Seminar Nasional Perernakan don Verertner 199?
INVENTARISASI MUTU TELUR KONSUMSI ABuBAKAR, TRIYANTINI, C.H. SUWT dan R. SuNARLim
Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, Ciawi Bogor
RINGKASAN Penelitian inventarisasi mutu telur konsumsi telah dilakukan dari bulan Juli hingga Nopember 1995 dengan pengambilan sampel dari Kabupaten Sukabumi, Tangerang dan Bogor, sebanyak 403 butir telur ayam ras (strain Hyline, Logman, Isa Brown dan Decalb) serta 293 butir telur ayam buras (intensif dan ekstensif) umur sehari . Parameter yang diukur: mutu (kebersihan, keretakan, bentuk, cacat/defek-defek), berat, indek kuning,indek putih, dan kedalaman kantung udara. Hasil penelitian menunjukkan bahaa sebagian besar telur ayam ras dan buras mempunyai grade mutu I (satu) yaitu 83,62% untuk telur ayam ras, 77,10% untuk telur ayam buras intensif dan 64,0 % untuk telur ayam buras ekstensif. Grade mutu telur berdasarkan berat, menunjukkan sebagian besar (36,40%) telur ayam ras mempunyai ukuran besar (52,3-63,6 gr), sedangkan telur ayam buras intensif dan ekstensif sebagian besar mempunyei ukuran berat sedang (42,9-52,2 gr) masing-masing 53,83% dan 50,0% . Grade mutu berdasarkan Haugh Unit, menunjukkan bahaa grade telur ayam ras yang termasuk klasifikasi AA sebanyak 82,73%,A 10,78%, B 4,62% clan C 0,4% serta telur afkir 1,47'%. Grade telur ayam buras yang termasuk klasifikasi AA 70,55%, A 23,83%, B 0,95 % dan afkir 4,670%). Dari peneftian ini dapat disimpulkan bahaa mutu telur konsumsi ditingkat peternak cukup baik . Kata kunci : Telur konsumsi, mutu, inventarisasi PENDAHULUAN Tantangan yang perlu dihadapi pads produksi peternakan diantaranya adalah : kesanggupan bidang usaha peternakan untuk meningkatkan produksi serta produktivitasnya, dapat dihasilkannya produk peternakan yang memenuhi standar kualitas sejalan dengan tuntutan konsumen yang sudah semakin selektif di dalam memilih bahan pangan untuk konsumsi sehariharinya . Meningkatnya konsumsi pangan asal hewani ini disebabkan oleh terjadinya perbaikan ekonomi di kalangan masyarakat disamping itu juga meningkainya kesadaran dalam mengkonsumsi bahan pangan yang bergizi tinggi . Salah satu bahan makanan yang bergizi tinggi adalah telur, karma mengandung zat-zat makanan yang dibutulikan oleh manusia . Mutu telur yang baik adalah kerabangnya bersih, bentttknya normal dengan kantung udara yang kecil. Pemasaran telurpada umumnya tidak berdasarkan mutu, sehingga grading clan standarisasi kurang berkembang ditingkat produsen, sedangkan dipihak lain konsumen sudah semakin memilih didalam membeli telur, juga rantai pemasarannya relatif panjang . Untuk mempertahankan, ataupun meningkatkan mutu kualitas telur perlu dilakukan penanganan pasta panen yang baik. Untuk menunjang langkah-langkah penanganan tersebut dibutuhkan data dasar mengenai status mutu telur pada tingkat peternak . MATERI DAN METODE Sampel telur yang digunakan dalam penelitian ini wnur sehari, terdiri dari telur ayam tauas intensif214 butir, telur ayam buras ekstensif 79 butir dan telur ayam ras 403 butir yang dibeli di peternak 893
Seminar Nas+onal Peternad:an dan Veteriner 199 7
di daerah Sukabumi, Bogor dan Tangerang. Sampel telur ayam ras terdin dari strain ayam petelur hyfne, logman, isa brown dan decalb . Kemudian dilakukan pengamatan terhadap parameter mutu yaitu : bentuk telur, kebersihan telur, warna telur, keretakan telur, cacatldefek-defek, dan perubahaq lainnya . Ini dilakukan dengan menggunakan alat candling satu persatu terhadap seluruh sampel telur. Parameter tersebut digunakan untuk menentukan grade/standar telur sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan . Identifikasi telur dilakukan dengan pengukuran-pengukuran terhadap: berat telur, indek kuning telur, indek telur, indek putih telur, kedalaman kantung udara dan tebal kerabang telur . HASIL DAN PEMBAHASAN Grade mutu telur berdasarkan keadaan kerabang dan kebersihan Hasil penelitian evaluasi telur berdasarkan keadaan kerabang dan kebersihan seperti yang terlihat pada Tabel 1 berikut Tabel 1 . Penggolongan telur berdasarkan berat (gram) Ukuran berat (gr) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jumbo (>70,5) Ekstra besar (63,7-70,4) Besar (52,3-63,6) Sedang (42,9-52,2) Kecil (34,4-42,8) Kecil sekali (< 34,4)
Ras ( 1/0) -
27,30 18,20 36,40 9,10 9,0 --
Intensif --7,60 53,84 36,56 --
Buras (%) Ekstensif -10,20 50,00 16,60 23,20
Pada Tabel 1 terlihat bahwa pada telur ayam ras sebagian besar mutu I, demikian juga pada telur ayam buras intensif dan ekstensif, sebagian besar mempunyai mutu I, hanya persentasenya lebih tinggi pada telur ayam ras . Mutu IV tidak ada lama sekah, baik pads telur ayam ras maupun pada telur ayam buras. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada telur ayam ras ternyata ada 83,62% mutu I, 13,90% mutu 11 dan 2,48% mutu III . Pemeliharaan dan penanganan secara intensif pada ayam ras (kandang baterai) dengan bentuk kandang sedemikian rupa maka penanganan/pasca panen telur lebih baik/terkontrol dan mudah sehingga telur tidak banyak retak dan selalu bersih dan segar sehingga mutu (I) satu tertinggi yaitu kerabang tidak retak, bersih dan tak ada kotoran pada telur. Hal ini sesuai dengan pendapat RASYAF (1984) bahwa mutu fisik telur dipengaruhi oleh sistem pemeliharaan dan manajemen pakan disamping faktor genetis dan tebal tipisnya kerabang . Mutu III (kerabang retak, isi belum keluar) hanya 2,48 %, hal ini mungkin disebabkan telur terinjak ayam dikandang sebelum keluar dari kandang baterai (STEWART dan ABBoTT, 1992), namun demikian dalam penelitian ini persentasenya relatif kecil. Pada telur ayam buras intensif terdapat mutu I sebanyak 77,10%, mutu 11 12,60% dan mutu III ada 10,30 %. Sedangkan pada telur buras ekstensif terdapat mutu I sebanyak 64,0%, mutu 11 35,0% dan hanya 1,0% mutu III . Perbedaan mutu telur pada ayam buras intensif dan ekstensif, mungkin disebabkan oleh sistem pemeliharaan, dimana yang intensif ayam dikandangkan terus 894
Seminar Nasional Peternakan don Peteriner 1997
menerus secara individu sehingga penanganan telumya lebih baik, sedangkan ayam buras ekstensif bertelur dimana saja/sembarangan sehingga telur lebih banyak kotor dan retak. WAHJu (1985), dan MURTIDJO et a. (1991), mengatakan bahwa mutu telur sangat dipengaruhi oleh cara pemeliharaan/ manajemen pemeliharaan, faktor pakan yang berhubungan dengan kadar Ca, P dan pengaruhnya terhadap ketebalan kerabang telur. Kotoran yang menempel pada kerabang berhubungan erat dengan lamanya telur berada dikandang dan tempat telur saat peneluran . Grade mutu telur berdasarkan berat Hasil penelitian evaluasi telur berdasarkan standar berat telur dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2. Standar mutu/grade telur berdasarkan jenis ayam (ras,buras) No. Jenis/Strain 1. 2.
Ras Buras
Keterangan Mutu
Intensif Ekstensif 1 11
403
83,62
M u t u (persen) II 13,90
214 79
77,10 64,00
12,60 35,0
N
I
: kerabang tak retak,bersih,tak ada kotoran : kerabang tak retak,ada kotoran
III IV
III 2,48 10,30 1,0
IV
: kerabang retak,isi belum keluar : kerabang retak.isi keluar
Dari Tabel 2, terlihat bahwa ukuran telur ayam ras ada yang jumbo, yaitu sebanyak 27,30%, danjuga ada yang ukuran ekstra besar sebanyak 18,20%. Tetapi sebagian besar ukuran telur ayam ras adalah besar (52,3 - 63,6 gram) yaitu sebanyak 36,40%, sedangkan ukuran telur ayam buras, baik yang intensif maupun ekstensif sebagian besar mempunyai ukuran sedang (42,9 - 52,2 gram) yaitu masing-masing 53,84 dan 50,0 persen . Pada telur ayam ras, ada 27,30 % yang mempunyai berat > 70,50 gr (ukuran jumbo), 18,20% telur dengan berat antara 63,7-70,4 gr (ekstra besar), 36,40 % telur dengan berat antara 52,3-63,6 gr (besar), 9,0 % telur dengan berat 34,4-42,8 gr (kecil) . Sesuai dengan hasil penelitian ini maka sebagian besar telur ayam ras mempunyai berat antara 52,3-63,6 gr (ukuran besar) sebanyak 36,40%. Menurut WINTER dan FUNK (1990), berat telur dipengaruhi oleh breed, pakan dan manajemen pemeliharaan dan musim. Selain faktor tersebut berat telur dipengaruhi oleh umur saat pertama kali ayam bertelur (STADELMAN dan COTTERILL, 1993 ; BUCKLE et a/., 1985) . Berat telur ayam buras intensif ada 7,60% yang mempunyai ukuran besar (52,3-63,6 gr), 53,84% dengan ukuran sedang (42,9-52,2 gr) dan ada 38,56% yang mempunyai ukuran kecil (34,4-42,8 gr) setna h
Seminar Nasional Peternakon dan Veleriner 1997
Berat telur ayam buras ekstensif sebagian besar mempunyai ukuran sedang (42,9-52,2) yaitu 50,0 %, tetapi ada sebanyak 23,20 % yang mempunyai ukuran kecil sekali (<32,7 gr). Menurut FROMM dan GAMMON (1986), pemeliharaan ayam buras ekstensif (diabur/umbar) merupakan cara pemeliharaan ayam tradisional dikampung-kampung pedesaan dengan pakan seadanya dari sisa-sisa dapur dan atau ayam mencari sendiri, sehingga pakannya tidak terkontrol maka sangat memungkinkan untuk menghasilkan telur ukuran sedang bahkan ada yang ukuran kecil sekali sebanyak 23,20%. Grade mutu telur berdasarkan Haugh Unit Hasil penelitian evaluasi telur berdasarkan nilai Haugh Unit pada setiap jenis ayam/rataannya dapat dilihat pada Tabel 3 berikut : Tabel 3. Rataan standar mutu/grade telur berdasarkan Haugh Unit (HU) Jenis ayam 1.
Ras
82.7;
- G r a d e (persen) A B 21.-55 4.63
2.
Buras
70,55
23,83
AA
-
Keterangan : HU > 72 = AA. H U (60-71) = A, HU (31-59) = B, Hll
0,95
C 0,4
afkir 1,475
--
4,67
31 = C
Dari tabel di atas terlihat bahwa sebagian besar telur ayam ras mempunyai nilai mutu AA yaitu 82,73 persen, Hanya sebagian kecil yang mempunyai nilai mutu A, B, C pads ayam ras. Pada telur ayam buras baik intensif maupun ekstensif, sebagian besar mempunyai nilai mutu AA, yaitu 70,55 persen dan terdapat mutu A, sebanyak 23,83 persen serta terdapat telur afkir sebanyak 4,67 persen . Menuuut DAULAY (1976), dan VAIL et a/. (1994) mutu telur berdasarkan nilai HU perlu diperhatikan karena sangat menentukan mutu keseluruhan dari isi telur. Pada umumnya telur yang baru keluar dari induknya, maka nilai HU-nya tinggi karena belum ada penyusutan berat dan keenceran putilt telurnya belum banyak terjadi (HARRIS dan KARMAs, 1989) . Dari hasil penelitian ini, walaupun nilai HU-nya belum 100% pada setiap strain telur, namun menunjukkan bahwa sebagian besar telur tiap strain menghasilkan grade AA, yang merupakan grade tertinggi untuk penilian mutu telur. Nilai HU merupakan indikator grade mutu telur yang dipengaruhi oleh berat dan kekentalan putih telur, dimana kekentalan putih telur tergantung pada umur telur, ketebalan kerabang serta mutu pakan (HARRIS dan KARMAs, 1989). KESIMPULAN sbb.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dari penelitian ini dapat disimpulkan
1.
Grade mutu telur ayam ras dan buras berdasarkan keadaan kerabang dan kebersihan yaitu, grade mutu I ada 83,62 % untuk telur ras dan 77,10 % untuk telur buras .
2.
Sebagian besar ukuran telttr ayam ras adalah besar yaitu 52,3-63,6 gr sebanyak 36,40'/o sedangkan ukuran telur ayam buras intensif dan ekstensif sebagian besar ukuran sedang (42,9-52,2 gr) yaitu masing-masing sebanyak 53,84% dan 50,0%.
896
Seminar Nasional Peternakan dan Peteriner 1997
3.
Grade mutu berdasarkan HU, pada telur ras sebanyak 82,73 % mempunyai grade AA dengan telur afkir 1,47%, pada telur ayam buras ada 70,55% grade AA dengan telur afkir 4,67% .
4.
Secara keselunihan mutu telur ditingkat peternak cukup baik . SARAN
ditingkatkan, sehingga dapat Disarankan manajemen pemeliharaan ayam buras meningkatkan mutu grade telur. Hasil penelitian ini dapat digunakan di lapangan untuk menentukan grade mutu telur yang pada akhirnya dapat meningkatkan tingkat harga yang diterima petani/peternak . DAFTAR PUSTAKA
BENYAmiN, E .W., J .M . GwiN, F .L FABER dan W .D TERMOHLEN . 1960 . Marketing Poultry Product, 5th. Edition. Jhon Willey & Son, Inc . New York . BucKLE, K .A ., R .A . EDWARS, G .H . FLEET and M . WOOTON . 1985 . Food Science . Diterjemahkan oleh Purnomo dan Adiono . 1985 . Ilmu Pangan . Cetakan ke-I . Universitas Indonesia Press . Jakarta . CRESWELL, D .C . dan B . GUNAWAN . 1982 . Pertumbuhan dan produksi telur dari 5 strain ayam sayur pada sistem peternakan intensif Proceedings Seminar Penelitian,Peternakan . Cisarua, 8-11 Feb . Puslitbang Peternakan, Bogor . DAULAY, D . 1976 . Diktat Pengolahan Hasil Ternak Unit Susu dan Telur . Sekolah Peternakan Menengah Atas . Badan Pendidikan dan Latihan Penyuluhan Pertanian . Departemen Pertanian . Bogor . FROMM, D . and S .U . GAMMON . 1986 . Specific gravity and volume of the hen's. Egg yolk as influenced by albumen, pH and storage age of the egg. Poul . Sci . 41 . HARRIS, R .S . and E . KARmAS . 1989 . Nutritional evaluation of food processing . Tegemahan Suminar Ahmadi dan Sofia N . Terbitan ke-2 . ITB Bandung . MURTIDJO, B .A ., A . DARYANTI dan E . SARWONO. 1986 . Pengawetan telur dan manfaawya . Penebar Swadaya, Jakarta. NATAANIIJAYA, A .G ., A.P . SINURAT, A . HABIBIE, YULtANTI, SUHENDAR, SUBARNA dan NURDIAM. 1992 . Pengaruln penambahan kalsium terhadap anak ayam buras yang diben ransum komersial dicampur dedak padi . Prosiding Agroindustri Peternakan di Pedesaan . Ciawi Bogor 10-11 Agustus . Balitnak Bogor. RASYAF, M . 1984 . Pengelolaan Produksi Telur . Penerbit Kanisius . Yogyakarta. W .J. and O.J . USA .
STADEI1vtw,
COTTERIt.L .
1993. Egg Science and Technology. The Avi Publishing Co., Inc. Wesport .
STEWART, G .F . and J .C . ABBOTT. 1992 . Marketin g egg and pool try . Food and Agriculture Organization of the United Nation . 3rd Printing . Rome Italy . VAIL, PHILLIPS,
RUST,
GRISWOLD and
JUSTIN .
1994 . Foods . Hou#ton Mifflin Co . Boston, USA .
WAmu, J . 1985 . Ilmu Nutrisi Unggas . Gadjah Mada University Press. Yogyakarta . WINTER, A .R. and E .M . FUNK . 1990 . Poultr y Science and Practice . 5th ed . J.B Lippincott Co, Chicago, Philadelphia, New York