J. Aquawarman. Vol. 2 (1) : 34-42. April 2016.
ISSN : 2460-9226
AQUAWARMAN JURNAL SAINS DAN TEKNOLOGI AKUAKULTUR Alamat : Jl. Gn. Tabur. Kampus Gn. Kelua. Jurusan Ilmu Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman
Pengaruh Lama Proses Presto Terhadap Karakteristik Tepung Tulang Ikan Belida (Chitala sp.) Effect of Presto Timing to Characteristics of Belida (Chitala sp.) Fish Bone Powder Ratih Septianingsih1), Rafitah Hasanah2), Indrati Kusumaningrum2) 1)
Mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Jurusan Akuakultur, FPIK Universitas Mulawarman Staf Pengajar Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Jurusan Akuakultur, FPIK Universitas Mulawarman
2)
Jl. Gunung Tabur No. 1 Kampus Gunung Kelua Samarinda e-mail:
[email protected] ABSTRACT The aims of this study were to know the effect of the presto timing to characteristics of belida fish bone powder, and to determine the best treatment based on the high levels of calcium. The observed parameters in this study were yield, water content, proteint content, fat content, ash content and calcium content. The design in this study applied completely randomyzed design (CRD), with four treatments of presto duration, one hour (P1), twohours (P2), threehours (P3), and fourhours (P4) with three replications for each treatments. Based on this study, duration of presto applied gave significant on yield, ash content and calcium content. The yield of belida bone powder were 50.94%-64.46%, ash content were 59.39%-76.25% and calcium content were 28.71%- 31.33%. The study showed one hour presto timing (P1) was the best treatment to obtain the good characteristics of belida bone powder based on the highest calcium content. Keywords: Belida, presto timing, fish bone
1. LATAR BELAKANG Ikan belida (Chitala sp.)merupakan ikan air tawar yang banyak ditemukan di Sungai Mahakam. Produksi ikan belida di Samarinda pada tahun 2008, 2009, 2010, dan 2011 berturut-turut adalah 19,9 ton, 26,1 ton, dan
46,2 ton (Dinas Perikanan dan Peternakan Samarinda 2012). Ikan belida banyak digunakan sebagai bahan pembuatan amplang yang merupakan makanan camilan khas dari Kota Samarinda.Tulang ikan belida merupakan limbah hasil industri perikanan terutama dari pengolahan amplang di Samarinda yang belum
34
J. Aquawarman. Vol. 2 (1) : 34-42. April 2016.
dimanfaatkan secara optimal. Industri pengolahan ikan biasanya hanya memanfaatkan sekitar 65% bagian daging ikan dan sisanya merupakan limbah berupa kepala, ekor, sirip, tulang dan jeroan (Irawan 1995), hal ini berarti limbah yang dihasilkan sekitar 35%. Tulang ikan merupakan salah satu limbah industri pengolahan ikan yang memiliki kandungan kalsium terbanyak diantara bagian tubuh ikan, karena unsur utama dari tulang ikan adalah kalsium, fosfor dan karbonat (Trilaksani et.al. 2006). Apriliani (2010) melakukan penelitian tentang tepung tulang ikan patin yang dikukus selama 30 menit kemudian dilunakkan menggunakan autoklaf selama 60 menit, dapat menghasilkan kalsium sebesar 38%. Sedangkan Tababaka (2004) melakukan penelitian tepung tulang menggunakan tulang patin dengan cara merebus selama 4 jam menghasilkan kadar kalsium sebesar 26,00%. Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang pemanfaatan tulang ikan belida yang merupakan limbah industri pengolahan di Kalimantan Timur, dengan metode yang efektif dalam menghasilkan tepung tulang, salah satu metode yang digunakan yaitu dengan menggunakan metode lama proses presto. 2. BAHAN DAN METODE a. Preparasi Bahan dan Alat Tulang ikan belida sebagai bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari limbah tulang ikan belida yang dihasilkan oleh industri rumah tangga pengolahan amplang di daerah Cendana, Samarinda.Bahan yang digunakan untuk analisis kimiawi diantaranya adalah akuades, H2SO4 pekat, NaOH, HNO3, HCl, asam borat, n-hexan, dan indicator warna, serta bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis. Alat yang digunakan adalah tabung Erlenmeyer 250 ml, botol kaca, timbangan analitik, thermometer, pipet, cawan porselin, oven, labu soxhlet, kertas saring, gelas ukur, AAS spektrofotometer, sentrifuse, presto,
ISSN : 2460-9226
kompor, waterbath, alat destilasi uap, desikastor, labu kjeldahl, hotplate, dan tungku pengabuan. b. Metode Penelitian Proses pengolahan tepung tulang ikan ini merupakan modifikasi dari metode yang telah dilakukan oleh Mulia (2004). Proses pengolahan tulang dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Pencucian Tulang ikan belida dalam kondisi beku dicairkan (di-thawing) dengan air mengalir.Selanjutnya tulang dicuci dan ditiriskan. 2) Perebusan tulang Tulang direbus selama 30 menit, pada suhu 80°C.Perebusan awal ini dilakukan untuk mempermudah pembersihan tulang dari daging, darah dan lemak yang masih menempel pada tulang. 3) Pencucian Tulang yang telah direbus kemudian dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan sisa-sisa daging ikan yang masih menempel pada tulang. 4) Penimbangan Tulang yang sudah bersih kemudian di timbang sebanyak 200 gram setiap sampel untuk mengetahui rendemen tepung yang dihasilkan. 5) Proses presto Proses presto merupakan proses pemasakan menggunakan panci bertekanan yang dapat mempercepat waktu pemasakan disbanding tanpa menghunakan panci presto. 6) Pengeringan Tulang ikan belida selanjutnya diletakkan di atas tray yang telah dilapisi terlebih dahulu dengan lembaran alumunium foil. Tulang tersebut dikeringkan menggunakan oven selama 48 jam pada suhu 65°C. 7) Penepungan
35
J. Aquawarman. Vol. 2 (1) : 34-42. April 2016.
Tepung tulang yang telah dikeringkan dihaluskan menggunakan blender dan diayak menggunakan ayakan tepung. c. Rancangan Percobaan Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 kali pengulangan. Perlakuan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah lamanya waktu presto terhadap tulang ikan sebagia berikut: a. P1 (Lama presto 1 jam) b. P2 (Lama presto 2 jam) c. P3 (Lama presto 3 jam) d. P4 (Lama presto 4 jam) d. Prosedur Analisis Analisis penelitian ini meliputi rendemen, komposisi proksimat (kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu) dan kalsium. Analisis kadar air menggunakan metode thermogravimetri dengan mengacu pada AOAC (1995). Kadar protein dianalisis menggunakan metode semi mikro Kjeldahl berdasarkan AOAC (1995) dengan prinsip menghitung kandungan total nitrogen pada bahan yang selanjutnya dikonversi manjadi kadar protein. Analisi kadar lemak mengacu pada AOAC (1995). Analisis kadar abu dihitung dari sisa hasil pembakaran organik pada suhu 550oC berdasarkan AOAC (1995). Sedangkan perhitungan kalsium dilakukan menggunakan metode titrasi permanganometri berdasarkan Sudarmadji (1984). 3. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang paling penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu proses produk atau bahan. Perhitungan rendemen
ISSN : 2460-9226
berdasarkan presentase perbandingan antara berat akhir dengan berat awal proses. Semakin besar rendemennya maka semakin tinggi pula nilai ekonomis produk tersebut, begitu pula nilai efektivitas dari produk tersebut (Amiarso 2003).Nilai rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan dalam penelitian ini berkisar antara 50,94 – 64,46% berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan akan cenderung menurunkan nilai rendemen (Gambar 1). Hasil analisis ragam yang dilakukan terhadap nilai rendemen menunjukkan bahwa perlakuan lama waktu proses presto menghasilkan ada beda nyata (P˂0,05), maka dilakukan uji lanjut. Hasil uji lanjut BNT menunjukkan bahwa perlakuan P1 berbeda dengan perlakuan P2, P3, dan perlakuan P4.Perlakuan P2 tidak berbeda dengan perlakuan P3 danperlakuan P4, sedangkan perlakuan P3 tidak berbeda terhadap perlakuan P4. Penurunan nilai rendemen pada penelitian ini diduga tulang yang hancur karena proses presto. Nilai rendemen ini jauh lebih tinggi dari nilai rendemen tepung tulang ikan hasil penelitian Trilaksani (2006) yaitu sebesar 28,85% dan apriliani (2010) yang hanya sebesar 8,85%. Rendemen yang tertinggi belum tentu akan menghasilkan kadar kalsium tertinggi, tetapi ditentukan juga oleh faktor-faktor lain seperti rendahnya kandungan protein dalam bahan (Murtiningrum 1997). b. Kadar air Kadar air bahan pangan merupakan jumlah air yang dikandung bahan pangan dan sangat berpengaruh pada mutu dan keawetan pangan (Martinez et al. 1998). Hasil pengamatan kadar air tepung tulang ikan belida disajikan pada Gambar 2.
. 36
J. Aquawarman. Vol. 2 (1) : 34-42. 34 April 2016.
70,00
64.46 a 57.74 b
56.67 b
60,00 Rendemen (%)
ISSN : 2460-9226
50.94 b
50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 P1
P2
P3
P4
Perlakuan
Gambar 1. Hasil analisis kadar rendemen tepung tulang ikan belida Keterangan : P1 (Lama presto 1 jam),P2 (Lama presto 2 jam),P3 (Lama presto 3 jam), P4 (Lama presto 4 jam), Simbol huruf yang berbeda menunjukkan ada beda nyata
9,00 8,00
7.67 a
7.22a
Kadar Air (%)
7,00
6.40 a
6.61 a
P3
P4
6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 P1
P2 Perlakuan
Gambar 2. Hasil analisis kadar air tepung tulang ikan belida Keterangan : P1 (Lama presto 1 jam),P2 (Lama presto 2 jam),P3 (Lama presto 3 jam), P4 (Lama presto 4 jam), Simbol huruf yang berbeda menunjukkan ada beda nyata
Hasil analisis ragam yang dilakukan terhadap kadar air menunjukkan bahwa perlakuan
lama waktu proses presto yang dilakuakan terhadap kadar air menunjukkan bahwa
37
J. Aquawarman. Vol. 2 (1) : 34-42. 34 April 2016.
perlakuan yang diberikan tidak menunjukkan tidak ada beda nyata (P (P˃0,05) dalam menurunkan kadar air tepung tulang ikan. Tepung tulang ikan belida (Chitala sp.) yang dihasilkan mengandung kadar air yang lebih tinggi dari tepung tulang tuna Trilaksani (2006), yaitu sebesar 5,60% bb namun, lebih rendah dari tepung tulang nila pada penelitian Hemung (2013), yaitu sebesar 2,46% bb. Perbedaan kadar air yang diperoleh sangat dipengaruhi oleh metode pembuatan tepung dan teknik pengeringan tulang serta jenis ikan yang digunakan. Kadar air tepung tulang ikan belida masih berada pada kisaran standar yang ditetapkan SNI. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01 01-31581992), 992), tepung tulang memiliki kadar air maksimal 8%. Produk dengan kadar air yang rendah akan mempunyai daya awet yang lebih lama.
Kadar Abu (%)
c. Kadar abu Analisis kadar abu bertujuan untuk menentukan kadar abu total dan kandungan masing-masing masing mineral yang ter terdapat dalam
100,00 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00
ISSN : 2460-9226
tepung tulang ikan. Kandungan abu dalam bahan pangan menunjuk menunjukkan jumlah bahan anorganik yang tersisa setelah bahan organik didestruksi (Sulaiman et al. al 1995). Hasil pengujian kadar abu dalam penelitian ini dapat dilihat pada ada gambar dibawah ini (Gambar 3).Hasil ).Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan ada beda ˂0,05) terhadap meningkatkan kadar nyata (P˂0,05) abu tepung tulang ikan belida (Chitala sp.). Hasil pengujian kadar abu yang diperoleh dalam penelitian ini, dimana imana nilai kadar abu yang dihasilkan berkisar antara 59,3959,39 76,25%. Kadar abu hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan kadar abu yang diperoleh Apriliani (2010) pada penelitiannya terhadap tepung tulang patin yaitu sebesar 33,5%. Sedangkan, Trilaksani ani (2006) pada tepung tulang tuna dan Hemung (2013) pada tepung tulang nila, berturut-turut turut memperoleh kadar abu sebesar 84,22% dan 75.83%. Kandungan abu yang tinggi dalam tepung tulang disebabkan karena komponen utama penyusun tulang adalah mineral.Tulang mineral.Tul mengandung sel-sel sel hidup dan matriks intraseluler dalam bentuk garam mineral.
76.25 a 59.39 c
61.48 b
P1
P2
68.20 b
Perlakuan
P3
P4
Gambar 3. Hasil analisis kadar abu tepung tulang ikan Keterangan : P1 (Lama presto 1 jam),P2 (Lama presto 2 jam),P3 (Lama presto 3 jam), P4 (Lama presto 4 jam), Simbol huruf yang berbeda menunjukkan ada beda nyata
38
J. Aquawarman. Vol. 2 (1) : 34-42. 34 April 2016.
ISSN : 2460-9226
d. Kadar protein Protein merupakan suatu zat makanan yang penting bagi tubuh karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno 1997).Hasil Hasil pengujian kadar protein dalam penelitian ini dapat dilihat pada p gambar dibawah ini (Gambar 4). Hasil analisis ragam kadar protein menunjukkan bahwa perlakuan lama waktu proses presto tidak ada beda nyata (P˃0,05) (P terhadap kadar protein tepung tulang ikan belida. Kadar protein tepung tulang ikan yang diperoleh cukup rendah, jika dibandingkan dengan standar yang ditetapkan oleh ISA (Internasional Seafood of Alaska) yaitu 34,2%. Perbedaan kadar protein pada tepung tulang dapat disebabkan abkan karena berbedanya jenis ikan serta metode yang digunakan dalam penelitian.
Sehingga, kadar lemak tepung tulang ikan, kadar lemak yang lebih rendah lebih diharapkan. Hasil pengamatan kadar lemak tepung tulang ikan belida disajikan pada Gambar 5. Hasil analisis ragam yang dilakukan terhadap kadar lemak menunjukkan bahwa perlakuan lama proses presto menunjukkan terhadap tidak ada beda nyata (P˃0,05) (P kadar lemak tepung tulang ikan yang diperoleh. Kadar lemak tepung tulang ikan belida (Chitala sp.) pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan Ramadany (2014) sebesar 9,46%, kadar lemak tepung tulang nila sebesar 5,82% (Hemung 2013), tepung tulang tuna sebesar 4,13% (Trilaksani 2006) dan tepung tulang patin sebesar 2,09% (Kaya 200 2008). Standar Nasional Indonesia (SNI 01 01-3158-1992) kadar lemak untuk tepung tulang ikan ditetapkan untuk mutu I adalah 3% bb dan mutu II sebesar 6% bb.
e.
f.
Kadar Protein (%)
Kadar lemak Kadar lemak yang rendah membuat mutu relatif lebih stabil dan tidak mudah rusak. Kadar lemak yang tinggi dapat menyebabkan tepung mempunyai citarasa ikan (fish taste)) dan menyebabkan terjadinya oxydative rancidity sebagai akibat oksidasi lemak (Almatsier 2002). 8,00
Kadar kalsium
Kalsium merupakan unsur kelima dan kation terbanyak di dalam tubuh, yaitu 1,5 2 % dari seluruh tubuh. Lebih dari 99% kalsium terdapat di dalam tulang rawan dan gigi, sisanya di dalam cairan tubuh dan jaringan lunak (Nasoetion et al.1995). 7.26 a
6.96 a
6.55 a
P2
P3
6.16 a 6,00 4,00 2,00 0,00 P1
P4
Perlakuan
Gambar 4. Hasil analisis kadar protein tepung tulang ikan belida Keterangan : P1 (Lama presto 1 jam),P2 (Lama presto 2 jam),P3 (Lama presto 3 jam), P4 (Lama presto 4 jam), Simbol huruf yang berbeda menunjukkan ada beda nyata 39
Kadar Lemak (%)
J. Aquawarman. Vol. 2 (1) : 34-42. 34 April 2016.
0,90 0,80 0,70 0,60 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 0,00
0.75 a
P1
ISSN : 2460-9226
0.78 a
P2
0.62 a
0.61 a
P3
P4
Perlakuan
Gambar 5. Hasil analisis kadar lemak tepung tulang ikan belida Keterangan : P1 (Lama presto 1 jam),P2 (Lama presto 2 jam),P3 (Lama presto 3 jam), P4 (Lama presto 4 jam), Simbol huruf yang berbeda menunjukkan ada beda nyata
Kadar Kalsium (%)
35
31.33 a 28.87 b
30
29.89 b
28.71 b
P3
P4
25 20 15 10 5 0 P1
P2 Perlakuan
Gambar 6. Hasil analisis kadar kalsium tepung tulang ikan belida Keterangan : P1 (Lama presto 1 jam),P2 (Lama presto 2 jam),P3 (Lama presto 3 jam), P4 (Lama presto 4 jam), Simbol huruf yang berbeda menunjukkan ada beda nyata
Hasil analisis ragam yang dilakukan terhadap kadar kalsium menunjukkan bahwa perlakuan waktu proses presto menunjukkan adanya beda nyata (P˂0,05) ˂0,05) terhadap kadar kalsium. Berdasarkan hasil penelitian ini, kadar kalsium masih lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian sebelumnya. Sari (2013),
dalam penelitian tersebut menggunakan ikan lele untuk pembuatan tepung tulang yang menghasilkan kadar kalsium sebesar 13,48% dan Kuryanti (2010) menggunakan ikan gabus sebagai bahan baku pembuatan tepung tulang ikan dengan an kadar kalsium sebesar 16,50%. 40
J. Aquawarman. Vol. 2 (1) : 34-42. April 2016.
Kadar kalsium yang diperoleh dalam penelitian ini sedikit lebih rendah dibandingkan dengan kadar kalsium tepung tulang ikan tuna sebesar 39,24% hasil penelitian Trilaksani (2006). Standar Nasional Indonesia ( SNI 01-3158-1992) kadar kalsium untuk tepung tulang ikan ditetapkan untuk mutu I adalah 30% bb dan mutu II sebesar 20% bb. Merujuk dari standar tersebut, maka kadar kalsium tepung tulang ikan belida hasil penelitian ini termasuk ke dalam mutu I dan mutu II. 4. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa proses presto tulang ikan belida berpengaruh nyata terhadap kadar rendemen, kadar abu, dan kadar kalsium tepung tulang yang dihasilkan.Perlakuan (P1 lama proses presto 1 jam), merupakan perlakuan terbaik untuk menghasilkan tepung tulang ikan belida (Chitala sp.) berdasarkan kadar kalsium tertinggi (31,33%).Saran dari penelitian ini adalah maka perlu adanya penelitian tentang aplikasi tepung belida sebagai bahan fortifikasi produk pangan maupun non pangan.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S., 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Amiarso., 2003. Pengaruh penambahan daging ikan kambing-kambing (Abalistes steilatus) terhadap mutu kerupuk gemblong khas Kuningan Jawa Barat.Skripsi. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB Apriliani, IS., 2010. Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Patin (Pangasius
ISSN : 2460-9226
hypophtalmus) Pada Pembuatan Cone Es krim.Skripsi. Bogor: IPB. [AOAC] Association of Official Analytical and Chemists. 1995. Official Methods of Analysis the 16th ed. Virginia: Inc. Arlington. Dinas Perikanan dan Peternakan. 2012.Data produksi ikan Samarinda. Hemung, B., 2013. Properties of Tilapia Bone Powder and Its Calcium Bioavailability Based on Transglutaminase Assay.International Journal of Bioscience, Biochemistry and Bioinformatics. Vol III (4) 306-309. DOI: 10.7763/IJBBB.2013.V3.219 International Seafood of Alaska [ISA]. 2002. Analysis of Fish Powders.www.kodiak.com Kaya AOW., Santoso J., & Salamah E. 2008.Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Patin Pangasius sp. Sebagai Sumber kalsium dan Fosfor Dalam Pembuatan Biskuit.Ichthyos. Vol. 7(1) : 9-14. Kuryanti., 2010. Pemanfaatan Limbah Tulang Ikan Gabus Sebagai Sumber Kalsium Dengan Metode Ekstraksi Basa. Laporan Akhir. Palembang: Politeknik Negeri Sriwijaya Jurusan Teknik Kimia. Mulia. 2004. Kajian potensi limbah tulang ikan patin (Pangasius sp.) sebagai alternatif sumber kalsium dalam produk mi kering. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Murtiningrum. 1997. Ekstraksi kalsium dari tulang ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis L) dengan teknik deproteinasi [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Nasoetion et al. 1995.Dasar-dasar Ilmu Gizi.Jakarta : Penebar Swadaya.
41
J. Aquawarman. Vol. 2 (1) : 34-42. April 2016.
Ramdany, G. 2013. Karakterisasi Kerupuk Tulang Ikan Belida (Chitala sp.). Skripsi.Samarinda : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Mulawarman. Sari, FK., Ishartani, D., Parnanto, NH., Anam, C. 2013. Pengaruh Penambahan Tulang Ikan Lele (Clarias Sp.) Dan Kacang Tunggak (Vigna Unguiculata) Terhadap Kandungan Kalsium Dan Protein Pada Susu Jagung Manis (Zea Mays Saccharata). Jurnal Teknosains Pangan. Vol. II (1): 66-72 Sulaeman A, Anwar F, Rimbawan, Marliyati SA. 1995. Metode Penetapan Zat Gizi. Diktat Jurusan Gizi Masyarakat dan Kesehatan Keluarga. Bogor: Fakultas Pertanian, IPB.
ISSN : 2460-9226
Standar Nasional Indonesia SNI 01-31581992. Batas maksimal kandungan kadar air Tababaka, R. 2004. Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Patin (Pangasius sp) Sebagai bahan Tambahan Kerupuk.Skripsi.IPB. Bogor. Trilaksani, W., Salamah E. & Nabil, M. 2006.Pemanfaatan Limbah tulang Ikan Tuna (Thunnus sp.)Sebagai Sumber Kalsium Dengan Metode Hidrolisis Protein.Buletin Teknologi hasil perikanan. Vol. IX (2): 34-45 Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia PustakaUtama.
42