ISOLASI CENDAWAN EKTOMIKORIZA PADA PINUS MERKUSII DI HUTAN PENELITIAN GUNUNG DAHU, BOGOR
SHOFIA MUJAHIDAH
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS METEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Isolasi Cendawan Ektomikoriza pada Pinus merkusii di Hutan Penelitian Gunung Dahu, Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2014 Shofia Mujahidah NIM G34100011
ABSTRAK SHOFIA MUJAHIDAH. Isolasi Cendawan Ektomikoriza pada Pinus merkusii di Hutan Penelitian Gunung Dahu, Bogor. Dibimbing oleh NAMPIAH SUKARNO dan I MADE SUDIANA. Pinus merkusii merupakan tumbuhan gymnospermae yang memiliki nilai ekonomi penting karena menghasilkan resin dan kayu yang baik. Selain itu P. merkusii juga sering digunakan dalam program rebosisasi karena dapat tumbuh di lahan yang kritis. Pertumbuhan dan perkembangan P. merkusii dipengaruhi oleh cendawan ektomikoriza yang membentuk simbiosis dengan akar tumbuhan tersebut. P. merkusii bersimbiosis secara obligat dengan cendawan ektomikoriza. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis morfotipe akar, mengisolasi, dan mengkarakterisasi cendawan ektomikoriza yang bersimbiosis dengan P. merkusii. Sebanyak 70.9% akar yang diperoleh dari 28 sampel bersimbiosis dengan cendawan ektomikoriza. Terdapat 26 morfotipe akar P. Merkusii yang terdiri atas 6 tipe ramifikasi dan 9 warna. Dikotomus cokelat merupakan morfotipe dengan frekuensi, persentase kolonisasi, dan kelimpahan relatif tertinggi. Persentase kolonisasi morfotipe dikotomus cokelat ialah 18.9% sedangkan kelimpahan relatifnya 26.7%. Terdapat 22 isolat yang berhasil diidolasi. Sebanyak 6 isolat yang terdiri dari isolat GD.151(3), GD.151(5a), GD.151(5b), GD.151(5c), GD.174(1), dan isolat GD.174(2) bukan merupakan cendawan ektomikoriza karena bersporulasi yaitu. Terdapat 3 isolat yang diduga cendawan ektomikoriza yaitu isolat GD.134(2b) dan GD.142(5) yang merupakan spesies Cenococcum geophilum serta isolat GD.162(1) yang memiliki sambungan apit. Beberapa struktur yang teramati dari berbagai isolat yaitu klamidospora, blastospora, anastomosis, dan papila. Kata kunci: Ektomikoriza, Hutan Penelitian Gunung Dahu, Morfotipe, Pinus merkusii
ABSTRACT SHOFIA MUJAHIDAH. Isolation of Ectomycorrhizal Pinus merkusii Fungi at Gunung Dahu Research Forest, Bogor. Supervised by NAMPIAH SUKARNO and I MADE SUDIANA. Pinus merkusii is an economically important plant because it produce good quality of resin and wood. In addition P. merkusii also often used in reforestation because its ability to grown on critical land. Growth and development of P. merkusii was influenced by ectomycorrhizal fungi that form symbiotic assocition in plant root . This study aimed to analyze root morphotype, and to isolate and characterize the ectomycorrhizal fungi assotiation with P. merkusii. A total of 70.9% of 28 root samples colonized by ectomycorrhizal fungi. There were 26 morphotypes which observed, consists of 6 types of ramification and 9 colors. Dichotomous brown was morphotype with the highest frequency, percentage of colonization, and relative abundance. Percentage of colonization of dichotomous brown morphotype was 18.9% with relative abundance was 26.7%. Isolates which successfully obtained were 22 isolates. There were 6 isolates which werw not an ectomycorrhizal fungi they were isolate of GD.151(3), GD.151(5a), GD.151(5b), GD.151(5c), GD.174(1), and GD.174(2). Three isolates could be ectomycorrhizal fungi such as GD.134(2b) and GD.142(5) isolates which were identified as Cenococcum geophilum and isolate GD.162(1) which had clamp connection. Fungal stuctures were observed were chlamydospore, blastospore, anastomosis, and papillae. Keywords: Ectomycorrhiza, Gunung Dahu Research Forest, Morphotype, Pinus merkusii
ISOLASI CENDAWAN EKTOMIKORIZA PADA PINUS MERKUSII DI HUTAN PENELITIAN GUNUNG DAHU, BOGOR
SHOFIA MUJAHIDAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Isolasi Cendawan Ektomikoriza pada Pinus merkusii di Hutan Penelitian Gunung Dahu, Bogor Nama : Shofia Mujahidah NIM : G34100011
Disetujui oleh
Dr Ir Nampiah Sukarno Pembimbing I
Prof Dr I Made Sudiana, MSc Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Iman Rusmana, MSi Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah keragaman atau diversitas, dengan judul Isolasi Cendawan Ektomikoriza pada Pinus merkusii di Hutan Penelitian Gunung Dahu, Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Nampiah Sukarno dan Bapak Prof Dr I Made Sudiana, MSc selaku pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa, dukungan materi maupun dukungan moriil dan kasih sayangnya. Tidak lupa penulis juga mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada Nurul Rahayu, Ibu Atit, Mbak Reva, teman-teman pojok miko, dan teman-teman biologi angkatan 47 yang telah memberikan bantuannya baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga mempermudah saya dalam melaksanakan penelitian ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2014 Shofia Mujahidah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
METODE
2
Bahan
2
Alat
3
Koleksi Ektomikoriza
3
Analisis Morfotipe Ektomikoriza
3
Isolasi Cendawan Pembentuk Ektomikoriza
3
Pemurnian Isolat Cendawan
4
Analisis Morfologi
4
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan SIMPULAN DAN SARAN
4 4 12 14
Simpulan
14
Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
16
LAMPIRAN
18
RIWAYAT HIDUP
25
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
Kondisi lingkungan di lokasi pengambilan sampel ektomikoriza pinus di Hutan Penelitian Gunung Dahu Persentase kolonisasi ektomikoriza Pinus merkusii di Kawasan Hutan Penelitian Gunung Dahu Kelimpahan relatif morfotipe ektomikoriza Pinus merkusii di Kawasan Hutan Penelitian Gunung Dahu Karakteristik makroskopis dan mikroskopis isolat dari akar Pinus merkusii yang terkolonisasi cendawan ektomikoriza
5 7 8 9
DAFTAR GAMBAR 1 2 3
Morfotipe ektomikoriza yang berasal dari Hutan Penelitian Gunung Dahu, Bogor, Mei 2014 Frekuensi morfotipe ektomikoriza yang diperoleh dari 28 sampel runut akar Ciri mikroskopis isolat cendawan dari akar yang terkolonisasi cendawan ektomikoriza
5 6 12
DAFTAR LAMPIRAN 1 2
Morfotipe dan struktur morfologi isolat Komposisi media Modified Melin Norkans (MMN)
18 24
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan Penelitian Gunung Dahu (HPGD) merupakan kawasan hutan penelitian hasil kerjasama antara Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi (Puskonser) dengan Komatsu yang dikukuhkan pada tahun 1997. Kawasan hutan ini merupakan kawasan hutan produksi Perum Perhutani yang dipinjam pakai untuk kegiatan penelitian dengan luas 250 Ha. Pepohonan utama yang ada di kawasan hutan ini adalah meranti namun juga ditanami olah pinus. HPGD memiliki curah hujan 2500–2700 mm/tahun. Kondisi topografi curam dengan ketinggian sekitar 550-650 m dpl dan berada pada 106°34’00”-106°35’30” BT dan 6°36’30”-6°37’00” LS. Jenis tanahnya latosol cokelat kemerahan (Balitbanghut 2011). Pinus merkusii merupakan salah satu tumbuhan kehutanan di Indonesia yang memiliki berbagai potensi. Pinus pertama kali muncul pada zaman Mesozoic dan telah menyebar ke segala penjuru bahkan hingga daerah ekuator. Secara ekologi pinus menyebar di wilayah boreal, subalpine, temperate, dan hutan tropis (Gernandt et al. 2005). P. merkusii banyak digunakan dalam program reboisasi pada lahan kritis karena dapat menyimpan banyak air. Sejalan dengan Protokol Kyoto, negara berkembang yang didominasi oleh negara nonindustri di antaranya Indonesia, memiliki peran dalam penyerapan karbon. Indonesia dapat memanfaatkan hutan P. merkusii sebagai penyimpan karbon yang potensial (Saharjo dan Wardhana 2011). Secara ekonomi P. merkusii merupakan sumber pendapatan bagi sebagian besar masyarakat tinggal di sekitar hutan P. merkusii. Peranan hutan P. merkusii sebagai hutan rakyat menyediakan berbagai sumber pendapatan berupa kayu dan getah resin. Pemanenan kayu dilakukan melalui daur tebang pilih (Andayani 2006). P. merkusii merupakan tanaman yang bersimbiosis secara obligat dengan cendawan ektomikoriza. Ketergantungan pinus terhadap ektomikoriza karena habitatnya yang miskin unsur hara atau availibilitasnya rendah. Ektomikoriza merupakan salah satu bentuk mikoriza yang merupakan asosiasi simbiosis mutualistik antara akar tumbuhan dengan hifa cendawan. Cendawan tersebut memanfaatkan nutrisi berupa gula hasil fotosintesis dari inangnya dan sebagai gantinya cendawan tersebut berperan sebagai mediator untuk menyerap air dan mineral dari dalam tanah (Hibbett et al. 2000). Cendawan ektomikoriza merupakan bentuk simbiosis yang banyak ditemui pada bagian akar yang mengabsorpsi air dan hara. Akar yang dikolonisasi ektomikoriza memiliki karakteristik yang khas dengan terbentuknya tiga komponen struktur yaitu selubung atau mantel jaringan cendawan yang menyelimuti akar, pertumbuhan hifa di antara sel-sel epidermis dan korteks yang membentuk labirin, dan sistem elemen hifa yang tumbuh ke luar dan membentuk koneksi yang esensial antara tanah dan tubuh buah yang terbentuk dari cendawan ektomikoriza (Vioblet et al. 2001). Beberapa cendawan pembentuk ektomikoriza yang banyak ditemukan pada P. merkusii antara lain dari genus Scleroderma, Pisolithus, Rusulla, Rhizopogon, dan Suillus (Richardson 1998).
2 Sebelumnya telah banyak dipelajari bentuk simbiosis cendawan pada pinus. dari aspek peningkatan pertumbuhan dan struktur tubuh buah yang terbentuk. Namun penelitian tentang peranan keragaman terutama pada akar di Indonesia belum banyak dipelajari sedangkan banyak sekali cendawan ektomikoriza yang tidak menghasilkan tubuh buah. Masih sedikit penelitian mengenai aspek asosiasi ektomikoriza pada pinus di Indonesia mengingat Indonesia memiliki hutan pinus yang begitu luas dan tersebar di berbagai provinsi.
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian, rumusan masalah yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu masih sedikitnya penelitian yang melaporkan mengenai ektomikoriza pada P. merkusii di Indonesia dilihat dari aspek keragaman morfotipe akar maupun cendawannya.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari morfotipe ektomikoriza pada P. merkusii, mengisolasi dan mengkarakterisasi cendawan ektomikoriza melalui analisis morfologi secara makroskopis maupun mikroskopis.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu menambahkan data inventarisasi mengenai keragaman cendawan ektomikoriza dan keragaman morfotipe ektomikoriza pada P. merkusii. Data ini dapat dijadikan bahan acuan maupun digunakan untuk penelitian lanjutan mengenai ektomikoriza pada P. merkusii di Indonesia.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup analisis morfotipe ektomikoriza, persentase kolonisasi masing-masing morfotipe pada setiap plot dan kelimpahan relatif morfotipe pada setiap plot. Adapun cakupan yang lain yaitu mengisolasi cendawan ektomikoriza dan mengkarakterisasinya secara makroskopis maupun mikroskopis.
METODE Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah akar P. merkusii yang terkolonisasi oleh cendawan ektomikoriza, cendawan ektomikoriza, media MMN, etanol 50% dan 70%, NaClO 0.05%, akuades steril, dan shear.
3 Alat Alat yang digunakan delam penelitian ini ialah GPS, pH meter untuk tanah, 4 in 1, autoklaf, laminar air flow, mikroskop stereo Olympus, mikroskop majemuk Olympus, dan kamera Optilab.
Koleksi Ektomikoriza Pengambilan sampel diawali dengan menetukan lokasi pengambilan sampel yang ada di Hutan Gunung Dahu secara acak. Petak seluas 20 x 20 meter dibuat dengan menancapkan pasak pembatas yang dihubungkan dengan tali rafia. Jumlah petak yang dibuat sebanyak 3 buah sebagai ulangan. Posisi plot ditentukan dengan menggunakan alat GPS (Global Positioning System). Setiap petak dipilih 7 buah pohon Pinus merkusii secara acak. Sampel akar dan tanah diambil dari akar utama dengan menetukan 4 titik berbeda dengan kedalaman berkisar antara 3 cm hingga 15 cm. Pengambilan sampel akar dan tanah dilakukan dengan menggunakan metode runut akar Ishida et al. (2007) yang telah dimodifikasi. pH tanah diukur pada setiap pohon yang diambil sampel akarnya. Sampel dimasukkan ke dalam plastik bersegel yang telah dimasukan kapas basah agar lembab dan diberi keterangan lokasi pengambilan, nomor petak, nomor ulangan, dan diberi kode sampel.
Analisis Morfotipe Ektomikoriza Sampel akar P. merkusii yang terkolonisasi cendawan ektomikoriza dikarakterisasi dengan cara diamati di bawah mikroskop stereo dan mikroskop cahaya. Analisis morfotipe dilakukan dengan menggunakan kunci Agerer (1996). Sampel akar yang diperoleh, kemudian dikelompokkan berdasarkan morfotipe masing-masing dan dihitung persen kolonisasi (K) dan kelimpahan relatifnya (KR) menggunakan rumus: K = KR =
Jumlah akar terkolonisasi Total akar teramati
x 100%
Jumlah setiap tipe morfotipe Jumlah seluruh tipe morfotipe
x 100%
Isolasi Cendawan Pembentuk Ektomikoriza Proses isolasi merujuk pada metode Brundrett et al. (1996). Akar Pinus yang terkolonisasi cendawan pembentuk ektomikoriza dipotong-potong dengan panjang sekitar 0.5 cm. Sebanyak 30-50 potong akar dibilas dengan air steril sebanyak tiga kali selama 15 menit. Kemudian akar direndam dalam etanol 50% selama 2 menit dilanjutkan dengan perendaman dengan air steril selama 1 menit, kemudian dipindahkan ke dalam NaClO 0.1% selama 30 detik. Akar dibilas kembali dengan air steril sebanyak tiga kali lalu dikeringkan dengan tissue steril, dan diinokulasikan pada media Modified Melin Norkans (MMN) yang telah
4 dicampur dengan antibiotik chloramphenicol. Selanjutnya isolat diinkubasi pada suhu ruang hingga tumbuh hifa. Isolat dimurnikan hingga dihasilkan koloni yang tunggal.
Pemurnian Isolat Cendawan Hifa cendawan yang tumbuh dari akar P. merkusii, dimurnikan pada medium MMN agar hingga diperoleh kultur murni cendawan. Setelah diperoleh kultur murni, dibuat pula kultur pada media MMN cair.
Analisis Morfologi Identifikasi isolat cendawan dilakukan secara morfologi dengan menggunakan kunci identifikasi Brundrett et al. (1996) dengan metode Riddle (1950). Secara ringkas metode tersebut sebagai berikut: Cendawan ditumbuhkan pada media MMN dalam kaca objek yang dilapisi dengan kaca penutup. Kaca objek dimasukan ke dalam cawan petri steril yang diberi kertas saring steril yang lembab dan diinkubasi selama 15-30 hari. Kaca penutup yang ditumbuhi cendawan dipindahkan pada kaca objek steril yang telah ditetesi larutan shear. Selanjutnya struktur morfologi cendawan diamati di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 400-1000 kali. Pengamatan terhadap struktur konidia dan miselia cendawan menggunakan kunci identifikasi Barnet dan Hunter (1998) dan Trappe (1962).
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Lingkungan Kawasan Hutan Pendidikan Gunung Dahu Suhu rata-rata seluruh plot pada saat pengambilan sampel ialah 31.3 oC dengan suhu terendah ialah 28.2 oC dan suhu tertinggi 38.8 oC. Rata-rata kelembaban relatif (RH) sebasar 68.9% dengan RH tertinggi sebesar 77.7% dan RH terendah sebesar 55.6%. Adapun pH tanah di lingkungan HPGD memiliki rata-rata 4.9 dengan pH terendah ialah 4.2 dan pH tertinggi 6 (Tabel 1). Plot 1 memiliki rata-rata suhu yang paling tinggi, rata-rata kelembaban relatif yang paling rendah, dan rata-rata pH tanah yang paling rendah. Adapun plot 3 memiliki kondisi sebaliknya. Rata-rata suhu pada plot 3 paling rendah, kelembaban relatif tertinggi, dan pH tanah tertinggi. Secara umum dapat dikatakan kondisi lingkungan di HPGD memiliki suhu yang umum dimiliki oleh wilayah yang beriklim tropis, kelembaban yang dapat dikatakan cukup rendah untuk wilayah yang memiliki iklim tropis, dan kondisi tanah yang asam berwarna merah. Tanah asam berwarna merah ini dikategorikan dalam tipe tanah latosol.
5 Tabel 1 Kondisi lingkungan di lokasi pengambilan sampel ektomikoriza Pinus merkusii di Hutan Penelitian Gunung Dahu Kisaran (rata-rata)
Plot Suhu (°C)
RH (%)
1
28.2-36 (33)
55.6-71.8 (61.9)
2
29.1-38.8 (32.2) 28.3-29.2 (28.8)
63.8-72.4 (68.6)
3
Intensitas cahaya (lux) 6.51x103-39.3 x103 (20 x103) 4.69x103-24.5x103 (11.8 x103) 5.97x103-23.1x103 (14.8x103)
72-77.7 (75.3)
pH tanah 4.2-5.5 (4.6) 4.3-5.3 (4.9) 4.5-6 (5.3)
Analisis Morfotipe Ektomikoriza Analisis morfotipe akar P. merkusii yang didapatkan dari HPGD dengan menggunakan kunci identifikasi Agerer (1996) menunjukan terdapat 26 morfotipe akar yang terdiri atas 6 tipe ramifikasi dan 9 variasi warna. Keenam tipe tersebut ialah unramified-simple, monopodial pinnate, monopodial pyramidal, dichotomous, irregularly pinnate, dan coralloid (Gambar 1) dengan variasi warnanya yaitu cokelat, cokelat gelap, cokelat terang, cokelat karamel, cokelat keputihan, putih, kuning, hitam, dan hitam keputihan.
a
b
d
c
e
g
f
h
Gambar 1 Morfotipe ektomikoriza yang berasal dari Hutan Penelitian Gunung Dahu, Bogor, Mei 2014. Morfotipe coralloid putih (a), dichotomous putih (b), dichotomous kuning (c), irregularly pinnate coklat karamel (d), irregularly pinnate cokelat gelap (e), monopodial pinnate cokelat terang (f), dan monopodial pyramidal cokelat (g), unramified –simple cokelat
6 Morfotipe yang paling banyak ditemukan pada akar P. mrkusii ialah dikotomus sebanyak 44% dan diikuti unramified-simple sebanyak 22% (Gambar 2). Variasi warna paling banyak ditemukan pada morfotipe dikotomus yaitu sebanyak 7 variasi warna (Gambar 2) dan secara keseluruhan variasi warna yang paling banyak ditemui ialah cokelat. Morfotipe akar dengan warna cokelat paling banyak ditemukan pada morfotipe dikotomus. Variasi warna yang paling jarang ditemukan ialah warna hitam maupun hitam keputihan. Warna hitam hanya ditemukan pada morfotipe irregularly pinnate dan hitam keputihan ditemukan pada morfotipe dikotomus.
Unramified-simple (Cg= 9.5%; C= 76.2%; Ct= 9.5%; Ck= 9.5%) Monopodial pinnate (Cg= 25%; C= 12.5%; Ct= 37.5%; Ck= 25%)
6% 22% 16%
Monopodial pyramidal (Ct= 50%; Ck= 50%) 8% 3%
45%
Dichotomous (Cg= 13.6%; C= 38.6%; Ct= 2.3%; P= 20.5%; Cp= 15.9%; K= 6.8%; Hp = 2.3% ) Irregularly pinnate (Cg= 26.7%; C= 40%; Ct= 6.7%; Ck= 20%; Cp= 6.7%; H= 6.7%) Coralloid (Cg= 16.7%; P= 66.7%; Cp= 16.7%)
Gambar 2 Frekuensi morfotipe ektomikoriza yang diperoleh dari 28 sampel runut akar. C) cokelat, Cg) cokelat gelap, Ck) cokelat karamel, Cp) cokelat keputihan, Ct) cokelat terang, H) hitam, Hp) hitam keputihan, K) kuning, P) putih P. merkusii yang terdapat pada HPGD memiliki persentase akar yang terkolonisasi sebesar 70.9% (Tabel 2) yang artinya akar yang bersimbiosis dengan cendawan ektomikoriza lebih banyak dari pada yang tidak bersimbiosis. Akar yang tidak terkolonisasi oleh cendawan ektomikoriza sebanyak 29.1%. Persentase kolonisasi terbanyak ialah 18.9% yaitu pada morfotipe dikotomus cokelat sehingga dapat dikatakan pinus yang ada di HPGD mayoritas memiliki morfotipe dikotomus cokelat. Persentase tertinggi ini cukup jauh selisihnya dengan persentase kolonisasi kedua tertinggi yaitu sebasar 8.6% yang dimiliki oleh morfotipe unramified-simple cokelat. Demikian pula selisih persentase kolonisasi
7 tertinggi kedua dengan persentase kolonisasi tertinggi ketiga yang hanya 5.9% dimiliki oleh irregularly pinnate cokelat. Setelah persentase tertinggi ketiga tidak terdapat selisih persentase kolonisasi yang begitu jauh pada tiap morfotipe lainnya. Morfotipe yang paling sedikit persentase kolonisasinya ialah coralloid cokelat gelap dan coralloid cokelat keputihan. Tabel 2 Persentase kolonisasi ektomikoriza Pinus merkusii di kawasan Hutan Penelitian Gunung Dahu Morfotipe Coralloid cokelat gelap Coralloid cokelat keputihan Coralloid putih Dichotomous cokelat Dichotomous cokelat gelap Dichotomous cokelat keputihan Dichotomous cokelat terang Dichotomous hitam keputihan Dichotomous kuning Dichotomous putih Irregularly pinnate cokelat Irregularly pinnat cokelat gelap Irregularly pinnate cokelat karamel Irregularly pinnate cokelat keputihan Irregularly pinnate cokelat terang Irregularly pinnate hitam Monopodial pinnate cokelat Monopodial pinnate cokelat gelap Monopodial pinnate cokelat karamel Monopodial pinnate cokelat terang Monopodial pyramidal coklat karamel Monopodial pyramidal cokelat terang Unramified-simple cokelat Unramified-simple cokelat gelap Unramified-simple cokelat karamel Unramified-simple cokelat terang Total
Persentase kolonisasi (%) 0.1 0.1 1.6 18.9 4.2 3.3 0.9 0.3 1.7 2.8 5.9 2.7 4.3 0.4 0.4 1.7 0.3 0.8 1.8 2.2 1.5 1.4 8.6 3.1 0.2 1.7 70.9
Sebanyak 21 sampel diamati dan didapatkan 1 669 potong akar yang terkolonisasi oleh cendawan ektomikoriza. Persentase kelimpahan relatif menggambarkan kelimpahan suatu morfotipe di antara morfotipe lainnya. Data yang didapatkan sebenarnya tidak berbeda jauh dengan data persentase kolonisasi. Persentase kelimpahan relatif tertinggi ialah dikotomus cokelat yaitu sebesar 26.7% . Kelimpahan relatif tertinggi selanjutnya ialah unramified-simple coklat (12.2%) dan irregularly pinnate cokelat (8.3%). Selisih persentase kelimpahan relatif pada morfotipe selain yang telah disebutkan di atas tidak terlalu jauh. Kelimpahan relatif terendah sebesar 0.2% pada morfotipe coralloid cokelat gelap dan coralloid cokelat keputihan.
8 Tabel 3 Kelimpahan relatif morfotipe ektomikoriza Pinus merkusii di kawasan Hutan Penelitian Gunung Dahu Morfotipe
Jumlah (potong)
Coralloid cokelat gelap Coralloid cokelat keputihan Coralloid putih Dichotomous cokelat Dichotomous cokelat gelap Dichotomous cokelat keputihan Dichotomous cokelat terang Dichotomous hitam keputihan Dichotomous kuning Dichotomous putih Irregularly pinnate cokelat Irregularly pinnat cokelat gelap Irregularly pinnate cokelat karamel Irregularly pinnate cokelat keputihan Irregularly pinnate cokelat terang Irregularly pinnate hitam Monopodial pinnate cokelat Monopodial pinnate cokelat gelap Monopodial pinnate cokelat karamel Monopodial pinnate cokelat terang Monopodial pyramidal coklat karamel Monopodial pyramidal cokelat terang Unramified-simple cokelat Unramified-simple cokelat gelap Unramified-simple cokelat karamel Unramified-simple cokelat terang Total
3 3 37 445 99 78 22 6 40 65 136 63 102 9 10 39 8 18 42 51 35 34 203 72 5 41 1 669
Kelimpahan relatif (%) 0.2 0.2 2.2 26.7 5.9 4.7 1.3 0.4 2.4 3.9 8.3 3.8 6.1 0.5 0.6 2.3 0.5 1.1 2.5 3.1 2.1 2.0 12.2 4.3 0.3 2.6 100
Isolasi, Pemurnian, dan Analisis Morfologi Cendawan Ektomikoriza Isolat yang berhasil didapatkan dari 28 sampel sebanyak 22 buah. Sebanyak 6 isolat dari 22 isolat tersebut ada yang bersporulasi (Lampiran 1). Cendawan yang bersporulasi membentuk konidium merupakan cendawan dari kelompok cendawan imperfekti atau cendawan mitospora karena tidak atau belum ditemukannya struktur reproduksi seksual. Keenam cendawan ini berasal dari ordo Moniliales yang struktur konidiumnya berasal dari hifa. Cendawan yang bersporulasi ini kemungkinan besar bukan merupakan cendawan ektomikoriza. Tabel 4 memperlihatkan karakteristik morfologi isolat yang berhasil dimurnikan. Struktur mikroskopik yang ditemukan pada berbagai isolat dapat dilihat pada Gambar 3. Hanya ada satu isolat yang memiliki sambungan apit yaitu isolat GD.162(1). Sambungan apit adalah ciri dari cendawan filum Basidiomycetes yang merupakan cendawan penyusun ektomikoriza terbanyak (Gambar 3a). Selain itu diperoleh juga cendawan yang memiliki ciri morfologi Cenococcum geophilum yaitu pada isolat GD.134(2b) dan GD.142(5). Ciri tersebut antara lain koloni hitam, hifa sepat gelap, dan memiliki struktur anastomosis dan papila pada hifa.
Morfotipe akar
Unramifiedsimple cokelat
Unramifiedsimple cokelat
Dichotomous cokelat Dichotomous cokelat
Dichotomous cokelat keputihan
Coralloid cokelat keputihan
Irregularly pinnate cokleat
Dichotomous cokelat
Kode Isolat
GD. 134 (2a)
GD. 134 (2b)
GD. 142 (2a) GD. 142 (2b)
GD. 142 (5)
GD. 151 (1b)
GD. 151 (3)
GD. 151 (4)
41
41
23
28
57,5
37
59,5
54
7
7
53
25
33
Diameter (mm)
7
7
7
Usia isolat (hari)
IrregularFilamentous
Irregular
Irregular
Circular
Circular
Circular
Circular
Irregular
Bentuk koloni
Cokelat
Abu-abu
Putih
Hitam keabu-abuan
Putih
Putih berkontur
Hitam keabu-abuan
Cokelat
Kuning
Putih
Hitam
Putih
Putih berkontur
Hitam
Warna koloni Permukaan Bawah medium medium Abu-abu dengan Abu-abu lingkaran kehitaman tepi putih
Raised
Flat
Raised
Flat
Flat
Flat
Flat
Flat
Elevasi koloni
Cottony
Felty
Velvety
Cottony
Felty
Felty
Cottony
Velvety
Tekstur koloni
Aerial
Immersed
Aerial
Undulate -Filiform
Irregular
Irregular
Entire
Entire
Immersed
Aerial
Curled
Entire
Undulate
Tepian koloni
Immersed
Aerial
Immersed
Miselium
-
Kekuningan
-
-
-
-
-
Efek pada medium
Ciri-ciri mikroskopis hifa
Hyalin bersekat dan bercabang, membentuk konidium Jingga bersekat, membentuk klamidospora
Hyalin bersekat
Hifa gelap bersekat, memiliki anastomosis dan papilla Hyalin bersekat, membentuk klamidospora Hyalin bersekat, membentuk klamidospora Hifa gelap bersekat, membentuk anastomosis dan papila
Hyalin bersekat, Percabangan tegak lurus
Tabel 4 Karakteristik makroskopis dan mikroskopis isolat dari akar Pinus merkusii yang terkolonisasi cendawan ektomikoriza
9
GD. 164 (3)
GD. 162 (1)
33
23
46
27
71,5
51
23
23
65
51
49
44,5
Diameter (mm)
23
41
Coralloid putih
Dichotomous cokelat Unramifiedsimple cokelat Unramifiedsimple cokelat Irregularly pinnate cokelat karamel Irregularly pinnate cokelat karamel
41
41
Usia isolat (hari)
Coralloid putih
Coralloid putih
GD.1 51(5 a)
GD. 151 (5b) GD. 151 (5c) GD. 152 (1) GD. 153 (2a) GD. 153 (2b)
Morfotipe akar
Kode isolat
Irregular
Irregular
Irregular
Filamentous
Circular
Circular
Filamentous
Filamentous
Bentuk koloni
Hitam
Cokelat
Putih
Putih
Cokelat berkontur
Abu-abu
Kuning
Hitam
Flat
Flat
Flat
Krem kekuningan Cokelat kehitaman
Raised
Flat
Flat
Raised
Creteri form
Elevasi koloni
Merah muda
Hitam berkontur
Putih
Kuning
Warna koloni Permukaan Bawah medium medium Kuning pada bagian tengah Merah muda dengan tepian putih
Absent
Velvety
Cottony
Cottony
Cottony
Felty
Cottony
Cottony
Tekstur koloni
Immersed
Immersed
Immersed
Aerial
Aerial
Immerse d
Aerial
Aerial
Miselium
Undulate
Undulate
Undulate
Filiform
Curled
Circular
Filiform
Filiform
Tepian koloni
-
Hitam
-
Merah muda
-
-
-
Merah muda
Efek pada medium
Gelap bersekat, membentuk blastospora
Hyalin, memiliki Sambungan apit
Hyalin bersekat
Hyalin bersekat, membentuk konidium Hyalin bersekat, membentuk konidiospora Gelap bersekat, membentuk klamidospora Hyalin bersekat, membentuk klamidospora
Hyalin bersekat, membentuk konidium
Ciri-ciri mikroskopis hifa
Tabel 4 Karakteristik makroskopis dan mikroskopis isolat dari akar Pinus merkusii yang terkolonisasi cendawan ektomikoriza (lanjutan)
10
11
10
46
46
46
Monopodial pinnate cokelat terang
Irregularly pinnate cokelat gelap
GD. 174 (1)
GD. 174 (2)
GD. 174 (3b)
63
7
Monopodial pinnate cokelat karamel
GD. 172 (2b)
Irregularly pinnate cokelat Monopodial pinnate cokelat karamel
7
Monopodial pyramidal cokelat karamel
GD. 171 (1)
GD. 171 (2)
Usia isolat (hari)
Morfotipe akar
Kode isolat
57,5
78
69
80
30
0,9
Diameter (mm)
Irregular
Circular
Circular
Filamentous
Circular
Irregular
Bentuk koloni
Putih pada bagian tengah dengan tepian abuabu Putih pada bagian tengah tepian abuabu Putih keabuan dengan lingkaran tepi krem
Putih berkontur
Putih
Krem
Cokelat
Krem kekuningan
Krem kekuningan
Putih berkontur
Putih
Krem
Warna koloni Permukaan Dasar media media
Flat
Flat
Flat
Flat
Flat
Flat
Elevasi koloni
Velvety
Felty
Felty
Felty
Velvety
Waxy
Tekstur koloni
Immersed
Immersed
Immersed
Immersed
Immersed
Immersed
Miselium
Entire
Entire
Entire
FiliformCurled
Filiform
Curled
Tepian koloni
-
-
-
-
-
-
Efek pada Medium
Hyalin bersekat, membentuk klamidospora
Hyalin bersekat, membentuk konidum dan klamidospora
Hyalin bersekat, membentuk konidum
Hyalin bersekat, membentuk klamidospora
Hyalin bersekat, memiliki konidium tunggal pada konidiofor yang bercabang Hyalin bersekat, percabangan tegak lurus
Ciri-ciri mikroskopis hifa
Tabel 4 Karakteristik makroskopis dan mikroskopis isolat dari akar Pinus merkusii yang terkolonisasi cendawan ektomikoriza (lanjutan)
11
11
12
a
b
c
d
e
f
Gambar 3 Ciri mikroskopis isolat cendawan dari akar yang terkolonisasi cendawan ektomikoriza. a) sambungan apit, b) konidium, c) blastospora, d) klamidospora, e) anastomosis, f) papila
Pembahasan Hutan Penelitian Gunung Dahu merupakan hutan yang memiliki tanah dengan tipe latosol. Tanah latosol merupakan tanah asam yang mengandung Al dan Fe. Adanya Fe menyebabkan tanah berwarna kemerahan. Ion-ion Al maupun Fe dapat menjerap fosfat sehingga ketersediannya di dalam tanah menjadi rendah (Utami 1993). Cendawan ektomikoriza tumbuh baik pada lingkungan yang asam dengan ketersediaan fosfat yang rendah. Hasil karakterisasi morfotipe ektomikoriza dari 28 akar pinus dengan menggunakan kunci identifikasi Agerer (1996) menunjukkan sebanyak 26 morfotipe diperoleh dari 1 669 potong akar. Frekuensi morfotipe menggambarkan seberapa sering suatu morfotipe tersebut ditemukan pada tiap sampel akar tanpa menghitung banyaknya jumlah morfotipe tersebut per satuan sampel. Dikotomus cokelat merupakan morfotipe yang paling banyak ditemui pada tiap sampel akar (Gambar 2). Persentase kolonisasi menggambarkan tingkat kolonisasi cendawan ektomikoriza pada akar. Tabel 2 memperlihatkan bahwa akar pinus yang ada di HPGD memiliki tingkat kolonisasi yang tinggi yaitu 70.9%. Sehingga dapat dikatakan pula bahwa akar yang tidak terkolonisasi oleh cendawan ektomikoriza hanya 29.1%. Nilai total kolonisasi ini dapat dibagi lagi berdasarkan morfotipe yang telah berhasil dikarakterisasikan. Sama seperti pada frekuensi morfotipe, dikotomus cokelat memiliki persentase kolonisasi tertinggi yaitu 18.9%. Artinya dari 1 669 potong akar, sebanyak 18.9% dikolonisasi oleh morfotipe ini. Berbeda dengan persentase kolonisasi, kelimpahan relatif menggambarkan tingkat kelimpahan suatu morfotipe dari keseluruhan morfotipe yang ada. Sehingga data jumlah suatu morfotipe dibandingkan dengan data jumlah keseluruhan morfotipe tanpa mempedulikan akar yang tidak terkolonisasi. Data
13 yang diperoleh tentu dapat diperkirakan melalui data persentase kolonisasi karena hasilnya tentu tidak akan berbeda. Kelimpahan relatif tertinggi hingga yang terendah akan sama dengan persentase kolonisasi tertinggi hingga yang terendah. Tabel 3 menunjukan data kelimpahan relatif tiap morfotipe yang hasilnya serupa dengan data pada Tabel 2 namun hanya nilai persentasenya yang berbeda. Frekuensi morfotipe dapat dipengaruhi oleh sumber atau ketersedian inokulum. Faktor tersebut bergantung pada kompatibilitas terhadap tanaman inang, pengenalan, dan potesial inokulum tersebut (Smith dan Read 2008). Ada beberapa spesies cendawan yang spektrum kolonisasinya sempit sehingga hanya dapat dikenali dan kompatibel dengan inang tertentu. Spesifitas cendawan ektomikoriza ini dapat menentukan morfotipe apa saja yang mudah atau banyak ditemukan pada suatu tanaman. Salah satu cendawan ektomikoriza yang umum dijumpai pada tanaman pinus adalah Russula (Richardson 1998). Russula membentuk struktur morfotipe dikotomus pada pinus (Niazi et al. 2006). Selain itu pada penelitian yang dilakukan oleh Hawley et al. (2008) mengenai morfotipe ektomikoriza pada P. patula di Afrika selatan juga menunjukan bahwa morfotipe dikotomus merupakan morfotipe yang paling banyak dijumpai. Menurut Smith dan Read (2008), Suillus dan Rhizopogon adalah cendawan yang berasosiasi spesifik dengan P. merkusii sehingga tentunya morfotipe keduanya juga paling dominan P. merkusii. Persentase kolonisasi dapat dipengaruhi oleh kondisi tanah, ketersediaan inokulum, dan kondisi iklim mikro (Germino et al. 2006). Kondisi tanah seperti ketersediaan nutrisi dan pH tanah serta usia tanaman juga berpengaruh terhadap kolonisasi cendawan ektomikoriza (Smith dan Read 2008). Swaty et al. (1998) dalam penelitiannya membuktikan bahwa kolonisasi ektomikoriza pada lokasi dengan tanah yang miskin nutrisi dan kelembaban rendah (cinder site) lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi dengan tanah kaya nutrisi dan kelembaban tinggi (sandy-loam site). Hal ini dikarenakan ektomikoriza dibutuhkan oleh tanaman untuk meningkatkan penyerapan nutrisi dan air sehingga kolonisasinya akan semakin meningkat jika lingkungan tersebut memiliki air dan nutrisi yang rendah. Isolasi cendawan dari akar yang terkolonisasi oleh ektomikoriza diperoleh dari morfotipe coralloid putih, dichotomous cokelat, dichotomous cokelat keputihan, irregularly pinnate cokelat, irregularly pinnate cokelat terang, irregularly pinnate cokelat gelap, irregularly pinnate cokelat karamel, monopodial pinnate cokelat terang, monopodial pinnate cokelat karamel, dan unramified-simple coklat. Beberapa morfotipe ada yang menghasilkan lebih dari satu isolat. Isolat yang diperoleh berasal dari 5 pohon yaitu pohon 3, 4, 5, 6, dan 7. Pohon 3 menghasilkan 1 isolat, pohon 4 menghasilkan 3 isolat, pohon 5 menghasilkan 9 isolat, pohon 6 menghasilkan 2 isolat, dan pohon 7 menghasilkan 5 isolat. Diperolehnya isolat yang diduga C. geophilum pada P. merkusii diperkuat dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Nurhayat (2013) yang juga memperoleh C. geophilum pada P. merkusii di BKPH Lembang. Belum ada laporan sebelumnya yang menyatakan cendawan ektomikoriza C. geophilum berasosiasi denga P. merkusii di Indonesia. Isolat yang bersporulasi berasal dari cendawan mitospora. Sebagian besar kelompok ini bukan merupakan cendawan ektomikoriza. Menurut Brundrett et al. (1996) cendawan mitospora yang dapat membentuk struktur ektomikoriza berasal dari kelas Hipomycetes. Salah satu cendawan hipomiset yang telah diketahui dapat
14 membentuk struktur ektomikoriza adalah C. geophilum. Sebagian besar cendawan yang membentuk struktur ektomikoriza berasal dari filum Basidiomycota sehingga isolat yang memiliki sambungan apit dapat dipastikan merupakan cendawan ektomikoriza. Struktur lainnya yang ditemukan pada berbagai isolat antara lain anastomosis (jembatan antar hifa), blastospora, klamidospora, dan papila pada hifa. Isolasi cendawan yang dilakukan dari akar cukup sulit dilakukan dilihat dari sedikitnya isolat yang di dapat. Kontaminasi yang berasal dari akar sering terjadi karena metode sterilisasi akar yang kurang baik maupun sampel yang sudah terlalu lama sehingga terjadi kolonisasi sekunder oleh cendawan saprofit yang tumbuh lebih cepat saat dikulturkan. Diversitas atau keragaman cendawan ektomikoriza dipengaruhi oleh faktor seperti kondisi lingkungan, kedalaman tanah (Byrd et al. 2000), dan usia tanaman (Smith dan Read 2008). Kondisi lingkungan yang terganggu seperti cemaran logam berat, kawasan tebang habis (Hagerman et al. 1999), dan lahan yang terbakar (Standell et al. 1999) menurunkan baik diversitas maupun jumlah cendawan ektomikoriza. Demikian pula halnya dengan kedalaman tanah. Semakin dalam tanahnya diversitas ektomikoriza semakin tinggi. Sedangkan pada usia tanaman atau pohon yang semakin tua memiliki diversitas cendawan ektomikoriza yang semakin tinggi. Cendawan ektomikoriza mayoritas memiliki pertumbuhan yang lambat jika dikulturkan pada media sintetik (Brundrett et al. 1996). Lambatnya pertumbuhan cendawan ektomikoriza karena hilang atau menurunnya kemampuan cendawan ektomikoriza dalam mendegradasi selulosa dan lignin (Smith dan Read 2008). Penurunan kemampuan tersebut menyebabkan saprofisitas cendawan ektomikoriza menjadi rendah dan lebih bergantung terhadap inang. Oleh karena itu dibutuhkan media khusus untuk mengkulturkan cendawan ektomikoriza. Salah satu media standar yang digunakan untuk mengisolasi cendawan ektomikoriza adalah media MMN. Media ini mengandung beberapa mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan cendawan ektomikoriza serta sumber karbon sederhana berupa glukosa yang dapat dimanfaatkan langsung (Lampiran 2).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Lingkungan di HPGD memiliki suhu yang normal pada iklim tropis, kelembaban yang rendah, dan tanah asam merah (latosol). Sebanyak 1 669 potong akar yang terkolonisasi oleh cendawan ektomikoriza berhasil diperoleh dari 28 sampel dari HPGD. Sebanyak 26 morfotipe akar yang terdiri atas 6 tipe ramifikasi dan 9 variasi warna berhasil diidentifikasi. Dikotomus cokelat merupakan morfotipe dengan frekuensi, persentase kolonisasi, dan kelimpahan relatif paling tinggi. Isolat yang berhasil didapatkan dari 28 sampel sebanyak 22 buah yang berasal dari sampel GD.134, GD.142, GD.151, GD.152, GD.153, GD.162, GD.164, GD.171, GD.172, dan GD.174. Sebanyak 6 isolat bersporulasi sehingga dapat dipastikan bahwa isolat tersebut bukan cendawan ektomikoriza. Sebanyak 3 isolat dipastikan merupakan cendawan ektomikoriza yaitu isolat GD.134(2b),
15 GD.142(5), dan GD.162(1). Isolat GD.134(2b) dan GD.142(5) memiliki ciri morfologi seperti C. geophilum yang merupakan cendawan ektomikoriza. Isolat GD.162(1) diduga merupakan cendawan ektomikoriza karena memiliki sambungan apit yang menandakan bahwa isolat tersebut berasal dari filum Basidiomycota. Beberapa isolat memiliki struktur klamidospora, blastospora, anastomosis, dan papila. Perlu dilakukan identifikasi lanjut untuk mengetahui dan memperjelas status isolat lainnya yang masih belum jelas.
Saran Analisis morfotipe maupun analisis morfologi belum cukup untuk mengetahui spesies cendawan yang berhasil diisolasi maupun statusnya sebagai cendawan ektomikoriza atau bukan. Analisis molekuler diperlukan untuk melengkapi kekurangan yang dimiliki oleh analisis morfotipe dan analisis morfologi. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengidentifikasi isolat yang telah diperoleh dan untuk mengetahui pengaruh diversitas cendawan ektomikoriza tersebut terhadap pertumbuhan P. merkusii.
16
DAFTAR PUSTAKA Agerer R. 1996. Colour Atlas of Ectomycorrhizae. Schwabish Gmund (DE): Einhorn-Verlag Andayani W. 2006. Analisis keuntungan pengusahaan hutan pinus (Pinus merkusii Jung et de Vriese) di KPH Pekalongan Barat. J Man Hut Trop. 12(3): 26-39. [Balitbanghut] Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. 2011. Hutan Penelitian Gunung Dahu [internet]. Bogor (ID): [diunduh 2013 apr 22]. Tersedia pada: http://www.forda-mof.org/index.php/content/nonkhdtk/128. Barnet HL, Hunter BB. 1998. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Ed ke-4. Minneapolis (US): Burgess Publishing Company. Brundrett MC, Bougher N, Dell B, Grove T, Malajczuk N. 1996. Working With Mycorrhizas in Forestry and Agriculture. Canberra (AU): ACIAR Monograph 32. Byrd KB, Parker VT, Vogler DR, Cullings KW. 2000. The influence of clear cutting on ectomycorrhizal fungus diversity in a lodgepole pine (Pinus contorta) stand, Yellowstone National Park, Wyoming, and Gallatin National Forest, Montana. Cen J Bot. 78(2): 149-156. Gernandt DS, Gretel GD, Sol OG, Aaron L. 2005. Phylogeny and classification of Pinus. Taxon 54(1): 29-42. Germino MJ, Hasselquist NJ, McGonigle T, Smith WK, Sheridan PP. 2006. Landscape- and age-based factors affecting fungal colonization of conifer seedling roots at the alpine tree line. Can J For Res. 36(4): 901-909. Hagerman SM, Jones MD, Gillespie M, Durall DM. 1999. Effects of clear-cut logging on the diversity and persistence of ectomycorrhizae at a subalpine forest. Can J For Res. 29(1): 124-134. Hawley GL, Taylor AFS, Dames JF. 2008. Ectomycorrhizas in association with Pinus patula in Sabie, South Africa. South Afr J Sci. 104(7-8): 273-283. Hibbett DS, Luz BG, Michael JD. 2000. Evolutionary instability of ectomycorrhizal symbioses in Basidiomycetes. Nature 407: 506-507. Ishida TA, Nara K, Hogetsu T. 2007. Host effects on ectomycorrhizal fungal communities: insight from eight host species in mix conifer-broadleaf forests. New Phytol. 174(2): 430-440. Niazi AR, Iqbal SH, Khalid AN. Biodiversity of mushroom and ectomycorrhizas Russula brevipes Peck. and its ectomycorrhiza-a new recordfrom himalayan moist temperate forests of Pakistan. Pak J Bot. 38(4): 12711277. Nurhayat OD. 2013. Ektomikoriza Pinus merkusii di Bagian Kesatuan Pemangku Hutan (BKPH) Lembang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Richardson DM. 1998. Ecology and Biogeography of Pinus. Cambridge (GB): Cambrdige University Pr. Riddle RW. 1950. Permanent stained mycological preparation obtained by slide culture. Mycol Res. 42(2): 265-270. Saharjo BH, Wardhana HFP. 2011. Pendugaan potensi simpanan karbon pada tegakan pinus (Pinus merkusii Jung et de Vriese) di KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. J Silvikult Trop. 3(1): 96-100.
17 Smith SE, Read DJ. 2008. Mychorrhizal Symbiosis. Ed ke-3. London (GB): Academic Pr. Stendell AR, Horton TR, Bruns TD. 1999. Early effects of prescribed fire on the structure of ectomycorrhizal fungus community in a Sierra Nevada ponderosa pine forest. Mycol Res. 103(10): 1352-1359. Swaty RL, Gehring CA, Ert MV, Theimer TC, Keim P, Witham TG. 1998. Temporal variation in temperature and rainfall differentially affects ectomycorrhizal colonization at two contrasting sites. New Phytol. 139(4): 733-739. Trappe JM. 1962. Cenococcum grandiforme ITS distribution, ecology, mycorhiza formation, and inherent variation [disertasi]. Michigan (US): University of Washington. Utami SNH. 1993. Faktor jerpan dan pelepasan fosfat di tanah andosol dan lutisol [tesis]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada. Voiblet C, Sébastien D, Nathalie E, Francis M. 2001. Identification of symbiosis regulated genes in Eucalyptus globulus-Pisolithus tinctorius ectomycorrhiza by differential hybridization of arrayed cDNA. Plant J. 25(2): 181-191.
18 Lampiran 1 Morfotipe dan struktur morfologi isolat Kode Isolat
Morfotipe
GD. 134 (2a) Unramified-simple cokelat
GD. 134 (2a)
Unramified-simple cokelat
GD. 142 (2a) Dichotomous cokelat
Struktur morfologi
Koloni
19 Lampiran 1 (lanjutan) Kode Isolat
Morfotipe
GD. 142 (2b)
Dichotomous Cokelat
GD. 142 (5) Dichotomous cokelat keputihan
GD. 151 (1b) Corraloid cokelat keputihan
GD. 151 (3) Irregularly pinnate cokelat
Struktur morfologi
Koloni
20 Lampiran 1 (lanjutan) Kode Isolat
Morfotipe
GD. 151 (4) Dichotomous cokelat
GD. 151 (5a) Coralloid putih
GD. 151 (5b) Coralloid putih
GD. 151 (5c) Coralloid putih
Struktur morfologi
Koloni
21 Lampiran 1 (lanjutan) Kode Isolat
Morfotipe
GD. 152 (1) Dichotomous cokelat
GD. 153 (2a)
Unramified-simple cokelat
GD. 153 (2b)
Unramified-simple cokelat
GD. 162 (1) Irregularly pinnate cokelat caramel
Struktur morfologi
Koloni
22 Lampiran 1 (lanjutan) Kode Isolat
Morfotipe
GD. 164 (3)
Irregularly pinnate cokelat karamel
GD. 171 (1) Monopodial pyramidal cokelat karamel
GD. 171 (2) Irregularly pinnate cokelat
GD. 172 (2b) Irregularly pinnate cokelat caramel
Struktur morfologi
Koloni
23 Lampiran 1 (lanjutan) Kode Isolat
Morfotipe
GD. 174 (1) Monopodial pinnate cokelat karamel
GD. 174 (2) Monopodial pinnate cokelat terang
GD. 174 (3) Irregularly pinnate cokelat gelap
Struktur morfologi
Koloni
24 Lampiran 2 Komposisi media Modified Melin Norkans (MMN) (Brundrett et al. 1996) Nutrisi mineral (mg/L) (NH4)2HPO4 KH2PO4 MgSO4.7H2O CaCl2.2H2O NaCl Fe EDTA
250 500 150 50 25 20
Sumber karbohidrat (g/L) Glukosa Ektrak malt
10 3
Vitamin (μg/L) Thiamine HCL
0.1
Agar-agar (g/L)
15
25
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ciamis, Jawa Barat pada tanggal 11 Desember 1992 dari ayah Dr. Aris Munandar, M.Si dan ibu Dra. Ida Hamidah. Penulis merupakan anak ke 2 dari 3 bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikannya di SDIT Ummul Quro Bogor pada tahun 2004, MTsS Husnul Khotimah Kuningan pada tahun 2007, dan MAS Husnul Khotimah Kuningan pada tahun 2010. Penulis diterima di IPB Departemen Biologi pada tahun 2010 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama masa perkuliahan di IPB, penulis pernah meraih prestasi Medali Perak pada PIMNAS tahun 2011 bidang PKMM. Penulis juga pernah mengikuti program studi lapangan di Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGP) dengan topik Cendawan Pada Serasah Palem dan program praktek lapangan di BPPT dengan topik Pengelolaan Sampah Komunal di TPST Rawasari Cempaka Putih. Penulis merupakan penerima beasiswa Tanoto Foundation semenjak Tingkat Persiapan Bersama (TPB) yaitu pada tahun 2010. Selain itu penulis juga aktif di organisasi sebagai sekretaris Himpunan Mahsiswa Biologi (HIMABIO) selama dua periode yakni 2011-2012 dan 2012-2013. Selepas pendidikan S1 di IPB, penulis berncana untuk melanjutkan pendidikan untuk menjadi dosen dan peneliti mengikuti jejak sang ayah.