Jawaban Tanggapan Ch. Saduk Manu: Mencurigai Pencuriga Kebenaran – Esra Alfred Soru
Jawaban Atas Tanggapan Ch. Saduk Manu Tentang “Mencurigai Kebenaran”
“Mencurigai Pencuriga Kebenaran (1)” Esra Alfred Soru * “Diskusi” kita memang (hampir?) tidak berhasil. Mungkin karena ketidakdewasaan saya dalam berdiskusi sebagaimana kata anda tetapi menurut saya ada alasan lain yakni karena anda terlalu lambat menjawab. Saya sampai lupa kapan “diskusi” sebelumnya. Persoalannya adalah dalam setiap “diskusi” (cat : ada tanda kutip lho) saya dengan David Meyners, ia memberikan tanggapan balik tidak lebih dari 2 minggu. Daud Tari menulis tanggapan atas tulisan saya 3 hari setelah tulisan saya yang terakhir. Setelah saya periksa kembali ternyata tanggapan terakhir saya untuk anda tertanggal 29 Oktober 2005 (tahun lalu) dan baru anda jawab 26 Januari yang lalu. Saya kira bukan saya saja yang hampir lupa tetapi juga para pembaca. Itu tentu tidak salah, (don’t worry men!!!) hanya seperti yang saya katakan di atas, bagi saya itu merupakan salah satu penyebab “diskusi” kita (hampir?) tidak berhasil. Saya maklumi karena tentunya anda perlu waktu untuk mengadakan penelitian tentang bahan “diskusi” kita, atau mungkin berdiskusi dengan beberapa teman pluralis anda, anda juga perlu waktu untuk mencari tahu tanggal lahir saya, asal sekolah saya, judul skripsi saya, dll. Saya salut dengan ketelitian penelitian anda terhadap saya namun saya ingin memberikan 2 catatan : (1) Nama saya “ESRA” bukan “EZRA” (2) Nama lengkap saya “ESRA ALFRED” bukan “ALFRED EZRA”. Ok, kita mulai!
Ketidakdewasaan Emosi (Jiwa) Di awal tulisan anda berkata “Berdasarkan psikologi perkembangan, maka perkembangan jiwa (emosi) anda belum cukup untuk mengatakan bahwa anda telah dewasa….” Terima kasih bung untuk analisa ini namun saya ingin bertanya satu hal : “Mengapa anda berkata bahwa perkembangan jiwa (emosi) saya belum cukup untuk mengatakan bahwa saya telah dewasa?” Pastilah karena kata-kata keras yang saya lontarkan dan dasar yang anda pakai untuk menilai saya adalah psikologi perkembangan. (Cat : Sampai bagian ini saya harus menggeleng-gelengkan kepala sambil tertawa karena melihat ketidakkonsistenan anda kalau tidak mau dikatakan kebodohan anda) Sdr. Manu, coba anda jawab pertanyaan ini : “apakah kebenaran psikologi perkembangan itu mutlak?” Di bagian kedua tulisan anda, anda berkata tentang kebenaran matematika dan menurut anda kebenaran matematika itu tidak mutlak. Mengapa? “Karena kebenaran ini hanya diakui oleh penganut matematika”. Anda melanjutkan : “Mengapa kita mengakui 2+2=4? Karena itu sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam matematika” dan hal itu menurut anda tidak berlaku bagi seorang fisikawan. Akhirnya anda berkesimpulan “Dengan demikian apa yang anda katakan mutlak itu sebenarnya tidak mutlak. Anak kecil aja juga tahu”. Ok, sekarang jawab pertanyaan saya tadi. Apakah psikologi perkembangan yang anda pakai sebagai dasar untuk menilai kedewasaan emosi saya itu mutlak? Jika mutlak, mengapa itu tidak dapat berlaku bagi kebenaran matematika? Jika tidak mutlak, mengapa anda memakainya untuk menilai saya secara mutlak? Gimana hayo….!!! Saya kasihan melihat cara anda berargumentasi (seperti anak-anak). Untuk 1
Jawaban Tanggapan Ch. Saduk Manu: Mencurigai Pencuriga Kebenaran – Esra Alfred Soru
membela diri anda mengatakan bahwa tidak ada kebenaran mutlak (termasuk kebenaran matematika dan fisika) tetapi untuk menyerang anda memutlakkan psikologi perkembangan. Anda sadar tidak??? Heran bin ajaib!!! Mengikuti logika dan argumen anda maka jelas psikologi perkembangan itu tidak mutlak. Mengapa? Karena kebenaran ini hanya diakui oleh penganut psikologi perkembangan seperti anda. Jangan coba-coba membantah kesimpulan ini karena itu sama dengan membantah serta menggugurkan teori anda tentang ketidakmutlakan sebuah kebenaran. Seorang teman yang membaca tulisan saya ini sebelum diturunkan Timex mengomentarinya dengan berkata “ini namanya senjata makan tuan, ini namanya senjata makan Manu”. Setiap pembaca yang dengan teliti membaca serta mengikuti “diskusi” kita ini akan mendapati 2 hal : (1) Bahwa pada dasarnya jawaban saya sebelumnya (Jujur Pada Kebenaran) terhadap tulisan anda (Jujur Pada Pluralis) kurang lebih sama. Anda menggunakan sejumlah kata/kalimat seperti “Ok, kita lanjutkan!”, “Gimana hayoo?”, “Anda bingung?”, “Baiklah saya perjelas”, dll (bahasa anak-anak?) dan saya juga mengembalikan/menggunakan kata-kata yang sama seperti yang anda tujukan pada saya dengan tambahan-tambahan kecil. Jikalau karena itu saya dianggap tidak dewasa, lalu bagaimana dengan anda? Kalau benar bahwa saya tidak dewasa maka anda berada sedikit di atas saya saja (karena saya memberikan tambahan kata-kata/kalimat pada jawaban saya untuk anda) tetapi anda belum dapat dikategorikan dewasa. Jadi bukannya anda lebih dewasa dari saya tapi saya lebih tidak dewasa dari anda. Paham? Ok, saya perjelas. Jika saya berkata bahwa “anda lebih dewasa dari saya” artinya kita samasama sudah masuk kategori dewasa hanya anda masih lebih dari saya. Tetapi jika saya berkata “saya lebih tidak dewasa dari anda” kita sama-sama masuk dalam kategori tidak dewasa hanya saja saya lebih tidak dewasa. (Ingat tekanan saya di atas “kalau benar bahwa saya tidak dewasa). Jadi pada waktu anda menilai saya dengan psikologi perkembangan anda itu, sebenarnya yang terjadi bukannya seorang dewasa menilai seorang yang tidak dewasa tetapi seorang yang tidak dewasa menilai seorang yang juga tidak dewasa (kategorinya sama). (2) Menilik dengan seksama tulisan anda “Mencurigai Kebenaran” kelihatannya anda terpengaruh dan terbawa dengan gaya tulis saya ya? Beberapa kali anda mengembalikan kata-kata saya atau menggunakan kata-kata lain yang agak mirip. Maksud saya agak “pedas-pedas gitu lho….”, ya, seperti gaya saya. Juga secara eksplisit anda katakan “saya terbawa gaya tulisan anda” (tulisan pertama, kolom 3). Sdr. Manu, kalau dengan mengatakan kalimat-kalimat keras saya dianggap tidak dewasa, lalu bagaimana dengan orang yang terpengaruh dengan gaya tulis seorang yang tidak dewasa? Bagaimana dengan orang yang menggunakan atau mengembalikan atau menirunya gaya tulis orang yang tidak dewasa? Maksud saya, apakah orang tersebut dapat dikategorikan tidak dewasa atau justru lebih tidak dewasa lagi alias kanak-kanak? Permisi tanya, kira-kira bagaimana sih pandangan psikologi perkembangan anda itu terhadap kedewasaan emosi orang seperti itu? Apakah ada keterangan tentang hal itu dalam buku “Emotional Intelligence”-nya Daniel Goleman? Anda kan punya buku itu, saya tidak punya. Seandainya psikologi perkembangan dan buku “Emotional Intelligence”-nya Daniel Goleman berkesimpulan bahwa orang semacam itu lebih tidak dewasa dalam jiwanya (emosinya), anda tidak usah risau karena kebenaran psikologi perkembangan itu tidak mutlak, itu kan hanya kebenaran yang diakui oleh penganut psikologi perkembangan. Betulkan? (Seperti...apa ya???? Seperti kebenaran matematika yang anda kemukakan itu lho….!!!!). Pusing??? Jelas!!! Why??? Karena senjata makan tuan!!! Satu hal lagi yang yang perlu kita pikirkan dengan cermat adalah apakah menggunakan kata-kata yang keras atau pedas senantiasa membuktikan ketidakmatangan / ketidakdewasaan jiwa (emosi) seseorang? Lalu bagaimana dengan Yesus? Apakah jiwa/emosi Yesus tidak matang/tidak dewasa ketika Ia berkata : "Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi 2
Jawaban Tanggapan Ch. Saduk Manu: Mencurigai Pencuriga Kebenaran – Esra Alfred Soru
sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas. (Mat 7:15)? Apakah jiwa/emosi Yesus tidak matang/tidak dewasa ketika Ia berkata tentang Herodes : "...Pergilah dan katakanlah kepada si serigala itu...” (Luk 13:32)? Apakah jiwa/emosi Yesus tidak matang/tidak dewasa ketika Ia mengecam ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi dengan berkata :“Hai kamu ular-ular, hai kamu keturunan ular beludak!...” (Mat 23:33)? Apakah jiwa/emosi Yesus tidak matang/tidak dewasa ketika Ia mengecam mereka :“Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran”. (Mat 23:27)? Lebih dari itu, apakah jiwa/emosi Yesus tidak matang/tidak dewasa ketika Ia mengobrak-abrik Bait Allah sebagaimana ditulis Yohanes : “Ia membuat cambuk dari tali lalu mengusir mereka semua dari Bait Suci dengan semua kambing domba dan lembu mereka; uang penukar-penukar dihamburkan-Nya ke tanah dan meja-meja mereka dibalikkan-Nya..."(Yoh 2:15-16). Seandainya Yesus hidup pada masa kini atau Sdr. Manu hidup pada masa Yesus, mungkin Manu akan berkata pada Yesus : “Berdasarkan psikologi perkembangan, maka perkembangan jiwa (emosi) anda belum cukup untuk mengatakan anda telah dewasa, walau dari segi umur, anda telah mencapai umur 30 tahun pada saat dibaptis Yohanes Pembaptis”. Survei seluruh Alkitab memperlihatkan bahwa bukan hanya Yesus yang bertindak/berkata-kata dengan keras tetapi nabi-nabi, rasul-rasul melakukan hal yang sama. Jadi baik Yesus, nabi-nabi, rasul-rasul semuanya tidak matang/dewasa berdasarkan psikologi perkembangannya Sdr. Manu dan berdasarkan “Emotional In-telligence”-nya Daniel Goleman. Lalu siapa saja yang sudah matang/dewasa? (Jawab sendiri bung!!!). Atau mau bilang konteksnya beda? Coba jelaskan pengaruh konteks pada kedewasaan emosi. Apa itu dibahas juga dalam “Emotional Intelligence”-nya Daniel Goleman? Oh ya, sebelum saya lupa, dalam konteks inilah Sdr. Manu juga menulis : “Ketidakdewasaan anda dalam mengemukakan pendapat ini, bagi saya sebagai faktor keengganan Sdr.Tari ataupun mungkin Meyners untuk berdiskusi dengan saya”. Kalau kedua orang tersebut tidak menjawab serangan balik saya, ada 2 kemungkinan : (1) Mereka TIDAK MAU (enggan) menjawab (2) Mereka TIDAK MAMPU menjawab. Jadi belum tentu dugaan anda itu tepat. Tetapi ada yang menarik tentang Sdr. Tari. Menurut anda Sdr. Tari enggan berdiskusi dengan saya karena faktor ketidakdewasaan saya dalam mengemukakan pendapat. Coba anda baca ulang tanggapan Tari atas tulisan saya. Periksa kata-kata dan kalimat yang dia gunakan untuk menyerang saya. Ia seperti kebakaran jenggot dan menggunakan kata-kata yang sangat keras bahkan menuduh saya minta disembah seperti Allah padahal dalam tulisan perdana saya sama sekali tidak menyinggung namanya. Nah, kira-kira si Tari itu dewasa tidak menurut psikologi perkembangan? Ia dewasa tidak berdasarkan “Emotional Intelligence”-nya Daniel Goleman? Ia dewasa tidak dalam mengemukakan pendapat? Mengikuti standart anda dan psikologi perkembangan anda itu seharusnya Tari juga tidak dewasa dalam mengemukakan pendapat. Tari sudah memulai dengan tidak dewasa dalam menyerang saya dan setelah saya menyerang balik dan menggugurkan semua argumentasinya, sampai kini tidak muncul-muncul. Mengapa? Karena ketidak-dewasaan saya? Lucu sekali !!! Ia yang memulai dengan cara tidak dewasa lalu setelah semua argumennya hancur lebur lalu mau beralasan enggan menanggapi saya karena ketidakdewasaan saya? Sdr. Manu, anda kelihatanya pintar tetapi sayang analisa anda pincang dan terlalu gegabah menarik kesimpulan. Kalau begitu mengapa Tari tidak menjawab serangan balik saya? Jawabannya jelas! Tari TIDAK MAMPU menjawab lagi karena semua serangannya pada saya sama seperti senjata makan tuan juga. Beberapa pertanyaan saya ajukan kepadanya dan menunggu balasannya tetapi sampai sekarang ia ‘hilang’ entah kemana. Tidak sulit untuk dipahami kan?
3
Jawaban Tanggapan Ch. Saduk Manu: Mencurigai Pencuriga Kebenaran – Esra Alfred Soru
Seputar Tafsiran Manu juga mempersoalkan buku-buku referensi yang saya pakai untuk menopang argumentasi saya. Ia menulis : “Hampir semua buku yang anda pakai untuk mendukung pandangan anda adalah buku-buku yang bercirikan eksklusif. Padahal suatu ilmu akan berkembang jikalau ada sikap keterbukaan untuk melihat sisi lebih dan kurang dari pendapat kita dan orang lain. Bukankah itu esensi dari dialog atau diskusi? Apabila orang berdialog, maka sudah semestinya ia keluar dari kukungan yang mengikatnya”. Sdr. Manu, buku apa saja yang saya baca dan pakai itu bukanlah persoalan sepanjang buku-buku tersebut mengajukan argument-argument yang dapat ipertanggungjawabkan. Persoalannya sekarang, mampu tidak anda menggugurkan argumen-argumen saya maupun buku-buku itu yang tentunya juga harus dengan argument yang kuat? Jadi lebih baik anda pusatkan perhatian anda bagaimana meruntuhkan argumentasi saya dan bukubuku itu daripada mempersoalkan buku apa yang saya pakai. Lagi pula, kapan saya mengajak anda berdialog? Kapan saya mengajak anda berdiskusi? Saya menulis opini tentang kebenaran Alkitab dan jika ada yang membantah semua argument saya maka saya berhak untuk mempertahankannya. Jadi lebih baik anda tidak usah persoalkan itu bung!!! Usahakan saja untuk bisa meruntuhkan argumentasi yang saya bangun. Manu menulis lebih lanjut : “Jika kebenaran yang kita yakini kita katakan sebagai yang mutlak, maka tidakkah orang lain juga akan mengklaim hal yang sama seperti yang anda kemukakan? Oleh karena itu kita perlu mencurigai kebenaran itu. Apakah kebenaran an sich ataukah kebenaran versi seseorang. Kenyataan yang terjadi anda mengklaim kebenaran menurut versi anda, tanpa mau menjadi orang yang bebas nilai dalam memulai dialog. Sdr. Manu, darimana anda tahu bahwa yang ini kebenaran versi seseorang dan yang itu kebenaran an sich? Jangan-jangan kebenaran an sich yang sementara dianut seseorang anda anggap sebagai kebenaran versi orang itu dan anda menganggap orang itu berpegang pada kebenarannya sendiri dan bukan pada kebenaran an sich. Bukankah itu berarti bahwa kebenaran an sich tidak akan pernah anda capai? Karena setiap kali dicapai dan diyakini maka anda menganggapnya sebagai bukan kebenaran an sich melainkan kebenaran versi orang yang meyakininya. Lalu yang mana kebenaran an sich itu? Mengikuti logika anda maka kebenaran an sich tidak akan pernah ditemukan karena pada saat ditemukan dan diyakini maka langsung berubah menjadi kebenaran versi orang yang menganutnya. Bagaimana hayoo…Anda bingung??? Pikir baik-baik ya??? Bersambung….
* Penulis adalah pendiri dan pengajar di Sekolah Teologia Awam (STA) “PELANGI KASIH”.
4
Jawaban Tanggapan Ch. Saduk Manu: Mencurigai Pencuriga Kebenaran – Esra Alfred Soru
Jawaban Atas Tanggapan Ch. Saduk Manu Tentang “Mencurigai Kebenaran”
“Mencurigai Pencuriga Kebenaran (2)” Esra Alfred Soru *
Alkitab : Bertentangan (kontradiksi) tapi tidak bersalah? Satu lagi yang menarik. Manu menulis : ”Apakah kesalahan sama dengan pertentangan? Dari asal kata saja sudah berbeda. Saya mengatakan pertentangan dalam konteks keterbatasan Alkitab dan bukan kesalahan dalam Alkitab”. Akibatnya Manu berpandangan bahwa Alkitab berisi pertentangan-pertentangan atau kontradiksikontradiksi tetapi itu tidak berarti Alkitab salah. Lihat kata-kata Manu : “Begitu juga dalam Alkitab, kita temukan suatu fakta yang berbeda bahkan bertentangan. Hal itu tidak berarti bahwa Alkitab itu salah…’ Manu melanjutkan : “Kelirulogi anda yakni menduga bahwa bahwa ada kontradiksi maka itu membuktikan ada kesalahan”. Benarkah apa yang dikatakan Manu? Benarkah bahwa yang namanya kontradiksi/pertentangan tidak berarti kesalahan? Untuk mengetahui jawabannya, saya ajak pembaca sekalian untuk memahami makna kata “kontradiksi” ini. Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia karangan Drs. Kamisa, “kontradiksi” didefinisikan sebagai “berlawanan, pertentangan dua hal yang tidak bisa dipadukan” (Kamus Lengkap Bahasa Indonesia; Surabaya, Penerbit Kartika; 1997, hal. 319) sedangkan Em. Zul Fajri dan Ratu Aprilia Senja dalam kamusnya mendefinisikan kata ini sebagai “pertentangan antara dua keadaan atau sesuatu yang mempunyai perbedaan yang menyolok” (Kamus Bahasa Indonesia; Penerbit Difa Publisher, hal. 485). Dari dua sumber yang dikutip di atas nampaknya tidak memberi kesan yang cukup kuat untuk menjawab persoalan kita. Saya ajak kita melihat sumber yang lain yakni dalam Kamus Bahasa Indonesia karangan Budi Kurniawan (Penerbit Jawara, hal. 174). Di sana “kontradiksi” didefinisikan sebagai “Pertentangan dua hal yang berlawanan atau bersalahan”. Selanjutnya Merriam-Webster Online Dictionary (www.m-w.com/dictionary) mendefinisikan “kontradiksi” ini sebagai “sebuah preposisi, pernyataan atau ungkapan yang menegaskan atau menyatakan secara tidak langsung, baik benar maupun salah dari sesuatu hal”. Dalam situs www.wordwebonline, kata “kontradiksi” didefinisikan sebagai : “Perlawanan antara dua kekuatan yang berkonflik atau ide (logika), salah satu pernyataan harus salah. Selanjutnya Encyclopedia Wikipedia (http://en.wikipedia.org/wiki) mengartikan kata ini sebagai : “Sebuah ketidakharmonisan antara dua atau lebih pernyataan, ide, atau tindakan. Satu di antaranya harus salah”. Phillip R. Johnson dalam artikelnya yang berjudul The Law of Contradiction (www.spurgeon.org) mengatakan bahwa : “Kontradiksi berarti dua preposisi antitetikal yang tidak dapat benar bersama-sama dalam waktu yang sama. X tidak dapat menjadi bukan X. Sebuah benda tidak dapat “berada” dan “tidak berada” secara serempak. Dan tidak ada sesuatu yang benar dapat berlawanan dengan dirinya sendiri atau tidak konsisten dengan kebenaran yang lain”. Dari semua survei ini jelaslah bagi kita bahwa yang namanya “kontradiksi” pastilah salah satu harus salah. Sebenarnya data ini saja sudah cukup untuk menunjukkan ketidakpahaman Manu dalam hal berlogika namun untuk melengkapi pemahaman kita ini baiklah saya kutipkan hukum perlawanan kontradiktoris yang adalah pelajaran dasar 5
Jawaban Tanggapan Ch. Saduk Manu: Mencurigai Pencuriga Kebenaran – Esra Alfred Soru
berlogika. Alex Lanur menjelaskan hukum perlawanan kontradiktoris ini sebagai berikut : “Jika yang satu benar, yang lain tentu salah. Jika yang satu salah, yang lain tentu benar. Tidak ada kemungkinan ketiga. Keputusan-keputusan ini tidak dapat sekaligus benar, tetapi juga tidak dapat sama-sama salah….Pernyataan universal dapat dijatuhkan dengan membuktikan kontradiktorisnya saja. Kalau terdapat hanya ada satu orang yang tidak nakal, pernyataan ‘semua orang nakal’ sudah salah”. (Logika Selayang Pandang; Yogyakarta, Kanisius; 1983, hal. 34). Demikian juga dengan E. Sumaryono : “Kedua proposisi yang berlawanan kontradiktoris tidak dapat keduanya benar. Kedua proposisi yang berlawanan kontradiktoris juga tidak dapat keduanya salah. (Dasar-Dasar Logika; Yogyakarta, Kanisius; 1999, hal. 79). Sdr. Manu, jika anda pernah belajar dasardasar berlogika pasti anda tahu yang namanya preposisi A, O, I dan E. (Tidak tahu?) Baiklah saya jelaskan! Preposisi A, O, I dan E biasanya digunakan dalam buku-buku logika untuk menjelaskan hukum perlawanan termasuk di dalamnya hukum perlawanan kontradiktoris. Saya ambil contoh saja dari buku Jan Hendrik Raper Pengantar Logika, Asas-Asas Penalaran Sistematis (Penerbit Kanisius, hal. 45) sebagai berikut : Preposisi A (“semua pendidik adalah guru”), preposisi O (“sebagian pendidik bukan guru), preposisi I (“sebagian pendidik adalah guru”), preposisi E (“semua pendidik bukan guru). Jika preposisi-preposisi ini dijelaskan dalam hukum perlawanan kontradiktoris maka : (1) Jika A benar maka O salah (2) Jika O benar maka A salah (3) Jika I benar maka E salah (4) Jika E benar maka I salah. Sdr. Manu, coba anda gunakan logika anda sedikit. Hukum kontradiktoris menegaskan tidak mungkin 2 preposisi yang berkontradiksi bisa sama-sama benar. Dari semuanya ini, baik dari arti kata “kontradiksi” itu sendiri maupun dari dasar-dasar berlogika, jelas bahwa yang namanya “kontradiksi” pasti 2 preposisi yang berhadapan itu, yang satu harus benar, yang satu harus salah. Budi Asali menulis : “…semua orang yang bisa menggunakan logika/akal sehatnya pasti setuju bahwa 2 kebenaran tidak mungkin bisa bertentangan. Pada saat terjadi pertentangan antara 2 hal, maka pasti salah satu salah…” (Hermeneutic; Surabaya, GKRI Exodus, hal. 17). Melihat kata-kata Budi Asali di atas maka bagaimanakah seharusnya saya menyebut anda yang tidak paham masalah tersebut? Apakah harus saya katakan bahwa anda tidak pakai logika/akal sehat? Saya beri contoh lain! Misalnya, jika saya mengatakan : “Semua anjing adalah binatang” dan Manu mengatakan “Beberapa anjing bukan binatang”. Inilah yang disebut kontradiksi. Tidak mungkin pernyataan “Semua anjing adalah binatang” benar jika pernyataan “Beberapa anjing bukan binatang” benar. Mengapa? Karena jika beberapa anjing bukan binatang maka tidak semua anjing adalah binatang. Dengan demikian “Semua anjing adalah binatang” adalah preposisi yang salah. Sebaliknya jika pernyataan “Semua anjing adalah binatang” benar maka pernyataan “Beberapa anjing bukan binatang” harus salah. Inilah yang namanya kontradiksi sehingga dua ide yang berhadapan tidak mungkin sama-sama benar, tidak mungkin keduanya benar. Salah satu harus salah. Jika dua-duanya sama benar namanya bukan “kontradiksi” melainkan “subkontraris”. Jika dua-duanya salah namanya bukan “kontradiksi” tetapi “kontraris”. Pernah dengan istilah-istilah ini Sdr. Manu? Dasar-dasar logika seperti ini seharusnya sudah dipelajari mahasiswa semeseter 1 lho. Masih belum puas? Ok, saya tambahkan lagi! (Anggap saja saya lagi beri pelajaran berlogika kepada anda). Dalam tulisan anda, anda berkata bahwa anda memakai gaya bapak logika yakni Aristoteles kan? Sekarang mari kita lihat bagaimana pandangan bapak logika Aristoteles tentang prinsip “kontradiksi”. Menurut Aristoteles : “Prinsip kontradiksi merupakan salah satu yang paling pasti dalam semua prinsip, atau atribut yang sama tidak dapat pada waktu yang sama termasuk dan tidak termasuk subyek yang sama dalam segi yang sama. Hukum pemikiran ini kadang dinyatakan sebagai hukum yang ada. Hal yang sama tidak dapat ‘ada’ dan ‘tidak ada’ pada saat yang sama dan segi yang sama…..Jika satu proposisi tertentu benar dan kontradiksinya salah. Tak dapat dikatakan bahwa proposisi tertentu itu dan negasinya dua-duanya dianggap benar. (Lorens Agus; Kamus Filsafat; Gramedia, 2005, hal. 494). Sekarang bagaimana hayoo!!! Apakah anda mau membantah Aristoteles bapak logika yang anda akui itu? Ternyata logika anda payah 6
Jawaban Tanggapan Ch. Saduk Manu: Mencurigai Pencuriga Kebenaran – Esra Alfred Soru
sekali!!! Sdr. Manu, anda kan mengaku pluralis dan yakin bahwa yang bertentangan tidak berarti salah. Ok, sekarang coba anda jelaskan bagaimana mungkin statement-statement dari agama-agama yang saling bertentangan itu dapat sama-sama benar. Bagaimana mungkin Budhisme yang menyangkal adanya Allah yang bersifat pribadi dan kekristenan yang menegaskan adanya Allah yang bersifat pribadi sama-sama benar? Coba anda buktikan bahwa Yudaisme Ortodoks yang menyangkal hidup setelah kematian dan kekristenan yang menyatakan adanya hidup setelah kematian sama-sama benar! (Saya tunggu!!!) Sdr. Manu, anda menulis :”Apakah kesalahan sama dengan pertentangan? Kesalahan tidak sama dengan pertentangan / kontradiksi tetapi pertentangan / kontradiksi mengindikasikan adanya kesalahan di mana salah satu ide harus salah. Nah, sekarang siapa yang harus belajar dasar-dasar berlogika? Kalimat Manu selanjutnya : “Kelirulogi anda yakni menduga bahwa bahwa ada kontradiksi maka itu membuktikan ada kesalahan”. Sekarang bagaimana Sdr. Manu? Justru kalimat anda di atas ini menunjukkan anda tidak mengerti dasar-dasar berlogika dan itulah keliruloginya anda. Anda berkata pada saya : “Paling mungkin terjadi adalah emosi yang terlampau besar yang sedikit mengacaukan nalar anda”. Sekarang saya sudah buktikan secara logika bahwa nalar saya tidak kacau. Kalau begitu nalar siapa yang kacau bung? Nalar anda yang kacau bahkan kacau balau. Ketidakmampuan anda membedakan hukum perlawanan kontraris, subkontraris dan kontradiktoris membuat anda berkesimpulan yang naif. Saya kuatir orang menertawakan kenaifan anda. (Cat. Lain kali pikir baik-baik dulu ya baru tulis). Kelirulogi anda ada 2 yakni : (1) Menganggap bahwa kontradiksi tidak membuktikan kesalahan. (2) Menganggap orang yang berpandangan bahwa kontradiksi membuktikan kesalahan sementara keliru. Jadi anda membuat dua kelirulogi sekaligus. Anda jatuh pada lubang yang sama. Sayang sekali, keledai yang dungu saja tidak jatuh pada lubang yang sama bung. (Sorry, saya hanya pinjam kata-kata anda saja. Apa ini tidak dewasa menurut psikologi perkembangan? Mungkin. Tapi bagaimana dengan pemakai pertamanya? Jawab sendiri ya? Atau silahkan periksa pada buku“Emotional Intelligence”-nya Daniel Goleman?). Manu berusaha sedemikian rupa untuk membuktikan bahwa Alkitab berisi pertentangan atau kontradiksi tetapi tidak mau dikatakan bahwa ia menganggap Alkitab ada salahnya. Dari pelajaran dasar berlogika yang sudah dijelaskan di atas ternyata argument Manu cacat logika. Hukum kontradiksi menyatakan bahwa salah satu dari 2 ide yang berhadapan itu harus salah. Karenanya menyatakan bahwa di dalam Alkitab terdapat kontradiksi-kontradiksi sama dengan mengatakan bahwa Alkitab ada salahnya. Masih belum paham juga? Keterlaluan !!!!
Bukti Keterbatasan Alkitab? Revelation & Inspiration Dalam pembahasannya di sekitar masalah Alkitab, Manu melontarkan beberapa statement : ‘Sebagai manusia yang menulis kitab-kitab, tentunya memiliki keterbatasan’ Selanjutnya : ‘…dalam Alkitab, kita temukan suatu fakta yang berbeda bahkan bertentangan. Hal itu tidak berarti bahwa Alkitab itu salah, tetapi penulisnya terbatas..’ Dan juga : ‘Alkitab yang kita pegang ini memiliki keterbatasan. Keterbatasan itu sangat berhubungan dengan penulis’. Ya, Manu berkeyakinan bahwa Alkitab memiliki keterbatasan karena para penulis Alkitab itu adalah manusia biasa yang memiliki keterbatasan pula dan itu dikatakannya berulang kali dalam tulisannya. Sebenarnya apa yang dikatakan Manu ini betul yakni bahwa para penulis Alkitab itu memiliki keterbatasan. Itu wajar karena mereka adalah manusia biasa. Persoalan yang harus dipikirkan adalah apakah karena keterbatasan para penulis Alkitab maka Alkitab yang dihasilkan itu pasti terbatas? Manu dan rekan-rekan liberal-pluralisnya pasti menjawab ya! Mengapa? Karena mereka mengesempingkan unsur supranatural dari penulisan Alkitab. Manu memang menyinggung 2 istilah yakni revelatio organik dan revelatio 7
Jawaban Tanggapan Ch. Saduk Manu: Mencurigai Pencuriga Kebenaran – Esra Alfred Soru
mekanik. Itu berarti ia percaya pada konsep revelation (pewahyuan) tetapi rupanya kawan kita yang satu ini belum paham tentang konsep pengilhaman (inspiration) dalam kaitan dengan revelation itu. Baiklah saya dengan senang hati mengajarinya secara perlahanlahan (harap baca perlahan-lahan juga ya, biar jangan bingung). Revelation adalah tindakan Allah menyingkap atau menyatakan fakta/informasi mengenai diri dan kehendak-Nya sedangkan inspiration adalah tindakan yang dilakukan Allah untuk menjamin perekaman revelation-Nya secara akurat dan benar. Dengan kata lain, tindakan Allah mewahyukan diri adalah revelation tetapi tindakan Allah untuk menjamin pencatatan wahyu itu adalah inspiration. Jadi, sebagaimana yang dikatakan Andika Gunawan : inspiration adalah mutlak perlu untuk menjamin keabsahan dan kebenaran pencatatan revelation Allah. (Prologomena; STTIAA, hal. 42). Jika Allah sudah melakukan revelation tetapi pencatatan revelation itu tidak akurat, maka revelation itu sendiri yang dipertanyakan. Di sinilah persoalan bagi Manu. Ia mengakui adanya revelation tetapi tidak mengakui (atau tidak paham?) inspiration. Itulah sebabnya dengan berdiri di atas fakta keterbatasan para penulis ia berkesimpulan naif dan bodoh bahwa Alkitab (catatan wahyu itu) juga terbatas. Untuk memahami konsep inspiration (pengilhaman) ini, dengan senang hati lagi saya mau memberi sedikit pelajaran bibliologi bagi kawan kita yang pluralis ini. Ada beberapa elemen penting yang tercakup dalam definisi yang benar tentang inspiration: (1) Elemen Ilahi, yaitu Allah Roh Kudus yang mengawasi, membimbing dan menjamin keakuratan perekaman revelation. Istilah Inspiration dalam bahasa Inggris ini diambil dari kata inspiro (Latin) dari Alkitab Latin Vulgate dalam 2 Tim 3:16 (“Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran”) & 2 Pet 1:21 (“sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah”). Kata ini menterjemahkan kata Yunani theopneustos yang hanya muncul sekali dalam Alkitab (2 Tim 3:16). Kata theopuestos ini berarti “God-breathed” atau dinafaskan Allah, yang menekankan asal/origin atau sumber. Jadi, Alkitab bukanlah suatu buku “yang diberi nafas oleh Allah” (seperti Adam diberi nafas/hidup), tetapi Alkitab merupakan suatu produk “yang keluar, dinafaskan oleh Allah”. (2) Elemen manusia, yaitu para penulis Alkitab, di mana kepribadian dan gaya penulisan masing-masing tetapi dipelihara dan dipakai dalam proses perekaman. Bagaimana Allah bisa menjamin bahwa kepribadian dan gaya bahasa setiap penulis (dalam memakai dan memilih kata) akan sesuai dengan yang dikehendaki-Nya? Allah telah menyiapkan setiap penulis Alkitab dalam sepanjang hidupnya sehingga semua latar belakang, pendidikan, pengalaman, pertobatan, dan pelayanan mereka sedemikian rupa sehingga seluruh kepribadian mereka dapat menjadi alat yang sesuai sebagai perekam wahyu Allah. Hasil dari kepengarangan Ilahi dan manusia ini (divine-human authorship) merupakan suatu rekaman kebenaran Allah yang tanpa salah (infallible dan inerrant). Inspiration mencakup sampai dengan pemilihan kata oleh para penulis ini. Jadi Inspiration dapat didefinisikan sebagai berikut : “Suatu tindakan pengawasan dan pembimbingan Roh Kudus kepada manusia untuk menuliskan wahyu Allah dengan menggunakan gaya penulisan mereka sendiri, serta penjaminan dan pemeliharaan (Roh Kudus) sedemikian rupa sehingga kata-kata yang dipilih dan dipakai mereka menghasilkan suatu rekaman wahyu yang tanpa salah.” Dengan demikian, dalam penulisan Alkitab, keterbatasan manusia ditopang, dijaga dan dimodifikasi sedemikian rupa sehingga menghasilkan sesuatu tulisan yang sesuai dengan yang Allah kehendaki. Dalam penulisan Alkitab, ketidakmutlakan manusia ditopang, diangkat dan dijaga oleh Allah yang mutlak itu sehingga produk yang dihasilkan itu mutlak. Paham Sdr. Manu? Terus terang saya harus berhenti menulis untuk tertawa sejenak ketika membaca kalimat anda : “Allah berfirman melalui Yesus (Firman yang telah menjadi daging) dan melalui kesaksian para nabi dan murid-murid (Alkitab). Jika demikian, maka ada percampuran zat Allah yang ilahi dan mutlak dengan zat manusia yang terbatas. Percampuran ini 8
Jawaban Tanggapan Ch. Saduk Manu: Mencurigai Pencuriga Kebenaran – Esra Alfred Soru
menghasilkan zat mutlak dan zat tidak mutlak. Nah apa namanya hayooo?”. Sdr. Manu, semula saya pikir anda pintar tapi nyatanya dangkal sekali pemahaman teologi anda. Penolakan atau ketidakpahaman anda pada konsep inspirasi menghasilkan kalimat ngawur seperti di atas itu. Baca kembali penjelasan saya di atas, intinya (meminjam istilah anda) zat ilahi dan mutlak itu bekerja sedemikian rupa untuk menopang zat manusia yang terbatas itu. Untuk apa? Untuk menghasilkan tulisan yang benar-benar tidak distortif terhadap wahyu Allah. Baiklah saya kutipkan kembali pandangan WilliamG.T.Shedd : Ketidak-bersalahan Kitab Suci ditolak dengan dasar bahwa Kitab Suci mengandung elemen manusia. Elemen manusia ini bisa salah. Karena itu jika Alkitab mempunyai elemen manusia di dalamnya, seperti yang memang kita akui, maka Kitab Suci tidak bisa bebas dari semua kesalahan. Ini merupakan salah satu argumentasi utama yang diberikan oleh mereka yang menegaskan kebersalahan Kitab Suci. Keberatan ini melupakan / mengabaikan fakta bahwa elemen manusia dalam Alkitab begitu dimodifikasi oleh elemen ilahi dengan apa elemen manusia itu dicampurkan, sehingga berbeda dengan semata-mata manusia biasa. Firman yang tertulis memang adalah ilahi-manusiawi, seperti Firman yang berinkarnasi. Tetapi elemen manusia dalam Kitab Suci, seperti hakekat manusia dalam Tuhan kita, dijaga/dilindungi dari kesalahan dari manusia biasa/umum, dan menjadi manusia yang murni dan ideal. ... Mereka yang berpendapat bahwa Alkitab bisa salah karena Alkitab mengandung elemen manusia, melakukan kesalahan yang sejenis, dengan mereka yang menegaskan bahwa Yesus Kristus berdosa karena Ia mempunyai hakekat manusia dalam pribadi-Nya yang kompleks. Keduanya melupakan / mengabaikan fakta bahwa pada waktu elemen manusia itu dihubungkan secara supranatural dengan elemen ilahi, maka elemen manusia itu sangat dimodifikasi dan diperbaiki/ditingkatkan, dan mendapatkan beberapa sifat yang tidak dimilikinya dari dan oleh dirinya sendiri. (Shedd’s Dogmatic Theology, vol I, hal. 101,102,103). Meskipun Shedd berbicara dalam konteks ketiidakbersalahan Alkitab tapi argumentasinya cocok bagi apa yang anda katakan tentang keterbatasan Alkitab. Tentu anda masih ingat apa yang saya tulis dalam tanggapan saya sebelumnya untuk anda. Atau lupa? Baiklah saya ingatkan dengan mengutipnya kembali : “Kalau Allah bisa menyatakan yang mutlak, apakah Allah tidak bisa menjaga agar perekaman firman-Nya juga mutlak benar? Allah memberikan wahyu dengan tujuan untuk memperkenakan diriNya. Jika Allah tidak bisa menjaga kemutlakan wahyu itu dan menyerah pada keterbatasan serta ketidakmutlakan manusia maka tujuan wahyu itu gagal. Lalu untuk apa Allah memberikan wahyu? Manusia memang terbatas dan tidak mutlak. Itulah sebabnya Allah dengan Roh Kudus-Nya bekerja secara aktif dalam proses pewahyuan itu sehingga keterbatasan manusia, ketidakmutlakan manusia ditopang agar tujuan wahyu itu dapat tercapai”. Jadi bukan seperti kesimpulan naïf anda di atas itu. Lagi pula, kalau anda menganggap Alkitab terbatas karena keterbatasan penulisnya, sekarang saya mau tanya, anda sadar tidak bahwa anda yang mengatakan bahwa Alkitab itu terbatas juga adalah manusia yang terbatas. Kalau menurut anda keterbatasan penulis Alkitab membuat apa yang mereka tulis juga terbatas maka saya juga bisa berpendapat bahwa keterbatasan anda sebagai seorang manusia mengakibatkan pandangan anda tentang Alkitab juga terbatas sehingga anda menganggap Alkitab terbatas padahal tidak demikian. Bingung??? Baca perlahan-lahan dan kita lanjutkan besok!!! Bersambung…. * Penulis adalah pendiri dan pengajar di Sekolah Teologia Awam (STA) “PELANGI KASIH”.
9
Jawaban Tanggapan Ch. Saduk Manu: Mencurigai Pencuriga Kebenaran – Esra Alfred Soru
Jawaban Atas Tanggapan Ch. Saduk Manu Tentang “Mencurigai Kebenaran”
“Mencurigai Pencuriga Kebenaran (3)” Esra Alfred Soru * Jadi Alkitab bukanlah “terbatas” seperti yang anda katakan. Kalau begitu apakah Alkitab “tak terbatas”? Tidak juga demikian. Kalau begitu Alkitab itu bagaimana? Di sinilah anda harus pahami suatu konsep lain dalam Bibliologi yakni konsep “Sufficiency of the Bible” atau “Sufficiency of the Scripture” (Kecukupan Alkitab). Apa maksudnya? Marilah kita lihat keterangan yang diberikan oleh Dr. R. Soedarmo : “Di sini juga harus dikatakan bahwa Kitab Suci cukup bagi tujuan Roh Suci di dalam memberikan Kitab Suci…maksud Kitab Suci ialah menyatakan Allah dan kehendak-Nya sudah cukup tercapai dalam Kitab Suci”. (Ikhtisar Dogmatika; Jakarta, BPK. Gunung Mulia; 2001, hal. 83-84). Henk ten Napel menjelaskan bahwa “Sufficient of the Bible” ini berarti “Alkitab cukup untuk mencapai tujuan” (Kamus Teologia; Jakarta, BPK. Gunung Mulia; 2002, hal. 299). Masih kurang? Saya tambahkan satu lagi. M.E. Manton menjelaskan “Sufficiency of the Scripture bebarti Alkitab itu serba mencukupi semua kebutuhan rohani. Alkitab berisi segala sesuatu yang diperlukan oleh manusia untuk mengetahui Allah, dosa, Kristus, jalan keselamatan dan nasib….” (Kamus Istilah Teologi; Malang, Gandum Mas; 2003, hal.138). Belum jelas? Keterlaluan!!! Baik saya perjelas lagi. Dalam teologi Kristen kita mengenal istilah revelation (wahyu) yakni tindakan Allah memperkenalkan diri-Nya dan kehendak-Nya kepada manusia. Meskipun Allah mewahyukan diri-Nya kepada manusia namun yang diwahyukan itu bukanlah seluruh hakikat diri-Nya. Mengapa? Jika Allah mewahyukan seluruh hakikat-Nya dan manusia dapat memahami keseluruhan hakikat Allah itu maka Allah bukan lagi Allah karena Ia dapat dikuasai oleh pengetahuan manusia. Barth berkata : “Allah bukanlah Allah, seandainya Dia bukan Dia yang sama sekali lain, Dia Yang Asing, Yang tak terpahami, seandainya Dia cuma perpanjangan dunia.” (Barth dalam buku Horst G. Poehlmann; Allah Itu Allah, Potret 6 Teolog Besar Kristen Protestan Abad Ini; Ende, Nusa Indah; 1998, hal.13-14). Robert Crossley menulis : “Allah yang dapat dipahami seluruhnya adalah bukan Allah” (Tritunggal Yang Esa; Jakarta, BPK. Gunung Mulia; 1983, hal. 40). Itulah sebabnya Allah telah mewahyukan diri-Nya dalam batas-batas tertentu yang dikehendaki-Nya kepada manusia sehingga meskipun hakikat Allah itu dinyatakan tetapi tetap masih ada sisi misteri di dalam diri-Nya. Jadi “Deus Revelatus” (Allah yang dinyatakan) masih merupakan “Deus Abconditus” (Allah yang tersembunyi). Allah yang sudah dinyatakan itulah yang dicatat di dalam Alkitab. Kalau begitu apakah Alkitab terbatas? Alkitab memang terbatas karena Ia tidak membicarakan segala hal tentang Allah. Hal itu wajar karena memang tidak diwahyukan tetapi kalau kita berbicara dalam konteks revelation (sebagaimana yang dibicarakan Manu) maka tidak dapat dikatakan bahwa Alkitab terbatas karena Alkitab telah mencatat semua kebenaran tentang Allah yang sudah diwahyukan itu. Sekali lagi, Alkitab tidak mencatat segala hal yang berkaitan dengan hakikat Allah tetapi Alkitab telah mencatat segala hal yang sudah diwahyukan tentang Allah. Dengan demikian dalam konteks wahyu, adalah keliru jika berkata bahwa Alkitab terbatas. Alkitab bukannya terbatas tetapi cukup dalam arti semua penyataan Allah sudah dicatat dalam Alkitab dan catatan-catatan itu sudah cukup untuk membuat 10
Jawaban Tanggapan Ch. Saduk Manu: Mencurigai Pencuriga Kebenaran – Esra Alfred Soru
manusia mengenal Allah dalam kapasitas sebagaimana yang Allah kehendaki. Kalau begitu apakah dengan membaca Alkitab maka pengenalan kita akan Allah belum sempurna? Jawabannya bisa ya, bisa juga tidak. Kita sementara masuk pada sebuah paradoks yang indah. Kita memang tidak pernah bisa mengenal Allah secara sempurna tetapi dengan mengakui bahwa Allah tidak bisa dikenali secara sempurna berarti kita sudah mengenal Dia dengan sempurna sebagaimana yang dihenedaki-Nya lewat penyataan diri-Nya. Jadi statement Manu bahwa Alkitab terbatas dalam konteks revelation sebenarnya hanya memperlihatkan kedangkalan teologinya saja. Seandainya teman kita yang pluralis ini mau belajar lebih giat mungkin ia tidak akan mengeluarkan statement-statement naïf seperti ini.
Infallibility & Inerrancy of the Bible Pertanyaan selanjutnya yang harus mendapat perhatian kita adalah benarkah catatan-catatan Alkitab bisa bertentangan satu sama lainnya seperti yang dituduhkan Manu dan dengan demikian membuktikan kesalahan Alkitab (sesuai hukum kontradiksi yang sudah dibahas pada bagian sebelumnya)? Baiklah saya ajak pembaca sekalian untuk sejenak memahami doktrin Infallibility & Inerrancy of the Bible. Infalibility Alkitab berarti bahwa apa yang dinyatakan Alkitab adalah benar, tidak menyesatkan atau menipu serta dapat dipercaya dalam segala hal yang dibicarakannya. Infallibility berkaitan dengan suatu potensi atau kemampuan. Jadi jika sesuatu disebut infallible, maka ia tidak mempunyai potensi atau kemampuan untuk berbuat salah. Inerrancy Alkitab menunjukkan ketidakbersalahannya. Apa yang disebut inerrant artinya tidak bersalah, bebas dari kesalahan atau kepalsuan. Sesuatu bisa saja fallible (punya potensi untuk bersalah) tetapi mengucapkan sesuatu yang inerrant (yang tidak salah). Manusia merupakan makhluk terbatas yang fallible tetapi apa yang diucapkannya bisa saja inerrant. Misalnya saya ditanya soal tanggal lahir ayah saya, meskipun sebagai manusia saya bisa salah (fallible), tapi jawaban saya bisa tidak salah (inerrant). Jadi, sesuatu yang INFALLIBLE PASTI INERRANT tetapi kebalikannya, sesuatu yang INERRANT BELUM TENTU INFALLIBLE. Mengerti Sdr. Manu? Dalam memberikan definisi inerrancy, E. J. Young dalam bukunya Thy Word is Truth, mengatakan : “Dengan istilah ini kami memaksudkan bahwa Alkitab memiliki kualitas kebebasan dari salah. Kitabkitab tersebut bebas dari kemungkinan untuk melakukan kesalahan, (dan) tidak mampu untuk bersalah. Dalam seluruh ajarannya, kitab-kitab tersebut secara sempurna sesuai dengan kebenaran.” (hal. 113). Adapun dasar dari doktrin Infallibility & Inerrancy of the Bible ini adalah otoritas Allah di mana : (1) Dengan Allah sebagai sumber (melalui inspiration) Alkitab, maka adalah logis bahwa Allah yang maha sempurna tersebut tidak akan salah dalam menyampaikan sesuatu (2) Allah yang maha kuasa tidak akan gagal dalam menjamin keakuratan dan kebenaran perekaman revelation-Nya. (3) Allah yang maha suci tidak akan berdusta. Dengan demikian Alkitab itu infallible dan innerant. Meskipun demikian kita harus sadari bahwa Inerrancy HANYA berlaku pada naskah asli (autographnya) dari Alkitab. Dengan demikian Alkitab yang sekarang kita miliki ada salahnya. Sekalipun demikian hal ini tidak perlu menggoncangkan iman kita terhadap Alkitab karena persentase kesalahan itu sangat kecil, mungkin di bawah 1 %. Kesalahan yang sangat minor ini jelas tidak berpengaruh pada doktrin-doktrin yang dikemukakan Alkitab. Dengan membanding-bandingkan manuscript-manuscript yang ada, seringkali kita bisa tahu yang mana yang salah dan yang mana yang benar. Nah, karena kesalahan-kesalahan minor yang ada saat ini bukan pada autographnya melainkan pada manuscript-manuscript maka hal ini tidak bisa dijadikan dasar untuk membangun doktrin keterbatasan Alkitab dan ketidakmutlakan Alkitab sebagaimana yang dilakukan Manu dan pluralis lainnya. Selain itu, karena persentase kesalahan yang sangat minor ini maka hal yang perlu kita waspadai adalah menganggap apa yang tidak salah/tidak 11
Jawaban Tanggapan Ch. Saduk Manu: Mencurigai Pencuriga Kebenaran – Esra Alfred Soru
bertentangan sebagai sebuah kesalahan/pertentangan hanya karena keterbatasan kita dalam memahami teks-teks Alkitab tersebut. Dan dalam lubang inilah Manu jatuh terperosok ke dalamnya di mana ia menganggap bahwa catatan Lukas dan Matius tentang tempat tinggal Yusuf dan Maria bertentangan dan catatan Injil Sinoptik dan Injil Yohanes tentang peristiwa setelah pembaptisan Yesus bertentangan. Benarkah demikian? Baiklah kita akan membahasnya ! Namun sebelum pembaca sekalian terus membaca bagian ini, saya mempunyai 2 saran (1) Ambillah Alkitab anda dan perhatikan baik-baik penjelasan saya serta kutipan-kutipan ayatnya (2) Bacalah penjelasan ini perlahan-perlahan, jangan tergesa-gesa supaya dapat memahaminya. Dan kita akan lihat siapa sebenarnya yang tidak teliti dalam membaca Alkitab. Saya atau Manu si pluralis ini.
Tempat Tinggal Yusuf dan Maria Manu menulis : “Jika anda secara jeli membaca Matius, maka anda akan mendapat gambaran ini. Maria dan Yusuf adalah asli Betlehem. Mengapa demikian? Karena dalam Alkitab hanya memberi kesaksian tentang dua tempat yang pernah ditiggali mereka seputar kelahiran Yesus yakni Betlehem dan Nazareth. Nazareth baru dikenal setelah kepulangan mereka dari pengungsian di Mesir. Ini berarti bahwa Maria dan Yusuf adalah orang Betlehem”. Selanjutnya Manu berkata : “Lukas memulai dengan menggambarkan bahwa pada awalnya Maria tinggal di Nasareth. Betlehem hanya merupakan tempat persinggahan, ketika ada registerasi penduduk atas perintah Kaisar Agustus (registerasi ini dibuat demi kepentingan pajak). Dan distulah kisah kelahiran di kandang dimulai”. Mencermati pendapat Manu ini maka Manu rupanya berkesimpulan bahwa menurut Matius : Maria dan Yusuf asli Betlehem (karena Nazaret baru dikenal sepulang dari Mesir) sedangkan menurut Lukas Maria tinggal di Nazaret (Betlehem hanya tempat persinggahan). Itulah sebabnya Manu beranggapan bahwa kisahkisah ini bertentangan. Ini nyata dari kalimatnya : “Bukankah kisah yang menggambarkan kisah pranatal Yesus ini betentangan? Yang satu mengisyaratkan dari Betlehem dan yang lain menyatakan dari Nazareth” . Jika kita membaca Injil Matius dan Lukas dengan teliti maka kita akan menemukan bahwa di dalam Injil Matius, Betlehem disebut sebanyak 5 kali dan semuanya dalam pasal 2 (Mat 2:1,5,6,8,16) sedangkan Nazaret disebut sebanyak 2 kali (Mat 2:23; 4:13). Di dalam Injil Lukas, Betlehem disebut sebanyak 2 kali (Luk 2:4,15) dan Nazaret disebut sebanyak 8 kali (Luk 1: 26; 2:4,39,51; 4:16,34; 18:37; 24:19). Jika semua data ini (Matius dan Lukas) kita satukan maka kita akan menemukan beberapa fakta : (1) YUSUF DAN MARIA BERASAL DARI NAZARET. Hal ini dibuktikan dari kenyataan bahwa malaikat Gabriel pergi menjumpai Maria di Nazaret (Luk 1:26) dan ketika sensus diadakan maka Yusuf keluar/pergi dengan membawa Maria dari Nazaret (Luk 2:4). (2) YUSUF DAN MARIA BERANGKAT MENUJU BETLEHEM. Jadi sebelumnya Yusuf dan Maria tinggal di Nazaret tetapi karena adanya sensus penduduk oleh Kaisar Agustus (Luk 2:1-3) maka mereka berdua berangkat ke Betlehem (Luk 2:4). Dan ternyata di Betlehemlah Yesus dilahirkan. Buktinya Matius menyatakannya secara eksplisit (Mat 2:1), para gembala pergi ke Betlehem untuk melihat Yesus yang baru dilahirkan (Luk 2:15), Herodes menyuruh para Majus ke Betlehem (Mat 2:8) dan Herodes membunuh anak-anak di Betlehem (Mat 2:1618). Kelahiran di Betlehem ini jelas sesuai dengan nubuatan para nabi (Mat 2 :5-6). (3) YUSUF DAN MARIA LARI KE MESIR DARI BETLEHEM. Setelah kelahiran Yesus di Betlehem, Yusuf diperintahkan untuk melarikan Maria dan Yesus ke Mesir (Mat 2:13-15) (4) YUSUF DAN MARIA PULANG DARI MESIR DAN TINGGAL DI NAZARET. Yusuf akhirnya pulang dari Mesir membawa Maria dan Yesus dan mereka tinggal di Nazaret (Mat 2:23). Di Nazaretlah Yesus tinggal dan dibesarkan (Luk 2:39,51; 4:16) dan Ia sering disebut Yesus orang Nazaret (Luk 4:34; 18:37; 24:19). Dari sini jelas bahwa kehidupan Yusuf dan Maria mengalami 4 tahap yakni pada mulanya mereka 12
Jawaban Tanggapan Ch. Saduk Manu: Mencurigai Pencuriga Kebenaran – Esra Alfred Soru
tinggal di Nazaret, lalu pergi ke Betlehem (Yesus lahir), lalu lari ke Mesir, dan pulang serta tinggal di Nazaret. Dengan fakta ini maka nampak analisa Manu terhadap Injil Lukas tepat yakni ketika Manu berkata : “Lukas memulai dengan meng-gambarkan bahwa pada awalnya Maria tinggal di Nasareth. Betlehem hanya merupakan tempat persinggahan” tetapi yang menjadi kekeliruan Manu adalah pengamatannya terhadap Injil Matius yang dilepaskan secara frontal dari Injil Lukas sehingga ia berkesimpulan naïf seperti di atas. Dari tahapan kehidupan Yusuf dan Maria yang sudah dijelaskan di atas maka kita mengerti bahwa Matius hanya memberikan catatan mulai dari tahap ke dua (yakni kelahiran Yesus di Betlehem) sedangkan tahap pertama yakni di Nazaret tidak diceritakannya sedangkan Lukas mencatat dari tahap pertama itu. Mengapa begitu? Tentu Matius dan Lukas mempunyai alasan sendiri-sendiri. Itu tidak bisa disebut pertentangan. (Ingat hukum kontradiksi yang sudah saya jelaskan ?) Sdr. Manu, jika anda pernah berkecimpung dalam dunia jurnalistik, maka anda tidak akan susah memahami bahwa suatu berita (fakta/kebenaran) yang sama bisa berbeda (bukan bertentangan) tergantung dari sudut pandang apa yang digunakan. Apakah berita itu salah/bertentangan kalau berbeda ? Tentu tidak khan? Karena yang membuat perbedaan itu adalah sudut pandang yang berbeda. Kalau anda tidak mengerti, itu wajar karena anda pasti belum pernah berkecimpung dalam dunia jurnalistik. (Sorry ya, pinjam kata-kata anda sendiri). Perbedaan itu wajar tetapi itu bukan berarti Alkitab bersisi pertentangan bukan? Sdr. Manu, kesalahan anda paling fatal adalah melihat catatan-catatan Injil secara terpisah dan bukan dalam kesatuan. Itulah sebabnya dengan membaca Injil Matius yang dilepaskan dari Injil Lukas, anda lalu berkesimpulan : “Maria dan Yusuf adalah asli Betlehem. Mengapa demikian? Karena dalam Alkitab hanya memberi kesaksian tentang dua tempat yang pernah ditiggali mereka seputar kelahiran Yesus yakni Betlehem dan Nazareth. Nazareth baru dikenal setelah kepulangan mereka dari pengungsian di Mesir. Saran saya sebaiknya anda belajar lagi lebih banyak khususnya problem-problem Injil Sinoptik Mungkin itu bisa menolong anda. Saya bantu anda sedikit dengan mengutipkan pandangan Nancy Gill : “Setiap Injil memiliki bagian-bagian yang unik bagi Injil itu, terutama Injil Matius dan Injil Lukas. Cerita kelahiran Tuhan adalah sangat berbeda. Di dalam Injil Lukas terdapat bagian yang panjang yang biasanya disebut “cerita perjalanan” yang tidak ada di dalam Injil-Injil yang lain”. (Injil Sinoptik, Malang, STAN; 1995, hal. 22). Anda rupanya perlu belajar hal ini bung! Satu lagi pandangan dari Adina Chapman : “Keempat Injil ini memuat empat kisah sejarah mengenai tokoh yang sama, ialah Yesus. Para pengarang Injil-Injil ini meriwayatkan peristiwa-peristiwa yang sama, tetapi dengan beberapa perbedaan yang saling menjelaskan…” (Pengantar Perjanjian Baru; Bandung, Kalam Hidup; 1980, hal. 10). Paham? Sekali lagi, kesalahan anda adalah memisahkan secara frontal catatan-catatan Injil itu. Bagaimana selanjutnya? Belajar sendiri!!! Sekarang saya mau tanya, siapakah yang tidak teliti? Siapa yang tidak jeli? Anda menulis : “setelah saya membaca secara teliti dan memakai dasar-dasar logika, maka saya temukan pertentangannya’ namun sayang ternyata anda sama sekali tidak teliti. Anda memang pakai dasar-dasar logika tetapi dasar-dasar logika anda kacau balau. Lalu apa dengan hal itu anda mau mengharapkan agar umat mengenali dan meyakini Alkitab dengan sungguh seperti yang anda katakan? Anda saja tidak paham Alkitab dengan sungguh jadi tidak usah mengharapkan hal seperti itu. Dengan membaca penjelasan anda justru umat bertambah bingung dan umat akan lebih bingung lagi karena teolog-teolognya ternyata bingung sendiri dalam memahami Alkitab. Anda bingung? Kalau anda sampai bingung maka saya juga bingung mengapa orang seperti anda bisa bingung? Dosen saya dulu pernah bilang “Orang pintar adalah orang yang dapat membuat sesuatu yang tidak jelas menjadi jelas sedangkan orang yang membuat sesuatu yang sudah jelas menjadi tidak jelas adalah orang bodoh”. Pasti anda tidak setuju dan bilang kalimat itu tidak mutlak kan? Up to you! Ada satu hal lagi yang perlu saya jelasakan. Manu menulis : “Jika memakai konsepsi logis maka kita akan mendapatkan gambaran Matius bahwa tidak mungkin 13
Jawaban Tanggapan Ch. Saduk Manu: Mencurigai Pencuriga Kebenaran – Esra Alfred Soru
Yesus lahir di kandang domba. Masak Maria dan Yusuf tinggal dan berkenalan di Betlehem, kok melahirkannya di kandang? Bukankah ini bertentangan dengan Lukas?” Sdr. Manu, pernyataan anda ini membuat saya semakin yakin betapa fatalnya hermeneutika anda. Pernyataan anda semacam itu sampai muncul karena ketidakmampuan anda mengamati catatan Lukas dan Matius seperti yang saya jelasakan di atas. Jelas bahwa Yesus memang lahir di Betlehem tetapi itu bukan tempat tinggal/asal Yusuf dan Maria (mereka berasal dari Nazaret) dan karenanya mereka tidak memperoleh tempat di rumah penginapan makanya Yesus dilahirkan di kandang. Anda mengajukan keberatan : “Kisah Yesus diikuti dengan datangnya orang majus dan setelah orang majus pergi Yusuf mendapat mimpi untuk meninggalkan Betlehem dan lari ke Mesir. Kisahnya berlanjut setelah Herodes tahu dia diperdaya, maka ia menyuruh membunuh anak-anak dibawah umur 2 tahun. …dari kritik historis, kita mendapatkan gambaran bahwa kota Yerusalem dapat dibandingkan dengan desa kecil pada saat sekarang ini. Bagaimana mungkin Herodes baru sadar diperdayai setelah dua tahun sebagaimana tafsiran orang-orang yang berupaya mensinkronkan kisah Matius dan Lukas. Sdr. Manu, sekali lagi anda menunjukkan kedangkalan dan kekacauan hermeneutika anda.(Maaf, saya pinjam kata-kata anda, “keledai saja tidak akan jatuh pada lubang yang sama”). Coba anda perhatikan dan bandingkan baik-baik teks Luk 2:16 dan Mat 2:11. Luk 2:16 mengatakan bahwa : “Lalu mereka cepat-cepat berangkat dan menjumpai Maria dan Yusuf dan bayi itu, yang sedang berbaring di dalam palungan” sedangkan Mat 2:11 mengatakan : “Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud menyembah Dia. Mereka pun membuka tempat harta bendanya dan mempersembahkan persembahan kepada-Nya, yaitu emas, kemenyan dan mur”. Anda lihat perbedaan di sana (yang tercetak tebal dan bergaris bawah). Jelas Lukas menceritakan peristiwa kedatangan para gembala pada saat Yesus masih bayi (dalam arti baru dilahirkan) sedangkan Matius mencatat kedatangan para majus setelah ia disebut “Anak”. Itulah sebabnya Lukas menggambarkan tempatnya di kandang di mana Yesus terbaring dalam palungan (Luk 2:16) sedangkan Matius menggambarkan tempatnya di dalam rumah, bukan di kandang (Mat 2:11). Apa anda kurang yakin dengan ini? Baiklah saya tunjukkan perbedaan ini dari berbagai terjemahan Alkitab. Luk 2:16 yang dalam TBI (Terjemahan Baru Indonesia) menggunakan kata “bayi” ternyata dalam hampir semua terjemahan bahasa Inggris menggunakan kata “baby” dan “babe”. Misalnya terjemahan Analytical Literal Translation (ALT) : “And having hurried, they came and found both Mary and Joseph, and the Baby lying in the feeding trough”. American Standard Version (ASV) : “And they came with haste, and found both Mary and Joseph, and the babe lying in the manger”, Contemporary English Version (CEV) : “They hurried off and found Mary and Joseph, and they saw the baby lying on a bed of hay”, King James Version (KJV) : “And they came with haste, and found Mary, and Joseph, and the babe lying in a manger” dan terjemahan lainnya seperti Darby Bible, Good News Bible (GNB), God’s Word (GW), Webster Bible, dan masih banyak lagi. Sedangkan Mat 2:11 yang dalam TBI (Terjemahan Baru Indonesia) menggunakan kata “Anak” ternyata dalam hampir semua terjemahan bahasa Inggris menggunakan kata “child” misalnya terjemahan Analytical Literal Translation (ALT) : “Then having come to the house, they found the young Child with Mary His mother, and having fallen down, they prostrate themselves in reverence before Him, and having opened their treasure boxes, they presented to Him gifts: gold and frankincense and myrrh”, Contemporary English Version (CEV) : “When the men went into the house and saw the child with Mary, his mother, they knelt down and worshiped him. They took out their gifts of gold, frankincense, and myrrh and gave them to him”, Darby Bible : “And having come into the house they saw the little child with Mary his mother, and falling down did him homage. And having opened their treasures, they offered to him gifts, gold, and frankincense, and myrrh” dan terjemahan lainnya seperti ASV, GNB, GW, KJV, LITV, MKJV dan masih banyak lagi. Jelas perbedaan ini bukan kebetulan karena dari bahasa asli (Yunani) juga kata yang digunakan berbeda. Lihat Luk 2:16 dalam teks Yunaninya : καὶ λθον σπεύσαντες, καὶ α νευ ρον 14
Jawaban Tanggapan Ch. Saduk Manu: Mencurigai Pencuriga Kebenaran – Esra Alfred Soru
τήν τε Μαριὰµ καὶ τὸν Ιωσὴφ καὶ τὸ βρέφος κείµενον ε ν τη φάτνη . Ternyata kata “bayi” diterjemahkan dari kata βρέφος (bréphos) yang dapat berarti “bayi yang belum lahir, embrio atau janin” atau “bayi yang baru saja dilahirkan” (Ed. Harold K. Moulton; The Analytical Greek Lexicon Revised; Michigan; Zondervan Publishing House; 1978, hal.73). Perhatikan Mat 2:11 : καὶ ε λθόντες ει ς τὴν οι κίαν ε δον τὸ παιδίον µετὰ Μαρίας τη ς µητρὸς αυ του , καὶ πεσόντες προσεκύνησαν αυ τω , καὶ α νοίξαντες τοὺς θησαυροὺς αυ τω ν προσήνεγκαν αυ τω δω ρα, χρυσὸν καὶ λίβανον καὶ σµύρναν· Kata “Anak” rupanya diterjemahkan dari παιδίον (paidíon) yang berarti “anak-anak, anak kecil atau bocah” (Ibid, hal. 298). Bersambung….. Info : Doakan dan nantikan seminar akbar yang akan dipimpin Esra A. Soru bersama team dari Malang bulan Juni mendatang dengan materi : (1) Yesus Sejarah (2) Penginjilan Terhadap Bidat Saksi Yehovah (3) Bagaimana Menghadapi Aliran Pluralisme Agama (4) Memobilisasi Penginjilan Gereja Lokal. * Penulis adalah pendiri dan pengajar di Sekolah Teologia Awam (STA) “PELANGI KASIH”.
15
Jawaban Tanggapan Ch. Saduk Manu: Mencurigai Pencuriga Kebenaran – Esra Alfred Soru
Jawaban Atas Tanggapan Ch. Saduk Manu Tentang “Mencurigai Kebenaran”
“Mencurigai Pencuriga Kebenaran (4)” Esra Alfred Soru *
Dari semua keterangan ini jelas bahwa Lukas menceritakan peristiwa Yesus segera setelah dilahirkan sedangkan Matius menceritakan Yesus beberapa waktu (mungkin bulan/tahun) setelah itu. Perhatikan tafsiran Homer A. Kent, Jr, Profesor bidang Perjanjian Baru dan bahasa Yunani dari Grace Theological Seminary dalam The Wycliffe Bible Commentary : “…kunjungan itu terjadi setelah selang beberapa waktu dari kelahiran Yesus, mungkin beberapa bulan sesudahnya”. (From Electronic Database. Copyright (c) 1962 by Moody Press). Lihat juga tafsiran R.E. Nixon terhadap Mat 2:11: “Dalam ayat ini disebut tentang Anak itu menunjukkan bahwa ini mungkin terjadi beberapa bulan sesudah kelahiran-Nya…” (Tafsiran Alkitab Masa Kini 3; Jakarta, Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF; 2003, hal. 65). Masih kurang? Ok, saya tambahkan tafsiran Drs. J.J.de Heer : “Orang Majus menemukan Yesus dalam suatu rumah. Hal ini tidak bertentangan dengan Lukas 2, di mana dikatakan bahwa Yesus dilahirkan dalam kandang binatang; sebab perkunjungan orang Majus tidak terjadi langsung setelah kelahiran Yesus. Bila dihitung: setelah orang Majus melihat bintang yang menunjukkan kelahiran Yesus maka mereka mempersiapkan keberangkatannya dari Babilon, dan itu memerlukan waktu. Kemudian mereka mengadakan suatu perjalanan yang jauh dari Babilon ke negeri Israel. Mungkin Yesus sudah berumur kira-kira satu tahun waktu orang majus mengunjungi Dia, sehingga tidak mengherankan bahwa Yusuf dan Maria sudah pindah dari kandang ke sebuah rumah di Betlehem”. (Tafsiran Alkitab Injil Matius; Jakarta, BPK. Gunung Mulia;1996, hal. 25-26). Jelas sudah bahwa kedatangan para majus tidak terjadi pada saat Yesus baru saja dilahirkan melainkan ketika Yesus sudah berusia kira-kira beberapa bulan atau bahkan mungkin 1 tahun. Lalu mengapa Herodes menyuruh membunuh anak-anak di bawah 2 tahun? Menurut Homer A. Kent, Jr : “Herodes tidak mau mengambil resiko kehilangan korbannya. Yesus belum tentu sudah berusia 2 tahun ketika itu” (The Wycliffe Bible Commentary, hal. 27). Tapi ada juga keterangan lain. Simak keterangan R.E.Nixon : “Mungkin orang-orang majus memberitahu Herodes tentang waktu mereka melihat bintang itu pada pertama kalinya…” (Tafsiran Alkitab Masa Kini 3, hal. 65). Dan itulah sebabnya Herodes dengan perhitungan mundur menyuruh membunuh anak-anak berusia 2 tahun ke bawah yang menurut perhitungannya adalah waktu kelahiran Yesus. Dengan demikian pertanyaan Manu : “Bagaimana mungkin Herodes baru sadar diperdayai setelah dua tahun” adalah sebuah pertanyaan yang konyol. Herodes bukannya baru sadar diperdaya setelah 2 tahun. Ia segera sadar bahwa ia telah diperdaya. Ia ingin menghabisi Yesus, dan dari dari keterangan waktu para majus melihat bintang itu pertama kali di Timur (baca Mat 2:2), Herodes membuat perkiraan bahwa Yesus bisa jadi dilahirkan sekitar kurang lebih 1-2 tahun yang lalu dan didorong oleh keinginan untuk tidak kehilangan ‘mangsanya’ maka ia menyuruh membunuh semua anak yang berusia 2 tahun ke bawah. Sdr. Manu. bagaimana sekarang???? Saya heran (heran sekali) mengapa anda tidak bisa memahami teks Matius 16
Jawaban Tanggapan Ch. Saduk Manu: Mencurigai Pencuriga Kebenaran – Esra Alfred Soru
itu. Anda bilang anda memakai konsepsi logis ! Betul bung, tapi persoalannya bukan pada konsepsi logis tapi hermeneutika anda yang parah. Pinjam kata-kata anda : “Sungguh tidak obyektifnya anda atau…. apa anda terlampau lamban untuk memahami perbedaan ini? Saya pikir tidak. Tapi lain kali jeli dong pak. Ingat pakai dasar-dasar logika yang anda ketahui”. Apakah anda membaca dengan secara mendetail tanpa tergesa-gesa? Saya pikir anda terlampau tergesa-gesa dalam membaca dan membuat kesimpulan’. Makanya, lain kali belajarlah lebih banyak dam jangan terburu-buru mengambil kesimpulan Alkitab berisi pertentangan. Orang yang tidak teliti bisa terkecoh dengan penjelasan anda tapi setiap orang yang dengan sungguh-sungguh mempelajari Alkitab dan bergantung pada kuasa Roh Kudus akan menemukan kebenaran ini dan diteguhkan olehnya. Ok, kita lanjutkan!
Peristiwa Setalah Pembaptisan Yesus Satu lagi persoalan yang menurut Manu membuktikan pertentangan dalam Alkitab. Manu menulis : “Markus mengatakan kisahnya yakni segera sesudah pembaptisan, Yesus dipimpin Roh ke padang gurun. Di sana Ia dicobai selama empat puluh hari. Sesudah itu, baru Ia memilih murid-murid-Nya….Apabila kita pahami bahwa ini adalah fakta sejarah, maka inilah pertentangannya. Yohanes menyaksikan bahwa setelah dibaptis, maka keesokan harinya Ia memilih murid-murid-Nya dan setelah itu Ia mulai melakukan mujizat di Kana pada hari ke 5 (dua hari ia memilih muridnya dan hari ketiga ada perkawinan di Kana). Di mana kata kunci pertentangannya? Ya..itu…. soal pemilihan murid. Fakta Matius mengatakan bahwa setelah 40 hari dicobai barulah Yesus memilih murid-murid-Nya dan mulai melakukan pekerjaan-Nya. Yohanes menuturkan bahwa sesudah dibaptis maka segera keesokan harinya Ia memilih murid-murid dan melakukan pekerjaan-Nya. Bukankah penjelasan waktu ini membuktikan kotradiksi itu?” Ha…ha…haa…. Cukup!! Berhenti tertawa!!! Ha..ha..ha.. ups maaf saya tidak bisa berhenti tertawa pada pernyataan anda yang terkesan naif itu. Apa? Yang mana? (Sorry, saya hanya pinjam tertawanya anda. Soalnya enak sih!). Sdr. Manu, lagi-lagi anda menunjukkan tingkatan hermeneutika yang parah dan fatal. Anda sama sekali tidak teliti tapi mau menghakimi Alkitab akhirnya Alkitab menunjukkan kecerobahan anda sendiri. Di mana kecerobohannya? Tenang nyong!!! Akan saya jelaskan pelahan-lahan! Anda mengatakan : “Markus mengatakan kisahnya yakni segera sesudah pembabtisan, Yesus dipimpin Roh ke padang gurun. Di sana Ia dicobai selama empat puluh hari. Sesudah itu, baru Ia memilih murid-muridnya…” dan juga “Fakta Matius mengatakan bahwa setelah 40 hari dicobai barulah Yesus memilih murid-murid-Nya dan mulai melakukan pekerjaan-Nya”. Sampai di sini anda benar. Kecerobohan dan ketidaktelitian anda nampak dalam kalimat : “Yohanes menyaksikan bahwa setelah dibaptis, maka keesokan harinya Ia memilih murid-murid-Nya…” dan juga “Yohanes menuturkan bahwa sesudah dibaptis maka segera keesokan harinya Ia memilih murid-murid dan melakukan pekerjaan-Nya”. Pastilah kesimpulan ini anda angkat setelah membaca Yoh 1:33-34 yang menurut anda adalah peristiwa pembaptisan Yesus dikaitkan dengan ayat selanjutnya (ay 35) : “Pada keesokan harinya Yohanes berdiri di situ pula dengan dua orang muridnya” lalu anda berkesimpulan menurut Yohanes, setelah Yesus dibaptis, sehari sesudah itu Ia langsung memilih murid-murid-Nya. Ini jelas bertentangan dengan catatan Injil Sinoptik yang mengatakan segera setelah dibaptis Yesus dicobai selama 40 hari di padang gurun. Sdr. Manu, logika anda bagus tapi masalahnya anda tidak cermat. Kalau anda cukup teliti anda akan tahu bahwa sebenarnya (baca pelan-pelan) rasul Yohanes (penulis Injil Yohanes) tidak mencatat peristiwa pembaptisan Yesus melainkan ia sementara mencatat kesaksian Yohanes Pembaptis tentang apa yang dilihatnya pada saat pembaptisan Yesus (lihat ay 32). Jadi di sini ada 2 orang Yohanes. Pertama Yohanes Pembaptis yang memberi kesaksian tentang apa yang dilihatnya pada 17
Jawaban Tanggapan Ch. Saduk Manu: Mencurigai Pencuriga Kebenaran – Esra Alfred Soru
saat membaptis Yesus dan kedua adalah rasul Yohanes yang mencatat kesaksian Yohanes Pembaptis itu. Bisa paham nyong ??? Jadi Yoh 1 :33-34 itu bukanlah catatan tentang pembaptisan Yesus tetapi catatan tentang kesaksian Yohanes Pembaptis tentang peristiwa saat Yesus dibaptis. Dengan demikian, ayat 35 yang berbunyi : “Pada keesokan harinya…” haruslah ditafsirkan sebagai keesekon hari dari kesaksian Yohanes Pembaptis dan bukannya keesokan hari dari peristiwa Yesus dibaptis. (Coba anda baca ulang lagi Alkitab anda). Di sinilah persoalannya. Injil Sinoptik (Matius, Markus, Lukas) menceritakan peristiwa Yesus dibaptis dan segera sesudah itu Ia dicobai selama 40 hari di padang gurun tetapi Injil Yohanes hanya menceritakan kesaksian Yohanes Pembaptis. Jadi sama sekali tidak ada pertentangan. Itu adalah 2 peristiwa berbeda. Hanya ketidaktelitian, kecerobohan dan kelambanan anda saja yang menyebabkan catatan-catatan Injil itu seolah bertentangan. Memperhatikan dengan seksama kronologi waktu yang dicatat rasul Yohanes maka kita jumpai bahwa hari pertama adalah hari di mana Yohanes Pembaptis memberi kesaksian tentang dirinya sendiri (Yoh 1 :19-28). Hari kedua adalah hari di mana Yohanes Pembaptis memberi kesaksian tentang Yesus berkaitan dengan peristiwa pembaptisan (Yoh 1:29-34). Ini ditandai dengan kalimat ‘pada keesokan harinya’ (ay 29). Hari ketiga adalah hari di mana 2 orang murid Yohanes Pembaptis (salah satunya Andreas) mengikut Yesus (Yoh 1 :3541). Ini ditandai dengan kalimat “pada keesokan harinya” (ay 35). Hari keempat adalah hari di mana Yesus bertemu dengan Filipus dan juga Natanael (Yoh 1:43-51) dan ini ditandai dengan kalimat ‘pada keesokan harinya’ (ay 43) dan hari kelima adalah hari di mana Yesus membuat mujizat di Kana (Yoh 2:1-11). Memang dalam Yoh 2:1 dikatakan ‘pada hari ketiga’ karena memang itu di hitung dari saat Yesus mendapatkan Filipus dan Natanael (Yoh 2:43-51). Dari kronologi ini jelas bahwa apa yang dicatat Injil Sinoptik bukanlah hal yang dicatat Injil Yohanes. Itu adalah 2 peristiwa berbeda dan karenanya sama sekali tidak ada pertentangan. Sdr. Manu, dari kata-kata anda kelihatannya anda banyak tahu hermeneutika. Anda berkata : “Dalam hermeneutik dikenal istilah lingkaran hermenutik yakni mencari konteks (jauh dan dekat), latar belakang historis, sastra, pola pikir, tradisi dari sebuah kitab serta mencari hubungan dengan kitab-kitab lain yang sejajar. Dan point terakhir dari hermeneutika inilah yang akan saya pakai” namun sayang pandangan anda di atas menunjukkan bahwa bahkan konteks dekat saja anda tidak paham apalagi konteks jauh, dll? Dalam tulisan anda, anda menyinggung istilah “exegese” (sebuah istilah hermeneutik yang berarti menarik keluar kebenaran dari dalam teks yang dipelajari sesuai dengan maksud penulis) tapi sama sekali anda tidak melakukan exegese. Mengingat tulisan anda kali lalu (Jujur Pada Pluralis) di mana anda mengatakan bahwa wajah Yesus pasca kebangkitan sulit dikenali dan “itu berimplikasi pada kehadiran Yesus di agama lain dengan cara dan nama yang lebih mereka kenal” membuat saya lucu sekali. Exegese macam apa yang anda lakukan itu? Apakah para penulis Injil dengan mencatat hal itu memaksudkan bahwa Yesus muncul dalam agama lain dengan wajah dan nama yang lebih mereka kenali? Sayang sekali, brur….yang sementara anda lakukan bukannya exegese karena teks-teks itu sama sekali tidak memberi kesan kehadiran Yesus di agama lain. Jadi yang anda lakukan adalah memaksakan/memasukan ide pluralis anda pada sebuah teks. Itu bukan namanya exegese nyong!! Itu namanya “eisegesis”. Pernah dengar? Pasti! Mana mungkin anda tidak pernah dengar. Anda akan banyak tahu hermeneutik sampai lingkaran-lingkarannya pun anda hafal. Tapi sayangnya anda tidak tahu menerapkannya. Maaf kalau saya harus meminjam kata-kata anda lagi : “kayaknya anda perlu berlajar mengaplikasikan metode hermeneutik agar orang tidak tertawa atas kenaifan anda”. Kita lanjut! Ahh, tunggu dulu, saya masih tertarik meminjam kata-kata anda (soalnya menarik gitu lho) : “Apa hakikat seorang dokter? Seorang dokter adalah orang yang mampu mendiagnosa penyakit seseorang dan dapat memberikan obat yang sesuai dengan penyakit yang diderita. dengan kata lain dokter adalah orang yang dapat menyembuhkan orang sakit. Apabila ada seseorang dokter yang tidak tahu apa-apa soal mendiagnosa penyakit, padahal ia lulusan sekolah dokter, apakah ia dapat dikatakan sebagai dokter? 18
Jawaban Tanggapan Ch. Saduk Manu: Mencurigai Pencuriga Kebenaran – Esra Alfred Soru
Jawabannya antara ya dan tidak. Maksudnya? Sudahlah, anda pasti mengerti! Itu kan kata-kata anda. Ok, kita lanjut!
Eksklusivisme, Inklusivisme dan Pluralisme Saya ingin mengomentari statement Manu : “Persoalan mendasar dari paham eksklusif adalah penekanan pada gereja sebagai sumber keselamatan dan bukan Kristus ; bandingkan Paham inklusif yang menekankan extra Yesou nulla salus (di luar Yesus tidak ada keselamatan)”. Manu rupanya sampai pada kesimpulan di atas karena ia mengadakan tinjauan historis terhadap perkembangan Kristologi. Memang benar sebagaimana yang dikatakan Manu : Pada paradigma Bapa Gereja, kekristenan menjadi tertutup (eksklusif) dengan mengklaim sebagai satu-satunya jalan keselamatan (extra ecclesiam nulla salus). Mengapa dianggap kemerosotan? Karena Kristus bukan lagi sebagai pusat keselamatan, tetapi gereja” namun persoalan bagi Manu adalah ia tidak memahami perkembangan eksklusifisme hingga masa kini terutama pasca Reformasi. Pada masa bapa-bapa gereja, yang disebut kaum eksklusif adalah mereka yang berpandangan bahwa di luar gereja (Katholik) tidak ada keselamatan (extra ecclesiam nulla salus) namun pada masa kini paradigma tersebut sudah bergeser di mana yang disebut eksklusifisme adalah pandangan yang mengatakan bahwa keselamatan hanya ada di dalam Kristus atau Yesus adalah satu-satunya jalan. Jadi paham eksklusifisme telah mengalami pergeseran. Orang bilang kalau mau tahu tentang Rote tanyakan pada orang Rote. Kalau mau tahu tentang Timor, tanyakan pada orang Timor. Kalau mau tahu eksklusifisme tanyakan pada kaum eksklusif. Mari kita lihat beberapa pendapat dari kaum eksklusif sendiri. Andika Gunawan berkata : “Ekslusifisme menyatakan bahwa Kristus adalah dasar keselamatan dan kepercayaan kepada Dia merupakan syarat utama keselamatan sebagaimana kata Kis 4:12” (Apologetika; STTIAA, hal. 44). Chris Wright memberi keterangan : “Pandangan ini menyatakan bahwa, jika Yesus Kristus secara unik adalah kebenaran, dan satu-satunya jalan keselamatan bagi umat manusia, itu berarti bahwa agama-agama lain itu tidak benar dan bahwa agama-agama lain itu tidak merupakan jalan keselamatan. Kata eksklusivisme ini tidak dipakai dalam arti pribadi, sikap atau sosial, yakni dengan perasaan sombong, sok unggul dan dengan maksud untuk menyisihkan orang lain. Kata ini hanya berkaitan dengan cara menemukan kebenaran dan keselamatan”. (Tuhan Yesus Memang Khas Unik, Jalan Keselamatan SatuSatunya; Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF; 2003, hal. 19). Perhatikan baik-baik 2 pendapat di atas. Sama sekali tidak mengatakan bahwa gereja adalah sumber keselamatan melainkan Kristus. Dengan demikian statement Manu : “…paham eksklusif adalah penekanan pada gereja sebagai sumber keselamatan dan bukan Kristus..” jelas merupakan pandangan kuno yang tidak mengikuti perkembangan (‘kadaluarsa’) sekaligus adalah fitnahan bagi kaum eksklusif masa kini. Kalau anda mengikuti pembahasan saya dengan cermat di sekitar masalah pluralisme ini maka sama sekali saya tidak pernah mengatakan bahwa keselamatan bersumber dari gereja. Yang saya tekankan adalah keselamatan bersumber dari Kristus dan Yesus Kristus satu-satunya jalan keselamatan. Karenanya adalah fitnahan yang lain lagi ketika Manu menulis : “Hal ini juga membantah pandangan Soru bahwa Kristus hanya bekerja pada orang Kristen (Akulah jalan kebenaran dan hidup…)”. Sdr. Manu, dapatkan anda menunjukkan bukti di mana dengan menggunakan Yoh 14:6 lalu saya berkesimpulan bahwa Kristus hanya bekerja pada orang Kristen saja? Rupanya anda bukan hanya tidak teliti tapi juga gegabah. Jika eksklusifisme masa kini yang percaya bahwa Yesus satu-satunya jalan keselamatan dan tidak ada keselamatan di luar Dia (berdasarkan Yoh 14:6, Kis 4:12, dll), lalu apa bedanya dengan paham inklusivisme sebagaimana dikatakan Manu : “extra Yesou nulla salus (di luar Yesus tidak ada keselamatan)”. Bukankah sama? Baiklah saya 19
Jawaban Tanggapan Ch. Saduk Manu: Mencurigai Pencuriga Kebenaran – Esra Alfred Soru
jelaskan! Sesungguhnya ada 3 paham yang berkembang di sekitar masalah ini : (1) Paham eksklusif yang sudah saya jelaskan yang percaya bahwa Yesus satu-satunya jalan keselamatan (Yoh 14:6; Kis 4:12) dan karenanya setiap orang, agama apapun dia harus percaya pada Yesus Kristus baru bisa diselamatkan (Yoh 3:16). (2) Paham pluralis yang berpandangan bahwa semua agama sama. Ada jenis pluralisme yang mengatakan bahwa semua agama menuju ke tujuan akhir yang sama. Ada yang mengatakan bahwa semua agama menyembah Allah yang sama. Bagi kaum pluralis, kekristenan boleh saja mengklaim keunikan Yesus, tetapi tidak bisa diklaim bahwa keunikan tersebut adalah keunikan absolut yang berlaku bagi kepercayaan lain juga. (3) Paham inklusif yang berpandangan bahwa semua orang yang diselamatkan, diselamatkan melalui karya Kristus, tetapi pandangan ini menambahkan bahwa Kristus menyelamatkan melalui berbagai cara lain dan tidak harus melalui kepercayaan eksplisit terhadap Injil. Kristus memang merupakan dasar ontologis keselamatan, tetapi pengetahuan ataupun kepercayaan atas Injil-Nya ataupun nama Yesus bukanlah merupakan syarat keselamatan. Jadi akan ada penganut agama lain yang diselamatkan oleh Yesus dan masuk ke surga tanpa mereka percaya pada Injil dan Nama Yesus. (Cat. Untuk lebih jelas silahkan baca tulisan Andika Gunawan dan Chris Wright yang sudah disebutkan di atas). Dengan demikian jelas bahwa paham inklusif mencoba mencari jalan tengah di antara eksklusifisme dan pluralisme tetapi dengan jalan keluar seperti itu mereka menyangkali banyak bagian Alkitab. Kaum eksklusif tidak mengatakan bahwa Yesus hanya milik orang Kristen sebagaimaan dituduhkan Manu. Sebagai Allah Ia tentunya bekerja juga dalam agama lain tetapi itu tidak membuat Ia serta merta menyelamatkan pemeluk agama lain tanpa kepercayaan terhadap diri dan nama-Nya (band. Yoh 3:16) yang sudah ditetapkan sebagai satu-satunya jalan keselamatan. Kalau begitu bagaimana wujud kerja Kristus dalam agama lain? Sukar dijelaskan! Tapi yang pasti karya-Nya itu menuntun mereka kepada iman dan kepercayaan kepada-Nya sebagai Tuhan dan Juruselamat. Karenanya sumber keselamatan adalah Yesus dan bukan agama. Inilah eksklusifisme! Paham eksklusif mendapat dukungan penuh dari Alkitab sedangkan paham pluralis mengabaikan, melecehkan dan memutarbalikan Alkitab. Itulah sebabnya kaum pluralis (misalnya Manu) jarang mengutip Alkitab sebagai dasar ajaran mereka padahal bukankah Alkitab harus memiliki otoritas dalam kehidupan dan pengajaran Kristiani? Kalaupun ada ayat Alkitab yang dikutip biasanya hanya yang mendukung paham mereka saja, selebihnya dari itu mereka memasukkan ide-ide mereka ke dalam suatu teks (eisegese). Jadi sebenarnya kaum pluralis tidak sementara berteologia tetapi mereka sementara mengungkapkan sebuah filsafat agama di luar Alkitab. Celakanya, itu mereka sampaikan dari mimbar-mimbar gereja dan jemaat yang tidak paham dibodohi oleh pendeta-pendeta pluralis ini. Sdr. Manu, sampai jumpa di pembahasan selanjutnya!!! Bersambung….
* Penulis adalah pendiri dan pengajar di Sekolah Teologia Awam (STA) “PELANGI KASIH”.
20
Jawaban Tanggapan Ch. Saduk Manu: Mencurigai Pencuriga Kebenaran – Esra Alfred Soru
Jawaban Atas Tanggapan Ch. Saduk Manu Tentang “Mencurigai Kebenaran”
“Mencurigai Pencuriga Kebenaran (5)” Esra Alfred Soru *
Seputar Kristologi Sdr. Manu, sebenarnya saya tertarik juga untuk mengomentari seluruh konsep Kristologi anda yang kacau balau itu namun mengingat keterbatasan tempat dalam ruang opini maka saya sarankan anda untuk membaca tulisan Sdr. Fioh ‘Menggungat Kristologi Kaum Pluralis’ yang diturunkan harian Timex beberapa hari yang lalu. Kalau tidak salah ia juga sudah pernah menulis tanggapan untuk anda (“Benarkah Soteriologi Kaum Pluralis’) tapi belum anda tanggapi. Coba anda tanggapi tulisannya. Atau mungkin anda tidak tahu karena berada di luar pulau Timor? Saya bisa beri kopiannya kalau anda mau. Baca baik-baik tulisannya supaya anda paham. Nanti jika belum paham-paham juga baru giliran saya membuat anda paham! Saya hanya ingin mengomentari kembali statement anda. Dalam tulisan anda “Jujur Pada Pluralis” anda menulis : “Bukankah Allah yang mutlak dan tak terhampiri itu harus menjadi manusia yang terbatas, agar dapat meresapi segala yang dirasakan manusia. Dengan demikian rencana penyelamatan menjadi nyata? Dan untuk itu Allah harus menjadi terbatas. Tidakkah Yesus telah menjadi manusia yang memiliki keterbatasan ruang dan waktu? Dan bukankah setelah kebangkitan-Nya baru Ia menjadi tidak terbatas, dengan demikian setelah melepaskan kemanusiaan-Nya baru Ia menjadi mutlak, khan?” Sdr. Manu, setelah saya menanggapi tulisan anda dan membuktikan bahwa pada waktu Yesus menjadi manusia Ia tidak kehilangan keilahian-Nya melainkan hanya ketambahan sifat manusia dan karenanya dalam masa inkarnasi Ia tetap memiliki kemutlakan, anda lalu menuduh saya tidak paham dengan pernyataan anda. Anda menulis : ‘Yesus sebagai Allah menurut saya adalah mutlak. Tetapi sebagai manusia, maka ada unsur lain yakni terbatas…. Dalam dogma yang kita anut, kita mengenal istilah Yesus adalah 100% Allah dan 100% manusia. Sepintas akan kelihatan rancu. Di mana letak kerancuannya? Pada Allah dan manusia. Kenapa rancu? Karena Allah adalah ilahi dan mutlak sedangkan manusia terbatas. Kalau begitu apa maksud ungkapan di atas. Artinya Yesus mutlak sekaligus tidak mutlak. Mengapa Yesus tidak 21
Jawaban Tanggapan Ch. Saduk Manu: Mencurigai Pencuriga Kebenaran – Esra Alfred Soru
mutlak? Karena ia manusia. Beres khan” lalu anda melanjutkan : “Dengan demikian, apa yang saya katakan benar bahwa Allah yang menjadi manusia itu terbatas”. Sdr. Manu, anda menuduh saya tidak paham kata-kata anda tapi ternyata anda sendiri yang tidak paham penjelasan saya. Sesungguhnya yang persoalkan dari statement anda bukannya Allah yang menjadi manusia itu terbatas atau tidak (jadi tidak perlu anda jelaskan lagi) melainkan apakah ketika Allah menjadi manusia dan mengalami keterbatasan manusia Ia tetap mutlak atau tidak? Saya mengakui bahwa ketika Yesus menjadi manusia Ia mengalami sejumlah keterbatasan tetapi keterbatasan Yesus itu tidak lantas membuat-Nya menjadi tidak mutlak. Saya kutipkan kembali kalimat saya dari tulisan “Jujur Pada Kebenaran” : “Jadi memang waktu Yesus menjadi manusia, Ia mengalami keterbatasan dalam ruang dan waktu tetapi Ia sama sekali tidak kehilangan sifat-sifat ilahi-Nya. Dengan demikian inkarnasi Yesus tidak dapat menjadi dasar untuk menolak kemutlakan-Nya. Anda perhatikan kalimat yang bergaris bawah dan dicetak tebal. Dari kalimat itu nyata bahwa saya tidak menolak statement anda bahwa Allah yang menjadi manusia menjadi terbatas. Yang saya tolak adalah kesan yang anda berikan dan hendak anda buktikan bahwa keterbatasan manusia Yesus membuat Ia kehilangan kemutlakan-Nya. Itu nyata dari kalimat anda anda terakhir “dengan demikian setelah melepaskan kemanusiaan-Nya baru Ia menjadi mutlak, khan?” Kalimat anda ini mengisyaratkan bahwa pada saat Yesus mengenakan kemanusiaan-Nya Ia tidak mutlak dan karenanya baru menjadi mutlak lagi setelah melepaskan kemanusiaan-Nya. Sekarang bagaimana hayoo…! Tidak saya sangka daya nalar anda terlalu lemah sehingga tidak mampu melihat bagian mana yang saya persoalkan dari statement anda. Saya ingin meminjam kata-kata anda lagi (soalnya enak sih) :“Bukankah ini merupakan kebingungan nalar anda..hasilnya, nalar anda menjadi kacau. Sory nyong. Kayaknya anda perlu menjernihkan pikiran anda dengan sedikit refresing agar lebih tenang”. Selain itu penjelasan anda lebih lanjut justru semakin membuktikan kedangkalan dan kekacauan nalar anda hingga anda mengeluarkan kalimat-kalimat yang bertentangan. Yang “b” sa? Ok, saya bantu tunjukkan. Dalam tulisan anda kali lalu anda berkata : “…dengan demikian setelah melepaskan kemanusiaan-Nya baru Ia menjadi mutlak, khan?” Kalimat anda ini mengisyaratkan bahwa sebelum sebelum melepaskan kemanusiaanNya, Yesus itu tidak mutlak. Tetapi anda juga menulis : “…Kalau begitu apa maksud ungkapan di atas. Artinya Yesus mutlak sekaligus tidak mutlak. Mengapa Yesus tidak mutlak? Karena ia manusia. Beres khan?” Ha…ha…haa…. Cukup!! Berhenti tertawa!!! ha.ha.ha. ups maaf saya tidak bisa berhenti tertawa pada pernyataan anda yang terkesan naif itu. Sdr. Manu, di sinilah kelirulogi anda terjadi lagi. Di kalimat pertama anda memberi kesan bahwa Yesus tidak mutlak (karena Ia juga manusia) hingga Ia melepaskan kemanusiaan-Nya. Kalimat kedua anda bilang Yesus mutlak sekaligus tidak mutlak tetapi di akhir kalimat kedua anda berkesimpulan Yesus tidak mutlak karena Ia manusia. Lalu anda bilang beres? Apanya yang beres nyong? Pantas saja Sdr. Fioh mengecam logika anda. Jadi apa kesimpulan anda? Kalau anda bilang Yesus tidak mutlak bukankah anda juga bilang “Yesus mutlak sekaligus tidak mutlak”? Kalau anda mau bilang Yesus tidak mutlak hanya karena Ia manusia terus bagaimana dengan keilahian-Nya ? Mutlak kan? Anda kan sudah mengakuinya di atas Mas!. Sdr. Manu, sebaiknya saya stop menganalisa 22
Jawaban Tanggapan Ch. Saduk Manu: Mencurigai Pencuriga Kebenaran – Esra Alfred Soru
statement-statement anda karena kalau saya terus menganalisanya maka akan semakin menyedihkan. Argument-argument anda bukan hanya kacau dari segi filosofis tapi juga kacau dari segi teologis. Saya bersungguh-sungguh, ambillah waktu untuk refresing, di pantai mungkin atau di gunung, tenangkan diri dan belajar ulang dasar-dasar berlogika yach?
Relativisme Jika kita mempelajari teologi kaum pluralis maka kita akan dapati bahwa sesungguhnya ajaran-ajaran kaum pluralis didirikan di atas sebuah filsafat yang bernama relativisme. Apa itu relativisme? Relativisme adalah sebuah paham/pandangan yang mengatakan bahwa segala sesuatu itu relatif, tidak ada yang mutlak, tidak ada yang absolut. Semua point atau pandangan sama-sama valid dan bahwa semua kebenaran adalah relatif bergantung pada individu masing-masing. Karena tidak ada yang mutlak, tidak ada yang absolut, semuanya relatif maka maka kita tidak dapat berkata yang ini benar dan yang itu salah. Relativisme hendak berkata kebenaranmu bukanlah kebenaranku, kebenaranmu adalah kebenaranmu dan kebenaranku adalah kebenaranku. Apa yang kamu anggap benar, belum tentu orang lain setuju dengan anggapanmu itu. (Sony Prayitno ; Iman Kristen dan Relativisme dalam www.geocities.com/reformed_movement).Filsafat relativisme ini menyangkali adanya kebenaran-kebenaran obyektif (kebenaran yang tidak bergantung pada orang yang mengetahuinya dan kepada kesadarannya) sebaliknya menaganggap semuanya subyektif. Itulah sebabnya filsafat relativisme ini juga sering disebut sebagai subyektifisme. Filsafat inilah yang digandrungi oleh kamu pluralis termasuk Manu. Itulah sebabnya bagi kaum pluralis, kebenaran bahwa Yesus satu-satunya jalan itu hanya berlaku bagi orang Kristen saja tetapi tidak berlaku bagi orang non Kristen. Mengapa? Karena masing-masing agama mempunyai kebenaran sendiri-sendiri, masing-masing agama mempunyai jalan keselamatan sendiri-sendiri. Tidak ada kebenaran mutlak, tidak ada kebenaran absolut, tidak ada kebenaran obyektif. Yang ada hanyalah kebenaran relatif dan subyektif. Inilah dasar pemikiran kaum pluralis. Sepintas lalu prinsip / filsafat relativisme-subyektifisme ini benar namun ketika dikaji dan dipikirkan lebih dalam, sesungguhnya prinsip/filsafat ini sangat tidak rasional dan tidak konsisten serta kontradiktif. Atau dengan kata lain cacat logika serta argumentasinya menghancurkan dirinya sendiri. Bagaimana bisa begitu ? Baiklah saya jelaskan. Para penganut relativisme (kaum pluralis) biasanya berkata bahwa 'kebenaran itu relatif, tidak ada yang mutlak'. Persoalannya adalah jika kebenaran itu relatif dan tidak ada yang mutlak maka itu harus berlaku juga bagi pernyataan mereka itu sendiri. Itu baru namanya konsisten. Dengan demikian pernyataan ‘kebenaran itu relatif, tidak ada yang mutlak’ juga relatif dan tidak mutlak. Supaya apa yang dikatakan itu (‘kebenaran itu relatif, tidak ada yang mutlak’) benar maka pernyataan itu harus mutlak. Tetapi apabila pernyataan itu mutlak maka apa yang dinyatakan (‘kebenaran itu relatif, tidak ada yang mutlak’) justru salah karena ternyata ada yang mutlak yakni 23
Jawaban Tanggapan Ch. Saduk Manu: Mencurigai Pencuriga Kebenaran – Esra Alfred Soru
dirnya sendiri. (Awas Sdr. Manu, jangan sampai bingung lho). Di sinilah letak ketidakkonsisitenan dari filsafat relativisme. Untuk lebih memahami ketidakkonsistenan paham relatifisme, perhatikan komentar Matthew J. Slick berikut ini : “Jika segala kebenaran adalah relatif, maka statement “Segala kebenaran adalah relatif” haruslah mutlak benar. Jika ia mutlak benar, maka tidak segala sesuatu itu relatif dan statement bahwa “Segala kebenaran adalah relatif” itu salah”. (Relativism; www.carm.org). Andika Gunawam menunjukkan kelemahan logika paham relativisme ini dengan berkata : “Penganut fanatik relativisme yang tetap 'ngotot' berkata bahwa : 'kebenaran itu relatif' dapat kita taklukan dengan pertanyaan 'apakah kebenaran kalimatmu itu absolut atau relatif?' Jika ia menjawab absolut, maka ternyata ada kebenaran absolut itu, tetapi jika ia menjawab bahwa kalimatnya tersebut relatif, maka kita tidak perlu percaya apa yang dikatakannya” (Apologetika; STTIAA, hal. 11). Andika Gunawan melanjutkan : “Seorang relatifis yang lebih konsisten, pada saat diserang akan kekonsistenan pandangannya, akan lari kepada skeptisme dan mengatakan : 'ya memang kita tidak pernah tahu (tentang semua kebenaran) mana yang benar'. Bagaimana cara menaklukan seorang skeptis? Kita tanya kepada dia: 'kamu tahu tidak kalau kalimatmu itu benar?' Jika ia tahu, maka ia telah menentang pandangannya sendiri, jika itu 'tidak tahu' (akan kebenaran kalimatnya), maka kita lagi-lagi tidak perlu mendengarkan dia” (Ibid). Jika masih kurang akan saya kutipkan lagi pandangan Peter Kreeft dan Ronal K. Tacelli tentang relativisme/subyektifisme : “Kontradiksi itu terletak pada fakta bahwa orang yang subyektivis itu mengklaim bahwa kebenaran sebenarnya secara obyektif adalah subyektif. Apabila mereka hanya mengklaim bahwa subyektifitas dari kebenaran adalah suatu kebenaran subyektif, hanya sebagai pendapat pribadi saja atau perasaan dalam pikiran orang yang subyektivis, maka mereka tidak akan mengklaim bahwa teori subyektivis itu sebenarnya adalah benar dan teori obyektivis itu keliru” (Pedoman Apologetika Kristen, Vol 2; Bandung, Kalam Hidup; 1993, hal. 211). Dengan demikian jelaslah bahwa filsafat relatifisme ini membunuh dirinya sendiri. Apa anda bisa paham penjelasan ffilosofis ini Sdr. Manu? Atau anda bingung? Anda boleh diskusikan dengan teman-teman pluralis anda dan saya tunggu bagaimana penjelasan anda !!! Setelah memahami persoalan ini baiklah kita akan melihat kalimat-kalimat Manu dan kita akan melihat bahwa secara logis kalimat-kalimat Manu akan ‘memakan’ dirinya sendiri dan justru menggugurkan argumennya sendiri. Ya, seperti yang saya bilang, senjata makan tuan. Di bagian kedua tulisannya Manu berusaha mati-matian untuk membuktikan bahwa kebenaran matematika itu tidak mutlak. Manu menulis : ‘Mengapa anda begitu yakin bahwa 2+2 = 4? Atau mengapa anda begitu yakin bahwa dua unsur yang berbeda tidak dapat dijumlahkan? Jawabannya, karena itu yang disepakati oleh penganut kebenaran matematika. Apakah ini mutlak? Oh. Tentu saja tidak? Mengapa? Karena kebenaran ini hanya diakui oleh penganut matematika?’ Jadi menurut Manu 2+2=4 itu tidak mutlak. Kebenaran matematika tidaklah mutlak. Itu hanya kesepakatan penganut kebenaran matematika saja. Kalau kebenaran matematika tidak mutlak maka saya juga bisa berkata bahwa apa yang dikatakan Manu juga tidak mutlak. Bagaimana kita bisa yakin bahwa kebenaran matematika itu tidak mutlak dan 24
Jawaban Tanggapan Ch. Saduk Manu: Mencurigai Pencuriga Kebenaran – Esra Alfred Soru
hanya bergantung pada kesepakatan penganutnya yang juga tidak mutlak? Bukankah pandangan seperti itu hanyalah kesepakatan Manu dan teman-teman pluralisnya? Jika tidak ada kebenaran yang mutlak di dunia ini maka seharusnya Manu tidak perlu bicara apa-apa seolah-olah ia yang paling benar. Hayoo…bagaimana???? Pusing ya??? Peduli amat! Kita lanjut! Anda menulis : “…bagaimana anda yakin apa yang anda tuliskan adalah kebenaran? Anda yakin bahwa itu benar karena itu yang anda yakini dan imani sebagai orang Kristen. Betul khan? Oke. Kalau begitu dapat dikatakan bahwa yang anda katakan adalah benar menurut pandangan orang Kristen”. Manu melanjutkan : “Nah apa arti pernyataan ini? Artinya bahwa ada kebenaran lain selain kebenaran orang Kristen. Misalkan agama Islam, Hindu, Budha, agama suku dan lain sebagainya”. Sdr. Manu, sekarang giliran saya yang tanya. Bagaimana anda yakin apa yang anda tulis itu kebenaran? Bagaimana anda yakin bahwa apa yang saya yakini itu adalah kebenaran menurut orang Kristen saja? Bagaimana anda yakin bahwa ada kebenaran lain selain kebenaran orang Kristen misalkan agama Islam, Hindu, Budha, agama suku dan lain sebagainya? Jawabannya jelas karena itu yang anda yakini dan imani sebagai orang pluralis. Jika keyakinan saya hanya khusus bagi orang Kristen karenanya tidak berlaku bagi agama lain maka keyakinan anda juga hanya khusus bagi kaum pluralis dan tidak berlaku bagi saya dan kaum eksklusif lainnya. Puas? Sdr. Manu, anda sama sekali tidak konsisten. Terlihat bahwa anda tidak berpikir dulu sebelum mengeluarkan statement sehingga statement anda itu ‘memakan’ kembali anda dan meruntuhkan argument anda sendiri. Sudah selesai? Belum! Masih ada lagi. Anda menulis : “…jika yang keluar dari mutlak adalah mutlak, maka yang keluar dari yang tidak mutlak adalah pasti tidak mutlak. Dengan demikian, maka Soru tidak berhak mengklaim bahwa apa yang dikemukakannya adalah mutlak. Ini kan yang dinamakan logika terbalik. Berarti Soru tidak berhak mengatakan bahwa pendapatnya yang benar”. Sdr. Manu, kalimat yang baru saya kutip di atas itu kalimat siapa? Kalimat anda kan? Anda mutlak atau tidak? Tidak kan? Kalau benar seperti yang anda katakan bahwa ‘yang keluar dari yang tidak mutlak adalah pasti tidak mutlak’ maka keseluruhan kalimat anda di atas juga tidak mutlak karena anda juga tidak mutlak sehingga pernyataan anda : ‘Berarti Soru tidak berhak mengatakan bahwa pendapatnya yang benar’ tidak mutlak, belum tentu benar sehingga ada kemungkinan pendapat saya justru benar. Ini namanya membalikkan logika dengan logika. Bingung ???? (Anda kelihatan hebat filsafat, coba pahami kalimat saya itu dan silahkan tanggapi, saya tunggu !!!). Anda lihat kan, paham relavisme anda membuat anda masuk ke dalam (pinjam istilah anda) ‘lingkaran setan’ dan tidak bisa keluar. Sekali anda mengatakan bahwa “tidak ada kebenaran yang mutlak” maka semua yang anda katakan termasuk “tidak ada kebenaran yang mutlak” juga tidak mutlak. Lalu apa lagi yang mau anda katakan agar biar orang bisa percaya pada anda? Katakan apa saja dan itu tidak mutlak. Betul-betul lingkaran setan. Sekali lagi saya katakan bahwa para penganut relatifisme-subyektifisme hanya ‘membunuh diri’ mereka sendiri dengan argument-argument yang mereka kembangkan. Benar-benar senjata makan tuan !! Ada satu hall agi. Bukankah dalam hidup sehari-hari kita membutuhkan penentuan mana yang benar dan mana yang salah? Manu mungkin menilai bahwa semua agama sama benar, tetapi ia tidak akan pernah bilang bahwa semua minuman sama-sama menyehatkan. Misalkan ada si A bilang 25
Jawaban Tanggapan Ch. Saduk Manu: Mencurigai Pencuriga Kebenaran – Esra Alfred Soru
minum susu itu sehat, si B bilang minum racun itu sehat, apakah si relatifis ini bisa berkata bahwa keduanya benar? Di sinilah nampak bahwa seorang relatifis tidak akan dapat secara konsisten melaksanakan apa yang dianutnya dalam kehidupan. Sudah selesai ??? Belum !!! Sdr. Manu, anda kan penganut paham relatifisme. Sekarang saya mau tanya. Menurut anda apakah 'tindakan Hitler dalam membunuh orang-orang Yahudi dan melakukan eksperimen maut atas diri mereka itu dapat dibenarkan?' Bukankah Hitler menganggap apa yang dilakukannya benar? Dan dia serta anak buahnya melakukan pembunuhan masal itu dengan 'tulus', dengan maksud 'mulia' yaitu memurnikan ras mereka? Apakah tindakan para teroris, pelaku bom bunuh diri (Dr. Azhari, dkk) dapat dibenarkan? Bukankah mereka yakin melakukanya demi kebenaran? Bukankah mereka yakin sementara berjalan di jalan Allah? Coba anda jawab. Jika anda menjawab bahwa tindakan Hitler dan para teroris itu dapat dibenarkan, maka anda masuk kategori orang yang tidak waras, tetapi jika anda menyalahkan Hitler dan para teroris itu, lalu apa dasarnya? Bukankah tidak ada kebenaran yang mutlak? Atau anda mau berkata bahwa mereka menyalahi "konsensus" nasional/internasinal? Kalau begitu apakah konsensus itu absolut (meskipun sementara) dan mengikat semua perbuatan dan tindakan semua orang? Sdr. Manu, jawab lagi satu pertanyaan saya. Apakah boleh jika ada suku yang ingin melakukan pembunuhan bayi dalam suku mereka sendiri? Contoh : bayi perempuan keluarga Eskimo yang miskin, seringkali dibunuh dengan diletakkan di luar agar mati kedinginan demi menjaga kelestarian keluarga (perempuan dianggap membebani keluarga karena tidak ikut bekerja mencari makan). Suku ini berpendapat bahwa kematian di hawa dingin merupakan kematian yang jauh lebih ringan dibandingkan kelaparan karena tubuh menjadi mengantuk dan beku. Kira-kira tindakan mereka benar atau tidak? Bisa jawab? Kalau bisa tolong beritahu saya, atas dasar apa, atas standart apa anda menilai mereka? Ingat, bukankah menurut anda tidak ada kebenaran obyektif/mutlak ? (Saya tunggu jawabannya ya?).
Yesus Satu-Satunya Jalan Keselamatan Untuk menutup seluruh rangkaian tulisan tanggapan saya pada Sdr. Manu, saya akan mengajukan bukti-bukti Alkitabiah kepercayaan eksklusifisme yakni Yesus Kristus adalah satu-satunya jalan keselamatan. Manu sebelumnya menulis : “Kutipan Alkitab untuk mendukung pendapat anda sebenarnya memiliki kerygma yang berbeda dengan apa yang anda maksudkan. Untuk itu jangan asal mengutip dong”. Kalau benar begitu, saya minta kepada Sdr. Manu agar setelah saya paparkan semua bukti Alkitabiah bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan keselamatan dan tidak ada keselamatan di luar Dia, tolong anda jawab dan jelaskan pada saya apa kerygmanya. (Saya tunggu lho!!!). Baiklah saya akan paparkan 7 bukti kepercayaan eksklusif. Ups..sss… habis tempat! Kita sambung besok saja! Sampai jumpa! Bersambung….. * Penulis adalah pendiri dan pengajar di Sekolah Teologia Awam (STA) “PELANGI KASIH”. 26
Jawaban Tanggapan Ch. Saduk Manu: Mencurigai Pencuriga Kebenaran – Esra Alfred Soru
Jawaban Atas Tanggapan Ch. Saduk Manu Tentang “Mencurigai Kebenaran”
“Mencurigai Pencuriga Kebenaran (6-Habis)” Esra Alfred Soru *
Bukti 1 : Ada ayat-ayat Alkitab yang secara jelas menunjukkan bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga. Injil Yoh 14:6 berbunyi : “Kata Yesus kepadanya: ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku’. Ayat ini hanya mempunyai 3 kemungkinan : (1) Alkitab salah/ngawur. Yesus tidak pernah mengatakan pernyataan ini, tetapi Alkitab mencatat seolah-olah Yesus mengatakan pernyataan ini. (2) Alkitab betul; Yesus memang pernah mengucapkan pernyataan ini. Tetapi Yesus berdusta, karena Ia menyatakan diri sebagai satu-satunya jalan kepada Bapa padahal sebetulnya tidak demikian. (3) Alkitab betul, dan Yesus juga tidak berdusta, sehingga Ia memang adalah satu-satunya jalan kepada Bapa / ke surga. Pembaca sekalian, renungkanlah, yang mana dari 3 kemungkinan ini yang anda terima? Kalau anda menerima yang pertama atau yang kedua, sebaiknya anda pindah agama saja, karena apa gunanya menjadi Kristen tetapi mempercayai bahwa Alkitab salah/ngawur, atau Tuhannya pendusta! Ayat lain yang dengan tegas menyatakan konsep ini adalah Kis 4:12 : “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan”. 1 Yoh 5:11-12 : “Dan inilah kesaksian itu: Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam Anak-Nya. Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup”. 1 Tim 2:5 : “Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus”. Bagaimana dengan semua ayat ini? Hanya orang sesat yang tidak menghargai otoritas Kitab Suci dan yang ingin memutarbalikkan Kitab Suci yang bisa menafsirkan bahwa ayat-ayat ini tidak menunjukkan Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga. Perhatikan bahwa Kis 4:12 itu menyatakan bahwa ‘keselamatan itu ada di dalam Yesus’, dan 1Yoh 5:11-12 menyatakan bahwa ‘hidup yang kekal itu ada di dalam Yesus’. Bayangkan Yesus sebagai sebuah kotak yang di 27
Jawaban Tanggapan Ch. Saduk Manu: Mencurigai Pencuriga Kebenaran – Esra Alfred Soru
dalamnya berisikan keselamatan / hidup kekal. Kalau seseorang menerima kotaknya (Yesus), maka ia menerima isinya (keselamatan / hidup yang kekal), dan sebaliknya kalau ia menolak kotaknya (Yesus), otomatis ia juga menolak isinya (keselamatan / hidup yang kekal). Perhatikan juga kata-kata ‘di bawah kolong langit ini’ dalam Kis 4:12, dan kata-kata ‘barangsiapa tidak memiliki Anak’ dalam 1Yoh 5:12 itu. Ini menunjukkan bahwa tidak mungkin kata-kata ini ditujukan hanya untuk orang Kristen sebagaimana konsep Manu. Ayat-ayat tersebut di atas ini berlaku untuk seluruh dunia! Juga perhatikan bahwa berbeda dengan Yoh 14:6 yang diucapkan oleh Yesus kepada murid-murid-Nya (orang-orang yang percaya), Kis 4:12 diucapkan oleh Petrus kepada orang-orang Yahudi yang anti Kristen! Jadi jelas bahwa ayat ini tidak mungkin dimaksudkan hanya bagi orang Kristen! Kaum pluralis biasanya mengklaim bahwa ayat tersebut hanya berlaku bagi orang Kristen saja dan tidak berlaku bagi orang agama lain. Ini adalah suatu klaim yang tidak masuk akal karena bagaimana mungkin klaim tersebut bisa berlaku bagi orang yang percaya terhadap klaim tersebut? Jika orang tersebut bukan Kristen, karena tidak percaya pada klaim tersebut bukankah berarti klaim tersebut tidak akan pernah dia percayai atau berlaku bagi dia? Bukankah seseorang yang belum percaya, tidak akan percaya pada klaim tersebut, dan jika belum percaya pada klaim tersebut, maka ia bukan orang Kristen, dan jika bukan orang Kristen maka klaim itu tidak berlaku, jadi bukankah susah sekali memberlakukan (dengan menginjili seseorang) klaim tersebut jika klaim itu ternyata tidak berlaku bagi orang yang akan kita injili? (Sdr. Manu, coba anda piker baik-baik. Pakailah dasar-dasar logika yang baik).
Bukti 2 : Ada ayat-ayat Alkitab yang secara eksplisit menunjukkan bahwa orang yang tidak percaya kepada Yesus akan mati dalam dosanya / masuk neraka. Mari lihat Yoh 8:24b : “Jikalau kamu tidak percaya bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu”. Wah 21:8 : “Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua”. Dalam konteks Alkitab, ‘orang yang tidak percaya’ artinya adalah ‘orang yang tidak percaya kepada Yesus’! Bukti 3 : Dalam PL Allah berulang kali hanya memberikan 1 jalan untuk bebas dari hukuman, yang adalah TYPE / gambaran dari Kristus. Sebagai contoh : (1) Bahtera Nuh (Kej 6-8). Pada zaman Nuh itu, kalau orang tidak mau masuk ke dalam bahtera, maka tidak ada jalan lain baginya melalui mana ia bisa selamat. Pada waktu banjir itu mulai meninggi, ia mungkin akan mencoba naik pohon, naik atap rumah, naik gunung yang tinggi, dsb, tetapi ia akan tetap mati, karena air bah itu merendam seluruh dunia bahkan gunung yang tertinggi sekalipun (band. Kej 7:19-20). Jadi jelas bahwa bahtera itu adalah satu-satunya jalan keselamatan. (2) 28
Jawaban Tanggapan Ch. Saduk Manu: Mencurigai Pencuriga Kebenaran – Esra Alfred Soru
Darah pada ambang pintu (Kel 12:3-7,12-13,21-23,25-30 1Kor 5:7). Pada waktu Allah mau menghukum orang Mesir dengan membunuh semua anak sulung, Allah memberikan jalan melalui mana bangsa Israel bisa lolos dari hukuman itu. Caranya adalah menyapukan darah domba Paskah pada ambang pintu. Dan ini adalah satusatunya jalan melalui mana mereka bisa lolos dari hukuman Allah itu. Selanjutnya 1 Kor 5:7b berbunyi: “Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus”. Jadi, jelaslah bahwa anak domba Paskah yang darahnya merupakan satusatunya jalan keselamatan pada saat itu, merupakan TYPE / gambaran dari Kristus. (3) Ular tembaga (Bil 21:4-9 Yoh 3:14-15). Lagi-lagi dalam peristiwa ular tembaga, pada waktu Israel berdosa dan dihukum oleh Tuhan dengan ular berbisa, Tuhan memberikan hanya satu jalan keluar, yaitu dengan memandang kepada ular tembaga itu. Kalau mereka menolak jalan itu dan mencari jalan yang lain, apakah dengan berobat kepada tabib / dukun, atau dengan mengikat bagian yang digigit, atau dengan mencari obat lain manapun juga, mereka pasti mati. Hanya kalau mereka mau memandang kepada ular tembaga yang dibuat Musa barulah mereka bisa sembuh. Juga perlu dingat bahwa Tuhan tidak menyuruh Musa untuk membuat banyak patung ular tembaga, tetapi hanya satu patung ular tembaga! Selanjutnya Yoh 3:14-15 berkata: “Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal”. Dari ayat ini terlihat bahwa ular tembaga adalah TYPE / gambaran dari Kristus. Sama seperti ular tembaga itu merupakan satu-satunya jalan keselamatan pada saat itu, demikian juga Kristus merupakan satu-satunya jalan keselamatan pada saat ini.
Bukti 4 : Sikap kita kepada Yesus merupakan sikap kita terhadap Allah / Bapa. Luk 10:16 : “Barangsiapa mendengar-kan kamu, ia mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku; dan barangsiapa menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku”. Yoh 5:23 : “supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia”. Yoh 15:23 : “Barangsiapa membenci Aku, ia membenci juga Bapa-Ku”. Karena itu, orang tidak bisa menyembah/mentaati/melayani Allah, tetapi pada saat yang sama menolak Yesus. Menolak Yesus berarti menolak Allah, dan tidak percaya kepada Yesus berarti tidak percaya kepada Allah. Melihat pada semua ini bisakah orang yang tidak percaya kepada Yesus masuk surga? Selain itu Yesus adalah Allah sendiri, yang adalah tuan rumah / pemilik Kerajaan Surga.Bagaimana mungkin orang yang tidak percaya kepada-Nya, apalagi yang menentang-Nya, bisa masuk ke surga, yang adalah milik-Nya?
Bukti 5 : Semua manusia membutuhkan Penebus, karena semua manusia berdosa, dan dosa tidak bisa ditebus dengan perbuatan baik / ketaatan. 29
Jawaban Tanggapan Ch. Saduk Manu: Mencurigai Pencuriga Kebenaran – Esra Alfred Soru
Bahwa semua manusia berdosa dinyatakan oleh Roma 3:23 yang berbunyi: “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah”. Dan bahwa dosa tidak bisa ditebus dengan perbuatan baik, dinyatakan oleh Gal 2:16,21 yang berbunyi: “Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus ... sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus”. Perhatikan ilustrasi berikut ini : Seseorang ditangkap polisi karena melanggar peraturan lalu lintas dan 1 minggu setelahnya harus menghadap ke pengadilan. Dalam waktu satu minggu itu ia lalu banyak berbuat baik untuk menebus dosanya. Ia menolong tetangga, memberi uang kepada pengemis, dsb. Pada waktu persidangan, ia membawa semua orang kepada siapa ia sudah melakukan kebaikan itu sebagai saksi. Pada waktu hakim bertanya: ‘Benarkah saudara melanggar peraturan lalu lintas?’, ia lalu menjawab: ‘Benar pak hakim, tetapi saya sudah banyak berbuat baik untuk menebus dosa saya. Ini saksi-saksinya’. Sekarang pikirkan sendiri, kalau hakim itu waras, apakah hakim itu akan membebaskan orang itu? Jawabnya jelas adalah ‘tidak’! Jadi terlihat bahwa dalam hukum dunia pun kebaikan tidak bisa menutup/menebus/menghapus dosa! Demikian juga dengan dalam hukum Tuhan/Kitab Suci! Karena itu sebetulnya semua manusia membutuhkan Juruselamat / Penebus dosa. Dan Yesus adalah satu-satunya yang pernah menebus dosa manusia. Kalau kita menolak Dia, maka kita harus membayar sendiri hutang dosa kita, dan itu berarti kita harus masuk ke neraka selama-lamanya. Bukti 6 : Penderitaan yang Yesus alami untuk menebus dosa manusia merupakan penderitaan yang luar biasa hebatnya. Mengingat hebatnya penderitaan yang Yesus alami untuk menebus dosa kita, kalau Yesus bukan satu-satunya jalan keselamatan, maka: (1) Tindakan Bapa merelakan Anak-Nya untuk mati dengan cara yang begitu mengerikan hanya untuk memberikan satu tambahan jalan ke surga betul-betul merupakan tindakan yang sangat kejam. (2) Tindakan Yesus untuk mati di salib untuk memberikan satu tambahan jalan ke surga adalah tindakan konyol, bodoh dan sia-sia. Ini sesuai dengan Gal 2:21b berbunyi: “... sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus”. Sekali lagi perhatikan ilustrasi berikut: Bayangkan bahwa saya dan seorang anak ada di lantai ketiga di sebuah bangunan bertingkat tiga, dan bangunan itu lalu terbakar. Saya lalu menggendong anak itu dan melompat, dan sesaat sebelum menyentuh tanah, saya melemparkan anak itu saya ke atas, maka anak itu selamat dan saya mati. Kalau saat itu memang tidak ada jalan lain untuk selamat selain melompat dari lantai tiga itu, maka mungkin sekali orang akan menganggap saya sebagai pahlawan yang rela berkorban bagi anak itu. Tetapi kalau pada saat itu sebetulnya ada banyak jalan yang lain, dan saya tetap ‘rela mengorbankan nyawa saya’ demi anak itu, maka saya yakin bahwa orang akan menganggap tindakan itu sebagai tindakan konyol dan bodoh. Demikian juga dengan apa yang Yesus lakukan bagi kita. Kalau memang ada jalan lain 30
Jawaban Tanggapan Ch. Saduk Manu: Mencurigai Pencuriga Kebenaran – Esra Alfred Soru
untuk selamat, dan Yesus tetap rela berkorban bagi kita, Ia betul-betul konyol dan bodoh. Tetapi karena memang tidak ada jalan lain, dan Yesus rela melakukan pengorbanan di atas kayu salib, maka tindakanNya betul-betul merupakan tindakan kasih yang luar biasa.
Bukti 7 : Perintah Yesus untuk menjadikan semua bangsa murid Yesus (Mat 28:1920) Perintah Yesus untuk menjadikan semua bangsa murid Yesus (Mat 28:19-20) menunjukkan bahwa: (1) Yesus memang adalah satu-satunya jalan ke surga. Kalau memang Yesus bukan satu-satunya jalan keselamatan, untuk apa ada perintah untuk memberitakan Injil / membawa semua orang untuk datang kepada Yesus? (2) Orang yang tidak pernah mendengar tentang Yesus juga akan binasa / masuk neraka! Kalau orang yang tidak pernah mendengar Injil bisa masuk surga, maka untuk apa kita diperintahkan untuk memberitakan Injil? Bahwa kita diperintahkan untuk memberitakan Injil dan menjadikan semua bangsa murid Yesus, jelas menunjukkan bahwa orang yang tidak pernah mendengar Injil juga pasti tidak bisa selamat. Pandangan ini didukung oleh beberapa bagian Kitab Suci yang lain seperti Roma 2:12a : “Sebab semua orang yang berdosa tanpa hukum Taurat akan binasa tanpa hukum Taurat”. Dalam jaman PL, orang di luar Israel / Yahudi yang tidak pernah mempunyai hukum Taurat, dikatakan ‘binasa tanpa hukum Taurat’. Analoginya, dalam jaman Perjanjian Baru, orang yang tidak pernah mendengar Injil, akan ‘binasa tanpa Injil’! Roma 10:13-14 : “Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepadaNya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakanNya?”. Teks ini membentuk suatu rantai. Orang yang berseru kepada nama Tuhan akan selamat, tetapi ia tidak akan bisa berseru kepada nama Tuhan kalau ia tidak percaya kepada Tuhan. Dan ia tidak akan bisa percaya kepada Tuhan kalau ia tidak perneh mendengar tentang Dia. Dan ia tidak akan bisa mendengar tentang Dia, kalau tidak ada yang memberitakan Injil kepada-Nya. Jadi, kalau tidak ada orang yang memberitakan Injil kepadanya, ia tidak bisa mendengar tentang Dia, sehingga tidak percaya kepadaNya, sehingga tidak bisa berseru kepada-Nya, sehingga tidak bisa diselamatkan. Dengan demikian jelaslah bahwa orang yang tidak diinjili / tidak pernah mendengar tentang Yesus, pasti tidak selamat. Fakta Kitab Suci inilah yang mendasari pengutusan misionaris ke tempat-tempat yang belum pernah dijangkau Injil. Sesuatu hal lain yang perlu diingat adalah bahwa dalam rasul-rasul melaksanakan perintah ini, mereka memberitakan Injil kepada orang-orang yang sudah beragama sekalipun (agama Yahudi). Dan bagaimanapun mereka diancam untuk tidak memberitakan Injil, mereka tetap memberitakan Injil! (baca Kis 3:11-5:42).
31
Jawaban Tanggapan Ch. Saduk Manu: Mencurigai Pencuriga Kebenaran – Esra Alfred Soru
Dari 7 bukti ini jelaslah bahwa pandangan yang mengatakan bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga bukanlah fanatisme yang picik, tetapi memang merupakan doktrin/kebenaran yang nyata sekali di ajarkan dalam Alkitab! Menolak kebenaran ini sama dengan menolak Alkitab. Mengejek orang Kristen yang mempercayai kebenaran ini sama dengan mengejek Alkitab! Jadi Yesus Kristus satu-satunya jalan keselamatan dan setiap orang yang tidak percaya kepada-Nya akan binasa (Yoh 3:16). Apa itu berarti kita menghakimi nasib orang lain (masuk neraka)? Sebenarnya bukan kita yang menghakimi tetapi Firman Tuhan sendirilah yang menghakimi. Jika kita menolak hal itu, maka sebenarnya kita sudah menghakimi Firman Tuhan. Apakah itu berarti kita kurang toleransi? Kita hidup di negara Pancasila dan harus toleransi. Toleransi tidak pernah berarti mengubah atau menyangkal kepercayaan kita sendiri. Jika karena bertoleransi seseorang mengakui bahwa ada jalan keselamatan lain di luar Kristus, maka ia telah menyangkal kepercayaan Kristennya sendiri lalu apakah ia masih dapat disebut Kristen/pengikut Kristus seperti teman kita Manu ini? Apakah itu berarti bahwa kita egois? Sebenarnya surga itu rumah siapa? Rumah Allah! Jika Allah hanya menyediakan satu jalan masuk saja, apakah Allah itu egois? Bagaimana jika tamu anda menyatakan bahwa anda egois karena rumahnya kok cuma diberi 1 pintu saja? Bukankah Allah juga sudah menunjukkan “jalan/pintu” yang mana untuk masuk, jadi sebenarnya Ia tidak bisa dibilang egois, justru orang yang mau cari jalan lain, masuk naik tembok atau lewat jendela itulah yang bertindak semaunya sendiri. Apakah itu berarti arogan? Sebenarnya tuduhan “arogansi” ini salah alamat. Seseorang yang sudah percaya kepada Yesus pasti mempunyai sikap hati yang tidak arogan berkaitan dengan keselamatannya itu. Dengan ia mengaku percaya kepada Yesus sebagai Juruslamat pribadi, ia sudah mengakui ketidakmampuannya menyelamatkan dirinya dan membutuhkan per-tolongan dari luar. Masa orang seperti ini dianggap arogan? Jika kita mengabarkan Injil sebagai bentuk syukur kita itupun merupakan sikap yang tidak egois karena kita sudah menemukan sebuah jalan keselamatan dan kita ingin orang lain juga diselamatkan. Inilah kasih. Contoh : jika seorang buta sedang berjalan dengan seorang buta lain dan mereka sedang menuju ke sebuah jurang. Lalu salah seorang diantara mereka dicelikkan matanya dan bisa melihat bahwa mereka sedang menuju jurang, dalam sukacita dan syukurnya, ia memberitahukan agar temannya jangan jalan kesitu. Apakah itu arogansi? Bagaimana jika sang teman menjawab : “jangan arogan kamu, mentang-mentang sudah bisa lihat”? Sdr. Manu, apa anda keberatan dengan doktrin ini? Kalau anda tidak mau menerimanya, coba anda jelaskan apa maksud semua ayat yang saya kutip di atas. Coba gugurkan semua ayat di atas dan buktikan dari Alkitab doktrin pluralisme anda. Anda menulis : ‘Ketakutan pada pragmatisme inilah yang membuat saya tidak berani asal mengutip ayat Alkitab’. Ha…ha….anak kecil saja tahu ini hanya alasan anda karena anda sama sekali tidak punya dasar Alkitabiah untuk mendukung keyakinan pluralisme anda. Anda mengaku pengikut Kristus kan ? Coba jawab (jangan mengelak) : apakah yang dikatakan Kristus yang anda ikuti itu tentang bagaimana sampai pada Bapa? (Baca Yoh 14 :6) Lalu anda mau percaya atau tidak? Kalau anda tidak percaya masih dapatkah anda disebut pengikut Kristus? Benar sekali kata Beny Ndun bahwa yang anda ikuti 32
Jawaban Tanggapan Ch. Saduk Manu: Mencurigai Pencuriga Kebenaran – Esra Alfred Soru
sebenarnya adalah Kristus palsu, bukan Kristus yang diberitakan di Alkitab. Para pembaca sekalian, setelah anda membaca semua uraian saya ini, anda perlu sadar bahwa saat ini, di dalam gereja kita ada banyak orang bahkan teolog/pendeta dengan paham pluralis. Mereka mungkin tidak akan terang-terangan mengaku dirinya pluralis sama seperti Sdr. Manu yang pemberani ini tetapi paham pluralisme yang mereka anut mereka sisipkan lewat tulisan-tulisan dan khotbah-khotbah mereka yang tanpa sadar telah menjadi racun bagi iman jemaat. Berdoalah agar Tuhan membuka mata hati kita untuk dapat mengerti manakah ajaran Alkitab dan manakah filsafat manusia. Sdr. Manu, ini tulisan terakhir saya dalam rangkaian tanggapan untuk anda. Ingat, saya tunggu jawaban balik anda dan usahakan jangan terlalu lama seperti tanggapan anda sebelumnya (3 bulan) dan kalau mau tanggapi, gugurkan semua argumentasi saya ini. Jangan tanggapi setengah-setengah ! Oh ya, saya lupa ! Anda bilang anda mau tinggalkan pulau Timor demi tugas. Kalau anda masih ada di pulau Timor saat ini, tolong tunda keberangkatan anda (jika bisa) untuk menjawab tanggapan saya ini. Seandainya Manu sudah tidak ada di pulau Timor ini, saya mohon para pembaca yang mengetahui alamatnya uintuk meneruskan tanggapan saya ini padanya, via alamat/email. Saya ingin memastikan bahwa tanggapan saya ini dibaca oleh Sdr. Manu. Sdr. Manu, anda buat hutang bukan ? Anda berkata : ‘Sampai jumpa di tulisan saya tentang apa itu Eksklusif, Inklusif,dan Pluralis dan titik pandang Gerejasentris, Kristosentris dan Theosentris bahkan Etikosentris dengan tokohnya Hans Kung’. Saya akan tunggu tulisan anda tetapi saya harap jawab dulu tanggpan saya ini baru kita mulai babak baru. Sekedar saran, belajar banyak-banyak, bacalah sebanyak-banyaknya tulisan para teolog pluralis seperti Hans Kung, Paul Knitter, John Hick, C.S. Song, Raimundo Panikar, dan sekutu-sekutu mereka supaya tulisan anda lebih berbobot gitu lho. Ok, sampai jumpa ! Oh, tunggu dulu, sorry ya kalau saya banyak kutip kata-kata dan sindiran-sindiran anda sendiri. Jika tidak keberatan, apabila sudah menginjakkan kaki lagi di pulau Timor, hubungi saya di 825535. Saya ingin bertemu. Bukan untuk apa-apa, hanya ingin minum kopi atau makan bakso Solo bersama dan menjadi sahabat anda. Ok ? Salam hormat dengan tulus dari dosen Esra Alfred (bukan Alfred Ezra) Soru. Selamat bertugas di luar pulau Timor. GBU * Penulis adalah pendiri dan pengajar di Sekolah Teologia Awam (STA) “PELANGI KASIH”.
Pengutipan dari artikel ini harus mencantumkan: Dikutip dari http://www.geocities.com/thisisreformedfaith/artikel/timex-pluralisme08.html
33