INTERAKSI, PERSEPSI DAN SIKAP ……..(26):138-151
INTERAKSI, PERSEPSI DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP KAWASAN SUAKA MARGASATWA (Studi Kasus di Kawasan Suaka Margasatwa Pelaihari Kabupaten Tanah Laut) Oleh/By : 1)
HAFIZIANOR1 Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Unlam ABSTRACT
The Pelaihari Wildlife conservation area, is one of seven special forest area, in South Kalimantan, been decreed as a conservation area. At the reserve area are living local people that are interacting with the area.The interaction is correlated with various perception and attitude of the local people. So it is necessary to find out the value of perception and attitude of those people. Based on the matter a research has been conducted with the aims to acquire the factual picture om interaction. The method used is methods of qualitatife approach and quantitative technique. It is found out that the form of interaction is a arid of forest land utilization, settlement area of Muara Sebuhur sub-village, illegal logging, cattle herding area and fish pounds. The score of perception is 70% of non knowledge of the area 90% of non knowledge of any conservation measures. However 50% of people show positive attitude to the reserve are as land for productive utilization. Keyword: Wildlife reserve, Pelaihari, Interaction. Penulis untuk korespondensi : E-mail sakr_1972 @yahoo.co.od Tel.+62811512773
PENDAHULUAN
Suaka Margasatwa (SM) Pelaihari Tanah Laut yang luasnya sekitar 6000 Ha terletak di Kecamatan Jorong dan Kecamatan Penyipatan Kabupaten Tanah Laut dan merupakan salah satu dari tujuh kawasan di Kalimantan Selatan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat sebagai kawasan konservasi. Pada mulanya kawasan ini ditetapkan Data terakhir menunjukkan bahwa degradasi lahan dan hutan secara nasional rata-rata sekitar 1,3 juta ha/tahun. Degradasi ini mungkin juga terjadi di kawasan lindung SM Pelaihari Tanah Laut, walaupun sebenarnya kawasan konservasi ini
seluas 35.000 Ha melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 424/Kpts/Um/10/1975 tanggal 23 Oktober 1975. Dalam perkembangan selanjutnya areal SM Pelaihari Tanah Laut mengalami degradasi hingga arealnya harus diciutkan menjadi 6.000 Ha sesuai dengan SK Menteri Kehutanan No.695/Kpts/II/1991 Tanggal 11 Oktober 1991. seharusnya dilindungi. Keadaan ini antara lain merupakan akibat dari diberlakukannya Undang-Undang Otonomi Daerah sejak tahun 1999 yang mendorong semakin intensifnya pemanfaatan sumberdaya alam, disamping karena semakin
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 26, Edisi Juni 2009
138
INTERAKSI, PERSEPSI DAN SIKAP ……..(26):138-151
terbukanya kawasan SM Pelaihari Tanah Laut. Hal ini juga karena diperparah oleh adanya pertumbuhan penduduk di desa – desa sekitar SM Pelaihari Tanah Laut sehingga mendorong penduduk untuk lebih intensif berinteraksi dengan kawasan SM misalnya dengan memperluas perambahan lahan untuk tujuan pemukiman, pertanian lahan kering (ladang), peternakan sapi dan perikanan tambak. Berdasarkan fakta itulah maka perlu dilakukan kajian terhadap interaksi masyarakat terhadap kawasan SM. Karena interaksi
masyarakat sangat terkait erat dengan persepsi dan sikap masyarakat maka selanjutnya perlu juga dilakukan kajian mengenai persepsi dan sikap masyarakat sekitar kawasan SM terhadap kawasan SM itu sendiri. Kajian ini diarahkan agar dapat memberikan gambaran secara nyata keberadaan kawasan SM ditengah-tengah masyarakat sehingga dapat dijadikan sebagai dasar atau bahan pertimbangan dalam pengelolaan dan kebijakan SM lebih lanjut.
METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan. Sedangkan lokasi penelitian ini secara administrasi pemerintahan dilakukan di dua desa yang terletak disekitar SM Pelaihari Tanah Laut. Yaitu di Desa Swarangan dan Desa Sebuhur yang terletak di Kecamatan Jorong Kabupaten Tanah Laut. Secara geografis bentuk wilayah SM ini memanjang sepanjang pantai selatan
Kabupaten Tanah Laut dengan panjang sekitar 30 Km dan lebar sekitar 3 Km. Wilayah SM dibatasi oleh koordinat UTM antara 9.537.9279.551.983 mT dan 268.485 243.571 mU, sedangkan batas koordinat geodetisnya adalah antara 114o41'05"114o55'00" BT dan o ' " o ' 4 10 26 - 4 01 54" LS.
Obyek dan Peralatan Obyek yang di perlukan untuk penelitian ini adalah masyarakat yang bertempat tinggal di daerah penelitian Yaitu di Desa Swarangan dan Desa Sebuhur yang terletak di Kecamatan Jorong Kabupaten Tanah Laut, sedangkan peralatan yang di perlukan
dalam pengambilan data adalah sebagai berikut : Kuesioner sebagai instrumen pengumpulan data primer, alat tulis menulis, kamera untuk dokumentasi, dan tenaga bantu lapangan untuk pengisian kuesioner.
Pengumpulan dan Analisis Data Setelah mempelajari data penduduk dari data monografi dan
profil desa, selanjutnya menarik sampel dengan menggunakan cara
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 26, Edisi Juni 2009
139
INTERAKSI, PERSEPSI DAN SIKAP ……..(26):138-151
acak (teknik random sampling) kemudian mengumpulkan data dengan melalui bantuan kuesioner yang telah di siapkan disertai wawancara kepada responden. Data yang bersifat kualitatif dari data mengenai interaksi masyarakat terhadap kawasan SM dan data persepsi masyarakat diolah dalam bentuk tabulasi kemudian didiskripsikan untuk mendapatkan gambaran interaksi masyarakat sekitar SM dan persepsi masyarakat sekitar SM. Data sikap responden
terhadap kawasan SM dikuantitatifkan dalam bentuk skor menurut Bakhdal dan Sinaga (1994), sikap atas setiap kegiatan diberi skor yaitu : 3 jika setuju, 2 jika tidak berpendapat dan 1 jika tidak setuju. Total skor dari kegiatan-kegiatan tersebut dikategorikan menjadi tiga parameter penilaian sikap, yaitu: Negatif, jika total skor bernilai n =>(2n – 1); Netral, jika total skor bernilai 2n; Positif, jika total skor bernilai (2n + 1) => 3n dimana n adalah variabel banyaknya kegiatan dari setiap aspek.
HASIL DAN PEMBAHASAN Interaksi Masyarakat Terhadap Kawasan Suaka Margasatwa Interaksi masyarakat terhadap kawasan SM diwujudkan dalam berbagai bentuk aktifitas masyarakat yaitu: dalam bentuk penggarapan lahan untuk ladang, penggarapan lahan untuk tambak, pemanfaatan lahan untuk pemukiman, pengambilan hasil hutan dari kawasan SM dan penggembalaan ternak di kawasan SM. 1. Penggarapan Lahan Untuk Ladang Sebagian lahan kawasan SM digunakan untuk berladang, mereka memiliki ladang rata-rata berkisar 1 ha. Masyarakat yang melakukan kegiatan ini berdomisili di Desa Sebuhur khususnya di dusun Muara Sebuhur yang berjumlah 63 KK. Setiap KK rata-rata mengerjakan ½ Ha ladang untuk ditanami dengan tanaman musiman terutama padi dan ½ Ha lagi dengan tanaman keras seperti kapuk/ randu nangka, kelapa, mangga, jeruk, dan cempedak. Jenis tanaman musiman lainnya antara lain
cabai dan semangka. Hasil pertanian dari penduduk setempat hanya untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri tidak untuk di perjualbelikan Kegiatan berladang masyarakat Desa Sebuhur sudah berlangsung turun temurun sejak puluhan tahun yang lalu, menurut beberapa responden mereka sudah melakukan kegiatan berladang sejak tahun 1963 sedangkan untuk Desa Sewarangan aktivitas di kawasan SM bukan untuk berladang namun untuk menanam tanaman holtikultura yang baru berlangsung sejak tahun 1994. Mereka rata-rata memiliki lahan di kawasan SM sekitar 1 ha. Bagi masyarakat Desa Sebuhur melakukan aktifitas berladang lebih banyak dilatar belakangi budaya masyarakatnya yang suka berladang, sedangkan bagi masyarakat Desa Sewarangan membuka lahan di kawasan SM berlatar belakang kebutuhan akan lahan garapan. Lahan garapan bagi
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 26, Edisi Juni 2009
140
INTERAKSI, PERSEPSI DAN SIKAP ……..(26):138-151
masyarakat Desa Sebuhur merupakan lahan warisan, sedangkan masyarakat Desa Sewarangan lahan garapannya bersifat pinjam pakai yang dibagi berdasarkan musyawarah desa, sejak 7 tahun yang lalu berdasarkan musyawarah desa dilakukan pengkaplingan lahan rawa tidur di luar kawasan SM untuk dijadikan lokasi persawahan. Di Desa Sebuhur masyarakat yang berinteraksi dengan kawasan SM adalah masyarakat asli sebesar 40% dari total jumlah penduduk Desa Sebuhur. Dari 40% tersebut sekitar 5% sampai 10% melakukan kegiatan berladang yang sekarang dilakukan di lahan-lahan kering bekas tebangan. Penggarapan lahan kawasan SM lebih intensif berlangsung di Desa Sebuhur dibandingkan Desa Sewarangan dikarenakan mata pencaharian penduduknya 60% berkebun, 20% bertani ,10% nelayan dengan mata pencaharian yang paling dominan berpengaruh adalah perkebunan. Sedangkan di Desa Sewarangan 80% penduduknya nelayan dan 20% petani tanaman pangan di lahan sawah. Secara budaya mereka tidak terbiasa untuk berkebun sehingga tidak terlalu potensial mengekspansi kawasan SM. Berdasarkan wawancara dengan masyarakat, ada pemikiran yang berkembang dikalangan masyarakat kedua desa bahwa mereka menganggap kawasan Inhutani yang berdekatan dengan kawasan SM sebagai bagian dari kawasan SM sehingga muncul pemikiran untuk merubah status kawasan tersebut menjadi kawasan yang dapat dimanfaatkan secara optimal bagi perekonomian mereka misalnya dijadikan lokasi kebun kelapa sawit atau kebun karet. Jika tidak bisa merubah status kawasan
mereka mengusulkan untuk meninjau ulang tata batas kawasan artinya ada kawasan yang bisa dienclave untuk peruntukan yang lainnya. 2. Penggarapan Lahan Untuk Tambak Ada sebagian kawasan SM di Muara Senipah pada tipe hutan rawa diubah masyarakat dari luar menjadi areal perikanan tambak. Masyarakat tersebut berasal dari Desa Kandangan Lama yang umumnya dari suku banjar dan sedikit dari suku bugis.Masyarakat memulai usaha tambaknya sejak tahun 1987. Setiap kepala keluarga memiliki rata-rata 5 – 10 Ha tambak. Luas tambak seluruhnya sekitar 400 Ha dengan jumlah penambak sekitar 50 orang. Sejak tahun 1995/1996 banyak tambak ini sudah mulai tidak produktif lagi. Sampai sekarang lahan tambak yang masih aktif kurang lebih 100 Ha yang dikelola oleh sekitar 20 orang penduduk . Lahan tambak yang masih aktif ini berjarak kurang lebih 100 meter dari pantai. Mereka membudidayakan bandeng dan udang. Hasil tambak mereka jual sampai ke Pelaihari dan sekitarnya dengan rata-rata harga jual Rp.11.000/kg. Pada bulan September dimulai dengan pembibitan nener (bibit bandeng), bulan Maret - April sudah dapat dilakukan pemanenan. Pemanfaatan lahan untuk tambak dengan luasan yang demikian besar akan mengancam ekosistem pantai apalagi tambak yang ada tidak didesain dengan model silvofisheries dimana vegetasi pantai tetap dipertahankan guna memproteksi pantai dari gelombang air laut. 3. Pemanfaatan Lahan Untuk Pemukiman Kawasan SM ternyata juga dimanfaatkan masyarakat Desa Sebuhur untuk pemukiman nelayan,
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 26, Edisi Juni 2009
141
INTERAKSI, PERSEPSI DAN SIKAP ……..(26):138-151
yaitu di kampung Muara Sebuhur. Tercatat ada 66 KK yang mendiami kawasan SM sebagai tempat tinggal menetap atau tempat tinggal sementara. Penduduk setempat mulai menetap di kampung Muara Sebuhur sejak tahun 1970. Mereka mulanya bermukim di daerah Sekahabang, yaitu sekitar 3 Km ke arah timur dari dusun yang ada sekarang, tetapi karena terjadi longsor pada tahun tersebut akhhirnya mereka mulai berpindah tempat sampai ke daerah yang mereka tempati sekarang.. Pekerjaan mereka yang dominan adalah nelayan dan berladang, tetapi ketika musim angin kencang atau musim gelombang tiba mereka lebih memfokuskan pekerjaannya di ladang. Mata pencaharian sebagai nelayan oleh penduduk setempat merupakan pekerjaan yang paling banyak mendatangkan keuntungan. Namun sekarang kegiatan tersebut kurang menghasilkan dan untung yang didapat pun tidak seberapa dibandingkan dengan modal yang dipakai untuk melaut. Hal ini disebabkan karena bahan bakar (solar) untuk melaut sangat mahal. Selain itu menurut penduduk setempat, kegiatan tambang batubara yang berada disebelah timur perkampungan mengakibatkan berkurangnya pendapatan mereka dari hasil melaut, mereka menduga limbah dari tambang batubara tersebut mencemari laut. Berdasarkan banyaknya kepala keluarga yang bermukim dan kondisi pekerjaan sebagai nelayan yang semakin banyak tantangannya tidak menutup kemungkinan masyarakat di Muara Sebuhur akan beralih profesi menjadi petani sebagai mata pencaharian pokok dan hal ini akan berdampak pada munculnya
tekanan terhadap kawasan SM berupa ekspansi lahan secara besarbesaran. 4. Pemanfaatan Hasil Hutan Hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kayu bakar adalah Galam, Nipah untuk atap dan rotan untuk dijual. Hasil hutan yang dimanfaatkan kayunya sebagai kayu perkakas adalah jenis Blangiran, Galam, Madang, Alaban, Jambu Burung, Tingi, Lengadai, Nyirih, Birik, Waru, Alayung, Pulantan, Serang dan Manggis Hutan. Setelah harga minyak bumi naik dan susah didapat kayu bakar merupakan bahan bakar utama bagi kedua desa. Kayu bakar yang diambil oleh masyarakat berupa kayu galam. Kayu bakar yang diambil dalam bentuk batangan pada pohon-pohon yang masih muda.Jadi tidak diambil dari ranting atau cabang. Kebutuhan kayu galam sebagai kayu bakar dalam satu bulan rata-rata 1 m3 perKK. Kayu bakar tersebut digunakan untuk dikonsumsi sendiri jadi tidak untuk dijual. Besarnya minat masyarakat untuk mengambil kayu bakar dari kawasan SM dan besarnya jumlah KK yang ada dikedua desa yaitu 785 KK untuk Desa Sebuhur dan 501 KK untuk Desa Sewarangan menunjukan bahwa ketergantungan masyarakat terhadap kawasan SM untuk mencukupi kebutuhan hidupnya cukup tinggi. Jika hal ini berlangsung lama dan intensif tidak menutup kemungkinan kawasan SM akan rusak. Penebangan jenis kayu perkakas yang dimanfaatkan masyarakat khususnya masyarakat desa Sebuhur berupa jenis kayu yang tumbuh di wilayah tersebut seperti blangiran, alaban, cemara laut dan
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 26, Edisi Juni 2009
142
INTERAKSI, PERSEPSI DAN SIKAP ……..(26):138-151
jenis yang tumbuh di hutan mangrove. Penebangan dilakukan pada tipe hutan dataran rendah/tanah kering, hutan mangrove dan hutan pantai. Pemanfaatan kayu perkakas sudah berlangsung lama akan tetapi sudah tidak dilakukan lagi semenjak ada penertiban dan larangan penebangan dari pemerintah. Dulunya kayu-kayu tersebut ditebang untuk dijual dan dijadikan profesi oleh sebagian besar masyarakatnya. Hewan-hewan liar yang sering dilihat oleh penduduk setempat seperti babi hutan,monyet,bekantan,lutung,beruan g,kucing hutan, macan tanah, rusa, kancil, ular kobra, kura-kura, trenggiling,ular sanca, biawak, berang-berang,m usang, senggung. Hewan-hewan tersebut tidak dimanfaatkan oleh masyarakat walaupun terdapat di kawasan SM. Selain itu masyarakat juga memanfaatkan rotan, daun nipah dan purun. Daun nipah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat di Desa Sewarangan untuk dijadikan atap. Dalam satu bulan bisa memberikan kontribusi pendapatan sebesar Rp 50.000,sampai Rp.300.000,-. Kegiatan membuat atap dilakukan pada saat masa tidak melaut karena angin laut yang tidak kondusif.Sehingga dari kegiatan ini bisa menanggulangi kebutuhan ekonomi rumah tangga mereka. Pemanfaatan rotan dan purun tidak seintensif pemanfaatan daun nipah khusus untuk purun potensinya masih besar akan tetapi harga jual yang rendah dan sulitnya untuk pemasaran membuat kegiatan menganyam purun tidak berlangsung lagi dikedua desa. Peruntukan kawasan SM memang bukan untuk peruntukan ekonomis akan tetapi lebih dititik beratkan pada peruntukan ekologis
atau lingkungan.Akan tetapi jika peruntukan ekonomis belum tersentuh secara signifikan maka akan berkembang aspirasi untuk merubah status kawasan misalnya adanya keinginan kuat dari masyarakat kedua desa untuk menjadikan kawasan SM sebagai kebun kelapa sawit atau kebun karet karena mereka menganggap mubajir keberadaan kawasan tersebut. Berdasarkan pendekatan pendapatan dimana pada masyarakat Desa Sebuhur rata-rata pendapatannya sebesar Rp.350.000,/bulan ternyata sebagian besar kontribusi pendapatan tersebut diperoleh dari bertani dan berkebun. Begitu pula pendapatan masyarakat Desa Sewarangan sebesar Rp.400.000,-/bulan diperoleh dari bekerja sebagai nelayan dan dari perusahaan kelapa sawit walaupun dari atap juga memberikan kontribusi akan tetapi hanya bersifat insedentil.Dengan demikian alasan kawasan SM mubajir oleh masyarakat diukur berdasarkan minimnya sumbangan kawasan SM terhadap pendapatan masyarakat.
5. Penggembalaan Sapi Di Kawasan Suaka Margasatwa Penggembalaan di kawasan SM berlangsung di sebelah timur Desa Sebuhur sampai ke Desa Sewarangan. Peluang untuk menjadikan kawasan SM jadi padang penggembalaan sangat potensial sekali mengingat banyaknya jumlah ternak sapi yang terdapat di kedua desa. Tercatat untuk Desa Sebuhur terdapat 1000 ekor sapi yang dimiliki oleh 80% penduduknya dan di Desa Sewarangan terdapat 150 ekor sapi.Luas lahan gembalaan yang tersedia untuk Desa Sebuhur sekitar
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 26, Edisi Juni 2009
143
INTERAKSI, PERSEPSI DAN SIKAP ……..(26):138-151
3.750 ha dan untuk Desa Sewarangan 200 ha untuk memenuhi kebutuhan hijauan makanan ternak. Jika kegiatan penggembalaan intensif dilakukan di kawasan SM maka akan berdampak negatif terhadap kondisi penutupan vegetasi, mempengaruhi tingkat kesarangan dan kesuburan tanah. Jika ada hujan akan memicu erosi, karena penutupan vegetasi pada tanah telah berkurang. Pengaruh pada satwa akan menyebabkan satwa-satwa seperti Kijang dan Rusa tergusur dari
habitatnya, karena sumber pakannya akan berkurang dan lenyap. Jika terdapat 1000 ekor sapi maka supaya tumbuh optimal diperlukan hijauan kurang lebih 12.577 ton dan 1ha menghasilkan 20 ton, berarti diperlukan 628,85 ha padang penggembalaan.Berdasarkan kondisi sekarang tekanan terhadap kawasan SM akibat penggembalaan memang belum besar akan tetapi akan menjadi dampak penting jika tidak dikelola dari awal.
Persepsi Masyarakat Terhadap Kawasan Suaka Margasatwa 1. Persepsi Masyarakat Tabel 1. Persepsi Tentang Konsep Kawasan Suaka Margasatwa No
Uraian
1.
Pengertian kawasan suaka margasatwa 2. Maksud dan tujuan adanya kawasan suaka margasatwa 3. Peran dan fungsi kawasan suaka margasatwa 4. Manfaat lingkungan kawasan suaka suaka margasatwa 5. Manfaat ekonomi kawasan suaka suaka margasatwa *)Sewarangan/Sebuhur
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 26, Edisi Juni 2009
Tahu
Tanggapan *) Tidak Tahu
Juml
%
Juml
%
7/11
28/44
18/14
72/56
1/9
8/36
23/16
92/64
3/2
12/8
22/23
88/92
3/2
12/8
22/23
88/92
10/1
4/4
15/24
60/96
144
INTERAKSI, PERSEPSI DAN SIKAP ……..(26):138-151
Tabel 2. Persepsi Tentang Upaya Konservasi Kawasan Suaka Margasatwa No
Uraian
.
1.
Tahu Juml
Pengertian konservasi kawasan suaka margasatwa Cara melaksanakan dan menerapkan konservasi kawasan suaka margasatwa Cara melaksanakan perlindungan hutan di kawasan suaka margasatwa Cara melakukan perlindungan flora dan fauna di kawasan suaka suaka margasatwa
2.
3.
4.
5.
Pemanfaatan berkelanjutan kawasan suaka suaka margasatwa
Tanggapan*) Tidak Tahu % Juml
%
2/7
8/28
23/18
92/72
3/6
12/24
22/19
88/76
3/1
12/4
22/19
88/76
3/3
12/12
22/22
88/88
5/1
20/4
20/24
80/96
*)Sewarangan/Sebuhur
Tabel 3. Persepsi Tentang Prospek dan Harapan Konservasi Kawasan Suaka Margasatwa No .
Tahu
Uraian Juml
1.
Prospek konservasi kawasan suaka margasatwa 2. Harapan konservasi adanya kawasan suaka margasatwa 3. Keuntungan positif kawasan suaka margasatwa *)Sewarangan/Sebuhur
Analisa persepsi penting untuk melihat pandangan masyarakat terhadap kondisi dan keberadaan kawasan SM. Dari persepsi ini akan dapat diperoleh masukan bagi instansi terkait berdasarkan sudut pandang masyarakat, sehingga dapat dijadikan dasar atau bahan pertimbangan dalam merencanakan strategi pengelolaan dan kebijakan lebih lanjut. Persepsi yang digali dari masyarakat terbagi tiga yaitu persepsi tentang kawasan SM, persepsi tentang upaya konservasi kawasan SM dan persepsi tentang prospek
5/3
20/4
20/24
80/88
4/5
16/20
21/16
84/64
4/3
16/12
21/22
84/88
/harapan dari konservasi kawasan SM. Persepsi masyarakat tentang konsep kawasan SM sangat variatif sekali. Ketika ditanyakan tentang pengertian kawasan SM, sebanyak 28%-44% masyarakat atau responden menyatakan tahu dan 56%-72% menyatakan tidak tahu. Masyarakat yang menyatakan tahu menggambarkan konsep kawasan SM sebagai bagian hutan yang harus dilindungi dan tidak boleh diganggu, hutan yang didalamnya terdapat binatang yang dilindungi, mereka berpendapat bahwa kawasan SM
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 26, Edisi Juni 2009
Tanggapan*) Tidak Tahu % Juml %
145
INTERAKSI, PERSEPSI DAN SIKAP ……..(26):138-151
sama dengan kawasan HTI dimana masyarakat tidak boleh menyentuhnya. Sedangkan masyarakat yang menyatakan tidak tahu menganggap kawasan SM sama saja dengan hutan-hutan lainnya yang ada di sekitar desa dimana masyarakat bisa leluasa kapan saja keluar masuk hutan untuk memanfaatkannya bahkan ada yang menganggap kawasan SM adalah kawasan HTI milik Inhutani. Terkait dengan maksud dan tujuan perlunya keberadaan kawasan SM, sekitar 8% - 36% menyatakan tahu yaitu sebagai kawasan perlindungan satwa dan mencegah satwa dari kepunahan akan tetapi berkisar antara 64% 92% menyatakan tidak tahu dengan alasan kurang informasi karena sosialisasi atau penyuluhan dari instansi terkait yang bisa memberikan wawasan tentang kawasan SM belum pernah ada. Mengenai manfaat lingkungan dan ekonomi kawasan SM dipersepsikan oleh 4% - 12% masyarakat yang tahu sebagai kawasan yang bisa memberikan keamanan bagi desa dari bencana alam dan kawasan tersebut bisa dimanfaatkan secara ekonomis misalnya bisa dilakukan penggarapan lahan, mencari kayu dan mencari ikan. Sedangkan 60% - 96% menganggap manfaat lingkungan dan ekonomi tidak diketahui mereka secara persis dengan alasan selama ini desa aman-aman saja tidak pernah terjadi bencana alam dan mereka juga tidak pernah memanfaatkan kawasan SM untuk kepentingan ekonomi. Persepsi tentang upaya konservasi kawasan SM ditanggapi masyarakat dengan prosentase 4% 12 % menyatakan tahu dan 76%-96% menyatakan tidak tahu baik terkait
dengan pengertian konservasi kawasan SM, cara melaksanakan konservasi kawasan SM, cara perlindungan flora dan fauna di kawasan SM dan cara pemanfaatan berkelanjutan dari kawasan SM. Masyarakat yang tahu mempersepsikan upaya konservasi kawasan SM sebagai tindakan perlindungan hutan dari kerusakan, perlindungan daerah pantai, larangan untuk menebang dan berburu, larangan merusak pohon nipah, dan pengelolaan daerah pantai dari kerusakan. Akan tetapi besarnya prosentase ketidaktahuan masyarakat mengenai hal tersebut mengharuskan adanya tindakan sosialisasi yang bisa memberikan wawasan kepada masyarakat akan pentingnya konservasi kawasan SM dengan alasan ketidaktahuan masyarakat mengenai aspek tersebut dilatar belakangi oleh tidak adanya penyuluhan intensif tentang kawasan SM dari instansi terkait. Prospek dan harapan dari upaya konservasi tentang kawasan SM ditanggapi masyarakat dengan mengemukakan ketidaktahuan mereka sebesar 64%-88% dan masyarakat yang menyatakan tahu berkisar antara 16% 20%. Masyarakat yang menyatakan tahu berharap upaya konservasi kawasan SM dapat membuat hutan lestari, menjaga kawasan pemukiman dari gelombang air laut, untuk kepentingan anak cucu dan dapat menciptakan pekerjaan sampingan berupa pemanfaatan daun nipah untuk atap. Sedangkan ketidaktahuan yang mereka kemukakan karena disebabkan kurangnya penyuluhan dan sosialisasi intensif mengenai prospek dan harapan dari upaya konservasi tentang kawasan Sm dalam rangka mempertahankan
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 26, Edisi Juni 2009
146
INTERAKSI, PERSEPSI DAN SIKAP ……..(26):138-151
keberadaan kawasan SM dalam menunjang aspek sosial ekonomi masyarakat yang sinergis dengan
aspek ekologi atau lingkungan secara berkesinambungan dan berkelanjutan.
Sikap Masyarakat Terhadap Kawasan Suaka Margasatwa
Berdasarkan hasil kuiesioner umumnya responden memberikan tanggapan yang bervariasi namun secara keseluruhan 50 % lebih cenderung pada sikap positif. Sikap merupakan gambaran tindakan afek baik bersifat positif maupun negatif atau netral untuk senang, menerima dan setuju atau sebaliknya yaitu apatis terhadap obyek, kejadian, kategori, kelompok, prilaku dan juga konsep tertentu. Apabila seseorang memberikan tanggapan setuju terhadap hal tersebut maka diharapkan akan muncul tindakan penilaian positif sebaliknya akan muncul perilaku negatif bila tanggapan tidak setuju.Sikap memainkan peranan penting dalam proses kognisi sosial yaitu suatu proses yang membuat individu masyarakat dapat memaknai lingkungannya. Sikap masyarakat terhadap keberadaan kawasan SM merupakan kecendrungan seseorang terhadap upaya perlindungan kawasanSM, upaya pengawetan plasma nutfah dan upaya pemanfaatan kawasan SM secara berkelanjutan. Sikap terhadap
perlindungan kawasan merupakan sikap seseorang untuk memelihara dan mempertahankan kawasan SM beserta segenap sumberdaya alam yang ada didalamnya, sikap terhadap pengawetan plasma nutfah merupakan kecendrungan seseorang untuk menjaga dan memelihara keutuhan ekosistem beserta jenis flora dan fauna yang dilindungi, sikap terhadap pemanfaatan yang berkelanjutan merupakan kecendrungan seseorang untuk menggunakan sumberdaya alam yang ada pada kawasan SM yang dilakukan dengan cara dapat menjamin keberadaan secara terus menerus sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan. Tabel-tabel berikut ini memperlihatkan tanggapan serta katagori sikap responden terhadap kawasan SM yang meliputi sikap terhadap perlindungan kawasan SM, sikap terhadap pengawetan plasma nutfah ( flora dan fauna dilindungi) dan sikap terhadap upaya pemanfaatan berkelanjutan dari kawasan SM.
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 26, Edisi Juni 2009
147
INTERAKSI, PERSEPSI DAN SIKAP ……..(26):138-151
Tabel
4. Tanggapan Responden Terhadap Margasatwa.
Perlindungan Kawasan Suaka Tanggapan*)
No
Uraian
Setuju
Pembuatan pal batas hutan Pemeliharaan pal 2 batas hutan Mempertahankan 3 sumber air 4 Penebangan pohon Perlindungan 5 kawasan hutan dari kebakaran Pencegahan dan 6 pemadaman api Jagawana dan polisi 7 hutan *)Sewarangan/Sebuhur 1
Tidak Setuju
Tdk Berpendapat
Juml
%
Juml
%
Juml
%
4/6
16/24
8/4
32/6
13/15
52/60
3/3
12/12
9/4
36/16
13/18
52/72
16/22
64/88
2/1
8/4
7/2
28/8
5/8
20/32
5/5
20/20
15/12
60/48
20/25
80/10 0
1/0
4/0
4/0
16/0
22/24
88/96
2/0
8/0
1/1
20/4
17/18
68/72
1/2
2/8
7/5
28/20
Tabel 5. Sikap responden terhadap perlindungan kawasan suaka margasatwa. Katagori Sikap Positif Negatif Netral
Jumlah Responden (orang) 27 7 16
Jumlah
Persentase (%) 54 14 32
50
100%
Tabel 6. Tanggapan responden terhadap pengawetan plasma nutfah Tanggapan*) No
Setuju
Uraian
1 2 3 4 5 6 7 8
Tidak Setuju
Tidak Berpendapat
Juml
%
Juml
%
Juml
%
Keberadaan komunitas pohon pada hutan pantai Keberadaan komunitas pohon pada hutan payau Keberadaan komunitas pohon pada hutan rawa Keberadaan komunitas pohon pada hutan dataran
22/21
88/84
1/0
4/
2/4
8/16
23/22
92/88
2/0
8/
1/5
2/12
22/18
92/72
1/2
4/
1/5
2/12
18/17
72/68
1/3
4/
6/5
24/20
Keberadaan komunitas aves Keberadaan komunitas reftil Keberadaan komunitas mamalia Keberadaan habitat satwa
14/13
56/52
2/2
8/
9/10
36/40
19/22
76/88
2/0
8/
4/3
16/12
19/19
76/76
1/2
4/
5/4
20/16
22/23
88/92
2/2
8/
1/0
4/0
*)Sewarangan/Sebuhur Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 26, Edisi Juni 2009
148
INTERAKSI, PERSEPSI DAN SIKAP ……..(26):138-151
Tabel. 7. Sikap responden terhadap pengawetan plasma nutfah Katagori Sikap Jumlah Persentase (%) Responden (orang) Positif 40 80 Negatif 20 4 Netral 8 16 Jumlah
50
100%
Tabel 8. Tanggapan Responden Terhadap Upaya Pemanfaatan Berkelanjutan Tanggapan*) Setuju
No
Uraian
Tidak Setuju
Juml
%
Ju
Tidak Berpendapat
%
Juml
%
m l
1 2 3 4 5 6 7 8
Kegiatan penggarapan lahan Di kawasan SM Adanya pemukiman di kawasan SM Kegiatan pengambilan hasil hutan kayu Kegiatan pengambilan hasil hutan non kayu Kegiatan penggembalaan di kawasan SM Kegiatan perburuan dikawasan SM Kawasan SM sebagai lokasi wisata Kawasan SM sebagai lokasi penelitian
6/13
24/52
4/2
8/8
15/10
60/40
6/11
24/44
5/5
20/20
14/9
56/36
6/10
24/40
½
4/8
18/13
72/52
4/10
16/76
3/0
12/0
18/6
72/24
7/13
28/52
3/3
12/12
15/9
60/36
10/12
28/48
5/4
20/16
10/9
40/36
21/19
84/76
2/2
8/8
2/4
8/16
23/25
92/100
0/0
0/0
2/0
8/0
*)Sewarangan/Sebuhur Tabel. 9. Sikap responden terhadap upaya pemanfaatan berkelanjutan Katagori Sikap Jumlah Persentase (%) Responden (orang) Positif 26 52 Negatif 10 20 Netral 14 28 Jumlah
50
Sikap terhadap perlindungan kawasan SM diperlihatkan masyarakat dengan sikap positif sebesar 54%, sikap netral 32% dan sikap negatif 14%. Kenyataan ini menunjukan bahwa hanya sebagian masyarakat yang
100%
menganggap perlindungan kawasan SM perlu dilakukan sedangkan sebagian yang lain bersikap netral dan negatif. Masyarakat yang memiliki sikap positif menganggap perlindungan kawasan SM penting dilakukan untuk
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 26, Edisi Juni 2009
149
INTERAKSI, PERSEPSI DAN SIKAP ……..(26):138-151
kelestarian hutan dan isinya, sumber cadangan air, mencegah kebakaran hutan dan ladang, mencegah bencana alam.Bahkan masyarakat mendukung jika ada jagawana ada ditempatkan di sekitar kawasan SM akan tetapi dengan catatan tidak membatasi ruang gerak masyarakat keluar masuk kawasan SM. Sikap negatif diperlihatkan masyarakat terkait aspek pembuatan pal batas yang menurut mereka hanya akan membatasi ruang gerak mereka dalam pemanfaatan hasil hutan dan ketidaktahuan mereka tentang urgensi polisi hutan bagi kawasan SM. Sikap netral muncul dilatar belakangi oleh ketidakpahaman akan maksud dan tujuan perlindungan kawasan SM. Selain itu juga karena latar belakang mereka yang dulunya sebagian berprofesi sebagai penebang kayu dan pencari kayu arang sehingga membuat mereka ragu untuk berpendapat. Dengan luas kawasan sebesar 6000 ha kawasan SM banyak menyimpan keanekaragaman plasma nutfah baik pada tingkat genetik, spicies, komunitas maupun ekosistem. Berdasarkan hasil koesioner ternyata sikap masyarakat positif dalam hal pemeliharaan plasma nutfah yaitu sebesar 80% responden menyatakan mau menjaga dan memelihara keutuhan plasma nutfah baik flora maupun fauna. Hanya 4% yang bersikap negatif dan 16% netral. Sikap positif yang besar diperlihatkan masyarakat karena mereka menganggap keberadaan komunitas pohon baik pada hutan pantai, hutan payau, hutan rawa dan hutan dataran kering penting untuk lingkungan terutama untuk pemeliharaan daerah pantai dari abrasi dan juga dapat dimanfaatkan secara ekonomi misalnya daun nipah untuk atap dan galam untuk kayu bakar.Tetapi masyarakat tetap
menginginkan ada kegiatan penebangan jika kebutuhan mendesak dengan membatasi hanya untuk kepentingan orang desa setempat dengan sistem tebang pilih. Sikap masyarakat terhadap keberadaan fauna sebagian negatif karena menurut mereka binatang seperti babi hutan dan kera adalah hama bagi tanaman.Akan tetapi binatang-binatang lain seperti rusa,burung dan ular penting untuk dilindungi. Sikap terhadap pemanfaatan berkelanjutan dari kawasan SM untuk berbagai keperluan diperlihatkan 52% responden bersikap positif, 20% sikap negatif dan 28% sikap netral. Sikap positif mengganggap bahwa kawasan SM dapat dijadikan usaha masyarakat untuk berladang, tambak, pemukiman, bertani sawah, berkebun, memberikan penghasilan, penggembalaan, obyek wisata dan penelitian. Sikap negatif muncul terkait dengan ketidaktahuan mereka tentang batasan pemanfaatan kawasan SM yang berkelanjutan terutama dalam hal pemanfaatan kawasan SM untuk diambil hasil hutan kayunya. Akan tetapi pemanfaatan kawasan SM secara intensif masih belum berlangsung dikarenakan masyarakat masih memiliki banyak lahan dan potensi kayu bakar di luar kawasan SM masih banyak akan tetapi ada potensi berpikir yang kuat dari masyarakat untuk dapat memanfaatkan kawasan SM sebagai sumber penghasilan jika sewaktu-waktu lahan yang mereka miliki tidak mencukupi kebutuhan hidupnya. Selain itu keberadaan perusahaan kelapa sawit tidak menutup kemungkinan suatu saat akan mengespansi kawasan SM paling tidak ada empat perusahaan kelapa sawit di sekitar kawasan SM yaitu PT Bangun Kalimantan, Damit Mitra Sekawan, Unik Anugrah dan Candi.
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 26, Edisi Juni 2009
150
INTERAKSI, PERSEPSI DAN SIKAP ……..(26):138-151
KESIMPULAN 1.
2.
mengetahui keberadaan SM, 90% tidak mengetahui upaya konservasi kawasan SM. Namun, 50% mempunyai sikap positif terhadap kawasan SM sebagai lahan usaha produktif yang dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Interaksi masyarakat terhadap kawasan SM diwujudkan dalam bentuk pemanfaatan lahan hutan untuk ladang, areal pemukiman dusun Muara Sebuhur, penebangan kayu tanpa izin, penggembalaan sapi lepas, dan perikanan tambak. Persepsi masyarakat terhadap keberadaan SM 70% tidak
DAFTAR PUSTAKA Bakhdal dan Sinaga, 1994. Sikap Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Cagar Alam Gunung Mutis. Studi Kasus di Desa Patum Nase Kabupaten Timur Tengah Propinsi Nusa Tenggara Timur. Majalah Savana (9), Jakarta. Soekanto, S. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar (Edisi Baru ke Empat). PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Soetrisno, L. 1995. Manfaat Hutan Bagi Pembangunan Nasional
Kesejahteraan Masyarakat di Sekitar Hutan. Majalah Kehutanan Indonesia (Edisi 03). Jakarta. Veeger, K, J. 1990. Realitas Sosial. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Walgito, B. 1978. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Yayasan Penerbitan Fakultas Kehutanan UGM. Yokyakarta.
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 26, Edisi Juni 2009
151