eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2015, 3 (3): 467-480 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org © Copyright 2015
ISU KEAMANAN PANGAN DAN UPAYA INDONESIA MENJELANG PEMBERLAKUAN ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (2009-2015) Desyi Fitriana1 Abstrak The result of this research indicate towards the enforcement of single market and production base of ASEAN Economic Community 2015, Indonesia still needs to fix problems of its national food security issues. The area categorized food insecurity is largely a region which was in East Indonesia. Food insecurity is not only caused by the climatic factors, but there are other factors, such as the limitations of human resources, lack of facilities and infrastructure which supporting agriculture, and also limitations of capital to cultivate the land. Furthermore, so many people in East Indonesia that still live in under the poverty line. Poverty has caused the purchasing power becomes low. The lack of means of transportation also hindering food distribution system. As a preparation for ASEAN Economic Community, the efforts to improve the food security, Indonesia is through the development program of food availability and handling food insecurity, development of distribution system and stability of food prices and empower the institute to build a diverse food consumption. . Kata Kunci: Food Security, ASEAN Economic Community, Food Policy Pendahuluan ASEAN merupakan sebuah organisasi yang memiliki tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan kebudayaan negara-negara anggotanya, memajukan perdamaian dan stabilitas di tingkat regionalnya.Krisis ekonomi di kawasan Asia Tenggara pada periode 1997-1998 memicu kesadaran negara-negara ASEAN mengenai pentingnya peningkatan dan penguatan kerjasama intra kawasan. Selanjutnya pada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN yang dilaksanakan di Bali tanggal 7-8 Oktober 2003 dihasilkan sebuah komitmen dari seluruh anggota untuk membentuk Masyarakat Ekonomi ASEAN . (Direktur Jendral ASEAN,2008). Tujuan utama ASEAN Economic Community ini adalah untuk mendorong efisiensi dan daya saing ekonomi kawasan ASEAN, seperti tercermin di dalam Blueprint AEC, yaitu: (1) menuju Single Marketand Production Base (arus perdagangan bebas untuk sektor barang, jasa, investasi, pekerja terampil, dan modal) 1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email:
[email protected]
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 467 - 480
(2) menuju penciptaaan kawasan regional ekonomi yang berdaya saing tinggi; (3) menuju suatu kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata melalui pengembangan UKM dan program-program lainnya, dan (4) menuju integrasi penuh pada ekonomi global. (www.kemenperin.go.id, diakses pada 25 November 2014). Di Indonesia kesulitan dalam penyeimbangan neraca pangan sudah dialami sebelum krisis moneter terjadi yaitu sekitar pertengahan tahun 1997.Untuk memudahkan dan menganalisis wilayah-wilayah di Indonesia yang rentan terhadap kerawanan pangan, Dewan Ketahanan Pangan Indonesia telah berkerjasama dengan Departemen Pertanian RI dan World Food Programme (WFP)untuk membuat peta kerentanan terhadap kerawanan pangan di Indonesia.Berdasarkan analisis peta tersebut dapat diketahui bahwa kondisi rentan terhadap rawan pangan didominasi oleh kawasan Indonesia bagian timur yaitu beberapa kabupaten di provinsi Papua, Nusa Tenggara Timur dan Maluku yang pada umumnya daerah tersebut tidak atau kurang cocok untuk memproduksi tanaman serealia. Kondisi iklim, kelayakan tanah, berulangnya bencana alam (kekeringan, banjir, dan lain sebagainya) merupakan faktor kendala lain yang menyebabkan ketidakmampuan daerah-daerah defisit tersebut dalam mencapai swasembada produksi tanaman serealia. (A Food Security and Vulnerability Atlas of Indonesia, 2009). Beberapa faktor kendala tersebut membuat produksi pangan di Indonesia menjadi rendah dan Indonesia tidak dapat memenuhi jumlah kebutuhan pangan secara merata, sehingga terjadi sejumlah kasus kelaparan dan gizi buruk. Selain itu permasalahan pangan di Indonesia adalah pola konsumsi di Indonesia yang berpola tunggal yaitu pada padi/beras. Data Kementerian Perdagangan menyebutkan kebutuhan konsumsi beras Indonesia adalah 140 kg per orang per tahun. Angka tersebut jauh di atas angka-angka konsumsi beras di Vietnam, Thailand, dan Malaysia yang hanya berkisar 65-70 kg per tahun.(http://gizi.depkes.go.id, diakses pada 6 Februari 2015). Hal ini menyebabkan kebutuhan pangan terhadap beras sangat tinggi dan bahkan data Laporan Data Kinerja Pertanian Tahun 2004-2012 menunjukkan bahwa ketersediaan beras tahun 2005-2007 tidak cukup untuk memenuhi konsumsi beras bagi penduduk Indonesia yang diperkirakan 33,18 juta ton per tahun. Walaupun di tahun 2008-2009 produksi beras Indonesia surplus, tetapi Indonesia tetap mengimpor beras untuk kebutuhan cadangan pangan. Dengan kondisi keamanan pangan Indonesia yang demikian, permasalahan ini tentu sudah menjadi masalah yang serius dan Indonesia harus segera membenahi permasalahan pangan ini dengan serius pula. Oleh sebab itu penting untuk lebih mengeksplorasi kondisi keamanan pangan di daerah rawan pangan dan upaya-upaya yang dilakukan Indonesia untuk membenahi dan meningkatkan keamanan pangan menjelang pemberlakuan ASEAN Economic Community 2015.
468
Isu Keamanan Pangan & Upaya Indonesia Menjelang AEC (Desyi Ftiriana)
Kerangka Dasar Teori Konsep Keamanan Pangan Food security di Indonesia diterjemahkan ke dalam dua istilah, yaitu keamanan pangan dan ketahanan pangan, sebenarnya tidak ada perbedaan definisi diantara kedua istilah tersebut, tetapi didalam penelitian ini permasalahan yang diangkat lebih mengacu pada salah satu konsep human security yaitu keamanan pangan, sehingga penulis lebih memilih menggunakan istilah keamanan pangan. Keamanan adalah suatu kondisi yang bebas dari segala macam bentuk gangguan dan hambatan.Sementara pengertian pangan menurut Undang-Undang RI No.18 Tentang Pangan Tahun 2012, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yangdiperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya.(UU RI No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan). Maka keamanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tentang Pangan menyatakan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, oleh sebab itu Indonesia wajib memberikan suatu kondisi yang aman bagi warga negaranya, termasuk keamanan terhadap kebutuhan pangan. Kondisi keamanan pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan pangan yang cukup, tetapi juga kemampuan untuk mengakses (termasuk membeli) pangan dan tidak terjadinya ketergantungan pangan pada pihak manapun. Sistem keamanan pangan di Indonesia secara komprehensif meliputi tiga sub sistem utama yaitu ketersediaan (food availability), akses (food access),dan pemanfaatan pangan (food utilization).(Tinjauan Pustaka Ketahanan Pangan, 2015).Ketersediaan, akses, dan pemanfaatan pangan merupakan sub sistem yang harus dipenuhi secara utuh. Salah satu subsistem tersebut tidak dipenuhi maka suatu negara belum dapat dikatakan mempunyai keamanan pangan yang baik. Berkaitan dengan tiga pilar keamanan pangan tersebut, Dewan Ketahanan Pangan Indonesia bersama World Food Programme (WFP) menggunakan Indikator sebagai berikut(A Food Security and Vulnerability Atlas of Indonesia, 2009),
469
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 467 - 480
Indikator
Definisi dan Perhitungan
Ketersediaan Pangan 1. Rasio konsumsi 1.Data rata-rata produksi normatif per kapita bersih tiga tahun padi, terhadap jagung, ubi kayu dan ubi ketersediaan bersih jalar pada tingkat ‘padi + jagung + kabupaten dihitung ubi kayu + ubi dengan menggunakan jalar’ faktor konversi standar. Untuk rata-rata produksi bersih ubi kayu dan ubi jalar dibagi dengan 3 (faktor konversi serealia) untuk mendapatkan nilai yang ekivalen dengan serealia. Kemudian dihitung total produksi serealia yang layak dikonsumsi. 2. Ketersediaan bersih serealia per kapita per hari dihitung dengan membagi total ketersediaan serealia kabupaten dengan jumlah populasinya. 3. Data bersih serealia dari perdagangan dan impor tidak diperhitungkan karena data tidak tersedia pada tingkat kabupaten. 4. Konsumsi normatif serealia/hari/kapita adalah 300 gram/orang/hari. 5. Kemudian dihitung rasio konsumsi normatif perkapita terhadap ketersediaan 470
Sumber Data Badan Ketahanan Pangan Provinsi dan Kabupaten.
Isu Keamanan Pangan & Upaya Indonesia Menjelang AEC (Desyi Ftiriana)
bersih serealia per kapita. Rasio lebih besar dari 1 menunjukan defisit pangan dan daerah dengan rasio lebih kecil dari 1 adalah surplus untuk produksi serealia. Akses Pangan dan Penghidupan 2. Persentase Nilai rupiah pengeluaran penduduk hidup di per kapita setiap bulan bawah garis untuk memenuhi standar kemiskinan. minimum kebutuhankebutuhan konsumsi pangan dan non-pangan yang dibutuhkan oleh seorang individu untuk hidup secara layak. Garis kemiskinan nasional menggunakan US$ 1,55 (PPP - Purchasing Power Parity) per orang per hari. 3. Persentase desa Lalu-lintas antar desa yang tidak yang tidak bisa dilalui memiliki akses oleh kendaraan roda penghubung yang empat. memadai 4. Persentase rumah Persentase rumah tangga tangga tanpa akses yang tidak memiliki akses listrik terhadap listrik dari PLN dan/atau non PLN, misalnya generator. Pemanfaatan Pangan 5. Angka harapan Perkiraan lama hidup ratahidup pada saat rata bayi baru lahir lahir dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas sepanjang hidupnya. 6.Berat badan balita Anak di bawah lima tahun di bawah standar yang berat badannya (Underweight) kurang dari -2 Standar Deviasi (-2 SD) dari berat
Data dan Informasi Kemiskinan, BPS.
PODES (Potensi Desa), BPS
SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional), BPS
SUSENAS, BPS
RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar),Departemen Kesehatan 471
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 467 - 480
badan normal pada usia dan jenis kelamin tertentu (Standar WHO). 7. Perempuan buta Persentase perempuan di SUSENAS, BPS huruf atas 15 tahun yang tidak dapat membaca atau menulis. 8. Persentase rumah Persentase rumah tangga SUSENAS, BPS tangga tanpa akses yang tidak memiliki akses ke air bersih ke air minum yang berasal dari air leding/PAM, pompa air, sumur atau mata air yang terlindung. 9. Persentase rumah Persentase rumah tangga RISKESDAS, Departemen tangga yang tinggal yang tinggal pada jarak Kesehatan lebih dari 5 km dari lebih dari 5 kilometer dari fasilitas kesehatan fasilitas kesehatan (rumah sakit, klinik, puskesmas, dokter, juru rawat, bidan yang terlatih, paramedik, dan sebagainya). Sumber :Food Security and Vulnerable Atlas of Indonesia oleh Dewan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian RI and World Food Programme (WFP) 2009. Teori Kebijakan Publik Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebijakan diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi, dsb); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip dan garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran.Sedangkan kata “publik” secara terminologi mengandung arti sekelompok orang atau masyarakat dengan kepentingan tertentu.Menurut Wayne Parson publik adalah aktivitas manusia yang dipandang perlu untuk diatur atau diintervensi oleh pemerintah atau aturan sosial, atau setidaknya oleh tindakan bersama. (Parson, 2008: 3) Terdapat beberapa ahli yang mendefiniskan kebijakan publik sebagai tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam merespon suatu krisis atau masalah publik. Untuk memahami berbagai defenisi kebijakan publik, ada beberapa unsur-unsur yang termuat dalam kebijakan publik yaitu: (Edi Suharto, 2006:44)
472
Isu Keamanan Pangan & Upaya Indonesia Menjelang AEC (Desyi Ftiriana)
1. Tindakan pemerintah yang berwenang. Kebijakan publik adalah tindakan yang dibuat dan diimplementasikan oleh badan pemerintah yang memiliki kewenangan hukum, politis dan finansial untuk melakukannya. 2. Kebijakan negara itu tidak cukup hanya dinyatakan tetapi dilaksanakan dalam bentuk yang nyata. 3. Kebijakan itu baik untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu itu dilandasi dengan maksud dan tujuan tertentu. 4. Kebijakan itu senantiasa ditujukan untuk kepentingan seluruh anggota masyarakat. Tugas seorang administrator publik bukan hanya sekedar membuat kebijakan negara “atas nama” kepentingan publik saja tetapi benar-benar bertujuan untuk mengatasi masalah dan memenuhi keinginan dan tuntutan seluruh anggota masyarakat. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwakebijakan publik merupakan suatu aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah dan merupakan bagian dari keputusan politik untuk mengatasi berbagai persoalan dan isu-isu yang ada dan berkembang di masyarakat.Kebijakan publik juga merupakan keputusan yang dibuat oleh pemerintah untuk melakukan pilihan tindakan tertentu untuk tidak melakukan sesuatu maupun untuk melakukan tidakan tertentu. Salah satu bentuk kebijakan publik adalah kebijakan pangan.Kebijakan pangan adalah kebijakan yang khusus menangani masalah bagaimana makanan diproduksi, diproses, didistribusikan, dan diperjualbelikan.Kebijakan publik didesain untuk mempengaruhi operasi sistem pertanian dan pangan. Kebijakan pangan terdiri dari penetapan tujuan produksi, pemrosesan, pemasaran, ketersediaan, akses, pemanfaatan, dan konsumsi bahan pangan, serta menjelaskan proses untuk mencapai tujuan tersebut. Kebijakan pangan dapat berada pada berbagai level, dari lokal hingga global, dan oleh pemerintah, komersial, hingga organisasi.Kebijakan pangan juga melibatkan institusi pendidikan untuk mendidik, peraturan untuk mengatur, dan standar yang ditetapkan untuk melaksanakan kebijakan.Peraturan dan standar yang ditetapkan meliputi kesehatan dan keselamatan, pemberian label, dan kualifikasi produk tertentu.(http://www.statefoodpolicy.org, diakses pada tanggal 12 Agustus 2015). Di Indonesia kebijakan publik mengenai pangan tertuang di dalam undang-undang pangan, yakni UU Pangan No. 18 tahun 2012.Pasal 2 dalam undang-undang pangan ini menyebutkan prinsip atau asas penyelenggaraan pangan di Indonesia harus berdasarkan kedaulatan, kemandirian, ketahanan, keamanan, manfaat, pemerataan, berkelanjutan, dan keadilan.Secara keseluruhan undang-undang pangan ini memaparkan tujuan utama negara adalah untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap sumber-sumber pangan dari luar. (http://foodreview.co.id, diakses pada tanggal 12 Agustus 2015).
473
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 467 - 480
Filosofi UU Pangan No. 18/2012 menitikberatkan pada dua hal yakni kedaulatan pangan dan kemandirian pangan.Dua hal ini harus dipandang sebagai keputusan, pendirian politik, ketetapan dan kebijakan negara.Kebijakan ini harus digunakan secara optimal untuk meningkatkan produktivitas dan produksi pangan (pertanian, peternakan, juga perikanan), dan memperkuat cadangan pangan nasional. (Achmad Suryana, 2014). Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan untuk penelitian ini merupakan deskriptif eksplanatif, yang menjelaskan upaya kelompok kepentingan AIPAC dalam mempengaruhi kebijakan Amerika Serikat atas isu nuklir Iran. Jenis data yang dipakai yaitu jenis data sekunder, yang merupakan data yang diperoleh dari buku-buku dan artikel-artikel di internet yang erat kaitannya dalam mengumpulkan data untuk mengetahui upaya AIPAC dalam mempengaruhi kebijakan Amerika Serikat atas isu nuklir Iran. Teknik pengumpulan data dari penelitian ini studi literatur atau referensi baik nasional ataupun internasional yang bersumber dari buku-buku dan internet yang relevan dengan penulisan ini. Sedangkan teknik analisa data dalam penelitian ini adalah teknik kualitatif yaitu dengan menganalisis data sekunder dan kemudian menggunakan teori sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan kejadian yang sedang diteliti. Pembahasan Dewan Ketahanan Pangan Indonesia telah berkerjasama dengan Departemen Pertanian RI dan World Food Programme (WFP)untuk membuat Peta Kerentanan Terhadap Kerawanan Pangan di Indonesia (A Food Security and Vulnerable Atlas of Indonesia) untuk memudahkan dan menganalisis wilayah-wilayah di Indonesia yang rentan terhadap kerawanan pangan. Berdasarkan peta tersebut, gradasi warna merah didominasi oleh wilayah Indonesia bagian Timur, khususnya provinsi Papua, Maluku dan Nusa Tenggara Timur. Papua terbagi atas 29 kabupaten dan semua kabupaten tersebut termasuk kedalam kategori rawan pangan.Selama tiga tahun berturut-turut Papua mengalami defisit terhadap kebutuhan konsumsi pangan.Selain itu penyebab rawan pangan lainnya adalah penyediaan sarana produksi dan ketenagakerjaan (SDM Pertanian)yangmasih sangat terbatas.Di Papua pada tahun 2007 terdapat 40,78% penduduk miskin, kemudian pada tahun 2008 mengalami penurunan menjadi 37,08%. Akan tetapi pada tahun 2009 kembali meningkat menjadi 37,53%. Untuk menjangkau sebagian besar wilayah distrik pedesaan di Papua umumnya menggunakan udara ataupun kapal laut yang jangkauannya juga terbatas.Adanya keterbatasan dalam transportasi tersebut sangat mengganggu kelancaran distribusi pangan. Selanjutnya hal tersebut berdampak pada status gizi.Terbukti pada tahun 2009 terdapat sekitar 1.689 kasus gizi buruk dan gizi kurang sebanyak 3,428 kasus.Bahkan di tahun 2005 kelaparan telah 474
Isu Keamanan Pangan & Upaya Indonesia Menjelang AEC (Desyi Ftiriana)
menewaskan 55 orang. Kasus tersebut terulang kembali pada tahun 2009 yaitu kasus kelaparan melanda 51 distrik di kabupaten Yahukimo, Papua yang mengakibatkan 113 orang meninggal dunia.(https://papua.go.id, diakses pada 6 Juni 2015). Provinsi Maluku membawahi 9 Kabupaten dan 2 Kota, terdapat 5 kabupaten yang merupakan daerah rawan pangan.Wilayah produktif yang dimiliki Provinsi Maluku hanya di dua pulau, yaitu Pulau Seram dan Pulau Buru.Terdapat beberapa kendala produksi di Maluku, diantaranya minimnya sarana jaringan irigasi serta bendungan, rusaknya daerah aliran sungai, dan permasalahan permodalan. Kekurangan produksi dan jumlahnya defisit, maka Maluku selalu mengharapkan distribusi pangan dari daerah lain. Namun, distribusi pangan juga mengalami kendala karena Maluku merupakan provinsi yang terpisah menjadi beberapa gugusan pulau kecil, maka untuk jangkauan antar kabupaten harus memerlukan transportasi laut, akan tetapi transportasi laut tersebut masih sangat terbatas dan tidak memadai untuk kondisi geografis Maluku. Selanjutnya, kemiskinan menjadikan daya beli penduduk Maluku sangat rendah. Pada tahun 2007 terdapat 404.600 jiwa atau 31,14% penduduk miskin, tahun 2008 terdapat 29,24 dan pada tahun 2009 meunurun menjadi 28,23% atau 380.000 jiwa. Bahkan angka gizi buruk di Maluku masih sangat tinggi yaitu 9,3% dan gizi kurang 18,5%, angka ini lebih tinggi dari prevalensi nasional yang hanya 13%. (www.malukuprov.go.id, diakses pada 5 Juni 2015). Nusa Tenggara Timur yang terdiri dari 22 kabupaten dan 12 kabupaten diantaranya merupakan daerah rawan pangan. Angka defisit produksi pangan terhadap kebutuhan konsumsi pangan tidak terlalu tinggi, yang menjadi kendala adalah daya beli masyarakat di NTT.Daya beli masyarakat sangat rendah, hal ini disebabkan banyaknya masyarakat NTT yang masih hidup di bawah garis kemiskinan.Penyebabnya ialah perekonomian provinsi NTT yang tergantung pada pertanian, akan tetapi pemasaran hasil produksi sangat sulit karena lebih dari 14% desa di NTT tidak dapat dilalui oleh kendaraan roda 4 pada musimtertentu.Oleh sebab itu tidak jarang hasil produksi hanya dikonsumsi sendiri.Permasalahan - permasalahan tersebut menyebabkan distribusi hasil pertanian tidak merata dan kemudian berdampak terhadap status gizi masyarakat NTT. Pada tahun 2009, menurut hasil Pemantauan Status Gizi menunjukkan prevalensi status gizi untuk gizi buruk dan gizi kurang (totalunderweight) pada balita sebesar 31,9%, yang menunjukan masalah kesehatan masyarakat berada padatingkat ‘sangat buruk’ berdasarkan klasifikasi WHO.(Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Nusa Tenggara Timur, 2011). Dengan kondisi Provinsi di Indonesia Timur yang demikian, maka perlu bagi Indonesia untuk menyusun dan melakukan pembenahan dan upaya - upaya terlebih lagi dengan akan diberlakukannya pasar tunggal dan produksi berbasis ASEAN pada tahun 2015. Terbentuknya pasar tunggal AEC tersebut, maka akan terbuka pula peluang bagi negara-negara anggota ASEAN untuk 475
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 467 - 480
meningkatkan pangsa pasarnya di kawasan ASEAN.Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan Indonesia merupakan upaya dalam melakukan pembenahan terhadap sistem produksi dan distribusi sebelum Indonesia menghadapi pasar tunggal ASEAN. Upaya yang dilakukan Indonesia tersebut diantaranya : 1. Pengembangan Ketersediaan Pangan dan Penanganan Kerawanan Pangan Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan pangan dan menangani kerawanan pangan di Indonesia. Kegiatan prioritas ini terdiri dari 4 sub kegiatan yaitu: a. Pengembangan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SPKG) Pencegahan rawan pangan melalui pendekatan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SPKG), pendekatan ini sudah berlangsung sejak tahun 2002.SPKG merupakan kegiatan dinamis yang secara terus menerus mengumpulkan, menganalisis data dan informasi, menetapkan langkah-langkah tindakan yang diperlukan, dan tindakan pencegahan ataupun penanggulangan.Informasi yang dihasilkan dari penerapan SKPG melalui tindakan peramalan setiap tahunnya secara berkala dapat dijadikan bahan tindakan prefentif terhadap produksi pangan, dengan mewaspadai situasi, melakukan pemantauan tanda-tanda secara intensif.(Yusuf R.G Lamabelawa, 2006). b. Analisis Ketersediaan, Rawan Pangan, dan Akses Pangan Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka penyediaan data dan informasi serta hasil analisis, secara berkala dan berkelanjutan untuk perumusan kebijakan dan program ketersediaan, rawan pangan dan akses pangan di tingkat 33 provinsi, antara lain Food Security Vulnerable Atlas of Indonesia (FSVA) dan Neraca Bahan Makanan (NBM). (http://www.pertanian.go.id, diakses pada 6 April 2015). c. Pemberian Bantuan Sosial Bantuan sosial diberikan oleh pemerintah sebagai upaya penanganan daerah rawan pangan kronis dan transien.Untuk menangani daerah rawan pangan kronis, pemerintah Indonesia memberikan bantuan berupa dana untuk dialokasikan pada program-program pembangunan, seperti Desa Mandiri Pangan, Lumbung Pangan Masyarakat dan program lainnya.Berbeda dengan rawan pangan kronis, karena rawan pangan pangan transien bersifat mendadak dan sementara, bantuan yang diberikan dapat berupa pangan atau non pangan. Bantuan non pangan yaitu bantuan berupa dana sejumlah tertentu sesuai dengan kondisi bencana. Sedangkan bantuan pangan dapat berupa beras, gula, minyak goreng, ikan, mie instan dan obat-obatan, serta pangan lainnya. (http://kemsos.go.id, diakses pada 5 Mei 2015).
476
Isu Keamanan Pangan & Upaya Indonesia Menjelang AEC (Desyi Ftiriana)
2. Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan Upaya ini dilakukan untuk mengatasi permasalahan ketidaklancaran distribusi pangan dan berpengaruh pada stabilitas harga pangan di Indonesia. Kegiatan prioritas ini terdiri dari 3 sub kegiatan yaitu: a. Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM) Penguatan-LDPM adalah kegiatan pemberdayaan gabungan kelompok tani (Gapoktan) dalam rangka meningkatkan kemampuan unit usaha yang dikelolanya melalui pengembangan unit usaha distribusi, pemasaran, pengolahan dan pengelolaan cadangan pangan serta pembangunan sarana penyimpanan sehingga dapat meningkatkan posisi tawar petani, meningkatkan nilai tambah produksi petani dan mendekatkan akses terhadap sumber pangan. (Dokumen Pedoman Umum Kegiatan Penguatan-LDPM, 2015). b. Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat (LPM) Pengembangan sistem cadangan pangan masyarakat di daerah rawan pangan dinilai strategis untuk mengatasi resiko situasi yang tidak normal seperti gagal panen atau bencana alam.Tujuan pengembangan cadangan pangan masyarakat adalah untuk meningkatkan volume stok cadangan pangan untuk kebutuhan masyarakat, menjamin akses dan kecukupan pangan bagi penduduk miskin dan rawan pangan, serta sebagai bantuan pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pada saat kondisi darurat.(http://bkp.pertanian.go.id diakses pada 6 April 2015) c. Analisis Panel Harga dan Pasokan Pangan, serta Daya Beli Masyarakat Program ini merupakan kegiatan dalam rangka penyediaan data dan informasi serta hasil analisis, melalui pemantauan secara berkala dan berkelanjutan untuk perumusan kebijakan harga pangan. Hasil analisis harga pangan yang dilakukan secara periodik merupakan bahan masukan penting bagi penentu kebijakan harga dan distribusi pangan.Perkembangan harga pangan juga dapat digunakan untuk menganalisis tentang kemampuan daya beli masyarakat, aksesibilitas pangan oleh masyarakat, kemungkinan terjadinya kerawanan pangan di suatu wilayah, dan sebagainya.(http://panelhargabkp.pertanian.go.id/ diakeses pada 20 Juni 2015). 3. Pemberdayaan Kelembagaan Dalam Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) Upaya ini dilakukan untuk mengubah pola konsumsi pangan Indonesia yang cenderung berpola tunggal yaitu pada beras/padi, serta untuk memberdayakan masyarakat agar mengoptimalkan sumber pangan lokal. Kegiatan prioritas tersebut mempunyai 3 sub kegiatan yaitu: a. Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan Melalui Konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL)
477
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 467 - 480
Optimalisasi pemanfaatan pekarangan dilakukan melalui upaya pemberdayaan wanita untuk mengoptimalkan pemanfaatan pekarangan sebagai sumber pangan dan gizi keluarga. Upaya ini dilakukan dengan membudidayakan berbagai jenis tanaman sesuai kebutuhan pangan keluarga seperti aneka umbi, sayuran, buah pada suatu lokasi kawasan perumahan/warga yang saling berdekatan sehingga akan dapat terbentuk sebuah kawasan yang kaya akan sumber pangan yang diproduksi sendiri dari hasil optimalisasi pekarangan. (Dokumen Panduan Teknis P2KP tahun 2015) b. Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) Kegiatan ini adalah suatu upaya untuk membangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal.Pada prinsipnya kegiatan ini dilaksanakan untuk mengembangkan pangan lokal sumber karbohidrat selain beras dan terigu, yaitu dengan memanfaatkan pangan lokal yang bersumber dari aneka umbi, sagu, pisang, sukun, labu kuning. Pemilihan komoditas pangan yang akan dikembangkan melalui penyediaan teknologi pengolahan yang lebih modern mengacu kepada potensi dan kebutuhan setempat. (Dokumen Panduan Teknis P2KP tahun 2015). c. Sosialisasi dan Promosi P2KP Kegiatan Sosialisasi dan Promosi P2KP dimaksudkan untuk memasyarakatkan dan membudayakan pola konsumsi pangan yang Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman (B2SA) kepada masyarakat melalui upaya-upaya penyebarluasan informasi, perubahan sikap dan perilaku serta ajakan untuk memanfaatkan pangan lokal sebagai sumber gizi keluarga untuk pola hidup yang sehat, aktif dan produktif.(Dokumen Panduan Teknis P2KP tahun 2014). Kegiatan sosialisasi dan promosi P2KP dilakukan dalam bentuk: 1) Gerakan atau Kampanye; 2) Lomba Cipta Menu Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman (B2SA) 3) Penayangan Iklan di Media Massa 4) Pameran P2KP 5) Seminar dan Penyuluhan Kesimpulan Permasalahan keamanan pangan di Indonesia merupakan permasalahan yang sangat kompleks dan sangat serius sehingga Indonesia harus melakukan langkah-langkah yang serius pula untuk membenahinya.Penyebab kerawanan pangan tersebut tidak hanya disebabkan oleh faktor iklim, akan tetapi ada faktor lain, diantaranya adalah keterbatasan tenaga kerja, kurangnya sarana dan prasarana pendukung pertanian, serta keterbatasan modal untuk mengolah lahan. Selain itu banyak penduduk di Indonesia Timur yang masih hidup dibawah garis kemiskinan yang menyebabkan daya beli menjadi 478
Isu Keamanan Pangan & Upaya Indonesia Menjelang AEC (Desyi Ftiriana)
rendah.Melalui upaya-upaya untuk meningkatkan keamanan pangan, Indonesia sudah melakukan upaya untuk membenahi sistem distribusi pangan dengan baik, Indonesia juga telah mengurangi konsumsi pangan terhadap komoditas padi/beras, akan tetapi Indonesia masih belum mampu untuk meningkatkan hasil produksi pangannya. Selain itu, meningkatkan sarana dan prasarana berupa akses listrik, transportasi laut, darat dan udara, teknologi pertanian dan lain sebagainya merupakan hal yang sangat penting dalam mendukung upaya meningkatkan keamanan pangan, tetapi Indonesia kurang memperhatikan hal tersebut.Hal ini kemudian tentu memunculkan kesan orientasi ketidaksiapan dalam menghadapi ASEAN Economic Community 2015. Referensi Buku: ASEAN Selayang Pandang.2007. Jakarta: Direktorat Jendral Kerjasama ASEAN, Departemen Luar Negeri Indonesia. Departemen Perdagangan Republik Indonesia. 2011.Menuju ASEAN Economic Community 2015. Jakarta: Dirjen Kerjasama Perdagangan Internasional. Laporan Resmi dan Dokumen: Badan Ketahanan Pangan. 2010. Dokumen Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan 2010-2014. Jakarta:BKP. Badan Ketahanan Pangan. 2015. Dokumen Panduan Teknis P2KP tahun 2015. Jakarta: BKP. Dewan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian RI, dan World Food Programme. 2009. A Food Security and Vulnerbility Atlas of Indonesia tahun. Jakarta. Dewan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian RI, dan World Food Programme. 2011. Peta Kerentanan Terhadap Kerawanan Pangan di Nusa Tenggara Timur.Kupang. Kementrian Pertanian RI. 2015. Pedoman Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Tahun 2015. Jakarta:BKP. Republik Indonesia. 2012. Undang – Undang No.18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Sekretariat Negara. Jakarta. Media Internet: Kasus Gizi Buruk: Empat Provinsi Tak Pernah Absen, tersedia di http://gizi.depkes.go.id, diakses pada 6 Februari 2015. 479
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 467 - 480
Kerjasama Ekonomi ASEAN di Sektor Industri, tersedia www.kemenperin.go.id, diakses pada tanggal 25 November 2014.
di
Lumbung Pangan Masyarakat (LPM), tersedia di bkp.pertanian.go.id, diakses pada 6 April 2015. Panel Harga Pangan, tersedia di http://panelhargabkp.pertanian.go.id/, diakses pada tanggal 20 Juni 2015. Pedoman Umum Kegiatan Penguatan-LDPM tersedia perpustakaan.bappenas.go.id, diakses pada tanggal 7 April 2015.
di
Perkembangan Kerjasama ASEAN di Sektor Industri, tersedia www.kemenperin.go.id, diakses pada tanggal 18 Februari 2014.
di
Rencana Kerja Tahunan Pusat Ketersediaan & Kerawanan Pangan 2014, tersedia di http://www.pertanian.go.id/ diakses pada tanggal 6 April 2015.
480