Jujur Pada Kebenaran – Esra Alfred Soru Jawaban atas tanggapan Ch. Daniel Saduk Manu
Jujur Pada Kebenaran (1) Esra Alfred Soru *
Satu lagi tanggapan terhadap tulisan saya di sekitar masalah Pluralisme Agama datang dari seorang yang bernama Ch. Daniel Saduk Manu. Sebenarnya saya sangat berharap dan menunggu tanggapan balik dari Sdr. Daud Tari (mahasiswa UKAW) atas jawaban yang saya berikan terhadap tanggapannya namun rupanya saya harus kecewa karena sudah lebih dari 3 minggu tidak muncul-muncul juga. Tapi tak apalah. Saya juga mohon maaf kepada para pembaca yang mungkin menunggu-nunggu jawaban saya termasuk Sdr. Ch. Daniel Saduk Manu karena jawaban ini datang agak terlambat berhubung begitu banyaknya kegiatan tugas yang harus saya kerjakan ditambah lagi dengan computer saya yang bermasalah. Terima kasih juga untuk Sdr. Ch. Daniel Saduk Manu yang sudah memberi perhatian terhadap apa yang saya tulis. Saya berharap diskusi-diskusi ini dapat menolong banyak pembaca untuk memahami lebih dalam esensi persoalannya.
Tidak Dewasa Dalam Berpikir? Pertama-tama saya ingin mengomentari statement Sdr. Manu berkaitan dengan: kata-kata yang saya tujukan kepada Sdr. Daud Tari : “sebaiknya anda berhenti sekolah teologi...”. Menurut Sdr. Manu “Bukankah kata-kata itu menunjukkan ketidakdewasaan dalam berpikir? Sdr. Manu, mungkin anda perlu membaca kembali apa yang saya tulis. Kalimat yang saya keluarkan itu bukanlah semata-mata saran terhadap Daud Tari di mana ia memang harus berhenti sekolah teologia. Saran tersebut sangat bergantung pada apa yang dipercayai oleh Daud Tari. Lengkapnya saya katakan demikian : Saya juga ingin bertanya pada Sdr. Tari. Apakah anda masih percaya bahwa Yesus itu Allah? Apakah anda masih percaya bahwa Yesus itu adalah inkarnasi (penjelmaan) Allah? Kalau anda tidak percaya lagi, sebaiknya anda berhenti sekolah teologia karena apa yang mau anda katakan pada jemaat anda di kemudian hari? Jadi saran yang saya berikan itu masih bergantung pada kepercayaan Daud Tari. Dan memang, seandainya Daud Tari tidak lagi percaya bahwa Yesus adalah Allah, saya kira saran itu perlu dipertimbangkan. Sebenarnya dari apa yang ditulis Daud Tari, saya percaya bahwa ia masih mempercayai Yesus sebagai Allah. Saya hanya ingin membuka matanya untuk melihat bahwa teologi pluralis yang ia puja telah bergerak lebih jauh dari yang ia pahami. Sdr. Manu, Apakah selamanya berkata-kata dengan keras menunjukan ketidakdewasaan dalam berpikir? Sebelum anda mengatakan hal itu seharusnya anda membaca Alkitab anda 1
Jujur Pada Kebenaran – Esra Alfred Soru dulu terutama bagian-bagian di mana Yesus dan para rasul bersikap terhadap ajaran palsu barulah anda berkesimpulan apakah Yesus dan para rasul juga tidak dewasa dalam berpikir? Atau anda bingung menemukan di mana bagian-bagian itu? Baiklah saya menolong anda. Silahkan anda baca Mat 3:7; 7:15; 23:27, 33; Luk 13:22; Yoh 2:15-16; Kis 20:29; Gal 2:6-9; 2 Pet 2:17,22; 2 Yoh 10:11. Kok banyak sekali? Ya, memang banyak. Itu belum lagi termasuk dengan para nabi PL. Memang belajar Alkitab itu mesti cape. Saya juga ingin anda baca 2 Kor 11:34 dan Wah 2:2. Ada teguran terhadap jemaat di Korintus karena mereka bersikap SABAR terhadap ajaran-ajaran palsu sebaliknya ada pujian dari Yesus terhadap jemaat di Efesus karena mereka TIDAK DAPAT SABAR terhadap ajaran-ajaran palsu. Apa anda bisa memahaminya? Ok, kita lanjutkan diskusi ini.
Lingkaran setan? Dalam bagian kedua tulisan saya tentang inkonsistensi filosofis dari teologi pluralis, saya berkata bahwa : apabila kaum pluralis menganggap pandangannya sebagai yang mutlak, maka dengan sendirinya menggugurkan argumen yang dibangunnya. Terhadap pernyataan ini Manu menulis : Logika yang dibangun Soru dapat diparalelkan pada pertanyaan Atheis tentang Allah. Jika Allah Maha Kuasa, maka dapatkah Allah menciptakan benda yang Ia sendiri tidak mampu mengangkatNya. Pertanyaan ini telah melahirkan suatu lingkaran setan yang tidak akan ditemukan jalan keluarnya... Bingung?? Atau mau memberikan argumen bahwa konteksnya beda? Oke saya pertegas. Sdr. Manu, anda kira saya bingung dengan statement anda itu? Supaya anda tahu, pertanyaan kanak-kanak seperti di atas sudah saya dengar/baca 13 tahun yang lalu. Yang pasti pertanyaan itu bukan produk anda sendiri. Mengapa saya bisa yakin? Karena pertanyaan tersebut sudah dibahas oleh John Wesley Brill dalam bukunya Dasar Yang Teguh hal. 48 terbitan Kalam Hidup. Saya membaca seluruh buku tsb tahun 1992. Pastilah buku tsb dalam edisi aslinya ditulis/diterbitkam sebelum tahun 1992. Tidak jelas apakah pertanyaan tersebut pertama kali dibahas oleh Wesley Brill atau malah ia mengutip dari sumber lain lagi. Kalau begitu bisa saja umur pertanyaan tsb sudah sekitar 20 tahun. Jadi sebenarnya pertanyaan anda di atas sudah kadaluarsa. Bingung? Saya tidak usah pertegas, sudah jelas! Manu menjawab sendiri pertanyaan yang diajukannya : Hal ini sama dengan jawaban atas pertanyaan Atheis yakni jika Allah dapat menciptakan benda yang Ia sendiri tidak mampu mengangkat, maka Ia tidak Maha Kuasa. Jika Allah tidak dapat menciptakan benda itu, maka lebih-lebih Ia tidak Maha Kuasa. Bukankah ada lingkaran setan dalam perdebatan tersebut. Untuk itu, ada baiknya kita berhenti pada perdebatan seperti ini. Setuju?? Sdr. Manu, benarkah pertanyaan dan jawaban yang anda berikan itu sebuah lingkaran setan? Sebenarnya itu bukan merupakan lingkaran setan karena sudah jelas 2
Jujur Pada Kebenaran – Esra Alfred Soru pertanyaannya tidak valid. Kalaupun dipaksakan menjawab maka jawabannya adalah TIDAK BISA. Apakah dengan demikian Allah tidak Mahakuasa? Bukan sama sekali, lalu kenapa tidak bisa, karena benda seperti yang ditanyakan itu tidak ada, salah definisi, sama seperti pertanyaan “bisakah Tuhan membuat sebuah lingkaran yang berbentuk persegi?” Benda semacam ini adalah definisional contradictory. Sebuah benda bagaimanapun besarnya tetap adalah materi. Dan semua materi terbatas oleh ruang. Benda terbesar yang bisa di muat oleh ruang terbesar adalah benda sebesar alam semesta dan alam semesta tetap saja tidak berarti apa-apa bagi Allah. Nah, kalau ada benda yang sampai Allah saja tidak mampu angkat apakah benda itu lebih besar dari ruang yang terbesar yang ada, apakah benda itu mahaada? Jika benda itu mahaada apakah dia tetap merupakan materi? Semua pertanyaan ini menunjukkan ambiguitas dan ketidakabsahan definisi benda yang dimaksud. Bingung? Berpikirlah!!! Biar saya tambahkan komentar John Wesley Brill tentang pertanyaan anda itu : “Allah Mahakuasa bukan berarti Ia akan memakai dan menyatakan segala kuasa-Nya. Tuhan Allah dapat mengendalikan kuasa-Nya. Kuasa Allah ada di bawah perintah kehendak-Nya yang berbudi. Allah berkuasa melakukan semua hal yang dapat Ia lakukan, hanya hal-hal yang sesuai dengan kehendak-Nya saja. Allah dapat menjadikan anak-anak Abraham dari batu-batu, tapi Ia tidak melakukan hal itu. Kehendak Allah mengatasi kuasa-Nya. Allah dapat membatasi diri-Nya sendiri tetapi tidak ada apa pun yang dapat membatasi Dia.” (Dasar Yang Teguh, hal. 48). Jelas? Jadi pertanyan ini bukan lingkaran setan. Karenanya menggunakan hal ini untuk melawan argumen saya dan membela inkonsistensi teologi pluralis jelas tidak tepat. Masalahnya sederhana, jika kaum pluralis tidak menganggap pandangan mereka mutlak, maka persoalan sudah beres. Jangan salahkan pandangan orang lain yang ekslusif! Anda keberatan? Oke, saya mengalah. Anggap saja itu lingkaran setan. Lalu darimana lingkaran setan itu bisa muncul? Jawabannya jelas. Lingkaran setan itu bersumber dari teologi pluralis yang inkonsisten. Mereka mengatakan bahwa tidak ada yang mutlak di dunia ini tetapi mereka mengatakan hal itu dengan mutlak. Kalau memang tidak ada yang mutlak seharusnya pandangan mereka tentang kemutlakan juga tidak mutlak. Tetapi kalau pandangan mereka tentang kemutlakan itu mutlak maka pandangan mereka salah karena ternyata ada yang mutlak. Ya, mungkin benar ini lingkaran setan dan ini dibuat oleh teologi pluralis sendiri. Kalau begitu yang menjadi masalah di sini adalah bagaimana kaum pluralis (termasuk Sdr. Manu dan Daud Tari) dapat memberikan argumen untuk keluar dari lingkaran setan ini dan bukannya menyuruh saya untuk berhenti menggunakannya. Jadi mohon maaf, saya akan tetap memakai cara ini dalam menghadapi setiap statement kaum pluralis karena inilah cara pertama dan sederhana untuk melumpuhkan statement-statement kaum pluralis. Ya, sangat sederhana bagi saya untuk menggunakan lingkaran setan semacam ini untuk menolak statement kaum pluralis tapi sangat sulit bagi kaum pluralis untuk keluar dari lingkaran setan yang mereka buat sendiri. Saya kira kesulitan semacam ini disadari oleh Sdr. Manu. Manu sadar bahwa argumen apapun yang ia berikan tentang ketidakmutlakan bisa ditolak. Itulah sebabnya ia mencoba meminta saya untuk berhenti dengan argumen seperti itu. Tapi masalahnya, it’s not 3
Jujur Pada Kebenaran – Esra Alfred Soru my problem but your problem. Tidak setuju? Setuju atau tidak setuju tetap harus anda terima karena bukankah doktrin pluralis menganggap semua pandangan itu benar? Jadi anda tidak punya hak untuk mengatakan bahwa saya keliru kecuali buang dulu konsep pluralis anda. Setuju? Ok, kita lanjutkan diskusinya.
Masalah Kemutlakan Menanggapi statement saya bahwa : bagaimana mungkin lahir yang tidak mutlak dari Yang Mutlak?, Manu menulis : Pertanyaan yang muncul yakni apakah yang keluar dari Allah yang mutlak itu tetap mutlak? ....Bagi saya, manusia yang diciptakan Allah memiliki keterbatasan. Untuk itu ia tidak mutlak. Mau bukti? Oke. Kita coba pembuktiannya. Jika manusia mutlak, maka tidak mungkin ia bisa berdosa. Kalau ia mutlak maka paling tidak ia tidak membutuhkan orang lain. Kenyataan membuktikan bahwa keterbatasannya telah membuat manusia hanya bisa hidup apabila ia berinteraksi dengan sesama maupun makluk yang lain. Hal ini membuktikan bahwa manusia tidak mutlak, khan? Bukankah ini juga menandakan bahwa apa yang keluar dari Allah tidak mutlak? Ingat manusia diciptakan oleh Allah (statement awal anda menyatakan bahwa segala yang keluar dari Allah bersifat mutlak)...’ Apa yang dikatakan Manu sepintas lalu benar tapi masalahnya adalah Manu hanya memperhatikan teks saya tapi tidak memperhatikan konteksnya. Baiklah kita perhatikan seluruh kalimat yang saya tulis, sebelum dan setelah bagian yang dipersoalkan Manu : Mengatakan bahwa dalam dunia ini ada yang mutlak tidak berarti mengatakan bahwa Allah bukan satu-satunya Yang Mutlak. Allah adalah Yang Mutlak dan karenanya setiap kehendak dan tindakan Allah adalah mutlak. Jika Allah mengatakan sesuatu maka itu pasti mutlak. Jika Allah mewahyukan sesuatu maka itu pasti mutlak. Karena Allah pernah menyatakan Firman-Nya dan wahyu-Nya kepada dunia maka Firman-Nya dan wahyu-Nya yang ada dalam dunia ini haruslah bersifat mutlak. Kebenaran-Nya yang ada dalam dunia haruslah mutlak. Bagaimana mungkin lahir yang tidak mutlak dari Yang Mutlak? Dengan demikian dalam dunia ini ada yang mutlak yaitu Firman Allah, wahyu Allah atau kebenaran Allah. Dari kalimat saya ini jelas bahwa yang saya maksudkan sebagai yang mutlak adalah masalah kebenaran/perkataan/wahyu/kehendak/tindakan Allah. Saya tidak mengklaim SEGALA SESUATU yang keluar dari Allah adalah mutlak. Kelihatannya Manu tidak mengerti statement saya. Tolong perhatikan konteksnya sebelum menanggapi sehingga argumen yang anda bangun tidak salah sasaran dan mubasir. Kesalahan yang sama dibuat oleh Daud Tari. (Entah di mana kini dia berada). Tapi saya bisa memakluminya karena menurut pengakuan anda sendiri, anda awam dalam teologi, teologi anda adalah teologi primer, teologi kaum papalele. Saya sarankan anda membaca buku-buku tentang prinsip-prinsip berlogika maupun tentang hermeneutika Alkitab. Juga baca kembali tulisan saya secara menyeluruh, perlahan-
4
Jujur Pada Kebenaran – Esra Alfred Soru lahan, tidak usah terburu-buru supaya anda paham konteksnya. Ok? Saya lanjutkan! Bersambung.... * Penulis adalah pengamat masalah-masalah teologi, tinggal di Kupang
5
Jujur Pada Kebenaran – Esra Alfred Soru
Jawaban atas tanggapan Ch. Daniel Saduk Manu
Jujur Pada Kebenaran (2) Esra Alfred Soru *
Tentang Yesus Tentang masalah firman Allah yang menurut saya mutlak, Manu memberikan 2 kemungkinan yakni apakah firman Allah itu adalah Yesus Kristus sendiri atau Alkitab. Jika firman yang dimaksud adalah Yesus maka Manu berargumen bahwa saat Yesus berinkarnasi menjadi manusia Ia kehilangan kemutlakannya. Itulah sebabnya Manu menulis : Bukankah Allah yang mutlak dan tak terhampiri itu harus menjadi manusia yang terbatas, agar dapat meresapi segala yang dirasakan manusia. Dengan demikian rencana penyelamatan menjadi nyata? Dan untuk itu Allah harus menjadi terbatas. Tidakkah Yesus telah menjadi manusia yang memiliki keterbatasan ruang dan waktu? Dan bukankah setelah kebangkitan-Nya baru Ia menjadi tidak terbatas, dengan demikian setelah melepaskan kemanusiaan-Nya baru Ia menjadi mutlak, khan? Sdr. Manu, seandainya anda seorang yang pernah mengenyam pendidikan teologi formal, mungkin akan lebih mudah untuk memahami persoalannya. Tetapi karena anda awam teologi (menurut pengakuan anda sendiri) maka rasanya anda perlu mendapat penjelasan yang panjang lebar. Sayang sekali keterbatasan tempat dalam rubrik ini membuat saya tidak dapat melakukan semuanya. Biarlah saya sampaikan sedikit saja pada anda anda. Yesus memang adalah Allah yang berinkarnasi menjadi manusia. Bahwa Yesus (Firman/Logos) itu menjadi manusia, itu tidak berarti bahwa LOGOS kehilangan seluruh atau sebagian keilahian-Nya, juga tidak berarti bahwa LOGOS setelah inkarnasi berbeda dengan LOGOS sebelum inkarnasi. Kalau kita menyoroti kata ‘menjadi’ dalam Yoh 1:14, maka kita perlu ingat bahwa kata ini bisa digunakan dalam 2 arti : (1) ‘nasi sudah menjadi bubur’, maka itu berarti bahwa mula-mula hanya ada nasi, dan setelah itu hanya ada bubur, sedangkan nasinya hilang/tidak ada lagi. (2) ‘tahun 1995 saya menjadi pendeta’, maka itu berarti mula-mula ada saya, dan pada tahun 1995 itu saya tetap ada/tidak hilang, tetapi lalu ditambahi dengan jabatan pendeta. Kalau kita berbicara tentang ‘Firman/Allah yang menjadi manusia’, maka kita harus mengambil arti ke 2 dari kata ‘menjadi’ tersebut! Jadi, pada waktu Yesus menjadi manusia, keilahian Yesus tidak hilang/tidak berkurang sedikitpun, tetapi Ia justru ketambahan hakikat manusia pada diri-Nya. ‘Firman/LOGOS menjadi manusia’ berarti bahwa LOGOS mengambil hakIkat manusia (tubuh & jiwa) tanpa mengalami perubahan dalam hakikat-Nya, tanpa kehilangan sifat-sifat-Nya dan tanpa 6
Jujur Pada Kebenaran – Esra Alfred Soru menghentikan/mengurangi kegiatan-Nya. Calvin berkata : Karena bahkan ketika Firman dalam hakekat-Nya yang tak terbatas, bersatu dengan hakekat manusia dalam satu pribadi, kami tidak membayangkan bahwa Ia dibatasi di dalamnya. Ini adalah sesuatu yang menakjubkan: Anak Allah turun dari surga dengan cara sedemikian rupa, sehingga tanpa meninggalkan surga, Ia mau dikandung dalam kandungan perawan, berjalan-jalan di bumi, dan tergantung di kayu salib, tetapi Ia secara terus-menerus memenuhi alam semesta seperti yang Ia sudah lakukan dari semula (Institutes of the Christian Religion, Book II, Chapter XIII, no 4). Kata-kata Calvin ini didasarkan atas Yoh 1:18. Kalau kita melihat konteks Yoh 1 itu maka akan terlihat bahwa mula-mula (pada mulanya) digambarkan bahwa LOGOS itu bersamasama dengan Allah (ay 1). Setelah itu digambarkan bahwa LOGOS itu berinkarnasi dan diam di antara manusia (ay 14). Tetapi dalam ay 18 tetap digambarkan bahwa LOGOS itu ada di pangkuan Bapa di surga! Selanjutnya dalam tafsirannya tentang Fil 2:7 Calvin mengatakan bahwa : istilah ‘mengosongkan diri’ itu tidak berarti bahwa Kristus melepaskan keilahian-Nya tetapi menyembunyikannya dari pandangan manusia. Perhatikan kata-kata Calvin : “Kristus tidak bisa melepaskan diri-Nya sendiri dari keilahian-Nya; tetapi menyembunyikannya untuk sementara waktu, supaya tak kelihatan, di bawah kelemahan daging. Jadi, Ia mengesampingkan kemuliaan-Nya dalam pandangan manusia, bukan dengan menguranginya, tetapi dengan menyembunyikannya.” (Ibid). Bandingkan pendapat Calvin ini dengan pendapat Herman Hoeksema seorang teolog Reformed terkenal : “….ini tidak berarti bahwa Anak Allah untuk sementara waktu mengesampingkan hakekat ilahi, untuk menukarnya dengan hakekat manusia. Ini mustahil, karena hakekat ilahi tidak bisa berubah. ... Tetapi itu berarti bahwa Ia masuk ke dalam keadaan manusia sedemikian rupa sehingga di depan manusia kemuliaan dan keagungan ilahi-Nya tersembunyi, sekalipun bahkan dalam saat perendahan pun itu kadang-kadang memancar keluar, seperti misalnya dalam pelaksanaan / pertunjukan keajaibanNya” – (Reformed Dogmatics, hal 399). Budi Asali menulis : Kristus direndahkan bukan dengan kehilangan tetapi dengan mengambil. Ini bisa diilustrasikan sebagai berikut: kita bisa merendahkan seorang yang kaya bukan dengan mengambil kekayaannya, tetapi dengan memakaikan / menambahkan kepadanya pakaian yang buruk. Jadi orang itu direndahkan bukan dengan kehilangan apapun, tetapi sebaliknya dengan ketambahan sesuatu. (Kristologi; GKRI Exodus, hal. 25). Budi Asali juga mengutip kata-kata Leon Morris : Ketika “Firman” menjadi daging, kegiatan-kegiatan alam semesta-Nya tidaklah dibiarkan terkatung-katung….Kita harus berpegang / percaya bahwa inkarnasi berarti penambahan terhadap sesuatu yang sedang dilakukan oleh Firman, dan bukannya penghentian dari sebagian besar kegiatan-kegiatan-Nya. (Ibid). Jadi memang waktu Yesus menjadi manusia, Ia mengalami keterbatasan dalam ruang dan waktu tetapi Ia sama sekali tidak kehilangan sifat-sifat ilahi-Nya. Dengan demikian inkarnasi Yesus tidak dapat menjadi dasar untuk menolak kemutlakan-Nya. Sdr. Manu, anda perlu membaca banyak buku Kristologi. (Saya punya banyak, anda boleh meminjamnya).
7
Jujur Pada Kebenaran – Esra Alfred Soru Tentang Alkitab Selanjutnya bagaimana dengan Alkitab? Manu menulis : Apabila Firman yang kita pahami adalah Alkitab, maka tidakkah diketahui bahwa Alkitab memiliki keterbatasannya? Mau bukti ? gambaran Matius dan Lukas tentang kisah kelahiran Yesus sangat bertentangan. Matius menggambarkan bahwa Yesus berasal dari Betlehem dan baru menuju Nazareth setelah pelariannya di Mesir, sedangkan Lukas menyatakan bahwa keluarga Yesus sebelumnya sudah bertempat tinggal di Nazareth. Begitu juga kisah pelayanan Yesus setelah dibaptis antara Markus dan Yohanes sangat bertentangan, di mana Yohanes tidak mengakui adanya pencobaan di padang gurun. Mudah-mudahan saya tidak salah membaca Alkitab. Hal ini membuktikan bahwa Alkitab tidak mutlak. Sdr. Manu, terima kasih banyak anda sudah jujur. Anda jujur bahwa anda tidak mempercayai Alkitab tanpa salah dan mutlak. Masalahnya banyak teolog dan pendeta pluralis yang sudah tidak mempercayai ketidakbersalahan Alkitab (Innerancy of the Bible) namun tidak mau mengatakan hal itu dengan jujur. Mengapa? Mungkin takut ditolak jemaat awam soalnya mayoritas jemaat awam masih tetap berpegang pada ajaran ortodoks bahwa Alkitab adalah firman Allah tanpa salah. Bagi saya itu sebuah kemunafikan. Memang, rasanya sulit untuk menganut keseluruhan teologi pluralis sambil tetap mempercayai kemutlakan dan ketidakbersalahan Alkitab terutama Injil-Injil. Bertolak dari sikap menyangkal keutuhan Injil inilah maka kaum pluralis melahirkan sikap mengadu domba antar kitab. Mau bukti? Baca tulisan Dr. A.A. Yewangoe “Menurut Kamu Siapakah Aku ini?”, Orang Asia mencari Wajah Yesus Kristus, Konteks Berteologia di Indonesia, hal. 279-280 terbitan BPK. Gunung Mulia tahun 1997 yang diedit oleh Eka Darmaputera. Dalam buku yang sama, baca juga pernyataan teolog Sri Langka, Wesley Ariarajah yang diacu oleh Yewangoe. Ternyata konsep yang dibangun di sana senafas dengan yang dikemukakan oleh Sdr. Manu. Jadi ciri teolog pluralis ialah melihat catatan-catatan Injil dalam nuansa pertentangan. Di sini memang terdapat perbedaan presuposisi. Jika sudah ada presuposisi bahwa Alkitab mengandung kesalahan, maka asumsi seperti Manu, segala perbedaan membuktikan kalau firman tidak mutlak. Tetapi presuposisi bahwa Alkitab inerrant menghasilkan pemahaman bahwa segala perbedaan tsb adalah komplementari (saling melengkapi). Catatancatatan Injil mungkin saja berbeda tapi itu tidak harus dipertentangkan sebagaimana yang dikatakan Dr. Stevry I. Lumintang : “...perbedaan itu tidak berarti memberikan peluang untuk mempertentangkan bahkan melahirkan keragaman konsep Yesus yang situasional’. (Theologia Abu-Abu; Gandum Mas; 2004, hal. 115). Bandingkan ini dengan kata-kata John Murray : Seringkali, sekalipun kita tidak bisa menunjukkan keharmonisan Kitab Suci, kita bisa menunjukkan bahwa di sana tidak harus terjadi kontradiksi (Collected Writings of John Murray”, vol I, hal. 10). Karena itu, nasihat E. J. Young perlu kita perhatikan : Karena itu pada waktu kita menjumpai problem dalam Alkitab baiklah kita menahan diri dari penghakiman. Jika tidak ada penjelasan yang tersedia, baiklah kita dengan bebas mengakui bahwa kita tidak mengetahui segala sesuatu, bahwa kita tidak mengetahui penyelesaiannya. Dari pada 8
Jujur Pada Kebenaran – Esra Alfred Soru dengan tergesa-gesa menyatakan adanya kesalahan, tidakkah merupakan bagian dari hikmat untuk mengakui ketidak-tahuan kita?” (Thy Word Is Truth, hal. 182). Jika Allah mutlak, maka apa yang di "nafaskan" Allah (God-breathed, theopneustos) pasti mutlak benar. Jadi presuposisi yang inerrant lebih berdasar. Lalu bagaimana dengan bukti ketidakmutlakan Alkitab yang diajukan Manu? Menurut Manu : “gambaran Matius dan Lukas tentang kisah kelahiran Yesus sangat bertentangan. Matius menggambarkan bahwa Yesus berasal dari Betlehem dan baru menuju Nazareth setelah pelariannya di Mesir, sedangkan Lukas menyatakan bahwa keluarga Yesus sebelumnya sudah bertempat tinggal di Nazareth’. Persoalannya sederhana sekali. Matius memberikan catatan bahwa Yesus berasal dari Betlehem baru menuju Nazareth sedangkan Lukas menyatakan bahwa Yesus tinggal di Nazareth. Bukankah keduanya sama benar? Jadi baik Matius maupun Lukas mencatat bahwa Yesus tinggal di Nazareth (keduanya benar) tetapi ada informasi tambahan yang melengkapi data ini yang diberikan oleh Matius yakni Yesus berasal dari Betlehem. Akibatnya kita dapat memahami secara menyeluruh bahwa Yesus lahir di Betlehem, setelah itu tinggal di Nazareth. Lalu di mana pertentangannya? Tidak ada! Beres kan? Anda bingung? Baca pelan-pelan dan berpikirlah. Jangan tergesa-gesa! Santai saja! Ok, kita lanjutkan? Manu juga menulis : kisah pelayanan Yesus setelah dibaptis antara Markus dan Yohanes sangat bertentangan, di mana Yohanes tidak mengakui adanya pencobaan di padang gurun. Sdr Manu, saya sarankan anda buka kamus bahasa Indonesia untuk memahami betul makna kata “bertentangan”. Kalimat anda di atas justru bertentangan. Apa belum dapat menerima? Baik saya akan coba sederhanakan. Anda berkata bahwa kisah Markus dan Yohanes bertentangan tetapi selanjutnya anda berkata bahwa Yohanes tidak mengakui adanya pencobaan di padang gurun. Coba anda jawab, bagaimana mungkin kisahnya bertentangan sedangkan Yohanes tidak mencatatnya? Lalu apanya yang dipertentangkan? Nah, yang ini baru layak disebut bertentangan. Paham? Selain itu dapatkah kita berkesimpulan bahwa Yohanes tidak mengakui pencobaan Yesus hanya karena ia tidak mencatatnya? Apakah karena anda tidak mengatakan kepada saya bahwa 5 x 5 = 25 menjadi bukti bahwa anda tidak tahu/tidak mengakui bahwa 5 x 5 = 25? Apakah karena saya tidak mengatakan bahwa SBY adalah presiden Indonesia berarti saya tidak mengakui bahwa SBY adalah presiden Indonesia? Cara berpikir semacam ini dalam dunia filsafat disebut ‘fallacy’ (kesesatan berpikir). Gimana hayooo.. ? Bersambung....
* Penulis adalah pengamat masalah-masalah teologi, tinggal di Kupang.
9
Jujur Pada Kebenaran – Esra Alfred Soru Jawaban atas tanggapan Ch. Daniel Saduk Manu
Jujur Pada Kebenaran (3-Habis) Esra Alfred Soru *
Dalam bagian selanjutnya, Manu menulis : Bagi saya (maaf ini menurut saya dan belum tentu benar), Allah sebagai causa prima (penyebab utama) bersifat mutlak. Firman-Nya bersifat mutlak dan universal. Firmannya ditujukan pada seluruh manusia. Sayangnya manusia sebagai penerima memiliki keterbatasan, sehingga wahyu menjadi tidak sempurna. Keterbatasan manusia dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di mana ia berada. Untuk itu, Firman yang semula mutlak menjadi parsial sebagai akibat keterbatasan manusia. Dengan memakai asumsi bahwa manusia itu terbatas dalam menerima wahyu Allah maka jika diperhadapkan pada konsep agama Kristen yang mengakui bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan kesalamatan adalah benar, karena hanya itulah yang dapat ditangkap oleh manusia yang beragama Kristen. Ia khan? Apa... belum dapat menerima? Baik saya akan coba sederhanakan. Sdr. Manu, pernyataan anda sangat-sangat sederhana jadi tidak usah disederhanakan lagi. Tapi ada yang menarik. Anda berkata : ‘maaf ini menurut saya dan belum tentu benar’. Mengapa anda meragukan apa yang anda katakan? Anda takut terjebak dalam lingkaran setan? Ha…ha…ha…Kalau anda sendiri tidak yakin bahwa apa yang anda katakan itu mutlak benar bagaimana mungkin anda meyakinkan saya dan para pembaca dengan konsep anda itu? Masalahnya jelas! Jika anda yakin bahwa apa yang anda katakan itu mutlak benar maka statement anda tentang ketidakmutlakan menjadi gugur (tidak mutlak). Supaya tidak gugur (tetap mutlak) maka anda mencoba memberi kesan bahwa pendapat anda itu tidak mutlak benar. Maaf, yang ini baru betul-betul lingkaran setan. Ya, lingkaran setannya kaum pluralis. Ini sebuah inkonsistensi filosofis, sebuah “fallacy” (kesesatan berpikir). Tapi sekali lagi “it’s no my problem but your problem’. Lebih jauh seperti yang anda katakan tentang "Firman yang bersifat mutlak dan universal" itu firman yang mana? Darimana anda tahu itu bersifat mutlak dan universal? Kalau Allah bisa menyatakan yang mutlak, apakah Allah tidak bisa menjaga agar perekaman firman-Nya juga mutlak benar? Allah memberikan wahyu dengan tujuan untuk memperkenakan diriNya. Jika Allah tidak bisa menjaga kemutlakan wahyu itu dan menyerah pada keterbatasan serta ketidakmutlakan manusia maka tujuan wahyu itu gagal. Lalu untuk apa Allah memberikan wahyu? Manusia memang terbatas dan tidak mutlak. Itulah sebabnya Allah dengan Roh Kudus-Nya bekerja secara aktif dalam proses pewahyuan itu (pernah dengar tentang masalah pengilhaman/isnpirasi Alkitab?) sehingga keterbatasan manusia, ketidakmutlakan manusia ditopang agar tujuan wahyu itu dapat tercapai. Edward Young mengatakan : Pimpinan Allah Roh Kudus 10
Jujur Pada Kebenaran – Esra Alfred Soru atas para penulis Kitab Suci, akibatnya, Kitab Suci itu memiliki otoritas ilahi dan patut dipercaya. Dan karena memiliki otoritas ilahi serta patut dipercaya seperti itu, maka ia bebas dari salah. (The Word is Truth, hal.27). Millard J.Erickson berpendapat : Pengaruh adikodrati Roh Kudus atas penulis kitab dalam Alkitab sehingga membuat hasil karya mereka menjadi suatu catatan yang akurat tentang penyataan atau yang mengakibatkan karya mereka benar-benar merupakan Firman Allah (Teologi Kristen, vol.1, hal. 255). Bandingkan 2 pendapat ini dengan kata-kata WilliamG.T.Shedd : Ketidak-bersalahan Kitab Suci ditolak dengan dasar bahwa Kitab Suci mengandung elemen manusia. Elemen manusia ini bisa salah. Karena itu jika Alkitab mempunyai elemen manusia di dalamnya, seperti yang memang kita akui, maka Kitab Suci tidak bisa bebas dari semua kesalahan. Ini merupakan salah satu argumentasi utama yang diberikan oleh mereka yang menegaskan kebersalahan Kitab Suci. Keberatan ini melupakan / mengabaikan fakta bahwa elemen manusia dalam Alkitab begitu dimodifikasi oleh elemen ilahi dengan apa elemen manusia itu dicampurkan, sehingga berbeda dengan semata-mata manusia biasa. Firman yang tertulis memang adalah ilahi-manusiawi, seperti Firman yang berinkarnasi. Tetapi elemen manusia dalam Kitab Suci, seperti hakekat manusia dalam Tuhan kita, dijaga/dilindungi dari kesalahan dari manusia biasa/umum, dan menjadi manusia yang murni dan ideal. ... Mereka yang berpendapat bahwa Alkitab bisa salah karena Alkitab mengandung elemen manusia, melakukan kesalahan yang sejenis, dengan mereka yang menegaskan bahwa Yesus Kristus berdosa karena Ia mempunyai hakekat manusia dalam pribadi-Nya yang kompleks. Keduanya melupakan/mengabaikan fakta bahwa pada waktu elemen manusia itu dihubungkan secara supranatural dengan elemen ilahi, maka elemen manusia itu sangat dimodifikasi dan diperbaiki/ditingkatkan, dan mendapatkan beberapa sifat yang tidak dimilikinya dari dan oleh dirinya sendiri. (Shedd’s Dogmatic Theology, vol I, hal. 101,102,103). Masih kurang? Saya tambahkan satu pendapat lagi dari Budi Asali : Sekalipun Allah menggunakan manusia dalam menuliskan Firman-Nya/Kitab Suci, itu tidak berarti bahwa Kitab Suci harus mengandung kesalahan, karena: (1) Allah mahakuasa! Tidak bisakah Ia menggunakan manusia sedemikian rupa sehingga Kitab Suci betul-betul tanpa salah? Dalam diri Yesus, yang juga mempunyai faktor manusia, Allah bisa menjaga sehingga Yesus suci murni. Lalu mengapa ini tidak bisa Ia lakukan dalam menulis Firman-Nya? (2) Allah sudah mempersiapkan penulis manusia itu sedemikian rupa sehingga ia menjadi alat yang cocok sempurna untuk menuliskan firman-Nya. Dengan demikian, sekalipun kepribadian, pengalaman, dan pemikiran dari penulis itu masuk ke dalam Kitab Suci yang ia tuliskan, tetapi semua itu cocok sempurna dengan yang Tuhan kehendaki, sehingga apa yang ia tuliskan betul-betul adalah firman Allah. (Hermeneutika; GKRI Exodus, hal. 14). Masih kurang lagi? Kunjungilah toko Buku rohani : Aloha (di sekitar terminal Kupang), Syalom (dekat hotel Laguna), Cahaya Kemuliaan (di pasar Inpres), Kalam Hidup (di samping gereja Koinonia) dan belilah buku-buku “Biblilology”, baca semuanya tapi sebelumnya : “JANGAN LUPA BERDOA” agar Roh Kudus membuka mata hati dan pikiran untuk memahami kebenaran yang indah itu. 11
Jujur Pada Kebenaran – Esra Alfred Soru 1+1=2 Menarik juga untuk mengkaji bantahan Manu terhadap argumentasi saya tentang adanya kebenaran mutlak dengan contoh 1+1=2. Manu menulis : Apakah 1+1= 2 merupakan kebenaran mutlak? Ah masa.. kalau ia merupakan kebenaran mutlak, maka dapatkah 1 sendok gula pasir ditambah 1 gelas air menjadi 2. belum tentu, khan? Dengan demikian membuktikan bahwa kebenaran matematis ini bersifat parsial (sebagian). Ia dipengaruhi oleh kondisi tertentu. Masih belum puas dengan argumen ini? baik saya akan coba tambahkan. Bagaimana jika di suatu tempat ada kesepakatan bersama yang mengungkapkan bahwa 1+1=3. Apakah kita berani mengatakan bahwa hal itu mutlak. Belum tentu dong.. Bukankah kebenaran yang selama ini kita anut hanya merupakan kesepakatan bersama…’ Sdr. Manu, matematika darimana yang anda ungkapkan itu? Apakah itu matematika papalele? Sebenarnya kalau pertanyaan anda itu terpaksa dijawab maka kenapa tidak bisa 1 sendok gula pasir ditambah satu gelas air menjadi 2? Ah masa.. Tentu dong! 1 sendok gula pasir + 1 gelas air = 2. Masalahnya 2 apa? Ya 2 elemen tadi, gula dan air. Lho, mengapa tidak menjadi 2 kesatuan? Karena pertanyaannya mengandung 2 kesatuan yaitu kesatuan “sendok” dan kesatuan “gelas”. Lalu bagaimana jika gula itu sudah larut dalam air. Apakah masih dapat disebut 2? Masalahnya mengapa anda mau melarutkanya? Meskipun demikian dalam larutan itu kita tahu bahwa ada 2 elemen yang berbeda kesatuan yakni gula dan air. Anda bingung? Renungkanlah! Lebih dari itu pertanyaan "dapatkah 1 sendok gula pasir ditambah 1 gelas air menjadi 2" ini jelas pertanyaan orang yang kurang mengerti matematika. Ya sudah jelas satuan berbeda kok mau ditambahkan? Yang satu, satuannya "sendok" yang satu lagi satuannya "gelas". Kalau memakai logika seperti ini, maka saat Manu membeli barang dari saya seharga Rp.1000 dan Manu menyodorkan uang Rp.10.000, maka saya boleh saja kan mengembalikan 5000? Bukankah matematika juga tidak mutlak terserah kesepakatan masing-masing orang? Jika dalam hal kemutlakan matematis ini saya belum sepakat dengan Manu, apa boleh saya memakai sistem kebenaran saya sendiri? Dan apakah Manu berhak protes? Bukankah Manu mesti menghargai pendapat saya? Sdr. Manu, anda boleh saja mengaku bahwa anda awam teologi dan mungkin saya percaya (mengapa saya bilang “mungkin”? Karena teman saya bilang bahwa anda adalah kakak tingkatnya sewaktu kuliah di fakultas teologi UKAW) tapi dengan persoalan 1+1=2 saya harap anda tidak mengakui bahwa anda awam matematika karena itu pelajaran SD kelas 1 dan saya yakin seyakin-yakinnya bahwa anda pernah duduk di kelas 1 SD. Lalu bagaimana jika di suatu tempat ada kesepakatan bersama yang mengungkapkan bahwa 1+1=3 seperti yang ditanyakan Manu? Sdr. Manu, sudahlah, tidak usahlah berandai-andai. Setahu saya tidak ada kesepakatan di dunia ini bahwa 1+1=3. Kalaupun ada itu berarti ‘matematika’ mereka jauh lebih fatal dari matematika papalele. Suruh saja mereka sekolah dengan benar. Beres kan? Kenapa mesti repot-repot!
12
Jujur Pada Kebenaran – Esra Alfred Soru Yesus satu-satunya jalan!? Bagaimana konsep Manu tentang Yesus sebagai satu-satunya jalan? Manu memberikan ilustrasi : Saya tinggal di Naikoten. Karena keterbatasan saya, maka saya hanya mengenal jalan ke Oeba melalui Kuanino. Oleh karena itu saya menyebutnya bahwa jalan satu-satunya adalah lewat Kuanino. Ini benar, karena jalan tersebut menuju Oeba. Tapi ada teman saya yang tinggal di Walikota, dan ia mengatakan bahwa jalan satu-satunya adalah melalui pasir panjang. Apakah saya dan teman saya salah atas pernyataan kami? Tidak bukan? Perbedaan di antara kami adalah keterbatasan yang kami miliki. Ketidak-mutlakan kami. Bagaimana tanggapan para pembaca terhadap ilustrasi seperti ini? Kelihatannya masuk akal tapi Alkitabiahkah? Nanti saya jelaskan. Dengan ilustrasi ini Manu mau menunjukkan bahwa ada ketidakmutlakan dalam konsep jalan keselamatan. Itulah sebabnya ia tidak tahu bahwa ada jalan lain menuju Oeba selain lewat Kuanino. Tapi anehnya dalam ilustrasi ini Manu ternyata tahu bahwa ada temannya yang tinggal di Walikota, Manu ternyata tahu ada jalan menuju Oeba lewat Pasir Panjang, Manu ternyata tahu temannya tidak tahu ada jalan lain ke Oeba yakni Kuanino. Jadi rupanya Manu tahu banyak juga. Uppss…lagi-lagi lingkaran setan. Tapi menarik! Saya ajak kita sedikit berfilsafat (sekedar intermezo) dan filsafat ini disebut filsafat “tahu-tidak tahu”. Bicara tentang “tahu-tidak tahu” ini maka ada 4 kemungkinan : (1) Ada orang yang tahu bahwa ia tahu (2) Ada orang yang tahu bahwa ia tidak tahu (3) Ada orang yang tidak tahu bahwa ia tahu (4) Ada orang yang tidak tahu bahwa ia tidak tahu. Kirakira, Sdr. Manu cocok dengan yang mana? Akh….pikir sendiri, saya tidak tahu, semoga anda tahu. Mari kita lanjutkan! Sebenarnya ilustrasi Manu tentang jalan ke Oeba itu memang masuk akal, karena keduanya memakai keterbatasan sendiri. Tapi masalahnya bagaimana jika si PEMBUAT jalan sudah memberikan petanya. Memang bisa saja si pembuat jalan memberikan beberapa akses, tapi bisa juga ada kasus yang cuma ada satu akses (memang di desain begitu). Maka jika pemakai jalan tidak percaya pembuat jalan, ya itu kebodohan pemakai jalan itu sendiri. Di sinilah nampak ilustrasi Manu ini tidak Alkitabiah. Mengapa? Karena Alkitab menyampaikan kepada kita bahwa PEMBUAT JALAN itu yakni Allah sendiri telah menentukan/menetapkan, telah menyampaikan pada kita bahwa hanya ada satu jalan keselamatan yakni lewat Yesus Kristus (Yoh 14:6). Karenanya semua jalan yang tidak melalui Yesus adalah jalan keliru, jalan sesat, jalan buntu dan menuju neraka. Saya kira cukup sederhana sehingga tidak perlu saya sederhanakan lagi bukan? Masalahnya sekarang adalah apakah anda mau jujur pada kebenaran atau tidak? Kalau anda bisa jujur pada pluralis (seperti judul tulisan anda), maukah anda jujur pada kebenaran?
13
Jujur Pada Kebenaran – Esra Alfred Soru Wajah Yesus yang tak dikenal Manu mengajukan sebuah pertanyaan : Mengapa Maria dan dua murid yang berjalan ke Emaus tidak dapat mengenal wajah Yesus? Padahal wajah itu senantiasa menghampiri mereka dalam kesehariannya. Hanya berselang beberapa hari mereka tidak melihat wajah Yesus, kok langsung tidak mengenal Yesus? Aneh khan.. Yesus baru dikenal ketika ia telah melakukan perbuatan yang biasa ia lakukan. Dengan demikian kemisteriusan wajah Yesus hanya dapat dikenal melalui perbuatannya. Hal ini berimplikasi pada kehadiran Yesus di agama lain dengan cara dan nama yang lebih mereka kenal? Bukankah Yesus bagi kaum eksklusif dianggap sebagai Maha Kuasa? Jika Ia Maha Kuasa, maka suatu dogma sempit tidak dapat membatasi karya Allah di luar orang Kristen. Mengapa wajah Yesus tidak dikenali oleh para murid-Nya? Sederhana saja. Kalau Yesus tidak mau menyatakan diri-Nya dengan jelas saat itu (waktunya belum sesuai yang Ia kehendaki), maka orang tidak mungkin bisa mengenalinya. Atau bisa saja kesedihan Maria, air matanya, posisinya yang menunduk membuat dia tidak mengenali Yesus pada awalnya. Sedangkan murid-murid, kan dikatakan bahwa "ada sesuatu yang menghalangi mata mereka"? (Luk 24:16). Setelah saatnya tepat toh Maria dan 2 murid itu juga menyadari bahwa itu Yesus. Dengan demikian statment Manu : “...kemisteriusan wajah Yesus hanya dapat dikenal melalui perbuatannya” tidak tepat. Kecuali wajah Yesus sama sekali tidak dikenali lagi. Penafsiran bahwa : Hal ini berimplikasi pada kehadiran Yesus di agama lain dengan cara dan nama yang lebih mereka kenal? sepertinya merupakan tafsiran yang terlalu dipaksakan (eisegesis bukan eksegesis) sebagaimana yang dipahami oleh Raimundo Panikar bahwa Yesus adalah Kristus namun Kristus bukanlah Yesus. Di dalam agama Hindu pun, Kristus hadir dengan cara yang tak tidak dikenal atau yang terselubung. Jadi orang Hindu sesungguhnya mengakui Kristus, hanya tidak dikenal.....Jadi, Allah menjadi manusia tidak hanya melulu bernama Kristus melainkan terdapat dalam setiap nama yang ada dalam masingmasing agama. Dalam Hindu dikenal dengan nama Isvara dalam Kristen dikenal dengan nama Yesus dari Nazareth. (The Unknown Christ of Hinduism; Christianity and Other Religions, hal. 122). Pendapat yang senada juga diungkapkan Gustave H. Todrank yang percaya bahwa Yesus adalah “salah satu Kristus” atau “a Christ” bukan “the Christ”. Dalam kategori inilah Todrank menyamakan Gandhi, Albert Schweitzer, J.F. Kennedy, Matin Luther King, Mao Tse Tung sebagai “kristuskristus” yang lain. (The Secular Search for a new Christ; hal. 49-51). Pendapatpendapat semacam ini memperlihatkan betapa dangkalnya pemahaman teolog-teolog pluralis tentang keunikan Yesus Kristus. Allah adalah Allah yang menciptakan semua manusia. Itu berarti bahwa Allah juga bekerja dalam agama lain tetapi karya Allah dalam agama lain itu tidak serta merta membuat Ia menyelamatkan mereka apalagi menyelamatkan mereka tanpa kepercayaan pada Yesus Kristus. Sedikit yang dapat kita pahami adalah bahwa Allah bekerja dengan cara-Nya sendiri untuk menarik setiap orang datang kepada Kristus yang oleh-Nya mereka beroleh selamat. Jadi satu hal yang tidak bisa dipungkiri adalah bahwa : YESUS KRISTUS ADALAH SATU14
Jujur Pada Kebenaran – Esra Alfred Soru SATUNYA JALAN KESELAMATAN”. “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan"(Kis 4:12). Di bagian akhir tulisannya Manu berkata : Hal yang paling penting bahwa saya bersama teman-teman di FORLOG Antar Kita adalah penganut Pluralis Agama tetapi kami masih tetap pada identitas kami masing-masing sebagai orang Kristen dan Islam. Bukankah P. Borong, Olaf Schumann, Knitter adalah kelompok pluralis tapi masih mengakui sebagai orang Kristen? Apakah kami ini Murtad? Terserah anda menilainya. Sdr. Manu, anda harus sadari satu hal bahwa orang tidak perlu berhenti menjadi Kristen untuk dapat menyangkal Kristus. Karenanya fakta bahwa para teolog pluralis masih tetap menganut agama Kristen tidak berarti bahwa teologi mereka benar dan ajaran mereka Alkitabiah. Kenyataannya cukup banyak orang yang beragama Kristen yang sudah tidak percaya kesaksian Alkitab, keilahian Yesus, inkarnasi Yesus, ketidakberdosaan Yesus,finalitas Yesus dan masih banyak hal lagi. Celakanya mereka juga berprofesi sebagai teolog dan mengajar di sekolah-sekolah teologia. Lalu apakah yang hendak mereka ajarkan kepada para mahasiswa, para calon hamba Tuhan yang akan melayani jemaat Tuhan di kemudian hari? Teologia pluralis mereka yang telah “mencukur” Yesus itu? Sdr. Manu, bisakah anda jelaskan bagaimana identitas seorang Kristen? Siapa Juruselamat anda? Apa yang diucapkan Juruselamat anda tentang bagaimana orang bisa datang kepada Bapa (Allah)? Apakah dalam firman yang diterima seorang Kristen dikatakan ada nama lain yang olehnya manusia bisa diselamatkan? Mohon perjelas identitas Kristen anda. Akhirnya, kalau boleh saya sarankan, belajarlah untuk jujur pada kebenaran karena kebenaran itulah yang akan memerdekakan anda. Kristus berkata : "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. (Yoh 14:6). Doaku adalah : “semoga “Terang” yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, datang ke dalam hidupmu”. Semoga suatu hari nanti jika kujumpa kau di sudut kota ini atau kudengar dari nyanyian burung-burung gereja, terang itu telah bersemayam dalam singgasana hatimu dan menuntun engkau ke gerbang kebenaran sambil merangkul keyakinan : “KRISTUS SATU-SATUNYA JALAN”. Salam Hormat! (Mohon maaf bila ada kata-kata yang tidak berkenan). * Penulis adalah pengamat masalah-masalah teologi, tinggal di Kupang
Pengutipan dari artikel ini harus mencantumkan: Dikutip dari http://www.geocities.com/thisisreformedfaith/artikel/timex-pluralisme05.html
15