INFEKSI Neospora caninum: KAJIAN MORFOPATOLOGI
YUNITA CITRA SARI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Infeksi Neospora caninum: Kajian Morfopatologi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013 Yunita Citra Sari NIM B04090030
ABSTRAK YUNITA CITRA SARI. Infeksi Neospora caninum: Kajian Morfopatologi. Dibimbing oleh EKOWATI HANDHARYANI. Neospora caninum merupakan parasit obligat intraseluler yang baru dikenali pada akhir tahun 1980-an. Neosporosis dapat menyebabkan gangguan neuromuskuler (kelumpuhan progresif, paresis, dan paralisis kaki belakang) pada anjing dan keguguran pada sapi. Anjing merupakan inang definitif dari Neospora caninum. Sapi, domba, kambing, kuda, rusa, kerbau air, badak, dan rubah dapat menjadi inang perantara. Perubahan patologi anatomi terlihat pada organ jantung, hati, sistem saraf pusat, dan otot skeletal. Pemeriksaan histopatologi ditandai multifokus nekrosis pada otak, miokarditis interstisial yang sifatnya non-supuratif, dan peradangan multifokus pada hati. Kajian ini memberikan informasi mengenai morfopatologi, patogenesis, pencegahan dan pengobatan pada kejadian neosporosis. Kata kunci: aborsi, sapi, anjing, Neospora caninum
ABSTRACT YUNITA CITRA SARI. Neospora caninum infection: Pathomorphological Studies. Supervised by EKOWATI HANDHARYANI. Neospora caninum is an intracellular obligate parasite newly recognized in late 1980’s. Neosporosis caused neuromuscular dysfunction (progressive lameness, hindlimb paresis and paralysis) in dog and abortion in cow. The dog is a definitive host of Neospora caninum. Cow, sheep, goat, horse, deer, water buffalo, rhinocheros, and fox could be an intermediate host. Gross examination was found in heart, liver, central nervous system, dan skeletal muscle. Histopatological examination demonstrated multifocal necrosis of brain, interstisial non-suppurative myocarditis, and multifocal inflammation in liver. This study reviews information on pathomorphological, pathogenesis, prevention, and treatment of neosporosis. Keywords: abortion, cow, dog, Neospora caninum
INFEKSI Neospora caninum: KAJIAN MORFOPATOLOGI
YUNITA CITRA SARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Infeksi Neospora caninum: Kajian Morfopatologi Nama : Yunita Citra Sari NIM : B04090030
Disetujui oleh
drh Ekowati Handharvani, MSi. Ph.D. APVet Pembimbing
o MS. Ph.D. APVet
Tanggal Lulus:
31 JUL 2013
Judul Skripsi : Infeksi Neospora caninum: Kajian Morfopatologi Nama : Yunita Citra Sari NIM : B04090030
Disetujui oleh
drh Ekowati Handharyani, MSi. Ph.D. APVet Pembimbing
Diketahui oleh
drh Agus Setiyono, MS. Ph.D. APVet Wakil Dekan
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah infeksi parasit, dengan judul Infeksi Neospora caninum: Kajian Morfopatologi. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu drh Ekowati Handharyani, MSi. Ph.D. APVet selaku pembimbing. Di samping itu, terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, serta seluruh teman-teman angkatan 46 Geochelone atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2013 Yunita Citra Sari
DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
1
METODE
2
Waktu dan Tempat
2
Metode Penulisan
2
GAMBARAN UMUM
2
Agen Penyakit
2
Siklus Hidup
2
Diagnosis
3
PEMBAHASAN
4
Infeksi N. caninum pada Sapi
4
Infeksi N. caninum pada Anjing
7
Infeksi N. caninum pada Hewan Eksperimen
9
Patogenesis infeksi N. caninum
11
Pencegahan dan Pengobatan
12
SIMPULAN DAN SARAN
13
Simpulan
13
Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
13
RIWAYAT HIDUP
16
DAFTAR GAMBAR 1 Fotomikrograf pada miokardium pedet yang teraborsi. A. Nekrosis miosit, edema, dan infiltrasi sel yang beragam. B. Perbesaran dari grup tachyzoit yang besar. C. Perbesaran dari grup tachyzoit yang kecil. D. Tachyzoit di serabut Purkinje. Pewarnaan HE A 300×, B-D 1.500× (Sumber: Dubey et al. 1990) 2 Fotomikrograf pada otak pedet. A. Fokal nekrosis, perivascular cuffing, infiltrasi sel mononuklear, dan neovaskularisasi. B. Perivascular cuffing dan individual tachyzoit (tanda panah) C. Grup kecil tachyzoit (tanda panah) D. Jaringan kista dengan dinding kista dan beberapa tachyzoit. Pewarnaan HE. A 300×. B-D 1.500× (Sumber: Dubey et al. 1990) 3 Tachyzoit N. caninum intrasitoplasmik pada organ jantung anjing. Pewarnaan HE. Bar 10 µm (Sumber: Meseck et al. 2005) 4 Hemoragi dan penebalan membran CA pada embrio ayam yang diinokulasikan dengan tachyzoit N. Caninum (Mansourian et al. 2009) 5 Gambaran Histopatologi organ embrio ayam yang diinokulasikan dengan tachyzoit N. caninum. A. Meningitis granulomatosa. Infitrasi sel mononuklear pada serebellum. B. Peradangan membran CA. Infiltrasi makrofag dalam jumlah yang besar. C. Hepatitis granulomatosa. Infiltrasi sel mononuklear sentrilobular. D. Miokarditis granulomatosa. Infiltrasi makrofag dalam jumlah yang besar. Pewarnaan HE. A-B 100 ×. C-D 400 × (Mansourian et al. 2009)
5
6 8 10
11
PENDAHULUAN Latar Belakang Neospora caninum merupakan parasit obligat intraseluler yang baru dikenali pada akhir tahun 1980-an. Pada awalnya, parasit ini masih diidentifikasi sebagai Toxoplasma gondii. Identifikasi baru pertama kali dilakukan oleh Dubey et al. pada tahun 1988, meskipun telah dilaporkan sebelumnya oleh Bjekars et al. pada tahun 1984. Kejadian neosporosis ini mengancam kelompok breeder maupun penyayang anjing sebab anjing merupakan inang definitif dari Neospora caninum, dan dapat menyebabkan kelumpuhan progresif. Selain itu, parasit ini juga dapat bertransmisi ke hewan ternak baik melalui penularan horizontal (satu hewan ke hewan lain) maupun penularan vertikal (induk ke anaknya). Dalam dunia peternakan, infeksi Neospora caninum (neosporosis) menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar karena apabila sapi yang terinfeksi mengalami keguguran maka akan gagal memproduksi susu (Dubey 1999). Neosporosis juga dapat menimbulkan kematian pada anak sapi terinfeksi yang baru lahir. Hal ini sangat berbahaya bagi Indonesia yang saat ini telah mencanangkan swasembada daging dan mengimpor pejantan unggul sebagai donor semen. Sampai saat ini pun belum ada persyaratan khusus bagi sapi yang diimpor ke Indonesia untuk bebas dari infeksi neosporosis. Serangkaian uji serologis yang pernah dilakukan di Indonesia telah menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi parasit Neospora caninum. Hal ini menunjukkan bahwa tidak tertutup kemungkinan neosporosis akan menjadi masalah di Indonesia dan akan terjadi kerugian ekonomi yang besar apabila tidak dilakukan pencegahan terhadap infeksi parasit ini. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai perubahan patologi dari infeksi penyakit ini tidak kalah penting agar Indonesia semakin waspada dan dapat mengenali infeksi penyakit ini lebih dini.
Tujuan Penulisan Tujuan dari studi ini adalah menguraikan gambaran patologis, yaitu perubahan patologi anatomi dan gambaran histopatologi pada organ yang terinfeksi Neospora caninum.
Manfaat Penulisan Manfaat dari studi ini yaitu: 1. Mendapatkan pengetahuan tentang patogenesa penyakit infeksi Neospora caninum. 2. Mengevaluasi perkembangan penelitian yang menyangkut infeksi Neospora caninum.
2
METODE Waktu dan Tempat Kajian ilmiah ini berlangsung selama enam bulan, dimulai dari bulan Januari sampai dengan Juni 2013. Kegiatan ini dilaksanakan di Perpustakaan Pusat, Perpustakaan Fakultas Kedokteran Hewan, dan Bagian Patologi Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Metode Penulisan Kajian dilaksanakan dengan metode studi pustaka, yaitu mengumpulkan informasi dari berbagai jurnal dan textbook yang berkaitan dengan infeksi Neospora caninum. Hasil kajian tersebut disusun sesuai dengan penulisan karya ilmiah dan dilengkapi dengan pembahasan.
GAMBARAN UMUM Agen Penyakit Neospora caninum termasuk ke dalam filum Apicomplexa, kelas Coccidia, famili Sarcocystidae dan genus Neospora (Gondim et al. 2004). Agen penyakit ini merupakan protozoa intraseluler yang hidup di otak, jantung, hati, paru-paru, dan otot. Penyakit neosporosis pertama kali dikenali di Norway oleh Bjerkas et al. 1984, namun organismenya belum teridentifikasi sampai ditemukan pada tahun 1988 lalu kemudian dinamakan Neospora caninum (Reichel et al. 2007). Hewan yang terserang infeksi Neospora caninum utamanya anjing dan sapi, namun juga telah dilaporkan pada domba, kambing, kuda, dan rusa (Dubey dan Lindsay 1996), kerbau air (Guarino et al. 2000), badak (Williams et al. 2002), dan rubah (Almeria et al. 2002). Penyakit ini menular melalui penularan secara vertikal (induk ke anak) maupun secara horizontal (satu hewan ke hewan lainnya). N. caninum dan T. gondii secara morfologi memiliki kemiripan (Dubey dan Schares 2011). Pengidentifikasian dilakukan berdasarkan inang definitif, etiologi, morfologi, dan perbedaan genetiknya. Tachyzoit N. caninum mirip dengan T. gondii di bawah cahaya mikroskop namun dapat dibedakan dengan menggunakan mikroskop elektron berdasarkan kehadiran rhoptry-nya. Rhoptry dalam tachyzoit N. caninum berbentuk electron-dense (padat), sedangkan rhoptry tachyzoit T. gondii berbentuk honey-combed (sarang tawon) (Dubey dan Lindsay 1996).
Siklus Hidup Siklus hidup N. caninum meliputi tiga stadium infektif yaitu tachyzoit, kista yang berisi bradyzoit dan ookista. Tachyzoit dan kista adalah stadium yang
3 terdeteksi pada inang perantara. Kedua bentuk ini hidup secara intraseluler dan berlokasi di sitoplasma sel inang, dengan atau tanpa vakuol parasit. Pada inang perantara yang terinfeksi, bentuk ini ditemukan di sel saraf, makrofag, fibroblast, sel endotel vaskuler, miosit, sel epitel tubuli ginjal, dan hepatosit (Dubey dan Lindsay 1989; Dubey 2003). Kista berbentuk oval atau bulat dapat ditemukan di otak, spinal cord dan retina dari inang perantara sedangkan bradyzoit berada di dalam kista (Dubey dan Lindsay 1989). Ookista berada pada feses inang definitif, bersporulasi di alam dan menjadi infektif di tubuh inang perantara (Slapeta et al. 2002). Anjing (Canis familiaris) dan anjing hutan (Canis latrans) merupakan inang definitif dari Neospora caninum (McAllister et al. 1998; Gondim et al. 2004). Anjing terinfeksi akibat memakan membran fetus, plasenta, organ dari fetus yang mengalami aborsi dan mengandung tachyzoit atau kista (McAllister et al. 1998). Reproduksi seksual bertempat di usus anjing dan akhirnya ookista yang belum bersporulasi keluar selama 5 sampai 7 hari setelah terinfeksi. Ookista bersporulasi di alam selama 3 hari. Setelah bersporulasi, ookista infektif mengandung 2 sporosit dengan masing-masing 4 sporozoit (Slapeta et al. 2002). Secara eksperimen dan natural, anjing yang terinfeksi menghasilkan sedikit ookista, dengan sekresi ookista antara 5-13 hari post-infeksi dan melekat sampai lebih dari 27 hari. Ookista bersporulasi selama 24 sampai 72 jam setelah sampai di feses dan menjadi infektif. Laporan terkini menyatakan bahwa anak anjing lebih banyak mengandung ookista dibandingkan usia yang lebih tua (Lindsay et al. 2001). Meskipun dikatakan bahwa anjing hanya mengeluarkan sedikit ookista, namun Gondim et al. (2002) melaporkan baru-baru ini bahwa anjing memakan kista dari sapi yang terinfeksi secara eksperimental, mengeluarkan lebih dari 100.000 ookista N. caninum. Inang perantara (misalnya sapi, domba, dan kambing) dapat terinfeksi melalui makanan dan air yang terkontaminasi dengan ookista N. caninum yang telah bersporulasi. Sporozoit dibebaskan ke usus, berpenetrasi dalam sel inang dan kemudian berubah menjadi tachyzoit. Terakhir, ookista bereplikasi dengan cepat secara endodiogeni pada sel inang, dan setelah sel dihancurkan, tachyzoit berpenetrasi pada sel yang baru (Dubey 1999; Innes et al. 2001). Pada sel saraf, tachyzoit bisa berubah bentuk menjadi bradyzoit (bereplikasi lambat melalui endodiogeni) kemudian respon imun yang kuat akan hadir melawan protozoa. Di sekeliling bradyzoit, kista akan terbentuk dan tetap menjadi stadium laten. Pada stadium imunosupresif dari inang perantara bradyzoit dapat aktif kembali (Mc Allister et al. 1998; Dubey 1999). Tachyzoit dapat bertransmisi secara vertikal dari induk ke fetus melalui plasenta dalam kasus infeksi primer ookista atau selama re-aktifasi kista. Infeksi embrio dapat menghasilkan aborsi, serangan saraf pada keturunannya tanpa manifestasi klinis. Infeksi transplasental berulang pada hewan yang sama memungkinkan (Dubey dan Lindsay 1996).
Diagnosis Diagnosa antemortem dilakukan dengan memperhatikan gejala klinis yang nampak, sedangkan diagnosa postmortem dilakukan berdasarkan pada
4 penampakan parasit pada lesio dari anjing yang terinfeksi. Indirect fluorescence antibody test (IFAT) merupakan tes diagnostik yang paling sering digunakan (Lindsay et al. 1990). Pewarnaan imunohistokimia digunakan untuk menemukan antigen spesifik pada jaringan (Dubey dan Lindsay 1996). Metode ini diperlukan untuk membedakan N. caninum dengan T. gondii sebab tachyzoitnya tidak dapat dibedakan dengan cahaya mikroskop. Uji serologi terhadap serum lapang yang dilakukan di Indonesia menggunakan teknik enzyme-linked imunosorbent assay (ELISA). Uji ini hanya dapat menunjukkan reaksi positif atau negatif neosporosis tanpa mengetahui titer antibodinya (Suhardono et al. 2002). Diagnosa dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) juga dapat dilakukan untuk membedakan N. caninum dengan T. gondii (Schatzberg et al. 2003), namun apabila perubahan inflamasi tersebut bersifat ringan maka PCR tidak dapat mendeteksi DNA N. caninum (Kim et al. 2002). Differensial diagnosa dari penyakit muskuler yang disebabkan N. caninum adalah trauma, penyakit diskus intervertebralis, toxoplasmosis, distemper, rabies, neuropathy kongenital, meningoensefalopati granulomatosa, tromboemboli, neoplasia, miopathy, pneumonia, botulism dan miokarditis (Barr et al. 1991).
PEMBAHASAN Infeksi N. caninum pada Sapi Gejala Klinis Aborsi merupakan gejala klinis yang paling mendasar terjadi pada sapi (Dubey et al. 2006). N. caninum menyebabkan aborsi pada peternakan sapi perah maupun pedaging, pada umur yang bervariasi, dimulai dari bulan ketiga setelah fertilisasi terjadi. Kebanyakan aborsi disebabkan oleh N. caninum terjadi pada 5-6 bulan kebuntingan (Dubey dan Lindsay 1996; Anderson et al. 2000), namun kejadian neosporosis juga pernah ditemukan pada sapi Shothorn berumur dua tahun yang mengalami aborsi saat fetus berumur satu bulan (Dubey et al. 1990). Lain halnya dengan penyakit brucellosis yang juga menyebabkan aborsi, terjadi pada tri-mester ketiga (Neta et al. 2010). Gejala klinis terlihat pada pedet yang terinfeksi secara kongenital, di bawah umur 2 bulan (Barr et al. 1990; Dubey dan Lahunta 1993). Menurut Barr et al. (1990), pada umumnya gejala klinis diobservasi 3 sampai 5 hari setelah lahir namun juga dapat terlihat 2 sampai 3 minggu kemudian. Anak terinfeksi N. caninum lahir dengan berat badan rendah, tanpa ada gejala yang terlihat.Kaki depan atau kaki belakang bisa mengalami ekstensor yang berlebihan. Pemeriksaan neurologis memperlihatkan gejala ataxia, penurunan refleks patella dan kesalahan orientasi. Kadang-kadang ditemukan exophtalmus, mata tidak simetris, hidrosefali, atau kolumna vertebralis menyempit (Dubey dan Lahunta 1993; Bryan et al. 1994). Pada neosporosis umumnya fetus mengalami autolisis, dengan plasentitis, dan plasental edema sebagai faktor yang menyertainya. N. caninum jarang menyebabkan retensi plasenta atau perkembangan metritis (Dubey 2003), berbeda dengan infeksi brucellosis yang menyebabkan retensi plasenta.
5 Gambaran Patologi Pemeriksaan makroskopis pada fetus dengan nekropsi menunjukkan bahwa karkas mengalami edema dengan beberapa liter cairan ditemukan pada pleura atau rongga dada dan rongga peritoneal. Pemeriksaan lain menunjukkan bahwa organ hati ditemukan rapuh. Hasil pemeriksaan mikroskopis dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE) yang dilakukan oleh Dubey et al. (1990) adalah sebagai berikut: Lesio otot jantung terdiri dari area multifokus edema, hemoragi, nekrosa miosit, dan infiltrasi neutrofil dan sel mononuklear di dalam dan mengelilingi miosit dan serabut Purkinje (Gambar 1A-1D).
Gambar 1 Fotomikrograf pada miokardium pedet yang teraborsi. A. Nekrosis miosit, edema, dan infiltrasi sel yang beragam. B. Perbesaran dari grup tachyzoit yang besar. C. Perbesaran dari grup tachyzoit yang kecil. D. Tachyzoit di serabut Purkinje. Pewarnaan HE A 300×, B-D 1.500× (Sumber: Dubey et al. 1990)
6 Perubahan lain yang ditemukan adalah perikarditis difus non-supuratif. Beberapa tachyzoit intraseluler ditemukan di miosit dan serabut Purkinje. Tachyzoit pada jantung ditemukan secara individu atau berkelompok. Kelompok tachyzoit berukuran panjang lebih dari 100 dan lebar 30 .Tachyzoit individu kira-kira berukuran 5 x 2 dengan pewarnaan PAS-negatif (Dubey et al. 1990). Lesio otak dicirikan dengan area multifokus nekrosis pada gray dan white matter, neovaskularisasi, nekrosis dinding kapiler, vascular cuffing, dan infiltrasi makrofag dapat dilihat pada Gambar 2A-2D. Tachyzoit terlihat pada sel saraf/neuron (Gambar 2B, 2C). Jaringan kista terlihat di cerebrum dengan dan berisi beberapa bradyzoit yang kira-kira memiliki tebal diameter 20 dinding cyst 1 (Gambar 2D).
Gambar 2 Fotomikrograf pada otak pedet. A. Fokal nekrosis, perivascular cuffing, infiltrasi sel mononuklear, dan neovaskularisasi. B. Perivascular cuffing dan individual tachyzoit (tanda panah) C. Grup kecil tachyzoit (tanda panah) D. Jaringan kista dengan dinding kista dan beberapa tachyzoit. Pewarnaan HE.A 300×. BD 1.500×. (Sumber: Dubey et al. 1990)
7 Lesio hati terdiri dari nekrosa parenkim hati di sekeliling vena sentral. Tidak ditemukan bakteri pada inokulasi yang berasal dari hati (Dubey et al.1990). Berdasarkan perubahan-perubahan di atas dapat disimpulkan bahwa penyebab kematian adalah gagal jantung oleh infestasi N. caninum dan miokarditis (Dubey et al. 1990).
Infeksi N. caninum pada Anjing Gejala klinis Pada anjing, infeksi N. caninum merupakan kasus yang jarang menimbulkan perubahan klinis, namun sangat sering terjadi kasus yang bermanifestasi sebagai penyakit neurologis dan penyakit muskuloskeletal pada anjing muda. Sindrom yang umum terjadi akibat infeksi parasit ini yaitu kelumpuhan progresif, ascending hindlimb paresis dan paralisis, polyradiculitis dan polymiositis pada usia muda. Anjing dengan paralisis kaki belakang dapat bergerak dan dapat bertahan hidup selama beberapa bulan (Georgieva et al. 2006). Disfungsi lain yang ditemukan adalah sulit menelan, paralisis rahang, lemah otot, dan atrofi muskular. Paresis dapat terjadi secara unilateral maupun bilateral. Biasanya kasus neosporosis dapat berlanjut pada gangguan fungsi jantung, paruparu, dan kulit. Dermatitis dapat terjadi pada beberapa kasus, disebabkan oleh parasit N. caninum menginfeksi dalam jumlah besar. Pengeluaran ookista N. caninum dari traktus digesti dapat menyebabkan diare (Gondim et al. 2002). Anjing dengan berbagai variasi umur dapat terinfeksi N. caninum. Pada tahun 1992, anjing Shelty betina berusia 5 bulan dilaporkan mengalami lemah pada kaki belakang. Gejala klinis berkembang secara progresif menjadi tetraplegia disertai dengan lemah pada daerah cervical, hilangnya refleks pupil, dyspnea, dan paralisis lidah dan otot masseter (Umemura et al. 1992). Seekor anjing Mastiff jantan yang berusia 3 tahun dilaporkan mati karena menderita neosporosis pada Oktober 2003 dengan gambaran miokarditis (lokal ekstensif), bersifat akut, miokarditis nekrotik dan infark (Meseck et al. 2005). Pada anjing dewasa kasus meningo-myeloensefalitis paling banyak terjadi. Miokarditis, kematian mendadak, polymiositis, dermatitis, pneumonia, dan penyebaran infeksi multifokus juga dilaporkan. Miokarditis yang berkaitan dengan infeksi N. caninum pada anjing merupakan kasus yang jarang terjadi pada anjing domestik (Meseck et al. 2005). Infeksi tranplasental juga terjadi pada anjing (Meseck et al. 2005). Secara subklinis, anjing betina yang terinfeksi dapat mentransmisikan parasit ke fetus dan menurunkan anak anjing yang lahir terinfeksi. Neosporosis pada anjing muda yang terinfeksi secara kongenital merupakan kasus yang paling berat. Tidak ada predisposisi breed ataupun gender pada anjing. Kasus ini sering terjadi pada Labrador Retriever, Boxer, Greyhound, Golden Retriever dan Basset (Georgieva et al. 2006). Gambaran Patologi Keadaan jantung secara makroskopis ditemukan terjadinya transmural infark pada bagian apex ventrikel kanan, dengan ukuran 6 x 3 x 1.2 cm, dan berbintik merah-putih. Pada otot papillary dari ventrikel kiri, infark serupa juga
8 ditemukan dengan ukuran 1 x 1 x 1 cm. Pada atrium dan ventrikel kanan, ditemukan lesio subendokardial yang sifatnya multifokus, iregular, kecil, kenyal, dan pucat (Meseck et al. 2005). Pada histopatologi jantung ditemukan lesio edema, penebalan serabut miokardium dan terbentuknya interwoven band. Infark pada ventrikel kanan berwarna pucat serta berbatas jelas dengan miokardium di dekatnya. Vakuol intrasitoplasmik parasitophorous berbentuk oval ditemukan di sekitar lesio. Pada setiap vakuol biasanya berisi tachyzoit berukuran 1 x 3 m. Gambaran tachyzoit N. caninum dapat dilihat pada Gambar 3. Di daerah sekitar lesio tersebut ditemukan banyak neutrofil, yaitu pada perivaskular ke intersitisial. Limfosit dan sel plasma ditemukan di seluruh area yang terserang. Infark pada otot papillary kiri ditemukan sama dengan infark ventrikel kanan. Lesio multifokus subendokardial pada ventrikel dan atrium kanan; terdiri spikula dari osseus dan metaplasia khondroid diantara miokardium dan jaringan di sekitar miokardium. Diagnosis mikroskopik dari lesio tersebut adalah miokarditis interstisial yang bersifat non-supuratif ringan yang meluas pada permukaan endokardial (Meseck et al. 2005).
Gambar 3 Tachyzoit N. caninum intrasitoplasmik pada organ jantung anjing. Pewarnaan HE. Bar 10 µm. (Sumber: Meseck et al. 2005)
Keadaan hati secara makroskopis ditemukan rapuh dan terjadi kongesti yang bersifat pasif kronis (Meseck et al. 2005). Kongesti pasif kronis mengakibatkan dilatasi yang nyata dari pembuluh darah di sentral setiap lobulus hati, disertai penyusutan sel-sel hati di daerah yang terserang. Sedangkan pada pemeriksaan histopatologinya ditemukan peradangan multifokus ringan pada hati. Pada penelitian yang dilakukan oleh Umemura et al. (1992), selain peradangan
9 multifokus pada hepatosit ditemukan pula nodul pada reticuloendothelial. Nodul tersebut berisi kurang dari 10 tachyzoit. Setiap tachyzoit berbentuk oval atau bulat. Lesio lainnya juga ditemukan pada otot skelet, sistem saraf pusat, dan otak. Hasil nekropsi menunjukkan perubahan warna otot skelet. Pada pemeriksaan histopatologi otak ditemukan adanya tachyzoit pada daerah cerebrum dan infiltrasi perivaskular dari sel-sel mononuklear. Pada pemeriksaan histopatologi otot juga ditemukan adanya infilitrasi sel mononuklear dan beberapa terjadi mineralisasi (Dubey et al. 2007). Nodul glial, fokus gliosis tersebar di sepanjang CNS. Lesio lebih banyak berlokasi di submeningeal dan area periventrikular CNS. Perivascular cuffing dari sel mononuklear ditemukan di meningeal dan jaringan saraf (Umemura et al. 1992).
Infeksi N. caninum pada Hewan Eksperimen Infeksi N. caninum juga dapat terjadi secara eksperimental. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menginduksi N. caninum pada berbagai jenis hewan. Hewan yang sering digunakan adalah sapi, domba, mencit, dan embrio ayam. Berbagai eksperimen yang dilakukan pada sapi menunjukkan bahwa pada umumnya lesio ditemukan pada plasenta (Dubey et al. 2006). Lesio awal pada sapi yang diinokulasi dengan tachyzoit N. caninum pada 70 hari kebuntingan baru akan terlihat 14 hari kemudian. Lesio tersebut terdiri dari multiplikasi parasit pada vili plasenta fetus dengan nekrosa vili, terkadang disertai dengan kebocoran serum antara vili fetus dan maternal septum, dan peradangan non-supuratif pada maternal septa (Macaldowie et al. 2004 dalam Dubey et al. 2006). Penelitian lain menyebutkan bahwa membran plasenta mengalami penebalan dan terjadi edema (Barr et al. 1994). Lesio yang ditemukan pada organ lainnya yaitu terjadi infiltrasi sel peradangan multifokus non-supuratif pada berbagai jaringan, yaitu pada otak, otot skeletal, jantung, paru-paru, dan ginjal. Penelitian yang dilakukan oleh Dubey dan Lindsay (1990) dengan menginokulasikan tachyzoit N. caninum pada domba memperlihatkan lesio mikroskopis sistem saraf pusat (central nervous system/CNS), otot skeletal, dan plasenta fetus. Ensefalomyelitis dikarakterisasikan dengan multifokus gliosis, hemoragi, nekrosis, perivascular cuffing, dan infiltrasi sel mononuklear pada gray dan white matter cerebrum, cerebellum, brain stem, dan seluruh spinal cord. Tachyzoit N. caninum ditemukan pada sistem saraf pusat keseluruhan fetus, namun hanya beberapa organisme terlihat pada pewarnaan hematoxilin-eosin (HE). Organisme tersebut lebih banyak terlihat pada pewarnaan serum anti-N. caninum. Miositis pada otot kaki dicirikan dengan fokus kecil nekrosis pada miosit dan infiltrasi sel mononuklear pada perimisium. Terdapat dua grup tachyzoit ditemukan pada miosit salah satu fetus. Multifokus dari infiltrasi sel mononuklear terlihat pada lidah salah satu fetus domba. Plasentitis dicirikan oleh nekrosis dan mineralisasi vili kotiledonari, namun organismenya tidak dapat diidentifikasi. Percobaan yang dilakukan pada mencit berguna untuk mendemonstrasikan penularan N. caninum secara vertikal (Tomioka 2000). Mencit yang
10 diinokulasikan dengan N. caninum akan mengalami peningkatan titer antibodi, namun secara klinis tidak terlihat selama 70 hari. N. caninum akan teraktivasi kembali pada saat kebuntingan atau kondisi imunosupresi. DNA N. caninum terdeteksi dalam darah mencit kira-kira satu bulan setelah partus. Titer antibodi meningkat secara tiba-tiba pada hari ke-20 kebuntingan dan setelah itu mengalami penurunan secara bertahap. Pada kondisi imunosupresi dengan penggunaan prednisolon pada mencit yang terinfeksi secara laten, keberadaan N. caninum dalam juga akan terdeteksi pada stadium awal setelah inokulasi, setelah itu menghilang dari dalam darah, dan muncul kembali di otak Percobaan terhadap embrio ayam dilakukan oleh Mansourian et al. (2009). Beberapa embrio pada ayam diinokulasikan dengan berbagai dosis tachyzoit N. caninum dimulai dengan dosis 101 sampai 106. Tidak ditemukan adanya lesio makroskopis pada jantung, hati, dan otak pada embrio, namun membran CA memperlihatkan adanya perubahan anatomi pada inokulasi dengan dosis tinggi, yaitu ditemukannya hemoragi yang terkait dengan penebalan membran khorioalantois/CA (Gambar 4).
Gambar 4 Hemoragi dan penebalan membran CA pada embrio ayam yang diinokulasikan dengan tachyzoit N. caninum (Sumber: Mansourian et al. 2009).
Pemeriksaan mikroskopis pada embrio ayam menunjukkan terjadinya neosporosis akut pada hati, jantung, otak, dan membran CA. Hemoragi, nekrosis, dan infiltrasi radang sel mononuklear dan agregasi tachyzoit terlihat pada organ tersebut (Gambar 5). Lesio menjadi lebih banyak dan bersifat perakut pada inokulasi tachyzoit dengan dosis yang tinggi. Pada kasus dengan dosis inokulasi 103 dan 104 tachyzoit terlihat agregasi sejumlah makrofag pada membran CA, hati, dan diantara sel miokardial anak ayam. Persendian yang tersinfeksi menunjukkan terjadinya arthritis. Terdapat reaksi peradangan aktif yang bersifat kronis dan juga sejumlah makrofag menginfiltrasi membran synovial yang berkaitan dengan heterofil. Patologi anatomi pada telur dengan dosis inokulasi 101, 102 tachyzoit memperlihatkan bahwa hemoragi yang terjadi pada lapisan dalam kerabang telur bersifat ringan, 103 tachyzoit bersifat sedang, dan 104 bersifat parah/ganas. Hasil
11 ini memperlihatkan bahwa beberapa lesio tergantung dari dosis inokulum itu sendiri (Mansourian et al. 2009).
Gambar 5 Gambaran Histopatologi organ embrio ayam yang diinokulasikan dengan tachyzoit N. caninum. A. Meningitis granulomatosa. Infitrasi sel mononuklear pada serebellum. B. Peradangan membran CA. Infiltrasi makrofag dalam jumlah yang besar. C. Hepatitis granulomatosa. Infiltrasi sel mononuklear sentrilobular. D. Miokarditis granulomatosa. Infiltrasi makrofag dalam jumlah yang besar. Pewarnaan HE. A-B 100×. C-D 400× (Sumber: Mansourian et al. 2009).
Patogenesis infeksi N. caninum Neosporosis merupakan penyakit utama pada plasenta dan fetus, ditandai dengan maternal parasitemia, dipicu oleh hasil dari infeksi maternal primer (eksogenus) selama kehamilan atau mengikuti infeksi endogenus selama kehamilan. Infeksi primer pada sapi yang disebabkan oleh termakannya ookista N. caninum yang telah bersporulasi (Trees et al. 2002; Gondim et al. 2004). Ookista kemudian hadir di usus halus, menghasilkan 8 sporozoit, seperti toxoplasmosis pada domba (Buxton 1998). Sporozoit kemudian menjadi parasit di epitel usus, berubah menjadi tachyzoit dan bermultiplikasi pada limfonodus mesenterik. Selanjutnya, tachyzoit dilepaskan ke dalam sirkulasi darah dan akhirnya akan menyebar ke seluruh tubuh termasuk ke uterus yang mengalami kebuntingan. Transmisi transplasental endogenus diduga terjadi pada ternak yang terinfeksi secara in utero (Mc Allister 2001; Innes et al. 2002; 2005). Fetus yang
12 sangat muda belum memiliki perkembangan sistem imun yang baik untuk mengontrol multiplikasi parasit pada jaringan. Pada trimester pertama, fetus rentan dengan infeksi N. caninum dan tidak dapat bertahan. Pada trimester kedua, fetus dapat memberikan respon imun pada infeksi N. caninum (Andrianarivo et al. 2001; Almeria et al. 2003; Bartley et al. 2004; Innes et al. 2004). Dalam hal ini, kemungkinan fetus dapat atau tidak dapat diselamatkan. Pada trimester ketiga, fetus dapat meningkatkan kemampuan untuk melawan patogen dan dapat lahir dengan selamat.
Pencegahan dan Pengobatan Pencegahan infeksi N. caninum secara horizontal dapat dilakukan dengan cara menghindari kontaminasi makanan dan minuman dari feses anjing dan satwa liar lainnya yang kemungkinan besar mengandung kista N. caninum. Anjing sebaiknya dijauhkan dari peternakan sapi, utamanya saat sapi sedang dalam masa melahirkan. Fetus yang mengalami aborsi dan plasenta harus dimusnahkan agar tidak dikonsumsi oleh anjing dan karnivora lainnya sehingga penularan dapat dihindari (Toolan 2003). Pencegahan infeksi secara vertikal dapat dilakukan dengan berbagai cara. Bila prevalensi positif neosporosis dalam sebuah peternakan sapi rendah, maka dilakukan culling/pemotongan sapi yang terbukti seropositif. Namun bila prevalensi positif neosporosis tinggi, maka hanya sapi yang terbukti seronegatif saja yang dimanfaatkan untuk breeding, sementara sapi yang seropositif dapat dikawinkan dengan pejantan namun kemudian sapi tersebut dan keturunannya digemukkan lalu dipotong (Wouda et al. 1998). Bovilis Neogard merupakan vaksin yang dikembangkan di USA dan Kanada pada tahun 2001. Vaksin ini mengandung tachyzoit (killed) Neospora dan adjuvant SPUR, diaplikasikan via subkutan sebanyak dua kali, dengan interval 3-4 minggu, dan dilakukan pertama kali pada trimester pertama kebuntingan. Saat ini, tidak ada pengobatan kemoterapi yang terbukti aman dan efektif digunakan untuk mengobati neosporosis pada sapi (Dubey dan Schares 2011). Dubey et al. (2004) dalam Dubey dan Schares (2011) menyatakan bahwa tidak ada obat yang dapat membunuh kista N. caninum. Meskipun demikian, hasil penelitian yang dilakukan oleh Strohbusch et al. (2009) dalam Dubey dan Schares (2011) menunjukkan bahwa parasit tidak ditemukan lagi pada otak dan organ lain dengan pemberian ponazuril. Terapi neosporosis pada anjing dilakukan dengan pemberian clindamycin namun pengobatan ini tidak efektif sepenuhnya. Terapi dapat berhasil bila pengobatan dilakukan sejak dini dan didukung oleh terapi pendukung seperti pemberian NSAID atau kortikosteroid dengan dosis rendah. Anjing yang diberikan pengobatan dapat sembuh secara fungsional, namun akan terlihat adanya kelainan pada cara berjalan.
13
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Neospora caninum merupakan protozoa intraseluler yang dapat menyebabkan gangguan saraf dan muskular pada anjing dan keguguran pada sapi. Morfopatologi dari kejadian neosporosis dapat dilihat berdasarkan perubahan anatomi dan histopatologi. Perubahan anatomi terlihat pada organ jantung, hati, sistem saraf pusat, dan otot skeletal. Pemeriksaan histopatologi banyak ditemukan area multifokus nekrosis pada otak, miokarditis interstisial yang sifatnya nonsupuratif, dan multifokus ringan pada hati. Di daerah lesio kadang-kadang dapat ditemukan tachyzoit yang dikelilingi sel-sel pertahanan tubuh seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma.
Saran Penelitian mengenai perubahan morfopatologi terhadap infeksi Neospora caninum sebaiknya segera dilaksanakan apabila telah ditemukan hasil sero-positif pada suatu daerah.
DAFTAR PUSTAKA Almeria SD, Ferrer M, Pabon J, Castella, Manas S. 2002. Red foxes (Vulpes vulpes) are natural intermediate host of Neospora caninum. Vet Parasitol. 107:287-284. Almeria S, de Marez T, Dawson H, Dawson H, Araujo R, Dubey JP, Gasbarre. 2003. Cytokine gene expression in dams and fetuses after experimental Neospora caninum infection of heifers at 110 gestation. Parasit imunol. 25:383-392. Anderson ML, Andrianarivo AG, Conrad PA. 2000. Neosporosis in cattle. Anim Repr Sci. 60-61:417-431. Barr BC, Anderson ML, Dubey JP, Conrad PA. 1991. Neospora-like protozoal infections association with bovine abortions. Vet pathol. 28:110-116. Barr BC, Rowe JD, Sverlow KW, BonDurant RH,Ardans AA, Oliver MN, Conrad PA. Experimental reproduction of bovine fetal Neospora infection and death with a bovine Neospora isolate. J Vet Diagn Invest. 6:207-215. Bartley PM, Kirvar E, Wright S, Swales C, Schock A, Rae AG, Hamilton C, Innes EA. 2004. Maternal and fetal immune responses of cattle inoculated with Neospora caninum at mid-gestation. J Compar pathol. 130:81-91. Bryan LA, Gajadhar AA, Dubey JP, Haines DM. 1994. Bovine neonatal encephalomyelitis associated with a Neospora sp. protozoan. Canadian Vet J. 35:111-113. Buxton D. 1998. Protozoan infections (Toxoplasma gondii, Neospora caninum, and Sarcocystic spp.) in sheep and goats: recent advances. Vet Res. 29:289310.
14 Dubey JP. 1999. Neosporosis-the first decade of research. Int J Parasitol. 29: 1485-1488. doi: 10.1016/S0020-7519(99)00134-4. Dubey JP. 2003. Review of Neospora caninum and neosporosis in animals. Korean J Parasitol. 31:747-752. Dubey JP, de Lahunta A. 1993. Neosporosis associated congenital limb deformities in a calf. Appl Parasitol. 34:229-233. Dubey JP, Buxton D, Wouda W. 2006. Pathogenesis of bovine neosporosis.J Comp Path. 134:267-289. doi: 10.1016/j.jcpa.2005.11.004. Dubey JP, Miller S, Lindsay DS, Topper MJ. 1990. Neospora caninum_associated myocarditis and encephalitis in an aborted calf. J Vet Diagn Invest. 2: 66-69. Dubey JP, Lindsay DS. 1989. Transplancental Neospora caninum infection in dog. American J Vet Research. 50:1578-1579. Dubey JP, Lindsay DS. 1990. Neospora caninum induced abortion in sheep. J Vet Diagn Invest. 2:230-233. Dubey JP, Lindsay DS. 1996. A review of Neospora caninum and neosporosis. Vet Parasitol. 67:1-59. doi:10.1016/S0304-4017(96)01035-7. Dubey JP, Schares G. 2011. Neosporosis in animals-the last five years. Vet Parasitol. 180:90-108. Dubey JP, Vianna MCB, Kwok OCH, Hill DE, Miska KB, Tuo W, Velmurungan GV, Conors M, Jenkins MC. 2007. Neosporosis in Beagle dogs: clinical signs, diagnosis, treatment, isolation, and genetic characterization of Neospora caninum. Vet Parasitol. 149:158-166. Georgieva DA, Prelezov PN, Koinarski VTS. 2006. Neospora caninum and neosporosis in animals – a review. Bulg J Vet. Med 9, 1:1-26. Guarino A, Fusco G, Savini G, Francesco D, Cringoli. 2000. Neosporosis in water buffalo (Bubalus bubalis) in southern Italy. Vet Parasitol. 91: 15-21. doi: 10.1016/S0304-4017(00)00239-9. Gondim LF, Gao L, McAllister MM. 2002. Improved production of Neospora caninum oocyst, clinical oral transmission between dogs and cattle, and in vitro isolation from oocyst. J Parasitol. 88:1159-1163. Gondim LF, McAllister MM, Anderson Sprecher RC, Bjorkmann C, Lock TF, Firkins LD, Gao L, Fisher WR. 2004. Transplacental transmission and abortions in cows administered Neospora caninum oocysts. J Parasitol. 90:1361-1365. Innes EA, Andrianarivo AG, Bjorkmann C, Williams DJL, Conrad PA. 2002. Immune responses to Neospora caninum and prospect for vaccination. Trends Parasitol. 18:497-504. Innes EA, Wright S, Bartley P, Maley S, Macaldowie C, Esteban-Redondo I, Buxton D. 2005. The host-parasite relationship in bovine neosporosis.Vet Imunol Imunopathol. 108:29-36. Innes EA, Wright SE, Maley S, Rae A, Schock A, Kirvar E, Bartley P, Hamilton C, Carey IM, Buxton D. 2001. Protection against vertical transmission in bovine neosporosis. Intern J Parasitol. 31:1532-1534. Kim JH, Lee JK, Lee BC, Park BK, Yoo HS, Hwang WS, Shin NR, Kang MS, Jean YH, Yoon HJ, Kang SK, Kim DY. 2002. Diagnostic survey of Bovine abortion in Korea : With special emphasis on Neospora caninum. J Vet Med Sci. 64(12):1123-1127.
15 Lindsay DS. 2001. Macaldowie C, Maley SW, Wright S, Bartley P, EstebanRedondo I, Buxton D, Innes E. 2004. Placental pathology associated with fetal death in cattle inoculated with Neospora caninum by two different routes in early pregnancy. J Compar Pathol. 131:142-156. Lindsay DS, Dubey JP, Upton SJ, Ridley RK. 1990. Serological prevalences of Neospora caninum and Toxoplasma gondii in dog from Kansas. J Helminthol. 57:86-88. McAllister MM, Dubey JP, Lindsay DS, Jolley WR, Wills RA, Mc Guire AM. 1998. Dogs are defenitive host of Neospora caninum. Int J Parasitol. 28:1473-1478. doi: 10.1016/S0020-7519(98)00138-6. McAllister MM. 2001. Do cows protects fetuses from Neospora caninum transmission? Trends Parasitol.17:6. Meseck EK, Njaa BL, Haley NJ, Park EH, Barr SC. 2005 Use of a multiplex polymerase chain reaction to rapidly differentiate Neospora caninum from Toxoplasma gondii in an adult dog with necrotizing myocarditis and myocardial infarct. J Vet Diagn Invest. 17:565-568. Neta AVC, Mol JPS, Xavier MN, Paixão TA, Lage AP, Santos RL. 2010. Pathogenesis of bovine brucellosis-review. Vet J. 184:146-155. Reichel MP, Ellis JT, Dubey JP. 2007. Neosporosis and hammondiosis in dogs. JSAP. 48:308-312. doi:10.1111/j.1748-5827.2006.00236.x. Slapeta JR, Koudela B, Votypka J, Mondry D, Horejs R, Lukes J. 2002. Coprodiagnosis of Hammondia heydorni in dogs by PCR based amplification of ITS1rRNA: differentiation from morphologically indistinguishable oocyst of Neospora caninum. Vet J. 163:147-154. Suhardono et al. 2002. Neosporosis salah satu penyebab keguguran pada tenak baru dikenali di Indonesia. Bogor [ID]: Balai Penelitian Veteriner. Tomioka Y. 2000. Demonstration of vertical transmission Neospora caninum in latently infected mice. Jpn J Vet Res. 48:79. Toolan D. 2003. Neospora caninum abortion in cattle-a clinical perspective. Irish Vet J. 56:404-410. Trees AJ, Guy CS, McGarry JW, Smith RF, Williams DJL. 2002. Neospora caninum: oocyst challenge of pregnant cows. Vet Parasitol. 109:147-154. Umemura T, Shiraki K, Morita T, Shimada A, Haritani M, Kobayashi M, Yamagata S. 1992. Neosporosis in dog : The first case report in Japan. J Vet Med Sci. 54(1):157-159. Williams JH, Espie I, van Wilpe E, Matthee A. 2002. Neosporosis in a white rhinoceros (Ceratotherium simum) calf. JSAVA. 73:38-43. Wouda W, Moen AR, Schukken YH. 1998. Abortion risk in progeny of cows after a Neospora caninum epidemic. Theriogenology. 49:1311-1316.
16
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bekasi, 26 Maret 1991 dari ayah M. Juddin Syamsu Alang dan ibu Asliany. Penulis adalah putri kelima dari lima bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Benteng Selayar dan lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB, dan diterima pada tahun yang sama di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif sebagai anggota departemen Kominfo BEM FKH IPB, Ketua Komunitas Seni Steril FKH IPB, anggota paduan suara Gita Klinika, dan anggota Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Satwa Liar.