangan Bencana adalah sebagai berikut: a. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. b. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. c. Erupsi atau bahasa lokal masyarakat meletus adalah proses aktivitas vulkanik gunung api aktif yang ditandai dengan perubahan fisik, geologi dan kimia yang menyertai naiknya magma ke permukaan bumi.
13
Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi (SMSBBE) Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang -Jawa Tengah Tahun 2013
| Ahmad Badawi
d. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. e. Kegiatan pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana. f. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah tepat guna dan berdaya guna. g. Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. h. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. i. Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. j. Komunitas sekolah terdiri dari kepala sekolah, guru, laboran, pustakawan, peserta didik, penjaga sekolah, petugas kebersihan sekolah, petugas keamanan sekolah, orangtua siswa dan komite sekolah. k. Sekolah darurat adalah penyelenggaran kegiatan belajar mengajar di pengungsian bagi siswa pengungsi. Kegiatan sekolah darurat dikelola oleh sekolah-sekolah asal para siswa pengungsi. Sekolah darurat penyelenggaraannya biasanya dibantu oleh relawan maupun tenaga medis. l. Titik Kumpul adalah tempat dimana para pengungsi berkumpul di spot-spot tertentu untuk mendapatkan pelayanan evakuasi. m. Tempat Pengungsian Sementara (TPS) adalah tempat dimana pengungsi berkumpul/tinggal sementara untuk selanjutnya dipindah ke Tempat Pengungsian Akhir (TPA). n. Tempat Pengungsian Akhir (TPA). Adalah tempat di mana pengungsi menetap beberapa waktu sampai erupsi Merapi reda.
K. STRATEGI MANAJEMEN SEKOLAH BERBASIS BENCANA ERUPSI MERAPI 1. Visi 14
Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi (SMSBBE) Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang -Jawa Tengah Tahun 2013
| Ahmad Badawi
Terwujudnya budaya kesiapsiagaan, keselamatan dan ketangguhan komunitas SD Negeri Keningar 1 dan 2 dalam menghadapi ancaman bencana erupsi Merapi. 2. Misi a. Menyelenggarakan pemetaan risiko bencana di sekolah b. Menjalankan kebijakan manajemen infrastruktur sekolah yang mendukung bagi pengurangan risiko bencana bagi seluruh civitas sekolah c. Menjalankan strategi manajemen kurikulum dan pengajaran bagi pengurangan risiko bencana sesuai dengan pengalaman dan kebutuhan siswa. d. Menjalankan kegiatan-kegiatan peningkatan sumber daya sekolah, guru dan siswa bagi pengurangan risiko bencana di sekolah. e. Mengembangkan model pengelolaan manajemen sekolah bagi pengurangan risiko bencana yang terintegrasi dengan nilai-nilai lokal dan kebijakan desa. f. Mengembangkan siklus perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi manajemen sekolah dalam program pengurangan risiko bencana. 3. Tujuan Umum Membangun budaya sadar bencana bagi siswa, guru/tenaga kependidikan, orang tua siswa SD Negeri Keningar 1 dan 2 dalam mengurangi risiko bencana erupsi Merapi. 4. Tujuan Khusus i. Penguatan kelembagaan dan sumber daya komunitas SD Negeri Keningar 1 dan 2 ii. Mengintegrasikan pengurangan risiko bencana ke dalam kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler SD Negeri Keningar 1 dan 2. 5. Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi Merapi a. Penguatan Kelembagaan dan Sumber Daya Komunitas sekolah. Tahapan strategi penguatan fungsi kelembagaan dimulai dari pertama Perumusan Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi di Sekolah secara Partisipatif. Pemetaan partisipatif tentang peta risiko bencana erupsi Merapi di sekoah akan memberikan informasi ancaman bahaya, kerentanan dan kapasitas sekolah di dalam paparan bencana erupsi Merapi. Dokumen pemetaan yang di susun secara partisipatif akan memberikan informasi yang lengkap tentang situasi sekolah saat ini. Termasuk informasi kebutuhan dan prioritas komunitas sekolah untuk mencapai kondisi ideal sekolah yang mereka harapkan. Pengalaman, situasi problematik dan tantangan komunitas sekolah hadapi selama menjalani ancaman bencana menjadi basis utama menyusun strategi penguatan kelembagaan dan penguatan sumber daya komunitas sekolah ke depan.
15
Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi (SMSBBE) Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang -Jawa Tengah Tahun 2013
| Ahmad Badawi
Prioritas prioritas manajemen sekolah bagi pengurangan risiko bencana erupsi Merapi di SD Negeri Keningar 1 dan 2 juga dapat dielaborasi dengan terbuka termasuk Kemungkinan kendala yang akan dihadapi ke depan. Memulai kegiatan pertisipatory mapping seperti ini, tidak diperlukan keahlian khusus dari komunitas sekolah. Prinsip utama pendekatan pembangunan partispatoris adalah harus di mulai dengan orangorang yang paling mengetahui tentang sistem kehidupan mereka sendiri (Pretty dan Guijt dalam Mikkhelsen, 2003). Cukup komunitas sekolah terlibat intens dalam semua proses maka akan terjadi transfer pengetahuan dua arah antara peneliti dan narasumber. Dengan sendirinya terjadi interaksi dan pembagian tugas dengan pilihan sadar antar keduanya. Dari sinilah proses belajar dimulai. Humanis, tidak berjarak dan memanusiakan. Bagaimanapun juga penerima manfaat dari penelitian ini adalah peneliti dan sekolah. Maka proses partisipatif akan memberika ruang kemampuan kepada komunitas sekolah untuk meng-upadate peta risiko bencana di sekolah dimasa depan. Kedua; Peningkatan Sumber Daya Komunitas Sekolah. Selama proses penelitian secara partisipatif, telah terjadi transfer pengetahuan dua arah antara peneliti dan komunitas sekolah. Tetapi secara khusus, diperlukan pendidikan dalam kelompok kecil menyangkut fungsi dan peran meraka di dalam sistem besar manajemen sekolah bagi pengurangan risiko bencana erupsi Merapi. Prosesnya dimulai dari penyusunan prosedur evakuasi, standar keselamatan dasar di sekolah (SKD) maupun dari perumusan alat-alat keselamatan dasar. Setelah identifikasi ini, proses pemahaman kebencanaan dapat dimulai ditransferkan melalui proses belajar hadap masalah (problem solving education). Identifikasi kebutuhan masing-masing fungsi kelembagaan komunitas juga menjadi salah satu bagian pendidikan peningkatan kapasitas bagi komunitas sekolah. Proses identifikasi yang baik dan partisipatif akan membantu komunitas sekolah mendapatkan solusi yang baik juga. Oleh sebab itu peningkatan sumber daya komunitas sekolah dapat diakukan dalam dua cara. Pertama, proses belajar hadap masalah (problem solving education) seperti diuraikan diatas, tetapi juga bisa melalui langkah kedua; pendidikan dalam kelas dan simulasi. Pendidikan dalam kelas dilakukan sebagai proses mengkritisi kondisi terkini kemudian di kerangkakan dalam kontek pengembangan manajemen sekolah. Dua pendekatan tersebut juga diterapkan didalam peningkatan kapasitas siswa maupun orang tua siswa. Perbedaannya adalah, bagi siswa sekolah dasar, pendekatan metode yang menyenangkan dan tepat akan membantu mempercepat pemahaman materi. Kombinasi praktek (simulasi) dan teori bagi siswa dan orang tua murid akan membangun kesadaran bersama dalam satu keluarga. Diperlukan sedikit persiapan
16
Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi (SMSBBE) Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang -Jawa Tengah Tahun 2013
| Ahmad Badawi
kegiatan belajar mengajar oleh petugas/guru untuk memulai memasukan/integrasi materi kebencanaan bagi siswa. b. Integrasi Pengurangan Risiko Bencana ke Dalam Kegiatan Intrakurikuler dan Ekstra-kurikuler dan Kondisi Darurat di Pengungsian. Tahap pertama mengenali kebutuhan dan pengalaman penanganan respon bencana oleh sekolah. Pertanyaan yang dikembangkan adalah bagaimana merumuskan mengenali kesulitan dan kendala didalam pengalaman evakuasi dan menjalankan sekolah darurat di tahun 2010? Bagaimana kondisi ideal yang penting dilakukan untuk menjalankan evakuasi dan sekolah darurat yang terencana dengan baik? Apa peran semua fihak untuk mensukseskan program tersebut? Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka semua komunitas sekolah akan menceritakan pengalaman masingmasing dan termasuk kendala yang dihadapi. Dari titik ini dapat disusun prioritasprioritas dan batasan penyelenggaraan prosedur keselamatan dasar (PKD) dan Standar Evakuasi serta manajemen sekolah darurat di SD Negeri Keningar 1 dan 2. Proses ini juga merupakan proses belajar dua arah bagi peneliti dan komunitas sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2. Tahap ini melibatkan peran masyarakat dan pemerintah desa sehingga konsep manajemen respon bencana sekolah terintegrasi dengan pemerintahan desa Keningar. Tahap Kedua, Integrasi atas Aplikasi Sistem Manajemen Pengurangan Risiko Bencana di Sekolah. Perumusaan dan penerapan SKDE SD Negeri Keningar 1 dan 2 di kontekan dengan kebijakan mekanisme evakuasi desa Keningar. Integrasi dilakukan sejak perumusan proses yang melibatkan pemerintah dan tokoh-tokoh desa cukup efektif dan menjanjikan implementasi strategi manajemen yang disusun. Tahap Ketiga, membangun kerjasama antar sekolah, Desa dan Stakeholder. Tahapan ini merupakan upaya menyebarluaskan informasi dan kerjasama kemitraan oleh sekolah sendiri maupun atas supervisi oleh Kemendiknas Kabupaten Magelang. Membangun kerjasama dapat merupakan (1).Pertukaran informasi antar sekolah dalam pelaksanaan pendidikan pengurangan risiko bencana (2). Kerjasama kegiatan antar sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan pengurangan risiko bencana di sekolah masing-masing. (3). Penyediaan data dan informasi pendidikan kebencanaan yang dapat diakses oleh sekolah. (4). Simulasi dan penyelenggaraan Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi Merapi.
L.
PELAKSANAAN STRATEGI MANAJEMEN SEKOLAH BERBASIS BENCANA ERUPSI (SMSBBE) MERAPI
1. Peran Stakeholder dalam Pelaksanaan Strategi. a. Peran Kepala Sekolah
17
Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi (SMSBBE) Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang -Jawa Tengah Tahun 2013
| Ahmad Badawi
Peran menonjol Kepala sekolah dalam pelaksanaan SMSBBE Merapi adalah sebagai Manager dan sebagai motor penghubung antara sekolah dan masyarakat. Sebagai manager, kepala sekolah berperan dalam proses planning, organizing, directing, coordinating, controlling dan evalution sekolah. Sebagai seorang penghubung antara sekolah dan masyarakat, kepala sekolah berperan membangun sinergi antara sekolah dan masyarakat desa dalam Pelaksanaan SMSBBE Merapi. b. Peran guru Guru berperan memberikan masukan konsep, metode, strategi dalam siklus manajemen program sekolah kepada Kepala Sekolah. Pada sisi lain, guru juga menjadi leader dalam menggagas rumusan tertentu. Peran guru paling utama adalah sebagai garda terdepan didalam implementasi kebijakan SMSBBE Merapi. Guru mendidik dan memberi contoh bagi siswa, orang tua dan masyarakat. c. Peran Murid Murid sebagai penerima manfaat utama pelaksanaan Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi Merapi berperan penting dalam penerapan konsep strategi. Peran murid adalah menerapkan strategi manajemen dalam kehidupan sehari-hari. d. Peran Orang Tua Murid Perannya adalah memastikan praktek dan prosedur manajemen sekolah berbasis bencana dipraktekan oleh anak di luar sekolah/rumah. Pemahaman dan contoh orang tua akan memudahkan sekolah untuk membangun budaya sadar bencana. e. Peran Komite Komite sekolah menonjol dalam peran memberikan masukan kebutuhan pengembangan, mengkomunikasikan program sekolah kepada pihak luar. f. Peran Desa Memastikan dukungan sumber daya (baik fisik maupun financial) bagi sekolah. Sinergi sekolah dan desa berpengaruh signifikan bagi mengurangi dampak bahaya, mengurangi kerentanan dan peningkatan kapasitas sekolah. 2. Kekuatan dan Kelemahan Strategi Pertama, kekuatan paling menonjol dari konsep SMSBBE Merapi di SD Negeri 1 dan 2 adalah konsep ini di susun oleh nararumber/partisipan yang merupakan pelaku dan penerima manfaat langsung strategi yang dirumuskan. Oleh sebab itu artikulasi mereka sangat jelas dan di dukung oleh ingatan kolektif yang kuat. Hampir tidak ada batasan lagi antara kepentingan sekolah dan kepentingan desa. Integrasi gagasan
18
Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi (SMSBBE) Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang -Jawa Tengah Tahun 2013
| Ahmad Badawi
sudah dimulai sejak perencanaan. Letusan Merapi tahun 2010 adalah kejadian penting dalam hidup mereka sehingga partisipan/narasumber sangat antusias menceritakan ulang. Termasuk memberikan masukan bagaimana gagasan perbaikan ke depan. Kedua, rumusan SMSBBE Merapi di SD Negeri Keningar 1 dan 2 merupakan konsep operasional pertama yang disusun sekolah di wilayah KRB III kawasan Merapi. Konsep SMSBBE Merapi merupakan percontohan awal dan mengcover kebutuhan manajemen sekolah untuk menyelesaikan problem dasar. Yaitu keselamatan, keamanan, kesehatan dan kepastian hidup. Kelemahannya adalah pertama, konsep SMSBBE Merapi di SD Negeri Keningar 1 dan 2 belum teruji pada bencana erupsi Merapi yang nyata. Butuh waktu apakah strategi berjalan dengan baik untuk menyempurnakan aplikasi strategi ini. Kedua, strategi pengurangan risiko bencana erupsi Merapi pada tingkat desa belum jelas prosedur dan mekanismenya. Padahal konsep SMSBBE Merapi di SD Negeri Keningar 1 dan 2 bersandar pada kebijakan strategi tingkat desa.. 3. Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Strategi a. Monitoring Monitoring merupakan upaya mengendalikan proses pelaksanaan program agar berjalan sesuai dengan perencanaan yang telah di tetapkan. Pengendalian yang baik akan mampu meningkatkan performance program. Tujuan monitoring adalah untuk mendapatkan informasi perkembangan kegiatan-kegiatan. Yaitu: 1) Apakah kegiatan telah berjalan sesuai perencanaan yang telah ditetapkan? 2) Bagaimana perkembangan masing-masing kegiatan tersebut? 3) Sejauh manakah kesesuaian antara rencana kegiatan dan pelaksanaan kegiatan SMSBBE Merapi di SD Negeri Keningar 1 dan 2? 4) Apa saja hambatan yang dihadapi dalam menjalankan kegiatan SMSBBE Merapi? 5) Bagaimana kinerja pelaksana kegiatan SMSBBE Merapi di SD Negeri Keningar 1 dan 2? b. Evaluasi Evaluasi penerapan SMSBBE di SD Negeri Keningar 1 dan 2 dilaksanakan untuk mendapatkan informasi capaian tujuan program pada akhir periode tertentu. Evaluasi juga untuk mendapatkan informasi dampak pelaksanaan program bagi penerima manfaat langsung. Pendekatan proses evaluasi adalah pendekatan partisipatif. Yaitu proses evaluasi tidak untuk menilai salah benar secara top down, tetapi lebih dinamis, produktif dan mengarah pada kesetaraan peran semua partisipan evaluasi untuk memperbaiki SMSBBE Merapi.
19
Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi (SMSBBE) Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang -Jawa Tengah Tahun 2013
| Ahmad Badawi
Indikator evaluasi penerapan SMSBBE Merapi jangka panjang adalah (1). Menurunnya jumlah korban dampak erupsi Merapi bagi komunitas Sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2. (2). Meningkatnya derajat kesehatan komunitas sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2 (3). Meningkatnya kepercayaan diri dan rasa aman komunitas sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2 terkait ancaman bahaya erupsi Merapi. Ruang lingkup capaian evaluasi jangka pendek : 1) Berkembangnya upadate peta risiko bencana di SDN Keningar 1 dan 2. 2) Berjalannya integrasi pendidikan kebencaanaan dalam KBM, kegiatan intra/ektrakurikuler dan situasi darurat untuk membangun budaya siaga bencana sekolah. 3) Peningkatan sumber daya guru dan siswa bagi pengurangan risiko bencana. 4) Berkembangnya kelembagaan-kelembagaan Sekolah yang memperkuat upaya mencapai tujuan program SMSBBE Merapi di SD Negeri Kenigar 1 dan 2. 5) Berkembangnya fasilitas dan alat-alat sekolah yang langsung mengarah pada pencapaian tujuan SMSBBE Merapi di SD Negeri Keningar 1 dan 2. 6) Kegiatan koordinasi dan supervisi terhadap pelaksanaan SMSBBE Merapi di sekolah. 7) Relevansi perangkat-perangkat program sekolah dengan SMSBBE Merapi 8) Konsep-konsep perbaikan pelaksanaan SMSBBE Merapi di SD Negeri Keningar 1 dan 2. M. P E N U T U P SMSBBE Merapi di SD Negeri Keningar 1 dan 2 masih memerlukan pengembangan perbaikan dari sisi operasionalisasi konsep berdasarkan temuan-temuan aplikasi lapangan. Perbaikan pada sisi operasionalisasi ini penting karena konsep SMSBBE Merapi di SD Negeri Keningar 1 dan 2 belum teruji pada bencana erupsi Merapi yang nyata. Dibutuhkan penelitian dan perbaikan lanjutan untuk menyempurnakan aplikasi strategi ini.
20
Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi (SMSBBE) Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang -Jawa Tengah Tahun 2013
| Ahmad Badawi
FOTO FOTO-FOTO KEGIATAN PENELITIAN
Wawancara dan Workshop Assessment Peta Risiko Bencana, 23 Juli 2013
Workshop FGD konsultasi konsep SMSBBE 10 Desember 2013
Konsultasi konsep FGD 18 Januari 2014
21
Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi (SMSBBE) Merapi SDN Keningar 1 & SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Jawa Tengah Tahun 2013 Kabupaten Magelang -Jawa
| Ahmad Badawi