KAJIAN FORMULASI SARI MENTIMUN (Cucumis sativus L.) SEBAGAI MINUMAN PROBIOTIK MENGGUNAKAN CAMPURAN KULTUR Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus, Streptococcus thermophilus subsp. salivarus, dan Lactobacillus casei subsp. rhamnosus
Oleh Ety Kusmawati F24104116
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Ety Kusmawati. F24104116. Kajian Formulasi Sari Mentimun (Cucumis sativus L.) sebagai Minuman Probiotik Menggunakan Campuran Kultur Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus, Streptococcus thermophilus subsp. salivarus dan Lactobacillus casei subsp. rhamnosus. Di bawah Bimbingan Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M. Agr. 2008. RINGKASAN Upaya meningkatkan manfaat mentimun (Cucumis sativus L.) sebagai salah satu jenis sayur-sayuran yang produksinya cukup melimpah di Indonesia perlu dilakukan, antara lain melalui diversifikasi produk sebagai minuman probiotik dengan cara melakukan fermentasi sari mentimun dengan campuran kultur Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus casei, dan Streptococcus thermophilus yang sudah diketahui manfaatnya untuk kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula yang disukai pada pembuatan minuman probiotik dari sari mentimun dan meningkatkan nilai manfaat sari mentimun sebagai minuman probiotik. Pada penelitian tahap I dilakukan pembuatan sari mentimun dan formulasi minuman dengan gula pasir dan susu skim. Pembuatan sari mentimun dilakukan dengan cara menghancurkan mentimun dengan blender dan disaring dengan kain saring. Kemudian dilakukan penambahan susu skim (2%, 5%, 9%) dan gula pasir (8% dan 10%) sehingga didapatkan 6 formula. Masing-masing formula dipanaskan pada suhu 900C, dibiarkan selama 15 menit pada suhu tersebut dan dilakukan pendinginan hingga mencapai suhu 450C. Setelah dingin, dilakukan penambahan kultur kerja sebanyak 5% dengan perbandingan 1:1:1, serta diinkubasi selama 1 hari pada suhu 43450C. Pada enam formula yang dihasilkan dilakukan uji hedonik, dan terpilih produk terbaik adalah formula dengan rasa original yang terbuat dari sari mentimun yang ditambah dengan susu skim 9% dan gula pasir 10%. Pada penelitian tahap II dilakukan perbaikan teknik penambahan gula, yaitu penambahan gula dilakukan pada saat sebelum dan sesudah fermentasi terhadap formula terpilih dari hasil penelitian tahap I, dan penentuan flavor rempah yang paling disukai oleh panelis sebagai variasi rasa selain original. Pada penelitian tahap II dihasilkan 4 formula dengan penambahan kombinasi rempah yaitu, jahe, kayu manis, dan adas manis. Hasil uji hedonik menunjukkan bahwa formula terbaik menurut panelis adalah formula dengan flavor jahe. Selanjutnya formula dengan flavor original dan formula dengan flavor jahe diproduksi kembali dan dilakukan pengamatan uji stabilitas untuk penyimpanan selama 2 minggu dalam refrigerator. Formula tersebut dianalisis selama 2 minggu dengan selang pengamatan 3 hari untuk diamati sifat fisik, kimia, mikrobiologi, dan sensori. Dari penelitian ini, dipilih minuman probiotik sari mentimun dengan flavor original dengan pertimbangan rasa yang lebih disukai oleh panelis dan biaya produksi yang lebih murah. Hasil analisis formula dengan flavor original selama penyimpanan 2 minggu menunjukkan pH 4.18±0.00, total asam laktat sebesar 0.53%±0.08, kekentalan 7.52±0.05 cp, nilai TPT 18.0±0.00 oBrix dan total BAL 4.2x108±2.2x108 cfu/ml. Nilai Total BAL tidak kurang dari 106 cfu/ml sehingga produk ini dapat dikatakan sebagai
minuman probiotik. Umur simpan minuman probiotik sari mentimun adalah 9 hari. Hasil uji proksimat pada formula dengan flavor original menunjukkan nilai rata-rata kadar air 81.78%, kadar abu 0.22%, kadar protein 0.49%, kadar lemak 0.26% dan karbohidrat (by difference) 17.25%. Pembuatan minuman probiotik sari mentimun merupakan salah satu cara pengembangan minuman probiotik menggunakan komoditas yang melimpah agar dapat meningkatkan nilai gizi dari suatu bahan pangan dan memberikan manfaat kesehatan bagi tubuh.
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN KAJIAN FORMULASI SARI MENTIMUN (Cucumis sativus L.) SEBAGAI MINUMAN PROBIOTIK MENGGUNAKAN CAMPURAN KULTUR Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus, Streptococcus thermophilus subsp. salivarus, dan Lactobacillus casei subsp. rhamnosus
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PANGAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh Ety Kusmawati F24104116
Dilahirkan pada tanggal 20 Januari 1987 Di Jakarta Lulus : Agustus 2008
Menyetujui, Bogor, September 2008
Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M. Agr Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc Ketua Departemen ITP
RIWAYAT HIDUP
Penulis yang bernama lengkap Ety Kusmawati dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 Januari 1987. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara. Penulis dibesarkan oleh ayah bernama Ento Suharto dan ibu bernama Royani. Bangku sekolah penulis dimulai dari Sekolah Dasar 05 Pekayon Jakarta dan Sekolah Menengah Pertama Negeri 91 Jakarta. Setelah itu, melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 99 Jakarta. Penulis diterima menjadi mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2004. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah bergabung di dalam kepengurusan Himpunan Mahasiswa ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA) Institut Pertanian Bogor bidang sosial dan kemahasiswaan selama 1 tahun dan kepanitiaan beberapa kegiatan di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Tenologi Pertanian penulis melakukan
penelitian
tentang
minuman
probiotik
dari
sari
mentimun
menggunakan campuran kultur Lactobacillus delbruekii subsp. bulgaricus, Sterptococcus thermophilus subsp. salivarus dan Lactobacillus casei subsp rhamnosus di bawah bimbingan Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M. Agr.
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb. Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Karunia, Hidayah, dan Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitiannya. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada sejumlah pihak yang telah berkontribusi secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian karya ini. Semoga Allah SWT membalas budi baik pihak-pihak yang senantiasa membimbing, membantu dan mendoakan dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Perkenankanlah penulis mengucapkah ucapan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tuaku, atas kasih sayang, doa, semangat, serta dukungan moril dan materi yang telah diberikan serta adikku yang turut membangkitkan semangat untuk menyelesaikan tugas akhir ini. 2. Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M. Agr, selaku dosen pembimbing, yang telah memberi pengarahan,
nasihat, saran,
motivasi, dan kritik
yang
membangun. 3. Elvira Syamsir S.TP, M.si dan Dian Herawati S.TP, selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan dan nasihat. 4. Datoe M. Iqbal Albabakani, yang selalu memberikan kasih sayang, semangat, doa dan dukungannya kepada penulis. 5. Sahabat-sahabat terbaikku (Nona, Memed, Yunion, Xie2, dan Lula) yang telah meluangkan waktunya meberikan bantuan, berbagi canda tawa dan dukungan kepada penulis. 6. Teman seperjuanganku, Hermanto yang telah berbagi keluh kesah dan saling menyemangati satu sama lain. 7. D’Micro crews (Aris, Nanang, Dodi, Cici, Nene, dan Umul) yang telah rela berbagi alat dan bahan di lab mikro. 8. Teman-teman wisma SAS (K’Bintang, Ester, Pietchoy, Auu, ade’Yuli, ade’Anggun, Qia) terima kasih banyak atas masukan dan keceriaan yang diberikan.
9. Mama Linda yang senantiasa memberikan doa dan semangat kepada penulis. 10. Teman-teman TPG 40 (K’Primz dan K’Dea), 41, dan 42, terima kasih banyak atas bantuan kepada penulis. 11. Laboran-laboran (Pak Wahid, Pak Sobirin, Pak Koko, Pak Rojak, Pak Yahya, Pak Sidiq, Pak gatot, Bu Rubiyah, Teh Ida, Mas Edi, Mba’Darsih, Mba’Ari) yang telah menjelaskan dan membantu pelaksanaan analisa di laboratorium. 12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis telah berusaha menyusun skripsi ini sebaik mungkin, namun tidak ada karya manusia yang sempurna. Semoga dengan kekurangan yang masih ada, skripsi ini tetap bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR ISI Halaman RIWAYAT HIDUP.............................................................................................. iv KATA PENGANTAR ........................................................................................ . v DAFTAR ISI....................................................................................................... vii DAFTAR TABEL................................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR............................................................................................ x DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... xii I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang .................................................................................. 1 B. Tujuan ............................................................................................... 3 C. Manfaat ............................................................................................. 4
II.
TINJAUAN PUSTAKA A. B. C. D. E.
III.
5 7 8 9 13
BAHAN DAN METODE A. B. C. D.
IV.
Mentimun .......................................................................................... Susu Skim ......................................................................................... Minuman Probiotik ........................................................................... Kultur Starter .................................................................................... Rempah-rempah ................................................................................ Bahan dan Alat ................................................................................. Metode Penelitian ............................................................................. Prosedur Analisis .............................................................................. Rancangan Percobaan .......................................................................
17 17 23 29
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Tahap I ............................................................................. 31 B. Penelitian Tahap II ............................................................................ 42
V.
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ....................................................................................... 65 B. Saran ................................................................................................. 65
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 66 LAMPIRAN........................................................................................................ 70
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi susu bubuk skim………………........................................ 8 Tabel 2. Penilaian kepentingan setiap karakteristik kesukaan ........................ 29 Tabel 3. Hasil pengamatan pembuatan sari mentimun .................................. 32 Tabel 4. Formula pembuatan minuman probiotik........................................... 34 Tabel 5. Formulasi penentuan flavor minuman probiotik............................... 44 Tabel 6. Karakteristik mutu minuman probiotik sari mentimun..................... 63 Tabel 7. Formula pembuatan minuman probiotik sari mentimun.................... 64
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Buah Mentimun ............................................................................. 6 Gambar 2. Morfologi Lactobacillus bulgaricus .............................................. 11 Gambar 3. Morfologi Streptococcus thermophilus.......................................... 12 Gambar 4. Morfologi Lactobacillus casei subsp. rhamnosus ......................... 13 Gambar 5
Diagram alir pembuatan sari mentimun......................................... 19
Gambar 6
Skema penelitian tahap I ................................................................ 21
Gambar 7
Skema perlakuan penelitian tahap II.............................................. 23
Gambar 8
Minuman probiotik sari mentimun ................................................ 35
Gambar 9
Hasil uji hedonik terhadap parameter rasa minuman probiotik sari mentimun................................................. 36
Gambar 10 Hasil uji hedonik terhadap parameter kekentalan minuman probiotik sari mentimun................................................. 37 Gambar 11 Hasil uji hedonik terhadap parameter warna minuman probiotik sari mentimun................................................. 39 Gambar 12 Hasil uji hedonik terhadap parameter aroma minuman probiotik sari mentimun................................................. 40 Gambar 13 Hasil pembobotan nilai pada setiap formula minuman probiotik sari mentimun................................................. 42 Gambar 14 Hasil uji hedonik pada penentuan flavor minuman probiotik ......................................................................................... 46 Gambar 15 pH Minuman probiotik sari mentimun dengan flavor original ................................................................................ 49 Gambar 16 pH Minuman probiotik sari mentimun dengan flavor jahe ..................................................................................... 49 Gambar 17 Total asam laktat minuman probiotik mentimun dengan flavor original .................................................................... 51 Gambar 18. Total asam laktat minuman probiotik mentimun dengan flavor jahe.......................................................................... 51 Gambar 19 Total padatan terlarut minuman probiotik mentimun dengan flavor original................................................... 54
Gambar 20. Total padatan terlarut minuman probiotik mentimun dengan flavor jahe ........................................................ 54 Gambar 21. Viskositas minuman probiotik mentimun dengan flavor original ................................................................................ 56 Gambar 22. Viskositas minuman probiotik mentimun dengan flavor jahe ...................................................................................... 56 Gambar 23. Total bakteri asam laktat minuman probiotik mentimun dengan flavor original selama penyimpanan .................................................................................. 58 Gambar 24. Total bakteri asam laktat minuman probiotik mentimun dengan flavor jahe selama penyimpanan .................................................................................. 58 Gambar 25. Nilai rataan kesukaan panelis terhadap minuman probiotik mentimun dengan flavor original selama penyimpanan...................................................................... 61 Gambar 26. Nilai rataan kesukaan panelis terhadap minuman probiotik mentimun dengan flavor jahe selama penyimpanan .................................................................................. 61
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Tahapan pemeliharaan kultur..................................................... 70 Lampiran 2. Tahapan pembuatan kultur kerja................................................ 71 Lampiran 3. Pengaruh perlakuan terhadap mutu minuman probiotik sari mentimun ................................................................................... 72 Lampiran 4. Analisis sidik ragam uji hedonik rasa pada penelitian tahap I........................................................................ 73 Lampiran 5. Analisis sidik ragam uji hedonik kekentalan pada penelitian tahap I............................................................... 74 Lampiran 6. Analisis sidik ragam uji hedonik warna pada penelitian tahap I............................................................... 75 Lampiran 5. Analisis sidik ragam uji hedonik aroma pada penelitian tahap I............................................................... 76 Lampiran 8. Rekapitulasi data hedonik pada penelitian tahap I ....................................................................................... 77 Lampiran 9
Contoh perhitungan dengan metode pembobotan pada penelitian tahap I....................................................................... 78
Lampiran 10. Analisis sidik ragam uji hedonik flavor dengan rempah serbuk........................................................................................ 79 Lampiran 11. Rekapitulasi data hedonik penentuan flavor dengan rempah serbuk........................................................................... 80 Lampiran 12. Diagram alir pembuatan larutan ekstrak rempah....................................................................................... 81 Lampiran 13. Analisis sidik ragam uji hedonik terhadap flavor dengan larutan ekstrak rempah.................................................. 82 Lampiran 14. Rekapitulasi data hedonik penentuan flavor dengan larutan ekstrak rempah.................................................. 83 Lampiran 15. Syarat mutu produk yoghurt menurut SNI 01-2981-1992..................................................................... 84
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Semakin meningkatnya perhatian masyarakat dewasa ini terhadap pentingnya pengaruh makanan dan minuman terhadap kesehatan, memicu berkembangnya produk-produk pangan yang memiliki fungsi kesehatan terutama dalam pemanfaatan produk-produk alami. Keadaan ini sangat berpengaruh terhadap pemasaran produk pangan yang berlabel untuk kesehatan, baik untuk pengobatan dan pencegahan penyakit, minuman berenergi (energy drink), serta makanan yang mengandung kultur aktif bakteri (probiotik). Saat ini obat-obatan tradisional telah dikembangkan menjadi minuman maupun makanan yang dapat dikonsumsi tanpa menimbulkan efek samping bahkan dapat memberikan efek yang baik terhadap kesehatan, khususnya dalam mengurangi keluhan penyakit tertentu. Jenis makanan atau minuman ini lebih dikenal dengan sebutan pangan fungsional. Minuman kesehatan dapat diartikan sebagai minuman yang dapat meningkatkan fungsi fisiologis, seperti menurunkan kandungan kolesterol, meningkatkan sistem pertahanan tubuh, mencegah kanker dan sebagainya. Selain itu minuman kesehatan memiliki rasa dan aroma yang enak serta kandungan gizi yang sesuai dengan peruntukannya (Fardiaz, 2000). Dalam penelitian ini, minuman kesehatan yang dikaji berupa sari mentimun yang difermentasi dengan kultur Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus, Streptococcus thermophilus subsp. salivarus, dan Lactobacillus casei subsp. rhamnosus. Produk yang dihasilkan dari penelitian ini dapat dikatakan pangan fungsional karena mengandung Lactobacillus casei subsp. rhamnosus sebagai probiotik yang bermanfaat bagi kesehatan. Probiotik adalah suplemen makanan yang berisi mikroba hidup yang sangat menguntungkan bagi inangnya (manusia dan hewan) karena dapat meningkatkan keseimbangan mikroflora usus. Menurut Fuller (1992), sifat-sifat yang harus dimiliki bakteri probiotik agar efektif menghasilkan nutrisi dan efek therapeutic adalah: (1) dapat bertahan
hidup, artinya bakteri yang dimakan harus dapat bertahan sampai usus kecil dan melewati asam lambung, sehingga bakteri ini harus dapat hidup pada pH yang sangat rendah; (2) resisten terhadap bile, di usus kecil dan kolon mengandung asam bile dalam konsentrasi tinggi yang dapat membunuh mikroorganisme; (3) sifat adhesi, mikroorganisme probiotik memiliki sifat adhesi terhadap sel epitel usus agar dapat bertahan hidup; dan (4) memproduksi antimikroba, bakteri probiotik menghasilkan produk yang dapat menghambat keberadaan organisme lain dalam usus. Mentimun dihasilkan di semua negara dan selalu tersedia sepanjang tahun (Heinerman, 2005). Di Indonesia, mentimun merupakan salah satu jenis sayuran yang produksinya cukup melimpah, yaitu sekitar 3.5-4.8 ton/Ha (Sofia, 2007). Namun, produksi yang tinggi tersebut belum diimbangi dengan pemanfaatan yang optimal, karena saat ini mentimun hanya dimanfaatkan sebagai lalapan, asinan, pikel dan acar. Selama ini produk fermentasi berbahan mentimun seperti pikel memiliki rasa yang kurang disukai karena penggunaan garam dalam proses fermentasi yang cukup tinggi. Pengolahan mentimun dalam penelitian ini berupa proses fermentasi sari mentimun menjadi minuman probiotik yang diharapkan dapat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan citarasa mentimun dan umur simpannya, karena mentimun sebagai sayuran segar sangat mudah mengalami kerusakan. Citarasa dan mutu suatu produk fermentasi seperti minuman probiotik, berkaitan erat dengan proses fermentasi oleh starter yang digunakan. Kultur starter yang umum digunakan dalam pembuatan minuman probiotik sejenis yoghurt adalah kultur campuran dari Lactobacillus
delbrueckii
subsp.
bulgaricus,
dan
Streptococcus
thermophilus subsp. Salivarus. Kedua bakteri ini saling menstimulir pertumbuhan satu dengan yang lainnya dan dapat memberikan flavor yang memuaskan pada kondisi yang optimum (Walstra et al., 1999). Dalam penelitian ini, strain mikroba probiotik yang ditambahkan adalah Lactobacillus casei subsp rhamnosus. Penambahan ini dilakukan untuk menutupi kekurangan bakteri yang lain karena Streptococcus
thermophilus subsp. salivarius dan Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus tidak mampu bertahan hidup pada pencernaan manusia. Lactobacillus casei subsp rhamnosus merupakan bakteri asam laktat yang dapat mencapai saluran pencernaan manusia dalam keadaan hidup dan memberikan efek probiotik yang sangat menguntungkan bagi kesehatan. Pertimbangan pemilihan Lactobacillus casei subsp rhamnosus sebagai probiotik yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri ini tergolong bakteri heterofermentatif yang dapat memecah fruktosa dan glukosa yang banyak terkandung dalam sari mentimun (Saper dan Gorniy, 2006). Pembuatan minuman probiotik dalam penelitian ini dilakukan dengan mengkombinasikan sari mentimun dengan susu skim. Selain sebagai upaya optimal dalam pemanfaatan mentimun, penggunaan sari mentimun yang lebih dominan dapat mengurangi biaya produksi sehingga masyarakat dapat mengkonsumsi minuman probiotik yang bermanfaat bagi kesehatan dengan harga yang lebih murah. Selain itu dalam penelitian ini digunakan rempah-rempah seperti jahe, kayu manis, dan adas manis sebagai flavor untuk meningkatkan citarasa produk. Rempah-rempah tersebut dipilih karena memiliki rasa yang khas dan kandungan komponen aktif yang bermanfaat bagi tubuh. Diversifikasi pengolahan pangan berbahan dasar mentimun masih sangat terbatas sehingga keragaman produk diperlukan untuk memberikan alternatif pilihan produk pada konsumen.
B. TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi yang tepat pada pembuatan minuman probiotik dari sari mentimun menggunakan campuran
kultur
Lactobacillus
delbrueckii
subsp.
bulgaricus,
Streptococcus thermophilus subsp. salivarus, dan Lactobacillus casei subsp. rhamnosus dan meningkatkan nilai manfaat sari mentimun sebagai minuman probiotik.
C. MANFAAT Manfaat hasil penelitian ini adalah meningkatkan nilai ekonomis mentimun dan sekaligus memanfaatkan mentimun sebagai pangan fungsional. Selain itu, data yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan produk minuman probiotik dari sari mentimun.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. MENTIMUN Mentimun, ketimun, atau timun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu jenis sayur-sayuran yang tergolong pada labu-labuan (Curcubitaceae). Tanaman ini berasal dari Himalaya di Asia Utara. Saat ini, budidaya mentimun sudah meluas ke seluruh wilayah baik tropis atau subtropis. Mentimun memiliki berbagai nama daerah seperti timun (Jawa tengah), bonteng (Jawa barat), temon atau antemon (Madura), ketimun atau antimun (Bali), hantimun (lampung), dan timon (Aceh). Tanaman ini tumbuh pada dataran rendah hingga ketinggian 1300 m dari permukaan laut. Panjang tanaman mentimun antara 30-250 cm; sulur dahan tumbuh di sisi tangkai daun; daunnya berseling; dan berbentuk bulat telur yang ujungnya meruncing. Buahnya bulat panjang; berbiji banyak; tumbuh bergantung; berwarna hijau berlilin putih; setelah tua berwarna kuning; panjang buah 10 – 30 cm; bagian pangkal berbintil; dan banyak mengandung cairan. Habitus mentimun berupa herba lemah melata atau setengah merambat dan merupakan tanaman musiman. Tanaman mentimun akan mati setelah berbunga dan berbuah. Perbungaannya berumah satu (monoecious) dengan tipe bunga jantan dan bunga hermafrodit (banci). Bunga pertama yang dihasilkan, biasanya pada usia 45 minggu, adalah bunga jantan. Bunga-bunga selanjutnya adalah bunga banci apabila pertumbuhannya baik. Satu tanaman mentimun dapat menghasilkan 20 buah. Namun dalam budidaya biasanya jumlah buah dibatasi untuk menghasilkan ukuran buah yang baik. Daging buah mentimun merupakan hasil perkembangan dari bagian mesokarp, berwarna kuning pucat sampai jingga. Buah dipanen ketika masih setengah masak. Buahnya biasa dimakan mentah, direbus, dikukus atau disayur, dan dibuat acar. Mentimun dapat ditemukan di berbagai hidangan dari seluruh dunia dan memiliki kandungan air yang cukup banyak di dalamnya, sehingga menyejukkan kerongkongan (Anonim1, 2007). Mentimun dapat dibudidayakan di kebun lapang, di kamar kaca, dan di tempat-tempat dengan pemanasan buatan. Selama pertumbuhannya,
mentimun membutuhkan kelembaban udara yang tinggi, tanah yang basah atau tanah berpasir dan suhu tinggi dengan pengairan yang baik (Anonim2, 1980). Terdapat tiga jenis mentimun, yaitu mentimun kultivar lokal (mentimun sayur), mentimun jepang, dan mentimun suri. Mentimun suri tidak berbeda jenis dengan mentimun sayur, namun berbeda kelompok budidaya (convarietas), artinya walaupun tergolong sebagai satu spesies, jenis teknik budidaya kedua tanaman tidak sama. Kedua jenis mentimun dipanen ketika buah belum masak. Daging buah mentimun suri lebih rendah konsistensinya (mudah hancur) dan mengeluarkan aroma yang lebih harum. Jenis mentimun yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis kultivar lokal atau mentimun sayur yang banyak dihasilkan dan selalu tersedia sepanjang tahun.
Gambar 1. Buah mentimun (Anonim2, 2007) Menurut Heinerman (2005), satu cangkir mentimun mentah yang telah dicacah mengandung 26 mg kalsium, 28 mg fosfor, 1.2 mg zat besi, 6 mg sodium, 168 mg potasium, 260 IU vitamin A, 12 mg vitamin C, 13 mg magnesium, dan sejumlah vitamin B-kompleks seperti tiamin, riboflavin, dan niasin. Kandungan fosfor, vitamin C dan asam folat pada mentimun berfungsi untuk memperlancar buang air seni dan untuk menghilangkan ketegangan atau anti stress. Selain itu, biji buah mentimun mengandung banyak vitamin E untuk menghambat penuaan dan menghilangkan keriput. Mentimun
mentah
bermanfaat
menurunkan
panas
dalam,
dan
meningkatkan stamina. Menurut Johan (2005), mentimun mengandung flavonoid dan polifenol sebagai antiradang; kukurbitasin C yang berkhasiat untuk meningkatkan kekebalan tubuh dan mencegah penyakit hepatitis;
dan asam malonat yang berfungsi menekan gula agar tidak berubah menjadi lemak sehingga baik untuk mengurangi berat badan. Selain itu, kandungan serat yang tinggi dalam mentimun berguna untuk melancarkan buang air besar, menurunkan kolesterol, dan menetralkan racun.
B. SUSU SKIM Susu merupakan media fermentasi
yang serbaguna. Susu
mengandung bahan-bahan yang diperlukan oleh setiap organisme yang secara nutrisi membutuhkannya seperti jenis Lactobacillus. Namun, susu bukan media yang universal karena mengandung beberapa senyawa bakteriostatik, diantaranya tergolong ringan dan mudah dihancurkan. Dalam penelitian ini, jenis susu yang ditambahkan adalah susu skim (non fat
skim
milk).
Penambahan
susu
skim
dimaksudkan
untuk
mengoptimalkan kerja bakteri asam laktat yang dapat menggunakan laktosa sebagai sumber energi bagi pertumbuhannya. Susu skim adalah bagian susu yang tertinggal sesudah krim diambil sebagian atau seluruhnya. Susu skim mengandung semua zat makanan dari susu kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak, seperti vitamin A, D, E, dan K (Buckle, 1987). Susu skim dapat digunakan oleh orang yang menginginkan nilai kalori rendah di dalam makanannya, karena susu skim hanya mengandung 55% dari seluruh energi susu. Susu skim dimanfaatkan dalam pembuatan keju dengan lemak rendah dan yoghurt. Susu skim sebaiknya tidak digunakan untuk makanan bayi tanpa adanya pengawasan gizi karena tidak adanya kandungan lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Berdasarkan mutunya, susu skim dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu, jenis ekstra, standar dan instan (Anonim3, 2008).
Tabel 1. Komposisi susu bubuk skim Komposisi (%) Lemak Protein Lakosa Abu Air *Buckle, (1987)
Susu tak berlemak (non fat skim milk)
4.00 37.40 1.00 49.20 8.40
C. MINUMAN PROBIOTIK Minuman probiotik merupakan minuman yang mengandung mikroorganisme hidup yang mempunyai pengaruh menguntungkan untuk induk semangnya melalui keseimbangan mikroorganisme usus (Fuller, 1992). Secara umum, fungsi probiotik serupa dengan antibiotik, yaitu dapat meningkatkan kesehatan. Bedanya, mekanisme kerja antibiotik langsung membunuh mikroorganisme target dan meninggalkan residu dalam jaringan tubuh, sedangkan probiotik menekan pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan dan merangsang mikroorganisme sejenis, serta tidak meninggalkan residu dalam jaringan (Soeharsono, 1997).
Probiotik
menawarkan
alternatif
yang
lebih
baik
untuk
memperbaiki keseimbangan mikroflora usus yang terganggu daripada antibiotik (Hull dan Evans, 1992). Minuman probiotik termasuk kedalam makanan fungsional yang mempunyai kandungan komponen aktif dan dapat memberikan efek terhadap kesehatan. Ada tiga fungsi dasar yang harus dipenuhi oleh makanan fungsional, yaitu (1) sensory (warna dan penampilan menarik, citarasa enak), (2) nutritional (bernilai gizi tinggi), dan (3) Physiological (memberikan pengaruh fisiologis yang menguntungkan bagi tubuh). Beberapa fungsi fisologis yang diharapkan adalah (a) pencegahan timbulnya bahaya penyakit; (b) meningkatkan daya tahan tubuh; (c) regulasi kondisi ritme fisik tubuh; (d) memperlambat proses penuaan; dan (e) penyehatan kembali dari sakit (recovery). Untuk membuat minuman sari mentimun sebagai minuman probiotik, digunakan kultur campuran dari Streptococcus thermophilus
subsp. salivarus, Lactobacillus casei subsp. rhamnosus dan Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus. Ketiga jenis bakteri tersebut merupakan bakteri asam laktat yang membutuhkan laktosa untuk pertumbuhannya dan beberapa
asam
amino,
vitamin,
dan
faktor
pertumbuhan
lain
(Wibowotomo, 1990). Meskipun mentimun tidak mengandung laktosa, tetapi bakteri tersebut tetap dapat menggunakan karbohidrat yang terkandung dalam mentimun seperti fruktosa dan glukosa (Saper dan Gorniy, 2006). Agar fermentasi berjalan optimal, maka dalam pembuatan minuman probiotik ini diberi tambahan susu skim dan gula pasir. Dalam penelitian ini, strain mikroba probiotik yang ditambahkan adalah Lactobacillus casei subsp. rhamnosus. Penambahan ini dilakukan untuk menutupi kekurangan bakteri yang lain karena Streptococcus thermophilus subsp. salivarus dan Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus tidak mampu bertahan hidup pada pencernaan manusia. Fuller (1992) menyatakan bahwa bakteri yang digunakan sebagai probiotik adalah bakteri yang termasuk ke dalam golongan GRAS (Generally Recognized As Save microorganism), yaitu mikroorganisme yang secara umum telah direkomendasikan sebagai mikroorganisme yang aman digunakan dalam pengolahan pangan, seperti L. acidophilus, L. bulgaricus, S. thermophilus, L. casei, B. longum, dan B. bifidum.
D. KULTUR STARTER Atribut utama susu fermentasi yang sudah cukup dikenal adalah bermanfaat bagi kesehatan dan kandungan zat nutrisi tinggi. Kultur starter dalam suatu produk fermentasi dianggap memegang peranan untuk mencapai kualitas tersebut. Kultur starter bakteri asam laktat dalam fermentasi dapat didefinisikan sebagai biakan mikroorganisme yang diinginkan
dan
akan
menghasilkan
perubahan-perubahan
yang
menguntungkan selama proses fermentasi berlangsung (Anshori, 1992). Dalam pembuatan minuman probiotik sari mentimun, kultur starter yang digunakan berupa campuran kultur Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus, Lactobacillus casei subsp. rhamnosus dan Streptococcus
thermophilus subsp. salivarus. Menurut Anshori (1992), persyaratan utama bagi setiap kultur starter laktat ialah (1) mengandung satu atau beberapa jenis mikroorganisme yang diinginkan; (2) mampu berkembang dalam kondisi yang diberikan dan menghasilkan perubahan-perubahan yang diinginkan; dan (3) bebas dari kontaminasi. Pada umumnya, dalam proses fermentasi asam laktat melibatkan berbagai jenis organisme yang berbeda. Oleh karena itu, dalam pembiakan dalam satu kultur akan terdapat suatu kesesuaian dan saling menunjang antara satu organisme dengan organisme lainnya. Menurut Helferich dan Westhoff (1980), penggunaan kultur starter campuran beberapa bakteri asam laktat akan menghasilkan nilai organoleptik yang lebih baik.
1. Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus Lactobacillus delbruekii subsp. bulgaricus merupakan bakteri gram positif, anaerob fakultatif, homofermentatif, berbentuk batang, tidak berspora, dan bersifat katalase negatif (Gilliland, 1986). Golongan bakteri homofermentatif menghasilkan sekitar 90% asam laktat, dengan cara mengubah heksosa menjadi asam laktat melalui jalur Emden-Meyerhof pathway (Batt dan Pradip, 2000). Lactobacillus delbruekii subsp. bulgaricus termasuk jenis bakteri termofilik karena hidup secara optimal pada suhu 450C. Selain menghasilkan asam laktat, L. bulgaricus juga menghasilkan asetaldehid, aseton, asetoin, dan diasetil dalam jumlah yang cukup rendah. L. Bulgaricus membebaskan asam amino antara lain, valin, histidin, dan glisin yang diperlukan oleh Streptococcus thermophilus. Dalam bentuk koloni, L. Bulgaricus bersifat asidurik, yaitu mampu hidup pada kondisi asam dengan pH 5.5. Morfologi bakteri Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Morfologi Lactobacillus delbrueckii subsp.bulgaricus (Anonim4, 2008)
2. Streptococcus thermophilus subsp. salivarus Menurut Batt dan Pradip (2000), Streptococcus thermophilus subsp. salivarus tergolong kedalam jenis bakteri gram positif yang memiliki sifat metabolisme serupa dengan bakteri gram positif. Namun, Streptococcus thermophilus dapat hidup di berbagai habitat dan memiliki banyak perbedaan pada sifat fisiologisnya. Beberapa jenis Streptococcus merupakan patogen bagi hewan dan yang lainnya merupakan flora normal pada manusia, hewan, dan makanan. Seperti bakteri asam laktat yang lain, Streptococcus thermophilus bukan merupakan bakteri pembentuk spora, bersifat katalase negatif, dan hidup secara anaerobik fakultatif. Secara mikroskopis, Streptococcus thermophilus terlihat sebagai sel bulat dengan diameter 0.7-0.9 µm dalam bentuk tunggal atau rantai saat tumbuh dalam suatu media (Gambar 3). Suhu optimum bakteri ini adalah 42-450C. Namun, Streptococcus
thermophilus
masih
dapat
tumbuh
pada
suhu
maksimum 50-520C. Seperti pada jenis Streptococcus yang lain, Streptococcus thermophilus merupakan bakteri heterotropik yang sensitif, sehingga membutuhkan lingkungan dengan nutrisi yang kompleks serta harus terdapat karbohidrat sederhana sebagai sumber energinya. Seperti L. bulgaricus,
Streptococcus
thermophilus
merupakan
bakteri
homofermentatif yang memproduksi sebagian besar asam laktat L(+) (Robinson, 1999). Streptococcus thermophilus dapat memfermentasi laktosa, sukrosa, glukosa dan fruktosa. Streptococcus thermophilus
dapat diisolasi dari susu, peralatan pabrik olahan susu dengan pemanasan tinggi, dan pada produk-produk yang dipasteurisasi. Streptococcus thermophilus bersimbiosis secara mutualisme dengan L. bulgaricus beberapa mensintesis dan melepaskan komponen yang dapat menstimulasi pertumbuhan kedua bakteri. Keberadaan S. thermophilus dan L. bulgaricus secara bersamaan di dalam susu dapat menyebabkan pertumbuhan keduanya menjadi lebih cepat (Helferich dan Westhoff, 1980). Komponen yang dihasilkan oleh Streptococcus thermophilus berupa asam format dan asam laktat yang dapat menurunkan pH sehingga menstimulir pertumbuhan L. bulgaricus sedangkan L. bulgaricus menghasilkan asam amino seperti valin, histidin, dan glisin yang dibutuhkan oleh Streptococcus thermophilus.
Gambar 3. Morfologi Streptococcus thermophilus (Anonim5,2008) 3. Lactobacillus casei subsp. rhamnosus Lactobacillus casei subsp rhamnosus merupakan jenis bakteri gram positif dan bersifat katalase negatif. Selnya berbentuk batang dan cenderung membentuk rantai (Gambar 4). Bakteri ini merupakan bakteri asam laktat yang mengandung plasmid tunggal dengan berat molekul 19x106 yang mempunyai sifat antigenik (Gilliand, 1986). Antigenik merupakan suatu komponen yang dapat menstimulir terbentuknya antibodi di dalam tubuh. Secara umum, Lactobacillus casei dapat ditemukan di dalam susu, produk-produk olahan susu, makanan ternak, mulut, usus manusia, dan vagina (Helferich dan Westhoff, 1980). Lactobacillus casei termasuk jenis heterofermentatif bakteri yang mampu memecah heksosa menjadi asam laktat melalui
jalur
Embden-Meyerhof
serta
menggunakan
pentosa
dengan
menginduksi phosphoketolase untuk menghasilkan asam laktat dan asam asetat (Batt dan Pradip, 2000). Sebagai probiotik, Lactobacillus casei mampu mencapai usus dalam kedaan hidup dan dapat menempel pada dinding usus sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen yang dapat menimbulkan penyakit. Lactobacillus casei subsp rhamnosus termasuk kedalam golongan bakteri asam laktat yang bersifat termobakterium, karena bakteri ini dapat tumbuh pada suhu 450C (Robinson, 1981). Bakteri ini memiliki kemampuan untuk memecah glukosa, galaktosa, laktosa, manosa, selobiosa, trehalosa, dan rhamnosa. Terkadang Lactobacillus casei subsp rhamnosus mampu memfermentasi sukrosa dan maltosa. Namun, bakteri ini tidak mampu memecah silosa, arabinosa, dan rafinosa (Susanti, 2005).
Gambar 4. Morfologi Lactobacillus casei subsp rhamnosus (Anonim6,2008)
E. REMPAH-REMPAH 1. Jahe (Zingiber officinale R.) Tanaman jahe merupakan herba tegak; tinggi sekitar 30-60 cm; batang semu; beralur; dan berwarna hijau. Daunnya berbentuk tunggal; berwarna hijau tua; helai daun berbentuk lanset; tepi rata; ujung runcing; dan pangkalnya tumpul. Buah kotak berbentuk bulat sampai bulat panjang dan berwarna coklat. Biji bulat berwarna hitam. Akar serabut berwarna putih kotor. Rimpangnya bercabang-cabang,
tebal dan agak melebar (tidak silindris); berwarna kuning pucat. Bagian dalam rimpang berserat agak kasar, berwarna kuning muda dengan ujung merah muda. Rimpang berbau khas, dan rasanya pedas menyegarkan. Berdasarkan ukuran dan warna rimpangnya, dikenal paling tidak 3 varitas jahe, yaitu jahe besar (disebut juga jahe gajah atau jahe badak), jahe kecil (atau jahe emprit), dan jahe merah (atau jahe sunti). Diantara ketiga varitas tersebut yang banyak digunakan sebagai bahan obat tradisional adalah jahe merah, terutama bila yang diperlukan adalah khasiat minyak atsirinya. Dalam pengobatan seharihari, yang lebih sering digunakan adalah jahe kecil sebab lebih mudah diperoleh dibandingkan dengan jahe merah. Dalam penelitian ini jahe yang digunakan adalah jahe gajah. Jahe mudah tumbuh di tempat yang terbuka sampai di tempat yang agak ternaung, di tanah padat, kering ataupun gembur, di kebun dan di pekarangan. Dapat tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian lebih dari 900 meter di atas permukaan laut. Jahe terdapat di negaranegara tropis dan subtropis, antara lain di India, Malaya, Cina; di negara-negara Mediteranian dan Afrika. Rimpang jahe mengandung minyak atsiri yang terdiri dari senyawa-senyawa seskuiterpen, zingiberen, zingeron, oleoresin, kamfena, limonen, borneol, sineol, sitral, zingiberal, dan felandren. Di samping itu terdapat juga pati, damar, asam-asam organik seperti asam malat dan asam oksalat, Vitamin A, B, dan C, serta senyawa-senyawa flavonoid dan polifenol. Rimpang jahe memiliki banyak kegunaan, antara lain untuk obat sakit kepala dan masuk angin, serta untuk memperkuat lambung (sebagai stomachikum), dan menambah nafsu makan (stimulansia). Selain itu, jahe juga dapat digunakan untuk mengobati rematik, kolera, difteria, neuropati, sebagai penawar racun ular, dan sebagai obat luar untuk mengobati keseleo, bengkak dan memar (Matondang, 2007).
2. Kayu manis (Cinnamomum spp.) Kayu manis termasuk kedalam famili Lauraceae, mempunyai 32 generasi dan 2.000-2.500 spesies. Tanaman ini biasanya digunakan sebagai tanaman pelindung di daerah beriklim tropis dan subtropis. Terdapat kira-kira 250 spesies Cinnamomum yang memiliki nilai ekonomis yang penting dengan memanfaatkan kulitnya. Tanaman kayu manis tumbuh pada ketinggian 600-1.500 meter dari permukaan laut. Di atas 1.200 meter dari permukaan laut pertumbuhannya lebih lambat, tetapi mutu kulit lebih baik. Batang kayu manis berdiameter 30-60 cm, dengan kulit batang yang tebal dan berwarna keabuan serta cabang yang tumbuh di bagian bawah. Bunga kayu manis bergerombol pada ujung ranting. Kuncup bunga berwarna putih kecokelatan dan berambut halus. Bunganya sangat kecil kira-kira berdiameter 5-7 cm. Buah kayu manis yang masak berbentuk oval, berwarna hitam, dan panjangnya 1.5-1.2 cm dengan selubung di bagian dasarnya. Kayu manis mengandung minyak atsiri, pati, getah, resin, fixed oil tanin, selulosa, kalsium oksalat dan mineral-mineral. Menurut Furria dan Bellanca (1971), kulit kering kayu manis banyak digunakan sebagai bahan pemberi citarasa, kulit ini juga banyak didestilasi untuk menghasilkan minyak kulit kayu manis.
3. Adas manis (Pimpinella anisum L.) Adas manis termasuk kedalam famili Umbelliferae. Tanaman ini berasal dari Eropa selatan dan sebagian kecil Asia. Penanamannya banyak terdapat di Bulgaria, Denmark, Mesir, Prancis, Jerman, dan Argentina. Tinggi tanaman ini sekitar 1.2 m dengan batang berbentuk lurus, berdaun hijau, berbunga kuning. Buahnya berbentuk oval seperti bulir gabah berukuran 1 cm. Adas manis kering mengandung 8% minyak volatil yang kebanyakan terdiri atas anethol. minyak volatilnya mengandung 5060% anethol, 15-20% fenchine, dan sejumlah kecil α-pinene,
camphene, phellandrene, dipentene, methil cavicol, dan phenyl acetone. Flavor yang dihasilkan oleh adas manis adalah pedas, hangat, harum, sensasi awal berasa pahit kemudian manis dengan aftertaste segar (Hirasa dan Mitsuo, 1998). Adas manis memiliki banyak manfaat, di antaranya sebagai obat gastroenteritis, hernia, gangguan pencernaan, menghancurkan lendir dan merangsang perbaikan hati. Untuk kesehatan wanita, selain meningkatkan produksi ASI, adas manis juga dapat memperlancar haid dan meningkatkan hormon estrogen sehingga adas manis juga dapat memperlambat menopause (Furria dan Bellanca, 1971).
III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain mentimun, jahe, kayu manis, adas manis, gula pasir, susu skim, dan kultur probiotik Streptococcus thermophilus subsp. salivarius, Lactobacillus casei subsp rhamnosus dan Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus, MRS chalk semi solid, MRS broth, APDA, MRSA serta bahan-bahan kimia untuk uji proksimat, uji sifat fisik, dan uji mikrobiologis. Alat-alat yang digunakan terdiri dari alat-alat pengolahan dan alatalat analisa. Alat-alat pada pengolahan minuman kesehatan yang digunakan antara lain blender, kain saring, pisau, timbangan, talenan, baskom, kompor penangas, gelas piala dan refrigerator. Alat-alat untuk analisis adalah viscometer, pH meter, refraktometer, buret serta alat uji mikrobiologis seperti inkubator, cawan petri, tabung reaksi, rak tabung reaksi, gelas piala dan erlenmeyer.
B. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahapan, yaitu penelitian tahap I dan penelitian tahap II. Penelitian tahap I bertujuan untuk mendapatkan teknik pembuatan sari mentimun yang paling baik, sehingga didapatkan perbandingan air dan mentimun yang tepat untuk membuat minuman probiotik sari mentimun. Selain itu, pada penelitian tahap I ini juga dilakukan formulasi terhadap penambahan gula pasir dan susu skim untuk memperoleh formula terbaik yang disukai panelis. Pada penelitian tahap II dilakukan perbaikan penambahan gula pada saat sebelum dan sesudah fermentasi terhadap formula terpilih dari penelitian tahap I dan penentuan flavor rempah yang disukai oleh panelis. Formula terpilih pada penelitian tahap II dianalisis selama 2 minggu penyimpanan dalam refrigerator dengan selang pengamatan 3 hari untuk diamati sifat fisik, kimia, mikrobiologi, dan sensori. Namun, sebelum melakukan penelitian tahap I dan penelitian tahap II, perlu dilakukan persiapan penelitian seperti pemeliharaan kultur dan pembuatan kultur kerja.
1. Persiapan penelitian
a. Pemeliharaan kultur (Dewanti et al., 2001) Pemeliharaan kultur dilakukan dengan metode pendinginan, yaitu dengan cara menusukkan kultur pada media MRS chalk semi solid menggunakan jarum ose lalu diikubasi pada suhu 43-45oC selama 1 hari dan disimpan di dalam refrigerator. Kultur dapat ditumbuhkan kembali dengan menginokulasi 1 loop kultur pada media MRS broth lalu diikubasi pada suhu 43-45oC selama 1 hari. Diagram alir pemeliharaan kultur dapat dilihat pada Lampiran 1.
b. Pembuatan kultur kerja (Dewanti et al, 2001) Pembuatan kultur kerja diawali dengan pembuatan kultur induk dengan cara menginokulasi 1% kultur murni ke dalam 50 ml susu skim 10 % steril, lalu diinkubasi pada suhu 43-45oC selama satu hari. Setelah itu, disimpan dalam refrigerator. Kemudian 5% kultur induk ditambahkan dalam 50 ml susu skim 10% steril dan diinkubasi pada suhu 43-45oC selama satu hari dan disimpan dalam refrigerator dan siap digunakan sebagai kultur kerja. Diagram alir pembuatan kultur kerja dapat dilihat pada Lampiran 2.
2. Penelitian tahap I Pada penelitian tahap I dilakukan pembuatan sari mentimun dengan beberapa perbandingan air dan mentimun sehingga didapatkan perbandingan yang tepat untuk membuat minuman probiotik sari mentimun. Setelah itu, dilakukan pembuatan formula dengan penambahan gula pasir dan susu skim pada beberapa konsentrasi untuk memperoleh formula terbaik yang disukai panelis. Tahapantahapan dalam pembuatan sari mentimun dimulai dari sortasi mentimun. Mentimun yang dipilih adalah yang bertekstur keras dan tidak berulat. Mentimun yang dipilih dicuci, dirajang dan dihancurkan
dengan blender. Dalam proses penghancuran dilakukan penambahan air dengan perbandingan mentimun dan air (b/b) 2:1, 2:2, 2:3, 2:4, dan 2:5 lalu dilanjutkan dengan proses penyaringan (Gambar 5). Dari tahapan proses di atas akan dihasilkan 5 produk sari mentimun, dan selanjutnya dilakukan pengamatan secara visual.
Mentimun
disortasi
dicuci
dirajang
dihancurkan dengan blender pada : •
perbandingan mentimun : air = 2 : 1
•
perbandingan mentimun : air = 2 : 2
•
perbandingan mentimun : air = 2 : 3
•
perbandingan mentimun : air = 2 : 4
•
perbandingan mentimun : air = 2 : 5
disaring dengan kain saring
Sari mentimun
pengamatan visual
Gambar 5. Diagram alir pembuatan sari mentimun
Selanjutnya, ke dalam sari mentimun ditambahkan susu skim dan gula pasir, kemudian dipanaskan pada suhu 90oC selama 15 menit. Campuran didinginkan hingga suhu 45oC, dan diinokulasikan 5% kultur kerja isolat probiotik dengan perbandingan 1:1:1. Setelah itu diinkubasi selama 1 hari pada suhu 43-45oC dan disimpan dalam refrigerator. Penentuan
formulasi
minuman
probiotik
dibuat
dengan
mengkombinasikan 3 taraf jumlah susu skim (2%, 5%, 9%) dan 2 taraf jumlah gula (8% dan 10%) guna memperoleh 6 formula. Pada keenam formula dilakukan uji hedonik untuk menentukan formula yang paling disukai oleh panelis. Formula dengan perlakuan terbaik atau
yang
disukai
ditentukan
dengan
menggunakan
metode
pembobotan. Skema perlakuan pada penelitian tahap I dapat dilihat pada Gambar 6.
Sari Mentimun (Perbandingan mentimun air = 2 : 1) Gula pasir 8%, 10%
Susu skim 2%, 5%, 9%
F1 Susu skim 2% Gula 8%
F2 Susu skim 5% Gula 8%
F3 Susu skim 9% Gula 8%
F4 Susu skim 2% Gula 10%
F5 Susu skim 5% Gula 10%
Pemanasan pada suhu 900C selama 15 menit
Pendinginan hingga suhu 450 C
inokulasi bakteri 5% (1:1:1)
Inkubasi pada suhu 43-450C selama 1 hari
Penyimpanan dalam refrigerator
Uji organoleptik Gambar 6. Skema perlakuan penelitian tahap I 3. Penelitian tahap II Pada penelitian tahap II dilakukan perbaikan teknik penambahan gula, yaitu dilakukan penambahan pada saat sebelum dan sesudah fermentasi terhadap formula terpilih dan penentuan flavor rempah yang disukai oleh panelis. Penambahan gula sebelum fermentasi pada penelitian tahap II hanya sebesar 3% dan penambahan larutan gula
F6 Susu skim 9% Gula 10%
67% setelah proses fermentasi. Penambahan flavor dilakukan untuk meningkatkan citarasa produk. Flavor yang ditambahkan berupa larutan ekstrak rempah, yaitu kayu manis, jahe, dan adas manis. Skema pembuatan larutan ekstrak rempah dapat dilihat pada Lampiran 12. Pemilihan rempah-rempah sebagai flavor karena memiliki komponen aktif yang cukup banyak dan dapat memberikan citarasa yang khas pada produk. Selanjutnya formula terpilih pada penelitian tahap II diproduksi ulang dan disimpan dalam refrigerator selama 2 minggu dengan selang pengamatan 3 hari untuk parameter sifat fisik, kimia, mikrobiologi, dan sensori. Skema perlakuan pada penelitian tahap II dapat dilihat pada Gambar 7.
Sari Mentimun (Perbandingan mentimun air = 2 : 1) Susu skim 9%
Gula pasir 3%
Pemanasan pada suhu 900C selama 15 menit Pendinginan hingga suhu 450 C
inokulasi bakteri 5% (1:1:1)
Inkubasi pada suhu 43-450C selama 1 hari
Penyimpanan dalam refrigerator
Penambahan larutan rempah
Minuman probiotik Formula original
Minuman probiotik dengan flavor rempah
Uji organoleptik Gambar 7. Skema perlakuan penelitian tahap II
C. PROSEDUR ANALISIS Minuman probiotik sari mentimun dengan perlakuan terbaik yang diperoleh dari penelitian tahap II akan diproduksi kembali dan disimpan selama 2 minggu dalam refrigerator. Selama penyimpanan tersebut,
dilakukan pengamatan terhadap sifat fisik, kimia, mikrobiologi, dan sensori produk dengan selang waktu 3 hari. Karakteristik sifat kimia yang diamati adalah pH dan total asam laktat. Karakteristik sifat fisik yang diamati adalah viskositas dan total padatan terlarut (TPT). Karakteristik mikrobiologi yang diamati adalah total bakteri asam laktat dan total kapang-khamir, sedangkan karakteristik sensori yang diamati adalah tingkat kesukaan terhadap over all produk.
1. Analisis sifat fisik a. Viskositas (Apriyantono et al., 1989) Analisis sifat fisik yang dilakukan adalah pengukuran viskositas menggunakan Brookfield Viscometer. Sebanyak 100 ml sampel dimasukkan dalam wadah sampel. Pengukuran viskositas sampel menggunakan spindle 1 dan speed 6. Pengukuran dilakukan selama 2 menit hingga diperoleh pembacaan jarum pada posisi yang stabil. Rotor berputar dan jarum akan bergerak sampai diperoleh nilai viskositas sampel. Pembacaan nilai viskositas dilakukan setelah jarum stabil dan dilakukan 2 kali.
b. Total padatan terlarut (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) Pengukuran total padatan terlarut (TPT) menggunakan Hand Refractometer
(0-39˚Brix)
yang
sebelum
dilakukan,
alat
dibersihkan terlebih dahulu dengan alkohol dan dikeringkan dengan tissue. Sampel yang akan diukur kemudian diletakkan secukupnya pada tempat pembacaan. Kemudian nilai TPT ditunjukkan oleh angka yang didapat pada batas garis biru dan putih.
2. Analisis sifat kimia a. Total asam laktat (Apriyantono et al., 1989). Total asam tertitrasi (TAT) dihitung sebagai persen asam laktat. Pengukuran total asam laktat menggunakan prinsip asam
basa. Sebanyak 5 ml sampel dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml lalu diencerkan dengan aquades sampai tanda tera. Kemudian, sebanyak 10 ml sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan 3 tetes indikator phenolphtalein 1%. Sampel dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N yang telah distandardisasi sampai terbentuk warna merah muda. Perhitungan TAT ditentukan dengan rumus berikut: TAT (%) asam laktat =
Keterangan :
v x n x 90 x FP x 100 % w x 1000
w = bobot cuplikan NaOH (ml) v = volume larutan NaOH (ml) n = normalitas larutan NaOH
b. Derajat keasaman /pH (Apriyantono et al., 1989) Pengukuran derajat keasaman (pH) dilakukan dengan pHmeter. Sebelumnya alat dikalibrasi dengan buffer pH 7 dan pH 4. Kemudian 25 ml sampel dimasukkan ke dalam gelas piala. Elektroda siap ditempatkan dalam sampel, sehingga dapat dibaca nilai pH yang terukur.
c. Kadar air (Apriyantono et al., 1989) Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Sebelum digunakan, cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu 100oC selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator selama 10 menit. Cawan yang sudah kering ditimbang (a gram). Sekitar 5 gram sampel ditimbang dengan cepat dalam cawan (x gram), kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105oC selama 5 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai beratnya konstan (y gram). Selanjutnya kadar air dihitung dengan cara berikut:
x− y × 100 Kadar air (%wb) = x − a
x− y × 100 Kadar air (%db) = y − a
Keterangan:
x = bobot sampel basah y = cawan dan bobot kering a = bobot cawan kering
d. Kadar abu (Apriyantono et al., 1989) Cawan porselen dikeringkan dengan tanur pada suhu 500oC selama 1 jam kemudian didinginkan dalam desikator. Cawan ditimbang dengan neraca analitik (a gram). Sekitar 2 gram sampel ditimbang dalam cawan porselen (w gram). Sampel diarangkan diatas hot plate selama 30-60 menit sampai tidak berasap, kemudian sampel diabukan dalam tanur bersuhu 600oC selama 2 jam dan ditimbang (x gram). Kadar abu dihitung dengan rumus berikut: x−a × 100 Kadar abu (% wb) = w − a Keterangan:
x = bobot cawan dan abu w = bobot sampel a = bobot cawan kering
e. Kadar lemak metode soxhlet (Apriyantono et al., 1989) Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi Soxhlet dikeringkan dalam oven kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (a gram). Sebanyak ± 5 gram (x gram) sampel kering ditimbang pada kertas saring yang sesuai dengan ukuran kemudian ditutup dengan kapas-wool yang bebas lemak. Kertas saring yang berisi sampel tersebut dimasukkan dalam alat ekstraksi soxhlet kemudian alat kondensor dipasang di atasnya dan labu lemak dibawahnya. Pelarut dietil eter dituangkan dalam labu lemak secukupnya. Proses refluks dilakukan selama 5 jam sampai pelarut yang turun ke labu lemak berwarna jernih. Labu lemak yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada 105oC. Setelah dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan
dalam desikator, ditimbang labu beserta lemaknya (b gram). Kadar lemak dihitung dengan rumus berikut: b−a × 100 Kadar lemak (% wb) = x
Keterangan:
x = bobot sampel a = bobot labu lemak kering b = bobot labu lemak dan lemak
f. Kadar protein metode Kjeldahl (Apriyantono et al., 1989) Sekitar 0.1 – 0.5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. Sebanyak 2 gram campuran selenium atau satu butir Kjeltabs dan 25 ml H2SO4 pekat ditambahkan ke dalam labu, dididihkan dalam digestion system hingga dingin. Larutan dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml. Labu dibilas 2-3 kali dan larutan diencerkan sampai tanda tera. Sebanyak 10 ml larutan dipipet kedalam alat penyuling, ditambah 10 ml NaOH 30% dan 35 tetes indikator PP dan dilakukan destilasi selama 10 menit. Destilat ditampung dalam 25 ml asam borat 2% yang telah dicampur dengan 5 tetes indikator BCG-MM kemudian larutan dititrasi dengan HCl 0.01N dan dibuat juga blanko. Berikut ini adalah rumus perhitungan kadar protein:
Kadar Protein (%wb) =
(VHCL − Vblanko) × NHCL × 14.007 × FK × FP × 100 Wsampel
Keterangan: FK = Faktor Konversi (6.25) FP = Faktor Pengenceran
g. Kadar karbohidrat Metode by difference (Apriyantono et al., 1989)
Kadar karbohidrat dapat dihitung dengan metode by difference menggunakan rumus sebagai berikut:
Kadar Karbohidrat (% wb) = 100 - (% air + % abu + % lemak + % protein)
3. Analisis sifat mikrobiologi a. Total bakteri asam laktat ( Fardiaz, 1987) Sebanyak 1 ml sampel diencerkan dalam 9 ml larutan fisiologis (NaCl 0,85%) hingga pengenceran 10-9. Pemupukan dilakukan duplo dari tingkat pengenceran 10-6 dengan cara memipet 1 ml sampel yang telah diencerkan ke dalam cawan petri steril, kemudian ditambahkan 15-20 ml de Man Rogosha Sharp Agar (MRSA) cair steril. Cawan petri digoyangkan secara mendatar agar sampel menyebar rata. Segera setelah agar membeku dilakukan inkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37oC selama 2-3 hari. Jumlah koloni yang tumbuh dihitung dengan menggunakan metode Harrigan dengan satuan coloni forming unit (cfu)/ml (Harrigan, 1998).
b. Total kapang-khamir (Fardiaz, 1987) Sebanyak 1 ml sampel diencerkan dalam 9 ml larutan fisiologis (NaCl 0,85%) hingga pengenceran 10-4. Pemupukan dilakukan duplo untuk setiap pengenceran dengan cara memipet 1 ml sampel yang telah diencerkan ke dalam cawan petri steril, kemudian ditambahkan 15-20 ml Acidified Potato Dextrose Agar (APDA) cair steril. Cawan petri digoyangkan secara mendatar agar sampel menyebar rata. Setelah agar membeku, segera diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37oC selama 2-3 hari. Jumlah koloni yang tumbuh dihitung dengan menggunakan metode Harrigan dengan satuan cfu/ml (Harrigan, 1998).
4. Uji organoleptik ( Soekarto, 1985) Pada penelitian tahap I dan tahap II, uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik. Pada uji hedonik, penilaian dilakukan dengan menggunakan 6 skala numerik, yaitu sangat suka (6), suka (5), agak suka (4), agak tidak suka (3), tidak suka (2), sangat tidak suka (1). Data dari uji hedonik diolah secara statistik dengan menggunakan analisis sidik ragam Anova-Duncan.
5. Pembobotan (Satiarini, 2006) Formula terbaik dari tahap I ditentukan dengan metode pembobotan (Lampiran 9). Menurut Ma’arif dan Tanjung (2003) yang dikutip oleh Sartiarini (2006), pemberian bobot secara langsung kepada setiap kriteria bersifat subyektif. Pemberian bobot ini bisa dilakukan oleh orang yang mengerti, paham, dan berpengalaman dalam menghadapi masalah keputusan yang dihadapi. Penentuan produk terbaik dilakukan dengan memberikan bobot kepada masingmasing karakteristik berdasarkan nilai kepentingannya. Penilaian kepentingan setiap karakteristik dikategorikan sebagi berikut: (4) penting; (3) agak penting; (2) agak tidak penting; dan (1) tidak penting. Hasil analisis dari setiap karakteristik kesukaan kemudian diurutkan berdasarkan ranking terbaik lalu diberi nilai. Peringkat pertama diberi nilai paling tinggi. Nilai total akhir diperoleh dari akumulasi perkalian antara nilai rataan kesukaan dari setiap formula dengan bobot dari setiap karakteristik kesukaan berdasarkan urutan peringkatnya. Bobot kepentingan dari setiap karakteristik kesukaan dilihat pada Tabel 2 (Maulidya, 2007).
Tabel. 2 Penilaian kepentingan setiap karakteristik kesukaan Karakteristik Warna Rasa Aroma
Nilai 3 1 3
Bobot 0,15 0,40 0,15
Kekentalan
2
0,30
D. RANCANGAN PERCOBAAN Pada penelitian ini, terutama pada penelitian tahap I menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor dan 1 ulangan. Rancangan percobaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Yijk
= µ + Ai + Bj + (AB) ij + ∈l (ijk)
A
= konsentrasi gula
B
= konsentrasi susu skim
(AB) ij
= variabel respon terhadap efek taraf ke-i perlakuan A, taraf ke-j perlakuan B pada ulangan ke-l
µ
= rata-rata sebenarnya
Ai
= efek taraf ke-i
Bj
= efek taraf ke-j
∈l (ijk)
= efek unit eksperimen ke-l dikarenakan kombinasi perlakuan ij
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN TAHAP I 1. Pembuatan sari mentimun
Mentimun yang digunakan dalam pembuatan minuman probiotik adalah mentimun jenis kultivar lokal (mentimun sayur) yang diperoleh dari pasar Bogor. Produksi jenis mentimun ini sangat melimpah sehingga mudah diperoleh dan harganya terjangkau. Sebelum diolah menjadi minuman probiotik, mentimun terlebih dahulu dibuat menjadi sari buah. Mentimun yang digunakan dalam pembuatan sari buah adalah mentimun yang tidak terlalu matang dengan ciri-ciri bulat lonjong, bertekstur agak keras, dan tidak berulat. Mentimun utuh ditimbang dan dicuci. Setelah itu, dihilangkan bagian pangkal buahnya yang berwarna hijau tua untuk menghilangkan rasa pahitnya. Mentimun lalu dirajang dan dihancurkan dengan blender. Dalam tahap penghancuran, dilakukan penambahan air matang dan proses penyaringan. Penambahan air dimaksudkan untuk memudahkan gerakan pisau blender dan mengoptimalkan proses ekstraksi mentimun. Penambahan air dilakukan dengan perbandingan mentimun dan air (b/b) 2:1, 2:2, 2:3, 2:4, dan 2:5 untuk menentukan perbandingan terbaik sebelum dilakukan fermentasi. Selanjutnya dilakukan pengamatan secara visual terhadap kelima perbandingan tersebut (Tabel 3). Berdasarkan hasil pengamatan, dipilih sari mentimun terbaik dengan perbandingan mentimun dan air 2:1. Pada perbandingan tersebut diperoleh warna dan kekentalan sari buah yang cukup baik dengan rasa dan aroma yang sangat kuat serta kemudahan mentimun hancur saat diblender. Setelah diblender, dilakukan penyaringan dengan menggunakan kain saring untuk memisahkan ampas dengan sari mentimun.
Tabel 3. Hasil pengamatan pembuatan sari mentimun Pengamatan
Perbandingan Mentimun dan Air (b/b) 2:2 2:3 2:4 +++++ ++++ +++ +++ ++ ++ +++++ ++++ +++ +++++ ++++ +++
2:1 Warna Kekentalan Rasa Aroma
+++++ +++
+++++ +++++
Keterangan
:
Warna :
+ + + + + : bening kehijauan (tua)
+ + + + + : sangat kental
++++
: bening kehijauan (muda)
++++
: kental
+++
: bening agak kehijauan
+++
: agak kental
++
: bening
++
: tidak kental
+
: bening sekali
+
: encer
Rasa:
+ + + + + : sangat kuat
dan
++++
aroma
Kekentalan :
2:5 ++ + +++ ++
: kuat
+++
: agak kuat
++
: kurang kuat
+
: tidak kuat
Sari mentimun dengan perbandingan mentimun dan air 2:1 menghasilkan warna hijau dengan kekeruhan yang cukup baik. Selain warna yang baik, dengan perbandingan mentimun dan air 2:1 dapat dihasilkan aroma dan rasa yang cukup kuat. Dalam pembuatan sari buah, terdapat pulp dan pektin yang menyebabkan suspensi keruh (Ashurst, 1995). Dalam industri minuman, pemisahan komponen pulp dapat
dilakukan
dengan
cara
sentrifuse.
Sari
buah
banyak
mengandung komponen volatil dan vitamin yang mudah hilang akibat proses pemanasan (Muchtadi, 1997). Proses pemanasan yang sesuai untuk produk sari buah adalah dengan pasteurisasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan berbagai cara agar diperoleh suatu proses yang dapat meminimumkan perubahan-perubahan yang terjadi, sebab sayuran memiliki sifat yang mudah rusak dibandingkan dengan bahan pangan lain. Penggunaan sari mentimun dengan rasa dan aroma yang kuat dapat mengurangi kehilangan komponen rasa dan aroma mentimun pada produk akhir.
2. Pembuatan minuman probiotik sari mentimun Pembuatan minuman probiotik sari mentimun diawali dengan pemeliharaan dan pembuatan kultur kerja seperti yang telah dijelaskan pada metodologi. Pemeliharaan kultur dengan pada media MRS chalk semi solid dilakukan untuk memperbanyak dan menyediakan lingkungan
yang sesuai
pertumbuhannya
menjadi
bagi
bakteri
lebih
yang
optimal.
diinginkan Berbeda
agar
dengan
pemeliharaan kultur, pembuatan kultur kerja bertujuan untuk menyediakan inokulum dalam volume yang cukup bagi kultur yang lebih besar (Anshori, 1992). Kultur kerja ini yang selanjutnya dapat digunakan sebagai kultur starter. Kultur starter yang digunakan dalam penelitian ini adalah Streptococcus thermophilus subsp. salivarius, Lactobacillus casei subsp. rhamnosus dan Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus. Minuman
probiotik
sari
mentimun
dibuat
dengan
mengkombinasikan sari mentimun dengan susu skim dan gula pasir. Selain untuk meningkatkan total padatan terlarut, penambahan susu skim dan gula pasir bertujuan untuk membantu kerja bakteri dalam proses fermentasi. Hal ini disebabkan oleh kandungan gula dalam mentimun yang jumlahnya terbatas. Menurut Koswara (1998) yang dikutip oleh Susanti (2005), glukosa, laktosa, dan sukrosa dapat digunakan sebagai sumber energi bagi bakteri asam laktat agar proses fermentasi berjalan lebih cepat, serta penambahan susu skim dan gula pasir dapat meningkatkan citarasa produk. Dalam pembuatan minuman probiotik dari sari mentimun dilakukan formulasi dengan konsentrasi penambahan gula pasir dan susu skim yang berbeda sehingga diperoleh 6 formula. Formulasi minuman probiotik sari mentimun dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Formula pembuatan minuman probiotik Formula
Jumlah yang ditambahkan Susu skim Gula pasir 2% 8% 5% 8% 9% 8% 2% 10% 5% 10% 9% 10%
F1 F2 F3 F4 F5 F6
Pada proses pembuatan minuman probiotik, ke dalam sari mentimun ditambahkan gula pasir dan susu skim, kemudian dilakukan pemanasan pada suhu 900C selama 15 menit. Menurut Helferich dan Westhoff (1980), pemanasan susu pada suhu 80-900C selama 15 menit dapat
menghasilkan
rasa
yang
lebih
disukai.
Hal
tersebut
kemungkinan disebabkan oleh adanya reaksi pencokelatan, yaitu terjadi interaksi lisin dengan gula susu. Bila gula dipanaskan atau berinteraksi dengan asam amino akan terjadi reaksi pencokelatan yang menyebabkan bahan pangan menjadi lebih disukai (Winarno, 1997). Menurut Tamime dan Robinson (2006), terdapat beberapa keuntungan dari
proses
pemanasan
pada
pembuatan
yoghurt,
yaitu
(a)
menginaktivasi mikroorganisme awal yang tidak diinginkan yang dapat bersaing dengan kultur bakteri yang akan digunakan; (b) denaturasi ”whey protein” (albumin dan globulin) sehingga dapat meningkatkan viskositas produk; (c) mengurangi jumlah oksigen dalam susu sehingga kultur yang secara normal bersifat mikroaerofilik dapat tumbuh dengan baik; (d) mendenaturasi protein susu dalam batas-batas tertentu agar dapat dimanfaatkan dengan mudah oleh kultur yoghurt untuk pertumbuhan. Sari mentimun yang telah dipanaskan ini kemudian didinginkan hingga suhu mencapai 450C. Menurut Helferich dan Westhoff (1980), tujuan pendinginan susu sebelum dilakukan inokulasi adalah untuk menurunkan suhu susu setelah pemanasan sampai tercapai kondisi
optimum bagi pertumbuhan kultur. Setelah pendinginan, dilakukan penambahan kultur kerja sebanyak 5% dengan perbandingan 1:1:1. Perbandingan ini adalah rasio paling optimum bagi pertumbuhan bakteri di dalam yoghurt yang menggunakan kultur campuran (Walstra et al., 1999). Menurut Tamime dan Robinson (2006), pemilihan dan penentuan rasio kultur starter merupakan faktor penting dalam penggunaan kultur yang terdiri dari beberapa jenis bakteri. Penggunaan kultur starter campuran beberapa bakteri asam laktat akan menghasilkan nilai organoleptik yang lebih baik daripada dengan kultur tunggal (Helferich dan Westhoff, 1980). Sari mentimun yang telah diberi kultur kemudian diinkubasi pada suhu 43-450C selama 24 jam. Minuman probiotik yang dihasilkan memiliki karakteristik berwarna putih, berasa asam dengan aroma mentimun dan tekstur yang sedikit kental. Penampakan produk minuman probiotik sari buah mentimun dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Minuman probiotik sari mentimun 3. Hasil uji organoleptik
Satu jenis formula yang paling disukai oleh panelis pada penelitian tahap I ditentukan melalui uji organoleptik menggunakan uji hedonik. Penilaian yang dilakukan meliputi empat parameter, yaitu warna, aroma, rasa dan kekentalan. Rasa merupakan atribut yang paling penting dari suatu produk pangan. Minuman probiotik sari mentimun merupakan produk pangan
yang memiliki rasa asam. Hasil uji hedonik terhadap parameter rasa dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Hasil uji hedonik terhadap parameter rasa minuman probiotik sari mentimun *Keterangan: Nilai rataan ditunjukkan dengan mean ± standar deviasi (n=30) a,b huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p ≤ 0.05
Karakteristik rasa formula 6 mempunyai nilai rataan kesukaan paling tinggi, yaitu pada skala 4.80±1.14 (Lampiran 8). Nilai ini menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis pada karakteristik rasa formula ini mendekati skala suka. Hasil Anova menunjukkan bahwa signifikansi sampel lebih kecil dari α, artinya ada perbedaan di antara sampel pada taraf signifikansi 5% sehingga dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil dari analisa Duncan menunjukkan bahwa formula 6 tidak memberikan pengaruh kesukaan yang berbeda dengan formula 5 terhadap rasa minuman probiotik sari mentimun. Namun, formula 6 dan 5 memberikan pengaruh kesukaan yang berbeda dengan formula 1, 2, 3, dan 4 terhadap parameter rasa pada selang kepercayaan 95% (α = 0.05). Panelis menyukai rasa formula 6 diduga karena formula 6 memiliki rasa asam yang tidak terlalu kuat jika dibandingkan dengan kelima formula yang lain karena penambahan gula pasir sebanyak 10%. Rasa asam yang dihasilkan akibat fermentasi bakteri asam laktat dapat diimbangi dengan penambahan gula yang lebih banyak. Gula
yang ditambahkan pada penelitian tahap I adalah gula pasir. Jumlah sukrosa yang ditambahkan dapat menentukan jumlah asam laktat dan flavor yang dihasilkan oleh kultur yoghurt (Anshori, 1992). Produksi asetaldehid akan menurun pada kadar gula 8% atau lebih. Penambahan susu skim sebanyak 9% pada formula 6 juga dapat mempengaruhi penilaian panelis terhadap parameter rasa karena susu skim dapat meningkatkan citarasa dan dapat menetralisir bau dan rasa langu yang dihasilkan dari sari sayuran (Setyaningsih, 1992). Karakteristik rasa keenam formula dapat dilihat pada Lampiran 3. Kekentalan merupakan salah satu parameter yang mempengaruhi penerimaan panelis terhadap produk. Minuman probiotik sari mentimun merupakan jenis produk pangan yang agak kental. Hasil uji hedonik terhadap karakteristik kekentalan dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Hasil uji hedonik terhadap parameter kekentalan minuman probiotik sari mentimun *Keterangan: Nilai rataan ditunjukkan dengan mean ± standar deviasi (n=30) a,b huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p ≤ 0.05
Karakteristik kekentalan formula 6 mempunyai nilai rataan kesukaan paling tinggi, yaitu pada skala 4.57±0.82 (Lampiran 8). Nilai ini menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis pada karakteristik kekentalan formula ini masih pada skala agak suka. Hasil
Anova menunjukkan bahwa signifikansi sampel lebih kecil dari α, artinya ada perbedaan di antara sampel pada taraf signifikansi 5% sehingga dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil dari analisa Duncan menunjukkan bahwa formula 6 tidak memberikan pengaruh kesukaan yang berbeda dengan formula 4 terhadap kekentalan minuman probiotik sari mentimun. Namun, formula 6 dan 4 memberikan pengaruh kesukaan yang berbeda dengan formula 1, 2, 3, dan 5 terhadap parameter kekentalan pada selang kepercayaan 95% (α = 0.05). Panelis memberikan nilai rataan paling besar terhadap parameter kekentalan formula 6 karena formula ini merupakan formula dengan penambahan gula pasir dan susu skim yang paling banyak diantara kelima formula lainnya yaitu mengandung 10% gula pasir dan 9% susu skim. Penambahan susu skim dapat meningkatkan kekentalan produk karena adanya peningkatan kadar protein sehingga akan menyebabkan peningkatan jumlah koagulum hasil penggunaan protein akibat suasana asam di bawah titik isoelektrik protein susu (Tamime dan Robinson, 1989). Selain itu, menurut Hartoto (2003), penggunaan susu skim yang lebih banyak dapat meningkatkan total padatan terlarut, dan dapat memperbaiki tekstur dan viskositas produk. Selain susu skim, gula pasir yang ditambahkan juga dapat mempengaruhi
kekentalan
produk.
Menurut
hasil
penelitian
Nugraheny (2004), semakin besar konsentrasi gula, maka viskositas yoghurt probiotik semakin tinggi sehingga konsistensi produk akhir akan lebih baik. Karakteristik kekentalan keenam formula dapat dilihat pada Lampiran 3. Warna merupakan atribut yang turut dipertimbangkan panelis secara subyektif untuk menilai mutu organoleptik suatu bahan pangan. Minuman probiotik sari mentimun berwarna putih. Hasil uji hedonik terhadap karakteristik warna dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Hasil uji hedonik terhadap parameter warna minuman probiotik sari mentimun *Keterangan: Nilai rataan ditunjukkan dengan mean ± standar deviasi (n=30) a,b huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p ≤ 0.05
Karakteristik warna formula 3 mempunyai nilai rataan kesukaan paling tinggi, yaitu pada skala 4.73±0.96 (Lampiran 8). Nilai 4.73 menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis pada karakteristik warna formula masih pada skala agak suka. Hasil Anova menunjukkan bahwa signifikansi sampel lebih kecil dari α, artinya ada perbedaan di antara sampel pada taraf signifikansi 5% sehingga dilanjutkan
dengan
uji
Duncan.
Hasil
dari
analisa Duncan
menunjukkan bahwa formula 3 tidak memberikan pengaruh kesukaan yang berbeda dengan formula 6. Namun formula 3 dan formula 6 memberikan pengaruh kesukaan yang berbeda dengan formula 1, 2, 4, dan 5 terhadap warna minuman probiotik sari mentimun pada selang kepercayaan 95% (α=0.05). Panelis memberikan nilai kesukaan terbesar terhadap parameter warna pada formula 3 karena formula ini mengandung susu skim yang banyak selain pada formula 6. Karakteristik warna keenam formula dapat dilihat pada Lampiran 3. Ciri khas aroma minuman probiotik sari mentimun adalah sama seperti aroma seperi yoghurt dengan sedikit aroma mentimun yang masih dapat dirasakan. Hasil uji hedonik terhadap karakteristik aroma dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Hasil uji hedonik terhadap parameter aroma minuman probiotik sari mentimun *Keterangan: Nilai rataan ditunjukkan dengan mean ± standar deviasi (n=30) a,b huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p ≤ 0.05
Karakteristik aroma formula 6 mempunyai nilai rataan kesukaan paling tinggi, yaitu pada skala 3.90±1.12 (Lampiran 8). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis pada karakteristik aroma formula ini masih mendekati skala agak suka. Hasil Anova menunjukkan bahwa signifikansi sampel lebih kecil dari α, artinya ada perbedaan di antara sampel pada taraf signifikansi 5% sehingga dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil dari analisa Duncan formula 6 tidak memberikan pengaruh kesukaan yang berbeda dengan formula 5 terhadap aroma minuman probiotik sari mentimun. Namun formula 6 dan formula 5 memberikan pengaruh kesukaan yang berbeda dengan formula 1, 2, 3, dan 4 terhadap aroma minuman probiotik sari mentimun pada tingkat selang kepercayaan 95% (α = 0.05). Parameter aroma sangat terkait dengan parameter rasa. Oleh karena itu seperti pada parameter rasa, susu skim juga dapat mempengaruhi aroma produk. Panelis memberikan nilai kesukaan tertinggi terhadap parameter aroma pada formula 6 karena aroma mentimun yang kurang disukai dapat tertutupi dengan aroma yang berasal dari susu skim. Komponen hasil metabolit seperti asam asetat, asetaldehid, aseton, asetoin, dan diasetil dapat mempengaruhi aroma produk. Semakin
banyak susu skim yang digunakan, maka semakin banyak komponen flavor yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat, sehingga aromanya akan semakin baik (Helferich dan Westhoff, 1980). Secara rinci, karakteristik rasa keenam formula dapat dilihat pada Lampiran 3. Pemilihan produk dengan perlakuan terbaik diperoleh dari hasil pembobotan
secara subyektif.
mempertimbangkan
Metode ini
karakteristik-karakteristik
dilakukan yang
dengan
berpengaruh
terhadap produk yang dihasilkan. Setiap karakteristik diberi bobot berdasarkan
nilai
kepentingannya.
Kemudian
diakumulasikan
perkalian antara nilai rataan hedonik dengan bobot setiap karakteristik kesukaan. Formula dengan skor tertinggi adalah formula dengan perlakuan terbaik Seharusnya pembobotan berdasarkan pendapat beberapa ahli yang secara rutin melakukan analisa organoleptik terhadap produk sejenis ini sehingga didapatkan kriteria bobot organoleptik yang lebih pasti. Namun, dengan keterbatasan yang ada, pada penelitian ini digunakan acuan Maulidya (2007), dalam hal ini bobot parameter secara berurutan berdasarkan nilai kepentingannya adalah rasa (40%), kekentalan (30%), warna (15%), dan aroma (15%). Sebagai contoh pada formula 1, memiliki nilai rataan hedonik 3.70 pada karakteristik rasa (Lampiran 8). Nilai tersebut kemudian dikali 0.4 (persentase rasa) sehingga menghasilkan nilai 0.93. Pada parameter kekentalan, nilai rataan hedonik formula 1 adalah 3.87. Nilai tersebut kemudian dikali 0.3. Begitu seterusnya untuk parameter warna dan aroma. Lalu setiap skor
dari
masing-masing
karakteristik
diakumulasikan
untuk
mendapatkan skor total dari formula tersebut. Skor yang paling tinggi merupakan
formulasi
dengan
perlakuan
terbaik.
Skor
pembobotan dari setiap formula dapat dilihat pada Gambar 13.
hasil
Gambar 13. Hasil pembobotan nilai pada setiap formula minuman probiotik sari mentimun Berdasarkan
hasil
pembobotan
secara
subyektif
dengan
mengakumulasikan perkalian nilai rataan hedonik dengan bobot karakteristik, maka formula 1 mendapat skor 3.66, formula 2 mendapat skor 3.90, formula 3 mendapat skor 3.85, formula 4 mendapat skor 3.47, formula 5 mendapat skor 4.01, dan formula 6 mendapat skor 4.52. Data skor ini menunjukkan bahwa formula 6 merupakan formula dengan perlakuan terbaik karena memiliki skor tertinggi. Formula 6 adalah formula yang terbuat dari sari mentimun dengan susu skim 9% dan gula pasir 10%. Formula ini yang selanjutnya masuk kedalam penelitian tahap II untuk dilakukan perbaikan
teknik
penambahan
gula
dan
penentuan
flavor
menggunakan rempah-rempah.
B. PENELITIAN TAHAP II 1. Perbaikan teknik penambahan gula Dalam penelitian tahap II dilakukan perbaikan terhadap penambahan gula pada formula terpilih dari penelitian tahap I. Teknik penambahan gula yang dilakukan adalah sebelum dan sesudah fermentasi. Hal ini dilakukan karena formula terpilih dari penelitian tahap I dirasakan panelis masih memiliki rasa yang asam. Selain itu juga penambahan gula yang dilakukan setelah fermentasi diharapkan dapat memperlambat pembentukkan rasa asam oleh bakteri asam laktat selama penyimpanan dalam refrigerator. Gula yang ditambahkan
sebelum fermentasi hanya sebanyak 3%. Penambahan gula sebanyak 3% merupakan jumlah yang optimal bagi pertumbuhan dan aktivitas bakteri sehingga menghasilkan produk dengan tekstur yang cukup baik (Nugraheny, 2004). Setelah fermentasi, gula yang ditambahkan berupa larutan gula 67%. Penambahan gula dalam bentuk larutan gula 67% lebih disukai dalam pembuatan yoghurt yang menggunakan ekstrak buah-buahan (Anshori, 1992). Jika dibandingkan dengan formula terpilih dari penelitian tahap I, formula dengan perbaikan teknik penambahan gula ini lebih disukai oleh panelis karena memiliki rasa yang lebih manis.
2. Penentuan flavor minuman probiotik sari mentimun Dalam pembuatan minuman probiotik ini, dilakukan penambahan flavor untuk meningkatkan citarasa produk. Flavor yang ditambahkan berupa serbuk rempah-rempah, yaitu kayu manis, jahe, dan adas manis. Rempah-rempah dipilih karena memiliki komponen aktif yang cukup banyak dan dapat memberikan citarasa yang khas pada produk. Jahe (Zingiber officinale Rose) memiliki beberapa komponen aktif seperti camphene, sineol, borneol, geraniol, zingiberen dan zingiberol. Adas manis (Anise) memiliki beberapa komponen aktif seperti camphene,
dipentene,
anethole,
dan
fechone.
Kayu
manis
(Cinnamomum zeylanicum) memiliki beberapa komponen aktif seperti cinnamic aldehyde, furfural, hydrocinnamic aldehyde, dan cumin aldehyde (Farrel, 1985). Dalam tahapan penambahan flavor ini, formula yang telah ditambahkan gula setelah fermentasi diberi flavor rempah dan kemudian ditentukan kesukaan panelis terhadap produk melalui uji organoleptik. Produk dibuat menjadi 4 formula, yaitu (1) formula 7, minuman probiotik sari mentimun dengan penambahan jahe; (2) formula 8, minuman probiotik sari mentimun dengan penambahan adas manis; (3) formula 9, minuman probiotik sari mentimun tanpa penambahan rempah (original); dan (4) formula 10, minuman probiotik sari mentimun dengan penambahan kayu manis
(Tabel 5). Rempah ditambahkan dalam bentuk serbuk sebanyak 0.3% karena dengan jumlah tersebut, selain diperoleh citarasa yang sudah cukup kuat, rempah belum dapat memberikan efek antimikroba terhadap jumlah bakteri probiotik dalam produk. Menurut Hirasa dan Tanaka (1998), penambahan ekstrak rempah serbuk jahe lebih dari 0.3% serta kayu manis dan adas manis lebih dari 0.5% dapat menghambat
pertumbuhan
bakteri.
Karakteristik
rasa
yang
ditimbulkan oleh setiap rempah berbeda-beda. Jahe memiliki karakteristik organoleptik hangat, manis, sedikit tajam, dan agak pedas. Kayu manis memiliki karakteristik organoleptik sedikit pedas, hangat
dan
agak
pahit.
Adas
manis
memiliki
karakteristik
organoleptik manis dan lebih soft daripada jahe dan kayu manis.
Tabel 5. Formulasi penentuan flavor minuman probiotik Formula
Flavor
F7 F8 F9 F10
Jahe (0.3%) Adas manis (0.3%) Original (tanpa penambahan rempah) Kayu manis (0.3%)
Formula terbaik dipilih melalui uji organoleptik oleh 30 panelis dengan metode uji hedonik. Berdasarkan hasil uji hedonik, formula 3 mempunyai nilai rataan kesukaan paling tinggi, yaitu pada skala 4.40±1.10 (Lampiran 11). Data ini menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis pada karakteristik aroma formula masih pada skala agak suka. Hal ini mungkin disebabkan karena produk yang diberi flavor dengan serbuk rempah memiliki rasa yang lebih tajam dan warna yang dihasilkan akibat penambahan serbuk rempah terlihat tidak homogen dengan produk. Walaupun formula original terpilih sebagai formula yang disukai panelis, penentuan flavor rempah ini masih terus dilakukan dengan harapan panelis dapat menerima formula produk dengan variasi rasa yang berbeda selain rasa original. Oleh karena itu dilakukan perbaikan terhadap cara penambahan
rempah. Pada tahap perbaikan ini, rempah yang ditambahkan adalah berupa larutan ekstrak rempah. Ekstrak rempah yang ditambahkan berasal dari rempah yang sebelumnya telah direbus dengan air. Perbandingan rempah dan air terbaik yang digunakan adalah 1:5 (Nuraida dan Dewanti, 2001). Penambahan larutan ekstrak rempah ini berbeda-beda jumlahnya untuk tiap jenis rempah. Namun jumlah tersebut tidak melampaui batas aktivitas rempah-rempah sebagai antimikroba,
sehingga
diharapkan
tidak
terlalu
menghambat
pertumbuhan bakteri probiotik yang terdapat dalam produk. Selain itu, bakteri yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus casei, dan Streptococcus thermophilus tergolong kedalam jenis bakteri gram positif sehingga memiliki kepekaan yang lebih rendah terhadap antimikroba ekstrak rempah polar (air). Bakteri Gram (-) memiliki kepekaan yang lebih tinggi dibandingkan bakteri Gram (+) terhadap ekstrak dengan senyawa polar (Shelef, 1983). Uji organoleptik yang dilakukan untuk menentukan tingkat kesukaan panelis terhadap flavor rempah yang ditambahkan pada produk, meliputi 4 formula, yaitu (1) formula 11, minuman probiotik sari mentimun dengan penambahan ekstrak jahe; (2) formula 12, minuman probiotik sari mentimun dengan penambahan ekstrak kayu manis; (3) formula 13, minuman probiotik sari mentimun dengan penambahan ekstrak adas manis dan kayu manis; dan (4) formula 14, minuman probiotik sari mentimun dengan penambahan ekstrak adas manis dan jahe. Hasil uji tersebut dari 30 orang panelis dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Hasil uji hedonik pada penentuan flavor minuman probiotik *Keterangan: Nilai rataan ditunjukkan dengan mean ± standar deviasi (n=30) a,b huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p ≤ 0.05
Grafik di atas menunjukkan bahwa nilai rataan formula 11 adalah 3.67±1.12; formula 12 bernilai 3,00±1.14; formula 13 bernilai 3.37±1.27; dan formula 14 bernilai 3.10±1.30. Formula 11 mempunyai rata-rata skala kesukaan paling tinggi yaitu pada skala 3.67±1.12 (Lampiran 14). Nilai ini menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap formula 11 hampir mencapai taraf agak suka. Namun, nilai ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai rataan kesukaan panelis terhadap produk dengan rasa original yaitu 4.40±1.10 (Lampiran 11). Hasil Anova menunjukkan bahwa signifikansi sampel lebih besar atau sama dengan α (0.05), artinya tidak ada perbedaan di antara sampel pada taraf signifikansi 5% sehingga tidak perlu dilanjutkan dengan uji Duncan. Namun jika dilihat nilai rataan kesukaan dari keempat formula, formula 11 memiliki nilai rataan kesukaan tertinggi, artinya formula 11 banyak disukai oleh panelis. Formula 11 adalah formula minuman probiotik dengan penambahan flavor jahe. Panelis lebih menyukai minuman probiotik dengan flavor jahe karena jahe merupakan rempah yang paling sering dijumpai pada beberapa produk pangan sehingga rasa dan aroma jahe sudah populer. Selain itu, penambahan ekstrak larutan jahe menghasilkan rasa yang lebih baik
dibandingkan dengan penambahan ekstrak jahe dalam bentuk serbuk. Pada produk dengan tambahan larutan ekstrak jahe, rasa pedas dan agak pahit yang dihasilkan tidak terlalu kuat jika dibandingkan dengan penambahan berupa serbuk jahe. Rasa pedas pada jahe disebabkan oleh beberapa komponen seperti zingerone, shogaol, dan gingerol (Secapramana, 1999). Jahe juga merupakan rempah yang dapat memberikan kesegaran jika dikonsumsi bersama dengan bahan pangan dibandingkan dengan rempah-rempah yang lain (Farrel, 1985). Setelah mendapatkan flavor rempah yang disukai, kemudian diproduksi kembali dua formula, yaitu formula dengan rasa original dan formula dengan flavor jahe. Kedua formula ini selanjutnya disimpan selama 2 minggu dalam refrigerator dan dilakukan pengamatan terhadap sifat fisik, kimia, mikrobiologi, dan sensori produk.
3. Karakteristik kimia, fisik, mikrobiologi, dan sensori Pengamatan karakteristik sifat kimia, fisik, mikrobiologi dan sensori minuman probiotik sari mentimun formula dengan flavor original dan flavor jahe dilakukan selama 2 minggu dan diamati setiap selang waktu 3 hari. Karakteristik sifat kimia yang diamati adalah pH dan total asam laktat. Karakteristik sifat fisik yang diamati adalah viskositas dan total padatan terlarut (TPT), karakterisitik mikrobiologi yang diamati adalah total bakteri asam laktat dan total kapang-khamir, sedangkan karakteristik sensori yang diamati adalah tingkat kesukaan terhadap over all produk.
a. Derajat keasaman (pH) Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap nilai pH formula minuman probiotik sari mentimun dengan flavor original dan formula dengan flavor jahe yang disimpan selama 2 minggu pada suhu refrigerator. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pH minuman probiotik sari mentimun dengan rasa original pada awal
penyimpanan (hari ke-0) bernilai 4.18±0.01 (Gambar 15). Hasil pengamatan pH selama 2 minggu penyimpanan memperlihatkan adanya kecenderungan penurunan nilai pH atau tingkat keasaman yang semakin meningkat. Penurunan pH atau meningkatnya rasa asam pada produk selama penyimpanan dapat disebabkan oleh aktivitas bakteri asam laktat yang bekerja memfermentasi gula (sukrosa, glukosa, dan laktosa) menjadi sebagian besar asam laktat dan sejumlah kecil asam lainnya. Pola penurunan pH selama penyimpanan pada penelitian ini serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hartoto (2003), bahwa pada penyimpanan yoghurt dalam refrigerator selama 2 minggu terjadi penurunan pH. Namun, penurunannya tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan yoghurt yang disimpan pada suhu ruang. Hal ini disebabkan oleh bakteri asam laktat yang tidak aktif pada suhu rendah, sehingga aktivitas metaboliknya dapat terhambat, tetapi bakteri tersebut tidak mati dan masih tetap dapat melakukan aktivitas metaboliknya dalam memfermentasi laktosa. Fermentasi yang melibatkan bakteri asam laktat dicirikan oleh akumulasi asam-asam organik terutama asam laktat yang diiringi dengan terjadinya penurunan nilai pH (Anshori, 1992). Penurunan pH juga berhubungan dengan total asam yang dihasilkan selama proses fermentasi. Menurut Tamime dan Robinson (1989), terjadi pembentukan asam yang lebih cepat pada yoghurt yang mengandung kultur campuran dibandingkan dengan kultur tunggal, sejalan dengan meningkatnya jumlah Streptococcus selama fermentasi.
Gambar 15. pH minuman probiotik sari mentimun dengan flavor original
Gambar 16. pH minuman probiotik sari mentimun dengan flavor jahe Pada pengamatan pH minuman probiotik sari mentimun dengan
flavor
jahe
menunjukkan
bahwa
pH
pada
awal
penyimpanan (hari ke-0) bernilai 4.23±0.02. Hasil pengamatan pH formula ini selama 2 minggu penyimpanan juga memperlihatkan adanya kecenderungan penurunan nilai pH atau tingkat keasaman yang semakin meningkat (Gambar 16). Pada umumnya nilai pH yoghurt yang baik berkisar antara 3.9 – 4.2 (Helferich dan Westhoff, 1980). Minuman probiotik sari mentimun rasa original dan rasa jahe memiliki pH 4.18±0.00 dan 4.23±0.02. Jika mengacu pada kategori tersebut, maka dapat dikatakan tingkat keasaman produk ini cukup baik. Dengan nilai pH yang cukup rendah, maka kemungkinan pertumbuhan bakteri
patogen pada produk yoghurt sangat kecil. Minuman probiotik sari mentimun dengan flavor jahe memiliki kisaran nilai pH yang lebih tinggi daripada pH formula dengan flavor original. Hal ini dapat disebabkan karena penambahan larutan ekstrak rempah jahe. Larutan ekstrak rempah jahe terbuat dari air dan jahe. Dengan adanya tambahan air tersebut menyebabkan produk menjadi lebih encer dan rasanya menjadi tidak terlalu asam dibandingkan dengan formula dengan flavor original sehingga memiliki nilai pH yang lebih tinggi.
b. Total asam laktat Pengukuran total asam laktat dilakukan untuk menunjukkan jumlah kadar asam laktat yang terdapat dalam bahan pangan. Menurut Frazier dan Westhoff (1978) yang disitasi oleh Hartoto (2003), menyatakan bahwa nilai pH tidak selalu setara dengan total asam laktat. Artinya, pengukuran nilai total asam laktat tidak selalu sesuai dengan pengukuran nilai pH. Pada pengukuran pH, nilai yang terukur adalah konsentrasi ion-ion H+ yang menunjukkan jumlah asam terdisosiasi yang terukur, sedangkan total asam laktat merupakan pengukuran untuk komponen asam laktat saja. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap nilai total asam laktat minuman probiotik formula dengan flavor original dan formula dengan flavor jahe yang disimpan selama 2 minggu pada suhu refrigerator. Hasil pengamatan menunjukkan persentase asam laktat minuman probiotik formula dengan flavor original pada awal penyimpanan
(hari
ke-0)
bernilai
0.53%±0.08;
dan
pada
pengamatan selama 2 minggu cenderung mengalami peningkatan (Gambar 17). Peningkatan jumlah konsentrasi asam laktat dari hari ke-3 sampai hari ke-15 disebabkan oleh aktivitas bakteri asam laktat yang melakukan fermentasi gula (sukrosa, glukosa, dan laktosa) menjadi sebagian besar asam laktat. Berbeda dengan perubahan
nilai pH yang menurun selama penyimpanan, nilai total asam laktat akan semakin meningkat selama penyimpanan, dan peningkatan paling tinggi terjadi pada yoghurt yang menggunakan kultur campuran (Hartoto, 2003). Pola peningkatan jumlah asam laktat pada penelitian ini serupa dengan hasil penelitian Nugraheny (2004), bahwa terjadi peningkatan total asam laktat selama penyimpanan, baik pada yoghurt probiotik yang dibuat dengan kultur campuran maupun yang menggunakan kultur tunggal.
Gambar 17. Total asam laktat minuman probiotik mentimun dengan flavor original
Gambar 18. Total asam laktat minuman probiotik mentimun dengan flavor jahe Menurut Teja (1990), jumlah susu skim yang ditambahkan dapat mempengaruhi asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri. Hal ini
disebabkan
oleh
penambahan
susu
skim
yang dapat
meningkatkan jumlah laktosa yang akan difermentasi menjadi asam laktat oleh starter. Salah satu faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroba adalah kandungan nutriennya, dalam hal ini adalah laktosa. Laktosa akan dipecah menjadi glukosa dan galaktosa yang selanjutnya diubah menjadi asam laktat sebagai produk utama (Helferich dan Westhoff, 1980). Pada pengamatan persentase asam laktat minuman probiotik dengan flavor jahe pada awal penyimpanan (hari ke-0) bernilai 0.48±0.06; dan pada pengamatan selama 2 minggu cenderung mengalami peningkatan (Gambar 18). Pola peningkatan total asam laktat pada penelitian ini serupa dengan hasil penelitian Hartoto (2003) bahwa terjadi peningkatan total asam laktat pada yoghurt yang diberi flavor baik pada penyimpanan dalam refrigerator maupun penyimpanan pada suhu ruang. Menurut SNI 01-2981-1992, kisaran nilai total asam laktat produk yoghurt adalah 0.5 – 2.0%. Minuman probiotik sari mentimun dengan flavor original dan flavor jahe memiliki total asam laktat 0.53%±0.08 dan 0.48%±0.06, maka berdasarkan acuan tersebut dapat dikatakan total asam laktat produk berada dalam kisaran yang cukup baik. Dari hasil pengamatan terjadi peningkatan jumlah konsentrasi asam laktat dari hari ke-0 sampai hari ke-15. Jumlah persentasi asam laktat pada formula dengan flavor jahe lebih rendah dibandingkan dengan formula original. Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi
pembentukkan
asam
oleh
mikroba,
diantaranya komposisi susu, kontaminan, antimikroba dan bahan kimia, dan penyimpangan fermentasi (Anshori, 1992). Dalam hal ini jumlah asam laktat yang lebih rendah pada produk dengan flavor jahe mungkin disebabkan karena adanya antimikroba pada jahe. Antimikroba dapat menghambat aktivitas bakteri probiotik sehingga jumlah asam laktat yang dihasilkan menjadi lebih sedikit. Streptococcus
thermophilus
dan
Lactobacillus
bulgaricus
merupakan bakteri asam laktat yang sangat sensitif terhadap
antimikroba. Selain antimikroba yang terkandung pada jahe, antimikroba juga dihasilkan oleh bakteri asam laktat itu sendiri diantaranya seperti hydrogen peroksida, bakteriosin, karbon dioksida, diasetil dan asetaldehid (Naidu, 2000). Selain antimikroba, penurunan jumlah asam laktat juga dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Penyimpanan produk pada suhu rendah dapat menghambat pertumbuhan bakteri asam laktat. Streptococcus dan Lactobacillus termasuk kedalam jenis bakteri termofilik. Bakteri ini tumbuh optimum pada suhu 25-550C. Jika bakteri tersebut ditumbuhkan di bawah suhu optimumnya, maka aktivitas enzim akan berhenti sehingga dapat menekan laju metabolismenya bahkan semakin lama pertumbuhannya akan terhenti.
c. Total padatan terlarut Total padatan terlarut dinyatakan dalam oBrix dan diukur dengan menggunakan refraktometer. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap total padatan terlarut minuman probiotik sari mentimun formula dengan flavor original dan formula dengan flavor jahe yang disimpan selama 2 minggu pada suhu refrigerator. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa total padatan terlarut minuman probiotik sari mentimun formula dengan flavor original pada awal penyimpanan (hari ke-0) bernilai 18.0±0.00oBrix, dan cenderung mengalami penurunan selama 2 minggu penyimpanan (Gambar 19). Pola penurunan total padatan terlarut pada penelitian ini serupa dengan hasil penelitian Maulidya (2007) bahwa terjadi penurunan total padatan terlarut pada yoghurt susu jagung yang disimpan dalam refrigerator. Penurunan total padatan terlarut selama penyimpanan disebabkan karena adanya aktivitas bakteri asam laktat yang memecah komponen gula dalam minuman probiotik sari mentimun sehingga jumlah gula dalam produk
menjadi semakin berkurang. Kandungan gula sedarhana dalam sari mentimun diantaranya adalah glukosa dan fruktosa. Pemecahan gula sederhana dalam sel bakeri asam laktat menghasilkan energi yang selanjutnya digunakan untuk menghasilkan senyawa lain termasuk asam laktat. Asam laktat yang dihasilkan oleh BAL akan tersekskresikan keluar sel dan akan terakumulasi dalam cairan fermentasi (Widowati dan Misgiyarta, 2003).
Gambar 19. Total padatan terlarut minuman probiotik sari mentimun dengan flavor original
Gambar 20. Total padatan terlarut minuman probiotik sari mentimun dengan flavor jahe Hasil pengamatan total padatan terlarut minuman probiotik sari mentimun dengan flavor jahe pada awal penyimpanan (hari ke0) bernilai 16.1±0.12oBrix, dan cenderung mengalami penurunan selama 2 minggu penyimpanan (Gambar 20). Pola penurunan total padatan terlarut pada penelitian ini serupa dengan hasil penelitian Hartoto (2003) bahwa terjadi
penurunan total padatan terlarut pada yoghurt yang telah diberi flavor selama penyimpanan pada suhu ruang maupun pada suhu refrigerator. Total padatan terlarut pada minuman probiotik sari mentimun dengan flavor jahe menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan formula dengan flavor original. Hal ini diduga karena penambahan larutan ekstrak rempah dapat menurunkan viskositas produk sehingga produk menjadi lebih encer dan nilai yang terbaca menjadi lebih rendah. Menurut Tamime et al., (2006), berdasarkan total padatan terlarutnya, yoghurt dapat dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu (a) yoghurt kualitas rendah dengan total padatan terlarut 11%; (b) yoghurt kualitas sedang dengan total padatan terlarut 12-14%; dan (c) yoghurt kualitas tinggi dengan total padatan 15-17%. Minuman probiotik sari mentimun dengan flavor original dan flavor jahe memiliki total padatan terlarut 18.0±0.00oBrix dan 16.1±0.12oBrix, maka berdasarkan acuan tersebut dapat dikatakan bahwa minuman probiotik sari mentimun termasuk kategori yang paling tinggi atau paling baik.
d. Viskositas Pengukuran viskositas minuman probiotik sari mentimun dilakukan
menggunakan
viscometer
Brookfield.
Minuman
probiotik memiliki kekentalan yang rendah sehingga pengukuran viskositas menggunakan viscometer Brookfield menggunakan spindle 1, kecepatan skala 6, dan dilakukan selama 2 menit. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada hari ke-0 nilai viskositasnya sebesar 7.52±0.05 cp. Viskositas minuman probiotik sari mentimun dengan flavor original cenderung mengalami penurunan selama 2 mingggu penyimpanan (Gambar 21). Viskositas minuman probiotik sari mentimun dengan flavor original mengalami penurunan selama penyimpanan. Hal ini diduga karena menurunnya total padatan terlarut akibat aktivitas
bakteri asam laktat dalam produk yang juga menurun. Semakin tinggi total padatan terlarut semakin baik viskositasnya. Pola penurunan viskositas pada penelitian ini serupa dengan hasil penelitian Maulidya (2007) bahwa terjadi penurunan viskositas yoghurt susu jagung selama penyimpanan dalam refrigerator. Penurunan viskositas juga dapat terjadi akibat sineresis produk selama penyimpanan.
Gambar 21. Viskositas minuman probiotik sari mentimun dengan flavor original
Gambar 22. Viskositas minuman probiotik sari mentimun dengan flavor jahe Hasil
pengamatan
viskositas
pada
hari
ke-0
adalah
6.60±0.12cp. Minuman probiotik dengan flavor jahe juga cenderung mengalami penurunan viskositas selama 2 minggu penyimpanan (Gambar 22). Nilai viskositas formula ini lebih rendah daripada formula original karena pada formula ini
dilakukan penambahan ekstrak larutan jahe sehingga menurunkan viskositas produk. Menurut Oberman (1985), penambahan gula pasir (sukrosa) 5% dapat meningkatkan total padatan yoghurt. Semakin besar konsentrasi gula yang ditambahkan, total padatan terlarut semakin banyak sehingga viskositas produk akan semakin meningkat (Tamime dan Robinson, 1989). Sukrosa yang ditambahkan kedalam minuman probiotik setelah fermentasi hanya sebesar 3% sehingga viskositasnya menjadi lebih rendah. Selain itu, tidak dilakukan penambahan bahan penstabil ke dalam produk dapat mempercepat terjadinya sineresis (keluarnya cairan dari produk) sehingga viskositasnya cepat mengalami penurunan selama penyimpanan (Anshori, 1992). Pada umumnya, yoghurt di pasaran terdapat dalam bentuk set yoghurt dan stirred yoghurt. Set yoghurt adalah jenis yoghurt dimana pada saat inkubasi, susu berada dalam kemasan kecil dan karakteristik koagulumnya tidak berubah serta memiliki viskositas yang sangat tinggi yang cenderung membentuk gel yang padat, sedangkan pada stirred yoghurt, fermentasi dilakukan dalam wadah yang lebih besar dan setelah inkubasi, produk dikemas dalam kemasan kecil sehingga memungkinkan koagulumnya pecah atau rusak sebelum pendinginan dan pengemasan selesai (Helferich dan Westhoff, 1980). Stirred yoghurt memiliki viskositas yang lebih rendah dari pada set yoghurt. Oleh karena itu, minuman probiotik sari mentimun termasuk kedalam jenis stirred yoghurt.
e. Jumlah bakteri asam laktat Pada pengamatan total BAL minuman probiotik sari mentimun formula dengan flavor original hari ke-0 menunjukkan terdapat total BAL sebesar 4.2x108±2.2x108 cfu/ml. Selama 2 minggu penyimpanan cenderung terjadi penurunan total bakteri asam laktat (Gambar 23).
Penurunan total BAL dapat disebabkan oleh semakin berkurangnya nutrisi yang ada pada produk. Selain karena berkurangnya jumlah nutrisi dalam minuman probiotik sari mentimun, penurunan jumlah BAL dapat pula diakibatkan oleh adanya hasil-hasil metabolisme, seperti asam laktat yang dapat menurunkan pH produk sehingga dapat menghambat pertumbuhan BAL. Menurut Jay (2000), peningkatan derajat keasaman dapat berpengaruh terhadap jumlah mikroba yang terdapat dalam produk. Pertumbuhan Streptococcus akan terhambat pada pH 4.2-4.3, sementara Lactobacillus akan bertahan sampai kisaran pH 3.5-3.8. selain itu, metabolisme Streptococcus juga akan terhambat pada tingkat asam laktat lebih dari 1.0%.
Gambar 23. Total bakteri asam laktat minuman probiotik sari mentimun dengan flavor original selama penyimpanan
Pertumbuhan bakteri terdiri dari beberapa fase, yaitu fase adaptasi, fase pertumbuhan awal, fase pertumbuhan logaritmik, fase pertumbuhan lambat, fase pertumbuhan tetap (stasioner), dan fase kematian (Fardiaz, 1992). Fase peningkatan jumlah bakteri cukup besar terjadi pada fase pertumbuhan logaritmik, sedangkan fase penurunan jumlah bakteri terjadi setelah bakteri ini melewati fase pertumbuhan logaritmik. Pengamatan total BAL minuman probiotik sari mentimun dengan flavor jahe pada hari ke-0 menunjukkan terdapat total BAL sebesar 5.2x108±2.6x108 cfu/ml dan cenderung mengalami penurunan selama 2 minggu penyimpanan. Pengamatan total BAL minuman probiotik sari mentimun dengan flavor jahe selama penyimpanan 2 minggu dapat dilihat pada Gambar 24. Terjadinya penurunan yang diikuti dengan peningkatan jumlah bakteri asam laktat pada awal penyimpanan dapat disebabkan oleh penyesuaian bakteri asam laktat terhadap lingkungan barunya sehingga pertumbuhannya sedikit terhambat (Rahayu, 1991). Selain itu, menurut Nugraheny (2004) penurunan viabilitas bakteri asam laktat pada yoghurt yang menggunakan kultur campuran disebabkan karena kompetisi antar bakteri dan adanya senyawa berbeda yang dihasilkan sehingga menghambat bakteri satu sama lain yang ditumbuhkan secara bersamaan. Suatu produk dikatakan probiotik apabila produk tersebut mengandung total BAL yang masih hidup pada saat dikonsumsi sebesar ≥ 106 cfu/ml (Tamimme dan Robinson, 1989). Oleh karena itu, minuman pobiotik sari buah mentimun ini dapat dikatakan sebagai
minuman
probiotik
karena
memiliki
total
BAL
4.2x108±2.2x108 cfu/ml dan 5.2x108±2.6x108 cfu/ml.
f. Total Kapang-Khamir Minuman probiotik sari mentimun memiliki pH yang cukup rendah sehingga tergolong kedalam bahan pangan yang berasam
sedang. Dengan tingkat keasaman produk yang tinggi menjadi sangat rentan bagi pertumbuhan kapang dan khamir (Helferich dan Westhoff, 1980). Pengamatan total kapang-khamir dilakukan selama 2 minggu penyimpanan terhadap minuman probiotik sari mentimun formula dengan
flavor
original
dan
formula
dengan
flavor
jahe
menunjukkan bahwa pada formula dengan flavor original, tidak ditemukan adanya pertumbuhan kapang-khamir, namun jumlahnya tetap dinyatakan sebesar <1x101±0.00 x101 cfu/ml, sedangkan pada formula dengan flavor jahe, terdapat pertumbuhan kapang-khamir pada hari ke-0 dan hari ke-3, yaitu sebesar <1.8x101±0.75x101 cfu/ml. Namun pada hari ke-6 sampai hari ke-15 tidak ditemukan pertumbuhan kapang-khamir (<1x101±0.00 x101 cfu/ml). Adanya pertumbuhan kapang-khamir pada formula dengan flavor jahe diduga karena adanya kontaminasi pada saat pengemasan produk. Kontaminasi ini dapat berasal dari udara di sekitar ruang pengolahan yang umumnya bersuhu 25-300C. Suhu ruang (25300C) merupakan suhu optimum bagi pertumbuhan kapang. Kontaminasi kapang dan khamir sering ditemukan pada yoghurt yang disimpan dalam refrigerator. pH yoghurt yang rendah dapat menghambat semua jenis bakteri patogen terkecuali kapang dan khamir (Helferich dan Westhoff, 1980). Menurut Fardiaz (1992) pada makanan yang telah diolah atau diawetkan, jumlah dan jenis mikroba dapat dipengaruhi oleh proses pengolahan yang diterapkan terhadap makanan tersebut. Selain dapat mengurangi populasi mikroba pada makanan, proses pengolahan
yang
kurang
baik
kadang-kadang
juga
dapat
menambah jumlah dan jenis mikroba pada makanan. Penambahan atau pencampuran bahan pangan dengan bahan pangan lain yang terkontaminasi dan penggunaaan alat-alat pengolahan yang kurang bersih juga dapat menambah kontaminasi mikroba pada makanan.
g. Perubahan Mutu Organoleptik Selama 2 minggu penyimpanan, pada produk minuman probiotik sari mentimun dengan flavor original dan flavor jahe dilakukan uji organoleptik menggunakan uji hedonik kepada 30 orang panelis. Hal ini dilakukan untuk melihat perubahan tingkat kesukaan konsumen terhadap over all produk selama penyimpanan. Hasil pengamatan sifat sensori produk selama penyimpanan menunjukkan bahwa pada formula dengan flavor original dan flavor jahe, nilai rataan kesukaan panelis terhadap produk pada hari ke-0 sebesar 4.67±1.25 (Gambar 25) dan 3.60±1.19 (Gambar 26). Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa kedua formula cenderung mengalami penurunan nilai rataaan kesukaan selama penyimpanan.
Gambar 25. Nilai rataan kesukaan panelis terhadap minuman probiotik sari mentimun dengan flavor original selama penyimpanan
Gambar 26. Nilai rataan kesukaan panelis terhadap minuman probiotik sari mentimun dengan flavor jahe selama penyimpanan
Penurunan nilai kesukaan terjadi akibat rasa asam yang semakin meningkat selama penyimpanan. Hal tersebut sesuai dengan pengamatan nilai pH produk yang mengalami penurunan selama penyimpanan akibat asam laktat yang dihasilkan oleh BAL semakin meningkat. Pola penurunan nilai kesukaan panelis terhadap produk minuman probiotik sari mentimun selama penyimpanan serupa dengan hasil penelitian Hartoto (2003) bahwa yoghurt yang disimpan dalam refrigerator maupun pada suhu ruang selama 2 minggu mengalami penurunan penilaian kesukaan. Hasil penelitian Nuraeni (1994) menyatakan bahwa 15 hari adalah masa simpan optimal minuman fermentasi asam laktat pada suhu refrigerator (100C). Namun, jika suhu penyimpanan lebih rendah lagi (50C) dapat memperpanjang umur simpan yoghurt plain dengan kultur campuran selama 14-21 hari. Umur simpan produk susu fermentasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: bahan baku, formulasi produk, proses pengisian, pengemasan, penyimpanan, distribusi, dan penanganan oleh konsumen (Man dan Jones, 1999). Nilai rataan kesukaan pada produk dengan flavor jahe lebih rendah dibandingkan dengan produk dengan flavor original. Namun kedua formula sama-sama mengalami penurunan terhadap nilai kesukaan. Perubahan mutu organoleptik selama penyimpanan merupakan faktor penting untuk diperhatikan dalam menentukan umur simpan produk. Menurut Arpah (2001) yang dikutip dari Puspadewi (2005), suatu produk dikatakan berada pada kisaran umur simpannya bilamana kualitas produk secara umum dapat diterima untuk tujuan seperti yang diinginkan konsumen dan selama
bahan
pengemas
masih
memiliki
integritas
serta
memproteksi isi kemasan. Konsumen tentunya akan menolak untuk mengkonsumsi suatu produk yoghurt jika sudah terjadi perubahan dari mutu organoleptik (rasa, aroma, tekstur, warna, dan
mouthfeel), walaupun secara kualitas fisik (pH, TAL, dan viskositas) dan mikrobiologi (total kapang-khamir dan total BAL) masih dapat diterima (Hartoto, 2003). Konsumen akan lebih menilai baik tidaknya suatu produk yoghurt berdasarkan rasa khas yoghurt/rasa asamnya. Yoghurt merupakan produk yang mudah mengalami
perubahan
dari
segi
rasa
dan
aroma
selama
penyimpanan. Hal ini sangat dipengaruhi dari kualitas kultur starter yang digunakan. Kualitas kultur dalam penilitian ini cukup baik karena selalu dilakukan pemeliharaan terhadap kultur yang akan digunakan sebagai starter. Jika dilihat dari pengamatan selama 2 minggu, dapat dikatakan bahwa umur simpan minuman probiotik sari mentimun adalah 9 hari karena penilaian panelis melebihi hari tersebut mendekati kategori agak tidak suka.
4. Karakteristik Mutu Minuman Probiotik Sari Mentimun Hasil pengamatan dilakukan secara subyektif terhadap minuman probiotik sari mentimun dengan flavor original dan flavor jahe (Tabel 6). Tabel 6. Karakteristik mutu minuman probiotik sari mentimun Parameter mutu Rasa Aroma Kekentalan Warna
Minuman probiotik sari mentimun Flavor Original Flavor jahe Asam Jahe Mentimun Jahe Sedikit kental Sedikit kental Putih Putih
Produk minuman probiotik sari mentimun ini mengacu pada SNI 01-2981-1992 karena merupakan produk yang hampir sejenis dengan yoghurt. Berdasarkan SNI 01-2981-1992, produk yoghurt memiliki penampakan yang kental, bau yang khas, rasa asam dan konsistensi yang homogen (Lampiran 15). Selain itu, dilakukan juga analisis kimia dengan uji proksimat untuk mengetahui kandungan gizi produk (Tabel 7).
Kadar abu minuman probiotik sari mentimun dengan flavor original dan flavor jahe adalah 0.22% dan 0.15%. Jumlah ini masih layak menurut SNI 01-2981-1992, karena batas abu yang boleh terdapat di dalam produk yoghurt kurang dari 1%. Kadar protein produk masih rendah, yaitu hanya 0.49% dan 0.29% karena konsentrasi susu skim yang digunakan juga rendah. Berdasarkan SNI 01-2981-1992, produk yoghurt memiliki kandungan protein minimal 3.5%. Namun tidak tidak menjadi masalah karena penelitian ini lebih dioptimalkan pada penggunaan jumlah mentimun yang lebih banyak daripada susu skim. Hal ini dilakukan karena penggunaan mentimun yang lebih banyak dapat menurunkan biaya pembuatan minuman probiotik sehingga masyarakat dapat mengkonsumsi minuman probiotik yang bermanfaat bagi kesehatan dengan harga yang lebih murah namun dengan rasa seperti yoghurt yang dibuat dengan penambahan susu yang lebih banyak. Tabel 7. Hasil uji proksimat minuman probiotik sari mentimun Komponen (%) Kadar air Kadar abu Kadar protein Kadar lemak Kadar karbohidrat
Minuman probiotik sari mentimun Flavor Original Flavor jahe 81.78 83.83 0.22 0.15 0.49 0.29 0.26 0.16 17.25 15.57
Minuman probiotik sari mentimun memiliki kandungan lemak yang sangat rendah, yaitu hanya sebesar 0.26% dan 0.16%. Menurut Helferich dan Westhoff (1980), berdasarkan kadar lemaknya yoghurt dapat dikategorikan menjadi tiga jenis, yaitu (1) yoghurt berkadar lemak tinggi, dengan kadar lemak > 3.25%; (2) yoghurt berkadar lemak sedang, dengan kadar lemak 0.5-3.25%; dan (3) yoghurt berkadar lemak rendah, dengan kadar lemak < 0.5%. Oleh karena itu, produk ini termasuk kedalam minuman probiotik berkadar lemak rendah sehingga baik dikonsumsi oleh orang yang mengalami kelebihan berat badan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Produk minuman probiotik sari mentimun memiliki tekstur yang sedikit kental, berwarna putih, dan beraroma mentimun. Formula minuman probiotik sari mentimun yang disukai oleh panelis adalah formula dengan flavor original yang terbuat dari sari mentimun dengan perbandingan mentimun dan air 2:1, serta ditambah dengan susu skim 9% dan gula pasir 3% . Selain flavor original, minuman probiotik ini juga dapat dibuat dengan penambahan flavor jahe sebagai variasi rasa agar produk ini dapat dikonsumsi dengan rasa yang berbeda. Dari penelitian ini dipilih minuman probiotik dengan flavor original dengan pertimbangan rasa yang lebih disukai oleh panelis dan biaya produksi yang lebih murah. Total bakteri asam laktat dalam minuman probiotik sari mentimun dengan flavor original sebesar 4.2x108±2.2x108 cfu/ml dan berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan sebagai minuman probiotik. Selain itu minuman probiotik sari mentimun dengan flavor original memiliki karakteristik nilai pH 4.18±0.00, jumlah asam laktat sebesar 0.53%±0.08, kekentalan 7.52±0.05 cp, dan nilai TPT 18.0±0.00 oBrix. Umur simpan minuman probiotik sari mentimun adalah 9 hari. Pembuatan minuman probiotik sari mentimun merupakan salah satu cara pengembangan minuman probiotik dengan menggunakan komoditas yang melimpah agar dapat meningkatkan nilai gizi dari suatu bahan pangan dan memberikan manfaat kesehatan bagi tubuh.
B. SARAN Penelitian minuman probiotik sari mentimun perlu dikaji ulang, agar diperoleh formula yang lebih baik lagi, baik dari segi parameter rasa, kekentalan, warna dan aroma, serta konsistensi yang lebih baik. Penelitian ulangan atau sejenisnya dilakukan dalam upaya meningkatkan konsentrasi sari mentimun secara optimal yang mampu menghasilkan produk dengan kategori disukai.
DAFTAR PUSTAKA Anonim1. 2007. Mentimun. www.wikipedia.org. [11-November-2007]. Anonim2. 1980. Sayur-sayuran. PN Balai Pustaka, Jakarta. Anonim3 . 2008. If the label on a product says full cream milk, can it be made from milk powder?. http: //www.food-info.net. [5 Juni 2008]. Anonim4. 2008. Lactobacillus delbrueckii subs. Bulgaricus. http: // magma.ca/~pavel/science/L_bulgaricus.htm. [5 Juni 2008].
www.
Anonim5. 2008. Streptococcus thermophilus.http://home.snafu.de/helmert/Milch /Materialien.htm. [5 Juni 2008]. Anonim6. 2008. Lactobacillus rhamnossus. http://www.tjpc.com/lactoac.htm. [5 Juni 2008]. Anshori, R. 1992. Teknologi Fermentasi. Arcan, Jakarta. Ashurst, D. P. 1995. Fruit Juices and Baverages. Published by CRC Press, New York. Apriyantono, A., D. Fardiaz, P. Niluh, S. Yasni dan S. Budiyanto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan, IPB Press, Bogor. Batt, C. and P. Patel. 2000. Encyclopedia of Food Microbiology. Academic Press, San Francisco. Badan Standardisasi Nasional. 1992 . Yoghurt. SNI 01-2981-1992. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. Buckle, K. A. 1985. Ilmu pangan. Terjemahan Hadi Purnomo dan Adiono. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Dewanti, R., N. Anjaya, Suliantari, L. Nuraida dan B. Satiawiharja. 2001. Penuntun Praktikum Teknologi Fermentasi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fardiaz, S. 1987. Penuntun Praktek Mikrobiologi Pangan. Lembaga Sumberdaya Informasi (LSI), Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Fardiaz, S. 2000. Riset Mikrobiologi Pangan untuk Peningkatan Keamanan Pangan Indonesia. Srikandi Foundation for Food Safety. Farrel, T. 1985. Spices, Condiments, and Seasonings. AVI Publishing Company,
Inc. USA. Frazier, W. C and D. C. Westhoss. 1978. Food Microbiology. Mc Graw Hill Book Company, New York. Fuller, R. 1992. Probiotic Scientific Basis. Chapman and Hall, London Furia, T. E. and N. Bellanca. 1971. Fenaroli’s Handbook of Flavor Ingredients. CIBA_GEIGY Corporation Ardsley, New York. Gilliand, S. E. 1986. Bacterial Cultures for Food. CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida. Harrigan, W. F. 1998. Laboratory Method In Food Microbiology 3rd ed. Academic Press. London. Hartoto, M. 2003. Pembuatan Yoghurt Sinbiotik dengan Menggunakan Kultur Campuran Streptococcus thermophilus, Bifidobacterium bifidum, dan Lactobacillus casei Galur Shirota. Skripsi. FATETA. IPB. Bogor. Heinerman, J. 2005. Ensiklopedi Juice Buah dan Sayur untuk Penyembuhan Pustaka Delaptrasa, Jakarta. Helferich, W. and D. Westhoff. 1980. All About Yoghurt. Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey. Hirasa, K. and M. Tanaka. 1998. Spice Science and Technology. Lion Coorporation Tokyo, Japan. Hull, R. and A. J. Evans. 1992. Probiotic Foods – a New opportunity. Food Australia 44 (9) : 418-420. Jay, J. M. 2000. Modern Food Microbiology. Aspen Publishers, Inc. Gaithersburg, Maryland. Johan, A. 2005. Nutrisi dalam Mentimun. http://www.mail-archive.com. [5 Juni 2008]. Koeswara, S. 1998. Susu Kedelai Tak http://www.indomedia.com. [5 Juni 2008].
Kalah
dengan
Susu
Sapi.
Matondang, I. 2007. Zingiber officinale L. Pusat Pengembangan Tumbuhan Obat UNAS. www.dictionary.com . [15 Desember 2007]. Maulidya, A. 2007. Kajian Pembuatan Yoghurt Susu Jagung Sebagai Minuman Probiotik Menggunakan Campuran Kultur Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus, Streptococcus salivarus subsp. thermophilus dan Lactobacillus casei subsp. rhamnosus. Skripsi. FATETA. IPB. Bogor.
Muchtadi, T. R. dan Sugiyono. 1992. Penuntun Praktikum Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor. Muchtadi, T. R. 1997. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor. Naidu, A. 2000. Natural Food Antimicrobial Systems. Departemen of food, Nutrition and Consumer Sciences California State Polytechnic University Pomona, California. Nugraheny, I. 2004. Pengembangan Probiotik dengan Menggunakan Isolat Bakteri Asam Laktat Asal Manusia. Skripsi. FATETA IPB, Bogor. Nuraida, L. dan R. Dewanti. 2001. Pangan Tradisional Berbasis Pangan Fungsional dan Suplemen Puspadewi, S. 2005. Pengkajian Pengembangan Produk Yoghurt dalam Bentuk Drinking Yoghurt di PT Diamond Cold Storage. Laporan Magang. FATETA IPB, Bogor. Rahayu, W. P. dan W. Christanti. 1991. Pembuatan Soyghurt Berflavor Buah dan Mutunya Selama Penyimpanan Bul. Pen. Ilmu Tek. Pangan III (1) : 59 : 74. Robinson, R. K. 1981. Dairy Microbiology : The Microbiology of Milk Product. Vol 2. Applied Science Pub, London. Robinson, R. K. 1999. Yoghurt. di dalam Robinson, R.K., C. A. Batt, P. D. Patel. 2000. Encyclopedia of Food Microbiology. Academic Press, USA. Saper, G. M. and J. R. Gorniy. 2006. Microbiology of fruits and Vegetables. Published by CRC Press, New York. Satiarini, B. 2006. Kajian Produksi dan Profitabilitas Pembuatan Susu Jagung. Skripsi. FATETA. IPB. Bogor Secapramana. 1999. Manfaat Jahe. http:/
[email protected]. [15 Januari 2007]. Setyaningsih, I. 1992. Pengaruh Jenis Kultur L. casei, Penambahan Susu Skim dan Glukosa Terhadap Mutu Yakult Kedelai. Skripsi. FATETA IPB, Bogor. Shelef, L.A. 1983. Antimicrobial effect of spices. J. Of Food Safety 6 : 29-44. Soeharsono. 1997. Probiotik : alternative pengganti antibiotic. Buletin PDSKI No. 9 Th. X Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan Hasil
Pertanian. Bharata Daya Aksara, Jakarta. Sofia, D. 2007. Respon Pertumbuhan dan Produksi Mentimun dengan Mutagen Kholkisin. www.warintek.id. [11-November-2007]. Susanti, D. 2005. Pembuatan Es Puter Yoghurt Kedelai dangan Penambahan Probiotik Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium bifidum. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tamime, A. Y, A. Skriver, and L. Nilsson. 2006. Fermented Milks. Academic Press, USA. Tamime, A. Y. dan R. K. Robinson. 1989. Yoghurt Science and Technology. Pergamon Press Ltd. Tamime, A. Y. dan R. K. Robinson. 2006. Yoghurt Science and Technology. Pergamon Press Ltd. Teja, M. 1990. Pengaruh Pengupasan, Penambahan Susu Skim dan Gelatin terhadap Mutu Yoghurt Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.). Skripsi. FATETA IPB, Bogor. Walstra, P., T. J. Geurts., A. Noomen., A. Jellema., and M. A. J. S. Van Boekel. 1999. Dairy Technology. Department of Food Science Wageningen Agricultural University Wageningen, Netherlands. Wibowotomo, B. 1990. Produk Fermentasi Susu. Paper. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Widowati, S. dan Misgiyarta. 2003. Efektifitas Bakteri Asam Laktat (BAL) dalam Pembuatan Produk Fermentasi Berbasis Protein Susu Nabati. Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Lampiran 1. Tahapan pemeliharaan kultur (Dewanti et al., 2001)
dibuat tusukan kultur pada media MRSchalk semi solid
diinkubasi pada suhu 43-45oC selama 1 hari
disimpan dalam refrigerator
(untuk menumbuhkan kembali) diambil 1 loop kultur
diinokulasikan pada media MRSbroth
diinkubasi pada suhu 43-45oC selama 1 hari
disimpan dalam refrigerator
Lampiran 2. Tahapan pembuatan kultur kerja (Dewanti et al., 2001)
0.5-1% kultur murni
ditumbuhkan ke dalam 50 ml susu skim 10% steril
diinkubasi pada suhu 43-45oC selama 1 hari
kultur induk
disimpan dalam refrigerator
5% kultur induk ditambahkan ke dalam 50 ml susu skim 10% steril
diinkubasi pada suhu 43-45oC selama 1 hari
kultur kerja
disimpan dalam refrigerator
Lampiran 3. Pengaruh perlakuan terhadap mutu minuman probiotik sari mentimun Parameter mutu Rasa (asam) Aroma (mentimun) Kekentalan Warna (putih)
Keterangan Warna :
F1 ++++
Minuman probiotik sari mentimun F2 F3 F4 F5 ++++ ++++ +++ +++
++++
++++
++++
++++
++++
++++
++ +++
++ ++++
+++ ++++
++ +++
+++ ++++
+++ ++++
: + + + + + : sangat putih
Kekentalan :
+ + + + + : sangat kental
++++
: putih
++++
: kental
+++
: agak putih
+++
: agak kental
++
: kurang putih
++
: kurang kental
+
: bening
+
: encer
Rasa:
+ + + + + : sangat kuat
dan
++++
aroma
F6 +++
: kuat
+++
: agak kuat
++
: kurang kuat
+
: tidak kuat
Lampiran 4. Analisis sidik ragam uji hedonik rasa pada penelitian tahap I
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
3144,444(a)
35
89,841
88,285
,000
PANELIS
117,244
29
4,043
3,973
,000
SAMPEL
34,111
5
6,822
6,704
,000
147,556
145
1,018
Error Total
3292,000 180 a R Squared = ,955 (Adjusted R Squared = ,944)
SKOR Duncan Subset SAMPEL f3
N
2
1
3
4
30
3,50
f1
30
3,70
3,70
f4
30
3,97
3,97
3,97
f2
30
4,07
4,07
f5
30
f6
30
4,43
Sig.
4,43 4,80
,092 ,187 ,092 ,161 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1,018. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b Alpha = ,05.
Keterangan : F1 : sari mentimun dengan gula 8% dan susu skim 2% F2 : sari mentimun dengan gula 8% dan susu skim 5% F3 : sari mentimun dengan gula 8% dan susu skim 9% F4 : sari mentimun dengan gula 10% dan susu skim 2% F5 : sari mentimun dengan gula 10% dan susu skim 5% F6 : sari mentimun dengan gula 10% dan susu skim 9%
Lampiran 5. Analisis sidik ragam uji hedonik kekentalan pada penelitian tahap I Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares 2980,861(a)
df 35
Mean Square 85,167
F 162,194
Sig. ,000
PANELIS
125,561
29
4,330
8,246
,000
SAMPEL
31,028
5
6,206
11,818
,000
Error
76,139
145
,525
Total
3057,000 180 a R Squared = ,975 (Adjusted R Squared = ,969) SKOR Duncan Subset SAMPEL f4
N
2
1 30
3
3,20
f1
30
3,87
f2
30
3,90
f5
30
4,00
f3
30
4,23
f6
30
Sig.
4,23 4,57
1,000
,075
,077
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,525. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b Alpha = ,05.
Keterangan : F1 : sari mentimun dengan gula 8% dan susu skim 2% F2 : sari mentimun dengan gula 8% dan susu skim 5% F3 : sari mentimun dengan gula 8% dan susu skim 9% F4 : sari mentimun dengan gula 10% dan susu skim 2% F5 : sari mentimun dengan gula 10% dan susu skim 5% F6 : sari mentimun dengan gula 10% dan susu skim 9%
Lampiran 6. Analisis sidik ragam uji hedonik warna pada penelitian tahap I Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares 2761,017(a)
df
Mean Square
F
Sig.
35
78,886
124,354
,000
29
3,613
5,696
,000
34,183
5
6,837
10,777
,000
91,983
145
,634
2853,000
180
PANELIS
104,783
SAMPEL Error Total
a R Squared = ,968 (Adjusted R Squared = ,960)
SKOR Duncan Subset SAMPEL f4
N
2
1 30
3
3,07
f5
30
3,63
f1
30
3,73
f2
30
3,80
f6
30
4,30
f3
30
4,37
Sig.
1,000 ,450 ,746 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,634. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b Alpha = ,05.
Keterangan : F1 : sari mentimun dengan gula 8% dan susu skim 2% F2 : sari mentimun dengan gula 8% dan susu skim 5% F3 : sari mentimun dengan gula 8% dan susu skim 9% F4 : sari mentimun dengan gula 10% dan susu skim 2% F5 : sari mentimun dengan gula 10% dan susu skim 5% F6 : sari mentimun dengan gula 10% dan susu skim 9%
Lampiran 7. Analisis sidik ragam uji hedonik aroma pada penelitian tahap I
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares 2163,778(a)
df
Mean Square
F
Sig.
35
61,822
91,265
,000
PANELIS
134,644
29
4,643
6,854
,000
SAMPEL
15,778
5
3,156
4,658
,001
Error
98,222
145
,677
Total
2262,000
180
a R Squared = ,957 (Adjusted R Squared = ,946)
SKOR Duncan Subset SAMPEL f4
N
2
1 30
3,07
f1
30
3,10
f3
30
3,13
f5
30
3,33
f2
30
3,53
f6
30
3,53 3,90
Sig.
,050 ,087 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,677. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b Alpha = ,05.
Keterangan : F1 : sari mentimun dengan gula 8% dan susu skim 2% F2 : sari mentimun dengan gula 8% dan susu skim 5% F3 : sari mentimun dengan gula 8% dan susu skim 9% F4 : sari mentimun dengan gula 10% dan susu skim 2% F5 : sari mentimun dengan gula 10% dan susu skim 5% F6 : sari mentimun dengan gula 10% dan susu skim 9%
Lampiran 8. Rekapitulasi data hedonik pada penelitian tahap I
rasa
Nilai rataan hedonik produk setelah difermentasi kekentalan warna aroma
Formula F1
3.70±1.26ab
3.87±1.31b
3.73±1.14b
3.07±1.18a
F2
4.07±1.46bc
3.90±1.35b
3.80±1.00b
3.53±1.25a
F3
3.50±1.42a
4.23±1.10bc
4.73±0.96c
3.13±1.07a
F4
3.97±1.06abc
3.20±0.89a
3.07±1.08a
3.10±1.20a
F5
4.43±1.10cd
4.00±0.87b
3.63±1.16b
3.33±1.10ab
F6
4.80±1.14d
4.57±0.82a
4.30±1.02c
3.90±1.12b
Nilai rataan ditunjukkan dengan mean ± standar deviasi (n=30) a,b huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p ≤ 0.05
Lampiran 9. Contoh perhitungan dengan metode pembobotan pada penelitian tahap I total pembobotan rasa
:100%
40%
kekentalan 30% warna 15% aroma 15% F1 = (3.70 x 0.4) + (3.87x0.3) + (3.73x0.15) + (3.07x0.15) = 3.661 F2 = (4.07x0.4) + (3.90x0.3) + (3.80x0.15) + (3.53x0.15) = 3.8975 F3 = (3.50x0.4) + (4.23x0.3) + (4.73x0.15) + (3.13x0.15) = 3.848 F4 = (3.97x0.4) + (3.20x0.3) + (3.07x0.15) + (3.10x0.15) = 3.4735 F5 = (4.43x0.4) + (4.00x0.3) + (3.63x0.15) + (3.33x0.15) = 4.016 F6 = (4.80x0.4) + (4.57x0.3) + (4.30x0.15) + (3.90x0.15) = 4.521 (paling disukai) Keterangan : F1 : sari mentimun dengan gula 8% dan susu skim 2% F2 : sari mentimun dengan gula 8% dan susu skim 5% F3 : sari mentimun dengan gula 8% dan susu skim 9% F4 : sari mentimun dengan gula 10% dan susu skim 2% F5 : sari mentimun dengan gula 10% dan susu skim 5% F6 : sari mentimun dengan gula 10% dan susu skim 9%
Lampiran 10. Analisis sidik ragam uji hedonik flavor dengan rempah serbuk
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
1525,108(a)
33
PANELIS
63,342
SAMPEL
40,358 121,892
Error
F
Sig.
46,215
32,986
,000
29
2,184
1,559
,060
3
13,453
9,602
,000
87
1,401
Total
1647,000 120 a R Squared = ,926 (Adjusted R Squared = ,898)
SKOR Duncan Subset SAMPEL f7
N
1
2
30
2,93
f8
30
3,03
f10
30
3,40
f9
30
4,40
Sig.
,153 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1,401. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b Alpha = ,05.
Keterangan : F7 : formula dengan penambahan serbuk jahe F8 : formula dengan penambahan serbuk adas manis F9 : formula original (tanpa penambahan serbuk rempah) F10: formula dengan penambahan serbuk kayu manis
Lampiran 11. Rekapitulasi data hedonik penentuan flavor dengan rempah serbuk Formula F7 F8 F9 F10
Nilai rataan hedonik flavor produk 2.93±1.36a 3.03±1.19a 4.40±1.10b 3.40±1.38a
Keterangan : F7 : formula dengan penambahan serbuk jahe F8 : formula dengan penambahan serbuk adas manis F9 : formula original (tanpa penambahan serbuk rempah) F10: formula dengan penambahan serbuk kayu manis
Lampiran 12. Diagram alir pembuatan larutan ekstrak rempah (Nuraida dan Dewanti, 2001)
Rempah
Dicuci dan dirajang
Direbus selama 15 menit dengan perbandingan air dan rempah (5:1) Didinginkan hingga suhu 25oC
Disaring dengan kain saring
Larutan ekstrak rempah
Lampiran 13. Analisis sidik ragam uji hedonik terhadap flavor dengan larutan ekstrak rempah Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model PANELIS SAMPEL Error
Type III Sum of Squares 1362,033(a)
33
Mean Square 41,274
F 32,654
Sig. ,000
29
2,082
1,647
,040
8,033
3
2,678
2,119
,104
109,967
87
1,264
60,367
df
Total
1472,000 120 a R Squared = ,925 (Adjusted R Squared = ,897)
Keterangan sampel: F11 : formula dengan penambahan ekstrak jahe F12: formula dengan penambahan ekstrak kayu manis F13: formula dengan penambahan ekstrak adas manis dan kayu manis F14: formula dengan penambahan ekstrak adas manis dan jahe
Lampiran 14. Rekapitulasi data hedonik penentuan flavor dengan larutan ekstrak rempah Formula F11 F12 F13 F14
Nilai rataan hedonik flavor produk 3.67±1.12 3,00±1.14 3.37±1.27 3.10±1.30
Keterangan sampel: F11 : formula dengan penambahan ekstrak jahe F12: formula dengan penambahan ekstrak kayu manis F13: formula dengan penambahan ekstrak adas manis dan kayu manis F14: formula dengan penambahan ekstrak adas manis dan jahe
Lampiran 15. Syarat mutu produk yogurt menurut SNI 01-2981-1992
No Kriteria Uji 1 Keadaan: 1.1 Penampakan
2 3 4 5 6 7
8 9
Satuan
Persyaratan Cairan kental sampai semi padat Normal/khas Asam/khas Homogen Maks 3.8 Min 8.2 Min 3.5 Maks 1.0 0.5 – 2.0
1.2 Bau 1.3 Rasa 1.4 Konsistensi Lemak, %, b/b Bahan kering tanpa lemak, %, b/b Protein (N x 6.37), %, b/b Abu Jumlah asam (dihitung sebagai laktat), %, b/b Cemaran logam : 7.1 Timbal (Pb), mg/kg Maks 0.3 7.2 Tembaga (Cu), mg/kg Maks 20.0 7.3 Seng (Zn), mg/kg Maks 40.0 7.4 Timah (Sn), mg/kg Maks 40.0 7.5 Raksa (Hg), mg/kg Maks 0.03 Arsen (As), mg/kg Maks 0.1 Cemaran mikroba : APM/g 9.1 Bakteri coliform APM/g Maks 10 9.2 E.coli <3 9.3 Salmonella Negatif/100 g
Ket: APM (Angka Paling Mungkin) = MPN (Most Probable Number)